4. HASlL DAN PEMBAHASAN
4.1.
Keadaan umum Suaka MargasaWra Muam Angke
4.1 .l.Sejamh, status, luas, dan lokasi Hutan mangrove Muara Angke adalah hutan mangrove alam yang merupakan satu kesatuan ekosistem estuaria Teluk Jakarta (kawasan hutan mangrove Tegal Alur
- Angke Kapuk).
Kawasan ini secara administrarif terrnasuk
dalam wilayah Kelurahan Kapuk Muara, Kecamatan Penjaringan, Kotamadya Jakarta Utara. Sejak jaman Hindia Belanda, kawasan ini telah ditetapkan sebagai kawasan konservasi cagar alam berdasarkan Keputusan Gubemur Jenderal Hindia Belanda (GB) Nomor 24 tanggal 18 Juni 1939 seluas 15,04 ha. Pada tahun
1977, Menteri Pertanian dengan Keputusan Nomor
16/Um/6/1977 tanggal 10 Juni 1977 menetapkan kembali peruntukan kawasan Angke Kapuk sebagai :
-
-
Hutan lindung dengan panjang pantai 5 km dan lebar 100 m Cagar Alam Muara Angke Hutan wisata Kebun pembibiian kehutanan Lapangan dengan tujuan istimewa
Untuk selanjutnya, Cagar Alam Muara Angke dikukuhkan sebagai Suaka Margasatwa Muara Angke berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 097IKpts-11/98 seluas 25,02 ha. Secara geografis, Suaka Margasatwa Muara Angke terietak pada posisi 6'06'
- 6'10'
Lintang Sefatan dan 106'43'
- 106'48'
Bujur Timur. Kawasan ini di
sebelah Utara berbatasan dengan baut Jawa, sebelah Timur dengan Sungai Angke
dan perkampungan nelayan, sebelah Selatan dengan areal PT. Mandara Permai (Pantai lndah Kapuk), dan di sebelah Barat berbatasan dengan Hutan Lindung Angke Kapuk.
4.1.2. Aksesibittas
Suaka Margasaiwa Muara Angke dapat dicapai melalui jalan darat dengan menggunakan kendaraan umum (bus) dari terminal-terminal di Jakarta. Altematif pertama dari terminal Kampung Rambutan menuju Muara Angke. Setelah sampai di Muara Karang, tepatnya di pintu gerbang perumahan Pantai lndah Kapuk (PIK), dapat menggunakan ojek (angkutan sepeda motor) atau jalan kaki sejauh 5 500 m. Alternatif kedua dari halte bis Cawang
- UKI menggunakan bus jurusan
Kalideres turun di Grogol. Kemudian perjalanan bisa diteruskan menggunakan angkutan kota ke Muara Angke atau Muara Karang yang berhenti di depan pintu gerbang PIK. Atau bisa juga menggunakan alternatii lain yaitu dari Kampung Muara Angke, kawasan suaka margasatwa ini dapat dicapai dengan menggunakan perahu motor yang dapat disewa dari penduduk setempat.
4.1.3. Fasilitas dan sarana Dalam rangka pernantauan dan pengamanan terhadap kawasan, diperlukan fasilis dan sarana yang cukup memadai. Sejauh ini, fasilis dan sarana yang diadakan oleh Balai Konservasi Sumberdaya Alam Kantor wilayah Departemen Kehutanan dan Perkebunan DKI Jakarta sangat tidak memadai.
Terbatasnya
fasilitas dan sarana tersebut merupakan kendala dalam pengembangan, perlindungan, dan pengamanan kawasan.
Bardasarkan ha%il inventarhsi selama pandtm., m a s dan safana yang ada.dakm kawasan dapat dilihat pada Tabel 4-2.
T a b t 44. Jenis, j u m , dm kmdisifasilitas dan sa~anadi SM.Muam A w e Na 1.
JenisPosjaga
Jumtdr 1 unit
Masi
KondM
mI
DeftanSung4 Angke
Wmaf'e" 2.
Menara
3,
Jdurltsack
1 unit
Belirkangposjaga
T becbahaya
1Qmeter
K K arah ~ bxatdari
Sanganrsak
W
~ 0 jag8 s
4.
4.2.
Papan petunjuk
13 unit
Sekeliling kawasan
7 baik, 4 unit rusak, 2 unit tidak terlihatjelas, teitutup pohon, tidak menarik
Aspek Fisik
4.2.1. Tanah dan topografi Tanah di dalam kawasan Suaka Margasatwa Muara Angke sebagian besar tnrgam.ng. air p9ya.u.yang m.e~pakan.&a. h.41a.n.bakau. pa.M.g.i.Urn. Jaka.fi.8. yrr.ng
masih dipengacuhi aleh pasang surut air but.
Lapisan tanah hagian hawah
mewpalcanlqman tanah alluvial kelahu yang terdici daci lempung yang amat lembek (PT. ?&andmaPemai, 1995). Pen-
keadsan gedogt hutan Angke Kapuk deh PT. Cnddexco, 1979
am Manajemen Ptan M u m Angke (2000)Wasifik~tsikansebagai beFikut : (1.).
Tanah di bagian utara pantai taut Jawa tergatong tanah aikwiat ketabu tua dan tanah liat berhumus rendah yang mempunyai batuan induk endapan tanah li-atdan terdapat pada dataran pantaiyang datar
~
(2) Tanah di bagian m a n termasuk tanah regosol cukl8t yang terdid daci yang datw m p a i
endapan pas&. h r a h ini mempakan pantai be* beffmmk
(3).
Tanah di bagh tmggam te~gotongt& B e & a s d m hasit pmelith
prig
altuviat ketabutua
an Kustfmna ($983), s h t .fisik
-
tanah di kawasan h h n Angke Kapuk mengandung 32,95 40,05 % debu; 30,4
39,O % hat; dan 28,5
- 2935 % pasir.
-
Dengan demikian, tanahnya ctikategorikan
berst'rukturlid berdebu. Kondisi permukaan tanah relatii datar. Elevasi perrnukaan tanah di bagian Selatan lebih tinggi kemudian menurun dengan kemiringan yang rendah ke arah utara sampai ke tepi pantai. Hal ini selain disebabkan oleh kemiringan alami, juga karena pada daerah tersebut telah dilakukan pengurugan untuk fungsi perumahan,, pergudangan, dan ialan yang ada sekarang ini (PT. Mandara Permai, 1995).
42.2. atim Kawasan Suaka Margasatvva Muara Anglte terrnasuk dalam kategori-tipe hujan A (Wasifikasi Schmidt dan Fergusson) dengan curah hujan tertinggi sering tejadi pada bulan Januari sebesar 1.388 mm dan terendah twjadi pada bulan Oktober sebesar 60 mm. Suhu udara rata-rata tertinggi - pada . bulan Oktober sebesar
27,3 "C dan suhu terendah pada bulan Februari sebesar 25,g°C. Rata-rata kelembaban nisbi tertinggi 82,96%, kelembaban tertinggi teriadi pada bulan Januari
sebaaar 87%.dan.twen.dahpa.&. hulan S e p t . 79%... S e w d e w . befkembangnya fungsi hutan mangroue M u m Angke
menjadi kawasan p e m u k i i , m e n g a k i k a n be~kwangnya~ a n g terbuka hqw
dan. juga mengubah. sistem. dllainase. almL Ehsakya uegsfasi mmgmva di. kawasan. ini m e n g a k i m . suhu- lingkungan. di. daerah tersebut menjadi- semakin tinggi, Sebagai akibatn-yatidak eda p~nywingu d w daFi angin- W. Bada butan
Nwemkf sampai Am, kawasm ini a
n
g
w
r
M
l
u
s
i
mgh W m i B&, r
n
T
i
~
~
L
w
sedmgkm r
n
M
~
rata 1.1.,2 km/jam.
4,2;1, McQ~Q$~
a.
Kualitasair Sebagai suatu kawasan estuacSa, Suaka IWgasaWa Miara Angke lebih
cendencngdipenganrhiMaiiFanSLKy)aiAngkesaatmyapasangswutair
I&.
