V. HASlL DAN P E M m A N 5.1. Perbankan di Tapanuli Utara
Tapanuli Utara (Taput) mempunyai jumlah kecamatan terbesar kedua
(27 buah) setelah kabupaten Deli Serdang
(33
buah), jumlah desa terbesar kedua (842 buah) setelah kabupaten Tapanuli Selatan (1,488 buah) dan luas wilayah terbesar kedua (10,605 kmz) setelah Tapanuli Selatan (18, 897
w ) . Tapanuli
Utara memiliki 44 desa swakarya
desa swakarsa
(22%) dan 617 buah desa swasembada
Pada tahun 1990, jumlah penduduk
(5%),
Tapanuli Utara
181
(73%). 695,777
jiwa yang terdiri dari penduduk kota 48,241 jiwa (7%) dan
.
penduduk desa 647,536 jiwa (93%) (Profil dan Potensi DT I1 Tapanuli Utara, 1993) Pada tahun 1986, Tapanuli Utara memiliki 5 buah bank (Tapanuli Utara dalam angka, 1993) dan pada September 1993 jumlah bank telah rnencapai 14 buah, yang terdiri dari 5 bank umum dan 9 buah Bank Perkreditan Rakyat Indonesia, September 1993)
.
(BPR) (Bank
Dengan kondisi demikian, Tapa-
nuli Utara memiliki jumlah bank terbesar kedua setelah Kotamadya Medan.
Adapun distribusi bank di Tapanuli Utara
dapat dilihat di Lampiran 2. Dari Lampiran 2 terlihat bahwa Bank Rakyat Indonesia (BRI) mempunyai 15 buah unit desa yang
dikoordinir dari 2
cabang yalmi BRI cabang Tarutung dan cabang Balige.
BRI
55 cabang Tarutung memiliki 7 buah unit desa dan BRI cabang
Balige mempunyai 8 buah unit desa.
Bank Perkreditan Rakyat
ada 9 buah yang tersebar di 7 kecamatan dimana delapan buah diantaranya
berdiri
Adapun C r e d i t
Wnion
sesudah
kebijakan
27
Oktober
1988.
(CU) terdapat sebanyak 13 buah, yang
beroperasi di 13 kecamatan.
Di Tapanuli Utara masih ter-
dapat 8 kecamatan yang belum mempunyai bank atau CU, walaupun kedelapan kecamatan ini sudah memiliki pos pelayanan desa dari BRI. Dilihat dari jumlah lembaga keuangan per kecamatan maka kecamatan Balige rnempunyai jumlah lembaga perbankan yang terbesar
(5
buah), sedangkan Tarutung, yang merupakan ibu-
kota kabupaten Tapanuli Utara, hanya mempunyai 4 perbankan.
lembaga
Terdapat lima kecamatan yang memiliki 3 buah
lembaga perbankan, lima kecamatan dengan 2 buah
lembaga
perbankan dan tujuh kecamatan dengan 1 buah lembaga perbankan. Kalau didefinisikan kerapatan bank (bank density) sebagai rasio antara jumlah bank untuk 10.000 penduduk maka bank d e n s i t y di Taput adalah 0.61 yang berarti untuk setiap
100.000 jiwa penduduk tersedia 6 buah bank.
Berdasarkan
kriteria kerapatan bank ini maka ada 3 kecamatan yang mempunyai kerapatan bank lebih besar dari satu yakni kecamatan
56
Balige (1.87) , kecamatan Simanindo guboti (1.16)
( 1.51)
dan kecamatan La-
.
Hubungan antara kerapatan bank dengan jarak ke ibukota kabupaten, yang diukur dengan koef isien korelasi (r) adalah
-
0.031
a
=
(5'
=
0.04)
+
Dengan melakukan pengujian pada taraf
0.05 ternyata koefisien korelasi ini tidak berbeda nya-
ta dengan no1
(thit=0.155)
.
Hasil ulfi tersebut menunjukkan
bahwa pada saat ini belum ada alasan yang cukup kuat untuk mengatakan terdapat hubungan antara kerapatan bank dengan jarak ke ibukota kabupaten.
Dengan kata lain, lokasi bank
tidak terpusat di sekitar ibukota kabupaten. Pengembangan wilayah Tapanuli Utara dibagi ke dalam 5 wilayah pembangunan yaitu wilayah pembangunan I yang meliputi kecamatan Tarutung, Sipoholon, Adiankoting, Pahae Julu dengan pusat pembangunan
pengembangan adalah I1 meliputi
kota Tarutung.
Wilayah
kecamatan ~iborongborong, Sipahu-
tar, Pangaribuan dan Garoga dengan pusat pembangunan adalah kota Siborongborong.
Wilayah p a a n g u n a n I11 meliputi ke-
camatan Doloksanggul, Lintongnihuta, Onanganjang, Parlilitan
dan
Pakat,
Doloksanggul
.
dengan Wilayah
pusat
pengembangan
pembangunan
adalah
IV meliputi
kota
kecamatan
Balige, Laguboti, Silaen, Porsea, Lumbanjulu dan Habinsaran dengan
pusat
pembangunan
V
pengembangan meliputi
adalah
kecamatan
kota
Balige.
Pangururan,
Wilayah
Harianboho,
57 Palipi, Onanrunggu dan Simanindo dengan pusat pembangunan
adalah kota Pangururan 11,
Taput,
1993)
.
(Profil dan Potensi Daerah Tingkat
Adapun jumlah bank dan CU berdasarkan
pengembangan wilayah dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Distribusi BRI, BPR dan CU berdasarkan wilayah pembangunan di Tapanuli Utara Wilayah Wilayah Wilayah Wilayah Wilayah Wilayah
Panbangunan Panbangunan Panbangunan Pembangunan Pembangunan Pembangunan
1 I I1 I11 IV V
BRI 2 3
I
2 5 3 15
Jumlah
BPR 0 1 1 5 2 9
M a h 5 7 7
CU 3 3 4 0 3 13
10 8 37
Kalau didefinisikan "laju efektif masuk ke dalam lembaga keuangann (Efective Access Rate Financial InstitutionEARFI) sebagai jumlah penduduk yang menjadi nasabah lembaga
perbankan
untuk setiap 100 jiwa penduduk maka pada
tahun
1992 EARFI penabung dan EARFI peminjam di Taput masing-masing adalah 6 . 4 dan 3.0.
Angka ini menunjukkan bahwa untuk
setiap 100 penduduk di Taput ada 6 orang sebagai nasabah penabung dan 3 orang sebagai nasabah peminjam
di lembaga
keuangan, walaupun bisa saja terjadi nasabah penabung juga menjadi nasabah peminjam,
Dilihat dari angka EARFI pena-
bung
mempunyai
maka
(18.6), (12.8)
kecamatan
diikuti dan
Pakat
dengan
Doloksanggul
kecamatan 1 19
EARFI paling
Laguboti
(16.4),
Sedangkan
untuk
tinggi Balige EARFI
peminjam tertinggi adalah kecamatan Pakat dengan kecamatan Doloksanggul
10.6
(7.5), Pangururan
58 diikuti
(5.8) dan
Untuk lebih lengkapnya data EARFI
Siborong-borong (4.5).
penabung dan EARFI peminjam untuk setiap kecamatan dapat dilihat pada Lampiran 2. Total dana yang dihimpun perbankan Taput per September 1993 adalah sebesar Rp 56.310
juta.
Adapun perkembangan
penghimpunan dana, penyaluran kredit, serta perbandingan antara pinjaman terhadap simpanan sejak tahun 1988 dapat dilihat pada Tabel 3 dan 4. Tabel 3. Tahun
1988 1990/1991 1991/1992 1992/1993 April Mei Juni Juli Agustus September
Perkembangan penghimpunan dana oleh sektor perbankan Tapanuli Utara (Rp.juta) Giro (RP 5,369 9,949 10,091 11,168 8,719 7,709 10,117 10,954 10,675 11,657
Tabungan (8)
( R p Juta)
38.31 31.96 25.14 21.83 17.20 15.52 19.21 20.35 19.79 20.70
4,500 13,249 21,427 31,088 32,998 33,452 34,160 34,489 34,978 36.487
Deposit0 ($1 32.11 42.56 53.38 60.77 65.10 67.34 64.86 64.09 64.86 64.80
( RP
(%)
4.147 7.933 8,626 8,901 8.973 8,516 8,389 8,373 8,279 8,166
29.59 25.48 21.49 17.40 17.70 17.14 15.93 15.56 15.35 14.50
Total (RP 14.016 31,131 40,144 51,157 50,690 49,677 52,666 53,816 53,932 56,310
Sumber : Bank Indonesia, September 1993 Dari Tabel 3 di atas dapat dilihat bahwa jumlah dana yang dapat dihimpun perbankan mengalami kenaikan dengan cepat yaitu dari Rp 14.016 juta pada tahun 1988 menjadi Rp
56.310
59 Dana yang terhimpun pada
juta pada September 1993.
tahun 1988 adalah 38.31% dalam bentuk rekening '"koran (giro), 29.59% deposito dan 32.11% 1993,
komposisi
dana
yang
tabungan. dapat
Pada September
dihimpun
mengalami
perubahan dimana penghimpunan dana dalam bentuk giro adalah 20.70%,
deposito
14.50%
dan tabungan
64.80%.
Tabel 3 me-
nunjukkan bahwa komposisi dana untuk jangka waktu yang relatif lama
(deposito) mengalami penurunan dari 29.59% pada
tahun 1988 menjadi
14.50%
porsi
dana.dalam bentuk
32.1%
menjadi
Taput
64 . a % .
cenderung
jangka pendek pinjaman
pada tahun 1993, sedangkan protabungan mengalami
menghimpun
dana
masyarakat
yang
dalam
Tahun 1988 1990/1991 1991/1992 1992/1993 April Mei Juni Juli Agustus September
bentuk
tabungan
kurang berani memberikan jangka waktu
annya cenderung dalam jangka panj ang Tabel 4.
dari
Hal ini menunjukkan bahwa perbankan
sehingga perbankan
kepada
kenaikan
pengembali-
.
Total dana yang dihimpun, kredit yang diberikan serta LDR perbankan di Tapanuli Utara Total Simpanan (Rp Juta) 14,016 31,131 40,144 51,158 50,690 49,677 52,666 53,816 53,932 56,310
Total Kredit (Rp Juta) 22,939 35,172 34,908 35,747 36,749 37,182 38,323 38,822 40,203 41,742
Sumber BI, Cabang Medan, LDR diolah kembali
LDR (8) 163.66 112.98 86.96 69.88 72.50 74.85 72.77 72.14 74.54 74.13
60
Dari Tabel
4
terlihat bahwa
total kredit yang
di-
salurkan perbankan sejak tahun 1991 lebih kecil dari total dana yang dapat dihimpun.
(Loan to deposit ratio
-
Rasio pinjaman terhadap simpanan LDR) cenderung turun dari 87% pada
tahun 1991 menjadi 74.1% pada September 1992. Turunnya angka LDR menunjukkan bahwa keberhasilan perbankan menghimpun dana
masyarakat
belum
diikuti
dengan
penyaluran
kredit
kepada masyarakat desa, karena dana yang dihimpun perbankan masih dalam bentuk tabungan jangka pendek.
Dana-dana jang-
ka pendek tidak dapat disalurkan begitu saja ke dalam bentuk kredit (yang cenderung untuk jangka menengah dan panjang) karena perbankan harus rnenjaga likuiditas mereka. Perbankan di Tapanuli Utara, mempunyai peranan yang kecil jika dibandingkan dengan peranan
perbankan
Smut.
Adapun derajat konsentrasi simpanan, pinjaman dan LDR perbankan Surnut terdapat di Tabel 5. Dari segi penghimpunan dana, maka dana yang dapat dihimpun perbankan Tapanuli Utara hanya 1.1% dari seluruh dana yang dapat dihimpun perbankan Sumut dimana dana yang dihimpun oleh perbankan Smut terkonsentrasi di Kodya Medan (77.8%).
Empat kodya dan kabupaten masing-masing Medan,
Siantar dan Simalungun, Tebing Tinggi, Kisaran dan Asahan menguasai 90.5%
dari total dana yang dapat dihimpun per-
bankan Sumut. hanya mut
61 Dari segi penyaluran kredit, Tapanuli Utara
memperoleh 0.7%
dari total
kredit
perbankan Su-
.
Tabel 5. Derajat konsentrasi penghirnpunan dana, pinjaman dan LDR di Sumut (September, 1993) Kotamadya Kabupaten Medan P-Siantar dan Simalungun Tebing.Tinggi Kisaran dan Asahan Labuhan Batu Taprnuli V t a r a 7 kabupaten lainnya Total
Simpanan (Rp Juta) 4,014,580 318,546
77.76 6.17
206,688 134,267
4.00 2.60
(%)
(a) 129.23 61.14
1.25 1.88
35.75 83.23
1.47 0.70 3.92 100
92.49 74.13 68.88 114.87
94,380
1.83
87,288
1.09
41,742
6.55 100
1%) 87.49 3.29
73,900 111,757
56.310
337,881 5,162.652
LDR
Kredit (RpJuta) 5,188,082 194,757
232,738 5.930.264
Sumber : Bank Indonesia, September 1993 (diolah kembali) Penyaluran
kredit
perbankan
Sumut
sebesar
terkon-
94.2%
sentrasi di 4 kodya dan kabupaten masing-masing Medan 87.5% Siantar dan Simalungun 3.3%, Labuhan Batu 1.5%.
Asahan dan Kisaran 1.9% serta
Dari segi perbandingan pinjaman terhadap
simpanan, maka Tapanuli Utara menduduki urutan ke 7 dari 13 kabupaten dan kodya di Sumut. LDR
yang paling
yang mempunyai
besar LDR
Kotamadya Medan mempunyai
(129.2%) dan hanya
sekitar
80%
tiga
yakni Asahan
kabupaten
dan
Kisaran
(83.2%), Labuhan Batu (92.5%) dan Tapanuli Selatan (79.6%)
.
62
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa aktivitas perbankan Tapanuli Utara meningkat dengan cepat sejak keluarnya Pakto 27, 1988.
Jumlah lembaga perbankan, khusus-
nya Bank Perkreditan Rakyat BPR, jumlah simpanan dan kredit yang diberikan perbankan bertambah besar.
Walaupun demi-
kian terjadi perubahan komposisi dana yang dihimpun perbankan, yaitu dari bentuk giro dan deposit0 ke dalam bentuk tabungan.
Walaupun dari segi jumlah lembaga keuangan, Ta-
panuli Utara menduduki peringkat ke dua di Smut, tetapi dari segi simpanan dan penyaluran kredit peranan Tapanuli Utara sangat kecil yakni 1.1%
untuk simpanan, dan hanya
0.7% untuk penyaluran kredit.
Berdasarkan fungsinya, bank dapat dibedakan menjadi 5 jenis yakni bank sentral, bank umum, pernbangunan dan bank desa
bank tabungan, bank
(Rural Bank).
