Pelengkap BUKU PEGANGAN Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
2013
Affirmative Policy Dalam Percepatan Pembangunan Daerah Untuk Peningkatan Kesejahteraan Rakyat
Pelengkap Buku Pegangan 2013 Affirmative Policy Dalam Percepatan Pembangunan Daerah Untuk Peningkatan Kesejahteraan Rakyat Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan April 2013
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN Gedung Radius Prawiro Lantai 9 Jl. DR. Wahidin No. 1 Jakarta Pusat 10710 Telp. (021) 3509442, Faks. (021) 3509443 Website: www. Djpk.depkeu.go.id Email:
[email protected] ii
AFFIRMATIVE POLICY DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT
KATA PENGANTAR
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan dapat menyelesaikan Pelengkap Buku Pegangan Tahun 2013 Tentang Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah. Pelengkap Buku Pegangan ini mengambil tema: Affirmative Policy dalam Percepatan Pembangunan Daerah untuk Peningkatan Kesejahteraan Rakyat.
Indonesia telah melakukan transisi ekonomi yang cukup cepat. Namun sejalan dengan kecepatan transformasi tersebut Pemerintah Pusat menghadapi kendala dalam implementasinya, baik dari sisi kapasitas keuangan negara maupun dari sisi penataan institusi pengelola keuangan negara. Penerimaan negara dari sumber daya terutama minyak dan gas relatif semakin terbatas, sementara mobilisasi dari pajak masih menghadapi banyak kendala. Akibatnya keuangan negara masih harus ditopang dari pembiayaan melalui pinjaman dalam dan luar negeri. Sementara di sisi lain, ketergantungan Pemerintah Daerah terhadap dana transfer dari
Pelengkap Buku Pegangan Tahun 2013
iii
Pemerintah Pusat (APBN) cenderung semakin meningkat. Mengingat tantangan yang semakin berat dalam mengelola APBN ke depan, perlu kiranya untuk memaksimalkan pendapatan serta mengefisienkan dan mengefektifkan belanja negara termasuk transfer ke Daerah. Sejalan dengan semakin meningkatnya dana yang ditransfer ke Daerah, maka kebijakan Pusat terkait dengan anggaran dan penggunaannya akan lebih efektif apabila Daerah dapat mengelolanya dengan profesional.
Melalui penguatan sumber-sumber pendapatan daerah dan pemberian diskresi belanja daerah maka diharapkan terdapat efisiensi dan efektivitas dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik di Daerah. Hal ini dikarenakan dekatnya tingkatan pemerintahan yang memberikan layanan dengan masyarakat yang dilayaninya sehingga pemerintah daerah lebih memahami kebutuhan dan prioritas daerah mereka. Dalam jangka waktu selanjutnya peningkatan kualitas penyelenggaraan pemerintahan akan mendorong akses layanan publik dan akan mendorong perekonomian daerah serta meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Dengan kewenangan yang dimiliki dan keleluasaan di dalam penggunaaan dana transfer yang diterimanya, Daerah dapat berbuat banyak untuk penguatan sektor riil di wilayahnya masing-masing. Disamping itu, koordinasi dan kerja sama antar daerah juga perlu dilakukan agar terjadi sinergi dalam pelaksanaan program yang direncanakan oleh Daerah. Selanjutnya masyarakat sebagai subyek dan obyek dari semua program yang dilaksanakan pemerintah, perlu diminta masukan dan sarannya, agar terjadi kesesuaian apa yang dilakukan oleh pemerintah dan apa yang dibutuhkan oleh masyarakat.
iv
AFFIRMATIVE POLICY DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT
Peranan Pemerintah Daerah yang lebih besar dalam fungsi alokasi menunjukkan tanggung jawab daerah yang juga lebih besar dalam merencanakan dan melaksanakan kebijakan di Daerah, sehingga tujuan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal dapat tercapai. Dalam kaitan inilah, maka upaya untuk membangun kebijakan yang lebih mempertimbangkan kepentingan publik dirasakan semakin penting. Untuk itu, penciptaan lingkungan yang kondusif perlu dibangun, antara lain melalui kepastian peraturan, transparansi pelaksanaan aturan, kecepatan pemberian layanan, kemudahan dan kesederhanaan proses memperoleh layanan publik tersebut, serta sinergi antara Pusat dan Daerah, serta antar daerah. Sejalan dengan semakin besarnya kewenangan Pemerintah Daerah melalui otonomi daerah dan semakin besarnya dana yang didaerahkan melalui desentralisasi fiskal, maka sudah sepatutnya semakin besar pula peran dan tanggung jawab Daerah dalam ikut serta mengatasi berbagai masalah yang terjadi secara nasional, seperti krisis global yang sedang kita hadapi pada saat ini. Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah harus secara bersama-sama, bahu membahu, berkontribusi untuk mengatasi krisis ekonomi tersebut.
Buku ini diterbitkan sebagai upaya untuk menjembatani kebutuhan informasi tentang pelaksanaan kebijakan desentralisasi fiskal di Indonesia. Diharapkan dengan adanya buku ini, Daerah akan lebih memahami kebijakan pemerintah di bidang desentralisasi fiskal dan dengan demikian Daerah
dapat
melaksanakan
program-program
pembangunannya
yang sejalan dengan kebijakan tersebut. Pada kesempatan ini saya menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggitingginya kepada seluruh jajaran Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan yang telah bekerja dengan itikad dan dedikasi yang baik serta Pelengkap Buku Pegangan Tahun 2013
v
memberikan kontribusi dalam penyusunan buku ini, mulai dari proses perancangan hingga finalisasi dan harmonisasi substansinya. Akhirnya saya berharap semoga buku ini dapat memberikan motivasi yang positif dan bermanfaat bagi kita semua dan pihak-pihak terkait lainnya dalam mendukung pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal yang lebih baik di Indonesia demi meningkatkan kesejateraan rakyat yang lebih cepat dan lebih luas. MENTERI KEUANGAN,
AGUS D.W. MARTOWARDOJO
vi
AFFIRMATIVE POLICY DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT
DAFTAR ISI Kata Pengantar .................................................................................
iii
Daftar Isi ............................................................................................
vii
Daftar Grafik ......................................................................................
x
Daftar Gambar...................................................................................
xi
Daftar Tabel .......................................................................................
xii
BAB I
PENDAHULUAN ..................................................................
1
BAB II PENGATURAN HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH...
6
2.1.
8
2.2.
2.3.
Kewenangan Perpajakan dan Retribusi Daerah ................... 2.1.1.
Sinkronisasi Penetapan Tarif Pajak Daerah dengan Kebijakan Nasional ................................................. 12
2.1.2.
Pengalihan PBB-P2 Menjadi Pajak Daerah ...........
15
2.1.3.
Penambahan Jenis Retribusi Daerah .....................
20
Dana Perimbangan ...............................................................
24
2.2.1.
DBH ........................................................................
24
2.2.2.
DAU ........................................................................
42
2.2.3.
DAK ........................................................................
45
Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian .............................
49
2.3.1.
Dana Otonomi Khusus............................................
49
2.3.2.
Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Tunjangan Profesi Guru, Dana Tambahan Penghasilan Guru .
Pelengkap Buku Pegangan Tahun 2013
50 vii
2.3.3.
Dana Insentif Daerah dan P2D2 .............................
55
2.3.4.
Dana Keistimewaan DIY .........................................
59
Dana Darurat, Pinjaman dan Hibah ......................................
60
2.4.1.
Dana Darurat ..........................................................
60
2.4.2.
Pinjaman Daerah ....................................................
62
2.4.3.
Hibah Daerah..........................................................
63
2.5.
Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan ......................
66
2.6.
Pengelolaan Keuangan Daerah ............................................
68
2.6.1.
Pengelolaan APBD .................................................
68
2.6.2.
Pengelolaan Defisit .................................................
79
2.6.3.
Sistem Informasi Keuangan Daerah .......................
82
2.4.
2.7.
Arah Kebijakan Revisi Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 84
BAB III ARAH KEBIJAKAN TRANSFER DAN HIBAH KE DAERAH TAHUN 2013......................................................................... 88 3.1.
Perkembangan Transfer ke Daerah ......................................
89
3.2.
Kebijakan DAU .....................................................................
95
3.2.1.
Penetapan Besaran DAU Nasional ........................
95
3.2.2.
Perhitungan Alokasi DAU .......................................
95
Kebijakan DAK ......................................................................
98
3.3.1.
Kebijakan Umum DAK Tahun 2013 ........................
98
3.3.2.
Penentuan Daerah Penerima DAK .........................
99
3.3.3.
Data Dalam Perhitungan DAK ................................ 100
3.3.
viii
AFFIRMATIVE POLICY DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT
3.4.
3.3.4.
Penentuan Besaran Alokasi DAK ........................... 101
3.3.5.
Arah Kebijakan, Ruang Lingkup dan Indikator Teknis Masing-masing Bidang DAK ................................... 102
Kebijakan Hibah .................................................................... 123
BAB IV AFFIRMATIVE POLICY DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT .............................................. 125 4.1.
Latar Belakang ...................................................................... 125
4.2.
Kriteria Ketertinggalan .......................................................... 126
4.3.
Kondisi Keuangan Daerah Tertinggal ................................... 130
4.4.
Arah Kebijakan Pembangunan Daerah Tertinggal ................ 131
4.5.
Penganggaran dan Pengalokasian DAK Daerah Tertinggal . 138
4.6.
Pedoman Pelaksanaan ......................................................... 142
BAB V PENUTUP ............................................................................. 147 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 149 LAMPIRAN
Pelengkap Buku Pegangan Tahun 2013
ix
DAFTAR GRAFIK Grafik 2.1 Perkembangan Alokasi BOS Melalui Transfer ke Daerah
52
Grafik 2.2 Grafik Penetapan APBD Tahun Anggaran 2008-2012 Provinsi, Kabupaten, dan Kota di Indonesia ....................
71
Grafik 2.3 Trend Belanja Daerah TA 2009 – 2012 ............................
72
Grafik 2.4 Penyerapan Belanja APBD ..............................................
75
Grafik 2.5 Tren SiLPA Tahun Berkenaan ..........................................
76
Grafik 2.6 Trend Dana Pemda di Perbankan 2009 – 2012 (data per Desember) ....................................................................... 77 Grafik 2.7 Opini BPK Atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Tahun 2007 – 2011 ..........................................................
78
Grafik 3.1 Komposisi Dana Transfer ke Daerah ...............................
90
Grafik 3.2 Pertumbuhan Dana Transfer ke Daerah ..........................
91
Grafik 3.3 Pertumbuhan Dana Transfer ke Daerah (Per Jenis Dana)
92
x
AFFIRMATIVE POLICY DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Kerangka Hubungan Keuangan antara Pusat dan Daerah
8
Gambar 2.2 Tahap Penyaluran DBH SDA........................................... 41 Gambar 4.1 Alokasi APBN Untuk Daerah Tertinggal (APBN-2012) .... 126
Pelengkap Buku Pegangan Tahun 2013
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1
Tarif PBB-KB Sesuai Perda Provinsi ...................................... 13
Tabel 2.2
Kesiapan Daerah Dalam Memungut PBB-P2 .................. 17
Tabel 2.3
Pemerintah Daerah yang Belum Menetapkan Perda BPHTB ............................................................................. 20
Tabel 2.4
Jenis dan Persentase DBH Pajak .................................... 25
Tabel 2.5
Pembagian Biaya Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan antara Pemerintah Pusat (DJP) dengan Pemerintah Daerah 27
Tabel 2.6
Penyaluran DBH Pajak dan CHT ..................................... 31
Tabel 2.7
Jenis dan Porsi Bagi Hasil DBH SDA .............................. 33
Tabel 2.8
Jenis dan Tarif PNBP yang Dibagihasilkan ...................... 34
Tabel 2.9
Periode Lifting dan Penyaluran DBH SDA Migas ............ 40
Tabel 2.10 Daerah Yang Melakukan Perjanjian Pinjaman Dengan PIP Tahun 2012 ...................................................................... 66 Tabel 3.1
Alokasi 2012-2013 Dana Transfer ke Daerah dan Dana Penyesuaian .................................................................... 90
Tabel 3.2
Tingkat Pertumbuhan Dana Transfer ke Daerah ............. 92
Tabel 3.3
Pagu dan Realisasi 2009 – 2013 ..................................... 93
Tabel 3.4
Perkembangan Hibah ke Daerah..................................... 95
Tabel 3.5
Data Dalam Perhitungan DAU ......................................... 96
Tabel 3.6
Penetapan Bobot Variabel Dalam Penghitungan DAU .... 97
Tabel 3.7
Alokasi DAK Per Bidang TA 2013 .................................... 101
xii
AFFIRMATIVE POLICY DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT
Tabel 4.1
Daerah Tertinggal Per Provinsi ........................................ 129
Tabel 4.2
Kapasitas Fiskal dan DAK Tahun 2012............................ 130
Tabel 4.3
Perbandingan Rata-Rata Alokasi DAK Tahun 2012......... 131
Tabel 4.4
Hubungan Kriteria Daerah Tertinggal Dengan Kriteria Alokasi DAK ..................................................................... 135
Tabel 4.5
Dukungan DAK Terhadap Program PDT ......................... 136
Tabel 4.6
Alokasi DAK Per Bidang TA 2013 .................................... 140
Tabel 4.7
Besaran Dana Pendamping DAK Tambahan................... 142
Tabel 4.8
Petunjuk Teknis DAK TA 2013 ......................................... 142
Pelengkap Buku Pegangan Tahun 2013
xiii
AFFIRMATIVE POLICY DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT
Bab I Pendahuluan Komitmen Pemerintah untuk melaksanakan kebijakan desentralisasi secara konsisten dan berkelanjutan telah terlihat dengan jelas baik dari kenaikan dana transfer ke daerah dari tahun ke tahun dan revisi berbagai peraturan perundang-undangan terkait. Komitmen tersebut tentunya didasari pertimbangan dan fakta yang menunjukkan bahwa kebijakan desentralisasi merupakan instrumen yang lebih efektif dan efisien untuk mencapai tingkat kesejahteraan yang lebih baik di tingkat lokal. Secara nasional, transfer perkapita meningkat sangat tajam dari tahun ke tahun dan selaras dengan pengurangan tingkat kemiskinan dan tingkat pengangguran. Tingkat kemiskinan menurun dari 17,75% dalam tahun 2006 menjadi 11,96% pada tahun 2012. Pada beberapa daerah yang tingkat transfer perkapitanya sangat tinggi, ternyata juga mengalami penurunan kemiskinan yang lebih tinggi dibandingkan daerah lainnya. Dengan kebijakan desentralisasi, daerah-daerah yang selama ini masih tertinggal telah dapat mengejar ketertinggalannya. Keberhasilan desentralisasi juga terlihat dari beberapa indikator pelayanan publik di daerah. Sebagai contoh di bidang pendidikan, angka partisipasi murni (APM) SD meningkat di seluruh provinsi dan dalam bidang kesehatan angka kematian bayi (IMR) menurun signifikan di seluruh provinsi. Secara keseluruhan disadari bahwa kebijakan desentralisasi yang diambil oleh pemerintah belum sepenuhnya sejalan dengan capaian tingkat kesejahteraan di tingkat lokal. Pelayanan publik yang disediakan oleh Pemerintah Daerah yaitu penyediaan barang-barang untuk kebutuhan publik (public goods) seperti jalan, jembatan, pasar terminal, rumah sakit dan lain-lainnya dan kedua adalah pengaturan-pengaturan publik (public regulations) yang dikemas dalam bentuk peraturan daerah seperti Perda Ijin Mendirikan Bangunan, Perda Kependudukan, Perda Pelengkap Buku Pegangan Tahun 2013
1
Pajak dan Retribusi Daerah dan lain-lainnya belum banyak memberikan kontribusi bagi peningkatan tingkat kesejahteraan masyarakat. Setelah lebih dari satu dekade pasca reformasi, pelaksanaan otonomi daerah masih memerlukan pembenahan dalam penyediaan pelayanan publik khususnya yang terkait dengan penyediaan pelayanan dasar yang masih belum menunjukkan pencapaian yang signifikan dari standard pelayanan minimal (SPM). Politik anggaran di tingkat lokal kurang sejalan dengan upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Proses penetapan anggaran memerlukan waktu yang cukup lama. Masih banyak daerah yang terlambat menetapkan APBD sehingga berpengaruh pada efektivitas penyerapan anggaran. Beberapa daerah dikenakan sanksi berupa penundaan penyaluran DAU karena penetapan APBD terlambat. Di sebagian besar daerah, alokasi anggaran belanja lebih banyak untuk pegawai dibandingkan untuk pelayanan kepada masyarakat (belanja modal). Sampai dengan tahun 2011, alokasi belanja pegawai cenderung terus meningkat hingga mencapai lebih dari 40% dari total belanja APBD (untuk provinsi di kisaran 25% dan untuk Kab/Kota di kisaran 51%) dan pada tahun 2012 mengalami penurunan. Proporsi belanja modal mengalami peningkatan di tahun 2011 dan 2012, yaitu diatas 20%. Di sisi lain, pengalokasian anggaran APBD juga masih belum optimal. Dana APBD juga masih banyak yang tidak dimanfaatkan oleh Daerah secara optimal. Dalam tahun 2012 jumlah dana APBD yang mengendap di perbankan mencapai 106,9 triliun atau sekitar 18,04% dari total APBD. Besarnya dana idle ini dapat mendistorsi pencapaian sasaran fiskal nasional. Selain permasalahan pengelolaan keuangan, berbagai tudingan negatif masyarakat juga dialamatkan kepada pelaksanaan otonomi daerah, seperti munculnya istilah raja-raja kecil, desentralisasi korupsi, dinasti kepemimpinan daerah dan lain-lainnya. Sedangkan cita-cita reformasi adalah bagaimana mengembalikan kedaulatan rakyat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara diantaranya melalui otonomi daerah dan 2
AFFIRMATIVE POLICY DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT
menjadikan otonomi daerah sebagai instrumen untuk meningkatkan kesejahteraan. Pengaturan mengenai hubungan kewenangan Pusat dan Daerah dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah perlu terus didiseminasikan kepada berbagai pihak terkait dan bahkan diperbaharui agar sejalan dengan perkembangan dan tuntutan masyarakat. Desentralisasi politik yang memberikan tanggung jawab yang besar kepada masyarakat lokal dalam menentukan preferensi kebutuhannya masih jauh dari harapan. Pemilihan DPRD dan kepala daerah secara langsung belum menunjukkan keterkaitan yang erat dengan tingkat pelayanan. Pemilihan DPRD dan kepala daerah secara langsung diharapkan dapat menghasilkan pemimpin yang lebih akuntabel dan bertanggung jawab. Keterlibatan masyarakat secara langsung maupun melalui lembaga DPRD dalam berbagai pengambilan keputusan berbagai kebijakan daerah diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyediaan pelayanan. Sistem rekrutmen partai politik dan Pilkada kelihatannya perlu diperbaiki agar bisa sejalan dengan tujuan desentralisasi tersebut. Pengaturan dan konsistensi pelaksanaan urusan antara tingkat pemerintahan, pusat, provinsi dan kabupaten/kota yang menjadi dasar pembagian sumber-sumber keuangan perlu mendapat perhatian yang lebih serius. Beberapa urusan yang telah menjadi tanggung jawab daerah berdasarkan undang-undang, ditetapkan kembali menjadi tanggung jawab Pusat baik dengan peraturan yang lebih rendah (Peraturan Pemerintah/ Peraturan Presiden/Peraturan Menteri) maupun dengan undang-undang sektoral. Juga masih terdapat inkonsistensi mengenai pendanaan. Pada dasarnya pengaturan mengenai pembagian urusan dalam undangundang menempatkan daerah lebih kompeten dalam penyediaan layanan kepada masyarakat. Pemerintah Pusat dibatasi hanya bertanggung jawab terhadap urusan yang menyangkut kedaulatan negara dan bertanggung Pelengkap Buku Pegangan Tahun 2013
3
jawab untuk menyusun norma, standard, prosedur dan kriteria (NSPK) yang menjadi acuan bagi daerah dalam melaksanakan urusannya. Dalam praktiknya, Pemerintah Pusat masih banyak melaksanakan kegiatankegiatan yang telah menjadi tanggung jawab daerah. Di bidang fiskal, kebijakan desentralisasi diarahkan untuk memberikan diskresi yang besar dalam pengelolaan keuangan sejalan dengan pemberian tanggung jawab yang besar pula dalam pelayanan. Kewenangan daerah dalam perpajakan daerah terus ditingkatkan baik dari jenis pajak yang dapat dipungut oleh daerah maupun dalam penetapan tarif pajak. Kebijakan ini dimaksudkan agar masyarakat dapat mengendalikan pengeluaran daerah dengan mengkaitkan pembayaran pajak dengan tingkat pelayanan di daerah. Selain itu, dana transfer yang disalurkan kepada daerah sebagian besar berupa dana alokasi umum. Kebijakan ini diambil agar daerah dapat mengalokasikan dana sesuai dengan kebutuhan tiap-tiap daerah. Pengaturan mengenai hubungan Pusat dan Daerah baik terkait politik, pembagian urusan dan fiskal akan disesuaikan terus dengan arah memperkuat otonomi daerah. Saat ini RUU terkait Desa, Pilkada dan Pemerintahan Daerah sedang dibahas di DPR. Sementara itu, RUU terkait desentralisasi fiskal (pengganti Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004) juga akan disampaikan ke DPR untuk dibahas menjadi undangundang. Undang-undang tersebut akan diarahkan untuk memperbaiki formulasi dana transfer dan pengendalian terhadap belanja APBD. Sistem pendanaan urusan akan diatur dengan jelas dan bahkan akan dikenakan sanksi bagi setiap level pemerintahan yang mengalokasikan dana untuk kegiatan di luar tanggung jawabnya. Pengalokasian dana perimbangan akan direformulasi dengan arah memberikan kepastian sumber pendanaan bagi daerah dan memberikan insentif bagi peningkatan kualitas pelayanan. Alokasi dana akan lebih diarahkan pada pencapaian standar pelayanan minimum pelayanan dasar di bidang pendidikan, kesehatan dan infrastruktur jalan, jembatan, sanitasi, irigasi dan air 4
AFFIRMATIVE POLICY DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT
minum. Kementerian dan Lembaga yang menangani urusan tersebut akan lebih berperan untuk menilai tingkat pencapaian pelayanan pada bidang tersebut dan penilaian tersebut menjadi dasar untuk mengalokasikan dana alokasi khusus. Terkait dengan pengelolaan keuangan daerah, dalam RUU tersebut juga diatur mengenai sistem penganggaran APBD yang harus sejalan dengan APBN. Target fiskal nasional harus dipertimbangkan dalam penyusunan APBD.
Pelengkap Buku Pegangan Tahun 2013
5
Bab II Pengaturan Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah Hubungan keuangan Pusat dan Daerah timbul sebagai konsekuensi dari adanya pembagian urusan pemerintahan antar tingkat pemerintahan, antara Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota. Masing-masing tingkat pemerintahan berhak dan berkewajiban menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi tanggung jawabnya. Seperti diketahui, urusan pemerintahan dibagi menjadi urusan absolut dan urusan konkuren. Urusan absolut yang meliputi politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, dan agama merupakan urusan yang mutlak menjadi urusan Pusat. Urusan pemerintahan tersebut menyangkut terjaminnya kelangsungan hidup bangsa dan negara secara keseluruhan. Selain urusan mutlak tersebut, terdapat bagian dari urusan pemerintahan yang bersifat konkuren yang dapat dilakukan secara bersama antara Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota. Distribusi urusan pemerintahan antara tingkat pemerintahan tersebut dilakukan dengan kriteria eksternalitas, akuntabilitas dan efisiensi. Ketiga level pemerintahan tersebut dapat saja melakukan kegiatan dalam satu urusan, namun berbeda dalam hal cakupan atau jenis kegiatannya. Dengan pertimbangan tersebut, Pemerintah Pusat berwenang untuk melaksanakan berbagai urusan di luar urusan absolut sepanjang urusan tersebut memiliki eksternalitas nasional dan internasional. Urusan pemerintahan yang menjadi tanggung jawab pusat diselenggarakan sendiri oleh Pemerintah Pusat atau dapat dilimpahkan sebagian kepada perangkatnya di daerah atau kepada wakil pemerintah di daerah atau ditugaskan kepada pemerintah daerah atau kepala desa.
6
AFFIRMATIVE POLICY DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT
Walaupun semua urusan pemerintahan telah dibagi habis antar tingkat pemerintahan, namun terdapat hubungan antara pemerintah pusat dan daerah dalam penyelenggaraan urusan tersebut. Sebagai Negara Kesatuan, tanggung jawab akhir terhadap semua urusan tersebut tetap berada pada tingkat Pusat. Terkait dengan tanggung jawab tersebut, Pemerintah Pusat berwenang membuat norma-norma, standar, prosedur, kriteria (NSPK) yang menjadi acuan bagi Pemerintah Provinsi dan kabupaten/kota dalam melaksanakan urusan tersebut. Pemerintah Pusat juga akan melakukan monitoring dan evaluasi, supervisi, fasilitasi terhadap penyelenggaraan urusan tersebut. Sejalan dengan pembagian urusan pemerintahan tersebut, sumbersumber keuangan dibagi antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Sebagai daerah otonom, Daerah diberikan kewenangan untuk memungut pajak dan retribusi (local taxing power). Pemberian kewenangan untuk mengenakan pajak dan retribusi dimaksudkan agar daerah dapat menyediakan pelayanan sesuai dengan kemampuan masyarakatnya. Namun demikian, perbedaan dalam pertimbangan pembagian urusan pemerintahan dan kewenangan perpajakan mengakibatkan terjadinya ketimpangan vertikal antara Pusat dan Daerah. Artinya, pembagian urusan tidak selalu bisa diselaraskan dengan pembagian kewenangan perpajakan. Terdapat hubungan keuangan antara Pusat dan Daerah. Pemerintah Pusat harus mengalokasi dana perimbangan kepada daerah untuk mendanai urusan-urusan yang menjadi tanggung jawab daerah. Selain pemberian dana perimbangan tersebut, Pemerintah pusat juga memberikan sumber pendanaan lainnya berupa hibah dan pinjaman. Dalam rangka menjamin harmonisasi pengelolaan fiskal daerah dengan Pusat, pengaturan mengenai hubungan keuangan tidak saja mengatur pembagian sumber-sumber keuangan tetapi juga mengatur pengelolaan keuangan dan pengendalian terhadap belanja daerah. Selengkapnya mengenai kerangka pengaturan hubungan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah dapat dilihat dalam gambar 2.1. Pelengkap Buku Pegangan Tahun 2013
7
Gambar 2.1 Kerangka Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah
2.1 Kewenangan Perpajakan dan Retribusi Daerah Salah satu esensi desentralisasi fiskal adalah adanya pemberian kewenangan kepada pemerintah daerah untuk memungut pajak (taxing power) dan retribusi. Kewenangan perpajakan dan retribusi tersebut telah diatur terakhir dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Undang-Undang 28 Tahun 2009 merupakan pengganti Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 yang secara efektif mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari 2010. Undang-undang tersebut merupakan langkah strategis untuk memperkuat desentralisasi yang lebih ideal. Beberapa perubahan kebijakan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, yaitu: 1. Kebijakan dalam penetapan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) dari open-list system menjadi closed-list system. Salah satu 8
AFFIRMATIVE POLICY DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT
pertimbangan penerapan closed-list system adalah untuk memberikan kepastian bagi masyarakat dan dunia usaha mengenai jenis pungutan daerah yang wajib dibayar, serta meningkatkan efisiensi pemungutan PDRD. Dengan closed-list system, pemerintah daerah hanya dapat memungut jenis PDRD yang tercantum dalam undangundang. Dengan kebijakan ini, pemerintah daerah didorong untuk mengoptimalkan pemungutan PDRD dengan landasan hukum yang kuat dan tidak menciptakan jenis pungutan baru yang bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. 2. Pemberian kewenangan yang lebih besar kepada daerah di bidang perpajakan dan retribusi daerah (local taxing empowerment), melalui beberapa kebijakan, yaitu: a. memperluas basis PDRD yang sudah ada, seperti perluasan basis Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN-KB) yang meliputi kendaraan Pemerintah/TNI/ Polri, Pajak Hotel termasuk persewaan ruangan, Pajak Restoran termasuk jasa boga/katering, dan Retribusi Izin Gangguan yang juga mencakup ketertiban lingkungan dan keselamatan kerja; b. menambah jenis PDRD, seperti Pajak Rokok, Pajak Sarang Burung Walet, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2), Retribusi Pelayanan Tera/Tera Ulang, Retribusi Pelayanan Pendidikan, Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi, dan Retribusi Izin Usaha Perikanan. Selain itu, khusus untuk jenis retribusi daerah masih dibuka peluang untuk ditambah jenisnya sesuai dengan kriteria yang diatur dalam undang-undang dan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah; c. menaikkan tarif maksimum beberapa jenis pajak daerah, seperti PKB, BBN-KB, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB), Pajak Hiburan, Pajak Parkir, dan Pajak Mineral Bukan Pelengkap Buku Pegangan Tahun 2013
9
Logam dan Batuan. Dengan kebijakan ini, diharapkan dapat meningkatkan pendapatan daerah sekaligus sebagai kompensasi hilangnya penerimaan dari beberapa jenis pungutan daerah akibat dari adanya perubahan dari open-list system menjadi closed-list system; dan d. memberikan diskresi penetapan tarif pajak. Pemerintah daerah diberikan kewenangan sepenuhnya untuk menetapkan besaran tarif pajak daerah, namun tidak boleh melebihi tarif maksimum yang ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009. Kecuali Pajak Rokok, seluruh jenis pajak daerah dalam Undang-undang Nomor 28 tahun 2009 diberikan batas tarif maksimum. Kebijakan ini memberikan peluang bagi pemerintah daerah untuk memberikan insentif dan disinsentif kepada masyarakat berkaitan dengan pemungutan pajak daerah. 3. Memperbaiki sistem pengelolaan PDRD melalui kebijakan bagi hasil pajak provinsi kepada kabupaten/kota yang lebih pasti, serta kebijakan earmarking untuk jenis pajak daerah tertentu. Kebijakan bagi hasil pajak ini mencerminkan bentuk tanggung jawab pemerintah provinsi untuk ikut serta menanggung beban biaya yang diperlukan oleh kabupaten/ kota dalam melaksanakan fungsinya, yaitu memberikan pelayanan kepada masyarakat. Sementara itu, dengan adanya kebijakan earmarking, dapat menjamin bahwa sebagian hasil pendapatan pajak daerah tertentu dialokasikan untuk mendanai kegiatan tertentu yang dapat dirasakan secara langsung oleh masyarakat. 4. Meningkatkan efektivitas pengawasan pungutan daerah dengan mengubah mekanisme pengawasan dari sistem represif menjadi sistem preventif dan korektif.
Pelaksanaan pemungutan PDRD tersebut dilakukan melalui penetapan peraturan daerah (Perda). Setiap Rancangan Perda (Raperda) tentang PDRD, sebelum ditetapkan menjadi Perda harus dievaluasi terlebih 10
AFFIRMATIVE POLICY DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT
dahulu. Untuk Raperda Kabupaten/Kota dievaluasi oleh Gubernur dan untuk Raperda Provinsi dievaluasi oleh Menteri Dalam Negeri. Evaluasi Raperda yang dilakukan oleh Gubernur dan Menteri Dalam Negeri tersebut dilakukan dengan berkoordinasi dengan Menteri Keuangan. Setelah Raperda dievaluasi dan disampaikan kepada pemerintah daerah yang bersangkutan, Raperda disesuaikan dengan hasil evaluasi dan kemudian ditetapkan menjadi Perda. Perda yang sudah ditetapkan dapat dibatalkan oleh Pemerintah apabila bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan/atau kepentingan umum. Pembatalan Perda yang semula dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri diubah dengan Peraturan Presiden. Hal ini dilakukan dalam rangka memperkuat dasar hukum pembatalan Perda. Selain itu, terhadap pemerintah daerah yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di bidang PDRD dapat dikenakan sanksi berupa penundaan dan/atau pemotongan dana alokasi umum dan/atau dana bagi hasil atau restitusi. Dalam kaitan dengan pelaksanaan desentralisasi fiskal, perubahan kebijakan tersebut diharapkan akan memberikan dampak positif khususnya bagi pemerintah daerah. Dampak positif yang diharapkan antara lain, pemerintah daerah dapat lebih menyesuaikan kebijakan perpajakan dengan kondisi daerah masing-masing, munculnya competitiveness antar pemerintah daerah untuk lebih menciptakan iklim investasi yang lebih baik, terjalinnya hubungan kemitraan yang lebih baik antara pemerintah daerah dengan pengusaha/investor dan masyarakat untuk memikul tanggung jawab pembangunan karena didukung dengan adanya kejelasan, kepastian dan kesederhanaan berbagai regulasi yang ada, serta pertumbuhan ekonomi daerah akan lebih cepat karena didorong dengan sumber pendanaan yang memadai dalam memenuhi kebutuhan pembangunan sarana dan prasarana perekonomian.
Pelengkap Buku Pegangan Tahun 2013
11
2.1.1 Sinkronisasi Penetapan Tarif Pajak Daerah dengan Kebijakan Nasional Pada prinsipnya diskresi daerah dalam perpajakan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 terletak pada penetapan besarnya tarif dalam batas yang ditetapkan dalam undang-undang. Namun demikian, penetapan besaran tarif tersebut perlu mempertimbangkan dampaknya terhadap perekonomian daerah dan nasional. Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, tarif PBB-KB ditetapkan maksimum 10 persen dari sebelumnya maksimum 5 persen. Pemerintah Provinsi diberikan kewenangan untuk menerapkan tarif PBB-KB sampai dengan 10 persen dalam Perda. Undang-undang tersebut juga memberikan kewenangan kepada provinsi untuk menetapkan tarif PBB-KB untuk bahan bakar minyak (BBM) yang digunakan kendaraan umum paling sedikit 50% lebih rendah dari tarif PBB-KB untuk kendaraan pribadi. Dengan demikian, pengenaan tarif PBB-KB dapat dilakukan secara diskriminatif baik antar daerah maupun antar jenis penggunaan kendaraan bermotor. Pengenaan tarif diskriminatif antara kendaraan bermotor dilakukan dengan memperhatikan aspek kesiapan daerah untuk membedakan pengguna bahan bakar. Peluang pemberlakuan diskriminasi tarif tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan daya saing daerah, karena harga jual per liter BBM dapat berbeda antar daerah. Diskriminasi harga tersebut secara tidak langsung juga ditujukan agar pemerintah daerah dapat berperan optimal menurunkan konsumsi BBM, memperbaiki moda transportasi umum, mengurangi tingkat kemacetan, mengurangi polusi, meningkatkan produktivitas masyarakat dengan adanya penurunan kemacetan, serta untuk meningkatkan Penerimaan Asli Daerah (PAD). Bagi Pemerintah Pusat, kenaikan tarif PBB-KB tersebut untuk jangka panjang akan mengurangi beban subsidi dengan asumsi penggunaan BBM bersubsidi (bensin dan minyak solar) menurun akibat adanya kenaikan harga. Dalam kondisi tertentu, sesuai Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009, Pemerintah diberikan kewenangan untuk mengintervensi tarif PBB12
AFFIRMATIVE POLICY DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT
KB yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah dengan menerbitkan peraturan presiden. Penetapan tarif oleh Pemerintah dilakukan untuk jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun. Kewenangan Pemerintah untuk mengubah tarif PBB-KB tersebut dilakukan dalam hal: 1. kenaikan harga minyak dunia melebihi 130 persen dari asumsi harga minyak dunia yang ditetapkan dalam Undang-undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun berjalan. Bila harga minyak dunia sudah kembali normal, peraturan presiden dicabut dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan. 2. Stabilisasi harga BBM untuk jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun sejak ditetapkannya Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009. Ketentuan ini diperlukan untuk menghindari gejolak sosial akibat adanya kemungkinan perbedaan harga BBM antar daerah. Berdasarkan data yang ada, dari 33 pemerintah provinsi yang telah menetapkan perda tentang PBB-KB, sebanyak 14 daerah menetapkan tarif sebesar 5 persen, 13 daerah sebesar 7,5 persen dan 6 daerah sebesar 10 persen. Data daerah yang telah menetapkan Perda tentang PBB-KB selengkapnya dapat dilihat pada Tabel. 2.1 di bawah ini. Tabel 2.1 Tarif PBB-KB Sesuai Perda Provinsi No.
Provinsi
Nomor dan Tahun Perda
Tarif PBB-KB
1
Aceh
Perda 2 Tahun 2012
5%
2
Sumatera Utara
Perda 1 Tahun 2011
10%
3
Sumatera Barat
Perda 1 Tahun 2012
5%
4
Riau
Perda 8 Tahun 2011
5%
5
Jambi
Perda 6 Tahun 2011
7,5%
6
Sumatera Selatan
Perda 3 Tahun 2011
7,5%
7
Bengkulu
Perda 2 Tahun 2011
5%
8
Lampung
Perda 2 Tahun 2011
7,5%
9
Kepulauan Bangka Belitung
Perda 1 Tahun 2011
5%
Pelengkap Buku Pegangan Tahun 2013
13
10
Kepulauan Riau
Perda 8 Tahun 2011
10%
11
DKI Jakarta
Perda 10 Tahun 2010
5%
12
Jawa Barat
Perda 13 Tahun 2011
5%
13
Jawa Tengah
Perda 2 Tahun 2011
5%
14
Daerah Istimewa Yogyakarta
Perda 3 Tahun 2011
5%
15
Jawa Timur
Perda 9 Tahun 2010
10%
16
Banten
Perda 1 Tahun 2011
5%
17
Bali
Perda 1 Tahun 2011
10%
18
Nusa Tenggara Barat
Perda 1 Tahun 2011
10%
19
Nusa Tenggara Timur
Perda 2 Tahun 2010
10%
20
Kalimantan Barat
Perda 8 Tahun 2010
7,5%
21
Kalimantan Tengah
Perda 7 Tahun 2010
7,5%
22
Kalimantan Selatan
Perda 5 Tahun 2011
7,5%
23
Kalimantan Timur
Perda 01 Tahun 2011
7,5%
24
Sulawesi Utara
Perda 7 Tahun 2011
5%
25
Sulawesi Tengah
Perda 1 Tahun 2011
7,5%
26
Sulawesi Selatan
Perda 10 Tahun 2010
7,5%
27
Sulawesi Tenggara
Perda 5 Tahun 2011
7,5%
28
Gorontalo
Perda 5 Tahun 2011
5%
29
Sulawesi Barat
Perda 01 Tahun 2011
7,5%
30
Maluku
Perda 05 Tahun 2010
7,5%
31
Maluku Utara
Perda 05 Tahun 2011
7,5%
32
Papua Barat
Perda 5 Tahun 2011
5%
33
Papua
Perda 4 Tahun 2011
5%
Sumber: Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan.
14
AFFIRMATIVE POLICY DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT
KEBIJAKAN TARIF PAJAK BAHAN BAKAR KENDARAAN BERMOTOR Mengingat saat ini harga jual eceran jenis BBM tertentu, antara lain, bensin (gasoline) RON 88 dan minyak solar (gas oil) masih disubsidi oleh Pemerintah, peningkatan tarif PBB-KB yang ditetapkan oleh Provinsi di satu pihak akan meningkatkan PAD, namun di lain pihak dapat berdampak terhadap peningkatan subsidi BBM dalam kebijakan harga tidak seragam. Dalam rangka mengendalikan beban subsidi dan stabilisasi harga BBM, Pemerintah mengambil kebijakan mengubah tarif PBB-KB dengan menetapkan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Tarif PBB-KB. Peraturan Presiden tersebut mengubah tarif PBB-KB yang telah ditetapkan dalam Perda Provinsi menjadi sebesar 5 persen dan berlaku sampai dengan tanggal 15 September 2012. Dengan mempertimbangkan kondisi keuangan negara, ekonomi dunia, serta pertimbangan lainnya, Pemerintah mengambil kebijakan untuk menjaga stabilitas harga BBM bersubsidi agar tidak terjadi disparitas harga antar daerah akibat perbedaan tarif PBB-KB. Salah satu langkah yang dilakukan Pemerintah untuk menjaga stabilitas harga BBM bersubsidi tersebut adalah dengan menyampaikan himbauan kepada Gubernur dan Ketua DPRD Provinsi di seluruh Indonesia agar tarif PBB-KB untuk BBM bersubsidi dapat ditetapkan sebesar 5 persen melalui Surat Menteri Dalam Negeri Nomor: 973/2896/SJ tanggal 31 Juli 2012. Meskipun demikian, Pemerintah perlu menyiapkan kebijakan/regulasi yang selaras dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 dengan mempertimbangkan dampak tarif PBB-KB terhadap fiskal, inflasi, dan sosial. Pemerintah juga perlu memberikan kepastian kepada Pemerintah Provinsi, penyedia BBM bersubsidi, dan masyarakat pengguna BBM bersubsidi terkait dengan kebijakan PBB-KB pasca berakhirnya Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2011.
2.1.2 Pengalihan PBB-P2 Menjadi Pajak Daerah Dengan diberlakukannya Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009, seluruh kewenangan pengelolaan PBB-P2 diserahkan kepada pemerintah daerah. Dengan penyerahan ini, PBB-P2 diharapkan akan menjadi salah satu sumber PAD yang cukup potensial bagi pemerintah daerah, dibandingkan penerimaan jenis pajak daerah yang ada selama ini. Berdasarkan ketentuan undang-undang tersebut, selambat-lambatnya tanggal 1 Januari 2014 pelaksanaan pemungutan PBB-P2 dialihkan ke pemerintah daerah. Beberapa daerah telah melaksanakan pemungutan Pelengkap Buku Pegangan Tahun 2013
15
PBB-P2 tersebut, dan 2013 ini merupakan tahun terakhir untuk melakukan berbagai persiapan pemungutan pajak tersebut. Apabila daerah dalam tahun 2014 belum memungut PBB-P2 tersebut, maka pemerintah daerah tidak lagi mendapatkan bagi hasil PBB-P2 seperti pada tahun-tahun sebelumnya. Pemerintah Pusat sejak tahun 2014 tidak lagi berhak untuk memungutnya. Agar kualitas layanan kepada Wajib Pajak dan stakeholders tetap terjaga selama masa peralihan, maka proses dalam masa peralihan menjadi hal yang paling penting untuk dipikirkan dan direncanakan secara cermat. Kunci sukses pelaksanaan devolusi PBB-P2 kepada Pemerintah Daerah, antara lain: 1. Proses peralihan kewenangan pemungutan PBB-P2 berjalan lancar
(smooth) dengan harga (cost) yang minimal, baik untuk pihak yang mengalihkan maupun pihak yang menerima pengalihan; 2. Stabilitas penerimaan PBB-P2 bagi Pemerintah Daerah tetap terjaga
dengan tingkat deviasi yang dapat ditekan seminimal mungkin sehingga daerah tidak banyak kehilangan penerimaan dengan adanya pengalihan tersebut; 3. Masyarakat sebagai Wajib Pajak tidak merasakan adanya perubahan
pelayanan atau bahkan dapat merasakan adanya peningkatan yang signifikan dalam hal kualitas dan kecepatan pelayanan. Dalam rangka persiapan pengalihan kewenangan memungut PBB-P2, sesuai dengan Peraturan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri Nomor: 213/ PMK.07/2010 dan Nomor 58 Tahun 2010 tentang Tahapan Persiapan Pengalihan PBB-P2 sebagai Pajak Daerah, pemerintah daerah mempunyai tanggung jawab untuk mempersiapkan beberapa hal, yaitu Perda tentang PBB-P2, Peraturan Kepala Daerah mengenai standard operating procedure (SOP) pemungutan PBB-P2, sarana dan prasarana, kerjasama dengan pihak terkait, dan pembukaan rekening penampungan PBB-P2. Langkah persiapan tersebut perlu dilakukan sedini mungkin oleh pemerintah daerah.
16
AFFIRMATIVE POLICY DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT
Sampai dengan 18 Maret 2013, terdapat 284 daerah atau 57,7 persen dari jumlah daerah yang telah menetapkan Perda PBB-P2. Potensi PBB-P2 dari 284 daerah tersebut mencakup sekitar 93,9 persen dari total penerimaan PBB-P2 tahun 2011. Sementara itu, terdapat 107 daerah atau 21,8 persen dari jumlah daerah yang masih dalam proses menetapkan Perda PBB-P2. Dari keseluruhan daerah ini, potensi penerimaan PBB-P2 sekitar 4,2 persen dari total penerimaan PBB-P2 tahun 2011. Daerah lainnya sebanyak 101 daerah atau 20,5 persen dari jumlah daerah yang belum menyusun Perda PBB-P2 dengan potensi penerimaan PBB-P2 sekitar 1,9 persen dari total penerimaan tahun 2011. Dari 284 daerah yang telah menetapkan Perda PBB-P2, terdapat 1 daerah, yaitu Kota Surabaya yang telah memungut PBB-P2 pada tahun 2011, 17 daerah pada tahun 2012, dan 105 daerah pada tahun 2013. Sementara itu, 161 daerah akan memungut pada tahun 2014. Data kesiapan daerah dalam memungut PBB-P2 selengkapnya dapat dilihat pada Tabel. 2.2. Tabel 2.2 Kesiapan Daerah dalam Memungut PBB-P2 (Posisi: 18 Maret 2013) Jumlah No.
1.
Prosentase (%)
Daerah
Potensi Berdasarkan Penerimaan Tahun 2011 (Rp)
Jumlah Daerah
Potensi Berdasarkan Penerimaan Tahun 2011
284
7.756.855.238.926
57,72
93,91
a. Memungut tahun 2011
1
498.640.108.488
0,20
6,04
b. Memungut tahun 2012
17
1.074.236.906.348
3,46
13,01
c. Memungut tahun 2013
105
4.905.980.775.043
21,34
59,41
d. Memungut tahun 2014
161
1.277.997.449.046
32,72
15,47
Kesiapan Daerah
Perda yang telah siap:
Pelengkap Buku Pegangan Tahun 2013
17
2.
Raperda (dalam proses)
107
344.382.362.565
21,75
4,17
3.
Belum menyusun Raperda
101
158.865.407.221
20,53
1,92
492
8.260.103.008.712
100
100
Total
Sumber: Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan dan Direktorat Jenderal Pajak
Dalam rangka mempercepat pengalihan PBB-P2 dan sekaligus sebagai bentuk pelaksanaan tanggung jawab moral, pada tahun 2011 Pemerintah bersama dengan DPR-RI telah melakukan kegiatan sosialisasi di 160 Kabupaten/Kota. Kegiatan sosialisasi ini akan terus dilakukan kepada seluruh Pemerintah Kabupaten/Kota sampai dengan tahun 2013. Pada tahun 2012, kegiatan sosialisasi juga telah dilaksanakan di 160 Kabupaten/ Kota. Sosialisasi tersebut dimaksudkan untuk menumbuhkan awareness dan memotivasi daerah agar segera menyiapkan fasilitas dan infrastruktur yang diperlukan untuk menerima pengalihan pemungutan PBB-P2. Di sisi lain, sosialisasi ini juga sebagai public announcement, khususnya kepada masyarakat dan aparat yang akan menangani pemungutan terkait dengan kebijakan pengalihan PBB-P2 sebagai pajak daerah. Pelaksanaan sosialisasi ini melibatkan Komisi XI DPR-RI, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, Direktorat Jenderal Pajak, dan Direktorat Jenderal Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri. Materi yang disampaikan meliputi, filosofi pengalihan, kebijakan pengalihan, teknis pemungutan PBB-P2, serta struktur organisasi dan tata kerja Pemerintah Daerah terkait dengan persiapan pengalihan. Peserta sosialisasi meliputi, unsur DPRD Kabupaten/Kota, SKPD terkait, Camat, Kepala Desa/Lurah, Sekretaris Desa/Lurah, Kantor Pertanahan (BPN), KPP Pratama, Notaris/PPAT, akademisi, dan tokoh masyarakat setempat. Selanjutnya, sebagai upaya pemerintah mendukung suksesnya pengalihan PBB-P2, khususnya terkait dengan penyiapan sumber daya manusia,
18
AFFIRMATIVE POLICY DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT
Sekolah Tinggi Akuntansi Negara, bekerjasama dengan Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, telah membuka program D1 Keuangan Spesialisasi Pajak Konsentrasi Penilai PBB-P2 dan D1 Keuangan Spesialisasi Pajak Konsentrasi operator console (OC). Pemerintah daerah dapat mengirimkan beberapa pegawai yang akan menangani pemungutan PBB-P2 untuk dididik dan dipersiapkan agar pada saatnya nanti bisa mengelola PBB-P2 dengan baik. Sementara itu, pelaksanaan pemungutan BPHTB menjadi pajak daerah yang secara efektif telah berlaku sejak 1 Januari 2011, masih terdapat sejumlah pemerintah daerah yang belum menetapkan Perda BPHTB karena berbagai kendala dan pertimbangan. Kendala dan pertimbangan yang dihadapi tersebut, antara lain, pemerintah daerah mengambil kebijakan untuk menunda menerbitkan Perda karena tidak ada atau kecilnya potensi penerimaan BPHTB, proses pembahasan Raperda dengan DPRD yang berlarut-larut karena perbedaan kepentingan politik. Selain itu, beberapa kepala daerah sedang tersangkut masalah hukum, persiapan pemilihan kepala daerah, serta masa transisi pergantian kepala daerah juga mengakibatkan proses penyusunan Perda BPHTB menjadi terhambat. Berdasarkan data sampai dengan 18 Februari 2013, terdapat 482 daerah atau 98,0 persen dari jumlah daerah yang telah menetapkan Perda BPHTB. Kelompok daerah ini memiliki potensi BPHTB sekitar 99,9 persen dari total penerimaan BPHTB tahun 2010. Sementara itu, terdapat 10 daerah atau 2,0 persen dari jumlah daerah yang masih dalam proses menetapkan Perda BPHTB. Kelompok daerah ini memiliki potensi penerimaan BPHTB sekitar 0,000002 persen dari total penerimaan BPHTB tahun 2010. Data daerah yang belum menetapkan Perda BPHTB selengkapnya dapat dilihat pada Tabel. 2.3.
