HASlL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Pengeringan Beku Proses pengeringan beku dapat dibagi menjadi 2 tahap, yang masing-masing menunjukkan karakteristik berbeda, yaitu tahap pembekuan dan tahap pengeringan. Tahap pembekuan merupakan bagian awal proses yang berlangsung pada kondisi tekanan atmosfir, sedangkan tahap pengeringan diawali dengan penurunan tekanan ruangan sehingga berlangsung pada kondisi vakum.
ProfilL Suhu Dan Laju Pembekuan Pada penelitian ini, pembekuan dilakukan dengan metode lempeng sentuh, dimana bahan langsung bersentuhan dengan lernpeng pembeku. Sebaran suhu pada pasta cabe jawa hasil pengukuran selama proses pembekuan ditunjukkan pada Gambar 3.
Pada gambar tersebut, Tbl sampai
dengan Tb4 adalah suhu bahan berurutan dari permukaan hingga dasar dengan jarak masing-niasing titik adalah 0,5 cm, Saat pembekuan bahan ditelungkupkan sehingga langsung bersentuhan dengan lempeng pembeku dan pusat panas dapat dianggap berada pada dasar bahan.
Secara tipikal, suhu bahan menga4ami
penurunan hingga titik beku, diikuti dengan perubahan fase yang dicirikan oleh melambatnya penurunan suhu dan diakhiri dengan penurunan suhu hingga titik yang diinginkan.
Garnbar 7. Sebaran Suhu Cabe Jawa Selama Pembekuan Pada awal proses, bagian bahan yang berada lebih dekat dengan lempeng pembeku mengalami penurunan suhu lebih cepat daripada bagian yang lebih jauh, sehingga terjadi sebaran suhu yang cukup besar. Sebaran suhu tersebu! tampak mengecii pada akhir proses, dimana seluruh bagian bahan bergerak menuju silatu suhu tertentu. Parameter yang dapat menunjukkan karakteristik pembekuan, diantaranya adalah laju pembekuan dan suhu akhir bahan beku. Kedua parameter tersebut dapat digunakan untuk memberi gambaran mengenai ukuran dan tingkat kristalisasi es dalam bahan. Secara teoritis, kristalisasi mulai berlangsung sejak suhu bahan mencapai titik beku air yang terkandung di dalamnya.
Oleh sebab itu, laju
pembekuan yang dihitung berdasarkan metode IIR sebagaimana dijelaskan pada Bab Tinjauan Pustaka bahwa tebal bahan yang digunakan akan dibandingkan dengan waktu yang dibutuhkan saat suhu permukaan bahan (Tbl) mencapai 0°C sampai suhu pusat bahan (Tb4) mencapai -5OC, sehingga diperoleh 3 tingkat laju ~embekuanyaitu lambat, sedang dan cepat.
Laju pembekuan dengan metode lempeng sentuh dipengaruhi oleh suhu permukaan lempeng dan konduktivitas termal bahan. Laju pembekuan berbeda, sesuai dengan jenis perlakuan yang diharapkan. Pada penelitian ini laju pembekuan berbeda dicapai dengan melnyisipkan bahan tertentu dengan tingkat konduktivitas bahan yang berbeda diantara lempeng pembeku dengan bahan pasta cabe jawa. Perlakuan pembekuan dengan laju pembekuan pasta cabe jawa yang dicapai ditunjukkan pada Tabel 5. Laju pembekuan berada pada kisaran lambat hingga cepat sesuai dengan klasifikasi yang diberikan oleh Lembaga Refrigerasi Internasional. Tampak pada Tabel 4 bahwa laju pembekuan cepat untuk pasta cabe jawa dapat dicapai dengan suhu lempeng pembeku sekitar -44°C. Selanjutnya, masing-masing sampel yang dibekukan dengan masing-masing laju pembekuan tersebut dikeringbekukan pada tekanan ruang pengering yang berbeda, seperti ditunjukkan pada tabei yang sama. Ketiga sampel yang dibekukan dengan laju pembekuan cepat, masing-masing dikeringkan pada tekanan 20-30 Pa, 40-50 Pa dan 70-80 Pa untuk mendapatkan pengaruh tekanan. Seaangkan tiga sampel yang dibekukan dengan laju pembekuan berbeda yaitu laju pembekuan lambat, sedang dan cepat, dikeringkan pada tekanan yang relatif sama, yaitu pada kisaran 70 -80 Pa .
Tabel 5. Kondisi Pembekuan Cabe Jawa
' Tkzer ("c)
Laju
Klasifikasi
Perlakuan
Bahan Rata-
Pembekuan
Laju
Tekanan pada
rata ("C)
(crnfjam)
Pembekuan
Tahap
Waktu
Suhu Akhir
Pembekuan (menit)
Pengeringan (Pa)
-44,l
52
-37
4,39
Cepat
20-30
-44,O
63
-32
3,33
Cepat
70-80
-43,8
47
-37
3,30
Cepat
40-50
-43,4
70
-35
2,74
Sedang
70-80
-43,O
136
-3 1
1,63
Lambat
70-80
Keterangan : Klasifikasi laju pembekuan diperoleh sesuai dengan perlakuan yang diharapkan dengan cara melapisi bahan yang berbeda konduktivitas panasnya diantara plat pembeku dengan permukaan pasta cabe jarva
Profil Suhu dan Laju Pengeringan
Pengeringan beku pasta cabe jawa dilakukan dengan variasi laju pembekuan dan tekanan ruang pengering sebagaimana dijelaskan dengan Tabel 5 di atas. Pada setiap perlakuan, suhu permukan sampel dikendalikan pada tingkat yang sama, yaitu 25°C.
