PENYUSUN Yudi Setianto, M.Pd. Syachrial Arrifiantono, S.Pd., M.Pd. Rif’atul Fikriya, S.Pd., S.Hum. Didik Budi Handoko, S.Pd.
( PPPPTK PKn DAN IPS ) ( PPPPTK PKn DAN IPS ) ( PPPPTK PKn DAN IPS ) ( PPPPTK PKn DAN IPS )
PEMBAHAS Drs. Kasimanuddin Ismain, M.Pd. Deny Yudo Wahyudi, M.Hum. Endang Setyoningsih, S.Pd. Budi Santoso, S.Pd.
IPS SMP
( Universitas Negeri Malang ) ( Universitas Negeri Malang ) ( SMA Negeri 5 Malang ) ( SMA Negeri 2 Batu )
1
MODUL PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN
MATA PELAJARAN
SEJARAH SMA/SMK KELOMPOK KOMPETENSI 9
PENYUSUN Yudi Setianto, M.Pd. Syachrial Arrifiantono, S.Pd., M.Pd. Rif’atul Fikriya, S.Pd., S.Hum. Didik Budi Handoko, S.Pd.
( PPPPTK PKn DAN IPS ) ( PPPPTK PKn DAN IPS ) ( PPPPTK PKn DAN IPS ) ( PPPPTK PKn DAN IPS )
PEMBAHAS: Drs. Kasimanuddin Ismain, M.Pd. Deny Yudo Wahyudi, M.Hum. Endang Setyoningsih, S.Pd. Budi Santoso, S.Pd.
( Universitas Negeri Malang ) ( Universitas Negeri Malang ) ( SMA Negeri 5 Malang ) ( SMA Negeri 2 Batu )
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN PUSAT PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL PPPPTK PKn DAN IPS 2015 Sejarah SMA/SMK K - 9
i
PENGANTAR
Salah satu komponen yang menjadi fokus perhatian dalam peningkatan kualitas pendidikan adalah peningkatan kompetensi guru. Hal ini menjadi prioritas baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Sejalan dengan hal tersebut, peran guru yang profesional dalam proses pembelajaran di kelas menjadi sangat penting sebagai penentu kunci keberhasilan belajar siswa. Disisi lain, Guru diharapkan mampu untuk membangun proses pembelajaran yang baik sehingga dapat menghasilkan pendidikan yang berkualitas. Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) diperuntukkan bagi semua guru. Sejalan dengan hal tersebut, pemetaan kompetensi baik Kompetensi Pedagogik maupun Kompetensi Profesional sangat dibutuhkan bagi Guru. Informasi, tentang peta kompetensi tersebut diwujudkan dalam buku modul Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan dari berbagai mata pelajaran. PPPPTK PKn dan IPS merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis
di
lingkungan Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan, mendapat tugas untuk menyusun Modul Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB), khususnya modul PKB untuk
mata pelajaran PPKn SMP, IPS SMP, PPKn
SMA/SMK, Sejarah SMA/SMK, Geografi SMA, Ekonomi SMA, Sosiologi SMA, dan Antropologi SMA. Masing-masing modul Mata Pelajaran disusun dalam grade 1 sampai grade 10. Dengan adanya modul
ini, diharapkan semua
kegiatan pendidikan dan pelatrihan baik yang dilaksanbakan dengan pola tatap muka maupun on-line bisa mengacu dari modul-modul yang telkah disusun ini. Semoga modul ini bisa dipergunakan untuk menjadi acuan dan pengembangan proses pembelajaran, khususnya untuk mata pelajaran PKn dan IPS.
Jakarta, Desember 2015 Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan
Sumarna Surapranata, Ph.D NIP. 195908011985032001 Sejarah SMA/SMK K-9
ii
DAFTAR ISI Halaman Judul
i
Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Diagram Pendahuluan A. Latar Belakang B. Tujuan C. Peta Kompetensi D. Ruang Lingkup E. Saran Penggunaan Modul Kegiatan Pembelajaran 1 : Pendekatan Saintifik dan Model-model dalam Pembelajaran Sejarah A. Tujuan Pembelajaran B. Indikator Pencapaian Kompetensi C. Uraian Materi D. Aktivitas Pembelajaran E. Latihan / Kasus / Tugas F. Rangkuman G. Umpan Balik dan Tindak Lanjut
ii iii v v 1 1 5 5 7 8
Kegiatan Pembelajaran 2 : Analisis RPP A. Tujuan Pembelajaran B. Indikator Pencapaian Kompetensi C. Uraian Materi D. Aktivitas Pembelajaran E. Latihan / Kasus / Tugas F. Rangkuman G. Umpan Balik dan Tindak Lanjut
35 35 35 35 48 49 53 53
Kegiatan Pembelajaran 3 : Analisis Butir Soal dengan Program Berbantuan Komputer A. Tujuan Pembelajaran B. Indikator Pencapaian Kompetensi C. Uraian Materi D. Aktivitas Pembelajaran E. Latihan / Kasus / Tugas F. Rangkuman G. Umpan Balik dan Tindak Lanjut
55 55 55 55 72 73 74 75
Kegiatan Pembelajaran 4 Penelitian Tindakan Kelas A. Tujuan Pembelajaran B. Indikator Pencapaian Kompetensi C. Uraian Materi D. Aktivitas Pembelajaran E. Latihan / Kasus / Tugas
77 77 77 77 94 94
Sejarah SMA/SMK K - 9
9 9 9 30 31 34 34
iii
F. Umpan Balik dan Tindak Lanjut Kegiatan Pembelajaran 5 : Perkembangan Sejarah Ketatanegaraan di Indonesia A. Tujuan Pembelajaran B. Indikator Pencapaian Kompetensi C. Uraian Materi D. Aktivitas Pembelajaran E. Latihan / Kasus / Tugas F. Rangkuman G. Umpan Balik dan Tindak Lanjut
95
97 97 97 97 128 129 130 131
Kegiatan Pembelajaran 6
Perkembangan Sejarah Lokal dan Penerapannya dalam Pembelajaran Tujuan Pembelajaran Indikator Pencapaian Kompetensi Uraian Materi Aktivitas Pembelajaran Latihan / Kasus / Tugas Rangkuman Umpan Balik dan Tindak Lanjut
134 134 134 134 156 157 158 159
Kegiatan Pembelajaran 7 Perkembangan Sejarah Politk di Indonesia A. Tujuan Pembelajaran B. Indikator Pencapaian Kompetensi C. Uraian Materi D. Aktivitas Pembelajaran E. Latihan / Kasus / Tugas F. Rangkuman G. Umpan Balik dan Tindak Lanjut
162 162 162 162 185 186 187 188
Kegiatan Pembelajaran 8 Sejarah Ekonomi Indonesia A. Tujuan Pembelajaran B. Indikator Pencapaian Kompetensi C. Uraian Materi D. Aktivitas Pembelajaran E. Latihan / Kasus / Tugas F. Rangkuman G. Umpan Balik dan Tindak Lanjut Evaluasi Penutup
191 191 191 191 202 203 203 203
A. B. C. D. E. F. G.
Sejarah SMA/SMK K-9
iv
DAFTAR TABEL Tabel 4.1. Masalah dan Rumusannya Tabel 4.2. Masalah, Rumusan Masalah, dan Hipotesis Tindakan
Sejarah SMA/SMK K - 9
90 92
v
DAFTAR DIAGRAM Diagram 1.1. Langkah-langkah Pelaksanaan Pembelajaran Berbasis Proyek 21
Sejarah SMA/SMK K-9
vi
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan
pendidikan.
Guru
dan
tenaga
kependidikan
wajib
melaksanakan kegiatan pengembangan keprofesian secara berkelanjutan agar dapat melaksanakan tugas profesionalnya.Program Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) adalah pengembangan kompetensi Guru dan Tenaga Kependidikan yang dilaksanakan sesuai kebutuhan, bertahap, dan berkelanjutan untuk meningkatkan profesionalitasnya. Pengembangan keprofesian berkelanjutan sebagai salah satu strategi pembinaan guru dan tenaga kependidikan diharapkan dapat menjamin guru dan tenaga kependidikan mampu secara terus menerus memelihara, meningkatkan, dan mengembangkan kompetensi sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Pelaksanaan kegiatan PKB akan mengurangi kesenjangan antara kompetensi yang dimiliki guru dan tenaga kependidikan dengan tuntutan profesional yang dipersyaratkan. Guru dan tenaga kependidikan wajib melaksanakan PKB baik secara mandiri maupun kelompok. Khusus untuk PKB dalam bentuk diklat dilakukan oleh lembaga pelatihan sesuai dengan jenis kegiatan dan kebutuhan guru. Penyelenggaraan diklat PKB dilaksanakan oleh PPPPTK dan LPPPTK KPTK atau penyedia layanan diklat lainnya. Pelaksanaan diklat tersebut memerlukan modul sebagai salah satu sumber belajar bagi peserta diklat. Modul merupakan bahan ajar yang dirancang untuk dapat dipelajari secara mandiri oleh peserta diklat berisi materi, metode, batasan-batasan, dan cara mengevaluasi yang disajikan secara sistematis dan menarik untuk mencapai tingkatan kompetensi yang diharapkan sesuai dengan tingkat kompleksitasnya. Pedoman penyusunan modul diklat PKB bagi guru dan tenaga kependidikan ini merupakan acuan bagi penyelenggara pendidikan dan pelatihan dalam mengembangkan modul pelatihan yang diperlukan guru dalam melaksanakan
Sejarah SMA/SMK K - 9
1
kegiatan PKB. Dasar Hukum penulisan Modul PKB untuk Guru Sejarah SMA/SMK adalah : 1.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
2.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
3.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 101 Tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil.
4.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan sebagaimana diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013.
5.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru;
6.
Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya.
7.
Peraturan Bersama Menteri Pendidikan Nasional dan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 14 Tahun 2010 dan Nomor 03/V/PB/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional dan Angka Kreditnya.
8.
Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 14 tahun 2010 tentang Jabatan Fungsional Penilik dan Angka Kreditnya
9.
Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 21 tahun 2010 tentang Jabatan Fungsional Pengawasdan Angka Kreditnya.
10. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 12 tahun 2007 tentang Standar Pengawas Sekolah 11. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 13 tahun2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah 12. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 16 tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. 13. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 24 tahun 2008 tentang Standar Tenaga Administrasi Sekolah/Madrasah
Sejarah SMA/SMK K-9
2
14. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 25 tahun 2008 tentang Standar Tenaga Perpustakaan 15. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor No 26 tahun 2008 tentang Standar Tenaga Laboran 16. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor No 27 tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor; 17. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 63 Tahun 2009 tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan. 18. Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. 19. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2009 tentang Standar Penguji pada Kursus dan Pelatihan 20. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2009 tentang Standar Pembimbing pada Kursus dan Pelatihan 21. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2009 tentang Standar Pengelola Kursus 22. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 43 tahun 2009 tentang Standar Tenaga Administrasi Pendidikan pada Program Paket A, Paket B, dan Paket C. 23. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 44 tahun 2009 tentang Standar Pengelola Pendidikan pada Program Paket A, Paket B, danPaket C. 24. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2009 tentang Standar Teknisi Sumber Belajar pada Kursus dan Pelatihan 25. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2010 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. 26. Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 21 tahun 2010 tentang Jabatan Fungsional Pengawasdan Angka Kreditnya.
Sejarah SMA/SMK K - 9
3
27. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2011 tentang Sertifikasi Guru dalam Jabatan. 28. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 1 tahun 2012 tentang Organisasi dan Tata Kelola Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. 29. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 41 tahun 2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja PPPPTK. 30. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Penilik dan Angka Kreditnya. 31. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2013 Tentang Juknis Jabatan Fungsional Pamong Belajar dan Angka Kreditnya. 32. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 72 tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Layanan Khusus 33. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 152 Tahun 2014 Tentang Standar Kualifikasi Akademik Dan Kompetensi Pamong Belajar. 34. Peraturan Menteri Pendidikan Kebudayaan Nomor 143 tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Jabatan Fungsional Pengawas dan Angka Kreditnya.. 35. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 137 tahun 2014 tentang Standar Nasional Pendidikan Anak Usia Dini. 36. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 143 tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Jabatan Fungsional Pengawas dan Angka Kreditnya. 37. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian dan Pendidikan dan Kebudayaan. 38. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 16 tahun 2015 tentang Organisasidan Tata Kerja Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan.
Sejarah SMA/SMK K-9
4
B. Tujuan Modul Grade 9 ini, merupakan kesatuan utuh dari materi-materi yang ada pada modul grade 9. Modul diklat ini sebagai panduan belajar bagi guru Sejarah SMA/SMK dalam memahami materi Sejarah Sekolah Menengah Atas. Modul ini bertujuan dalam upaya peningkatan kompetensi pedagogik dan profesional materi Sejarah SMA/SMK sebagai tindak lanjut dari UKG tahun 2015. Kita akan mengajak Anda, mengkaji terkait materi yang terdiri atas materi pedagogik dan profesional. Materi pedagogik berhubungan dengan materi yang mendukung proses pembelajaran seperti pendekatan saintifik dan model-model pembelajaran sejarah, analisis RPP, Analisis Butir Soal dengan Program Berbantuan Komputer serta PTK. Materi profesional terkait dengan materi sejarah, sesuai periodisasi dalam sejarah, sehingga materi ini mencakup Perkembangan Sejarah Ketatanegaraan di Indonesia, Perkembangan Sejarah Lokal dan Penerapannya dalam Mata Pelajaran Sejarah, Perkembangan Sejarah Politik di Indonesia, dan Sejarah Ekonomi di Indonesia.
C. Peta Kompetensi Kompetensi yang ingin dicapai setelah peserta diklat mempelajari Modul ini adalah : Kegiatan Pembelajaran ke -
Nama Mata Diklat
1.
Pendekatan Saintifik dan Modelmodel Pembelajaran Sejarah
2.
Analisis RPP
3.
Analisis Butir Soal Menggunakan Program Berbantuan Komputer
4.
Penelitian Tindakan Kelas
5.
Perkembangan Sejarah Ketatanegaraan di Indonesia
Sejarah SMA/SMK K - 9
Kompetensi
menunjukkan penerapan pendekatan saintifik dan modelmodel pembelajaran sejarah menganalisis RPP sesuai prinsip dan sistematika yang berlaku mengkaji dan menelaah setiap butir soal agar diperoleh soal yang bermutu sehingga diketahui informasi diagnostik menunjukkan penerapan Penelitian Tindakan Kelas menunjukkan dinamika ketatanegaraan Indonesia UUD
5
6.
Perkembangan Sejarah Lokal dan Penerapannya dalam Mata Pelajaran Sejarah
7.
Perkembangan Sejarah Politik di Indonesia
8.
Sejarah Ekonomi di Indonesia
Sejarah SMA/SMK K-9
1945 yang ditetapkan tanggal 18 Agustus 1945,berlakunya UUD RIS,berlakunya UUD Sementara 1950, Dekrit Presiden dan Kembali ke UUD 1945 dan UUD 1945 Hasil Amandemen menunjukkan perkembangan sejarah lokal serta implementasinya dalam pembelajaran di SMA untuk mata pelajaran sejarah menunjukkan dinamika pemerintahan Indonesia pada awal kemerdekaan, masa demokrasi liberal dan masa demokrasi terpimpin mampu memahami sejarah ekonomi Indonesia sebagai bagian dari perkembangan sejarah Indonesia
6
D. Ruang Lingkup
Pendekatan Saintifik dan Model-model Pembelajaran Sejarah
Analisis RPP Pedagogik Analisis Butir Soal Menggunakan Program Berbantuan Komputer
Penelitian Tindakan Kelas Materi Sejarah SMA/SMK
Perkembangan Sejarah Ketatanegaraan di Indonesia
Profesional
Perkembangan Sejarah Lokal dan Penerapannya dalam Mata Pelajaran Sejarah Perkembangan Sejarah Politik di Indonesia
Sejarah Ekonomi di Indonesia
Sejarah SMA/SMK K - 9
7
E. Saran Penggunaan Modul Agar peserta berhasil menguasai dan memahami materi dalam modul ini, lalu dapat mengaplikasikannya dalam pembelajaran di sekolah, maka cermati dan ikuti petunjuk berikut dengan baik, antara lain:
Penguasaan materi pedagogik yang mendukung penerapan materi profesional
Penguasaan materi profesional sebagai pokok dalam pembelajaran sejarah di SMA/SMK
Bacalah setiap tujuan pembelajaran dan indikator pencapaian kompetensi pada masing-masing kegiatan pembelajaran agar anda mengetahui pokok-pokok pembahasan
Selama mempelajari modul ini, silakan diperkaya dengan referensi yang berkaitan dengan materi
Perhatikan pula aktivitas pembelajaran dan langkah-langkah dalam menyelesaikan setiap latihan/tugas/kasus
Latihan/tugas/kasus dapat berupa permasalahan yang bisa dikerjakan dalam kelompok dan individu
Diskusikanlah dengan fasilitator apabila terdapat permasalahan dalam memahami materi.
Sejarah SMA/SMK K-9
8
KEGIATAN PEMBELAJARAN 1
PENDEKATAN SAINTIFIK DAN MODEL-MODEL PEMBELAJARAN SEJARAH
A. TUJUAN PEMBELAJARAN Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta diklat dapat menunjukkan penerapan pendekatan saintifik dan model-model pembelajaran sejarah dengan baik.
B. INDIKATOR PENCAPAIAN KOMPETENSI 1. Menganalisis hakekat pendekatan saintifik dalam pembelajaran 2. Menunjukkan penerapan pendekatan saintifik dalam pembelajaran 3. Menganalisis model model pembelajaran dalam Kurikulum 2013 4. Menunjukkan penerapan model-model pembelajaran dalam Kurikulum 2013
C. URAIAN MATERI 1.
Pendekatan Saintifik
a.
Pendekatan Pembelajaran Sejarah berdasar Kurikulum 2013 Kurikulum 2013 menekankan penerapan pendekatan ilmiah atau scientific
approach
pada
proses
pembelajaran.Pendekatan
scientific
termasuk
pembelajaran inkuiri yang bernafaskan konstruktivisme. Sasaran pembelajaran dengan
pendekatan
ilmiah
mencakup
pengetahuan, dan keterampilan yang
pengembangan
ranah
sikap,
dielaborasi untuk setiap satuan
pendidikan. Ketiga ranah kompetensi tersebut memiliki lintasan perolehan (proses) psikologis yang berbeda. Sikap diperoleh melalui aktivitas: menerima, menjalankan, menghargai, menghayati, dan mengamalkan. Pengetahuan diperoleh melalui aktivitas: mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta. Sementara itu, keterampilan diperoleh melalui aktivitas: mengamati, menanya, menalar, menyaji, dan mencipta . Menurut
McCollum (2009)
dijelaskan bahwa komponen-komponen
penting dalam mengajar menggunakan pendekatan saintifik diantaranya adalah
Sejarah SMA/SMK K - 9
9
guru harus
menyajikan pembelajaran yang dapat
meningkatkan rasa
keingintahuan (Foster a sense of wonder), meningkatkan keterampilan mengamati (Encourage observation), melakukan analisis ( Push for analysis) dan berkomunikasi (Require communication).
Untuk mempelajari bagaimana
pembelajaran Sejarah Indonesia berbasis pendekatan saintifik, berikut ini diuraikan dengan singkat konsep pembelajaran Sejarah Indonesia dan pendekatan scientific pada pembelajaran dan implementasi pendekatan scientific pada pembelajaran Sejarah Indonesia. Dalam
Kurikulum
2013,
pengalaman belajar pokok yaitu
proses
pembelajaran
terdiri
atas
lima
mengamati, menanya, mengumpulkan
informasi, mengasosiasi dan mengomunikasikan. Jika dihubungkan dengan komponen pada pendekatan sintifik diatas maka ke lima pengalaman belajar ini merupakan penerapan pendekatan saintik pada pembelajaran.
Karakteristik Mata Pelajaran Sejarah Indonesia Mata pelajaran Sejarah Indonesia merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pendidikan sejarah. Mata pelajaran
Sejarah Indonesia
merupakan mata pelajaran wajib di jenjang pendidikan menengah (SMA/MA dan SMK/MAK). Sejarah memiliki makna dan posisi yang strategis, mengingat: 1) Manusia hidup masa kini sebagai kelanjutan dari masa lampau sehingga perlajaran sejarah memberikan dasar pengetahuan untuk memahami kehidupan masa kini, dan membangun kehidupan masa depan. 2) Sejarah mengandung peristiwa kehidupan manusia di masa lampau untuk dijadikan guru kehidupan: Historia Magistra Vitae 3) Pelajaran Sejarah adalah untuk membangun memori kolektif sebagai bangsa untuk mengenal bangsanya dan membangun rasa persatuan dan kesatuan 4) Sejarah Indonesia memiliki arti strategis dalam pembentukan watak dan peradaban
bangsa
Indonesia
yang
bermartabat
serta
dalam
pembentukan manusia Indonesia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air.
Dalam
Seminar
Sejarah
Nasional
di
Yogyakarta
tahun
1957,
Padmopuspito berpendapat bahwa pertama, penyusunan pelajaran sejarah
Sejarah SMA/SMK K-9
10
harus bersifat ilmiah. Kedua, siswa perlu bimbangan dalam berfikir tetapi tafsiran dan penilaian tidak boleh dipaksakan, karena dapat mematikan daya pikir siswa (Sidi Gazalba ,1966: 169). Terdapat beberapa pemaknaan terhadap pendidikan sejarah. Pertama, secara tradisional pendidikan sejarah dimaknai sebagai upaya untuk mentransfer kemegahan bangsa di masa lampau kepada generasi muda. Dengan posisi yang demikian maka pendidikan sejarah adalah wahana bagi pewarisan nilai-nilai keunggulan bangsa. Melalui posisi ini pendidikan sejarah ditujukan untuk membangun kebanggaan bangsa dan pelestarian keunggulan tersebut. Kedua, pendidikan sejarah berkenaan dengan upaya memperkenalkan peserta didik terhadap disiplin ilmu sejarah. Oleh karena itu kualitas seperti berpikir kronologis, pemahaman sejarah, kemampuan analisis dan penafsiran sejarah,
kemampuan
penelitian
sejarah,
kemampuan
analisis
isu
dan
pengambilan keputusan (historical issues-analysis and decision making) menjadi tujuan penting dalam pendidikan sejarah (Hamid Hasan, 2007 : 7).Prinsip pemilihan substansi dalam didaktif sejarah adalah(Sartono Kartodirdjo,1993: 254-257): 1) pendekatan secara lokosentris, mulai dengan mengenal lokasi sejarah di sekitarnya 2) pendekatan konsentris, mulai lingkungan dekat meluas ke lingkup nasional terus ke yang internasional. 3) temasentris yaitu pilihan tema tertentu yang menarik sekitar pahlawan atau monumen, dan lain sebagainya. 4) kronologi: urutan kejadian menurut waktu. 5) tingkatan presentasi dari deskriptif-naratif ke deskriptif-analitis, mulai dari cerita tentang “ bagaimana” terjadinya, sampai pada “mengapa”-nya. 6) sejarah garis besar dan menyeluruh.
Mata pelajaran Sejarah Indonesia dikembangkan atas dasar :
1) Semua wilayah/daerah memiliki kontribusi terhadap perjalanan Sejarah Indonesia hampir pada seluruh periode sejarah;
2) Pemahaman tentang masa lampau sebagai sumber inspirasi, motivasi, dan kekuatan untuk membangun semangat kebangsaan dan persatuan;
Sejarah SMA/SMK K - 9
11
3) Setiap periode Sejarah Indonesia memiliki peristiwa dan atau tokoh di tingkat nasional dan daerah serta keduanya memiliki kedudukan yang sama penting dalam perjalanan Sejarah Indonesia;
4) Tugas dan tanggung jawab untuk memperkenalkan peristiwa sejarah yang penting dan terjadi di seluruh wilayah NKRI serta seluruh periode sejarah kepada generasi muda bangsa;
5) Pengembangan cara berpikir sejarah (historical thinking), konsep waktu, ruang, perubahan, dan keberlanjutan menjadi keterampilan dasar dalam mempelajari Sejarah Indonesia. Dalam pembelajaran Sejarah Indonesia dengan Pendekatan Saintifik perlu juga dikembangkan kemampuan
berpikir sejarah (historical thinking).
Kemampuan berpikir sejarah ini terkait aspek atau kemampuan berpikir kronologis (diakronik) dan sinkronik, memperhatikan prinsip sebab akibat dan prinsip perubahan dan keberlanjutan. Kronologis dan Sinkronik Istilah kronologis ini sangat familier di di lingkungan masyarakat. Kronologis, dari sebuah kata dari bahasa Yunani, chromos yang berarti waktu dan logos diterjemahkan ilmu, jadi ilmu tentang waktu. Kata. Kronologis ini kemudian menjadi istilah yang terkenal dalam sejarah. Salah satu sifat dari peristiwa sejarah itu kronologis. Kronologis merupakan rangkaian peristiwa yang berada seting urutan waktu. Dalam pembelajaran sejarah setiap peserta didik dilatih untuk memahami bahwa setiap peristiwa itu berada pada seting waktu yang berurutan dari waktu yang satu ke waktu yang lain secara berurutan. Misalnya dalam peristiwa sekitar Proklamasi kita susun: tanggal 15 Agustus 1945, tanggal 16 Agustus 1945, dan tanggal 17 Agustus 1945. Tanggal 15 Agustus
diketahui
Jepang
menyerah,
tanggal
16
Agustus
peristiwa
Rengasdengklok, tanggal 17 Agustus, terjadi peristiwa Proklamasi. Dalam konsep waktu sejarah di kenal juga ada “waktu lampau” yang bersambung dengan “waktu sekarang” dan “waktu sekarang” akan bersambung dengan “waktu yang akan datang”. Dengan berpikir secara kronologis akan melatih hidup tertib dan berkerja secara sistematis. Sejarah dan ilmu-ilmu sosial mempunyai hubungan timbal balik. Dalam sejarah baru, lahir didukung dari ilmu-ilmu sosial meski sejarah mempunyai cara
Sejarah SMA/SMK K-9
12
tersendiri menghadapi obyeknya. Sejarah bersifat kronologis/ diakronik, yang artinya memanjang dalam waktu, sementara ilmu sosial bersifat sinkronik, melebar dalam ruang. Dalam perkembangannya, sejarah bersifat kronologis dan sinkronik, penjelasan sejarah didukung dan didasarkan pada ilmu-ilmu sosial. Antara ilmu sejarah dan ilmu sosial saling melengkapi.
Konsep sebab akibat Di dalah sejarah juga dikenal prinsip kausalitas atau hukum sebab akibat dari sebuah peristiwa. Kosep sebab akibat ini merupakan hal yang sangat penting dalam memberikan penjelasan tentang peristiwa sejarah. Setipa peristiwa sejarah terjadi tentu ada sebabnya. Begitu juga peristiwa itu akan menimbulkan akibat. Akibat dari peristiwa itu akan menjadi sebab pada peristiwa yang berikutnya demikian seterusnya. Coba lihat diagram berikut ini. sebab
peristiwa
akibat sebab
peristiwa
akibat
Mengenai sebab dari peristiwa sejarah itu bisa langsung dan sangat dekat dengan peristiwa sejarahn. Tetapi sebab itu juga dapat ditarik jauh dari waktu peristiwanya. Sebagai contoh peristiwa datangnya bangsa Barat ke Indonesia itu ingin mendapatkan rempah-rempah dari negeri asalnya agar lebih murah (sebab yang dekat/langsung dengan peristiwa datangnya ke Indonesia. Mengapa mereka harus dating ke Indonesia untuk mendapatkan rempah-rempah di Indonesia agar lebih murah, karena rempah-rempah sulit didapat di Eropa kalau ada harganya sangat tinggi karena perdagangan di Laut Tengah dikuasai Turki Usmani setelah menguasai Bizantiumu/Konstantinopel (sebab yang tidak langsung dengan peristiwanya). Pertanyaan berikutnya juga ditampilkan misalnya mengapa Turki Usmani menduduki Konstantinopel dan menguasai Laut Tengah, dan begitu sererusnya. Perubahan dan keberlanjutan Perubahan merupakan konsep yang sangat penting dalam sejarah. Sebab peristiwa bila terjadi pada hakikatnya sebuah perubahan, minimal perubahan dari segi waktu. Perubahan merupakan hal perbedaan dari suatu keadaan atau realitas yang satu dengan keadaan yang lain, dari tempat yang
Sejarah SMA/SMK K - 9
13
satu ke tempat yang lain, dari waktu yang satu ke waktu yang lain. Misalnya perubahan dari keadaan bangsa yang terjajah menjadi bangsa yang merdeka setelah terjadi peristiwa Proklamasi 17 Agustus 1945. Tetapi sekalipun terjadi peristiwa ada aspek-aspek tertetu yang tersisa masih berlanjut. Sebagai contoh seperti tadi disebut peristiwa proklamasi. Status kita berubah dari bangsa terjajah menjadi bangsa merdeka, tetapi dalam bidang hokum seperti UU Hukum Pidana kita masih banyak asppek yang melanjutkan UU Hukum Pidana zaman Belanda. Dalam pembelajaran Sejarah Indonesia peserta didik harus dipahamkan akan hakikat perubahan yang terjadi dalam peristiwa sejarah begitu juga yang terkait dengan keberlanjutan. Dengan memahami konsep itu peserta didik lebih memahami setiap peristiwa sejarah yang dipelajarinya. Konsep ini juga memberikan
pengalaman
belajar
bahwa
setiap
hidup
ini
mengandung
perubahan, perubahan itu diusahan menuju yang lebih baik. Tugas guru bagaimana mengantarkan pemahaman ini kepada peserta didik.
Sejarah Lokal dalam Sejarah Indonesia Dalam posisi ini materi sejarah lokal menjadi dasar bagi pengembangan jati diri pribadi, budaya dan sosial peserta didik. Seperti dikatakan Cartwright (dalam Hamid Hasan,2007:5-6) bahwa "our personal identity is the most important thing we possess"(Identitas pribadi kita adalah hal terpenting yang kita miliki) maka materi sejarah lokal akan memberikan kontribusi utamanya dalam pendidikan sejarah. Selanjutnya seperti dikemukakan Cartwright lebih lanjut bahwa identitas pribadi atau kelompok tersebut "defines who and what we are. The way we feel about ourselves, the way we express ourselves and the way other people see us are all vital elements in the composition of our individual personality"( “Memaknai siapa dan apa sesungguhnya diri kita. Cara kita memandang diri kita, cara kita mengekspresikan diri, dan bagaimana orang lain memandang diri kita adalah hal penting dari bagian kepribadian kita). Suatu catatan penting adalah materi sejarah lokal harus pula disajikan tidak dalam perspektif ilmu sejarah tetapi dalam perspektif pendidikan. Oleh karena itu keterkaitan dan penafsiran materi sejarah lokal jangan sampai menimbulkan konflik
dengan kepentingan sejarah
nasional
dan upaya
membangun rasa persatuan, perasaan kebangsaan, dan kerjasama antar daerah dalam membangun kehidupan kebangsaan yang sehat, cinta damai, toleransi,
Sejarah SMA/SMK K-9
14
penuh dinamika, kemampuan berkompetisi dan berkomunikasi. Arah tafsiran sejarah lokal ditentukan dalam bentuk keterkaitan dengan sejarah nasional. Kehidupan individual yang bukan menjadi kepedulian utama sejarah tetapi menjadi penting bagi pendidikan sejarah diperlukan dalam membangun berbagai nilai positif pada diri peserta didik. Ruang lingkup tema sejarah juga beragam dan tidak dibatasi pada tema sejarah politik memberikan gambaran kehidupan masyarakat dan tokoh secara utuh dan bagi peserta didik sebagai sesuatu yang isomorphic dengan apa yang mereka alami sehari-hari. Posisi materi sejarah lokal yaitu peristiwa sejarah lokal tidak lagi sebagai sumber semata tetapi juga menjadi objek studi sejarah peserta didik. Dalam kesempatan inilah mereka belajar mengembangkan wawasan, pemahaman, dan ketrampilan sejarah. Mereka dapat berhubungan langsung dengan sumber asli dan mengkaji sumber asli dalam suatu proses penelitian sejarah. Mereka dapat melatih diri dalam penafsiran sejarah dan kalau pun terjadi berbagai perbedaan di antar mereka maka itu akan memiliki nilai pendidikan yang sangat tinggi. Lagipula, para sejarawan tidak pernah memiliki suatu pandangan dan tafsiran yang sama terhadap suatu peristiwa sejarah. Permasalahan besar yang dihadapi dalam mengembangkan materi sejarah lokal dalam kurikulum pendidikan sejarah adalah ketersediaan sumber. Pendidikan sejarah, sebagaimana pendidikan lainnya, tidak mungkin dapat dilakukan dengan baik apabila sumber tidak tersedia. Tulisan- tulisan mengenai berbagai peristiwa sejarah lokal belum banyak tersedia. Tentu saja ini tantangan bagi sejarawan untuk dapat menghasilkan tulisan sejarah lokal sebagai dasar untukmengembangkan materi pendidikan sejarah lokal. Pendekatan Saintifik pada Pembelajaran Sejarah Indonesia Proses pembelajaran pada Kurikulum 2013 dilaksanakan menggunakan pendekatan ilmiah. Proses pembelajaran menyentuh tiga ranah, yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Dalam
proses
berbasis
pendekatan
ranah
sikap
transformasi
Sejarah SMA/SMK K - 9
pembelajaran ilmiah,
menggamit
substansi
atau
15
materi ajar agar peserta didik “tahu mengapa.” Ranah keterampilan menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik “tahu bagaimana”. Mengam ati
Menany a
Mengum pulkan
Mengaso siasikan
mengko munikasi kan
Ranah pengetahuan menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik “tahu apa.” Hasil akhirnya adalah peningkatan dan keseimbangan antara kemampuan untuk menjadi manusia yang baik(soft skills) dan manusia yang memiliki kecakapan dan pengetahuan untuk hidup secara layak (hard skills)dari peserta didik yang meliputi aspek kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Pendekatan sientific atau pendekatan ilmiah dipilih sebagai pendekatan dalam pembelajaran dalam kurikulum 2013. Peserta didik secara aktif membangun pengetahuannya sendiri melalui aktivitas ilmiah. Pendekatan ilmiah pembelajaran Sejarah Indonesia disajikan berikut ini. 1) Mengamati Dalam
kegiatan
mengamati,
guru
membuka
secara
luas
dan
bervariasikesempatan peserta didik untuk melakukan pengamatan melalui kegiatan: melihat, menyimak, mendengar, dan membaca. Guru memfasilitasi peserta didikmelakukan pengamatan, melatih mereka untuk memperhatikan (melihat, membaca, mendengar) hal yang penting dari suatu benda atau objek. Kegiatan mengamati dalam pembelajaran Sejarah Indonesia, dilakukan dengan menempuh langkah-langkah berikut ini. a. Menentukan obyek apa yang akan diamati, misalnya gambar pahlawan, gambar peta, film perjuangan,serta peninggalan sejarah yang terkait dengan materi yang disajikan b. Menentukan secara jelas bagaimana pengamatan dilakukan , termasuk perangkat yang diperlukan. c. Membuat pedoman observasi/instrumen sesuai dengan lingkup obyek yang akan dikaji. d. Menentukan secara jelas data apa yang perlu dikaji/dipelajari.
Sejarah SMA/SMK K-9
16
2) Menanya Setelah proses mengamati,
aktivitas berikutnya adalah peserta didik
mengajukan sejumlah pertanyaan berdasarkan hasil pengamatannya. Guru membuka kesempatan secara luas kepada peserta didik untuk bertanya mengenai apa yang sudah dilihat, disimak, dibaca atau dilihat. Guru perlu membimbing peserta didik untuk dapat mengajukan pertanyaan: pertanyaan tentang yang hasil pengamatan objek yang konkrit sampai kepada yang abstrak berkenaan dengan fakta, konsep, prosedur, atau pun hal lain yang lebih abstrak. Pertanyaan yang bersifat faktual sampai kepada pertanyaan yang bersifat hipotetik. Jadi,
aktivitas menanya bukan aktivitas yang dilakukan oleh guru,
melainkan oleh peserta didik berdasarkan hasil pegamatan yang telah mereka lakukan.Dari situasi di mana peserta didik dilatih menggunakan pertanyaan dari guru, masih memerlukan bantuan guru untuk mengajukan pertanyaan sampai ke tingkat di mana pesertadidik mampu mengajukan pertanyaan secara mandiri. Dari kegiatan kedua dihasilkan sejumlah pertanyaan. Melalui kegiatan bertanya dikembangkan rasa ingin tahu peserta didik.Semakin terlatih dalam bertanya maka rasa ingin tahu semakin dapat dikembangkan. Pertanyaan tersebut menjadi dasar untuk mencari informasiyang lebih lanjut dan beragam dari sumber yang ditentukan guru sampai yang ditentukan peserta didik, dari sumber yang tunggal sampai sumber yang beragam. Aktivitas
menanya
merupakan
keterampilan
yang
perlu
dilatih.
Kelemahan pendidikan selama ini salah satunya karena peserta didik tidak biasa mengemukakan pertanyaan sebagai hasil dari proses berfikir yang mereka lakukakan. Keterampilan menyusun pertayaan ini sangat penting untuk melatih daya kritisnya.
Misalnya setelah mengamati situs/gambar candi, muncul
pertanyaan dari peserta didik: kapan candi itu dibangun, berdasar bentuknya, termasuk peninggalan candi Hindu atau Buddha, peninggalan kerajaan atau raja siapa dan seterusnya. 3)
Mengumpulkan Informasi/Eksperimen Tindak lanjut dari bertanya adalah menggali dan mengumpulkan informasi
dari berbagai sumber melaluiberbagai cara. Untuk itu peserta didik dapat membaca bukuyang lebih banyak, memperhatikan fenomena atau objek yanglebih teliti, atau bahkan melakukan eksperimen. Dari kegiatantersebut terkumpul sejumlah informasi.Informasi tersebut menjadi dasar bagi kegiatan
Sejarah SMA/SMK K - 9
17
berikutnyayaitu
memproses
informasi
untuk
menemukan
keterkaitan
satuinformasi dengan informasi lainnya, menemukan pola dariketerkaitan informasi dan bahkan mengambil berbagai kesimpulan dari pola yang ditemukan. Kurikulum 2013 memberikan sinyal bahwa pembelajaran setiap bidang menggunakan pembelajaran berbasis peserta didik aktif (active learning), begitu juga untuk Sejarah Indonesia. Pendekatan pembelajaran ini lebih memungkinkan memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk melakukan pembelajaran agar lebih bermakna. Pembelajaran akan menjadi bermakna jika peserta didik mengalami sendiri setiap proses pembelajaran melalui aktivitas yang aktif. Pengetahuan yang yang didapatkan peserta didik bukan berasal dari informasi dari guru, namun berasal dari usaha eksplorasi (menggali) informasi peserta didik sendiri melalui aktivitas pembelajaran yang dilakukan. Misalnya peserta didik diminta untuk melakukan wawancara kepada tokoh atau pelaku sejarah untuk menyusun kisah sejarah, ataupun informasi dari sumber sekunder seperti buku dan lainnya. Proses Pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.Untuk memperoleh hasil belajar yang nyata atau otentik, peserta didik harus mengumpulkan infomasi, terutama untuk materi atau substansi yang sesuai. Pada mata pelajaran Sejarah Indonesia, misalnya,peserta didik harus memahami fakta dan permasalahan sejarah dan kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Peserta didik pun harus memiliki keterampilan proses untuk mengembangkan pengetahuan sejarah, serta mampu menggunakan metode ilmiah dan bersikap ilmiah untuk membandingkan peristiwa sejarah masa lalu dan peristiwa kekinian. Data dan informasi dapat diperoleh secara langsung dari lapangan (data primer)
maupun
dari
berbagai
bahan
bacaan
(data
sekunder).
Hasil
pengumpulan data tersebut kemudian menjadi bahan bagi peserta didik untuk melakukan penalaran antara satu data atau fakta dengan data atau fakta lainnya untuk dikaji ada tidaknya kaitan diantara keduanya. Oleh karena itu, peserta didik dapat mengkaji buku-buku atau dokumen yang terkait permasalahan yang dikaji.
Sejarah SMA/SMK K-9
18
4) Mengasosiasi/Mengolah Informasi Data dan informasi dapat diperoleh secara langsung dari lapangan (data primer)
maupun
dari
berbagai
bahan
bacaan
(data
sekunder).
Hasil
pengumpulan data tersebut kemudian menjadi bahan bagi peserta didik untuk melakukan penalaran antara satu data atau fakta dengan data atau fakta lainnya untuk dikaji ada tidaknya kaitan diantara keduanya. Oleh karena itu, peserta didik dapat mengkaji buku-buku atau dokumen yang terkait permasalahan yang dikaji. Penalaran adalah proses berfikir yang logis dan sistematis atas faktakata empiris yang dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan. Penalaran dimaksud merupakan penalaran ilmiah. Istilah menalar di sini merupakan padanan dari associating, bukan merupakan terjemahan dari reasoning, meski istilah ini juga bermakna menalar atau penalaran. Karena itu, istilah aktivitas menalar dalam konteks pembelajaran pada Kurikulum 2013 dengan pendekatan ilmiah banyak merujuk pada teori belajar asosiasi atau pembelajaran asosiatif. Istilah asosiasi dalam pembelajaran merujuk pada kemampuan mengelompokkan beragam ide dan mengasosiasikan beragam peristiwa untuk kemudian memasukannya menjadi penggalan memori. Misalnya setelah memahami karakterististik perjuangan bangsa sebelum lahirnya Budi Otomo dan sesudahnya,siswa dapat mengklasifikasi ciri-ciri perlawanan atau perjuangan melawan imperialisme-kolonialisme, antara yang bercorak tradisional dan modern. 5)
Mengkomunikasikan Mengkomunikasikan dalam konteks pendekatan pembelajaran scientific
dapat berupa penyampaian hasil atau temuan kepada pihak lain. Keterampilan menyajikan atau mengkomunikasikan hasil temuan atau kesimpulan sangat penting dilatih sebagai bagian penting dalam proses pembelajaran. Dengan kemampuan tersebut, peserta didik dapat mengkomunikasikan secara jelas, santun, dan beretika. Misalnya peserta didik membuat tulisan tentang Peristiwa Proklamasi dan beberapa peristiwa daerah sebagai dampak proklamasi, dan kemudian dipresentasikan. 2.
Model Pembelajaran Sejarah berdasar Kurikulum 2013 Seiring dengan diberlakukannya Kurikulum 2013, yang menekankan
pendekatan saintifik dalam pembelajaran, model pembelajaran kooperatif
Sejarah SMA/SMK K - 9
19
menjadi
pilihan
yang
sangat
tepat
untuk
untuk
terus
dikembangkan.
Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berbasis faham konstruktivisme. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah peserta didik/siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda-beda (Isjoni, 2009). Dalam menyelesaikan tugas para siswa setiap anggota saling bekerja sama dan wajib berperan aktif dalam kelompok. Menurut Slavin (2008) pembelajaran pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran di masa para siswa belajar dan bekerja kelompok-kelompok kecil yang beranggotakan
dalam
4 – 6 orang dan bersifat
hiterogen. Banyak model pembelajaran yang dapat diterapkan untuk pelaksanaan Kurikulum 2013. Namun
dalam Kurikulum 2013 itu merekomendasikan tiga
model pembelajaran utama, yakni model Pembelajaran Berbasis Masalah, Problem Based Learning (PBL); model Pembelajaran Berbasis Proyek dan model pembelajaran discovery. Namun secara kreatif masih bisa mengembangkan model-model pembelajaran yang sudah pernah dilakukan seperti jigsaw, STAD (Student Team Achievement Divison), TGT (Teams Games Tournament), ACC (Academic Constructive Controversy, model kuis dan lain-lain. Model Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning) a. Konsep dan Definisi Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning=PjBL) adalah model pembelajaran yang menggunakan proyek/kegiatan sebagai inti pembelajaran. Peserta didik melakukan eksplorasi, penilaian, interpretasi, sintesis, dan informasi untuk menghasilkan berbagai bentuk hasil belajar. Pembelajaran Berbasis Proyekmerupakan model belajar yang menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru berdasarkan pengalamannya dalam beraktifitas secara nyata.Melalui PjBL, proses inquiry dimulai dengan memunculkan pertanyaan penuntun (a guiding question) dan membimbing peserta didik dalam sebuah proyek kolaboratif yang mengintegrasikan berbagai subjek (materi) dalam kurikulum.PjBLmerupakan investigasi mendalam tentang sebuah topik dunia nyata, hal ini akan berharga bagi atensi dan usaha peserta didik. Pembelajaran Berbasis Proyekmemiliki karakteristik sebagai berikut:
Sejarah SMA/SMK K-9
20
1) peserta didik membuat keputusan tentang sebuah kerangka kerja, 2) adanya permasalahan atau tantangan yang diajukan kepada peserta didik, 3) peserta didik mendesain proses untuk menentukan solusi atas permasalahan atau tantangan yang diajukan, 4) peserta didik secara kolaboratif bertanggungjawab untuk mengakses dan mengelola informasi untuk memecahkan permasalahan, 5) proses evaluasi dijalankan secara kontinyu, 6) peserta didik secara berkala melakukan refleksi atas aktivitas yang sudah dijalankan, 7) produk akhir aktivitas belajar akan dievaluasi secara kualitatif, 8) situasi pembelajaran sangat toleran terhadap kesalahan dan perubahan Peran guru dalam Pembelajaran Berbasis Proyeksebaiknya sebagai fasilitator, pelatih, penasehat dan perantara untuk mendapatkan hasil yang optimal sesuai dengan daya imajinasi, kreasi dan inovasi dari siswa. b. Langkah-Langkah Operasional Langkah langkah pelaksanaan Pembelajaran Berbasis Proyek dapat dijelaskan dengan diagram sebagai berikut. 1
2
3
PENENTUAN PERTANYAAN MENDASAR
MENYUSUN PERECANAAN PROYEK
MENYUSUN JADWAL
6
5
4
EVALUASI PENGALAMAN
MENGUJI HASIL
MONITORING
Diagram 1. Langkah langkah Pelaksanaan Pembelajaran Berbasis Proyek Penjelasan langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Proyek sebagai berikut. 1) Penentuan Pertanyaan Mendasar (Start With the Essential Question) Pembelajaran dimulai dengan pertanyaan esensial, yaitu pertanyaan yang dapat memberi penugasan peserta didik dalam melakukan suatu aktivitas. Mengambil topik yang sesuai dengan realitas dunia nyata dan dimulai dengan sebuah investigasi mendalamdan topik yang diangkat relevan untuk para peserta didik.
Sejarah SMA/SMK K - 9
21
2) Mendesain Perencanaan Proyek (Design a Plan for the Project) Perencanaan dilakukan secara kolaboratif antara pengajar dan peserta didik. Peserta didik diharapkan akan merasa “memiliki” atas proyek tersebut. Perencanaan berisi aturan kegiatandalam penyelesaian proyek. 3) Menyusun Jadwal (Create a Schedule) Pengajar dan peserta didik menyusun jadwal aktivitas penyelesaian proyek. Aktivitas pada tahap ini antara lain: (1) membuat timeline penyelesaian proyek, (2) membuat deadline penyelesaian proyek, (3) membimbing peserta didik agar merencanakan cara yang baru, (4) membimbing peserta didik ketika mereka membuat cara yang tidak berhubungan dengan proyek, dan (5) meminta peserta didik untuk membuat penjelasan (alasan) tentang pemilihan suatu cara. 4) Memonitor peserta didik dan kemajuan proyek (Monitor the Students and the Progress of the Project) Pengajar bertanggungjawab untuk memonitoraktivitas peserta didik selama menyelesaikan proyek, menggunakan
rubrik yang dapat merekam
keseluruhan aktivitas yang penting. 5) Menguji Hasil (Assess the Outcome) Penilaian dilakukan untuk mengukur ketercapaian kompetens, mengevaluasi kemajuan masing- masing peserta didik, memberi umpan balik terhadap pemahaman yang sudah dicapai peserta didik, dan membantu pengajar dalam menyusun strategi pembelajaran berikutnya. 6) Mengevaluasi Pengalaman (Evaluate the Experience) Pada akhir proses pembelajaran, pengajar dan peserta didik melakukan refleksi terhadap aktivitas dan hasil proyek yang sudah dijalankan. Pada tahap ini peserta didik diminta untuk mengungkapkan pengalamanya selama menyelesaikan proyek. Pengajar dan peserta didik mengembangkan diskusi untuk memperbaiki kinerja selama proses pembelajaran, sehingga pada akhirnya ditemukan suatu temuan baru (new inquiry) untuk menjawab permasalahan yang diajukan pada tahap pertama pembelajaran.Peran guru dan peserta didik dalam pelaksanaan Pembelajaran Berbasis Proyek sebagai berikut.
Sejarah SMA/SMK K-9
22
Model Pembelajaran Menemukan (Discovery Learning) a. Definisi dan Konsep 1. Definisi Discovery mempunyai prinsip yang sama dengan inkuiri (inquiry) dan Problem Solving. Tidak ada perbedaan yang prinsipil pada ketiga istilah ini, pada Discovery Learning lebih menekankan pada ditemukannya konsep atau prinsip yang sebelumnya tidak diketahui, masalah yang diperhadapkan kepada siswa semacam masalah yang direkayasa oleh guru. Sedangkan pada inkuiri masalahnya bukan hasil rekayasa, sehingga siswa harus mengerahkan seluruh pikiran dan keterampilannya untuk mendapatkan temuan-temuan di dalam masalah itu melalui proses penelitian, sedangkan Problem Solving lebih memberi tekanan pada kemampuan menyelesaikan masalah. Pada Discovery Learning materi yang akan disampaikan tidak disampaikan dalam bentuk final akan tetapi diketahui
peserta didik didorong untuk mengidentifikasi apa yang ingin dilanjutkan
dengan
mencari
informasi
sendiri
kemudian
mengorgansasi atau membentuk (konstruktif) apa yang mereka ketahui dan mereka pahami dalam suatu bentuk akhir. Penggunaan Discovery Learning, ingin merubah kondisi belajar yang pasif menjadi aktif dan kreatif. Mengubah pembelajaran yang teacher oriented ke student oriented. Merubah modus Ekspository siswa hanya menerima informasi secara keseluruhan dari guru ke modus Discovery siswa menemukan informasisendiri. 2. Konsep Di dalam proses belajar, Bruner mementingkan partisipasi aktif dari tiap siswa, dan mengenal dengan baik adanya perbedaan kemampuan. Untuk menunjang proses belajar perlu lingkungan memfasilitasi rasa ingin tahu siswa pada tahap eksplorasi. Lingkungan ini dinamakan Discovery Learning Environment, yaitu lingkungan dimana siswa dapat melakukan eksplorasi, penemuan-penemuan baru yang belum dikenal atau pengertian yang mirip dengan yang sudah diketahui. Lingkungan seperti ini bertujuan agar siswa dalam proses belajar dapat berjalan dengan baik dan lebih kreatif. Dalam Discovery Learning bahan ajar tidak disajikan dalam bentuk akhir, siswa dituntut
untuk
melakukan
membandingkan,
Sejarah SMA/SMK K - 9
berbagai
mengkategorikan,
kegiatan
menghimpun
menganalisis,
informasi,
mengintegrasikan,
23
mereorganisasikan
bahan
serta
membuat
kesimpulan-kesimpulan.Bruner
mengatakan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya (Budiningsih, 2005:41). Pada akhirnya yang menjadi tujuan dalam Discovery Learning menurut Bruner adalah hendaklah guru memberikan kesempatan kepada muridnya untuk menjadi seorang problem solver, seorang scientist, historin, atau ahli matematika. Dan melalui kegiatan tersebut siswa akan menguasainya, menerapkan, serta menemukan hal-hal yang bermanfaat bagi dirinya. b. Langkah-langkah Operasional Implementasi dalam Proses Pembelajaran Langkah-langkah dalam mengaplikasikan modeldiscovery learning di kelas adalah sebagai berikut: 1). Perencanaan Perencanaan pada model ini meliputi hal-hal sebagai berikut. - Menentukan tujuan pembelajaran - Melakukan identifikasi karakteristik siswa (kemampuan awal, minat, gaya - belajar, dan sebagainya) - Memilih materi pelajaran. - Menentukan topik-topik yang harus dipelajari siswa secara induktif (dari contoh-contoh generalisasi) - Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh, ilustrasi, - tugas dan sebagainya untuk dipelajari siswa - Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari yang konkret ke abstrak, atau dari tahap enaktif, ikonik sampai ke simbolik - Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa 2). Pelaksanaan Menurut Syah (2004) dalam mengaplikasikan metode Discovery Learning di kelas,ada beberapa prosedur yang harus dilaksanakan dalam kegiatan belajar mengajar secara umum sebagai berikut. Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan)
Sejarah SMA/SMK K-9
24
Pertama-tama pada tahap ini pelajar dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan kebingungannya dan timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. Guru dapat memulai kegiatan pembelajaran dengan mengajukan pertanyaan, anjuran membaca buku, dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah.Stimulasi pada tahap ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi belajar yang dapat mengembangkan dan membantu siswa dalam mengeksplorasi bahan.Dengan demikian seorang Guru harus menguasai teknik-teknik dalam memberi stimulus kepada siswa agar tujuan mengaktifkan siswa untuk mengeksplorasi dapat tercapai. Problem statement (pernyataan/ identifikasi masalah) Setelah dilakukan stimulation guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin
masalah yang relevan dengan bahan
pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah) Data collection (pengumpulan data) Pada saat peserta didik melakukan eksperimen atau eksplorasi, guru memberi kesempatan kepada para siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyakbanyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis. Data dapat diperoleh melalui membaca literatur, mengamati objek, wawancara dengan nara sumber, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya. Data processing (pengolahan data) Menurut Syah (2004:244) pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data dan informasi yang telah diperoleh para siswa baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya, lalu ditafsirkan. Verification (pembuktian) Pada tahap ini siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang telah ditetapkan, dihubungkan dengan hasil data processing.Berdasarkan hasil pengolahan dan tafsiran, atau informasi yang ada, pernyataan atau hipotesis yang telah dirumuskan terdahulu itu kemudian dicek, apakah terjawab atau tidak, apakah terbukti atau tidak. Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi) Tahap generalisasi/ menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi.
Sejarah SMA/SMK K - 9
25
Berdasarkan hasil verifikasi maka dirumuskan prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)
Problem Based Learning (PBL) adalah model pembelajaran yang dirancang agar peserta didik mendapat pengetahuan penting, yang membuat mereka mahir dalam memecahkan masalah, dan memiliki model belajar sendiri serta memiliki kecakapan
berpartisipasi
dalam
tim.
Proses
pembelajarannya menggunakan pendekatan yang sistemik
untuk
memecahkan
masalah
atau
menghadapi tantangan yang nanti diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.
