PENYUSUN Dra. Hj. Sri Suntari, M.Si ( PPPPTK PKn DAN IPS )
Istiqomah, S.Sos., M.Si. ( PPPPTK PKn DAN IPS )
Susvi Tantoro, S.Sos. ( PPPPTK PKn DAN IPS )
Lilik Tahmidaten, S.Sos., M.A. ( PPPPTK PKn DAN IPS ) PEMBAHAS
Dr. Sugeng Harianto, M.Si. ( Universitas Negeri Surabaya)
MODUL PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN
MATA PELAJARAN
SOSIOLOGI SMA KELOMPOK KOMPETENSI 8 PENYUSUN Dra. Hj. Sri Suntari, M.Si ( PPPPTK PKn DAN IPS ) Istiqomah, S.Sos., M.Si. ( PPPPTK PKn DAN IPS ) Susvi Tantoro, S.Sos. ( PPPPTK PKn DAN IPS ) Lilik Tahmidaten, S.Sos., M.A. ( PPPPTK PKn DAN IPS )
PEMBAHAS Dr. Sugeng Harianto, M.Si. ( Universitas Negeri Malang )
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN PUSAT PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL PPPPTK PKn DAN IPS 2015 Sosiologi SMA K-8
ii
PENGANTAR
Salah satu komponen yang menjadi fokus perhatian dalam peningkatan kualitas pendidikan adalah peningkatan kompetensi guru. Hal ini menjadi prioritas baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Sejalan dengan hal tersebut, peran guru yang profesional dalam proses pembelajaran di kelas menjadi sangat penting sebagai penentu kunci keberhasilan belajar siswa. Disisi lain, Guru diharapkan mampu untuk membangun proses pembelajaran yang baik sehingga dapat menghasilkan pendidikan yang berkualitas. Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) diperuntukkan bagi semua guru. Sejalan dengan hal tersebut, pemetaan kompetensi baik Kompetensi Pedagogik maupun Kompetensi Profesional sangat dibutuhkan bagi Guru. Informasi, tentang peta kompetensi tersebut diwujudkan dalam buku modul Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan dari berbagai mata pelajaran. PPPPTK PKn dan IPS merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis
di lingkungan
Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan, mendapat tugas untuk menyusun Modul Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB), khususnya modul PKB untuk mata pelajaran PPKn SMP, IPS SMP, PPKn SMA/SMK, Sejarah SMA/SMK, Geografi SMA, Ekonomi SMA, Sosiologi SMA, dan Antropologi SMA. Masing-masing modul Mata Pelajaran disusun dalam Kelompok Kompetensi 1 sampai dengan 10. Dengan adanya modul ini, diharapkan semua kegiatan pendidikan dan pelatihan baik yang dilaksan dengan pola tatap muka maupun on-line bisa mengacu dari modul-modul yang telah disusun ini. Semoga modul ini bisa dipergunakan untuk menjadi acuan dan pengembangan proses pembelajaran, khususnya untuk mata pelajaran PKn dan IPS.
Jakarta, Desember 2015 Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan
Sumarna Surapranata, Ph.D NIP. 195908011985032001
Sosiologi SMA K-8
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................. DAFTAR ISI ......................................................................................... DAFTAR GAMBAR .............................................................................. DAFTAR DIAGRAM.............................................................................
i ii iv
PENDAHULUAN ............................................................................ A. Latar Belakang ......................................................................... B. Tujuan ...................................................................................... C. Peta Kompetensi .................................................................... D. Ruang Lingkup.......................................................................... E. Saran Cara Penggunaan Modul ……………………………….
1 1 2 2 2 2
KEGIATAN PEMBELAJARAN 1: Model-Model Pembelajaran A. Tujuan....................................................................................... B. Indikator Pencapaian Kompetensi……………………………… C. Uraian Materi ........................................................................... D. Aktivitas Pembelajaran............................................................. E. Latihan/Kasus/Tugas…………………………………………….. F. Rangkuman.............................................................................. G. Umpan Balik dan Tindak Lanjut…………………………………. H. Kunci Jawaban ……………………………………………………
3 3 3 3 18 18 18 19 20
KEGIATAN PEMBELAJARAN 2: Analisis Media Pembelajaran
23
A. B. C. D. E. F. G. H.
23 23 23 58 58 61 62
Tujuan .................................................................................... Indikator Pencapaian Kompetensi .......................................... Uraian Materi .......................................................................... Aktivitas Pembelajaran............................................................ Latihan/ Kasus/Tugas .........……………………………………. Rangkuman ............................................................................ Umpan Balik Dan Tindak Lanjut………………………………... Kunci Jawaban……………………………………………………
KEGIATAN PEMBELAJARAN 3: Telaah Instrumen Penilaian Sosiologi SMA
64
A. B. C. D. E. F. G. H.
Tujuan .................................................................................... Indikator Pencapaian Kompetensi .......................................... Uraian Materi .......................................................................... Aktivitas Pembelajaran............................................................ Latihan/ Kasus/Tugas .........……………………………………. Rangkuman ............................................................................ Umpan Balik Dan Tindak Lanjut………………………………... Kunci Jawaban……………………………………………………
64 64 64 77 77 86 87 87
KEGIATAN PEMBELAJARAN 4: Proposal PTK A. Tujuan ....................................................................................
89 89
Sosiologi SMA K-8
iv
B. C. D. E. F. G. H.
Indikator Pencapaian Kompetensi .......................................... Uraian Materi .......................................................................... Aktivitas Pembelajaran............................................................ Latihan/ Kasus/Tugas .........……………………………………. Rangkuman ............................................................................ Umpan Balik Dan Tindak Lanjut………………………………... Kunci Jawaban……………………………………………………
89 89 95 95 100 100 100
KEGIATAN PEMBELAJARAN 5 : Konflik dan Kekerasan Sosial
102
A. B. C. D. E. F. G. H.
102 102 102 138 138 138 141
Tujuan .................................................................................... Indikator Pencapaian Kompetensi .......................................... Uraian Materi .......................................................................... Aktivitas Pembelajaran............................................................ Latihan/ Kasus/Tugas .........……………………………………. Rangkuman ............................................................................ Umpan Balik Dan Tindak Lanjut………………………………... Kunci Jawaban……………………………………………………
KEGIATAN PEMBELAJARAN 6: Ketimpangan Sosial Akibat dari Perubahan Sosial dan Globalisasi
144
A. B. C. D. E. F. G. H.
144 144 144 156 157 157 159 160
Tujuan .................................................................................... Indikator Pencapaian Kompetensi .......................................... Uraian Materi .......................................................................... Aktivitas Pembelajaran............................................................ Latihan/ Kasus/Tugas .........……………………………………. Rangkuman ............................................................................ Umpan Balik Dan Tindak Lanjut………………………………... Kunci Jawaban……………………………………………………
Sosiologi SMA K-8
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1:Permasalahan Sosial............................................................................................77 Gambar 2:Globalisasi...........................................................................................................145
Sosiologi SMA K-8
vi
DAFTAR DIAGRAM
Langkah-Langkah Pelaksanaa Pembelajaran Bersbasis Proyek......................................4
Sosiologi SMA K-8
vii
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengembangan keprofesian berkelanjutan sebagai salah satu strategi pembinaan gurudan tenaga kependidikan diharapkan dapat menjamin guru dan tenaga kependidikanmampu secara terus menerus memelihara, meningkatkan, dan mengembangkankompetensi sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Pelaksanaan kegiatan PKB akan mengurangi kesenjangan antara kompetensi yang dimiliki guru dan tenaga kependidikan dengan tuntutan profesional yang dipersyaratkan. Guru dan tenaga kependidikan wajib melaksanakan PKB baik secara mandiri maupun kelompok. Khusus untuk PKB dalam bentuk diklat dilakukan oleh lembaga pelatihan sesuai dengan jenis kegiatan dan kebutuhan guru. Penyelenggaraan diklat PKB dilaksanakan oleh PPPPTK dan LPPPTK KPTK, salah satunya adalah di PPPPTK PKn dan IPS. Pelaksanaan diklat tersebut memerlukan modul sebagai salah satu sumber belajar bagi peserta diklat. Modul tersebut merupakan bahan ajar yang dirancang untuk dapat dipelajari secara mandiri oleh peserta diklat PKB Guru Sosiologi SMA.Modul ini berisi materi, metode, batasan-batasan, tugas dan latihan serta petunjukcara penggunaannya yang disajikan secara sistematis dan menarik untuk mencapai tingkatan kompetensi yang diharapkan sesuai dengan tingkat kompleksitasnya. Dasar hukum dari penulisan modul ini adalah : 1)
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan sebagaimana diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013.
2)
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru;
3)
Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya.
Sosiologi SMA K-8
1
4)
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 16 tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru.
5)
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 41 tahun 2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja PPPPTK.
B. Tujuan a. Meningkatkan kompetensi guru untuk mencapai Standar Kompetensi yang ditetapkan sesuai peraturan perundangan yang berlaku. b. Memenuhi kebutuhan guru dalam peningkatan kompetensi sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. c. Meningkatkan komitmen guru dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai tenaga profesional. C. Peta Kompetensi Melalui modul PKB diharapkan peserta diklat dapat meningkatkan kompetensi antara lain : 1. Memahami Model-Model Pembelajaran 2. Melakukan Telaah Instrumen Penilaian 3. Menyusun Proposal PTK 4. Menganalisis Konflik dan Kekerasan Sosial 5. Menganalisis Ketimpangan Sosial Akibat dari Perubahan Sosial dan Globalisasi D. Ruang Lingkup 1. Model-model Pembelajaran 2. Telaah Instrumen Penilaian 3. Proposal PTK 4. Konflik dan Kekerasan Sosial 5. Ketimpangan Sosial Akibat dari Perubahan Sosial dan Globalisasi E. Saran Cara Penggunaan Modul 1. Bacalah modul dengan seksama sehingga bisa dipahami 2. Kerjakan latihan tugas Sosiologi SMA K-8
2
3. Selesaikan kasus/permasalahan pada kegiatan belajar kemudian buatlah kesimpulkan 4. Lakukan refleksi
KEGIATAN PEMBELAJARAN 1 : MODEL – MODEL PEMBELAJARAN A. Tujuan Setelah menyelsaikan kegiatan pembelajaran 1, peserta diklat mampu memahami konsep model-model pembelajaran sosiologi dengan benar sehingga
mampu
menerapkan
model
–model
pembelajaran
pada
pembelajaran sosiologi.
B. Indikator Pencapaian Kompetensi 1. Menguraikan Model Project Based Learning, 2. Menguraikan Model Problem Based Learning, dan 3. Menguraikan Model Discovery Learning 4. Menyusun
rancangan
pembelajaran
yang
menerapkan
model
pembelajaran
C. Uraian Materi 1. Model Pembelajaran Berbasis Proyek/Project Based Learning
a. Konsep/Definisi Pembelajaran Berbasis Proyek
Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning=PjBL) adalah model
pembelajaran yang menggunakan proyek/kegiatan sebagai inti
pembelajaran. Peserta didik melakukan eksplorasi, penilaian, interpretasi, sintesis, dan informasi untuk menghasilkan berbagai bentuk hasil belajar. Pembelajaran
berbasis
proyek
merupakan
model
belajar
yang
menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan
Sosiologi SMA K-8
pengetahuan
baru.
Masalah
tersebut
menjadi
3
pengalamannya dalam beraktifitas secara nyata.
Melalui PjBL, proses
inquiry dimulai dengan memunculkan pertanyaan penuntun (a guiding question) dan membimbing peserta didik dalam sebuah proyek kolaboratif yang
mengintegrasikan
berbagai
subjek
(materi)
dalam
kurikulum.
PjBLmerupakan investigasi mendalam tentang sebuah topik dunia nyata, hal ini akan berharga bagi atensi dan usaha peserta didik. Pembelajaran Berbasis Proyek memiliki karakteristik sebagai berikut: 1) peserta didik membuat keputusan tentang sebuah kerangka kerja, 2) adanya permasalahan atau tantangan yang diajukan kepada peserta didik, 3) peserta didik mendesain proses untuk menentukan solusi atas permasalahan atau tantangan yang diajukan, 4) peserta didik secara kolaboratif bertanggungjawab untuk mengakses dan mengelola informasi untuk memecahkan permasalahan, 5) proses evaluasi dijalankan secara kontinyu, 6) peserta didik secara berkala melakukan refleksi atas aktivitas yang sudah dijalankan, 7) produk akhir aktivitas belajar akan dievaluasi secara kualitatif, 8) situasi pembelajaran sangat toleran terhadap kesalahan dan perubahan
Peran guru dalam Pembelajaran Berbasis Proyek sebaiknya sebagai fasilitator, pelatih, penasehat dan perantara untuk mendapatkan hasil yang optimal sesuai dengan daya imajinasi, kreasi dan inovasi dari siswa.
b. Langkah-Langkah Operasional Langkah langkah pelaksanaan Pembelajaran Berbasis Proyek dapat dijelaskan dengan diagram sebagai berikut.
Sosiologi SMA K-8
4
Diagram 1. Langkah langkah Pelaksanaan Pembelajaran Berbasis Proyek Penjelasan langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Proyek sebagai berikut.
1) Penentuan Pertanyaan Mendasar (Start With the Essential Question) Pembelajaran dimulai dengan pertanyaan esensial, yaitu pertanyaan yang dapat memberi penugasan peserta didik dalam melakukan suatu aktivitas. Mengambil topik yang sesuai dengan realitas dunia nyata dan dimulai dengan sebuah investigasi mendalam dan
topik yang diangkat relevan
untuk para peserta didik.
2) Mendesain Perencanaan Proyek (Design a Plan for the Project) Perencanaan dilakukan secara kolaboratif antara pengajar dan peserta didik. Peserta didik diharapkan akan merasa “memiliki” atas proyek tersebut. Perencanaan berisi aturan kegiatandalam penyelesaian proyek.
3) Menyusun Jadwal (Create a Schedule) Pengajar dan peserta didik menyusun jadwal aktivitas penyelesaian proyek. Aktivitas pada tahap ini antara lain: (1) membuat timeline penyelesaian proyek, (2) membuat deadline penyelesaian proyek, (3) membimbing peserta didik agar merencanakan cara yang baru, (4) membimbing peserta didik ketika mereka membuat cara yang tidak berhubungan dengan proyek, dan (5) meminta peserta didik untuk membuat penjelasan (alasan) tentang pemilihan suatu cara.
4) Memonitor peserta didik dan kemajuan proyek (Monitor the Students Sosiologi SMA K-8
5
and the Progress of the Project) Pengajar bertanggungjawab untuk memonitor aktivitas peserta didik selama menyelesaikan proyek, menggunakan
rubrik yang dapat merekam
keseluruhan aktivitas yang penting.
5) Menguji Hasil (Assess the Outcome) Penilaian
dilakukan
untuk
mengukur
ketercapaian
kompetens,
mengevaluasi kemajuan masing - masing peserta didik, memberi umpan balik terhadap pemahaman yang sudah dicapai peserta didik, dan membantu pengajar dalam menyusun strategi pembelajaran berikutnya.
6) Mengevaluasi Pengalaman (Evaluate the Experience) Pada akhir proses pembelajaran, pengajar dan peserta didik melakukan refleksi terhadap aktivitas dan hasil proyek yang sudah dijalankan. Pada tahap ini peserta didik diminta untuk mengungkapkan
pengalamanya
selama menyelesaikan proyek. Pengajar dan peserta didik mengembangkan diskusi untuk memperbaiki kinerja selama proses pembelajaran, sehingga pada akhirnya ditemukan suatu temuan baru (new inquiry) untuk menjawab permasalahan yang diajukan pada tahap pertama pembelajaran. Peran guru dan peserta didik dalam pelaksanaan Pembelajaran Berbasis Proyek sebagai berikut.
c. Peran Guru dan Peserta Didik Peran
guru
Merencanakan
dan
pada
Pembelajaran
mendesain
Berbasis
pembelajaran,
Proyek b)
meliputi:
Membuat
a)
strategi
pembelajaran, c) Membayangkan interaksi yang akan terjadi antara guru dan siswa, d) Mencari keunikan siswa, e) Menilai siswa dengan cara transparan dan berbagai macam penilaian dan f) Membuat portofolio pekerjaan siswa. Peran peserta didik pada Pembelajaran Berbasis Proyek meliputi : a) Menggunakan kemampuan bertanya dan berpikir, b) Melakukan riset sederhana, c) Mempelajari ide dan konsep baru, d) Belajar mengatur waktu dengan
baik,
e)
Melakukan
kegiatan
belajar
sendiri/kelompok,
f)
Mengaplikasikan hasil belajar lewat tindakan dan g) Melakukan interaksi sosial (wawancara, survey, observasi, dll) Sosiologi SMA K-8
6
d. Sistem Penilaian Penilaian pembelajaran berbasis proyek harus diakukan secara menyeluruh terhadap sikap, pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa selama pembelajaran.
Penilaian tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.
Penilaian proyekpada model ini merupakan kegiatan penilaian terhadap suatu tugas yang harus diselesaikan dalam periode/waktu tertentu. Tugas tersebut berupa suatu investigasi sejak dari perencanaan, pengumpulan data, pengorganisasian, pengolahan dan penyajian data. Penilaian proyek dapat digunakan untuk mengetahui pemahaman, kemampuan
mengaplikasikan,
kemampuan
penyelidikan
dan
kemampuan
menginformasikan peserta didik pada mata pelajaran tertentu secara jelas. Pada penilaian proyek setidaknya ada 3 hal yang perlu dipertimbangkan yaitu:
1) Kemampuan pengelolaan : Kemampuan peserta didik dalam memilih topik, mencari informasi dan mengelola waktu pengumpulan data serta penulisan laporan. 2) Relevansi: Kesesuaian dengan mata pelajaran, dengan mempertimbangkan tahap pengetahuan, pemahaman dan keterampilan dalam pembelajaran. 3) Keaslian: Proyek yang dilakukan peserta didik harus merupakan hasil karyanya, dengan mempertimbangkan kontribusi guru berupa petunjuk dan dukungan terhadap proyek peserta didik.
Penilaian proyek dilakukan mulai dari perencanaan, proses pengerjaan, sampai hasil akhir proyek. Untuk itu, guru perlu menetapkan hal-hal atau tahapan yang perlu dinilai, seperti penyusunan disain, pengumpulan data, analisis data, dan penyiapkan laporan tertulis. Laporan tugas atau hasil penelitian juga dapat disajikan dalam bentuk poster. Pelaksanaan penilaian dapat menggunakan alat/ instrumen penilaian berupa daftar cek ataupun skala penilaian
e. Fase-fase PjBL TAHAP PEMBELAJARAN
KEGIATAN PEMBELAJARAN
1. Penentuan Pertanyaan Mendasar
Sosiologi SMA K-8
7
2. Mendesain Perencanaan Proyek 3. Menyusun Jadwal 4.
Memonitor peserta didik dan kemajuan proyek
5. Menguji Hasil
6. Mengevaluasi Pengalaman
Sosiologi SMA K-8
8
2. Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning) a. Definisi dan Konsep Discovery mempunyai prinsip yang sama dengan inkuiri (inquiry) dan Problem Solving. Tidak ada perbedaan yang prinsipil pada ketiga istilah ini, pada Discovery Learning lebih menekankan pada ditemukannya konsep atau prinsip yang sebelumnya tidak diketahui. Masalah yang diberikan kepada siswa adalah semacam masalah yang direkayasa oleh guru. Sedangkan pada inkuiri masalahnya bukan hasil rekayasa, sehingga siswa harus mengerahkan seluruh pikiran dan keterampilannya untuk mendapatkan temuan-temuan di dalam masalah itu melalui proses penelitian, sedangkan Problem Solving lebih memberi tekanan pada kemampuan menyelesaikan masalah. Pada Discovery Learning materi yang akan disampaikan tidak disampaikan dalam bentuk final akan tetapi diketahui
peserta didik didorong untuk mengidentifikasi apa yang ingin dilanjutkan
dengan
mencari
informasi
sendiri
kemudian
mengorgansasi atau membentuk (konstruktif) apa yang mereka ketahui dan mereka pahami dalam suatu bentuk akhir. Penggunaan Discovery Learning, ingin merubah kondisi belajar yang pasif menjadi aktif dan kreatif. Mengubah pembelajaran yang teacher oriented ke student oriented. Merubah modus Ekspository siswa hanya menerima informasi secara keseluruhan dari guru ke modus Discovery siswa menemukan informasisendiri. Di dalam proses belajar, Bruner mementingkan partisipasi aktif dari tiap siswa, dan mengenal dengan baik adanya perbedaan kemampuan. Untuk menunjang proses belajar perlu lingkungan memfasilitasi rasa ingin tahu siswa pada tahap eksplorasi. Lingkungan ini dinamakan Discovery Learning Environment. Di lingkungan itu, siswa dapat melakukan eksplorasi, penemuan-penemuan baru yang belum dikenal atau pengertian yang mirip dengan yang sudah diketahui. Lingkungan seperti itu bertujuan agar siswa dalam proses belajar dapat berjalan dengan baik dan lebih kreatif.
Sosiologi SMA K-8
9
Dalam Discovery Learning bahan ajar tidak disajikan dalam bentuk akhir, siswa dituntut
untuk
melakukan
membandingkan,
berbagai
mengkategorikan,
kegiatan
menghimpun
menganalisis,
informasi,
mengintegrasikan,
mereorganisasikan bahan serta membuat kesimpulan-kesimpulan. Bruner mengatakan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya (Budiningsih, 2005:41). Pada akhirnya yang menjadi tujuan dalam Discovery Learning menurut Bruner adalah hendaklah guru memberikan kesempatan kepada muridnya untuk menjadi seorang problem solver, seorang scientist, historin, atau ahli matematika. Melalui kegiatan tersebut, siswa akan menguasainya, menerapkan, serta menemukan hal-hal yang bermanfaat bagi dirinya. b. Langkah-langkah
Operasional
Implementasi
dalam
Proses
Pembelajaran Langkah-langkah dalam mengaplikasikan model discovery learning di kelas adalah sebagai berikut: 1). Perencanaan Perencanaan pada model ini meliputi hal-hal sebagai berikut. - Menentukan tujuan pembelajaran - Melakukan identifikasi karakteristik siswa (kemampuan awal, minat, gaya - belajar, dan sebagainya) - Memilih materi pelajaran. - Menentukan topik-topik yang harus dipelajari siswa secara induktif (dari contoh-contoh generalisasi) - Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh, ilustrasi, - tugas dan sebagainya untuk dipelajari siswa - Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari yang konkret ke abstrak, atau dari tahap enaktif, ikonik sampai ke simbolik Sosiologi SMA K-8
10
- Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa 2). Pelaksanaan Menurut Syah (2004) dalam mengaplikasikan metode Discovery Learning di kelas,ada beberapa prosedur yang harus dilaksanakan dalam kegiatan belajar mengajar secara umum sebagai berikut. a) Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan) Pertama-tama pada tahap ini pelajar dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan kebingungannya dan timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. Guru dapat memulai kegiatan pembelajaran dengan mengajukan pertanyaan, anjuran membaca buku, dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah. Stimulasi pada tahap ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi belajar yang dapat mengembangkan dan membantu siswa dalam mengeksplorasi bahan. Dengan demikian seorang Guru harus menguasai teknik-teknik dalam memberi stimulus kepada siswa agar tujuan mengaktifkan siswa untuk mengeksplorasi dapat tercapai. b) Problem statement (pernyataan/ identifikasi masalah) Setelah dilakukan stimulation
guru memberi kesempatan kepada siswa
untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah) c) Data collection (pengumpulan data) Pada saat peserta didik melakukan eksperimen atau eksplorasi, guru memberi kesempatan kepada para siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis.
Data dapat diperoleh melalui membaca literatur,
mengamati objek, wawancara dengan nara sumber, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya. d) Data processing (pengolahan data)
Sosiologi SMA K-8
11
Menurut Syah (2004:244) pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data dan informasi yang telah diperoleh para siswa baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya, lalu ditafsirkan.
e) Verification (pembuktian) Pada tahap ini siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang telah ditetapkan, dihubungkan dengan hasil data processing.
Berdasarkan hasil
pengolahan dan tafsiran, atau informasi yang ada, pernyataan atau hipotesis yang telah dirumuskan terdahulu itu kemudian dicek, apakah terjawab atau tidak, apakah terbukti atau tidak. f) Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi) Tahap generalisasi/ menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi. Berdasarkan hasil verifikasi maka dirumuskan prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi.
3). Sistem Penilaian Dalam Model Pembelajaran Discovery, penilaian dapat dilakukan dengan menggunakan tes maupun non tes. Penilaian dapat berupa penilaian pengetahuan, keterampilan, sikap, atau penilaian hasil kerja siswa. Jika bentuk penialainnya berupa penilaian pengetahuan, maka dalam model pembelajaran discovery
dapat
menggunakan tes tertulis.
Jika bentuk
penilaiannya
menggunakan penilaian proses, sikap, atau penilaian hasil kerja siswa, maka pelaksanaan penilaian
dapat menggunakan contoh-contoh format penilaian
sikap seperti yang ada pada uraian penilaian proses dan hasil belajar pada materi berikutnya
Sosiologi SMA K-8
12
4). Fase-fase discovery learning KEGIATAN PEMBELAJARAN
TAHAP PEMBELAJARAN 1. Stimulation (simullasi/Pemberian rangsangan) 2. Problem statemen (pertanyaan/identifikasi masalah) 3. Data collection (pengumpulandata) 1. Data processing (pengolahan Data) 2. Verification (pembuktian) 3. Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi)
3.
Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) Problem
Based
pembelajaran
Learning
(PBL)
yang dirancang agar
adalah peserta
model didik
mendapat pengetahuan penting, yang membuat mereka mahir dalam memecahkan masalah, dan memiliki model belajar sendiri serta memiliki kecakapan berpartisipasi dalam tim. Proses pembelajarannya menggunakan pendekatan yang sistemik untuk memecahkan masalah atau menghadapi tantangan yang nanti diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.
a. Konsep Pembelajaran berbasis masalah merupakan sebuah modelpembelajaran yang menyajikan masalah kontekstual sehingga merangsang peserta didik untuk belajar. Dalam kelas yang menerapkan pembelajaran berbasis masalah, peserta didik bekerja dalam tim untuk memecahkan masalah dunia nyata (real world). Pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu modelpembelajaran yang menantang peserta didik untuk “belajar bagaimana belajar”, bekerja secara
Sosiologi SMA K-8
13
berkelompok untuk mencari solusi dari permasalahan dunia nyata. Masalah yang diberikan ini digunakan untuk mengikat peserta didik pada rasa ingin tahu pada pembelajaran yang dimaksud. Masalah diberikan kepada peserta didik, sebelum peserta didik mempelajari konsep atau materi yang berkenaan dengan masalah yang harus dipecahkan. Adalima strategi dalam menggunakan model pembelajaran berbasis masalah (PBL) yaitu:
1) Permasalahan sebagai kajian. 2) Permasalahan sebagai penjajakan pemahaman 3) Permasalahan sebagai contoh 4) Permasalahan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari proses 5) Permasalahan sebagai stimulus aktivitas autentik Peran guru, peserta didik dan masalah dalam pembelajaran berbasis masalah dapat digambarkan sebagai berikut.
Guru sebagai pelatih
Peserta didik sebagai problem solver
- Asking about thinking (bertanya tentang pemikiran)
-
peserta yang aktif terlibat dalam
- probbing ( menantang peserta
pembelajaran
- menjaga agar peserta didik - mengatur dinamika kelompok
dan
motivasi
-
m enarik
untuk
dipecahkan
-
menyediakan
membangun
kebutuhan yang ada
pembelajaran
hubungannya dengan
terlibat
- menjaga
-
tantangan
langsung
- memonitor pembelajaran didik untuk berfikir )
Masalah sebagai awal
pelajaran
yang dipelajari
berlangsungnya
proses
b. Tujuan dan hasil dari model pembelajaran berbasis masalah ini adalah: Sosiologi SMA K-8
14
1) Keterampilan berpikir dan keterampilan memecahkan masalah Pembelajaran berbasis masalah ini ditujukan untuk mengembangkan keterampilan berpikir tingkat tinggi.
2) Pemodelan peranan orang dewasa. Bentuk pembelajaran berbasis masalah penting menjembatani gap antara pembelajaran sekolah formal dengan aktivitas mental yang lebih praktis yang dijumpai di luar sekolah. Aktivitas-aktivitas mental di luar sekolah yang dapat dikembangkan adalah :
- PBL mendorong kerjasama dalam menyelesaikan tugas. - PBL memiliki elemen-elemen magang. Hal ini mendorong pengamatan dan dialog dengan yang lain sehingga peserta didik secara bertahap dapat memi peran yang diamati tersebut. - PBL melibatkan peserta didik dalam penyelidikan pilihan sendiri, yang
memungkinkan
mereka
menginterpretasikan
dan
menjelaskan fenomena dunia nyata dan membangun femannya tentang fenomena itu. 3) Belajar Pengarahan Sendiri (self directed learning) Pembelajaran berbasis masalah berpusat pada peserta didik. Peserta didik harus dapat menentukan sendiri apa yang harus dipelajari, dan dari mana informasi harus diperoleh, di bawah bimbingan guru.
c. Model PBL mengacu pada hal-hal sebagai berikut : 1) Kurikulum : PBL tidak seperti pada kurikulum tradisional, karena memerlukan suatu strategi sasaran di mana proyek sebagai pusat. 2) Responsibility : PBL menekankan responsibility dan answerability para peserta didik ke diri dan panutannya. 3) Realisme : kegiatan peserta didik difokuskan pada pekerjaan yang serupa dengan situasi yang sebenarnya. Aktifitas ini mengintegrasikan tugas autentik dan menghasilkan sikap profesional.
Sosiologi SMA K-8
15
4) Active-learning : menumbuhkan isu yang berujung pada pertanyaan dan keinginan peserta didik untuk menemukan jawaban yang relevan, sehingga dengan demikian telah terjadi proses pembelajaran yang mandiri. 5) Umpan Balik : diskusi, presentasi, dan evaluasi terhadap para peserta didik menghasilkan umpan balik yang berharga. Ini mendorong kearah pembelajaran berdasarkan pengalaman. 6) Keterampilan Umum : PBL dikembangkan tidak hanya pada ketrampilan pokok dan pengetahuan saja, tetapi juga mempunyai pengaruh besar pada keterampilan yang mendasar seperti pemecahan masalah, kerja kelompok, dan self-management. 7) Driving Questions : PBL difokuskan pada permasalahan yang memicu peserta didik berbuat menyelesaikan permasalahan dengan konsep, prinsip dan ilmu pengetahuan yang sesuai. 8) Constructive Investigations :sebagai titik pusat, proyek harus disesuaikan dengan pengetahuan para peserta didik. 9) Autonomy :proyek menjadikan aktifitas peserta didik sangat penting.
d. Prinsip Proses Pembelajaran PBL Prinsip-prinsip
PBL
yang harus diperhatikan meliputi
konsep dasar,
pendefinisian masalah, pembelajaran mandiri, pertukaran pengetahuan dan penialainnya
1) Konsep Dasar (Basic Concept) Pada pembelajaran ini fasilitator dapat memberikan konsep dasar, petunjuk,
referensi,
atau
link
dan
skill
yang
diperlukan
dalam
pembelajaran tersebut. Hal ini dimaksudkan agar peserta didik lebih cepat mendapatkan „peta‟ yang akurat tentang arah dan tujuan pembelajaran. Konsep yang diberikan tidak perlu detail, diutamakan dalam bentuk garis besar saja, sehingga peserta didik dapat mengembangkannya secara mandiri secara mendalam.
Sosiologi SMA K-8
16
2) Pendefinisian Masalah (Defining the Problem) Dalam langkah ini fasilitator menyampaikan skenario atau permasalahan dan dalam kelompoknya
peserta didik melakukan berbagai kegiatan.
Pertama, brainstorming
dengan cara semua anggota kelompok
mengungkapkan pendapat, ide, dan tanggapan terhadap skenario secara bebas, sehingga dimungkinkan muncul berbagai macam alternatif pendapat. Kedua, melakukan seleksi untuk memilih pendapat yang lebih fokus. ketiga, menentukan permasalahan dan melakukan pembagian tugas dalam kelompok untuk mencari referensi penyelesaian dari isu permasalahan yang didapat. Fasilitator memvalidasi pilihan-pilihan yang diambil peserta didik yang akhirnya diharapkan memiliki gambaran yang jelas tentang apa saja yang mereka ketahui, apa saja yang mereka tidak ketahui,
dan
pengetahuan
apa
saja
yang
diperlukan
untuk
menjembataninya.
3) Pembelajaran Mandiri (Self Learning) Setelah mengetahui tugasnya, masing-masing peserta didik mencari berbagai sumber yang dapat memperjelas isu yang sedang diinvestigasi misalnya dari artikel tertulis di perpustakaan, halaman web, atau bahkan pakar dalam bidang yang relevan. Tujuan utama tahap investigasi, yaitu: (1)
agar
peserta
didik
mencari
informasi
dan
mengembangkan
pemahaman yang relevan dengan permasalahan yang telah didiskusikan di kelas, dan (2) informasi dikumpulkan untuk dipresentasikan di kelas relevan dan dapat dipahami.
4) Pertukaran Pengetahuan (Exchange knowledge) Setelah mendapatkan sumber untuk keperluan pendalaman materi secara mandiri,
pada pertemuan berikutnya peserta didik berdiskusi dalam
kelompoknya dapat dibantu guru untuk mengklarifikasi capaiannya dan merumuskan solusi dari permasalahan kelompok. Langkah selanjutnya presentasi hasil dalam
kelas
dengan mengakomodasi masukan dari
pleno, menentukan kesimpulan akhir, dan dokumentasi akhir. Untuk Sosiologi SMA K-8
17
memastikan setiap peserta didik mengikuti langkah ini maka dilakukan dengan mengikuti petunjuk.
5) Penilaian (Assessment) Penilaian dilakukan dengan memadukan tiga aspek pengetahuan (knowledge), kecakapan (skill), dan sikap (attitude). Penilaian terhadap penguasaan pengetahuan yang mencakup seluruh Penilaian terhadap kecakapan dapat diukur dari penguasaan alat bantu pembelajaran, baik software, hardware, maupun kemampuan perancangan dan pengujian. Sedangkan penilaian terhadap sikap dititikberatkan pada penguasaan soft skill, yaitu keaktifan dan partisipasi dalam diskusi, kemampuan bekerjasama dalam tim, dan kehadiran dalam pembelajaran. Bobot penilaian untuk ketiga aspek tersebut ditentukan oleh guru mata pelajaran yang bersangkutan.
6) Langkah langkah Pelaksanaan Pembelajaran Berbasis Masalah FASE-FASE Fase 1 Orientasi peserta didik kepada masalah
PERILAKU GURU Menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan Memotivasi peserta didik untuk terlibat aktif dalam pemecahan masalah yang dipilih
Fase 2 Mengorganisasikan peserta didik
Membantu peserta didik mendefinisikan danmengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut
Fase 3 Membimbing penyelidikan individu dan kelompok
Mendorong peserta didik untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah
Fase 4 Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
Membantu peserta didik dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, model dan berbagi tugas dengan teman
Fase 5 Menganalisa dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
Mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari /meminta kelompok presentasi hasil kerja
Sosiologi SMA K-8
18
D. Aktivitas Pembelajaran Pelaksanaan pembelajaran menggunakan pendekatan andragogi lebih mengutamakan
pengungkapan
kembali
pengalaman
peserta
diklat
menganalisis, menyimpulkan dalam suasana yang aktif, inovatif dan kreatif, menyenamgkan dan bermakna. Langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam mempelajari materi ini mencakup :
1. Aktivitas individu, meliputi : Memahmai dan mencermati materi diklat Mengerjakan latihan tugas, menyelesaikan masalah/kasus pada setiap kegiatan belajar, menyimpulkan Melakukan refleksi 2. Aktivitas kelompok, meliputi : mendiskusikan materi pelathan bertukar pengalaman dalam melakukan pelatihan penyelesaian masalah /kasus melaksanakan refleksi
E. Latihan/ Kasus /Tugas
Buatlah contoh pembelajaran menggunakan salah satu model pembelajaran diatas
F. Rangkuman Pembelajaran Berbasis Proyek merupakan model belajar yang menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru berdasarkan pengalamannya dalam beraktifitas secara nyata. langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Proyek sebagai berikut: Penentuan
Pertanyaan
Mendasar
(Start
With
the
Essential
Question,Mendesain Perencanaan Proyek (Design a Plan for the Project), Menyusun Jadwal (Create a Schedule), Memonitor peserta didik dan
Sosiologi SMA K-8
19
kemajuan proyek (Monitor the Students and the Progress of the Project), Menguji Hasil (Assess the Outcome), Mengevaluasi Pengalaman (Evaluate the Experience). Penilaian pembelajaran berbasis proyek harus diakukan secara menyeluruh terhadap sikap, pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa selama pembelajaran. Pada penilaian proyek setidaknya ada 3 hal yang perlu dipertimbangkan yaitu: Kemampuan pengelolaan, Relevansi dan Keaslian. Untuk menunjang proses belajar perlu lingkungan memfasilitasi rasa ingin tahu siswa pada tahap eksplorasi. Lingkungan ini dinamakan Discovery Learning Environment, yaitu lingkungan dimana siswa dapat melakukan eksplorasi, penemuan-penemuan baru yang belum dikenal atau pengertian yang
mirip
dengan
yang
sudah
diketahui.