C
Selstin Sungai Angke, di s M 8 kawasan ~ juga teFdapat Sung& K
w
m DP&. Sistefft atifm S-
H dm
Ar@e d m Cqlciwmg DraiR ~~m
sistem atiran yang menggunakan beban limbah timpahan airyang besar dari sungaisungai besar, antara lain : Kali Mooketvart, Sungai Sepak, Sungai Pesanggrahan, Sungai' Sekretans, Sungai' Grogol; dan Sungai' CirWung. Sungai-sungai' tersebut mengalir di celah-celah tambak yang berfungsi sebagai koridor penghubung perairan darat dengan laut untuk mendapatkan mekanisme pasang surut Muara Angke.
Akan tetapi, seat ini drainase tersebut dibendung untuk keperluan
pertambakan yang dibang.un tanpa izin dalam kawasan sehingga mengganggu bahkan cenderung. menghambat mekanisme gasang surut dalam kawasan.
Akihatnya, aliran air d a b h a s a n relatif tidak mengalit atau Lahih did~minasioleh luapan Sungai Angke yang t a w dan telah t e r m berat. Okh kafena itu, kandisi kwaiitas air d/ dPlaM kawwm memiliki f i k a t pencemar yang t i , baik pencemar
~
~
k
organik maupun pencemar anorganik (plastik, kaleng bekas, karet, ban dan lainlain). Hasil analisis kualitas air pada kawasan disajikan pada Tabel 4-2.
Tabel 4-2. Hasil analisis kualis air
Dari Tabel 4-2 terlihat bahwa perairan di sekitar kawasan sudah tercemar, baik bahan organik maupun bahan anorganik. Hal ini terlihat secara umum dari indikator parameter yaitu
BOD, COD, amoniak, padatan tersuspensi, padatan
terlarut, oksigen terlarut, dan kekeruhan yang bemilai tinggi bahkan telah melampaui ambang batas yang diperbolehkan. Perairan sungai d m air di dalam kawasan pada saat pengukuran telah menjadi septik, berwama hitam dan berbau. Kondisi perairan
kawasan tersebut sangat mempengaruhi kondisi dan kehidupan biota perairan di dalam kawasan.
K u a l i i air berkaitan dengan tingkah laku dan kehiupan mahluk hidup di dalam ekosistem yang bersangkutan.
Daya hantar listrik (conductivify) air di
kawasan bemilai tinggi, yaitu terendah 1000 vmhoslcm dan tertinggi sebesar 6250 vmhoslcrn. Tim kerja WHO (1978) menyatakan bahwa nilai daya hantar listrik tertentu merupakan nilai kasar dari total kandungan substansi terlarut dalam air. Nilai daya hantar listrik dapat dipergunakan sebagai prakiraan indek total kandungan substansi tedarut dalam perairan yang sangat dipengaruh oleh tun off air. Berbagai substansi di permukaan air, seperti lemak, minyak, aspal, deterjen yang diiemukan di air, khususnya perairan yang temmar berat, akan sangat mempengaruhi nilai daya hantar listrik. Padatan terfarut total berhubungan dengan salinitas.
Hal ini diperkuat
dengan pemyataan WHO (1978) bahwa pada perairan dengan salinitas tinggi, nilai padatan terlarut total dapat mencapai 200 mgR. Padatan terlarut total ini terdiri dati ion-ion kalsium, magnesium, sodium, potasium, karbonat, sulfat, dan klotid. Tingginya nilai padatan terlarut total di Suaka Margasatwa Muara Angke menunjukkan bahwa perairan di kawasan tersebut memiliki kandungan anorganik teriarut yang tinggi.
Semakin banyaknya padatan yang terlarut dalam air,
menyebabkan perairan semakin keruh sehingga penetrasi cahaya semakin berkurang (Abet, 1989).
Akibat tinginya nilai kekeruhan, fitoplankton yang
ditemukan di perairan rendah. Selain itu ditambahkan pula deh Abel(1989) bahwa pengamh tangsung padatan terfamt adatah pengikisan secara fisik dari permukaan biota air terutama bila bersentuhan dengan insang. Kerusakan fisik seperti ini akan mengganggu sistem respirasi biota. Demikian pula dengan padatan tersuspensi total yang bemilai tinggi di Stasiun 1, 2, dan 3 diduga disebabkan kamna adanya partikel-partikel yang tidak
dapat terlarut dalam air, seperti pasir, lumpur, lempung, dan reruntuhan tumbuhan. Padatan tenuspensi mengurangi transparansi sinar matahari dalam air, sehingga akan mengurangi proses fotosintesis oleh algae atau fitoplankton. Basmi (1990) menyatakan bahwa air di estuari pada umumnya sangat keruh, sementara batas sinar kompensasi sangat dekat dengan permukaan, sehingga fitoplankton tidak dijumpai seperti perairan pada umumnya. Hasil pengukuran kekeruhan di kawasan berkisar antara 0,7
- 40,O NTU.
Nilai kekeruhan ini secara
tidak langsung dipengaruhi oleh padatan terlarut dalam air. Meningkatnya nilai kekeruhan juga akan mengurangi proses fotosintesis. Nilai kekeruhan tertinggi diiemukan di kawasan nipah. Hal ini diduga karena kurangnya proses pergerakan air, sehingga partikekpartikel yang sulit larut dan turun ke dasar lebih lambat masih berada di lapisan permukaan. Namun kondisi ini tidak menutup kemungkinan bagi b i i air jenis tertentu, seperti ikan julung-julung, kepala timah, dan keong mas bisa
hidup. Estuari merupakan percampuran air tawar dan air laut. Air laut memiliki salinitas sekitar 34 %o dan air tawar yang normal memiliki salinitas kurang dari 2 960. Perbedaan yang besar antara air tawar dan air laut tersebut menyebabkan tingginya salinitas di estuari (Boyd, 1990). Dari hasil pengukuran terlihat bahwa salinitas di
-
kawasan berkisar antara 0 4 9b0. Salinitas terendah terdapat di daerah yang jauh dari laut dan berbatasan dengan daratan secara langsung.
Rendahnya nilai
salinitas ini diduga akibat terhambatnya pertukaran air laut yang masuk ke kawasan oleh adanya tanggul-tanggul yang dibangun untuk tambak, sehingga kawasan tersebut lebih banyak mendapat pengaruh air tawar yang berasal dari Sungai Angke clan air hujan. Ikan-ikan yang ditemukan di kawasan umumnya ikan air tawar, seperti ikan sepat, gabus, betok, gapi, dan ikan sapu-sapu.
Sews keseluruhan nilai pH hasil pengukuran relati stahil yang berkisar antara 6,O sampai 6,s.
Nilai pH ini masih berada pada kisacan pH normal,
s & a g a h m telah ditetapkan deh WHO f 1978) bahwa di bawah kandisi ah%, nhi
-
pH di pefmukaanair biasmy8 beFkisaF m t a ~ 5 8 8,6. Semmtara itu, menttwt Boyd ('t990) sebagian besar perairan pada umurnnya memiliki pH antara 5 hmgga 10,
ctengan frekuensi brtinggi krnitai 6,s dan 9. K i r a n nitai pH perairan has1 pengukuran masih memungkinkan biota air, seperti ikan bisa bertahan hidup. Setiap spesies memiliki batas toleransi kisaran pH tersendiri.
Kisaran pH yang masih
memungkinkan untuk hidup mungkin lebih besar daripada kisaran pH yang memungkinkan untuk reproduksi (Abel, 1989). Kandungan oksigen terlarut dalam air tergantung pada jumlah proses fisika, kimia, biologi, dan mikrobiolqi. Kandungan oksigen merupakan indikator penting
dari pencemaran badan air (WHQ, 1978). Mahida (1993) menambahkan bahwa ~ksigensusah larut dalam air dan aksigen juga tidak dapat bereaksi dengan air secara kimiawi. Dapat tidaknya oksigen larut dalam air dipengaruhi olah suhu, pergerakan di permukaan air, luasan daerah pemukaan air yang terbuka bagi ratmosfw, tekanan atrnosfw dart p e m t a s e oksigen d d m udara. Kandungan
oks$en hasii pengukuran di lapangan menunjukkan bahwa di Stasiun 5 dan 6 yang hanya rnernw kandungan oksigen tertarut, sedangkan stasiun lainnya sangat rendah. Rendahnya kandungan oksigen terlanrt ini disebabkan k m a tidak adanya percampuran air dan rendahnya keltmpahan Moplankton di kawasan sebagai pemasok utama oksigen di dalam air. Kandungan bahan organik perairan (BOD dan COD) hasil pengukuran tergolong sedang. Nilai BOD perairan berkisar 575
- 98,28 mgA, sedangkan nilai
COD terendah sebesar 25,83 dan tertinggi sebesar 476 mgA.