1). Konsep Pembelajaran berbasis masalah merupakan sebuah modelpembelajaran yang menyajikan masalah kontekstual sehingga merangsang peserta didik untuk belajar. Dalam kelas yang menerapkan pembelajaran berbasis masalah, peserta didik bekerja dalam tim untuk memecahkan masalah dunia nyata (real world). Pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu modelpembelajaran yang menantang peserta didik untuk “belajar bagaimana belajar”, bekerja secara berkelompok untuk mencari solusi dari permasalahan dunia nyata. Masalah yang diberikan ini digunakan untuk mengikat peserta didik pada rasa ingin tahu pada pembelajaran yang dimaksud. Masalah diberikan kepada peserta didik, sebelum peserta didik mempelajari konsep atau materi yang berkenaan dengan masalah yang harus dipecahkan. Adalima strategi dalam menggunakan model pembelajaran berbasis masalah (PBL) yaitu: 1) Permasalahan sebagai kajian. 2) Permasalahan sebagai penjajakan pemahaman 3) Permasalahan sebagai contoh
Sejarah SMA/SMK K-9
26
4) Permasalahan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari proses 5) Permasalahan sebagai stimulus aktivitas autentik Peran guru, peserta didik dan masalah dalam pembelajaran berbasis masalah dapat digambarkan sebagai berikut.
Guru sebagai pelatih
- Asking about thinking (bertanya tentang pemikiran)
didik untuk berfikir )
awal tantangan dan
sebagaiproblem solver
-
peserta yang aktif
-
terlibat langsung dalam
- memonitor pembelajaran - probbing ( menantang peserta
Masalah sebagai
Peserta didik
pembelajaran
-
motivasi
-
menarik untuk dipecahkan
-
menyediakan
membangun
kebutuhan yang
pembelajaran
ada hubungannya
- menjaga agar peserta didik
dengan pelajaran yang dipelajari
terlibat
- mengatur dinamika kelompok - menjaga berlangsungnya proses
2). Tujuan dan hasil dari model pembelajaran berbasis masalah ini adalah: 1) Keterampilan berpikir dan keterampilan memecahkan masalah Pembelajaran berbasis masalah ini ditujukan untuk mengembangkan keterampilan berpikir tingkat tinggi. 2) Pemodelan peranan orang dewasa. Bentuk pembelajaran berbasis masalah penting menjembatani gap antara pembelajaran sekolah formal dengan aktivitas mental yang lebih praktis yang dijumpai di luar sekolah. Aktivitas-aktivitas mental di luar sekolah yang dapat dikembangkan adalah : - PBL mendorong kerjasama dalam menyelesaikan tugas. - PBL memiliki elemen-elemen magang. Hal ini mendorong pengamatan dan dialog dengan yang lain sehingga peserta didik secara bertahap dapat memi peran yang diamati tersebut.
Sejarah SMA/SMK K - 9
27
- PBL melibatkan peserta didik dalam penyelidikan pilihan sendiri, yang memungkinkan
mereka
menginterpretasikan
dan
menjelaskan
fenomena dunia nyata dan membangun femannya tentang fenomena itu. 3) Belajar Pengarahan Sendiri (self directed learning) Pembelajaran berbasis masalah berpusat pada peserta didik. Peserta didik harus dapat menentukan sendiri apa yang harus dipelajari, dan dari mana informasi harus diperoleh, di bawah bimbingan guru. Model PBL mengacu pada hal-hal sebagai berikut : 1) Kurikulum : PBL tidak seperti pada kurikulum tradisional, karena memerlukan suatu strategi sasaran di mana proyek sebagai pusat. 2) Responsibility : PBL menekankan responsibility dan answerability para peserta didik ke diri dan panutannya. 3) Realisme : kegiatan peserta didik difokuskan pada pekerjaan yang serupa dengan situasi yang sebenarnya. Aktifitas ini mengintegrasikan tugas autentik dan menghasilkan sikap profesional. 4) Active-learning : menumbuhkan isu yang berujung pada pertanyaan dan keinginan peserta didik untuk menemukan jawaban yang relevan, sehingga dengan demikian telah terjadi proses pembelajaran yang mandiri. 5) Umpan Balik : diskusi, presentasi, dan evaluasi terhadap para peserta didik menghasilkan umpan balik yang berharga. Ini mendorong kearah pembelajaran berdasarkan pengalaman. 6) Keterampilan Umum : PBL dikembangkan tidak hanya pada ketrampilan pokok dan pengetahuan saja, tetapi juga mempunyai pengaruh besar pada keterampilan yang mendasar seperti pemecahan masalah, kerja kelompok, dan self-management. 7) Driving Questions :PBL difokuskan pada permasalahan yang memicu peserta didik berbuat menyelesaikan permasalahan dengan konsep, prinsip dan ilmu pengetahuan yang sesuai. 8) Constructive Investigations :sebagai titik pusat, proyek harus disesuaikan dengan pengetahuan para peserta didik. 9) Autonomy :proyek menjadikan aktifitas peserta didik sangat penting.
Sejarah SMA/SMK K-9
28
Prinsip Proses Pembelajaran PBL Prinsip-prinsip
PBL
yang harus diperhatikan meliputi
konsep dasar,
pendefinisian masalah, pembelajaran mandiri, pertukaran pengetahuan dan penialainnya Konsep Dasar (Basic Concept) Pada pembelajaran ini fasilitator dapat memberikan konsep dasar, petunjuk, referensi, atau link dan skill yang diperlukan dalam pembelajaran tersebut. Hal ini dimaksudkan agar peserta didik lebih cepat mendapatkan „peta‟ yang akurat tentang arah dan tujuan pembelajaran. Konsep yang diberikan tidak perlu detail, diutamakan dalam bentuk garis besar saja, sehingga peserta didik dapat mengembangkannya secara mandiri secara mendalam. Pendefinisian Masalah (Defining the Problem) Dalam langkah ini fasilitator menyampaikan skenario atau permasalahan dan dalam kelompoknya peserta didik melakukan berbagai kegiatan. Pertama, brainstormingdengan cara semua anggota kelompok mengungkapkan pendapat, ide, dan tanggapan terhadap skenario secara bebas, sehingga dimungkinkan muncul berbagai macam alternatif pendapat. Kedua, melakukan seleksi untuk memilih pendapat yang lebih fokus. ketiga, menentukan permasalahan dan melakukan pembagian tugas dalam kelompok untuk mencari referensi penyelesaian dari isu permasalahan yang didapat. Fasilitator memvalidasi pilihan-pilihan yang diambil peserta didik yang akhirnya diharapkan memiliki gambaran yang jelas tentang apa saja yang mereka ketahui, apa saja yang mereka tidak ketahui, dan pengetahuan apa saja yang diperlukan untuk menjembataninya. Pembelajaran Mandiri (Self Learning) Setelah mengetahui tugasnya, masing-masing peserta didik mencari berbagai sumber yang dapat memperjelas isu yang sedang diinvestigasi misalnyadari artikel tertulis di perpustakaan, halaman web, atau bahkan pakar dalam bidang yang relevan.
Tujuan utama tahap investigasi, yaitu: (1) agar peserta didik
mencari informasi dan mengembangkan pemahaman yang relevan dengan permasalahan yang telah didiskusikan di kelas, dan (2) informasi dikumpulkan untuk dipresentasikan di kelas relevan dan dapat dipahami.
Sejarah SMA/SMK K - 9
29
Pertukaran Pengetahuan (Exchange knowledge) Setelah mendapatkan sumber untuk keperluan pendalaman materi secara mandiri, pada pertemuan berikutnya peserta didik berdiskusi dalam kelompoknya dapat dibantu guru untuk mengklarifikasi capaiannya dan merumuskan solusi dari permasalahan kelompok. Langkah selanjutnya presentasi hasil dalam kelas dengan mengakomodasi masukan dari pleno, menentukan kesimpulan akhir, dan dokumentasi akhir. Untuk memastikan setiap peserta didik mengikuti langkah ini maka dilakukan dengan mengikuti petunjuk. Penilaian (Assessment) Penilaian dilakukan dengan memadukan tiga aspek pengetahuan (knowledge), kecakapan (skill), dan sikap (attitude). Penilaian terhadap penguasaan pengetahuan yang mencakup seluruh
Penilaian terhadap kecakapan dapat
diukur dari penguasaan alat bantu pembelajaran, baik software, hardware, maupun kemampuan perancangan dan pengujian. Sedangkan penilaian terhadap sikap dititikberatkan pada penguasaan soft skill, yaitu keaktifan dan partisipasi dalam diskusi, kemampuan bekerjasama dalam tim, dan kehadiran dalam pembelajaran. Bobot penilaian untuk ketiga aspek tersebut ditentukan oleh guru mata pelajaran yang bersangkutan.
D. AKTIVITAS PEMBELAJARAN Untuk memahami materi Pendekatan Saintifik dan Model Pembelajaran Sejarah, anda perlu membaca secara cermat modul ini, gunakan referensi lain sebagai materi pelengkap untuk menambah pengetahuan anda. Dengarkan dengan cermat apa yang disampaikan oleh pemateri, dan tulis apa yang dirasa penting. Silahkan berbagi pengalaman anda dengan cara menganalisis, menyimpulkan dalam suasana yang aktif, inovatif dan kreatif, menyenangkan dan bermakna. Langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam mempelajari materi ini mencakup : 1. Aktivitas individu, meliputi : a. Memahami dan mencermati materi diklat b. Mengerjakan
latihan/lembar
kerja/tugas,
menyelesaikan
masalah/kasus pada setiap kegiatan belajar; dan menyimpulkan c. Melakukan refleksi Sejarah SMA/SMK K-9
30
2. Aktivitas kelompok, meliputi : a. mendiskusikan materi pelatihan b. bertukar pengalaman dalam melakukan pelatihan c. penyelesaian masalah /kasus
E. LATIHAN/TUGAS/KASUS LEMBAR KERJA/LK 1
Kegiatan Pembelajaran dengan menerapkan Pendekatan Saintifik
Tujuan Kegiatan:
Melalui diskusi kelompok peserta diharapkan mampu merancang contoh penerapan pendekatan scientific pada pembelajaran Sejarah Indonesia.
Langkah Kegiatan: 1. Pelajari hand outdan contoh penerapan pendekatan saintifik pada pembelajaran Sejarah Indonesia 2. Isilah Lembar Kerja perancangan pembelajaran yang tersedia 3. Setelah selesai, presentasikan hasil diskusi kelompok Anda 4. Perbaiki hasil kerja kelompok Anda jika ada masukan dari kelompok lain
Kompetensi Dasar
:
Topik /Tema
:
Sub Topik/Tema
:
Tujuan Pembelajaran
:
Alokasi Waktu
:
Tahapan Pembelajaran
Kegiatan
Mengamati
Sejarah SMA/SMK K - 9
31
Menanya
Mengumpulkan informasi
Mengasosiasikan
Mengkomunikasikan
LEMBAR KERJA/LK 2 Model Discovery Learning Kompetensi Dasar
:
3. ..………………….. 4… …………………..
Topik
:
Sub Topik
:
Tujuan
:
Alokasi Waktu
:
TAHAPPEMBELAJARAN
…………………………………..
1x TM
KEGIATAN PEMBELAJARAN
1. Stimulation (simullasi/Pemberian rangsangan) 2. Problem statemen (pertanyaan/identifikasi masalah) 3. Data collection
Sejarah SMA/SMK K-9
32
(pengumpulandata) 4. Data processing (pengolahan Data) 5. Verification (pembuktian)
6. Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi)
LEMBAR KERJA/LK 3 Model Pembelajaran Problem Based Learning Kompetensi Dasar
:
3.. 4..
Topik
:
Sub Topik
:
Tujuan
:
Alokasi Waktu
:
1x TM
FASE-FASE
KEGIATAN PEMBELAJARAN
Fase 1 Orientasi peserta didik kepada masalah Fase 2 Mengorganisasikan peserta didik Fase 3 Membimbing penyelidikan individu dan kelompok Fase 4 Mengembangkan dan menyajikan hasil karya Fase 5 Menganalisa dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
Sejarah SMA/SMK K - 9
33
F. RANGKUMAN Proses pembelajaran pada Kurikulum 2013 dilaksanakan menggunakan pendekatan ilmiah. Proses pembelajaran menyentuh tiga ranah, yaitu sikap, pengetahuan,
dan
keterampilan.
Dalam
proses
pembelajaran
berbasis
pendekatan ilmiah, ranah sikap menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik “tahu mengapa.” Ranah keterampilan
menggamit
transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik “tahu bagaimana”. Banyak model pembelajaran yang dapat diterapkan untuk pelaksanaan Kurikulum 2013. Namun
dalam Kurikulum 2013 itu merekomendasikan tiga
model pembelajaran utama, yakni model Pembelajaran Berbasis Masalah, Problem Based Learning (PBL); model Pembelajaran Berbasis Proyek dan model pembelajaran discovery. Namun secara kreatif masih bisa mengembangkan model-model pembelajaran yang sudah pernah dilakukan seperti jigsaw, STAD (Student Team Achievement Divison), TGT (Teams Games Tournament), ACC (Academic Constructive Controversy, model kuis dan lain-lain.
G. UMPAN BALIK DAN TINDAK LANJUT Setelah kegiatan pembelajaran,Bapak/ Ibu dapat melakukan umpan balik dengan menjawab pertanyaan berikut ini: 1. Apa yang Bapak/Ibu pahami setelah mempelajari materi pendekatan saintifik? 2. Apa yang Bapak/Ibu pahami setelah mempelajari materi model model pembelajaran dalam Kurikulum 2013/ 3. Pengalaman penting apa yang Bapak/Ibu peroleh setelah mempelajari materi di atas? 4. Apa manfaat materi tersebut terhadap tugas Bapak/Ibu disekolah?
-
KEGIATAN PEMBELAJARAN 2
ANALISIS RPP
Sejarah SMA/SMK K-9
34
A. TUJUAN PEMBELAJARAN Peserta diklat diharapkan mampu menganalisis RPP sesuai prinsip dan sistematika yang berlaku.
B. INDIKATOR PENCAPAIAN KOMPETENSI 1.
Mendiskripsikan rambu rambu penyusunan RPP
2.
Menganalisis RPP
3.
Melaporkan hasil analisis RPP dengan format yang tersedia
4.
Memberi masukan untuk perbaikan RPP yang telah dianalisis
C. URAIAN MATERI 1. Konsep Analisis RPP Tahap pertama dalam pembelajaran yaitu perencanaan pembelajaran yang diwujudkan dengan kegiatan penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Setiap guru di setiap satuan pendidikan berkewajiban menyusun RPP untuk kelas di mana guru tersebut mengajar (guru kelas) di SD/MI dan untuk guru mata pelajaran yang diampunya untuk guru SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK/MAK. Untuk menyusun RPP yang benar Anda dapat mempelajari hakikat, prinsip dan langkah-langkah penyusunan RPP seperti yang tertera pada Permendiknas tentang Pembelajaran Pada Pendidikan Dasar Dan Pendidikan Menengah - Pedoman Pelaksanaan Pembelajaran nomor 103 Tahun 2014
2. Pedoman Analisis RPP RPP merupakan rencana pembelajaran yang dikembangkan secara rinci mengacu pada silabus, buku teks pelajaran, dan buku panduan guru. RPP mencakup: (1) identitas sekolah/madrasah, mata pelajaran, dan kelas/semester; (2) alokasi waktu; (3) KI, KD, indikator pencapaian kompetensi; (4) materi pembelajaran; (5) kegiatan pembelajaran; (6) penilaian; dan (7) media/alat, bahan, dan sumber belajar. Pengembangan RPP dilakukan sebelum awal semester atau awal tahun pelajaran dimulai, namun perlu diperbaharui sebelum pembelajaran dilaksanakan.
Sejarah SMA/SMK K - 9
35
Pengembangan RPP dapat dilakukan oleh guru secara mandiri dan/atau berkelompok di sekolah/madrasah dikoordinasi, difasilitasi, dan disupervisi oleh kepala sekolah/madrasah. Pengembangan RPP dapat juga dilakukan oleh guru secara berkelompok antarsekolah atau antarwilayah dikoordinasi, difasilitasi, dan disupervisi oleh dinas pendidikan atau kantor kementerian agama setempat.
a. Kajian Permendikbud No. 103 Tahun 2014 tentang Pembelajaran Pada Pendidikan Dasar dan Menengah (1) Prinsip-prinsip RPP yang harus diikuti pada saat penyusunan RPP adalah: a) Setiap RPP harus secara utuh memuat kompetensi dasar sikap spiritual (KD dari KI-1), sosial (KD dari KI-2), pengetahuan (KD dari KI-3), dan keterampilan (KD dari KI-4). b) Satu RPP dapat dilaksanakan dalam satu kali pertemuan atau lebih. c) Memperhatikan perbedaan individu peserta didik RPP disusun dengan memperhatikan perbedaan kemampuan awal, tingkat intelektual, minat, motivasi belajar, bakat, potensi, kemampuan sosial, emosi, gaya belajar, kebutuhan khusus, kecepatan belajar, latar belakang budaya, norma, nilai, dan/atau lingkungan peserta didik. d) Berpusat pada peserta didik Proses pembelajaran dirancang dengan berpusat pada peserta didik untuk
mendorong
motivasi,
minat,
kreativitas,
inisiatif,
inspirasi,
kemandirian, dan semangat belajar, menggunakan pendekatan saintifik meliputi
mengamati,
menanya,
mengumpulkan
informasi,
menalar/mengasosiasi, dan mengomunikasikan. e) Berbasis konteks Proses pembelajaran yang menjadikan lingkungan sekitarnya sebagai sumber belajar. f) Berorientasi kekinian Pembelajaran yang berorientasi pada pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan nilai-nilai kehidupan masa kini. g) Mengembangkan kemandirian belajar
Sejarah SMA/SMK K-9
36
Pembelajaran yang memfasilitasi peserta didik untuk belajar secara mandiri. h) Memberikan umpan balik dan tindak lanjut pembelajaran RPP memuat rancangan program pemberian umpan balik positif, penguatan, pengayaan, dan remedi. i)
Memiliki
keterkaitan
dan
keterpaduan
antarkompetensi
dan/atau
antarmuatan RPP disusun dengan memperhatikan keterkaitan dan keterpaduan antara KI, KD, indikator pencapaian kompetensi, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, penilaian, dan sumber belajar dalam satu keutuhan pengalaman
belajar.
RPP
disusun
dengan
mengakomodasikan
pembelajaran tematik, keterpaduan lintas mata pelajaran, lintas aspek belajar, dan keragaman budaya. j)
Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi RPP disusun dengan mempertimbangkan penerapan teknologi informasi dan komunikasi secara terintegrasi, sistematis, dan efektif sesuai dengan situasi dan kondisi.
(2) Komponen dan Sistematika RPP Di dalam Permendikbud nomor 103 tahun 2015, komponen-komponen RPP secara operasional diwujudkan dalam bentuk format berikut ini.
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Sekolah : Mata pelajaran : Kelas/Semester : Alokasi Waktu :
A. Kompetensi Inti (KI)
B. Kompetensi Dasar 1. KD pada KI-1
Sejarah SMA/SMK K - 9
37
2. KD pada KI-2 3. KD pada KI-3 4. KD pada KI-4
C. Indikator Pencapaian Kompetensi*) 1. Indikator KD pada KI-1 2. Indikator KD pada KI-2 3. Indikator KD pada KI-3 4. Indikator KD pada KI-4
D. Materi Pembelajaran (dapat berasal dari buku teks pelajaran dan buku panduan guru, sumber belajar lain berupa muatan lokal, materi kekinian, konteks pembelajaran dari lingkungan sekitar yang dikelompokkan menjadi materi untuk pembelajaran reguler, pengayaan, dan remedial)
E. Kegiatan Pembelajaran 1. Pertemuan Pertama: (...JP) a. Kegiatan Pendahuluan b. Kegiatan Inti **) -
Mengamati
-
Menanya
-
Mengumpulkan informasi/mencoba
-
Menalar/mengasosiasi
-
Mengomunikasikan
c. Kegiatan Penutup
2. Pertemuan Kedua: (...JP) a. Kegiatan Pendahuluan b. Kegiatan Inti **) -
Mengamati
-
Menanya
-
Mengumpulkan informasi/mencoba
Sejarah SMA/SMK K-9
38
-
Menalar/Mengasosiasi
-
Mengomunikasikan
c. Kegiatan Penutup
3. Pertemuan seterusnya.
F. Penilaian, Pembelajaran Remedial dan Pengayaan 1. Teknik penilaian 2. Instrumen penilaian a. Pertemuan Pertama b. Pertemuan Kedua c. Pertemuan seterusnya 3. Pembelajaran Remedial dan Pengayaan Pembelajaran remedial dilakukan segera setelah kegiatan penilaian. G. Media/alat, Bahan, dan Sumber Belajar 1. Media/alat 2. Bahan 3. Sumber Belajar
Sejarah SMA/SMK K - 9
39
Contoh RPP Sejarah Indonesia
RANCANGAN PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
Sekolah
: SMA NEGERI 1 JOMBANG
Mata Pelajaran
: Sejarah Indonesia
Kelas / semester
: XII / 1
Alokasi waktu
: 2 x 45 menit
A. Kompetensi Inti 1. Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya. 2. Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggung-jawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsif dan pro-aktif dan menunjukan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkandiri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia. 3. Memahami, menerapkan dan menganalisispengetahuan faktual, konseptual, dan prosedural berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dalam wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian dalam bidang kerja yang spesifik untuk memecahkan masalah. 4. Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan mampu melaksanakan tugas spesifikdi bawah pengawasan langsung.
B. Kompetensi Dasar 1.2.
Mengamalkan hikmah kemerdekaan sebagai tanda syukur kepada Tuhan YME, dalam kegiatan membangun kehidupan berbangsa dan bernegara.
2.1
Meneladani perilaku kerjasama, tanggung jawab, cinta damai para pejuang dalam mempertahankan kemerdekaan dan menunjukkannya dalam kehidupan sehari-hari
2.2.
Berlaku jujur dan bertanggungjawab dalam mengerjakan tugas-tugas dari
Sejarah SMA/SMK K-9
40
pembelajaran sejarah 3.3.
Mengevaluasi perkembangan kehidupan politik, sosial dan ekonomi bangsa Indonesia pada masa Demokrasi Liberal.
4.3
Merekontruksi perkembangan kehidupan politik dan ekonomi bangsa Indonesia pada masa Demokrasi Liberal dan menyajikannya dalam bentuk laporan tertulis.
C. Indikator 1.2.1 . Membiasakan sikap bersyukur terhadap berbagai dinamika permasalahan yang terjadi pada masa Demokrasi Liberal untuk dijadikan refleksi di masa sekarang 2.1.1 Meneladani sikap dan tindakan cinta damai dan tanggung jawab yang ditunjukkan oleh tokoh sejarah dalam mengatasi masalah sosial dan lingkungannya 2.1.2 Menunjukkan sikap jujur dan bertanggung jawab dalam mengerjakan tugas-tugas pembelajaran sejarah 3.3.1
Menjelaskan situasi sosial, ekonomi, politik dan keamanan di menjelang Demokrasi Liberal
3.3.2 Menganalisis situasi ekonomi di masa Demokrasi Liberal 3.3.3 Menganalisis kebijakan pemerintah dalam mengatasi permasalahan ekonomi di masa Demokrasi Liberal 3.3.4 Menganalisis permasalahan politik di masa Demokrasi Liberal 3.3.5 Menganalisis permasalahan keamanan nasional di masa Demokrasi Liberal 3.3.6
Mengevaluasi permasalahan ekonomi, politik, sosial dan kemanan nasional di masa Demokrasi Liberal
4.3.1
Membuat laporan
sederhana perkembangan politik dan ekonomi Indonesia pada
masa Demokrasi Liberal 4.3.2
Mempresentasikan hasil laporan perkembangan politik dan ekonomi Indonesia pada masa Demokrasi Liberal
D. Materi Pembelajaran Demokrasi Liberal di Indonesia E. Kegiatan Pembelajaran Kegiatan
Sejarah SMA/SMK K - 9
Deskripsi
Alokasi
41
waktu Kegiatan
Mengucapkan salam
Pendahuluan
Berdoa sebelum membuka pelajaran
Memeriksa kebersihan kelas
Memeriksa kehadiran siswa
Mendoakan siswa yang tidak hadir karena sakit atau
10 menit
karena halangan lainnya
Memastikan bahwa setiap siswa datang tepat waktu
Menegur siswa yang terlambat dengan sopan
Menanyakan
kesiapan
peserta
didik
untuk
mengikuti proses pembelajaran;
Mengajukan
pertanyaan
yang
mengaitkan
pengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari;
Menjelaskan
indikator
pembelajaran
atau
kompetensi dasar yang akan dicapai;
Menyampaikan cakupan materi dan penjelasan uraian kegiatan sesuai silabus
Kegiatan Inti ( model PBL ) FASE – FASE
KEGIATAN PEMBELAJARAN
ALOKASI WAKTU
Fase 1
Pemberian stimulus, menayangkan gambar
Orientasi peserta didik kepada masalah
75 menit
dan cuplikan film tentang situasi dan kondisi di masa Demokrasi Liberal. Menjelaskan garis besar materi tentang permasalahan politik dan ekonomi di masa Demokrasi Liberal.
( mengamati ) 1. Pertumbuhan ekonomi Indonesia sangat lamban
di
Masa
Demokrasi
Liberal.
Bagaimana strategi pemerintah RI dalam menghadapi permasalahan ekonomi di
Sejarah SMA/SMK K-9
42
Masa Demokrasi Liberal? 2.
Pada masa Demokrasi Liberal, situasi politik
memanas.
pemerintah
RI
Bagaimana dalam
strategi
mengadapi
permasalahan politik tersebut? Fase 2
Membentuk kelompok-kelompok peserta didik,
Mengorganisasikan peserta didik (menanya)
dimana masing-masing kelompok akan memilih dan memecahkan masalah yang berbeda. Membagi peserta didik dalam 4 kelompok. Kelompok 1 dan 2 membahas dan memecahkan permasalahan pertanyaan ke- 1. Kelompok 3 dan 4, membahas dan memecahkan permasalahan pertanyaan ke 2.
Fase 3
Membantu peserta didik untuk mengumpulkan
Membimbing penyelidikan individu dan kelompok
data/ informasi sebanyak-banyaknya dari berbagai sumber (mentah maupun aktual) dan melaksanakan eksperimen sampai mereka betulbetul memahami dimensi situasi permasalahan.
(mengumpulkan informasi )
Tujuannya adalah agar peserta didik mengumpulkan cukup informasi untuk menciptakan dan membangun ide mereka sendiri.
Fase 4
Peserta didik menciptakan arteifak (hasil karya)
Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
yang tidak sekedar laporan tertulis, namun bisa suatu video tape (menunjukkan situasi masalah dan pemecahan yang diusulkan), model (perwujudan secara fisik dari situasi masalah dan
(menalar)
pemecahannya), program komputer, dan sajian multimedia
Fase 5
Peserta didik merekonstruksi pemikiran dan
Sejarah SMA/SMK K - 9
43
Menganalisa dan
aktivitas yang telah dilakukan selama proses
mengevaluasi proses
kegiatan belajarnya. Peserta didik menganalisis
pemecahan masalah
dan mengevaluasi proses mereka sendiri dan
( mengkomunikasikan )
keterampilan penyelidikan dan intelektual yang mereka gunakan.
Kegiatan Penutup Kegiatan
Diskripsi
Alokasi waktu
Kegiatan penutup
Peserta didik
dengan dibantu guru
mencoba membuat rangkuman dari hasil diskusinya
10 menit
Peserta didik diberikan pertanyaan lisan secara acak
untuk mendapakan umpan
balik atas pembelajaran minggu ini untuk minggu
selanjutnya
dengan
mengacu
pada pertanyaan uji kompetensi pokok bahasan selanjutnya.
F. Penilaian Proses dan hasil belajar - Teknik
: Tes dan Non Tes
- Bentuk
: Essay untuk kerja dan portofolio
- Instrumen
: Tes dan Non tes
- Kunci dan Pedoman penskoran G. Media, Alat dan sumber pembelajaran : 1. Media : a. Power point b. Kartu masalah c. Papan tulis d. LCD Sejarah SMA/SMK K-9
44
2. Alat / Bahan a. Laptop b. Hand out materi Demokrasi Liberal di Indonesia
3. Sumber belajar : a. ................... 2013 Sejarah Indonesia, Jakarta, Kemendikbud ( Buku Guru Kelas XII) b. .................... 2013, Sejarah Indonesia, Jakarta Kemendikbud ( Buku Siswa Kelas XII) c. I Wayan Badrika 2004, Sejarah SMA, Jakarta Penerbit Airlangga.
Jombang, 19 Mei 2015
Mengetahui Kepala Sekolah SMKN 1 Jombang
Guru Mata Pelajaran
Drs. SUPRIYADI, M.Kes
Drs. MISBAKHUL MUNIR
NIP. 196206101987101004
NIP. 196501212000031003
b. Analisis RPP Telaah rencana pelaksanaan pembelajaran ini bertujuan agar peserta diklat mampu menyusun, menelaah kemudian menganalisis RPP yang menerapkan pendekatan saintifik sesuai model belajar yang relevan dan mampu untuk melakukan perbaikan. Langkah Kegiatan: 1. Pelajari prinsip-prinsip penyusunan RPP! 2. Siapkan dokumen kurikulum Permedikbud nomor 103 dan nomor 104 tahun 2014, hasil kegiatan Penjabaran KD kedalam Indikator Pencapaian Kompetensi dan Materi Pembelajaran 3. Susunlah
RPP
sesuai
dengan
prinsip-prinsip
pengembangannya,
komponen-sistematika RPP*) dan format RPP**) yang tersedia!
Sejarah SMA/SMK K - 9
45
4. Setelah selesai, telaah kembali RPP yang disusun menggunakan format telaah RPP untuk kesempurnaan RPP yang kelompok Anda susun! 5. Presentasikan hasil kerja kelompok Anda! 6. Perbaiki hasil kerja kelompok Anda jika ada masukkan dari kelompok lain!
Catatan: *) Komponen-sistematika RPP yang ada di dalam modul sesuai dengan Permedikbud nomor 103 tahun 2014. **) Format RPP dikembangkan sesuai sistematika RPP pada Permendikbud, lay out tidak harus sama
tetapi diharapkan disusun dengan rapih, sistematis
dengan kalimat yang singkat, jelas dan mudah dipahami.
Alternatif Format RPP
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN Sekolah:
______________________
Mata pelajaran:
______________________
Kelas/Semester:
______________________
Alokasi Waktu:
______________________
A. Kompetensi Inti (KI) B. Kompetensi Dasar 1. KD pada KI-1 2. KD pada KI-2 3. KD pada KI-3 4. KD pada KI-4 C. Indikator Pencapaian Kompetensi*) 1. Indikator KD pada KI-1 2. Indikator KD pada KI-2 3. Indikator KD pada KI-3 4. Indikator KD pada KI-4 D. Materi Pembelajaran E. Kegiatan Pembelajaran
Sejarah SMA/SMK K-9
46
1. Pertemuan Pertama: (...JP) Langkah Pembelajaran
Sintak Model Pembelajar an
Deskripsi
Alokasi Waktu
Kegiatan Pendahuluan
Memuat kegiatan
Kegiatan Inti
- Mengamati
**)
- Menanya - Mengumpulkan informasi/mencoba - Menalar/mengasosiasi - Mengomunikasikan
Kegiatan Penutup 2. Pertemuan Pertama: (...JP) Langkah
Sintak
Pembelajaran
Model
Deskripsi
Alokasi Waktu
Pembelajar an Kegiatan Pendahuluan
Memuat kegiatan
Kegiatan Inti
- Mengamati
**)
- Menanya - Mengumpulkan informasi/mencoba - Menalar/mengasosiasi - Mengomunikasikan
Kegiatan Penutup
F. Penilaian, Pembelajaran Remedial dan Pengayaan 1. Teknik penilaian 2. Instrumen penilaian a. Pertemuan Pertama b. Pertemuan Kedua
Sejarah SMA/SMK K - 9
47
c. Pertemuan seterusnya 3. Pembelajaran Remedial dan Pengayaan 4. Kunci dan Pedoman Penskoran G. Media/alat, Bahan, dan Sumber Belajar 1. Media/Alat 2. Bahan 3. Sumber Belajar
D. AKTIVITAS PEMBELAJARAN Materi ini berisi tentang pembelajaran sistimatika RPP, rambu rambu penyusunan RPP, analisis RPP, laporan hasil analisis RPP, dan perbaikan RPP. Untuk
memahami
materi
penyusunan
rencana
pelaksanaan
pembelajaran, anda perlu membaca secara cermat modul ini, gunakan referensi lain sebagai materi pelengkap untuk menambah pengetahuan anda. Dengarkan dengan cermat apa yang disampaikan oleh pemateri, dan tulis apa yang dirasa penting. Silahkan berbagi pengalaman anda dengan cara menganalisis, menyimpulkan dalam suasana yang aktif, inovatif dan kreatif, menyenangkan dan bermakna. Langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam mempelajari materi ini mencakup : 1. Aktivitas individu, meliputi : a. Memahami dan mencermati materi diklat b. Mengerjakan
latihan/lembar
kerja/tugas,
menyelesaikan
masalah/kasus pada setiap kegiatan belajar; dan menyimpulkan c. Melakukan refleksi 2. Aktivitas kelompok, meliputi : a. mendiskusikan materi pelatihan b. bertukar pengalaman dalam melakukan pelatihan c. penyelesaian masalah /kasus
Sejarah SMA/SMK K-9
48
E. LATIHAN/KASUS/TUGAS Tugas Individu 1. Baca secara cermat modul ini sebelum anda mengerjakan tugas 2. Kerjakan sesuai dengan langkah-langkah yang ditentukan dalam modul ini 3. Konsultasikan
dengan
Narasumber
bila
mengalami
kesulitan
mengerjakan tugas 4. Berdasarkan sistematika dan prinsip penyusunan RPP yang sesuai dengan Permendikbud No. 103 tahun 2014 tentang Pembelajaran Pada Pendidikan Dasar Dan Menengah, Periksalah RPP Bapak/Ibu dengan seksama, revisilah terlebih dahulu sebelum di telaah oleh peserta yang lain 5. Buatlah penilaian terhadap RPP peserta lain dengan menggunakan rubrik telaah RPP yang sudah ada. 6. Rubrik Penilaian RPP ini digunakan peserta pada saat menelaah RPP peserta lain dan digunakan fasilitator untuk menilai RPP yang disusun oleh masing-masing peserta. Selanjutnya nilai RPP dimasukan ke dalam nilai portofolio peserta. Langkah-langkah penilaian RPP sebagai berikut: Langkah-langkah penilaian RPP sebagai berikut: 1. Cermati format RPP dan telaah RPP yang akan dinilai! 2. Periksalah RPP dengan seksama 3. Berikan nilai setiap komponen RPP dengan cara membubuhkan tanda cek (√) pada kolom pilihan skor (1 ), (2) dan (3) sesuai dengan penilaian Anda terhadap RPP tersebut! 4. Berikan catatan khusus atau saran perbaikan setiap komponen RPP jika diperlukan! 5. Setelah selesai penilaian, jumlahkan skor seluruh komponen! 6. Tentukan nilai RPP menggunakan rumus sebagai berikut :
Sejarah SMA/SMK K - 9
49
PERINGKAT
NILAI
Amat Baik ( A)
90 ≤ A ≤ 100
Baik (B)
75 ≤B < 90
Cukup (C)
60 ≤ C <74
Kurang (K)
<60
FORMAT PENELAAHAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
Materi Pelajaran: ___________________________ Topik/Tema: _______________________________ Berilah tanda cek ( V) pada kolom skor (1, 2, 3 ) sesuai dengan kriteria yang tertera pada kolom tersebut! Berikan catatan atau saran untuk perbaikan RPP sesuai penilaian Anda! No
A.
Komponen Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Identitas Mata Pelajaran
1.
Hasil Penelaahan dan Skor 1
2
3
Tidak
Kurang
Sudah
Ada
Lengkap
Lengkap
Tidak
Kurang
Sudah
Ada
Lengkap
Lengkap
Catatan
Satuan pendidikan,Mata pelajaran/tema,kelas/ semester dan Alokasi waktu.
B.
Pemilihan Kompetensi
1.
Kompetensi Inti
2.
Kompetensi Dasar
C.
Perumusan Indikator
1.
Kesesuaian dengan KD.
2.
Kesesuaian penggunaan kata kerja
Tidak Sesuai
Sesuai Sebagia n
Sesuai Seluruhnya
operasional dengan kompetensi yang diukur. 3.
Kesesuaian dengan aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
D.
Pemilihan Materi Pembelajaran
Sejarah SMA/SMK K-9
Tidak
Sesuai
Sesuai
50
No
Hasil Penelaahan dan Skor
Komponen Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
1
2
3
Sesuai
Sebagia
Seluruhnya
Catatan
n 1.
Kesesuaian dengan KD
2.
Kesesuaian dengan karakteristik peserta didik.
3.
Kesesuaian dengan alokasi waktu.
E.
Tidak
Pemilihan Sumber Belajar
Sesuai
1.
Kesesuaian dengan KI dan KD.
2.
Kesesuaian dengan materi pembelajaran
Sesuai Sebagia n
Sesuai Seluruhnya
dan pendekatansaintifik. 3.
Kesesuaian dengan karakteristik peserta didik.
F.
1.
Tidak
Kegiatan Pembelajaran
Sesuai
Sesuai Sebagia n
Sesuai Seluruhnya
Menampilkan kegiatan pendahuluan, inti, dan penutup dengan jelas.
2.
Kesesuaian kegiatan dengan pendekatan saintifik.
3.
Kesesuaian dengan sintak model pembelajaran yang dipilih
4.
Kesesuaian penyajian dengan sistematika materi.
5.
Kesesuaian alokasi waktu dengan cakupan materi.
G.
1.
Tidak
Penilaian
Kesesuaian dengan teknik
Sesuai
Sesuai Sebagia n
Sesuai Seluruhnya
penilaian
autentik. 2.
Kesesuaian dengan instrumen penilaian autentik
3.
Kesesuaian soal dengan dengan indikator pencapaian kompetensi.
4.
Kesesuaian kunci jawaban dengan soal.
5.
Kesesuaian pedoman penskoran dengan
Sejarah SMA/SMK K - 9
51
No
Komponen Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
Hasil Penelaahan dan Skor 1
2
3
Catatan
soal.
H.
Pemilihan Media Belajar
1.
Kesesuaian dengan materi pembelajaran
2.
Kesesuaian dengan kegiatan pada
Tidak Sesuai
Sesuai Sebagia n
Sesuai Seluruhnya
pendekatansaintifik. 3.
Kesesuaian dengan karakteristik peserta didik.
I.
Pemilihan Bahan Pembelajaran
Tidak Sesuai
1.
Kesesuaian dengan materi pembelajaran
2.
Kesesuaian dengan kegiatan pada
Sesuai Sebagia n
Sesuai Seluruhnya
pendekatansaintifik. J.
Pemilihan Sumber Pembelajaran
Tidak Sesuai
1.
Kesesuaian dengan materi pembelajaran
2.
Kesesuaian dengan kegiatan pada
Sesuai Sebagia n
Sesuai Seluruhnya
pendekatansaintifik. 3.
Kesesuaian dengan karakteristik peserta didik. Jumlah
Komentar/Rekomendasi terhadap RPP secara umum.
..................................................................................................................................................... ..................................................................................................................................................... Rubrik Penilaian Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) .......................... ......
Nama Penelaah
:
Yang ditelaah
:
Sejarah SMA/SMK K-9
52
F.RANGKUMAN RPP merupakan rencana pembelajaran yang dikembangkan secara rinci mengacu pada silabus, buku teks pelajaran, dan buku panduan guru. RPP mencakup: (1) identitas sekolah/madrasah, mata pelajaran, dan kelas/semester; (2) alokasi waktu; (3) KI, KD, indikator pencapaian
kompetensi;
(4)
materi
pembelajaran;
(5)
kegiatan
pembelajaran; (6) penilaian; dan (7) media/alat, bahan, dan sumber belajar. Pengembangan RPP dilakukan sebelum awal semester atau awal tahun pelajaran dimulai, namun perlu diperbaharui sebelum pembelajaran dilaksanakan. Pengembangan RPP dapat dilakukan oleh guru secara mandiri dan/atau berkelompok di sekolah/madrasah dikoordinasi, difasilitasi, dan disupervisi oleh kepala sekolah/madrasah. Pengembangan RPP dapat juga dilakukan oleh guru secara berkelompok antarsekolah atau antarwilayah dikoordinasi, difasilitasi, dan disupervisi oleh dinas pendidikan atau kantor kementerian agama setempat. Analisis RPP ini bertujuan agar peserta diklat mampu menyusun, menelaah
kemudian
menganalisis
RPP
dengan
menerapkan
pendekatan saintifik sesuai model belajar yang relevan dan mampu untuk melakukan perbaikan.
G UMPAN BALIK Setelah kegiatan pembelajaran,Bapak/ Ibu dapat melakukan umpan balik dengan menjawab pertanyaan berikut ini: 1. Apa yang Saudara pahami setelah mempelajari materi analisis rencana pelaksanaan pembelajaran? 2. Pengalaman penting apa yang Saudara peroleh setelah mempelajari materi penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran? 3. Apa manfaat materi analisis rencana pelaksanaan pembelajaran terhadap tugas Saudara disekolah?
Sejarah SMA/SMK K - 9
53
4. Setelah Saudara mempelajari modul diatas, apakah yang akan saudara lakukan terhadap dokumen perencanaan pelaksanaan pembelajaran di sekolah/madrasah ditempat Bapak/Ibu bertugas? 5. Apakah Saudara bersedia menjadi tutor bagi teman sejawat untuk menelaah dan memperbaiki RPP ?
-
DAFTAR PUSTAKA Kemdikbud. 2007. Permendiknas no 41 tahun 2007 tentang standar proses pendidikan. ------------------. 2013. Permendikbud 64 tahun 2013 tentang Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan ------------------.. 2013. Permendikbud 65 tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan ------------------.. 2013. Permendikbud 66 tahun 2013 tentang Standar Penilaian Pendidikan. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan ------------------.. 2014. Permendikbud 59 tahun 2014 Tentang Kurikulum 2013 Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan ------------------.. 2014. Permendikbud. 103 tahun 2014 tentang Pembelajaran pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan ------------------.. 2014. Permendikbud. 104 tahun 2014 tentang Penilaian hasil Belajar Oleh Pendidik Pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan
Sejarah SMA/SMK K-9
54
KEGIATAN PEMBELAJARAN 3
ANALISIS BUTIR SOAL MENGGUNAKAN PROGRAM BERBANTUAN KOMPUTER A. TUJUAN PEMBELAJARAN Peserta diklat mampu mengkaji dan menelaah setiap butir soal agar diperoleh soal yang bermutu sehingga diketahui informasi diagnostik pada peserta didik terkait dengan pemahaman materi yang telah diajarkan.
B. INDIKATOR PENCAPAIAN KOMPETENSI 1. Menjelaskan pentingnya analisis butir soal 2. Mengenal berbagai macam program berbantuan komputer untuk analisis butir soal 3. Menyusun
analisis
soal
ujian
dengan
menggunakan
program
berbantuan komputer iteman
C. URAIAN MATERI 1. Pengertian Kegiatan menganalisis butir soal merupakan suatu kegiatan yang harus dilakukan guru untuk meningkatkan mutu soal yang telah ditulis. Kegiatan ini merupakan proses pengumpulan, peringkasan, dan penggunaan informasi dari jawaban siswa untuk membuat keputusan tentang setiap penilaian. Tujuan penelaahan adalah untuk mengkaji dan menelaah setiap butir soal agar diperoleh soal yang bermutu sebelum soal digunakan. Di samping itu, tujuan analisis butir soal juga untuk membantu meningkatkan tes melalui revisi atau membuang soal yang tidak efektif, serta untuk mengetahui informasi diagnostik pada siswa apakah mereka sudah/belum memahami materi yang telah diajarkan. Soal yang bermutu adalah soal yang dapat memberikan informasi setepat-tepatnya sesuai dengan tujuannya di antaranya dapat menentukan peserta didik mana yang sudah atau belum menguasai materi yang diajarkan guru.
Sejarah SMA/SMK K - 9
55
2. Manfaat Soal yang Telah Ditelaah Tujuan utama analisis butir soal dalam sebuah tes yang dibuat guru adalah untuk mengidentifikasi kekurangan-kekurangan dalam tes atau dalam pembelajaran. Berdasarkan tujuan ini, maka kegiatan analisis butir soal memiliki banyak manfaat, di antaranya adalah: (1) dapat membantu para pengguna tes dalam evaluasi atas tes yang digunakan, (2) sangat relevan bagi penyusunan tes informal dan lokal seperti tes yang disiapkan guru untuk siswa di kelas, (3) mendukung penulisan butir soal yang efektif, (4) secara materi dapat memperbaiki tes di kelas, (5) meningkatkan validitas soal dan reliabilitas. D i samping itu, manfaat lainnya adalah: (1) menentukan apakah suatu fungsi butir soal sesuai dengan yang diharapkan, (2) memberi masukan kepada siswa tentang kemampuan dan sebagai dasar untuk bahan diskusi di kelas, (3) memberi masukan kepada guru tentang kesulitan siswa, (4) memberi masukan pada aspek tertentu untuk pengembangan kurikulum, (5) merevisi materi yang dinilai atau diukur, (6) meningkatkan keterampilan penulisan soal. Analisis butir soal biasanya didesain untuk menjawab pertanyaanpertanyaan berikut ini: (1) Apakah fungsi soal sudah tepat? (2) Apakah soal ini memiliki tingkat kesukaran yang tepat? (3) Apakah soal bebas dari hal-hal yang tidak relevan? (4) Apakah pilihan jawabannya efektif? Kegunaan analisis butir soal bukan hanya terbatas untuk peningkatkan butir soal, tetapi ada beberapa hal, yaitu bahwa data analisis butir soal bermanfaat sebagai dasar: (1) diskusi kelas efisien tentang hasil tes, (2) untuk kerja remedial, (3) untuk peningkatan secara umum pembelajaran di kelas, dan (3) untuk peningkatan keterampilan pada konstruksi tes. Berbagai uraian di atas menunjukkan bahwa analisis butir soal adalah: (1) untuk menentukan soal-soal yang cacat atau tidak berfungsi penggunaannya; (2) untuk meningkatkan butir soal melalui tiga komponen analisis yaitu tingkat kesukaran,
daya
pembelajaran
pembeda,
melalui
dan
ambiguitas
pengecoh soal
dan
soal,
serta
keterampilan
meningkatkan tertentu
yang
menyebabkan peserta didik sulit. Di samping itu, butir soal yang telah dianalisis dapat memberikan informasi kepada peserta didik dan guru
Sejarah SMA/SMK K-9
56
3. Analisis Butir Soal Untuk menelaah atau menganalisis butir soal dapat dilakukan secara kualitatif maupun kuantitatif. Penelaah secara kualitatif pada prinsipnya dilaksanakan berdasarkan kaidah penulisan soal (tes tertulis, perbuatan, dan sikap). Penelaahan ini biasanya dilakukan sebelum soal digunakan/diujikan. Aspek yang diperhatikan di dalam penelaahan secara kualitatif ini adalah setiap soal
ditelaah
dari
segi
materi,
konstruksi,
bahasa/budaya,
dan
kunci
jawaban/pedoman penskorannya. Dalam melakukan penelaahan setiap butir soal, penelaah perlu mempersiapkan bahan-bahan penunjang seperti: (1) kisi-kisi tes, (2) kurikulum yang digunakan, (3) buku sumber, dan (4) kamus bahasa Indonesia.
4. Analisis Butir Soal dengan Komputer Analisis butir soal dengan komputer maksudnya adalah penelaahan butir soal secara kuantitatif yang penghitungannya menggunakan bantuan program komputer. Analisis data dengan menggunakan program komputer adalah sangat tepat. Karena tingkat keakuratan hitungan dengan menggunakan program komputer lebih tinggi bila dibandingkan dengan diolah secara manual atau menggunakan kalkulator/ tangan. Program komputer yang digunakan untuk menganalisis data modelnya bermacam-macam tergantung tujuan dan maksud analisis yang diperlukan.
a) Item And Analysis (ITEMAN) ITEMAN
merupakan
program
komputer
yang
digunakan
untuk
menganalisis butir soal secara klasik. Program ini termasuk satu paket program dalam MicroCAT°n yang dikembangkan oleh Assessment Systems Corporation mulai tahun 1982 dan mengalami revisi pada tahun 1984, 1986, 1988, dan 1993; mulai dari versi 2.00 sampai dengan versi 3.50. Alamatnya adalah Assessment Systems Corporation, 2233 University Avenue, Suite 400, St Paul, Minesota 55114, United States of America. Program ini dapat digunakan untuk: (1) menganalisis data file (format ASCII) jawaban butir soal yang dihasilkan melalui manual entry data atau dari mesin scanner; (2) menskor dan menganalisis data soal pilihan ganda dan skala
Sejarah SMA/SMK K - 9
57
Likert untuk 30.000 siswa dan 250 butir soal; (3) menganalisis sebuah tes yang terdiri dari 10 skala (subtes) dan memberikan informasi tentang validitas setiap butir (daya pembeda, tingkat kesukaran, proporsi jawaban pada setiap option), reliabilitas (KR-20/Alpha), standar error of measurement, mean, variance, standar deviasi, skew, kurtosis untuk jumlah skor pada jawaban benar, skor minimum dan maksimum, skor median, dan frekuensi distribusi skor, Saat ini telah tersedia ITEMAN tinder Windows 95, 98, NT, 2000, ME, dan XP dengan harga $299. Sebelum menggunakan program Iteman, bacalah manualnya/buku petunjuk pengoperasionalnya secara seksama. Sebagai contoh, tahap awal adalah membuat "file data" (control tile) yang berisi 5 komponen utama, yaitu: 1) Baris pertama adalah baris pengontrol yang mendeskripsikan data. 2) Baris kedua adalah daftar kunci jawaban setiap butir soal. 3) Baris ketiga adalah daftar jumlah option untuk setiap butir soal. 4) Baris keempat adalah daftar butir soal yang hendak dianalisis (jika butir yang akan dianalisis diberi tanda Y (yes), jika tidak diikutkan dalam analisis diberi tanda N (no). 5) Baris kelima dan seterusnya adalah data siswa dan pilihan jawaban siswa. Setiap pilihan jawaban siswa (untuk soal bentuk pilihan ganda) diketik dengan menggunakan huruf, misal ABCD atau angka 1234 untuk 4 pilihan jawaban atau ABCDE atau 12345 untuk 5 pilihan jawaban.
Langkah-Langkah Menggunakan Program ITEMAN Pertama, data diketik di DOS atau Windows. Cara termudah adalah menggunakan program Windows yaitu dengan mengetik data di tempat Notepad. Caranya adalah klik Start-Programs-Accessories-Notepad.
Sejarah SMA/SMK K-9
58
Lalu muncul tampilan notepad
Kedua, Masukan data dengan memperhatikan format penulisan sesuai program ITEMAN.
Sejarah SMA/SMK K - 9
59
Jumlah butir Spasi soal Jawaban Spasi kosong Butir soal yang S Jumlah belum dikerjakan p ketuka Kunci as n jawaban Jumlah i penulis pilihan/opti Soal dianalisis (Y) an on / Tidak (N) Identitas dan identita Jawaban Siswa s data siswa
Contoh pengetikan data untuk soal bentuk pilihan ganda:
Ketiga, data yang telah diketik disimpan dalam folder yang didalamnya sudah terisi program ITEMAN. Misal disimpan dengan nama file: SOAL1 Keempat, buka program Iteman untuk mulai melakukan analisis yaitu dengan mengklik icon file Iteman.
Sejarah SMA/SMK K-9
60
Tunggu sampai muncul tampilan berikut ini:
Kemudian isilah pertanyaan-pertanyaan yang muncul di layar computer seperti berikut.
Enter the name of the input file: SOALl.txt <enter> Enter the name of the output file: SOALlout.txt <enter> Do you want the scores written to a file? (Y/N) Y <enter> Kelima, membaca hasil analisis yaitu: 1) Buka kembali program notepad 2) Klik open 3) Klik file SOALlout (jika file SOALlout tidak muncul gantilah Text Documents dengan All Files)
Sejarah SMA/SMK K - 9
61
Sejarah SMA/SMK K-9
62
4) Maka akan muncul tampilan data berikut ini:
Sejarah SMA/SMK K - 9
63
Membaca data hasil analisis ITEMAN:
1) Untuk melihat tingkat kesulitan butir soal maka data yang dilihat adalah data pada kolom Prop.Correct 2) Untuk melihat daya beda option butir soal maka data yang dilihat adalah data pada kolom Point Biser 3) Untuk melihat keberfungsian distraktor maka data yang dilihat adalah data pada kolom Prop.Endorsing 4) Untuk melihat koefisien reliabilitas maka data yang dilihat adalah data Scale Statistics pada point Alpha 5) Untuk melihat rata-rata tingkat kesukaran/kesulitan semua butir soal maka data yang dilihat adalah data Scale Statistics pada point Mean P 6) Untuk melihat rata-rata daya beda semua butir soal maka data yang dilihat adalah data Scale Statistics pada point Mean Item-Tot.
Untuk menginterpretasikan data maka dapat dilihat rambu-rambu penerimaan butir menurut beberpa ahli teori klasik berikut ini:
Kriteria baik tidaknya butir soal menurut Ebel dan Frisbie (1991) dalam Essentials of Educational Measurement halaman 232 adalah bila korelasi point biserial: >0.40
Sejarah SMA/SMK K-9
= butir soal sangat baik;
64
0.30 - 0.39
= soal baik, tetapi perlu perbaikan;
0.20 - 0.29
= soal dengan beberapa catatan, biasanya diperlukan
perbaikan; < 0. 19
= soal jelek, dibuang, atau diperbaiki melalui revisi.
Adapun tingkat kesukaran butir soal memiliki skala 0 - 1. Semakin mendekati 1 soal tergolong mudah dan mendekati 0 soal tergolong sukar. Menurut Dawson (1972) butir soal yang memiliki tingkat kesulitan 0,25 – 0,75 dikatakan baik.
Ebel (1972) mengatakan bahwa alat ukur yang memiliki koefisien reliabilitas 0,8 sudah baik. Feldt & Brehmman (1989) menyatakan soal pilihan ganda yang memiliki koefsien reliabilitas lebih besar atau sama dengan 0,70 sudah dikatakan baik.
Menurut Ebel (1972) butir yang memiliki daya pembeda lebih besar atau sama dengan 0,41 dikatakan baik atau menurut Fernandes (1984) butir soal yang memiliki daya pembeda lebih besar dari 0,2 sudah bisa dikatakan baik.
Nitko (1996) menyatakan distraktor dikatakan berfungsi jika paling sedikit dipilih oleh satu orang peserta tes dari kelompok rendah. Menurut Fernandes (1984) distraktor butir soal dikatakan baik jika paling tidak dipilih oleh 2% dari seluruh peserta.
Untuk mempermudah membuat kesimpulan dan tindak lanjut maka dapat dibuat tabel berikut ini:
Tingkat
Daya
Keberfungsian
No.butir
1
Keterangan Kesulitan
Beda
0,600
0,425
Sejarah SMA/SMK K - 9
Distraktor Semua pilihan ada
diterima
65
yang memilih ….
….
….
