PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
HIPOTESIS KONTINUUM SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains Program Studi Matematika
Oleh: R. Pudji Tursana NIM: 943114004 NIRM: 940051122808120004
PROGRAM STUDI MATEMATIKA JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2002
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
“ ... dipersembahkan untuk para pengungsi yang terlupakan, yang hingga saat ini masih di tanah asing, dan mengenali kata “rumah”, sebagai sebuah mimpi, citacita, dan harapan.... “
iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pernyataan Keaslian Karya Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam Daftar Pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 1 April 2002 Penulis R. Pudji Tursana
v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRAK Himpunan A dikatakan mempunyai kardinalitas (bilangan kardinal) yang sama dengan himpunan B, yaitu ⏐A⏐ = ⏐B⏐, jika A berkorespondensi satu-satu dengan B. Kardinalitas himpunan hingga adalah banyaknya elemen dalam himpunan tersebut. Kardinalitas himpunan takhingga didasarkan pada sifat tercacah atau taktercacahnya himpunan tersebut. Pada himpunan tercacah B, ⏐B⏐ = ⏐R⏐ = c. Kardinalitas himpunan taktercacah disebut kardinalitas kontinuum. Suatu hubungan antara c dan ℵ 0 adalah c = 2 ℵ0 . Timbul suatu dugaan bahwa tidak ada bilangan kardinal x sedemikian hingga ℵ 0 < x < c. Dugaan ini pertama kali dicetuskan oleh George Cantor dan kemudian diberi nama Hipotesis Kontinuum. Hipotesis Kontinuum Umum menyatakan bahwa ℵ n +1 = 2 ℵ0 , yaitu selalu dapat ditemukan bilangan kardinal yang lebih besar dari bilangan kardinal yang diberikan.
viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRACT Two sets A and B are said to have the same cardinality (cardinal number), which is written ⏐A⏐ = ⏐B⏐, if there exists a one-to-one correspondence between A and B. Cardinality of a finite set is the number of elements of the set. Cardinality of an infinite set is depending on the denumerable or non-denumerable property of the set. A denumerable set B has ⏐B⏐ = ⏐R⏐ = c. The cardinality of a nondenumerable set is called continuum cardinality. The relation between c and ℵ 0 is c = 2 ℵ0 . There is a conjecture that there is no cardinal x such that ℵ 0 < x < c. George Cantor is the first person who proposed the conjecture which is later called Continuum Hypothesis. The Generalized Continuum Hypothesis notes that ℵ n +1 = 2 ℵ0 , i.e. there is always a greater cardinal number than a given one.
ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KATA PENGANTAR
Saya mengucapkan syukur yang sebesar-besarnya kepada Tuhan Yang Maha Rahim untuk segala keajaiban yang diberikan kepada saya dalam usaha menyelesaikan skripsi ini. Topik yang saya pilih untuk skripsi ini pun tidak terlepas dari campur tangan dan persetujuanNya. Tujuan saya menulis skripsi ini selain untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar akademis, adalah untuk belajar bagaiamana menulis ilmiah dengan baik dan benar. Saya juga bersyukur untuk setiap orang yang dikirimNya kepada saya sebagai orang tua, guru, saudara, sahabat, teman seperjalanan, dan teman sekerja. Penghargaan dan rasa terima kasih yang sangat besar saya berikan kepada mereka. 1. Papa Mama Boni Tatang yang telah menghadirkan saya ke dunia ini dengan segala talenta yang saya miliki sampai saat ini. 2. Bapak Drs. Y. Eka Priyatma, M. Sc. sebagai Dekan Fakultas MIPA. 3. Romo Dr. F. Susilo, SJ sebagai Dosen Wali dan Dosen Pembimbing Skripsi yang telah membimbing penulisan skripsi ini dengan sabar. 4. Ibu M. V. Ani Herawati, M. Si. sebagai Dosen Pembimbing Skripsi yang telah membimbing penulisan skripsi ini dalam proses penyelesaian dengan sabar. 5. Ibu Dra. Maria Agustiani, M.Si. yang telah bertindak sebagai Guru, Ibu, dan Sahabat, yang menemani saya dalam saat-saat sulit.
x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6. Ibu P. H. Prima Rosa, M. Sc. yang telah meletakkan dasar keteguhan hati bagi saya sebagai pembelajar pada masa awal perkuliahan saya. 7. Bapak Ir. Ign. Aris Dwiatmaka, M. Sc. yang telah bertindak sebagai Guru, pemberi energi positif, dan Sahabat yang selalu memberi semangat. 8. Bapak Prof. R. Soemantri yang dengan sangat sabar membantu kelancaran kuliah saya. 9. Hongky Julie yang telah membantu saya dalam proses belajar menjelang ujian dengan rendah hati dan sabar. 10. Sr. Benedict, CB sebagai Ibu dan Sahabat yang telah menunggu dengan sabar proses pendidikan saya. 11. Komunitas FCJ yang telah menemani saya dalam suka duka pengenalan diri. 12. Komunitas Syantikara dan PSP Pingit sebagai tempat saya belajar tentang hidup dan menjadi dewasa. 13. Para sahabat: Ike, Ika, Dian, Eva, Bulan, Sekar, Sukma, dan Fajar yang telah menemani saya dalam suka dan duka dan selalu memberikan energi positif . 14. Tia untuk selalu menjadi adik yang baik dan sabar dalam suka dan duka. 15. Ari yang selalu menjadi semangat, menemani, dan menerima setiap perubahan saya.
xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16. Agus Supriyadi yang menjadi teman “Emausan” dan membantu saya kembali kepada rantai komitmen yang lebih tepat. 17. Komunitas Jesuit Refugee Service (JRS) Indonesia yang telah memberi kesempatan dan ruang bagi saya untuk belajar lebih dalam tentang hidup dan sejarah manusia. 18. Staff dan karyawan kesekretariatan MIPA dan Perpustakaan Universitas Sanata Dharma, yang telah memberi bantuan peminjaman pustaka dalam suasana yang bersahabat. 19. Semua saja yang telah membantu saya dalam proses pendidikan saya. Saya menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih belum sempurna. Untuk itu kritik dan saran yang membangun saya harapkan demi perbaikan skripsi ini. Harapan saya, skripsi ini dapat memberi manfaat khususnya bagi para pemerhati matematika.
Penulis
xii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL................................................................................................ i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................................... ii HALAMAN PENGESAHAN................................................................................ iii HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................................ iv PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ..................................................................v HAK CIPTA .......................................................................................................... vi ABSTRAK ............................................................................................................ vii ABSTRACT......................................................................................................... viii KATA PENGANTAR ........................................................................................... ix DAFTAR ISI......................................................................................................... xii BAB I. PENDAHULUAN .......................................................................................1 1. Latar Belakang .............................................................................................1 2. Rumusan Masalah ........................................................................................2 3. Tujuan Penulisan..........................................................................................2 4. Manfaat Penulisan........................................................................................2 5. Metode Penulisan .........................................................................................2 BAB II. HIMPUNAN, RELASI DAN FUNGSI .....................................................3 1. Konsep Dasar Teori Himpunan....................................................................3 2. Produk Kartesius, Relasi, dan Fungsi ........................................................10 3. Sistem Aljabar dan Homomorfisma...........................................................27 BAB III. HIMPUNAN TERCACAH ....................................................................31 1. Himpunan Hingga dan Himpunan Takhingga ...........................................31
xiii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2. Himpunan Tercacah dan Himpunan Terbilang ..........................................32 3. Himpunan Kuasa........................................................................................48 BAB IV. HIPOTESIS KONTINUUM...................................................................57 1. Bilangan Kardinal ......................................................................................57 2. Hipotesis Kontinuum .................................................................................62 BAB V. PENUTUP................................................................................................65 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................67
xiv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Himpunan adalah kumpulan obyek-obyek yang berbeda. Himpunan kuasa dari himpunan A adalah himpunan semua himpunan bagian dari A, dan ditulis ℘[A]. Selanjutnya, dapat dibentuk himpunan kuasa dari ℘[A], himpunan kuasa dari ℘[℘[A]], .... Pada himpunan hingga, jumlah elemen dari ℘[A] hingga dan pada himpunan takhingga jumlah elemen dari ℘[A] takhingga. Bilangan kardinal dari himpunan hingga A menyatakan jumlah elemen A. Secara umum bilangan kardinal dari himpunan A sebarang adalah sama dengan bilangan kardinal dari himpunan yang berkorespondensi satu-satu dengannya. Bilangan kardinal dari ℘[A] selalu lebih besar dari bilangan kardinal A. Jika diberikan N = {1,2,3,4,5,....}, maka bilangan kardinal dari ℘[N] sama dengan bilangan kardinal dari himpunan semua bilangan real atau semua titik pada sebuah garis lurus. Oleh karena itu ℘[N] disebut bilangan kardinal dari dari kontinuum. Hipotesis kontinuum mengatakan bahwa tidak ada bilangan kardinal x sedemikian hingga ⏐N⏐ < x < ⏐R⏐. Dalam skripsi pembahasan hipotesis kontinumm dibatasi hanya sampai pada proses pemunculan ide hipotesis kontinuum tersebut.
1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2. Rumusan Masalah Pokok permasalahan yang akan dibahas dalam tulisan ini dirumuskan sebagai berikut: -
Apakah yang dimaksud dengan hipotesis kontinuum?
-
Bagaimana proses terjadinya (munculnya) hipotesis kontinuum?
-
Bagaimana keberadaan hipotesis kontinuum sampai saat ini?
3. Tujuan Penulisan Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk memahami bagaimana proses terjadinya suatu hipotesis, yang dalam hal ini adalah hipotesis kontinuum, dan untuk memahami konsep teori himpunan dan himpunan tercacah lebih mendalam. 4. Manfaat Penulisan Dengan
mempelajari
proses
terjadinya
hipotesis
kontinuum lalu
menuliskannya diperoleh manfaat sebagai berikut: -
Penulis semakin memahami konsep teori himpunan dan himpunan tercacah.
-
Penulis menjadi paham dengan proses bagaimana sebuah hipotesis terjadi.
-
Penulis menjadi paham bagaimana menulis suatu tulisan ilmiah.
5. Metode Penulisan Untuk menulis skripsi ini digunakan metode studi pustaka, yaitu mempelajari materi-materi terkait yang terdapat pada beberapa buku acuan.
2
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB II HIMPUNAN, RELASI, DAN FUNGSI
Pada Bab II ini dibahas materi dasar teori himpunan. Pembahasan dimulai dari konsep-konsep dasar teori himpunan dan operasi-operasinya. Lalu ditinjau Produk Kartesius, relasi, dan fungsi, dan akhirnya sistem aljabar dan homomorfisma. 1. Konsep Dasar Teori Himpunan Sekotak kapur, sekaleng permen, dan sekeranjang buah-buahan adalah contoh himpunan. Pada matematika suatu himpunan didefinisikan dengan menyatakan syarat keanggotaannya. Anggota suatu himpunan disebut unsur atau elemen. Terdapat beberapa cara untuk mendefinisikan suatu himpunan: 1. Dengan menuliskan anggota-anggotanya. Contoh: A = {1,2,3,4}. 2. Dengan menggunakan notasi pembentuk himpunan. Contoh: A = {x ⏐1 ≤ x ≤ 4}. 3. Dengan menggunakan ungkapan deskriptif verbal. Contoh: A = {bilangan asli dari satu sampai empat}. Untuk menyatakan keanggotaan suatu himpunan digunakan notasi ∈, sedangkan notasi ∉ digunakan untuk menyatakan bahwa suatu obyek bukan elemen suatu himpunan.
3
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Selain hubungan keanggotaan di atas, ada prinsip mendasar lain yaitu prinsip kesamaan dua himpunan. Jika himpunan A sama dengan himpunan B ditulis A = B. Jika tidak sama ditulis A ≠ B. Jika A = B maka setiap elemen dari A adalah elemen dari B dan sebaliknya. Demikian pula jika himpunan A dan himpunan B memiliki elemen yang sama maka A = B. Prinsip ini dirumuskan dalam sebuah definisi sebagai berikut: Definisi 2.1.1: Aksioma Perluasan A = B bila dan hanya bila (∀x) [x ∈ A ⇔ x ∈ B] Perlu diketahui pula bahwa suatu himpunan dapat menjadi himpunan bagian dari himpunan lain. Definisi 2.1.2: Himpunan A disebut himpunan bagian dari himpunan B, ditulis A ⊆ B, bila dan hanya bila setiap anggota A adalah anggota B. A ⊆ B ⇔ (∀x) [x ∈ A ⇒ x ∈ B] Dari definisi tersebut diperoleh beberapa sifat, yaitu : Teorema 2.1.1: Jika A, B, dan C adalah himpunan-himpunan, maka 1. (∀A) [A ⊆ A ]
(Refleksif)
2. (∀A,B) [ A ⊆ B dan B ⊆ A ⇔ A = B ]
(Antisimetris)
3. (∀A,B,C) [ A ⊆ B dan B ⊆ C ⇒ A = C ]
(Transitif)
4
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Bukti: 1. Akan dibuktikan: (∀A) [A ⊆ A]. Andaikan A ⊄ A, maka ada paling sedikit satu x ∈ A dan x ∉ A. Terjadi kontradiksi, maka pengandaian salah, sehingga benar bahwa (∀A) [A ⊆ A]. Jadi terbukti bahwa A ⊆ A. 2. Akan dibuktikan: (∀A,B) [A ⊆ B dan B ⊆ A ⇔ A = B] Untuk setiap himpunan A dan B berlaku A ⊆ B dan B ⊆ A bila dan hanya bila (∀x) [x ∈ A ⇒ x ∈ B] dan (∀x) [x ∈ B ⇒ x ∈ A] bila dan hanya bila (∀x) [x ∈ A ⇔ x ∈ B] bila dan hanya bila A = B. Jadi terbukti bahwa A ⊆ B dan B ⊆ A ⇔ A = B. 3. Akan dibuktikan: (∀A,B,C) [A ⊆ B dan B ⊆ C ⇒ A = C] Diketahui A ⊆ B dan B ⊆ C. Ambil sebarang x ∈ A, maka x ∈ B. Karena diketahui bahwa B ⊆ C dan x ∈ B, maka x ∈ C, sehingga x ∈ A ⇒ x ∈ C. Jadi benar bahwa A = C. Jadi terbukti bahwa A ⊆ B dan B ⊆ C ⇒ A = C
Definisi 2.1.3: Himpunan A disebut himpunan bagian sejati dari himpunan B, ditulis A ⊂ B, bila dan hanya bila A ⊆ B dan A ≠ B.
