TESIS
PENYUSUNAN BASIS DATA JALAN NASIONAL BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (STUDI KASUS: JALAN NASIONAL PROVINSI BALI DI BAWAH TANGGUNG JAWAB SNVT P2JJ METROPOLITAN DENPASAR)
I NYOMAN JAGAT MAYA
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2011
TESIS
PENYUSUNAN BASIS DATA JALAN NASIONAL BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (STUDI KASUS: JALAN NASIONAL PROPINSI BALI DI BAWAH TANGGUNG JAWAB SNVT P2JJ METROPOLITAN DENPASAR)
I NYOMAN JAGAT MAYA NIM 0791561001
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2011
PENYUSUNAN BASIS DATA JALAN NASIONAL BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (STUDI KASUS: JALAN NASIONAL PROPINSI BALI DI BAWAH TANGGUNG JAWAB SNVT P2JJ METROPOLITAN DENPASAR)
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister Teknik pada Program Magister, Program Studi Teknik Sipil, Program Pascasarjana, Universitas Udayana
I NYOMAN JAGAT MAYA NIM. 0791561001
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2011 ii
Lembar Pengesahan
TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL 16 AGUSTUS 2011
Pembimbing I,
Pembimbing II,
I P. Alit Suthanaya, ST, MEngSc. Ph.D. NIP. 19690805 199503 1 001
Dw. Md. Priyantha Wedagama, ST, MT, MSc, Ph.D. NIP. 19700303 199702 1005
Mengetahui,
Ketua Program Studi Magister Teknik Sipil Program Pascasarjana Universitas Udayana,
Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana,
Prof. Dr. Ir. I Made Alit Karyawan S., DEA NIP. 19620404 199103 1 002
Prof. Dr. dr. A. A. Raka Sudewi, Sp. S (K) NIP. 19590215 198510 2 001
iii
Tesis ini telah diuji pada Tanggal 16 Agustus 2011
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana, Nomor : 1455/UN.14.4/HK/2011, Tanggal 10 Agustus 2011
Ketua : Putu Alit Suthanaya, ST, MEngSc, Ph.D Anggota : 1. Dw. Md. Priyantha Wedagama, ST, MT, MSc, Ph.D. 2. Ir. I Gusti Putu Suparsa, MT. 3. Ir. I Nyoman Arya Thanaya, ME, Ph.D. 4. Ir. Made Sukada Wenten, MT.
iv
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT NAMA NIM PROGRAM STUDI JUDUL TESIS
: : : :
I NYOMAN JAGAT MAYA 0791561001 MAGISTER TEKNIK SIPIL PENYUSUNAN BASIS DATA JALAN NASIONAL BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (STUDI KASUS: JALAN NASIONAL PROVINSI BALI DI BAWAH TANGGUNG JAWAB SNVT P2JJ METROPOLITAN DENPASAR)
Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis ini bebas plagiat. Apabila dikemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan Mendiknas RI No. 17 tahun 2010 dan peraturan perundangan yang berlaku.
Denpasar, 5 September 2011 Hormat saya,
Materai 6000
(I Nyoman Jagat Maya) NIM. 0791561001
v
UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur penulis panjatkan ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/ Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Penulis menyadari bahwa tesis ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak, baik pada waktu kuliah maupun pada waktu penyusunan. Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak I Putu Alit Suthanaya, ST, MengSc. Ph.D. sebagai pembimbing utama yang telah memberikan dorongan, bimbingan, dan saran kepada penulis dengan penuh kesabaran. Terima kasih yang sebesarbesarnya juga penulis sampaikan kepada Bapak Dewa Made Priyantha Wedagama, ST, MT, MSc, Ph.D. sebagai pembimbing kedua yang selama ini memberikan bimbingan dan saran dengan penuh pengertian kepada penulis. Ucapan yang sama juga ditujukan kepada segenap staf dan pengajar Program Magister Teknik Sipil atas segala informasi dan dukungannya selama pendidikan maupun selama penyelesaian tesis ini. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada orangtua, keluarga, dan rekanrekan yang mendukung selama pendidikan ini. Semoga tesis ini dapat memberikan manfaat dan karena keterbatasan penulis, semua kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan oleh penulis demi kesempurnaan tesis ini.