Amoniak yang tidak terionisasi dinyatakan sangat toxic bagi sebagian besar organisme air. Daya toxic amoniak dipengaruhi oleh nilai pH dan suhu air, jika pH dan suhu meningkat, maka proporsi amoniak tidak terionisasi juga mengalami peningkatan (Abel, 1989; Boyd, 1990).
Boyd (1990) menegaskan juga bahwa
amoniak lebih toxic apabila oksigen terlarut sangat rendah. Kandungan amoniak di kawasan berkisar antara 0,388 sampai 6,539 mgR yang tergolong tinggi. Nitrat mewakili produk akhir dari pengoksidasian tat yang bemifat nitrogen. Dalam kondisi normal, kandungan nitrat di permukaan air cukup tinggi, kecuali periode pengembangan intensif fitoplankton dalam air, ketika kandungan nitrat saat diturunkan sampai tingkat yang bisa diabaikan.
Peningkatan konsentarsi nitrat
dapat mengindikasikan adanya poiusi di badan air dalam kurun waktu tertentu (WHO, 1978). Mahida (1993) menambahkan bahwa konsentarsi nitrat yang tinggi di perairan dapat memacu perkembangan tumbuhan ganggang dan eceng gondok. Hasil pengukuran kandungan nitrat di kawasan berkisar antara 0,365
- 0,787 mgfl.
Dalam perairan yang tidak tercemar, phosphat terbentuk selama transformasi proses biologi berlangsung. Kandungan phosphat yang tinggi mungkin disebabkan oieh run-off dari saluran pembuangan. Phosphat terrnasuk dalam kelompok nutrien yang sering digunakan sebagai faktor pembatas dalam proses fotosintesis. Phosphat dimanfaatkan dengan cepat oleh tumbuhan air, khususnya fitoplankton. Fosfor organik juga digunakan oleh zooplankton dan bakteri. Kandungan phosphat hasil pengukuran berkisar antara 0,456
- 2,469 mgR.
Kondisi nutrien phospat
nampak lebih tinggi dibandingkan dengan nitrat, sehingga diduga unsur nutrien N sebagai faktor pembatas di perairan.
b,
PWWWN~
Sifat pasang w t mtuk kawasan perairan Angke Kapuk adalah h a h
fmggd, y8n9 beFarti dakm 24 jam tefjadi satu ka4 pasang surut. Pengamtiltaan pasang sun4 aif lauZ yang W u k a n oleh PewsaImn Umum Pelabuhan Tanjung PFiok sebagaimana diikutip oteh Tim Manajemen Ptan (2001) adatah sebagai berikut:
-
air pasang tertinggi
-
air pasang rafa-rata : f , 4 m
-
air surut rata-rata
: 0,56 m
air surut terendah
: 0,23m
: 1,% m
Dari hasil pengamatan, amplitudo pasang surut Sungai Angke tergolong rendah, yaitu < 1 meter. Rendahnya ampliudo pasang surut ini mengakibatkan lemahnya gerakan air di hilir sungai, sehingga berpengaruh terhadap limpasan
berbagai bahan pencemar di daerah muara, Penggenangan air di lahan kawasan berdasarkan pengamatan lebih banyak dipengaruhi oleh luapan air Sungai Angke, aleh karma itu kondki air di dalam -k
lebih tawar (salinitas rendah) yang mendukung pertumbuhan cepat dari
tanaman air ecmg goncbk, kangkung, dan gelagah. Dominagi air tawar yang mssuk ke kawasan juga disebabkan ateh terhalangnya aliran air la& dari arah muara kafena adanya tanggut-tanggut tambak. Air laut yang rnasuk rnetaiui kawasan hutan tindung tertetak di areal peftarnbakan, sehingga tidak dajW mengalir ke kawasan suaka margasatwa. Sementara, pintu air keluar dari tambak hanya mengalirkan air tambak saat pasang tertinggi, kemudian mengalirkannya metalui kanaCkana1yang mengalir kembali ke muara suaka margasatwa. Oengan demikian, wilayah tengah kawasan hampir tidak terpengaruh oleh aliran air laut.
4.3.
Aspek biologi
4.3.1.
Flora Suaka Margasatwa Muara Angke yang tergantung pada air laut atau air
payau merupakan bagian hutan bakau yang masih tersisa di pantai Utara Jakarta. Seiring dengan pesatnya kegiatan pembangunan dan perkembangan penduduk ekosistem di dalam kawasan tersebut juga mengalami perubahan. Di dalam kawasan dijumpai beberapa hasil aktivitas manusia yang mengganggu komunitas asli kawasan baik itu disengaja atau tidak disengaja dengan mengintroduksikan (memasukan) jenis-jenis tumbuhan yang bukan asli kawasan. Berdasarkan jenis tumbuhan dan tempat tumbuhnya di kawasan Suaka Margasatwa Muara Angke dapat dikelompokan menjadi 3 asosiasi (kategori) yaitu: (1) asosisasi vegetasi bakau (@izophra sp.) nipah
( W pfmdkans) -
-
pidada (3-utia
(Tern'& catuppa) waru hut ( ~ 6 i s c u s&ceus).
- api-api ~~~ sp.); (2) asosiasi caseolbris); (3) asosiasi ketapang Dari hasil analisis yang dilakukan
oleh Tim Rencana Pengelola SMMA (2000) menunjukkan bahwa di dalam kawasan terdapat 4 tipe tapak yang berbeda, yaitu tapak-1 yang didominasi oleh %$zophra ; tapak-2 yang didominasi oleh rumput dan semak belukar; tapak-3 yang didominasi oleh vegetasi peralihan rumput, semak dan belukar dengan tapak tanah kering; dan tapak-4 tanah kering. Peta sebaran jenis vegetasi Suaka Margasatwa Mrrara Angke disajikan Lampiran 2.
Di dalam kawasan juga ditemukan sebanyak 20 jenis vegetasi. Tapak-1 yang berada di sebelah barat kawasan dijumpai 6 jenis vegetasi, yaitu ; api-api (j+ukenia
marina), bakau ( ~ g p o r aa n r m t a ) , pidada (Somreratia cuseo&tis), nyamplung
(Calbpfykm inspfykm), gelagah (Saccamm spontamm), dan waru laut (3li6ism.s iilhcew). Pada tapak-2 di dominasi oleh rumput dan semak belukar yang berada di
dalam kawasan. Jenis vegetasi yang tercatat mendominasi adalah perumpung @ndbpqgonnardus) dan eceng gondok (Eichia crisip). Tapak-3 pada umumnya masih didominasi oleh vegetasi peralihan rumput, semak dan belukar. Pada tapak ini dijumpai tumbuhan yang memiliki tinggi > 3 meter nipah dan pidada , sedangkan yang tinginya 5 3 meter antara lain; piyai @crustichum aumm),
gelagah (Saccarum spontamm), kiapung, prumpung
@ndrqpqpn nardus), eceng gondok (Eichomia crasi@es), warn laut (3li6ism.s i-il&zceus), rumput wangi (Imperata cylindrica),dan dodot.
Pada tapak-4 berada di sebelah timur kawasan berbatasan dengan Sungai Angke. Terjadinya daratan ini diduga karena adanya sedimentasi Sungai Angke dan penumpukan tanah yang berasal dari pengerukan dan pembutan kanal-kanal di dalam kawasan. Beberapa vegetasi daratan yang dijumpai, antara lain: ketapang
(Ted&
catappa), akasia @cacia au'cuhfMMiS),
cemara laut (~asuurina
~.iset$oaia), beringin (~'iscussp.), waru laut (Ni6iscus tifkms),pohon cere ( ( t 4 ' h m m h ~ m )kelapa ) , (Cocos d e r a ) ) , dan rotan (~al;zmussp.) (Laporan
Manajemen Plan SMMA, 2000).
