BAB V. HASlL DAN PEMBAHASAN 5.1. Perkembangan Kepariwisataan 5.1.1. Kecenderungan Kepariwisataan
Kebijakan nasional menetapkan bahwa Provinsi Nusa Tenggara Barat merupakan salah satu Daerah Tujuan Wisata (DTW) di Indonesia, disamping Bali, Tanah Toraja, Komodo dan daerah tujuan wisata lain di lndonesia. Kebijakan ini merupakan satu peluang yang sangat besar dan harus dimanfaatkan bagi kepentingan pembangunan pariwisata daerah terutama dalam kaitannya dengan pengembangan ekonomi masyarakat serta upaya peningkatan penerimaan daerah (Bappeda Kab.Loteng, 799411995) Menurut Dinas Pariwisata Lombok Tengah (2000), pendapatan yang berasal dari sektor pariwisata memberi kontribusi yang cukup besar terhadap Pendapatan
Asli
Daerah
(PAD)
Kabupaten
Lombok
Tengah
dan
kecenderungannya meningkat setiap tahun. Secara lebih terperinci mengenai kondisi ini dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Kontribusi sektor pariwisata terhadap pendapatan asli daerah (PAD) di Kabupaten Lombok Tengah Tahun
Pendapatan asli daerah IRn\
37,36
-
Penerimaan sektor pariwisata 10.238.300 12.372.550 160.858.929 859.523.490 1.552.674.188
4,12 24,Ol
Sumber : Diparda Kab. Loteng, 2000 Pembangunan dan pengembangan sektor pariwisata ini menjadi semakin penting karena sektor ini telah menunjukkan peran nyata dalam memberikan kontribusi terhadap kehidupan ekonomi, sosial, budaya dan kesempatan kerja serta kesempatan berusaha di Kabupaten Lombok Tengah pada umumnya dan Kampung Sade pada khususnya. Untuk memacu pembangunan perekonomian
dengan suatu pertumbuhan yang berimbang, maka sektor pariwisata dapat diharapkan memegang peranan yang menentukan dan dapat ddadikan I
katalisator untuk pembangunan sektor-sektor lain'secara bertahap. Pengembangan kepariwisataan pada dasarnya merupakan upaya mengoptimalkan potensi-potensi wisata, untuk dapat memberikan peningkatan terhadap kesejahteraan penduduk kawasan Kampung Sade khususnya dan peningkatan pendapatan daerah pada umumnya. Pembangunan pariwisata diarahkan pada pengembangan dan pendayagunaan potensi pariwisata melalui penataan aset-aset wisata, pemeliharaan obyek wisata terutama benda dan khasanah bersejarah, peningkatan kegiatan promosi paket wisata, peningkatan mutu dan kelancaran pelayanan serta penyediaan sarana dan prasarana yang semakin baik (Bappeda Kab.Loteng, 1995). Sesuai dengan GBHN tahun 1998 dan pola dasar pembangunan daerah Kabupaten Lombok Tengah (Diparda Kab.Loteng, 2000), kepariwisataan diarahkan untuk mencapai sasaran pokok sebagai berikut: a. Meningkatkan pariwisata sebagai sektor andalan. b. Meningkatkan daya saing kepariwisataan daerah Kabupaten Lombok Tengah. c. Mengembangkan kepariwisataan nusantara. d. Meningkatkan sumber daya manusia. e. Meningkatkan peran serta masyarakat dan swasta. Pembinaan terhadap wisata, dititik beratkan untuk memperluas wawasan budaya, dan pembentukan sikap din pribadi menjad~tumbuh dan matang. Melalui perjalanan wisata sebagai bagian dari proses pendidikan dalam bentuk "travel to
learn". Meningkatkan motivasi berwisata ke arah kegiatan yang bersifat melatih ketrampilan, ketangkasan dan ketabahan jasmani disamping fungsi rekreasi dan rileksasi (Diparda Kab.Loteng, 2000).
Tabel 8. Realisasi kunjungan wisatawan ke Lombok Tengah menurut kelompoknya tahun 1996-2000 ahun
Wisatawan Wisatawan mancane~ara domestik
Jumlah fiiwa)
Proporsi thd
Kunjungan ke NTB
Surnber : Diparda Kab. Loteng,2000. Keterangan: - data tidak tersedia Pada Tabel 8 terlihat persentase kenaikan kunjungan wisata pada tahun 1998 tercatat 16,48 % (dari 454.589 orang pada tahun 1997 menjadi 529.488 orang pada tahun 1998). Kenaikan untuk Kabupaten Lombok Tengah pada periode yang sama mencapai 43,40 % (dari 13.581 orang menjadi 19.475 orang). Namun pada tahun 1999 terjadi penurunan jumlah wisatawan mancanegara sebesar 2,15 %. Hal ini disebabkan terjadinya kerusuhan yang bernuansa SARA pada tanggal 17 Januari 2000, sehingga sejumlah wisatawan dari mancanegara membatalkan jadwal kunjungan ke Pulau Lombok. Akan tetapi dengan mulai membaiknya situasi politik dan keamanan maka mulai terjadi peningkatan kembali jumlah wisatawan pada tahun 2000 sebesar 13,96 % Keberadaan fasilitas hotellakomodasi lainnya sampai tahun 1998 dapat dikatakan memadai. Daya tampung kamar dan tempat tidur yang berjumlah 279 buah dan 431 buah, baru terjual29,64 % dan 28,49 %. Sedikitnya jumlah kamar dan tempat tidur yang terjual diakibatkan penambahan jumlah kamar dan tempat tidur yang tidak diimbangi dengan penambahan jumlah tamu yang menginap. Sebagian besar wisatawan menginap di Mataram lbukota Provinsi Nusa Tenggara Barat yang jaraknya tidak terlalu jauh dari Kabupaten Lombok Tengah, yaitu hanya k 35 Km. Perkembangan persentase tingkat penghunian kamar dan tempat tidur hotel dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Perkembangan tingkat penghunian kamar dan tempat tidur hotel serta lama menginap tamu di Kabupaten Lombok Tengah Tahun
Tingkat oenohunian kamar .
1994 1995
53,16 43,45
199~
-
(%)
37 -. ,49 .-
Tingkat penghunian temoat tidur
Lama menginap tamu (hari) 0,83 0,78
("h)
55,48 39,67
..
n GR -,--
22 --, ~9
1997
35,25 29,40 1998 29,64 28,49 Sumber : BPS Kabupaten Lombok Tengah, 2000
I
2,79 3,14
Dan Tabel 9 dapat dilihat bahwa tingkat penghunian kamar maupun tempat tidur dan lamanya tamu menginap masih sangat rendah. Hal ini disebabkan oleh jarak Kabupaten Lombok Tengah yang tidak terlalu jauh dari Mataram serta pendukung seperti tempat belanja, fasilitas hiburan, faktor keamanan dan lainlain tidak memadai, sehingga membuat para wisatawan tidak betah tinggal dalam waktu lama (Diparda Kab. Loteng, 2000). Perlu dilakukan perencanaan fasilitas pendukung agar tamu dapat menginap lebih lama di Kabupaten Lombok Tengah, sehingga pendapatan daerah yang diharapkan dari sektor pariwisata dapat terwujud. Adanya wisatawan yang menginap lebih lama maka akan terjadi perkembangan sektor-sektor yang lain seperti: pertanian, industri kerajinan dan jasa hiburan. Jumlah wisatawan yang berkunjung ke Kabupaten Lombok Tengah cukup besar. Data pada Tabel 8 dan 9 dapat digunakan sebagai salah satu dasar perencanaan lanskap kawasan wisata budaya pada kawasan studi, sehingga diperoleh kawasan wisata budaya yang nyaman namun tetap menonjolkan keunikannya. Perencanaan kawasan wisata ini diharapkan dapat menyerap wisatawan lebih banyak dan lebih lama tinggal sehingga dapat membelanjakan uangnya lebih banyak. Kegiatan pariwisata diharapkan akan memberikan kon~tribusidalam pengembangan ekonomi daerah.
5.1.2. Obyek Wisata
Berdasarkan laporan peneliian Studi Pengembangan Potensi Daerah (Kerjasama antara Bappeda dengan Pusat Penelitian Perencanaan Regional (P3R) Universitas Matararn tahun 199912000), tercatat beberapa potensi obyek wisata seperti wisata pantai, wisata alarn, wisata budaydseni, wisata sejarah dan lain-lain. Peta penyebaran obyek wisata yang terdapat di Kabupaten Lombok Tengah disajikan pada Garnbar 7. dan Tabel 10.
@
Kota kecarnatan
Sumber : Bappeda Kab. Loteng, 1995
Gambar 7. Peta penyebaran kawasan wisata di Kabupaten Lombok Tengah.
Tabel 10. Jenis dan nama tempat kegiatan obyek wisata di Kabupaten Lombok Tengah
No 1
Jenis wisata IWisata Pantail Bahari
2
Wisata Alarn
3
Wisata Budaya
4
Wisata Seni
5
Wisata Sejarah
6
Wisata Seni Kerajinan
No
lokasi *) 11 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Obyek
I Pantai Kuta
Atraksi
1
Pantai Aan Pantai Seger Pantai Mawun Pantai Selong Belanak Pantai Rawok Pantai Mawi Aik Bukak Bukit Jabon GoaBangkang Goa Pengernbur Dusun Tradisional Sade Dusun Tradisional TansangAnsang Budaya Adat Bau Nyale Budaya Adat Nede Budaya Adat Perkawinan Peresean Rudat Oncer Gandrung Arnak Abir Makarn Nyatok Makam Seriwe Makarn Ketak Mesiid Kuno Rernbitan Kerajinan Gerabah Penujak Kerajinan Tenun Tradisional Sukarara Kerajinan Anyarnan RotanlKetak Beleke Kerajinan Tenun,Pujut, Ganti dl1 Keraiinan Barnbu Janapria Bendungan Batujai
31 Wisata lainnya ;umber: Dinas Pariwisata Kabupaten Lombok Tengah, 2000 Ceterangan : *) padd Gambar 7 7
Disini terlihat bahwa letak obyek wisata tersebar menurut jenis wisata yang dapat dilakukan. Wisata pantai terletak pada beberapa lokasi di sebelah Selatan. Sedangkan wisata alam selain obyek pantai terletak di bagian Utara. Adapun lokasi wisata budaya dan sejarah letaknya tersebar pada beberapa lokasi dibagian Selatan. Wisata seni dan kerajinan terletak di bagian Barat dan Timur.
Gambaran ini mengindikasikan bahwa potensi pengembangan wisata Lombok Tengah dapat dilakukan pada banyak tempat sehingga peluang-peluang ekonomi melalui sektor wisata dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat Lombok Tengah terlihat sangat potensial. 5.1.3. Kunjungan Wisatawan
Jurnlah wisatawan yang berkunjung ke Kampung Sade meningkat terus selama kurun waktu 3 tahun pertama, namun mengalami penurunan sejak tahun 1999 (Tabel.11). Terjadinya penurunan jumlah wisatawan merupakan darnpak adanya kerusuhan yang terjadi di Mataram pada tanggal 17 Januari 1999 yang bernuansa Sara. Dengan membaiknya situasi keamanan maka jumlah wisatawan mulai meningkat walaupun dalam jumlah yang sangat kecil. Diharapkan melalui penataan kembali Kampung Sade akan dapat meningkatkan jumlah wisatawan, yang dapat memberikan dampak positip pada pendapatan penduduk Kampung Sade khususnya dan pendapatan daerah pada umumnya. Tabel 11. Realisasi kunjungan wisatawan ke Kampung Sade tahun 1996-2000 mancanegara
Sumber: Sadar Wisata Kampung Sade, 2001. 5.2.
Aksesibilitas dan Fasilitas Transportasi Pariwisata di Nusa Tenggara Barat mempunyai prospek yang sangat baik.
Hal ini disamping NTB merupakan salah satu daerah tujuan wisata juga disebabkan letak provinsi NTB yang berada di tengah segitiga emas daerah wisata di Indonesia Timur, yaitu Pulau Bali disebelah Barat, Pulau Komodo dan Tanah Toraja di sebelah Timur.
Wisatawan rnancanegara rnaupun nusantara direncanakan rnasuk ke Pulau Lornbok rnelalui berbagai pintu masuk dan berbagai fasiliias angkutan (Garnbar 8) (Bappeda Kab. Loteng.1995). Sarnpai dengan saat ini hanya dua pintu rnasuk utarna, yaitu Pelabuhan Laut Lernbar dan Peiabuhan Udara Selaparang.
