PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
REFLEKSI PELAYANAN KASIH AWAM KRISTIANI DALAM TERANG ENSIKLIK DEUS CARITAS EST DI STASI SANTA MARIA ASSUMPTA NGRENDENG PAROKI SANTO YOSEPH NGAWI KEUSKUPAN SURABAYA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Agama Katolik
Oleh: Elisabet Dwi Setiani NIM: 121124015
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK JURUSAN ILMU PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERISTAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2017
i
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
SKRIPSI REFLEKSI PELAYANAN KASIH AWAM KRISTIANI DALAM TERANG ENSIKLIK DEUS CARITAS EST , DI STASI SANTA MARIA ASSUMPTA NGRENDENG PAROKI SANTO YOSEPH NGAWI KEUSKUPAN SURABAYA
Pembimbing
Dr. B. A. Rukiyanto, SJ.
Tanggal, 20 Desember 20 16
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
SKRIPSI REFLEKSI PELAYANAN KASIH AWAM KRISTIANI DALAM TERANG ENSIEaIK DEUS CARITAS EST DI STASI SANTA MARIA ASSUMPTA NGRENDENG PAROKI SANTO YOSEPH NGAWI KEUSKUPAN SURABAYA
Dipersiapkan dan ditulis oleh Elisabet Dwi Setiani
Nama
Ketua Sekretaris
m3gota
...
lll
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan kepada Tuhan Yesus Sang Guru Teruntuk yang terkasih Ibu Theresia Sumarni, Bapak Yohanes Pembaptis Sugiman, Agustinus Moruk Taek, Petrus Eko Budiono, Maria Sari Dewi.
iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
MOTTO
“Lihat,
Aku mengutus kamu seperti domba ke tengah-tengah serigala, sebab itu hendaklah kamu cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati.” (Matius 10:16)
v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalarn kutipan dan daAar pustaka sebagamana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 16 Januari 2017
Penulis,
Elisabet Dwi Setiani
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, mahasiswa Universitas Sanata Dharma Yogyakarta:
Nama : Elisabet Dwi Setiani NIM : 121124015
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, penulis memberikan wewenang bagi Perpustakaan Universitas Sanata Dhama karya ilmiah penulis yang berjudul REFLEKSI PELAYANAN KASIH AWAM KRISTIANI DALAM TERANG ENSIKLM DEUS CARlTAS EST DI STASI SANTA MARIA ASSUMPTA NGRENDENG PAROKI SANTO YOSEPH NGAWI KEUSKUPAJY SURABAYA beserta perangkat yang diperlukan (bila a&). Dengan demikian penulis memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu ijin maupun memberikan royalti kepada penulis, selama tetap mencantumlm nama saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini penulis buat dengan sebenamya.
Yogyahta, 16 Januari 20 17 Yang menyatakan
Elisabet Dwi Setiani
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRAK Skripsi ini berjudul REFLEKSI PELAYANAN KASIH AWAM KRISTIANI DALAM TERANG ENSIKLIK DEUS CARITAS EST DI STASI SANTA MARIA ASSUMPTA NGRENDENG PAROKI SANTO YOSEPH NGAWI KEUSKUPAN SURABAYA, alasan penulis memilih judul tersebut berdasarkan keprihatinan akan adanya perubahan semangat dalam hidup menggereja bagi para pengurus stasi dan umat di sana. Pelayanan merupakan salah satu bagian penting dalam kehidupan umat Kristiani. Setelah Konsili Vatikan II, peran umat (awam non-klerus) dalam kehidupan Gereja menjadi semakin besar. Sebagian besar tugas pelayanan Gereja mulai dipercayakan kepada umat, entah itu perayaan liturgis maupun pelayanan sakramental. Gereja Katolik di mana-mana, mulai memberi ruang yang besar kepada umat untuk terlibat aktif dalam aktivitas pewartaan iman dan pelayanan kasih. Awam tidak lagi dipandang sebelah mata sebagai kelompok kelas dua yang hanya menunggu bantuan dari kaum klerus. KV II secara tidak langsung memberi peran yang besar kepada awam sebagai pelayan Gereja yang turut serta bertanggung jawab terhadap pertumbuhan dan perkembangan iman umat Kristiani. Dalam konteks ini penulis merefleksikan pelayanan umat Stasi Sta. Maria Assumpta Ngrendeng, Paroki St. Yoseph Ngawi. Fokus refleksi penulis tertuju pada hal-hal berikut: (a) pemahaman umat tentang pelayanan kasih; (b) jenis-jenis pelayanan kasih; (c) tujuan pelayanan kasih; (d) sasaran pelayanan kasih; dan (e) pihak-pihak yang terlibat dalam tugas pelayanan kasih. Penulis menggunakan ensiklik Deus Caritas Est sebagai acuan untuk merefleksikan poin-poin tersebut. Responden yang diminta keterangan antara lain tokoh umat (mantan ketua stasi), ketua stasi dan pengurus stasi yang sedang bertugas, dan perwakilan kaum muda. Berdasarkan hasil penelitian, penulis menemukan bahwa keresahan Paus Benediktus tentang “pelayanan kasih” sedang menyata dalam kehidupan awam di Stasi Ngrendeng. Hasil temuan penulis, setidaknya membuktikan bahwa awam Kristiani di Ngrendeng saat ini secara khusus kaum muda perlahan-lahan apatis dengan tugas pelayanan Gereja. Kebanyakan mereka tidak peduli dengan urusanurusan rohani. Urusan iman dinilai abstrak dan tidak memberi manfaat ekonomis. Terdapat tiga alasan yang disinyalir turut memengaruhi semangat pelayanan umat adalah: (a) pengaruh arus globalisasi yang berkembang begitu cepat; (b) minat orang muda terhadap hal-hal rohani yang melemah; dan (c) pola pendekatan pastor atau pengurus stasi yang tidak mengumat. Sebagai calon kateketis penulis menilai bahwa Gereja harus lebih giat “mendekati” umat yang “sedang sakit” dengan berbagai metode pewartaan dan pelayanan yang kreatif dan inovatif. Pelayanan kasih, apa pun bentuknya merupakan tanggapan bebas umat atas panggilan Allah. Karena itu, tanggung jawab moral seorang pelayan pastoral bukan hanya kepada diri sendiri atau kepada mereka yang dilayani, melainkan terlebih kepada kepada Allah. Pelayanan merupakan sebuah panggilan yang bertujuan mendekatkan sesama kepada Tuhan―Sang Sumber Kasih. Kata kunci: pelayanan kasih, pewartaan iman, partisipasi umat, ensiklik Deus Caritas Est viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRACT
This undergraduate thesis entiltes REFLECTION OF CARITATIVE MINISTRY OF LAY CHRISTIAN IN THE LIGHT OF ENCYCLICAL DEUS CARITAS EST IN SANTA MARIA ASSUMPTA NGRENDENG DISTRICT SANTO YOSEPH, PARISH NGAWI THE DIOCESE SURABAYA , the author chose this title because of the concern of changing in Church life for district administrator and the people there. Service is an important part in the life of Christians. After Vatican Council II, the role of the lay people in the life of the Church becomes bigger. Most of the Church's tasks are entrusted to the people, both liturgical celebration and sacramental celebration. The Catholic Church , begins to give a bigger room for people to be actively involved in the activity of preaching faith and service of caritative. People are no longer underestimated as a second-class group who just wait for help from the clergy. The Vatican Council II, indirectly gives bigger roles to the lay people as a servant of the Church who take responsibility for the growth and development of the Christian faith. In this context – the author reflects on the community service in Santa Maria Assumpta Ngrendeng district. The focus of the author’s reflection is on the following matters: (a) understanding of people about the caritative ministry; (b) the kinds of caritative ministry; (c) the purpose of caritative ministry; (d) the target of caritative ministry; and (e) the parties whom involved in the task of caritative ministry. The author uses the Encyclical of Deus Caritas Est as a reference to reflect these points. Based on the results of the research, the author found that the concerns of Pope Benedict XVI about “caritative ministry” was clearer in the life of the lay people in the Stasi Ngrendeng district. The findings of the author, at least prove that the Christian lay people in Ngrendeng nowadays – spesifically the youth – slowly become apathetic with the Church service ministry. Most of them are not concerned with spiritual matters. Matters of faith are judged as abstract and have not given economical benefits. There are three reasons which allegedly also affect the spirit of serving the people : (a) the impact of globalization is growing so fast; (b) the interest of young people toward spiritual things that weaken; and (c) the unfriendly approach pattern of parish priest or administrator. As a candidate for catechist – the author considers that the Church should be more proactive to “approach” the people who “are sick” with various methods of preaching and service which are creative and innovative. Caritative ministry, whatever form is a free response to God’s vocation. Therefore, the moral responsibility of a pastoral ministry not only to themselves or to those who they serve, but especially to God himself. Service is a call vocation those aims to bring others to God―the Source of Love. Keywords: loving service, service of love, the proclamation of the faith, the participation of the people, the Encyclical Deus Caritas Est
ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KATA PENGANTAR Puji dan syukur kepada Allah Bapa karena kasih-Nya yang begitu besar, penulis bisa menyelesaikan skripsi dengan judul REFLEKSI PELAYANAN KASIH AWAM KRISTIANI DALAM TERANG ENSIKLIK DEUS CARITAS EST DI STASI SANTA MARIA ASSUMPTA NGRENDENG PAROKI SANTO YOSEF NGAWI KEUSKUPAN SURABAYA. Skripsi ini disusun berdasarkan keprihatinan penulis akan pelayanan yang dilakukan di Stasi Santa Maria Assumpta Ngrendeng. Melihat keadaan umat yang belum sepenuhnya menyadari
tugas
pelayanannya
dalam
kehidupan
menggereja.
Penulis
merefleksikan pelayanannya tersebut dengan menggunakan ensiklik Deus Caritas Est sebagai acuannya. Selama proses penulisan dan penyusunan karya ini, penulis mendapatkan banyak dukungan dan perhatian dari berbagai pihak, untuk itu penulis dengan tulus mengucapkan banyak terimakasih kepada: 1.
Drs. F.X. Heryatno Wono Wulung, S.J, M.Ed, selaku Kaprodi PAK Universitas Sanata Dharma yang telah memberi dukungan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi.
2.
Dr. B. A. Rukiyanto, S.J., selaku dosen utama yang penuh kesabaran mendampingi penulis dalam menyelesaikan skripsi.
3.
Bapak F. X. Dapiyanta, SFK, M.Pd selaku dosen penguji kedua sekaligus dosen penelitian serta dosen pendamping akademik yang dengan penuh
x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
kesabaran dan ketelatenan dalam mendampingi dan membimbing selama perkuliahan terkhusus dalam proses penyelesaian skripsi. 4.
Bapak Yoseph Kristianto, SFK., M.Pd selaku dosen penguji ketiga yang telah memberikan dukungan dan menyempurnakan skripsi ini.
5.
Ibu Irene Sri Hartati selaku Ketua Stasi Santa Maria Assumpta Ngrendeng, Bapak Soejatno, Mbak Ana, Bapak Santo, Bapak Juri, Widi yang bersedia meluangkan waktu untuk diawancarai dan membantu selama penelitian berlangsung.
6.
Segenap staf dosen dan seluruh karyawan prodi PAK Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan dukungan dan bantuannya selama penyusunan skripsi.
7.
Ibu Theresia Sumarni, Bapak Sugiman Mas Eko, Adik Sari yang telah memberikan bantuan dukungan, cinta dan perhatian baik secara materi dan moril kepada penulis.
8.
Bernadeta Wahyu Widi Hapsari, Lidya Putri Herawati, Valeria Elisa Eka Putri, Sulviana Gusliana, Dian Fitri Krisnawati, Indah Yantica, Nurliana, dan Fadila yang telah memberikan perhatian, dukungan dan bantuan kepada penulis.
9.
Keluarga besar PAK angkatan 2012 yang telah berdinamika selama proses perkuliahan dan memberikan perhatian kepada penulis dengan berbagai cara.
10. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang dengan tulus hati memberikan dukungan dan perhatian sampai selesainya penyusunan skripsi ini.
xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................. ii HALAM PENGESAHAN .................................................................................... iii HALAMAN PERSEMBAHAN .......................................................................... iv HALAMAN MOTTO ............................................................................................v PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .............................................................. vi PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI.............................................. vii ABSTRAK .......................................................................................................... viii ABSTRACT .......................................................................................................... ix KATA PENGANTAR ............................................................................................x DAFTAR ISI ....................................................................................................... xiii DAFTAR SINGKATAN ......................................................................................xv BAB I
PENDAHULUAN ....................................................................................1 A. Latar Belakang ....................................................................................1 B. Rumusan Masalah ...............................................................................4 C. Tujuan Penulisan.................................................................................5 D. Manfaat Penulisan...............................................................................6 E. Metode Penulisan ................................................................................6 F. Sistematika Penulisan .........................................................................7
BAB II LANDASAN TEORITIS ........................................................................9 A. Refleksi ...............................................................................................9 B. Pelayanan Kasih ................................................................................11 C. Awam Kristiani .................................................................................13 D. Ensiklik “Deus Caritas Est” ..............................................................17 BAB III METODE PENELITIAN ....................................................................22 A. Jenis Penelitian .................................................................................22 B. Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................23 C. Subyek Penelitian .............................................................................24 D. Teknik Pengumpulan Data................................................................27 xiii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
E. Instrumen Penelitian .........................................................................29 F. Keabsahan Data ................................................................................32 G. Teknik Analisis Data ........................................................................32 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...................................34 A. Temuan Umum .................................................................................34 B. Temuan Khusus ................................................................................39 C. Pembahasan ......................................................................................48 D. Analisis SWOT .................................................................................60 E. Situasi Pokok ....................................................................................66 F. Refleksi SWOT .................................................................................68 G. Refleksi Teologis ..............................................................................71 H. Usulan Program ................................................................................84 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...........................................................118 A. Kesimpulan .....................................................................................118 B. Saran ...............................................................................................121 DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................123 LAMPIRAN 1.
Transkrip Hasil Wawancara............................................................. [1]
2.
Surat Izin Penelitian ....................................................................... [19]
3.
Surat Selesai Penelitian .................................................................. [20]
4.
Daftar Stasi dan Lingkungan Paroki St. Yosef Ngawi .................. [21]
5.
Teks Lagu Usulan Program............................................................[23]
xiv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR SINGKATAN
A. Singkatan Kitab Suci Seluruh
singkatan
dalam
Kitab
Suci
ini
mengkikuti
Alkitab
Deuterukanonika © LAI 1976. (Alkitab yaitu Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru dalam terjemahan baru, yang diselenggarakan oleh Lembaga Alkitab Indonesia, ditambah dengan Kitab-kitab Deuterukanonika yang diselenggarakan oleh Lembaga Biblika Indonesia. Terjemahan diterima dan diakui oleh konferensi Wali Gereja Indonesia). Jakarta: LAI, 2001, hal. 8.
B. Singkatan Dokumen Resmi Gereja AA
: Apostolicam Actuositatem, Dekrit Konsili Vatikan II tentang Kerasulan Awam, 18 November 1965
DCE
: Deus Caritas Est, Ensiklik Paus Beneidktus XVI tentang Allah Adalah Kasih, 25 Desember 2005
KV II
: Konsili Vatikan II
LG
: Lumen Gentium, Kontitusi Dogmatis Konsili Vatikan II tentang Gereja di Dunia Dewasa Ini, 21 November 1964
C. Singkatan Lain Art.
: Artikel
R
: Responden
Sta.
: Santa
Resami
Rekoleksi Sabtu Minggu
xv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Buah terindah dari Konsili Vatikan II (1962-1965) adalah membangkitkan kesadaran baru tentang peran kaum awam dalam pelayanan Gereja. Kesadaran ini diungkapkan dalam Dekrit tentang Kerasulan Awam bahwa kaum awam ikut serta mengemban tugas imamat, kenabian, dan rajawi Kristus, menunaikan bagian mereka dalam perutusan segenap umat Allah dalam Gereja dan di dunia. Sesungguhnya, mereka menjalankan kerasulan dengan kegiatan mereka untuk mewartakan Injil dan demi penyucian sesama, pun untuk meresapi dan menyempurnakan tata dunia dengan semangat Injil, sehingga dalam tata hidup itu kegiatan mereka merupakan kesaksian akan Kristus dan mengabdi pada keselamatan umat manusia (Hardawiryana, 1993:341). Kesadaran KV II untuk menekankan peran kaum awam dalam pelayanan Gereja, berangkat dari kenyataan bahwa sebelum konsili, muncul pendapat yang mengatakan bahwa tugas perutusan Gereja diserahkan sepenuhnya kepada hierarki1. Hanya hierarki yang menjalankan tugas itu secara aktif sedangkan kaum
1
Istilah hierarki berasal dari bahasa Yunani yakni hieros yang berarti jabatan dan archos yang artinya suci. Mereka yang termasuk dalam kelompok hierarki adalah mereka yang mempunyai jabatan karena mendapat penyucian melalui tahbisan. Namun, pada umumnya hierarki diartikan sebagai tata susunan. Hieraki sebagai pejabat umat beriman kristiani dipanggil untuk menghadirkan Kristus yang tidak kelihatan sebagai tubuh-Nya, yaitu Gereja. Dalam tingkatan hieraki tertahbis, Gereja terdiri dari Uskup, Imam, dan Diakon (KHK 330-572). Kekhasan hierarki terletak pada hubungan khusus mereka dengan Kristus sebagai gembala umat (Ignatius Suharyo, 1996. Kamus Teologi. Yogyakarta: Kanisius, hal. 102).
1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 2
awam bersifat pasif menerima pelayanan para gembala (Kirchberger, 2007:618). Lebih lanjut dikatakan bahwa hanya dalam keadaan “darurat” kaum awam bisa diperbantukan kepada hierarki melalui satu amanat khusus, misalnya: “aksi umat Katolik” menurut Paus Pius XII bertugas untuk membantu hierarki dalam tugas untuk mewartakan Injil di tempat para imam tidak diterima, seperti di antara kaum buruh di Perancis (Kirchberger, 2007:618). Sebelum KV II pelayanan di dalam Gereja merupakan tugas yang hanya dilakukan oleh para imam. Maka, tidak mengherankan jika sebelum Konsili Vatikan II terdapat perbedaan yang begitu tajam antara klerus 2 dan kaum awam. Namun, angin segar yang dibawa oleh Konsili Vatikan II menghantar Gereja untuk menekankan peran kaum awam dalam pelayanan Gereja. Pelayanan dan tanggung jawab hidup menggereja tidak semata-mata hanya diletakkan kepada kaum klerus (tertahbis), melainkan kaum awam juga memiliki peranan yang sangat penting di dalamnya ysitu ikut ambil bagian dalam perutusan Gereja untuk memelihara iman umat (Datubara, 2001:180). Lebih lagi, KV II menekankan bahwa para awam adalah orang kristiani yang bertugas menjaga tata tertib duniawi di dalam berbagai sektor, misalnya: sektor politik, budaya, seni, perusahaan, perdagangan, pertanian, dan lain sebagainya. Seluruh umat Allah diundang untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin dan memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan.
2
Klerus adalah mereka yang ditahbiskan. Mereka yang ditahbiskan terdiri dari diakon, imam dan uskup. Klerus ini adalah mereka yang masuk dalam hirarki gereja. tugas utama klerus adalah memberikan pelayanan rohani kepada umat awam kristiani (Emanuel Martasudjita, 2010. Kompendium tentang Prodiakon. Yogyakarta: Kanisius, hal. 12).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 3
Di dalam dunia seorang awam bagaikan ragi dan jiwa masyarakat manusia yang harus diperbarui dalam Kristus dan diubah menjadi keluarga (Tondowidjojo, 1990:6). Gereja menekankan bahwa kaum awam dipanggil untuk berperan serta dalam pengudusan Gereja kendatipun mereka tidak termasuk dalam hierarki Gereja. Panggilan kaum awam untuk menguduskan Gereja dilihat sebagai suatu bentuk kerasulan yang berangkat dari status awam sebagai kalangan yang hidup di tengah-tengah dunia. Artinya, karena kaum awam memiliki kekhasan, yaitu sifat keduniaannya (LG 31), maka mereka dipanggil oleh Allah untuk menunaikan tugasnya sebagai ragi di dalam dunia dengan semangat Kristen yang berkobarkobar (AA 2). Dengan kata lain, kaum awam bertugas untuk menguduskan dunia, meresapi pelbagai urusan duniawi dengan semangat Kristus supaya semangat dan cara hidup Kristus mengolah seluruh dunia bagaikan ragi, sehingga Kerajaan Allah dapat bersemi di tengah dunia (Kirchberger, 2007:619). Berdasarkan panggilan khasnya, kaum awam bertugas untuk mencari Kerajaan Allah dengan mengusahakan hal-hal duniawi dan mengaturnya sesuai dengan kehendak Allah. Mereka hidup dalam dunia, yakni dalam semua dan tiap jabatan serta kegiatan manusia, dan dalam situasi hidup berkeluarga dan hidup kemasyarakatan yang biasa. Di sana mereka dipanggil agar sambil menjalankan tugas khasnya, dibimbing oleh semangat Injil, mereka menyumbang pengudusan dunia dari dalam laksana ragi. Berkat kesaksian hidupnya, bercahayakan iman, harap dan cinta kasih, mereka memperlihatkan Kristus kepada orang lain. Jadi, tugas mereka secara khusus ialah menerangi dan menata semua ikhwal duniawi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 4
yang sangat erat berhubungan dengan mereka, sehingga dapat berkembang sesuai dengan maksud Kristus dan meruapakan pujian bagi pencipta dan penyelamat (Kirchberger, 2007: 619). Sadar akan pentingnya peran dan tanggung jawab kaum awam dalam mengemban tugas pelayanan kasih Gereja ini, maka penulis menilai penting untuk merefleksikan pelayanan kasih awam Kristiani di Stasi Sta. Maria Assumpta Ngrendeng saat ini? Untuk menanggapi pertanyaan di atas maka penulis akan menggunakan ensiklik Deus Caritas Est untuk menilai sudah sejauh mana awam kristiani terlibat dalam tugas-tugas pelayanan kasih Gereja. Oleh karena itu judul tulisan yang bisa merepresentasi tujuan penulisan ini adalah: Refleksi Pelayanan Kasih Awam Kristiani Dalam Terang Ensiklik Deus Caritas Est di Stasi Sta. Maria Assumpta Ngrendeng.
B. Rumusan Masalah Fokus utama permasalahan yang hendak dikaji adalah bagaimana partisipasi awam (umum) Stasi Maria Assumpta Ngrendeng dalam mengemban tugas pelayanan kasih seturut ensiklik Deus Caritas Est? Pertanyaan ini kemudian dikerucutkan lagi menjadi beberapa pertanyaan yang lebih spesifik, antara lain: 1. Bagaimana pelayanan umat di stasi Sta. Maria Assumpta Ngrendeng? 2. Apa saja jenis-jenis pelayanan kasih yang sudah dilakukan oleh umat Stasi Ngrendeng? 3. Apa saja tujuan pelayanan kasih yang hendak dicapai dalam ajaran DCE?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 5
4. Apa sasaran yang hendak dicapai dari kegiatan pastoral pelayanan kasih? 5. Siapa saja yang terlibat aktif dalam tugas pelayanan kasih seturut ensiklik DCE?
C. Tujuan Penulisan Tujuan umum penulisan karya tulis ini adalah untuk merefleksikan tugas pelayanan kasih umat Stasi Maria Assumpta Ngrendeng dalam terang ensiklik Deus Caritas Est. Selain itu, beberapa tujuan khusus yang hendak dicapai dari karya tulis ini, antara lain: 1.
Mengetahui pelayanan yang dilakukan oleh umat Stasi Sta. Maria Assumpta Ngrendeng tentang arti pelayanan kasih.
2.
Mengetahui jenis-jenis pelayanan kasih yang sudah dilaksanakan oleh umat Stasi Ngrendeng.
3.
Mengetahui tujuan pelayanan kasih yang hendak dicapai oleh umat Stasi Ngrendeng.
4.
Mengetahui sasaran pelayanan kasih yang hendak dicapai oleh umat Stasi Ngrendeng.
5.
Mengetahui peran serta umat Stasi Ngrendeng dalam melaksanakan tugas pelayanan kasih yang konkret dan kontekstual.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 6
D. Manfaat Penulisan Secara teoritis penulisan ini memberi manfaat kepada pihak Gereja dan civitas akademika pada umumnya karena telah menawarkan sebuah refleksi teologis tentang pelayanan kasih umat Stasi Maria Assumpta Ngrendeng dalam terang ensiklik Deus Caritas Est. Selain itu, ada beberapa manfaat praktis yang diperoleh dari penulisan ini, yakni: 1.
Sebagai sumbangan kritik dan tanggapan atas pola pelayanan para agen pastoral Stasi Ngrendeng.
2.
Sebagai acuan bagi umat Stasi Ngrendeng untuk merefleksikan peran dan tanggung jawab mereka sebagai salah satu komponen penting Gereja yang turut mewartakan dan mewujudnyatakan kasih Allah.
3.
Sebagai pewarta iman (calon guru agama atau katekis), penelitian ini bisa membantu penulis untuk lebih bersikap arif dan bijaksana dalam memberikan pendampingan kepada kaum awam.
E. Metode Penulisan Penulis menggunakan metode deskriptif analitis untuk merefleksikan pelayanan kasih umat Stasi Maria Assumpta Ngrendeng dalam terang ensiklik Deus Caritas Est. Tujuan yang hendak dicapai penulis melalui penelitian ini adalah hendak memperoleh gambaran seutuhnya mengenai refleksi pelayanan kaum awam dalam mengemban tugas pelayanan kasih seturut ensiklik DCE.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 7
Penulis menggunakan 4 (empat) teknik pengumpulan data yakni studi kepustakaan, observasi, dokumentasi dan wawancara. Pertama, studi kepustakaan adalah segala usaha yang dilakukan penulis untuk menghimpun informasi yang relevan dengan topik pelayanan kasih awam kristiani. Semua informasi tersebut bersumber dari dokumen resmi gereja, buku, laporan penelitian, jurnal ilmiah, peraturan-peraturan, buku tahunan, ensiklopedia, dan sumber tertulis baik cetak maupun elektronik. Kedua, observasi adalah teknik pengamatan yang melibatkan seorang peneliti dalam aktivitas-aktivitas yang dilakukan responden. Observasi dalam penelitian ini bertujuan untuk mengamati kegiatan pelayanan kasih umat Stasi Ngrendeng. Ketiga, wawancara mendalam yaitu memperoleh keterangan dengan melakukan tanya jawab secara langsung dengan umat. Melalui teknik ini penulis hendak mengetahui dan merefleksikan partisipasi umat Stasi Ngrendeng dalam tugas pelayanan kasih Gereja. Keempat, dokumentasi merupakan pelengkap metode observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif. Hasil penelitian mengenai pelayanan kasih umat di Stasi Ngrendeng juga akan semakin kredibel apabila didukung oleh foto-foto atau karya tulis akademik dan seni.
F. Sistematika Penulisan BAB I merupakan PENDAHULUAN dari keseluruhan tulisan ini, yang meliputi enam bagian penting yakni latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 8
BAB II merupakan LANDASAN TEORITIS dari penelitin ini. Dalam keseluruhan bab ini penulis akan menguraikan tiga konsep penting yang menjadi fokus penelitian ini yakni arti refleksi, pelayanan kasih, dan awam kristiani. Selanjutnya penulis akan membahas secara terpisah bagaimana konsep pelayanan kasih dan awam kristiani dibahas dalam ensiklik Deus Caritas Est. BAB III merupakan bagian METODOLOGI PENELITIAN yang menjadi panduan bagi penulis untuk melakukan kajian tentang pelayanan kasih di Stasi Maria Assumpta Ngrendeng. BAB IV merupakan HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada bagian ini – penulis menguraikan empat pokok bahasan penting mengenai partisipasi umat Stasi Sta. Maria Assumpta Ngrendeng dalam mengemban tugas pelayanan kasih, yakni (a) laporan penelitian berupa temuan umum dan temuan khusus, (b) pembahasan hasil penelitian, (c) analisis faktor internal dan eksternal pelayanan umat dengan menggunakan model analisis SWOT, (d) refleksi SWOT dan teologis atas hasil temuan penelitian, serta (e) usulan program untuk meningkatkan partisipasi umat dalam tugas pelayanan kasih. BAB V merupakan KESIMPULAN DAN SARAN dari keseluruhan tulisan. Penulis menguraikan tentang kesimpulan umum dan beberapa saran penting yang perlu diperhatikan oleh umat Stasi Ngrendeng dan termasuk siapa pun yang membaca tulisan ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB II LANDASAN TEORITIS
Dalam keseluruhan bab ini penulis akan menjelaskan secara gamblang arti dan batasan tentang refleksi, pelayanan (kasih) dan awam kristiani. Selanjutnya penulis juga membahas secara terpisah ensiklik Deus Caritas Est yang menjadi acuan bagi penulis untuk merefleksikan kegiatan-kegiatan pelayanan awam Kristiani secara khusus di Stasi Maria Assumpta Ngrendeng, Paroki St. Yoseph Ngawi.
A. Refleksi Refleksi dalam arti umum berarti meditasi yang mendalam, yang bersifat memeriksa. Meditasi ini berbeda dengan persepsi yang sederhana atau dengan putusan-putusan langsung, involunter mengenai suatu objek. Sedangkan refleksi dalam arti khusus berarti berpalingnya perhatian seseorang dari objek-objek eksternal, yang mendapat perhatian utama dalam soal-soal biasa, kepada kegiatan rohani sendiri dan kepada cara berada objek-objek tersebut. Karena itu konsep refleksi berpautan dengan konsep kesadaran (Behbehani, 2003:26) Realitas tindakan masa kini yang komprehensif itu adalah objek refleksi kritis. Karena tindakan muncul dari diri, objek refleksi yang pertama adalah diri yang merefleksikan. Seluruh refleksi pada mulanya adalah refleksi diri karena ketika seseorang merefleksikan suatu kegiatan yang sedang dijalankan, sebenarnya
9
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 10
ia sedang merefleksikan diri yang diekspresikan dalam kegiatan tersebut. Hanya dengan merefleksikan objektifikasinya sendiri dalam tindakan subjek dapat menjadi dirinya sendiri yang sesuai (Ricoeur, 1977:43-45). Refleksi atas diri juga dalam arti bahwa dalam cara mengetahui praksis, seseorang mulai dengan pengetahuannya sendiri yang bersifat membentuk, bersama cara seseorang membuat makna keluar dari tindakan yang mereka lakukan. Meskipun refleksi kritis mulanya terjadi atas diri sendiri, pada akhirnya akan bermuara pada konteks sosial yang dengannya diri memperoleh identitas diri. Seluruh konteks sosiokultural dengan
norma-normanya,
hukum-hukumnya,
pengharapan-pengharapannya,
ideologi-ideologinya, sturktur-strukturnya, dan tradisi-tradisinya membentuk tindakan masa kini bagi refleksi kritis para partisipan (Groome, 2010:270). Dalam
konteks
Gereja
Katolik,
refleksi
merupakan
tindakan
“mengumpulkan kembali” pengalaman yang telah dialami untuk kemudian dievaluasi dan dimaknai secara holistik. (Behbehani, 2003:26). Dengan demikian refleksi bisa dipahami sebagai sebuah perenungan atas pengalaman rohani yang dibarengi dengan tindakan introspeksi diri agar menjadi pribadi yang lebih berkualitas secara rohani. Refleksi merupakan bagian dari kehidupan manusia yang tidak boleh diabaikan. Ada saatnya, ketika manusia terpuruk atau mengalami tekanan kehidupan, refleksi memberikan jawaban dan harapan. Untuk itu refleksi sangat penting dan seharusnya menjadi rutinitas selama manusia hidup.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 11
B. Pelayanan Kasih Pelayanan merupakan buah tindakan (perbuatan) yang bersumber pada kasih. Sedangkan kasih sendiri sering dimaknai sebagai upaya untuk memberi dengan perasaan sayang. Tentang kasih Sujoko (2009:441) berpendapat bahwa masyarakat Yunani cenderung mengartikan kasih dengan tiga istilah yakni eros (cinta birahi), philia (kasih persaudaraan), dan agape (kasih ilahi). Model kasih yang menjadi fokus perhatian penulis yakni, agape kasih tanpa pamrih dan bersifat altruistik. Sebuah model kasih yang bercermin pada kasih Allah. Gereja Katolik menegaskan adanya dua aspek dasariah pelayanan yakni solidaritas dan penatalayanan. Pertama, aspek solidaritas yang menekankan kepekaan dan kepedulian terhadap sesama. Solider berarti menjadi sesama bagi yang lain (the others), diantaranya fakir miskin, janda, pengamen, tunawiswa, kelompok LGBT, dan sebagainya. Solidaritas harus memiliki visi dan orientasi yang jelas, jika tidak maka orang akan mudah terjebak dalam aktivisme pelayanan semu. Misal saja, orang melayani sesungguhnya bukan terdorong oleh kasih melainkan karena ada kepentingan politik tertentu; dan atau bisa juga orang melayani bukan karena kebajikan iman tetapi karena sebuah kewajiban semata. Oleh karena itu visi dan orientasi semestinya bersumber pada kasih Allah, sehingga pelayanan kita bisa terarah terciptanya suasana bahagia dan damai. Kedua, aspek penatalayanan merupakan prinsip yang mengakui bahwa Allah adalah pemilik segala sesuatu, sedangkan manusia hanya pelayan bagi Allah (termasuk sesama). Allah telah menciptakan bumi dengan segala sesuatu yang ada di dalamnya, lalu mempercayakan kepada manusia untuk dikerjakan dan dipelihara,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 12
supaya semua orang memperoleh bagian dari kebaikan bumi ini. Allah juga memberikan bermacam-macam karunia kepada manusia: kesehatan, akal budi, perasaan estetis, keterampilan, kekayaan, dan kekuatan untuk melengkapi manusia, agar manusia dapat menjalankan tugas sebagai pelayan yang setia dan bijaksana. Segala karunia tersebut harus bermanfaat untuk kesejahteraan sosial. Kiprah pelayanan Gereja dalam pemberdayaan umat digolongkan menjadi tiga model pendekatan pelayanan, yakni: karitatif, reformatif, dan transformatif. 1) Pelayanan karitatif merupakan model tertua dari pelayanan Gereja yang sampai saat ini masih dilakukan. Jenis pelayanan ini sangat tepat dalam situasi darurat dan sangat membutuhkan pertolongan yang bersifat segera. Misalnya bencana alam, bantuan kepada janda atau fakir miskin melalui pemberian beras, uang, dan sebagainya (Oentoro 2010:109) 2) Pelayanan reformatif lebih menekankan aspek pembangunan, daripada sekadar tindakan
karitas
(amal
kasih)
semata.