Langkah-langkah
dalam
mengaplikasikan model discovery learning di kelas adalah sebagai berikut: Stimulation
(stimulasi/pemberian
rangsangan),
Problem
statement
(pernyataan/ identifikasi masalah), Data collection (pengumpulan data), Data processing (pengolahan data, Verification (pembuktian), Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi). Dalam Model Pembelajaran Discovery, penilaian dapat dilakukan dengan menggunakan tes maupun non tes. Penilaian dapat berupa penilaian pengetahuan, keterampilan, sikap, atau penilaian hasil kerja siswa. Problem Based Learning (PBL) adalah model pembelajaran yang dirancang agar peserta didik mendapat pengetahuan penting, yang membuat mereka mahir dalam memecahkan masalah, dan memiliki model belajar sendiri serta memiliki kecakapan berpartisipasi dalam tim. Dalam kelas yang menerapkan pembelajaran berbasis masalah, peserta didik bekerja dalam tim untuk memecahkan masalah dunia nyata (real world). Prinsip-prinsip PBL yang harus diperhatikan meliputi
konsep dasar,
pendefinisian masalah,
pembelajaran mandiri, pertukaran pengetahuan dan penialainnya.
G. Umpan Balik dan Tindak Lanjut Setelah kegiatan pembelajaran, Bapak/ Ibu dapat melakukan umpan balik dengan menjawab pertanyaan berikut ini :
Sosiologi SMA K-8
20
1. Apa yang anda pahami setelah mempelajari model-model pembelajaran ? 2. Pengalaman penting apa yang anda peroleh setelah mempelajari modelmodel pembelajaran? 3. Apa manfaat materi model-model pembelajaran terhadap tugas anda ? 4. Apa rencana tindak lanjut anda setelah kegiatan pelatihan ini ?
H. Kunci Jawaban Model Project Based Learning Kompetensi Dasar
:
3.4 Menerapkan metode-metode penelitian sosial untuk memahami berbagai gejala sosial 4.4 Menyusun rancangan, melaksanakan dan menyusun laporan penelitian sederhana serta mengomunikasikannya dalam bentuk tulisan, lisan dan audio-visual
Topik
:
Penelitian sosial sederhana
Tujuan
:
Melalui kerja kelompok siswa melakukan penelitian sosial sederhana tentang fenomena adanya kenakalan remaja yang terdapat di lingkungan sekolah yaitu “perilaku membolos”
Alokasi Waktu
:
6 x 3 x 45 menit ( 1,5 bulan )
TAHAP PEMBELAJARAN
KEGIATAN PEMBELAJARAN Siswa disajikan beberapa gambar tentang siswa yang
1. Penentuan Pertanyaan sedang membolos sekolah, kemudian diharapkan Mendasar
timbul rasa ingin tahu yang berkaitan dengan adanya fakta teman di lingkungan sekolah masing-masing yang sering membolos
Sosiologi SMA K-8
21
Siswa mendiskusikan Pertanyaan sebagai permasalahan yang akan diangkat dalam penelitian, diantaranya sebagai berikut :
1. Berapa jumlah siswa yang membolos dalam 1 bulan terakhir? 2. Mengapa siswa melakukan tindakan membolos sekolah ? 3. Bagaimana latar belakang kehidupan siswa yang melakukan tindakan membolos sekolah 2. Mendesain Perencanaan Proyek
1. Guru membimbing siswa Membuat permasalahan dan latar belakang penelitian 2. Guru membimbing siswa dalam mendesain Pengumpulan datayang akan dilakukan dengan wawancara dan pengumpulan data sekunder 3. Gurumembimbing siswa membuat instrument untuk mengumpulkan data 4. Untuk mendapatkan data ditentukan pihakpihak yang diperlukan informasinya seperti, siswa,teman sejawat, guru kelas,guru BK, orang tua.
3. Menyusun Jadwal
Guru dan siswa bersama-sama membahas dan menyusun jadwal penelitian yang akan dilakukan, mulai dari kegiatan: 1. Perancangan 2. Pengumpulan data 3. Klasifikasi/pengelompokan
Sosiologi SMA K-8
22
4. Menganalisis 5. Membuat laporan dan presentasi laporan 4.
Memonitor peserta
Guru memonitor tugas proyek yang dilakukan siswa
didik dan kemajuan
secara berkala.dan siswa melaporkan perkembangan
proyek
penelitian yang dilakukan
5. Menguji Hasil
Peserta didik mengolah data hasil penelitian Dipresentasikan untuk mendapatkan masukan dan saran mengenai struktur dan redaksi serta isi laporan
6. Mengevaluasi Pengalaman
Hasil setelah adanya saran dan masukan dari presentasi dipakai untuk menyempurnakan laporan akhir
Sosiologi SMA K-8
23
Sosiologi SMA K-8
24
KEGIATAN PEMBELAJARAN 2 : ANALISIS MEDIA PEMBELAJARAN
A. TUJUAN Setelah menyelasikan kegiatan pembelajaran ini, peserta diklat mampu melakukan analisis media pembelajaran dengan benar
B. INDIKATOR PENCAPAIAN KOMPETENSI 1. Menjelaskan konsep media pembelajaran 2. Menjelaskan kriteria pemilihan media pembelajaran 3. Mengklasifikasikan jenis-jenis media pembelajaran 4. Menganalisis prinsip dan pemilihan media pembelajaran 5. Melakukan analisis kebutuhan media pembelajaran 6. Membuat media pembelajaran manual
C. URAIAN MATERI
1. Pendahuluan Departemen
Pendidikan
Nasional
berupaya
untuk
melakukan
pergeseran paradigma dalam proses belajar, yaitu dari teacher active teaching bergeser menjadi student active learning, artinya orientasi pembelajaran teacher centered (berpusat pada guru) disempurnakan menjadi student centered (berpusat pada siswa). Untuk itu guru akan lebih berperan sebagai fasilitator yang akan memfasilitasi siswa dalam belajar, dan siswa sendirilah yang harus aktif belajar dari berbagai sumber belajar. Salah satu sumber belajar yang sangat potensial dan diharapkan akan memberikan konstribusi terhadap sistem belajar yang berpusat kepada siswa ialah media pembelajaran, yang bisa berupa media cetak, audio, audio visual, interaktif dan lain-lain. Guru diharapkan mampu memberdayakan semua potensi yang ada di lingkungannya, sehingga dalam pembelajaran berlangsung sesuai dengan Sosiologi SMA K-8
25
konteks setempat, mampu memotivasi, menciptakan suasana yang menantang, mendorong kemandirian, dan melatih peserta didik mengambil keputusan secara
2. Pengertian Media Pembelajaran Menurut Heinich, Molenda, dan Russel (dalam Instructional Media, 1990) diungkapkan bahwa media ”is a channel of communication. Derived from the latin word for “between”, the term refers “to anything that carries information between a source and a receive. Pendapat tersebut menjelaskan bahwa kata media berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk jamak dari kata medium yang secara harfiah dapat diartikan sebagai perantara atau pengantar. Association for Educational Communication Technology/AECT (1971) mengartikan media sebagai segala bentuk yang dipergunakan untuk proses penyaluran
informasi.
Sedangkan
National
Educational
Association/NEA
mengartikan media sebagai segala benda yang dapat dimanipulasi, dilihat, didengar, dibaca, ataupun dibicarakan beserta instrumennya yang dipergunakan untuk kegiatan belajar mengajar, sehingga dapat mempengaruhi efektivitas program instruksional. Briggs (1970) mengartikan media sebagai alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta merangsang siswa belajar. Hamidjojo (dalam Dirgo Soemarto, 1981) berpendapat bahwa media adalah segala bentuk perantara yang dipakai orang untuk menyebarkan ide sehingga gagasan tersebut sampai pada si penerima. Blake dan Hoalsen (1987) juga mengemukakan bahwa media adalah saluran komunikasi atau medium tersebut merupakan jalan atau alat antara komunikator dengan komunikan. Atwi Suparman (1996:177) mengartikan media sebagai alat yang digunakan untuk menyalurkan pesan atau informasi dari pengirim kepada penerima pesan. Pengirim dan penerima pesan tersebut dapat berbentuk orang atau lembaga, sedangkan media tersebut dapat berupa alat-alat elektronik, gambar, buku, dan sebagainya. Gerlach dan Elly dalam Teaching and Media mengartikan media dalam dua cara yaitu arti luas dan arti sempit. Media dalam arti luas yaitu segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan yang meliputi orang, material, kejadian yang dapat menciptakan kondisi sehingga memungkinkan siswa belajar. Dalam
Sosiologi SMA K-8
26
arti sempit yaitu segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan yang meliputi grafik, gambar, alat-alat elektronik yang digunakan untuk menangkap, memproses, serta menyampaikan informasi. Robert Gagne dalam The Condition of Teaching menjabarkan pengertian media yang dapat divisualkan sebagai guru, obyek, berbagai macam alat dari buku sampai dengan televisi yang digunakan untuk menunjukkan komponen lingkungan belajar yang dapat merangsang siswa sehingga terjadi proses belajar. Dari berbagai gagasan tentang pengertian media tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa: 1.
Media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat menyalurkan pesan dan merangsang pikiran, perasaan dan kemauan siswa sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar mengajar.
2.
Media
pembelajaran
merupakan
media
yang
penggunaannya
diintegrasikan dengan tujuan dan isi pengajaran yang biasanya sudah dituangkan dalam silabus dan dimasudkan untuk mempertinggi kegiatan proses belajar mengajar.
3.
Kedudukan Media dalam Pembelajaran Kedudukan media dalam pembelajaran sangat penting bahkan sejajar
dengan metode pembelajaran, karena metode yang digunakan dalam proses pembelajaran biasanya akan menuntut media apa yang dapat diintegrasikan dan diadaptasikan dengan kondisi yang dihadapi. Jika kembali kepada paradigma pembelajaran sebagai suatu proses transaksional dalam menyampaikan pengetahuan, keterampilan dan psikomotor, maka posisi media jika diilustrasikan dan disejajarkan dengan proses komuni-kasi yang terjadi. Berikut ini adalah gambar yang menunjukkan posisi dari media dalam suatu proses yang bisa dikatakan sebagai proses komunikasi dalam pembelajaran.
KOMUNIKATOR
Sosiologi SMA K-8
PESAN
KOMUNIKAN
27
SALURAN/ MEDIA
Dalam proses pembelajaran terdapat tingkatan proses aktivitas yang melibatkan keberadaan media pembelajaran, yaitu: a.
Tingkat pengolahan Informasi
b.
Tingkat penyampaian informasi
c.
Tingkat penerimaan informasi
d.
Tingkat pengolahan informasi
e.
Tingkat respon dari peserta didik
f.
Tingkat diagnosis dari pengajar
g.
Tingkat penilaian
h.
Tingkat penyampaian hasil. Terjadinya pengalaman belajar yang bermakna tidak terlepas dari peran
media terutama dari kedudukan dan fungsinya. 4. Kegunaan dan Fungsi Media Dalam proses belajar mengajar seringkali apa yang disampaikan oleh guru kepada siswa mengalami penyimpangan-penyimpangan bahan ajar yang diberikan guru tidak dapat diterima oleh siswa secara baik. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan kemampuan dan pengalaman yang dimiliki oleh setiap siswa. Untuk mengatasi masalah di atas, maka perlu digunakan media dalam proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran disamping berfungsi sebagai penyaji stimulus (informasi sikap,
dan lain-lain)
media juga berfungsi
meningkatkan keserasian dalam penerimaan informasi. Dalam hal-hal tertentu media juga berfungsi untuk mengatur langkahlangkah kemajuan serta untuk memberikan umpan bali. Banyak manfaat yang diperoleh dari media pembelajaran, antara lain:
Sosiologi SMA K-8
28
a. Media dapat menyamakan pengamatan. Pengamatan siswa dapat secara bersama-sama diarahkan kepada hal-hal yang penting sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. b. Media dapat memperjelas materi yang disampaikan oleh guru. Dengan menggunakan media dalam proses belajar mengajar, maka materi yang disampaikan akan lebih benar, konkrit dan realistik. Dengan demikian akan mempermudah siswa memahami materi. c. Media dapat mengatasi ruang kelas dalam proses pembelajaran. Guru akan sering mengalami hal-hal yang sulit didalam kelas, contohnya obyek yang disampaikan oleh guru terlalu kecil atau terlalu besar. Dengan menggunakan media kesulitan bisa diatasi, obyek yang terlalu kecil dapat digunakan gambar atau alat pembesar (mikroskop). Demikian pula obyek yang besar dapat menggunakan gambar. d. Media dapat mengatasi keterbatasan waktu berarti peristiwa yang terjadi pada masa lampau tidak mungkin diulang lagi. Untuk mempelajari peristiwa lampau dapat melalui foto atau rekaman video. e. Media pembelajaran memungkinkan interaksi yang lebih langsung antara siswa dengan lingkungan walaupun media pembelajaran yang digunakan berupa gambar, namun siswa akan dapat berinteraksi. f.
Dengan menggunakan media pembelajaran secara tepat dan bervariasi dapat diatasi sikap pasif peserta didik. Peserta didik akan lebih bergairah dalam belajar.
5.
Kriteria Pemilihan Media
Kriteria pemilihan media antara lain: 1.
Ketepatannya dengan tujuan pengajaran, artinya media pengajaran dipilih atas dasar tujuan-tujuan instruksional yang telah ditetapkan.
2.
Dukungan terhadap isi bahan pengajaran, artinya bahan pelajaran yang sifatnya fakta, prinsip, konsep dan generalisasi sangat memerlukan bantuan media agar lebih mudah dipahami siswa.
3.
Kemudahan memperoleh media, artinya media yang diperlukan mudah diperoleh, setidak-tidaknya mudah dibuat oleh guru pada waktu mengajar.
Sosiologi SMA K-8
29
4. Keterampilan guru menggunakannya, artinya secanggih apapun sebuah media apabila tidak tahu cara menggunakanya maka media tersebut tidak memiliki arti apa-apa. 5. Tersedia waktu untuk menggunakannya, sehingga media tersebut dapat bermanfaat bagi siwa selama pengajaran berlangsung. 6. Memilih media pembelajaran harus sesuai dengan taraf berfikir siswa, sehingga makna yang terkandung di dalamnya dapat dipahami oleh para sisKarakteristik dan kemampuan masing-masing media perlu diperhatikan oleh guru agar mereka dapat memilih media mana yang sesuai dengan kondi-si dan kebutuhan. Sebagai contoh media audio, merupakan media auditif mengajarkan topik-topik pembelajaran yang bersifat verbal seperti pengucapan (pronounciation) bahasa asing. Untuk pengajaran bahasa asing media ini tergolong tepat karena bila secara langsung diberikan tanpa media sering terjadi ketidaktepatan dalam pengucapan pengulangan dan sebagainya. Pembuatan media audio ini termasuk mudah, hanya membutuhkan alat perekam dan narasumber yang dapat berbahasa asing, sementara itu pemanfaatannya menggunakan alat yang sama pula. 7. Media pembelajaran harus meningkatkan motivasi peserta didik. Peng-gunaan media mempunyai tujuan memberikan motivasi kepada pembelajar. Selain itu media juga harus merangsang pebelajar mengingat apa yang sudah dipelajari selain memberikan rangsangan belajar baru. Media yang baik juga akan mengaktifkan pebelajar dalam memberikan tanggapan, umpan balik dan juga mendorong peserta didik untuk melakukan praktik-praktik dengan benar. 8. Ada beberapa kriteria untuk menilai keefektifan sebuah media, antara lain biaya, ketersediaan fasilitas pendukung, kecocokan dengan ukuran kelas, keringkasan, kemampuan untuk dirubah, waktu dan tenaga penyiapan, pengaruh yang ditimbulkan, kerumitan, dan kegunaan.
6.
Jenis-jenis Media Pembelajaran Banyak cara diungkapkan untuk mengindentifikasi media serta meng-
klasifikasikan karakterisktik fisik, sifat, kompleksitas, ataupun klasifikasi me-nurut kontrol pada pemakai. Namun demikian, secara umum media berciri-kan tiga Sosiologi SMA K-8
30
unsur pokok, yaitu: suara, visual, dan gerak. Menurut Rudy Brets, ada 7 (tujuh) klasifikasi media, yaitu: 1.
Media audio visual gerak, seperti: film suara, pita video, film televisi.
2.
Media audio visual diam, seperti: film rangkai suara, dsb.
3.
Audio semi gerak seperti: tulisan jauh bersuara.
4.
Media visual bergerak, seperti: film bisu.
5.
Media visual diam, seperti: halaman cetak, foto, microphone, slide bisu.
6.
Media audio, seperti: radio, telepon, pita audio.
7.
Media cetak, seperti: buku, modul, bahan ajar mandiri.
Sedangkan berdasarkan jenisnya, media dapat dikelompokkan sebagai berikut. JENIS MEDIA
CONTOH MEDIA
pita audio (rol atau kaset)
piringan audio
radio (rekaman siaran)
buku teks terprogram
buku pegangan/manual
buku tugas
buku latihan dilengkapi kaset
gambar/poster (dilengkapi audio)
film bingkai (slide)
film rangkai (berisi pesan verbal)
Proyek Visual Diam
film bingkai (slide) suara
dengan Audio
film rangkai suara
6.
Visual Gerak
film bisu dengan judul (caption)
7.
Visual Gerak dengan
film suara
Audio
video/vcd/dvd
Benda
benda nyata
1.
2.
3.
4.
5.
8.
Audio
Cetak
Audio – Cetak
Proyek Visual Diam
Sosiologi SMA K-8
31
9.
model tirual (mock up)
media berbasis komputer; CAI (Computer Assisted
Komputer
Instructional) & CMI (Computer Managed Instructiona
Pada saat ini, prpses pembelajaran yang menggunakan berbagai media, lebih dipermudah dengan memanfaatkan computer sebagai sumber dan media. Salah satu pemanfaatan computer sebagai sumber dan media pembelajaran adalah internet. Internet, singkatan dari interconection and networking, adalah jaringan informasi global, yaitu,“the largest global network of computers, that enables people throughout the world to connect with each other¨. Internet diluncurkan pertama kali oleh J.C.R. Licklider dari MIT (Massachusetts Institute Technology) pada bulan Agustus 1962. Pemanfaatan internet sebagai media pembelajaran mengkondisikan sis-wa untuk belajar secara mandiri. “Through independent study, students become doers, as well as thinkers” (Cobine, 1997). Para siswa dapat mengakses se-cara online dari berbagai perpustakaan, museum, database, dan mendapatkan sumber primer tentang berbagai peristiwa sejarah, biografi, rekaman, laporan, data statistik, (Gordin et. al., 1995). Informasi yang diberikan server-computers itu dapat berasal dari commercial businesses (.com), goverment services (.gov), nonprofit organizations (.org), educational institutions (.edu), atau artistic and cultural groups (.arts) Pemanfaatan internet sebagai media pembelajaran memiliki beberapa ke-lebihan sebagai berikut: 1. Dimungkinkan terjadinya distribusi pendidikan ke semua penjuru tanah air dan kapasitas daya tampung yang tidak terbatas karena tidak memer-lukan ruang kelas. 2. Proses pembelajaran tidak terbatas oleh waktu seperti halnya tatap muka biasa.
Sosiologi SMA K-8
32
3. Pembelajaran dapat memilih topik atau bahan ajar yang sesuai dengan keinginan dan kebutuhan masing-masing. 4. Lama waktu belajar juga tergantung pada kemampuan masing-masing pembelajar/siswa. 5. Adanya keakuratan dan kekinian materi pembelajaran. 6. Pembelajaran dapat dilakukan secara interaktif, sehingga menarik pembe-lajar/siswa; dan memungkinkan pihak berkepentingan (orang tua siswa maupun guru) dapat turut serta menyukseskan proses pembelajaran, de-ngan cara mengecek tugas-tugas yang dikerjakan siswa secara on-line.
Perkembangan/kemajuan teknologi internet yang sangat pesat dan merambah ke seluruh penjuru dunia telah dimanfaatkan oleh berbagai negara, institusi, dan ahli untuk berbagai kepentingan termasuk di dalamnya untuk pendidikan/pembelajaran. Berbagai percobaan untuk mengembangkan perang-kat lunak (program aplikasi) yang dapat menunjang upaya peningkatan mutu pendidikan/pembelajaran terus dilakukan. Perangkat lunak yang telah dihasil-kan akan memungkinkan para pengembang pembelajaran (instructional developers) bekerjasama dengan ahli materi (content specialists) mengemas materi pembelajaran elektronik (online learning material). Pembelajaran me-lalui internet di Sekolah Dasar dapat diberikan dalam beberapa format (Wulf, 1996), di antaranya adalah: (1) Electronic mail (delivery of course materials, sending in assignments, getting and giving feedback, using a course listserv., i.e., electronic discussion group, (2) Bulletin boards/newsgroups for discussion of special group, (3) Downloading of course materials or tutorials, (4) Interactive tutorials on the Web, dan (5) Real time, interactive conferencing using MOO (Multiuser Object Oriented) systems or Internet Relay Chat. Setelah bahan pembelajaran elektronik dikemas dan dimasukkan ke da-lam jaringan sehingga dapat diakses melalui internet, maka kegiatan berikut-nya yang
perlu
dilakukan
adalah
mensosialisasikan
ketersediaan
program
pembelajaran tersebut agar dapat diketahui oleh masyarakat luas khususnya para calon peserta didik. Para guru juga perlu diberikan pelatihan agar mere-ka Sosiologi SMA K-8
33
mampu mengelola dengan baik penyelenggaraan kegiatan pembelajaran melalui intenet. Karakteristik/potensi internet sebagaimana yang telah diurai-kan di atas tentunya masih dapat diperkaya lagi dengan yang lainnya. Namun, setidaktidaknya ketiga karakteristik/potensi internet tersebut dipandang su-dah memadai sebagai dasar pertimbangan untuk penyelenggaraan kegiatan pembelajaran melalui internet.
Sosiologi SMA K-8
34
7. Prinsip dan Asumsi Dasar dalam Pemilihan Media Sebelum kita melakukan pemilihan media, ada beberapa asumsi dasar yang perlu kita ingat, yaitu: 1. Setiap media memiliki kelebihan dan kelemahan, karena itu kita perlu memilih media yang sesuai dengan karakteristik media tersebut. 2. Penggunaan beberapa macam media secara bervariasi memang perlu. Namun harap diingat, bahwa penggunaan media yang terlalu banyak sekaligus dalam suatu kegiatan pembelajaran, justru akan membingungkan siswa dan tidak akan memperjelas pelajaran. Oleh karena itu, pilihlah media yang memang sangat diperlukan dan jangan berlebihan. 3. Penggunaan media harus dapat memperlakukan siswa secara aktif. Lebih baik memilih media yang sederhana yang dapat mengaktifkan seluruh siswa daripada media canggih namun justru membuat siswa kita terheran-heran pasif. 4. Sebelum media digunakan harus direncanakan secara matang dalam penyusunan rencana pelajaran. Tentukan bagian materi mana saja yang
akan kita sajikan dengan bantuan media.
Rencanakan
bagaimana strategi dan teknik penggunaannya. 5. Hindari penggunaan media yang hanya dimaksudkan sebagai selingan atau sekedar pengisi waktu kosong saja. Jika siswa sadar bahwa media yang digunakan hanya untuk mengisi waktu kosong, maka kesan ini akan selalu muncul setiap kali guru menggunakan media. Penggunaan media yang sembarangan, asal-asalan, “daripada tidak dipakai”, akan membawa akibat negatif yang lebih buruk daripada tidak memakainya sama sekali. 6. Harus
senantiasa
dilakukan
persiapan
yang
cukup
sebelum
penggunaan media. Kurangnya persiapan bukan saja membuat proses kegiatan belajar mengajar tidak efektif dan efisien, tetapi justru
Sosiologi SMA K-8
35
mengganggu kelancaran proses pembelajaran. Hal ini terutama perlu diperhatikan ketika kita akan menggunakan media elektronik.
8. Analisis Kebutuhan Media Pembelajaran Dalam rangka memanfaatkan sumber atau media dalam suatu proses pembelajaran, maka perlu dilakukan analisis kebutuhan agar tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dapat tercapai dengan baik. Berikut ini adalah format yang dapat digunakan untuk menganalisis kebutuhan sumber atau media pembelajaran. FORMAT ANALISIS KEBUTUHAN MEDIA PEMBELAJARAN
No.
(1)
SEKOLAH
:
......................................................................
MATA PELAJARAN
:
......................................................................
KELAS/SEMESTER
:
......................................................................
KOMPETENSI DASAR:
:
.......................................................................
Materi
(2)
Sosiologi SMA K-8
Kegiatan
Alternatif
Media
Pembelajaran
Sumber/Media
Terpilih
(3)
(4)
(5)
Keterangan
(6)
36
Catatan: Kolom keterangan berisi tentang penggunaan media dalam proses pembelajaran.
9. Pembuatan Media Pembelajaran Jika media akan dibuat atau diproduksi sendiri, maka perlu dirancang terlebih dahulu agar diperoleh gambaran atau sketsa. Rancangan media tersebut dapat menggunakan format desain media pembelajaran.
FORMAT DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN
MATA PELAJARAN
: ...............................................................................
KELAS/SEMESTER
...........................................................................
KOMPETENSI DASAR:
........................................................................
MATERI PEMBELAJARAN
...............................................................................
JENIS MEDIA YANG DIPILIH
...............................................................................
DESKRIPSI/RANCANGAN MEDIA/SKETSA:
............................................................................................................................. ............................................................................................................................ ............................................................................................................................ ............................................................................................................................. ............................................................................................................................
Sosiologi SMA K-8
37
............................................................................................................................ BAHAN YANG DIPERLUKAN: 1. .................................................................................................................. 2. .................................................................................................................. 3. .................................................................................................................. LANGKAH-LANGKAH PEMBUATAN: (1) .................................................................................................................. (2) .................................................................................................................. (3) .................................................................................................................. LANGKAH-LANGKAH PENGGUNAAN/ PENERAPAN DALAM PEMBELAJARAN: 1. ................................................................................................................... 2. ................................................................................................................... 3. ...................................................................................................................
CATATAN: (KELEBIHAN/KEKURANGAN) .............................................................................................................................
10. Contoh Pembuatan Media Pembelajaran
Berikut ini akan disampaikan beberapa contoh pembuatan media pembelajaran manual yang dapat diterapkan dalam pembelajaran Sosiologi. Media manual ini dipilih agar dapat digunakan pada daerah atau kondisi yang belum menggunakan peralatan digital dalam artian dapat digunakan lebih luas dengan biaya yang terjangkau.
a.
Media Pembelajaran Flipchart
Mata pelajaran
Sosiologi SMA K-8
: Sosiologi
38
Materi
: Fungsi Sosiologi
Kelas
: X Semester 1
Kompetensi Dasar: 4.1 Melakukan kajian, diskusi dan menyimpulkan fungsi Sosiologi dalam memahami berbagai gejala sosial yang terjadi di masyarakat Nama media
: flipchart (lembar balik)
Deskripsi Flipchart dalam pengertian sederhana adalah lembaran-lembaran kertas menyerupai album atau kalender berukuran 50X75 cm, atau ukuran yang lebih kecil 21X28 cm sebagai flipbook yang disusun dalam urutan yang diikat pada bagian atasnya . Flipchart dapat digunakan sebagai media penyampai pesan pembelajaran. Dalam penggunaannya dapat dibalik jika pesan pada lembaran depan sudah ditampilkan dan digantikan dengan lembaran berikutnya yang sudah disediakan. Flipchart hanya cocok untuk pembelajaran kelompok kecil yaitu 30 orang. Sedangkan flipbook untuk 4-5 orang. Flipchart merupakan salah satu media cetakan yang sangat sederhana dan cukup efektif. Sederhana dilihat dari proses pembuatannya dan penggunaannya yang relatif mudah, dengan memanfaatkan bahan kertas yang mudah dijumpai disekitar kita. Efektif karena Flipchart dapat dijadikan sebagai media (pengantar) pesan pembelajaran yang secara terencana ataupun secara langsung disajikan pada Flipchart. Indikator efektif adalah ketercapaian tujuan atau kompetensi yang sudah direncanakan, untuk mencapai tujuan tersebut banyak bahan dan alat yang dapat dijadikan media untuk mempercepat pencapaian tujuan dan salah satunya melalui flipchart. Penggunaan
Flipchart
merupakan
salah
satu
cara
guru
dalam
menghemat waktunya untuk menulis di papan tulis. Lembaran kertas yang sama ukurannya dijilid jadi satu secara baik agar lebih bersih dan baik. Penyajian Sosiologi SMA K-8
39
informasi ini dapat berupa: (a) Gambar-gambar, (b) Huruf-huruf, (c) Diagram, (d) Angka-angka. Sajian pada Flipchart tersebut harus disesuaikan dengan jumlah dan jarak maksimum siswa melihat Flipchart tersebut dan direncanakan tempat yang sesuai dimana dan bagaimana Flipchart tersebut ditempatkan. Bahan-bahan yang dapat dijadikan bahan pembuatan media ini yaitu antara lain; 1) Kertas manila atau kertas buffalo polos 2) Gunting 3) Penggaris 4) Pelobang kertas 5) Tali/kawat 6) Tinta, baik tinta spidol ataupun cat air 7) Spidol warna 8) Lem, doubletape 9) Gambar tempel (bisa didapat dari koran, majalah) jika kita tidak bisa menggambar.
Langkah pembuatan: 1)
Kertas dipotong dalam ukuran yang sama. Besar kecilnya tergantung pada besar kecilnya jumlah siswa yang akan dilayani
2)
Buat gambar atas tulisan sesuai dengan out line. Gambar dapat pula digunting dari majalah, kalender, lalu ditempelkan. Begitu pula dapat kita pakai letranset. Jangan lupamemberi nomor penyajiannya
3)
Beri dua buah lubang di sisi tiap-tiap chart
4)
Bentuklah kawat menjadi gelang sebanyak dua buah. Masukkan chartchart tersebut sesuai dengan urutan ke dalam gelang. Bila menggunakan bamboo maka jepitlah chart-chartnya menjadi satu lalu ikat ujungnya dengan kawat. Dengan demikian siaplah flip chart untuk diujicobakan
b. Media Pembelajaran Ular Tangga
Sosiologi SMA K-8
40
Mata pelajaran Materi Kelas
: Sosiologi : Konsep-Konsep Dasar Sosiologi : X Semester 2
Kompetensi Dasar: 4.3 Melakukan kajian, diskusi dan mengaitkan konsepkonsep dasar Sosiologi untuk mengenali berbagai gejala sosial dalam memahami hubungan sosial di masyarakat Bahan dan alat
: kertas petak permainan ular tangga, kartu pertanyaan, dadu,
dan bidak Nama media
: ular tangga
Deskripsi Permainan ular tangga adalah salah satu jenis permainan tradisional yang mendunia. Permainan ini merupakan jenis permainan kelompok, melibatkan beberapa orang dan tidak dapat digunakan secara individu. Media ini dapat digunakan untuk mengulang (review) pelajaran yang telah diberikan. Media pembelajaran dengan menggunakan permainan ular tangga ini terdiri dari 4 bagian yaitu; kertas petak permainan, kartu pertanyaan, dadu dan bidak. Untuk membuat media ini sangatlah sederhana. Kita dapat memperoleh permainan ular tangga di toko-toko mainan. Namun jika kita ingin membuatnya sendiri, kita dapat memodifikasi sedemikian rupa seperti apa yang kita inginkan.
Bahan dan alat yang dapat dijadikan bahan pembuatan media ini yaitu antara lain; a) Kertas manila atau kertas buffalo polos b) Gunting c) Penggaris
Sosiologi SMA K-8
41
d) Tinta, baik tinta spidol ataupun tinta printer jika kita membuat petak permainan dengan komputer. e) Spidol warna atau kertas warna dan lem f)
Dadu dan bidak (bisa beli atau membuatnya sendiri)
g) Kartu pertanyaan (kita sesuaikan dengan materi Konsep-konsep Dasar Sosiologi) h) Gambar tempel (bisa didapat dari koran, majalah) jika kita tidak bisa menggambar.
Langkah-langkah pembuatan: 1) Sediakan dadu dan bidak (jika tidak mungkin beli di toko bisa membuat sendiri) 2) Sediakan kertas manila/karton/buffalo polos, potong ukuran 60x60 cm atau 90x90 cm 3) Buatlah petak (garis kotak-kotak) pada kertas sebanyak 100 petak (p=10, l=10) 4) Buatlah nomor pada sudut atas tiap kotak 5) Buatlah gambar ular (menurun) dan gambar tangga (naik) pada kotak yang kita kehendaki 6) Pada gambar ekor ular atau anak tangga paling bawah diberi gambar simbol atau kode dan perintah (bahwa pemain yang berhenti di tempat itu wajib menjawab pertanyaan) 7) Buatlah kartu soal esai (kurang lebih 10-20 soal) yang terkait dengan materi 8) Pada kotak yang tidak terkena ekor dan kepala (ular dan tangga) diberi simbol, gambar, atau tulisan yang berisi pernyataan, slogan, atau informasi yang berkaitan dengan materi Konsep-Konsep Dasar Sosiologi, misalnya Interaksi Sosial, Sosialisasi, Mobilitas Sosial, Diferensiasi Sosial, Konflik, dst.
Langkah-langkah penggunaan:
Sosiologi SMA K-8
42
1) Bagilah siswa ke dalam beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 3-4 orang peserta dengan 1 orang wasit (wasit dipilih dari siswa yang mempunyai nilai bagus) 2) Sebelum permainan dimulai, jelaskan bahwa mereka akan bermain ular tangga dan tanyakan apakah mereka pernah bermain permainan tersebut. 3) Berikan setiap kelompok 1 set mainan ular tangga terdiri dari petak permainan, kartu pertanyaan, dadu dan beberapa bidak atau bidak. ( mintailah mereka agar tidak mencoreti kertas permainan karena bisa digunakan untuk kelas lain ). 4) Jelaskan pada mereka, jika mereka berhenti pada gambar tangga maka pemain mengambil kartu soal dan menjawab pertanyaan, jika jawaban betul bidak boleh naik, jika jawaban salah, bidak tetap ditempat 5)
Sebaliknya jika berhenti pada gambar ular, maka pemain mengambil kartu soal dan menjawab pertanyaan, jika jawaban betul bidak tetap ditempat, namun jika jawaban salah, bidak langsung turun.