Bank desa ialah
bank yang menerima simpanan dalam bentuk uang dan natura serta memberikan pinjaman dalam bentuk uang maupun natura di pedesaan. Bank desa ini mencakup lumbung desa, bank pasar, Badan Kredit Kecamatan di Jawa Tengah dan Bank Karya Produksi Desa di Jawa Barat. Undang-undang no 7 tahun 1992 tentang Perbankan menetapkan jenis bank di Indonesia menjadi 2 bagian yakni Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat. Ketentuan umum Undangundang Perbankan menyebutkan bahwa bank umum adalah bank
63
yang
dapat memberikan
jasa
lalu
lintas pembayaran,
se-
dangkan Bank Perkreditan Rakpat adalah bank yang menerima simpanan hanya dalam bentuk deposit0 berjangka, tabungan dan bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu. Dengan demikian semua jenis bank desa, dikelompokkan menjadi Bank Perkreditan Rakyat Perbankan) 5.1.1.
(Undang-undang no 7 tahun 1992 tentang
.
Bank F t a k y a t Indonesia Unit Desa
BRI unit desa merupakan salah satu unit kerja BRI yang melaksanakan kegiatan administrasi sendiri tetapi di bawah pembinaan dan pengawasan kantor cabang BRI.
Setiap BRI
unit desa mempunyai neraca dan laporan rugi laba tersendiri, sehingga seluruh transaksi yang dilakukannya dapat tergambarkan
.
Tujuan
BRI
unit
desa
adalah
mengembangkan
ekonomi
masyarakat pedesaan dengan cara memberikan bermacam-macam jasa perbankan seperti simpanan, pinjaman dan pengiriman uang.
BRI unit desa diharapkan dapat menjadi salah satu
p r o f i t c e n t r e bagi BRI.
Oleh karena itu pendirian BRI unit
desa selalu berdasarkan potensi ekonomi wilayah dan kelayakan usaha suatu badan usaha, dan biasanya BRI memilih tempat yang strategis sebagai kantor BRI.
Di Tapanuli
64 Utara seluruh kantor BRI unit desa berlokasi di pusat pa-
sar, dimana kegiatan ekonomi uang rnasyarakat desa terpusat. Kegiatan BRI unit desa berubah
sejak keluarnya ke-
bijakan pemerintah tanggal 1 Juni 1983.
Kegiatan BRI yang
berorientasi pada penyaluran kredit program kemudian berubah menjadi program yang dapat menghimpun seluruh potensi dana masyarakat desa dan menyalurkan kembali dana tersebut kepada mereka dalam bentuk pinjaman.
Dengan kata lain, B R I
unit desa ingin menjadi lembaga perantara keuangan, antara mereka yang mempunyai kelebihan dana dengan yang kekurangan dana
. Sejak tahun 1984, B R I unit desa memperkenalkan dua bu-
ah produk perbankan baru yakni simpanan pedesaan (Simpedes) dan kredit umum pedesaan menghimpun
dana
yang
Tabanas dan Taska. dibandingkan
dengan
.
(Kupedes)
belum
dapat
Simpedes bertujuan tergarap
oleh
produk
Simpedes mempunyai beberapa keunggulan produk
simpanan
pedesaan
lainnya,
seperti simpedes dapat ditarik setiap saat, bunga simpanan dibayarkan setiap bulannya dan mengadakan undian berhadiah setiap enam bulan sekali.
Kupedes diperuntukkan bagi semua
sektor ekonomi di pedesaan seperti pertanian, perdagangan, perindustrian, jasa dan mereka yang mempunyai penghasilan tetap.
Jangka waktu pengembalian Kupedes berbeda antara
Kupedes investasi dan Kupedes modal kerja.
Kredit investa-
65
si adalah kredit jangka menengah atau panjang yang ditujukan untuk pembelian barang modal.
Kredit modal
kerja
adalah kredit yang berjangka pendek untuk membiayai modal kerja sehingga perusahaan dapat berjalan lancar. Kupedes investasi mempunyai
jangka waktu pengembalian
36 bulan,
sedangkan jangka waktu pengembalian Kupedes modal
kerja
adalah 24 bulan.
dapat
Maksimum
pinjaman Kupedes yang
diberikan terus meningkat setiap tahunnya, dari Rp 3 juta pada Mei 1989 menjadi Rp 10 juta pada Maret 1990. Dan sejak April 1990, pinjaman maksimum yang dapat diberikan menjadi Rp 25
juta.
Pada tahun
1992, distribusi Kupedes
diberikan adalah Kupedes investasi sebesar 93.21% 5.95)
dan Kupedes modal kerja 6.79%
(sd
=
5.95)
.
yang (sd
-
Pening-
katan plafon kredit yang dapat diberikan oleh BRI unit desa merupakan indikator bahwa proyek-proyek yang dapat dilayani oleh BRI unit desa semakin meningkat.
Peningkatan plafon
kredit ini diharapkan dapat meningkatkan jumlah investasi dan jumlah investor di pedesaan. Kupedes BRI berbeda dengan kredit pedesaan lainnya, dimana nasabah BRI memperoleh asuransi jiwa tanpa perlu membayar premi asuransi.
Manfaat yang diberikan asuransi
jiwa adalah jika karena sesuatu ha1 peserta Kupedes meninggal dunia maka ahli warisnya tidak perlu membayar sisa pinjaman, karena sisa pinjaman beserta bunga akan dibayar
66
oleh perusahaan
asuransi.
Pertanggunggan nasabah Kupedes
adalah selama jangka waktu pengembalian kredit. Adapun beberapa indikator kinerja BRI unit desa dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6.
Rata-rata kinerja BRI (unit desa) di Tapanuli Utara per September dari tahun 1990 - 1992'. Kinerja
Variabel Jumlah kantor Nasabah penabung (orang) Nasabah peminjam (orang) Simpanan ( R p . ribu) Pinjaman (Rp. ribu) Loan To Deposit Ratio
(%)
Rasio biaya thd pendapatan ( % ) Simpanan per nasabah (Rp. ribu) Pinjaman per nasabah (Rp. ribu) Rasio tunggakan thd pinjaman ( % )
1990 14 1,750 459 445,150 291,201 66 93 254,371 640,960 1.72
1992 1991 15 14 1,749 1,468 522 496 655,156 1,026,270 359,645 393,451 55 38 91 93 586,775 446,536 753,737 725,090 4.86 7.21
Rata-rata simpanan yang dapat dihimpun oleh satu kantor BRI mengalami kenaikan dari Rp 445 juta pada tahun 1990 menjadi Rp 1.026 juta pada tahun 1992, atau naik sekitar 130%.
Rata-rata pinjaman mengalami kenaikan dari 294 juta
menjadi Rp 393 juta pada periode yang sama, atau naik sekitar 34%. lebih
Walaupun demikian laju kenaikan pinjaman masih
kecil dibandingkan dengan
laju
kenaikan simpanan.
Akibatnya rasio pinjaman terhadap simpanan ( l o a n t o d e p o s i t r a t i o ) menjadi turun dari 66.99% 35.19%
pada tahun 1992.
pada tahun 1990 menjadi
Hal ini berarti bahwa dana yang
67 dihimpun BRI, sebagian besar tidak disalurkan kembali kepada masyarakat desa Tapanuli Utara melainkan ke luar wilayah Tapanuli Utara. Rasio pinjaman terhadap simpanan (LDR) BRI unit desa Wilayah Medan (Sumatera Utara) adalah 43.7% pada tahun 1991 dan 34.9% pada tahun 1992.
LDR BRI di Tapanuli Utara masih
lebih besar dibandingkan dengan LDR BRI kantor wilayah Medan, sedangkan secara nasional LDR BRI sudah menurun sejak tahun 1985.
Pada tahun 1985, LDR BRI masih 269.7%, tetapi
pada tahun 1989 LDR BRI unit desa hanya 88.4%. perkembangan
LDR
BRI
unit
desa
secara
Adapun
nasional
dapat
dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Perkembangan rasio pinjaman terhadap simpanan BRI unit desa (nasional) dari tahun 1984-1989 Tahun 1984 1985 1986 1987 1988 1989
....
~
LDR ( % ) 263.2 269.7 190.2 149.4 109.4 88.4
~ ~ . ~ ~ .....~ ~. ~.. ~.....~ .......~ .......~ ............. ~ .......~ .............~ .......~ ~ ~ . . . ~
.
Sumber : Patten dan Rosengard, 1991 (diolah)
Pada tahun 1989, dari 15 kantor wilayah BRI, hanya dua kantor wilayah yang mempunyai LDR lebih besar 100%, yaitu kanwil
BRI
Bandung
(109.8%). Apabila
BRI
(148.5%)
dan
Kanwil
BRI
dikelompokkan berdasarkan
Denpasar wilayah
-
68 Jawa-Bali dengan luar Jawa-Bali, maka LDR Jawa-Bali adalah 96.7% dan LDR BRI luar Jawa-Bali adalah 70.1%
(Patten and
.
Rosengard, 1991)
Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa kegiatan BRI unit desa masih dominan dalam memobilisasi dana dari pedesaan
dibandingkan
Patten dan Rosengard
dengan memberikan ( 1991)
pinjaman.
Menurut
perkembangan BRI yang demikian
tidak dapat dihindari, karena adanya perubahan orientasi BRI terhadap BRI unit desa.
Pada kurun waktu 1984-1989,
yakni lima tahun pertama sejak dikeluarkannya deregulasi perbankan, orientasi terhadap BRI unit desa juga mengalami perubahan yakni : 1. Transfonnasi dari penyalur
kredit
Bimas
menjadi
Bank
Pedesaan. 2. Menjadikan BRI unit desa semi otonorn, dari yang semula
hanya merupakan tempat posting (tempat mencatat) 3. Perubahan dalam mengevaluasi kinerja BRI unit desa, dari luas lahan menjadi keuntungan yang diberikan unit desa. Sampai tahun 1983, aktivitas utama BRI unit desa adalah menyalurkan kredit Bimas.
Adapun kredit Bimas yang
disalurkan BRI secara nasional dari tahun 1970 sampai 1983 dapat dilihat pada Tabel 8 .
Tabel 8. Penyaluran Kredit Bimas tahun 1970 Tahun
Peminj am
1970
(orang 1.326.714
-
1983
N i l a i
(Rp R i b u ) 8.454.655
Sumber : Patten dan Rosengard (1991) Dari Tabel 8 tersebut terlihat bahwa sejak tahun 1975 jumlah kredit Bimas yang disalurkan mulai berkurang, bahkan
pada
tahun 1983 jumlah kredit
Bimas yang disalurkan hanya
32.5% dari total kredit tahun 1975. Sejak tahun 1985, kre-
dit program Bimas diganti menjadi kredit program Usaha Tani IKUT')
.
Kredit
Adapun jumlah kredit program KUT untuk
tanaman padi dan palawija dapat di lihat pada Tabel 9. Dari Tabel 9 di bawah terlihat bahwa sejak tahun 1988, kredit program KUT yang diberikan menurun.
Penurunan ini
disebabkan adanya ketentuan baru program KUT yakni permintaan KUT harus dimulai dari petani melalui kelompok tani, dimana KUT dimohon kepada KUD dalam bentuk Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (Pakjan, tanggal 29 Januari 1990)
.
Karena petani belum terbiasa dalam menyusun kebutuhan kre-
l
Dana m t u k program KUT bersumber d a r i k r e d i t l i k u i d i t a s BI ( 1 0 0 % ) . Berdasarkan Pakjan 2 9 Januari 1990, administ r a s i KUT add di t i n g k a t BRI Cabang. Program KUT dimungkinkan juga dilaksanakan o l e h bank umum lainnya.
71 "margin bunga" di pedesaan lebih besar dibandingkan dengan
"margin bungam di kota.
Semakin besar margin bunga maka
semakin besar bunga pinjaman yang harus dibebankan kepada peminjam, sehingga bunga pinjaman di pedesaan lebih mahal dibandingkan dengan bunga pinjaman di kota.
Bunga pinjaman
yang lebih mahal ini mencerminkan resiko lebih besar yang akan dihadapi bank. Aliran dana dari pedesaan ke kota semakin lancar dengan terintegrasinya BRI secara nasional.
Kebijakan BRI,
yang menetapkan harga transfer di BRI unit desa, ikut mendorong aliran dana ini. khawatir akan mengalami
Pengurus BRI unit desa tidak perlu kerugian akibat dana yang tidak
"terjual" atau tersalurkan ke masyarakat desa karena BRI unit desa dapat mentransfer dana tersebut ke BRI cabang, dan mereka mendapat keuntungan dari harga transfer yang telah ditetapkan. sendiri, maka B R I
Lain halnya jika BRI unit desa berdiri unit desa harus berusaha menjual dana
yang sudah terkumpulkan.
Semakin banyak dana yang mereka
tahan maka BRI unit desa tersebut akan mengalami kerugian, yang berarti
kinerja bank
menjadi
buruk
dan menurunkan
penilaian terhadap BRI unit desa tersebut. Rasio biaya terhadap pendapatan BRI unit desa relatif konstan, yakni sekitar 93%.
Rasio ini menunjukkan bahwa
penerirnaan BRI unit desa di Taput sudah lebih besar dari
72
biaya yang dikeluarkan, yang berarti BRI unit desa sudah dapat membiayai seluruh pengeluarannya dan memperoleh keuntungan.
Sebagai bahan perbandingan, rasio biaya terhadap
pendapatan BRI unit desa Kanwil Medan (Sumut) adalah 93.7% pada tahun 1991 dan 93% pada tahun 1992 (BRI Kanwil Medan, 1993).
Dengan demikian rasio biaya terhadap pendapatan BRI
unit desa Tapanuli Utara sama dengan rata-rata rasio biaya
.
terhadap pendapatan BRI unit desa wilayah Medan (Sumut)
Rata-rata rasio tunggakan terhadap total pinjaman naik secara tajam dari 1.72% pada tahun 1990 menjadi 7.25% pada tahun 1992.
Tingginya rasio ini menunjukkan bahwa kualitas
aktiva produktif {pinjaman) menurun, sejalan dengan naiknya total pinjaman yang diberikan. pinjaman
BRI
unit
13.24%. (BRI Kanwil
Rasio tunggakan terhadap
desa
kantor
wilayah
Medan,
1993).
Dengan
Medan demikian
adalah rasio
tunggakan terhadap pinjaman BRI unit desa di Tapanuli Utara masih lebih baik dibandingkan derigan BRI unit desa kantor wilayah Medan.
5.1.2.
Credit U n i o n
(CU)
CU adalah sekumpulan orang yang telah bersepakat untuk bersama-sama menabungkan uang mereka, kemudian uang tersebut dipinjamkan diantara mereka sendiri dengan bunga yang ringan untuk maksud-maksud produktif dan kesejahteraan.
CU
73
merupakan suatu organisasi ekonomi yang belum mempunyai badan hukum.
Setiap CU mempunyai suatu ikatan pemersatu bagi
anggota-anggotanya. sebagai
pembatas
seseorang tidak
Ikatan
pemersatu
keanggotaan
ini
dapat
dianggap
.
(Anonimous, 1980)
dapat memenuhi
syarat
Apabila
ikatan pemersatu,
maka dia tidak dapat diterima menjadi anggota CU. Di
Smut,
ikatan pemersatu
yang
dipilih
pada
awal
gerakan CU adalah jenis agama yang dipeluk yakni agama Katolik.
Tetapi saat ini
ikatan pemersatu adalah wilayah
tempat tinggal, walaupun pengertian wilayah tempat tinggal ini tidak selalu sama dengan batas administratif pemerintahan seperti desa dan atau kecamatan. CU seluruh
mempunyai
Anggaran
Sumatera Utara,
Dasar
(AD) yang
sedangkan Anggaran
sama
Rumah
untuk Tangga
(AFzT) disesuaikan dengan potensi ekonomi dan wilayah dimana CU tersebut berkedudukan.