4.3.2. Fauna Jenis mamalia yang masih dijumpai di kawasan Suaka Margasatwa Muara Angke adalah kera ekor panjang (Wmcafasciculbh). Mamalia kera ekor panjang memiliki sifat hidup berkelompok dan nampak tidak terganggu dengan kehadiran
manusia di dekatnya. Berdasarkan penuturan penduduk di sekitar kawasan, di dalam kawasan dahulu pemah diiemukan lutung (?"rac+thclls
dtqpus) dan
kucing akar (Feksp.). Saat ini kedua fauna tersebut tidak lagi dapat dijumpai di dalam kawasan. Dari hasil pengamatan Tim Penyusun Rencana Pengelolaan (2000) tercatat 74 jenis burung yang termasuk ke dalam 26 famili. Dan jenis yang teridentifikasi
tersebut, terdapat 17 jenis b u ~ n dilindungi, g 10 jenis burung migrasi, dan 50 jenis burung menetap. Berdasarkan kelimpahan, burung-burung di kawasan digolongkan menjadi dua kelompok utama, yaitu kelompok burung air dan kelompok bukan burung air. Kelompok burung air didominasi oleh jenis pecuk (Phalascrocorax sp.), pecuk ular (Anhinga melanogaster), cangak (Ardea spp.), blekok (Ardeola speciosa), dan kareo (Amaurornis phoenicrmrs). Kelompok bukan burung air didominasi oleh prenjak jawa (Prinia familiaris), kipasan (Rhipidura. javanica), dan cipoh kacat (Aegithina tiphia). Burung-burungtersebut memanfaatkan kawasan sebagai tempat untuk mencari makan, tidur dan istirahat, serta berkembang biak. Tidak jarang burung-burung dari pulau-pulau terdekat, seperti Pulau Bokor dan Pulau Rambut melakukan migrasi ke kawasan.
4.3.3. Fauna air
Pengamatan fauna air dilakukan pada 4 stasiun pengamatan yang dianggap mewakili lokasi di kawasan Suaka Margasatwa Muara Angke berdekatan dengan lokasi pengamatan kualiis air, sehingga bisa dilihat keterkaitan antara fauna air dengan kondisi kualitas air. Fauna air yang diamati adalah plankton, benthos, dan nekton (ikan). Peta sebaran fauna air disajikan pada Lampiran 3.
Plankton msrupakan organisma pMuser yang penting bagi kahidypan perairan. Plankton yang diemukan di kawasan SMMA tidak terlalu beragam yang dapat dilihat tingkisrt keanekiaragamn dan popuhsinya dad rendahnya sampai Wmg (Tim R e m n a Pmgelokran SMMA, 2000). Dan hasP pengamtan t m a M
ditsmukan 5 kdas, yaitu kelas Myxaphyesae, Euglenophyceae, Chlorophyeeae, Baciltariophyceere, dan D y n o p h y ~ e yang terdiri dari 22 jenis pack empat stasiun yang berWa (Tabet 4-3). Keragaman plankton ditunjukan oleh lndek Keragaman (H') yang rendah sampai sedang, serta dominasi dari satu atau dua jenis yang ditujukkan oleh nilai lndek Dominansi (D) yang sedang sampai besar. Rendahnya keanekaragaman dan kelimpahan plankton ini diduga disebabkan oleh kualitas perairan yang kurang mendukung yang bisa dilihat dari rendahnya nilai oksigen terlarut dan rendahnya kecerahan perairan, Penutupan perrnukaan perairan oleh tumbuhan bawah, seperti eceng gondok dan sejenis kangkung juga sebagai faktor penyebab rendahnya keenekaragaman planktan di kawasan Suaka Margasatwa Muara Angke.
Jenis plankton yang dominan dari keiompok BaciUsriophyceae (diatom)
t&ma
jenis Mitzsehia sp. yang d i u k a n di semua stasiun pengamatan.
Sebagaimana makanan, plankton dibutuhkan bagi ikan maupun biota lainnya yang memakan ikan. Ketersedian plankton yang kurang menyebabkan berkurang juga baik jenis dan kelimpahan ikan. Keberadaan ikan dan biota herbivora terkait erat dengan keberadaan plankton untuk mendukung kehidupan biota tersebut. Selain itu hasil penelitian Gunantara (2001) juga menunjukkan bahwa di kawasan ini masih ditemukan plankton larva cukup tinggi. Kondisi seperti ini memperfihatkan bahwa sebenamya kawasan tersebut masih potensial untuk dikembangkan sebagai kawasan tempat asuhan (nufsery gmund) biota air.
Tabel 4-3. Jenis dan kelimpahan plankton di SMMA
Bentos yang menrpakan hewan dasar tidak banyak diimukan di kawasan Suaka Margasatwa Muara Angke. Di dalam kawasan hanya diiemukan 3 Was makrozoobenthos, yaitu klas Gastropods, Oligochaeta, dan Polychaeta, yang terdiri dari 9 jenis pada empat stasiun (Tabel 44). Kelimpahan dan keanekaragaman
benthos termasuk dalam kategori rendah.
Rendahnya keragaman ini diduga
disebabkan oleh dasar perairan tidak menunjang kehidupan organisme benthik (substrat sudah banyak tercemar). Rendahnya benthos yang diemukan juga disebabkan sedimen dasar perairan terlalu halus, sehingga tidak dapat diambil pada saat penelitian.
Tabel 44. Hasil analisis benthos di Suaka Margasatwa Muara Angke
lndeks keragaman kurang dari 1 untuk Stasiun 2 dan Stasiun 3 tersebut menunjukkan bahwa perairan dengan pencemaran yang tinggi. Suhu di bawah diduga terlalu dingin, penetrasi cahaya tidak sampai ke dasar perairan, kandungan oksigen terlawt yang sangat rendah, dan telah tercemamya perairan dengan berbagai k h a n pencemar, terutama logam berat. Akan tetapi, di kawasan bagian Selatan (Stasiun 1) dan bagian barat (Stasiun 4), banyak ditemukan jenis Pomuceu sp. (keong mas) dengan kelimpahan yang cukup tinggi.
Data ikan diperaleh dari hasil penangkapan dengan menggunakan alat tangkap, &klrafishing, pancing dan janingljala. Jenis ikan yang tertangkap di setiap
stasiun pertgamatan berlainan. lkan yang tertangkap terdiri dari 14 jenis yang W k a n pada Tabel 46. S&n
ikan yang tertangkap selama ~
~
i menurut a n
pengataman pengunjung yang memancing di kawasan, sering dijumpai ikan sere, *
i h n payus, ikm butambutan, dan bamkng. Pada urnurnnya pengunjung sangat tertarik dengan ikan-ikan tersebut untuk dipancing, walaupun ukurannya retatif kecil.
Di dalam kawasan tidak dibenarkan adanya kegiatan pemancingan mengingat kawasan sebagai suaka margasatwa.
Tabel 44. Jenis-jenis ikan di kawasan SMMA Tahun 2001
Suaka MerrgasaWi Muara Angke masih potensiat didiami jenis-jmis fauna
air tainnya seperti reptit, kepiting dan lainnya karena merupakan kawasan yang berupa rawa. Kawasan Muara Angke mern~iiki tipe sedimen lumpur yang halus dan
sangat lembek yang sangat cocok sebagai habitat kepiting dari jenis .Sesamia sp. Jenis udang juga masih &temukan di kawasan ini yaitu dari jenis 54fetfkpnam sp. (udang apbapi). Menurut penuturan pengunjung dan penduduk di sekitar kawasan, di dalam kawasan Muara Angke masih ditemukan jenis-jenis ular air, ular bakau, biawak, dan kura-kura.
4.4.
Aspek soslal budaya Seprti umumnya kawasan hutan yang memiliki cerh-cerita kuno yang
diiriskan turun-temurun namun masih dipercaya oleh masyarakat setempat, Suaka Margasatwa Muara Angke memiliki legenda yang masjh dipercayai oleh masyarakat sekitar sampai sekarang. Masyarakat beranggapan, kawasan hutan yang masih tersisa di antara pemukiman mewah tersebut merupakan tempat keramat. Masyarakat percaya kawasan hutan Muara Angke ada yang "menjagam sehingga sampai sekarang hutan tersebut tiiak pemah diganggu oleh manusia. Masyarakat secara turun temurun mempercayai cerita bahwa beberapa puluh tahun yang lalu hidup seorang warga yang memiliki ilimr 6uaya Diibut ilmu buaya karena setelah meninggal, orang tersebut menjelma menjadi seekor buaya dan hidup di kawasan hutan Angke.