6) Dalam penentuan pemain pertama, pemain kedua, pemain ketiga dan seterusnya ditentukan lewat undian atau melakukan “hom pim pah”. 7) Pada gilirannya, pemain melempar dadu dan dapat melangkahkan bidak atau bidaknya beberapa petak sesuai dengan angka hasil lemparan dadu. 8) Pemain wajib membaca tulisan yang berisi pernyataan, slogan, teori, yang terdapat pada kotak tempat berhenti bidak. 9) Pemain yang mendapat angka 6 dari pelemparan dadu, maka pemain tersebut mendapatkan kesempatan sekali lagi untuk melemparkan dan melangkahkan bidaknya lagi. 10) Semua pemain memulai dari petak nomer 1 11) Satu pertanyaan bernilai 10 poin. 12) Bagi pemain yang turun karena berada di petak ekor ular, maka dia akan mendapatkan punishment berupa pengurangan poin (5 poin). Dan pemain yang naik karena di petak tangga, maka dia akan mendapatkan reward berupa bonus poin (5 poin). 13) Pemenang dari permainan adalah pemain yang mendapat poin tertinggi dari setiap pertanyaan yang diberikan. Sosiologi SMA K-8
43
14) Langkah terakhir adalah berilah senyuman dan pujian kepada siswa yang telah bermain dengan baik. Kelebihan media ini sebagai berikut: 1) Media ular tangga ini sangat efektif untuk mengulang (review) pelajaran yang telah diberikan 2) Media ini sangat praktis dan ekonomis serta mudah dimainkan. 3) Dapat meningkatkan antusias siswa dalam menggunakan media pembelajaran ini. 4) Siswa akan menjawab pertanyaan dengan sungguh-sungguh apabila mereka berhenti di kotak pertanyaan. 5) Media ini sangat disenangi oleh siswa karena banyak terdapat gambar yang menarik dan full colour.
Kelemahan media ini adalah: 1) Dimungkinkan menimbulkan kejenuhan karena banyaknya pertanyaan yang akan ditemui siswa. 2) Akan menimbulkan kejenuhan pada siswa yang menunggu giliran permainan. 3) Keadaan kurang terkontrol akibat kurangnya pengawasan guru dalam proses permainan. 4) Tanpa pengawasan yang intensif dari guru, siswa dapat mudah terjebak dalam permainan ular tangganya saja tanpa bisa menyerap nilai-nilai atau tujuan digunakan media pembelajaran ini.
Sosiologi SMA K-8
44
c.
Media Pembelajaran Sosiopoli
Mata pelajaran
: Sosiologi
Materi
: Penelitian Sosial
Kelas
: X Semester 2
Kompetensi Dasar: 3.4 Menerapkan metode-metode penelitian sosial untuk memahami berbagai gejala sosial Bahan dan alat
: kertas manila/karton, kertas HVS, spidol/kertas warna, kertas petak permainan monopoli, kartu pertanyaan, dadu, dan bidak
Nama media
: sosiopoli
Deskripsi Sosiopoli merupakan media pembelajaran yang berupa permainan monopoli. Seperti namanya, Sosiopoli digunakan untuk mata pelajaran sosiologi. Dalam permainan Sosiopoli, siswa diharapkan mengerti dengan konsep sosiologi, terutama dalam pokok bahasan ini tentang metode penelitian sosial.
Sosiologi SMA K-8
45
Bahan dan alat : 1) Sediakan kertas karton dengan ukuran monopoli, 2) Gambar-gambar yang berhubungan dengan penelitian sosial, 3) kertas foto/kertas buffalo yang dipotong seukuran kartu remi untuk pengganti kartu kesempatan dan dana umum 4) spidol warna/cat air 5) Lem sebagai perekat 6) Dadu, bidak, dan alat kocokannya
Sosiologi SMA K-8
46
Cara membuat: 1) Buatlah meja atau papan sosiopoli layaknya monopoli 2) Buat petak-petak untuk tempat jalan bidak 3) Modifikasi gambar-gambar yang ada dalam petak, sesuaikan dengan materi penelitian sosial 4) Gambar bisa mengambil dari koran/ majalah atau digambar sediri dengan spidol/ cat air 5) Buat uang mainan dari kertas HVS 6) Tulis pertanyaan-pertanyaan pada kartu untuk petak “kesempatan” dan “dana umum” 7) Sediakan dadu dan bidak (jika tidak mungkin beli di toko, bisa membuat sendiri)
Cara Penggunaan
Di dalam kartu kesempatan dan dana umum terdapat pertanyaan-pertanyaan matematika yang harus dijawab oleh peserta didik dan terdapat hadiah jika menjawab benar dan hukuman jika menjawab salah. Berikut langkah-langkah penggunaan sosiopoli dalam pembelajaran: 1) Bagi kelas menjadi 4 kelompok 2) Minta salah satu peserta didik sebagai bank ( tugas bank adalah sebagai penilai apakah jawaban pemain benar atau salah, untk jawaban benar diberi poin dan untuk jawaban salah poin pemain di kurangi sesuai ketentuan) 3) 4 kelompok akan berperan sebagai pemain Setiap kelompok diberi modal awal dari bank berupa nilai 4) Guru berperan sebagai mediator dan hakim yang yang memandu jalannya permainan peserta didik 5) Setiap kelompok bergantian melempar dadu 6) Setiap pemain dalam kelompok bergantian untuk melempar dadu.
Sosiologi SMA K-8
47
7) Jika bidak berhenti di kotak kesempatan atau dana umum, maka pemain harus mengambil kartu dan mendiskusikan jawaban dari pertanyaan dalam kartu bersama teman kelompoknya dan menunjukkan jawaban kepada guru. Guru yang memutuskan benar atau tidaknya jawaban peserta didik 8) Kelompok yang menang adalah kelompok yang memiliki nilai terbanyak Kelebihan Media Sosiopoli:
1) Permainan ini mampu melatih kerjasama antar siswa 2) Dengan adanya media permainan sosiopoli ini, mampu memotivasi siswa agar tetap belajar dan merubah pola pikir siswa bahwa belajar bukan hanya terpaku oleh buku mata pelajaran saja
3) Dengan melibatkan permainan dalam pembelajaran kondisi belajar dikelas akan jauh dari rasa bosan.
4) Media sosiopoli ini mampu mengulang materi yang telah disampaikan sebelumnya
5) Siswa akan menjawab pertanyaan dengan sungguh-sungguh bila berhenti di kotak pertanyaan sosiopoli ini.
6) Belajar akan lebih efektif bila menggunakan media ini, karena siswa akan merasa fun dan intusias dalam mengikuti pembelajaran di kelas.
7) Menerapkan imajinasi siswa mengenai permainan ini.
Kekurangan Media Sosiopoli:
1) Media ini membutuhkan persiapan yang matang serta konsep yang sesuai dengan materi pembelajaran
2) Harus menggunakan arena yang luas jika menggunakan siswa sebagai bidak permainan
3) Kurangnya
pemahaman
siswa
mengenai
aturan
permainan
memungkinkan terjadinya keributan pada saat permainan berlangsung d.
Media Pembelajaran Kartu Berpasangan
Mata pelajaran Sosiologi SMA K-8
: Sosiologi 48
Materi
: Kelompok-Kelompok Sosial
Kelas
: XI Semester 1
Kompetensi Dasar: 4.1 Melakukan kajian, pengamatan dan diskusi tentang pengelompokkan sosial dengan menggunakan tinjauan Sosiologi Bahan dan alat
: kertas/kartu soal, spidol, gambar, isolasi.
Nama media
: Kartu Berpasangan (Make A Match Card)
Deskripsi Media
pembelajaran
Kartu
Berpasangan
ini
merupakan
media
pembelajaran yang digunakan pada Model pembelajaran kooperatif tipe mencari pasangan (make a match) yang diperkenalkan oleh Curran dalam Eliya (2009). Make a Match adalah kegiatan siswa untuk mencari pasangan kartu yang merupakan jawaban soal. Guru lebih berperan sebagai fasilitator dan ruangan kelas juga perlu ditata sedemikian rupa, sehingga menunjang pembelajaran kooperatif. Keputusan guru dalam penataan ruang kelas harus disesuaikan dengan kondisi dan situasi ruang kelas dan sekolah. Hal-hal yang perlu dipersiapkan jika pembelajaran dikembangkan dengan
Make-A
Match
adalah
kartu-kartu.
Kartu-kartu
tersebut
berisi
pertanyaan-pertanyaan dan kartu lainnya berisi jawaban dari pertanyaan tersebut. Media pembelajaran tersebut biasanya diletakkan pada meja pajang atau ditempel pada papan, sedangkan pasangannya diberikan ke siswa yang pada giliranya akan mencocokan kartu dengan pertanyaan/soal pada papan. Dengan adanya model pembelajaran kooperatif tipe mencari pasangan (make a match) siswa lebih aktif untuk mengembangkan kemampuan berpikir . Di samping itu (make a match) juga memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya dan mengeluarkan pendapat serta berionteraksi dengan siswa yang menjadikan aktif dalam kelas.
Sosiologi SMA K-8
49
Bahan-bahan yang dapat dijadikan bahan pembuatan media ini yaitu antara lain; 1) Kertas manila atau kertas buffalo polos 2) Gunting/cutter 3) Penggaris 4) Spidol warna 5) kertas warna dan 6) lem 7) isolasi/double tape
Langkah-langkah pembuatan: 1) sediakan kertas manila/karton/buffalo polos 2) potonglah kertas sesuai ukuran kartu, misal 10x10 cm atau 20x20 cm 3) Buatlah gambar, simbol, konsep, atau pertanyaan terkait dengan materi, misalnya: Metode Penelitian Kualitatif 4) Buatlah gambar, simbol, konsep, atau pertanyaan yang merupakan pasangan dari kartu yang telah dibuat tadi, misalnya: Studi Kasus, Etnografi, dsb 5) Kartu-kartu tersebut dibuat berpasangan sebanyak mungkin. 6) Untuk lebih menarik, kartu bisa diberi gambar dan diberi warna.
Langkah-langkah penggunaan 1) Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk review, satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban. 2) Siswa dibagi menjadi 3 kelompok, kelompok 1 mendapat kartu soal dan kelompok 2 mendapat kartu jawaban sedangkan kelompok 3 berfungsi sebagai penilai. 3) Tiap peserta didik mendapatkan satu kartu yang berisi pertanyaan atau jawaban.
Sosiologi SMA K-8
50
4) Setiap peserta didik mencari pasangan yang cocok dengan kartunya (Pasangan pertanyaan-jawaban) 5) Setiap peserta didik yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin oleh penilai. 6) Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya 7) Setelah semua siswa mendapatkan pasangannya kemudian siswa yang berperan sebagai penilai berganti peran menjadi pemegang kartu pertanyaan dan sebagian memegang kartu jawaban. Sedangkan siswa pada kelompok 1 dan 2 sebelumnya berganti peran sebagai penilai. 8)
Kemudian lakukan kegiatan seperti langkah pada nomor 4 dan 5.
9) Berikan kesimpulan dan penutup
Make a match untuk pendalaman materi 1) Sampaikan kepada siswa Anda, bahwa hari ini menggunakan metode mencari
pasangan.
Sampaikan
pula
bahwa
jika
mereka
sudah
menemukan pasangan, maka dengan sendirinya pasangan itu menjadi satu kelompok. 2) Bagikan lembaran-lembaran kertas pada Siswa Anda secara acak. 3) Mintalah kepada siswa Anda untuk mencari pasangan dari lembaran kertas yang mereka terima. 4) Jika mereka sudah menemukan pasangannya, mintalah kepada mereka menyusun materi utuh berdasarkan kata-kata kunci yang mereka bawa pada lembar kertas yang sudah Anda persiapkan 5) Bagikan kertas plano dan lem pada setiap kelompok untuk menempelkan hasil kerja mereka. 6) Apabila siswa Anda telah menyelesaikan tugas di atas, mintalah satu kelompok untuk presentasi. kelompok lain memberikan tanggapan. Dan, Anda sebagai guru memberikan konfirmasi. 7) Apabila satu kelompok sudah selesai peresentasi, lanjutkan ke kelompok lain sampai semua kelompok presentasi.
Sosiologi SMA K-8
51
Suatu media pembelajaran pasti memiliki kekurangan dan kelebihan. Adapun kelebihan dari media dengan model Make-A Match adalah sebagai berikut: 1) Siswa terlibat langsung dalam menjawab soal yang disampaikan kepadanya melalui kartu. 2) Meningkatkan kreativitas belajar siswa. 3) Menghindari kejenuhan siswa dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar. 4) Pembelajaran lebih menyenangkan karena melibatkan media pembelajaran yang dibuat oleh guru. Sedangkan kekurangan media model Make A Match ini adalah: 1) Sulit bagi guru mempersiapkan kartu-kartu yang baik dan bagus sesuai dengan materi pelajaran. 2) Sulit mengatur ritme atau jalannya proses pembelajaran 3)
Siswa kurang menyerapi makna pembelajaran yang ingin disampaikan karena siswa hanya merasa sekedar bermain saja.
4) Sulit untuk membuat siswa berkonsentrasi
4. Media Pembelajaran Kliping Mata pelajaran Materi Kelas
: Sosiologi : Masalah-Masalah Sosial : XI Semester 1
Kompetensi Dasar: 3.2 Mengidentifikasi berbagai permasalahan sosial yang muncul dalam masyarakat Bahan dan alat
: kertas hvs/ buffalo/ manila, gunting, lem, bolpen/spidol
Nama media
: Kliping
Deskripsi
Sosiologi SMA K-8
52
Kliping merupakan kegiatan menggunting atau memotong bagian-bagian tertentu dari surat kabar (koran), majalah atau artikel lain kemudian disusun dalam sistem tertentu dalam suatu bidang. Kliping bisa berupa berita yang sedang aktual, berupa makalah tentang pengetahuan umum, kumpulan tips yang bermanfaat, dan lain sebagainya. Dalam pokok bahasan tentang masalah sosial ini, siswa diarahkan untuk mencari berita atau artikel di berbagai surat kabar/koran atau majalah selama kurun waktu tertentu tentang berbagai permasalahan sosial, seperti kenakalan remaja, penyalahgunaan obat terlarang, prostitusi, traficking (perdagangan manusia), kemiskinan, korupsi, konflik antar kelompok sosial, dan kriminalitas (kejahatan yang terkait dengan tindak kekerasan, seperti penganiayaan, perampokan, dan pembunuhan).
Langkah-langkah pembuatan: 1) sediakan kertas HVS/buffalo/manila 2) sediakan koran atau majalah bekas untuk kurun waktu mislanya 1 tahun terakhir 3) cari topik berita sesuai dengan kategori yang dipilih 4) gunting berita dengan rapi, lebih bagus dengan gambarnya 5) tempel guntingan tadi dengan lem pada kertas yang disediakan 6) atur dengan komposisi 4 – 4 – 2 – 2 (kiri 4 cm, atas 4 cm, bawah 2 cm, dan kanan 2 cm). Bisa juga pada bagian atas disiapkan 6 cm (4 – 6 – 2 – 2) untuk ruang menuliskan identitas kliping yang dibuat. 7) cantumkan tanggal peristiwa/berita serta sumber koran/majalah pada bawah/atas berita
Langkah-langkah penggunaan 1) Guru memberi penugasan kepada siswa untuk membuat kliping sesuai dengan kategori yang telah ditentukan 2) Siswa dapat dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil, 2 atau 3 anggota. Sosiologi SMA K-8
53
3) Selama pembuatan kliping, guru berkeliling ke tiap kelompok agar siswa dapat melakukan konsultasi 4) Setelah selesai, satu atau dua berita yang telah ditempel siswa diminta untuk mendiskusikan berita tersebut 5) Setelah cukup dalam melakukan analisis, kelompok diminta untuk presentasi 6) Presentasi menggunakan format MPDAS (Masalah, Penyebab masalah, Dampak, Alternatif solusi, dan Solusi jangka pendek)
Kelebihan dari media kliping ini adalah sebagai berikut: 1) Siswa terlibat langsung dalam melakukan diskusi di kelompok 2) Meningkatkan kreativitas analisis siswa dalam memehami permasalahan sosial. 3) Menghindari kejenuhan dan memunculkan psikomotorik dalam seni menempel. 4) Siswa lebih peduli terhadap permasalan sosial yang ada di masyarakat
Sedangkan kekurangan media kliping ini adalah: 1) Ketersediaan bahan koran bekas 2) Sulit mengatur waktu untuk memilih berita yang sesuai 3)
Siswa kurang menyerapi makna pembelajaran jika siswa tidak memiliki minat baca
5. Media Pembelajaran Peta Multikultural Mata pelajaran Materi Kelas
Sosiologi SMA K-8
: Sosiologi : Konflik Sosial/Masyarakat Multikultural : XI Semester 2
54
Kompetensi Dasar: 3.4 Menganalisis potensi-potensi terjadinya konflik dan kekerasan dalam kehidupan masyarakat yang beragam serta penyelesaiannya Bahan dan alat
: peta Indonesia, kertas manila, bolpen/spidol, gunting, lem/double tape
Nama media
: peta multikultural
Deskripsi Peta Multikultural merupakan peta yang menunjukan aneka ragam suku bangsa dan budaya yang berisi norma dan nilai adat/daerah yang dipegang teguh oleh masyarakat setempat. Dalam membuat media ini, guru dapat memodifikasi dari peta Indonesia yang sudah ada, kemudian mengidentifikasi daerah suku bangsa dengan memberi tanda dan menuliskan beragam nilai dan norma di daerah tersebut. Melalui peta ini diharapkan siswa menjadi lebih paham terhadap nilai-nilai pada setiap suku bangsa/etnik yang ada di Indonesia, sehingga lebih menghormati dan menghargai kemajemukan bangsa Indonesia yang multikultural.
Langkah-langkah pembuatan: 1) sediakan peta Indonesia 2) jika peta jadi tidak tersedia, bisa menggambar pada kertas manila 3) pilih daerah yang akan ditandai dengan nama suku bangsa, misalnya di Jawa Timur terdapat suku jawa mataraman (daerah Madiun dan sekitarnya), suku osing (daerah Banyuwangi, suku arek (daerah Malang dan Surabaya), suku Madura, masyarakat Samin, dst. Di daerah lain, misalnya suku Betawi di Jakarta, suku Sunda di Jawa Barat, dst. 4) Tandai daerah-daerah suku bangsa dengan spidol warna/ atau dengan gambar pakaian adat. Tarik garis dari daerah yang telah ditandai ke tempat kosong, tempel kertas atau tulis nilai-nilai norma masyarakat
Sosiologi SMA K-8
55
setempat yang penting, yang wajib dihormati, atau yang berpotensi menimbulkan prasangka terhadap suku bangsa lain. 5) Guru dapat melibatkan siswa dalam pembuatan peta interaktif tersebut sekaligus mengidentifikasi nilai-nilai keberagaman pada tiap daerah
Langkah-langkah penggunaan 1) Guru memberi penugasan kepada siswa untuk mengidentifikasi beragam nilai dan norma daerah 2) Siswa dapat dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil, 2 atau 3 anggota. 3) Tiap kelompok memilih daerah suku bangsa mana yang akan diidentifikasi (bisa melalui undian) 4) Siswa diminta untuk mengidentifikasi potensi konflik yang terjadi di daerah yang telah dipilih pada kelompok 5) Tiap kelompok diminta untuk melengkapi keterangan pada peta 6) Tiap kelompok mempresentasikan hasil investigasi
Kelebihan dari media peta ini adalah sebagai berikut: 1) Siswa terlibat langsung dalam melakukan diskusi di kelompok 2) Meningkatkan kreativitas analisis siswa dalam mengidentifikasi norma dan nilai daerah 3) Siswa lebih peduli terhadap nilai-nilai multikultural di Indonesia 4) Pada sekolah yang memiliki siswa beragam suku bangsa akan lebih mudah dalam memperkaya keterangan pada peta
Sedangkan kekurangan media peta ini adalah: 1) Keterbatasan ruang peta untuk diberi simbol/gambar keterangan 2) Didukung oleh buku-buku referensi tentang keanekaragaman budaya di Indonesia
Sosiologi SMA K-8
56
7) Media Pembelajaran Kartu Kasus/Lembar Informasi Mata pelajaran
: Sosiologi
Materi
: Perubahan Sosial
Kelas
: XII Semester 1
Kompetensi Dasar: 3.1 Menganalisis perubahan sosial dan akibat yang ditimbulkannya dalam kehidupan masyarakat Bahan dan alat
: kertas manila/buffalo, bolpen/spidol, gunting, koran, lem/double tape
Nama media
: kartu kasus /lembar informasi
Deskripsi Media kartu kasus atau lembar informasi adalah media yang terbuat dari kartu (ukuran relatif) yang berisi soal atau gambar atau informasi untuk dijawab/dipecahkan siswa. Media ini bertujuan agar siswa dapat belajar secara aktif terlibat dalam kegiatan belajar, berfikir aktif dan kritis di dalam belajar dan secara inovatif dapat menganalisis permasalahan dalam sosiologi. Pembelajaran sosiologi dengan menggunakan media kartu kasus menerapkan proses belajar kelompok dalam bentuk kegiatan mencatat konsep materi sosiologi untuk meningkatkan pemahaman siswa. Media kartu kasus bertumpu pada dua hal sebagai berikut; 1) Mengoptimalkan interaksi antara semua elemen pembelajaran yaitu guru, siswa, dan media; dan 2) Mengoptimalkan keikutsertaan seluruh sense siswa yaitu panca indra, rasa dan karsa.
Bahan dan alat: 1) Kertas karton/manila/bufalo Sosiologi SMA K-8
57
2) Bolpen dan Spidol warna 3) Gunting 4) Koran/majalah 5) Lem
Langkah pembuatan kartu kasus dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1) Kartu kasus dapat dibuat dari kertas karton/manila/buffalo dengan ukuran 6 x 10 cm. 2) Tuliskan kasus atau informasi yang dikehendaki dalam kartu tersebut. 3) Dapat juga ditempeli gambar sesuai kasus atau diberi warna agar menarik. 4) Kasus bisa diambil dari berita/artikel pada koran/majalah kemudian dituliskan soal pertanyaan.
Langkah-langkah Penggunaan 1) Bentuk siswa menjadi 4-5 kelompok 2) Siswa mendengarkan penjelasan materi dari guru 3) Mendapatkan membagi kartu kasus 4) Masing-masing kelompok berdiskusi untuk membahas/memecahkan kasus 5) Selesai menjawab soal tersebut lalu dikumpulkan kepada ketua kelompok masing-masing kemudian menyerahkan kepada guru 6) Setiap kelompok mempresentasikan hasil diskusi/ menjawab kasus 7) Kelompok lain menyimak dan memberi tanggapan
Kelebihan media kartu kasus: 1) Mengubah kebiasaan belajar teacher centered menjadi student activity. 2) Mengefektifkan proses cooperative learning 3) Menumbuhkan suasana kreatif dan enjoyfull learning
Sosiologi SMA K-8
58
4) Membuat siswa trampil mengerjakan soal-soal sendiri dan belajar mengatasi masalah
Kekurangan media kartu kasus: 1) Siswa terkadang saling mengandalkan dalam mengerjakan soal yang terdapat dalam kartu kasus. 2) Suasana yang belajar yang dibentuk dalam permainan terkadang membuat siswa ada yang dominan ada yang pasif 3) Banyak waktu yang dibutuhkan
8) Media Pembelajaran Poster Interaktif Mata pelajaran Materi
: Sosiologi : Globalisasi
Kelas
: XII Semester 1
Kompetensi Dasar: 3.2 Mendeskripsikan berbagai permasalahan sosial yang disebabkan oleh perubahan sosial di tengah-tengah pengaruh globalisasi Bahan dan alat
: kertas manila/karton, bolpen/spidol, gunting, majalah, lem, kuas, cat air
Nama media
: Poster Interaktif
Deskripsi Poster adalah salah satu media yang terdiri dari lambang kata atau simbol yang sangat sederhana, dan pada umumnya mengandung anjuran atau larangan (Depdikbud, 1988:50). Menurut Sudjana dan Rivai (2002:51) poster adaah sebagai kombinasi visual dari rancangan yang kuat, dengan warna, dan pesan dengan maksud untuk menangkap perhatian orang yang lewat tetapi Sosiologi SMA K-8
59
cukup lama menanamkan gagasan yang berarti didalam ingatannya. Poster dipakai sebagai suatu media untuk menyampaikan informasi, saran, pesan dan kesan, ide dan sebagainya. Poster interaktif merupakan poster yang dimodifikasi dengan tambahan berbagai pertanyaan atau renungan untuk didiskusikan dan dijawab bersama. Dalam hal ini poster interaktif digunakan untuk menjawab permasalahan akibat globalisasi, seperti ketergantungan global, pemanasan global, kemiskinan, gaya hidup dan budaya pop, hingga masalah ketersediaan bahan pangan. Bahan dan alat: 1) Kertas karton/manila 2) Spidol warna atau cat air dan kuas 3) Gunting 4) Koran/majalah dan lem
Langkah Pembuatan poster: 1) Tentukan konsep pokok yang akan dipublikasikan 2) Pahami kembali intisari atau pernyataan pokok yang akan dituliskan dalam poster. 3) Tentukan ukuran poster 4) Tentukan unsur-unsur apa yang dibutuhkan untuk membuat poster. 5) Gambar poster dengan spidol atau cat air 6) Jika tidak bisa menggambar, kompilasikan potongan gambar dari koran/majalah 7) Berilah judul yang menarik dan inspiratif bahkan provokatif 8) Berilah pertanyaan/soal untuk direnungkan terkait dengan dampak globalisasi 9) Setelah selesai, pajang poster di dinding
Prinsip Pembuatan
Sosiologi SMA K-8
60
1) Poster dapat ditangkap penglihatan dengan seksama. 2) Poster harus mampu menarik perhatian. 3) Poster harus dapat mengemukakan ide dan maksud melalui fakta yang nampak. 4) Dapat mempengaruhi orang yang melihat.
Penggunaan Poster dalam Pembelajaran Menggunakan poster untuk pembelajaran dapat dilakukan dengan dua cara yaitu : Pertama, Digunakan sebagai bagian dari kegiatan belajar mengajar, dalam hal ini poster digunakan saat guru menerangkan sebuh materi kepada siswa (poster sebagai media pembelajaran), begitu halnya siswa dalam mempelajari materi menggunakan poster yang disediakan oleh guru. 1) Poster yang digunakan ini harus relevan dengan tujuan dan materi. 2)
Poster disediakan guru baik dengan cara membuat sendiri maupun dengan cara membeli dan memodifikasi/menggunakan yang sudah ada.
3) Poster di pasang di kelas pada saat dibutuhkan dan dapat ditanggalkan lagi setelah pembelajaran selesai. Misalnya guru membelajarkan siswa tentang strategi komunitas terhadap pengaruh globalisasi. Kemudian guru memasang sebuah poster tentang „Menghadang Globalisasi‟ dengan berbagai pertanyaan renungan yang harus dijawab. 4) Guru menugaskan siswa untuk mengamati poster tersebut lalu kemudian siswa diperintahkan untuk menganalisis dan menjawab pertanyaan berdasarkan poster tersebut. Kedua, digunakan di luar pembelajaran yang bertujuan untuk memotivasi siswa, sebagai peringatan, ajakan, propaganda atau ajakan untuk melakukan sesuatu yang postitif dan penanaman nilai-nilai sosial dan keagamanaan. Dalam hal ini poster tidak digunakan saat pembelajaran namun di pajang di dalam kelas atau disekitar sekolah di tempat yang strategis agar terlihat dengan jelas oleh siswa. Misalnya ajakan untuk gerakan penghijauan, gerakan cinta produk dalam negeri, ajakan gaya hidup sederhana, strategi pemberdayaan masyarakat, pemberantasan mental kemiskinan, dst.
Sosiologi SMA K-8
61
Kelebihan Poster sebagai media pembelajaran: 1) Harganya terjangkau. 2) Mempermudah guru untuk menyajikan materi dan mempermudah peserta didik dalam belajar. 3) Lebih menarik perhatian siswa. 4) Praktis dan mudah dalam penggunaan. 5) Tahan Lama. 6) Dapat dipakai sebagai media untuk mempengaruhi tingkah laku. Kekurangan Poster sebagai media pembelajaran : 1) Informasi yang dimuat terbatas. 2) Karena Poster berdimensi dua, sehingga sukar untuk melukiskan sebenarnya. 3) Tidak semua materi mudah divisualisasikan melalui Poster. 4) Sangat dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan orang yang melihat. 5) Bila poster dipasang terlalu lama, maka akan membosankan.
D. Aktivitas Pembelajaran Pelaksanaan pembelajaran menggunakan pendekatan andragogi lebih mengutamakan
pengungkapan
kembali
pengalaman
peserta
diklat
menganalisis, menyimpulkan dalam suasana yang aktif, inovatif dan kreatif, menyenamgkan dan bermakna. Langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam mempelajari materi ini mencakup : 1. Aktivitas individu, meliputi : Memahmai dan mencermati materi diklat Mengerjakan latihan tugas, menyelesaikan masalah/kasus pada setiap kegiatan belajar, menyimpulkan Melakukan refleksi 2. Aktivitas kelompok, meliputi : mendiskusikan materi pelathan bertukar pengalaman dalam melakukan pelatihan penyelesaian masalah /kasus Sosiologi SMA K-8
62
melaksanakan refleksi
E. LATIHAN/KASUS/TUGAS 3. Sebutkan jenis-jenis media pembelajaran! 4. Jelaskan kriteria pemilihan media pembelajaran! 5. Jelaskan prinsip dan asumsi dasar dalam pemilihan media pembelajaran 6. Lakukan analisis media pembelajaran dengan mengisi format berikut: Media pembelajaran yang dipilih dapat berupa media pembelajaran secara manual maupun berbasis IT
Sosiologi SMA K-8
63
No.
(1)
Materi
(2)
Kegiatan
Alternatif
Media
Pembelajaran
Sumber/Media
Terpilih
(3)
(4)
(5)
Keterangan
(6)
7. Buatlah rancangan media pembelajaran dengan mengisi format berikut
Sosiologi SMA K-8
64
FORMAT DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN
MATA PELAJARAN
...............................................................................
KELAS/SEMESTER
...........................................................................
KOMPETENSI DASAR:
........................................................................
MATERI PEMBELAJARAN
...............................................................................
JENIS MEDIA YANG DIPILIH
...............................................................................
DESKRIPSI/RANCANGAN MEDIA/SKETSA:
............................................................................................................................. ............................................................................................................................ ............................................................................................................................ ............................................................................................................................. ............................................................................................................................ ............................................................................................................................
BAHAN YANG DIPERLUKAN: 4. .................................................................................................................. 5. .................................................................................................................. 6. ..................................................................................................................
LANGKAH-LANGKAH PEMBUATAN: (4) ..................................................................................................................
Sosiologi SMA K-8
65
(5) .................................................................................................................. (6) ..................................................................................................................
LANGKAH-LANGKAH PENGGUNAAN/ PENERAPAN DALAM PEMBELAJARAN: 6. ................................................................................................................... 7. ................................................................................................................... 8. ...................................................................................................................
CATATAN: (KELEBIHAN/KEKURANGAN) .............................................................................................................................
F. RANGKUMAN 1. Media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat menyalurkan pesan dan merangsang pikiran, perasaan dan kemauan siswa sehingga dapat
mendorong
pembelajaran
terjadinya
juga
proses
merupakan
belajar
media
yang
mengajar.
Media
penggunaannya
diintegrasikan dengan tujuan dan isi pengajaran yang biasanya sudah dituangkan dalam silabus dan dimasudkan untuk mempertinggi kegiatan proses belajar mengajar. 2. Kedudukan media dalam pembelajaran sangat penting bahkan sejajar dengan metode pembelajaran, karena metode yang digunakan dalam proses pembelajaran biasanya akan menuntut media apa yang dapat diintegrasikan dan diadaptasikan dengan kondisi yang dihadapi. 3. Dalam hal-hal tertentu media juga berfungsi untuk mengatur langkahlangkah kemajuan serta untuk memberikan umpan bali. Banyak manfaat yang diperoleh dari media pembelajaran, antara lain: a. Media dapat menyamakan pengamatan. b. Media dapat memperjelas materi yang disampaikan oleh guru. c. Media dapat mengatasi ruang kelas dalam proses pembelajaran.
Sosiologi SMA K-8
66
d. Media dapat mengatasi keterbatasan waktu berarti peristiwa yang terjadi pada masa lampau tidak mungkin diulang lagi. e. Media pembelajaran memungkinkan interaksi yang lebih langsung antara siswa dengan lingkungan f. Dengan menggunakan media pembelajaran secara tepat dan bervariasi dapat diatasi sikap pasif peserta didik. 4. Kriteria pemilihan media antara lain: a. Ketepatannya dengan tujuan pengajaran b. Dukungan terhadap isi bahan pengajaran c. Kemudahan memperoleh media d. Keterampilan guru menggunakannya e. Tersedia waktu untuk menggunakannya, f.
Memilih media pembelajaran harus sesuai dengan taraf berfikir siswa,
g. Media pembelajaran harus meningkatkan motivasi peserta didik.
G. UMPAN BALIK DAN TINDAK LANJUT Setelah membaca kegiatan pembelajaran dalam modul ini apakah Anda memperoleh pengetahuan baru, yang sebelumnya belum pernah Anda pahami, apakah materi yang diuraikan mempunyai manfaat dalam mengembangkan
profesionalisme,
apakah
materi
yang
diuraikan
mempunyai kedalaman dan keluasan yang Anda butuhkan sebagai guru. Setelah Anda membaca kegiatan pembejaran dalam modul ini rencana tindak lanjut apa yang akan Anda lakukan? DAFTAR PUSTAKA
Adey, P. 1989. Adolescent development and school science. International Journal of Science Education, 79: 98. England. Alessi M. Sthephen & S.R., Trollip. 1984. Computer Based Instruction Method & Development. New Jersley: Prentice-Hall, Inc.
Sosiologi SMA K-8
67
Barbara B. Seels, Rita C. Richey. 1994. Instructiuonal Technology: The Definition and Domains of The Field, AECT Washington DC. Bates, A. W. 1995. Technology, Open Learning and Distance Education. London: Routledge. Cepi Riyana. 2004. Strategi implementasi Teknologi Informasi dan Komunikasi dengan Me-nerapkan Konsep Instructional Technology. Jurnal Edutech, Jurusan Kurtek Bandung. ------------------- 2006. Media Pembelajaran. Modul, Fakultas Ilmu Pendidikan. Drive, R. 1988. Changing conceptions. Journal of Research in Education, 161-96. Direktorat Tenaga Kependidikan. Dirjen PMPTK.2009. Sumber dan Media Pembelajaran. Bahan TOT Calon Pengawas dan Kepala Sekolah. Jakarta: Depdiknas. Gerlach, S. Vernon. 1980. Teaching and Media. New Jersey: Prentice-Hall., Inc. Heinich, R., Molenda, M., & Russel, J.D. 1996. (3rd Ed). Instructional Technology for Teaching and Learning: Designing Instruction, Integrating Computers and Using Media. Upper Saddle River, NJ.: Merril Prentice Hall. Kemp, Jerrold E. 1994. Designing Effective Instruction. New York: MacMillan Publisher. Kenji Kitao. 1998. Internet Resources: ELT, Linguistics, and Communication. Japan: Eichosha. Molenda, Heinich Russell. 1982. Instructional Media and The New Technology of Instruction. Canada: John Wiley & Son. Sadiman Arief. 1990. Media Pendidikan, Pengertian Pengembangan dan Pemanfaatan. Jakarta: Rajawali. Sudjana, Nana. 1988. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru
Sosiologi SMA K-8
68
Winataputra, Udin S. dkk. 2005. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka Departemen Pendidikan Nasional.
KEGIATAN PEMBELAJARAN 3 : TELAHAAH INSTRUMEN PENILAIAN SOSIOLOGI SMA A. Tujuan Dengan mendengarkan informasi, diskusi, dan mengerjakan tugas, guru mampu melaksanakan telaah instrumen penilaian.
B. Indikator Pencapaian Kompetensi 1. Menjelaskan pengertian telaah instrumen penilaian sosiologi 2. Menjelaskan manfaat telaah instrumen penilaian sosiologi 3. Melakukan telaah instrumen penilaian sosiologi.
