TESIS
PELATIHAN LARI-LOMPAT DI PASIR LIMA REPETISI EMPAT SET MENINGKATKAN JARAK CAPAIAN LOMPAT JAUH LEBIH PANJANG DARIPADA LARI RINTANGAN LIMA REPETISI EMPAT SET PADA SISWA SMPN-11 DENPASAR
I WAYAN SUGIANTA
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014
TESIS
PELATIHAN LARI-LOMPAT DI PASIR LIMA REPETISI EMPAT SET MENINGKATKAN JARAK CAPAIAN LOMPAT JAUH LEBIH PANJANG DARIPADA LARI RINTANGAN LIMA REPETISI EMPAT SET PADA SISWA SMPN-11 DENPASAR
I WAYAN SUGIANTA NIM : 1290361009
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI FISIOLOGI OLAHRAGA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014
PELATIHAN LARI-LOMPAT DI PASIR LIMA REPETISI EMPAT SET MENINGKATKAN JARAK CAPAIAN LOMPAT JAUH LEBIH PANJANG DARIPADA LARI RINTANGAN LIMA REPETISI EMPAT SET PADA SISWA SMPN-11 DENPASAR
Tesis Untuk memperoleh Gelar Magister Pada Program Magister, Program Studi Fisiologi Olahraga Program Pascasarjana Universitas Udayana
I WAYAN SUGIANTA NIM : 1290361009
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI FISIOLOGI OLAHRAGA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014
LEMBAR PENGESAHAN
TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL 7 JULI 2014
Pembimbing I
Pembimbing II
Prof. Dr. dr. J. Alex Pangkahila, M.Sc. Sp.And NIP. 19440201 196409 1 001
Prof. Dr. dr. N. Adiputra, PFK, M.OH NIP. 19470704 197903 1 001
Mengetahui
Ketua Program Fisiologi Olahraga Program Pascasarjana Universitas Udayana
Dr. dr. Susy Purnawati, M. KK NIP. 19680929 199903 2001
Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana
Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K) NIP. 19590215 198510 2 001
PENETAPAN PANITIA PENGUJI
Tesis Ini Telah Diuji Pada Tanggal : 7 Juli 2014
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana, No : 1749/UN.14.4/HK/2014, Tanggal 16 Juni 2014
Panitia Penguji Kelayakan Tesis Adalah: Ketua Sekretaris
: Prof. Dr. dr. J. Alex Pangkahila, M.Sc. Sp.And : Prof. Dr. dr. N. Adiputra, PFK, M.OH
Anggota
: 1. Prof. dr. N. T. Suryadhi, M.PH, P.HD 2. Prof. dr. Nyoman Agus Bagiada, Sp.Biok 3. Dr. Ketut Karna, PFK, M.Kes, AIFO
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
Yang bertanda tangan di bawah ini : Nama
: I Wayan Sugianta
NIM
: 1290361009
Program Studi
: Fisiologi Olahraga
Judul Tesis
: Pelatihan Lari-Lompat Di Pasir Lima Repetisi Empat Set Meningkatkan Jarak Capaian Lompat Jauh Lebih Panjang Daripada Lari Rintangan Lima Repetisi Empat Set Pada Siswa SMPN-11 Denpasar
Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah ini bebas plagiat.
Apabila dikemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan Mendiknas RI No. 17 Tahun 2010 dan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku.
Denpasar, Yang membuat pernyataan Materai
(I Wayan Sugianta)
UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat-Nyalah penulis dapat menyelesaikan tesis ini dalam upaya memenuhi syarat untuk mencapai derajat Magister Fisiologi Olahraga (M.Fis) pada Program Studi Fisiologi Olahraga Program Pascasarjana Universitas Udayana. Tesis ini berjudul “Pelatihan Lari Lompat di Pasir Lima Repetisi Empat Set Meningkatkan Jarak Capaian lompat Jauh Lebih Panjang daripada Lari Rintangan Lima Repetisi Empat Set pada Siswa SMP Negeri-11 Denpasar”. Penyusunan tesis ini tidak terlepas dari dorongan, semangat, petunjuk dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karenanya penulis menyampaikan terima kasih kepada Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana Prof. Dr. dr. A. A. Raka Sudewi, Sp. S.(K). dan Ketua Program Studi Pascasarjana Fisiologi Olahraga Universitas Udayana Prof. Dr. dr. J. Alex Pangkahila, M.Sc, Sp.And, sekaligus sebagai pembimbing I atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan pascasarjana di Universitas Udayana.
Ucapan terima kasih penulis juga sampaikan
Prof. Dr. dr.
Nyoman Adiputra, M.OH, sebagai Pembimbing II yang telah dengan sabar membimbing penulis. Kepada Prof.
dr. N. Tigeh Suryadhi, M.PH, P.HD, Prof. dr. Nyoman Agus
Bagiada, Sp. Biok, dr. Ketut Karna, PFK, M.Kes, AIFO, sebagai penguji yang telah meluangkan waktunya dan memberikan masukan demi kesempurnaan tesis ini. Prof. dr. Ketut Tirtayasa, MS.AIFO sebagai Kepala Laboratorium Fisiologi atas bantuan peminjaman alat-alat laboratorium serta para Dosen Program Magister Fisiologi Olahraga, atas segala dorongan, semangat dan bimbingannya. Ucapan terima kasih penulis juga sampaikan kepada Kepala Sekolah SMP Negeri11 Denpasar, atas ijin yang diberikan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan pascasarjana pada Program Studi Magister Fisiologi Olahraga di Universitas Udayana. Ucapan yang sama juga ditujukan kepada guru-guru SMP Negeri-11 Denpasar, serta rekanrekan mahasiswa yang telah ikut membantu dalam memberikan semangat dan meminjamkan buku-bukunya. Semua staf dosen Bagian Ilmu Faal Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, yang telah banyak membantu dan meminjamkan alat-alatnya selama
pendidikan dan pihak lain yang tidak sempat penulis sebutkan namanya satu persatu, yang telah banyak membantu dalam penyusunan tesis ini. Penulis sadar bahwa isi dari tulisan ini masih jauh dari sempurna sehingga bila terdapat kesalahan-kesalahan dalam penulisan dan lain-lain, penulis sangat mengharapkan saran dan masukan sehingga usulan penelitian ini menjadi lebih baik. Sebagai penutup penulis sampaikan semoga tesis ini bermanfaat bagi dunia kependidikan terutama bidang fisiologi olahraga.
Denpasar,
Mei 2014
Penulis
I Wayan Sugianta
PELATIHAN LARI-LOMPAT DI PASIR LIMA REPETISI EMPAT SET MENINGKATKAN JARAK CAPAIAN LOMPAT JAUH LEBIH PANJANG DARIPADA LARI RINTANGAN LIMA REPETISI EMPAT SET PADA SISWA SMPN-11 DENPASAR ABSTRAK Lompat jauh adalah cabang atletik yang bertujuan memindahkan titik berat tubuh ke depan tanpa jatuh ke belakang saat mendarat. Keberhasilan dalam lompat jauh sangat dipengaruhi oleh daya ledak otot tungkai. Peningkatan daya ledak ini akan meningkatkan jarak capaian lompat jauh. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bahwa pelatihan lari lompat di pasir meningkatkan jarak capaian lompat jauh lebih panjang daripada lari rintangan. Pada penelitian ini dilakukan dengan dua tipe pelatihan yaitu pelatihan lari lompat di pasir dan lari rintangan, yang masingmasing dilakukan sebanyak lima repetisi empat set. Pelatihan dilakukan di lapangan SMP Negeri-11 Denpasar mulai pukul 16.00 sampai dengan 17.30 Wita selama enam minggu dengan frekuensi tiga kali perminggu. Sampel dipilih secara acak sederhana sebanyak 20 orang yang telah memenuhi persyaratan inklusi dan eksklusi, dibagi menjadi dua kelompok, sehingga masingmasing kelompok berjumlah 10 orang, kemudian setiap kelompok diberikan pelatihan yang berbeda. Kelompok-1 deberikan pelatihan lari lompat rintangan pada lintasan berpasir sebanyak lima repetisi empat set dan Kelompok-2 diberikan pelatihan lari lompat rintangan pada lintasan tanah dengan lima repetisi empat set. Data berupa hasil lompatan yang diambil setelah pelatihan selesai, dianalisis dengan program SPSS. Uji t berpasangan dipakai untuk menganalisis perbedaan jarak capaian lompat jauh antara sebelum dan sesudah pelatihan pada masing-masing kelompok dan uji t tidak berpasangan dipakai untuk menganalisis perbedaan jarak capaian lompat jauh antar kelompok pelatihan baik pada tes awal maupun tes akhir dengan kemaknaan 0,05. Rerata jarak capaian lompat jauh pada pelatihan lari lompat di pasir sebelum pelatihan adalah 3,86 ± 0,33 meter dan sesudah pelatihan 4,38 ± 0,34 meter yang secara statistik berbeda bermakna p = 0,000 (p<0,05). Rerata jarak capaian lompat jauh sebelum pelatihan pada pelatihan lari rintangan adalah 3,62 ± 0,37 meter dan sesudah pelatihan 3,92 ± 0,37 meter yang juga menunjukkan perbedaan bermakna p = 0,000 (p < 0,05). Perbedaan jarak capaian lompat jauh sebelum pelatihan antar kedua kelompok tidak bermakna p = 0,190 (p > 0,05) sedangkan setelah pelatihan antar kelompok menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna p = 0,010 (p<0,05) dengan pelatihan lari lompat di pasir menghasilkan rerata jarak capaian lebih jauh. Didapatkan bahwa pelatihan lari lompat di pasir dan pelatihan lari lompat rintangan dapat meningkatkan jarak capaian lompat jauh pada siswa SMP Negeri-11 Denpasar, di mana pelatihan lari lompat di pasir menghasilkan jarak capaian lebih panjang dibandingkan dengan lompat rintangan. Sehingga diharapkan kepada para guru olahraga dan pelatih lompat jauh untuk menerapkan pelatihan lari lompat di pasir lima repetisi empat set dalam memberikan pelatihan. Kata kunci: lari lompat di pasir, lari rintangan. Jarak capaian lompat jauh
RUN-JUMP TRAINING IN THE SAND FIVE REPS AND FOUR SET INCREASING ACHIEVEMENT JUMP LONGER THAN OBSTACLES RUN FIVE SET AND FOUR REPS IN STUDENTS SMP-11 DENPASAR ABSTRACT Long jump is a part of the athletics branches which requires moving the central gravity of the body forward to avoid falling back when landing. Success in the long jump is strongly influenced by the explosive power of the leg muscles. Increasing this explosive power will increase the distance long jump performance. Aim of this research is to know that the run-jump training in the sand increasing achievement jump longer than obstacles run. In this study conducted with two types: that is run on the track in the sand and obstacles run, each of which performed a total of five sets and four reps. Training is done in the field SMP-11 Denpasar from 16:00 to 17:30 pm for six weeks with a frequency of three times in a week. Samples were selected randomly as many as 20 people who have met the requirements of inclusion and inclusion. The selected sample was divided into two groups, so that each group of 10 people and each group is given different training. Group-1 are given training run on the track jumping hurdles sandy five reps and four sets and group-2 are given obstacles run training on the track of land with five reps and four sets. Data taken a leap results after the training is completed, analyzed with SPSS. Paired t test was used to analyze differences in the long jump achievement gap between before and after training in each group and the unpaired t test used to analyze differences in the long jump achievement gap between groups of training both on the pre test and post test. Limit of significance used was 0.05. The mean distance long jump performance on the training run around in the sand before training was 3.86 ± 0.33 meters and after training was 4.38 ± 0.34 meter showed a statistically significant difference, p = 0.000 (p<0.05). The average distance of achievement results before training on obstacles run training was 3.62 ± 0.37 meters and after training was 3.92 ± 0.37, also showed a significant difference p = 0.000 (p<0.05). Differences long jump distance before training outcomes between the two groups was not significant p = 0.190 (p>0.05), while after training between groups showed a significant difference p = 0.010 (p<0.05) with a training run around in the sand resulted in a mean further distance achievements. So that, training run around in the sand and obstacles run training can increase the distance of the long jump in student SMP-11 Denpasar, where training run jump in the sand produce longer distance performance compared to obstacles run. So expect to teachers and sports trainers to implement the training long jump with run jump in sand five reps and four sets in training. Keywords: run jump in the sand, obstacles run. long jump distance performance.
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL .................................................................................................
i
LEMBAR PERSETUJUAN .....................................................................................
iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI .........................................................................
iv
UCAPAN TERIMA KASIH .....................................................................................
v
ABSTRAK ................................................................................................................
vii
ABSTRACT .............................................................................................................
viiii
DAFTAR ISI .............................................................................................................
ix
DAFTAR TABEL ....................................................................................................
xii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................
xiii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................
xiv
DAFTAR SINGKATAN-SINGKATAN ..................................................................
xv
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................ 1.1 Latar Belakang Masalah ........................................................................... 1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 1.4 Manfaat Penelitian ...................................................................................
1 1 4 4 4
BAB II KAJIAN PUSTAKA.................................................................................... 2.1 Lompat Jauh ............................................................................................... 2.2 Gerakan Pada Lompat Jauh ........................................................................ 2.2.1 Ancang-ancang .................................................................................. 2.2.2 Lepas Landas ...................................................................................... 2.2.3 Fase Melayang .................................................................................. 2.2.4 Fase Pendaratan ................................................................................. 2.3 Konsep Biomekanika Lompat Jauh ........................................................ 2.3.1 Kecepatan Arah Vertikal ................................................................. 2.3.2 Kecepatan Arah Horisontal ............................................................. 2.3.3 Gerak Parabola Lompat Jauh ......................................................... 2.4 Pelatihan ..................................................................................................... 2.3.1 Pelatihan Fisik ................................................................................. 2.3.2 Pelatihan Teknik ..............................................................................
6 6 7 7 8 8 10 11 11 12 12 13 14 15
2.3.3 Pelatihan Taktik ............................................................................... 2.3.4 Pelatihan Mental ............................................................................. 2.5 Prinsip-Prinsip Pelatihan ........................................................................... 2.6 Tujuan Pelatihan Fisik............................................................................... 2.7 Tahapan Pelatihan Fisik ............................................................................. 2.7.1 Pemanasan ....................................................................................... 2.7.2 Pelatihan Inti .................................................................................... 2.7.3 Pendinginan ..................................................................................... 2.8 Daya Ledak Otot ...................................................................................... 2.9 Pelatihan Pliometrik ................................................................................ 2.10 Takaran Pelatihan ................................................................................. 2.11 Pelatihan Lompat Rintangan .................................................................. 2.12 Metabolisme Energi ............................................................................... 2.13 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Lompatan ............................ 2.13.1 Faktor Internal ............................................................................... 2.13.2 Faktor Eksternal .............................................................................
15 15 16 18 18 19 20 20 21 23 26 30 31 33 34 36
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS ........................... 3.1 Kerangka Berpikir .................................................................................... 3.2 Kerangka Konsep Penelitian .................................................................... 3.3 Hipotesis Penelitian ..................................................................................
38 38 39 40
BAB IV METODE PENELITIAN ........................................................................... 4.1 Rancangan Penelitian ................................................................................ 4.2 Tempat Dan Waktu Penelitian .................................................................. 4.3 Populasi Dan Sampel ................................................................................ 4.3.1 Populasi............................................................................................ 4.3.2 Sampel ............................................................................................. 4.3.3 Besar Sampel .................................................................................. 4.3.4 Teknik Pengambilan Sampel .......................................................... 4.4 Variabel Penelitian ................................................................................... 4.5 Definisi Operasional Variabel .................................................................. 4.6 Alat Pengumpulan Data ........................................................................... 4.7 Prosedur Penelitian ................................................................................... 4.7.1 Tahap Persiapan ............................................................................. 4.7.2 Tahap Penelitian Pendahuluan, Tahap Pemilihan, dan Penentuan Sampel .......................................................................... 4.7.3 Tahap Pelaksanaan Penelitian......................................................... 4.8 Analisis Data ............................................................................................. 4.9 Alur Penelitian ..........................................................................................
41 41 42 42 42 42 43 44 45 45 49 50 51 51 52 54 56
BAB V HASIL PENELITIAN .............................................................................. 5.1 Karakteristik Sbjek penelitian .................................................................. 5.2 Karakteristik lingkungan Penelitian ......................................................... 5.3 hasil Uji Normalitas dan Homogenitas Data Hasil penelitian ................. 5.4 Hasil Uji Beda Rerata Lompatan Antar Kelompok Pelatihan ................. 5.5 Hasil Uji Beda Rerata Lompatan Antara Sebelum dan Sesudah Pelatihan
57 57 58 58 59 60
BAB VI PEMBAHASAN ..................................................................................... 6.1 Kondisi Fisik Subjek ................................................................................ 6.2 Lingkungan Tempat Penelitian ................................................................ 6.3 Distribusi dan Varian Hasil Lompatan ..................................................... 6.4 Hasil Lompatan Sebelum Pelatihan ......................................................... 6.5 Pengaruh Pelatihan lari Lompat di Pasir dan Lari Rintangan Lima Repetisi Empat Set Terhadap Hasil Lompatan ........................................ 6.6 Perbedaan Efek pelatihan Lari Lompat di Pasir dan Lompat Rintangan Lima Repetisi Empat Set Terhadap Hasil Lompatan ................................
62 62 65 65 66
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 7.1 Simpulan ................................................................................................. 7.2 Saran ........................................................................................................
72 72 72
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................
73
66 69
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 5.1. Karakteristik Fisik Siswa SMP Negeri-11 Denpasar …………………..
57
Tabel 5.2. Data Karakteristik Suhu dan Kelembaban Relatif Udara ……………...
58
Tabel 5.3. Hasil Uji Normalitas dan Homogenitas Data Hasil Lompatan Sebelum dan Sesudah Pelatihan Siswa SMP Negeri-11 Denpasar …….
59
Tabel 5.4. Hasil Uji Beda Rerata Lompatan Sebelum dan Sesudah Pelatihan Antar Kelompok Siswa SMP Negeri-11 Denpasar …………………….
59
Tabel 5.5. Hasil Uji Beda Rerata Lompatan antara Sebelum dan Sesudah Pelatihan Siswa SMP Negeri-11 denpasar ……………………………..
60
Tabel 5.6. Persentase Peningkatan Hasil Lompatan antara Sebelum dan Sesedah Pelatihan ………………………………………………………
61
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 2.1 Cara Melakukan Teknik Menggantung
…………………………
10
…………………………….......
40
…………………………………………
41
Gambar 4.2 Disain Pelatihan Lompat Lintasan Berpasir Lima Repetisi Empat Set ..
46
Gambar 4.3 Disain Pelatihan Lompat Rintangan Lima Repetisi Empat Set ………
47
Gambar 4.4 Alur Penelitian
56
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian Gambar 4.1 Rancangan Penelitian
………………………………………………...
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran-1
Surat Izin Penelitian
…………………………………………
76
Lampiran-2
Data Hasil Pengukuran Karakteristik Fisik Subjek ………………...
