IV.
HASlL DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Minyak Goreng Bekas dari Beberapa Sumber Penelitiao awal dilakukan dengan menganalisis karakteristik minyak goreng bekas yang diperoleh dari beberapa sumber. Hasil analisis beberapa parameter sifat fisikokimia minyak goreng bekas yang dikumpulkan (Elisabeth, unpublished data) ditampilkan pada beberapa gambar di bawah ini, yakni bilangan peroksida, kadar asam lemak bebaslALB, kadar air, viskositas, dan kandungan senyawa polar. Terdapat variasi yang besar terhadap beberapa nilai dari parameter mutu minyak goreng yang disebabkan oleh perbedaan dalam penggunaannya, yakni faktor jenis bahan yang digoreng dan operasionalisasi penggorengan. Jenis komponen pada bahan yang digoreng, yakni air, karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral akan mempengaruhi reaksi yang terjadi selama pemanasan atau penggorengan.
knjaja kaki lima
Rurnah tangga
Restoran
Olein
Gambar 4. Bildngan peroksida dari minyak goreng bekas yang diperoleh dari beberapa surhber Bilangaln peroksida dari minyak goreng bekas yang diamati sangat bervariasi, bahkan yang diperoleh dari satu sumber seperti restoran ayam goreng cepat saji. Dua
,
jenis sampel Qinyak goreng bekas dari restoran cepat saji masing-masing memiliki bilangan peroksiida rata-rata sebesar 4.3 dan 31.7 meqlkg minyak. Demikian juga halnya dengan minyah goreng bekas yang bersumber dari rumah tangga memiliki bilangan peroksida yang berkisar antara 8.9
- 22.4meqlkg minyak.
Minyak goreng bekas yang
diperoleh dari penjaja kaki lima memiliki bilangan peroksida yang relatif leblh rendah, yakni berkisar 5.5
- 7.2 meqlkg minyak, meskipun diketahui minyak goreng digunakan terus
menerus selamp 3 minggu.
Rnjaja kaki lima
Rumah tangga
Restoran
Olein
Gambar 5. K a a r asam lemak bebas (ALE) dari minyak goreng bekas yang diperoleh dari bqberapa sumber Kadar ALE dari minyak goreng bekas yang diperoleh dari restoran cepat saji lebih tinggi dibandingkan dengan sumber lain, yakni masing-masing sebesar 1.1%, sedangkan kadar ALE darl minyak goreng bekas yang diperoleh dari sumber lain relatif rendah, yakni di bawah 0.3%. Reaksi hidrolisis antara air dengan minyak goreng akan meningkatkan kandungan asam lemak bebas dan sebagian ester gliserol, digliserida, monogliserida. Kecepatan hidrolisis ini dlpengaruhi oleh kelembaban atau jumlah air yang terdapat dalam bahan pangan yang digoreng, suhu penggorengan di mana semakin tinggi suhu penggorengan
akan menyebabkan asam lemak bebasnya semakin tinggi, kecepatan perubahan lemak, dan akumulasi bahan pangan yang terbakarlhangus yang akan mempercepat pembentukan asam lemak bebas (Perkins, 1996). Asam lemak bebas dalam minyak goreng akan mengkatalisis hidrolisis trigliserida lebih lanjut. Hidrolisis asam lemak tidak jenuh seperti asam oleat dan asam linoleat, atau asam lemak raotai pendek berlangsung lebih banyak, yang mungkin disebabkan oleh kelarutannya ddlam air yang lebih besar. Jumlah asam lemak bebas yang terbentuk berbanding lanasung dengan jumlah uap yang dilepaskan oleh bahan pangan kedalam minyak. Penggorengan bahan pangan berkadar air tinggi dalam jumlah besar dapat mempercepat pembentukan asam lemak bebas.
Rnjaja kaki l i i
Rumah tangga
Restoran
Olein
Gambar 6. Kaklar air dari minyak goreng bekas yang diperoleh dari beberapa sumber Kadar air dari minyak goreng bekas yang diperoleh dari restoran cepat saji lebih tinggi dibandingkan dari sumber yang lain, yakni masing-masing sebesar 0,3 dan 0,4%. Kadar air dari vinyak goreng bekas yang diperoleh dari sumber lain juga relatif rendah dan variasi yang tettinggi terdapat pada minyak goreng bekas yang berasal dari rumah tangga, yakni berkisar 0,02
- 0,08%.
Selama hidrolisis, terjadi pemecahan ikatan ester yang
menghasilkan asam lemak bebas, monogliserida, digliserida. Senyawa-senyawa ini mempunyai polaritas dan berat molekul yang lebih rendah dari trigliserida. Viskositas dari minyak goreng bekas yang berasal dari restoran cepat saji lebih rendah dibandingkan dari sumber lainnya, yakni rata-rata 32 cSt. Viskositas yang tertinggi terdapat pada olein (49.7 cSt), dan yang berasal dari rumah tangga dan penjaja kaki lima berkisar 39,9
- 41,O
cSt. Viskositas minyak goreng dipengaruhi oleh komposisi asam
lemak dari minyak goreng bekas itu sendiri (Tabel 5). Minyak goreng bekas yang berasal dari restoran cepat saji memiliki kandungan asam lemak jenuh, terutama asam laurat yang tinggi sehingga memiliki viskositas yang lebih rendah jika dibandingkan dengan viskositas minyak goreng bekas dari rumah tangga, penjaja kaki lima dan olein sawit yang memiliki kandungan asam lemak tidak jenuh (asam oleat) yang tinggi.
