PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
FUNGSI KOMUNIKASI ORANG TUA TERHADAP PEMBENTUKAN KARAKTER DAN IMAN ANAK DALAM KELUARGA KATOLIK DI PAROKI ADMINISTRATIF SANTO PAULUS PRINGGOLAYAN YOGYAKARTA
SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Pendidikan Agama Katolik
Oleh: Veronika Saduwale Sogen NIM: 121124052
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK JURUSAN ILMU PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2017
i
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan dengan tulus, penuh syukur dan bahagia kepada: Para Suster Kongregasi Puteri Reinha Rosari dan seluruh keluarga di Paroki Administratif Santo Paulus Pringgolayan serta Program Studi Pendidikan Agama Katolik Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, yang telah mendukung dan memberikan kesempatan kepada saya untuk menjalani tugas studi di Universitas Sanata Dharma ini.
iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
MOTTO
“Segala Perkara Dapat Kutanggung Di Dalam Dia Yang Memberi Kekuatan Kepadaku.” (Flp 4:13)
v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRAK Skripsi ini berjudul FUNGSI KOMUNIKASI ORANG TUA TERHADAP PEMBENTUKAN KARAKTER DAN IMAN ANAK DALAM KELUARGA KATOLIK DI PAROKI ADMINISTRATIF SANTO PAULUS PRINGGOLAYAN YOGYAKARTA. Penulisan skripsi ini berawal dari keprihatinan penulis terhadap fenomena kehidupan keluarga yang mengalami pergeseran nilai yang seharusnya dihayati dan dikembangkan dalam keluarga, karena dasar pendidikan pertama dan utama adalah keluarga. Dari keluarga anak dibimbing dan diarahkan untuk menghadapi realitas hidupnya. Tentunya pendidikan dalam keluarga memiliki nilai strategis dalam pembentukan karakter dan iman anak. Dalam proses pembentukan karakter dan iman anak, orang tua bertanggungjawab sebagai komunikator utama yang menanamkan nilai-nilai kehidupan yang tercermin dalam kata dan perbuatannya. Baik tidaknya keteladanan yang ditunjukkan oleh orang tua akan sangat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. Penulis juga merasa tergerak untuk memberikan sumbangan pikiran dan dukungan bagi keluarga-keluarga Katolik di Paroki Admistratif Santo Paulus Pringgolayan dalam meningkatkan kualitas komunikasi di tengah keluarga. Selain itu judul skripsi ini diangkat sebagai acuan untuk menggali lebih dalam sejauh mana tingkat komunikasi dalam keluarga Katolik yang membawa dampak positif bagi pertumbuhan karakter dan perkembangan iman anak. Melalui penelitian di lapangan penulis menemukan bahwa banyak keluarga dalam hal ini orang tua belum menyadari dan menjalankan tugas dan tanggung jawabnya secara baik dan benar. Banyak orang tua yang hanya sibuk mengejar hal-hal duniawi sementara mengabaikan tugas dan tagggungjawabnya di dalam keluarga secara khusus dalam mendampingi anak-anak. Frekuensi dan mutu perjumpaan di tengah keluarga yang ditunjukkan dalam perilaku komunikasi baik itu komunikasi verbal maupun komunikasi non verbal tidak mendapat tempat penting, apa lagi perjumpaan dengan Tuhan dalam kebiasaan doa keluarga. Kesetiaan dalam menghayati hidup perkawinan semakin mengalami kemerosotan, karena hadirnya orang ketiga. Akibatnya anak-anak menjadi korban dari ketidakadilan yang diperlihatkan oleh orang tuanya. Banyak anak yang tidak mempunyai arah dan tujuan hidup yang jelas yang nampak dalam perilaku moral dan spiritual. Maka dari itu, penulis mengusulkan kegiatan rekoleksi keluarga dengan tujuan membantu keluarga-keluarga Katolik di Paroki Administratif Santo Paulus Pringgolayan untuk menyadari peran dan tanggungjawabnya di dalam keluarga dalam membentuk karakter dan iman anak. Sementara itu tim pewartaan paroki diharapkan juga untuk secara berkala mengadakan kegiatan pendampingan keluarga, sehingga keluarga-keluarga Katolik terus dibantu untuk menghayati nilai-nilai luhur perkawinan.
viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRACT The title of this undergraduate thesis is THE FUNCTION OF COMMUNICATION OF PARENTS IN THE FORMATION OF CHARACTER AND FAITH OF THE CHILDREN IN THE CATHOLIC FAMILY IN THE ADMINISTRATIVE PARISH OF SAINT PAUL PRINGGOLAYAN YOGYAKARTA. The writing of this undergraduate thesis was begun from the concern of the writer to the phenomenon of family life that undergoes degradation of values. These values should be lived and developed within the family, because family is the first and foremost education. In the family children are guided, lead and directed to face the realities of life. Education in the family has a strategic value in the formation of the children's character and faith. In the process of the formation of character and faith of the children, parents have important role and responsibility. They are the main communicators who instill the values of life through their words and deeds. Parents should give the example and become the model to their children. Their life will affect the growth and development of the children. Therefore the writer decided to write a thesis to give support and ideas for the Catholic in the Administrative Parish of Saint Paul Pringgolayan Yogyakarta in order to develop and to improve the quality of communication in the family. The writer also would like to deepen the quality of communication in the family which brings a positive impact on the growth of character and faith of the children. Through field research, the writer found that there were many families who did not realize and carry out their duties and responsibilities. Many parents were busy to pursue worldly things. They neglected to fulfill their duty and responsibility in the family especially to accompany their children. The frequency and quality of their encounter in the family were shown through the communication both verbal and non-verbal. These types of communication did not have place in the family. They never come together in the family prayer. As a result, the children became victims of injustice that were shown by the parents when they acted. Many children did do not have direction and purpose in life. It was clearly shown through there moral and spiritual behavior. Therefore, the writer proposes a family recollection activities with the aim to help the Catholic families in the Administrative Parish of Saint Paul Pringgolayan to recognize the role and responsibilities within the family in shaping the character and faith of the children. Parish evangelization team is expected to periodically held family spiritual activities, so that Catholic families are assisted to appreciate continuously the great value of marriage.
ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KATA PENGANTAR Dengan perasaan gembira penulis memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Mahakuasa, yang telah menyertai penulis dengan Roh kebijaksanaan dan pengetahuan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul: FUNGSI KOMUNIKASI ORANG TUA TERHADAP PEMBENTUKAN KARAKTER DAN IMAN ANAK DALAM KELUARGA KATOLIK DI PAROKI
ADMINISTRATIF
SANTO
PAULUS
PRINGGOLAYAN
YOGYAKARTA. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada program studi Pendidikan Agama Katolik di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa proses penulisan ini tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang tulus kepada: 1.
Yoseph Kristianto, SFK, M. Pd, selaku dosen penelitian dan penulisan skripsi ini, sekalipun di tengah banyak kesibukan beliau telah meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya untuk memberikan bimbingan dan arahan selama proses penyusunan skripsi ini berlangsung.
2.
Dr. B. Agus Rukiyanto, SJ selaku dosen penguji II yang telah memberikan dukungan, semangat dan meluangkan waktu untuk mempelajari dan memberi masukan sehubungan dengan skripsi ini.
3.
YH. Bintang Nusantara, SFK, M. Pd selaku dosen penguji III yang telah memberikan
semangat,
meluangkan
waktu
untuk
memberikan masukan demi semakin baiknya skripsi ini.
x
mempelajari
dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4.
Para Romo dan segenap staf dosen yang telah mendukung penulis selama menjalani perkuliahan di PAK dengan pengetahuan, ketrampilan dan spiritualitas sebagai seorang pewarta.
5.
Staf dan karyawan Prodi PAK yang secara tidak langsung telah mendukung dan memberi dorongan bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
6.
Suster Pemimpin Umum dan Dewan Pimpinan Umum Kongregasi Puteri Reinha Rosari yang telah mengutus penulis untuk menjalani perutusan studi di Prodi Pendidikan Agama Katolik Universitas Sanata Dharma.
7.
Pemimpin komunitas dan segenap anggota komunitas PRR Magnificat Pringgolayan Yogyakarta yang telah memberikan dukungan dan setia mendoakan penulis.
8.
Agustinus Aryawan, Pr selaku Pastor Kepala Paroki Administratif Santo Paulus Pringgolayan yang telah menerima, memberikan izin serta mendukung penulis selama menjalani proses penelitian.
10. Umat Paroki Administratif Santo Paulus Pringgolayan teristimewa keluargakeluarga Katolik yang telah dipilih dan meluangkan waktu untuk diwawancarai sewaktu penulis melakukan penelitian. 11. Segenap keluarga: ayah, ibu dan saudara-saudari serta para sahabat kenalan yang dengan setia menemani, mendukung, mendoakan dan berkorban bagi penulis selama menjalani masa studi. 12. Teman-teman seangkatan yang selalu memotivasi penulis selama menjalani studi di IPPAK dan menjadi bagian dalam hidup penulis. Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan dukungan dalam bentuk apapun bagi penulis.
xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ...................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ..........................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN......................................................................
iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ..................................................................
iv
MOTTO .......................................................................................................
v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ................................................
vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ........................................
vii
ABSTRAK ...................................................................................................
viii
ABSTRACK ................................................................................................
ix
KATA PENGANTAR .................................................................................
x
DAFTAR ISI ...............................................................................................
xiii
DAFTAR SINGKATAN .............................................................................
xix
BAB I. PENDAHULUAN ..........................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah ..................................................................
1
B. Rumusan Masalah ............................................................................
9
C. Tujuan Penulisan .............................................................................
9
D. Manfaat Penulisan ...........................................................................
10
E. Metode Penulisan ............................................................................
10
F. Sistematika Penulisan ......................................................................
10
BAB II. FUNGSI KOMUNIKASI ORANG TUA DALAM RANGKA PEMBENTUKAN KARAKTER DAN IMAN ANAK DALAM KELUARGA KATOLIK ................................................................
12
A. Pembentukan Karakter dan Iman Anak dalam Keluarga Katolik ...
12
1. Keluarga Katolik .........................................................................
12
a. Dasar Pembentukan Keluarga Katolik ...................................
12
xiii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
b. Pengertian Keluarga Katolik ..................................................
14
c. Perkawinan dan Keluarga Sebagai Panggilan dan Sakramen
15
2. Anak Dalam Keluarga Katolik ....................................................
19
a. Anak Adalah Anugerah Allah Bagi Suami Istri .....................
19
b. Relasi Orang Tua-Anak dalam Keluarga ...............................
20
c. Prinsip-prinsip Interaksi Orang Tua-Anak Dalam Keluarga ..
23
d. Suami Istri di Panggil Mengambil Bagian Dalam Tritugas Yesus Kristus ..........................................................................
27
1) Kesaksian dan Keteladanan Dalam Keluarga Kristiani .....
27
2) Harapan Orang Tua Terhadap Kehidupan Anak ...............
29
a) Peran Orang Tua Dalam Keluarga ................................
30
b) Tugas Orang Tua Dalam Keluarga ...............................
32
3. Peran Orang Tua Dalam Pembentukan Karakter dan Iman Anak ............................................................................................
35
a. Penanaman Nilai Pada Anak ..................................................
35
b. Pembentukan Karakter Anak ..................................................
37
c. Pembentukan Iman Anak .......................................................
40
B. Fungsi Komunikasi Orang Tua Dalam Pembentukan Karakter dan Iman Anak Dalam Keluarga Katolik ...............................................
43
1. Pembentukan Karakter dan Iman Anak yang Didambakan Dalam Keluarga Katolik .............................................................
43
a. Pembentukan Karakter atau Kepribadian Anak yang Didambakan ...........................................................................
43
b. Pembentukan Iman Anak Yang Didambakan ........................
48
1) Iman Sebagai Jawaban Pribadi ..........................................
48
xiv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2) Peranan Keluarga Dalam Pembentukan Iman ...................
49
3) Tahap-tahap Perkembangan Iman ..........................................
50
2. Pengertian Komunikasi ...............................................................
52
a. Arti Etimologis .......................................................................
52
b. Pengertian Komunikasi ..........................................................
52
3. Macam-macam Jenis Komunikasi ..............................................
55
a. Komunikasi Verbal ................................................................
55
b. Komunikasi Non Verbal .........................................................
56
c. Komunikasi Individual ...........................................................
57
d. Komunikasi Kelompok ..........................................................
57
4. Fungsi Komunikasi Dalam Pembentukan Kepribadian dan Iman Anak ...................................................................................
58
a. Pentingnya Komunikasi Pada Umumnya ...............................
58
b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Komunikasi Dalam Keluarga .................................................................................
59
c. Pola Komunikasi dan Interaksi Dalam Keluarga ...................
63
d. Fungsi Komunikasi Dalam Keluarga .....................................
63
e. Tujuan Komunikasi Orang Tua-Anak Dalam Keluarga Katolik ....................................................................................
65
BAB III. PENELITIAN TENTANG DINAMIKA KOMUNIKASI ORANG TUA DALAM RANGKA PEMBENTUKAN KARAKTER DAN IMAN ANAK DALAM KELUARGA KATOLIK DI PAROKI ADMINISTRATIF SANTO PAULUS PRINGGOLAYAN ................................................
67
A. Deskripsi Paroki Santo Paulus Pringgolayan ................................
67
1. Profil Paroki Administratif Santo Paulus Pringgolayan .........
67
a. Latar Belakang Berdirinya Paroki Administratif Santo xv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Paulus Pringgolayan ...............................................................
67
b. Visi dan Misi Paroki Administratif Santo Paulus Pringgolayan ...........................................................................
69
c. Keadaan Demografis dan Tantangan .....................................
70
2. Keadaan Umat di Paroki Administratif Santo Paulus Pringgolayan ...........................................................................
71
a. Data Keluarga di Paroki Administartif Santo Paulus Pringgolayan ...........................................................................
71
b. Kondisi Umat .........................................................................
71
c. Keterlibatan Umat Dalam Hidup Menggereja dan Masyarakat .............................................................................
72
B. Penelitian Tentang Model Komunikasi Dalam Rangka Pembentukan Karakter dan Iman Anak di Paroki Administratif Santo Paulus Pringgolayan ..............................................................
73
1. Latar Belakang Penelitian ...........................................................
75
2. Rumusan Permasalahan ..............................................................
75
3. Tujuan Penelitian ........................................................................
76
4. Jenis Penelitian ............................................................................
76
5. Manfaat Penelitian ......................................................................
77
6. Tempat dan Waktu ......................................................................
77
7. Teknik Pengumpulan Data ..........................................................
77
a. Observasi ................................................................................
77
b. Wawancara ............................................................................
78
c. Analisis Data (Studi Dokumen) ............................................
78
d. Dokumentasi ...........................................................................
79
8. Variabel Penelitian ......................................................................
79
xvi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9. Intrumen Penelitian .....................................................................
82
10. Populasi dan Sample ...................................................................
83
11. Teknik Analisis Data ...................................................................
84
C. Laporan dan Pembahasan hasil Penelitian Tentang Model Komunikasi dalam Rangka Pembentukan Karakter dan Iman Anak dalam Keluarga Katolik Di Paroki Administratif Santo Paulus Pringgolayan ........................................................................
85
1. Hasil Penelitian dan Pembahasan ...............................................
85
a. Pola Komunikasi ....................................................................
85
1) Hasil Penelitian ..................................................................
85
2) Pembahasan .......................................................................
89
b. Keharmonisan Dalam Keluarga .............................................
92
1) Hasil Penelitian ..................................................................
92
2) Pembahasan .......................................................................
95
c. Pembentukan Karakter dan Iman Anak ..................................
97
1) Hasil Penelitian ..................................................................
97
2) Pembahasan .......................................................................
100
2. Rangkuman Hasil Penelitian dan Permasalahan yang Ditemukan ...................................................................................
102
BAB
IV. USULAN PROGRAM UNTUK MENINGKATKAN KESADARAN KELUARGA KATOLIK DI PAROKI ADMINISTRATIF SANTO PAULUS PRINGGOLAYAN SEHUBUNGAN DENGAN FUNGSI KOMUNIKASI DALAM RANGKA PEMBENTUKAN KARAKTER DAN IMAN ANAK .............................................................................
104
A. Latar Belakang .................................................................................
104
B. Usulan dan Bentuk Program ............................................................
106
xvii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
C. Matriks Program ..............................................................................
108
D. Satuan Pendampingan ......................................................................
111
1. Satuan Pendampingan Pembukaan .............................................
111
2. Satuan Pendampingan I ...............................................................
114
3. Satuan Pendampingan II .............................................................
121
4. Satuan Pendampingan III ............................................................
126
BAB V. PENUTUP .....................................................................................
136
A. Kesimpulan ......................................................................................
136
B. Saran ................................................................................................
137
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................
139
Lampiran 1: Surat Ijin Penelitian .........................................................
(1)
Lampiran 2: Transkrip Wawancara ......................................................
(2)
Lampiran 3: Instrumen Membangun Niat ............................................
(32)
Lampiran 4: Teks Kitab Suci.................................................................
(34)
Lampiran 5: Teks Lagu ........................................................................
(35)
Lampiran 6: Teks Cerita .......................................................................
(36)
xviii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR SINGKATAN A. Singkatan Teks Kitab Suci Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Kitab Suci Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru yang diselenggarakan oleh Lembaga Alkitab Indonesia. Luk
:
Lukas
Kej
:
Kejadian
Rom
:
Roma
Ef
:
Efesus
Kol
:
Kolose
Flp
:
Filipi
B. Singkatan Dokumen Gereja KGK
:
Katekismus Gereja Katolik, dicetak oleh Percetakan Arnoldus Ende, 1995
GS
:
Gaudium Et Spes, Konstitusi Pastoral Konsili Vatikan II tentang Gereja dewasa ini, 7 Desember 1965
FC
:
Familiaris Consortio. Peranan Keluarga Kristiani dalam Dunia Modern: Anjuran Apostolik Sri Paus Yohanes Paulus II kepada para Uskup, Imam-imam dan Umat beriman seluruh Gereja Katolik, tanggal 22 November 1981.
xix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
C. Singkatan Lain ARDAS
: Arah dasar
Art
: Artikel
Bdk
: Bandingkan
Dr
: Doktor
DIY
: Daerah Istimewa Yogyakarta
IPTEK
: Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
PRR
: Puteri Reinha Rosari
KAS
: Keuskupan Agung Semarang
KHK
: Kitab Hukum Kanonik (Codex Iuris Canonici), diundangkan oleh Paus Yohanes Paulus II tanggal 25 Januari 1983 Kanon
Kan
: Kanon
KK
: Kepala Keluarga
KWI
: Konferensi Waligereja Indonesia
PIA
: Pendidikan Iman Anak
PIR
: Pendampingan Iman Remaja
Pkl
: Pukul (Waktu)
Prof
: Profesor
Pr
: Praja
Rm
: Romo
RT
: Rukun Tetangga
RW
: Rukun Warga
xx
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
St
: Santo/Santa
SJ
: Serikat Jesuit
SK
: Surat Keputusan
S1
: Sarjana
Vikep
: Vikaris Episkopalis
xxi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Situasi dunia saat ini, sedang dipengaruhi oleh proses kemajuan pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Proses kemajuan pengetahuan dan teknologi tersebut adalah bagian dari modernisasi yang cukup mempengaruhi
atau
mengubah pola kehidupan bermasyarakat pada umumnya dan keluarga pada khususnya. Perubahan pola kehidupan dalam masyarakat dan keluarga ini, tentu menghasilkan
pandangan-pandangan
kehidupan
yang
berbeda.
Melalui
modernisasi manusia memandang segala sesuatu secara berbeda dan lebih rasional. Perkembangan pandangan hidup baru seperti hedonisme, konsumerisme, materialisme dan individualisme nampaknya telah menjadi gaya hidup dalam era modernisasi ini, yang cukup berpengaruh kuat dalam keluarga-keluarga Kristen. Meskipun perkembangan pengetahuan dan teknologi di era modernisasi ini membawa banyak perubahan yang cukup membantu manusia dalam segala aspek kehidupan seperti sosial, ekonomi dan budaya. Namun di sisi lain perkembangan pengetahuan dan teknologi ini berdampak negatif bagi manusia, yakni munculnya pandangan-pandangan baru seperti: hedonisme, konsumersime, materialisme dan individualisme. Pandangan-pandangan baru ini seakan menekan dan menguasai manusia serta memunculkan kecenderungan untuk mencari kepuasan dan kenikmatan sesaat. Manusia seakan berpikir bahwa kesenangan dan kenikmatan merupakan tujuan hidup, dan cenderung untuk menolak hal-hal yang menyakitkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
(Hedonisme). Karena tujuan hidupnya adalah untuk mencapai kenikmatan, maka sangat jelas jika manusia lebih senang menjadi pecandu dari suatu produk, sehingga ketergantungan ini sulit untuk dihilangkan (Konsumerisme). Ada rasa yang mendominasi untuk mengejar kekayaan dan hal-hal lainnya yang membuat manusia menjadi serakah dengan melibatkan banyak resiko (Materialisme). Jika manusia sudah mencapai taraf di mana ia merasa segalanya terpenuhi, maka ia hanya akan mementingkan dirinya sendiri, tanpa mempedulikan orang lain dan bahkan sampai melupakan kodratnya sebagai makhluk sosial (Individualisme). Situasi ini menandai bahwa manusia pada jaman ini mudah terpengaruh untuk mengejar hal-hal jasmani ketimbang hal-hal rohani, juga pendidikan yang bisa mengarahkan sesorang kepada kebaikan. Bertolak dari situasi ini setiap orang tua tentu merasa prihatin dan gelisah karena pandangan-pandangan hidup baru yang telah diuraikan di atas merasuk dalam lingkup keluarga teristimewa kepada anak-anak. Keprihatinan mereka tentu bertolak dari bagaimana mereka menyaksikan pertumbuhan dan perkembangan anak-anaknya yang tidak sesuai dengan harapan. Keprihatinan orang tua ini didasari oleh sebuah tanggungjawab terhadap pembentukan dan pembinaan iman anak. Selain itu keluarga adalah sekolah fundamental bagi anak-anak di bidang kehidupan sehari-hari (FC 37) dan rumah sebagai sekolah yang tepat untuk hidup (J. Hardiwiratno, 1994: 23), di mana orang tua hendaknya harus selalu mawas dan waspada terhadap proses pertumbuhan dan perkembangan anak-anak. Artinya controling orang tua terhadap kehidupan sosial anak-anak dalam lingkungannya perlu mendapatkan penekanan khusus dari lingkungan keluarga.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
Orang tua perlu menyadari bahwa pendidikan dalam keluarga memiliki nilai strategis dalam pembentukan karakter dan iman anak. Seorang anak berada di dalam keluarga sejak ia dikandung, dilahirkan, serta tumbuh menjadi manusia dewasa dan mandiri. Dengan kasih dan keteladanan orang tua sebagai “guru” pertama dan utama, tahap demi tahap, anak akan mengerti arti hidup (Alfonsus Sutarno, 2013: 5). Untuk itu baik tidaknya keteladanan yang diberikan dan bagaimana kebiasaan hidup orang tua sehari-hari dalam keluarga akan mempengaruhi perkembangan jiwa anak. Keteladanan dan kebiasaan yang diperlihatkan oleh orang tua dalam bersikap dan berperilaku tentu tidak terlepas dari perhatian dan pengamatan anak. Anak akan dengan mudah meniru kebiasaan hidup orang tua karena memang pada masa perkembangannya, anak selalu ingin meniru. Sejauh pengamatan yang dilakukan, banyak orang tua di Paroki Administratif Santo Paulus Pringgolayan dalam kehidupan sehari-harinya terkadang tidak hanya secara sadar, tetapi juga terkadang secara tidak sadar memberikan contoh yang kurang baik kepada anak-anak, misalnya meminta bantuan kepada anak tetapi dengan nada mengancam, tidak memberi perhatian dengan mau mendengarkan cerita anak tentang sesuatu hal, kesibukan bekerja sampai lupa waktu bersama anak di rumah, berbicara kasar pada anak atau menegur anak tidak pada tempatnya, orang tua berkelahi di depan anak-anak, selalu merasa diri benar dan tidak rendah hati untuk minta maaf pada anak ketika melakukan kesalahan, mengaku serba tahu padahal tidak mengetahui banyak tentang sesuatu, berpakaian tidak sopan di tempat umum, memberi kasih sayang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
dengan membeda-bedakan, kurang memberikan kepercayaan kepada anak untuk melakukan sesuatu, tidak pernah menciptakan waktu untuk makan dan berdoa bersama di rumah, dan sebagainya. Tentunya bagi anak, orang tua adalah model yang harus ditiru dan diteladani. Sebagai model orang tua seharusnya memberikan contoh yang terbaik bagi anak dalam keluarga. Sikap dan perilaku orang tua harus mencerminkan nilai-nilai Kristiani. Namun sayangnya tidak semua orang dapat melakukannya. Banyak faktor yang menjadi penyebabnya, misalnya: orang tua yang sibuk dan bekerja keras siang dan malam untuk memenuhi kebutuhan materi anak-anaknya, waktunya dihabiskan di luar rumah, jauh dari keluarga, tidak sempat mengawasi perkembangan anaknya, dan bahkan tidak punya waktu untuk memberikan bimbingan, sehingga pendidikan iman anak-anak terabaikan. Dalam kasus tertentu juga sering ditemukan sikap dan perilaku orang tua yang keliru dalam memperlakukan anak, misalnya orang tua membiarkan anak-anaknya berjam-jam bahkan berhari-hari berada di luar rumah tanpa kontrol. Anak merasa resah gelisah dan tidak betah tinggal di rumah. Di luar rumah anak mencari teman yang dianggapnya dapat memahami dirinya, perasaannya dan keinginannya. Kegoncangan jiwa anak ini akhirnya dimanfaatkan oleh anak-anak nakal untuk menyeretnya ke dalam sikap dan perilaku yang kurang baik. Sebagian besar kelompok mereka tidak hanya sering mengganggu ketenangan orang lain seperti melakukan pencurian atau perkelahian, tetapi juga terlibat dalam penggunaan obat-obat terlarang atau narkoba. Pergi ke tempat-tempat hiburan merupakan kebiasaan mereka. Di kota-kota besar misalnya: ayah, ibu dan anak sangat jarang bertemu dalam rumah. Ayah dan ibu sibuk dengan tugas mereka masing-masing,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
tidak mau tahu kehidupan anak. Kesunyian rumah memberikan peluang bagi anak untuk pergi mencari tempat-tempat lain atau apa saja yang memberikan keteduhan dan ketenangan dalam kegalauan batinnya. Padahal semestinya waktu-waktu tersebut dapat dimanfaatkan oleh orang tua untuk mendidik anak-anaknya untuk belajar, terlibat dalam kegiatan di lingkungan, dan sebagainya. Beberapa contoh sikap dan perilaku dari orang tua dan juga kasus yang telah diuraikan di atas tentunya akan berpengaruh negatif terhadap perkembangan jiwa anak. Orang tua seharusnya menyadari bahwa anak belum memiliki kemampuan untuk menilai, apakah yang diberikan oleh orangtuanya itu termasuk sikap dan perilaku yang baik atau tidak, sehingga dalam berperilaku hendaknya orang tua perlu waspada dan berhati-hati karena jika tidak, maka akan terbentuk karakter negatif anak. Untuk itu pola komunikasi orang tua di sini sebaiknya bersentuhan langsung dengan masalah tipe kepemimpinan orang tua dalam keluarga. Sebagai pemimpin orang tua harus peka dalam membaca apa yang baik dan tepat untuk masa depan anak. Sebagai pemimpin berarti juga bahwa orang tua menjadi teladan bagi anak-anak. Kata-kata, tindakan, pikiran, dan perasaan orang tua harus menjadi referensi atau orientasi hidup si anak (Alfonsus Sutarno, 2013: 72). Selain itu macam-macam sifat yang harus dimiliki oleh orangtua sebagai seorang pemimpin dalam keluarga, yaitu ada kekuatan energi jasmani dan rohani, kesadaran akan tujuan dan arah pendidikan anak, antusiasme (semangat, kegairahan, dan kegembiraan yang besar), keramahan dan kecintaan, integritas kepribadian (keutuhan, kejujuran, dan ketulusan hati), penguasaan teknik dalam mendidik anak, ketegasan dalam mengambil keputusan, cerdas, memiliki
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
kepercayaan diri, stabilitas emosi, kemampuan mengenal karakteristik anak, objketif, dan ada dorongan untuk menjadi pribadi yang bisa menyatu dengan anak dalam keluarga karena pada dasarnya orang tua dan anak adalah satu ikatan dalam jiwa. Ikatan itu dalam bentuk hubungan emosional antara anak dan orang tua yang tercermin dalam perilaku. Sebab kehormatan keluarga salah satunya juga ditentukan oleh bagaimana sikap dan perilaku anak dalam menjaga nama baik keluarga. Lewat sikap dan perilaku anak tentu nama baik keluarga dipertaruhkan. Kiranya perlu ditegaskan di sini bahwa kepribadian dan perbedaan latar belakang orang tua (suami-istri, bapak-ibu) bisa menjadi persoalan utama komunikasi. Ada dua penyebab utama yakni internal dan eksternal. Penyebab internal bisa berupa perbedaan karakter maupun belum dewasanya sikap salah satu atau kedua pasangan suami-istri dalam membina keluarga. Ketidakdewasaan itu antara muncul dalam sikap suka menuntut, tidak menerima dan menghargai keunikan pribadi, menyimpan luka atau trauma masa lalunya sehingga berpengaruh pula dalam relasi hidup berkeluarga, dan melempar kesalahan kepada pihak lain. Dengan faktor-faktor internal ini menjadikan orang tua belum selesai dengan dirinya. Atau tegasnya belum siap secara mental untuk menjadi orang tua. Perilaku-perilaku ini sangat berpengaruh pula dalam cara pendampingan dan pendidikan anak. Ada juga faktor eksternal yang ikut berpengaruh dalam persoalan komunikasi dalam keluarga, misalnya orang tua yang cenderung sibuk membangun relasi atau komunikasi dengan dunia luar (faktor gadget) sehingga membuat dia lupa akan dunia keluarganya sendiri. Di atas sudah disinggung tentang kealpaan orang tua untuk hadir bersama anak karena alasan ekonomi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
(harus tinggal dan bekerja terpisah dari keluarga). Persoalan atau kesulitan komunikasi juga bisa muncul karena perbedaan usia kedua pasangan, perbedaan latar belakang budaya, pendidikan dan agama. Semua itu sangat berpengaruh pada cara orang tua mendidik dan membesarkan anak dalam keluarga.