C. Uraian Materi 1. Pengertian Telaah instrument penilaian sosiologi yang dimaksud adalah mengidentifikasi
kekurangan-kekurangan
dalam
instrument
penilaian tes dan non tes melalui uji konstruk instrument untuk memperoleh validasi instrument secara kualitatif. Tujuan penelaahan adalah untuk mengkaji dan menelaah setiap butir instrumen agar diperoleh instrumen yang bermutu sebelum instrumen digunakan. Di samping itu, tujuan
telaah instrument
penilaian juga untuk membantu meningkatkan tes melalui revisi atau membuang instrumen yang tidak efektif, serta untuk mengetahui informasi diagnostik pada siswa
apakah mereka sudah/belum
memahami materi yang telah diajarkan (Aiken, Instrumen
yang
bermutu
adalah
instrumen
1994: 63). yang
dapat
memberikan informasi setepat-tepatnya sesuai dengan tujuannya
Sosiologi SMA K-8
69
di antaranya dapat menentukan peserta didik mana yang sudah atau belum menguasai materi yang diajarkan guru. Dalam melaksanakan telaah
instrumen, para penulis instrumen
dapat menganalisis secara kualitatif, dalam kaitan dengan isi dan bentuknya, dan kuantitatif dalam kaitan dengan ciri-ciri statistiknya (Anastasi dan Urbina, 1997: 172) atau prosedur peningkatan secara judgment dan prosedur peningkatan secara empirik (Popham, 1995: 195). Analisis kualitatif mencakup pertimbangan validitas isi dan konstruk, sedangkan analisis kuantitatif mencakup pengukuran kesulitan butir instrumen dan diskriminasi instrumen yang termasuk validitas instrumen dan reliabilitasnya.Jadi, ada dua cara yang dapat instrumen yaitu
digunakan
dalam
penelaahan
butir
penelaahan instrumen secara kualitatif dan
kuantitatif. Pada saat ini dikhususkan telaah instrument secara kualitatif untuk validasi isi dan konstruk.
2. Manfaat Instrumen yang Telah Ditelaah Tujuan utama telaah instrumen dalam sebuah tes yang dibuat guru
adalah
untuk
mengidentifikasi
dalam tes atau dalam 1997:184).
Berdasarkan
kekurangan-kekurangan
pembelajaran (Anastasi dan Urbina, tujuan
ini,
maka
kegiatan
telaah
instrumen memiliki banyak manfaat, di antaranya adalah: a. Dapat membantu para pengguna tes dalam evaluasi atas tes yang digunakan. b. Sangat
relevan bagi penyusunan
tes informal dan lokal
seperti tes yang disiapkan guru untuk siswa di kelas. c. Mendukung penulisan butir instrumen yang efektif. d. Secara materi dapat memperbaiki tes di kelas. e. Meningkatkan validitas instrumen dan and Urbina,
reliabilitas
(Anastasi
1997:172)
. Di
samping itu,manfaat lainnya adalah:
Sosiologi SMA K-8
70
a.
Menentukan fungsi butir instrumen sesuai dengan yang diharapkan.
b.
Memberi masukan kepada siswa tentang kemampuan dan sebagai dasar untuk bahan diskusi di kelas.
c.
Memberi masukan kepada guru tentang kesulitan siswa.
d.
Memberi masukan pada aspek tertentu untuk pengembangan kurikulum.
e.
Merevisi materi yang dinilai atau diukur.
f.
Meningkatkan keterampilan penulisan instrumen (Nitko, 1996: 308-309).
Linn
dan
Gronlund
(1995:
pelaksanaan kegiatan telaah
315)
juga
menambahkan
instrumen yang biasanya
tentang didesain
untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut ini.
a. Apakah fungsi instrumen sudah tepat? b. Apakah instrumen ini memiliki tingkat kesukaran yang tepat? c. Apakah instrumen bebas dari hal-hal yang tidak relevan? d. Apakah pilihan jawabannya efektif?
Lebih lanjut Linn dan Gronlund (1995: 3 16-318) menyatakan bahwa kegunaan analisis butir instrumen bukan hanya terbatas untuk peningkatkan butir instrumen, tetapi ada beberapa hal, yaitu bahwa data analisis butir instrumen bermanfaat sebagai dasar:
a. diskusi kelas efisien tentang hasil tes, b. untuk kerja remedial, c. untuk peningkatan secara umum pembelajaran di kelas, d. untuk peningkatan keterampilan pada konstruksi tes.
3. Teknik Analisis Secara Kualitatif
Sosiologi SMA K-8
71
Ada beberapa teknik yang dapat digunakan untuk menganalisis butir instrumen secara kualitatif, diantaranya adalah teknik moderator dan teknik panel. Teknik moderator merupakan teknik berdiskusi yang di dalamnya terdapat satu orang sebagai penengah. Berdasarkan teknik ini, setiap butir instrumen didiskusikan secara bersama-sama dengan beberapa ahli seperti
guru
yang
mengajarkan
materi,
ahli
materi,
penyusun/pengembang kurikulum, ahli penilaian, ahli bahasa, berlatar belakang psikologi. Teknik ini sangat baik karena setiap butir instrumen dilihat secara bersama-sama berdasarkan kaidah penulisannya. Di samping itu, para penelaah dipersilakan mengomentari/ memperbaiki berdasarkan ilmu yang dimilikinya. Setiap komentar/masukan dari peserta diskusi dicatat oleh notulis. Setiap butir instrumen dapat dituntaskan secara bersama-sama, perbaikannya seperti apa. Namun, kelemahan teknik ini adalah memerlukan waktu lama untuk rnendiskusikan setiap satu butir instrumen. Teknik panel merupakan suatu teknik menelaah butir instrumen yang setiap butir instrumennya ditelaah berdasarkan kaidah penulisan butir instrumen, yaitu ditelaah dari segi materi, konstruksi, bahasa/budaya, kebenaran kunci jawaban/pedoman penskorannya yang dilakukan oleh beberapa penelaah. Caranya adalah beberapa penelaah diberikan: butirbutir instrumen yang akan ditelaah, format penelaahan, dan pedoman penilaian/ penelaahannya. Pada tahap awal para penelaah diberikan pengarahan, kemudian tahap berikutnya para penelaah berkerja sendirisendiri di tempat yang tidak sama. Para penelaah dipersilakan memperbaiki
langsung
pada
teks
instrumen
dan
memberikan
komentarnya serta memberikan nilai pada setiap butir instrumennya yang kriterianya adalah: baik, diperbaiki, atau diganti. Secara ideal penelaah butir instrumen di samping memiliki latar belakang materi yang diujikan, beberapa penelaah yang diminta untuk menelaah butir instrumen memiliki
keterampilan,
seperti
guru
yang
mengajarkan materi itu, ahli materi, ahli pengembang kurikulum, ahli penilaian, psikolog, ahli bahasa, ahli kebijakan pendidikan, atau lainnya. Sosiologi SMA K-8
72
4. Prosedur Analisis Secara Kualitatif
Dalam menganalisis butir instrumen secara kualitatif, penggunaan format penelaahan instrumen akan sangat membantu dan mempermudah prosedur pelaksanaannya. Format penelaahan instrumen digunakan sebagai dasar untuk menganalisis setiap butir instrumen. Format penelaahan instrumen yang dimaksud adalah format penelaahan butir instrumen: uraian, pilihan ganda, tes perbuatan dan instrumen non-tes. Agar penelaah dapat dengan mudah menggunakan format penelaahan instrumen, maka para penelaah perlu memperhatikan petunjuk pengisian formatnya. Petunjuknya adalah seperti berikut ini.
1.
Analisislah setiap butir instrumen berdasarkan semua kriteria yang tertera di dalam format!
2.
Berilah tanda cek (V) pada kolom "Ya" bila instrumen yang ditelaah sudah sesuai dengan kriteria!
3.
Berilah tanda cek (V) pada kolom "Tidak" bila instrumen yang ditelaah tidak sesuai dengan kriteria, kemudian tuliskan alasan pada
ruang
catatan
atau
pada
teks
instrumen
dan
perbaikannya. a). Format Penelaahan Butir Instrumen Bentuk Uraian Mata Pelajaran : ................................. Kelas/semester : ................................. Penelaah No.
: .................................
Aspek yang ditelaah
Nomor 1
A 1
2
3
4
5
6
7
8
9
…
Materi Instrumen sesuai dengan indikator (menuntut tes tertulis untuk bentuk Uraian)
2
Batasan pertanyaan
Sosiologi SMA K-8
73
dan jawaban yang diharapkan sudah sesuai 3
Materi yang ditanyakan sesuai dengan kompetensi (urgensi relevasi, kontinyuitas, keterpakaian seharihari tinggi)
4
Isi materi yang ditanyakan sesuai dengan jenjang jenis sekolah atau tingkat kelas
B 5
Konstruksi Menggunakan kata tanya atau perintah yang menuntut jawaban uraian
6
Ada petunjuk yang jelas tentang cara mengerjakan instrument
7
Ada pedoman penskorannya
8
Tabel, gambar, grafik, peta, atau Tabel, gambar, grafik, peta, atau yang sejenisnya disajikan dengan jelas dan terbaca
Sosiologi SMA K-8
74
C 9
Bahasa/ Budaya Rumusan kalimat soal komunikatif
10
Butir instrumen menggunakan bahasa Indonesia yang baku
11
Tidak
menggunakan
kata/ungkapan
yang
menimbulkan penafsiran ganda atau salah pengertian 12
Tidak menggunakan bahasa yang berlaku setempat/tabu
13
Rumusan instrumen tidak mengandung unsur sentiment atau menyakiti kelompok tertentu /Suku bangsa, Agama, Ras, dan golongan (SARA)
Catatan : Keterangan: Berilah tanda (V) bila tidak sesuai dengan aspek yang ditelaah!
Sosiologi SMA K-8
75
b). Format Penelaahan Instrumen Bentuk Pilihan Ganda Mata Pelajaran : ................................. Kelas/semester : ................................. Penelaah
: .................................
No.
Aspek yang ditelaah
A 1
Materi Instrumen sesuai
Nomor 1 2
3
4
5
6
7
8
9
…
dengan indikator (menuntut tes tertulis untuk bentuk pilihan ganda ) 2
Materi yang ditanyakan sesuai dengan kompetensi (urgensi, relevasi, kontinyuitas, keterpakaian seharihari tinggi)
3
Pilihan jawaban homogen dan logis
4
Hanya ada satu kunci jawaban
B
Konstruksi
5
Pokok instrumen dirumuskan dengan singkat, jelas, dan tegas
Sosiologi SMA K-8
76
6
Rumusan pokok instrumen dan pilihan jawaban merupakan pernyataan yang diperlukan saja
7
Pokok instrumen tidak memberi petunjuk kunci jawaban
8
Pokok instrumen bebas dan pernyataan yang bersifat negatif ganda
9
Pilihan jawaban homogen dan logis ditinjau dari segi materi
10
Gambar, grafik, tabel, diagram, atau sejenisnya jelas dan berfungsi
C 11
Bahasa/Budaya Menggunakan bahasa yang sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia
12
Menggunakan bahasa yang
Sosiologi SMA K-8
77
komunikatif 13
Tidak menggunakan bahasa yang berlaku setempat/tabu Pilihan jawaban tidak mengulang kata/kelompok kata yang sama, kecuali merupakan satu kesatuan pengertian
Keterangan: Berilah tanda ( V) bila tidak sesuai dengan aspek yang ditelaah! c). Format Penelaahan Instrumen Tes Perbuatan Mata Pelajaran : ................................. Kelas/semester : ................................. Penelaah
No
: ...............................
Aspek yang ditelaah 1
A 1
2
3
…
Materi Instrumen sudah sesuai dengan indikator (menuntut tes perbuatan: kinerja, hasil karya, atau penugasan)
2
Pertanyaan dan jawaban yang diharapkan sudah sesuai
3
Materi sesuai dengan tuntutan kompetensi (urgensi, relevansi, kontinyuitas, keterpakaian sehari-hari tinggi )
Sosiologi SMA K-8
78
4
Isi materi yang ditanyakan sesuai dengan jenjang jenis sekolah taua tingkat kelas
B
Konstruksi
5
Menggunakan kata tanya atau perintah yang menuntut jawaban perbuatan/praktik
6
Ada petunjuk yang jelas tentang cara mengejakan instrumen
7
Ada pedoman penskorannya
8
Tabel, peta, gambar, grafik, atau sejenisnya disajkian dengan jelas dan terbaca Bahasa/Budaya
9 10
Rumussan instrumen komunikatif Butir instrumen menggunakan bahasa Indonesia yang baku
11
Tidak menggunakan kata /ungkapan yang menimbulkan penafsiran ganda atau salah pengertian
12
Tidak menggunakan bahasa yang berlaku setempat/tabu
13
Rumusan instrumen tidak mengandung kata/ungkapan yang dapat menyinggung perasaan siswa
Keterangan: Berilah tanda (V) bila tidak sesuai dengan aspek yang ditelaah!
Sosiologi SMA K-8
79
Format Penelaahan Instrumen Non-Tes Nama Tes
: .................................
Kelas/semester : ................................. Penelaah
No
: .................................
Aspek yang ditelaah 1
A
Materi
1
Pernyataan/instrumen sudah sesuai
2
3
…
dengan rumusan indikator dalam kisikisi. 2
Aspek yang diukur pada setiap pernyataan sudah sesuai dengan tuntutan dalam kisi-kisi (misal untuk tes sikap: aspek koginisi, afeksi, atau konasinya dan pernyataan positif atau negatifnya).
B
Konstruksi
3
Pernyataan dirumuskan dengan singkat (tidak melebihi 20 kata) dan jelas.
4
Kalimatnya bebas dari pernyaatn yang tidak relevan objek yang diperinstrumenkan atau kalimatnya merupakan pernyataan yang diperlukan saja.
5
Kalimatnya bebas dari pernyataan yang bersifat negatif ganda.
6
Kalimatnya bebas dari pernyataan yang mengacu pada masa lalu.
Sosiologi SMA K-8
80
7
Kalimatnya bebas dari pernyataan faktual atau dapat diinterpretasikan sebagai fakta.
8
Kalimatnya bebas dari pernyataan faktual atau dapat diinterpretasikan sebagai fakta.
9
Kalimatnya bebas dari pernyataan dapat diinterpretasikan lebih dari satu
10
Kalimatnya bebas dari pernyataan yang mungkin disetujui atau dikosongkan oleh hampir semua responden
11
Setiap pernyataan hanya berisi satu gagasan secara lengkap.
12
Kalimatnya
bebas
dari
pernyaan
yang tidak pasti pasti seperti semua, selalu,
kadang-kadang,
tidak
satupun, tidak pernah. C
Bahasa/Budaya
13
Bahsa soa harus komunikatif dan sesuai dengan jenjang pendidikan siswa atau responden.
14
Instrumen harus menggunakan bahasa Indonesia baku.
15
Instrumen tidak menggunakan bahasa yang berlaku setempat/tabu.
Keterangan: Berilah tanda (V) bila tidak sesuai dengan aspek yang ditelaah!
Sosiologi SMA K-8
81
D. Aktivitas Pembelajaran 1.
Memperhatikan petunjuk kegiatan di modul
2.
Pelajari modul dengan seksama
3.
Mengerjakan latihan/Kasus/Tugas
E. Latihan/ Kasus /Tugas
1. Jelaskan pengertian telaah instrumen penilaian sosiologi 2. Jelaskan telaah instrumen penilaian secara kualitatif. 3. Telaah soal uraian di bawah ini
Gambar1:ttps://www.google.com/search?q=permasalahan+sosial&client=f irefox- (22 Okt. 2014)
1) Amatilah gambar di atas. Buatlah pertanyaan-pertanyaan tentang gambar di atas disusun dari yang paling urgen, dihubungkan dengan perubahan sosial pada masyarakat setempat.
Sosiologi SMA K-8
82
2) Jelaskan kondisi social ekonomi Negara tempat warga dalam gambar. Apakah sesuai antara kondisi social ekonomi dengan fakta yang ada dalam gambar? 3) Jelaskan teori ketergantungan. 4) Jelaskan teori sistem dunia 5) Jelaskan dapatkah dalam wilayah orang di bawah itu diterapkan perda yang melarang meminta-minta? 6) Bagaimanakah dampaknya jika perda diterapkan pada daerah seperti dalam gambar? 7) Jelaskan juga dampaknya dalam suatu daerah banyak orang yang berperan seperti dalam gambar di bawah! 8) Kelompok Saudara diminta oleh Walikotanya memberikan masukan ke daerah untuk menangani masalah seperti di bawah. Beri lima saran. 9) Setuju atau tidakkah Saudara terhadap perilaku seperti dalam gambar? Jelaskan argumentasinya.
4. Telaah soal pilihan ganda di bawah ini
a. Prosedur siklus dalam PTK
1. permas alahan
2. perencanaa n tindakan 1
3. pelaksanaan tindakan 1
4. pengamatan /pengumpul an data
5. …
Sosiologi SMA K-8
83
Prosedur sikus PTK tahap kelima dalam putaran pertama seperti bagan di atas adalah ...
(A) tallis (B) refleksi (C) analisis data (D) verifikasi data
b.
Aktivitas siswa:
I.
Mendengarkan penjelasan guru tentang pengertian ilmu sosiologi
II.
Melihat tayangan gambar kerumunan orang yang sedang melihat peristiwa kecelakaan
III. Menggunakan sumber dari media cetak, media elektronika, untuk belajar mengenai pengertian ilmu sosiologi IV. Membandingkan
informasi
dari
berbagai
sumber
tentang
pengertian ilmu sosiologi
Berdasarkan aktivitas diatas yang termasuk aspek kegiatan pengamatan, ditunjukkan pada nomor … . (A)
I
(B)
II
(C)
III
(D)
IV
c. Kegiatan mengumpulkan informasi pada mata pelajaran Sosiologi dapat dilakukan melalui: membaca dari sumber lain selain buku teks, mengamati objek atau kejadian, melakukan penelitian langsung dalam masyarakat dan … . (A)
wawancara dengan nara sumber
(B)
wawancara dengan sesama teman
(C)
mengamati tayangan yang disajikan guru
(D)
melihat video dan membuat catatan penting
Sosiologi SMA K-8
84
d. Kompetensi
Dasar menurut Kurikulum 2006 berbunyi:
Menjelaskan fungsi
sosiologi sebagai ilmu yang mengkaji
hubungan masyarakat dan lingkungan; sedangkan Kompetensi Dasar
dalam
Kurikulum
Mendeskripsikan fungsi Sosiologi dalam gejala sosial yang
2013
berbunyi:
mengkaji
berbagai
terjadi di masyarakat.
Perubahan
kompetensi dasar dalam kurikulum 2013 dikarenakan adanya ... (A)
Keinginan untuk menitipkan penilaian sikap kepada
setiap guru (B)
kompetensi yang lebih berkualitas sehingga mampu
bersaing (C)
perubahan pola pikir dari isolasi menuju lingkungan
jejaring (D)
banyaknya penduduk usia produktif yang harus dididik
e. Pembelajaran yang dilakukan secara kolaboratif di abad ke-21 dalam
struktur
materi
ajar
yang
telah
disusun
dalam
Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar mempunyai implikasi siswa melalui pembelajaran secara kolaboratif baik dengan sesama
siswa
maupun
dengan
guru.
Kolaboratif
yang
dimaksud tidak saja bekerjasama namun juga ... . (A) ilmiah (B) konsisten (C) terpercaya (D) tepat waktu
5. Telaah instrumen non tes a). Format penilaian diri setelah peserta didik belajar satu KD
Sosiologi SMA K-8
85
Penilaian Diri Topik:......................
Nama: ................ Kelas: ...................
Setelah mempelajari materi Sel elektrolisis, Anda dapat melakukan penilaian diri dengan cara memberikan tanda Vpada kolom yang tersedia sesuai dengan kemampuan.
No
1.
Pernyataan
Sudah
Belum
memahami
memahami
Memahami Konsep pengertian perubahan social
2.
Memahami teori-teori perubahan social
3.
Memahami factor-faktor yang mempengaruhi perubahan social
4.
Memahami factor pendorong perubahan social
5.
Memahami factor penghambat perubahan social
b). Penilaian diri setelah melaksanakan suatu tugas. Format penilaian diri setelah peserta didik mengerjakan Tugas Proyek Sosiologi
Sosiologi SMA K-8
86
Penilaian Diri Tugas:.........................
Nama:.......................
...
... Kelas:........................ ......
Bacalah baik-baik setiap pernyataan dan berilah tanda V pada kolom yang sesuai dengan keadaan dirimu yang sebenarnya. No 1
Pernyataan
YA
TIDAK
Selama melakukan tugas kelompok saya bekerjasama dengan teman satu kelompok
2
Saya mencatat data dengan teliti dan sesuai dengan fakta
3
Saya melakukan tugas sesuai dengan jadwal yang telah dirancang
4
Saya membuat tugas terlebih dahulu dengan membaca literatur yang mendukung tugas
5
……………………………………….
Dari penilaian diri ini Anda dapat memberi skor misalnya YA=2, Tidak =1 dan membuat rekapitulasi bagi semua peserta didik. Rekapitulasi Penilaian Diri Peserta Didik
Sosiologi SMA K-8
87
REKAPITULASI PENILAIAN DIRI PESERTA DIDIK Mata Pelajaran:........................................... Topik/Materi:.............................................. Kelas:..........................................................
No
Nama
Skor Pernyataan Penilaian Diri 1
2
3
.....
.....
1
Afgan
2
1
2
.....
.....
2
Aliva
2
2
1
.....
....
3
Baiduri
2
2
2
…….
…….
4
Cicil
1
2
2
…
……..
5
Dita
1
2
1
…….
……..
6
Zainur
2
1
2
Jumlah
Nilai peserta didik dapat menggunakan rumus:
c). Penilaian teman sebaya (peer assessment)
Penilaian antar peserta didik pada pembelajaran Sosiologi. Penilaian antar Peserta Didik Mata Pelajaran
: Sosiologi
Kelas/Semester
: XII / 1
Topik/Subtopik
:
Indikator
Perubahan Sosial
: Menunjukan perilaku jujur, disiplin,
tanggungjawab, peduli (gotong royong, kerjasama,toleran, damai), santun,responsif dan pro-aktif dalam berinteraksi dengan temanya. Sosiologi SMA K-8
88
Nilai
Format penilaian yang diisi peserta didik Penilaian antar Peserta Didik Topik/Subtopik:
Nama Teman yang dinilai:
........................................
........................
Tanggal Penilaian:
Nama
.....................................
Penilai:............................................
-
Amati perilaku temanmu dengan cermat selamat mengikuti pembelajaran Sosiologi
-
Berikan tanda v pada kolom yang disediakan berdasarkan hasil pengamatannu.
-
Serahkan hasil pengamatanmu kepada gurumu
No
Perilaku
1.
Mau menerima pendapat teman
2.
Memaksa teman untuk menerima
Dilakukan/muncul YA
TIDAK
pendapatnya 3.
Memberi solusi terhadap pendapat yang bertentangan
4.
Mau bekerjasama dengan semua teman
5.
......................................
Pengolahan Penilaian: 1.
Perilaku/sikap pada instrumen di atas ada yang positif (no 1.2dan 4) dan ada yang negatif (no 2) Pemberian skor untuk perlaku positif = 2, Tidak = 1. Untuk yang negatif Ya = 1 dan Tidak = 2
2.
Selanjutnya guru dapat membuat rekapitulasi hasil penilaian menggunakan format berikut.
Sosiologi SMA K-8
89
Rekapitulasi Penilaian Antar Peserta Didik
No
Skor Perilaku
Nama
1
…….
2
Ami
1
2
3
4
5
2
2
1
2
2
Jumlah
Nilai
9
3
Nilai peserta didik dapat menggunakan rumus:
d). Penilaian Jurnal (anecdotal record) Format Jurnal Model Pertama
JURNAL Aspek yang diamati: …………………………. Kejadian
: ………………………….
Tanggal: ………………………….
Nama Peserta Didik: …………………………. Nomor peserta Didik: ………………………….
Catatan Pengamatan Guru: ............................................................................................................................ .................................................................................................................. ....................................................................................................
Petunjuk pengisian jurnal (diisi oleh guru): Sosiologi SMA K-8
90
1) Tulislah identitas peserta didik yang diamati, tanggal pengamatan dan aspek yang diamati oleh guru. 2) Tuliskan kejadian-kejadian yang dialami oleh Peserta didik baik yang merupakan kekuatan maupun kelemahan Peserta didik sesuai dengan pengamatan guru terkait dengan Kompetensi Inti. 3) Simpanlah kartu tersebut di dalam folder masing-masing Peserta didik
Format Jurnal Model Kedua
JURNAL Nama Peserta Didik: …………...........................................…….. Kelas: ..................................................................................... Aspek yang diamati: ………...........................................………..
NO HARI/TANGGAL
KEJADIAN
KETERANGAN/ TINDAK LANJUT
1. ...
Petunjuk pengisian jurnal sama dengan model ke satu (diisi oleh guru)
Nilai jurnal menggunakan skala Sangat Baik (SB), Baik (B), Cukup (C), dan Kurang (K)
F. Rangkuman
1. Telaah
instrument
penilaian
sosiologi
yang
dimaksud
adalah
mengidentifikasi kekurangan-kekurangan dalam instrument penilaian tes dan non tes melalui uji konstruk instrument untuk memperoleh Sosiologi SMA K-8
91
validasi instrument secara kualitatif. 2. Telaah
instrument
penilaian
sosiologi
dengan
menggunakan
instrument telaah meliputi: a. Instrument telaah untuk instrument penilaian soal uraian, b. Instrument telaah untuk instrument penilaian pilihan ganda c. Instrmen telaah untuk instrument tes perbuatan d. Instrument telaah untuk instrument non tes
G. Umpan Balik dan Tindak Lanjut Setelah menelaah semua instrumen yang ada, revisilah instrumen tersebut sehingga secara kualitatif layak digunakan. Setelah melaksanakan telaah instrumen penilaian, materi apa yang ingin kamu dalami lebih lanjut dari pengembangan penilaian pembelaaran?
H. Kunci Jawaban 1.
Telaah instrument penilaian sosiologi yang dimaksud adalah mengidentifikasi
kekurangan-kekurangan
dalam
instrument
penilaian tes dan non tes melalui uji konstruk instrument untuk memperoleh validasi instrument secara kualitatif. 2.
Manfaat telaah secara kualitatif adalah a.
Dapat membantu para pengguna tes dalam evaluasi atas tes yang digunakan.
b.
Sangat relevan bagi penyusunan tes informal dan lokal seperti tes yang disiapkan guru untuk siswa di kelas.
c.
Mendukung penulisan butir instrumen yang efektif.
d.
Secara materi dapat memperbaiki tes di kelas.
3. Hasil telaah instrument tes uraian dan pilihan ganda yang telah Anda
lakukan
jika
diketemukan
beberapa
perbaikan
dari
instrument yang ada, berarti untuk sementara Anda telah sukses melakukan telaah instrument.
Sosiologi SMA K-8
92
Sosiologi SMA K-8
93
DAFTAR PUSTAKA Aiken, Lewis R. (1994). Psychological Testing and Assessment,(Eight Edition), Boston: Allyn and Bacon. Anastasi. Anne and Urbina, Susana. (1997). Psicoholological Testing. (Seventh Edition). New Jersey: Prentice-Hall, Inc. Arikunto, Suharsini. 1995. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 2014. Permendiknas Nomor 104 Tahun 2014 tentang Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik Pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah. Gafur, Abdul, dkk. 2003. Pedoman Umum Pola Induk Siswa Pengujian Hasil KBM Berbasis Kemampuan Dasar Sekolah Menengah Umum. Jakarta: Dit. PMU, Ditjen Dikdasmen, Depdiknas. Hart, Diane. 1994. Authentic Assessment. USA: Addison Wesley. Google http:// id. wikipedia org/wiki/taksonomi Bloom _______http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Taksonomi_Bloom&action=edit& section=8 Hayati, Sri. 2004. Bahan Pelatihan PS-S2 Penilaian Pembelajaran Pengetahuan Sosial Bahan Pelatihan Terintegrasi Guru SMP. Jakarta: Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama. Linn, Robert L. and Gronlund, Norman E. (1995). Measurement and Assessment in teaching (Seventh Edition). Ohio: Merrill, an immprint of Prentice Hall. Nitko, Anthony J. (1996). Educational Assessment of Students, Second Edition. Ohio: Merrill an imprint of Prentice Hall Englewood Cliffs. Popham, James W. (1995). Classroom Assessment: What Teachers Need to Know. Boston: Allyn and Bacon. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sistem Pengujian, Balitbang Dikbud. (1993/1994). Bahan Penataran Pengujian Pendidikan. Jakarta.
Puskur. 2002. Penilaian Berbasis Kelas. Jakarta: Puskur
Sosiologi SMA K-8
94
KEGIATAN PEMBELAJARAN 4 : PROPOSAL PTK A. Tujuan Dengan membaca modul dan berdiskusi serta kerja kelompok, guru mampu menyusun proposal PTK
B. Indikator Pencapaian Kompetensi 1. Menjelaskan langkah-langkah penyusunan proposal 2. Menyusun proposal PTK
C. Uraian Materi
1. Pengertian Penyusunan proposal atau usulan penelitian merupakan langkah awal yang harus dilakukan peneliti sebelum memulai kegiatan PTK. Proposal PTK dapat membantu memberi arah pada peneliti agar mampu menekan kesalahan yang mungkin terjadi selama penelitian berlangsung. Proposal PTK harus dibuat sistematis dan logis sehingga dapat dijadikan pedoman yang mudah diikuti. Proposal PTK adalah gambaran terperinci tentang proses yang akan
dilakukan
peneliti
(guru)
untuk
memecahkan
masalah
dalam
pelaksanaan tugas (pembelajaran). Proposal atau sering disebut juga sebagai usulan penelitian adalah suatu pernyataan tertulis mengenai rencana atau rancangan kegiatan penelitian secara keseluruhan. Proposal PTK penelitian berkaitan dengan pernyataan atas nilai penting dari suatu penelitian. Membuat proposal PTK bisa jadi merupakan langkah yang paling sulit namun menyenangkan di dalam tahapan proses penelitian. Sebagai panduan, berikut dijelaskan sistematika usulan PTK.
2. Sistematika Proposal Sosiologi SMA K-8
95
Sistematika proposal PTK mencakup unsur-unsur sebagai berikut: JUDUL PENELITIAN Judul penelitian dinyatakan secara singkat dan spesifik tetapi cukup jelas menggambarkan masalah yang akan diteliti, tindakan untuk mengatasi masalah serta nilai manfaatnya. Formulasi judul dibuat agar menampilkan wujud PTK bukan penelitian pada umumnya. Umumnya di bawah judul utama dituliskan pula sub judul. Sub judul ditulis untuk menambahkan keterangan lebih rinci tentang subyek, tempat, dan waktu penelitian. Berikut contoh judul PTK dalam mata pelajaran sosiologi a)
Meningkatkan hasil belajar melalui pembelajanan kooperatif Jigsaw pada mata pelajaran sosiologi kelas XA (dapat dituliskan topik bahasan dan juga mata pelajarannya) di SMAN 1 Kota Batu .
b)
Penerapan
pembelajaran
model
Problem
Based
Learning
untuk
meningkatkan kemampuan pemecahan masalah pada mata pelajaran Sosiologi Kelas XI B di SMAN 2 Kota Batu. c)
Implementasi Strategi Pembelajaran Inkuiri pada Mata Pelajaran
Sosiologi
untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep tentang perubahan
sosial pada kelas XII A SMAN kota Batu. d) Pembelajaran Perubahan Sosial dengan menggunakan pendekatan saintifik model problem based learning di kelas XII b SMAN 2 kota Batu e)
Upaya
Meningkatkan
Kualitas
Menerapkan Pendekatan Saintifik
Pembelajaran
Sosiologi
dengan
dengan model Discovery Learning
materi masyarakat multikultural kelas XI SMAN 8 Malang. f)
Peningkatan Keterampiran Menulis laporan penelitian sosial dengan kerja kelompok mata pelajaran sosiologi kelas XI SMAN 2 Kota Surabaya
g)
Implementasi Model Cooperative Thinking and Moving (CTM) pada Pembelajaran Sosiologi
dalam upaya meningkatkan Motivasi dan
Prestasi Belajar Siswa di Kelas X SMAN 1 Kota Pasuruan. h)
Optimalisasi Penggunaan Asesmen Otentik untuk Meningkatkan Kerja Ilmiah Siswa pada Pembelajaran Sosiologi Kelas X SMAN 3 Malang.
Sosiologi SMA K-8
96
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Tujuan
utama
PTK
adalah
untuk
memecahkan
permasalahan
pembelajaran. Untuk itu, dalam uraian latar belakang masalah yang harus dipaparkan hal-hal berikut. (1) Masalah yang diteliti adalah benar-benar masalah pembelajaran yang terjadi di sekolah. Umumnya didapat dari pengamatan dan diagnosis yang dilakukan guru atau tenaga kependidikan lain di sekolah. Perlu dijelaskan pula proses atau kondisi yang terjadi. (2) Masalah yang akan diteliti merupakan suatu masalah penting dan mendesak untuk dipecahkan, serta dapat dilaksanakan dilihat dari segi ketersediaan waktu, biaya, dan daya dukung lainnya yang dapat memperlancar penelitian tersebut. (3) Identifikasi masalah di atas, jelaskan hal-hal yang diduga menjadi akar penyebab dari masa!ah tersebut. Secara cermat dan sistematis berikan alasan (argumentasi) bagaimana dapat menarik kesimpulan tentang akar masalah itu.
B. Perumusan Masalah dan Cara Pemecahan Masalah Pada bagian ini umumnya terdiri atas jabaran tentang rumusan masalah, cara pemecahan masalah, tujuan serta manfaat atau kontribusi hasil penelitian. (1) Perumusan Masalah, berisi rumusan masalah penelitian. Dalam perumusan masalah dapat dijelaskan definisi, asumsi, dan lingkup yang
menjadi
batasan
PTK.
Rumusan
masalah
sebaiknya
menggunakan kalimat tanya dengan mengajukan alternatif tindakan yang akan dilakukan dan hasil positif yang diantisipasi dengan cara mengajukan indikator keberhasilan tindakan, cara pengukuran serta cara mengevaluasinya.
Sosiologi SMA K-8
97
(2) Pemecahan Masalah; merupakan uraian altematif tindakan yang akan dilakukan untuk memecahkan masalah. Pendekatan dan konsep yang digunakan untuk menjawab masalah yang diteliti disesuaikan dengan kaidah PTK. Cara pemecahan masalah ditentukan atas dasar akar penyebab permasalahan dalam bentuk tindakan yang jelas dan terarah. Alternatif pemecahan hendaknya mempunyai landasan konseptual yang mantap yang bertolak dari hasil analisis masalah. Di samping itu, harus terbayangkan manfaat hasil pemecahan masalah dalam pembenahan dan/atau peningkatan implementasi program pembelajaran. Juga dicermati artikulasi kemanfaatan PTK berbeda dari kemanfaatan penelitian formal.
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan PTK dirumuskan secara jelas, dipaparkan sasaran antara dan sasaran akhir tindakan perbaikan. Perumusan tujuan harus konsisten dengan hakikat permasalahan yang dikemukakan dalam bagian-bagian sebelumnya. Sebagai contoh dapat dikemukakan PTK di bidang IPA yang bertujuan meningkatkan prestasi siswa dalam mata pelajaran IPA melalui penerapan strategi pembelajaran yang dianggap sesuai, pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar mengajar dan lain sebagainya. Pengujian
dan/atau
pengembangan
strategi
pembelajaran
bukan
merupakan rumusan tujuan PTK. Ketercapaian tujuan hendaknya dapat diverfikasi secara obyektif. Di samping tujuan PTK di atas, juga perlu diuraikan kemungkinan kemanfaatan penelitian. Dalam hubungan ini, perlu dipaparkan secara spesifik keuntungan-keuntungan yang dapat diperoleh, khususnya bagi siswa, di samping bagi guru pelaksana PTK, bagi rekan-rekan guru lainnya serta bagi dosen LPTK sebagai pendidik guru. Pengembangan ilmu, bukanlah prioritas dalam menetapkan tujuan PTK. BAB II KERANGKA TEORETIK DAN HIPOTESIS TINDAKAN
Sosiologi SMA K-8
98
Pada bagian ini diuraikan landasan konseptual dalam arti teoritik yang digunakan peneliti dalam menentukan alternatif pemecahan masalah. Untuk keperluan itu, dalam bagian ini diuraikan kajian baik pengalaman peneliti PTK sendiri nyang relevan maupun pelaku-pelaku PTK lain di samping terhadap teori-teori yang lazim hasil kajian kepustakaan. Pada bagian ini diuraikan kajian teori dan pustaka yang menumbuhkan gagasan mendasar usulan rancangan penelitian tindakan. Kemukakan juga teori, temuan dan bahan penelitian
lain
yang
mendukung
pilihan
tindakan
untuk
mengatasi
permasalahan penelitian tersebut. Uraian ini digunakan untuk menyusun kerangka berpikir atau konsep yang akan digunakan dalam penelitian. Pada bagian akhir dapat dikemukakan hipotesis tindakan yang menggambarkan indikator keberhasilan tindakan yang diharapkan/ diantisipasi. Sebagai contoh, akan dilakukan PTK yang menerapkan model pembelajaran kontekstual sebagai jenis tindakannya.