Masyarakat juga percaya, buaya jelmaan
tersebut melindungi kawasan hutan Angke dari penjarahan manusia. Uniknya lagi, bahwa kawasan tersebut dikelilingi oleh pembangunan yang sangat pesat. Mungkin karena itulah hutan Angke luput dari pembangunan kota. Lama kelamaan, penduduk sekitar sering mengadakan kontak dengan buaya jelmaan tersebut. Penduduk sering meminta bantuannya untuk mecari perahu yang hilang atau meminta tolong untuk memberitahu posisi bib ada orang tenggelam.
Untuk mewujudkan maksud tersebut, biasanya dilakukan acara ritual dengan mengirimkan sesaji yang bempa panggang ayam yang diletakkan di perahu ke hutan. Selanjutnya orang yang mempunyai hajat tersebut membakar kemenyan sambil memanggil-manggil sang buaya. Biasanya, sang buaya akan memberikan jawaban bempa bisikan. Acara ritual seperti itu biasanya digelar penduduk Muara Angke pada malam Jum'at. Tidak semua orang berani memasuki kawasan hutan Muara Angke sembarangan, karena bisa-bisa mereka akan kerasukan (kesambet).
Seperti
pengalaman pribadi seorang warga yang lahir dan besar di kawasan tenebut, yang bennaksud membuka jalur di tengah kawasan. Tepat malam hari menjelang dia haws membuka jalur, dalam tiumya dia berrnimpi ditemui seseorang berpakaian putih dan berjenggot putih. Orang tersebut memintanya untuk mengirim doa di pohon yang buntung di tengah hutan Angke sebelum membuka jalur. Keesokan harinya, dia menceritakan perihal mimpinya itu kepada para tetua masyarakat. Hasil pe~ndinganmemutuskan bahwa sang pembuka jalur sebaiknya memenuhi keinginan orang tua dalam mimpinya itu. Akhirnya, sang pembuka jalur membaca
doa di tempat yang telah diientukan dengan ditemani oleh seorang kerabatnya. Kemudiin baruiah dim melaksanakan niatnya untuk membuka jalur. Menurut sang pembuka jalur, orang asing yang memasuki kawasan sebaiknya mampu menahan din. Orang asing yang masuk kawasan haws bisa mengendalikan dirinya untuk tidak sombong dan tidak berteriak-teriak selama berada di dalam kawasan hutan, karena masyarakat beranggapan 'penjaga hutan' merasa tidak senang dan terganggu bila ada yang mengusik ketenangannya. Jika orang asing yang datang ke dalam kawasan besikap seperti di atas, maka orang asing tersebut akan kerasukan (kesambet) atau pingsan.
Selain legenda tersebut di atas masyarakat Muara Angke juga memiliki budaya b e ~ p upacara a adat 'Nadran". Upacara Nadran dilakukan oleh masyarakat setiap tahun untuk tujuan mewujudkan rasa syukur mereka kepada Sang Pencipta. Upacara Nadran dilakukan pada Bulan Maulud antara tanggal 12 hingga 17. Biasanya pada malam hari digelar pertunjukan wayang semalam suntuk. Hal paling penting dari upacara tersebut adalah acara memandikan perahu dengan bungabunga. Tujuan upacara ini adalah agar masyarakat mudah mendapatkan ikan dan ikannya cepat laku dijual.
4.15.
Aspek Pengunjung
4.S.1.
Komposisi pengunjung Pengunjung datang di suatu kawasan dientukan oleh motivasi dan keinginan
masing-masing.
Jawaban terhadap alasan para pengunjung datang ke suatu
kawasan merupakan inforrnasi penting dalam perencanaan pengembangan suatu kawasan. Pada hakikatnya, aspek motivasi adalah aspek yang terdapat pada diri pribadi pengunjung. Untuk menimbulkan motivasi sangat tergantung pada diri pengunjung yang berkaitan dengan umur, pendidikan, pekerjaan, pengalaman dan juga emosi. Dalam rangka mengetahui motivasi, persepsi, dan aktivis pengunjung di Suaka Margasatwa Muara Angke maka dilakukan penyebaran kuisioner pada bulan Juni
- Agustus 2001.
Kuisioner ditujukan kepada setiap pengunjung yang datang
pada hari SaMu dan Minggu. Berdasarkan penjelasan petugas jaga kawasan, kawasan ramai dikunjungi pada dua hari tersebut. Sehma penyebaran kuisioner diperoleh 38 orang responden yang dipilh dengan sengaja mengingat sedikitnya
orang yang datang ke kawasan. Untuk lebih jelas mengenai komposisi pengunjung dapat dilihat pada Tabel 46.
Tabel 44. Komposisi pengunjung berdasarkan kelompok umur, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, dan asal Komp8isi
Kelompdc wmtr I (11-19 tahun)
Kelompok umur II
Kekmpokumw 132%
Jeniskelmin
Pelrajaan
Pen&lkm
Awl
23,7%
(20-29 tahun) Kelompdc umur Ill (30.50 tahun)
52,6%
Dari tabel di atas menunjukkan bahwa pengunjung Suaka Margasatwa Muara Angke berdasarkan kelompok umur sebagian besar (52,6%) terrnasuk dalam
- 50 tahun), selanjutnya 23% responden terrnasllk ke dalam kelompok umur 11 (20 - 29 tahun), 13% responden tergolong kelompok umur I (1 -
kelompok umur 111 (30
19 tahun), dan responden yang berusia di atas 50 tahun hanya seb~ssar10,5%. Dengan demikian terlihat bahwa pengunjung yang datang menginginkan suasana yang tenang dan alami. Hal ini bertolak belakang dengan keinginan para remaja yang cenderung memilih tempat rekreasi yang memiliki sarana yang longkap atau tempat yang penuh tantangan sekaligus. Berdasarkan jenis kelamin, ternyata kawasan Suaka Margasatwa Muara Angke lebih banyak dikunjungi oleh kaum pria dengan persentase setmar 84,2% selama pengamatan, sehingga kaum wanita hanya sebesar 15,8%. Penentase pengunjung ini tidak termasuk yang tercatat dalam buku pengunjung ka~wasanyang tersedia di pos jaga. Tidak hanya selama penelitian pengunjung laki-laki lebih lebih banyak dan pengunjung wanita, ha1 ini dapat dilihat dari hasil pencatatan pengunjung oleh petugas pada periode 2000
- 2001 (Lampiran 4).
Sedikitnya
kaum wanita yang datang ke kawasan diduga karena kawasan tersebut kurang indah dan tidak menarik. Pengunjung wanita yang datang pada umurrlnya mereka yang memiliki tujuan-tujuan khusus seperti penelitian. Akhir-akhir ini kawasan Suaka Margasatwa Muara Angke diku'njungi orang dalam rangka pendidikan atau penelitian. Tingkat pendidikan pengunjung kebanyakan setingkat sarjana atau perguruan tinggi sebesar 65,8% dan sangat jarang anak-anak usia sekolah SMP dan SMU. Rendahnya kunjungan anak-anak ini dimungkinkan karena kawasan tersebut merupakan kawasan konservasi yang tidak dilengkapi dengan sarana-sarana rekreasi.
Dan hasil kuisioner terlihat bahwa
pengunjung tidak hanya berasal dari daerah sekitar kawasan atau DKI Jakarta, akan tetapi juga dari luar Jakarta, yaitu Bogor dan Bekasi.
Pada umumnya, pengunjung baru pertama kali datang ke kawasan, akan tetapi juga ada yang lebih dari tiga kali atau sering datang ke kawasan. Pengunjung yang datang untuk tujuan peneltian atau pendidikan sangat sedikit yang berkunjung benama keluarga atau sendiri. Mereka lebih banyak datang bersama teman. Para pengunjung yang datang ke kawasan secara sukarela pada urnurnnya bertujuan untuk rekreasi dan melepas kejenuhan selama satu pekan dari kesibukan sehari-hari dengan rnernilih kawasan yang relatiif dekat dan rnudah dijangkau. Sebagai suatu kawasan konservasi, Suaka Margasatwa Muara Angke juga sering dijadikan lokasi dan obyek peneliian atau keperluan pendidikan.