Berdasarkan karakteristik, faktor-faktor penyebab macetnya komunikasi sebagaimana dimaksudkan di atas, maka perlu dilakukan tindakan yang konkret untuk mengatasinya. Tindakan itu harus didukung oleh kesadaran orang tua bahwa keluarga merupakan
lingkungan pertama dan utama yang dapat
mengarahkan anak untuk menghadapi kehidupannya. Komunikasi antara orang tua dan anak sangat penting dalam membentuk suatu keluarga yang harmonis, di mana untuk mencapai keluarga yang harmonis, semua anggota keluarga harus didorong untuk saling terbuka dalam mengemukakan pendapat, gagasan, kemudian saling memahami latar belakang aktivitasnya, serta menceritakan pengalaman-pengalamannya baik yang menyenangkan maupun yang kurang menyenangkan. Komunikasi orang tua dan anak adalah suatu proses hubungan antara orang tua yaitu ibu-ayah dan anak yang merupakan jalinan yang mampu memberi rasa aman bagi anak melalui suatu hubungan yang memungkinkan keduanya untuk saling berkomunikasi sehingga adanya keterbukaan, percaya diri dalam menghadapi masalah. Komunikasi yang terjalin antara orang tua dan anak dalam satu ikatan keluarga di mana orang tua bertanggung jawab dalam mendidik anaknya. Hubungan yang terjalin antara orang tua dan anak di sini bersifat dua arah, disertai dengan pemahaman bersama terhadap sesuatu hal di mana antara orang tua dan anak berhak menyampaikan pendapat, pikiran, informasi atau
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
nasehat. Hubungan komunikasi yang efektif ini terjalin karena adanya rasa keterbukaan, empati, dukungan, perasaan positif, kesamaan antara orang tua dan anak. Komunikasi di sini lebih mengarah pada perlindungan orang tua terhadap anak, misalnya peran ayah dalam memberi informasi dan mengarahkan pada hal pengambilan keputusan pada anak yang peran komunikasinya cenderung meminta dan menerima, sedangkan komunikasi ibu dan anak lebih bersifat pengasuhan karena kecenderungan anak untuk berhubungan dengan ibu lebih kuat, misalnya jika anak merasa kurang sehat, sedih, maka peran ibu lebih menonjol.
Setiap keluarga Kristiani perlu menyadari bahwa komunikasi antara orang tua dan anak dalam keluarga merupakan interaksi yang terjadi antara anggota keluarga dan merupakan dasar dari perkembangan kepribadian dan iman anak. Dalam keluarga orang tua perlu menyadari bahwa anak dibimbing untuk mengembangkan kemampuan diri dan kreativitasnya serta menyimak nilai-nilai sosial yang berlaku di lingkungan di mana ia berada. Oleh karena itu sesibuk apapun pekerjaan yang harus diselesaikan oleh orang tua, meluangkan waktu demi pendidikan anak adalah lebih baik. Bukankah orang tua yang bijaksana adalah orang tua yang lebih mendahulukan pendidikan anak dari pada hanya mengurusi pekerjaan siang dan malam? Lalu bagaimana kesulitan ini bisa dijembatani? Atau bagaimana komunikasi yang intensif itu dikembangkan dalam keluarga? Kedua orang tua, suami dan istri perlu mengambil waktu bersama dan berusaha menemukan titik-titik yang menyulitkan mereka berkomunikasi. Jika keduanya sudah mampu menemukan faktor-faktor penghambat atau penyebab
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
baik internal diri maupun eksternal, maka akan memudahkan mereka menemukan jalan keluar yang terbaik bagi keluarga. Untuk bisa mencapai itu semua, maka segala ego diri masing-masing pihak harus dikalahkan oleh kepentingan bersama untuk perkembangan karakter anak dalam segala aspek. Keputusan yang diambil orang tua untuk kebaikan anak itulah yang utama. Sebab anak yang tumbuh dalam keluarga dan lingkungan yang baik, akan tumbuh dan berkembang menjadi anak yang baik. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang yang dipaparkan di atas maka permasalahan pokok yang akan di bahas dalam skripsi ini adalah menjawab pertanyaan: 1. Pola komunikasi macam apa yang diterapkan orang tua terhadap anak dalam rangka pembentukan karakter dan iman anak? 2. Apa peranan fungsi pola komunikasi orang tua terhadap pembentukan karakter dan iman anak? 3. Faktor pendukung dan penghambat apa saja yang dialami oleh orang tua dalam rangka pembentukan karakter dan iman anak? 4. Sejauh mana usaha orang tua dalam membangun komunikasi dalam rangka pembentukan karakter dan iman anak? C. Tujuan Penulisan Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menguraikan beberapa pola komunikasi orang tua terhadap anak dalam rangka pembentukan karakter dan iman anak.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
2. Memaparkan peranan pola komunikasi orang tua terhadap pembentukan karakter dan iman anak? 3. Mengungkapkan faktor pendukung dan penghambat yang dialami oleh orang tua dalam berkomunikasi dalam rangka pembentukan karakter dan iman anak. 4. Mengetahui sejauh mana usaha orang tua dalam membangun komunikasi terhadap pembentukan karakter dan iman anak? D. Manfaat Penulisan Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: 1. Membantu menyadarkan dan meyakinkan
orang tua akan pentingnya
membangun komunikasi yang benar bagi pembentukan karakter dan iman anak dalam keluarga Katolik. 2. Memberi gambaran kepada orang tua tentang berbagai pola komunikasi yang efektif dalam rangka pembentukan karakter dan iman anak. 3. Membantu orang tua untuk menemukan berbagai masalah yang dihadapi dalam proses pembentukan karakter dan iman anak. 4. Membantu Gereja khususnya seksi pewartaan Paroki dalam bidang pendampingan keluarga. E. Metode Penulisan Proses penulisan ini dilakukan dengan metode analisis deskriptif melalui penelitian kualitatif. F. Sistematika Penulisan Judul yang dipilih untuk skripsi adalah “Fungsi komunikasi orang tua terhadap pembentukan karakter dan iman anak dalam keluarga katolik di Paroki
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
Administratif Santo Paulus Pringgolayan Yogyakarta”. Judul ini akan diuraikan menjadi lima bab. Bab I merupakan pendahuluan yang menyampaikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan. Bab tersebut merupakan gambaran awal dari judul yang diajukan oleh penulis dalam tulisan ini. Bab II membahas gambaran umum tentang pembentukan karakter dan iman anak dalam keluarga Kristiani. Penulis juga akan membahas tentang pengertian komunikasi dan sejauh mana komunikasi dibangun dalam keluarga. Bab III penulis menjelaskan penelitian tentang dinamika komunikasi orang tua dalam rangka pembentukan karakter dan iman anak dalam keluarga Katolik di Paroki Administratif Santo Paulus Pringgolayan. Penulis juga akan membahas hasil penelitian mengenai fungsi komunikasi, keharmonisan dalam keluarga dan pembentuka karakter dan iman anaK. Bab IV merupakan usulan program yang diajukan penulis sebagai tindak lanjut dari hasil penelitian. Usulan program berupa rekoleksi keluarga. Bab V merupakan bab penutup. Bab ini berisikan tentang kesimpulan dan ususl saran yang perlu diperhatikan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
BAB II FUNGSI KOMUNIKASI ORANG TUA DALAM RANGKA PEMBENTUKAN KARAKTER DAN IMAN ANAK DALAM KELUARGA KATOLIK
Pada bagian ini penulis akan menguraikan dua hal penting yakni pembentukan kepribadian dan iman anak, dan pola komunikasi orang tua dalam pembentukan kepribadian dan iman anak dalam keluarga Katolik. a. Pembentukan Karakter dan Iman Anak Dalam Keluarga Katolik 1. Keluarga Katolik a. Dasar Pembentukan Keluarga Katolik
Ketika manusia berbicara tentang keluarga Katolik maka manusia akan dihantar kepada pemikiran tentang kisah penciptaan. Sebab pada awal mula, penciptaan dan pembentukan keluarga merupakan karya penciptaan Allah. Allah adalah penggagas pertama dan utama pembentukan keluarga. Karena itu dasar utama keluarga Katolik adalah Allah. Atas dasar ini manusia membangun persekutuan dalam keluarga.
Manusia tidak diciptakan Allah untuk hidup seorang diri melainkan untuk hidup dalam kebersamaan. Allah berfirman, “Tidak baik kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan seorang penolong baginya yang sepadan dengan dia” (bdk, Kejadian, 2: 18). Manusia diciptakan untuk hidup dalam kesatuan dan persekutuan yang mesra. Alkitab
secara jelas mengungkapkan
bahwa “Allah menciptakan manusia itu menurut gambarNya, menurut gambar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
Allah diciptakanNya dia; laki-laki dan perempuan diciptakanNya mereka” (bdk, Kejadian, 1: 27). Pada mulanya Allah menciptakan manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas kehidupan kepadanya (bdk, Kejadian, 2: 7). Allah melihat bahwa “Tidak baik kalau manusia itu seorang diri saja maka Allah menciptakan seorang penolong yang sepadan dengan dia. Allah membuat manusia itu tidur nyenyak lalu Allah mengambil satu dari rusuknya lalu diciptakanNya seorang perempuan lalu dibawaNya kepada manusia itu” (bdk, Kejadian, 2: 22). Pikiran yang paling penting di sini bukan soal perempuan diciptakan dari tulang laki-laki melainkan bahwa laki-laki dan perempuan diciptakan oleh Allah menurut gambarNya. Laki-laki menerima perempuan sebagai bagian utuh dari dirinya, “Inilah tulang dari tulangku dan daging dari dagingku” (bdk, Kejadian, 2: 23). Tujuannya untuk saling menolong dan saling menyempurnakan. Demi terwujudnya cita-cita ini, maka “Seorang pria akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan istrinya sehingga keduanya menjadi satu daging” (bdk, Kejadian, 2: 24).
Atas dasar pemikiran teologis ini, maka manusia dari generasi ke generasi terutama orang Katolik yang ingin menikah dan membangun keluarga mesti percaya bahwa dasar pembentukan dan persekutuan keluarga Kristiani adalah Allah. Perkawinan dan keluarga bukan sekedar jodoh, melainkan anugerah Allah bagi pria dan wanita. Karena itu persekutuan suami-istri dalam keluarga dan perkawinan mesti dihayati dalam semangat cinta kasih Allah. Dengan kata lain, urusan keluarga dan perkawinan, bukanlah urusan manusia, melainkan urusan dan rencana Allah. Karena seturut rencana Allah keluarga telah ditetapkan sebagai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
‘persekutuan hidup dan kasih yang mesra’, dan mengemban misi untuk membangun persekutuan hidup dalam kasih, melalui usaha sebagaimana segala sesuatu yang diciptakan dan ditebus akan mencapai pemenuhannya dalam Kerajaan Allah (Maurice Eminyan, 2000: 85).
b. Pengertian Keluarga Katolik
Berdasarkan pemikiran teologis-biblis tentang keluarga di atas, maka penulis dapat mengatakan bahwa keluarga secara keseluruhan pada dasarnya adalah suatu lembaga atau unit yang paling kecil dalam masyarakat. Sedangkan keluarga Katolik khususnya dapat dipahami sebagai sebuah miniatur dari Gereja. Keluarga adalah suatu tim dalam persekutuan hidup bersama antara ayah, ibu, dan anak-anak yang disebut dengan keluarga kecil atau keluarga inti. Jika kita merujuk pada sejarah keselamatan maka keluarga pertama di dunia ini dibentuk oleh Allah sendiri yang nyata dalam persekutuan hidup Adam dan Hawa (bdk, Kejadian, 1:27-29). Keluarga pertama ini terdiri dari suami-istri dan anak-anak : Adam-Hawa serta Kain dan Abel (bdk, Kejadian, 4: 1-2). Dalam persekutuan hidup keluarga setiap anggota keluarga memiliki fungsi dan peran sosial yang berbeda-beda, namun tujuannya sama yakni untuk membangunn keluarga Kristiani yang harmonis sesuai rencana Allah.
Menurut Lee sebagaimana dikutip oleh Sri Lestari (2012: 6), dari segi keberadaan anggota keluarga, sesungguhnya keluarga dapat dibedakan menjadi dua yakni keluarga inti (nuclear family) yang di dalamnya hanya terdapat tiga posisi sosial yaitu suami-ayah, istri-ibu, dan anak-sabling. Kemudian keluarga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
batih (extendef family) yang disebut keluarga besar yaitu persekutuan hidup antara ayah, ibu, dan anak-anak serta kakek, nenek, paman dan bibi, dan lain-lain. Mereka berasal dari hubungan keluarga (kekerabatan) ayah maupun keluarga (kekerabatan) ibu. Sedangkan dalam buku yang berjudul “Catholic Parenting” (Alfonsus Sutarno, 2013: 42) dikatakan bahwa: keluarga Kristen adalah tempat anak-anak menerima pewartaan pertama mengenai iman. Karena itu tepat sekali ia dinamakan “Gereja rumah tangga”, satu persekutuan rahmat dan doa, satu sekolah untuk membina kebajikan-kebajikan manusia dan cinta kasih Kristen (KGK 1666).
c. Perkawinan dan Keluarga Sebagai Panggilan dan Sakramen
Perkawinan merupakan persekutuan orang-orang terbaptis yang diikat oleh sakramen untuk membangun keluarga menurut rencana Allah (KHK, Kan. 1061). Maka menjadi Katolik melalui pembaptisam berarti bersedia menjadi pengikut Kristus. Menjadi pengikut Kristus berarti berusaha meneladani hidup dan ajaranajaran Kristus. Keluarga Katolik merupakan tempat untuk menghayati ajaran Kristus itu secara baik, benar dan utuh. Karena itu perkawinan dan keluarga tidak sekedar suatu persekutuan hidup manusiawi, melainkan suatu panggilan untuk menghayati cinta kasih dari persekutuan Allah Tritunggal secara nyata dalam persekutuan cinta suami-istri dan anak-anak dalam keluarga. Inilah kekhasan yang membedakan keluarga Kristiani dengan keluarga pada umumnya. Ikatan suci demi kesejahteraan suami-istri dan anak maupun masyarakat itu, tidak tergantung
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
dari kemauan manusiawi semata-mata. Allah sendirilah pencipta perkawinan, yang mencakup pelbagai nilai dan tujuan (GS, art. 48)
Keluarga-keluarga
Katolik
dewasa
ini
dapat
belajar
begaimana
membangun persekutuan dalam hidup perkawinan dan keluarga dengan bercermin pada pengalaman dan cara hidup jemaat perdana. Orang Kristen pada umumnya dan keluarga-keluarga Kristen pada khususnya dipanggil untuk mewarisi tradisi hidup Kristen sebagaimana yang diwariskan oleh jemaat perdana (bdk, Kisah Para Rasul, 2: 41-47). Mereka mesti berusaha, antara lain pertama, menggali dan menemukan apa yang menjadi dasar dalam hidup Gereja perdana untuk dijadikan kekuatan menyuburkan hidup bersama dalam keluarga; kedua, berusaha meneruskan apa yang baik, luhur dan berharga dalam kehidupan bersama. Pada titik ini, keluarga-keluarga Kristen dituntut untuk benar-benar menjadi sakramen yaitu tanda dan sarana penyelamatan Allah yang nampak dalam kasih Yesus di tengah keluarga dan dunia. Suami-istri merupakan sakramen yang menyelamatkan dari Allah di tengah dunia (St. Darmawijaya, 1994: 10).
Kesadaran inilah yang melatarbelakangi pertimbangan Gereja Katolik dalam mempersiapkan pasangan nikah sebelum menerima sakramen perkawinan untuk hidup sebagai suami-istri dalam keluarga. Hidup berkeluarga yang diawali dengan penerimaan sakramen perkawinan merupakan suatu panggilan hidup untuk menjadi rekan kerja Allah dalam melangsungkan karya penciptaan-Nya, demi perkembangan hidup dan berlangsungnya generasi hidup manusia (bdk, Kejadian, 1: 28). Karena itu manusia terutama suami-istri disebut rekan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
sepencipta Allah (co-creator) untuk bersama Allah membangun dunia dan manusia teristimewa dalam melahirkan keuturunan baru bagi kemuliaan Allah. Yoseph Kristianto dalam buku yg berjudul, “Semakin Menjadi Manusia”, (Ed, B. A Rukyanto dan Sumarah, 2014: 53) mengungkapkan bahwa apabila pria dan wanita telah dipertemukan dalam cinta kasih, selanjutnya dengan kebulatan hati dan kebebasan nuraninya berniat membangun hidup bersama, maka niat suci ini perlu ditempatkan dalam perspektif menanggapi panggilan Tuhan. Karena sejak awal mula manusia telah diciptakan menurut gambar dan rupa Allah sehingga mempunyai potensi untuk bertumbuh dan saling melengkapi satu sama lain di antara suami-istri. Keluarga merupakan tempat suami-istri saling memberi energi, perhatian, komitmen, kasih serta didukung oleh lingkungan yang kondusif untuk bertumbuh dan berkembang dalam pelbagai dimensi kehidupan. Alfonsus Sutarni dalam buku “Catholic Parenting” (2013: 10), mengatakan bahwa: hidup berkeluarga dimulai dengan perkawinan. Tidak ada keluarga tanpa perkawinan. Bentuk hidup bersama tanpa perkawinan pada dasarnya bukanlah keluarga. Dalam aturan umum perkawinan pada hakekatnya adalah persekutuan hidup antara pria dan wanita yang saling mencintai untuk membentuk hidup bersama. Kemudian demi anak-anak, maka seharusnya keluarga dibentuk dari sebuah perkawinan yang sah, yang diakui secara agama maupun sipil. Dengan perkawinan yang sah, maka keberadaan anak-anak akan menjadi tujuan perkawinan. Konskuensinya, orang tua akan bertanggung jawab atas hidup, martabat, pendidikan, dan tumbuh kembang anak. Anak yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
dipercayakan Tuhan harus dicintai, dirawat, dipelihara, dilindungi, dan dididik secara Kristen. Perkawinan yang sah memungkinkan adanya komitmen yang jelas dari orang tua akan keberadaan keluarga dan masa depan anak-anak. Anak-anak mendapat jaminan kehidupan yang jelas. Sebab di dalam kehidupan perkawinan dan keluarga setiap individu diperkenalkan ke dalam keluarga manusia dan juga ke dalam keluarga Allah. Dengan kelahiran dan pendidikan, anak-anak yang dikaruniakan diantar masuk ke dalam keluarga Allah, yakni Gereja. Keluarga sebagai Gereja mini adalah tempat dan lingkungan untuk bertumbuh dan berkembang dalam setiap generasi (J. Hardiwiratno, 1994: 50). Selanjutnya dalam buku berjudul, “Menuju Keluarga Bertanggung Jawab” J. Hardiwiratno (1994; 60) mengatakan bahwa saling memberikan hidup di antara individu-individu karena rencana Allah sendiri, merupakan suatu berkat yang fundamental. Saling memberi hidup merupakan suatu tanda cinta dan tanda pemberian diri di dalam hidup perkawinan. Pemberian hidup dalam perkawinan tidak sekedar untuk melahirkan anak, melainkan juga menjadi kekuatan untuk membantu anak dapat berkembang sebagai anak yang bermoral dan berspiritual. Karena di dalam dan melalui keluarga landasan kepribadian dan perkembangan iman anak dibangun dan dikembangkan. Selain itu keluarga merupakan tempat untuk mentransfer nilai-nilai kehidupan yang berguna untuk pertumbuhan dan perkembangan anak baik dari segi moral maupun segi spiritual. Untuk itu setiap anggota keluarga perlu saling belajar hal-hal yang baik dan juga hal-hal yang kurang baik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
Rasul Santo Paulus menegaskan bahwa keluarga Kristiani perlu membiarkan Kristus memerintah sebagai Tuhan atas hidup mereka agar masalah dan tantangan apapun dapat diselesaikan dalam nama Tuhan. Setiap keluarga Katolik perlu memahami bahwa yang menjadi dasar dalam membangun hidup berkeluarga adalah cinta Yesus Kristus kepada Gereja-Nya. Suami dan istri dipanggil untuk saling melengkapi dan saling mencintai satu sama lain secara total dan menyeluruh (bdk, Efesus, 5: 22-30).
2. Anak Dalam Keluarga Katolik a. Anak Adalah Anugerah Allah bagi Suami-Istri
Salah satu tujuan perkawinan Katolik adalah untuk melahirkan anak. Anak adalah buah cinta suami-istri dalam perkawinan, tapi terutama anak adalah anugerah cinta dari Allah kepada suami-istri dalam perkawinan mereka. Anak sebagai anugerah Allah kepada suami-istri membutuhkan cinta, perhatian dan tanggung jawab orang tua. Paus Yohanes Paulus II dalam “Surat Apostolik Familiaris Consortio” (FC, art. 18) mengatakan bahwa: keluarga yang didasarkan dan dijiwai oleh cinta kasih, merupakan persekutuan pribadi-pribadi, persatuan antar suami dan istri, persatuan orang tua dan anak-anak dan persatuan sanak saudara. Tugasnya yang pertama ialah dengan setia menghayati realitas persatuan dalam usaha terus menerus untuk mengembangkan persekutuan antarpribadi yang otentik. Persekutuan antarpribadi ini terjadi dalam komunitas keluarga yang membentuk suatu ikatan yang disebut relasi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
b. Relasi Orang Tua-Anak Dalam Keluarga
Prinsip persekutuan menuntut pribadi-pribadi dalam keluarga
untuk
menjalin relasi yang bersifat personal dan fungsional. Dalam pembangunan relasi inilah para anggota keluarga memperlihatkan tanggungjawabnya satu terhadap yang lain. Relasi personal berpusat pada hati sedangkan relasi fungsional berkaitan dengan peran masing-masing pribadi dalam keluarga dan dengan keluarga-keluarga lain. Setiap pribadi mesti menanamkan dalam hatinya prinsip rasa ‘memiliki’ satu sama lain. Artinya setiap anggota keluarga mesti menunjukkan rasa tanggungjawab satu terhadap yang lain dan merasa bahwa anggota keluarga yang lain merupakan bagian utuh dari dirinya karena “mereka bukan lagi dua melainkan satu” (bdk. Kejadian 2: 24). Relasi personal diartikan sebagai relasi antarpribadi, yang didasarkan pada kedudukan atau fungsi seseorang. Dalam relasi ini setiap pribadi adalah setara dengan setiap pribadi yang lain dalam keluarga. Tidak ada yang merasa lebih penting dari yang lain. Sedangkan relasi fungsional adalah relasi yang muncul dari kedudukan atau fungsi seseorang dalam keluarga, misalnya relasi orang tua dengan anak. Dalam keluarga, kedua relasi ini tidak bisa dipisahkan satu sama lain, karena hubungan fungsional dalam keluarga harus selalu personal juga, artinya harus selalu dalam semangat menerima yang lain sebagai pribadi yang bermartabat sama karena memiliki hak asasi yang sama pula (KWI, 2011: 22). Relasi antaranggota keluarga tidak sekedar untuk memenuhi tuntutan hidup sebagai makluk sosial, melainkan untuk menumbuhkembangkan nilai-nilai tertentu yakni:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
1) Relasi suami-Istri. Suami-istri dipanggil untuk hidup dalam persekutuan yang bersifat eksklusif dan tak terputuskan, kecuali oleh kematian. Persekutuan suami istri itu bertujuan saling melengkapi dan menjadi sakramen cinta-kasih Allah yakni tanda dan sarana kehadiran cinta-kasih Allah yang menyelamatkan (KWI, 2011: 22) 2) Relasi Orang Tua-Anak. Relasi orang tua dan anak bertujuan menghayati dan melaksanakan perintah Allah untuk mencintai sesama maupun untuk mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan mereka sendiri. Santo Paulus mengajarkan, “Hai anak-anak, taatilah orang tuamu di dalam Tuhan, karena haruslah demikian. Hormatilah ayah dan ibumu – ini adalah suatu perintah yang penting, seperti yang nyata dari janji ini: supaya kamu berbahagia dan panjang umurmu di bumi. Dan kamu, bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu, tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan” (bdk, Efesus, 6: 1-4) 3) Relasi Keluarga Inti-Keluarga Besar. Dalam masyarakat Indonesia, pengertian “keluarga” seringkali juga menunjuk pada “keluarga besar”, yang terdiri dari keluarga inti (suami-istri dan anak-anak), orang tua dan mertua, serta sanak saudara. Dalam kehidupan sehari-hari relasi antar keluarga inti dan keluarga besar sangat erat dan saling mempengaruhi satu sama lain. ketika keluarga inti menghadapi suatu persoalan, keluarga besar juga ikut merasakan dan terlibat di dalamnya. Baik keluarga inti maupun keluarga besar hendaknya membangun relasi yang tidak hanya berdasarkan hubungan darah, tetapi lebih dari itu berdasarkan dan bersumber pada cinta-kasih. Perwujudan dari relasi-relasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
tersebut dipengaruhi oleh budaya-budaya dan tradisi setempat yang tetap pantas diperhatikan, dipelihara, dan dihargai dengan sikap kritis dan kreatif (KWI, 2011: 27)
Menurut Sri Lestari (2012: 9), pada umumnya keluarga dimulai dengan perkawinan antara laki-laki dan perempuan dewasa. Pada tahap ini relasi yang terjadi berupa relasi antarsuami-isteri. Ketika anak pertama lahir muncullah bentuk relasi baru, yaitu relasi orang tua-anak. Ketika anak berikutnya lahir muncul lagi bentuk relasi yang lain, yaitu relasi sabling (saudara sekandung). Ketiga macam relasi tersebut merupakan bentuk yang pokok dalam suatu keluarga inti. Dalam keluarga yang lebih luas anggotanya atau keluarga batih, bentukbentuk relasi yang terjadi akan lebih banyak lagi.
Setiap bentuk relasi yang dibangun dalam keluarga tentu memiliki warna atau kerakteristik tertentu. Menurut Calhoun dan Acocela, sebagaimana dikutip oleh Sri Lestari (2012: 9) disampaikan bahwa relasi suami istri memberi landasan dan menentukan warna bagi keseluruhan relasi di dalam keluarga. Banyak keluarga yang berantakan ketika terjadi kegagalan dalam relasi suami istri karena lemah dalam proses adaptasi. Kunci bagi kelanggengan perkawinan adalah keberhasilan melakukan penyesuaian di antara pasangan. Proses adaptasi diri ini sifatnya dinamis dan memerlukan sikap dan cara berpikir yang luwes. Proses penyesuaian adalah suatu interaksi yang yang terus-menerus dan kontinu dengan diri sendiri, di antara suami-istri, suami-isri dengan anak-anak serta dengan orang lain dan lingkungan sosial. Pada tahap ini, komunikasi interpersonal merupakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
aspek yang paling penting, karena berkaitan dengan keseluruhan aspek dalam hubungan pasangan. Hasil dari sebuah diskusi dan pengambilan keputusan di keluarga, yang mencakup keuangan, anak, karier, agama bahkan dalam setiap pengungkapan perasaan, hasrat dan kebutuhan akan tergantung pada gaya, pola dan keterampilan dalam berkomunikasi.
c. Prinsip-Prinsip Interaksi Orang tua-Anak Dalam Keluarga
Dalam perkawinan, menjadi orang tua merupakan salah satu tahapan yang dijalani oleh pasangan yang memiliki anak. Masa transisi menjadi orang tua pada saat kelahiran anak pertama
terkadang menimbulkan masalah bagi relasi
pasangan dan dipersepsi menurunkan kualitas perkawinan (Sri Lestari, 2013: 16). Dalam buku “Psikologi Remaja”, sebagaimana dikutip oleh Sri Lestari (2013: 19), menurut Hinde, dikatakan bahwa relasi orang tua dan anak mengandung beberapa prinsip berikut ini:
1) Interaksi. Perlu disediakan waktu agar orang tua dan anakdapat berinteraksi dan berkomunikasi untuk menciptakan keakraban. Berbagai interaksi dan komunikasi dapat membentuk kepribadian anak dan membantu anak untuk bertumbuh secara wajar menuju masa depan yang lebih baik. 2) Kontribusi mutual. Orang tua dan anak sama-sama memiliki sumbangan dan peran yang sama dalam interaksi untuk saling memperkaya dalam relasi yang sehat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
3) Keunikan. Setiap relasi orang tua-anak bersifat unik. Walaupun demikian keunikan itu dapat dikomunikasikan dalam relasi timbal balik antara orangtua dan anak untuk saling memperkaya dan saling menyempurnakan satu sama lain di dalam keluarga 4) Pengharapan. Interaksi orang tua-anak yang telah terjadi pada awalnya menjadi gambaran pada pengharapan dalam hubungan keduanya. Berdasarkan pengalaman dan pengamatan, orang tua akan memahami bagaimana anaknya akan berindak pada suatu situasi (Demikan pula sebaliknya anak kepada orang tuanya). 5) Antisipasi masa depan. Karena relasi orang tua-anak bersifat kekal, maka masing-masing membangun pengharapan yang dikembangkan dalam hubungan keduanya.
Kemudian menurut Dunn, sebagaimana dikutip oleh Sri Lestari dalam buku “Psikologi Remaja” (2012: 20) pola hubungan antara saudara kandung dicirikan oleh tiga karakteristik yakni:
a)
Pertama, kekuatan emosi dan tidak terhambatnya pengungkapan emosi tersebut. Emosi yang menyertai hubungan dengan saudara dapat berupa emosi negatif maupun emosi positif;
b) Kedua, keintiman yang membuat antarsaudara kandung saling mengenal secara pribadi. Keintiman ini dapat menjadi sumber bagi dukungan maupun konflik;
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
c)
Ketiga, adanya perbedaan sifat pribadi yang mewarnai hubungan di antara saudara kandung. Sebagian memperlihatkan afeksi, kepedulian, kerja sama dan dukungan. Sebagian yang lain menggambarkan adanya permusuhan, gangguan, dan perilaku agresif yang memperlihatkan adanya ketidaksukaan satu sama lain
Untuk mengetahui apa arti keluarga bertanggung jawab menurut ajaran Gereja Katolik, pertama-tama perlu dilihat dalam terang Konstitusi Gaudium et Spes (GS). Suami istri harus bertanggung jawab dengan memperhatikan kesejahteraan pasangan, kesejahetraan anak-anaknya yang sudah ada maupun yang akan ada, maka tanggung jawab itu membuka cakrawala suami-isteri lebih luas, sehingga selalu turut memperhitungkan kepentingan masyarakat dan Gereja (GS 50). Dalam surat rasul Paulus kepada jemaat di Efesus dan Kolose (Ef, 5:2223; 6:1-4 dan Kol, 3:18-21) terungkap secara jelas bentuk-bentukrelasi timbalbalik dalam keluarga yakni: 1) Suami mengasihi istri dan tidak boleh berlaku kasar pada istrinya, 2) Istri tunduk dan taat kepada suami dalam segala hal, 3) Orang tua mendidik anak-anak di dalam ajaran dan nasihat Tuhan, serta tidak membangkitkan amarah anak-anaknya, 4) Anak-anak menghormati dan mentaati orang tuanya.
Bentuk-bentuk relasi di atas memberi inspirasi kepada setiap anggota keluarga untuk menunjukkan rasa tanggung jawab dalam keluarga. Menurut Defrain dan Stinnett, sebagaimana dikutip oleh Sri Lestari dalam buku “Psikologi Remaja” (2012: 24-26), dikatakan bahwa: kekukuhan keluarga merupakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
kualitas relasi di dalam keluarga yang memberikan sumbangan bagi kesehatan emosi dan kesejahteraan (well-being) keluarga. Ada enam karakteristik bagi keluarga yang kukuh, yakni:
a) Memiliki komitmen. Dalam hal ini keberadaan setiap anggota keluarga perlu diakui dan dihargai. Setiap anggota keluarga perlu memiliki komitmen untuk saling membantu satu sama lain dalam meraih keberhasilan. b) Kesediaan untuk mengungkapkan apresiasi. Setiap anggota keluarga perlu melihat sisi baik dari anggota keluarga lainnya, dan selalu terbuka untuk mengakui kebaikkan tersebut. Setiap ada keberhasilan maka sangat dianjurkan untuk merayakan bersama. Dengan demikian komunikasi dalam keluarga bersifat positif, cenderung bernada memuji, dan akan menjadi kebiasaan baik. c) Ada waktu untuk berkumpul bersama. Secara berkala keluarga perlu melakukan
aktivitas
di
luar
rutinitas,
misalnya
rekreasi.