78
Lampiran-3
Data Lingkungan Penelitian
…………………………………
79
Lampiran-4
Data Hasil Lompatan
…………………………………………
80
Lampiran-5
Hasil Analisis Data
…………………………………………
81
Lampiran-6
Peralatan Penelitian
…………………………………………
84
Lampiran-7
Dokumen Penelitian
…………………………………………
85
DAFTAR SINGKATAN-SINGKATAN SMPN D Ky B Kx Jx W % Cm Dkk m/dt ATP ATP-PC ADP P R S RA P1 P2 O1 O2 O3 O4 n
α σ 1-β μ1 μ2 Km o C mmHg Kg M SB KLP I
: Sekolah Menengah Pertama Negeri : Daya ledak otot tungkai : Percepatan ke arah vertical : Berat badan : Kecepatan lari (m/dt) : Jarak lari (m) : Waktu yang dibutuhkan untuk menempuh jarak lari (dt) : Persen : Centi meter : Dan kawan-kawan : Menit per detik : Adenosine triphosphate : Adenosine triphosphate - Phosphocreatine : Adenosine diphosphate : Populasi : Randomisasi : Sampel : Random alokasi : Perlakuan I, pelatihan lari lompat pada lintasan berpasir 5 repetisi 4 set : Perlakuan II, pelatihan lari rintangan (30 cm) 5 repetisi 4 set : Observasi hasil lompatan Kelompok-1 sebelum pelatihan : Observasi hasil lompatan Kelompok-1 setelah enam minggu pelatihan : Observasi hasil lompatan sebelum pelatihan pada Kelompok-2 : Observasi hasil lompatan setelah enam minggu pelatihan Kelompok-2. : Jumlah sampel atau besar sampel : Batas kemaknaan diambil 5% atau 0,05. : Standar deviasi : Kekuatan (power) penelitian 0,95, (β = 0,05) : Rerata hasil lompatan sebelum pelatihan : Harapan peningkatan hasil lompatan : Kilo meter : Derajat Celcius : Milimeter merkuri hidrargyrum : Kilo gram : Meter : Simpang baku : Kelompok-1 (pelatihan lari lompat di pasir lima repetisi tiga set)
KLP II > < p ± s/d
: Kelompok-2 (pelatihan lari rintangan setinggi 30 cm sebanyak lima repetisi empat set) : Lebih besar : Lebih kecil : Nilai Probabilitas : Plus minus : Sampai dengan
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Peningkatan prestasi dalam olahraga merupakan salah satu tujuan dari pelatihan fisik. Prestasi ini
akan terwujud melalui suatu program pelatihan yang terarah, teratur, sistematis dan berkelanjutan. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, pelatihan harus dikembangkan sejak usia dini yaitu mulai Sekolah Dasar dan tidak menutup kemungkinan sampai ke perguruan tinggi. Untuk mencapai prestasi puncak dalam olahraga seorang atlet harus memperhatikan beberapa faktor seperti kondisi fisik, teknik, taktik, mental faktor lingkungan, sarana prasarana dan lain-lain. Upaya untuk meningkatkan semua itu diperlukan pelatihan yang terprogram dan sistematis (Bompa dan Haff, 2009). Pelatihan fisik merupakan unsur terpenting yang harus diperlukan dalam pelatihan olahraga untuk mencapai prestasi yang tertinggi (Soetopo, 2007). Dengan melakukan pelatihan fisik maka fungsi sistem organ tubuh akan meningkat dibandingkan dengan sebelum diberikan pelatihan, yang tentunya sangat diperlukan untuk memenuhi penampilan dalam beraktivitas (Astrand dan Rodahl, 2003). Kondisi fisik adalah tingkat kemampuan fisik yang terdiri dari sepuluh komponen biomotorik yaitu: kekuatan, daya tahan, kecepatan, daya ledak, kelentukan, keseimbangan, waktu reaksi, kelincahan, ketepatan, dan koordinasi (Sajoto, 2002).
Pada cabang olahraga lompat jauh daya ledak otot tungkai sangat dibutuhkan. Lompat jauh ini adalah bagian dari nomor lompat yang bertujuan untuk memindahkan titik berat tubuh sejauh-jauhnya ke depan (arah horisontal). Ini berarti bahwa atlet berusaha sejauh-jauhnya menempatkan kakinya ke depan tanpa jatuh ke belakang saat mendarat (Hay, 1978: Sajoto, 2002). Keberhasilan dalam lompat jauh perlu memperhatikan empat faktor yaitu: lari awalan (ancangancang), tumpuan atau tolakan, sikap di udara (melayang), dan mendarat (Sajoto, 2002: Hay, 1978). Gerakan tolakan merupakan bagian yang terpenting dalam teknik gerak lompat jauh dan untuk dapat melakukan gerakan menolakkan tubuh ke udara dibutuhkan daya ledak otot dan kekuatan tungkai yang maksimal (Jarver, 1999). Kecepatan awalan yang setinggi–tingginya sambil tetap mampu melakukan tolakan yang kuat ke atas dengan satu kaki untuk meraih ketinggian saat melayang yang memadai sehingga dapat menghasilkan jarak lompatan yang maksimal (Anne, 2010).
Daya ledak adalah kemampuan tubuh atau bagian tubuh untuk mengatasi tahanan dengan kontraksi yang sangat cepat untuk dapat melakukan aktivitas secara tiba-tiba (Harsono, 1993). Daya ledak otot tungkai merupakan daya ledak dari tungkai untuk melakukan gerakan secara tiba-tiba yang tentunya dalam waktu yang sangat singkat. Daya ledak ini disebut dengan kekuatan eksplosif, yang ditandai dengan adanya gerakan tubuh secara tiba-tiba, dimana tubuh terdorong ke atas atas, depan atau ke arah diagonal (membentuk sudut) dengan mengerahkan otot maksimal (Giriwijoyo, 2007). Daya ledak adalah kombinasi dari kekuatan dengan kecepatan (kekuatan dalam kg dikalikan kecepatan dalam m/dt) dan merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan lompat jauh (Azmi, 2000). Daya ledak yang dibutuhkan dalam lompat jauh adalah daya ledak ke arah depan (Hay, 1978). Sedangkan kecepatan gerak adalah kemampuan seseorang untuk melakukan gerakan berkesinambungan dengan bentuk yang sama dalam waktu sesingkat-singkatnya (Sajoto, 2002).
Di samping kekuatan otot dan kecepatan lari, lompat jauh juga dipengaruhi oleh unsur lain yaitu gerak tolakan dan ancang-ancang. Gerak tolakan dipengaruhi oleh kemampuan melakukan sudut tolakan atau sudut lepas landas untuk mencapai tinggi yang optimal agar dapat dicapai jarak lompatan sejauh-jauhnya (Azmi, 2000). Sudut lepas landas yang menghasilkan lompatan terjauh berkisar di antara 30o (Linthorne, 2003). Pelatihan pliometrik adalah merupakan salah satu usaha yang ditujukan untuk mengembangkan daya ledak eksplosif dalam cabang lompat jauh yang berhubungan dengan kekuatan dan kecepatan kontraksi otot yang secara langsung dapat mempengaruhi kontraksi otot (Nala, 2011). Pelatihan pliometrik merupakan suatu pelatihan yang mempunyai ciri khusus yaitu kontraksi otot yang kuat yang merupakan respons dari pembebanan dinamik atau regangan yang cepat dari otot terkait (Bompa dan Haff, 2009). Dari hasil pengamatan di lapangan, umumnya pelatihan lompat jauh yang diterapkan pada atlet menggunakan metode lompat rintangan dengan ancang-ancang dan tinggi rintangan yang tidak disesuaikan dengan kemampuan awal dan umur atlet. Sebelum membuat suatu program pelatihan terlebih dahulu harus dilakukan tes awal untuk mengetahui kemampuan maksimal atlet dan ini merupakan salah satu prinsip yang harus diterapkan dalam suatu program pelatihan, untuk mengahasilkan suatu pelatihan yang maksimal (Bompa, 1994). Bertitik tolak dari hasil capaian lompat jauh putra Provinsi Bali tahun 2013 juara emas direbut oleh atlet asal kabupaten Gianyar anas nama I Made Wirtawan dengan jarak lompatan 6,06 meter (Dinas pendidikan Pemuda dan Olahraga provinsi Bali, 2013). Jarak ini masih jauh
dibandingkan dengan pemenang medali emas lompat jauh putra PON Riau tahun 2012 atas nama Noval Kurniawan dari Sulawesi Tengah dengan lompatan 7,48 meter (Aditya, 2012). Apalagi kalau dibandingkan dengan pemegang rekor dunia lompat jauh atas nama Mike Powell dari Amerika serikat dengan jarak lompatan 8,95 meter (Wikipedia, 2013). Walaupun anak tingkat SMP tidak dapat dibandingkan dengan atlet junior akan tetapi dapat dipakai sebagai perbandingan untuk dapat membuat suatu program pelatihan yang dapat meningkatkan hasil lompatan setelah dewasa nanti. Dari uraian di atas perlu dicobakan tipe pelatihan yang berbeda dan disesuaikan dengan kebutuhan komponen biomotorik pada cabang olahraga yang akan dilatih, serta takarannya disesuaikan dengan kemampuan individu, yang disesuaikan dengan umur atlet, sehingga menghasilkan pelatihan yang efektif. Pelatihan yang diterapkan pada penelitian ini adalah pelatihan lari lompat pada lintasan berpasir dengan jarak ancang-ancang 13 m yang dilakukan sebanyak lima repetisi empat set dan pelatihan pada lintasan lurus tanah dengan ancang-ancang 13 meter yang dilengkapi dengan rintangan pada pada akhir lintasan. Setiap sesi latihan dilakukan sebanyak lima repetisi empat set. Tinggi rintangan disesuaikan dengan kemampuan maksimum dari orang coba yang kemampuannya paling rendah kemudian diambil 80% sehingga mendapatkan hasil 30cm. Sedangkan jarak berlari (ancang-ancang) adalah 13 meter yang disesuaikan dengan jarak ancang-ancang untuk umur 13 tahun yaitu sejauh 13 meter (Linthorne, 2003). Takaran pelatihan yang dipergunakan adalah lima repitisi empat set dengan istirahat antar set selama lima menit (kembali ke denyut nadi
istirahat). Dengan pertimbangan, takaran
pelatihan yang dianjurkan untuk meningkatkan komponen daya ledak antara lain : repitisi (ulangan) 1–5 kali, set terdiri dari 3-5 set bagi pemula atau 5-8 set bagi atlet terlatih dengan istirahat antar set 2-5 menit, dan frekuensi pelatihan tiga kali seminggu (Bompa dan Haff, 2009). Pelatihan berlangsung selama enam minggu dengan frekuensi tiga kali seminggu (yaitu hari Senin, Rabu, dan hari Jumat). Pelatihan yang dilangsungkan selama 6–8 minggu memberikan efek sebesar 10–20% dari sebelum pelatihan (Pate dkk., 1984). Penelitian ini diterapkan pada siswa kelas VII dan VIII dengan usia antara 13-14 tahun pada SMP negeri-11 Denpasar, dengan pertimbangan siswa kelas IX sedang berkonsentrasi pada persiapan Ujian Nasional sehingga tidak terganggu. Pertimbangan lain adalah karena peneliti
merupakan guru olahraga subjek penelitian. Sehingga siswa akan semangat, dan disiplin dalam melakukan pelatihan, selain pertimbangan teknis, dan kemudahan peneliti untuk memperoleh subjek penelitian serta tempat penelitian yang dekat dengan tempat tinggal orang coba. 1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
apakah pelatihan lari lompat pada lintasan berpasir sebanyak lima repetisi empat set meningkatkan jarak capaian lompat jauh lebih panjang daripada lari rintangan lima repetsi empat set siswa SMP Negeri-11 Denpasar? 1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bahwa pelatihan lari lompat pada lintasan berpasir sebanyak lima repetisi empat set meningkatkan jarak capaian lompat jauh lebih panjang daripada lari rintangan lima repetsi empat set siswa SMP Negeri-11 Denpasar. 1.4
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai berikut: 1. Secara teoritis: pengembangan teori dan wawasan atlet maupun pelatih serta memperoleh konsep ilmiah tentang metode pelatihan dalam meningkatkan hasil lompatan pada nomor lompat jauh 2. Secara praktis: dipergunakan sebagai pedoman oleh para pelatih, guru olahraga serta para atlet untuk diterapkan di lapangan dalam meningkatkan hasil lompatan pada nomor lompat jauh.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1
Prestasi Lompat Jauh
Lompat jauh adalah nomor lompat bertujuan untuk berusaha memindahkan titik berat tubuh sejauh-jauhnya ke arah horisontal. Dalam hal ini atlet berusaha untuk menempatkan kakinya sejauh-jauhnya ke depan tanpa jatuh ke belakang saat mendarat (Carr, 2003). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa lompatan yang terjauh tanpa jatuh ke belakang yang dicapai oleh seorang atlet adalah merupakan keberhasilan atlet tersebut mencapai target yang diharapkan. Lompat jauh adalah suatu yang diawali dengan berlari untuk mengambil awalan (ancangancang), yang dilanjutkan dengan menolak atau bertumpu dengan satu kaki, melayang di udara dan mendarat dengan dua kaki secara bersamaan (Azmi (2000). Sedangkan gerakan dalam nomor lompat jauh terdiri dari: lari awalan (ancang-ancang), fase tolakan atau persiapan lompat (lepas landas), fase melayang dan fase pendaratan (Bernhard, 1993: Carr, 2003). Faktor-faktor yang berperan dalam menentukan keberhasilan dari atlet lompat jauh adalah; kondisi fisik terutama kecepatan dan daya ledak, dan faktor teknik yang menyangkut ancang-ancang, lepas landas, saat melayang, dan pendaratan (Bernhard, 1993; Jarver, 1999). Kecepatan pada saat awalan atau ancang-ancang, teknik pendaratan dan teknik melompat dari papan adalah dasar-dasar keberhasilan lompat jauh (Carr, 2003).
2.2
Gerakan Pada Lompat Jauh Pada nomor lompat jauh, ada beberapa gerakan yang antara satu dengan yang lainnya saling
berkaitan. Gerakan tersebut terdiri dari: gerakan berlari untuk mengambil awalan atau ancang-ancang, tolakan atau lepas landas, saat melayang di udara, dan fase pendaratan (Azmi, 2000). 2.2.1
Ancang-Ancang Lari awalan atau yang dikenal umum dengan ancang-ancang merupakan adalah usaha mengambil
posisi optimal untuk lepas landas dengan usaha secepat-cepatnya atau dengan kecepatan penuh serta dapat mengontrol bagian-bagian dari gerak lompat. Ancang-ancang bertujuan untuk mendapatkan kecepatan yang setinggi-tingginya agar dorongan massa tubuh ke depan lebih meningkat (Hay, 1978). Faktor yang mempengaruhi ancang-ancang adalah kecepatan lari, yang merupakan syarat terpenting dalam usaha pencapaian prestasi lompat jauh (Bernhard, 1993: Carr, 2003). Jarak ancangancang juga berpengaruh. Hal ini tergantung dari umur dan kedewasaaan atlet. Makin meningkat umur, ancang-ancang yang dibutuhkan meningkat, begitu juga makin dewasa atau makin berpengalaman atlet, ancang-ancang semakin meningkat ( Anne, 2010).
Jarak ancang-ancang disesuaikan dengan panjang langkah. Tentunya orang yang langkahnya panjang membutuhkan jarak ancang-ancang yang lebih jauh, begitu juga orang yang langkahnya lebih pendek akan sebaliknya. Jadi hal ini akan berkaitan erat dengan umur. Makin tinggi umur seseorang jarak ancang-ancang yang dibutuhkan untuk mencapai lompatan maksimal semakin panjang, begitu pula sebaliknya makin rendah umurnya ancang-ancang semakin pendek. Pada umur 11 tahun ancang-ancang yang diperlukan sebanyak 11 langkah, umur 13 tahun sebanyak 13 langkah, umur 15 tahun sebanyak 15 langkah, di bawah umur 17 tahun sebanyak 17 langkah, dan di 17 tahun membutuhkan jarak ancang-ancang 21 langkah (Mackenzie, 2005).
2.2.2 Lepas Landas Lepas landas merupakan kecepatan gerak vertikal atau mengangkat tubuh yang besarnya menyamai kecepatan horizontal (Hay, 1978: Mackenzie, 2005). Jadi lepas landas dalam lompat jauh adalah mengubah gerakan lari menjadi suatu lompatan, dengan melakukan lompatan tegak lurus sambil mempertahankan kecepatan horisontal semaksimal mungkin (Jarver, 1999: Carr, 2003). Lepas landas yang dilakukan bertujuan untuk menghasilkan dorongan ke atas yang melawan pusat gravitasi tubuh dengan tetap menjaga keseimbangan (Carr, 2003). Fase lepas landas ini merupakan bagian gerakan yang paling penting dari lompat jauh untuk menentukan hasil lompatan diinginkan (sejauh-jauhnya). Tolakan pada papan tumpuan sebaiknya menggunakan kaki yang terkuat dengan mengubah kecepatan horizontal menjadi kecepatan vertikal (Anne, 2010: Bernhard, 1993). 2.2.3
Fase Melayang
Tujuan utama dari fase melayang adalah persiapan pendaratan dengan tanpa kehilangan keseimbangan (Bernhard, 1993: Carr, 2003). Pada fase melayang ini, keseimbangan tubuh harus tetap terjaga dengan ayunan ke dua tangan yang juga dapat membantu menjaga keseimbangan (Carr, 2003). Pada saat berada di udara tertuju pada bagaimana posisi tubuh mendarat dengan sempurna dengan menghilangkan rotasi ke depan. Rotasi tubuh ke depan akan mengakibatkan kakinya berada di bawah pusat gravitasi tubuh sehingga memungkinkan tubuh lebih cepat mendarat (Anne, 2010: Bernhard, 1993). Ada tiga teknik melayang yang digunakan oleh para atlet lompat jauh yaitu; teknik terbang, menggantung, dan menendang. Teknik ini merupakan gerakan yang digunakan oleh atlet lompat jauh.
Teknik-teknik tersebut ditujukan untuk mengurangi kemungkinan cidera dan tentunya meningkatkan hasil lompatan (Hay, 1978: Carr, 2003). 1. Teknik Terbang Teknik ini merupakan teknik yang paling banyak digunakan oleh atlet pemula karena kesederhananya, walaupun teknik ini mempunyai kelemahannya yang sangat besar (Hay, 1978). Kelemahan dari teknik ini adalah timbulnya rotasi ke depan sehingga atlet jatuh ke belakang pada saat mendarat tidak akan terjadi, tetapi mengakibatkan kaki terlalu cepat mendarat sehingga hasil lompatan akan lebih pendek. Cara melakukannya adalah atlet membawa kedua tungkainya ke depan setelah lepas landas seperti pada posisi duduk dengan lutut sedikit bengkok.
2.
Teknik Menggantung Teknik ini, kaki atlet menggantung ke bawah dengan posisi badan tegak lurus serta kedua gerakan
ini memerlukan keseimbangan badan yang sempurna (Anne, 2010). Kaki tumpu dibiarkan tergantung lurus. badan tegak kemudian disusul oleh kaki tumpu dengan sikap lutut ditekuk sambil pinggul didorong ke depan. Kemudian ke-dua lengan direntangkan ke atas. Keseimbangan tubuh perlu diperhatikan agar tetap tepelihara hingga mendarat (Carr, 2003). Segera setelah menyentuh pasir, lutut ditekuk dan badan bergerak ke depan di atas kaki, dapat dilihat pada Gambar 2.1 di bawah.
Gambar 2.1 Cara melakukan teknik menggantung (Carr, 2003) 3.
Teknik Menendang Teknik menendang adalah teknik yang paling populer digunakan dari kedua teknik di atas. Teknik
ini menjamin lepas landas yang lebih efisien dan mempunyai kesempatan mempersiapkan pendapatan yang lebih awal (Hay, 1978). Cara melakukan teknik ini adalah; Lutut dari tungkai yang memimpin (tungkai yang tidak bertumpu) ditekuk saat lepas landas, kemudian diluruskan sehingga atlet menirukan gerakan melangkah. Tungkai yang memimpin diputar ke belakang dalam keadaan lurus dan kedua lutut ditekuk dan digerakkan ke depan untuk mendarat. Lengan diputar ke depan searah jarum jam yang bertujuan untuk mengimbangi gerakan tungkai. Atlet meluruskan kedua tungkai untuk mendarat, dan saat bersamaan, lengan diputar ke depan dan ke belakang. Setelah menyentuh pasir lutut ditekuk dan badan bergerak mendahului tungkai (Carr, 2003). 2.2.4
Fase pendaratan Gerakan pada saat pendaratan harus dilakukan dengan kedua kaki yang
dijatuhkan secara
bersamaan dengan posisi tubuh condong ke depan. Ketika kaki menyentuh pasir, kepala ditundukkan dan lengan diayunkan ke belakang sehingga membawa tubuh ke depan mendekati titik berat tubuh melawati titik pendaratan di pasir sehingga badan tidak cenderung jatuh ke belakang. Jatuh ke belakang akan merugikan atlet (Anne, 2010: Carr, 2003).