Penjaja kaki lirna
Rumah tangga
Restoran
Olein
Gambar 7. Viskositas dari minyak goreng bekas yang diperoleh dari beberapa sumber Kandungan senyawa polar minyak goreng bekas dari rumah tangga relatif lebih kecil dibandingkan sumber lainnya dan nilainya berkisar 10,6 - 15,6%, sedangkan minyak goreng bekas yang berasal dari sumber lainnya umumnya di atas 20%. Ditinjau dari aspek kesehatan, minyak goreng bekas yang diperoleh dari penjaja kaki lima dan restoran cepat saji telah tidak layak untuk dikonsumsi, karena memiliki kandungan senyawa polar yang
tinggi. Kandungan senyawa polar tertinggi pada bahan pangan yang diijinkan adalah 2527%. Kandungan senyawa polar akan meningkat dengan meningkatnya degradasi minyak
goreng. Senyawa polar dalam minyak goreng yang belum diproses terdiri dari sterol, tokoferol, mono- dan digliserida, asam lemak bebas, dan senyawa larut minyak lain yang lebih polar dari trigliserida, sedang senyawa polar dalam minyak goreng bekas terdiri dari dekomposisi senyawa hasil pemecahan asam lemak dari trigliserida.
Wnjaja kaki l i i
Rumah tangga
Restoran
Olein
Gambar 8. Kandungan senyawa polar dari minyak goreng bekas yang diperoleh dari beberapa sumber Asam lemak pada minyak goreng bekas yang berasal dari penjaja kaki lima, rumah tangga, dan olein didominasi oleh jenis asam palmitat (C16:O) dan asam oleat
(C16:I), masing-masing dengan kandungan 38,142,9%, sedangkan asam lemak pada minyak goreng bekas yang berasal dari restoran ayam goreng cepat saji didominasi oleh asam lemak berantai sedang yakni asam kaprat (ClO:O), asam laurat (C12:0), dan asam '
miristat (C14:O). Ditinjau dari komposisi asam lemak yang dimiliki oleh masing-masing jenis minyak goreng bekas, dapat disimpulkan bahwa minyak goreng yang digunakan oleh penjaja makanan gorengan kaki lima dan ibu-ibu rumah tangga di Kotamadya Medan dan sekitamya merupakan produk fraksinasi minyak sawit, sedangkan minyak goreng yang
digunakan di restoran cepat saji merupakan jenis minyak kelapa atau inti sawit, yang mungkin terdapat dalam bentuk campuran dengan jenis minyak lain. Tabel 5. Komposisi asam lemak (%bib) dari minyak goreng bekas yang diperoleh dari beberapa sumber
Rumah tangga;(3) Rumah tangga,(4) Rumah tangga (5) Restoran cepat saji (1) Restoran cepat saji (2) Olein sawit
-
-
5.96 5.92
46.96 45.79
-
-
-
176 -41.66 1.42 38.08 1.29 41.81 17,37 11.09 16,65 11.39 1.24 4234
4.07 4.79 4.08 3.12 3.29 4.40
42.27 43.75 42.20 7.72 8.50 32,12
10.85 12.06 10.62 1.24 1.54 7.49
B. Faktor Eksternal B. 1. Penganuh rasio substrat dan waktu reaksi pada proses transesterifikasi minyak goreng bekas
Dalam proses transesterifikasi, sesungguhnya reaksi yang terjadi terdiri dari sederetan reaksi reversibel yang berurutan (konsekutif).
Urutannya yaitu konversi
trigliserida menjadi digliserida, kemudian diikuti oleh konversi digliserida menjadi monogliserida dengan membentuk metil ester pada setiap tahap reaksinya dan monogliserida menjadi gliserol pada tahap akhir reaksi. Monogliserida dan digliserida merupakan emulsifier. Oleh karena itu, pencucian metil ester kasar harus hati-hati agar tidak terbentuk emulsi yang sukar untuk dipisahkan. Dari hlasil transesterifikasi minyak goreng bekas diperoleh bahwa rasio molar substrat minyak goreng bekas dengan metanol mernberikan pengaruh yang nyata (p>0.05)
-
-
-
terhadap kandungan metil ester dalam produk transesterifikasi. Dari Gambar 9 dapat dilihat persentase metil ester yang diperoleh dalam proses transesterifikasi minyak goreng bekas. Rasio molar substrat metanollminyak goreng 4 : Idan rasio molar substrat 7:l memberikan persentase metil ester (87.26% dan 87.19%) yang berbeda jika dibandingkan dengan perlakuan rasio molar substrat lainnya setelah diuji lanjut dengan uji Duncan (p>0.05). Perlakuan rasio molar substrat 4 : 1 sudah memberikan persentase metil ester yang tinggi tapi metil ester yang dihasilkan sulit dimurnikan (dalam proses pencucian) karena masih terdapat residu katalis dan gliserida (mono dan digliserida) serta sisa-sisa sabun yang terbentuk. Hal ini disebabkan oleh reaksi transesterifikasi yang belum mencapai kesetimbangan (konstan) sehingga masih terdapat reaksi balik antara produkproduk tersebut. Pada rasio molar substrat 6 : 1, persentase metil ester (83.96%) yang diperoleh belum memberikan hasil yang setimbang. Sedangkan perlakuan rasio substrat
8 : 1 menghasilkan persentase metil ester yang lebih rendah yakni 83.71%.