Seringnya
kebersamaan membantu anggota keluarga untuk menumbuhkan pengalaman dan kenangan bersama yang menyatukan dan menguatkan mereka. d) Mengembangkan spiritualitas. Ikatan spiritual memberikan arahan, tujuan, dan perspektif. Keluarga yang sering berdoa bersama akan memiliki rasa kebersamaan. e) Menyelesaikan konflik. Setiap keluarga pasti mengalami konflik. Maka konflik tersebut diselesaikan dengan cara menghargai pendapat masing-masing terhadap permasalahan. f) Memiliki ritme. Keluarga yang kukuh akan memiliki rutinitas, kebiasaan, dan tradisi yang memberikan arahan, makna, dan struktur terhadap mengalirnya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
kehidupan sehari-hari. Ritme atau pola dalam keluarga akan memantapkan dan memperjelas peran keluarga dan harapan-harapan yang dibangunnya
d. Suami-Istri Dipanggil Mengambil Bagian Dalam Tritugas Yesus Kristus
1) Kesaksian dan Keteladanan Dalam Keluarga Kristiani
Dalam
perkawinan
Katolik,
suami-istri
menghayati
pola
hidup
persekutuan yang dibangun atas dasar kasih mesra, yang diadakan oleh Sang Pencipta dan dikukuhkan dengan hukum-hukumnya, dibangun oleh janji pernikahan atau persetujuan pribadi yang tidak dapat ditarik kembali. Allah sendiri adalah pencipta perkawinan. Dengan menghayati pola hidup persekutuan dalam kasih, suami-istri meneladan teladan Keluarga Kudus Nazaret dalam hal kesatuan dan kesucian perkawinan. Cara hidup seperti ini sangat menolong suami istri untuk menghayati gaya hidup miskin, sederhana, memelihara kesetiaan, ketaatan dan kesucian(GS, art. 48). Cara hidup seperti ini menjadi dasar bagi suami-istri dalam mengajar anak, memberi teladan dan kesaksian hidup melalui doa bersama dalam keluarga, menghadiri Ekaristi, melakukan tindakan belaskasih kepada sesama, menghibur yang sakit dan menderita dan tindakan cinta kasih lainnya. Dalam buku “Pedoman Pastoral Keluarga” (KWI, 2011: 15-18) dikatakan bahwa keluarga Kristiani sebagai Ecclesia Domestica melahirkan keluarga yang tahu bersyukur dan peduli satu terhadap yang lain dalam keluarga dan terhadap lingkungan sosialnya. Sakramen pembaptisan memberi kekuatan kepada suami-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
istri untuk mencintai Allah dan dorongan untuk melaksanakan tugas perutusan dengan baik dalam keluarga. Fungsi sakramen baptis dalam hidup perkawinan suami-istri dan keluarga, antara lain:Pertama,berkat Sakramen Baptis, suami istri dan anak menerima dan memiliki tiga martabat Kristus, yakni martabat kenabian, imamat, dan rajawi. Dengan martabat kenabian mereka mempunyai tugas mewartakan Injil; dengan martabat imamat, mereka mempunyai tugas menguduskan hidup, terutama dengan menghayati sakramen-sakramen dan hidup doa; dan dengan martabat rajawi, mereka mempunyai tugas untuk melayani sesama; Kedua, berkat sakramen Baptis pula, mereka menjadi anggota dan ikut membangun Gereja. Keluarga bukan hanya merupakan sebuah komunitas basis manusiawi belaka, melainkan juga komunitas basis gerejawi yang mengambil bagian dalam karya penyelamatan Allah. Hidup berkeluarga ini menampakkan hidup Gereja sebagai suatu persekutuan (Koinonia) dalam bentuk yang paling kecil namun mendasar, yang merayakan iman melalui doa peribadatan (Leiturgia), mewujudkan pelayanan (Diakonia) melalui pekerjaan, dan memberi kesaksian (Martyria) dalam pergaulan; semuanya itu menjadi sarana penginjilan (Kerygma) yang baru.
Setiap Keluarga Katolik perlu memberi kesaksian dan menjadi teladan dalam hidup bermasyarakat. Untuk itu setiap Keluarga Katolik perlu menyadari bahwa perbuatan baik yang dilakukan kepada siapapun, kapanpun, dan di manapun adalah sebagai ucapan syukur kepada Tuhan, karena Tuhan telah lebih dahulu berbuat baik (bdk, Kolose, 3: 23). Perbuatan baik apapun yang dilakukan bukanlah untuk mendapat pujian atau penghargaan, melainkan sebagai bentuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
syukur kepada Tuhan. Tuhan Yesus sendiri dalam sabda-Nya berkata: “Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga (bdk, Matius 5:16)”.Perbuatan baik ini hendaknya tercermin dalam sikap sabar dalam menanggung penderitaan, lemah lembut dalam sikap, rendah hati dalam bertutur kata, hormat terhadap sesama, menghargai perbedaan, mendoakan orang lain, berani membela kebenaran, dan peduli kepada sesama dengan berbagi. Ini adalah bentuk kesaksian dari setiap orang yang menamakan diri sebagai pengikut Kristus.
2) Harapan Orang Tua Terhadap Kehidupan Anak Sri
Lestari
dalam
buku
“Psikologi
Remaja”
(2012:
151-152)
mengungkapkan bahwa: setiap keluarga terdapat dua harapan utama yang muncul dari orang tua terhadap anak-anaknya yakni:pertama, orang tua mengharapkan anaknya menjadi anak yang saleh. Adapun ciri anak yang saleh yang dipaparkan oleh para orang tua adalah menjalani kehidupan sesuai dengan tuntutan agama. Kesalehan di sini tentu tidak hanya diukur dari berapa banyak kali ia berdoa, membaca Kitab Suci dan menghadiri Ekaristi, tetapi bagaimana kegiatan rohani itu menjiwai seseorang dalam hidup dan karya, bagaimana seseorang membawa semangat doa dalam praktek hidup harian. Inilah tanda kesalehan. Iamempunyai kemandirian dan kedewasaan rohani terutama dalam mengatasi pelbagai persoalan hidup. Tentunya iman menjadi filter untuk memilah-milah antara yang baik dan buruk dan memungkinkan anak hanya memilih yang baik saja (Alfonsus Sutarno,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
2013: 68) ; Kedua, orang tua mengharapkan anaknya menjadi orang yang sukses ketika dewasa nanti. Kesuksesandi sini tidak hanya dimengerti sebagai sukses dalam karir, jabatan tetapi terutama sukses dalam memainkan peran sosial dalam masyarakat
dengan terlibat aktif dalam kegiatan di lingkungan masyarakat
jugamenjadi pribadi yang bertanggungjawab atas kehidupan pribadi dan kepentingan sosial. Kesuksesan juga bisa berarti ia mampu menghargai dan menghormati orang lain sebagai pribadi. Orang-orang yang sukses dalam kehidupan ternyata memiliki kemampuan membangun dan membina hubungan dengan orang lain. Ke sana ke mari bukan mencari lawan atau musuh, tetapi mencari teman atau jaringan kerja sebanyak-banyaknya (Syaiful Bahri Djamarah, 2014: 287)
a) Peran Orang Tua Dalam Keluarga
Menurut Sri Lestari (2012: 22), keluarga merupakan tempat yang penting bagi perkembangan anak secara fisik, emosi, spiritual, dan sosial. Karena keluarga merupakan sumber bagi kasih sayang, perlindungan, dan identitas bagi anggotanya. Keluarga menjalankan fungsi yang penting bagi keberlangsungan masyarakat dari generasi ke generasi.
Orangtua adalah pusat kehidupan, sumber kebaikan dan pengetahuan. Karena itu sebelum orangtua tampil sebagai guru, pembina, pembimbing, pemimpin, pendidik dalam membentuk kepribadian anak, ia harus tahu persis jati dirinya sehingga mampu memainkan peran-peran di atas secara benar dan tepat. Kesadaran orang tua pada jati dirinya menyadarkan mereka pada peran dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
panggilannya. Suami dan istri akan berjuang demi hidup dan masa depan anak (Alfonsus Sutarno, 2013: 60) Dalam buku “Catholic Parenting” ada beberapa hal pokok yang menjadi jati diri suami-istri, sebagaimana diungkapkan oleh Alfonsus Sutarno (2012: 6066). Jati diri tersebut adalah:
1) Menjadi orang tua adalah panggilan. Menjadi orang tua tidak dipandang sebagai upaya manusiawi belaka dari seorang pria dan seorang wanita, tetapi menjadi orang tua adalah panggilan Tuhan. Tuhan sendirilah yang menghendaki agar mereka menjadi orang tua. Dalam diri orang tua Allah ikut campur tangan, berencana, dan menaruh harapan. Bersama Kristus suami-istri dibimbing, diperkaya, diteguhkan dalam tugas luhur sebagai suami-istri, dan diantar menuju Allah 2) Yesus: Pola kesatuan suami-istri. Dengan berpola pada Kristus, keluarga lebih muda menemukan jalan kemanusiaan, keselamatan, dan kesucian. Suami-istri bisa bertekun mendidik anak-anak terutama di bidang keagamaan. Anak-anak ikut menguduskan orang tua dengan berterima kasih, mencintai, membantu dalam kesukaran dan kesunyian usia lanjut. 3) Suami-istri saling menyempurnakan. Persatuan suami-istri harus berakar pada kodrat saling melengkapi. Kesempurnaan sebagai pasangan suami-istri terwujud apabila sama-sama memiliki semangat berbagi, memberi, dan menerima.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
4) Bangga menjadi orang tua. Mengingat martabatnya yang luhur dan suci, maka sepantasnya orang tua merasa bangga. Menjadi orang tua sebagai panggilan Allah, kehadiran Yesus sebagai pola hidup rumah tangga, dan kekuatan suamiistri untuk saling menyempurnakan adalah alasan bagi orang tua untuk bersuka-cita dengan dirinya.
b) Tugas Orang Tua Dalam Keluarga. Alfonsus Sutarno dalam buku “Catholic Parenting” (2013: 69-73) mengungkapkan bahwa: orang tua memiliki peran sentral dalam keluarga terutama dalam proses pembentukan kepribadian dan iman anak. Orang tua tentu memiliki harapan agar anak-anak dapat bertumbuh secara seimbang dalam pelbagai aspek kehidupan jasmani, rohani, psikologis, pengetahuan dan lain-lain. Suami istri akan melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya secara tepat bila pertama-tama mereka menyadari diri, siapakah sebenarnya diri mereka, siapakah mereka di hadapan anak-anak. Suami-istri sebagai orang tua terhadap anak-anak mengenal dirinya sebagai berikut :
1) Pendidik pertama dan utama. Orang tua adalah sumber pendidikan iman, moral, pengetahuan dan ketrampilan bagi anak-anak. Peran ini melekat kuat pada diri orang tua dan merupakan suatu tanggung jawab yang tidak bisa digantikan oleh siapa pun atau institusi mana pun. Proses pendidikan sudah dilakukan orangtua terhadap anak sejak anak masih berada di dalam kandungan. Ibu sangat penting dalam memainkan peran ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
2) Pemenuh kebutuhan dasar anak. Demi proses tumbuh-kembang anak secara optimal di bidang kesehatan jasmani, maka orang tua memperhatikan anak dari sisi pangan, pakaian, rumah, dan kesehatan. Berbagai upaya pendidikan dan pendewasaan anak bisa berjalan dengan baik jika kebutuhan utama itu terpenuhi. Kesehatan, keamanan, dan kenyamanan yang memadai bagi anak adalah syarat standar guna memudahkan upaya pendidikan anak-anak. 3) Pembimbing. Orang tua dapat membimbing anak-anak dengan baik apa bila orangtua peka terhadap anak-anak. Peka artinya mampu memahami kebutuhan, pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan anak-anak. Kepekaan ini akan memudahkan orang tua dalam mengembangkan iman, moral, pengetahuan, dan kretavitas anak. Selain itu, orang tua dapat memberikan kesempatan, arahan, atau fasilitas yang mungkin ketika anak melakukan sesuatu, menunjukkan kemampuannya dan keinginannya untuk belajar sesuatu. Sebagai pembimbing, orang tua juga perlu terbuka pada anak-anak. Orang tua bisa meminta anak untuk menyatakan hal yang telah ia ketahui atau menanyakan apa yang ingin diketahui. Sambutlah pertanyaan-pertanyaan mereka dan berikanlah anak kesempatan untuk belajar melalui kesalahan. 4) Pemimpin. Orang tua adalah pembimbing sekaligus pemimpin mesti peka membaca peluang bagi perkembangan anak di masa depan berdasarkan watak dan bakat anak.Orang tua tentu sudah harus memiliki gambaran yang pasti tentang setiap anak sehingga tahu persis dia mau dibawa kemana sehingga dapat menyiapkan “bekal perjalanan” yang memadai untuk masa depan anakanak. Orangtua sebagai pemimpin berarti ia menjadi teladan bagi anak. Kata-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
kata, tindakan, pikiran, dan perasaan orang tua menjadi referensi atau orientasi hidup si anak. Oleh karena itu, orang tua harus menunjukan keteladanan hidup yang baik dan pantas agar kebaikkan dan kepantasan cipta, rasa, dan karsa orang tua tertular kepada anak-anak. 5) Penasihat. Menjadi penasihat adalah jiwa orang tua, di mana orang tua menjadi tempat untuk bertanya, berdiskusi, dan mengadu sang anak. Sebagai penasihat orang tua diharapkan mampu memberikan pertimbangan-pertimbangan, mencarikan solusi dan menunjukan jalan yang baik dan benar di kala anak mengalami keraguan atau kebingungan. 6) Sahabat. Menjadi sahabat berarti orang tua perlu mengenal jiwa anak dengan bermain bersama anak. Mengajari anak tentang nilai kejujuran, sportivitas, penghargaan, keteraturan hidup, dan kerja sama dengan sesama. Kemudian mengenal suasana batin anak dengan menciptakan suasana santai, riang, dan gembira. 7) Pelindung. Melindungi anak merupakan suatu keharusan, terlebih ketika anak sedang berada dalam masa sukar dan bahaya. Orang tua bisa menciptakan rasa aman dan nyaman bagi anak-anak di mana pun mereka berada. 8) Panutan. Orang tua bisa menjadi contoh yang baik dan konkret, baik dalam tutur kata, pemikiran, maupun tindakan. Keteladanan orang tua ini akan menjadi kekuatan tersendiri dalam upaya pendidikan anak.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
3. Peran Orang Tua Dalam Pembentukan Karakter Dan Iman Anak a. Penanaman Nilai Pada Anak Mengenai penanaman nilai pada anak, menurut Paus Yohanes Paulus II, sebagaimana dikutip oleh Yoseph Kristianto dalam buku “Semakin Menjadi Manusiawi” (Ed, B.A. Rukiyanto dan Sumarah, 2014: 67) menguraikan sebagai berikut: Tugas orang tua untuk mengabdi kehidupan adalah mendidik anak-anak. Pendidikan anak merupakan hak dan kewajiban orangtua. Cinta kasih menjadi sumber yang mendasari mereka dalam mengemban tugas untuk mendampingi anak-anak yang sedang bertumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang baru dalam menghayati hidup manusiawi secara penuh. Orang tua hendaknya mampu menciptakan situasi, relasi dan komunikasi yang penuh cinta kasih dan diliputi semangat cinta kasih kepada Allah dan sesama, sehingga menunjang pendidikan pribadi termasuk pembinaan iman anak. Sedangkan menurut Sri Lestari (2012: 155-158) proses transformasi nilai ini diketahui melalui pesan-pesan yang sering disampaikan oleh orang tua terhadap anak dalam bentuk kegiatan dan sikap, berikut ini: 1) Pertama, rajin beribadah. Pesan untuk rajin beribadah disampaikan oleh orang tua pada anak dengan harapan agar anak menjadi anak yang saleh; 2) Kedua, bersikap jujur. Semua keluarga menyampaikan pesan moral untuk bersikap jujur kepada anak-anaknya; 3) Ketiga, bersikap hormat kepada yang lebih tua. Kata hormat memiliki beragam makna, hormat dimaknai sebagai kesediaan membantu meringankan beban tugas orang tua. Dengan pemaknaan tersebut maka anak yang menghormati
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
orang tua harus bersedia membantu orang tua untuk melakukan tugas-tugas orang tua di rumah yang telah didelegasikan pada anak. Hormat dapat juga dimaknai sebagai menghargai orang yang lebih tua tanpa memandang status sosialnya. Makna lain dari hormat adalah andhap asor, artinya dalam berelasi dengan orang lain menunjukan sikap rendah hati; 4) Keempat, rukun dengan saudara dan masyarakat. Rukun dalam masyarakat diwujudkan dengan bersedia membantu orang lain dan berpartisipasi dalam masyarakat. Dalam keluarga ada pula orang tua yang menyampaikan pesan pada anak agar enthengan (ringan tangan) dalam kehidupan masyarakat. Maksudnya, anak diminta untuk sering bergaul dengan tetangga, terlibat dalam acara-acara yang berlangsung dalam masyarakat; 5) Kelima, pencapaian pretasi belajar. Pesan untuk rajin bersekolah dan belajar juga merupakan pesan yang umum disampaikan orang tua pada anak. Pada keluarga yang memiliki prioritas terhadap pencapaian prestasi, pesan ini disertai dengan pemantauan orang tua yang cukup intensif terhadap proses pembelajaran yang dilakukan oleh anak selama anak berada di rumah, dan disertai dengan pengecekan terhadap perilaku anak selama di sekolah Selanjutnya dalam buku “Psikologi Remaja”, Sri Lestari (2012: 161-163) mengemukakan beberapa metode untuk mendukung transformasi nilai yang digunakan oleh orang tua dalam melakukan sosialisasi nilai yakni: a) Memberikan Nasihat. Pemberian nasihat dilakukan dengan cara menyampaikan nilai-nilai yang ingin disosialisasikan pada anak dalam suatu komunikasi yang bersifat searah. Orang tua berperan sebagai komunikator (pembawa pesan)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
sedangkan anak sebagai penerima pesan. Pemberian nasihat ini biasanya dilakukan setelah anak melakukan pelanggaran peraturan yang sudah disepakati bersama dalam keluarga. b) Memberikan contoh/teladan. Dalam metode ini, orang tua melakukan terlebih dahulu perilaku-perilaku yang mengandung nilai-nilai moral yang akan disampaikan pada anak. c) Berdialog. Dalam metode ini orang tua menyampaikan nilai-nilai pada anak melaui proses interaksi yang bersifat dialogis. Orang tua menyampaikan harapan-harapannya pada anak, kemudian anak diberi kesempatan untuk menyampaikan tanggapannya. d) Memberikan instruksi. Dalam memberikan instruksi hendaknya orang tua memperhatikan konsistensi antara perkataan dan tindakan dalam berinteraksi. e) Pemberian hukuman. Hukuman yang diberikan oleh orang tua ini sebagai cara untuk mendisiplinkan anak apabila berperilaku kurang sesuai dengan nilai-nilai yang disosialisasikan. Bentuk-bentuk hukuman yang diberikan orang tua kepada anak bentuknya bervariasi tergantung pada tingkat berat-ringan pelanggaran yang dilakukan oleh anak.
b. Pembentukan Karakter Anak
Menurut Park, dkk, sebagaimana dikutib oleh Sri Lestari (2012: 94), dikatakan bahwa dalam sejumlah penelitian tentang karakter anak ditemukan hasil yang menegaskan dua unsur ini: pertama, kekuatan karakter (character strengths) berkorelasi negatif dengan problem perilaku dan emosi pada remaja
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
seperti depresi, delinkuensi dan kekerasan; kedua, kekuatan karakter berkolerasi positif dengan faktor luar (eksternal) seperti kesuksesan di sekolah, perilaku sosial dan kompetensi. Kekuatan karakter
berfungsi mendukung pencapaian
kesejahteraan (will-being) dan kebahagiaan anak.
Sementara menurut Ryan dan Lickona, sebagaimana dikutib oleh Sri Lestari (2012: 94-95) mengungkapkan bahwa dalam karakter manusia terdapat tiga komponen yaitu: Pertama, pengetahuan moral (moral knowing). Dalam komponen pengetahuan moral tercakup penalaran moral dan strategi kognitif yang digunakan untuk mengambil keputusan secara sistematis. Melalui komponen ini individu dapat membayangkan konsekuensi yang akan terjadi di kemudian hari dari keputusan yang diambil dan siap bagaimana menghadapi konsekuensi tersebut; Kedua, perasaan moral (moral affect), yang mencakup identitas moral, ketertarikan terhadap kebaikan, komitmen, hati nurani, dan empati, yang semuanya merupakan sisi afektif dari moral pada diri individu. Perasaan moral juga berfungsi sebagai jembatan antara pengetahuan moral dan tindakan moral; Ketiga, tindakan moral (moral action), memiliki tiga komponen: kehendak, kompetensi dan kebiasaan.
Sedangkan menurut Koehler dan Royer, seperti dikutib oleh Sri Lestari (2012: 95), ciri-ciri karakter yang mau ditanamkan dalam diri anak adalah sebagai berikut: 1) Memiliki kepedulian terhadap orang lain dan terbuka terhadap pengalaman dari luar; 2) Secara konsisten mampu mengelola emosi; 3) Memilki kesadaran terhadap tanggung jawab sosial dan menerimanya tanpa pamrih; 4)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
Melakukan tindakan yang benar meskipun tidak ada orang lain yang melihat; 6) Memiliki kekuatan dari dalam untuk mengupayakan keharmonisan dengan lingkungan sekitar; 7) Mengembangkan standar pribadi yang tepat dan berperilaku yang konsisten dan standar tersebut
Menurut pandangan Ryan dan Lickona, sebagaimana dikutip oleh Sri Lestari (2012: 95-96) keluarga dipandang sebagai pendidik karakter yang utama pada anak, di samping sekolah sebagai pusat pengembangan karakter pada anak. Hal ini disebabkan karena pengaruh sosialisasi orang tua pada anak terjadi sejak dini sampai dewasa. Melalui interaksi dan komunikasi dua arah antara orang tuaanak, anak dapat merasa diri diakui dan berharga sehingga dapat dijadikan dasar untuk menghargai orang lain. Nilai dasar yang menjadi landasan dalam membangun karakter adalah sikap hormat (respect). Sikap hormat mencakup respek pada diri sendiri, orang lain dan lingkungan sosial. Sikap respek membawa anak sampai pada pemahaman bahwa dirinya dan orang lain itu berharga dan sederajad serta memiliki hak untuk saling memberi hormat satu sama lain.
Menurut Ryan dan Lickona, dalam proses pembentukan karakter ini, orang tua memberi sumbangan kepada anak melalui lima cara sebagaimana dikutip oleh Sri Lestari (2012: 96) yakni Pertama, dengan menyayangi anak, orang tua membantu anak untuk merasakan dirinya berharga; Kedua, orang tua menjadikan dirinya sebagai model bagi anak dalam memperlakukan orang lain; ketiga, hubungan yang hangat antara orang tua dan anak menjadi kekuatan menghadapi pengaruh moral; Keempat, kasih sayang berperan dalam perkembangan penalaran
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
moral; Kelima, kasih sayang mendorong terjadinya komunikasi orang tua anak yang menjadi variabel mediator antara kasih sayang dan perkembangan penalaran moral. Dengan komunikasi yang baik, orang tua memberikan kesempatan pada anak untuk mengembangkan kemampuan dalam menggunakan perspektif orang lain dan berpikir tentang isu-isu moral. Keterbukaan dalam berkomunikasi juga mendukung orang tua untuk memberikan bantuan pada anak ketika anak membutuhkannya.
c. Pembentukan Iman Anak Dalam buku “Menuju Keluarga Bertanggung jawab” (J. Hardiwiratno, 1994: 84-85), dikatakan bahwa dalam keluarga, peran orang tua amat besar dalam pembentukan perkembangan iman anak. Pertama-tama keluarga adalah tempat pendidikan iman yang pertama dan utama. Tanpa pendidikan, mustahil iman anak dapat berkembang. Untuk dapat berkembang dengan baik, maka anak memerlukan lahan yang subur, sehingga benih iman yang telah ditaburkan oleh Allah sendiri dalam diri anak melalui orangtua dapat berkembang dan berbuah. Keluarga adalah lahan subur pertama dan utama untuk perkembangan iman anak. Keluarga dapat menjadi bagian dari perkembangan iman anak mereka, kalau orang tua dapat menciptakan keluarganya menjadi suatu komunitas antarpribadi yang mengkrasankan semua angggota keluarga, yang ditandai dengan semangat saling mencintai
dengan penuh kesetiaan, saling mau berkomunikasi atau
berdialog secara terbuka dan jujur, saling mau menerima apa adanya, saling memperhatikan, saling mau memaafkan jika di antara mereka ada yang bersalah,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
saling mau menolong, saling mau berkorban, saling mendoakan dan lain-lain. Kalau orang tua dapat menciptakan keluarga menjadi komunitas anatarpribadi seperti tersebut di atas, maka keluarga dapat berfungsi sungguh-sungguh menjadi Gereja mini, tempat relasi cinta kasih dan iman kepada Kristus dasar hidupnya, sehingga iman anak kemungkinan besar dapat lebih berkembang dengan baik. Tentu saja berkat rahmat Tuhan sendiri.
Dalam ensikliknya (FC, art. 36) Paus Yohanes Paulus II berbicara tentang pendidikan dalam keluarga sebagai berikut:
Orang tua harus diakui sebagai pendidik yang pertama dan terutama bagi anak-anak mereka. Peranan mereka sebagai pendidik sedemikian menentukan sehingga hampir tiada suatu apa pun yang dapat menggantikan bila mereka gagal menunaikan tugas itu. Menjadi kewajiban orang tualah menciptakan suasana keluarga yang sedemikian dijiwai oleh cinta kasih dan sikap hormat kepada Allah dan orang-orang lain sehingga perkembangan pribadi dan sosial yang utuh dapat dipupuk di antara anakanak. Maka keluarga adalah sekolah pertama demi keutamaan-keutamaan sosial yang dibutuhkan oleh setiap masyarakat. Maka dalam hubungan ini orang tua adalah guru (mengajar) dan ibu (mempertumbuh-kembangkan serta ikut memelihara) dalam bidang iman bagi putera dan puterinya. Menurut J. Hardiwiratno (1994: 85-86), orang tua adalah pelayan Gereja, sehingga iman diteruskan dari generasi ke generasi melalui keluarga. Di sini keluarga tidak hanya melihat anak sebagai anak-anak mereka sendiri, tetapi hendaknya juga melihat sebagai anak-anak Allah, saudara dan saudari Yesus, bait Allah Roh Kudus dan anggota Gereja. Keluarga sebagai Gereja mini dapat merupakan saluran iman dan tempat inisiasi Kristen dimulai yakni memperkenalkan dan menghidupi misteri iman serta misteri keselamatan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
yang terjadi dalam perayaan liturgi atau perayaan-perayaan sakramen dan yang terjadi melalui peristiwa hidup sehari-hari. keluarga kemudian menjadi sekolah mengikuti Yesus dan menjadi pusat katekese sakramental bagi anak-anaknya. Orang tualah yang pertama-tama memperkenalkan Allah. Keluarga dipanggil untuk ikut ambil bagian secara aktif dalam mempersiapkan anak untuk menerima sakramen baptis, krisma, pengakuan (tobat) dan Komuni pertama Dalam buku “Menuju Keluarga Bertanggung Jawab”, J. Hardiwiratno (1994: 86) menegaskan bahwa pengembangan iman sebenarnya tidak hanya terjadi dengan katekse eksplisit dengan kata-kata atau dengan mengajar secara intruksional saja, melainkan lebih-lebih di dalam keluarga adalah kesaksian hidup keagamaan ibu dan ayahnya sendiri (FC 38-39). Oleh karena itu peranaan kesaksian kehidupan iman orang tua dalam memperkembangkan iman anakanaknya adalah vital. Dan inilah sebenarnya metode yang paling efektif dalam pendidikan iman di dalam keluarga yakni dengan contoh konkret kehidupan iman orang tuanya serta anggota yang lain yang hidup serumah.
Memang disadari juga bahwa hidup iman bukanlah sesuatu yang secara khusus diisi ke dalam anak oleh ayah dan ibunya. Hal tersebut ditegaskan oleh J. Hardiwiratno (1994: 86) yang mengatakan bahwa:Iman itu pertama-tama adalah suatu anugerah cuma-cuma dari Allah yang berkembang mengikuti dinamika hidup seseorang dan kehidupan sekitarnya. Iman tidak berkembang secara otomatis, tetapi membutuhkan kerjasama manusia dan kehendak bebasnya dengan rahmat Tuhan untuk menghasilkan buah. Maka dalam rangka proses inilah,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
peranan orang tua atau keluarga menjadi penting. Dengan menghargai anugerah kebebasan pribadi, orang tua mengarahkan anaknya kepada hidup sebagai orang beriman, sedemikian rupa sehingga akhirnya anak sendirilah merasa bahwa iman itu sebagai yang dipilihnya sendiri secara bebas. Ayah dan ibu bertindak seperti itu karena timbul dari kasih kepada anak-anaknya dan demi keselamatan anakanaknya pula.
b. Fungsi Komunikasi Orang Tua Dalam Rangka Pembentukan Karakter dan Iman Anak Dalam Keluarga Katolik. 1.
Pembentukan Karakter dan Iman Anak yang Didambakan Dalam Keluarga Katolik
a.