Hasil pengukuran sebaran suhu selama pengeringan beku
dengan perlakuan tekanan ruang pengering 20-25 Pa dan laju pembekuan 4,4 cm/jam ditunjukkan pada Gambar 8. Pada percobaan ini, tekanan ruang pengering diturunkan hingga tingkat yang diinginkan sebeium lempeng pemanas dihidupkan. Akibatnya, suhu bahan yang diperoleh pada akhir pembekuan mengalami penyesuaian dengan suhu jenuh yang seimbang dengan tekanan tersebut.
Saat
pengeringan, bahan diletakkan dengan posisi permukaan menghadap ke atas, sedangkan lempeng pemanas berada di bagian atas. Hal ini menyebabkan suhu permukaan (Tbl) meningkat dengan cepat beberapa saat seteiah lempeng pemanas
dihidupkan.
Setelah permukaan mencapai suhu kendali (2!j°C), suhu lempeng
pemanas mulai mengalami penurunan.
Dengan demikian, pengendalian suhu
permukaan bahan sebenarnya adalah pengendalian suhu lempeng pemanas secara tidak langsung.
-4 0
- 60 WaMu (delk)
Gambar 8. Sebaran Suhu Pengeringan Beku Cabe Jawa
Sebaran suhu dalam bahan menunjukkan ciri khas, yaitu lapisan bahan di bawah permukaan tetap berada pada suhu jenuh keseimbangan sebelum mulai meningkat. Dengan kata lain, pengeringan berlangsung lapis demi lapis dan terjadi pemisahan yang jelas antara lapisan kering dengan lapisan yang masih beku. Permukaan sublimasi yang memisahkan lapisan kering dan lapisan beku tersebut bergerak dari permukaan menuju pusat (dasar) bahan. Dalam pemodelan ha1 ini disebut sebagai model pengeringan dengan permukaan bergerak (receeding front
model). Secara khas, permukaan sublimasi tersebut bergerak semakin lambat, yang ditunjukkan oleh selang waktu yang dibutuhkan sejak Tbl meningkat hingga Tb2 rnulai meningkat lebih singkat dari selang waktu sejak Tb2 mulai meningkat hingga Tb3 mulai meningkat, dan seterusnya.
Saat permukaan sublimasi mencapai dasar (pusat) bahan, yang ditunjukkan dengan mulai meningkatnya Tb4, dapat digunakan sebagai petunjuk selesainya proses sublimasi. Proses selanjutnya adalah difusi uap air yang masih berada diantara ronggdjaringan bahan ke luar bahan dan pelepasan air terikat yang tidak membeku pada saat pembekuan bahan. Dengan demikian, proses pengeringan dapat dibedakan menjadi 2 tahap, seperti ditunjukkan pada Gambar 9, yang oleh Liapis dan Bruttini (1995) disebut sebagai tahap pengeringan primer (tpp) dan tahap pengeringan sekunder (tps). Pengeringan beku dapat dianggap selesai saat suhu pusat bahan rnendekati suhu permukaan yang dikendalikan pada tingkat tertentu.
I
-60
W a ktu ( d e tik)
Garnbar 9. Tahapan dalam Pengeringan Beku Secara keseluruhan, kondisi pengeringan beku cabe jawa pada berbagai perlakuan yang diterapkan pada penelitian ini ditunjukkan pada Tabel 6. Perlakuan tekanan maupun laju pembekuan yang diberikan pada tahap penge-ringan ini memberi hasil kadar air akhir bahan kering beku yang cukup rendah, yaitu hampir 80% berada pada kadar air akhir kurang dari atau sama dengan 4%. Dengan kadar air akhir yang cukup rendah ini memungkinkan bahan kering beku dapat tersimpan dalam waktu yang relatif lama. Hanya saja metode
penyimpanannya harus lebih dicermati, karena sifat bahan kering beku yang sangat higroskopis. Tabel 6. Kondisi Pengeringan Beku Pasta Cabe Jawa Ps
LP
(Pa)
(cmljam)
Kadar Air (%)
Awl
Akhir
Waktu
Waktu
Waktu
Waktu
rata Ta
Pembeku
Sublima-
Pengeri
Pengeri-
("c)
-an (mnt)
si
ngan
ngan Beku
(mnt)
(mnt)
Rata-
(mnt)
23.39
Pada tekanan
81.76
4.00
-36.28
52
1444
1743
1795
47.98
73-76
79.90
6.24
-35.71
47
1302
1713
1760
75.98
Pa
78.76
2.48
-37.22
63
965
1401
1464
2.74
80.07
2.84
-37.58
70
1254
1523
1593
1.63
78.73
1.63 -36.58
1299
1480
1616
Pads LP
3.33
I
cepat
Catatan :
1
- suhu permukaan bahan terkendali pada 23,4"C -
suhu lempeng pemanas maksimum
berada pada kisaran 138,4"C-
Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa perlakuan tekanan rnemberikan pengaruh yang signifikan terhadap waktu sublimasi, waktu pengeringan maupun total waktu pengeringan bekunya. Semakin besar tekanan yang diberikan maka semakin cepat waktu yang dibutuhkan untuk sublimasi, pengeringan maupun untuk mengeringbekukan bahan. Waktu yang dibutuhkan untuk sublimasi dengan tekanan 23,39 Pa, 47,98 Pa dan 7598 Pa berturut-turut adalah 1444 menit, 1302 menit dan 965 menit. Waktu pengeringan untuk masing-masing tekanan adalah 1743 menit, 1713
menit dan 1401 menit.
Adapun untuk total waktu pengeringan bekunya untuk
masing-masing tekanan adalah 1795 menit, 1760 menit dan 1464 menit.