5
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pada umumnya himpunan didefinisikan dengan menyatakan sifatnya. Misalkan Φ adalah suatu sifat obyek-obyek. Prinsip himpunan mengatakan bahwa: I. Ada paling sedikit satu himpunan yang elemen-elemennya adalah obyek-obyek dengan sifat Φ. Andaikan ada dua himpunan yang elemen-elemennya adalah sebarang obyekobyek dengan sifat Φ, maka kedua himpunan tersebut mempunyai elemen-elemen yang sama, sehingga dengan aksioma perluasan mereka adalah sama. Jadi II. Ada paling banyak satu himpunan yang elemen-elemennya adalah obyekobyek dengan sifat Φ. Dengan menggabungkan I dan II: Ada tepat satu himpunan yang elemenelemennya adalah obyek-obyek dengan sifat Φ, dilambangkan dengan { x⏐Φ (x) } dengan Φ (x) berarti “ x mempunyai sifat Φ ”. Jadi jika Φ suatu sifat, maka:
( i ) { x⏐Φ (x) } adalah sebuah himpunan, dan ( ii ) (∀y) [ y ∈ { x⏐Φ (x) } ⇔ Φ (y) ] Andaikan A = { x⏐Φ (x) } dan B = { x ⏐Ψ (x) }, maka berlaku: A = B ⇔ ∀ x [ Φ (x) ⇔ Ψ (x) ]
6
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
A ⊆ B ⇔ ∀ x [ Φ (x) ⇒ Ψ (x) ] Andaikan Φ (x) adalah x ≠ x sedemikian hingga dapat dibentuk suatu himpunan {x⏐x ≠ x}. Himpunan ini tidak mempunyai elemen sebab tidak ada himpunan yang elemennya tidak sama dengan elemen itu sendiri. Jadi ada tepat satu himpunan yang tidak mempunyai elemen yang disebut himpunan kosong dan dilambangkan dengan φ. Teorema 2.1.2: Himpunan kosong adalah himpunan bagian dari sebarang himpunan yaitu (∀A) [φ ⊆ A]. Bukti: Diberikan himpunan A. Andaikan φ ⊄ A, maka ada elemen dalam φ tetapi tidak dalam A. Padahal φ tidak mempunyai elemen, sehingga terjadi kontradiksi. Pengandaian salah, sehingga φ ⊆ A. Jadi terbukti ∀ A [ φ ⊆ A ].
Diberikan himpunan A dan himpunan B, maka gabungan dari himpunan A dan himpunan B, ditulis A ∪ B, didefinisikan sebagai himpunan yang elemenelemennya terdiri dari elemen-elemen himpunan A atau himpunan B. Dengan kata lain: A∪B={x⏐x∈A∨x∈B}
7
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Sedangkan irisan dari himpunan A dan himpunan B, ditulis A ∩ B, didefinisikan sebagai himpunan yang elemen-elemennya terdiri dari elemen-elemen himpunan A dan himpunan B. Dengan kata lain: A∩B={x⏐x∈A∧x∈B} Sifat-sifat yang berlaku pada operasi gabungan dan irisan himpunan adalah sebagai berikut: 1. A ∪ φ = A ; A ∩ φ = φ 2. A ∪ B = B ∪ A ; A ∩ B = B ∩ A
(Komutatif)
3. (A ∪ B) ∪ C = A ∪ (B ∪ C) ; (A ∩ B) ∩ C = A ∩ (B ∩ C) (Asosiatif) 4. A ∪ A = A ; A ∩ A = A
(Idempotan)
5. A ⊆ B bila dan hanya bila A ∪ B = B bila dan hanya bila A ∩ B = A. 6. A ∩ (B ∪ C) = (A ∩ B) ∪ (A ∩ C) ; A ∪ (B ∩ C) = (A ∪ B) ∩ (A ∪ C) (Distributif) Jika A ∩ B = φ maka dikatakan bahwa himpunan A dan himpunan B saling asing. Selisih antara himpunan A dengan himpunan B, ditulis A – B, didefinisikan sebagai berikut: Definisi 2.1.4: A – B = {x⏐x ∈ A ∧ x ∉ B}
8
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Selisih antara himpunan semesta pembicaraan S dengan himpunan A, ditulis A c , disebut komplemen dari A, didefinisikan sebagai berikut: Definisi 2.1.5: A c = S – A = { x ⏐ x ∈ S ∧ x ∉ A } = { x ⏐ x ∉ A } Sifat-sifat yang berlaku pada operasi komplemen adalah: 1. (A c )
c
=A
2. a. φ c = S ; S c = φ b. A ∩ A c = φ ; A ∪ A c = S di mana S adalah himpunan semesta. 3. A ⊆ B bila dan hanya bila B c ⊆ A c 4. (A ∪ B) c = A c ∩ B c ; (A ∩ B) c = A c ∪ B c
(Hukum De Morgan)
Keluarga himpunan adalah himpunan yang elemen-elemennya adalah himpunan-himpunan. Digunakan himpunan indeks I = {1,2,3,..., n} untuk menunjukkan setiap elemennya. Misalkan A 1 , A 2 , A 3 , ..., A n adalah himpunanhimpunan terindeks dengan I = {1,2,3,...,n} adalah himpunan indeks. Gabungan dan irisan dari himpunan-himpunan ini didefinisikan sebagai berikut: Definisi 2.1.6: Diberikan keluarga himpunan A = { A 1 , A 2 , A 3 , ..., A n }, dengan
A 1 , A 2 , A 3 , ..., A n masing-masing adalah himpunan, maka:
n
1. U A i = { x ⏐(∃ i ∈ I) x ∈ A i } i =1
9
I = {1,2,3,...,n}
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
n
2. I A i = { x ⏐(∀ i ∈ I) x ∈ A i } i =1
I = {1,2,3,...,n}
2. Produk Kartesius, Relasi, dan Fungsi Produk Kartesius A × B dari himpunan A dan himpunan B didefinisikan sebagai himpunan semua pasangan terurut (a,b) dengan a ∈ A dan b ∈ B. Definisi 2.2.1: A × B = { (a,b) ⏐ a ∈ A ∧ b ∈ B } Teorema 2.2.1: Produk Kartesius bersifat distributif terhadap operasi gabungan dan irisan: A × ( B ∪ C ) = ( A × B) ∪ ( A × C ) A × ( B ∩ C ) = ( A × B) ∩ ( A × C )
Bukti: 1. Akan ditunjukkan: A × ( B ∪ C ) = ( A × B ) ∪ ( A × C ) (⇒) Ambil sebarang (a,b) ∈ A × ( B ∪ C ) , maka a ∈ A dan b ∈ (B ∪ C). Karena b ∈ (B ∪ C), maka b ∈ B atau b ∈ C. Jika b ∈ B, maka a ∈ A dan b ∈ B, sehingga (a,b) ∈ ( A × B ) . Jika b ∈ C, maka a ∈ A dan b ∈ C, sehingga (a,b) ∈ ( A × C ) . Jadi (a,b) ∈ ( A × B ) atau (a,b) ∈ ( A × C ) , sehingga (a,b) ∈ [ ( A × B ) ∪ ( A × C ) ]. Jadi A × ( B ∪ C ) ⊆ ( A × B ) ∪ ( A × C )
10
.... (1)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(⇐) Ambil sebarang (a,b) ∈ ( A × B ) ∪ ( A × C ) , maka (a,b) ∈ ( A × B ) atau (a,b) ∈ ( A × C ) , sehingga (a ∈ A dan b ∈ B) atau (a ∈ A dan b ∈ C). Oleh karena itu a ∈ A dan (b ∈ B atau b ∈ C), sehingga a ∈ A dan b ∈ (B ∪ C). Berdasarkan Definisi 2.2.1, maka (a,b) ∈ A × ( B ∪ C ) . Jadi ( A × B ) ∪ ( A × C ) ⊆ A × ( B ∪ C ) .
.... (2)
Dari (1) dan (2) terbukti: A × ( B ∪ C ) = ( A × B ) ∪ ( A × C ) . 2. Akan ditunjukkan: A × ( B ∩ C ) = ( A × B ) ∩ ( A × C ) (⇒) Ambil sebarang (a,b) ∈ A × ( B ∩ C ) , maka a ∈ A dan b ∈ (B ∩ C). Karena b ∈ (B ∩ C), maka b ∈ B dan b ∈ C, sehingga a ∈ A dan b ∈ B. Oleh karena itu (a,b) ∈ ( A × B ) , dan a ∈ A dan b ∈ C, sehingga (a,b) ∈ ( A × C ) , maka (a,b) ∈ ( A × B ) dan (a,b) ∈ ( A × C ) , sehingga (a,b) ∈ ( A × B ) ∩ ( A × C ) .
Jadi A × ( B ∩ C ) ⊆ ( A × B ) ∩ ( A × C ) .
.....(1)
(⇐) Ambil sebarang (a,b) ∈ ( A × B ) ∩ ( A × C ) , maka (a,b) ∈ ( A × B ) dan (a,b) ∈ ( A × C ) , sehingga (a ∈ A dan b ∈ B) dan (a ∈ A dan b ∈C). Oleh karena itu a ∈ A dan (b ∈ B dan b ∈C), sehingga a ∈ A
11
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dan b ∈ (B ∩ C). Berdasarkan Definisi 2.2.1, maka (a,b) ∈ A × ( B ∩ C ) . Jadi ( A × B ) ∩ ( A × C ) ⊆ A × ( B ∩ C )
Dari (1) dan (2) terbukti: A × ( B ∩ C ) = ( A × B ) ∩ ( A × C )
....(2)
Kesamaan pasangan terurut didefinisikan sebagai berikut: Definisi 2.2.2: (a,b) = (c,d) bila dan hanya bila a = c dan b = d. Jika diberikan himpunan X dan himpunan Y, maka relasi biner R antara elemenelemen himpunan X dan elemen-elemen himpunan Y adalah suatu himpunan bagian dari X × Y . Definisi 2.2.3: R adalah relasi biner antara elemen-elemen X dan elemen-elemen Y bila dan hanya bila R ⊆ X × Y . Kalimat (x,y) ∈ R seringkali ditulis dengan notasi xRy atau R(x,y) dan dibaca x berelasi dengan y. Relasi biner pada himpunan X adalah himpunan bagian dari X × X . Definisi 2.2.4: Untuk R ⊆ X × Y didefinisikan: Dom R = { x ∈ X ⏐(∃ y ∈ Y) xRy}
(domain / daerah asal dari R)
Ran R = { y ∈ Y ⏐ (∃ x ∈ X) xRy}
(range / daerah hasil dari R)
Andaikan R adalah relasi pada himpunan H, maka:
12
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
R dikatakan bersifat refleksif bila dan hanya bila (∀ x ∈ H) xRx R dikatakan bersifat simetris bila dan hanya bila (∀ x, y ∈ H) xRy ⇒ yRx R dikatakan bersifat transitif bila dan hanya bila (∀ x, y, z ∈ H) xRy ∧ yRz ⇒ xRz Definisi 2.2.5: Suatu relasi R pada himpunan H yang tidak kosong disebut relasi ekivalensi bila dan hanya bila R bersifat refleksif, simetris, dan transitif. Relasi kongruensi modulo n pada Z adalah salah satu contoh relasi ekivalensi. Dua bilangan bulat berelasi kongruensi modulo n (di mana n adalah suatu bilangan bulat positif) bila dan hanya bila keduanya menghasilkan sisa yang sama bila dibagi n. Relasi ini dilambangkan dengan x ≡ y (mod n), dibaca “ x kongruen terhadap y modulo n ”. Jika H suatu himpunan yang tidak kosong dan R adalah suatu relasi ekivalensi pada H maka: 1. Dua eleman x, y ∈ H dikatakan ekivalen terhadap relasi R bila dan hanya bila xRy. 2. Untuk setiap x ∈ H pasti terdapat paling tidak satu elemen dalam H yang ekivalen dengan x terhadap R, yaitu x itu sendiri (karena R refleksif). Himpunan
13
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
semua elemen dalam H yang ekivalen dengan x disebut klas ekivalensi dengan wakil x, ditulis sebagai x . (∀ x ∈ H) x = {y ∈ H⏐ xRy} 3. Keluarga dari semua klas ekivalensi dari suatu himpunan H terhadap relasi ekivalensi R dinyatakan dengan H
R
= { x ⏐x ∈ H}, dan disebut H modulo R
atau H mod R. Sifat-sifat klas-klas ekivalensi dijelaskan dalam teorema berikut: Teorema 2.2.2: Jika R adalah suatu relasi ekivalensi pada himpunan H, maka (∀ x, y ∈ H) x = y bila dan hanya bila xRy.
Bukti: (⇒) Diketahui bahwa R adalah relasi ekivalensi pada himpunan H dan x, y ∈ H. Andaikan x = y . Akan ditunjukkan xRy. Karena R refleksif, maka berlaku yRy, sehingga y ∈ y . Karena x = y , maka y ∈ x . Jadi xRy. (⇐) Andaikan xRy. Akan ditunjukkan x = y . Ambil sebarang z ∈ y , maka yRz, sehingga diperoleh xRy dan yRz. Karena R transitif, maka berlaku xRz. Jadi z ∈ x , sehingga z ∈ y ⇒ z ∈ x , maka y ⊆ x . .......(1)
14
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Sekarang andaikan z ∈ x , maka xRz. Karena xRy dan R simetris, maka berlaku yRx, sehingga diperoleh yRx dan xRz. Karena R transitif, maka berlaku yRz. Jadi z ∈ y , sehingga z ∈ x ⇒ z ∈ y , maka x ⊆ y .
.......(2) Dari (1) dan (2) terbukti bahwa x = y Jadi terbukti (∀ x, y ∈ H) x = y bila dan hanya bila xRy.