Pembentukan Karakter atau Kepribadian Anak yang Didambakan Pada bagian ini penulis terlebih dahulu akan menguraikan tentang
pengertian karakter dan kepribadian. Menurut Samuel Lusi dalam buku ”Seip Intelligence” (2014: 45-46) dikatakan bahwa: akar kata “karakter” berasal dari “karasso” (Yunani) yang berarti cetak biru atau format dasar. Sedangkan dalam tradisi Yahudi, karakter dikaitkan dengan alam, misalnya laut, angin, badai yang tidak dikuasai manusia. Ini memberi gambaran bahwa karakter adalah sesuatu yang hakiki, dan tidak dapat diintervensi dari luar. Karakter yang dimiliki oleh seseorang selalu dikaitkan dengan kualitas moral yang mencakup nilai-nilai hakiki seperti: kejujuran, kesantunan, integritas keberanian, kebaikan, keadilan dan kesabaran. Sebuah kualitas yang muncul sebagai nilai khas seseorang menjadi acuan moral dalam bertindak dan berperilaku. Nilai diri seseorang tidak dipengaruhi oleh “objek di luar diri”, melainkan sepenuhnya pancaran dari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
kualitas interior diri. Sedangkan kepribadian menurut Widyapranawa dalam buku “Pendididikan Kepribadian Diri Sendiri” (2008: 2) dijelaskan bahwa: kepribadian merupakan ciri yang khas (unik) yang tidak dapat terpisahkan dari kemanusiaan seseorang. Kepribadian seorang anak tidak boleh dibiarkan begitu saja atau berkembang sendiri, tetapi perlu dibina dan dididik sepanjang hidupnya serta diarahkan ke arah yang lebih baik dan posistif sejak masih kecil sampai dewasa. Untuk itu pembentukan karakter anak menjadi tujuan utama yang ingin dicapai oleh keluarga. Pertama-tama perlu diketahui bahwa kepribadian keluarga merupakan identitas yang khas dari sebuah keluarga. Identitas khas ini lahir dan berkembang dari interaksi dan komunikasi yang dibiasakan dalam keluarga. Keluarga yang terbiasa berinteraksi dan berkomunikasi secara terbuka, dialogis, luwes, akan membentuk kepribadian keluarga yang baik (Alfonsus Sutarno, 2013: 26). Menurut David Field, sebagaimana dikutip oleh Alfonsus Sutarno (2013: 27-30) terdapat 5 tipe kepribadian keluarga yang sering muncul dalam lingkungan keluarga. Lima (5) Tipe keluarga tersebut adalah: 1) Kepribadian keluarga kacau. Tipe kepribadian keluarga ini dicirikan oleh rendahnya kualitas dan kuantitas interaksi dari anggota keluarga. Masingmasing anggota kelurga sibuk dengan dirinya sendiri (individualis, egois, kekanak-kanakan. Dalam rangka pendidikan anak, sebaiknya tipe kepribadian ini dihindari. 2) Kepribadian keluarga otoriter. Dalam keluarga berkepribadian otoriter, biasanya ada pemegang kekuasaan mutlak. Keputusan yang dibuat tidak bisa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
didiskusikan, akibatnya anak-anak menjadi korban sehingga mereka akhirnya menjadi sangat kesal, benci dan takut kepada orang tua. Kepribadian keluarga seperti ini sebaiknya dihindari. 3) Kepribadian keluarga overprotective. Jika orang tua terlalu melindungi (overprotective), maka anak-anak akan merasa ketakutan, terkekang, dan tertekan. Dampaknya kedewasaan dan kemandirian anak tidak berkembang secara wajar. 4) Kepribadian keluarga simbiotik. Adanya relasi yang sangat lekat di antara anggota keluarga. Saking lekatnya, anggota keluarga merasa saling membutuhkan, saling mendukung, dan tergatung satu sama lain, namun resikonya bahwa anak-anak akan menjadi tidak mandiri dan tidak berani menjadi dirinya sendiri. Untuk itu orang tua wajib mengarahkan agar kedekatan relasi dan interaksi antaranggota keluarga tidak menjadikan anak tidak mandiri 5) Kepribadian keluarga seimbang. Kondisi khas dari kepribadian keluarga seimbang adalah adanya interaksi dan komunikasi dalam keluarga secara luwes. Wewenang dan tanggung jawab keluarga diperankan secara seimbang oleh bapak dan ibu. Anakpun bisa mendengarkan dan menuruti kehendak orang tuanya. Demikianpun sebaliknya orang tua rela mendengar dan bahkan mau belajar dari anak-anaknya. Semua anggota keluarga dapat bekerja sama dengan baik dengan menghargai keunikan sikap dan pola pikir masing-masing. Kepribadian keluarga seimbang inilah yang perlu dikembangkan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
Dalam buku “Catholic Parenting”, Alfonsus Sutarno (2013: 95-98) mengemukakan beberapa tips membangun keluarga yang berkepribadian positif yakni: a) Orang tua sebaiknya bisa berinteraksi dan berkomunikasi kepada anak dengan terbuka, dialogis, luwes, dan akrab. Dengan demikian keberadaan keluarga akan lebih dinamis, demokratis, harmonis, dan terhindar dari salah paham. b) Semua anggota keluarga perlu saling peduli dan memberi perhatian. Hindarilah kesibukan dan keasyikan dengan diri sendiri. Hal ini akan membuat keluarga menjadi solid, solider, altruis; jauh dari sikap individualis. c) Hendaknya komunikasi (verbal dan non-verbal) menjadi saran pengenalan dan ekspresi diri antaranggota keluarga. Jika terjadi kesalahpahaman maka hendaknya disiasati dengan bijak dan sabar, bukan dengan sikap emosi dan marah. d) Sebagai penentu keputusan/kebijakan keluarga, sebaiknya orang tua tidak menjadikan anak-anaknya menjadi ‘korban’ (dikuasai, diperdaya, atau hanya dijadikan seorang penurut). Hindarilah kesan orang tua sebagai ‘penguasa’ tunggal dalam rumah. e) Sebaiknya orang tua bisa menjadi sahabat bagi anak dan bukan penguasa. Orang tua bisa bermain, berdiskusi, bercerita, belajar, atau nonton bersama anak-anak. Dengan demikian, relasi orang tua dengan anak akan semakin akrab dan anak-anak akan merasa dihargai. f) Orang tua sebaiknya bisa melindungi anaknya secara proporsional, tidak berlebihan (overprotective). Lindungilah anak-anak dengan wajar agar mereka
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
tetap merasa ‘bebas’ berekspresi, berpendapat, bertindak, dan berperasaan, serta bertumbuh-kembang dalam kedewasaan dan kemandirian secara memadai. g) Sebaiknya orang tua menciptakan relasi yang sehat antara anak dengan anggota keluarga. Tumbuhkanlah dalam diri anak rasa saling membutuhkan dan saling mendukung, tanpa harus bergantung. h) Orang tua perlu menciptakan kepribadian keluarga seimbang. Hal ini dicirikan oleh interaksi dan komunikasi keluarga yang luwes, ada pembagian peran secara seimbang, dan bisa saling menggantikan atau partnership. Dalam kepribadian keluarga yang seimbang, orang tua akan menghargai keunikan sikap dan pola pikir masing-masing anak dan semua anggota keluarga dapat bekerja sama dengan baik. Menurut Ryan dan Lickona, sebagaimana dikutip oleh Sri Lestari (2012: 96) dikatakan bahwa: Keluarga dipandang sebagai pendidik karakter yang utama pada anak. Hal ini disebabkan karena pengaruh sosialisasi orang tua pada anak yang terjadi sejak usia dini sampai dewasa. Melalui interaksi dengan orang tua, anak dapat merasakan dirinya berharga yang selanjutnya dijadikan dasar untuk menghargai orang lain. Nilai dasar yang menjadi landasan dalam membangun karakter tersebut adalah hormat (respect). Hormat tersebut mencakup respek pada diri sendiri, orang lain, semua bentuk kehidupan, maupun lingkungan. Dengan memiliki sikap hormat maka seseorang akan memandang dirinya dan orang lain sebagai sesuatu yang berharga dan memiliki hak yang sederajat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
Dalam buku “Psikologi Remaja”, Sri Lestari mengutip pandangan Ryan dan Lickon (2012: 96) mengenai lima cara yang dilakukan orang tua terhadap pembentukan karakter anak yakni: a) Pertama, dengan menyayangi anak, orang tua membantu anak untuk merasakan dirinya berharga b) Kedua, orang tua menjadikan dirinya sebagai model bagi anak dalam memperlakukan orang lain c) Ketiga, hubungan yang hangat antara orang tua dan anak menjadi kekuatan dalam menghadapi pengaruh moral d) Keempat, kasih sayang berperan dalam perkembangan penalaran moral. e) Kelima, kasih sayang mendorong terjadinya komunikasi orang tua-anak yang menjadi variabel mediator antara kasih sayang dan perkembangan penalaran moral. b. Pembentukan Iman Anak yang Didambakan Dalam dokumen “Konsili Vatikan II”, tentang Gravissimum Educationis no.3 dikatakan bahwa: karena orang tua telah menyalurkan kehidupan kepada anak-anaknya, maka orang tua harus diakui sebagai pendidik pertama dan utama. Tugas untuk memberikan pendidikan berakar pada panggilan orang-orang yang sudah menikah untuk mengambil bagian dalam karya penciptaan Allah (FC, no. 36) 1) Iman Sebagai Jawaban Pribadi Dalam buku “Iman Katolik” (KWI, 1996: 128) dikatakan bahwa: iman adalah penyerahan diri secara total kepada Allah yang menyatakan diri tidak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
karena tidak secara terpaksa, melainkan “dengan sukarela”. Kebebasan di sini lebih berarti mengikuti suara hati dan menentukan arah hidup sendiri. Dengan bebas manusia memasuki kebebasan sebagai anak-anak Allah (bdk, Rm; 8:21) yakni kemerdekaan seseorang yang dibebaskan dari segala rasa takut dan merasa diri aman dalam tangan Tuhan. Iman berarti juga sebagai jawaban pribadi manusia atas perwahyuan Allah dalam diri Yesus Kristus. Bertolak dari pemahaman ini tentunya usia anak-anak mereka belum dapat menjawab secara pribadi serta bebas atas perwahyuan Allah dalam diri Yesus Kristus, untuk itu mereka perlu mendapat bimbingan iman secara mendalam dan tertanam dalam hati, sehingga berkat bimbingan dan pendidikan yang diberikan oleh orang tuanya anak akhirnya mampu menjawabnya secara pribadi dan bebas (J. Hardiwiratno, 1994: 84) 2) Peranan Keluarga Dalam Pembentukan iman Menurut J. Hardiwiratno (1994: 84) dikatakan bahwa: Peranan keluarga dalam hal ini orang tua sangat besar untuk perkembangan iman anak. Tanpa pendidikan iman anak dalam keluarga, maka mustahil iman anak dapat berkembang. Untuk dapat berkembang dengan baik, maka anak memerlukan lahan yang subur sehingga benih iman yang telah ditaburkan oleh Allah dapat berkembang dan berbuah. Menurut Alfonsus Sutarno (2013: 40-45) dikatakan bahwa: Pendidikan iman dapat menjadikan pribadi anak rendah hati, cinta pada Tuhan dan cinta sesama. Adapun yang perlu diperhatikan oleh orang tua dalam rangka pendidikan iman dan moral anak adalah:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
a) Pertama, orang tua perlu muncul sebagai figur iman dan moral bagi anak. Contohnya seperti rutin ke Gereja, rajin berdoa, biasa berderma, ramah pada tetangga. Semua ini akan diserap oleh anak dan sebagai referensi kehidupan iman dan moralnya. b) Kedua, orang tua wajib mendidik anaknya secara Katolik dengan memulai membaptis anak-anaknya sejak dini (baptis bayi), kemudian mengajak anaknya untuk berdoa, pergi ke Gereja, memasukkan anak ke sekolah minggu, mengikutkan anak pada persiapan komuni pertama dan melibatkannya pada kegiatan gerejawi. c) Ketiga, keluarga sebaiknya menciptakan kebiasaan suci dalam keluarga seperti: berdoa bersama, membaca dan merenungkan kitab suci, atau mendalami doadoa dan iman kristiani, juga membaca riwayat orang kudus. Hal lain yang tidak kalah penting adalah mengajak anak untuk berkunjung ke Seminari, Biara, Pastoran atau Keuskupan guna memperkenalkan kepada anak bentuk panggilan khusus. d) Keempat, sesekali orang tua bisa meminta anak untuk sharing atau membuat refleksi pribadi atas iman dan tindakannya. Dengan cara ini orang tua bisa memantau perkembangan iman anak, semakin mengenal anak, dan memahami kebutuhan iman anak. 3) Tahap-Tahap Perkembangan Iman J. Hardiwiratno (1994: 87-91) mengutip pandangan ahli Dr. Jhon. H. Westerboff yang berkaitan dengan tahap perkembangan iman yakni:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
a) Iman diperoleh dari kesaksian orang lain (experienced faith) Pada tahap ini seorang anak akan bertindak, bereaksi, mengamati dan mengkopi (mentransfer) iman orang lain. Untuk itu kesaksian orang lain terutama orang tua dan anggota keluarga lainnya sangat penting.Kesaksian orang tua akan membantu anak dalam mengembangkan imannya secara baik dan benar. b) Iman yang dihayati dalam kebersamaan (affiliated faith) Perlu diingat bahwa dunia anak tidak hanya di rumah, tetapi meluas di sekitarnya. Kesempatan untuk bertemu dengan orang lain terutama dalam kelompok memainkan peran yang sangat penting dalam mensharingkan iman. Biasanya iman diekspresikan dalam seni, menyanyi, drama, dan kelompokkelompok kreatif lainnya. c) Iman yang sedang mencari (the searching faith) Iman ini berkembang pada masa-masa remaja dan tahun-tahun pertama masa dewasa. Pada kesempatan ini seorang remaja mulai membutuhkan kesempatan untuk bertanya dan berkeksperimen. Anak mulai kritis terhadap segala sesuatu dan sedang memperkembangkan imannya dengan dan mulai dengan tindakantindakan yang cocok atau sesuai tuntutan iman itu. d) Iman yang dimiliki secara pribadi (owned faith) Pada tahap ini orang mulai yakin akan imannya dan sudah menjadi milik pribadi. Di sini iman sudah mulai diintegrasikan dalam hidup melalui perilaku hidup sehari-hari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
2. Pengertian Komunikasi a. Arti Etimologis Komunikasi Menurut Prof. Dr. Alo Liliweri (2015: 2) dijelaskan bahwa: Secara etimologis, kata “komunikasi” berasal dari bahasa Latin “comunicare” yang berarti mengalihkan atau mengirimkan. Makna kata “komunikasi” juga sebagai konsep untuk menjelaskan tujuan komunikasi, “menjadikan semua orang mempunyai pengetahuan dan perasaan yang sama terhadap suatu hal baik secara umum maupun secara rinci. Maka komunikasi berarti hal memberitahukan, menyampaikan sesuatu (pesan) kepada yang lain agar semua anggota persekutuan (communio) memiliki pemahaman yang sekurang-kurangnya sama tentang (isi) pesan tertentu (Saku Bouk Hendrikus, 2012 : 152). b. Pengertian Komunikasi. Menurut pandangan Norman Wright sebagaimana dikutip oleh Andreas Christanday dalam buku “Komunikasi Dalam Keluarga Kristen” (2015: 1) dipaparkan bahwa: komunikasi adalah suatu proses (baik lisan ataupun tidaklisan) dengan saling bertukar informasi kepada orang lain sedemikian rupa sehingga orang lain dapat mengerti akan hal yang dikatakan. Berbicara, mendengarkan, mengerti dan terlibat dalam komunikasi. Selanjutnya
Andreas
Christanday
(2015:
1-2)
menjabarkan
dan
melengkapi definisi komunikasi sebagaimana yang telah diuraikan di atas yakni: komunikasi merupakan “proses”, maka untuk bisa berkomunikasi yang baik membutuhkan waktu dan kesabaran; karena dalam berkomunikasi tidak sekadar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
saling berbicara dan mendengar (to hear), tetapi juga saling mendengar (to listen) dengan mengerti. Kata “saling” menunjukkan bahwa komunikasi adalah berdialog dua arah. Dan kata “sedemikian rupa sehingga” menunjukkan suatu yang harus diusahakan, sebagai seni yang harus dipelajari. Berdasarkan arti etimologis dan pengertian di atas, maka dapat dikatakan bahwa komunikasi adalah proses penyampaian pesan dari orangtua kepada anak dan sebaliknya,yang berlangsung secara tatap muka maupun melalui media, yang terjadi secara spontan, informal, timbalbalik (feedback) dan fleksibel dalam suasana cinta kasih dan kekeluargaan. Berbicara mengenai komunikasi dalam keluarga tentu tidak terlepas dari relasi antaranggota keluarga. Menurut Sri Lestari (1994: 12), komunikasi merupakan: Aspek yang paling penting, karena berkaitan dengan hampir semua aspek dalam hubungan pasangan. Hasil dari semua diskusi dan pengambilan keputusan di keluarga, yang mencakup keuangan, anak, karier, agama bahkan dalam setiap pengungkapan perasaan, hasrat, dan kebutuhan akan tergantung pada gaya, pola, dan keterampilan berkomunikasi. Melalui komunikasi yang terbuka dan jujur, keluarga dapat hidup harmonis. Kebutuhan dasar setiap anggota keluarga adalah: kebutuhan dicintai, kebutuhan dimengerti, kebutuhan untuk dipahami, kebutuhan untuk diterima apa adanya, kebutuhan untuk dipercaya, kebutuhan untuk keterlibatan, dan kebutuhankebutuhan dasar lainnya (Sri Lestari, 1994: 12). Dalam keluarga terdapat interaksi dan komunikasi, baik verbal maupun non verbal antaranggota keluarga. Keharmonisan keluarga bisa sangat tergantung dari cara dan intensitas anggota
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
keluarga dalam berinteraksi dan berkomunikasi satu sama lain (Alfonsus Sutarno, 2013: 20). Untuk itu komunikasi dalam kelurga perlu dibangun secara seimbang anatara orang tua dan anak. Hal tersebut dijelasakan oleh Alfonsus Sutarno (2013: 30) sebagai berikut: Kondisi khas dari kepribadian keluarga seimbang adalah adanya interaksi dan komunikasi dalam keluarga secara luwes. Wewenang dan tanggung jawab keluarga diperankan secara seimbang oleh bapak dan ibu. Di antara bapak dan ibu, berkembang sikap saling menggantikan. Anak pun bisa mendengarkan dan menuruti kehendak orang tuanya. Demikian juga orang tua rela mendengar, bahkan belajar dari anak-anaknya. Kemandirian dan kebersamaan berkembang secara seimbang dan sehat. Semua anggota keluarga dapat bekerja sama dengan baik. Anggota keluarga dapat menghargai keunikan sikap dan pola pikir masing-masing. Menurut Ign. Wignyasumarta (2000: 100), diartikan komunikasi sebagai “tindakan berbagi” (sharing). Maksudnya, dua orang atau lebih memiliki sesuatu bersama-sama karena sesuatu itu telah dibagikan. Menurut maknanya yang terdalam, “komunikasi” berarti “membagi diri.” Tidak hanya membagi pikiran, pengetahuan, ide-ide, tetapi juga lebih-lebih membagi perasaan: takut, kecewa, jengkel, senang, sedih, was-was, dll.” Dalam rangka pendidikan anak, bahasa cinta adalah bahasa yang paling tepat untuk diterapkan dalam dinamika keluarga. Keluarga perlu mendasari interaksi dan komunikasi dengan nilai-nilai kasih, seperti sopan dan hormat kepada sesama (terutama kepada mereka yang lebih tua dan pantas dihormati), kepekaan dan kepedulian terhadap sesama (terutama kepada mereka yang membutuhkan bantuan), kepatuhan pada nilai-nilai atau norma yang berlaku, kesadaran akan tanggungjawab, dan ketakwaan kepada Tuhan (Alfonsus Sutarno, 2013: 20)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
3. Macam-Macam Jenis Komunikasi Pada bagian ini penulis akan menguraikan tentang aneka komunikasi dalam keluarga sebagaimana yang dipaparkan oleh Syaiful Bahri Djamarah dalam buku “Pola Asuh Orang Tua dan Komunikasi Dalam Keluarga” (2014: 115-118) sebagai berikut: a. Komunikasi Verbal Komunikasi verbal adalah suatu kegiatan komunikasi antara individu atau kelompok yang mempergunakan bahasa sebagai alat perhubungan. Proses komunikasi dapat berlangsung dengan baik apabila komunikan dapat dengan tepat menafsirkan pesan yang disampaikan oleh komunikator melalui penggunaan bahasa dalam bentuk kata-kata atau kalimat. Panjang pendeknya suatu kalimat, tepat tidaknya penggunaan kata-kata yang merangkai kalimat, menjadi faktor penentu kelancaran komunikasi. Demikianpun struktur kalimat yang kacau atau penggunaan kata-kata yang bertele-tele diakui sebagai penyebab ketidakefektifan komunikasi. Kegiatan komunikasi verbal ini menempati frekuensi terbanyak dalam keluarga. Setiap hari tentu orang tua selalu ingin berbincang-bincang dengan anaknya. Perintah, suruhan, larangan, merupakan alat pendidikan yang sering dipergunakan oleh orang tua atau anak dalam kegiatan komunikasi keluarga. Alat pendidikan ini tidak hanya dipakai oleh orang tua terhadap anaknya, tetapi dipakai juga oleh anak terhadap anak yang lain.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
Dalam hubungan antara orang tua dan anak akan terjadi interaksi satu sama lain. Dalam interaksi ini orang tua berusaha mempengaruhi anak untuk terlibat secara pikiran dan emosi dengan memperhatikan apa yang akan disampaikan. Anak mungkin berusaha menjadi pendengar yang baik
dalam
menafsirkan pesan-pesan yang disampaikan oleh orang tuanya. b. Komunikasi Non Verbal Fungsi komunikasi non verbal adalah sebagai penguat komunikasi verbal. Komunikasi nonverbal ini seringkali dipakai oleh orang tua dalam menyampaikan suatu pesan kepada anak. Sering tanpa berkata sepatah katapun, orang tua menggerakkan hati anak untuk melakukan sesuatu. Kebiasaan orang tua dalam mengerjakan sesuatu dan karena anak sering melihatnya, maka anakpun ikut mengerjakan apa yang dilihat dan didengarnya dari orang tua. Dalam konteks sikap dan perilaku orang tua yang lain, pesan non verbal dapat menerjemahkan gagasan, keinginan, atau maksud yang ada di dalam hati, misalnya; tepuk tangan, pelukan, usapan tangan, duduk, dan berdiri tegak mampu mengekspresikan gagasan, keinginan atau maksud. Sebagai contoh; pelukan atau usapan tangan di kepala anak oleh orang tua adalah tanda bahwa orang tua memberikan kasih sayang. Tidak hanya orang tua, anak juga sering menggunakan pesan non verbal dalam menyampaikan gagasan, keinginan, atau maksud tertentu kepada orang tuanya. Sebagai contoh; malasnya anak melakukan sesuatu yang diperintahkan oleh orang tuanya adalah sebagai ekspresi penolakan anak atas perintah. Selain itu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
kebiasaan anak mengucapkan salam ketika keluar masuk rumah adalah simbol keberhasilan orang tua dalam mendidik anak-anaknya melalui keteladanan dan pembiasaan. Pendidikan dengan menggunakan metode keteladanan dan pembiasaan akan sangat efektif dalam mempengaruhi perkembangan jiwa anak. c. Komunikasi Individual Komunikasi individual atau komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang sering terjadi dalam keluarga. Komunikasi ini berlangsung dalam sebuah interaksi antarpribadi, antara suami dan istri, antara ayah dan anak, antara ibu dan anak, dan antara anak dan anak. Ketika orang tua merasa berkepentingan untuk menyampaikan sesuatu kepada anak, maka orang tualah yang memulai pembicaraan. Pesan yang disampaikan itu berupa gagasan, keinginan atau maksud tertentu. d. Komunikasi Kelompok Hubungan akrab antara orang tua dan anak sangat penting untuk dibina dalam keluarga. Keakraban hubungan itu dapat dilihat dari frekuensi pertemuan antara orang tua dan anak dalam suatu waktu dan kesempatan. Masalah waktu dan kesempatan menjadi faktor penentu berhasil atau tidaknya suatu pertemuan. Moment seperti waktu makan, menonton televisi, duduk santai, ketika anak sedang bermain dalam rumah, dapat dimanfaatkan oleh orang tua untuk bercengkrama, bersenda gurau atau membicarakan hal yang penting yang bermanfaat bagi kebaikan semua anggota keluarga. Untuk menjalin keakraban dalam keluarga tidak mesti diawali dengan pertemuan formal, tetapi pertemuan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
informal juga memiliki nilai strategis dalam mengakrabkan hubungan antara orang tua dan anak. 4. Fungsi Komunikasi Dalam Pembentukan Karakter dan Iman Anak a. Pentingnya Komunikasi Pada Umumnya Menurut Johnson sebagaimana dikutip oleh Supraktiknya dalam buku “Komunikasi antarpribadi” (1995: 9) Menunjukkan beberapa peranan yang disumbangkan oleh komunikasi antarpribadi dalam rangka menciptakan kebahagiaan hidup manusia yakni: 1) Pertama, komunikasi antarpribadi membantu perkembangan intelektual dan sosial seseorang. Perkembangan sejak masa bayi sampai masa dewasa mengikuti pola semakin meluasnya ketergantungan pada orang lain. Hal ini diawali dengan ketergantungan atau komunikasi yang intensif dengan ibu pada masa bayi, kemudian lingkaran ketergantungan atau komunikasi ini semakin luas seiring dengan bertambahnya usia seseorang. 2) Kedua, identitas dan jati-diri seseorang terbentuk dalam dan lewat komunikasi dengan orang lain. Selama berkomunikasi dengan orang lain, secara sadar maupun tidak sadar seseorang mengamati, memperhatikan, dan mencatat dalam hati semua tanggapan yang diberikan oleh orang lain terhadap dirinya. Seseorang akan menjadi tahu bagaimana pandangan orang lain tentang dirinya. Dengan berkomunikasi seseorang akan dibantu untuk menemukan diri, yaitu mengetahui siapa dirinya sebenarnya. 3) Ketiga, dalam rangka memahami realitas di sekelilingnya serta menguji kebenaran kesan-kesan dan pengertian yang dimiliki tentang dunia sekitarnya,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
seseorang perlu membandingkan dengan kesan-kesan dan pengertian orang lain tentang realitas yang sama. Tentu saja, pembandingan sosial (social comparison) semacam itu hanya dapat dilakukan lewat komunikasi dengan orang lain. 4) Keempat, kesehatan mental seseorang sebagian besar ditentukan oleh kualitas komunikasi atau hubungan dengan orang lain, lebih-lebih orang-orang yang merupakan tokoh-tokoh signifikan (significant figures). Bila hubungan dengan orang lain diliputi berbagai masalah, maka seseorang akan menderita, merasa sedih, cemas dan frustasi. b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Komunikasi Dalam Keluarga Menurut pandangan Syaiful Bahri Djamarah dalam buku “Pola Asuh Orang Tua dan Komunikasi dalam Keluarga” (2014: 137-149) dikemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi komunikasi dalam keluarga yakni: 1) Citra diri dan Citra Orang Lain. Faktor ini menjelaskan bahwa ketika orang berkomunikasi dengan orang lain, dia mempunyai citra diri, dia merasa dirinya sebagai apa dan bagaimana. Tentunya setiap orang mempunyai gambaran tertentu mengenai dirinya, statusnya, kelebihan dan kekurangannya. Gambaran itulah yang menentukan apa dan bagaimana ia berbicara, menjadi penyaring bagi apa yang dilihatnya, didengarnya, bagaimana penilaiannya terhadap segala yang berlangsung di sekitarnya atau dengan kata lain citra diri menentukan ekspresi dan persepsi orang lain. Di sini manusia belajar menciptakan citra diri melalui hubungan dengan orang lain, terutama manusia lain yang dianggapnya penting bagi dirinya. Melalui
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
kata-kata atau komunikasi tanpa kata dari orang lain, ia mengetahui apakah dirinya dicintai atau dibenci dihormati atau diremehkan, dihargai atau direndahkan. 2) Suasana Psikologis Suasana psikologis diakui mempengaruhi komunikasi. Komunikasi sulit berlangsung bila seseorang dalam keadaan sedih, bingung, marah, merasa kecewa, merasa iri hati, diliputi prasangka, dan suasana psikologis lainnya. 3) Lingkungan Fisik Komunikasi biasanya berlangsung di mana saja dan kapan saja, dengan gaya dan cara yang berbeda. Komunikasi yang terjadi dalam keluarga tentu berbeda dengan yang terjadi di lingkungan sekolah, karena situasi di rumah biasanya bersifat informal, sedangkan di sekolah situasinya bersifat formal. Demikianpun juga komunikasi yang terjadi dalam lingkungan masyarakat yang memiliki norma yang harus ditaati, maka komunikasinyapun berlangsung sesuati ketaatan norma. Dalam setiap keluarga pasti memiliki tradisi yang harus ditaati. Tentunya keluarga yang menjunjung tinggi norma agama pasti memiliki tradisi atau kebiasaan yang berbeda dengan keluarga yang mengabaikan atau meremehkan norma agama. Demikianpun keluarga yang miskin atau kaya, terdidik ataupun tidak, dengan gaya hidup yang berbeda. Kehidupan keluarga dengan semua perbedaan ini tentu memiliki gaya dan cara komunikasi yang berbeda atau berlainan. Untuk itu lingkungan fisik dalam hal ini lingkungan keluarga akan mempengaruhi seseorang dalam berkomunikasi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
4) Kepemimpinan Dalam lingkungan keluarga seorang pemimpin mempunyai peran dan tanggungjawab yang sangat penting dan strategis. Seorang pemimpin tidak hanya dapat mempengaruhi anggota keluarga yang dipimpinnya, tetapi mempengaruhi situasi dan kondisi sosial dalam keluarga. Berbicara soal kepemimpinan, maka ada tiga pola kepemimpinan yang sering terjadi dalam keluarga; yang pertama adalah: kepemimpinan otoriter (pola kepemimpinan yang cenderung menimbulkan permusuhan, ada ketergantungan dan kurang kemandirian, cenderung berkuasa dan memberi perintah); yang kedua adalah:
kepemimpinan
Laissez
Faire
(kepemimpinan
yang
cenderung
memberikan kebebasan penuh bagi anggota keluarga untuk mengambil keputusan yang individual dengan partisipasi orang tua yang minim); dan yang ketiga adalah: kepemimpinan yang demokratis (kepemimpinan yang paling efisien, dan menghasilkan kualitas kerja yang lebih tinggi dan bersikap obyektif). Dalam konteks pendidikan dalam keluarga, pola kepemimpinan orang tua dapat memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pendidikan anak. Karena ketiga pola kepemimpinan orang tua ini akan melahirkan pola komunikasi yang berbeda maka keluarga yang terbentukpun berbeda. Ketika pola kepemimpinan ini mempengaruhi pola komunikasi maka kehormatan hubungan antara orang tua dan anak dalam keluarga dipengaruhi oleh kepemimpinan dari orang tua dengan segala kelebihan dan kekurangannnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
5)
Bahasa Dalam komunikasi verbal orang tua atau anak pasti menggunakan bahasa
untuk mengekspresikan sesuatu. Dalam setiap kesempatan bahasa yang digunakan oleh orang tua untuk berbicara kepada anaknya dapat mewakili suatu objek yng dibicarakan secara tepat dan benar. Namun di lain pihak bahasa yang digunakan bisa jadi tidak mewakili objek tersebut. Penafsiran seseorangpun bermacammacam, karena disebabkan oleh penggunaan bahasa yang dipengaruhi oleh konteks budaya. 6) Perbedaan Usia Dalam berkomunikasi kadang bisa dipengaruhi oleh faktor usia, itu berarti setiap orang tidak berbicara sesuai kehendak hatinya tanpa memperhatikan lawan bicara. Tentunya berbicara kepada anak kecil berbeda dengan berbicara kepada remaja atau orang tua, karena masing-masing pribadi memiliki cara berpikir yang berbeda, apalagi anak kecil biasanya memiliki penguasaan bahasa yang masih sangat terbatas. Untuk itu dalam berkomunikasi orang tua tidak musti menggiring cara berpikir anak ke dalam cara berpikirnya karena anak belum mampu melakukannya. Dalam berbicara hendaknya orang tua mengikuti cara berpikir anak dan menyelami jiwanya, karena jika tidak maka komunikasi akan berlangsung tidak lancar. Orang tua hendaknya tidak terlalu egois memaksakan anak untuk menuruti cara berpikirnya. Sebaiknya orang tua harus menjadi pendengar yang baik. Orang tua yang bijaksana adalah orang tua yang pandai menempatkan diri menjadi pendengar yang baik bagi anaknya. Dengan demikian anak akan merasa dihargai.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