Tekanan (Pa)
Gambar70,Pengaruh Tekanan Terhadap Waktu Pengeringan
Sedangkan psriakuan laju pembekuan memberikan pengaruh yang serupa, yaitu semakin cepat laju pembekuan maka semakin cepat juga wak!u sublimasi dan total waktu pengeringan bekunya, kecuali pada laju pembekuan dengan tekanan yang 47,98 Pa dan 23,31 Pa (tekanan yang lebih rendah). Waktu sublimasi dengan laju pembekuan 1.63 cmljam, 2,74 cmljam dan 3,33 cmljam berturut-turut adalah 1299 menit, 1254 menit dan 965 menit.
Sedangkan total waktu pengeringan
bekunya adalah 1616 menit, 1593 menit dan 1464 menit. Pengaruh laju pembekuan terhadap waktu pengeringan kurang menunjukkan kecenderungan yang tertentu, karena waktu untuk tahap pengeringan sekundernya relatif kurang tertentu juga kecenderungannya.
1,63
2,74
3,3
3,33
4,39
Laju Pembekuan (cmljam) Gambari 1 . Pengaruh Laju Pembekuan Terhadap Waktu Pengeringan Beku Suhu cold trap yang digunakan selama proses sublimasi sangat mempengaruhi besarnya uap air yang dapat diserap. Semakin rendah suhu coM trap, rnaka semakin banyak uap air yang dapat diserap. Dengan semakin banyaknya uap air yang terserap berarti semakin rendah tekanan uap dalam ruang pengering, dan ini semakin mempercepat waktu pengeringan bekunya. Pada Tabel 6 di atas dapat diiihat bahwa semakin rendah suhu cold trap-nya maka akan semakin cepat waktu pengeringan bekunya. Cold trap berfungsi untuk mernbantu mernpertahankan tekanan dalam ruang pengering sesuai dengan perlakuan yang diberikan. Adapun proses yang terjadi selama pengeringan beku terhadap pasta cabe jawa jika dijelaskan dengan diagram fase secara rinci dapat dilihat pada Gambar 12. Awal proses pengeringan beku cabe jawa adalah dengan mengubah tekstur cabe jawa menjadi pasta yang disebabkan kandungan serat, karbohidrat, protein dan komponen lain yang bermanfaat tidak diketanui berada pada bagian mana dari buah cabe jawa tersebut. Sedang menurut referensi yang ada, maka bagian buah secara keseluruhan mengandung manfaat dengan berbagai kandungan serat, karbohidrat, protein dan komponen aktif yang lain.
-32
0 2330 SUHU, "C
Gambar 12. Proses pengeringan beku pada pasta cabe jawa
Dari Gambar 12 dapat dijelaskan bahwa pada awal proses pengeringan beku (titik a) bahan berada pada fase cair, dimana saat itu bahan yang berbentuk pas!a berada pada kisaran suhu 30°C dan tekanan atmosfir
+lo5 Pa.
Sesuai dengan
tahapan proses, rnaka pertama kali bahan pasta cabe jawa dibekukan pada tekanan atmosfir tersebut hingga niencapai suhu berkisar -32°C (titik
D)
dimana bahan
diasumsikan telah rnembeku dan terbentuk fase padat. Dengan perlakuan tekanan berkisar 20-30 Pa, 40-50 Pa dan 70-80 Pa rnaka ruangan pengering beku divakumkan sampai tekanan yang ditetapkan tersebut (titik c). Setelah kondisi vakum diperoleh, maka bahan akan diberi perlakuan pengeringan beku. Pengeringan beku dicirikan dengan proses yang khas yaitu penyubliman, dimana bahan akan tersublimasi dari fase padat langsung ke fase gas yang terjadi pada kondisi di bawah titik tripel. Proses pengeringan beku berakhir setelah seluruh bahan memiliki suhu yang seragam sesuai dengan suhu kendali yang ditetapkan (titik d).
Laju pengeringan selama pengeringan beku berlangsung memiliki pola yang sama untuk kedua perlakuan yang diberikan. Laju pengeringan menurun sepanjang pengeringan beku. Hal ini terjadi karena kernampuan untuk menyublimkan lapisan beku pada awalnya besar, karena panas yang terjadi langsung rnengenai permukaan lapisan beku, kemudian sejalan dengan bertambahnya waktu, kemampuan menyublimkan lapisan beku tersebut menurun yang karena telah terbentuk lapisan kering di bagian atas bahan yang dikeringbekukan yang diduga menghambat pindah panas dari lapisan beku. Seiring dengan sernakin tebal lapisan kering Fang terbentuk, yang berkorelasi dengan semakin kecil fraksi air tersisanya, maka akan semakin sulit pindah panas yang berakibat sernakin rendah lajl; pengeringan bahan. Penurunan fraksi air yang tersisa mencerminkan semakin rendah kadar air bahan, dimana pada akhir proses pengeringan beku akan diperoleh nilai kadar air bahan kering beku yang cukup rendah. Seperti yang terlihat pada Tabel 6 diatas, nilai kadar air bahan kering beku berkisar 1,63%-6,24%. Pada Gambar 13 dapat dilihat kecenderungan penurunan kadar air akibat berbagai perlakuan yang diberikan.
Gambar 13. Penurunan Kadar Air Bahan Akibat Berbagai Perlakuan yang Diberikan Berdasarkan Gambar 13 tersebut dapat dikatakan bahwa kecenderungan penurunan kadar air pada berbagai perlakuan yang diberikan menunjukkan pola yang hampir sama, dimana pada awal pengeringan kadar air turun perlahan untuk jangka waktu berkisar 0-2,5 jam pertama proses pengeringan, selama itu diduga terjadi lajlc pengeringan tetap, kemudian kadar air turun lebih besar sampai akhirnya menuju ke nilai kadar air akhir yang cukup rendah. Jika dihubungkan dengan suhu bahan, maka penurunan kadar air yang perlahan terjadi pada saat suhu bahan mulai meningkat sampai saat suhu bahan mencapai suhu kendali permukaan yang ditetapkan.
Setelah suhu bahan mencapai suhu kendali permukaan, maka
penurunan kadar air bahan mulai lebih besar.