Samodra Hindia V
V
~
Sumber : Bappeda.1994 Legcnda :
@
0
13ztas Kabupaten
Pintu Masuk Wisatawan Rencana Pintu Masuk Wisata\r.an
-
Jalan Aspal
Obyek Wisata Utama
-+
Masuk Melalui Udara
w
Rencana Masuk ,Uelalui Udara
b
Masuk Melalui Laut
Gambar 8. Akses wisatawan ke Pulau Lombok.
Khusus untuk ke Kampung Sade, sarana transportasi yang digunakan oleh wisatawan adalah: kendaraan roda dua dan kendaraan roda empat. Sarana tranportasi umum yang digunakan yaitu angkutan kota dan angkutan pedesaan. Dan Mataram diperlukan waktu
* 1 jam untuk sampai di terminal Praya dengan
beaya Rp.2.500,- jika menggunakan kendaraan umum/angkutan kota, kemudian dilanjutkan dengan kendaraan angkutan pedesaan jalur Praya ke Kuta dengan beaya Rp. 2.000,- per orang, waktu tempuh k 1 jam. Fasillitas yang disediakan oleh agen perjalanan, umumnya di Lombok, untuk menuju Kampung Sade ada berbagai jenis kendaraan dengan dua macam paket wisata dengan lokasi kunjungan yang berbeda, akan tetapi tempat awal pemberangkatan sama yaitu lokasi wisata Senggigi. Hal ini disebabkan hampir semua wisatawan khususnya wisatawan mancanegara menginap di berbagai hotel yang ada di kawasan Senggigi. Paket wisata yang umum disediakan oleh para agen perjalanan yang terkait dengan Kampung Sade adalah: I.Fullday Tour Senggigi (wisata pantai) - Banyu Mulek (kerajinan gerabah khas Lombok) Pasar Kediri (pasar tradisional) - Sukarara (kerajinan tenun tradisional)
Kampung Sade (wisata budaya)
-
- Kute (wisata pantai) - Tanjung Aan
(wisata pantai). 2. Special Tour
Senggigi (wisata pantai) - Malimbu (wisata pantai) - Pusuk (wisata hutan alam dengan keranya) - Gunung Sari (pasar tradisional) - Jangkok (kerajinan ukir kayu) -- Banyu Mulek (kerajinan gerabah khas Lombok) Penujak (kerajinan gerabah khas Lombok) - Selong Blanak (wisata pantai) Mawun (wisata pantai) - Kute (wisata pantai) - Kampung Sade (wisata
budaya).
Selong Blanak o-------"
Mawun
Kula
Keterangan:
- Jalur Fullday Tour
- Jalur Special Tour - Jalur langsung ke Sade dari Mataram Garnbar 9. Jalur transportasi ke Karnpung Sade.
Jalur transportasi ke karnpung ini (Garnbar 9) cukup lancar didukung oleh fasilitas jalan yang baik. Kualitas jalan yang baik ini didukung oleh adanya kawasan-kawasan wisata yang bernilai tinggi (antara lain: Hotel Novotel, Pantai Kuta) yang terletak di Selatan Kampung Sade ini. Sehingga karnpung ini selalu dilewati kendaraan yang berlalu lalang dari dan ke Pantai Kuta.
Pandangan Penduduk terhadap Wisata
5.3.
Adanya wisatawan yang berkunjung ke Karnpung Sade rnerupakan kebanggaan dari penduduk seternpat. Hal ini terlihat dari banyaknya responden (n = 30) yang rnerasa bangga yakni 57,14 %, sedangkan yang merasakan adanya keuntungan sebesar 33,33 % dan yang merasa biasa saja hanya 9 3 3 %. Dari data tersebut dapat disirnpulkan bahwa penduduk Karnpung Sade rnernpunyai akseptabilitas yang tinggi terhadap wisatawan Persentase responden pada Tabel 12 mernperlihatkan profil dernografi dari responden penduduk Karnpung Sade. Secara urnurn mengenai tingkat pendidikan termasuk kategori rendah dengan jurnlah penduduk yang tidak berpendidikan formal cukup besar yaitu sebesar 76,66 %. Kegiatan usaha tani merupakan warisan nenek rnoyang rnereka yang diwariskan secara turun ternurun baik teknik bercocok tanarn rnaupun lahan sawah dan ladang yang rnereka kelola. Tabel 12. Karakteristik responden
/
No.
/
Peubah
1
Kategori
Jumlah
Tabel 12 juga memperlihatkan bahwa hampir semua respoden (9333 %) mempunyai mata pencaharian utama sebagai petani yang berpenghasilan relatif rendah. Dependency ratio dari rumah tangga responden tergolong besar karena jumlah anggota keluarga lebih dari 4 orang (> 4 orang). Hal ini menyebabkan rnereka tidak mampu mernbiayai pendidikan formal (sekolah) keluargalanakanaknya. Sehingga penduduk berpendidikan formal sangat rendah (23,33 %), yang berakibat SDM yang tersedia di kampung ini sangat rendah. Jika terus menerus mempunyai SDM yang rendah maka kehidupan mereka tidak akan berkembang terutama dalam bidang ekonominya. Untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk dapat diusahakan melalui program yang dicanangkan oleh Pemerintah yakni Keluarga Berencana. Sedangkan untuk meningkatkan SDM maka perlu ditingkatkan minat belajar terutama bagi anak usia sekolah. Disamping pendidikan formal, untuk yang tidak sekolah (putus sekolah) perlu diadakan pendidikan nonformal melalui kejar paket A serta keterampilan lainnya. Hal ini diharapkan dapat lebih bermanfaat bagi penduduk seperti keterampilan menenun bukan saja teknik menenun tetapi perlu pula ditingkatkan disainnya yang dapat digali dari budaya mereka dan pendidikan nonformal lainnya seperti pemandu wisata. Melalui peningkatan pengetahuan masyarakat juga diharapkan dapat memperbaiki pendapatan terutama yang bersumber dari usaha kerajinan tenun berupa cindera mata yang dapat dipasarkan diwilayah ini. Namun demikian ha1 ini akan tercapai jika wisatawan yang datang ke kampung ini singgah lebih lama, sehingga peluang penduduk untuk interaksi dengan wisatawan dapat lebih lama. Peluang ini diharapkan dapat digunakan oleh penduduk untuk menawarkan hasil kerajinan mereka.
45
Tabel 13. Pendapat dan harapan responden terhadap wisatawan. No.
Peubah
I
I.
2.
Penda~at adanya wisatawan Harapan terhadap wisatawan
Kategori
I I. I 2.
3. 4. 1.
2. 3.
Banaaa ~e&ntun~kan Biasa saja Kurang senang Menambah penghasilan dari penjualan produk Memberi uang (tips) Dapat menjual jasa
Jumlah
I
Jiwa 24
I
%
I 57.14
umber: Wawancara dengan Responden, 2001. (n = 30) Sebagian besar responden rnernpunyai harapan bahwa adanya wisatawan dapat rnenambah penghasilan dari penjualan produk mereka yakni tenun. Tabel 13 memperlihatkan 87,50 % responden mendapat keuntungan dari penjualan tenun, sedangkan 9,37 % responden dapat rnenjual jasa dan hanya 3,13 % yang mengatakan menerirna uang (tips) dari wisatawan. Responden yang rnernpunyai mata pencaharian sebagai wiraswastawan yaitu, 6,66% berdagang cindera mata berupa kain tenun mempunyai penghasilan yang lebih baik dibandingkan dengan responden yang rnempunyai rnata pencaharian pokok sebagai petani (Tabel 12). Mengingat potensi yang ada maka Kampung Sade dapat dikembangkan sebagai kawasan wisatd yang terencana dengah baik. Peningkatan daya tarik Karnpung Sade tidak hanya rnenonjolkan arsitekturnya saja, tetapi kesatuan lanskapnya didukuno oleh atraksi budaya yang dirniliki penduduk. Sehingga wisatawan diharapkdn dapat tinggal lebih lama di kawasan Sade dan dapat memberikan efek multilayer yang lebih luas terhadap sektor ekonomi yang ada seperti: jasa pemandu wisata, transportasi, jasa dan perdagangan (kios cindera mata).
5.4.
Lanskap Kampung Sade
5.4.1. Sejarah Terbentuknya
Kampung Sade merupakan salah safu kampung yang berada di Desa Rambitan, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah. Luas lahan pemukiman Kampung Sade adalah 10 ha, yang terdiri dari 2 ha ( 20 %) lahan terbangun dan 8 ha ( 80 %) lahan terbuka. Pemukiman
Sade
terbentuk & 500 tahun yang lalu, dan diduga
merupakan perluasan dari pemukiman di sekitar Masjid Kuno Rambitan yang terietak di desa Rambitan. Karena jumlah penduduknya yang terus bertambah, dengan intensitas 1,47 %. Lokasi ini tidak mencukupi lagi untuk tempat tinggal, maka diperlukan lahan untuk perluasan pemukiman. Kemudian dipilih sebuah bukit yang terletak di Selatan yang awalnya merupakan kebun yang terbakar untuk pemukiman baru. Ada beberapa dugaan dipilihnya bukit sebagai lokasi kampung pemukiman baru yaitu: 1) untuk menghindari gangcjuan binatang buas oleh karena itu bagian perbukitan digunakan untuk pemukiman dan 2) penggunaan lahan yang datar dibagian bawah untuk kegiatan pertanian karena lahan bawah yang umumnya datar lebih cocok untuk bercocok tanam. Jumlah air yang tersedia untuk pertanian juga mendukilng alokasi ruang. Secara kultural lanskap Kampung Sade terbentuk dengan pengaruh kepercayaan
masyarakat
yang
selama
ini
diyakini.
Misalnya
dalam
pembangunan Masjid tempat ibadah, masyarakat pada umumnya membangun di atas bukit karena mereka percaya bahwa tempat tersebut sebagai tempat keramat dan suci yang merupakan tempat awah nenek moyang mereka bersemayam. Ajaran ini bersumber dari filosofi bahwa kehidupan alam terjadi melalui tiga proses yakni , lahir, tumbuh, dan mati. Adat wetu telu ini dengan kuat
mengatur kehidupan sosial dan budaya dari masyarakat Sade dalam interaksinya dengan alam. Secara fisik pemukiman di Kampung Sade terbentuk sesuai dengan kondisi tanahnya, yang mudah retak dimusim kemarau dan licin pada saat hujan. Oleh karena itu bangunan rumah dengan material dinding berupa "bedeg" (anyaman bambu) dan material atap dari alang-alang sangat cocok untuk kondisi tanah tersebut, karena beban bangunan
tidak terlalu berat, disamping itu
"bedeg" merupakan bahan yang lebih elastis dibandingkan tembok. Penduduk yang mendiami Kampung Sade adalah Suku Sasak yang merupakan suku yang mayoritas terdapat di Pulau Lombok. Agama yang dianut oleh masyarakatnya adalah agama lslam. Walaupun penduduk Kampung Sade pada awalnya adalah penganut lslam wetu telu, tetapi sejak 20 tahun terakhir ini semua penduduk sudah rnenganut ajaran lslam wetu lima. Kata "wetu" bermakna ajaran dan "telu" berarti tiga. Adat wetu telu dimiliki oleh masyarakat Sasak yang menganut agama lslam. Di dalam melaksanakan syariat agama mereka mengikuti aturan agama lslam sedangkan dalam keseharian dan upacara, unsurunsur agama Hindu masih dominan terlihat. Dari data yang diperoleh di lapangan maka dapat diketahui bahwa hampir semua penduduk Kampung Sade adalah penduduk asli. Hal ini dapat yang dapat menunjang adalah berdasarkan lama tinggai, hasil menunjukkan bahwa mereka tinggal di Kampung Sade yang > 10 tahun sebesar 96,66 %, sedangkan yang
3,33 % adalah merupakan pendatang yang tinggal di Kampung Sade karena ikatan perkawinan, mereka tinggal di Kampung Sade antara 1 - 5 tahun. Hal tersebut diatas didukung oleh data bahwa sebagian besar yaitu 65,OO % penduduk Kampung Sade mempunyai alasan tinggal di kampung tersebut karena mendapat warisan (Tabel 14).
Tabel 14. Lama dan alasan tinggal serta letak sawah dan ladang responden di Kampung Sade No.
1.
Peubah
/
Lama tinggal .. di
3.
1
/
1. 2. 3. 14. Alasan tinaaal - - di I 1. KS 2. 3. Letak sawah 1. 2. 3.