2.3 Konsep Biomekanika Lompat Jauh Biomekanika merupakan cabang dari ilmu yang mempelajari kekuatan gaya internal dan gaya eksternal terhadap tubuh manusia dan dampak yang diakibatkan oleh kekuatan gaya tersebut. Gaya eksternal adalah gaya yang berasal dari luar tubuh manusia yang berupa gaya gravitasi bumi dan gaya tarik atau dorong baik oleh lawan atau kecepatan angin, gaya internal adalah gaya yang melawan kekuatan gaya eksternal yang berasal dari kekuatan otot (Hay, 1978). Menurut Soetopo (2007),
biomekanika adalah bidang ilmu yang menyelidiki kekuatan internal dan kekuatan eksternal dalam tubuh manusia yang bergerak serta akibat yang dihasilkan oleh kekuatan tersebut. Jarak capaian atau lompatan dalam lompat jauh dipengaruhi oleh dua factor yaitu kecepatan kea rah horizontal dan kecepatan kea rah vertical. Kecepatan kea rah horizontal dipengaruhi oleh kecepatan lari dan kecepatan tubuh kea rah vertical dipengaruhi oleh daya ledak otot tungkai (Mackenzie’s, 2005). 3.2.1 Kecepatan ke arah Vertikal Kecepatan tubuh bergerak ke arah vertical (ke atas) ditentukan melalui persamaan sebagai berikut (Alonso dan Finn, 2002): D = Ky/B
Di mana: D = daya ledak otot tungkai (kgm/dt) Ky = percepatan kea rah vertical) B = berat badan Kecepatan kea rah vertical dipengaruhi oleh daya ledak otot tungkai dan dipengaruhi oleh berat badan. makin tinggi berat badan, kecepatan kea rah vertical semakin rendah. Begitu juga sebaliknya, makin kecil berat badan kecepatan kea rah vertical semakin tinggi. 2.3.2 Kecepatan ke arah horizontal Kecepatan kea rah horizontal dipengaruhi oleh kecepatan lari. Kecepatan lari merupakan faktor terpenting dalam keberhasilan lompat jauh (Keefer dan College, 2005). Kecepatan ke arah horizontal (kecepatan lari) dinyatakan dalam persamaan (Alonso dan Finn, 2002);
Kx = Jx/W Di mana: Kx = kecepatan lari (m/dt) Jx = jarak lari (m) W = waktu yang dibutuhkan untuk menempuh jarak lari (dt) 2.3.3
Gerak parabola lompat jauh
Keberhasilan dalam lompat jauh dipengaruhi oleh beberapa hal. Disamping kecepatan ke arah vertikal dan arah horizontal, juga dipengaruhi oleh sudut lompatan. Sudut lompatan yang menghasilkan lompatan terjauh adalah berkisar pada sudut 30o (Linthorne, 2003). Besarnya sudut lompatan ini tergantung dari letak pusat gravitasi tubuh pada saat lepas landas dan rendahnya pusat gravitasi tubuh pada saat pendaratan atau disebabkan karena perbedaan antara letak pusat gravitasi tubuh pada ssat lepas landas dan pada saat pendaratan (Luna, 2005). Jauhnya lompatan dipengaruhi oleh tiga komponen jarak yaitu jarak lepas landas, jarak melayang dan jarak pendaratan (Hay, 1978: Linthorne, 2003). 1. Jarak lepas landas Jarak lepas landas adalah jarak ke arah mendatar (horisontal) antara tumpuan dan proyeksi pusat gravitasi pada lantai saat lepas landas. Jarak ini tergantung dari tinggi badan, panjang tungkai, dan kelentukan otot tungkai. 2. Jarak melayang Jarak melayang adalah jarak horisontal proyeksi pusat gravitasi tubuh pada saat blepas landas sampai proyeksi pusat gravitasi tubuh pada saat pendaratan. Jarak ini tergantung dari kecepatan lepas landas, tinggi pusat gravitasi tubuh pada saat lepas landas, sudut lepas landas, dan hambatan udara.
3. Jarak pendaratan Jarak pendaratan adalah jarak ke arah horisontal antara proyeksi pusat gravitasi tubuh pada lantai saat pendaratan dengan tanda tumit pada pasir. Jarak ini tergantung dari panjang tungkai dan teknik yang diterapkan pada saat pendaratan.
2.4
Pelatihan Pelatihan adalah merupakan suatu aktivitas atau suatu kinerja fisik dari atlet yang dilakukan
secara sistematis dalam durasi yang panjang, progresif dan berjenjang secara individual (Bompa, 1993: Bompa dan Haff, 2009). Pelatihan dapat juga diartikan sebagai suatu usaha untuk memperbaiki sistema organ atau alat tubuh dan fungsinya yang bertujuan untuk mengoptimalkan penampilan dan kinerjanya (Astrand dan Rodahl, 2003). Dengan demikian pelatihan adalah suatu gerakan fisik dan atau aktifitas mental yang dilakukan secara sistematis dan berulang-ulang dalam waktu yang lama, dengan pembebanan yang meningkat secara progresif dan individual, yang bertujuan untuk memperbaiki sistema serta fungsi fisiologis dan psikologis tubuh agar pada waktu melakukan aktivitas olahraga dapat mencapai penampilan yang optimal (Nala, 2011).
Pelatihan yang dibutuhkan dalam meningkatkan penampilan seorang atlit yaitu: pelatihan
fisik, pelatihan teknik, pelatihan taktik, serta pelatihan mental. 2.4.1
Pelatihan Fisik Pelatihan fisik dilakukan secara teratur, sistematis dan berkesinambungan yang dituangkan dalam
program pelatihan akan meningkatkan kemampuan fisik secara signifikan. Agar pelatihan fisik ini berlangsung secara efektif, mencapai hasil maksimum sesuai dengan sasaran dan tanpa menimbulkan efek samping (cedera), beban pelatihan yang sesuai dengan kemampuan masing-masing individu, pemilihan tipe pelatihan yang spesifik sesuai dengan tujuan pelatihan perlu diperhatikan (Fox dkk, 1988).
Pemanasan yang dilakukan sebelum melakukan pelatihan fisik sangat perlu diadakan, hal ini merupakan syarat umum dan harus menjadikan bagian dari pelatihan (Pate dkk., 1984). Tujuan pemanasan adalah untuk mempersiapkan fisik dan mental untuk mencapai tujuan pelatihan berikutnya (Bompa dan Harf, 2009). Cara melakukan pemanasan adalah dengan kalistenik, peregangan, dan pelemasan yang berubungan dengan aktivitas saraf otot untuk mengantisipasi gerakan berikutnya (McArdle dkk., 2010). Perkembangan kondisi fisik sangatlah penting untuk dapat mengikuti pelatihan dan perlombaan dengan sempurna. Kondisi fisik ini menyangkut: daya tahan kardiovaskuler, daya tahan otot, kekuatan, kelentukan, kecepantan, kelincahan, daya ledak, ketepatan, keseimbangan, waktu reaksi, dan koordinasi (Giriwijoyo, 2007). 2.4.2
Pelatihan Teknik Pelatihan teknik adalah gerakan yang diperlukan untuk mempermahir teknik gerakan. Bagian ini
bertujuan untuk dapat melaksanakan gerakan cabang olahraga tertentu. Pelatihan teknik merupakan pelatihan yang khusus untuk membentuk dan mengembangkan kebiasaan-kebiasaan motorik. Kesempurnaan teknik dasar dari setiap gerakan sangat penting dikuasai oleh karena akan menentukan gerak keseluruhan. Sehingga setiap gerakan-gerakan dasar dari bentuk teknik yang diperlukan dari caban olahraga yang bersangkutan harus dapat dikuasai secara sempurna (Nossek, 1982). 2.4.3 Pelatihan Taktik. Pelatihan taktik adalah cara-cara yang diperlukan untuk memenangkan suatu pertandingan secara sportif sesuai dengan peraturan yang berlaku. Pelatihan ini bertujuan untuk mengembangkan kemampuan daya tafsir pada atlet. Teknik gerakan yang sudah dikuasai dengan baik harus dituangkan dan diorganisir dalam setiap tahap pelatihan (Suharno, 1993). 2.4.4
Pelatihan Mental Kemajuan mental tidak kalah pentingnya kalau dibandingkan dengan ke tiga faktor pelatihan di
atas, karena betapapun sempurnanya perkembangan fisik, teknik dan juga taktik seorang atlet, apabila
mentalnya tidak turut dikembangkan, maka prestasi maksimal tidak mungkin akan tercapai. Pelatihan mental menekankan pada perkembangan kedewasaan atlet serta penekanan emosi serta implusif, misalnya: semangat bertanding, sikap pantang menyerah, keseimbangan emosi walaupun berada pada keadaan tertekan, sportivitas dan percaya diri serta dijunjung oleh kejujuran (Bompa dan Harf, 2009).
2.5
Prinsip-Prinsip Pelatihan Prinsip dari pelatihan adalah suatu petunjuk dan aturan yang disusun secara sistematis, dengan
pemberian beban yang ditingkatkan secara progresif, yang harus ditaati dan dilaksanakan agar tercapai tujuan pelatihan. Prinsip dasar ini merupakan langkah awal dalam kegiatan penyusunan program pelatihan yang optimal dan efektif untuk dapat diaplikasikan (Soetopo, 2007). Untuk itu pelatih dituntut untuk memiliki pengetahuan kepelatihan, fisiologi dan pengalaman dalam menentukan bentuk pelatihan serta beban pelatihan bagi atletnya (Fox dkk., 1988). Prinsip-prinsip dasar pelatihan diuraikan oleh Bompa dan Haff (2009), terdiri dari 7 prinsip di antaranya: 1. Prinsip Aktif dan bersungguh-sungguh Prinsip ini diterapkan bertujuan untuk mencapai hasil yang maksimal dalam suatu pelatihan sehingga atlet dituntut untuk selalu bertindak aktif dan mengikuti pelatihan dengan bersungguhsungguh tanpa ada paksaan dan tidak hanya berlatih ketika didampingi oleh pelatih. 2. Prinsip pengembangan multilateral Pelatihan fisik umum atau pelatihan multilateral yang dilaksanakan sebelum pelatihan mengarah kepada spesifikasi hendaknya dibekali terlebih dahulu pelatihan dasar-dasar kebugaran fisik dan komponen biomotorik. Selain itu dikembangkan pula seluruh organ dan sistema yang ada dalam tubuh, baik yang menyangkut proses fisiologis maupun psikologisnya. 3. Pinsip spesialisasi dalam pelatihan.
Setelah pelatihan pengembangan multilateral dilatih, dilanjutkan dengan pengembangan fisik khusus atau spesialisasi yang tentunya disesuaikan dengan cabang olahraga yang dilatih. Pelatihan spesialisasi dapat dimulai setelah sesuai dengan umur untuk cabang olahraga yang dipilih oleh anak atau atlet bersangkutan. Untuk melatih cabang olahraga atletik termasuk lompat jauh, spesialisasi umur yang dilatih antara 13-14 tahun. 4.
Prinsip pelatihan individualisasi Setiap orang mempunyai kemampuan, potensi, karakter belajar dan spesifikasi dalam olahraga, yang berbeda satu sama lainnya, sehinggga cara pelatihannyapun akan berbeda.
5. Prinsip variasi atau keserbaragaman Pelatihan yang bersifat monoton dan dilakukan secara terus menerus akan cukup membosankan. Untuk menghindari hal tersebut maka dalam pelaksanaan pelatihan perlu dibuatkan variasi pelatihan, tentunya mempunyai tujuan yang sama yaitu tetap mengacu pada tujuan pelatihan dan tidak ke luar dari program pelatihan yang ditetapkan, sehingga atlet tetap bergairah dan semangat dalam berlatih. 6. Prinsip mempergunakan model proses pelatihan Model yang dimaksud dalam prinsip ini adalah imitiasi, suatu simulasi dari kenyataan yang dibuat dari elemen atau unsur spesifik dari fenomena yang diamati yang mendekati keadaan sebenarnya. 7. Prinsip peningkatan beban progresif Beban pelatihan dimulai dengan beban awal yang ringan, kemudian ditingkatkan secara bertahap disesuaikan dengan kemampuan atlet bersangkutan. Dapat pula dilakukan dengan diawali dengan gerakan sederhana kemudian ditingkatkan menjadi gerakan yang semakin rumit.
2.6
Tujuan Pelatihan Fisik Tujuan dari pelatihan fisik adalah untuk memperbaiki struktur dan fungsi dari organ tubuh agar
penampilan atlet mencapai optimal (Bompa dan Harf, 2009). Setiap penyusunan program pelatihan, terlebih dahulu ditetapkan tujuan pelatihan sehingga perencanaan dan pelaksanaan pelatihan dapat disesuaikan dengan tujuan (Nala, 2011). Secara garis besar tujuan pelatihan olahraga menurut Bompa (1993) adalah: 1). Mengembangkan komponen fisik umum atau multilateral, yang meliputi pengembangan seluruh kemampuan komponen biomotorik, yang menyangkut sepuluh komponen biomotorik. 2). Mengembangkan komponen fisik khusus, yang disesuaikan dengan tipe atau spesialisasi cabang olahraga yang dilatih. 3). Memperbaiki teknik atau ketrampilan sesuai dengan spesialisasi olahraga yang ditekuninya. 4). Memperbaiki strategi dan teknik bermain. Dalam hal ini diperhitungkan juga kekuatan dan kelemahan serta watak dari lawan yang dihadapi sehingga strategi dapat dipersiapkan dengan matang. 5). Meningkatkan kualitas kemauan atlet. 2.7
Prosedur Pelatihan Fisik Prosedur pelatihan fisik terdiri dari tiga bagian yaitu bagian pendahuluan, bagian inti dan bagian
pendinginan (Fox dkk, 1988). 2.7.1
Pemanasan Pemanasan sangat perlu dilakukan oleh setiap atlet baik sebelum berlatih maupun sebelum
pertandingan. Tujuannya adalah untuk mempersiapkan fisik dan psikis dalam menghadapi pelatihan inti dan untuk menghindari atau untuk mencegah terjadinya cidera. Efek yang paling nyata manfaatnya dari pemanasan ini adalah peningkatan komponen biomotorik kecepatan berlari, kecepatan gerakan lengan, kekuatan otot, daya tahan otot, daya ledak dan daya tahan kardio-vaskular (Fox, 1983). Selain itu pemanasan akan merangsang aktivitas sistem saraf yang akan mengkoordinasikan kerja sistema organ tubuh lainnya sehingga menjadi lebih baik dan mengurangi waktu yang dibutuhkan untuk merambatnya rangsangan melalui saraf mototrik ke otot skeletal atau meningkatnya infuls saraf, sehingga
mempercepat timbulnya reaksi motorik, meningkatkan refleks dan kontraksi otot dan meningkatkan koordinasinya (Astrand dan Rodahl, 2003). Intensitas dan durasi pemanasan setiap aktivitas olahraga bervariasi, tergantung dari aktivitas yang dilakukan, misalnya lama pemanasan untuk mengerahkan seluruh otot tubuh berkisar antara 20-30 menit (Bompa, 1994). Ada pula dengan memakai patokan frekuensi denyut nadi, yaitu bila frekuensi denyut nadi telah meningkat 20-40 denyut di atas denyut nadi istirahat. Selain itu durasi pemanasan tergantung pula dari berbagai faktor yaitu: suhu dan kelembaban lingkungan, umur, kebugaran fisik, berat ringannya aktivitas dan lain-lain (Powers dan Howley, 1990). Tipe dari pemanasan yang dilakukan tergantung dari cabang olahraga yang diperagakan. Tipe pemanasan ada tiga antara lain 1) peregangan yang merupakan aktivitas otot pertama kali dilakukan dalam pemanasan; 2) kalistenik dengan cara menggerakkan sekelompok otot yang secara aktif berulangulang yang bertujuan meningkatkan suhu dan aliran darah pada otot yang bersangkutan; 3) aktivitas spesifik merupakan aktivitas yang disesuaikan dengan jenis olahraga yang dilatih (Bompa dan Hff, 2009). 2.7.2
Pelatihan inti Takaran pelatihan merupakan metode kepelatihan yang sangat berperan dalam meningkatkan dan
mengembangkan kondisi fisik olahragawan terutama kemampuan komponen biomotorik secara tepat dan efisien. Takaran pelatihan terdiri dari intensitas, volume dan frekuensi (Soetopo, 2007). Metode pelatihan inti yang dipergunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua tipe pelatihan yaitu kelompok satu dengan pelatihan lari lompat di pasir sebanyak lima repetisi empat set dan kelompok dua dengan pelatihan lompat rintangan sebanyak lima repetisi empat set dengan tinggi rintangan 30 cm. Pelatihan ini berlangsung selama enam minggu dengan frekuensi tiga kali seminggu (Senin, Rabu, Jumat). Pelatihan yang berlangsung selama 6-8 minggu dikatakan oleh Pate dkk. (1984) akan
memberikan efek yang cukup berarti bagi atlet yang akan mengalami peningkatan sebesar 10%-20%. Selanjutnya Fox (1983), menyatakan pelatihan dengan frekuensi tiga kali seminggu adalah sesuai untuk pemula dan akan menghasilkan peningkatan yang berarti. 2.7.3
Pendinginan Pendinginan dilakukan untuk mengembalikan kondisi tubuh ke dalam keadaan semula. Tujuan
utama dari pendinginan adalah menarik kembali secepatnya darah yang terkumpul di otot skeletal yang telah aktif sebelumnya ke peredaran sentral. Selain itu pemanasan berfungsi pula untuk membersihkan darah dari sisa hasil metabolisme berupa tumpukan asam laktat yang berada di dalam otot dan darah (Nala, 2011). Bentuk pendinginan yang dianjurkan adalah dengan istirahat aktif. Istirahat aktif menyebabkan asam laktat cepat di metabolisme secara aerobik sehingga menghasilkan CO2 + H2O yang menyebabkan berkurangnya asam laktat dengan cepat. Begitu selesai melakukan aktivitas atau pelatihan tidak langsung duduk tetapi melakukan gerakan-gerakan ringan seperti jalan-jalan atau mengerak-gerakkan anggota tubuh mulai dari anggota gerak atas dan dilanjutkan anggota gerak bawah secara ringan. Lamanya pendinginan berkisar antara 10–15 menit (Powers dan Howley, 1990). Pelatihan pendinginan yang dalam penelitian ini dilakukan selama 15 menit yang diawali dengan gerakan-gerakan lambat dimulai dari kepala, leher, bahu, lengan, pinggang, dan anggota gerak bawah dengan hitungan sepuluh kali pada masing-masing gerakan. Selanjutnya dilakukan peregangan mulai dari leher, lengan, bahu, pinggang dan anggota gerak bawah sebanyak delapan kali hitungan pada masingmasing serta menarik nafas panjang secara perlahan dan diakhiri dengan menghebuskan napas juga secara perlahan.
2.8
Daya Ledak Otot Daya ledak otot adalah salah satu komponen yang penting di dalam melakukan aktivitas yang
berat seperti meloncat, melempar, memukul, dan sebagainya (Jensen dan Fisher, 1983). Daya ledak
merupakan hasil dari kekuatan maksimum dan kecepatan maksimum (Bompa, 1994). Ditinjau dari aspek beban yang harus diatasi pada waktu melakukan gerakan daya ledak dapat dibedakan atas dua bagian yaitu daya ledak absolut dan daya ledak relatif. Daya ledak absolut adalah daya ledak untuk mengatasi beban luar yang maksimum, sedangkan daya ledak relatif berhubungan dengan berat badan sendiri (Berger, 1982). Berdasarkan jenis gerakan yang dilakukannya, daya ledak dibagi menjadi dua bagian yaitu: daya ledak asiklik dan daya ledak siklik (Bompa, 1994). Daya ledak asiklik digunakan pada cabang olahraga yang gerakannya tidak sama seperti pada cabang olahraga atletik (lempar dan lompat) dan olahraga yang membutuhkan loncatan ke atas (bola voli, boal basket dan lain-lain), sedangkan daya ledak siklik biasanya digunakan pada cabang olahraga yang gerakannya sama dan berulang-ulang seperti lari cepat, berenang, balap sepeda serta olahraga yang memerlukan kecepatan tinggi Bompa (1994).