Teorema 2.2.3: Klas-klas ekivalensi yang terbentuk dari suatu relasi ekivalensi R pada himpunan tidak kosong H bersifat sebagai berikut: 1. (∀ x ∈ H) x ≠ φ 2. (∀ x, y ∈ H) x ∩ y ≠ φ ⇒ x = y
Bukti: 1. Ambil sebarang x ∈ H. Karena R relasi ekivalensi, maka R refleksif sehingga xRx. Jadi x ∈ x . Terbukti x ≠ φ. 2. Akan ditunjukkan: x ∩ y ≠ φ ⇒ x = y . Ambil sebarang z ∈ ( x ∩ y ) ≠ φ, maka z ∈ x dan z ∈ y , sehingga berlaku xRz dan yRz. R bersifat simetris, maka zRy. R bersifat transitif dan xRz dan zRy, maka xRy. Dengan Teorema 2.2.2 diperoleh x = y . Terbukti (∀ x, y ∈ H) x ∩ y ≠ φ ⇒ x = y
15
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Relasi ekivalensi pada suatu himpunan H berkaitan erat dengan partisi dari himpunan H. Partisi dari H adalah keluarga himpunan bagian dari H yang tidak kosong dan saling asing yang gabungannya adalah H. Himpunan bagian dari H yang elemennya dari partisi disebut sel dari partisi. Hubungan erat ini ditunjukkan lewat teorema di bawah ini. Teorema 2.2.4: Relasi Ekivalensi dan Partisi 1. Setiap relasi ekivalensi R yang didefinisikan pada himpunan takkosong H membangkitkan satu partisi P pada H. 2. Untuk setiap partisi P pada H ada suatu relasi ekivalensi R yang didefinisikan pada H. Bukti: 1. Andaikan H suatu himpunan yang tidak kosong dan R adalah suatu relasi ekivalensi yang didefinisikan pada H. Akan diperlihatkan bahwa H
R
,
yaitu himpunan klas-klas ekivalensi dari H yang diakibatkan oleh R, adalah suatu partisi dari H. H
R
= { x ⏐ x ∈ H} dengan x = {y⏐y ∈ H ∧ xRy}
Akan ditunjukkan: a. Setiap klas tidak kosong. b. Klas-klas yang berbeda saling asing.
16
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
c. Gabungan dari semua klas adalah himpunan H. a. Dalam Teorema 2.2.3 no. 1, telah dibuktikan bahwa setiap klas ekivalensi tidak kosong. b. Telah dibuktikan dalam Teorema 2.2.3 no. 2 bahwa (∀x, y ∈ H) x ∩ y ≠ φ ⇒ x = y , sehingga (∀x, y ∈ H) x ≠ y ⇒ x ∩ y = φ
(kontraposisi). Jadi klas-klas yang berbeda saling asing. c. Ambil sebarang z ∈ H. Karena z ∈ z , maka z adalah elemen dari gabungan semua klas ekivalensi. Jadi H adalah himpunan bagian dari gebungan semua klas ekivalensi. Jelas bahwa gabungan dari semua klas ekivalensi adalah himpunan bagian dari H. Jadi gabungan semua klas ekivalensi dari H adalah himpunan H. 2. Andaikan P suatu partisi dari H, di mana P = { H δ ⏐δ ∈ Δ, untuk suatu himpunan indeks Δ}. Akan ditunjukkan bahwa ada suatu relasi ekivalensi pada H yang berkaitan dengan P. Didefinisikan suatu relasi R pada H sebagai berikut (∀x, y ∈ H) xRy bila dan hanya bila (∃δ ∈ Δ) (x ∈ H δ ∧ y ∈ H δ ). Artinya x berelasi dengan y bila dan hanya bila x dan y berada dalam sel yang sama. Akan ditunjukkan bahwa R bersifat refleksif, simetris, dan transitif. i.
Setiap x ∈ H berada pada suatu sel, sehingga (∃δ ∈ Δ) ( x ∈ H δ ∧ x ∈ H δ ). Jadi xRx, yaitu R bersifat refleksif.
17
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii.
Andaikan xRy, maka (∃δ ∈ Δ) (x ∈ H δ ∧ y ∈ H δ ), sehingga (∃δ ∈ Δ) (y ∈ H δ ∧ x ∈ H δ ), yaitu yRx. Jadi R bersifat simetris.
iii.
Andaikan xRy dan yRz, maka sel H δ ∈ P, sehingga x, y ∈ H δ , dan ada sel H r ∈ P, sehingga y, z ∈ H r . Jadi y ∈ H δ dan y ∈
H r , yaitu H δ ∩ H r ≠ φ. Karena P adalah partisi dari H, maka H δ = H r . Jadi x, y, dan z berada dalam sel yang sama, sehingga xRz. Jadi R bersifat transitif. Dari i, ii, dan iii terbukti bahwa R adalah relasi ekivalensi pada H. Terbukti untuk setiap partisi P pada H ada suatu relasi ekivalensi R yang
didefinisikan pada H.
Salah satu relasi biner yang khusus adalah relasi urutan. Ada dua macam relasi urutan yang dapat didefinisikan pada himpunan: 1. Relasi urutan Parsial Andaikan S adalah suatu himpunan dan R adalah suatu relasi biner pada S. Relasi R disebut relasi urutan parsial pada S bila dan hanya bila 1. R refleksif:
(∀ a ∈ S) aRa
2. R antisimetris:
(∀ a, b ∈ S) aRb ∧ bRa ⇒ a = b
18
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3. R transitif:
(∀ a, b, c ∈ S) aRb ∧ bRc ⇒ aRc
Jika S adalah himpunan yang tidak kosong dan S mempunyai relasi urutan parsial R yang didefinisikan padanya, maka pasangan terurut (S,R) disebut himpunan terurut parsial (poset). Jika (S,R) adalah suatu poset maka dua elemen a dan b dikatakan terbanding bila dan hanya bilsa aRb atau bRa (atau keduanya, yang berarti a = b). Perlu diperhatikan tidak semua elemen dalam poset itu terbanding. 2. Relasi Urutan Total Andaikan S adalah suatu himpunan dan R adalah suatu relasi biner pada S. Relasi R disebut relasi urutan total pada S bila dan hanya bila R adalah suatu relasi urutan parsial yang mempunyai sifat (∀a, b ∈ S) aRb ∨ bRa. Perbedaan utama dari relasi urutan parsial dan relasi urutan total pada himpunan S adalah pada keterbandingan dari elemen-elemen pada S. Pada relasi urutan total setiap pasang elemen pasti terbanding, sedangkan pada relasi urutan parsial tidak setiap pasang elemen terbanding. Selain relasi-relasi yang disebutkan di atas, ada sebuah relasi khusus yang penting yaitu fungsi. Relasi ini didefinisikan dari himpunan A ke himpunan B. Definisi 2.2.6: Suatu fungsi dari himpunan A ke himpunan B, ditulis f : A → B, adalah suatu relasi biner dari A ke B (yang berarti suatu himpunan bagian dari A × B ) yang memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
19
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1. Eksistensi: (∀x ∈ A) (∃y ∈ B) (x,y) ∈ f . Artinya: setiap elemen dalam A berelasi dengan satu elemen dalam B. 2. Keunikan: (∀( x1 , y1 ), ( x2 , y 2 ) ∈ f ) x1 = x 2 ⇒ y1 = y 2 .
Artinya: setiap satu elemen dalam A hanya berelasi dengan satu elemen dalam B.
Domain (daerah asal) dari fungsi f adalah himpunan semua komponen pertama dari pasangan terurut (x,y) ∈ f. Elemen-elemen dalam domain disebut prabayangan. Daerah asal suatu fungsi f dilambangkan dengan Dom f. Range (daerah hasil) dari fungsi f adalah himpunan semua komponen kedua dari pasangan terurut (x,y) ∈ f. Elemen-elemen dalam daerah hasil disebut bayangan. Daerah hasil suatu fungsi f dilambangkan dengan Ran f. Pada pembahasan fungsi, penulisan (x,y) ∈ f dapat diganti dengan f(x) = y, di mana x adalah prabayangan dan y adalah bayangannya. Dengan menggunakan lambang ini fungsi dapat didefinisikan sebagai berikut: Definisi 2.2.7: Suatu fungsi dari A ke B, ditulis f : A → B, adalah suatu relasi biner dari A ke B yang memenuhi syarat sebagai berikut: 1. Eksistensi: (∀x ∈ A) (∃y ∈ B) f(x) = y 2. Keunikan: (∀x,y ∈ A) x = y ⇒ f(x) = f(y)
20
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Definisi 2.2.8: Dua fungsi f dan fungsi g dikatakan sama bila dan hanya bila: 1. Dom f = Dom g 2. (∀x ∈ Dom f) f(x) = g(x) Fungsi disebut juga pemetaan. Beberapa pemetaan khusus: Definisi 2.2.9: Pemetaan Onto (Surjektif) Suatu pemetaan f : A → B disebut pemetaan onto (surjektif) bila dan hanya bila (∀y ∈ B) (∃x ∈ A) f(x) = y. Definisi 2.2.10: Pemetaan Satu-satu (Injektif) Suatu pemetaan f : A → B disebut pemetaan satu-satu (injektif) bila dan hanya bila (∀ x1 , x 2 ∈ A) f( x1 ) = f( x 2 ) ⇒ x1 = x 2 .
Definisi 2.2.11: Pemetaan Bijektif Suatu pemetaan f : A → B disebut pemetaan bijektif bila dan hanya bila pemetaan ini adalah satu-satu dan onto sekaligus. Definisi 2.2.12: Suatu pemetaan f : A → A yang didefinisikan dengan f(x) = x disebut pemetaan identitas pada A. Definisi 2.2.13: Andaikan R adalah relasi ekivalensi pada X dan X
R
= { x ⏐x ∈ X}
21
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dengan x adalah klas ekivalensi dengan wakil x. Suatu pemetaan f : X → X kanonis dari X ke X
R
R
dengan f(x) = x disebut pemetaan
.
Definisi 2.2.14: Suatu pemetaan f : A → B disebut pemetaan konstan bila dan hanya bila (∃y ∈ B) (∀x ∈ A) f(x) = y. Definisi 2.2.15: Suatu pemetaan f : B → {0,1} yang didefinisikan dengan ⎧0 untuk x ∉ B f(x) = ⎨ ⎩1 untuk x ∈ B disebut fungsi karakteristik dari B. Jika fungsi f : A → B bijektif, maka untuk setiap y ∈ B ada paling sedikit satu x ∈ A sedemikian hingga y = f(x) dan ada paling banyak satu x ∈ A sedemikian hingga y = f(x). Oleh karena itu, jika f : A → B bijektif, maka (∀y ∈ B) (∃!x ∈ A) y = f(x). Dikatakan bahwa ada korespondensi satu-satu antara elemenelemen dari A dan elemen-elemen dari B. Dalam hal ini A dan B dikatakan ekipoten dan dilambangkan dengan A ~ B. Dari gambaran di atas dapatlah didefinisikan fungsi invers yaitu:
22
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Definisi 2.2.16: Diberikan fungsi f : A → B yang bijektif.
Fungsi f
−1
: B → A dengan f
−1
(y) = x, di mana x adalah elemen
tunggal dalam A sedemikian hingga y = f(x), disebut fungsi invers dari f. Teorema 2.2.5: Diberikan fungsi bijektif f : A → B. Fungsi invers dari suatu fungsi bijektif adalah fungsi bijektif. Bukti: Diketahui f
−1
f : A → B adalah fungsi bijektif. Akan ditunjukkan bahwa
: B → A adalah fungsi bijektif. Ambil sebarang x ∈ A. Harus ditemukan
y ∈ B sedemikian hingga f 2.2.16 berarti f f
−1
−1
−1
(y) = x. Dipilih y = f(x) ∈ B. Menurut Definisi −1
(y) = x, maka (∀x ∈ A) (∃y ∈ B) f
(y) = x, sehingga
: B → A adalah fungsi surjektif. Ambil sebarang y1 , y 2 ∈ B,
sedemikian hingga f
−1
f
−1
( y1 ) = f
−1
( y 2 ). Andaikan
f
−1
( y1 ) = x1 dan
( y 2 ) = x 2 , maka x1 = x 2 , sehingga f( x1 ) = f( x 2 ), karena f adalah
fungsi. Diketahui f
−1
(y) = x ⇔ f(x) = y, sehingga
f( x 2 ) = y 2 , maka y1 = y 2 . Jadi berlaku (∀ y1 , y 2 ∈ B) f ⇒ y1 = y 2 , sehingga f adalah fungsi bijektif.
−1
f( x1 ) = y1 dan −1
( y1 ) = f
: B → A adalah fungsi bijektif. Jadi f
23
−1
−1
( y2 )
:B→A
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Definisi 2.2.17: Diberikan fungsi f : A → B dan A0 ⊆ A.
Fungsi f
A0
: A0 → B didefinisikan dengan f
A0
(x) = f(x)
disebut fungsi f yang terbatas pada A0 . Teorema 2.2.6: Andaikan f : B → C dan g : A → B adalah fungsi-fungsi, maka i. f o g dengan (f o g) (x) = f (g(x)) untuk setiap x ∈ A adalah suatu fungsi dari A ke C. ii. Ran (f o g) = { f(y)⏐y ∈ Ran g} Bukti: i.
Akan ditunjukkan bahwa f o g memenuhi kondisi eksistensi dan keunikan. a. Eksistensi Akan ditunjukkan (∀x ∈ A) (∃z ∈ C) (f o g)(x) = z. Ambil sebarang x ∈ A. Karena g adalah fungsi dari A ke B, maka ada suatu y ∈ B sedemikian hingga g(x) = y. Karena f adalah fungsi dari B ke C, maka ada suatu z ∈ C sedemikian hingga f(y) = z, sehingga f(g(x)) = z, maka (f o g) (x) = z. b. Keunikan
24
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Akan ditunjukkan (∀ x1 , x 2 ∈ A) x1 = x 2 ⇒ (f o g) ( x1 ) = (f og) ( x 2 ). Andaikan x1 dan x 2 sebarang elemen dalam A dengan
x1 = x 2 . Karena g dan f adalah suatu fungsi, maka g( x1 ) = g( x 2 ) dan f(g( x1 )) = f(g( x 2 )), sehingga (f o g) ( x1 ) = (f o g) ( x 2 ). Dari a dan b terbukti bahwa f o g memenuhi kondisi eksistensi dan keunikan. ii.