Pada kajian pustaka harus jelas dapat
dikemukakan: (7) Bagaimana teori pembelajaran kontekstual, siapa saja tokoh-tokoh dibelakangnya, bagaimana sejarahnya, apa yang spesifik dari teori tersebut, persyaratannya, dll. (8) Bagaimana bentuk tindakan yang dilakukan dalam penerapan teori tersebut
pada
pembelajaran,
strategi
pembelajarannya,
skenario
pelaksanaannya, dll. (9) Bagaimana keterkaitan atau pengaruh penerapan model tersebut dengan perubahan yang diharapkan, atau terhadap masalah yang akan dipecahkan, hal ini hendaknya dapat dijabarkan dari berbagai hasil penelitian yang sesuai. (10) Bagaimana perkiraan hasil (hipotesis tindakan) dengan dilakukannya penerapan model di atas pada pembelajaran terhadap hal yang akan dipecahkan. BAB III PROSEDUR PENELITIAN Pada bagian ini diuraikan secara jelas prosedur penelitian yang akan dilakukan. Kemukakan obyek, waktu dan lamanya tindakan, serta lokasi penelitian secara jelas. Prosedur hendaknya dirinci dan perencanaan, Sosiologi SMA K-8
99
pelaksanaan tindakan, observasi, evaluasi-refleksi, yang bersifat daur ulang atau siklus. Sistematika dalam ini meliputi: a. Setting penelitian dan karakteristik subjek penelitian. Pada bagian ini disebutkan di mana penelitian tersebut dilakukan, di kelas berapa dan bagaimana karakteristik dari kelas tersebut seperti komposisi siswa pria dan wanita. Latar belakang sosial ekonomi yang mungkin relevan dengan permasalahan, tingkat kemampuan dan lain sebagainya. b. Variabel yang diselidiki. Pada bagian ini ditentukan variabel-variabel penelitian yang dijadikan fokus utama untuk menjawab permasalahan yang dihadapi. Variabel tersebut dapat berupa (1) variabel input yang terkait dengan siswa, guru, bahan pelajaran, sumber belajar, prosedur evaluasi, lingkungan belajar, dan lain sebagainya; (2) variabel proses pelanggaran KBM seperti interaksi belajar-mengajar, keterampilan bertanya, guru, gaya mengajar guru, cara belajar siswa, implementasi berbagai metode mengajar di kelas, dan sebagainya, dan (3) variabel output seperti rasa keingintahuan siswa, kemampuan siswa mengaplikasikan pengetahuan, motivasi siswa, hasil belajar siswa, sikap terhadap pengalaman belajar yang telah digelar melalui tindakan perbaikan dan sebagainya. c. Rencana Tindakan. Pada bagian ini digambarkan rencana tindakan untuk meningkatkan pembelajaran, seperti : 1) Perencanaan, yaitu persiapan yang dilakukan sehubungan dengan PTK yang diprakarsai seperti penetapan tindakan, diagnostik untuk menspesifikasi masalah,
pelaksanaan tes
pembuatan skenario
pembelajaran, pengadaan alat-alat dalam rangka implementasi PTK, dan lain-lain yang terkait dengan pelaksanaan tindakan perbaikan yang ditetapkan. Disamping itu juga diuraikan alternatif-alternatif solusi yang akan dicobakan dalam rangka perbaikan masalah 2) Implementasi Tindakan, yaitu deskripsi tindakan yang akan dilakukan. Skenario kerja tindakan perbaikan dan prosedur tindakan yang akan diterapkan.
Sosiologi SMA K-8
100
3) Observasi dan Interpretasi, yaitu uraian tentang prosedur perekaman dan penafsiran data mengenai proses dan produk dari implementasi tindakan perbaikan yang dirancang. 4) Analisis dan Refleksi, yaitu uraian tentang prosedur analisis terhadap hasil pemantauan dan refleksi berkenaan dengan proses dan dampak tindakan perbaikan yang akan digelar, personel yang akan dilibatkan serta kriteria dan rencana bagi tindakan berikutnya. d. Data dan cara pengumpulannya. Pada bagian ini ditunjukan dengan jelas jenis data yang akan dikumpulkan yang berkenaan dengan baik proses maupun dampak tindakan perbaikan yang di gelar, yang akan digunakan sebagai dasar untuk menilai keberhasilan atau kekurangberhasilan tindakan perbaikan pembelajaran yang dicobakan. Format data dapat bersifat kualitatif, kuantitatif, atau kombinasi keduanya. e. Indikator kinerja, pada bagian ini tolak ukur keberhasilan tindakan perbaikan ditetapkan secara eksplisit sehingga memudahkan verifikasinya untuk tindakan perbaikan melalui PTK yang bertujuan mengurangi kesalahan konsep siswa misalnya perlu ditetapkan kriteria keberhasilan yang diduga sebagai dampak dari implementasi tindakan perbaikan yang dimaksud. f. Tim peneliti dan tugasnya, pada bagian ini hendaknya dicantumakan nama-nama anggota tim peneliti dan uraian tugas peran setiap anggota tim peneliti serta jam kerja yang dialokasikan setiap minggu untuk kegiatan penelitian. g. Jadwal kegiatan penelitian disusun dalam matriks yang menggambarkan urutan kegiatan dari awal sampai akhir. h. Rencana anggaran, meliputi kebutuhan dukungan financial untuk tahap persiapan pelaksanan penelitian, dan pelaporan. Lampiran-lampiran
D. Aktivitas Pembelajaran
Sosiologi SMA K-8
101
Baca modul dengan seksama, sehingga sangat faham langkahlangkah penyusunan proposal PTK. Jika kesulitan diskusikan dengan temanmu. E. Latihan/ Kasus /Tugas 1. Identifikasi Masalah dalam PTK a.
kemukakanlah masalah-masalah atau kendala-kendala yang anda hadapi ketika melaksanakan tugas dalam pembelajaran/bimbingan………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………
Sosiologi SMA K-8
102
b.
pilihlah salah satu masalah yang menurut anda mendesak! ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………..
c.
berikan alasan mengapa masalah tersebut penting untuk segera dicarikan pemecahannya! ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………
d.
Faktor-faktor penyebab munculnya masalah yang dirumuskan tersebut! ………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………….
e.
Dapatkanlah satu alternatif pemecahan masalah untuk memecahkan masalah urgent yang anda hadapi tersebut! Alternatif pemecahan masalah itu harus bertolak dari hasil analisis dan didasarkan pada teori tertentu. ………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………… .............................................................................................……………
2. Kerangka Penelitian Tindakan a. Masalah: ……………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………
Sosiologi SMA K-8
103
……………………………………………………………………………… ……................................................................................................…
b. Rencana Tindakan: Siklus 1: ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… …..............................................................................................……
Siklus 2: ……………………………………………………………………………… …….......................................................………………………………… ……………………………………………………………………………… ………………………………………………………………...................
c. Rincian Tindakan/Langkah-langkah: …………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………… d. Contoh Format Observasi: NO
ASPEK YANG
SKOR
KETERANGAN
DIOBSERVASI 1
Sosiologi SMA K-8
2
3
4
5
104
3. Usulan PTK a. Tulislah judul PTK yang anda usulkan ……………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………Apakah judul PTK anda telah mencantumkan hal-hal berikut:
Tujuan
Cara menyelesaikan masalah
Tempat penelitian dilaksanakan
b. Deskripsi masalah yang anda hadapi ……………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………… Apakah masalah yang anda deskripsikan telah memuat hal-hal sebagai berikut:
Sosiologi SMA K-8
105
Apakah deskripsi masalah telah disesuaikan dengan kondisi nyata tentang kendala-kendala yang anda hadapi sewaktu melaksakan tugas kepengawasan.
Apakah deskripsi masalah telah memuat identifikasi satu masalah yang mendesak untuk segera dilaksanakan?
Apakah deskripsi masalah telah memuat tentang analisis masalah?
Apakah deskripsi masalah telah memuat tentang refleksi awal?
Bagaimana perumusan masalah?
c. Deskripsikan tentang cara pemecahan masalah yang anda ajukan! ……………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………… ………………………………………………………
Apakah pemecahan masalah yang anda ajukan memenuhi rambu-rambu berikut?
Apakah ada alternatif pemecahan masalah?
Apakah alternatif pemecahan masalah itu didasarkan pada teori tertentu?
Apakah alternatif pemecahan masalah itu bertolak dari hasil analisis?
d. Rumuskan hasil yang diharapkan dari penelitian anda! Apakah rumusan yang diharapkan dalam penelitian anda telah memuat hal –hal sebagai berikut:
Apakah rumusan hasil yang diharapkan telah mengemukakan hasil yang diharapkan bagi siswa?
Apakah rumusan hasil yang diharapkan telah mengemukakan hasil yang diharapkan bagi praktisi (kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan lainnya di sekolah)?
e. Kemukakan prosedur tindakan yang anda lakukan dalam PTK ini! Sosiologi SMA K-8
106
……………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………… ………………………………………………………… Apakah dalam deskripsi tentang prosedur tindakan sekolah telah anda kemukakan hal-hal sebagai berikut:
Apakah ada deskripsi tentang setting dan karakteristik subyek?
Apakah ada variabel/faktor yang diselidiki?
Apakah ada rencana tindakan yang mencakup misalnya strategi, pendekatan, metode atau teknik yang digunakan dalam implementasi tindakan, observasi, analisis, dan refleksi?
f. Tulislah lokasi penelitian anda! ……………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………… g. Tulislah personil tim peneliti anda!
F. Rangkuman Proposal PTK disusun dengan sistematika : Judul Penelitian Pendahuluan: 1. Latar Belakang Masalah 2. Perumusan dan Pemecahan Masalah Kajian Teori dan Pustaka Metode Penelitian Jadual Penelitian lampiran
G. Umpan Balik dan Tindak Lanjut
Sosiologi SMA K-8
107
Setelah Anda mempelajari penyusunan PTK, apakah ingin segera menyusun PTK? H. Kunci Jawaban Proposan yang Anda susun dicek lagi utamanya rancangan siklus yang menjadi karakteristik khusus PTK
Daftar Pustaka 3
Keputusan Menteri Negera Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 84/1993 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya Keputusan bersama Menteri Pendidikan dan kebudayaan dan Kepala BAKN Nomor 0433/P/1993, nomor 25 tahun 1993 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 025/0/1995. Kemmis, S. and McTaggart, R.1988. The Action Researh Reader. Victoria, Deakin University Press. Suhardjono, Azis Hoesein, dkk. 1996. Pedoman Penyusunan Karya Tulis Ilmiah di Bidang Pendidikan dan Angka Kredit Pengembangan Profesi Widyaiswara. Jakarta: Depdikbud, Dikdasmen. Suhardjono.
2005.
Penelitian
Tindakan
Kelas.
Makalah
pada
“Diklat
Pengembangan Profesi bagi Jabatan Fungsional Guru”, Direktorat Tenaga Kependidikan Dasar dan Menengah, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Depdiknas. Suhardjono. 2005. Laporan Penelitian Eksperimen dan Penelitian Tindakan Kelas sebagai KTI, Makalah pada “Pelatihan Peningkatan Mutu Guru di Makasar”, Jakarta, 2005 Suharsimi Arikunto, Suhardjono, dan Supardi. 2006. Peneilitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bina Aksara.
Sosiologi SMA K-8
108
Supardi. (2005). Penyusunan Usulan, dan Laporan Penelitian Penelitian Tindakan Kelas, Makalah disampaikan pada “Diklat Pengembangan Profesi Widyaiswara”, Ditektorat Tenaga Pendidik dan Kependidikan Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional. Tita Lestari (2009) Manajemen Penulisan Karya Tulis Ilmiah. Modul Pelatihan Bagi Guru dan Kepala Sekolah. Pusdiklat Depdiknas. Sawangan. Bogo
KEGIATAN PEMBELAJARAN 5 KONFLIK DAN KEKERASAN SOSIAL A. TUJUAN Setelah mempelajari materi modul Konflik dan Kekerasan Sosial ini peserta diklat diharapkan: 1. Mampu membedakan konsep konflik dan kekerasan sosial dengan baik 2. Mampu menjelaskan bentuk-bentuk konflik dan kekerasan dengan benar 3. Mampu menjelaskan contoh dan bentuk konflik dan kekerasan dalam kehidupan sehari-hari dengan benar. B. INDIKATOR PENCAPAIAN KOMPETENSI Indikator pencapaian kompetensi dalam kegiatan pembelajaran ini, peserta diklat diharapkan: 1. Menjelaskan konsep konfliksosial 2. Menjelaskan konsep kekerasan sosial 3. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kekerasan sosial 4. Menjelaskan teori-teori konflik dan kekerasan sosial 5. Mengidentifikasi bentuk-bentuk konflik dan kekerasan sosial 6. Menganalisis pemecahan masalah konflik dan kekerasan sosial C. URAIAN MATERI 1.PENGANTAR Sosiologi SMA K-8
109
Di manapun keberadaannya, setiap manusia selalu terlibat interaksi dengan orang lain. Hal itu untuk mencukupi kebutuhannya. Agar semuanya berjalan teratur, maka masyarakat manusia memerlukan aturan-aturan guna mencapai tujuan bersama. Namun seiring perkembangan zaman, interaksi sosial yang berjalan teratur dapat berubah sehingga terjadi adanya konflik sosial. Konflik sosial bisa dipicu oleh beberapa hal, antara lain adanya anggota masyarakat yang tidak paham dengan tujuan kelompok atau masyarakat. Konflik juga dapat berlangsung karena norma-norma sosial yang ada tidak membantu anggota masyarakat mencapai tujuan. Konflik yang berlangsung dalam masyarakat dapat terjadi antar individu, individu dengan kelompok, serta kelompok dengan kelompok. Banyak contoh kasus yang terjadi di masyarakat Indonesia saat ini, apalagi sejak adanya reformasi tahun 1998. Kebebasan berpendapat, kebebasan berekspresi kadang berujung pada tindakan yang tidak terkontrol. Misalnya bentuk pertentangan dengan adanya demonstrasi yang berakhir dengan tindakan anarkis, berupa perusakan bangunan, perusakan kendaraan, pembakaran, sampai pada terjadinya bentrok fisik. Maraknya tindak kekerasan, demonstrasi, atau gerakan “kiri”, maupun kemunculan kelompok-kelompok garis keras (radikal) seolah semakin tak terbendung sebagai akibat dari konsekuensi era keterbukaan, modernisasi, dan demokratisasi. Dibutuhkan proses pendewasaan yang cukup lama untuk hidup berdampingan secara adil. Konflik sosial memang tidak bisa hilang dalam masyarakat, namun apakah membiarkan terjadinya konflik berlangsung tanpa aturan dan ditunjukkan begitu saja tanpa kendali? Anggota masyarakat pasti tidak menghendakinya. Maka konflik perlu dikelola, dalam arti disalurkan melalui media yang tepat, misalnya dengan perundingan atau musyawarah, sehingga konflik tidak mengarah pada merusak barang orang lain atau melukai fisik orang lain. Dalam kerangka itulah, setiap anggota masyarakat perlu mengetahui dan mempelajari apa itu konflik, apa penyebabnya, dan saluran apa yang dapat
Sosiologi SMA K-8
110
digunakan untuk meredam konflik. Sehingga anggota masyarakat paham bahwa konflik sebagai peristiwa yang biasa terjadi, tidak perlu dihindari dan konflik bisa diselesaikan dengan cara yang baik. Maka sosialisasi tentang konflik sosial perlu diberikan melalui lembaga formal seperti sekolah-sekolah. Untuk tujuan tersebut, maka bahan ajar ini dibuat agar wawasan tentang konflik sosial lebih luas, sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan masyarakat dalam menghadapi konflik yang ada.
2. Konsep Dasar Konflik Menurut Webster dalam Pruitt (2004:9), istilah “conflict” berarti suatu perkelahian, peperangan atau perjuangan, yaitu berupa pertentangan fisik antara beberapa pihak. Arti kata itu kemudian berkembang dengan masuknya “ketidaksepakatan yang tajam atau oposisi atas berbagai kepentingan, ide, gagasan, dan lain-lain”. Sehingga istilah “konflik” juga menyentuh aspek psikologis di balik pertentangan fisik itu sendiri. Pribadi maupun kelompok menyadari adanya perbedaan-perbedaan dengan pihak lain, misalnya dalam hal emosi, bentuk fisik, unsur kebudayaan, dan pola perilaku. Perbedaan-perbedaan itu akan semakin menajam manakala dipengaruhi oleh unsur psikologis dalam diri manusia. Unsur psikologis yang dimaksud dapat berupa perasaan amarah, benci yang menyebabkan dorongandorongan untuk saling menekan, saling menyerang, saling melukai dan bahkan saling menghancurkan individu atau kelompok yang dianggap sebagai lawan (Soekanto, 2002:98). Suatu pertentangan pada umumnya berkembang dari pertentangan nonfisik, berkadar rendah tanpa kekerasan (non-violent) menjadi benturan fisik, yang bisa berkadar tinggi dalam bentuk kekerasan (violent). Dalam kaitannya dengan pertentangan sebagai konflik, Gurr dalam Al Hakim (2003:3) membuat kriteria yang menandai suatu pertentangan sebagai konflik. Pertama, sebuah konflik harus melibatkan dua pihak atau lebih di dalamnya; kedua, pihak-pihak tersebut saling tarik-menarik dalam aksi-aksi saling bermusuhan (mutualy opposing actions); ketiga, mereka biasanya cenderung menjalankan perilaku koersif untuk menghadapi dan menghancurkan “musuh”; keempat, interaksi pertentangan di antara pihak-pihak itu berada dalam
Sosiologi SMA K-8
111
keadaan yang tegas, karena itu keberadaan peristiwa pertentangan dapat dideskripsikan dengan mudah oleh para pengamat sosial yang tidak terlibat dalam pertentangan. Dalam kehidupan masyarakat, konflik juga dapat berupa proses instrumental yang mengarah pada pembentukan, penyatuan dan pemeliharaan struktur sosial serta dapat menetapkan dan menjaga garis batas antara dua atau lebih kelompok. Dengan konflik, suatu kelompok dapat memperkuat kembali identitas dan solidaritas di antara anggotanya.
3. Kerangka Teoritis Sosiologi sebagai a multiple paradigm science, sebagaimana yang dinamakan oleh Ritzer (1992), mempunyai banyak teori dan paradigma. Ritzer membedakannya ke dalam (1) paradigma fakta sosial, yang melahirkan teori fungsionalisme struktural dan teori konflik; (2) paradigma definisi sosial yang melahirkan teori aksi, interaksionisme simbolik, dan fenomenologi; dan (3) paradigma pertukaran sosial, yang melahirkan teori sosiologi perilaku dan teori pertukaran. Dari beberapa teori konflik yang dikenal dalam sosiologi, terdapat dua golongan yaitu pertama, teori konflik fungsional dan kedua, teori konflik kelas (Affandi, 2004:135). Kedua kelompok teori ini berakar pada pada pemikiran dua tokoh yaitu Georg Simmel dan Karl Marx. Pemikiran Simmel kemudian diikuti oleh Lewis Coser, sedangkan Marx diikuti oleh Ralf Dahrendorf. Georg Simmel, seorang sosiolog fungsionalis Jerman, dalam karyanya yang berjudul “Conflict and The Web of Group-Affiliations”, mencoba mendekati teori konflik dengan menunjukkan bahwa konflik merupakan salah satu bentuk interaksi sosial yang bersifat mendasar, berkaitan dengan sikap bekerja sama dalam masyarakat. Simmel memandang konflik sebagai gejala yang tidak mungkin dihindari dalam masyarakat karena konflik berfungsi untuk mengatasi ketegangan antara hal-hal yang bertentangan dan mencapai kedamaian. Oleh karena itu antagonisme atau sifat yang saling bertentangan adalah unsur dalam suatu kerjasama.
Sosiologi SMA K-8
112
Lewis Coser melalui karyanya yang berjudul “The Functions of Social Conflict”, mencoba menitikberatkan pada konsekuensi-konsekuensi terjadinya konflik pada sebuah sistem sosial secara keseluruhan. Teorinya menunjukkan bahwa adalah salah jika memandang konflik sebagai hal yang merusak sistem sosial, karena konflik juga dapat memberikan keuntungan pada masyarakat luas di mana konflik itu terjadi. Konflik justru membuka peluang bagi terciptanya integrasi antarkelompok, selain itu konflik juga mengakibatkan terjadinya perubahan sosial. Cukup jelas bahwa bagi Coser konflik justru bisa berfungsi untuk memelihara status quo. Coser jelas tidak menginginkan terjadinya perubahan struktural akibat berlangsungnya konflik sosial. Implikasi politik praktis dari gagasan tersebut di atas mungkin saja lebih berbahaya daripada intensi teoritis Coser sendiri untuk mengembangkan pemahaman tentang konflik dari perspektif fungsionalisme yang lebih kritis. Bahaya tersebut terutama bisa muncul ketika gagasan Coser, misalnya, dipakai rezim penguasa sebagai basis teori untuk memelihara konflik dan ketegangan antar
komponen
masyarakat
justru
dalam
rangka
memelihara
dan
melanggengkan kekuasaannya. Contoh menarik tentang kemungkinan tersebut bisa dilihat dalam praktik politik identitas di Indonesia. Di zaman Orde Baru rezim yang berkuasa jelas berkepentingan untuk memelihara ketegangan antara etnis Tionghoa dan etnisetnis lain yang secara keseluruhan biasa disebut “kaum pribumi”. Pembatasan etnik Tionghoa untuk hanya bergerak di bidang bisnis ekonomi di satu pihak, dan pemiskinan sebagian besar rakyat “pribumi” di pihak lain, menghasilkan dua kelompok yang senantiasa bersitegang secara laten: antara orang-orang kaya yang sangat lemah dukungan basis politiknya di tingkat massa, dan kaum “pribumi” yang meskipun merupakan basis kekuatan politik besar tapi secara ekonomis sangat lemah. Pemeliharaan ketegangan dan konflik di antara dua kelompok tersebut bisa dipakai untuk mengalihkan potensi konflik struktural rakyat melawan pemerintah menjadi konflik horisontal (antaretnik). Karl Marx adalah salah seorang teoretisi konflik paling besar dan menjadi rujukan dalam setiap kali pembahasan mengenai konflik. Bangunan utama
Sosiologi SMA K-8
113
pemikiran Marx berdasarkan pra-anggapan bahwa pelaku utama dalam masyarakat adalah kelas-kelas sosial. Dalam karyanya “The Communist Manifesto”, disebutkan bahwa “sejarah semua masyarakat hingga sekarang ini adalah sejarah perjuangan kelas”. Marx mengkritik masyarakat kapitalis dan membaginya dalam dua pembagian
kelas, yaitu kelas atas atau kelas yang
berkuasa atau pemilik modal (borjuis) dan kelas bawah atau kelas buruh (proletar). Kelas atas menguasai produksi sedangkan kelas bawah tunduk terhadap kekuasaan kelas atas. Dalam pandangan Marx, negara secara hakiki dikuasai oleh kelas atas yaitu kelas yang menguasai ekonomi. Perspektif negara kelas dapat menjelaskan mengapa yang menjadi korban pembangunan adalah rakyat kecil. Negara dianggap merupakan negara kelas yang mendukung kepentingan kelas-kelas penindas. Negara memungkinkan kelas atas untuk memperjuangkan kepentingan khusus mereka menjadi “kepentingan umum”. Ralf Dahrendorf, penerus tradisi Marx, merupakan salah satu teoretisi konflik modern yang sangat terkenal. Melalui karyanya “Class and Class Conflict in Industrial Society”, Dahrendorf mengajak kembali pada reorientasi sosiologi yang mengarah pada problem-problem perubahan, konflik dan tekanan dalam struktur sosial, khususnya yang menyangkut permasalahan totalitas masyarakat. Meskipun pandangan Dahrendorf banyak dilhami oleh pemikiran Marx, namun teorinya sangat berbeda dengan teori Marx, karena ia menganalisis konflik tanpa memperhitungkan
politik ekonomi yang ada, apakah kapitalisme atau
sosialisme. Jika Marx bersandar pada pemilikan alat produksi, maka Dahrendorf bersandar pada kontrol atas alat produksi. Dalam terminologi Dahrendorf, pada masa post-kapitalisme, kepemilikan alat produksi baik sosialis maupun kapitalis, tidak menjamin adanya kontrol atas alat produksi (Johnson, 1990:183). Oleh karena itu di luar Marxisme, ia mengembangkan beberapa terminologi dari Max Weber, antara lain bahwa sistem sosial itu dikoordinasi secara imperatif melalui otoritas atau kekuasaan. Teori sosial Dahrendorf ini berfokus pada kelompok kepentingan konflik yang berkenaan dengan kepemimpinan, ideologi, dan komunikasi,
di
samping
berusaha
melakukan
berbagai
usaha
untuk
menstrukturkan konflik itu sendiri, mulai dari proses terjadinya hingga intensitasnya dan kaitannya dengan kekerasan. Dalam hal ini Dahrendorf ingin
Sosiologi SMA K-8
114
menunjukkan bahwa kepentingan kelas bawah menantang legitimasi struktur otoritas yang ada. Menurut penganut teori konflik, kesatuan masyarakat yang berdasarkan integrasi dan kesanggupan orang untuk menyesuaikan perilaku mereka dengan struktur-struktur
yang
ada
dan
memainkan
peranan-peranan
mereka
sebagaimana mestinya hanyalah sebuah penampakan belaka. Masyarakat hanya nampaknya berintegrasi dan bersepakat tentang nilai-nilai dasar. Pada hakikatnya, masyarakat terbagi dalam kubu-kubu yang saling berlawanan. Teori konflik tidak bertolak dari masalah “Apakah yang mempersatukan masyarakat?”, tetapi dari “Apakah yang mendorong dan menggerakkan masyarakat?”. Bukan nilai-nilai
bersama
yang
diutamakan,
tetapi
kepentingan-kepentingan,
persaingan, siasat adu domba, dan sebagainya. Teori konflik menyatakan bahwa adanya kelangkaan terhadap sesuatu yang berharga, misalnya kekuasaan, wewenang,
dan
barang-barang
yang
menghasilkan
kenikmatan
telah
memunculkan golongan atau kelompok oposisi, yaitu kelompok yang dirugikan atau porsi lebih besar lagi, atau kelompok yang mencegah pihak lain menguasai barang yang langka itu. Untuk konteks Indonesia, pertanyaan cukup menantang yang bisa dikemukakan
adalah
bagaimana
menjelaskan
intra-state
conflicts
yang
belakangan ini seringkali terjadi di berbagai wilayah. Konkretnya, bagaimana menjelaskan konflik umat Islam dan Kristen di Ambon dan Maluku atau konflik Dayak dan Madura di Kalimantan? Sepertinya menjadi skeptis bahwa semua itu bisa dijelaskan semata-mata dengan melihat faktor-faktor dorongan kebencian atau naluri permusuhan antar pihak yang terlibat konflik. Kalau pun ada benihbenih kebencian antara orang islam dan orang kristen di Ambon, atau antara orang Dayak dan orang Madura di Kalimantan, misalnya, pasti harus ada faktor penjelas lain yang bisa menjadi dasar argumen mengapa kebencian seperti itu bisa muncul dan meledak menjadi sebuah konflik terbuka di dua wilayah tersebut tapi tidak di wilayah-wilayah yang lain. Sebaliknya, juga tidak akan cukup meyakinkan jika konflik-konflik tadi semata-mata hanya dijelaskan dengan meredusirnya menjadi konflik antara kelas penindas dengan kelas yang ditindas dalam relasi-relasi produksi ekonomi. Sosiologi SMA K-8
115
Melihat dari beberapa pandangan mengenai teori konflik di atas, teori konflik pada umumnya berdasar penalaran bahwa masyarakat berjuang untuk memaksimalkan keuntungan individu maupun kelompok di mana secara langsung ataupun tidak, akan membawa perubahan sosial. Seperti halnya pernyataan Veeger (1997:93) tentang penalaran teori konflik, sebagai berikut: 1. Kedudukan orang-orang di dalam kelompok atau masyarakat tidaklah sama karena ada pihak yang berkuasa dan ada pihak yang tergantung. 2. Perbedaan dalam kedudukan menimbulkan kepentingan yang berbeda pula. Satu pihak ingin meraih kedudukan, di pihak lain ingin mempertahankannya. 3. Mula-mula sebagian dari kepentingan yang berbeda itu tidak disadari yang disebut dengan “kepentingan tersembunyi” (latent interest) yang tidak akan meletuskan suatu aksi. Tetapi apabila kepentingan tersembunyi itu terusmenerus tertekan bahkan tertindas, maka akan berubah menjadi manifest interest, sehingga benturan antara dua pihak, yang berkuasa dan yang dikuasai pun tak terelakkan. 4. Konflik akan berhasil membawa perubahan dalam struktur-struktur relasi sosial.
4. Akar Konflik Setelah mengetahui teori konflik, maka setidaknya ada tiga pilar utama yang harus mendapat perhatian (Affandi, 2004: 80), yaitu: pertama, watak psikologis manusia yang merupakan dasar sentimen dan ide yang membangun hubungan sosial di antara berbagai kelompok manusia (keluarga, suku, dan lainnya); kedua, adalah fenomena politik, yaitu berhubungan dengan perjuangan memperebutkan kekuasaan dan kedaulatan yang melahirkan imperium, dinasti, maupun negara; ketiga, fenomena ekonomi, yaitu fenomena yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan ekonomi, baik pada tingkat individu, keluarga, masyarakat maupun negara. 1. Watak Psikologis Manusia Menurut Plato dalam Siahaan (1986:57), manusia memiliki tiga sifat tingkatan dalam dirinya, yaitu nafsu atau perasaan (the appetities or the senses), semangat atau kehendak (the
spirit or the will), dan kecerdasan atau akal
(inteligence, reason, and judgement). Ketiga potensi di atas apabila mampu Sosiologi SMA K-8
116
dikelola
dengan
baik,
maka
manusia
akan
mampu
mengembangkan
eksistensinya sebagai manusia secara baik pula. Namun sebaliknya, di balik ketiga sifat di atas, manusia juga memiliki sifat binatang (animal rationale) yang bisa memunculkan perasaan yang berlebihan yang bisa mendorong untuk bertindak agresif. Berikut ini sebagian sifat dasar yang dimiliki manusia : a.
Cinta terhadap kelompok Manusia secara fitrah telah dianugerahi rasa cinta terhadap garis
keturunan dan golongannya. Rasa cinta ini menimbulkan perasaan senasib dan sepenanggungan serta harga diri kelompok, kesetiaan, kerja sama, dan saling membantu dalam menghadapi musibah atau ancaman yang pada akhirnya akan membentuk kesatuan dan persatuan kelompok. Cinta merupakan sebuah subjek meditasi filosofis yang berkaitan dengan masalah-masalah etis (Affandi, 2004:82). Cinta dalam hal ini merupakan salah satu dorongan manusia yang paling kuat, awalnya dilihat sebagai kebutuhan akan kontrol, terutama ketika manusia sebagai animal rationale mampu menggunakan kemampuan rasionalnya. Ketika manusia hidup bersama-sama dalam suatu kelompok, maka fitrah ini mendorong terbentuknya rasa cinta maupun solidaritas terhadap kelompok. Manusia tidak akan rela jika salah satu anggota kelompoknya terhinakan dan dengan segala daya upaya akan membela dan mengembalikan kehormatan kelompoknya. Sebagai sebuah fitrah, maka rasa cinta terhadap kelompok ini terdapat pada sebua bentuk masyarakat, baik dalam masyarakat yang masih sederhana maupun masyarakat modern. Perbedaannya hanya pada faktor pengikat. Dalam masyarakat sederhana, faktor pengikatnya adalah ikatan darah atau keturunan. Sedangkan dalam masyarakat modern, ikatan didasarkan atas kepentingan anggota-anggota kelompok. b. Agresif
Sosiologi SMA K-8
117
Manusia memiliki watak agresif sebagai akibat adanya animal power dalam dirinya yang mendorong untuk melakukan kekerasan. Agresifitas manusia ini dapat berakibat terjadinya permusuhan, pertumpahan darah, bahkan pemusnahan umat manusia itu sendiri. Beberapa tokoh seperti Konrad Lorenz (biologi), Sigmund Freud (psikologi), dan Thomas Hobbes (sosiologi) berpendapat bahwa agresifitas selalu
melingkupi
diri
manusia
(Mulkhan,
2002:25-27).
Lorenz
mengemukakan bahwa sebagaimana hewan, manusia mempunyai instink agresif yang menyatu dalam struktur genetikanya. Freud juga melontarkan pandangan bahwa manusia adalah makhluk rendah yang dipenuhi oleh kekerasan, kebencian, dan agresi. Kalaulah kemudian konflik itu tidak terjadi lebih disebabkan oleh superego yang mengekang dorongan-dorongan agresifnya. Demikian halnya dengan Hobbes, ia mengungkapkan bahwa dalam keadaan alamiah, keadaan manusia didasarkan pada keinginankeinginan yang mekanis, sehingga manusia selalu berkelahi. Dalam kaitan ini dapat dikatakan bahwa bukanlah perrbedaan-perbedaan dalam diri manusia yang menyebabkan terjadinya agresi, melainkan watak agresiflah yang menyebabkan terjadinya perbedaan dalam setiap kelompok manusia. Fromm (2000:390) tidak menyangkal adanya potensi agresif dalam diri manusia, tetapi menurutnya tindakan agresif-destruktif tersebut muncul karena adanya kondisi eksternal yang ikut menstimulir, seperti
masalah
politik, kemiskinan, dan sebagainya. Fromm juga melihat narsisme (paham kecintaan terhadap diri sendiri) sebagai salah satu sumber utama agresifitas manusia. Suatu kelompok atau bangsa yang narsistik akan bereaksi dengan penuh amarah dan bersikap agresif ketika ada kelompok yang melecehkan simbol narsisme mereka. Bahkan untuk itu mereka bersedia mendukung kebijakan perang yang dikeluarkan oleh pemimpin mereka.