Nala (2011), sesuai dengan spesifikasinya membagi daya ledak menjadi empat bagian yaitu: daya ledak eksplosif (eksplosif power), daya ledak cepat (speed power), daya ledak kuat (strength power) dan daya ledak tahan lama (endurance power). Dalam kepentingan olahraga daya ledak yang dimaksud adalah daya ledak eksplosif, yang terdiri atas dua komponen biomotorik yaitu unsur kekuatan dan kecepatan. Juga dinyatakan, apabila pelatihan ditekankan pada komponen kekuatan maka terjadilah daya ledak kekuatan (strength power), yang penekanannya pada komponen kecepatan maka terjadilah daya ledak cepat (speed power) dan penekan pada daya tahan maka terjadilah daya ledak tahan lama (endurance power). Daya ledak adalah kemapuan otot untuk mengatasi tahanan dengan kontraksi yang sangat cepat untuk melakukan aktivitas secara tiba-tiba dan sangat penting untuk cabang-cabang olahraga yang eksplosif seperti: sprint, lari gawang, nomor-nomor lempar dan nomor-nomor lompat dalam atletik. Juga dikatakan bahwa power adalah hasil dari force x velocity, dimana force adalah sepadan (equivalen) dengan strength dan velocity dengan speed) (Harsono, 1993).
Daya ledak berkaitan dengan kekuatan dan kecepatan kontraksi otot yang dinamis dan ekplosif, yang melibatkan pengeluaran kekuatan otot maksimal dalam satu durasi waktu yang singkat (Sudaryanto, 2009). Daya ledak ini sering pula disebut kekuatan ekplosif, ditandai dengan adanya gerakan tiba-tiba yang cepat di mana tubuh terdorong ke atas atau vertikal atau tedorong ke depan (horisontal, lari cepat, lompat jauh) dengan menggerakan kekuatan maksimal (Radcliffe dan Farentinos, 1985). 2.9
Pelatihan Pliometrik Pelatihan pliometrik adalah pelatihan yang cukup favorit yang dilakukan oleh pelatih saat
ini, terutama pada cabang olahraga yang membutuhkan kemampuan daya ledak otot tungkai atau daya ledak otot lengan. Pelatihan pliometrik adalah latihan atau ulangan yang bertujuan menghubungkan gerakan kecepatan dan kekuatan untuk menghasilkan gerakan-gerakan eksplosif. Istilah ini sering digunakan dalam menghubungkan gerakan lompat yang berulangulang atau latihan reflek regang untuk menghasilkan reaksi yang eksplosif (Anne, 2010). Pelatihan pliometrik adalah bentuk pelatihan fisik untuk mengembangkan sistem neuromuskular. Pliometrik adalah model pelatihan daya ledak otot tungkai yang diartikan sebagai menambah ukuran daya ledak otot (Bompa, 1993). Pelatihan pliometrik mempunyai ciri khusus, yaitu kontraksi otot yang kuat dan yang merupakan respons dari pembebanan dinamik atau regangan yang cepat dari otot terkait. Istilah lainnya ; reflek regangan. Pelatihan pliometrik ditujukan pada tiga kelompok otot besar dalam tubuh, yaitu: kelompok otot tungkai dan pinggul, kelompok otot bagian tengah tubuh (otot perut dan punggung), dan kelompok otot dada, bahu serta lengan (Radcliffe dan Farentinos, 1985). Latihan pliometrik mempergunakan tenaga gravitasi untuk menyimpan energi dalam otot dan dengan segera melepaskan energi yang berlawanan (Dintiman, Ward dan Tellez dalam
Radcliffe dan Farentinos, 1985). Selanjutnya menyatakan bahwa pelatihan pliometrik adalah metode latihan untuk meningkatkan daya ledak otot dengan bentuk kombinasi latihan isometrik dan isotonik (eksentrik-kosentrik) yang mempergunakan pembebanan dinamik. Regangan yang terjadi secara mendadak sebelum otot berkontraksi kembali atau suatu latihan yang memungkinkan otot-otot untuk mencapai kekuatan maksimal dalam waktu yang singkat. Dasar fisiologis dari pelatihan pliometrik diawali dengan
fase kontraksi yang
menimbulkan peregangan dari tendon, ligamen, elemen elastis dan elemen kontraksi otot. Peregangan yang terjadi akan memacu aktivitas sistem saraf sensoris dan motoris otot. Peningkatan aktivitas sistem saraf akan membangkitkan kontraksi otot dan peregangan yang terjadi akan memacu aktivitas sistem saraf sensoris dan motoris otot. Selanjutnya peningkatan aktivitas sistem saraf akan membangkitkan kontraksi kosentrik yang lebih kuat dan cepat (eksplosif).
Gerakan
yang
berulang-ulang
akan
menambah
kepekaan
dari
sistem
neuromousculer. Pelatihan pliometrik berhubungan langsung dengan kekuatan dan kecepatan kontraksi otot, maka secara langsung juga akan mempengaruhi daya ledak otot (Nala, 2011). Pelatihan pliometrik ini bersifat anaerobik. Energi yang dipakai untuk menunjang aktivitas berasal dari sistem energi asam laktat (adenosin tri fosfat- kreatin fosfat) dan asam laktat. Maksimal tenaga anaerobik ini akan habis dalam waktu 34 detik (Suharno, 1993). Karena bersifat anaerobik proses pemulihan memerlukan waktu yang berkisar 3-5 menit. Ada dua kelompok besar dari aspek benturan terhadap bidang tumpuan kaitannya dengan pelatihan pliometrik yaitu ; kelompok low impact exercises dan high impact exercises (Bompa, 1993). Aktivitas yang termasuk benturan tinggi antara lain lompat jauh dengan awalan. Aktivitas seperti skipping, rope, lompat langkah pendek dan rendah termasuk pelatihan pliometik benturan rendah.
Peningkatan daya ledak otot bergantung pada pemakaian takaran pelatihan. Takarannya meliputi tipe aktivitas, jangka waktu pelatihan dan fase pelatihan yaitu pemanasan, peregangan dan pendinginan. Takaran pelatihan pliometrik biasa dimulai dari intensitas rendah, dengan volume (6-10 repetisi, tiga set, dan istirahat antar set dua menit) dan frekuensi latihan 3-4 kali seminggu (Soetopo, 2003). Secara bertahap tubuh akan mengadaptasi beban pelatihan. Selama jangka waktu pelatihan akan terjadi perubahan pada kapasitas fungsi tubuh seperti fungsi sistem vaskuler, sistem neuromuskular dan sistem penyediaan energi (Soepartono, 1990). Besarnya perubahan ditentukan oleh kapasitas fungsi organ dalam mengantisipasi beban-beban pelatihan seperti peningkatan kekuatan, kecepatan fungsional organ (Bompa dan Haff, 2009). Intensitas pelatihan adalah kualitas beban pelatihan terdiri dari ; repetisi, volume, interval istrahat (Harsono, 1993). Tingkatan-tingkatan intensitas beban pelatihan adalah ; - Intensitas rendah 30 – 50 % dari kemampuan maksimal - Intensitas ringan 51 – 60 % dari kemampuan maksimal - Intensitas sedang 61 – 75 % dari kemampuan maksimal - Intansitas sub maksimal 76 – 85 % dari kemampuan maksimal - Intensitas maksimal 86 – 100 % dari kemampuan maksimal - Intensitas super maksimal 100 – 105 % Jumlah ulangan gerakan pada waktu melakukan pelatihan disebut repitisi. Repitisi maksimum adalah jumlah ulangan maksimum yang mampu dilakukan seseorang. Dalam kaitannya dengan beban pelatihan maka maksimum repitisi ditentukan berdasarkan tingkatan beban pelatihan. Pada pelatihan pliometrik kualitas intensitas pelatihan berbanding langsung dengan tinggi rintangan serta jauhnya jarak lompatan. Volume pelatihan berhubungan dengan
kualitas beban pelatihan yang dapat dinyatakan dengan jumlah lompatan (berapa kali), jarak (meter), waktu (menit), dan set (jumlah giliran). Interval istrahat dibebankan antara set yang satu dengan set yang berikutnya (Pate dkk., 1984). 2.10 Takaran Pelatihan Sebuah program pelatihan akan membuahkan hasil yang baik, apabila disusun berdasarkan atas pengembangan kemampuan fisiologis khusus yang dibutuhkan dalam penampilan suatu cabang dengan takaran yang tepat. Takaran dalam dunia olahraga dipergunakan sebagai suatu ukuran untuk menentukan kuantitas dan kualitas pelatihan yang menjadi bagian dari metodologi kepelatihan. Oleh karena itu sangat penting peranannya dalam meningkatkan dan mengembangkan fisik olahragawan, terutama kemampuan komponen biomotorik secara tepat dan efisien. Suatu takaran pelatihan akan mencapai sasaran atau tujuan, jika dalam program pelatihannya sudah mencakup: 1) jenis atau tipe pelatihan yang dipilih, 2) unsur intensitas (presentase beban dan kecepatan), 3) volume (durasi, jarak dan jumlah repetisi), serta 4) densitas (kekerapan, frekuensi) pelatihan (Soetopo, 2007). 1.
Tipe Pelatihan Tipe pelatihan dipilih terlebih dahulu sebelum ditetapkan besar kecilnya takaran pelatihan
berupa: intensitas, volume, densitas atau frekuensi. Tipe pelatihan yang akan dipilih disesuaikan dengan komponen biomotorik yang diutuhkan pada cabang olahraga yang akan dilatih. Untuk meingkatkan daya ledak otot jenis pelatihan yang paling efektif adalah pelatihan pliometrik salah satunya adalah pelatihan lompat rintangan (Bompa, 1993). Pelatihan lompat rintangan yang diterapkan pada penelitian ini dengan tinggi rintangan 30 cm. Penentuan tinggi rintangan ini diperoleh dari hasil penelitian pendahuluan terhadap enam orang siswa, yaitu maksimal melompati rintangan dikalikan 80%.
kemampuan
2.
Intensitas Pelatihan Intensitas pelatihan menunjukkan komponen kualitatif yang harus ditetapkan sebelum
menentukan volume dan frekuensi suatu pelatihan. Derajat intensitas dapat diukur sesuai dengan tipe pelatihan atau aktivitas yang dilakukan.
Tingkat intensitas berdasarkan kualitas yang
menyangkut kecepatan atau kekuatan dari suatu aktivitas ditentukan oleh besar kecilnya persentase dari kemampuan maksimalnya menurut Bompa (1993) terdiri dari intensitas rendah (30-50%
dari kemampuan maksimal) sampai intensitas
supermaksimal (100-105% dari
kemampuan maksimal). Sedangkan intensitas berdasarkan atas durasi atau lamanya aktivitas dan sistem energi yang dipergunakan, misalnya membagi intensitas berdasarkan frekuensi denyut nadi selama kerja yaitu intensitas rendah (120-150 denyut per-menit), sedang (150-170 denyut per-menit), tinggi (170-185 denyut per-menit) dan maksimal (lebih besar dari 185 denyut permenit). Intensitas pelatihan yang digunakan dalam peneltian ini adalah intensitas submaksimal (80%) sesuai untuk pemula. 3.
Volume Pelatihan Volume pelatihan merupakan komponen takaran kuantitatif yang paling penting dalam
setiap pelatihan. Unsur volume berupa durasi atau lama pelatihan, jarak tempuh atau jumlah suatu aktivitas serta jumlah repetisi dan set. Volume pelatihan merupakan jumlah seluruh aktivitas yang dilakukan selama pelatihan yang terdiri atas: a) durasi atau lama waktu (dalam detik, menit, jam, hari, minggu atau bulan); pelatihan, b) jarak tempuh (meter), berat badan (kilogram), jumlah angkatan daalam satuan waktu ( berapa kilogram dapat diangkat dalam satuan waktu) dan
c) jumlah repetisi, set atau penampilan unsur teknik dalam satu kesatuan
waktu yaitu: berapa kali ulangan dapat dilakukan dalam waktu semenit (Nala, 2011).
Repetisi adalah jumlah ulangan yang menyangkut suatu beban. Jumlah ulangan yang dimaksud adalah gerak yang dilakukan dalam satu seri pelatihan atau jumlah seri yang dilakukan selama pelatihan. Sedangkan set adalah suatu rangkaian kegiatan dari suatu repetisi. Penggunaan set amat penting dalam meningkatkan kemampuan komponen biomotorik (Sajoto, 2002). Pelatihan yang diterapkan pada peneltian ini menggunakan unsur volume,
lima repetisi
tiga set untuk kelompok satu sedangkan kelompok dua (kelompok kontrol) menggunakan tiga repetisi lima set. Pelatihan dengan menggunakan pengulangan yang tinggi akan menjadikan pelatihan tersebut menjadi sangat intensif dan hal ini akan sangat baik untuk mengembangkan serabut otot tipe cepat yang merupakan salah satu komponen yang mendukung daya ledak yaitu kecepatan dan kekuatan (Fox, 1983). Pelatihan yang dirancang dengan repetisi tinggi akan mengahasilkan kecepatan lebih besar daripada pelatihan yang menggunakan repetisi rendah (Pate dkk., 1984). Daya ledak merupakan hasil dari kekuatan maksimum dan kecepatan maksimum (Bompa, 1993). Dengan demikian pelatihan yang bertujuan untuk meningkatkan daya ledak yang menggunakan repetisi lebih banyak akan lebih efektif dibandingkan dengan pelatihan yang menggunakan repetisi lebih sedikit dengan total volume yang sama. 4.
Densitas Pelatihan Densitas pelatihan menunjukkan kepadatan (densitas) atau kekerapan (frekuensi) dari
suatu seri rangsangan per satuan waktu ketika sedang berlatih. Densitas bersifat kuantitatif menunjukkan hubungan antara pase aktivitas yang dilakukan dengan pase istirahat atau pase pemulihan. Suatu pelatihan yang densitasnya sesuai tidak akan menyebabkan kelelahan yang berlebihan (Soetopo, 2007). Untuk melatih daya ledak, pase istirahat antar set yang digunakan pada kecepatan atau intensitas sedang adalah 2-5 menit, kecepatan sedang atau rendah (m/dt) adalah 2-4 menit,
dengan frekuensi. Frekuensi tiga kali seminggu adalah sesuai untuk pemula dan akan mengahasilkan peningkatan yang berarti. Waktu istirahat antar set yang digunakan pada pelatihan ini adalah 5 menit karena pelatihan ini menggunakan intensitas sedang (Fox, 1983). Pelatihan yang berlangsung selama 6–8 minggu akan memberikan efek yang cukup berarti bagi olahragawan yaitu mengalami peningkatan 10-20%, maka sebaiknya evaluasi dilaksanakan setelah 6-8 minggu (Pate dkk., 1984). Sehingga pelatihan yang diterapkan pada penelitian ini berlangsung selama enam minggu dengan frekuensi tiga kali seminggu, dengan pertimbangan selain waktu tersebut sudah dapat memberikan hasil pelatihan yang efektif juga terkait dengan pertimbangan waktu karena melibatkan pelajar sebagai subjek penelitian serta pertimbangan efisiensi dana atau biaya yang diperlukan selama penelitian. 2.11 Pelatihan Lompat Rintangan Pelatihan lompat rintangan merupakan salah satu bentuk pelatihan untuk melatih daya ledak otot tungkai, dimana atlet melakukan pelatihan melompat tinggi ke atas ke depan dengan menggunakan rintangan. Lompat rintangan adalah suatu bentuk pelatihan pliometrik dengan cara berlari, melompati rintangan dengan tolakan (tumpuan) satu kaki dengan gerakan mengeper (Radcliffe dan Ferentinos, 1985). Lari rintangan membutuhkan atlet bertubuh tinggi dengan memiliki teknik lari rintangan yang baik dikombinasikan dengan kemampuan sprint yang baik (Carr, 2003). Tinggi rintangan disesuaikan dengan tingkat kedewasaan atlet baik usia atau jenis kelamin. Atlet remaja menempuh jarak lebih pendek dengan menggunakan rintangan lebih sedikit dan lebih pendek dibandingkan dengan yang digunakan oleh orang dewasa. Tinggi rintangan dan jarak antar rintangan untuk atlet putri lebih pendek dari atlet putra. Lari rintangan mengajarkan ritme, langkah dan tempo. Atlet belajar menghargai hitungan dan panjang langkah. Keuntungan dari pelatihan lari lompat rintangan ini adalah atlet diajarkan mengatur
panjang langkah dan menghitung langkah yang sangat dibutuhkan dalam ancang ancang lompat jauh (Carr, 2003).
2.12 Metabolisme Energi Penampilan atlet sangat ditentukan dari kemampuannya mengeksplotasi energi yang dihasilkan melalui proses metabolisme energi di dalam tubuh
(Hairy, 1998). Metabolisme adalah perubahan-
perubahan kimiawi yang terjadi di dalam tubuh untuk melaksanakan berbagai fungsi vitalnya (Pearce, 2012). Upaya penyediaan energi untuk kelangsungan gerak ditinjau dari keterlibatan oksigen yang terdiri dari dua mekanisme yaitu metabolisme aerobik dan anaerobik (Giriwijoyo, 2007). Sistem energi metabolisme anaerobik berasal dari sistem adenosin tri posfat – kreatin posfat yang sering disebut dengan sistem phospagen dan sistem laktat disebut juga sebagai sistem glikolisis. Sedangkan sistem metabolisme aerobik energinya berasal dari pembakaran glikogen otot oleh oksigen melalui proses glikogenolisis, glikolisis dan siklus krebs (Guyton dan Hall, 2012). Energi adalah suatu kapasitas atau sumber yang dapat dipergunakan untuk melakukan kerja atau aktivitas (Fox, 1983). Dasar dalam penyusunan program pelatihan adalah mengetahui sistem energi yang utama digunakan yang dikenal dengan istilah sistem energi predominan. Pengetahuan ini perlu untuk menentukan model pelatihan yang dapat berpengaruh terhadap sistem energi yang dibutuhkan. Sistem energi dalam tubuh manusia dapat dibagi menjadi tiga macam yaitu: Sistem ATP-PC (phospat creatin), Sistem Asam Laktat dan Sistem Aerobik (Fox dkk, 1988). Secara garis besarnya, energi dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu energi kinetik dan energi potensial. Energi kinetik adalah energi yang berhubungan dengan obyek karena menghasilkan gerakan. Sedangkan energi potensial adalah yang berhubungan dengan subjek, karena struktur dan potensinya. Makanan yang dikomsumsi tidak dapat langsung digunakan untuk kontraksi otot. Oleh karena itu harus diubah menjadi energi kimia yang berbentuk ATP (Fox, 1983).
Selain digunakan untuk kontraksi otot, ATP juga digunakan untuk proses-proses lain yang vital bagi kehidupan manusia seperti sintesis protein, transport aktif dan aktivitas metabolisme. Apabila ATP pecah menjadi ADP dan Pi, maka sejumlah energi akan dikeluarkan, energi ini merupakan sumber tenaga yang dapat digunakan untuk kontraksi. Apabila salah satu senyawa dilepaskan dari ATP maka akan keluar energi sebesar 7–12 Kcal (Fox dkk., 1988). Penampilan seorang atlet sangat tergantung dari penampilannya menggunakan
energi yang
dihasilkan melalui proses metabolisme energi (Carr, 2003). Pemahaman tentang metabolisme setiap gerakan sangat diperlukan sebelum merancang program pelatihan, karena untuk meningkatkan kinerja atlet membutuhkan pengetahuan tentang prinsip sistem energi yang dipergunakan selama berolahraga. Bila sistem energi anaerobik yang dominan, maka program pelatihannya bertujuan untuk meningkatkan kapasitas anaerobik, demikian juga sebaliknya bila sistem aerobik yang lebih dominan, maka tujuan pelatihan adalah untuk peningkatan kapasitas aerobik. Melalui sistem penambahan beban (over load) diharapkan tubuh dapat memiliki persediaan energi secara terus menerus (Costill dan Wilmore, 1988). Ketentuan dasar dalam setiap program pelatihan adalah mengetahui sistem energi utama yang digunakan atau yang lebih dikenal dengan sistem energi predominan pada cabang olahraga yang bersangkutan (Fox, 1983). Persediaan ATP menjadi lebih besar apabila otot terlatih lebih banyak, akan tetapi jumlah ATP yang tersedia dalam otot sangat terbatas. Oleh karena itu apabila menginginkan otot dapat berkontraksi berulang-ulang maka ATP yang digunakan oleh otot harus dibentuk kembali dengan bantuan phospo Creatine (Guyton dan Hall, 2012).