12
0,800
-0,144
13
0,700
0,360
….. Pilihan D tidak ada yang memilih Pilihan A dan D tidak ada yang memilih
…..
revisi
revisi
b) Excel Excel merupakan sebuah program pengolalah data yang biasa dinamakan "spreadsheet". Karena program ini dapat digunakan untuk mengolah data yang berupa angka ataupun lainnya. Ada dua cara mengolah data dengan Excel, yaitu (1) melalui program bantu khusus perhitungan statistik dan (2) melalui fungsi statistik yang terdapat di dalam Excel. Oleh karena itu tidak semua program Statistik ada di program Excel, seperti halnya Uji Validitas butir soal baik soal pilihan ganda maupun bentuk uraian, uji reliabilitas baik bentuk pilihan ganda, uraian maupun reliabilitas nontes, dalam hal ini harus disain secara manual. Karena di dalam program ini tidak tersedia program tersebut.
c) SPSS (Statistical Program for Social Science) SPSS merupakan sebuah program pengolah data yang sudah sangat dikenal di dalarn dunia pendidikan. Penggunaannya sangat mudah untuk dipahami para guru di sekolah. Semua data diketik di dalam format SPSS yang sudah disediakan. Setelah selesai, kemudian tinggal memilih statistik yang akan digunakan pada menu STATISTIC/ANALYZE. Misalnya uji validitas butir atau reliabilitas tes, diklik pada menu ANLYZE kemudian pilih CORELATE, pilih BIVARIAT, untuk uji reliabilitas pilih RELIABILITY. Di samping itu, program ini dapat digunakan untuk analisis data kuantitatif secara umum, misalnya untuk uji normalitas, homogenitas, dan linearitas data. Agar mudah pengoperasiannya dalam menggunakan program ini, sebaiknya
para guru membaca terlebih dahulu manual/buku pedoman
Sejarah SMA/SMK K-9
66
pengoperasiannya secara saksama. Berikut ini disajikan salah satu contoh penggunaan program SPSS yang digunakan untuk menguji uji normalitas, homogenitas, dan linearitas data, serta uji kesesuaian antara butir soal dan kisikisinya (analisis faktor). Setelah program SPSS dibuka, data di atas di masukkan ke dalam format SPSS. Caranya sangat mudah yaitu seperti berikut. a) Klik "Variable View" (letaknya di sebelah kiri bawah). b) Ketik X pada kolom "Name". c) Klik pada kolom "Label" kemudian ketik Motivasi Belajar. d) Ketik Y pada kolom "Name" (di bawah X). e) Klik pada kolom "Label" kemudian ketik Prestasi Belajar. f)
Ketik JK pada kolom "Name" (di bawah Y)
g) Klik pada kolom "Label" kemudian ketik Jenis Kelamin. h) Klik pada kolom "Scale" kemudian klik pada "Nominal". i)
Klik "Data View" (letaknya di sebelah kin bawah), kemudian masukkanlah data di atas (diketik) sesuai dengan kolomnya
1) Analisis Faktor Eksploratori Kegiatan memvalidasi konstruk dilaksanakan setelah tes digunakan/diuji coba. Analisis faktor terdiri dari dua yaitu analisis faktor eksploratori dan konfirmatori. Analisis faktor konfirmatori menekankan pada estimasi parameter dan tes hipotesis, sedangkan analisis faktor eksploratori menekankan pada beberapa faktor yang menjelaskan hubungan antar-indikator dan estimasi muatan faktor. Untuk menguji validitas kesesuaian antara butir soal dan kisi-kisi konstruknya digunakan analisis faktor. Konsep validitas berhubungan dengan: a.
ketepatan,
b. kebermaknaan, dan c. kegunaan suatu skor tes (Gable, 1986: 71).
Macam-macam validitas adalah validitas: a. konten yang meliputi: definisi konsep dan definisi operasional; b. konstruk, dan c.
kriterion-related (Gable, 1986: 72-77).
Sejarah SMA/SMK K - 9
67
Terdapat empat teknik untuk menganalisis konstruk, yaitu dengan: a. korelasi antarvariabel, b. analisis multitrait multimethod, c. analisis faktor, dan d. prosedur known-groups (Gable, 1986. 77).
Analisis faktor dikembangkan oleh Charles Spearman tahun 1904 di USA (Harman, 1976: 3). Analisis faktor adalah suatu nama generik yang diberikan pada suatu kelas metode statistik multivariat yang tujuan utamanya adalah Untuk mendefinisikan struktur dalam matriks data (Hair et. al, 1998: 90). Tujuan utama analisis faktor adalah untuk menguji secara empirik hubungan antar butir soal dan untuk menentukan kelompok soal yang saling menentukan sebagai suatu faktor/konstruk yang diukur melalui instrumen (Gable, 1986: 85).
Jadi tujuan utamanya dapat disimpulkan menjadi 3, yaitu untuk menentukan: 1) faktor umum yang diperlukan terhadap jumlah patern korelasi antar semua pasangan tes dalam satu set tes; 2) faktor
umum
sesungguhnya
(asli)
yang
menghitung
untuk
tes
interkorelasi; 3) proporsi varian untuk suatu variabel observasi yang dihubungkan dengan varian faktor umum (Crocker and Algina, 1986: 305-306) atau sebagai
pengenalan
struktur
melalui
peringkasan
data
atau
reduksi/pengurangan data (Hair et al., 1998: 95).
Adapun manfaat analisis faktor adalah: a) memberitahu kita tes-tes dan ukuran-ukuran yang saling dapat serasi atau sama tujuannya dan sejauhmana kesamaannya, b) membantu menemukan dan mengidentifikasi kebutuhan- kebutuhan atau sifat-sifat fundamental yang melandasi tes dan pengukuran (Kerlinger, 1993: 1000).
Sejarah SMA/SMK K-9
68
Langkah atau prosedur penggunaan analisis factor eksploratori selalu memproses melalui 4 tahap, yaitu: 1) perhitungan korelasi matriks untuk semua variabel, 2) ekstraksi faktor untuk menentukan jumlah faktor, 3) rotasi, untuk membuat faktor lebih bermakna, dan 4) perhitungan skor setiap faktor untuk setiap case. Cara pengoperasional dalarn program SPSS adalah seperti berikut. Pilih menu STATISTIC atau ANALYZE DATA REDUCTION FACTOR
Pada boks dialog variabel yang akan dianalisis dimasukkan ke kotak VARIABLES. Klik pada kotak DESCRIPTIVE (misal: klik "initial solution" pada kolom statistics dan "KMO and Bartlett's test of sphericity" pada kolom correlation Matrix), EXTRACTION, ROTATION, SCORES, atau OPTION. Hasil print outnya terdiri dari beberapa tabel dan sebuah grafik "scree plot". Berikut ini dijelaskan beberapa hasil print out analisis faktor eksploratori dan penafsirannya.
2) Analisis Faktor Eksploratori Kegiatan memvalidasi konstruk dilaksanakan setelah tes digunakan/diuji coba. Analisis faktor terdiri dari dua yaitu analisis faktor eksploratori dan konfirmatori. Analisis faktor konfirmatori menekankan pada estimasi parameter dan tes hipotesis, sedangkan analisis faktor eksploratori menekankan pada beberapa faktor yang menjelaskan hubungan antar-indikator dan estimasi muatan faktor. Untuk menguji validitas kesesuaian antara butir soal dan kisi-kisi konstruknya digunakan analisis faktor. Konsep validitas berhubungan dengan: (1) ketepatan, (2) kebermaknaan, dan (3) kegunaan suatu skor tes (Gable, 1986: 71). Macam-macam validitas adalah validitas: (1) konten yang meliputi: definisi konsep dan definisi operasional; (2) konstruk, dan (3) kriterion-related (Gable, 1986: 72-77). Terdapat empat teknik untuk menganalisis konstruk, yaitu dengan:
Sejarah SMA/SMK K - 9
69
(I) korelasi antarvariabel, (2) analisis multitrait multimethod, (3) analisis faktor, dan (4) prosedur known-groups (Gable, 1986. 77). Analisis faktor dikembangkan oleh Charles Spearman tahun 1904 di USA (Harman, 1976: 3). Analisis faktor adalah suatu nama generik yang diberikan pada suatu kelas metode statistik multivariat yang tujuan utamanya adalah Untuk mendefinisikan struktur dalam matriks data (Hair et. al, 1998: 90). Tujuan utama analisis faktor adalah untuk menguji secara empirik huburngan antar butir soal dan untuk menentukan kelompok soal yang saling menentukan sebagai suatu faktor/konstruk yang diukur melalui instrumen (Gable, 1986: 85). Jadi tujuan utamanya dapat disimpulkan menjadi 3, yaitu untuk menentukan: (1) faktor umum yang diperlukan terhadap jumlah patern korelasi antar semua pasangan tes dalam satu set tes; (2) faktor umum sesungguhnya (asli) yang menghitung untuk tes interkorelasi; (3) proporsi varian untuk suatu variabel observasi yang dihubungkan dengan varian faktor umum (Crocker and Algina, 1986: 305-306) atau
sebagai
pengenalan
struktur
melalui
peringkasan
data
atau
reduksi/pengurangan data (Hair et al., 1998: 95). Adapun manfaat analisis faktor adalah: (1) memberitahu kita tes-tes dan ukuran-ukuran yang saling dapat serasi atau sama tujuannya dan sejauhmana kesamaannya, (2) membantu menemukan dan mengidentifikasi kebutuhankebutuhan atau sifat-sifat fundamental yang melandasi tes dan pengukuran (Kerlinger, 1993: 1000). Langkah atau prosedur penggunaan analisis factor eksploratori selalu memproses melalui 4 tahap, yaitu: (1) perhitungan korelasi matriks untuk semua variabel, (2) ekstraksi faktor untuk menentukan jumlah faktor, (3) rotasi, untuk membuat faktor lebih bermakna, dan (4) perhitungan skor setiap faktor untuk setiap case.
Cara pengoperasional dalarn program SPSS adalah seperti berikut. Pilih menu STATISTIC atau ANALYZE DATA REDUCTION FACTOR
Sejarah SMA/SMK K-9
70
Berikut ini dijelaskan beberapa hasil print out analisis faktor eksploratori dan penafsirannya : a)
Statistik Deskriptif Dalam tabel statistik deskriptif berisi informasi yang bersifat deskriptif seperti mean dan standard deviasi setiap variabel. Jika besarnya mean variabel sangat dekat/ekstrim pada skala jawaban dan standar deviasinya rendah, maka korelasi antarvariabel akan rendah dan berakibat rendah pula pada hasil analisis faktor Gabel,1986:91).
b)
Bartlett test of sphericity Tes ini digunakan untuk mengetes hipotesis yang korelasi matriknya merupakan suatu matriks identitas, yaitu semua diagonal adalah 1 dan semua yang tidak diagonal (off-diagonal) adalah 0. Hasil tes menunjukkan bahwa sample data berasal dari suatu populasi normal multivariat atau tidak. Jadi bila nilai tes statistik dari sphericity luas/tinggi dan level signifikannya kecil, maka dapat dikatakan bahwa matriks korelasi populasi adalah signifikan (Norusis, 1993:50).
c) Pengukuran Sampling Kaiser Meyer Olkin (KMO) KMO merupakan suatu indeks perbandingan besarnya koefisien korelasi observed dan besarnya koefisien korelasi parsial. Jika jumlah kuadrat korelasi parsial pada
semua pasangan variabel adalah kecil
bila
dibandingkan dengan jumlah kuadrat koefisien korelasinya, maka besar KMO mendekati 1. Jika besar KMO kecil atau rendah maka hasil analisis faktornya adalah tidak baik. Kaiser (1974) dalam Norusis (1993: 52) mengklasifikasi tentang besarnya KMO adalah bila besarnya 0,90 bagus sekali (marvelous), 0,80 bermanfaat (meritorious), 0,70 sedang/cukup (middling),
0,60
sedikit
cukup
(mediocre),
0,50
gawat/menyedihkan
(miserable), dan di bawah 0,50 tidak dapat diterima (unacceptable). d) Matriks Korelasi antar butir Korelasi antarbutir menunjukkan adanya beberapa butir yang saling berhubungan secara wajar. Jika korelasi antarvariabel adalah kecil, maka variabel-variabel itu berhubungan dengan faktor-faktor secara umum (share common factors) (Norusis, 1993:50)
Sejarah SMA/SMK K - 9
71
e) Matriks Korelasi Anti-image Matrik ini berisi korelasi anti-image, maksudnya adalah koefisien korelasi parsial yang negatif. Jika proporsi untuk koefisien yang banyak adalah tinggi, maka kita dipersilakan untuk mempertimbangkan kembali tepat atau tidak menggunakan analilsis faktor. f)
Ekstraksi Faktor Ekstraksi merupakan hubungan antara faktor-faktor dan variabel individu. Tujuan utama ekstraksi faktor adalah untuk menentukan jumlah faktor. Beberapa jumlah faktor yang diperlukan untuk merepresen data. Hal ini sangat membantu dalam menguji persentase total varian (eigenvalues) untuk masing-masing faktor. Total varian merupakan jumlah varian masingmasing variabel. Di samping itu, untuk menentukan jumlah faktor dapat dilihat pada "scoree test" atau "scoree plot" Dari tes atau plot itu dapat diketahui jumlah faktor yang ditunjukkan dengan beberapa garis yang panjang dan curam serta diikuti dengan jumlah garis yang pendek-pendek.
D. AKTIVITAS BELAJAR Untuk memahami materi analisis butir soal dengan program berbantuan komputer, anda perlu membaca secara cermat modul ini, gunakan referensi lain sebagai materi pelengkap untuk menambah pengetahuan anda. Dengarkan dengan cermat apa yang disampaikan oleh pemateri, dan tulis apa yang dirasa penting. Silahkan
berbagi
pengalaman
anda
dengan
cara
menganalisis,
menyimpulkan dalam suasana yang aktif, inovatif dan kreatif, menyenangkan dan bermakna. Langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam mempelajari materi ini mencakup : 1. Aktivitas individu, meliputi : a. Memahami dan mencermati materi diklat b. Mengikuti arahan praktik penggunaan software analisis butir soal oleh pemateri c. Mengerjakan
latihan/lembar
kerja/tugas,
menyelesaikan
masalah/kasus pada setiap kegiatan belajar; dan menyimpulkan d. Melakukan refleksi Sejarah SMA/SMK K-9
72
2. Aktivitas kelompok, meliputi : a. Mendiskusikan materi pelatihan b. Bertukar pengalaman dalam melakukan pelatihan c. Penyelesaian masalah /kasus
E. LATIHAN/KASUS/TUGAS Tugas Setelah mempelajari bahan tersebut di atas, coba praktekkan pembelajaran anda terkait materi analisis butir soal dengan program iteman dengan menggunakan data yang telah disediakan secara berpasangan dengan teman sebangku anda. Disajikan data hasil ujian sebagai berikut : KUNCI JAWABAN SOAL UJIAN : CADBDCBCCDABAACABCDABCDBDCDABDABACCDBCABABDBCBABCD
NAMA DAN JAWABAN PESERTA : TUTIK DAMAYATI CADBDCBCCDABBACABCDBBCDBDCBDBDABACCDBCABABDBCDABCD RINI SULISTIYATIN CADBDCBDCDABBACABCDBBCDBDCBDBDABACCDBCABABDBCDABCD NANI KUSMIYATI CADCDCBDCDABBACABCDBBCDBDCBDBDABACCDBCABABDBCDAACD EVI MEILANI CADADCBDDDABAACABCDBBCDBACBABAAAAC0DBCABABDB0DABCD M. AGUNG PRIYANTO CBDCDCCDCDABBACABCDBBCDBDCBDBDACACCDBCABABDBCDANNN ABEN DAMARUDIN CBDCDCCCCDCBBACABCDBBCDBDCBDBDACACCDBCABABD0CDAACD KUSNAENI CADCDCCDBDACBACABCDBBCDBDCBDBDACACADBCABABDBCDAACD
Sejarah SMA/SMK K - 9
73
AGUS ARYADI CADBCCBDCDAABACBACAABCDBCCBBCAAABBDBBCABABDBCDAACD SULASTRI IRIANI CADBBCBCBDABBACABDDABCDBDCDABDBAACCDBCABABDBCDAANN RIFATUL FIKRIYA CADBDCCCCDABAACABCDABCDBDBDABDABACCDBCABDBDBCBABCD
Ketik dan simpan data tersebut pada file: Tes1.txt <Save> Dengan Program Iteman analisislah hasil : 1. Tingkat kesulitan butir soal. 2. Daya beda option butir soal. 3. Keberfungsian distraktor. 4. Koefisien reliabilitas. 5. Rata-rata tingkat kesukaran/kesulitan semua butir soal. 6. Rata-rata daya beda semua butir soal. 7. Laporkan dan presentasikan hasil analisis anda di depan kelas
F. RANGKUMAN Kegiatan menganalisis butir soal merupakan suatu kegiatan yang harus dilakukan guru untuk meningkatkan mutu soal yang telah ditulis. Kegiatan ini merupakan proses pengumpulan, peringkasan, dan penggunaan informasi dari jawaban siswa untuk membuat keputusan tentang setiap penilaian. Tujuan penelaahan adalah untuk mengkaji dan menelaah setiap butir soal agar diperoleh soal yang bermutu sebelum soal digunakan. Di samping itu, tujuan analisis butir soal juga untuk membantu meningkatkan tes melalui revisi atau membuang soal yang tidak efektif, serta untuk mengetahui informasi diagnostik pada siswa apakah mereka sudah/belum memahami materi yang telah diajarkan Manfaat yang didapat dari menelaah butir soal antara lain : (1) dapat membantu para pengguna tes dalam evaluasi atas tes yang digunakan, (2) sangat relevan bagi penyusunan tes informal dan lokal seperti tes yang disiapkan guru untuk siswa di kelas, (3) mendukung penulisan butir soal
Sejarah SMA/SMK K-9
74
yang
efektif,
(4)
secara materi dapat memperbaiki tes di kelas, (5)
meningkatkan validitas soal dan reliabilitas. Di samping itu, manfaat lainnya adalah: (1) menentukan apakah suatu fungsi butir soal sesuai dengan yang diharapkan, (2) memberi masukan kepada siswa tentang kemampuan dan sebagai dasar untuk bahan diskusi di kelas, (3) memberi masukan kepada guru tentang kesulitan siswa, (4) memberi masukan pada aspek tertentu untuk pengembangan kurikulum, (5) merevisi materi yang dinilai atau diukur, (6) meningkatkan keterampilan penulisan soal. ITEMAN
merupakan program
komputer
yang
digunakan
untuk
menganalisis butir soal secara klasik. Program ini dapat digunakan untuk: (1) menganalisis data file (format ASCII) jawaban butir soal yang dihasilkan melalui manual entry data atau dari mesin scanner; (2) menskor dan menganalisis data soal pilihan ganda dan skala Likert untuk 30.000 siswa dan 250 butir soal; (3) menganalisis sebuah tes yang terdiri dari 10 skala (subtes) dan memberikan informasi tentang validitas setiap butir (daya pembeda, tingkat kesukaran, proporsi jawaban pada setiap option), reliabilitas (KR20/Alpha), standar error of measurement, mean, variance, standar deviasi, skew, kurtosis untuk jumlah skor pada jawaban benar, skor minimum dan maksimum, skor median, dan frekuensi distribusi skor.
G. UMPAN BALIK Setelah kegiatan pembelajaran,Bapak/ Ibu dapat melakukan umpan balik dengan menjawab pertanyaan berikut ini: 1. Apa yang Bapak/Ibu pahami setelah mempelajari analisis butir soal dengan program berbantuan komputer Iteman? 2. Pengalaman penting apa yang Bapak/Ibu peroleh setelah mempelajari materi analisis butir soal dengan program berbantuan komputer Iteman? 3. Menurut Anda hikmah apa yang Bapak/Ibu terima setelah mempelajari analisis butir soal dengan program berbantuan komputer Iteman jika dihubungkan dengan tugas-tugas disekolah? 4. Setelah Saudara mempelajari modul diatas, apakah yang akan saudara lakukan terhadap hasil penilaian pembelajaran di sekolah/madrasah ditempat Bapak/Ibu bertugas?
Sejarah SMA/SMK K - 9
75
-
DAFTAR PUSTAKA Badrun Kartowagiran. 2005. Item and Test Analysis (ITEMAN); Makalah Penyegaran Metodologi Penelitian Pascasarjana UNY Yogyakarta 21-30 Mart 2005. Tim. 2008. Panduan Analisis Butir Soal, Jakarta: Dirjen Dikdasmen Depdiknas.
Sejarah SMA/SMK K-9
76
KEGIATAN PEMBELAJARAN 4
PENELITIAN TINDAKAN KELAS
A. TUJUAN PEMBELAJARAN Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta diklat dapat menunjukkan penerapan Penelitian Tindakan Kelas dengan baik.
B. INDIKATOR PENCAPAIAN KOMPETENSI 1. Menjelaskan hakekat PTK 2. Menjelaskan ciri-ciri PTK 3. Menerapkan proses-proses dalam PTK
C. URAIAN MATERI 1.
Pendahuluan
Berdasarkan UU No. 20/2003 tentang Sisdiknas, Pasal 3, pendidikan nasional befungsi untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, yang merupakan salah satu tujuan kemerdekaan bangsa kita, seperti dinyatakan pada alinea keempat Pembukaan UUD 1945. Oleh sebab itu, upaya Guru untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas merupakan amalan mulia karena memberikan kontribusi dalam mengisi kemerdekaan yang telah direbut lewat pengorbanan yang tidak sedikit. Sebagian besar guru masih ingin mengatasi masalah-masalah ditemukan di kelas. Sebagian dari mereka mencoba mengatasinya lewat suatu kegiatan penelitian tindakan?
Kegiatan penelitian tidak mudah karena
pertanggungjawaban teoretisnya cukup berat. Kita
tidak perlu mengalami itu semua ketika
melakukan penelitian
tindakan., karena jenis penelitian ini memang berbeda dengan jenis penelitian lain. Kalau jenis penelitian lain layaknya dilakukan oleh para ilmuwan di kampus atau lembaga penelitian, penelitian tindakan layaknya dilakukan oleh para praktisi, termasuk guru. Kalau jenis penelitian lainnya untuk mengembangkan teori, penelitian tindakan ditujukan untuk meningkatkan praktik lapangan. Jadi penelitian tindakan adalah jenis penelitian yang cocok untuk para praktisi, Sejarah SMA/SMK K - 9
77
termasuk guru. Oleh karena itu para guru sebaiknya menyamakan pemahaman tentang pentingnya Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dalam upaya meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas. Dalam Diklat guru SD, keberadaan mata tataran PTK bertujuan untuk membekali para Pengwas agar lebih memiliki kemauan dan kemampuan untuk membina dan membantu Guru di lapangan dalam melaksanakan PTK. dengan harapan
Guru
lebih
terbiasa
dann
lebih
memiliki
kemampuan
untuk
melaksanakan PTK dalam upaya memperbaiki kualitas pembelajaran.
2.PTK dan Ciri-cirinya Penelitian tindakan cocok untuk para praktisi yang bergelut dengan dunia nyata, maka PTK cocok untuk guru. Kita mungkin heran kenapa istilah ‟penelitian‟ yang biasanya berkenaan dengan teori sekarang dijodohkan dengan istilah ‟tindakan‟. Keheranan Guru tidak berlebihan karena memang jenis penelitian ini tergolong muda dibandingkan dengan penelitian tradisional yang telah ratusan tahun dikembangkan. Uraian beberapa butir di bawah ini akan dapat membantu Guru dalam memahami apa yang dimaksud dengan penelitian tindakan (Kemmis & McTaggrt, 1988 ) Penelitian tindakan merupakan intervensi praktik dunia nyata yang ditujukan untuk meningkatkan situasi praktis. Tentu penelitian tindakan yang dilakukan oleh guru ditujukan untuk meningkatkan situasi pembelajaran yang menjadi tanggung jawabnya dan ia disebut ‟penelitian tindakan kelas‟ atau PTK. Apakah kegiatan PTK tidak akan mengganggu proses pembelajaran? Sama sekali tidak, karena justru PTK dilakukan dalam proses pembelajaran yang alami di kelas sesuai dengan jadwal. Penelitian tindakan kelas (PTK) bersifat situasional, kontekstual, berskala kecil, terlokalisasi, dan secara langsung gayut (relevan) dengan situasi nyata dalam dunia kerja. Sebagai subyek dalam PTK termasuk murid-murid yang sedang melakukan kegiatan pembelajaran. Di dalam melaksanakan PTK bisa melibatkan guru lain yang mengajar bidang pelajaran yang sama, yang akan berfungsi sebagai kolaborator dan observer. Karena situasi kelas sangat dinamis dalam konteks kehidupan sekolah yang dinamis pula, peneliti perlu menyesuaikan diri dengan dinamika yang ada. Guru memang dituntut untuk adaptif dan fleksibel agar kegiatan PTK selaras dengan situasi yang ada, tetapi tetap mampu menjaga agar proses mengarah
Sejarah SMA/SMK K-9
78
pada tercapainya perbaikan. Hal ini menuntut komitmen untuk berpartisipasi dan kerjasama dari semua orang yang terlibat, yang mampu melakukan evaluasi diri secara kontinyu sehingga perbaikan demi perbaikan, betapapun kecilnya, dapat diraih.
Oleh karena itu diperlukan kerangka kerja agar masalah pembelajaran
secara praktis dapat dipecahkan dalam situasi nyata melalui PTK. Tindakan dilaksanakan secara terencana, hasilnya direkam dan dianalisis dari waktu ke waktu untuk dijadikan lgurusan dalam melakukan modifikasi. Untuk dapat meraih perubahan dan perbaikian dalam pembelajaran yang diinginkan melalui PTK, menurut McNiff (1991), ada beberapa persyaratan PTK, yakni : 1.
Guru
dan kolaborator serta murid-murid harus punya tekad dan
komitmen untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan komitmen itu terwujud dalam keterlibatan mereka dalam seluruh kegiatan PTK secara proporsional. 2.
Guru dan kolaborator menjadi pusat dari penelitian sehingga dituntut untuk bertanggung jawab atas peningkatan yang akan dicapai.
3.
Tindakan yang dilakukan hendaknya didasarkan pada pengetahun, baik pengetahuan konseptual dari tinjauan pustaka teoretis, maupun pengetahuan teknis prosedural, yang diperoleh lewat refleksi kritis.
4.
Tindakan tersebut dilakukan atas dasar komitmen kuat dan keyakinan bahwa situasi dapat diubah ke arah perbaikan.
5.
Penelitian tindakan melibatkan pengajuan pertanyaan agar dapat melakukan perubahan melalui tindakan yang disadari dalam konteks yang ada dengan seluruh kerumitannya.
6.
Guru mesti mamantau secara sistematik agar mengetahui dengan mudah arah dan jenis perbaikan, yang semuanya berkenaan dengan pemahaman yang lebih baik
7.
Guru perlu menyajikan laporan hasil PTK dalam berbagai bentuk termasuk: (1) tulisan tentang hasil refleksi-diri, dalam bentuk catatan harian dan dialog, yaitu percakapan dengan dirinya sendiri; (2) percakapan tertulis, yang dialogis, dengan gambaran jelas tentang proses percakapan tersebut; (3) narasi dan cerita; dan (4) bentuk visual seperti diagram, gambar, dan grafik.
Sejarah SMA/SMK K - 9
79
8.
Peneliti
(guru) perlu memvalidasi pernyataan tentang keberhasilan
tindakannya
lewat
pemeriksaan
kritis
dengan
mencocokkan
pernyataan dengan bukti (data mentah), baik dilakukan sendiri maupun bersama
teman
(validasi-diri),
meminta
teman
sejawat
untuk
memeriksanya dengan masukan dipakai untuk memperbaikinya (validasi sejawat), dan terakhir menyajikan hasil seminar dalam suatu seminar (validasi public). Perlu dipastikan bahwa temuan validasi selaras satu sama lain karena semuanya berdasarkan pemeriksaan terhadap penyataan dan data mentah. Jika ada perbedaan, pasti ada sesuatu yang masih harus dicermati kembali. Kapan secara tepat guru dapat melakukan PTK?” Jawabnya: Ketika guru ingin meningkatkan kualitas pembelajaran yang menjadi tanggung jawab nya
dan
sekaligus
ingin
melibatkan
murid-murid
Guru
dalam
proses
pembelajaran. Dengan kata lain, guru ingin meningkatkan praktik pembelajaran, pemahaman dan ingin memperbaiki situasi pembelajaran di kelas.Dapat dikatakan bahwa tujuan utama PTK adalah untuk mengubah perilaku pengajaran, perilaku murid-murid di kelas, dan/atau mengubah kerangka kerja melaksanakan pembelajaran kelas. Jadi, PTK lazimnya dimaksudkan untuk mengembangkan keterampilan atau pendekatan baru pembelajaran dan untuk memecahkan masalah dengan penerapan langsung di ruang kelas. PTK berfungsi sebagai alat untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan pembelajaran di ruangan kelas. Menurut Cohen (1990), PTK dapat berfungsi sebagai: 1.
Alat untuk mengatasi masalah-masalah yang didiagnosis dalam situasi pembelajaran di kelas;
2.
Alat
pelatihan
dalam-jabatan,
membekali
guru
dengan
keterampilan dan metode baru dan mendorong timbulnya kesadaran-diri, khususnya melalui pengajaran sejawat; 3.
Alat untuk memasukkan ke dalam sistem yang ada (secara alami) pendekatan tambahan atau inovatif;
4.
Alat untuk meningkatkan komunikasi yang biasanya buruk antara guru dan peneliti;
5.
Alat untuk menyediakan alternatif bagi pendekatan yang subjektif, impresionistik terhadap pemecahan masalah kelas. Ada dua butir
Sejarah SMA/SMK K-9
80
penting yang perlu disebut di sini. Pertama, hasil penelitian tindakan dipakai sendiri oleh penelitinya, dan tentu saja oleh orang lain yang menginginkannya. Kedua, penelitiannya terjadi di dalam situasi nyata yang pemecahan masalahnya segera diperlukan, dan hasil-hasilnya langsung diterapkan/dipraktikkan dalam situasi terkait. Ketiga, peneliti tindakan melakukan sendiri pengelolaan, penelitian, dan sekaligus pengembangan. Menurut Calhoun, E.F (1993), PTK memiliki kelebihan berikut : (1) tumbuhnya rasa memiliki melalui kerja sama dalam PTK; (2) tumbuhnya kreativitias bersifat
dan
pemikiran
kritis
lewat
interaksi
terbuka
yang
reflektif/evaluatif dalam PTK; (3) dalam kerja sama ada saling
merangsang untuk berubah; dan (4) meningkatnya kesepakatan lewat kerja sama demokratis dan dialogis dalam PTK PTK Guru juga memiliki kelemahan: (1) kurangnya pengetahuan dan keterampilan dalam teknik dasar penelitian pada Guru sendiri karena terlalu banyak berurusan dengan hal-hal praktis; (2) rendahnya efisiensi waktu karena Guru
harus punya
komitmen peneliti
untuk
terlibat
dalam
prosesnya
sementara Guru masih harus melakukan tugas rutin; (3) konsepsi proses kelompok yang menuntut pemimpin kelompok yang demokratis dengan kepekaan
tinggi
terhadap
kebutuhan
dan
keinginan
anggota-anggota
kelompoknya dalam situasi tertentu, padahal tidak mudah untuk mendapatkan pemimimpin demikian. Agar PTK berhasil, persyaratan berikut harus dipenuhi: (1) kesediaan untuk mengakui kekurangan diri; (2) kesempatan yang memadai untuk menemukan sesuatu yang baru; (3) dorongan untuk mengemukakan gagasan baru; (4) waktu yang tersedia untuk melakukan percobaan; (5) kepercayaan timbal balik antar orang-orang yang terlibat; dan (6) pengetahuan tentang dasardasar proses kelompok oleh peserta penelitian. 3.Penelitian Tindakan Kolaboratif Kolaborasi atau kerja sama perlu dan penting dilakukan dalam PTK karena PTK yang dilakukan secara perorangan bertentangan dengan hakikat PTK itu sendiri (Burns, 1999). Beberapa butir penting tentang PTK kolaboratif , yakni: (1) penelitian tindakan yang sejati adalah penelitian tindakan kolaboratif,
Sejarah SMA/SMK K - 9
81
yaitu yang dilakukan oleh sekelompok peneliti melalui kerja sama dan kerja bersama; (2) penelitian kelompok tersebut dapat dilaksanakan melalui tindakan anggota kelompok perorangan yang diperiksa secara kritis melalui refleksi demokratik dan dialogis; (3) optimalisasi fungsi PTK kolaboratif dengan mencakup gagasan-gagasan dan harapan-harapan semua orang yang terlibat dalam situasi terkait; (4) pengaruh langsung hasil PTK pada guru dan muridmurid serta sekaligus pada situasi dan kondisi yang ada. Menurut Burns
(dalam Muhajir, N., 1997), butir-butir yang perlu
dipertimbangkan dalam PTK Guru antara lain : 1. Sejauh dapat dilakukan, agenda PTK tindakan hendaknya ditarik dari kebutuhan-kebutuhan, kepedulian dan persyaratan yang diungkapkan oleh semua pihak Guru sendiri, sejawat, kepala sekolah, murid-murid, dan/atau
orangtua
murid)
yang
terlibat
dalam
konteks
pembelajaran/kependidikan di kelas/sekolah Guru; 2. PTK Guru hendaknya benar-benar memanfaatkan keterampilan, minat dan keterlibatan Guru sebagai guru dan sejawat; 3. PTK Guru hendaknya terpusat pada masalah-masalah pembelajaran kelas Guru, yang ditemukan dalam kenyataan sehari-hari. Namun demikian, hasil PTK Guru daapt juga memberikan masukan untuk pengembangan teori pembelajaran bidang studi Guru; 4. Metodologi
PTK
Guru
hendaknya
ditentukan
dengan
mempertimbangkan persoalan pembelajaran kelas Guru yang sedang diteliti, sumber daya yang ada dan murid-murid sebagai sasaran penelitian; 5. PTK
Guru
hendaknya
direncanakan,
dilaksanakan
dan
dievaluasi secara kolaboratif. Tujuan, metode, pelaksanaan dan strategi evaluasi hendaknya Guru negosiasikan dengan pemangku kepentingan (stakeholders) terutama penelitian Guru, sejawat, murid-murid, dan kepala sekolah (yang mungkin diperlukan dukungan kebijakannya); 6. PTK Guru hendaknya bersifat antardisipliner, yaitu sedapat mungkin didukung oleh wawasan dan pengalaman orang-orang dari bidangbidang lain yang relevan, seperti ilmu jiwa, antropologi, dan sosiologi serta budaya. Jadi Guru dapat mencari masukan dari teman-teman guru atau dosen LPTK yang relevan.
Sejarah SMA/SMK K-9
82
Dalam PTK, butir-butir pelaksanaan di bawah harus dipertimbangkan: 1. Guru sebagai pelaku PTK hendaknya berupaya memperoleh keterampilan
dan
pengetahuan
yang
dibutuhkan
untuk
melaksanakannya. 2. PTK selayaknya dilakukan dalam kelas sendiri. 3. PTK akan berjalan dengan baik jika terkait dengan program peningkatan guru dan pengembangan materi di sekolah atau wilayah sendiri. 4. PTK hendaknya dipadukan dengan komponen evaluasi. 4.
Proses Dasar PTK Seperti telah diuraikan sebelumnya, PTK bersifat partisipatori dan
kolaboratif, yang dilakukan karena ada kepedulian bersama terhadap situasi pembelajaran kelas yang perlu ditingkatkan. Guru bersama pihak-pihak (sejawat, murid, KS) mengungkapkan kepedulian akan peningkatan situasi tersebut, saling menjajagi apa yang dipikirkan, dan bersama-sama berusaha mencari cara untuk meningkatkan situasi pembelajaran. Guru bersama kolaborator (sejawat yang berkomitmen) menentukan fokus strategi peningkatannya. Singkatnya, Guru secara bersama-sama: (1) menyusun rencana tindakan bersama-sama; (2) bertindak; dan (3) mengamati secara individual dan bersama-sama; dan (4) melakukan refleksi
bersama-sama pula. Kemudian, Guru bersama-sama
merumuskan kembali rencana berdasarkan informasi yang lebih lengkap dan lebih kritis. Itulah empat aspek pokok dalam penelitian tindakan (Burns, 1999), yang selanjutnya diuraikan di bawah ini.
1). Penyusunan Rencana Rencana PTK merupakan tindakan pembelajaran kelas yang tersusun, dan dari segi definisi harus prospektif ke depan pada tindakan dengan memperhitungkan peristiwa-peristiwa tak terduga sehngga mengandung sedikit resiko. Maka rencana mesti cukup fleksibel agar dapat diadaptasikan dengan pengaruh yang tak dapat terduga dan kendala yang sebelumnya tidak terlihat. Tindakan yang telah direncanakan harus disampaikan dengan dua pengertian. Pertama, tindakan kelas mempertimbangkan resiko yang ada dalam perubahan
Sejarah SMA/SMK K - 9
83
dinamika kehidupan kelas Kedua, tindakan-tindakan pilih karena memungkinkan guru untuk bertindak secara lebih efektif dalam tahapan-tahapan pembelajaran, secara lebih bijaksana dalam memperlakukan murid, dan cermat dalam mengamati kebutuhan dan perkembangan belajar murid. Pada prinsipnya, tindakan yang direncanakan dalam PTK hendaknya: (1) membantu Guru sendiri dalam (a) mengatasi kendala pembelajaran kelas, (b) bertindak secara lebih tepat-guna dalam kelas dan (c) meningkatkan keberhasilan pembelajaran kelas; dan (2) membantu Guru menyadari potensi baru Guru untuk melakukan tindakan guna meningkatkan kualitas kerja. Dalam proses perencanaan, peneliti
harus berkolaborasi dengan sejawat melalui
diskusi untuk mengembangkan tindakan yang akan dipakai dalam menganalisis dan meningkatkan pemahaman dan tindakan dalam kelas. Rencana PTK hendaknya disusun berdasarkan hasil pengamatan awal refleksif terhadap pembelajaran kelas Guru. Misalnya, jika Guru adalah guru bahasa
Inggris,
Guru
akan
melakukan
pengamatan
terhadap
situasi
pembelajaran kelas Guru dalam konteks situasi sekolah secara umum dan mendeskripsikan hasil pengamatan. Dari sini akan mendapatkan gambaran umum tentang masalah yang ada. Lalu Guru meminta seorang guru bahasa Inggris lain sebagai kolaborator untuk melakukan pengamatan terhadap proses pembelajaran yang Guru selenggarakan di kelas Guru; selama mengamati, kolaborator memusatkan perhatiannya pada perilaku Guru sebagai guru dalam upaya membantu murid belajar, dan perilaku murid selama proses pembelajaran berlangsung, serta suasana pembelajarannya. Rencana tindakan Guru perlu dilengkapi dengan pernyataan tentang indikator-indikator peningkatan yang akan dicapai. Misalnya, indikator untuk peningkatan keterlibatan murid adalah peningkatan jumlah murid yang melakukan sesuatu dalam pembelajaran, seperti bertanya, mengusulkan pendapat,
mengungkapkan
kesetujuan,
mengungkapkan
kesenangan,
mengungkapkan penolakan dan sebagainya. 2). Pelaksanaan Tindakan Tindakan hendaknya dituntun oleh rencana yang telah dibuat, tetapi perlu diingat bahwa tindakan itu tidak secara mutlak dikendalikan oleh rencana, mengingat dinamikan proses pembelajaran di kelas Guru, yang menuntut penyesuaian. Oleh karena itu, Guru perlu bersikap fleksibel dan siap mengubah
Sejarah SMA/SMK K-9
84
rencana
tindakan
sesuai
dengan
keadaan
yang
ada.
Semua
perubahan/penyesuaian yang terjadi perlu dicatat karena kelak harus dilaporkan. Pelaksanaan rencana tindakan memiliki karakter perjuangan materiil, sosial, dan politis ke arah perbaikan. Mungkin negosiasi dan kompromi diperlukan, tetapi kompromi harus juga dilihat dalam konteks strateginya. Nilai tambah taraf sedang mungkin cukup untuk sementara waktu, dan nilai tambah ini kemudian mendasari tindakan berikutnya. 3). Observasi Observasi tindakan di kelas
berfungsi untuk mendokumentasikan
pengaruh tindakan bersama prosesnya. Observasi itu berorientasi ke depan, tetapi memberikan dasar bagi refleksi sekarang, lebih-lebih lagi ketika putaran atau siklus terkait masih berlangsung. Perlu dijaga agar observasi: (1) direncanakan agar (a) ada dokumen sebagai dasar refleksi berikutnya dan (b) fleksibel dan terbuka untuk mencatat hal-hal yang tak terduga; (2) dilakukan secara cermat karena tindakan Guru di kelas selalu akan dibatasi oleh kendala realitas kelas yang dinamis, diwarnai dengan hal-hal tak terduga; (3) bersifat responsif, terbuka pgurungan dan pikirannya. Apa yang diamati dalam PTK adalah (1) proses tindakannya, (b) pengaruh tindakan (yang disengaja dan tak sengaja), (c) keadaan dan kendala tindakan, (d) bagaimana keadaan dan kendala tersebut menghambat atau mempermudah tindakan yang telah direncanakan dan pengaruhnya, dan (e) persoalan lain yang timbul. 4). Refleksi Yang dimaksud dengan refleksi adalah mengingat dan merenungkan kembali suatu tindakan persis seperti yang telah dicatat dalam observasi. Lewat refleksi Guru berusaha (1) memahami proses, masalah, persoalan, dan kendala yang nyata dalam tindakan strategik, dengan mempertimbangkan ragam perspektif yang mungkin ada dalam situasi pembelejaran kelas, dan (2) memahami persoalan pembelajaran dan keadaan kelas di mana pembelajaran dilaksanakan. Dalam melakukan refleksi, Guru sebaiknya juga berdiskusi dengan sejawat Guru, untuk menghasilkan rekonstruksi makna situasi pembelajaran kelas dan memberikan dasar perbaikan rencana siklus berikutnya. Refleksi memiliki
aspek
evaluatif;
dalam
melakukan
refleksi,
Guru
hendaknya
menimbang-nimbang pengalaman menyelenggarakan pembelajaran di kelas,
Sejarah SMA/SMK K - 9
85
untuk menilai apakah pengaruh (persoalan yang timbul) memang diinginkan, dan memberikan saran-saran tentang cara-cara untuk meneruskan pekerjaan. Tetapi dalam
pengertian
bahwa
refleksi
itu
deskriptif,
Guru
meninjau
ulang,
mengembangkan gambaran agar lebih lebih hidup (a) tentang proses pembelajaran kelas Guru, (b) tentang kendala yang dihadapi dalam melakukan tindakan di kelas, dan, yang lebih penting lagi, (c) tentang apa yang sekarang mungkin dilakukan untuk para siswa Guru agar mencapai tujuan perbaikan pembelajaran. PTK merupakan proses dinamis, dengan empat momen dalam spiral perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. (Kemmis dkk. (1982). Dalam praktik, proses PTK dimulai dengan ide umum bahwa Guru menginginkan perubahan atau perbaikan pembelajaran di kelas Guru. Inilah keputusan tentang letak di mana dampak tindakan itu mungkin diperoleh. Setelah memutuskan medannya dan melakukan peninjauan awal, Guru bersama kolaborator sebagai peneliti tindakan memutuskan rencana umum tindakan. Dengan menjabarkan rencana umum ke dalam langkah-langkah yang dapat dilakukan, Guru memasuki langkah pertama, yakni perubahan dalam strategi yang ditujukan bukan saja untuk mencapai perbaikan, tetapi juga pemahaman lebih baik tentang apa yang mungkin dicapai kemudian. Sebelum mengambil langkah pertama, Guru harus lebih berhati-hati dan merencanakan cara untuk memantau pengaruh langkah tindakan pertama, keadaan kelas Guru, dan apa yang mulai dilihat oleh strategi dalam praktik. Jika mungkin mempertahankan pencarian fakta dengan memantau tindakannya, langkah pertama diambil. Pada waktu langkah itu dilaksanakan, data baru mulai masuk, dan keadaan, tindakan, dan pengaruhnya dapat dideskripsikan dan dievaluasi. Tahap evaluasi ini menjadi peninjauan yang segar yang dapat dipakai untuk menyiapkan cara untuk perencanaan baru. 5.
Alur Pelaksanaan PTK Model rancangan PTK terletak pada alur pelaksanaan tindakan yang
dilakukan. Hal ini sekaligus menjadi penanda atau ciri khusus yang membedakan PTK dengan jenis penelitian lain. Adapun alur penelitian tindakan yang dimaksud dapat dilihat pada Gambar 1 (diadaptasi dari Kemmis dan McTaggart).
Sejarah SMA/SMK K-9
86
Rencana Tindakan Refleksi
Observasi
Pelaksanaan Tindakan Rencana Tindakan
Refleksi
Observasi
Pelaksanaan Tindakan
Gambar di atas menunjukkan bahwa pertama, sebelum melaksanakan tindakan, terlebih dahulu peneliti harus merencanakan secara seksama jenis tindakan yang akan dilaksanakan. Kedua, setelah rencana disusun secara matang,
barulah
tindakan
itu
dilakukan.
Ketiga,
bersamaan
dengan
dilaksanakannya tindakan, peneliti mengamati proses pelaksanaan tindakan itu sendiri
dan
akibat
yang
ditimbulkannya.
Keempat,
berdasarkan
hasil
pengamatan tersebut, peneliti kemudian melakukan refleksi atas tindakan yang telah dilaksanakan. Jika hasil refleksi menunjukkan perlunya dilakukan perbaikan atas tindakan yang dilakukan, maka rencana tindakan perlu disempurnakan lagi agar tindakan yang dilaksanakan berikutnya tidak sekedar mengulang apa yang telah diperbuat sebelumnya. Demikian seterusnya sampai masalah yang diteliti dapat dipecahkan secara optimal. 6. Langkah-Langkah Penelitian Tindakan Ada beberapa langkah yang hendaknya diikuti dalam melakukan penelitian tindakan). Langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut: (1) mengidentifikasi dan merumuskan masalah; (2) menganalisis masalah; (3) merumuskan
hipotesis
tindakan;
(4)
membuat
rencana
tindakan
dan
pemantauannya; (5) melaksanakan tindakan dan mengamatinya; (6) mengolah dan menafsirkan data; dan (7) melaporkan.
Sejarah SMA/SMK K - 9
87
a. Identifikasi dan Perumusan Masalah Seperti telah disinggung di muka, PTK dilakukan untuk mengubah perilaku Guru sendiri, perilaku sejawat dan murid-murid, atau mengubah kerangka kerja, proses pembelajaran, yang pada gilirannya menghasilkan perubahan pada perilaku Guru dan sejawat serta murid-murid. Singkatnya, PTK lakukan untuk meningkatkan praktik pembelajaran. Contoh-contoh bidang garapan PTK: 1) Metode mengajar, mungkin mengganti metode tradisional dengan metode penemuan; 2) Strategi
belajar,
menggunakan
pendekatan
integratif
pada
pembelajaran daripada satu gaya belajar mengajar; 3) Prosedur evaluasi, misalnya meningkatkan metode dalam penilaian kontinyu/otentik; 4) Penanaman atau perubahan sikap dan nilai, mungkin mendorong timbulnya sikap yang lebih positif terhadap beberapa aspek kehidupan; 5) Pengembangan
profesional
guru
misalnya
meningkatkan
keterampilan mengajar, mengembangkan metode mengajar yang baru, menambah kemampuan analisis, atau meningkatkan kesadaran diri; 6) Pengelolaan dan kontrol, pengenalan bertahap pada teknik modifikasi perilaku; dan 7) Administrasi, menambah efisiensi aspek tertentu dari administrasi sekolah (Cohen dan Manion, 1980: 181). b. Identifikasi Masalah Seperti dalam jenis penelitian lain, langkah pertama dalam penelitian tindakan adalah mengidentifikasi masalah. Langkah ini merupakan langkah yang menentukan. Masalah yang akan diteliti harus dirasakan dan diidentifikasi oleh peneliti sendiri bersama kolaborator meskipun dapat dengan bantuan seorang fasilitator supaya mereka betul-betul terlibat dalam proses penelitiannya. Masalahnya dapat berupa kekurangan yang dirasakan dalam pengetahuan, keterampilan, sikap, etos kerja, kelancaran komunikasi, kreativitas, dan
Sejarah SMA/SMK K-9
88
sebagainya. Pada dasarnya, masalahnya berupa kesenjangan antara kenyataan dan keadaan yang diinginkan. Masalahnya hendaknya bersifat tematik seperti telah disebutkan di atas dan dapat diidentifikasi dengan pertolongan tabel dua arah model Aristoteles. Misalnya dalam bidang pendidikan, ada empat sel lajur dan kolom, sehubungan dengan anggapan bahwa ada empat komponen pokok yang ada di dalamnya (Schab, 1969) yaitu: guru, siswa, bidang studi, dan lingkungan.
Semua
komponen tersebut berinteraksi dalam proses belajar-mengajar, dan oleh karena itu dalam usaha memahami komponen tertentu peneliti perlu memikirkan bubungan di antara komponen-komponen tersebut. Berikut adalah beberapa kriteria dalam penentuan masalah: (a) Masalah harus penting bagi orang yang mengusulkannya dan sekaligus signifikan dilihat dari segi pengembangan lembaga atau program; (b) Masalahnya hendaknya dalam
jangkauan penanganan.
Jangan sampai memilih masalah yang
memerlukan komitmen terlalu besar dari pihak para penelitinya dan waktunya terlalu lama; (c) Pernyataan masalahnya harus mengungkapkan beberapa dimensi fundamental mengenai penyebab dan faktor, sehingga pemecahannya dapat dilakukan berdasarkan hal-hal fundamental ini daripada berdasarkan fenomena dangkal. Berikut ini beberapa contoh masalah yang diidentifikasi sebagai fokus penelitian tindakan: (1) rendahnya kemampuan mengajukan pertanyaan kritis di kalangan mahasiswa; (2) rendahnya ketaatan staf pada perintah atasan; (3) rendahnya keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran bahasa Inggris; (4) rendahnya kualitas pengelolaan interaksi guru-siswa-siswa; (5) rendahnya kualitas pembelajaran bahasa Inggris ditinjau dari tujuan mengembangkan keterampilan berkomunikasi dalam bahasa tersebut; dan (6) rendahnya kemandirian belajar siswa di suatu sekolah menengah atas. c. Perumusan masalah Seperti telah disebutkan di atas, masalah penelitian tindakan yang merupakan kesenjangan antara keadaan nyata dan keadaan yang diinginkan hendaknya dideskripsikan untuk dapat merumuskannya. Pada intinya, rumusan masalah harus mengandung deskripsi tentang kenyataan yang ada dan keadaan
Sejarah SMA/SMK K - 9
89
yang diinginkan. Contoh-contoh masalah di atas akan diberikan contoh rumusannya dalam Tabel 1 di bawah. Seperti dapat dilihat pada Tabel 1, dalam rumusan ada deskripsi tentang keadaan nyata dan deskripsi tentang keadaan yang diinginkan dan kesenjangan antara dua keadaan tersebut merupakan masalah yang harus diselesaikan dengan menutupnya melalui tindakan yang sesuai. Bagaimana cara menutupnya? Karena penelitian tindakan merupakan kegiatan akademik dan profesional, seorang peneliti perlu mencari wawasan teoretis dari pustaka yang relevan untuk dapat menentukan cara-cara yang akan digunakan untuk menjawab
pertanyaan
penelitiannya.
Pustaka
yang
ditinjau
hendaknya
mencakup teori-teori dan hasil penelitian yang relevan. Satu hal yang perlu diingat adalah bahwa teori dalam penelitian tindakan bukan untuk diuji, melainkan untuk menuntun peneliti dalam membuat keputusan-keputusan selama proses penelitian berlangsung. Wawasan teoretis sangat mendukung proses analisis masalah. Pada akhir tinjauan pustaka, peneliti tindakan dapat mengajukan hipotesis tindakan atau pertanyaan penelitian. d. Analisis Masalah Analisis masalah perlu dilakukan untuk mengetahui demensi-dimensi masalah yang mungkin ada untuk mengidentifikasikan aspek-aspek pentingnya dan untuk memberikan penekanan yang memadai. Analisis masalah melibatkan beberapa jenis kegiatan, bergantung pada kesulitan yang ditunjukkan dalam pertanyaan masalahnya; analisis sebab dan akibat tentang kesulitan yang dihadapi, pemeriksaan asumsi yang dibuat kajian terhadap data penelitian yang tersedia, atau mengamankan data pendahuluan untuk mengklarifikasi persoalan atau untuk mengubah perspektif orang-orang yang terlibat dalam penelitian tentang masalahnya. Kegiatan-kegiatan ini dapat dilakukan melalui diskusi di antara para peserta penelitian dan fasilitatornya, juga kajian pustaka yang gayut. Tabel 1: Masalah dan Rumusannya No. 1.
Masalah
Rumusan
Rendahnya
Siswa SMA mestinya telah mampu mengajukan
kemampuan
pertanyaan
mengajukan
kenyataannya pertanyaan mereka lebih bersifat
pertanyaan
Sejarah SMA/SMK K-9
kritis
yang
kritis,
tetapi
dalam
di klarifikasi
90
kalangan
siswa mata
pelajaran
Sejarah
Indonesia di SMA 2.
Rendahnya
Dalam pembelajaran Sejarah, siswa mestinya
keterlibatan
siswa terlibat secara aktif dalam kegiatan belajar lewat
dalam
proses kegiatan yang menyenangkan, tetapi dalam
pembelajaran Sejarah 3.
kenyataan mereka sangat pasif.
Rendahnya
kualitas Pengelolan interaksi guru-siswa-siswa mestinya
pengelolaan
interaksi memungkinkan setiap siswa untuk aktif terlibat
guru-siswa-siswa
dalam proses pembelajaran,
tetapi dalam
kenyataan interaksi hanya terjadi antara guru dengan beberapa siswa. No. 4.
Masalah Rendahnya
Rumusan
kualitas Proses
pembelajaran
Sejarah
Indonesia
proses
pembelajaran mestinya memberi kesempatan kepada siswa
sejarah
ditinjau
tujuan
dari untuk belajar meningkatkan nasionalisme, tetapi dalam kenyataannya kegiatan pembelajaran
mengembangkan nilai- terbatas pada hapalan saja. nilai nasionalisme 5.