1 IKS 2.
Kategori
I I1 4.
4.
Letak ladang
1. 2. 3. 4.
Jumlah
1
c Itahun
1 - 5 tahun 5 - l o o r a n g>10tahun I Dekat denaan keluaraa Warisan Merasa aman Utara pemukiman Barat pemukiman Selatan pemukiman Timur pemukiman Utara pemukiman Barat pemukiman Selatan pemukiman Timur pemukiman
-
I
Jiwa 0 0 29 7 26 8 11 8 7 1 0 0 11 2
1
% 0 0
1
17.50 65;00 17.50 40,74 29,63 25,93 3,70 0 0 84,62 15,38
umber: Wawancara dengan Responden, 2001. (n = 30) 5.4.2. Tata Guna Lahan
Kampung Sade merupakan salah satu kampung yang berada di Desa Rarnbitan, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah. Luas lahan pemukiman Kampung Sade adalah 10 ha, yang terdiri dari 2 ha ( 20 %) lahan terbangun dan 8 ha ( 80 %) lahan terbuka. Lahan terbangun terdiri dari 124 bangunan rumah, 3 bangunan masjid,l bangunan bale pertemuan, 5 kamar mandi umum serta lumbung padi. Sedangkan lahan terbuka terdiri dari sawah, ladang, makam, makam leluhur dan sungai. Penggunaan lahan untuk kegiatan budidaya pada umumnya didominasi oleh kegiatan pertanian gogo rancah (gora) tadah hujan (46.36%) dan perladangan (33.64%), sedangkan untuk lahan pernukiman baru mencapai 20 % dari luas keseluruhan kawasan studi. Diagram penggunaan lahan di Kampung Sade dapat dilihat pada Gambar 10.
I Gambar Potongan:
B
Ladang
Sawah
Pernukiman
Sawah
Ladang B'
Garnbar 10. Diagram penggunaan lahan dan garnbar potongan
Penggunaan lahan pemukiman Kampung Sade dapat dikelompokkan sebagai berikut: a. Sawah
dan ladang, digunakan secara individu oleh rnasyarakat untuk
mencukupi kebutuhan pangan dan untuk bahan bangunan. Sawah dan ladang merupakan milik perorangan sehingga relatiif luasnya dapat berubah. Pengggunaan lahan
pemukiman oleh
masyarakat Kampung Sade
berorientasi pada penggunaan secara individu sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat. b. Makarn leluhur, rurnah dan pekarangan, balai
pertemuan dan masjid
digunakan untuk memenuhi kebutuhan rohani yaitu upacara ritual dan sosial budaya. 5.4.3. Elemen Lanskap Pemukiman Kampung Sade
Penggunaan lahan dalam pemukiman di kawasan studi menurut kepercayaan masyarakat setempat terdapat urutan kepentingan bangunan di dalam kawasan. Urutan tersebut adalah sebagai berikut: 1. Rurnah 2. Pekarangan 3. Lumbung 4. Berugak
5. Masjid 6. Bale pertemuan
7. Masjid kuno 8. Makam leluhur 9. Makam (pekuburan umurn)
10. Kamar mandi dan sumur komunal
11. Kandang kaok (kerbau) 12. Sawah
13. Ladang
Elemen-elemen tersebut mempunyai keterkaitan fungsional satu dengan lainnya dalam kegiatan ritual religi, kegiatan ritual kultural dan kegiatan seharihari. Fungsi masing-masing elemen tersebut adalah sebagai berikut: (1)
Struktur Rumah Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa tata ruang rumah di pemukiman
Kampung Sade tetap mempertahankan aturan dari leluhurnya. Pembagian ruang (Gambar 11) pada rumah tradisional Sasak sebagai berikut: A. Sesangkok Merupakan bagian luar yang terbuka. Serambi ini terbagi menjadi serambi panjang dan pendek. Pembagian terlihat dari letak pintu yang tidak tepat di tengah-tengah. Serambi panjang biasanya terletak di sebelah kanan mencerminkan kehidupan sosial yang harus lebar dan lapang sedang sebelah kiri serambi pendek, mencerminkan kehidupan perekonomian yang mengisyaratkan hidup hemat. B. Dalem Bale Merupakan bilik tdmpBt tidur dan istirahat. Terdapat pula alat-alat memasak, yang biasanya dilengkapi dengan amben tempat peralatan sehari-hari. C. Bale Dalem
Ruangan untuk menyimpan alat-alat penting rumah tangga, alat-alat upacara dan barang pusaka yang dibuatkan tempat khusus disebut "Sempare".
Keterangan: A : Sesangkok B : Dalem bale
C : Bale dalem
Pembagian ruang dalam rumah tradisional Sasak. Gambar II.
Luas lahan untuk perumahan tidak dapat ditambah, karena keterbatasan lahan yang tersedia, sehingga pertambahan penduduk diatasi dengan perpindahan keluar pemukiman. Perpindahan ini berdasarkan kesepakatan bersama, khususnya bagi pasangan hidup baru disarankan untuk membangun rumah di luar Kampung Sade. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi ketidak seimbangan
alam untuk
mendukung kehidupan masyarakat Kampung Sade. Dimana kemampuan lahan untuk mendukung kehidupan mereka sudah tidak memenuhi lagi, keadaan kampung yang sudah sangat sesak oleh pertambahan penduduk yang berakibat bertambah pula jumlah bangunan rumah, sehingga lahan tidAk mampu untuk mendukung kehidupan masyarakat setempat. Rumah tradisiollal Sasak adalah satu wujud dari kebudayaan masyarakat Sasak di Lombok. dumah dalam bahasa Sasak disebut Bale. Kata bale ini berasal dari bahasa Kawi dan Sansekerta. Berdasarkan bentuknya rumah tradisional Sasak dibedakan menjadi 7, yaitu: 1. Bale Tajuk
2. Bale Jamak ( Bale Tani) 3. Bale Kodong
4. Bale Jajar
5. Bale Balak 6. Bale Bonter
7. Bale Gunung Rate Menurut tradisi Sasak terdapat ketentuan arah rumah berdasarkan arah mata angin (Yusuf, 1988), yaitu: 1. Untuk golongan Datu I Raden boleh menghadap kearah Utara dan Selatan. 2. Untuk golongan Kawula, Jajar Karang menghadap Timur dan Barat . 3. Apabila rumah berada di lereng gunung maka harus membelakangi gunung,
tidak boleh menusuk punggung gunung. 4. Dalam sebuah perkampungan dan pekarangan yang banyak bangunan
rumah,
bangunan tersebut
harus selalu
berhadapan tidak
boleh
mernbelakangi yang menggambarkan adanya persatuan dalam masyarakat Engkungannya. Dari 7 bale (rumah) yang ada di suku Sasak, maka hanya 3 jenis bale yang dijumpai di rumah-rumah Kampung Sade, yaitu: Bale Jamak (Tani), Bale Bonter dan Bale Kodong. Hal ini disebabkan oleh karena: 1. Kondisi ekonomi penduduk Sade yang masih relatif miskin. 2. Pengaruh tradisi masyarakat Sade terhadap pemilihan arsitektur rumah.
Bale bonter merupakan milik dari Tuan Tanah, Kepala Desa dan Kiai. Sedangkan Bale Jamak milik penduduk yang mempunyai tanah lebih luas, bila tanahnya relatif sempit maka rumah yang dibuat adalah Bale Kodong. 1) Bale Jamak (Tani)
Bale Jamak (Gambar 12) biasanya mempunyai tiang antara 9 sampai 12. Pemasangan tiang tidak menggunakan cendi (umpak) akan tetapi langsung ditancapkan pada bantaran atau pondasi rurnah. Pada umumnya menggunakan
tiang dari kayu dan pada ujung tiang dibuatkan purus tiga sebagai tempat pegangan blandar atau lenggaran lampen. Pondasi atau bantaran rumah biasanya tinggi dan pembagian ruangannya terdiri dari sesangkok, dalem bale, dan bale dalem. Untuk menghubungkan antara dalem bale dengan sesangkok, karena bantaran induk (dalem bale) lebih tinggi maka dibuatkan undak-undak (tangga) dimana biasanya jumlah anak tangga ganjil. Pada sesangkok terdapat dua bagian antara lain bantaran belo (pondasi panjang) dan bantaran kontek (pondasi pendek). Pembagian ini terjadi karena letaknya anak tangga (undak-undak) yang menuju halaman rumah. Pintu rumah menggunakan lawang gongsor (pintu dorong) yang terbuat dari kayu atau papan, atap rumah berbentuk limasan, dengan atap turun ke bawah (+ 1,5 m dari pondasi), sehingga setiap orang yang akan masuk rumah harus membungkuk dulu dan ini berkaitan dengan tata krama yang ada di Kampung Sade, yang berarti setiap tamu atau orang yang datang harus menggunakantata krama.
12. Bale Jamak.
2) Bale Bonter
Bale Bonter (Gambar 13) dimiliki oleh Penguasa (tuan tanah), Penghulu, Kiai, Kepala Desa dan para Bangsawan. Tiang-tiang rumah ini menggunakan cendi (urnpak) dari batu, kemudian pada ujung atas menggunakan "pukki" sebagai tumpuan pertemuan "ujuk-ujuk". Bentuk ini merupakan ciri khas Bale Bonter, konstruksi Bale Bonter ini lebih kokoh jika dibandingkan dengan balebale yang lain. Tiang-tiang, blandar (lenggaran lampen) dan pintunya menggunakan kayu yang diukir. Pada umumnya Bale Bonter dilengkapi dengan sekenam (beruga bertiang enarn) yang disebut bencingah.
13. Bale Bonter.
3) Bale Kodong Bale Kodong (Gambar 14) bentuknya sangat sederhana. Kodong adalah sejenis alat yang digunakan untuk menangkap ikan belut yang hidup di airllumpur, terbuat dari bambu yang dianyam, dengan pintu masuk di bagian depan. Oleh sebab itu Bale Kodong dilihat dari bahan dan cara pembuatannya sangat sederhana. Bale Kodong mempunyai tiang 6 buah terbuat dari bambu dan dindingnya dari "bedeg" (anyaman bambu) kecuali atapnya terbuat dari bahan yang sederhana yaitu: jerami, daun tebu atau daun kelapa.
Pintu Bale Kodong hanya satu dan terletak di bagian depan. Hal ini disebabkan ukuran (3 x 3) rn rurnah ini sangat kecil, sehingga dengan satu pintu saja sudah cukup. Daun pintu terbuat dari bedeg (anyarnan barnbu). Tiangtiangnya biasanya dipasang dengan cara cukup didudukkan saja dan pada bagian atas rnenggunakan jait (Yusuf,1988). Bale Kodong biasanya diternpati pasangan rnuda yang baru rnenikah atau orang-orang tua yang tidak rnau tinggal bersarna rnenantunya, walaupun biaya hidup lainnya ditanggung anak dan menantunya.
Garnbar 14. Bale Kodong. Secara urnurn rurnah di Karnpung Sade atapnya terbuat dari alang-alang, dindingnya dari bedeg (anyarnan barnbu). Sedangkan lantai rurnah rnerupakan carnpuran tanah liat dan kotoran kerbau yang diaduk hingga tercarnpur rata, kernudian diratakan pada lantai seperti carnpuran semen. Tradisi yang tetap dilakukan setiap bulan adalah rnengoles lantai rurnah dengan kotoran kerbau yang dicarnpur tanah liat akan tetapi carnpuran dibuat dengan tidak terlalu kental. Tradisi ini diyakini oleh penduduk sebagai cara untuk rnengusir nyarnuk, rnenurut kepercayaan rnereka dengan rnelakukan pengolesan lantai rurnah dengan carnpuran tersebut rnaka di dalarn rurnah rnereka tidak ada nyarnuk.
Arsitektur rumah di Kampung Sade merupakan warisan dari nenek moyangnya, dan merupakan ketentuan adat yang berlaku di kampung ini. Tabel 16 menunjukkan bahwa 100 % reponden menjawab pertanyaan rancangan rumah merupakan ketentuan adat. Sedangkan arah rumah sesuai dengan ketentuan di Lombok bahwa untuk kawasan perbukitan arah rumah tidak boleh menusuk punggung gunung. Sehingga 100 % responden menjawab alasan memilih arah rumah sebagai ketentuan adat. Untuk kegiatan mandi dan cuci hampir semua responden (93,33 %) melakukan di kamar mandi komunal karena di kampung ini termasuk daerah yang kritis air sehingga tidak semua penduduk mempunyai kamar mandi dan sumur. Bahan bangunan rumah di Kampung Sade sekarang hampir semua dibeli di toko I pasar. Hal ini disebabkan pohon yang ada di kebun mereka, seperti bambu dan alang-alang sudah mulai berkurang. Selain itu banyak responden yang sudah merenovasi rumah mereka dengan menambahkan jendela kecil yang terbuat dari kayu dan kaca. Seratus persen responden menghendaki untuk melestarikan rumah mereka karena mereka beranggapan bahwa rumah mereka cocok untuk iklim di Sade yang relatif panas dan kering ( Tabel 15). Disamping itu rumah tradisional Sasak ini dapat menarik wisatawan yang berdampak dapat meningkatkan ekonomi penduduk. Aturan adat juga mempengaruhi tetap lestarinya rumah tradisional Sasak di Kampung Sade.