Pelengkap Buku Pegangan Tahun 2013
19
Tabel 2.3 Pemerintah Daerah yang Belum Menetapkan Perda BPHTB (Posisi: 18 Maret 2013) Progres/Status Raperda No.
Daerah
Provinsi
Sudah Dievaluasi Dibahas Dibahas di Menkeu di DPRD Eksekutif
1
Kab. Kep. Aru
Maluku
√
2
Kab. Sarmi
Papua
√
3
Kab. Pegunungan Bintang
Papua
√
4
Kab. Tolikara
Papua
5
Kab. Memberamo Tengah
Papua
6
Kab. Nduga
Papua
√
7
Kab. Puncak
Papua
√
8
Kab. Dogiyai
Papua
9
Kab. Intan Jaya
Papua
10
Kab. Deiyai
Papua
√ √
√ √ √
Sumber: Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
2.1.3 Penambahan Jenis Retribusi Daerah Sebagaimana telah disinggung sebelumnya sesuai Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, kewenangan penetapan PDRD bersifat closed-list system. Namun demikian, khusus untuk retribusi daerah, masih dibuka peluang untuk dapat menambah jenis retribusi daerah selain yang telah ditetapkan undang-undang sepanjang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan dengan peraturan pemerintah. Dibukanya peluang untuk menambah jenis retribusi daerah dimaksud dalam rangka mengantisipasi penyerahan fungsi pelayanan dan perizinan dari Pemerintah kepada daerah. Selain itu, peluang untuk menambah jenis retribusi daerah ini juga dapat dijadikan sebagai instrumen kebijakan untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi pemerintah. Salah satu permasalahan yang menjadi isu nasional adalah kemacetan lalu lintas di berbagai kota besar. 20
AFFIRMATIVE POLICY DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT
Kemacetan lalu lintas terutama di kota-kota besar bukan merupakan masalah yang berdiri sendiri. Pertumbuhan kendaraan bermotor merupakan dampak langsung dari kemajuan ekonomi masyarakat. Sejalan dengan kemajuan dan pertumbuhan ekonomi tersebut, kepemilikan kendaraan pribadi terus meningkat. Pada kondisi demikian, jumlah kendaraan yang beredar di jalan makin bertambah, sementara volume jalan tidak tumbuh secara signifikan sehingga mengakibatkan tingkat kemacetan yang semakin tinggi. Kemacetan yang terjadi secara langsung akan menyebabkan dampak negatif lainnya, yaitu meningkatnya tingkat pencemaran/polusi udara dan suara, kerugian ekonomi, gangguan kesehatan karena kualitas udara yang semakin buruk, pemborosan konsumsi BBM dan lain sebagainya. Pemecahan masalah kemacetan dengan menambah kapasitas jalan atau membangun jalan-jalan baru di kota-kota besar tidak mudah untuk dilakukan, karena membutuhkan biaya yang tidak sedikit dan lahan yang akan digunakan makin terbatas. Salah satu instrumen yang akan diaplikasikan guna mengatasi permasalahan kemacetan adalah dengan menerapkan electronic road pricing (ERP). Pengenaan ERP diharapkan akan dapat mengurangi kemacetan lalu lintas dan hasil penerimaannya dapat di-earmark untuk memperbaiki infrastruktur serta sistem angkutan massal. Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota, penerbitan perpanjangan Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA) yang lokasi kerjanya lintas kabupaten/kota dalam Provinsi merupakan urusan Provinsi dan penerbitan perpanjangan IMTA yang lokasi kerjanya dalam wilayah kabupaten/kota merupakan urusan Kabupaten/Kota. Dalam rangka melaksanakan prinsip money follows function, penerbitan perpanjangan IMTA yang lokasi kerjanya lintas kabupaten/kota dalam Provinsi dan penerbitan perpanjangan IMTA yang lokasi kerjanya dalam Pelengkap Buku Pegangan Tahun 2013
21
wilayah kabupaten/kota yang sudah menjadi urusan Daerah juga disertai dengan pendanaannya. Hal ini dapat dilihat dengan kebijakan dihapusnya biaya kompensasi atas pelayanan penerbitan perpanjangan IMTA yang sudah menjadi urusan pemerintah daerah dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) pada Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2012 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku Pada Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Sejalan dengan pemberian kewenangan untuk menambah jenis retribusi daerah selain yang telah ditetapkan dalam undang-undang, Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 97 Tahun 2012 tentang Retribusi Pengendalian Lalu Lintas dan Retribusi Perpanjangan Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing. RETRIBUSI PENGEDALIAN LALU LINTAS DAN RETRIBUSI PERPANJANGAN IMTA 1. Retribusi Pengendalian Lalu Lintas a.
Objek Retribusi adalah penggunaan ruas jalan tertentu, koridor tertentu, atau kawasan tertentu pada waktu tertentu oleh kendaraan bermotor perseorangan dan barang, kecuali oleh: • sepeda motor; • kendaraan penumpang umum; • kendaraan pemadam kebakaran; dan • ambulans.
b.
Kriteria ruas jalan tertentu, koridor tertentu, atau kawasan tertentu yang dapat dipungut retribusi, yaitu: • Memiliki 2 jalur jalan yang masing-masing jalur memiliki paling sedikit 2 (dua) lajur; dan • Tersedia jaringan dan pelayanan angkutan umum massal dalam trayek.
c.
Kriteria tingkat kepadatan lalu lintas: • Memiliki perbandingan volume lalu lintas kendaraan bermotor dengan kapasitas jalan pada salah satu jalur jalan sama dengan atau lebih besar dari 0,9 (nol koma sembilan); dan
22
AFFIRMATIVE POLICY DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT
• kecepatan rata-rata sama dengan atau kurang dari 10 (sepuluh) km/jam; dan berlangsung secara rutin pada setiap hari kerja. d.
Subjek Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan kendaraan perseorangan atau kendaraan barang pada ruas jalan tertentu, koridor tertentu, atau kawasan tertentu pada waktu tertentu.
e.
Golongan Retribusi adalah Retribusi Jasa Umum.
f.
Penerimaan Retribusi Pengendalian Lalu Lintas diperuntukkan bagi peningkatan kinerja lalu lintas dan peningkatan pelayanan angkutan umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Kegiatan peningkatan kinerja lalu lintas paling sedikit meliputi: • perbaikan pada jalan yang dilakukan pembatasan; • pemasangan, perbaikan, dan pemeliharaan perlengkapan jalan pada kawasan, koridor, atau ruas jalan tertentu yang berkaitan langsung dengan pengguna jalan di ruas jalan dan/atau persimpangan; • pemeliharaan dan pengembangan teknologi untuk kepentingan lalu lintas; dan peningkatan kualitas sumber daya manusia di bidang lalu lintas dan angkutan jalan. Kegiatan peningkatan pelayanan angkutan umum paling sedikit meliputi: • penyediaan dan pemeliharaan lajur, jalur, atau jalan khusus untuk angkutan umum massal; • penyediaan dan pemeliharaan sarana dan fasilitas pendukung angkutan umum massal; dan • penerapan dan pengembangan teknologi informasi untuk kepentingan pelayanan angkutan umum massal.
2. Retribusi Perpanjangan IMTA a. Objek Retribusi adalah pemberian Perpanjangan IMTA kepada pemberi kerja tenaga kerja asing yang telah memiliki IMTA dari Menteri yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan atau Pejabat yang ditunjuk, tidak termasuk perpanjangan IMTA bagi instansi pemerintah, perwakilan negara asing, badanbadan internasional, lembaga sosial, lembaga keagamaan, dan jabatan-jabatan tertentu di lembaga pendidikan. b. Subjek Retribusi adalah badan selaku pemberi kerja tenaga kerja asing yang memperoleh Perpanjangan IMTA dari Pemerintah Daerah. c. Golongan Retribusi adalah Retribusi Perizinan Tertentu. d. Besarnya tarif Retribusi Perpanjangan IMTA ditetapkan paling tinggi sebesar tarif yang ditetapkan dalam peraturan pemerintah mengenai jenis dan tarif atas jenis PNBP yang berlaku pada kementerian di bidang ketenagakerjaan.
Pelengkap Buku Pegangan Tahun 2013
23
e. Penerimaan Retribusi Perpanjangan IMTA diutamakan untuk mendanai kegiatan pengembangan keahlian dan keterampilan tenaga kerja lokal. f. Ketentuan mengenai Retribusi Perpanjangan IMTA sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2013.
2.2
Dana Perimbangan
Dana Perimbangan diberikan kepada Daerah sebagai konsekuensi logis atas adanya pembagian kewenangan antara tingkat pemerintahan, Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota. Implikasi dari pembagian kewenangan tersebut adalah terjadinya ketimpangan fiskal antar tingkat pemerintahan. Ketimpangan tersebut terjadi karena perbedaan dalam kapasitas fiskal dan perbedaan dalam kebutuhan fiskal. Dengan pertimbangan efisiensi dan stabilitas fiskal pemerintah pusat biasanya menguasai sumber-sumber penerimaan pajak yang besar, daerah hanya menguasai sumber-sumber penerimaan yang relatif kecil. Sementara itu, daerah dengan pertimbangan lebih dekat dengan masyarakat mempunyai tanggungjawab yang lebih besar dalam penyediaan pelayanan. Perbedaan dalam potensi ekonomi, karakteristik antar daerah juga menyebabkan perbedaan dalam menyediakan pelayanan kepada masyarakat. Untuk mengatasi hal tersebut, di dalam negara yang menganut desentralisasi terdapat perimbangan keuangan antar tingkat pemerintahan atau terdapat sistem transfer dari pusat ke daerah. Dana perimbangan berdasarkan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 terdiri dari Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). 2.2.1. Dana Bagi Hasil Dana Bagi Hasil (DBH) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah dengan presentase tertentu dengan memperhatikan potensi daerah penghasil dan untuk pemerataan. DBH tersebut digunakan untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. DBH terdiri dari DBH Pajak dan DBH Sumber Daya Alam (SDA). 24
AFFIRMATIVE POLICY DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT
DBH Pajak Sesuai dengan ketentuan Pasal 11 ayat (2) Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004, penerimaan pajak yang dibagihasilkan kepada pemerintah daerah sebagai DBH pajak terdiri dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), dan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25/29 WPOPDN dan Pasal 21. Dengan diberlakukannya Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, sejak tahun 2011 BPHTB telah menjadi pajak daerah sehingga tidak lagi dibagihasilkan kepada daerah. Di samping PBB dan PPh Pasal 21 dan Pasal 25/29 WPOPDN, berdasarkan ketentuan Pasal 66A Undang-undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai, sejak tahun 2008 penerimaan negara dari cukai hasil tembakau termasuk penerimaan negara yang dibagihasilkan ke daerah. Persentase bagian provinsi dan kabupaten/kota dari PBB, PPh Pasal 21 dan Pasal 25/29 WPOPDN telah ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004. Besaran persentase pembagian dapat dilihat dalam Tabel 2.4.
Tabel 2.4 Jenis dan Persentase DBH Pajak
Jenis
1. PBB
2. PPh Pasal 21, Pasal 25/29
Pusat
10%
80%
Pelengkap Buku Pegangan Tahun 2013
Provinsi
16,2%
8%
Kab./Kota
Keterangan
64,8%
9% biaya pemungutan dibagi antara Pusat, provinsi dan kab/kota, 10 % bagian pusat dikembalikan 6,5% secara merata ke seluruh kab/kota dan 3,5% sisanya sebagai insentif
12%
Bagian Kab/Kota 12% dibagi antara Kab/Kota WP terdaftar 8,4%, 3,6% bagi rata dalam provinsi bersangkutan
25
3. CHT
98%
0,6%
1,4%
Pembagian per Provinsi berdasarkan penerimaan cukai dan produksi tembakau, Pembagian per Kab/Kota dilakukan oleh Provinsi
PBB sektor pertambangan migas yang dikenakan atas tubuh bumi dan PBB sektor pertambangan Migas perairan (offshore) dibagi kepada seluruh daerah termasuk kepada daerah bukan penghasil Migas. Pembagian tersebut dilakukan berdasarkan formula tertentu yang tidak saja mempertimbangkan daerah penghasil Migas, tetapi juga untuk pemerataan keuangan antar daerah. PBB sektor perdesaan, perkotaan, perkebunan dan kehutanan dibagi berdasarkan realisasi penerimaan dari daerah yang bersangkutan. Bagian pemerintah pusat dari PBB sebesar 10% dibagihasilkan lagi kepada daerah dengan ketentuan 6,5% dibagikan secara merata kepada kabupaten/kota dan 3,5% dibagikan sebagai insentif bagi kabupaten/kota yang penerimaan PBB sektor perkotaan dan pedesaannya melebihi target penerimaan. Pemberian insentif ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa Pemerintah Pusat (Kementerian Keuangan) telah melibatkan kabupaten/ Kota di Provinsi DKI Jakarta dalam pemungutan PBB Perdesaan dan Perkotaan. Biaya Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan (BP PBB) adalah dana yang digunakan untuk pembiayaan kegiatan operasional pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Pajak dan pemerintah daerah. Biaya Pemungutan PBB dibagi antara Pemerintah Pusat dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak, dengan Pemerintah Daerah. Pembagiannya diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan No. 83/KMK.04/2000 tentang Pembagian dan Penggunaan Biaya Pemungutan PBB.
26
AFFIRMATIVE POLICY DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT
Imbangan pembagian Biaya Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan antar Direktorat Jenderal Pajak dan pemerintah daerah didasarkan pada besar atau kecilnya peranan masing-masing dalam melakukan kegiatan operasional pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan. Besarnya imbangan pembagian Biaya Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan adalah sebagai berikut: Tabel 2.5 Pembagian Biaya Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan antara Pusat dengan Daerah No
Sektor
Pusat
Daerah
10
90
1
Perdesaan
2
Perkotaan
20
80
3
Perkebunan
60
40
4
Perhutanan
65
35
5
Pertambangan
70
30
Sementara untuk imbangan antara pemerintah provinsi dengan kabupaten/ kota diatur oleh masing-masing gubernur yang ditetapkan dalam peraturan gubernur. BP PBB merupakan bagian dari Dana Perimbangan, dengan demikian BP PBB dapat digunakan untuk membiayai pelaksanaan kegiatan yang menjadi urusan daerah berdasarkan peraturan perundangundangan.
Pelengkap Buku Pegangan Tahun 2013
27
Perhitungan DBH PBB migas dan panas bumi Perhitungan alokasi DBH PBB migas ketentuan sebagai berikut:
dan panas bumi ditatausahakan dengan
1. PBB migas onshore dan panas bumi ditatausahakan berdasarkan letak dan kedudukan objek pajak dan dibagi by origin; 2. PBB migas offshore dan PBB migas tubuh bumi ditatausahakan per kabupaten/ kota dengan menggunakan formula dan dibagi sesuai persentase DBH PBB. dimana perhitungan PBB migas offshore dan PBB migas tubuh bumi per kabupaten/ kota dari PBB migas yang ditanggung Pemerintah ditetapkan –
10% menggunakan formula
–
90% dibagi secara proporsional sesuai realisasi PBB migas tahun anggaran sebelumnya.
Formula yang digunakan untuk menghitung PBB migas yang ditanggung pemerintah: ሺʹͲΨ ሻ ሺͳͲΨሻ ݁ݎ݄ݏ݂݂ ൌ ቐ ሺͷΨሻ ሺͷΨ ቑ Ȁ ሻ
PBB migas yang dibayar langsung oleh KKKS ke bank persepsi menggunakan formula: ݁ݎ݄ݏ݂݂ ൌ Ȁ
PPh Pasal 21 dan Pasal 25/29 tidak sepenuhnya dibagihasilkan kepada daerah kabupaten/kota penghasil. Sebesar 3,6% dari penerimaan PPh Pasal 21 dan Pasal 25/29 dari daerah kabupaten/kota yang bersangkutan dibagi rata kepada seluruh kabupaten/kota yang ada di provinsi yang bersangkutan. PPh Pasal 21 dipotong oleh pemberi kerja (bendahara di Pemerintahan) dimana karyawan yang bersangkutan bekerja, tidak dikenakan berdasarkan domisili. Demikian juga dengan karyawan swasta PPh Pasal 21 dikenakan dan diadministrasikan di wilayah daerah tempat kerja.
28
AFFIRMATIVE POLICY DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT
Pajak Penghasilan Pasal 21 dan Pasal 25/29 WPOPDN Pajak penghasilan Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan atas gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh WPOP dalam negeri. Pajak Penghailan Pasal 21 dipotong, disetor, dan dilaporkan oleh Pemotong Pajak, yaitu pemberi kerja, bendaharawan pemerintah, dana pensiun, badan, perusahaan dan penyelenggaraan kegiatan. Pelaporan penerimaan PPh Pasal 21 dilakukan berdasarkan tempat kerja PPh Pasal 25 terkait dengan Pajak Penghasilan orang pribadi dalam negeri yang menjalankan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas atau memperoleh penghasilan teratur lainnya yang bersifat tidak final yang diangsur setiap bulannya. Sedangkan PPh Pasal 29 adalah Pajak Penghasilan yang harus dilunasi oleh Wajib Pajak Orang Pribadi sebagai akibat PPh Terutang dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan lebih besar dari pada kredit pajak yang telah disetor sendiri. Pencatatan penerimaan PPh Pasal25/29 berdasarkan asas domisili wajib pajak.
Sementara itu, pembagian DBH CHT kepada kabupaten/kota sebesar 1,4% dapat dijabarkan sebesar 0,8% dibagikan kepada kabupaten/ kota penghasil dan 0,6% dibagikan kepada kabupaten/kota lainnya. Pembagian lebih lanjut kepada kabupaten/kota dilakukan oleh gubernur. Perencanaan dan Penganggaran Berdasarkan PMK Nomor 165/PMK.07/2012 tentang Pengalokasian Anggaran Transfer ke Daerah, indikasi kebutuhan dana dan rencana dana pengeluaran untuk bagi hasil disusun oleh Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan berdasarkan perkiraan penerimaan PBB, PPh dan CHT setelah berkoordinasi dengan Ditjen Pajak, Ditjen BC, dan BKF. Indikasi kebutuhan dana DBH Pajak dan CHT digunakan sebagai dasar penyusunan indikasi kebutuhan dana pengeluaran Bendahara Umum Negara, sedangkan rencana dana pengeluaran DBH Pajak dan CHT digunakan sebagai dasar penyusunan rancangan Undang-Undang mengenai APBN.
Pelengkap Buku Pegangan Tahun 2013
29
Penetapan Alokasi Perhitungan alokasi DBH Pajak dan CHT dilakukan setelah ditetapkannya pagu penerimaan pajak dan CHT tersebut dalam APBN. Berdasarkan PMK No. 165/PMK.07/2012, perhitungan alokasi dilakukan berdasarkan data rencana penerimaan PBB dan PPh Pasal 21 dan Pasal 25/29 untuk alokasi sementara DBH Pajak dan data rencana penerimaan CHT untuk alokasi sementara DBH CHT. Alokasi sementara tersebut merupakan dasar untuk penyaluran sampai dengan triwulan III. Mengingat penyaluran DBH dilaksanakan berdasarkan realisasi penerimaan maka pada akhir tahun ditetapkan alokasi definitif berdasarkan prognosa realisasi penerimaan PBB, PPh Pasal 21 dan Pasal 25/29, dan CHT. Alokasi definitif tersebut merupakan dasar untuk penyaluran pada triwulan terakhir. Penyesuaian terhadap alokasi definitif tersebut dilakukan setelah realisasi penerimaan PBB, PPh Pasal 21 dan Pasal 25/29, dan CHT ditetapkan dan telah diaudit oleh BPK. Alokasi sementara DBH PBB terdiri dari DBH PBB bagi rata, insentif pemungutan PBB (mulai tahun 2013), DBH PBB bagian daerah, dan biaya pemungutan PBB. Sementara itu, alokasi definitif PBB terdiri dari DBH PBB bagi rata, insentif PBB, bagian daerah sektor Pertambangan Migas dan Panas Bumi dan biaya pemungutan sektor Migas dan Panas Bumi tersebut. Alokasi definitif bagian daerah dari sektor lainnya tidak ditetapkan karena telah disalurkan secara langsung di masing-masing daerah. Alokasi sementara PPh Pasal 21 dan Pasal 25/29 ditetapkan paling lambat 2 (dua) bulan sebelum tahun anggaran berjalan berdasarkan pagu rencana penerimaan yang telah ditetapkan dalam APBN. Sedangkan alokasi definitif ditetapkan paling lambat bulan Oktober tahun anggaran berjalan berdasarkan prognosa realisasi penerimaan PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 25/29 tahun yang bersangkutan.
30
AFFIRMATIVE POLICY DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT
Penetapan alokasi oleh DJPK dalam Peraturan Menteri Keuangan dilakukan setelah data rencana dan prognosa penerimaan disampaikan oleh Ditjen Pajak. Dalam hal rencana penerimaan yang disampaikan Ditjen Pajak sangat berbeda dengan data realisasi tahun sebelumnya, alokasi sementara DBH dapat disesuaikan dengan realisasi penerimaan tahun sebelumnya. Apabila data prognosa penerimaan tidak disampaikan oleh Ditjen Pajak, maka penyaluran DBH untuk triwulan menggunakan alokasi sementara. Alokasi DBH CHT sementara ditetapkan berdasarkan rencana penerimaan CHT yang ditetapkan dalam APBN dan alokasi definitif ditetapkan berdasarkan prognosa realisasi penerimaan CHT yang disampaikan oleh Ditjen Bea Cukai. Alokasi DBH CHT provinsi, kabupaten, dan kota ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan berdasarkan ketetapan pembagian DBH CHT per kabupaten/kota oleh gubernur. Tabel 2.6 Penyaluran DBH Pajak dan CHT I
Dana Bagi Hasil Pajak A
B
DBH PBB a.
DBH PBB Bagian Pusat (10%)
Tahap I : 25%; Tahap II : 50%; dari alokasi sementara Tahap III : selisih alokasi definitif dengan yang telah disalurkan
b.
DBH PBB Bagian Daerah (81%)
Setiap minggu yaitu sebesar 81% (64,8 % untuk Kabupaten/Kota; 16,2% untuk Provinsi) dari realisasi penerimaan secara mingguan
c.
DBH Biaya Pemungutan PBB Bagian Daerah (9%)
Setiap minggu, yaitu sebesar persentase yang ditetapkan untuk Provinsi dan Kabupaten/kota sesuai dengan realisasi penerimaan secara mingguan
d.
DBH PBB & Biaya Pemungutan DBH PBB Sektor Pertambangan Migas & Panas Bumi
Setiap triwulan sebesar 25% (Maret, Juni, September, Desember); dari alokasi sementara;Triwulan IV : selisih alokasi definitif dengan yang telah disalurkan
DBH PPh
Pelengkap Buku Pegangan Tahun 2013
31
II
a.
DBH PPh Pasal 21
Triwulan I : 20%; Triwulan II : 20%; Triwulan III : 20%; dari alokasi sementara; Triwulan IV : selisih alokasi definitif dengan yang telah disalurkan
b.
DBH PPh Pasal 25/29
Triwulan I : 20%; Triwulan II : 20%; Triwulan III : 20%; dari alokasi sementara; Triwulan IV : selisih alokasi definitif dengan yang telah disalurkan
DBH Cukai Hasil Tembakau
Triwulan I : 20%; Triwulan II & Triwulan III: 30% ; dari alokasi sementara; Triwulan IV : selisih alokasi definitif dengan yang telah disalurkan
Penyaluran DBH PBB dan Biaya Pemungutan PBB sektor pertambangan migas dan panas bumi yang dilaksanakan setiap triwulan sebesar 25% dilakukan oleh pemerintah pusat melalui pemindahbukuan dari rekening kas umum negara ke rekening kas umum daerah. Demikian juga dengan penyaluran PBB bagi rata, insentif, DBH PPh Pasal 21 dan Pasal 25/29, dan DBH CHT dilaksanakan dari Pusat melalui pemindahbukuan. Khusus untuk PBB sektor Perdesaan, Perkotaan, Perkebunan, dan Perhutanan, termasuk biaya pungut yang merupakan bagian daerah disalurkan setiap minggu di masing-masing daerah. Penyaluran DBH CHT triwulan IV dilakukan setelah diterimanya laporan konsolidasi realisasi penggunaan DBH CHT semester I tahun anggaran berjalan. Apabila laporan yang dipersyaratkan belum disampaikan maka penyaluran triwulan IV akan ditunda sampai dengan diterimanya laporan realisasi penggunaan DBH CHT sampai dengan akhir tahun berjalan.
DBH SDA Dana Bagi hasil Sumber Daya Alam (DBH SDA) merupakan dana yang bersumber dari penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari sumber daya alam (SDA). Jenis dan besaran persentase bagian daerah dari PNBP SDA tersebut ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004. DBH SDA bersumber dari kehutanan, pertambangan umum, perikanan, minyak bumi, gas bumi, dan panas bumi. DBH SDA diberikan 32
AFFIRMATIVE POLICY DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT
kepada daerah kabupaten/kota penghasil dan daerah kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan. Provinsi Papua dan Aceh selain mendapatkan bagi hasil yang sama seperti provinsi lainnya, juga mendapatkan tambahan bagi hasil minyak dan gas bumi masing-masing sebesar 55% dan 40%. Berikut tabel mengenai jenis dan porsi masingmasing jenis DBH SDA. Tabel 2.7 Jenis dan Porsi Bagi Hasil DBH SDA
Pusat
Provinsi
Kab./Kota
Kab/Kota dalam satu Provinsi (bagi rata)
20%
16%
64%
-
- PSDH
20%
16%
32%
32%
- Dana Reboisasi
60%
-
40%
20%
16%
64%
- Royalti
20%
16%
32%
- Perikanan
20%
-
84,5%
3,1%
Jenis
Tambahan Khusus Papua, Papua Barat dan Aceh
Kehutanan - IIUPH
Pertambangan Umum - Landrent
32% 80%
Minyak Bumi - Wilayah Kab/Kota
55%
- Wilayah Provinsi
6,2%
5,17%
6.2% 10,33%
Gas Bumi - Wilayah Kab/Kota
40% 69,5%
- Wilayah Provinsi Panas Bumi
6,1
12,2%
10,17% 20%
16%
12.2% 20,33%
32%
32%
Tarif dan dasar perhitungan PNBP yang dibagihasilkan kepada daerah sangat bervariasi dan diatur dalam peraturan pemerintah. Khusus penerimaan Negara dari pertambangan migas, bagian daerah dihitung setelah memperhitungkan pajak dan pungutan lainnya sesuai ketentuan perundang-undangan. Selanjutnya, jenis dan tarif PNBP yang dibagihasilkan dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Pelengkap Buku Pegangan Tahun 2013
33
Tabel 2.8 Jenis dan Tarif PNBP yang Dibagihasilkan
Jenis
1.
Dasar Hukum
Dasar Perhitungan Pungutan
Tarif
Keterangan
Kehutanan
- IIUPH
PP 92 Tahun 1999
Luas areal Hutan
Rp/ha
• KepMen Kehutanan dan Perkebunan Nomor 859/ Kpts-II/1999
Volume kayu
Rp/m3
PP 92/1999
Volume kayu/bahan baku serpih
USD/m3
- Landrent
PP 9/2012
Luas Wilayah Ijin Usaha Pertambangan (ha)
USD
- Royalti
PP 9/2012
Jumlah Produksi yang terjual
Persentase Harga Jual (USD)
Tonase Kapal
Rp/GT
- Dana Reboisasi
• IHPH dikenakan satu kali untuk jangka waktu berlakunya HPH (atau sekitar 20 tahun) • Besarnya tarif tergantung dari (1) kategori wilayah dan (2) kelompok jenis kayu/bukan kayu.
• PP 6/1999 - PSDH
• Besarnya tarif tergantung dari (1) kategori wilayah dan (2) status HPH (baru/ perpanjangan/HPHTI).
• PSDH) dikenakan terhadap pemegang HPH, pemegang Hak Pemungutan Hasil Hutan (HPHH) dan pemegang Izin Pemanfaatan Kayu (IPK). • DR dihitung dengan menjumlahkan penerimaan kayu bulat dan/atau bahan baku serpih yang berasal dari HPH sesuai dengan SAKB atau DKB dengan mengalikan tariff DR yang berlaku
2. Pertambangan Umum:
• PP 19/2006 3. Perikanan
4. Minyak Bumi
34
• KEPMEN KP No.22/ MEN/2004
UU 21/2001
PNBP dihitung dari hasil usaha minyak bumi dengan porsi pembagian pusat 84,5 %, Daerah 15,5 %
AFFIRMATIVE POLICY DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT
5. Gas Bumi
UU 21/2001
6. Panas Bumi
UU 27/2003
- Setoran bagian Pemerintah - Iuran Tetap - Iuran Produksi
PNBP dihitung dari hasil usaha gas bumi dengan porsi pembagian Pusat 69,5%, Daerah 30,5% Jumlah listrik yang terjual (kwh)
Rp
Penerimaan bersih usaha (Net Operating Income/NOI)
34%
Dikenakan atas kontrak pengusahaan panas bumi yang ditandatangani sebelum ditetapkan UU No. 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi. Dikenakan atas kontrak pengusahaan panas bumi yang ditandatangani setelah berlakunya UU No. 27 Tahun 2003.
Perencanaan, Penganggaran dan Penetapan Alokasi Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan menyusun Indikasi Kebutuhan Dana DBH SDA serta Rencana Dana Pengeluaran DBH SDA setelah berkoordinasi dengan Kementerian Teknis yang mengelola SDA tersebut terlebih dahulu. Masing-masing indikasi kebutuhan dana dan rencana dana pengeluaran disampaikan kepada Direktorat Jenderal Anggaran minggu pertama bulan Maret dan bulan Juni tahun anggaran sebelumnya untuk digunakan sebagai dasar penyusunan Indikasi Kebutuhan Dana Pengeluaran Bendahara Umum Negara dan sebagai dasar penyusunan Rancangan Undang-undang mengenai APBN. Berdasarkan pagu yang ditetapkan dalam Undang-undang APBN, Menteri Teknis menerbitkan surat penetapan daerah penghasil dan dasar penghitungan bagian daerah penghasil PNBP SDA tahun anggaran bersangkutan dan menyampaikan kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan paling lambat 60 (enam puluh) hari sebelum tahun anggaran bersangkutan dilaksanakan. Berdasarkan surat penetapan daerah penghasil dan dasar perhitungan bagian daerah penghasil PNBP SDA, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan melakukan perhitungan perkiraan alokasi DBH SDA untuk provinsi, kabupaten, dan kota dan dapat dilakukan rasionalisasi dengan mempertimbangkan realisasi PNBP SDA per daerah paling kurang 3 (tiga) tahun terakhir. Sebagaimana tercantum dalam PMK Nomor 165/ Pelengkap Buku Pegangan Tahun 2013
35
PMK.07/2012 tentang Pengalokasian Anggaran Transfer ke Daerah perhitungan perkiraan alokasi DBH SDA dapat ditetapkan di bawah pagu yang ditetapkan dalam Undang-Undang tentang APBN. Selanjutnya Kementerian Keuangan c.q. Ditjen Perimbangan Keuangan menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perkiraan Alokasi DBH SDA paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah diterimanya Surat Penetapan tersebut. Jika terdapat perubahan terhadap target penerimaan SDA dalam APBN Perubahan, maka Kementerian Teknis menyampaikan kembali Surat Ketetapan tentang Perubahan Penetapan Daerah Penghasil dan Dasar Perhitungan Bagian Daerah Penghasil DBH SDA paling lambat bulan Oktober tahun anggaran bersangkutan. Berdasarkan perubahan tersebut, Ditjen Perimbangan Keuangan melakukan perubahan terhadap PMK Perkiraan Alokasi DBH SDA. PMK Alokasi DBH SDA ditetapkan setiap akhir tahun anggaran yang merupakan realisasi penyaluran satu tahun (triwulan I s.d IV). Selain itu PMK Alokasi memuat adanya Dana Cadangan DBH SDA untuk menampung perkiraan realisasi penerimaan SDA pada tahun anggaran bersangkutan yang belum dibagihasilkan sampai dengan penyaluran triwulan IV tahun bersangkutan. Besaran Dana Cadangan DBH SDA adalah sebesar selisih antara Pagu APBN/APBN Perubahan dengan realisasi penyaluran triwulan I s.d IV atau sebesar perkiraan penerimaan SDA sampai dengan akhir tahun anggaran. Besaran alokasi yang terdapat dalam PMK Alokasi DBH SDA merupakan realisasi DBH SDA yang dibagihasilkan dan di beberapa daerah besaran alokasi disertai dengan lebih salur yang terjadi pada periode penyaluran sebelumnya.
36
AFFIRMATIVE POLICY DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT
Proses penetapan perkiraan alokasi DBH SDA Migas a.
Besaran asumsi dasar prognosa lifting, kurs Rupiah terhadap Dollar, dan harga minyak Indonesia (ICP) ditetapkan dalam APBN oleh Pemerintah dan DPR;
b.
Berdasarkan asumsi tersebut Menteri ESDM menetapkan daerah penghasil dan dasar perhitungan DBH SDA Migas. Ketetapan tersebut paling lambat 60 hari sebelum tahun anggaran bersangkutan setelah berkonsultasi dengan Menteri Dalam Negeri. Selanjutnya ketetapan tersebut disampaikan kepada Menteri Keuangan. Dalam hal lapangan migas tersebut berada pada wilayah yang berbatasan atau berada pada lebih dari satu daerah, Menteri Dalam Negeri menetapkan daerah penghasil berdasarkan pertimbangan menteri teknis paling lambat 60 hari setelah diterimanya usulan pertimbangan dari menteri teknis. Ketetapan Menteri Dalam Negeri tersebut menjadi dasar perhitungan lifting per daerah penghasil SDA Migas oleh Menteri ESDM.
c.
Bersamaan dengan proses tersebut, Satuan Kerja Khusus Migas (SKK Migas, dulu BP Migas) melakukan perhitungan perkiraan Cost Recovery, Gross Revenue, First Trance Petroleoum (FTP), dan Bagian Pemerintah per KKKS;
d.
Berdasarkan ketetapan Menteri ESDM tersebut, Direktur Jenderal Anggaran melakukan perhitungan perkiraan faktor-faktor pengurang (Domestic Market Obligation/DMO, Fee usaha Hulu Migas, PPN, PBB sektor pertambangan Migas, PDRD). Hasil perhitungan PNBP SDA Migas per KKKS tersebut disampaikan kepada Dirjen Perimbangan Keuangan;
e.
Berdasarkan Ketetapan Menteri ESDM dan perhitungan Direktur Jenderal Anggaran tersebut, Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan melakukan perhitungan Perkiraan Alokasi DBH SDA Migas yang kemudian diajukan kepada Menteri Keuangan untuk ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan tentang Perkiraan Alokasi DBH SDA Migas paling lambat 30 hari setelah diterimanya ketetapan Menteri ESDM dan perhitungan Dirjen Anggaran.
Pelengkap Buku Pegangan Tahun 2013
37
Mekanisme perhitungan perkiraan alokasi DBH SDA Migas a.
Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan melakukan grouping per KKKS (per jenis minyak khusus untuk minyak bumi, kecuali PT PERTAMINA EP) berdasarkan data Prognosa lifting dalam surat Keputusan Menteri ESDM tentang penetapan daerah penghasil Migas dan Dasar Perhitungan DBH SDA Migas yang disampaikan oleh Ditjen Migas dengan data perkiraan PNBP per KKKS yang disampaikan Ditjen Anggaran. Lifting yang tersusun perdaerah penghasil per KKKS pada data Ditjen migas dikonsolidasi dengan data lifting per KKKS (per jenis minyak khusus untuk minyak bumi, kecuali PT PERTAMINA EP) dari Ditjen Anggaran sehingga didapatkan data lifting per KKKS (per jenis minyak khusus untuk minyak bumi, kecuali PT PERTAMINA EP) per daerah penghasil;
b.
data hasil grouping tersebut di persentasekan dengan total lifting per KKKS (per jenis minyak khusus untuk minyak bumi, kecuali PT PERTAMINA EP) sehingga didapat rasio lifting per KKKS (per jenis minyak khusus untuk minyak bumi, kecuali PT PERTAMINA EP) perdaerah penghasil. Rasio lifting dimaksud untuk mengetahui porsi lifting yang dihasilkan KKKS (per jenis minyak khusus untuk minyak bumi, kecuali PT PERTAMINA EP) pada daerah penghasil tertentu;
c.
rasio tersebut dikalikan dengan PNBP per KKKS (sebagaimana yang tercantum dalam surat Dirjen Anggaran tentang Perkiraan PNBP Migas) untuk mengetahui PNBP per KKKS (per jenis minyak khusus untuk minyak bumi, kecuali PT PERTAMINA EP) per daerah penghasil;
d.
PNBP per KKKS (per jenis minyak khusus untuk minyak bumi, kecuali PT PERTAMINA EP) per daerah penghasil yang berada pada daerah penghasil yang sama dijumlahkan sehingga didapatkan PNBP per daerah penghasil;
e.
PNBP per daerah penghasil dihitung porsi DBH-nya untuk bagian Pemerintah, daerah penghasil, dan daerah pemerataan berdasarkan undang-undang dan peraturan pemerintah;
f.
porsi DBH dari masing-masing daerah penghasil tersebut dijumlah sehingga didapat perkiraan alokasi DBH SDA Migas per provinsi/kabupaten/kota untuk selanjutnya ditetapkan dalam peraturan Menteri Keuangan.
Data yang digunakan sebagai dasar perhitungan perkiraan Alokasi DBH SDA Migas adalah: 1. Prognosa lifting per daerah penghasil berdasarkan surat Keputusan Menteri Energi dan sumber Daya Mineral tentang Penetapan Daerah Penghasil Migas dan Dasar Perhitungan DBH SDA Migas; 38
AFFIRMATIVE POLICY DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT
2. Surat Dirjen Anggaran, Kementerian Keuangan, tentang Perkiraan PNBP Migas per KKKS (per jenis minyak khusus untuk minyak bumi, kecuali PT PERTAMINA EP). Jika terdapat perubahan terhadap asumsi makro dalam APBN dan perubahan target penerimaan SDA Migas dalam APBN Perubahan maka Kementerian ESDM menyampaikan kembali Surat Ketetapan tentang Perubahan Penetapan Daerah Penghasil dan Dasar Perhitungan Bagian Daerah Penghasil DBH SDA Migas dan Surat Dirjen Anggaran tentang data perkiraan PNBP Migas per KKKS paling lambat bulan Oktober tahun anggaran bersangkutan. Berdasarkan perubahan tersebut Kementerian Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Perimbangan Kuangan melakukan perubahan terhadap Peraturan Menteri Keuangan tentang Perkiraan Alokasi DBH SDA Migas. Realisasi PNBP SDA Migas dihitung berdasarkan lifting dari bulan Desember tahun sebelumnya sampai dengan bulan November tahun berjalan agar hasil perhitungan PNBP tersebut dapat disalurkan DBHnya pada bulan Desember. Namun kenyataannya sampai dengan bulan Desember pihak penyedia data PNBP Migas belum siap menyediakan data, baru kemudian pada awal Februari data realisasi PNBP satu tahun dapat disediakan. Untuk itu diambil kebijakan untuk mengalihkan sisa anggaran tersebut ke Rekening Dana Cadangan Menteri Keuangan pada Bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan (dalam hal ini kewenangannya dilimpahkan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan selaku Pengelola Rekening Kas Negara). Dengan demikian realisasi PNBP Migas yang dibagikan ke daerah tetap meliputi waktu 12 bulan (sebagai contoh: realisasi Desember 2011 s/d Agustus 2012 yang disalurkan pada Desember 2012, dan realisasi September s/d November 2012 yang disalurkan pada Pertengahan Februari 2013).
Pelengkap Buku Pegangan Tahun 2013
39
Tabel 2.9 Periode Lifting dan Penyaluran DBH SDA Migas Periode Lifting
Triwulan
Waktu Penyaluran MARET
Triwulan I
20% Perkiraan Alokasi, tidak memperhitungkan realisasi PNBP JUNI
Triwulan II
Desember
Januari
Februari
Triwulan III
Maret
April
Mei
Triwulan IV
Juni
Juli
Agustus
20% Perkiraan Alokasi, tidak memperhitungkan realisasi PNBP SEPTEMBER Realisasi dari lifting Des. s/d Mei dikurangi penyaluran DBH Tw. I dan II DESEMBER
Dana Cadangan
Realisasi dari lifting Des. s/d Agust. dikurangi penyaluran DBH Tw. I sd III FEBRUARI
September
Oktober
November
Realisasi dari lifting Des. s/d Nov dikurangi penyaluran DBH Tw. I sd IV
PMK Alokasi DBH SDA Migas ditetapkan setiap akhir tahun anggaran yang merupakan realisasi penyaluran satu tahun (triwulan I s.d IV). Penyaluran Berdasarkan PMK No.06/PMK.07/2012 tentang Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Anggaran Transfer ke Daerah, penyaluran DBH SDA dilakukan secara triwulanan dengan rincian sebagai berikut:
Triwulan I (Maret) sebesar 20% PMK Perkiraan Alokasi untuk MIGAS, PERTUM dan PANAS BUMI serta 15 % PMK Perkiraan Alokasi untuk PERIKANAN dan KEHUTANAN
Triwulan II (Juni) sebesar 20% PMK Perkiraan Alokasi untuk MIGAS dan PANAS BUMI serta 15 % PMK Perkiraan Alokasi untuk PERTUM, PERIKANAN dan KEHUTANAN 40
AFFIRMATIVE POLICY DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT
Triwulan III (September) sebesar realisasi s.d triwulan III dikurangi penyaluran triwulan I dan II
Triwulan IV (Desember) sebesar realisasi s.d triwulan IV dikurangi penyaluran s.d triwulan III
Dana Cadangan (Februari) sebesar Pagu PMK Alokasi – realisasi s.d triwulan IV Gambar 2.2 Tahap Penyaluran DBH SDA
Dana Cadangan Tw IV
Tw III
Tw II
TW I
Penyaluran DBH SDA sesuai dengan PMK No.06/PMK.07/2012 tentang Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Anggaran Transfer ke Dae rah bahwa penyaluran triwulan I dan triwulan II dilakukan berdasarkan prosentase dari pagu PMK Perkiraan Alokasi DBH SDA, masing-masing pada bulan Maret dan Juni tahun berjalan. Dalam rangka penyaluran triwulan III dan triwulan IV dilakukan rekonsiliasi DBH SDA antara pemerintah pusat dengan daerah penghasil, kecuali untuk DBH SD Perikanan. Penyaluran triwulan III dilaksanakan pada bulan September sedangkan penyaluran triwulan IV dilakukan pada bulan Desember tahun anggaran berjalan.
Pelengkap Buku Pegangan Tahun 2013
41
Berdasarkan UU 33 Tahun 2004 bahwa penyaluran DBH SDA dilakukan berdasarkan realisasi penerimaan SDA-nya, maka mekanisme Dana Cadangan dilakukan untuk menampung penerimaan yang sampai dengan akhir tahun anggaran belum dibagihasilkan ke daerah. Penyaluran Dana Cadangan dilaksanakan paling lambat akhir bulan Februari tahun anggaran berikutnya sesuai dengan PMK No.256/PMK.05/2010 tentang Tata Cara Penyimpanan dan Pencairan Dana Cadangan. Kurang/Lebih Bayar Mengingat bahwa penyaluran DBH berdasarkan ketentuan Undangundang Nomor 33 Tahun 2004 didasarkan atas realisasi penerimaan yang baru akan diketahui pada tahun berikutnya, maka jumlah DBH yang telah disalurkan berdasarkan alokasi sementara dapat melampaui (lebih bayar) atau lebih rendah (kurang bayar) dari realisasi penerimaan. Hal ini dikarenakan penetapan alokasi sementara DBH dilakukan berdasarkan rencana penerimaan pada awal tahun anggaran. Dalam prosesnya, perhitungan kurang bayar/lebih bayar DBH dilakukan melalui proses rekonsiliasi data penerimaan dengan data penyaluran DBH yang melibatkan DJP, DJPK, dan DJPb. Penyelesaian Kurang Bayar DBH dalam satu tahun anggaran dimulai dengan penganggaran alokasi kurang bayar dalam APBN/APBNP. Adapun penyelesaian atas Lebih Bayar dilakukan dengan memperhitungkan alokasi DBH atau dana transfer lainnya tiap-tiap daerah untuk tahun anggaran berikutnya. 2.2.2. DAU DAU dialokasi kepada daerah dari pendapatan dalam negeri yang ditetapkan dalam APBN. Pengalokasian DAU adalah tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar Daerah sehingga semua daerah mampu untuk mendanai semua urusan yang menjadi tanggungjawabnya. Sebagai equalization grant, DAU bertujuan untuk mengurangi ketimpangan fiskal antar Daerah (horizontal imbalances). Berdasarkan Undang42
AFFIRMATIVE POLICY DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT
undang Nomor 33 Tahun 2004, DAU ditetapkan sekurang-kurangnya 26% dari Pendapatan Dalam Negeri (PDN) neto. PDN neto merupakan pendapatan dalam negeri setelah dikurangi dengan penerimaan negara yang dibagihasilkan kepada Daerah. Proporsi DAU untuk provinsi dan kabupaten/kota ditetapkan masing-masing sebesar 10% dan 90%. Pengalokasian DAU untuk suatu daerah didasarkan atas formula yang memperhitungkan Alokasi Dasar dan Celah Fiskal (Fiscal Gap). Alokasi Dasar dihitung berdasarkan jumlah gaji Pegawai Negeri Sipil Daerah, yang meliputi gaji pokok, tunjangan keluarga, dan tunjangan jabatan serta tunjangan yang melekat sesuai dengan peraturan penggajian Pegawai Negeri Sipil termasuk didalamnya tunjangan beras dan tunjangan Pajak Penghasilan (PPh Pasal 21). Sedangkan Celah Fiskal merupakan selisih antara Kebutuhan Fiskal dengan Kapasitas Fiskal. Kebutuhan Fiskal mencerminkan kebutuhan dana yang diperlukan oleh daerah untuk melaksanakan fungsi layanan dasar umum. Kebutuhan Fiskal diukur dengan menggunakan variabel jumlah penduduk, luas wilayah, Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK), Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per Kapita, dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Sementara Kapasitas Fiskal mencerminkan kemampuan fiskal daerah dalam mendanai pelaksanaan layanan dasar umum. Kapasitas fiskal dalam perhitungan DAU adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Bagi Hasil (DBH). DAU atas dasar celah fiskal untuk suatu provinsi dihitung berdasarkan perkalian bobot provinsi yang bersangkutan dengan jumlah DAU atas dasar celah fiskal seluruh provinsi, dimana angka bobot provinsinya diperoleh dari perbandingan antara celah fiskal provinsi yang bersangkutan dengan total celah fiskal seluruh provinsi. Begitu pula dengan DAU atas dasar celah fiskal untuk suatu kabupaten/kota, besarnya dihitung berdasarkan perkalian bobot kabupaten/kota yang bersangkutan dengan jumlah DAU atas dasar celah fiskal seluruh kabupaten/kota. Bobot kabupaten/kota diperoleh dari perbandingan
Pelengkap Buku Pegangan Tahun 2013
43
antara celah fiskal provinsi yang bersangkutan dengan total celah fiskal seluruh kabupaten/kota. Bagi daerah otonom baru, DAU dialokasi setelah adanya penetapan definitif daerah yang bersangkutan melalui undangundang pembentukan daerah. Alokasi DAU daerah otonom baru dihitung setelah tersedianya data yang digunakan untuk menghitung alokasi dasar dan celah fiskal. Sebelum adanya ketersediaan data, DAU untuk daerah tersebut dihitung dengan cara membagi DAU secara proporsional dengan daerah induknya berdasarkan jumlah penduduk, luas wilayah, dan belanja pegawai. DAU = AD + CF Keterangan: AD
= Alokasi Dasar
CF
= Celah Fiskal
KpF = PAD + DBH SDA + DBH Pajak Keterangan: PAD
= Pendapatan Asli Daerah
DBH SDA
= Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam
DBH Pajak
= Dana Bagi Hasil Pajak
CF = KbF – KpF Keterangan: CF
= Celah Fiskal
KbF
= Kebutuhan Fiskal
KpF
= Kapasitas Fiskal
KbF = TBR ((α1IP + (α2IW + (α3IKK + (α4IPM + (α5IPDRB/Kapita) Keterangan: TBR
= Total Belanja Daerah Rata-rata
IP
= Indeks Penduduk
IW
= Indeks Wilayah
IKK
= Indeks Kemahalan Konstruksi
IPM
= Indeks Pembangunan Manusia
IPDRB
= Indeks PDRB per kapita
α
= bobot indeks masing-masing variable
44
AFFIRMATIVE POLICY DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT
Penyaluran DAU Sampai dengan tahun 2007 penyaluran DAU dilakukan oleh Ditjen Perbendaharaan melalui KPPN setempat. Kepala daerah bertindak selaku KPA dari Bendaharawan Umum Negara (BUN) membuat DIPA dan menyampaikannya kepada Kanwil Ditjen Perbendaharaan untuk mendapatkan pengesahan. Selanjutnya, kepala daerah atau pejabat yang ditunjuk menerbitkan SPM dan menyampaikannya kepada KPPN setempat untuk penyaluran DAU setiap bulan. Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Anggaran Transfer ke Daerah, mulai tahun 2008 Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan bertindak selaku KPA yang menyusun DIPA dan menyampaikannya kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan untuk mendapatkan pengesahan. Penyaluran DAU dilaksanakan setiap bulan masing-masing sebesar 1/12 dari besaran alokasi masing-masing daerah. Dalam rangka penyaluran tersebut, Dirjen Perimbangan Keuangan atau pejabat yang ditunjuk menerbitkan SPM setiap bulan dan menyampaikannya kepada Kuasa BUN (KPPN Jakarta II - DJPB). 2.2.3. DAK DAK dialokasikan untuk membantu daerah dalam mendanai program/ kegiatan yang menjadi kewenangan daerah dan menjadi prioritas nasional. Tujuan DAK adalah agar Daerah dapat menyediakan infrastruktur sarana dan prasarana pelayanan publik secara memadai sesuai dengan Standar Pelayanan Minimum masing-masing bidang. DAK dialokasikan berdasarkan tiga kriteria, yakni: (1) Kriteria Umum, (2) Kriteria Khusus, dan (3) Kriteria Teknis. Kriteria Umum dihitung untuk melihat kemampuan APBD untuk membiayai kebutuhan-kebutuhan dalam rangka pembangunan daerah yang Pelengkap Buku Pegangan Tahun 2013
45
dicerminkan dari penerimaan umum APBD dikurangi belanja pegawai. Dalam bentuk rumus, kriteria umum tersebut dapat ditunjukkan pada beberapa persamaan dibawah ini: Kemampuan Keuangan Daerah = Penerimaan Umum APBD – Belanja Pegawai Daerah Penerimaan Umum
= PAD + DAU + (DBH-DBHDR)
Keterangan: Belanja Pegawai Daerah
= Belanja PNSD
PAD
= Pendapatan Asli Daerah
APBD
= Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
DAU
= Dana Alokasi Umum
DBH
= Dana Bagi Hasil
DBHDR
= Dana Bagi Hasil Dana Reboisasi
PNSD
= Pegawai Negeri Sipil Daerah
Kemampuan keuangan daerah dihitung melalui Indeks Fiskal Neto (IFN) tertentu yang ditetapkan setiap tahun. Daerah yang mempunyai kemampuan keuangan rendah layak diberikan DAK. Berdasarkan kebijakan yang disepakati bersama, definisi daerah yang memiliki kemampuan keuangan rendah adalah daerah-daerah yang kemampuan keuangan daerahnya berada dibawah rata-rata nasional atau IFN-nya kurang dari 1 (satu).