100
,
Rasio substrat metanol : miny ak goreng bekas Gambar 9. Pengaruh rasio molar substrat (metanol dan minyak goreng bekas) terhadap persentase metil ester dalam produk transesterifikasi (suhu reaksi 600C,laju pengadukan 300 rpm). Secara teoritis reaksi transesterifikasi membutuhkan rasio substrat metanol dengan minyak goreng sebesar 3:1, tetapi reaksi membutuhkan lebih dari 3 mol metanol
.
untuk menghasilkan rendemen metil ester yang maksimum. Penggunaan metanol dalam jumlah berlebih diharapkan akan mendorong reaksi ke kanan dan menghasilkan rendemen metil ester yang diinginkan meningkat, sehingga proses pemisahan salah satu produk dari campuran hasil reaksi akan lebih mudah. Penggunaan metanol dalam jumlah yang sedikit menyebabkan reaksi tidak berlangsung sempurna, sehingga masih terdapat molekul monogliserida dan digliserida (Noureddini & Zhu, 1997). Perlakuan waktu juga memberikan pengaruh yang nyata terhadap kandungan metil ester (p>0.05). Perlakuan waktu mulai 60 hingga 120 menit reaksi memberikan hasil yang sama jika dibandingkan satu sama lain dengan uji Duncan (p>0.05). Perlakuan waktu mulai dari 10 hingga 50 menit menunjukkan reaksi yang belum berlangsung setimbang dan diduga masih terbentuk produk-produk antara seperti mono- dan digliserida.
Waktu (menit) Gambar 10. Pengaruh waktu reaksi pada proses transesterifikasi minyak goreng bekas terhadap persentase metil ester dalam produk transesterifikasi (suhu reaksi 600C, laju pengadukan 300 rpm).
lnteraksi antara rasio substrat dengan waktu reaksi memberikan pengaruh nyata (p>0.05) terhadap persentase metil ester. Perlakuan interaksi rasio substrat metanol dengan minyak goreng bekas 7 : 1 mulai dari waktu reaksi 20 menit sudah memberikan persentase metil ester yang tinggi. Dengan rasio substrat 6 : 1, persentase metil ester pada 20 menit waktu reaksi juga sudah tinggi, namun reaksi yang terjadi belum setimbang sehingga pada menit 40-50, terjadi penurunan kandungan metil ester. Perlakuan rasio molar substrat 8:l juga memberikan persentase metil ester yang tinggi dan konstan setelafi 30 menit waktu reaksi.
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90 100 110 120
Waktu (menit) Gambar 11. Pengaruh interaksi antara rasio molar substrat (metanol : minyak goreng bekas) dengan waktu reaksi terhadap persentase metil ester dalam produk transesterifikasi (suhu reaksi 600C, laju pengadukan 300 rpm). Penentuan kandungan asam lemak bebas digunakan untuk menentukan asam lemak yang mungkin masih terdapat selama proses pengolahan yang mungkin belum bereaksi dengan metanol. Jika metil ester digunakan sebagai biodiesel, maka kandungan ALB yang tinggi akan menyebabkan terjadinya deposit pada sistem pembakaran dan akan
menyebabkan korosi. Kandungan ALB yang diijinkan pada biodiesel adalah maksimum 0.8 mg KOHlg (ASTM PS121).
3 0 - I
r-.-----,-.--.-,-----.-
a
3
4
1
5
6
7
8
Rasio substrat (mlm) Gambar 12. Pengaruh rasio molar substrat terhadap kandungan asam lemak bebas (ALB) produk transesterifikasi (suhu reaksi 600C,laju pengadukan 300 rpm, 120 menit). Perlakuan rasio molar substrat metanol dengan minyak goreng bekas memberikan pengaruh
nyata terhadap kandungan ALB metil ester yang dihasilkan (p>0.05).
Kandungan ALB metil ester yang diperoleh masih dibawah nilai spesifikasi maksimum mutu biodiesel (ASTM PS121). Hasil uji Duncan (p>0.05) menunjukkan bahwa perlakuan rasio molar substrat 6:1, 7:1, dan 8 :1 memberikan kandungan asam lemak bebas yang sama jika dibandingkan satu sama lain. Proses transesterifikasi rnenyebabkan asam-asam lemak penyusun trigliserida diubah menjadi metil ester dengan mengganti gugus hidroksi asam lemak dengan gugus metil. Dari Gambar 9-12 di atas dapat dilihat bahwa perlakuan rasio substrat 7:1 memberikan persentase metil ester yang relatif konstan yaitu hampir 100% mulai dari 20 menit reaksi. Berdasarkan pertimbangan yang lebih ekonomis, maka perlakuan rasio substrat 7:1 digunakan sebagai rasio molar substrat optimum. Hal ini juga ditinjau dari kandungan asam lemak bebas metil ester yang rendah pada perlakuan rasio substrat 7 :I.
8.2. Pengaruh suhu dan waktu reaksl pada proses transesterifikasi minyak goreng bekas
Suhu reaksi dapat mempengaruhi proses transesterifikasi minyak goreng bekas. Dari hasil analisis sidik ragam dapat diperoleh bahwa perlakuan suhu memberikan pengaruh nyata terhadap persentase metil ester. Perlakuan suhu 60, 70 dan 80% memberikan persentase metil ester yang sama jika dibandingkan satu sama lain dengan uji Duncan (p>0.05). Berdasarkan pertimbangan yang lebih ekonomis, maka perlakuan suhu 60% digunakan sebagai kondisi suhu optimum dalam proses transesterifikasi minyak . goreng bekas.