Pola
pendekatannya
adalah
pengembangan masyarakat (empowering communities) seperti pembangunan kesehatan dan penyuluhannya, kelompok usaha bersama dengan kelompok simpan pinjam, pemberian beasiswa untuk pendidikan. Akibatnya, muncul kesadaran Gereja untuk berpartisipasi aktif dalam pembangunan dan memikirkan persoalan-persoalan sosial-kemasyarakatan. Gereja dituntut untuk turun dari menara gading yang selama ia dirikan dan terlibat mengatasi persoalan diskriminasi, penindasan hak asasi, pengungsi domestik dan internasional, ketimpangan ekonomi, korupsi, dan sebagainya (Oentoro 2010:79)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 13
3) Pelayanan transformatif lebih menekankan upaya Gereja meredifinisi kembali peran dan tugasnya di dunia saat ini. Gereja tidak lagi diartikan sebagai gedung yang statis, melainkan sebagai suatu “gerakan” yang terbuka bagi pembaharuan. Karena itu Gereja tidak harus menjadi besar dan megah fisiknya, melainkan nilai Injil Kerajaan Allah harus hadir dan meresap dalam seluruh sendi kehidupan manusia (Oentoro 2010:79-80)
C. Awam Kristiani Istilah “awam” berasal dari terminologi Latin, yaitu laicus. Kata ini berasal dari bahasa Yunani, yaitu laikós yang berarti rakyat, anggota umat. Kata laikós berhubungan dengan laós, yang berarti rakyat, umat. Kata laós telah banyak dipergunakan untuk menunjukkan beberapa arti yang berbeda. Dalam Septuaginta, misalnya laós digunakan untuk menyebut “bangsa Israel”. Sedangkan Perjanjian Baru mengartikannya sebagai “umat Israel yang berhadapan dengan bangsabangsa” atau sering pula digunakan untuk menyebut kelompok “umat Krisitani” (Lalu, 2010:138). Lalu (2010) kemudian mendefinisikan kaum awam sebagai kelompok umat beriman yang bercorak sekular dalam kemuridan mereka sebagai pengikut Kristus di dunia. Berdasarkan panggilan mereka, kaum awam wajib mencari Kerajaan Allah dengan mengurusi hal-hal yang fana dan mengaturnya seturut kehendak Allah. Kaum awam dihimpun dalam Kristus dan dijadikan peserta di dalam misiNya, sesuai dengan jati diri mereka yang khusus. Dan esensinya awam itu ialah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 14
semua orang beriman Kristiani kecuali mereka yang termasuk golongan imam atau berstatus religius. Mereka terhimpun menjadi umat Allah dengan cara ikut berpartisipasi dalam mengemban tugas imamat, kenabian, dan rajawi Kristus, serta sesuai dengan kemampauan mereka melaksanakan tugas pelayanan Gereja di dalam dunia. Sebelum Konsili Vatikan II sebagaimana sudah diuraikan pada bagian pendahuluan, pelayanan di dalam Gereja merupakan tugas yang hanya dilakukan oleh klerus. Maka tidak mengherankan jika sebelum KV II terdapat perbedaan yang begitu tajam antara klerus dan kaum awam. Namun angin segar yang dibawa oleh KV II menghantar Gereja pada suatu titik kesadaran yang mengafirmasi peran kaum awam dalam tugas pelayanan Gereja. Kaum awam dipanggil untuk berperan serta dalam tugas pelayanan, pewartaan, dan pengudusan Gereja meski bukan menjadi bagian dari hierarki Gereja. Panggilan awam untuk menguduskan Gereja merupakan suatu bentuk kerasulan yang berangkat dari status awam sebagai kalangan yang hidup di tengah-tengah dunia (Gitowiratmo, 2003:59-60). Artinya, karena awam memiliki kekhasan yaitu sifat keduniaannya maka mereka dipanggil untuk menunaikan tugas penting sebagai ragi dan terang di dalam dunia. Berkat kesaksian hidupnya, bercahayakan iman, harap dan cinta kasih, kaum awam memperlihatkan (memperkenalkan) Kristus kepada orang lain. Jadi tugas mereka secara khusus ialah menerangi dan menata semua ikhwal duniawi yang sangat erat berhubungan dengan mereka, sehingga dapat berkembang sesuai dengan maksud Kristus dan merupakan pujian bagi pencipta dan penyelamat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 15
Esensinya Gereja tidak ada untuk dirinya sendiri, tetapi untuk pelayanan terhadap dunia dan masyarakat, maka kaum awam juga mempunyai tugas yang sangat hakiki bagi Gereja, yakni mereka harus menghadirkan roh dan semangat Kristus yang diberikan kepada Gereja itu di tengah masyarakat dan ikhwal duniawi, di mana mereka hidup dan bekerja. Inilah tugas sentral, dan bukan merupakan tugas sambilan dalam Gereja (Kirchberger, 2007:620). Seturut pemahaman di atas―pertanyaan yang dapat diajukan berkaitan dengan peran awam adalah bagaimana mereka menjalankan tugas pelayanan Gereja di dalam dunia dalam sifatnya yang khas? Konsili Vatikan II memberikan sebuah jawaban yang tegas yakni awam semestinya mengambil bagian dalam tugas Kristus sebagai imam, nabi, dan raja. Dengan mengambil bagian di dalam tugas Kristus, kaum awam menjalankan perannya dalam pelayanan seluruh umat Allah di dalam Gereja dan di dalam dunia (Tondowidjoyo, 1990:38-40). 1) Tugas imamat―yakni kaum awam bertindak sebagai pengantara untuk menyatukan Allah dan manusia, membawa Allah kepada manusia dan manusia kepada Allah. Tindakan keimamatan Kristus menekankan pada suatu pelayanan murni yang sungguh-sungguh diprakarsai oleh Kristus sendiri dalam diri kaum awam. Kristus sendirilah yang mengarahkan kaum awam dalam mengemban tugas dan pelayanannya di tengah-tengah dunia (Sairin 2002:2122) 2) Tugas kenabian―yakni kaum awam menjadi perantara Allah untuk menyampaikan kabar sukacita Allah kepada dunia. Sebab nabi adalah orang yang dipenuhi dengan Roh Kudus melalui doa-doa, pergaulan yang intim
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 16
dengan Allah sendiri, orang yang setia pada pesan Allah, orang yang berani mewartakan Sabda Allah walau mereka diterpa oleh berbagai persoalan ketika mereka menyampaikan Sabda Allah kepada dunia. 3) Tugas rajawi―kaum awam menjadi tonggak yang siap sedia untuk mengabdi dan berpegang teguh pada perutusan Kristus di dunia. Implikasi dari tugas ini tentu mengharapkan kaum awam benar-benar menghayati panggilannya sebagai seorang pelayan yang mampu menaruh perhatian terhadap Gereja dan masyarakat.
Kristus menjadi asal dan sumber (dasar) seluruh pelayanan Gereja. Kesuburan pelayanan awam amat bergantung pada persatuan mereka dengan Kristus. Kehidupan dalam persatuan mesra dengan Kristus itu dalam Gereja dipupuk dengan bantuan-bantuan rohani, yang diperuntukkan bagi semua orang beriman, terutama melalui partisipasi aktif dalam pelayanan kasih Allah. Dengan upaya ini kaum awam harus maju dalam kesucian dengan hati riang gembira, sementara mereka berusaha mengatasi kesulitan-kesulitan dengan bijaksana. Baik tugas-pekerjaan dalam keluarga maupun urusan-urusan keduniaan lainnya jangan sampai menjadi asing terhadap cara hidup rohani. Hidup seperti itu menuntut perwujudan iman, harapan, dan cinta kasih yang tiada hentinya. Pada prinsipnya keterlibatan kaum awam bertujuan agar Gereja hidup dan berkembang serta menghasilkan buah berbagi seluruh umat beriman karena berperan serta dalam tugas Kristus sebagai imam, nabi, dan raja. Keterlibatan mereka dalam upayanya untuk mengembangsuburkan Gereja tampak secara nyata
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 17
dalam kegiatan liturgi (mengambil bagian dalam tugas imamat Kristus), kegiatan pewartaan (mengambil bagian dalam tugas kenabian Kristus), dan kegiatan penggembalaan anggota Gereja (mengambil bagian dalam tugas rajawi Kristus). Keterlibatan mereka dalam tugas-tugas ini hendaknya dapat dilakukan dengan penuh tanggung jawab, secara maksimal dan optimal, disertai usahanya untuk memupuk aneka keutamaan hidup (Prasetya, 2007:22-23).
D. Ensiklik “Deus Caritas Est” Ensiklik merupakan surat yang bersifat agung dan universal. Sebuah teks resmi yang ditulis dalam bahasa Latin kemudian diterjemahkan ke pelbagai bahasa lain. Ensiklik ditulis oleh paus sebagai pimpinan Gereja Katolik yang tertinggi dan dikirim kepada para patriark, uskup agung, dan para uskup di seluruh dunia―bahkan terbuka untuk seluruh umat. Isinya tidak bersifat dogmatis atau berisikan ajaran Gereja yang baru, tetapi terutama untuk lebih menggarisbawahi iman Gereja mengenai suatu tema yang aktual. Tujuannya adalah mengemukakan pokok-pokok penting dari ajaran Gereja, menganalisa suatu situasi khusus, atau menguraikan keteladanan seorang tokoh iman untuk diteladani. Secara struktural ensiklik DCE terdiri dari dua bagian penting, yakni: kesatuan kasih dalam penciptaan dan sejarah keselamatan, dan tindakan kasih Gereja sebagai persaudarian kasih. Bagian pertama lebih spekulatif yakni menjelaskan beberapa fakta dasar mengenai kasih yang telah secara misterius dan melimpah dicurahkan kepada manusia, sekaligus memperjelas kaitan tak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 18
terpisahkan antara kasih dan kenyataan cinta manusiawi. Bagian kedua berbicara secara lebih konkret tentang cara mengasihi sesama dalam setiap tugas pelayanan. Dalam ensiklik DCE Art. 32-39, Paus Benediktus secara amat khusus menguraikan tentang pokok pikirannya mengenai “mereka yang bertanggung jawab akan pelayanan kasih Gereja”. Menurut Paus, subyek yang sesungguhnya bertanggung jawab mengembang tugas pelayanan kasih adalah Gereja sendiri di segala tingkatnya―dari paroki, melalui Gereja setempat dan sampai pada Gereja universal (art.32). Tentu yang dimaksudkan dengan Gereja di sini, adalah semua anggota umat Allah dalam Gereja Katolik baik yang tertahbis (hierarki, biarawan/biarawati) maupun non tertahbis (kaum awam). Kepada setiap anggota Gereja yang bertanggung jawab akan tugas pelayanan kasih tersebut, Paus mengingatkan agar senantiasa menjadikan Kristus sebagai sumber inspirasi dalam melaksanakan tugas pelayanan kasih Gereja. Dalam artikel 33, Paus menulis demikian: Mereka jangan mendapatkan inspirasi dari ideologi-ideologi yang bermaksud mau memperbaiki dunia, melainkan harus lebih dibimbing oleh iman yang bekerja dalam kasih. Konsekuensinya, lebih daripada yang lain, mereka harus menjadi pribadi yang digerakkan oleh kasih Kristus, pribadipribadi yang hatinya telah dikuasai oleh Kristus dengan cintaNya sehingga tumbuh dengannya kasih akan sesama.
Sikap altruistik yang mengutamakan kepentingan sesama harus menjadi target pelayanan. Hal ini menjadi nyata jika Kristus menjadi inspirasi yang memampukan setiap orang untuk tidak lagi hidup bagi dirinya sendiri, melainkan bagi Dia, dan bagi sesama.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 19
Pertanyaannya sekarang, bagaimana cara mengungkapkan (mewujudkan) kasih Kristus itu kepada sesama? Agar sesama betul merasakan kebaikan Allah dan keindahan kasih Kristus dalam hidupnya. Menurut Paus Benediktus, ada dua keutamaan yang dinilai sebagai cara yang tepat untuk mengungkapkan kasih Kristus kepada sesama, yakni keterbukaan batiniah dan ketulusan hati (art. 34). Keterbukaan batiniah akan dimensi katolisitas (universalitas) Gereja, mendorong umat untuk berkarya dalam kesatupaduan dengan sesama pelayan dalam melayani berbagai bentuk kebutuhan hidup manusia (art. 34). Tidak efektif jika setiap orang berjuang sendirian dalam mengembangsuburkan harapan Gereja. Kerja bersama selalu memungkinkan orang untuk saling mengawasi dan memperjuangkan harapan untuk menjadikan dunia ini diselubungi kasih Kristus. Sedangkan ketulusan hati dalam melayani merupakan suatu sikap peduli terhadap kebutuhan dan penderitaan sesama. Khusus bagi mereka yang peduli pada sesama, Paus berpesan agar mereka harus memberikan kepada sesama tidak saja sesuatu yang dari miliknya, namun memberikan dirinya sendiri. Artinya mereka harus secara personal hadir dalam kesulitan hidup sesamanya (art. 34). Paus berpendapat bahwa seseorang yang berada dalam posisi menolong sesama perlu menyadari bahwa dengan memberi, dia sendiri akan menerima imbalan setimpal dari Allah―yang disebut sebagai rahmat yang patut disyukuri dan diamalkan (art. 35). Kepenuhan arti keterbukaan ketulusan hati dalam pelayanan, amat bergantung pada kesadaran setiap orang dalam memaknai doa dalam kehidupannya. Dalam artikel 36 dan 37, doa menjadi hal pokok yang digarisbawahi Paus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 20
Benediktus. Ada dua arti penting doa yang dikemukakan Paus dalam ensiklik tersebut. Pertama, doa merupakan sumber kekuatan dalam pelayanan. Dalam pelayanan, selalu ada kemungkinan untuk berpaling pada ideologi lain yang menyenangkan, dan kadang itu berseberangan dengan harapan dan tujuan Gereja (art. 36-37). Ini yang sering dinamakan dengan godaan, hambatan, atau tantangan dalam pelayanan. Dan benar bahwa Gereja senantiasa bertumbuh dan berkembang dalam aneka godaan atau tantangan. Sadar akan hal demikian maka Paus menyerukan kepada semua umat beriman untuk selalu mengutamakan doa dalam kesehariaan hidupnya. Karena melalui doa, setiap orang akan menimba kekuataan dari Allah dalam diri Kristus dan mampu menghadapi cobaan apa saja dengan baik. Kedua, doa sebagai sarana yang dapat mempererat jalinan relasi dengan Allah. Paus Benediktus berpendapat bahwa di tengah kenyataan aktivisme dan berkembangnya sekularisme di kalangan umat Kristiani yang terlibat dalam karya karitatif, doa adalah sarana yang mampu mengarahkan orang pada Allah. Allah menjadi titik mulai dan titik akhir pelayanan. Karena itu relasi yang intim denganNya perlu dijaga dan dihidupi. Hal ini hanya bisa terjadi dalam aktivitas doa. Sebab suatu relasi pribadi dengan Allah dalam doa, dapat menyelamatkannya agar tidak jatuh menjadi kurban ajaran yang menumbuhkan fanatisme berlebihan (art 36-37). Meski demikian, tantangan apapun bentuknya selalu ada dalam tugas pelayanan Gereja. Biasanya orang gampang patah semangat, jika tantangan yang dihadapinya terlampau berat. Orang mudah kehilangan harapan jika segala perjuangannya yang tulus tidak membuahkan hasil sesuai harapan. Hal ini terkadang membawa orang pada suatu kondisi dilematis, dan akhirnya bermuara
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 21
pada gugatan akan eksistensi Allah. “Mengapa Allah tidak berpihak pada saya, dan membiarkan saya sendirian berjuang?” Seperti Ayub yang berkeluh kesah di hadapan Allah tentang adanya penderitaan di dunia yang tak terpahami dan terasa pula tidak adil (art. 38). Terhadap kondisi semacam ini, Paus menyerukan kepada setiap umat Kristiani agar senantiasa memiliki ketahanan dalam iman. Apapun tantangan yang dihadapi, orang mesti tetap beriman pada Allah. Iman yang murni selalu akan ditempah dalam tanur api tantangan, semisal penderitaan dan sebagainya. Keteguhan iman pada Allah yang militan, selalu akan teruji dalam setiap tantangan hidup. Iman kepada-Nya selalu menuntut keyakinan untuk percaya bahwa Allah adalah daya dan kekuatan dalam hidup. Segala sesuatu ada di muka bumi ini terjadi berkat daya dan penyelenggaraan-Nya. Mengasihi sesama sebenarnya sama dengan mengasihi Allah. Semua kasih sejati pada hakikatnya ialah kasih Allah. Inilah kasih manusia yang mempersatukan dirinya dengan Allah. Begitu ia mulai mengasihi sesama, Allah menjadi hidup di dalam dirinya. Santo Agustinus mendalami ide ini dengan membalikkan perkataan Yohanes “Allah adalah Kasih,” menjadi “Kasih adalah Allah.” Nilai pelayanan dalam Gereja menjadi bermakna karena bersumber dari kasih Allah (art. 39).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB III METODE PENELITIAN
Pada bagian ini penulis menguraikan metode penelitian yang meliputi jenis penelitian, metode penelitian, subyek penelitian, lokasi dan waktu penelitian, teknik pengumpulan data, instrumen penelitian, keabsahan data, dan teknik analisis data. Penggunaan metode ini bertujuan untuk merefleksikan pelayanan kasih awam kristiani dalam terang ensiklik Deus Caritas Est di Stasi Sta. Maria Assumpta Ngrendeng.
A. Jenis Penelitian Penulis menggunakan jenis penelitian kualitatif untuk menentukan cara mencari, mengumpulkan, mengolah dan menganalisis data interaksi sosial. Penelitian kualitatif merupakan salah satu metode penulisan yang dipakai untuk mendeskripsikan data tertulis dan mengungkapkan suatu masalah secara faktual dan akurat. Penelitian kualitatif berhubungan dengan ide, persepsi, pendapat atau kepercayaan orang yang tidak dapat diukur dengan angka. Tujuan yang hendak dicapai penulis melalui penelitian ini adalah hendak memperoleh gambaran seutuhnya mengenai refleksi pelayanan kaum awam dalam mengemban tugas pelayanan kasih seturut ensiklik Deus Caritas Est. Menurut Moleong (2007:6) salah satu ciri penelitian kualitatif adalah bersifat deskriptif. Karena itu penelitian kualitatif merupakan salah satu metode
22
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 23
penelitian yang dipakai untuk mendeskripsikan data tertulis dan mengungkapakan suatu masalah atau keadaan secara faktual dan akurat. Hal senada juga ditegaskan Gulo (2005:13) bahwa metode ini dapat digunakan untuk meneliti status sekelompok manusia, suatu obyek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran atau suatu peristiwa yang pernah terjadi. David Williams (1995) dalam Moleong (2007:5) menegaskan lebih lanjut bahwa penelitian kualitatif merupakan pengumpulan data pada suatu latar alamiah, dengan menggunakan metode alamiah, dan dilakukan oleh orang atau peneliti yang tertarik secara alamiah. Penelitian kualitatif bertujuan memperoleh gambaran seutuhnya mengenai suatu hal menurut pandangan manusia yang diteliti.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian tentang “Refleksi Pelayanan Kasih Awam Kristiani Dalam Terang Ensiklik Deus Caritas Est” dilaksanakan di Stasi Sta. Maria Assumpta Ngrendeng, Paroki St. Yoseph Ngawi, Jawa Timur. Penelitian ini dilaksanakan selama kurang lebih dua minggu terhitung sejak tanggal 21 Agustus―4 September 2016. 1.
Lokasi Penelitian Penulis menilai ada fenomena pelayanan terkait partisipasi umat Katolik yang menarik untuk dikaji. Sewaktu penulis berlibur di stasi ini, penulis mendengar begitu banyak cerita miris tentang partisipasi umat Katolik di sana. Penulis juga dalam beberapa kesempatan menyaksikan sendiri kondisi umat di Ngrendeng
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 24
yang secara kasat mata menampilkan sikap apatis terhadap urusan-urusan rohani. Itulah sebabnya penulis merasa tertarik untuk meneliti semangat pelayanan umat di Stasi Ngrendeng. Faktor teknis lainnya adalah penulis punya sebagian keluarga besar yang berdomisili di stasi tersebut dan sebelumnya penulis juga pernah melakukan penelitian mini sana. Hal-hal demikian tentu sangat membentu penulis untuk membangun komunikasi yang intens dengan para responden.
2.
Waktu Penelitian Penetapan waktu penelitian ini didasarkan pada pertimbangan bahwa data-data yang diperlukan untuk melengkapi kevaliditasan data. Subyek penelitian yang diwawancarai oleh penulis pun merupakan orang-orang yang sudah mempunyai kriteria sesuai harapan penulis. Memilih orang-orang yang dapat direpresentasikan di Stasi Sta. Maria Assumpta Ngrendeng bertujuan supaya mencapai validitas data. Maka dari itu, berdasarkan prinsipnya penetapan waktu penelitian sesuai dengan target waktu yang direncanakan sebelumnya oleh penulis.
C. Subyek Penelitian Subyek penelitian adalah orang yang memberikan pendapat atau keterangan tentang suatu fakta, keadaan, dan kejadian. Arikunto (2006:145) menjelaskan bahwa subyek penelitian merupakan sumber informasi penting untuk mengungkap fakta-fakta di lapangan. Penentuan subyek atau yang lebih dikenal dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 25
pengambilan sampel dalam penelitian kualitatif berbeda dengan penelitian kuantitatif. Lincoln dan Guba (1985) dalam Sugiyono (2007:301) mengemukakan bahwa penentuan sampel dalam penelitian kualitatif (naturalistik) tidak didasarkan pada statistik. Sampel dalam penelitian kualititatif berfungsi untuk mendapatkan informasi yang maksimum, bukan untuk kebutuhan generalisasi. Sebagai sebuah penelitian kualitatif, penulis menentukan subyek penelitian dengan cara purposive sampling. Teknik ini juga sering disebut sebagai judgement sampling, secara sederhana diartikan sebagai pemilihan sampel berdasarkan pertimbangan tertentu (Satori, 2007:6). Ciri-ciri khusus purposive sampling menurut Lincoln dan Guba dalam Sugiyono (2007:301) yakni sebagai berikut: (a) adjustment emergent sampling design; (b) serial selection of sample; (c) continous or focusing of the sample; dan (d) selection to the point of redundancy. Penulis menilai bahwa purposive sampling merupakan teknik penentuan sampel yang cocok karena respondennya harus benar-benar orang yang mengetahui topik penelitian ini yakni mengenai pelayanan kasih awam kristiani. Untuk menentukan subyek penelitian yang potensial, penulis melakukan beberapa tahap kegiatan berikut: 1) Observasi awal untuk mengetahui keadaan yang ada di stasi. Melebur dengan umat melalui kegiatan hidup menggereja. Berdinamika bersama umat misalnya dalam kegiatan doa lingkungan, gotong royong dan bersih-bersih gereja. Kegiatan ini sudah penulis lakukan sejak bulan Mei saat mulai menulis tugas akhir.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 26
2) Mendatangi rumah Ketua Stasi untuk menyerahkan surat izin penelitian sekaligus berkoordinasi untuk menentukan tokoh-tokoh yang termasuk dalam kriteria penulis yang layak dijadikan subyek penelitian. 3) Setelah berkoordinasi dengan Ketua Stasi penulis mendapatkan nama-nama responden yang pantas untuk diwawancarai sebagai subyek penelitian.
Beberapa pertimbangan penulis dalam menentukan subyek penelitian, antara lain: (a) responden adalah orang katolik dewasa (18 th ke atas) yang aktif dan terlibat dalam kehidupan menggereja; (b) responden adalah fungsionaris lingkungan/stasi/paroki baik yang aktif maupun tidak aktif lagi dalam mengemban tugas pelayanan gereja; dan (c) responden adalah tokoh umat yang tahu dan memahami perkembangan iman umat di Stasi Sta. Maria Assumpta Ngrendeng. Berdasarkan kriteria tersebut penulis mendapat 5 (lima) subyek penelitian dari 39 orang Katolik yang berdomisili di stasi tersebut. Latar belakang responden juga bervariasi mulai dari tokoh umat yang sudah sepuh sampai orang muda. Mantan Ketua Stasi dan Ketua Stasi yang sedang bertugas dinilai sebagai responden yang potensial. Penulis mengawali penelitian dengan mengunjungi umat yang telah bersedia menjadi responden sekadar untuk kula nuwun dan menentukan waktu wawancara. Penulis mendapatkan tanggapan yang positif semua responden dan mereka juga bersedia meluangkan waktunya untuk bercerita banyak tentang pelayanan kasih. Selama melakukan penelitian, penulis tidak menemukan hambatan semuanya berjalan baik dan sesuai dengan espektasi penulis. Usai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 27
wawancara dengan kelima responden tersebut, penulis juga berusaha melakukan uji validitas data dengan wewancarai beberapa umat (secara random).
D. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data merupakan cara yang digunakan peneliti untuk memperoleh data dalam suatu penelitian. Sugiyono (2009:225) menjelaskan bahwa pengumpulan data dapat diperoleh dari hasil observasi, wawancara, dan dokumentasi. Penulis menggunakan ketiga teknik tersebut dalam mengumpulkan data-data yang berhubungan dengan penelitian ini. 1.
Observasi Kusuma (1987:25) menjelaskan bahwa observasi merupakan pengamatan
sistematis terhadap aktivitas individu atau obyek lain. Adapun jenis-jenis observasi dalam penelitian antara lain observasi terstruktur, observasi tak terstruktur, observasi partisipan, dan observasi non-partisipan. Observasi partisipan merupakan teknik pengamatan yang melibatkan seorang peneliti dalam aktivitas-aktivitas yang dilakukan responden. Observasi dalam penelitian ini bertujuan untuk mengamati kegiatan pelayanan umat di Stasi Sta. Maria Assumpta Ngrendeng. Selain itu observasi awal juga bertujuan untuk mengetahui jabatan, tugas/kegiatan, alamat, nomor telepon calon responden sehingga mudah untuk mendapatkan informasi.
2.
Wawancara
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 28
Pengumpulan data dengan menggunakan teknik wawancara terdiri dari tiga macam, yakni: wawancara terstruktur, wawancara semi-terstruktur, dan wawancara mendalam (in-depth interview). Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik wawancara mendalam yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi yang kompleks, yang sebagian besar berisi pendapat, sikap, dan pengalaman pribadi (Sulistyo-Basuki, 2006:173). Sebelum melakukan wawancara mendalam, penulis akan menjelaskan sekilas mengenai gambaran penelitian yang terdiri dari latar belakang, tujuan dan output penelitian ini. Untuk menghindari terjadinya kehilangan data, maka penulis akan meminta izin kepada responden untuk merekam hasil percakapan. Penulis menanyakan langsung kepada responden dengan pertanyaanpertanyaan yang telah dirumuskan dengan baik dan relevan. Wawancara dilakukan secara terbuka. Dalam proses wawancara tersebut, penulis mewawancarai beberapa fungsionaris paroki dan awam yang mengetahui secara baik tentang peran dan tanggung jawab kaum awam dalam tugas pelayanan kasih. Responden diminta untuk memberikan tanggapan dan mengungkapkan gagasan berdasarkan beberapa pertanyaan yang disiapkan. Umumnya pertanyaan yang disiapkan selalu berhubungan dengan rumusan masalah yang telah diuraikan pada bagian pendahuluan.
3.
Studi Kepustakaan Studi dokumen (kepustakaan) merupakan cara mengumpulkan data dari
berbagai sumber yang terdapat di perpustakaan seperti koran, buku-buku, majalah,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 29
naskah, dokumen yang relevan dengan penelitian (Koentjaraningrat, 1983:420). Lebih lanjut Sugiyono (2012:291) menegaskan bahwa studi dokumen sangat penting dalam melakukan penelitian, karena sebuah penelitian pada prinsipnya tidak lepas dari literatur-literatur ilmiah. Sadar akan hal ini maka sebelum melakukan penelitian ini, penulis telah mendalami dan memahami beberapa konsep dasar mengenai pelayanan kasih, kaum awam, dan surat ensiklik Deus Caritas Est melalui buku, kamus, ensiklopedia, surat kabar, majalah, dan artikel online.
4.
Dokumentasi Sugiyono (2009:240) menjelaskan dokumen sebagai kumpulan catatan-
catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya dokumentasi dari seseoang. Dokumentasi yang berbentuk tulisan misalnya catatan harian, sejarah kehidupan, biografi, peraturan kebijakan. Dokumen yang bergambar misalnya foto-foto, gambar hidup, sketsa dan lain-lain. Dokumen yang berbentuk karya misalnya karya seni yang dapat berupa gambar, patung, film, dan sebagainya. Hasil penelitian akan semakin kredibel apabila didukung oleh foto-foto atau karya tulis akademik dan seni.
E. Instrumen Penelitian Menurut Sugiyono (2012:222), yang menjadi instrumen penelitian dalam sebuah penelitian kualitatif adalah peneliti itu sendiri. Dengan demikian penulis juga berpartisipasi dan langsung terlibat dalam penelitian tersebut. Ketika melakukan observasi penulis terlibat langsung terhadap kegiatan yang dilakukan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 30
oleh subyek penelitian sehingga terdapat keseimbangan antara penulis sebagai orang dalam dan orang luar. Penelitian ini menggunakan instrumen penelitian berupa pedoman wawancara, karena dalam proses pengumpulan data menekankan pada wawancara mendalam terhadap responden untuk mendapatkan pemahaman mengenai partisipasi mereka (sebagai awam kristiani) dalam mengemban tugas pelayanan kasih seturut ensiklik Deus Caritas Est di Stasi Sta. Maria Assumpta Ngrendeng.
1.
Kisi–kisi Instrumen
Fokus
Aspek
Pelayanan Kasih Kristus
Memahami arti pelayanan
Indikator -
Mampu memahami pelayanannya Menghayati pelayanannya dalam hidup sehari-hari
Butir Pertanyaan 1 2
3 -
Jenis-jenis pelayanan
-
-
-
Sasaran pelayanan
-
-
Menemukan jenis pelayanan yang pernah dilaksanakan Jenis-jenis pelayanan sosial Pengobatan gratis bagi keluarga yang berkekurangan Para lansia menerima kiriman komuni
4 5
6
7 8
-
Menyadari tujuan pelayanan
-
Menjabarkan tujuan pelayanan Tujuan pelayanan memberikan bantuan sosial
9 10
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 31
-
Pihak-pihak yang terlibat
-
-
2.