Penghargaan kepada anak ketika berbicara adalah penting untuk membangun hubungan baik antara orang tua dan anak. c. Pola Komunikasi dan Interaksi Dalam Keluarga. Menurut Wursanto sebagaimana dikutip oleh Syaiful Bahri Djamarah (2014: 107) dikatakan bahwa komunikasi dapat berlangsung setiap saat, di mana saja, kapan saja, oleh siapa saja dan dengan siapa saja. Semenjak lahir, seorang anak sudah tinggal dan ada bersama bahkan mengalami ketergantungan dengan kelompok masyarakat sekelilingnya. Kelompok pertama yang dialami oleh indidvidu yang baru lahir adalah keluarga, di mana individu dapat membangun hubungan dengan ibunya, bapaknya dan anggota keluarga lainnya. Kemudian setelah bertumbuh dewasa hubungan individu semakin luas. Hubungan ini sangat penting dalam rangka pembinaan kepribadian dan pengembangan bakat seseorang. Bakat memerlukan dorongan, pendidikan, pengajaran, serta latihan; dan kesemuanya itu membutuhkan hubungan yang baik dengan semua pihak (Syaiful Bahri Djamarah, 2014: 108) d. Fungsi Komunikasi Dalam Keluarga Berbicara mengenai komunikasi dalam keluarga, ada dua fungsi komunikasi yang dibangun dalam keluarga, sebagaimana yang dipaparkan oleh Syaiful Bahri Djamarah (2014: 108) yakni: a. Pertama, fungsi komunikasi sosial. Fungsi ini mengisyaratkan bahwa komunikasi itu penting untuk membangun konsep diri, aktualisasi diri, untuk kelangsungan hidup, untuk memperolah kebahagiaan, untuk menghindarkan diri dari berbagai macam tekanan. Melalui komunikasi juga seseorang dapat bekerja
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
sama dengan anggota masyarakat, terlebih dalam keluarga untuk mencapai tujuan bersama. b. Kedua, fungsi komunikasi kultural. Menurut para sosiolog komunikasi dan budaya mempunyai hubungan timbal balik. Budaya menjadi bagian yang tak terpisahkan dari komunikasi. Peranan atau fungsi komunikasi ini adalah turut menentukan, memelihara, mengembangkan atau mewariskan budaya. Menurut pandangan Alfonsus Sutarno (2013: 20) jika berbicara tentang dinamika dalam keluarga, dikatakan bahwa: dalam rangka pendidikan anak, perlu disadari bahwa bahasa cinta adalah bahasa yang paling tepat untuk diterapkan dalam dinamika keluarga. Keluarga perlu mendasari interaksi dan komunikasi antaranggota keluarga dengan nilai-nilai kasih, seperti sopan dan hormat kepada sesama (terutama kepada mereka yang lebih tua dan pantas dihormati), kepekaan dan kepedulian terhadap sesama (terutama kepada mereka yang membutuhkan bantuan), kepatuhan pada nilai-nilai atau norma yang berlaku, kesadaran akan tanggungjawab, dan ketakwaan kepada Tuhan Berbicara mengenai komunikasi dalam keluarga tentu tidak terlepas dari relasi antaranggota keluarga. Menurut Sri Lestari (2012: 11) ditegaskan bahwa: Komunikasi merupakan aspek yang paling penting, karena berkaitan dengan hampir semua aspek dalam hubungan pasangan. Hasil dari semua diskusi dan pengambilan keputusan di keluarga, yang mencakup keuangan, anak, karier, agama bahkan dalam setiap pengungkapan perasaan, hasrat, dan kebutuhan akan tergantung pada gaya, pola, dan ketrampilan berkomunikasi. Melalui komunikasi yang terbuka dan jujur, keluarga dapat hidup harmoni. Kebutuhan dasar setiap anggota keluarga seperti kebutuhan dicintai, kebutuhan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
dimengerti, kebutuhan untuk dipahami, kebutuhan untuk diterima apa adanya, kebutuhan untuk dipercaya, kebutuhan untuk keterlibatan, dan kebutuhankebutuhan dasar lainnya akan menentukan tingkat keharmonisan dalam keluarga (J. Hardiwiratno, 1994: 12). Dalam keluarga terdapat interaksi dan komunikasi, baik verbal maupun nonverbal antaranggota keluarga. Keharmonisan keluarga bisa sangat tergantung dari cara dan intensitas anggota keluarga berinteraksi dan berkomunikasi satu sama lain (Alfonsus Sutarno, 2013: 20). Kemudian dalam buku yang berjudul “Catholic Parenting” (Alfonsus Sutarno, 2013: 30) jelas dikatakan bahwa: Kondisi khas dari kepribadian keluarga seimbang adalah adanya interaksi dan komunikasi dalam keluarga secara luwes. Wewenang dan tanggung jawab keluarga diperankan secara seimbang oleh bapak dan ibu. Di antara bapak dan ibu, berkembang sikap saling menggantikan. Anak pun bisa mendengarkan dan menuruti kehendak orang tuanya. Demikian juga orang tua rela mendengar, bahkan belajar dari anak-anaknya. Kemandirian dan kebersamaan berkembang secara seimbang dan sehat. Semua anggota keluarga dapat bekerja sama dengan baik. Anggota keluarga dapat menghargai keunikan sikap dan pola pikir masing-masing. e. Tujuan Komunikasi Orang Tua-Anak Dalam Keluarga Katolik Menurut pandangan Clark dan Shileds sebagaimana dikutip oleh Sri Lestari dalam buku “Psikologi Keluarga” (2012: 61-62) dikatakan bahwa: komunikasi yang baik antara orang tua dan anak merupakan indikator yang membangun rasa percaya diri dan kejujuran dalam diri anak. Sedangkan menurut Fitzpatrick dan Badzinski menyebutkan dua karakteristik dalam relasi orang tua dan anak,
pertama:komunikasi
yang mengontrol
yakni
tindakan
yang
mempertegas otoritas orang tua terhadap anak. Kedua, komunikasi yang mendukung yang mencakup persetujuan, membesarkan hati, ekspresi afeksi,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
pemberian bantuan dan kerja sama. Komunikasi antara orang tua dan anak sangat penting bagi orang tua dalam upaya melakukan kontrol, pemantauan, dan dukungan pada anak. Tindakan orang tua ini dapat dipahami secara positif dan negatif oleh anak, tergantung dari cara bagaimana orang tua berkomunikasi (Sri Lestari, 2012: 62)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
BAB III PENELITIAN TENTANG DINAMIKA KOMUNIKASI ORANG TUA DALAM RANGKA PEMBENTUKAN KARAKTER DAN IMAN ANAK DALAM KELUARGA KATOLIK DI PAROKI ADMINISTRATIF SANTO PAULUS PRINGGOLAYAN
1. Deskripsi Paroki Santo Paulus Pringgolayan Berdasarkan buku Program Kerja Paroki (2014: 5-19) dirumuskan mengenai profil Paroki Administratif Santo Paulus Pringgolayan dan Keadaan umat di Paroki Administratif St. Paulus Pringgolayan sebagai berikut: 1. Profil Paroki Administratif Santo Paulus Pringgolayan a. Latar
Belakang
Berdirinya
Paroki
Administratif
Santo
Paulus
Pringgolayan Perjalanan sejarah Paroki Administratif Santo Paulus Pringgolayan tentu tidak dapat dilepaskan dari Paroki induk yaitu Gereja Santo Yusuf Bintaran. Paroki Administratif Santo Paulus Pringgolayan ini pada awalnya masih bergabung dengan Kring Kota Gede, Sekarsuli, Gamelan dan Mantup. Pada waktu itu wilayah Gedongkuning dalam kegiatan rohani masih bergabung dengan Kring Sorowajan Paroki Baciro. Demikian pula wilayah Pleret masih menjadi bagian dari Paroki Klodran Bantul. Atas kebijakan Rm. Blasius Pujaraharja, Pr selaku Pastor Kepala Paroki Santo Yusuf Bintaran sekaligus Vikep DIY yang berkarya pada tahun 1972-1978, memutuskan bahwa wilayah Gedongkuning masuk wilayah Paroki Santo Yusuf Bintaran. Pada tanggal 24 Februari 1977 wilayah Gedongkuning dan sekitarnya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
ditetapkan menjadi Kring sendiri dengan nama pelindungnya yakni Santo Matias. Selanjutnya menyusul wilayah Pleret menjadi bagian dari Paroki Bintaran Pada saat berkarya Rm. Blasius Pudjarahardja, Pr bersama Rm. Budyapranata, Pr dibantu para suster Sang Timur, katekis, kaum muda yang aktif, mereka keluar masuk desa untuk menabur benih iman di timor sungai Gajahwong. Daerah tersebut ternyata merupakan lahan yang subur. Banyak katekumen berada di wilayah ini. Bersama para suster mereka mengajar pelajaran agama dan lagulagu yang menarik minat anak-anak. Banyak orang tua yang melihat berlangsungnya pelajaran agama anak-anak tersebut kemudian akhirnya meminta untuk dipermandikan. Melihat kenyataan bahwa jumlah umat semakin bertambah, maka timbulah gagasan untuk membangun gereja di kawasan timur sungai Gajahwong. Gagasan ini dilontarkan berdasarkan pertimbangan bahwa jarak yang ditempuh oleh umat di wilayah ini menuju Bintaran cukup jauh dan prospek perkembangan umat di wilayah ini cukup baik. Gagasan ini selalu disampaikan dalam setiap ada kesempatan yang ternyata memperoleh tanggapan yang menggembirakan dari umat. Berbagai macam cara dan upayapun dilakukan untuk membangun sebuah Gereja di wilayah timur sungai Gajahwong yakni: melalui gerakan doa, sarasehan, dan kesepakatan untuk mengumpulkan uang, pencarian tanah sekaligus membeli tanah (di dusun Pringgolayan-di tengah perkampungan), mengurus ijin pendirian Gereja, dan pembentukan panitia pembangunan. Akhrinya pada tanggal 10 November 1981, Rm. Julianus Sunarka, SJ (sekarang Uskup Purwokerto), melakukan peletakkan batu pertama pembangunan Gereja. Pada tanggal 25
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
Januari 1986 setelah proses pembangunan selesai, maka bertepatan dengan hari raya bertobatnya Santo Paulus, peresmian dan pemberkatan Gereja dilaksanakan. Pemberkatan dan peresmian Gereja dilakukan oleh Uskup Agung Semarang Mgr. Yulius Riyadi Darmaatmadja, SJ dan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Bantul yakni Bapak Murwanto Suprapto. Setelah memiliki Gereja dan jumlah umat semakin berkembang, Stasi Pringgolayan diangkat menjadi Paroki Administratif Santo Paulus Pringgolayan melalui Surat Keputusan (SK) Uskup Agung Semarang. Sejak berstatus menjadi Paroki Administratif, maka semua kegiatan administratifnya berjalan secara mandiri dan terpisah dari Paroki Santo Yusuf Bintaran. b. Visi dan Misi Paroki Administratif Santo Paulus Pringgolayan Visi dan misi Paroki Administratif Santo Paulus Pringgolayan merupakan pedoman strategis untuk mengembangkan paroki yang berlandaskan pada ARDAS KAS 2011-2015. Visi Paroki adalah: “Umat Allah Paroki Santo Paulus Pringgolayan yang hidup di tengah pluralitas masyarakat, sebagai persekutuan paguyuban murid-murid Kristus, menjadi pembawa keselamatan dan saudara bagi sesama.” Selanjutnya berdasarkan visi tersebut, maka masing-masing bidang karya menjabarkan misinya. Misi tersebut adalah: 1) Bidang Liturgi: Mewujudkan liturgi yang baku dan peribadatan yang berpedoman, memiliki nuansa lokal, merangkul (melibatkan), dan menyentuh. 2) Bidang
Pewartaan:
Mewujudkan
pewartaan
yang
menyelamatkan,
menggemakan firman, mengembangkan iman, menumbuhkan kesadaran, dan mengaktifkan umat, serta memberikan keteladanan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
3) Bidang Sosial dan Kemasyarakatan: Mengembangkan kehidupan dan keterlibatan umat dalam pelayanan pada masyarakat plural demi terciptanya persaudaraan sejati. 4) Bidang Paguyuban dan Organisasi: Meningkatkan kinerja organisasi gerejani dan sinergi paguyuban-paguyuban umat serta peran komunitas-komunitas. 5) Bidang Sarana dan Prasarana: Menciptakan Gereja yang memadai, lengkap, bersahabat dengan lingkungan, dan membangkitkan kerinduan. 6) Bidang Penelitian dan Pengembangan: Menyediakan data dan informasi gereja yang selalu baru untuk mengembangkan Gereja dan mendukung reksa pastoral. Selanjutnya misi-misi ini diturunkan ke dalam berbagai program kerja tahunan yang relevan dengan kebutuhan pengembangan Paroki Administratif Santo Paulus Pringgolayan. c. Keadaan Demografis dan Tantangannya Jumlah umat Katolik dari ke tujuh Kecamatan yang tersebar di wilayah Kabupaten Sleman hanya sekitar 4 % dari total penduduk. Mereka tinggal dalam lingkungan yang sangat heterogen. Aktifitas keagamaan umat Katolik yang minorotas ini di beberapa tempat selama ini dilaksanakan dengan sangat hati-hati agar tidak menimbulkan konflik, karena pengalaman membuktikan bahwa setahun yang lalu (2013), umat yang meninggal ditolak untuk dimakamkan di pemakaman setempat. Paroki Administratif Santo Paulus Pringgolayan terletak di dusun Pringgolayan RT 01/RW 44 kelurahan Banguntapan. Bangunan Gereja terletak di tengah-tengah pemukiman dengan kepadatan sedang, yang penghuninya relatif
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
heterogen. Untuk menjangkau tapak Gereja ini dapat di tempuh melalui empat arah jalan masuk 2. Keadaan Umat di Paroki Administratif Santo Paulus Pringgolayan a. Data Keluarga di Paroki Administratif Santo Paulus Pringgolayan Paroki Administratif Santo Paulus Pringgolayan terus bertumbuh dan berkembang secara dinamis. Pertambahan jumlah umat setiap tahun terus meningkat dan bertambah. Hal ini terjadi karena kelahiran bayi, pendatang baru, dan juga baptis dewasa. Menurut data statistik Paroki Administratif Santo Paulus Pringgolayan tahun 2015, dikatakan bahwa jumlah umat per-31 Desember 2015 berjumlah 3.070 jiwa (Statistik Paroki, 2015: 1) yang didata dari 913 KK (Kepala Keluarga) dan 22 Lingkungan yang tersebar di 5 wilayah. Jumlah keluarga muda terus bertambah, hal ini tentu memberikan kelahiran baru yang cukup besar. Dengan bertambahnya tingkat kelahiran yang cukup tinggi sehingga banyak baptisan baru, membuat Paroki Administratif Santo Paulus Pringgolayan disebut sebagai “Gereja muda”. Hal ini tentu memberi rasa optimisme yang tinggi akan perkembangan Paroki di masa depan, sekaligus menjadi tantangan untuk karya pastoral bagi “Gereja muda.” a. Kondisi Iman Umat Sejak tanggal 1 Mei 2013, pelayanan atau karya pastoral dilayani secara penuh oleh Rm. BYL Subaggio, Pr yang resmi berdomisili di Pastoran Pringgolayan, tetapi masih dalam kerja sama dengan para Imam di Paroki induk yakni Paroki Santo Yusuf Bintaran. Kunjungan Pastoral secara khusus misa lingkungan berjalan dengan baik dan terprogram seperti misa pesta nama
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
lingkungan. Selain itu ada juga misa dengan ujub khusus seperti pemberkatan rumah, misa arwah, misa ulang tahun, dll. Program pendampingan dan pembinaan iman umat dijangkau melalui berbagai program Dewan paroki Administratif Santo Paulus Pringgolayan, baik bersifat rutin maupun program visioner. Selain itu siraman rohani melalui renungan-renungan dan khotbah semakin dihidupkan dengan terselenggaranya pelayanan misa harian di Gereja pada pkl 06.00 pagi. Setiap Jumad pertama dalam bulan misa diadakan dua kali yakni pada pagi hari pkl 06.00 dan pada sore hari pkl 17.00 dan dilanjutkan dengan penyembahan sakramen. Setiap hari kamis pkl 18.00 diadakan adorasi kurang lebih setengah jam di Gereja. b. Keterlibatan Umat Dalam Hidup Menggereja dan Masyarakat Perkembangan dan dinamika Paroki Administratif Santo Paulus Pringgolayan tergantung dari kiprah umat dalam mengambil peran dalam membangun kehidupan menggereja secara internal di Paroki Administratif Santo Paulus Pringgolyan dan di tengah masyarakat. Keterlibatan umat juga nampak dalam berbagai bentuk seperti prodiakon, lektor, organis, koor, dirigen, persembahan tata laksana, tim kerja pengutusan lingkungan/Paroki Administratif Santo Paulus Pringgolayan. Umat juga melibatkan diri dalam wadah-wadah kategorial seperti PIA, PIR, Mudika, Lansia, Worosemedi, dan Legio Maria. Bibit panggilan menjadi imam, biarawan/i masih sangat terbatas, hal ini terlihat dari jumlah calon imam atau biarawan/i dari ke 22 lingkungan. Untuk program pendampingan bagi “Gereja Muda” perlu mendapat perhatian. Pemberdayaan para
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
pendamping PIA, Remaja dan Mudika sangat diperlukan, baik di tingkat Paroki administratif maupun di lingkungan. Hal lain yang sangat menggembirakan adalah bahwa sebagian umat mau membuka diri terlibat aktif dan berpartisipasi dalam kepengurusan tingkat RT, RW dan Kelurahan. Umat yang terlibat dalam kepengurusan ini berjumlah 97 orang. Selain itu umat juga terlibat aktif dalam perkumpulan yang ada di RT di mana umat tinggal. 2. Penelitian Tentang Model Komunikasi Dalam Rangka Pembentukan Karakter dan Iman Anak di Paroki Administratif Santo Paulus Pringgolayan 1. Latar Belakang Penelitian Dalam keluarga, komunikasi adalah sebuah kegiatan yang sangat penting untuk membangun sebuah relasi yang baik. Tanpa komunikasi tentu kehidupan keluarga akan terasa sepih dari kegiatan berbicara, berdialog, bertukar pikiran dan sebagainya (Syaiful Bahri Djamarah, 2014: 109). Dengan membangun sebuah komunikasi yang baik maka situasi keluarga akan terasa hidup. Namun sebaliknya jika komunikasi tidak berjalan sesuai harapan maka besar kemungkinan keluarga akan mengalami berbagai macam konflik dan masalah. Relasi personal antara orang tua dan anak yang dibangun melalui komunikasi yang baik akan mempengaruhi perkembangan karakter dan kepribadian anak. Anak akan belajar banyak hal dari keluarga khususnya dari kedua orang tuanya, karena orang tualah yang meletakkan dasar pembentukan kepribadian itu melalui komunikasi yang baik dan benar. Komunikasi ini
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
melibatkan bahasa (Verbal) yang bermakna yang dapat ditangkap dan dimengerti oleh anak, tetapi juga melibatkan sikap atau perilaku (Non Verbal) yang terjadi berupa pelukan, dekapan yang membuat anak merasa nyaman. Kesaksian hidup orang tua yang tercermin dalam perilakunya akan juga berpengaruh bagi anak, karena anak akan melihat dan belajar dari apa yang diperlihatkan oleh orang tuanya. Memang untuk membangun komunikasi yang baik dan benar dalam keluarga, tidaklah mudah. Karena pengalaman membuktikan bahwa banyak orang tua yang cukup mengalami kesulitan dalam mendidik anak-anak mereka. Situasi dunia saat ini yang ditandai dengan proses perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Tekonologi (IPTEK) yang cukup mempengaruhi sikap dan cara berpikir seorang anak. Selain itu kesibukan orang tua menjadi sebuah alasan untuk kurang memberi waktu ada bersama anak di dalam keluarga. Anak akan cenderung mencari hiburan di luar keluarga dan asyik dengan dirinya sendiri. Situasi umum yang digambarkan di atas, terjadi pula dalam keluargakeluarga di Paroki Administratif Santo Paulus Pringgolayan. Tak bisa disangkal bahwa keluarga-keluarga Katolik di Paroki ini sedang menghadapi tantangan aktual, yang sebagian besar berasal dari masyarakat luas, sedang sebagian yang lain berasal lingkungan keluarga katolik. Ada beberapa tantangan dan keprihatinan yang sedang terjadi saat ini yakni: pertama, rapuhnya nilai kesetiaan dan perkawinan, yang diwarnai dengan
adanya sebagian keluarga yang
mengalami persoalan di dalam menghayati nilai-nilai dasar perkawinan katolik. Kedua, kurangnya penanaman dan penghayatan nilai religiusitas dalam keluarga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
akibat perkembangan IPTEK yang membawa pengaruh negatif bagi penananam nilai iman dalam keluarga. Irama hidup keluarga hanya disibukkan dengan kegiatan yang jauh dari hal-hal rohani. Ketiga, beban ekonomi dan biaya hidup yang tinggi yang menyebabkan orang tua sibuk mencarai nafkah dengan bekerja, sehingga kurang memberi waktu untuk anak dan keluarga. Menanggapi persoalan tersebut di atas maka tentu ada harapan agar orang tua di paroki ini hendaknya mengambil tindakan konkrit untuk mengatasinya. Tindakan ini perlu didukung dengan kesadaran penuh sebagai orang tua yang bertanggung jawab atas perkembangan kepribadian dan iman anak. Orang tua harus menyadari bahwa keluarga adalah lingkungan pertama dan utama dalam mengarahkan anak-anak untuk menghadapi kehidupannya. Atas dasar ini maka peneliti terdorong untuk mencari dan menemukan masalah-masalah yang dihadapi oleh orang tua di Paroki Administratif Santo Paulus Pringgolayan dalam membangun komunikasi untuk pembentukan karakter dan iman anak dalam keluarga. Melalui penelitian ini juga diharapkan agar keluarga-keluarga Katolik di Paroki ini teristimewa orang tua dibantu untuk mengetahui pola komunikasi yang baik demi kepentingan pembentukan karakter dan iman anak dalam keluarga. 2. Rumusan Permasalahan Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan di
atas, maka
permasalahan pokok yang mau digali dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Pola komunikasi macam apa yang diterapkan orang tua terhadap anak dalam rangka pembentukan karakter dan iman anak?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
b. Apa peranan fungsi komunikasi orang tua terhadap pembentukan karakter dan iman anak? c. Faktor Pendukung dan penghambat apa saja yang dialami oleh orang tua dalam berkomunikasi dalam rangka pembentukan karakter dan iman anak. d. Sejauh mana usaha orang tua dalam membangun komunikasi dalam rangka pembentukan karakter dan iman anak? 3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: a. Menguraikan beberapa fungsi komunikasi orang tua terhadap anak dalam rangka pembentukan karakter dan iman anak. b. Memaparkan peranan fungsi komunikasi orang tua terhadap pembentukan karakter dan iman anak? c. Mengungkapkan faktor pendukung dan penghambat yang dialami oleh orang tua dalam berkomunikasi dalam rangka pembentukan karakter dan iman anak. d. Mengetahui sejauh mana usaha orang tua dalam membangun komunikasi terhadap pembentukan karakter dan iman anak? 4. Jenis Penelitian Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian kualititaif yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll (Moleong, 2008: 6). Dengan metode penelitian ini diharapkan peneliti mendapat informasi mengenai pola komunikasi orang tua dan peranannya terhadap pembentukan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
karakter dan iman anak dalam keluarga Katolik di Paroki Administratif Santo Paulus Pringgolayan. 5. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: a. Membantu menyadarkan dan meyakinkan
orang tua akan pentingnya
membangun komunikasi yang benar bagi pembentukan karakter dan iman anak dalam keluarga Katolik b. Memberi gambaran kepada orang tua tentang berbagai pola komunikasi yang efektif dalam rangka pembentukan karakter dan iman anak. c. Membantu orang tua untuk menemukan berbagai masalah yang dihadapi dalam proses pembentukan karakter dan iman anak. d. Membantu Gereja khususnya seksi pewartaan paroki dalam bidang pendampingan keluarga. 6. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Paroki Administratif Santo Paulus Pringgolayan mulai dari tanggal 05 sampai 14 Desember 2016 7. Teknik Pengumpulan data a. Observasi Observasi menurut Sutrisno Hadi (Sugiyono, 2014: 203) merupakan suatu proses yang kompleks yang tersusun dari pelbagai proses biologis dan psikhologis. Hal yang penting dalam observasi ini adalah tindakan pengamatan dan ingatan. Dalam penelitian ini, peneliti mengobservasi melalui kunjungan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
keluarga-keluarga Katolik untuk mengetahui bagaimana pola komunikasi dalam keluarga itu terjadi. b. Wawancara Untuk mendapat gambaran yang lengkap mengenai fungsi pola komunikasi dalam pembentukan kepribadian dan iman anak dalam keluarga, maka dilakukan pengumpulan data primer dengan menggunakan wawancara mendalam yang diarahkan untuk menggali informasi secara mendalam dan mendasar. Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan
itu
(Moeleong,
2006:
186).
Teknik
ini
digunakan
untuk
mengeksplorasi informasi yang terkait dengan fungsi pola komunikasi dalam pembentukan kepribadian dan iman anak dalam keluarga. Wawancara mendalam akan dilakukan pada keluarga Katolik di Paroki Administratif Santo Paulus Pringgolayan. Informan yang akan diwawancarai adalah; Keluarga Katolik. c. Analisis data (Study dokumen) Analisis data menurut Bogdan, sebagaimana dikutip oleh Sugoyono (2014: 334) adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga bisa mudah dipahami dan temuannya dapat disampaikan kepada orang lain. Setelah seluruh data diperoleh, peneliti akan menggunakan teknik analisis data bersifat deskriptif yang ingin menggambarkan data tersebut berdasarkan fungsi pola
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
komunikasi orang tua terhadap pembentukan kepribadian dan iman anak dalam keluarga. d. Dokumentasi Dalam penelitian ini, peneliti akan merekam wawancara yang akan dilakukan dan memotret keadaan yang ada di tempat penelitian. Hal ini dilakukan agar penliti tidak kehilangan informasi atau data. Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumentasi dapat berupa tulisan, gambar, rekaman atau karya-karya monumental. 8. Variabel Penelitian Komunikasi dalam kehidupan berkeluarga merupakan hal yang sangat penting dalam membangun keharmonisan dalam keluarga. Dalam membangun kehidupan komunikasi dituntut sebuah pola agar dapat diterima oleh semua anggota keluarga. Pola yang dibangun didasarkan pada fungsi pola komunikasi orang tua terhadap pembentukan kepribadian dan iman anak dalam keluarga Katolik. Pentingnya komunikasi yang dibangun dalam kehidupan keluarga disatu sisi dapat membangun keharmonisan tetapi disisi lain juga dapat membangun kepribadian dan iman anak. Membangun kepribadian dan iman anak merupakan salah satu aspek dari komunikasi yang baik. Karena komunikasi dapat membentuk kepribadian dan iman anak maka perlu dibangun secara baik dalam kehidupan keluarga. Komunikasi yang baik yang dibangun dalam kehidupan keluarga dapat juga berperan dalam membangun kepribadian anak. Kedua aspek ini dapat juga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
membantu dalam meningkatkan iman anak. Berdasar keterangan di atas, maka secara skematis variabel penelitian dapat digambarkan sebagai berikut: No 1.
Variabel Pola Komunikasi
Indikator - Mampu
No Item
menjelaskan
komunikasi
dan
apa
itu
1
bentuk-bentuk
komunikasi yang diketahui. - Mampu menjelaskan fungsi komunikasi
2
dalam keluarga. - Mampu menjelaskan seberapa besar
3
pengaruh pola komunikasi yang baik dalam keluarga. - Mampu menjelaskan seberapa besar usaha
yang
dilakukan
4
dalam
membangun komunikasi yang baik dan efektif dalam keluarga. 2.
Keharmonisan
- Menjelaskan sejauh mana hubungan
dalam
atau relasi yang terjadi selama ini
Keluarga
dalam keluarga. - Menjelaskan bentuk-bentuk kebiasaan
5
6
yang baik yang selalu dilakukan dalam keluarga. - Mampu
menunjukkan sikap ketika
salah satu anggota keluarga melakukan
7
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
kesalahan. - Mampu menyebutkan tantangan atau persoalan
yang
8
menganggu
keharmonisan dalam keluarga. - Mampu
menjelaskan
bagaimana
9
menyikapi persoalan yang mengganggu keharmonisan dalam keluarga. 3.
Pembentukan karakter iman anak
dan
- Mampu
menyebutkan
apa
harapan
10
- Mampu menjelaskan sikap orang tua
11
terbesar bagi anak-anak.
dalam
mendampingi
anak
dalam
menentukan pilihan hidup. - Mampu menunjukkan bentuk peran dan tanggungjawab
orang
tua
12
terhadap
pembentukan karakter dan iman. - Mampu menunjukkan sikap terhadap
13
anak yang sedang menghadapi masalah. - Mampu menyebutkan keteladanan kepada anak.
dalam
contoh-contoh hidup
beriman
14
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
9. Instrumen Penelitian Berdasarkan variabel penelitian di atas, maka dapat dirumuskan pertanyaan wawancara sebagai berikut: a. Apa yang anda ketahui tentang komunikasi? Dan bentuk komunikasi apa saja yang anda ketahui? b. Apa yang anda ketahui tentang fungsi komunikasi dalam keluarga? c. Seberapa besar pengaruh pola komunikasi yang dibangun dalam keluarga anda? d. Cara atau usaha apa yang anda tempuh untuk membangun komunikasi yang baik dan efektif (kepada suami/istri, anak) e. Sejauh mana hubungan atau relasi yang terjadi selama ini? f. Apakah ada kebiasan untuk berkumpul bersama dalam keluarga? Ketika berkumpul bersama apa yang anda lakukan? g. Bagaimana pengalaman anda, ketika salah satu dari anggota keluarga anda melakukan kesalahan? Apa yang anda lakukan dan apa yang dilakukan oleh anggota keluarga tersebut? h. Persoalan atau tantangan apa saja yang anda temui atau yang anda alami, yang cukup mengganggu keharmonisan dalam keluarga? i. Bagaimana anda menyikapi setiap persoalan yang mengganggu keharmonisan keluarga anda? j. Apa harapan terbesar anda terhadap masa depan anak-anak anda? k. Bagaimana sikap anda dalam mendampingi anak dalam menentukan pilihan hidup.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
l. Apa peran dan tanggung jawab anda sebagai orang tua bagi pertumbuhan dan perkembangan karakter dan iman anak? m. Bagaimana sikap anda sehubungan dengan permasalahan yang dihadapi oleh anak. n. Seberapa dalam anda memberi contoh penghayatan kehidupan beriman anda? 10. Populasi dan Sampel Unit analisis dari penelitian ini adalah fungsi pola komunikasi dalam pembentukan kepribadian dan iman di lokasi penelitian. Populasi diartikan sebagai wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2014: 297)). Populasi penelitian ini adalah Keluarga Katolik di wilayah Paroki Administratif Santo Paulus Pringgolayan. Dengan memperhitungkan keterbatasan yang dimiliki dalam penelitian ini terkait dengan waktu, pendanaan dan tenaga, maka dianggap perlu untuk mengambil sampel yang merupakan representasi dari populasi. Sampel adalah sebagian dari populasi. Sampel terdiri atas sejumlah keluarga yang dipilih dari populasi. Jumlah keluarga yang dipilih adalah 10 keluarga yang tersebar di 10 lingkungan yang berada di 5 wilayah. Masing-masing wilayah akan diacak untuk memilih 2 lingkungan. Sedangkan usia perkawinan keluarga yang akan diwawancara adalah 5 sampai 20 tahun. Dengan mempelajari sampel, peneliti dapat menarik kesimpulan yang akan digeneralisasikan untuk populasi yang diminati. Untuk analisis fungsi pola komunikasi orang tua dalam pembentukan kepribadian dan iman anak, peneliti mengambil 10 keluarga.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
11. Teknik Analisis Data Dalam pengumpulan data peneliti akan melakukan observasi, wawancara secara mendalam, analisis dokumen dan dokumentasi. Setelah itu peneliti menggunakan analisis kualitatif yaitu analisis ulang yang dilakukan dengan memahami dan merangkai data yang diperoleh dan disusun secara sistematis kemudian
ditarik
kesimpulan.