Tujuan
pengunjung datang ke kawasan disajikan dalam Tabel 4-7. Hal ini jugs didukung oleh hasil pencatatan yang diperoleh dari Balai Konse~asiSumberda)ra Alam DKI Jakarta yang menghimpun tujuan pengunjung datang ke kawasan yanpi ditampilkan dalam Tabel 4-8. Dalarn ha1 memenuhi kebutuhan pendidikan dan pleneliian ini, dianggap perlu melengkapi kawasan dengan sarana dan fasilias interpretasi. Fasilitas interpretasi ini juga dirnaksudkan untuk memikat pengunjung terhadap potensi kawasan mengingat tidak semua pengunjung tahu dan mampu menafsirkan potensi sumberdaya alam yang mereka lihat dalam kawasan. Untuk selanjutnya dengan sarana interpretasi diharapkan mampu menggugah dan nienimbulkan keinginkan untuk ikut menjaga dan melestarikan kawasan.
Tabel 4-7. Tujuan pengunjung datang ke SM Muara Angke berdariarkan hasil kuisioner
Tabel 4-8. Tujuan pengunjung datang ke SM Muara Angke berdasarkan hasil pencatatan Balai Konservasi Surnberdaya Alarn DKI Jakarta 2000 Jumlah orang Keterangan Obsenrasi Rekreasi 23 Juli 55 Agustus 60 September 28 Okbber 423 423 November Sumber :Laporan Tahunan (Akuntabilitas)BKSDA DKI Jakarta Tahun Dinas 2000 Buhn
4.6.2. Penilaian pengunjung terhadap kawasan
Penilaian pengunjung suatu kawasan rnerupakan salah satu penentu kunjungan seseorang ke kawasan tersebut. Meskipun kawasan tersebut tidak terlalu luas, narnun bila obyek-obyek yang ada disampaikan secara rnenarik maka pengunjung juga akan tertank untuk datang, teriebih lagi bila dilenglcapi dengan sarana-sarana yang mernbuat pengunjung rnerasa nyarnan. Setelah dilakukan survei kepada pada pengunjung selama peneliian, terbukti bahwa pada urnumnya pengunjung sudah mengetahui bahm kawasan yang mereka kunjungi berstatus suaka rnargasatwa (65,8%).
Di,samping itu
pengunjung masih menganggap kawasan Suaka Margasatwa Muara Ar~gkesebagai
hutan lindung (158%) dan 5,3% pengunjung menganggap kawasan sebagai cagar alam, sedangkan 10,5% memandang kawasan sebagai tempat rekreasi, bahkan ada yang menjadikan kawasan tersebut sebagai tempat yang cocok untuk latihan pencak silat. Status kawasan dapat diketahui pengunjung dari papan n'amadi pintu masuk kawasan. Hasil kuisioner mengenai penilaian pengunjung tersebut secara lengkap dapat dilihat pada label 4-9 dan Tabel 4-10. Sebesar 52,6% pengunjung memandang kawasan sebagai modifikasi antara kawasan yang masih alami dengan kawasan yang sudah ada canipur tangan manusia, 34,2% pengunjung menganggap kawasan tersebut benar-bentar alami, dan hanya 7.9% sebagai kawasan hasil rekayasa manusia (buatan).
Pengunjung
berasumsi demikian diduga karena mereka melihat areal pembibitan bakau di beberapa lokasi yang mereka kunjungi. Tabel 4-9. Penilaiin pengunjung terhadap kawasan Penentore
65,8% 103% 5,396 15,8% 2,6% 2,6%
Tahu status kawasan
447% 15,8% 34,296 21,136
ahu infwmasi SMMA
342% 7,946
SMMA sebagd kawasan
52,696 2,646
398%
1
Iw pengunjungsaai 6 h a s a n
I
1
2,6%
~ u i n nyaman g Kotor Tidak terurus Perlu rehabilii
65 Tabel 4-10. Ketertarikan pengunjung terhadap sumberdaya di kawasan
I
1
Pakan hswsn Kesenangan manusia Rekreasi Obyek penelhian Data dan infonnasi Asel ekavkata Chv& fnfn
Obyokyang menarik
I
Ba&n yagmenaik
1
I
I
I
I
I
I
Abcrnmenwik
1
Manfaatobyek
l) 6%
Dari berbagai jenis satwa yang hidup dan ditemui pengur~jungdalam kawasan, temyata kera ekor panjang dan burung banyak diminati. Para pengunjung sangat terpikat dengan cara gerak dan cara makan dari satwa-satwa tersebut,
disamping karena mereka baru pettama kali melihat. Tidak jarang pengunjung menganggap unik terhadap obyek-obyek yang disenangi. Sangat disayangkan apabila dari sekian banyak pengunjung yang datang hanya 18,4% yang tertarik dengan ikan-ikan yang masih banyak terclapat dalam kawasan. Pengunjung juga kurang tertarik dengan biota air lain, seperli keong dan kepiting.
Padahal, bila diamati dengan seksama, pengunjung aka11 terpesona
dengan tingkah laku dari biota air tersebut yang tidak kalah uniknya clengan kera ekor panjang atau burung. Kurangnya minat pengunjung terhadap obyek tersebut diduga karena kurangnya pengetahuan mereka akan informasi ter~tangobyek tersebut, apalagi keberadaan mereka di bagian bawah permukaan air atau di balik batang dan akar pohon bakau yang memangjarang mudah dilihat. Beberapa obyek di kawasan oleh 34,2 % pengunjung dinilai bermanfaat untuk kesenangan manusia, misalnya dapat digunakan sebagai obyek foto, atau hanya sekedar hobby. Sebanyak 21,1% pengunjung memberi penilaian bahwa obyek-obyek yang ada dapat digunakan sebagai pakan satwa lain, baik obyek tumbuhan seperti eceng gondok dan buah atau bunga pohon bakau maupun obyek hewan yang relatii berukuran kecil. Tidak sediki orang yang datang ke kawasan merasa kurang nyarnan, karena memang kondisi kawasan sampai saat ini tidak mencerminkan sus~tukawasan konservasi yang dipelihara dan dijaga rapi. Bahkan kesan kawasan yang sangat kotor diungkapkan oleh 44,7% pengunjung. Pengunjung melihat banyak sampah, terutama sampah plastik, kaleng bekas, karet, dan kertas, yang sangat rnengganggu dan rnencemari wajah kawasan. Sungguhpun demikian, sebagian orang yang berkunjung sebanyak 393% masih merasa senang berada dalam kawasan. Kesan menyenangkan ini diduga karena mereka bisa rekreasi sekaligus istirahat tidak jauh
dari Jakarta tanpa mengeluarkan banyak biiya atau mereka hanya bermaksud singgah dari perjalanan pulanglkerja. 4.5.3. Perilaku pengunjung saat dl kawasan
Orang datang ke kawasan adalah untuk menikmati suasarla kawasan tersebut, mencari pengalaman baru, atau hanya untuk kesenangan. 'Terlebih lagi bila kawasan tersebut baru pertama kali dikunjungi dan lebih nienimbulkan keingintahuan jika dilengkapi dengan rumor atau legenda tentang kawa:ran tenebut yang beredar di masyarakat. Hal ini akan mendorong seseorang ingin lebih banyak tahu tentang segala sesuatu yang ada dan tenimpan dalam suatu kauvasan. Hasil kuisioner yang disebarkan kepada pengunjung untuk mengetahui akrtivitas yang mereka lakukan selama berkunjung ke kawasan disajikan dalam Tabel 4-11. Dari tabel tersebut terlihat bahwa sebagian besar pengunjung yang datang, yaitu sebanyak 68,4% hanya berjalan-jalan menikmati kawasan meskipunjalur yang ada sangat terbatas. Sambil berjalan-jalan, pengunjung juga mengamslti tumbuhan dan hewan yang mereka jumpai. Kawasan Suaka Margasatwa Muara Angke juga bisa dinikmati dengan menyusuri Sungai Angke menggunakan perahu nelayan. Menurut pengakuan 34% responden, mereka hanya duduk dan beristirahat di kawasan untuk beiteduh dan melepaskan lelah sambil berbincang. Ada pula pengunjung yang sengaja datang ke kawasan dengan tujuan memandng (10,5%) atau pada saat peneliian diiemukan pelajar SMP yang sengaja rnencari ular (10,5%) untuk koleksi.