Tabel 15. Tanggapan penduduk terhadap rancangan, arah dan kelestarian rumah No.
Peubah
1.
Kategori
Perancang rumah
1. 2.
Arah rumah
/ 4. / / 1. I
3.
2.
/
3.
/ Alasan
4.
memilih 2. arah 3. ( tersebut 1 4. / 1 Ke~emilikan/ I. /
I / I
5.
1 MCK
1 Bahan
Saya sendiri Orang tua Ketentuan dari kepala Adat Ketentuan dari ~emerintah Utara
/ 4. 1 Timur /
1.
1 Aturan adat
I 1
Jumiah
/
Jiwa 0 0 30
/
0
I
30
Aturan pemerintah Menahada~ialan Meniapat Ghaya matahari ( Ya 1 2. 1 Tidak 1 / 3. / Milik bersama (kelompok) 1 I. 1 Dibeli I 2. Diambil dari kebun
0
0 0 100,OO
0 6.66
2
I
0 28
1 . 0
1
25
1
/material rumah Sumber: Wawancara dengan Responden, 2001. (n = 30) (2)
%
5
93.33 83.33 16;66
1
Pekarangan Pekarangan di Kampung Sade terbagi menjadi 2 yaitu :pekarangan individu
dan pekarangan komunal. Pekarangan individu ditanami berbagai jenis tanaman sedangkan pekarangan komunal umumnya digunakan tempat bermain. Jenis tanaman yang terdapat di sekitar rumah berdasarkan hasil identifikasi yang dilakukan diperoleh beragam jenis yang secara lengkap disajikan dalam
Berdasarkan hasil wawancara dengan responden
dan pengamatan
lapangan, diperoleh informasi mengenai jenis-jenis tanaman yang dapat dibagi dalam 4 kelompok, yaitu: 1. Untuk memenuhi kebutuhan pangan sebesar 48 %. 2. Untuk sesajen dalam upacara ritual sebesar 7,4 %. 3. Untuk bahan bangunan sebesar 3,7 %.
4. Untuk mempercantik I hiasan halaman rumah (estetika) sebesar 40,7 %.
Tabel 16. Jenis tanaman pekarangan di Kam~unaSade
(3)
Struktur Lumbung
Lumbung di Kampung Sade ada dua jenis yang dikenal dengan sebutan
Alang (Gambar 15). Bentuk lumbung ini atapnya melengkung keatas dengan bubungan yang rata dan terbuat dari alang-alang. Sedangkan bentuk lumbung
yang lain adalah segi empat dengan atap limasan di sebut Ayung (Gambar 16) Ruang penyimpanan padi langsung berdinding atap, sedangkan tiang lumbung berbentuk silindris kemudian di ujung tiang paling atas berbentuk cakram yang )
pipih dari lebih besar dari tiang itu disebut jelepeng, berfungsi untuk menghalangi tikus agar tidak masuk ke lumbung.
Gambar 15. Lumbung berbentuk lengkung (Alang). Fungsi lumbung di kampung ini seperti juga lumbung di daerah lain yaitu untuk menyimpan hasil pertanian khususnya padi. Akan tetapi seiring dengan pembangunan daerah terutama bidang pertanian yang mempunyai harapan NTB dapat menjadi daerah swasembada maka petani diharuskan menanam padi berumur pendek (IR). Hal ini menyebabkan lumbung tidak dapat berfungsi secara maksimal, karena padi jenis IR dipanen dengan sabit yang kemudian dirontokan dan dimasukkan ke dalam karung setelah dijemur hingga kering. Padi jenis ini tidak tahan disimpan terlalu lama, oleh sebab itu petani biasanya langsung menjual hasil panennya. Sedangkan padi yang biasanya disimpan dalam lumbung adalah padi ladang yang berumur panjang (5 - 6 bulan), dipanen
dengan rnenggunakan ani-ani dan kemudian diikat, setelah kering padi disimpan dalarn lurnbung dengan cara disusun / ditumpuk.
Gambar 16. Lurnbung berbentuk segi empat (Ayung).
Peraturan pemerintah yang mewajibkan petani rnenanarn padi jenis IR rnerupakan salah satu penyebab berkurangnya jurnlah lurnbung di kampung ini, disamping ha1 lain yaitu beratnya syarat-syarat yang harus dilakukan jika seseorang rnernbangun lurnbung, khususnya lurnbung jenis Alang. Syarat-syarat tersebut adalah: a. Tukang yang mengerjakan harus tukang ahli. b. Perhitungan hari pernbangunan harus dihitung oleh orang yang benar-benar tahu (rnahir).
c. Peletakan tiang pertama dengan cara didudukkan diatas batu, yaitu tiang bagian tenggara disebut tiang 'Nyaka'. Tiang ini sebelum didudukkan diletakkan diatas batu dan diatasnya diberi ijuk dan sebuah andang-andang.
d. Setelah tiang nyaka kemudian diikuti oleh tiang yang lain dengan arah berlawanan arah jarum jam. Berturut-turut yaitu tiang Guru, Bendita dan Kirakira (di sebelah Barat daya). Setelah pembangunan Alang selesai maka dilakukan pengisian lumbung, pertama adalah mengisi bagian tengah lumbung dengan kendi yang tidak boleh diusik sampai lumbung rusak dan tidak dapat dimanfaatkan lagi, kemudian dilanjutkan dengan mengisi padi yang dimulai dengan lapisan terbawah hingga semua hasil panen masuk ke dalam lumbung. Lapisan terbawah dari lumbung ini merupakan simpanan yang tidak boleh diambil kecuali sangat terpaksa. Lumbung yang terisi penuh merupakan simbol kestabilan ekonomi pemiliknya. Kampung Sade mempunyai tradisi yang dipegang teguh turun temurun hingga saat ini dalam urusan lumbung. Orang yang boleh masuk ke dalam lumbung adalah wanita. Baik pada saat mengisi maupun mengambil padi yang akan ditumbuk guna keperluan makan dan pada saat di dalam lumbung tidak boleh berbicara, ha1 ini diyakini bahwa jika yang behangkutan melanggar maka akan terjadi kekurangan hasil panen 1 paceklik. Pada saat mengisi dan mengambil padi wanita tersebut harus menggunakan pakaian tradisional Sade yaitu "Lambung". Padi hanya boleh diiurunkan sekali sehari, jika keadaan sangat terpaksa, maka bolhh dilakukan pengambilan lagi akan tetapi tangga yang digunakan harus dibalik yang diatas menjadi dibawah. Masyarakat Sade juga memanfaatkan lumbung sebagai berugak (tempat duduk). Bagian bawah dari lumbung diberi sekat kayu yang kemudian diberi alas tikar dan biasanya digunakan duduk
tamu atau keluarga mereka sendiri
khususnya pada siang hari dimana suhu udara di kampung ini sangat panas sampai dengan 33,2OC dengan kelembaban yang tinggi 86 %.
(4)
Struktur Berugak
Berugak adalah bangunan yang dapat digunakan untuk berbagai kegiatan, antara lain untuk rnenerirna tarnu, ternpat tidur anak lelaki, rnembaca lontar (untuk acara ini berugak berubah fungsi menjadi paosan). Bangunan berugak (Garnbar 17) yang ada di karnpung ini adalah sekepat yaitu berugak yang mernpunyai tiang ernpat dan sekenam jika berugak tersebut rnernpunyai tiang enam.
Gambar 17. Berugak Sekepat. Pada saat berugak berfungsi sebagai paosan semua fungsi berugak yang lain tidak boleh dilakukan, dan keseluruhan bangunan berugak ini dinaikkan dengan mengganjal tiang-tiang penyangganya. Sehingga orang yang akan duduk di berugak ini rnernerlukan tangga, jurnlah anak tangga yang dibuat sesuai dengan kerbau yang akan dipotong untuk sajian. Setelah acara paosan selesai maka tiang berugak diturunkan kembali dan fungsi berugak dapat kernbali seperti sernula.
(5)
Struktur Masjid
Masjid berfungsi sebagai ternpat beribadah, dan kegiatan lain yang bersifat keagarnaan. Bangunan Masjid di karnpung ini dengan bentuk segi ernpat dengan ukuran 10 x 10 rn. Bentuk atap rnasjid berturnpang tiga (Garnbar 18) dengan atap bagian bawah rnenjurai sehingga dinding ruangan dan pintu rnasuk rnenjadi rendah. Bentuk atap seperti ini bermakna bahwa orang yang akan rnenghadap kepada Allah harus rnerendahkan diri. Lantai masjid tidak seperti lantai rurnah di karnpung ini yang terbuat dari carnpuran tanah liat dan kotoran kerbau akan tetapi terbuat dari plester semen.
Garnbar 18. Masjid Sade. Selain masjid di Karnpung Sade rnasih terdapat ternpat ibadah lain yaitu dua buah rnushola (surau) yang terletak di ujung Tirnur karnpung dan di sebelah tirnur laut. Mushola ini biasanya dirnanfaatkan oleh penduduk yang rurnahnya jauh dari rnasjid sehingga hanya pada waktu sholat jurn'at rnereka sholat di rnasjid. (6)
Struktur Bale Pertemuan
Elernen ini rnernpunyai fungsi sebagai fungsi sosial, yaitu: 1.
Ternpat perternuan I rnusyawarah.
2.
Tempat duduk tamu jika ada penduduk yang melakukan hajatan (sunatan).
3.
Acara kikir I potong gigi untuk anak perempuan.
4.
Untuk istirahat Itidur bagi remaja laki-laki, karena di Kampung Sade anak laki-laki tidak boleh tidur di dalam rumah. Bangunan ini menyerupai berugak akan tetapi ukurannya besar, yaitu
( I 0 x 8) m, sehingga dapat menampung + 100 orang (Gambar 19).
Garnbar 19. Bale pertemuan. Pada saat akan digunakan untuk acara khitanan dan kikir gigi bale ini ditinggikan dengan cara menaikkan tiangnya setinggi yang dikehendaki oleh yang mempunyai hajat dengan menambah tiang menggunakan batang pohon kelapa. Tiang yang ditinggikan tersebut mengandung makna agar anak yang dikhitan dan dipotong giginya mempunyai derajad yang tinggi di masyarakat dan bisa menjadi orang yang berguna nantinya.
(7)
Struktur Masjid Kuno Masjid Kuno (Gambar 20) merupakan tempat yang digunakan oleh
penduduk Sade merayakan acara ritual keagamaan. Masjid Kuno ini terletak 2 km Utara Kampung Sade, dibangun pada akhir abad 16, merupakan tempat
penyebaran agama Islam di daerah Rambitan oleh Wali Nyatok (Syekh Abdullah
Al Haddad). Masjid dengan ukuran (6,85 x 6,85) m ini terletak di lereng bukit, mempunyai pintu kecil di sebelah selatan dan berdinding kayu dan bambu. Di bagian dalam terdapat empat buah soko guru, mihrab dan mimbar. Mihrab terdapat pada dinding barat, menjorok keluar satu meter dan terletak serong 7 O kearah Barat Daya (kiblat) dengan ukuran 0,16 x 0,85 m. Karena letaknya di lereng bukit maka Masjid ini tidak dapat diperluas (lahan terbatas).
Gambar 20.Masjid kuno di Rambitan dibangun Abad XVI.