Penarikan
kesimpulan
dilakukan
dengan
menggunakan cara berpikir induktif, yaitu cara berpikir yang mendasarkan pada hal-hal yang bersifat umum kemudian ditarik kesimpulan secara khusus. Menurut Bogdam dan Bilken (Moleong, 2007: 248) analisis data adalah: upaya yang dilakukan dengan cara bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milah data menjadi satuan yang dapat dikelola, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting untuk dipelajari kemudian memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain. Berdasarkan hasil definisi tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa langkah awal dari analisis data adalah mengumpulkan data. Hasil dari analisis tersebut kemudian diintegrasikan, menjadi suatu informasi yang komprehensif yang menggambarkan fungsi pola komunikasi orang tua terhadap pembentukan kepribadian dan iman anak dalam keluarga. Berdasarkan hasil ini kemudian disusun rekomendasi yang bertujuan untuk mengoptimalkan fungsi komunikasi dalam pembentukan kepribadian dan iman anak dalam keluarga.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
C. Laporan dan Pembahasan Hasil Penelitian Tentang Model Komunikasi Dalam Rangka Pembentukan Karakter dan Iman Anak di Paroki Administratif Santo Paulus Pringgolayan Penulis melakukan penelitian dengan wawancara, study dokumen dan observasi yang terjadi pada tanggal 5-14 Desember 2016. Latar belakang dan situasi responden yang berbeda-beda, sangat membantu penulis untuk mendapatkan informasi dan data yang beraneka ragam sesuai dengan variabel yang diteliti. Wawancara ini dilakukan di Paroki Administratif Santo Paulus Pringgolayan. Pelaksanaan wawancara ini, dikondisikan dengan situasi dan keadaan serta kesediaan responden. Penulis hanya menyesuaikan saja. Pada bagian ini penulis akan memaparkan hasil penelitian, berdasarkan variabel yang diteliti yang terdiri dari: pola komunikasi, keharmonisan dalam keluarga, pembentukan karakter dan iman anak. 1.
Hasil Penelitian dan Pembahasan
a.
Pola Komunikasi
1) Hasil Penelitian Melalui wawancara dengan responden, peneliti menemukan fakta bahwa dari 10 responden dikatakan bahwa pola komunikasi dalam keluarga berjalan dengan baik, karena setiap anggota keluarga mau memberi waktu, cinta, perhatian dan penghargaan satu sama lain. Selain itu ada pula tantangan dan hambatan yang cukup mengganggu kelancaran komunikasi dalam keluarga.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
Menurut pemahaman R4 dan R5 komunikasi berarti berbicara, atau menyampaikan informasi atau pesan kepada orang lain dan orang lain menerimanya (Lampiran 2: 10, 13). R10 menyatakan bahwa komunikasi berarti berbagi cerita atau menyampaikan pesan dan kesan kepada orang lain (Lampiran). Menurut R7 komunikasi adalah berbicara atau menyampaikan pendapat yang melibatkan sisi emosi (Lampiran 2: 19). Sedangkan bentuk-bentuk komunikasi menurut R1 terdiri atas dua bagian yakni komunikasi verbal dan komunikasi nonverbal. Komunikasi verbal terjadi melalui kata-kata atau berbagi cerita dan komunikasi nonverbal yang terjadi melalui pelukan dan ciuman (Lampiran 2: 1). Sedangkan komunikasi nonverbal menurut R9 ditunjukan melalui menyapa anak, membangunkan anak, bertanya tentang kegiatan anak di sekolah. Komunikasi juga ditunjukan melalui pelukan, menyuap anak, memberi berkat di dahi atau bersalaman (Lampiran 2: 1). R1 menegaskan lagi bahwa komunikasi dalam keluarga itu sangat penting karena berfungsi untuk menjaga relasi antar suami istri dan anak agar selalu terjalin dengan baik, sehingga keluarga tetap harmonis, aman dan damai (Lampiran 2: 1). Komunikasi dalam keluarga menurut R10 berfungsi untuk mengakrabkan seluruh anggota keluarga, menjaga relasi agar terus terjaga dengan baik. Dengan adanya komunikasi semua merasa diperhatikan, dicintai, dikasihi dan saling melengkapi satu sama lain (Lampiran 2: 1). Sedangkan R5 berpendapat bahwa komunikasi dalam keluarga berfungsi supaya apa yang diharapkan bisa tercapai dengan baik, dipahami dan diterima, dengan demikian hubungan dengan keluarga dapat berjalan dengan harmonis, nyaman dan damai (Lampiran 2: 1). R9
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
menambahkan bahwa komunikasi dalam keluarga dapat membangun keterikatan batin, dan memupuk kasih sayang (Lampiran 2: 1). R1 mengatakan bahwa komunikasi yang baik yang terjadi dalam keluarga membawa pengaruh yang cukup besar bagi seluruh anggota keluarga. Hal ini dapat dibaca dalam kutipan di bawah ini: Komunikasi yang dibangun dalam keluarga itu sangat berpengaruh di mana setiap anggota keluarga dapat menampilkan dirinya apa adanya, merasa diterima, dihargai, merasa senang dan aman. Memang selama ini kadang terjadi hal yang kurang mengenakkan, terlebih ketika berada di kantor, karena sibuk dengan pekerjaan, kami tidak saling memberi khabar. Sehingga muncul kecurigaan yang berujung pada pertengkaran. Hal ini juga menjadi faktor penghambat, ketika kami sebagai suami istri tidak saling percaya, saling curiga satu sama lain, merasa diabaikan atau diremehkan. Kemudian merasa lebih betah di kantor ketimbang cepat pulang ke rumah (Lampiran 2: 1). Selain itu komunikasi juga berpengaruh kepada anak. Hal ini sangat jelas diungkapkan oleh R3 dan R8 bahwa anak akan melihat dan mendengar apa yang dibuat oleh orang tuanya. Secara psikologis akan terbentuk, sehingga apapun pengaruh negatif yang datang dari luar tidak mempengaruhi kehidupan anak. Tingkah laku anak bisa jadi karena faktor komunikasi dari orang tuanya (Lampiran 2: 7, 22). R5 menegaskan bahwa dengan adanya komunikasi yang berjalan dengan baik, maka kepribadian dan iman anak akan terbentuk (Lampiran 2: 13). Adapun
faktor
penghambat
sehubungan
dengan
komunikasi
ini
sebagaimana yang diungkapkan oleh R3 dan R4 adalah kadang muncul rasa egois dan ingin menang sendiri atau kadang masih terjadi adanya perbedaan pendapat, karena masing-masing merasa paling benar (Lampiran 2: 7, 10). Sedangkan R9 mengatakan bahwa perbedaan budaya juga menjadi faktor penghambat dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
berkomunikasi (Lampiran 2: 25). Kemudian R5 dan R10 mengungkapkan bahwa salah satu faktor penghambat dalam berkomunikasi adalah kesibukan kerja yang menyebabkan kurangnya waktu untuk berkumpul bersama dalam keluarga (Lampiran 2: 13, 28). Sedangkan R7 berpendapat bahwa sejauh ini pengaruh komunikasi hanya terjadi sebelah pihak saja. Hal ini bisa kita baca pada kutipan di bawah ini: Sejauh ini pengaruhnya tidak seefektif sebagaimana yang diharapkan. Muncul jarak yang seolah memisahkan satu sama lain, sehingga anggota keluarga yang lain, merasa sulit untuk mendekati. Bahkan kadang kami bersikap kasar, apalagi kasar terhadap anak-anak dan kurang memahami situasi atau kondisi yang dihadapi oleh anak. Sebagai orang tua juga kadang kami tidak menjadi sahabat yang baik bagi anak-anak, sehingga kadang anak menjadi protes (Lampiran 2: 19). R6 mengatakan bahwa agar komunikasi bisa berjalan dengan baik dan efektif maka perlu adanya keterbukaan dalam berkomunikasi. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut ini: Supaya tidak ada konflik dalam hidup berkeluarga maka cara yang kami tempuh adalah perlu adanya keterbukaan dan kejujuran dalam berkomunikasi. Misalnya kalau marah, kami mengatakan apa adanya, karena bagi kami marah adalah salah satu proses untuk saling memahami satu sama lain. Memang dalam kenyataan seringkali ada konflik, sehingga anak merekam dan menegur apa yang terjadi dengan orang tuanya. Sebagai orang tua kami merasa egois, dan tidak bisa menahan diri ketika ada sesuatu yang kurang berkenan, sehingga dampaknya anak berani menegur kami (Lampiran 2: 16).
R10 berpendapat bahwa agar komunikasi bisa berjalan dengan baik maka perlu menjaga kehalusan dan kelembutan dalam berbicara agar tidak menyakiti atau melukai siapapun (Lampiran 2: 28). R9 mengatakan bahwa ketika menghadapi persoalan salah satu dari anggota keluarga harus bersikap mengalah. Perihal siapa yang benar dan siapa yang salah, itu urusan kemudian, karena yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
terpenting adalah bagaimana mereka saling menerima kelebihan dan kekurangan (Lampiran 2: 25). Selanjutnya R4 berpendapat bahwa berkomunikasi perlu adanya saling percaya, saling mengerti kekurangan dan kelebihan (Lampiran 2: 10). 2) Pembahasan Berdasarkan hasil wawancara dengan responden mengenai pola komunikasi, ditemukan
bahwa
komunikasi
berarti
berbicara
atau
mengirim
pesan,
mengungkapkan gagasan, pendapat atau perasaan kepada orang lain dan orang lain menerimanya. Komunikasi merupakan “proses”, maka untuk berkomunikasi yang baik membutuhkan waktu dan kesabaran; karena berkomunikasi tidak sekedar saling bicara dan mendengar (to hear), tetapi juga saling mendengarkan (to listen) dengan mengerti(Andreas, 2015:1). Bentuk-bentuk komunikasi terdiri atas dua bagian yakni komunikasi verbal yang terjadi melalui kata-kata atau berbicara dan komunikasi nonverbal yang terjadi melalui pelukan, ciuman, bersalaman dan
memberi berkat. Fungsi
komunikasi nonverbal adalah sebagai penguat komunikasi verbal. Dalam konteks sikap dan perilaku, pesan nonverbal dapat menerjemahkan gagasan, keinginan, atau maksud yang ada dalam hati, misalnya; tepuk tangan, pelukan, usapan tangan, duduk, dan berdiri tegak mampu mengekspresikan gagasan, keinginan atau maksud (Syaiful Bahri Djamarah, 2014: 115-118). Adapun fungsi komunikasi yang terjadi dalam keluarga adalah untuk menjaga dan memperat hubungan keluarga sehingga bisa saling mengenal agar keutuhan keluarga tetap terjaga keharmonisannya dan terciptanya kenyamanan dan kedamaian. Ketika komunikasi itu terjaga dengan baik, maka akan timbul
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
kedekatan dan keterikatan batin, karena komunikasi itu sendiri merupakan wujud saling mengungkapkan rasa cinta kasih dan kasih sayang. Komunikasi yang baik yang terjadi dalam keluarga membawa pengaruh yang cukup besar bagi seluruh anggota keluarga. Tentunya sebuah keluarga akan berfungsi dengan baik apabila di dalamnya terdapat pola komunikasi yang terbuka, ada sikap saling menerima satu sama lain, saling mendukung dan memberi rasa aman dan damai. Kebutuhan dasar setiap anggota keluarga seperti kebutuhan dicintai, kebutuhan dimengerti, kebutuhan untuk dipahami, kebutuhan untuk diterima apa adanya, kebutuhan untuk dipercaya, kebutuhan untuk keterlibatan, dan kebutuhan-kebutuhan dasar lainnya akan menentukan tingkat keharmonisan dalam keluarga (Alfonsus Sutarno, 2013: 30). Komunikasi yang baik dan efektif juga akan membentuk pertumbuhan dan perkembangan anak, baik dari segi psikologis maupun dari segi iman, karena secara otomatis anak akan melihat dan mendengar apa yang dibuat oleh orang tuanya, atau bisa dikatakan tingkah laku anak bisa jadi karena faktor komunikasi orang tuanya. Ketika anak lebih gampang terpengaruh dengan situasi negatif dari luar maka bisa saja merupakan kegagalan orangtua dalam menurunkan nilai rohani atau nilai moral kepada anaknya. Komunikasi antara orang tua dan anak sangat penting bagi orang tua dalam upaya melakukan kontrol, pemantauan, dan dukungan pada anak. Tindakan orang tua ini dapat dipahami secara positif dan negatif oleh anak, tergantung dari cara bagaimana orang tua berkomunikasi (Sri Lestari, 2012: 62).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
Adapun faktor penghambat sehubungan dengan komunikasi dalam keluarga adalah munculnya rasa egois dan ingin menang sendiri. Hal ini ditandai dengan adanya perbedaan pendapat, karena masing-masing merasa paling benar. Perbedaan budaya juga menjadi faktor penghambat dalam berkomunikasi. Selain itu kesibukan dalam pekerjaan juga mengurangi intensitas komunikasi dengan keluarga karena kurangnya waktu untuk berkumpul bersama dalam keluarga. Bahkan komunikasi sering terjadi hanya sebelah pihak di mana muncul sikap diam dan masa bodoh. Terjadi pula kekerasan dalam rumah tangga dan yang menjadi korban adalah anak-anak. Untuk itu agar komunikasi bisa berjalan dengan baik dan efektif maka perlu adanya keterbukaan dalam berkomunikasi. Perlu juga membangun sikap jujur, terbuka dan kehalusan serta kelembutan dalam berbicara. Sikap mengalah dalam menghadapi masalah dalam keluarga bisa juga merupakan solusi yang tepat karena dapat mengurangi konflik dalam keluarga. Perihal siapa yang benar dan siapa yang salah, itu urusan kemudian, karena yang terpenting adalah bagaimana adanya saling menerima kelebihan dan kekurangan, saling percaya, saling mengerti kekurangan dan kelebihan. Melalui komunikasi yang terbuka dan jujur, keluarga dapat hidup harmoni. Kebutuhan dasar setiap anggota keluarga seperti kebutuhan dicintai, kebutuhan dimengerti, kebutuhan untuk dipahami, kebutuhan untuk diterima apa adanya, kebutuhan untuk dipercaya, kebutuhan untuk keterlibatan, dan kebutuhan-kebutuhan dasar lainnya akan menentukan tingkat keharmonisan dalam keluarga (J. Hardiwiratno, 1994:12)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
b. Keharmonisan Dalam Keluarga 1) Hasil Penelitian Mengenai keharmonisan dalam keluarga, sebagaimana dalam wawancara dengan 10 responden ditemukan fakta bahwa semuanya berjalan dengan baik, karena adanya sikap saling memaafkan, mengampuni, mengalah, juga ada kerinduan untuk selalu ada bersama dengan keluarga. R6 mengungkapkan bahwa hubungan dalam keluarga selama ini baik, meskipun kadang ada konflik. Namun konflik tersebut selalu diusahakan untuk diselesaikan dengan baik (Lampiran 2: 16). R5 menegaskan bahwa mengesampingkan ego adalah solusi yang tepat, karena jika tidak maka masalahnya akan semakin bertambah rumit (Lampiran 2: 13). R4 menyebutkan bahwa bertengkar dan beda pendapat itu hal yang wajar, karena pola pikir dan latar belakang budaya pasti berbeda (Lampiran 2: 10). R3 menggambarkan bahwa semakin bertambahnya usia perkawinan, relasi kedekatan semakin mendalam. Gambaran pernyataan tersebut dapat dibaca pada kutipan di bawah ini: Ketika usia perkawinan semakin bertambah kami merasa semakin dekat dan semakin mengenal satu sama lain. Relasi yang dibangun semakin dekat ini, membuat kami selalu merasa aman dan damai dalam membangun keluarga. Kami berusaha untuk mengesampingkan ego demi kebaikan bersama (Lampiran 2: 7). Supaya keharmonisan dalam keluarga selalu terjaga, R2 mengungkapkan bahwa setiap hari selalu ada kerinduan untuk berkumpul bersama dalam keluarga (Lampiran 2: 5). Hal inipun ditegaskan oleh R3 bahwa usaha untuk berkumpul bersama dalam keluarga dilakukan melalui refreshing bersama pada hari libur (Lampiran 2: 8). R5 mengungkapkan bahwa ketika berkumpul bersama selalu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
terjadi sharing pengalaman atau merencanakan kegiatan apa yang mau dilakukan (Lampiran 2: 14). Sedangkan R4 mengatakan bahwa berkumpul bersama dalam keluarga terjadi juga pada perayaan-perayaan penting. Hal tersebut bisa dilihat pada pernyataan di bawah ini: Setiap hari kami selau berusha untuk berkumpul bersama. Selain ini pada pada perayaan-perayaan penting seperti ultah perkawinan, ultah kelahiran, natal, dan Paskah kami rayakan dengan makan bersama. Pada saat kumpul bersama selain makan, ada-ada saja pembicaraan yang disampaikan, seperti pekerjaan di kantor ataupun pengalaman keseharian. Untuk berdoa bersama dalam keluarga, jarang kami lakukan (Lampiran 2: 11). R6 menegaskan bahwa supaya keharmonisan dalam keluarga terjalin dengan baik, maka sikap yang diambil dalam menyikapi konflik adalah mengalah dan memberi maaf (Lampiran 2: 17), bahkan R8 mengatakan bahwa jika masalah itu terjadi pada hari itu, maka harus diselesaikan pada hari itu juga (Lampiran 2: 233). Sedangakn R5 mengungkapkan bahwa dalam membangun keluarga pasti ada tantangan atau konflik. Meminta maaf bukan sesuatu yang sulit, butuh kerendahan hati dan ketulusan hati untuk melakukan itu. Mengalah adalah jalan terbaik untuk mencapai kebaikkan bersama (Lampiran 2: 14). Memang dalam membangun keluarga, selalu saja ada persolan yang cukup mengganggu keharmonisan dalam keluarga. R7 mengatakan bahwa persoalan terberat yang mengganggu keharmonisan dalam keluarga adalah ketidakjujuran dan ketidakterbukaan dalam berkomunikasi, apalagi disinyalir ada orang ke tiga yang hadirnya dalam perkawinan (Lampiran 21: 20). R1 juga menyatakan bahwa berkurangnya intensitas komunikasi, maka muncul kecurigaan. Hal ini bisa dilihat pada kutipan di bawah ini:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
94
Hubungan atau relasi yang terjadi selama ini khusunya beberapa tahun terakhir ini, cukup mengganggu. Persoalannya adalah kurangnya komunikasi dalam hal ini adalah kurang memberi informasi atau bercerita tentang kegiatan apapun ketika berada di tempat tugas sehingga menimbulkan kecurigaan (Lampiran 2: 2). R9
mengatakan
bahwa
persoalan
yang
menyolok
yang
mengganggu
keharmonisan dalam keluarga adalah perbedaan budaya, sehingga membutuhkan usaha untuk menyatukan dua budaya yang berbeda (Lampiran 2: 26). R10 mengatakan bahwa ada masalah mengenai minimnya waktu untuk berkumpul bersama, dikarenakan kesibukan bekerja, dan tidak ada kesediaan untuk memberi informasi. (Lampiran 2: 29). Sedangkan R4, R6, dan R8, mengungkapkan bahwa salah satu faktor penyebab lunturnya keharmonisan dalam keluarga adalah faktor ekonomi (Lampiran 2: 11, 17, 23). R3 mengisahkan bahwa gara-gara faktor ekonomi mereka harus berpisah dalam beberapa bulan. Hal ini bisa dilihat pada kutipan di bawah ini: Persoalan yang cukup mengganggu keharmonisan adalah faktor ekonomi. Memang ketika awal pernikahan, kami bekerja sebagai honorer. Gaji yang kami terima tidak cukup memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dalam keterbatasan ekonomi ini, kami juga harus berpikir untuk bagaimana menyekolahkan anak. Situasi inilah yang memicu konflik dalam keluarga, bahkan kita berpisah dalam beberapa bulan. Faktor yang lain adalah munculnya sikap cemburu dan curiga yang berlebihan. Situasi ini disebabkan karena tidak ada keterbukaan dari kami dalam membangun komunikasi (Lampiran 2: 8). Untuk menyikapi setiap persoalan yang mengganggu keharmonisan dalam keluarga R5 menyatakan bahwa perlu adanya sikap saling percaya, apalagi ketika membangun hubungan jarak jauh. Frekuensi perjumpaan sangat minim maka media handphone menjadi sarana untuk membangun komunikasi, sehingga relasi tetap terjaga dengan baik (Lampiran 2: 14). R9 berpendapat bahwa perlu adanya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
95
penyesuaian diri dan tidak memaksakan kehendak (Lampiran 2: 26). Sedangkan R3 berpendapat bahwa perlu adanya introspeksi diri ketika ada konflik. Pernyataan ini dapat dibaca pada kutipan berikut: Ketika ada konflik hal pertama yang kami buat adalah kita saling introspeksi diri, kami melihat kira-kira munculnya masalah ini karena apa. Setelah itu kami berbicara dari hati ke hati dan kami saling memaafkan. Kami juga sangat menghargai nilai luhur perkawinan, dan penghargaan ini kami buktikan dengan membangun sikap saling menghormati, menerima kekuarangan dan kelebihan pasangan kami (Lampiran 2: 8). 1) Pembahasan Membangun rumah tangga yang harmonis memang menjadi impian semua orang. Keluarga yang harmonis tentu ditandai dengan suatu hubungan atau relasi yang baik yang terjadi melalui meluangkan waktu sejenak di tengah kesibukan untuk berkumpul bersama keluarga di rumah, sambil membagi pengalaman keseharian di tempat tugas masing-masing. Berkumpul bersama dalam keluarga pada moment-moment penting sekedar untuk merayakan perayaan keluarga, adalah juga bagian dari cara menciptakan keharmonisan dalam keluarga. Selain itu berjalan-jalan ke tempat rekreasi juga tentu akan membantu mencairkan suasana agar lebih rileks dari kepenatan bekerja. Secara berkala keluarga perlu melakukan aktivitas di luar rutinitas, misalnya rekreasi. Seringnya kebersamaan membantu anggota keluarga untuk menumbuhkan pengalaman dan kenangan bersama yang menyatukan dan menguatkan mereka (Sri Lestari, 2012: 24-26) Tetapi tidak dipungkiri bahwa di tengah impian itu pasti ada konflik dan pertengkaran. Situasi ini muncul karena berbagai macam faktor yakni; a) Faktor ekonomi yang serba terbatas dengan penghasilan yang minim, apalagi tuntutan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96
hidup terus meningkat, b) Ketidaksetiaan dalam perkawinan, karena hadirnya orang ke tiga dalam hidup perkawinan, c) Perbedaan budaya yang mempengaruhi karakter dan pola pikir, d) Kesibukan bekerja yang menyebabkan frekuensi perjumpaan sangat minim apalagi komunikasi tidak dibangun secara baik, f) Adanya kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga, e) Munculnya kesenjangan rohani, di mana keluarga kurang melibatkan Tuhan dalam keluarga melalui doadoa keluarga. Untuk mengatasi ini maka perlu meletakkan unsur kasih sebagai dasar dalam hidup perkawinan, sehingga dengan demikian setiap masalah maupun persoalan yang timbul dapat diselesaikan dengan baik. Setiap masalah yang timbul biasanya disebabkan karena mutu komunikasi yang kurang seimbang. Masing-masing terlalu mempertahankan ide dan pendapat, sehingga menimbulkan ketidakharmonisan dalam keluarga. Agar keharmonisan dalam keluarga tetap terjaga, maka setiap anggota keluarga perlu membangun komunikasi yang seimbang dan bermutu tanpa saling menyakiti satu sama lain. Setiap keluarga juga perlu membangun suatu kesadaran bahwa ketika usia perkawinan semakin bertambah, maka kualitas atau kedalaman untuk mengenal pasangan harus lebih mendalam. Perlu juga membangun sikap saling percaya, saling memahami dan saling mengerti satu sama lain kendati rasa sebagai manusia akan tetap ada dalam diri. Masing-masing terus belajar untuk introspeksi diri dan membangun semangat untuk saling memaafkan, memberi pengampunan dan lebih penting adalah membangun komunikasi yang baik.