2. Fenomena Politik Dalam membahas fenomena politik yang berhubungan erat dengan konflik
tentunya
Sosiologi SMA K-8
tidak
lepas
dari
pembahasan
mengenai
kekuasaan. 118
Pembahasan mengenai hal ini menjadi sangat penting mengingat peran yang semestinya dilakukan oleh seorang pemimpin diharapkan mampu menjadi penengah dan pemisah diantara kelompok-kelompok yang berbeda. Kekuasaan erat kaitannya dengan kepemimpinan atau kepemerintahan. Kekuasaan pada hakikatnya adalah sebuah otoritas untuk mengambil keputusan (Affandi, 2004: 94). Kepemimpinan lahir dari dua faktor yang saling terkait, yaitu pertama, faktor personal, dan kedua, solidaritas sosial atau dukungan kelompok. Secara personal, seseorang yang akan menjadi pemimpin harus memiliki sifat terpuji dan adil untuk dijadikan panutan dan pengayoman bagi rakyat, serta mampu melaksanakan hukum yang ditetapkan dengan undang-undang. Sedangkan solidaritas atau dukungan dari rakyat mutlak diperlukan karena tanpa hal itu maka kekuasaannya akan jatuh. Kekuasaan negara adalah puncak kekuasaan dalam kehidupan bersama umat manusia. Karenanya, pertarungan akan sering terjadi antar kelompok dalam memperebutkan kekuasaan tersebut. Sedangkan cara-cara atau strategi yang dipakai untuk meraihnya terkadang menggunakan cara yang kotor dan penuh intrik. Pemimpin atau penguasa tidak serta-merta menjadi pemimpin yang berlaku adil. Keinginan untuk mengikuti hawa nafsu dan ambisi pribadi terkadang menjadi penyebab timbulnya penindasan, teror, dan anarkhi. Oleh karena itu, kekuasaan kepemerintahan harus didasarkan pada peraturan dan kebijakan politik tertentu. Seorang pemimpin yang telah berkuasa akan menjalankan kekuasaannya dengan cara yang berbeda-beda. Ibn Khaldun dalam Affandi (2004:99) membedakan pola menjalankan kuasa dalam tiga bentuk: (1) kekuasaan dijalankan dengan lemah lembut dan penuh keadilan. Ciri dalam masyarakat
ini
adalah
setiap
orang
mempunyai
kesempatan
untuk
mengembangkan potensi serta dapat mengemukakan pendapat secara bebas tanpa rasa takut dan tertekan; (2) kekuasaan yang dijalankan dengan dominasi, kekerasan, dan teror. Masyarakat di bawah kepemimpinan ini akan hidup dalam tekanan dan rasa takut. Tidak ada kebebasan menyalurkan aspirasi. Sosiologi SMA K-8
119
Kecenderungannya, rakyat menjadi apatis; (3) kekuasaan dijalankan dengan menjatuhkan sanksi atau hukuman. Masyarakat di bawah kekuasaan ini akan mudah menyimpan dendam bahkan mudah bergolak manakala keputusan yang dikeluarkan penguasa tidak mencerminkan rasa keadilan. Tipe-tipe kekuasaan di atas dapat menjadi tolok ukur keadaan suatu masyarakat, apakah kondisi masyarakat dalam keadaan aman dan tertib tidak ada gejolak, atau masyarakat dalam kondisi konflik yang kacau balau. Namun selain faktor kepemimpinan, karakteristik dan tingkat kedewasaan masyarakat juga sangat mendukung dalam tegaknya sebuah negara.
3. Fenomena Ekonomi Dalam teori-teori sosial modern yang membahas konflik, tidak satu pun yang melepaskan perhatiannya dari fenomena ekonomi. Perbedaannya hanya terjadi pada apakah faktor ekonomi menjadi determinan yang menyebabkan konflik atau tidak. Teori konflik yang berakar dari Marx dan Dahrendorf akan selalu memandang bahwa
konflik disebabkan oleh masalah distribusi dan
perebutan sumber-sumber ekonomi. Kondisi ekonomi sangat mempengaruhi bahkan menentukan situasi dan perkembangan politik. Perekonomian yang stabil adalah faktor penting dalam mencapai kestabilan politik. Fenomena ekonomi dan fenomena politik ibarat dua sisi mata uang. Yang menjadi masalah adalah ketika proses kolaborasi antara penguasa politik (pemerintah) dengan penguasa ekonomi (pengusaha) menjadi tidak sehat dan tidak berpihak kepada masyarakat. Banyak kasus kerusuhan terjadi salah satu penyebabnya adalah ulah permainan para elit politik dan pengusaha dalam menguasai sumber-sumber ekonomi. Ketika pertumbuhan dijadikan jargon dalam pembangunan ekonomi, maka perhatian kebijakan pun mengarah ke sana. Akibatnya pemerintah merupakan sumber dana utama bagi pengusaha di setiap level pemerintahan karena banyak memberikan proyek pembangunan sarana dan prasarana fisik. Kondisi yang demikian sudah pasti rentan dengan masalah kolusi dan korupsi.
Sosiologi SMA K-8
120
Pola penguasa yang turut menjadi pengusaha serta jalinan erat yang menciptakan simbiosis mutualistik
antara
penguasa dengan
pengusaha
sangatlah sulit untuk dilawan rakyat kecil. Kebijakan yang diskriminatif ini dapat mengakibatkan dendam yang berkepanjangan dan ketika suasana berubah drastis dan memungkinkan, maka akumulasi kekecewaan ini dilampiaskan dengan melakukan perusakan terhadap simbol-simbol kesewenang-wenangan dan penyebab kesenjangan. Akar dari konflik menurut Leopold von Wiise (Soekanto, 2002:99) dapat disebabkan oleh adanya: 1. Perbedaan pendirian dan perasaan. 2. Perbedaan kebudayaan. Perbedaan kepribadian dari orang perorangan tergantung pula dari pola-pola kebudayaan yang menjadi latar belakang pembentukan serta serta perkembangan kepribadian tersebut. Seorang secara sadar maupun tidak sadar, sedikit banyaknya akan terpengaruh oleh pola-pola pemikiran dan pola-pola pendirian dari kelompoknya. Selanjutnya keadaan tersebut dapat pula menyebabkan terjadinya konflik antarkelompok manusia. 3. Perbedaan kepentingan. Bentuk kepentingan dapat berupa kepentingan ekonomi, politik, dan sebagainya. 4. Perubahan sosial. Perubahan sosial yang berlangsung dengan cepat untuk sementara waktu akan mengubah nilai-nilai yang ada dalam masyarakat, dan ini menyebabkan terjadinya golongan-golongan yang berbeda pendiriannya, misalnya mengenai reorganisasi sistem nilai. Sebagaimana diketahui perubahan sosial mengakibatkan terjadinya disorganisasi pada struktur. Loekman
Soetrisno
(2003:13-19)
mengungkapkan
bahwa
faktor
penyebab konflik adalah: a. Kondisi masyarakat yang multietnis dan multibudaya; kondisi yang demikian ini menyebabkan terjadinya banyak perbedaan, baik mengenai budaya, cara pandang, nilai, tingkat pendidikan, dan sebagainya. Perbedaan-perbedaan inilah yang sering menimbulkan pertentangan dalam kehidupan sosial.
Sosiologi SMA K-8
121
b. Kecemburuan sosial; faktor ini erat hubungannya dengan masalah ekonomi dan rasa keadilan. Kecemburuan bisa terjadi manakala suatu kelompok merasa diperlakukan tidak adil, baik oleh penguasa atau oleh kelompok lainnya. c. Penggunaan kekuasaan yang berlebihan Sudah menjadi kewajiban pemerintah yang berkuasa untuk melindungi rakyatnya, di sisi lain demi kebaikan bersama
pemerintah berhak
melakukan penertiban agar tercipta suatu keteraturan sosial. Namun caracara yang digunakan pemerintah seringkali dianggap sebagai tindakan berlebihan. Tindakan pemaksaan (koersif) dan sikap represif dari aparat kerap kali menimbulkan kesan yang buruk bahkan sifat dendam di mata masyarakat. Menyimak dari pembahasan di atas kiranya dapat disimpulkan bahwa faktor utama penyebab konflik sosial paling tidak ada tiga faktor: Pertama, sifat agresif seseorang atau suatu kelompok dengan ditunjang oleh kondisi masyarakat yang pluralistik; kedua, faktor ekonomi; berkaitan dengan masalah kemiskinan, kesenjangan, dan perebutan sumber dan bahan pangan; dan ketiga, faktor politik; berkaitan dengan tuntutan rasa keadilan akibat perlakuan dari pihak penguasa atau pemerintah.
5. Bentuk-bentuk Konflik 1. Berdasarkan Sifatnya Para sosiolog membedakan dua jenis konflik yang masing-masing memiliki sebab yang berbeda dalam pemunculannya, yaitu konflik yang bersifat destruktif dan fungsional (Soetrisno, 2003:14). a. Konflik destruktif Konflik destruktif adalah konflik yang mengakibatkan benturan fisik yang membawa kerugian jiwa dan harta. Konflik ini muncul karena rasa benci satu kelompok terhadap kelompok lain. Kebencian itu disebabkan karena berbagai hal seperti adanya kesenjangan ekonomi, fanatisme terhadap suatu golongan dan sebagainya. Sosiologi SMA K-8
122
Contoh konflik destruktif adalah konflik antara etnis Dayak dan Melayu dengan etnis Madura di Sampit yang dipicu oleh rasa kebencian akibat kecemburuan sosial, juga terjadinya kerusuhan pada bulan Mei 1998 yaitu konflik antara para demonstran dan aparat keamanan yang berujung pada perusakan dan penjarahan.
b. Konflik fungsional Konflik fungsional adalah konflik yang menghasilkan perubahan atau konsensus baru yang bermuara pada perbaikan. Konflik jenis ini berasal dari perbedaan pendapat antara dua kelompok tentang suatu masalah yang samasama mereka hadapi. Misalnya, kasus perbedaan pendapat dalam penentuan hari raya, perbedaan konsep dalam membuat kurikulum, dan sebagainya. Perdebatan antara para ilmuwan dalam rangka mencari kebenaran itu tentunya sangat keras tetapi tidak berkembang menjadi sebuah konflik yang destruktif, seperti terjadinya perkelahian, perusakan, maupun pembakaran, atau kemudian tidak saling tegur antara satu dengan yang lain. Hasil dari konflik fungsional ini adalah suatu konsensus atau kesepakatan bersama terhadap hal-hal yang yang menjadi sumber munculnya perbedaan pendapat.
Sosiologi SMA K-8
123
2. Berdasarkan Arahnya Berdasarkan model arahnya, konflik dapat digolongkam menjadi dua yaitu, konflik horisontal dan konflik vertikal (Sihbudi dan Nurhasim, 2001:vii). Model konflik yang pertama, yaitu konflik horisontal adalah konflik yang terjadi intra masyarakat. Faktor pemicu terjadinya konflik jenis ini bisa disebabkan oleh masalah yang berkaitan dengan primordialisme, atau SARA (suku, agama, ras, dan antar golongan). Kasus konflik di Sambas Kalimantan Barat, perusakan tokotoko milik warga keturunan Tionghoa, konflik antar pendukung partai politik adalah sebagian contoh dari jenis konflik ini. Bahkan sering juga terdengar lewat media massa konflik antar suporter olahraga, antar mahasiswa, antar pelajar, bahkan antarwarga desa yang kadang tidak jelas apa pendorongnya. Lemahnya penegakan hukum dapat juga mengakibatkan terabaikannya rasa keadilan yang pada akhirnya memunculkan kekecewaan yang kemudian dijadikan sebagai alasan pembenar untuk menggunakan hukum sendiri (main hakim sendiri) dengan melakukan tindakan anarkis. Contoh kasus yang banyak terjadi di masyarakat adalah tindakan main hakim sendiri atau pengadilan massa terhadap seseorang atau kelompok pelaku tindak kriminal. Sementara jenis kedua yaitu konflik vertikal adalah konflik yang terjadi antara masyarakat dengan penguasa atau negara. Konflik biasanya ditandai oleh kekecewaan dan kemarahan massa terhadap kebijakan pemerintah dan sikap aparat negara yang dianggap telah berlaku tidak adil. Beberapa kasus yang banyak
terjadi
seperti
demonstrasi
massa,
demonstrasi
mahasiswa,
penggusuran dan penertiban kawasan kumuh, bahkan bisa juga sampai pada gerakan perlawanan terhadap negara, misalnya perlawanan GSA (Gerakan Separatis Aceh), OPM (Organisasi Papua Merdeka), dan RMS (Republik Maluku Selatan). 3. Berdasarkan Akar Permasalahannya Berdasarkan akar permasalahannya, konflik dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Sosiologi SMA K-8
124
1) Konflik Agama Salah satu faktor utama pemicu konflik di masyarakat atau hubungan antar bangsa adalah masalah agama atau prinsip keagamaan. Sesuai fakta, agama menjadi pemicu konflik telah tercacat dalam sejarah dunia. Pada dasarnya semua agama sebagai sebuah ajaran sekaligus tuntunan bagi pemeluknya
yang
menghubungkan
antara
dirinya
dengan
Tuhan
dan
sesamanya. Namun agama seringkali menjadi dasar munculnya konflik dari jaman ke jaman. Konflik agama sebagai konflik klasik yang sulit diselesaikan karena berhubungan dengan doktrin yang sakral atau disakralkan oleh penganutnya. Keyakinan terhadap doktrin agama tersebut berdampak pada sentimen antar agama. Seringkali agama dijadikan alasan pembenar oleh suatu kelompok untuk menyerang atau memusuhi kelompok lain. Contoh dari permasalahan di atas antara lain adanya Perang Salib yang terjadi beberapa fase antara bangsa Eropa Barat yang beragama Nasrani dengan bangsa Arab yang memeluk Islam. Konflik di Irlandia Utara muncul disebabkan terjadi disharmoni antara umat Kristen dengan Katholik. Lahirnya negara Pakistan sebagai manifestasi konflik agama antara Islam dan Hindu di India. Bahkan konflik klasik antara dua negara yang berlarut-larut sampai sekarang tetap menjadi potensi utama konflik antara India-Pakistan adalah mengenai masalah “Khasmir”, sebuah wilayah yang secara geografis bagian dari India namun secara ideologi keagamaan menjadi bagian Pakistan. Sampai saat ini, konflik di Timur Tengah juga didominasi oleh masalah agama atau alasan keagamaan yaitu antara bangsa Yahudi dengan bangsa Arab. Meskipun masalah konflik Palestina-Israel disebabkan perebutan wilayah atau negara namun perbedaan agama sangat berperan dalam permasalahan tersebut. Sementara itu, juga muncul konflik seagama yang disebabkan paham atau penafsiran yang berbeda dalam agama. Contohnya antara penganut Suni dan Syiah di Timur Tengah yang sering berakibat pada pertumpahan darah.
Sosiologi SMA K-8
125
Dalam sejarah Indonesia, konflik dengan tendensi agama atau aliran keagamaan bukan merupakan hal yang baru. Pada tahun 1950-an terjadi pemberontakan DI/TII yang bertujuan mendirikan Negara Islam. Gerakan ini menimbulkan konflik antara pemerintah sebagai penguasa dengan para pemberontak sehingga mengganggu stabilitas nasional sampai gerakan ini dapat ditumpas pada tahun 1960-an. Di antara paham atau aliran keagamaan yang dianggap sering menimbulkan konflik adalah paham fundamentalisme. Agama-agama besar yang ada di dunia seperti Islam, Kristen, Hindu dan lainnya pada umumnya terdapat kelompok yang menganut aliran radikal tersebut. Fundamentalisme pada umumnya muncul sebagai tanggapan terhadap tantangan modern yang bersifat internal dan eksternal untuk menghadapi hegemoni budaya dan legitimasi politik serta penolakannya secara radikal terhadap sekulerisme. Fundamentalisme juga sebagai gerakan purification atau pemurnian terhadap ajaran agama serta penerapan ajaran agama yang dilaksanakan secara kaku bahkan cenderung menggunakan kekerasan. Meskipun dalam peristiwa-peristiwa di atas, agama memiliki peran vital namun peran agama dalam masing-masing peristiwa berbeda-beda. Dalam persitiwa Perang Salib dan konflik di Irlandia Utara, peran agama sebagai penyebab konflik sangat dominan. Perbedaan doktrin agama berkembang pada perasaan sentimen antarumat masing-masing agama menjadi sebab utama dari munculnya konflik tersebut. Dalam peristiwa tersebut, agama telah berubah dari suatu paham spiritual menjadi paham spiritual yang dibalut dengan identitas yang eksklusif dari sebuah komunitas yang membedakannya dengan komunitas lain (Soetrisno, 2003:34). Sementara itu, dalam kasus peristiwa pemberontakan DI/TII atau terpisahnya Pakistan dari India, agama dapat dimanfaatkan sebagai wahana untuk membangun solidaritas dan dukungan bagi penganut agama Islam untuk mencapai tujuan politiknya. Agama merupakan sarana yang efektif untuk memobilisasi massa. Namun keefektifan agama sebagai penyebab suatu konflik tergantung pada kondisi
yang
dialami
Sosiologi SMA K-8
sebuah masyarakat.
Jika masyarakat
mengalami
126
ketidakberdayaan ekonomi dan politik maka agama akan mudah menjadi wahana mobilisasi guna mencapai tujuan. Sebaliknya, hal itu sulit dilakukan apabila masyarakat mempunyai basis ekonomi yang kuat sehingga masyarakat sejahtera lebih bersikap menjaga situasi. 2) Konflik Ideologi Istilah “Ideologi” diciptakan oleh filsuf Perancis, Antoine Destuutt de Tracy (1754-1836), seorang bangsawan yang bersimpati pada Revolusi Perancis tahun 1789. De Tracy adalah pengikut rasional, sebagai gerakan pembaharu yang kritis terhadap otoritas tradisional dan mistifikasi ajaran agama. Menurutnya, “Ideologi” sebagai ilmu tentang pemikiran manusia yang mampu menunjukkan arah yang benar menuju masa depan (Eatwell, 2004:5). Pada akhirnya istilah “Ideologi” pada perkembangannya bermakna negatif yang utamanya digunakan untuk mengelompokkan ide-ide yang bias atau ekstrem. Ideologi berperan bagi individu atau kelompok masyarakat karena mempunyai ragam efek termasuk perilaku dan kebijakan yang mengilhami dan membatasi. Ideologi sebagai sebuah produk pemikiran sosial dapat digunakan sebagai alat pendorong sekumpulan manusia untuk mencapai cita-citanya. Namun sering kali “ideologi” ditafsirkan sebagai sesuatu yang negatif karena mengandung unsur kefanatikan buta. Ideologi pada umumnya dihubungkan dengan masalah politik di masyarakat atau negara. Perbedaan ideologi tak jarang menjadi potensi awal munculnya konflik. Kekuatan atas kefanatikan terhadap ide akhirnya melahirkan pemikiran dan tindakan radikal dalam masyarakat. Ideologi-ideologi yang secara universal dikenal antara lain komunisme, nasionalisme, kolonialisme, impetralisme, kapitalisme, demokrasi, feodalisme, militerisme, totalitarisme, dan lain-lain. Pada tingkat yang bersifat ideologis, konflik terwujud di dalam bentuk konflik antara sistem nilai yang dianut serta menjadi ideologi dari berbagai kesatuan sosial. Paham nasionalisme Asia-Afrika, muncul sebagai akibat dari imperalisme dan kolonialisme bangsa Eropa. Antara nasionalisme Asia-Afrika dengan imperalisme sebagai sesuatu yang berbeda tujuan bahkan bertentangan sehingga dalam mengaplikasikan paham masing-masing terjadi benturan
Sosiologi SMA K-8
127
kepentingan
yang
berujung
pada
konflik.
Terjadinya
perlawanan
atau
pemberontakan di negara-negara terjajah pasca Perang Dunia II, sebagai konflik kepentingan yang didasarkan pada konflik ideologi tersebut. Sementara itu, komunisme yang identik dengan pandangan Karl Marx meninggalkan warisan yang ambigu sehingga menjadi sumber konflik diantara para pewaris ideologinya. Pada hakikatnya, komunisme mengecam paham lain seperti kapitalisme yang dianggap telah menghancurkan ikatan dan kesetiaan organik (Eatwell, 2004:141). Meski perbedaan paham antara komunisme dan kapitalisme dimulai pada pasca Revolusi Industri di Inggris sebagai pertentangan antara kepentingan kaum buruh dengan pemilik modal namun konflik tersebut berlanjut sepanjang jaman. Munculnya Perang Dingin pada tahun 1950-an sampai bubarnya Uni Soviet antara Blok Barat dan Timur juga disebabkan perbedaan ideologi tersebut. Dalam perjalanan politik suatu pemerintahan juga sering muncul konflik antara kelompok Militer dan Partai Komunis. Meski keduanya punya insting melakukan violence political namun secara substansif latar belakang keduanya berbeda dalam mewujudkan naluri politiknya. Terdapat pola-pola tertentu yang umumnya terdapat di kalangan militer di suatu negara yaitu penekanan pada nasionalisme, apolitik praktis dan esprit de corps. Secara universal fungsi formal militer sebatas alat pertahanan negara sehingga di negara yang mengedepankan supremasi sipil, golongan militer di bawah kendalinya. Namun secara faktual kecenderungan tersebut bertolak belakang bagi negara tertentu yang punya sejarah pemerintahan dan latar belakang politik sehingga muncul supremasi militer. Di negara-negara yang baru berkembang seperti di Asia, dan Afrika perlu adanya kekuasaan diktator militer untuk menyelamatkan diri dari bahaya Komunisme (Lev, 1967:188-189). Sementara itu, paham demokrasi yang menekankan pada persamaan individu atau kelompok dalam masalah sosial-politik bertolak belakang dengan paham politik lain seperti feodalisme yang bersifat konservatif ataupun paham totalitarisme yang menerapkan otoriter dalam kebijakannya. Secara historis, lahirnya paham-paham kebebasan dan persamaan di Eropa yang akhirnya
Sosiologi SMA K-8
128
berlaku universal seperti demokrasi dan liberalisme sebagai reaksi dominasi kaum feodal yang mempunyai hak istimewa atau privilege. Demokrasi juga menimbulkan tarik menarik dengan kediktatoran sebagai konflik antara pemerintahan berdasarkan suara rakyat dengan sistem tirani. Konflik ideologi ini juga berpotensi terhadap perpecahan suatu bangsa atau negara seperti yang terjadi pada Jerman dan Korea pada pasca Perang Dunia II. Perbedaan ideologi para tokoh bangsanya serta dukungan dari masingmasing negara yang mempunyai kesamaan ideologi politik berakibat Jerman menjadi dua yaitu Jerman Barat yang beraliran liberalis yang didukung negaranegara Eropa Barat dan Amerika serta Jerman Timur berpaham komunis yang didukung Uni Soviet. Pada saat Uni Soviet bubar seiring dengan jatuhnya pengaruh komunis di dunia, maka antara Jerman Barat dan Timur dapat disatukan lagi dengan dasar atau asas liberalis. Sementara itu, Korea dipecah menjadi dua yaitu Korea Selatan berpaham Liberalis dan Korea Utara berpandangan komunis. Namun sampai sekarang antara kedua Korea masih terpisah bahkan kecenderungan muncul ketegangan-ketegangan sampai saat ini disebabkan perbedaan ideologi tersebut. Perjuangan menegakkan suatu ideologi sering menggunakan cara-cara revolusi sehingga menimbulkan konflik terhadap kelompok lain. Sebagai contohnya adalah munculnya Revolusi Rusia ketika Raja Tsar Nicolas II dijatuhkan sebagai akumulasi dari perang ideologi antara feodalisme dan komunisme di Rusia. Peristiwa revolusi juga terjadi di Indonesia, ketika PKI pada tahun 1965 melakukan gerakannya. Konflik tersebut juga mengakibatkan terbunuhnya ribuan nyawa manusia. Berbagai contoh di atas adalah contoh konflik berskala besar. Di masyarakat kita akhir-akhir ini konflik ideologi
hampir pasti
berujung pada
tindakan anarkis. Sebut saja kasus pembubaran Ahmadiyah oleh beberapa ormas
Islam,
seperti
FPI.
Kasus
demonstrasi
mahasiswa
mengenai
pemberlakuan BHMN di kampus. Kasus Pilkada, seperti yang terjadi di Provinsi Maluku Utara. Semuanya jika dirunut akar masalahnya, tentulah faktor ideologi, kehendak, keinginan yang menjadi pemicunya.
Sosiologi SMA K-8
129
3) Konflik Politik Konflik politik sebagai sesuatu yang menarik untuk dibahas karena permasalahan ini sebagai hal yang paling komplek di antara jenis-jenis konflik yang ada. Dalam konflik politik ini mencakup hampir semua aspek yang ada seperti kepentingan ekonomi, sosial, ideologi, agama, dan lingkungan hidup. Pada tingkat yang bersifat politik, konflik terjadi dalam bentuk pertentangan di dalam pembagian status kekuasaan, dan sumber-sumber ekonomi yang terbatas di dalam masyarakat. Dalam situasi konflik, pihak yang
berselisih berusaha
mengabadikan diri dengan cara memeperkokoh solidaritas ke dalam di antara sesama anggotanya, membentuk organisasi-organisasi kemasyarakatan untuk keperluan kesejahteraan dan pertahanan bersama.
4) Konflik Ekonomi/Konflik Kelas Perubahan-perubahan besar dalam sejarah peradaban umat manusia, terutama setelah munculnya jaman renaissance di Eropa, selalu menunjukkan pengaruh
faktor
ekonomi.
Karenanya,
berbagai
peristiwa
besar
yang
menggerakkan manusia dalam jumlah besar tidak pernah lepas dari persoalan kepentingan ekonomi. Imperalisme dan kolonialisnme dari bangsa-bangsa Eropa faktor pendorong utamanya adalah alasan ekonomi. Revolusi diberbagai negara juga tidak terlepas dari masalah ekonomi. Dengan realitas masyarakat yang demikian maka wajar jika lahir pemikiran Karl Marx yang menyebutkan bahwa sejarah peradaban umat manusia adalah sejarah perjuangan kelas dalam memperebutkan sumber-sumber produksi atau ekonomi. Terjadinya konflik di masyarakat disebabkan oleh dampak dari struktur sosial yang tidak seimbang, di mana kelompok pemilik modal melakukan eksploitasi terhadap kelompok kelas bawah (kelas pekerja). Kondisi sosial yang tidak seimbang ini, terus bertahan karena pada dasarnya kelas pemilik modal mampu
mempertahankan
dukungan
dari
kebijakan
negara
yang
telah
dikuasainya. Pemikiran Marx telah mengilhami pengikut-pengikutnya (Marxist dan NeoMarxist) untuk menjelaskan konflik dan berbagai peristiwa besar lainnya dalam Sosiologi SMA K-8
130
perspektif perebutan sumber-sumber ekonomi. Pemikiran tersebut menghasilkan ideologi gerakan dan menjadi pemicu revolusi diberbagai negara di awal abad XX (Affandi, 2004:200). Menurut Ibnu Khaldun, faktor ekonomi lebih dominan sebagai pemicu munculnya konflik dibanding faktor lainnya (Affandi, 2004:200). Di antaranya adalah pertama, munculnya pemberontakan-pemberontakan atau perlawanan terhadap pemerintahan yang sah sering terjadi akibat adanya indikasi pemerintahan yang korup dan perampasan terhadap hak rakyat; kedua, terjadinya krisis perekonomian di mana pengeluaran negara lebih besar daripada devisa negara. Kondisi tersebut antara lain disebabkan pola kehidupan pada kemewahan. Di sisi lain terjadi ketimpangan sosial di mana rakyat hidup dalam kemiskinan bahkan kelaparan. Akumulasi kekecewaan rakyat akan menimbulkan gerakan perubahan bahkan revolusi. Selain itu, institusi keamanan negara seperti kepolisian dan militer yang lemah juga menjadi pemicu terjadinya peristiwa di atas. Dengan demikian dapat disimpulkan, sebuah pemberontakan atau perlawanan terjadi karena kegagalan penguasa politik dalam mengelola sumbersumber ekonomi. Sebaliknya, apabila seorang penguasa politik mampu menangani persoalan ekonomi dan menciptakan kesejahteraan bagi rakyatnya, maka kekuasaan akan bertahan lebih lama dan konflik dapat diminimalisir. Sementara itu, konflik ekonomi di masyarakat tidak terbatas pada pemerintah dan rakyatnya. Pada masa modern sekarang ini, sering terjadi konflik disebabkan masalah ekonomi antara negara. Meskipun konflik antar negara tersebut juga muncul pada masa masa lalu akibat persaingan dalam perdagangan. Persaingan perekonomian atau perdagangan antar negara pada masa sekarang pada umumnya tidak secara langsung menjadi pemicu konflik namun yang terjadi
adanya ketegangan-ketagangan atau memburuknya
hubungan antar negara yang bersangkutan. 5) Konflik SARA Sebagai gejala sosial, konflik akan selalu muncul pada setiap masyarakat karena antagonisme atau perbedaan Sosiologi SMA K-8
yang menjadi ciri dan penunjang 131
terbentuknya masyarakat. Perbedaan-perbedaan sosial tidak mungkin dihindari karena adanya kelompok lapisan atas disebabkan terdapatnya fakta adanya lapisan bawah. Konflik antarkelompok sering kali timbul karena adanya sejarah persaingan, prasangka dan rasa benci yang dilatarbelakangi oleh sesuatu yang bersifat pribadi, politis, etnis, ideologis dan lainnya. Konflik antar kelompok ditentukan oleh bangunan nilai dan penggunaan simbol yang berbeda antar kelompok tersebut sehingga menimbulkan penafsiran dan rasa yang berbeda untuk dihargai dan menghargai. Nilai-nilai kebudayaan dapat menjiwai kepribadian, sehingga mempengaruhi struktur kebutuhan yang selanjutnya dapat menentukan kehendak kelompok atau seseorang menerapkan peran sosialnya. Konflik yang disebabkan masalah SARA terutama suku dan ras, pada umumnya selalu terkait dengan faktor-faktor struktural yang ada dalam masyarakat. Di Indonesia sampai saat ini sering muncul konflik dengan latar belakang SARA Struktur masyarakat Indonesia, ditandai oleh dua ciri yang bersifat unik. Secara horisontal, ditandai oleh kenyataan adanya kesatuan-kesatuan sosial berdasarkan perbedaan-perbedaan agama, suku-bangsa, adat-istiadat, dan kedaerahan. Secara vertikal, struktur masyarakat Indonesia ditandai adanya perbedaan-perbedaan vertikal antara lapisan atas dan bawah yang cukup tajam. Perbedaan-perbedaan suku-bangsa, agama, adat dan kedaerahan seringkali disebut sebagai ciri masyarakat yang majemuk, suatu istilah yang diperkenalkan oleh Furnivall untuk menggambarkan masyarakat Indonesia pada masa HindiaBelanda. Pierre L. van den Berghe menyebutkan beberapa karaktersitik sebagai sifat dasar masyarakat majemuk, yaitu (1) terjadinya segmentasi ke dalam bentuk kelompok-kelompok yang sering memiliki sub-kebudayaan yang berbeda dengan lainnya; (2) memiliki struktur sosial yang terbagi ke dalam lembagalembaga
yang
bersifat
nonkomplementer;
(3)
kurang
mengembangkan
konsensus di antara para anggotanya terhadap nilai-nilai yang bersifat dasar; (4) secara relatif seringkali mengalami konflik-konflik diantara kelompok satu dengan lainnya; (5) secara relatif integrasi sosial tumbuh diatas paksaan (coercion) dan
Sosiologi SMA K-8
132
saling ketergantungan di dalam bidang ekonomi; (6) adanya dominasi politik oleh suatau kelompok atas kelompok-kelompok lainnya (Nasikun, 2004:41). Masyarakat
majemuk
seringkali
menimbulkan
gesekan
antara
masyarakat yang berbeda sehingga muncul konflik atau kerusuhan yang bersifat SARA (Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan). Faktor-faktor terjadinya kerusuhan sosial yang disebabkan SARA adalah: 1.
Dinamika sosial, ekonomi, budaya dan politik suatu daerah mempunyai potensi bagi terjadinya ketegangan sosial atau konflik.
2.
Perimbangan kekuatan-kekuatan sosial seperti suku, agama, ras dan antargolngan yang hampir sama merupakan akar utama penyebab terjadinya kerusuhan.
3.
Daerah dengan perimbangan antara penduduk asli dan pendatang yang timpang dilihat dari penguasaan aset ekonomi maupun politik, akan berpotensi munculnya konflik SARA
4.
Pola pemukiman penduduk yang heterogen atau miltietnik dapat menjadi sumber konflik.
5.
Adanya faktor-faktor akselerator (pemicu) terjadinya konflik.
Peristiwa konflik yang disebabkan masalah SARA di Indonesia seperti kasus di Ambon, Sambas, Kupang dan beberapa tempat di Indonesia merupakan wujud konkret dari konflik horisontal yang sampai sekarang masih sulit untuk dicegah. Hubungan sosial dan politik pada masa lalu yang diwadahi oleh konsep SARA menimbulkan dampak negatif bagi harmonisasi hubungan sosial dalam masyarakat sekarang ini. Konflik SARA sudah meluas dari konflik stigma pribuminonpribumi namun sudah pada transisi gejala perubahan masalah sosial yang lebih kompleks menjadi konflik yang berdimensi agama, suku, ras dan antar golongan. 6) Konflik Sumber Daya Alam Dalam beberapa tahun terakhir ini fenomena konflik sumber daya alam mencuat ke permukaan secara terbuka. Konflik itu tidak hanya terjadi dalam kegiatan eksploitasi sumber daya alam yang tergolong “tidak dapat diperbaharui”
Sosiologi SMA K-8
133
(non-renewable resources) seperti minyak dan mineral, tetapi juga yang tergolong “dapat diperbaharui” (renewable resources). Konflik sumber daya alam yang selama ini terjadi telah menimbulkan kerusakan fisik, merugikan materi dan menyisakan tuntutan yang tidak mudah dipenuhi, seperti permintaan agar kawasan eksploitasi sumber daya alam dikembalikan kepada masyarakat (Usman, 2004:1). Baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah sering dihadapkan pada pilihan yang sulit. Kalau tuntutan semacam itu diabaikan, maka akan dapat mengobarkan permusuhan, membangkitkan separatisme, dan disintegrasi, tetapi sebaliknya kalau hal itu dipenuhi bila mengganggu kegiatan eksploitasi sumber daya alam itu sendiri. Konflik sumber daya alam dapat berupa bentuk hubungan sosial yang tidak harmonis di antara struktur sosial yang berkembang di daerah sumber daya alam, yang terdiri dari masyarakat lokal, pemerintah, dan pengusaha atau investor. Hubungan yang tidak harmonis itu diawali
ketika pemerintah
melakukan monopoli dan manipulasi proses eksploitasi sumber daya alam, sehingga terjadi perbedaan akses. Perbedaan akses itu itu membuat pemerintah dan pengusaha atau investor dapat menikmati hasil terlau banyak, sementara masyarakat terabaikan. Konflik muncul ke permukaan ketika ketidakpuasan dan semangat berjuang memperbaiki nasib secara kolektif, dan konflik itu menjadi semakin keras ketika ketidakpuasan
dan semangat semacam itu bertemu secara
simultan dengan akumulasi perasaan dan kesadaran bahwa telah terjadi penindasan dalam masyarakat. Misalnya, kasus konflik PT Freeport dengan penduduk sekitar di Papua, PT Caltex di Riau, dan sebagainya. Selain itu konflik juga dapat terjadi secara horisontal yaitu antara warga masyarakat. Masalah yang terjadi biasanya karena perebutan lahan atau klaim atas suatu daerah, maupun pelanggaran terhadap batas-batas daerah yang telah disepakati bersama yang menjadi lahan eksploitasi sumber daya alam. Sebagai contoh adalah kasus konflik
antara nelayan Madura, nelayan Sidoarjo, dan
nelayan Pasuruan di Jawa Timur.