Berdasarkan AD dan ART, setiap
anggota mempunyai akses terhadap pengambilan kebijakan operasional.
Hak ini dilaksanakan dalam Rapat Umum Anggota
(RUA), dimana setiap anggota mempunyai hak suara yang sama yakni satu suara untuk satu orang.
Semua kebijakan yang
berlaku akan dievaluasi kembali dalam RUA, termasuk penentuan bunga pinjaman.
RUA merupakan wewenang tertinggi di
CU, seperti yang terlihat pada struktur organisasi CU pada Gambar 4.
Dewan Penasihat
mI Badan Pemeriksa
-
Ketua Wkl. Ketua Sekretaris Bendahara Anggota
Ketua Sekretaris Anggota
-
Ketua Sekretaris Anggota
1 Panitia Pendidikan Ketua Sekretaris Anggota
Calon Anggota CU Gambar 4. Struktur Organisasi Credit Union Dari struktur organisasi CU 'erlihat
bahwa pengelolaan
CU dilakukan oleh panitia-panitia, dimana panitia
kredit
mernpunyai wewenang dalam bidang pinjaman, panitia pendidikan bertugas
untuk memberikan penyuluhan dan melakukan
interaksi antara organisasi dengan anggota, dan bendahara
menjadi pelaksana
administrasi
keuangan.
Pengawasan
75 ter-
hadap organisasi dilakukan Badan ~emeriksa, yang mempunyai kedudukan setara dengan Dewan Pimpinan.
Pengurus tidak
mempereleh imbalan jasa tetap setiap bulannya tetapi mereka mendapat balas jasa pada akhir tahun yang disebut dengan Balas Jasa Pengurus. Ada dua fungsi yang diemban oleh setiap anggota CU, yakni sebagai nasabah dan pelanggan sekaligus sebagai pemilik.
Dua fungsi yang berbeda ini memungkinkan terjadinya
konflik kepentingan diantara anggota.
Anggota yang cende-
rung menjadi peminjarn menginginkan bunga pinjaman yang rendah, sedangkan anggota penabung mengharapkan bunga pinjaman yang lebih tinggi sehingga dividen yang diperoleh pada akhir tahun dapat lebih besar. CU bertujuan untuk menggerakkan masyarakat supaya rajin menabung. Seorang calon anggota diwajibkan menabung selama 6 bulan berturut-turut sebelum dapat diterima menjadi anggota.
Pada
awalnya, CU mengenal
dua
jenis
simpanan
yakni simpanan wajib dan simpanan sukarela. Simpanan wajib adalah simpanan minimal yang diwajibkan setiap bulannya dan tidak dapat diambil atau ditarik kecuali anggota tersebut akan mengundurkan diri, sedangkan simpanan sukarela adalah simpanan wajib.
yang
dianjurkan untuk
ditabung
diluar
simpanan
Simpanan sukarela ini dapat diambil setiap waktu,
76
dan simpanan sukarela yang ditarik sebelum CU tutup buku tidak akan memperoleh dividen. sukarela
maka
pinjaman
Untuk memperbesar simpanan
maksimum
yang
dapat
dikabulkan
tergantung pada total simpanan wajib dan simpanan sukarela yang dimiliki seorang anggota.
Saat ini, kedua jenis sim-
panan ini telah digabung menjadi satu dan disebut simpanan. Pinjaman maksimum yang dapat diberikan oleh CU adalah 3 sampai 5 kali total simpanan, atau batas angka tertentu
yang dapat diberikan
(mana yang lebih dahulu terpenuhi).
Saat ini sudah ada CU yang mampu memberikan pinjaman sampai Rp 10 juta.
Beberapa CU mensyaratkan kerajinan me-
nabung sebagai salah satu kriteria untuk hak memperoleh pinjaman, rnisalnya seorang anggota yang lalai menabung da-
lam 1 bulan maka permohonan pinjamannyapun akan ditunda 1 bulan
. Pinjaman yang dapat dikabulkan adalah pinjaman untuk
kegiatan produktif ataupun konsumtif .
Tujuan pinjaman sa-
ngat luas, mulai dari menambah modal, perbaikan rumah, biaya pengobatan sampai biaya seko.Lah anak. diterapkan
dalam
adalah TUKKEPAR,
memutuskan
suatu
Pedoman yang
permohonan
pinjaman
yang merupakan singkatan dari tujuan pin-
jaman, kerajinan menabung, kemampuan mengembalikan pinjaman dan partisipasi anggota. ria
tersebut,
untuk
Dengan berpedoman terhadap krite-
setiap
permohonan
pinjaman
akan
77 dilakukan "sidang pinjaman", lengkap dengan saksi yang ber-
tindak sebagai penjamin.
Penjamin yang diperbolehkan oleh
CU adalah mereka yang sudah menjadi anggota CU.
sidang
pinjaman
permohonan
tidak
ternyata sesuai
keterangan yang dengan
keterangan
Apabila di
terdapat ketika
dalam sidang
pinjaman berlangsung maka permohonan pinjaman ditolak. Kinerja
CU di
Tapanuli Utara
sejak tahun
1990-1992
dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10.
Rata-rata kinerja CU di Taput per September tahun 1990 - 1992 Kinerja
Variabel Jumlah kantor Nasabah penabung (orang) Nasabah peminjam (orang) Simpanan ( Rp. ribu) Pinjaman (Rp. ribu) Loan To Deposit Ratio
(%)
Rasio biaya thd pendapatan ( % ) Simpanan per nasabah (Rp. ribu) Pinjaman per nasabah (Rp. ribu) Rasio tunggakan thd pinjaman ( % )
1990 12 912 4 92 120,617 123,117 104 0.26 132 250 0.00
1991 12 1,005 603 141,832 145,954 103 0.23 141 242 0.00
1992 12 963 567 149,277 150,817 101 0.22 155 266 0.00
Dari Tabel 10 dapat dilihat bahwa rata-rata simpanan yang dihimpun meningkat dari 120,5 juta pada tahun 1990, menjadi
149 juta pada
tahun
1992.
Dengan meningkatnya
simpanan maka pinjaman yang diberikan kepada anggota juga meningkat, yakni dari 123 juta pada tahun 1990 menjadi 151 juta pada
tahun
1992, sedangkan rasio pinjaman
terhadap
simpanan mengalami penurunan dari 104.45% menjadi pada tahun 1992.
78 101.03%
Rasio biaya terhadap pendapatan mengalami
penurunan dari 26% pada tahun 1990 menjadi 22% pada tahun 1992. Rasio anggota peminjam terhadap seluruh anggota adalah 54% pada tahun 1990 dan menjadi 59% pada tahun 1992. Dari rasio ini terlihat bahwa lebih 50% dari anggota melakukan pinjaman terhadap CU. Penggunaan pinjaman di CU dimanfaatkan untuk pendidikan anak
(38.7%)
sejahteraan
,
perdagangan (31.07%1 , pengobatan dan ke-
(14.70%), pertanian
. Kalau
tanah dan rumah (6.37%)
(8.96%),
sera
pembelian
dibuat klasifikasi pengunaan
pinjaman adalah untuk tujuan produktif dan konsumtif maka distribusi pinjaman di CU adalah 41.38% untuk produktif dan
.
58.62% untuk tujuan konsumtif Stevens dan C.L.Jabara
(1988) mengemukakan bahwa kre-
dit mempunyai karakteristik khusus yakni kredit (uang) mudah dipindahkan penggunaannya kemana saja, baik m t u k
ke-
giatan di bidang pertanian maupun di luar pertanian.
Ka-
rena itu, lembaga keuangan pedesaan harus dapat melayani berbagai keperluan yang dibutuhkan petani. keuangan pedesaan membatasi
Apabila lembaga
pinjaman hanya
untuk
tujuan
produktif (dalam pengertian dapat menaikkan pendapatan) maka kemungkinan penggunaan pinjaman yang tidak sesuai dengan permohonan pinjaman akan sangat besar.
79 Gerakan CU di Sumatera Utara mulai dirintis pada ta-
hun 1970 oleh Panitia Pengembangan Sosial Ekonomi Keuskupan Agung Medan dan gerakan CU di Sumut dikoordinir oleh Badan Koordinasi Koperasi Kredit Daerah Sumatera Utara mut) .
(BK3D Su-
m g s i BK3D Sumut adalah membina dan mengembangkan
koperasi kredit melalui usaha pendidikan perkoperasian dan latihan-latihan lainnya. Statistik anggota dan keuangan per 31
Desember
1993
jumlah
menunjukkan
anggota
CU
adalah
39,746 orang, simpanan Rp 6,030. juta, pinjaman Rp 6,632 juta dan kekayaan Rp 8.289
juta
(Laporan BKsD Sumut,
18
Januari 1994). Adapun perkembangan CU di Sumut sejak tahun 1971 sampai 1993 dapat di lihat pada Tabel 1 1 . Selain melakukan pendidikan, BK3D S m u t juga membina usaha
penanggulangan
resiko
dan
kerugian
yang
dengan Dana Perlindungan Simpanan dan Pinjaman
disebut
(Daperma).
Daperma merupakan suatu asuransi jiwa, dengan besar pertanggungan sebesar simpanan dan pinjaman masing-masing anggota.
Berbeda dengan asuransi jiwa pada umumnya, premi
yang dibayar CU setiap bulan tidak dapat dikembalikan dan menjadi hak penuh si penanggung. Sejak tahun 1983, BK3D S m u t membuka suatu pelayanan silang pinjam
.
(interlending)
Dengan program silang pin-
jam ini, CU dapat melakukan pinjaman ke BKsD Sumut. demikian, bila
ada CU yang
Dengan
kekurangan dana untuk memenuhi
80
Tabel 11. Pertumbuhan dan perkembangan CU di Sumatera Utara tahun 1971 - 1993 Tahun
Anggota
(Orang) 17 0
Simpanan
Pinjaman
( R p ribu)
(Rp rlbu)
169 26,715 421,210 2,336,965 3,112,757 3,807,770 4,544,861 5,147,959 5,622,335 6,030,467
172 32,436 462,816 2,419,684 3,254,242 3,688,211 4,782,969 5,448,184 5,793,687 6,631,908
Ke kayaan (Rp ribu) 175 36,715 552,730 2,873,897 3,817,190 4,709,714 5,560,534 6,434,554 7,248,289 8,288,839
Sumber : Badan Koordinasi Koperasi Kredit Daerah Sumatera Utara, berbagai terbitan. permohonan pinjaman anggotanya maka CU tersebut dapat meminjam ke BK3D Sumut, sementara CU yang kelebihan dana dapat memperoleh bunga simpanan dari BK3D Sumut.
Berbeda de-
ngan program-program lainnya, program silang pinjam tidak terbuka untuk semua CU.
CU yang diterima menjadi anggota
silang pinjam adalah CU yang "sehat" dan CU yang dapat mengirimkan laporan keuangan bulanan secara teratur BK,D
kepada
Sumut.
5.1.3. Eank P e r k r e d i t a n Rakyat (BPR)
Berdasarkan Undang-undang no 7 tahun 1992, usaha BPR mencakup : 1. Penghimpunan
dana
dalam
berjangka dan tabungan) . 2. Mernberikan pinjaman
bentuk
simpanan
(deposit0
3. Menyediakan
pembiayaan
bagi
nasabah
berdasarkan
81 per-
janjian bagi hasil. 4. Menempatkan dana dalam bentuk sertifikat Bank Indonesia.
Jenis usaha
yang dilarang bagi
BPR
adalah menerima
simpanan dalam bentuk giro dan ikut serta dalam lalu lintas pembayaran, melakukan kegiatan valuta asing, penyertaan modal dan usaha perasuransian. BPR ditujukan untuk wilayah pedesaan.
BPR hanya di-
perbolehkan membuka cabang di kecamatan-kecamatan yang berada dalam satu kabupaten dengan kantor pusat BPR, dan apabila BPR ingin membuka cabang di kabupaten lain maka kantor cabang tersebut hanya diizinkan berdiri di kecamatan yang berbatasan dengan kantor pusat.
BPR
yang beroperasi
di
ibukota kabupaten mempunyai persyaratan modal Rp 1 rnilyar, di ibukota propinsi Rp 3 milyar dan di ibukota negara Rp 10 milyar. Di Tapanuli Utara, BPR yang beroperasi sebelum 27 Oktober 1988 hanya 1 buah yang disebut dengan bank pasar di kota Balige.
Bank pasar tersebut berdiri sejak 10 Desember
1974.
BPR
di
Taput hanya
memberikan dua
jenis pelayanan,
yakni menarik simpanan (tabungan dan deposito) dan menyalurkan pinjaman.
Suku bunga tabungan yang diberikan oleh
BPR rata-rata 19.28% per tahun (s2
=
3.92)
dan suku bunga
82 deposit0 dengan jangka waktu 1 tahun rata-rata 21.28% per
tahun ( s 2 = l r 9 2 ) . Pinjaman
maksimum
yang
dapat
diberikan
BPR
adalah
sebesar Rp 5 juta, kecuali ada satu BPR di Balige yang dapat memberikan pinjaman hingga Rp 10 juta dan pinjaman minimum yang dapat dilayani adalah Rp 100 ribu. bunga pinjaman 2 . 5 6 % per bulan
Rata-rata
(sZ = 7.56) atau 30.8% per
tahun dengan sistim tetap (flat rate).
Disamping itu se-
tiap pemohon diharuskan membayar biaya administrasi sebesar Rp 7.850 dan biaya provisi kredit sebesar 1.86% pinjaman.
dari total
Ada 3 buah BPR yang mewajibkan si pemohon membu-
ka rekening tabungan yang besarnya 3% dari total pinjaman untuk setiap pinjaman yang dikabulkan, dan tabungan ini disebut simpanan kapitalisasi. Seluruh BPR membuat persyaratan bahwa pemohon pinjaman harus memiliki surat keterangan dari kepala desa dan agunan barang.
Agunan yang dapat diterima ialah surat tanah de-
ngan SK Camat dan surat bukti pemilikan kenderaan bermotor (BPKB).
Permohonan pinjaman
akan ditolak
apabila
agunan
yang diberikan si pemohon tidak mencukupi. Pinjaman yang dapat dikabulkan adalah pinjaman untuk tujuan produktif.
Bahkan ada satu BPR di Siborongborong
yang tidak memberikan kredit kepada pemohon yang baru memulai usaha produktif dan satu BPR di
Porsea yang mem-
83
berikan pinjaman kelompok, yakni untuk petani ikan mas. Rata-rata distribusi pinjaman tahun 1992 adalah perdagangan 71.44% (sd
=
21-27), konsurntif 15.81% (sd
nian 9.32% (sd
=
=
11.98%), perta-
8-54], pengangkutan 2.41% (sd
industri kecil 1.02%
(sd=l.62)
=
3.08) dan
.
Di seluruh BPR, pengembalian pinjaman dilakukan dengan cara mengangsur setiap bulannya.
Rata-rata jangka waktu
pengembalian pinjaman adalah 21.7 bulan (s2 = 48.5) kisaran 12-36 bulan.
,
dengan
Untuk setiap keterlambatan pembayaran
angsuran, BPR memberlakukan denda yang besarnya 4-6% dari total angsuran atau 50% dari total bunga.
Lama waktu pem-
rosesan permohonan adalah 7 hari, dengan waktu maksimum 14 hari.