Rata-rata Nasional Kemampuan Keuangan Daerah
Total Kemampuan Keuangan Daerah Secara Nasional = Jumlah Daerah
Kemampuan Keuangan Daerah t IFN Daerah t
=
Rata-rata Nasional Kemampuan Keuangan Daerah
Jika IFN daerah t < 1, atau jika daerah t memiliki IFN lebih kecil dari rata-rata nasional maka daerah t tersebut layak untuk mendapatkan alokasi DAK.
46
AFFIRMATIVE POLICY DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT
Undang-Undang 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Pasal 40 Ayat 3 menjelaskan bahwa “kriteria khusus ditetapkan dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan dan karakteristik daerah”, dan ditambahkan melalui peraturan pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 Tentang Dana Perimbangan Pasal 56 Ayat 2. “kriteria khusus dirumuskan melalui indeks kewilayahan oleh Menteri Keuangan dengan mempertimbangkan masukan dari Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional dan Menteri/Pimpinan Lembaga terkait. Kriteria khusus yang digunakan dalam perhitungan alokasi DAK memperhatikan: Peraturan Perundang-Undangan merupakan daerah khusus; seluruh Kabupaten/Kota di Provinsi Papua, Provinsi Papua Barat, dan Daerah tertinggal/terpencil; dan karakteristik daerah yang meliputi daerah pesisir dan/atau kepulauan kecil, daerah perbatasan dengan Negara lain, daerah rawan bencana, daerah masuk dalam kategori ketahananan pangan, dan daerah pariwisata. Penyediaan data tentang kekhususan daerah tersebut Menteri Keuangan berkoordinasi dengan lembaga terkait. Kriteria teknis adalah kriteria yang mencerminkan kondisi sarana dan prasarana masing-masing bidang. Daerah yang kondisi sarana dan prasarananya kurang baik akan diprioritaskan untuk mendapatkan DAK. Kriteria tersebut ditetapkan oleh kementerian teknis terkait. Dalam perhitungan alokasi DAK, besaran kriteria teknis dirumuskan sebagai indeks fiskal teknis (IFT). Pada tahun 2006, DAK dialokasikan untuk 9 bidang, yaitu pendidikan, kesehatan, jalan, irigasi, air minum, prasarana pemerintahan, kelautan dan perikanan, pertanian dan lingkungan hidup. Selanjutnya, pada tahun 2008 bertambah dua bidang, yaitu bidang keluarga berencana (KB) dan bidang kehutanan. Untuk tahun 2009 bertambah dua bidang juga yaitu bidang perdagangan dan bidang sarana prasarana perdesaan, sehingga menjadi 13 bidang. Dengan dipisahkannya DAK air minum dan DAK sanitasi yang pada tahun sebelumnya berdiri dalam satu bidang, maka Pelengkap Buku Pegangan Tahun 2013
47
bidang DAK pada tahun 2010 menjadi 14 bidang. Bidang DAK dalam tahun 2011 bertambah menjadi 5 bidang sehingga menjadi 19 bidang, adapun tambahan 5 bidang baru tersebut yaitu bidang listrik perdesaan, perumahan dan permukiman, keselamatan transportasi darat, transportasi perdesaan dan sarana dan prasarana kawasan perbatasan. Dengan makin bertambahnya bidang DAK, maka tujuan alokasinya juga makin melebar, sehingga tidak sesuai dengan filosofi awal, yakni sebagai dana specific grant yang diarahkan untuk membantu daerah dalam mempercepat penyediaan infrastruktur pelayanan publik di daerah. Untuk itu, ke depan perlu dilakukan reformulasi terhadap DAK, termasuk mengatur percepatan pengalihan dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan yang digunakan untuk mendanai urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah menjadi DAK. Hal ini perlu dilakukan karena sesuai hasil audit BPK, sebagian anggaran kementerian/lembaga masih digunakan untuk mendanai urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah. Namun, anggaran tersebut tidak bisa segera dialihkan menjadi DAK karena adanya beberapa permasalahan/hambatan, antara lain apabila dialihkan menjadi DAK dikhawatirkan kementerian/ lembaga tidak lagi punya kendali operasional atas pelaksanaan kegiatan di daerah, beban daerah menjadi berat karena adanya kewajiban untuk menyediakan dana pendamping, dan adanya sebagian kegiatan nonfisik yang tidak bisa dilaksanakan karena DAK lebih diarahkan untuk mendanai kegiatan fisik. Pada tahun 2012, prioritas kebijakan terkait dengan alokasi DAK diarahkan untuk mempersiapkan pengalihan sebagian program/kegiatan yang sebelumnya dilaksanakan oleh kementerian/lembaga menjadi program/kegiatan yang dilaksanakan oleh daerah. Dengan pengalihan tersebut, maka dana yang selama ini dikelola oleh kementerian/lembaga untuk mendanai urusan pemerintahan yang sudah menjadi kewenangan daerah dapat dialokasikan ke Daerah dalam bentuk DAK atau dana transfer lainnya. 48
AFFIRMATIVE POLICY DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT
Penyaluran DAK DAK disalurkan dengan cara pemindahbukuan dari Rekening Kas Umum Negara ke Rekening Kas Umum Daerah yang dilaksanakan secara bertahap, yaitu sebagai berikut: a.
Tahap I : disalurkan sebesar 30% dari pagu alokasi DAK, dilaksanakan paling cepat pada bulan februari setelah DJPK menerima Perda APBD tahun anggaran berjalan, laporan penyerapan penggunaan DAK tahun anggaran sebelumnya, laporan realisasi penyerapan DAK tahap III tahun anggaran sebelumnya, dan surat pernyataan penyediaan dana pendamping.
b.
Tahap II : disalurkan sebesar 45% dari pagu alokasi DAK, dilaksanakan paling lambat 15 hari kerja setelah DJPK menerima laporan realisasi penyerapan DAK tahap I tahun anggaran berjalan yang secara kumulatif telah mencapai 90%.
c.
Tahap III : disalurkan sebesar 25% dari pagu alokasi DAK, dilaksanakan paling lambat 15 hari kerja setelah DJPK menerima laporan realisasi penyerapan DAK tahap II tahun anggaran berjalan.
2.3. Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian 2.3.1. Dana otonomi Khusus Dana Otonomi Khusus (Dana otsus) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang diberikan kepada daerah yang telah ditetapkan sebagai daerah otonomi khusus berdasarkan undang-undang otonomi khusus. Ada dua undang-undang yang mengatur Otonomi Khusus, yaitu Undang-undang Nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusu Papua jo. Undang-undang Nomor 35 Tahun 2008 dan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Alokasi Dana otsus bagi Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat besarnya setara 2% dari
Pelengkap Buku Pegangan Tahun 2013
49
Pagu DAU Nasional, dengan pembagian 70% untuk Provinsi Papua dan 30% untuk Provinsi Papua Barat yang ditujukan untuk pembiayaan pendidikan dan kesehatan. Dalam rangka Otonomi Khusus pula, Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat juga mendapatkan alokasi Dana Tambahan Infrastruktur yang besarnya disesuaikan dengan kemampuan keuangan negara dan tambahan porsi DBH SDA Minyak Bumi dan DBH SDA Gas Bumi masing-masing sebesar 55% dan 40%. Dana Otonomi Khusus Provinsi Aceh berlaku untuk jangka waktu 20 tahun sejak 2008, yang alokasinya dibedakan menjadi dua, yakni: (i) untuk tahun pertama s.d tahun ke lima belas, besarnya setara dengan 2% plafon DAU Nasional, dan (ii) untuk tahun keenam belas s.d tahun kedua puluh, besarnya setara dengan 1% plafon DAU Nasional. 2.3.2 Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Tunjangan Profesi Guru, Dana Tambahan Penghasilan Guru Dana BOS BOS dialokasikan kepada daerah terutama untuk stimulus dan bukan sebagai pengganti dari kewajiban Daerah untuk menyediakan anggaran pendidikan (BOSDA) dan atau Bantuan Operasional Pendidikan. BOS digunakan terutama untuk biaya non personalia bagi satuan pendidikan dasar sebagai pelaksana program wajib belajar, dan dimungkinkan untuk mendanai beberapa kegiatan lain sesuai petunjuk teknis Menteri Pendidikan Nasional. Alokasi BOS per daerah berdasarkan data jumlah siswa tahun ajaran 2012/2013 dari Kemendikbud. Penyaluran BOS dilakukan dari Rekening Kas Umum Negara ke Rekening Kas Umum Daerah provinsi untuk selanjutnya diteruskan ke sekolah. Alokasi dan tata cara penyaluran BOS ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan.
50
AFFIRMATIVE POLICY DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT
a. Alokasi Per Siswa Per Tahun • SD/SDLB Negeri dan Swasta Rp 580.000,00 • SMP/SMPLB/SMP TERBUKA/ SMP SATAP/TKBM Negeri dan Swasta. Rp 710.000,00 b. Alokasi BOS TA 2013
PA AGU U NA ASIO ONALL DALLAM M APBN R 3.44 Rp23 46.90 00.0 000.000
B S DI DAE BOS D ERAH H TID DAK TEPENCIL
BOS B DI DAER D RAH H TEPENCILL
Rp21 R 1.79 99.20 05.5 530.000 0
Rp635.621 1.68 80.00 00
DANA CA ADA ANGA AN B BOSS Rp1 1.012 2.07 72.79 90.0 000
c. Sasaran • SD/SDLB Negeri dan Swasta. • SMP/SMPLB/SMP TERBUKA/ SMP SATAP/TKBM Negeri dan Swasta. d. Pola Penyaluran • Penyaluran BOS dan Dana Cadangan BOS (Buffer Fund) dilakukan secara triwulanan untuk satuan pendidikan dasar di wilayah tidak terpencil dan semesteran untuk satuan pendidikan dasar di wilayah terpencil.
DJPK (K KPA)
KPPN JA AKAR RTA A II
Pelengkap Buku Pegangan Tahun 2013
BANK
RKU UD PR ROV VINSSI
SEK KOLA AH
51
e. Pelaporan
f. Perkembangan Alokasi BOS Melalui Transfer ke Daerah Grafik 2.1 Perkembangan Alokasi BOS melalui Transfer ke Daerah ALOKA A ASI BOSS, 201 12, 23,59 2 94.80 0 ALOKASI BO OS, 2011, 16,812.01
Dalam miliar rupiah
52
ALO OKASSI BOS, 2013 3, 23 3,446 6.90
AFFIRMATIVE POLICY DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT
Tunjangan Profesi Guru PNSD Tunjangan Profesi guru PNSD adalah tunjangan yang diberikan kepada Guru PNSD yang telah memiliki sertifikat pendidik dan memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Tunjangan profesi guru disalurkan dari RKUN ke RKUD melalui mekanisme transfer ke daerah secara triwulanan, yaitu seperempat dari pagu alokasi yang ditetapkan melalui Peraturan Menteri Keuangan. Triwulan I, II, III, dan IV masing-masing disalurkan pada akhir, Maret, Juni, September, dan November. Pelaksanaan penyaluran Tunjangan Profesi Guru PNSD memperhatikan hal-hal sebagai berikut. •
Penyaluran triwulan I dilaksanakan secara serentak kepada seluruh kabupaten/kota penerima alokasi TPG.
•
Penyaluran triwulan II dilaksanakan setelah Pemerintah Daerah menyampaikan Laporan Realisasi Pembayaran TP Guru PNSD semester II tahun anggaran sebelumnya kepada Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan. Apabila Pemerintah Daerah belum menyampaikan laporan tersebut, penyaluran triwulan II akan ditunda sampai dengan disampaikannya laporan dimaksud.
•
Penyaluran triwulan III dan IV dilaksanakan tanpa syarat sepanjang penyaluran triwulan II telah dilaksanakan.
•
Dalam hal setelah triwulan IV terdapat TP Guru PNSD yang tidak terealisasi di kabupaten/kota penerima alokasi dan terdapat kondisi sebagai berikut: a.
seluruh Guru PNSD yang berhak mendapatkan TP Guru PNSD telah menerima pembayaran TP Guru PNSD; atau
b.
Guru PNSD yang berhak mendapatkan TP Guru PNSD namun belum menerima pembayaran TP Guru PNSD baik sebagian
Pelengkap Buku Pegangan Tahun 2013
53
maupun seluruhnya karena TP Guru PNSD yang disalurkan oleh Pemerintah Pusat tidak mencukupi kebutuhan pembayaran TP Guru PNSD, maka TP Guru PNSD tersebut diperhitungkan dengan alokasi TP Guru PNSD Tahun Anggaran berikutnya. Tambahan Penghasilan Guru PNSD Dana Tambahan Penghasilan Guru Pegawai Negeri Sipil Daerah (PNSD) adalah tambahan penghasilan yang diberikan kepada Guru PNSD yang belum mendapatkan tunjangan profesi Guru PNSD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dana Tambahan Penghasilan Guru disalurkan dari RKUN ke RKUD melalui mekanisme transfer ke daerah secara triwulanan, yaitu seperempat dari pagu alokasi yang ditetapkan melalui Peraturan Menteri Keuangan. Triwulan I, II, III, dan IV masing-masing disalurkan pada akhir, Maret, Juni, September, dan Desember. Pelaksanaan penyaluran Tunjangan Profesi Guru PNSD memperhatikan hal-hal sebagai berikut. •
Penyaluran triwulan I dilaksanakan secara serentak kepada seluruh kabupaten/kota penerima alokasi TPG.
•
Penyaluran triwulan II dilaksanakan setelah pemerintah daerah menyampaikan Laporan Realisasi Pembayaran Tambahan Penghasilan Guru PNSD semester II tahun anggaran sebelumnya kepada Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan. Apabila Daerah belum menyampaikan laporan tersebut, penyaluran triwulan II akan ditunda sampai dengan disampaikannya laporan dimaksud.
•
Penyaluran triwulan III dan IV dilaksanakan tanpa syarat sepanjang penyaluran triwulan II telah dilaksanakan.
•
Dalam hal setelah triwulan IV terdapat Tambahan Penghasilan Guru PNSD yang tidak tersalur dan terdapat kondisi sebagai berikut: 54
AFFIRMATIVE POLICY DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT
a. seluruh Guru PNSD yang berhak mendapatkan Tambahan Penghasilan Guru PNSD telah menerima pembayaran Tambahan Penghasilan Guru PNSD; atau b. Guru PNSD yang berhak mendapatkan Tambahan Penghasilan Guru PNSD namun belum menerima pembayaran Tambahan Penghasilan Guru PNSD baik sebagian maupun seluruhnya karena Tambahan Penghasilan Guru PNSD yang disalurkan oleh Pemerintah Pusat tidak mencukupi kebutuhan pembayaran Tambahan Penghasilan Guru PNSD, maka Tambahan Penghasilan Guru PNSD tersebut diperhitungkan dengan alokasi Tambahan Penghasilan Guru PNSD Tahun Anggaran berikutnya.
2.3.3. Dana Insentif Daerah dan P2D2 Dana Insentif Daerah Dana Insentif Daerah (DID) dialokasikan kepada daerah sebagai penghargaan atas pencapaian kinerja pemerintah daerah di bidang pengelolan keuangan, kinerja pendidikan, dan kinerja ekonomi dan kesejahteraan dan ditujukan untuk membantu daerah dalam rangka melaksanakan fungsi pendidikan sebagai kebijakan pemerintah pusat. Pelaksanaan fungsi pendidikan tersebut merupakan pengalokasian belanja fungsi pendidikan yang dianggarkan dalam APBD dan/atau APBD Perubahan Tahun Anggaran 2013 yang menjadi kewenangan/ urusan daerah untuk membiayai penyelenggaraan pendidikan yang menjadi tanggung jawab pemerintah daerah. Alokasi DID bertujuan untuk mendorong agar pemerintah daerah berupaya untuk mengelola keuangannya dengan lebih baik yang ditunjukkan dengan perolehan opini dari Badan Pemeriksa Keuangan atas laporan keuangan pemerintah daerah dan mendorong agar daerah berupaya untuk selalu menetapkan APBD secara tepat waktu.
Pelengkap Buku Pegangan Tahun 2013
55
Diatur dalam Pasal 62 PMK Nomor 06/PMK.07/2012 tentang Pengalokasian Anggaran Transfer ke Daerah, DID dialokasikan ke daerah tertentu dengan mempertimbangkan kriteria tertentu, yaitu kriteria utama dan kriteria kinerja. Yang dimaksud dengan kriteria utama yaitu: a. Ketepatan waktu penyampaian peraturan daerah mengenai APBD; dan b. Opini laporan Badan Pemeriksa Keuangan atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Sedangkan yang dimaksud dengan kriteria kinerja meliputi kriteria kinerja keuangan, kriteria kinerja pendidikan, dan kriteria kinerja ekonomi dan kesejahteraan. Hasil perhitungan kinerja berdasarkan kriteria-kriteria tersebut menghasilkan nilai kinerja daerah yang digunakan sebagai dasar penentuan bobot daerah. Yang mana alokasi DID suatu daerah dihitung dengan mengalikan bobot daerah dengan Rencana Dana Pengeluaran DID nasional.
Penyaluran Dana Insentif Daerah (DID) dilakukan dengan cara pemindahbukuan dari Rekening Kas Umum Negara ke Rekening Kas Umum Daerah secara sekaligus, dan dilakukan setelah Daerah p e n e r i m a menyampaikan kepada Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, berupa: a. Peraturan Daerah mengenai APBD Tahun anggaran bersangkutan; b. Surat Pernyataan dari Daerah akan mencantumkan DID dalam APBD atau APBD Perubahan tahun anggaran bersangkutan dan bertanggung jawab penuh atas pelaksanaan kegiatan yang didanai dari Dana Insentif Daerah tahun anggaran bersangkutan dan c. Rencana Penggunaan DID. Proyek Pemerintah Daerah dan Desentralisasi (P2D2) Dana Proyek Pemerintah Daerah dan Desentralisasi (P2D2) adalah Dana yang bersumber dari APBN dan dialokasikan sebagai insentif kepada daerah percontohan P2D2 berdasarkan hasil Verifikasi Keluaran sesuai dengan Perjanjian Pinjaman antara Pemerintah Republik Indonesia dan
56
AFFIRMATIVE POLICY DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT
Bank Dunia tentang Proyek Pemerintah Daerah dan Desentralisasi. Daerah percontohan P2D2 terdiri dari 75 daerah di 5 provinsi percontohan, yaitu Provinsi Jambi, Provinsi Kalimantan Tengah, Provinsi Jawa Timur, Provinsi Maluku Utara dan Provinsi Sulawesi Barat. Verifikasi Keluaran adalah proses verifikasi atas keluaran pelaksanaan Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Infrastruktur di Daerah Percontohan P2D2 dengan hasil yang sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan serta dalam kurun waktu yang tepat berdasarkan hasil Verifikasi Keluaran yang dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sesuai dengan ketentuan Perjanjian Verifikasi antara BPKP dan Bank Dunia. DAK bidang infrastruktur yang di verifikasi adalah bidang infrastruktur jalan, bidang infrastruktur irigasi dan bidang infrastruktur air minum. Pagu P2D2 ditetapkan dalam UU APBN. Besaran yang dialokasikan kepada masing-masing daerah penerima P2D2 sebesar maksimal 10% (sepuluh persen) dari nilai Verifikasi Keluaran yang dibagi secara proporsional. Penyaluran Dana P2D2 kepada daerah penerima dilakukan sekaligus setelah keluarnya PMK mengenai alokasi dana P2D2.
Pelengkap Buku Pegangan Tahun 2013
57
Web Based Reporting System Dana Alokasi Khusus (WBRS-DAK) Dalam rangka meningkatkan akuntabilitas pelaksanaan Dana Alokasi Khusus (DAK) baik dari sisi keuangan maupun teknis, DJPK telah membangun suatu aplikasi pelaporan DAK berbasis web yang diberi nama Web-Based Reporting System Dana Alokasi Khusus (WBRS-DAK) pada tahun anggaran 2011 melalui Proyek Pemerintah Daerah dan Desentralisasi (P2D2). Dengan adanya aplikasi ini maka seluruh informasi proyek di daerah yang dibiayai dari DAK dapat disajikan secara cepat, lengkap dan akurat. Dari aplikasi ini dapat diperoleh informasi mengenai lokasi proyek (titik koordinat latitude dan longitude), gambar (foto) riil proyek, kemajuan fisik, dan penggunaan/ penyerapan dana. Aplikasi tersebut telah diterapkan di 5 provinsi (berikut kabupaten/kota di dalamnya) sebagai pilot project yaitu: Jambi, Jawa Timur, Kalimantan Tengah, Sulawesi Barat, dan Maluku Utara mulai tahun anggaran 2012. Saat ini Aplikasi WBRS-DAK hanya diterapkan pada DAK Bidang infrastruktur (jalan, irigasi, dan air minum). Diharapkan pada masa mendatang aplikasi ini bisa diterapkan di provinsi/kabupaten/kota seluruh Indonesia dan mencakup seluruh bidang DAK. Key succes factors implementasi Aplikasi WBRS-DAK adalah keterlibatan aktif para petugas di Pemda dalam memasukkan data ke dalam aplikasi. Ada 4 kelompok besar petugas yang bertanggung jawab terhadap keberhasilan implementasi Aplikasi WBRSDAK di Pemda yaitu: Administrator, Operator DPPKA, Operator SKPD, dan Pemantau. Administrator bertanggung jawab mengelola username dan password seluruh user di Pemda yang bersangkutan. Operator DPPKA bertanggung jawab memasukkan data seluruh SP2D untuk semua bidang DAK. Operator SKPD bertanggung jawab memasukkan seluruh data perencanaan, pemaketan, dan pelaksanaan proyek yang dibiayai dari DAK (saat ini hanya terbatas pada DAK Bidang Infrastruktur saja). Sedangkan kelompok Pemantau adalah pengguna informasi yang disajikan oleh Aplikasi WBRS-DAK. Yang termasuk dalam kelompok Pemantau antara lain adalah Bappeda, Gubernur/Bupati/Walikota dan Wakil Gubernur/Wakil Bupati/Wakil Walikota. Namun berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi terhadap implementasi Aplikasi WBRS-DAK yang dilakukan pada akhir bulan September hingga pertengahan Desember 2012, ditemukan fakta bahwa petugas Pemda belum optimal terlibat aktif dalam implementasi Aplikasi WBRS-DAK. Ada 2 faktor utama penyebab belum optimalnya keterlibatan petugas Pemda dalam implementasi Aplikasi WBRS-DAK yaitu: a. Transfer knowledge kepada para petugas Pemda belum maksimal karena waktu pelaksanaan Bimtek Penggunaan Aplikasi WBRS-DAK yang sangat terbatas; dan b. Kendala teknis berupa kesulitan mengakses Aplikasi WBRS-DAK karena rendahnya kualitas infrastruktur jaringan internet di beberapa daerah (terutama wilayah Indonesia Timur).
58
AFFIRMATIVE POLICY DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT
Aplikasi WBRS-DAK yang sudah ada saat ini adalah aplikasi berbasis web, dimana untuk mengaksesnya pengguna harus mempunyai koneksi internet. Kondisi ini mengakibatkan beberapa daerah yang infrastruktur jaringan internetnya kurang baik mengalami kesulitan untuk mengakses Aplikasi WBRS-DAK. Oleh karena itu pada tahun anggaran 2013, DJPK akan membangun Aplikasi WBRS-DAK Versi Offline agar Pemda bisa tetap aktif mengisikan data ke dalam Aplikasi WBRS-DAK meskipun koneksi internet di daerah yang bersangkutan sangat terbatas. ImplementasiAplikasiWBRS-DAK Versi Offline diutamakan di daerah (provinsi/ kabupaten/kota) Kalimantan Tengah, Provinsi Sulawasi Barat dan Maluku Utara. Oleh karena itu dalam rangka transfer knowledge kepada para petugas Pemda terkait Aplikasi WBRS-DAK Versi Offline, DJPK akan melakukan Bimtek untuk aplikasi ini hanya di 3 daerah tersebut. Pemda di luar 3 daerah dimaksud apabila menghendaki Bimtek untuk Aplikasi WBRS-DAK Vers Offline dapat menyampaikan surat permintaan resmi kepada DJPK. Selain itu DJPK selalu siap setiap saat untuk memberikan Bimtek Penggunaan Aplikasi WBRS-DAK (Versi Online) apabila ada permintaan dari Pemda.
2.3.4. Dana Keistimewaan DIY Kebijakan dana keistimewaan DIY merupakan tindak lanjut dari UndangUndang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta. Sesuai dengan undang-undang tersebut, dana keistimewaan DIY dialokasikan dalam rangka mendanai penyelenggaraan urusan keistimewaan DIY. Kewenangan dalam urusan keistimewaan DIY tersebut meliputi tata cara pengisian jabatan, kedudukan, tugas, dan wewenang Gubernur dan Wakil Gubernur, kelembagaan Pemerintah Daerah DIY, kebudayaan, pertanahan, dan tata ruang. Mekanisme penganggaran dana keistimewaan DIY dilakukan melalui pengajuan rencana kebutuhan dana keistimewaan DIY kepada kementerian/lembaga pemerintah non-kementerian terkait, Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian PPN/ Bappenas. Pengajuan dana keistimewaan DIY tersebut harus mengacu kepada RPJMD, RKPD, dan Perdais. Dana keistimewaan DIY hanya diperuntukkan bagi dan dikelola oleh Pemerintah Provinsi DIY.
Pelengkap Buku Pegangan Tahun 2013
59
Pengalokasian dan penyaluran dana keistimewaan DIY dilakukan melalui mekanisme transfer ke daerah. Menteri Keuangan menetapkan alokasi dana keistimewaan kepada Pemerintah Provinsi DIY berdasarkan undang-undang APBN. Menteri Keuangan menetapkan alokasi dana keistimewaan kepada Pemerintah Daerah DIY sebagai dasar penganggaran dalam APBD. Penyaluran dana keistimewaan dilakukan melalui pemindahbukuan dari RKUN ke RKUD dan dilakukan secara bertahap berdasarkan kinerja. Dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran dana keistimewaan, Pemerintah Provinsi DIY wajib menyampaikan laporan akhir realisasi penggunaan Dana Keistimewaan DIY kepada Menteri Keuangan paling lambat tanggal 31 Januari tahun berikutnya. 2.4 Dana Darurat, Pinjaman dan Hibah 2.4.1 Dana Darurat Dana Darurat merupakan dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan kepada daerah yang mengalami bencana nasional dan/atau peristiwa luar biasa sebagaimana yang diamanatkan dalam ketentuan Pasal 48 UndangUndang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Dana Darurat digunakan untuk keperluan yang mendesak yang diakibatkan oleh bencana nasional dan/atau peristiwa luar biasa yang tidak dapat ditanggulangi oleh Daerah dengan menggunakan sumber APBD. Keadaan yang dapat digolongkan sebagai bencana nasional dan/peristiwa luar biasa tersebut ditetapkan oleh Presiden. Dengan demikian, hanya daerah yang terkena bencana dan telah mendapat penetapan sebagai bencana nasional oleh Presiden yang dapat mengajukan dana darurat kepada Pemerintah Pusat. Pengaturan lebih lanjut mengenai Dana Darurat diatur dalam PP Nomor 44 Tahun 2012 tentang Dana Darurat. Dana Darurat digunakan untuk mendanai kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi pada tahap pascabencana yang menjadi kewenangan daerah sesuai dengan ketentuan peraturan 60
AFFIRMATIVE POLICY DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT
perundang-undangan yang mengatur kewenangan daerah. Sedangkan, pendanaan pada tahap prabencana dan tanggap darurat menjadi kewenangan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Dana darurat tersebut merupakan bagian dari dana desentralisasi yang digunakan untuk mendanai kewenangan daerah. Dana Darurat tersebut dapat diteruskan oleh Pemerintah Daerah kepada badan usaha milik daerah yang melaksanakan fungsi pelayanan publik. Dalam proses penganggaran Dana Darurat, Pemerintah Daerah mengajukan permintaan Dana Darurat kepada Menteri Keuangan dengan melampirkan kerangka acuan kegiatan. Menteri Keuangan bersama Kepala BNPB dan/atau menteri/pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian terkait melakukan verifikasi dan evaluasi terhadap permintaan Dana Darurat. Menteri Keuangan menetapkan kebijakan Dana Darurat dalam Nota Keuangan dan Rancangan APBN tahun anggaran berikutnya yang disampaikan oleh Pemerintah kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Selanjutnya, setelah melalui pembahasan antara Pemerintah dan DPR, Menteri Keuangan menetapkan alokasi Dana Darurat yang merupakan bagian belanja transfer ke Daerah. Penyaluran Dana Darurat dilakukan melalui tata cara pemindahbukuan dari Rekening Kas Umum Negara ke Rekening Kas Umum Daerah. Dana Darurat tersebut disalurkan secara bertahap sesuai dengan capaian kinerja. Menteri Keuangan, Kepala BNPB, dan menteri/ pimpinan lembaga pemerintahan non-kementerian terkait melakukan pemantauan dan evaluasi atas penyaluran dan penggunaan Dana Darurat. Dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran Dana Darurat, Pemerintah Daerah wajib menyampaikan laporan realisasi penggunaan Dana Darurat kepada Menteri Keuangan paling lambat tanggal 31 Januari Tahun Anggaran berikutnya.
Pelengkap Buku Pegangan Tahun 2013
61
2.4.2 Pinjaman Daerah Pinjaman daerah merupakan salah satu sumber pembiayaan bagi daerah, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah. Pinjaman dicatat dan dikelola dalam APBD. Pinjaman daerah dilakukan harus merupakan inisiatif pemerintah daerah. Untuk pinjaman jangka menengah dan jangka panjang wajib mendapatkan persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Selain itu, pinjaman yang dilakukan harus memperhatikan prinsip-prinsip pengelolaan, yakni taat pada peraturan perundang-undangan, transparan, akuntabel, efisien dan efektif, serta kehati-hatian. Pemberian pinjaman oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah atau sebaliknya merupakan wujud pelaksanaan hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Pinjaman dapat digunakan untuk menutup kekurangan arus kas daerah, membiayai pelayanan publik yang tidak menghasilkan penerimaan, atau membiayai kegiatan investasi berupa pengadaan prasarana dan/ atau sarana daerah yang memberikan manfaat ekonomi dan sosial bagi masyarakat maupun menghasilkan penerimaan bagi APBD. Pinjaman Daerah dapat bersumber dari: 1.
Pemerintah Pusat;
2.
Pemerintah Daerah lainnya;
3.
Lembaga Keuangan Bank;
4.
Lembaga Keuangan Non Bank; dan
5.
Masyarakat.
Pemerintah Daerah dapat pula mengikutsertakan partisipasi masyarakat dalam pembangunan, yakni dengan menerbitkan instrumen Obligasi 62
AFFIRMATIVE POLICY DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT
Daerah. Penerbitan Obligasi Daerah merupakan efek yang diterbitkan pemerintah daerah dan diterbitkan di pasar modal domestik. Pemerintah pusat tidak menjamin penerbitan Obligasi Daerah. Penerbitan Obligasi Daerah hanya dapat digunakan untuk membiayai kegiatan investasi prasarana dan/atau sarana dalam rangka penyediaan pelayanan publik yang menghasilkan penerimaan bagi APBD yang diperoleh dari pungutan atas penggunaan prasarana dan/atau sarana tersebut. Kegiatan investasi dalam pembangunan sarana/prasarana publik memberikan sumbangan bagi perekonomian daerah pada umumnya dan/atau penerimaan daerah pada khususnya. Selain itu, dana pinjaman juga dapat ditujukan untuk mengatasi masalah jangka pendek yang berkaitan dengan arus kas daerah. Oleh karena itu, bagi pemerintah daerah yang akan melakukan percepatan pertumbuhan ekonomi daerah dan meningkatkan daya saing daerah, pinjaman daerah dapat menjadi salah satu alternatif pembiayaannya. Namun demikian, dalam melakukan pinjaman, pemerintah daerah harus memperhitungkan risiko yang mungkin timbul, memperhatikan asas kecermatan dan kehati-hatian serta melakukan pengelolaan pinjaman secara profesional dan akuntabel. 2.4.3 Hibah Daerah Hibah daerah didefinisikan sebagai pemberian dengan pengalihan hak atas sesuatu dari pemerintah atau pihak lain kepada pemerintah daerah atau sebaliknya yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya dan dilakukan melalui perjanjian. Hibah daerah dapat berbentuk uang, barang, dan/atau jasa. Hibah dari pemerintah kepada pemerintah daerah tersebut dapat diteruspinjamkan, diterushibahkan, dan/atau dijadikan penyertaan modal kepada Badan Usaha Milik Daerah dalam kerangka hubungan keuangan antara Pemerintah Daerah dan Badan Usaha Milik Daerah. Dasar hukum tentang hibah daerah telah diatur dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Undang-undang Nomor Pelengkap Buku Pegangan Tahun 2013
63
33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2012 tentang Hibah Daerah, dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 188 Tahun 2012 tentang Hibah Dari Pemerintah Pusat Kepada Pemerintah Daerah. Pemberian hibah pemerintah kepada pemerintah daerah dilaksanakan dengan berdasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut: a.
Hibah diberikan untuk mendanai penyelenggaraan urusan yang menjadi kewenangan pemerintah daerah;
b.
Diprioritaskan untuk penyelenggaraan pelayanan publik;
c.
Dilaksanakan dengan menggunakan mekanisme APBN dan APBD;
d.
Dilaksanakan berdasarkan Perjanjian Hibah antara Menteri Keuangan c.q. Dirjen Perimbangan Keuangan dengan kepala daerah;
e.
Penyaluran dapat dilakukan secara bertahap sesuai dengan capaian kinerja;
f.
Hibah kepada pemerintah daerah yang bersumber dari luar negeri dilakukan melalui pemerintah.
Untuk hibah yang bersumber dari penerimaan dalam negeri, pengusulan besaran hibah dan daftar nama pemerintah daerah dilakukan oleh menteri teknis/pimpinan lembaga kepada Menteri Keuangan. Menteri Keuangan menerbitkan surat penetapan pemberian hibah kepada masing-masing pemerintah daerah setelah dasar pemberian hibah yang bersumber dari penerimaan dalam negeri ditetapkan oleh pemerintah dan pagunya ditetapkan dalam APBN. Berdasarkan surat penetapan pemberian hibah tersebut dilakukan penandatanganan Perjanjian Hibah Daerah.
64
AFFIRMATIVE POLICY DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT
Sedangkan untuk hibah yang bersumber dari pinjaman/hibah luar negeri, menteri teknis/ pimpinan lembaga mengusulkan besaran hibah dan daftar nama pemerintah daerah yang diusulkan sebagai penerima hibah kepada Menteri Keuangan berdasarkan Daftar Rencana Pinjaman Luar Negeri Jangka Menengah dan/atau Daftar Rencana Kegiatan Hibah yang diterbitkan oleh Bappenas. Menteri Keuangan menerbitkan surat penetapan pemberian hibah dan surat persetujuan penerusan hibah kepada masing-masing pemerintah daerah setelah Perjanjian Pinjaman Luar Negeri dan pagunya ditetapkan dalam APBN serta setelah Perjanjian Hibah Luar Negeri ditandatangani. Selanjutnya, Perjanjian Hibah Daerah atau Perjanjian Penerusan Hibah ditandatangani antara Menteri Keuangan c.q. Dirjen Perimbangan Keuangan dengan kepala daerah atau kuasanya. Penyaluran hibah dilakukan berdasarkan permintaan penyaluran dana dari pemerintah daerah setelah mendapat pertimbangan dari kementerian teknis dan dapat dilaksanakan secara bertahap sesuai dengan capaian kinerja. Penyaluran hibah kepada pemerintah daerah dalam bentuk uang yang bersumber dari penerimaan dalam negeri dilakukan melalui pemindahbukuan dari Rekening Kas Umum Negara (RKUN) ke dalam Rekening Kas Umum Daerah (RKUD). Penyaluran hibah kepada pemerintah daerah dalam bentuk uang yang bersumber dari pinjaman dan/atau hibah luar negeri dapat dilakukan melalui 5 (lima) mekanisme yaitu: pemindahbukuan dari RKUN ke RKUD, pembayaran langsung, rekening khusus, letter of credit (L/C); dan/atau pembiayaan pendahuluan. Penerimaan hibah oleh daerah dicatat sebagai pendapatan hibah dalam kelompok Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah pada APBD. Pemerintah daerah penerima hibah menyampaikan laporan triwulan pelaksanaan kegiatan yang dibiayai dari hibah tersebut kepada Menteri Keuangan dan Menteri teknis/pimpinan lembaga terkait.
Pelengkap Buku Pegangan Tahun 2013
65
PINJAMAN DAERAH DARI PEMERINTAH PUSAT: PUSAT INVESTASI PEMERINTAH (PIP) Salah satu sumber pinjaman dari pemerintah pusat yaitu Dana Investasi Pemerintah, termasuk di dalamnya dana yang dikelola oleh Pusat Investasi Pemerintah (PIP). PIP merupakan Sovereign Wealth Fund (SWF) Indonesia dan menjadi operator investasi Pemerintah. Adapun cakupan sektor investasi PIP meliputi bidang infrastruktur dan bidang lainnya yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Investasi di bidang pembangunan infrastruktur sebagai salah satu fokus dari investasi PIP didasarkan pada alasan filosofis bahwa pembangunan infrastruktur merupakan salah satu roda penggerak pertumbuhan ekonomi dan dipandang sebagai lokomotif pembangunan nasional dan daerah. Salah satu bentuk investasi langsung PIP adalah pemberian pinjaman kepada pemda. Pinjaman yang diberikan PIP kepada pemda dibatasi hanya untuk pembangunan infrastruktur dasar, antara lain mencakup: Ketenagalistrikan, Jalan/Jembatan, Transportasi, Pasar, Rumah sakit, Terminal, dan Air Bersih. Tabel 2.10 Daerah Yang Melakukan Perjanjian Pinjaman Dengan PIP Tahun 2012 NO
DAERAH
PENGGUNAAN
1.
Kab. Mukomuko
Pembangunan RSUD Mukomuko
2.
Kab. Lombok Timur
Pembangunan Pasar Masbagik
3.
Kab. Karangasem
4.
Kota Bandar Lampung
Pembangunan Jalan Layang & Pelebaran Jalan
5.
Kota Medan
Pembangunan Pasar
6.
Prov. Sulawesi Tenggara
Pembangunan Infrastruktur Jalan & Jembatan
7.
Kab. Lombok Tengah
Pembangunan Infrastruktur Jalan
8.
Kota Palu
Pembangunan RSUD
9.
Kota Gorontalo
Pembangunan Terminal Kota
10.
Prov. Sulawesi Selatan
Pembangunan Infrastruktur Jalan
Pembangunan Pasar & Pusat Seni Pembangunan RSUD
Sumber: PIP
2.5.
Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan
Dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan merupakan dana yang bersumber dari APBN dan merupakan bagian dari anggaran Kementerian/ Lembaga. Oleh karenanya, rumusan arahan kebijakan terkait pendanaan dekonsentrasi dan tugas pembantuan untuk tahun anggaran berikutnya
66
AFFIRMATIVE POLICY DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT
harus ditetapkan di dalam Musrenbangnas Kementerian/Lembaga. Dalam perumusan arah kebijakan pendanaan dekonsentrasi dan tugas pembantuan tersebut, Kementerian Keuangan juga mempunyai peran. Secara lebih spesifik, peran tersebut merupakan salah satu tugas dan fungsi Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan. Hal ini diatur dalam Pasal 10 Peraturan Menteri Keuangan No.156/PMK.07/2008 yang mengamanatkan Menteri Keuangan untuk menyampaikan Rekomendasi Menteri Keuangan yang akan dijadikan dasar pertimbangan bagi kementerian/lembaga dalam rangka perencanaan lokasi dan anggaran kegiatan dekonsentrasi dan/atau tugas pembantuan selambat-lambatnya bulan Maret sebelum penyusunan renja K/L. Berdasarkan amanat peraturan perundangan tersebut, setiap tahun anggaran ditetapkan Rekomendasi Menteri Keuangan tentang Keseimbangan Pendanaan di Daerah Dalam Rangka Perencanaan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan. Secara umum arahan kebijakan dalam rekomendasi tersebut adalah sebagai berikut: 1. Daerah yang direkomendasikan untuk diprioritaskan mendapat alokasi dana dekonsentrasi dan dana tugas pembantuan adalah: a. Daerah Prioritas 1 yaitu kelompok daerah yang mempunyai KFD dan IPM di bawah rata-rata nasional. Kelompok daerah ini dapat dikatakan termasuk “daerah yang tertinggal”, sehingga dipandang perlu adanya intervensi Pemerintah Pusat sesuai kewenangannya untuk membantu menstimulasi pembangunan di daerah tersebut melalui penyelenggaraan program dan kegiatan dekonsentrasi dan tugas pembantuan; b. Daerah Prioritas 2 yaitu kelompok daerah yang mempunyai KFD di bawah rata-rata nasional namun IPM di atas rata-rata nasional. Kelompok daerah ini dapat dikatakan termasuk “daerah yang berkinerja baik”, sehingga kelompok daerah ini perlu didorong terus untuk mempertahankan atau meningkatkan kesejahteraan
Pelengkap Buku Pegangan Tahun 2013
67
masyarakatnya melalui dukungan penyelenggaraan program dan kegiatan dekonsentrasi dan tugas pembantuan; 2. Kementerian/lembaga
wajib
memperhatikan
bahwa
program/
kegiatan yang didanai melalui mekanisme dekonsentrasi dan tugas pembantuan adalah program/kegiatan pemerintah dan bukanlah merupakan program/kegiatan yang sudah menjadi kewenangan daerah; 3. Kementerian/Lembaga menerapkan kebijakan reward and punishment dalam perencanaan lokasi dan anggaran dekonsentrasi dan tugas pembantuan dengan mempertimbangkan aspek kinerja daerah, dalam rangka meningkatkan kualitas penyelenggaraan kegiatan dan pengelolaan dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan; 4. Kementerian/Lembaga wajib melakukan koordinasi dengan gubernur sebelum penyusunan Renja K/L dalam rangka sinergi kebijakan pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/ kota. 2.6. Pengelolaan Keuangan Daerah 2.6.1 Pengelolaan APBD Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah diamanatkan agar keuangan daerah dikelola secara secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan keadilan, kepatutan, dan manfaat untuk masyarakat. Sebagai implementasinya, pengelolaan keuangan daerah dilaksanakan dengan pendekatan kinerja yang berorientasi pada prestasi kerja, dengan memperhatikan keterkaitan antara pendanaan dengan keluaran dan outcome yang diharapkan dari kegiatan dan program. Dengan demikian, pendekatan kinerja sekaligus akan mencerminkan efisiensi dan efektivitas pelayanan publik. Efisien 68
AFFIRMATIVE POLICY DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT
akan diwujudkan dalam kesesuaian antara input (termasuk pendanaan) dengan output yang paling optimal yang bisa dihasilkan. Sedangkan efektifitas akan diwujudkan dengan kesesuaian antara output dengan ekspektasi masyarakat terhadap pemenuhan kualitas dan kuantitas layanan publik yang dihasilkan. Wujud dan implementasi dari kebijakan dan sekaligus operasionalisasi pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah adalah dengan melaksanakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). APBD tidak hanya akan berperan sebagai dokumen anggaran dan pelaksanaannya, namun sekaligus merupakan alat politik dan kebijakan publik dalam upaya mewujudkan pelayanan publik yang optimal serta upaya dalam mendorong pembangunan ekonomi suatu daerah. Untuk melaksanakan pengelolaan keuangan daerah dengan baik, saat ini Daerah sudah diberikan pedoman yang diatur dalam peraturan perundangan secara komprehensif, mulai dari Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Sebagai peraturan pelaksanaan telah ditetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, dan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah yang telah diubah dua kali dengan Permendagri Nomor 59 Tahun 2007 dan Permendagri Nomor 21 Tahun 2011. Bahkan, Kemendagri selalu menetapkan peraturan yang mengatur pedoman penyusunan APBD setiap tahun anggaran. Pada tahun anggaran 2013 ini telah ditetapkan Permendagri Nomor 37 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan APBD Tahun Anggaran 2013.