Rendahnya kemandirian siswa SMA
Kemandirian belajar siswa SMA mestinya telah belajar berkembang jika kegiatan pembelajarannya mendukungnya, tetapi dalam kenyataannya dominasi
peran
guru
telah
menghambat
perkembangannya
e. Perumusan Hipotesis Tindakan Hipotesis dalam penelitian tindakan bukan hipotesis perbedaan atau hubungan, melainkan hipotesis tindakan. Idealnya hipotesis penelitian tindakan mendekati keketatan penelitian formal. Namun situasi lapangan yang senantiasa berubah membuatnya sulit untuk memenuhi tuntutan itu. Rumusan hipotesis tindakan memuat tindakan yang diusulkan untuk menghasilkan perbaikan yang diinginkan. Untuk sampai pada pemilihan tindakan yang dianggap tepat, peneliti dapat mulai dengan menimbang prosedur-prosedur
Sejarah SMA/SMK K - 9
91
yang mungkin dapat dilaksanakan agar perbaikan yang diinginkan dapat dicapai sampai menemukan prosedur tindakan yang dianggap tepat. Dalam menimbangnimbang berbagai prosedur ini sebaiknya peneliti mencari masukan dari sejawat atau orang-orang yang peduli lainnya dan mencari ilham dari teori/hasil penelitian yang telah ditinjau seblumnya sehingga rumusan hipotesis akan lebih tepat. Contoh hipotesis tindakan akan diberikan di sini. Situasinya adalah kelas yang siswa-siswanya sangat lamban dalam memahami bacaan. Berdasarkan analisis masalahnya peneliti menyimpulkan bahwa siswa-siswa tersebut memiliki kebiasaan membaca yang salah dalam memahami makna bahan bacaannya, dan bahwa „kesiapan pengalaman‟ untuk memahami konteks perlu ditingkatkan. Maka hipotesis tindakannya sebagai berikut: “Bila kebiasaan membaca yang salah dibetulkan lewat teknik-teknik perbaikan yang tepat dan „kesiapan pengalaman‟ untuk memahami konteks bacaan ditingkatkan, maka para siswa akan meningkat kecepatan membacanya.” Apabila setelah dilaksanakan tindakan yang direncanakan dan telah diamati, hipotesis tindakan ini ternyata meleset dalam arti pengaruh tindakannya belum seperti yang diinginkan, peneliti harus merumuskan hipotesis tindakan yang baru untuk putaran penelitian tindakan berikutnya. Dengan demikian, dalam suatu putaran spiral penelitian tindakan, peneliti merumuskan hipotesis, dan pada putaran berikutnya merumuskan hipotesis yang lain, dan putaran berikutnya lagi merumuskan hipotesis yang lain lagi begitu seterusnya, sehingga pelaksanaan tugas terus meningkat kualitasnya. Untuk masalah-masalah yang dicontohkan di atas, diberikan contoh rumusan hipotesis tindakannya dalam Tabel 2 di bawah. Tabel.2: Masalah, Rumusan Masalah dan Hipotesis Tindakan N Masalah
Rumusan
Hipotesis Tindakan
NO
.
Rendahnya 1
Siswa SMA mestinya telah
kemampuan
mampu mengajukan
pertanyaan siswa SMA
mengajukan
pertanyaan yang kritis,
dijadikan penilaian
pertanyaan kritis
tetapi dalam kenyataannya
kualitas partisipasi
di kalangan siswa
petanyaan mereka lebih
mereka setelah diberi
Sejarah SMA/SMK K-9
Jika tingkat kekritisan
92
SMA
bersifat klarifikasi
contoh dengan pembahasan-nya, kemampuan mengajukan pertanyaan kritis mereka akan meningkat.
Rendahnya 2 .
Dalam pembelajaran
Dengan kegiatan yang
keterlibatan siswa
Sejarah di SMA, siswa
menyenangkan dalam
dalam proses
mestinya terlibat secara
pembelajaran Sejarahb
pembelajaran
aktif dalam kegiatan belajar
SMA, keterlibatan siswa
Sejarah dan
lewat kegiatan yang
dalam kegiatan belajar
rendahnya
menyenangkan sehingga
akan meningkat, dan
motivasi belajar
motivasi belajarnya tinggi,
begitu juga motivasi
mereka
tetapi dalam kenyataan
belajar mereka.
mereka kurang sekali terlibat sehingga motivasi mereka rendah.
.
Rendahnya 3
Kualitas pembelajaran
Jika kegiatan
kualitas
sejarah mestinya tinggi jika
pembelajaran difokuskan
pembelajaran
kegiatannya terfokus untuk
pada pengembangan
Sejarah ditinjau
mengembangkan
rasa nasionalisme,
dari tujuan
nasionalisme, tetapi dalam
kualitas pembelajaran
mengembangkan
kenyataannya fokus terlalu
akan meningkat.
rasa
berat pada kegiatan untuk
nasionalisme
menguasai pengetahuan tentang hapalan dalam peristiwa sejarah.
.
Rendahnya 4
Kemandirian belajar siswa
Jika kegiatan
kemandirian
SMA mestinya telah
pembelajaran diciptakan
belajar siswa
berkembang jika kegiatan
untuk memenuhi
SMA
pembelajarannya
kebutuhan
mendukungnya, tetapi
perkembangan masing-
dalam kenyataannya
masing siswa,
dominasi peran guru telah
kemandirian belajar
Sejarah SMA/SMK K - 9
93
menghambat
siswa SMA akan
perkembangannya
meningkat.
D. AKTIVITAS PEMBELAJARAN Untuk memahami materi PTK, anda perlu membaca secara cermat modul ini, gunakan referensi lain sebagai materi pelengkap untuk menambah pengetahuan anda. Dengarkan dengan cermat apa yang disampaikan oleh pemateri, dan tulis apa yang dirasa penting. Silahkan berbagi pengalaman anda dengan cara menganalisis, menyimpulkan dalam suasana yang aktif, inovatif dan kreatif, menyenangkan dan bermakna. Langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam mempelajari materi ini mencakup : 1. Aktivitas individu, meliputi : a. Memahami dan mencermati materi diklat b. Mengerjakan
latihan/lembar
kerja/tugas,
menyelesaikan
masalah/kasus pada setiap kegiatan belajar; dan menyimpulkan c. Melakukan refleksi 2. Aktivitas kelompok, meliputi : a. mendiskusikan materi pelatihan b. bertukar pengalaman dalam melakukan pelatihan c. penyelesaian masalah /kasus
E. LATIHAN/KASUS/TUGAS Lembar Kerja/LK 1. 1.
Buatlah Kelompok, masing-masing beranggota 4 orang
2.
Buatlah masing masing kelompok proposal PTK, dengan tahap-tahap sesuai dengan petunjuk sebelumnya! (tema “Sejarah”)
F. RANGKUMAN Penelitian tindakan cocok untuk para praktisi yang bergelut dengan dunia nyata, maka PTK cocok untuk guru. Kita mungkin heran kenapa istilah ‟penelitian‟ yang biasanya berkenaan dengan teori sekarang dijodohkan dengan
Sejarah SMA/SMK K-9
94
istilah ‟tindakan‟. Keheranan Guru tidak berlebihan karena memang jenis penelitian ini tergolong muda dibandingkan dengan penelitian tradisional yang telah ratusan tahun dikembangkan. Uraian beberapa butir di bawah ini akan dapat membantu Guru dalam memahami apa yang dimaksud dengan penelitian tindakan. Penelitian tindakan merupakan intervensi praktik dunia nyata yang ditujukan untuk meningkatkan situasi praktis. Tentu penelitian tindakan yang dilakukan oleh guru ditujukan untuk meningkatkan situasi pembelajaran yang menjadi tanggung jawabnya dan ia disebut ‟penelitian tindakan kelas‟ atau PTK. Apakah kegiatan PTK tidak akan mengganggu proses pembelajaran? Sama sekali tidak, karena justru PTK dilakukan dalam proses pembelajaran yang alami di kelas sesuai dengan jadwal. Penelitian tindakan kelas (PTK) bersifat situasional, kontekstual, berskala kecil, terlokalisasi, dan secara langsung gayut (relevan) dengan situasi nyata dalam dunia kerja. Sebagai subyek dalam PTK termasuk murid-murid yang sedang melakukan kegiatan pembelajaran. Di dalam melaksanakan PTK bisa melibatkan guru lain yang mengajar bidang pelajaran yang sama, yang akan berfungsi sebagai kolaborator dan observer.
G. UMPAN BALIK DAN TINDAK LANJUT Setelah kegiatan pembelajaran,Bapak/ Ibu dapat melakukan umpan balik dengan menjawab pertanyaan berikut ini: 1. Apa yang Bapak/Ibu pahami setelah mempelajari materi PTK? 2. Pengalaman penting apa yang Bapak/Ibu peroleh setelah mempelajari materi di atas? 3. Apa manfaat materi tersebut terhadap tugas Bapak/Ibu disekolah?
-
DAFTAR RUJUKAN Calhoun, E.F. 1993. Action Research: Three Approaches.
Educational
Leadership 51, 2. Hlm. 62-65. Dirjen Dikdasmen. 2003. Penelitian Tindakan Kelas. Bahan Penataran untuk Instruktur. Malang: PPPG IPS dan PMP.
Sejarah SMA/SMK K - 9
95
Kemmis, S. dan McTaggart, R. 1988. The Action Research Planner. Geelong, Victoria: Deakin University Press. Madya, S. 2007. Penelitian Tindakan Kelas Bagian I, II, III. Jakarta: Dirjen PMPTK. McNiff, J. 1991. Action Research: Principles and Practices. New York: Routledge. Muhadjir, N. 1997. Analisis dan Refleksi. Pedoman Penelitian Tindakan Kelas, Bagian Keempat. Yogyakarta. UP3SD BP3GSD-UKMP. SD. Raka Joni, T. (Ed). 1995. Penelitian Praktis untuk Perbaikan Pengajaran. Jakarta: BP3GSD Ditjend Dikti. Depdikbud.
Sejarah SMA/SMK K-9
96
KEGIATAN PEMBELAJARAN 5
PERKEMBANGAN SEJARAH KETATANEGARAAN DI INDONESIA A. TUJUAN PEMBELAJARAN Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta diklat dapat menunjukkan dinamika ketatanegaraan Indonesia UUD 1945 yang ditetapkan tanggal 18 Agustus 1945,berlakunya UUD RIS,berlakunya UUD Sementara 1950, Dekrit Presiden dan Kembali ke UUD 1945 dan UUD 1945 Hasil Amandemen, dengan baik.
B. INDIKATOR PENCAPAIAN KOMPETENSI 1. Menganalisis penerapan UUD 1945 di awal kemerdekaan 2. Menganalisis penerapan UUD RIS di Indonesia 3. Menganalisis penerapan UUD Sementara di Indonesia 4. Menunjukkan penerapan UUD 1945 setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959 5. Menunjukkan penerapan UUD 1945 di masa Orde Baru 6. Menganalisis penerapan amandemen UUD 1945 di era reformasi
C. URAIAN MATERI 1. Tinjauan Umum Konstitusi Istilah konstitusi berasal dari kata “constituer” dalam bahasa Perancis yang berarti “membentuk”, jadi konstitusi dapat diartikan pembentukan. Dalam hal ini yang dibentuk adalah suatu negara, maka konstitusi mengandung awal atau permulaan dari segala macam peraturan pokok mengenai sendi-sendi pertama untuk menegakkan pondasi fundamental dalam bernegara (Syahuri ,2005: 30). Konstitusi di samping bersifat yuridis, juga memiliki makna sosiologis dan politis. Secara umum, konstitusi dan negara merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Bahkan setelah abad pertengahan, terdapat pendapat bahwa, tanpa konstitusi, negara tidak mungkin terbentuk. Konstitusi dapat diartikan sebagai dokomen yang tertulis, yang secara
Sejarah SMA/SMK K - 9
97
garis besar mengatur kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif serta lembagalembaga negara penting lainnya. Konstitusi dibedakan dengan undang-undang dasar karena konstitusi mempunyai arti yang lebih luas dari undang-undang dasar. Konstitusi mempunyai dua pengertian, yaitu konstitusi tertulis (undang-undang dasar) dan konstitusi tidak tertulis (konvensi). Negara Inggris merupakan contoh sebuah negara yang tidak memiliki konstitusi tertulis (Muhammad Tahir Azhari dalam Syahuri .2005: 31). Secara umum, konstitusi dan negara sebagai dua lembaga negara yang tidak dapat dipisahkan. Setiap negara mempunyai konstitusi namun tidak setipa negara mempunyai undang-undang dasar. Inggris tidak mempunyai undang-undang dasar, namun bukan berarti negara tersebut tanpa konstitusi. Konstitusi Inggris terdiri dari berbagai prinsip dan aturan dasar yang berkembang selama berabad-abad dalam sejarah negerinya(konvensi konstitusi). Aturan dasar tersebut antara lain Magna Charta (1215), Bill of Right (1689) dan Parliamen Act (1911). Konstitusi lahir sebagai suatu tuntutan dan harapan masyarakat untuk mencapai suatu keadilan. Negara dan konstitusi didirikan untuk menjamin hak asasi masyarakat suatu bangsa. Negara yang menganut sistem negara hukum dan teori kedaulatan rakyat dalam konsep pemerintahannya menggunakan konstitusi atau undang-undang dasar sebagai norma hukum yang tertinggi di samping norma hukum yang lain. Undang-undang dasar sebagai konstitusi tertulis, merupakan dokumen formal yang pada umumnya berisi tentang: 1.
Hasil perjuangan politik bangsa di waktu yang lampau
2.
Tingkat-tingkat tertinggi perkembangan ketatanegaraan bangsa
3. Pandangan tokoh-tokoh bangsa yang hendak diwujudkan, baik untuk waktu sekarang maupun masa yang akan datang Negara yang konstitusional digambarkan sebagai lembaga negara dengan fungsi normatif tertentu, yakni perlindungan bagi hak-hak asasi manusia, serta pengendalian dan pengaturan kekuasaan. Pada umumnya, materi konstitusi atau undang-undang dasar mencakup tiga hal yang fundamental, yaitu: 1.
Pertama, adanya jaminan terhadap hak-hak asasi manusia dan warganya
Sejarah SMA/SMK K-9
98
2. Kedua, ditetapkannya ketatanegaraan suatu negara yang bersifat fundamental 3.
Ketiga,
adanya
pembagian
dan
pembatasan
tugas
ketatanegaraan Pembagian
dan
pembatasan
tugas
lembaga
negara,
oleh
Montesquieu dibagi dalam tiga wilayah kekuasaan, yaitu: 1)
Legislatif,
pemegang
kekuasaan
membentuk
undang-undang 2)
Eksekutif,
pemegang
kekuasaan
dibidang
kekuasaan
dibidang
pemerintahan 3)
Yudikatif,
pemegang
kehakiman Negara hukum yang demokratis, akan memegang tiga prinsip ini, yang dikenal dengan trias politika. Meski dalam perkembangannya dalam pemerintahan di dunia terdapat inovasi dan variasi dalam penerapan demokrasi, namun nilai-nilai yang ada tetap berdasar pada prinsip trias politika tersebut. Secara umum, konstitusi dan negara sebagai satu kesatuan karena di era modern seperti sekarang ininegara tidak mungkin terwujud tanpa adanya konstitusi. Konstitusi terwujud sebagai kebutuhan kenegaraan serta suatu tuntutan dan harapan masyarakat untuk mencapai tujuan. Antara negara dan konstitusi maka masyarakat atau rakyat akan menyerahkan hak-hak tertenut kepada
penyelenggara
negara.
Konstitusi
juga
memiliki
fungsi
untuk
mengorganisir kekuasaan agar tidak digunakan secara paksa dan sewenangwenang (Syahuri .2005:37). Di dalam gagasannya konstitusi atau undang-undang dasar tidak hanya memfokuskan pada pembagian kekuasaan seperti yudikatif, eksekutif dan legislatif namun kontitusi juga mempunyai fungsi khusus yaitu menentukan atau membatasi kekuasaan di satu pihak dengan cara melakukan perimbangan kekuasaan di antra lembaga negara serta adanya jaminan hak-hak warga negara terkait hak-hak asasi dan hak politik. Dalam perkembangannya, sering kali konstitusi berubah atau diamandemen dengan berbagai alasan. Namun perubahan konstitusi ini tentunya harus tunduk pada aturan dan ketentuan tentang tehnik dan prosedur perubahan konstitusi yang telah diatur dalam konstitusi ini sehingga pada umumnya setiap
Sejarah SMA/SMK K - 9
99
konstitusi mencantumkan ketentuan perubahan konstitusi di dalamnya. Tiap-tiap konstitusi dalam suatu negara mempunyai tata cara dan metode tersendiri. Menurut C.F Strong, ada empat prosedur perubahan konstitusi (Mahkamah Konstitusi, 2007:244), yaitu: 1) Perubahan konstitusi melalui lembaga legislatif 2) Perubahan konstitusi yang dilakukan melalui referendum atau plebisit 3) Perubahan konstitusi melalui perjanjian dengan negara-negara bagian, khususnya bagi negara berbentuk serikat 4) Perubahan melalui lembaga negara khusus yang diberi tugas dan wewenang untuk mengubah konstitusi. Jika lembaga ini telah selesai melaksanakan tugasnya, dengan sendirinya badan tersebut bubar
Perubahan dalam konstitusi pada umumnya terjadi melalui dua jalur atau cara yaitu cara :( Syahuri, 2005:45). 1) Jalur yuridis. Dalam jalur ini perubahan konstitusi dilakukan dengan ketentuan formal mengenai perubahan konstitusi yang terdapat dalam konstitusi itu sendiri atau diatur dalam perundangan lainnya. Cara seperti ini pada umumnya melalui amandemen yang dilakukan oleh lembaga yang berwenang merubah konstitusi 2) Jalur Nonyuridis. Jalur ini terjadi apabila konstitusi suatu negara berubah karena dalam kondisi khusus atau sebab tertentu. Perubahan ini dapat terjadi secara total dengan berlakunya konstitusi baru atau hanya terjadi sebagaian saja. Perubahan semacam ini akan memiliki kekuatan yuridis atau sah jika secara politis dan sosiologis diterima segala lapisan masyarakat tanpa menimbulkan gejolak sosial dan politik akibat perubahan tersebut. Dalam perjalanan sejak kemerdekaan, Indonesia juga mengalami berbagai perubahan baik bersifat formal atau yuridis serta perubahan nonformal atau cara nonyuridis. 2. Tinjauan Sejarah Ketatanegaraan di Indonesia
a. UUD 1945
Sejarah SMA/SMK K-9
100
Revolusi yang menjadi alat tercapainya kemerdekaan bukan hanya merupakan kisah sentral dalam sejarah Indonesia, melainkan merupakan unsur yang kuat dalam persepsi bangsa Indonesia tentang dirinya sendiri. Semua usaha yang tidak menentu untuk mencari identitas-identitas baru untuk persatuan dalam menghadapi kekuatan asing, dan untuk tatanan sosial yang lebih adil tampaknya akhirnya membuahkan hasil pada masa-masa sesudah Perang Dunia II. Untuk pertama kalinya di dalam kehidupan kebanyakan rakyat Indonesia, segala sesuatu yang serba paksaan dan berasal dari kekuatan asing hilang secara tiba-tiba (Ricklefs,2001:428). Menyerahnya Jepang pada Perang Dunia II atas Sekutu tanggal 14 Agustus 1945 menunjukkan bahwa secara de jure wilayah pendudukan Jepang di kawasan Asia (termasuk Indonesia) dikuasai Sekutu sebagai pihak yang menang dalam Perang Dunia II tersebut. Namun ketika Sekutu belum datang ke Indonesia sehingga muncul Facum of Power maka kesempatan itu dimanfaatkan dengan cermat oleh bangsa Indonesia untuk memerdekakan diri tanggal 17 Agustus 1945. Namun sebelumnya perlu dikaju tentang konstitusi Indonesia yang dimulai dari “ hukum dasar” karya dokuritzu zyunbi cyoosakai (Badan Penyelidik Usaha-Usaha
Persiapan
Kemerdekaan
Indonesia/BPUPKI)
pada
masa
Pendudukan Jepang. Mengenai badan penyelidik bentukan Jepang itu Muhammad Yamin, salah seorang dari anggota BPUPKI memberikan penjelasan dalam bukunya yang berjudul Pembahasan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia (Syahuri,2004:107-108), sebagai berikut. ‘Pada hari ulang tahun Raja Jepang, tanggal 29 April 1945 dibentuklah di atas tanah, suatu Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia atau dalam bahasa Jepang: Dokuritzu Zyunbi Cyoo-sakai; Ketuanya Radjiman Wediodiningrat dan jumlah anggotanya 62 orang Indonesia…..Tugasnya jalah menyelidiki segala hal jang berhubungan dengan kemerdekaan Indonesia, dan pekerjaani itu berlangsung dalam suasanan Indonesia Merdeka kelak di kemudian hari. Pembentukan BPUPKI sebagai realisasi janji kemerdekaan Indonesia oleh pemerintah Jepang kepada bangsa Indonesia yang dibahas dalam parlemen Jepang. Janji ini disampaikan oleh Perdana Menteri Jepang Kuniako
Sejarah SMA/SMK K - 9
101
Koiso yang diumumkan di depan upacara istimewa “the Imperial Diet” pada tanggal 7 September 1944. Janji ini dapat ditafsirkan bahwa pemerintah Jepang menarik simpati pada semua elemen bangsa Indonesia agar rakyat Indonesai membantu pemerintah Jepang dalam menghadapi tentara Sekutu pada Perang Dunia II , karena diberbagai front pertempuran, tentara Jepang terbukti kewalahan menghadapi tentara Sekutu diberbagai tempat di Asia Dari tanggal 28 Mei-1 Juni 1945, BPUPKI mengadakan dua kali sidang pleno. Pada tanggal 1 Juni, Sukarno menyampaikan pidatonya untuk mengatasi pertentangan antara pendukung negara sekuler dengan pendukung negara Islam. Dalam pidatonya, Sukarno mengemukakan Weltanschauung Indonesia, yakni pandangan hidup dan politik, yang dianjurkannya sebagai dasar negara Indonesia,
berupa
lima
sila,
yaitu
Nasionalisme,Internasionalisme
atau
Perikemanusiaan, Demokrasi, Keadilan sosial, dan Ketuhanan. Kelima sila itu menjadi satu sebagai Pancasila (Yamin dalam Nasution. 2001:11). Untuk membahas sejarah ketatanegaraan Indonesia, titik tolaknya dimulai dari kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945. Dengan kemerdekaan tersebut berarti bangsa Indonesia telah menyatakan secara formal , baik kepada dunia luar atau kepada bangsa Indonesia sendiri, mulai saat dikumandangkan kemerdekaan, bangsa Indonesia telah merdeka. Merdeka dapat diartikan bahwa Indonesia telah mengambil sikap untuk menentukan nasib bangsa dan tanah airnya dalam berbagai bidang. Dalam hal ketatanegaraan, bangsa Indonesia akan menyususn negaranya sendiri. Berdirinya Negara Republik Indonesia bersamaan dengan berdirinya tata hukum Indonesia beserta tata negaranya (Joeniarto,1996:4-5). Prof. Mr. Muh Yamin menyebutkan bahwa proklamasi sebagai sumber dari segala aturan hukum formal. Selanjutnya, konstitusi formal Indonesia
sejak proklamasi
adalah UUD 1945. Undang-
Undang Dasar yang telah disahkan ini secara resmi menggunakan istilah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang dikemudian hari dikenal sebagai “Undang-Undang Dasar 1945 atau UUD „45”. Naskah resmi dari UUD 1945 beserta dengan “Penjelasan” , di kemudian dimuatkan untuk diundangkan sebagaimana mestinya di dalam Berita Republik Indonesia Tahun 1946 (Tahun II) No. 7 (Joeniarto,1996:18). Meskipun demikian UUD 1945 yang didalam batang tubuhnya hanya terdiri 37 pasal bersifat sangat singkat dan supel, apalagi jika dibandingkan
Sejarah SMA/SMK K-9
102
dengan Undang-Undang Dasar negara-negara lainnya. Menurut penjelasan UUD 1945 ditegaskan, UUD 1945 hanya memuat garis-garis besar saja atau pokokpokonya saja namun bersifat supel, untuk memberikan tempat kepada pemikiranpemikiran yang sesuai dengan dinamika revolusi saat itu. Namun demikian, meskipun dari namanya tidak menggunakan nama resmi “ Undang-Undang Dasar Sementara”, tetapi sebenarnya UUD 1945 sejak semula
oleh
Pembentuknya,
dimaksudkan
bersifat
sementara
(Joeniarto,1996:40). UUD 1945 secara historis dinilai sebagai naskah UUD yang memang dimaksudkan bersifat sementara. Bahkan Bung Karno suatu hari menyatakan bahwa UUD 1945 adalah “revolutie grondwet dan “UUD kilat”, yang nantinya apabila keadaan sudah normal, dengan sendirinya akan diganti dengan UUD yang lebih sempurna (Muhammad Yamin dalam Asshiddiqie, 2005:6). Pasal 3 dan ayat (2) Aturan Tambahan memberi peluang dibentuk suatu badan Permusyawaratan Rakyat, di mana antara lain bertugas menetapkan UUD. Dapat terjadi tiga kemungkinan hal itu yaitu Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) akan menetapkan UUD 1945, atau UUD 1945 dengan
berbagai
perubahan,
tambahan
dan
penyempurnaan
ataupun
kemungkinan untuk ditetapkannya suatu UUD yang baru sama sekali. Namun oleh Pembentuknya UUD 1945 sendiri bahwa UUD tersebut bersifat sementara. Alasan pemberian sifat sementara UUD 1945 oleh Pembentuknya disebabkan oleh dua hal yaitu (1) merupakan
Pembentuk UUD 1945 merasa belum
badan representatif untuk menetapkan UUD (2) Perencanaan,
penetapan dan pengesahan UUD 1945 dilakukan dengan tergesa-gesa. Namun dengan adanya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, dengan diberlakukannya lagi UUD 1945 tidak ada alasan lagi jika UUD 1945 masih dianggap bersifat sementara (Joeniarto,1996:40). Seperti kita ketahui bersama bahwa UUD 1945 sebelumnya sebagai sebuah rencana Undang-Undang Dasar hasil karya Badan Penyelidik Usahausaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia dengan beberapa perubahan dan tambahan. Proklamasi 17 Agustus 1945 merupakan sumber tatanan kehidupan politik bagi bangsa Indonesia. Untuk melengkapi lembaga negara, maka PPKI mengadakan sidang secara berturut-turut: b. Tanggal 18 Agustus 1945, dalam sidang I PPKI diputuskan: 1) Mengesahkan UUD 1945
Sejarah SMA/SMK K - 9
103
2) Memilih presiden dan wakil presiden 3) Dalam menjalankan tugasnya, untuk sementara waktu presiden dibantu KNIP
c. Tanggal 19 Agustus 1945, PPKI memutuskan: 1) Membentuk kabinet dengan 12 departemen 2) Menetapkan pembagian wilayah Indonesia yang terdiri 8 propinsi sekaligus ditunjuk gubernurnya 3) Rencana pembentukan Tentara Kebangsaan c. Tanggal 22 Agustus 1945, PPKI menetapkan: 1) Membentuk KNI (Komite Nasional Indonesia) dengan ketua: Kasman Singodimejo. Tugas KNI untuk memberi nasehat kepada presiden beserta kabinetnya. Hal ini didasarkan pada pasal IV aturan peralihan UUD ‟45 yang menjelaskan “sebelum MPR, DPR dan DPA terbentuk, dalam melaksanakan tugasnya presiden dibantu Komite Nasional. PPKI pada saat itu melebur menjadi KNI-Pusat atau KNIP. Selanjutnya akan dibentuk KNI untuk daerah tingkat I dan II. 2) Dibentuknya BKR ( Badan Kemanan Rakyat) yang berada dibawah KNI. Selanjutnya akan dibentik KNI untuk Daerah Tingkat I dan II. 3) Pembentukan PNI sebagai partai tunggal.
Pada tanggal 4 September 1945, Sukarno dan Hatta membentuk kabinet pertama Republik Indonesia. Kabinet ini terdiri atas kepala-kepala departemen (dalam bahasa Jepang disebut bucho) atau penasehat (sanyo) dalam pemerintahan Jepang, dan karena itu disebut oleh para penentangnya sebagai kabinet bucho. Dengan demikian, kabinet pertama Indonesia memiliki sifat ganda, yaitu masih menjadi bagian dai pemerintah militer Jepang di Jawa, dan pada saat yang sama menjadi pemerintah Rebuplik Indonesai merdeka (Anderson dalam Nasution,2001:15). Konfigurasi demokrasi yang dituntut oleh UUD 1945 tidak bisa dipenuhi pada awal-awal proklamasi kemerdekaan, karena pada waktu itu belum dibentuk lembaga-lembaga negara. Oleh karena itu, semua kekuasaan dilimpahkan kepada presiden melalui pasal IV, Aturan Peralihan. Pemusatan kekuasaan yang terletak di tangan presiden tersebut berkembang opini seolaholah Indonesia sebagai bukan negara demokrasi namun negara fasis. Untuk melawan anggapan yang sebenarnya berlawanan dengan kehendak rakyat, maka timbul usaha-usaha yang membangun corak pemerintahan demokrasi,
Sejarah SMA/SMK K-9
104
yang pada saat itu pilihannya adalah sistem parlementer. Usaha tersebut mengkristal saat tanggal 7 Oktober 1945 lahir satu memorandum yang ditandatangani anggota KNIP yang bersisi dua hal, pertama, mendesak presiden menggunakan hak istimewanya untuk segera membentuk MPR. Kedua, sebelum MPR terbentuk, hendaknya anggota-anggota KNIP dianggap sebagai MPR (Mahfud M.D 1998 :34) Pada tanggal 16 Oktober 1945, KNIP mengusulkan agar komite tersebut diserahi kekuasaan legislatif dan menetapkan GBHN. Pemerintah supaya menyetujui dibentuknya badan pekerja KNIP untuk melaksanakan fungsi baru yang diusulkan tersebut. Pemerintah dalam hal ini diwakili Wakil Presiden Muhammad Hatta yang bertindak atas nama Presiden menyetujui usul KNIP tersebut dan segera mengeluarkan maklumat yang dikenal Maklumat No. X tahun 1945 yang berisi tentang “KNIP, sebelum terbentuk MPR dan DPR diserahi kekuasaan legislatif dan menetapkan GBHN”. KNIP terdiri atas bekas anggota PPKI bersama dengan lainnya supaya lebih mewakili rakyat. KNIP ini merupakan badan penasehat bagi presiden dan kabinetnya menurut ketentuan Aturan Peralihan UUD 1945 (Nasution,2001:15). Keluarnya Maklumat No. X Tahun 1945 merupakan perubahan praktek ketatanegaraan tanpa ada perubahan konstitusi (UUD). Sebab menurut Aturan Peralihan, KNIP adalah pembantu presiden dalam menjalankan kekuasaannya, dan bukan sebagai pengganti MPR dan DPR. Dengan keluarnya maklumat ini, kekuasaan presiden berkurang (Mahfud MD,2000:46). Langkah lebih lanjut menuju demokratisasi diambil dengan pembentukan kabinet parlementer. Pada tanggal 11 November 1945, Badan Pekerja mengumumkan usul yang ditandatangani Syahrir untuk mengubah kabinet presidensil menjadi kabinet parlementer. Badan Pekerja juga menyebutkan bahwa undang-undang dasar tidak memuat pasal yang mewajibkan atau melarang pertanggungjawaban tingkat menteri. Badan Pekerja KNIP menekankan bahwa pertanggungjawaban menteri kepada MPR merupakan salah satu cara untuk menegakkan kedaulatan rakyat. Karena itu, Badan Pekerja mengusulkan kepada presidensupaya pertanggungjawaban ini dimuat dalam struktur pemerintahan. Akhirnya presiden Sukarno menyetujui usul ini (Pringgodigdo dalam Nasution, 2001:22). Perubahan selanjutnya pemerintah mengeluarkan maklumat tanggal 14 November 1945 yang berisi perubahan sistem pemerintahan dari sistem Kabinet Presidensil menjadi Parlementer. Hal ini merupakan perwujudan dari maklumat sebelumnya yaitu maklumat Wakil Presiden tanggal 3 November 1945 yang berisi pemberian kesempatan kepada rakyat untuk mendirikan partai politik dalam sistem multipartai. (Mahfud. M.D, 2000:47-48). Maklumat Pemerintah tanggal 14 November 1945 terjadi perubahan sistem pemerintahan yang fundamental namun tanpa merubah UUD 1945 dan hanya berdasarkan Maklumat Pemerintah. Jika berdasarkan UUD 1945 presiden bertanggung jawab kepada MPR dan berkedudukan sebagai kepala negara sekaligus sebagai kepala pemerintahan, maka dengan adanya maklumat tersebut, presiden kehilangan kedudukannya sebagai kepala pemerintahan (Mahfud. M.D, 1998:36). Maklumat tanggal 14 November 1945 dikeluarkan atas usul Badan Pekerja Komite Nasional Pusat berisi perubahan dari sistem pertanggungjawaban Presiden kepada MPR dengan menteri sebagai pembantu Presiden menjadi sistem pertanggungjawaban dewan menteri kepada Parlemen atau dalam hal ini Komite Nasional Pusat. Di dalam sistem pertangungjawaban menteri, kritik yang dilancarkan terhadap pemerintah dapat
Sejarah SMA/SMK K - 9
105
dinyatakan secara berkala, yakni melalui hak interpelasi atau memanggil menteri yang dianggap bersalah untuk mempertanggungjawabkan tindakannya. Parlemen memegang hak interpelasi dan jika badan tersebut menentukan bahwa kebijakan yang dijalankan menteri tertentu tidak sesuai dengan garis-garis kebijakan yang diinginkan parlemen, maka menteri tersebut dapat dipaksa mengundurkan diri. Kalau kabinet tetap mendukung menteri tersebut, seluruh kabinet akan mengundurkan diri. Dengan cara demikian, maka pertanggungjawaban menteri merupakan tanggung jawab bersama dari seluruh kabinet. Dalam struktur ini,kabinet dipimpin oleh seorang menteri yang disebut perdana menteri. Umumnya, orang yang diangkat oleh kepala negara untuk membentuk kabinet akan menjadi perdana menteri (Koesnodiprodjo dalam Nasution, 2001:24). Sebagai realisasi Maklumat Pemerintah tentang pergantian sistem kabinet Presidensil dengan kabinet Ministeriil segera ditunjuk Sutan Syahrir sebagai Perdana Menteri yang baru. Kabinet Syahrir segera mengadakan kontak diplomatik dengan pihak Belanda dan Inggris. Pemerintah Inggris mengirimkan Sir Archibald Clark Kerr sebagai Duta Istimewa di Indonesia dan pemerintah Belanda diwakili Gubernur Jenderal Van Mook. Perundingan dimulai tanggal 10 Pebruari 1946 dan Van Mook menyampaikan pernyataan politik yang selanjutnya menjadi dasar perundinganperundingan dengan RI. Pernyataan politik dari Van Mook adalah mengulangi dari pidato Ratu Belanda tanggal 7 Desember 1942. Isi pokoknya adalah (Notosusanto, 1977:34) : 1) Indonesia akan dijadikan negara commonwealth berbentuk federasi yang memiliki self-goverment di dalam lingkungan kerajaan Belanda. 2) Masalah dalam negari diurus oleh Indonesia, sedang urusan luar negeri diurus pemerintah Belanda. 3) Sebelum dibentuk commonwealth, akan dibentuk pemerintahan peralihan selama 10 tahun. 4) Indonesia akan dimasukkan sebagai anggota PBB.
b. UUD RIS (Republik Indonesia Serikat) Beberapa
tahun
pascakemerdekaannya,
pemerintah
Indonesia
terpaksa melakukan perubahan fundamental atas bentuk negara, sistem pemerintahan, dan undang-undang dasarnya (Syahuri .2005: 120). Kondisi ini sebagai dampak dari keinginan pemerintah Belanda untuk dapat berkuasa di Indonesia kembali setelah Jepang menyerah kapada Sekutu , atas kekuasaan Jepang di Indonesia pada akhir Perang Dunia II. Belanda berusaha mendirikan negara-negara boneka sebagai strategi untuk melakukan proses kolonialisme kembali pascakemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945. Sejalan dengan usaha tersebut, Belanda melakukan agresi I tahun 1947 dan agresi II tahun 1948. Adapun negara-negara yang telah dapat berhasil didirikan dalam rangka persiapan negara federal, yaitu: Negara Indonesia Timur (1946), Negara
Sejarah SMA/SMK K-9
106
Sumatera Timur (1947), Negara Pasundan (1948), Negara Sumatera Selatan (1948), negara Jawa Timur (1948), Negara Madura (1948), dan dalam persiapan misalnya daerah Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Dayak Besar, Banjar, Kalimantan
Tenggara,
Bangka,
Belitung,
Riau
dan
Jawa
Tengah
((Joeniarto,1996:61). Belanda juga berusaha mempersempit wilayah kekuasaan Negara Republik Indonesia bahkan menghapus negara Indonesai yang merdeka tahun 17 Agustus 1945 dengan kebijakan konfrontasi. Hal ini terbukti ndengan adanya Agresi Militer Belanda I tahun 1947 dan Agresi Militer Belanda II tahun 1948. Agresi Militer II, kota-kota penting di Indonesia sudah dikuasai pemerintah Belanda termasuk ibu kota RI saat itu, Yogyakarta. Meskipun kota-kota penting telah diduduki Belanda, namun Belanda gagal dalam mewujudkan ambisinya untuk kembali berkuasa secara mutlak di Indonesia karena adanya perlawanan rakyat Indonesia terhadap pasukan Belanda. Posisi Indonesia juga bertambah kuat pasca agresi militer karena secara diplomasi internasional, banyak negaranegara lain yang mendukung eksistensi pemerintah Indonesia dan sebaliknya mengecam aksi Belanda. Keadaan ini menimbulkan keprihatinan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
untuk
melakukan
perundingan
perdamaian
dalam
mengatasi
permasalahan tersebut. Akhirnya Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ikut serta menyelesaikan permasalahan konflik Indonesai-Belanda, dengan diadakan konferensi antara pemerintah Indonesai dengan Belanda serta disertakan pula negara-negara bentukan Belanda yang telah tergabung dalam ikatan Byeekomst voor Federal Overleg (BFO). Jalur diplomasi tersebut menghasilkan perundingan yang dikenal dengan Konferensi Meja Bundar (KMB) yang berlangsung tanggal 23 Agustus 1949 sampai 2 November 1949 yang dihadiri wakil-wakil dari Republik Indonesia, Bijeenkomst voor Federal Overlag (BFO), dan pemerintah Belanda serta sebuah komisi PBB untuk Indonesia. Dalam konferensi tersebut dihasilkan persetujuan pokok yaitu: 1) Mendirikan Negara Republik Indonesia Serikat 2) Penyerahan kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat 3) Didirikan Uni antar Republik Indonesia Serikat dan Kerajaan Belanda Selama
berlangsungnya
KMB
di
Den
Haag,
dibentuk
panitia
ketatanegaraan dan hukum tata negara, yang antara lain membahas rancangan
Sejarah SMA/SMK K - 9
107
konstitusi sementara Republik Indonesia Serikat. Setelah kesepakatan diplomasi antara Indonesia-Belanda, melalui KMB (Konferensi Meja Bundar) maka konstitusi resmi Indonesia adalah UUD RIS. Konstitusi tersebut sebagai jalan kompromi bagi kelancaran penyerahan kedaulatan Indonesia. Meskipun demikian Konstitusi Republik Indonesia Serikat atau UUD RIS adalah konstitusi yang bersifat sementara sehingga dalam konstitusi tersebut telah diatur adanya lembaga yang diberi kewenangan khusus membentuk konstitusi yang bersifat tetap. Dengan berlakunya UUD RIS tersebut, sistem pemerintahan Indonesia menggunakan sistem parlementer atau liberal dengan bentuk negara federasi atau serikat (Nugroho Notosusanto,1977:72). Sementara itu menurut praktek ketatanegaraan berlakunya sistem demokrasi liberal di Indonesia dimulai saat berlakunya UUD Sementara tahun 1950 yang menggantikan bentuk negara serikat menjadi negara kesatuan sejak 17 Agustus 1950 (Mahfud M D, 2000:49). Dengan berdirinya Negara Republik Serikat, maka konstitusi yang berlaku adalah UUD RIS dan Negara Republik Indonesia hanya berstatus sebagai salah satu “ Negara Bagian” saja, dengan wilayah kekuasaan daerah yang disebut dalam perjanjian Renville. Sedang UUD 1945 sejak saat itu hanya berstatus sebagai Undang-Undang Dasar Negara Bagian Republik Indonesia (Joeniarto,1996:63). Sementara itu, negara-negara lain yang tergabung dalam RIS menurut pasal 2 Konstitusi RIS adalah: Negara Indonesai Timur, Negara Pasundan termasuk Distrik Federal Jakarta, Negara Jawa Timur, Negara Madura, Negara Sumatera Timur, dan Negara Sumatera Selatan. Selain itu masih terdapat daerah yang disebut sebagai “satuan-satuan kenegaraan yang tegak sendiri” yaitu: Jawa Tengah, Bangka, Belitung, Riau, Kalimantan Barat, Dayak Besar, Daerah Banjar, Kalimantan Tenggara dan Kalimantan Timur. Sedangkan wilayah Irian Barat tidak termasuk bagian dari wilayah RIS. Hal ini disebabkan sesuai dengan Piagam Penyerahan Kedaulatan antara Indonesia dan pemerintah Belanda sebagai hasil Konferensi Meja Bundar (KMB) bahwa status Karisedenan Irian Barat tetap berlaku dengan ketentuan bahwa di dalam waktu setahun setelah tanggal 27 Desember 1949, masalah kedudukan Irian Barat akan diselesaikan dengan perundingan lagi antara Indonesia dengan Kerajaan Belanda. Status Irian Barat ini pada akhirnya dihambat oleh Belanda karena perundingan antar kedua negara untuk membahas Irian barat selalu mengalami kegagalan. Untuk penyelesaiannya, akhirnya pemerintah Indonesia menggunakan cara konfrontasi dengan dikeluarkan maklumat Trikora (Tri Komando Rakyat) yang diucapkan presiden Sukarno pada tanggal 19 Desember 1961. Konstitusi RIS juga dimaksudkan bersifat sementara. Hal ini bisa dilihat dalam pasal 186 Konstitusi RIS yang menentukan bahwa: “Konstituante bersama-sama dengan Pemerintah selekas-lekasnya menetapkan Konstitusi RIS”. Sifat kesementaraanya Konstitusi RIS disebabkan karena Pembentuk UUD tersebut merasa dirinya belum representatif untuk menetapkan UUD. Selain itu, UUD RIS dibuat dengan tergesa-gesa karena agar secepatnya memenuhi kebutuhan ketatanegaraan sehubungan akan dibentuknya Negara Federal. Negara Republik Indonesia Serikat, yang berdiri pada tanggal 27 Desember 1949 berkat Konferensi
Sejarah SMA/SMK K-9
108
Meja Bundar, ternyata tidak dapat bertahan lama. Bentuk federal yang tidak mengakar terhadap rakyat, pada akhirnya timbul tuntutan-tuntutan di mana-mana, agar kembali ke bentuk negara kesatuan. c. UUD Sementara/UUDS 1950 Negara RIS terdiri dari 16 negara bagian dengan kepala negara atau presiden pertama Sukarno dan Mohammad Hatta sebagai Perdana Menteri. Sistem kabinetnya Zaken Kabinet yaitu suatu pemerintahan yang menterimenterinya diutamakan dari keahliannya dan bukan bersandar pada kekuatan partai politik. Negara RIS ini tidak berlangsung lama disebabkan dasar pembentukannya sangat lemah dan bukan merupakan kehendak rakyat. RIS merupakan strategi diplomasi Belanda untuk dapat bertahan di Indonesia. Tuntutan berbagai elemen bangsa agar kembali ke bentuk negara kesatuan dan meninggalkan bentuk negara federal, ditidaklanjuti oleh pemerintah. Bangsa Indonesia kembali memilih bentuk negara kesatuan dengan konstitusi baru yang bernama “Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia” atau dikenal dengan UUD Sementara atau UUDS 1950. Proses perubahan UUD RIS menjadi UUD Sementara dilakukan secara formal dengan undang-undang yaitu Undang-Undang Federal No. 7 Tahun 1950, ditetapkan perubahan UUD RIS menjadi UUD Sementara berdasarkan pasal 127a, pasal 190, dan pasal 191 ayat (2) UUD RIS (Syahuri .2005: 126). Piagam Persetujuan antara Republik Indonesia dan Republik Indonesia Serikat (RIS) ditandatangani oleh Muhammad Hatta dan A. Halim pada tanggal 19 Mei 1950. Muhammad Hatta sebagai Perdana Menteri RIS mendapat mandat penuh dari Negara Indonesia Timur dan Negara Sumatera Timur untuk mewakili negara RIS dan dua negara bagian sekaligus. Sedangkan A. Halim mewakili Republik Indonesia. Piagam tersebut memuat persetujuan untuk kembali ke bentuk negara “kesatuan” sesuai dengan Proklamasi 17 Agustus 1945. Untuk itu perlu disepakati perubahan-perubahan terhadap Konstitusi RIS sehingga dibentuk panitia, yang bertugas membuat rancangan Undang-Undang Dasar Sementara. Rancangan UUDS tersebut disetuji oleh tiga lembaga negara saat itu yaitu BP-KNIP,DPR serta Senat RIS sehingga UUDS 1950 diberlakukan di negara kesatuan RI (Soepomo dalam Mahfud M.D. 1998:41). Perubahan konstitusi tersebut mencakup perubahan mukadimah dan bentuk negara, yaitu bentuk negara federal ke bentuk Nagara Kesatuan Republik Indonesia. Meskipun
Sejarah SMA/SMK K - 9
109
terjadi perubahan bentuk negara dan sistem pemerintahan, namun wilayah Indonesia masih tetap utuh . Setelah RIS diganti UUD Sementara maka Indonesia menganut sistem parlementer secara konstitusional serta sistem multi partai seperti yang terjadi dalam kurun waktu tahun 1945-1949. UUDS 1950 menganut sistem parlementer dan dianggap bahwa sejak pemberlakuannya tanggal 17 Agustus 1950 dimulailah era demokrasi liberal di Indonesia sesuai dengan sistem parlementer yang
sebenarnya
meskipun
Nugroho
Notosusanto
beranggapan bahwa
demokrasi liberal sudah dimulai ketika berlaku konstiitusi RIS 27 Desember 1949. UUD Sementara dapat bertahan lebih dari delapan tahun (1950-1959). Sesuai sifatnya yang sementara, maka di bagian pasal-pasalnya terdapat ketentuan hukum yang mengatur lembaga pembentuk undang-undang dasar tetap
yang
disebut
“Konstituante”.
Konstituante
bersama-sama
dengan
pemerintah selekasnya diharapkan menetapkan undang-undang dasar untuk menggantikan UUD Sementara. Anggota Konstituante dipilih melalui pemilihan umum. Untuk melaksanakan ketentuan tersebut maka pada tahun 1955 diadakan pemilihan umum yang pertama kali di Indonesia pada masa Kabinet Burhanudin Harahap. Dalam perkembangannya, pemerintahan tetap tidak berhasil mengatasi berbagai krisis, bahkan pergolakan di daerah semakin meningkat. Para perwira militer di daerah seperti Kolonel Zulkifli Lubis, Kolonel Simbolon , Let. Kol Ahmad Husein dan Let. Kol Samual mengadakan pertemuan di Palembang dengan hasil berupa tuntutan kepada pemerintah pusat yaitu: 1) Muhammad Hatta dikembalikan kedudukannya sebagai wapres 2) Jenderal Nasution beserta jajarannya harus diganti 3) Pembatasan gerakan dan paham komunis melalui Undang -undang. Tuntutan tersebut tidak ditanggapi oleh pemerintah Pusat sehingga perwira daerah mengultimatum agar Kabinet Djuanda mengundurkan diri. Pada tanggal 15 Pebruari 1958 Ahmad Husein memproklamirkan berdirinya PRRI (Pemerintahan Revolusioner Rebublik Indonesia) dengan Perdana Menterinya, Syfrudin Prawiranegara (tokoh Masyumi). Sementara itu di Sulawesi muncul gerakan Permesta yang mendukung PRRI sehingga pemberontakan ini disebut PRRI/Permesta.
Sejarah SMA/SMK K-9
110
UUDS 1950 sejak semula hanya dimaksudkan untuk sementara, yakni sampai disusun dan ditetapkan UUD yang bersifat tetap dan ditetapkan oleh lembaga yang representatif untuk menyusunnya yaitu Dewan Konstituante. Sementara itu Dewan Konstituante hasil pemilu 1955 yang bertugas menyusun Undang-undang Dasar gagal melaksanakan tugasnya. Pertentangan antara kelompok pendukung Pancasila dan pendukung ideologi Islam dalam persoalan dasar negara di Konstituante terus meruncing bahkan
konfrontasi
meluas di luar gedung Konstituante dengan dibentuknya Front Pancasila oleh PNI dan Front atau Blok Islam. Front Pancasila yang juga didukung oleh PKI dibentuk dengan tujuan membasmi usaha-usaha yang akan melenyapkan Pancasila. Dua kubu anatar pendukung Pancasila dan pendukung ideologi Islam tampak tegas dengan pendiriannya masing-masing. Keadaan
ini
semakin
tegang
dengan
adanya
pemberontakan
PRRI/Permesta. Dewan Konstituante telah gagal dalam mewujudkan untuk menetapkan konstitusi yang baru. Pertentangan antarideologi politik menemui jalan buntu, dan kegagalan tersebut menuntut pembuburan Konstituante dan pemberlakuan kembali UUD 1945 (Nasution.2001 :4) Menurut Syahuri, kegagalan Konstituante dalam menyusun dan menetapkan undang-undang dasar disebabkan oleh dua hal yaitu : (1), Faktor internal ,adanya perbedaan pendapat saat awal gagasan dasar negara yang pernah dibahas dalam sidang-sidang Badan Persiapan Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPPKI). Perbedaan dasar negara tersebut muncul kembali di antara partai-partai besar dalam Konstituante hasil pemilu 1955, sehingga muncul dua pandangan. Satu pihak menghendaki dasar negara Pancasila yang terkait dengan “agama” (syariat Islam) sebagaimana telah dirumuskan Piagam Jakarta 22 Juni 1945, dan pihak lain menghendaki “Pancasila” sebagai dasar negara tanpa ada perkataan syariat Islam. (2), Faktor ekternal,yang datang dari pihak pemerintah untuk kembali ke UUD 1945. Keinginan pemerintah ini didukung oleh Tentara Nasional Indonesia. (Syahuri .2005:130). UUD 1945 memang memberi kekuasaan presiden sangan kuat karena memusatkan kekuasaan di tangan presiden yang tidak bertanggung jawab kepada DPR dan hanya pada akhir masa jabatannya diharuskan memberi pertanggungjawaban kepada MPR yang terdiri atas anggota DPR dan utusan-
Sejarah SMA/SMK K - 9
111
utusan daerah serta golongan-golongan lain (Nasution ,2001
:12). Hal ini yang
menjadi salah satu alasan Presiden Sukarno lebih senang jika konstitusi kembali ke UUD 1945. Akhirnya presiden Sukarno memutuskan mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 .
d. Kembali ke UUD 1945 Dekrit Presiden 5 Juli 1959 Demokrasi liberal atau sistem parlementer di Indonesia berdampak pada instabilitas keamanan, politik serta ekonomi. Hal ni dibuktikan hanya dalam rentang waktu 10 tahun terdapat 7 kabinet jatuh bangun. Disamping itu muncul gerakan–gerakan separatis serta berbagai pemberontakan di daerah. Sementara itu, Dewan Konstituante yang bertugas menyusun UUD yang baru gagal melaksanakan tugasnya. Dalam pidato tanggal 22 April 1959 didepan Konstituante dengan judul “Res Publica, Sekali Lagi Res Pubica”, Presiden Sukarno atas nama pemerintah menganjurkan, supaya Konstituante dalam rangka rencana pelaksanaan Demokrasi Terpimpin menetapkan UUD 1945 sebagai UUD bagi ketatanegaraan yang definitif. Dewan Konstituante berbeda pendapat dalam merumuskan dasar negara. Pertentangan tersebut antara kelompok pendukung dasar negara Pancasila dan pendukung dasar negara berdasar syariat Islam. Kelompok Islam mengusulkan agar mengamademen dengan memasukkan
kata–kata : dengan kewajiban
menjalankan syariat Islam bagi pemeluk–pemeluknya” kedalam Pembukaan UUD 1945. Usul amandemen tersebut
ditolak
oleh
sebagian besar
anggota
Konstituante dalam sidang tanggal 29 Mei 1959 dengan perbandingan suara 201 (setuju) berbanding 265(menolak). Sesuai dengan ketentuan tata tertib maka diadakan pemungutan suara dua kali lagi. Pemungutan suara terakhir dilakukan tanggal 2 Juni 1959 namun tidak mencapai quorum. Akhirnya Konstituante mengadakan reses atau masa istirahat yang ternyata untuk waktu tanpa batas. Dengan memuncaknya krisis nasional dan untuk menjaga ekses–ekses politik yang mengganggu ketertiban negara, maka KSAD Letjen. A. H Nasution atas nama pemerintah/Penguasa Perang Pusat (Peperpu), pada tanggal 3 Juni
Sejarah SMA/SMK K-9
112
1959 mengeluarkan peraturan No. Prt./Peperpu/040/1959 tentang larangan mengadakan kegiatan politik. Kegagalan Konstituante dalam melaksanakan tugasnya sudah diprediksi sejak semula, terbukti dengan gagalnya usaha kembali ke UUD 1945 melalui saluran konstitusi yang telah disarankan pemerintah. Dengan jaminan dan dukungan dari Angkatan Bersenjata, Presiden Sukarno pada tanggal 5 Juli 1959, mengumumkan Dekrit Presiden. Keputusan Presiden R I No. 150 tahun 1959 yang dikenal sebagai Dekrit Presiden 5 Juli 1959 memuat tiga hal yaitu: Pertama
Menetapkan pembubaran Konstituante
Kedua
Menetapkan UUD 45 berlaku lagi bagi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, terhitung mulai tanggal penetapan Dekrit ini, dan tidak berlaku lagi UUDS
Ketiga
Pembentukan MPRS, yang terdiri atas anggota–anggota DPR ditambah dengan utusan–utusan daerah dan golongan, serta pembentukan Dewan Pertimbangan Agung Sementara dalam waktu yang sesingkat–singkatnya Meskipun Dekrit 5 Juli 1959 merupakan suatu tindakan darurat,
mengingat keadaan ketatanegaraan negara yang membahayakan persatuan dan keselamatan Negara dan Bangsa, namun kekuatan hukumnya bersumber pada dukungan seluruh rakyat Indonesia, terbukti dari persetujuan DPR hasil pemilu 1955 pada tanggal 22 Juli 1959. Setelah dinyatakan Dekrit 5 Juli 1959 maka berakibat jatuhnya seluruh kekuasaan politik pada tangan Sukarno sebagai Presiden Demokrasi Terpimpin Dekrit Presiden 5 Juli 1959 mendapat dukungan komponen masyarakat , TNI, Mahkamah agung serta sebagaian besar anggota DPR. Hal ini disebabkan masyarakat mendambakan stabilitas politik dan keamanan dalam rangka pembangunan bangsa. Namun Dekrit Presiden tidak dapat dilepaskan dengan berlakunya konsep Demokrasi Terpimpin. Demokrasi Terpimpin pertama–tama adalah sebagai suatu alat untuk mengatasi perpecahan yang muncul di dataran politik Indonesia dalam kurun waktu pertengahan tahun 1950-an. Untuk menggantikan pertentangan di
Sejarah SMA/SMK K - 9
113
parlemen antara partai politik, suatu sistem yang lebih otoriter perlu diciptakan dimana peran utama dimainkan oleh Presiden Sukarno (Harold Crouch1999;44). Pengertian rinci tentang Demokrasi Terpimpin dapat ditemukan dalam pidato kenegaraan Sukarno dalam rangka HUT Kemerdekaan RI tahun 1957 dan 1958, yang pokok–pokoknya sebagai berikut (Soepomo Djojowadono, dalam Mahfud MD,2000:550): a) Ada rasa tidak puas terhadap hasil–hasil yang dicapai sejak tahun 1945 karena belum mendekati cita–cita dan tujuan proklamsi seperti masalah kemakmuran dan pemerataan keadilan yang tidak terbina, belum utuhnya wilayah RI karena masih ada wilayah yang dijajah Belanda,instabilitas nasional yang ditandai oleh jatuh–bangunnya kabinet serta pemberontakan di daerah–daerah. b) Kegagalan tersebut disebabkan menipisnya nasionalisme, pemilihan demokrasi liberal yang tanpa pemimpin dan tanpa disiplin, suatu demokrasi yang tidak cocok dengan kepribadian Indonesia, serta sistem multi–partai yang didasarkan pada Maklumat Pemerintah 3 November 1945 yang ternyata partai–partai tersebut digunakan sebagai alat perebutan kekuasaan dan bukan sebagai alat pengabdi rakyat. c) Suatu koreksi untuk segera kembali pada cita–cita dan tujuan semula harus dilaskukan dengan cara meninjau kembali sistem politik. Harus diciptakan suatu demokrasi yang menuntun untuk mengabdi kepada negara dan bangsa, yang beranggotakan orang–orang jujur. d) Cara yang harus ditempuh untuk melaksanakan koreksi tersebut adalah: 1) Mengganti sistem free fight liberalisme dengan Demokrasi Terpimpin yang lebih sesuai dengan kepribadian bangsa. 2) Dewan Perancang Nasional akan membuat blue-print masyarakat adil dan makmur. 3) Hendaknya Konstituante tidak menjadi tempat berdebat yang
berlarut-larut
dan
segera
menyelesaikan
pekerjaannya agar blue print yang dibuat Depernas dapat didasarkan pada konstitusi baru yang dibuat Konstituante
Sejarah SMA/SMK K-9
114
4) Hendaknya
Konstituante
meninjau
dan
memutuslkan
masalah Demokrasi Terpimpin dan masalah kepartaian. 5) Perlunya penyerdehanaan sistem kepartaian dengan mencabut Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945 yang
telah
memberi
menggantikannya
sistem
dengan
multi–partai
undang–undang
dan
kepartaian
serta undang–undang pemilu. Selain itu, Sukarno juga mendefinisikan Demokrasi Terpimpin adalah demokrasi
yang
dipimpin
oleh
hikmah
kebijaksanaan
dalam
permusyawaratan/perwakilan. Meskipun definisi dari Demokrasi Terpimpin pada hakekatnya baik namun pada prakteknya menyimpang dari apa yang telah didefinisikan. Pelaksanaan Demokrasi Terpimpin yang diperkuat dengan TAP MPRS No. VII/1965 menjelmakan Presiden Sukarno sebagai penguasa yang mengarah pada kediktatoran. Dalam rangka mengurangi peran kontrol partai politik yang menolak Demokrasi Terpimpin, Presiden Sukarno mengeluarkan Peraturan Presiden No. 7
tahun
1959
yang
berisi
ketentuan
kewajiban
partai–partai
politik
mencantumkan AD/ART(anggaran dasar/anggaran rumah tangga), dengan asas dan tujuan tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945, serta membubarkan
partai–partai
politik
yang
terlibat
dalam
pemberontakan–
pemberontakan. Aturan tersebut mengakibatkan Partai Masyumi dan Partai Sosialis
dibubarkan
karena
dianggap
mendukung
pemberontakan
PRRI/Permesta. Konsepsi Demokrasi Terpimpin antara lain pembentukan lembaga negara baru yang ektra–konstitusional yaitu Dewan Nasional yang diketuai Sukarno
sendiri
dan bertugas memberi nasekat
pada kabinet.