Sosiologi SMA K-8
134
7) Konflik Lingkungan Hidup Salah satu aset yang lazim ditempatkan sebagai bagian penting dalam proses pembangunan adalah modal alam (nature resources). Akumulasi aset ini ditambah dengan modal fisik bangunan, modal manusia, dan modal sosial sangat
menentukan
dampak
jangka
panjang
terhadap
peningkatan
kesejahteraan masyarakat . Menurut Thomas Vinod (Usman, 2004:21), modal alam mencakup fungsi sumber, misalnya hutan, perikanan, pertambangan; dan fungsi penampung, misalnya udara dan air terutama sebagai media penerima polusi. Upaya melindungi fungsi sumber sangat diperlukan karena memiliki kontribusi yang berharga bagi kehidupan masyarakat. Kerusakan fungsi sumber tentu saja akan menjadi malapetaka bagi kehidupan. Lingkungan yang tak terkontrol bukan saja berbahaya bagi kesehatan, tetapi juga akan mengganggu pelbagai macam aktivitas sosial. Dalam dua dasa warsa terakhir ini dengan dalih memacu pertumbuhan ekonomi, di Indonesia telah terjadi proses industrialisasi yang cukup pesat. Bersamaan dengan itu terjadi pula eksploitasi sumber daya alam yang cukup besar, terutama pada sektor kehutanan, perairan, dan pertambangan. Proses industrialisasi dan eksploitasi tersebut telah menimbulkan persoalan degradasi lingkungan yang serius, misalnya terjadinya penggundulan hutan, berkurangnya keanekaragaman hayati, polusi udara, pencemaran sungai dan laut, penurunan kualitas tanah, dan sebagainya. Aliran-aliran beracun yang berasal dari pabrik, misalnya di beberapa daerah telah menciptakan pencemaran. Polusi udara akibat dari kegiatan industri bukan hanya menciptakan bau yang tak sedap, tempat
pemukiman
tidak
nyaman,
tetapi
juga
menimbulkan
gangguan
pernapasan. Konflik sosial yang terkait dengan masalah lingkungan hidup ini bisa terjadi antara masyarakat dengan pihak industri (pengusaha atau pabrik), maupun di antara anggota masyarakat itu sendiri. Konflik sosial dalam konteks ini dapat dikonsepsikan sebagai hubungan sosial yang tidak harmonis sebagai konsekuensi dari perbedaan nilai, kepentingan dan tindakan yang terkait dengan
Sosiologi SMA K-8
135
pemanfaatan dan pengelolaan lingkungan. Berbagai kasus yang berkaitan dengan konflik lingkungan hidup ini diantaranya adalah polusi kabut asap yang terjadi di Kalimantan dan sebagian wilayah Sumatera akibat kebakaran hutan atau akibat “pembakaran” hutan berkaitan dengan pengelolaan hutan yang salah. Polusi kabut asap ini tidak saja menimbulkan gangguan penyakit saluran pernapasan
tetapi
juga
mengganggu
lalu
lintas
dan
sejumlah
jadwal
penerbangan. Kasus pencemaran Teluk Buyat di Minahasa yang diduga tercemar
limbah
merkuri
minamata
bagi
penduduk
sehingga menyebabkan sekitar
teluk.
Kasus
terjangkitnya
penyakit
pembangunan
Tempat
Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) di daerah Bojong Jawa Barat yang sempat diprotes warga karena dikhawatirkan menimbulkan polusi udara dan sumber penyakit. Kasus protes para warga yang tinggal di daerah sekitar Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) milik PLN, dan berbagai macam kasus lain yang terjadi baik dalam skala besar maupun kecil. Konflik sosial yang terkait dengan masalah degradasi lingkungan ini memiliki sifat positif dan negatif (Usman, 2004:23). Konflik dapat bersifat positif manakala menjadi bagian dari proses pengelolaan lingkungan yang tidak berjalan secara efektif dan efisien, dengan kata lain konflik dapat diperlukan untuk meluruskan ketentuan yang pernah disepakati atau menjelaskan kembali kesalahpahaman yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Sedangkan konflik dapat bersifat negatif apabila semakin mempersulit jalinan kerjasama dalam proses pengelolaan lingkungan. Konflik menjadi semakin meresahkan ketika tidak melahirkan alternatif solusi, karena boleh jadi mereka yang terlibat konflik mengembangkan prinsip lebih baik sama-sama tidak menikmati daripada harus memberi kemenangan terhadap salah satu pihak.
6. Alternatif Penanganan Konflik Para penganut pendekatan konflik dengan penuh keyakinan menganggap bahwa konflik merupakan gejala kemasyarakatan yang akan senantiasa melekat di dalam kehidupan setiap masyarakat. Karena itu konflik tidak mungkin
Sosiologi SMA K-8
136
dilenyapkan. Konflik hanya akan lenyap bersama lenyapnya masyarakat itu sendiri. Konflik dapat terjadi dengan siapa saja, kapan saja, dan di mana saja. Konflik tidak perlu dicari dan
tak perlu dihindari apabila konflik itu terjadi.
Menghindar dari konflik akan membuka kesempatan untuk terjadinya frustasi di kalangan masyarakat yang kemudian pecah menjadi suatu konflik
yang
destruktif. Konflik yang bersifat destruktif inilah yang harus dihindari. Bagaimana mencegah terjadinya konflik destruktif? Melalui pendekatan budaya, Loekman Soetrisno (2003:18) mengemukakan empat cara pencegahan; pertama, mengembangkan sikap tenggang rasa atau “tepo seliro”. Artinya, apabila tidak mau disakiti orang lain, jangan pula menyakiti orang lain; kedua, bersikap demokratis. Dalam artian
seseorang harus mampu menghargai
pluralisme pendapat, paham, budaya, dan suku bangsa yang beragam dalam masyarakat; ketiga, mengembangkan sikap toleransi beragama, tanpa harus keluar dari akidah agama masing-masing; keempat, bersikap sportif, yakni mau mengakui dan menerima kekalahan dalam berargumentasi atau dalam persaingan apabila memang argumentasi lawan lebih baik dan bermanfaat bagi masyarakat. Setiap orang harus dapat memahami konflik dan memberikan perhatian tersendiri untuk dapat menetapkan cara yang tepat, bagaimana konflik dapat dikelola sedemikian rupa agar tidak menimbulkan perpecahan antar manusia dan disintegrasi bangsa. Dalam kaitannya dengan pengelolaan konflik tersebut, Hodge dan Anthony dalam Al Hakim (2003:9) memberikan gambaran melalui berbagai metode penyelesaian konflik (conflict resolution methods). Pertama,
dengan
metode
paksaan
(coercion).
Setiap
individu
menggunakan kekuasaan dan kewenangan agar konflik dapat diredam atau dipadamkan. Namun sebenarnya cara ini kurang baik untuk dilakukan, karena bisa jadi konflik malah akan terus berlanjut dan orang akan kehilangan kewibawaan bahkan kekuasaan di mata orang lain yang terlibat konflik karena
Sosiologi SMA K-8
137
dianggap kurang adil dalam menyelesaikan pertikaian atau dianggap memihak salah satu individu atau kelompok yang terlibat konflik. Kedua, penyelesaian konflik dengan metode penghalusan (smoothing). Pihak-pihak yang berkonflik hendaknya saling memahami konflik dengan menggunakan “bahasa cinta” untuk memecahkan dan memulihkan hubungan yang bersifat perdamaian. Membiasakan bersikap dan mengembangkan kehidupan yang penuh dengan suasana kekeluargaan dirasakan sangat bermanfaat dalam menyelesaikan konflik. Melalui metode ini, dimungkinkan dapat dilakukan cara-cara kompromis dalam menyelesaikan konflik. Ketiga, penyelesaian konflik dengan cara demokratis, artinya memberikan peluang kepada masing-masing pihak untuk mengemukakan pendapat dan memberikan keyakinan akan kebenaran pendapatnya sehingga dapat diterima oleh kedua belah pihak. Dengan cara ini, masing-masing pihak dapat saling membangun sebuah keterbukaan, dengan cara saling memahami potensi masing-masing. Misalnya dengan cara memperhatikan aspek kultural yang menggambarkan aspirasi, cita-cita, serta ideologi mereka. Strategi pemecahan konflik yang efektif hendaknya juga perlu untuk dikaji secara matang. Cribbin dalam Al Hakim (2003:10) mengelaborasi strategi penanganan konflik mulai dari yang paling tidak efektif sampai dengan yang paling efektif: 1. Paksaan. Strategi ini umumnya tidak disukai banyak orang. Dengan paksaan mungkin konflik dapat diselesaikan dengan cepat, tetapi bisa menimbulkan reaksi kemarahan atau reaksi negatif lainnya. 2. Penundaan. Strategi ini dapat menyebabkan konflik semakin berlarut-larut. 3. Bujukan. Strategi ini berdampak psikologis, di mana orang akan kebal dengan berbagai macam bujukan sehingga perselisihan akan semakin tajam. 4. Koalisi. Koalisi merupakan suatu bentuk persekutuan untuk mengendalikan konflik. Akan tetapi strategi ini dapat memaksa orang untuk memihak, yang pada gilirannya bisa menambah kadar konflik menjadi semakin “memanas” 5. Tawar-Menawar Distribusi. Strategi ini sering tidak menyelesaikan masalah karena masing-masing pihak sering melepaskan beberapa hal penting yang
Sosiologi SMA K-8
138
menjadi haknya, dan jika terjadi konflik berarti masing-masing pihak merasa menjadi “korban” konflik. 6. Konsistensi damai.
Strategi ini mengendalikan konflik dengan cara tidak
saling mengganggu dan salin merugikan, dengan menetapkan “peraturan” yang mengacu pada perdamaian serta diterapkan secara ketat dan konsekuen. 7. Perantara (mediasi). Jika penyelesaian konflik menemui jalan buntu, masingmasing pihak dapat menunjuk pihak ketiga untuk menjadi perantara yang berperan secara jujur dan adil, serta tidak memihak. 8. Tujuan Sekutu Besar. Strategi ini melibatkan pihak-pihak yang berkonflik ke arah tujuan yang lebih besar dan kompleks, misalnya dengan cara membangun sebuah kesadaran nasional yang lebih luas dan mantap. 9. Tawar Menawar Integratif (bargaining). Merupakan strategi untuk menggiring pihak-pihak yang bertikai untuk lebih berkonsentrasi pada kepentingan yang lebih luas, yang tidak hanya berorientasi pada kepentingan sempit, misalnya kepentingan individu, kelompok, golongan, atau suku bangsa tertentu. Selain itu Nasikun (2004:27-31) mengidentifikasi berbagai bentuk pengendalian konflik sosial, yaitu dengan mengadakan konsiliasi (conciliation), mediasi (mediation), dan arbitrasi atau perwasitan (arbitration). Pengendalian dalam bentuk konsiliasi dapat terwujud melalui lembagalembaga tertentu yang memungkinkan tumbuhnya pola diskusi dan pengambilan keputusan-keputusan di
antara pihak-pihak
yang
berlawanan
mengenai
persoialan-persoalan yang mereka pertentangkan. Pada umumnya mengambil contoh di dalam kehidupan politik, misalnya lembaga-lembaga yang bersifat parlementer (sidang pleno, sidang paripurna, dan sebagai berikut), dimana wakilwakil dari kelompok parlemen (fraksi-fraksi di DPR) saling bertemu untuk mewujudkan pertentangan dengan cara damai. Dalam pada itu, agar lembagalembaga itu dapat berfungsi secara efektif, setidaknya harus memenuhi empat hal berikut: 1. Bersifat otonom dengan wewenang untuk mengambil keputusan-keputusan tanpa campur tangan dari badan-badan lain yang ada di luarnya.
Sosiologi SMA K-8
139
2. Kedudukan lembaga dalam masyarakat bersifat monopolistis, dalam arti hanya lembaga-lembaga itulah yang berfungsi demikian. 3. Peranan lembaga melalui keputusan yang dihasilkannya harus mampu mengikat berbagai kelompok kepentingan yang berlawanan. 4. Bersifat demokratis, yakni setiap pihak harus didengarkan dan menyatakan pendapatnya sebelum keputusan diambil. Tanpa adanya keempat hal di atas, maka konflik yang terjadi di antara berbagai kekuatan sosial akan menyelinap ke bawah permukaan, yang pada saatnya dapat meledak ke dalam bentuk kekerasan. Namun demikian, konsiliasi dapat diselenggarakan secara baik apabila kelompok-kelompok yang bertikai memiliki tiga prasyarat sebagai berikut: 1. Menyadari akan adanya situasi konflik, melaksanakan prinsip keadilan dan kejujuran bagi semua pihak. 2. Kelompok-kelompok yang bertikai harus terorganisir secara jelas. Sejauh kekuatan-kekuatan sosial tidak terorganisir, maka pengendalian konflik pun akan sulit dilakukan, misalnya adanya aksi gerakan massa, amuk massa, dan lain-lain. Sebaliknya, konflik yang terjadi di antara kelompok yang terorganisir akan lebih mudah melembaga sehingga akan lebih mudah dikendalikan. 3. Setiap kelompok yang bertikai harus taat pada aturan main, serta menghindarkan diri dari munculnya pihak ketiga yang akan merugikan kepentingan-kepentingan mereka sendiri. Pengendalian dengan cara mediasi atau dengan perantara dimaksudkan bahwa pihak-pihak yang berkonflik bersepakat untuk menunjuk pihak ketiga yang dapat memberi “nasihat-nasihat” berkaitan dengan penyelesaian yang terbaik terhadap pertentangan yang mereka alami. Sekalipun nasihat dari pihak ketiga tidak bersifat mengikat terhadap yang terlibat konflik, namun cara pengendalian ini
dirasa
efektif
karena
memberikan
kemungkinan
pihak-pihak
yang
bertentangan untuk menarik diri tanpa harus kehilangan muka, mengurangi pemborosan, dan lain sebagainya. Pengendalian konflik dengan cara perwasitan atau arbitrasi, dimaksudkan bahwa pihak-pihak yang berkonflik bersepakat untuk menerima pihak ketiga,
Sosiologi SMA K-8
140
yang akan berperan untuk memberikan keputusan-keputusan dalam rangka menyelesaikan
konflik
yang
mengharuskan
pihak-pihak
ada.
yang
Berbeda berkonflik
dengan untuk
mediasi,
cara
ini
menerima keputusan-
keputusan yang diambil oleh wasit. Lebih jelas lagi Jack Rothman (Sihbudi dan Nurhasim, 2003:35) menyatakan bahwa untuk mengatasi konflik di dalam masyarakat, maka perlu dilakukan beberapa tindakan, yaitu: (1) Tindakan koersif (paksaan), perlu ada pengaturan pengaturan administratif, penyelesaian hukum, tekanan politik dan ekonomi; (2) Memberikan insentif seperti memberikan penghargaan kepada suatu komunitas akan keberhasilannya menjaga ketertiban dan keharmonisan; (3) Tindakan persuasif, terutama terhadap ketidakpuasan realitas sosial yang dihadapi
masyarakat;
(4)
Tindakan
normatif,
yakni
melakukan
proses
membangun persepsi dan keyakinan masyarakat akan sistem sosial yang akan dicapai. Selanjutnya untuk mengatasi konflik vertikal perlu dibangun suatu rekonsiliasi atau penyelesaian politik yang menguntungkan masyarakat luas. Karena bagi kalangan elite, konflik dijadikan sebagai sarana untuk tawarmenawar atau untuk melakukan penekanan demi tercapainya tujuan-tujuan tertentu.
7.
Konsep Kekerasan Sosial Istilah kekerasan berasal dari bahasa Latin ‟violentus‟, yang berarti
keganasan, kebengisan, kadahsyatan, kegarangan, aniaya, dan pemerkosaan (Rohman, 2005). Tindak kekerasan, menunjuk kepada tindakan yang dapat merugikan orang lain, misalnya: pembunuhan, penjarahan, pemukulan, dan lainlain. Soerjono Soekanto (2002: 98), mengartikan kekerasan (violence) sebagai penggunaan kekuatan fisik secara paksa terhadap orang atau benda. Selain penggunaan kekuatan fisik dan kekuasaan, kekerasan juga bisa berupa ancaman atau tindakan terhadap diri sendiri, perorangan atau sekelompok orang atau masyarakat yang mengakibatkan trauma, kematian, kerugian psikologis, kelainan perkembangan atau perampasan hak (Narwoko dan Suyanto, 2000: Sosiologi SMA K-8
141
70).
Berdasarkan pengertian tersebut, dapat diperoleh pemahaman bahwa
tindak kekerasan merupakan perilaku sengaja maupun tidak sengaja yang ditunjukan untuk merusak orang atau kelompok lain, baik berupa serangan fisik, mental, sosial, maupun ekonomi yang bertentangan dengan nilai-nilai dan norma-norma masyarakat sehingga berdampak pada kerusakan hingga trauma psikologis bagi korban. 8. Tipe-Tipe Kekerasan Kekerasan sering terjadi dalam kehidupan masyarakat. Tindak kekerasan seolah-olah telah melekat dalam diri seseorang guna mencapai tujuan hidupnya. Tidak mengherankan, jika semakin hari kekerasan semakin meningkatdalam berbagai macam dan bentuk. Galtung (1996: 203) mencoba menjawab dengan membagi tipologi kekerasan menjadi 3 (tiga), yaitu: a. Kekerasan Langsung. Kekerasan langsung biasanya berupa kekerasan fisik, disebut juga sebagai sebuah peristiwa (event) dari terjadinya kekerasan. Kekerasan langsung terwujud dalam perilaku, misalnya: pembunuhan, pemukulan, intimidasi, penyiksaan. Kekerasan langsung merupakan tanggungjawab individu, dalam arti individu yang melakukan tindak kekerasan akan mendapat hukuman menurut ketentuan hukum pidana. b. Kekerasan Struktural (kekerasan yang melembaga). Disebut juga sebuah proses dari terjadinya kekerasan. Kekerasan struktural terwujud dalam konteks, sistem, dan struktur, misalnya: diskriminasi dalam pendidikan, pekerjaan, pelayanan kesehatan. Kekerasan struktural merupakan bentuk tanggungjawab
negara,
dimana
tanggungjawab
adalah
mengimplementasikan ketentuan konvensi melalui upaya merumuskan kebijakan, pengaturan,
melakukan melakukan
tindakan
pengurusan.administrasi,
pengelolaan
dan
melakukan
melakukan
pengawasan.
Muaranya ada pada sistem hukum pidana yang berlaku. c. Kekerasan Kultural. Kekerasan kultural merupakan suatu bentuk kekerasan permanen. Terwujud dalam sikap, perasaan, nilai-nilai yang dianut dalam masyarakat, misalnya: kebencian, ketakutan, rasisme, ketidaktoleranan, aspek-aspek budaya, ranah simbolik yang ditunjukkan Sosiologi SMA K-8
142
oleh agama dan ideologi, bahasa dan seni, serta ilmu pengetahuan. Beberapa ahli menyebut tipe kekerasan seperti ini sebagai kekerasan psikologis. Dalam pandangan Bourdieu (
) kekerasan struktural dan kultural dapat
dikategorikan sebagai kekerasan simbolik.
Kekerasan simbolik adalah
mekanisme komunikasi yang ditandai dengan relasi kekuasaan yang timpang dan hegemonik di mana pihak yang satu memandang diri lebih superior entah dari segi moral, ras, etnis, agama ataupun jenis kelamin dan usia. Tiap tindak kekerasan pada dasarnya mengandaikan hubungan dan atau komunikasi yang sewenang-wenang di antara dua pihak. Dalam hal kekerasan simbolik hubungan tersebut berkaitan dengan pencitraan pihak lain yang bias, monopoli makna, dan pemaksaan makna entah secara tekstual, visual, warna Contoh, julukan “kafir” untuk menyebut agama yang berbeda dengan kelompok yang dianutnya, sebutan ”hitam” bagi kelompok kulit hitam, sebutan ”bodoh” bagi siswa, dan sebutan ”miskin” untuk menunjuk orang tidak mampu secara ekonomi, dan seterusnya. Jika dilihat berdasarkan pelakunya, kekerasan juga dapat digolongkan menjadi dua bentuk, yaitu: kekerasan individual dan kekerasan kolektif. Kekerasan individual, adalah kekerasan yang dilakukan oleh individu kepada satu atau lebih individu. Contoh: pencurian, pemukulan, penganiayaan, dan lainlain. Sedangkan kekerasan kolektif, merupakan kekerasan yang dilakukan oleh banyak individu atau massa. Contoh: tawuran pelajar, bentrokan antar desa. Kekerasan kolektif dapat disebabkan oleh larutnya individu dalam kerumunan, sehingga seseorang menjadi tidak lagi memiliki kesadaran individual atau hilang rasionalitas. Kerusuhan sepak bola mungkin contoh yang tepat untuk kekerasan yang satu ini. Selain juga “penghakiman massa” terhadap pencuri atau pelaku kejahatan jalanan. Klasifikasi lain dikemukakan oleh Sejiwa (2008: 20), yang membagi bentuk kekerasan ke dalam dua jenis, yaitu: kekerasan fisik dan kekerasan nonfisik. Kekerasan fisik yaitu jenis kekerasan yang kasat mata. Artinya, siapapun bisa melihatnya karena terjadi sentuhan fisik antara pelaku dengan korbannya. Contohnya adalah: menampar, menimpuk, menginjak kaki, menjegal, meludahi, Sosiologi SMA K-8
143
memalak, melempar dengan barang, dan sebagainya. Sedangkan kekerasan non fisik yaitu jenis kekerasan yang tidak kasat mata. Artinya, tidak bisa langsung diketahui perilakunya apabila tidak jeli memperhatikan, karena tidak terjadi sentuhan fisik antara pelaku dengan korbannya. Kekerasan non fisik ini dibagi menjadi dua, yaitu kekerasan verbal dan kekerasan psikis. Kekerasan verbal: kekerasan yang dilakukan lewat kata-kata. Contoh: membentak, memaki, menghina, menjuluki, meneriaki, memfitnah, menyebar gosip, menuduh, menolak dengan kata-kata kasar, mempermalukan di depan
umum
dengan
lisan,
dan
lain-lain.
Sementara
itu
kekerasan
psikologis/psikis merupakan kekerasan yang dilakukan lewat bahasa tubuh. Contoh:
memandang sinis, memandang penuh ancaman, mempermalukan,
mendiamkan, mengucilkan, memandang yang merendahkan, mencibir dan memelototi. 9. Faktor-faktor Pendorong Terjadinya Tindak Kekerasan Banyaknya tindak kekerasan yang terjadi di masyarakat menimbulkan rasa keprihatinan yag mendalam dalam diri anggota masyarakat. Setiap kekerasan yang terjadi, tidak sekedar muncul begitu saja tanpa sebab-sebab yang mendorongnya. Oleh karena itu, para ahli sosial berusaha mencari penyebab
terjadinya kekerasan dalam rangka menemukan solusi tepat
mengurangi kekerasan. Menurut Thomas Hobbes, kekerasan merupakan sesuatu yang alamiah dalam diri manusia. Dia percaya bahwa manusia adalah makhluk yang dikuasai oleh dorongan-dorongan irasional, anarkis, saling iri, serta benci sehingga menjadi jahat, buas, kasar dan berpikir pendek. Hobbes mengatakan bahwa manusia adalah serigala bagi manusia (homo homini lupus). Oleh karena itu, kekerasan adalah sifat alami manusia. Dalam ketatanegaraan, sikap kekerasan digunakan untuk menjadikan warga takut dan tunduk kepada pemerintah. Bahkan Hobbes berprinsip bahwa hanya suatu pemerintahan negara yang menggunakan kekerasan terpusat
dan memiliki kekuatanlah yang dapat
mengedalikan situasi dan kondisi bangsa.
Sosiologi SMA K-8
144
Sedangkan J. J. Rosseau mengungkapkan bahwa pada dasarnya manusia itu polos, mencintai diri secara spontan, serta tidak egois. Peradaban serta kebudayaanlah yang menjadikan manusia kehilangan sifat aslinya. Manusia menjadi kasar dan kejam terhadap orang lain. Dengan kata lain kekerasan yang dilakukan bukan merupakan sifat murni manusia. Terlepas dari kedua tokoh tersebut, ada beberapa faktor yang dapat memicu timbulnya kekerasan, yaitu sebagai berikut : a. Faktor Individual Beberapa ahli berpendapat bahwa setiap perilaku kelompok, termasuk perilaku kekerasan, selalu berawal dari perilaku individu. Faktor penyebab dari perilaku kekerasan adalah faktor pribadi dan faktor sosial. Faktor pribadi meliputi kelainan jiwa. Faktor yang bersifat sosial antara lain konflik rumah tangga, faktor budaya dan faktor media massa. b. Faktor Kelompok Individu cenderung membentuk kelompok dengan mengedepankan identitas berdasarkan persamaan ras, agama atau etnik. Identitas kelompok inilah yang cenderung dibawa ketika seseorang berinteraksi dengan orang lain. Benturan antara identitas kelompok yang berbeda sering menjadi penyebab kekerasan. c. Faktor Dinamika Kelompok Menurut teori ini, kekerasan timbul karena adanya deprivasi relatif yang terjadi dalam kelompok atau masyarakat. Artinya, perubahan-perubahan sosial yang terjadi demikian cepat dalam sebuah masyarakat tidak mampu ditanggap dengan seimbang oleh sistem sosial dan masyarakatnya. Dalam konteks ini munculnya kekerasan dapat terjadi oleh beberapa hal yaitu sebagai berikut : 1) Situasi sosial yang memungkinkan timbulnya kekerasan yang disebabkan oleh struktur sosial tertentu. 2) Tekanan sosial, yaitu suatu kondisi saat sejumlah besar anggota masyarakat merasa bahwa banyak nilai dan norma yang sudah dilanggar. Tekanan ini tidak cukup menimbulkan kerusuhan atau kekerasan, tetapi juga menjadi pendorong terjadinya kekerasan.
Sosiologi SMA K-8
145
3) Berkembangnya perasaan kebencian yang meluas terhadap suatu sasaran tertentu. Sasaran kebencian itu berkaitan dengan faktor pencetus, yaitu peristiwa yang memicu kekerasan. 4) Mobilisasi untuk beraksi, yaitu tindakan nyata berupa pengorganisasi diri untuk bertindak. Tahap ini merupakan tahap akhir dari akumulasi yang memungkinkan terjadinya kekerasan. 5) Kontrol sosial, yaitu tindakan pihak ketiga seperti aparat keamanan untuk mengendalikan, menghambat, dan mengakhiri kekerasan.
10. Penutup Sebagai gejala sosial, konflik akan selalu ada pada setiap masyarakat, karena antagonisme atau perbedaan menjadi ciri dan penunjang terbentuknya masyarakat. Namun apa sesungguhnya yang menjadi akar konflik? Faktor sosial ekonomi? Persaingan antaretnis? Pembagian kue pembangunan yang tidak adil? Ulah provokator? Atau campur tangan pihak asing? Ternyata jawabannya tidak sesederhana membalik telapak tangan dan tak bisa menunjuk pada satu sebab. Konflik berdimensi ekonomi, politik, agama, maupun atas dasar etnik dan kultural sebagaimana dibahas di atas, membutuhkan perhatian yang serius dari semua kalangan, khususnya pemerintah. Oleh karena itu perlu dibuat semacam deteksi dini untuk memahami setiap perubahan dalam masyarakat. Untuk menciptakan integrasi bangsa yang kokoh, ke depan perlu dipikirkan suatu cara transformasi sosial yang bersifat menjaga keseimbangan simbolik dalam masyarakat. Salah satu cara yang patut dipertimbangkan adalah bahwa perubahan sosial harus diiringi oleh pemikiran akan dampak positif dan negatifnya, serta upaya pencegahan agar tidak terjadi konflik yang lebih besar. Tindakan kekerasan akan berdampak negatif seperti kerugian baik material maupun nonmaterial. Menghentikan kekerasan tentu tidak dapat dilakukan hanya oleh beberapa pihak. Pemerintah sebagai pemilik kekuasaan dalam
negara
memang
selayaknya
menjadi
pemimpin
dalam
upaya
menghentikan kekerasan. Pemerintah perlu melakukan sosialisasi kepada masyarakat bahwa kekerasan bukan solusi untuk sebuah permasalahan, tetapi menciptakan permasalahan baru. Pemerintah juga perlu memberikan contoh dan Sosiologi SMA K-8
146
bukti nyata bahwa kekerasan tidak layak untuk dilakukan di sebuah negara merdeka dan demokratis. Di sisi lain, masyarakat juga harus melakukan fungsi pencegahan untuk lebih peduli terhadap ketenteraman lingkungan menuju kehidupan sosial yang damai dan harmonis.
D. AKTIVITAS PEMBELAJARAN Buatlah kelompok kerja, 3-4 kelompok dengan anggota 4-5 orang. Diskusikan dalam kelompok tentang bentuk-bentuk konflik dan kekerasan. Cari tema atau fenomena di masyarakat yang berhubungan dengan Konflik dan Kekerasan kemudian diskusikan untuk mencari soslusi permasalahnnya.
E. TUGAS : Dikerjakan dalam kelompok F. RANGKUMAN 1. Konflik dapat diartikan suatu pertentangan, perkelahian atau peperangan, yaitu berupa pertentangan fisik antara beberapa pihak. Arti kata itu kemudian berkembang dengan masuknya “ketidaksepakatan yang tajam atau oposisi atas berbagai kepentingan, ide, gagasan, dan lain-lain”. Sehingga istilah “konflik” juga menyentuh aspek psikologis di balik pertentangan fisik itu sendiri. 2. Dari beberapa teori konflik yang dikenal dalam sosiologi, terdapat dua golongan yaitu pertama, teori konflik fungsional dan kedua, teori konflik kelas (Affandi, 2004:135). Kedua kelompok teori ini berakar pada pada pemikiran dua tokoh yaitu Georg Simmel dan Karl Marx. Pemikiran Simmel kemudian diikuti oleh Lewis Coser, sedangkan Marx diikuti oleh Ralf Dahrendorf. 3. Setelah mengetahui teori konflik, maka setidaknya ada tiga pilar utama yang harus mendapat perhatian, yaitu: (1)
watak psikologis manusia
yang merupakan dasar sentimen dan ide yang membangun hubungan sosial di antara berbagai kelompok manusia (keluarga, suku, dan lainnya); (2)
fenomena politik, yaitu berhubungan dengan perjuangan
memperebutkan kekuasaan dan kedaulatan yang melahirkan imperium, dinasti, maupun negara; (3) fenomena ekonomi, yaitu fenomena yang
Sosiologi SMA K-8
147
berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan ekonomi, baik pada tingkat individu, keluarga, masyarakat maupun negara. 4. Bentuk-bentuk Konflik, berdasarkan sifatnya para sosiolog membedakan dua jenis konflik yang masing-masing memiliki sebab yang berbeda dalam pemunculannya, yaitu konflik yang bersifat destruktif dan fungsional. Berdasarkan model arahnya, konflik dapat digolongkam menjadi dua yaitu, konflik horisontal dan konflik vertikal
Berdasarkan
akar permasalahannya, konflik dapat diklasifikasikan sebagai berikut: konflik agama, konflik ideologi , konflik politik, konflik ekonomi/konflik kelas, konflik sara, konflik sumber daya alam, konflik lingkungan hidup 5. Dalam kaitannya dengan pengelolaan konflik , Hodge dan Anthony dalam Al Hakim (2003:9) memberikan gambaran melalui berbagai metode penyelesaian konflik, yaitu (1) dengan metode paksaan (coercion); (2) penyelesaian konflik dengan metode penghalusan (smoothing); dan (3) penyelesaian konflik dengan cara demokratis,
Selain itu Nasikun
(2004:27-31) mengidentifikasi berbagai bentuk pengendalian konflik sosial, yaitu dengan mengadakan konsiliasi (conciliation), mediasi (mediation), dan arbitrasi atau perwasitan (arbitration). 6. Soerjono Soekanto (2002: 98), mengartikan kekerasan (violence) sebagai penggunaan kekuatan fisik secara paksa terhadap orang atau benda. Selain penggunaan kekuatan fisik dan kekuasaan, kekerasan juga bisa berupa ancaman atau tindakan terhadap diri sendiri, perorangan atau sekelompok orang atau masyarakat yang mengakibatkan trauma, kematian, kerugian psikologis, kelainan perkembangan atau perampasan hak (Narwoko dan Suyanto, 2000: 70). 7. Tipe-Tipe Kekerasan, Galtung (1996: 203) mencoba menjawab dengan membagi tipologi kekerasan menjadi 3 (tiga), yaitu:
Kekerasan
Langsung. Kekerasan langsung biasanya berupa kekerasan fisik, Kekerasan Struktural, terwujud dalam konteks, sistem, dan struktur, misalnya:
diskriminasi
dalam
pendidikan,
pekerjaan,
pelayanan
kesehatan. Kekerasan kultural merupakan suatu bentuk kekerasan permanen. Terwujud dalam sikap, perasaan, nilai-nilai yang dianut dalam masyarakat, misalnya: kebencian, ketakutan, rasisme, ketidaktoleranan, Sosiologi SMA K-8
148
aspek-aspek budaya, ranah simbolik yang ditunjukkan oleh agama dan ideologi, bahasa dan seni, serta ilmu pengetahuan. 8. Dalam pandangan Bourdieu (2005) kekerasan struktural dan kultural dapat dikategorikan sebagai kekerasan simbolik. Kekerasan simbolik adalah mekanisme komunikasi yang ditandai dengan relasi kekuasaan yang timpang dan hegemonik di mana pihak yang satu memandang diri lebih superior entah dari segi moral, ras, etnis, agama ataupun jenis kelamin dan usia. 9. Jika dilihat berdasarkan pelakunya, kekerasan juga dapat digolongkan menjadi dua bentuk, yaitu: kekerasan individual dan kekerasan kolektif. Kekerasan individual, adalah kekerasan yang dilakukan oleh individu kepada satu atau lebih individu. Contoh: pencurian, pemukulan, penganiayaan, dan lain-lain. Sedangkan kekerasan kolektif, merupakan kekerasan yang dilakukan oleh banyak individu atau massa. Contoh: tawuran pelajar, bentrokan antar desa. 10. Beberapa faktor yang dapat memicu timbulnya kekerasan, yaitu sebagai berikut :faktor individual, faktor kelompok, dan faktor dinamika kelompok Dalam konteks ini munculnya kekerasan dapat terjadi oleh beberapa hal yaitu sebagai berikut : a. Situasi sosial yang memungkinkan timbulnya kekerasan yang disebabkan oleh struktur sosial tertentu. b. Tekanan sosial, yaitu suatu kondisi saat sejumlah besar anggota masyarakat merasa bahwa banyak nilai dan norma yang sudah dilanggar. Tekanan ini tidak cukup menimbulkan kerusuhan atau kekerasan, tetapi juga menjadi pendorong terjadinya kekerasan. c. Berkembangnya perasaan kebencian yang meluas terhadap suatu sasaran tertentu. Sasaran kebencian itu berkaitan dengan faktor pencetus, yaitu peristiwa yang memicu kekerasan. d. Mobilisasi untuk beraksi, yaitu tindakan nyata berupa pengorganisasi diri untuk bertindak. Tahap ini merupakan tahap akhir dari akumulasi yang memungkinkan terjadinya kekerasan. e. Kontrol sosial, yaitu tindakan pihak ketiga seperti aparat keamanan untuk mengendalikan, menghambat, dan mengakhiri kekerasan. Sosiologi SMA K-8
149
G. UMPAN BALIK DAN TINDAK LANJUT 1. Berdasarkan hasil resume, buatlah korelasi kajiankonflik dan kekerasan sosial di atas dengan fenomena-fenomena atau peristiwa yang terjadi dalam masyarakat kita.
2. Apabila Anda sudah berhasil dalam melakukan kaitan antara konsepkonsep dalam bahan ajar ini terhadap permasalahan di sekitar kehidupan masyarakat, maka cobalah diskusikan kembali dengan teman anda
3. Buat media-media pembelajaran agar hasil yang Anda pelajari dapat diterapkan dalam pembelajaran di sekolah.
GLOSARIUM DAFTAR PUSTAKA Affandi, Hakimul Ikhwan. 2004. Akar Konflik Sepanjang Zaman: Elaborasi Pemikiran Ibn Khaldun. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Al Hakim, Suparlan. 2003. Manajemen Konflik: Pemberdayaan SARA Menuju Dialog Mendalam. Makalah Diklat Guru SMU Swasta Tradisional MP Sosiologi-Antropologi. Malang: PPPG IPS PMP. Arendt, Hannah. 1995. Asal Usul Totalitarisme. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia Beilharz, Peter. 2002. Teori-Teori Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Camara, Dom Helder. 2000. Spiral Kekerasan. Terjemahan Komunitas Apiru. Yogyakarta: Insist Press-Pustaka Pelajar. Eatwell, Roger dan Anthony Wright. 2004. Ideologi Politik Kontemporer. Yogyakarta: Penerbit Jendela. Fromm, Erich. 2000. Akar Kekerasan: Analisis Sosio-Psikologis Atas Watak Manusia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Galtung, Johan. 1996. "PART IV: Civilization Theory Cultural Violence". Peace by Peaceful Means: Peace and Conflict, Development and Civilization. SAGE Publiser. Gurr, Robert Ted. 2002. “Deprivasi Relatif dan Kekerasan” dalam Thomas Santoso Teori-Teori Kekerasan. Yogyakarta: Ghalia Indonesia.