Pelengkap Buku Pegangan Tahun 2013
69
Meskipun peraturan perundangan dan petunjuk pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah sudah lengkap, namun masih banyak terdapat kendala dalam pelaksanaannya. Beberapa kendala tersebut antara lain, masih banyaknya daerah yang terlambat menetapkan APBD, struktur APBD yang kurang ideal, penyerapan belanja yang relatif lambat, masih tingginya dana idle yang tidak tergunakan dalam pengeluaran publik, maupun kendala administratif pengelolaan keuangan yang tercermin dari masih banyaknya daerah yang mendapat opini kurang baik dari BPK. Satu per satu kendala tersebut dapat dilihat sebagai berikut. 1. Keterlambatan Penetapan APBD Anggaran daerah merupakan instrumen kebijakan yang utama bagi pemerintah daerah. Sebagai instrumen kebijakan, APBD menduduki posisi sentral dalam upaya pengembangan kapabilitas dan efektifitas pemerintah daerah. APBD digunakan sebagai alat untuk menentukan besarnya pendapatan dan pengeluaran, membantu pengambilan keputusan dan perencanaan pembangunan, otorisasi pengeluaran di masa yang akan datang, sumber pengembangan ukuran-ukuran standar untuk evaluasi kinerja serta alat koordinasi bagi semua aktivitas berbagai unit kerja. Dalam APBD termuat prioritas-prioritas pembangunan, terutama prioritas kebijakan dan target yang akan dicapai sesuai sumber daya yang tersedia. Berangkat dari pentingnya APBD tersebut, maka penyusunan dan penetapan APBD menjadi hal yang penting untuk dimulainya pelaksanaan suatu siklus pengelolaan keuangan. Dengan penyusunan yang baik dan penetapan yang tepat waktu, maka APBD akan dapat segera dieksekusi dan dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Berdasarkan ketentuan perundangan, APBD seharusnya ditetapkan paling lambat 31 Desember sebelum tahun anggaran berjalan. Namun demikian ternyata masih banyak pemerintah daerah yang menetapkan APBD-nya melewati tenggat waktu tersebut. 70
AFFIRMATIVE POLICY DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT
Grafik 2.2 Grafik Penetapan APBD Tahun Anggaran 2008 – 2012 Provinsi, Kabupaten dan Kota di Indonesia
Sumber: DJPK (data diolah)
Untuk APBD Tahun 2012, dari 524 daerah yang menetapkan APBDnya tepat waktu (sebelum 31 Desember) sebanyak 274 daerah (52% daerah), kondisi ini meningkat dari tahun 2011 yg hanya 211 daerah (40%) dan tahun 2010 sebanyak 214 daerah (41%) Adanya keterlambatan penetapan APBD dapat memberikan dampak negatif. Dampak yang ditimbulkan dari keterlambatan dalam penyusunan APBD adalah terlambatnya pelaksanaan program pemerintah daerah sehingga dapat berdampak pada pelayanan publik terhadap masyarakat. Selain itu dapat juga berpengaruh terhadap perekonomian daerah, karena belanja daerah menjadi terlambat dalam memberikan injeksi bagi pembangunan ekonomi daerah. Disamping itu, keterlambatan penetapan APBD juga akan merugikan masyarakat karena dapat berimbas pada dijatuhkannya sanksi penundaan penyaluran DAU, sehingga berpengaruh pada aliran uang atau transaksi di daerah. Pelengkap Buku Pegangan Tahun 2013
71
2. Dominasi Belanja Pegawai Dalam Struktur APBD Belanja Daerah secara nasional pada TA 2012 mencapai Rp591,887 triliun. Belanja Pegawai porsinya masih dominan yaitu mencapai 44,1% atau sebesar Rp261,153 triliun. Belanja Modal mencapai Rp137,438 triliun atau sebesar 23,2%. Belanja Barang dan Jasa mencapai Rp71,071 triliun atau 12,0%. Grafik 2.3 Trend Belanja Daerah TA 2009 – 2012 (dalam % dan miliar rupiah) 50%
46.52
43.46
46.25
44.12
40% 30% 20%
27.60 19.17 9.78
10%
22.53 19.21
22.92 21.04
11.74
23.22 20.65 12.01
9.78
0% 2009
Jenis Belanja Daerah (dalam miliar rupiah)
2010
2011
2012
2009
2010
2011
2012
Belanja Pegawai
180,439
198,562
229,081
261,153
Belanja Barang dan Jasa
79,600
82,007
104,221
122,225
Belanja Modal
114,598
96,179
113,523
137,438
Belanja Lain-Lain
40,594
50,110
48,449
71,071
Sumber: Data APBD Konsolidasi 2009 - 2012 (diolah)
Berdasarkan tabel di atas maka dapat kita amati porsi tiap jenis Belanja Daerah setiap tahun dan trend kenaikan/penurunannya antar tahun. Bila dicermati Belanja Pegawai (langsung dan tidak langsung) secara nasional cenderung terus meningkat dari tahun 2009 hingga 2012, di mana pada tahun 2009 total Belanja Pegawai secara nasional baru 72
AFFIRMATIVE POLICY DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT
mencapai angka Rp180,4 miliar rupiah dan di tahun 2012 meningkat menjadi Rp261,1 miliar rupiah. Rata-rata peningkatan Belanja Pegawai mencapai 13,1%. Pada tahun 2012 Belanja Pegawai mengalami peningkatan sebesar 14,0% dibandingkan dengan tahun 2011. Fenomena yang agak berbeda terlihat dari trend Belanja Modal TA 2009 hingga 2012, di mana secara rata-rata mengalami peningkatan di kisaran 7,7% dari tahun 2009 hingga 2012. Namun demikian, bila dilihat secara nominal, maka trend tersebut cenderung fluktuatif, dimana pada tahun 2009 total Belanja Modal mencapai Rp114,6 miliar rupiah lalu mengalami penurunan di tahun 2010 yaitu hanya sebesar Rp96,2 miliar rupiah, kemudian mengalami peningkatan di dua tahun terakhir hingga mencapai Rp137,4 miliar rupiah di tahun 2012. Proporsi belanja modal mengalami peningkatan di tahun 2011 dan 2012, di mana belanja modal mempunyai proporsi diatas 20% Dengan semakin tingginya porsi belanja pegawai, maka porsi belanja modal semakin tergerus dari tahun ke tahun. Pada tahun 2009 belanja modal masih berada di kisaran 27%, terus turun hingga menjadi 22% di tahun 2012. Hal ini perlu menjadi perhatian yang serius karena belanja modal ditambah belanja barang dan jasa merupakan belanja pemerintah daerah yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi suatu daerah, di samping pengaruh dari sektor swasta, rumah tangga, dan luar negeri. Realisasi belanja modal akan memiliki multiplier effect dalam menggerakkan roda perekonomian daerah. 3. Penyerapan Belanja APBD Relatif Lambat Anggaran belanja daerah akan mempunyai peran riil dalam peningkatan kualitas layanan publik dan sekaligus menjadi stimulus bagi perekonomian daerah apabila terealisasi dengan baik. Namun demikian, ternyata secara umum kondisi penyerapan belanja daerah masih belum terlalu memuaskan. Pelengkap Buku Pegangan Tahun 2013
73
Rendahnya realisasi belanja daerah salah satunya disebabkan karena pada triwulan I semua proses pelelangan/tender baru mulai dilaksanakan dan ini membutuhkan waktu minimal 2 bulan dimulai dari pengumuman lelang sampai dengan penetapan pemenang lelang/tender sehingga baru pada triwulan II dan bahkan triwulan III pelaksanaan kegiatan dimulai. Pada triwulan II dan triwulan III, realisasi belanja pegawai, belanja barang dan jasa dan belanja lain-lain mengikuti pola yang relatif lebih baik. Namun, untuk belanja modal perkembangannya masih cenderung lambat. Beberapa hal yang sangat mungkin menjadi penyebab keterlambatan tersebut antara lain keterlambatan penetapan APBD, proses lelang yang belum selesai atau juga permasalahan teknis lain yang mengakibatkan belanja modal baru dapat direalisasikan setelah adanya perubahan APBD (yang rata-rata dilakukan pada bulan Agustus-September). Pada triwulan IV realisasi belanja modal melonjak tinggi, namun demikian juga tidak mencapai 100% dari anggaran induknya. Hal ini disebabkan adanya permasalahan yang sama dengan triwulan sebelumnya seperti penetapan APBD maupun APBD perubahan yang terlambat, adanya efisiensi belanja modal dan berbagai kebijakan penghematan.
74
AFFIRMATIVE POLICY DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT
Grafik 2.4 Penyerapan Belanja APBD (dalam miliar rupiah)
150 100 50 0 TW 1
TW 2
TW 3
B. Pegawai
B. Barang&Jasa
B. Lainnya
Total Belanja
TW 4 B. Modal
Sumber: DJPK (data diolah)
Namun demikian, secara umum penyerapan belanja modal yang tidak dapat dimulai pada awal tahun anggaran akan menyebabkan proyek yang direncanakan pemerintah daerah tidak dapat diselesaikan tepat waktu sehingga akan menghambat daya dorong pertumbuhan ekonomi di daerah. Proses tender yang relatif lama juga menyebabkan waktu yang tersisa untuk menyelesaikan proyek-proyek menjadi lebih sedikit sehingga terdapat beberapa proyek yang tidak selesai pada akhir Desember 2012.
4. Silpa dan Dana Idle Pemda di Perbankan Sisa Lebih Penghitungan Anggaran (SiLPA) merupakan sisa anggaran yang tidak tergunakan di tahun anggaran berkenaan, namun dapat digunakan di tahun berikutnya. Dalam realisasi APBD terdapat dua macam SiLPA, pertama adalah SiLPA yang menjadi salah satu penerimaan pembiayaan yang dikenal dengan SiLPA tahun sebelumnya. Kedua adalah hasil penjumlahan surplus/defisit dengan netto pembiayaan yang disebut SiLPA tahun berkenaan. Pelengkap Buku Pegangan Tahun 2013
75
SiLPA tahun berkenaan merupakan suatu indikator yang cukup krusial dalam realisasi APBD. SiLPA tahun berkenaan yang merupakan selisih positif antara surplus/defisit dengan netto pembiayaan akan menunjukkan kinerja realisasi anggaran secara keseluruhan. Semakin tinggi SiLPA tahun berkenaan, maka semakin rendah kinerja pengelolaan APBD secara keseluruhan. SiLPA tahun berkenaan (atau sering juga disebut sebagai surplus penerimaan) menunjukkan besarnya dana publik yang tidak tergunakan dalam belanja maupun tidak tergunakan dalam transaksi pembiayaan. Dengan demikian, SiLPA tahun berkenaan betul-betul menunjukkan total dana idle pada akhir tahun yang telah berjalan. Untuk realisasi SiLPA tahun berkenaan tahun 2008-2011 dapat dilihat dalam grafik berikut. Grafik 2.5 Tren SiLPA Tahun Berkenaan
p Miliar Rupiah
100 0,00 00 80 0,00 00 60 0,00 00
78,06 65 68,2 216 5 234 52,2
40 0,00 00
5 74 56,5
20 0,00 00 200 08
200 2 09
2 2010
201 2 1
Sumber: DJPK (data diolah)
Dana Idle merupakan dana yang tidak atau belum digunakan oleh pemerintah daerah (pemda). Dana idle yang dapat dipantau oleh pemerintah pusat setiap bulannya adalah dana idle pemda yang disimpan di perbankan. Dana pemda di perbankan merupakan akumulasi dana pemda baik yang berupa dana cadangan, investasi dan dana idle. Pergerakan dana pemda di perbankan dapat dilihat dalam grafik berikut: 76
AFFIRMATIVE POLICY DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT
Grafik 2.6 Trend Dana Pemda di Perbankan 2009 – 2012 (data per Desember) 120 0,00 00 99 9,24 40
Mili Rupiah Miliar R i h
100 0,00 00 80 0,44 46 80 0,00 00 59,8 814 4
62,,088 8
39,0 032 2
38,,743 3
20,7 782 2
23,,345 5
2009
20 010 P vinssi Prov
51 1,92 27
60 0,00 00 40 0,00 00
66 6,90 05
28 8,51 19
32 2,33 36
20 011 1 Kaab/Kota
2 2012 2
20 0,00 00 T Total Sumber: Bank Indonesia (data diolah)
Bulan Desember merupakan titik terendah dalam tiap tahunnya. Besaran dana pemda di perbankan pada bulan Desember 2012 lebih besar dibandingkan pada bulan Desember 2011. Hal tersebut menunjukkan adanya peningkatan besaran SiLPA tahun berkenaan dari tahun ke tahun. Secara akumulatif dana pemerintah kabupaten/kota di perbankan lebih besar dari akumulasi dana pemerintah provinsi di perbankan. Namun demikian, apabila dilihat per entitas unit pemerintahan, terlihat bahwa rata-rata dana pemerintah provinsi di perbankan lebih besar daripada daripada rata-rata dana pemerintah kabupaten/kota di perbankan. Secara tidak langsung hal tersebut menggambarkan dana pemerintah provinsi yang menganggur lebih besar dibanding dana pemerintah kabupaten/kota.
Pelengkap Buku Pegangan Tahun 2013
77
5. Belum Optimalnya Kualitas Pengelolaan Administratif Grafik 2.7 Opini BPK Atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Tahun 2007 - 2011 200 07
3 32 6 21 316 323 331 283 3
4 400
200 08 8 111 12 23 118
2 200 5 33 1 15 4 13
67
76
8 38
59 31 48 24
0
5
200 09 2010
WT W P
WD DP
TM MP
T TW
2011
Sumber Data: Ikhtisar Hasil Pemeriksaan BPK s.d. Semester I Tahun 2012, September 2012
Untuk menilai optimal atau tidaknya pengelolaan keuangan pemerintah daerah dapat pula dengan melihat hasil opini BPK atas LKPD Pemerintah Daerah. Untuk LKPD tahun 2011 sampai dengan semester I, BPK telah menyelesaikan pemeriksaan/audit terhadap daerah dengan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) diberikan kepada 67 daerah, lalu sebanyak 316 LKPD diberikan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP), 5 LKPD diberikan opini Tidak Wajar (TW), dan 38 LKPD diberi opini Tidak Memberikan Pendapat (TMP). Dari Hasil Pemeriksaan sampai dengan saat ini, dari 426 yang sudah diperiksa, terdapat peningkatan jumlah daerah yang mendapatkan WTP daripada tahun-tahun anggaran sebelumnya. Perbaikan opini tersebut antara lain karena entitas yang diperiksa, dalam hal ini pemerintah daerah, telah menindaklanjuti rekomendasi BPK. Meskipun demikian masih terdapat banyak daerah yang mendapat Tidak Wajar bahkan dinyatakan Tidak Memberikan Pendapat. Secara garis besar, penyebab LKPD pemerintah daerah tidak memperoleh opini WTP pada tahun 2011 (hasil pemeriksaan semester I Tahun 2012) 78
AFFIRMATIVE POLICY DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT
antara lain permasalahan pengelolaan akun kas, persediaan, investasi permanen dan non permanen, serta aset tetap.
2.6.2. Pengelolaan Defisit Dalam rangka pengendalian batas maksimal defisit dan pinjaman pemerintah daerah, Menteri Keuangan setiap bulan Agustus menetapkan Peraturan Menteri Keuangan mengenai batas maksimal defisit APBD dan batas maksimal pinjaman daerah. Untuk tahun anggaran 2013, telah ditetapkan Peraturan Menteri Keuangan No. 137/PMK.07/2012 tentang Batas Maksimal Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan Batas Maksimal Kumulatif Pinjaman Daerah Tahun Anggaran 2013. Pengaturan dalam PMK tersebut antara lain: 1.
Batas Maksimal Kumulatif Defisit APBD untuk Tahun Anggaran 2013 ditetapkan sebesar 0,5% (nol koma lima persen) dari proyeksi PDB Tahun Anggaran 2013.
2.
Indikatif Batas Maksimal Defisit APBD Tahun Anggaran 2013 untuk masing-masing daerah ditetapkan sebesar 6% (enam persen) dari perkiraan Pendapatan Daerah Tahun Anggaran 2013.
3.
Batas maksimal kumulatif pinjaman daerah yang masih menjadi kewajiban daerah sampai dengan Tahun Anggaran 2013 ditetapkan sebesar 0,35% (nol koma tiga puluh lima persen) dari proyeksi PDB Tahun Anggaran 2013.
4.
Pinjaman daerah tersebut termasuk pinjaman yang diteruskan menjadi pinjaman, hibah, dan/atau penyertaan modal kepada Badan Usaha Milik Daerah.
5.
Dalam rangka pengendalian defisit/surplus APBD, maka pemerintah daerah menganggarkan pembiayaan neto sebesar defisit/surplus APBD.
Pelengkap Buku Pegangan Tahun 2013
79
6.
Pemerintah daerah wajib melaporkan rencana defisit APBD kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan sebelum APBD ditetapkan.
7.
Dalam hal defisit APBD akan ditutup sebagian atau seluruhnya dari pinjaman dan/atau penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan, maka defisit APBD tersebut harus mendapatkan persetujuan dari Menteri Keuangan.
8.
Persetujuan atau penolakan Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan atas nama Menteri Keuangan terhadap rencana defisit yang dibiayai sebagian atau seluruhnya dari pinjaman dan/atau penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan, menjadi dokumen yang dipersyaratkan dalam proses evaluasi Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD atau evaluasi Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD Perubahan.
Tata cara pengajuan permohonan persetujuan defisit APBD yang akan ditutup sebagian atau seluruhnya dengan pinjaman dan/atau penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan, dilakukan dengan prosedur sebagai berikut: 1.
Gubernur, Bupati atau Walikota mengajukan permohonan persetujuan atas rencana defisit APBD yang akan ditutup sebagian atau seluruhnya dari pinjaman dan/atau penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan dengan tembusan permohonan disampaikan Menteri Dalam Negeri c.q. Direktur Jenderal Keuangan Daerah.
2.
Surat permohonan persetujuan yang diajukan oleh Bupati atau Walikota ditembuskan kepada Gubernur.
3.
Pengajuan permohonan persetujuan sebagaimana dimaksud dilakukan sekurang-kurangnya 1 (satu) bulan sebelum Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD atau Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD Perubahan dikirimkan untuk dievaluasi.
80
AFFIRMATIVE POLICY DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT
4.
Terhadap rencana defisit APBD yang akan ditutup sebagian atau seluruhnya dari pinjaman daerah, surat permohonan persetujuan sebagaimana tersebut di atas memuat rencana kegiatan yang akan dibiayai dari pinjaman daerah, dengan dilampiri dokumen: a. Laporan Keuangan Pemerintah Daerah selama 3 (tiga) tahun terakhir yang telah ditetapkan dengan peraturan daerah; b. Rancangan Ringkasan APBD atau Rancangan Ringkasan APBD Perubahan Tahun Anggaran 2013; c. Perhitungan sisa pinjaman daerah ditambah jumlah pinjaman yang akan ditarik tidak melebihi 75% (tujuh puluh lima persen) dari jumlah penerimaan umum APBD tahun sebelumnya; dan d. Perhitungan tentang rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman (Debt Service Coverage Ratio/DSCR).
5.
Terhadap rencana defisit APBD yang akan ditutup sebagian atau seluruhnya dari penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan, permohonan persetujuan dilampiri dokumen : a. Laporan Keuangan Pemerintah Daerah 3 (tiga) tahun terakhir yang telah ditetapkan dengan peraturan daerah; b. Rancangan Ringkasan APBD atau Rancangan Ringkasan APBD Perubahan Tahun Anggaran 2013; dan c. Pernyataan gubernur, bupati, atau walikota mengenai bidang usaha dan struktur permodalan sebelum dan setelah penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan.
6.
Terhadap rencana defisit APBD yang akan ditutup sebagian atau seluruhnya dari pinjaman daerah yang bersumber dari penerusan pinjaman luar negeri, Pemerintah Daerah lain, lembaga keuangan bank, atau lembaga keuangan bukan bank, persetujuan/penolakan Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan atas nama Menteri Keuangan diberikan dengan terlebih dahulu meminta pertimbangan Menteri Dalam Negeri c.q. Direktur Jenderal Keuangan Daerah.
Pelengkap Buku Pegangan Tahun 2013
81
7.
Direktur Jenderal Keuangan Daerah atas nama Menteri Dalam Negeri memberikan pertimbangan dalam waktu 10 (sepuluh) hari kerja setelah diterimanya surat permintaan pertimbangan dari Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan atas nama Menteri Keuangan.
8.
Dalam hal Direktur Jenderal Keuangan Daerah atas nama Menteri Dalam Negeri tidak menyampaikan pertimbangan dalam jangka waktu yang ditetapkan, Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan atas nama Menteri Keuangan dapat memberikan persetujuan atau penolakan atas rencana defisit APBD.
9.
Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan atas nama Menteri Keuangan wajib memberikan persetujuan atau penolakan paling lama 20 (dua puluh) hari kerja setelah surat permohonan diterima dari pemda beserta dokumen diterima secara lengkap.
Untuk APBD tahun 2013, terdapat 9 (sembilan) daerah yang merencanakan defisit dan ditutup sebagian dengan pinjaman yakni Kabupaten Temanggung, Kabupaten Lamandau, Kabupaten Karangasem, Kabupaten Sumbawa Barat, Kota Gorontalo, Kabupaten Lombok Tengah, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kota Bandar Lampung, dan Provinsi Sulawesi Selatan. 2.6.3. Sistem Informasi Keuangan Daerah Dalam rangka perumusan kebijakan fiskal, khususnya terkait dengan perimbangan keuangan dan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan, Pemerintah Pusat berkewajiban menyajikan informasi keuangan daerah yang komprehensif. Dalam menyajikan informasi tersebut, Pemerintah berkewajiban untuk memanfaatkan perkembangan kemajuan teknologi informasi untuk meningkatkan kemampuan mengelola keuangan daerah dan menyampaikan informasi keuangan daerah kepada stakeholder. Hal ini dilakukan agar proses pembangunan sejalan dengan prinsip tata pemerintahan yang baik (good governance). 82
AFFIRMATIVE POLICY DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT
Kewajiban Pemerintah untuk menyelenggarakan SIKD tersebut telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat, Pemerintahan Daerah Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2005 sebagaimana direvisi dengan PP Nomor 65 Tahun 2010. Dalam PP tersebut diamanatkan bahwa penyelenggara SIKD secara nasional adalah Menteri Keuangan, sedangkan Pemerintah Daerah menyelenggarakan SIKD di daerahnya masing-masing dengan menggunakan sistem informasi pengelolaan keuangan daerah. SIKD Nasional yang diselenggarakan oleh Kementerian Keuangan c.q Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan selama ini dilakukan berdasarkan informasi yang disampaikan oleh Pemerintah Daerah dalam bentuk hardcopy. Kewajiban daerah menyampaikan informasi tersebut dan tatacara penyampaian telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 46/PMK.02/2006 sebagaimana diubah dengan PMK Nomor 04/PMK.07/2011 tentang Tata Cara Penyampaian Informasi Keuangan Daerah. Pelaksanaan sistem informasi pengelolaan keuangan daerah di 524 daerah menggunakan aplikasi pengelolaan keuangan yang sangat beragam. Sebagian besar diantaranya menggunakan SIMDA yang dikembangkan oleh BPKP dan SIPKD yang dikembangkan oleh Kementerian Dalam Negeri. Diluar SIMDA dan SIPKD, pemerintah daerah menggunakan aplikasi pengelolaan keuangan daerah yang berbeda-beda tergantung pada kebijakan di daerah masing-masing. Dalam rangka mempercepat penyampaian informasi keuangan daerah dari daerah kepada pusat telah dibangun sistem komunikasi dan manajemen data nasional (KOMANDAN). Mengenai tatacara penyampaian data dengan KOMANDAN tersebut telah diterbikan Surat Edaran Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Nomor SE-03/PK/2011 tentang Tata Cara Teknis Penyampaian Informasi Keuangan Daerah melalui Sistem Komunikasi dan Manajemen Data Nasional SIKD (KOMANDAN SIKD). Pelengkap Buku Pegangan Tahun 2013
83
KONSEP KOMANDAN SIKD KOMANDAN SIKD merupakan media penyampaian data keuangan daerah dalam bentuk softcopy dengan tujuan untuk mengurangi sumber daya dalam melakukan input dan mengolah data sehingga diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas sumber daya yang ada. Pendekatan yang dilakukan dalam KOMANDAN SIKD adalah pembakuan elemen data melalui standarisasi output dari aplikasi pengelolaan keuangan daerah. KOMANDAN SIKD yang ada saat ini dapat menampung data APBD, APBD Perubahan, Laporan Realisasi APBD Semester I, serta Laporan Realisasi APBD Audited/Perda. Kedepannya, KOMANDAN SIKD akan dikembangkan sehingga dapat menampung Laporan Realisasi APBD Triwulanan, Neraca, dan informasi keuangan daerah lain yang digunakan oleh stakeholder sebagai bahan pengambilan kebijakan. Penyelenggaraan KOMANDAN SIKD sebagai perwujudan SIKD secara nasional bertujuan memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Memberi kemudahan bagi Pemerintah Daerah dalam mengirimkan Informasi Keuangan Daerah kepada DJPK. 2. Menyediakan Informasi Keuangan Daerah secara nasional yang lengkap, dapat diandalkan, akurat dan up-to-date. 3. Menyediakan analisis pengelolaan keuangan daerah sebagai bahan evaluasi dalam perumusan kebijakan. 4. Menyediakan informasi keuangan daerah yang diperlukan dalam perhitungan alokasi Transfer ke Daerah.
2.7.
Arah Kebijakan Revisi Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004
Dalam rangka mewujudkan hubungan keuangan yang lebih selaras dan seimbang yang mampu meminimalkan ketimpangan vertikal dan horizontal, mengembangkan kualitas belanja daerah yang lebih bertanggung jawab, serta mengharmonisasikan belanja pusat dan daerah untuk penyelenggaraan pelayanan publik yang optimal, saat ini Pemerintah telah menyusun Rancangan Undang-undang tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (RUU HKPD) sebagai pengganti atas Undang-undang Nomor 33 84
AFFIRMATIVE POLICY DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT
Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Dengan telah ditetapkannya RUU HKPD dalam Program Prolegnas Prioritas Tahun 2013, diharapkan pembahasan RUU antara Pemerintah dan DPR dapat dilakukan secara paralel dengan pembahasan RUU Pemerintah Daerah serta dapat diselesaikan sebelum berakhirnya masa jabatan anggota DPR periode 2009 – 2014. Secara umum, pokok-pokok perubahan dalam RUU HKPD mencakup: a.
Penyesuaian terhadap peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pengaturan Dana Perimbangan seperti: • Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, BPHTB dan PBB sektor Pedesaan dan Perkotaan yang selama ini menjadi komponen DBH Pajak dialihkan menjadi Pajak Daerah; • Undang-undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai, mengatur Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau dalam RUU Perubahan ini; • Undang-undang APBN menetapkan berbagai jenis dana alokasi ke daerah (selain DBH, DAU, DAK), seperti Dana BOS, Tunjangan Guru, Dana Insentif Daerah;
b.
Pemekaran Daerah • Untuk mengendalikan pemekaran daerah, Dana perimbangan dialokasikan paling cepat 1 (satu) tahun sejak Undang-undang pembentukannya ditetapkan, setelah melalui daerah persiapan; • Pemekaran daerah lebih mempertimbangkan kriteria keuangan berupa rasio pajak dan retribusi serta DBH terhadap PDRB, dan kesiapan sistem administrasi keuangan.
c.
Pengendalian belanja daerah • Memprioritaskan sasaran alokasi DAK, hibah dan pinjaman untuk belanja daerah yang bersifat pelayanan dasar dan sektor unggulan daerah;
Pelengkap Buku Pegangan Tahun 2013
85
• Alokasi DAU tidak lagi memperhitungkan secara langsung belanja PNSD dengan tujuan meningkatkan pemerataan antar daerah dan tidak memberikan insentif kepada daerah pemekaran dan penambahan PNSD; • Penetapan porsi belanja PNSD maksimal 50% dari total belanja sehingga mendorong daerah untuk meningkatkan belanja modal untuk pelayanan kepada masyarakat; • Pengenaan sanksi terhadap lambannya penyerapan DAK, dari penundaan sampai dengan pembatalan sisa alokasi; d.
Pengelolaan keuangan daerah • Sistem dan prosedur pengelolaan keuangan daerah mengacu pada sistem dan prosedur keuangan Pemerintah Pusat; • Penguatan peran gubernur dalam melakukan fungsi alokasi DBH pemerataan kepada Kabupaten/Kota; • Penyampaian laporan keuangan secara elektronik yang periodik dan continue dari Pemerintah Daerah ke Pemerintah Pusat; • Larangan daerah/pusat mendanai kegiatan yang bukan urusannya dan dikenakan sanksi atas pelanggaran tersebut; • Pengendalian SiLPA yang tinggi melalui penundaan transfer dana perimbangan atau memberikan transfer dalam bentuk Surat Utang Negara.
e.
Reformulasi sumber pendanaan daerah • DBH dialokasikan by origin dan disalurkan per triwulan berdasarkan prognosa realisasi dan disesuaikan dengan realisasi pada tahun anggaran berikutnya; • Meningkatkan prediktabilitas (kepastian) sumber pendanaan transfer Pemerintah Pusat melalui penetapan bobot DAU yang digunakan selama periode 3 tahun (MTEF); 86
AFFIRMATIVE POLICY DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT
• Dana penyesuaian menjadi komponen dari DAK yang lebih diarahkan untuk membantu mendorong pemenuhan pelayanan dasar; • Peningkatan fleksibilitas penggunaan pinjaman daerah untuk membiayai penyediaan pelayanan penerimaan dengan tetap menjaga jumlah pinjaman yang aman dan terkendali. f.
Pemberdayaan BUMD • Penegasan BUMD bukan sumber pendanaan bagi daerah; • Pengalokasian dana APBD kepada BUMD diprioritaskan untuk BUMD yang menyediakan barang dan/atau jasa bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak ; • Pemberian subsidi hanya kepada BUMD yang tarif pelayanannya dibawah rata-rata biaya produksi.
g.
Surveilence Kinerja Keuangan Daerah • Pemerintah dapat memberikan insentif terhadap daerah yang berkinerja baik; • Pemerintah memberikan insentif non fiskal untuk perbaikan kinerja bagi daerah yang kinerjanya rendah; • Pemerintah dapat mengusulkan penghapusan daerah yang kinerja keuangannya buruk.
Pelengkap Buku Pegangan Tahun 2013
87
Bab III Arah Kebijakan Transfer dan Hibah ke Daerah Tahun 2013
Kebijakan alokasi Dana Transfer ke Daerah disesuaikan dengan pembagian urusan antara Pusat dengan Daerah dan terus diarahkan untuk mendukung kesinambungan fiskal nasional. Secara nasional dana transfer ke daerah tahun 2013 meningkat seperti tahun sebelumnya sejalan dengan beban pemerintah daerah yang semakin besar dalam penyediaan layanan publik. Peningkatan dana transfer ini dimaksudkan juga untuk mengurangi kesenjangan antar daerah baik dari sisi fiskal maupun dalam kualitas pelayanan publik antar daerah. Untuk mempercepat pembangunan daerah tertinggal dalam rangka peningkatan kesejahteraan rakyat di daerah-daerah tersebut dalam tahun 2013 akan dialokasikan DAK yang relatif lebih besar dibandingkan dengan DAK untuk daerah-daerah yang tidak tertinggal. Secara rinci kebijakan alokasi Transfer ke Daerah pada tahun 2013 diarahkan untuk mencapai tujuan sebagai berikut: 1.
Meningkatkan kapasitas fiskal daerah dan mengurangi kesenjangan fiskal antara pusat & daerah dan antar daerah.
2.
Menyelaraskan kebutuhan pendanaan di daerah sesuai dengan pembagian urusan pemerintahan.
3.
Meningkatkan kualitas pelayanan publik di daerah & mengurangi kesenjangan pelayanan publik antar daerah.
4.
Mendukung kesinambungan fiskal nasional.
88
AFFIRMATIVE POLICY DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT
5.
Meningkatkan kemampuan daerah dalam menggali potensi ekonomi daerah.
6.
Meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumber daya nasional.
7.
Meningkatkan sinkronisasi antara rencana pembangunan nasional dengan rencana pembangunan daerah.
8.
Meningkatkan daya saing daerah.
9.
Meningkatkan perhatian pembangunan di daerah tertinggal, terluar, dan terdepan.
3.1.
Perkembangan Transfer ke Daerah
Secara keseluruhan dana transfer ke daerah dalam tahun 2013 sebesar Rp528.630,3 miliar dengan rincian Dana Perimbangan sebesar Rp444.798,8 miliar, Dana Otonomi Khusus sebesar Rp13.445,6 miliar, dan Dana Penyesuaian sebesar Rp70.385,9 miliar. Alokasi Dana Perimbangan sebesar Rp444.798,8 miliar terdiri dari DBH sebesar Rp101.962,4 miliar, DAU sebesar Rp311.139,29 miliar, dan DAK sebesar Rp31.697,1 miliar. Dana Perimbangan merupakan komponen terbesar dalam Transfer ke Daerah yaitu sebesar 84,1% dan menjadi sumber pendanaan utama dalam mendukung pelaksanaan desentralisasi fiskal dan daerah. Jumlah dana transfer ke daerah tahun 2013 meningkat sebesar 10,2% dari tahun 2012. Apabila dirinci per jenis dana transfer, maka kenaikan terbesar adalah pada DAK, yaitu sebesar 21,4%.
Pelengkap Buku Pegangan Tahun 2013
89
Tabel 3.1 Dana Transfer ke Daerah dan Dana Penyesuaian Tahun 2012-2013 (dalam Triliun Rupiah) Jenis Dana
Alokasi 2012
Alokasi 2013
Persentase kenaikan
DBH
108.421,7
101.962,4
-6.0 %
DAU
273.814,4
311.139,3
13.6 %
DAK
26.115,9
31.697,1
21.4 %
Otonomi Khusus
11.952,6
13.445,6
12.5 %
Dana Penyesuaian
59.481,2
70.385,9
18.3 %
23.594,8
23.446,9
-0.6 %
2.898,9
2.412,0
16.8 %
-
BOS
-
Tamsil
-
TPG
30.559,8
43.057,8
40.9 %
-
DID
1.387,8
1.387,8
-
-
Penyesuaian Lainnya
30.0
81,4
171.3 %
479.785,8
528.630,3
10.2 %
Jumlah
Dari tahun ke tahun jumlah dana Transfer ke Daerah terus mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Kenaikan pagu APBN secara otomatis akan menyebabkan kenaikan pada alokasi dana transfer ke daerah sesuai dengan amanat otonomi daerah. Grafik 3.1 Komposisi Dana Transfer ke Daerah
90
AFFIRMATIVE POLICY DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT
Berdasarkan APBN 2013, Dana Transfer ke Daerah tahun 2013 sebesar Rp528,6 Triliun atau 32% dari Pagu APBN sebesar Rp1.683,0 Triliun. Dilihat dari komposisinya, dana Transfer ke Daerah didominasi oleh DAU sebesar 59%, kemudian DBH 19%, Dana Penyesuaian 13%, DAK 6%, dan Dana Otsus sebesar 3%. Grafik 3.2 Pertumbuhan Dana Transfer ke Daerah
Dalam kurun waktu 2009 - 2013, jika dibandingkan dengan Alokasi Transfer ke Daerah tahun 2009 sebesar Rp310,5 Triliun, terjadi kenaikan alokasi sebesar Rp224,3 Triliun atau sebesar 73,2% atau rata-rata naik sebesar 14,6% pertahun.
Pelengkap Buku Pegangan Tahun 2013
91
Tabel 3.2 Tingkat Pertumbuhan Dana Transfer ke Daerah (dalam miliar rupiah) TAHUN JENIS DANA (1) DAK DAU DBH OTSUS PENYESUAIAN BOS Tamsil TPG DID Penyes. Lainnya JUMLAH TOTAL
2009 PAGU (2) 24,819.6 186,414.1 73,819.4 9,526.6 11,733.1 4,494.5 7,238.6 306,312.7
2013 AVG PER ∆ 2009 - 2013 %∆ % AVG PAGU TAHUN (3) (4)=(3)-(2) (5)=(4):(2) (6)=(4)/5 (7)=(6):(2) 31,697.1 6,877.55 27.7% 1,375.51 5.5% 311,139.3 124,725.19 66.9% 24,945.04 13.4% 101,962.4 28,143.04 38.1% 5,628.61 7.6% 13,445.6 3,919.01 41.1% 783.80 8.2% 70,385.9 58,652.79 499.9% 11,730.56 100.0% 23,446.9 23,446.90 2,412.0 (2,082.53) 43,057.8 43,057.80 1,387.8 1,387.80 81.4 (7,157.18) 528,630.3 222,317.6 72.6% 44,463.5 14.5%
Porsi terbesar kenaikan alokasi transfer ke daerah ini disumbang oleh DAU yang rata-rata naik sebesar Rp24,9 Triliun atau naik sebesar 13,4% setiap tahunnya, disusul kenaikan rata-rata per tahun Dana Penyesuaian sebesar Rp11,7 Triliun atau naik sebesar 100%, DBH sebesar Rp5,6 Triliun atau naik sebesar 7,6%, DAK sebesar Rp1,3 Triliun atau naik sebesar 5,5%, dan Dana OTSUS sebesar Rp0,8 Triliun atau naik sebesar 8,2%. Grafik 3.3 Pertumbuhan Dana Transfer ke Daerah (Per Jenis Dana)
92
AFFIRMATIVE POLICY DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT
Kenaikan pagu DAU yang cukup besar disebabkan karena naiknya pagu APBN. Sesuai Pasal 27 Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 Ayat (1) diatur bahwa jumlah keseluruhan DAU ditetapkan sekurang-kurangnya 26% dari PDN Neto yang ditetapkan dalam APBN, hal ini menyebabkan DAU akan terus meningkat setiap tahunnya seiring dengan naiknya pagu APBN. Kenaikan yang cukup besar juga terjadi pada Dana Penyesuaian, seiring dengan kebijakan pemerintah untuk meningkatkan dana pendidikan dan kesejahteraan untuk para guru salah satunya dengan memberikan tambahan penghasilan dan tunjangan profesi kepada guru PNSD. Tabel 3.3 Pagu dan Realisasi 2009 – 2013 (dalam Miliar Rupiah) Jenis Dana
2009 Pagu
2010 %Real
Pagu
2011 %Real
Pagu
2012 %Real
Pagu
2013 %Real
Pagu
DBH
73.819,4
103,1
89.618,4
102,9
96.772,1
100
108.421,7
102,9
101.962,4
DAU
186.414,1
100
192.490,3
100
225.533,7
100
273.814,4
100
311.139,3
DAK
24.819,6
99,5
21.138,4
99,1
25.232,8
98,3
26.115,9
99,3
31.697,1
OTSUS
9.526,6
100
9.099,6
100
10.421,3
100
11.952,6
100
13.445,6
PENYESUAIAN
11.733,1
99,9
30.520,4
97,9
54.044,3
99,4
59.481,2
96,6
70.385,9 23.446,9
BOS
-
-
-
-
16.329,9
100
23.594,8
95,7
4.494,5
100
4.175,5
99,2
3.696,2
99,6
2.898,9
99,5
2.412,0
TPG
-
-
10.994,9
99,7
18.537,7
100
1.387,8
100
43.057,8
DID
-
-
1.387,8
100
1.387,8
100
1.387,8
100
1.387,8
7.238,6
99,9
13.962,2
96
14.092,7
97,7
30
100
81,4
306.312,7
100,7
342.867,2
100,5
412.004,2
97,9
479.785,8
98,1
528.630,3
Tamsil
Penyesuaian Lainnya Jumlah
Dari sisi realisasi penyaluran dana Transfer ke Daerah selama kurun waktu tahun 2009 - 2012, DAU dan Dana OTSUS selalu tersalur 100%, DAK dan Dana Penyesuaian selalu tersalur kurang dari 100%, sementara DBH selalu tersalur lebih dari 100%. Tidak tersalurnya sebagian DAK disebabkan karena keterbatasan daerah dalam menyerap DAK yang mengakibatkan daerah tidak memenuhi persyaratan dalam pelaporan DAK yang mensyaratkan penyerapan 90% Pelengkap Buku Pegangan Tahun 2013
93
dari DAK yang ada di Rekening Kas Umum Daerah. Dana Penyesuaian tidak terealisasi 100% karena tidak terserapnya dana Cadangan BOS dan daerah tidak menyampaikan laporan realisasi penyerapan Dana Tambahan Penghasilan Guru PNSD dan Dana Tunjangan Penghasilan Guru PNSD. Sementara DBH selalu terealisasi lebih dari 100% karena besaran penyaluran DBH khususnya DBH SDA mengikuti realisasi Penerimaan SDA dan penerimaan Pajak. Perkembangan Hibah ke Daerah Realisasi hibah ke daerah dalam tahun 2011 dan 2012 tidak terlalu besar dari pagu alokasi, yaitu sebesar Rp350,039 miliar pada tahun 2011 dan Rp75,911 miliar pada tahun 2012 sebagaimana dapat dilihat dalam tabel 3.4. Hibah tersebut sebagian merupakan penerusan hibah dan sebagian lainnya merupakan pinjaman pemerintah pusat yang diterushibahkan kepada daerah. Sebagian besar alokasi dana hibah adalah untuk MRT sebesar Rp5,2 triliun, namun hanya sebesar Rp6,7 miliar yang direalisasikan dalam tahun 2011 dan Rp3,49 miliar dalam tahun 2012. Realisasi hibah terbesar dari alokasi adalah hibah air minum yang dialokasikan kepada 35 daerah. Penerima hibah terbanyak adalah untuk Water Resources and Irrigation Sector Management Project – APL 2 (WISMP-2) yaitu sebanyak 114 daerah, namun yang direalisasikan hanya sebesar Rp14,584 miliar dari Rp575 miliar yang dialokasikan.
94
AFFIRMATIVE POLICY DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT
Tabel 3.4 Perkembangan Hibah ke Daerah (dalam Miliar Rupiah)
No 1
Kegiatan Mass Rapid Transit
2
Hibah Air Minum
3
Hibah Air Limbah Infrastructure Enhancement Grant (IEG) - Sanitasi IEG - Transportasi Local Basic Education Capacity (L-BEC)
4 5 6 7 8
Total Alokasi (Rp) 5.200
Realisasi 2012 (Rp)
6,7
3,49
Daerah Penerima
199,5
199,05
-
35
25
24,13
-
5
48
43,389
-
22
6,4
-
5,365
2
125
70,473
42,838
50
17,95
6,297
9,634
6
575
-
14,584
114
6.196,85
350,039
75,911
234
Water and Sanitation – Sub Program D (WASAP-D) Water Resources and Irrigation Sector Management Project – APL 2 (WISMP-2) Total
Realisasi 2011 (Rp)
3.2. Kebijakan DAU 3.2.1. Penetapan Besaran DAU Nasional Sesuai dengan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004, DAU untuk tahun 2013 ditetapkan 26% dari Penerimaan Dalam Negeri (PDN) Netto dengan proporsi pembagian DAU antara provinsi dan kabupaten/kota ditetapkan sebesar 10% untuk provinsi dan 90% untuk kabupaten/kota. Alokasi DAU tahun 2013 ditetapkan sebesar Rp311.139,3 Miliar dengan pembagian Rp31.113,93 Miliar untuk provinsi dan Rp280.025,37 untuk kabupaten/kota. 3.2.2. Perhitungan Alokasi DAU 1) Parameter yang digunakan untuk mengukur tingkat pemerataan kemampuan keuangan antar daerah adalah Williamson Index (WI). WI yang dipilih menggambarkan tingkat pemerataan yang paling optimal, Pelengkap Buku Pegangan Tahun 2013
95
relatif lebih baik dari tahun lalu, dan memperhatikan jumlah daerah yang mengalami penurunan DAU, serta total penurunannya relatif kecil. 2) Alokasi Dasar dihitung berdasarkan data jumlah Pegawai Negeri Sipil Daerah (PNSD) dan besaran belanja gaji PNSD dengan memperhatikan kebijakan-kebijakan terkait dengan perbaikan penghasilan PNS antara lain kenaikan gaji pokok, gaji bulan ke-13, formasi CPNSD tahun 2012, dan kebijakan-kebijakan lain terkait penggajian. Adapun data dasar yang digunakan adalah data gaji induk bulan Juni 2012 yang terdiri dari komponen Gaji Pokok, Tunjangan Keluarga, Tunjangan Jabatan, Tunjangan PPh, dan Tunjangan Beras. 3) Untuk lebih mengoptimalkan peranan formula celah fiskal (CF) dalam perhitungan DAU porsi AD terhadap DAU secara nasional sebesar 46% untuk provinsi dan 49% untuk kabupaten/kota. Komponen Alokasi Dasar dalam DAU tidak dimaksudkan untuk menutup seluruh kebutuhan belanja gaji PNSD, terlebih untuk daerah yang memiliki kapasitas fiskal tinggi (Penjabaran dari Pasal 32, UU No.33 Tahun 2004). 4) Data-data yang digunakan dalam penghitungan DAU adalah: Tabel 3.5 Data dalam Perhitungan DAU Jenis Data
Basis Data
Sumber/Keterangan
1. PAD
2011
Laporan Realisasi APBD dari Daerah dan Kementerian Keuangan
2. DBH
2011
Laporan Realisasi APBD dari Daerah dan Kementerian Keuangan
3. Jumlah penduduk
2012
4. Luas Wilayah
96
BPS •
Luas wilayah daratan ditetapkan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 66 Tahun 2011 tentang Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan Daerah.
2012 •
Luas wilayah perairan (laut) yang bersumber dari Badan Informasi Geospasial (BIG). Data luas wilayah perairan laut dimaksud dihitung 4 mil dari garis pantai untuk kabupaten/kota dan 12 mil untuk provinsi.
AFFIRMATIVE POLICY DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT
BPS IKK digunakan sebagai proxy untuk mengukur 2012 tingkat kesulitan geografis suatu daerah, semakin sulit letak geografis suatu daerah maka semakin tinggi pula tingkat harga di daerah tersebut.
5. IKK
BPS
6. IPM
2011
IPM merupakan indikator komposit yang mengukur kualitas hidup manusia melalui pendekatan 3 (tiga) dimensi yaitu umur panjang dan sehat, pengetahuan, dan kehidupan yang layak. Indikator ini penting untuk mengukur keberhasilan dalam upaya membangun kualitas hidup manusia (masyarakat/penduduk) atau secara komprehensif dianggap sebagai ukuran kinerja suatu negara/wilayah dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi.
7. PDRB
2011
Untuk daerah dengan PDRB per kapita outlier atau pencilan, nilainya diperhitungkan untuk ditarik ke tingkat PDRB per kapita tertinggi di dalam layer dibawahnya agar hasil perhitungan lebih mencerminkan pemerataan yang lebih baik.
8. Belanja Rata-Rata
2011
Laporan Realisasi AP BD dari Daerah dan Kementerian Keuangan
Bobot masing-masing variabel untuk provinsi dan kabupaten/kota ditetapkan sebagai berikut: Tabel 3.6 Penetapan Bobot Variabel Dalam Penghitungan DAU Jenis Data
Bobot Provinsi
1. PAD 2. DBH: a.
Pajak
b.
SDA
3. Jumlah penduduk
Pelengkap Buku Pegangan Tahun 2013
Kab/Kota
50%
60%
70%
55%
55%
55%
30%
30%
Keterangan
97
4. Luas Wilayah
13%
13%
5. IKK
28%
28%
6. IPM
11%
14%
7. PDRB
18%
15%
Untuk provinsi daratan dihitung 100% sedangkan perairan dihitung 35%. Kabupaten/kota daratan dihitung 100% sedangkan perairan dihitung 40%.
3.3. Kebijakan DAK 3.3.1. Kebijakan Umum DAK Tahun 2013 Sesuai dengan amanat Pasal 39 Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 dan Pasal 51 Peratuan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 pengalokasian DAK dimaksudkan agar daerah dapat mengalokasikan APBD-nya untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan bagian dari program yang menjadi prioritas nasional dan menjadi urusan daerah. Sesuai hal tersebut mum arah kebijakan umum DAK Tahun 2013 ditetapkan sebagai berikut: • membantu daerah-daerah yang memiliki kemampuan keuangan relatif rendah dalam membiayai pelayanan publik dalam rangka mendorong pencapaian Standar Pelayanan Minimal (SPM), melalui penyediaan sarana dan prasarana fisik pelayanan dasar masyarakat, serta meningkatkan efektifitas belanja daerah; • memantapkan perencanaan DAK dengan mendorong pendekatan berbasis output/outcome, sesuai dengan RPJM; • meningkatkan koordinasi penyusunan Petunjuk Teknis; • meningkatkan akurasi data-data teknis dan menghindari duplikasi kegiatan antar bidang DAK; • memperhatikan daerah tertinggal di masing-masing bidang DAK; • meningkatkan kinerja dan kualitas pengelolaan DAK;
98
AFFIRMATIVE POLICY DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT
• mendorong Kementerian/Lembaga untuk mengalihkan dana dekonsentrasi/tugas pembantuan yang merupakan bagian dari anggaran Kementerian/Lembaga yang masih digunakan untuk melaksanakan urusan daerah secara bertahap ke DAK; • meningkatkan koordinasi pengelolaan DAK, sehingga dapat membantu sinkronisasi kegiatan DAK dengan kegiatan yang didanai dari sumber pendanaan lainnya (APBN dan APBD); • menerapkan kebijakan disinsentive kepada daerah yang tidak melaporkan pelaksanaan kegiatan DAK melalui penggunaan kinerja pelaporan sebagai salah satu pertimbangan dalam penyusunan kriteria teknis perhitungan alokasi DAK. 3.3.2. Penentuan Daerah Penerima DAK Berdasarkan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 daerah penerima DAK ditentukan dengan menggunakan kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis. Kriteria umum adalah kriteria kemampuan keuangan daerah, yang dicerminkan dari penerimaan umum APBD dikurangi belanja gaji pegawai negeri sipil daerah. Penerimaan umum APBD terdiri dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Bagi Hasil (DBH). Daerah yang memiliki kemampuan keuangan di bawah rata-rata nasional (IFN) diprioritaskan mendapatkan DAK. Kriteria khusus adalah kriteria yang menunjukkan kekhususan daerah yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan dan karakteristik daerah yang disepakati dalam pembahasan Rencana Kerja Pemerintah (RKP). Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang mengatur penyelenggaraan otonomi khusus Papua dan Papua Barat dan karakteristik daerah yang meliputi daerah tertinggal, daerah pesisir dan/ atau kepulauan, daerah perbatasan dengan negara lain, daerah rawan bencana, daerah ketahanan pangan, dan daerah pariwisata diprioritaskan Pelengkap Buku Pegangan Tahun 2013
99
mendapat DAK. Terkait dengan kriteria teknis daerah-daerah yang kondisi sarana dan prasarana kurang baik juga akan diprioritaskan untuk mendapatkan alokasi DAK.
3.3.3. Data dalam Perhitungan DAK 1) PAD, Pendapatan Asli Daerah (PAD) berdasarkan laporan APBD realisasi tahun 2011 yang bersumber dari Daerah dan Kementerian Keuangan. 2) DBH Pajak, berdasarkan data Laporan Realisasi Anggaran 2011, dengan memperhitungkan potongan lebih bayar selama tahun 2011 dan kurang bayar yang disalurkan selama tahun 2011, tidak termasuk DBH CHT. 3) DBH SDA, berdasarkan data LRA 2011 dengan memperhitungkan potongan lebih bayar selama tahun 2011 dan dana cadangan tahun 2010 dan kurang bayar DBH yang disalurkan pada tahun 2011. Tidak termasuk dana cadangan DBH tahun 2011, DBH dalam rangka Otsus, DBH DR dan DBH Migas 0,5% (earmark). 4) DAU, berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 06 Tahun 2011 tentang DAU Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota TA. 2011, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 73/PMK.07/2011 tentang Koreksi Alokasi DAU Kabupaten/Kota TA. 2010 dalam pelaksanaan penyaluran DAU kabupaten/kota TA. 2011, dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 153/PMK.07/2011 tentang Koreksi Positif DAU dan Koreksi Positif DAK TA. 2010. 5) Gaji PNSD, Berdasarkan data gaji PNSD Tahun 2011. 6) Indeks Kemahalan Konstruksi, Berdasarkan data IKK Tahun 2012.