Menyadari tugasnya masing-masing sebagai angota Gereja Semua warga Gereja saing bahu-membahu utnuk menolong
Butir Pertanyaan 1) Apakah arti pelayanan kasih Kristus? 2) Bagaimana cara Anda memahami dan menghayati pelayanan kasih dalam kehidupan sehari-hari? 3) Jenis kegiatan pelayanan seperti apa yang pernah Anda lakukan? 4) Menurut Anda, kira-kira jenis pelayanan sosial apa saja yang pernah Anda temukan di stasi ini? 5) Apakah ada pengobatan gratis bagi orang-orang sakit di Stasi Ngrendeng? 6) Bagaimana cara menolong lansia yang sudah tidak bisa ke Gereja? Apakah Anda pernah (dan setia) mengirim komuni untuk mereka? 7) Berdasarkan refleksi Anda, adakah tujuan di balik semua tindakan pelayanan Anda? 8) Sejauh pengamatan Anda, apa saja tujuan dari kegiatan-kegiatan sosial yang dilakukan oleh pihak Gereja? 9) Apakah Anda pernah merasa jenuh dan menilai pelayanan ini semata sebagai kewajiban? 10) Kira-kira siapa saja yang layak berpartisipasi dalam tugas pelayanan kasih di Stasi Ngrendeng?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 32
F. Keabsahan Data Keabsahan data dalam penelitian ini diperoleh dengan melakukan uji validitas dan reliabilitas. Validasi data dilakukan untuk mengukur derajat kepercayaan atau ketepatan data. Dalam penelitian ini uji validitas dilakukan dengan triangulasi data hasil penelitian, yaitu penulis akan mengkonsultasikan ulang sumber data yang telah dianalisis kepada responden, pembimbing dan pihak ketiga yang memiliki expert opinion. Triangulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif (Moleong 2008:330) Sedangkan uji reliabilitas akan dilakukan sebagai proses audit terhadap data-data penelitian yang dihasilkan. Proses ini dimulai dari menentukan masalah/fokus penelitian, memasuki lapangan, melakukan analisis data, melakukan uji keabsahan data, sampai membuat kesimpulan yang punya pembuktian kuat.
G. Teknik Analisis Data Setelah mendapatkan data maka langkah selanjutnya adalah analisis data. Dalam penelitian ini, penulis menganalisis data lapangan dengan menggunakan tiga cara berikut, yakni: reduksi data, penyajian data dan verifikasi data. Pertama, reduksi data (data reduction), pada tahap ini penulis melakukan pemilihan, dan pemusatan perhatian untuk penyederhanaan, abstraksi, dan transformasi data kasar yang diperoleh (Sugiyono 2012:247). Kedua, penyajian data (data display), pada tahap ini penulis mengembangkan sebuah deskripsi informasi tersusun untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 33
menarik kesimpulan dan pengambilan tindakan, dan umumnya dalam bentuk teks naratif (Sugiyono 2012:249). Ketiga, penarikan kesimpulan dan verifikasi (conclusion drawing and verification), pada tahap ini penulis berusaha menarik kesimpulan dan melakukan verifikasi dengan mencari makna setiap gejala yang diperoleh dari lapangan, mencatat keteraturan dan konfigurasi yang mungkin ada, alur kausalitas dari fenomena, dan proposisi (Sugiyono 2012:252). Dalam penelitian ini data yang telah diperoleh dari observasi, wawancara, pengalaman individu kemudian diolah dan diklasifikasikan ke dalam tema untuk dianalisis. Data tersebut dianalisis dengan menggunakan kajian pustaka untuk memperoleh kesimpulan gambaran pelayanan awam kristiani. Dalam menganalisis data penulis menggunakan SWOT sebagai acuannya. Selanjutnya di refleksikan dengan ensiklik Deus Caritas Est.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bagian ini penulis menguraikan empat pokok bahasan penting mengenai partisipasi umat Stasi Sta. Maria Assumpta Ngrendeng dalam mengemban tugas pelayanan kasih, yakni (a) laporan penelitian berupa temuan umum dan temuan khusus, (b) pembahasan hasil penelitian, (c) analisis faktor internal dan eksternal pelayanan umat dengan menggunakan model analisis SWOT, dan (d) refleksi teologis atas hasil temuan penelitian. Penulis memawancarai 5 responden terpilih yang masing-masing mewakili kelompok umur dan posisi/jabatan dalam struktur organisasi stasi. Responden pertama (R1) adalah tokoh umat yang pernah menjabat sebagai Ketua Stasi Perdana. Responden kedua (R2) adalah tokoh umat Stasi Ngrendeng. Responden ketiga (R3) adalah Ketua Stasi yang bertugas saat ini. Responden keempat (R4) adalah perwakilan orang dewasa. Sedangkan responden kelima (R5) merupakan perwakilan kelompok orang muda.
A. Temuan Umum Penulis menguraikan hal-hal umum mengenai Stasi Sta. Maria Assumpta Ngrendeng seperti kondisi geografis, kondisi demografis (kependudukan), kondisi sosial dan budaya, serta visi dan misi stasi. Oleh karena tidak ada dokumen tertulis yang menguraikan secara gamblang profil Stasi Ngrendeng maka penulis berupaya
34
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 35
mengumpulkan data-data primer melalui observasi awal (23-28 Mei 2016) dan wawancara (21-28 Agustus 2016).
1.
Kondisi Geografis Wilayah stasi Ngrendeng terletak persis di bagian utara kawasan Gunung
Lawu. Stasi tersebut berada di wilayah Desa Ngrendeng, Kecamatan Sine Kabupaten Ngawi, Jawa Timur. Berdasarkan administrasi Gerejawi bagian timur berbatasan dengan Hutan, bagian barat berbatasan dengan Stasi Hargosari, bagian utara berbatasan dengan Stasi Ngrambe, dan bagian selatan berbatasan dengan Stasi Banjaran. Jika dilihat dari sudut pandang pemerintahan maka bagian timur berbatasan dengan hutan, bagian barat berbatasan dengan Desa Hargosari, bagian utara berbatasan dengan Desa Sambirejo dan Desa Sumberejo, sedangkan bagian selatan berbatasan dengan Desa Girikerto. Stasi ini hanya memiliki satu lingkungan. Ketika mengetahui hal ini penulis awalnya tidak percaya karena umumnya sebuah stasi memiliki lebih dari satu lingkungan. Namun dari cerita beberapa responden penulis diyakinkan bahwa memang Stasi Ngrendeng hanya memiliki satu lingkungan. Alasannya karena wilayah Ngrendeng jauh dari Stasi Sine. “Dulu memang kita bergabung dengan Sine. Namun karena terlalu jauh maka kami minta kepada Romo supaya Ngrendeng dimekarkan sebagai sebuah stasi. Karena alasan jarak dinilai masuk akal maka akhirnya kami mekar sebagai sebuah stasi sendiri.” [Lampiran 2, (1)]. Berdasarkan hasil observasi penulis, memang benar bahwa jarak tempuh Sine dan Ngrendeng
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 36
adalah 14 km dan tidak ada transportasi umum antara Sine dan Ngrendeng membuat umat semakin sulit untuk mengikuti kegiatan keagamaan.
2.
Kondisi Demografis Berdasarkan data Stasi tahun 2015, umat Katolik di Stasi Ngrendeng
berjumlah 39 orang yang terdiri dari 16 orang laki-laki dan 23 orang perempuan. Seturut data pekerjaan, sebagian besar umat Katolik di Ngrendeng bekerja sebagai buruh (58,3%) sedangkan 41,67% lainnya merupakan petani di sawah dan ladang. Meskip jumlah mereka masih sangat sedikit namun mereka tetap semangat melaksanakan berbagai kegiatan rohani di gereja. Dengan semua keterbatasan yang ada, mereka tetap bahu-membahu mempertahankan iman mereka kepada Kristus. Sejauh pengamatan penulis, sebagaian besar umat yang saat ini berdomisili di Ngrendeng adalah kelompok orang dewasa (yang sudah berkeluarga) dan kelompok lanjut usia. Ketika beranjak dewasa dalam hal ini setelah menyelesaikan pendidikan menengah pertama, mereka akan memilih pindah ke kota untuk melanjutkan pendidikan tingkat atas dan kuliah. Begitu juga setelah selesai bersekolah, umumnya mereka memilih merantau - mencari penghidupan yang layak di daerah lain. Selain itu, ada pula yang meninggalkan kampung karena menikah dengan orang luar daerah.
3.
Kondisi Sosial dan Budaya Umat di Stasi Ngrendeng adalah kelompok masyarakat yang sangat
homogen. Umumnya mereka adalah penduduk suku asli Jawa. Hanya ada satu umat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 37
yang menikah dengan orang Batak, namun kemudian dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya. Situasi kehidupan kemasyarakatan yang sangat kental dengan etnis Jawa memudahkan mereka untuk bersosialiasi satu terhadap yang lain. Solidaritas menjadi satu ciri masyarakat yang homogen. Orang bisa dengan mudah solider dengan sesamanya karena ada kesamaan budaya, bahasa bahkan agama. Poin ini akan muncul pada uraian-uraian selanjutnya mengenai spirit pelayanan kasih. Hal yang lebi khas nampak dalam keseharian masyarakat di Ngrendeng adalah semangat gotong-royong. Sense of homogenity menjadi motor yang mampu menggerakan orang untuk bisa saling membantu. Hemat penulis, ini menjadi salah satu poin kunci yang akan mendasari fondasi pelayanan kasih umat di Stasi Maria Assumpta Ngrendeng. Kebiasaan lain yang masih kental dengan kebudayaan Jawa yakni ritual kelahiran dan kematian. Berdasarkan adat Jawa, proses kehidupan selalu beriringan dengan tradisi. Nguri-nguri kebudayaan Jawa, melestarikan kebudayaan Jawa. Ritual ini dilakukan dengan doa-doa berbahasa Jawa. Masih banyak ritual inkulturatif lainnya yang sangat diminati oleh umat Stasi Ngrendeng. Salah satu alasan mendasar kenapa orang Jawa gampang menerima ajaran Katolik karena mengakomodasi
kepercayaan-kepercayaan
asali
masyarakat
Jawa
dan
menginkulturasikan dalam perayaan-perayaan sakramen.
4.
Visi dan Misi Stasi Berdasarkan hasil wawancara dengan responden, penulis mendapatkan
sebuah jawaban yang pasti bahwa pioner Stasi Maria Assumpta Ngrendeng adalah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 38
Romo Katini, CM. Beliau membangun Stasi ini dengan sebuah visi utama yakni mempertangguh iman umat Ngrendeng agar semakin militan dalam bersaksi tentang Kristus dalam kehidupan bermasyarakat. Visi ini terlihat jelas dalam berbagai kegiatan misioner yang dilakukan Romo Katini seperti: (a) membaptis sebanyak mungkin orang yang hendak beriman pada Kristus, (b) rutin mengunjungi umat Katolik dari rumah ke rumah, (c) rajin mengadakan doa dan merayakan ekaristi bersama, (d) mangajari anak-anak berdoa dan memberikan kesempatan kepada mereka untuk mengambil bagian dalam ibadat dan perayaan sakramen, (e) mengaktifkan kaum muda dan orang dewasa dalam berbagai kegiatan rohani di stasi, dan (f) giat mendorong para Katekis untuk “turun ke bawah” untuk memperkenalkan Kristus kepada umat. Visi dan misi tersebut - menurut para responden sangat efektif menggerakan hati umat untuk berpartisipasi dalam kegiatan menggereja. Namun lamban-laun, visi dan misi tersebut mulai diabaikan oleh para penerus Romo Katini. Contoh konkret misalnya, romo sudah tidak rutin lagi mengadakan kunjungan di stasi. Secara tidak langsung tentu akan berpengaruh terhadap semangat umat. Umat di sini, suka membanding-bandingkan. Menurut mereka, romo sekarang malas - tidak seperti pendahulunya. Mereka lebih banyak berkunjung ke tempat-tempat yang dekat dengan paroki. Sedangkan kami yang jauh dari gereja paroki biasanya hanya sekali dalam sebulan. Nah umat akan rajin ikut ibadat atau misa kalau ada romo. Jangan harap mereka ikut ibadat sabda kalau pemimpinnya adalah seorang prodiakon yang nota bene adalah awam seperti mereka. [Lampiran 5, (2)].
Ungkapan di atas secara jelas memperlihatkan bahwa ada dinamika hidup rohani yang menarik untuk dikaji. Sebab pengalaman semacam itu ternyata tidak hanya disampaikan oleh satu atau dua orang melainkan oleh hampir sebagian besar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 39
umat yang penulis jumpai. Bahkan penulis sendiri mengamati secara langsung selama masa penelitian, bahwa kondisi tersebut benar-benar terjadi di Stasi Ngrendeng. Meski demikian terdapat beberapa kesan positif yang penulis dapat baik dari hasil observasi maupun wawancara tentang praktik hidup rohani umat di Stasi Ngrendeng.
B. Temuan Khusus Pada bagian ini penulis akan melaporkan beberapa temuan khusus yang diperoleh pada saat wawancara. Setidaknya terdapat empat hal penting yang hendak dicapai dalam penelitian ini, yakni: (1) jenis-jenis pelayanan kasih yang sudah dilaksanakan umat Ngrendeng; (2) tujuan dari pelayanan kasih yang sudah dilaksanakan umat Ngrendeng; (3) sasaran pelayanan kasih; dan (4) pihak-pihak yang terlibat dalam mengemban tugas pelayanan kasih. Namun penulis mengawali keseluruhan proses wawancara dengan bertanya tentang arti pelayanan kasih yang mereka pahami, terutama yang sudah mereka hayati selama ini.
1.
Arti Pelayanan Kasih Penulis bertanya kepada semua responden tentang apa yang mereka ketahui
tentang pelayanan. Jawaban dari masing-masing responden beragam. Berikut adalah ragam arti pelayanan menurut para responden.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 40
a. Responden 1: Sederhana saja – pelayanan itu berarti menolong siapa saja yang pantas mendapat pertolongan. Dalam konteks ajaran Katolik, yang saya pahami sejak kecil, melayani berarti memberi bantuan kepada orang yang berkekurangan – entah kurang perhatian; kurang kasih sayang; dan kurang pendampingan iman. Saya alami sendiri ketika bertugas sebagai fungsionaris stasi, ketika banyak umat datang dan meminta bantuan dari saya. Mulai dari kelompok umat – yang sekadar menyaringkan pengalaman hidupnya sampai pada mereka yang memang betul-betul memerlukan pertolongan material dan batiniah. Saya ladeni semuanya itu dengan sabar dan menjalaninya dengan tulus. Karena saya sadar bahwa ketika saya menerima tanggung jawab sebagai pelayan umat maka saya mesti jalani baik-baik. [Lampiran R1, (8)]
b. Responden 2: Jujur, sebenarnya saya tahu tindakan melayani jauh sebelum saya mengenal ajaran Gereja Katolik tentang cinta kasih. Karena saya dididik dalam keluarga yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Namun ketika saya mulai dibaptis dan mengenal lebih dekat ajaranajaran Katolik, saya makin sadar bahwa ternyata kultur yang dihidupi oleh keluarga selama ini cocok dengan ajaran Katolik. Dan menurut saya pelayanan itu adalah tindakan berbelas kasih kepada sesama dan memberi pertolongan kepada yang membutuhkan. [Lampiran R2, (11)]
c. Responden 3: Pelayanan itu adalah peduli terhadap sesama yang mengalami kekurangan. Maksud saya, pelayanan itu haruslah melampaui batas agama dan keyakinan. Saya bilang begini karena orang-orang dewasa ini lebih peduli pada diri sendiri. Kalau pun dia peduli pada orang lain, itu hanya khusus buat orang-orang di sekitarnya saja. Seperti keluarga, teman akrab, dan sebagainya. Sangat jarang kita jumpai orang yang peduli pada orang lain. Coba lihat saja sekarang, banyak rumah yang punya pagar yang tinggi-tinggi. Itu tandanya orang menutup diri. [Lampiran R3, (13)].
d. Responden 4: Kalau saya lihat pelayanan itu merupakan kegiatan sosial dalam kehidupan bersama yang membutuhkan kepedulian. Kita ini hidup dalam satu komunitas, maka perlu ada rasa peduli satu terhadap yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 41
lain. Peduli di sini macam-macam. Misalnya peduli terhadap orang yang berkekurangan secara material, peduli terhadap yang orang menderita sakit, peduli terhadap orang yang sedang kesepian dan sebagainya. Tanpa rasa peduli, tindakan pelayanan tidak bisa berjalan. Karena orang baru bisa melayani karena ada rasa peduli. [Lampiran R4, (15)].
e. Responden 5: Pelayanan itu merupakan suatu tindakan kasih yang dilakukan tanpa pamrih oleh orang-orang yang berjiwa sosial dan memiliki ketulusan hati. Sekarang ini agak susah mencari orang yang bekerja tanpa pamrih, mbak. Dulu kita sering dengar, guru itu - pahlawan tanpa tanda jasa. Tapi tetap saja, minta gajinya dinaikan sana-sini sehingga ora ngurusin ngajar. Tapi syukurlah untuk urusan gereja, masih ada satu-dua orang yang bersedia berkorban. [Lampiran R5, (17)]
2.
Jenis Pelayanan Kasih Penulis bertanya kepada semua responden tentang jenis-jenis pelayanan
kasih yang mereka ketahui dan mereka amati selama ini di Stasi Maria Assumpta Ngrendeng. Tanggapan dari masing-masing responden beragam. Berikut adalah hasil tanggapan para responden.
a. Responden 1: Biasanya kalau ada tetangga yang meninggal - dan itu sesama Katolik, maka langsung ada doa bersama di rumah duka sampai menghantar ke pemakaman. Lalu ada kunjungan ke rumah sesama yang sakit, dan termasuk memberi penghiburan kepada sesama yang sudah janda. Saya juga lihat peran aktif ibu-ibu dalam membersihkan dan menghias gereja pada saat hari minggu atau hari raya. Ada juga kelompok legio maria yang pernah aktif di sini tapi akhir-akhir ini sedikit menurun kegiatan mereka. Saya tidak tahu kenapa. Ketika saya bertugas sebagai ketua stasi, ada satu tugas pelayanan yang saya buat yakni mendoakan sesama yang sakit. Awalnya memang saya tidak berani karena merasa tidak pantas untuk mendoakan orang tapi lama kelamaan saya terbiasa dan ternyata itu sangat memengaruhi hidup saya. [Lampiran R1, (8)]
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 42
b. Responden 2: Kalau ada sesama yang sakit biasanya langsung direspons, dan tanggapannya macam-macam. Ada yang misalnya – datang menjenguk sambil beri penghiburan, ada yang bantu biaya pengobatan, ada yang membawa makanan, dan sebagainya. Hal lain misalnya – membantu sesama yang janda dan yang sudah tua. Selain itu juga, kalau ada sesama yang mengalami musibah kematian, langsung mendapat respons cepat dari sesama. Khusus untuk umat Stasi Ngrendeng, ada kesepakatan agar bahu-membahu menolong keluarga yang berduka. Mulai dari mendoakan arwah yang meninggal sampai mengurus pemakamannya. Termasuk menghadiri doa atau ibadat peringatan kematian. [Lampiran R2, (11)]
c. Responden 3: Kalau saya melihat, sebenarnya ada banyak jenis pelayanan yang sudah dilakukan di stasi ini. Pelayanan untuk orang sakit, pelayanan untuk para janda, pelayanan untuk anak-anak (PIA), pelayanan untuk orang muda, dan lain-lain. Namun yang berjalan baik selama ini baru pelayanan untuk anak-anak dan pelayanan sakramen orang sakit. Dua kegiatan itu yang selalu rutin kita lakukan. Selain itu kita juga masih rutin melaksanakan doa atau ibadat bersama, meski tidak semua orang di stasi ini terlibat aktif. Misalnya doa rosario, novena pentekosta, doa lelayu. [Lampiran R3, (13)]
d. Responden 4: Berdasarkan cerita orang tua dulu – katanya mereka sering berkumpul untuk berdoa bersama. Kesempatan untuk berdoa itu selalu mereka pakai untuk bercerita dan berbagi pengalaman hidup. Lama-kelamaan hubungan persaudaraan itu tumbuh dan semakin kuat terjalin. Tentu rasa solider satu terhadap yang lain dengan sendiri muncul saat ada yang mengalami masalah atau musibah. Misalnya saat ada tetangga yang mengalami musibah kecelakaan atau lelayu biasanya langsung mendapat respons yang baik dari sesama yang beragama Katolik. [Lampiran R4, (15)]
e. Responden 5: Kalau ada butuh yang bantuan biasanya langsung mendapat respons dari sesama umat. Bentuk bantuannya macam-macam. Kadang ada yang butuh bantuan material misalnya makanan, pinjaman uang, tumpangan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 43
rumah, dan sebagainya. Namun ada pula yang kerap membutuhkan bantuan dalam hal-hal rohani seperti doa mohon kesembuhan dari sesama, doa lelayu, doa mohon keberhasilan, dan sebagainya. [Lampiran R5, (17)]
3.
Tujuan Pelayanan Kasih Penulis bertanya kepada semua responden tentang tujuan pelayanan kasih
yang mereka ketahui. Tanggapan dari masing-masing responden beragam. Berikut adalah hasil tanggapan para responden.
a. Responden 1: Sederhana sekali kalau ngomong soal tujuan pelayanan, yakni membantu sesama yang berkekurangan. Kalau saya lihatnya sih seperti itu. Tapi setiap pelayanan tentu punya tujuan yang berbeda-beda. Misalnya, melayani sesama yang sakit - tujuannya biar dia sembuh; menghibur sesama yang menderita - tujuannya biar dia tidak cepat putus asa dan punya semangat untuk berjuang; serta menolong sesama yang galau dengan imannya tentu akan sangat membantu mereka untuk lebih setia dan tetap percaya pada Yesus. [Lampiran R1, (9)]
b. Responden 2: Tujuannya bisa macam-macam. Pelayanan untuk anak-anak bertujuan meningkatkan iman mereka dan mendekatkan mereka pada Tuhan. Kalau pelayanan untuk orang sakit tentu bertujuan untuk memberi penghiburan kepada mereka, biar tidak cepat putus asa dan tetap bertekun dalam doa. Sedangkan pelayanan untuk orang muda bertujuan mendekatkan mereka dengan gereja. Namun dalam prakteknya, orang muda susah diberi pendampingan. Ini jadi tantangan buat gereja. [Lampiran R2, (11-12)]
c. Responden 3: Sederhana sekali, mbak. Kan sudah saya bilang bahwa pelayanan itu artinya peduli. Nah karena itu menurut saya tujuan dari orang peduli itu hanya agar orang lain merasa diperhatikan. Itu saja. Saat ini kita mengalami krisis perhatian yang besar. Masing-masing sibuk dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 44
dirinya sampai lupa bahwa di samping kiri dan kanannya ada orang lain. Nah kalau orang sadar akan hal ini maka saya jamin deh pelayanan apa pun bentuknya bisa sukses. [Lampiran R3, (13-14)]
d. Responden 4: Tujuannya agar makin banyak orang Katolik peduli pada sesamanya. Ingat, tidak semua orang punya nasib sama. Ada yang hidupnya serba berkecukupan; ada yang hidupnya pas-pasan; namun ada juga yang memang serba berkekurangan. Kondisi macam ini menurut saya butuh tindakan saling berbela rasah, agar tidak ada gap antara yang kaya dan miskin. Orang mesti peduli sehingga hidup terasa lebih harmonis. [Lampiran R4, (15-16)]
e. Responden 5: Sebagai anak muda di stasi ini, terus terang saya prihatin dengan corak hidup kaum muda Katolik saat ini. Jarang terlibat dalam urusan-urusan rohani. Ketika diajak ikut doa lingkungan atau menghadiri misa, selalu saja ada alasan sana-sini. Tapi anehnya selalu ada waktu buat jalan-jalan ke mall atau nonton di bioskop. Karena itu ketika ditanya apa sih tujuan dari pelayanan - menurut saya, agar memberi kesadaran kepada anakanak muda sehingga lebih giat ke gereja dan sebagainya. Menegnai cara menarik mereka untuk terlibat, saya kira ini yang masih jadi persoalan. Saya sendiri binggu bagaiman cara yang efektif. [Lampiran R5, (17-18)]
4.
Sasaran Pelayanan Kasih Penulis bertanya kepada semua responden tentang apa saja yang mereka
ketahui tentang sasaran pelayanan kasih dalam gereja khusus yang dilakukan di Stasi Maria Assumpta Ngrendeng. Tanggapan dari masing-masing responden beragam. Berikut adalah hasil tanggapan para responden terkait hal ini.
a. Responden 1: Pelayanan ini ditujukan kepada orang sakit, para janda, dan umat Katolik seluruhnya di stasi Ngrendeng. Sasaran utamanya adalah kelompok orang yang berkekurangan, dan yang mengalami penderitaan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 45
Tapi menurut saya, secara keseluruhan sasaran pelayanan adalah semua orang yang percaya pada Krsitus. [Lampiran R1, (9)]
b. Responden 2: Sasaranya adalah semura orang. Tidak memandang darimana asal agama maupun latar belakang sosial dan budayanya. Menurut saya, pelayanan yang dilakukan itu mesti memberi manfaat kepada semua orang. [Lampiran R2, (12)]
c. Responden 3: Fokus pelayanan selama ini masih tertuju pada sesama umat yang beragama Katolik. Mungkin karena kita minoritas jadi rasa solidaritas itu sangat kuat. Kita akan lebih senang membantu sesama kita daripada yang beragama lain. Ini contoh sederhana – misalnya, ada tetangga sebelah rumah yang mengalami kekurangan makanan, maka mereka akan lebih senang menceritakan kekurangan kepada tetangganya yang beragama Katolik dan mengharapkan bantuan dari mereka. Atau contoh lain, kalau ada kematian maka respons pertama yang muncul adalah menanyakan status agama keluarga yang mengalai musibah kematian. Jika agama sama maka reaksinya akan cepat, begitu pun sebaliknya. [Lampiran R3, (14)]
d. Responden 4: Setahu saya pelayanan itu menyasar semua kelompok kategorial. Entah itu lansia, orang dewasa, anak muda, anak-anak, orang sehat maupun sakit, yang kaya maupun miskin. Namun masalahnya tidak semua aktivitas pelayanan selama ini belum tepat sasar. Bahkan ada yang sama sekali tidak dilaksankan secara baik. Alih-alih terima tanggung jawab jadi pemimpin atau petugas gereja namun sama sekali tidak paham tugas dan tanggung jawab sebagai pelayan. Bila demikian maka otomatis dia juga tidak tahu apa sasaran targetnya dan tujuan yang hendak dicapai. [Lampiran R4, (16)]
e. Responden 5: Kalau saya lihat sasaran utama pelayanan saat ini adalah orang muda. Itu misi utama yang patut diperhatikan secara serius oleh gereja. Kelompok ini sedang sakit parah. Mamang saya sadar bahwa ada begitu banyak sasaran pelayanan. Namun yang paling mendesak saat ini adalah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 46
kaum muda. Pihak gereja perlu memikirkan secara serius cara yang efektif untuk mengajak anak-anak muda peduli pada urusan imannya. Meski ini menjadi tantangan yang sulit tapi tidak berarti kita harus menyerah. Kalau sosial media bisa bikin orang muda terpesona bahkan sampai tergila-gila, kenapa gereja nggak bisa? Cari tahu dong apa daya tariknya. [Lampiran R5, (18)]
5. Pihak yang Terlibat (Partisipasi Umat) Penulis bertanya kepada semua responden tentang siapa-siapa saja yang selama ini terlibat aktif maupun pasif dalam urusan-urusan rohani. Tanggapan dari masing-masing responden beragam. Berikut adalah hasil tanggapan para responden terkait hal ini. a. Responden 1: Kondisi stasi – terus terang, pada hari minggu hanya ada ibu-ibu dan anak-anak. Sulit bagi kita untuk menjumpai orang muda pada hari minggu di stasi, apalagi pada saat doa atau ibadat di lingkungan. Nggak tahu mereka ke mana. Biasanya mereka hadir di stasi hanya di waktuwaktu tertentu, misalnya Natal dan Paskah. Dan kalau pun mereka hadir, itu pun hanya formalitas. Sebab intensi utama mereka nampaknya bukan berdoa melainkan show fashion atau bertemu dengan temantemannya. Tidak heran kalau mereka gampang beralih agama karena memang fondasi iman mereka tidak kuat. Tidak dipupuk sejak dini. [Lampiran R1, (9-10)].
b. Responden 2: Kalau saya lihat, pihak-pihak yang paling aktif selama ini di stasi adalah orang tua khususnya yang sudah lansia dan ibu-ibu. Selain itu ada anaanak kecil juga yang memang sering diajak ibunya untuk ikut misa, doa, pendampingan iman dan termasuk kunjungan emaus. Meski demikian saya juga lihat, pengurus stasi sangat aktif melayani orang yang butuh bantuan. Namun satu masalah yang saya lihat, romo paroki kurang aktif berkunjung lagi di stasi. [...] Seaktif-aktifnya ketua stasi dan umat, kalau romonya jarang datang maka akan memengaruhi umat. Sudah tentu – umat akan malas. Kerinduan mereka untuk merayakan ekaristi dan menerima Tubuh dan Darah Kristus harus dilihat sebagai salah satu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 47
aspek penting dalam keseluruhan proses perkembangan iman umat. Tanpa itu umat pasti malas. Karena saya lihat kerja pengurus stasi akan tampak sia-sia kalau tidak mendapat dukungan dari para romo paroki. [Lampiran R2, (12)].
c. Responden 3: Saya lihat pihak yang paling aktif menghayati arti pelayanan kasih adalah pengurus stasi dan kelompok ibu-ibu. Selama ini mereka bekerja dengan sangat loyal dan tulus. Semuanya karena digerakkan oleh iman. Meski tidak mendapat imbalan material namun mereka yakin Tuhan akan memberi imbalan yang pantas saat di Surga. Mereka selalu bersigap dalam situasi apa pun. Misalnya: saat ada yang sakit, mereka pasti akan bantu mendoakan atau bersedia menginformasikan kepada romo paroki untuk memberi sakramen penguatan; saat ada yang meninggal, mereka pasti akan mengurusi proses pemakaman; saat ada yang butuh surat administrasi, mereka selalu siap membantu. [Lampiran R3, (14)]
d. Responden 4: Siapa saja yang aktif dan siapa saja yang nggak? Saya kira ini pertanyaan yang menarik. Saya susah memberi jawaban yang pasti karena menurut saya kondisinya selalu tidak menentu. Cenderung berubah-ubah. [...] Jika harus jujur, saya kira tidak semua pengurus stasi bekerja dengan tulus. Mereka bekerja – melayani, sesungguhnya karena terpaksa sehingga kemungkinan untuk mendahulukan urusan pribadi dan keluarga sangat besar. Apalagi tugas pelayanan tersebut sifatnya sukarela. [Lampiran R4, (16)].
e. Responden 5: Tidak semua umat terlibat aktif, mbak. Menurut saya kelompok yang saat ini “sedang sakit” adalah kaum muda. Saya juga orang muda, karena itu saya tahu situasi yang terjadi saat ini. […] Pernah suatu ketika, saya ikut ibadat sabda di stasi dan saya sama sekali tidak menemukan orang muda yang menghadiri ibadat tersebut. Awalnya saya berpikir positif namun lama kelamaan saya mendapat kesan yang sama juga dari ibu saya. Dia mengatakan hal yang sama bahwa orang muda dewasa ini hampir jarang terlibat dalam kegiatan-kegiatan rohani di stasi. Misal saja, doa rosario – tidak satu pun orang muda yang hadir. Ketika ditanya alasan kenapa gak hadir, mereka pasti akan menjawab
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 48
“kami sibuk dengan tugas sekolah” dan macam-macam alasan lainnya. [Lampiran R5, (18)].