2.13 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Hasil Lompatan Daya ledak merupakan salah satu komponen biomotorik dominan yang dibutuhkan dalam cabang olahraga lompat jauh (Soetopo, 2007). Pendapat yang sama juga dikemukan oleh Jensen dan Fisher (1983) yaitu, daya ledak dipengaruhi oleh kekuatan dan kecepatan yang berupa kekuatan kontraksi otot dan kecepatan baik kecepatan rangsangan syaraf maupun kekuatan
kontraksi otot. Usaha yang dilakukan untuk meningkatkan daya ledak adalah dengan cara: meningkatkan kekuatan tanpa mengabaikan kecepatan atau titik beratnya pada kekuatan, meningkatkan kecepatan tanpa mengabaikan kekuatan atau titik beratnya pada kecepatan, serta meningkatkan keduanya sekaligus, kekuatan dan kecepatan dilatih secara simultan (Jensen dan Fisher, 1983) Faktor-faktor
yang mempengaruhi hasil lompatan adalah kondisi fisik dan teknik
(Bernhard (1993). Kondisi fisik menyangkut: kecepatan, daya ledak dan tujuan yang diarahkan pada ketrampilan. Faktor teknik menyangkut ancang-ancang, persiapan melompat,
fase
melayang, dan pendaratan. Kecepatan lari merupakan salah satu syarat terpenting dalam mencapai prestasi puncak lompat jauh dan tetap berada dalam pengawasan yang arahnya telah diubah oleh dorongan tenaga yang diarahkan ke atas (Bernhard, 1993). Tenaga lompat dari pelompat jauh muncul terutama dari dorongan tenaga yang ditujukan saat melompat. Oleh karena itu kecepatan ancangancang diubah pada satu saat dalam ketinggian dan selanjutnya perpidahan kaki akan dapat mengurangi kecepatan. Hal ini akan menyebabkan bertambahnya tenaga lompat, yang akhirnya akan meningkatkan hasil lompatan. Kecepatan ancang-ancang dan tenaga lompat harus selalu dalam perbandingan yang tepat satu sama lainnya (Bernhard, 1993). Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kekuatan daya ledak adalah: meningkatkan kekuatan tanpa mengabaikan kecepatan; meningkatkan kecepatan tanpa mengaikan kekuatan serta meningkatkan kekuatan dan kecepatan sekaligus dengan dilatih secara simultan (Jensen dan Fisher, 1983). Secara garis besar faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil lompatan adalah faktor internal dan faktor eksternal (Bompa, 1994).
2.13.1 Faktor Internal Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam tubuh atlet sendiri di antaranya adalah; umur, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, kebugaran fisik dan genetik. 1.
Umur Umur sangat penting diperhatikan dalam berolahraga. Hampir semua komponen
biomotorik dipengaruhi oleh umur. Peningkatan kekuatan otot berkaitan dengan pertambahan umur, dimensi, anatomi atau diameter otot dan kematangan seksual (Astrand dan Rodahl, 2003). Kekuatan lebih rendah pada anak-anak dan meningkat di usia remaja serta mencapai puncaknya pada umur 20-30 tahun. Puncak prestasi atletik dapat dicapai antara umur 18-23 tahun (Bompa, 1994). Pelatihan olahraga atletik termasuk lompat jauh mulai dilatih dari umur 10-12 tahun, dan pelatihan spesialisasi pada umur 13-14 tahun, sehingga puncak prestasinya pada umur 18-23 tahun (Bompa, 1994). Umur yang dipilih sebagai subjek dalam penelitian ini adalah yang berumur 13-14 tahun. 2.
Jenis kelamin Perbedaan kekuatan otot antara pria dan wanita sudah berbeda pada umur 10-12 tahun,
kekuatan otot anak laki-laki lebih kuat sedikit daripada anak wanita, dan semakin jauh meningkat dengan bertambahnya umur. Pada umur 18 tahun ke atas laki-laki mempunyai kekuatan dua kali lebih besar dari wanita (Bompa, 1994). Hal ini disebabkan karena adanya pengaruh hormon testoteron pada laki-laki yang memacu pertumbuhan tulang dan otot. Dengan demikian, jenis kelamin mempengaruhi kecepatan, kekuatan dan lain-lain. Karena daya ledak ditentukan oleh kekuatan dan kecepatan maka jenis kelamin akan mempengaruhi daya ledak. Jenis kelamin yang dipilih sebagai subjek dalam penelitian ini adalah yang berjenis kelamin laki-laki (Sajoto, 2002).
3.
Berat badan Berat badan secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap hasil lompatan. Berat
badan merupakan salah satu faktor yang menentukan pusat grafitasi yang nantinya akan menentukan keseimbangan statik maupun keseimbangan dinamik. Keseimbangan akan menentukan besarnya daya ledak saat terjadi gerakan melompat (take off) saat di udara dan mendarat (Hay, 1978). 4.
Tinggi badan Secara biomekanika dijelaskan, semakin tinggi titik tempat melompat maka semakin
tinggi kemungkinan proyektil mencapai titik maksimum menyebabkan semakin jauh hasil lompatan. Dengan demikan tinggi badan akan berpengaruh terhadap hasil lompatan (Hay, 1978). 5.
Kebugaran fisik Kebugaran fisik sangat diperlukan oleh setiap individu sehingga aktivitas dapat dilakukan
dengan baik. Kebugaran fisik berhubungan erat dengan kapasitas aerobik seseorang. Semakin baik kapasitas aerobik seseorang makin baik pula kebugaran fisiknya (Sukarman, 1986). Kebugaran fisik dari aspek ilmu Faal menunjukkan kesanggupan atau kemampuan dari tubuh manusia untuk melakukan penyesuaian atau adaptasi terhadap beban fisik yang dihadapinya tanpa menimbulkan kelelahan yang berarti (Giriwijoyo, 2007). Dengan demikian seseorang yang mempunyai kebugaran fisik yang prima akan mampu melakukan kerja atau aktivitas tanpa mengalami kelelahan yang berarti, sehingga daya ledak otot yang dihasilkan akan lebih baik pula. 6.
Genetik Genetik bersifat pembawaan yang sering kali ikut berperan dalam penampilan fisik
seperti proporsi tubuh, karakter, psikologis, otot putih dan otot merah dan suku (Baley, 1986).
Pengaruh genetik terhadap kecepatan, kekuatan dan daya tahan pada umumnya berhubungan dengan komposisi serabut otot yang terdiri dari serabut otot putih dan serabut otot merah. Atlet yang memiliki lebih banyak serabut otot putih, lebih mampu untuk melakukan kegiatan yang bersifat anaerobik, sedangkan atlet yang lebih banyak memiliki serabut otot merah lebih tepat untuk melakukan kegiatan yang bersifat aerobik (Nala, 2011). Dengan demikian faktor genetik juga penting pengaruhnya terhadap hasil lompatan. 2.13.2 Faktor Eksternal Faktor eksternal sangat mempengaruhi penampilan fisik atlet.
Faktor tersebut
menyangkut; suhu dan kelembaban relatif udara, arah dan kecepatan angin, serta ketinggian tempat. 1.
Suhu dan kelembaban relatif udara. Suhu lingkungan yang terlalu ekstrim (dingin atau panas) akan mempengaruhi aktivitas
kerja otot (Pate dkk., 1984).
Toleransi setiap individu berbeda satu sama lainnya. Orang
Indonesia umumnya beraklimatisasi dengan iklim yang tropis yang cukup sekitar 18-30oC, dengan kelembaban relatif sekitar 40-70% (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2011). Apabila olahraga dilakukan pada udara yang nyaman maka tubuh hanya mengatasi beban berupa pengeluaran panas tubuh, tetapi apabila udara tidak nyaman maka terpaksa tubuh mendapat beban tambahan untuk melawan panas (Giriwijoyo, 2007). Apabila atlet biasa berlatih pada temperatur ruangan kering sebesar 29ºC kemudian akan bertanding pada tempat panas dengan temperatur lebih tinggi, maka harus menyesuaikan diri terhadap lingkungan selama 12-14 hari dan bila temperatur tempat bertanding lebih kecil dibandingkan tempat latihan penyesuaian hanya beberapa hari saja. Penyesuaian ini dilakukan
dengan cara berlatih di tempat bertanding dalam waktu tertentu atau membuat ruangan tempat berlatih yang suhunya sama dengan tempat bertanding (Berger, 1982). 2.
Kecepatan angin. Kecepatan angin juga berpengaruh terhadap penampilan fisik ndalam berolahraga.
Kecepatan angin yang terlalu tinggi dari arah yang berlawanan akan menghambat aktivitas sehingga akan mempengaruhi hasil lompatan. Dalam Penelitian ini arah dan kecepatan angin dalam batas toleransi, diharapkan pengaruhnya dapat ditekan sekecil-kecilnya. 3.
Ketinggian tempat. Ketinggian suatu tempat akan mempengaruhi kinerja atlet. Semakin tinggi suatu tempat
maka, akan semakin rendah kadar oksigennya. Hal ini disebabkan karena tekanan barometrik menurun yang juga akan menurunkan tekanan parsiap gas yang ada di dalamnya. Kondisi ini akan membutuhkan adaptasi yang lebih baik dari atlet yang sedang berlatih (Guyton dan Hall, 2012: Pate dkk., 1984).
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS
3.1
Kerangka Berpikir Pelatihan fisik adalah unsur terpenting dalam upaya mencapai prestasi yang tertinggi dalam
olahraga, karena dengan melakukan pelatihan fisik maka fungsi dari sistema organ tubuh akan lebih meningkat dibandingkan sebelum berlatih, peningkatan fungsi tubuh
ini sangat diperlukan untuk
memenuhi penampilan dalam beraktivitas berolahraga. Berhasilnya peningkatan tersebut tidak terlepas dari tepatnya pelatihan yang diberikan pada cabang oalahraga yang dilatih. Masing-masing komponen tersebut tidak dapat disamakan peran dan beban kerjanya, sehingga perlu dietapkan komponen yang dominan yang ditampilkan pada cabang olahraga yang bersangkutan dan harus diberikan porsi pelatihan yang lebih banyak dibandingkan dengan komponen yang lainnya. Dalam cabang olahraga lompot jauh komponen biomotorik yang dominan adalah daya ledak otot tungkai yang dapat meningkatkan unsur kekuatan dan kecepatan.
Untuk meningkatkan komponen biomotorik kekuatan dan kecepatan ini, dapat dilakukan dengan memberikan pelatihan pliometrik. Pelatihan pliometrik adalah suatu pelatihan dengan ciri khusus yaitu kontraksi otot yang kuat dan yang merupakan respons dari pembebanan dinamik atau regangan yang cepat dari otot. Salah satu bentuk pelatihan pliometrik adalah pelatihan loncat rintangan dan pelatihan loncat pada lintasan berpasir. Pada penelitian ini, menggunakan dua model pelatihan yaitu pelatihan lari lompat pada lintasan berpasir sebanyak lima repetisi dengan jumlah set empat set. Pada model ini orang coba berlari pada lintasan berpasir sejauh sepuluh meter dan diakhiri dengan melompat pada tanda yang diberikan, kegiatan ini dilakukan sebanyak empat kali dengan setiap akhir lompatan orang coba berjalan
ke garis awal untuk melakukan ancang-ancang. Kelompok dua melakukan
pelatihan lari rintangan pada lintasan tanah datar dengan ancang-ancang 13 meter dengan pada akhir lintasan dilengkap rintangan setinggi rintangan 30 cm. Pelatihan ini dilakukan sebanyak lima repetisi empat set. Setiap akhir lompatan orang coba kembali berjalan ke garis awal untuk kembali menyiapkan ancang-ancang.
Pelatihan dilangsungkan selama enam minggu dengan frekuensi tiga kali seminggu (yaitu hari Senin, Rabu, dan Jumat). Pemilihan waktu ini didasarkan atas pelatihan yang berlangsung selama 6 – 8 minggu dengan frekuensi tiga kali seminggu akan memberikan hasil yang cukup berarti bagi perkembangan fungsi tubuh olahragawan. Penilaian hasil akhir dilakukan setelah enam minggu, yaitu pada hari senin minggu ke tujuh. Faktor lain yang ikut mempengaruhi hasil lompatan adalah yang menyangkut faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal antara lain : umur, indeks massa tubuh (IMT yang merupakan perbandingan antara berat badan dengan kuadrat tinggi badan yang dinyatakan dengan kg/m2), kebugaran fisik, jenis kelamin, denyut nadi. Faktor ekstenal menyangkut: suhu lingkungan dan kelembaban relatif udara, arah dan kecepatan angin serta ketinggian tempat dari permukaan laut.
3.2 Konsep Penelitian Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dibuat kerangka konsep dalam bentuk bagan sebagai berikut:
PELATIHAN: - Lari Lompat di pasir 5 repetisi 4 set - lari rintangan 5 repetisi empat set
FAKTOR EKSTERNAL:
FAKTOR INTERNAL:
- suhu lingkungan - ketinggian tempat -arah & kecepatan angin - ventilasi
- umur - jenis kelamin - Berat & tinggi badan - indeks massa tubuh k b fi ik
JARAK CAPAIAN LOMPAT JAUH
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian
3.1 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan pada latar belakang masalah, kajian teoritis dan kerangka konsep di atas, maka hipotesis penelitian ini adalah pelatihan lari lompat pada lintasan berpasir sebanyak lima repetisi empat set meningkatkan jarak capaian lompat jauh lebih panjang daripada lari rintangan lima repetsi empat set siswa SMP Negeri-11 Denpasar.
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1
Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan rancangan penelitian
Randomized Pre and Post Test Control Group Design (Poccock, 2008: Sastroasmoro dan Ismail, 2010). Masing-masing kelompok yang terdiri dari 10 orang yaitu kelompok-1 dan kelompok-2. Kedua kelompok diberikan tes awal yang berupa hasil lompatan awal yang dinyatakan dalam meter. Setelah tes awal kedua perlakuan diberikan pelatihan yang berbeda secara bersamaan. Kelompok-1 diberikan pelatihan lari lompat pada lintasan berpasir sebanyak lima repetisi empat set dan Kelompok-2 diberikan pelatihan lari rintangan sebanyak lima repetisi empat set. Kemudian masing-masing perlakuan diobservasi sama dengan tes awal yaitu kemampuan lompat jauh pada lintasan datar dengan ancang-ancang sejauh 13 meter dan bak lompat sepanjang lima meter. O1
P1
O2
RA P
R
S
O3
O4
P2
Gambar 4.1 Rancangan Penelitian
Di mana: P = populasi R = randomisasi S = sampel RA = random alokasi P1 = Perlakuan I, pelatihan lari lompat pada lintasan berpasir 5 repetisi 4 set P2 = Perlakuan II, pelatihan lari rintangan (30cm) 5 repetisi 4 set O1 = Observasi hasil lompatan kelompok-1 sebelum pelatihan kelompok O2 = Observasi hasil lompatan kelompok-1 setelah enam minggu pelatihan O3 = Observasi hasil lompatan sebelum pelatihan pada Kelompok-2 O4 = Observasi hasil lompatan setelah enam minggu pelatihan Kelompok-2.
4.2
Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Denpasar. Waktu penelitian selama enam bulan terhitung
mulai bulan Januari sampai dengan bulan Juli 2014, sedangkan pelatihan fisik dilakukan di lapangan SMP Negeri-11 Denpasar selama enam minggu mulai bulan April sampai Mei 2014 mulai pukul 16.00 sampai pukul 17.30 Wita. 4.3
Populasi dan Sampel
4.3.1
Populasi Populasi dari penelitian ini diambil dari seluruh siswa-siswi SMP Negeri-11 Denpasar,
yang berjumlah 540 orang siswa putra dan putri tersebar di 15 kelas yaitu kelas kelas VII, VIII, dan kelas IX. 4.3.2
Sampel Sampel diambil dari populasi penelitian SMP Negeri-11 Denpasar yang memenuhi
kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria yang ditetapkan untuk dapat dipilih sebagai sampel adalah sebagai berikut: a. Kriteria sampel inklusi.
Kriteria sampel inklusi adalah: 1. Jenis kelamin laki-laki 2. Umur 13-14 tahun 3. Duduk di kelas VIII (kelas-2 SMP) 4. Indeks massa tubuh, kategori normal yaitu 18-25 5. Kebugaran fisik berada pada kategori sedang 6. Berbadan sehat dan tidak cacat, yang didasarkan pemeriksaan dokter. 7. Bersedia
sebagai
subjek
penelitian
sampai
selesai,
dengan
persetujuan
menandatangani surat kesediaan sebagai sampel. b. Kriteria sampel eksklusi. Kriteria sampel eksklusi adalah: 1. Ada riwayat patah tulang 2. Berdomisili di luar kota Denpasar c. Kriteria drop out. Kriteria drop out menyangkut : 1. Subjek sakit ketika pelatihan dilangsungkan sehingga tidak dapat mlanjutkan pelatihan. 2. Dua kali berturut-turut tidak mengikuti pelatihan 3. mengundurkan diri dari subjek penelitian 4. Indeks massa tubuh lebih kecil dari 18,5 dan besar lebih besar dari 25.
4.3.3
Besar Sampel Besar sampel dihitung dengan menggunakan hasil penelitian pendahuluan dari Sudiarta
(2011) pada nomor lompat jauh terhadap tujuh orang siswa. Rerata hasil lompatan sebelum pelatihan adalah sebesar 4,53 meter dengan standar deviasi σ = 0,38 meter. Peningkatan yang diharapkan dari penelitian ini adalah 20%. Besar sampel (n) dihitung dengan menggunakan rumus (Poccock, 2008: Sastroasmoro & Ismail, 2010), yang dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut:
Keterangan :
2σ2 𝑥𝑥 𝑓𝑓(𝛼𝛼, 𝛽𝛽) 𝑛𝑛 = (µ2 − µ1)2
n
= Jumlah sampel atau besar sampel
α
= Batas kemaknaan diambil 5% atau 0,05.
σ
= Standar deviasi
1-β
= kekuatan (power) penelitian 0,95, (β = 0,05)
f (α,β) = 13,0 (dari tabel Value of f (α,β) (Pocock, 2008)). μ1
= Rerata hasil lompatan sebelum pelatihan
μ2
= Harapan peningkatan hasil lompatan
Dari pernyataan di atas didapatkan hal-hal sebagai berikut: μ1
= 4,53 meter
μ2
= 5,21 meter
σ
= 0,38 meter Dengan mensubstitusikan data di atas ke dalam rumus Poccock diperoleh besar sampel
setiap kelompok: 8,12. Dibulatkan menjadi 9. Untuk mengantisipasi sampel drop out, maka
jumlah sampel ditambah sebanyak 10% dari jumlah n, sehingga besar sampel untuk masingmasing kelompok menjadi 10 orang. Dengan demikian jumlah sampel keseluruhan menjadi: 2 x 10 = 20 orang. 4.3.4
Teknik Pengambilan Sampel Teknik pengambilan sampel dilakukan sebagai berikut:
1. Mengadakan pemilihan sejumlah sampel dari polulasi siswa SMP Negeri-11 Denpasar yang berdasarkan kriteria inklusi. 2. Sampel yang terpilih berdasarkan kriteria inklusi, dipilih kembali berdasarkan kriteria ekslusi. 3. Memilih secara acak sederhana (dengan memakai undian) sampel sebanyak 20 orang dari siswa yang telah terpilih dengan kriteria inklusi dan eksklusi. 4. Memilih secara random (alokasi random) dari 20 orang menjadi dua kelompok sehingga masingmasing kelompok berjumlah 10 orang. Yang selanjutnya diberikan perlakuan yang berbeda.
4.4
Variabel Penelitian
Variabel penelitian dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1.
Variabel bebas yaitu: pelatihan lari lompat pada lintasan berpasir sebanyak lima repetisi empat set tiga kali perminggu selama enam minggu dan pelatihan lari rintangan setinggi 30 cm sebanyak lima repetisi empat set tiga kali perminggu selama enam minggu.
2. Variabel tergantung yaitu: hasil lompatan pada nomor lompat jauh. 3.
Variabel kontrol yaitu: jenis kelamin, umur, indeks massa tubuh, tinggi badan, berat badan, dan kebugaran fisik.
4.
Variabel rambang yaitu: suhu lingkungan, kelembaban relatif udara, ketinggian tempat di atas permukaan laut, arah dan kecepatan angin.
4.5
1.