100
AFFIRMATIVE POLICY DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT
3.3.4. Penentuan Besaran Alokasi DAK Besaran alokasi DAK untuk masing-masing daerah dilakukan dengan menggunakan indeks berdasarkan kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis, dengan ketentuan Pembobotan IFN, IKW, IT sebagai berikut: a) Dalam penentuan kelayakan daerah penerima DAK, digunakan bobot : -
Untuk Menghitung IFW
= IFN : 50% dan IKW : 50%
-
Untuk Menghitung IFWT
= IFW : 50% dan IT : 50%
b) Dalam penentuan Besaran Alokasi DAK, digunakan bobot : -
Untuk Menghitung IFW
= IFN : 50% dan IKW : 50%
-
Untuk Menghitung IFWT
= IFW : 20% dan IT : 80%
Berdasarkan arah kebijakan dan cara perhitungan DAK sebagaimana di atas, dalam APBN 2013 telah dialokasikan DAK Tahun 2013 sebagaimana tabel di bawah ini. Tabel 3.7 Alokasi DAK Per Bidang TA 2013 (dalam Ribuan Rupiah) No
Bidang DAK
Jumlah (Rp)
%
1
Pendidikan
11.090.774
2
Kesehatan
3.101.545
9,78
3
Infrastruktur Jalan
5.373.518
16,95
4
Infrastruktur Irigasi
1.614.062
5,09
5
Infrastruktur Air Minum
609.911
1,92
6
Infrastruktur Sanitasi
569.456
1,80
7
Prasarana Pemerintahan Daerah
481.279
1,52
8
Kelautan dan Perikanan
1.812.301
5,72
9
Pertanian
2.542.312
8,02
10
Lingkungan Hidup
530.548
1,67
11
Keluarga Berencana
442.869
1,40
Pelengkap Buku Pegangan Tahun 2013
34,99
101
12
Kehutanan
13
Sarana Perdagangan
694.700
2,19
14
Sarana dan Prasarana Daerah Tertinggal
716.995
2,26
15
Energi Perdesaan
432.491
1,36
16
Perumahan dan Permukiman
205.041
0,65
17
Keselamatan Transportasi Darat
221.006
0,70
18
Transportasi Perdesaan
260.774
0,82
19
Sarana dan Prasarana Kawasan Perbatasan
458.142
1,45
Total
539.419
31.697.143
1,70
100,00
3.3.5. Arah Kebijakan, Ruang Lingkup dan Indikator Teknis MasingMasing Bidang DAK Agar pelaksanaan kegiatan yang didanai dengan DAK dapat mendukung program nasional maka besaran alokasi per subbidang, arah dan ruang lingkup kegiatan serta indikator masing-masing bidang DAK ditetapkan sebagaimana dijelaskan berikut ini. Alokasi masing-masing bidang DAK adalah sebagai berikut: 1)
DAK Bidang Pendidikan DAK sebesar Rp10.090.774,0 juta dialokasikan untuk sekolah dasar (SD) sebesar Rp3.563.929,0 juta, sekolah menengah pertama (SMP) sebesar Rp2.510.325,0 juta, sekolah menengah atas (SMA) sebesar Rp1.606.608,0 juta dan sekolah menengah kejuruan (SMK) sebesar Rp2.409.912,0 juta. Arah kebijakan DAK bidang pendidikan adalah untuk mendukung penuntasan program wajib belajar pendidikan dasar 9 (sembilan) tahun yang bermutu dan merata dalam rangka memenuhi SPM dan secara bertahap memenuhi Standar Nasional Pendidikan. Selain itu, kegiatan DAK Pendidikan 2013 juga diarahkan untuk mendukung pelaksanaan pendidikan menengah universal melalui penyediaan sarana prasarana pendidikan yang berkualitas dan mencukupi. Kegiatan DAK Pendidikan tahun 2013 akan diprioritaskan untuk 102
AFFIRMATIVE POLICY DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT
melaksanakan rehabilitasi ruang kelas dan/atau ruang belajar rusak sedang jenjang SD/SDLB dan SMP/SMPLB, rehabilitasi ruang belajar rusak berat jenjang SMA/SMK/SMLB, pembangunan Ruang Kelas Baru (RKB) dan Ruang Belajar Lain (RBL) beserta perabotnya bagi jenjang SMP/SMPLB, pembangunan ruang perpustakaan beserta perabotnya, penyediaan buku referensi perpustakaan, pembangunan laboratorium bagi jenjang SMA/SMK/SMLB, dan penyediaan peralatan pendidikan. Sekolah penerima DAK Bidang Pendidikan tahun 2013 meliputi jenjang SD/SDLB, SMP/SMPLB, dan SMA/SMK/SMLB, baik negeri maupun swasta. Lingkup kegiatan DAK bidang pendidikan meliputi: (1) rehabilitasi ruang kelas rusak sedang jenjang SD/SDLB; (2) rehabilitasi ruang belajar rusak sedang jenjang SMP/SMPLB; (3) pembangunan ruang belajar jenjang SMP/SMPLB; (4) rehabilitasi ruang belajar rusak berat jenjang SMA/SMK/SMLB (5) pembangunan ruang kelas baru jenjang SMP/SMPLB; (6) pembangunan perpustakaan jenjang SD/ SDLB, SMP/SMPLB, dan SMA/SMK/SMLB; (7) pembangunan ruang Laboratorium jenjang SMA/SMK/SMLB; (8) pengadaan peralatan pendidikan jenjang SD/SDLB, SMP/SMPLB, dan SMA/SMK/SMLB; (9) pengadaan buku teks pelajaran/ referensi jenjang SMP/SMPLB dan SMA/SMK/SMLB. Indikator Teknis: a) SD/SDLB -
Jumlah Ruang Kelas Rusak Sedang
-
Jumlah SD/SDLB Yang Belum Memiliki Perpustakaan
-
Angka Partisipasi Murni (APM) SD/SDLB
Pelengkap Buku Pegangan Tahun 2013
103
b) SMP/SMPLB -
Jumlah Ruang Belajar Rusak Sedang
-
Jumlah Kebutuhan Ruang Kelas Baru (RKB)
-
Jumlah Kebutuhan Alat IPA
-
Jumlah Kebutuhan Alat IPS
-
Jumlah Kebutuhan Alat Matematika
-
Jumlah Kebutuhan Alat Olah Raga
-
Kebutuhan Alat Laboratorium Bahasa
-
Laporan DAK SMP/SMPLB Tahun 2010 dan 2011.
-
Angka Partisipasi Kasar (APK) SMP/SMPLB
c) SMK -
Rehabilitasi Ruang Belajar Rusak
-
Pembangunan Ruang Perpustakaan
-
Pengadaan Buku Teks
-
Pembangunan Ruang Laboratorium
-
Pengadaan Peralatan Laboratorium
-
Angka Partisipasi Kasar (APK) SMK
d) SMA
104
-
Rehabilitasi Ruang Belajar Rusak
-
Kebutuhan Ruang Perpustakaan
-
Kebutuhan Ruang Laboratorium IPA
-
Kebutuhan Peralatan Laboratorium IPA
AFFIRMATIVE POLICY DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT
2)
-
Kebutuhan Buku Teks
-
Angka Partisipasi Kasar (APK) SMA
DAK Kesehatan DAK bidang kesehatan sebesar Rp3.101.545,0 juta dialokasikan untuk kesehatan pelayanan dasar sebesar Rp1.251.604,0 juta, pelayanan kefarmasian sebesar Rp1.100.685,0 juta, kesehatan pelayanan rujukan provinsi sebesar Rp117.420,0 juta, dan pelayanan rujukan untuk kabupaten/kota sebesar Rp631.836,0 juta. Kebijakan DAK bidang kesehatan diarahkan untuk meningkatkan akses dan kualitas pelayanan kesehatan dalam rangka percepatan pencapaian target MDGs yang difokuskan pada penurunan angka kematian ibu, bayi dan anak, penanggulangan masalah gizi, serta pencegahan penyakit dan penyehatan lingkungan terutama untuk pelayanan kesehatan penduduk miskin dan penduduk di daerah tertinggal, terpencil, perbatasan dan kepulauan (DTPK) dan daerah bermasalah kesehatan (DBK), dengan dukungan penyediaan jaminan persalinan dan jaminan kesehatan di pelayanan kesehatan dasar dan rujukan, peningkatan sarana prasarana pelayanan kesehatan dasar dan rujukan termasuk kelas III Rumah Sakit, penyediaan dan pengelolaan obat, perbekalan kesehatan dan vaksin yang berkhasiat, aman, bermutu dan bermanfaat dalam rangka mempersiapkan pelaksanaan Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial (BPJS) kesehatan 2014. Lingkup kegiatan DAK bidang kesehatan meliputi: (1)
pelayanan kesehatan dasar yakni pemenuhan sarana, prasarana, dan peralatan bagi puskesmas dan jaringannya, antara lain meliputi (a) Pembangunan Puskesmas Pembantu/ Puskesmas di Daerah Tertinggal Perbatasan dan Kepulauan
Pelengkap Buku Pegangan Tahun 2013
105
(DTPK)/Puskesmas Perawatan mampu PONED/Instalasi pengolahan limbah puskesmas/pembangunan poskesdes/ posbindu, (b) Peningkatan Puskesmas menjadi Puskesmas Perawatan di DTPK, (c) Rehabilitasi puskesmas/rumah dinas dokter/dokter gigi/paramedis (Kopel), (d) Penyediaan sarana dan prasarana penyehatan lingkungan/pengadaan UKBM Kit; (2)
pelayanan kesehatan rujukan yakni pemenuhan/pengadaan sarana, prasarana dan peralatan bagi RSUD antara lain meliputi: (a) Pengadaan sarana dan prasarana RS Siap PONEK, (b) Penyediaan fasilitas Tempat Tidur Kelas III RS, (c) Pembangunan IPL RS, (d) Pemenuhan peralatan UTD RS/ BDRS, (e) Pengadaan sarana dan prasarana ICU dan IGD;
(3)
pelayanan kefarmasian, antara lain meliputi: (a) Penyediaan obat dan perbekalan kesehatan, (b) Pembangunan baru, rehabilitasi, penyediaan sarana pendukung instalasi farmasi kabupaten/kota, (c) Pembangunan baru instalasi farmasi gugus kepulauan/satelite dan sarana pendukungnya.
Indikator Teknis: a) Pelayanan Dasar - Pembangunan Puskesmas Pembantu (Pustu) - Pembangunan Puskesmas terutama di DTPK (Daerah Tertinggal Pesisir Kepulauan) - Pembangunan Puskesmas Perawatan Mampu PONED (Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar) - Pembangunan Instalasi Pengolah Limbah (IPL) - Jumlah Poskesdes - Peningkatan Puskesmas menjadi Puskesmas perawatan di DTPK
106
AFFIRMATIVE POLICY DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT
- Rehabilitasi Puskesmas Pembantu - Rehabilitasi Puskesmas - Rehabilitasi Puskesmas Perawatan - Rehabilitasi Puskesmas Perawatan mampu Poned - Rehabilitasi Rumah Dinas Dokter/Dokter Gigi - Rehabilitasi Rumah Dinas Paramedis - Sanitarian Kit b) Pelayanan Rujukan - Sarana prasarana RS Siap PONEK (Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif) - Fasilitas Tempat Tidur Kelas III - Instalasi Pengolahan Limbah RS - Peralatan UTD RS/BDRS - Sarana Prasarana ICU dan IGD c) Pelayanan Kefarmasian - Alokasi Obat dan Perbekalan kesehatan - Sarana dan prasarana instalasi farmasi - Kondisi khusus kefarmasian
3) DAK Infrastruktur Jalan DAK bidang Infrastruktur Jalan sebesar Rp4.373.518,0 juta dialokasikan untuk: infrastruktur jalan provinsi sebesar Rp618.922,0 juta, dan infrastruktur jalan kabupaten/kota sebesar Rp3.754.596,0 juta. Arah kebijakan DAK bidang infrastruktur jalan ditujukan untuk mempertahankan dan meningkatkan kinerja pelayanan prasarana
Pelengkap Buku Pegangan Tahun 2013
107
jalan provinsi, kabupaten dan kota serta menunjang aksesibilitas keterhubungan wilayah (domestic connectivity) dalam mendukung pengembangan koridor ekonomi wilayah/kawasan. Lingkup kegiatan DAK mencakup: (1) pemeliharaan berkala jalan dan jembatan yang kewenangan pengaturannya oleh pemerintah provinsi/ kabupaten/kota, (2) peningkatan dan pembangunan jalan yang kewenangan pengaturannya oleh pemerintah provinsi/kabupaten/ kota, (3) penggantian dan pembangunan jembatan yang kewenangan pengaturannya oleh pemerintah provinsi/kabupaten/kota. Indikator Teknis DAK infrastruktur jalan meliputi panjang jalan, kondisi jalan, luas wilayah, jumlah penduduk, kepedulian, dan pelaporan. 4)
DAK Infrastruktur Irigasi DAK Infrastruktur Irigasi sebesar Rp1.614.062,0 juta, dialokasikan untuk provinsi sebesar Rp432.271,0 juta; dan kabupaten/kota sebesar Rp1.181.791,0 juta. Kebijakan DAK Infrastruktur Irigasi diarahkan untuk mempertahankan dan meningkatkan kinerja layanan jaringan irigasi/rawa kewenangan Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota dalam rangka mendukung pemenuhan sasaran Prioritas Nasional di Bidang Ketahanan Pangan khususnya Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN) Menuju Surplus Beras 10 Juta Ton Pada Tahun 2014. Lingkup kegiatan DAK Infrastruktur meliputi kegiatan rehabilitasi jaringan irigasi yang kewenangan Pemerintah Provinsi/Kabupaten/ Kota dengan tidak menutup kemungkinan dimanfaatkan untuk kegiatan peningkatan jaringan irigasi. Untuk mengoptimalkan pemanfaatan DAK Irigasi, kegiatan SID dan operasi/pemeliharaan jaringan irigasi menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah sebagai kegiatan komplementer. 108
AFFIRMATIVE POLICY DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT
Indikator Teknis mencakup luas daerah irigasi, kondisi daerah irigasi, kepedulian, penanaman, serta pelaporan. 5)
DAK Infrastruktur Air Minum Dialokasikan sebesar Rp609.911,0 juta, untuk daerah kabupaten/ kota. Kebijakan DAK infrastruktur air minum diarahkan untuk meningkatkan cakupan pelayanan air dalam rangka percepatan pencapaian target MDGs untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat dan memenuhi Standar Pelayanan Minimal (SPM) penyediaan air minum di kawasan perkotaan, perdesaan termasuk daerah tertinggal. Lingkup kegiatan DAK infrastruktur air minum mencakup: (1) Perluasan dan peningkatan sambungan rumah (SR) perpipaan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) perkotaan. Daerah yang menjadi sasaran adalah kabupaten/kota yang memiliki idle capacity yang memadai untuk dibangun SR perpipaan; (2) Pemasangan master meter untuk MBR perkotaan khususnya yang bermukim di kawasan kumuh perkotaan. Daerah yang menjadi sasaran adalah kabupaten/kota yang memiliki idle capacity yang memadai untuk dibangun SR perpipaan; dan (3) Pembangunan sistem penyediaan air minum (SPAM) perdesaan. Daerah yang menjadi sasaran adalah desa-desa dengan sumber air baku yang relatif mudah. Indikator Teknis yang diperhitungkan meliputi kerawanan air minum, masyarakat berpenghasilan rendah, cakupan air minum, Idle Capacity, kepedulian, dan pelaporan.
6)
DAK Infrastruktur Sanitasi DAK Infrastruktur Sanitasi dialokasikan sebesar Rp569.456,0 juta, untuk daerah kabupaten/kota. Arah Kebijakan DAK Infrastruktur Sanitasi ditujukan untuk meningkatkan cakupan dan kehandalan
Pelengkap Buku Pegangan Tahun 2013
109
pelayanan sanitasi, terutama dalam pengelolaan air limbah dan persampahan secara komunal/terdesentralisasi untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat dan memenuhi Standar Pelayanan Minimal (SPM) penyediaan sanitasi di kawasan daerah rawan sanitasi, termasuk daerah tertinggal. Lingkup Kegiatan meliputi: (1) Subbidang air limbah: pembangunan dan pengembangan prasarana dan sarana air limbah komunal; dan (2) Subbidang persampahan: pembangunan dan pengembangan fasilitas pengelolaan sampah dengan pola 3R (reduce, reuse, dan recycle) di tingkat komunal yang terhubung dengan sistem pengelolaan sampah di tingkat kota. Indikator Teknis: Strategi Sanitasi Kota, Masyarakat Berpenghasilan Rendah, Cakupan Pelayanan Sanitasi, Kepedulian, Pelaporan, dan Koefisiensi Program Sanitasi. 7)
DAK Prasarana Pemerintahan Daerah DAK Prasarana Pemerintahan Daerah sebesar Rp481.279,0 juta diarahkan untuk meningkatkan kinerja Pemerintahan Daerah dalam menyelenggarakan pelayanan publik. Prioritas diberikan kepada daerah pemekaran, dan daerah tertinggal guna meningkatkan kualitas pelayanan publik di daerah tersebut. Lingkup Kegiatan mencakup: (1) Pembangunan/perluasan gedung kantor Bupati/Walikota; (2) Pembangunan/perluasan gedung kantor Setda Kab/Kota; (3) Pembangunan/perluasan gedung kantor DPRD Kab/Kota dan Sekretariat DPRD Kab/Kota; dan (4) Pembangunan/ perluasan gedung kantor SKPD Kab/Kota. Indikator Teknis: Status Otonomi: Daerah Otonomi Baru, Daerah Induk/Dampak Pemekaran, dan Non Pemekaran, Status Kepemilikan 110
AFFIRMATIVE POLICY DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT
Gedung (sewa, gabung, milik pemda), Kondisi Bangunan (rusak berat, rusak sedang, rusak ringan), dan Rasio Kapasitas Gedung: ≥ 9,6 m2/orang dan < 9,6 m2/orang. 8)
DAK Kelautan dan Perikanan DAK sebesar Rp1.812.301,0 juta dialokasikan untuk provinsi sebesar Rp187.500,0 juta, dan untuk kabupaten/kota sebesar Rp1.624.801,0 juta. Arah kebijakan DAK kelautan dan perikanan adalah untuk meningkatkan sarana dan prasarana produksi, pengolahan, mutu, pemasaran, pengawasan, penyuluhan, data statistik dalam rangka mendukung industrialisasi kelautan dan perikanan dan minapolitan, serta penyediaan sarana prasarana terkait dengan pengembangan kelautan dan perikanan di pulau-pulau kecil. Lingkup Kegiatan mencakup: (a) untuk Provinsi : Penyediaan kapal perikanan >30 GT; dan (b) untuk Kab/Kota: (1) Pengembangan sarana dan prasarana perikanan tangkap; (2) Pengembangan sarana dan prasarana perikanan budidaya; (3) Pengembangan sarana dan prasarana pengolahan, peningkatan mutu dan pemasaran hasil perikanan; (4) Pengembangan sarana dan prasarana dasar di pesisir dan pulau-pulau kecil; (5) Pengembangan sarana dan prasarana pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan; (6) Pengembangan sarana dan prasarana penyuluhan perikanan; (7) Pengembangan sarana penyediaan data statistik kelautan dan perikanan. Indikator Teknis terdirti dari: a). Untuk provinsi mencakup: Produksi Tangkap Laut (ton), Panjang Pantai (km), Jumlah Nelayan (orang); dan b). Untuk Kab./Kota mencakup: Jumlah produksi Perikanan & Kelautan (ton), Jumlah produk olahan (ton), Jumlah Kapal Berlabuh (unit), Jumlah Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI), Luas Lahan Budidaya (ha), Jumlah Tenaga Kerja (orang), Jumlah Pokmaswas (kelompok), Luas Kawasan Konservasi Perairan Daerah (ha), Jumlah
Pelengkap Buku Pegangan Tahun 2013
111
Pasar Ikan Tradisional, Jumlah Unit Pengolahan Ikan (UPI), Jumlah Penyuluh Perikanan (orang), Kawasan Minapolitan (kawasan), Lokasi Industrialisasi (lokasi), dan Ketertiban laporan dan kinerja (Y/T). 9)
DAK Pertanian DAK bidang pertanian sebesar Rp2.542.312,0 juta, dialokasikan untuk provinsi sebesar Rp417.143,0 juta; dan kabupaten/kota sebesar Rp2.125.169,0 juta. Kebijakan DAK pertanian diarahkan untuk mendukung pengembangan prasarana dan sarana air, pengembangan prasarana dan sarana lahan, pembangunan dan rehabilitasi balai penyuluhan pertanian serta pengembangan lumbung pangan masyarakat dalam rangka peningkatan produksi bahan pangan dalam negeri guna mendukung ketahanan pangan nasional. Lingkup kegiatan meliputi: (a) untuk Provinsi: (1) Pembangunan/ Rehabilitasi PTD/Balai/ Perbenihan/Perbibitan, (2) Pembangunan/ Rehabilitasi UPTD/Proteksi Tanaman, (3) Pembangunan/Rehabilitasi Laboratorium Kesehatan Hewan; (b) untuk Kabupaten/Kota: (1) Pengembangan Prasarana dan Sarana Air; (2) Pengembangan Prasarana dan Sarana Lahan; (3) Pembangunan/Rehabilitasi balai penyuluhan pertanian kecamatan; dan (4) Pembangunan Lumbung Pangan masyarakat. Indikator Teknis DAK pertanian meliputi: a). Untuk provinsi: Luas penggunaan lahan sawah (Sawah irigasi dan sawah non irigasi), Fungsional pengawas benih/bibit, Penangkar benih binaan, Petugas laboratorium dan pengamat OPT, Jenis laboratorium proteksi, Jenis laboratorium kesehatan hewan, Petugas kesehatan hewan; dan b). Untuk Kabupaten/Kota: Luas Penggunaan Lahan (Sawah, Tegal, Ladang), Jumlah Balai Penyuluhan Pertanian, Jumlah Penyuluh Pertanian, Kondisi Daerah Kerawanan Pangan, dan Pelaporan.
112
AFFIRMATIVE POLICY DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT
10) DAK Lingkungan Hidup DAK lingkungan hidup sebesar Rp530.548,0 juta diarahkan untuk: (1) Membantu Kab/Kota dalam rangka mendanai kegiatan untuk memenuhi Standar Pelayanan Minimal (SPM) di bidang lingkungan hidup yang merupakan urusan daerah, dan upaya pencegahan perubahan iklim; (2) Menunjang percepatan penanganan masalah lingkungan hidup di daerah; (3) Memperkuat kapasitas kelembagaan/institusi pengelolaan LH di daerah; (4) Mendorong penciptaan komitmen Pimpinan Daerah untuk memperbaiki dan/ atau mempertahankan kualitas lingkungan; (5) Mendorong pimpinan institusi LH daerah untuk meningkatkan kapasitas dan kinerja lembaganya; (6) Mendorong pengembangan orientasi pengelolaan LH yang berbasis output dan outcome sebagai upaya pemecahan masalah lingkungan; (7) Mendorong pencapaian indikator kinerja utama (IKU) Kab/Kota, Provinsi dan KLH; dan (8) Mendorong peran Pusat Pengelolaan Ekoregion (PPE) dan Provinsi dalam pembinaan dan pengawasan pelaksanaan DAK Bidang LH di Kab/Kota guna peningkatan kinerja DAK Bidang LH. Lingkup Kegiatan DAK lingkungan hidup meliputi: (1) Alat pemantauan dan pengawasan LH melalui kegiatan: pengadaan peralatan laboratorium (untuk laboratorium yang telah beroperasi) dan kendaraan operasional pemantauan dan pengawasan; (2) Alat pengendalian pencemaran lingkungan melalui kegiatan: pembangunan IPAL UKM, IPAL Medik, IPAL Komunal dan unit pengolah sampah 3R (Reduce, Reuse, Recycle) di fasilitas umum; (3) Kegiatan pencegahan perubahan iklim melalui kegiatan : pembangunan taman hijau/kehati dan instalasi biogas; dan (4) Kegiatan perlindungan fungsi lingkungan melalui kegiatan: pembangunan sumur resapan/biopori, pengolahan gulma, pencegah longsor/turap, embung, dan penanaman pohon. Indikator Teknis mencakup Kepadatan Penduduk per Kab/Kota, Jumlah Panjang Sungai per Kab/Kota, Luas Tutupan Lahan Terhadap Pelengkap Buku Pegangan Tahun 2013
113
Total Lahan Kritis per Kab/Kota, Bentuk Kelembagaan per Kab/Kota, Luas Ruang Terbuka Hijau per Kab/Kota, Jumlah (Volume) Sampah Harian per Kab/Kota, dan Kinerja Pelaporan. 11) DAK Keluarga Berencana Dialokasikan sebesar Rp442.869,0 juta diarahkan untuk mendukung kebijakan peningkatan akses dan kualitas pelayanan KB yang merata, yang dilakukan melalui: a) peningkatan daya jangkau dan kualitas penyuluhan, penggerakan, pembinaan program KB lini lapangan; b) peningkatan sarana dan prasarana pelayanan KB; c) peningkatan sarana pelayanan advokasi, komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) Program KB; d) peningkatan sarana pembinaan tumbuh kembang anak; dan e) peningkatan pelaporan dan pengolahan data dan informasi berbasis teknologi informasi. Lingkup Kegiatan DAK Keluarga Berencana mencakup: (1) Penyediaan sarana kerja dan mobilitas serta sarana pengelolaan data dan informasi berbasis teknologi informasi bagi tenaga lini lapangan; (2) Pemenuhan sarana pelayanan KB di klinik KB (statis) dan sarana dan prasarana pelayanan KB keliling dan pembangunan gudang alat/ obat kontrasepsi; (3) Penyediaan sarana dan prasarana penerangan KB keliling, pengadaan Public Address dan KIE Kit; (4) Penyediaan Bina Keluarga Balita (BKB) Kit; (5) Pembangunan/Renovasi Balai Penyuluhan KB tingkat Kecamatan. Indikator Teknis: Jumlah Penyuluh KB (PKB)/Petugas Lapangan KB (PLKB), Jumlah Pengawas Petugas Lapangan KB (PPLKB), Jumlah Desa/Kelurahan, Jumlah Kecamatan, dan Jumlah Klinik KB.
114
AFFIRMATIVE POLICY DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT
12) DAK Kehutanan DAK sebesar Rp539.419,0 juta, dialokasikan untuk provinsi sebesar Rp26.971,0 juta, dan kabupaten/kotasebesar Rp512.448,0 juta. Kebijakan DAK diarahkan dalam rangka Peningkatan fungsi Daerah Aliran Sungai (DAS) terutama di daerah hulu dalam rangka mempertahankan dan meningkatkan daya dukung wilayah, mendukung komitmen presiden dalam penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 26% dengan usaha sendiri dan sampai dengan 41% dengan dukungan internasional pada tahun 2020 sebagaimana tercantum dalam Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAN-GRK). Selain itu, DAK Bidang Kehutanan diarahkan untuk meningkatkan tata kelola kehutanan melalui pembentukan, operasionalisasi dan perkuatan KPHP dan KPHL yang menjadi tanggung jawab kabupaten/kota. Lingkup Kegiatan: (1) Rehabilitasi hutan lindung dan lahan kritis di luar kawasan hutan (termasuk hutan rakyat, penghijauan lingkungan, turus jalan), kawasan mangrove, hutan pantai, Tahura dan Hutan Kota; (2) Pengelolaan Tahura dan Hutan Kota termasuk pengamanan hutan; (3) Pemeliharaan tanaman hasil rehabilitasi tahun sebelumnya; (4) Pembangunan dan pemeliharaan bangunan sipil teknis (bangunan Konservasi Tanah dan Air/KTA) yang meliputi dam penahan, dam pengendali, gully plug, sumur resapan, embung dan bangunan konservasi tanah dan air lainnya; (5) Peningkatan penyediaan sarana dan prasarana pengamanan hutan; (6) Peningkatan penyediaan sarana dan prasarana penyuluhan kehutanan; dan (7) Peningkatan penyediaan sarana dan prasarana operasionalisasi KPH. Indikator Teknis terdiri dari: a). Untuk provinsi: Luas Lahan Kritis di dalam Kawasan TAHURA, Luas Hutan Mangrove, Luas Hutan Pelengkap Buku Pegangan Tahun 2013
115
Pantai, Kelembagaan KPH, Kelembagaan TAHURA, Penyuluh kehutanan, Gangguan Hutan, dan Laporan; dan b). Untuk Kab./ Kota: Luas Lahan Kritis di dalam Kawasan Hutan (Hutan Lindung, Hutan Produksi, Hutan Pantai, Hutan Mangrove), Luas Lahan Kritis di luar Kawasan Hutan pada daerah Tangkapan Air (catchment Area), Memiliki Kelembagaan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH), Memiliki Kelembagaan / Penyuluh Kehutanan, Perlindungan Hutan: Jumlah hot spot tahun 2011 dan Gangguan keamanan hutan, Tertib Laporan, Bukan Daerah Penghasil Dana Bagi Hasil Dana Reboisasi (DBH DR). 13) DAK Sarana dan Prasarana Perdagangan: Dialokasikan sebesar Rp694.700,0 juta. Kebijakan DAK diarahkan untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas sarana perdagangan untuk mendukung: (1) Pasokan dan ketersediaan barang (khususnya bahan pokok) sehingga dapat meningkatkan daya beli masyarakat, terutama di daerah-daerah tertinggal, perbatasan, daerah pemekaran, dan/atau daerah yang minim sarana perdagangannya serta,(2) Pelaksanaan tertib ukur untuk mendukung upaya perlindungan konsumen dalam hal jaminan kebenaran hasil pengukuran terutama di daerah-daerah yang memiliki potensi UTTP yang cukup besar dan belum dapat ditangani. Lingkup kegiatan: (1) Pembangunan dan pengembangan sarana distribusi perdagangan (pasar); (2) Pembangunan dan peningkatan sarana metrologi legal, melalui pembangunan gedung laboratorium Metrologi Legal dan pengadaan peralatan pelayanan tera/tera ulang (meliputi peralatan standar kerja, unit berjalan tera/tera ulang roda empat, unit fungsional pengawasan roda empat dan unit mobilitas roda dua); serta (3) Pembangunan gudang komoditas pertanian dalam kerangka Sistem Resi Gudang.
116
AFFIRMATIVE POLICY DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT
Indikator Teknis terdiri dari: a)
Pasar: Jumlah Pasar Tanpa Bangunan, dan Jumlah Desa yang Tidak Memiliki Pasar Permanen/Semi Permanen pada Jarak < 3 km.
b)
Metrologi: Jumlah potensi UTTP (selain meter kwh dan meter air) di wilayahnya sekurang-kurangnya 1500 unit UTTP, Jumlah SDM kemetrologian sekurang-kurangnya 4 orang tenaga penera atau yang telah diusulkan untuk mengikuti Diklat Kemetrologian, UPTD atau telah memiliki komitmen untuk membentuk Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) metrologi legal, dan Ketersediaan lahan untuk pembangunan gedung yang akan dijadikan kantor dan laboratorium pelayanan tera/tera ulang.
c)
Gudang: Jumlah produksi padi, Jumlah produksi jagung, Jumlah produksi kopi, Jumlah produksi kakao, Jumlah produksi lada, Jumlah produksi karet, Jumlah produksi rumput laut, dan Jumlah produksi rotan.
14) DAK Sarana dan Prasarana Daerah Tertinggal DAK sebesar Rp716.995,0 juta diarahkan untuk mendukung kebijakan pembangunan daerah tertinggal yang diamanatkan dalam RPJMN 2010-2014 dan RKP 2013 yaitu pengembangan perekonomian lokal di daerah tertinggal melalui peningkatan kapasitas, produktivitas dan industrialisasi berbasis komoditas unggulan lokal secara berkesinambungan beserta sarana prasarana pendukungnya sehingga daerah tertinggal dapat tumbuh dan berkembang secara lebih cepat guna dapat mengejar ketertinggalan pembangunannya dari daerah lain yang relatif lebih maju. Lingkup kegiatannya mencakup : (1) Penyediaan sarana transportasi umum darat dan air untuk mendukung pengembangan ekonomi
Pelengkap Buku Pegangan Tahun 2013
117
lokal; (2) Pembangunan/rehabilitasi dermaga kecil/tambatan perahu; (3) Pembangunan embung di daerah rawan air. Indikator Teknis terdiri dari: a) Kebutuhan Moda Transportasi: Jarak Tempuh dari Desa ke Kecamatan dan Kabupaten, Topografi, Kondisi Jalan (Aspal, Kerikil, Tanah, dan Lainnya), Moda Transportasi Darat, dan Moda Transportasi Air. b) Kebutuhan Dermaga/Tambatan Perahu. c) Persentase Desa yang Berbatasan dengan Laut Sungai dan Waduk dan digunakan untuk Transportasi. d) Kebutuhan Embung: Lahan Tidak Berpengairan, dan Lahan dengan Pengairan Non Teknis. e) Tingkat Pelaporan, Tingkat Kepatuhan pada Pelaporan f) Kebijakan Afirmasi: Daerah Perbatasan, Kabupaten yang memiliki Pulau Terluar, Kabupaten yang diproyeksikan maju, Papua-Non Papua, Kebutuhan minimum penanganan resiko bencana/konflik. 15) DAK Energi Perdesaan: DAK sebesar Rp432.491,0 juta. Arah kebijakan DAK energi pedesaan adalah untuk diversifikasi energi, yaitu untuk memanfaatkan sumber energi terbarukan setempat untuk meningkatkan akses masyarakat perdesaan, termasuk masyarakat di daerah tertinggal dan kawasan perbatasan, terhadap energi modern. Lingkup Kegiatan meliputi: (1) Pembangunan PLTMH baru; (2) Rehabilitasi PLTMH yang rusak; (3) Perluasan/peningkatan pelayanan tenaga listrik dari PLTMH; (4) Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Terpusat dan PLTS tersebar (SHS); dan (5) Pembangunan instalasi biogas. 118
AFFIRMATIVE POLICY DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT
Indikator Teknis terdiri dari Rasio Elektrifikasi dan Rasio Ternak (sapi dan kerbau) per Kepala Keluarga 16) DAK Perumahan dan Permukiman Arah Kebijakan DAK untuk meningkatkan penyediaan Prasarana, Sarana dan Utilitas (PSU) perumahan dan kawasan permukiman dalam rangka menstimulan pembangunan perumahan dan permukiman bagi Masyarakat Berpenghasilan Menengah dan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBM/R) di Kabupaten/Kota termasuk kawasan tertinggal, rawan air dan rawan sanitasi. Lingkup Kegiatan adalah untuk membantu daerah dalam mendanai kebutuhan fisik infrastruktur perumahan dan permukiman dalam rangka mencapai Standar Pelayanan Minimum (SPM) meliputi: (1) Penyediaan jaringan pipa air minum,(2) Sarana air limbah komunal,(3) Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST), (4) Jaringan distribusi listrik, (5) Penerangan jalan umum. Indikator Teknis: -
Angka jumlah kekurangan rumah (Backlog) pada Kab/Kota
-
Angka APBD Sektor Perumahan Tahun 2011-2012
-
Rencana Pembangunan Rumah Tahun 2013 di Kab/Kota
-
Kinerja DAK Tahun 2011-2012
-
Kesiapan lokasi yang dilihat berdasarkan legalitas Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW)
17) DAK Keselamatan Transportasi Darat DAK sebesar Rp221.006,0 juta, dilokasikan untuk provinsi sebesar Rp33.151,0 juta, dan kabupaten/kota sebesar Rp187.855,0 juta.
Pelengkap Buku Pegangan Tahun 2013
119
Kebijakan DAK diarahkan untuk meningkatkan kualitas pelayanan terutama keselamatan bagi pengguna transportasi jalan di provinsi, kabupaten/kota guna menurunkan tingkat fatalitas (jumlah korban meninggal) akibat kecelakaan lalu lintas secara bertahap sebesar 20% pada akhir tahun 2014 dan menurunkan korban luka-luka sebesar 50% hingga akhir tahun 2014. Lingkup Kegiatan: a) Pengadaan dan pemasangan fasilitas keselamatan transportasi darat; dan b) Pengadaan dan pemasangan alat pengujian kendaraan bermotor. Indikator Teknis: -
Aksesibilitas (Panjang Jalan / Luas Wilayah)
-
Kepadatan Penduduk (Jumlah Penduduk / Luas Wilayah)
18) DAK Transportasi Perdesaan Arah Kebijakan DAK Transportasi Perdesaan adalah untuk: (1) Meningkatkan pelayanan mobilitas penduduk dan sumber daya lainnya yang dapat mendukung terjadinya pertumbuhan ekonomi daerah perdesaan, dan diharapkan dapat menghilangkan keterisolasian dan memberi stimulan ke arah perkembangan di semua bidang kehidupan, baik perdagangan, industri maupun sektor lainnya di daerah perdesaan; (2) Pengembangan sarana dan prasarana wilayah perdesaan yang memiliki nilai strategis dan diprioritaskan untuk mendukung pusat-pusat pertumbuhan di kawasan strategis cepat tumbuh yang meliputi sektor pertanian, perikanan, pariwisata, industri, energi dan sumber daya mineral, kehutanan dan perdagangan. Lingkup kegiatan mencakup: (1) Pembangunan, peningkatan, dan pemeliharaan jalan poros desa; (2) Pengadaan sarana transportasi perdesaan. 120
AFFIRMATIVE POLICY DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT
Indikator Teknis: -
Indeks Kebutuhan Prasarana Angkutan (IKPA)
-
Indeks Kebutuhan Sarana Angkutan (IKSA)
-
Indeks Karakteristik Kewilayahan (IKK)
-
Indeks Kawasan Strategis Cepat Tumbuh (IKSCT)
19) DAK Sarana dan Prasarana Kawasan Perbatasan DAK sebesar Rp458.142,0 juta. Kebijakan DAK diarahkan untuk mendukung kebijakan pembangunan kawasan perbatasan yang diamanatkan dalam RKP 2013 yaitu untuk mengatasi keterisolasian wilayah yang dapat menghambat upaya pengamanan batas wilayah, pelayanan sosial dasar, serta pengembangan kegiatan ekonomi lokal secara berkelanjutan di kecamatan-kecamatan lokasi prioritas yang ditetapkan oleh Keputusan Kepala Badan Nasional Pengelola Perbatasan Nomor 2 Tahun 2011 tentang Rencana Induk Pengelolaan Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan. Lingkup kegiatan mencakup: (1) Pembangunan/peningkatan kondisi permukaan jalan non-status yang menghubungkan kecamatan perbatasan prioritas dengan pusat kegiatan di sekitarnya; (2) Pembangunan dan rehabilitasi dermaga kecil atau tambatan perahu untuk mendukung angkutan orang dan barang, khususnya dermaga kecil atau tambatan perahu di wilayah pesisir yang tidak ditangani Kementerian Perhubungan; dan (3) Penyediaan moda transportasi perairan/kepulauan untuk meningkatkan arus orang, barang dan jasa. Indikator Teknis: a)
Kondisi prasarana transportasi dari desa/kelurahan menuju jalan raya ke kantor Camat terdekat
Pelengkap Buku Pegangan Tahun 2013
121
- Jumlah desa dengan “Jenis Permukaan Jalan Utama” masih berupa tanah - Jumlah desa dengan “Jenis Permukaan Jalan Utama” tidak dapat dilalui kendaraan roda 4 sepanjang tahun - Jumlah desa dengan “Jenis Permukaan Jalan Utama” dengan kerusakan di sepanjang jalan - Jumlah jembatan - Jalan utama desa yang memerlukan jembatan tambahan b) Transportasi dari kantor Kepala Desa/Lurah ke kantor Camat - Desa yang tidak memiliki trayek tetap - Prioritas angkutan umum utama c) Transportasi dari kantor Kepala Desa/Lurah ke kantor Bupati/ Walikota - Desa yang tidak memiliki trayek tetap - Prioritas angkutan umum utama 20) DAK Tambahan a) DAK tambahan sebesar Rp2.000,0 miliar, digunakan untuk mendanai kegiatan di 2 (dua) bidang DAK, yaitu (1) Infrastruktur Pendidikan sebesar Rp1.000,0 miliar; dan (2) Infrastruktur Jalan sebesar Rp1.000,0 miliar. b) Perhitungan Alokasi DAK tambahan: -
122
Penentuan daerah tertentu yang menerima diberikan kepada daerah yang termasuk daerah tertinggal sebagaimana ditetapkan Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Jangka Menengah Nasional 2010 – 2014.
DAK tambahan dalam kategori dalam Perpres Pembangunan
AFFIRMATIVE POLICY DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT
-
Penentuan besaran alokasi DAK tambahan untuk masingmasing daerah penerima ditentukan dengan perhitungan indeks berdasarkan kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis.
c) Arah kebijakan dan ruang lingkup DAK tambahan sesuai ketentuan DAK bidang Pendidikan dan Infrastruktur Jalan. d) Indikator teknis DAK tambahan adalah sebagai berikut: -
Untuk bidang infrastruktur pendidikan menggunakan gabungan dari keempat indikator teknis DAK bidang pendidikan
-
Untuk bidang infrastruktur jalan menggunakan indikator teknis DAK bidang infrastruktur jalan
e) Dana pendamping DAK tambahan ditetapkan berdasarkan kemampuan keuangan daerah pada daerah tertinggal, dengan ketentuan sebagai berikut:
3.4.
-
Kemampuan Keuangan Daerah Rendah Sekali, diwajibkan menyediakan dana pendamping minimal 0%.
-
Kemampuan Keuangan Daerah Rendah, menyediakan dana pendamping minimal 1%;
diwajibkan
-
Kemampuan Keuangan Daerah Sedang, menyediakan dana pendamping minimal 2%;
diwajibkan
-
Kemampuan Keuangan Daerah Tinggi, menyediakan dana pendamping minimal 3%.
diwajibkan
Kebijakan Hibah
Kebijakan alokasi hibah ke daerah tahun 2013 diarahkan pada upaya mendukung peningkatan kapasitas daerah dalam menyediakan pelayanan dasar umum di bidang perhubungan, pembangunan sarana air minum,
Pelengkap Buku Pegangan Tahun 2013
123
pengelolaan air limbah, sanitasi, irigasi, dan eksplorasi geothermal. Sejalan dengan arah kebijakan hibah ke daerah, maka dalam APBN 2013 hibah ke daerah direncanakan sebesar Rp3,6 triliun. Alokasi anggaran hibah ke daerah tersebut terdiri atas: (1) Hibah MRT sebesar Rp3,1 triliun, (2) Hibah WISMP-2 sebesar Rp166,9 miliar, (3) Hibah Air Minum sebesar Rp234,1 miliar, (4) Hibah Air Limbah sebesar Rp9,4 miliar, (5) Hibah Development of Seulawah Agam Geothermal in NAD Province sebesar Rp61,2 miliar, dan (6) Program Hibah Australia Indonesia untuk Pembangunan Sanitasi sebesar Rp93,6 miliar. Kegiatan MRT bersumber dari pinjaman JICA yang diteruskan kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam bentuk hibah dan pinjaman. MRT bertujuan untuk membangun sarana transportasi publik untuk mengatasi kemacetan di Jakarta. Hibah MRT menggunakan mekanisme Pembayaran Langsung. WISMP-2 merupakan kegiatan yang bersumber dari pinjaman Bank Dunia untuk mendukung pengembangan irigasi partisipatif. WISMP-2 diterushibahkan kepada 100 kabupaten/kota dan 14 provinsi dengan menggunakan mekanisme penggantian dana (pembiayaan pendahuluan). Hibah Seulawah Agam Geothermal bersumber dari hibah KfW dengan menggunakan mekanisme pembayaran langsung. Selain itu, bercermin dari kesuksesan pencapaian output kegiatan hibah di periode sebelumnya, Pemerintah Australia melalui AusAID berkomitmen untuk melanjutkan program hibahnya di bidang sanitasi dan air minum. Hibah Air Minum diarahkan untuk mendukung pencapaian target Millenium Development Goals (MDGs) dalam peningkatan akses air bersih bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Hibah ini mensyaratkan adanya penyertaan modal kepada PDAM dan menggunakan mekanisme penggantian dana. Hibah Air Limbah diarahkan untuk pembangunan sambungan rumah untuk air limbah dengan menggunakan mekanisme penggantian dana. Terakhir, dalam mendukung pembangunan sanitasi, dilaksanakan juga kegiatan hibah Australia Indonesia Untuk Pembangunan Sanitasi dengan menggunakan mekanisme pembiayaan pendahuluan oleh daerah.
124
AFFIRMATIVE POLICY DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT
Bab IV Affirmative Policy dalam Percepatan Pembangunan Daerah untuk Peningkatan Kesejahteraan Rakyat 4.1. Latar belakang Kesenjangan antar wilayah di beberapa daerah di Indonesia masih sangat besar. Hal ini ditunjukkan oleh masih tingginya disparitas kualitas sumber daya manusia antar wilayah, perbedaan kemampuan perekonomian antar daerah, serta belum meratanya ketersediaan infrastruktur antar wilayah. Untuk mengurangi kesenjangan tersebut, setiap tahunnya dialokasikan DAK untuk membantu daerah-daerah yang masih memiliki kualitas pelayanan publik yang masih rendah. Namun demikian, pengalokasian dana tersebut belum mampu mengakselerasi pembangunan di beberapa daerah. Untuk itu dalam tahun 2013, Pemerintah mengambil kebijakan pengalokasian DAK yang lebih berpihak kepada daerah-daerah yang pencapaian pembangunannya masih tertinggal (affirmative policy). Komitmen Pemerintah Pusat untuk membangun daerah tertinggal diwujudkan dengan mengalokasikan DAK yang meningkat relatif cukup besar dibandingkan daerah lainnya. Pengalokasian dana DAK dimaksudkan agar pemerintah pusat dapat mengarahkan belanja daerah untuk percepatan pembangunan daerah tertinggal. Dengan kata lain, pengalokasian DAK juga untuk mensinkronkan kebijakan fiskal daerah dengan kebijakan fiskal nasional. Hal ini dilakukan mengingat sebagian besar fungsi alokasi berupa penyediaan barang publik telah diserahkan kepada pemerintah daerah. Pengalokasian dana tersebut diharapkan dapat mempercepat pembangunan daerah tertinggal yang pada gilirannya dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat. Namun demikian Pelengkap Buku Pegangan Tahun 2013
125
alokasi dana selain DAK juga cukup banyak dialokasikan Pusat baik melalui anggaran Kementerian dan Lembaga maupun melalui anggaran tugas pembantuan. Dalam APBN 2012 jumlah dana yang dialokasikan kepada daerah tertinggal cukup besar. Dari keseluruhan dana transfer ke daerah sebesar 110,8 triliun (77%) untuk daerah tertinggal, sedangkan dana vertikal dan tugas pembantuan masing-masing sebesar 30,9 triliun (21%) dan 3,3 triliun (2%). Gambar 4.1 Alokasi APBN Untuk Daerah Tertinggal (APBN 2012)
Dana VerƟkal; 30,9 T; 21%
Tugas Pembantuan; 3,3 T; 2%
Transfer ke Daerah; 110,8 T; 77%
4.2. Kriteria Ketertinggalan Berdasarkan RPJM 2010-2014 yang ditetapkan dengan Perpres No. 5 Tahun 2010, pengertian daerah tertinggal adalah daerah kabupaten yang masyarakat serta wilayahnya relatif kurang berkembang dibandingkan daerah lain dalam skala nasional. Daerah tertinggal ditetapkan berdasarkan 6 kriteria, yaitu: 1.
Perekonomian masyarakat, dengan variabel : a. persentase keluarga miskin dan b. pengeluaran konsumsi per kapita.
126
AFFIRMATIVE POLICY DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT
2.
Sumber daya manusia, dengan variabel : a. angka harapan hidup, b. rata-rata lama sekolah dan c. angka melek huruf.
3.
Infrastruktur, dengan variabel : a. jumlah desa dengan jenis permukaan jalan terluas (aspal, diperkeras, tanah, dan lainnya), b. rumah tangga (RT) pengguna listrik, c. RT pengguna air, d. RT pengguna telefon, e. jumlah desa yang memiliki pasar tanpa bangunan permanen, f.
jumlah prasarana kesehatan per seribu penduduk,
g. jumlah dokter per seribu penduduk, jumlah SD/SMP per seribu penduduk 4.
Kemampuan keuangan lokal, yaitu fiskal gap
5.
Aksesibilitas, dengan variabel : a. rata-rata jarak dari kantor desa/kelurahan ke kantor kab/kota, b. akses ke pelayanan kesehatan > 5 km, c. akses ke pelayanan pendidikan dasar
6. Karakteristik daerah, dengan variabel: a. persentase desa gempa bumi, b. persentase desa tanah longsor, c. persentase desa banjir, Pelengkap Buku Pegangan Tahun 2013
127
d. persentase desa bencana lainnya, e. persentase desa di kawasan lindung, f.
persentase desa berlahan kritis,
g. persentase rata-rata desa konflik satu tahun terakhir. Pada tahun 2004 berdasarkan kondisi kesenjangan pembangunan antar wilayah telah ditetapkan 199 kabupaten yang tergolong daerah tertinggal, 62 persen berada di kawasan timur Indonesia. Melalui kebijakan, strategi, program, dan kegiatan yang dilaksanakan selama RPJMN 2004-2009, telah terjadi penurunan jumlah daerah tertinggal. Sebanyak 40 kabupaten (20,1 persen) dari 199 kabupaten yang pada awal pelaksanaan RPJM Nasional dikategorikan sebagai daerah tertinggal berpotensi lepas dari status tertinggal menjadi daerah yang relatif maju dalam skala nasional. Selanjutnya, pada akhir tahun 2009 terdapat 10 kabupaten yang berpeluang untuk menjadi daerah maju berdasarkan arah kecenderungan yang terjadi. Dengan demikian, selama periode RPJMN 2004-2009 terdapat 50 kabupaten tertinggal yang telah keluar dari daftar daerah tertinggal berdasarkan ukuran ketertinggalan. Namun, sejalan dengan adanya pemekaran daerah, saat ini terdapat 34 kabupaten Daerah Otonom Baru hasil pemekaran dari daerah induk yang merupakan daerah tertinggal sehingga total daerah tertinggal pada tahun 2009 adalah sebanyak 183 kabupaten. Untuk itu, 183 kabupaten tertinggal ini akan menjadi fokus penanganan daerah tertinggal pada periode 2010-2014. Bila dilihat per provinsi, terdapat 26 provinsi yang memiliki kabupaten tertinggal, hanya 7 provinsi yang tidak mempunyai kabupaten yang tergolong tertinggal. Jika dilihat dari jumlah kabupaten, provinsi yang paling banyak memiliki kabupaten tertinggal adalah Provinsi Papua yaitu sebanyak 27 kabupaten kemudian diikuti Provinsi Nusa Tenggara Timur sebanyak 21 kabupaten dan Provinsi Aceh sebanyak 12 kabupaten. Dibandingkan dengan jumlah kabupaten/kota yang ada di Provinsi yang bersangkutan, Provinsi yang paling banyak daerah tertinggal adalah Provinsi Sulawesi Barat (100%), yaitu seluruh daerahnya termasuk 128
AFFIRMATIVE POLICY DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT
daerah tertinggal, kemudian diikuti oleh Provinsi Nusa Tenggara Timur (95,2%) dan Provinsi Papua (93,1%). Selengkapnya sebaran jumlah daerah tertinggal per provinsi dapat dilihat dalam tabel 4.1. Tabel 4.1 Daerah Tertinggal Per Provinsi No.