C. Pembahasan Penulis menemukan respons dari umat yang bervariasi terkait arti, jenis dan tujuan pelayanan kasih. Hal ini bukan karena keluasan tema pelayanan itu sendiri melainkan karena keragaman pemahaman dan refleksi dari masing-masing responden. Secara umum penulis menilai bahwa hampir sebagian responden sangat memahami apa itu pelayanan kasih dan tindakan karitatif dalam Gereja Katolik. Pemahaman mereka bukanlah sesuatu yang terjadi begitu saja (take for granted) tetapi diperoleh melalui refleksi atas pengalaman hidup mereka sebagai umat Katolik. “Mereka mengalami sendiri apa yang mereka imani; mereka beriman karena mereka benar-benar percaya; dan mereka bertindak karena mereka tahu konsekuensi dari tindakan kasih yang dilakukan.” [Lampiran 0, (6)]. Oleh sebab itu, penulis meyakini bahwa setiap respons – entah positif maupun negatif mengenai topik pelayanan kasih-karitatif, sesungguhnya merupakan ungkapan hati yang jujur dari umat. Dengan latar belakang sebagai seorang tokoh umat yang pernah mengemban tanggung jawab sebagai ketua stasi – R1 merespons topik ini dengan menjelaskan secara sederhana pemahamannya tentang pelayanan kasih-karitatif sebagai sebuah “tindakan memberi dan membantu” umat yang membutuhkan pertolongan dan pendampingan. Namun lebih jauh, R1 menambahkan bahwa tindakan tersebut sama sekali tidak bernilai jika tidak bersumber pada kasih.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 49
Artinya ketika melakukan perbuatan amal kepada sesama harus betul-betul tulus, entah itu pelayanan material maupun batiniah. Tentang pelayanan material dan batiniah – R1 mencontohkan dengan memberi bantuan seperti bahan makanan/sembako kepada sesama yang sangat membutuhkan. Perbedaan kelas, suku atau agama tidak menghalanginya untuk melakukan kebaikan. Tindakan kasih-karitatif, menurutnya harus melampui batasbatas perbedaan. Sedangkan pelayanan batiniah yang umumnya dilakukan adalah menasihati umat yang jarang terlibat dalam kegiatan gereja supaya lebih aktif; mendengarkan keluh kesah umat sekaligus menawarkan solusi; dan meyakinkan umat yang berada dalam situasi bimbang agar lebih tekun dalam berdoa dan setia pada iman kristianinya. R1 bahkan menuturkan bahwa – tantangan terbesar saat ini adalah sulitnya merawat kesetiaan dan keutuhan iman umat Katolik. Fenomena ini paling sering dijumpai di kalangan orang muda katolik. Menurutnya, orang muda saat ini tengah mengalami krisis iman yang akut. Sejauh pengamatannya, kelompok ini cenderung permisif terhadap segala kegiatan yang bernuansa rohani. Mereka sangat apatis terhadap urusan-urusan doa dan ibadat di stasi – dan gampang beralih “keyakinan” tergantung pada situasi dan kondisi. R2 sebagai salah seorang tokoh umat yang sangat aktif terlibat dalam urusan-urusan stasi menuturkan bahwa pelayanan kasih itu – sederhananya adalah peka terhadap kesulitan dan kebutuhan sesama lalu coba memberi bantuan sejauh mampu. Menurutnya tindakan melayani itu sebenarnya sudah diketahui dan dipraktekan masyarakat Indonesia jauh sebelum agama masuk. Tindakan saling
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 50
menolong itu sebetulnya telah menjadi salah satu bagian terpenting dari peradaban bangsa Timur. Umumnya sikap solider antar-sesama mudah dijumpai dalam budaya bangsa-bangsa terjajah, termasuk Indonesia. Karena itu pada saat Gereja masuk dengan ajaran tentang pelayanan kasih (saling menolong), mudah diterima umat Katolik di Indonesia karena sejalan dengan kultur masyarakat setempat. Bagi R2, topik pelayanan kasih sebetulnya sudah tidak asing lagi bagi dirinya dan orang-orang di Stasi Ngrendeng. Dalam kesehariannya, mereka sudah sering mempraktekan hal itu dalam hal peka terhadap kesulitan hidup sesama dan kemudian terdorong untuk memberi pertolongan. Berikut beberapa contoh konkret, misalnya kalau ada sesama yang sakit biasanya langsung direspons, dan tanggapannya macam-macam. Ada yang misalnya datang menjenguk sambil beri penghiburan, ada yang bantu biaya pengobatan, ada yang membawa makanan, dan sebagainya. Hal lain misalnya membantu sesama yang janda dan yang sudah tua. Selain itu juga, kalau ada sesama yang mengalami musibah kematian, langsung mendapat respons cepat dari sesama. Khusus untuk umat Stasi Ngrendeng, ada kesepakatan agar bahu-membahu menolong keluarga yang berduka. Mulai dari mendoakan arwah yang meninggal sampai mengurus pemakamannya. Termasuk menghadiri doa atau ibadat peringatan kematian. Cerita di atas secara jelas menunjukan bahwa umat Stasi Ngrendeng sudah terbiasa saling membantu. Namun penulis mempertanyakan, apakah kebiasaan tersebut dipengaruhi oleh ajaran Gereja atau karena kultur masyarakat setempat? Sebab menurut R2 mereka sudah mengenal nilai solider dan gotong royong jauh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 51
sebelum Gereja Katolik masuk. Poin ini akan dianalisis oleh penulis pada bagian selanjutnya. R3 menyoroti hal lain dari dimensi pelayanan kasih yakni perhatian yang bersifat umum kepada sesama umat manusia. “Benar bahwa kita mesti mengutamakan sesama kita yang seiman, namun pelayanan itu semestinya melampaui batas agama/keyakinan.” [Lampiran 3, (2)]. Ungkapan ini secara jelas menunjukan sikap R3 yang selama ini lebih cenderung memaknai pelayanan sebagai perbuatan kasih yang tertuju kepada semua orang. Sejauh pengamatannya hal demikian belum terwujud secara baik di Stasi Ngrendeng. Pelayanan yang dilakukan selama ini masih cenderung mengarah kepada sesama umat beriman. Misalnya, pengurus stasi umumnya hanya fokus melayani umat Katolik sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya. Begitu juga umat lainnya yang lebih sering membantu sesamanya yang beragama Katolik daripada beragama lain. Fokus pelayanan menurut R3 selama ini masih tertuju pada sesama umat yang beragama Katolik. Mungkin karena kita minoritas jadi rasa solidaritas itu sangat kuat. Menurutnya, ada kecenderungan kita lebih senang membantu sesama seiman daripada yang beragama lain. Ini contoh sederhana misalnya, ada tetangga sebelah rumah yang mengalami kekurangan makanan, maka mereka akan lebih senang menceritakan kekurangan kepada tetangganya yang beragama Katolik dan mengharapkan bantuan dari mereka. Atau contoh lain, kalau ada kematian maka respons pertama yang muncul adalah menanyakan status agama keluarga yang mengalai musibah kematian. Jika agama sama maka reaksinya akan cepat, begitu pun sebaliknya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 52
R4 nampaknya sependapat dengan padangan-pandangan dari ketiga responden sebelumnya. Ia mengartikan pelayanan sebagai sebuah kegiatan sosial yang membutuhkan pengorbanan dari masing-masing orang. Pelayanan itu lebih sebagai sebuah kepedulian yang melampaui batas-batas perbedaan. Berdasarkan pengamatan dan pengalaman R4 selama ini umat di Ngrendeng punya kepedulian sosial yang besar. Kebiasaan saling membantu sangat terlihat jelas dalam keseharian hidup umat Ngrendeng. Begitu juga dalam kehidupan menggereja, R4 juga menemukan adanya kepedulian yang besar antar sesama umat Katolik. Ada dua hal yang sangat mengesankan dari cara hidup umat kristiani di Ngrendeng, yakni: (a) persaudaraan (fraternity), dan (b) solidaritas (solidarity). R4 menguraikan kedua hal tersebut dengan sangat sederhana. Dulu mungkin karena orang Katolik di Ngrendeng jumlahnya sangat sedikit maka perasaan sebagai satu keluarga itu sangat besar. Meski kita tidak punya hubungan darah atau ikatan keluarga, namun karena memiliki satu kepercayaan maka kita sering berkumpul sebagai satu keluarga. Berdasarkan cerita orang tua dulu katanya mereka sering berkumpul untuk berdoa bersama. Kesempatan untuk berdoa itu selalu mereka pakai untuk bercerita dan berbagi pengalaman hidup. Lamakelamaan hubungan persaudaraan itu tumbuh dan semakin kuat terjalin. Tentu rasa solider satu terhadap yang lain dengan sendiri muncul saat ada yang mengalami masalah atau musibah. Misalnya saat ada tetangga yang mengalami musibah kecelakaan atau lelayu biasanya langsung mendapat respons yang baik dari sesama yang beragama Katolik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 53
Namun kondisi ini menurut R4, di satu sisi sangat positif bagi umat Katolik di Ngrendeng namun di lain sisi sebenarnya mendistorsi keharmonisan hidup masyarakat secara keseluruhan. Umat dari agama lain tentu akan menilai umat Katolik sangat eksklusif (menutup diri) dalam pergaulan sehingga lambat laun akan memperburuk suasana toleransi. Sedangkan menurut R5, pelayanan itu merupakan suatu tindakan kasih yang dilakukan tanpa pamrih oleh orang-orang yang berjiwa sosial dan memiliki ketulusan hati. Meski R5 tidak menyebutkan secara jelas definisi kasih yang dia maksudkan. Namun dari penjelasannya itu, penulis menilai bahwa R5 punya kesan yang sangat positif terhadap kegiatan-kegiatan pelayanan yang selama ini terjadi di Stasi Maria Assumpta. Umat begitu giat saling melayani satu sama lain. Tindakan saling menolong (melayani) dipandang R5 sebagai suatu kebiasaan baik di Stasi Maria Assumpta. Ia bahkan sudah melihat tindakan tersebut sebagai suatu budaya orang Katolik. Sebagai kelompok minoritas, menurutnya orang Katolik selalu berbela rasah satu terhadap yang lain. Meskipun argumentasi ini belum bisa dibuktikan kebenarannya namun penulis menangkap kesan bahwa R5 nampaknya sangat mengagumi spirit “altruisme” dalam ajaran kristiani. Kebiasaan hidup bersama dan saling memberi sungguh memengaruhi keutamaan hidup seseorang dalam melakukan tindakan pelayanan kasih. Khusus tentang partisipasi umat - penulis mendapat kesan yang bervariasi dari responden. R1 secara terus terang mengungkapkan keprihatinannya terhadap partisipasi umat dewasa ini. Ia coba membandingkan dengan generasi-generasi sebelumnya yang sangat giat berpartisipasi dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 54
kerohanian di Gereja. Secara umum, ia menilai bahwa umat katolik saat ini, khusus di Ngrendeng, sudah mati suri. Animo umat untuk mengabdikan dirinya secara tulus kepada Gereja, perlahan-lahan mengalami kemerosotan. Ketulusan hati untuk mendedikasikan hidup dan pelayanan mereka kepada Gereja, sepertinya mulai memudar. Umat saat ini, tampaknya malas terlibat secara aktif dalam kehidupan menggereja. R1 punya kesan yang sangat negatif mengenai partisipasi umat. Lebih lanjut R1 secara khusus menyoroti soal tanggung jawab pengurus stasi yang menurutnya tidak bekerja optimal. Kerja fungsionaris stasi dewasa ini, menurutnya hampir tidak sejalan lagi dengan visi dan misi Krisitiani. Hal ini menyata dalam sikap dan komitmen yang mereka tunjukkan saat dituntut untuk bekerja secara altruistik. Berdasarkan pengalamannya (sebagai mantan ketua stasi) ia kemudian bercerita tentang prinsip utama yang mesti diperhatikan oleh seorang pelayan iman. Sejauh yang saya tahu, menjadi seorang fungsionaris stasi, salah satu prinsip yang perlu dikedepankan adalah “melayani dengan sepenuh hati.” Konsekuensi dari prinsip ini tentu menuntut seorang pelayan untuk mengabdikan dirinya kepada Gereja tanpa mengharapkan pamrih. Jasa atau imbalan dari sebuah pengorbanan selalu diyakini akan diterima pada kehidupan akhirat nanti. Namun yang saya amati sekarang, prinsip ini perlahan-lahan mulai memudar dalam diri fungsionaris stasi. Meski mereka melayani namun selalu saja ada kecenderungan untuk mengharapkan sesuatu dari pelayanan tersebut. Atau kerap membuat perbandingan dengan tugas lain yang selalu mendatangkan imbalan. Padahal pelayanan untuk Gereja sifatnya sukarela dan tanpa pamrih. [Lampiran R1, (9-10)]
R2 memiliki pandangan yang berbeda dengan R1 sehubungan dengan komitmen dan pengorbanan pengurus stasi. Sejauh pengamatannya, selama ini pengurus stasi sudah bekerja optimal. Sebagai tokoh umat yang masih aktif, ia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 55
mendapat kesan yang kuat bahwa para penguruh stasi sangat berkomitmen dengan tugas dan tanggung jawabnya. Meski bekerja tanpa imbalan, mereka sangat loyal dengan tugas pelayanan di stasi. Mereka mengerjakan rupa-rupa tugas stasi yang sudah dipercayakan, dari mengurus kebersihan stasi sampai merespons kegelisahan iman umat. Semuanya mereka jalani dengan senang hati. Meski ada kendalakendala kecil namun itu bisa diselesaikan dengan tabah. Ketulusan hati untuk mengabdi pada sesama dan Tuhan menjadi modal utama bagi mereka untuk melawan rasa jenuh ataupun malas. Meski demikian R2 punya satu catatan penting terkait perhatian dari pihak Gereja Paroki. Menurut R2, keaktifan para fungsionaris stasi ternyata diimbangi oleh semangat pelayanan dari romo paroki. Memang penilaianya ini tidak ditujukan kepada semua romo. Sebab sejak stasi ini dibentuk ada beberapa romo paroki yang silih berganti dipercayakan untuk memberi pelayanan kepada umat di Stasi Maria Assumpta Ngrendeng. R2 menilai ada romo yang sangat dekat sekali dengan umat dan punya visi yang sejalan dengan para fungsionaris stasi. Namun entah kenapa ada sebagian romo yang jarang sekali berkunjung ke stasi karena alasan jauh dan lain sebagainya. Hal ini dinilai tidak baik buat pertumbuhan iman umat di stasi. Ini sangat mengancam militansi iman umat. R2 setidaknya menggarisbawahi pengaruh dukungan romo terhadap spirit pelayanan para fungsionaris stasi. Secara sederhana, R2 hendak mengatakan bahwa romo
dan
fungsionaris
stasi
mesti
bekerja
sama
bahu
membahu,
menumbuhkembangkan iman umat. Fungsionaris stasi tidak bekerja sendirian, begitu pun sebaliknya. Keduanya berada saling mengandaikan satu sama lain.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 56
Komitmen dan spirit pengorbanan fungsionaris stasi akan lebih bermakna kalau mendapat dukungan dari romo melalui perhatian dan perayaan sakramen. Segala pelayanan kasih-karitatif yang dilakukan pengurus stasi akan bermakna sosial dan eskatologis kalau dikukuhkan dalam perayaan sakramen. Namun tentang keaktifan umat secara keseluruhan, R2 malah menilai masih sangat kurang. Ia menggunakan parameter yang sangat sederhana yang memperhatikan keaktifan umat dalam perayaan misa mingguan dan kegiatan doa bersama di lingkungan. Menurutnya, partisipasi umat masih sangat kurang terlebih dalam kegiatan rohani. Ia beri contoh, misalnya misa pada hari minggu yang biasanya (masa-masa awal pembentukan stasi) dipadati umat, tetapi sekarang malah ada begitu banyak bangku Gereja yang kosong. Selain itu, kebiasaan doa rosario atau doa apa saja di lingkungan masing-masing, tampaknya mulai diabaikan. Kalau masih ada, itu pun hanya beberapa orang tua yang sadar akan pentingnya doa bagi hidup mereka. Mungkin juga karena kebiasaan itu sudah mendarah daging dalam hidup mereka. Sehingga menurutnya, apapun alasannya mereka pasti hadir. Tetapi hal demikian tidak terjadi untuk orang muda sekarang. Masih ada banyak contoh lain lagi yang menegaskan adanya kemunduran dalam hal penghayatan iman dan partisipasi umat Katolik di Ngrendeng. Biarpun demikian R2 tetap optimis menilai bahwa kekatolikan mereka tidak mudah luntur. Umat saat ini memang tidak seaktif orang Katolik dulu namun ketika ditanya soal agama atau keyakinan, mereka akan secara tegas mengatakan bahwa mereka orang Katolik. Jawaban tersebut setidaknya mengindikasikan dua hal. Satu sisi partisipasi umat Katolik di Ngrendeng dari waktu ke waktu mengalami
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 57
penurunan, tapi di lain sisi mereka masih tetap militan dengan keyakinan mereka sebagai orang Katolik. Mereka masih teguh pada pendiriannya sebagai murid Kristus. Umat di sini memang ada kecenderungan malas ke gereja dan berdoa. Namun jangan cepat dulu menilai mereka kafir. Karena kalau ditanya, kalian agama apa – mereka pasti langsung dengan berani bilang saya beragama Katolik. Percaya pada Yesus Kristus. Tidak ada tawar menawar soal iman. Titik. [Lampiran, R2, (12)]
Namun penulis menilai bahwa ada gap yang besar antara pemaknaan iman sebagai ajaran in se dan pemaknaan iman dalam tindakan konkret. Seharusnya iman mesti diaktualisasikan dalam tindakan konkret. Beriman pada Kristus berarti mencontohi cara hidup Kristus yang sangat altruistis dan penuh pengorbanan. Keberimanan seseorang hanya bisa ditingkatkan melalui doa/ibadat dan perayaanperayaan sakramen. Karena itu mengabaikan aktivitas doa sudah tentu akan memengaruhi pilihan sikapnya dalam melakukan aktivitas pelayanan kasih. R3 punya tanggapan yang sangat positif mengenai peran pengurus stasi dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab gereja. Sejauh ini menurutnya, para pengurus stasi sangat loyal terhadap apa yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya. Mereka bekerja dengan penuh kesadaran dan tanpah pamrih. Semuanya karena digerakkan oleh iman. Meski tidak mendapat imbalan material namun mereka yakin Tuhan akan memberi imbalan yang pantas saat di Surga. Mereka selalu bersigap dalam situasi apa pun. Misalnya: saat ada yang sakit, mereka pasti akan bantu mendoakan atau bersedia menginformasikan kepada romo paroki untuk memberi sakramen penguatan; saat ada yang meninggal, mereka pasti akan mengurusi proses pemakaman; saat ada yang butuh surat administrasi, mereka selalu siap membantu. [Lampiran R3, (14)]
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 58
Penulis tentu terkesan dengan pengalaman-pengalaman semacam itu – sederhana namun punya arti yang besar. Hal penting yang menarik bagi penulis di sini adalah arti pengorbanan dari tindakan pelayanan. Secara implisit, setidaknya R3 mengapresiasi pengorbanan dari pengurus stasi yang sudah mendedikasikan hidupnya bagi sesama. Poin ini akan diulas lebih jauh pada bagian selanjutnya mengenai partisipasi konkret umat. Tentang hal ini nampaknya R4 punya pandangan yang berbeda. Ia menilai selama ini pengurus stasi belum optimal dalam melakukan tugas dan tanggung jawabnya. Satu hal yang menurutnya, masih perlu diperhatikan secara serius oleh pengurus stasi adalah cara menggerakan umat agar lebih giat dalam kehidupan menggereja. Di tengah derasnya arus sekularisme, umat tentu butuh sosok pemimpin yang berintegritas tinggi yang mampu mengarahkan umat ke jalan yang benar. Karena itu menurut R4 menentukan seorang ketua stasi tidak boleh “asalasalan” sekadar punya komitmen, namun harus punya kemampuan yang mumpuni.
Mengurus iman ratusan umat itu pekerjaan berat. Harus dibedakan dengan kerjaan pemerintah yang hanya sekadar mendengar keluhan masyarakat lalu membuat program. Persoalan iman perlu direspons dengan perhatian bukan material. Para pengurus stasi sesungguhnya adalah pelayan iman bukan pemerintah. Mereka punya hal lain yang memang tidak dimiliki oleh pemerintah yakni “kesediaan untuk menuntun” umat ke jalan hidup yang sesuai dengan ajaran iman Katolik. [Lampiran R4, (16)]
Karena alasan demikian maka menurut R4, mekanisme pemilihan pengurus stasi harus benar-benar dilakukan secara serius. Tujuannya untuk mendapat sosok pemimpin yang berintegritas secara rohani. Selama ini yang terjadi di Stasi Maria
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 59
Assumpta malah asal-asalan: “siapa yang bersedia, langsung mendapat persetujuan”. Tanpa ada seleksi yang jelas sehingga akan memengaruhi loyalitasnya dalam bekerja. Bahkan menurut R4, ada yang sebenarnya tidak bersedia jadi ketua stasi malah dipaksa tokoh umat setempat untuk menerima tanggung jawab tersebut. Hal ini tentu akan sangat berpengaruh terhadap kinerja seorang petugas stasi. “Mereka bekerja melayani, sesungguhnya karena terpaksa sehingga kemungkinan untuk mendahulukan urusan pribadi dan keluarga sangat besar. Apalagi tugas pelayanan tersebut sifatnya sukarela.” [Lampiran 4, (5)]. Mengenai partisipasi umat R5 sepakat dengan beberapa responden sebelumnya bahwa tidak semua umat di Stasi Maria Assumpta Ngrendeng terlibat aktif dalam kegiatan-kegiatan rohani di stasi. Ada kelompok yang masih aktif seperti lansia, orang tua, dan anak-anak sedangkan orang muda menurutnya, hampir jarang terlibat dalam berbagai urusan rohani. Beberapa parameter sederhana yang dipakai R5 untuk mengukur paritispasi umat adalah kesediaan mengikuti doa bersama di lingkungan, latihan koor, bersih-bersih gereja, dan sebagainya. Berikut adalah penilaian R5 terhadap partisipasi umat Stasi Ngrendeng. Menurut R5, saat ini kaum muda “sedang sakit”. Istilah sakit di sini tentu bermakna konotatif yakni mau menunjukkan kondisi orang muda yang sedang mengalami krisis iman. Mereka bisa dikatakan sakit karena memang cara hidup mereka yang akhir-akhir ini tidak mencerminkan sikap hidup orang Katolik yang sesungguhnya. Malas berdoa, enggan terlibat dalam kegiatan rohani, merasa malu kalau ditunjuk sebagai petugas gereja, adalah contoh sikap kaum muda yang tengah dilanda krisis iman. Ketika ditanya bagaimana cara merespons permasalahan ini,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 60
R5 tidak punya jawaban apa pun. Dia bingung dan tidak tahu langkah-langkah solutif apa yang bisa digunakan untuk merespons persoalan tersebut. Ia pasrah, dan menunggu tanggapan yang bijaksana dari pihak Gereja.
D. Analisis SWOT Penulis menggunakan model analisis SWOT (strenghts, weakness, oppurtunities, threats) untuk menilai seberapa besar kekuatan dan kelemahan umat berpartisipasi dalam mengemban tugas pelayanan kasih di Stasi Ngrendeng. Selanjutnya dengan menggunakan model analisis ini juga, penulis bermaksud mengukur peluang dan hambatan yang bisa mendorong dan menghambat keaktifan umat dalam melaksanakan tugas pastoral stasi.
1. Kekuatan Penulis menemukan dua kekuatan internal yang sangat berpengaruh terhadap partisipasi umat di Stasi Ngrendeng, diantaranya: 1) Dukungan dan kepercayaan dari pihak Gereja kepada umat untuk mengurusi semua tugas pelayanan pastoral stasi. Sebelum Konsili Vatikan II, kita tahu bahwa semua tugas pelayanan Gereja menjadi tanggung jawab kelompok klerus (kaum terthabis). Umat hanya berperan sebagai partisipan pasif dalam setiap perayaan-perayaan liturgi dan menjadi obyek pelayanan sakramen. Namun pasca KV II muncul kesadaran baru untuk melibatkan kaum awam (umat biasa) dalam beberapa tugas pelayanan. Sejak saat itu umat mulai diberi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 61
tanggung jawab lebih untuk mengurusi berbagai tugas pelayanan pastoral, misalnya: pemazmur, lektor, pro-diakon, pemimpin ibadat sabda, dan sebagainya. Saat observasi dan wawancara, penulis benar-benar menemukan bahwa umat di Stasi Ngrendeng setidaknya mendapat kepercayaan dari pihak Gereja (dalam hal ini Paroki Ngawi) untuk mengurusi sendiri kehidupan iman mereka.
2) Semangat kepedulian antar-sesama umat di Ngrendeng sangat kuat. Bahkan oleh beberapa responden - spirit ini dinilai sudah mereka miliki jauh sebelum ajaran Gereja masuk. Menurut mereka kebiasaan saling membantu dan peduli satu terhadap yang lain sudah menjadi hal yang biasa. Dalam situasi apa saja, mereka pasti akan saling membantu. Meski spirit ini kini sedang dirongrong budaya individualistik namun oleh sebagian besar umat di Ngrendeng (berdasarkan hasil observasi) masih cukup optimis menilai bahwa kebiasaan tersebut akan tetap bertahan.
2. Kelemahan Penulis menemukan tiga kelemahan internal yang dinilai sangat memengaruhi partisipasi umat dalam tugas pelayanan kasih, diantaranya: 1) Sikap individualistik (egosentrisme) umat yang semakin bertumbuh subur. Persoalan keaktifan semakin menjadi runyam ketika kebanyakan umat mulai berprinsip egosentris dan menilai waktu sebagai hal yang berharga dalam hidupnya. Semua waktu mesti dipakai secara optimal untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 62
kesejahteraan dirinya. Membuang waktu untuk suatu urusan yang bersifat umum dinilai ceroboh bahkan serakah karena tidak ekonomis. Sehingga akhir-akhir ini sulit menemukan seorang awam yang betul-betul mau berkorban demi kepentingan sesama umat lain. Dengan demikian jelas kalau Gereja mengalami kesulitan serius di bagian kerasulan awam. Meski struktur organisasi masih eksis sampai dengan saat ini, namun aplikasi praktisnya di lapangan selalu saja menuai persoalan.
2) Minat orang muda terhadap hal-hal rohani mulai memudar. Ketertarikan mereka dinilai lebih terfokus pada hal-hal yang duniawi, yang sifatnya memikat dan menyenangkan. Sehingga ketika harus berurusan dengan halhal rohani seperti doa, misa, puasa (mati raga), dan sebagainya, mereka merasa bosan karena sifatnya abstrak.
3) Pendekatan romo yang kurang mengumat. Sejauh pengamatan mereka, umat akan aktif dengan sendirinya jika pola pendekatan yang dipakai oleh romo atau pengurus stasi sungguh menyentuh realitas hidup mereka. Namun sebaliknya jika pola pendekatan yang diterapkan tidak memberi kesan positif maka sudah hampir pasti kaum awam akan menjauh dari Gereja, dan akan merasa biasa-biasa saja dengan urusan imannya. Selain itu, khotbah romo yang tidak menarik dan liturgi yang monoton juga menjadi alasan melemahnya semangat umat untuk terlibat dalam urusan pastoral Gereja.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 63
3. Peluang Penulis menemukan dua peluang eksternal yang sangat memengaruhi partisipasi umat dalam tugas pelayanan kasih, diantaranya: 1) Pemanfaatan media informasi dan teknologi secara online. Meski, di satu sisi pengaruh globalisasi di satu sisi sangat berpengaruh negatif terhadap orang muda, namun sebenarnya di lain sisi bisa menjadi peluang yang bisa membantu orang muda lebih giat dekat dengan Gereja. Jika orang muda mulai membangun jejaring dalam berbagai minat dengan aneka milist, facebook, twitter, blog, website, tentu saja alat ini akan berguna pula bagi pengembangan jejaring muda Katolik penggerak pastoral pelayanan. Yang saya maksud bukanlah media kontak-kontak romantisme belaka, namun terlebih bagaimana memakai media internet untuk menambah pengetahuan iman Katolik bagi OMK. Beberapa website Katolik yang dikelola dengan baik oleh umat bisa ditautkan dengan website OMK dalam rangka membina iman orang muda.
2) Setia pada ajaran iman Katolik. Penulis menemukan bahwa meski partisipasi umat sedikit mengalami penurunan namun tidak berdampak langsung pada iman mereka pada Kristus. Benar bahwa pada beberapa tahun terakhir kebanyakan umat hampir tidak aktif dalam kegiatan-kegiatan rohani di stasi namun kalau ditanya soal agama/keyakinan, mereka akan secara tegas mengatakan bahwa mereka adalah orang Katolik. Di tengah isu intoleransi yang semakin menguat di daerah Jawa, umat Katolik (termasuk mereka yang sering kurang aktif) merasa diri terancam dan karena itu merasa perlu untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 64
membela identitas mereka. Dalam banyak kasus, justru orang-orang yang “dinilai kurang aktif” malah lebih getol membela ajaran iman Katolik. Penulis melihat ini sebagai sebuah peluang positif yang terus dipertahankan sembari membangkitkan kembali kesadaran untuk terlibat aktif dalam berbagai aktivitas pastoral stasi.
4. Hambatan Penulis setidaknya menemukan dua hambatan yang dinilai sangat memengaruhi partisipasi umat dalam tugas pelayanan kasih: 1) Teknologi informasi tanpa batas. Zaman berubah oleh karena arus informasi dan teknologi, pola pikir manusia pun ternyata turut berubah di dalamnya. Ini logika perubahan. Dulu ketika orang belum mengenal radio, televisi, surat kabar, telepon genggam, dan bahkan internet, satu-satunya sumber informasi bersumber dari Gereja. Romo lantas dikenal sebagai sumber informan yang cerdas karena tahu segala sesuatu yang berhubungan dengan realitas hidup manusia. Rasa ingin tahu umat akan misteri dan realitas hidupnya, menuntut mereka untuk selalu mendekatkan diri pada Gereja. Romo dan Gereja semacam menjadi daya tarik tersendiri bagi umat yang haus akan pengetahuan dan kebijaksanaan hidup. Kondisi ini pun dimanfaatkan secara baik oleh romo untuk manawarkan tugas-tugas pastoral kepada mereka. Umumnya umat menerima tawaran tersebut dengan senang hati.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 65
Segalanya perlahan berubah ketika media informasi dan komunikasi menjadi menu makanan setiap hari. Orang menjadi gampang mengakses informasi dan segala pengetahuan dari berbagai media cetak dan elektronik. Dengan demikian pengetahuan dan kebenaran tidak hanya menjadi milik romo atau para petugas Gereja semata. Semua orang bisa memiliki pengetahuan yang benar tanpa melalui bantuan romo dan intervensi dari Gereja. Rahasia iman dan misteri kehidupan umat bisa dipecahkan sendirian dengan hanya membaca buku, atau mengakses internet tanpa harus mendengar penjelasan dari romo dalam khotbah-khotbah maupun katekese iman.
2) Kehadiran motivator yang menyaingi para pengkhotbah. Berbagai kerutinan yang dilakukan oleh orang saat ini telah membuat mereka jenuh dan membutuhkan penyegaran. Tawaran-tawaran acara motivasional dalam berbagai variasi acara seperti outbound, rekreasi, peningkatan kualitas hidup, pencapaian diri yang maksimal dan berbagai bentuk kemasan acara dibuat untuk memberikan alternatif maupun solusi kepada banyak orang saat ini supaya dapat optimis menghadapi hidup ini dengan segala masalah dan tantangannya. Jika dicermati dengan sungguh-sungguh berbagai acara motivasional yang dilakukan, maka kita dapat menjumpai filosofi dan konsepkonsep yang tidak Alkitabiah di dalamnya karena menawarkan solusi cepat dengan berbagai impian melalui kemampuan dalam diri manusia dengan meditasi, yoga, hipnotis, kekuatan pikiran bawa sadar, telepati, menggunakan kekuatan otak dan lain-lain.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 66
Motivator-motivator banyak bermunculan saat ini dari berbagai latar belakang di luar gereja, menawarkan berbagai solusi atas masalah rumah tangga, pekerjaan, jodoh, nasib dan peruntungan manusia, sehingga warga gereja juga berinteraksi dengan mereka dan ada yang kemudian percaya dan mengikuti berbagai pandangan dan jalan keluar yang ditawarkan tanpa memahami adanya hal-hal yang tidak Kristiani dalam metode-metode yang mereka terima. Keinginan untuk menemukan solusi cepat atas masalah telah membawa beberapa umat yang kurang pemahaman imannya terjebak dalam hal yang tidak benar.