55 I
40
50
I
I
I
60
70
80
Suhu (OC)
Gambar 13. Pengaruh suhu reaksi pada proses transesterifikasi terhadap terhadap persentase metil ester dalam produk transesterifikasi (rasio molar substrat metanol : minyak goreng bekas 7:1, laju pengadukan 300 rpm) Dengan adanya pemanasan molekul-molekul minyak terdispersi dan terdistribusi ke dalam molekul metanol dan kemudian bereaksi sehingga memutuskan ikatan gliserida membentuk metil ester.
Pemanasan meningkatkan pergerakan molekul-molekul
campuran minyak-metanol sehingga terjadi tumbukan antara molekul dan memberikan energi yang cukup untuk mencapai kompleks aktivasi dan terjadi reaksi transesterifkasi (Noureddini & Zhu, 1997). Pada suhu rendah tidak semua asam lemak teresterkan karena
asam lemak yang bertitik leleh tinggi belum mencair (membentuk kristal) dan tidak ikut dalam reaksi transesterifikasi.
.E , 1
0
T
I
1
-1
7
I
- l - - l
I
I
I
10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110120
Waktu (menit) Gambar 14. Pengaruh waktu reaksi pada proses transesterifikasi terhadap persentase metil ester dalam produk transesterifikasi, (rasio molar substrat metanol : minyak goreng bekas 7:l; laju pengadukan 300 rpm). Pengaruh waktu reaksi terhadap persentase metil ester dapat dilihat pada Gambar 14. Dari hasil analisis ragam diperoleh bahwa perlakuan waktu berpengaruh nyata terhadap persentase metil ester yang dihasilkan. Uji Duncan diperoleh bahwa masing-masing p~rlakuanwaktu reaksi dari 10 hingga 120 menit tidak memberikan perbedaan yang nyata satu sama lain. Setelah dibandingkan antara hasil perlakuan waktu pada perlakuan rasio molar substrat dan perlakuan suhu-waktu reaksi ini maka perlakuan waktu reaksi 10 menit merupakan waktu yang terbaik transesterifikasi antara minyak goreng bekas dan metanol. Suhu reaksi transesterifikasi minyak goreng bekas dengan metanol memberikan pengaruh nyata terhadap asam lemak bebas metil ester yang dihasilkan (p>0.05). Kandungan ALB berada pada kisaran 0.10 - 0.26% (asam palmitat) dengan nilai rata-rata sebesar 0.16%. Nilai ini menunjukkan bahwa metil ester masih mengandung asam lemak bebas yang belum bereaksi dengan metanol yang masih terbawa dalam fraksi metil ester. Hasil uji Duncan diperoleh bahwa perlakuan suhu 60 dan 80% memberikan pengaruh
yang sama terhadap kandungan asam lemak bebas metil ester yang dihasilkan, sementara jika dlbandingkan perlakuan suhu 40,50 dan 700C berbeda satu sama lainnya.
40
50
60
Suhu (OC)
70
80
Gambar 15. Pengaruh suhu reaksi pada proses transesterifikasi terhadap kandungan ALB metil ester (rasio moar substrat metanol : minyak goreng bekas 7:l;laju pengadukan 300 rpm; waktu reaksi 120 menit). Jadi dari pengaruh faktor eksternal minyak goreng bekas ini diperoleh bahwa kondisi reaksi optimum yang akan digunakan dalam proses transesterifikasi minyak goreng bekas adalah rasio molar substrat metanol dan minyak goreng bekas 7:1, pada suhu 600C selama 10 menit waktu reaksi dengan laju pengadukan 300 rpm.
C. Faktor Internal C. 1. Pengaruh total senyawa polar terhadap proses transesterifikasi minyak goreng bekas
Hubungon antara total senyawa polar (TSP) dengan kandungan metil ester dapat dilihat pada Gambar 16. Total senyawa polar tidak berpengaruh nyata terhadap persentase metil ester yang dihasilkan (p>0.05).
'I
0
5
- . - - 1
- -
I
-
10 15 20 Total senyawa polar (%)
1
I
25
30
Gambar 16. Mubungan antara total senyawa polar pada minyak goreng bekas terhadap persentase ester dari metil ester minyak goreng bekas (rasio molar substrat metanol : minyak goreng bekas 7:1; suhu 700C; laju pengadukan 300 rpm; waktu reaksi 40 menit). TSP sebesar 29.7% tetap dapat memberikan persentase metil ester yang tinggi (98.50%). dengan rata-rata persentase metil ester sebesar 98.54%. TSP maksimum minyak goreng yang masih layak untuk dikonsumsi adalah 25-2796. Jadi walaupun sudah tidak layak konsumsi minyak goreng bekas masih bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku untuk pembuotan metil ester. TSP akan meningkat dengan meningkatnya degradasi minyak goreng. TSP dalam minyak goreng yang belum diproses terdiri dari sterol, tokoferol, mono- dan digliserida, asam lemak bebas, dan senyawa larut minyak lain yang lebih polar dari trigliserida, sedang TSP minyak goreng bekas terdiri dari dekomposisi senyawa hasil pemecahan asam lemak dari trigliserida.