Provinsi
Jumlah Kab/Kota
Jumlah Daerah Tertinggal
%
1.
Aceh
23
12
52,2
2.
Sumatera Utara
33
6
18,2
3.
Sumatera Barat
19
8
42,1
4.
Kepulauan Riau
7
2
28,6
5.
Sumatera Selatan
15
7
46,7
6.
Bangka Belitung
7
1
14,3
7.
Bengkulu
10
6
60,0
8.
Lampung
14
4
28,6
9.
Jawa Barat
26
2
7,7
10.
Banten
8
2
25,0
11.
Jawa Timur
38
5
13,2
12.
Kalimantan Barat
14
10
71,4
13.
Kalimanatan Tengah
14
3
21,4
14.
Kalimantan Timur
14
3
21,4
15.
Sulawesi Utara
15
3
20,0
16.
Gorontalo
6
3
50,0
17.
Sulawesi Tengah
11
10
90,9
18.
Sulawesi Selatan
24
4
16,7
19.
Sulawesi Barat
5
5
100,0
20.
Sulawesi Tenggara
12
9
75,0
21.
Nusa Tenggara Barat
10
8
80,0
22.
Nusa Tenggara Timur
21
20
95,2
23.
Maluku
11
8
72,7
24.
Maluku Utara
9
7
77,8
25.
Papua
29
27
93,1
26.
Papua Barat
11
8
72,7
406
183
Total
Pelengkap Buku Pegangan Tahun 2013
45,1
129
4.3. Kondisi Keuangan Daerah Tertinggal Salah satu faktor yang membuat daerah menjadi daerah tertinggal adalah kondisi kapasitas fiskal daerah (Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Dana Bagi Hasil) yang kurang menguntungkan dibandingkan dengan daerah tidak tertinggal. Dengan kapasitas fiskal yang terbatas kemampuan daerah untuk mendanai penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik di daerah menjadi sangat terbatas. Berdasarkan data tahun 2012, secara rata-rata, kemampuan fiskal daerah tertinggal (Rp. 533,26 M) masih berada di bawah rata-rata daerah yang tidak tertinggal (Rp.784,03 M). Pada dasarnya keterbatasan dana tersebut disebabkan oleh perkembangan ekonomi yang juga terbatas di daerah yang bersangkutan. Oleh karena itu, daerah-daerah yang memiliki kapasitas fiskal yang terbatas atau dibawah rata-rata akan mendapat alokasi DAU yang relatif besar dan diprioritaskan untuk mendapatkan aloksi DAK untuk pendanaan program-program pelayanan dasar dan prioritas nasional. Namun demikian besaran alokasi DAU dan DAK untuk daerah tertinggal kurang signifikan karena adanya pertimbangan-pertimbangan lainnya dalam pengalokasian dana tersebut. Dalam pengalokasian DAU selain pertimbangan kapasitas fiskal juga dipertimbangkan kebutuhan belanja pegawai, sedangkan dalam pengalokasian DAK juga mempertimbangkan kondisi prasarana yang ada di daerah tersebut. Pada tahun 2012, alokasi dana yang dialokasiakan kepada daerah tertinggal melalui DAK lebih besar dibandingkan dengan DAK yang dialokasikan kepada daerah tidak tertinggal, baik dilihat secara rata-rata per daerah maupun per kapita. Tabel 4.2 Kapasitas Fiskal dan DAK Tahun 2012 Daerah
Rata-rata Kapasitas Fiskal (miliar rupiah)
Rata-Rata Alokasi DAK per daerah (miliar rupiah)
Rata-Rata Alokasi DAK per kapita per daerah (rupiah)
Tertinggal
533,26
57,27
507.365
Tidak Tertinggal
784,03
46,44
138.861
130
AFFIRMATIVE POLICY DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT
Demikian juga bila dilihat alokasi DAK per pulau, alokasi DAK baik per daerah maupun per kapita lebih tinggi di daerah tertinggal dibandingkan dengan daerah tidak tertinggal. Daerah tertinggal di Pulau Jawa – Bali mendapat alokasi DAK per daerah lebih tinggi bila dibandingkan dengan daerah tertinggal di pulau lainnya, namun DAK daerah tertinggal per kapita terendah terdapat di Pulau Jawa – Bali. Namun demikian, besaran DAK per daerah dan per kapita tidak menunjukkan kemajuan daerah yang bersangkutan. Tabel 4.3 Perbandingan Rata-Rata Alokasi DAK Tahun 2012
Daerah Sumatera
Rata-Rata DAK (Miliar Rupiah)
Rata-Rata DAK Per kapita (Rupiah)
Tertinggal
Tidak Tertinggal
Tertinggal
Tidak Tertinggal
48,2
40,6
278.818
158.061
Jawa Bali
86,6
60,1
76.114
70.282
Kalimantan
66,1
26,4
322.131
144.036
Sulawesi
53,6
45,3
333.609
217.806
NTB, NTT, Maluku
55,1
35,7
350.059
260.211
Papua, Papua Barat
63,8
46,1
1.254.088
340.217
4.4. Arah Kebijakan Pembangunan Daerah Tertinggal Pembangunan daerah tertinggal merupakan bagian dari rencana pembangunan nasional yang berdimensi kewilayahan. Pembangunan daerah tertinggal lebih ditujukan untuk mengurangi kesenjangan antar wilayah. Pembangunan daerah tertinggal mencakup berbagai unsur yang saling melengkapi satu sama lain, penataan ruang, pertanahan, perkotaan, perdesaan, ekonomi lokal dan daerah, kawasan strategis, kawasan perbatasan, daerah tertinggal, kawasan rawan bencana, pengaturan kembali mengenai otonomi, hubungan pusat daerah, dan antar daerah serta tata kelola dan kapasitas pemerintahan daerah.
Pelengkap Buku Pegangan Tahun 2013
131
Rencana pembangunan daerah tertinggal telah diatur dalam Undangundang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan peraturan pelaksanannya. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025, RPJMN 2005-2009 dan RPJMN 2010-2014, percepatan pembangunan daerah tertinggal telah ditetapkan sebagai salah satu prioritas nasional, seiring dengan upaya pembangunan daerah perbatasan, pulau-pulau terpencil dan terluar, serta daerah pascakonflik. Pemihakan kebijakan terhadap percepatan pembangunan daerah tertinggal telah ditegaskan juga dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang RPJPN 2005-2025. Undang-undang tersebut memuat secara khusus perlunya perhatian khusus pada wilayah dan daerah yang tertinggal dalam rangka mewujudkan pembangunan yang merata dan berkeadilan. Sebagai penjabaran tahunan dari RPJMN 2010-2014, setiap tahunnya Rencana Kerja Pemerintah (RKP) telah menetapkan prioritas pembangunan nasional pada daerah tertinggal, terdepan, terluar, dan pascakonflik. Adapun focusing dan pemberian prioritas kepada pembangunan daerah tertinggal dapat dilakukan melalui koordinasi oleh Bappenas bersamasama Kementerian PDT dan Kementerian terkait lainnya serta pemerintah daerah melalui perumusan kebijakan dan kegiatan yang akan menjadi masukan bagi penyusunan RKP setiap tahun.
Beberapa permasalahan dan tantangan yang dihadapi pembangunan di daerah tertinggal dapat dijelaskan berikut ini.
dalam
1. Pengelolaan potensi sumber daya lokal dalam pengembangan perekonomian daerah tertinggal masih belum optimal. Permasalahan yang dihadapi terkait dengan pengelolaan sumber daya alam antara lain disebabkan oleh: (1) rendahnya kemampuan permodalan, penguasaan teknologi, informasi pasar dan investasi dalam pengembangan produk unggulan daerah, dan (2) rendahnya
132
AFFIRMATIVE POLICY DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT
kapasitas kelembagaan pemerintah daerah dan masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya lokal; 2. Kualitas sumber daya manusia dan tingkat kesejahteraan masyarakat daerah tertinggal masih rendah. Kualitas sumber daya manusia dan tingkat kesejahteraan yang masih rendah antara lain tercermin dari rendahnya tingkat pendidikan dan keterampilan angkatan kerja, rendahnya derajat kesehatan masyarakat, dan tingginya tingkat kemiskinan; 3. Koordinasi antarpelaku pembangunan di daerah tertinggal masih lemah, karena belum dimanfaatkannya kerjasama antardaerah tertinggal pada aspek perencanaan, penganggaran dan pelaksanaan pembangunan; 4. Tindakan afirmatif kepada daerah tertinggal belum optimal, khususnya pada aspek kebijakan perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, koordinasi, dan pengendalian pembangunan; 5. Aksesibilitas daerah tertinggal terhadap pusat-pusat pertumbuhan wilayah masih rendah, khususnya terhadap sentrasentra produksi dan pemasaran karena belum didukung oleh sarana dan prasarana angkutan barang dan penumpang yang sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik daerah tertinggal; 6. Sarana dan prasarana pendukung ekonomi lainnya masih terbatas, yang meliputi energi listrik, telekomunikasi, irigasi dan air bersih. Untuk mengatasi berbagai permasalahan tersebut, mulai tahun 2012, Pemerintah Pusat telah memberikan perhatian khusus dalam perencanaan pembangunan daerah tertinggal dan untuk tahun 2013 dibentuk desk khusus untuk Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal (PPDT) pada forum praMusrenbangnas 2012, sebagai bentuk afirmatif dari proses perencanaan tahunan dalam penyusunan RKP 2013 terhadap daerah tertinggal. Pelengkap Buku Pegangan Tahun 2013
133
Melalui forum Rakorbangpus dan pra-Musrenbangnas serta Musrenbangnas 2012 dalam rangka penyusunan RKP 2013 tersebut, seluruh K/L dan Pemerintah Provinsi akan lebih memberikan perhatiannya kepada daerah tertinggal mulai tahun 2013. Pemerintah mempunyai komitmen untuk mempercepat pembangunan daerah tertinggal yang dituangkan dalam RKP setiap tahunnya. Pengalokasian anggaran untuk mempercepat pembangunan daerah tertinggal antara lain melalui alokasi DAK, dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan, maupun dana yang dialokasikan untuk melaksanakan fungsi dan kegiatan Kementerian dan Lembaga yang terkait di Daerah Tertinggal. Pengalokasian DAK kepada daerah tertinggal dapat dilihat dari berbagai pendekatan. Dari pendekatan kewilayahan yang berbasis prioritas pembangunan daerah tertinggal, pengalokasian DAK untuk mengintegrasikan dan mensinergikan antara beberapa kebijakan, program, dan kegiatan yang bermuara pada kemakmuran rakyat di daerah tertinggal. Perumusan kebijakan, koordinasi pelaksanaan kebijakan dan operasionalisasi kebijakan merupakan mata rantai untuk menjamin adanya sinergi antara kebijakan pemberdayaan masyarakat, infrastruktur perdesaan, dan pengembangan ekonomi lokal. Pengalokasian DAK berdasarkan pendekatan fokus lokasi yang berbasis variabel ketertinggalan dimaksudkan agar pengalokasian DAK tersebut dilakukan berdasarkan faktor-faktor penyebab ketertinggalan dari kabupaten. Selanjutnya, dengan pendekatan sinergitas kegiatan antar sektor dimaksudkan agar pengalokasian DAK lebih optimal dalam percepatan pembangunan daerah tertinggal maka kegiatan yang dibiayai dengan DAK tersebut harus bersinergi dengan kegiatan sektor lain, dan kegiatan pemerintahan daerah. Pengalokasian DAK untuk daerah tertinggal juga sejalan dengan arah kebijakan DAK atau kriteria yang ditetapkan dalam undang-undang. Kriteria-kriteria yang ditetapkan untuk menentukan ketertinggalan daerah 134
AFFIRMATIVE POLICY DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT
berhubungan erat dengan kriteria yang dibangun untuk mengalokasikan DAK. Demikian juga dengan program-program yang terkait dengan pembangunan daerah tertinggal memiliki hubungan dengan bidangbidang DAK. Tingkat perekonomian masyarakat di daerah tertinggal yang relatif kurang maju tentu sangat terkait dengan kondisi sarana dan prasarana yang digunakan dalam kriteria teknis selama ini. Demikian juga dengan kemampuan keuangan daerah di daerah-daerah tertinggal juga sejalan dengan kriteria umum berupa kemampuan keuangan daerah yang digunakan selama ini dalam penetapan DAK. Tabel 4.4 Hubungan Kriteria Daerah Tertinggal dengan Kriteria Alokasi DAK No
Kriteria
Hubungan dengan DAK
1
Perekonomian Masyarakat
Digunakan dalam Kriteria Khusus dan Kriteria Teknis
2
SDM/Tingkat Pendidikan
Digunakan dalam arah kebijakan DAK secara umum, Kriteria Teknis yang terkait dengan kesehatan dan pendidikan
3
Infrastruktur
Digunakan dalam penetapan besaran seluruh bidang DAK
4
Kemampuan Keuangan/ Celah Fiskal
Digunakan dalam menentukan penerima dan besaran alokasi DAK •
5
Aksesibilitas
6
Karakteristik Daerah
•
daerah
Kondisi /karakteristik daerah menjadi salah satu pertimbangan Tercermin dalam pemakaian IKK untuk penentuan besaran alokasi DAK
Memprioritaskan Daerah Tertinggal, Pesisir & Kepulauan, Bencana, Perbatasan
Demikian juga dengan keberpihakan pengalokasian anggaran DAK untuk mendukung program pembangunan daerah tertinggal telah sejalan dengan kebijakan pengalokasian DAK. Program PDT untuk pengembangan ekonomi lokal yang antara lain untuk mendorong pertumbuhan ekonomi lokal dapat dicapai dengan pengalokasian anggaran DAK yang lebih besar untuk bidang infrastruktur.
Pelengkap Buku Pegangan Tahun 2013
135
Tabel 4.5 Dukungan DAK Terhadap Program PDT No
Program PDT
Bidang DAK
1
Infrastruktur Jalan, Irigasi, Perikanan, PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL Pertanian, Perdagangan, Energi (a.l.mendorong pertumbuhan ekonomi lokal) Perdesaan, Transportasi Perdesaan, Sarpras Daerah Tertinggal
2
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (a.l. Infrastruktur Jalan, Irigasi, Air Bersih, meningkatkan efisiensi dan efektivitas Pendidikan, dan Kesehatan penyediaan layanan umum)
3
PENGEMBANGAN PRASARANA DAN Pendidikan, Kesehatan, Infrastruktur SARANA (a.l. pengembangan sarana & Jalan, Irigasi, Air Minum, Prasarana prasarana sosial dasar terutama bidang Pemerintahan pendidikan & kesehatan)
4
PENCEGAHAN BENCANA
5
PENGEMBANGAN DAERAH PERBATASAN (a.l meningkatkan kapasitas daerah Infrastruktur Jalan, Irigasi, Kehutanan, perbatasan sebagai koridor peningkatan Perdagangan ekspor dan perolehan devisa)
DAN
REHABILITASI
Lingkungan Hidup, Kehutanan, Pertanian, dan hampir seluruh bidang DAK yang terkait dengan infrastruktur
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, keberpihakan pembangunan untuk daerah tertinggal lebih diarahkan agar daerah-daerah tertinggal dapat lebih memacu ketertinggalannya sehingga diharapkan dapat mengurangi kesenjangan tingkat kesejahteraan di daerah-daerah yang tidak tertinggal. Secara rinci tujuan DAK untuk Daerah Tertinggal adalah sebagai berikut: a. Mempercepat pengentasan daerah tertinggal dengan menambah alokasi DAK untuk bidang-bidang yang mempunyai daya ungkit yang besar terhadap pembangunan daerah tertinggal; b. Memberikan kerangka anggaran percepatan pembangunan daerah tertinggal; c. Memberikan stimulan untuk pembangunan daerah tertinggal yang sesuai dengan kewenangan daerah dan sesuai prioritas nasional; d. Mengurangi mismatch kegiatan yang dibiayai DAK dengan kebutuhan strategis daerah tertinggal. 136
AFFIRMATIVE POLICY DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT
e. Mengurangi kesenjangan fiskal antara daerah tertinggal dengan daerah non tertinggal; f.
Meningkatkan kapasitas fiskal daerah tertinggal untuk memberi pelayanan publik dan pelayanan infrastruktur dasar sesuai dengan standar minimalnya;
g. Meningkatkan komitmen pemerintah pusat dan daerah untuk melakukan percepatan pembangunan daerah tertinggal yang merupakan salah satu mainstream pembangunan nasional; Keberpihakan DAK kepada daerah tertinggal juga dapat dilihat dari berbagai kebijakan sebagai berikut: 1.
Perpres No. 5 Tahun 2010 tentang RPJMN 2010-2014, Buku I: Prioritas Nasional masuk sebagai prioritas 10 Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar, dan Pasca-Konflik
2.
Pidato Presiden pada Penyampaian Keterangan Pemerintah Atas RUU Tentang APBN Tahun Anggaran 2013 Beserta Nota Keuangannya Di Depan Rapat Paripurna DPR RI. “Di bidang DAK, dalam rangka mempercepat pembangunan di daerah tertinggal, kita berikan prioritas dan perhatian khusus kepada daerah-daerah tertinggal dalam pengalokasian anggaran DAK. Dengan kebijakan itu, maka distribusi alokasi DAK ke daerah tertinggal meningkat dari sebelumnya Rp10,5 triliun dalam APBN-P 2012, menjadi Rp13,06 triliun dalam RAPBN tahun 2013.
3.
Trilateral Meeting DAK 2013 telah disampaikan himbauan agar DAK seluruh bidang mencantumkan prioritas lokasi kepada daerah tertinggal sebagai bentuk keberpihakan terhadap daerah tertinggal.
4.
Pasal 40 Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 mengatur agar daerah tertinggal diprioritaskan untuk mendapatkan DAK karena menjadi bagian dari “Kriteria Khusus” dalam perhitungan alokasi DAK.
Pelengkap Buku Pegangan Tahun 2013
137
Selain DAK, bentuk keberpihakan APBN terhadap Daerah Tertinggal dilakukan melalui Belanja Kementerian/Lembaga (K/L) berupa : a.
Bansos melalui program pembangunan daerah tertinggal dalam program PNPM Mandiri.
b. Program Percepatan Pembangunan Daerah dalam Kementerian PDT antara lain untuk: 1) bantuan stimulan pengembangan infrastruktur ekonomi; 2) bantuan stimulan pengembangan infrastruktur transportasi; 3) bantuan stimulan pengembangan infrastruktur energi. 4.5. Penganggaran dan Pengalokasian DAK Daerah Tertinggal Penganggaran dan pengalokasian DAK kepada daerah tertinggal dilakukan sejalan dengan Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2013. Dalam rangka mendukung tema Rencana Kerja Pemerintah tahun 2013 untuk memperkuat perekonomian domestik bagi peningkatan dan perluasan kesejahteraan rakyat ditetapkan 11 prioritas nasional dan 3 prioritas lainnya. Prioritas nasional tersebut mencakup (1)Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola; (2) Pendidikan; (3) Kesehatan; (4) Penanggulangan Kemiskinan; (5) Ketahanan Pangan; (6) Infrastruktur; (7) Iklim Investasi dan Iklim Usaha; (8) Energi; (9) Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Bencana; (10) Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar, dan Pasca-Konflik; (11) Kebudayaan, Kreativitas, dan Inovasi Teknologi. Adapun tiga prioritas lainnya, yaitu: (1) Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan; (2) Bidang Perekonomian; (3) Bidang Kesejahteraan Rakyat. Prioritas alokasi anggaran untuk daerah tertinggal dilakukan sebagai bentuk upaya pemutusan keterisolasian pembangunan kecamatankecamatan terdepan termasuk kawasan pulau kecil terdepan, serta untuk mendukung percepatan pembangunan daerah tertinggal. Alokasi anggaran diwujudkan dalam bentuk peningkatan alokasi DAK terhadap 138
AFFIRMATIVE POLICY DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT
daerah tertinggal dan perbatasan serta pelaksanaan DAK Sarana dan Prasarana Daerah Tertinggal, Sarana dan Prasarana Kawasan Perbatasan dan DAK bidang lainnya secara sinergis dan terintegrasi dengan kegiatan terkait lainnya. Aokasi anggaran tersebut diperlukan untuk membantu pencapaian sasaran-sasaran pokok pembangunan daerah tertinggal pada tahun 2013 berupa peningkatan kinerja pembangunan daerah tertinggal yang tercermin dari: 1.
Meningkatnya rata-rata pertumbuhan ekonomi di daerah tertinggal sebesar 6,9 persen pada tahun 2013;
2.
Berkurangnya persentase penduduk miskin di daerah tertinggal hingga mencapai rata-rata sebesar 15,4 persen pada tahun 2013;
3.
Meningkatnya kualitas sumberdaya manusia di daerah tertinggal yang diindikasikan oleh rata-rata Indeks Pembangunan Manusia (IPM) pada tahun 2013 menjadi 71,2.
Untuk mencapai sasaran tersebut arah kebijakan Pembangunan Daerah Tertinggal Tahun 2013 dilakukan melalui: (1)pengembangan ekonomi lokal di daerah tertinggal untuk mengoptimalkan potensi unggulan melalui pendekatan klaster; dan (2)peningkatan sarana prasarana infrastruktur, pelayanan kesehatan dan pendidikan yang berkualitas dan terjangkau di daerah tertinggal. Alokasi APBN 2013 untuk DAK sebesar Rp31.697,1 miliar, sebesar Rp3.880,0 miliar atau sebesar 12,2% persen diprioritaskan untuk daerah tertinggal. Alokasi DAK sebesar Rp27.817,1 miliar yang dialokasikan untuk 19 bidang DAK juga terbuka bagi daerah tertinggal sepanjang memenuhi kriteria umum, kriteria khusus dan kriteria teknis. Dari jumlah DAK yang sebesar Rp27.817,1 miliar, sebanyak Rp11.046,4 atau sebesar 39,71% dialokasikan kepada daerah tertinggal. Bila diperhitungkan dengan alokasi DAK dalam rangka affirmative policy sebesar Rp1.880,0 Miliar, maka jumlah DAK yang dialokasikan kepada daerah tertinggal
Pelengkap Buku Pegangan Tahun 2013
139
mencapai Rp14.926,461 miliar atau sebesar 47,09%. Dengan affirmative policy, rata-rata alokasi DAK untuk daerah tertinggal mengalami kenaikan sebesar 35,12%. Alokasi DAK untuk 183 daerah tertinggal dalam rangka affirmative policy diperuntukkan bagi 12 bidang DAK, yaitu: (1)Pendidikan (SD); (2)Kesehatan (Pelayanan Kesehatan Dasar); (3)Infrastruktur Jalan; (4) Infrastruktur Irigasi; (5) Infrastruktur Air Minum; (6) Infrastruktur Sanitasi; (7) Kelautan dan Perikanan; (8) Pertanian; (9) Sarana dan Prasarana Perdagangan (Pasar); (10) Energi Perdesaan; (11) Sarana dan Prasarana Daerah Tertinggal; (12) Sarana dan Prasarana Kawasan Perbatasan, dan DAK Tambahan sebesar Rp2 triliun, masing-masing Rp1 triliun untuk infrastruktur pendidikan dan Rp1 triliun untuk infrastruktur jalan. Alokasi DAK per-bidang untuk tahun 2013 dapat digambarkan sebagaimana tabel 4.6, sedangkan untuk alokasi DAK per daerah dapat dilihat dalam lampiran I. Tabel 4.6 Alokasi DAK Per Bidang TA 2013 No
Bidang DAK
Reguler
Affirmative Policy
DAK Tambahan
Total Alokasi
49,474
1,000,000
11,090,774
1,000,000
5,373,518
1
PENDIDIKAN
10,041,300
2
KESEHATAN
3,052,071
49,474
3
INFRAS JALAN
4,126,150
247,368
4
INFRAS IRIGASI
1,440,904
173,158
1,614,062
5
INFRAS AIR MINUM
560,437
49,474
609,911
6
INFRAS SANITASI
519,982
49,474
7
SARPRAS PEMERINTAHAN DAERAH
481,279
8
KELAUTAN DAN PERIKANAN
1,639,143
173,158
1,812,301
9
PERTANIAN
2,369,154
173,158
2,542,312
10
LINGKUNGAN HIDUP
530,548
530,548
11
KELUARGA BERENCANA
442,869
442,869
12
KEHUTANAN
539,419
539,419
13
SARPRAS DAERAH TERTINGGAL
469,627
247,368
716,995
14
PERDAGANGAN
447,332
247,368
694,700
140
3,101,545
569,456 481,279
AFFIRMATIVE POLICY DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT 15
KESELAMATAN TRANSPORTASI DARAT
221,006
16
ENERGI PEDESAAN
259,333
17
PEDESAAN DAN PERMUKIMAN
205,041
18
SARPRAS KAWASAN PERBATASAN
210,774
19
TRANSPORTASI PEDESAAN
260,774
TOTAL
27,817,143
221,006 173,158
432,491
247,368
458,142
205,041
260,774 1,880,000
2,000,000
31,697,143
Pengalokasian DAK sebesar Rp1.880 miliar pada dasarnya dilakukan dengan menggunakan kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis sebagaimana telah dijelaskan pada Bab III. Dengan kata lain, sepanjang daerah tertinggal memiliki data indeks teknis pada 12 bidang affirmative policy tersebut, maka daerah tertinggal tersebut akan mendapatkan tambahan alokasi DAK untuk bidang-bidang tersebut. Perhitungan Alokasi DAK Tambahan untuk masing-masing daerah tertinggal sama dengan cara perhitungan DAK dalam rangka affirmative policy. Indikator teknis DAK tambahan infrastruktur pendidikan menggunakan gabungan dari keempat indikator teknis DAK infrastruktur pendidikan dan indikator teknis infrastruktur jalan menggunakan indikator teknis DAK bidang infrastruktur jalan. Daerah tertinggal yang mendapatkan DAK Tambahan juga diwajibkan menyediakan dana pendamping seperti halnya untuk DAK yang ada selama ini berdasarkan ketentuan dalam UU 33 Tahun 2004. Besaran dana pendamping untuk DAK Tambahan tidak ditetapkan sama untuk masingmasing daerah sebesar 10% seperti DAK pada umumnya tetapi ditetapkan berdasarkan kemampuan keuangan daerah masing-masing. Ketentuan ini diatur dalam Undang-undang Nomor 19 Tahun 2012 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2013. Kemampuan keuangan daerah ditetapkan berdasarkan besaran selisih antara pendapatan (PAD + DBH + DAU) dan belanja PNSD dan dikelompokkan menjadi 4 kategori yaitu rendah sekali, rendah, sedang dan tinggi. Besaran masing-masing dana pendamping berdasarkan kemampuan keuangan tersebut dapat dilihat dalam Tabel 4.7. Pelengkap Buku Pegangan Tahun 2013
141
Tabel 4.7 Besaran Dana Pendamping DAK Tambahan NO.
Kategori Kemampuan Keuangan
Dana Pendamping
1
Rendah Sekali
0%
2
Rendah
1%
3
Sedang
2%
4
Tinggi
3%
4.6. Pedoman pelaksanaan Agar DAK dapat mendorong pencapaian sasaran-sasaran pembangunan yang telah ditetapkan, Kementerian Teknis menyusun Pedoman Teknis penggunaan DAK untuk masing-masing bidang. Pedoman Teknis tersebut diharapkan dapat menjadi panduan daerah dalam menyusun program dan kegiatan yang sejalan dengan sasaran-sasaran nasional yang ditetapkan. Adapun daftar Petunjuk Teknis DAK TA 2013 dapat dilihat dalam Tabel 4.8. Tabel 4.8 Petunjuk Teknis DAK TA 2013 NO
BIDANG
NOMOR JUKNIS
PMK Nomor 201/PMK.07/2012 Pendidikan: a. SD b. SMP 1
2
c. SMA/SMK
TANGGAL DITETAPKAN 17-12-2012
SD/SMP : Permendikbud No. 12 Tahun 2013
SMA/SMK : Permendikbud No. 18 Tahun 2013
15-02-2013
08-02-2013
Kesehatan
Permenkes Nomor 55 Tahun 2012
26-12-2012
3
Keluarga Berencana
Surat Plt. Kepala BKKBN Nomor 3065/RC.104/B1/2012, Juknis DAK KB 2013 adalah Juknis DAK KB 2012 yang telah disesuaikan di beberapa kegiatan juknis
00-12-2012
4
Kelautan dan Perikanan
Per.33/Men/2012
27-12-2012
5
Kehutanan
P.47/Menhut-II/2012
20-12-2012
142
AFFIRMATIVE POLICY DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT
Pertanian
Permentan Nomor 06/Permentan/ OT/140/I/2013
10-01-2013
Perdagangan
Permendag No. 86/M-DAG/ PER/12/2013
28-02-2012
8
Lingkungan Hidup
Permen LH Nomor 16 Tahun 2012
16-12-2012
9
Infrastruktur PU (Jalan, Irigasi, Air Minum, Sanitasi)
Permen PU No. 15/PRT//2010
01-11-2010
10
Sarpras Daerah Tertinggal
Permen PDT Nomor 7 Tahun 2012
28-12-2012
11
Prasarana Pemerintahan
Permendagri Nomor 83 Tahun 2012
28-12-2012
Energi Pedesaan
Permen ESDM Nomor 03 Tahun 2013
11-01-2013
13
Perumahan dan Permukiman
Permenpera Nomor 40 Tahun 2012
21-12-2012
14
Keselamatan Transportasi Darat
Permenhub Nomor 9 Tahun 2013
13-12-2013
15
Transportasi Perdesaan
Permendagri Nomor 83 Tahun 2012
28-12-2012
16
Sarana Prasarana Kawasan Perbatasan
Peraturan Kepala BNPP Nomor 2 Tahun 2013
11-02-2013
6 7
12
Dalam melaksanakan dan mengelola DAK khususnya untuk 12 bidang DAK yang mendapat affirmative policy Rp1, 88 triliun dan DAK Tambahan (infrastruktur pendidikan dan jalan) sebesar Rp2 triliun, Pemerintah Daerah tetap memperhatikan Petunjuk Teknis masing-masing bidang diatas. Pelaksanaan affirmative policy bagi 12 bidang DAK diprioritaskan untuk melakukan kebijakan yang telah diatur dalam masing-masing petunjuk teknis, yaitu: a.
Bidang Pendidikan • mendukung penuntasan program wajib belajar pendidikan dasar 9 (sembilan) tahun; • mendukung pelaksanaan pendidikan menengah universal melalui penyediaan sarana prasarana pendidikan yang berkualitas dan mencukupi; • rehabilitasi ruang kelas dan/atau ruang belajar rusak.
Pelengkap Buku Pegangan Tahun 2013
143
b.
Bidang Kesehatan Meningkatkan akses dan kualitas pelayanan kesehatan yang difokuskan pada penurunan angka kematian ibu, bayi dan anak, penanggulangan masalah gizi, serta pencegahan penyakit dan penyehatan lingkungan.
c.
Bidang Infrastruktur Jalan Mempertahankan dan meningkatkan kinerja pelayanan prasarana jalan provinsi, kabupaten dan kota serta menunjang aksesibilitas keterhubungan wilayah (domestic connectivity) dalam mendukung pengembangan koridor ekonomi wilayah/kawasan.
d.
Bidang Infrastruktur Irigasi Mempertahankan dan meningkatkan kinerja layanan jaringan irigasi/ rawa kewenangan Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota dalam rangka mendukung pemenuhan sasaran Prioritas Nasional di Bidang Ketahanan Pangan khususnya Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN) menuju surplus beras 10 juta ton pada tahun 2014.
e.
Bidang Infrastruktur Air Minum Meningkatkan cakupan pelayanan air dalam rangka meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat dan memenuhi Standar Pelayanan Minimal (SPM) penyediaan air minum di kawasan perkotaan dan perdesaan.
f.
Bidang Infrastruktur Sanitasi Meningkatkan cakupan dan kehandalan pelayanan sanitasi, terutama dalam pengelolaan air limbah dan persampahan secara komunal/ terdesentralisasi untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat dan memenuhi SPM penyediaan sanitasi di kawasan daerah rawan sanitasi. 144
AFFIRMATIVE POLICY DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT
g.
Bidang Kelautan dan Perikanan Meningkatkan sarana dan prasarana produksi, pengolahan, mutu, pemasaran, pengawasan, penyuluhan, data statistik dalam rangka mendukung industrialisasi kelautan dan perikanan dan minapolitan, serta penyediaan sarana prasarana terkait dengan pengembangan kelautan dan perikanan di pulau-pulau kecil.
h.
Bidang Pertanian Mendukung pengembangan prasarana dan sarana air, pengembangan prasarana dan sarana lahan, pembangunan dan rehabilitasi balai penyuluhan pertanian serta pengembangan lumbung pangan masyarakat dalam rangka peningkatan produksi bahan pangan dalam negeri guna mendukung ketahanan pangan nasional.
i.
Bidang Sarana Perdagangan • meningkatkan kuantitas dan kualitas sarana perdagangan untuk mendukung: (1) Pasokan dan ketersediaan barang (khususnya bahan pokok) sehingga dapat meningkatkan daya beli masyarakat; • mendukung pelaksanaan tertib ukur sebagai upaya untuk mendukung perlindungan konsumen dalam hal jaminan kebenaran hasil pengukuran terutama di daerah-daerah yang memiliki potensi UTTP yang cukup besar dan belum dapat ditangani.
j.
Bidang Sarpras Daerah Tertinggal Mendukung pengembangan perekonomian lokal di daerah tertinggal melalui peningkatan kapasitas, produktivitas dan industrialisasi berbasis komoditas unggulan lokal secara berkesinambungan beserta sarana prasarana pendukungnya sehingga daerah tertinggal dapat tumbuh dan berkembang secara lebih cepat guna dapat mengejar ketertinggalan pembangunannya dari daerah lain yang relatif lebih maju.
Pelengkap Buku Pegangan Tahun 2013
145
k.
Bidang Energi Pedesaan Memanfaatkan sumber energi terbarukan setempat untuk meningkatkan akses masyarakat perdesaan, termasuk masyarakat di daerah tertinggal dan kawasan perbatasan.
l.
Bidang Sarpras Kawasan Perbatasan Mengatasi keterisolasian wilayah yang dapat menghambat upaya pengamanan batas wilayah, pelayanan sosial dasar, serta pengembangan kegiatan ekonomi lokal secara berkelanjutan di kecamatan-kecamatan lokasi prioritas yang ditetapkan oleh Keputusan Kepala Badan Nasional Pengelola Perbatasan Nomor 2 Tahun 2011 tentang Rencana Induk Pengelolaan Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan.
146
AFFIRMATIVE POLICY DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT
Bab V Penutup Desentralisasi saat ini telah menjadi asas penyelenggaraan pemerintahan yang diterima secara universal dengan berbagai macam bentuk aplikasi di setiap negara. Hal ini sesuai dengan fakta bahwa tidak semua urusan pemerintahan dapat diselenggarakan secara sentralisasi, mengingat kondisi geografis, kompleksitas perkembangan masyarakat, kemajemukan struktur sosial dan budaya lokal serta adanya tuntutan demokratisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan. Hubungan kekuasaan agntara pemerintah dengan pemerintah daerah berdasarkan atas 3 (tiga) asas, yaitu: (a) asas desentralisasi; (b) asas dekonsentrasi; dan (c) asas tugas pembantuan. Dalam asas desentralisasi ada penyerahan wewenang sepenuhnya dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah tentang urusan tertentu, sehingga pemerintah daerah dapat mengambil prakarsa sepenuhnya baik menyangkut kebijakan, perencanaan, pelaksanaan, dan pembiayaan. Pada asas dekonsentrasi yang terjadi adalah pelimpahan wewenang kepada aparatur pemerintah pusat di daerah untuk melaksanakan urusan pemerintah pusat di daerah dalam arti bahwa kebijakan, perencanaan, dan biaya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat, sedangkan aparatur pemerintah pusat di daerah bertugas melaksanakan. Sementara Asas pembantuan berarti keikutsertaan pemerintah daerah untuk melaksanakan urusan pemerintah pusat di daerah itu, dalam arti bahwa organisasi pemerintah daerah memperoleh tugas dan kewenangan untuk membantu melaksanakan urusan-urusan pemerintah pusat.
Pelengkap Buku Pegangan Tahun 2013
147
Tujuan awal dilakukannya desentralisasi fiskal adalah mengurangi kesenjangan fiskal antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah (vertical fiscal imbalance) dan antardaerah (horizontal fiscal imbalance). Selain itu diharapkan meningkatkan peningkatan kualitas pelayanan publik di daerah dan mengurangi kesenjangan pelayanan publik antardaerah. Dan juga meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumber daya nasional. Dengan adanya desentralisasi fiskal tata kelola keuangan transparan dan akuntabel dalam pelaksanaan kegiatan pengalokasian transfer ke daerah yang tepat sasaran, tepat waktu, efisien, dan adil. Melalui kebijakan desentralisasi fiskal yang lebih berpihak pada daerah tertinggal diharapkan perekonomian daerah menjadi tumbuh lebih pesat yang akhirnya akan bermuara pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Harapan ini tidaklah berlebihan mengingat transfer uang ke daerah dalam era desentralisasi fiskal semakin besar dibandingkan dengan era sebelumnya. Disamping itu Pemerintah Pusat juga telah mendelegasikan sejumlah wewenang ke Daerah. Hal yang diinginkan oleh para pendiri negeri kita dengan pengaturan pembagian kewenangan dan urusan antara pusat dan daerah adalah agar kesejahteraan rakyat, pemberdayaan rakyat dan demokratisasi dapat terwujud dengan cepat. Artinya kehendak bangsa akan cepat terwujud dengan desentralisasi fiskal dan otonomi daerah, karena pemerintahan menjadi lebih dekat dan akuntabilitas menjadi lebih nyata. Rakyat dapat dengan mudah dalam menyampaikan keinginan dan keluhan yang terkait dengan tugas dan akuntabilitas pemerintah dalam melayani masyarakat.
148
AFFIRMATIVE POLICY DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT
DAFTAR PUSTAKA
Kementerian Keuangan, (2012), Buku Pelengkap Buku Pegangan Tahun 2012. PMK Nomr 165/PMK.07/2012 tentang Pengalokasian Anggaran Transfer ke Daerah. PMK Nomor 188/PMK.07/2012 tentang Hibah dari Pemerintah Pusat Kepada Pemerintah Daerah. PP Nomor 54 Tahun 2005 tentang Pinjaman Daerah. PP Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan. PP Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. PP Nomor 65 Tahun 2010 tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah. PP Nomor 10 Tahun 2011 tentang Tatacara Pengadaan Pinjaman Luar Negeri dan Penerimaan Hibah. PP Nomor 30 Tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah. PP Nomor 2 Tahun 2012 tentang Hibah Daerah. Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD), Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, Kementerian Keuangan. Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (SEKI) dan Statistik Ekonomi dan Keuangan Daerah (SEKDA), Bank Indonesia.