Untuk memperoleh informasi tentang usaha dan karak-
ter si pemohon, BPR melakukan kunjungan ke alamat si pemohon dan kepada tetangga si pemohon. Tidak satupun BPR yang ada di Tapanuli Utara memberikan penyuluhan kepada para nasabah secara kelompok. Bimbingan hanya diberikan secara perorangan ketika memproses permohonan pinjaman. Kinerja BPR dari tahun 1990 sampai tahun 1992 dapat dilihat pada Tabel 12. Dari Tabel 12 terlihat bahwa pada tahun 1990 hanya ada satu
buah BPR
di Ta-put dan
pada September 1991 bertambah
84
Tabel 12.
Rata-rata kinerja BPR di Tapanuli Utara per September dari tahun 1990 - 1992 Kinerja
Variabel 19 90
1991
1 Jumlah kantor Nasabah penabung (orang) 769 Nasabah peminjam (orang) 439 Simpanan ( Rp. ribu) 169,52 Pinjaman (Rp. ribu) 154,24 91 Loan TO Deposit Ratio ( 8 ) Rasio biaya thd pendapatan ( % ) 96 Simpanan per nasabah (Rp.ribu) 220 pinjaman per Nasabah (Rp.ribu) 351 ~ a s i o tunggakan thdp Pinjaman ( 8 ) 5.80
menjadi 3 buah.
3 7 69 351 130,329 566,567 135 104 169 1,614 4.86
1992 7 823 301 201,790 216,141 107 99 245 7 18 2.11
Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan Pakto
27, 1988 baru mulai direspon oleh investor pada tahun 1991.
Pada tahun 1991 rata-rata simpanan BPR adalab menurun dan dilain pihak rata-rata pinjaman yang diberikan naik cukup tajam, yakni 2 6 7 % , naik 359%.
bahkan rata-rata pinjaman per nasabah
Hal ini disebabkan BPR baru saja berdiri dan
membawa dana
segar
nasabah maka
BPR
seperti modal
disetor.
Untuk
memberikan pinjaman-pinjaman
rnenarik
kepada ma-
syarakat, seperti yang tercermin pada rasio pinjaman terhadap
simpanan
(LDR)
yang
besarnya
135%,
sedangkan
BPR
Sumatera Utara mempunyai LDR sebesar 147% pada tahun 1991. LDR BPR di Taput lebih kecil jika dibandingkan dengan rata-
rata LDR BPR mengalami
Sumatera Utara.
kerugian yang
Pada tahun 1991, BPR
tercermin dari
rasio biaya
masih ter-
hadap
pendapatan yang
lebih besar
dari
100%.
Hal
karena tahun tersebut merupakan waktu berdirinya BPR. tahun 1992, rata-rata simpanan naik sebesar 54.8%,
85 ini Pada
rata-
rata pinjaman turun 61.8%, LDR turun menjadi 107%, dan BPR mulai memperoleh keuntungan. 5.1.4.
Pelepas Uang ( K r e d i tur)
Selain lembaga keuangan formal BRI, BPR dan lembaga keuangan non formal CU, salah satu sumber kredit penting lainnya adalah para kreditur
(pelepas uang).
Untuk mem-
peroleh gambaran mengenai kreditur dilakukan studi kasus di kecamatan Siborongborong.
Pemilihan kecamatan Siborongbo-
rong karena faktor kemudahan yang memungkinkan penelitian dapat terlaksana.
Penentuan responden dilakukan secara se-
ngaja, yakni sebanyak 10 orang. Tujuan utama yang ingin diketahui adalah cara mereka mengelola
kredit dan besar
bunga pinjaman yang mereka berikan. Dari seluruh responden kreditur, 70% mengatakan bahwa mereka hanya melayani peminjam yang bertempat tinggal dalam radius 1,5 km dari rumah mereka, sedangkan 30% lagi juga melayani peminjam yang bertempat tinggal dalam radius 5 km. Apabila calon peminjam bertempat tinggal jauh dari rumah kreditur, maka calon peminjam harus mempunyai pekerjaan sebagai pedagang atau pegawai negeri. Hanya 1 responden yang
86
mau memberikan kredit kepada petani walaupun dia bertempat
tinggal jauh dari rumahnya. Peminjam umumnya sudah'mereka kenal sedangkan peminjam yang baru pertama kali meminjam akan dirikan kredit dalam jumlah kecil dan harus dijamin oleh seseorang yang sudah dikenal para kreditur. Pinjaman maksimum yang dapat diberikan sangat bervariasi, dengan kisaran Rp 500.000 - Rp 10 juta, dan pinjaman minimum adalah Rp 40.000.
Satu orang responden memberikan
pinjaman
Rp
minimum
sebesar
Rata-rata
500.000.
pinjaman adalah 7.3% per bulan atau 87.6% per tahun 4.91 dengan sistim menurun
bunga
(s2 =
(sliding rate) dan bunga pin-
jaman ini tergantung kepada jumlah dan waktu pinjaman. Yang dimaksud dengan waktu pinjaman adalah pinjaman yang sangat mendesak atau segera.
Apabila kebutuhan akan pinjaman itu
sangat mendesak, maka bunga pinjaman mencapai 4 atau 5% di atas bunga pinjaman rata-rata yang berlaku.
Kreditur tidak
mempersoalkan tujuan pinjaman, apakah pinjaman itu dipakai untuk keperluan produktif ataupun konsuntif. Realisasi pinjaman masih
dilakukan sangat cepat, walaupun
tergantung kepada besar
waktu 4 hari
(s'
-
3).
pinjaman dengan rata-rata
Pinjaman yang lebih kecil dari satu
juta rupiah dapat diberikan kurang dari 3 hari. Walaupun waktu
realisasi pinjaman
begitu
singkat,
berhati-hati dalam memberikan pinjaman.
kreditur
tetap
Faktor-faktor so-
sial
ekonomi,
seperti
pekerjaan
suami
atau
istri
87 dan
kekayaan (rumah, sawah, ladang, ternak, dll) menjadi bahan perhatian dan pertimbangan dalam memberikan pinjaman. Apabila
pinjaman
produksi
dibayar
tanaman
setelah waktu panen,
ikut menentukan besar
maka
faktor
.
Tetapi
kredit
apabila peminjam, adalah seorang pedagang, maka jenis barang dagangan akan dipakai sebagai pertimbangan.
Dan bagi
pemijarn yang bekerja sebagai pegawai maka besar gaji per bulan
menjadi
faktor
yang
menentukan
besar
pinjaman.
Disamping pekerjaan peminjam, informasi yang mereka
cari
adalah apakah sipemohon masih mempunyai atau tidak mempunyai pinjaman kepada orang lain. mempunyai pinjaman
kepada orang
Jika calon perninjam masih lain maka
permohonannya
akan ditolak.
Untuk mendapatkan informasi yang akurat,
mereka
informasi
mencari
langsung
ke
alamat
sipemohon,
bertanya kepada famili atau sanak saudara mereka yang bertempat tinggal dekat dengan alamat si pemohon dan kepada tetangga si pemohon.
Rata-rata waktu yang mereka habiskan
untuk mencari informasi tersebut adalah 1 hari. Pengembalian pinjaman dilakukan secara angsuran mingguan, bulanan bahkan ada pinjaman yang dibayar lunas ketika panen. Jangka waktu pinjaman maksimum adalah 1 tahun. Pembayaran angsuran dilakukan dengan cara mengantar langsung ke rumah kreditur, atau jika peminjam seorang pegawai nege-
88
ri maka angsuran pinjaman dilakuxan dengan cara pemotongan gaji ol'eh bendaharawan kantor , Studi
kasus ini menunjukkan bahwa
seluruh kreditur
membutuhkan suatu jaminan atau agunan dari peminjam. Bahkan 70%
dari
kreditur masih
memerlukan
persyaratan
yaitu surat perjanjian pinjaman bermeterai
tambahan
.
Kreditur yang memberi dispensasi sebanyak 2 sampai 4 kali untuk tidak mengangsur pinjaman adalah 30%.
Walaupun
demikian, apabila kredit sudah jatuh tempo dan kredit belum juga dilunasi maka kreditur akan mengunjungi dan memberi peringatan pinjamannya membayar
terhadap
si
sekaligus.
peminjam
supaya
segera
melunasi
Apabila
si peminjam tidak mampu
kembali kreditnya maka
agunan akan disita oleh
kreditur . 5.1.5. Garbaran Sosial Ekonomi Lambaga Keuangan Pedesaan
Gambaran sosial ekonomi nasabah lembaga keuangan pedesaan diwakili oleh kondisi nasabah CU Satolop Siborongborong.
Pertama ditentukan 3 desa yang menjadi wilayah kerja
CU Satolop, yakni Sipultak, Pealinta dan pasar Siborongborong.
Untuk menjamin adanya responden yang menjadi nasabah
BPR dan BRI maka diwawancarai kepala desa dan atau tokoh
masyarakat setempat.
Kepala desa diharapkan dapat rnengeta-
hui siapa saja yang menjadi nasabah BPR dan BR
89
responden
dari
anggota
CV
dipilih
berdasarkan
teknik
pengambilan contoh acak sederhana dari daftar anggota yang ada di kantor CU. Siapa yang menjadi nasabah BRI dan BPR?
Wawancara di-
lakukan dengan bapak kepala desa di Pealinta yakni bapak Purba.
Hadir bersama bapak kepala desa seorang guru marga
Purba dan bapak P.
Situngkir dari Siborongborong.
Di desa
Sipultak wawancara dilakukan dengan bapak Pasaribu, seorang tokoh masyarakat dan mantan kepala sekolah di desa Sipultak. Menurut bapak kepala desa, di Pealinta tidak seorangpun dari warganya menjadi nasabah BPR.
Bahkan nama BPR be-
lum dikenal dan diketahui oleh warga Pealinta termasuk bapak kepala desa.
Masyarakat Pealinta yang menjadi nasabah
BRI adalah mereka yang mempunyai pekerjaan guru dan mereka
adalah pegawai negeri.
Tidak satupun dari warga Pealinta
yang menjadi nasabah BRI kecuali pegawai negeri
.
Ketika
bapak kepala desa diminta untuk memperkenalkan mereka yang menjadi nasabah BRI untuk diambil sebagai responden, bapak kepala desa keberatan menunujukkannya
.
Menurut kepala de-
sa, di desa tersebut seseorang takut diketahui mempunyai pinjaman di bank. Menurut kepala desa, pegawai negeri dapat berhubungan dan meminjam ke BRI sebab mereka tidak memerlukan persya-
90
ratan yang berat.
Permohonan pinjaman mereka cukup hanya
diketahui oleh kepala sekolah sebagai atasan pemohon dan rekomendasi dari kepala desa.
Dari mereka tidak dibutuhkan
su-atu jaminan tambahan, sebab pembayaran kembali pinjaman di-lakukan dengan pemotongan gaji secara langsung melalui bendaharawan
kantor.
Tetapi
apabila
si
pemohon
adalah
seorang pedagang atau petani maka bank membutuhkan jaminan tambahan atau agunan, yang biasanya sulit dipenuhi mereka. Jaminan tambahan yang mereka tanah
yang masih
dalam
miliki pada
umumnya adalah
lingkup tanah adat
dan biasanya
tidak memiliki surat tanda pemilikan. Dengan demikian urusan pinjam meminjam ke BRI menjadi panjang, dan melibatkan banyak orang yang membutuhkan biaya besar dan dilain pihak jumlah uang yang mereka pinjam tlalam jumlah kecil.
Kepala
desa juga mengenukakan bahwa u m m y a pinjaman dipergunakan untuk biaya sekolah anak. Wawancara dengan bapak Pasaribu di Sipultak, memberikan hasil yang sama seperti di
Pealinta.
Menurut bapak
Pasaribu tidak ada warga Sipultak yang menjadi nasabah BPR, sedangkan mereka yang menjadi nasabah BRI adalah pegawai negeri, dan untuk tingkat desa pegawai negeri berarti seorang guru. Dari mana sumber kredit masyarakat?
Bapak Pasaribu
menerangkan bahwa sumber pinjaman masyarakat Sipultak ada-
l a h para pedagang. ( khususnya
91 Ada semacam hubungan antara pedagang
pedagang kopi1
dengan masyarakat , yLng disebut
dengan sistim ijon. Adapun mekanisme perjanjian pinjaman berikut, pedagang desa
adalah
sebagai
(hanya sebagai perantara dari Toke
pemilik uang, yang ada di P.Siantar
dan
Siborongborong)
meminjamkan uang kepada penduduk dengan perj anjian bahwa pinjaman akan dibayar kembali dalam bentuk barang, yakni kopi.
Pinjaman ini tanpa bunga dan harga kopi ditentukan
pada harga pasar pada saat pembayaran dilakukan. Menurut bapak Purba, biaya yang dibayar oleh peminjam adalah dalam satuan ukuran yang dipakai.
Ketika si pemin-
jam hendak membayar kembali pinjamannya dengan kopi, maka alat ukur yang dipakai nerupakan milik pedagang.
Hal ini
berarti satuan unit pengukuran akan berkurang sekitar lo%, dimana jumlah kopi yang akan dujual misalnya 10 kaleng bila ditimbnag dengan alat
timbang
si petani
akan menjadi
9
kaleng ketika dijual berdasarkan alat timbang si pedagang. Untuk ini terdapat saling pengertian antara peminjam dengan pedagang, yang mana peminjam tidak keberatan terhadap alat timbang pedagang karena dia sudah mendapat pinjaman terlebih dahulu. Siapa yang menjadi nasabah CU? mi
Gambaran sosial ekono-
anggota CU diperoleh dari suatu daftar kuesioner dan
catatan
keuangan Kartu
Simpan
Pinjam Anggota
92 (KSPA) di
kantor CU dengan jumlah responden seluruhnya 44 orang. Berdasarkan tahun keanggotaan di CU, ada 12% yang sudah menjadi anggota selama 14 tahun, 9% dengan masa keanggotaan 4 tahun dan 84% dengan masa keanggotaan antara 4 sarnpai 14 tahun.
Rata-rata usia anggota adalah 45 tahun (sd
8,9).
=
Berdasarkan usia, maka 12% responden berusia di bawah 35 tahun dan 14% berusia di atas 55 tahun, sedangkan sisanya 74% berusia diantara 35-55 tahun. Berdasarkan tingkat pendidikan, 30% anggota CU berpendidj-kan SD, 25% berpendidikan SMP, 41% berpendikan SLTA dan hanya 4% yang pernah duduk di Perguruan Tinggi. Rata-rata jumlah keluarga adalah 7 orang
(sd
2.7).
=
Mereka yang memiliki jumlah anggota keluarga antara 6-10 orang
(59%). dan jumlah keluarga yang lebih kecil dari 5
orang (32%).
Rata-rata luas lahan sawah yang rnereka miliki
2 -250 mZ dan luas lahan darat 6,750 m2.
memiliki
lahan sawah lebih besar
dari
Responden yang
5,000 m2
adalah
22 -7% dan luas lahan darat lebih hesar 5,000 m2 adalah 50%. Berdasarkan petani, tukang
pekerjaan,
12% pedagang,
61.5% 23%
rssponden pegawai
dan
bekerja 3.5%
sebagai
supir
dan
.
Responden
yang
pernah
(kreditur) adalah 43%.
berhubungan
ke
pelepas
uang
Alasan utama mereka merninjam kepada
93
pelepas uang adalah proses yang cepat (84%) dan persyaratan yang ringan
Hanya 9% responden yang pernah ber-
(23%).
hubungan ke lembaga keuangan formal atau bank, dan mereka yang pernah berhubungan dengan lembaga keuangan formal adalah pedagang dan pegawai.