Kemudian yang paling
penting adalah membangun kesempatan doa bersama dalam keluarga. Melalui doa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
97
keluarga, tentu semua anggota keluarga dibawa untuk semakin dekat dengan Tuhan, sehingga meningkatkan keharmonisan dalam keluarga. C. Pembentukan Karakter dan Iman Anak 1) Hasil Penelitian Melalui wawancara tentang “pembentukan karakater dan iman anak” dari 10 responden ada sebagian mengatakan tidak mengalami kesulitan, tetapi sebagian yang lain sedikit mengalami kesulitan karena berbagai macam faktor. Berkaitan dengan pembentukan karakter dan iman anak ini tentunya ada harapan terbesar dari orang tua terhadap masa depan anaknya. R3 mengharapkan agar kelak anak-anaknya bisa hidup mapan, sukses, mandiri, berkecukupan, bertumbuh dewasa dan kuat dalam iman (Lampiran 2: 8). R4 mengungkapkan agar anakanaknya bisa mandiri dan kariernya harus lebih baik dari orang tuanya dan tidak lagi bergantung pada orang tua (Lampiran 2: 11). Sedangkan R5 mengharapkan agar anak-anak bisa menjadi orang baik dan hidupnya menjadi berkat bagi orang lain (Lampiran 2: 14). R6 menegaskan bahwa yang terpenting adalah supaya anak semakin beriman (Lampiran 2: 17). R8 kembali menegaskan bahwa sebagai orang tua mereka mengarahkan agar anak bisa meraih masa depannya dengan baik. Hal ini bisa dibaca pada kutipan di bawah ini: Kami berharap agar anak-anak bisa bahagia dan senang. Apapun keinginan anak, sebagai orang tua kami hanya sebatas mengarahkan dan mendukung. Memang anak sendiri ingin sekolah yang tinggi dan yakin akan kemampuannya bahkan mau ke luar negeri. Sebagai orang tua kita hanya sebatas mendukung, dan mendampingi (Lampiran 2: 23) Mengenai bentuk pendampingan agar anak bisa menentukan pilihan hidupnya, menurut R8 adalah dengan mengarahkan, mendampingi dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
98
mendengarkan anak (Lampiran 2: 23). Menurut R7 sebagai orang tua mereka selalu memberikan dukungan berupa nasihat dan peneguhan (Lampiran 2: 21). R5 dan R10 mengatakan bahwa sebagai orang tua mereka selalu memantau apapun yang dibuat oleh anak juga melihat bakat dan kemampuannya (Lampiran 2: 15, 29). Sedangkan R3 mengatakan bahwa anak-anak diberi kebebasan tetapi tidak lepas kontrol. Dalam hal ini sikap yang diambil adalah selalu mengawasi anakanak (Lampiran 2: 9). Menurut R4 sebagai orang tua peran dan tanggungjawab dalam pertumbuhan dan perkembangan karakter dan iman anak adalah memberi contoh dan teladan yang baik (Lampiran 2: 12). Demikian juga dikatakan oleh R1 bahwa orang tua harus menjadi contoh yang baik. Hal ini bisa dibaca dalam kutipan berikut ini: Dalam pembentukan karakter anak, sebagai orang tua kami berusaha untuk memberi contoh yang baik melalui kasih sayang dan cinta bagi anak-anak. Kami menyadari bahwa anak-anak sangat kritis dalam hal ini, memori mereka sangat kuat untuk merekam apa yang dibuat oleh orang tuanya. Oleh karena itu kami harus menjadi contoh. Dalam hal imanpun demikian, kami tetap memberi contoh yang baik, seperti pergi ke Gereja setiap hari dan terlibat dalam setiap kegiatan di lingkungan. Anak-anak selalu kami libatkan dalam kegiatan ini. Dengan melihat apa yang dibuat oleh orang tuanya, anak-anak akan termotivasi untuk juga terlibat dalam hal ini (Lampiran 2: 3). R7 punya pengalaman lain yakni sebagai orang tua, mereka kurang memberi perhatian. Pernyataan ini bisa dibaca pada kutipan berikut: Sebagai orang tua kadang kami kurang memberi perhatian, kami lebih asyik dengan dunia kami. Kami hanya membebankan salah satu dari kami untuk memberi perhatian dan dukungan kepada anak. Dengan demikian anak menjadi tidak suka dengan salah satu dari kami (Lampiran 2: 21).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
99
Dalam hal menghadapi permasalahan anak sikap yang diambil oleh R2 adalah membuat pendekatan terhadap anak, mendengarkan anak dan memberikan solusi yang tepat (Lampiran 2: 5). R1 dan R2 menyatakan bahwa ketika anakanak bercerita tentang permasalahannya, sebagai orang tua memposisikan diri sebagai pendengar yang baik, memberikan solusi kemudian mengajak anak untuk berpikir dan merefleksikan itu (Lampiran 2: 3, 5). R8 menyatakan bahwa ketika anak sedang dalam permasalahan maka jalan keluar yang terbaik adalah membuat pendekatan secara pribadi, memberikan pengertian, mengarahkan dan menerapkan disiplin (Lampiran 2: 24). Selain itu, sebagai orang tua memberi contoh dalam penghayatan hidup beriman adalah hal paling penting. R9 menyatakan bahwa sebagai orang tua apapun yang dilakukan orang tua pasti akan diikuti oleh anak. Hal ini bisa kita baca dalam kutipan di bawah ini: Kami selalu berprinsip bahwa apapun yang kami lakukan, pasti akan diikuti anak. Hal yang kami buat selama ini bahwa pagi hari kami berdoa angelus berrsama, dan juga memberi berkat ketika hendak berangkat kerja. Selain itu kami juga melibatkan anak untuk ikut ambil bagian dalam kegiatan di lingkungan. Hanya bahwa doa bersama dalam keluarga, masih kurang kami lakukan dalam keluarga (Lampiran 2: 27). R3 menyatakan bahwa sebagai orang tua perlu memberi contoh yang baik misalnya terlibat aktif di lingkungan dan pergi ke Gereja pada hari Minggu, namun dalam hal doa keluarga masih jarang dilakukan (Lampiran 2: 9). R1 menyebutkan bahwa mereka berusaha untuk melibatkan anak-anak dalam kegiatan rohani. Hal ini bisa dilihat pada kutipan di bawah ini: Kami selalu berusaha untuk melibatkan mereka dalam kegiatan-kegiatan rohani seperti: doa di lingkungan, pendalaman iman, latihan koor, misa harian/minggu di Gereja, juga mendukung mereka untuk terlibat dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
100
kegiatan PIA dan PIR. Hanya yang menjadi kelemahan kami adalah berdoa bersama dalam keluarga, jarang kami lakukan (Lampiran 2: 3) 2) Pembahasan Orang tua adalah pendidik yang pertama dan utama bagi anak-anak dalam pembentukan karakter dan iman anak. Setiap orang tua pada awalnya tentu mengharapkan agar-agar anak-anaknya bertumbuh dan berkembang sesuai dengan yang diharapkan. Bahkan tidak sedikit orang tua yang mengharapkan agar anakanaknya kelak bisa menjadi manusia yang sukses, mandiri, mapan dan kariernya harus bisa lebih baik dari orang tuanya. Di lain pihak ada orang tua yang berharap agar anaknya bisa menjadi orang baik yang hidupnya berguna bagi orang lain dan menjadi berkat bagi yang lain. Selain itu agar iman anaknya sungguh kuat dan tidak terpengaruh oleh situasi dan keadaan apapun. Harapan ini tentu diimbangi pula dengan bentuk-bentuk pendampingan yang baik sehingga anak bisa bertumbuh dan berkembang sesuai dengan yang diharapkan. Bentuk pendampingan ini dilakukan melalui memantau setiap aktivitas anak, menasihati, meneguhkan dan mendukung hal-hal baik yang dibuat oleh anak. Ketika anak menghadapi masalah, maka orang tua hadir sebagai pendengar, kemudian memberikan solusi dan mengajak anak untuk berpikir dan berefleksi. Selain itu orang tua perlu membuat pendekatan secara pribadi, menasihati anak dan meneguhkannya. Kesadaran orang tua pada jati dirinya menyadarkan mereka pada peran dan panggilannya. Suami dan istri akan berjuang demi hidup dan masa depan anak (Alfonsus Sutarno, 2013: 60)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
101
Tentunya orang tua sendiri harus memberikan teladan yang baik dan benar sehingga anak melihat dan ikut melakukan apa yang dibuat oleh orang tuanya. Keteladanan dan kesaksian adalah ekspresi dari komunikasi yang dibangun dalam diri orang tua. Bentuk Komunikasi verbal dan nonverbal yang dibangun dengan penuh kesadaran dan diwujudkan dengan penuh kasih akan berpengaruh pada perkembangan karakter dan iman anak. Di sini peran orang tua sangat penting yakni sebagai pendidik dan pendengar yang baik. Orang tua harus konsisten dengan kata dan perbuatannya agar anak melihat dan belajar dari apa yang dibuat oleh orang tuanya. Dalam hal imanpun orang tua harus bisa memberi teladan yang baik dengan melibatkan anak untuk terlibat dalam kegiatan rohani. Namun dalam kenyataan sebagian keluarga menghadapi kendala-kendala seperti: kurangnya kebiasaan berdoa dalam keluarga, anak kurang terlibat dalam aktivitas rohani baik dilingkungan maupun di tingkat paroki. Orang tua perlu memulai dengan kebiasaan berdoa bersama di rumah, melibatkan anak dalam kegiatan di lingkungan, dan kegiatan rohani lainnya di Gereja. Perlu disadari bahwa orang tua memiliki peran sentral dalam keluarga terutama dalam proses pembentukan karakter dan iman anak. Orang tua tentu memiliki harapan agar anak-anak dapat bertumbuh secara seimbang dalam pelbagai aspek kehidupan jasmani, rohani, psikologi, pengetahuan dan lain-lain. Suami istri akan melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya secara tepat bila pertama-tama mereka menyadari diri, siapakah sebenarnya diri mereka, siapakah diri mereka di hadapan anak-anak (Alfonsus Sutarno, 2013: 69-73).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
102
2. Rangkuman Hasil Penelitian dan Permasalahan yang Ditemukan Berdasarkan hasil penelitian tentang fungsi pola komunikasi orang tua terhadap pembentukan karakater dan iman anak dalam keluarga katolik di Paroki Administratif Santu Paulus Pringgolayan, penulis menemukan fakta-fakta berikut ini: a. Melalui penelitian yang dilakukan, fungsi komunikasi dalam keluarga katolik di Paroki Administratif Santo Paulus Pringgolayan pada umumnya berjalan dengan baik, di mana seluruh anggota keluarga menempatkan komunikasi sebagai penyampaian pesan dengan tujuan untuk mempererat hubungan atau relasi antar ayah, ibu dan anak agar semakin mendalam. Hal ini ditandai dengan adanya kejujuran, keterbukaan, saling pengertian, saling membutuhkan dan saling percaya. Adapun permasalahan yang ditemukan sehubungan dengan pola komunikasi dalam keluarga adalah: munculnya rasa egois dan ingin menang sendiri, yang ditandai dengan sikap diam, masa bodoh dan bermain hakim sendiri. Kesulitan dalam menyatukan dua budaya yang berbeda, sehingga muncul kurang pengertian satu sama lain. Permasalahan lain adalah: terlalu banyak waktun untuk kepentingan pekerjaan sehingga kesempatan berkumpul bersama dalam keluarga terbatas. Akibatnya keharmonisan dalam keluarga kurang tercipta karena komunikasi sangat terbatas. b. Dalam penelitian ini ditemukan banyak keluarga dalam menjaga keharmonisan dilakukan dengan cara memberi waktu untuk berkumpul bersama dalam keluarga, makan bersama, doa bersama, merayakan perayaan penting dalam keluarga dan rekreasi bersama pada waktu libur. Tetapi peneliti juga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
103
menemukan fakta bahwa beberapa keluarga kurang harmonis, karena faktor ekonomi yang serba terbatas yang menyebabkan percekcokan. Di samping itu muncul ketidaksetiaan dalam perkawinan karena hadirnya orang ketiga, juga adanya kekerasan dalam rumah tangga. Selain itu karena kesibukan bekerja, mengurangi waktu untuk berkumpul bersama dalam keluarga sehingga komunikasinya terbatas. c. Berkaitan dengan pembentukan karakter dan iman anak, peneliti menemukan fakta bahwa orang tua mengharapkan anak-anak memiliki karakter dan iman yang bermutu yang ditandai dengan pendampingan orang tua melalui cara-cara seperti: mendampingi anak pada saat belajar, menasihati anak, memberi pujian dan menerapkan disiplin kepada anak. Orang tua harus memberi contoh dan teladan yang baik bagi anak-anak, karena apapun yang dibuat oleh orang tua, otomatis akan diikuti oleh anak-anak. Di samping hal-hal positip di atas, juga ditemukan hambatan antara lain: tidak ada kebiasaan doa bersama dalam keluarga. Selain itu anak-anak kurang terlibat dalam kegiatan di lingkungan karena pengaruh individualisme, juga pengaruh minat bersama dari temanteman sebaya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
104
BAB IV USULAN KEGIATAN REKOLEKSI UNTUK MENINGKATKAN KESADARAN AKAN PERAN KELUARGA KATOLIK DALAM RANGKA PEMBENTUKAN KARAKTER DAN IMAN ANAK
Pada Bab IV ini penulis akan mengusulkan program untuk meningkatkan kesadaran keluarga-keluarga Katolik dalam membangun hidup berkeluarga. Usulan program ini merupakan tindak lanjut dari hasil penelitian pada bab III. A. Latar Belakang Berdasarkan hasil wawancara dengan keluarga-keluarga katolik di Paroki Administratif Santo Paulus Pringgolayan, pada umumnya keluarga-keluarga telah berjuang untuk menghayati nilai-nilai hidup berkeluarga, sebagai bentuk panggilan untuk melanjutkan karya misi Allah. Membangun hidup berkeluarga tentu membutuhkan perjuangan, karena tanpa perjuangan maka tidak ada faedahnya sama sekali. Memang kenyataan membuktikan bahwa banyak keluarga yang belum sungguh-sungguh memaknai dan memahami panggilan hidupnya, sehingga banyak di antaranya yang gagal membangun keluarga yang ideal sebagaimana yang diharapkan. Kegagalan-kegagalan dalam membangun hidup berkeluarga yang ditemukan dalam wawancara disebabkan oleh berbagai macam faktor yaitu: egois dan ingin menang sendiri, cuek dan masa bodoh, perbedaan budaya, kurang memberi waktu untuk keluarga, komunikasi yang tidak tulus, ekonomi yang terbatas, perselingkuhan, dan doa keluarga yang melemah. Situasi ini tentu mengganggu lajunya hidup berkeluarga.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
105
Sementara itu di sisi lain adanya kemerosotan nilai-nilai dasar tertentu yang cukup mengganggu keharmonisan dalam keluarga. Terjadinya kemerosotan ini, tentu menjadi keprihatinan bersama secara khusus Gereja dalam menyikapi persoalan ini, karena banyak keluarga yang hidupnya terancam karena terjadinya konflik yang berkepanjangan. Ada perubahan pola hidup dari yang tradisional ke yang modern yang berpengaruh pada sikap dan tingkah laku sehari-hari. Tuntutan ekonomi dan irama pekerjaan yang tinggi membuat keluarga selalu merasa tidak puas dengan apa yang dimilki, sehingga ketika mengalami kekurangan muncul ketegangan dan konflik. Prestasi kerja di luar rumah menjadi prioritas tertinggi sehingga nilai kebersamaan di dalam keluarga diabaikan. Kemajuan teknologi komunikasi yang seharusnya melancarkan komunikasi jarak jauh, tetapi tidak difungsikan dengan baik dan benar bahkan merenggangkan hubungan antar anggota keluarga sekaligus menggeser komunikasi tatap muka. Kesetiaan dalam menghayati sakramen perkawinan tidak lagi dihayati dengan sungguh-sungguh akibatnya cenderung mencari pengganti di luar yang sudah ada. Frekuensi perjumpaan dengan Tuhan dalam keluarga melemah, akibatnya ketika ada cobaan tidak ada kekuatan untuk mengatasi. Selain itu terjadinya kekerasan dalam rumah tangga yang cenderung bersikap kasar, baik terhadap pasangan suami/istri, maupun terhadap anak. Sementara itu dalam kenyataan hidup sehari-hari secara khusus di dalam keluarga, banyak anggota keluarga kurang menyadari dirinya sebagai manusia yang diciptakan untuk hidup saling mengasihi satu sama lain. Pengalaman membuktikan bahwa orang bisa saling menyapa, suami menyapa istri atau
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
106
sebaiknya istri menyapa suami, atau orang tua menyapa anak dan sebaliknya anak menyapa orang tua, tetapi dalam hatinya masih tersimpan amarah dan benci yang berkepanjangan, karena pernah mengalami pengalaman tidak mengenakkan atau pengalaman dilukai. Luka yang pernah tergores kadang sulit untuk disembuhkan yang menimbulkan rasa sakit hati yang berkepanjangan, sehingga efeknya sesama menjadi korban kebencian dan diri sendiri akan merasa terbelenggu dengan situasi yang tak aman. Jika keluarga tidak menciptakan situasi yang memungkinkan seluruh anggota merasa aman, maka tak dipungkiri bahwa korbannya adalah anakanak. Karakter dan iman anak terganggu dan tidak dipelihara dengan baik, akibat macetnya komunikasi dari orang tua. Untuk menyikapi hal tersebut di atas maka prinsip-prinsip untuk membangun keluarga yang konsisten dan berkomitmen adalah dengan membangun komunikasi yang baik, sehingga nilai-nilai hidup dalam berkeluarga terus terpelihara. Bertolak dari situasi ini dan harapan ke depan, penulis ingin memberikan usulan program berupa rekoleksi untuk keluarga-kelurga Katolik di Paroki Administratif Santo Paulus Pringgolayan. Adapun kegiatan ini untuk menggali pengalaman keluarga-keluarga dalam membangun hidup berkeluarga dengan aneka suka dan dukanya, serta harapan juga komitmen mereka untuk menata kehidupan keluarga yang lebih baik. B. Usulan dan Bentuk Program Usulan kegiatan yang akan diajukan oleh penulis adalah rekoleksi bagi keluarga-keluarga Katolik di Paroki Administratif Santo Paulus Pringgolayan. Rekoleksi berasal dari bahasa Inggris yaitu recollet yang berarti mengingat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
107
kembali atau mengumpulkan kembali. Dalam konteks kegiatan rohani rekoleksi dimaksudkan untuk mengumpulkan kembali pengalaman hidup konkrit untuk direfleksikan dalam terang iman. Untuk kepentingan rekoleksi keluarga dapat dijelaskan bahwa rekoleksi merupakan salah satu kegiatan untuk membantu kehidupan rohani keluarga-keluarga Katolik sehubungan dengan pengalaman mereka dalam membangun relasi atau komunikasi dengan Tuhan, diri sendiri dan sesama (suami, istri dan anak), kemudian direfleksikan dalam terang iman untuk kepentingan demi pengembangan hidup ke depannya. Perlu diingat bahwa buah dari keintiman relasi dengan Tuhan yang dibangun dalam keluarga akan nampak dalam perilaku komunikasi yang baik di tengah keluarga, dan efeknya akan berpengaruh pada pembentukan karakter
dan iman anak. Alasan mendasar
diusulkan kegiatan ini karena jarang dilaksanakan rekoleksi keluarga. Diharapkan dengan rekoleksi ini keluarga-keluarga katolik semakin mampu menemukan dan mengolah pengalaman hidup berkeluarga, khususnya dalam hal membangun komunikasi yang efektif demi kepentingan pembentukan karakter dan iman anak. Tema yang diambil dalam rekoleksi ini adalah “Membangun komunikasi yang efektif di dalam keluarga”. Tema ini diambil dengan tujuan agar keluargakeluarga Katolik semakin memahami bagaimana membangun komunikasi yang baik di dalam keluarga demi membentuk karakter dan iman anak dan juga menciptakan keutuhan dan keharmonisan keluarga.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
108
C. Matriks Program No 1
2
Waktu 08.0008.30
08.3010.00
Judul Pertemuan Uraian Materi Perkenalan dan - Pengantar awal Pengantar - Doa Pembuka - Perkenalan
SESI I Keluarga Kristiani - Pengantar awal untuk Sebagai Komunitas mengajak peserta masuk Kasih, Hidup, dan pada SESI I. Iman Dalam - Mendengar cerita tentang Mengembangkan “Keluarga Pak Benny) Komunikasi - Sharing pengalaman hidup Ditengah Keluarga. dalam membangun keluarga sebagai komunitas kasih, hidup dan iman. Penjelasan materi tentang keluarga sebagai komunitas Kasih, Hidup
Metode - Ceramah - Tanya Jawab
-
Tanya/jawab Sharing Informasi Ceramah
-
Sarana Laptop Speaker LCD Mic Mirales
Sumber - Buku Panduan “Rekoleksi Keluarga”
-
Mic - Buku “sayang anak--Mirales sayang anak” LCD - Buku “Panduan Laptop Rekoleksi Keluarga” Speaker
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
109 dan Iman. 10.0010.30 10.3012.00
12.0013.00 13.0015.00
Snack SESI II Pendidikan Nilai- - Pengantar awal nilai Hakiki Dalam - Sharing atas peran Keluarga Demi orang tua dalam Pembentukan rangka penananaman Karakter dan Iman nilai-nilai pada anak. Anak. - Rangkuman dan arahan singkat dari pendampin - Penjelasan materi tentang pendidikan nilai dalam keluarga
-
Diskusi Tanya/Jawab Sharing Ceramah Refleksi Informasi
-
Laptop Speaker LCD Mic Wiraless
- Buku Panduan “Rekoleksi Keluarga” - Buku “ sayang anak--sayang anak”
Laptop Speaker LCD Mic Hand out
- Buku Panduan “Rekoleksi Keluarga” - Buku “Sayang Anak--Sayang Anak” - Kitab Suci - Buku Tafsiran Injil
Makan Siang SESI III Komunikasi Orang - Pengantar awal Tua-Anak Dengan - Membaca teks Kitab Bercermin Pada Suci, Lukas 2:41-52 Hidup Keluarga - Sharing pengalaman Kudus Nasaret peserta dengan bercermin pada
-
Informasi Cerita Tanya/Jawab Sharing Ceramah
-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
110
-
-
-
-
Keluarga Kudus Nasaret. Rangkuman Sharing dan menjelaskan tentang isi Kitab Suci. Menjelaskan materi tentang Komunikasi Orang Tua-Anak. Ajakan untuk membangun niat. Membangun niat pribadi dan bersama Pengungkapkan niat pribadi dan niat bersama. Doa Penutup Lagu Penutup
Lukas - Buku Tafsiran Perjanjian Baru
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
111
C. Satuan Pendampingan a.
Satuan Pendampingan Pembukaan
a.
Identitas
1)
Judul Pertemuan
: Perkenalan dan Pengantar
2)
Tujuan Pertemuan : Membantu peserta untuk saling mengenal satu sama lain, serta dapat mengetahui tujuan dari pertemuan atau kegiatan rekoleksi tersebut sehingga seluruh rangkaian kegiatan rekoleksi dapat berjalan dengan baik dan lancar sesuai dengan harapan dari peserta.
3)
Peserta
: Keluarga-keluarga Katolik di Paroki Administratif Santo Paulus Pringgolayan.
4)
Tempat
: Gereja
Paroki
Administratif
Santo
Paulus
Pringgolayan. 5)
Waktu
: Pkl 08.00-08.30 WIB
b. Pemikiran Dasar Hidup berkeluarga adalah sebuah panggilan yang dianugerahkan oleh Tuhan dengan cuma-cuma. Anugerah ini hendaknya disadari oleh seluruh keluarga-keluarga Katolik, sehingga mampu menjadi saksi di tengah kehidupan. Inilah tugas perutusan keluarga yakni menjadi Gereja di tengah masyarakat, di mana setiap keluarga mesti mampu menghadirkan Kristus yang sungguh hidup. Salah satu aspek penting dalam menghadirkan Kristus adalah membangun komunikasi yang efektif dalam keluarga. Ketika komunikasi ini berjalan dengan baik di tengah keluarga, maka dampaknya akan berpengaruh pada pertumbuhan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
112
karakter dan iman generasi penerus Gereja yakni anak-anak. Untuk itu keluargakeluarga Katolik ini dibantu melalui kegiatan Rekoleksi untuk melihat betapa pentingnya mereka dalam mengembangkan dan membangun kehidupan Gereja. Sebelum kegiatan rekoleksi dimulai hendaknya peserta dan pendamping saling mengenal satu sama lain, sehingga kegiatan rekoleksi dapat berjalan dengan baik. Pada kesempatan ini juga pendamping menyampaikan maksud dan tujuan dari kegiatan ini, agar peserta menyadari bahwa kegiatan rekoleksi ini penting bagi kehidupan keluarga mereka, secara khusus bagaimana usaha mereka membangun komunikasi yang efektif dalam keluarga demi membantu perkembangan karakter dan iman anak. c. Materi 1) Perkenalan 2) Penjelasan tujuan rekoleksi d. Metode 1) Informasi 2) Tanya jawab e. Sarana 1) Mic 2) Wireless 3) Laptop 4) LCD
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
113
f. Proses Pendampingan 1) Pembuka a) Salam Pembuka Selamat pagi bapak dan Ibu sekalian. Selamat datang dan selamat berjumpa pada kesempatan ini. Marilah sebelum memulai kegiatan
ini, kita
mengundang kehadiran Tuhan untuk hadir dan ada bersama kita, sehingga kegiatan rekoleksi ini dapat berjalan dengan baik. b) Doa Pembuka Ya Tuhan Allah Bapa Yang Maha Kuasa, kami mengucap syukur dan berterimakasih kepada-Mu atas segala berkat dan rahmat yang kami terima dalam kehidupan keluarga kami masing-masing. Engkau tahu bahtera rumah tangga yang kami bangun, tidak berjalan mulus. Kami mengalami banyak tantangan dan cobaan, yang menghambat berjalannya komunikasi yang efektif. Kami mohon kehadiran-Mu dalam kegiatan rekoleksi ini. Semoga kami semakin diteguhkan untuk terus belajar dari Keluarga Kudus Nasaret yang rukun dan saling menerima satu sama lain. Demi Kristus Tuhan dan Pengantara kami. Amin. 2) Uraian Materi a) Perkenalan Pendamping memperkenalkan diri kepada peserta, kemudian memberikan kesempatan kepada peserta untuk memperkenalkan diri, dengan menyebutkan nama dan lingkungan tempat tinggal.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
114
b) Penjelasan Latar Belakang dan Tujuan Rekoleksi. Bapak dan Ibu yang terkasih. Pada hari ini kita diundang untuk datang ke tempat ini, guna mengikuti kegiatan rekoleksi bersama. Rekoleksi atau recollectio adalah usaha untuk memperkembangkan kehidupan iman atau rohani, atau dengan kata lain rekoleksi berarti mengumpulkan pengalaman-pengalaman hidup di masa lalu untuk direnungkan kembali dan dijadikan suatu pembelajaran untuk pengalaman di masa yang akan datang. Untuk itu pada kesempatan ini, kita akan mencoba menggali pengalaman-pengalaman yang kita miliki, sehubungan dengan komunikasi yang kita bangun dalam keluarga kita masing-masing yang berdampak pada pembentukan karakter dan iman anak. Tema umum dalam kegiatan rekoleksi kita ini adalah “Membangun komunikasi yang efektif dalam keluarga”. Tema ini diambil dengan tujuan agar kita semakin memahami bagaimana membangun komunikasi yang efektif di dalam keluarga kita demi pembentukan karakter dan iman anak dan juga menciptakan keutuhan dan keharmonisan dalam keluarga kita masing-masing. (Pendamping mengajak peserta untuk masuk dalam sesi I. Sebelum masuk ke sesi I sebaiknya diselingi dengan sebuah lagu agar peserta semakin akrab satu sama lain) (Lampiran 5) 2. Satuan Pendampingan I a. Identitas 1) Judul Pertemuan
:
Keluarga Kristiani Sebagai Komunitas Kasih, Hidup, dan Iman dalam Mengembangkan Komunikasi di Tengah Keluarga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
115
2) Tujuan Pertemuan :
Membantu peserta untuk memahami dan mengembangkan keluarga sebagai komunitas yang berlandaskan kasih dan iman. Membantu peserta untuk mengembangkan komunikasi yang baik di tengah keluarga.
3) Peserta
:
Keluarga-keluarga
Katolik
di
Paroki
Administratif Santo Paulus Pringgolayan. 4) Tempat
:
Gereja Paroki Administratif Santo Paulus Pringgolayan.
5) Waktu
:
Pkl 08.30-10.00 WIB
b. Pemikiran Dasar Dalam kitab Kejadian bab I dan bab 2, mengisahkan tentang karya penciptaan dunia dengan manusia sebagai puncak karya Allah. Manusia juga diciptakan menurut gambar dan rupa Allah dan diciptakan sebagai laki-laki dan perempuan. Hal ini menjadi dasar bahwa manusia itu perlu terbuka dan keluar dari dirinya untuk menjangkau dan mencintai yang lain. Terbentuknya sebuah keluarga adalah panggilan dari Allah, di mana Allah mengadakan perkawinan dan keluarga sebagai tempat di mana manusia dapat mewujudkan panggilan dasarnya untuk mencintai. Dengan demikian keluarga merupakan suatu persekutuan kasih, hidup dan iman. Agar Persekutuan Kasih, Hidup dan Iman ini dapat bertumbuh dengan subur di tengah keluarga maka setiap Keluarga Kristiani perlu membangun komunikasi yang baik dan efektif.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
116
c. Materi 1) Cerita “Keluarga Pak Benny” 2) Pengalaman Peserta 3) Keluarga sebagai Komunitas Kasih, Komunitas Hidup dan Komunitas Iman. d. Metode 1) Sharing 2) Tanya jawab 3) Informasi 4) Ceramah e. Sarana 1) Mic 2) Laptop 3) Wireless 4) LCD f. Proses Pendampingan 1) Pengantar Bapak dan Ibu yang terkasih, pada kesempatan ini kita diajak untuk membagikan pengalaman kita sehubungan dengan bagaimana kita menciptakan keluarga kita sebagai komunitas Kasih, Hidup dan Iman dengan mengembangkan komunikasi yang baik di dalam keluarga kita. Semoga dengan saling berbagi pengalaman ini, kita bisa saling menguatkan dan mendukung satu sama lain. Kita diajak untuk mendengarkan sebuah kisah tentang kehidupan “Keluarga Pak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
117
Benny”, sambil kita diajak juga untuk melihat pengalaman kehidupan keluarga kita masing-masing. (Pendamping menceritakan pengalaman kehidupan “Keluarga Pak Benny”kepada peserta dan mengajak peserta untuk mendengarkan dengan penuh hikmat). (Lampiran 6). 2) Panduan Pertanyaan untuk Sharing Pengalaman (Pendamping mengajak peserta untuk mengungkapkan pengalaman imannya dengan panduan pertanyaan). a) Apa makna yang Bapak, Ibu ambil dari cerita tersebut? b) Apakah Bapak, Ibu pernah menjadikan keluarga Bapak, Ibu sebagai Komunitas Kasih, Hidup dan Iman? c)
Pengalaman Kasih, Hidup dan Iman macam apa yang Bapak, Ibu alami dalam keluarga?
d) Menurut Bapak, Ibu Komunitas Kasih, Hidup dan Iman itu apa? 3) Uraian Materi (Setelah peserta mensharingkan pengalamannya dan memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut, kemudian pemandu merangkum jawaban peserta dan memberikan pengetahuan tentang Keluarga Kristiani sebagai Komunitas Kasih, Hidup dan Iman). Berbicara tentang Keluarga Kristen sebagai Komunitas Kasih, Hidup dan Iman tentu tidak terlepas dari peran tanggungjawab orang tua yang menjadi ‘guru dan imam’ di dalam keluarga. Peran dan tanggungjawab ini mencerminkan nilainilai dasar Kristiani yakni; Kasih, Hidup dan Iman.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
118
a) Komunitas Kasih Cinta antara suami-istri ditandai dengan pemberian diri secara total dalam ikatan perkawinan adalah cinta yang paling sempurna. Cinta inilah yang melahirkan keluarga. dan terbentuknya sebuah keluarga berawal mula dari pernikahan. Cinta tentu tidak datang secara otomatis, tetapi cinta mencapai kematangan ketika dua orang yang bersatu dalam pernikahan terus menerus mengupayakan komunikasi yang baik, yang hangat dan yang efektif. Cinta adalah dasar dan jiwa keluarga yang menjadi benteng iman dalam menghadapi tantangan dan cobaan. Kasih sejati yang menjadi dasar dan tujuan keluarga adalah kasih yang mau membahagiakan orang lain. Tanpa cinta kasih dalam keluarga, tentu keluarga tidak dapat hidup, tumbuh dan berkembang. Memang situasi dunia saat ini, yang ditandai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menampakan sisi terang dan sisi gelap dalam kehidupan keluarga. Banyak keluarga yang merasa segala urusan dalam keluarga dipermudah, tetapi tidak sedikit pula merasa terancam karena dampak dari perkembangan IPTEK ini justru memacetkan komunikasi antar anggota keluarga dalam menampilkan identitas dirinya sebagai komunitas kasih. Banyak keluargakeluarga yang sibuk dengan dirinya sendiri, sibuk dengan pekerjaan lalu lupa memberi waktu untuk keluarga atau sekedar memberi khabar. Faktor ekonomi juga kadang menjadi alasan keributan dalam keluarga. Keluarga-keluarga Kristen perlu
menyadari
bahwa
komunikasi
keluarga
yang
tersumbat
akan
menghancurkan kehangatan rumah tangga. Tanpa cinta kasih keluarga bukanlah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
119
persekutuan pribadi-pribadi dan tanpa cinta kasih keluarga tidak dapat hidup, tumbuh, dan menyempurnakan diri sebagai persekutuan pribadi (FC, 18) Keluarga-keluarga Katolik perlu menyadai bahwa Allah sendirilah yang mengadakan perkawinan dan keluarga sebagai tempat di mana manusia dapat mewujudkan panggilan dasar atau misinya untuk menjaga, mengungkapkan dan menyalurkan cinta. Cinta kasih adalah hakekat dari Allah sendiri yang menciptakan manusia menurut gambar dan citra-Nya dan memanggilnya untuk mencintai pula. Salah satu cara untuk mencintai adalah dengan membangun dan mengembangkan komunikasi yang efektif dalam pernikahan dan keluarga. Cinta Allah ini mencapai puncak pemenuhannya dalam diri Yesus Kristus yang penuh kasih menyerahkan diri untuk menebus dosa manusia. Agar keluarga-keluarga katolik dapat menjadi komunitas kasih maka ada beberapa cara atau kiat yang memupuk suasana kasih dalam keluarga dengan membangun bentuk-bentuk komunikasi yang efektif yakni, saling mengagumi satu sama lain karena dengan kekaguman yang tulus dapat memberi energi positif terhadap anggota keluarga. Selain itu setiap anggota keluarga perlu memberi waktu untuk bisa hadir dalam kebersamaan di tengah keluarga, mendengarkan suka dan duka, dan saling meneguhkan satu sama lain. Sesekali kehadiran dan kebersamaan dalam keluarga perlu diciptakan secara formal, dengan tujuan agar kesempatan itu bisa digunakan untuk saling menasihati dan saling meneguhkan, Cinta juga dibuktikan melalui hal-hal yang sederhana yang dilakukan terus menerus seperti memberi kecupan, merangkul, membawakan bunga, dan mencium dengan tujuan membahagiakan anggota keluarga.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
120
b) Komunitas Hidup Keluarga sebagai komunitas hidup adalah keluarga yang dibangun atas dasar cinta kasih yang diarahkan kepada datangnya kehidupan atau keturunan. Memang dalam situasi dunia saat ini yang ditandai dengan arus konsumerisme dan materialisme ada sebagian keluarga yang menganggap bahwa anak sebagai penghalang untuk mendapatkan fasilitas. Meskipun demikian banyak keluarga yang berusaha mendapatkan anak dengan pelbagai cara yang canggih untuk mendapatkan anak atau keturunan yang diinginkan. Keluarga- keluarga katolik perlu menyadari bahwa Allah sendiri menghendaki agar suami istri berperan dalam cinta kasih dan kekuasaannya sebagai pencipta yang menciptakan manusia baru. Kesuburan cinta suami istri merupakan buah atau tanda dari kesaksian hidup mereka. Untuk
membangun
keluarga
sebagai
komunitas
hidup
maka
keluargakristen perlu menghargai setiap pribadi manusia, menciptakan budaya atau peradaban yang mencintai kehidupan. Kehidupan yang berharga yang dianugerahkan Tuhan adalah anak, sebagai buah cinta dalam perkawinan. Dengan demikian akan semakin jelas bahwa keberhasilan dalam pembentukan karakter dan iman anak dapat diukur dari kemampuan orang tua yang mampu membangun komunikasi yang baik di tengah keluarga. c) Komunitas Iman Keluarga sebagai komunitas berarti keluarga bukan suatu komunitas biasa tetapi suatu tempat persemayam dan sekolah iman. Memang dalam dunia modern saat ini banyak manusia yang sibuk mengejar dan menumpuk materi,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
121
mendewakan IPTEK dan menomor duakan nilai-nilai moral. Meskipun demikian banyak keluarga yang mendambakan siraman rohani dalam kehidupannya. Sebagai Geraja mini keluarga harus menjadi tempat untuk menyalurkan dan mewartakan iman dengan mengacu pada tugas Kristus sebagai Nabi (mewartakan Injil), Imam (menguduskan dan membangun kebersamaan dengan Tuhan), dan Raja (mengabdi dan melayani sesama). Untuk itu frekuensi doa bersama dalam keluarga perlu mendapat tempat utama dalam keluarga. Keluarga yang selalu berdoa bersama akan selalu tinggal bersatu dan bersama. Kekuatan doa akan sanggup mengatasi berbagai macam konflik dan tekanan sehubungan dengan cara berkomunikasi dalam keluarga. Keluarga yang selalu mengandalkan Tuhan di dalam keluarga akan mampu menjaga dan menciptakan komunikasi yang memungkinkan seluruh anggota keluarga merasa aman, damai, dicintai, dihargai, dan diterima. 1. Satuan Pendampingan II a. Identitas 1) Judul Pertemuan
: Pendidikan Nilai-Nilai Hakiki Dalam Keluarga Demi Pembentukan Karakter dan ImanAnak.