Untuk
pelaksanaannya dibentuk kabinet baru yang melibatkan semua partai politik termasuk PKI. Pada bulan Juli 1959, Sukarno mengumumkan kabinetnya yang bernama Kabinet Kerja yang terdiri dari sembilan menteri disebut Menteri– Menteri Kabinet Inti dan 24 menteri yang disebut Menteri Muda. Dalam Kabinet Kerja tersebut, Djuanda diangkat sebagai menteri utama atau pertama dan semua menteri diharuskan melepaskan ikatan kepartaian dalam membentuk pemerintahan non–partai.
Sejarah SMA/SMK K - 9
115
Program kerja kabinet tersebut dirumuskan dalam tiga pokok
yaitu
( Feith, 1995:75): 1) Sandang-pangan bagi rakyat 2) Pemulihan keamanan 3) Melanjutkan perjuangan melawan imperalis. Periode Demokrasi Terpimpin ditandai oleh beberapa ciri, yaitu pertama, peran dominan dari Presiden, kedua, pembatasan peran DPR serta partai-partai politik (kecuali PKI yang diberi kesempatan untuk berkembang), dan ketiga, peningkatan peran TNI sebagai kekuatan sosial-politik (Budiardjo,1998: 228).. Dalam rangka
pelaksanaan Demokrasi Terpimpin ,Sukarno juga
membentuk DPA (Dewan Pertimbangan Agung) serta Dewan Perancang Nasional yang dipimpin Muhammad Yamin, serta MPRS yang diketuai Chaerul Saleh. MPR dalam sidangnya pada tahun 1960, 1963 dan 1965 menetapkan kebijakan-kebijakan yang mencerminkan ide-ide Demokrasi Terpimpin. Namun Presiden membekukan DPR hasil pemilu 1955 disebabkan parlemen menolak Anggaran Belanja Negara yang diajukan Presiden dan menggantikannya dengan DPR GR(DPR Gotong-Royong). Sukarno juga menetapkan MPRS, dimana tokoh PKI D.N Aidit menjadi salah seorang Wakil Ketua. Tokoh-tokoh Masyumi ,PSI dan Muhammad Hatta menentang kebijakan Sukarno tersebut dengan membentuk Liga Demokrasi. Beberapa usaha pemerintahan Demokrasi Terpimpin untuk mengurangi peran partai politik antara lain dengan penyederhanaan sistem partai dengan mengurangi jumlah partai melalui Penpres No. 7/1959. Maklumat Pemerintah 3 November 1945 yang menganjurkan pembentukan partai-partai politik dicabut dan ditetapkan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh partai untuk diakui oleh pemerintah. Partai yang kemudian dinyatakan memenuhi syarat adalak PKI,PNI NU, Partai Katolik, Partindo, Parkondo, Partai Murba,PSII,IPKI, Partai Islam Perti, sedang beberapa partai lain dinyatakan tidak memenuhi syarat. Di samping itu dicari suatu wadah untuk memobilisasi semua kekuatan politik di bawah pengawasan pemerintah melalui wadah Front Nasional yang dibentuk tahun 1960. Semua partai politik yang ada terwakili di dalammya termasuk kelompok-kelompok yang selama ini kurang mendapat kesempatan dalam berpartisispasi dalam membuat keputusan, yaitu golongan TNI dan golongan fungsional.
Sejarah SMA/SMK K-9
116
MPRS yang terbentuk tanggal 22 Juli 1959, dalam Sidang Umum I MPRS tahun 1960 menetapkan pidato kenegaraan Sukarno tanggal 17 Agustus 1959
tersebut menjadi “Manifesto Politik Indonesia” dan menetapkannya
sebagai GBHN. Selanjutnya dalam Sidang Umumnya tahun 1963 menetapkan “mengangkat Ir. Sukarno sebagai presiden seumur hidup”. Dalam membentuk ideologi bagi Demokrasi Terpimpin, Sukarno memperkenalkannya dalam pidato kenegaraan tanggal 17 Agustus 1959 yang berjudul “Penemuan Kembali Revolusi Kita” yang dianggap sebagai Manifesto Politik yang disingkat Manipol. Isi Manipol disimpulkan menjadi lima prinsip yaitu UUD 1945, Sosialisme Indonesia,Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin dan Kepribadian Indonesia yang disingkat USDEK. Manipol-USDEK dikaitkan dengan dasar negara Pancasila sehingga menjadi rangkaian pola ideologi Demokrasi Terpimpin. Sukarno menghendaki persatuan ideologi antara Nasionalisme, Islam dan Marxis dengan doktrin Nasakom (nasionalis, agama dan komunis). Doktrin ini mengandung arti bahwa PNI (nasionalis), Partai NU (Agama) dan PKI (komunis) akan berperan secara bersama dalam pemerintahan disegala tingkatan sehingga menghasilkan sistem kekuatan koalisi politik. Namun pihak militer tidak setuju terhadap peran PKI di pemerintahan (Ricklefs,1991:406). Melalui kehadiran Front Nasional yang berdasarkan NASAKOM, PKI berhasil mengembangkan sayapnya dan mempengaruhi hampir semua aspek kehidupan politik (Budiardjo,1998: 229). Front Nasional sesuai dengan konsep da ide dari Sukarno, tang rupanya dimaksudkan oleh Sukarno nantinya kan menjadi partai tunggal negara dengan menggunakan basis massa sebagai penggeraknya (Muhaimain,2002:135).
e. UUD 1945 Hasil Amandemen Pergantian konstitusi berkali-kali dari masa kemerdekaan sampai sekarang, ternyata tidak membubarkan negara, terbukti nama dan wilayah Negara Republik Indonesia sejak kemerdekaan Indonesia masih tetap eksis hingga saat ini. Padahal tiap konstitusi yaitu UUD 1945,Konstitusi RIS dan UUDS 1950 mempunyai pembukaan undang-undang dasar yang tidak sama dan bentuk negara berbeda. UUD 1945 menganut sistem pemerintahan presidensial dengan bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia. Konstitusi RIS menganut bentuk
Sejarah SMA/SMK K - 9
117
negara federal Republik Indonesia dengan sistem pemerintahan parlementer. Sedangkan UUDS 1950 menganut bentuk negara kesatuan kembali, dengan sistem pemerintahan parlementer. Bahkan dalam periode
1945-1949, sistem
pemerintahan Indonesia pernah mengalami perubahan dari presidensial menjadi sistem parlementer, tanpa melalui perubahan pasal dalam undang-undang dasar saat itu namun hanya berdasar Maklumat Pemerintah tanggal 14 November 1945. Pemberontakan G-30/S yang gagal telah membawa perubahan tatanan kehidupan sosial,politik dan ekonomi di Indonesia. Peranan golongan tentara yang berhasil menumpas G-30/S menaikan citranya di mata masyarakat. Munculnya Jenderal Suharto sebagai kepala negara baru, memperluas peran TNI dalam aspek sosial-politik. Dalam perjalanan pemerintahan Orde Baru selanjutnya, keadaan bercorak militer dihampir
semua sektor kegiatan
kekuasaan pemerintahan. Hal ini pada akhirnya juga menimbulkan kritik dari masyarakat,
terutama
dari
kalangan
mahasiswa
yang
ketika
lahirnya
pemerintahan Orde Baru, mereka berperan sangat besar (Dydo,1989:105). Setelah berkuasa hampir 32 tahun akhirnya Presiden Suharto juga ditumbangkan oleh aksi demonstrasi besar-besaran bahkan menuju pada tindakan anarkhis. Demontrasi yang dipelopori mahasiswa tersebut terjadi ketika pada akhir tahun 1997, Indonesia mengalami krisis ekonomi yang berlarut-larut. Pemerintah Suharto dianggap menyuburkan praktek KKN (Korupsi,Kolusi dan Nepotisme). Puncaknya pada tahun 1998 Suharto terpaksa mengundurkan diri sebagai presiden dan digantikan oleh wakilnya B.J Habibie sehingga Orba akhirnya berakhir. Pada masa reformasi, salah satu tuntutan yang menonjol dari berbagai elemen di masyarakat, adalah amandemen UUD 1945. Hal ini disebabkan ,UUD 1945 pada masa Orde Baru dianggap memberikan legitimasi terhadap kekuasaan yang cenderung otoriter karena terdapat pasal-pasal yang multi-tafsir sehingga memberi celah bagi penguasa saat itu untuk menafsirkan ketentuan dalam UUD 1945 sesuai dengan kepentingan penguasa. Perubahan terhadap UUD 1945 diawali dengan Sidang Istimewa MPR tahun 1998. Meskipun tidak secara langsung mengubah UUD 1945, ketetapan itu telah menyentuh muatan UUD 1945. Ketetapan itu seperti berikut:
Sejarah SMA/SMK K-9
118
a. Ketetapan MPR No. VIII/MPR/1998 tentang Pencabutan Tap MPR No. IV/MPR/1983 tentang Referendum. b. Ketetapan MPR No. XIII/MPR/1998 tentang Pembatasan masa jabatan Presiden. Dalam Pasal 7 disebutkan bahwa masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden adalah lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali. Sekarang masa jabatan itu lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali untuk satu kali masa jabatan. c. Ketetapan MPR No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia sebagai penyempurnaan ketentuan mengenai hak asasi manusia yang terdapat di dalam UUD 1945 sebelum perubahan. Perubahan kuonstitusi UUD 1945 pasca reformasi terjadi dalam empat tahap, dalam kurun waktu tahun 1999 sampai dengan 2002, merujuk pada ketentuan pasal 37 UUD 1945 meski perubahan UUD dapat terjadi dengan menggunakan ketentuan Tap MPR No. IV/MPR/1983 tentang Referendum, yang mengatur hak penentuan usul perubahan UUD pada rakyat yang akan ditentukan melalui referendum. Ketentuan Tap MPR tersebut merupakan tahapan tambahan dalam proses perubahan konstitusi. Tahapan yang dimaksud ialah tahapan pengesahan usul atau inisiatif untuk mengubah konstitusi. Jadi, apakah inisiatif mengubah konstitusi itu akan diterima atau dibatalkan, tergantung kepada keputusan referendum. Hal ini mengurangi kewenangan MPR yang diatur pasal 3 dan 37 UUD 1945. Secara umum, dalam amandemen UUD 1945 terdapat beberapa hal penting yaitu pertama semua fraksi di MPR sepakat untuk melakukan amandemen UUD 1945. Kedua, menyangkut ruang lingkup amandemen, bahwa Pembukaan UUD 1945 tidak diubah, yang diubah adalah Batang Tubuh dan Penjelasan UUD 1945. Ketiga, menyangkut prioritas perubahan UUD 1945 meripakan hal-hal yang mendesak. Priorotas-prioritas tersebut adalah (Suharizal dan Arifin, 2007:111): a. Pemberdayaan lembaga tinggi negara (MPR) b. Pengaturan kekuasaan pemerintah negara dan pembatasan masa jabatan presiden c. Peninjauan kembali lembaga tinggi negara dengan kekuasaan konsultatif yaitu DPA (Dewan Pertimbangan Agung) d. Pemberdayaan lembaga legislatif (DPR)
Sejarah SMA/SMK K - 9
119
e. Pemberdayaan lembaga auditing finansial (BPK) f.
Pemberdayaan dan pertanggungjawaban Lembaga Kehakiman
g. Pembahasan mengenai Bank Indonesia dan TNI/Polri Dalam Sidang Umum MPR tahun 1999, UUD 1945 mengalami perubahan sesuai dengan semangat reformasi di berbagai bidang termasuk dalam ketatanegaraan.
Dalam perubahan, terdapat kesepakatan dasar yang
dibuat oleh MPR tentang arah perubahan UUD 1945, yaitu (Mahkamah Konstitusi . 2007:247): a. sepakat untuk tidak mengubah Pembukaan UUD 1945 b. sepakat untuk mempertahankan bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia c. sepakat untuk mempertahankan sistem presidensial d. sepakat untuk memindahkan hal-hal normatif yang ada dalam Penjelasan UUD 1945 ke dalam pasal-pasal UUD 1945 e. sepakat untuk menempuh cara adentum dalam melakukan amandemen terhadap UUD 1945. Untuk melakukan perubahan tersebut, Badan Pekerja MPR yang merupakan alat kelengkapan MPR membentuk Panitia ad Hoc yang khusus menyiapkan naskah Perubahan UUD 1945, yaitu Panitia ad Hoc III pada masa sidang 1999 dan Panitia ad Hoc I pada masa Sidang 2000,2001, dan 2002. Panitia ad Hoc III masa sidang 1999 menghasilkan Perubahan Pertama yang ditetapkan pada 19 Oktober 1999. Perubahan Pertama, terdiri atas 9 pasal. Agenda perubahan ini dilanjutkan dengan Perubahan Kedua yang disahkan dalam Sidang Tahunan MPR tahun 2000 yang mencakup 7 bab yang masing-masing terdiri atas beberapa pasal. Sisa materi yang masih tersisa akan diubah dalam agenda lanjutan sampai tahun 2002 (Asshiddiqie,20005:5). Panitia Ad Hoc I masa sidang 2000-2002 menghasilkan Perubahan Kedua dan Perubahan Ketiga. Perubahan Kedua ditetapkan pada 18 Agustus 2000 dalam Sidang Tahunan MPR tahun 2000. Materi dalam perubahan kedua adalah berkaitan dengan masalah wilayah negara, pemerintahan daerah, hak asasi manusia, dan melanjutkan perubahan pertama tentang kedudukan DPR. Sementara itu, Perubahan Ketiga ditetapkan pada 9 November 2001 dalam Sidang Tahunan MPR 2001, yang materinya berkaitan dengan dasar-dasar
Sejarah SMA/SMK K-9
120
kenegaraan, kelembagaan negaradan hubungan antarlembaga negara, dan pemilihan umum. Perubahan Keempat ditetapkan pada 10 Agustus 2002 dalam Sidang Tahunan MPR 2002, yang materinya meliputi penyempurnaan lembaga negara dan hubungan antarlembaga negara, penghapusan DPA, pendidikan dan kebudayaan, perekonomian dan kesejahteraan sosial, serta Aturan Peralihan dan Aturan Tambahan (Mahkamah Konstitusi .2007:248). Perubahan atau amandemen UUD 1945 pada awalnya muncul berbagai pro dan kontra diberbagai lapisan masyarakat . Selama ini memang muncul kekhawatiran psikologis mengenai kelestarian nilai-nilai sejarah yang terkandung dalam UUD 1945. Karena itu, sebagai kompromi, pelaksanaan agenda perubahan UUD 1945 diusahakan untuk menghindarkan penggunaan istilah “penggantian” UUD. Kesepakatannya menggunakan istilah “perubahan” bukan “penggantian” yang berkonotasi total (Asshiddiqie,20005:6). Badan Pekerja MPR menyadari pentingnya partisipasi publik dalam mewujudkan rancangan perubahan UUD 1945 yang sesuai dengan aspirasi dan kepentingan bangsa dan negara. Oleh karena itu, melalui Panitia Ad Hoc III dan I dilakukan penyerapan aspirasi masyarakat melalui berbagai bentuk kegiatan seperti Rapat Dengar Pendapat Umum dengan berbagai kalangan pakar, pihak perguruan
tinggi,
asosiasi
keilmuan,
lembaga
pengkajian,
organisasi
kemasyarakatan, dan lembaga swadaya masyarakat (LSM). Selain itu, dilakukan juga kunjungan kerja ke berbagai daerah, seminar, diskusi, studi banding ke luar negeri dan juga studi kepustakaan lebih dari 30 konstitusi di kaji secara mendalam dan kritis (Mahkamah Konstitusi. 2007:249). UUD 1945 hasil amandemen telah mengalami 4 kali perubahan memiliki perbedaan yang besar dari naskah
asli ketika pertama kali ditetapkan pada
tanggal 18 Agustus 1945. Apabila ditinjau dari jumlah butir ketentuan (jumlah pasal dan ayat), maka sebelum diubah, UUD 1945 terdiri atas 90 butir ketentuan ( 37 pasal, 49 ayat, 4 pasal aturan peralihan, dan 2 ayat aturan tambahan). Setelah diubah, UUD 1945 terdiri atas 248 butir ketentuan (37 pasal, 170 ayat, 3 pasal aturan peralihan, dan 2 pasal aturan tambahan). Amandemen UUD 1945 sebagai amanat reformasi dapat dituntaskan dalam perubahan keempat. Perubahan tersebut dapat diperinci sebagai berikut: a. Perubahan pertama, yang ditetapkan pada tanggal 19 Oktober 1999, berhasil diamandemen sebanyak 9 pasal
Sejarah SMA/SMK K - 9
121
b. Perubahan kedua, yang ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 2000 telah diamandemen sebanyak 25 pasal. c. Perubahan
ketiga,
yang
ditetapkan
9
November
1999,
Agustus
2002,
diamandemen 23 pasal d. Perubahan
keempat
yang
ditetapkan
10
diamandemen 13 pasal serta 3 pasal Aturan Peralihan dan 2 pasal Aturan Tambahan. Jadi, jumlah total pasal hasil perubahan pertama sampai keempat adalah 75 pasal, namun demikian, jumlah nomor pasalnya tetap sama, yaitu 37 pasal (tidak termasuk Aturan Peralihan dan Aturan Tambahan). Hal ini karena cara penulisan nomor pasal dilakukan dengan menambah huruf (A,B,C dan seterusnya) setelah nomor angkanya. Jumlah bab UUD 1945 pascaamandemen juga mengalami penambhan, dari 16 bab menjadi 21 bab, tetapi nomor angka bab juga tetap sama jumlahnya, yaitu 16 bab, karena penambahan bab itu dilakukan dengan cara menambah huruf (A dan B) setelah nomor angka (Syahuri .2005:208-211). Jika dilihat dari segi substansi materi dari hasil amandemen UUD 1945, dapat dikelompokkan ke dalam tiga macam, yaitu (Syahuri .2005:214): a. Penghapusan atau pencabutan beberapa ketentuan, yaitu 1)
Kekuasaan MPR sebagai lembaga tertinggi negara dengan kewenangan meminta petanggungjawaban presiden dan penyusunan Garis-Garis Besar Haluan Negara. Dengan pencabutan kekuasaan ini, posisi MPR bukan lagi sebagai lembaga tertinggi negara, tetapi sebagai lembaga tinggi negara yang kedudukannya sejajar dengan lembaga tinggi negara lainnya seperti Presiden, Mahkamah Agung dan Dewan Perwakilan Rakyat
2)
Kekuasaan presiden yang menyangkut pembentukan undangundang.
Kekuasaan
pembentukan
undang-undang
berdasarkan pasal 20 perubahan pertama UUD 1945, tidak lagi dipegang presiden, melainkan dipegang oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Demikian juga kewenangan dalam hal pengankatan dan penerimaan
duta negara lain serta
pemberian amnesti dan abolisi. Kewenangan tersebut tidak
Sejarah SMA/SMK K-9
122
lagi merupakan hak prerogatif presiden, tetapi harus atas pertimbangan DPR. b. Ketentuan dan Lembaga Baru Ketentuan atau lembaga baru yang baru diatur dalam Perubahan UUD 1945 dapat disebutkan antara lain: 1)
Dewan Perwakilan Daerah (DPD) diatur dalam pasal 22C dan 22D UUD 1945 perubahan ketiga
2)
Mahkamah Konstitusi, diatur dalam pasal 24C perubahan ketiga
3)
Komisi yudisial diatur dalam pasal 24B perubahan ketiga
Pemilihan umum yang sebelumnya diatur oleh undang-undang, sekarang diatur langsung dalam bab baru (VIIB) UUD 1945 pasal 22E. Sementara itu, Bank sentral yang sebelumnya hanya diatur dalam undang-undang, sekarang diatur dalam pasal 23D perubahan keempat. c. Ketentuan dan Lembaga yang dimodifikasi Ketentuan-ketentuan yang merupakan modifikasi atas ketentuan atau lembaga lama yang diatur dalam Perubahan UUD 1945 dapat disebutkan antara lain: 1)
Reposisi MPR yang merupakan modifikasi dari MPR lama, diatur dalam pasal 2 ayat (1) UUD 1945 perubahan keempat
2)
Pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung oleh rakyat, yang sebelumnya dipilih oleh MPR, diatur dalam pasal 6A perubahan ketiga
3)
Ketentuan hak asasi manusia sebagai penambahan dari ketentuan hak asasi lama , diatur dalam pasal 28A sampai dengan 28J perubahan kedua
4)
Usul perubahan undang-undang dasar dan pembatasan perubahan atas negara kesatuan, merupakan penambahan tata cara perubahan undang-undang dasar, diatur dalam ayat (1) dan (5) pasal 37 perubahan keempat.
Dengan adanya ketentuan-ketentuan yang baru dalam ketatanegaraan di Indonesia, maka bangsa Indonesia mengalami perubahan fundamental dalam sistem ketatanegaraannya menuju suatu sistem yang demokratis. Beberapa perubahan itu dapat dibahas yaitu reposisi MPR, kekuasaan membentuk
Sejarah SMA/SMK K - 9
123
undang-undang yang merupakan representatif kekuasaan legislatif, kekuasaan Presiden yang menjalankan kekuasaan eksekutif serta kekuasaan Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, dan Komisi Yudisial yang menjalankan kekuasaan yudikatif. Penjelasan dari perubahan ketatanegaraan pascaamandemen adalah : a. Reposisi MPR MPR dalam sidang tahunan 2002 melakukan langkah bijaksanan dengan mengubah posisinya, yang semula sebagai lembaga tertinggi negara dan pemegang sepenuhnya kedaulatan rakyat, berubah menjadi lembaga tinggi biasa. Anggota MPR terdiri dari anggota DPR dan anggota Dewan Perwakilan Daerah(DPD) yang dipilih melalui pemilu. Anggota DPD dapat dipandang sebagai pengganti anggota “Utusan Daerah” yang terdapat dalam naskah asli UUD 1945, selain “Utusan Golongan” dan anggota DPR. Kewenangan MPR mencakup: 1)
mengubah dan menetapkan undang-undang dasar
2)
melantik presiden dan wakil presiden
3)
memberhentikan presiden dan wakil presiden dalam masa jabatannya menurut ndang-undang dasar
Berdasarkan keterangan diatas, kewenangan MPR sekilas nampak tidak ada perbedaan dengan kewenangan yang dimilikinya menurut naskah asli UUD 1945. Namun jika dilihat dari sisi perbandingan antara rumusan pasal 1 ayat (2) naskah asli dan naskah baru perubahan ketiga, maka akan jelas ditemukan bahwa telah terjadi pengurangan kekuasaan MPR yang sebelumnya sebagai pelaksana pemegang kedaulatan rakyat sepenuhnya berubah tidak lagi sebagai
pelaksana
pemegang
kedaulatan
rakyat.
Di
samping
itu,
memberhentikan presiden dan wakilnya dari jabatannya, mPR tidak bisa lagi bertindak sendiri seperti kasus pemberhentian Presiden Sukarno tahun 1967 dan Presiden Abdurrahman Wahid tahun 2001, tetapi harus melibatkan lembaga baru yaitu Mahkamah Konstitusi. Mahkamah Konstitusi inilah yang akan menentukan, apakah presiden atau wakil presiden melanggar hukum atau tidak. Dengan demikian, posisi presiden kuat karena interpretasi atau penentuan apakah presiden atau wakil presiden telah melanggar hukum, akan tergantung keputusan Mahkamah Konstitusi.
Dengan meninjau posisi dan kewenangan
MPR seperti dirumuskan di atas, dapat disimpulkan bahwa kekuasaan MPR telah banyak berkurang.
Sejarah SMA/SMK K-9
124
b. Kekuasaan Membentuk Undang-Undang Sementara itu, menurut naskah asli UUD 1945 kekuasaan membuat undang-undang adalah kewenangan dipegang oleh presiden dengan persetujuan DPR namun dengan adanya amandemen UUD 1945, khususnya dalam perubahan pertama terjadi perubahan bahwa kekuasaan membentuk undangundang berada ditangan DPR. Dengan demikian telah terjadi kewenangan
legislasi
dari
presiden
dengan
persetujuan
pergeseran
DPR
menjadi
kewenangan DPR. Selain memiliki fungsi legislasi,DPR juga memiliki fungsi anggaran
dan
pengawasan.
Sementara
presiden
diberi
kewenangan
mengajukan rancangan undang-undang dibahas oleh DPR dan presiden untuk mendapatkan persetujuan bersama. Rancangan undang-undang yang telah disetujui DPR dan presiden untuk menjadi undang-undang tidak lagi bersifat final, tetapi dapat diuji material (yudicial review) oleh Mahkamah Konstitusi atas permohonan pihak tertentu. Dalam pasal 24C ayat (1) UUD 1945 perubahan ketiga antara lain disebutkan, mahkamah konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir, yang putusannya bersifat tetap untuk menguji undang – undang terhadap undang – undang dasar. Mahkamah konstitusi ini harus sudah dibentuk pada tanggal 17 Agustus 2003, dan sebelum dibentuk, segala kewenangan dilakukan oleh Mahkamah Agung (Aturan Peralihan pasal III). Mengenai mahkamah konstitusi, Jimly asshiddiqie berpendapat, bahwa dengan mengacu ketentuan Ketetapan MPR Nomor III/MPR/2000 yang menentukan hak uji material atas peraturan dibawah undang – undang oleh Mahkamah Agung bersifat aktif, maka kewenangan untuk menguji undang – undang oleh mahkamah konstitusi dapat pula dipahami bersifat aktif. Dalam rangka untuk pengembangan hukum, sifat aktif tersebut memang sangat diperlukan, namun demikian, sifat aktif ini jika diterapkan dalam praktik akan menemui kendala – kendala, mengingat produk undang – undang yang dibuat oleh pembentuk undang – undang tidak sedikit jumlahnya, sementara jumlah anggota hakim mahkamah konstitusi di batasi hanya 9 orang. Jadi, sifat aktif ini sebaiknya dipahami bukan sebagai suatu keharusan untuk bersikap aktif, melainkan dipahami sebagai “dapat bersikap aktif”.
Sejarah SMA/SMK K - 9
125
Dengan ketentuan – ketentuan baru yang mengatur kekuasaan membentuk undang – undang diatas, maka yang perlu digarisbawahi di sini adalah suatu kenyataan bahwa pengsahan rancangan undang – undang menjadi undang – undang bukan merupakan sesuatu yang telah final. Undang – undang tersebut masih dapat dipersoalkan oleh masyarakat yang merasa akan dirugikan jika undang – undang tersebut jadi dilaksanakan, atau oleh segolongan masyarakat dinilai bahwa undang – undang itu bertentangan dengan norma hukum yang ada di atasnya, misalnya melanggar sila – sila dalam Pancasila, Undang – Undang Dasar, dan / atau ketetapan MPR.
c. Kekuasaan Presiden Presiden menurut naskah asli Uud 1945 mempunyai tiga macam kedudukan, yaitu: (1) sebagai kepala negara, (2) sebagai kepala pemerintahan, dan (3) sebagai pembentuk undang – undang (dengan persetujuan DPR). Sebagaimana telah disebutkan diatas, kekuasaan presiden oleh amandemen UUD 1945 banyak dikurangi. Sebagai contoh dapat disebutkan disini, antara lain sebabagai berikut. Hakim agung tidak lagi diangkat oleh presiden, melainkan diajukan oleh komisi yudisial untuk diminta persetujuan DPR, selanjutnya ditetapkan
oleh
presiden. Demikian juga anggota Badadan Pemeriksa Keuangan tidak lagi diangkat oleh presiden, tetapi dipilih oleh DPR dengan memperhatikan Dewan Perwakilan Daerah dan diresmikan oleh presiden. Selain itu, dalam Ketetapan MPR Nomor VII / MPR 2000 juga diatur keterlibatan DPR dalam proses pengangkatan Panglima Tentara Nasional dan Kepala Polri. Keterlibatan DPR dalam hal pengangkatan pejabat – pejabat tersebut mencerminkan suatu mekanisme ketattanegaraan yang mengarah kepada keseimbangan dan demokratisasi. Namun sayang, masih ada yang tertinggal, yakni pengangkatan seorang jaksa agung yang masih menjadi kewenangan presiden, tanpa melibatkan DPR. Rancangan undang – undang yang telah dibahas dan disetujui bersama antara DPR dan presiden apabila dalam waktu tigapuluh (30) hari semenjak rancangan undang – undang tersbut disetujui tidak disahkan oleh presiden, maka rancangan undang – undang rancangan undang – undang tersebut sah menjadi undang – undang dan wajib diundangkan. Jadi, persetujuan atau pengesahan
Sejarah SMA/SMK K-9
126
atas rancangan undang – undang menjadi undang – undang oleh presiden tidak mutlak. Namun demikian, di sisi lain, posisi presiden semakin kuat, karena ia tidak akan mudah dijatuhkan (diberhentikan) oleh MPR, meskipun ia berada dalam kondisi berbeda pandangan dalam penyelenggaraan pemerintahannya dengan “parlemen” (Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah). Selama presiden tidak diputus telah melanggrar hukum leh mahkamah konstitusi, maka posisi presiden akan aman. Selain itu, presiden tidak lagi bertanggung jawapb kepada MPR, karena presiden dipilih langsung oleh rakyat. Memang MPR masih dapat menghentikan presiden dan wakil presiden dalam masa jabatannya atas usul DPR Pasal &A). namun, hal ini akan sangat tergantung kepada keputusan mahkamah konstitusi, karena menurut pasal 7Bnya, usul pemberhentian presiden dan atau wakil dapat diajukan oleh DPR kepada MPR hanya dengan terlebih dahulu mengajukan permintaan kepada mahkamah konstitusi untuk memutus pendapat DPR bahwa presiden dan / atau wakil presiden telah melakukan pelanggaran hukum. Pelanggaran hukum ini berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela, dan / atau pendapat bahwa presiden dan / atau wakil presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden dan / atau wakil presiden. Jadi, putusan mahkamah konstitusi tersebut semata – mata atas dasar pertimbangan hukum. Majelis Permusyawaratan Rakyat juga dapat memilih presiden dan wakil presiden pengganti apabila tedapat kekosongan jabatan presiden dan wakil presiden di tengah masa jabatannya secara bersamaan (pasal 8 ayat (3)). Persoalannya di sini adalah pertanggungjawaban presiden dan wakil presiden pengganti yang dipilih oleh MPR tersebut. Apakah ia akan bertanggung jaab kepada
rakyat
atau
kepada
MPR
yang
telah
memilih
dan
mengangkatnya?Ketentuan ayat (3) ini menurut Ismail Suny, menunjukkan bahwa MPR tidak konsisten dengan pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung. Sebaiknya dalam hal ini perlu dikaitkan sisa masa jabatan presiden dan / atau wakil presiden itu. Misalnya, majelis boleh memilih presiden dan / atau wakil presiden pengganti apabila sisa masa jabatn tersebut tinggal 12 bulan atau kurang, maka sebaiknya pemilihan presiden dan / atau wakil presiden
Sejarah SMA/SMK K - 9
127
pengganti itu hanya bersifat sementara dan semata – mata karena pertimbangan teknis. d. Kekuasaan Kehakiman Kekuasaan kehakiman menurut naskah asli UUD 1945 dilakukan oleh Mahkamah Agung dan lain – lain badan kehakiman. Setelah amandemen, kekuasaan kehakiman ini dilakukan, selain yang disebutkan diatas, juga dilakukan oleh mahkamah konstitusi. Mengenai tugas dan wewenang mahkamah konstitusi sudah sering disinggung di atas. Dengan amandemen UUD 1945, posisi hakim agung menjadi kuat karena mekanisme pengangkatan hakim agung diatur sedemikian rupa dengan melibatkan tiga lembaga, yaitu : (1) Dewan Perwakilan Rakyat, (2) presiden, dan (3) komisi yudisial. Komisi yudisial ini merupakan lembaga baru yang memang sengaja dibentuk untuk menangani urusan yang terkait dengan pengangkatan hakim agung serta menegakkan kehormatan, keluhuran martabat dan perilaku hakim. Anggota komisi yudisial ini di angkat dan diberhentikan oleh presiden dengan persetujuan DPR. Berdasarkan uraian diatas, secara umum dapat disimpulkan bahwa UUD 1945 dan perubahan – perubahannya itu telah mengatur mekanisme penyelenggaraan
ketatanegaraan,
yang
terkait
dengan
hubungan
antar
kekuasaan lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif secara berimbang. Atau dengan kata lain, terdapat hubungan check and balance antarketiga lembaga tersebut. Semangat untuk selalu melibatkan kedaulatan rakyat melalui lembaga perwakilan rakyat nampak dominan. Setiap pengangkatan pejabat negara seperti hakim agung, hakim mahkamah konstitusi, panglima Tentara Nasional Indonesia, kepala Polisi Republik Indonesia (KAPOLRI), anggota komisi yudisial, anggota Badan Pemeriksaan Keuangan, dan gubernur bank selalu melibatkan peran Dewan Perwakilan Rakyat. Kondisi demikian sejalan dengan prinsip – prinsip negara demokrasi. Jadi, dilihat dari segi konstitusi, Indonesia adalah negara demokratis.
D. AKTIVITAS PEMBELAJARAN Untuk memahami materi Sejarah Ketatanegaraan Indonesia, anda perlu membaca secara cermat modul ini, gunakan referensi lain sebagai materi Sejarah SMA/SMK K-9
128
pelengkap untuk menambah pengetahuan anda. Dengarkan dengan cermat apa yang disampaikan oleh pemateri, dan tulis apa yang dirasa penting. Silahkan berbagi pengalaman anda dengan cara menganalisis, menyimpulkan dalam suasana yang aktif, inovatif dan kreatif, menyenangkan dan bermakna. Langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam mempelajari materi ini mencakup : 1.
Aktivitas individu, meliputi : a. Memahami dan mencermati materi diklat b. Mengerjakan latihan/lembar kerja/tugas, menyelesaikan masalah/kasus pada setiap kegiatan belajar; dan menyimpulkan c. Melakukan refleksi
2.
Aktivitas kelompok, meliputi : a. mendiskusikan materi pelatihan b. bertukar pengalaman dalam melakukan pelatihan c. penyelesaian masalah /kasus
E. EVALUASI KEGIATAN Lembar Kerja 1. a. Bacalah wacana berikut ini dengan baik! UUD 1945 dan Amandemen ………………………………………………………………………………… ………………………… Meskipun demikian UUD 1945
yang didalam batang
tubuhnya hanya terdiri 37 pasal bersifat sangat singkat dan supel, apalagi jika dibandingkan dengan Undang-Undang Dasar negara-negara lainnya. Menurut penjelasan UUD 1945 ditegaskan, UUD 1945 hanya memuat garis-garis besar saja atau pokok-pokonya saja namun bersifat supel, untuk memberikan tempat kepada pemikiran-pemikiran yang sesuai dengan dinamika revolusi saat itu. Namun demikian, meskipun dari namanya tidak menggunakan nama resmi “ Undang-Undang Dasar Sementara”, tetapi sebenarnya UUD 1945 sejak semula oleh Pembentuknya, dimaksudkan bersifat sementara (Joeniarto,1996:40). UUD 1945 secara historis dinilai sebagai naskah UUD yang memang dimaksudkan bersifat sementara. Bahkan Bung Karno suatu hari menyatakan bahwa UUD
Sejarah SMA/SMK K - 9
129
1945 adalah “revolutie grondwet dan “UUD kilat”, yang nantinya apabila keadaan sudah normal, dengan sendirinya akan diganti dengan UUD yang lebih sempurna (Muhammad Yamin dalam Asshiddiqie, 2005:6).
b. Jawablah pertanyaan dengan singkat dan jelas! Berdasarkan alasan historis, apakah amandemen UUD 1945 diijinkan?
LK.2. Jawablah pertanyaan berikut ini! 1. Mengapa masa pemerintahan Sukarno, penerapan UUD 1945 belum maksimal? 2. Apa latar belakang UUD 1945 diganti UUD RIS? 3. Apa latar belakang, Dewan Konstituante gagal membentuk UUD baru? 4. Apa makna, pemerintahan Orde Baru memanfaatkan
UUD 1945 untuk
berkuasa? 5. Apa latar belakang amandemen UUD 1945?
LK.3. Berikan perbandingan Penerapan Kewenangan Lembaga-lembaga Negara dibawah ini, antara UUD 1945 dengan UUD 1945 hasil amandemen?
No
Lembaga Negara
1
Presiden
2
MPR
Sejarah SMA/SMK K-9
UUD 1945
UUD 1945 Amandemen
130
3
DPR
5
BPK
6
MA
F. RANGKUMAN Materi tentang Sejarah Ketatanegaraan di Indonesia, merupakan sebuah kronologi perjalan sejarah bangsa Indonesia, khususnya menyangkut sistem ketatanegaraan. Hal ini terjadi pada masa tahun awal kemerdekaan yaitu dengan disahkannya UUD 1945 sebagai konstitusi negara.Selanjutnya, terjadi fenomena perubahan konstitusi dengan berbagai latar belakang dan alasannya. Secara kronologis, perjalanan sistem ketatanegaraan di Indonesia yang berkaitan dengan konstitusi negara adalah masa berlakunya UUD 1945, berlakunya Konstitusi RIS, UUDS 1950, berlakunya UUD 1945 melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959, serta proses amandeman UUD 1945 pascareformasi. Sekarang ini, UUD 1945 telah mengalami perubahan yang substansif sebagai konsekwensi dari semangat reformasi. Perubahan pertama di mulai tahun 1999, dan terjadi beberapa kali perubahan, berturut-turut sampai dengan perubahan keempat pada tahun 2002. Perubahan-perubahan konstitusi tersebut sebagai fenomena dan fakta sejarah yang menarik untuk dibahas, agar rakyat atau masyarakat Indonesia memahami sejarah bangsanya yang berhubungan dengan sejarah konstitusinya. Proses perubahan konstitusi di Indonesia sejak pascakemerdekaan sampai perubahan terkini , memberikan berbagai pemahaman dan pengetahuan yang berhubungan dengan jenis, sistem dan bentuk konstistusi. Hal ini akan mendewasakan bangsa Indonesia dalam mengarungi kehidupan berbangsa dan bernegara untuk ke depan.
Sejarah SMA/SMK K - 9
131
G. UMPAN BALIK DAN TINDAK LANJUT Setelah kegiatan pembelajaran, Bapak/ Ibu dapat melakukan umpan balik dengan menjawab pertanyaan berikut ini: 1. Apa yang Bapak/Ibu pahami setelah mempelajari materi Perkembangan Sejarah Ketatanegaraan Indonesia? 2. Pengalaman penting apa yang Bapak/Ibu peroleh setelah mempelajari materi di atas? 3. Apa manfaat materi tersebut terhadap tugas Bapak/Ibu disekolah?
DAFTAR PUSTAKA Asshiddiqie,Jimly.
2005.
Format Kelembagaan Negara
Dan Pergeseran
Kekuasaan Dalam UUD 1945. Yogyakarta: UII Press Budiardjo,Miriam.1996. Demokrasi di Indonesia Demokrasi Parlementer dan Demokrasi Pancasila. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Crouch,Harold. 1999. Militer dan Politik di Indonesia. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan Dydo,Todiruan 1989. Pergolakan Politik Tentara Sebelum dan Sesudah G 30 S/PKI. Jakarta:PT Golden Terayon Press. Feith,Herbert. 1995. Soekarno-Militer dalam Demokrasi Terpimpin. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan Joeniarto.1996. Sejarah Ketatanegaraan Rebublik Indonesai. Jakarta: Bumi Aksara Kartodirjo,
Sartono.1993.
Pengantar
Sejarah
indonesia
Baru:
Sejarah
Pergerakan Nasional, Dari Kolonialisme Sampai Nasionalisme Jilid 2. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama Mahfud MD, Mohammad .2000. Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta. Mahfud MD, Mohammad .1998. Politik Hukum di Indonesia. Jakarta: LP3ES.
Sejarah SMA/SMK K-9
132
Muhaimin, Yahya A. 2002. Perkembangan Militer dalam Politik di Indonesia 1945-1966. Yogyakarta:Gadjah Mada Press Mahkamah Konstitusi .2007. Pendidikan Kesadaran Berkonstitusi.Jakarta: Sekretaris Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Nasution, Adnan Buyung. 2001. Aspirasi Pemerintahan Konstitusional di Indonesai Studi Sosio-Legal atas Konstituante 1956-1959. Jakarta: Gratifi Notosusanto, Nugroho. 1977. Sejarah Nasional Indonesia VI. Jakarta: Balai Pustaka Ricklefs,M.C 1991. Sejarah Indonesia Modern. Yogyakarta: Gadjah Mada Press Suharizal dan Arifin,Firdaus. 2007. Refleksi Reformasi Konstitusi 19982002(Beberapa Gagasan Menuju Amandemen Kelima UUD 1945). Bandung: PT Citra Aditya Bakti Santoso,Priyo Budi. 1995. Birokrasi Pemerintah Orde Baru, Perspektif Kultural dan Struktural. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada Syahuri,
Taufiqurrohman.2004.Hukum
Konstitusi
Proses
dan
Prosedur
Perubahan UUD di Indonesia 1945-2002. Jakarta: Ghalia Indonesia Suryohadiprojo, Sayidiman.1996. Kepemimpinan ABRI dalam Sejarah dan Perjuangannya. Jakarta: Penerbit Intermasa.
Sejarah SMA/SMK K - 9
133
KEGIATAN PEMBELAJARAN 6
PERKEMBANGAN SEJARAH LOKAL DAN PENERAPANNYA DALAM PEMBELAJARAN
A. TUJUAN PEMBELAJARAN Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta diklat dapat menunjukkan perkembangan sejarah lokal serta implementasinya dalam pembelajaran di SMA untuk mata pelajaran sejarah, dengan baik.
B. INDIKATOR PENCAPAIAN KOMPETENSI 1. Menjelaskan makna dan hakekat sejarah lokal 2. Menganalisis pengintegrasian sejarah lokal dalam pembelajaran sejarah di Indonesia 3. Menganalisis penerapan sejarah lokal dalam pembelajaran sejarah di Indonesia
C. URAIAN MATERI 1. Pengertian dan Ruang Lingkup Sejarah Lokal Sejarah dapat didefinisikan sebagai suatu konstruk yang menggambarkan pengalaman kolektif suatu kelompok dalam suatu sintesis. Konstruk itu merupakan suatu kebulatan atau suatu sistem. Oleh karena itu, pemilihan suatu topik atau tema berkisar sekitar peristiwa atau gejala sejarah yang dilukiskan sebagai suatu unit. Setiap unit senantiasa memiliki ruang lingkup temporal dan spasial ( Sartono Kartodirdjo, 1993:72). Salah satu unit sejarah yang ada ialah sejarah lokal. Untuk lebih mengetahui sosok dari unit sejarah ini, langkah awal adalah dengan memahami pengertian, ruang lingkup, dan arti penting kajiannya. Berbicara arti penting dari sejarah lokal pastilah kaitannya dengan suatu hubungan atau peran serta dari sejarah Lokal terhadap keberlangsungan Sejarah nasional. Antara sejarah lokal dan Nasional sangatlah berhubungan. Dengan melakukan
penelitian
tentang
sejarah
lokal,
kita
tidak
hanya
memperkaya pembendaharaan sejarah Nasional, tapi lebih penting lagi Sejarah SMA/SMK K-9
134
memperdalam pengetahuan kita tentang dinamika sosiokultural dari masyarakat Indonesia yang majemuk ini secara lebih intim. Dengan begini kita makin menyadari pula bhwa ada berbagai corak penghadapan manusia dengan lingkungannya
dan
dengan
sejarahnya.
Selanjutnya
pengenalan
yang
memperdalam pula kesadaran sejarah Kita. Yaitu kita diberi kemungkinan untuk mendapatkan makna dari berbagai peristiwa sejarah yang dilalui. Mendiskusikan mengenai pengertian dan ruang lingkup sejarah lokal, Widja (1991:1-14) memberikan beberapa uraian. Merujuk pada pendapat Onghokham (1981) yang menyatakan bahwa sejarah lokal sudah lama berkembang di Indonesia. Hal ini dimaksudkan bila sejarah lokal diartikan sebagai sejarah daerah tertentu. Bahkan sejarah yang kita miliki sekarang bermula dari sejarah lokal. Berbagai sejarah daerah dapat dihubungkan dengan nama-nama tradisional seperti babad, tambo, riwayat, hikayat, dan sebagainya, yang dengan cara-cara yang khas (magis-mistis) menguraikan asal-usul suatu daerah tertentu. Abdurrachman Surjomihardjo (1983:116) berpendapat bahwa suatu karya sejarah sebagai sejarah lokal apabila di dalamnya diuraikan peristiwa-peristiwa dalam suatu desa atau beberapa desa, kota kecamatan, kota kawedanan atau kota lain (tidak termasuk di dalamnya kota pelabuhan besar atau ibukota negara). Termasuk di dalamnya adat istiadat lokal, kebiasaan kebudayaan (cara mengolah tanah, jenis kualitas tanaman, bentuk alat-alat produksi, masa pengolahan sawah dan hutan) dan kebiasaan sosial ekonomi, aturan keagamaan dan kepercayaan di dalam batas-batas wilayah hukum dan administrasi yang sama. Taufik Abdullah (1990:13-15) menguraikan tentang pengertian sejarah lokal dengan terlebih dulu menyatakan ketidaksetujuannya terhadap istilah sejarah daerah. Sebuah istilah yang di Indonesia mendapat tempat yang sejajar dengan istilah sejarah lokal. Terkadang juga kedua istilah tersebut dipakai secara bergantian tanpa penjelasan yang tegas. Sebagai bukti bahwa istilah sejarah daerah mendapat tempat adalah digunakannnya istilah ini oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dalam Proyek Penulisan Sejarah Daerah Tahun Anggaran 1977/1978. Berkait dengan hal tersebut, sejarawan Taufik Abdullah mengajukan keberatannya. Menurutnya kata “sejarah daerah” harus ditinjau lebih sungguh-sungguh. Daerah dalam pengertian adiministratif merupakan kesatuan
Sejarah SMA/SMK K - 9
135
teritorial yang ditentukan jenjang hirarkinya. Daerah yang berada di bawah merupakan bagian dari daerah di atasnya. Sebagai contoh, kabupaten merupakan daerah di bawah yang menjadi bagian dari daerah di atasnya yang disebut dengan propinsi. Sedangkan kata “daerah” dalam pengertian politik biasanya dipertentangkan dengan kata “pusat” yang dianggap nasional. Keberatan terhadap penggunaan istilah sejarah daerah adalah karena daerah sebagai unit administatif kerap berbeda dengan daerah dalam pengertian etniskultural. Sebagai contoh, “Sejarah Minangkabau” tidak identik dengan “Sejarah Sumatera Barat”. Yang disebut pertama adalah konsep etnis-kultural, sedangkan yang kedua menunjuk pada pengertian administratif. Istilah lain, yaitu sejarah regional, juga tidak disetujuinya. Pengertian “regional”
yang kini lebih populer adalah melampaui batas politik nasional,
misalnya konsep ASEAN. Atau dapat pula berarti suatu wilayah yang dibatasi untuk kebutuhan tertentu, misalnya “wilayah pembangunan” yang dikembangkan oleh BAPPENAS. Oleh karena itu, peggunaan istilah “sejarah tradisional” kurang tepat. Menurut Taufik Abdullah (1990:13-15) yang paling tepat adalah istilah “sejarah lokal”. Kata “lokal” tidak mengandung pengertian yang berbelit-belit, yaitu hanyalah “tempat” atau “ruang”. Jadi, sejarah lokal adalah sejarah dari suatu tempat, suatu locality, yang batasannya ditentukan oleh kesepakatan yang diajukan penulis sejarah. Batasan geografisnya dapat berupa tempat tinggal suatu suku bangsa yang meliputi dua atau tiga daerah administratif tingkat dua atau tingkat satu, dapat pula suatu kota, bahkan suatu desa. Secara sederhana, sejarah lokal dapat dirumuskan sebagai kisah masa lampau dari suatu kelompok atau masyarakat yang berada pada daerah geografis yang terbatas. Adapun ruang lingkup sejarah lokal ialah keseluruhan lingkungan sekitar yang bisa berupa kesatuan wilayah seperti desa, kecamatan, kabupaten, kota, atau kesatuan wilayah lain seukuran itu beserta unsur-unsur institusi sosial dan budaya yang berada lingkungan tersebut, seperti: keluarga, pola pemukiman, mobilitas penduduk, kegotong-royongan, pasar, teknologi pertanian, lembaga pemerintahan setempat, monumen, perkumpulan kesenian, dan lain-lain (Widja, 1991:14-15).
Sejarah SMA/SMK K-9
136
2. Pentingnya Kajian Sejarah Lokal Khusus untuk sejarah lokal, Lapian mengemukakan tiga arti penting kajian sejarah ini (Lapian dalam Widja 1991:17-19). Pertama, dikemukakan bahwa penulisan sejarah yang bersifat nasional seperti sekarang ini, seringkali kurang bermakna bagi orang-orang tertentu, terutama yang menyangkut sejarah wilayahnya sendiri. Banyak bagian dari sejarah bangsa Indonesia, yang bukan saja tidak pernah dibayangkan, tapi juga kurang dihayati dengan baik karena kurangnya pengetahuan mengenai latar belakang dari berbagai peristiwa yang memang penggambarannya sangat umum.
Atau bisa juga karena peristiwa-
peristiwa tersebut sama sekali tidak pernah diketahui. Sebagai contoh adalah ketidaktahuan orang-orang, bahkan yang berasal dari daerah itu sendiri, tentang peranan dan perkembangan kerajaan-kerajaan seperti, Aceh, Deli, Banten, Banjar, Bima, Bone, dan lain-lain. Dalam konteks ini, arti penting kajian sejarah lokal adalah untuk mengenal peristiwa-peristiwa sejarah di berbagai wilayah di seluruh Indonesia dengan lebih baik dan lebih bermakna. Kedua, dikemukakan bahwa arti penting dari kajian sejarah lokal adalah untuk melakukan koreksi terhadap generalisasi-generalisasi dalam penulisan sejarah nasional. Sebagai contoh, yaitu generalisasi periodesasi sejarah Indonesia yang salah-satunya adalah yang disebut dengan zaman Hindu. Daerah-daerah tertentu tidak mengenal zaman ini, misalnya seperti; Sangir, Talaud, Sewu, dan Rote. Sebaliknya, ada pula daerah-daerah yang hingga kini masih memeluk Hinduisme, seperti Bali dan sebagian Lombok. Contoh lain, yaitu generalisasi tentang dualisme perkembangan teknologi di Indonesia yang membedakan antara teknologi tradisional yang padat karya dengan teknologi modern yang padat modal yang dianggap tidak bisa diterapkan di seluruh Indonesia, utamanya di luar Jawa. Disebut juga generalisasi tentang involusi pertanian yang akan menimbulkan persoalan kalau diterapkan di seluruh Indonesia. Dalam konteks ini, pengembangan penulisan sejarah lokal dapat memberikan
bahan-bahan
untuk
meninjau
ulang
teori-teori
yang
menggeneralisasikan masalah-masalah untuk seluruh wilayah Indonesia. Ketiga, dikemukakan bahwa arti penting dari kajian sejarah lokal adalah untuk memperluas pandangan tentang dunia Indonesia agar tumbuh saling pengertian di antara kelompok-kelompok etnis yang ada di Indonesia dengan cara meningkatkan pengetahuan kesejarahan dari masing-masing kelompok
Sejarah SMA/SMK K - 9
137
terhadap kelompok lainnya. Arti penting ini dapat mengikis ketidaktahuan yang seharusnya tidak terjadi. Misalnya, banyak yang tidak tahu bahwa tatkala di Jawa, Belanda sibuk menghadapi Jepang, di Tarakan dan Minahasa penduduk telah disuruh menyanyi lagu kebangsaan Nippon, sementara di Gorontalo dan Aceh merah putih telah berkibar. Ketika pada tanggal 17 Agustus 1945 di Jakarta kemerdekaan Indonesia diproklamasikan, tentara sekutu menduduki Jayapura, Biak, Morotai, dan Kalimantan Timur. Pandangan
menarik
tentang
pentingnya
penulisan
sejarah
lokal
disampaikan oleh Taufik Abdullah. Ia menyatakan bahwa penulisan sejarah lokal merupakan salah-satu cara untuk mendapatkan pengetahuan dan kearifan yang telah hilang. Meskipun sejarah nasional dan sejarah lokal memiliki kategori unit sejarah sendiri-sendiri, tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa ada keterkaitan antara peristiwa dalam konteks nasional dengan konteks lokal. Keterkaitan ini bukan berarti bahwa sejarah nasional adalah semata-mata gabungan dari sejarahsejarah di tingkat lokal, namun harus dilakukan penelitian sejarah lokal di daerahdaerah tersebut sehingga kita benar-benar tahu peran serta refleksinya dalam perspektif nasional. Kesimpulannya, sejarah nasional tekanan utamanya diberikan pada gambaran yang lebih luas serta menyeluruh dari suatu lingkungan bangsa dengan tidak terlalu memperhatikan detail-detail peristiwa lokal. Sedangkan dalam sejarah lokal, yang menjadi perhatian utamanya justru peristiwa-peristiwa di lingkungan sekitar suatu lokalitas sebagai suatu kebulatan, dan menempatkan sejarah nasional sebagai latar belakang dari peristiwa-peristiwa khusus lokalitas tersebut (Widja, 1991 : 40).