E. Situasi Pokok Secara keseluruhan para responden memberi tanggapan yang mengerucut pada satu situasi pokok yakni bahwa umat Stasi Sta. Maria Ngrendeng pada beberapa tahun terakhir ini sepertinya mulai kendur semangatnya untuk terlibat aktif dalam setiap urusan Gereja. Semua responden yang diwawancarai memberi kesan yang negatif pada semangat hidup rohani umat―terlebih mengenai komitmen umat dalam mengemban tugas-tugas pastoral stasi. Para responden menemukannya adanya kemunduran yang luar biasa dalam hal penghayatan iman. Rekam jejak keterlibatan kaum awam dalam hidup menggereja pada tahun-tahun sebelumnya, diingat secara baik oleh mereka dan kemudian dijadikan sebagai dasar untuk membuat perbandingan dengan model
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 67
keterlibatan saat ini. Atas alasan demikian maka penulis punya dasar untuk percaya pada mereka. Analisa perbandingan sederhana yang mereka buat demikian, bahwa sejak para misionaris Eropa mengalihtugas pelayanan kepada imam pribumi, situasinya mulai berubah. Menurut mereka, ketidakaktifan kaum awam mulai terasa sejak saat itu. Tiga alasan yang dinilai responden sebagai sebab terjadinya kemunduran, kemalasan, atau kelesuhan semangat umat untuk terlibat dalam setiap urusan rohani. Pertama, karena pengaruh arus globalisasi. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat setidaknya turut memengaruhi pola penghayatan iman umat. Ada yang berpendapat bahwa sebab dari semuanya ini adalah menyangkut hal apresiasi terhadap nilai pelayanan dan pengorbanan kepada Gereja. Hal ini khusus mengenai fungsionaris stasi yang kerap mengeluh soal pamrih dari pelayanan mereka. Keluhan ini akhirnya dinilai sebagai skandal yang melemahkan semangat mereka sebagai pelayan umat. Kedua, minat orang muda akan hal-hal rohani hampir memudar dalam diri mereka. Ketertatikan mereka dinilai lebih terfokus pada hal-hal yang duniawi, yang sifatnya memikat dan menyenangkan. Sehingga ketika harus berurusan dengan hal-hal rohani seperti doa, misa, puasa (mati raga), dan sebagainya, mereka merasa bosan karena sifatnya abstrak. Sedangkan ketiga, pola pendekatan dari romo yang tidak mengumat. Sejauh pengamatan mereka, kaum awam akan aktif dengan sendirinya jika pola pendekatan yang dipakai oleh romo sungguh menyentuh realitas hidup mereka. Namun sebaliknya jika pola pendekatan yang diterapkan tidak memberi kesan positif maka
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 68
sudah hampir pasti kaum awam akan menjauh dari Gereja, dan akan merasa biasabiasa saja dengan urusan imannya.
F. Refleksi SWOT Berdasarkan data observasi dan wawancara yang dikumpulkan―penulis menemukan bahwa sejak stasi ini didirikan sampai dengan belasan tahun yang silam, umatnya masih sangat aktif. Romo dan umat punya jalinan kerja sama yang baik, harmonis dan saling mendukung. Romo sangat menyayangi umatnya, begitupun sebaliknya umat menghargai romo dengan hati yang tulus. Kedua pihak sama-sama menciptakan dan mengembangkan iklim rohani yang kondusif. Umat lantas merasa at home saat terlibat aktif dalam urusan Gereja. Hal ini tentu berpengaruh positif terhadap pertumbuhan iman. Namun situasi macam ini perlahan-lahan mulai memudar. Belakangan muncul kesan umat mulai mengabaikan dan sengaja melupakan kebiasan-kebiasaan yang berurusan dengan kehidupan rohani semisal malas ke Gereja pada hari minggu, jarang terlibat aktif dalam rutinitas doa kelompok dan lingkungan, malas ikut latihan nyanyi, malas kerja bakti di Gereja, dan mengeluh saat memberi derma untuk kepentingan Gereja. Kondisi semacam ini―berdasarkan hasil temuan, paling kuat menggejala dalam diri kaum muda, termasuk bapak-bapak. Jujur saja, orang muda Katolik sekarang dan sebagian besar bapak-bapak paling malas terlibat dalam urusan Gereja. Jika ada hal yang berurusan dengan Gereja, yang sering terlibat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 69
hanya ibu-ibu dan anak-anak. Gereja akhirnya identik dengan kaum wanita dan anak-anak. Tentu saja ini menjadi masalah serius yang butuh penanganan. Hemat penulis, masalah ini bisa sampai terjadi seperti ini karena umat mulai sadar bahwa sumber kebenaran satu-satunya bukan hanya ada pada Gereja. Paradigma ini dulu memang sangat ketat memengaruhi konsep berpikir kaum awam, sehingga entah sadar atau tidak sadar kaum awam “menjadi takut” kalau tidak melibatkan diri dalam urusan Gereja. Kaum awam menjadi takut kalau tidak mendekatkan diri dengan Gereja sebagai sumber kebenaran. Paradigma ini secara amat halus menertibkan umat dan membuat mereka jadi taat kepada Gereja. Namun ketika zaman makin berkembang, paradigma umat pun akhirnya turut berubah di dalamnya. Dan gejala ini paling kuat mewabah dalam diri orang muda. Sebab mereka punya akses kepada perubahan jauh lebih gampang oleh karena pemahaman mereka tentang ilmu pengetahuan dan teknologi. Karena itu tidak heran jika ditanya: kenapa tidak pergi misa, mereka akan spontan menjawab, kotbah romo bisa diakses via internet. Atau diajak untuk pergi berdoa bersama, tanggapannya: doa bisa dibuat secara spontan, atau doa itu urusan pribadi saya dengan Tuhan karena itu bisa dibuat kapan saja tanpa diketahui oleh siapapun. Sikap dan tanggapan semacam ini hampir tidak pernah terjadi pada orang tua dulu. Mereka semua dikenal sebagai pribadi yang saleh dan taat beragama. Itulah sebabnya penulis berpendapat bahwa masalah itu terjadi karena adanya pergeseran paradigma tentang peran Gereja dalam kehidupan mereka. Pihak Gereja dalam hal ini romo dan fungsionaris stasi perlu merubah pola pendekatan terhadap umat. Salah satu prinsip yang perlu diinsafi secara bijaksana
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 70
oleh pihak Gereja di tengah tuntutan perubahan zaman ini adalah: boleh berakar pada tradisi namun harus tetap terbuka pada realitas. Maksudnya Gereja di tengah realitas dunia semacam ini perlu membuka diri dan ramah terhadap perubahan asalkan tetap berpegang teguh pada tradisi iman Gereja Katolik. Jalan keluar yang ditawarkan adalah merubah pola pendekatan. Contoh sederhana, kalau dulu umat mencari romo dan Gereja―oleh karena takut―maka sekarang romo atau siapa saja yang terlibat sebagai fungsionaris stasi perlu mencari umat dan meyakinkan mereka dengan cara yang bijaksana untuk kembali mendekatkan diri dengan Gereja. Gaya indoktrinasi pola lama yang sering dipakai untuk menakut-nakuti umat perlu ditinggalkan. Sebagian besar umat sekarang sudah berpendidikan karena itu model pendekatannya pun perlu disesuaikan dengan tingkat kemampuan mereka. Hal ini tentu bukan perkara gampangan. Butuh strategi yang mantap agar umat bisa kembali sadar, dan yang mati suri bisa kembali bangkit. Tentang strategi, sepenuhnya diserahkan kepada romo dan fungsionaris stasi untuk berkreasi berdasarkan kapasitas mereka. Logikanya seperti ini, seorang pasien yang sakit akan sangat percaya pada perawat atau dokter yang telah menyembuhkannya. Sama halnya dengan “umat yang sakit”. Ia akan bertobat jika romo menerapkan pola pendekatan yang betul-betul menyentuh hatinya. Dalam situasi seperti ini, seorang pemimpin umat perlu membiarkan dirinya masuk dalam kehidupan umat melalui pintu mereka, setelah itu baru menggiring mereka keluar melalui pintu yang diinginkan: perubahan cara hidup.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 71
G. Refleksi Teologis 1.
Pelayanan Kasih Pelayanan merupakan bagian dari hakikat kodrat Gereja, karena itu selalu
punya kaitan antara sabda dan sakramen. Bagaimana pun kasih mengajak semua umat kristiani untuk peka terhadap kebutuhan orang lain; agape membangkitkan pelayanan. Paus Benediktus telah mempersembahkan satu doktrin sosial yang setidaknya mengajak semua umat manusia (secara khusus umat Katolik) di seluruh dunia untuk terlibat dalam tindakan karitas yang berdasar pada kasih Allah. Secara ringkas ensiklik tersebut mendorong umat Katolik untuk turut ambil bagian dalam hidup publik mulai dari iman mereka, dan pada semua lapisan masyarakat, baik secara politis, ekonomis, sosial, legislatif, administratif, budaya, dan sebagainya. Pertanyaannya sekarang ialah bagaimana kita dapat melihat pelayanan secara konkret sebagai suatu terjemahan dari kasih Allah. Ensiklik DCE memberikan sedikit pokok perhatian yang sangat khusus. Pertama, pelayanan harus bersifat profesional. Pelayanan dan keahlian tidaklah bertentangan satu sama lainnya, namun berada pada garis yang sama. Kita dapat
merujuk
dengan
aman
kepada
mereka
sebagai
keahlian
yang
terilham. Diperlukan pembinaan, namun juga pembinaan hati, pembinaan rohani dan momen-momen dimana ilham hadir secara jelas. Sasarannya haruslah agar para rekan sekerja dibawa pada perjumpaan dengan Tuhan, yang membangkitkan kasih mereka dan membuka hati mereka terhadap sesama, sehingga kasih sesama tak lagi menjadi perintah yang dijalankan bagi pihak luar sebagaimana terjadi pada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 72
masa lalu, namun sebagai buah iman mereka, yang menunjukkan dirinya dalam kasih. Kedua, kita tak pernah ingin menggunakan kasih kristiani terhadap sesama untuk mengkristenkan orang lain atau untuk tujuan penyebaran agama. Di negaranegara tertentu ini merupakan suatu masalah yang sangat sulit. Karitas itu ditujukan setiap orang, bahkan bagi kaum beriman dari agama-agama lain pula. Namun Tuhan masih perlu dibawa ke dalam visi dengan cara yang tak terbatas. Dan kadang-kadang
Tuhan
bahkan
diungkapkan
secara
diam-diam
melalui
karitas. “Seorang kristiani tahu kapan waktunya untuk bicara tentang Tuhan dan kapan sebaiknya tidak berkata apapun dan membiarkan kasih sendiri yang berbicara.” Ketiga, Gereja selalu memiliki struktur-struktur untuk mengembangkan pelayanan, yaitu keuskupan-keuskupan, kongregasi-kongregasi, juga kaum awam harus terus mengambil tanggung jawab mereka dalam hal ini. Adalah suatu keprihatinan yang berlangsung terus, khususnya di regio-regio kita, tentang bagaimana struktur-struktur ini dapat diteruskan saat kongregasi-kongregasi tak lagi mengandaikan tanggung jawab mereka. Apa yang masih akan tetap menjadi identitas kritiani sesudah beberapa saat kemudian? Dalam surat ensiklik ini, suatu himbauan diajukan demi terwujudnya bentuk-bentuk kerjasama yang lebih besar. Keempat,
ada
perbedaan
yang
jelas
antara
pelayanan
dan
kedermawanan. Bidang kegiatannya bisa saja sama, namun sumber karya dan motivasinya berbeda. Dalam kedermawanan, targetnya ialah meningkatkan situasi manusiawi dan kegiatan-kegiatan itu berhenti bila targetnya telah tercapai. Dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 73
pelayanan, penyempurnaan kehidupan ini dipupuk dan dirangsang oleh kasih Tuhan dan setiap layanan menjadi suatu perjumpaan dengan Kristus yang hidup. Menjumpai dan mengasihi Kristus dalam diri orang-orang sakit bersifat hakiki dalam pelayanan. Kelima, akhirnya, kita harus selalu memandang karya kita sebagai karya layanan dalam kerendahan hati. Kita hanyalah alat-alat di tangan Tuhan, namun kita harus menjadi alat-alat yang baik. Layanan dalam kerendahan hati ini menghilangkan khayalan dan ambisi kita untuk membantu setiap orang dan memenuhi setiap kebutuhan. “Dengan segala kerendahan hati kita akan melaksanakan apa yang dapat kita laksanakan, dan dengan segala kerendahan hati kita akan mempercayakan sisanya kepada Tuhan.” Pokok-pokok penting dalam DCE setidaknya menjelaskan bahwa kasih harus ditampakkan melalui tindakan nyata. Tanpa tindakan apapun, kasih akan kehilangan makna. Menarik untuk melihat jawaban Yesus terhadap pertanyaan tentang perintah yang terpenting dengan jalan merujuk kepada perintah kasih dan melukiskan jawaban-Nya dengan mengisahkan perumpamaan tentang orang Samaria yang baik hati. Pelayanan merupakan penjelmaan dari kasih, dan kasih itu mengunggulinya. Namun kita hanya dapat menyatakan misericordia (kerahiman) yang secara harafiah artinya “mengasihi kaum malang, miskin dan yang membutuhkan pertolongan,” bila kita menghubungkannya dengan compassio (belas kasih). Kerahiman berkaitan dengan kasih melalui belas kasihan. Pelayanan semestinya larut dalam kerahiman melalui belas kasih. Dalam surat ensikliknya yang berjudul “Dives in misericordia” (1980) Paus Yohanes Paulus II berkata:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 74
“Kerahiman adalah dimensi kasih yang sangat diperlukan; seakan-akan ini merupakan nama kedua dari kasih, dan sekaligus cara khusus dimana kasih dinyatakan dan menjadi lawan dari realitas kejahatan di dunia.” Penulis hendak menggambarkan juga belas kasih, yang merupakan cara perwujudan kasih sebagai suatu hasrat terhadap penderitaan manusia. Untuk berbelas kasih kita harus membiarkan diri tergerak dengan penuh hasrat terhadap sengsara, penderitaan sesama manusia. Tapi uniknya kita sering mendapati diri kita sendiri berhadapan dengan dualitas dorongan. Di satu pihak kita terdorong untuk mewujudkan diri sendiri, dan memikirkan diri sendiri dengan penuh hasrat. Namun di lain pihak kita dihadapkan pada desakan terus-menerus untuk berpaling kepada sesama yang membutuhkan perhatian. Dorongan untuk perwujudan diri cenderung dibalas dengan kehadiran sesama manusia yang terus-menerus mengusik, sementara kita berusaha memuaskan hasrat pribadi. Usikan tersebut merupakan basis belas kasih seseorang. Dari sinilah Levinas menyatakan bahwa wajah pribadi sesama menempatkan seseorang di bawah suatu perintah etika. Kehadiran sesama membatasi kebebasan seseorang yang semula tak terbatas untuk menjadi asyik dengan diri sendiri. Hal ini mendesaknya untuk menjadi tanggap terhadap kehadiran sesama. Ia melihat sesamanya dan menghadapi pilihan-pilihan seperti: menutup mata dan melanjutkan hidupnya seperti biasa; atau terus memperhatikannya dan menawarkan kepadanya ruang hidup yang dibutuhkan sehingga ia dapat menghayati hidup semaunya; atau ia bertanya diri apa yang bisa ia lakukan baginya. Belas kasih merupakan hasil dari pertanyaan terakhir itu. Ketika seseorang mulai berpikir siapakah sesamanya itu,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 75
apakah yang dia butuhkan, apa yang menyebabkan kegembiraan atau kesusahan padanya, dan bagaimana dia dapat mendampinginya, itulah saatnya seseorang menjadi berbelas kasih kepada sesama. Itulah belas kasih yang kita jumpai dalam diri Allah sendiri, ketika Dia menunjukkan diriNya dalam Perjanjian Lama, sebagai Allah yang mendampingi kita dan peka terhadap derita kita. Dalam kitab Keluaran, Dia bersabda: “Aku telah memperhatikan kehinaan bangsa-Ku di Mesir dan Aku telah mendengar seruan mereka, ketika mereka diperlakukan dengan kejam oleh orang-orang yang mengawasi mereka. Aku mengetahui penderitaan mereka” (Kel. 3:7). Yesaya menggambarkan Allah sebagai berikut: “Dapatkah seorang perempuan melupakan bayi yang menyusu di dadanya dan tidak menyayangi anak kandungnya? Sekalipun dia melupakan, Aku tidak akan melupakan engkau. Lihatlah, Aku telah menulis namamu pada telapak tanganKu; tembok-tembokmu tetap di depan mataKu” (Yes. 49:15-16). Kedua teks di atas menggambarkan keterlibatan penuh hasrat dari Allah terhadap umat manusia. Kerahiman itu harus menjadi dasar semua tindakan pelayanan. Ini merupakan ungkapan dari perintah kasih yang wajib dipatuhi. Kerahiman berkaitan dengan penghayatan hidup kita sepenuhnya dan berkaitan pula dengan kehidupan seutuhnya. Kerahiman merupakan sikap mendasar yang harus menjadi basis dari segala tindakan pelayanan. Saat ini peristilahan seperti “belas kasih” dan “kerahiman” sering kali dianggap mencurigakan, karena orang mengiranya sebagai bukti dari semacam sikap paternalistik. Jenis kritik ini bukanlah barang baru. Agustinus pun sudah memperingatkan kita untuk tidak menyalahgunakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 76
kerahiman hanya untuk menyenangkan diri kita sendiri karena kita telah menolong sesama. Itulah sebabnya ia menasihati kita untuk menguji kasih kita yang sejati dalam relasi kita terhadap orang-orang yang sungguh membutuhkan bantuan kita. Oleh karena itu, penulis menyimpulkan bahwa setiap tindakan kita terhadap sesama manusia hendaknya mencerminkan kerahiman kita, dan sebagai konsekuensinya, semua pelayanan yang diberikan harus bersifat profesional.
2. Pelayanan Umat Stasi Ngrendeng Seturut Ensiklik DCE Secara keseluruhan ensiklik DCE, menggarisbawahi tujuh hal penting, yakni: (a) subyek yang bertanggung jawab dalam tugas pelayanan kasih Gereja, (b) Kristus sebagai sumber inspirasi dalam tugas pelayanan, (c) cara mengungkapkan kasih Kristus kepada sesama, (d) kerendahan hati sebagai salah satu prinsip pelayanan yang perlu dihidupi, (e) makna doa bagi seorang pelayan Gereja, (f) keteguhan iman sebagai syarat utama sebagai pelayan Gereja, dan (g) hidup dalam iman, harap, dan kasih, memberi kegembiraan batin bagi seorang pelayan Tuhan. Refleksi penulis didasarkan pada tujuh poin di atas. Pertama, subyek yang bertanggung jawab dalam tugas pelayanan kasih Gereja. Inti dari poin ini adalah kesadaran umat untuk turut mengambil bagian secara aktif dalam tugas pelayanan kasih Gereja. Kaum awam mendefinisikan diri sebagai salah satu subyek yang mesti bertanggung jawab terhadap tugas pelayanan kasih Gereja. Berdasarkan hasil wawancara, penulis menemukan bahwa poin ini sudah dipahami dan diaplikasikan secara baik oleh kaum awam Stasi Ngrendeng.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 77
Sejak didirikan tahun 1970, kaum awam Stasi Ngrendeng sudah terlibat secara aktif dalam tugas pelayanan Gereja. Kesadaran akan hal tersebut sampai saat ini masih dipegung teguh walau dalam pelaksanaannya kadang tidak sinkron dengan komitmen sebagai seorang pelayan yang berjiwa besar dan punya loyalitas kepada Gereja. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa untuk kaum awam Stasi Ngrendeng seruan Paus Benediktus XVI yang terdapat dalam rumusan DCE Art. 32 itu, sifatnya hanya menegaskan dan menyegarkan kembali kesadaran mereka tentang peranan mereka sebagai salah satu subyek pengemban tugas pelayanan kasih Gereja. Kedua, Kristus sebagai sumber inspirasi dalam tugas pelayanan. Paus mengingatkan kepada umatnya agar senantiasa menjadikan Kristus sebagai sumber inspirasi dalam melaksanakan tugas pelayanan kasih Gereja. Mereka jangan mendapatkan inspirasi dari ideologi-ideologi yang bermaksud mau memperbaiki dunia, melainkan harus lebih dibimbing oleh iman yang bekerja dalam kasih Kristus. Berdasarkan hasil wawancara dengan para responden, penulis menyimpulkan bahwa dasar dari berbagai persoalan kemalasan, kelesuhan, atau ketidakaktifan kaum awam karena mengabaikan Allah sebagai sumber kasih dan Kristus sebagai sumber inspirasi. Ketiga, cara mengungkapkan kasih Kristus kepada sesama. Dalam DCE Art. 34, Paus menyebutkan dua cara mewujudkan kasih Kristus kepada sesama, yakni keterbukaan batiniah dan ketulusan hati dalam memberi (melayani). Dua keutamaan ini dinilai sebagai cara yang tepat untuk mengungkapkan kasih Kristus kepada sesama. Keterbukaan batiniah akan dimensi katolisitas (universalitas)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 78
Gereja, mendorong para pelayan kasih untuk berkarya dalam kesatupaduan dengan sesama pelayan dalam melayani berbagai bentuk kebutuhan hidup manusia. Sedangkan ketulusan hati dalam melayani (memberi) diartikan sebagai suatu tindakan terdalam dari setiap orang yang mengambil bagian pada kebutuhan dan penderitaan sesama. Berdasarkan hasil wawancara, penulis menilai bahwa aspek ini mulai melemah dalam realitas pelayanan dalam lingkup Gereja. Penulis juga punya pengamatan dan kesan yang sama dengan kelima responden, bahwa akhir-akhir ini virus egoisme sedang menggerogoti umat Katolik di wilayah Stasi Maria Assumpta Ngrendeng, sehingga susah mencari dan menemukan orang yang memiliki keterbukaan batiniah dan punya kepekaan untuk melayani dengan hati. Keempat, kerendahan hati sebagai salah satu prinsip pelayanan yang perlu dihidupi. Paus berpendapat bahwa seseorang yang berada dalam posisi melayani sesama perlu menyadari bahwa dengan memberi, dia sendiri menerima, dan kerelaan untuk melayani sesama bukanlah untuk mencari keuntungan atau sekadar membuat sensasi artifisial. Tetapi tugas dan tanggung jawab itu harus dilihat sebagai rahmat yang patut disyukuri dan diamalkan. Dari hasil wawancara, secara jelas terlihat bahwa para narasumber sama-sama mengeluh tentang hal ini. Mereka menilai bahwa motor pelayanan Gereja akhir-akhir ini macet karena ada tendensi dari segelintir fungsionaris stasi untuk mencari keuntungan dari tugas pelayanan mereka. Selain itu, adapula motivasi semu (sensasi artifisial) untuk menunjukkan dirinya sebagai orang yang dermawan, berjiwa sosial, dan sebagainya. Pokoknya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 79
ingin mencari popularitas diri. Keluhan para responden itu bisa dibenarkan, termasuk Paus sebagai pemimpin Gereja Katolik. Kecemasan itu akhirnya menuntutnya untuk menerbitkan ensiklik DCE, agar umat Katolik disadarkan kembali akan pentingnya prinsip kerendahan hati dalam mengemban tugas pelayanan kasih Gereja. Kelima, makna doa bagi seorang pelayan Gereja. Kepenuhan arti kerendahan hati dalam pelayanan, amat bergantung pada kesadaran setiap orang memaknai doa dalam kehidupannya. Ada dua arti penting doa yang dikemukakan Paus dalam ensiklik DCE Art. 36-37, yakni doa merupakan sumber kekuatan dalam pelayanan, dan doa sebagai yang dapat mempererat jalinan relasi yang intim dengan pribadi Allah Tritunggal. Malas berdoa, malas ikut misa, malas membuat pengakuan, malas berpuasa, dan macam-macam kemalasan lainnya, itulah beberapa contoh konkret yang dikeluhkan para responden. Mereka menilai hal tersebut berdasarkan pengalaman mereka di tengah kehidupan umat. Tentang hal ini penulis sedikit menepis anggapan mereka yang terkesan generalitatif. Sebab dalam kenyataan masih ada sebagian umat yang bersikap tidak seperti yang dituduh para responden. Mereka berdoa tetapi tidak secara terang-terangan. Ada penghayatan doa dan sakramen yang bersifat pribadional yang tidak mesti diketahui oleh semua orang. Tetapi seruan Paus tentang arti pentingnya doa dalam hidup mesti dimaknai dan dihayati secara baik pula dalam tugas pelayanan kasih Gereja. Keenam, keteguhan iman sebagai syarat utama sebagai pelayan Gereja. Paus berpesan bahwa keteguhan iman pada Allah yang militan, selalu akan teruji dalam setiap tantangan hidup. Iman kepada-Nya selalu menuntut keyakinan dari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 80
setiap orang untuk percaya bahwa Allah adalah daya dan kekuatan dalam hidup ini. Segala sesuatu ada di muka bumi ini terjadi berkat daya dan penyelenggaraan-Nya. Penulis menemukan bahwa aspek ini juga mendapat sorotan dari para narasumber. Menurut mereka, salah satu tantangan terberat yang sedang dihadapi oleh umat Stasi Ngrendeng adalah pengaruh sekularisme di tengah arus globalisasi. Aneka persoalan menyangkut penghayatan iman dan pelayanan rohani muncul oleh karena umat tidak memiliki keteguhan iman. Umat kelihatan gampang sekali digiring ke mana saja sesuai dengan tuntutan modernisasi. Hasilnya umat kehilangan jati diri sebagai pribadi Kristiani. Untuk itu Paus mengingatkan kepada kita agar senantiasa bertahan dalam iman walau harus menghadapi tantangan yang menyakitkan. Apapun tantangan yang dihadapi, orang mesti tetap beriman pada Allah. Ketujuh, hidup dalam iman, harap, dan kasih, memberi kegembiraan batin bagi seorang pelayan Tuhan. Poin ini merupakan sebuah kesimpulan akhir dari DCE yang berbicara tentang “mereka yang bertanggung jawab akan pelayanan kasih Gereja”. Secara tidak sengaja poin ini ditempatkan pada bagian akhir dari keseluruhan artikel, dengan maksud agar umat tahu bahwa jika keenam hal sebagaimana yang diuraikan pada bagian sebelumnya itu dihayati secara baik maka kualitas iman, harap, dan kasihnya tidak akan diragukan lagi. Imannya yang teguh akan Kristus sebagai sumber inspirasi hidup akan membawa suatu pengharapan hidup yang menggembirakan, sehingga kasih Kristus akan menjadi pedoman bagi hidupnya terlebih dalam mengamalkan kasih kepada sesama. Jika hal-hal tersebut dihayati secara baik maka seorang pelayan Tuhan akan menuai kegembiraan batin dalam hidupnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 81
Setelah menganalisis hasil penelitian dengan berpedoman pada ketujuh hal pokok dari Ensiklik DCE, maka penulis berkesimpulan bahwa partisipasi umat Stasi Maria Assumpta Ngrendeng dalam tugas pelayanan kasih dewasa ini sungguh mengalami kemunduran. Hasil analisis penulis ini ternyata benar sesuai dengan hipotesis penulis sebelum mengadakan penelitian lapangan. Pandangan penulis diafirmasi beberapa narasumber terpilih. Hampir sebagian besar alasan yang mereka kemukakan senada dengan argumentasi penulis. Atas kenyataan demikian maka sebagai umat Katolik yang punya keprihatinan dan kepedulian terhadap pelayanan Gereja, penulis coba menawarkan beberapa upaya konkret dalam mengembangkan tugas pelayanan kasih.
3.
Respons Solutif Penulis menawarkan tiga upaya konkret untuk mengembangkan pelayanan
kasih Gereja. Pertama, sosialisasi tentang tugas dan tanggung jawab umat sebagai subyek penting dalam tugas pelayanan kasih Gereja. Upaya ini mungkin dinilai sebagai pola klasik yang tidak relevan lagi. Karena hampir setiap saat ketika ada masalah, pola ini yang sering diupayakan, tetapi hasilnya selalu saja nihil. Masalah yang sama selalu saja bermunculan. Lalu pertanyaannya, mengapa penulis tetap menganjurkan pola sosialisasi sebagai langkah mula untuk mengatasi persoalan partisipasi umat? Penulis punya alasan mendasar. Meski upaya tersebut dinilai sebagai pola klasik namun penulis punya keyakinan bahwa upaya sosialisasi punya khasiat yang luar biasa. Selama ini pola sosialisasi dinilai bermasalah karena seringkali penerapannya tidak efektif, dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 82
tidak memberi solusi yang tepat sasar. Dan ini terjadi sebetulnya karena cara melakukan sosialisasinya yang tidak efisien. Masalahnya bukan mengenai pola yang dipakai, tetapi tergantung pada pribadi yang melakukan sosialisasi tersebut. Karena itu sampai kapan pun penulis tetap menilai dan meyakini bahwa pola sosialisasi tetap efektif dan perlu dioptimalkan untuk mengatasi setiap persoalan yang berhubungan dengan melemahnya kesadaran seseorang. Penulis
menawarkan
agar
pola
sosialisasinya
dilakukan
dengan
menggunakan pendekatan personal, atau heart to heart approach. Tentu ini menjadi tugas para gembala umat dan siapa saja yang dipercayakan untuk menjadi fungsionaris stasi. Menurut penulis, pendekatan ini cukup efektif untuk suatu wilayah kerja yang tidak terlalu luas. Seorang gembala umat tentu mengenal secara baik umatnya secara personal. Oleh karena itu, manfaatkanlah kesempatan tersebut. Dan penulis sangat yakin bahwa ketika seorang gembala membuat pendekatan secara langsung dengan caranya yang bijaksana, siapa pun orangnya dia tentu akan tersentuh dan jalan untuk “kembali pulang” kepada kesadarannya semula akan terbuka lebar. Namun sebaliknya jika seorang yang bermasalah hanya ditegur (oleh siapa saja) sambil lalu, maka jangan terlalu berharap kalau dia berubah. Sebab perasaan tersentuh dan kemudian berubah tidak akan mungkin terjadi pada pribadi yang hanya sekedar diteriaki dari mimbar. Kedua, berani membuat evaluasi yang kritis dan bijaksana terhadap pola pelayanan romo dan fungsionaris stasi. Upaya ini memang berat dan jarang sekali terjadi karena secara kultural masyarakat Jawa sangat menghormati pribadi romo (gembala umat). Sebutan romo secara tidak sadar telah memosisikan dirinya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 83
sebagai pribadi yang patut diteladani. Dengan demikian umat sangat menghormati romo, dan merasa takut untuk memberi kritik terhadap dirinya. Apalagi romo dinilai sebagai orang yang memiliki pengetahuan lebih tentang misteri kehidupan manusia, maka mustahil dirinya dianggap salah. Namun penulis berpendapat lain. Kenyataan sebagaimana yang dijelaskan di atas merupakan suatu paradigma konvensional yang mesti dibersihkan dari pikiran kita. Sebab pada dasarnya, romo juga adalah seorang manusia yang punya kelemahan. Karakter ketidaksempurnaan dirinya sebagai manusia, saya kira tetap melekat erat dalam dirinya. Meski ia adalah seorang pribadi tertahbis, ia tetap seorang manusia lemah yang punya peluang untuk melakukan kesalahan. Ini realitas in se yang mesti diakui. Karena itu penulis menganjurkan agar umat juga perlu memainkan perannya sebagai “orang tua” yang bisa mengkritisi setiap pola pelayanan romo yang dinilai berseberangan dengan kaidah iman Katolik. Upaya ini dimaksudkan untuk menjawabi persoalan seputar pelayanan romo dan fungsionaris stasi yang tidak menyentuh realitas hidup umat. Penulis menggarisbawahi pernyataan R1 bahwa seorang gembala umat mesti sadar bahwa sikap apa yang ditunjukkan dan pola pelayanan apa yang diterapkan akan turut memengaruhi partisipasi kaum awam dalam kehidupan Gereja. Ketiga, mengupayakan konsolidasi komitmen antara romo dan umat (baik yang berperan sebagai fungsionaris stasi maupun tidak). Secara teologis Gereja didefinisiskan sebagai suatu persekutuan umat yang percaya kepada Allah. Definisi teologis ini kemudian diartikan secara sosiologis sebagai suatu institusi komunal,yang mencakupi tiga komponen penting yakni hierarki, biarawan/ti, dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 84
kaum awam. Oleh karena institusi Gereja bersifat komunal maka setiap masalah yang berhubungan dengan Gereja tentu dinilai sebagai masalah komunal. Jika demikian maka bentuk penyelesaiannya pun harus ditempuh secara komunal. Mengutip apa yang dikemukakan oleh R1 tentang hal ini bahwa bila ada masalah yang menimpa Gereja maka romo sebagai pelayan umat dan awam sebagai umat yang dilayani harus “sama-sama duduk” mencari akar persoalannya dan ‘bekerja bersama-sama” untuk mengatasi persoalan tersebut. Tanggung jawab itu bukan dilemparkan begitu saja kepada romo sebagai pelayan umat, atau sebaliknya. Keduanya
harus
secara
bersama-sama
mematrikan
komitmen
untuk
mengembangsuburkan iman umat dalam kehidupan menggereja. Ini yang dimaksudkan dengan konsolidasi komitmen dengan maksud mengembangkan tugas pelayanan kasih Gereja.