0
5
10 15 20 Total senyawa polar (%)
25
30
Gambar 17. Hubungan antara total senyawa polar (TSP) pada minyak goreng bekas terhadap kandungan ALB metil ester (rasio molar substrat metanol : minyak goreng bekas 7:1; suhu 70%; laju pengadukan 300 rpm; waktu reaksi 40 menit), Pengaruh TSP terhadap kandungan ALB metil ester yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 17. Dari analisis sidik ragam diperoleh bahwa TSP minyak goreng bekas selama transesterifikasi memberikan pengaruh yang nyata terhadap kandungan asam lemak bebas metil ester (p>0.05). Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa kecuali perlakuan TSP sebesar 22.1, semua perlakuan memiliki nilai asam lemak bebas yang sama jika dibandingkan satu sama lain. Kandungan ALB metil ester rata-rata sebesar 0.26% dan nilai ini masih dibawah spesifikasi mutu biodiesel (ASTM PS121). Kandungan ALB dalam metil ester menunjukkan bahwa masih ada asam lemak dari minyak goreng yang belum bereaksi dengan metanol yang terikut dalam metil ester. Jadi total senyawa polar yang terkandung dalam minyak goreng bekas hingga 29.7% tidak berpengaruh nyata terhadap proses transesterifikasi.
C. 2. Pengaruh kandungan senyawa peroksida terhadap proses transesterifikasi minyak goreng bekas
Hubungan antara kandungan senyawa peroksida dengan persentase metil ester yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 18. Dari hasil analisis sidik ragam dapat diketahui bahwa kandungan senyawa peroksida tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap persentase metil ester yang dihasilkan (p>0.05). Hal ini disebabkan oleh katalis yang tidak berhubungan dengan senyawa peroksida dan struktur molekul steric hindrance ,
trigliserida dapat dipertahankan, sehingga katalis dapat menghidrolisis asam lemak trigliserida minyak goreng bekas dan tidak mempengaruhi proses transesterifikasi minyak goreng bekas. Meskipun senyawa peroksida sebesar 32.59 meq11000g, persentase metil ester yang tinggi (98.76%) masih dapat dihasilkan.
Bilangan peroksida meqllOOO g Gambar 18. Hubungan antara kandungan senyawa peroksida pada minyak goreng bekas terhadap persentase metil ester dalam produk transesterifikasi (rasio molar substrat metanol : minyak goreng bekas 7:1; suhu 700C; laju pengadukan 300 rpm; waktu reaksi 40 menit). Senyawa peroksida yang terkandung dalam minyak goreng bekas berpengaruh nyata terhadap kandungan asam lemak bebas dalam produk transesterifikasi minyak goreng bekas (p>0.05). Minyak goreng bekas dengan kandungan senyawa peroksida sebesar 32.59 meq11000g dan 31.66 meqllOOOg menghasilkan produk metil ester dengan kandungan ALB yang lebih tinggi.
Bilangan peroksida (meq/1000 g)
Gambar 19. Hubungan antara kandungan senyawa peroksida pada minyak goreng bekas terhadap kandungan ALB metil (rasio molar substrat metanol : minyak goreng bekas 7:l; suhu 700C; laju pengadukan 300 rpm; waktu reaksi 40 menit).
C. 3. Pengaruh kandungan Asam Lemak Bebas terhadap proses transesterifikasi minyak goreng bekas
Penentuan batas kandungan ALB perlu dilakukan karena ALB dapat bereaksi dengan katalis. Hal ini ditunjukkan oleh hasil penelitian, bahwa perlakuan kandungan ALB berpengaruh nyata terhadap persentase metil ester yang dihasilkan. Perlakuan kandungan ALE3 mulai dari 0.3% hingga 6% memberikan persentase metil ester yang berbeda jika dibandinqkan satu sama lain.
90
1 0%
I
I
I
I
1% 2% 3% 4% Kandungan ALB (asam oleat)
I
I
5%
6%
Gambar 20. Hubungan antara kandungan ALB pada minyak goreng bekas terhadap persentase metil ester dalam produk transesterifikasi (rasio molar substrat metanol : minyak goreng bekas 7:1, waktu reaksi 40 menit; laju pengadukan 300 rpm).
Pemakaian katalis basa mempunyai kelemahan yaitu hanya berlangsung sempuma bila minyak atau lemak dalam kondisi netral dan tanpa keberadaan air. Selain itu dapat terjadi pembentukan sabun, sehingga katalis dapat hilang karena penyabunan (proses transesterifikasi berlangsung dua tahap) dan juga menyebabkan terbentuknya struktur gel yang dapat menghambat proses pemisahan. Kandungan ALB pada minyak goreng bekas memberikan pengaruh yang nyata terhadap asam lemak bebas metil ester minyak goreng bekas (p>0.05). Gambar 21 menunjukkan hubungan antara kandungan ALB minyak goreng bekas dengan kandungan ALB metil ester yang dihasilkan. Kandungan ALB metil ester rata-rata diperoleh sebesar 0.32% (asam oleat). Setelah uji Duncan (p>0.05) dilakukan, masing-masing perlakuan mulai dai 0.3% hingga 4% memberikan nilai ALE yang sama jika dibandingkan satu sama lain.
0
1
2 3 4 % ALB (asam oleat)
5
6
Gambar 21. Hubungan antara kandungan ALB pada minyak goreng bekas terhadap kandungan ALB metil ester (rasio molar substrat metanol : minyak goreng bekas 7:1, waktu reaksi 40 menit; laju pengadukan 300 rpm). Kandungan asam lemak bebas sampai dengan 3% tidak berpengaruh negatif terhadap proses transesterifikasi (Ahn, el a/,, 1995). Jika kandungan asam lemak bebas tinggi pada minyak goreng bekas, katalis yang digunakan untuk mengkonversi metil ester
adalah asam, tefapi kendala penggunaan katalis ini adalah biayanya yang mahal, sehingga hanya djaplikasikan untuk produk dengan nilai jual yang tinggi. Penggundan minyak goreng bekas dengan asam lemak bebas lebih dari 6% dapat menyebabkan pehyabunan dan timbul kesulitan dalam proses pencucian, ha1 ini juga akan mempengaruhi rqndemen yang dihasilkan. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 22, dimana dengan semakin rtinggi konsentrasi asam lemak bebas pada minyak goreng bekas, maka rendemen yang dihasilkan semakin kecil, walaupun dari hasil analisis sidik ragam rendemen ini tiddk memberikan perbedaan yang nyata tapi penurunan yang berarti terjadi. Jadi kandungan asam lemak bebas minyak goreng bekas hingga 3% masih baik untuk proses transesterifikasi untuk rnenghasilkan metil ester.