3. Sejarah Lokal dalam Pembelajaran Sejarah a. Hakekat Pengajaran Sejarah Pengajaran terdiri dari proses belajar dan mengajar. Belajar mengajar sebagai suatu sistem instruksional mengacu kepada pengertian sebagai seperangkat komponen yang saling bergantung satu dengan lainnya dalam mencapai tujuan. Sebagai suatu sistem, belajar mengajar meliputi suatu komponen seperti: tujuan, bahan, siswa, guru, metode, situasi dan evaluasi. Tujuan tersebut dapat tercapai jika semua komponen diorganisasikan sehingga
Sejarah SMA/SMK K-9
138
terjadi kerja sama antar-komponen (Syaiful B. Djamarah & Aswan Zain, 1996:10).
Menurut
Mursell
(1975:28),
pengajaran
adalah
suatu
usaha
mengordinasikan proses belajar. Secara sederhana, pengajaran sejarah diartikan sebagai suatu sistem belajar mengajar sejarah. Pengajaran sejarah berkaitan dengan teori-teori kesejarahan. Berbeda dengan ilmu sejarah, pembelajaran sejarah atau mata pelajaran sejarah dalam kurikulum sekolah memang tidak secara khusus bertujuan untuk memajukan ilmu atau untuk menelorkan calon ahli sejarah, karena penekanannya dalam pengajaran sejarah tetap terkait dengan tujuan pendidikan pada umumnya yaitu ikut membangun kepribadian dan sikap mental siswa. Sutrisno Kuntoyo (1985 :46) menyatakan bahwa kesadaran sejarah paling efektif diajarkan melalui pendidikan formal. Hamid Hasan berpendapat, terdapat beberapa pemaknaan terhadap pendidikan sejarah. Pertama, secara tradisional pendidikan sejarah dimaknai sebagai upaya untuk mentransfer kemegahan bangsa di masa lampau kepada generasi muda. Dengan posisi yang demikian maka pendidikan sejarah adalah wahana bagi pewarisan nilai-nilai keunggulan bangsa. Melalui posisi ini pendidikan sejarah ditujukan untuk membangun kebanggaan bangsa dan pelestarian keunggulan tersebut. Kedua, pendidikan sejarah berkenaan dengan upaya memperkenalkan peserta didik terhadap disiplin ilmu sejarah. Oleh karena itu kualitas seperti berpikir kronologis, pemahaman sejarah, kemampuan analisis dan penafsiran sejarah, kemampuan penelitian sejarah, kemampuan analisis isu dan pengambilan keputusan (historical issues-analysis and decision making) menjadi tujuan penting dalam pendidikan sejarah (Hasan Hamid, 2007: 7). I Gde Widja (1989: 23) menyatakan bahwa pembelajaran sejarah adalah perpaduan antara aktivitas belajar dan mengajar yang di dalamnya mempelajari tentang peristiwa masa lampau yang erat kaitannya dengan masa kini. Pendapat I Gde Widya tersebut dapat disimpulkan jika mata pelajaran sejarah merupakan bidang studi yang terkait dengan fakta-fakta dalam ilmu sejarah namun tetap memperhatikan tujuan pendidikan pada umumnya. Dalam
Seminar
Sejarah Nasional di Yogyakarta tahun 1957,
Padmopuspito berpendapat bahwa pertama, penyusunan pelajaran sejarah harus bersifat ilmiah. Kedua, siswa perlu bimbangan dalam berfikir tetapi tafsiran dan penilaian tidak boleh dipaksakan, karena dapat mematikan daya pikir siswa
Sejarah SMA/SMK K - 9
139
(Sidi Gasalba, 1966:169). Dalam bidang pengajaran sejarah, terdapat tiga faktor yang harus dipahami tentang materi sejarah. Pertama, hakekat fakta sejarah. Kedua, hakekat penjelasan dalam sejarah. Ketiga,masalah obyektivitas sejarah (Burston dalam Haryono, 1995:12). Peran pendidikan sejarah dalam pembentukan sikap nasionalisme guna mengantisipasi tantangan global dan berbagai gejolak disintegrasi yang melanda Indonesia akhir-akhir ini sangat dibutuhkan, hal ini mengingat pengalaman sejarah membuktikan sikap nasionalisme mampu membangkitkan dinamika sosial di masa lalu. Sikap nasionalisme yang dimiliki rakyat Indonesia telah mampu menghantarkan
bangsa menuju kemerdekaan di tengah
keterbelakangan pengetahuan rakyat Indonesia dan kuatnya persenjataan penjajah, dalam kontek saat itu. Namun saat ini peran pendidikan sejarah patut dipertanyakan, sikap nasionalisme yang dimiliki bangsa menunjukkan kerapuhan. Konflik antar suku dan agama karena perbedaan nilai, dan upaya beberapa daerah yang ingin memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan bukti bahwa kesatuan nasional masih rapuh (Ibnu Hizam:2007:288). Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi yang tercantum dalam lampiran Peraturan Menteri, untuk satuan pendidikan dasar dan menengah dijelaskan terkait materi dan tujuan dari pembelajaran sejarah maka mata pelajaran Sejarah memiliki arti strategis dalam pembentukan watak dan peradaban bangsa yang bermartabat serta dalam pembentukan manusia Indonesia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air. Secara umum materi sejarah: (1) mengandung nilai-nilai kepahlawanan, keteladanan, kepeloporan, patriotisme, nasionalisme, dan semangat pantang menyerah yang mendasari proses pembentukan watak dan kepribadian peserta didik; (2) memuat khasanah mengenai peradaban bangsa-bangsa, termasuk peradaban bangsa Indonesia. Materi tersebut merupakan bahan pendidikan yang mendasar bagi proses pembentukan dan penciptaan peradaban bangsa Indonesia di masa depan; (3)
menanamkan
kesadaran
persatuan
dan
persaudaraan
serta
solidaritas untuk menjadi perekat bangsa dalam menghadapi ancaman disintegrasi bangsa;
Sejarah SMA/SMK K-9
140
(4)
sarat dengan ajaran moral dan kearifan yang berguna dalam mengatasi krisis multidimensi yang dihadapi dalam kehidupan seharihari;
(5) berguna untuk menanamkan dan mengembangkan sikap bertanggung jawab dalam memelihara keseimbangan dan kelestarian lingkungan hidup Atas dasar hal tersebut, maka sejarah diberikan kepada seluruh siswa di sekolah dari tingkat dasar (SD dan sederajat) sampai tingkat menengah (SMA dan sederajat) dalam bentuk mata pelajaran. Kedudukannya yang penting dan strategis dalam pembangunan watak bangsa merupakan fungsi yang tidak bisa digantikan oleh mata pelajaran lainnya. Meskipun demikian, terkait dengan materi sejarah dri tingkat dasar sampai menengah, Taufik Abdullah berpendapat agar siswa tidak bosan menerima materi sejarah, maka jika secara faktual yang disampaikan sama namun dalam setiap jenjang pendidikan, peristiwa tersebut akan tampil pada tingkat
pengetahuan,
pemahaman,
serta pemberian
keterangan sejarah yang semakin tinggi dan kompleks. Dengan demikian, setiap tingkatan atau tahap diharapkan bisa memberikan kesegaran dan kematangan intelektual (Taufik Abdullah, 1996: 10). Dari pandangan di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran sejarah tidak mengkhususkan mempelajari fakta-fakta dalam sejarah sebagai ilmu namun perpaduan antara sejarah dan tujuan pendidikan pada umumnya. Meski demikian, pembelajaran sejarah berusaha menampilkan fakta sejarah secara obyektif meskipun tetap dalam kerangka fakta sejarah yang sesuai dengan tujuan pendidikan itu sendiri. b. Permasalahan Ilmu Sejarah dalam Pengajaran Sejarah Sejarah sebagai mata pelajaran yang mempunyai misi atau tujuan pendidikan tertentu dan sejarah sebagai ilmu, harus dipadukan dalam konsep yang jelas tanpa mengorbankan prinsip-prinsip salah satunya atau keduanya. Hal tersebut penting, agar kekhawatiran tentang subyektifitas sejarah dalam pembelajaran
sejarah
tidak
mengorbankan
ilmu
sejarah.
Sebagaimana
pandangan Taufik Abdullah (1996: 8) bahwa sejarah sebagai alat pemupuk ideologi, betapapun luhurnya mempunyai resiko yang bisa meniadakan validitas dari apa yang akan disampaikan. Pemisahan kurikulum antara sejarah “kognitif”
Sejarah SMA/SMK K - 9
141
(pengetahuan) dengan yang “afektif “(perasaan) yang pernah dilakukan, bukan saja artifisial, tetapi juga memperlihatkan kemandulan dalam pemikiran kesejarahan.
Seakan-akan,
sejarah
yang
diketahui
tidak
bertolak
dari
keingintahuan yang subyektif, demi didapatkan kearifan yang afektif. Mengutip pernyataan dari Elton, sering muncul kecurigaan di kalangan sejarawan bahkan para pendidik, terhadap alasan mengkaitkan sejarah dengan proses pendidikan. Proses pendidikan sejarah dianggap hanya menjadi sumber kecenderungan etnosentris bahkan mengarah ke “xenophobia”. Sementara itu, Namier berpendapat bahwa peran sejarah sebagai “moral precepts” atau ajaran moral dianggap dapat menjelma menjadi indoktrinasi sebagai legitimasi doktrin atau ideologi tertentu (Elton dalam I Gde Widja, 1997:174). Selain itu, Mahasin berpandangan bahwa kritik umum kepada pendukung nilai edukatif sejarah dalam penanaman nilai-nilai sejarah melalui proses pendidikan yang lebih menonjol adalah pencapaian tujuan-tujuan edukatif yang bersifat ekstrinsik atau instrumental. Padahal dalam teori belajar yang lebih utama adalah nilai instrinsik. Penekanan sifat ekstrinsik atau instrumental dalam pendidikan sejarah akan lebih mengarah pada pemahaman nilai sejarah sebagai landasan bagi pembentukan semacam alat cetak membentuk manusia yang sudah ditentukan sebelumnya (predefined person) baik dalam rangka “ cultural transmission” maupun dalam penyiapan “ moral precepts” bagi generasi baru. Dalam kerangka berpikir seperti ini, muncul kecenderungan atau dorongan pemujaan berlebihan terhadap masa lampau yang pada gilirannya memberi peluang bagi kekaburan realitas sejarah demi kepentingan masa kini atau kecenderungan presentisme. Pengaburan seperti ini bisa mendorong generasi baru hanya terpesona atau mengagumi masa lampau tanpa pernah berpikir secara kreatif merencanakan bangunan masa depannya ( Mahasin dalam I Gde Widja, 1997:176). Menurut Taufik Abdullah (1996: 11) jika disimpulkan, sejarah sebagai wacana intelektual akan tampil secara bertahap dengan berbagai wajah. Pertama,
sebagai
sejarah
yang
bernada
moralistik,
yang
merupakan
pertanggungjawaban rasional akan keharusan hidup bermasyarakat. Kedua, sejarah sebagai alat pengetahuan praktis, yaitu sebagai kaca pembanding untuk mengetahui struktur hari dan dunia kini dan ketiga, sejarah sebagai pembimbing kearah pemahaman, yaitu sebagai alat dan penolong untuk memungkinkan
Sejarah SMA/SMK K-9
142
terjadinya dialog yang kreatif dengan pergolakan jaman yang melintas dalam pengalaman hidupnya atau alat untuk memahami dunia intellegently. Sebagai jalan tengah memahami permasalahan di atas, perlu ditekankam strategi dasar berupa penanaman nilai yang dinamis progresif. Dalam perspektif ini, apabila dalam proses belajar-mengajar sejarah tidak bisa dihindarkan mengajak siswa untuk mengambil nilai-nilai dari masa lampau, bukanlah dimaksudkan agar siswa terpaku dan terpesona pada kegemilangan masa lampau. Nilai-nilai masa lampau diperlukan untuk menjadi kekuatan motivasi menghadapi tantangan masa depan (I Gde Widja, 1997: 183). Sejarah sebagai ilmu mengandung syarat-syarat ilmiah yang harus dipenuhi sebagai disiplin ilmu tertentu. Persepsi tentang sejarah harus jelas bagi guru yang mengajarkan sejarah sebagai mata pelajaran. Tujuan sejarah berbeda dengan tujuan pengajaran sejarah. Tujuan sejarah dapat bersifat filosofis, tetapi pengajaran sejarah mempunyai tujuan tertentu dalam rangka pendidikan atau bersifat didaktis. Harus disadari bahwa mata pelajaran-mata pelajaran tidak harus bersifat ilmu murni, apalagi untuk pendidikan tingkat dasar dan menengah. Mata pelajaran sebagai alat mengabdi kepada tujuan pendidikan yang multiaspek. Meskipun demikian, sejarah sebagai mata pelajaran tidak mengabaikan prinsip-prinsip keilmuan, konsep dasar dan prinsip keilmuan (Siswanto dan Sukamto, 1991: 22-23). c. Tujuan Pembelajaran Sejarah Sebagaimana telah disinggung sebelumnya, bahwa pembelajaran sejarah merupakan perpaduan antara pembelajaran itu sendiri dan ilmu sejarah, yang mana keduanya tetap memperhatikan tujuan pendidikan secara umum. Pemerintah sebagai pemegang otoritas pendidikan berpendapat tentang tujuan dari mata pelajaran sejarah melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional. Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2006 tentang standar isi tang tercantum dalam lampiran Peraturan Menteri ini, bahwa
mata pelajaran Sejarah bertujuan agar peserta didik memiliki
kemampuan sebagai berikut: (1) Membangun kesadaran peserta didik tentang pentingnya waktu dan tempat yang merupakan sebuah proses dari masa lampau, masa kini, dan masa depan
Sejarah SMA/SMK K - 9
143
(2) Melatih daya kritis peserta didik untuk memahami fakta sejarah secara benar dengan didasarkan pada pendekatan ilmiah dan metodologi keilmuan (3) Menumbuhkan apresiasi dan penghargaan peserta didik terhadap peninggalan sejarah sebagai bukti peradaban bangsa Indonesia di masa lampau (4) Menumbuhkan pemahaman peserta didik terhadap proses terbentuknya bangsa Indonesia melalui sejarah yang panjang dan masih berproses hingga masa kini dan masa yang akan datang (5) Menumbuhkan kesadaran dalam diri peserta didik sebagai bagian dari bangsa Indonesia yang memiliki rasa bangga dan cinta tanah air yang dapat diimplementasikan dalam berbagai bidang kehidupan baik nasional maupun internasional. Pengajaran sejarah penting dalam pembentukan jiwa rasa kebangsaan.
patriotisme dan
Suatu pengetahuan sejarah yang ditunjang pengalaman
praktis warga negara yang baik di sekolah membantu memperkuat loyalitas dan membantu anak-anak menemukan dirinya dengan latar belakang sejarah luas (Jarolimek, 1971: 221). Dalam konteks pembentukan identitas nasional, pengetahuan sejarah mempunyai fungsi fundamental ( Sartono Kartodirdjo, 1993:247). Menurut
Hamid Hasan dalam Kongres Nasional Sejarah tahun 1996,
secara tradisional tujuan kurikulum pendidikan sejarah selalu diasosiasikan dengan tiga pandangan yaitu: (1) “perenialisme” yang memandang bahwa pendidikan sejarah haruslah mengembangkan tugas sebagai wahana “ transmission of culture”.
Pengajaran
sejarah
hendaklah
diajarkan
sebagai
pengetahuan yang dapat membawa siswa kepada penghargaan yang tinggi terhadap “ the glorius past”. Kurikulum sejarah diharapkan dapat mengembangkan kemampuan anak didik dan generasi penerus untuk mampu menghargai hasil karya agung bangsa di mada lampau, memupuk rasa bangga sebagai bangsa, rasa cinta tanah air, persatuan dan kesatuan nasional. (2) esensialisme, menurut pandangan ini, kurikulum sejarah haruslah mengembangkan pendidikan sejarah sebagai pendidikan disiplin ilmu dan bukan hanya terbatas pada pendidikan pengetahuan sejarah. Dalam pandangan aliran esensialisme, siswa yang belajar
Sejarah SMA/SMK K-9
144
sejarah harus diasah kemampuan intelektualnya sesuai dengan tradisi intelektual sejarah sebagai disiplin ilmu. Kemampuan intelektual keilmuan antara lain menghendaki kemampuan berfikir kritis dan analitis terutama dikaitkan dalam konteks berfikir yang didasarkan filsafat keilmuan. (3) rekonstruksi sosial, pandangan ini menganggap bahwa kurikulum pendidikan
sejarah
haruslah
diarahkan
pada
kajian
yang
mengangkut kehidupan masa kini dengan problema masa kini. Pengetahuan sejarah diharapkan dapat membantu siswa mengkaji masalah
untuk
memecahkan
permasalahan.
Kecenderungan-
kecenderungan yang terjadi dalam sejarah masa lampau sebagai pelajaran yang dapat dimanfaatkan bagi kehidupan siswa masa kini (Hamid Hasan , 1997:138-139). Namun klasifikasi seperti pandangan di atas tidak perlu dijadikan pegangan mutlak dan terpisah oleh para pengembang kurikulum sejarah. Sebagai wahana pendidikan, kurikulum sejarah harus diarahkan untuk mencapai berbagai tujuan seperti pengembangan rasa kebangsaan, kebanggan atas prestasi gemilang masa lalu bangsa, mampu menarik pelajaran dari peristiwa masa lampau untuk digunakan dalam melanjutkan prestasi gemilang bangsa bagi kehidupan masa sekarang dan yang akan datang ( Hamid Hasan , 1997:139). Hal yang wajar terjadi perbedaan sudut pandang dalam memahami kenyataan sosial termasuk dalam masalah sejarah. Hal ini juga dikemukakan oleh Taufik Abdullah (1996:5) bahwa sejarah sebagai ingatan kolektif memberikan keprihatinan sosial-kultural akan hasrat peneguhan integrasi. Dalam konteks ini, terkaburlah batas-batas antara “ kepastian sejarah” dengan “ kewajaran sejarah” , antara “ apa yang sesungguhnya telah terjadi‟ dan “ apa yang semestinya harus terjadi”. Ungkapan lain untuk menjelaskan hal tersebut adalah terbaurlah hasil rekonstruksi kritis terhadap sumber sejarah dengan keinginan akan masa lalu sebagai landasan kearifan masa kini. Namun usaha untuk menjadikan sejarah sebagai sumber inspirasi ataupun sebagai landasan nilai merupakan hal yang sah, baik secara akademis maupun secara etis (Taufik Abudullah,1996: 7). Pengajaran sejarah lebih bersifat “ confluent” artinya dapat untuk mengembangkan berbagai ranah sekaligus.
Sejarah SMA/SMK K - 9
145
Ranah kognisi, afeksi dan konasi secara bersama-sama membentuk “ sikap keseluruhan”. Aspek kognisi merupakan penggerak perubahan karena informasi yang diterima menentukan perasaan dan kemauan untuk bertindak. Kognisi yang salah akan menimbulkan afeksi dan konasi yang salah pula. Afeksi dan konasi yang benar hanya dapat dihasilkan oleh kognasi yang benar (Mar‟at, 1982 : 13). Ini berarti bahwa pengajaran sejarah yang salah akan menimbulkan sikap yang salah, palsu atau munafik. Bila salah, maka tindakan lahirnya juga menghasilkan tindakan yang salah ( Moedjanto, 1985: 6). Berfokus pada fungsi pengajaran sejarah untuk meningkatkan proses penyadaran diri, maka dua aspek didaktik sejarah perlu ditonjolkan yaitu (1) segi teknik penyampaian atau metodenya dan (2) segi substansialnya atau silabus. Kedua aspek terdapat pengaruh timbal balik, keduanya bertalian dengan usia serta tingkat pendidikan anak didik. Prinsip pemilihan substansi dalam didaktif sejarah adalah ( Sartono Kartodirdjo, 1993:254-257): (1) pendekatan secara lokosentris, mulai dengan mengenal lokasi sejarah di sekitarnya (2) pendekatan konsentris, mulai lingkungan dekat meluas ke lingkup nasional terus ke yang internasional (3) temasentris yaitu pilihan tema tertentu yang menarik sekitar pahlawan atau monumen, dan lain sebagainya (4) kronologi: urutan kejadian menurut waktu (5) tingkatan presentasi dari deskriptif-naratif ke deskriptif-analitis, mulai dari
cerita
tentang
“
bagaimana”
terjadinya,
sampai
pada
“mengapa”-nya (6) sejarah garis besar dan menyeluruh Inti pembelajaran sejarah adalah bagaimana menanamkan nilai-nilai kepahlawanan, kecintaan terhadap bangsa, jati diri dan budi pekerti kepada anak didik. Buku pelajaran sejarah hendaknya disusun dengan ketentuan-ketentuan ilmiah yang berlandaskan pada tujuan pendidikan nasional ( Hugiono & Poerwantana, 1987:90). Melalui proses belajar sejarah bukan semata-mata menghapal fakta, siswa dapat mengenal kehidupan bangsanya secara lebih baik dan mempersiapkan kehidupan pribadi dan bangsanya yang lebih siap untuk jangka selanjutnya ( Hamid Hasan, 1997:141). Sementara itu, Krug (1967:22) berpendapat bahwa pengajaran sejarah bangsa merupakan upaya terbaik untuk
Sejarah SMA/SMK K-9
146
memperkuat kesatuan nasional dan untuk menanamkan semangat cinta tanah air dan jiwa patriotik. Sedangkan Sartono Kartodirdjo (1993:258) menyatakan peranan strategis pengajaran sejarah dalam rangka pembangunan bangsa menuntut suatu penyelenggaran pengajaran sejarah sebagai pemahaman dan penyadaran, sehingga mampu membangkitkan semangat pengabdian yang tinggi, penuh rasa tanggung jawab serta kewajiban. Kepekaannya terhadap sejarah akan melahirkan aspirasi dan inspirasi untuk melaksanakan tugasnya sebagai warga negara. Tujuan mempelajari sejarah tidaklah sama dengan tujuan sejarah, menyangkut persoalan didaktis dan juga filsafat. Tujuan pelajaran sejarah merupakan bagian dari tujuan pendidikan. Sejarah sebagai bahan pelajaran harus disusun searah dengan dasar dan tujuan Pendidikan Nasional (Hugiono & Poerwantana,1987:88). Anak didik harus mampu menemukan nilai-nilai yang ada
pada
materi
sejarah
yang dipelajarinya dan mampu merekonstruksi
hubungan antar nilai-nilai yang terkandung dalam materi pelajaran sejarah tersebut, baik dalam konteks hubungan antar nilai-nilai yang terdapat dalam materi sejarah
yang
disampaikan
secara parsial
maupun
hubungannya
dengan nilai-nilai yang terjadi saat ini. Sebab pengalaman-pengalaman dalam sejarah bukan hanya untuk diketahui, tetapi diharapkan dapat dipakai untuk
memperbaiki
usaha-usaha
di
masa mendatang (Imam
Barnadib:
1973:45). Sejarahlah yang menjadi sumber inspirasi dan aspirasi generasi muda dengan pengungkapan model-model tokoh sejarah dan pelbagai bidang. Maka dari itu, sejarah masih relevan untuk dipakai menjadi perbendaharaan suritauladan, berkorban untuk tanah air, berdedikasi tinggi dalam pengabdian, tanggung jawab sosial besar, kewajiban serta keterlibatan penuh dalam hal-ihwal bangsa dan tanah air. Sartono Kartodirdjo (Sartono Kartodirdjo, 1993b:247) berpendapat bahwa pembelajaran sejarah berkedudukan sangat strategis dalam pendidikan nasional sebagai “soko guru” dalam pembangunan bangsa. Pembelajaran sejarah perlu disempurnakan agar dapat berfungsi secara lebih efektif,
yaitu
penyadaran
warga
negara
dalam
melaksanakan
tugas
kewajibannya dalam rangka pembangunan nasional. Tujuan
pelajaran
Sejarah
Nasional
ialah
(a)
membangkitkan,
mengembangkan, serta memelihara semangat kebangsaan; (b) membangkitkan
Sejarah SMA/SMK K - 9
147
hasrat
mewujudkan
cita-cita
kebangsaan
dalam
segala
lapangan;
(c)
membangkitkan hasrat mempelajari sejarah kebangsaan dan mempelajarinya sebagai bagian dari sejarah dunia; (d) menyadarkan anak tentang cita-cita nasional untuk mewujudkan cita-cita itu sepanjang masa ( Moh. Ali, 2005:178). Menurut Wahid Siswoyo dalam bukunya “Seminar Sejarah” yang dikutip oleh Hugiono & Poerwantana (1987:7), dikemukakan beberapa hal, antara lain: (1) Sejarah dapat menumbuhkan rasa nasionalisme. (2) Sejarah yang mempunyai fungsi pedagogis serta merupakan alat bagi pendidikan membutuhkan pedoman atau pegangan yang dapat digunakan untuk mencapai cita- cita Pendidikan Nasional. Melalui
pendidikan
sejarah
yakni
dalam
bentuk
kegiatan belajar
mengajar, proses sosialisasi sikap nasionalisme dapat dilaksanakan secara lebih sistematik dan terencana, yaitu melalui proses internalisasi. Proses internalisasi merupakan proses untuk menjadikan suatu sikap sebagai bagian dari kepribadian seseorang. Dalam
upaya
mensosialisasikan
sikap
nasionalisme, strategi belajar mengajar pendidikan sejarah dilakukan melalui tahap
pengenalan
dan
pemahaman,
tahap
penerimaan,
dan
tahap
pengintegrasian (Ibnu Hizam: 2007:289). d. Pengembangan Materi Sejarah Lokal Materi pembelajaran dipilih seoptimal mungkin untuk membantu peserta didik dalam mencapai standar kompetensi dan kompetensi dasar. Hal-hal yang perlu diperhatikan berkenaan dengan pemilihan materi pembelajaran adalah jenis, cakupan, urutan, dan perlakuan (treatment) terhadap materi pembelajaran tersebut. Agar guru dapat membuat persiapan yang berdaya guna dan berhasil guna,
dituntut
pengembangan fungsi,prinsip
memahami materi
maupun
berbagai
pembelajaran, prosedur
aspek baik
yang
berkaitan
dengan
dengan
hakikat,
berkaitan
pengembangan
materi
serta
mengukur
efektivitas persiapan tersebut. Dick and Carrey (1990) menyarankan ada tiga pola yang dapat diikuti oleh pengajar untuk merancang atau menyampaikan pembelajaran, yaitu sebagai berikut: (1) pengajar merancang bahan pembelajaran individual, semua tahap pembelajaran dimasukkan ke dalam bahan, kecuali prates dan pascates, (2) pengajar memilih dan mengubah bahan yang ada agar sesuai dengan
Sejarah SMA/SMK K-9
148
strategi pembelajaran. Peran pengajar akan bertambah dalam menyampaikan pembelajaran. Beberapa bahan mungkin saja disampaikan tanpa bantuan pengajar, jika tidak ada pengajar harus memberi penjelasan, (3) pengajar tidak memakai bahan, tetapi menyampaikan semua pembelajaran menurut strategi pembelajarannya yang telah disusunnya. Pengajar menggunakan strategi pembelajarannya sebagai pedoman termasuk latihan dan kegiatan kelompok. Kebaikan dari strategi ini adalah pengajar dapat dengan segera memperbaiki dan memperbarui pembelajaran bila terjadi perubahan isi. Adapun kerugiannnya adalah sebagian besar waktu tersita untuk menyampaikan informasi, sehingga sedikit sekali waktu untuk membantu anak didik. Untuk keperluan
program
pengembangan
mata
pelajaran,
khususnya
materi
pembelajarannya dipilih dari beberapa buku yang sesuai dengan keperluan pembelajaran (Hamzah B. Uno, 2006: 31). Pelajaran sejarah merupakan hal yang fundamental tidak hanya dalam kaitannya dengan pembangunan kepribadian nasional, identitas dan jati diri bangsa, tetapi juga dalam konteks pembangunan kualitas manusia dan masyarakat Indonesia sebagaimana yang menjadi sasaran umum dalam pembangunan (Djoko Suryo, 1993: 1). Oleh karena itu guru sejarah dituntut inovatif dan kreatif mampu menguasai dan mengembangkan materi, serta menerapkan berbagai variasi metode dalam proses belajar mengajar, sehingga dapat mencapai tujuan yang dirumuskan. Istilah pengembangan menunjuk pada suatu kegiatan yang menghasilkan suatu alat atau cara yang baru dimana selama kegiatan tersebut berlangsung, penilaian dan penyempurnaan terhadap alat atau cara tersebut terus dilakukan (Depdikbud, 1997:16). Pengembangan merupakan suatu kegiatan berupa perancangan, perencanaaan atau rekayasa yang dilakukan dengan berdasarkan metode berfikir ilmiah guna memecahkan permasalahan yang nyata-nyata terjadi sehingga hasil kerja pengembangan berupa pengembangan ilmiah dan teknologi dapat digunakan untuk memecahkan masalah (Depdikbud, 1998: 4). Dalam dunia pendidikan, setiap pengembangan selalu berdasarkan pada beberapa landasan.
Beberapa landasan utama dalam pengembangan suatu kurikulum
termasuk di dalamnya pengembangan bahan pengajaran, adalah landasan filosofis dan psikologis (Sukmadinata, 1997: 38-56).
Sejarah SMA/SMK K - 9
149
Landasan filosofis berintikan bahwa interaksi antar manusia, terutama pendidik dan terdidik untuk mencapai tujuan pendidikan. Di dalam interaksi tersebut terlibat isi yang dinteraksikan serta proses bagaimana interaksi tersebut berlangsung. Apakah yang menjadi tujuan pendidikan, siapa pendidik terdidik, apa isi pendidikan dan bagaimana proses interaksi pendidikan tersebut, merupakan pertanyaan-pertanyaan yang membutuhkan jawaban yang mendasar dan esensial yaitu jawaban-jawaban filosofis. Landasan psikologis berintikan bahwa proses pendidikan terjadi interaksi antar individu, yaitu antara peserta didik dengan pendidik dan antar peserta didik dengan orang lainnya. Manusia berbeda dengan makhluk lainnya karena kondisi psikologisnya. Manusia berbeda dengan benda atau tanaman, karena benda atau tanaman tidak mempunyai aspek-aspek psikologis. Manusia berbeda dengan binatang karena kondisi psikologis manusia jauh lebih tinggi tarafnya dan lebih kompleks dibanding dengan binatang. Berkat kemampuan-kemampuan psikologis yang lebih tinggi dan kompleks inilah sesungguhnya manusia menjadi lebih maju, lebih banyak memiliki kecakapan, pengetahuan dan keterampilan dibanding dengan binatang (Sukmadinata, 1997:45). Kondisi psikologis setiap individu berbeda, karena perbedaan terhadap perkembangannya, latar belakang sosial budayanya, juga karena perbedaan faktor-faktor yang dibawa dari kelahirannya. Berkait dengan pengembangan bahan pengajaran, terdapat tiga bentuk kegiatan
instruksional,
yaitu
pengembangan
bahan
belajar
mandiri,
pengembangan bahan pengajaran konvensional dan pengembangan bahan pengajaran pada siswa (Atwi Suparman, 1994:2000). Pengembangan bahan pengajaran pada hakekatnya adalah mencari dan menentukan pokok materi formal, memperkaya dan menyempurnakan materi pengajaran dari bahan informal, juga menentukan pokok isi pelajaran dan mengorganisasikannya berdasar pendekatan dan ketentuan bidang studi serta tuntutan formal (Kosasih Djahiri, 1980:15) . Pengintegrasian Sejarah Lokal dalam KTSP Di dalam pedoman penyusunan dan pengembangan KTSP, tergambar besarnya potensi pemanfaatan lingkungan dan budaya lokal sebagai salah satu sumber belajar maupun sarana penunjang (instrumen) bagi tercapainya tujuan
Sejarah SMA/SMK K-9
150
pembelajaran. Jika hal ini menyangkut masalah materi pelajaran sejarah, maka pemanfaatan sejarah lokal merupakan bagian dari hal tersebut. Potensi sejarah terkait sejarah lokal di masing-masing daerah belum dapat dimaksimalkan dalam pembelajaran. Secara umum bisa dikatakan, sejarah lokal belum mendapatkan tempat yang khusus dalam pembelajaran sejarah di sekolah. Hal ini dikarenakan kurikulum sekolah orientasinya lebih ke arah nasional, sehingga agak sulit memasukkan materi sejarah lokal ke dalam pembelajaran sejarah. Memang dalam kurikulum sekolah telah tersirat adanya kurkulum Muatan Lokal, dimana sejarah lokal bisa mendapatkan porsi khusus disana. Namun pada kenyataannya di lapangan sekolah-sekolah yang kini mempunyai otonomi khusus untuk mengembangkan kurikulum tidak berani mencantumkan sejarah lokal sebagai salah satu mata pelajaran muatan lokal. Hal tersebut terjadi dikarenakan sumbersumber tentang sejarah lokal yang tersedia di setiap daerah kurang atau bahkan tidak ada. Sebenarnya disinilah letak tantangan bagi guru sejarah untuk menggali sejarah lokal di daerahnya masing-masing. Hal ini bisa dilakukan pada siswa SMA dimana pada masa ini siswa mulai mampu menganalisis sebuah problematika. Suatu
pengertian yang mendalam tentang perkembangan bangsa
Indonesia sekarang, hanya bisa didapat melalui suatu pengetahuan yang luas dari kebudayaan semua suku bangsa di Indonesia, serta sejarah lokalnya (Koentjaraningrat, 1963: 32-33). Sementara itu, upaya peningkatan kualitas pendidikan ditempuh dalam rangka mengantisipasi berbagai perubahan dan tuntutan kebutuhan masa depan yang akan dihadapi siswa sebagai warga bangsa agar mereka mampu berpikir global dan bertindak sesuai dengan karakteristik dan potensi lokal atau think globally but act locally( McLuhan dalam Masnur Muslich, 2007:11). Potensi lokal tersebut dapat diartikan sebagai potensi lokal dalam bidang sejarah, sehingga peristiwa sejarah serta peninggalanpenionggalan sejarah di daerah merupakan salah satu sumber pembelajaran sejarah yang sangat penting. Potesni lokal dalam bidang sejarah bahkan dapat berupa sejarah nasional di daerah namun belum banyak diekploitasi dan ekplorasi dalam rangka kepentingan pendidikan khususnya pembelajaran sejarah.
Sejarah SMA/SMK K - 9
151
Pengintegrasian Sejarah Lokal dalam Kurikulum 2013 Dalam posisi ini materi sejarah lokal menjadi dasar bagi pengembangan jati diri pribadi, budaya dan sosial peserta didik. Seperti dikatakan Cartwright (dalam Hamid Hasan,2007:5-6) bahwa "our personal identity is the most important thing we possess"(Identitas pribadi kita adalah hal terpenting yang kita miliki) maka materi sejarah lokal akan memberikan kontribusi utamanya dalam pendidikan sejarah. Selanjutnya seperti dikemukakan Cartwright lebih lanjut bahwa identitas pribadi atau kelompok tersebut "defines who and what we are. The way we feel about ourselves, the way we express ourselves and the way other people see us are all vital elements in the composition of our individual personality"( “Memaknai siapa dan apa sesungguhnya diri kita. Cara kita memandang diri kita, cara kita mengekspresikan diri, dan bagaimana orang lain memandang diri kita adalah hal penting dari bagian kepribadian kita). Suatu catatan penting adalah materi sejarah lokal harus pula disajikan tidak dalam perspektif ilmu sejarah tetapi dalam perspektif pendidikan. Oleh karena itu keterkaitan dan penafsiran materi sejarah lokal jangan sampai menimbulkan konflik
dengan kepentingan sejarah
nasional
dan upaya
membangun rasa persatuan, perasaan kebangsaan, dan kerjasama antar daerah dalam membangun kehidupan kebangsaan yang sehat, cinta damai, toleransi, penuh dinamika, kemampuan berkompetisi dan berkomunikasi. Arah tafsiran sejarah lokal ditentukan dalam bentuk keterkaitan dengan sejarah nasional. Kehidupan individual yang bukan menjadi kepedulian utama sejarah tetapi menjadi penting bagi pendidikan sejarah diperlukan dalam membangun berbagai nilai positif pada diri peserta didik. Ruang lingkup tema sejarah juga beragam dan tidak dibatasi pada tema sejarah politik memberikan gambaran kehidupan masyarakat dan tokoh secara utuh dan bagi peserta didik sebagai sesuatu yang isomorphic dengan apa yang mereka alami sehari-hari. Posisi materi sejarah lokal yaitu peristiwa sejarah lokal tidak lagi sebagai sumber semata tetapi juga menjadi objek studi sejarah peserta didik. Dalam kesempatan inilah mereka belajar mengembangkan wawasan, pemahaman, dan ketrampilan sejarah. Mereka dapat berhubungan langsung dengan sumber asli dan mengkaji sumber asli dalam suatu proses penelitian sejarah. Mereka dapat melatih diri dalam penafsiran sejarah dan kalau pun terjadi berbagai perbedaan di antar mereka maka itu akan memiliki nilai pendidikan yang sangat tinggi.
Sejarah SMA/SMK K-9
152
Lagipula, para sejarawan tidak pernah memiliki suatu pandangan dan tafsiran yang sama terhadap suatu peristiwa sejarah. Permasalahan besar yang dihadapi dalam mengembangkan materi sejarah lokal dalam kurikulum pendidikan sejarah adalah ketersediaan sumber. Pendidikan sejarah, sebagaimana pendidikan lainnya, tidak mungkin dapat dilakukan dengan baik apabila sumber tidak tersedia. Tulisan- tulisan mengenai berbagai peristiwa sejarah lokal belum banyak tersedia. Tentu saja ini tantangan bagi sejarawan untuk dapat menghasilkan tulisan sejarah lokal sebagai dasar untukmengembangkan materi pendidikan sejarah lokal. Problema Sejarah Lokal dan Java Centris Salah satu kritik tajam pembelajaran sejarah Indonesia adanya eksplotasi materi yang “Jawa Sentris”. Kritikan ini disebabkan Sejarah Indonesia sangat identik dengan
sejarah di Jawa menyangkut
periodisasi jaman praaksara
sampai sejarah Indonesia kontemporer, dari masa dahulu sampai saat ini. Kritik semacam ini banyak diungkapkan para pendidik sejarah, terutama para guru di luar Jawa yang sering mendapat pertanyaan kritis siswanya, mengapa yang diajarkan guru dan materi yang terdapat di buku pelajaran sejarah, didominasi oleh sejarah Jawa saja. Jika demikian, siswa di luar Jawa tentunya menjadi kehilangan sejarah di daerahnya masing-masing. Melihat fakta demikian, bagaimana jawaban dan solusinya?. Sejarawan pada umumnya
tertarik pada peristiwa-peristiwa yang
mempunyai arti istimewa. Untuk itu, Reiner (1997:99) membedakan apa yang disebut occurrence dengan event. Occurrence menunjuk pada peristiwa biasa, sedangkan event merupakan peristiwa istimewa. Ada pula yang menggunakan istilah kejadian “non historis” untuk peristiwa biasa, dan kejadian “historis” untuk peristiwa istimewa (Widja, 1988: 18). Terkadang batas antara peristiwa biasa dan peristiwa istimewa bersifat subyektif, tergantung dari sudut pandang masyarakat dan tentunya sejarawan. Hal ini disebabkan sering kali adanya keterkaitan antara peristiwa biasa dan istimewa, sebagai bagian dari rekonstruksi yang utuh tentang peristiwa masa lampau. Terlepas adanya dikotomi tentang “peristiwa” tersebut, faktanya “Jawa” secara geografis dan etnis menjadi bagian penting dari sejarah di Nusantara. Secara kronologis, dimulai pada era prasejarah, penemuan situs manusia purba
Sejarah SMA/SMK K - 9
153
di Nusantara berada di Pulau Jawa, demikian juga sesudahnya. Meski berakhirnya prasejarah di Nusantara ditandai penemuan Prasasti Yupa dari Kerajaan Kutai yang bercorak Hindu di wilayah Kalimantan, ataupun munculnya pengaruh Islam pertama di Nusantara berada di Sumatera, dengan adanya Perlak dan Samudera Pasai, namun dalam perkembangan sejarah di Nusantara yang menyangkut segala periodisasi sejarah di Indonesia, Jawa sebagai pusat dari fakta dan peristiwa sejarah itu sendiri. Selanjutnya di masa kolonilaisme-imperialisme, pergerakan nasional, masa kemerdekaan dan sesudahnya sampai sejarah kontemporer episentrum fakta dan peristiwa sejarah tidak bergeser dari Jawa. Jika membicarakan prasejarah di Indonesia, fakta tidak dapat dibantah bahwa situs-situs Sangiran, Trinil, Wajak, Pacitan dan lainnya memang berada di Jawa. Selanjutnya jika berbicara fakta sejarah Hindu-Budha, banyak peninggalan besar kerajaan seperti Borobudur, Prambanan, Mataram Kuno, Majapahit. Hal seperti ini akan berlanjut sebagaimana periodisasi dalam sejarah Indonesia, kronologis peristiwa terkait dalam wilayah yang sama yaitu Pulau Jawa. Dari fakta di atas, pandangan bahwa sejarah Indonesia cenderung jawa sentris sebagai hal yang tidak terbantahkan. Namun membagi sejarah dalam ranah pemerataan, agar sejarah daerah lain juga dipaksa diungkap, akan menyalahi makna dan hakekat ilmu sejarah itu sendiri. Namun sebenarnya ada solusi yang dapat digunakan dalam memahami permasalahan tersebut, yakni sejarah lokal. Jika Sejarah Nasional memuat berbagai peristiwa sejarah yang terjadi di suatu tempat di wilayah Nusantara dan memiliki pengaruh terhadap kehidupan kebangsaan maka Sejarah Lokal adalah suatu peristiwa sejarah yang terjadi di suatu tempat di wilayah Nusantara dan memiliki pengaruh hanya di wilayah tersebut. Hal ini diperkuat dalam Permendikbud no 59 tahun 2014 lampiran III Umum, bahwa Mata pelajaran Sejarah Indonesia dikembangkan atas dasar : a. Semua wilayah/daerah memiliki kontribusi terhadap perjalanan Sejarah Indonesia hampir pada seluruh periode sejarah; b. Pemahaman tentang masa lampau sebagai sumber inspirasi, motivasi, dan kekuatan untuk membangun semangat kebangsaan dan persatuan; c. Setiap periode Sejarah Indonesia memiliki peristiwa dan atau tokoh di tingkat nasional dan daerah serta keduanya memiliki kedudukan yang sama penting dalam perjalanan Sejarah Indonesia.
Sejarah SMA/SMK K-9
154
Dalam Permendikbud no 59 tahun 2014 lampiran III Peminatan dijelaskan Beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran Sejarah di SMA/MA
adalah:
Pertama.
Pembelajaran
Sejarah
didasarkan
atas
kesinambungan apa yang terjadi di masa lampau dengan kehidupan masa kini, antara peristiwa sejarah tingkat nasional dan tingkat lokal, dan pemahaman peristiwa sejarah di tingkat lokal berdasarkan keutuhan suatu peristiwa sejarah. Kedua. Dalam mengembangkan pemahaman mengenai kesinambungan antara apa yang terjadi di masa lampau dengan kehidupan masa kini, dalam tugas untuk setiap periode sejarah peserta didik diarahkan agar mampu menemukan peninggalan fisik (terutama artefak) dan peninggalan abstrak (tradisi, pikiran, pandangan hidup, nilai, kebiasaan) di masyarakat yang diwarisi dari peristiwa sejarah pada suatu periode. Ketiga. Dalam mengembangkan keterkaitan antara peristiwa sejarah di tingkat nasional dan tingkat lokal, dalam tugas setiap peserta didik diarahkan untuk mengkaji peristiwa sejarah di daerahnya, terutama peristiwa sejarah sejak masa pergerakan nasional, dan membuat analisis mengenai keterkaitan dan sumbangan peristiwa tersebut terhadap peristiwa yang terjadi di tingkat nasional. Tampaknya
dengan
penjelasan
demikian,
dikotomi
permasalahan
pembelajaran sejarah sudah dapat diatasi. Namun permasalahan ini sebenarnya baru diselesaikan dalam kerangka besarnya saja. Berhasil tidaknya implementasi permasalahan ini, tergantung dari guru-guru sejarah di lapangan, untuk “berani” mengembangkan materi pembelajaran, dan tidak hanya bersandar buku-buku teks yang sudah ada. Jika buku-buku teks menjadi acuan total dalam pembelajaran sejarah, maka roh sejarah lokal akan mati suri. Hal ini disebabkan buku teks dirancang untuk pembelajaran sejarah dengan wilayah nasional. Suatu catatan penting adalah materi sejarah lokal harus pula disajikan tidak dalam perspektif ilmu sejarah tetapi dalam perspektif pendidikan. Oleh karena itu keterkaitan dan penafsiran materi sejarah lokal jangan sampai menimbulkan konflik
dengan kepentingan sejarah
nasional
dan upaya
membangun rasa persatuan, perasaan kebangsaan, dan kerjasama antar daerah dalam membangun kehidupan kebangsaan yang sehat, cinta damai, toleransi, penuh dinamika, kemampuan berkompetisi dan berkomunikasi. Arah tafsiran sejarah lokal ditentukan dalam bentuk keterkaitan dengan sejarah nasional. Kehidupan individual yang bukan menjadi kepedulian utama sejarah tetapi
Sejarah SMA/SMK K - 9
155
menjadi penting bagi pendidikan sejarah diperlukan dalam membangun berbagai nilai positif pada diri peserta didik. Ruang lingkup tema sejarah juga beragam dan tidak dibatasi pada tema sejarah politik memberikan gambaran kehidupan masyarakat dan tokoh secara utuh dan bagi peserta didik sebagai sesuatu yang isomorphic dengan apa yang mereka alami sehari-hari. Posisi materi sejarah lokal yaitu peristiwa sejarah lokal tidak lagi sebagai sumber semata tetapi juga menjadi objek studi sejarah peserta didik. Dalam kesempatan inilah mereka belajar mengembangkan wawasan, pemahaman, dan ketrampilan sejarah. Mereka dapat berhubungan langsung dengan sumber asli dan mengkaji sumber asli dalam suatu proses penelitian sejarah. Mereka dapat melatih diri dalam penafsiran sejarah dan kalau pun terjadi berbagai perbedaan di antar mereka maka itu akan memiliki nilai pendidikan yang sangat tinggi. Lagipula, para sejarawan tidak pernah memiliki suatu pandangan dan tafsiran yang sama terhadap suatu peristiwa sejarah. Permasalahan besar yang dihadapi dalam mengembangkan materi sejarah lokal dalam kurikulum pendidikan sejarah adalah ketersediaan sumber. Pendidikan sejarah, sebagaimana pendidikan lainnya, tidak mungkin dapat dilakukan dengan baik apabila sumber tidak tersedia. Tulisan- tulisan mengenai berbagai peristiwa sejarah lokal belum banyak tersedia. Tentu saja ini tantangan bagi sejarawan dan guru sejarah untuk dapat menghasilkan tulisan sejarah lokal sebagai dasar untuk mengembangkan materi pendidikan sejarah lokal.
D. AKTIVITAS PEMBELAJARAN Untuk
memahami
materi
Perkembangan
Sejarah
Lokal
dan
Penerapannya dalam Pembelajaran, anda perlu membaca secara cermat modul ini, gunakan referensi lain sebagai materi pelengkap untuk menambah pengetahuan anda. Dengarkan dengan cermat apa yang disampaikan oleh pemateri, dan tulis apa yang dirasa penting. Silahkan berbagi pengalaman anda dengan cara menganalisis, menyimpulkan dalam suasana yang aktif, inovatif dan kreatif, menyenangkan dan bermakna. Langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam mempelajari materi ini mencakup : 1. Aktivitas individu, meliputi : a.
Memahami dan mencermati materi diklat
Sejarah SMA/SMK K-9
156
b. Mengerjakan latihan/lembar kerja/tugas, menyelesaikan masalah/kasus pada setiap kegiatan belajar; dan menyimpulkan 2.
Aktivitas kelompok, meliputi : a. mendiskusikan materi pelatihan b. bertukar pengalaman dalam melakukan pelatihan c. penyelesaian masalah /kasus
E.LATIHAN/TUGAS/KASUS Lembar Kerja 1. a. Bacalah wacana berikut ini dengan baik!
Sejarah Lokal di Indonesia
Taufik Abdullah (1990:13-15) menguraikan tentang pengertian sejarah lokal dengan terlebih dulu menyatakan ketidaksetujuannya terhadap istilah sejarah daerah. Sebuah istilah yang di Indonesia mendapat tempat yang sejajar dengan istilah sejarah lokal. Terkadang juga kedua istilah tersebut dipakai secara bergantian tanpa penjelasan yang tegas. Sebagai bukti bahwa istilah sejarah daerah mendapat tempat adalah digunakannnya istilah ini oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dalam Proyek Penulisan Sejarah Daerah Tahun Anggaran 1977/1978. Berkait dengan hal tersebut, sejarawan Taufik Abdullah mengajukan keberatannya. Menurutnya kata “sejarah daerah” harus ditinjau lebih sungguh-sungguh. Daerah dalam pengertian adiministratif merupakan kesatuan teritorial yang ditentukan jenjang hirarkinya. Daerah yang berada di bawah merupakan bagian dari daerah di atasnya. Sebagai contoh, kabupaten merupakan daerah di bawah yang menjadi bagian dari daerah di atasnya yang disebut dengan propinsi. Sedangkan kata “daerah” dalam pengertian politik biasanya dipertentangkan dengan kata “pusat” yang dianggap nasional. Keberatan terhadap penggunaan istilah sejarah daerah adalah karena daerah sebagai unit administatif kerap berbeda dengan daerah dalam pengertian etniskultural. Sebagai contoh, “Sejarah Minangkabau” tidak identik dengan “Sejarah
Sejarah SMA/SMK K - 9
157
Sumatera Barat”. Yang disebut pertama adalah konsep etnis-kultural, sedangkan yang kedua menunjuk pada pengertian administratif.
b. Jawablah pertanyaan dengan singkat dan jelas, berdasar wacana di atas!
Apa perbedaan istilah sejarah lokal dan sejarah daerah?
Apa sejarah lokal dapat memupuk semangat separatisme?
Lembar Kerja.2. Jawablah pertanyaan berikut ini! 1. Bagaimana kedudukan sejarah lokal dalam sejarah nasional? 2. Bagaimana pengintegrasian sejarah lokal dalam pembelajaran sejarah? 3. Bagaimana hambatan pengembangan sejarah lokal dalam pembelajaran? 4. Mengapa materi pembelajaran sejarah di Indonesia, cenderung pada konsep Jawa sentris? 5. Bagaimana strategi mengurangi Java Centris dalam materi sejarah di sekolah?
G. RANGKUMAN Taufik Abdullah (1990:13-15) menguraikan tentang pengertian sejarah lokal dengan terlebih dulu menyatakan ketidaksetujuannya terhadap istilah sejarah daerah. Sebuah istilah yang di Indonesia mendapat tempat yang sejajar dengan istilah sejarah lokal. Terkadang juga kedua istilah tersebut dipakai secara bergantian tanpa penjelasan yang tegas. Sebagai bukti bahwa istilah sejarah daerah mendapat tempat adalah digunakannnya istilah ini oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dalam Proyek Penulisan Sejarah Daerah Tahun Anggaran 1977/1978. Berkait dengan hal tersebut, sejarawan Taufik Abdullah mengajukan keberatannya. Menurutnya kata “sejarah daerah” harus ditinjau lebih sungguh-sungguh. Daerah dalam pengertian adiministratif merupakan kesatuan teritorial yang ditentukan jenjang hirarkinya. Daerah yang berada di bawah merupakan bagian dari daerah di atasnya. Sebagai contoh, kabupaten merupakan daerah di bawah yang menjadi bagian dari daerah di atasnya yang disebut dengan propinsi. Sedangkan kata “daerah” dalam pengertian politik biasanya dipertentangkan dengan kata “pusat” yang dianggap nasional.
Sejarah SMA/SMK K-9
158
Keberatan terhadap penggunaan istilah sejarah daerah adalah karena daerah sebagai unit administatif kerap berbeda dengan daerah dalam pengertian etniskultural. Sebagai contoh, “Sejarah Minangkabau” tidak identik dengan “Sejarah Sumatera Barat”. Yang disebut pertama adalah konsep etnis-kultural, sedangkan yang kedua menunjuk pada pengertian administratif. Suatu catatan penting adalah materi sejarah lokal harus pula disajikan tidak dalam perspektif ilmu sejarah tetapi dalam perspektif pendidikan. Oleh karena itu keterkaitan dan penafsiran materi sejarah lokal jangan sampai menimbulkan konflik
dengan kepentingan sejarah
nasional
dan upaya
membangun rasa persatuan, perasaan kebangsaan, dan kerjasama antar daerah dalam membangun kehidupan kebangsaan yang sehat, cinta damai, toleransi, penuh dinamika, kemampuan berkompetisi dan berkomunikasi. Arah tafsiran sejarah lokal ditentukan dalam bentuk keterkaitan dengan sejarah nasional. Kehidupan individual yang bukan menjadi kepedulian utama sejarah tetapi menjadi penting bagi pendidikan sejarah diperlukan dalam membangun berbagai nilai positif pada diri peserta didik. Ruang lingkup tema sejarah juga beragam dan tidak dibatasi pada tema sejarah politik memberikan gambaran kehidupan masyarakat dan tokoh secara utuh dan bagi peserta didik sebagai sesuatu yang isomorphic dengan apa yang mereka alami sehari-hari.