Dari perlakuan tekanan yang diberikan, maka pada tekanan yang paling rendah menunjukkan laju penurunan kadar air bahan yang paling rendah dibanding tekanan yang lebih besar.
Dengan keadaan penurunan kadar air seperti ini
berakibat perlakuan tekanan yang kbih rendah menyebabkan waktu pengeringaa
yang lebih lama. Hal ini dapat dilihat dari selisih nilai kadar air bahan pada Gambar 13 diatas antara grafik pada tekanan 23,39 Pa dengan tekanan yang lebih besar (47,98 Pa dan 73,31 Pa-75,98 Pa) adalah lebih besar dibanding dengan selisih
kadar air antara tekanm yang lebih besar (47,98 Pa) dengan tekanan yang paling besar dan seterusnya. Grafik karakteristik pengeringan beku antara kadar air bahan (% bk) dengan laju pengeringan dapat dilihat pada Gambar 14. Pada Gambar 14 tersebut tidak dapat dilihat kadar air kritis bahan.
Kadar Air (O/obk)
Garnbar 14. Karakteristik Kurva Pengeringan Dari Gambar 14 dapat dinyatakan laju pengeringan menurun terjadi pada saat kadar air bahan berkisar 291.04 %bk dan laju pengerirlgan tetap terjadi selama
2 jam pada selang kadar air bahan 291,04
- 343,56 Ohbk. Pada Gambar 14 dapat
dilihat berbagai laju pengeringan bahan dengan perlakuan yang diberikan.
Q
% QP
$\%
0
' I , O . ? , \ ~ \ ~ , L , L @ , L ~
Q.
Waktu (jam)
Gambar 15. Laju Pengeringan dengan Berbagai Perlakuan yang Diberikan Dari Gambar 15 dapat dikatakan bahwa laju pengeringan pada awal proses pengeringan kurang rnenunjukkan kecenderungan yang tertentu, kernudian dilanjutkan dengan laju pengeringan yang cenderung menurun sampai akhir proses pengeringan beku.
Pada awal pengeringan beku dimana suhu bahan sedang
meningkat, dalam proses pengeringan termasuk kondisi unsteady state, maka pola laju pengeringan beku sulit dinyatakan dengan suatu kecenderungan yang tertentu. Setelah suhu bahan mendekati suhu kendali permukaan bahan yang ditetapkan dan konstan berada pada nilai tersebut tanpa bergantung dengan perubahan waktu, dalam proses pengeringan terrnasuk kondisi quasi steady state, maka pola laju pengeringan beku rnenunjukkan suatu kecenderungan yang tertentu yaitu menurun dengan pertarnbahan waktu. Dengan perlakuan tekanan yang diberikan maka dapat dikatakan bahwa selang perlakuan tekanan yang diberikan kurang menunjukkan nilai faju pengeringan yang berbeda nyata.
i
Pada Gambar 16 dapat dilihat laju pengeringan, pergerakan lapisan kering dan fraksi air selama proses pengeringan beku cabe jawa. Dari Gambar 16 dapat dikatakan bahwa laju pengeringan menurun sejalan dengan bertambahnya waktu proses pengeringan. Penurunan fraksi air berbanding terbalik dengan pembentukan lapisan kering bahan sepanjang proses pengeringan beku.
rE
4
U
9 F;
FE ..-
-. 7 .g P
3
L
0
u m
2 1
V C
CL
=. .0"
0
20000
40000
60000
80000
100000
W aktu (d etik)
I
f r a k s i air
+,laju p e n g ering an
--S(C--
lap isan kering
1
Gambar 16. Laju Pengeringan, Pergerakan Lapisan Kering, dan Fraksi Air Proses Pindah Panas dan Massa
Laju pindah panas dan pindah massa yang terjadi selama pengeringan beku berlangsung dapat dicirikan oleh nilai konduktivitas panas dan permeabilitas uap air. Konduktivitas panas menunjukkan laju perarnbatan panas melalui lapisan kering berpori pada bahan dari permukaan bahan ke permukaan sublimasi, sedacgkan permeabilitas rnenunjukkan laju pelepasan uap air melalui lapisan kering tersebut. Nilai konduktivitas panas dan permeabilitas uap air hasil perhitungan selama proses pengeringan beku, untuk setiap perlakuan yang diberikan dapat dilihat pada Tabel 7. Perhitungan nilai konduktivitas panas dan perrneabilitas uap air cabe jawa tersebut rnernpergunakan asumsi bahwa proses pengeringan beku berlangsung
pada kondisi quasi steady
sfate. Kondisi ini dianggap tercapai sejak suhu permu-
kaan bahan konstan pada suhu kendali yang telah ditentukan sampai suhu pusat bahan mulai meningkat. Semua nilai konduktivitas panas dan permeabilitas cabe jawa yang dihitung setiap 10 detik tersebut kemudian dirata-ratakan sehingga menghasilkan nilai konduktivitas panas dan permeabilitas cabe jawa sebagaimana yang tercantum dalam Tabel 7. Tabel 7. Nilai Konduktivitas Panas dan Permeabilitas Cabe Jawa Ps (Pa)
Lp (cmljam)
Konduktivitas
Permeabilitas
(x 10-' WJm K)
(x 1
m21detik)
+ 0.15
23.39
4.39
1.08 k0.13
1.20
47.98
3.30
1.13 k0.14
1.02 k0.13
75.98
3.33
1.29
+ 0.09
5.64 rt 0.39
74.64
2.74
1.13 k0.18
73.31
1.63
1.10
+ 0.21
5.63
+ 0.91
71.43 _+ 13.32
Pengaruh Kondisi Operasi Terhadap Nilai Konduktivitas Panas Dan Permeabilitas Uap Air Nilai konduktivitas panas yang diperoleh selama proses pengeringan beku tidak menunjukkan nilai yang konstan dari awal hingga akhir proses. Dari Gambar 17 dapat dilihat bahwa pada awal
quasi steady sfate konduktivitas panas bahan
nilainya rendah, kemudian meningkat sampai waktu tertentu dan akhirnya menurun sampai akhir
quasi steady state. Hal ini terjadi karena pada awal sublimasi suhu
bahan masih rendah sehingga kemampuan menyublimkan kristal es bahan juga
rendah, kemudian dengan peningkatan suhu bahan maka akan semakin meningkat juga kemampuan penyublimannya sampai batas tertentu dan kemudian akan menurun setelah terbentuk lapisan kering yang cukup tebal. Menurut Harper dkk. (1962) secara prinsip panas yang masuk dapat dinaikkan sampai bahan beku mulai akan mencair. Karena lapisan kering merupakan penghantar panas yang buruk (isolator), maka panas tidak dapat merambat secara maksimal. Pengeringan beku berlangsung pada tekanan yang sangat rendah sehingga diduga pola aliran yang terjadi adalah transisi dari aliran viskos (viscous) ke aliran Knudsen.