2) Tujuan Pertemuan : Membantu
peserta
mengembangkan
untuk
pendidikan
memahami anak
mulai
dan dari
keluarga melalui pembinaan demi mengembangkan karakter dan iman anak. 3) Peserta
: Keluarga-keluarga Katolik di Paroki Administratif Santo Paulus Pringgolayan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
122
4) Tempat
: Gereja
Paroki
Administratif
Santo
Paulus
Pringgolayan. 5) Waktu
: Pkl10.30-12.00 WIB
b. Pemikiran Dasar Rumah adalah tempat atau lingkungan yang pertama dan utama bagi anak untuk belajar menemukan, mewujudkan, menghayati dan memperkembangkan nilai-nilai yakni segala sesuatu yang positif, yang baik, indah, benar, menyenangkan, dan yang berguna bagi pembentukan karakter dan iman seorang anak. Orang tua dalam konteks ini mempunyai posisi yang besar dan sangat menentukan dalam menanamkan nilai-nilai bagi anak di rumah. Orang tua mempunyai hak dan kewajiban dalam mendidik anak. Hak dan kewajiban orang tua mempunyai beberapa ciri yakni, yang bersifat hakiki karena berhubungan dengan penerusan hidup: pertama dan utama bila dibandingkan dengan peran orang lain dalam pendidikan terhadap anak-anak, karena keistimewaan hubungan yang khas dengan anak-anaknya: tidak tergantikan dan tidak dapat diambil alih oleh orang lain serta merupakan perwujudan cinta kasihnya sebagai orang tua kepada anaknya. a. Materi 1) Pendidikan nilai dalam keluarga b. Metode 1) Sharing 2) Informasi 3) Tanya jawab
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
123
c. Sarana 1) Mic 2) Wireless 3) Laptop 4) LCD d. Proses Pendampingan 1) Pengantar Bapak, Ibu yang terkasih, pada bagian ini, kita akan mendalami bersama tentang Pendidikan Nilai-Nilai Hakiki Dalam Keluarga demi pembentukan karakter dan iman anak. (Agar peserta terus bersemangat mengikuti kegiatan rekoleksi ini, maka pendamping mengajak peserta untuk melakukan sebuah game bersama) 2) Panduan pertanyaan sharing (Sebelum masuk pada uraian materi, pendamping memberikan sebuah pertanyaan kepada peserta dengan tujuan mengaktifkan daya berpikir peserta. Kemudian pendamping merangkum hasil sharing peserta dan memberikan beberapa masukan sehubungan dengan pendidikan nilai dalam keluarga) a)
Bagaimana pengalaman Bapak, Ibu dalam menanamkan nilai-nilai dalam keluarga?
3) Uraian materi (Sebelum masuk keuraian materi, pendamping mengajak peserta untuk bergame bersama)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
124
Ada beberapa nilai kristiani yang harus ditanamkan orang tua terhadap anak yakni: Pertama, kebenaran. Dalam hal kebenaran orang tua perlu mengarahkan anak untuk menyeimbangkan antara apa yang dikatakan dan apa yang dilakukan. Kebenaran ini harus berdasarkan pada Sabda Tuhan yang tertuang dalam Alkitab; Kedua, kesalehan.Dalam hal kesalehan orang tua perlu mengajarkan anaknya untuk membangun relasi yang intim dengan Allah. Hidup saleh bukanlah hidup yang dibuat-buat tetapi hidup yang dihidupi, artinya buah dari doa harus diwujudnyatakan dalam sikap dam perbuatan; Ketiga, kekudusan. Kekudusan di sini mencakup kekudusan pikiran, perkataan, dan perbuatan; Keempat, kesetiaan. Kesetiaan kepada Tuhan harus ditunjukan juga dengan kesetian kepada sesama; Kelima, keutamaan. Dalam hal keutamaan orang tua mengarahkan anak untuk mengejar nilai-nilai kebajikan yang diajarkan oleh Kristus dan menghayatinya dalam hidup; Keenam, kasih. Dalam hal kasih orang tua perlu mengarahkan anaknya untuk bersedia menerima orang lain, mengampuni yang bersalah, dan menyalurkan berkat bagi sesama. Selain itu ada beberapa nilai kehidupan manusiawi mendasar yang perlu ditanamkan sejak dini pada diri anak (FC. 37). Pertama-tama anak hendaknya dibesarkan dengan sikap bebas yang tepat terhadap harta jasmani, menjalani hidup dengan ugahari tanpa kemanjaan, dan insaf sepenuhnya bahwa manusia lebih bernilai dari pada apa yang dimilikinya; Kedua, perlu ditanamkan dalam diri anak sikap adil yang meluap dari cinta kasih terhadap sesama. Orang tua hendaknya tidak hanya menanamkan dan menimbulkan kesadaran dalam diri anak akan keadilan yang sejati tetapi juga sikap peka penuh cinta kasih, solider terhadap sesama dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
125
menumbuhkan perhatian dan pengabdian yang tulus. Hal ketiga yang perlu ditanamkan adalah nilai kemurnian dan seksualitas. Disini orang tua menerima dan
memperlakukan
anak
sesuai
dengan
jenis
kelaminnya
sehingga
memungkinkan anak untuk menerima dirinya sendiri sebagai laki-laki atau perempuan, sehingga mendorong mereka juga untuk mencintai orang lain termasuk mereka yang lain jenis kelaminnya. Berkaitan dengan nilai kemurnian orang tua hendaknya juga menanamkan benih panggilan suci dalam diri anak agar anak juga terpanggil untuk menyerahkan diri secara total kepada Allah. Di samping hal tersebut di atas orang tua juga perlu menanamkan nilai religius atau iman dalam diri anak dengan membangun kebiasaan untuk berdoa bersama dalam kelurga, melibatkan anak dalam kegiatan di lingkungan, atau kegiatan Gerejani lainnya. Orientasi pendidikan iman dalam keluarga pertama-tama bertujuan agar anak yang dipermandikan perlahan-lahan akan bertumbuh dalam iman dan belajar untuk menghayati dan mewujudkan imannya dalam sikap dan perbuatan. Agar pendidikan nilai dapat berhasil maka orang tua harus membantu anak untuk mencapai tujuan pendidikan nilai tersebut. Suasana yang kondusif bagi pendidikan nilai adalah suasana kekeluargaan yang ditandai oleh adanya kasih sayang, keharmonisan relasi, komunikasi yang jujur dan terbuka, sehingga anakanak merasa kerasan dan betah tinggal di rumah. Selain itu ada beberapa kebutuhan dasar yang harus dipenuhi antara lain adalah: perasaan berarti, merasa aman, diterima apa adanya, mencintai dan dicintai, dipuji, disiplin dan iman. Dalam konteks pendidikan nilai yang dibutuhkan anak adalah contoh dan teladan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
126
dari orang lain. Dalam konteks ini orang tua hendaknya menjadi contoh dalam penghayatan atau perwujudan nilai-nilai hakiki dalam keluarga. 2. Satuan Pendampingan III a. Identitas 1) Judul Pertemuan
: Komunikasi Orang Tua-Anak Dengan Bercermin Pada Hidup Keluarga Kudus Nasaret
2) Tujuan Pertemuan
: Membantu
peserta
untuk
memahami
dan
mengembangkan komunikasi yang baik antara orang tua dan anak
3) Peserta
: Keluarga-keluarga Katolik di Paroki Administratif Santo Paulus Pringgolayan.
4) Tempat
: Gereja
Paroki
Administratif
Santo
Paulus
Pringgolayan. 5) Waktu
: Pkl 13.00-15.00 WIB
b. Pemikiran dasar Kisah hidup Keluarga Kudus Nasaret tentunya menjadi inspirasi bagi keluarga-keluarga Katolik dalam menghayati panggilan hidup berkeluarga sebagai ayah, ibu dan anak. Teladan hidup berkeluarga, khususnya dalam berkomunikasi, kiranya menjadi contoh atau model bagi hidup keluarga-keluarga Katolik. Keluarga Kudus Nasaret telah memberi contoh dan teladan dalam membangun komunikasi yang efektif tanpa saling menyakiti atau melukai siapapun. Mereka saling menerima, saling menghargai, saling mendengarkan dengan hati.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
127
c. Materi 1) Kisah Yesus pada umur 12 tahun 2) Komunikasi orang tua-anak d. Metode 1) Informasi 2) Cerita 3) Tanya jawab 4) Sharing 5) Ceramah e. Sarana a. Mic b. Wireless c. Laptop d. LCD f. Proses Pendampingan 1) Pengantar Bapak, Ibu yang terkasih, setelah kita mendalami bersama Keluarga Kristen sebagai Komunitas Kasih, Hidup dan Iman, juga pendidikan nilai-nilai hakiki dalam keluarga, sekarang kita akan diteguhkan dengan sabda Tuhan dari Injil Lukas 2: 41-52 yang mengisahkan tentang Tuhan Yesus pada umur 12 tahun tertinggal di Bait Allah. Kita diajak untuk belajar cara berkomunikasi dari Keluarga Kudus Nasaret ini. Untuk itu mari kita siapkan hati kita untuk mendengarkan Sabda Tuhan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
128
(Pemandu meminta salah seorang peserta untuk membacakan Sabda Tuhan sementara peserta lain mendengar dengan hikmat. Setelah itu pemandu menceritakan kembali isi bacaan suci ini lalu mengajukan beberapa pertanyaan sharing kepada peserta. Kemudian pemandu merangkum hasil sharing peserta dan menguraikan materi tentang isi bacaan dan aplikasinya) (Lampiran 4) 2) Panduan pertanyaan sharing a) Ayat-ayat mana yang menunjuk pada “Membangun komunikasi yang efektif” b) Pelajaran apa yang mau Bapak, Ibu petik dari perikope ini? c) Apakah perikope yang kita renungkan ini, sungguh meneguhkan Bapak, Ibu? 3) Uraian materi Pada ayat 41-43: Lukas menggambarkan bahwa orang-orang Yahudi yang saleh memiliki kebiasaan untuk merayakan paskah di Yerusalem. Demikianpun Maria dan Yosef beserta Yesus Putera mereka. Yesus yang ketika itu berusaia 12 tahun, sedang belajar untuk berakar pada budaya Yudaisme (Budaya dan agama). Seperti anak laki-laki lazimnya, Yesus mungkin tergugah minatnya untuk melihat pemandangan kota Yerusalem. Kemungkinan lain yang lebih besar adalah Dia merasa tertarik akan ajaran para nabi, sehingga Dia berada di dalam Bait Allah. Selanjutnya pada ayat 44-45: Lukas menggambarkan tentang bentuk tanggung jawab Yosef dan Maria sebagai orang tua dari Yesus. Sebagai orang tua Yosef dan Maria merasa bingung dan cemas, ketika menyadari bahwa Yesus tidak ada bersama mereka ketika dalam perjalanan kembali ke Nasaret. Mereka akhirnya memutuskan untuk kembali ke Yerusalem untuk mencari Yesus. Menariknya Yosef setia menemani Maria kembali ke Yerusalem tanpa saling
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
129
mempersalahkan. Bagi mereka perjuangan untuk menemukan Yesus adalah prioritas utama, ketimbang saling menyalahkan dan tidak menemukan solusi. Maria dan Yusuf menunjukan tanggung jawab dan kasih terhadap Yesus. Kemudian pada ayat 46-47: Pada ayat sebelumnya Lukas menggambarkan sebuah situasi pencarian. Untuk bisa kembali menemukan Yesus, tentu butuh pengorbanan, kesabaran dan ketabahan. Belum lagi ada perasaan takut dan cemas, jangan sampai Yesus tidak ditemukan. Namun semua kekhawatiran itu hilang ketika bertemu dengan Yesus, apalagi Yesus tetap tinggal di dalam Bait Allah. Rupanya berada di Bait Allah menunjukan bahwa Yesus sudah mulai mengerti tujuan atau arah hidup-Nya. Dia sungguh-sungguh mendengarkan pengajaran para alim ulama. Sebaliknya para alim ulama juga terkejut atas kejernihan dan wawasan-Nya dalam menjawab pertanyaan mereka. Lalu pada ayat 48-49: Menggambarkan bahwa ketika Yosef dan Maria bertemu dengan Yesus, mereka tidak menunjukan reaksi marah, kecewa, benci, atau bahkan melabrak Yesus. Mereka justru membangun sebuah komunikasi yang menunjuk pada identitas orang tua yang memilki rasa tanggungjawab terhadap anaknya. Komunikasi yang dilakukan oleh Maria dan Yosef terhadap Yesus dapat dikatakan komunikasi yang mengena, “Nak, mengapakah Engkau berbuat demikian kepada kami? Bapa-Mu dan aku dengan cemas mencari Engkau.” Kemudian jawaban yang diberikan oleh Yesus menunjukan bahwa Yesus memiliki suatu keasadaran yang tajam tentang hubungannya dengan Allah. Sebagai anak Yesus juga menunjukan sikap sopan dan hormat menjawab dan menyampaikan alasan-Nya ketika Ia harus berada di rumah Bapa. Memang Lukas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
130
menggambarkan situasi lain di mana Yesus merasa heran mengapa Yosef dan Maria tidak memahami situasi tersebut. Dia mengingatkan mereka bahwa Allah adalah Bapa-Nya yang sejati, tempat-Nya adalah di rumah Allah. Kemudian pada ayat 50: Lukas melukiskan tindakan Maria yang menyimpan semua perkara dalam hati. Artinya ketika mendengar pertanyaan dan pernyataan Yesus, Maria memposisikan dirinya sebagai ibu yang mendengar dan memahami secara baik. Sedangkan Yosef tidak digambarkan secara jelas, tetapi bisa saja Yosef juga menyimpan semua perkara itu di dalam hatinya. Akhirnya pada ayat 51-52: Menggambarkan sikap ketaatan Yesus kepada orang tua-Nya dan bukan sebaliknya menjadi pemberontak untuk tetap tinggal di Yerusalem. Dia kembali ke Nasaret dan tinggal bersama orang tua-Nya itu hingga awal pelayanan-Nya di tengah masyarakat. Yesus bertumbuh dan berkembang sebagai seorang anak yang merasa aman dicintai oleh keluarga. Sedangkan Maria sebagai ibu tidak melupakan kata-kata yang diucapkan oleh Yesus, ia menyimpan dan merenung semua itu dalam hatinya sambil terus melihat pertumbuhan dan perkembangan Yesus.
Dasar pendidikan yang pertama dan utama adalah keluarga. Di dalam keluargalah pembentukan karakter dan iman anak terbentuk. Proses pembentukan ini tentu membutuhkan komunikasi. Melalui komunikasi yang terpelihara dengan baik maka seluruh proses kehidupan keluarga beserta anggotanya berjalan sesuai dengan harapan bersama. Ketika komunikasi yang efektif menjadi kebiasaan dan terbentuk secara baik, maka akan memberi kontribusi besar bagi keluarga itu sendiri dan lingkungan masyarakat pada umumnya. Ada hal mendasar yang harus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
131
ada agar komunikasi berjalan dengan lancar adalah kepercayan dan penghargaan. Sebaik apapun materi komunikasi tanpa dilandasi sikap saling percaya dan menghargai maka komunikasi akan menjadi sulit dan tidak efektif. Di dalam keluarga pembentukan karakter dan iman anak terbentuk. Tentu semua ini bisa terjadi karena peranan komunikasi dari orang tua. Ketika orang tua membangun
komunikasi
secara
positif
maka
akan
sangat
membantu
perkembangan anak. Tapi sebaliknya ketika orang tua membangun komunikasi tidak secara benar maka bisa jadi akan menghancurkan kehidupan anak. Banyak orang tua yang tanpa sadar dalam kehidupan sehari-hari membangun komunikasi yang negatif baik secara verbal maupun non verbal. Misalnya: orang tua yang sering bertengkar. Situasi ini akan berdampak pada psikologi anak, karena anak mendengar dan menyaksikan pertengkaran kedua orang tuanya. Anak seolah merasa ia sedang berada di lingkungan yang penuh tekanan. Sementara itu ada pula kasus ketika orang tua berbicara negatif terhadap anak. Akibat dari komunikasi ini adalah anak merasa tidak didukung dan tidak dihargai. Kisah hidup Keluarga Kudus Nasaret terjalin begitu indah dan penuh kasih. Kita dapat berlajar dari cara komunikasi mereka untuk dijadikan model komunikasi bagi keluarga kita. Ketika Yesus tertinggal di Bait Allah, Maria dan Yosef dengan cemas mencari-Nya. Banyak orang tua yang hampir mengalami peristiwa yang sama, tidak hanya bingung dan cemas, tetapi juga marah, kecewa dan jengkel. Ketika ada sesuatu yang kurang berkenan yang dilakukan oleh anak, muncullah reaksi marah, menyalahkan, bahkan melabrak. Namun apa yang dilakukan oleh Maria dan Yosef ketika Yesus tertinggal di Bait Allah? Menariknya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
132
Maria dan Yosef tidak saling menyalahkan karena tidak konsentrasi menjaga Yesus dalam perjalanan pulang. Maria dan Yosef membangun kesepakatan bersama dengan penuh kesabaran untuk kembali lagi ke Yerusalem. Mereka menunjukan bentuk tanggung jawab mereka sebagai orang tua terhadap Yesus. Sementara itu ketika membangun dialog dengan Yesus, komunikasi yang dibangun adalah komunikasi yang menunjukan identitas sebagai orang tua yang merasa cemas terhadap anaknya. Mereka tidak berteriak, marah, melabrak, atau bahkan memukul Yesus. Mereka bertanya dengan penuh kasih dengan harapan ada tanggapan balik dariYesus. Dalam hal ini Maria dan Yosef membangun sebuah komunikasi yang baik dan efektif. Di lain pihak Yesus memberi pertanyaan dan pernyataan untuk menjelasakan juga bahwa apa yang dibuat olehNya tidak salah, “Aku harus berada di rumah Bapa-Ku”. Jawaban Yesus ini tidak dibantah lagi oleh orang tua-Nya. Menariknya sebagai ibu, Maria
sungguh
mengenal karakter dan kepribadian Yesus, maka ia menyimpan semua perkara itu di dalam hatinya ketika mendengar jawaban dari Yesus. Di akhir kisah, Yesus menunjukan ketaatan-Nya untuk kembali mengikuti orang tua-Nya ke Nasaret. Ia hidup dan bertumbuh dalam lingkungan yang penuh cinta. Belajar dari Keluarga Kudus Nasaret, kita diajak untuk melihat dalam konteks kehidupan keluarga kita. Kita perlu sadar bahwa rumah adalah tempat dan lingkungan di mana anak belajar menemukan, mewujudkan, menghayati, dan memperkembangkan nilai-nilai yakni segala sesuatu yang positif, yang baik, indah, benar, menyenangkan, dan yang berguna bagi kehidupan pribadi dan lingkungannya. Dalam hal ini orang tua adalah komunikator utama dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
133
menentukan dan menanamkan nilai-nilai pada anak. Komunikasi yang dibangun adalah komunikasi yang penuh cinta. Cinta sebagai pemberian diri dari orang tua yang terungkap dan terwujud dalam sikap saling membahagiakan, saling memperhatikan, saling percaya, saling menghormati, saling bekerja sama, saling setia dan saling menyayangi. Kalau sejak dini orang tua telah menciptakan komunikasi yang baik dalam keluarga, maka sesudah dewasa anak akan mewujudkan itu dalam kehidupannya. Selain itu pendidikan nilai iman sangat penting dalam keluarga. Maka hal penting dan terutama yang dilakukan adalah berdoa keluarga. Sebisa mungkin dalam kesibukan apapun, keluarga perlu menyiapkan waktu khusus secara rutin untuk berdoa keluarga. Doa adalah kekuatan untuk menghadapi setiap tantangan dan kesulitan. Doa adalah senjata untuk melawan kejahatan. Jika Tuhan ditempatkan dan terus dilibatkan dalam proses kehidupan keluarga, maka seluruh tingkah laku, pola pikir, tindakan, katakata pasti sejalan dengan apa yang dikehendaki Tuhan. Akhirnya yang paling utama adalah orang tua perlu memberikan contoh dalam penghayatan atau perwujudan nilai-nilai hakiki tersebut di atas. Berkat contoh dan teladan dari orang tua, maka secara bertahap anak akan berkembang dan mampu mewujudkan nilai-nilai itu. Memang untuk membangun komunikasi yang baik dan efektif dalam keluarga tentu tidak mudah. Banyak tantangan dan kesulitan yang akan kita hadapi. Tapi jika kita memiliki komitmen bersama untuk mulai membangun niat maka semuanya akan berjalan dengan baik. Beberapa penegasan dan niat yang mau kita wujudnyatakan dan yang kita hayati dalam keluarga kita adalah:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
134
1) sebagai orang tua kita perlu membuat prioritas, menciptakan waktu untuk bisa berkumpul bersama dalam keluarga, berdialog, berekreasi, dan bekerja sama, 2) meningkatkan dan mempertahankan nilai kesetiaan dalam perkawinan, 3) membangun komunikasi yang lembut dan penuh kesabaran, berani meminta maaf, dan belajar untuk berterimakasih, 3) menciptakan waktu khusus secara rutin untuk berdoa keluarga, 4) orang tua harus menjadi tokoh dan teladan dalam memberikan kesaksian yang benar. Bertolak dari penegasan dan gambaran tentang niat yang mau dibangun dalam keluarga, maka marilah kita membangun niat dan tindakan apa yang mau kita buat untuk meningkatkan kualitas komunikasi yang efektif dalam keluarga kita masing-masing. (Sebelum masuk pada bagian membangun niat, Pendamping mengajak peserta untuk game bersama) 4) Membangun niat pribadi dan bersama Bapak, Ibu yang terkasih, setelah kita bergumul bersama dalam kegiatan rekoleksi sejak pagi tadi sampai dengan sore hari ini, marilah kita berdiam diri sejenak meresapkan buah-buah rohani yang sudah kita terima, sambil kita membangun niat-niat pribadi dan niat bersama yang mau kita wujudnyatakan di tengah keluarga kita masing-masing, secara khusus bagaimana kita membangun komunikasi yang baik dan efektif. (Pemandu mengajak peserta untuk memikirkan niat-niat pribadi atau bersama, khususnya meningkatkan kualitas komunikasi dalam keluarga dengan meneladani hidup Keluarga Kudus Nasaret. Dalam suasana hening, pemandu membagikan lembaran instrumen kepada peserta dan mengajak peserta untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
135
mengisi atau menjawab pertanyaan itu secara tertulis. Kemudian pemandu mengajak peserta untuk mengungkapkan niat pribadi dan niat bersama untuk saling meneguhkan satu sama lain-Jika memungkinkan bisa diputarkan musik instrumen) (Lampiran 3) 5) Doa Penutup Allah Bapa di surga, kami bersyukur karena melalui rekoleksi ini kami boleh menemukan pemahaman baru untuk bagaimana membangun komunikasi yang efektif dalam keluarga kami. Bantulah kami dengan rahmat-Mu agar apa yang sudah kami gumuli bersama dalam rekoleksi ini, sungguh meneguhkan dan menguatkan kami untuk menata hidup keluarga kami menjadi keluarga yang terus mengusahakan komunikasi yang efektif demi pembentukan karakter dan iman anak. Sebab Engkaulah Tuhan dan pengantara kami yang kami puji dan yang kami sembah kini dan sepanjang masa. Amin. d. Lagu Penutup: Bahasa Cinta (Lampiran 5)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
136
BAB V PENUTUP Setelah diuraikan dan diteliti pada bab sebelumnya mengenai fungsipola komunikasi orang tua terhadap pembentukan kepribadian dan iman anak dalam keluarga katolik, maka pada bab V ini penulis akan membuat kesimpulan dan saran sebagai berikut: A. Kesimpulan Komunikasi bagi orang tua dalam proses pembentukan karakter dan iman anak dalam kehidupan keluarga memegang peranan penting. Melalui komunikasi yang dibangun karakter dan iman anak akan terbentuk berkat interaksi yang baik yang ditunjukan oleh orang tua sebagai komunikator utama. Tentunya komunikasi tidak hanya sebatas pada kata-kata tetapi perlu juga ditunjukkan dalam sikap dan perbuatan yang sering dikatakan sebagai kesaksian atau keteladanan. Perlu disadari bahwa dalam keluarga orang tua bertanggungjawab memberikan pendidikan kepada anak baik dari segi karakter maupun dari segi iman atau spiritual. Komunikasi yang baik yang terjadi dalam keluarga tentu akan membawa dampak yang baik bagi pertumbuhan karakter dan perkembangan iman anak. Tanpa komunikasi yang hidup dalam keluarga melalui berbicara, berdialog, bertukar pikiran maka sulit tercipta keharmonisan dalam keluarga. Dalam kenyataannya terdapat banyak keluarga yang kurang menanamkan nilai-nilai positif serta orang tua kurang memberi keteladanan sikap hidup yang baik bagi anak-anak. Banyak orang tua hanya sibuk bekerja memenuhi kebutuhan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
137
ekonomis material, tetapi lupa memberi waktu dan perhatian untuk keluarga. Banyak orang tua yang hilang kesabaran hanya karena persoalan sepele yakni faktor ekonomi yang berujung pada perpisahan. Banyak orang tua yang sibuk mengejar kenikmatan duniawi sementara frekuensi santapan rohani dalam keluarga diabaikan, padahal doa keluarga adalah kekuatan utama untuk menangkal segala persoalan yang terjadi. Banyak orang tua yang berharap agar anak-anaknya bisa menjadi orang sukses, tetapi ia lupa menanamkan nilai-nilai yang baik dalam keluarga seperti kesabaran, pengampunan, cinta kasih, kesetiaan dan kelembutan. Banyak orang tua yang tidak lagi menghargai sakramen perkawinan, dan lebih senang mencari kenikmatan di luar kehidupan keluarga, sehingga berujung pada pertengkaran. Banyak orang tua yang tidak membangun komunikasi secara terbuka dan jujur, sehingga menimbulkan kecurigaan, pertengkaran, konflik, perbedaan pendapat dan perselisihan. Situasi ini tentu menjadi sebuah keprihatinan yang serius karena berdampak pada perkembangan kepribadian dan iman anak. Anak-anak menjadi korban dari situasi ketidak adilan yang terjadi dalam keluarga. Demi terciptanya keharmonisan dalam keluarga maka penulis ingin memberikan saran sebagai atensi atau tanggapan dari situasi tersebut. B. Saran 1.
Untuk Keluarga-Keluarga Kristiani a. Para pasangan suami istri perlu membangun komitmen di awal pernikahan untuk menciptakan keluarga yang harmonis dengan menanamkan sikap saling menghargai, saling percaya, keterbukaan, kejujuran dan kesetiaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
138
b. Membangun komunikasi yang baik yang diperlihatkan dalam kesaksian dan keteladanan hidup, sehingga anak-anak dapat meneladani sikap baik yang dibuat oleh orang tuanya. c. Orang tua perlu menciptakan waktu untuk selalu ada bersama dalam keluarga dengan melakukan kegiatan-kegitan positif seperti makan bersama, rekreasi bersama dan kegiatan lainnya. d. Memperhatikan dan meningkatkan frekuensi perjumpaan dengan Tuhan melalui doa-doa keluarga. Santapan rohani yang diperoleh melalui doa keluarga, menjadi simbol kekuatan dan penghiburan dalam menghadapi tantangan dan kesulitan. 2.
Dewan pewartaan paroki a. Bidang pewartaan paroki perlu menyelenggarakan rekoleksi keluarga secara berkala, untuk meneguhkan keluarga-keluarga dalam menghadapi situasi dan permasalahan dalam keluarga. b. Menghidupkan layanan pastoral bagi keluarga-keluarga Kristiani.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
139
DAFTAR PUSTAKA A Koesoema, Doni. (2015). Strategi Pendidikan Karakter. Yogyakarta: Kanisius A Rukiyanto, B dan Ignatia Esti Sumarah (editor) (2014). Semakin Menjadi Manusiawi-Teologi Moral Masa kini. Yogyakarta: USD. Bergant, Dianne dan Karris Robert. J (Editor). (2012) Tafsir Alkitab Perjanjian Baru. Yogyakarta: Kanisius. Christandai, Andreas. (2015). Komunikasi dalam Keluarga Kristen. Yogyakarta: Andi. Djamarah, Syaiful Bahri. (2014). Pola Asuh Orang Tua dan Komunikasi dalam Keluarga. Jakarta: Rineka Citra. Darmawijaya, St. (1994). Mengarungi Hidup Berkeluarga. Yogyakarta: Kanisius. Eminyan, Maurice (2001). Teologi Keluarga.Yogyakarta : Kanisius. Eko Riyadi. (2011). LUKAS “Sungguh, Orang ini adalah Orang Benar”. Yogyakarta: Kanisius Hardiwiratno, J. (1994). Menuju Keluarga Bertanggungjawab. Jakarta : Obor. Konsili Vatikan II. (2004).Dokumen Konsili Vatikan II. (R.Hardawiryana, penerjemah). Jakarta: Obor. (Dokumen asli diterbitkan tahun 1966) Konferensi Waligereja Indonesi. (1996) Iman Katolik: Buku Informasi dan Referensi. Jakarta: Obor. Lembaga Alkitab Indonesia. (2002). Alkitab. Jakarta: LAI. LestariSri.(2012). PsikologiKeluarga-Penanaman Nilai dan Penanganan Konflik Dalam Keluarga. Jakarta :Kencana Prenada Media Group. Liliweri, Alo. (2015). Komunikasi Antar -Personal. Jakarta : Kencana Prenada Media Group. Lusi, Semuel, S. (2014) Seip Intelligence. Yogyakarta: Kanisius Moleong, Lexi. (2008). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Prasetyo, Mardi. F. (2000). Unsur-Unsur Hakiki Dalam Pembinaan. Yogyakarta: Kanisius. ----------(2011) Pedoman Pastoral Keluarga. Jakarta: Obor Saku, Hendrikus.(2012). Komunikasi Misi 100 Tahun SVD Timor. Kupang: Gita Kasih. Sirait, Ronald, G., (2016). Sayang Anak...Sayang Anak. Yogyakarta: Kanisius Sugiyono. (2014). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta. Supratiknya, A. (1995). Komunikasi Antarpribadi. Yogyakarta: Kanisius. ----------------(2011).Komunikasi Interpersonal. Yogyakarta: Graha Ilmu. Sutarno, Alfonsus (2013). Catholic Parenting. Mentode mendidik Anak Secara Katolik. Yogyakarta: Kanisius Wignyasumarta, Ignasius. (2000). Panduan Rekoleksi Keluarga. Yogyakarta: Kanisius. Yohanes Paulus II. (1994). Keluarga Kristiani Dalam Dunia Modern(Familiaris Consortio). (A. Widyamartaya, penerjemah). Yogyakarta: Kanisius. (Dokumen asli diterbitkan tahun 1981) ---------- (Promulgator). (2006). Kitab Hukum Kanonik. (Editor: R.D. Robertus Rubiyatmoko). Jakarta : Obor. (Dokumen asli diterbitkan tahun 1983).