0
2 4 % ALB (asam oleat)
6
Gambar 22. Hubungan antara kandungan ALB pada minyak goreng bekas dengan rendemen metil ester yang dihasilkan (rasio molar substrat metanol : minyak gloreng bekas 7:1, waktu reaksi 40 menit; laju pengadukan 300 rpm).
''
kadar air pada
minyak goreng bekas terhadap
proses
4' E:::i~rifikasi
Perlakuah kadar air minyak goreng bekas memberikan pengaruh yang nyata
(p>0.05) terhadap persentase metil ester yang dihasilkan. Hubungan antara kadar air dengan persentase metil ester yang diperoleh dapat dilihat pada Gambar 23. Dari uji Duncan diperoleh bahwa minyak goreng bekas dengan kadar air hingga 2% memberikan persentase metil ester yang sama. Perlakuan kadar air minyak goreng bekas yang lebih I
besar dari 2% mqmberikan persentase metil ester yang berbeda satu sama lainnya.
Kadar air (%) Gambar 23. Hpbungan antara kadar air pada minyak goreng bekas terhadap persentase m ti1 ester dalam produk transesterifikasi (rasio molar substrat metanol : m nyak goreng bekas 7:1, waktu reaksi 40 menit; laju pengadukan 300 rpm).
1
Penentqan batas kadar air dalam minyak goreng bekas perlu dilakukan karena air dapat menghidrplisis minyak menjadi gliserol dan asam lemak. Gliserol akan bereaksi balik dengan rr)etil ester yang ditandai oleh keberadaan gliserida partial (mono- dan digliserida). BioQlieseldengan kandungan gliserida berlebih dapat menyebabkan deposit dalam ruang pebbakaran (combustion chamber) yang dapat merusak mesin. Kandungan air yang tinggi galam biodiesel akan sangat mempengaruhi penyimpanan biodiesel dan juga berpengarqh dalam pencampuran dengan minyak diesel, karena sifat minyak yang higroskopis.
Penelitiatb Basiron, et a/., (2001) menunjukkan bahwa penggunaan biodiesel dari minyak sawit pada mesin diesel Mercedes tidak terlalu mengalami masalah pada mesin dengan kandungpn monogliserida sampai 1.25% dan dan kandungan digliserida sampai 0.51%. Hal ini uerbeda dengan metil ester dari minyak rapeseed dengan kandungan gliserida yang sdma dapat menyebabkan masalah terhadap mesin (Schafer, 1995). Hal ini disebabkan olehrperbedaan tingkat ketidakjenuhan antara metil ester minyak sawit dengan minyak rapeseed. Nilai ini berbeda dengan yang tercantum pada standar biodiesel oleh DIN, yakni kanqungan monogliserida sampai 0.8% dan kandungan digliserida sampai
0
4
8
12
16
Kadar air (%) Gambar 24. Hqbungan antara kadar air pada minyak goreng bekas terhadap kandungan AkB pada produk transesterifikasi minyak goreng bekas (rasio molar substrat tanol : minyak goreng bekas 7:1, waktu reaksi 40 menit; laju pengadukan
Perbeqlaan kadar air pada minyak goreng bekas menghasilkan produk transesterifikadi dengan kandungan asam lemak bebas yang berbeda nyata (p>0.05). Asam lemak bebas rata-rata untuk setiap perlakuan, yakni 0.29% (asam oleat) m&ih dibawah spesifikasi mutu biodiesel (ASTM PS121), Hal ini menunjukkan bahwa masih ada sedikit asam lemak bebas yang belum bereaksi dengan metanol teibawa dalam metil ester. Setelah diuji lanjut dengan uji Duncan (p>0.05), diperoleh bahwa perlakuan kadar
air 2, 4, 7, 10 dbn 13% tidak memberikan perbedaan yang nyata terhadap kandungan asam lemak beb4s produk transesterifikasi yang dihasilkan.
0
4
8 Kadar air (%)
12
16
1
Gambar 25. Hu ungan antara kadar air pada minyak goreng bekas dengan rendemen me il ester produk transesterifikasi (rasio molar substrat metanol : minyak go ng bekas 7:1, waktu reaksi 40 menit; laju pengadukan 300 rpm). Hasil apalisis sidik ragam diperoleh bahwa perlakuan kadar air pada minyak goreng bekas Perpengaruh nyata terhadap rendemen metil ester yang dihasilkan. Dari Gambar 25 di dtas dapat dilihat bahwa semakin meningkat kadar air pada minyak goreng bekas, maka rqndemen yang dihasilkan semakin kecil. Dari hasil uji Duncan diperoleh bahwa perlakuqn kadar air hingga 7% masih memberikan rendemen yang sama dengan kadar air 0%. Sehingga berdasarkan pertimbangan persentase metil ester, kandungan asam lemak bebas dan rendemen yang dipemleh dari transesterifikasi minyak goreng bekas diperoleh bahwa kadar air maksimum yang masih memberikan hasil yang baik 'adalah kadar air sebesar 7%.