Aliran Knudsen terjadi jika jarak rata-rata molekul setelah terjadi
tumbukan lebih besar dari diameter molekul, atau dengan kata lain pada tekanan yang sangat rendah. Keadaan transisi ini menyebabkan rumitnya kajian terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi proses pindah panas dan massa tersebut. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa nilai konduktivitas panas bahan lebih besar pada tekanan operasi yang lebih besar, khususnya pada selang tekanan yang diterapkan. Selisih nilai konduktivitas panas bahan pada penggunaan tekanan selang 20-80 Pa adalah 0,021 W/mK. Sagara (1984) menyatakan bahwa pada penggunaan tekanan selang 40-70 Pa, menunjukkantidak tampak pengaruh tekanan terhadap nilai konduktivitas panas larutan kopl kering beku. Sedangkan Harper dkk. (1962) menyatakan bahwa konduktivitas panas daging sapi kering beku dipengaruhi oleh tekanan yang digunakan dalam proses pengeringan beku. Perbedaan maksimum antara nilai konduktivitas panas pada tekanan rendah dengan tekanan tinggi adalah 0,028 WImK. Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa semakin tinggi tekanan yang diberikan maka nilai konduktivitas panas b h a n semakin besar (Gambar 18). Hal ini senada dengan
yang dinyatakan oleh Lombrana dan lzkara (1996) bahwa variabel kontrol yang paling penting dalam pengeringan beku adalah tekanan dalam ruang pengering dimana tekznan ini dapat mempengaruhi pindah panas secara konduksi ke permukaan sublimasi dan aliran uap air dari permukaan sublimasi ke permukaan lapisan kering.
Konduktivitas panas pada lapisan kering akan semakin tinggi
dengan semakin tingginya tekanan dalam ruang pengering sampai tekanan di bawah titik tripel.
Waktu (detik) -.----
Gambar 17. Sebaran nilai konduktivitas panas dengan tekanan 23.99 Pa Semakin tinggi nilai konduktivitas panas akibat semakin tingginya nilai tekanan yang diberikan ternyata memberikan hubungan yang berkorelasi positif terhadap waktu sublimasi, waktu pengeringan dan total waktu pengeringan bekunya.
Semakin tinggi nilai konduktivitas panas maka semakin cepat waktu yang
dibutuhkan untuk sublimasi, pengeringan dan total waktu pengeringan bekunya. Hal ini disebabkan semakin tinggi nilai konduktivitas panas suatu bahan maka semakin besar kemampuan bahan tersebut untuk melewatkan panas. Dengan demikian akan semakin besar pula panas yang akan diterima oleh lapisan beku untuk mensublimasikan es.
TekxEm (pa) Gambar 18. Pengaruh Tekanan Terhadap Nilai Konduktivitas Panas Pengaruh laju pembekuan terhadap nilai konduktivitas panas juga menunjukkan pola yang sarna dengan pedakuan tekanan. Semakin tinggi laju pembekuan maka akan semakin besar nilai konduktivitas panasnya (Garnbar 19'), kecuali pada laju pembekuan 4,39 cmljam yang menggunakan tekanan rendah (23,39 Pa). Menurut Heldman dan Singh (1981) sernakin tinggi laju pembekuan maka semakin kecil ukuran kristal yang terbentuk yang selanjutnya menentukan ukuran pori hasil pengeringan beku.
Pori yang kecil pada bahan dengan jumlah yang banyak
menyebabkan transfer panas iebih banyak terjadi dibanding dengan pori besar dalarn jumlah yang lebih sedikit dengan ketebalan bahan yang sama.
1.63
2.74 3.3 3.33 Laju Pembekuan (cmljam)
4.39
Gambar 19. Pengaruh Laju Pembekuan terhadap Nilai Konduktivitas Cabe Jawa
Dari Tabel 7 dapat dilihat nilai permeabilitas cabe jawa. Permeabilitas bahan menunjukkan kemampuan bahan untuk melewatkan uap air. Sebaran nilai permeabilitas merniliki pola yang sama dengan nilai konduktivitas panas, yaitu saat awal quasi steady state nilai peimeabilitas rendah kemudian meningkat sampai waktu
tertentu dan akhirnya menurun, seperti yang terlihat pada Gambar 20.
X)333
603;r)
93XX)
1XKXX)
VJaktu (det~k)
Gambar 20,.Sebaran Nilai Permeabilitas Cabe Jawa Menurut Harper dkk. (1962) pada tekanan yang tinggi, aliran gas yang melalui medium berpori akan mengikuti Hukum Darcy yang sama dengan hukum Poiseulle sebagaimana aliran viskos yang rnelswati suatu bidang. Pada !ekanan yang rendah, perbandingan jarak rata-rata antar rnolekul menjadi nyata terhadap
diameter pori bahan dan kondisi ini dikenal sebagai slip flow, dimana pada keadaan ini terdapat slip aliran gas sepanjang permukaan yang padat dan kecepatannya akan semakln besar dari aliran viskos biasa.