Pelengkap Buku Pegangan Tahun 2013
149
UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. UU Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai. UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. UU Nomor 19 Tahun 2012 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2013. UU Nomor 22 Tahun 2011 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2012. UU Nomor 4 Tahun 2012 tentang Perubahan atas UU Nomor 22 Tahun 2011 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2012. www.bps.go.id
150
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
NO
Kab. Aceh Barat Kab. Aceh Besar Kab. Aceh Selatan Kab. Aceh Singkil Kab. Aceh Timur Kab. Simeulue Kab. Nagan Raya Kab. Aceh Jaya Kab. Aceh Barat Daya Kab. Gayo Lues Kab. Bener Meriah Kab. Pidie Jaya Kab. Nias Kab. Tapanuli Tengah Kab. Pakpak Bharat Kab. Nias Selatan Kab. Nias Barat Kab. Nias Utara Kab. Kepulauan Mentawai Kab. Padang Pariaman Kab. Pesisir Selatan Kab. Sijunjung Kab. Solok Kab. Pasaman Barat Kab. Dharmasraya Kab. Solok Selatan Kab. Natuna Kab. Anambas Kab. Lahat Kab. Musi Rawas Kab. Ogan Komering Ilir
PEMDA 50,946.93 56,500.25 49,904.19 42,279.16 59,696.76 51,473.19 42,828.17 38,621.98 49,703.23 35,150.58 39,021.39 36,604.49 46,468.70 63,380.31 41,007.16 76,832.97 43,634.72 40,785.43 57,774.82 73,626.89 63,951.45 50,875.59 55,297.40 51,056.85 40,904.73 35,701.01 50,124.76 42,831.01 49,870.31 73,834.64 82,410.19
DAK REGULER 8,145.59 8,791.59 7,085.85 5,757.26 9,692.20 8,228.60 6,751.70 6,429.77 6,427.95 5,581.34 5,052.67 5,956.03 8,776.54 8,906.81 5,580.74 11,542.20 5,626.33 5,779.47 8,475.93 10,138.74 10,530.38 7,482.74 7,114.48 7,987.59 5,700.88 5,022.46 15,147.71 9,623.02 6,243.12 11,437.71 11,961.35
10,007.95 10,214.20 9,948.64 8,560.23 11,834.52 9,500.64 9,401.50 8,416.36 9,373.36 7,698.87 8,232.76 8,086.75 9,357.91 10,967.13 7,418.01 13,424.68 9,879.23 9,817.76 11,676.77 13,258.73 12,440.57 10,410.84 9,098.40 10,476.55 7,956.09 7,668.65 9,487.44 8,194.93 9,950.25 12,665.86 16,418.42
DAK AFFIRMATIVE DAK TAMBAHAN POLICY 69,100.47 75,506.04 66,938.68 56,596.65 81,223.48 69,202.43 58,981.37 53,468.11 65,504.54 48,430.79 52,306.82 50,647.27 64,603.15 83,254.25 54,005.91 101,799.85 59,140.28 56,382.66 77,927.52 97,024.36 86,922.40 68,769.17 71,510.28 69,520.99 54,561.70 48,392.12 74,759.91 60,648.96 66,063.68 97,938.21 110,789.96
TOTAL ALOKASI DAK
ALOKASI DAK TA 2013 UNTUK DAERAH TERTINGGAL
35.63% 33.64% 34.13% 33.86% 36.06% 34.44% 37.72% 38.44% 31.79% 37.78% 34.05% 38.36% 39.03% 31.36% 31.70% 32.50% 35.53% 38.24% 34.88% 31.78% 35.92% 35.17% 29.32% 36.16% 33.39% 35.55% 49.15% 41.60% 32.47% 32.65% 34.44%
PERSENTASE KENAIKAN ALOKASI DAK
(dalam juta rupiah)
Lampiran I
AFFIRMATIVE POLICY DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT
Pelengkap Buku Pegangan Tahun 2013
151
152
32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62
NO
Kab. Banyuasin Kab. Ogan Ilir Kab. Ogan Komering Ulu Selatan Kab. Empat Lawang Kab. Bangka Selatan Kab. Kaur Kab. Seluma Kab. Mukomuko Kab. Lebong Kab. Kepahiang Kab. Bengkulu Tengah Kab. Lampung Barat Kab. Lampung Utara Kab. Way Kanan Kab. Pesawaran Kab. Garut Kab. Sukabumi Kab. Lebak Kab. Pandeglang Kab. Bangkalan Kab. Bondowoso Kab. Pamekasan Kab. Sampang Kab. Situbondo Kab. Bengkayang Kab. Landak Kab. Kapuas Hulu Kab. Ketapang Kab. Sambas Kab. Sanggau Kab. Sintang
PEMDA 112,349.90 58,459.70 46,391.68 39,977.42 45,784.42 41,178.69 44,399.14 46,738.70 39,270.16 35,717.14 46,490.94 67,131.21 70,735.56 65,109.64 54,674.72 144,470.95 128,045.73 93,873.81 110,871.95 81,323.46 60,872.47 75,667.69 81,393.43 60,969.27 65,428.81 66,056.34 84,550.21 92,900.22 88,318.52 72,446.61 93,560.70
DAK REGULER 15,610.08 7,530.09 8,446.28 5,462.32 7,581.02 7,001.21 6,436.67 8,007.03 5,915.49 5,333.01 6,670.93 9,427.38 8,681.21 7,640.73 7,609.24 9,934.82 11,885.73 9,499.16 11,378.41 10,088.36 9,744.43 6,741.69 9,473.77 9,144.67 15,769.00 10,132.81 22,924.20 13,730.64 14,944.60 15,183.24 24,712.16
19,230.50 12,055.37 8,688.95 8,562.91 9,803.43 8,082.77 9,026.10 8,912.33 7,942.45 7,742.04 7,772.32 12,723.56 12,738.33 12,180.39 10,142.87 25,327.11 24,152.86 17,812.63 19,610.86 13,829.58 10,093.70 14,662.40 14,517.31 11,313.35 10,801.49 12,522.31 13,717.25 16,764.31 13,437.48 12,687.67 13,772.55
DAK AFFIRMATIVE DAK TAMBAHAN POLICY 147,190.48 78,045.16 63,526.91 54,002.65 63,168.87 56,262.67 59,861.91 63,658.06 53,128.10 48,792.19 60,934.19 89,282.15 92,155.10 84,930.76 72,426.83 179,732.88 164,084.32 121,185.60 141,861.22 105,241.40 80,710.60 97,071.78 105,384.51 81,427.29 91,999.30 88,711.46 121,191.66 123,395.17 116,700.60 100,317.52 132,045.41
TOTAL ALOKASI DAK
ALOKASI DAK TA 2013 UNTUK DAERAH TERTINGGAL
31.01% 33.50% 36.94% 35.08% 37.97% 36.63% 34.83% 36.20% 35.29% 36.61% 31.07% 33.00% 30.28% 30.44% 32.47% 24.41% 28.15% 29.09% 27.95% 29.41% 32.59% 28.29% 29.48% 33.55% 40.61% 34.30% 43.34% 32.83% 32.14% 38.47% 41.13%
PERSENTASE KENAIKAN ALOKASI DAK
(dalam juta rupiah)
Lampiran I
63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93
NO
Kab. Sekadau Kab. Melawi Kab. Kayong Utara Kab. Seruyan Kab. Barito Kuala Kab. Hulu Sungai Utara Kab. Kutai Barat Kab. Malinau Kab. Nunukan Kab. Sangihe Kab. Kepulauan Talaud Kab. Kep. Siau Tagulandang Biaro Kab. Boalemo Kab. Pohuwato Kab. Gorontalo Utara Kab. Banggai Kab. Banggai Kepulauan Kab. Buol Kab. Toli-Toli Kab. Donggala Kab. Morowali Kab. Poso Kab. Parigi Moutong Kab. Tojo Una Una Kab. Sigi Kab. Jeneponto Kab. Pangkajene Kepulauan Kab. Kepulauan Selayar Kab. Toraja Utara Kab. Majene Kab. Mamuju
PEMDA 58,423.36 61,956.00 45,605.37 52,028.78 74,618.65 45,465.97 73,734.97 57,737.28 64,284.90 61,916.06 74,941.47 41,047.67 48,077.20 51,896.47 47,054.10 49,989.47 56,287.50 36,384.69 50,715.89 60,154.48 55,168.14 57,479.31 60,652.64 53,268.16 42,329.25 58,731.84 59,010.94 58,087.83 63,598.03 55,445.42 78,087.43
DAK REGULER 8,843.67 8,885.22 7,721.46 9,652.46 12,135.71 7,761.94 17,094.23 17,192.83 28,143.24 13,069.72 14,406.21 5,314.57 8,768.21 8,464.66 8,600.39 7,994.74 7,518.78 6,254.16 7,552.98 9,770.88 6,238.52 7,749.07 12,500.50 8,898.88 5,986.38 7,983.28 8,163.72 7,809.04 9,308.87 6,434.95 9,630.78
10,065.96 13,626.15 8,019.08 8,518.27 13,141.76 8,865.86 13,271.72 11,065.67 9,497.37 10,234.53 9,864.49 8,837.49 9,494.11 9,426.28 9,044.40 10,300.83 10,426.68 7,927.91 9,752.01 10,427.11 10,629.06 8,752.55 9,339.00 9,494.73 8,665.53 9,579.74 11,026.40 9,261.99 12,557.45 9,053.15 13,893.35
DAK AFFIRMATIVE DAK TAMBAHAN POLICY 77,332.99 84,467.37 61,345.91 70,199.51 99,896.12 62,093.77 104,100.92 85,995.78 101,925.51 85,220.31 99,212.17 55,199.73 66,339.52 69,787.41 64,698.89 68,285.04 74,232.96 50,566.76 68,020.88 80,352.47 72,035.72 73,980.93 82,492.14 71,661.77 56,981.16 76,294.86 78,201.06 75,158.86 85,464.35 70,933.52 101,611.56
TOTAL ALOKASI DAK
ALOKASI DAK TA 2013 UNTUK DAERAH TERTINGGAL
32.37% 36.33% 34.51% 34.92% 33.88% 36.57% 41.18% 48.94% 58.55% 37.64% 32.39% 34.48% 37.99% 34.47% 37.50% 36.60% 31.88% 38.98% 34.12% 33.58% 30.57% 28.71% 36.01% 34.53% 34.61% 29.90% 32.52% 29.39% 34.38% 27.93% 30.13%
PERSENTASE KENAIKAN ALOKASI DAK
(dalam juta rupiah)
Lampiran I
AFFIRMATIVE POLICY DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT
Pelengkap Buku Pegangan Tahun 2013
153
154
94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121 122 123 124
NO
Kab. Polewali Mandar Kab. Mamasa Kab. Mamuju Utara Kab. Buton Kab. Konawe Kab. Muna Kab. Konawe Selatan Kab. Bombana Kab. Wakatobi Kab. Kolaka Utara Kab. Konawe Utara Kab. Buton Utara Kab. Bima Kab. Dompu Kab. Lombok Barat Kab. Lombok Tengah Kab. Lombok Timur Kab. Sumbawa Kab. Sumbawa Barat Kab. Lombok Utara Kab. Alor Kab. Belu Kab. Ende Kab. Flores Timur Kab. Kupang Kab. Lembata Kab. Manggarai Kab. Ngada Kab. Sikka Kab. Sumba Barat Kab. Sumba Timur
PEMDA 63,202.17 73,386.30 41,326.76 65,076.20 51,064.13 80,916.23 74,922.66 53,039.66 44,839.61 42,853.89 38,544.85 40,540.85 66,812.44 48,092.45 59,190.78 72,223.02 81,953.75 58,636.12 31,578.82 47,714.17 61,154.49 74,829.43 50,352.65 50,360.62 56,239.39 38,742.81 68,938.50 46,350.12 47,791.32 42,725.84 50,171.31
DAK REGULER 8,029.98 8,177.87 5,593.11 7,791.86 7,756.60 10,918.98 11,856.89 9,027.03 7,130.20 6,080.74 6,233.19 7,062.47 11,339.19 9,426.52 8,135.03 8,561.58 11,209.23 10,757.52 7,151.22 8,602.39 14,464.56 20,550.45 7,262.11 5,580.24 13,368.70 5,649.21 9,824.21 6,292.76 5,230.06 7,922.10 9,429.38
10,725.12 13,551.87 8,557.74 12,579.40 9,425.31 14,016.04 11,199.04 9,187.99 9,294.83 9,932.52 8,838.91 8,910.89 11,475.18 8,801.60 9,667.83 13,263.75 13,826.76 10,443.14 7,331.75 8,871.43 10,459.75 10,844.28 9,813.97 9,667.21 9,367.50 8,375.58 12,574.54 8,844.70 10,714.07 7,779.78 9,346.40
DAK AFFIRMATIVE DAK TAMBAHAN POLICY 81,957.27 95,116.04 55,477.61 85,447.46 68,246.04 105,851.25 97,978.59 71,254.68 61,264.64 58,867.15 53,616.95 56,514.21 89,626.81 66,320.57 76,993.64 94,048.35 106,989.74 79,836.78 46,061.79 65,187.99 86,078.80 106,224.16 67,428.73 65,608.07 78,975.59 52,767.60 91,337.25 61,487.58 63,735.45 58,427.72 68,947.09
TOTAL ALOKASI DAK
ALOKASI DAK TA 2013 UNTUK DAERAH TERTINGGAL
29.67% 29.61% 34.24% 31.30% 33.65% 30.82% 30.77% 34.34% 36.63% 37.37% 39.10% 39.40% 34.15% 37.90% 30.08% 30.22% 30.55% 36.16% 45.86% 36.62% 40.76% 41.96% 33.91% 30.28% 40.43% 36.20% 32.49% 32.66% 33.36% 36.75% 37.42%
PERSENTASE KENAIKAN ALOKASI DAK
(dalam juta rupiah)
Lampiran I
125 126 127 128 129 130 131 132 133 134 135 136 137 138 139 140 141 142 143 144 145 146 147 148 149 150 151 152 153 154 155
NO
Kab. Timor Tengah Selatan Kab. Timor Tengah Utara Kab. Rote Ndao Kab. Manggarai Barat Kab. Nagekeo Kab. Sumba Barat Daya Kab. Sumba Tengah Kab. Manggarai Timur Kab. Sabu Raijua Kab. Maluku Tenggara Barat Kab. Maluku Tengah Kab. Buru Kab. Seram Bagian Barat Kab. Seram Bagian Timur Kab. Kepulauan Aru Kab. Maluku Barat Daya Kab. Buru Selatan Kab. Halmahera Tengah Kab. Halmahera Barat Kab. Halmahera Timur Kab. Kepulauan Sula Kab. Halmahera Selatan Kab. Halmahera Utara Kab. Pulau Morotai Kab. Biak Numfor Kab. Jayawijaya Kab. Merauke Kab. Mimika Kab. Nabire Kab. Paniai Kab. Puncak Jaya
PEMDA 73,327.83 56,993.99 58,764.28 43,070.48 49,081.12 51,840.81 32,183.35 63,068.28 45,424.37 49,255.99 68,951.59 38,037.90 42,484.59 47,566.35 51,886.68 60,617.56 44,407.20 50,834.12 50,848.90 51,250.15 52,839.13 49,835.09 50,186.41 60,525.24 63,441.82 102,318.36 169,476.02 59,832.53 56,947.90 70,264.60 84,075.92
DAK REGULER 10,123.02 16,714.33 15,563.62 8,376.80 7,773.44 8,994.66 7,338.06 8,741.45 8,709.96 9,953.46 8,660.78 5,922.71 6,069.41 7,235.24 11,942.20 16,388.75 9,070.31 7,206.50 7,746.92 9,856.81 6,470.67 6,911.68 7,235.12 13,536.00 5,630.35 16,895.82 37,476.61 7,818.40 7,820.45 13,064.69 16,576.32
13,641.05 9,974.75 8,827.03 8,417.97 9,515.66 10,736.91 7,015.63 11,645.26 7,211.83 8,942.05 13,200.00 8,315.75 8,342.97 10,025.78 7,891.67 11,245.64 8,322.19 9,963.14 9,927.64 9,999.90 11,081.36 10,918.94 10,194.53 9,961.63 10,955.44 13,503.86 27,803.19 12,712.62 10,956.31 15,301.33 13,100.62
DAK AFFIRMATIVE DAK TAMBAHAN POLICY 97,091.90 83,683.07 83,154.93 59,865.25 66,370.22 71,572.38 46,537.04 83,454.99 61,346.16 68,151.50 90,812.37 52,276.36 56,896.97 64,827.37 71,720.55 88,251.95 61,799.70 68,003.76 68,523.46 71,106.86 70,391.16 67,665.71 67,616.06 84,022.87 80,027.61 132,718.04 234,755.82 80,363.55 75,724.66 98,630.62 113,752.86
TOTAL ALOKASI DAK
ALOKASI DAK TA 2013 UNTUK DAERAH TERTINGGAL
32.41% 46.83% 41.51% 38.99% 35.23% 38.06% 44.60% 32.32% 35.05% 38.36% 31.70% 37.43% 33.92% 36.29% 38.23% 45.59% 39.17% 33.78% 34.76% 38.74% 33.22% 35.78% 34.73% 38.82% 26.14% 29.71% 38.52% 34.31% 32.97% 40.37% 35.30%
PERSENTASE KENAIKAN ALOKASI DAK
(dalam juta rupiah)
Lampiran I
AFFIRMATIVE POLICY DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT
Pelengkap Buku Pegangan Tahun 2013
155
156
156 157 158 159 160 161 162 163 164 165 166 167 168 169 170 171 172 173 174 175 176 177 178 179 180 181 182 183
NO
DAK REGULER 8,695.00 9,104.28 12,314.99 11,354.23 14,814.66 12,278.26 10,701.18 15,443.87 11,684.28 8,556.90 8,529.09 12,802.13 11,735.58 11,753.62 12,460.45 11,681.55 19,460.61 10,422.08 10,425.92 12,677.03 12,766.48 8,475.72 9,361.15 12,344.18 8,295.66 7,614.36 9,559.01 10,814.39 2,000,000.00
DAK AFFIRMATIVE DAK TAMBAHAN POLICY
Kab. Kepulauan Yapen 39,143.18 5,395.48 Kab. Sarmi 47,916.78 6,345.19 Kab. Keerom 70,020.97 18,838.39 Kab. Yahukimo 78,465.39 14,225.90 Kab. Pegunungan Bintang 123,830.59 42,845.38 Kab. Tolikara 94,527.14 17,512.99 Kab. Boven Digoel 57,604.50 18,124.87 Kab. Mappi 82,924.24 14,585.89 Kab. Asmat 66,651.45 11,591.42 Kab. Waropen 42,737.61 7,136.24 Kab. Supiori 54,609.30 11,340.37 Kab. Mamberamo Raya 53,995.70 10,320.54 Kab. Mamberamo Tengah 67,306.46 17,713.46 Kab. Yalimo 88,924.97 16,615.25 Kab. Lanny Jaya 111,200.33 17,330.38 Kab. Nduga 67,890.84 17,034.10 Kab. Puncak 95,503.69 21,131.76 Kab. Dogiyai 51,241.30 11,556.04 Kab. Intan Jaya 78,005.16 20,868.46 Kab. Deiyai 62,534.77 13,013.22 10,290.71 Kab. Sorong 66,821.41 Kab. Sorong Selatan 50,325.96 7,985.28 Kab. Raja Ampat 59,376.52 13,979.70 Kab. Teluk Bintuni 63,142.77 9,208.82 Kab. Teluk Wondama 51,136.53 7,848.24 Kab. Kaimana 44,153.10 7,152.35 Kab. Maybrat 64,089.29 11,241.70 Kab. Tambrauw 76,733.57 15,058.77 TOTAL 11,046,461.14 1,880,000.00 ALOKASI DAK UNTUK DAERAH TERTINGGAL TOTAL ALOKASI DAK SECARA NASIONAL PORSI ALOKASI DAK KE DAERAH TERTINGGAL
PEMDA
31,697,143.00 47.09%
14,926,461.14
53,233.66 63,366.25 101,174.35 104,045.52 181,490.63 124,318.39 86,430.55 112,954.00 89,927.15 58,430.75 74,478.76 77,118.37 96,755.50 117,293.84 140,991.16 96,606.49 136,096.06 73,219.42 109,299.54 88,225.02 89,878.60 66,786.96 82,717.37 84,695.77 67,280.43 58,919.81 84,890.00 102,606.73
TOTAL ALOKASI DAK
ALOKASI DAK TA 2013 UNTUK DAERAH TERTINGGAL
36.00% 32.24% 44.49% 32.60% 46.56% 31.52% 50.04% 36.21% 34.92% 36.72% 36.38% 42.82% 43.75% 31.90% 26.79% 42.30% 42.50% 42.89% 40.12% 41.08% 34.51% 32.71% 39.31% 34.13% 31.57% 33.44% 32.46% 33.72% 35.12%
PERSENTASE KENAIKAN ALOKASI DAK
(dalam juta rupiah)
Lampiran I
26,832,140,373
30,124,978,752
28,295,208,921
23,499,604,052
28,757,189,313
25,812,133,998
84,494,453,814
467,457,134,878
38,110,483,729
27,334,280,345
24,126,196,757
43,436,899,791
24,997,767,031
28,227,102,392
66,133,789,345
28,220,697,833
27,104,969,503
24,522,396,386
30,473,726,328
80,067,010,408
25,045,401,208
21,724,231,178
23,174,670,264
407,340,146,161
25,749,841,340
21,470,353,326
51,590,377,543
25,148,562,193
31,439,741,386
132,030,967,101
27,243,154,707
12,454,966,311
31,006,717,789
40,192,895,911
20,653,020,261
23,596,922,032
Kab. Aceh Barat
Kab. Aceh Besar
Kab. Aceh Selatan
Kab. Aceh Singkil
Kab. Aceh Tengah
Kab. Aceh Tenggara
Kab. Aceh Timur
Kab. Aceh Utara
Kab. Bireun
Kab. Pidie
Kab. Simeulue
Kota Banda Aceh
Kota Sabang
Kota Langsa
Kota Lhokseumawe
Kab. Nagan Raya
Kab. Aceh Jaya
Kab. Aceh Barat Daya
Kab. Gayo Lues
Kab. Aceh Tamiang
Kab. Bener Meriah
Kota Subulussalam
Kab. Pidie Jaya
Provinsi Sumatera Utara
Kab. Asahan
Kab. Dairi
Kab. Deli Serdang
Kab. Tanah Karo
Kab. Labuhan Batu
Kab. Langkat
Kab. Mandailing Natal
Kab. Nias
Kab. Simalungun
Kab. Tapanuli Selatan
Kab. Tapanuli Tengah
Kab. Tapanuli Utara
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
DBH
1,169,560,860,484
2
Nama Daerah
Provinsi Aceh
1
No
Pelengkap Buku Pegangan Tahun 2013 552,463,211,000
491,010,818,000
517,342,688,000
977,808,611,000
319,069,648,000
625,543,432,000
982,658,132,000
520,457,519,000
625,822,348,000
1,260,755,135,000
512,477,041,000
733,671,988,000
1,223,445,404,000
350,574,172,000
251,634,726,000
375,310,917,000
423,677,588,000
374,040,972,000
362,624,746,000
341,773,459,000
464,191,402,000
437,793,850,000
381,240,982,000
301,933,548,000
567,628,828,000
345,242,688,000
683,766,687,000
699,060,589,000
690,327,098,000
600,936,437,000
470,577,374,000
513,863,035,000
336,786,951,000
528,579,445,000
618,323,628,000
507,582,407,000
1,092,445,518,000
DAU
55,778,010,000
72,287,120,000
54,321,700,000
80,773,970,000
55,245,240,000
51,721,690,000
81,165,730,000
49,738,450,000
48,120,130,000
81,867,590,000
61,125,590,000
79,875,480,000
73,097,930,000
42,560,520,000
27,457,570,000
44,074,060,000
41,006,940,000
40,731,920,000
56,131,180,000
45,051,750,000
49,579,870,000
30,890,340,000
29,920,830,000
28,135,400,000
31,003,110,000
59,701,790,000
67,887,650,000
59,183,470,000
56,315,630,000
69,388,960,000
40,861,120,000
41,803,310,000
48,036,420,000
56,990,040,000
65,291,840,000
59,092,520,000
75,148,510,000
DAK -
-
10,967,130,000
-
-
9,357,910,000
-
-
-
-
-
-
-
-
8,086,750,000
-
8,232,760,000
-
7,698,870,000
9,373,360,000
8,416,360,000
9,401,500,000
-
-
-
-
9,500,640,000
-
-
-
11,834,520,000
-
-
8,560,230,000
9,948,640,000
10,214,200,000
10,007,950,000
DAK TAMBAHAN
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
6,222,785,783,000
OTSUS -
87,042,250,080
59,160,257,232
41,409,274,896
166,781,406,672
12,855,713,028
85,093,120,512
169,083,206,352
69,555,885,840
74,576,318,976
258,724,210,356
59,733,748,080
107,612,642,232
-
40,754,716,510
10,221,661,752
26,157,051,360
48,093,033,312
10,557,312,672
33,129,670,032
10,733,882,832
23,836,446,720
43,982,090,212
46,013,978,824
12,372,139,584
107,588,305,728
11,947,716,048
76,730,672,328
106,451,817,408
104,406,246,000
54,989,688,240
32,167,708,176
42,078,447,648
11,911,630,608
52,729,552,368
66,822,475,740
31,320,597,888
TJ. PROF
7,707,250,000
5,985,750,000
5,583,250,000
12,960,750,000
2,874,000,000
11,711,500,000
12,699,000,000
5,104,750,000
8,872,250,000
15,994,519,500
7,422,000,000
6,871,205,000
543,000,000
2,904,000,000
2,880,000,000
4,478,250,000
4,107,500,000
3,465,750,000
4,140,000,000
3,587,000,000
3,691,500,000
3,042,000,000
3,627,750,000
857,000,000
2,789,500,000
4,410,000,000
5,554,350,000
7,785,000,000
4,005,250,000
7,590,000,000
5,127,000,000
5,555,500,000
2,584,250,000
7,053,000,000
5,180,750,000
5,446,000,000
408,000,000
TAMSIL
ALOKASI DANA TRANSFER KE DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
26,930,091,000
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
19,360,721,000
-
-
-
-
-
-
-
2,000,000,000
-
-
-
33,478,767,000
DID
BOS
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
1,587,164,900,000
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
455,116,370,000
729,920,812,080
639,411,075,232
618,656,912,896
1,238,324,737,672
399,402,511,028
774,069,742,512
1,245,606,068,352
644,856,604,840
757,391,046,976
1,617,341,454,856
640,758,379,080
928,031,315,232
2,903,611,955,000
444,880,158,510
292,193,957,752
458,253,038,360
516,885,061,312
436,494,824,672
465,398,956,032
409,562,451,832
552,700,718,720
515,708,280,212
460,803,540,824
343,298,087,584
742,488,510,728
430,802,834,048
833,939,359,328
872,480,876,408
855,054,224,000
744,739,605,240
548,733,202,176
603,300,292,648
407,879,481,608
655,300,677,368
765,832,893,740
613,449,474,888
7,845,904,181,000
JUMLAH TOTAL 2013
Lampiran II
AFFIRMATIVE POLICY DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT
157
158
21,344,771,855
24,840,717,120
24,246,698,949
16,288,578,488
19,573,217,508
19,786,126,465
21,658,008,242
18,919,001,769
29,869,055,460
11,711,203,988
10,241,251,417
12,148,500,612
141,468,167,493
21,662,520,355
20,805,832,744
20,707,707,084
15,764,953,309
18,700,182,276
22,391,967,689
19,499,167,775
20,156,278,544
17,229,680,347
16,107,802,179
14,155,138,843
61,622,871,114
14,000,939,771
22,985,706,628
15,373,560,167
Kab. Nias Selatan
Kab. Humbang Hasundutan
Kab. Serdang Bedagai
Kab. Samosir
Kab. Batubara
Kab. Labuhan Batu Utara
Kab. Labuhan Batu Selatan
Kab. Padang Lawas Utara
Kab. Padang Lawas
Kab. Nias Utara
Kab. Nias Barat
Kota Gunungsitoli
Provinsi Sumatera Barat
Kab. Limapuluh Kota
Kab. Agam
Kab. Kepulauan Mentawai
Kab. Padang Pariaman
Kab. Pasaman
Kab. Pesisir Selatan
Kab. Sijunjung
Kab. Solok
Kab. Tanah Datar
Kota Bukit Tinggi
Kota Padang Panjang
Kota Padang
Kota Payakumbuh
Kota Sawahlunto
Kota Solok
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
17,753,490,825
Kota Tebing Tinggi
44
19,027,687,871
15,961,200,479
Kota Tanjung Balai
43
23,092,653,191
18,278,322,842
Kota Sibolga
42
Kota Padang Sidimpuan
26,104,506,349
Kota Pematang Siantar
41
Kab. Pakpak Bharat
196,814,893,603
Kota Medan
40
45
30,527,429,361
Kota Binjai
39
DBH
20,142,884,637
Nama Daerah
Kab. Toba Samosir
38
No
318,606,999,000
296,397,490,000
369,115,746,000
1,003,116,093,000
302,846,549,000
368,311,195,000
587,104,249,000
588,040,074,000
448,681,128,000
689,380,494,000
481,180,159,000
633,453,395,000
465,535,454,000
676,516,360,000
632,930,786,000
1,039,922,511,000
356,042,897,000
251,631,634,000
294,071,932,000
371,650,111,000
387,954,949,000
400,566,653,000
457,714,720,000
517,734,102,000
384,760,680,000
628,900,240,000
440,919,622,000
422,944,097,000
273,598,951,000
423,251,346,000
368,586,756,000
369,246,576,000
338,507,471,000
492,115,399,000
1,270,244,794,000
477,553,537,000
423,292,453,000
DAU
25,424,230,000
30,307,130,000
34,950,620,000
81,841,800,000
22,732,660,000
29,814,060,000
53,771,930,000
62,411,880,000
58,358,330,000
74,481,830,000
41,291,780,000
83,765,630,000
66,250,750,000
66,037,810,000
51,502,690,000
64,822,530,000
35,585,700,000
49,261,050,000
46,564,900,000
31,082,900,000
36,311,060,000
53,225,680,000
48,433,300,000
42,178,640,000
44,730,000,000
68,230,650,000
50,779,570,000
88,375,170,000
46,587,900,000
39,957,160,000
36,283,080,000
28,391,040,000
29,474,070,000
41,399,700,000
74,276,510,000
30,656,930,000
46,036,240,000
DAK
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
9,098,400,000
10,410,840,000
12,440,570,000
-
13,258,730,000
11,676,770,000
-
-
-
-
9,879,230,000
9,817,760,000
-
-
-
-
-
-
-
-
13,424,680,000
7,418,010,000
DAK TAMBAHAN
OTSUS
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
34,977,569,040
30,370,068,928
52,884,894,244
272,685,930,124
26,668,524,240
92,326,254,624
98,842,664,684
95,395,096,884
50,084,912,896
120,809,993,240
70,085,309,616
128,704,934,352
7,241,233,276
152,788,548,572
116,952,396,896
-
32,536,861,292
9,863,716,057
13,802,414,256
21,205,850,544
24,375,561,984
28,859,961,744
48,963,819,600
65,613,054,672
36,239,576,256
112,797,226,376
54,969,806,304
9,522,393,696
9,298,946,448
66,080,936,592
48,789,259,080
28,391,562,720
26,994,727,440
80,376,857,280
328,422,264,192
72,914,073,264
60,655,435,006
TJ. PROF
1,909,500,000
1,745,500,000
2,172,000,000
10,004,248,000
1,376,250,000
1,581,500,000
5,163,500,000
5,612,250,000
4,546,750,000
10,341,000,000
3,708,750,000
5,703,500,000
3,900,000,000
4,709,250,000
6,790,725,000
855,000,000
2,432,750,000
1,512,000,000
2,079,000,000
4,324,500,000
4,412,250,000
4,608,000,000
2,708,000,000
4,419,000,000
4,733,337,500
5,918,750,000
5,116,250,000
6,846,000,000
1,987,500,000
3,225,000,000
1,755,000,000
2,125,000,000
2,269,950,000
1,573,517,000
11,538,000,000
4,293,000,000
5,220,000,000
TAMSIL
ALOKASI DANA TRANSFER KE DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
2,000,000,000
-
36,792,797,000
DID
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
560,500,320,000
BOS
380,918,298,040
358,820,188,928
459,123,260,244
1,367,648,071,124
353,623,983,240
492,033,009,624
744,882,343,684
760,557,700,884
572,081,960,896
907,453,887,240
596,265,998,616
864,886,189,352
554,604,207,276
900,051,968,572
808,176,597,896
1,666,100,361,000
426,598,208,292
322,147,630,057
366,336,006,256
428,263,361,544
453,053,820,984
487,260,294,744
557,819,839,600
629,944,796,672
470,463,593,756
815,846,866,376
551,785,248,304
541,112,340,696
338,891,307,448
532,514,442,592
455,414,095,080
428,154,178,720
399,246,218,440
615,465,473,280
1,721,274,365,192
585,417,540,264
535,204,128,006
JUMLAH TOTAL 2013
Lampiran II
Pelengkap Buku Pegangan Tahun 2013
22,885,302,471
2,712,574,633,739
2,586,032,305,906
480,349,061,440
517,629,092,494
987,902,408,795
424,778,830,859
542,820,963,655
1,352,878,792,493
505,585,679,810
1,518,628,509,182
453,834,668,528
517,251,028,572
502,400,549,256
915,504,926,851
283,552,073,488
775,259,115,774
279,806,327,044
358,356,310,206
268,943,324,250
266,644,467,334
Kab. Solok Selatan
Provinsi Riau
Kab. Bengkalis
Kab. Indragiri Hilir
Kab. Indragiri Hulu
Kab. Kampar
Kab. Kuantan Singingi
Kab. Pelalawan
Kab. Rokan Hilir
Kab. Rokan Hulu
Kab. Siak
Kota Dumai
Kota Pekanbaru
Kab. Kepulauan Meranti
Provinsi Kepulauan Riau
Kab. Bintan
Kab. Natuna
Kab. Karimun
Kota Batam
Kota Tanjung Pinang
Kab. Lingga
78
79
80
81
82
83
84
85
86
87
88
89
90
91
92
93
94
95
96
97
98
110 Kota Jambi 111 Kota Sungai Penuh
108 Kab. Tanjung Jabung Timur 109 Kab. Tebo
106 Kab. Sarolangun 107 Kab. Tanjung Jabung Barat
104 Kab. Merangin 105 Kab. Muaro Jambi
102 Kab. Bungo 103 Kab. Kerinci
DAU
DAK
626,331,743,000 344,517,814,000
67,237,871,118
461,006,766,000
116,840,022,378
131,842,012,778
430,383,112,000
387,991,551,000
310,162,965,324
472,596,098,000
155,165,316,807
543,498,995,000
225,124,779,598
391,078,509,206
565,160,895,000
501,185,353,000
92,345,974,207
523,680,270,000
27,503,860,000
56,330,990,000
41,950,160,000
8,069,440,000
3,548,560,000
45,967,650,000
53,326,370,000
51,814,890,000
60,810,270,000
54,327,910,000
49,684,450,000
507,478,487,000
93,447,331,355
51,035,790,000
836,578,062,000
70,331,031,916
52,454,030,000
233,124,880,000
6,413,890,000
1,766,620,000
59,434,120,000
10,824,160,000
65,272,470,000
21,630,860,000
36,672,910,000
18,219,110,000
30,355,870,000
-
17,726,220,000
18,905,960,000
52,511,390,000
12,355,990,000
1,541,560,000
54,949,780,000
14,544,970,000
56,911,990,000
10,052,520,000
38,738,320,000
40,723,470,000
46,605,610,000
59,044,440,000
33,771,130,000
505,505,069,853
298,552,154,000
348,778,489,000
528,839,827,000
306,219,557,000
177,949,262,000
288,685,934,000
656,067,610,000
342,086,718,000
738,107,469,000
345,090,262,000
272,530,626,000
528,854,782,000
388,866,199,000
491,287,503,000
569,206,381,000
685,859,400,000
587,933,543,000
773,041,103,000
31,862,241,000
726,630,916,000
351,505,736,000
400,374,128,000
523,534,850,000
343,061,622,000
253,809,660,711
496,530,593,129
19,285,353,602
Kab. Dharmasraya
77
99 Kab. Kepulauan Anambas 100 Provinsi Jambi 101 Kab. Batanghari
19,616,843,362
Kab. Pasaman Barat
76
DBH
17,360,235,923
Nama Daerah
Kota Pariaman
75
No -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
8,194,930,000
-
-
-
-
9,487,440,000
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
7,668,650,000
7,956,090,000
10,476,550,000
DAK TAMBAHAN
OTSUS
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
46,759,209,552
132,993,717,264
56,498,490,896
8,499,074,442
49,299,219,216
43,678,178,348
62,467,807,556
135,829,617,184
77,326,196,400
73,833,856,960
49,757,784,192
-
3,792,197,088
15,643,518,912
43,116,568,456
44,787,292,416
34,837,944,480
11,823,983,424
27,581,524,996
-
23,873,124,624
164,080,344,372
44,837,184,000
55,570,674,172
54,516,924,288
41,665,137,740
39,246,877,236
74,904,570,756
127,254,821,904
70,011,848,620
76,076,571,168
81,447,474,768
-
33,969,593,104
41,171,284,820
65,676,718,080
41,049,956,304
TJ. PROF
2,379,000,000
4,146,500,000
4,412,000,000
3,854,500,000
4,377,000,000
5,205,000,000
5,465,250,000
5,985,000,000
3,630,000,000
5,052,000,000
4,569,500,000
-
1,359,000,000
3,999,000,000
1,879,500,000
4,489,500,000
3,200,250,000
2,252,500,000
2,437,250,000
84,000,000
3,488,250,000
5,247,750,000
4,813,375,000
5,218,000,000
6,681,000,000
8,344,750,000
4,636,500,000
6,402,750,000
11,750,000,000
6,480,000,000
9,046,000,000
10,672,600,000
426,000,000
3,896,000,000
4,253,500,000
4,878,000,000
2,190,000,000
TAMSIL
ALOKASI DANA TRANSFER KE DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
20,261,653,000
-
-
-
2,000,000,000
-
-
-
-
-
-
-
-
18,062,198,000
DID
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
338,994,410,000
-
-
-
-
-
-
-
167,873,850,000
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
640,565,110,000
BOS
421,159,883,552
819,802,950,264
563,867,416,896
450,806,126,442
445,216,330,216
567,446,926,348
664,758,422,556
758,790,402,184
642,951,819,400
656,894,036,960
611,490,221,192
1,226,608,262,000
298,925,037,088
324,608,562,912
395,541,177,456
637,550,739,416
355,081,911,480
266,785,655,424
340,335,568,996
880,960,023,000
387,667,202,624
937,791,433,372
394,740,821,000
353,045,520,172
608,958,666,288
491,387,476,740
547,526,870,236
652,055,261,756
879,814,001,904
678,970,361,620
915,075,664,168
134,034,835,768
1,424,422,544,000
437,763,449,104
500,360,612,820
663,610,558,080
420,072,708,304
JUMLAH TOTAL 2013
Lampiran II
AFFIRMATIVE POLICY DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT
159
160
No
Nama Daerah
1,060,663,183,000
269,113,498,532
41,304,663,581
148 Kab. Lampung Barat 558,555,207,000
330,693,785,000
357,903,449,000
41,553,824,771
332,487,823,000
21,371,404,305
404,397,726,000
26,285,060,167
397,724,977,000
24,393,617,877
329,881,353,000
23,192,546,911
22,671,790,084
537,903,521,000
498,073,138,000
22,632,598,100
28,653,935,484
483,142,211,000
444,045,665,000
45,054,872,992
854,647,828,000
74,616,473,483
358,875,317,000
54,222,589,611
19,746,918,807
358,151,691,000
336,873,338,000
69,796,694,288
363,886,920,000
68,149,468,444
384,421,523,000
54,580,214,162
376,540,510,000
50,809,326,562
444,188,100,000
52,934,160,023
717,140,118,000
98,638,262,424
308,418,229,000
190,658,080,791
132,247,821,607
459,577,915,000
615,538,759,000
192,492,807,392
520,287,726,000
242,497,417,657
203,149,812,941
772,464,315,000
381,727,246,765
377,966,605,000 352,645,058,000
316,529,382,000
232,065,693,614
193,083,597,945
517,309,972,000 1,125,008,229,000
192,303,776,672
280,534,251,797
844,190,649,000
229,740,684,435
269,736,368,984
678,488,372,000
635,200,715,000
665,586,650,462
779,996,199,802
451,257,714,000
2,198,365,340,882
566,788,216,000
356,283,035,377
DAU 870,516,767,000
DBH
1,737,278,429,482
146 Kab. Bengkulu Tengah 147 Provinsi Lampung
144 Kab. Lebong 145 Kab. Kepahiang
142 Kab. Seluma 143 Kab. Mukomuko
140 Kota Bengkulu 141 Kab. Kaur
138 Kab. Bengkulu Utara 139 Kab. Rejang Lebong
136 Provinsi Bengkulu 137 Kab. Bengkulu Selatan
134 Kab. Bangka Barat 135 Kab. Belitung Timur
132 Kab. Bangka Selatan 133 Kab. Bangka Tengah
130 Kab. Belitung 131 Kota Pangkal Pinang
128 Provinsi Bangka Belitung 129 Kab. Bangka
126 Kab. Ogan Komering Ulu Selatan 127 Kab. Empat Lawang
124 Kab. Ogan Ilir 125 Kab. Ogan Komering Ulu Timur
122 Kota Prabumulih 123 Kab. Banyuasin
120 Kota Pagar Alam 121 Kota Lubuk Linggau
118 Kab. Ogan Komering Ulu 119 Kota Palembang
116 Kab. Muara Enim 117 Kab. Ogan Komering Ilir
114 Kab. Musi Banyuasin 115 Kab. Musi Rawas
112 Provinsi Sumatera Selatan 113 Kab. Lahat
76,558,590,000
60,108,230,000
53,161,870,000
41,050,150,000
45,185,650,000
54,745,730,000
50,835,810,000
48,179,900,000
44,259,850,000
48,767,610,000
46,762,980,000
46,491,850,000
51,587,330,000
38,323,020,000
37,411,920,000
37,670,750,000
53,365,440,000
32,626,040,000
41,549,650,000
44,749,920,000
44,170,570,000
45,439,740,000
54,837,960,000
59,760,030,000
65,989,790,000
127,959,980,000
30,853,630,000
31,334,550,000
32,269,310,000
66,991,120,000
20,890,190,000
94,371,540,000
46,527,530,000
85,272,350,000
63,490,600,000
56,113,430,000
25,188,400,000
DAK -
12,723,560,000
-
7,772,320,000
7,742,040,000
7,942,450,000
8,912,330,000
9,026,100,000
8,082,770,000
-
-
-
-
-
-
-
-
9,803,430,000
-
-
-
-
8,562,910,000
8,688,950,000
-
12,055,370,000
19,230,500,000
-
-
-
-
-
16,418,420,000
-
12,665,860,000
-
9,950,250,000
DAK TAMBAHAN
OTSUS
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
61,845,184,800
-
30,348,432,232
28,205,308,587
22,245,261,984
29,072,552,564
37,059,082,416
25,582,829,680
84,105,958,032
61,230,778,880
57,202,728,896
55,298,576,656
-
20,133,405,360
19,403,374,344
19,973,265,120
18,841,796,208
35,481,819,792
29,769,265,948
40,837,900,896
-
21,198,148,416
29,432,766,528
80,755,981,344
64,592,886,768
86,725,205,004
38,119,616,064
49,175,338,464
28,125,234,720
338,905,270,559
63,024,645,888
82,748,638,032
101,187,324,141
58,215,429,648
62,160,020,172
84,980,042,548
TJ. PROF
6,726,000,000
417,000,000
3,122,750,000
2,741,500,000
3,235,500,000
3,094,250,000
4,397,624,000
2,953,000,000
4,749,750,000
4,078,500,000
4,347,750,000
4,185,000,000
249,000,000
3,102,750,000
2,707,512,500
3,141,000,000
2,573,000,000
2,348,250,000
3,201,000,000
4,561,250,000
-
3,567,000,000
4,659,490,000
8,427,750,000
7,707,750,000
9,479,750,000
2,848,750,000
3,117,000,000
3,324,000,000
12,171,368,750
5,243,250,000
11,931,000,000
8,259,000,000
7,545,000,000
7,821,250,000
6,411,000,000
780,000,000
TAMSIL
ALOKASI DANA TRANSFER KE DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013
-
-
-
-
-
28,186,303,000
2,000,000,000
-
-
-
2,000,000,000
-
2,000,000,000
-
-
-
-
-
-
-
2,000,000,000
-
-
-
28,353,598,000
-
-
-
-
-
2,000,000,000
-
2,000,000,000
-
32,563,403,000
-
2,000,000,000
DID
BOS
-
774,390,080,000
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
200,422,450,000
-
-
-
-
-
-
-
131,190,220,000
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
812,555,450,000
744,594,844,800
1,897,578,493,000
425,099,157,232
437,642,447,587
411,096,684,984
502,222,588,564
499,043,593,416
416,679,852,680
671,019,079,032
612,150,026,880
591,455,669,896
550,021,091,656
1,106,906,608,000
420,434,492,360
417,674,497,844
399,658,353,120
448,470,586,208
454,877,632,792
451,060,425,948
562,690,768,896
892,500,908,000
387,186,027,416
557,197,081,528
764,482,520,344
670,633,522,768
1,017,859,750,004
424,467,054,064
463,593,493,464
380,247,926,720
1,575,639,391,309
606,468,057,888
1,051,660,247,032
834,462,226,141
798,899,354,648
584,729,584,172
724,242,938,548
1,709,040,617,000
JUMLAH TOTAL 2013
Lampiran II
No
Nama Daerah
Pelengkap Buku Pegangan Tahun 2013 774,683,814,000
87,993,974,802
54,624,000,676
185 Kota Sukabumi 449,179,037,000
536,884,996,000
686,520,759,000
60,646,025,075
1,051,235,707,000
85,146,175,364
1,485,941,032,000
255,880,585,851
117,278,856,687
1,225,934,879,000
1,036,263,413,000
68,727,233,139
68,982,626,236
1,331,012,058,000
109,504,441,242
722,162,721,000 1,032,567,532,000
995,993,633,000
187,265,043,066
998,586,961,000
77,762,299,562
59,778,245,725
1,134,530,200,000
265,804,776,269
87,158,065,911
1,134,695,113,000
1,563,833,157,000
122,763,106,697
175,807,783,523
1,280,797,128,000
1,305,617,257,000
75,589,464,784
81,681,881,874
1,303,907,527,000
75,765,552,313
1,887,770,112,500
1,730,063,709,000
194,707,998,344
1,472,453,011,000 1,083,590,174,000
358,227,533,614
160,272,681,344
299,182,466,000
10,192,089,356,098
1,347,980,227,121
380,947,218,000
338,570,276,000
31,828,358,503
35,906,161,215
499,454,898,000
538,309,950,000
33,178,935,585
374,201,187,000
33,859,322,411
864,816,041,000
68,780,044,857
38,654,522,850
517,219,746,000
482,230,950,000
45,762,072,678
600,816,655,000
860,136,385,000
67,056,223,328
761,218,384,000
44,904,147,398
48,040,594,842
134,914,109,523
1,086,335,279,000
65,224,950,654
DAU 769,867,834,000
DBH
43,716,294,635
183 Kota Cirebon 184 Kota Depok
181 Kota Bekasi 182 Kota Bogor
179 Kab. Tasikmalaya 180 Kota Bandung
177 Kab. Sukabumi 178 Kab. Sumedang
175 Kab. Purwakarta 176 Kab. Subang
173 Kab. Kuningan 174 Kab. Majalengka
171 Kab. Indramayu 172 Kab. Karawang
169 Kab. Cirebon 170 Kab. Garut
167 Kab. Ciamis 168 Kab. Cianjur
165 Kab. Bekasi 166 Kab. Bogor
163 Provinsi Jawa Barat 164 Kab. Bandung
161 Kab. Tulang Bawang Barat 162 Provinsi DKI Jakarta
159 Kab. Pringsewu 160 Kab. Mesuji
157 Kota Metro 158 Kab. Pesawaran
155 Kab. Way Kanan 156 Kota Bandar Lampung
153 Kab. Tanggamus 154 Kab. Tulang Bawang
151 Kab. Lampung Utara 152 Kab. Lampung Timur
149 Kab. Lampung Selatan 150 Kab. Lampung Tengah
28,349,870,000
29,572,960,000
28,845,610,000
26,223,550,000
36,189,790,000
67,312,530,000
98,997,370,000
81,900,500,000
139,931,460,000
59,497,100,000
56,137,400,000
72,963,000,000
62,124,640,000
105,540,220,000
74,211,500,000
154,405,770,000
97,245,530,000
97,513,400,000
95,612,680,000
216,694,720,000
114,477,860,000
159,094,010,000
80,072,050,000
-
48,614,120,000
40,157,750,000
57,508,750,000
62,283,960,000
36,676,760,000
65,028,050,000
72,750,370,000
53,295,680,000
71,179,650,000
62,383,990,000
79,416,770,000
92,974,600,000
77,181,780,000
DAK -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
24,152,860,000
-
-
-
-
-
-
25,327,110,000
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
10,142,870,000
-
-
12,180,390,000
-
-
-
12,738,330,000
DAK TAMBAHAN
OTSUS
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
75,141,215,779
130,181,675,036
59,537,083,968
159,810,962,688
212,065,989,840
404,453,525,236
336,260,025,168
223,099,261,308
284,686,849,584
242,386,866,288
155,559,704,420
230,576,406,620
223,939,301,904
244,419,332,120
234,820,459,925
413,509,477,037
295,662,185,106
302,402,752,232
353,736,710,928
344,718,093,444
213,934,946,256
428,353,135,139
-
1,257,354,705,576
42,144,214,464
18,000,690,576
116,839,474,294
77,948,177,904
64,054,641,080
218,567,195,272
68,453,214,112
40,223,540,472
95,855,248,000
190,793,296,800
123,189,820,704
235,106,853,364
130,773,011,040
TJ. PROF
-
8,400,500,000
2,317,250,000
3,751,750,000
5,837,625,000
12,595,800,000
4,641,750,000
8,721,600,000
6,942,750,000
4,998,000,000
3,966,512,500
8,838,000,000
11,337,000,000
12,994,750,000
10,214,514,000
4,320,962,500
8,219,000,000
9,961,262,500
6,029,500,000
10,629,000,000
12,846,000,000
12,422,000,000
5,979,000,000
31,323,000,000
2,167,500,000
2,334,750,000
4,074,000,000
4,347,000,000
1,332,423,000
4,481,250,000
6,060,750,000
3,556,800,000
5,746,000,000
9,306,000,000
12,246,000,000
11,243,000,000
8,053,250,000
TAMSIL
ALOKASI DANA TRANSFER KE DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013 DID
-
2,000,000,000
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
2,000,000,000
2,000,000,000
-
-
-
2,000,000,000
27,930,145,000
-
-
-
-
-
-
2,000,000,000
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
4,161,094,410,000
797,642,250,000
BOS
552,670,122,779
944,838,949,036
627,584,939,968
876,307,021,688
1,305,329,111,840
1,970,302,887,236
1,665,834,024,168
1,349,984,774,308
1,786,725,977,584
1,339,449,498,288
937,826,337,920
1,308,371,039,620
1,295,987,902,904
1,497,484,502,120
1,453,941,586,925
2,161,396,476,537
1,681,923,843,106
1,715,494,671,732
1,759,286,417,928
2,459,811,925,944
1,424,848,980,256
2,329,932,854,139
5,719,598,471,000
2,387,502,421,576
475,873,052,464
399,063,466,576
677,877,122,294
693,031,957,904
478,265,011,080
1,180,822,681,272
676,664,470,112
579,306,970,472
773,597,553,000
1,122,619,671,800
988,809,304,704
1,425,659,732,364
987,875,875,040
JUMLAH TOTAL 2013
Lampiran II
AFFIRMATIVE POLICY DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT
161
162
No
Nama Daerah
640,273,360,000
34,855,731,488
34,403,152,720
222 Kab. Semarang 778,604,920,000
793,904,679,000
29,966,658,931
719,185,020,000
30,149,001,454
960,479,326,000 931,426,998,000
768,500,117,000
33,014,928,553
26,803,321,047
899,528,369,000
37,853,981,865
41,889,294,073
719,406,935,000
1,066,318,427,000
42,155,772,654
161,476,814,429
788,134,078,000
1,021,871,180,000
37,853,100,525
62,568,581,766
810,216,582,000
814,380,324,000
40,262,149,519
34,940,311,772
906,666,365,000
737,911,647,000
45,223,472,047
1,197,315,060,000
39,246,302,634
1,098,999,510,000
81,543,930,825
871,685,981,000
37,763,820,120
753,830,036,000
68,474,162,127
33,228,604,993
641,663,630,000
29,022,469,985
763,426,566,000 1,127,939,938,000
31,107,489,395
1,670,859,369,000
686,097,600,193
62,603,751,433
536,177,454,000
95,609,301,400
513,769,007,000
47,230,177,631
461,398,284,000 829,387,856,000
1,115,364,627,000
173,299,041,287
83,408,067,774
868,652,743,000
68,934,728,352
139,178,292,991
988,536,476,000
901,740,477,000
68,354,773,671
617,081,101,000
70,426,772,698
909,359,898,000
63,181,310,762
415,863,955,205
317,122,023,000
63,366,217,325
657,012,125,000
60,496,878,885
DAU 489,174,792,000
DBH
55,345,183,475
220 Kab. Purworejo 221 Kab. Rembang
218 Kab. Pemalang 219 Kab. Purbalingga
216 Kab. Pati 217 Kab. Pekalongan
214 Kab. Kudus 215 Kab. Magelang
212 Kab. Kendal 213 Kab. Klaten
210 Kab. Karanganyar 211 Kab. Kebumen
208 Kab. Grobogan 209 Kab. Jepara
206 Kab. Cilacap 207 Kab. Demak
204 Kab. Boyolali 205 Kab. Brebes
202 Kab. Batang 203 Kab. Blora
200 Kab. Banjarnegara 201 Kab. Banyumas
198 Kota Tangerang Selatan 199 Provinsi Jawa Tengah
196 Kota Tangerang 197 Kota Serang
194 Kab. Tangerang 195 Kota Cilegon
192 Kab. Pandeglang 193 Kab. Serang
190 Provinsi Banten 191 Kab. Lebak
188 Kota Banjar 189 Kab. Bandung Barat
186 Kota Cimahi 187 Kota Tasikmalaya
59,113,470,000
56,771,470,000
53,323,020,000
66,641,060,000
71,402,250,000
60,587,590,000
72,903,370,000
70,070,870,000
52,208,880,000
61,175,420,000
59,393,690,000
79,063,860,000
55,203,060,000
67,487,370,000
104,304,440,000
76,556,190,000
108,157,350,000
82,628,900,000
59,233,500,000
53,492,890,000
49,792,440,000
78,662,730,000
69,482,630,000
82,522,510,000
884,850,000
35,555,680,000
27,706,130,000
5,558,320,000
120,033,790,000
75,493,710,000
122,250,360,000
103,372,970,000
14,134,950,000
64,682,770,000
21,127,340,000
36,374,200,000
25,643,550,000
DAK
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
19,610,860,000
17,812,630,000
DAK TAMBAHAN
OTSUS
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
191,293,736,832
144,682,060,224
213,231,149,730
143,160,936,292
199,125,550,368
149,194,347,120
233,058,776,688
149,320,424,240
145,846,272,384
289,973,285,088
176,421,790,800
217,596,678,315
211,761,122,731
143,602,178,363
199,982,228,112
154,749,232,512
276,890,696,177
211,623,017,256
232,839,397,248
185,755,945,680
122,587,099,372
291,021,316,560
180,649,624,032
-
95,621,391,088
88,755,680,016
182,020,611,292
69,164,162,120
193,082,784,480
142,189,931,716
179,371,048,992
178,215,796,724
-
211,872,787,824
43,286,641,592
169,981,618,572
109,100,207,468
TJ. PROF
6,197,250,000
4,047,000,000
6,496,250,000
7,575,500,000
3,929,250,000
9,126,750,000
5,079,675,000
14,732,873,000
6,829,750,000
5,617,250,000
5,990,500,000
12,513,000,000
8,148,250,000
7,976,212,500
6,576,000,000
3,738,000,000
10,684,187,500
9,060,500,000
6,594,250,000
4,660,750,000
4,496,850,000
8,574,975,000
5,625,646,360
2,034,000,000
1,570,500,000