Mimbar terbuat dari anyaman rotan dan bambu. Lantai Masjid dari tanah, sedangkan atapnya terbuat dari alang-alang dan ijuk merupakan atap tumpang bertingkat dua. Di sebelah Timur ruangan masjid terdapat bedug besar dari kulit kerbau. Pada halaman Selatan terdapat kolam kering dengan kedalaman 2,5 m dan garis tengahnya 5 m pada bagian atas, 3 m bagian bawahnya. Kolam ini pada masa dahulu digunakan sebagai tempat berwudlu dengan anak tangga lima buah untuk mencapai ke bawah yang memiliki arti bahwa kita harus membulatkan tekad untuk mengerjakan kewajiban sholat yang lima waktu. Pada abad XVI penduduk Kampung Sade menganut agama Hindu Darma yang dibawa oleh Anak Agung, kemudian dilakukan pengenalan agama Islam
oleh Wali Nyatok. Agar dapat diterima oleh penduduk maka didalarn pelajaran agama lslarn tersebut Wali Nyatok rnemperbolehkan penduduk melakukan kegiatan yang biasa dilakukan sebelumnya, seperti selamatan dan sebagainya. Kegiatan ritual keagamaanl selamatan rnasih diyakini penduduk hingga saat ini dengan rnembuat hidangan sesuai dengan acara selarnatan yang sedang dirayakan dan hidangan tersebut dibawa ke Mesjid Kuno.
Adanya pohon
beringin dan pohon karnboja yang ditanam di halarnan Masjid Kuno ini rnenandakan bahwa ada perpaduan budaya dari pemeluk agama Hindu dan agama lslam pada masa itu. Di Masjid kuno yang didirikannya ini, Wali Nyatok mernberikan pelajaran 1 pengajian kepada pengikut-pengikutnya. Akan tetapi terdapat kesalah pahaman dari pengikutnya pada saat Wali mengatakan bahwa apabila tidak bisa melaksanakan 5 rukun lslam maka boleh dilakukan yang 3 saja yaitu: a.
Mengucapkan dua kalimat syahadat terrnasuk di dalamnya pengertian sholat lima waktu
b.
Melaksanakan puasa pada bulan suci Ramadhan Sedangkan untuk rukun yang keernpat dan kelima boleh diiakukan hanya
oleh orang yang marnpu. Fenornena di atas rnenunjukkan adanya perbedaan interpretasi terhadap ajaran yang dibawa oleh para wali sehingga oleh pengikutnya di kerjakan hanya 3 rukun saja. Sebagai akibatnya muncul faham lslam wetu telu di daerah Rarnbitan dan sekitarnya. Penganut lslarn wetu telu mempercayai bahwa segala dosa mereka ditanggung oleh Kiai. Sehingga dalam mengerjakan sholat dan puasa hanya Kiainya saja yang rnelaksanakan. Mereka percaya akan mendapat pahala dari para Kiai-kiai dan ganjaran surga di akhirat kelak. Faham lslam wetu telu di daerah Rambitan dan sekitarnya berbeda dengan yang ada di daerah lain seperti Bayan terutama mengenai waktu sholat.
Nama Wali Nyatok adalah nama dari seorang penyebar siar Islam yang sangat terkenal pada masanya. Nama asli dari wali ini Syekh Abdullah Al Haddad. (8)
Makam Leluhur Makam Leluhur terletak 2,5 km dari Kampung Sade, makam ini berada di
Bukit Nyatok dengan ketinggian 140m dpl, dari pinggir jalan raya yang
+
menghubungkan Praya - Pantai Kuta masuk ke Timur sepanjang 2 km dengan menggunakan kendaraan sampai ke tempat parkir, kemudian perjalanan bisa dilanjutkan dengan berjalan kaki
+ 500 m.
Makam leluhur ini terdiri dari dua bagian (Gambar 21) yaitu bagian yang dipagar seluas (15 x 15) m dan bagian lapisan luar tidak berpagar. Leluhur yang dimakamkan di bagian yang berpagar adalah Wali Nyatok (Wali Nyatok) dan saudara angkatnya Neg Pernas, sedangkan lokasi diluar pagar terdapat 10 makam yang merupakan makam dari pengikut Wali Nyatok yaitu: 2 orang kiai, 1 juru masak, 3 belian (dukun) dan 4 tukang pijat. Penduduk setempat maupun wisatawan diperbolehkan mengunjungi (beaiarah) ke makdm ini hanya pada hari Rabu, kepcircayaan ini telah diyakini oleh masyarakat sejak Bertahun-tahun lalu dan s e d r a turun temurun, apabila ada seseorang yang memaksakan kehendaknya untuk masuk ke lokasi makam di luar hari Rabu maka aleh masyarakat setempat dianggap melanggar aturan adat sehingga akan dikenai sanksi adat. Syarat tambahan lainnya yang perlu diperhatikan terutama bagi orang yang akan masuk ke makam adalah tidak boleh menggunakan alas kaki (sandal 1 sepatu).
Garnbar 21. Makarn Nyatok. Masyarakat yang datang ke rnakarn ini ada yang rnelaksanakan kurisan (potong rarnbut bayi) adapula yang rnohon doa keselarnatan. Acara doa dipirnpin oleh Kiai 1 dukun, setelah berdoa bersarna selesai rnaka acara selanjutnya sesuai dengan keinginan masing-masing pengunjung. Acara kurisan (rnernotong rarnbut bayi) biasanya diawali oleh Kiai kernudian dilanjutkan oleh keluarga serta tarnu yang diundang. Setelah acara kurisan selesai kernudian dilanjutkan dengan rnakan rnakanan yang telah disediakan oleh yang rnernpunyai hajat. Pada waktu berdoa bersarna rnakanan telah dipersiapkan di lantai tanah dengan alas tikar. Tarnu duduk rnengelilingi rnakanan yang sudah diatur untuk 4 - 5 orang dan rnakanan tersebut kernudian dirnakan bersarna, cara rnakan seperti ini disebut "begibung". Makanan yang dibawa tidak ada aturan yang baku hanya disesuaikan dengan kernarnpuan masing-masing keluarga. (9)
Makam Pernakarnan urnurn yang digunakan oleh penduduk seternpat terletak
200 rn dari Karnpung Sade. Pernakarnan ini rnerupakan pernakarnarn urnum
penduduk Kampung Sade, sehingga semua penduduk kampung ini yang meninggal dunia tanpa memandang kasta boleh dimakamkan di pemakaman ini. Pada saat penduduk masih menganut ajaran wetu telu (sebelum tahun 1980 an) mayat tidak langsung dikuburkan akan tetapi diinapkan dahulu dan
ditempatkan di sesangkok (bagian serambi panjang). Pada malam sampai pagi harinya keluarga dan kerabat membaca jejawan lontar (paosan). Kemudian keesokan harinya mayat dikuburkan. Akan tetapi setelah penduduk menganut ajaran Islam yang lebih lengkap, maka penduduk yang sudah meninggal mayatnya tidak perlu diinapkan lagi tetapi setelah persyaratan secara Islam dijalani mayat langsung dikuburkan. Selama 9 hari, dilakukan doa tahlil setiap malam sehabis maghrib dengan mengundang tetangga. Keluarga dan kerabat dekat dari yang ditinggalkan tidak tidur pada malam hari selama 9 hari dan selalu mendoakan keluarga yang meninggal. (10) Struktur Kamar Mandi dan Sumur Komunal
Kamar mandi dan sumur komunal ada 4 lokasi di Kampung Sade dan ierletak menyebar umumnya di bagian bawah lahan pemukiman. Hal ini disebabkan lokasi Kampung Sade berada di sebuah bukit dengan pengairan yang terbatas. Sehingga air mudah didapat pada tempat yang rendah. Karena tempat tersebut merupakan tempat yang dekat dengan sawah yang merupakan sumber air bagi air tanah. Kemungkinan yang terjadi jika setiap rumah mempunyai sumur adalah terjadinya kekeringan. Kamar mandi ini bersifat komunal karena tidak setiap rumah di kampung ini mempunyai kamar mandi, akan tetapi yang diperbolehkan menggunakan kamar mandi hanyalah kaum wanita dan anak-anak, sedangkan untuk kaum lelaki biasanya mandi di tepat pemandian umum di luar kampung. Ada aturan adat yang melarang kaum lelaki mandi di kamar mandi komunal dengan menetapkan sanksi berupa denda bagi
yang rnelanggar aturan. Denda dapat berupa uang diberlakukan terhadap pelanggaran dengan jurnlah yang sesuai dengan derajat kesalahan yang diperbuat oleh pelanggar aturan. Bangunan karnar rnandi kornunal dibuat dengan material bata dan semen dengan tinggi sekitar 1,5 meter dan tidak dilengkapi dengan penutup (atap). Secara lebih lengkap dapat dilihat pada (Garnbar 22). Air yang digunakan untuk rnandi diarnbil dari surnur gali dengan kedalarnan sekitar 6 - 12 meter. Narnun dernikian tidak sernua penduduk rnernpunyai surnur sehingga fungsi dari surnur di karnpung ini untuk dipakai secara kolektif oleh beberapa keluarga atau bersifat kornunal.
Garnbar 22. Karnar rnandi dan surnur kornunal.
(11) Struktur Kandang Kaok (Kerbau)
Kerbau rnerupakan hewan ternak yang banyak dipelihara rnasyarakat Sade dan sekitarnya. Hewan ini oleh rnasyarakat dipercaya rnerniliki nilai yang berkaitan dengan status sosial seseorang yang rnelarnbangkan kernarnpuan atau kekayaan. Hal ini disebabkan karena harganya yang relatif rnahal rnaka hanya orang tertentu saja yang rnarnpu rnernilikinya. Oleh sebab itu kernudian tirnbul anggapan bahwa orang yang rnerniliki kerbau adalah orang kaya. Selain itu
hewan ini juga sangat fungsional karena dapat digunakan untuk mengolah tanah pertanian terutama untuk persiapan penanaman padi. Dahulu kerbau hanya diikat di sekitar rumah mereka akan tetapi karena faktor keamanan dengan semakin banyaknya kasus pencurian maka kerbau mulai dibuatkan kandang di sekitar rumah pemiliknya. (12) Elemen Sawah
Lahan persawahan terletak mengelilingi pemukiman
Kampung Sade
yaitu: di Selatan, Utara, Barat dan Timur. Sawah dibuat petak-petak seperti sawah pada umumnya dan di karnpung ini sawah berada di lahan datar. Pengairan sawah berasal dari embung yang dapat menampung air hujan, sehingga pada musim kemarau sawah tidak dapat ditanami karena air yang tersedia di dalam embung sudah sangat sedikit bahkan sampai kering. Sawah dikelola dengan menanami padi pada musim hujan dan palawija pada musim tanam berikutnya sedangkan musim kemarau sawah tidak ditanarni tanaman apapun. Hal ini disebabkan tidak adanya air sehingga tanah di sawah tersebut pecah -pecah. Kepemilikan sawah merupakan kepemilikan individu yang diperoleh baik secara warisan maupun dibeli oleh petani sendiri, sehingga tidak ada keseragaman jumlah luasan maupun lokasinya. Letdk sawah penduduk tersebar mengelilingi pemukiman Kampung Sade dengan distribusi sebagai berikut : di sebelah Utara terdapat 40,74 %,
sebelah Barat 29,63 %, sebelah Selatan
25,93% dan sebelah Timur 3,70%. Sawah di karnpung ini terletak tersebar disekitar pemukiman mereka. Kepernilikan bersifat pribadi sehingga dalam memilih lokasi lebih bersifat kecocokan pemilik dengan lahannya. Sedangkan untuk ladang hanya berada di bagian utara dan selatan pemukiman yang memang merupakan lahan yang
berbukit dan tanpa pengairan. Dalam ha1 kepemilikan sama dengan sawah bersifat pribadi baik merupakan warisan dari orang tua maupun dibeli sendiri oleh penduduk. Sebagian besar ladang berada di sebelah Selatan yaitu 84,62 %, ha1 ini disebabkan lahan yang berada di sebelah Selatan memang lebih luas. Lahan persawahan yang lebih fungsional adalah di sebelah Utara. Selatan dan Barat, karena pada ketiga lokasi tersebut sejak awalnya sudah merupakan lokasi usahatani yang diharapkan untuk menunjang kelangsungan hidup keluarga.