G. UMPAN BALIK DAN TINDAK LANJUT Setelah kegiatan pembelajaran,Bapak/ Ibu dapat melakukan umpan balik dengan menjawab pertanyaan berikut ini: 1.
Apa yang Bapak/Ibu pahami setelah mempelajari materi Sejarah Lokal?
2. Pengalaman penting apa yang Bapak/Ibu peroleh setelah mempelajari materi di atas? 3. Apa manfaat materi tersebut terhadap tugas Bapak/Ibu disekolah?
-
Sejarah SMA/SMK K - 9
159
DAFTAR PUSTAKA Abdurrachman Surjomihardjo. 1983. Metode dan Metodologi. Dalam Pemikiran Biografi, Kepahlawanan dan Kesejarahan Suatu Kumpulan Prasaran Pada Berbagai Lokakarya Jilid I. Jakarta: Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Hamid Hasan, S. 1997. “Kurikulum dan Buku Teks Sejarah” dalam Kongres Nasional Sejarah 1996 Jakarta Sub Tema Perkembangan Teori dan Metodologi dan Orientasi Pendidikan Sejarah. Jakarta : Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan _____. 2007. „Kurikulum Pendidikan Sejarah Berbasis Kompetensi‟. Makalah pada Seminar Nasional Ikatan Himpunan Mahasiswa Sejarah SeIndonesia (Ikahimsi) XII. Semarang, 16 April 2007. Hariyono. 1995. Mempelajari Sejarah Secara Efektif. Jakarta : Pustaka Jaya Hamzah B. Uno. 2008. Perencanaan Pembelajaran. Jakarta: PT Bumi Aksara Hugiono & Poerwantana,P.K. 1987: Pengantar Ilmu Sejarah. Jakarta : PT Bina Aksara Ibnu Hizam. 2007. “Kontribusi Minat Belajar dan Kemampuan Klarifikasi Nilai Sejarah dalam Pembentukan Sikap Nasionalisme” dalam Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 3, No. 2, Juni 2007. I Gde Widja. 1989. Pengantar Ilmu Sejarah: Sejarah dalam Perspektif Pendidikan. Semarang: Satya Wacana. _____. 1991. Sejarah Lokal Suatu Perspektif dalam Pengajaran Sejarah. Bandung : Angkasa. Imam Barnadib. 1973. Dasar-Dasar Metode Sejarah Pendidikan . Yogyakarta: Yayasan Penerbit FIP-IKIP Yogyakarta, Jarolimek, John. 1971. Social Studies in Elementary Education.Ney York: Macmillan Co. Kosasih Djahiri. 1980. Pendekatan Tehnik Pengembangan Materi dan Program Pengajaran IPS. Jakarta: P3G Depdikbud
Sejarah SMA/SMK K-9
160
Koentjaraningrat. 1963. Guna Antropologi untuk Historiografi Indonesia. Dalam Majalah Ilmu-ilmu Sastra Indonesia Jilid I: 14-45. Jakarta: Universitas Indonesia Krug, Mark. M. 1967. History and the Social Sciences. Walthan Mass: Braisdell Mar‟at. 1982. Sikap Manusia Perubahan serta Pengukurannya. Jakarta: Ghalia Indonesia. Moedjanto, G . 1985. “Pengembangan Konsep Diri Lewat Pengajaran Sejarah”. dalam Seminar Nasional IV di Yogyakarta tanggal 16 s/d 19 Desember 1985. Jakarta: Depdikbud Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional. Moh. Ali,R. 1963. Pengantar Ilmu Sejarah Indonesia. Yogyakarta: LkiS. Sartono Kartodirdjo.1993.Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama Sidi Gazalba . 1966. Pengantar Sejarah Sebagai Ilmu. Jakarta: Bhatara Karya Aksara. Syaiful B. Djamarah & Aswan Zain. 1996. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta Sukmadinata.
1997.
Pengembangan
Kurikulum.
Bandung:
PT
Remaja
Rosdakarya Sutrisno Kuntoyo .1985.“ Suatu Catatan Tentang Kesadaran Sejarah”. Dalam Pemikiran Tentang Pembinaan Kesadaran Sejarah Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Proyek Pembinaan Kesadaran dan Penjernihan Sejarah. Jakarta: Depdikbud Taufik Abdullah (Ed). 1990. Sejarah Lokal di Indonesia. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. _____. 1996. “ Di Sekitar Pengajaran Sejarah yang Refkletif dan Inspiratif”. Dalam
Jurnal Sejarah Pemikiran, Rekonstruksi, Persepsi 6 oleh
Masyarakat Sejarawan Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Sejarah SMA/SMK K - 9
161
KEGIATAN PEMBELAJARAN 7
PERKEMBANGAN SEJARAH POLITIK DI INDONESIA
A. TUJUAN PEMBELAJARAN Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta diklat dapat menunjukkan dinamika pemerintahan Indonesia pada awal kemerdekaan, masa demokrasi liberal dan masa demokrasi terpimpin dengan baik.
B. INDIKATOR PENCAPAIAN KOMPETENSI 1. Menunjukkan penerapan pemerintahan di awal kemerdekaan 2. Menganalisis penerapan pemerintahan pada masa demokrasi liberal 3. Menganilis penerapan demokrasi terpimpin;
C. URAIAN MATERI Perkembangan pemerintahan RI diawali dari kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945. Perkembangan pemerintahan RI juga sangat terkait dengan perjalanan dinamika
pemerintahan sejak kemerdekaan sampai berakhirnya
pemerintahan Sukarno, yang diganti dengan kekuasaan Orde Baru. 1. Pemerintahan di Awal Proklamasi Revolusi yang menjadi alat tercapainya kemerdekaan bukan hanya merupakan kisah sentral dalam sejarah Indonesia, melainkan merupakan unsur yang kuat dalam persepsi bangsa Indonesia tentang dirinya sendiri. Semua usaha yang tidak menentu untuk mencari identitas-identitas baru untuk persatuan dalam menghadapi kekuatan asing, dan untuk tatanan sosial yang lebih adil tampaknya akhirnya membuahkan hasil pada masa-masa sesudah Perang Dunia II. Untuk pertama kalinya di dalam kehidupan kebanyakan rakyat Indonesia, segala sesuatu yang serba paksaan dan berasal dari kekuatan asing hilang secara tiba-tiba (Ricklefs,2001:428). Menyerahnya Jepang pada Perang Dunia II atas Sekutu tanggal 14 Agustus 1945 menunjukkan bahwa secara de jure wilayah pendudukan Jepang di kawasan Asia (termasuk Indonesia) dikuasai Sekutu sebagai pihak yang
Sejarah SMA/SMK K-9
162
menang dalam Perang Dunia II tersebut. Namun ketika Sekutu belum datang ke Indonesia sehingga muncul Facum of Power maka kesempatan itu dimanfaatkan dengan cermat oleh bangsa Indonesia untuk memerdekakan diri tanggal 17 Agustus 1945. Namun sebelumnya perlu dikaju tentang konstitusi Indonesia yang dimulai dari “ hukum dasar” karya dokuritzu zyunbi cyoosakai (Badan Penyelidik Usaha-Usaha
Persiapan
Kemerdekaan
Indonesia/BPUPKI)
pada
masa
Pendudukan Jepang. Mengenai badan penyelidik bentukan Jepang itu Muhammad Yamin, salah seorang dari anggota BPUPKI memberikan penjelasan dalam bukunya yang berjudul Pembahasan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia (Syahuri,2004:107-108), sebagai berikut. ‘Pada hari ulang tahun Raja Jepang, tanggal 29 April 1945 dibentuklah di atas
tanah,
suatu
Badan
Penyelidik
Usaha-Usaha
Persiapan
Kemerdekaan Indonesia atau dalam bahasa Jepang: Dokuritzu Zyunbi Cyoo-sakai; Ketuanya Radjiman Wediodiningrat dan jumlah anggotanya 62 orang Indonesia…..Tugasnya jalah menyelidiki segala hal jang berhubungan dengan kemerdekaan Indonesia, dan pekerjaani itu berlangsung dalam suasanan Indonesia Merdeka kelak di kemudian hari.
Pembentukan BPUPKI sebagai realisasi janji kemerdekaan Indonesia oleh pemerintah Jepang kepada bangsa Indonesia yang dibahas dalam parlemen Jepang. Janji ini disampaikan oleh Perdana Menteri Jepang Kuniako Koiso yang diumumkan di depan upacara istimewa “the Imperial Diet” pada tanggal 7 September 1944. Janji ini dapat ditafsirkan bahwa pemerintah Jepang menarik simpati pada semua elemen bangsa Indonesia agar rakyat Indonesai membantu pemerintah Jepang dalam menghadapi tentara Sekutu pada Perang Dunia II , karena diberbagai front pertempuran, tentara Jepang terbukti kewalahan menghadapi tentara Sekutu diberbagai tempat di Asia Dari tanggal 28 Mei-1 Juni 1945, BPUPKI mengadakan dua kali sidang pleno. Pada tanggal 1 Juni, Sukarno menyampaikan pidatonya untuk mengatasi pertentangan antara pendukung negara sekuler dengan pendukung negara Islam. Dalam pidatonya, Sukarno mengemukakan Weltanschauung Indonesia, yakni pandangan hidup dan politik, yang dianjurkannya sebagai dasar negara Indonesia,
berupa
Sejarah SMA/SMK K - 9
lima
sila,
yaitu
Nasionalisme,Internasionalisme
atau
163
Perikemanusiaan, Demokrasi, Keadilan sosial, dan Ketuhanan. Kelima sila itu menjadi satu sebagai Pancasila (Yamin dalam Nasution. 2001:11). Untuk membahas sejarah ketatanegaraan Indonesia, titik tolaknya dimulai dari kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945. Dengan kemerdekaan tersebut berarti bangsa Indonesia telah menyatakan secara formal , baik kepada dunia luar atau kepada bangsa Indonesia sendiri, mulai saat dikumandangkan kemerdekaan, bangsa Indonesia telah merdeka. Merdeka dapat diartikan bahwa Indonesia telah mengambil sikap untuk menentukan nasib bangsa dan tanah airnya dalam berbagai bidang. Dalam hal ketatanegaraan, bangsa Indonesia akan menyususn negaranya sendiri. Berdirinya Negara Republik Indonesia bersamaan dengan berdirinya tata hukum Indonesia beserta tata negaranya (Joeniarto,1996:4-5). Prof. Mr. Muh Yamin menyebutkan bahwa proklamasi sebagai sumber dari segala aturan hukum formal. Selanjutnya, konstitusi formal Indonesia
sejak proklamasi
adalah UUD 1945. Undang-
Undang Dasar yang telah disahkan ini secara resmi menggunakan istilah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang dikemudian hari dikenal sebagai “Undang-Undang Dasar 1945 atau UUD „45”. Naskah resmi dari UUD 1945 beserta dengan “Penjelasan” , di kemudian dimuatkan untuk diundangkan sebagaimana mestinya di dalam Berita Republik Indonesia Tahun 1946 (Tahun II) No. 7 (Joeniarto,1996:18). Meskipun demikian UUD 1945 yang didalam batang tubuhnya hanya terdiri 37 pasal bersifat sangat singkat dan supel, apalagi jika dibandingkan dengan Undang-Undang Dasar negara-negara lainnya. Menurut penjelasan UUD 1945 ditegaskan, UUD 1945 hanya memuat garis-garis besar saja atau pokokpokonya saja namun bersifat supel, untuk memberikan tempat kepada pemikiranpemikiran yang sesuai dengan dinamika revolusi saat itu. Namun demikian, meskipun dari namanya tidak menggunakan nama resmi “ Undang-Undang Dasar
Sementara”,
tetapi
sebenarnya
UUD
Pembentuknya, dimaksudkan bersifat sementara
1945
sejak
semula
oleh
(Joeniarto,1996:40). UUD
1945 secara historis dinilai sebagai naskah UUD yang memang dimaksudkan bersifat sementara. Bahkan Bung Karno suatu hari menyatakan bahwa UUD 1945 adalah “revolutie grondwet dan “UUD kilat”, yang nantinya apabila keadaan sudah normal, dengan sendirinya akan diganti dengan UUD yang lebih sempurna (Muhammad Yamin dalam Asshiddiqie, 2005:6).
Sejarah SMA/SMK K-9
164
Pasal 3 dan ayat (2) Aturan Tambahan memberi peluang dibentuk suatu badan Permusyawaratan Rakyat, di mana antara lain bertugas menetapkan UUD. Dapat terjadi tiga kemungkinan hal itu yaitu Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) akan menetapkan UUD 1945, atau UUD 1945 dengan
berbagai
perubahan,
tambahan
dan
penyempurnaan
ataupun
kemungkinan untuk ditetapkannya suatu UUD yang baru sama sekali. Namun oleh Pembentuknya UUD 1945 sendiri bahwa UUD tersebut bersifat sementara. Alasan pemberian sifat sementara UUD 1945 oleh Pembentuknya disebabkan oleh dua hal yaitu (1) merupakan
Pembentuk UUD 1945 merasa belum
badan representatif untuk menetapkan UUD (2) Perencanaan,
penetapan dan pengesahan UUD 1945 dilakukan dengan tergesa-gesa. Namun dengan adanya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, dengan diberlakukannya lagi UUD 1945 tidak ada alasan lagi jika UUD 1945 masih dianggap bersifat sementara (Joeniarto,1996:40). Seperti kita ketahui bersama bahwa UUD 1945 sebelumnya sebagai sebuah rencana Undang-Undang Dasar hasil karya Badan Penyelidik Usahausaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia dengan beberapa perubahan dan tambahan. Proklamasi 17 Agustus 1945 merupakan sumber tatanan kehidupan politik bagi bangsa Indonesia. Untuk melengkapi lembaga negara, maka PPKI mengadakan sidang secara berturut-turut: a. Tanggal 18 Agustus 1945, dalam sidang I PPKI diputuskan: 1) Mengesahkan UUD 1945 2) Memilih presiden dan wakil presiden 3) Dalam menjalankan tugasnya, untuk sementara waktu presiden dibantu KNIP b. Tanggal 19 Agustus 1945, PPKI memutuskan: 1) Membentuk kabinet dengan 12 departemen 2) Menetapkan pembagian wilayah Indonesia yang terdiri 8 propinsi sekaligus ditunjuk gubernurnya 3) Rencana pembentukan Tentara Kebangsaan c. Tanggal 22 Agustus 1945, PPKI menetapkan: 1) Membentuk KNI (Komite Nasional Indonesia) dengan ketua: Kasman Singodimejo. Tugas KNI untuk memberi nasehat kepada presiden beserta kabinetnya. Hal ini didasarkan pada pasal IV aturan peralihan
Sejarah SMA/SMK K - 9
165
UUD ‟45 yang menjelaskan “sebelum MPR, DPR dan DPA terbentuk, dalam melaksanakan tugasnya presiden dibantu Komite Nasional. PPKI pada saat itu melebur menjadi KNI-Pusat atau KNIP. Selanjutnya akan dibentuk KNI untuk daerah tingkat I dan II. 2) Dibentuknya BKR ( Badan Kemanan Rakyat) yang berada dibawah KNI. Selanjutnya akan dibentik KNI untuk Daerah Tingkat I dan II. 3) Pembentukan PNI sebagai partai tunggal. Pada tanggal 4 September 1945, Sukarno dan Hatta membentuk kabinet pertama Republik Indonesia. Kabinet ini terdiri atas kepala-kepala departemen (dalam bahasa Jepang disebut bucho) atau penasehat (sanyo) dalam pemerintahan Jepang, dan karena itu disebut oleh para penentangnya sebagai kabinet bucho. Dengan demikian, kabinet pertama Indonesia memiliki sifat ganda, yaitu masih menjadi bagian dai pemerintah militer Jepang di Jawa, dan pada saat yang sama menjadi pemerintah Rebuplik Indonesai merdeka (Anderson dalam Nasution,2001:15). Konfigurasi demokrasi yang dituntut oleh UUD 1945 tidak bisa dipenuhi pada awal-awal proklamasi kemerdekaan, karena pada waktu itu belum dibentuk lembaga-lembaga negara. Oleh karena itu, semua kekuasaan dilimpahkan kepada presiden melalui pasal IV, Aturan Peralihan. Pemusatan kekuasaan yang terletak di tangan presiden tersebut berkembang opini seolaholah Indonesia sebagai bukan negara demokrasi namun negara fasis. Untuk melawan anggapan yang sebenarnya berlawanan dengan kehendak rakyat, maka timbul usaha-usaha yang membangun corak pemerintahan demokrasi, yang pada saat itu pilihannya adalah sistem parlementer. Usaha tersebut mengkristal saat tanggal 7 Oktober 1945 lahir satu memorandum yang ditandatangani anggota KNIP yang bersisi dua hal, pertama, mendesak presiden menggunakan hak istimewanya untuk segera membentuk MPR. Kedua, sebelum MPR terbentuk, hendaknya anggota-anggota KNIP dianggap sebagai MPR (Mahfud M.D 1998 :34) Pada tanggal 16 Oktober 1945, KNIP mengusulkan agar komite tersebut diserahi kekuasaan legislatif dan menetapkan GBHN. Pemerintah supaya menyetujui dibentuknya badan pekerja KNIP untuk melaksanakan fungsi baru yang diusulkan tersebut. Pemerintah dalam hal ini diwakili Wakil Presiden Muhammad Hatta yang bertindak atas nama Presiden
menyetujui usul KNIP tersebut dan segera
mengeluarkan maklumat yang dikenal Maklumat No. X tahun 1945 yang berisi
Sejarah SMA/SMK K-9
166
tentang “KNIP, sebelum terbentuk MPR dan DPR diserahi kekuasaan legislatif dan menetapkan GBHN”. KNIP terdiri atas bekas anggota PPKI bersama dengan lainnya supaya lebih mewakili rakyat. KNIP ini merupakan badan penasehat bagi presiden dan kabinetnya menurut ketentuan Aturan Peralihan UUD 1945 (Nasution,2001:15). Keluarnya
Maklumat
No.
X
Tahun
1945
merupakan
perubahan
praktek
ketatanegaraan tanpa ada perubahan konstitusi (UUD). Sebab menurut Aturan Peralihan, KNIP adalah pembantu presiden dalam menjalankan kekuasaannya, dan bukan sebagai pengganti MPR dan DPR. Dengan keluarnya maklumat ini, kekuasaan presiden berkurang (Mahfud MD,2000:46). Langkah lebih lanjut menuju demokratisasi diambil dengan pembentukan kabinet parlementer. Pada tanggal 11 November 1945, Badan Pekerja mengumumkan usul yang ditandatangani Syahrir untuk mengubah kabinet presidensil menjadi kabinet parlementer. Badan Pekerja juga menyebutkan bahwa undang-undang dasar tidak memuat pasal yang mewajibkan atau melarang pertanggungjawaban tingkat menteri. Badan Pekerja KNIP menekankan bahwa pertanggungjawaban menteri kepada MPR merupakan salah satu cara untuk menegakkan kedaulatan rakyat. Karena itu, Badan Pekerja mengusulkan kepada presidensupaya pertanggungjawaban ini dimuat dalam struktur pemerintahan. Akhirnya presiden Sukarno menyetujui usul ini (Pringgodigdo dalam Nasution, 2001:22). Perubahan selanjutnya pemerintah mengeluarkan maklumat tanggal 14 November 1945 yang berisi perubahan sistem pemerintahan dari sistem Kabinet Presidensil menjadi Parlementer. Hal ini merupakan perwujudan dari maklumat sebelumnya yaitu maklumat Wakil Presiden tanggal 3 November 1945 yang berisi pemberian kesempatan kepada rakyat untuk mendirikan partai politik dalam sistem multipartai. (Mahfud. M.D, 2000:47-48). Maklumat Pemerintah tanggal 14 November 1945 terjadi perubahan sistem pemerintahan yang fundamental namun tanpa merubah UUD 1945 dan hanya berdasarkan Maklumat Pemerintah. Jika berdasarkan UUD 1945 presiden bertanggung jawab kepada MPR dan berkedudukan sebagai kepala negara sekaligus sebagai kepala pemerintahan, maka dengan adanya maklumat tersebut, presiden kehilangan kedudukannya sebagai kepala pemerintahan (Mahfud. M.D, 1998:36). Maklumat tanggal 14 November 1945 dikeluarkan atas usul Badan Pekerja Komite Nasional Pusat berisi perubahan dari sistem pertanggungjawaban Presiden kepada MPR dengan menteri sebagai pembantu Presiden menjadi sistem pertanggungjawaban dewan menteri kepada Parlemen atau dalam hal ini Komite Nasional Pusat. Di dalam
Sejarah SMA/SMK K - 9
167
sistem pertangungjawaban menteri, kritik yang dilancarkan terhadap pemerintah dapat dinyatakan secara berkala, yakni melalui hak interpelasi atau memanggil menteri yang dianggap bersalah untuk mempertanggungjawabkan tindakannya. Parlemen memegang hak interpelasi dan jika badan tersebut
menentukan bahwa
kebijakan yang dijalankan menteri tertentu tidak sesuai dengan garis-garis kebijakan yang diinginkan parlemen, maka menteri tersebut dapat dipaksa mengundurkan diri. Kalau kabinet tetap mendukung menteri tersebut, seluruh kabinet akan mengundurkan diri. Dengan cara demikian, maka pertanggungjawaban menteri merupakan tanggung jawab bersama dari seluruh kabinet. Dalam struktur ini,kabinet dipimpin oleh seorang menteri yang disebut perdana menteri. Umumnya, orang yang diangkat oleh kepala negara untuk membentuk kabinet akan menjadi perdana menteri (Koesnodiprodjo dalam Nasution, 2001:24). Sebagai realisasi Maklumat Pemerintah tentang pergantian sistem kabinet Presidensil dengan kabinet Ministeriil segera ditunjuk Sutan Syahrir sebagai Perdana Menteri yang baru. Kabinet Syahrir segera mengadakan kontak diplomatik dengan pihak Belanda dan Inggris. Pemerintah Inggris mengirimkan Sir Archibald Clark Kerr sebagai Duta Istimewa di Indonesia dan pemerintah Belanda diwakili Gubernur Jenderal Van Mook. Perundingan dimulai tanggal 10 Pebruari 1946 dan Van Mook menyampaikan pernyataan politik yang selanjutnya menjadi dasar perundinganperundingan dengan RI. Pernyataan politik dari Van Mook adalah mengulangi dari pidato Ratu Belanda tanggal 7 Desember 1942. Isi pokoknya adalah (Notosusanto, 1977:34) : 5) Indonesia akan dijadikan negara commonwealth berbentuk federasi yang memiliki self-goverment di dalam lingkungan kerajaan Belanda. 6) Masalah dalam negari diurus oleh Indonesia, sedang urusan luar negeri diurus pemerintah Belanda. 7) Sebelum dibentuk commonwealth, akan dibentuk pemerintahan peralihan selama 10 tahun. 8) Indonesia akan dimasukkan sebagai anggota PBB.
2. Demokrasi Liberal di Indonesia Beberapa
tahun
pascakemerdekaannya,
pemerintah
Indonesia
terpaksa melakukan perubahan fundamental atas bentuk negara, sistem
Sejarah SMA/SMK K-9
168
pemerintahan, dan undang-undang dasarnya (Syahuri .2005: 120). Kondisi ini sebagai dampak dari keinginan pemerintah Belanda untuk dapat berkuasa di Indonesia kembali setelah Jepang menyerah kapada Sekutu , atas kekuasaan Jepang di Indonesia pada akhir Perang Dunia II. Belanda berusaha mendirikan negara-negara boneka sebagai strategi untuk melakukan proses kolonialisme kembali pascakemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945. Sejalan dengan usaha tersebut, Belanda melakukan agresi I tahun 1947 dan agresi II tahun 1948. Adapun negara-negara yang telah dapat berhasil didirikan dalam rangka persiapan negara federal, yaitu: Negara Indonesia Timur (1946), Negara Sumatera Timur (1947), Negara Pasundan (1948), Negara Sumatera Selatan (1948), negara Jawa Timur (1948), Negara Madura (1948), dan dalam persiapan misalnya daerah Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Dayak Besar, Banjar, Kalimantan
Tenggara,
Bangka,
Belitung,
Riau
dan
Jawa
Tengah
((Joeniarto,1996:61). Belanda juga berusaha mempersempit wilayah kekuasaan Negara Republik Indonesia bahkan menghapus negara Indonesai yang merdeka tahun 17 Agustus 1945 dengan kebijakan konfrontasi. Hal ini terbukti ndengan adanya Agresi Militer Belanda I tahun 1947 dan Agresi Militer Belanda II tahun 1948. Agresi Militer II, kota-kota penting di Indonesia sudah dikuasai pemerintah Belanda termasuk ibu kota RI saat itu, Yogyakarta. Meskipun kota-kota penting telah diduduki Belanda, namun Belanda gagal dalam mewujudkan ambisinya untuk kembali berkuasa secara mutlak di Indonesia karena adanya perlawanan rakyat Indonesia terhadap pasukan Belanda. Posisi Indonesia juga bertambah kuat pasca agresi militer karena secara diplomasi internasional, banyak negaranegara lain yang mendukung eksistensi pemerintah Indonesia dan sebaliknya mengecam aksi Belanda. Keadaan ini menimbulkan keprihatinan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
untuk
melakukan
perundingan
perdamaian
dalam
mengatasi
permasalahan tersebut. Akhirnya Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ikut serta menyelesaikan permasalahan konflik Indonesai-Belanda, dengan diadakan konferensi antara pemerintah Indonesai dengan Belanda serta disertakan pula negara-negara bentukan Belanda yang telah tergabung dalam ikatan Byeekomst voor Federal Overleg (BFO). Jalur diplomasi tersebut menghasilkan perundingan yang dikenal dengan Konferensi Meja Bundar (KMB) yang berlangsung tanggal 23 Agustus 1949
Sejarah SMA/SMK K - 9
169
sampai 2 November 1949 yang dihadiri wakil-wakil dari Republik Indonesia, Bijeenkomst voor Federal Overlag (BFO), dan pemerintah Belanda serta sebuah komisi PBB untuk Indonesia. Dalam konferensi tersebut dihasilkan persetujuan pokok yaitu: 4) Mendirikan Negara Republik Indonesia Serikat 5) Penyerahan kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat 6) Didirikan Uni antar Republik Indonesia Serikat dan Kerajaan Belanda Selama
berlangsungnya
KMB
di
Den
Haag,
dibentuk
panitia
ketatanegaraan dan hukum tata negara, yang antara lain membahas rancangan konstitusi sementara Republik Indonesia Serikat. Setelah kesepakatan diplomasi antara Indonesia-Belanda, melalui KMB (Konferensi Meja Bundar) maka konstitusi resmi Indonesia adalah UUD RIS. Konstitusi tersebut sebagai jalan kompromi bagi kelancaran penyerahan kedaulatan Indonesia. Meskipun demikian Konstitusi Republik Indonesia Serikat atau UUD RIS adalah konstitusi yang bersifat sementara sehingga dalam konstitusi tersebut telah diatur adanya lembaga yang diberi kewenangan khusus membentuk konstitusi yang bersifat tetap. Dengan berlakunya UUD RIS tersebut, sistem pemerintahan Indonesia menggunakan sistem parlementer atau liberal dengan bentuk negara federasi atau serikat (Nugroho Notosusanto,1977:72). Sementara itu menurut praktek ketatanegaraan berlakunya sistem demokrasi liberal di Indonesia dimulai saat berlakunya UUD Sementara tahun 1950 yang menggantikan bentuk negara serikat menjadi negara kesatuan sejak 17 Agustus 1950 (Mahfud M D, 2000:49). Dengan berdirinya Negara Republik Serikat, maka konstitusi yang berlaku adalah UUD RIS dan Negara Republik Indonesia hanya berstatus sebagai salah satu “ Negara Bagian” saja, dengan wilayah kekuasaan daerah yang disebut dalam perjanjian Renville. Sedang UUD 1945 sejak saat itu hanya berstatus sebagai Undang-Undang Dasar Negara Bagian Republik Indonesia (Joeniarto,1996:63). Sementara itu, negara-negara lain yang tergabung dalam RIS menurut pasal 2 Konstitusi RIS adalah: Negara Indonesai Timur, Negara Pasundan termasuk Distrik Federal Jakarta, Negara Jawa Timur, Negara Madura, Negara Sumatera Timur, dan Negara Sumatera Selatan. Selain itu masih terdapat daerah yang disebut sebagai “satuan-satuan kenegaraan yang tegak sendiri” yaitu: Jawa Tengah, Bangka, Belitung, Riau, Kalimantan Barat, Dayak Besar, Daerah Banjar, Kalimantan Tenggara dan Kalimantan Timur. Sedangkan wilayah Irian Barat tidak termasuk bagian dari wilayah RIS. Hal ini disebabkan sesuai dengan Piagam Penyerahan Kedaulatan antara Indonesia dan pemerintah Belanda sebagai hasil Konferensi Meja Bundar (KMB) bahwa status Karisedenan Irian Barat tetap berlaku dengan ketentuan bahwa di dalam waktu setahun setelah tanggal 27 Desember 1949, masalah kedudukan Irian Barat akan diselesaikan dengan perundingan lagi antara Indonesia dengan Kerajaan Belanda. Status Irian Barat ini pada akhirnya dihambat oleh Belanda karena perundingan antar kedua negara untuk membahas Irian barat selalu mengalami kegagalan. Untuk
Sejarah SMA/SMK K-9
170
penyelesaiannya, akhirnya pemerintah Indonesia menggunakan cara konfrontasi dengan dikeluarkan maklumat Trikora (Tri Komando Rakyat) yang diucapkan presiden Sukarno pada tanggal 19 Desember 1961. Konstitusi RIS juga dimaksudkan bersifat sementara. Hal ini bisa dilihat dalam pasal 186 Konstitusi RIS yang menentukan bahwa: “Konstituante bersama-sama dengan Pemerintah selekas-lekasnya menetapkan Konstitusi RIS”. Sifat kesementaraanya Konstitusi RIS disebabkan karena Pembentuk UUD tersebut merasa dirinya belum representatif untuk menetapkan UUD. Selain itu, UUD RIS dibuat dengan tergesa-gesa karena agar secepatnya memenuhi kebutuhan ketatanegaraan sehubungan akan dibentuknya Negara Federal. Negara Republik Indonesia Serikat, yang berdiri pada tanggal 27 Desember 1949 berkat Konferensi Meja Bundar, ternyata tidak dapat bertahan lama. Bentuk federal yang tidak mengakar terhadap rakyat, pada akhirnya timbul tuntutan-tuntutan di mana-mana, agar kembali ke bentuk negara kesatuan. Negara RIS terdiri dari 16 negara bagian dengan kepala negara atau presiden pertama Sukarno dan Mohammad Hatta sebagai Perdana Menteri. Sistem kabinetnya Zaken Kabinet yaitu suatu pemerintahan yang menterimenterinya diutamakan dari keahliannya dan bukan bersandar pada kekuatan partai politik. Negara RIS ini tidak berlangsung lama disebabkan dasar pembentukannya sangat lemah dan bukan merupakan kehendak rakyat. RIS merupakan strategi diplomasi Belanda untuk dapat bertahan di Indonesia. Tuntutan berbagai elemen bangsa agar kembali ke bentuk negara kesatuan dan meninggalkan bentuk negara federal, ditidaklanjuti oleh pemerintah. Bangsa Indonesia kembali memilih bentuk negara kesatuan dengan konstitusi baru yang bernama “Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia” atau dikenal dengan UUD Sementara atau UUDS 1950. Proses perubahan UUD RIS menjadi UUD Sementara dilakukan secara formal dengan undang-undang yaitu Undang-Undang Federal No. 7 Tahun 1950, ditetapkan perubahan UUD RIS menjadi UUD Sementara berdasarkan pasal 127a, pasal 190, dan pasal 191 ayat (2) UUD RIS (Syahuri .2005: 126). Piagam Persetujuan antara Republik Indonesia dan Republik Indonesia Serikat (RIS) ditandatangani oleh Muhammad Hatta dan A. Halim pada tanggal 19 Mei 1950. Muhammad Hatta sebagai Perdana Menteri RIS mendapat mandat penuh dari Negara Indonesia Timur dan Negara Sumatera Timur untuk mewakili negara RIS dan dua negara bagian sekaligus. Sedangkan A. Halim mewakili Republik Indonesia. Piagam tersebut memuat persetujuan untuk kembali ke bentuk negara “kesatuan” sesuai dengan Proklamasi 17 Agustus 1945. Untuk itu
Sejarah SMA/SMK K - 9
171
perlu disepakati perubahan-perubahan terhadap Konstitusi RIS sehingga dibentuk panitia, yang bertugas membuat rancangan Undang-Undang Dasar Sementara. Rancangan UUDS tersebut disetuji oleh tiga lembaga negara saat itu yaitu BP-KNIP,DPR serta Senat RIS sehingga UUDS 1950 diberlakukan di negara kesatuan RI (Soepomo dalam Mahfud M.D. 1998:41) Perubahan
konstitusi tersebut mencakup perubahan mukadimah dan
bentuk negara, yaitu bentuk negara federal ke bentuk Nagara Kesatuan Republik Indonesia. Meskipun terjadi perubahan bentuk negara dan sistem pemerintahan, namun wilayah Indonesia masih tetap utuh . Setelah RIS diganti UUD Sementara maka Indonesia menganut sistem parlementer secara konstitusional serta sistem multi partai seperti yang terjadi dalam kurun waktu tahun 1945-1949. UUDS 1950 menganut sistem parlementer dan dianggap bahwa sejak pemberlakuannya tanggal 17 Agustus 1950 dimulailah era demokrasi liberal di Indonesia sesuai dengan sistem parlementer yang
sebenarnya
meskipun
Nugroho
Notosusanto
beranggapan bahwa
demokrasi liberal sudah dimulai ketika berlaku konstiitusi RIS 27 Desember 1949. UUD Sementara dapat bertahan lebih dari delapan tahun (1950-1959). Sesuai sifatnya yang sementara, maka di bagian pasal-pasalnya terdapat ketentuan hukum yang mengatur lembaga pembentuk undang-undang dasar tetap
yang
disebut
“Konstituante”.
Konstituante
bersama-sama
dengan
pemerintah selekasnya diharapkan menetapkan undang-undang dasar untuk menggantikan UUD Sementara. Anggota Konstituante dipilih melalui pemilihan umum. Untuk melaksanakan ketentuan tersebut maka pada tahun 1955 diadakan pemilihan umum yang pertama kali di Indonesia pada masa Kabinet Burhanudin Harahap.
Kabinet-Kabinet Pada Masa Demokrasi Liberal Pada masa berlakunya UUDS 1950 terjadi instabilitas pemerintahan dibuktikan dengan 7 kali kabinet mengalami jatuh bangun yaitu: a) Kabinet Natsir (6 September 1950-20 Maret 1951) Kabinet ini merupakan koalisi dari beberapa partai dengan intinya Partai Masyumi. Program kabinet ini antara lain: 1) Usaha mendapatkan keamanan dan ketertiban
Sejarah SMA/SMK K-9
172
2) Konsolidasi dan penyempurnaan susunan pemerintahan 3) Perbaikan institusi Angkatan Perang 4) Penyelesaian Irian Barat 5) Mengembangkan dan memperkuat kekuatan ekonomi kerakyatan. Kebijakan luar negeri pemerintahan Natsir adalah bebas dan netral namun tetap bersimpati pada negara–negara Barat. Pada bulan September 1950 Indonesia diterima sebagai anggota PBB (Ricklefs,1991: 363). Sementara itu permasalahan yang dihadapi kabinet tersebut adalah: 1) Terganggunya stabilitas keamanan (adanya pemberontakan RMS dan DI/TII Kartosuwiryo). 2) Kegagalan
membentuk
pemerintahan
koalisi
antara
Masyumi
dan PNI 3)
Belanda menolak pengembalian atas Irian Barat (hasil keputusan KMB, masalah Irian Barat akan diselesaikan dalam kurun waktu satu tahun setelah KMB tahun 1949).
Kegagalan
perundingan
Indonesia-Belanda
tentang
Irian
Barat,
menimbulkan mosi tidak percaya dari parlemen terhadap pemerintahan Natsir. Krisis ini bertambah dengan adanya mosi dari Hadikusumo (PNI) berkaitan pencabutan PP no 39/1950 tentang DPRS dan DPRDS yang diakomodasi parlemen sehingga kabinet Natsir jatuh. b) Kabinet Sukiman (April 1951-Pebruari 1952) Setelah kabinet Natsir jatuh, Presiden Sukarno menunjuk Sukiman Wiryosanjoyo (Masyumi) dan Sidik Joyosukarto (PNI) untuk membentuk kabinet koalisi. Program kabinet ini adalah: 1) Pelaksanaan politik Luar negeri bebas aktif 2) Perjuangan diplomasi merebut Irian Barat 3) Persiapan penyelenggaraan Pemilu I 4) Sosial-ekonomi, mengusahakan kemakmuran rakyat dan perbaikan hukum agraria 5) Keamanan, menjamin keamanan dan ketenteraman. Kabinet Sukiman akhirnya jatuh disebabkan dianggap melanggar politik luar negeri bebas aktif dengan melakukan persetujan MSA (Mutual Security Act) dengan Amerika Serikat tahun 1951. MSA merupakan persetujuan bantuan ekonomi dan persenjataan dari USA kepada Indonesia. c) Kabinet Wilopo (April 1952–Juni 1953)
Sejarah SMA/SMK K - 9
173
Program kabinet Wilopo adalah: 1) Persiapan Pemilu (pemilihan konstituante,DPR dan DPRD) 2) Kemakmuran, pendidikan dan keamaanan 3) Pelaksanaan politik bebas aktif 4) Pengembalian Irian Barat dalam NKRI
Permasalahan yang dihadapi kabinet Wilopo adalah: 1) Munculnya gerakan separatis 2) Keadaan perekonomian dan politik belum membaik 3) Persoalan Irian Barat belum selesai 4) Munculnya peristiwa 17 Oktober 1952. Peristiwa 17 Oktober terjadi ketika sekelompok perwira militer yang kehilangan jabatannya disebabkan mereka memaksa Presiden Sukarno untuk membubarkan parlemen (Herbert Feith, 1995:14). Hal ini bermula dari usaha perwira militer seperti Kepala Staf Angkatan Perang Repubklik Indonesia Kolonel T.B. Simatupang dan Kepala Staf Angkatan Darat Kolonel A H Nasution berencana melaksanakan reorganisasi dan rasionalisasi kekuatan TNI dengan memperkecil jumlah prajurit namun berjiwa profesional dan berdisiplin. Rencana rasionalisasi tersebut dalam rangka penghematan Anggaran Belanja Negara. Program tersebut ditentang oleh kalangan militer sendiri terutama dari mantan pasukan
PETA
dan
Laskar–laskar
serta
Parlemen.
Bahkan
parlemen
mengadakan sidang menuntut diadakannya pergantian pucuk pimpinan militer. Sementara itu pihak TNI mengganggap bahwa apa yang dilakukan parlemen sebagai bukti bahwa DPRS melakukan intervensi dalam urusan internal TNI–AD. Akhirnya tanggal 17 Oktober 1952 terjadi demonstrasi yang diprakarsai militer mendesak pada presiden untuk membubarkan DPRS. Presiden Sukarno menolak tuntutan tersebut bahkan A.H. Nasiton dicopot dari jabatannya diganti dengan Kolonel Bambang Sugeng. Dampak dari peristiwa tersebut mempengaruhi masalah pemerintahan termasuk kedudukan kabinet Wilopo. Kabinet ini semakin lemah ketika terjadi peristiwa Tanjung Morawa di Sumatra Timur. Kasus Tanjung Morawa bermula pihak keamanan berusaha memindahkan para penghuni liar dari tanah-tanah perkebunan milik Belanda. Hal ini berkaitan dengan hasil persetujuan KMB yang mengijinkan pengusaha-pengusaha asing kembali mengurusi tanah-tanah
Sejarah SMA/SMK K-9
174
perkebunannya yang ditinggalkannya. Penghuni liar tersebut telah dihasut oleh PKI untuk mempertahankan tanahnya sehingga terjadi tindak kekerasan yang menimbulkan korban pada masyarakat. Peristiwa tersebut menyebabkan Kabinet Wilopo mengembalikan mandatnya pada presiden Sukarno. d) Kabinet Ali Sastroamidjoyo I (Juli 1953-Juli 1955) Kabinet ini merupakan koalisi PNI dan partai NU serta partai-partai kecil lainnya. Sementara Masyumi dan PSI (Partai Sosialis Indonesia) berada diluar pemerintahan. Program kerja kabinet ini antara lain: 1) Pengindonesiaan perekonomian dan memberi kesempatan kepada pengusaha pribumi. 2) Pelaksanaan
perekonomiaan
Ali
Baba
yaitu
kerja
sama
antara
pengusaha pribumi dengan pengusaha keturunan Tionghua dalam bidang perekonomian di Indonesia.
Program kabinet Ali I yang menonjol adalah penyelenggaraan Konferensi Asia Afrika di Bandung tanggal 18 –25 April 1955. Dalam KAA tersebut juga merekomendasikan dukungan kepada Indonesia tentang masalah Irian Barat. Pada akhirnya kabinet ini juga mengembalikan mandatnya pada presiden tanggal 24 Juli 1955. Penyebabnya adalah masalah pergantian KSAD (Komando Staf Angkatan Darat) yang masih berkaitan dengan peristiwa 17 Oktober 1952. Kabinet Ali berkeinginan mengangkat KSAD dari kelompok TNI yang anti peristiwa 17 Oktober yaitu Kolonel Bambang Utoyo namun petinggi TNI menolak dengan alasan bahwa dalam tradisi TNI, pengangkatan KSAD didasarkan pada senioritas dan kecakapan (Muhaimin, 2002:84). Parlemen akhirnya mengajukan mosi tidak percaya kepada Kabinet Ali yang
dianggap tidak mampu menghadapi tekanan TNI-AD sehingga
mengembalikan mandatnya kepada presiden. Meskipun menurut sistem politik bahwa yang dapat menjatuhkan kabinet adalah partai-partai politik di parlemen tetapi momen jatuhnya kabinet Ali I disebabkan oleh kekuatan Angkatan Darat. Namun kabinet ini merupakan kabinet terlama yang dapat bertahan pada masa demokrasi parlementer.
e) Kabinet Burhanudin Harahap (Agustus 1955-Maret 1956)
Sejarah SMA/SMK K - 9
175
Setelah berlangsung perundingan yang rumit pasca jatuhnya Kabinet Ali yang pertama ( Ali I),Burhannudin Harahap (Masyumi) berhasil menyusun kabinet yang didukung oleh Masyumi,PSI dan Partai NU. Program kabinet tersebut antara lain: 1) Pemberantasan korupsi (antara lain dengan menangkap mantan menteri kehakiman Kabinet Ali I yaitu Jody Gondokusumo dengan tuduhan korupsi). 2) Pelaksanaan pemilu I
Untuk mengurangi ketegangan dengan militer, Perdana Menteri Burhannudin mengangkat kembali A. H Nasution sebagai KSAD. Hal ini disebabkan pemerintah menginginkan dukungan militer untuk menjaga stabilitas keamanan berkaitan dengan rencana pelaksanaan pemilu. Salah satu program kabinet ini yang menjadi catatan sejarah politik di Indonesia adalah terselenggaranya pemilu I di Indonesia sejak kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 1945. Kabinet Burhanudin berhasil menyelenggarakan pemilu I di Indonesia dengan pelaksanaan sebagai berikut: 1) 29 September 1955 memilih anggota DPR 2) 15 Desember 1955 memilih anggota Konstituante Hasil Pemilu 1955 Partai
Suara sah
% suara
Kursi
%Kursi
sah
Parlemen
Parlemen
PNI
8.434.654
22,3
57
22,2
Masyumi
7.903.886
20,9
57
22,2
NU
6.955.141
18,4
45
17,5
PKI
6.176.914
16,4
39
15,2
PSII
1.091.160
2,9
8
3,1
Parkindo
1.003.325
2,6
8
3,1
Partai Katholik
770.740
2,0
6
2,3
PSI
753.191
2,0
5
1,9
Murba
199.588
0,5
2
0,8
Sejarah SMA/SMK K-9
176
Lain-lain
4.496.701
12,0
30
11,7
Jumlah
37.785.299
100,0
257
100,0
Sumber: Sejarah Indonesia Modern,M.C Ricklefs ,1991 Kabinet Burhanudin Harahap tetap mempertahankan politik luar negeri bebas aktif meskipun tetap condong pada negara-negara Barat. Pada tanggal 13 Pebruari 1956 , kabinet mengumumkan secara sepihak untuk memutuskan Uni Indonesia-Belanda hasil dari KMB, karena Belanda menolak melakukan upaya diplomasi lanjutan tentang Irian Barat. Dengan berhasilnya Pemilu I tersebut, tugas Kabinet Burhanudin Harahap dianggap selesai dan perlu dibentuk kabinet baru hasil dari Pemilu tersebut. e) Kabinet Ali Sastroamidjoyo II (Maret 1956-Maret 1957) Kabinet Ali II merupakan kabinet koalisi partai–partai besar hasil pemilu 1955 kecuali PKI sehinggga terdiri atas PNI,Masyumi dan Partai NU. Program kabinet tersebut disebut dengan Rencana Lima Tahun, dengan agenda sebagai berikut: 1) Perjuangan merebut Irian Barat 2) Pembentukan daerah-daerah otonom 3) Pemilihan anggota DPRD 4) Perbaikan nasib buruh dan pegawai 5) Menyehatkan keuangan negara 6) Pergantian
ekonomi
kolonial
menjadi
nasional
(Nugroho
Notosusanto,1977:96). Permasalahan-permasalahan
yang
dihadapi
kabinet
dalam
melaksanakan agenda pemerintahan adalah: 1) Timbulnya semangat anti Cina di masyarakat 2) Hubungan memburuk dengan Belanda karena pengingkaran pemerintah Indonesia terhadap persetujuan hutang-hutangnya dalam kesepakatan KMB 3) Penyelundupan barang-barang import 4) Ketidakpuasan daerah (terutama Sumatra dan Sulawesi) tentang alokasi beaya pembangunan antara daerah dan pusat. Ketidakpuasan daerah-daerah semakin meningkat karena dukungan dari panglima militer di daerah sehingga muncul dewan-dewan di daerah seperti Dewan Banteng di Sumatera Barat. Pada tanggal 20 Juli 1956 Muhammad Hatta
Sejarah SMA/SMK K - 9
177
mengundurkan diri sebagai wakil presiden. Pengunduran diri Hatta berarti terlemparnya tokoh luar Jawa yang disegani oleh Pusat. Dewan Banteng yang diketuai Let.Kol Ahmad Husein mengambil alih pemerintahan sipil di Sumatra dengan tuntutan kepada pemerintah Pusat agar Muhammad Hatta dikembalikan dalam posisi politik yang dominan dalam pemerintahan. Disamping itu mereka menuntut pembagian alokasi anggaran pembangunan yang proposional antara Pusat dan Daerah. Pada bulan Oktober 1956 Presiden Sukarno menawarkan jalur alternatif untuk mengatasi krisis politik berupa gagasan Demokrasi Terpimpin. Menurut Sukarno, Demokrasi Terpimpin merupakan sistem musyawarah-mufakat yang sesuai dengan kepribadian bangsa. Wacana Demokrasi Terpimpin tersebut menimbulkan perpecahan diparlemen karena partai-partai politik menyambut suara pro dan kontra tentang konsepsi tersebut. Partai Masyumi dan Partai Katholik
menentang
ide
Sukarno
tersebut
sementara
PNI
dan
PKI
mendukungnya. Konsepsi Demokrasi Terpimpin juga mendapat tantangan keras dari daerah terutama luar Jawa yaitu Sumatra dan Sulawesi. Krisis politik ini memuncak dengan pengunduran diri Kabinet Ali II. Namun sebelumnya Perdana Menteri Ali Sastroamidjoyo menendatangani dekrit yang menyatakan “Negara dalam keadaan darurat untuk semua wilayah” atau SOB (State of Siegel). Selanjutnya pemerintahan dipegang oleh Kabinet Djuanda. g) Kabinet Djuanda (April 1957–Juli 1959) Kabinet tersebut merupakan Zaken Kabinet, dengan programnya terdiri 5 (lima) pasal (Panca Karya) sehingga disebut kabinet karya Program kerjanya adalah : 1) Membentuk Dewan Nasional 2) Normalisasi situasi negara dan mempergiat pembangunan 3) Perjuangan merebut Irian Barat 4) Melancarkan pelaksanaan pembatalan KMB (Nugroho Notosusanto,1977:98). Posisi kabinet Djuanda sangat kuat karena negara dalam keadaan bahaya sehingga yang berperan adalah presiden dan TNI sehingga parlemen tidak dapat mengeluarkan mosi untuk menjatuhkan kabinet. Pemerintah juga membentuk Dewan Nasional yang diketuai Sukarno, bertujuan menampung dan
Sejarah SMA/SMK K-9
178
menyalurkan pertumbuhan kekuatan-kekuatan dalam masyarakat serta bertugas sebagai penasehat dalam menjalankan pemerintahan dan menjaga stabilitas keamanan. Namun pada prakteknya, pembentukan Dewan Nasional tersebut untuk memperkuat otoritas Sukarno serta sebagai forum tandingan bagi pengaruh partai-partai politik di pemerintahan. Dewan Nasional yang ektrakonstitusional tersebut menurut Sukarno berkedudukan lebih tinggi dari kabinet karena dewan tersebut mencerminkan seluruh bangsa sedangkan kabinet hanya mencerminkan parlemen (Mahfud M D,2000: 54). Dalam perkembangannya, pemerintahan tetap tidak berhasil mengatasi berbagai krisis, bahkan pergolakan di daerah semakin meningkat. Para perwira militer di daerah seperti Kolonel Zulkifli Lubis, Kolonel Simbolon , Let. Kol Ahmad Husein dan Let. Kol Samual mengadakan pertemuan di Palembang dengan hasil berupa tuntutan kepada pemerintah pusat yaitu: 4) Muhammad Hatta dikembalikan kedudukannya sebagai wapres 5) Jenderal Nasution beserta jajarannya harus diganti 6) Pembatasan gerakan dan paham komunis melalui Undang -undang. Tuntutan tersebut tidak ditanggapi oleh pemerintah Pusat sehingga perwira daerah mengultimatum agar Kabinet Djuanda mengundurkan diri. Pada tanggal 15 Pebruari 1958 Ahmad Husein memproklamirkan berdirinya PRRI (Pemerintahan Revolusioner Rebublik Indonesia) dengan Perdana Menterinya, Syfrudin Prawiranegara (tokoh Masyumi). Sementara itu di Sulawesi muncul gerakan Permesta yang mendukung PRRI sehingga pemberontakan ini disebut PRRI/Permesta. UUDS 1950 sejak semula hanya dimaksudkan untuk sementara, yakni sampai disusun dan ditetapkan UUD yang bersifat tetap dan ditetapkan oleh lembaga yang representatif untuk menyusunnya yaitu Dewan Konstituante. Sementara itu Dewan Konstituante hasil pemilu 1955 yang bertugas menyusun Undang-undang Dasar gagal melaksanakan tugasnya. Pertentangan antara kelompok pendukung Pancasila dan pendukung ideologi Islam dalam persoalan dasar negara di Konstituante terus meruncing bahkan konfrontasi meluas di luar gedung Konstituante dengan dibentuknya Front Pancasila oleh PNI dan Front atau Blok Islam. Front Pancasila yang juga didukung oleh PKI dibentuk dengan tujuan membasmi usaha-usaha yang akan melenyapkan Pancasila. Dua kubu
Sejarah SMA/SMK K - 9
179
anatar pendukung Pancasila dan pendukung ideologi Islam tampak tegas dengan pendiriannya masing-masing. Keadaan
ini
semakin
tegang
dengan
adanya
pemberontakan
PRRI/Permesta. Dewan Konstituante telah gagal dalam mewujudkan untuk menetapkan konstitusi yang baru. Pertentangan antarideologi politik menemui jalan buntu, dan kegagalan tersebut menuntut pembuburan Konstituante dan pemberlakuan kembali UUD 1945 (Nasution.2001 :4)
Menurut Syahuri,
kegagalan Konstituante dalam menyusun dan menetapkan undang-undang dasar disebabkan oleh dua hal yaitu : (1), Faktor internal ,adanya perbedaan pendapat saat awal gagasan dasar negara yang pernah dibahas dalam sidangsidang Badan Persiapan Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPPKI). Perbedaan dasar negara tersebut muncul kembali di antara partai-partai besar dalam Konstituante hasil pemilu 1955, sehingga muncul dua pandangan. Satu pihak menghendaki dasar negara Pancasila yang terkait dengan “agama” (syariat Islam) sebagaimana telah dirumuskan Piagam Jakarta 22 Juni 1945, dan pihak lain menghendaki “Pancasila” sebagai dasar negara tanpa ada perkataan syariat Islam. (2), Faktor ekternal,yang datang dari pihak pemerintah untuk kembali ke UUD 1945. Keinginan pemerintah ini didukung oleh Tentara Nasional Indonesia. (Syahuri .2005:130). UUD 1945 memang memberi kekuasaan presiden sangan kuat karena memusatkan kekuasaan di tangan presiden yang tidak bertanggung jawab kepada DPR dan hanya pada akhir masa jabatannya diharuskan memberi pertanggungjawaban kepada MPR yang terdiri atas anggota DPR dan utusanutusan daerah serta golongan-golongan lain (Nasution ,2001
:12). Hal ini yang
menjadi salah satu alasan Presiden Sukarno lebih senang jika konstitusi kembali ke UUD 1945. Akhirnya presiden Sukarno memutuskan mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 . 3. Demokrasi Terpimpin Demokrasi liberal atau sistem parlementer di Indonesia berdampak pada instabilitas keamanan, politik serta ekonomi. Hal ni dibuktikan hanya dalam rentang waktu 10 tahun terdapat 7 kabinet jatuh bangun. Disamping itu muncul gerakan–gerakan separatis serta berbagai pemberontakan di daerah. Sementara
Sejarah SMA/SMK K-9
180
itu, Dewan Konstituante yang bertugas menyusun UUD yang baru gagal melaksanakan tugasnya. Dalam pidato tanggal 22 April 1959 didepan Konstituante dengan judul “Res Publica, Sekali Lagi Res Pubica”, Presiden Sukarno atas nama pemerintah menganjurkan, supaya Konstituante dalam rangka rencana pelaksanaan Demokrasi Terpimpin menetapkan UUD 1945 sebagai UUD bagi ketatanegaraan yang definitif. Dewan Konstituante berbeda pendapat dalam merumuskan dasar negara. Pertentangan tersebut antara kelompok pendukung dasar negara Pancasila dan pendukung dasar negara berdasar syariat Islam. Kelompok Islam mengusulkan agar mengamademen dengan memasukkan kata–kata : dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk–pemeluknya” kedalam Pembukaan UUD 1945. Usul amandemen tersebut ditolak oleh
sebagian besar anggota
Konstituante dalam sidang tanggal 29 Mei 1959 dengan perbandingan suara 201 (setuju) berbanding 265(menolak). Sesuai dengan ketentuan tata tertib maka diadakan pemungutan suara dua kali lagi. Pemungutan suara terakhir dilakukan tanggal 2 Juni 1959 namun tidak mencapai quorum. Akhirnya Konstituante mengadakan reses atau masa istirahat yang ternyata untuk waktu tanpa batas. Dengan memuncaknya krisis nasional dan untuk menjaga ekses– ekses politik yang mengganggu ketertiban negara, maka KSAD Letjen. A. H Nasution atas nama pemerintah/Penguasa Perang Pusat (Peperpu), pada tanggal 3 Juni 1959 mengeluarkan peraturan No. Prt./Peperpu/040/1959 tentang larangan mengadakan kegiatan politik. Kegagalan Konstituante dalam melaksanakan tugasnya sudah diprediksi sejak semula, terbukti dengan gagalnya usaha kembali ke UUD 1945 melalui saluran konstitusi yang telah disarankan pemerintah. Dengan jaminan dan dukungan dari Angkatan Bersenjata, Presiden Sukarno pada tanggal 5 Juli 1959, mengumumkan Dekrit Presiden. Keputusan Presiden R I No. 150 tahun 1959 yang dikenal sebagai Dekrit Presiden 5 Juli 1959 memuat tiga hal yaitu: Pertama Menetapkan pembubaran Konstituante Kedua Menetapkan UUD 45 berlaku lagi bagi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, terhitung mulai tanggal penetapan Dekrit ini, dan tidak berlaku lagi UUDS Ketiga Pembentukan MPRS, yang terdiri atas anggota–anggota DPR ditambah dengan utusan–utusan daerah dan golongan, serta
Sejarah SMA/SMK K - 9
181
pembentukan Dewan Pertimbangan Agung Sementara dalam waktu yang sesingkat–singkatnya Meskipun Dekrit 5 Juli 1959 merupakan suatu tindakan darurat, mengingat keadaan ketatanegaraan negara yang membahayakan persatuan dan keselamatan Negara dan Bangsa, namun kekuatan hukumnya bersumber pada dukungan seluruh rakyat Indonesia, terbukti dari persetujuan DPR hasil pemilu 1955 pada tanggal 22 Juli 1959. Setelah dinyatakan Dekrit 5 Juli 1959 maka berakibat jatuhnya seluruh kekuasaan politik pada tangan Sukarno sebagai Presiden. Dekrit Presiden 5 Juli 1959 mendapat dukungan komponen masyarakat , TNI, Mahkamah agung serta sebagaian besar anggota DPR. Hal ini disebabkan masyarakat mendambakan stabilitas politik dan keamanan dalam rangka pembangunan bangsa. Namun Dekrit Presiden tidak dapat dilepaskan dengan berlakunya konsep Demokrasi Terpimpin. Demokrasi Terpimpin pertama–tama adalah sebagai suatu alat untuk mengatasi perpecahan yang muncul di dataran politik Indonesia dalam kurun waktu pertengahan tahun 1950-an. Untuk menggantikan pertentangan di parlemen antara partai politik, suatu sistem yang lebih otoriter perlu diciptakan dimana peran utama dimainkan oleh Presiden Sukarno (Harold Crouch1999;44). Pengertian rinci tentang Demokrasi Terpimpin dapat ditemukan dalam pidato kenegaraan Sukarno dalam rangka HUT Kemerdekaan RI tahun 1957 dan 1958, yang pokok–pokoknya sebagai berikut (Soepomo Djojowadono, dalam Mahfud MD,2000:550): a) Ada rasa tidak puas terhadap hasil–hasil yang dicapai sejak tahun 1945 karena belum mendekati cita–cita dan tujuan proklamsi seperti masalah kemakmuran dan pemerataan keadilan yang tidak terbina, belum utuhnya wilayah RI karena masih ada wilayah yang dijajah Belanda,instabilitas nasional yang ditandai oleh jatuh–bangunnya kabinet serta pemberontakan di daerah–daerah. b) Kegagalan tersebut disebabkan menipisnya nasionalisme, pemilihan demokrasi liberal yang tanpa pemimpin dan tanpa disiplin, suatu demokrasi yang tidak cocok dengan kepribadian Indonesia, serta sistem multi–partai yang didasarkan pada Maklumat Pemerintah 3 November 1945 yang ternyata partai–partai tersebut digunakan
Sejarah SMA/SMK K-9
182
sebagai alat perebutan kekuasaan dan bukan sebagai alat pengabdi rakyat. c) Suatu koreksi untuk segera kembali pada cita–cita dan tujuan semula harus dilaskukan dengan cara meninjau kembali sistem politik. Harus diciptakan suatu demokrasi yang menuntun untuk mengabdi kepada negara dan bangsa, yang beranggotakan orang–orang jujur. d) Cara yang harus ditempuh untuk melaksanakan koreksi tersebut adalah: 6) Mengganti sistem free fight liberalisme dengan Demokrasi Terpimpin yang lebih sesuai dengan kepribadian bangsa. 7) Dewan Perancang Nasional akan membuat blue-print masyarakat adil dan makmur. 8) Hendaknya Konstituante tidak menjadi tempat berdebat yang
berlarut-larut
dan
segera
menyelesaikan
pekerjaannya agar blue print yang dibuat Depernas dapat didasarkan pada konstitusi baru yang dibuat Konstituante 9) Hendaknya
Konstituante
meninjau
dan
memutuslkan
masalah Demokrasi Terpimpin dan masalah kepartaian. 10) Perlunya penyerdehanaan sistem kepartaian dengan mencabut Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945 yang
telah
memberi
menggantikannya
sistem
dengan
multi–partai
undang–undang
dan
kepartaian
serta undang–undang pemilu. Selain itu, Sukarno juga mendefinisikan Demokrasi Terpimpin adalah demokrasi
yang
dipimpin
oleh
hikmah
kebijaksanaan
dalam
permusyawaratan/perwakilan. Meskipun definisi dari Demokrasi Terpimpin pada hakekatnya baik namun pada prakteknya menyimpang dari apa yang telah didefinisikan. Pelaksanaan Demokrasi Terpimpin yang diperkuat dengan TAP MPRS No. VII/1965 menjelmakan Presiden Sukarno sebagai penguasa yang mengarah pada kediktatoran. Dalam rangka mengurangi peran kontrol partai politik yang menolak Demokrasi Terpimpin, Presiden Sukarno mengeluarkan Peraturan Presiden No. 7
tahun
1959
yang
berisi
ketentuan
kewajiban
partai–partai
politik
mencantumkan AD/ART(anggaran dasar/anggaran rumah tangga), dengan asas
Sejarah SMA/SMK K - 9
183
dan tujuan tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945, serta membubarkan
partai–partai
politik
yang
terlibat
dalam
pemberontakan–
pemberontakan. Aturan tersebut mengakibatkan Partai Masyumi dan Partai Sosialis
dibubarkan
karena
dianggap
mendukung
pemberontakan
PRRI/Permesta. Konsepsi Demokrasi Terpimpin antara lain pembentukan lembaga negara baru yang ektra–konstitusional yaitu Dewan Nasional yang diketuai Sukarno
sendiri
dan bertugas memberi nasekat
pada kabinet.