Denpasar, Agustus 2011
Penulis
vi
ABSTRAK PENYUSUNAN BASIS DATA JALAN NASIONAL BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (STUDI KASUS: JALAN NASIONAL PROVINSI BALI DI BAWAH TANGGUNG JAWAB SNVT P2JJ METROPOLITAN DENPASAR) Tersedianya sarana dan prasarana kota yang baik merupakan salah satu langkah fundamental untuk mencapai pencitraan yang baik bagi Propinsi Bali yang terkenal akan daerah wisatanya. Jalan sebagai bagian dari sistem transportasi nasional mempunyai peranan penting mendukung kegiatan perekonomian dan sosial masyarakat. Perlu dilakukan penyusunan suatu basis data jalan nasional berbasis sistem informasi geografis yang mampu mengakomodasi kebutuhan para pemegang kebijakan. Penyusunan basis data berbasis SIG yang dilakukan pada penelitian ini hanya untuk 33 ruas Jalan Nasional di bawah tanggung jawab P2JJ Metropolitan Denpasar, mengingat ruas jalan ini memiliki kepadatan yang relatif lebih besar dari ruas lainnya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis sistem stasioning, kondisi perkerasan, kondisi geometrik, dan kondisi sosial Jalan Nasional serta menyusun program basis data berbasis Sistem Informasi Geografis untuk Jalan Nasional di bawah tanggung jawab P2JJ Metropolitan Denpasar. Untuk dapat mencapai hasil yang diinginkan maka langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan melakukan studi pendahuluan terlebih dahulu, lalu melakukan persiapan survei, kemudian pengumpulan/survei data primer dan sekunder, analisis data survei, baru kemudian dilakukan penyusunan program basis data berbasis Sistem Informasi Geografis. Simpulan dan saran yang baik dapat diperoleh setelah proses tersebut selesai dilakukan. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini untuk kondisi Jalan Nasional di bawah tanggung jawab P2JJ Metropolitan adalah sebesar 83.09% kondisi perkerasan dalam kondisi baik, sebesar 89.37% kondisi geometrik dalam kondisi baik, dan sebesar 68.12% kondisi sosial dalam kondisi cukup. Penelitian ini telah menghasilkan program basis data berbasis Sistem Informasi Geografis yang berisikan informasi sistem stasioning, kondisi perkerasan, kondisi geometrik, dan kondisi sosial dari Jalan Nasional di bawah tanggung jawab SNVT P2JJ Metropolitan. Kata kunci : basis data, Sistem Informasi Geografis, Jalan Nasional, P2JJ Metropolitan
vii
ABSTRACT DATABASE COMPILATION OF NATIONAL ROAD BASED ON GEOGRAPHIC INFORMATION SYSTEM (CASE STUDY: NATIONAL ROAD IN BALI PROVINCE UNDER RESPONSIBILITY OF SNVT P2JJ METROPOLITAN DENPASAR) Availability of good structure and infrastructure in city is one of fundamental step to achievi a good imaging for the Bali Province that has been wellknown as tourism areas. Roads as part of National transportation system plays an important role to support economic activities and social communities. Necessary preparation of a national roads database based on Geographic Information System that able to accommodate the needs of policy holders. Preparation of database based on GIS in this research conducted only for 33 sections of National Roads under responsibility of the P2JJ Metropolitan Denpasar, because this roads has a relatively greater density than others segments. The objective of this study is to analize the system stationing, pavement conditions, geometric conditions, social conditions of National Roads and compiles a database program based on Geographic Information System for National Roads under responsibility of SNVT P2JJ Metropolitan Denpasar. To achieve the desired results, then the steps must be taken in this study is preliminary study at first, preparing survey, then survey of primary and secondary data, analize survey data, and then do the programming database based on Geographic Information System. Good conclution and advice can be obtained after the process is completed. Results obtained from this study for the National Roads under responsibility of SNVT P2JJ Metropolitan Denpasar is 83,09% pavements in good condition, amounted 89,37% geometric in good condition, and 68,12% social in sufficient condition. This study has produced a database program based on Geographic Information System that containing information of stationing system, pavement conditions, geometric conditions, and social conditions for the National Roads under responsibility of SNVT P2JJ Metropolitan Denpasar. Keywords: databased, Geographic Information System, National Roads, P2JJ Metropolitan
viii
DAFTAR ISI Halaman
SAMPUL DALAM .................................................................................................. i PRASYARAT GELAR........................................................................................... ii LEMBAR PERSETUJUAN .................................................................................. iii PENETAPAN PANITIA PENGUJI ...................................................................... iv SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ........................................................v UCAPAN TERIMA KASIH .................................................................................. vi ABSTRAK ......................................................................................................... vii ABSTRACT ........................................................................................................ viii DAFTAR ISI .......................................................................................................... ix DAFTAR TABEL ................................................................................................. xii DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiii DAFTAR SINGKATAN .......................................................................................xv DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xvii BAB I PENDAHULUAN .....................................................................................1 1.1 Latar Belakang ..................................................................................................1 1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................3 1.3 Tujuan Penelitian ..............................................................................................4 1.4 Batasan Masalah ...............................................................................................4 1.5 Manfaat Penelitian ............................................................................................5 BAB II KAJIAN PUSTAKA ..................................................................................6 2.1 Klasifikasi Jalan Umum ................................................................................... 