Sedangkan di sebelah Timur merupakan perluasan lahan
persawahan baru yang sebelumnya merupakan lahan tidur yang tidak dimanfaatkan. Hal ini disebabkan karena adanya tekanan jumlah penduduk yang tentunya juga berimplikasi terhadap kebutuhan bahan pangan dari hasil pertanian. (13) Elemen Ladang
Ladang merupakan kegiatan kedua setelah aktiitas pada lahan sawah, yang terletak di di dua lokasi yaitu sebelah Utara dan Selatan pemukiman. Mengenai luas persentase ladang untuk penduduk Sade lokasi sebelah Selatan lebih luas yakni 84,62 % dari keseluruhan luas ladang sedangkan di sebelah Utara terdapat 15,38%. Seperti halnya sawah ladang dimiliki oleh penduduk secara pribadi baik dari warisan orang tua maupun dibeli sendiri dan ditanami dengan tanaman untuk kebutuhan pangan, dan untuk bahan bangunan rumah. Elemen-elemen tersebut mempunyai keterkaitan fungsional satu dengan lainnya dalam kegiatan ritual religi, kegiatan ritual kultural dan kegiatan seharihari. Tatanan elemen lanskap Kampung Sade dapat digambarkan seperti terlihat pada Gambar 23.
vvvvvv
Gambar 23. Diagram tatanan awal elemen lanskap Kampung Sade, Secara umum lanskap Kampung Sade dapat dilihat pada Gambar 24
P b a r Potongan: n
Sawah
Gambar 24. Lanskap Kampung Sade.
Sawah
A'
5.4.4. Kegiatan Sosial Budaya
Kegiatan sosial budaya penduduk Kampung Sade merupakan potensi wisata yang dapat dikembangkan dalam perencanaan dilakukan secara bersama-sama oleh penduduk setempat, baik kegiatan ritual keagamaan maupun kegiatan kultural. 5.4.4.1. Kegiatan Ritual Keagamaan
Aktivitas ini dilakukan rutin dalam satu tahun berdasarkan hari besar agama Islam dan penanggalan bulan (Hijriah). Upacara tersebut terdiri dari: 1. 10 Muharam Pada tanggal 10 Muharam ini semua penduduk diwajibkan rnembuat bubur putih. Sebelum dimakan oleh seluruh anggota keluarga bubur tersebut dimintakan doa kepada Kiai, dengan cara membawa bubur satu nampan ke rumah Kiai, kemudian setelah bubur diberi doa, satu piring ditinggalkan di rumah Kiai, dan selebihnya
dibagikan kepada anggota keluarga untuk
dinikmati bersama keluarga. 2. 10 Sapar
Kegiatan yang dilakukan oleh penduduk Kampung Sade pada tanggal 10 Sapar yakni membtiat bubur merdh. Sarna seperti cara diatas bubur dimintakan doa terlkbih dahulu keDada Kiai, dan selebihnya dinikmati bersama anggota keluarga. 3. Mauludan
Tanggal 12 Rabiul Awal biasa disebut dengan hari Maulid Nabi Muhammad SAW, kegiatan yang dilakukan oleh semua penduduk di Kampung Sade adalah bersama-sarna rnempersiapkan upacara hari Maulid dengan mernbawa bahan-bahan berupa beras, kelapa, ayam dl1 ke rumah Kiai. Kemudian dipirnpin oleh Kiai dan Pemangku Adat mereka mengolahnya \-
secara bersama-sama, akan tetapi kaum wanita yang diperkenankan mengambil bagian dalam kegiatan ini adalah yang sudah mengalami menopause. Setelah semua masakan siap maka kemudian diatur dalam 3 nampan besar dan bersama-sama pula di bawa ke Masjid Kuno di Rambitan sekitar jam 09.00
- 10.00 WBIT. Kemudian bersama-sama berdoa dengan
dipimpin oleh Kiai, setelah selesai melakukan pembacaan doa maka hidangan dibagikan kepada semua yang hadir dan dimakan bersamasama.Tradisi ini disebut sebagai 'Tradisi Mole Monte' yang sudah dilakukan sejak lama yakni sejak penduduk Kampung Sade masih menganut nilai Islam Wetu Telu. 4. Roah Bongkatan Selamatan ini dilakukan untuk menyambut datangnya Bulan Ramadhan, dilakukan oleh masing-masing penduduk yang disesuaikan dengan kemampuan ekonomi dari penduduk. Makanan tidak di bawa ke Masjid ataupun ke rumah Kiai akan tetapi dinikmati bersama oleh seluruh anggota keluarga. 5. Ramadhan Pada Bulan Ramadhan penduduk melakukan kegiatan yang disebut maleman, yakni malem 21, 23, 25, 27 dan malem 29. Kegiatan ini dilakukan sekali selama Bufan Ramadhan dengan ketentuan yaitu untuk yang masa perkawinannya 1-6 tahun dan kelipatannya melakukan upacara pada malem 21, sedang untuk yang perkawinannya berusia lebih dari 7 tahun dan kelipatannya melakukan maleman yang ke 23. Bagi yang telah memiliki usia perkawinan lebih dari 14 diperbolehkan melakukan maleman kapan saja sesuai dengan keinginannya. Upacara maleman dilakukan dengan membuat selamatan yang dibawa ke Masjid yaitu berupa makanan satu nampan dengan isi nasi dan lauk-pauknya serta sayur dan buah (tidak ada
persyaratan khusus akan tetapi disesuaikan dengan kemampuan ekonomi masing-masing) dan membawa lampu yang dibuat dari biji jarak dan biji jamplung yang ditumbuk kemudian hasil tumbukan tersebut dicapur randu agar dapat dililitkan pada ujung sebilah bambu yang diraut sebesar lidi. Setibanya di Masjid lampu ini dinyalakan, segera setelah selesai berdoa bersama sajian yang dibawa dimakan bersama-sama dan pada saat pulang lampu dibawa kemudian diletakkan di depan rumah. 6. Lebaran Nine
Tanggal 1 Syawal biasa disebut hari Raya ldul Fitri sedangkan di Kampung Sade hari ini disebut dengan 'Lebaran Nine'. Nine adalah sebutan wanita bagi penduduk Kampung Sade, sehingga pada hari Lebaran Nine semua wanita sibuk merayakannya. Setelah melakukan sholat led mereka bersamasama membawa bahan baku ke rumah Kiai untuk dimasak bersama-sama. Kemudian seteiah masakan siap disajikan dalam 3 nampan dan dibawa ke Masjid Kuno di Rambitan.
7. Lebaran Mame Pada tanggal umat Islam memperingati hari Raya ldul Adha demikian juga penduduk Kampung Sade, mereka menyebut hari raya ini sebagai hari 'Lebaran Mame'. Mame adalah sebutan kaum laki-laki bagi penduduk Kampung Sade, sehingga pada hari Lebaran Mame yang sibuk mempersiapkan acara lebaran adalah kaum laki-laki. Akan tetapi karena kemampuan penduduk kampung ini masih relatif miskin maka setiap Lebaran Mame belum pernah dilakukan pemotongan hewan kurban (Kambing, Domba maupun Kerbau). Kegiatan ritual keagamaan dan penggunaan ruang dapat dilihat pada Tabel 17.
Tabel 17. Kegiatan ritual keagamaan dan penggunaan ruangnya
5.4.4.2. Kegiatan Kultural Kegiatan yang dilakukan dalam mempertahankan adat yang telah berjalan sejak lama di Kampung Sade adalah: 1. Ngaturang Sari
Hajatan atau syukuran yang biasanya dilakukan pada hari Rabu, makanan yang disediakan berupa serabi dibuat dengan dua warna yaitu warna merah untuk di rumah dan warna putih dibawa ke Masjid. 2. Perak Dapuh
Perak dapuh merupakan kegiatan yang dilakukan masyarakat Kampung Sade untuk mengunjhngi makam leluhur yakni hllakam Nyatok (Wali Nyatok) dengan melagukan tembang samarandana. 3. Roah Bale
Selamatan ini dilakukan setelah rumah selesai dibangun tetapi belum ditempati. Maksud dari roah bale ialah mendoakan keselamatan calon penghuni rumah. Pada acara ini pemilik rumah mengundang kiai untuk memimpin acara
4. Roah Pan
Selamatan panen padi, acara selamatan ini dilakukan di sawah. Panen padi dilaksanakan oleh terune dan dedare. 5. Roah Nemok Selamatan untuk ternak, dilaksanakan di kandang kaok. 6. Roah Pemon
Selamatan untuk lumbung, lumbung diisi dengan jenis padi lokal dan hanya wanita yang boleh memasukkannya demikian juga pada saat mengambilnya dan apabila sedang berada di lumbung tidak boleh berbicara. 7. Khitanan
Acara khitanan di Kampung ini cukup memakan waktu yang lama karena ada beberapa tahapan yang harus dilalui, tahapan tersebut adalah sebagai berikut a. Menentukan hari baik yang harus dimusyawarahkan bersama ketua adat, pada umumnya jatuh pada hari Sabtu. b. Pada hari Sabtu ke I dilakukan acara Petaik yaitu meninggikan berugak 1 bale pertemuan dengan menambah kaki berugak dengan batang pohon kelapa dengan tinggi 1,25 m. ha1 ini bermakna bahwa orang tua mempunyai harapan kelak anak yang dikhitan tersebut mempunyai masa depan yang lebih baik, derajat yang tinggi disegani dan dihormati oleh masyarakat. Kemudian setiap malam hingga pagi hari di berugak ini dilakukan pembacaan Takepan (kitab) Djafi swam (kisah seorang Syech yang menyebarkan agama Islam dari perjalanannya untuk menemukan Tuhannya) dan Bangbari (kisah tentang alim ulama) yang ditulis pada daun lontar. c. Hari Sabtu ke II pembuatan sabuk ombak dengan ukuran 2,5 m lebar 40 cm oleh penenun yang dituakan, sebelum penenunan dilakukan terlebih
dahulu penenun diberi beras, gula, sirih dan lain-lain. Motif sabuk tunjang besi dengan warna kombinasi kuning, putih, coklat, biru, dan hitam. Hal ini bermakna anak yang dikhitan agar mempunyai prinsip yang kokoh. Tenunan setelah selesai kemudian dicuci dan diserahkan kepada yang mempunyai hajat pada hari jum'at ke Ill. d. Pada hari Sabtu ke Ill kegiatan yang dilakukan adalah menghias berugak dengan bunga-bunga dan janur, kemudian selanjutnya anak yang akan dikhitan dinaikkan kuda-kudaan dan diusung berkeliling, dari rumahnya hingga menuju ke Paosan (berugak /bale pertemuan). Setelah sampai di Paosan anak tersebut dikhitan oleh dukun khitan yang telah menunggu. e. Sabtu ke IV kegiatan khitanan sampai pada tahap akhir yaitu mengembalikan berugak seperti posisi semula,
mengembalikan tinggi
berugak dengan mengambil batang kelapa yang ditambahkan. 8. Bejangkep
Pernikahan di Kampung Sade dilakukan dengan adat yang sudah turun temurun dilaksanakan oleh suku sasak yang ada di Pulau Lombok yaitu tradisi meran'. Tradisi ini dimulai dengan membawa pergi (selarian) calon mempelai perempuan oleh calon mempelai laki-laki selama satu hari satu malam, ke salah satu rumah keluarga pihak laki-laki agar tidak dapat ditemukan oleh keluarga perempuan. Perwakilan keluarga calon mempelai laki-laki melaporkan kepada ketua adat dari pihak perempuan dan membicarakan perihal selarian dengan ketua adat selambat-lambatnya 3 hari kemudian. Selanjutnya tahap berikutnya dilanjutkan dengan datangnya ketua adat bersama wakil keluarga laki-laki ke rumah keluarga calon mempelai perempuan. Setelah dicapai kata sepakat, maka ditentukan hari pemikahan kedua mempelai. Selanjutnya acara pernikahan dilakukan di rumah keluarga laki-laki,
selesai acara pernikahan kedua mempelai diiringi kerabat dan sanak saudara pergi ke rumah keluarga perempuan dengan membawa beberapa jenis makanan yang di tempatkan di dalam nampan dengan jumlah yang disesuaikan dengan kemampuan keluarga mempelai laki-laki, peristiwa ini disebut 'nyongkolan: Acara selanjutnya adalah acara ramah tamah dengan para tamu dengan sajian yang telah dipersiapkan, setelah acara selesai maka kedua mempelai bersama pengiringnya kembali ke rumah mempelai laki-laki dan pihak mempelai perempuan menukar makanan yang ditempatkan dalam nampan dengan makanan yang dibuat oleh keluarga perempuan. Kedua mempelai selama mereka belum mempunyai rumah tinggal sendiri akan tinggal di rumah keluarga mempelai laki-laki sampai mempelai tersebut mempunyai rumah sendiri, biasanya keluarga baru tersebut dibuatkan rumah yang terletak di halaman rumah induk (rumah orang tuanya). Pada kegiatan ritual kultural tersebut biasanya diadakan atraksi kesenian tradisional baik musik maupun tarian, seperti: Gendang Beleq, Tari Satang, Tari Oncer, Tari Kayak dan Tari Petuk. Kegiatan kultural dan penggunaan ruang dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18. Kegiatan kultural dan penggunaan ruangnya
5.4.5. Analisis Potensi Wisata Budaya
Kampung Sade mempunyai potensi wisata budaya dengan keunikan dan kekhasannya. Sebagai satu kesatuan lanskap budaya, Kampung Sade terdiri dari: elemen-elemen pembentuk lanskap. Elemen tersebut selain berbentuk bangunan (arsitektural), juga berbentuk kegiatan religi dan kultural yang dilakukan oleh penduduk sesuai dengan ajaran leluhurnya. Beberapa elemen dengan keunikan dan kekhasannya mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai tempat tujuan kunjungan wisata (Tabel 19). Berdasarkan Koentjaraningrat (1974) terdapat 7 unsur kebudayaan yang menggambarkan suatu bentuk kebudayaan masyarakat. Dengan memperhatikan unsur tersebut diperoleh titik yang potensial untuk dikembangkan sebagai titik I tempat atraksi wisata. Untuk
menetapkan obyek
wisata terpilih
yang
potensial untuk
dipromosikan sebagai bagian dari kawasan wisata Kampung Sade, dilakukan proses evaluasi obyek wisata. Evaluasi ini dilakukan dengan menilai letak, aksesibilitas, keaslian, atraksi, daya tarik dan fasilitas pendukung. Nilai skor ditentukan dengan nilai 1 sampai dengan 4, Skor 1 untuk kriteria sangat buruk, 2 untuk kriteria buruk, 3 untuk kriteria baik dan 4 untuk kriteria sangat baik. Selanjutnya dilakukan penjumlahan nilai skor pada masing-masing kriteria. Jumlah skor total 1-7 termasuk dalam kategori tidak potensial, skor 8-14 termasuk dalam kategori kurang potensial, skor 15-21 termasuk dalam kategori cukup potensial, dan skor 22-28 termasuk dalam kategori sangat potensial. Hasil skoring pada masing-masing obyek wisata dapat dilihat pada Tabel 20.