Walaupun mereka pergi ke lembaga
keuangan formal tetapi pinjaman yang mereka mohon tidak dikabulkan
oleh bank
dengan
alasan
jaminan tambahan
atau
agunan yang tidak cukup. Motivasi
anggota
bergabung
dengan
mereka memperoleh pinjaman yang murah
.
yang terjamin (39%)
CU
adalah
agar
(50%) dan tabungan
Kalau mereka diminta bergabung dengan
lembaga keuangan formal maka mereka memilih lembaga keuangan yang memberikan pelayanan baik aman dan
terjamin, dan
faktor
(79.5%), tabungan yang
hadiah
merupakan
pertim-
bangan ketiga. Disamping tabungan di CU,
mereka melakukan investasi
dalam bentuk lahan sawah dan ladang atau keduanya (48%) serta emas
( 6 8 % ) , ternak
(27%).
(68%),
Per Desember 1993
total simpanan responden di CU adalah Rp 22,400,000,
dengan
rata-rata sim-panan per orang Rp 509,090 (sd = 501,759)
.
Pada tahun 1993, 95% dari responden pernah melakukan transaksi pinjaman
ke CU
orang adalah Rp 645,795
dimana
(sd
=
rata-rata
659,950)
.
pinjaman
per
Responden yang
meminjam dengan besar pinjaman yang lebih kecil dari Rp
94 250.000 adalah 32% dan besar pinjaman di atas Rp 1.000.000 Terdapat 27% responden yang melakukan transak-
adalah 23%.
si dengan besar pinjaman
yang lebih kecil dari
sinpanan
mereka yang berarti mereka meminjam uang sendiri. Per Desember 1993, responden yang memiliki
sisa pinjaman lebih
kecil dari simpanannya adalah 41%. Responden yang melunasi pinjaman tepat waktu, sesuai dengan perjanjian pinjaman adalah sebesar 16,5%, sedangkan responden yang tidak mengangsur dalam satu bulan atau lebih adalah 16.5%.
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa 67%
dari responden melunasi pinjamarlnya lebih cepat dari waktu perjanjian pinjaman. Rata-rata total pembayaran
setiap bulan yang berupa
simpanan, angsuran dan bunga pinjaman adalah Rp 51.557 (sd =
49,47).
Responden dengan total pembayaran setiap bulan
lebih kecil dari Rp 25.000 adalah 32% dan total pembayaran yang
lebih besar dari Rp
pengurus CU
75.000
adalah
13.5%.
Menurut
Satolop Siborongborong, total pembayaran
ini
tidak dapat dipakai sebagai penduga kemampuan ekonomi anggota CU karena hasil dugaan ini akan bias ke bawah
estimate).
(under
Hal ini disebabkan anggota CU cenderung mem-
perpanjang jangka waktu pinjaman ketika perjanjian pinjaman ditandatangani sehingga angsuran setiap bulannya kecil.
menjadi
Tetapi apabila mereka rnemerlukan uang dalam jumlah
95
besar (biasanya untuk keperluan biaya pendidikan anak) maka mereka segera melunasi sisa pinjanan yang ada, supaya mereka
dapat
banyak
meminjam
kasus
dimana
kembali.
Dengan
pinjaman
dilunasi
demikian lebih
terdapat
cepat
dari
jangka waktu per j anjian pinjaman. 5.2.
Struktur Pasar Kredit Lembaga Keuangan Pedesaan Pertambahan jumlah lembaga keuangan akibat dari Pakto,
27, 1988 dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Kecamatan yang mengalami perubahan jumlah lembaga keuangan sebelum dan sesudah Pakto 27, 1988. Ke cama t an Balige Lagubotl Porsea Dolok Sangqul Siborongborong Pangururan Simanindo
Dari
Sebelum
BRI 1 0
1 1 1 1
1
Tabel
Pakto 27, 1988 Sesudah Pakto 27, 1988 BPR CU TOTAL BRI BPR CU TOTAL 1 0 2 1 2 0 3 0 0 0 1 1 0 2 0 0 1 1 2 0 3 0 1 2 1 1 1 3 0 1 2 1 1 1 3 0 1 2 1 1 1 3 0 1 2 1 1 1 3
13
di
atas
terlihat
bahwa
hingga
diterbitkannya kebijakan Pakto 27, 1988, kecamatan Lagubotitidak memiliki lembaga keuangan, setelah Pakto 27, 1988, kecamatan Laguboti memiliki 2 buah lembaga keuangan yakni 1 buah BRI dan 1 buah BPR. Ada 4 kecamatan yaitu,kecamatan Siborongborong, Dolok sanggul, Pangururan dan
Simanindo, yang memiliki
lernbaga
96
keuangan baru.
Kecamatan Balige bertambah satu buah BPR
dan kecamatan Porsea bertambah dua buah BPR.
Berdirinya
BPR menjadikan kecamatan-kecamatan tersebut mempunyai pasar Adapun pertambah-
kredit dengan derajat persaingan tinggi.
an nasabah, jumlah simpanan, dan jumlah pinjaman lembaga keuangan yang berdiri sebelum dan sesudah Pakto 27 1988, dapat dilihat pada Lampiran 3. Dari Lampiran 3 dapat dilihat bahwa aktivitas lembaga keuangan pedesaan di Tapanuli Utara terkonsentrasi di 6 kecamatan yang berada pada derajat persaingan tinggi. nasabah,
simpanan dan
pinjaman
di
6
kecamatan
Total
tersebut
adalah 52.4%, 54.5% dan 5 5 . 4 % berturut-turut dari total nasabah,simpanan dan pinjaman lembaga keuangan. Di sisi lain total nasabah lembaga keuangan yang berdiri sesudah Pakto 27,
1988
12.4%,
adalah
dan
pangsa
pasar
simpanan
dan
pinjaman lembaga keuangan yang baru ini adalah 11.7% dan 12.4%
dari
total
keuangan pedesaan.
simpanan dan
pinjaman
seluruh
lembaga
Di sini terlihat bahwa kebijakan Pakto
27, 1988 menjadikan pasar kredit semakin besar, dan penduduk yang menjadi nasabah perbankan semakin besar. Indeks H H I
(Hirschman-Hesindahl Indeks) simpanan pe-
riode 1991 - 1993 berkisar dari 6,209 sampai 7,238. Indeks
HHI
simpanan terbesar
terjadi pada
bulan
Desember
1991.
Indeks H H I pinjaman untuk periode yang sama berkisar dari
sampai 6,065.
4,648
Indeks HHI pinjaman terbesar terjadi
pada bulan Desember 1990.
Adapun kurva indeks HHI simpanan
dan pinjaman dapat dilihat pada Gambar 5 di bawah ini
Indeks HHI Simpanan dan Pinjaman
Gambar 5.
Sphepherd (1990) mengemukakan bahwa apabila indeks HBI lebih besar dari 1800 maka terdapat pengaruh monopoli di pasar tersebut.
Dari kurva indeks HHI di atas terlihat
pengaruh monopoli masih kuat di bidang simpanan, sedangkan dibidang pinjaman pengaruh tersebut cenderung semakin rendah . Indeks HHI simpanan yang besar disebabkan oleh pangsa pasar
simpanan
BRI
yang
besar
(76%) dan
menunjukkan
kecenderungan yang naik
sampai pada bulan
(84%). Pangsa pasar BRI
(unit desa) yang besar disebabkan
BRI mempunyai
15 buah
Desember
1992
kantor di seluruh Tapanuli Utara.
98
Disamping
itu,
kepercayaan
masyarakat
terhadap
BRI
disebabkan oleh BRI yang sudah cukup lama beroperasi dan adanya jaminan pemerintah terhadap seluruh simpanan yang ada di BRI.
Kecenderungan indeks HHI pinjaman yang semakin
kecil disebabkan pangsa pasar pinjaman BRI cenderung turun dari 74% pada Desember 1990 menjadi 63% pada Desember 1992. Disamping indikator indeks HHI maka barrier to entry yang sudah diperlonggar oleh pemerintah melalui kebijakan Pakto
27,
diharapkan dapat mengubah
1988
kredit pedesaan.
struktur pasar
Dari pergerakan indeks HHI di atas terli-
hat bahwa indeks HHI pinjaman cenderung turun setiap triwulan, khususnya sejak Desember 1991.
Turunnya indeks HHI
pinjaman merupakan indikator bahwa sumber kredit di pedesaan telah bertambah. Berdasarkan pangsa pasar kredit
(Desember 1992 )
maka
derajat kompetisi atau persaingan lembaga keuangan di masing-masing kecamatan di Tapanuli Utara dapat dilihat pada Tabel 14.
Berdasarkan Tabel 14 di bawah, pasar kredit di
kecamatan Tarutung, Pangaribuan, Silaen, Lumbanjulu, Muara dan Pahaejae dimonopoli oleh BRI unit desa. di
kecamatan
L.Huta,
Parlilitan,
Pasar kredit
Sipahutar,
Sipoholon
dimonopoli oleh CU. Tiga kecamatan, seluruhnya di Pulau Samosir, memiliki derajat persaingan yang sedang walaupun ma-
Tabel 14. Distribusi Kecamatan Berdasarkan Derajat Kompetisi dan Jenis Lembaga Keuangan di Tapanuli Utara Lembaga Keuangan BRI
Derajat Rendah Tarutung Pangaribuan Silaen Lumbanjulu Muara Pahaejae
Persaingan Sedang Onanrunggu Pangururan Simanindo
L . Huta
Onanrunggu Pangururan Simanindo
BPR
Parlilitan Sipahutar Sipoholon
CU
sih dikuasai oleh BRI unit desa. lige,
Laguboti,
termasuk
Porsea,
lembaga
Doloksanggul
secara dominan.
keuangan
kecamatan Ba-
Sedangkan
ke dalam derajat persaingan
satupun dari
Tinggi Balige Laguboti Porsea Pakat Doloksanggul Siborongborong Balige Laguboti Porsea Doloksanggul Siborongborong Pakat Doloksanggul Siborongborong
yang
dan
Siborongborong
tinggi, dimana ada
menguasai
tak
pasar
Dari Tabel 14 di atas juga terlihat bahwa
masuknya BPR di suatu kecamatan membuat derajat persaingan di kecamatan tersebut semakin tinggi. 5.3.
Suku Bunga Pinjaman dan S e g m e n t a s i P a s a r
Bunga pinjaman merupakan harga uang yang dibayar oleh peminjam dari lembaga keuangan, yakni berkisar antara 24
100
sampai 60% per tahun.
Bunga pinjaman yang paling rendah
terdapat di CU dan bunga pinjaman yang paling tinggi ada di BPR. Adapun bunga pinjaman yang berlaku saat penelitian ini berlangsung (Pebruari 1994) dapat dilihat pada Tabel 15 di bawah ini. Tabel 15. Suku bunga pinjaman di masing-masing lembaga Uraian Nominal per bulan ( % ) Sistim Efektif per tahun ( % ) Lama anasuran (bulanl Bunga
pinjaman
di
BRI
BRI 2 Flat 40.80 24 & 36 yang
BPR
CU 2 - 2.5 Menurun 24.20 24
2.33 - 3 Flat 52.24 24
ditetapkan
kredit adalah 2% per bulan sistim tetap
pada
perjanjian
(flat rate). Apa-
bila peminjam mengembalikan tepat waktu maka kepada mereka akan diberikan insentif, yang disebut dengan insentif pembayaran
tepat waktu
.
(IPTW)
Yang
dimaksud
dengan pem-
bayaran tepat waktu adalah nasabah mengembalikan pinjaman (bunga dan angsuran pokok) setiap bulannya selama 6 bulan berturut-turut tepat waktu sesuai dengan tanggal surat perjanjian
kredit
(dan maksimum
waktu
penundaan
pembayaran
adalah 7 hari) . Dengan demikian, apabila nasabah melakukan pembayaran
tepat
waktu
selama
jangka
waktu
kredit
maka
bunga pinjaman yang dibayarnya adalah 1.5% setiap bulannya, tetapi
apabila
nasabah pernah
melakukan
pembayaran
yang
101
terlambat
satu
kali
saja
dalam
waktu
enam
bulan
maka
nasabah akan kehilangan hak insentif tersebut. Bunga pinjaman di BPR berkisar antara 2.33 dengan rata-rata bunga pinjaman bulan (sistem flat).
2.56%
(s2
dari R p
besar pinjaman.
0
0.06
per
Disamping itu, kepada setiap nasabah
dibebankan biaya administrasi dan provisi, berkisar
=
sampai 3%,
sampai Rp
20.000,
yang besarnya
tergantung kepada
Biaya lain yang masih harus dibayar oleh
nasabah adalah adanya kewajiban mengikuti tabungan kapitalisasi.
Besarnya tabungan kapitalisasi 2
total pinjaman.
sampai 5% dari
Dengan demikian besar kredit yang diterima
oleh nasabah hanya 95 sampai 98% dari total kredit. biaya
lain
adalah
yang
biaya
masih
denda
angsuran dan bunga. adalah
50%
mungkin
karena
ditanggung
oleh
keterlambatan waktu
Bentuk nasabah
membayar
Denda yang dibebankan kepada nasabah
dari bunga
tertunggak sampai dengan
6% dari
total angsuran setiap bulannya. Bunga pinjaman di kelompok CU berkisar 2 sampai 2.5% per bulan dengan sistim menurun. yar
anggota
CU
Bunga pinjaman yang diba-
adalah berdasarkan
sisa
pinjaman
setiap
bulan. Secara nominal suku bunga yang ditetapkan oleh BRI, BPR dan CU tidak banyak berbeda, tetapi secara efektif bu-
102
nga
pinjaman ini sangat berbeda.
Bunga pinjaman di CU
ditentukan secara menurun (sliding rate) yang berarti bahwa bunga pinjaman yang dibayar anggota berkurang setiap bulan sesuai dengan sisa pinjaman.
Sebaliknya di BRI dan BPR,
bunga pinjaman adalah tetap (flat rate), sehingga peminjam harus membayar bunga pinjaman yang tetap setiap bulan berdasarkan pokok pinjaman.
Dari Tabel 15 di atas terlihat
bahwa suku bunga efektif secara rata-rata di kelompok CU adalah 24.2 persen per tahun, sedangkan di BRI adalah 40.8% per tahun dan di BPR adalah 52.2% per tahun. di BPR
Bunga kredit
(48-60% per tahun mencapai 2 kali bunga pinjaman di
CU (24-30% per tahun) sedangkan bunga pinjaman di BRI adalah 28-45% per tahun. Dengan melakukan uji
F, pada
taraf a
=
0.05
(F
=
45.222) maka rata-rata suku bunga tersebut adalah berbeda nyata.
Dengan demikian ada cukup alasan untuk mengatakan
bahwa suku bunga pinjaman diantara ketiga lembaga tersebut adalah berbeda. CU dan BPR seolah-olah menentang hukum pasar. Walaupun kornpetitor semakin banyak, CU mengambil kebijakan menaikkan bunga pinjaman dari 2% menjadi 2.5% per bulan. BPR, walaupun
kelompok ini
pasar
ternyata
adalah kelompok terakhir yang memasuki
mempunyai
bunga
pinjaman
paling
tinggi.
103
Secara teoritis kelompok BPR
seharusnya memberikan bunga
pinjaman yang lebih rendah untuk dapat masuk ke dalam pasar dan bunga pinjaman di CU harus turun atau tidak ada kenaikan bunga
pinjaman.