4,971,000,000
4,819,500,000
2,655,250,000
2,986,875,000
7,555,250,000
13,671,000,000
8,196,750,000
882,000,000
8,199,000,000
940,500,000
1,542,250,000
3,163,000,000
TAMSIL
ALOKASI DANA TRANSFER KE DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
2,000,000,000
-
2,000,000,000
-
-
24,693,637,000
-
2,000,000,000
-
-
2,000,000,000
-
21,826,131,000
34,213,477,000
28,744,488,000
34,422,901,000
28,424,490,000
28,921,904,000
31,885,637,000
DID
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
2,750,306,650,000
-
-
-
-
-
-
-
-
1,049,563,240,000
BOS
1,035,209,376,832
845,773,890,224
1,066,955,098,730
936,562,516,292
1,205,884,048,368
987,408,804,120
1,271,521,147,688
1,133,652,536,240
924,291,837,384
1,423,084,382,088
1,029,940,058,800
1,333,044,718,315
1,085,329,014,731
1,035,446,084,863
1,217,529,033,112
972,955,069,512
1,617,740,930,677
1,402,311,927,256
1,172,353,128,248
997,739,621,680
818,540,019,372
1,508,198,959,560
1,019,184,466,392
4,527,548,660,000
668,467,672,088
671,795,855,016
1,078,356,998,292
567,200,506,120
1,460,389,980,480
1,125,777,271,716
1,323,439,744,992
1,209,338,623,724
1,681,661,291,000
1,194,114,455,824
382,476,504,592
864,910,193,572
627,081,549,468
JUMLAH TOTAL 2013
Lampiran II
No
Nama Daerah
Pelengkap Buku Pegangan Tahun 2013 896,052,870,000
52,956,572,680
45,861,079,398
259 Kab. Pacitan 647,293,403,000
928,265,611,000
832,266,682,000
58,558,002,900
1,439,234,034,000
75,386,557,276
761,637,391,000
46,313,609,894
95,642,694,281
734,152,390,000
828,524,528,000
49,793,745,263
47,008,964,554
958,344,988,000
79,097,333,520
920,097,938,000 1,056,481,076,000
77,517,604,654
804,903,511,000 1,417,603,982,000
72,517,322,076
82,283,785,706
752,776,704,000
50,054,815,113
170,027,465,768
876,021,914,000
490,041,942,733
944,297,542,000
52,338,812,959
778,024,112,000 1,154,495,171,000
120,204,286,519
64,120,210,413
1,632,648,287,000
1,353,092,362,240
597,212,209,000
55,486,770,035
594,978,790,000 891,589,912,000
51,261,221,259
779,069,238,000
854,810,634,000
23,949,536,067
34,658,119,780
27,219,764,725
828,334,768,000
370,642,983,000
27,272,844,780
97,906,846,035
659,647,382,000
53,822,170,472
358,331,867,000 1,054,002,569,000
22,540,811,293
384,489,368,000
28,013,160,858
138,874,848,342
385,859,241,000
665,548,034,000
22,376,062,522
917,476,557,000
30,893,462,110
651,171,674,000
34,771,516,892
957,576,304,000
35,465,177,446
44,087,885,063
763,462,900,000
35,805,873,938
DAU 869,155,545,000
DBH
32,591,002,798
257 Kab. Nganjuk 258 Kab. Ngawi
255 Kab. Malang 256 Kab. Mojokerto
253 Kab. Madiun 254 Kab. Magetan
251 Kab. Lamongan 252 Kab. Lumajang
249 Kab. Jombang 250 Kab. Kediri
247 Kab. Gresik 248 Kab. Jember
245 Kab. Bojonegoro 246 Kab. Bondowoso
243 Kab. Banyuwangi 244 Kab. Blitar
241 Provinsi Jawa Timur 242 Kab. Bangkalan
239 Kab. Sleman 240 Kota Yogyakarta
237 Kab. Gunung Kidul 238 Kab. Kulon Progo
235 Provinsi DI Yogyakarta 236 Kab. Bantul
233 Kota Surakarta 234 Kota Tegal
231 Kota Salatiga 232 Kota Semarang
229 Kota Magelang 230 Kota Pekalongan
227 Kab. Wonogiri 228 Kab. Wonosobo
225 Kab. Tegal 226 Kab. Temanggung
223 Kab. Sragen 224 Kab. Sukoharjo
51,937,520,000
71,219,840,000
79,245,230,000
52,117,700,000
112,312,350,000
46,164,370,000
51,129,000,000
58,667,580,000
75,665,880,000
69,281,810,000
58,289,380,000
87,809,620,000
49,106,180,000
70,616,900,000
62,060,830,000
70,322,560,000
76,997,760,000
91,411,820,000
85,644,430,000
6,220,630,000
50,823,330,000
52,894,140,000
65,283,610,000
47,196,880,000
34,495,900,000
33,530,910,000
37,914,730,000
49,976,740,000
28,398,410,000
38,549,650,000
22,793,560,000
57,950,180,000
75,705,890,000
46,658,240,000
72,524,910,000
53,124,680,000
61,857,560,000
DAK
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
10,093,700,000
-
-
-
13,829,580,000
DAK TAMBAHAN
OTSUS
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
158,151,929,076
203,808,369,696
248,497,689,024
184,162,842,540
376,479,049,812
207,263,949,284
174,977,063,424
173,688,126,336
240,531,843,312
283,649,011,036
221,708,112,490
342,917,765,328
168,338,881,692
141,984,418,444
242,362,155,888
289,955,046,600
298,404,246,240
162,475,376,078
-
132,153,231,168
234,561,520,880
132,730,499,856
192,912,365,328
170,477,154,144
-
69,163,140,372
183,656,981,824
253,326,821,196
51,724,387,728
6,791,402,880
60,734,360,532
137,357,945,424
225,100,524,096
126,967,067,136
198,079,950,528
171,225,388,764
212,649,556,368
TJ. PROF
4,833,000,000
5,154,000,000
1,174,288,000
1,859,500,000
11,973,000,000
1,063,162,500
2,848,000,000
3,795,500,000
2,160,250,000
-
4,386,000,000
3,148,237,500
2,910,000,000
5,746,500,000
5,178,000,000
2,360,862,500
4,285,500,000
3,864,750,000
168,000,000
6,370,750,000
12,309,250,000
8,604,500,000
7,185,000,000
5,007,050,000
1,860,000,000
2,534,000,000
2,461,000,000
8,876,000,000
2,181,800,000
1,709,750,000
1,943,750,000
6,444,000,000
6,307,401,630
5,723,398,000
10,343,000,000
8,577,000,000
6,702,500,000
TAMSIL
ALOKASI DANA TRANSFER KE DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
2,000,000,000
-
-
-
-
-
-
-
28,712,194,000
-
-
-
27,010,988,000
31,364,539,000
-
-
-
2,000,000,000
27,301,155,000
30,422,296,000
32,095,325,000
-
-
-
23,968,142,000
2,000,000,000
32,955,109,000
DID
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
2,777,420,060,000
-
-
-
-
-
272,870,830,000
BOS
864,215,852,076
1,176,235,079,696
1,257,182,818,024
1,070,406,724,540
1,939,998,433,812
1,016,128,872,784
963,106,453,424
1,064,675,734,336
1,305,415,155,312
1,409,411,897,036
1,204,481,430,490
1,851,479,604,828
1,052,269,560,692
1,012,582,761,444
1,185,622,899,888
1,306,936,011,100
1,534,182,677,240
1,051,605,638,078
4,523,181,932,000
772,379,116,168
1,221,379,337,880
789,207,929,856
1,044,450,213,328
1,077,491,718,144
1,161,529,640,000
477,871,033,372
916,635,202,824
1,366,182,130,196
440,636,464,728
431,540,170,880
471,330,911,532
867,300,159,424
1,224,590,372,726
830,520,379,136
1,238,524,164,528
996,389,968,764
1,150,365,161,368
JUMLAH TOTAL 2013
Lampiran II
AFFIRMATIVE POLICY DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT
163
164
No
Nama Daerah
1,062,516,940,000
264,484,111,962
69,303,911,303
296 Kab. Barito Selatan 504,292,137,000
627,894,391,000
343,376,301,000
21,861,791,267
32,613,754,801
468,104,101,000
386,021,907,000
33,280,431,849
431,527,888,000
24,132,334,340
626,879,054,000
51,353,892,732
20,500,050,924
738,622,011,000
674,049,502,000
44,116,122,881
37,813,139,051
702,231,663,000
463,983,726,000
28,725,886,622
898,337,135,000
74,871,813,703
782,050,975,000
41,734,676,945
18,608,713,452
534,166,873,000
34,037,053,718
457,245,355,000
24,567,836,138
374,362,261,000 1,144,712,840,000
149,435,657,567
1,160,025,693,000
44,173,692,531
414,534,284,000
336,025,486,344
353,127,853,000
42,881,584,600
354,452,407,000
45,244,915,955
46,412,781,963
746,686,937,000
474,093,362,000
44,041,266,648
83,285,881,221
562,943,089,000
355,673,006,000
39,609,570,839
96,594,332,372
996,300,694,000
849,399,312,000
59,562,988,868
737,814,627,000
917,539,019,000
98,696,220,772
692,549,026,000
47,561,243,606
53,471,474,051
1,104,580,340,000
148,868,455,782
152,713,990,816
683,242,704,000
848,994,313,000
75,457,030,868
890,922,311,000
51,770,234,913
76,405,481,577
992,689,474,000
118,681,422,625
DAU 702,610,217,000
DBH
83,062,202,575
294 Kab. Kubu Raya 295 Provinsi Kalimantan Tengah
292 Kab. Melawi 293 Kab. Kayong Utara
290 Kota Singkawang 291 Kab. Sekadau
288 Kab. Sintang 289 Kota Pontianak
286 Kab. Sambas 287 Kab. Sanggau
284 Kab. Ketapang 285 Kab. Pontianak
282 Kab. Landak 283 Kab. Kapuas Hulu
280 Provinsi Kalimantan Barat 281 Kab. Bengkayang
278 Kota Surabaya 279 Kota Batu
276 Kota Pasuruan 277 Kota Probolinggo
274 Kota Malang 275 Kota Mojokerto
272 Kota Kediri 273 Kota Madiun
270 Kab. Tulungagung 271 Kota Blitar
268 Kab. Trenggalek 269 Kab. Tuban
266 Kab. Situbondo 267 Kab. Sumenep
264 Kab. Sampang 265 Kab. Sidoarjo
262 Kab. Ponorogo 263 Kab. Probolinggo
260 Kab. Pamekasan 261 Kab. Pasuruan
39,197,280,000
63,299,310,000
98,923,710,000
53,326,830,000
70,841,220,000
67,267,030,000
61,795,550,000
28,031,320,000
118,272,860,000
87,629,850,000
103,263,120,000
48,281,810,000
106,630,860,000
107,474,410,000
76,189,150,000
81,197,810,000
74,172,390,000
25,376,230,000
68,180,790,000
32,341,470,000
25,890,580,000
21,279,540,000
30,315,710,000
27,544,290,000
29,999,610,000
29,707,730,000
71,687,640,000
49,173,770,000
64,974,660,000
79,219,770,000
70,113,940,000
54,281,080,000
90,867,200,000
62,235,420,000
65,307,550,000
77,421,870,000
82,409,380,000
DAK
-
-
-
8,019,080,000
13,626,150,000
10,065,960,000
-
-
13,772,550,000
12,687,670,000
13,437,480,000
-
16,764,310,000
13,717,250,000
12,522,310,000
10,801,490,000
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
11,313,350,000
-
14,517,310,000
-
-
-
14,662,400,000
DAK TAMBAHAN
OTSUS
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
38,938,675,732
-
55,773,608,514
11,325,337,200
19,557,932,112
27,141,892,392
49,068,704,880
115,144,281,216
52,370,722,368
46,193,085,648
100,351,580,248
58,253,963,280
57,156,447,144
43,515,456,336
47,704,930,560
33,705,608,840
-
39,922,558,944
345,347,980,072
57,420,971,280
45,679,318,848
37,336,518,318
148,856,328,288
64,955,713,742
92,321,237,908
59,399,683,104
280,389,067,185
211,213,316,128
191,725,961,843
153,186,237,072
123,645,067,056
273,945,257,048
95,085,266,256
170,882,687,224
242,485,420,796
235,295,721,360
145,828,996,968
TJ. PROF
4,311,000,000
-
4,922,500,000
3,111,000,000
5,196,000,000
3,548,250,000
3,585,000,000
2,841,750,000
6,354,000,000
6,384,500,000
8,057,750,000
2,700,500,000
6,901,000,000
6,696,000,000
6,525,000,000
4,916,250,000
303,000,000
2,454,000,000
4,385,500,000
1,232,500,000
1,089,248,000
1,128,000,000
3,773,250,000
1,651,500,000
1,207,500,000
787,150,000
2,686,512,500
2,942,250,000
2,933,000,000
9,050,000,000
4,862,750,000
6,981,000,000
5,059,500,000
3,110,500,000
2,382,000,000
8,226,750,000
4,687,250,000
TAMSIL
ALOKASI DANA TRANSFER KE DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
33,572,708,000
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
2,000,000,000
35,795,120,000
30,239,200,000
-
-
28,763,620,000
2,000,000,000
-
-
-
-
-
25,767,431,000
DID
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
245,407,820,000
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
534,270,810,000
BOS
586,739,092,732
1,371,224,070,000
787,514,209,514
419,158,548,200
577,325,403,112
494,045,039,392
545,977,142,880
806,469,113,216
929,392,143,368
826,944,607,648
927,341,593,248
573,219,999,280
1,085,789,752,144
953,454,091,336
677,108,263,560
587,866,513,840
1,753,459,040,000
442,115,049,944
1,577,939,963,072
505,529,225,280
425,786,999,848
416,196,465,318
965,427,345,288
598,484,065,742
686,471,436,908
445,567,569,104
1,379,827,533,685
1,114,728,648,128
997,448,248,843
1,158,995,026,072
902,484,133,056
1,439,787,677,048
888,771,980,256
1,110,990,351,224
1,201,097,281,796
1,313,633,815,360
950,198,243,968
JUMLAH TOTAL 2013
Lampiran II
No
Nama Daerah
Pelengkap Buku Pegangan Tahun 2013 301,950,343,000
911,073,154,992
723,737,227,590
333 Kota Balikpapan 427,133,126,000
307,765,777,000
620,970,044,000
751,433,693,478
506,528,289,000
647,911,525,003
599,731,060,000
816,884,815,530
1,734,844,938,900
150,245,858,000
326,787,105,000
902,178,786,029
3,741,394,210,225
471,929,720,000
55,539,336,500
871,605,422,302
398,801,458,000
287,613,144,000
4,474,641,721,215
631,124,460,000
316,502,382,239
319,509,046,487
358,995,070,000
123,405,946,864
143,571,333,765
383,383,301,000
439,195,379,000
296,702,518,673
231,143,858,712
405,082,029,000
564,592,305,000
295,228,153,282
332,312,518,265
415,479,351,000
122,253,782,492
453,312,619,000
490,244,084,000
121,750,230,663
590,526,945,000 452,522,473,000
144,298,976,116
129,251,960,994
683,511,441,000
752,361,712,561
214,024,328,381
513,570,135,000
579,301,377,000
73,796,460,937
80,960,605,642
381,154,120,000
383,325,898,000
43,030,955,907
476,671,178,000
56,790,205,394
453,776,884,000
47,381,905,215
52,761,079,854
545,932,782,000
424,326,347,000
160,871,517,680
539,535,616,000
75,121,813,724
708,665,917,000
50,357,511,640
566,405,844,000
50,827,603,227
66,879,290,881
744,617,150,000
109,892,416,507
DAU 475,180,280,000
DBH
117,898,408,576
331 Kab. Nunukan 332 Kab. Pasir
329 Kab. Kutai Timur 330 Kab. Malinau
327 Kab. Kutai Kartanegara 328 Kab. Kutai Barat
325 Kab. Berau 326 Kab. Bulungan
323 Kab. Tanah Bumbu 324 Provinsi Kalimantan Timur
321 Kota Banjarmasin 322 Kab. Balangan
319 Kab. Tapin 320 Kota Banjarbaru
317 Kab. Tabalong 318 Kab. Tanah Laut
315 Kab. Hulu Sungai Utara 316 Kab. Kotabaru
313 Kab. Hulu Sungai Selatan 314 Kab. Hulu Sungai Tengah
311 Kab. Banjar 312 Kab. Barito Kuala
309 Kab. Seruyan 310 Provinsi Kalimantan Selatan
307 Kab. Sukamara 308 Kab. Katingan
305 Kab. Gunung Mas 306 Kab. Lamandau
303 Kab. Murung Raya 304 Kab. Pulang Pisau
301 Kota Palangkaraya 302 Kab. Barito Timur
299 Kab. Kotawaringin Barat 300 Kab. Kotawaringin Timur
297 Kab. Barito Utara 298 Kab. Kapuas
23,186,930,000
15,126,580,000
92,428,140,000
74,930,110,000
12,067,290,000
90,829,200,000
70,261,370,000
5,979,760,000
6,068,990,000
8,047,840,000
8,449,440,000
1,778,830,000
47,044,150,000
39,502,500,000
36,980,660,000
19,607,740,000
-
24,436,170,000
53,227,910,000
48,210,820,000
49,613,620,000
86,754,360,000
27,497,900,000
41,553,540,000
61,681,240,000
1,960,720,000
40,379,700,000
37,830,720,000
49,247,710,000
42,607,930,000
-
39,519,570,000
43,773,450,000
57,011,340,000
17,169,750,000
78,791,570,000
38,431,710,000
DAK
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
9,497,370,000
11,065,670,000
-
13,271,720,000
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
8,865,860,000
-
-
13,141,760,000
-
-
8,518,270,000
DAK TAMBAHAN
OTSUS
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
91,901,628,028
49,752,806,256
16,648,654,464
10,030,242,912
34,990,297,056
29,094,918,768
147,779,176,032
26,853,286,916
29,525,460,336
-
34,254,442,680
27,754,879,592
137,284,966,248
54,463,509,675
47,325,639,024
64,765,259,424
57,109,005,936
39,347,152,272
52,323,177,912
80,727,753,816
52,915,925,853
66,603,652,272
88,024,649,184
-
13,705,636,752
28,137,228,440
8,418,087,648
13,521,153,264
24,618,232,108
41,176,247,024
17,512,375,872
34,611,173,584
59,968,169,180
158,559,461,502
42,797,213,712
97,826,448,096
29,633,957,232
TJ. PROF
3,920,498,000
4,164,000,000
5,751,000,000
2,735,750,000
5,481,250,000
6,665,562,500
27,389,998,000
3,865,250,000
4,545,000,000
-
3,214,500,000
3,245,250,000
5,460,500,000
2,079,000,000
3,671,750,000
4,245,000,000
4,011,500,000
5,166,000,000
3,954,037,500
4,568,500,000
4,758,500,000
4,375,750,000
5,345,500,000
237,000,000
3,010,501,500
5,742,000,000
2,073,000,000
2,618,000,000
4,570,000,000
3,939,750,000
4,627,500,000
3,972,000,000
5,332,750,000
8,667,000,000
3,650,500,000
4,897,150,000
5,068,000,000
TAMSIL
ALOKASI DANA TRANSFER KE DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013
-
-
-
-
25,689,638,000
-
-
-
-
-
-
29,051,497,000
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
25,480,253,000
DID
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
408,618,280,000
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
322,856,840,000
BOS
546,142,182,028
396,683,367,256
432,090,941,464
719,731,816,912
559,067,126,056
739,592,461,268
395,676,402,032
363,485,401,916
541,120,667,336
472,205,456,500
444,719,840,680
320,392,103,592
820,914,076,248
455,040,079,675
471,361,350,024
527,813,378,424
466,202,534,936
633,541,627,272
533,850,336,412
586,819,692,816
559,810,518,853
661,119,606,272
711,394,994,184
1,048,158,821,000
600,485,783,252
615,141,325,440
432,024,907,648
437,295,771,264
555,107,120,108
541,500,811,024
568,072,657,872
502,429,090,584
648,609,985,180
958,383,971,502
630,023,307,712
926,132,318,096
548,313,947,232
JUMLAH TOTAL 2013
Lampiran II
AFFIRMATIVE POLICY DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT
165
166
No
Nama Daerah
583,806,859,000
25,803,640,846
29,608,711,559
370 Kota Palu 575,235,328,000
615,422,867,000
523,660,657,000
56,124,413,808
487,396,299,000
25,347,862,197
405,310,339,000
19,530,079,706
446,340,738,000
711,134,461,000
19,299,563,696
35,465,121,553
20,396,188,572
994,658,685,000
288,205,298,000
13,071,552,643
85,708,887,600
367,000,042,000
390,979,131,000
17,480,716,914
419,154,808,000
15,360,094,258
517,229,988,000
13,535,402,430
17,364,941,048
341,152,435,000
652,284,261,000
14,077,506,013
267,064,711,000
27,164,518,151
254,509,410,000
10,709,659,184
355,916,109,000
14,165,408,926
315,409,485,000
16,440,998,757
288,250,888,000
15,408,868,902
311,773,832,000
15,575,064,561
13,035,514,639
395,558,587,000
330,892,646,000
20,925,515,091
33,204,588,122
435,848,663,000
393,729,032,000
15,914,672,286
16,665,426,733
647,565,931,000
421,672,562,000
46,429,312,380
433,201,221,000
550,100,008,000
17,029,048,347
437,804,387,000
13,174,522,902
24,466,303,235
885,684,277,000
93,422,224,429
16,535,338,262
133,386,322,000
194,579,185,000
725,209,264,130
607,090,408,461
249,444,302,000
705,513,190,481
579,634,968,000
778,751,537,301
DAU 140,109,328,000
DBH
737,593,575,620
368 Kab. Morowali 369 Kab. Poso
366 Kab. Toli-Toli 367 Kab. Donggala
364 Kab. Banggai Kepulauan 365 Kab. Buol
362 Provinsi Sulawesi Tengah 363 Kab. Banggai
360 Kab. Bone Bolango 361 Kab. Gorontalo Utara
358 Kota Gorontalo 359 Kab. Pohuwato
356 Kab. Boalemo 357 Kab. Gorontalo
354 Kab. Bolaang Mongondow Selatan 355 Provinsi Gorontalo
352 Kab. Minahasa Tenggara 353 Kab. Bolaang Mongondow Timur
350 Kab. Bolaang Mongondow Utara 351 Kab. Kepulauan Siau Tagulandang Biaro
348 Kab. Minahasa Utara 349 Kota Kotamobagu
346 Kab. Minahasa Selatan 347 Kota Tomohon
344 Kota Manado 345 Kab. Kepulauan Talaud
342 Kab. Sangihe 343 Kota Bitung
340 Kab. Bolaang Mongondow 341 Kab. Minahasa
338 Kab. Tana Tidung 339 Provinsi Sulawesi Utara
336 Kota Tarakan 337 Kab. Penajam Paser Utara
334 Kota Bontang 335 Kota Samarinda -
45,042,350,000
65,228,380,000
61,406,660,000
69,925,360,000
58,268,870,000
42,638,850,000
63,806,280,000
57,984,210,000
65,949,350,000
55,654,490,000
43,008,850,000
60,361,130,000
37,484,840,000
60,926,730,000
56,845,410,000
43,013,530,000
38,874,620,000
35,476,390,000
43,474,510,000
46,362,240,000
34,718,130,000
34,342,900,000
51,800,070,000
41,782,340,000
47,635,570,000
89,347,680,000
51,989,870,000
43,453,920,000
74,985,780,000
61,893,640,000
58,766,200,000
54,346,140,000
7,580,720,000
4,588,340,000
-
16,596,220,000
DAK
-
-
-
-
-
-
-
-
-
8,752,550,000
10,629,060,000
10,427,110,000
9,752,010,000
7,927,910,000
10,426,680,000
10,300,830,000
-
9,044,400,000
-
9,426,280,000
-
-
9,494,110,000
-
-
-
-
8,837,490,000
-
-
-
-
-
9,864,490,000
-
-
10,234,530,000
DAK TAMBAHAN
OTSUS
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
111,358,382,688
83,551,099,536
49,706,730,864
55,504,706,560
33,797,899,296
24,297,025,680
34,016,709,456
85,555,000,656
-
17,723,709,120
43,071,597,072
21,089,108,160
76,283,090,064
88,035,551,136
24,195,805,488
-
5,452,077,600
7,275,578,112
23,754,866,112
19,212,987,392
12,603,606,112
40,022,632,292
46,544,728,016
42,219,364,304
69,002,617,896
30,790,791,232
130,466,302,128
26,241,621,840
42,692,425,056
93,417,007,104
40,441,106,342
-
1,524,931,920
21,174,247,352
31,410,541,584
153,969,391,209
17,843,940,652
TJ. PROF
4,752,000,000
7,746,000,000
6,645,000,000
6,069,000,000
4,908,000,000
6,492,000,000
4,920,000,000
5,405,250,000
45,000,000
2,001,000,000
3,222,750,000
3,893,250,000
2,811,000,000
5,633,500,000
2,503,750,000
-
1,654,250,000
896,500,000
2,611,500,000
2,549,750,000
2,667,000,000
1,543,250,000
3,757,000,000
1,994,250,000
4,406,600,000
3,585,000,000
4,203,000,000
2,644,500,000
3,777,000,000
5,019,250,000
4,365,000,000
237,000,000
1,562,250,000
2,391,000,000
2,325,000,000
5,419,500,000
1,422,000,000
TAMSIL
ALOKASI DANA TRANSFER KE DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013
-
-
28,460,512,000
-
-
28,058,041,000
-
-
-
-
-
-
25,963,896,000
-
-
26,605,808,000
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
33,602,094,000
-
-
-
-
-
-
27,354,761,000
DID
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
317,324,160,000
-
-
-
-
-
-
120,657,990,000
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
255,793,430,000
BOS
764,848,572,688
749,084,888,536
743,810,317,864
693,644,874,560
594,123,078,296
486,666,124,680
559,510,407,456
870,379,751,656
1,377,977,195,000
372,628,897,120
482,267,135,072
485,748,899,160
535,733,738,064
698,431,577,136
434,191,510,488
815,955,781,000
313,045,658,600
298,157,878,112
425,756,985,112
392,371,952,392
338,239,624,112
387,682,614,292
497,660,385,016
416,888,600,304
556,893,450,896
527,316,993,232
834,225,103,128
527,614,697,840
564,890,956,056
710,429,905,104
541,376,693,342
1,196,060,847,000
144,054,223,920
222,732,772,352
310,534,604,584
755,620,079,209
159,375,268,652
JUMLAH TOTAL 2013
Lampiran II
No
Nama Daerah
Pelengkap Buku Pegangan Tahun 2013 535,326,605,000
28,480,387,089
24,520,492,259
407 Kab. Konawe 613,042,674,000
981,035,741,000
338,786,109,000
101,774,117,668
410,741,106,000
35,753,041,042
555,943,291,000
20,331,123,251
17,720,023,318
587,833,771,000
416,986,177,000
21,525,436,974
64,431,633,851
685,497,592,000
404,597,214,000
41,905,156,544
410,974,651,000
408,527,791,000
14,332,864,094
1,033,583,903,000
60,981,421,039
18,036,497,522
384,096,063,000
20,160,392,968
93,861,530,808
592,275,827,000
444,741,329,000
16,779,127,987
145,637,649,312
479,073,701,000
517,805,122,000
24,823,515,465
19,977,776,703
474,528,814,000
499,699,753,000
21,591,321,540
28,644,267,981
574,244,531,000 421,256,593,000
19,683,035,824
566,929,217,000
21,558,089,208
540,383,322,000
23,365,578,333
28,880,138,830
512,644,776,000
542,118,008,000
18,832,025,645
26,986,878,037
494,087,427,000
23,139,902,972
670,579,761,000
26,659,756,913
591,388,184,000 436,542,180,000
25,283,880,979
23,048,759,408
417,942,379,000 867,813,851,000
379,463,356,000
64,203,671,497
20,745,790,215
1,089,771,438,000
21,552,075,903
503,990,769,000
16,374,833,963
283,766,027,502
426,316,322,000
23,042,558,255
DAU 588,502,963,000
DBH
24,053,835,812
405 Provinsi Sulawesi Tenggara 406 Kab. Buton
403 Kab. Mamasa 404 Kab. Mamuju Utara
401 Kab. Mamuju 402 Kab. Polewali Mandar
399 Provinsi Sulawesi Barat 400 Kab. Majene
397 Kab. Luwu Timur 398 Kab. Toraja Utara
395 Kota Makassar 396 Kota Palopo
393 Kab. Wajo 394 Kota Pare-pare
391 Kab. Takalar 392 Kab. Tana Toraja
389 Kab. Sinjai 390 Kab. Soppeng
387 Kab. Kepulauan Selayar 388 Kab. Sidenreng Rappang
385 Kab. Pangkajene Kepulauan 386 Kab. Pinrang
383 Kab. Luwu Utara 384 Kab. Maros
381 Kab. Jeneponto 382 Kab. Luwu
379 Kab. Enrekang 380 Kab. Gowa
377 Kab. Bone 378 Kab. Bulukumba
375 Kab. Bantaeng 376 Kab. Barru
373 Kab. Sigi 374 Provinsi Sulawesi Selatan
371 Kab. Parigi Moutong 372 Kab. Tojo Una Una
58,820,730,000
72,868,060,000
53,266,770,000
46,919,870,000
81,564,170,000
71,232,150,000
87,718,210,000
61,880,370,000
47,017,000,000
72,906,900,000
38,909,600,000
39,243,130,000
40,886,880,000
45,798,230,000
73,454,700,000
55,955,450,000
48,956,910,000
49,276,640,000
46,854,480,000
41,831,330,000
65,896,870,000
63,154,020,000
67,174,660,000
51,205,510,000
53,187,510,000
59,690,400,000
66,715,120,000
67,662,600,000
48,908,340,000
65,051,440,000
88,244,460,000
43,713,440,000
53,714,160,000
64,264,340,000
48,315,630,000
62,167,040,000
73,153,140,000
DAK
9,425,310,000
12,579,400,000
-
8,557,740,000
13,551,870,000
10,725,120,000
13,893,350,000
9,053,150,000
-
12,557,450,000
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
9,261,990,000
-
11,026,400,000
-
-
-
9,579,740,000
-
-
-
-
-
-
-
8,665,530,000
9,494,730,000
9,339,000,000
DAK TAMBAHAN
OTSUS
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
61,666,886,304
70,795,878,384
-
8,732,721,456
20,042,991,216
78,509,491,056
47,438,289,483
37,205,242,315
-
58,705,202,400
39,869,368,104
47,046,450,640
270,935,657,136
50,936,611,536
107,158,558,608
63,376,587,696
76,162,775,904
90,243,782,208
61,869,828,240
80,001,450,784
40,120,717,104
86,941,825,704
80,491,779,408
84,210,246,504
53,354,272,804
73,740,439,800
64,264,098,816
72,335,326,192
65,003,105,520
97,958,631,492
184,981,663,440
59,113,179,660
45,480,157,424
-
50,502,888,624
22,169,160,960
59,478,465,772
TJ. PROF
6,471,000,000
4,716,500,000
432,000,000
871,000,000
3,468,000,000
6,964,250,000
5,454,000,000
5,007,902,000
351,000,000
3,283,750,000
3,303,000,000
3,414,000,000
6,470,939,914
2,887,750,000
3,294,750,000
4,692,000,000
3,957,000,000
4,929,000,000
5,820,000,000
3,732,000,000
4,032,000,000
5,043,000,000
4,547,250,000
3,303,000,000
4,191,000,000
3,888,000,000
5,253,000,000
7,797,000,000
4,836,000,000
5,982,000,000
11,118,000,000
3,438,750,000
3,567,000,000
846,000,000
5,868,000,000
5,298,000,000
5,235,000,000
TAMSIL
ALOKASI DANA TRANSFER KE DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013
-
-
-
30,957,317,000
26,068,522,000
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
24,963,585,000
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
28,643,116,000
-
-
-
2,000,000,000
-
-
-
-
-
2,000,000,000
DID
-
-
-
-
-
301,429,500,000
-
-
-
-
-
152,367,660,000
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
918,425,540,000
BOS
780,383,917,304
722,354,965,384
1,336,164,011,000
403,867,440,456
529,368,137,216
723,374,302,056
742,337,620,483
530,132,841,315
885,233,252,000
552,050,516,400
493,056,619,104
498,231,371,640
1,376,840,965,050
483,718,654,536
776,183,835,608
568,765,366,696
608,150,386,904
662,254,544,208
589,073,122,240
625,264,533,784
540,568,170,104
729,383,376,704
730,169,306,408
707,745,194,504
623,377,558,804
679,436,847,800
639,899,385,816
820,374,687,192
555,289,625,520
760,380,255,492
1,152,157,974,440
524,207,748,660
482,224,673,424
2,075,307,318,000
617,342,817,624
525,445,252,960
735,708,568,772
JUMLAH TOTAL 2013
Lampiran II
AFFIRMATIVE POLICY DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT
167
168
No
Nama Daerah
477,818,636,000
16,576,133,312
14,507,452,320
444 Kab. Kupang 534,827,407,000
506,181,070,000
578,912,159,000
16,604,930,230
16,855,980,162
461,359,979,000
1,003,991,703,000
13,969,794,633
314,808,074,000
84,566,695,792
272,959,410,000
71,784,344,519
20,330,939,883
377,377,812,000
500,043,553,000
45,213,406,213
24,992,227,220
647,640,513,000
932,462,555,000
34,870,905,048
793,651,563,000
82,046,041,601
612,621,760,000
34,161,598,666
48,135,898,169
470,825,402,000
698,561,969,000
25,334,751,972
859,353,026,000
29,848,692,353
580,807,702,000
166,693,046,833
663,156,595,000
71,241,368,057
444,174,019,000
20,662,755,317
563,981,785,000
22,251,133,407
450,919,726,000
18,265,301,868
609,293,266,000
24,168,234,043
796,419,224,000
31,004,808,600
19,110,594,935
450,812,694,000
19,109,122,256
372,625,383,000
55,712,578,126
329,371,283,000 792,365,876,000
417,340,323,000
144,350,557,701
18,330,906,035
385,721,156,000
33,355,163,089
32,542,889,938
353,873,348,000
382,986,680,000
35,253,882,971
22,671,212,375
538,654,988,000
427,509,763,000
24,686,978,907
33,962,129,892
555,693,881,000
33,719,765,324
635,053,318,000
22,904,151,205
DAU 613,742,503,000
DBH
63,005,344,346
442 Kab. Ende 443 Kab. Flores Timur
440 Kab. Alor 441 Kab. Belu
438 Kab. Lombok Utara 439 Provinsi Nusa Tenggara Timur
436 Kota Bima 437 Kab. Sumbawa Barat
434 Kab. Sumbawa 435 Kota Mataram
432 Kab. Lombok Tengah 433 Kab. Lombok Timur
430 Kab. Dompu 431 Kab. Lombok Barat
428 Provinsi Nusa Tenggara Barat 429 Kab. Bima
426 Kab. Tabanan 427 Kota Denpasar
424 Kab. Karangasem 425 Kab. Klungkung
422 Kab. Gianyar 423 Kab. Jembrana
420 Kab. Bangli 421 Kab. Buleleng
418 Provinsi Bali 419 Kab. Badung
416 Kab. Konawe Utara 417 Kab. Buton Utara
414 Kab. Wakatobi 415 Kab. Kolaka Utara
412 Kab. Konawe Selatan 413 Kab. Bombana
410 Kota Kendari 411 Kota Bau-bau
408 Kab. Kolaka 409 Kab. Muna
69,608,090,000
55,940,860,000
57,614,760,000
95,379,880,000
75,619,050,000
77,822,660,000
56,316,560,000
38,730,040,000
40,879,460,000
35,346,060,000
69,393,640,000
93,162,980,000
80,784,600,000
67,325,810,000
57,518,970,000
78,151,630,000
57,407,690,000
10,791,890,000
48,921,470,000
43,711,680,000
51,209,640,000
45,403,270,000
45,158,740,000
67,312,020,000
41,703,550,000
560,800,000
43,835,380,000
47,603,320,000
44,778,040,000
48,934,630,000
51,969,810,000
62,066,690,000
86,779,550,000
36,286,080,000
54,258,370,000
91,835,210,000
60,384,490,000
DAK -
9,367,500,000
9,667,210,000
9,813,970,000
10,844,280,000
10,459,750,000
-
8,871,430,000
7,331,750,000
-
-
10,443,140,000
13,826,760,000
13,263,750,000
9,667,830,000
8,801,600,000
11,475,180,000
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
8,910,890,000
8,838,910,000
9,932,520,000
9,294,830,000
9,187,990,000
11,199,040,000
-
-
14,016,040,000
DAK TAMBAHAN
OTSUS
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
64,350,096,731
47,207,599,200
58,926,976,416
46,823,835,888
35,326,480,296
-
26,372,894,220
25,663,747,104
62,031,004,848
97,248,686,480
92,641,577,904
185,564,269,872
138,659,010,948
101,720,206,058
54,366,023,860
110,866,545,142
-
125,663,274,288
147,532,000,320
69,123,964,032
116,501,658,120
69,239,242,616
121,931,044,752
183,903,090,768
48,027,828,960
42,958,056,384
-
10,269,277,200
9,603,278,352
14,625,660,672
29,132,325,456
24,530,181,264
49,340,833,184
60,288,910,416
91,701,826,877
107,209,061,136
64,530,961,392
TJ. PROF
5,618,250,000
7,046,450,856
5,892,000,000
9,174,000,000
7,608,000,000
-
1,519,750,000
3,216,000,000
2,475,000,000
1,718,750,000
4,008,750,000
8,517,000,000
3,906,752,000
3,619,750,000
6,308,500,000
4,587,500,000
828,000,000
2,854,500,000
3,208,250,000
3,642,000,000
4,610,000,000
688,250,000
2,515,750,000
739,750,000
2,018,250,000
2,796,500,000
2,815,500,000
2,631,500,000
2,901,500,000
4,115,000,000
3,159,750,000
3,150,750,000
4,090,500,000
2,873,250,000
3,825,750,000
4,662,250,000
5,619,000,000
TAMSIL
ALOKASI DANA TRANSFER KE DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
2,000,000,000
-
-
-
-
-
25,669,534,000
-
-
28,958,182,000
-
-
-
-
-
-
-
25,253,076,000
DID
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
717,287,620,000
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
455,564,800,000
-
-
-
-
-
-
-
-
-
391,318,650,000
BOS
683,771,343,731
597,680,756,056
638,428,776,416
741,134,154,888
590,373,259,296
1,799,101,983,000
407,888,708,220
347,900,947,104
482,763,276,848
634,357,049,480
824,127,620,904
1,233,533,564,872
1,030,265,675,948
794,955,356,058
597,820,495,860
903,642,824,142
1,375,153,516,000
720,117,366,288
862,818,315,320
560,651,663,032
736,303,083,120
566,250,488,616
804,568,334,752
1,048,374,084,768
542,562,322,960
447,898,921,384
1,230,335,406,000
398,786,270,200
483,462,051,352
463,328,966,672
447,430,063,456
481,922,291,264
690,064,911,184
552,211,079,416
705,479,827,877
852,775,879,136
744,276,954,392
JUMLAH TOTAL 2013
Lampiran II
No
Nama Daerah
Pelengkap Buku Pegangan Tahun 2013 479,627,293,000
57,433,789,526
44,575,117,962
481 Kab. Halmahera Utara 366,797,961,000
408,687,131,000
443,177,446,000
34,918,261,728
337,707,086,000
78,879,441,259
462,645,746,000
44,699,424,944
30,578,113,795
364,686,843,000
353,060,178,000
38,831,273,344
32,385,116,285
772,591,162,000
294,019,779,000
104,488,221,335
402,856,361,000
265,698,683,000
17,254,861,152
375,944,887,000
17,600,289,969
11,034,199,431
366,782,861,000
71,313,859,702
22,493,178,345
441,210,135,000
551,507,941,000
29,601,726,216
20,686,873,946
356,075,091,000
376,516,763,000
20,118,653,121
22,103,518,109
766,730,637,000
412,152,331,000
32,767,199,567
20,403,798,895
270,624,355,000 897,657,192,000
71,905,132,371
382,067,746,000
7,248,711,625
253,664,988,000
11,989,834,182
11,221,499,692
363,108,797,000
334,481,490,000
12,900,239,045
13,766,600,435
382,403,558,000
345,248,896,000
13,893,709,368
527,785,630,000
13,671,569,338
459,487,080,000
16,170,014,528
26,615,001,168
606,976,388,000
515,736,111,000
17,727,201,922
307,533,200,000
18,665,928,986
498,499,639,000
10,522,546,426
350,219,646,000
10,720,134,243
14,469,902,641
452,287,758,000
14,512,550,832
DAU 352,353,778,000
DBH
13,021,004,060
479 Kab. Kepulauan Sula 480 Kab. Halmahera Selatan
477 Kab. Halmahera Timur 478 Kota Tidore Kepulauan
475 Kab. Halmahera Barat 476 Kota Ternate
473 Provinsi Maluku Utara 474 Kab. Halmahera Tengah
471 Kab. Maluku Barat Daya 472 Kab. Buru Selatan
469 Kab. Kepulauan Aru 470 Kota Tual
467 Kab. Seram Bagian Barat 468 Kab. Seram Bagian Timur
465 Kab. Buru 466 Kota Ambon
463 Kab. Maluku Tengah 464 Kab. Maluku Tenggara
461 Provinsi Maluku 462 Kab. Maluku Tenggara Barat
459 Kab. Manggarai Timur 460 Kab. Sabu Raijua
457 Kab. Sumba Barat Daya 458 Kab. Sumba Tengah
455 Kab. Manggarai Barat 456 Kab. Nagekeo
453 Kota Kupang 454 Kab. Rote Ndao
451 Kab. Timor Tengah Selatan 452 Kab. Timor Tengah Utara
449 Kab. Sumba Barat 450 Kab. Sumba Timur
447 Kab. Ngada 448 Kab. Sikka
445 Kab. Lembata 446 Kab. Manggarai
57,421,530,000
56,746,770,000
59,309,800,000
55,218,880,000
61,106,960,000
44,427,830,000
58,595,820,000
58,040,620,000
69,688,380,000
53,477,510,000
77,006,310,000
36,233,490,000
63,828,880,000
54,801,590,000
48,554,000,000
49,531,570,000
43,960,610,000
57,973,600,000
77,612,370,000
59,209,450,000
53,424,880,000
54,134,330,000
71,809,730,000
39,521,410,000
60,835,470,000
56,854,560,000
51,447,280,000
74,327,900,000
56,499,880,000
73,708,320,000
83,450,850,000
59,600,690,000
50,647,940,000
53,021,380,000
52,642,880,000
78,762,710,000
44,392,020,000
DAK
10,194,530,000
10,918,940,000
11,081,360,000
-
9,999,900,000
-
9,927,640,000
9,963,140,000
-
8,322,190,000
11,245,640,000
-
7,891,670,000
10,025,780,000
8,342,970,000
-
8,315,750,000
-
13,200,000,000
8,942,050,000
-
7,211,830,000
11,645,260,000
7,015,630,000
10,736,910,000
9,515,660,000
8,417,970,000
8,827,030,000
-
9,974,750,000
13,641,050,000
9,346,400,000
7,779,780,000
10,714,070,000
8,844,700,000
12,574,540,000
8,375,580,000
DAK TAMBAHAN
OTSUS
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
15,755,887,668
18,010,991,316
19,121,820,508
29,960,835,396
5,335,513,776
43,877,309,164
18,184,488,336
7,206,178,248
-
2,497,451,616
10,780,563,644
12,221,942,256
9,111,818,304
9,310,685,280
26,795,277,096
109,112,773,680
17,729,607,216
23,269,347,024
67,868,232,048
28,824,053,136
-
9,365,757,792
31,239,626,532
7,898,546,485
20,015,811,264
27,422,617,872
30,063,071,856
18,761,533,056
93,045,223,356
29,931,103,152
64,510,858,596
31,090,233,888
15,341,780,577
45,773,447,328
25,350,858,720
44,531,880,576
17,762,814,259
TJ. PROF
4,875,750,000
3,376,000,000
4,699,500,000
1,931,487,500
4,456,750,000
5,313,000,000
6,111,000,000
3,310,912,500
297,000,000
2,832,000,000
5,091,000,000
1,310,500,000
5,046,000,000
4,656,000,000
6,869,512,500
9,708,000,000
5,253,000,000
4,820,500,000
16,097,250,000
5,455,250,000
468,000,000
9,018,000,000
4,007,250,000
2,227,000,000
5,775,000,000
4,965,250,000
5,287,494,000
3,638,000,000
5,268,500,000
5,283,750,000
7,784,750,000
2,933,000,000
2,675,424,250
8,042,998,000
4,503,000,000
4,905,000,000
3,719,750,000
TAMSIL
ALOKASI DANA TRANSFER KE DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013 DID
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
153,315,130,000
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
218,360,410,000
BOS
455,045,658,668
568,679,994,316
502,899,611,508
530,288,648,896
418,606,209,776
556,263,885,164
457,505,791,336
431,581,028,748
995,891,672,000
361,148,930,616
506,979,874,644
315,464,615,256
461,823,255,304
445,576,916,280
531,771,894,596
719,860,284,680
431,334,058,216
462,580,210,024
941,508,489,048
514,583,134,136
1,169,910,482,000
350,354,272,792
500,769,612,532
310,327,574,485
460,471,988,264
433,239,577,872
477,619,373,856
450,803,359,056
682,599,233,356
578,385,003,152
776,363,896,596
618,706,434,888
383,978,124,827
616,051,534,328
441,561,084,720
593,061,888,576
426,603,942,259
JUMLAH TOTAL 2013
Lampiran II
AFFIRMATIVE POLICY DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT
169
170
No
Nama Daerah
392,494,592,000
44,008,330,956
57,817,150,978
518 Kab. Sorong Selatan 335,483,025,000
541,068,761,000
614,096,216,000
86,092,578,799
87,333,731,186
465,669,519,000
1,064,872,637,000
229,802,271,142
336,371,266,000
665,085,300,975
557,179,679,000
27,224,180,653
24,258,907,378
624,649,053,000
388,183,045,000
27,130,952,320
28,699,199,211
439,888,368,000
517,505,342,000
23,028,979,734
488,582,116,000
23,443,870,024
491,012,731,000
22,091,581,145
24,684,069,947
605,620,692,000
372,146,683,000
144,089,154,287
416,243,438,000
28,307,560,739
744,492,145,000
46,267,250,152
639,823,176,000
42,643,385,271
660,845,140,000
45,751,713,332
507,270,132,000
60,022,182,110
695,877,613,000
43,870,957,768
36,276,848,661
556,257,151,000
432,257,068,000
41,188,402,635
43,193,612,390
566,914,711,000
586,198,486,000
46,600,978,472
45,928,068,354
389,582,165,000
533,372,754,000
37,446,397,298
440,647,916,000
545,482,656,000
34,865,575,844
506,661,741,000
30,841,901,378
37,520,832,660
1,039,460,880,000
56,788,445,357
464,176,308,841
584,835,644,000
533,111,084,000
34,794,053,590
464,681,810,000
30,870,172,231
42,543,232,161
1,889,267,850,000
468,458,373,762
DAU 312,486,619,000
DBH
21,301,702,726
516 Kab. Fak Fak 517 Kota Sorong
514 Kab. Sorong 515 Kab. Manokwari
512 Kab. Deiyai 513 Provinsi Papua Barat
510 Kab. Puncak 511 Kab. Intan Jaya
508 Kab. Nduga 509 Kab. Dogiyai
506 Kab. Yalimo 507 Kab. Lanny Jaya
504 Kab. Mamberamo Raya 505 Kab. Mamberamo Tengah
502 Kab. Waropen 503 Kab. Supiori
500 Kab. Mappi 501 Kab. Asmat
498 Kab. Tolikara 499 Kab. Boven Digoel
496 Kab. Yahukimo 497 Kab. Pegunungan Bintang
494 Kab. Sarmi 495 Kab. Keerom
492 Kab. Kepulauan Yapen 493 Kota Jayapura
490 Kab. Paniai 491 Kab. Puncak Jaya
488 Kab. Mimika 489 Kab. Nabire
486 Kab. Jayawijaya 487 Kab. Merauke
484 Kab. Biak Numfor 485 Kab. Jayapura
482 Kab. Pulau Morotai 483 Provinsi Papua
58,311,240,000
51,340,410,000
43,082,050,000
50,113,510,000
77,112,120,000
64,931,200,000
75,547,990,000
98,873,620,000
116,635,450,000
62,797,340,000
84,924,940,000
128,530,710,000
105,540,220,000
85,019,920,000
64,316,240,000
65,949,670,000
49,873,850,000
78,242,870,000
97,510,130,000
75,729,370,000
112,040,130,000
166,675,970,000
92,691,290,000
88,859,360,000
54,261,970,000
61,325,080,000
44,538,660,000
100,652,240,000
83,329,290,000
64,768,350,000
67,650,930,000
206,952,630,000
119,214,180,000
53,194,590,000
69,072,170,000
133,897,240,000
74,061,240,000
DAK
8,475,720,000
-
-
-
12,766,480,000
-
12,677,030,000
10,425,920,000
19,460,610,000
10,422,080,000
11,681,550,000
12,460,450,000
11,753,620,000
11,735,580,000
12,802,130,000
8,529,090,000
8,556,900,000
11,684,280,000
15,443,870,000
10,701,180,000
12,278,260,000
14,814,660,000
11,354,230,000
12,314,990,000
9,104,280,000
-
8,695,000,000
13,100,620,000
15,301,330,000
10,956,310,000
12,712,620,000
27,803,190,000
13,503,860,000
-
10,955,440,000
-
9,961,630,000
DAK TAMBAHAN -
-
-
-
-
-
2,295,407,163,000
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
4,927,378,620,000
OTSUS
4,190,930,928
32,522,557,176
13,992,102,860
15,834,715,920
22,285,611,856
-
-
247,357,152
380,147,904
996,241,216
-
292,377,867
-
-
391,128,096
2,520,837,936
2,397,309,696
2,885,129,280
4,600,208,976
2,547,005,472
285,460,848
1,556,323,632
126,971,712
11,077,653,312
2,636,976,384
51,986,826,432
19,422,646,560
787,544,208
3,098,162,854
15,588,589,512
11,162,012,560
35,407,164,479
9,938,302,128
27,311,704,912
24,920,863,056
-
2,216,681,024
TJ. PROF
1,929,000,000
3,220,750,000
4,644,000,000
4,296,000,000
3,154,500,000
153,000,000
1,905,000,000
1,011,000,000
2,457,000,000
2,229,000,000
1,497,000,000
1,770,000,000
663,000,000
1,365,000,000
2,748,000,000
1,776,000,000
2,775,000,000
2,733,000,000
4,425,000,000
1,749,000,000
1,878,000,000
1,343,250,000
2,127,000,000
1,470,000,000
1,629,000,000
4,821,000,000
2,756,500,000
1,614,000,000
283,500,000
3,739,500,000
6,258,000,000
4,665,000,000
2,898,000,000
3,854,000,000
4,384,521,440
-
3,033,000,000
TAMSIL
ALOKASI DANA TRANSFER KE DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013 DID
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
119,650,480,000
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
336,580,280,000
BOS
408,389,915,928
479,578,309,176
602,786,913,860
684,340,441,920
580,988,230,856
3,545,014,480,000
426,501,286,000
667,737,576,152
763,582,260,904
464,627,706,216
537,991,858,000
660,558,879,867
606,538,956,000
589,133,231,000
685,878,190,096
450,922,280,936
479,846,497,696
840,037,424,280
761,802,384,976
751,571,695,472
633,751,982,848
880,267,816,632
662,556,642,712
545,979,071,312
634,546,937,384
704,331,392,432
464,994,971,560
649,527,158,208
542,660,198,854
640,535,405,512
604,445,303,560
1,314,288,864,479
730,389,986,128
617,471,378,912
574,014,804,496
7,287,123,990,000
401,759,170,024
JUMLAH TOTAL 2013
Lampiran II
No
Nama Daerah
JUMLAH DAERAH
PAGU TOTAL
523 Kab. Maybrat 524 Kab. Tambrauw
521 Kab. Teluk Wondama 522 Kab. Kaimana
519 Kab. Raja Ampat 520 Kab. Teluk Bintuni
353,978,783,000 368,794,108,000 311,139,289,165,000
28,806,347,048
90,233,231,388,540
499,597,980,000
49,019,177,146
30,113,636,285
351,726,364,000
53,464,174,018
550,845,412,000
253,681,986,136
DAU 486,042,052,000
68,648,144,770
DBH
518
29,697,143,000,000
91,792,340,000
75,330,990,000
51,305,450,000
58,984,770,000
72,351,590,000
73,356,220,000
DAK
183
2,000,000,000,000
10,814,390,000
9,559,010,000
7,614,360,000
8,295,660,000
12,344,180,000
9,361,150,000
DAK TAMBAHAN
-
-
-
-
-
-
3
13,445,571,566,000
OTSUS
488
43,057,800,000,000
538,779,632
1,614,533,472
5,648,056,128
1,263,993,984
2,020,108,992
3,428,674,652
TJ. PROF
515
2,412,000,000,000
323,250,000
1,554,000,000
1,577,530,800
698,250,000
1,509,000,000
2,280,000,000
TAMSIL
ALOKASI DANA TRANSFER KE DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013
-
-
-
-
-
-
74
1,387,800,000,000
DID
-
-
-
-
-
-
23,446,900,000,000
BOS
426,586,503,731,000
472,262,867,632
442,037,316,472
565,743,376,928
420,969,037,984
639,070,290,992
574,468,096,652
JUMLAH TOTAL 2013
Lampiran II
AFFIRMATIVE POLICY DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT
Pelengkap Buku Pegangan Tahun 2013
171