Definisi Operasional Variabel
Pelatihan lari lompat
pada lintasan berpasir sebanyak lima repetisi empat set adalah
pelatihan yang dilakukan pada lintasan datar, dimana lintasan berada pada areal berpasir dengan panjang lintasan 19 meter, di mana 13 meter untuk jarak ancang-ancang dan enam meter untuk bak lompat. Cara melakukannya adalah orang coba berlari sejauh 13 meter dari titik-1 menuju papan lompat (titik-2), kemudian melompat dengan tungkai dominan sekuatkuatnya (ke titik-3). Selesai melompat orang coba berjalan menuju titik awal ancang-ancang (titik-1) dan mengulangi hal yang sama sebanyak lima kali. Adapun takaran pelatihan yang diberikan adalah sebagai berikut: Intensitas pelatihan
: 80% (kemampuan submaksimal)
Repetisi
: 5 repetisi
Set
: 4 set
Istirahat antar set
: 5 menit (kembali ke denyut nadi istirahat)
Frekuensi pelatihan
: 3 kali seminggu (yaitu hari Senin, Rabu, dan Jumat)
Lama pelatihan
: 6 minggu
Untuk lebih jelasnya disain pelatihan kelompok satu dapat diilustrasikan seperti pada Gambar 4.2. Tumpuan
1
Lar i
2 13 m
pendaratan
3
6m
Gambar 4.2 Disain Pelatihan Lompat pada Lintasan Berpasir Lima Repetisi Empat Set Jarak capaian diukur dari batas depan tungkai yang bertumpu sampai batas belakang dari tungkai saat mendarat pada bak lompat.
2.
Pelatihan lari rintangan (30 cm) lima repetisi empat set adalah pelatihan yang dilakukan pada lintasan lompat jauh, di mana pada lintasan tersebut di lengkapi dengan rintangan terbuat dari bambu yang telah diraut halus setinggi 30 cm. Jarak antara garis mulai ancangancang dengan rintangan sejauh 13 meter. Cara melakukannya adalah; orang coba berlari mulai titik-1 ke titik-2 dengan melewati rintangan (titik-2). Setiap rintangan dilewati dengan bertumpu pada tungkai yang dominan (tanpa kesalahan bertumpu pada tungkai yang tidak dominan). Setelah melewati rintangan, orang coba berjalan menuju titik-1 dan kembali melakukan kegiatan yang sama sebanyak lima kali. Ketinggian rintangan dan jarak tempuh lari diukur dengan meteran logam merk “Stanly” buatan USA dengan batas ukur delapan meter, ketelitian 0,001 meter. Takaran pelatihan ditunjukkan sebagai berikut: Intensitas pelatihan
: 80% (kecepatan submaksimal)
Repetisi
: 5 repetisi
Set
: 4 set
Istirahat antar set
: 5 menit (Kembali ke denyut nadi istirahat)
Frekuensi pelatihan
: 3 kali seminggu (yaitu hari Senin, Rabu, dan hari Jumat)
Lama pelatihan
: 6 minggu
Untuk lebih jelasnya disain pelatihan kelompok dua dapat diilustrasikan seperti pada Gambar 4.3.
Tumpuan 1
Lari 13 m
Rintangan 2
Bak lompat
3
6m
Gambar 4.3 Disain Pelatihan Lompat Rintangan Lima Repetisi Empat Set
Jarak capaian diukur dari batas depan tungkai yang bertumpu sampai batas belakang dari tungkai saat mendarat pada bak lompat.
3.
Hasil lompatan adalah jarak yang ditempuh dari hasil melompat dari batas depan papan tumpuan sampai batas belakang dari tumit yang menyentuh pasir pada lapangan lompat jauh tanpa jatuh ke belakang, yang diukur dengan meteran logam merk “Stanly” buatan USA dengan batas ukur delapan meter, ketelitian 0,001 meter. Tes ini dilakukan di awal pengambilan data (pre-test) dan diakhir pengambilan data (post-test).
4.
Umur adalah usia yang dinyatakan dalam tahun berdasarkan tanggal bulan kelahiran yang diambil dari akte kelahiran berkisar antara 13-15 tahun.
5.
Jenis kelamin adalah laki-laki yaitu jenis kelamin yang terlihat dari penampakan fisik dan yang tertulis dalam akte kelahiran.
6.
Berat badan adalah bobot tubuh orang coba yang diukur dengan timbangan badan elektronik merek “Magic” buatan USA, ketelitian 0,1 kg dan batas ukur 120 kg sebelum dan setelah perlakukan, dan hanya memakai pakaian seminim mungkin.
7.
Tinggi badan adalah tinggi tubuh yang diukur dengan antropometer merek Antioch, dengan ketelitian 0,1 cm. Sikap orang coba berdiri tegak, pandangan lurus ke depan, di mana antara liang telinga luar membentuk bidang horizontal dengan tepi orbital bawah mata, dan antara tumit, pantat, punggung, dan kepala bagian belakang membentuk bidang vertikal. Tinggi diukur dari telapak kaki sampai dengan ubun-ubun (vertex).
8.
Denyut nadi adalah jumlah denyut nadi yang dihitung pada arteri radialis selama satu menit dalam satuan denyut permenit.
9.
Suhu udara adalah temperatur sekitar lapangan pelatihan yaitu suhu kering yang dinyatakan dalam derajat Celcius, yang diukur dengan termometer digital merek “Exteck” buatan Jerman ketelitian 0,1 C.
10.
Kelembaban relatif udara adalah persentase uap air dalam udara yang diukur dengan higrometer elektronik digital merek “Extech” buatan Jerman, dengan ketelitian 1%.
11.
Arah angin adalah arah datangnya angin pada tempat penelitian yang diukur dengan bendera angin. Arah kibaran bendera menunjukkan arah angin berhembus atau arah kibaran bendera berlawanan dengan arah datangnya angin.
12.
Kecepatan angin adalah kecepatan hembusan angin pada tempat pelatihan, yang diukur dengan anemometer dalam satuan kilometer per jam.
13.
Ketinggian tempat adalah ketinggian tempat penelitian yang dihitung dari atas permukaan laut, dengan mengambil data yang ada pada Dinas Meteorologi dan Geofisika Ngurah Rai Tuban.
4.6
Alat Pengumpulan Data Alat yang dipergunakan dalam pengumpulan data adalah: 1. Meteran logam merek Stanley buatan USA dengan batas ukur 8 meter dan dengan ketelitian 0,001 yang dipakai untuk mengukur panjang lintasan. Dan jarak hasil lompatan. 2. Timbangan badan merek Magic buatan USA, untuk menimbang berat badan, satuan kg dan ketelitian 0,1 kg. 3. Antropometer merek Antioch buatan USA, yaitu alat yang digunakan untuk mengukur tinggi badan orang coba, dengan ketelitian 0.1 cm 4. Stopwatch digital merek Seiko buatan China dipakai untuk mengukur waktu tempuh lari 2,4 Km, lama pelatihan dan lama waktu istirahat tiap set. Ketelitian alat ini 0.01 menit.
5. Norma penilaian tes lari 2,4 Km Cooper, yang dipakai untuk mengukur status kebugaran fisik orang coba. 6. Termometer digital merek Extech buatan Jerman, untuk mengukur suhu kering lingkungan, satuan 0C, ketelitian 0,10C. 7. Higrometer digital merek Extech yang dipakai untuk mengukur kelembaban relatif udara, dengan ketelitian 1%. 8. Lintasan berpasir sepanjang 13 meter dan bak lompat sepanjang enam meter yang dipakai untuk tempat pelatihan kelompok-1 9. Lintasan tanah sejauh 13 meter dan bak lompat sepanjang enam meter untuk melakukan pelatihan pada kelompok-2. 10. Rintangan yang terbuat dari bambu dan tali karet dengan ketinggian 30 cm. 11. Bendera sebagai tanda batas lintasan 12. Nomor dada sebagai tanda pengenal 13. Alat-alat tulis untuk mencatat data. 14. Alat dokumentasi untuk merekam jalannya penelitian.
4.7
Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian terdiri dari tiga tahapan yaitu tahap persiapan, tahap pemilihan dan penentuan jumlah sampel, dan tahap pelaksanaan penelitian, dijelaskan sebagai berikut: 4.7.1
Tahap Persiapan Tahap persiapan menyangkut:
1. Menyiapkan mulai dari studi kepustakaan baik dari buku, jurnal, proseding, internet dan lain-lain yang relevan dengan topik penelitian. 2. Mengurus surat-surat pelaksanaan penelitian. 3. Meminta persetujuan penelitian kepada kepala sekolah.
4. Membuat jadwal pelaksanaan penelitian 5.
Mengadakan pelatihan pengukuran bersamaan dengan pihak-pihak yang membantu dalam penelitian.
6. Mempersiapkan alat-alat ukur yang baku dan punya ketelitian yang dapat dipercaya dan diakui secara ilmiah. 7. Mempersiapkan lintasan berpasir dan bak lompat untuk pelatihan kelompok-1 8. Mempersiapkan lintasan tanah dan bak pasir untuk pelatihan lompat rintangan dengan tinggi rintangan 30 cm. 4.7.2
Tahap Pemilihan dan Penentuan Sampel Serta Uji Coba Pelatihan Prosedur pemilihan dan penentuan sampel menyangkut:
1.
Memberikan nomor dada pada semua siswa yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi sebagai sampel.
2.
Selanjutnya sampel dipilih secara acak sederhana dengan menggunakan undian untuk mendapatkan sejumlah sampel sesuai dengan hasil perhitungan menggunakan rumus Pocock.
3. Melakukan pembagian kelompok pelatihan (alokasi random) secara acak sederhana, dengan menggunakan undian sebanyak dua kelompok, yang masing-masing kelompok beranggotakan 10 orang. 4. Melakukan uji coba pelatihan teknik berlari baik berlari pada lintasan tanah maupun lintasan berpasir, melompati rintangan, dan cara melakukan lompat jauh dari kedua kelompok perlakuan. 4.7.3
Tahap Pelaksanaan Penelitian Langkah-langkah yang akan dilakukan dalam pelaksanaan penelitian ini adalah sebagi berikut:
1. Sebagaimana mestinya sebelum pelaksanaan penelitian subjek diberikan penjelasan tentang tujuan dan manfaat penelitian, jadwal dan tempat penelitian, tatalaksana penelitian, dan hak-hak yang didapatkan subyek selama pelaksanaan penelitian.
2. Mengukur suhu kering lingkungan tempat pengumpulan data dalam satuan oC dan mengukur kelembaban relatif udara. Pengukuran ini dilakukan setiap pelatihan dan setiap pengambilan data hasil lompatan, baik di awal maupun diakhir pelatihan 3. Mengukur arah dan kecepatan angin setiap pelaksanaan pelatihan dan pengambilan data hasil lompatan. Pengukuran ini dilakukan pada awal dan akhir kegiatan. 4. Subjek diharapkan datang ke tempat penelitian 15 menit sebelum pelatihan dimulai, setelah subjek istirahat selama 10 menit dilakukan pengukuran denyut nadi istirahat dengan metode 60 detik (1 menit). Pengukuran denyut nadi ini, subjek berada dalam keadaan duduk relaksasi. 5. Subjek dipisahkan menjadi
dua kelompok sesuai dengan kelompoknya untuk mendapatkan
pelatihan yang berbeda. 6. Mengukur hasil lompatan sebelum melakukan pelatihan (pre-test), yang merupakan data awal, dengan terlebih dahulu subjek melakukan pemanasan sebelum tes maupun sebelum pelatihan selama 15 menit. 7. Melakukan pelatihan yang disesuaikan dengan tipe pelatihan yang telah ditetapkan dengan frekuensi tiga kali seminggu (Senin, Rabu, Jumat) selama enam minggu.
8. Pada hari Senin Kelompok satu melakukan pelatihan pertama kali dalam satu sesi, pelatihan yang dilakukan adalah diawali dengan pemanasan selama 15 menit, kemudian dilanjutkan dengan pelatihan inti. Pemanasan setiap sesi latihan diawali dengan peregangan selama lima menit mulai dari leher, lengan, batang tubuh, sampai tungkai secara bergantian yang diakhiri dengan ditahan selama 10 hitungan pada setiap akhir gerakan. Dilanjutkan dengan pemanasan berlari mengelilingi lapangan sebanyak tiga kali, kemudian dilanjutkan lari cepat sejauh 13 meter sebanyak 3 kali. Setelah melakukan pemanasan, dilanjutkan dengan pelatihan inti. Kelompok-1 melakukan pelatihan melompat pada lintasan berpasir sebanyak lima repetisi empat set dan diakhiri dengan penddinginan. Begitu juga pelatihan dilakukan oleh Kelompok dua juga dalam satu sesi dalam lintasan yang berbeda, yaitu juga dimulai dengan pemanasan selama 15 menit, dilanjutkan dengan pelatihan inti yaitu berlari pada lintasan tanah yang dilengkapi dengan
rintangan setinggi 30 cm pada akhir lintasan.
Pendinginan yang dilakukan setiap akhir latihan
yaitu dengan melakukan peregangan pada semua persendian seperti yang dilakukan pada pemanasan, dilanjutkan dengan gerakan makin lama makin ringan dengan durasi selama lima menit. Pada hari Rabu pelatihan yang sama dilakukan oleh kelompok satu dan kelompok dua (jadi sesuai dengan apa yang dilakukan pada hari senin). Pada hari Jumat, pelatihan yang sama kembali dilakukan oleh kelompok-1 dan Kelompok-2 selama satu sesi. Demikian seterusnya pelatihan ini dilakukan sebanyak tiga kali setiap minggunya selama enam minggu pelatihan.
9. Setelah enam minggu pelatihan dilakukan tes akhir (pos-test) dengan mengukur hasil lompatan. Hasil lompatan ini diukur pada lintasan datar dengan lantai tanah dan bak pasir sepanjang lima meter. 4.8
Analisis Data Data yang diperoleh sebelum maupun setelah pelatihan dianalisis dengan menggunakan langkah-
langkah sebagai berikut (Sastroasmoro & Ismail, 2010): 1. Statistik Deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan umur, berat badan, tinggi badan, indek masa tubuh, dan kebugaran fisik yang datanya diambil sebelum tes awal dimulai, dan untuk mendeskripsikan hasil lompatan baik sebelum maupun setelah pelatihan. 2. Uji Normalitas data hasil lompatan dengan Saphiro Wilk Test yang bertujuan untuk mengetahui distribusi data masing-masing kelompok perlakuan dari ke dua
kelompok
pelatihan baik sebelum maupun sesudah pelatihan. Batas kemaknaan adalah 95% (α = 0,05). 3. Uji homogenitas data dengan menggunakan Levene Test, bertujuan untuk mengetahui variasi data hasil lompatan pada kedua kelompok baik sebelum maupun sesudah pelatihan. Batas kemaknaan yang digunakan adalah α = 0,05.
4. Uji komparasi data t-independent test (Uji t tidak berpasangan) dipakai untuk menganalisis perbedaan hasil lompatan antar kelompok perlakuan, baik sebelum maupun sesudah perlakuan. Pemakaian uji ini karena data berdistribusi normal dan homogen. Batas kemaknaan yang digunakan adalah α = 0,05. 5. Uji komparasi data t-paired test (uji t berpasangan) dipakai untuk menganalisis perbedaan hasil lompatan antara sebelum dan sesudah pelatihan pada ke dua kelompok perlakuan mengingat distribusi data normal. Batas kemaknaan yang digunakan adalah α = 0,05.
4.9
Alur Penelitian Populasi
Kriteria Inklusi dan Ekslusi Acak Sederhana Sampel Tes Awal
Alokasi Acak Sederhana
Kelompok I
Kelompok II
Pelatihan Lari-lompat di Pasir
Perlatihan Lari Rintangan
Tes Akhir
Tes Akhir
Analisis Data
Penyusunan Laporan
Gambar 4.4 Alur Penelitian
BAB V HASIL PENELITIAN Subjek penelitian dari siswa SMP Negeri-11 Denpasar yang berjumlah 20 orang, dibagi menjadi dua kelompok, sehingga masing-masing kelompok berjumlah 10 orang. Dari dua kelompok ini diberikan pelatihan yang berbeda. Kelompok-1 diberikan pelatihan lari lompat di pasir lima repetisi tiga set dan Kelompok-2 diberikan pelatihan lari rintangan setinggi 30 cm sebanyak lima repetisi empat set.
5.1
Karakteristik Subjek Penelitian Karakteristik subjek penelitian yang meliputi: tekanan darah sistolik dan diastolik, frekuensi
denyut nadi istirahat, panjang tungkai, tinggi badan, berat badan, IMT, kebugaran fisik dengan umur, tinggi badan, berat badan, indeks massa tubuh, panjang anggota gerak bawah, dan kebugaran fisik yang diukur dengan waktu tempuh lari 2,4 km, tes awal dan tes akhir lompatan pada ke dua kelompok pelatihan. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 5.1. Tabel 5.1 Karakteristik Fisik Siswa SMP Negeri-11 Denpasar Karakteristik Subjek
Rerata ± SB KLP-1 (N=10)
KLP 2 (N=10)
Tekanan Darah Sistolik (mmHg)
121,10 ± 5,93
123,50 ± 6,98
Tekanan Darah Diastolik (mmHg)
78,10 ± 10,88
83,10 ± 9,07
Frek. Denyut Nadi (Denyut/Mn)
84,60 ± 7,30
85,40 ± 8,50
Panjang Tungkai (Cm)
92,93 ± 4,37
91,85 ± 4,72
Tinggi Badan (Cm)
161,20 ± 9,45
165,50 ± 10,58
Berat Badan (Kg)
52,20 ± 8,41
56,84 ± 9,91
Indeks Massa Tubuh (Kg/M2)
19,48 ± 1,74
20,72 ± 2,69
Waktu Tempuh Lari 2,4 KM (Menit)
11,15 ± 0,39
11,27 ± 0,62
Tes Awal Lompatan (M)
3,83 ± 0,33
3,62 ± 0,37
Tes Akhir Lompatan (M)
4,38 ± 0,34
3,92 ± 0,37
Keterangan : N
= Jumlah Sampel
SB
= Simpang Baku
5.2
Karakteristik Lingkungan Penelitian Karakteristik dari lingkungan yang diukur selama pelaksanaan penelitian adalah suhu, dan
kelembaban relatif udara tempat penelitian. Hasilnya seperti pada Tabel 5.2. Tabel 5.2 Data Karakteristik Suhu dan Kelembaban Relatif Udara Keadaan Lingkungan
Rerata ± SB
Minimum
Maximun
Suhu (oC)
28,58 ± 0,77
27,10
30,00
Kelembaban (%)
70,07 ± 3,83
65,00
78,00
Berdasarkan Tabel 5.2 di atas, rentang suhu berkisar antara 27,10oC – 30,0oC, sedangkan rentang kelembaban relatif udara 65% sampai 78%. Kondisi lingkungan selama pelatihan dan pengambilan data dapat diadaptasi oleh sampel karena semua sampel tinggal dan beraktivitas di sekitar tempat penelitian.
5.3
Hasil Uji Normalitas dan Homogenitas Hasil Lompatan Syarat untuk menentukan uji statistik yang digunakan adalah dengan dilakukan uji normalitas dan
homogenitas data hasil lompatan nomor lompat jauh baik sebelum maupun sesudah pelatihan. Uji normalitas dengan uji Saphiro Wilk, sedangkan uji homogenitas Levene Test, menganalisis data hasil lompatan. Hasilnya tertera pada Tabel 5.3.
digunakan untuk
Tabel 5.3 Hasil Uji Normalitas dan Homogenitas Data Hasil Lompatan Sebelum dan Sesudah Pelatihan, Siswa SMP Negeri-11 Denpasar Hasil Lompatan (Meter)
P. Uji Normalitas
P. Homogenitas
(Saphiro Wilk- Test) Kelompok-1
Kelompok-2
Sebelum Pelatihan
0,707
0,974
0,609
Sesudah Pelatihan
0,173
0,979
0,909
Berdasarkan hasil uji normalitas dan uji homogenitas data hasil lompatan sebelum dan sesudah pelatihan, ke dua kelompok pelatihan memiliki nilai p lebih besar dari 0,05 (p > 0,05), yang berarti data hasil lompatan sebelum dan sesudah pelatihan berdistribusi normal dan variannya homogen.