Kondisi ini diperoleh Harper dkk.
(1962) pada plot antara log laju aliran gas per penurunan tekanan terhadap log
tekanan rata-rata udara pada daging sapi yang dikeringbekukan. Menurut Fellow (1990) panas akan menaikkan tekanan uap air pada es sewaktu mencapai permukaan sublimasi sehingga terjadi uap yang kemudian bergerak melalui daerah kering menuju daerah dengan tekanan rendah pada ruang pengering. Pengaruh laju pernbekuan yang lebih tinggi memberikan kecenderungan penurunan nilai permeabilitas. Hal ini mungkin disebabkan pori yang terbentuk karena laju pembekuan tinggi akan mengakibaikan jalur keluarnya uap air dari bahan lebih rumit dari laju pembekuan yang lebih lambat. Dengan perlakuan laju pembekuan dan tekanan rnaka pengaruhnya dapat dilihat terhadap proses pernanasan yang terjadi selama pengeringan beku. Perbedaan waktu yang dibutuhkan selarna proses pengeringan primer maupun sekunder merupakan dampak yang dapat dilihat akibat perlakuan tersebut. Cepat larnbatnya waktu pengeringan beku terkait langsung dengan nilai konduktivitas dan perrneabilitas uap air pada lapisan kering bahan. Aliran Panas Selama Pengeringan Beku Asumsi yang digunakan untuk menganaiisa aliran panas adalah :
1. panas radiasi dari plat pernanas dihitung sebagai panas yang masuk ke dalam sistem dan dapat dihitung secara nurnerik dari suhu permukaan plat pemanas,
2. panas konduksi yang masuk ke lapisan kering secara keseluruhan dimanfaatkan untuk sublimasi kristal es pada zone sublimasi dan untuk menaikkan suhu lapisan kering. Sebagaimana diungkapkan diatas, konduktivitas dan permeabilitas pada lapisan kering bahan akan mempengaruhi waktu yang diperlukan untuk proses pengeringan beku. Pengaiwh konduktivitas dan permeabilitas terhadap waktu pengeringan beku ditunjukkan pada Gambar 21 dan Gambar 22.
1.08
1.1
1.13"
1.13
Konduktivitas ( ~ 1 0 WImK) ~1
1.29
Gambar 21. Pengaruh Konduktivitas Panas Bahan Terhadap Waktu Pengeringan Beku Dari Gambar 211 terlihat bahwa semakin besar nilai konduktivitas bahan maka semakin cepat waktu yang dibutuhkan untuk pengeringan beku. Hal ini terjadi karena semakin besar nilai konduktivitas bahan maka semakin cepat penghantaran panas yang diperlukan untuk proses sublimasi kristal es, yang berarti semakin cepat waktu pengeringannya. Menurut Harper dkk. (1962) panas sublimasi masuk secara konduksi melalui lapisan kering bahan, sedangkan uap air keluar melalui lapisan yang sama dengan arah yang berbeda. Selarna proses pengeringan terjadi keseimbangan antara aliran uap yang keluar dari produk dan panas yang masuk ke dalam produk. Gerakan uap
air dapat terjadi oleh adanya gerakan hidrodinamik akibat adanya perbedaan tekanan total dan atau karena adanya perbedaan tekanan parsial. Jika tekanan total pada ruang vakum lebih kecil dibandingkan dengan tekanan uap es pada produk maka proses difusi sangat kecil dibandingkan dengan aliran hidrodinamik.
1.02
1.2
5.63
5.64
Permeabilitas (XI 0-2 m2ldtk)
71.43
Garnbar 22. P e n g a ~ h Permeabilitas Bahan Terhadap Waktu Pengeringan Beku Dari Gambar 22 terlihat bahwa semakin besar nilai permeabilitas bahan, maka waktu yang dibutuhkan untuk pengeringan beku adalah semakin cepat. Hal ini terjadi karena semakin cepat laju pembekuan, rnaka kristal es yang terbentuk adalah semakin kecil, yang diduga berpengaruh terhadap panjang jalur yang harus dilalui oleh uap air dari pemukaan sublimasi ke perrnukaan bahan. Tabel 8 menunjukkan nilai efisiensi pemanasan yang diperoleh dari keseluruhan perlakuan yang diberikan. Efisiensitersebut dihitung berdasarkan panas yang benar-benar dikonsumsi oleh bahan untuk proses pengeringan beku, sedangkan panas yang digunakan oleh sistem secara keseluruhan tidak termasuk ke dalam panas yang dihitung sesuai dengan asumsi kedua diatas. Pada Tabd 8 dapat dilihat bahwa efisiensi pemanasan tertinggi diperoleh pada perlakuan tekanan terendah dan laju pembekuan tertinggi. Sedang pada Tabel 9 dapat dilihat bahwa dengan laju pembekuan yang semakin rendah maka
panas sublimasi yang digunakan sernakin meningkat. Hal ini terjadi karena pada laju pembekuan yang semakin rendah maka pori Fang terbentuk semakin besar, sehingga dengan ketebalan bahan yang sama kebutuhan panas sublimasi bahan dengan pori yang lebih besar akan lebih besar juga. TabeI 8. Efisiensi Energi Selama Proses Pengeringan Beku. Panas dari Lempeng Pema- Panas yang Dikonduk-
PERUKUAN
sikan (kJ)
nas (kJ)
17
(%I P
L
Ts
Tahap
Tahap
TOTAL
Tahap
Tahap
TOTAL
(Pa)
(cmlj)
(OC)
Primer
Sekun
(kJ)
Primer
Sekun
(kJ)
(kJ)
der
(kJ)
der (kJ)
(kJ) 23.99
47.98
4.39
3.30
23.39
23.39
1172.34
153.25
(88.4Ok)