Semakin
banyak
pelaku
pasar
maka
suplai kredit akan semakin besar, dan apabila diasumsikan permintaan adalah tetap maka harga akan turun. Perbedaan-perbedaan besarnya bunga pinjaman diantara ketiga lembaga tersebut serta fenomena yang terdapat di CU dan BPR maka diduga pasar kredit Tapanuli Utara masih mengalami pasar
segmentasi pasar
kredit.
Terjadinya
disebabkan syarat-syarat yang berbeda
segmentasi
untuk
dapat
menikmati fasilitas kredit. Di CU, masyarakat yang dapat menikmati kredit adalah mereka yang sudah menjadi anggota, yang berarti sudah menjadi anggota penabung selama 6 bulan. Disamping
itu,
maksimum
pinjaman
yang
dapat
diberikan
masing-masing lembaga keuangan juga berbeda. BRI menetapkan kredit maksimum Rp 25 juta, walaupun pinjaman sebesar itu harus meminta persetujuan pimpinan cabang BRI,
sedangkan
kredit maksimum yang dapat diberikan BPR adalah R p 5 juta dan kredit yang lebih besar dari Rp 5 juta harus memperoleh persetujuan dari dewan komisaris BPR yang bersangkutan. BRI dan BPR hanya melayani kredit untuk tujuan produktif, kecuali calon nasabah yang mempunyai penghasilan tetap. CU
tujuan pinjaman
adalah untuk produktif dan
Di
konsumtif
104
termasuk biaya anak
pengobatan, pesta
adat
dan biaya
sekolah
. Interpretasi
lain yang
dapat
diberikan
akibat
per-
bedaan suku bunga ini adalah kemungkinan permintaan kredit masih jauh lebih besar dari penawaran kredit, sehingga bunga pinjaman yang terjadi saat ini bukan merupakan harga yang terbentuk dari kekuatan permintaan dan penawaran di pasar
kredit
.
Seperti
yang
disebutkan
teori
mekanisme
tidak langsung bahwa suku bunga disamping suatu harga, juga merupakan suatu saringan.
Suku bunga yang tinggi akan mem-
buat resiko kegagalan kredit semakin besar. Misalnya BRI lebih memilih suku bunga pinjaman yang lebih rendah dengan
sistim
flat)
tetapi
mempunyai
resiko
yang
(2%,
lebih
rendah, walaupun akibatnya akan ada penjatahan kredit, seperti yang ditunjukksn LDR B R I yang rendah. Karena permintaan
kredit
cukup besar
dan
ada penjatahan
kredit maka
bunga pinjaman yang mahal di BPR masih mempunyai pembeli walaupun BPR
akan menghadapi resiko kegagalan yang lebih
besar dibandingkan dengan resiko B R I .
Kesimpulan yang dapat
dibuat adalah segmentasi pasar tetap dapat terjadi walaupun derajat kompetisi semakin besar.
5.3. Hubungan Antara Derajat Kompetisi Dengan Kinerja Lembaga Keuangan P e d e s a a n
Secara teoritis pasar yang lebih kompetitif akan memHal ini disebabkan input
buat perekonomian lebih efisien.
akan bergerak ke arah penggunaan yang lebih efisien. Pelaku pasar yang tidak dapat berproduksi secara efisien akan keluar dari pasar. Kinerja lembaga keuangan yang dianalisis adalah jumlah nasabah, ROA,
LDR dan rasio biaya terhadap pendapatan. Ada-
pun rata-rata variabel yang dianalisis dapat dilihat pada
Tabel 16.
Derajat Kompetisi Rendah Sedang Tinggi Total BRI
Rata-rata Jumlah nasabah, LDR, ROA dan Rasio biaya terhadap pendapatan B R I Berdasarkan Derajat Kompetisi Nasabah (Orang)
ROA
LDR
(%)
(%)
Biaya/Pendapatan (%)
1,664 1,175 2,041 1,750
1.90 -0.26 1.40 1.40
58.90 46.40 37.10 48.50
91.50 99.90 93.00 93.20
Dengan menggunakan uji sidik ragam pada taraf a
= 0.05
(Lampiran 7-10), ternyata tidak ada hubungan antara derajat kompetisi dengan kinerja B R I LDR
dan rasio biaya
seperti jumlah nasabah, ROA,
terhadap pendapatan.
dijelaskan sebagai beri kut
bahwa
Hal
kebijakan
ini
yang
dapat
berlaku
untuk setiap BRI adalah sama, apakah B R I unit desa tersebut
berada di daerah yang mempunyai persaingan yang rendah atau di daerah dengan derajat persaingan yang tinggi . ini ditentukan kantor pusat BRI.
Kebijakan
Hal yang sama juga terda-
pat di CU, yakni tidak ada hubungan antara derajat kompetisi dengan kinerja CU, seperti ROA, LDR, dan rasio biaya terhadap pendapatan kecuali jumlah anggota
(Lampiran 11-
15). Adapun kinerja CU dapat dilihat pada Tabel 17.
Tabel 17.
Deraj at -Kornpetisi -
Rata-rata Jumlah nasabah, LDR, ROA dan Rasio biaya terhadap pendapatan CU Berdasarkan Derajat Kompetisi Anqgota
ROA
(Orang)
(8)
Rendah sedang
4 90
Tinggi
1,945
781
10.00 9.20 13.30
LDR -
Biaya/Pendapatan
(%)
115.30 118.50 102 - 8 0
(%)
20.90 25.30 20.90
Sama halnya dengan BRI, CU juga mempunyai tujuan yang sama di setiap kota. Walaupun masing-masing CU berdiri sendiri tetapi pengelolaan CU relatif sama, yang menekankan kepada pelayanan anggota dari pada mencari keuntungan. Setelah kebijakan Pakto 1988, beberapa CU menunjukkan cara pengelolaan yang berbeda agar dapat bersaing dengan lembaga perbankan lainnya, khususnya dalam menghimpun dana. Untuk itu, CU memilih aspek konsolidasi anggota, seperti tidak menerima anggota baru. Bahkan sejak tahun 1992 CU Satolop Siborongborong, salah satu CU yang berada di daerah
d e r a j a t kompetisi t i n g g i ,
menaikkan suku bunga pinjaman da-
r i 2% menjadi 2.5% p e r b u l a n .
Kenaikan suku bunga t e r p a k s a
dilakukan supaya d i v i d e n yang d i t e r i m a anggota rnenjadi
le-
b i h b e s a r dan b e r s a i n g dengan bunga simpanan yang d i b e r i k a n lembaga
keuangan
lainnya
s e p e r t i BRI dan BPR.
Apabila
di-
viden yang d i b a g i k a n kepada anggota t e r l a l u k e c i l maka angg o t a penabung p o t e n s i l
akan mengundurkan
diri
dan memilih
B R I dan BPR tempat mereka menabung. Anggota penabung poten-
s i l i a l a h anggota yang hanya menabung s a j a dan hampir t i d a k pernah meminjam.
Anggota i n i menjadi sumber dana CU karena
kehidupan
ekonomis
sosial
mereka
yang
relatif
lebih
baik
dibandingkan dengan anggota CU pada umumnya. Menurut pengurus CU setempat, sangat
s u l i t diterima
nyuluhan
yang
cukup
pinjaman
dapat
anggota. lama
diterima
kenaikan bunga p i n j aman
Pengurus
agar
CU melakukan
kebi j akan
anggota.
menai kkan
S e j a l a n dengan
pe-
bunga
kenaikan
bunga p i n j aman maka kepada anggota j uga d i j an j i kan kenai kan d i v i d e n pada
a k h i r tahun,
bahkan d i v i d e n t e r s e b u t d i t e t a p -
kan
dahulu
besarnya
terlebih
pinjamanan. pinjaman
Artinya
2.5% p e r
yang jika
bulan
satu
maka
minimum
saham Rp
dividen
50% d a r i
1.000
yang
akan
dan
bunga bunga
diterima
anggota minimum s e b e s a r Rp 125 p e r saham a t a u s e t a r a dengan bunga simpanan d i Bank 17.5% p e r tahun.
Disamping i t u ,
un-
tuk merangsang tabungan anggota yang lebih besar maka simpanan
sukarela memperoleh balas
jasa
yang
lebih
besar.
Jika pada tahun 1990 balas jasa simpanan sukarela adalah 5% per tahun (diluar dividen), maka pada tahun 1991 jasa simpanan sukarela naik menjadi 10%.
Untuk mempercepat perpu-
taran uang dengan cara memperpendek masa
angsuran, maka
anggota yang mengangsur pinjaman secara teratur dan kreditnya lunas dalam waktu 12 bulan akan mendapat bonus sebesar 10% dari
total bunga yang dibayarnya.
Dengan kata lain
untuk pinjaman yang berjangka waktu 12 bulan, bunga pinjaman efektif menjadi 2.25% per bulan. Persaingan yang semakin tinggi juga membuat beberapa CU, seperti CU di Doloksanggul dan Pakat, menciptakan produk baru yakni Deposito berjangka
. Perubahan kebijakan di atas menunjukkan bahwa pengurus
CU dipaksa untuk mengelola CU secara efisien supaya dividen
minimum dapat tercapai.
Besarnya dividen haruslah hampir
sama dengan besarnya bunga bank.
simpanan yang diberikan
oleh
Jika sebelumnya CU tidak berani menetapkan besarnya
dividen per tahun, maka sejak munculnya pesaing baru, terutama BPR, yang memberikan bunga simpanan yang tinggi maka mau tidak mau CU harus menetapkan dividen minimum terlebih dahulu .
Interpretasi ekonomi yang dapat diberikan kepada perubahan kebijakan yang diambil oleh CU yang berada di daerah persaingan tinggi adalah bahwa persaingan akan membuat sumber-sumber daya yang ada
akan lebih efisien.
Simpanan,
tabungan, deposit0 dan pinjaman merupakan luaran dari
suatu
lembaga
keuangan.
Dividen yang
(output)
lebih besar
dapat diartikan sebagai pemakaian input di CU menjadi lebih baik,
dan
perubahan
bunga
pinjaman
yang
menjadi
lebih
tinggi menunjukkan bahwa input akan bergerak menuju proyekproyek yang memberikan hasil paling baik. Kinerja lembaga keuangan yang berada di daerah yang mempunyai kompetisi tinggi dapat dilihat pada Tabel 18. Dengan
menggunakan
uji
sidik
ragam,
maka
kinerja masing-
masing lembaga untuk setiap variabel yang dianalisis adalah berbeda nyata pada taraf a
=
0.05 (Lampiran 15-19).
Tabel 18. Rata-rata Jumlah Nasabah, LDR, ROA dan Rasio Biaya Terhadap Pendapatan BRI, BPR dan CU di Daerah Derajat Kompetisi Tinggi Variabel .. . . ~ ~~~~. .~ Nasabah (Orang) Simpanan per Nasabah (Rp r i b u )
~~..... ~~~~
ROA
LDR
~~
~
~~
~
~~~~
~
~~
~
(%) (8)
Biaya/Pendapatan
(8 )
~~
BRI
~
BPR
2,041 627
823 3 60
CU 1,945 193
1.40 37.10 93.00
0.41 112.50 99.60
13.30 102.80 20.90
. . . ~ . ..~ .....~~ ~. ~ ...~ ...~~~~.~ ~ ......... ~... . ~ ........ ~~. ~ ~. , . ~~
~
~~
~
~
Total ~~~~.~~~
~~~
~
1,490 429 3.20
82.40 82.40
~
Jumlah nasabah dan rata-rata simpanan per nasabah yang paling besar ada di B R I ,
ROA yang paling tinggi ada di CU,
LDR yang paling tinggi ada di BPR dan rasio biaya terhadap
pendapatan yang paling rendah ada di CU. Tiga variabel yang dianalisis, yakni LDR,
ROA dan ra-
sio biaya terhadap pendapatan menunjukkan pola yang berbeda diantara ketiga lembaga keuangan.
BRI
rnempunyai LDR yang
sangat rendah (37.10%), sedangkan BPR dan CU, mempunyai LDR yang tinggi yakni masing-masing 112.5% dan 102.8%.
Hal ini
disebabkan BPR dan CU merupakan unit bank, sehingga setiap dana yang dihimpun oleh BPR bentuk pinjaman.
harus
segera dilepas
dalam
BPR memang masih dapat menahan dana ter-
sebut dalam bentuk simpanan di lembaga keuangan lainnya, tetapi pendapatan yang akan diterirna tidak sebanding dengan bunga yang dibayarkan kepada nasabah.
Semakin besar dana
yang ditahan oleh B P R maka semakin tinggi biaya dana yang ditanggung oleh BPR.
Hal yang sama berlaku di CU yang
walaupun dana yang dihimpun tidak mengandung biaya tetapi semakin besar dana yang ditahan maka pendapatan yang akan diterima akan semakin kecil
.
Akibatnya dividen yang diba-
yarkan kepada anggota akan semakin kecil.
ROA
BRI
dan BPR rnempunyai pola yang sama untuk variabel
dan
rasio
biaya
terhadap
pendapatan,
sedangkan
CU
memiliki pola yang berbeda.
Hal ini disebabkan struktur
biaya mereka yang berbeda, khususnya dalam biaya dana dan tenaga kerja. Sirnpanan
5.4.1.
Jumlah simpanan yang dapat dihimpun oleh ketiga lembaga
setiap tahunnya meningkat.
Pada bulan Desember 1992
jurnlah simpanan yang dapat dihimpun adalah R p 2.000
juta.
Adapun perkembangan simpanan dapat dilihat pada Lampiran 4 dan Gambar 6 di bawah ini.
Gambar 6. Pertumbuhan simpanan berdasarkan jenis lembaga keuangan
BRI merupakan Pangsa
pasar
lembaga penghimpun
simpanan
BRI
per
simpanan terbesar.
Desember
adalah
81.35%,
84.12% dan 83.03% berturut-turut untuk tahun 1990, 1991 dan 1992.
Sedangkan pangsa
pasar
simpanan BPR mengalami
ke-
naikan
setiap tahun
dan 7.74% nurunan
dari 1.75% tahun 1990 menjadi 3.73%
untuk tahun 1991 dan 1992.
pangsa
pasar
simpanan
dari
CU
mengalami pe-
16.90%
tahun
1990
menjadi 12.15% pada tahun 1991 dan 9.23% urituk tahun 1992. Adapun
perkembangan
pangsa
pasar
simpanan
dari
masing-
masing lembaga dapat dilihat pada Gambar 7.
x-x-x C
-
.
_
-
-
-.
C
+
L
-
3 Gambar 7. Perkembangan Pangsa pasar simpanan berdasarkan jenis lembaga keuangan
Walaupun pangsa pasar CU menurun secara tajam, namun secara nominal jumlah simpanan yang dapat dihimpun semakin besar.
Terdapat
beberapa
faktor
terjadinya penurunan pangsa pasar ini. simpanan
dari
penerimaan
anggota-anggotanya
saja
yang
menyebabkan
CU hanya menerima dan
disisi
lain
anggota CU hanya berlangsung satu kali dalam
satu tahun.
Calon anggota CU juga harus mengikuti program
penyuluhan terlebih dahulu dengan masa percobaan selama 6 bulan
.
Menurut
pengurus CU, mengi kuti penyuluhan merupa-
kan syarat untuk dapat diterima menjadi anggota CU, karena dengan mengikuti penyuluhan maka semua anggota diharapkan mempunyai tujuan yang sama.