Akan ditunjukkan Ran (f o g) = { f(y)⏐y ∈ Ran g} (⇒) Ambil sebarang z ∈ Ran (f o g), maka ada x ∈ Dom (f o g), sehingga (f o g) (x) = z, maka z = (f o g) (x) = f(g(x)) = f(y), di mana y = g(x) ∈ Ran g, maka z ∈ {f(y)⏐y ∈ Ran g}. Jadi Ran (f og) ⊆ {f(y)⏐y ∈ Ran g}.
...(1)
(⇐) Ambil sebarang z ∈ {f(y)⏐y ∈ Ran g}, sehingga z = f(y), dengan y ∈ Ran g. Dengan demikian ada x ∈ Dom g, sehingga g(x) = y, sehingga z = f(y) = f(g(x)) = (f o g) (x), maka z ∈ Ran (f o g). Jadi {f(y)⏐y ∈ Ran g} ⊆ Ran (f o g)
...(2)
Dari (1) dan (2) terbukti Ran (f o g) = { f(y)⏐y ∈ Ran g}
25
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Definisi 2.2.18: Diberikan fungsi f : A → B dan g : B → C. Fungsi g o f : A → C dengan (g o f )(x) = g(f(x)) untuk setiap x ∈ A disebut fungsi komposit dari g dengan f. Teorema 2.2.7: Komposisi fungsi bersifat asosiatif. Andaikan f, g, dan h adalah fungsi-fungsi sedemikian hingga f o( g oh) dan ( f o g ) oh terdefinisi, maka
( f o g ) oh = f o( g oh)
Bukti: Andaikan sebarang x ∈ Dom [ ( f o g ) oh ],
maka [ ( f o g ) oh ] (x) = ( f o g ) (h(x))
= f(g(h(x))) = f [ ( g oh) (x)]
= [ f o( g oh) ] (x) Terbukti (∀x ∈ Dom [ ( f o g ) oh ]) [ ( f o g ) oh ] (x) = [ f o( g oh) ] (x).
Terbukti bahwa komposisi fungsi bersifat asosiatif.
26
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Teorema 2.2.8: Diberikan fungsi bijektif f : A → B.
Fungsi komposit f o f
−1
, adalah fungsi identitas pada himpunan
B, dan fungsi komposit f
−1
o f, adalah fungsi identitas pada
himpunan A. Bukti: Andaikan I A dan I B adalah fungsi-sungsi identitas dari berturut-turut himpunan A dan himpunan B, sehingga (∀x ∈ A) I A (x) = x dan (∀y ∈ B)
I B (y) = y. Akan ditunjukkan bahwa f o f tunggal x ∈ A sedemikian sehingga f f( f
−1
(y)) = f(x) = y. Jadi f o f
Akan ditunjukkan bahwa f
−1
−1
−1
−1
= I B . Untuk setiap y ∈ B ada
(y) = x, maka (f o f
−1
(y) = x. Jadi f
−1
) (y) =
= IB .
o f = I A . Untuk setiap x ∈ A ada tunggal
y ∈ B sedemikian sehingga f(x) = y, sehingga ( f f
−1
−1
o f ) (x) = f
−1
( f(x)) =
o f = IA.
3. Sistem Aljabar dan Homomorfisma Telah diketahui bahwa fungsi adalah suatu relasi khusus antara dua himpunan. Sekarang akan dibahas tentang suatu fungsi yang memetakan suatu sistem tertentu ke sistem tertentu yang lain. Pembahasan ini diawali dengan definisi operasi biner pada suatu himpunan dan definisi suatu sistem dalam matematika sebagai berikut.
27
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Definisi 2.3.1: Suatu pemetaan dari S × S ke S disebut operasi biner pada himpunan S. Operasi biner seringkali dilambangkan dengan ∗, dan ditulis (∀(a,b) ∈ S) ∗(a,b) = a ∗ b. Definisi 2.3.2: Pasangan terurut (S, ∗), yang terdiri dari himpunan S yang tidak kosong dan suatu operasi biner ∗ yang didefinisikan pada S, disebut sistem aljabar. Homomorfisma adalah suatu fungsi yang memetakan suatu sistem aljabar ke sistem aljabar yang lain, dan mengawetkan operasinya. Hal ini didefinisikan sebagai berikut: Definisi 2.3.3: Andaikan (S, ∗) dan (T, o) adalah sistem-sistem aljabar. Pemetaan f : S → T disebut homomorfisma dari S ke T jika dan hanya jika (∀ s1 , s2 ∈ S) f ( s1 ∗ s2 ) = f ( s1 ) o f ( s2 ).
Definisi 2.3.4: Suatu homomorfisma yang surjektif disebut epimorfisma. Suatu homomorfisma yang injektif disebut monomorfisma. Suatu homomorfisma bijektif disebut isomorfisma. Suatu isomorfisma dari suatu himpunan ke himpunan itu sendiri disebut automorfisma.
28
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Definisi 2.3.5: Sistem (S, ∗) dikatakan isomorfis dengan sistem (T, o) bila dan hanya bila ada suatu isomorfisma f : S → T, dilambangkan dengan S ≅ T. Teorema 2.3.1: Jika f adalah suatu isomorfisma dari (S, ∗) ke (T, o), maka f
−1
adalah suatu isomorfisma dari (T, o) ke (S, ∗). Bukti: Andaikan f : S → T suatu isomorfisma, maka f adalah suatu fungsi bijektif. Telah dibuktikan dalam Teorema 2.2.5 bahwa f bijektif. Sekarang tinggal membuktikan bahwa f f
−1
( t 2 ). Ambil sebarang t1 dan t 2 ∈ T, maka f
−1
−1
−1
: T → S adalah fungsi ( t1 o t 2 ) = f
( t1 ) = s1 dan f
−1
−1
( t1 ) ∗ ( t2 ) =
s2 , dengan s1 dan s2 ∈ S, dan f( s1 ) = t1 dan f( s2 ) = t 2 . Diketahui f adalah suatu isomorfisma, maka f ( s1 ∗ s2 ) = f ( s1 ) o f ( s2 ),
sehingga f
−1
( t1 o t 2 ) = f
−1
= f
[ (f ( s1 ) o f ( s2 )] −1
=( f
[ f ( s1 ∗ s2 )]
−1
o f ) ( s1 ∗ s2 )
= I s ( s1 ∗ s2 )
(Teo. 2.2.8)
= s1 ∗ s2
(Def. 2.2.12)
29
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
= f
−1
( t1 ) ∗ f
−1
( t 2 ).
Terbukti bahwa invers dari suatu isomorfisma adalah suatu isomorfisma.
30
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB III HIMPUNAN TERCACAH
Pada Bab III ini dibahas himpunan tercacah dan sifat-sifat yang menyertainya. Pembahasan ini dimulai dari himpunan hingga dan himpunan takhingga. Kemudian ditinjau sifat-sifat himpunan tercacah dan beberapa contoh himpunan tercacah. Akhirnya dibahas himpunan kuasa dan sifat-sifatnya, serta keadaannya bila himpunan asalnya adalah himpunan tercacah. 1. Himpunan Hingga dan Himpunan Tak Hingga Telah diketahui bahwa suatu himpunan dapat didefinisikan dengan beberapa cara antara lain dengan menuliskan anggota-anggotanya dan dengan menggunakan notasi pembentuk himpunan. Cara yang pertama biasa digunakan apabila jumlah elemen dari himpunan dapat dibilang sampai elemen yang terakhir secara jelas. Himpunan dengan elemen demikian disebut himpunan hingga yang didefinisikan sebagai berikut: Definisi 3.1.1: Suatu himpunan H dikatakan hingga bila dan hanya bila H adalah himpunan kosong atau himpunan yang berkorespondensi satu-satu dengan himpunan {1,2,3,...,k} untuk suatu k ∈ N, dengan N himpunan semua bilangan asli. Jika himpunan A = φ, maka A mempunyai 0 elemen dan dilambangkan oleh n(A) = 0. Jika A berkorespondensi satu-satu dengan {1,2,3,...,k} maka A mempunyai k elemen dan dilambangkan dengan n(A) = k.
31
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Cara yang kedua digunakan pada himpunan yang jumlah elemennya tidak dapat dibilang sampai habis. Himpunan ini disebut himpunan takhingga yang didefinisikan sebagai berikut: Definisi 3.1.2: Himpunan H dikatakan takhingga bila dan hanya bila H merupakan himpunan tidak kosong, yang tidak berkorespondensi satu-satu dengan himpunan {1,2,3,...,k} untuk setiap k ∈ N. Ada dua jenis himpunan takhingga yang berbeda dan konsep korespondensi satu-satu kembali digunakan untuk menjelaskan perbedaan tersebut. 2. Himpunan Tercacah dan Himpunan Terbilang Definisi 3.2.1: Suatu himpunan takhingga yang berkorespondensi satu-satu dengan N disebut himpunan tercacah. Definisi 3.2.2: Himpunan hingga atau himpunan tercacah disebut himpunan terbilang. Definisi 3.2.3: Himpunan takhingga yang tidak berkorespondensi satu-satu dengan N disebut himpunan taktercacah. Untuk selanjutnya pembicaraan akan lebih pada himpunan tercacah dan himpunan taktercacah. Definisi 3.2.4: Diberikan sebarang himpunan A, dan R adalah relasi terurut parsial pada A. Elemen a ∈ A adalah elemen terkecil bila dan hanya bila (∀x ∈ A) aRx. Elemen a ∈ A adalah elemen terbesar bila dan hanya bila (∀x ∈ A) xRa.
32
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Definisi 3.2.5: Diberikan sebarang himpunan A, dan R adalah relasi terurut total pada A. Himpunan A dikatakan terurut wajar bila dan hanya bila setiap himpunan bagian dari A memuat elemen terkecil. Contoh himpunan tercacah adalah himpunan semua bilangan bulat Z dan himpunan semua bilangan rasional Q, dan contoh himpunan taktercacah adalah interval (0,1). Hal ini akan dibuktikan sesudah membahas beberapa sifat himpunan tercacah sebagai berikut. Teorema 3.2.1: Himpunan semua bilangan asli N terurut wajar oleh relasi ≤. Bukti: Akan ditunjukkan bahwa relasi ≤ adalah relasi urutan total pada N dengan menunjukkan bahwa relasi ≤ memenuhi sifat relasi urutan total. a. Refleksif Ambil sebarang x ∈ N. Jelas bahwa x ≤ x, maka (∀x ∈ N) x ≤ x. Jadi relasi ≤ memenuhi sifat refleksif. b. Antisimetris Ambil sebarang x,y ∈ N dengan x ≤ y dan y ≤ x, maka jelas bahwa x = y, sehingga (∀x,y ∈ N) x ≤ y ∧ y ≤ x ⇒ x = y. Jadi relasi ≤ memenuhi sifat antisimetris. c. Transitif Ambil sebarang x,y,z ∈ N dengan x ≤ y dan y ≤ z, maka jelas bahwa ≤ z, sehingga (∀x,y,z ∈ N) x ≤ y ∧ y ≤ z ⇒ x = z. Jadi relasi ≤ memenuhi sifat transitif.
33
x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
d. Ambil sebarang x,y ∈ N, maka haruslah x ≤ y atau y ≤ x. Karena jika x ≤ y dan y ≤ x, maka x = y, dan sifat ini sudah dipenuhi sebelumnya. Dengan demikian relasi ≤ memenuhi sifat (∀x,y ∈ N) x ≤ y ∨ y ≤ x. Berdasarkan a, b, c, dan d di atas, maka relasi ≤ adalah relasi urutan total, sehingga setiap pasang elemen dalam N pasti terbanding. Dibentuk sebarang himpunan P ⊆ N dan P ≠ φ, dengan P = {a}. Jelas bahwa a ≤ a, sehingga a ∈ P adalah elemen terkecil. Andaikan dibentuk sebarang himpuan T ⊆ N dan T ≠ φ, dengan T = {a,d}, maka (∀x ∈ T) jika a ≤ x, maka a ∈ T adalah elemen terkecil atau jika d ≤ x, maka d ∈ T adalah elemen terkecil. Dengan demikian himpunan P dan T memuat elemen terkecil. Kembali dibentuk sebarang himpunan D ⊆ N dan D ≠ φ, dengan D = {e,g,h,k,m,p,...}. Dengan cara yang sama ditemukan bahwa himpunan D memuat elemen terkecil, misalnya e, karena (∀x ∈ D) e ≤ x. Terlihat bahwa setiap himpunan bagian tidak kosong dari N memuat elemen terkecil. Jadi himpunan semua bilangan asli N terurut wajar oleh relasi ≤. Teorema 3.2.2: Jika himpunan S adalah himpunan bilangan asli sedemikian sehingga: 1. 1 ∈ S 2. (∀n ∈ S) (n ∈ S ⇒ n + 1 ∈ S), maka S = N.
34
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Bukti: S adalah himpunan bilangan asli sedemikian sehingga 1 ∈ S dan (∀n ∈ S) (n ∈ S ⇒ n + 1 ∈ S). Andaikan A = N – S adalah himpunan yang tidak kosong. Karena (N, ≤) terurut wajar, maka A memuat suatu elemen terkecil, misalnya a. Jelas a ≠ 1, karena 1 ∈ S dan A = N – S, maka a – 1 ∈ N, dan a – 1 ≤ a. Karena a adalah elemen terkecil dari A, maka a – 1 ∉ A, sehingga a – 1 ∈ S. Karena a – 1 ∈ S, maka (a – 1) + 1 ∈ S, sehingga a ∈ S. Padahal a ∈ A dan S = N – A, sehingga a ∉ S. Terjadi kontradiksi. Pengandaian salah, maka A = φ. Jadi S = N – A = N – φ = N.