Untuk
pelaksanaannya dibentuk kabinet baru yang melibatkan semua partai politik termasuk PKI. Pada bulan Juli 1959, Sukarno mengumumkan kabinetnya yang bernama Kabinet Kerja yang terdiri dari sembilan menteri disebut Menteri– Menteri Kabinet Inti dan 24 menteri yang disebut Menteri Muda. Dalam Kabinet Kerja tersebut, Djuanda diangkat sebagai menteri utama atau pertama dan semua menteri diharuskan melepaskan ikatan kepartaian dalam membentuk pemerintahan non–partai.
Program kerja kabinet tersebut dirumuskan dalam tiga pokok yaitu ( Feith, 1995:75): 4) Sandang-pangan bagi rakyat 5) Pemulihan keamanan 6) Melanjutkan perjuangan melawan imperalis. Periode Demokrasi Terpimpin ditandai oleh beberapa ciri, yaitu pertama, peran dominan dari Presiden, kedua, pembatasan peran DPR serta partai-partai politik (kecuali PKI yang diberi kesempatan untuk berkembang), dan ketiga, peningkatan peran TNI sebagai kekuatan sosial-politik (Budiardjo,1998: 228).. Dalam rangka
pelaksanaan Demokrasi Terpimpin ,Sukarno juga
membentuk DPA (Dewan Pertimbangan Agung) serta Dewan Perancang Nasional yang dipimpin Muhammad Yamin, serta MPRS yang diketuai Chaerul Saleh. MPR dalam sidangnya pada tahun 1960, 1963 dan 1965 menetapkan kebijakan-kebijakan yang mencerminkan ide-ide Demokrasi Terpimpin. Namun Presiden membekukan DPR hasil pemilu 1955 disebabkan parlemen menolak Anggaran Belanja Negara yang diajukan Presiden dan menggantikannya dengan DPR GR(DPR Gotong-Royong). Sukarno juga menetapkan MPRS, dimana tokoh PKI D.N Aidit menjadi salah seorang Wakil Ketua. Tokoh-tokoh Masyumi ,PSI
Sejarah SMA/SMK K-9
184
dan Muhammad Hatta menentang kebijakan Sukarno tersebut dengan membentuk Liga Demokrasi. Beberapa usaha pemerintahan Demokrasi Terpimpin untuk mengurangi peran partai politik antara lain dengan penyederhanaan sistem partai dengan mengurangi jumlah partai melalui Penpres No. 7/1959. Maklumat Pemerintah 3 November 1945 yang menganjurkan pembentukan partai-partai politik dicabut dan ditetapkan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh partai untuk diakui oleh pemerintah. Partai yang kemudian dinyatakan memenuhi syarat adalak PKI,PNI NU, Partai Katolik, Partindo, Parkondo, Partai Murba,PSII,IPKI, Partai Islam Perti, sedang beberapa partai lain dinyatakan tidak memenuhi syarat. Di samping itu dicari suatu wadah untuk memobilisasi semua kekuatan politik di bawah pengawasan pemerintah melalui wadah Front Nasional yang dibentuk tahun 1960. Semua partai politik yang ada terwakili di dalammya termasuk kelompok-kelompok yang selama ini kurang mendapat kesempatan dalam berpartisispasi dalam membuat keputusan, yaitu golongan TNI dan golongan fungsional. MPRS yang terbentuk tanggal 22 Juli 1959, dalam Sidang Umum I MPRS tahun 1960 menetapkan pidato kenegaraan Sukarno tanggal 17 Agustus 1959
tersebut menjadi “Manifesto Politik Indonesia” dan menetapkannya
sebagai GBHN. Selanjutnya dalam Sidang Umumnya tahun 1963 menetapkan “mengangkat Ir. Sukarno sebagai presiden seumur hidup”. Dalam membentuk ideologi bagi Demokrasi Terpimpin, Sukarno memperkenalkannya dalam pidato kenegaraan tanggal 17 Agustus 1959 yang berjudul “Penemuan Kembali Revolusi Kita” yang dianggap sebagai Manifesto Politik yang disingkat Manipol. Isi Manipol disimpulkan menjadi lima prinsip yaituUUD 1945, Sosialisme Indonesia,Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin dan Kepribadian Indonesia yang disingkat USDEK. Manipol-USDEK dikaitkan dengan dasar negara Pancasila sehingga menjadi rangkaian pola ideologi Demokrasi Terpimpin. Sukarno menghendaki persatuan ideologi antara Nasionalisme, Islam dan Marxis dengan doktrin Nasakom (nasionalis, agama dan komunis). Doktrin ini mengandung arti bahwa PNI (nasionalis), Partai NU (Agama) dan PKI (komunis) akan berperan secara bersama dalam pemerintahan disegala
Sejarah SMA/SMK K - 9
185
tingkatan sehingga menghasilkan sistem kekuatan koalisi politik. Namun pihak militer tidak setuju terhadap peran PKI di pemerintahan (Ricklefs,1991:406). Melalui kehadiran Front Nasional yang berdasarkan NASAKOM, PKI berhasil mengembangkan sayapnya dan mempengaruhi hampir semua aspek kehidupan politik (Budiardjo,1998: 229). Front Nasional sesuai dengan konsep da ide dari Sukarno, tang rupanya dimaksudkan oleh Sukarno nantinya kan menjadi partai tunggal negara dengan menggunakan basis massa sebagai penggeraknya (Muhaimain,2002:135).
D. AKTIVITAS PEMBELAJARAN Untuk memahami materi Sejarah Politik di Indonesia, anda perlu membaca secara cermat modul ini, gunakan referensi lain sebagai materi pelengkap untuk menambah pengetahuan anda. Dengarkan dengan cermat apa yang disampaikan oleh pemateri, dan tulis apa yang dirasa penting. Silahkan berbagi pengalaman anda dengan cara menganalisis, menyimpulkan dalam suasana yang aktif, inovatif dan kreatif, menyenangkan dan bermakna. Langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam mempelajari materi ini mencakup : 1.
Aktivitas individu, meliputi : a. Memahami dan mencermati materi diklat b. Mengerjakan latihan/lembar kerja/tugas, menyelesaikan masalah/kasus pada setiap kegiatan belajar; dan menyimpulkan c. Melakukan refleksi
2.
Aktivitas kelompok, meliputi : a. mendiskusikan materi pelatihan b. bertukar pengalaman dalam melakukan pelatihan c. penyelesaian masalah /kasus
E. EVALUASI KEGIATAN Lembar Kerja/LK 1 1)Identifikasikan
penyimpangan-penyimpangan
dalam
aturan
ketatatanegaraan yang terjadi pada masa Demokrasi Terpimpin?
Sejarah SMA/SMK K-9
186
2) Bagaimana anda sebagai seorang guru sejarah menjelaskan materi yang kontroversi kepada siswa namun tetap menjaga nilainilai nasionalisme dan persatuan bangsa ? (Contoh: Materi tentang Pemberontakan G-30/S). 3) Buatlah tugas secara berkelompok, membuat bagan tentang masalah-masalah yang menonjol pada masa: -Demokrasi Liberal -Demokrasi Terpimpin -Orde Baru Lembar Kerja/LK 2 Jawablah secara individu soal berikut. 1. 2. 3. 4. 5.
Bagaimana latar belakang lahirnya demokrasi liberal di awal kemerdekaan! Pada masa demokrasi liberal, kabinet sering jatuh bangun, mengapa? Bagaimana hakekat Demokrasi Terpimpin! Bagaimana pelaksanaan politik luar negeri masa demokrasi terpimpin? Mengapa pada masa demokrasi terpimpin, eksistensi Indonesia diperhitungkan di dunia internasional
Lembar Kerja.3. Beri penjelasan hal berikut Fakta dan No Latar belakang Peristiwa 1 Peristiwa Tanjung ……………………………… Morawa
Keterangan
……………………………… …….. ……………………………… ……………………………… ……..
2
3
Indonesia keluar
………………………………
sebagai anggota
………………………………
PBB
……..
Penyimpangan
………………………………
politik dalam
………………………………
Sejarah SMA/SMK K - 9
187
negeri masa
……..
Demokrasi
………………………………
terpimpin
……………………………… …….. ……………………………… ……………………………… ……..
F. RANGKUMAN Perjalanan sejarah bangsa antara tahun 1950-1966 diliputi suasana pertentangan internal antara elemen-elemen bangsa. Hal ini berbeda pada tahun-tahun awal kemerdekaan antara tahun 1945-1949 ,Indonesia diliputi suasana perang kemerdekaan atau mempertahankan kemerdekaan. Pada masa tahun 1950-1966 dikelompokkan dalam tiga masa pemerintahan yaitu masa Demokrasi Liberal, Demikrasi Terpimpin dan Orde Baru. Pada masa Demokrasi Liberal terjadi perbedaan kepentingan yang menonjol di antara partai-partai politik yang ada. Sistem parlementer yang dicoba di Indonesia mengalami kegagalan. Hal ini dibuktikan hanya dalam kurun waktu sembilan tahun tercatat kurang lebih terjadi tujuh kali pergantian kabinet. Ketika Pemilu I di Indonesia tahun 1955, rakyat mengharapkan bahwa hasil pemilu tersebut dapat menjadikan perjalanan pemerintahan yang lebih baik. Namun Dewan Konstituante yang merupakan badan perancang dan pembuat undangundang dasar hasil pemilu I tersebut juga gagal melaksanakan tugasnya. Partaipartai politik dalam Dewan Konstituante saling mempertahankan ideologinya sehingga mengalami jalan buntu dalam mengambil keputusan. Dalam suasana stagnan tersebut, Presiden mengambil keputusan untuk mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Selanjutnya presiden menerapkan Demokrasi Terpimpin. Namun pada masa ini, Indonesia terseret pada arus totaliter atau diktator. Presiden mengambil kebijakan-kebijakan yang tidak sesuai dengan aturan perundang-undangan. Disamping itu, PKI menjadi kekuatan yang besar pasca pemberontakan PKI Madiun 1948. Pada Pemilu I PKI termasuk dalam kategari partai besar dalam jumlah suara. Masa Demokrasi Terpimpin merupakan masa berperannya tiga unsur kekuatan yang menentukan arah perjalanan bangsa. Tiga kekuatan tersebut
Sejarah SMA/SMK K-9
188
adalah Presiden Sukarno, TNI dan PKI. Titik kulminasi dari persaingan diantara ketiga kekuatan tersebut ketika terjadi peristiwa pemberontakan G-30-S tahun 1965. Sampai dengan keruntuhan
Orde Baru tahun 1998, PKI ditetapkan
sebagai kekuatan yang berada dibalik tragedi tersebut. Akibatnya ideologi komunis dilarang hidup di Indonesia meski sekarang muncul wacana agar pelarangan ideologi Komunis di Indonesia ditinjau ulang.
G. UMPAN BALIK DAN TINDAK LANJUT Setelah kegiatan pembelajaran,Bapak/ Ibu dapat melakukan umpan balik dengan menjawab pertanyaan berikut ini: 1. Apa yang Bapak/Ibu pahami setelah mempelajari materi Masa Pemerintahan Sukarno dan Soeharto? 2. Pengalaman penting apa yang Bapak/Ibu peroleh setelah mempelajari materi di atas? 3. Apa manfaat materi tersebut terhadap tugas Bapak/Ibu disekolah
-
DAFTAR PUSTAKA Herbert Feith, 1995. Soekarno-Militer dalam Demokrasi Terpimpin. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan Harold Crouch,1999. Militer dan Politik di Indonesia. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan Kerstin Beise, 2004. Apakah Soekarno Terlibat Peristiwa G 30 S. Yogyakarta: Penerbit Ombak Todiruan Dydo,1989. Pergolakan Politik Tentara Sebelum dan Sesudah G 30 S/PKI. Jakarta:PT Golden Terayon Press. Leo Suryadinata,1992. Golakar dan Militer Studi Tentang Budaya Politik. Jakarta: LP3ES. Lev Daniel S,1967. The Political Role of the Army in Indonesia. San Fransisco: Chander Publishing Company. Miriam Budiardjo,1996. Demokrasi di Indonesia Demokrasi Parlementer dan Demokrasi Pancasila. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama M.C Ricklefs,1991. Sejarah Indonesia Modern. Yogyakarta: Gadjah Mada Press Mohammad Mahfud MD,2000. Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.
Sejarah SMA/SMK K - 9
189
Nugroho Notosusanto, 1977. Sejarah Nasional Indonesia VI. Jakarta: Balai Pustaka Priyo Budi Santoso,1995. Birokrasi Pemerintah Orde Baru, Perspektif Kultural dan Struktural. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada Sekretaris Negara RI,1994. Gerakan 30 September Pemberontakan Partai Komunis Indonesia Latar Belakang Aksi dan Penumpasannya. Jakarta: Sekretaris Negara RI. Herbert Feith, 1995: Soekarno-Militer dalam Demokrasi Terpimpin. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan Sartono Kartodirjo,1993. Pengantar Sejarah indonesia Baru: Sejarah Pergerakan Nasional, Dari Kolonialisme Sampai Nasionalisme Jilid 2. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama Sekretaris Negara RI,1994. Gerakan 30 September Pemberontakan Partai Komunis Indonesia Latar Belakang Aksi dan Penumpasannya. Jakarta: Sekretaris Negara RI. Sayidiman Suryohadiprojo,1996. Kepemimpinan ABRI dalam Sejarah dan Perjuangannya. Jakarta: Penerbit Intermasa Soegiarso Soerojo,1988. Siapa Menabur Angin Akan Menuai Badai. Jakarta: Sri Murni Yahya A. Muhaimin, 2002. Perkembangan Militer dalam Politik di Indonesia 1945-1966. Yogyakarta:Gadjah Mada Press.
Sejarah SMA/SMK K-9
190
KEGIATAN PEMBELAJARAN 8
SEJARAH EKONOMI INDONESIA
A.
TUJUAN PEMBELAJARAN Setelah mempelajari modul PKB ini,
peserta diharapkan mampu
memahami sejarah ekonomi Indonesia sebagai bagian dari perkembangan sejarah Indonesia
B.
INDIKATOR PENCAPAIAN KOMPETENSI 1.
menjelaskan pengertian sejarah ekonomi
2.
menganalisa penyebab kurangnya penulisan sejarah ekonomi di Indonesia
C.
URAIAN MATERI
1.
Pengantar Sejarah ekonomi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia sebagai
pencari dan pembelanja dalam perspektif historis (Kuntowijoyo, 1994:82). Kegiatan-kegiatan masyarakat dalam bidang ekonomi di masa lalu dapat ditulis menjadi sejarah ekonomi. Beberapa bentuk kegiatan-kegiatan manusia dalam bidang ekonomi misalnya produksi, penjualan, pembelian, penawaran dan permintaan barang-barang, penggunaan sumber-sumber ekonomi, dan lain-lain. Singkatnya, sejarah ekonomi adalah sejarah yang membahas perilaku atau kegiatan ekonomi manusia di masa lampau Lahirnya sejarah ekonomi bermula dari terbitnya karya Wealth of Nations (1770) oleh Adam Smith dan mulai berkembang pesat dengan kemunculan konsepsi sejarah material oleh Karl Marx pada abad ke-19.Sejarah ekonomi terbagi menjadi dua jenis. Pertama, bersifat tematik, yaitu yang lebih menekankan aspek kegiatan ekonomi atau tema-tema ekonomi dalam sejarah. Kedua, yang bersifat paradigmatik, yaitu faktor ekonomi dijadikan sebagai skema mental atau asas falsafah dalam mengkaji sejarah.Ruang lingkup penulisan sejarah ekonomi bisa dalam skala yang lebih mikro maupun makro. Ruang lingkup yang lebih mikro, misalnya sejarah ekonomi pedesaan. Sejarah SMA/SMK K - 9
191
Dalam Sejarah Ekonomi dikenal ada dua mahdzab, yaitu Annales (Perancis) dan Sejarah Ekonomi Baru. Kelompok pertama umumnya menaruh perhatian yang besar pada aspek ekonomi dari masa lampau. Aliran ini tidak hanya
mengkaji
sejarah
ekonomi
tetapi
juga
sejarah
sosial.
Dalam
perkembangan selanjutnya tema sejarah semakin luas karena menggunakan berbagai metode, seperti: Sosiologi dan Antropologi.Sedangkan kelompok kedua, meneliti aspek-aspek ekonomi dengan bantuan teori ekonomi yang sudah berkembang pesat. Tahun 1957 dianggap sebagai lahirnya aliran Sejarah Ekonomi Baru ini. Sejarawan ekonomi baru ini umumnya berangkat dari ahli ekonomi sebelum memasuki sejarah ekonomi. Aliran ini disebut Cliometri karena menggunakan teori-teori ekonomi, menggunakan data-data statistic, pengukuran matematis, komputer, dan berbagai teknik lainnya. Sejarawan John Meyer menggunakan analisis output-output untuk mengukur perubahan-perubahan dalam volume perdagangan Inggris pada rata-rata pertumbuhan ekonomi Inggris pada akhir abad ke-19. Di Indonesia, kajian sejarah ekonomi kurang mendapatkan minat dari para sejarawan (Thee Kian-wie, 1988:xvii). Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh sejarawan ekonomi Indonesia yang pada pertengahan tahun 1960-an menulis bahwa studi sejarah perekonomian Indonesia dan Asia Tenggara pada umumnya, masih berada pada tahap awal. Namun demikian, jumlah karangankarangan sejarah ekonomi di Indonesia terbilang cukup banyak. Ekonomi prakolonial oleh Anthony Reid, Sistem Tanam Paksa oleh R.E. Elson, G.R. Knight, dan Robert Van Niel, Peranan Perkebunan Besar oleh Peter Boomgard, Colin Barlow, John Drabble, dan W.J. O‟Malley, Sistem Perpajakan oleh Anne booth, F.W. Diehl, Perdagangan Antarpulau dan Integrasi Ekonomi Indonesia oleh Howard Dick, dan masih ada lagi beberapa karangan lain (Thee Kian-wie, 1988:x). Berikut ringkasan mengenai sejarah ekonomi Indonesia. 2.
Dampak Sistem Tanam Paksa terhadap Perekonomian Petani Jawa Menjelang akhir abad XVIII VOC mengalami kemunduran. Moralitas
pegawai-pegawai VOC mulai menurun karena rendahnya kesejahteraan yang mereka terima. Praktik-praktik korupsi mulai marak dan menggerogoti pondasi kongsi dagang Hindia Belanda ini. Selain itu kas negeri Belanda juga sedang mengalami kekosongan akibat perang. Keuntungan VOC banyak tersedot untuk
Sejarah SMA/SMK K-9
192
menutup kesulitan keuangan ini. Maka pada tanggal 31 Desember 1799, VOC yang hampir berusia dua abad harus menerima akhir hidupnya. Sejak 1 Januari 1800 kekuasaan di Hindia Belanda beralih dari VOC ke pemerintah kolonial Belanda. Bubarnya VOC bukan berarti penderitaan negara jajahan berakhir. Eksploitasi terhadap kekayaan nusantara terus berlangsung. Sistem eksploitasi yang dilakukan VOC dengan pemerintah kolonial memiliki persamaan yaitu adanya penyerahan wajib hasil-hasil pertanian meskipun cara yang agak berbeda. Pemerintah kolonial mengadakan hubungan dengan para petani secara langsung dan lebih intens untuk menjamin arus tanaman ekspor dalam jumlah yang dikehendaki. Golongan konservatif yang menguasai pemerintahan kolonial pada masa awal abad XIX memandang politik eksploitasi dengan penyerahan paksa peninggalan VOC sangat cocok untuk mengelola Hindia\ Belanda sebagai daerah wingewest atau daerah yang menguntungkan negara induk. Sistem penyerahan\ paksa itu dapat diterapkan dalam usahaeksploitasi produksi pertanian tanah jajahan yang langsung ditangani oleh pemerintah kolonial. Eksploitasi produksi pertanian yang dilakukan oleh pemerintah kolonial ini diwujudkan dalam bentuk perkebunan negara.\Sejak itulah Hindia Belanda memasuki masa sistem tanam wajib atau tanam paksa (cultuurstelsel). Sistem tanam paksa dilaksanakan melalui alat birokrasi pemerintah yang berfungsi sebagai pelaksana langsung dalam proses mobilisasi sumber perekonomian berupa tanah dan tenaga kerja.Sistem tanam paksa lebih mengutamakan peningkatan hasil produksi tanaman ekspor yang sangat laku di pasaran Eropa. Untuk itu pemerintah kolonial memperkenalkan tanaman ekspor kepada petani di Jawa. Pelaksanaan tanam paksa dalam kenyataannya tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku pada masa itu. Sistem tanam paksa lebih menguntungkan
pemerintah
kolonial
dan
semata-mata
sebagai
bentuk
eksploitasi (Robert van Niel dalam Anne Booth,dkk., 1988:101). Meskipun dapat ditarik suatu kesimpulan secara umum bahwa sistem tanam paksa membawa penderitaan, akan tetapi sistem tanam paksa membawa dampak besar bagi perubahan sosial ekonomi petani Jawa. Subsistensi yang sejak dulu menjadi warna dalam perekonomian petani Jawa mengalami pergeseran.
Secara perlahan namun pasti sistem tanam
Sejarah SMA/SMK K - 9
paksa telah
193
memperkenalkan perekonomian uang yang kemudian semakin berkembang dengan masuknya modal asing dalam koridor ekonomi liberal. Sistem tanam paksa merupakan penyatuan antara sistem penyerahan wajib dengan sistem pajak tanah. Ciri pokok sistem tanam paksa terletak pada kewajiban rakyat untuk membayar pajak dalam bentuk hasil tanaman pertanian merekadan bukan dalam bentuk uang seperti yang berlaku dalam sistem pajak. Pungutan pajak dalam bentuk barang (in natura) akan membuat produksi tanaman perdagangan (cash crops) dapat dikumpulkan dalam jumlah besar. Produksi tanaman ekspor yang berhasil dikumpulkan itu, diharapkan akan dapat dikirimkan ke negeri induk, yang kemudian dipasarkan di pasaran dunia secara luas, baik di Eropa maupun Amerika.\ Pemasaran produksi tanaman ekspor di pasaran dunia itu akan mendatangkan keuntungan besar baik bagi pemerintah maupun para pengusaha di negeri Belanda, sehingga utang negeri induk segera dapat dibayar (Kartodirdjo dan Suryo, 1991:54). Dalam pelaksanaan sistem tanam paksa, van den Bosch menghendaki peningkatan campur tangan orang Eropa dalam proses produksi. Rakyat dipaksa menanam tanaman ekspor yang diminta pemerintah di tanahtanah milik mereka sendiri. Penyerahan hasil tanaman, menurut teorinya, dilakukan atas kemauan penduduk sendiri namun tentu dalam kenyataannya tidaklah demikian. Tuntutan kerja paksa (kerja rodi) atau pekerjaan tanam paksa diwajibkan bagi penanaman kopi yang hampir semuanya dilakukan di\ tanah yang belum digarap, meskipun pada praktiknya penanaman juga dilakukan di lahan pertanian yang sudah digarap. Dalam teorinya sebagai upah atas penanaman tanaman yang diminta pemerintah maka penduduk dibebaskan dari kewajiban membayar pajak tanah. Pajak nantinya dipungut bukan dalam bentuk uang melainkan dalam bentuk in natura atau dengan memberikan tenaganya untuk bekerja. Hal ini dianggap lebih sesuai dengan sifat rumah tangga desa yang ingin dipertahankan sebagai rumah tangga produksi dan dicegah agar tidak menjalankan rumah tangga uang (Kartodirdjo dan Suryo, 1991:55). Tujuan pelaksanaan sistem tanam paksa mengikuti pola kekuasaan tradisional masyarakat Jawa. Kaum tani digerakkan untuk bekerja menghasilkan tanaman ekspor. Untuk itu diharapkan para kepala desa dan birokrasinya mampu menggunakan kekuasaan mereka untuk menggerakan orang-orang bekerja
Sejarah SMA/SMK K-9
194
dengan cara baru. Masyarakat desa dipaksa menyerahkan pemakaian sebagian tanah mereka untuk penanaman tanaman keperluan pemerintah dan sebagian besar masih untuk menanam padi keperluan masyarakat. Tujuannya ialah agar masyarakat Jawa tetap statis secara ekonomi agraris (Robert van Niel dalam Booth, dkk., 1988:116). Kenyataannya hal ini tidaklah demikian. Sasaran pokok dari sistem tanam paksa yaitu memperoleh produksi setinggi-tingginya. Sasaran ini justru menimbulkan banyak terjadi penyimpangan di lapangan yang menimbulkan tekanan berat terhadap rakyat pedesaan. Penyimpangan ini didasari pada “kejar setoran” yang dilakukan oleh para birokrat local (Kurniawan, 2014:166). Sistem tanam paksa berjalan dengan berbagai kesukaran dan perlakuan yang menyakitkan terhadap kaum petani Jawa. Akan tetapi pada sisi lain pandangan sejarah makin lama makin mencoba memperlihatkan kerangka perubahan sosialekonomi masyarakat Jawa yang lebih luas (Robert van Niel dalam Anne Booth, dkk., 1988:104-105). Aturan mengenai pelaksanaan sistem tanam paksa pada dasarnya masih dapat diterima karena masih berada dalam koridorkoridor kewajaran yang masuk akal. Permasalahannya ialah dalam praktiknya sistem tanam paksa menyimpang dari aturan yang ditetapkan. Menurut Kartodirdjo dan Suryo (1991:56) dalam Lembaran Negara (Staatsblad) tahun 1834, nomor 22, sistem tanam paksa dijalankan dengan ketentuan sebagai berikut : 1. Melalui persetujuan, penduduk menyediakan sebagian tanahnya untuk penanaman tanaman perdagangan yang dapat dijual di pasaran Eropa. 2. Tanah yang disediakan untuk penanaman tanaman perdagangan tidak boleh melebihi seperlima dari tanah pertanian yang dimiliki penduduk desa. 3. Pekerjaan yang diperlukan untuk menanam tanaman perdagangan tidak boleh melebihi pekerjaan yang dibutuhkan untuk menanam padi. 4. Bagian tanah yang ditanami tanaman perdagangan dibebaskan dari pembayaran pajak tanah. 5. Hasil tanaman perdagangan yang berasal dari tanah yang disediakan wajib diserahkanm kepada pemerintah Hindia Belanda;m apabila nilai hasil tanaman perdagangan yang ditaksir itu melebihi pajak tanah yang
Sejarah SMA/SMK K - 9
195
harus dibayar rakyat, maka selisih positifnya harus diserahkan kepada rakyat. 6. Kegagalan panen tanaman perdagangan harus dibebankan kepada pemerintah, terutama apabila kegagalannya bukan disebabkanoleh kelalaian penduduk. 7. Penduduk desa akan mengerjakan tanah mereka dengan pengawasan kepala-kepala pengawasannya
mereka, pada
dan segi
pegawai-pegawai teknis
dan
Eropa
ketepatan
membatasi
waktu
dalam
pembajakan tanah, panen, dan pengangkutan. Kartodirdjo dan Suryo (1991:63) menjelaskan mengenai penyimpangan tanam paksa khususnya pada pembagian tanah. Bagian tanah yang diminta untuk ditanami tanaman wajib melebihi dari 1/5 bagian seperti yang ditentukan, misalnya
sampai
1/3
atau
1/2 bagian,
bahkan sering
seluruh
tanah
desa.Demikian juga pembayaran setoran hasil tanaman banyak yang tidak ditepati menurut jumlah yang diserahkan, atau banyak kerja yang semestinya mendapat upah, tetapi tidak dibayarkan upahnya. Kegagalan panen dibebankan kepada penduduk. Pengerahan tenaga kerja perkebunan ke tempat-tempat yang jauh dari desa tempat tinggal penduduk, kerja rodi di pabrik-pabrik dan tempat lain tanpa upah yang tentu memberatkan penduduk. Secara umum pelaksanaan sistem tanam paksa telah mempengaruhi dua unsur pokok kehidupan agraris pedesaan Jawa, yaitu tanah dan tenaga kerja.Akan tetapi menurut Robert van Niel dalam Anne Booth (1988 : 130), dampak dari sistem tanam paksa di Jawa selain mempengaruhi tanah (kemudian dikaitkan dengan sistem ekonomi pedesaan) dan munculnya tenaga buruh yang murah, masih ditambah satu hal lagi yaitu lahirnya pembentukan modal di desa. Perolehan laba yang sangat luar biasa bagi Belanda menunjukkan bahwa sistem tanam paksa merupakan eksploitasi Belanda, terutama di Jawa pada periode 1830-1870. Petani Jawa sejak awal terbentur oleh moral ekonominya yang subsisten. James C. Scoot (1981:26) menjelaskan bahwa petani menganut prinsip “utamakan selamat”. Para petani lebih senang meminimalisir kemungkinan terjadinya suatu bencana (gagal panen) daripada meningkatkan penghasilannya. Dalam memilih bibit dan cara-cara bertanam para petani lebih menghindari risiko daripada melakukan spekulasi untuk meningkatkan penghasilannya.
Sejarah SMA/SMK K-9
196
Untuk itulah petani lebih senang menanam tanaman pangan daripada tanaman perdagangan apalagi tanaman ekspor. Sistem tanam paksa telah mengubah pola yang sejak dulu diyakini oleh para petani. Mereka dipaksa menanam tanaman ekspor untuk kepentingan ekonomi Belanda. Hal ini otomatis mengurangi produksi tanaman pangan mereka. Peralihan dari produksi subsistensi ke produksi komersil hampir selalu memperbesar risiko. Selain itu produksi komersil dalam sistem tanam paksa tidak menjamin persediaan pangan bagi keluarga. Akibat dari sistem tanam paksa maka memaksa petani untuk mengubah pola pikirnya. Perubahan dalam sistem kerja juga telah mengenalkan sistem ekonomi uang (monetisasi) ke dalam lingkungan kehidupan pedesaan agraris (Kartodirdjo dan Suryo, 1991:68).Kehidupan perekonomian yang semula masih tradisional dan subsisten secara berangsurangsur berkenalan dengan ekonomi uang melalui komersialisasi produksi pertanian dan pasaran kerja. Sistem tanam paksa telah menjadi pintu masuk peredaran uang ke daerah pedesaan. Sistem ekonomi uang ini membuat para petani mulai tergantung pada dunia luar. Produksi pertanian dirasakan sebagai komoditi untuk ekspor dan pasar dunia.Sistem ini mulai menggoyang sistem ekonomi subsisten sebagai ekonomi tradisional yang bersifat tertutup dan memenuhi kebutuhan rumah tangga sendiri bagi petani. Kartodirdjo dalam Robert van Niel (2003:ix) mengungkapkan bahwa teori dualisme ekonomi yang diajukan Boeke (1942, 1953) yang menyebutkan bahwa sistem ekonomi modern yang dipraktikannegaram kolonial hidup berdampingan dengan sistem ekonomi tradisional (ekonomi subsistens) dan tidak saling mengganggu, tidaklah benar. Hal ini terbukti dengan munculnya resistensi petani, seperti Pemberontakan Petani Banten 1888, dan berbagai gerakan protes petani lainnya di Jawa abad XIX.
3.
Sistem Ekonomi Liberal pada Masa Kolonial Periode sejarah Indonesia1870-1900 sering disebut sebagai masa
liberalisme. Pada periode tersebut untuk pertama kalinya dalamsejarah kolonial Indonesia kepada kaum pengusaha dan modal swasta diberikan peluang sepenuhnya untuk menanamkan modalnya dalam berbagai usaha kegiatan di Indonesia terutama dalam industri-industri perkebunan besar baik di Jawa maupun daerah-daerah luar Jawa. Selama masa ini modal swasta dari Belanda
Sejarah SMA/SMK K - 9
197
dan negara-negara Eropa lainnya telah mendirikan berbagai perkebunan kopi, teh, gula, dan kina yang besar di Deli, Sumatera Timur (Daliman, 2001:47) Pembukaan
perkebunan-perkebunan
besar
ini
dimungkinkan
dengandikeluarkannya Undang-Undang Agraria tahun 1870. Di satu pihak Undang UndangAgraria itu bertujuan melindungi petani-petani Indonesia terhadap kehilangan hak milikatas tanah mereka terhadap orang-orang asing, dan di pihak lain Undang-Undangtersebut membuka peluang bagi orang-orang asing untuk menyewa tanah dari rakyatIndonesia bagi kepentingan perkebunan. Demikianlah sejak tahun 1870 industri-industriperkebunan Eropa mulai masuk ke Indonesia.Dengan dibebaskannya kehidupan ekonomi dari segala campur tanganpemerintah serta penghapusan unsur paksaan dari kehidupan ekonomi akan mendorongperkembangan ekonomi Hindia-Belanda. Undangundang Agraria tahun 1870 membukaJawa bagi perusahaan swasta. Kebebasan dan keamanan para pengusaha dijamin. Hanyaorang-orang Indonesialah yang dapat memiliki tanah, tetapi orang-orang asingdiperkenankan menyewanya dari pemerintah sampai selama tujuh puluh lima tahun ataudari para pemilik pribumi untuk masa paling lama antara lima dan dua puluh tahun. Perkebunan swasta kini dapat berkembang di Jawa maupun di daerahdaerah
luar
Jawa.Pembukaan
Terusan
Suez
pada
tahun
1869
dan
perkembangan pelayaran dengankapal uap dari waktu itu mendorong lebih lanjut perkembangan swasta dengan semakinmembaiknya sistem perhubungan dengan
Eropa.
Perbaikan
sistem
perkapalan
juga
dapatmemperlancar
transportasi. Mulai tahun 1877 dibangun adanya pelabuhan, jalur keretaapi, pengembangan lalu lintas, dan telekomunikasi. Namun demikian, semua itu bagi rakyat Indonesia hanya menjadi titik awal eksploitasi ekonomi baru oleh kaum kapitalis (modal swasta) (Rickleft, Zaman liberal mengakibatkan penetrasi ekonomi yang masuk lebih dalam lagi ke dalam kehidupan masyarakat Indonesia, terutama di Jawa. Penduduk pribumi di Jawa mulai menyewakan tanah-tanah mereka kepada pihak swasta Belanda
untuk
dijadikan
perkebunan-perkebunan
besar.
Berkembangnya
perkebunan-perkebunan tersebut memberikan peluang kepada rakyat Indonesia untuk bekerja sebagai buruh perkebunan. Selain itu juga penetrasi di bidang eksport import tekstil yang mematikan kegiatan kerajinan tenun di Jawa. Perkembangan pesat perkebunan-perkebunan
Sejarah SMA/SMK K-9
198
teh, kopi, tembakau, dan tanaman-tanaman perdagangan lainnya berlangsung antara 1870-1885. Selama masa ini mereka mampu meraup keuntungan yang besar dari penjualan barangbarang ini di pasar dunia. Setelah tahun 1885 perkembangan tanaman perdagangan mulai berjalan seret,karena jatuhnya harga-harga gula dan kopi di pasaran dunia. Dalam tahun 1891 hargapasaran tembakau dunia juga turun drastis. Jatuhnya harga gula di pasaran duniadikarenakan penanaman gula bityang mulai ditanam di Eropa, sehingga
mereka
perdagangan
tidakperlu
tahun
mengimpor
1885
lagi
mengakibatkan
gula
dari
terjadinya
Indonesia.Krisis reorganisasi
dalamkehidupan ekonomi Hindia-belanda. Perkebunan-perkebunan besar tidak lagi milikperseorangan tetapi direorganisasi sebagai perseroan terbatas. Bank perkebunan jugam tetap memberikan pinjaman bagi perkebunan, namun setelah adanya
krisis
1885merekapun
mengadakan
pengawasan
atas
operasi
perkebunan-perkebunan besar itu. Pada akhir abad ke- 19, terjadi perkembangan baru dalam kehidupan ekonomi di Hindia- Belanda. Sistem liberalisme murni dengan persaingan bebas mulai ditinggalkandan digantikan dengan sistem ekonomi terpimpin. Kehidupan ekonomi Hindia-Belanda, khususnya Jawa mulai dikendalikan oleh kepentingan finansial dan industriil di negeri Belanda, dan tidak diserahkan kepada pemimpinpemimpin perkebunan besar yang berkedudukan di Jawa (Rickleft, 1991:55-56). Berbeda dengan industri-industri perkebunan besar di Jawa yang berkembang dengan pesat pada masa liberalisme dan sangat menguntungkan bagi pengusahapengusaha\ swasta Belanda dan pemerintah kolonial, maka sebaliknya pada masa yang sama tingkat kesejahteraan rakyat Indonesia terutama Jawa semakin mundur. Jumlah penduduk yang semakin bertambah sehingga semakin memperbesar tekanan terhadap sumber-sumber bahan pangan. Tanah yang terbaik kualitasnya sudah digunakan, sehingga tanamantanaman padi hanya ditanam pada lahan yang tandus saja. Pembebasan petani secara berangsur-angsur dari penanaman komoditi eksport yang sifatnya paksaan hanya menimbulkan sedikit perbaikan, karena pajak tanah dan bentukbentuk pembayaran lainnya masih tetap harus diserahkan kepada pemerintah, tetapi sumber penghasilan untuk membayar pajak tersebut telah dihapuskan. Penderitaan itu sangat dirasakan terutama di daerah penanaman kopi, karena lahan yang digunakan untuk menanam kopi
Sejarah SMA/SMK K - 9
199
tidak dapat digunakan lagi untuk penanaman yang lainnya (Rickleft, 1991: 190191) Krisis perdagangan tahun 1885 juga mempersempit penghasilan penduduk Jawa, baik baik berupa upah yang berlaku bagi pekerjaan perkebunan mauoun yang berupa sewa tanah. Menurunnya tingkat kesejahteraan rakyat Jawa dapat dilihat pula dari menurunnya angka-angka impor barang-barang konsumsi, seperti tekstil, pada akhir abad ke-19. Di bawah ini beberapa faktor yang menyebabkan kemiskinan rakyat Indonesia khususnya Jawa yaitu : a. Kemakmuran rakyat ditentukan oleh perbandingan antara jumlah penduduk dan faktor-faktor produksi lainnya seperti tanah dan modal. Rakyat Jawa bermodal sangat sedikit sedangkan jumlah penduduk sangat besar. b. Tingkat kemajuan rakyat belum begitu tinggi, sehingga hanya dijadikan umpan bagi kaum kapitalis. c. Penghasilan rakyat yang diperkecil dengan sistem verscoot (uang muka). d. Sistem tanam paksa dihapus, namun diberlakukan sistem batiq saldo. e. Krisis tahun 1885 mengakibatkan terjadinya penciutan dalam kegiatan pengusahapengusahaperkebunan gula yang berarti menurunnya upah kerja dan sewa tanah 4. Krisis Ekonomi 1930-an Telah di sebutkan bahwa tahun 1930 merupakan puncak terjadinya krisis ekonomi yang bersekala internasional. Tentu saja, bagi wilayah Hindia Belanda (Indonesia) sangat terpukul dengan adanya krisis tersebut, karena banyak produksi yang berorientasi ekspor sangat rentan terhadap siklus perdagangan. Diketahui bahwa Indonesia adalah wilayah yang bersifat agraris dan pada waktu itu termasuk wilayah yang perekonomian utamanya didasarkan pada pengekspor bahan-bahan mentah, di samping itu juga merupakan negara debitur (pengutang), sehingga ketika terjadi krisis ekonomi, maka relatif lebih sensitif terhadap kemerosotan ekonomi dibanding negara-negara lain yang berada dalam kondisi yang berbeda. Oleh karena itu, di Indonesia pada saat itu hargaharga produk ekspor jatuh secara drastis, melebihi dari harga barang-barang yang diimpor. Akibatnya, perbandingan harga-harga barang impor dan ekspor tidaklah imbang.16
Sejarah SMA/SMK K-9
200
Sementara itu, untuk mengatasi goncangan depresi ekonomi ini, timbullah berbagai strategi untuk keluar dari kesulitan ekonomi, baik dari pihak pemerintah maupun dari berbagai perusahaan. Salah satu strategi itu, misalnya, apa yang terkenal dengan bezuiniging (penghematan) anggaran pemerintah atau disebut juga dengan efisiensi. Tentu saja, kebijakan semacam ini merupakan kebijakan yang berat sebelah, sehingga semakin menambah kesengsaraan, terutama bagi masyarakat kecil. Hal semacam itu terjadi, karena setelah pemerintah mengambil kebijakan bezuiniging, berdampak pada adanya pengurangan anggaran belanja (begrooting), sehingga banyak para pegawai pemerintah yang mengalami penurunan gaji atau bahkan diberhentikan. Demikian pula di pihak perusahaan perkebuan, mereka memberlakukan pemotongan gaji para buruh atau memberhentikannya dengan alasan efisiensi. Sebagaimana dilaporkan bahwa pemberlakuan pemotongan anggaran yang lebih ketat dilakukan oleh Mentri Urusan Tanah Jajahan, De Graff, dan terutama oleh penggantinya Colijn. Sementara itu, akibat dari pemotongan anggaran ini lebih lanjut akan menjadi bencana polotik, ekonomi dan sosial. Di sisi lain, Ricklefs menyebutkan bahwa dampak krisis tahun 1930-an ini terhadap bangsa Indonesia jelas sangat serius. Para pekerja Indonesia cenderung kembali ke pertanian untuk menyambung hidup, namun banyak juga di antara mereka tidak memiliki kesempatan sama sekali. Sebagian lahan yang tidak lagi digunakan untuk produksi gula digunakan kembali untuk produksi padi, tetapi
sayangnya
peningkatan
produksi
padi
tidak
sepenuhnya
dapat
menyediakan keperluan makanan dan pekerjaan bagi populasi yang terus menerus bertambah. Kenyataanya, ketersediaan bahan makanan untuk per kapita menurun dari tahun 1930 hingga tahun 1934. Sungguh, tidak diragukan lagi bahwa setidaknya hingga akhir tahun 1930an, kesejahteraan rakyat Indonesia menurun. Baru tahun 1937, dapat dikatakan pendapatan per kapita mungkin telah meninggkat seperti tahun 1929.18 Namun, perlu ditekankan bahwa pada dasarnya baik tahun 1930-an ataupun tahun-tahun sebelumnya sebenarnya rakyat Indonesia tidak dapat berharap banyak kepada pemerintah Belanda, karena kesengsaraan selalu diterima rakyat pada umumnya. Apalagi tahun 1930-an, tidak ada alasan untuk optimis bagi rakyat Indonesia baik dalam bidang ekonomi maupun politik. Misalnya dalam bidang
Sejarah SMA/SMK K - 9
201
politik, pemerintahan Belanda menentang semua bentu nasionalisme dan juga tidak ingin melihat Volksraad memainkan peranan penting. Rapat-rapat politik orang Indonesia sering kali dibubarkan oleh pihak polisi dan para pembicaranya ditangkap. Dalam lingkungan seperti ini, tidak mengherankan apabila nasionalisme hanya mendapat sedikit kemajuan.19 Itulah gambaran umum kondisi ekonomi, sosial maupun politik yang terjadi pada tahun 1930-an. Kemudian, di mana posisi golongan menengah dan bagaimana gerakan-gerakan mereka yang tengah tumbuh dan berlangsung itu. Di sini perlu ditegaskan bahwa dengan terjadinya depresi ekonomi ini mereka sadar bahwa rasa persatuan atau nasionalisme yang tengah tumbuh ini perlu ditingkatkan. Mereka berfikir bagaimana kesulitan ekonomi masyarakat ini dapat teratasi. Oleh karena itu, tercetuslah di kalangan mereka untuk mengadakan gerakan-gerakan terutama di bidang ekonomi, sehingga pada saat itu tampak muncul kekuatan ekonomi baru. Tampaknya, gerakan merekadalam bidang ekonomi pada kenyataannya memang mengakibatkan terjadinya perubahan struktur ekonomi, yaitu struktur yang cenderung lebih tahan dari hantaman depresi ekonomi. Ekonomi koperasi inilah yang salah satunya digalakan oleh kaum pergerakan untuk pengentasan kesulitan ekonomi akibat depresi ekonomi. Akibatadanya depresi ekonomi ini memang muncul di berbagai daerah jenis usaha koperasi, terutama yang diprakarsai oleh kaum pergerakan.
D.
AKTIVITAS PEMBELAJARAN Untuk memahami materi, anda perlu membaca secara cermat
modul ini, gunakan referensi lain sebagai materi pelengkap untuk menambah pengetahuan anda. Dengarkan dengan cermat apa yang disampaikan oleh pemateri, dan tulis apa yang dirasa penting. Silahkan berbagi pengalaman anda dengan cara menganalisis, menyimpulkan dalam suasana yang aktif, inovatif dan kreatif, menyenangkan dan bermakna. Langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam mempelajari materi ini mencakup: 1. Aktivitas individu, meliputi: a. Memahami dan mencermati materi diklat
Sejarah SMA/SMK K-9
202
b. Mengerjakan
latihan/lembar
kerja/tugas,
menyesuaikan
masalah/kasus pada setiap kegiatan belajar; dan menyimpulkan c. Melakukan refleksi 2. Aktivitas kelompok, meliputi:
E.
a.
Mendiskusikan materi pelatihan
b.
Bertukar pengalaman dalam melakukan pelatihan
c.
Penyelesaian masalah/kasus
LATIHAN/TUGAS/KASUS
Lembar Kerja Kerjakan secara berkelompok! 1. Jelaskan pengertian sejarah ekonomi! 2. Studi sejarah perekonomian Indonesia dan Asia Tenggara pada umumnya masih sedikit. Buatlah analisa mengenai penyebab kurangnya penulisan sejarah ekonomi di Indonesia!
F.
RANGKUMAN 1.
Sejarah ekonomi adalah sejarah yang membahas perilaku atau kegiatan ekonomi manusia di masa lampau.
2.
Dalam Sejarah Ekonomi dikenal ada dua mahdzab, yaitu Annales (Perancis) dan Sejarah Ekonomi Baru. Kelompok pertama umumnya menaruh perhatian yang besar pada aspek ekonomi dari masa lampau. Aliran ini tidak hanya mengkaji sejarah ekonomi tetapi juga sejarah sosial. Dalam perkembangan selanjutnya tema sejarah semakin luas karena menggunakan berbagai metode, seperti: Sosiologi dan Antropologi.Sedangkan kelompok kedua, meneliti aspekaspek
ekonomi
dengan
bantuan
teori
ekonomi
yang
sudah
berkembang pesat.
G. UMPAN BALIK DAN TINDAK LANJUT Setelah kegiatan pembelajaran, Bapak/ibu dapat melakukan umpan balik dengan menjawab pertanyaan berikut ini:
Sejarah SMA/SMK K - 9
203
1. Apa yang bapak/ibu pahami setelah mempelajari materi Sejarah ekonomi Indonesia? 2. Pengalaman penting apa yang bapak/ibu peroleh setelah mempelajari materi di atas?
-
DAFTAR PUSTAKA Daliman. 2001. Sejarah Indonesia Abad 19- Awal Abad 20. Yogyakarta : FIS UNY Kartodirdjo, Saartono dan Djoko Suryo. 1991. Sejarah Perkebunan di Indonesia: Kajian Sejarah Sosial Ekonomi. Yogyakarta: Aditya Media. Kuntowijoyo. 1994. Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Tiara Wcana. Kurniawan, Hendra. 2004. Dampak Sistem Tanam Paksa terhadap Dinamikan Perekonomian Petani Jawa 1830 – 1870. Dalam Jurnal Social Vol 11, No. 2 (hlm. 163-172)
Ricklef, M.C. 1991. Sejarah Indonesia Modern. Yogyakarta : UGM Press Robert van Niel. 1988. Warisan Sistem Tanam Paksa Bagi Perkembangan Ekonomi Berikutnya. Dalam Booth, Anne (Eds). Sejarah Ekonomi Indonesia. Jakarta: LP3 ES Scott, James C.. 1981. Moral Ekonomi Petani: Pergolakan dan Subsistensi di Asia Tenggara. Jakarta: LP3ES. Thee Kian-we. 1988. Perekonomian Indonesia di Zaman Kolonial. Dalam Booth, Anne (Eds). 1988. Sejarah Ekonomi Indonesia. Jakarta: LP3 ES.
Sejarah SMA/SMK K-9
204
Sejarah SMA/SMK K - 9
205
Sejarah SMA/SMK K-9
206