(1 1.6%)
1144.40
198.23
(85.2Oh) 75.98
74.64
33.31
3.33
2.74
1.63
23.39
23.39
23.39
1
1325.59
1342.63
(14.896)
1035.96
180.24
(85.2Ok)
(14.8%)
1105.88
134.89
(89.1%)
(10.9%)
1123.26
9631
(92.1 %)
(7.9%)
1216.20
1240.77 1
1219.57
324.68
23.33
(93.3%)
(6.7%)
306.42
31.66
(90.S0h)
(9.4Oh)
246.28
38.97
(86.3%)
(13.7%)
262.68
23.89
(91.6%)
(9.4%)
263.91
15.71
(94.4%)
(5.6%)
348.01
26.3
338.08
25.2
285.25
23.4
286.57
23.1
279.62
22.9
Tabel 9. Hasil Per-hitungan Panas Sublimasi dan Sensibel Cabe Jawa
I ENERGI SUBLlMASl
PERLAKUAN P
L
1 (Pa)
(anlj)
Ts (OC)
ENERGI SENSIBEL
I
TOTAL
I Tahap
Tahap
Tahap
I Primer
]
Sekunder Total
I
Tahap
Primer Seku~der
(KJ) Total
I
I
Tabei 10. Aliran panas dan pengaruh tekanan dan laju pembekuan selama Pengeringan Beku
Tekanan
Laju Pembekuan
Energi Radiasi
Energi Konduksi
Energi Sublimasi
(Pa)
(cmliam)
(kJ)
(kJ)
(kJ)
23.99
4.39
1325.6
348.0 (26.3%)
263.2 (74.8%)
47.98
3.30
1342.6
338.1 (25.2%)
249.6 (73.8%)
75.98
3.33
1216.2
285.2 (23.4%)
254.6 (89.3%)
74.64
2.74
1240.8
286.6 (23.1%)
263.4 (91.9%)
73.31
1.63
1291.6
279.6 (22.9%)
260.6 (93.2%)
r
0
2WO
40000
60000 80000 1OOOOO 1-2000
Waktu (detik)
Gambar 23. Grafik Panas Radiasi Heater dan Panas Konduksi pada Tekanan 23.99 Pa &n Laju Pembekuan 4.39 cmtjam
Dari Gambar 23 dapat dilihat besarnya panas radiasi dari heater dan panas konduksi yang digunakan untuk menyublimkan kristal es dan menaikkan suhu bahan.
Panas konduksi yang digunakan untuk proses sublimasi dan untuk
menaikkan suhu bahan seperti yang terlihat pada Tabel 9 hanya berkisar pada 22,994
- 26,3% dari keseluruhan panas yang dikeluarkan oleh plat pemanas.
Dari
panas konduksi yang masuk ke dalam bahan tersebut sekitar 73,896 - 93,2% digunakan untuk proses sublimasi. Berdasarkan Tabel 10 tersebut diketahui bahwa panas konduksi yang digunakan untuk sublimasi mencapai lebih dari 90% pada tekanan tinggi, dan pada tekanan rendah hanya berkisar 74%. Dengan demikian, efisiensi energi lebih tinggi pada kondisi operasi dengan tekanan tinggi. Pengaruh Kondisi Operasi Terhadap Mutu Kering Beku Pasta Cabe Jawa Porositas Bahan Kering Beku Ukuran pori adalah salah satu mutu dari segi fisik, karena salah satu keunggulan pengeringan beku adalah kemampuannya untuk mempertahankan kondisi bahan yang dikeringbeku~antetap dalam kondisi saat akan dikeringbekukan. Pengukuran pori-pori bahan kering beku dilakukan untuk mengetahui pengaruh laju pembekuan terhadap ukuran pori yang dihasilkan. Pengukurannya dilakukan terhadap bahan yang sudah kering karena bahan beku yang dihasilkan harus diberi perlakuan pengeringan beku. Dan pengukuran terhadap bahan kering ini dianggap tidak mengubah ukuran pori-pori hasil pembekuan. Pada Tabel 11 dapat dilihat hasil pengukuran pori-pori bahan hasil kering beku dan kering oven. Dari Tabel 11 tersebut terlihat bahwa pengeringan beku memberikan hasil ukuran pori yang lebih kecil dibanding dengan ukuran pori
pengeringan oven. Hal ini lebih menguntungkan, karena dengan ukuran pori yang lebih kecil maka akan mengurangi jumlah air yang dapat meresap sehingga diharapkan kadar airnya akan lebih lama bertahan pada kadar air yang randah. Sedang dengan perlakuan laju pembekuan, ukuran pori bahan terbekukan kurang menunjukkan kecenderungan yang tertentu, meskipun terlihat bahwa laju pembekuan terendah memang menunjukkan ukuran pori yang terbesar sebagaimana yang yang dinyatakan oleh Heldman dan Singh (1981) bahwa semakin rendah laju pembekuan maka akan menghasilkan ukuran pori yang semakin besar. Kecenderungan tertentu yang diharapkan akan terlihat dengan perlakuan laju pembekuan yang tidak diperoleh ini, selain diduga karena selang perbedaan laju pembekuan yang kurang besar, kemungkinan juga diduga adanya peningkatan panas yang kurang memperhatikan keberadaan suhu transisi gelas, yang memang belum diketahui besarnya, sehingga pada saat proses pengeringan beku bahan mengalami perubahan keadaan dari gelas ke keadaan ruberry yang berakiba! rnerubah ukuran pori bahan beku dan adanya selang waktu antara selesainya proses pengeringan beku dan waktu pengukuran yang berakibat struktur pori sudah runtuh sehingga ukuran pori tidak sama dengan ukuran kristal es hasil pembekuan. Pengukuran pori-pori ini sedikit mengalami kesulitan, karena sifat bahan kering beku yang sangat higroskopis, sehingga banyak sekali permukaan bahan yang telah mengikat air saat dilakukan pengukuran. Nilai ukuran pori yang diperoleh ini tidak dapat digunakan sebagai acuan untuk mengambil kesimpulan tentang pengaruh laju pembekuan terhadap ukuran pori hasil pembekuan dengan berbagai argumentasi yang dijelaskan di atas.