H. Usulan Program Berdasarkan temuan dari refleksi pelayanan awam kristiani dalam terang Deus Caritas Est, penulis mengajukan usulan program berupa sosialisasi untuk mneingkatkan pemahaman dan penghayatan pelayanan berdasarkan DCE.
1. Latar Belakang Pelayanan dalam lingkup Gereja Katolik pada umumnya berdasarkan pada kasih. Ungkapan kasih sepertinya sudah menjadi makanan kita sehari-hari. Tanpa adanya kasih sebuah karya tidak akan menghadirkan Allah secara nyata. Keadaan zaman yang kian hari makin terkikis oleh budaya modernisme menjadi tantangan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 85
tersendiri bagi sebuah proses perkembangan Gereja. Melihat keprihatinan tersebut Paus Benedictus menuangkannya dalam sebuah ensiklik dengan judul “Deus Caritas Est” (Allah adalah kasih). Perwujudan kasih semakin terkikis oleh zaman. Keadaan hierarki yang belum sepenuhnya mampu mewujudkan Allah melalui tindakan kasih. Struktur hierarki yang terdekat dengan umat adalah fungsionaris stasi. Semua yang termasuk dalam hierarki Gereja adalah para pelayan Gereja. Seorang pelayan pada umumnya hendak menyatakan kasih Allah. Perwujudan kasih Allah dapat dilakukan dengan berbagai hal. Baik melalui materi secara fisik maupun melalui persembahan diri seseorang. Para fungsionaris stasi merupakan pelayan umat terdekat. Melalui pelayanan dari mereka Gereja sangat terbantu, demikian juga umat. Dari pihak pengurus stasi, mereka tentunya harus membagi antara waktu untuk pelayanan, keluarga, dan karya. Sebagai seorang beriman kristiani mereka juga ditunut untuk meneladani jenis-jenis kasih yang telah dilakukan oleh Yesus. Seperti yang dikatakan Paus melalui ensiklik Deus Caritas Est. Kasih Allah kepada manusia sepenuhnya dapat Agape. Kasih agape merupakan mencintai secara personal. Kasih agape lebih dari itu, yaitu mencintai yang memilih. Memilih untuk mencintai mereka, yang beranggapan tidak dicintai. Dengan kata lain, para pelayan stasi diminta bukan sekedar melayani, tetapi melayani
mereka yang sungguh
membutuhkan. Mereka yang menjadi subjek pelayanan adalah orang-orang yang dihindari dari lingkungan masyarakat, bahkan lingkungan umat sendiri. Tidaklah sulit untuk memilih mereka yang membutuhkan pelayanan. Namun akan menjadi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 86
sulit apabila tidak melakukan tindakan pelayanan dengan berdasarkan cinta yang agape, seperti halnya yang dilakukan oleh Yesus. Bertolak dari ensiklis Deus Caritas Est yang mengharapkan setiap fungsionaris bisa melakukan pelayanan dengan beregangan pada cinta yang agape. Perwujudan cinta agape yaitu melayani dengan totalitas, setia, siap sedia, memprioritas kebutuhan umat baik untuk yang beragama Katolik maupun non Katolik. Menjadi pelayanan bagi sesama merupakan tugas dari masing-masing orang beriman kristiani. Seorang beriman kristiani yang tidak terlibat menjadi fungsionaris stasi pun diwajibkan untuk menjadi pelayan bagi sesamanya. Namun dari sisi umat awam tampaknya hal itu belum terlalu tampak. Mereka masih beranggapan bahwa yang memberikan pelayanan hendaknya mereka yang sudah berkecukupan. Mereka mengkategorikan berkecupukan tersebut dalam hal materi finansial. Tentunya pandangan seperti itu perlu diubah. Untuk membangun karakter diri menjadi pelayan sepenuhnya tidak berlangsung secara instan. Tentunya melalui berbagai proses dan tahapan. Berdasrkan dari keadaan yang sudah penulis jumpai di lapangan, maka penulis mengajukan membuat program untuk meningkatkan pelayanan dengan bertolak dari ensiklik Deus Caritas Est melalui rekoleksi. Melalui kegiatan rekoleksi tersebut, penulis berharap supaya umat di Stasi Sta Maria Assumpta Ngrendeng memahami makan pelayanan sepenuhnya. Dengan demikian, masing-masing umat kristiani baik yang terpilih menjadi pengurus maupun umat awam dapat mengetahui jenis-jenis sikap dalam pelayanan. Sehingga spiritualitas pelayanan mereka
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 87
sungguh didasari cinta yang agape dan semakin sesuai dengan semangat pelayanan yang dilakukan oleh Yesus semasa hidup-Nya.
2.
Sekilas Pengertian Rekoleksi Kegiatan rekoleksi yang diusulkan ini sebagai sarana untuk meningkatkan
spiritualitas pelayanan yang berdasarkan pada ensiklik Deus Caritas Est terutama bagi fungsionaris stasi dan umat di Stasi Sta. Maria Assumpta Ngredeng. Menurut Mangunhardjana, SJ (1985:18), rekoleksi lebih dimaksudkan untuk meninjau kembali karya Allah dalam diri kita, cara kerja serta bimbingan-Nya dan tanggapan kita terhadap karya Allah. Melalui kegiatan rekoleksi ini, para fungsionaris stasi beserta umat diharapkan untuk mengetahui perannya masing-masing dalam kehidupan beriman. Mengemban tugas sebagai fungsionaris stasi hendaknya mempunyai dasar-dasar kuat yang dapat digunakan sebagai acuan untuk melaksanakan tugasnya. Pengertian “re” adalah kembali dan “collection” adalah mengumpulkan, maka dari itu rekoleksi adalah mnegumpulkan kembali. Peserta rekoleksi hendak mengumpulkan kembali pengalaman hidup yang telah dilalui sebelumnya. Khususnya dalam rekoleksi ini peserta diminta untuk mengumpulkan pengalamannya selama menjadi pelayan dan umat di stasi Sta. Maria Assumpta Ngrendeng. Seperti dalam retret, bahan yang diolah dalam rekoleksi merupakan pengalaman hidup konkret (Mangunhardjana, 1985:18). Dalam membuat usulan kegiatan rekoleksi ini, penulis menyusun langkah-langkah yang dapat membantu pelaksanaan rekoleksi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 88
3.
Metode Appreciative Inquiry Metode appreciative inquiry merupakan metode pendekatan baru yang
dimunculkan oleh David Cooperrider. Sebuah pendekatan konstruksionis untuk merancang dan mengelola perubahan di masa depan berdasarkan kekuatan positif dan pengalaman terbaik di masa lalu yang telah dicapai oleh individu maupun kelompok (Tim Redaksi, 2016:64) . Metode ini dirasa tepat untuk membantu umat menemukan dan mewujudkan kembali pelayanan kasih yang menjadi harapan mereka selama ini. Penulis tertarik dengan metode ini, karena relevan dengan situasi umat yang sedang membutuhkan penyegaran rohani kembali. Pelayanan kasih yang dilaksanakan oleh fungsionaris stasi saat ini tidak dirasakan dampak positifnya oleh umat. Begitu pun dengan situasi umat yang memprihatinkan, karena kurang terlibat dalam kehidupan menggereja. Pertama, peserta rekoleksi akan dibantu untuk mengumpulkan pengalaman kehidupan rohani mereka selama ini. Dengan terkumpulnya beberapa pengalaman, umat akan memilahkan antara yang positif dan negatif. Kedua, umat akan diajak untuk melihat kembali mimpinya berdasarkan pengalaman yang sudah dikumpulkan. Tentunya dari hal-hal yang hendak ia bangun. Setelah menemukan mimpinya peserta akan diminta untuk merancang (design) strategi mewujudkan mimpi. Kemudian dari beberapa strategi yang ditemukan peserta akan diminta untuk memilih dan menentukan (destiny) satu strategi yang paling tepat untuk mewujudkan mimpi berdasarkan mimpi yang akan diwujudkannya. Berdasakan hasil penelitian yang saya temukan ada beberapa hal yang masih perlu dibenahi. Misalnya bapak-bapak dan orang muda yang belum ambil bagian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 89
dalam kehidupan menggereja. Padahal, mereka mempunyai harapan besar. Hal seperti inilah yang harus diolah. Dari sudut fungsionaris stasi, mereka belum ada kesadaran penuh dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sebagai pelayan kasih kepada umat. Berdasarkan beberapa pertimbangan tersebut, maka penulis semakin yakin bahwa umat akan mengalami perkembangan dalam menjalani kehidupan menggereja setelah mengikuti resami (Rekoleksi Sabtu Minggu).
4.
Tujuan Program
Program yang diusulkan penulis ini memiliki beberapa tujuan, yakni: 1) Untuk meningkatkan pelayanan dengan didasari oleh Deus Caritas Est bagi para pengurus atau fungsionaris. 2) Untuk menambah wawasan mengenai pelayanan yang didasari oleh Deus Caritas Est bagi umat di Stasi Ngrendeng.
5. Usulan Kegiatan Rekoleksi a. Tema Umum Berdasarkan dari hasil penelitian, kegiatan rekoleksi ini bertemakan “Meningkatkan Pelayanan awam kristiani dalam Terang Deus Caritas Est”. Tema ini dipilih untuk membantu para fungsionaris stasi dalam memberikan pelayanan kepada umat. Selain itu juga untuk menambah wawasan bagi umat mengenai ensiklik Deus Caritas Est.
b. Tujuan Rekoleksi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 90
Tujuan rekoleksi ini yaitu bersama pendamping peserta semakin meningkatkan wawasannya berkaitan dengan ensiklik Deus Caritas Est. Bagi fungsionaris stasi diharapkan supaya semakin meningkatkan pelayanannya dan menjadikan DCE sebagai acuannya. Selanjutnya bagi umat awam menambah wawasannya mengenai salah satu dokumen gereja yaitu ensiklik DCE. Sehingga umat semakin mengetahui pelayanan dengan menjadikan DCE sebagai acuannya.
c.
Peserta Peserta rekoleksi adalah para fungsionaris stasi dan umat awam dewasa
stasi Sta. Maria Assumpta Ngrendeng.
d. Tempat dan Waktu Rekoleksi ini dilaksanakan pada 28-29 Januari 2017 (Natal Bersama), bertempat di gereja Sta. Maria Assumpta, Ngrendeng.
e.
Bentuk Rekoleksi Rekoleksi dilaksanakan dengan dinamika kelompok, sharing pengalaman,
refleksi, menonton video inspiratif, penyusunan niat, penyampaian materi dan diakhiri dengan ibadat penutup.
f.
Sumber Bahan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 91
Sumber bahan yang digunakan dalam rekoleksi ini dari berbagai sumber, antara lain menggunakan ensiklik Deus Caritas Est, Kitab Suci, klip video, dan buku “Gereja Partisipatif”.
g.
Metode Rekoleksi Metode yang digunakan dalam rekoleksi ini yaitu penayangan video dan
gambar, ceramah/informasi, Refleksi berbagi pengalaman (sharing) dan diskusi kelompok.
h. Sarana Sarana
pendukung
untuk
memperlancar
pelaksanaan
rekoleksi
adalah laptop, hand out, LCD, dan speaker.
i.
Susunan Acara Rekoleksi No
Waktu
Acara
Petugas
Hari Sabtu 1
16.00-16.10
2
16.10 -16.30
3
16.30-17.15
4
17.15-18.00
Check in dan Ice Breaking Salam dan Pengantar Pembuka Sapaan dan salam Lagu Pembuka Doa Pembuka Pengantar Sesi I Discovery (Peserta menemukan dan mengumpulkan kembali pengalaman pelayanan dan hidup beriman selama ini) Sharing dan pleno
Fasilitator Fasilitator peserta
dan
Fasilitator
Fasilitator dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 92
18.00-18.30
5
18.15- 18.30
6
18.30- 19.15 19.15-19.45
Makan malam Sesi II Dream (Peserta merancang mimpinya dengan melihat mimpi Yesus) Ice breaking Pengantar Materi. Peserta diminta untuk mencari dan menemukan mimpi-mimpi Yesus dalam KS.
Peserta Fasilitator
Fasilitator Peserta
Sharing dan pleno
Hari Minggu 7
10.00-10.15
8
10.15-11.00 11.00-12.00 12.00-12.30
9
12.30-12.45
10
12.45-13.30 13.30-14.00
11
14.00-
Sesi III Design (Peserta menyusun strategi yang diperlukan dalam mewujudkan mimpi) Ice Breaking Materi Design Peserta diminta untuk membuat strategi tentang mimpinya Sharing dan pleno Makan siang Sesi IV Destiny (Me Ice breaking Pengantar Materi “Destiny” Peserta diminta untuk merancang impiannya Sharing, pleno Doa Penutup Lagu Penutup Terima kasih dan sayonara
Fasilitator peserta
dan
Fasilitator peserta
dan
Fasilitator
Fasilitator peserta
dan
Fasilitator peserta
dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 93
6. Satuan Persiapan Program
SATUAN PENDAMPINGAN PEMBUKAAN
1) Identitas a.
Judul Pertemuan
: Perkenalan dan Pengantar
b.
Tujuan Pertemuan :
Membantu peserta untuk saling menyapa baik dari pihak pendamping dan para peserta serta mengetahui tujuan dari pertemuan, sehingga proses resami yang dilakukan dapat berjalan dengan lancar.
c.
Peserta
:
Umat di stasi Sta. Maria Assumpta Ngrendeng Paroki Santo Yoseph Ngawi
d.
Tempat
:
Gereja
stasi
Sta.
Maria
Assumpta
Ngrendeng e.
Hari / Tanggal
:
Minggu, 28 Januari 2017
f.
Waktu
: 06.00-20.00WIB
2) Pemikiran Dasar Kehidupan menggereja tak bisa dipisahkan dari keterlibatan umat. partisipasi umat sangat memengaruhi perkembangan sebuah Gereja. Dalam kehidupan majemuk, manusia tentunya bukan hanya disibukkan dengan urusan rohani saja melainkan jasmani juga. Makan merupakan kebutuhan primer, untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 94
memenuhi kebutuhan jasmani. Demikian doa adalah kebutuhan primer untuk jiwa kita. Apabila keduanya tidak seimbang maka tak jarang seseorang mengalami ketimpangan pula dalam kehidupannya. Selain dengan doa, kita juga membutuhan penyegaran rohani. Rekoleksi ini merupakan salah satu bentuk penyegaran rohani. Peserta akan disegarkan bersama. Sebelum memulai resami peserta akan mengenal satu sama lain lebih dekat. Selama ini mereka sudah menjalani kehidupan menggereja dan bermasyarakat secara bersama namun belum mengenali sesungguhnya masingmasing pribadi. Pada sesi pembukaan ini, pendamping akan menyampaikan maksud dan tujuan dari kegiatan ini, agar peserta menyadari bahwa resami ini merupakan kegiatan penting bagi mereka, terkhusus demi perkembangan kehidupan menggereja. Dengan saling mengenal dan tahu maksud dari diadakannya rekoleksi ini, maka kegiatan ini dapat terlaksana dan tertata dengan baik sehingga tidak terjadi kebingungan antara kedua pihak.
3) Materi a.
Perkenalan
b.
Penjelasan tujuan rekoleksi
4) Metode a.
Informasi
b.
Tanya Jawab
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 95
5) Sarana a.
Mic
b.
Wireless
c.
Laptop
d.
Viewer
6) Proses Pendampingan a.
Pembuka
a) Salam Pembuka Selamat sore ibu bapak serta teman-teman muda yang terkasih, berkah dalem. Marilah sebelum memulai kegiatan ini, kita bersama-sama berdoa terlebih dahulu untuk memohon berkat dari Tuhan supaya kegiatan rekoleksi kita dapat berjalan sesuai dengan kehendakNya. b) Lagu Pembuka : “Bagaikan Bejana” (Lampiran) c) Doa Pembukaan Tuhan yang penuh kasih, kami bersyukur kepada-Mu atas segala penyertaan dan perlindungan-Mu sehingga, Engkau berkenan mengumpulkan putra-putriMu di gereja ini dalam keadaan penuh sukacita. Terima kasih atas penyertaan-Mu dalam kehidupan kami selama ini, terkhusus dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab sebagai umat-Mu. Kini ya Tuhan kami hendak mengendapkan segala pengalaman hidup kami selama ini. Utuslah Roh Kudus-Mu selama kegiatan rekoleksi dari sore ini hingga besok siang. Semoga kami mampu memurnikan kembali cita-cita kami sebagai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 96
generasi Gereja-Mu di tengah tawaran duniawi yang menggiurkan. Semua ini kami haturkan kepada-Mu dengan perantaraan Kristus Tuhan kami. Amin
b. Uraian Materi a) Perkenalan Pendamping
memperkenalkan
diri
kepada
peserta,
kemudian
memberikan kesempatan kepada peserta untuk memperkenalkan diri. Peserta diberikan kesempatan untuk menyebutkan nama. b) Penjelasan Latar Belakang dan Tujuan Pendampingan Pada kesempatan hari ini kita akan mengikuti rekoleksi. Rekoleksi berasal dari kata re dan collected yang artinya mengumpulkan kembali pengalaman-pengalaman hidup di masa lalu untuk direnungkan kembali dan dijadikan suatu pembelajaran untuk kehidupan di masa yang akan datang. Maka pada kesempatan hari ini kita akan mencoba menggali pengalamanpengalaman yang kita miliki sehubungan dengan kehidupan menggereja kita selama ini. Kita semua yang hadir di sini mempunyai tugas dan tanggung jawabnya masing-masing sebagai anak-anak Tuhan. Ada yang menjadi pengurus stasi, OMK, dan sebagai umat. Peran yang kita peroleh merupakan sesuai dengan porsi kita. Dalam rekoleksi ini kita akan diajak untuk semakin mengenali tugas dan tanggung jawab kita berdasarkan DCE atau surat edaran dari Paus Benediktus. Sehingga semakin hari para pengurus stasi mampu mewujudkan pelayanan kasih berdasarkan DCE yang akan kita bahas nanti.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 97
Kemudian sebagai umat juga kita akan semakin mengetahui keterlibatan seperti apa yang diharapkan oleh Gereja. Diharapkan pula setelah adanya rekoleksi ini kita masing-masing mampu mewujudkan cita-cita Allah, yaitu menjadi pengurus stasi yang melayani berdasarkan kasih. Melayani umat dengan totalitas dan tanpa batas. Kemudian diharapkan pula sebagai umat kita ambil bagian dalam kehidupan menggereja, kalau bukan kita yang bergerak lalu siapa? Masa depan Gereja ada di dalam hati kita masing-masing.
c. Penutup Fasilitator menyapa selamat sore kepada umat yang hadir pada rekoleksi hari tersebut. Fasilitator juga mengucapkan terima kasih karena kesediaan diri peara peserta untuk mengikuti rekoleksi. Selanjutnya fasilitator mengutarakan tujuan dari diadakannya rekoleksi. Fasilitator menghimbau kepada seluruh peserta untuk melihat kembali kegiatan pelayanan yang sudah dilaksanakan selama ini. Sejauh mana para pengurus stasi dan umat melakukan hal tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 98
SATUAN PENDAMPINGAN SESI I
1.
IDENTITAS a.
Judul Pertemuan
: Discovery (Menemukan Tuhan)
b.
Tujuan Pertemuan : Peserta bersama fasilitator berusaha untuk menemukan
kembali
pengalaman
sebagai
pelayan atau umat beriman dalam kehidupan sehari-hari. c.
Peserta
:
Pengurus stasi dan umat di Stasi Santa Maria Assumpta Ngrendeng
d.
Tempat
:
Gereja Stasi Santa Maria Assumpta Ngrendeng, Paroki Santo Yoseph Ngawi
2.
e.
Hari / Tanggal
:
Sabtu, 28 Januari 2017
f.
Waktu
: 16.30-17.15 WIB
PEMIKIRAN DASAR Perkembangan dunia sangat terasa di era tahun 2000 an. Perkembangan
dunia dapat dilihat secara fisik, baik itu berdasarkan benda yang digunakan oleh seseorang atau pun dari pola pikir orangnya. Arus zaman saat ini lebih mengerikan daripada aliran air sungai di sekitar kita yang bahkan semakin nyaris tak terdengar. Lalu, bagaimana dengan arus perkembangan iman menggereja kita? yang dapat menjawab tentunya masing-masing dari diri kita. Sejauh mana iman kita mengalir sejak kita mulai mengimaninya? Lagi-lagi temukan jawabannya dalam hati kita masing-masing. Sebuah peristiwa kehidupan khususnya dalam hidup menggereja yang hanya hanya lalu saja tak pernah dimaknai maka akan sia-sia. Sebagai orang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 99
beriman kita meyakini bahwa setiap langkah hidup kita merupakan berkat dan anugerah dari Tuhan. Kita telah diberi kepercayaan, maka sudah seharusnya kita menjaga kepercayaan tersebut. Supaya semakin layak pula sebagai Anak Tuhan dengan mengembangkan kepercayaan yang telah diberikan. Pada sesi I (pertama) ini kita bersama akan mengingat lagi peristiwa kehidupan menggereja kita, sejak kita menerima Sakramen Baptis hingga sekarang. Peristiwa yang menyenangkan sekaligus menyedihkan bagi kita, akan kita tulis bersama-sama, supaya kita bisa memilahnya dengan baik.
3.
4.
5.
MATERI a.
Video “Ayah mengapa kita tidak kaya”
b.
Pengalaman peserta.
METODE a.
Melihat Video
b.
Sharing Pengalaman
c.
Informasi
d.
Tanya Jawab
SARANA a.
Mic
b.
Laptop
c.
Viewer
d.
Wireless
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 100
6.
PROSES PENDAMPINGAN
a.
Pengantar Bapak, ibu dan saudara/i yang terkasih, setelah kita saling mengenal dan
mengetahui maksud dan tujuan diadakan rekoleksi hari ini, sekarang kita akan bersama-sama melihat sebuah cuplikan video yang akan membawa kita pada pengalaman hidup kita. Semoga dengan menyaksikan video tersebut dapat meningatkan kita pada sebuah peristiwa kehidupan menggereja kita masingmasing. 1) Pendamping memutarkan video “Ayah mengapa kita tidak kaya” 2) Setelah kita menyaksikan video tersebut, marilah sekarang kita dalami makna dibalik video tersebut melalui panduan beberapa pertanyaan yang sudah disiapkan. a) Video tersebut menggambarkan situasi seperti apa? b) Menurut anda, inspirasi apa saja tercermin dari Video tersebut? c) Bagaimana dengan pengalaman pelayanan anda masing-masing?
b. Uraian Materi (Setelah peserta memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut, pemandu menulis jawaban umat dan beberapa orang mensharingkan jawabannya) Setiap manusia menginginkan sebuah kehidupan yang layak. Kehidupan yang layak bagi beberapa orang akan terlihat dari seberapa banyak harta yang dimilikinya. Semakin banyak harta atau semakin kaya seseorang maka akan dinilai semakin sukses. Manusia yang kaya apakah sangat bahagia dengan harta yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 101
dimilikinya sekarang? Belum tentu. Ukuran sebuah kebahagiaan bisa kita saksikan melalui video tadi. Dari video, kita dapat belajar bahwa ssebuah kebahagiaan tidak melulu perkara uang. Kebahagiaan bisa didapatkan dalam proses kehidupan. Seorang ayah yang tiada henti melayani anaknya. Berbagai usaha dia lakukan demi membahagiakan sang buah hatinya. Sang anak yang seringkali menyesal karena terlahir dari sebuah keluarga yang miskin. Setelah dewasa ia menyadari bahwa seseorang yang diabaikannya selama ini justru menjadi penopang hidupnya. Kisah tersebut sungguh menginspirasi kita semua terlebih dalam menjalani sebuah kehidupan menggereja. Tak jarang kita merasa diri tak pantas untuk menjadi anak Tuhan. Mungkin karena pekerjaan kita, status sosial kita dan lain sebagainya. Semua yang hendak kita pantaskan hanya sejauh materi. Namun kita diingatkan lagi oleh kisah seorang ayah dan anaknya yang memperoleh kebahagiaan bukan dari seberapa banyak materi yang ia miliki, melainkan sejauh mana ketulusannya untuk membantu orang. Mereka mengerjakan sebuah hal kecil dengan cinta yang besar. Pekerjaannya sebagai pemulung sering menimbulkan banyak cibiran dari orang-orang disekitarnya. Hal itersebut tidak melunturkan semangatnya untuk terus berjuang bekerja demi kebahagiaan anaknya. Dari kisah tersebut kita hendak belajar bahwa mengerjakan hal yang kecil didasari oleh cinta yang besar maka berkat itu akan senantiasa melimpah dalam diri kita. Lalu, bagaimana dengan pelayanan kita selama ini? apakah sudah didasarkan oleh cinta yang besar? Ataukah menganggap sebagai sebuah beban? Pelayanan kita sebagai umat beriman hendaknya didasarkan pula pada cinta Kristus. Dialah yang menjadi alasan kita untuk terus bergerak dalam kehidupan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 102
menggereja. Selama ini mungkin masih terlalu disibukkan dengan profesi kita. Entah itu sebagai guru, petani, wiraswasta dan pelajar. 24 jam dalam sehari sepertinya masih kurang. Bila diminta untuk terlibat dalam doa lingkungan mungkin selalu berdalih, masih ada tugas yang harus diselesaikan. Tuhan tidak menuntut kita banyak, Ia hanya meminta kepada kita untuk terus menjaga GerejaNya yang kini dalam keadaan memprihatinkan dalam arti butuh keterlibatan kita. Berdasarkan pengalaman ibu bapak serta teman-teman muda yang terkasih, maka sekarang kita akan bersama-sama berkumpul dalam kelompok kecil untuk mensharingkan pengalaman kita, setelah itu pleno dalam kelompok besar. (Pendamping membagi peserta dalam beberapa kelompok, mengarahkan mereka untuk sharing, setelah itu pleno) Beragam sekali pengalaman yang dialami oelh ibu bapak serta temanteman muda dalam menjalani kehidupan menggereja saat ini. Berdasarkan pengalaman tadi tentunya ada peristiwa yang menyenangkan dan tidak. Kita akan melihat kembali pengalaman yang bersifat positif maupun negatif. Mengapa muncul pengalaman yang positif? Lalu mengapa pengalaman negatif itu terjadi juga? ternyata masih ada beberapa hal yang belum tercapai dalam menjalani kehidupan menggereja selama ini, baik sebagai umat, OMK, maupun pengurus stasi. Semoga dengan melihat lagi pengalaman hidup kita, kita dapat semakin bijak dalam menjalani kehidupan menggereja selanjutnya. (pendamping mengajak peserta untuk santap malam untuk mengawalinya meminta seorang peserta untuk memimpin doa makan)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 103
SATUAN PENDAMPINGAN SESI II
1. IDENTITAS a.
Judul Pertemuan
: Dream (Peserta merancang mimpinya dengan melihat mimpi Yesus)
b.
Tujuan Pertemuan : Peserta bersama fasilitator berusaha untuk membuat mimpi atau cita-cita berdasarkan pengalaman sebagai pelayan atau umat beriman yang belum tercapai dalam kehidupan seharihari.
c.
Peserta
:
Pengurus stasi dan umat di Stasi Santa Maria Assumpta Ngrendeng
d.
Tempat
:
Gereja Stasi Santa Maria Assumpta Ngrendeng, Paroki Santo Yoseph Ngawi
2.
e.
Hari / Tanggal
:
Sabtu, 28 Januari 2017
f.
Waktu
: 18.15-19.45 WIB
PEMIKIRAN DASAR Seorang ibu yang baru melahirkan anaknya tentunya langsung menaruh
harapan besar kepada bauah hatinya. Harapan itu menjadi cita-cita keluarganya, bahkan biasanya kedua orangtuanya selalu mengarahkan anak-anaknya untuk bertumbuh dan berkembang sesuai dengan apa yang mereka inginkan. Dalam kehidupan menggereja Tuhan juga telah menaruh harapan besar kepada para umatNya untuk sejak dibaptis. Semakin tumbuh besar dan menjadi dewasa manusia juga sering lalai akan motivasi dasar menjalani hidup menggereja. Sebelum melihat lebih jauh apa yang diharapkan oleh Tuhan tentunya sejak kita dibaptis, kita sudah mempunyai cita-cita untuk kehidupan selanjutnya. Misalnya dengan memutuskan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 104
menjadi seorang biarawan/ti yang mempersembahkan seluruh hidupnya untuk melayani Tuhan. Bisa juga dengan mempuyai mimpi menjadikan stasi sebagai sebuah paroki dan lain sebagainya. Saat ini kehidupan menggereja sudah berjalan beberapa waktu. Sejak umat diberi kepercayaan untuk terlibat dalam kehidupan menggereja apakah sudah menjalankan peran dan tanggung jawabnya dengan sebaik mungkin? Dengan melihat situasi menggereja saat ini Paus Benediktus merasa prihatin, karena tidak sedikit dari umat beriman Katolik mulai lupa kan motivasi dasar menjadi sebagai pengurus stasi maupun umat. Beliau menuangkan keprihatinannya melalui sebuah surat atau ensiklik Deus Caritas Est atau Allah adalah kasih. Pada sesi ini peserta akan diajak untuk melihat lagi pengalamannya yang sudah ditemukan pada sesi I kemudian peserta diminta untuk menuliskan mimpimimpinya atau cita-cita terlebih untuk kehidupan menggereja. Sebuah perubahan diawali dari sebuah mimpi yang direncanakan. Sikap optimis juga disertakan dalam menjalani prosesnya.
3.
MATERI a. Video “Ita Yuliana” b. Pengalaman peserta.
4.
METODE a. Melihat Video b.
Sharing Pengalaman
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 105
5.
c.
Informasi
d.
Tanya Jawab
SARANA a. Mic b. Laptop c. Viewer d. Wireless
6.