D. Karakateribtik Metil Ester Untuk Biodiesel Karakteriptik mutu biodiesel yang diperoleh dari proses transesterifikasi minyak goreng bekas tetdapat di Tabel 6. Viskositas merupakan salah satu spesifikasi utama biodiesel. Viskoqitas biodiesel masih memenuhi standar spesifikasi biodiesel (ASTM PS '
121, yakni 1.9-6 ~mm*ls)yang telah ditetapkan. Tingginya viskositas akan mengakibatkan rendahnya atom/sasi bahan bakar, pembakaran dari fuel injector, ring carbonization, dan akumulasi bahao bakar dalam minyak pelumas. Transesterifikasi minyak nabati menjadi metil ester merjlpakan salah satu solusi dari masalah viskositas pada penggunaannya + . sebagai bahan bakar. Tujuan dari transesterifkasi adalah untuk memecah dan menghilangkan gliserida; menurunkan boiling point, pour point dan flash point minyak. Viskositbs juga dipengaruhi oleh kandungan trigliserida yang tidak bereaksi dan tergantung dari komposisi asam lemak penyusun metil ester biodiesel (Mittelbach, 1996). Dari data karaqteristik biodiesel dapat diketahui bahwa viskositas biodiesel dari minyak goreng bekas yang mempunyai komposisi asam lemak rantai pendek (C8:O-C12:O) memiliki viskosltas yang lebih rendah daripada minyak goreng bekas yang mempunyai komposisi asanl lemak rantai lebih panjang (C16:O dan C18:l). Cloud boint umumnya terjadi kira-kira 8-100F di atas pour point. Cloud poinf biodiesel yang Jdiperolehdari trigliserida dengan asam lemak jenuh mempunyai titik cair lebih tinggi daribada trigliserida dengan asam lemak tidak jenuh lebih banyak. Cloud point biodiesel dari minyak dengan komposisi asam lemak laurat yang tinggi mempunyai cloud point yang 1ebit.l rendah daripada minyak dengan komposisi asam lemak palmitat, karena melting point dari asam laurat (44.20C) yang lebih rendah dari asam palmitat (63.10C). Akibatnya banyak minyak nabati secara relatif mempunyai cloud point lebih tinggi daripada minyak diesel, Jika cloud point yang tinggi tidak dikehendaki minyak nabati bisa
didinginkan pada 4-5% dan kemudian disaring untuk menghilangkan lebih banyak lemak jenuh. Cara lain1 adalah dengan mencampur minyak kelapa sawit dengan minyak tanah atau bensin dendan persentase tertentu (May & Yoo, 2001). Tabel 6. Karaktehstik mutu biodiesel : Produk transesterifikasi *
I
Karakterisitik
ASTM
1
2
3
4
5
PSI21
0.8803
0,8802
0.8775
0.8738
0.8441
-
3.9
3.9
5.2
5.0
4,6
1.9-6.0
-2.0
-1.5
16.0
15.0
6.0
132
142
200
204
72
> I00
39.9
40.7
47,9
48,8
40.0
>40.0
0,103
0.089
0.040
0.026
0.10
~0.05
Air & sedimen (%
<0.005
(0.005
<0.005
<0.005
0.005
(0.02
Abu (% massa)
0,0066
0,0065
0.0149
0,0060
0.0017 (0.50
ALB (mg KOHIg)
0.60
0.50
0.52
0.56
6.55 5.96 46.96 17.37 11.09 3.12 7.72 1.23
6.91 5.92 45.79 16.65 11.39 3.29 8.50 1.55
0.76 1.24 41.06 4.19 42.31 10.44
1.83 1.90 40.09 4.32 41-13 10.73
Densitas 15115% (grlml)
0.80
Komposisi asam I
C8:O C1O:O C12:O C14:O C16:O C18:O C18:l C18:2
I
* I: Minyak 2 : Minyak 3 : Minyak 4 : Minyak 5 : Solar d
oreng bekas dari restoran cepat saji, digunakan untuk mengoreng kentang oreng bekas dari restoran cepat saji, digunakan untuk mengoreng ayam oreng bekas dari penjual pisang goreng oreng bekas dari rumah makan ri Pertamina
Parametqr yang umum digunakan, seperti densitas, cetane number, dan kandungan sulful terutama tergantung pada minyak nabati yang digunakan dan metode I I
produksi ataupud tahap pemurniannya. Densitas biodiesel lebih tinggi dari densitas minyak diesel. Hal ini Iisebabkan oleh komposisi metil ester biodiesel yang mempunyai berat molekul yang let/ih tinggi dari minyak diesel. Densitas biodiesel dipengaruhi oleh komposisi asam lemak d m tingkat kemumian esternya, sedangkan densitas minyak diesel dipengaruhi ole/, proses pemumian dan campuran yang ditambahkan kedalam minyak I
diesel. ~ensitagminyak diesel ini dipengaruhi oleh cetane number dan heating value-nya serta suhu minybk. Cetand number dapat diduga dengan perhitungan cetane index dengan empat variabel persadaan dari densitas dan pengukuran suhu. Cetane index digunakan karena keterbatasan sbmpel yang digunakan dan keterbatasan dalam pengujian bahan bakar terhadap mesid diesel (ASTM D 4737-96a). Karakteristik cetane index yang diperoleh masih berada palam kisaran normal (masih berada dalam kisaran standar, yaitu < 40). Nilai cetane inlex dari minyak goreng bekas restoran cepat saji jauh lebih rendah dari minyak gorend bekas penjual pisang goreng dan kantin. Hal ini disebabkan oleh densitas/spesitc gravity dari minyak goreng restoran cepat saji yang lebih rendah dari spesific gravitb minyak goreng bekas dari kantin dan penjual pisang goreng, karena penentuan cetbne index berdasarkan perhitungan spesific gravity minyak. Pengqunaan biodiesel dari minyak goreng bekas ini sebagai pengganti minyak
4
diesel dipeng ruhi oleh jenis mesin diesel yang digunakan. Cetane index yang tinggi I
diharapkan d q a t digunakan pada mesin-mesin diesel yang biasa menggunakan laju yang lebih cepat (high speed) pada mesin-mesin yang masih baru yaitu kendaraan atau mesin berbahan baqar solar. Minyak biodiesel dengan cetane index yang rendah diharapkan
dapat digunakan pada mesinmesin diesel dengan laju yang lebih lambat seperti pada traktor dan mesid-mesin diesel industri atau mesin diesel yang sudah tua.