Teorema 3.2.3: Andaikan A adalah himpunan tercacah dan x ∉ A, maka A ∪ {x} adalah himpunan tercacah. Bukti: A adalah himpunan tercacah dan x ∉ A, maka ada fungsi bijektif f : A → n. Didefinisikan fungsi g : A ∪ {x} → N, dengan untuk y = x ⎧1 g(y) = ⎨ ⎩ f ( y ) + 1 untuk y ∈ A Harus ditunjukkan bahwa fungsi g bijektif. Andaikan n ∈ N. Jika n = 1, maka n = g(x). Jika n ≠ 1, maka n = k + 1 untuk suatu k ∈ N. Tetapi k = f(y) untuk suatu y ∈ A, sehingga n = k + 1 = f(y) + 1 = g(y) untuk suatu y ∈ A. Karena untuk setiap n ∈ N dapat ditemukan y ∈ A ∪ {x} sedemikian hingga n = g(y), maka fungsi g surjektif. Andaikan g(y) = g(z). Jika g(y) = 1, maka y = z = x. Jika g(y) ≠ 1, maka f(y) + 1 = f(z) + 1. Karena fungsi f adalah
35
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
fungsi injektif, maka y = z. Karena untuk semua y, z ∈ A ∪ {x} berlaku jika g(y) = g(z), maka y = z, sehingga fungsi g injektif. Terbukti bahwa fungsi g bijektif. Jadi A ∪ {x} adalah himpunan tercacah.
Teorema 3.2.4: Gabungan himpunan tercacah dan himpunan hingga yang saling asing adalah himpunan tercacah. Bukti: Diberikan himpunan tercacah A dan himpunan hingga B yang tidak kosong, dengan A ∩ B = φ. Akan dibuktikan bahwa A ∪ B adalah himpunan tercacah. Karena A himpunan tercacah, maka ada fungsi bijektif f : A → N dan karena B adalah himpunan hingga, maka ada fungsi bijektif g : B → {1,2,3,...,n} untuk suatu n ∈ N. Didefinisikan fungsi h : A ∪ B → N dengan untuk ⎧ g ( y) h(y) = ⎨ ⎩n + k , k ∈ Ν untuk
y∈B y∈ A
Harus ditunjukkan bahwa fungsi h adalah fungsi bijektif. Ambil sebarang t ∈ N. Jika t = k untuk suatu k ∈ {1,2,3,...,n}, maka dapat ditemukan y ∈ B sedemikian hingga g(y) = k, karena fungsi g surjektif. Dengan demikian h(y) = g(y) = k. Jika t = n + k, untuk suatu k ∈ n, maka dapat ditemukan y ∈ A sedemikian hingga f(y) = t, karena fungsi f surjektif. Dengan demikian h(y) = n + k = t. Oleh karena itu untuk semua t ∈ N dapat ditemukan y ∈ A ∪ B sedemikian hingga t = h(y), maka fungsi h surjektif. Ambil sebarang y, z ∈ A ∪ B sedemikian hingga h(y) = h(z). Tidak mungkin terjadi h(y) = g(y) dan h(z) = n + k, k ∈ n, atau h(y) = n + k, k ∈ n, dan h(z)
36
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
= g(z). Jika h(y) = g(y) dan h(z) = g(z), maka jelas g(y) = g(z), sehingga y = z, karena fungsi g injektif. Jika h(y) = n + k, k ∈ n, dan h(z) = n + k, k ∈ n, maka untuk t = n + k, k ∈ n ada y ∈ A sedemikian hingga f(y) = t dan untuk p = n + k, k ∈ n ada z ∈ A sedemikian hingga f(z) = p, karena fungsi f surjektif, sehingga t = p = n + k, k ∈ n, maka f(y) = f(z). Karena fungsi f injektif, maka y = z. Dengan demikian untuk semua y,z ∈ A ∪ B berlaku jika h(y) = h(z), maka y = z. Jadi fungsi h injektif. Terbukti fungsi h bijektif. Jadi A ∪ B adalah himpunan tercacah.
Teorema 3.2.5: Gabungan dua himpunan tercacah yang saling asing adalah himpunan tercacah. Bukti: Diberikan himpunan tercacah A dan B, dengan A ∩ B = φ. Harus dibuktikan bahwa A ∪ B himpunan tercacah. Himpunan A dan B masing-masing berkorespondensi satu-satu dengan N, sehingga ada fungsi-fungsi bijektif f : A → N dan g: B → N. Didefinisikan fungsi h : A ∪ B → N dengan untuk x ∈ A ⎧ 2 f ( x) h(x) = ⎨ ⎩2 g ( x) − 1 untuk x ∈ B Harus ditunjukkan bahwa h fungsi bijektif. Ambil sebarang t ∈ N. Jika t genap, maka t = 2n untuk suatu n ∈ N. Diketahui bahwa fungsi f surjektif, sehingga ∃x ∈ A sedemikian hingga f(x) = n, maka h(x) = 2f(x) = 2n = t. Jika t ganjil, maka t = 2n – 1 untuk suatu n ∈ N. Diketahui bahwa fungsi g surjektif, sehingga ∃x ∈ B sedemikian hingga g(x) = n, sehingga h(x) = 2g(x) – 1 = 2n – 1 = t. Dengan demikian
37
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(∀t ∈ N) (∃x ∈ A ∪ B) h(x) = t, sehingga h adalah fungsi surjektif. Ambil sebarang t, p ∈ A ∪ B sedemikian hingga h(t) = h(p). Tidak mungkin terjadi h(t) = 2f(t) dan h(p) = 2g(p) – 1 atau h(t) = 2g(t) – 1 dan h(p) = 2f(p), karena 2f(t) dan 2f(p) adalah bilangan genap, sedangkan 2g(t) – 1 dan 2g(p) – 1 adalah bilangan ganjil. Dengan demikian haruslah h(t) = 2f(t) dan h(p) = 2f(p) atau h(t) = 2g(t) – 1 dan h(p) = 2g(p) – 1, sehingga 2f(t) = 2f(p) f(t) = f(p) t=p
karena fungsi f injektif
atau 2g(t) – 1 = 2g(p) – 1 2g(t) = 2g(p) g(t) = g(p) t=p
karena fungsi g injektif
Dengan demikian berlaku (∀t, p ∈ A ∪ B) h(t) = h(p) ⇒ t = p, maka fungsi h : A ∪ B → N adalah fungsi bijektif. Jadi A ∪ B himpunan tercacah.
Teorema 3.2.6: Himpunan A dengan A ⊆ N adalah himpunan terbilang. Bukti: Diberikan himpunan A dengan A ⊆ N. Harus ditunjukkan bahwa himpunan A hingga atau tercacah. Jika himpunan A hingga, maka jelas bahwa himpunan A terbilang. Andaikan himpunan A takhingga. Harus ditunjukkan bahwa himpunan A tercacah, dengan membangun suatu fungsi f : N → A, dan harus ditunjukkan bahwa fungsi f : N → A adalah fungsi bijektif. Telah
38
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
diketahui bahwa (N, ≤) terurut wajar, maka A mempunyai elemen terkecil. Andaikan f(1) ∈ A adalah bayangan dari 1 ∈ N, dan merupakan elemen terkecil dari A. Dibentuk himpunan A1 = A - { f(1)}, maka A1 = { f(2), f(3), f(4),...} dan A1 ⊆ N, maka A1 memuat elemen terkecil, yaitu f(2), dengan f(2) adalah bayangan dari 2 ∈ N. Demikian seterusnya ∀n ∈ N dapat dibentuk An = A - { f(1), f(2), f(3),..., f(n)}, maka An = { f(n+1), f(n+2), f(n+3),...} dan An ⊆ N, sehingga An memuat elemen terkecil yaitu f(n+1), dengan f(n+1) adalah bayangan dari n+1 ∈ N. Dengan demikian dapat dibentuk suatu fungsi f : N → A dengan f(x) = y dan y berada di urutan ke-x dalam daftar. Harus ditunjukkan bahwa fungsi f : N → A adalah fungsi bijektif. Ambil sebarang y ∈ A dan y ∉ Ran f. Jika y – 1 = f(j) untuk suatu j ∈ N, maka y = f (j+1), karena y adalah elemen terkecil dari A j . Padahal y ∉ Ran f, sehingga terjadi kontradiksi, maka y – 1 ∉ Ran f, sehingga y – 2 ∉ Ran f, dan seterusnya sedemikian hingga f(1) ∉ Ran f. Padahal f(1) adalah elemen terkecil dari A. Kembali terjadi kontradiksi, sehingga y ∈ Ran f, maka A ⊆ Ran f. Dengan demikian dapat ditemukan x ∈ N sedemikian hingga y = f(x). Jadi fungsi f surjektif. Untuk setiap n ∈ N, f(1), f(2), f(3),..., f(n) adalah daftar elemen pertama dari A yang juga terurut berdasarkan urutan wajar (N, ≤). Ambil sebarang m,n ∈ N. Jika f(m) = f(n), maka dalam daftar bilangan ke-m sama dengan bilangan ke-n, sehingga m = n. Jadi fungsi f injektif, sehingga fungsi f bijektif, maka A himpunan tercacah. Jadi
terbukti A himpunan terbilang.
39
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Teorema 3.2.7: Diberikan himpunan tercacah A dan himpunan B dengan B ⊆ A, maka himpunan B terbilang. Bukti: Diberikan himpunan tercacah A, maka ada fungsi bijektif
f : A → N.
Diketahui himpunan B, dengan B ⊆ A. Karena B ⊆ A dan A ~ N, maka B ~ f(B) ⊆ N, sehingga B dapat dipandang sebagai subset dari N. Jadi berdasarkan Teorema 3.2.6 himpunan B terbilang.
Teorema 3.2.8: Produk Kartesius N × N adalah himpunan tercacah. Bukti: Didefinisikan fungsi f : N × N → N dengan f((a,b)) = 2 a −1 (2b − 1) . Akan ditunjukkan bahwa fungsi f bijektif. Ambil sebarang n ∈ N. Jika n ganjil, dipilih a = 1 dan b =
n +1 n +1 , sehingga f((1, )) = 2 0 ((n+1) – 1) = n. Jika 2 2
n genap, dipilih a = 2 dan b =
=2(
n+2 n+2 n+2 , sehingga f((2, )) = 2 ( - 1) 4 4 2
n + 1 – 1) = n. Dapat ditemukan (a,b) ∈ N × N sedemikian hingga 2
f((a,b)) = n, sehingga (∀n ∈ N) (∃(a,b) ∈ N × N) f((a,b)) = n, maka fungsi f surjektif. Ambil sebarang (a,b), (p,q) ∈ N × N dengan f((a,b)) = f((p,q)). Harus ditunjukkan (a,b) = (p,q), maka f((a,b)) = f((p,q)) 2 a −1 (2b − 1) = 2 p −1 (2q − 1) 2 a (2b − 1) = 2 p ( 2q − 1)
tiap ruas dikali 2
40
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tidak mungkin terjadi 2 a = (2q − 1) dan 2 p = ( 2b − 1) , karena 2 a dan 2 p adalah bilangan genap, sedangkan ( 2b − 1) dan (2q − 1) adalah bilangan ganjil. Haruslah terjadi 2 a = 2 p dan 2b − 1 = 2q − 1 , sehingga a = p dan b = q, maka (a,b) = (p,q). Dengan demikian berlaku f((a,b)) = f((p,q)) ⇒ (a,b) = (p,q), sehingga (∀(a,b), (p,q) ∈ N × N) f((a,b)) = f((p,q)) ⇒ (a,b) = (p,q). Terlihat bahwa fungsi f injektif, sehingga fungsi f bijektif. Jadi N × N tercacah.
Teorema 3.2.9: Produk Kartesius dari dua himpunan tercacah adalah himpunan tercacah. Bukti: Diberikan himpunan tercacah A dan B, maka himpunan A dan B masingmasing berkorespondensi satu-satu dengan N, sehingga ada fungsi bijektif f : A → N dan g : B → N. Akan ditunjukkan A × B adalah himpunan tercacah. Diketahui A × B = {(a,b)⏐a ∈ A dan b ∈ B}. Didefinisikan fungsi F : A × B → N dengan F((a,b)) = 2 f ( a ) −1 (2g(b) – 1). Akan ditunjukkan bahwa fungsi F : A × B → N adalah fungsi bijektif. Ambil sebarang n ∈ N. Jika n ganjil, maka dipilih a = f
F(( f
−1
(1), g −1 (
−1
(1) dan b = g −1 (
n +1 ), sehingga 2
−1 n +1 n +1 ))) = 2 f ( f (1))−1 (2g( g −1 ( )) – 1) 2 2
= 2( f ° f
−1
)(1) −1
(2 (g o g −1 ) (
= 2 0 (n + 1 – 1) =n
41
n +1 ) – 1) 2
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Jika n genap, maka dipilih a = f
F(( f
−1
(2), g −1 (
−1
(2) dan b = g −1 (
n+2 ), sehingga 4
−1 n+2 n+2 ))) = 2 f ( f ( 2))−1 (2g( g −1 ( ) – 1) 4 4
= 2( f ° f
=2(
−1
)( 2 ) −1
(2 (g o g −1 ) (
n+2 ) – 1) 4
n + 1 – 1) 2
=n Dapat ditemukan (a,b) ∈ A × B sedemikian hingga F((a,b)) = n, sehingga (∀n ∈ N) (∃(a,b) ∈ A × B) F((a,b)) = n. Terlihat bahwa fungsi F adalah fungsi surjektif. Sekarang ambil sebarang (a,b), (p,q) ∈ A × B dengan F((a,b)) = F((p,q)). Harus ditunjukkan bahwa (a,b) = (p,q), sehingga F((a,b)) = F((p,q)) 2 f ( a ) −1 (2g(b) – 1) = 2 f ( p ) −1 (2g(q) – 1) 2 f ( a ) (2g(b) – 1) = 2 f ( p ) (2g(q) – 1)
tiap ruas dikali 2
Tidak mungkin terjadi 2 f ( a ) = (2g(q) – 1) dan 2 f ( p ) = (2g(b) – 1), karena 2 f ( a ) dan 2 f ( p ) adalah bilangan genap, sedangkan 2g(b) – 1 dan 2g(q) – 1 adalah bilangan ganjil. Dengan demikian haruslah 2 f ( a ) = 2 f ( p ) dan 2g(b) – 1 = 2g(q) – 1, sehingga f(a) = f(p) dan g(b) = g(q). Karena f : A → N dan g : B → N adalah fungsi-fungsi injektif maka a = p dan b = q, sehingga (a,b) = (p,q). Dengan demikian berlaku F((a,b)) = F((p,q)) ⇒ (a,b) = (p,q) sedemikian hingga (∀(a,b), (p,q) ∈ A × B) F((a,b)) = F((p,q)) ⇒ (a,b) = (p,q). Terlihat bahwa fungsi F adalah fungsi injektif. Jadi fungsi
42
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
F : A × B → N adalah fungsi bijektif. Jadi Produk Kartesius dari dua
himpunan tercacah adalah himpunan tercacah.