Tabel 19. Elemen-elemen lanskap di Kampung Sade dan keunikannya
Kandangkaok Kamar mandi dan sumur komunal Makarn Sawah Ladang
2.
Pertanian
3.
Makam
Makam Nyatok
4.
Masjid
Masjid kuno
Sumber : Hasil Analisis Data Primer.
Perayaan roah nemok Kegiatan aktivitas penduduk (mencuci) secara bersama-sama Pemakaman jenazah jika ada penduduk yang meninggal Perayaan "Roah Pari" (saat panen) Pola tanam peladangan khas Kampung Sade Keragaman jenis tanaman Makam pendiri Masjid Kuno Rambitan Melaksanakan "Perak Dapuh" (hari Rabu) Dibangun awal abad XVI Benda Cagar Budaya Kegiatan "Ngaturang Sari" (hari Rabu) Peringatan "Maulid Nabi "(12 Rabiul Awal) Perayaan "Lebaran Nine" (1 Syawal)
Hasil evaluasi diperoleh 6
obyek wisata
yang
potensial
untuk
dikembangkan sebagai tempat tujuan wisata dengan 2 (dua) kategori yaitu sangat potensial
meliputi Masjid kuno, Rumah tradisional Sasak dan Bale
pertemuan sedangkan tempat yang cukup potensial meliputi Makam Nyatok, Lumbung, dan Sawah. Mengenai hasil evaluasi, terutama yang berkaitan dengan 3 obyek wisata yang termasuk kategori potensial unsur religi serta adat yang
merupakan dasar pertimbangan utama. Dalam masing-masing kelompok terdapat elemen baik yang sangat potensial maupun yang kurang potensial. Dengan demikian semua kelompok dianggap layak dan potensial untuk dikunjungi. Sedangkan di dalam satu kelompok elemen-elemen yang kurangl tidak potensial adalah bagian yang terintegrasi dalam kelompok tersebut, dan mendukung keutuhanlkesatuan lanskapnya. Dalam program wisata apabila waktunya sangat terbatas dapat diarahkan ke obyek yang sangat potensial saja. Kampung ini memiliki aksesibilitas yang baik dari jalur-jalur wisata utama yang telah terbentuk sebelumnya. Tetapi jalur sirkulasi utama yang telah dibangun saat ini memotong tapak perencanaan menjadi dua bagian yang meliputi pemukiman
dan makam, lahan pertanian dan tempat ibadah.
Berdasarkan Forman (1986), suatu unit lanskap merupakan satu hasil dari interaksi beberapa ekosistem dengan tapak di dalamnya. Adanya jalan yang membagi unit lanskap tersebut menyebabkanterganggunya struktur unit lanskap. Struktur lanskap itu sendiri merupakan satu kesatuan dari: distribusi energi, material, spesies, bentuk-bentuk, jumlah dan konfigurasi dari elemen lanskap atau ekosistem, sehingga perubahan struktur lanskap mempengaruhi ruang sosial budaya masyarakat Kampung Sade. Melalui perencanaan ini akan dilakukan penataan kembali untuk mendapatkan suatu kesatuan struktur unit lanskap.
Tabel 20. Nilai hasil skoring masing-masing obyek
U)
m
No.
Kelompok
.-.-c.
Obyek wisata 3
$r
U
)
Y .E
.E m
E
5 .
~
U)
~
E m
~ m aU
5
3 a q Y O I L P . 1.
Pemukiman
Rumah tradisional
4
4
4
4
4
4
1 1 1 1 3 dan sumur 3 komunal 1 1 2 2 2 2 Kandang kaok 3 3 3 4 3 3 Sawah ----Pertanian 2. ~Ladan 1 1 1 2 1 3 3 4 4 3 Makam Nyatok Makam 3. 3 3 3 4 4 4 4 Masjid Kuno Masjid 4. Sumber : Hasil Analisis Data Primer.
Kategori a
= )
C
24
Sangat potensial untuk tujuan wisata
10
Kurang potensial untuk tujuan wisata
10 19 71
Kurang potensial untuk tujuan wisata Cukup potensial untuk tujuan wisata Tidak potensial untuk tujuan wisata otensial untuk tujuan wisata otensial untuk tujuan wisata
5.5. Model Parameter Kunjungan Untuk dapat mengembangkan dan memanfaatkan serta melestarikan kawasan wisata budaya Kampung Sade perlu mempertimbangkan adanya suatu model kunjungan ke kawasan Kampung Sade. Tujuannya adalah untuk mengurangi tekanan terhadap kelestarian sumberdaya. Oleh karena itu jumlah pengunjung persatuan luas areal obyek wisata dengan waktu yang dibutuhkan harus sesuai dengan kapasitas daya dukung obyek wisata Kampung Sade, sehingga tidak terjadi kerusakan lingkungan tersebut. Model menekankan pada metode kesesuaian antara jumlah pengunjung total harian yang disesuaikan dengan daya dukung kawasan wisata. Dengan perhitungan menggunakan metode ini diharapkan adanya kelancaran dan kenyamanan yang akan didapatkan oleh pengunjung. Selain itu kelestarian serta pemeliharaan sumberdaya wisata lebih mudah. Formula yang digunakan dalam penyusunan model adalah formula daya dukung wisata sebagai berikut (Libosada, 1998): T = D.D. x K
dimana : T
=total hari kunjungan yang diperkenankan
K
= koetisien rotasi
N
=jam kunjungan per hari area yang diijinkan
R
= rata-rata waktu kunjungan Berdasarkan pendekatan metode ini maka diperoleh kapasitas optimal
untuk kawasan wisata Kampung Sade.
Obyek Wisata yang Berada di Pemukiman Fasilias jalan rnerupakan sarana utarna yang dibutuhkan wisatawan untuk rnelihat obyek wisata di pernukiman. Jalan yang dipergunakan merupakan jalan perkarnpungan dengan panjang 293,5 rn dan lebar 1,20 m. Berdasarkan panjang jalan yang ada maka diperkirakan rata-rata waktu kunjung adalah sekitar 60 rnenit. Berdasarkan data diatas rnaka dapat dihitung Avemge flow volume (AFV) yaitu panjang jalan dibagi dengan waktu yang dibutuhkan untuk rnengunjungi obyek wisata tersebut yakni 4,89 mlmenit. Menurut Harris dan Dines (1988), jika AFV sebesar 4,89, maka Occupacynya adalah 25 feet ( f 8 rn). Dengan lebar jalan 1,2 m (asumsi hanya cukup untuk 1 orang), rnaka luas area yang dibutuhkan untuk 7 orang = 8 rn x 1,2 m = f T O rn2. Berdasarkan pertirnbangan AFP maka luas jalan di obyek wisata yang berada di pernukiman Kampung Sade adalah 352,2 rn2. dengan demikian dapat ditentukan daya dukung obyek wisata di pernukirnan sebesar 35 orang1jam. Obyek wisata di pemukirnan dibuka selarna 6 jam perhari (9.00 - 15.00). Koefisien rotasi dapat diperoleh dengan rnembagi jumlah waktu atraksi dibuka dengan waMu yang dibutuhkan wisatawan per orang. Dari hasil perhitungan diperoleh koefisien rotasi adalah 6 menit. Dengan dernikian rnaka total jumlah wisatawan yang dapat ditarnpung oleh obyek wisata di pernukirnan Karnpung Sade perhari adalah 210 orang per hari. Obyek Wisata Masjid Kuno dan Makam Nyatok Dengan perhitungan yang sarna diperoleh daya dukung obyek wisata Masjid kuno sebesar 14 orangljarn dan koefisien rotasi 24 rnenit dengan total wisatawan yang dapat ditarnpung oleh sebanyak 336 orang per hari. Sedangkan untuk Makarn Nyatok diperoleh daya dukung 142 orang per jam dan koefisien
rotasi 12 menit dengan total jumlah wisatawan yang dapat ditampung sebanyak 1704 orang per minggu (karena obyek wisata Makam Nyatok dibuka satu hari daiam seminggu yakni haru Rabu). Berdasarkan perhitungan daya dukung yang didapat dari obyek wisata pemukiman, Masjid kuno dan Makam Nyatok, maka jumlah pengunjung total perhari adalah 500 orang. Sedangkan pada hari rabu saat Makam Nyatok dibuka total pengunjung bertambah k 1500 orang. Oleh karena itu perencanaan dan pengelolaan yang dilakukan disesuaikan dengan jumlah total pengunjung setiap hari. 5.6. Perencanaan Lanskap Kawasan Wisata Budaya
5.6.1. Pendekatan Metode perencanaan lanskap yang digunakan adalah metode Gunn (1994) dengan pendekatan dari sisi sosial dan budaya. 5.6.2. Konsep Pengembangan Lanskap Secara umum konsep rencana wisata budaya Kampung Sade adalah, menciptakan kawasan Kampung Sade sebagai kawasan wisata budaya dengan rnenghubungkan tempat-tempat yang mempunyai nilai budaya dan menggali atraksi-atraksi keagamaan serta budaya penduduk.
5.6.2.1. Konsep Ruadg Wisata Konsep ruang pada dasarnya diarahkan untuk menjaga kelestarian nilai budaya Kampung Sade. Ruang-ruang wisata disusun berdasarkan kegiatan keagamaan dan budaya yang biasa dilakukan penduduk. Ruang wisata di Kampung Sade terbagi menjadi 3 yaitu: ruang penerimaan, ruang transisi dan ruang wisata utama, konsep ruang wisata dapat di lihat pada Gambar 25.
Keterangan 1 Ruang Penerimaan 2 Ruang Transisi 3 Ruang Wisata Utarna
Gambar 25. Konsep tata ruang wisata.
Ruang penerimaan merupakan ruang yang bersifat mengundang dan menyambut wisatawan yang datang ke kawasan wisata budaya Kampung Sade. Ruang transisi sebagai area peralihan yang mengarahkan wisatawan dari luar menuju ruang wisata utama, yang menghadirkan atmosfir suasana Kampung Sad& untuk memberikan gambriran pada wisatawan tentang wisata budaya Karhpung Sade. 0
Ruang wisata utama merupakan ruang yang di dalamnya terdapat obyekobyek wisata yang akan dikunjungi.
5.6.2.2. Konsep Sirkulasi Penunjang Kegiatan Wisata Budaya
Konsep Sirkulasi wisata Kampung Sade diarahkan pada re-orientasi visualisasi untuk mengamati dan menikmati atraksi dalam kesatuan yang utuh, terstruktur, berurutan, dan ada keterkaitan satu sama lain dalam satuan ruang
dan
waktu.