Tabel 11. Ukuran Pori-Pori Bahan Kering Beku dan Kering Oven Laju Pembekuan (cmljam)
Ukuran Pori ( X I0-' mm2)
1,63
0,259
2,74
0,198
3,30
0,224
3,33
0,191
4,39
0,234
Kering Oven
0,589
Mutu Hasil Pengeringan Beku Secara visual dapat dilihat bahwa produk hasil pengeringan beku memberikan bentuk yang sama dengan bahan saat akan dikeringbekukan. Selain mutu dari segi bentuk yang dapat dipertahankan, maka produk kering beku juga memiliki kadar air akhir yang relatif sangat rendah, sehingga mernberi kernungkinan lebih lama terhadap waktu penyimpanan. Hasil analisa mutu pengeringbekuan cabe jawa terhadap kadar abu, kadar abu dan pati, kadar sari dalam air, kadar sari dalam alkohol dan kadar piperin menunjukkan hasil yang lebih baik dibanding dengan metode pengeringan oven dengan suhu 35°C
- 40°C dan memenuhi standar yang ditetapkan oleh Materia
Medika Indonesia yang dikeluarkan oleh Oepkes. Hasil analisa mutu tersebut dapat dilihat pada Tabel 12. Dengan adanya perlakuan yang diberikan dibanding dengan metode pengeringan oven memberi hasil peningkatan dalam kadar sari dalam alkohol, sedangkan dalam kadar sari dalam air mengalami penurunan. Kernungkinan ha1 ini terjadi
karena pengaruh suhu yang agak tinggi maka senyawa-senyawa yang mudah menguap (volatile) ikut menguap. Senyawa-senyawa yang larut dalam air maupun yang larut dalam alkohol, sejauh ini belum diketahui karena belum dilakukan identifikasi terhadap senyawa-senyawa tersebut. Tabel 12. Hasil Analisa Mutu Cabe Jawa (96) Ps
LP
Kadar
Kadar abu +
Sari Larut
Sari Larut
Kadar
(Pa)
(cmljam)
Abu
Pati
dalam Air
dalam
Piperin
Alkohol
23.39
4.39
4.51
0.04
20.13
19.22
3.33
47.98
3.30
4.32
0.1 1
20.12
19.85
3.14
75.98
3.33
4.93
0.03
20.54
17.17
3.18
74.64
2.74
4.53
0.03
20.52
15.28
3.41
73.31
1.63
4.81
0.32
22.60
20.48
3.45
Kering oven
4.26
0.10
21.46
14.36
2.77
Standar Materia
Maks.
Maks. 0.3
Min. 9.00
Min. 6.00
-
Medika Indonesia
6.00
(35°C-40°C)
I
Dengan menggunakan alat GC-MSD maka dapat dilihat hasil frag-mentasi senyawa-senyawa cabe jawa sebagaimana yang tercantum pada Tabel 13. Senyawa-senyawa yang teridentifikasi dari cabe jawa sebagian besar merupakan senyawa yang terdapat dalam famili Piperaceae, yaitu senyawa alkaloid turunan amida. Secara umum, senyawa alkaloid akan berkhasiat terhadap susunan saraf ptisat.
HasiS fragmentasi dari masing-masing periakuan menunjukkan bahwa sebagian besar komponen kimia yang terdapat pada produk pengeringan beku yang diperoleh pada tekanan 47,98 Pa tidak terurai. Sedangkan pada tekanan 23,39 Pa dan 75,98 Pa rnasing-masing ada 2 senyawa yang tidak teridentifikasi. Kedua senyawa yang tidak teridentifikasi pada perlakuan kedua tekanan tersebut berbeda, yaitu pada tekanan 23.39 Pa adalah N-butil dimetoksibenzilamin dan trikonin, sedangkan pada tekanan 75,98 Pa adalah senyawa N-(5E,7E)(EIEO-eikosa 2,4 dienamida dan (2E, 4E, 11E)-N-(SE, 7E) dimetoksi benzil dodecene. Selain ada 2 senyawa yang tidak teridentifikasi pada tekanan 75,98 Pa ternyata diperoleh lagi satu senyawa teridentifikasi yang lain yaitu metil piperat pada waktu retensi 16,44 menit. Menurut Hernani (1994) metil piperat mempunyai kesamaan fragmentasi dengan piperin dan piperlongumin. Dari kandungan berbagai bahan yang terdapat dalam cabe jawa tersebut, dengan berbagai perlakuan yang diberikan menunjukkan jumlah tiap kandungannya yang berbeda-beda. Perlakuan mana yang diduga terbaik belum dapat direkomendasikan, mengingat berbagai penelitian yang telah dilakukan sampai saat ini terhadap berbagai manfaat dari cabe jawa ternyata melibatkan kandungan cabe jawa yang berbeda-beda juga. Melihat hasil fragmentasi senyawa cabe jawa dan aliran panas yang terjadi selama proses pengeringan pada pengeringan beku cabe jawa ini disarankan untuk melakukan pengeringan beku dengan kondisi operasi pada tekanan seaang (47,98 Pa) atau tinggi (75,98 Pa) dimana pada kedua tekanan tersebut senyawa yang terkandung dalam cabe jawa tidak terurailhilang dan efisiensi pemanasannya cukup tinggi.