5.4 Hasil Uji Beda Rerata Lompatan Antar Kelompok Pelatihan Uji beda dipakai untuk membandingkan rerata hasil lompatan sebelum dan sesudah pelatihan antara Kelompok-1 dengan Kelompok-2 yaitu antara kelompok pelatihan lari lompat di pasir dengan lari rintangan. Hasil analisis kemaknaan dengan uji t-independent (tidak berpasangan), disajikan pada Tabel 5.4. Tabel 5.4 Hasil Uji Beda Rerata Lompatan Sebelum dan Sesudah Pelatihan Antar Kelompok Siswa SMP Negeri-11 Denpasar
Pelatihan
n
Kelompok-1 Sebelum Pelatihan
10
Kelompok-2 Sebelum Pelatihan
10
Rerata ± SB (M)
t
p
1,362
0,190
3,84 ± 0,33 3,62 ± 0,37
Kelompok-1 Sesudah Pelatihan
10
Kelompok-2 Sesudah Pelatihan
10
4,38 ± 0,34 2,896
0,010
3,92 ± 0,37
Tabel 5.4, menunjukkan bahwa rerata hasil lompatan sebelum pelatihan antar ke dua kelompok memiliki nilai p lebih besar dari 0,05 (p > 0,05). Hal ini berarti bahwa rerata hasil lompatan sebelum pelatihan antar kelompok tidak berbeda bermakna. Dengan demikian hasil lompatan sebelum pelatihan antara Kelompok-1 dan Kelompok-2 adalah sebanding. Antara Kelompok-1 dengan Kelompok-2 setelah pelatihan memiliki nilai p lebih kecil dari 0,05 (p < 0,05), yang berarti bahwa hasil lompatan antara Kelompok-1 dan Kelompok-2 setelah pelatihan berbeda bermaknna.
5.5
Hasil Uji Beda Rerata Lompatan antara Sebelum dan Sesudah Pelatihan Uji t-paired test (uji t berpasangan) dipakai untuk mengetahui perbedaan rerata hasil lompatan
antara sebelum dan sesudah pelatihan pada masing-masing kelompok yaitu antara sebelum dan sesudah pelatihan pada Kelompok-1 dan antara sebelum dan sesudah pelatihan pada Kelompok-2 pada α = 0,05. Hasilnya disajikan pada Tabel 5.5. Tabel 5.5 Hasil Uji Beda Rerata Lompatan Sebelum dan Sesudah Pelatihan Siswa SMP Negeri-11 Denpasar Hasil Lompatan ± SB (cm) Pelatihan
Sebelum Pelatihan
Sesudah Pelatihan
t
p
Kelompok-1
3,84 ± 0,33
4,38 ± 0,34
-23,732
0,000
Kelompok-2
3,62 ± 0,37
3,92 ± 0,37
-43,916
0,000
Tabel 5.5 menunjukkan bahwa beda rerata hasil lompatan antara sebelum dan sesudah pelatihan pada Kelompok-1 dan Kelompok-2 memiliki nilai p lebih kecil dari 0,05 (p < 0,05). Hal ini berarti pada baik Kelompok-1 maupun Kelompok-2 terdapat peningkatan hasil lompatan antara sebelum dan sesudah
pelatihan secara bermakna. Dengan demikian bahwa pelatihan lari lompat di pasir dan lari lompat rintangan sebanyak lima repetisi empat set selama enam minggu dapat meningkatkan hasil lompatan. Untuk mengetahui gambaran dari peningkatan hasil lompatan pelatihan lari lompat di pasir lima repetisi empat set dan pelatihan lompat rintangan lima repetisi empat set disajikan dengan persentase peningkatan hasil lompatan
setelah pelatihan selama enam minggu. Persentase peningkatan hasil
lompatan pada ke dua kelompok disajikan dalam Tabel 5.6 di bawah. Tabel 5.6 Persentase Peningkatan Hasil Lompatan Sesudah Pelatihan Hasil Analisis
Lari di Pasir
Lari Rintangan
(Klp I)
(Klp II)
Hasil lompatan awal (m)
3,84
3,62
Hasil lompatan akhir (m)
4,38
3,92
Peningkatan hasil lompatan (m)
0,54
0,30
Persentase peningkatan (%)
14,06
8,29
Tabel 5.6, menunjukkan bahwa persentase peningkatan dari pelatihan Kelompok-1 (yaitu pelatihan lari lompat di pasir) lebih tinggi daripada Kelompok-2 (pelatihan lari rintangan) sebanyak lima repetisi empat set dengan pelatihan masing-masing selama enam minggu.
BAB VI PEMBAHASAN
6.1
Kondisi Fisik Subjek Subjek penelitian yang berjumlah 20 orang yang telah memenuhi syarat insklusi dan eksklusi dari
siswa SMP Negeri-11 Denpasar, dipilih mewakili populasi seluruh siswa SMP Negeri-11 Denpasar yang berjumlah 540 orang. Rerata umur yang dilibatkan dalam subjek penelitian adalah pada Kelompok-1 yaitu 13,78 ± 0,29 dan Kelompok-2 yaitu 13,72 ± 0,27 tahun. Pelatihan spesialisasinya khususnya untuk olahraga atletik sudah bisa diberikan pada anak yang berumur
13-14 tahun (Bompa, 1994). Dengan demikian umur dari
subjek penelitian sudah dapat diberikan pelatihan olahraga cabang atletik khususnya pada nomor lompat jauh. Rerata berat badan subjek penelitian Kelompok-1 adalah 52,20 ± 8,41 kg dan Kelompok-2 yaitu 56,84 ± 9,9 kg. Rerata tinggi badan subjek penelitian pada Kelompok-1 adalah 161,20 ± 9,45 cm dan Kelompok-2 adalah 165,50 ± 10,58 cm. Data tersebut menunjukkan Subjek penelitian pada ke dua kelompok pelatihan memiliki rerata berat badan dan tinggi badan hampir sama, sehingga tidak akan mempengaruhi hasil dari penelitian.
Tinggi badan dan berat badan merupakan faktor yang dapat
mempengaruhi kecepatan (Bompa, 1994). Selanjutnya kecepatan akan mempengaruhi daya ledak karena secara sistematis daya ledak adalah hasil dari perkalian kekuatan dengan kecepatan (Bompa dan Haff, 2009). Rerata indeks massa tubuh subjek penelitian Kelompok-1 adalah 19,50 ± 1,74 kg/m2, dan Kelompok-2 adalah 20,72 ± 2,69 kg/m2. Indeks massa tubuh menggambarkan status gizi seseorang, dengan demikian berdasarkan rerata indeks massa tubuh pada ke dua kelompok pelatihan menjelaskan
bahwa status gizi subjek penelitian berada dalam kategori normal yaitu antara 18,5-24,9 kg/m2 (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2005). Rerata panjang tungkai subjek penelitian Kelompok-1 adalah 92,93 ± 4,37 cm dan Kelompok-2 adalah 91,85 ± 4,71 cm. Panjang tungkai adalah salah satu faktor yang turut mempengaruhi kekuatan otot (Tackett, 2009). Dengan demikian panjang tungkai juga akan berpengaruh terhadap daya ledak yang tentunya akan berpengaruh terhadap hasil lompatan. Rerata tekanan darah sistolik subjek penelitian Kelompok-1 adalah 121,10 mmHg dengan standar deviasi 5,93 mmHg dan rerata tekanan darah diastolik 78,10 mmHg dengan standar deviasi 10,89 mmHg. Pada Kelompok-2 rerata tekanan darah sistolik 123,50 mmHg dengan standar deviasi 6,98 mmHg dan rerata tekanan darah diastolik 83,10 mmHg dengan standar deviasi 9,07 mmHg. Ke dua kelompok menunjukkan tekanan darah yang tidak terlalu jauh berbeda, di mana menurut Davine (2012), tekanan darah sistolik normal dalam keadaan stirahat berada di bawah 130 mmHg dan tekanan diastolik berada di bawah 85 mmHg. Ke dua kelompok berada standar yang direkomendasikan sehingga subjek tidak termasuk dalam katagori tekanan darah tinggi dan subjek dapat diberikan pelatihan dengan takaran yang ditentukan. Faktor lain yang juga menentukan tekanan darah adalah faktor lingkungan panas atau dingin, aktivitas fisik, asupan garam yang tinggi, obesitas, plak pada arteri, kebiasaan merokok, dan alkohol (Ludington dan Diehl, 2011). Faktor yang dapat dikontrol adalah aktivitas fisik, merokok, dan minuman beralkohol. Semua subjek terhindar dari hal tersebut sehingga ke dua kelompok mempunya tekanan darah relatif sama. Rerata frekuensi denyut nadi istirahat Kelompok-1 adalah 84,60 denyut permenit dengan standar deviasi 7,31 denyut permenit. Rerata denyut nadi sitirahat Kelompok-2 adalah 85,40 denyut permenit dengan standar deviasi 8,50 denyut permenit. Ke dua kelompok berada pada rentang denyut nadi istirahat normal yang disesuaikan dengan umur. Untuk umur 13-14 tahun denyut nadi istirahat berada di bawah 90 denyut permenit (McArdle, dkk., 2010). Faktor yang mempengaruhi frekuensi denyut nadi adalah
aktivitas fisik, overtraining, faktor lingkungan dan lain-lain (Huteri, 2012). Jadi ke dua kelompok telah dikontrol sehingga tidak terpengaruh oleh hal-hal tersebut. Rerata waktu tempuh tes lari 2,4 km Kelompok-1 adalah 11,15 menit dengan standar deviasi 0,39 menit dan rerata waktu tempuh Kelompok-2 adalah 11,27 menit dengan standar deviasi 0,63 menit. Nilai rerata waktu tersebut pada ke dua kelompok menunjukkan bahwa kebugaran fisik subjek penelitian berada pada kategori sedang untuk umur 13-19 tahun yaitu 10,49 - 12,10 menit (Cooper, 2001 dalam Departemen Kesehatan RI, 2005). Kebugaran fisik dengan katagori sedang dipilih dengan pertimbangan subjek penelitian diasumsikan mampu melakukan pelatihan yang akan diterapkan dan pelatihan yang diterapkan dapat berlangsung secara maksimal. Karakteristik subjek penelitian yang meliputi : umur, berat badan, tinggi badan, indeks massa tubuh, panjang tungkai, tekanan darah, frekuensi denyit nadi dan kebugaran fisik pada kedua kelompok memiliki karakterisiktik yang hampir sama karena semua subjek telah dikontrol berdasarkan kriteria inklusi. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi subjek penelitian ke dua kelompok pelatihan memiliki karakteristik subjek penelitian berada dalam kondisi yang sama sehingga tidak menimbulkan efek yang berarti dalam pelatihan.
6.2
Lingkungan Penelitian Pelatihan dilaksanakan di lapangan SMP Negeri-11 Denpasar pada pukul 16.00 s/d 17.30 dengan
variasi rerata suhu 28, 54oC dengan standar deviasi 0,77oC dan rerata kelembaban relatif udara 70,06% dengan standar deviasi 3,83%. Suhu udara tempat penelitian berada pada batas normal sesuai dengan Keputusan menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 1077/MENKES/PER/V/2011 tentang Pedoman Penyehatan Udara dalam Ruang Rumah yaitu suhu lingkungan yang nyaman berkisar antara 1830oC (Menteri Kesehatan Republik Indonesia (2011). Kelembaban relatif udara tempat pelatihan berlangsung 0,6 % di atas batas kenyamanan sesuai dengan Keputusan Menteri kesehatan No 829 tahun 1999 tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan yaitu berkisar antara 40-70% (Menteri Kesehatan
Republik Indonesia, 1999). Kelebihan 0,6% masih dapat diadaptasi oleh subjek mengingat tempat pelatihan adalah tempat yang biasa subjek pakai belajar dan beraktivitas setiap hari, sehinggi penampilan fisik tidak akan dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban udara.
6.3
Distribusi dan Varians Hasil Lompatan Sesuai dengan hasil analisis data, distribusi data hasil lompatan sebelum dan sesudah pelatihan
pada ke dua kelompok pelatihan diuji dengan uji normalitas Shapiro-Wilk, sedangkan varians data hasil lompatan sebelum dan sesudah pelatihan pada ke dua kelompok pelatihan diuji dengan Levene Test. Berdasarkan ke dua uji tersebut menunjukkan data hasil lompatan sebelum dan sesudah pelatihan, diperoleh nilai p pada ke dua data tersebut lebih besar dari 0,05 (p > 0,05). Dengan demikian data hasil lompatan sebelum dan sesudah pelatihan ke dua kelompok berdistribusi normal dan dan dengan varian yang homogen. Data yang memiliki distribusi normal dan homogen adalah data parametrik, sehingga uji parametrik digunakan diterapkan (Satroasmoro dan Ismael, 2010).
6.4
Hasil Lompatan Sebelum Pelatihan Perbedaan hasil lompatan sebelum pelatihan antar ke dua kelompok pelatihan yaitu antara
pelatihan lari lompat di pasir dan lari lompat rintangan yang masing-masing dengan lima repetisi dan empat set dianalisis dengan uji t-tidak berpasangan atau t-independen test (Sastroasmoro dan Ismael, 2010). Hasil uji statistik menunjukkan nilai p hasil lompatan sebelum pelatihan antar kedua kelompok lebih besar dari 0,05 (p > 0,05) seperti Tabel 5.4. Hal ini berarti bahwa beda rerata hasil lompatan sebelum pelatihan antar ke dua kelompok tidak berbeda bermakna. Dengan demikian hasil lompatan ke dua kelompok sebelum pelatihan tidak ada perbedaan yang bermakna atau dengan kata lain kondisi awal antara Kelompok-1 dan Kelompok-2 adalah sama. sehingga, apabila terjadi perbedaan hasil lompatan setelah pelatihan maka hal ini disebabkan oleh pelatihan yang diterapkan.
6.5
Pengaruh Pelatihan Lari Lompat di Pasir dan Lompat Rintangan Lima Repetisi Empat Set Terhadap Hasil Lompatan Data rerata hasil lompatan sebelum pelatihan pada Kelompok-1 yaitu pada kelompok pelatihan
lari lompat di pasir lima repetisi empat set adalah 3,86 ± 0,33 m dan sesudah pelatihan 4,38 ± 0,34 m sedangkan pada Kelompok-2 (kelompok pelatihan lompat rintangan lima repetisi empat set) memiliki rerata hasil lompatan sebelum pelatihan 3,62 ± 0,37 m dan sesudah pelatihan 3,92 ± 0,37 m. Peningkatan hasil lompatan antara sebelum dan sesudah pelatihan pada Kelompok-1 adalah 0,52 m dan Kelompok-2 sebesar 0,30 m. Dari hasil analisis data hasil lompatan antara tes awal dan tes akhir pada masing-masing kelompok dengan menggunakan uji t berpasangan atau t-paired test (Tabel 5.5), didapatkan bahwa rerata hasil lompatan sebelum dan sesudah pelatihan diperoleh pada Kelompok-1 nilai p = 0,000, sedangkan pada Kelompok-2 nilai p = 0,000. Oleh karena itu maka rerata hasil lompatan antara sebelum dan sesudah pelatihan pada ke dua kelompok memiliki nilai p lebih kecil dari 0,05 (p < 0,05). Yang berarti bahwa rerata hasil lompatan antara sebelum dan sesudah pelatihan pada masing-masing kelompok terdapat perbedaan yang bermakna. Sehingga dapat dikatakan bahwa ke dua tipe pelatihan yang diterapkan secara statistik berpengaruh terhadap peningkatan hasil lompatan. Peningkatan hasil lompatan ini terjadi pada ke dua kelompok diakibatkan karena pelatihan yang diterapkan dengan lima repetisi empat set yang dilakukan selama enam minggu dengan frekuensi tiga kali seminggu. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Bompa dan Haff (2009), bahwa pelatihan yang diberikan secara teratur selma 6 - 8 minggu akan mendapatkan hasil tertentu dimana tubuh teradaptasi dengan pelatihan yang diberikan. Selanjutnya Nala (2011), menyatakan bahwa pelatihan yang diberikan secara sistematis, progresif dan berulang-ulang
akan memperbaiki sistem organ tubuh sehingga
penampilan fisik akan optimal. Pelatihan yang dilakukan dengan frekuensi tiga kali seminggu, sesuai untuk para pemula dan akan menghasilkan peningkatan yang berarti. Pelatihan fisik yang diterapkan secara teratur dan terukur dengan takaran dan waktu yang cukup, akan menyebabkan perubahan pada
kemampuan untuk menghasilkan energi yang lebih besar dan memperbaiki penampilan fisik. Jenis pelatihan fisik yang diberikan secara cepat dan kuat, akan menyebabkan peningkatan substansi anareobik seperti ATP-PC, kreatin dan glikogen serta peningkatan jumlah dan aktivitas enzim (McArdle dkk., 2010). Pelatihan fisik yang dlakukan secara teratur menyebabkan hipertropi otot, ini terjadi karena beberapa hal di antaranya adalah: jumlah miofibril dan ukuran miofibril, kepadatan pembuluh darah kapiler, saraf, tendon dan ligamen, serta jumlah total kontraktil miosin meningkat secara proposional (Fox dkk. (1988). Hairy (1998), menyatakan bahwa perubahan fisiologis serabut otot tidak terjadi pada tingkat yang sama, peningkatan yang lebih besar terjadi pada serabut otot putih (fast twitch) sehingga mengakibatkan peningkatan kecepatan kontraksi otot. Pelatihan yang diterapkan pada penelitan ini adalah pelatihan pliometrik, di mana pelatihan ditujukan untuk mengembangkan daya ledak eksplosif dan waktu reaksi, serta ditujukan kepada kelompok otot besar. Daya ledak dapat ditingkatkan dengan memberikan pelatihan beban (Bompa, 1994). Prinsip latihan yang sangat penting pada pelatihan otot adalah progressive overload principle. Prinsif ini bertujuan untuk memberikan beban kerja di atas beban kerja yang biasa dilakukan oleh otot agar kemampuan otot yang bersangkutan dapat meningkat. Setelah terjadi peningkatan, maka beban yang diberikan harus ditingkatkan lagi untuk menghasilkan kemampuan yang lebih meningkat lagi (Bompa dan Haff, 2009: Wilmore dan Costil, 2008). Gerakan yang dilakukan pada pelatihan, terutama pada anggota gerak bawah (tungkai) yang dilakukan secara berulang-ulang akan menyebabkan terjadinya pembentukan refleks bersyarat, belajar bergerak dan proses penghafalan gerak (Nala, 2011). Sehingga pada saat melompat yaitu setelah pelatihan, tingkat fleksibilitas, kekuatan otot dan kecepatan kontraksi otot secara fisiologis sudah meningkat dibandingkan dengan sebelum pelatihan. Peningkatan kekuatan dan fleksibilitas pada otot dan persendian tungkai akan memperpanjang jarak langkah, sehingga hasil lompatan akan meningkat.
6.6
Perbedaan Efek Pelatihan Lari Lompat di Pasir dan Lari Rintangan Lima Repetisi Empat Set Terhadap Hasil Lompatan Perbedaan efek pelatihan pada ke dua kelompok yaitu pada kelompok lari lompat di pasir
(Kelompok-1) dengan pelatihan lari rintangan (Kelompok-2) dilakukan dengan uji t tidak berpasangan (tindependent test). Hasil analisis (Tabel 5.6), menunjukkan bahwa perbedaan hasil lompatan sesudah pelatihan antara Kelompok-1 dengan Kelompok-2 dengan nilai p 0,010, jadi lebih kecil dari 0,05 (p < 0,05), dimana peningkatan hasil lompatan Kelompok-1 lebih besar daripada Kelompok-2 dilihat dari nilai reratanya. Nilai ini menunjukkan ada perbedaan yang bermakna hasil lompatan akibat dari pelatihan yang diberikan yaitu pelatihan Kelompok-1 lebih efektif dibandingkan dengan pelatihan Kelompok-2. Ditinjau dari persentase peningkatan hasil lompatan antara sebelum dan sesudah pelatihan pada Kelompok-1 dan Kelompok-2, menunjukkan persentase peningkatan hasil lompatan sesudah pelatihan pada kelompok satu lebih besar daripada persentase peningkatan hasil lompatan sesudah pelatihan Kelompok-2 yaitu pada Kelompok-1 terjadi peningkatan sebesar 14,06% dan Kelompok-2 sebesar 8,29% (Tabel 5.6). Dengan demikian maka pelatihan lari lompat di pasir lima repetisi empat set menghasilkan lompatan yang lebih jauh dibandingkan dengan pelatihan lompat rintangan lima repetisi empat set . Perbedaan hasil lompatan antara pelatihan lari lompat rintangan disebabkan karena beban dari pelatihan lari lompat di pasir lebih tinggi dibandingkan dengan pelatihan lari rintangan. Hal ini bearti faktor lain tidak berpengaruh, mengingat repetisi dan set dari ke dua pelatihan sama. Dengan kata lain takaran pelatihan yang diberikan pada ke dua kelompok sama. Menurut pendapat Pate dkk. (1984), pelatihan dengan menggunakan repetisi lebih tinggi akan menghasilkan kecepatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan pelatihan yang menggunakan repetisi lebih sedikit. Gerakan yang dilakukan berulang-ulang selama enam minggu pada ke dua kelompok pelatihan akan terpola sebagai pengalaman sensoris (Guyton dan Hall, 2012). Sehingga pengalaman yang semakin sering dilakukan akan semakin kuat terpola pada sistem saraf. Kecepatan lari yang dihasilkan ini akan berpengaruh pada daya ledak, yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap hasil lompatan.