PROSES PENDAMPINGAN a. Pengantar Bapak, ibu dan saudara/i yang terkasih, setelah kita saling mengenal dan
mengetahui maksud dan tujuan diadakan rekoleksi hari ini, sekarang kita akan bersama-sama melihat sebuah cuplikan video yang akan membawa kita pada pengalaman hidup kita. Semoga dengan menyaksikan video tersebut dapat meningatkan kita pada sebuah peristiwa kehidupan menggereja kita masingmasing. 1) Pendamping memutarkan video “Ita Yuliana” 2) Setelah kita menyaksikan video tersebut, marilah sekarang kita dalami makna dibalik video tersebut melalui panduan beberapa pertanyaan yang sudah disiapkan. a) Video tersebut menggambarkan situasi seperti apa? b) Menurut anda, inspirasi apa saja tercermin dari Video tersebut?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 106
c) Bagaimana dengan pengalaman pelayanan anda masing-masing?
b. Uraian Materi (Setelah peserta memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut, pendamping meminta peserta untuk menulis jawabannya dan beberapa orang mensharingkan jawabannya) Mimpi adalah kunci. Demikian sepenggal kalimat dari sebuah lagu “laskar pelangi”, memang tepat jika mimpi adalah sebuah kunci. Kunci untuk kita menuju sebuah suasana yang kita harapkan. Sama halnya ketika kita akan masuk rumah yang terkunci maka kita membutuhkan sebuah kunci untuk dapat masuk ke dalam rumah tersebut. Sama halnya dengan sebuah situasi yang kita harapkan untuk dapat tercapai. Dengan sepenggal mimpi yang diharapkan oleh Ibu Ita dalam kisah video tadi sepertinya semua terlihat tampak mustahil, tetapi setelah ia jalani satu persatu kebutuhan mulai tercapai. Ketika mimpinya itu mulai diketahui oleh banyak orang, bantuan tak kunjung henti untuk membalas ketulusan hati Ibu Ita dalam melayani. Khususnya dalam bidang kesehatan anak-anak. Prioritas yang dilakukan oleh Ibu Ita sangat dirasakan dampaknya oleh masyarakat sekitar. Semangatnya sebagai kaum perempuan di daerahnya tidak terbatas oleh sekat-sekat. Ia mampu menembus sudut pandang terhadap perempuan di daerahnya selama ini. Perjuangannya didasari oleh tekad dan semangat juang yang tinggi membuahkan hasil yang sangat baik. Demikian dengan Yesus yang memberikan harapan kepada kita semasa hidupnya, dapat dilihat dalam Injil Markus 11:24 “Karena itu Aku berkata
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 107
kepadamu: apa saja yang kamu minta dan doakan, percayalah bahwa kamu telah menerimanya, maka hal itu akan diberikan kepadamu.” Yesus mengharapkan supaya umat-Nya hanya percaya kepada-Nya jika ingin harapannya tercapai. Dengan doa dan harapan disertai dengan usaha pasti akan berhasil. Dukungan dari orang-orang di sekitar kita juga menjadi faktor pendukung
(Pendamping membagi peserta dalam beberapa kelompok, mengarahkan mereka untuk sharing, setelah itu pleno) Ternyata setelah kita mendengarkan sharing, banyak sekali mimpi-mimpi yang belum tercapai. Saat ini kita sudah merancang mimpi-mimpi kita. Ada yang bermimpi menjadi umat yang aktif lagi, stasi dengan banyak kegiatan dan lain-lain. Apapun yang menjadi mimpi kita jika disatukan dalam pengharapan doa bersama Yesus, senantiasa akan tercapai. Apalagi kita semua mempunyai mimpi yang sama, merindukan suasana Gereja yang seperti dulu. Pada masa awal didirikannya stasi umat yang masih sangat antusias didukung pula oleh Romo paroki yang sangat perhatian. Situasi demikian pasti dapat diwujudkan kembali yang akan dimulai dari sekarang. Sesuai dengan jadwal kita pada hari ini, rekoleksi kita pada hari ini sudah selesai. Marilah kita menyatukan kembali mimpi, cita-cita, dan harapan kita dengan berdoa.
Doa Penutup: Tuhan yang Mahakasih kami bersykur karena Engkau telah menyertai rekoleksi kami pada sore hingga malam hari ini. Pada hari ini kami telah mengumpulkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 108
pengalaman-pengalaman kami selama ini. Dari sekian banyak pengalaman ternyata masih banyak hal-hal yang belum dapat kami wujudkan. Berkati ya Bapa mimpi, cita-cita dan harapan yang telah kami tuliskan. Semoga Engkau berkati perjalanan pulang dan istirahat kami pada malam hari ini sehingga esok pagi kami boleh bangun untuk mulai mewujudkan mimpi kami masing-masing. Semua doa, harapan, syukur dan permohonan ini kami haturkan kepada-Mu dengan perantaraan Kristus Tuhan kami. Amin.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 109
SATUAN PENDAMPINGAN SESI III
1. IDENTITAS a. Judul Pertemuan
: Design (peserta merencanakan strategi yang tepat guna mewujudkan mimpi yang sudah dirancang)
b
Tujuan Pertemuan : Peserta bersama fasilitator merancang strategi
.
untuk mewujudkan impian yang sudah dituliskan oleh mereka.
c. Peserta
:
Pengurus stasi dan umat di Stasi Santa Maria Assumpta Ngrendeng
d
Tempat
:
.
2.
Gereja Stasi Santa Maria Assumpta Ngrendeng, Paroki Santo Yoseph Ngawi
e. Hari / Tanggal
:
f.
: 10.00-12.00 WIB
Waktu
Minggu, 29 Januari 2017
PEMIKIRAN DASAR Dewasa ini banyak sekali manusia yang mengharapkan sebuah hasil
dengan cepat, maunya serba instan dan jarang untuk mau berproses. Untuk sebuah pencapaian yang maksimal sebaiknya disertai dengan proses. Proses yang dipilih juga hendaknya tersusun secara baik. Mengaktifkan kembali umat di stasi yang sudah lama vakum bukan hal yang mudah, namun tidak berarti juga terkesan tidak mungkin. Setelah merancang mimpi maka kini dibutuhkan untuk menyusun strateginya. Segala sesuatu yang ada di dunia ini tidaklah instan. Masing-masing membutuhkan prosesnya. Bahkan saat akan menikmati mie instan pun, kita harus mengolahnya terlebih dahulu. Pengolahannya pun membutuhkan waktu serta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 110
tahapan-tahapan tertentu. Apalagi sebuah keinginan untuk mewujudkan Gereja yang aktif, yang sudah lama tertidur. Pada sesi ketiga ini peserta akan diajak untuk merancang tahapan-tahapan strategi untuk mewujudkan mimpinya berdasarkan dengan pengalaman yang telah diperolehnya. Pendamping akakn mengarahkan peserta untuk menemukan strategi yang tepat guna mewujudkan mimpi, salah satu mimpi mereka adalah menjadikan Gereja sebagai sebuah stasi yang aktif kembali. Selain itu juga mereka diminta untuk menyaksikan sebuah video yang akan membantu mereka dalam membuat strategi demi tercapai harapnnya. 3.
MATERI c. Video “Ita Yuliana” d. Pengalaman peserta.
4.
METODE a. Melihat Video b. Sharing Pengalaman c. Informasi d. Tanya Jawab
5.
SARANA a. Mic b. Laptop c. Viewer
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 111
d. Wireless
6.
PROSES PENDAMPINGAN a. Pengantar Bapak, ibu dan saudara/i yang terkasih, setelah kita menuliskan mimpi-
mimpi kita maka pada hari ini kita akan bersama-sama untuk membuat strategi yang tepat untuk mewujudkan mimpi tersebut. Untuk mengawali kegiatan kita pada hari ini marilah kita berdoa terlebih dahulu.
Doa Pembuka: Selamat siang ya Bapa terimakasih atas hari baru yang masih Kau berikan kepada kami. Syukur pula Bapa untuk harapan yang masih dapat kami miliki. Semoga apa yang sudah kami tuliskan semua mimpi, cita-cita dan harapan kami dapat kami wujudkan mulai hari ini. Sehingga semakin banyak orang pula yang dapat merasakan kebaikan-Mu melalui tangan-tangan kasih anak-anakMu. Berkatilah rekoleksi kami pada hari ini supaya dapat berjalan dengan baik. utuslah Roh KudusMu agar menuntun kami dalam kasih-Mu. Semua doa ini kami haturkan kepada-Mu dengan perantaraan Kristus Tuhan kami. Amin.
Ibu bapak serta teman-teman muda yang terkasih, seperti yang sudah saya katakan diawal tadi bahwa pada hari ini kita akan merancang strategi yang tepat untuk mewujudkan mimpi kita masing-masing. Video “Turbin” yang akan kita saksikan bersama akan membantu kita untuk melihat strategi-strategi dalam mencapai tujuan. Marilah kita saksikan videonya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 112
1) Pendamping memutarkan video “Turbin” 2) Setelah kita menyaksikan video tersebut, marilah sekarang kita dalami makna dibalik video tersebut melalui panduan beberapa pertanyaan yang sudah disiapkan. a) Video tersebut menggambarkan situasi seperti apa? b) Usaha-usaha apa yang mereka lakukan guna membangun PLTA? c) Menurut anda, inspirasi apa saja tercermin dari Video tersebut? d) Bagaimana dengan strategi yang akan anda wujudkan?
b. Uraian Materi (Setelah peserta memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut, pendamping meminta peserta untuk menulis jawabannya dan beberapa orang mensharingkan jawabannya) Dari video “Turbin” kita dapat menyaksikan perjuangan seorang pastor yang dibantu oleh warga setempat untuk membangun sebuah PLTA. Bahkan untuk memindahkan turbin yang sangat berat biasanya menggunakan alat berat. Tetapi, karena kegigihan warga dan daya juang yang tinggi, mereka dapat memindahkan turbin dengan sangat baik pada tempat yang disediakan. Untuk memindahkan turbin pun selama prosesnnya mengguakan strategi-strategi khusus. Dari beberapa yang sudah mensharingkan pengalamannya maka, bisa kita ketahui bahwa ternyata kita mampu menyadari setiap proses yang hendak kita lalui demi tercapainya sebuah tujuan kita. Saat ini kita akan masuk ke dalam kelompok lagi untuk mensharingkan startegi kita masing-masing.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 113
(Pendamping membagi peserta dalam beberapa kelompok, mengarahkan mereka untuk sharing, setelah itu pleno)
Hidup di zaman yang serba cepat menuntut kita untuk menyelesaikan berbagai tugas dengan waktu yang singkat dan hasil yang baik pula. Tidak termasuk saat kita hendak memperjuangkan lagi kehidupan Gereja yang sudah sangat memprihatinkan seperti saat ini. kita tetap diharapkan untuk menjalankan setiap proses hidup kita dengan strategi-strategi tertentu supaya apa yang telah kita niatkan dapat terwujud dengan baik pula. Strategi yang dipilih misalnya tadi dengan mengatur waktu mengerjakan tugas kuliah dengan OMK, atau ada juga yang memilih untuk mengadaan kerja bakti di Gereja daripada di rumah. Masih banyak lagi cara yang dipilih oleh kita. Sekarang kita bersama-sama akan santap siang, maka dari itu saya akan memimpin doa makan kita pada siang hari ini.
Doa Makan: Tuhan yang Mahakasih kami bersyukur karena berkat-Mu melimpah atas kami. Sejak dari kemarin hingga saat ini Engkau telah mengenyangkan kami dengan berbagai sapaan-Mu. Sekarang ya Bapa ijinkanlah kami untuk menikmati santap siang yang telah dihidangkan untuk kami. Berkati pula tangan-tangan kasih yang telah menyediakannya. Semua ini kami haturkan kehadirat-Mu dengan perantaraan Kristus Tuhan kami. Amin.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 114
SATUAN PENDAMPINGAN SESI IV
1. IDENTITAS a. Judul Pertemuan b
: Destiny (Tujuan akhir)
Tujuan Pertemuan : Peserta bersama fasilitator menentukan tujuan
.
akhir dari sebuah strategi yang telah dibuat.
c. Peserta
:
Pengurus stasi dan umat di Stasi Santa Maria Assumpta Ngrendeng
d
Tempat
:
.
2.
Gereja Stasi Santa Maria Assumpta Ngrendeng, Paroki Santo Yoseph Ngawi
e. Hari / Tanggal
:
f.
: 12.30-14.00 WIB
Waktu
Minggu, 29 Januari 2017
PEMIKIRAN DASAR Sebuah proses yang telah dibuat tentunya mempunyai tujuan akhir. Tujuan
akhir yang hendak dicapai perlu diketahui juga supaya usaha yang telah dilakukan tidak menjadi sia-sia belaka. Dengan menentukan tujuan akhir pandangan hidup seseorang akan tertata menjadi lebih baik dan terstruktur. Seorang anak yang akan pergi ke sekolah sudah tahu harus menyiapkan dan berbekal apa saja. Ketika akan berangkat dia juga sadar bahwa tujuannya adalah berjalan sampai sekolah. Demikian pula sebuah fase kehidupan kita yang tak pernah telepas dari sebuah tujuan akhir. Pada sesi ini peserta akan diajak untuk menentukan tujuan akhir dari sebuah strategi yang telah dibuatnya. Peserta akan diminta untuk memurnikan kembali motivasi strategi dan tujuannya sehingga dapat sungguh terwujud dan tidak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 115
sia-sia. Diakhir materi peserta akan diminta untuk membuat sebuah kreatifitas yang menunjukkan sebuah tujuan akhir dari pencapaian strateginya selama ini.
3.
MATERI a. Pengalaman peserta.
4.
METODE a. Melihat Video b. Sharing Pengalaman c. Informasi d. Tanya Jawab
5.
SARANA a. Mic b. Laptop c. Viewer d. Wireless
6.
PROSES PENDAMPINGAN
a. Pengantar Bapak, ibu dan saudara/i yang terkasih, setelah kita merancng strategi yang tepat guna mewujudkan mimpi-mimpi kita maka pada hari ini kita akan bersamasama untuk menentukan tujuan akhir dari sebuah proses tersebut. Ibu bapak serta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 116
teman-teman muda yang terkasih, seperti yang sudah saya katakan diawal tadi bahwa pada hari ini kita akan merancang strategi yang tepat untuk mewujudkan mimpi kita masing-masing. Kita akan melihat kembali pengalaman-pengalaman kita sejak dibaptis dan menjadi orang Katolik. Kemudian kita juga sudah menemukan mimpi-mimpi apa yang mau kita capai. Selain menentukan mimpi kita juga sudah menemukan strategi yang tepat untuk membangun mimpi kita. Sekarang kita akan membaca lagi tulisan-tulisan kita dari kemarin. Kemudian silahkan masuk dalam kelompok kecil dan mensharingkan satu sama lain. Setelah selesai sharing, silahkan dalam satu kelompok kecil membuat sebuah tujuan akhir berdasarkan hasil sharing tersebut.
b. Uraian Materi (Setelah peserta masuk dalam kelompok kecil untuk mensharingkan keseluruhan pengalaman pribadi yang sudah dituliskan setelah itu peserta diminta untuk menuiskan tujuan akhir dari kelompok kecil tersebut). Setelah mensharingkan bersama tujuan akhir yang hendak dicapai dalam kelompok-kelompok kecil, maka sekarang kita akan mendengarkan bersama-sama dalam pleno kita sebelum pada ahkhirnya kita akan menyepakati satu tujuan yang hendak kita wujudkan di stasi Santa Maria Assumpta Ngrendeng ini. (kelompok-kelompok kecil mensharingkan hasil tujuan akhirnya dalam pleno) Setelah kita mendengar berbagai tujuan akhir maka sekarang kita bersama-sama akan menyepakati. (diskusi berlangsung untuk menentukan satu tujuan yang hendak dicapai bersama)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 117
Demikianlah tujuan akhir yang telah kita buat bersama semoga dapat diwujudkan bersama-sama guna semakin berkembangNya kasih Allah. Terima kasih untuk kebersamaan dari kemarin sore hingga saat ini. Semoga Tuhan memberkati segala niat, usaha dan harapan kita.
a.
Doa Penutup
Marilah berdoa: Allah yang maha baik, kami bersyukur atas seggala kebaikanMu yang selalu mengair dalam diri kami. Terlebih kami bersyukur atas perlindunganMu selama rekoleksi dari kemarin sore ini. Banyak hal yang kami dapatkan dalam rekoleksi ini. Melalui sharing antar sesama kami, kami semakin dikuatkan untuk semakin mantap menjadi muriMu yang sejati. Banyak hal baru yang kami peroleh dalam rekoleksi ini, semoga Engkau selalu memberkati niat baik kami. Berilah kami tekad yang kuat untuk dapat mewujudkan mimpi-mimpi yang telah kami buat. Semoga kami juga mampu untuk mnegusahakannya dengan yang lebih baik. Bapa, semoga semua yang kami lakukan senantiasa demi kemuliaan namaMu, demi Kristus Tuhan kami. Amin.
b. Lagu Penutup: “Bimbinglah aku Tuhanku” (PS 697)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Pelayanan kasih merupakan tanggapan bebas atas panggilan Allah. Karena itu tanggung jawab moral seorang pelayan bukan hanya kepada diri sendiri melainkan terlebih kepada Allah. Kriteria etis seorang pelayan kasih sebagaimana yang diuraikan dalam ensiklik Deus Caritas Est sesungguhnya didasarkan pada identitasnya sebagai sebagai citra Allah. Kesadaran dan keyakinan sebagai citra Allah mendukung seorang pelayan untuk memberikan diri secara lebih utuh kepada mereka yang dilayani, demi kebaikan bersama. Kriteria etis ini meneguhkan para pelayan pastoral bahwa anugerah-anugaerah yang mereka terima dari Allah perlu disalurkan kepada sesama dan seluruh komunitas. Kesadaran ini pun ternyata penulis jumpai dalam hidup umat di Stasi Sta. Maria Assumpta Ngrendeng. Ketika ditanya mengenai arti pelayanan kasih, umumnya mereka berpendapat bahwa pelayanan itu adalah bagian dari tugas perutusan Allah yang diwujudkan dalam tindakan memberi dan membantu umat yang membutuhkan pertolongan. Lebih lanjut mereka menambahkan bahwa sebuah tindakan memberi sama sekali tidak bernilai jika tidak bersumber pada kasih Kristus. Penulis menemukan bahwa tindakan saling menolong (melayani) merupakan suatu kebiasaan baik Umat Katolik di Stasi Ngrendeng. Sebagai
118
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 119
kelompok minoritas, umat di Ngrendeng selalu berbela rasa satu terhadap yang lain―dan senantiasa menghidupi spirit altruisme. Kebiasaan saling membantu sangat terlihat jelas dalam keseharian hidup umat Ngrendeng. Begitu juga dalam kehidupan menggereja. Ada dua hal yang sangat mengesankan dari cara hidup umat kristiani di Ngrendeng sehubungan dengan tindakan pelayanan kasih, yakni: (a) persaudaraan (fraternity), dan (b) solidaritas (solidarity). Dulu ketika orang Katolik di Ngrendeng jumlahnya sangat sedikit maka perasaan sebagai satu keluarga itu sangat besar. Meski tidak punya hubungan darah atau ikatan keluarga, namun karena memiliki satu kepercayaan maka ikatan sebagai satu keluarga itu sangat kuat. Berdasarkan cerita orang tua dulu katanya mereka sering berkumpul untuk berdoa bersama. Kesempatan untuk berdoa itu selalau mereka pakai untuk bercerita dan berbagi pengalaman hidup. Lamakelamaan hubungan persaudaraan itu tumbuh dan semakin kuat terjalin. Tentu rasa solider satu terhadap yang lain dengan sendiri muncul saat ada yang mengalami masalah atau musibah. Misalnya saat ada tetangga yang mengalami musibah kecelakaan atau lelayu biasanya langsung mendapat respons yang baik dari sesama yang beragama Katolik. Kalau ada sesama yang sakit biasanya langsung direspons, misalnya datang menjenguk sambil beri penghiburan; bantu biaya pengobatan; membawa makanan, dan sebagainya. Hal lain misalnya membantu sesama yang janda dan yang sudah tua. Selain itu juga, kalau ada sesama yang mengalami musibah kematian, langsung mendapat respons cepat dari sesama. Khusus untuk umat Stasi Ngrendeng, ada kesepakatan agar bahu-membahu menolong keluarga yang berduka. Mulai dari mendoakan arwah yang meninggal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 120
sampai mengurus pemakamannya. Termasuk menghadiri doa atau ibadat peringatan kematian. Cerita di atas secara jelas menunjukan bahwa umat Stasi Ngrendeng sudah terbiasa saling melayani dari dulu sampai sekarang. Tujuan di balik semua tindakan pelayanan yang mereka lakukan adalah agar semua orang merasakan adanya kasih Kristus yang tercurah melalui sesamanya. Selain itu agar mengajak sebanyak mungkin orang untuk saling memperhatikan satu sama lain; agar tidak ada gap antara yang kaya dan miskin; agar tidak ada gap antara yang senang dan susah; agar tidak ada gap antara yang menderita dan bahagia; dan sebagainya. Berdasarkan tujuan di atas, maka pelayanan kasih―sebagaimana yang diserukan oleh Paus Benediktus semestinya menyasar kepada semua kelompok kategorial. Entah itu lansia, orang dewasa, anak muda, anak-anak, orang sehat maupun sakit, yang kaya maupun miskin. Namun masalahnya tidak semua aktivitas pelayanan selama ini belum tepat sasar. Bahkan ada yang sama sekali tidak dilaksankan secara baik. Alih-alih terima tanggung jawab jadi pemimpin atau petugas gereja namun sama sekali tidak paham tugas dan tanggung jawab sebagai pelayan. Lebih
dari itu sebetulnya, penulis menemukan bahwa sasaran utama
pelayanan saat ini adalah orang muda. Itu misi utama yang patut diperhatikan secara serius oleh gereja. Kelompok ini sedang sakit parah. Mamang saya sadar bahwa ada begitu banyak sasaran pelayanan. Namun yang paling mendesak saat ini adalah kaum muda. Pihak gereja perlu memikirkan secara serius cara yang efektif untuk mengajak anak-anak muda peduli pada urusan imannya. Meski ini menjadi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 121
tantangan yang sulit tapi tidak berarti kita harus menyerah. Untuk mengatasi tantangan ini, Paus Benediktus berpesan agar senantiasa menjadikan Kristus sebagai sumber inspirasi dalam melaksanakan tugas pelayanan kasih. Mudahmudahan pesan dan harapan Paus dalam ensiklik tersebut dapat membangkitkan kembali kesadaran umat sekaligus memberi semangat baru kepada mereka untuk mengenal diri sebagai subyek yang perlu bertanggung jawab akan tugas pelayanan kasih Gereja.
B. Saran Hasil persinggungan antara realitas di lapangan dan konsep teoritis berupa pandagan teologis para ahli maupun harapan dari Paus Benediktus XVI dalam ensiklik Deus Caritas Est―telah mendorong penulis untuk menyarankan beberapa hal berikut ini: 1. Perlu membuat penelitian lebih lanjut mengenai tema ini dengan menggunakan metode quesioner (penyebaran angket), sehingga ada perbandingan. Maksud penulis, hanya untuk menguji sintesis dari temuan penelitian ini. 2. Penelitian lain juga perlu ditingkatkan dengan tema yang digarap seputar eksistensi Gereja terkini. Hal ini perlu digarisbawahi karena dewasa ini Gereja entah disadari atau tidak sedang diterpa banyak masalah. Tujuannya agar semua komponen Gereja bisa mengetahui secara jelas duduk berdirinya suatu persoalan dan cara mengatasinya. Hal ini dipandang perlu jika kita masih
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 122
menghendaki agar Gereja Katolik tetap kokoh berdiri di tengah dunia yang sarat akan tantangan tersebut. 3. Akhirnya, penulis insaf dengan hati yang tulus bahwa karya tulis ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu kritik dan saran konstruktif dari siapa saja, diperlukan demi penyempurnaan karya tulis ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 123
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Edisi Revisi VI). Jakarta: PT Rineka Cipta. Behbehani, S.S. (2003). Ada Nabi Dalam Diri. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta. Benidiktus XVI. (2010). Deus Caritas Est, Seri Dokumen Gereja No. 83 (R.P. Piet GO, O.Carm, Penerjemah). Jakarta: Departemen Komunikasi dan Penerangan Konferensi Waligereja Indonesia. (Dokumen asli diterbitkan tahun 2005) Bogdan, R.C. dan Biklen, S.K. (1982). Qualitative Research For Education: An Introduction to Theory and Method. Boston: Allyn and Bacon, Inc. Datubara, P. (2001). Keuskupan Agung Medan Menyongsong Milenium III, dalam F. Hasto Rosariyanto, SJ, (ed), Bercermin Pada Wajah-wajah Gereja Keuskupan Gereja Katolik Indonesia. Yogyakarta: Kanisius. Gitowiratmo, St. (2003). Seputar Dewan Paroki. Yogyakarta: Kanisius. Gulo, W. 2007. Metode Penelitin. Jakarta: Grasindo. Konsili Vatikan II. (1993). Dokumen Konsili Vatikan II (R. Hardawiryana, penerjemah). Jakarta : Obor (Dokumen asli diterbitkan tahun 1966).
Kirchberger, G. (2007). Allah Menggugat. Maumere: Ledalero. Koentjaraningrat. (1983). Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia. Kusuma, S.T. (1987). Psiko Diagnostik. Yogyakarta: Kanisisus. Lalu, Y. (2010). Gereja Katolik Memberi Kesaksian tentang Makna Hidup. Yogyakarta: Kanisius. Martasudjita, E. (2010). Kompendium tentang Prodiakon. Yogyakarta: Kanisius.
Moleong, L.J. (2005). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya Offset. . (2008). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Oentoro, J. (2010). Gereja Impian: Menjadi Gereja yang Berpengaruh. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 124
Ricoeur, P. (1977). Freud and Philosophy: An Essay on Interpretation. USA: Yale University Press. Sairin, W. (2002). Visi Gereja Dalam Memasuki Milenium Baru. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Satori, D. (2011). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: ALFABETA. Stefanus, D. (2010). Pendidikan Agama Kristen: Berbagi Cerita dan Visi Kita. Jakarta: Gunung Mulia. Sugiyono. (2007). Statistika Untuk Penelitian. Bandung: ALFABETA. _______. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Bandung: ALFABETA. _______. (2011). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung. ALFABETA. _______. (2012). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: ALFABETA. Suharyo, I. (1996). Kamus Teologi. Yogyakarta: Kanisius. Sujoko, A. (2009). Identitas Yesus dan Misteri Manusia. Yogyakarta: Kanisius. Sulistyo-Basuki. (2006). Metode Penelitian. Jakarta: Wedatama Widya Sastra dan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia Sutopo, H.B. (2002). Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta: UNS Press. Hessel Nogi. (2005). Manajemen Publik. Jakarta: PT. Grasindo. Tarigan, J. (2007). Religiositas, Agama & Gereja Katolik. Jakarta: Grasindo. Tondowidjojo, J. (1990). Arah dan Dasar Kerasulan Awam. Yogyakarta: Kanisius.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 1: Transkrip Hasil Wawancara Responden 0 (Observasi) Nama : Stefanus Agus Sumantri Hari/Tanggal : Kamis, 5 Mei 2016 Status : Tokoh Umat
Q
: Kapan Stasi Sta. Maria Assumpta Ngrendeng didirikan?
R
: Gedung gereja Stasi Sta. Maria Assmpta Ngrendeng sudah ada gedung tetapi belum menjadi stasi, hanya warga Katolik Ngrendeng. Karena warganya hanya beberapa saja. Sebelum th 1965, zaman pemerintahan Bung Karno, Mbah Siswohandoyo mempunyai anak bernama Suwondo. Ia disekolahkan di Madiun mendapat pengaruh pendidikan Katolik (SMP) kemudian setelah lulus melanjutkan pendidikan di SMA Seminari Surabaya (Sekarang Seminari Garum, Blitar). Setelah Ia masuk seminari, sesungguhnya ia dilarang oleh Bapaknya. Ia melanjutkan pendidikan di Seminari secara diam-diam. Ia tetap pada pendiriannya karena pendidikannya di SMP Katolik di Madiun dulu. Suwondo menjadi satu-satunya pastor dari Desa Ngrendeng. Setelah Romo Wondo masuk seminari adiknya yang putri menjadi seorang biarawati. Kemudian ditugaskan di NTT dan meninggal di Flores karena sakit. Saat Romo Wondo menjadi seorang pastor akhirnya membawa pengaruh bagi lingkungan di tempat tinggalnya. Sehingga, semua keluarga Romo Wondo menjadi Katolik. Setelah meletus peristiwa tahun 1965, bukan hanya adik-adik dan keluarga Romo Wondo yang menjadi Katolik, melainkan semua masyarakat yang belum beragama tertarik mengikuti ajaran Kristus dan masuk menjadi Katolik. Dari pihak Islam menekankan bahwa semua warga Indonesia harus beragama setelah geger PKI. Itu tidak ada kaitannya dengan UUD 45 maupun Pancasila. Padahal Indonesia merdeka bukan berdasarkan masyarakat harus beragama. Setelah ditekankan bahwa semua masyarakat harus beragama, semua warga menjadi bingung. Masyarakat awam, yang belum beragama Islam maupun Katolik menjadi bingung. Mereka yang berbau komunis biarpun hanya sedikit saja menjadi takut. Terlebih yang pernah menjadi anggota PKI, timbulah rasa takut dalam diri mereka karena ditekan [1]
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
harus beragama. Padahal orang PKI non agama, anti agama, dan oleh orang Islam ditekan harus beragama, bagaimana perasaan hati mereka? Karena perasaan hati mereka tidak cocok kalau masuk Islam, karena bertentangan sejak semula, akhirnya mereka cari perlindungan. Termasuk Bapak Wardoyo sekeluarga yang dulu sempat menjadi anggota PKI, ikut menjadi Katolik, karena cari perlindungan, cari payung biar slamet. Dengan begitu, saya cs artinya yang tamatan dari pendidikan Katolik, dan sudah tugas sebagai guru negeri di daerah ini. Utamanya dari SGB Katolik Surabaya, SGB Katolik Malang, SGA Malang dan SGAK Madiun. Dari antara mereka-mereka yang sudah jadi guru di daerah sekitar ini repot melayani permintaan-permintaan mereka yang ingin diajar agama Katolik antara lain yang sudah masuk ke daerah kecamatan Sine ini pertama kali saya dengan Pak Sarwoko, itu teman sekelas sejak di SGB Surabaya dan tempatnya pun berjauhan antara saya dengan Pak Sarwoko. Pak Sarwoko daerah Utara saya daerah selatan. Masih untung ada tenaga yang lain pindahan dari Banyuwangi, yaitu termasuk Pak Priyono, Pak Santo, Pak A.P Suratno, Pak Sunardi. Semuanya dari SGB Katolik terlibat di daerah sini untuk pembagian tugas. Antara lain yang masuk ke Ngrendeng putra dari Eyang Hadisuwignyo yang namanya Pak Joko dari SGA Katolik Madiun, ia tugas di Hargosari dan Ngrendeng dengan hari bergilir. Dan sebelum itu ia juga ditugaskan, karena waktu itu sebelum ada penugasan dari dinas ia mengajar di SMK, bersama-sama Eyang Hadisuwignyo selaku Kepala Sekolah. Paginya mengajar kemudian malamnya keliling ke desa-desa itu melayani permintaan umat yang minta perlindungan untuk dididik agama Katolik. Membludaknya agama Katolik di sini tahun 1966-1968. Semuanya ingin masuk Katolik. Lama–kelamaan penekanan-penekanan dari pihak yang menentukan harus beragama makin kendor. Mereka yang sudah mencari perlindungan di Katolik sepertinya sudah aman dari Islam dan tidak mengejarngejar. Akhirnya yang sudah baptis terus mengikuti masuk Gereja, tetapi yang belum baptis makin lama main menghilang karena sudah aman. Sehingga yang sadar menerima kabar gembira, sudah menyadari untuk terus mewartakan kabar gembira juga ada. Tetapi yang lain nanti dulu, masih pikir[2]
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
pikir “pokoke aku wes slamet melu ajaran iki, wes” dan yang sudah baptis itupun tidak semuanya tetap sebagai warga Kristiani. Istilahnya dalam lingkup kehidupannya di dalam masyarakat sebagai gandum dihimpit ilalang. Sehingga tumbuhnya ya senin kamis, kadang ada keinginan ke Gereja kadang tidak. Kalau sudah seperti ini nanti ada suara dari orang-orang Gereja yang suaranya itu seakan-akan menyinggung. E gampangane sampeyan ora tindak nang Greja? Itu saja sudah jadi suatu pertanyaan yang ora ngenakke atine wong sing ditakoni akhirnya dia lari dari gereja. Keluar dengan sendirinya itu beberapa keluarga. Dulu saya juga mendampingi kursus persiapan perkawinan Pak Carik. Waktu itu pastornya Romo Rose CM. Setelah anaknya beranjak dewasa, anaknya di sukai oleh orang Madura yang beragama Islam. Jodohnya beragama Islam sekaligus dia juga ikut masuk menjadi Islam dengan begitu akhirnya semua orang tua dan keluarganya mengikuti anaknya yang mempunyai istri madura yang bekerja di pabrik korek Japanan Sidoarjo. Itu antara lain keluarga yang meninggalkan ajaran Katolik, memang karena imannya tipis jadi ya istilahnya orang yang menyebar benih di batu di tanah yang tandus tidak disirami ya kering dengan sendirinya, setelah kering terus dia meninggalkan Gereja. Terus cari enaknya mengejar dunia. Jadi hidupnya terus tertutup oleh dunia sing diuber kadonyan sampai sekarang sebenarnya dia masuk Islam tetapi kenyataannya di ke masjid juga tidak pergi, ya tidak mengikuti kelompok-kelompok yang lain. jadi hanya istilah orang banyak Islam KTP. Dulu waktu Katolik juga Katolik KTP, karena jarang ke Gereja. Pada umumnya yang seperti itu banyak. Akhirnya terus hilang dengan sendirinya. Maka tinggal beberapa gelintir saja yang masih taat mengikuti ajaran Kristus. setelah itu masih ada keuntungan berhubung Romo Yansen CM mendirikan sekolah calon guru agama di Madiun. Beliau dari kongregasi CM dari Belanda. Saat ini AKI (Akademi Kateketik Indonesia) Widya Yuwana. Sampai sekarang cakisnya (calon katekis) selalu bergilir masuk ke lingkungan-lingkungan memberi bimbingan kepada anak-anak. Dengan adanya cakis itu, untuk saya dan kawan-kawan ada kelonggaran. Tidak lari ke sana ke sini, kalau malam pergi. Ada kesempatan khusus membina yang apa adanya saja. Sampai tahun 1970. [3]
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1971 diangkat menjadi Kepala Sekolah. dulu saya masih tinggal di Wonosari, dan setiap malam Jumat memberi pembinaan. Yang daerah utara, tadinya bukan hanya daerah Sine yang membutuhkan bimbingan. Sine ada, Jetak juga ada, Bayem ada, Tretes ada. Kebetulan pada waktu itu. Pak Sarwoko mengajar di Tretes Kebun Karet sana. Dia membina pekerja-pekerja di kebun karet yang simpatisan dengan Katolik. Akhirnya diajar. Antara lain keluarga Ibu Pur. Pak Sarwoko setelah membina daerah utara kebetulan waktu itu juga saya punya kawan guru yang pindah ke sini belum baptis. Saya mendapat mandat dari Eyang guru, Eyang Hadisuwignyo supaya mencari anak muridnya yang bernama Santo, arahkan supaya bisa baptis. Ia sudah menjadi katekumen sejak dari Kediri dan sudah menjadi guru di sana. Pamannya bernama Pak Sidik, itu menjadi tokoh Katolik di kediri. Ia karena keadaan orang tua seperti orangtua saya janda, dan banyak saudaranya. Setelah itu saya bertanya langsung kepadanya “pie, aku krungu sampeyan wis melu katekumen ning Kediri” Di rumah pak Wir setiap selapanan menjadi tempat untuk beribadah atau misa. Berhubung keinginannya menjadi Katolik sangat kuat maka ia juga mau Baptis. Kemudiaan saat ada misa di kediaman Pak Wir saya berbicara dengan pastor bahwa saya mempunyai teman dari Kediri dan sudah katekumen di sana tetapi belum dibaptis. Seandainya saya meminta supaya di baptis di sini apakah bisa? Kemudian kata romo bisa. Romo Kiswono. Kemudian lain kesempatan romo mengatakan bahwa misa selanjutnya akan dibaptis. Pada waktu itu bapak Santo sudah menjadi ketua buruh (KBM Keluarga Buruh Marhen) di perkebunan karet. Sebenarnya guru SD tetapi juga menjadi ketua buruh. Setelah tahun 80an saya sudah lepas dari Pandansari dan menetap di Ngrendeng. Mbah Siswa sudah meninggal dan Ketua Lingkungan diganti Pak Hadisumarto, tidak lama juga meninggal. Kemudian secara otomatis saya dijadikan ketua lingkungan sampai terlaksana mendirikan gereja itu. Berhubung saya sudah tua diganti oleh Pak Sumantri. Beliau sakit, stroke tidak bisa menjalankan tugasnya. Beliau saja minta untuk pensiun muda dan diganti Pak Juri, Pak Santo, Bu Tati. Q
: Kapan gedung gereja mulai dibangun?