Tabel 4-11. Perilaku pengunjung selama berkunjung ke kawasan
I /
Perilaku pengunjung
Pondapat
Duduk dan istirahat Mengamati flora dan fauna
A M a s saat di kawasan
Bila bertemu monyet
H a bertemu b u ~ n g
I
I Jalan-jalan
-
Bila melihat Ran. keoitino, ". dan keona
D i u s i d e k a n masyarakat Can uiar Menmtret Kasih makan Mengusir Menangkap Meilhatl mengamati Membiarkan Memotret K& makan Menembak Menghaiau Menangkap Membiarkan Mengamati pendtu Menmtrel Memberi makan Memancing Menanakao ~en&r ' Mengamati perilakunya I Melihat saja I Menmttet
10,5% 393% 42,1% 23,7% 10,5% 52,6% 15,8%
15,8% 263% 15,8% 13.2%
1
~enmmtrcoret Membirkan Menjqa kelestarian ldentiasi Mengamati Memotret
Bila di dekat pepohonan
Membuang sampah
I I I Jika brteduh
Koleksi KonsumsiImakanan ikan I& Membuag Dibiirkan Mengamati Di temoat samoah Di sungai ' Di bawah pohon Di teDi ialan Di &at yang banyak sampahnya Di bawa Di Pos iaaa Di tepi i i g a i Di bawah pohon Di menam Di tempat yang nyaman
I
2,6% 53% 3t,6% 2,6%
MemeWr Bila melihat ecang gondok
5.3% 26,3%
10,5% 13.2% 15,8% 21.1% 57.9%
I 1
105% 28% 23.6%
11
Pada umumnya pengunjung tidak melakukan hal-ha1 yang merusak kawasan, meskipun ada yang menganggap burung-burung di kawasan bisa ditembak. Para pengunjung lebih banyak memotret obyek-obyek yang rnereka lihat, memberi makan monyet, burung-burung, dan ikan, disamping mengarnati perilaku dari satwa-satwa tersebut atau keunikan bungalbuah dari tumbuhan di kawasan. Mereka berpendapat bahwa tumbuhan dan satwa yang ada agar tetiap dibiarkan hidup normal, alami dan apa adanya. Sampah yang tersebar di kawasan dianggap menganggu kegiatan pengunjung. Sampah-sampah tidak dibuang pada tempatnya, karene kurangnya kesadaran pengunjung akan kebersihan dan terbatasnya tempat sr~mpahyang disediakan pihak pengelola.
Dengan demikian sebanyak 26,3% responden
membuang sampah pada tempat-tempat yang banyak sampahnya atau di bawah pohon (10,5%). 4.5.4. Penllaian pengunjung terhadap sarana dan f a s i l i i interprelrasi
Sampai saat ini fasilis yang ada di kawasan masih sangat terbatas. Kalaupun ada, kondisinya sudah tidak layak lagi. Sebenamya pengurljung sangat peduli dan membutuhkan sarana serta fasilis interpretasi pada kawaeian. Mereka tidak ingin sekedar datang ke kawasan, akan tetapi berharap dapat memperoleh pengalaman baru atau agar dapat memenuhi kebutuhan mereka. Ur~tukmaksud tersebut perlu dikembangkan fasilias-fasilitas interpretasi yang rnemudahkan pengunjung dalam memahami dan menikmati kawasan. Hasil kuisioner untuk mengetahui penilaian serta harapan pengunjung terhadap sarana dan fasilias ditampilkan pada Tabel 4-12. Berdasarkan masukan dari para pengunjung yang menjadi responden selama peneliian, lebih dari separuh
responden, yaitu sebesar 57,8% menganggap perlu jalan setapak. Ja~lansetapak yang merupakan salah satu bentuk jalur ini dimaksudkan untuk memudahkan pengunjung menikmati obyek yang ada dari dekat. Pengunjung menginginkan jalan setapak tersebut terbuat dari kayu atau bambu agar lebih menonjolkan lresan alami. Lebih jauh mereka juga menginginkan jalur dilengkapi dengan pos-pos pemberhentian (shelter).
Tabel 4-12. Penilaiin dan harapan pengunjung terhadap sarana dan fasiiliis Hanpan pengunjung
I
Prarwana &Sarana
I Pusatinfomasi
/
Kebutuhan pengunjung
Sarana yaw perlu ads di PUM~ informasi
I
I Papan ptunjukyang diinginkan
Jalan setapak yang diinginkan
Buku petunjuk lapang d'pedukan
Buku panduan yang dlharapkan
I Pemandu lapangan dibutuhkan
Papan penunjuk arah Papan nama 1lokasi PaDan nama b r a dan fauna ~aianmtapak Pemandu Buku petunjuk iapangan Tempat mancing Ditambah hewan Konsep Peta kawasan Gambar obyek+byek yang ada lnformasitentang mjarah kawasan tentangfasilk lnfonnasi tentang peraturan kuniungan . . lnformasitentang kegiatan Slide Permanen terbuat dad kayu 1 papan lndah dengan dengan warnada tuliin yang menarik Jelas dan dilempalkan yang strategis Tehuat dati papan Ikayu Ibambu Terbuat dari beton Dkngkapi dengan penyangga bpi Dilengkapi dengan shelter Lurus dan naik turun Berkeiokkehk Aman Bersih dami Ya Tdak lnformasi singkat d m jelas B e d gambar dan peta lokasi Dkajikandengan wama dan bentuk yang menark Tldak tellalu besar Mar mudah dibawa) ~urnscoma Ya Tdsb
1
I
Pwsentase 57.9%
2,6%
I
553% 52,6% 26,3% 23.6% 23,6% 28,9% 2,6% 23,6% 21,1% 68.4% 47.4%
2,6% 52,6% A 7 APL
Lanjutan Tabel 4-12 Prasarana & k n a
Harapan pengunjung
I
Menguasai seluk beluk kawmn Ramah dan banyakoeiita tentang kawasan Pemandu yang diharapln Hanya mendampingi berkellling kawasan ~eb&aipengamai Toilet Mushola Menara Tempatduduk Tempat jajan Ikantin Saran penunjang yang diharapkan Tempat sampah Tempat memandng Tempat parkir Perpustakaan ~ u & tinfonasi Di tata rapi Dibiaikan alami Harapan terhadap kawaMn supaya Dihias dengan bunga-bunga nyaman dan menyenangkan Ditambah sarana istirahat Penataan tambatan cerahu Pembsrsihan samapah I Dibiaikan alami Dikelola secara semi intensif Dikelolan secara intensif Harapan terhadap pengddaan Ada kmrdinasi emua fihak Ada mhab'tasi mangmve
I 1
Pon~ontrso 42.1%
I
26,356
I
68.4%
15.8%
23,6%
I
I
I
Disamping jalan setapak, pusat informasi sangat dibutuhkarr oleh para pengunjung. Mereka ingin pada saat memasuki kawasan telah rnemiliki informasi yang cukup tentang biota air dan manfaatnya. Para pengunjung sangat mernbutuhkan peta, yang terlihat dari pernyataan 55.3% responden.
Jadi,
diharapkan pusat inforrnasi yang akan dikembangkan nantinya dilengllcapi dengan peta, gambar dan informasi tentang potensi biota air yang ada, inforrnasi tentang kegiatan yang boleh dilakukan terhadap biota air, inforrnasi tentang sejarah terbentuknya kawasan, dan petunjuk tentang fasiritas yang ada. Untuk memudahkan pengunjung menyaksikan biota air, seblesar 68,4% responden memerlukan buku penuntun lapangan. Buku panduan yang diharapkan adalah sejenis buku saku yang tidak terlalu besar agar mudah dibawa, berisi
berbagai informasi tentang biota air secara singkat tapi jelas, dan lebih menarik bila dilengkapi dengan gambar dan peta lokasi. Keberadaan pemandu dianggap perlu oleh 51.6% pengunjung.
Para
pengunjung menginginkan didampingi pemandu yang tahu betul tentang biota air dan kawasan, ramah dan banyak cerita tentang biota air.