Sosiologi SMA K-8
150
Horton, Paul B. dan Chester L. Hunt. 1992. Sosiologi Jilid 2. Terjemahan Aminuddin Ram dan Tita Sobari. Jakarta: Penerbit Erlangga. Johnson, Doyle Paul. 1990. Teori Sosiologi Klasik dan Modern 2. Terjemahan Robert M.Z. Lawang. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Koentjaraningrat. 1993. Masalah Kesukubangsaan dan Integrasi Nasional. Jakarta: UI Press. Kusnadi. 2002. Konflik Sosial Nelayan. Yogyakarta: Lkis. Lavine, T.Z. 2003. Mark: Konflik Kelas dan Orang Yang Terasing. Seri Petualangan Filsafat. Yogyakarta: Penerbit Jendela. Lev, Daniel S. 1967. The Political Role of The Army in Indonesia. San Francisco: Charder Publishing Company. Martono, Nanang. 2009. Kekerasan Simbolik di Sekolah. Jakarta: Raja Grasindo Persada. Mulkhan, Abdul Munir, dkk. 2002. Membongkar Praktik Kekerasan Menggagas Kultur Nir Kekerasan. Yogyakarta: Sinergi Press-PSIF. Nasikun. 2003. Sistem Sosial Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Pruitt, Dean G. dan Jeffrey Z. Rubin. 2004. Teori Konflik Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Ritzer, George.1992. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda. Penyadur: Alimandan. Jakarta: Rajawali Pers. Ritzer, George & Douglas J. Goodman. 2005. Teori Sosiologi Modern. Penyadur: Alimandan. Jakarta: Kencana Sejiwa. 2008. Bullying : Mengatasi Kekerasan di Sekolah dan Lingkungan. Jakarta: Grasindo Siahaan, Hotman M. 1986. Pengantar ke Arah Sejarah dan Teori Sosiologi. Jakarta: Penerbit Erlangga. Sihbudi, Riza dan Moch. Nurhasim. 2002. Kerusuhan Sosial di Indonesia. Jakarta: PT Grasindo. Soekanto, Soerjono. 1991. Kriminologi Suatu Pengantar. Jakarta: Ghalia Indonesia _________________ 2002. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Sosiologi SMA K-8
151
Soetrisno, Loekman. 2003. Konflik Sosial: Studi Kasus Indonesia. Yogyakarta: Tajidu Press. Suharman. 2000. “Beberapa Masalah Kerukunan Suku: Kasus Pembakaran Pasar Abepura, Irian Jaya” dalam Mohtar Mas‟oed. Kritik Sosial dalam Wacana Pembangunan. Yogyakarta: UII Press. Syamsudin, Nazaruddin. 1989. Integrasi Politik di Indonesia. Jakarta: PT Gramedia. Trijono, Lambang. 2000. Konflik Maluku. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Usman, Sunyoto. 2004. Jalan Terjal Perubahan Sosial. Yogyakarta: CIRed-Jejak Pena. Veeger, Karel J. 1997. Pengantar Sosiologi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama – APTIK.
KEGIATAN PEMBELAJARAN 6 : KETIMPANGAN SOSIAL AKIBAT DARI PERUBAHAN SOSIAL DAN GLOBALISASI A. Tujuan Sosiologi SMA K-8
152
Dengan berdiskusi, membaca modul, mengerjakan tugas, guru
mampu
menyimpulkan ketimpangan sosial dampak perubahan sosial dan globalisasi
B.Indikator Pencapaian Kompetensi 1. Menjelaskan pengertian
ketimpangan sosial sebagai dampak
perubahan sosial dan globalisasi. 2. Menyimpulkan karakteristik negara dunia ketiga 3. Mengidentifikasi indikator negara maju dan negara berkembang 4. Menyimpulkan jenis-jenis ketimpangan sosial sebagai dampak perubahan sosial dan globalisasi
C. Uraian Materi Pembahasan tentang ketimpangan sosial sebagai dampak perubahan sosial dan globalisasi diawali dengan uraian tentang ketimpangan sosial otu sendiri. Sedangkan bahasan tentang perubahan sosial, globalisasi telah ada pada grade sebelum ini. Sehingga pembahasan dilanjutkan ke jenis-jenis ketimpangan sosial sebagai dampak perubahan sosial dan globalisasi. Dan yang lebih penting adalah beberapa solusi masalah ketimpangan sosial ini agar dapat diminimalisasi.
1.
Pengertian ketimpangan sosial
Ketimpangan
sosial
ketidakseimbangan
atau
dapat jarak
diartikan yang
sebagai
terjadi
adanya
ditengah-tengah
masyarakat yang disebabkan adanya perbedaan status sosial, ekonomi, ataupun budaya. Konteks pembahasan ini ketimpangan sosial masayarakat Indonesia diantara masyarakat dunia (global ). Sehingga ketimpangan sosial dalam konteks ini adalah antara negara maju dan negara sedang berkembang utamanya, bahkan ada yang
Sosiologi SMA K-8
153
dalam klasifikasi menjadi tiga, ditambah negara terbelakang, seperti yang dinyatakan oleh Gunawan Rico sebagai berikut:
Gambar 2:Globalisasihttps://gunawanrico.file.wordpress.com. 2014/09
Di era peradaban manusia yang cukup maju seperti saat ini sayangnya kita harus mengakui masih ada perbedaan kelompok kehidupan yang maju dan ada yang masih tertinggal. Sejumlah indikator ekonomi maupun sosial membuat adanya klasifikasi antara negara maju dan negara berkembang, bahkan negara terbelakang. Di negara maju, hampir seluruh rakyatnya menikmati taraf hidup dan kesejahteraan yang layak, sedangkan di negara berkembang terdapat ketimpangan kesejahteraan yang signifikan di negaranya. Dalam literatur ekonomi pembangunan sering terdapat klasifikasi negara-negara di dunia dengan sebutan negara Dunia Pertama yang merujuk ke negara maju, negara Dunia Kedua untuk negara yang menganut paham sosialis, negara Dunia Ketiga untuk negara yang sedang berkembang, dan negara Dunia Keempat untuk negara yang sangat terbelakang. Klasifikasi ini pada dasarnya dianggap penting mengingat penanganan pembangunan melalui perencanaan dan kebijakan di masing-
Sosiologi SMA K-8
154
masing negara berbeda. Seperti halnya di Dunia Ketiga, perlu kebijakan khusus karena karakteristik sosial dan ekonomi tidak sesempurna Dunia Pertama. Indonesia dalam klasifikasi Negara berkembang sehingga mengalami ketimpangan social dengan Negara maju.
2. Karakteristik negara dunia ketiga Menurut publikasi PBB mengenai World Economic Situation and Prospect 2014, sebanyak 107 dari 192 negara di dunia masih berstatus sebagai negara sedang berkembang. Sayangnya, Indonesia juga termasuk dalam kategori negara berkembang yang hingga kini masih tertatih-tatih membangun perekonomian dan kesejahteraan rakyatnya meski sering menghadapi masalah internal maupun tantangan eksternal (global). Termasuknya Indonesia ke dalam golongan negara berkembang tentu berdasarkan indikator-indikator pendapatan, kesehatan, pendidikan, dan sejumlah indikator sosioekonomi lainnya yang menunjukkan bahwa negara kita ini belum sepenuhnya sejahtera. Sedangkan negara maju utama dunia, seperti Kanada, Jepang, Prancis, Amerika Serikat, Itali, Inggris, dan Jerman masih eksis dan memiliki peran dominan dalam perekonomian dunia. Untuk
mulai
memahami
tentang
mengapa
suatu
negara
diklasifikasikan sebagai negara berkembang (Dunia Ketiga), tidak ada salahnya kita mulai dari mempelajari karakteristik atau ciri-ciri dari negara
berkembang
itu
sendiri. Todaro
dalam
bukunya
“Pembangunan di Dunia Ketiga” (1997) menjelaskan terdapat tujuh karakteristik umum negara Dunia Ketiga yang saya rangkum sebagai berikut: a. Standar hidup rakyatnya masih relatif rendah. Hal tersebut merupakan akibat dari tingkat pendapatan yang rendah, kesenjangan
pendapatan
yang
kian
parah,
pelayanan
kesehatan yang masih minim dan kurang memadai, serta
Sosiologi SMA K-8
155
sistem pendidikan yang kurang relevan dengan pembangunan nasional. b. Produktivitas yang rendah. Penyebab utamanya bersumber dari kurangnya faktor-faktor atau input komplementer (selain tenaga kerja), sehingga kerap terjadi produktivitas marjinal yang semakin menurun (diminishing marginal productivity). Selain itu, kesehatan dan pendidikan yang rendah membuat motivasi pekerja rendah, sehingga kemauan untuk maju, menciptakan ide baru, bereksperimen, dan pandangan tentang pekerjaannya masih rendah. Padahal, berdasarkan prinsip ekonomi makro, standar hidup suatu negara bergantung dari produktivitasnya menghasilkan barang dan jasa. c. Tingkat pertumbuhan penduduk dan beban ketergantungan yang terlampau tinggi. Di negara maju, tingkat kelahiran dan kematian berada pada tingkat wajar. Sedangkan, negara berkembang memiliki tingkat kelahiran yang lebih cepat namun tingkat kematiannya mengikuti tingkat kematian negara maju. Kemudian, angkatan kerja produktif yang berada pada rentang umur 15-64 tahun harus menanggung proporsi penduduk tidak produktif di bawah 15 tahun dan di atas 64 tahun yang jumlahnya mencapai sekitar 45 persen dari total penduduk. Negara Indonesia sebenarnya diprediksi oleh Bank Dunia akan memperoleh bonus demografi di tahun 2025-2030, di mana di tahun tersebut jumlah angakatan kerja berumur produktif lebih banyak di banding yang tidak produktif. Namun jika tidak dipersiapkan dengan baik, ledakan prnduduk tersebut justru akan menjadi malapetaka! d. Tingkat pengangguran penuh dan terselubung yang terlalu tinggi
dan
terus
melonjak. Penyerapan
sumber
daya
(employment) dan pemanfaat SDM di negara berkembang
Sosiologi SMA K-8
156
masih relatif sangat rendah dibanding negara maju. Hal ini disebabkan oleh adanya pengangguran terselubung, yaitu orang-orang bekerja di bawah kapasitas optimalnya. Mereka hanya bekerja harian, mingguan, bahkan musiman. Selain itu, tingkat pengangguran penuh atau pengangguran terbuka, yaitu orang-orang yang sebenarnya mampu bekerja namun tidak mendapat pekerjaan, jumlahnya masih sangat tinggi. Hal tersebut karena penawaran tenaga kerja sebagai akibat lonjakan penduduk tidak dimbangin
dengan
penyediaan
lapangan kerja yang memadai. e. Bergantung pada produksi pertanian dan ekspor barangbarang primer. Perekonomian negara berkembang cenderung berorientasi pada produk barang primer, seperti pertanian, bahan bakar, hasil hutan, dan bahan-bahan mentah sumber daya alam ketimbang barang sekunder (manufaktur) atau barang tersier (jasa). Pendapatan yang rendah menyebabkan prioritas utama setiap orang adalah pangan, pakaian, dan papan. Akibatnya terjadi pemusatan pada kegiatan pertanian. Hal ini juga didukung dari ketersediaan lahan pertanian yang masih memadai dan dalam pertanian tidak memerlukan keterampilan khusus, sehingga dengan modal sedikitpun masih bisa bekerja dan berproduksi. Memang seperti yang kita lihat saat ini, sebagian besar negara berkembang dianugerahi kekayaan sumber daya alam yang melimpah (contohnya Indonesia),
namun
pemanfaatan
iptek
yang
minim
menyebabkan negara mengekspor barang dalam bentuk mentah. Sering kita dengar bahwa produk bahan mentah yang dijual oleh negara berkembang dibeli oleh negara maju untuk selanjutnya diolah dan diberi nilai tambah. Kemudian barang tersebut djual kembali ke negara berkembang. Fenomena ini Sosiologi SMA K-8
157
menjukkan bahwa negara berkembang hanya dijadikan pasar saja oleh negara maju! f. Pasar yang tidak sempurna dan informasi yang tidak memadai. Di
era
tahun
1980-1990an,
banyak
negara
berkembang yang mengikuti saran Bank Dunia untuk menuju sistem ekonomi pasar (minimnya peran pemerintah dan dominannya
peran
swasta)
sebagai
syarat
penerimaan
bantuan.Namun, perangkat hukum seperti jaminan kontrak bisnis dan hak cipta, budaya, serta institusional seperti sarana infrastruktur keuangan untuk mendukung operasi mekanisme pasar secara efektif dan efisien di negara berkembang masih sangat lemah. Masalah lain seperti permintaan dan penawaran sering
tidak
berada
pada
kondisi
ekuilibrium,
kesulitan
mencapai skala ekonomis, dan banyaknya barang publik menyebabkan campur tangan pemerintah sangatlah penting di Dunia Ketiga dalam mengatasi masalah ketidaksempurnaan pasar dan informasi. g. Dominasi,
ketergantungan,
dan
kerapuhan
dalam
hubungan internasional. Karakteristik negara berkembang yang terakhir adalah negara berkembang bergantung pada kebutuhan dalam hal bantuan luar negeri, pinjaman resmi, dana investasi swasta, transfer teknologi, dan perluasan akses pasar bagi produk ekspor dari negara maju sehingga negara maju seringkali
memiliki
peran
dalam
mengintervensi
negara
berkembang. Sebagai contoh, seperti yang terjadi pada Indonesia ketika krisis tahun 1997, lembaga IMF memberikan bantuan kepada Indonesia agar dapat pulih dari krisis melalui suntikan dana dengan banyak syarat dan aturan. Alhasil IMF bisa mengintervensi Indonesia. Terbukti, ketika B.J. Habibie diangkat menjadi Presiden RI industri pesawat tidak dibangun Sosiologi SMA K-8
158
karena ternyata IMF melarang pembangunan industri strategis di Indonesia. Perlu disadari bahwa sebenarnya masih ada sederet ciri lainnya yang lebih spesifik dan kompleks yang dialami negara berkembang. Hal-hal itu terus membayangi mereka sehingga kemajuan yang diupayakan terlihat seperti jalan di tempat selama bertahun-tahun lamanya. Oleh karena itu, pembangunan di negara berkembang bukanlah hal yang mudah dan memerlukan strategi pembangunan yang khusus dan tepat. (Google, https://gunawanrico.file.wordpress.com. 2014/09 )
3. Indikator negara maju dan negara berkembang Sedangkan Mamna membuat indikator perbandingan negara maju dan negara berkembang sebagai berikut: Untuk membedakan suatu negara dikatakan sebagai negara maju atau negara sedang berkembang dapat dilihat atas dasar keadaan kualitas kesejahteraan penduduknya. Kualitas penduduk ini tercermin pada tiga hal pokok yaitu tingkat kesehatan, tingkat pendidikan dan tingkat pendapatan. Kesemuanya itu menjadi tolok ukur tingkat kesejahteraan
penduduk.
Atas
dasar
tingkat
kesejahteraan
penduduknya, negara-negara di dunia dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu negaranegara maju ( eveloped countries) dan negara-negara
berkembang
(developing
countries).
Kategori atau pengelompokkan negara-negara tersebut, mengalami perkembangan terkait dengan aspek sosial, ekonomi dan politik. Pada awalnya dikelompokan menjadi tiga bagian.Pertama (Eropa Barat, Amerika Serikat, Jepang, Australia dan Selandia Baru. Kedua (negara-negara komunis: RRC dan Cuba). Ketiga (negara-negara Asia, kecuali Jepang dan Singapura), Afrika dan Amerika Latin).
Sosiologi SMA K-8
159
Pada akhir dasa warsa 80 an, Uni Sovyet bubar dan terpecah menjadi 15 negara terpisah, maka kategori ini terbagi menjadi negara maju atau negara “Utara” dan negara berkembang atau negara “Selatan”. Pada umumnya negara-negara berkembang merupakan negara-negara yang baru merdeka setelah perang Dunia kedua. Meskipun negara-negara berkembang mengalami pertumbuhan cukup baik tetapi hanya sedikit yang dapat mengatasi kemiskinan pada sebagian besar penduduknya. Masalah ketimpangan ekonomi kesehatan dan pendidikan merupakan bagian dari kenyataan ketimpangan yang terjadi antara negara maju dan negara berkembang. Masalah ketimpangan ekonomi kesehatan dan pendidikan merupakan bagian dari kenyataan ketimpangan yang terjadi antara negara maju dan negara berkembang. apakah
suatu
negara
dapat
Untuk mengetahui
dikategorikan
maju
atau
berkembang, kita dapat melihat hasil pembangunan fisik negara yang bersangkutan. Ukuran pembangunan tersebut lebih beragam, tidak hanya dilihat dari semakin meningkatnya pendapatan per orang. Di sini peningkatan pendapatan itu harus dipergunakan untuk meningkatkan kualitas diri, berupa peningkatan kesehatan, pendidikan, keterampilan, pemanfaatan media informasi untuk Sosiologi SMA K-8
160
menambah wawasan, dan pengetahuan. Penduduk yang bekerja di sektor yang lebih membutuhkan pendidikan dan keterampilan seperti industri dan jasa, persentasenya harus semakin tinggi. Ini berarti tingkat produktivitas per orang pun harus semakin meningkat dan pendapat pun semakin baik. Jadi
makna
meningkatkan luasnya.
pembangunan kesejahteraan
Artinya
selalu dalam
harus
ditujukan pengertian
meliputi
untuk seluas-
kesejahateraan
ekonomi,sosial, politik dan kebudayaan. Suatu negara masih disebut negara berkembang (developing countries) jika di negara tersebut masih terjadi keseimbangan antara jumlah faktor produksi yang tersedia dengan teknologi yang mereka kuasai, sehingga penggunaan modal dan tenaga kerja secara penuh (full ulitization).
Harm J de Blij
membedakan negara berkembang dan negara maju di dasarkan pada tingkat perkembangan ekonominya. Pengelompokan negara berkembang dan negara maju, mengacu pada indikator sebagai berikut. a. Pendapatan
nasional
per
kapita,
diperoleh
dengan
membagi jumlah keseluruhan pendapatan Negara per tahun dengan jumlah seluruh penduuk. Bila pendapatan nasional
lebih
dari
10.000
US$
Negara
tersebut
dikelompokkan sebagai negara maju. Bila hasil bagi kurang dari 8.000 US$, tergolong negara berkembang. b. Struktur mata pencaharian penduduk. Jika persentase tenaga kerja sebagian besar memproduksi bahan makanan pokok, Negara tersebut Negara berkembang. c. Produktivitas per tenaga kerja, diperoleh dari seluruh produksi sat tahun dibagi dengan seluruh angkatan kerja. d. Penggunaan energi per orang, semakin tinggi penggunaan energi Negara tersebut tergolong negara maju.
Sosiologi SMA K-8
161
e. Fasilitas transportasi dan komunikasi per orang. Ditentukan dengan panjang jalan kereta api, jalan raya, frekuensi perhubungan udara, telepon, jumlah televisi. Makin tinggi indeksnya makin maju negara tersebut. f. Penggunaan logam yang di olah. Semakin banyak logam yang di olah semakin maju negara tersebut. g. Ukuran lain adalah tingkat melek huruf penduduk, tingkat penggunaan kalori per orang, tingkat pendapatan keluarga dan jumlah tabungan per kapita. Google:
Sumber:
BSE
http://mamka-
blog.blogspot.co.id/2011/11/indikator-negara-maju-danberkembang.html
4. Faktor-faktor kesenjangan sosial Rahmawati Iva (2012; 127-129) menyatakan , keergantungan. menjelaskan
Secara
mengapa
umum negara
teori dunia
tentang teori
ketergantungan ketiga
cenderung
mengalami kemunduran dengan melihatnya dalam konteks global. Ketika ini kaum liberal melihat bahwa kemunduran negara-negara bekas jajahan lebih disebabkan oleh hal-hal yang bersifat internal dan kultural antara lain :
a. Kurangnya motivasi untuk maju b. Perasaan nrimo c. Berkembangnya
korupsi,despotisme
dan
lain
sebagainya. Teori ini melihat dari perspektif negara yang dijajah, bukan penjajahnya. Johan Galtung membagi dunia dalam dua kelompok yaoti negara pusat atau core dan negara pinggiran atau peripherry. Core mampu Sosiologi SMA K-8
162
membuat periphery tergantung karena berhasil melakukan penetrasi dalam berbagai cara yaitu dalam ekonomi, politik, dan kultural. Penetrasi ekonomi bisa melalui finansial dan teknologi. Tahapan paling awal penetrasi ekonomi melalui penanaman modal langsung dari negara maju ke negara berkembang.penanaman modal dalam bidang pertambangan, pertanian, pabrik mesin dan perdagangan. Para penanam modal (MNC : Multinational Corporation ) ini kemudian juga mengundangpenanam modal lokaluntuk ikut mengembangkan investasi. Selain menanamkan modal, juga membawa teknologi untukdipergunakan bersama dengan modal mereka. Kalaupun tidak untuk mengolah modal,agar mendapat keuntungan yang maksimal, maka teknologi ini merupakan bagian dari barang perdagangan yang ditawarkanoleh negara maju untuk dikonsumsi oleh negara segang berkembang. Sehingga proses produksi telah berpindah dari negara maju ke negara berkembang dengan keuntungan yang lebih tinggi karena adanya sumber daya manusia yang murah dan teknologi yang tidak lagi terpakai di negara maju dapat dipakai kembali di negara berkembang.bahkan pemakaian teknologi yang bagi negara maju sudah tidak lagi dipergunakan, masih juga mendatangkan keuntungan. Negara maju masih menggunakan perangkap lain yaitu hak paten, lisensi, hak cipta dagang asing. Penetrasi politik dan kulturalbisa terjadi melalui paket materiil dan simbolis, seperti buku, program televisi, kurikulum pendidikan asing, majalah, koran dan film. Nilai baru juga bisa dibawa melalui orangorang asing yang datang, baik sebagai wisatawan, pekerja atau sukarelawan.atu orang-orang lokal yang pergi ke luar untuk bekerja atau belajardi negara maju. Maka secara tidak langsung interaksi melalui berbagai pola hubungan akan merubah mindset atau cara berfikir banyak orang yang tertulari nilai konsumerisme, maerialisme, ideologi liberal dan lain sebagainya. Niali baru ini akan mendorong pemilik usaha lokal untuk semakin memperbesar kesempatan mendapatkan keuntungan dengan memproduksi semakin banyak Sosiologi SMA K-8
163
atau mengimpor semakin banyak barang teknologi dan barang mewah dari negara maju. Celakanya peningkatan impor atau produksi barang mewah dan teknologi tinggi ini lebih menarik perhatian
pengusaha
lokal
untuk
dikembangkan
meskipun
pembelinya tidak banyak karena elit yang memiliki daya beli juga tidak banyak. Hal in dilakukan karena walaupun jumlahnya sedikit tetapi mempunyai potensi untuk membeli dengan harga tinggi. Akibatnya perbedaan tingkat ekonomi semakin tinggi antara yang punya dan tidak punya. Kondisi ini sangat rawan konflik. Kondisi rawan konfliklagi-lagi akan menjadi jalan bagi masuknya penetrasi negara maju, melalui tawaran atau bantuan untuk mengatasi konflik baik berupa uang maupun pelatihan dan lain sebagainya. Proses penetrasi penetrasi yang berlangsung lama mengakibatkan pola ekonomi yang memiliki ciri seperti tingginya perdagangan luar negeri yang membuat negara pinggirian lebih banyak memproduksi barang ekspor terutama barang yang dikehendaki oleh negara maju, seperti mineral dan pertanian. Sedikit surplus memang diperoleh dan mengurang
ketergantungan
,
namun
kondisi
tidak
seberapa
dibanding dengan ketergantungan teknologi yang terjadi di negara pinggiran. Pola
penetrasi,
ketergantungan
dan
perdagangan
sangat
mempengaruhi kondisi ekonomi dalam negeri negara pinggiran. Pola tersebut ditunjang dan menunjang oleh distorsi internal yaitu:
a. Perkembangan ekonomi yang timpang dimana sektor ekspor berkembang lebih pesat dibandingkan sektor lain. b. Terpecahnya
sektor
ekonomi
(
tidak
mempunyai
keterkaitan ) misalnya sektor otomotif berkembang tetapi tidak
menunjang
kebutuhan
masyarakat,
hanya
menunjang kebutuhan pasar luar negeri, dan tidak dikembangkan sesuai kebutuhan dalam negeri seperti sektorpertanian tidak dikembangkan membuat traktor Sosiologi SMA K-8
164
atau mesin perontok padi. Sebaliknya bahan mentah produksi barang ekspor merupakan bahan yang diambil dari desa. c. Berlakunya upah yang jauh berbeda antara yang bekerja di
sektor
pertanian
dan
yang
bekerja
di
sektor
pertambangan. Teori ini menyatakan bahwa Multinational Corporation (MNC) hanya tertarik pada sektor ekonomi yang dinamis di negara sedang berkembang dan mau menaikkan upah bagi pekerja yang bekerja di sektor yang mereka sukai. Akibatnya penigkatan ketimpangan antar berbagai sektor ekonomi semakin meningkat. Ada pendapat yang mengatakan bahwa kapitalisme asing ke negara pinggiran ini juga akan meningkatkan kondisi ekonomi negara berkembang. Namun jumlahnya tidak sebanding dengan utang
yang
harus
dibayaroleh
negara
pinggiran.
(utang
dipergunakan untuk meningkatkan kesejahteraan, membayar teknologi, membayar ongkos pengurusan konflik, dsb). Bahkan program refinancing (berhutang untuk membayar hutang ), semakin memperburuk kondisi negara berkembang. (debt spiral ). Beberapa syarat yang diajukan IMF atau negara donor atas alokasi hutang juga sangat memperberat negara berkembang.
D.
Aktivitas Pembelajaran 1. Sebaiknya mempelajari materi ini dilakuan secara individual dan kelompok. Secara individual, peserta diklat diharapkan membuat ringkasan materi esensial. Jika kurang memahami, berdiskusi dengan teman atau belajar secara kelompok akan mempermudah dalam memahaminya. 2. Setelah mempelajari materi metode penelitian kualitatif ini, selanjutnya Anda ingin mempelajari materi metode penelitian sosial yang mana?
Sosiologi SMA K-8
165
Sosiologi SMA K-8
166
E.
Latihan/ Kasus /Tugas 1. Jelaskan yang dimaksud dengan ketimpangan sosial 2. Jelaskan karakteristik negara berkembang! 3. Jelaskan
indikator
pembagian
negara
maju
dan
negara
berkemang. 4. Jelaskan teori Johan Galtung tentang negara maju dan negara pinggiran. 5. Jelaskan pola faktor distorsi internal yang memperkuat penetrasi negara maju kepaa negara berkembang F.
Rangkuman 1. Ketimpangan
sosial
dapat
ketidakseimbangan
diartikan
sebagai
adanya
atau jarak yang terjadi ditengah-tengah
masyarakat yang disebabkan adanya perbedaan status sosial, ekonomi,
ataupun
budaya.
Konteks
pembahasan
ini
ketimpangan sosial masayarakat Indonesia diantara masyarakat dunia (global ). Sehingga ketimpangan sosial dalam konteks ini adalah antara negara maju dan negara sedang berkembang utamanya. 2. Karakteristik negara berkembang a. Pendapatan nasional per kapita, diperoleh dengan membagi jumlah keseluruhan pendapatan Negara per tahun dengan jumlah seluruh penduuk. Bila pendapatan nasional lebih dari 10.000 US$ Negara tersebut dikelompokkan sebagai negara maju. Bila hasil bagi kurang dari 8.000 US$, tergolong negara berkembang. b. Struktur mata pencaharian penduduk. Jika persentase tenaga kerja sebagian besar memproduksi bahan makanan pokok, Negara tersebut Negara berkembang.
Sosiologi SMA K-8
167
c. Produktivitas per tenaga kerja, diperoleh dari seluruh produksi sat tahun dibagi dengan seluruh angkatan kerja. d. Penggunaan energi per orang, semakin tinggi penggunaan energi Negara tersebut tergolong negara maju. e. Fasilitas transportasi dan komunikasi per orang. Ditentukan dengan panjang jalan kereta api, jalan raya, frekuensi perhubungan udara, telepon, jumlah televisi. Makin tinggi indeksnya makin maju negara tersebut. f. Penggunaan logam yang di olah. Semakin banyak logam yang di olah semakin maju negara tersebut. g. Ukuran lain adalah tingkat melek huruf penduduk, tingkat jumlah tabungan per kapita. 3. Indikator pengelompokkan negara maju dan negara berkembang
a. Pendapatan nasional per kapita, diperoleh dengan membagi jumlah keseluruhan pendapatan Negara per tahun dengan jumlah seluruh penduuk. Bila pendapatan nasional lebih dari 10.000 US$ Negara tersebut dikelompokkan sebagai negara maju. Bila hasil bagi kurang dari 8.000 US$, tergolong negara berkembang. b. Struktur mata pencaharian penduduk. Jika persentase tenaga kerja sebagian besar memproduksi bahan makanan pokok, Negara tersebut Negara berkembang. c. Produktivitas per tenaga kerja, diperoleh dari seluruh produksi sat tahun dibagi dengan seluruh angkatan kerja. d. Penggunaan energi per orang, semakin tinggi penggunaan energi Negara tersebut tergolong negara maju. e. Fasilitas transportasi dan komunikasi per orang. Ditentukan dengan panjang jalan kereta api, jalan raya, frekuensi
Sosiologi SMA K-8
168
perhubungan udara, telepon, jumlah televisi. Makin tinggi indeksnya makin maju negara tersebut. f. Penggunaan logam yang di olah. Semakin banyak logam yang di olah semakin maju negara tersebut. g. Ukuran lain adalah tingkat melek huruf penduduk, tingkat penggunaan kalori per orang, tingkat pendapatan keluarga dan jumlah tabungan per kapita.
4. Johan Galtung membagi dunia dalam dua kelompok yaoti negara pusat atau core dan negara pinggiran atau peripherry. Core mampu membuat periphery tergantung karena berhasil melakukan penetrasi dalam berbagai cara yaitu dalam ekonomi, politik, dan kultural.
5. Faktor distorsi internal yang memperkuat penetrasi negara maju terhadap negara berkembang adalah : a. Perkembangan ekonomi yang timpang dimana sektor ekspor berkembang lebih pesat dibandingkan sektor lain. b. Terpecahnya sektor ekonomi ( tidak mempunyai keterkaitan )
misalnya
menunjang
sektor
otomotif
kebutuhan
berkembang
masyarakat,
hanya
tetapi
tidak
menunjang
kebutuhan pasar luar negeri, dan tidak dikembangkan sesuai kebutuhan dalam negeri seperti sektorpertanian tidak dikembangkan membuat traktor atau mesin perontok padi. Sebaliknya
bahan
mentah
produksi
barang
ekspor
merupakan bahan yang diambil dari desa. c. Berlakunya upah yang jauh berbeda antara yang bekerja di sektor pertanian dan yang bekerja di sektor pertambangan
G.
Umpan Balik dan Tindak Lanjut
Sosiologi SMA K-8
169
1. Setelah membaca kegiatan pembelajaran dalam modul ini apakah Anda memperoleh pengetahuan baru, yang sebelumnya belum pernah Anda pahami, apakah materi yang diuraikan mempunyai
manfaat
dalam
mengembangkan
materi
ketimpangan sosial akibat perubahan sosial dan globalisasi ?. 2. Setelah Anda membaca kegiatan pembelajaran dalam modul ini rencana tindak lanjut apa yang akan Anda lakukan?
H.
Kunci Jawaban 1. Ketimpangan
sosial
dapat
ketidakseimbangan
diartikan
sebagai
adanya
atau jarak yang terjadi ditengah-tengah
masyarakat yang disebabkan adanya perbedaan status sosial, ekonomi,
ataupun
budaya.
Konteks
pembahasan
ini
ketimpangan sosial masayarakat Indonesia diantara masyarakat dunia (global ). Sehingga ketimpangan sosial dalam konteks ini adalah antara negara maju dan negara sedang berkembang utamanya, 2. Karakteristik negara berkembang: a. Standar hidup rendah b. Produktivitas rendah c. Tingkat pertumbuhan penduduk dan beban ketergantungan yang terlampau tinggi d. Tingkat pengangguran penduduk penuh dan terselubung yang terlalu tinggi dan terus melonjak e. Bergantung pada produksi pertanian dan ekspor barangbarang primer f. Pasar yang tidak sempurna dan informasi yang tidak memadai
Sosiologi SMA K-8
170
g. Dominasi, ketergantungan, dan kerapuhan dalam hubungan internasional 3. Indikator
pengelompokkan
negara
maju
dan
negara
berkembang a. Pendapatan nasional per kapita, diperoleh dengan membagi jumlah keseluruhan pendapatan Negara per tahun dengan jumlah seluruh penduuk. Bila pendapatan nasional lebih dari 10.000 US$ Negara tersebut dikelompokkan sebagai negara maju. Bila hasil bagi kurang dari 8.000 US$, tergolong negara berkembang. b. Struktur mata pencaharian penduduk. Jika persentase tenaga kerja sebagian besar memproduksi bahan makanan pokok, Negara tersebut Negara berkembang. c. Produktivitas per tenaga kerja, diperoleh dari seluruh produksi sat tahun dibagi dengan seluruh angkatan kerja. d. Penggunaan energi per orang, semakin tinggi penggunaan energi Negara tersebut tergolong negara maju. e. Fasilitas transportasi dan komunikasi per orang. Ditentukan dengan panjang jalan kereta api, jalan raya, frekuensi perhubungan udara, telepon, jumlah televisi. Makin tinggi indeksnya makin maju negara tersebut. f. Penggunaan logam yang di olah. Semakin banyak logam yang di olah semakin maju negara tersebut. g. Ukuran lain adalah tingkat melek huruf penduduk, tingkat penggunaan kalori per orang, tingkat pendapatan keluarga dan jumlah tabungan per kapita. 4. Johan Galtung membagi dunia dalam dua kelompok yaoti negara pusat atau core dan negara pinggiran atau peripherry. Core mampu membuat periphery tergantung karena berhasil
Sosiologi SMA K-8
171
melakukan penetrasi dalam berbagai cara yaitu dalam ekonomi, politik, dan kultural.
5. Faktor distorsi internal yang memperkuat penetrasi negara naju terhadap negara berkembang:
a. Perkembangan ekonomi yang timpang dimana sektor ekspor berkembang lebih pesat dibandingkan sektor lain. b. Terpecahnya sektor ekonomi ( tidak mempunyai keterkaitan ) misalnya
sektor otomotif
berkembang tetapi tidak
menunjang kebutuhan masyarakat, hanya menunjang kebutuhan pasar luar negeri, dan tidak dikembangkan sesuai kebutuhan dalam negeri seperti sektorpertanian tidak dikembangkan membuat traktor atau mesin perontok padi. Sebaliknya bahan mentah produksi barang ekspor merupakan bahan yang diambil dari desa. c. Berlakunya upah yang jauh berbeda antara yang bekerja di sektor pertanian dan yang bekerja di sektor pertambangan
DAFTAR PUSTAKA Google
Google:
Sumber:
BSE
http://mamka-
blog.blogspot.co.id/2011/11/indikator-negara-maju-danberkembang.html Gunawan
Rico
dalam
Google
https://gunawanrico.file.wordpress.com.
2012.
Memahami
2014/09 Rahmawati
Iva,
Perkembangan
Studi
Hubungan
Internasional .Yogyakarta : Aswaja Pressindo. Ritzer George. 2006. Mengkonsumsi Kehampaan Di Era Globalisasi Judul Asli : The Globalizationof Nathing. Yogyakarta: Universitas Atma Jaya. Sosiologi SMA K-8
172
Rudy T. May. 2011. Hubungan Internasional Kontemporer dan MasalahMasalah Global. Isu konsep Teori dan Paradigma. Bandung: Rafika Aditama
Sosiologi SMA K-8
173
Sosiologi SMA K-8
174