6 2.1.1 Klasifikasi menurut fungsi pada sistem jaringan jalan.................................6 2.1.2 Klasifikasi menurut status jalan .................................................................13 2.1.3 Klasifikasi menurut kelas jalan ..................................................................16 2.2 Bagian - bagian Jalan ......................................................................................17 2.2.1 Ruang Manfaat Jalan (RUMAJA) ..............................................................17 2.2.2 Ruang Milik Jalan (RUMIJA) ....................................................................18 2.2.3 Ruang Pengawasan Jalan (RUWASJA) .....................................................19 2.3 Jalan Nasional di Provinsi Bali .......................................................................21 2.4 Informasi Kondisi Jalan ..................................................................................23 2.4.1 Indeks kondisi kekasaran jalan/Road Condition Index (RCI) .......................23 2.4.2 Indeks Internasional kekasaran jalan/International Roughness Index(IRI) ..24 2.4.3 Jenis – jenis kerusakan perkerasan aspal ......................................................25 2.4.4 Survei pencacahan lalu lintas terklasifikasi ..................................................35 2.4.5 Dasar-dasar perencanaan geometrik jalan .....................................................38 ix
2.5 Basis Data (Data Base) ...................................................................................53 2.5.1 Umum ...........................................................................................................53 2.5.2 Sistem Manajemen Basis Data (SMBD) .......................................................53 2.5.3 Pelaku basis data ...........................................................................................56 2.6 Sistem Informasi Geografis (SIG) ..................................................................59 2.6.1 Fase perancangan SIG ...................................................................................62 2.6.2 Pembentukan data spasial dengan SIG .........................................................65 2.6.3 Model relasional ............................................................................................75 2.6.4 Sistem koordinat............................................................................................77 BAB III METODE PENELITIAN ..........................................................................81 3.1 Kerangka Penelitian ........................................................................................81 3.2 Lokasi Penelitian .............................................................................................83 3.3 Data Primer .....................................................................................................84 3.3.1 Stasiun Titik Awal (STA) .............................................................................84 3.3.2 Lebar jalur dan bahu jalan .............................................................................85 3.3.3 Indeks kondisi jalan/Road Condition Index (RCI) ........................................86 3.3.4 Jenis kerusakan perkerasan ..........................................................................86 3.3.5 Kondisi perkerasan ........................................................................................87 3.3.6 Kondisi geometrik ........................................................................................87 3.3.7 Kondisi sosial ................................................................................................88 3.3.7 Foto kondisi jalan ..........................................................................................89 3.4 Data Sekunder .................................................................................................90 3.4.1 Titik pengenal awal dan akhir ruas ...............................................................90 3.4.2 Panjang ruas ..................................................................................................90 3.4.3 Indeks Internasional kekasaran permukaan/ International Roughness Index(IRI) .............................................................90 3.4.4 Lalu Lintas Harian Rata-rata Tahunan (LHRT) ............................................91 3.5 Penyusunan Basis Data Berbasis SIG .............................................................92 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................93 4.1 Data Primer .....................................................................................................93 4.1.1 Sistem stasioning...........................................................................................93 4.1.2 Lebar jalur dan bahu jalan ............................................................................93 4.1.3 Indeks Kondisi Jalan/Road Condition Index (RCI) ......................................93 4.1.4 Jenis kerusakan perkerasan ...........................................................................94 4.1.5 Kondisi perkerasan .......................................................................................94 4.1.6 Kondisi geometrik ........................................................................................95 4.1.7 Kondisi sosial ...............................................................................................97 x