Bebebrapa orang
pengunjung akan merasa aman dan terjaga saat berkeliling di krmasan bila didampingi oleh pemandu. Toilet adalah sarana yang banyak dibutuhkan dan disaranka~?oleh para pengunjung, karena pada saat ini kawasan tidak dilengkapi dengan tc~ilet. Hal ini terbultti dari hasil kuisioner yang menunjukkan 68,4% responden lnemandang sangat perlu penambahan sarana toilet dan sebagian juga rr~enyarankan pembangunan mushola (68,4%). Selain itu, masih banyak yang pe~ludiadakan dalam menunjang perencanaan interpretasi antara lain tempat duduk, tempat sampah, dan bila tidak mengganggu ada baiknya dilengkapi dengan kantin dan tempat parkir. Terjaganya kelestarian suatu kawasan tidak terlepas dari rlpaya-upaya pengelolaan. Para pengunjung menyarankan pengelolaan kawasan Suaka Margasatwa Muara Angke agar dibiarkan alami namun tetap terpelihara dengan perlakuan semi intensif, yaitu dengan menambah sarana dan fr3silitas atau melakukan perbaikan serta perubahan jika diperlukan, akan tetapi tidak mengganggu ekosistem aslinya. mengarah pada pelestarian kawasan.
Bahkan diharapkan pengelolainn tersebut
4.6.
Pengelolaan Suaka Margasatwa Muara Angke
Secara teknis pengelolaan Suaka Margasatwa Muara Angke berada di wilayah kerja Balai Konservasi Sumberdaya Alam Kantor Wilayah Ilepartemen Kehutanan dan Perkebunan DKI Jakarta. Dalam menjalankan kegiatan pengelolaan, kawasan langsung berada di wilayah koordinasi Kepala Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) yang membawahi seksi Konservasi. Di bawah seksi Konservasi terdapat subseksi Wilayah Jakarta Timur yang langsung melaksanakan pengelolaan dan pengawasan terhadap kawasan yang dibantu oleh staf administrasi, jagawana, dan tenaga fungsional penyuluh lapangan. Untuk melaksanakan operasional sehari-hari, BKSDA sudah menempatk,an seorang petugas lapangan yang berkedudukan di kawasan dengan kewajiban mengawasi dan menjaga kawasan. Jadi berdasarkan penjelasan petugas BKSDA sampai saat ini memang belum ada struktur organisasi pengelola khusus yang menangani Suaka Margasatwa Muara Angke, sehingga pengelolaannya dilakukan semra bersama dengan pengelolaan kawasan lain yang berada dalam pengawasannya. Untuk lebih jelasnya, pada Gambar 4-1 memperlihatkan struktur organisasi pengelola kawasan Suaka Margasatwa Muara Angke yang berada di BKSDA. Kawasan Muara Angke pada prinsipnya dapat dikunjungi oleh siapa saja, tetapi hams mendapatkan izin dari BKSDA. Berdasarkan izin tersebut, pengunjung akan didampingi oleh petugas lapangan dari BKSDA yang sekaligus berfungsi sebagai pemandu. Bila diiinjau dari segi perencanaan dan pengorganisasian nienunjukkan belum adanya pengaturan pemanfaatan kawasan yang jelas untuk para pengunjung. Oleh karena itu, antisipasi yang sejauh ini dilakukan adalah memb~sripetunjukpetunjuk teknis kepada para pengunjung.
IL SUB SEKSl WllAYAH TIMUR
o Kodya Jakarta Utara o Jakarta Tunur o Kabupaten Bekasi
SUB BAGIAN TATA USAHA
WllAYAH BARAT
o Jakarta Barat
I
KELOMPOK fWABATFUNGSlONAL
Gambar 4-1. Struktur organisasi pengelola kawasan
Upaya-upaya memperkenalkan kawasan kepada masyarakat luas, BKSDA telah mengeluarkan buku petunjuk (booklet), juga melalui media minssa televisi dengan penanyangan program-program penanaman bakau dalarn kawasan, Disamping l u BKSDA juga telah menyusun program pembentukan kadc!r konservasi melalui pelatihan-pelatihan. Pelatihan ini terutama diiujukan kepada pelajar SMU dan pecinta alam. Hasil pembentukan kader konservasi tersebut tert~entukforum komunikasi konservasi kawasan Indonesia.
Akan tetapi menurut penjelasan
petugas BKSDA, balai tersebut menganggap belum perlu mengadakan sarana sarana penyelamatan pengunjung dengan alasan pengunjung masih te14alusediki.
Data dan informasi tentang biota air sangat terbatas, untuk itu BKSDA cukup terbuka menerima masukan dari berbagai pihak guna memperkay.a data dan informasitentang biota air. Berdasarkan pemantauan Balai, mereka menemukan kegiatan-kegiatan yang menganggu kawasan, di antaranya adalah penambatan perahu (jurnlah perahu semakin hari semakin bertambah sehingga menutupi badan sungai, bs~hkansudah merambah masuk ke kawasan), pembukaan tambak-tambak tanpa izin dalam kawasan, tumbuhan pengganggu (gulma), dan tidak terkendalinya sampah. Melihat kondisi yang demikian BKSDA tidak tinggal diam.
Upaya-upaya yang telah
dilakukan antara lain gerakan bersih sampah, penanaman bakau, dan pembuangan gulma (eceng gondok). Gerakan ini secara serentak dilakukan oleh pecinta alam, Pramuka Saka Wana Bhakti, dan staf Subbalai. Sejalan dengan ha1 itu, BKSDA juga sudah melakukan koordinasi dengan Dinas Kehutanan dan Walikota Jakarta Utara untuk bersama-sama mengatasi dan menanggulangi kerusakan sumberdaya alam di kawasan. Namun peraturan tentang hal-ha1 yang mengganggu kawasan masih belum ada. Program dan kegiatan BKSDA dapat berjalan dengan menda,pat kucuran dana dari pusat, pihak Mandara Perrnai, Pemerintah Daerah, dan Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedal). Dana-dana tersebut dialokasikan untuk pembangunan sarana, pemeliharaan kawasan, dan inventarisasi perencanaan selanjutnya, serta pemantauan terhadap kawasan. Pengawasan terhadap pengaturan dana tersebut belum ada, karena dana yang diierima disatukan dengan seluruh kegiatan yang akan dilaksanakan BKSDA. Untuk mengatesi masalah keuangan ini, BKSDA merencanakan program pengembangan kawasan menjadi program rekreasi terbatas. Pemasukan nantinya akan diambil dari izin masuk
kawasan.
Di lain pihak, BKSDA telah merencanakan penambahran fasiltas,
rnisalnya pos, shelter, dan laboratonurn untuk kegiatan penelitian. Selain BKSDA, beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) menaruh perhatian terhadap Suaka Margasatwa Muara Angke.
LSM-LSM tersebut telah
metakukan pemanfaatan dan pengelolaan, serta rehabilisi kawasart di bawah koordinasi BKSDA dan Pemerintah Daerah Jakarta Utara. LSM tenebut antara lain Yayasan Mangrove, Wetlands International Programme, dan Indonesia WTldlife Found (IWF).
Mereka juga sering bekerja sama dengan perguruan tinggi di
antaranya Universitas Trisakti, Universitas Nusa Bangsa Bogor, dan lnst'iut Pertanian Bogor.
4.7.
Keinginan masyarakat sekitar Suaka M a r g a s M Muara Angke terrnasuk salah salah salu kawasan muara
yang cukup besar dan ramai. Di sekitamya sudah dipadati pernukima~ipenduduk dan tingkat ekonomi rendah sampai masyarakat kelas atas. Masyarakat yang sudah bertahun-tahun tinggat di sekitar kawiasan Muara Angke tepatnya di bantaran Sungai Angke, sangat rnengerti dan peduli terhadap keberadaan kawasan. Kepedulian rnereka drunjukkan dengan ikut :serta dalarn program rehabilitasi (penanaman bakau) kawasan, tidak mengambil atau menebang kayu di kawasan, tidak menernbak burung dan menangkap ikan atau satwa lain di kawasan. Menurut pembicaraan dengan tokoh rnasyarakat setempat, tersirat bahwa masyarakat
tidak
keberatan
dengan
pengernbangan
kawasan,
seperti
pengembangan kawasan untuk pariwisata. Namun masyarakat tidak ingin pengembangan kawasan tersebut mengganggu bahkan merusak sumhsrdaya alam
Bila diinjau dari segi ekonomi, kawasan tersebut memang tidak dapat menghasilkan dan mendatangkan keuntungan langsung bagi masyarak~~t sekitar. Di lain pihak, masyarakat merasakan manfaat ekologis dari keberadaan dkawasan, di antaranya sebagai pelindung dari tiupan angin laut dan peneduti di sekitar pemukiman mereka.