Teorema 3.2.10: Himpunan semua bilangan bulat Z adalah himpunan tercacah. Bukti:
⎧x 1 ⎪ − Didefinisikan fungsi f : N → Z dengan f(x) = ⎨ 2 2 x ⎪− ⎩ 2
bila bila
x = ganjil x = genap
.
f : N → Z bijektif. Dengan diagram
Akan ditunjukkan bahwa fungsi ditunjukkan sebagai berikut: N1
Z
2
3
4
5
6
7
...
↓
↓
↓
↓
↓
↓
↓
0
-1
1
-2
2
-3
3
...
Akan ditunjukkan bahwa fungsi f surjektif. Ambil sebarang n ∈ Z. a. Jika n < 0, maka x = - 2n ∈ N, dan f(x) = f(-2n) = -
1 (- 2n) = n 2
b. Jika n ≥ 0, maka x = 2n + 1 ∈ N, dan f(x) = f(2n + 1) =
1 1 (2n + 1) 2 2
= n. Berlaku (∀n ∈ Z) (∃x ∈ N) f(x) = n. Jadi fungsi f surjektif. Sekarang akan ditunjukkan bahwa fungsi f injektif. Ambil sebarang x,y ∈ N dengan f(x) = f(y). Jika x ganjil dan y genap, maka f(x) =
f(y) = -
1 y , sehingga 2
1 1 xdan 2 2
f(x) ≠ f(y). Jika x genap dan y ganjil, maka
43
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
f(x) = -
1 1 1 x dan f(y) = y - , sehingga f(x) ≠ f(y). Padahal diketahui 2 2 2
f(x) = f(y). Terjadi kontradiksi. Oleh karena itu tidak mungkin terjadi x ganjil dan y genap atau x genap dan y ganjil. Haruslah x dan y genap atau x dan y ganjil. a. Jika x dan y ganjil, maka
1 1 1 1 x - = y - , sehingga x = y. 2 2 2 2
b. Jika x dan y genap, maka -
1 1 x = - y, sehingga x = y. 2 2
Berlaku (∀x,y ∈ N) f(x) = f(y) ⇒ x = y. Jadi fungsi f injektif. Terlihat bahwa fungsi f : N → Z bijektif. Jadi himpunan semua bilangan
bulat Z adalah himpunan tercacah.
Sebelum menunjukkan bahwa himpunan semua bilangan rasional Q tercacah, terlebih dahulu akan ditunjukkan bahwa himpunan semua bilangan rasional positif Q + tercacah. Hal ini dibuktikan dalam teorema sebagai berikut. Teorema 3.2.11: Himpunan semua bilangan rasional positif Q + tercacah.
Bukti: Telah dibuktikan dalam Teorema 3.2.8 bahwa himpunan N × N tercacah. Padahal setiap bilangan rasional positif berbentuk pecahan
p , dengan q
p, q ∈ N. Dapat dikatakan bahwa elemen-elemen dari Q + adalah pasangan terurut (p,q) dengan p ∈ N dan q ∈ N, sehingga (p,q) ∈ N × N, maka kita dapat memandang bahwa Q + ⊆ N × N. Himpunan Q + tak hingga, sehingga dengan Teorema 3.2.7 terbukti himpunan Q + tercacah.
44
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Teorema 3.2.12: Himpunan semua bilangan rasional Q tercacah.
Bukti: Telah dibuktikan dalam Teorema 3.2.11 bahwa himpunan Q + tercacah dan dalam Teorema 3.2.10 bahwa himpunan semua bilangan bulat Z adalah himpunan tercacah. Karena Z − ⊆ Z dan himpunan Z − takhingga, maka berdasarkan Teorema 3.2.7, Z − himpunan tercacah. Berdasarkan Teorema 3.2.9, maka Z − × N adalah himpunan tercacah. Setiap bilangan rasional negatif berbentuk pecahan
a dengan a ∈ Z − dan b ∈ N, sehingga dapat b
dikatakan bahwa elemen-elemen dari Q − adalah pasangan terurut (a,b), dengan a ∈ Z − dan b ∈ N, maka kita dapat memandang Q − ⊆ Z − × N dan himpunan Q − takhingga. Kembali menggunakan Teorema 3.2.7 maka himpunan Q − adalah himpunan tercacah. Dengan demikian Q’ = Q − ∪ Q + , dengan Q − ∩ Q + = φ dan berdasarkan Teorema 3.2.5 adalah himpunan tercacah. Telah dibuktikan dalam Teorema 3.2.4 bahwa gabungan himpunan tercacah dan himpunan hingga yang saling asing adalah himpunan tercacah. {0} adalah himpunan hingga dan Q’ ∩ {0} = φ, sehingga Q = Q’ ∪ {0} adalah himpunan tercacah. Jadi terbukti himpunan semua bilangan rasional
Q tercacah. Teorema 3.2.13: Interval (0,1) adalah himpunan taktercacah.
Bukti:
45
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Andaikan interval I = (0,1) adalah himpunan tercacah, sehingga I = { x1 , x 2 , x3 ,...} dengan setiap elemen dari I dapat dinyatakan sebagai berikut:
x1 = 0, k11 k12 k13 ...k1n ... x 2 = 0, k 21 k 22 k 23 ...k 2 n ... x3 = 0, k 31 k 32 k 33 ...k 3n ... . . . x n = 0, k n1 k n 2 k n 3 ...k nn ... . . . dengan k ij ∈ {0,1,2,3,...,9} dan x n ≠ 0,000... ∀n ∈ N. Perhatikan = 0, b1b2 b3 ...bn ... dengan bi ∈ {0,1,2,3,...,9} dan b1 ≠ k11 , b2 ≠ k 22 ,
y b3
≠ k 33 , ..., bn ≠ k nn , ...., maka y ∈ I dan y ≠ x n , ∀n ∈ N. Jadi y ∉ I. Terjadi kontradiksi. Jadi terbukti bahwa interval (0,1) adalah himpunan taktercacah.
Teorema 3.2.14: Himpunan semua bilangan real R taktercacah.
Bukti: Didefinisikan fungsi f : (0,1) → R dengan f(x) = tg(πx -
46
π 2
).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Akan ditunjukkan bahwa fungsi f bijektif.
π Ambil sebarang y ∈ R, dipilih x = 2
π f(x) = f ( 2
+ tg −1 ( y )
π
π ) = tg(π( 2
= tg(
π 2
+ tg −1 ( y ) sedemikian hingga
π
+ tg −1 ( y )
π
+ tg −1 ( y ) -
)-
π 2
π 2
)
)
= tg( tg −1 ( y ) ) = (tg o tg −1 ) (y) =y Dapat ditemukan x ∈ (0,1), sehingga f(x) = y. Dengan demikian berlaku (∀y ∈ R) (∃x ∈ (0,1)) f(x) = y, sehingga fungsi f surjektif. Ambil sebarang x,y ∈ (0,1) dengan f(x) = f(y), sehingga tg(πx -
π 2
) = tg(πy -
π 2
), maka
x = y, sehingga fungsi f injektif. Jadi fungsi f : (0,1) → R bijektif. Terlihat himpunan semua bilangan real R berkorespondensi satu-satu dengan interval terbuka (0,1). Telah dibuktikan dalam Teorema 3.2.13 bahwa interval terbuka (0,1) adalah himpunan taktercacah. Jadi himpunan semua bilangan real R adalah himpunan taktercacah.
3. Himpunan Kuasa
Telah diketahui bahwa elemen suatu himpunan dapat berupa himpunan. Secara khusus dapat dibentuk suatu himpunan yang terdiri dari semua himpunan bagian yang mungkin dari suatu himpunan V yang diberikan, dilambangkan
47
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dengan ℘(V). Jumlah elemen dalam himpunan hingga V dilambangkan dengan n (V). Definisi 3.3.1: Himpunan ℘(V) = {A ⎢A ⊆ V} disebut himpunan kuasa dari V. Lemma 3.3.1: Jika W himpunan hingga, a ∉ W dan V = W ∪ {a}, maka
n (℘(V)) = 2 n (℘(W)). Bukti: Diketahui a ∉ W dan V = W ∪ {a}, maka ℘(V) adalah gabungan semua himpunan bagian dari W dan semua himpunan bagian dari W yang digabungkan dengan himpunan {a}, dan kedua keluarga himpunan bagian tersebut saling asing, sehingga ℘(V) = {A ⎢A ⊆ W} ∪ {A ∪ {a} ⎢A ⊆ W} dan {A ⎢A ⊆ W} ∩ {A ∪ {a} ⎢A ⊆ W} = φ, maka: n (℘(V)) = n ({A ⎢A ⊆ W} ∪ {A ∪ {a} ⎢A ⊆ W}) = n ({A ⎢A ⊆ W}) + n ({A ∪ {a} ⎢A ⊆ W})
= n ((℘(W)) + n ((℘(W))
karena n ((℘(W)) = n (℘(W ∪ {a}))
= 2 n ((℘(W)) Teorema 3.3.1: Jika n(V) = m, maka n(℘(V)) = 2 m .
Bukti: Teorema ini akan dibuktikan dengan menggunakan induksi matematika. Misalkan pernyataan dalam teorema tersebut dilambangkan dengan Φ(n). Jika V adalah himpunan kosong, maka ℘(V) = {φ}, sehingga n(℘(V)) = 1 = 2 0 , maka Φ(0) benar.
........(1)
48
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Andaikan Φ(k) benar, yaitu jika W memiliki k elemen maka ℘(W) memiliki 2 k elemen. Andaikan V mempunyai k + 1 elemen. Ambil sebarang elemen a ∈ V dan bentuk himpunan W = V – {a}, maka n(W) = k, sehingga n(℘(W)) = 2 k . Berdasarkan Lemma 3.3.1, maka n(℘(V)) = 2 n ((℘(W)) = 2. 2 k = 2 k +1 , sehingga diperoleh (∀k ∈ N) [Φ(k) ⇒ Φ(k+ 1)] Dari (1) dan (2) terbukti bahwa (∀n ∈ N) Φ(n).
.....(2)
Untuk himpunan hingga V, ℘(V) mempunyai elemen yang lebih banyak daripada V. Bagaimana jika V adalah himpunan takhingga? Untuk menjawab pertanyaan seperti ini dibuktikan teorema berikut: Teorema 3.3.2: 1. A ⊆ B ⇔ ℘(A) ⊆ ℘(B)
2. A = B ⇔ ℘(A) = ℘(B) Bukti: 1. Jika A ⊆ B, maka (∀X) [X ⊆ A ⇒ X ⊆ B], maka (∀X) [X ∈℘(A) ⇒ X ∈ ℘(B)], sehingga ℘(A) ⊆ ℘(B). Andaikan ℘(A) ⊆ ℘(B), maka (∀X) [X ∈℘(A) ⇒ X ∈ ℘(B)], yaitu (∀X) [X ⊆ A ⇒ X ⊆ B]. Ambil sebarang t ∈ A, maka {t} ⊆ A. Jadi {t} ⊆ B, maka t ∈ B, sedemikian hingga A ⊆ B. 2. Jika A = B bila dan hanya bila A ⊆ B dan B ⊆ A bila dan hanya bila ℘(A) ⊆ ℘(B) dan ℘(B) ⊆ ℘(A) bila dan hanya bila ℘(A) = ℘(B). Teorema 3.3.3: Himpunan semua himpunan bagian dari suatu himpunan tercacah
adalah himpunan taktercacah. Bukti:
49
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Diberikan A himpunan tercacah dan ℘(A) = {B ⎢B ⊆ A}. Akan ditunjukkan bahwa ℘(A) adalah himpunan taktercacah. Andaikan ℘(A) tercacah, maka ada fungsi f : A → ℘(A) yang bijektif. Didefinisikan T = {x ∈ A ⎢x ∉ f(x)}, maka T ⊆ A, sehingga T ∈ ℘(A). Karena fungsi f bijektif, maka ada y ∈ A sedemikian hingga f(y) = T. Jika y ∈ T, maka berdasarkan definisi T, y ∉ f(y). Karena f(y) = T, maka y ∉ T. Terjadi kontradiksi. Jika y ∉ T, maka y ∉ f(y), karena T = f(y). Padahal berdasarkan definisi T, jika y ∉ f(y), maka y ∈ T. Kembali terjadi kontradiksi. Karena dua kemungkinan yang ada menimbulkan kontradiksi berarti pengandaian salah. Jadi ℘(A) himpunan
taktercacah. Akibat 3.3.3: ℘(N) adalah himpunan taktercacah.
Bukti: Karena N adalah himpunan tercacah, maka menurut Teorema 3.3.3 ℘(N)
adalah himpunan taktercacah.
Telah dibuktikan pada Teorema 3.2.14 bahwa himpunan semua bilangan real R adalah himpunan taktercacah dan dari Akibat 3.3.3 di atas, terbukti bahwa ℘(N) adalah juga himpunan taktercacah. Sekarang akan ditunjukkan bahwa ada korespondensi satu-satu antara himpunan semua bilangan real R dan ℘(N), dengan terlebih dahulu menunjukkan bukti Teorema Schröder-Bernstein sebagai berikut.