Selama masa percobaan, setiap
calon anggota akan dievaluasi dan dilihat kerajinannya menabung .
Apabila
selama
masa
percobaan
seorang
calon
anggota tidak rajin menabung, maka ia akan ditolak menjadi anggota
.
Syarat
penerimaan
anggota
yang
ketat
merupakan
keunggulan dan sekaligus menjadi kelemahan CU dibandingkan dengan BRI dan BPR.
Keuntungannya adalah setiap orang yang
diterima menjadi anggota CU mempunyai pandangan yang sama akan tujuan CU.
Apabila tujuan anggota tidak sama maka
kemungkinan tujuan organisasi tidak dapat tercapai karena adanya konflik kepentingan diantara anggota.
Seperti yang
disebutkan oleh Dulfer (1974), hanya mereka yang mempunyai tujuan yang sama yang dapat bergabung dalam satu organisasi
.
(koperasi)
Dengan
adanya
kepentingan bersama
diantara
anggota, maka pengambilan keputusan yang optimum dalam usaha dapat diambil. nya
Kelemahan dari sistim ini adalah lambat-
kapitalisasi modal
karena
simpanan merupakan
sumber
dana untuk dipinjarnkan.
Apabila jumlah simpanan kecil, ma-
ka pinjaman yang dapat diberikan akan kecil juga.
Aki-
batnya orang-orang tidak ingin bergabung dengan CU.
Kele-
mahan kedua adalah simpanan di CU berubah menjadi
saham,
sehingga tidak mendapat bunga setiap bulan dan baru memperoleh dividen di akhir tahun sehingga orang-orang yang potensil m t u k menabung akan ragu-ragu bergabung dengan CU, terutama jika di tempat mereka ada lembaga lain yang dapat memberikan
bunga
simpanan
setiap
bulannya
seperti
yang
dilaksanakan oleh B R I dan BPR. Pangsa pasar BPR yang semakin besar disebabkan oleh bertambahnya jumlah BPR di Taput. BPR yang beroperasi merupakan BPR gaya baru yang berdiri setelah kebijakan Pakto 27, 1988.
Semakin banyaknya BPR yang berdiri maka semakin
besar jumlah dana yang dapat dihimpun. nerima
simpanan dari
siapa
saja yang
dan B R I
me-
ingin menjadi
pe-
BPR
nabung, kecuali mereka yang tidak memiliki identitas diri atau surat keterangan lainnya. Perbedaan yang mendasar antara CU dengan lembaga keuangan lainnya adalah setiap anggota CU mempunyai hak untuk mendapat
pinjaman,
sedangkan di
BRI
maupun
BPR
kegiatan
menabung dan meminjam adalah dua kegiatan yang terpisah sehingga penabung tidak selalu mempunyai hak untuk memperoleh
pinjaman.
Seseorang dapat memperoleh kredit tanpa terlebih
dahulu menjadi penabung. Untuk membuat
kegiatan menabung
dan meminjam menjadi satu kegiatan, maka BPR mewajibkan nasabah peminjam membuka rekening tabungan yang disebut dengan tabungan kapitalisasi. Tabungan kapitalisasi langsung dipotong sebesar 2 sampai 5% dari kredit yang dikabulkan. Bunga simpanan yang diberikan oleh BRI kepada nasabah adalah 9% per tahun untuk simpanan sampai Rp 2 juta, dan 10% per tahun untuk simpanan yang lebih besar dari Rp 2 ju-
ta.
Rata-rata
adalah 19.3% buah
(
s2
bunga =
simpanan yang
3.92)
.
rata-rata maka beda
berbeda nyata pada taraf a
diberikan oleh
BPR
Dengan melakukan uji beda dua suku bunga simpanan ini adalah =
0.05
(thit = 12.73)
.
Hasil ini
adalah wajar, karena BPR sebagai lembaga keuangan terbaru yang memasuki pasar
akan menawarkan bunga
simpanan yang
lebih besar untuk dapat menarik calon nasabah. Peranan dari lembaga keuangan adalah untuk menyediakan fasilitas menabung dan meminjam.
Lembaga keuangan menjadi
perantara nasabah penabung dengan nasabah peminjam. Tersedianya tempat menabung akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat desa melalui bunga simpanan.
Disamping itu, ta-
bungan yang mereka miliki akan dapat meningkatkan rasa aman pada
masa-masa
paceklik,
sebab
tabungan
dapat
ditarik
setiap saat.
Bahkan seperti yang sudah disebutkan di atas,
adanya tabungan memungkinkan seseorang mendapatkan
kredit
khususnya di CU. Pakto 27,1988 telah berhasil meningkatkan derajat persaingan diantara lembaga keuangan yang ada karena masyarakat
desa
mempunyai
alternatif
tempat
untuk
menabung.
Walaupun demikian persaingan yang ada belum f a i r
(unfair
competition), khususnya antara BRI dengan BPR dan CU.
BRI
unit desa yang pemiliknya adalah negara Republik Indonesia, telah memiliki keunggulan terlebih dahulu dibandingkan dengan BPR dan CU, seperti subsidi dan bantuan-bantuan dari pemerintah, serta nama yang melekat pada mereka. nama pemilik
ini misalnya, maka penabung merasa
Karena relatif
lebih aman apabila mereka menempatkan tabungan dan depositonya di BRI dibandingkan BPR.
Akibatnya penghimpunan dana
masyarakat terkonsentrasi di BRI.
Disamping kepemilikan,
luas wilayah operasi ikut membuat persaingan rnenjadi kurang fair.
Pasar
BRI
terintegrasi
secara
nasional
melalui
kantor cabang yang ada di seluruh Indonesia, sedangkan BPR dan CU hanya merupakan suatu unit bank. Untuk menciptakan persaingan yang lebih f a i r diantara lembaga
keuangan pedesaan maka BPR maupun
CU diharuskan
menjalin kerja sama dengan bank umum pemerintah maupun bank
swasta nasional, sehingga pasar BPR dan CU terintegrasi juga secara nasional.
Disamping itu pemerintah membantu pe-
ngernbangan BPR melalui program peningkatan sumber daya manusia, kredit lunak dan kredit likuiditas. 5 . 4 - 2 . Pinjaman
Total pinjaman yang diberikan ketiga lembaga keuangan setiap tahunnya meningkat. kredit adalah Rp
Apabila pada tahun 1990,
6.635 juta maka pada
tahun 1 9 9 2
kredit yang diberikan telah mencapai 9.284 arti ada kenaikan sebesar 40%.
jumlah
juta, yang ber-
Adapun perkembangan pinjam-
an dapat dilihat pada Lampiran 5 dan Gambar 8.
Gambar 8 .
jumlah
Perkernbangan pinjaman berdasarkan jenis lembaga tahun 1 9 9 0 - 1 9 9 2
BRI
memiliki pangsa pasar kredit terbesar, walaupun
pangsa pasar B R I
tersebut cenderung menurun setiap tahun.
Jika
1990 pangsa
pada
tahun
pasar
kredit
BRI
mencapai
74.24%, maka pada tahun 1991 dan 1992 pangsa pasar kredit B R I turun masing-masing menjadi 70.12% dan 62.93% berturut-
turut.
Selain BRI, pangsa pasar kredit CU juga mengalami
penurunan dari 23.40% pada tahun 1990 menjadi 21.30% pada tahun 1991 dan 19.09%
pada tahun 1992.
Disisi lain pangsa
pasar kredit BPR mengalami kenaikan dari 2.36% tahun 1990 menjadi 8.58% pada tahun 1991 dan 17.98% tahun 1992. pun perkembangan pangsa pasar
kredit untuk masing-masing
lembaga setiap triwulannya dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9.
Ada-
Perkembangan pangsa pasar pinjaman berdasarkan jenis lembaga tahun 1990 - 1992
Kenaikan pangsa pasar kredit yang dialami oleh BPR disebabkan oleh jumlah BPR yang beroperasi semakin banyak. Secara nominal, pada awal 1990 jumlah kredit yang diberikan oleh BPR hanya Rp 148 juta maka pada akhir tahun 1992 jumlah kredit yang diberikan BPR menjadi Rp 1.669 juta atau 11 kali dari pinjaman semula. Di sini terlihat, semakin banyak jumlah lembaga yang beroperasi maka semakin besar
kredit
yang tersedia bagi masyarakat desa dan semakin besar peluang seseorang untuk memperoleh
kredit.
kredit, akan memungkinkan orang mempunyai
Dengan akses
adanya
terhadap
sumber-sumber daya seperti lahan, mesin-mesin, pengetahuan, dan harga bahan masukan yang lebih murah, sehingga pembangunan pertanian dan pedesaan dapat lebih lancar. Pangsa pasar BRI yang semakin kecil, bukan hanya disebabkan oleh adanya sumber kredit yang baru seperti BPR,
tetapi juga di-
sebabkan oleh kebijakan BRI yang lebih menekankan tabungan dari pada pelepasan kredit . Mekanisme pemberian kredit yang berlaku maupun BPR adalah sangat berbeda.
di
CU, BRI
Persamaannya adalah bah-
wa ketiga lembaga i n i sama-sama mensyaratkan pemohon harus mengajukan surat permohonan pinjaman, kemudian diproses secara
administrasi, dilanjutkan dengan peninjauan
ke
la-
pangan untuk merneriksa kesesuaian permohonan pinjaman dengan
kenyataannya dan
diakhiri
dengan
pencairan
setelah persyaratan administrasi dan agunan
kredit,
(borg) terpe-
nuhi. BRI
dan BPR meminta rekomendasi Kepala Desa sebagai
pelengkap persyaratan permohonan pinjaman, sedangkan persyaratan tambahan yang diperlukan di CU adalah rekomendasi dari ketua kelompok atau lingkungan dimana anggota tersebut bertempat tinggal.
BRI dan BPR memerlukan agunan, baik su-
rat tanah (yang dilegalisir camat, tidak harus sertifikat) ataupun barang berharga
lainnya. Di CU,
jaminan tambahan
yang dibutuhkan adalah adanya kesediaan 2 orang anggota CU sebagai penjamin kredit. Kriteria yang digunakan oleh ketiga lembaga untuk mengabulkan permohonan pinjaman adalah tujuan pinjaman.
BRI
dan BPR mensyaratkan bahwa tujuan pinjaman adalah untuk kegiatan produktif,
sedangkan di CU
tujuan pinjaman adalah
baik untuk kegiatan produktif maupun konsumtif.
Penggunaan
kredit di CU
sangat beragam, yakni menambah modal,
balkan rumah,
perawatan kesehatan dan biaya sekolah anak.
per-
Pedoman yang diterapkan oleh CU dalam memutuskan suatu permohonan pinjaman adalah TUKKEPAR, yang merupakan singkatan
dari tujuan pinjarnan, keraj inan menabung, kemampuan mengembalikan pinjaman dan partisipasi anggota. Makna ekonomi yang dapat diinterpretasikan dari prosedur
pinjaman
di
CU
anggota relatif "aman
adalah
".
kredit yang
diberikan
kepada
Aman dalam arti bahwa kredit yang
diberikan akan dipergunakan sesuai dengan tujuan kredit. Apabila penggunaan kredit sesuai dengan permohonannya maka kemungkinan kredit menjadi macet akan semakin kecil. Disamping itu, apabila anggota lalai mengangsur kreditnya selama dua bulan berturut-turut maka nama mereka akan diumumkan di kantor CU, dan apabila ternyata anggota gaga1 mengembalikan kreditnya maka penjamin berkewajiban untuk membayar kredit tersebut sampai lunas.
Sanksi lainnya adalah
penjamin tidak diperkenankan memohon pinjaman baru, apabila kredit yang dijaminnya menjadi macet. Keuntungan yang diperoleh dari prosedur kredit tersebut adalah biaya transaksi kredit di CU menjadi rendah, sebab biaya peninjauan dan biaya pengawasan tidak ada. Pengawasan kredit telah bergeser dari CU
(sebagai kelompok)
kepada ketua kelompok dan anggota penjamin. Mekanisme pelayanan kredit ini sangat berbeda dengan mekanisme pemberian kredit di dua lembaga perbankan lain-
nya.
BRI dan BPR
terikat Undang-undang Perbankan no
7
tahun 1992, khususnya dalam ketentuan rahasia bank. Undangundang perbankan,
khususnya pasal
"bank dilarang memberikan
menyebutkan bahwa
40,
keterangan yang
tercatat pada
bank tentang keadaan keuangan dan ha1 ha1 lain dari nasabahnya, yang wajib dirahasiakan oleh bank menurut kelaziman dalam dunia perbankan, kecuali
....".
Berdasarkan Undang
undang perbankan maka mekanisme kredit di CU bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Sidang pemberian kre-
dit yang dilakukan oleh CU merupakan biaya
(privacy) yang
harus mereka bayar untuk dapat menikmati program kredit. 5.4.3.
Rasio pinjaman terhadap simpanan
Rasio pinjaman terhadap simpanan B R I mempunyai kisaran antara 16.08 sampai 118.39%,
(s2=
dengan nilai rata-rata 48.51%
0.07), BPR mempunyai kisaran LDR antara 84.97% sampai
174.27%,
dengan nilai rata-rata 112.48%
(s2
=
0.30).
CU
mempunyai kisaran LDR antara 78.26% sampai 181. 30%, dengan nilai rata-rata 112.67%
(s'
=
0.27).
LDR
ini menunjukkan
bahwa B R I masih cenderung menarik dana dari pedesaan dibandingkan dengan menginvestasikannya kembali kepada masyarakat desa melalui pemberian kredit.
Adapun perkembangan
LDR untuk masing masing jenis lembaga dapat dilihat pada Lampiran 6 dan Gambar 11.
Gambar 11. Perkembangan LDR menurut jenis lembaga
LDR BRI yang sangat alasan-alasan berikut.
rendah dapat
dijelaskan
dengan
Pada tahun 1990-1992, gambaran mak-
ro ekonomi Indonesia, khususnya di bidang moneter, adalah kebijakan uang ketat
(Tight money policy)
.
Kebijakan ini
diambil dalam rangka menahan laju inflasi akibat kelebihan permintaan (perekonomian yang sudah over heated), sehingga rupiah menjadi langka.
Akibatnya suku bunga di perbankan
menjadi naik cukup tinggi, bahkan suku bunga tabungan pernah mencapai
25% per
tahun.
Bunga
tabungan yang besar
mengakibatkan suku bunga kredit menjadi tinggi.
Apabila
bunga pinjaman tinggi maka akan
lebih
besar,
resiko suatu proyek
sehingga
perbankan
investasi
cenderung
menarik
simpanan dibandingkan dengan melepas kredit yang mempurzyai resiko besar
.
Kebij akan nasional di bidang makro ekonomi
secara langsung dirasakan masyarakat desa melalui kebijakan yang diterapkan oleh kantor pusat B R I .
Kebijakan E R I
dua
tahun terakhir adalah menarik tabungan, bahkan kantor pusat B R I memberikan bonus atau hadiah kepada B R I
unit desa yang
berhasil menghimpun tabungan masyarakat dalam jumlah besar. Tetapi pada tahun 1994, saat penelitian ini berlangsung, kebijakan
yang
berlaku
di
BRI
adalah
Dengan kata lain, pada tahun 1990
-
ekspansi
kredit.