[4]
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
R
: Waktu pendirian gedung gereja lurah setempat beragama Katolik suami dari ibu Rahayu cariknya juga Pak Sadiman, jadi keluarga Katolik masih banyak. Makanya saya mendapat dukungan dari pemerintah desa sekaligus saya ajukan ke Kecamatan. Yang sulit ditingkat kecamatan terus tidak ada kata sepakat supaya mendirikan gereja, padahal masyarakat setempat sudah saya minta tanda tangannya yang saya gunakan sebagai lampiran untuk mengajukan permohonan. Ternyata dari Kecamatan Sine ditolak tidak berani memberikan izin. Saya sampai bosan untuk menemui pemerintah di kecamatan. Waktu kantoran saya ingin menemui camatnya, ternyata pergi. Kemudian saya berinisiatif untuk menemuinya di rumah waktu sore hari sembari menunggu beliau pulang dari kantor. Akhirnya juga tidak ada kata sepakat untuk menyetujui, maksud saya untuk meminta tanda tangan sebagai tanda persetujuan selanjutnya saya yang akan mengurus sendiri karena saya mempunyai rekan di Pemerintahan Ngawi yang bisa membantu saya. Dimana beliau
juga
orang
Katolik,
ia
meminta
saya
untuk
menyiapkan
perlengkapannya (syarat-syaratnya). Setelah berkas-berkas saya siapkan dan beliau mengatakan sudah cukup. Kemudian saya diarahkan untuk menuju bagian Muspika untuk menindaklanjuti. Tetapi saya dipersulit lagi. Dan setiap kali saya datang kembali beserta dengan perangkat desa (Lurah, Carik, Bayan) tetap tidak dapat persetujuan. Saya jengkel, hingga akhirnya saya menghubungi Bapak Kodam Surabaya dengan jabatan Kolonel. Beliau berkata kepada Bapak Yono atau pemerintah Kabupaten Ngawi, “mengapa ada yang minta izin mendirikan bangunan gereja dipersulit, padahal sebagai orang beragama memerlukan tempat untuk beribadah sama halnya dengan agama yang lain. Kalau tidak diberi izin lantas mereka akan beribadah dimana?” Setelah itu langsung diberikan izin. Lha iya di UUD 45 ada, Pancasila juga ada “Ketuhanan yang mahaesa” yang beragama juga melaksakan ajaran Allah. Kalau tidak punya tempat ibadah lalu bagaimana melaksanakan ajaran Tuhan? Untuk memperlancar pendirian gereja, laksanakan saja pendirian gereja sambil menanti surat izin keluar, mengingat material sudah siap. Terus gereja dibangun, izinnya ada. Siapa yang menyimpan saya tidak tahu. Setelah saya limpahkan ke Bapak Sumantri. Arsip [5]
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dan berkas-berkas perizinan pendirian gereja sampai sekarang saya tidak tahu. Karena saya berfikir bahwa Lurah dan Cariknya kan orang Katolik, toh gereja juga sudah berdiri. Di sekitar gereja, hampir seluruh penduduknya adalah orang Katolik, mulai dari rumah Bu Tarjo ke selatan itu semua warga Katolik. Tahun 1996 gereja berdiri. Selanjutnya saya masih tetap membina umat menurut kemampuan saya. Satu-satunya tenaga inti. Bermula dari lingkungan Ngrendeng yang tergabung dengan Sine sebagai stasi induknya. Sekarang menjadi stasi. Namun karena hubungan dari Sine ke Ngrendeng sulit (jarak dan transportasi). Kegiatan anak-anak (BIAK REKAT OMK) ikut ke stasi Ngrambe. Namun untuk yang lain-lain ada binaan BIAK Cakis dari Madiun yang selama ada cakis dari madiun posnya di tempat saya ini. antara lain yang sudah menjadi dosen pak Hardi (Widya Yuwana). Sampai Ibu Tati mempercayakan anaknya untuk kos di rumah Pak Hadi Madiun. Secara administratif sudah menjadi stasi mandiri. Namun semakin hari umatnya berkurang, yang muda bekerja di kota, tinggal yang tua-tua saja. Q
: Apakah ada perkembangan iman umat dulu dan saat ini. Apakah ada perbedaan yang cukup signifikan?
R
: Terdapat perbedaan yang sangat signifikan jumlah umat Ngrendeng dahulu dan sekarang. Anak muda di desa tidak punya kerjaan, kalau memprioritaskan kegiatan Gereja dia tidak punya penghasilan terpaksa trus cari kerjaan di kota, pada umumnya banyak yang ke surabaya. Mereka mengalami sendiri apa yang mereka imani; mereka beriman karena mereka benar-benar percaya; dan mereka bertindak karena mereka tahu konsekuensi dari tindakan kasih yang dilakukan.
Q
: Siapakah nama Romo Paroki yang bertugas di Stasi Sta. Maria Assumpta Ngrendeng?
R
: Kongregasi yang pertama kali merintis di stasi ini adalah CM, misinya CM antara lain Romo Yansen, kemudian romo dari Italia. Buah-buah didikan romo Yansen ini banyak di Malang dan Surabaya. Di sana beliau banyak mendirikan yayasan. Perjuangannya luar biasa, bahasa Jawanya juga bagus padahal beliau orang Belanda. Romo-romo dari Italia juga datang ke sini secara bergiliran. [6]
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Ketika saya baru datang ke sini dari Jember tahun 1961 romo yang bertugas di sini dari Madiun, dulu parokinya masih Madiun. Romo Yansen CM sebagai kepala paroki, kemudian bawahannya atau pastor pembantu dari pribumi salah satunya Romo Naryo, dahulu beliau yang membaptis saya dan meninggal di usia yang masih muda. Waktu saya baptis, banyak sekali umat yang dibaptis. Q
: Siapa Romo Paroki pertama?
R
: Paroki Ngawi berdiri sendiri pada tahun 1970, Romo paroki pertama? kemudian diganti romo Rose. Romo Rose yang ikut andil megembangkan ajaran Katolik di Ngawi tepatnya di Sine karena banyak sekali yang kemudian di baptis berkat ajaran Romo Rose. Setelah itu beliau pindah dan ditugaskan di Kediri dan diganti oleh Romo Katini. Romo Katini berasal dari Italia tarekat CM. Romo Rose rajin melakukan kunjungan umat, apalagi jika ada yang sedang sakit maka akan diberikan obat oleh beliau. Beliau sangat perhatian sekali dengan umat.
[7]
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Responden 1 Nama : Herman Joseph Soejatno Hari/Tanggal : Kamis, 5 Mei 2016 Status : Mantan Ketua Stasi
Q
: Apa yang anda ketahui tentang pelayanan?
R
: Sederhana saja – pelayanan itu berarti menolong siapa saja yang pantas mendapat pertolongan. Dalam konteks ajaran Katolik, yang saya pahami sejak kecil, melayani berarti memberi bantuan kepada orang yang berkekurangan – entah kurang perhatian; kurang kasih sayang; dan kurang pendampingan iman. Saya alami sendiri ketika bertugas sebagai fungsionaris stasi, ketika banyak umat datang dan meminta bantuan dari saya. Mulai dari kelompok umat – yang sekadar menyaringkan pengalaman hidupnya sampai pada mereka yang memang betul-betul memerlukan pertolongan material dan batiniah. Saya ladeni semuanya itu dengan sabar dan menjalaninya dengan tulus. Karena saya sadar bahwa ketika saya menerima tanggung jawab sebagai pelayan umat maka saya mesti jalani baik-baik.
Q
: Ada berapa jenis kegiatan pelayanan di Stasi Sta. Maria Assumpta Ngrendeng?
R
: Biasanya kalau ada tetangga yang meninggal - dan itu sesama Katolik, maka langsung ada doa bersama di rumah duka sampai menghantar ke pemakaman. Lalu ada kunjungan ke rumah sesama yang sakit, dan termasuk memberi penghiburan kepada sesama yang sudah janda. Saya juga lihat peran aktif ibuibu dalam membersihkan dan menghias gereja pada saat hari minggu atau hari raya. Ada juga kelompok legio maria yang pernah aktif di sini tapi akhir-akhir ini sedikit menurun kegiatan mereka. Saya tidak tahu kenapa. Ketika saya bertugas sebagai ketua stasi, ada satu tugas pelayanan yang saya buat yakni mendoakan sesama yang sakit. Awalnya memang saya tidak berani karena merasa tidak pantas untuk mendoakan orang tapi lama kelamaan saya terbiasa dan ternyata itu sangat memengaruhi hidup saya.
Q
: Apa yang Anda ketahui mengenai tujuan pelayanan kasih yang pernah dilaksanakan? [8]
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
R
: Sederhana sekali kalau ngomong soal tujuan pelayanan, yakni membantu sesama yang berkekurangan. Kalau saya lihatnya sih seperti itu. Tapi setiap pelayanan tentu punya tujuan yang berbeda-beda. Misalnya, melayani sesama yang sakit - tujuannya biar dia sembuh; menghibur sesama yang menderita tujuannya biar dia tidak cepat putus asa dan punya semangat untuk berjuang; serta menolong sesama yang galau dengan imannya tentu akan sangat membantu mereka untuk lebih setia dan tetap percaya pada Yesus.
Q
: Siapa saja yang menjadi sasaran dalam kegiatan pelayanan kasih ini?
R
: Pelayanan ini ditujukan kepada orang sakit, para janda, dan umat Katolik seluruhnya di stasi Ngrendeng. Sasaran utamanya adalah kelompok orang yang berkekurangan, dan yang mengalami penderitaan. Tapi menurut saya, secara keseluruhan sasaran pelayanan adalah semua orang yang percaya pada Krsitus.
Q
: Siapa saja yang terlibat dalam pelayanan kasih ini?
R
: Kondisi stasi – terus terang, pada hari minggu hanya ada ibu-ibu dan anakanak. Sulit bagi kita untuk menjumpai orang muda pada hari minggu di stasi, apalagi pada saat doa atau ibadat di lingkungan. Nggak tahu mereka ke mana. Biasanya mereka hadir di stasi hanya di waktu-waktu tertentu, misalnya Natal dan Paskah. Dan kalau pun mereka hadir, itu pun hanya formalitas. Sebab intensi utama mereka nampaknya bukan berdoa melainkan show fashion atau bertemu dengan teman-temannya. Tidak heran kalau mereka gampang beralih agama karena memang fondasi iman mereka tidak kuat. Tidak dipupuk sejak dini. Sejauh yang saya tahu, menjadi seorang fungsionaris stasi, salah satu prinsip yang perlu dikedepankan adalah “melayani dengan sepenuh hati.” Konsekuensi dari prinsip ini tentu menuntut seorang pelayan untuk mengabdikan dirinya kepada Gereja tanpa mengharapkan pamrih. Jasa atau imbalan dari sebuah pengorbanan selalu diyakini akan diterima pada kehidupan akhirat nanti. Namun yang saya amati sekarang, prinsip ini perlahan-lahan mulai memudar dalam diri fungsionaris stasi. Meski mereka melayani namun selalu saja ada kecenderungan untuk mengharapkan sesuatu dari pelayanan tersebut. Atau kerap membuat perbandingan dengan tugas lain [9]
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
yang selalu mendatangkan imbalan. Padahal pelayanan untuk Gereja sifatnya sukarela dan tanpa pamrih.
[10]
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Responden 2 Nama : Alfonsus Susanto Hari/Tanggal : Kamis, 25 Agustus 2016 Status : Prodiakon
Q
: Apa yang Anda ketahui tentang pelayanan?
R
: Jujur, sebenarnya saya tahu tindakan melayani jauh sebelum saya mengenal ajaran Gereja Katolik tentang cinta kasih. Karena saya dididik dalam keluarga yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Namun ketika saya mulai dibaptis dan mengenal lebih dekat ajaran-ajaran Katolik, saya makin sadar bahwa ternyata kultur yang dihidupi oleh keluarga selama ini cocok dengan ajaran Katolik. Dan menurut saya pelayanan itu adalah tindakan berbelas kasih kepada sesama dan memberi pertolongan kepada yang membutuhkan.
Q
: Siapa saja yang menjadi sasaran dalam kegiatan pelayanan kasih ini?
R
: Kalau ada sesama yang sakit biasanya langsung direspons, dan tanggapannya macam-macam. Ada yang misalnya – datang menjenguk sambil beri penghiburan, ada yang bantu biaya pengobatan, ada yang membawa makanan, dan sebagainya. Hal lain misalnya – membantu sesama yang janda dan yang sudah tua. Selain itu juga, kalau ada sesama yang mengalami musibah kematian, langsung mendapat respons cepat dari sesama. Khusus untuk umat Stasi Ngrendeng, ada kesepakatan agar bahu-membahu menolong keluarga yang berduka. Mulai dari mendoakan arwah yang meninggal sampai mengurus pemakamannya. Termasuk menghadiri doa atau ibadat peringatan kematian.
Q
: Apa yang Anda ketahui mengenai tujuan pelayanan kasih yang pernah dilaksanakan?
R
: Tujuannya bisa macam-macam. Pelayanan untuk anak-anak bertujuan meningkatkan iman mereka dan mendekatkan mereka pada Tuhan. Kalau pelayanan untuk orang sakit tentu bertujuan untuk memberi penghiburan kepada mereka, biar tidak cepat putus asa dan tetap bertekun dalam doa. [11]
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Sedangkan pelayanan untuk orang muda bertujuan mendekatkan mereka dengan gereja. Namun dalam prakteknya, orang muda susah diberi pendampingan. Ini jadi tantangan buat gereja. Q
: Siapa saja yang menjadi sasaran dalam kegiatan pelayanan kasih ini?
R
: Sasaranya adalah semura orang. Tidak memandang darimana asal agama maupun latar belakang sosial dan budayanya. Menurut saya, pelayanan yang dilakukan itu mesti memberi manfaat kepada semua orang.
Q
: Siapa saja yang terlibat dalam pelayanan kasih ini?
R
: Kalau saya lihat, pihak-pihak yang paling aktif selama ini di stasi adalah orang tua khususnya yang sudah lansia dan ibu-ibu. Selain itu ada ana-anak kecil juga yang memang sering diajak ibunya untuk ikut misa, doa, pendampingan iman dan termasuk kunjungan emaus. Meski demikian saya juga lihat, pengurus stasi sangat aktif melayani orang yang butuh bantuan. Namun satu masalah yang saya lihat, romo paroki kurang aktif berkunjung lagi di stasi. [...] Seaktif-aktifnya ketua stasi dan umat, kalau romonya jarang datang maka akan memengaruhi umat. Sudah tentu – umat akan malas. Kerinduan mereka untuk merayakan ekaristi dan menerima Tubuh dan Darah Kristus harus dilihat sebagai salah satu aspek penting dalam keseluruhan proses perkembangan iman umat. Tanpa itu umat pasti malas. Karena saya lihat kerja pengurus stasi akan tampak sia-sia kalau tidak mendapat dukungan dari para romo paroki. Umat di sini memang ada kecenderungan malas ke gereja dan berdoa. Namun jangan cepat dulu menilai mereka kafir. Karena kalau ditanya, kalian agama apa – mereka pasti langsung dengan berani bilang saya beragama Katolik. Percaya pada Yesus Kristus. Tidak ada tawar menawar soal iman. Titik.
[12]
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Responden 3 Nama : Irene Sri Hartati Hari/Tanggal : Sabtu, 27 Agustus 2016 Status : Ketua Stasi
Q
: Apa yang anda ketahui tentang pelayanan?
R
: Pelayanan itu adalah peduli terhadap sesama yang mengalami kekurangan. Maksud saya, pelayanan itu haruslah melampaui batas agama dan keyakinan. Saya bilang begini karena orang-orang dewasa ini lebih peduli pada diri sendiri. Kalau pun dia peduli pada orang lain, itu hanya khusus buat orang-orang di sekitarnya saja. Seperti keluarga, teman akrab, dan sebagainya. Sangat jarang kita jumpai orang yang peduli pada orang lain. Coba lihat saja sekarang, banyak rumah yang punya pagar yang tinggitinggi. Itu tandanya orang menutup diri
Q
: Siapa saja yang menjadi sasaran dalam kegiatan pelayanan kasih ini?
R
: Kalau saya melihat, sebenarnya ada banyak jenis pelayanan yang sudah dilakukan di stasi ini. Pelayanan untuk orang sakit, pelayanan untuk para janda, pelayanan untuk anak-anak (PIA), pelayanan untuk orang muda, dan lain-lain. Namun yang berjalan baik selama ini baru pelayanan untuk anakanak dan pelayanan sakramen orang sakit. Dua kegiatan itu yang selalu rutin kita lakukan. Selain itu kita juga masih rutin melaksanakan doa atau ibadat bersama, meski tidak semua orang di stasi ini terlibat aktif. Misalnya doa rosario, novena pentekosta, doa lelayu.
Q
: Apa yang Anda ketahui mengenai tujuan pelayanan kasih yang pernah dilaksanakan?
R
: Sederhana sekali, mbak. Kan sudah saya bilang bahwa pelayanan itu artinya peduli. Nah karena itu menurut saya tujuan dari orang peduli itu hanya agar orang lain merasa diperhatikan. Itu saja. Saat ini kita mengalami krisis perhatian yang besar. Masing-masing sibuk dengan dirinya sampai lupa
[13]
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
bahwa di samping kiri dan kanannya ada orang lain. Nah kalau orang sadar akan hal ini maka saya jamin deh pelayanan apa pun bentuknya bisa sukses. Q
: Siapa saja yang menjadi sasaran dalam kegiatan pelayanan kasih ini?
R
: Fokus pelayanan selama ini masih tertuju pada sesama umat yang beragama Katolik. Mungkin karena kita minoritas jadi rasa solidaritas itu sangat kuat. Kita akan lebih senang membantu sesama kita daripada yang beragama lain. Ini contoh sederhana – misalnya, ada tetangga sebelah rumah yang mengalami kekurangan makanan, maka mereka akan lebih senang menceritakan kekurangan kepada tetangganya yang beragama Katolik dan mengharapkan bantuan dari mereka. Atau contoh lain, kalau ada kematian maka respons pertama yang muncul adalah menanyakan status agama keluarga yang mengalai musibah kematian. Jika agama sama maka reaksinya akan cepat, begitu pun sebaliknya.
Q
: Siapa saja yang terlibat dalam pelayanan kasih ini?
R
: Saya lihat pihak yang paling aktif menghayati arti pelayanan kasih adalah pengurus stasi dan kelompok ibu-ibu. Selama ini mereka bekerja dengan sangat loyal dan tulus. Semuanya karena digerakkan oleh iman. Meski tidak mendapat imbalan material namun mereka yakin Tuhan akan memberi imbalan yang pantas saat di Surga. Mereka selalu bersigap dalam situasi apa pun. Misalnya: saat ada yang sakit, mereka pasti akan bantu mendoakan atau bersedia menginformasikan kepada romo paroki untuk memberi sakramen penguatan; saat ada yang meninggal, mereka pasti akan mengurusi proses pemakaman; saat ada yang butuh surat administrasi, mereka selalu siap membantu.
[14]
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Responden 4 Nama : Kristiana Puryanti Hari/Tanggal : Sabtu, 27 Agustus 2016 Status : Bendahara Lingkungan
Q
: Apa yang anda ketahui tentang pelayanan?
R
: Kalau saya lihat pelayanan itu merupakan kegiatan sosial dalam kehidupan bersama yang membutuhkan kepedulian. Kita ini hidup dalam satu komunitas, maka perlu ada rasa peduli satu terhadap yang lain. Peduli di sini macam-macam. Misalnya peduli terhadap orang yang berkekurangan secara material, peduli terhadap yang orang menderita sakit, peduli terhadap orang yang sedang kesepian dan sebagainya. Tanpa rasa peduli, tindakan pelayanan tidak bisa berjalan. Karena orang baru bisa melayani karena ada rasa peduli.
Q
: Siapa saja yang menjadi sasaran dalam kegiatan pelayanan kasih ini?
R
: Berdasarkan cerita orang tua dulu – katanya mereka sering berkumpul untuk berdoa bersama. Kesempatan untuk berdoa itu selalu mereka pakai untuk bercerita dan berbagi pengalaman hidup. Lama-kelamaan hubungan persaudaraan itu tumbuh dan semakin kuat terjalin. Tentu rasa solider satu terhadap yang lain dengan sendiri muncul saat ada yang mengalami masalah atau musibah. Misalnya saat ada tetangga yang mengalami musibah kecelakaan atau lelayu biasanya langsung mendapat respons yang baik dari sesama yang beragama Katolik.
Q
: Apa yang Anda ketahui mengenai tujuan pelayanan kasih yang pernah dilaksanakan?
R
: Tujuannya agar makin banyak orang Katolik peduli pada sesamanya. Ingat, tidak semua orang punya nasib sama. Ada yang hidupnya serba berkecukupan; ada yang hidupnya pas-pasan; namun ada juga yang memang serba berkekurangan. Kondisi macam ini menurut saya butuh
[15]
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
tindakan saling berbela rasah, agar tidak ada gap antara yang kaya dan miskin. Orang mesti peduli sehingga hidup terasa lebih harmonis. Q
: Siapa saja yang menjadi sasaran dalam kegiatan pelayanan kasih ini?
R
: Setahu saya pelayanan itu menyasar semua kelompok kategorial. Entah itu lansia, orang dewasa, anak muda, anak-anak, orang sehat maupun sakit, yang kaya maupun miskin. Namun masalahnya tidak semua aktivitas pelayanan selama ini belum tepat sasar. Bahkan ada yang sama sekali tidak dilaksankan secara baik. Alih-alih terima tanggung jawab jadi pemimpin atau petugas gereja namun sama sekali tidak paham tugas dan tanggung jawab sebagai pelayan. Bila demikian maka otomatis dia juga tidak tahu apa sasaran targetnya dan tujuan yang hendak dicapai.
Q
: Siapa saja yang terlibat dalam pelayanan kasih ini?
R
: Siapa saja yang aktif dan siapa saja yang nggak? Saya kira ini pertanyaan yang menarik. Saya susah memberi jawaban yang pasti karena menurut saya kondisinya selalu tidak menentu. Cenderung berubah-ubah. [...] Jika harus jujur, saya kira tidak semua pengurus stasi bekerja dengan tulus. Mereka bekerja – melayani, sesungguhnya karena terpaksa sehingga kemungkinan untuk mendahulukan urusan pribadi dan keluarga sangat besar. Apalagi tugas pelayanan tersebut sifatnya sukarela. Mengurus iman ratusan umat itu pekerjaan berat. Harus dibedakan dengan kerjaan pemerintah yang hanya sekadar mendengar keluhan masyarakat lalu membuat program. Persoalan iman perlu direspons dengan perhatian bukan material. Para pengurus stasi sesungguhnya adalah pelayan iman bukan pemerintah. Mereka punya hal lain yang memang tidak dimiliki oleh pemerintah yakni “kesediaan untuk menuntun” umat ke jalan hidup yang sesuai dengan ajaran iman Katolik.
[16]
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Responden 5 Nama : Ignatius Jurianto Hari/Tanggal : Minggu, 28 Agustus 2016 Status : Orang Muda/Aktivis Lingkungan
Q
: Apa yang anda ketahui tentang pelayanan?
R
: Pelayanan itu merupakan suatu tindakan kasih yang dilakukan tanpa pamrih oleh orang-orang yang berjiwa sosial dan memiliki ketulusan hati. Sekarang ini agak susah mencari orang yang bekerja tanpa pamrih, mbak. Dulu kita sering dengar, guru itu - pahlawan tanpa tanda jasa. Tapi tetap saja, minta gajinya dinaikan sana-sini sehingga ora ngurusin ngajar. Tapi syukurlah untuk urusan gereja, masih ada satu-dua orang yang bersedia berkorban.
Q
: Siapa saja yang menjadi sasaran dalam kegiatan pelayanan kasih ini?
R
: Kalau ada butuh yang bantuan biasanya langsung mendapat respons dari sesama umat. Bentuk bantuannya macam-macam. Kadang ada yang butuh bantuan material misalnya makanan, pinjaman uang, tumpangan rumah, dan sebagainya. Namun ada pula yang kerap membutuhkan bantuan dalam hal-hal rohani seperti doa mohon kesembuhan dari sesama, doa lelayu, doa mohon keberhasilan, dan sebagainya.
Q
: Apa yang Anda ketahui mengenai tujuan pelayanan kasih yang pernah dilaksanakan?
R
: Sebagai anak muda di stasi ini, terus terang saya prihatin dengan corak hidup kaum muda Katolik saat ini. Jarang terlibat dalam urusan-urusan rohani. Ketika diajak ikut doa lingkungan atau menghadiri misa, selalu saja ada alasan sana-sini. Tapi anehnya selalu ada waktu buat jalan-jalan ke mall atau nonton di bioskop. Karena itu ketika ditanya apa sih tujuan dari pelayanan - menurut saya, agar memberi kesadaran kepada anak-anak muda sehingga lebih giat ke gereja dan sebagainya. Menegnai cara menarik mereka untuk terlibat, saya kira ini yang masih jadi persoalan. Saya sendiri binggu bagaiman cara yang efektif. [17]
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Q
: Siapa saja yang menjadi sasaran dalam kegiatan pelayanan kasih ini?
R
: Kalau saya lihat sasaran utama pelayanan saat ini adalah orang muda. Itu misi utama yang patut diperhatikan secara serius oleh gereja. Kelompok ini sedang sakit parah. Mamang saya sadar bahwa ada begitu banyak sasaran pelayanan. Namun yang paling mendesak saat ini adalah kaum muda. Pihak gereja perlu memikirkan secara serius cara yang efektif untuk mengajak anak-anak muda peduli pada urusan imannya. Meski ini menjadi tantangan yang sulit tapi tidak berarti kita harus menyerah. Kalau sosial media bisa bikin orang muda terpesona bahkan sampai tergila-gila, kenapa gereja nggak bisa? Cari tahu dong apa daya tariknya.
Q
: Siapa saja yang terlibat dalam pelayanan kasih ini?
R
: Tidak semua umat terlibat aktif, mbak. Menurut saya kelompok yang saat ini “sedang sakit” adalah kaum muda. Saya juga orang muda, karena itu saya tahu situasi yang terjadi saat ini. […] Pernah suatu ketika, saya ikut ibadat sabda di stasi dan saya sama sekali tidak menemukan orang muda yang menghadiri ibadat tersebut. Awalnya saya berpikir positif namun lama kelamaan saya mendapat kesan yang sama juga dari ibu saya. Dia mengatakan hal yang sama bahwa orang muda dewasa ini hampir jarang terlibat dalam kegiatan-kegiatan rohani di stasi. Misal saja, doa rosario – tidak satu pun orang muda yang hadir. Ketika ditanya alasan kenapa gak hadir, mereka pasti akan menjawab “kami sibuk dengan tugas sekolah” dan macam-macam alasan lainnya.
[18]
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 2: Surat Izin Penelitian
[19]
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 3: Surat Selesai Penelitian Ngawi, 4 September 2016 Hal
: Penyataan Penelitian
Lamp. : -
Yth. Dosen Pembimbing Skripsi Di tempat
Dengan hormat, Sehubungan dengan penulisan skripsi yang berjudul “Refleksi Pelayanan Kasih Awam Kristiani Dalam Terang Ensiklik Deus Caritas Est di Stasi Santa Maria Assumpta Ngrendeng, Paroki Santo Yoseph Ngawi Keuskupan Surabaya”, menyatakan bahwa: Nama
: Elisabet Dwi Setiani
NIM
: 121124015
Program studi : Pendidikan Agama Katolik Jurusan
: Ilmu Pendidikan
Semester
: VIII (Delapan)
Telah melaksanakan penelitian pada tanggal 21 Agustus – 4 September 2016 di Stasi Santa Maria Assumpta Ngrendeng, Ngawi. Demikian surat pernyataan ini kami buat dengan sebenarnya agar dapat dipergunakan sebagaimana mestinya. Atas perhatian yang diberikan, saya mengucapkan terima kasih.
Mengetahui
Pemohon
Ketua Stasi
Elisabet Dwi Setiani
[20]
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 4: Daftar Stasi dan Lingkungan Paroki St. Yosef Ngawi
[21]
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
[22]
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 5: Teks Lagu Usulan Program Lagu Pembuka: Bagaikan Bejana Bagaikan bejana siap dibentuk Demikian hidupku di tanganMu Dengan urapan kuasa RohMu Ku dibaharui selalu Jadikan ku alat dalam rumahMu Inilah hidupku ditanganMu Bentuklah sturut kehendakMu Pakailah sesuai rencanaMu Ku mau spertiMu Yesus Disempurnakan slalu Dalam segenap jalanku Memuliakan namaMu
Lagu Penutup: Bimbinglah Aku Tuhanku (PS 697) Bimbinglah aku Tuhanku Dalam langkah hidupku Jadikanlah aku utusanMu Dan pewarta sabdaMu Pimpinlah selalu langkah hidupku Agar ku setia menjadi muridMu Arahkan segala karsa karyaku Untuk mewujudkan dunia baruMu
[23]