b
Conrads n carbon residue (CCR) merupakan indikator yang paling penting dalam mutu biodiesel, fang berhubungan dengan kandungan gliserida, seperti halnya dengan asam lemak beqas, sabun, residu katalis, dan bahan lainnya. CCR dari biodiesel yang diperoleh masih berada pada batas kisaran standar minyak diesel yang ada, yaitu <0.1. CCR biodiesel fang berasal dari kantin dan penjual pisang goreng masih memenuhi standar ASTM F/~121.sedang CCR dari biodiesel yang berasal dari restoran cepat saji jauh lebih tinggi fari standar ASTM PS121, tapi nilai ini masih berada pada kisaran standar I
minyak diesel dbn standar penggunaan biodiesel di Malaysia (~0.1).Bahan anorganik I
seperti residu *talk dapat digambarkan oleh parameter kandungan abu (Mittelbach. 1996).
Adanye katalis yang tidak bereaksi dalam proses transesterifikasi dapat
menyebabkan kbrosi pada mesin, dan keberadaannya dapat dilihat dari pH metil ester. Katalis jelas Iempengaruhi fase gliserol sehingga perlu dilakukan netralisasi dan pencucian metil bster yang sebaik-baiknya. Flash pbint tidak mempengaruhi penampakan bahan bakar dalam mesin, tetapi penting dalam penanganan dan penyimpanan biodiesel, yakni keterkaitan dengan sifat mudah terbakal (flammability). Flash point biodiesel yakni >132OC diperoleh masih memenuhi standar flash point untuk biodiesel yakni >10OOC (ASTM PS 121), sedangkan I
untuk minyak (iesel adalah ,550C.
Dengan flash point 55OC, maka minyak diesel
tergolong pada flammable liquid (Lambed, 1994). Flash point biodiesel lebih tinggi dan tidak memproduksi asap, dapat didegradasi, dan toksisitasnya rendah, karena biodiesel tidak mengandjng hidrokarbon aromatik. Hal ini menunjukkan bahwa biodiesel lebih aman dan mudah dalam transportasi dan penangannya. Kehadiran pelarut dengan titik
,
didih rendah atah additif akan lebih merendahkan flash point, menyebabkan penguapan yang lebih besar~dariasam lemak bebas dibandingkan dengan minyak. I
Flash pdint tergantung pada kandungan metanol yang digunakan dalam proses transesterifikasi lminyak goreng bekas (Mittelbach, 1996). Flash point metil ester yang diperoleh dari binyak goreng bekas restoran cepat saji dengan berat molekul rendah, menggunakan metan01 yang lebih banyak ditambahkan kedalam minyak goreng bekas sebelum menjaQibiodiesel daripada minyak goreng bekas dari penjual pisang goreng dan dari kantin yang memiliki bobot molekul lebih tinggi. Hal ini dilakukan untuk menyesuaikan dengan rasio mblar substrat 7:1. Abu, ail dan sedimen dalam bahan bakar merupakan sejumlah kecil bahan yang tidak dapat tertakar, yang akan mempengaruhi sistem injeksi bahan bakar. Kandungan abu dalam biodiesel masih dibawah spesifikasi standar biodiesel yakni ~0.02% (ASTM ~ ~ 1 2 1Bahan I. anorganik seperti residu katalis dibatasi oleh kandungan abu (Mittelbach, 1q96). Adanya katalis yang tidak bereaksi dalam proses transesterifikasi dapat menyedabkan korosi pada mesin. Katalis jelas mempengaruhi fase gliserol terutama dala$ reaksi berulang (reaksi balik antara residu metanol atau katalis dengan .molekul-molek!~~ gliserida sehingga perlu dilakukan netralisasi dan pencucian metil ester (Muniyappa, el a/., 1996). ~ a n d l / n ~ aairn dalarn biodiesel berada dalam kisaran spesifikasi standar biodiesel, yakni ~0.05%(ASTM PS 121). Pentingnya pembatasan kandungan air yang terdapat pada biodiestl dilakukan karena kandungan air yang tinggi dalam biodiesel akan mempengaruqi penyimpanan biodiesel dan juga dalam proses pencampuran dengan minyak diesel karena sifatnya yang higroskopis.
Gambar 26. Minyak goreng bekas (bagian kin) dan metil ester (bagian kanan) yang dibandingkan dengan minyak solar Pertamina (tengah); Sumber minyak goreng bekas : K : wmah makan; W : penjual p i i g goreng; S3 : restoran cepat saji untuk menggoreng kentang; S4 : restoran cepat saji untuk menggoreng ayam.