Oleh
karena
itu,
dalam
perencanaan
sirkulasi
perlu
dipertimbangkan: (Simonds, 1983). (1) Jarak atau waktu tempuh yang merupakan fungsi dari area, sedangkan area merupakan fungsi dari ruang (space),
sehingga
keduanya merupakan suatu
kesatuan yang
utuh.
(2) Keutuhan, yang menggambarkan keharmonisan dan kesatuan (unity) dari
elemen-elemen,
sehingga
elemen-elemen
tersebut
tidak
terpilah-pilah.
(3) Sekuen, yang menggambarkan urut-urutan terhadap objek yang mempunyai persepsi kontinuitas, sehingga merupakan pengorganisasiandari elemen-elemen pada suatu ruang.
Keterangan:
0 0
Q
Pintu Masuk (ruang penerimaan) Ruang Transisi ~uang wisata
Gambar 26. Konsep sirkulasi penunjang wisata.
Sirkulasi dalam perencanaan lanskap ini diarahkan untuk memberikan kenyamanan bagi wisatawan. Sirkulasi ini juga mengacu pada hasil analisis potensi obyek wisata yang potensial. Hasil analisis mengenai sirkulasi dalam wisata Kampung Sade dapat dijelaskan pada Gambar 26. Berdasarkan inventarisasi obyek wisata yang ada, jenis wisata yang sesuai diakomodasikan di Kampung Sade, adalah jenis wisata budaya yang menghubungkan tempat yang berkaitan dengan budaya masyarakat. Bentuk sirkulasi yang direncanakan adalah sekuen (Gambar 26). Bentuk ini didasarkan pada letak obyek wisata. Sirkulasi ini menghubungkan obyek wisata satu dengan lainnya yang berdasarkan urutan-urutan cerita Kampung Sade secara utuh. Sedangkan sirkulasi yang terdapat di dalam obyek wisata pemukiman Kampung Sade berbentuk disperse. Bentuk sirkulasi dibagi menjadi dua bagian yakni pertama sirkulasi sekuen yang menggambarkan potensi fisik dan gambaran kharakteristik sosial masyarakat. Potensi fisik
terdiri dari
Pemukirnan Kampung Sade, Masjid kuno Rambifan dan Makam Nyafok. Sirkulasi Kedua adalah sirkulasi diperse, yang bertujuan untuk melihat atraksi yang berkaitan dengan upacara-upacara ritual keagamaan maupun budaya. Atraksi yang berkaitan dengan karakteristik sosial budaya yaitu kegiatan penenunan serta interaksi sosial dalam komunitas Kampung Sade. Atraksi yang dinikmati adalah kegiatan-kegiatan atau upacara-upacara adat yang dilakukan untuk suatu tujuan tertentu oleh masyarakat seperti paosan, roah pemon, roah pare, roah bejangkep, lebaran nine, khafaman, mauludan, ziarah makam wali nyatok dan semarandhana. Pesan yang disampaikan dari atraksi yang dilihat adalah kebersamaan, pengejawantahan dari rasa bersyukur dan mengingat pada leluhur. Jalur sirkulasi pembentuk kegiatan wisata budaya dikonsepkan untuk menjadikan sebagai suatu jalur yang dapat memberikan pengalaman akan
gambaran budaya, termasuk kehidupan masyarakat dan pertaniannya, terutama yang terkait dengan ruang-ruang tradisional ini dan atraksi yang menyertainya dalam waktu tertentu. Model jalur sirkulasi ini diduga akan memberikan peluang yang tinggi dalam melihat banyak atraksi dan informasi serta memberikan peluang yang tinggi untuk rneningkatkan waktu dan pengeluaran yang merupakan dua ha1 utama dalam merencanakan suatu jalur wisata (Gunn, 1994). 5.6.2.3. Konsep Pengembangan Ruang Wisata Budaya
Dengan berkembangnya kegiatan pariwisata di Kampung Sade maka diperlukan penataan lanskap kawasan wisata Kampung Sade agar fungsi-fungsi dari kawasan wisata Kampung Sade dapat diakomodasikan pada tapak tetap lestan dan terhindar dari kerusakan yang dapat timbul dengan adanya berbagai kegiatan wisata di dalamnya sehingga kualitas lanskapnya tetap terjaga. Konsep pengembangan ruang wisata pada dasarnya diarahkan untuk menjaga kelestarian Karnpung Sade dari keaslian budaya, sehingga di dalam pengembangannya perlu mempertimbangkan nilai-nilai sosial budaya dan kelestarian elemen bio-fisik pada tapak. Menciptakan ruang-ruang wisata berdasarkan kegiatan keagamaan dan budaya yang biasa dilakukan penduduk. Konsep ruang wisata budaya yang terdapat di Kampung Sade dapat dilihat pada Gambar 27. Sedangkan blockplan kawasan wisata budaya Kampung Sade dapat dilihat pada Gambar 28. Konsep ini diharapkan tidak mengganggu keutuhan dari lanskap Kampung Sade dan aktivitas kehidupan penduduknya, tetapi juga dapat memenuhi kebutuhan penduduk untuk memperoleh pendapatan tambahan dari sektor wisata serta memberi kenyamanan bagi wisatawan untuk menikmati obyek wisata budaya.
Makam Nyatok Merupakan makam pendiri Masjid kuno Rambitan Kegiatan ritual keagamaan yang dilakukan. "Perak Oapuh" (hari Rabu)
1 Rumah tradisional
Arsitektur tradisional Sasak Kegiatan budaya yang dilakukan, menenun Kegiatan ritual keagamaan, "Roah Puase" (20, 22, 24, 26 dan 28 Ramadhan) Keragamanjenis tanaman di Kampung Sade Pola pekarangan khas Kampung Sade Arsitektur Lumbung KS Kegiatan budaya yang dilakukan, Perayaan "Roah pemon" (setelah panen) Kegiatan ritual keagamaan, Paosan (membaca lontar) Kegiatan aktivitas agama sehari-hari Kegiatan budaya yang dilakukan, "Bejangkep" (pemikahan) Kegiatan budaya yang dilakukan, Perayaan roah nemok
sumur komunal Pemakaman jenazah jika ada penduduk yang meninggal
Arsitektur masjid yang dibangun awal abad Merupakan benda cagar budaya Kegiatan "Ngaturang Sari" (han Rabu) Peringatan "Mauiia Nabi "(12 Rabiul Awal) Syawal) Perayaan "Lebaran Nine" (I
Pola tanam peladangan khas Kampung Sade Keragaman jenis tanaman
Keterangan Pintu Masuk Ruang Penerimaan
a Ruang W~sata Ruartg Transta
= ~~l~~ Rays
- Sirkulast
Gambar 27. Konsep pengembangan ruang wisata budaya
5.7. Rencana Lanskap Berdasarkan konsep ruang wisata dan sirkulasi maka dikembangkan rencana lanskap seperti terlihat pada Gambar 29. Perencanaan lanskap Kampung Sade dibagi menjadi 3 ruang yaitu : ruang penerimaan, ruang transisi dan ruang wisata utama. Ruang penerimaan merupakan tempat untuk menerima wisatawan yang akan mengunjungi Kampung Sade. Di tempat ini wisatawan akan memperoleh informasi singkat mengenai keadaan obyek wisata yang akan dikunjungi. Pada ruang penerimaan ini terdapat pintu gerbang, yang dibangun dengan mengadopsi arsitektur setempat. Sehingga dari mulai wisatawan masuk ruang penerimaan sudah terasa nuansa budaya Kampung Sade. Fasilitas lain yang disediakan adalah : a. Tempat parkir yang merupakan prasarana penting yang juga diperlukan kawasan wisata
Kampung
Sade
untuk
menampung
kendaraan
pengunjung. b. Kios cinderamata yang menjual cinderamata berupa kain tenunan yang merupakan hasil kerajinan tangan penduduk setempat. Struktur bangunan kios dibuat terbuka mengadopsi arsitektur berugak, dengan ukuran satu kios 3,O x 3,Om. Kios-kios tersebut ditata agar teratur dan tidak menimbulkan kesan sesaklpadat, dengan memberi jarak antar kios sehingga pengunjung dapat berdiri disekitar kios dengan leluasa yang dapat memberi kenyamanan pengunjung dalam berbelanja. c. Restoran dan Kafe ditata dalam sebuah blok dimana terdapat prasarana warung pos dan telekomunikasi (warpostel) di dalamnya untuk memenuhi kebutuhan pengunjung akan sarana komunikasi. Restoran menyediakan makanan khas Kampung Sade ini sebagai salah satu upaya untuk menarik
wisatawan disamping obyek wisata budaya yang telah ada, diharapkan dapat dimanfaatkan oleh wisatawan sebagai salah satu sarana pelepas lelah, sambil makan dan minum. d. Papan interpretasi disediakan untuk memberikan informasi mengenai jalur wisata dan obyek wisatanya. e. Toilet dibangun sesuai dengan arsitektur seternpat. Kebersihan selalu duaga sehingga fasilitas ini layak digunakan oleh pengunjung. Ruang transisi merupakan tempat dimana wisatawan dapat beristirahat sejenak sebelum melanjutkan perjalanan ke dan dari ruang wisata utama. Fasilitas penunjang wisata yang disediakan pada ruang transisi sama dengan di ruang penerimaan kecuali ternpat parkir dan tersedia shelter. Shelter disediakan sebagai tempat istirahat dan berteduh bagi pengunjung, dibangun dalam bentuk berugak. Ruang wisata utama diupayakan agar keaslian budaya Kampung Sade tetap terjaga, oleh karenanya ruang ini dibebaskan dari kegiatan ekonomi atau kegiatan lainnya yang dapat menyebabkan penurunan kualitas atau nilai budaya. Selain direncanakan jalur sirkulasi untuk menghubungkan obyek wisata, juga diupayakan kondisi yang dapat rnenunjang kenyamanan wisatawan, misalnya: wisatawan dapat menikrnati obyek wisata tanpa adanya gangguan dari pedagang asongan. Fasilitas yang tersedia di ruang wisata utama adalah fasilitas interpretasi yang terdiri dari papan interpretasi, brosur dan pemandu wisata. Fasilitas ini disediakan agar dapat membantu pemahaman wisatawan terhadap obyek wisata yang ada di Kampung Sade. Untuk rnenghubungkan ruang penerimaan dengan ruang transisi dan ruang wisata utama wisatawan dapat rnenggunakan kendaraan tradisional seternpat yaitu cidomo (kereta kuda). Penggunaan kendaraan lokal ini
diharapkan dapat menambah penghasilan penduduk setempat disamping penghasilan utama dari sektor pertanian.
Keterangan: I.
Ruang penerimaan
II.
Ruang transisi
Ill.
Masjid kuno
IV.
Makam Nyatok
V.
Pemukiman tradisional Sade
Total wisatawan yang giperkenankanlhari:
I.
546 orang
11.
546 orang
111.
336 orang
IV.
1704 orang (minggu) .
V.
210 orang
I Fasilitas yang tersedia: Ruang penerimaan
1
tempat parkir untuk 20 mobill minibus. Ruang tiansisi
10 buah restoran dan kafe, kapasitas 200 orang,
setiap
restoran
I
I
minimal
mempunyai 3 kamar mandi.
I Judul Studi :
I Perencanaan Lanskap Kawasan Wisata Budaya Kampung Sade, di Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat
Judul Gambar: Blockplan
Dibuat Oleh: Retno Keksi Wulandari
ARU99079 Dosen Pembimbing : Ir. Siti Nurisjah, MSLA Ir. Nurhayati H.S.Arifin, M.Sc.,Ph.D.
Keterangan: A. Gapuralgerbang masuk
B. Shelter C. Masjid kuno D. Makarn Nyatok
E. Ternpat Parkir I
F. Kios Cinderamata dan Kafe G. Pusat lnforrnasi
1
H. Papan interpretasi
1
I
l
I. Rurnah tradisionai
j
J. Lurnbung
!
/
K. Karnar mandi
!I
Program Studi Arsitektur Lanskap Program Pascasarjana lnstitut Pertanian Bogor
1
Judul Studi : Perencanaan Lanskap Kawasan Wisata Budaya Karnpung Sade, di Lornbok Tengah. Nusa TenggaraBarat Judul Gambar:
I
Rencana Lanskap
1
Dibuat Oleh: Retno Keksi Wulandari ARU99079 b o s e n Pembimbing :
I
Ir. Siti Nurisjah, MSLA Ir. Nurhayati H.S.Arifin. M.Sc.,Ph.D.
I I
I