1992 kinerja B R I unit
desa dikatakan bagus apabila berhasil menghimpun tabungan dan
pada
tahun
1994
kinerja
berhasil menyalurkan kredit.
BRI
dikatakan
bagus
kalau
Secara regional, kebijakan
makro ekonomi tersebut mempunyai dampak kepada perekonomian daerah.
Dana yang sudah dihimpun B R I ternyata tidak diin-
vestasikan di wilayah Tapanuli Utara, sehingga multiplier
effect yang diharapkan dari adanya tabungan tidak terjadi di wilayah Tapanuli Utara. Pada awal tahun 1991, BPR mulai beroperasi dan membawa modal disetor yang disalurkan kepada masyarakat desa dalam
bentuk kredit tetapi tabungan yang dihimpun BPR masih kecil, sehingga rasio pinjaman terhadap simpanan [LDR) cukup besar.
Semakin lama BPR beroperasi maka semakin besar jum-
lah dana yang dapat dikumpulkan, d m LDR BPR turun sampai sekitar 100%. Tabungan yang sudah dihimpun BPR harus disalurkan kepada masyarakat
dalam
bentuk
kredit.
Semakin
besar dana yang menganggur, maka semakin besar biaya yang Berbeda dengan BRI,
harus ditanggung oleh B P R . yang sudah dihimpun B R I
tabungan
unit desa tidak perlu segera di-
salurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit, karena B R I unit desa mendapat harga transfer untuk setiap dana yang dikirim
ke
kantor pusat
dan
BRI
unit
desa
selalu men-
dapatkan surplus walaupun surplus ini lebih kecil jika dibandingkan dengan apabila dana tersebut dipinjamkan ke masyarakat desa.
CU mempunyai LDR sekitar 100%.
Semua simpanan berasal
dari anggota kemudian dipinjamkan kembali kepada anggotanya.
Walaupun dana yang terkumpul tidak mengandung unsur
biaya, tetapi semakin besar dana yang ditahan CU maka semakin kecil pendapatan dan sisa hasil usaha, sehingga dividen yang dapat dibagi kepada anggotanya semakin kecil.
Kecenderungan LDR (BRI dan BPR) di Tapanuli Utara ini secara konsisten sama dengan
kecenderungan LDR
(BRI dan
BPR) di wilayah Sumatera Utara. 5.5. Hubungan A n t a r a Jenis Lembaga dengan Struktur Biaya
Biaya transaksi lembaga keuangan pedesaan di Tapanuli Utara dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19. Rata-rata Biaya Transaksi Berdasarkan Jenis Lembaga Keuangan -
Uraian Biaya Biaya dana
Jenis Lembaga Keuangan CU
BPR
BRI
14.04"
19.27 = 4.46) 12.52 (Sd = 8.40) 10.01 (Sd = 4.73)
0
(Sd
Int. T - ~ e r j a Int. 0 - H e a d
11. 7o1l 4.66l'
1). Rata-rata untuk BRI S m u t
1.67 (Sd = 1.64) 2.51 (Sd = 0.77)
tahun 1992 (Kanwil BRI, Medan)
Biaya transaksi lembaga keuangan di Tapanuli Utara sangat bervariasi, khususnya di Bank Perkreditan Rakyat. Secara mendasar,
struktur biaya yang sangat berbeda ada di-
antara CU dengan kedua lembaga keuangan lainnya, khususnya dalam biaya dana dan biaya tenaga kerja. Untuk menarik
simpanan dari
lembaga keuangan menawarkan bunga disamping pemberian hadiah.
masyarakat
maka
setiap
simpanan dan deposito,
Bunga yang dibayar bank meru-
pakan harga dana (biaya dana - c o s t o f f u n d ) pihak ketiga. Biaya dana di BRI adalah 14.01, sedangkan di BPR 19.27.
adalah
Biaya dana akan semakin besar apabila bunga simpan-
an yang diberikan bank semakin besar. Sedangkan biaya dana di CU adalah nol, sebab setiap simpanan anggota langsung dikonversi menjadi saharn dan anggota akan memperoleh dividen pada saat CU tutup buku. Dengan menggunakan uji t s t u d e n t pada taraf a
=
0.05
(thit = 3 - 1 0 ) maka selisih biaya dana untuk kelompok BPR dan
BRI adalah berbeda nyata dengan nol.
Untuk setiap Rp 100
dana
besar
yang
mereka
kumpulkan
maka
biaya
yang
dikeluarkan BRI dan BPR tidak sama besar, dimana BPR membayar lebih mahal dari pada BRI. Biaya tenaga kerja di CU adalah 1.67, yang berarti untuk
setiap Rp
100 pinjaman per
tahun maka biaya
tenaga
kerja adalah Rp 1.67, sedangkan biaya tenaga kerja BRI dan BPR masing-masing adalah
11.70 dan 12.52.
gunakan uji t s t u d e n t pada taraf a
=
Dengan meng-
0.05 (thit = 0.26) maka
selisih biaya tenaga kerja antara kelompok BRI dan BPR tidak berbeda nyata dengan nol.
Dengan kata lain bahwa pada
saat ini belum cukup alasan untuk mengatakan bahwa biaya tenaga kerja di BPR lebih mahal dibandingkan dengan biaya
tenaga
kerja di
BRI.
Sedangkan pengujian biaya
kerja antara kelompok BPR dengan CU, pada taraf a (tnlt = 4.43) adalah berbeda nyata dengan nol. lain biaya
tenaga kerja di BPR
tenaga =
0.05
Dengan kata
lebih mahal dibandingkan
dengan di CU. Biaya
overhead
(termasuk biaya
asuransi) CU
adalah
2.51 per tahun untuk setiap Rp 100 pinjaman yang diberikan. Sedangkan BRI dan BPR memiliki biaya overhead masing-masing sebesar 4 . 6 6 seperti
pada
dan 10.01. Dengan proses pengujian yang sama biaya
tenaga
kerja,
maka
selisih
biaya
overhead ini adalah berbeda nyata dengan no1 pada taraf a
0.05
(tbit = 2.99).
Biaya overhead di BPR lebih besar di-
bandingkan dengan di BRI.
Biaya overhead yang besar di BPR
disebabkan BPR baru saja mulai beroperasi. lisih biaya taraf a
=
=
overhead
Pengujian se-
antara kelompok BPR dengan CU pada
0.05 (thit= 5.48) juga berbeda nyata dengan nol.
Asuransi yang dilakukan CU merupakan jaminan terhadap pinjaman yang diberikan,
Asuransi yang diberikan oleh CU
berbeda dengan asuransi yang diberikan oleh BRI, karena BRI rnemberikan asuransi terbatas sebesar pinjaman saja dengan waktu pertanggungan selama jangka waktu kredit, sedangkan di CU asuransi berlaku untuk seumur hidup.
CU membayar
premi dana perlindungan anggota setiap bulan, baik untuk simpanan maupun pinjaman.
Dengan kata lain, setiap anggota
CU diasuransikan sebesar simpanan dan pinjamannya. Apabila
seorang anggota CU meninggal dunia, maka ahli waris akan menerima uang pertanggungan sebesar simpanannya sedangkan sisa pinjaman langsung dibayar kepada pengurus CU.
Dengan
adanya asuransi ini maka terdapat jaminan ekonomis bahwa setiap simpanan anggota tidak akan hilang, walaupun anggota peminjam mengalami musibah kematian. 5.6. Fungsi Biaya dan Skala Usaha
Hasil pendugaan parameter fungsi biaya translog dengan metode Ordinary Least Square (OLS) terdapat pada T a b e l 20. Dari Tabel 20 terlihat bahwa fungsi biaya BRI pada tingkat a
=
0.05
dipengaruhi oleh pertambahan pinjaman dan
harga tenaga kerja (dalam bentuk In dan kuadrat In), harga modal (dalam bentuk kuadrat In), interaksi antara harga tenaga kerja dan harga modal, interaksi antara pertambahan pinjaman dan harga tenaga kerja serta interaksi antara pertambahan pinjaman dan harga modal.
Apabila pinjaman yang
diberikan naik I%, maka biaya secara rata-rata akan turun sebesar 2.86%.
Sedangkan apabila kuadrat biaya tenaga ker-
ja naik 1% maka rata-rata biaya naik sebesar 0.77%.
Kera-
gaman b i a y a
yang
dapat
diterangkan
oleh
variabel
penduga
a d a l a h s e b e s a r 99%. Tabel 2 0 .
Hasil pendugaan parameter fungsi biaya masingmasing lembaga keuangan pedesaan berdasarkan metode OLS
Variabel
-0.240
-0.577
- 5 ~ 1 0 - 0.000 ~ 3.3370.437 0.014 0.441
ES Total
0.483
0.055
0.801
8.942
0.449
0.079 0.079
0.337 0.524
0.685
1.542
-2.88'
Catatan : Pendugaan berdasarkan pembatasan terhadap fungsi biaya. Restriksi untuk BRI dan BPR tidak nyata, sedangkan untuk CU adalah nyata. * ) Nyata pada taraf a = 0.05
Berdasarkan BRI adalah 0 . 4 8 3 . =
fungsi
biaya
tersebut
diduga
s k a l a usaha
Dengan melakukan penguj i a n pada
taraf
a
0 . 0 5 maka s k a l a usaha B R I berbeda n y a t a dengan satu, yang
berarti pertambahan biaya rata-rata masih lebih rendah dibandingkan
dengan
kenaikan
output.
Penelusuran
terhadap
skala usaha memperlihatkan bahwa pinjaman maupun simpanan berada dalam increasing return to scale (ES < 1). Kenaikan biaya rata-rata masih lebih rendah dibandingkan dengan kenaikan pinjaman maupun total deposit, sehingga pinjaman dan total deposit masih dapat terus ditingkatkan.
Sedangkan
pangsa biaya tenaga kerja terhadap keseluruhan biaya adalah 49%. F'ungsi biaya BPR dan CU tidak dapat diduga berdasarkan metode
OLS, karena pengaruh restriksi yang dibuat adalah
nyata. Pendugaan parameter fungsi biaya translog berdasarkan metode SUR, dapat dilihat pada tabel Lampiran 20.
Penduga-
an fungsi biaya dengan metode SUR ( S e e m i n g l y Unrelated Regression) memberikan hasil yang sama dengan metode OLS, kecuali pada kelompok CU dan BPR. Berdasarkan metode pendugaan S m , maka fungsi biaya CU dipengaruhi secara nyata oleh output yang dihasilkan, harga tenaga kerja dan harga modal, serta interaksi harga modal dan harga tenaga kerja pada taraf a =O. 05. Keragaman biaya yang dapat diterangkan oleh variabel penduga adalah 99.9%.
131
Berdasarkan adalah 1.96.
fungsi
biaya
tersebut
maka
skala
usaha
Pengujian skala usaha ini pada taraf a
=
CU
0.05
menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata dengan satu (ES =
I), yang berart CU sudah berada pada
return to scale.
kondisi constant
Rata-rata pertambahan biaya sudah seban-
ding dengan pertambahan output.
Penelusuran terhadap skala
usaha ini menunjukkan bahwa total deposit rnaupun pinjaman semuanya sudah berada pada tingkat constant return to sca-
le. Fungsi biaya BPR ,dengan menggunakan metode SUR, ngaruhi secara nyata oleh harga modal
dipe-
(bentuk In dan kua-
drat In), harga tenaga kerja (bentuk kuadrat In) dan interaksi antara harga modal dan harga tenaga kerja serta interaksi antara output yang dihasilkan dengan masing-masing harga input, pada taraf a
=
0.05.
Keragaman biaya yang da-
pat diterangkan variabel penduga sebesar 99.9%.
Berdasarkan
fungsi biaya tersebut, maka skala usaha BPR adalah 0.608. Pengujian terhadap skala usaha ini pada taraf a =
-2.01) ternyata berbeda nyata dengan satu.
=
0.05 (thit
Pertambahan
rata-rata biaya masih lebih rendah dibandingkan dengan pertambahan output.
Penelusuran terhadap skala usaha ini juga
menunjukkan total deposit maupun pinjaman masih dapat terus
ditingkatkan karena rata-rata pertambahan biaya masih lebih -
rendah dari pertambahan deposit maupun pinjaman (ESd,,,it 0.063, ES,i,,-,
=
0.545)
.
Dari ketiga lembaga (BRI, BPR dan CU), hanya CU yang sudah beroperasi pada keadaan c o n s t a n t r e t u r n t o s c a l e , baik secaxa keseluruhan maupun parsial yakni total deposit dan pinjaman.
Skala usaha BPR dan BRI baik secara keselu-
ruhan maupun parsial masih berada dalam i n c r e a s i n g r e t u r n t o scale. BRI dan BPR diharapkan masih dapat meningkatkan total
deposit,
karena skala usaha
kondisi i n c r e a s i n g
return
keduanya masih
to
scale.
berada
Masalahnya
apakah masih ada sumber dana di daerah Tapanuli? dari
dalam adalah
Dilihat
jumlah dana yang dapat dihimpun oleh perbankan
di
Tapanuli (Tabel 2) selama 5 tahun terakhir (1988-1993) mengalami
kenaikan
300'8, walaupun
terjadi perubahan
simpanan dari bentuk deposit0 ke tabungan. pada
tahun
1992
aktivitas penghimpunan
konsentrasi di BRI
jenis
Disamping itu,
dana
masih
ter-
(83%) sedangkan pangsa pasar sirnpanan
BPR pada tahun 1992 hanya 8%.
Faktor-faktor yang mempengaruhi fungsi biaya BPR dan BRI
juga
berbeda.
Perbedaan
ini
disebabkan
BPR
mulai
berdiri pada tahun 1991, sehingga pengeluaran biaya untuk melengkapi peralatan modal pihak,
BRI
menerapkan
adalah
sisitem
cukup besar.
pembayaran
Dilain
tenaga
kerja
berdasarkan prestasi, yakni tenaga kerja yang berprestasi diberikan suatu insentif tertentu. Hasil pendugaan terhadap persamaan pangsa biaya tenaga kerja dapat dilihat pada Tabel 21 di bawah ini. Tabel 21.
Hasil pendugaan parameter fungsi pangsa biaya tenaga kerja berdasarkan metode SUR
Variabel
*)
Nyata pada taraf a = 0.05
Pangsa biaya tenaga kerja, Stk,BR1,BPR maupun CU, taraf a
=
0.05
pada
dipengaruhi oleh harga tenaga kerja dan
harga modal, dimana nilai parameter tersebut hampir sama besar untuk ketiganya.
Tetapi untuk produk yang dihasilkan
(deposit dan pinjaman) mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap Stk.
Di BPRl produk yang dihasilkan sernuanya ber-
pengaruh terhadap Stkl dan di CU,
produk
yang dihasilkan
tidak berpengaruh
sama sekali terhadap Stk,
sedangkan di
BRI, yang berpengaruh terhadap Stk hanya jumlah pinjaman saja.
Tanda dari parameter yang dihasilkan adalah sesuai
dengan yang di harapkan, dimana apabila harga input naik dengan proporsi
yang sama besar maka pangsa biaya
tidak
akan berubah. Pendugaan fungsi biaya OLS dengan rnetode SUR sengaja dilakukan dengan memberikan batasan-batasan.
Hal ini di-
maksudkan agar fungsi biaya yang dihasilkan memenuhi sifatsifat fungsi biaya. mogenitas harga
Pembatasan yang dilakukan adalah ho-
input dan
restriksi
silang
dengan fungsi pangsa biaya tenaga kerja.
fungsi biaya