50
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Teorema 3.3.4: Diberikan himpunan A dan B. Jika fungsi
f : A → B dan
g : B → A adalah fungsi-fungsi injektif, maka ada fungsi F : A → B yang bijektif. Bukti: Diberikan himpunan A dan B. Diketahui fungsi f : A → B dan g : B → A adalah fungsi-fungsi injektif. Harus ditunjukkan bahwa ada fungsi bijektif F : A → B. Ambil sebarang b1 ∈ B. Andaikan disusun suatu barisan b1 , a1 ,
b2 , a 2 , b3 , a 3 , ... yang merupakan elemen-elemen dari himpunan A dan B. Perhatikan, mungkin ada atau tidak ada a1 ∈ A sedemikian hingga f( a1 ) = b1 . Jika a1 ada, maka a1 unik, karena fungsi f adalah fungsi injektif. Dipilih a1 sebagai invers dari b1 , yang adalah bayangan dari a1 (berdasarkan fungsi f). Andaikan telah jelas bahwa a1 ada, dipilih b2 ∈ B untuk menjadi elemen yang unik sedemikian hingga g( b2 ) = a1 . Kembali, mungkin ada atau tidak ada b2 ∈ B. Jika b2 ada, maka b2 unik, karena fungsi g adalah fungsi injektif. Dengan cara yang sama, dipilih a 2 sebagai invers dari b2 , yang adalah bayangan dari a 2 (berdasarkan fungsi f), dan seterusnya. Jika proses ini dilakukan terus menerus akan diperoleh tiga kejadian yang mungkin sebagai berikut: 1. Proses akan sampai pada a n ∈ A dan berhenti karena tidak ada b ∗ ∈ B dengan g( b ∗ ) = a n . Keadaan ini mungkin terjadi karena fungsi g bukan fungsi surjektif.
51
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2. Proses akan sampai pada bn ∈ B dan berhenti karena tidak ada a ∗ ∈ A dengan f( a ∗ ) = bn . Keadaan ini mungkin terjadi karena fungsi f bukan fungsi surjektif. 3. Proses akan terus terjadi tanpa henti. Demikian telah ditunjukkan bahwa untuk setiap b ∈ B akan terdefinisi dalam proses ini, sehingga himpunan B dapat dibagi menjadi tiga himpunan bagian yang saling asing. Andaikan
B A = { semua b ∈ B sedemikian hingga proses berakhir pada suatu a n } BB = { semua b ∈ B sedemikian hingga proses berakhir pada suatu bn } dan B∞ = { semua b ∈ B sedemikian hingga proses tak pernah berakhir }. Proses yang sama juga terjadi pada himpunan A, sehingga himpunan A juga dibagi menjadi tiga himpunan bagian yang saling asing. Andaikan
AA = { semua a ∈ A sedemikian hingga proses berakhir pada suatu a n } AB = { semua a ∈ A sedemikian hingga proses berakhir pada suatu bn } dan A∞ = { semua a ∈ A sedemikian hingga proses tak pernah berakhir }. Sekarang akan ditunjukkan bahwa himpunan A berkorespondensi satu-satu dengan himpunan B. Hal ini dilakukan dengan menunjukkan bahwa AA berkorespondensi satu-satu dengan B A , AB berkorespondensi satu-satu dengan BB , dan A∞ berkorespondensi satu-satu dengan B∞ . Fungsi f dibatasi pada AA , sehingga fungsi f menjadi fungsi bijektif dari AA ke B A . Hal ini akan dibuktikan melalui dua hal sebagai berikut:
52
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1. Jika a ∈ AA maka f(a) ∈ B A , dan 2. (∀b ∈ B A ) (∃a ∈ AA ) f(a) = b Akan dibuktikan (1) terlebih dahulu. Andaikan a ∈ AA , maka proses yang diberikan pada a, berakhir pada himpunan A. Misalkan proses diberikan pada f(a). Langkah pertama ini akan kembali pada a, dan akan dilanjutkan dengan proses yang diberikan pada a dan diakhiri pada himpunan A, sehingga f(a) ∈ B A . Sekarang akan dibuktikan (2). Andaikan b ∈ B A , maka proses yang diberikan pada b, berakhir pada himpunan A, dan secara khusus proses ini harus melalui proses pertama (atau proses ini akan berakhir pada himpunan B dengan elemen b sendiri), sehingga, b = f(a) untuk suatu a ∈ A. Tetapi proses yang diberikan pada a sama dengan proses lanjutan dari proses yang diberikan pada b, sehingga proses ini berakhir pada himpunan A, maka a ∈ AA . Jadi fungsi terbatas f : AA → B A adalah fungsi bijektif. Dengan cara yang sama terbukti bahwa g : BB → AB adalah fungsi bijektif, sehingga jelas bahwa g −1 : AB → BB adalah fungsi bijektif. Fungsi f : A∞ → B∞ adalah fungsi bijektif, untuk fungsi f yang merupakan fungsi injektif dan jika b ∈ B∞ , maka b = f(a) untuk suatu a ∈ A, karena proses awal yang diberikan pada b, dan a ∈ A∞ . Hal ini terjadi karena proses yang diawali dari a sama dengan proses yang diawali dari b, setelah langkah pertama, dan proses ini tidak berakhir karena b ∈ B∞ . Sekarang dapatlah didefinisikan fungsi F : A → B dengan
53
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
untuk x ∈ AA ⎧ f ( x) ⎪ untuk x ∈ A∞ F(x) = ⎨ f ( x) ⎪ g −1 ( x) untuk x ∈ A B ⎩ Akan ditunjukkan bahwa fungsi F : A → B adalah fungsi bijektif. Akan ditunjukkan bahwa fungsi F adalah fungsi surjektif. Ambil sebarang y ∈ B. Telah diketahui bahwa himpunan B dibagi menjadi tiga himpunan bagian yang saling asing, yaitu B A , BB , dan B∞ . Demikian pula himpunan A, dibagi menjadi tiga himpunan bagian yang saling asing, yaitu AA , AB , dan
A∞ . Selain itu telah dibuktikan bahwa fungsi f : AA → B A , f : A∞ → B∞ , g −1 : AB → BB adalah fungsi-fungsi bijektif. Andaikan y ∈ B A , maka y = f(x) untuk suatu x ∈ AA , andaikan y ∈ BB , maka y = g −1 (x) untuk suatu x ∈ AB , dan andaikan y ∈ B∞ , maka y = f(x) untuk suatu x ∈ A∞ . Dengan demikian selalu dapat ditemukan x ∈ A, dengan x merupakan salah satu elemen dari AA , AB , atau A∞ , maka berlaku (∀y ∈ B ) (∃x ∈ A) y = F(x). Terlihat bahwa fungsi F adalah fungsi surjektif. Sekarang akan ditunjukkan bahwa fungsi F adalah fungsi injektif. Andaikan F(x) = F(y). Jika F(x) = f(x) untuk x ∈ AA dan F(y) = f(y) untuk y ∈ AA , maka f(x) = f(y). Diketahui f : A∞ → B∞ adalah fungsi bijektif. Jelas bahwa x = y untuk x, y ∈ A∞ . Jika F(x) = g −1 (x) untuk suatu x ∈ AB dan F(y) = g −1 (y) untuk suatu y ∈
AB , maka g −1 (x) = g −1 (y). Diketahui g −1 : AB → BB adalah fungsi bijektif. Jelas bahwa x = y untuk x, y ∈ AB , sehingga x = y untuk setiap x, y ∈ A, dengan x, y merupakan salah satu elemen dari AA , AB , atau A∞ . Dengan
54
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
demikian berlaku (∀x,y ∈ A) F(x) = F(y) ⇒ x = y. Terlihat bahwa fungsi F adalah fungsi injektif. Jadi fungsi F : A → B adalah fungsi bijektif.
Teorema 3.3.5: Himpunan semua bilangan real R berkorespondensi satu-satu
dengan himpunan kuasa ℘(N). Bukti: Akan ditunjukkan bahwa interval terbuka I = (0,1) berkorespondensi satusatu dengan ℘(N), dan diketahui bahwa interval terbuka I = (0,1) berkorespondensi satu-satu dengan himpunan semua bilangan real R. Harus ditunjukkan bahwa ada fungsi-fungsi injektif f : (0,1) → ℘(N) dan g : ℘(N) → (0,1). Didefinisikan fungsi f : (0,1) → ℘(N) sebagai berikut. Diberikan X ⊆ N, dibangun suatu perluasan desimal 0, a 0 a1 a 2 ... dengan ⎧0 untuk i ∉ X ai = ⎨ . ⎩1 untuk i ∈ X Andaikan f(X) = 0, a 0 a1 a 2 ... . Jelas bahwa f adalah fungsi injektif, karena jika f(X) = f(Y) = 0, a 0 a1 a 2 ... ., maka i ∈ X ⇔ ai = 1 ⇔ i ∈ Y, sehingga X = Y, maka ada fungsi injektif f : (0,1) → ℘(N). Sekarang didefinisikan fungsi g : ℘(N) → (0,1), dan harus ditunjukkan bahwa fungsi g adalah fungsi injektif. Perhatikan bahwa elemen-elemen dari (0,1) dapat dinyatakan secara unik dalam bentuk desimal 0, n0 n1 n2 n3 ..., dengan 0 ≤ n k ≤ 9, sehingga bila desimal diakhiri dengan 9 yang berulang, tidak diperbolehkan. Diberikan x ∈ (0,1), ditulis x = 0, n0 n1 n2 n3 ... seperti di atas, dan g(x) = { n k 10 k ⎢k ∈ n}. Andaikan g(x) = g(y), dengan x = 0, m0 m1 m2 m3 ... dan y = 0, n0 n1 n2 n3 ....
55
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Andaikan k ∈ n, maka m k 10 k ∈ g(x), sehingga m k 10 k ∈ g(y) juga. Dengan demikian m k 10 k = ni 10 i untuk suatu i ∈ n. Karena m k dan ni bilangan berdigit tunggal , pastilah k = i dan m k = ni , maka x = y, sehingga fungsi g :℘(N) → (0,1) adalah fungsi injektif. Karena ada fungsi injektif f : (0,1) → ℘(N) dan fungsi injektif g : ℘(N) → (0,1), dan berdasarkan Teorema 3.3.4 maka ada korespondensi satu-satu antara himpunan semua bilangan real R dengan himpunan kuasa ℘(N).
BAB IV HIPOTESIS KONTINUUM
1. Bilangan Kardinal
56
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Bilangan asli biasanya mempunyai peran yang berbeda, yaitu sebagai tipe urutan dalam urutan biasa dan sebagai ukuran dari suatu jumlah. Pada peranan yang pertama disebut ordinal, yang tidak dibahas dalam tulisan ini, dan yang kedua disebut kardinal. Pada himpunan hingga dua peranan tersebut secara umum sama. Untuk himpunan takhingga barulah terlihat perbedaannya. Secara intuitif bilangan kardinal dari himpunan A adalah suatu keadaan yang dimiliki oleh A dan yang juga dimiliki oleh semua himpunan yang ekipoten dengan A. Bilangan kardinal dari himpunan A dilambangkan dengan ⎢A ⎢, dan kemudian didefinisikan sebagai berikut. Definisi 4.1.1: Diberikan sebarang himpunan hingga A. Jika ada fungsi bijektif
f : {1,2,3,...,n} → A, maka bilangan kardinal himpunan A adalah n, dan ditulis ⎢A ⎢ = n. Jika A = φ, maka ⎢A ⎢ = 0. Definisi 4.1.2: Bilangan kardinal pada himpunan hingga disebut kardinalitas
hingga, dan bilangan kardinal pada himpunan takhingga disebut kardinalitas takhingga atau kardinalitas transfinit. Definisi 4.1.3: Himpunan A dan himpunan B dikatakan mempunyai bilangan
kardinal (kardinalitas) yang sama bila dan hanya bila ada korespondensi satu-satu dari A ke B. Sifat bilangan kardinal pada sebarang himpunan dijelaskan dalam teorema sebagai berikut.
57
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Teorema 4.1.1: Diberikan sebarang himpunan A. Maka bilangan kardinal
himpunan A lebih kecil daripada bilangan kardinal himpunan kuasa ℘(A), ditulis ⎢A ⎢< ⎢℘(A) ⎢. Bukti: Diberikan sebarang himpunan A. Andaikan A = φ, maka ℘(A) = {φ}, ditulis ⎢A ⎢= 0 dan ⎢℘(A) ⎢= 1. Jadi untuk A = φ berlaku ⎢A ⎢< ⎢℘(A) ⎢. Andaikan A ≠ φ. Didefinisikan fungsi g : A → ℘(A) dengan g(x) = {x}, ∀x ∈ A. Harus ditunjukkan bahwa fungsi g adalah fungsi injektif tetapi tidak bijektif. Ambil sebarang x1 , x2 ∈ A dengan g( x1 ) = g( x 2 ). Diketahui bahwa g( x1 ) = { x1 } dan g( x 2 ) = { x 2 }, sehingga { x1 } = { x 2 }, maka x1 = x 2 . Jadi terbukti fungsi g adalah fungsi injektif. Andaikan fungsi g adalah fungsi bijektif, maka untuk setiap x ∈ A ada g(x) ∈ ℘(A), sehingga g(x) ⊆ ℘(A). Dengan demikian ada dua kemungkinan yaitu: x ∈ g(x) atau x ∉ g(x). Didefinisikan himpunan E = {x ∈ A ⎢x ∉ g(x)}. Dengan demikian E ⊆ A, sehingga E ⊆ ℘(A). Karena fungsi g adalah fungsi bijektif, maka fungsi g adalah fungsi surjektif, sehingga ada z ∈ A sedemikian hingga g(z) = E. Menurut definisi himpunan E, z ∈ A bila dan hanya bila z ∉ g(z). Padahal g(z) = E sehingga z ∈ E bila dan hanya bila z ∉ E. Terjadi kontradiksi. Berarti pengadaian salah. Dengan demikian benar
58
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
bahwa fungsi g : A → ℘(A) adalah fungsi injektif tetapi tidak surjektif, sehingga fungsi g : A → ℘(A) adalah fungsi yang tidak bijektif. Jadi ⎢A ⎢< ⎢℘(A) ⎢.
Teorema 4.1.2: Jika A himpunan hingga dengan ⎢A ⎢ = m, maka ⎢℘(A) ⎢ = 2 m .
Bukti: Telah dibuktikan dalam Teorema 3.3.1 bahwa jika himpunan hingga A memuat m elemen, maka himpunan kuasa ℘(A) memuat 2 m elemen. Berdasarkan Definisi 4.1.3 maka ⎢℘(A) ⎢ = 2 m .
Bilangan kardinal pada himpunan takhingga sangat istimewa karena mempunyai
lambang-lambangnya
sendiri.