Beban pelatihan yang diakibatkan oleh hambatan yang lebih tinggi terhadap kaki pada pelatihan lari lompat di pasir mengakibatkan kaki berusaha untuk bekerja lebih berat yang pada akhirnya akan memperkuat otot tungkai. Kekuatan otot tungkai yang lebih tinggi akan meningkatkan daya ledak. Daya ledak merupakan hasil perkalian dari kecepatan dan kekuatan (Bompa dan Haff, 2009). Dengan demikian daya ledak yang dihasilkan pada Kelompok-1 juga tinggi dibandingkan dengan kelompok-2, hal ini terbukti dari hasil lompatan atau tes akhir yang dihasilkan pada Kelompok-1 yaitu kelompok pelatihan lari lompat di pasir lima repetisi empat set lebih jauh dibandingkan dengan Kelompok-2 (kelompok pelatihan lari rintangan lima repetisi empat set). Peningkatan beban pelatihan pada kelompok lari lompat di pasir akan menjadikan pelatihan lebih efektif dan hal ini akan sangat baik untuk mengembangkan serabut otot cepat yang merupakan salah satu komponen pendukung daya ledak yaitu kecepatan dan kekuatan (Bompa dan Haff, 2009: Fox, 1983). Dengan demikian pelatihan kelompok lari lompat di pasir akan lebih efektif dibandingkan dengan kelompok lari rintangan dalam meningkatkan daya ledak otot tungkai. Peningkatan daya ledak otot tungkai akan meningkatkan hasil lompatan. Atau boleh dikatakan secara otomatis beban pelatihan yang lebih berat akan memerlukan kemampuan yang lebih besar untuk mengerjakan tugas yang diberikan. Oleh karena itu, otot tungkai pada Kelompok-1 terbiasa melakukan beban kerja lebih besar dibandingkan dengan kelompok-2. Sehingga kemampuan melompat sesudah pelatihan enam minggu pada kelompok lari lompat di pasir lebih baik dibandingkan dengan kelompok lari rintangan. Perbedaan beban kerja pelatihan yang diberikan akan berpengaruh terhadap efektifitas pelatihan. Semakin berat latihan, maka frekuensi denyut nadi akan semakin meningkat. Peningkatan denyut nadi juga meningkatkan efektivitas pelatihan, akan tetapi masih berada pada sensitive training zona yaitu 8090% dari kemampuan maksimal (Giriwijoyo, 2007). Selanjutnya McArdle dkk. (2010), menyatakan bahwa denyut nadi yang berada pada sensitive training zona ( yaitu antara 70%-90% HRM). Dalam sona ini maka kapasitas aerobik dan anaerobik dapat dikembangkan secara bersamaan.
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
7.1
Simpulan Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan maka dapat disimpulkan penelitian bahwa
pelatihan lari lompat pada lintasan berpasir sebanyak lima repetisi empat set meningkatkan jarak capaian lompat jauh lebih panjang daripada lari rintangan lima repetsi empat set siswa SMP Negeri-11 Denpasar? 7.2
Saran Sesuai dengan hasil penelitian, disarankan hal yang berkaitan dengan peningkatan hasil lompatan
yaitu pelatihan lari lompat di pasir selama lima repetisi empat set dapat diterapkan dalam meningkatkan jarak lompatan pada nomor lompat jauh terbukti lebih baik dalam meningkatkan hasil lompatan dibandingkan dengan pelatihan lari.
DAFTAR PUSTAKA
Aditya, Z. 2012. PON Riau: Noval Sumbang Emas Pertama untuk Sulawesi Tengah. [cited 2014 http://zulrafliadityaofficialblog. wordpress.com. Mei 30]. Available from: Alonso, M., Finn, E. J. 2002. Dasar-dasar Fisika Universitas. Jakarta: Erlangga. Anne, A. 2010. Mengenal Cabang atletik Lompat Jauh. [Cited 2011 Jan 5]. Available from: http/www.anneahira.com/Atletik Lompat Jauh.htm. Astrand, P.O., Rodahl, K. 2003. Text Book of Work Physiology. New York: Mc. Graw Hill Book Company. Azmi, C.H. 2000. Metode Latihan Lompat Jauh. Journal Iptek Olahraga Vol. 2 Nomer 1 Januari 2000. Pusat Pengkajian dan Pengembangan Iptek Olahraga (PPPTTOR). Kantor Mentri Negara Pemuda Olahraga. Berger, R. A. 1982. Applied Exercise Physiology. Philadelphia: Saunders College. Bernhard, G. 1993. Prinsip Dasar Latihan Loncat Tinggi, Jauh, Jangkit, dan Loncat Galah. Semarang: Dahara Price. Bompa, T. O. 1993. Power Training for Sport Plyometrics for Maximum Power Development. New York: Mosaic Press. Bompa, T.O. 1994. Theory and Methodology of Training: The Key to Athletic Performance. Third Edition. Iowa : Kendall / Hunt Publishing Company. Bompa, T.O., Harf, G.G. 2009. Periodization Training for Sports: Theory and Methodelogy of Training. Fifth Edition. United State of America: Human Kinetics. Carr, G. A. 2003. Atletik Untuk Sekolah. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Davine, J. G. 2012. Program Olahraga Tekanan Darah Tinggi: panduan Untuk Mengatur Olahraga dan Medikasi pengobatan Hipertensi. Yogjakarta: PT Citra Aji Permana. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2005. Petunjuk Teknis Pengukuran Kebugaran Jasmani. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat Direktorat Kesehatan Komunikasi. Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Provinsi Bali, 2013. Laporan Hasil PORSENI Provinsi Bali Tahun 2013. Denpasar. Fox, E. L. 1983. Sport Physiology. New York: CBS College Publishing. Fox, E.L., Bower, R. W., Foss, M.L. 1988. The Physiological Basis of Physical Education and Athletic. Philadelphia: Saunders Publishing. Giriwijoyo, S. 2007. Ilmu Faal Olahrag: Fungsi Tubuh Manusia Pada Olahraga. Bandung: Fakultas Ilmu Olahraga. Guyton, A.C., J.E. Hall, 2012. Fisiologi Kedokteran. (Terjemahan). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Hairy. 1998. Buku Materi Pokok Dasar- Dasar Kesehatan Olahraga. Jakarta: Depdikbid. Ditjen Pendidikan Dasar dan Menengah. Harsono. 1993. Prinsip-prinsip Pelatihan Fisik. Jakarta: KONI Pusat. Hay, J. G. 1978. The Biomechanics of Sport Techniques, Englewood Cliffs: Precentice Hall, Inc. Huteri, D. 2012. Tanda-Tanda Apabila Anda Terlalu Banyak Berolahraga. [cited 2014 Mart, 16]. Available from: http://www.sportmedicene.com. Jansen, C.R., A.G. Fisher. 1983. Scientific Basic of Athletic Conditioning. Philadelphia: Lea and Fibiger. Jarver, J. 1999. Belajar dan Berlatih Atleti. Bandung: Pionir Jaya. Kiefer, J., College, F. 2005. Training and Drills for Running long jump. [cited 2014 Mei 06]. Available from: http://www.coachr.org/lja.httm. Linthorne, N. 2003. Standing Long–Jump. [cited 2010 Mei 10]. Available from: http://www.brunel.ac.uk/~spstnpl/biomechanics/standing long jump. Htm. Ludington, A., Diehl, H. 2011. Sehat dan Kuat: Sehat itu Pilihan Bukan Kesempatan. Bandung: Unesa University Press. Luna, E. 2005. Training Your Horizontal Jumpers. [cited 2014 Mei 19]. http://www.brunel.ac.uk/~spstnpl/biomechanics.httm.
Available from:
Mackenzie’s. B. 2005. Long-jump. [cited 2010 Mei 10]. Available from :http://www. briancare. demon.co.uk/ longjump/indek. McArdle, W.D., Katch, F.I., Katch, V.L. 2010. Exercise Physiology: Nutrition, Energy, and Human Performance. Seventh Edition. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. Menteri Kesehatan Republik Indinesia. 1999. Keputusan Menteri Kesehatan No: 829 tahun 1999 Tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan. Jakarta. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Peraturan Menteri kesehatan Republik Indonesia No 1077/MENKES//PER/2011 tentang Pedoman Penyehatan Udara dalam Ruang Rumah. Jakarta.
Nala, N. 2011. Prinsip Pelatihan Fisik Olahraga. Denpasar: Komite Olahraga Nasional Indonesia Daerah Bali. Nossek, J. 1982. General Theory of Training. Lagos: Pan Efrican Press Ltd. Pate, R. Clenaghan, R. Rottela. 1984. Scientific Fondation of Couching. Philadelphia: Sounders Company Publishing. Pearce, E.C. 2012. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta: Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama Poccok, S.J. 2008. Clinical Trials A Practical Approach. New York: A Willey Medical Publication. Power, S.K., E.J Howley,. 1990. Exercise Physiology. Dubuque: Wm. C. Brown Published. Radcliffe. J.L. Farentinos, R.C. 1985. Plyometrics Explosive Training Illinois: Publisher Inc.
Kinetics
Sajoto, M. 2002. Peningkatan dan Pembinaan Kekuatan Kondisi Fisik. Semarang: Effhar dan Dahara Prize. Sastroasmoro, S., Ismael, S. 2010. Dasar-Dasar Metodelogi Penelitian Klinis. Edisi Ketiga. Jakarta: CV. Sagung Seto. Soepartono, 1990. Superkopensasi Dalam Proses Berlatih melatih. Yogyakarta: Seminar Kepelatihan dan Kongres IAIFI – PPKORI. Soetopo, A.S. 2007. Dasar-Dasar Kepelatihan Pada Olahraga Profesional. Jakarta: Badan Pengembangan dan Pengawasan Olahraga Profesional Indonesia. Sudaryanto. 2009. Perbedaan Pengaruh Quardicep Bench Exercise Antara Beban 5 RM dan 10 RM Terhadap Peningkatan Daya Ledak Otot Tungkai. [Cited 2011 Jan 5]. Available from: http:// ikafisioterafimks.org/index. Sudiarta, W. 2011. Pelatihan Lompat Rintangan Lima Repetisi Tiga Set meningkatkan Hasil Lompat Jauh Siswa SMA Negeri-2 Amlapura (Tesis). Denpasar: Universitas Udayana. Suharno, H.P. 1993. Ilmu Kepelatihan Olahraga. Bandung: PT. Karya Ilmu. Sukarman, R. 1986. Energi dan Sistem Energi Predominan Pada Olahraga. Pusat Ilmu Olahraga. Jakarta: Koni Pusat. Tackett, C. 2009. Factors Affecting Strength, Develop Strength & Muscle. [cited 2011 Jan 10]. Available from: http//www.muscleblitz.com/index.html. Wikipedia, 2013. Mike Powell. [cited http://id.wikipedia.org/wiki/mike_powell.
2014
Mei
26].
Available
at:
Wilmore, J.H., D.L., Costil. 2008. Physiology of Sports and Exercise, 3th edition. Champaign: Human Kinetics.
LAMPIRAN-2 DATA HASIL PENGUKURAN KARAKTERISTIK FISIK SUBJEK
KELOMPOK-1 No
Nama
Lari 2,4 K
T Sis (mmHg)
T. Dia (mmHg)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
AP FM AY MKB WS SY CAS ADY NW YDA
11,20 11,16 11,32 10,45 10,49 11,00 11,44 11,46 11,51 11,44
121 117 114 130 113 118 122 122 130 125
78 70 62 72 94 96 82 75 69 83
Nadi PT X/mn (mt)
84 94 95 78 79 86 75 93 78 84
TB (mt)
92 98 88 98 92,3 97,5 95,5 92 91 85
165 159 145 153 162 172 170 167 170 145
BB (kg)
IMT
58,8 44,6 49,2 42,2 53,6 61,6 61,6 49,7 61,2 39,5
21,62 17,63 17,26 18,03 20,46 20,95 21,31 17,81 21,11 18,81
KELOMPOK-2 No
Nama
Lari 2,4 K
T Sis (mmHg)
T. Dia (mmHg)
Nadi X/mn
PT (mt)
TB (mt)
BB (kg)
IMT
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
AW BP MM NW HD GAA RG MS AP DN
10,50 11,20 12,09 11,25 11,40 11,10 12,05 12,02 10,60 10,48
121 121 110 125 116 128 122 130 129 133
63 92 86 95 81 90 78 81 86 79
84 89 98 94 95 79 75 77 76 89
97 93 92 93,1 93 92,4 92 98 86 82
167 173 174 160 169 177 170 170 145 150
54,8 62,2 69,8 45,0 49,8 75,6 55,0 57,2 53,4 45,6
19,63 20,80 23,04 17,54 17,46 24,15 19,00 19,79 24,43 18,81
LAMPIRAN-3 DATA LINGKUNGAN PENELITIAN
No
Suhu
Kelembaban
1
28.20
68.00
2
29.00
65.00
3
28.60
70.00
4
28.50
69.00
5
27.10
67.00
6
29.30
70.00
7
29.10
70.00
8
27.80
65.00
9
27.50
75.00
10
28.20
72.00
11
28.70
75.00
12
29.30
69.00
13
27.30
76.00
14
28.20
78.00
15
28.70
68.00
16
29.30
65.00
17
30.00
70.00
18
28.90
69.00
LAMPIRAN-4 DATA HASIL LOMPATAN
KELOMPOK-1 No
Nama
Sebelum
Sesudah
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
AP FM AY MKB WS SY CAS ADY NW YDA
3.83
4.45
3.96
4.48
3.87
4.59
4.10
4.61
3.49
3.99
4.02
4.53
4.39
4.89
3.91
4.48
3.47
3.96
3.31
3.83
KELOMPOK-2 No
Nama
Sebelum
Sesudah
1 2 3 4 5 6 7 8
AW BP MM NW HD GAA RG MS
3.71
3.99
3.88
4.15
3.43
3.74
2.99
3.27
3.69
3.98
9 10
AP DN
3.50
3.81
3.26
3.58
3.45
3.79
4.22
4.53
4.08
4.37
LAMPIRAN-5 HASIL ANALISIS DATA
Descriptive Statistics N Minimum Maximum
Mean
Std. Deviation
Variance
Umur Klp-1
10
13.00
14.00
13.7800
0.29364
0.086
Umur Klp-2
10
13.10
14.00
13.7200
0.26998
0,073
Tekanan Sistolik Klp-1
10
113.00
130.00 121.1000
5.93390
35.211
Tekanan Sistolik Klp-2
10
110.00
133.00 123.5000
6.98013
48.722
Tekanan Diastolik Klp-1
10
62.00
96.00
78.1000
10.88781
118.544
Tekanan Diastolik Klp-2
10
63.00
95.00
83.1000
9.07316
82.322
Frek. Denyut Nadi Klp-1
10
75.00
95.00
84.6000
7.30601
53.378
Frek. Denyut Nadi Klp-2
10
75.00
98.00
85.4000
8.50098
72.267
Panjang Tungkai Klp-1
10
85.00
98.00
92.9300
4.37088
19.105
Panjang Tungkai Klp-2
10
82.00
98.00
91.8500
4.71575
22.238
Tinggi Badan Klp-1
10
145.00
172.00 161.2000
9.44928
89.289
Tinggi Badan Klp-2
10
145.00
177.00 165.5000
10.57513
111.833
Berat Badan Klp-1
10
39.50
61.60
52.1960
8.41177
70.758
Berat Badan Klp-2
10
45.00
75.60
56.8400
9.91197
98.247
Indeks Massa Tubuh Klp-1
10
17.26
21.62
19.4990
1.74465
3.044
Indeks Massa Tubuh Klp-2
10
17.46
25.43
20.7160
2.68777
7.224
Kebugaran Fisik Klp-1
10
10.45
11.51
11.1470
.39064
.153
Kebugaran Fisik Klp-2
10
10.48
12.09
11.2690
.62896
.396
Tes Awal Lari Lompat di Pasir
10
3.31
4.39
3.8350
.32708
.107
Tes Awal Lari Rintangan
10
2.99
4.22
3.6210
.37388
.140
Tes Akhir Lari Lompat di Pasir
10
3.83
4.89
4.3810
.33920
.115
Tes Akhir Lari Rintangan
10
3.27
4.53
3.9210
.37051
.137
Valid N (listwise)
10
Descriptive Statistics N
Minimum
Maximu m
Mean
Std. Deviation
Variance
Suhu
18
27.10
30.00
28.5389
.77318
.598
Kelembaban
18
65.00
78.00
70.0556
3.82672
14.644
Valid N (listwise)
18
Tests of Normality Kolmogorov-Smirnova Statistic
df
Sig.
Shapiro-Wilk Statistic
df
Sig.
Tes Awal Lari Lompat di Pasir
.194
10
.200*
.953
10
.707
Tes Awal Lari Rintangan
.127
10
.200*
.982
10
.974
Tes Akhir Lari Lompat di Pasir
.281
10
.025
.891
10
.173
Tes Akhir Lari Rintangan
.126
10
.200*
.983
10
.979
a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance.
T-Test
Paired Samples Statistics
Mean
N
Std. Deviation
Std. Error Mean
Pair 1 Tes Awal Lari Lompat di Pasir
3.8350
10
.32708
.10343
Tes Akhir Lari Lompat di Pasir
4.3810
10
.33920
.10726
Pair 2 Tes Awal Lari Rintangan
3.6210
10
.37388
.11823
Tes Akhir Lari Rintangan
3.9210
10
.37051
.11717
Paired Samples Correlations N
Correlation
Sig.
Pair 1
Tes Awal Lari Lompat di Pasir & Tes Akhir Lari Lompat di Pasir
10
.977
.000
Pair 2
Tes Awal Lari Rintangan & Tes Akhir Lari Rintangan
10
.998
.000
Paired Samples Test Paired Differences 95% Confidence Interval of the Difference
t
df
Sig. (2tailed)
Std. Deviatio Mean n
Std. Error Mean
Lower
Upper
Pair 1
Tes Awal Lari Lompat di Pasir - Tes Akhir Lari Lompat di Pasir
-.54600 .07276
.02301
-.59805
-23.732 .49395
9
.000
Pair 2
Tes Awal Lari Rintangan Tes Akhir Lari Rintangan
-.30000 .02160
.00683
-.31545
-43.916 .28455
9
.000
Group Statistics Kelompok
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
Lompatan Awal Kelompok-1
10
3.8350
.32708
.10343
Kelompok-2
10
3.6210
.37388
.11823
Lompatan Akhir Kelompok-1
10
4.3810
.33920
.10726
Kelompok-2
10
3.9210
.37051
.11717
Independent Samples Test t-test for Equality of Means Levene's Test for Equality of Variances
Lompata Equal variances assumed n Awal
95% Confidence Interval of the Difference
F
Sig.
T
df
.270
.609
1.362
18
Sig. Mean (2- Differenc Std. Error tailed) e Difference Lower .190
.21400
.15709
Upper
.54403 .11603
Equal variances not assumed Lompata Equal variances assumed n Akhir Equal variances not assumed
.013
.909
1.362 17.687 .190
.21400
.15709
.54445 .11645
2.896
.010
.46000
.15885
.12627 .79373
2.896 17.861 .010
.46000
.15885
.12608 .79392
18
LAMPIRAN-6 PERALATAN PENELITIAN
Peralatan Penelitian
LAMPIRAN 7 DOKUMEN PENELITIAN
Foto Pelatih Memberikan Pengarahan
Foto pengukuran Tekanan Darah
Foto Pemanasan
Foto lari 2,4 KM
Foto Pengukuran Tinggi Badan
Foto Pengukuran Berat Badan
Foto Pelatihan Lari Lompat di Pasir
Foto lari Lompat Rintangan
Foto Pengukuran Hasil Lompatan