Adalah
George
Cantor
yang
menentukan lambang dari bilangan kardinal takhingga. Ia menggunakan huruf pertama dari abjad Hibrani yaitu ℵ (baca: ‘aleph’) dengan subskrip 0 untuk melambangkan bilangan kardinal takhingga yang pertama, yang merupakan kardinalitas dari himpunan semua bilangan asli N. Untuk melambangkan kardinalitas himpunan semua bilangan real R digunakan huruf c. Hal ini didefinisikan sebagai berikut. Definisi 4.1.4: Bilangan kardinal dari N dilambangkan dengan ℵ0 (baca: ‘aleph
nol’). Bilangan kardinal dari R dilambangkan oleh c, dan disebut kardinalitas kontinuum.
Teorema 4.1.3: Kardinalitas himpunan semua bilangan rasional Q adalah ℵ0 .
59
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Bukti: Telah dibuktikan dalam Teorema 3.2.12 bahwa Q adalah himpunan tercacah. Dengan demikian Q berkorespondensi satu-satu dengan N sedemikian hingga ⎢Q ⎢= ⎢N ⎢= ℵ0 . Jadi terbukti bahwa kardinalitas semua bilangan rasional Q adalah ℵ0 .
Teorema 4.1.4: Kardinalitas ℘(N) adalah c.
Bukti: Telah dibuktikan dalam Teorema 3.3.5 bahwa ℘(N) berkorespondensi satusatu dengan R, sehingga ⎢℘(N) ⎢ = ⎢R ⎢ = c. Jadi terbukti bahwa kardinalitas ℘(N) adalah c.
Telah dibuktikan bahwa kardinalitas himpunan kuasa himpunan hingga yang memuat m elemen adalah 2 m . Pada sebarang himpunan, kardinalitas himpunan kuasanya dijelaskan dalam teorema berikut ini. Teorema 4.1.5: Jika A sebarang himpunan, maka ⎢℘(A) ⎢ = 2 . A
Berdasarkan Teorema 4.1.4 dan Teorema 4.1.5 di atas, dapat dibentuk suatu hubungan antara dua bilangan kardinal takhingga, yaitu ℵ0 dan c sebagai berikut. Akibat 4.1.5: c = 2ℵ0 .
Bukti: Berdasarkan Teorema 4.1.4 terbukti bahwa ⎢℘(N) ⎢= c, dan menurut Definisi 4.1.4 ⎢N ⎢ = ℵ0 . Berdasarkan Teorema 4.1.5, ⎢℘(N) ⎢= 2ℵ0 . Jadi c = 2ℵ0 .
60
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Dari setiap himpunan A dapat dibentuk himpunan kuasa ℘(A), dari setiap himpunan ℘(A) dapat dibentuk himpunan kuasa ℘(℘(A)). Demikian seterusnya selalu dapat dibentuk himpunan kuasa dari himpunan sebelumnya dan telah dibuktikan bahwa ⎢A ⎢< ⎢℘(A) ⎢, maka berlaku ⎢A ⎢< ⎢℘(A) ⎢ < ⎢℘(℘(A)) ⎢ < ⎢℘(℘(℘(A))) ⎢ < .... Andaikan himpunan A hingga yang memuat n elemen, maka ⎢A ⎢ = n dan ⎢℘(A) ⎢ = 2 n . Dengan demikian dapat dibentuk suatu barisan n
n
bilangan kardinal hingga, yaitu n, 2 n , 2 2 , ..., dan berlaku n < 2 n < 2 2 < .... Andaikan himpunan A takhingga dan himpunan A berkorespondensi satu-satu dengan N, maka ⎢A ⎢ = ⎢N ⎢ = ℵ0 dan ⎢℘(A) ⎢ = 2ℵ0 . Oleh karena itu juga ℵ0
dapat dibentuk suatu barisan bilangan kardinal takhingga, yaitu ℵ0 , 2ℵ0 , 2 2 , ..., ℵ0
dan berlaku pula ℵ0 < 2ℵ0 < 2 2
< .... Menurut Definisi 4.1.3 dan Teorema
4.1.5, jika himpunan takhingga A berkorespondensi satu-satu dengan R, maka ⎢A ⎢ = ⎢R ⎢ = c atau dikatakan bahwa kardinalitas himpunan A adalah kardinalitas kontinuum. Beberapa contoh himpunan yang mempunyai kardinalitas kontinuum adalah himpunan semua bilangan real, himpunan semua titik dalam interval terbuka (0,1), dan himpunan semua bilangan irasional dalam interval terbuka (0,1). Berdasarkan hal-hal di atas, tumbuh sebuah dugaan yang kemudian dinamakan Hipotesis Kontinuum, yang akan dibahas sebagai berikut.
2. Hipotesis Kontinuum
61
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Berawal dari suatu masalah yang diungkapkan oleh George Cantor pada tahun 1874. Ia mendefinisikan kardinalitas dari N dan R, yang olehnya dilambangkan dengan ℵ0 dan c, dan ia juga telah menunjukkan bahwa berlaku sifat c = 2ℵ0 . Telah dibuktikan pula bahwa ℘(N) berkorespondensi satu-satu dengan R dan ⎢N ⎢ < ⎢℘(N) ⎢, sehingga ℵ0 < c. Cantor menduga bahwa tidak ada suatu bilangan kardinal x sedemikian hingga ℵ0 < x < c. Dugaan ini oleh Cantor diberi nama Hipotesis Kontinuum. Hipotesis ini pertama kali dimunculkan oleh Cantor pada tahun 1877, setelah ia menemukan bahwa himpunan semua bilangan real R tidak dapat dikorespondensikan satu-satu dengan himpunan semua bilangan asli N. Cantor menduga bahwa kardinalitas himpunan semua bilangan real R merupakan ketakhinggaan yang terletak satu tingkat di atas kardinalitas himpunan semua bilangan asli N. ℵ0 adalah kardinalitas dari himpunan semua bilangan asli N atau kardinalitas dari sebarang himpunan tercacah. Tingkat selanjutnya dari ketakhinggaan adalah ℵ1 , ℵ2 , ℵ3 , ... dan seterusnya. Telah diketahui bahwa himpunan semua bilangan real R berkorespondensi satu-satu dengan semua titik pada sebuah garis lurus, yaitu kontinuum, sehingga kardinalitas dari R oleh Cantor dilambangkan sebagai c (dari continuum). Pernyataan-pernyataan asli dari Cantor tentang Hipotesis Kontinuum atau HK adalah sebagai berikut. a. ⎢R ⎢ = ℵ1 b. c = ℵ1
62
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Cantor juga telah membuktikan bahwa ⎢℘(N) ⎢ = ⎢R ⎢, sehingga HK juga dinyatakan sebagai berikut. c. ⎢℘(N) ⎢ = ℵ1 Untuk sebarang himpunan A yang diberikan, diketahui bahwa ⎢℘(A) ⎢ = 2 , A
sehingga ⎢℘(N) ⎢ = 2ℵ0 dan HK juga dinyatakan sebagai berikut. d. 2ℵ0 = ℵ1 Pernyataan di atas disebut juga versi aritmatika dari HK. Pada tahun 1908 Felix Hausdorff menyusun suatu bentuk umum dari HK sebagai berikut. Untuk sebarang bilangan kardinal ℵα berlaku 2ℵα = ℵα +1 . Pernyataan di atas disebut Hipotesis Kontinuum Umum atau HKU. Hipotesis Kontinuum Umum juga dinyatakan sebagai berikut: { ⎢N ⎢, ⎢℘(N) ⎢, ⎢℘(℘(N)) ⎢, ⎢℘(℘(℘(N))) ⎢, ...} = { ℵ0 , ℵ1 , ℵ2 , ℵ3 , ...}. Bertahun-tahun lamanya Cantor dan para ahli matematika lain berusaha untuk membuktikan HK, bahkan lewat negasinya juga, yaitu ¬HK. Sampai pada akhirnya oleh Hilbert, Hipotesis Kontinuum diletakkan di tempat pertama dalam daftar 23 masalah matematika yang penting untuk diselesaikan oleh para ahli matematika abad ke-20. Pada tahun 1938 Gödel membuat suatu perkembangan yang berarti dengan membuktikan bahwa HK konsisten dengan ZFC (Teori Himpunan ZermeloFraenkel dengan Aksioma Pilihan), dengan membentuk suatu model dari ZFC + HK.
63
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pada saat yang bersamaan Gödel juga membuktikan teoremanya yang terkenal, yaitu Teorema Ketaklengkapan (Incompleteness Theorem) dan menunjukkan bahwa ZFC adalah contoh dari suatu sistem yang tidak lengkap, yang berarti bahwa ada pernyataan-pernyataan dalam teori himpunan itu yang disebut pernyataan taktentu, yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya ataupun kesalahannya. Para ahli matematika menduga bahwa HK adalah suatu pernyataan taktentu dalam ZFC. Tetapi hal ini tinggal hanya sebagai dugaan sampai tahun 1963. Paul Cohen membangun suatu model dari ZFC + ¬HK, dan dengan model Gödel yaitu ZFC + HK, menunjukkan bahwa HK adalah pernyataan yang bebas dalam ZFC. Hal ini berarti bahwa baik HK atau ¬HK dapat ditambahkan sebagai suatu teorema dari ZFC. Tetapi karena keduanya belum dapat dibuktikan kesahihannya, para ahli matematika sampai saat ini masih berusaha membuktikan teorema tersebut atau berusaha untuk menemukan teorema lain yang dengan tepat dapat membantu proses pembuktian HK dengan lebih sempurna. Sampai saat ini HK tinggal sebagai hipotesis yang unik dalam teori himpunan, yaitu bahwa meskipun kesahihan pembuktian HK masih menjadi perbincangan, HK dengan konsep kardinalitas dari kontinuumnya telah menjadi inspirasi dalam pengembangan teori himpunan dan matematika pada umumnya.
BAB V PENUTUP
64
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Himpunan, yang merupakan kumpulan dari obyek-obyek yang berbeda, dinyatakan berdasarkan kesamaan sifat elemen-elemennya. Dua kelompok besar himpunan adalah himpunan hingga dan himpunan takhingga. Himpunan A disebut himpunan hingga jika A ≠ φ atau A berkorespondensi satu-satu dengan himpunan {1,2,3,4,...., k} untuk suatu k ∈ N. Himpunan takhingga adalah himpunan tidak kosong yang tidak berkorespondensi satu-satu dengan {1,2,3,4,...., k} untuk suatu k ∈ N. Himpunan tercacah dan himpunan taktercacah termasuk dalam himpunan takhingga. Himpunan A disebut himpunan tercacah bila A berkorespondensi satusatu dengan himpunan semua bilangan asli N. Suatu himpunan apabila hingga atau tercacah disebut himpunan terbilang. Himpunan semua himpunan bagian dari himpunan A disebut himpunan kuasa dari A. Dari setiap himpunan selalu dapat dibentuk himpunan kuasanya, dan himpunan kuasa ℘(N) adalah himpunan taktercacah. Himpunan A dikatakan mempunyai kardinalitas (bilangan kardinal) yang sama dengan himpunan B, yaitu ⎢A ⎢= ⎢B ⎢, jika A berkorespondensi satu-satu dengan B. Jika A adalah himpunan hingga dengan m elemen, yaitu ⎢A ⎢= m, maka ⎢℘(A) ⎢ = 2 m . Kardinalitas himpunan takhingga didasarkan pada sifat tercacah atau taktercacahnya himpunan takhingga tersebut. Pada himpunan tercacah A, ⎢A ⎢ = ⎢N ⎢ = ℵ0 . Pada himpunan taktercacah B, ⎢B ⎢ = ⎢R ⎢ = c. Kardinalitas himpunan taktercacah disebut kardinalitas kontinuum. Suatu hubungan antara c
65
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dan ℵ0 adalah c = 2ℵ0 . Timbul suatu dugaan bahwa tidak ada bilangan kardinal x sedemikian hingga ℵ0 < x < c. Dugaan ini pertama kali dicetuskan oleh George Cantor dan diberi nama Hipotesis Kontinuum. Pada Hipotesis Kontinuum Umum dinyatakan bahwa berlaku ℵα +1 = 2ℵα atau selalu dapat ditemukan bilangan kardinal yang lebih besar daripada bilangan kardinal sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA
66
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Anglin, W.S.(1994). Mathematics: A Concise History and Philosophy. New York: Springer-Verlag. Avelsgaard, Carol. (1990). Foundation for Advanced Mathematics. Illinois: Scott, Foresman and Company. Ciesielsky, Krzystof. (1997). Set Theory for The Working Mathematician. New York: Cambridge University Press. Dunham, William. (1990). Journey Through Genius. New York: John Wiley & Sons, Inc. Eccles, Peter. J. (1997). An Introduction to Mathematical Reasoning. New York: Cambridge University Press. Fletcher, Peter. (1992). Foundation of Higher Mathematics. Massachussetts: PWS-Kent Publishing Company. Gerstein, Larry J. (1996). Introduction to Mathematical Structure and Proofs. New York: Springer-Verlag. Guillen, Michael. (1983). Bridges to Infinity. Los Angeles: Jeremy P. Tarcher, Inc. Halmos, Paul R. (1960). Naive Set Theory. New York: Springer-Verlag. Hamilton, A.G. (1982). Numbers, Sets, and Axioms. Cambridge: Cambridge University Press. Hazewinkel, M. (1995). Encyclopaedia of Mathematics. Singapore: Toppan Company(s) Pte. Ltd. Lipschutz, Seymour. (1989). Teori Himpunan. Jakarta: Penerbit Erlangga. Lopez, Alex-Ortiz. (1998). The Continuum Hypothesis. http://daisy.uwaterloo.ca/~alopez.o/math-faq/ Lucas, John F. (1986). Introduction to Abstract Mathematics. California: Wadsworth Publishing Company. Maor Eli, (1991). To Infinity and Beyond. New Jersey: Princetown University Press. McGough, Nancy. (1998). Infinite Ink: The Continuum Hypothesis.
67
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
http://www.ii.com/math/ch McGough, Nancy. (1998). The Continuum Hypothesis FAQ. http://www.ii.com/math/ch/faq Singh, Jagjit. (1972). Mathematical Ideas. London: Hutchison & Co (Publishers) LTD. Van Dalen, D. (1978). Sets: Naive, Axiomatic, and Applied. Oxford: Pergamon Press LTD.
68