4.1.8 Foto kondisi jalan .........................................................................................98 4.2 Data Sekunder .................................................................................................98 4.3 Analisa ............................................................................................................99 4.3.1 Lebar Bahu dan Badan Jalan .........................................................................99 4.3.2 Jenis Kerusakan Perkerasan ..........................................................................99 4.3.3 Tampilan Antar Muka Program Pada ”Web Map Aset” .............................103 4.3.4 Tampilan Antar Muka Program Pada ”Pengelolaan Aset” .........................108 BAB V SIMPULAN DAN SARAN.........................................................................109 5.1 Simpulan ....................................................................................................109 5.2 Saran..............................................................................................................111 DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................112
xi
DAFTAR TABEL Halaman
Tabel 2.1 Penentuan Nilai RCI Ditinjau Berdasarkan Jenis Permukaan dan Kondisi Secara Visual......... ....................................................................24 Tabel 2.2 Dimensi Dasar Kendaraan Rencana .......................................................39 Tabel 2.3 Nilai Emp Untuk Jalan Perkotaan Terbagi dan Satu Arah ....................40 Tabel 2.4 Nilai Emp Untuk Jalan Perkotaan Tak Terbagi .....................................40 Tabel 2.5 Kecepatan Rencana Sesuai Klasifikasi Fungsi dan Medan Jalan ..........41 Tabel 2.6 Penentuan Lebar Lajur dan Bahu Jalan..................................................42 Tabel 2.7 Panjang Bagian Lurus Maksimum .........................................................44 Tabel 2.8 Panjang Jari – jari Maksimum Suatu Tikungan (Dibulatkan)................45 Tabel 2.9 Jari – jari Tikungan yang Tidak Memerlukan Lengkungan Peralihan...45 Tabel 2.10 Kelandaian Maksimum yang Diijinkan ...............................................47 Tabel 2.11 Panjang Kritis Kelandaian Maksimum ................................................48 Tabel 2.12 Panjang Minimum Lengkung Vertikal ................................................48 Tabel 3.1 Definisi Tiap Kategori Kondisi Perkerasan ...........................................87 Tabel 3.2 Definisi Tiap Kategori Kondisi Geometrik ............................................88 Tabel 3.3 Definisi Tiap Kategori Kondisi Sosial ...................................................89 Tabel 4.1 Kondisi Perkerasan Segmen Jalan .........................................................94 Tabel 4.2 Kondisi Geometrik Segmen Jalan ..........................................................96 Tabel 4.3 Kondisi Sosial Segmen Jalan .................................................................97
xii
DAFTAR GAMBAR Halaman
Gambar 2.1 Klasifikasi Jalan Menurut Fungsi .......................................................12 Gambar 2.2 Klasifikasi Jalan Menurut Wewenang Pembinaan ............................15 Gambar 2.3 Bagian – bagian Jalan.........................................................................20 Gambar 2.4 Peta Ruas Jalan Nasional Provinsi Bali............... ................................22 Gambar 2.5 Kerusakan Cacat Permukaan: Deliminasi ..........................................26 Gambar 2.6 Kerusakan Cacat Permukaan: Bleeding .............................................27 Gambar 2.7 Karusakan Cacat Permukaan: Pengausan ..........................................27 Gambar 2.8 Kerusakan Cacat Permukaan: Pelepasan Butir ..................................28 Gambar 2.9 Kerusakan Cacat Permukaan: Lubang ...............................................29 Gambar 2.10 Kerusakan Retak: Retak selip ..........................................................29 Gambar 2.11 Kerusakan Retak: Retak kulit buaya ................................................30 Gambar 2.12 Kerusakan Retak: Retak blok ...........................................................31 Gambar 2.13 Kerusakan Retak: Retak memanjang ...............................................31 Gambar 2.14 Kerusakan Retak: Retak melintang ..................................................32 Gambar 2.15 Kerusakan Deformasi: Alur .............................................................32 Gambar 2.16 Kerusakan Deformasi: Keriting ......................................................33 Gambar 2.17 Kerusakan Deformasi: Defresi (Amblas) .........................................33 Gambar 2.18 Kerusakan Deformasi: Pergeseran (Shoving)...................................34 Gambar 2.19 Deformasi Plastis..............................................................................34 Gambar 2.20 Komponen Tikungan Spiral-Circle-Spiral .......................................46 Gambar 2.21 Lajur Pendakian................................................................................49 Gambar 2.22 Jarak antara Dua Lajur Pendakian ....................................................50 Gambar 2.23 Contoh Koordinasi Alinyemen yang Ideal .......................................52 Gambar 2.24 Contoh Koordinasi Alinyemen yang Harus Dihindari .....................52 Gambar 2.25 Contoh Beberapa Peta yang Direprensentasikan ke Dalam Layer ...61 Gambar 2.26 Konsep Strategis Perancangan SIG ..................................................63 Gambar 2.27 Tahapan Pekerjaan Pembentukan Coverage SIG Berbasis Data Vektor................................................................................................66 xiii
Gambar 2.28 Konversi dan Pembentukan Topologi pada Arc/Info .......................67 Gambar 2.29 Tampilan Menu Arcedit ...................................................................68 Gambar 2.30 Pemberian ID pada Arcedit ..............................................................69 Gambar 2.31 Keluar dari Menu Arcedit dan Pembentukan Kembali Topologi ....70 Gambar 2.32 Penambahan Item ‘NAMA’ pada Coverage Evakuasi ....................71 Gambar 2.33 Pemberian Data Atribut pada Field ‘NAMA’ ..................................72 Gambar 2.34 ID Coverage (lingkaran titik evakuasi) yang Akan Diberikan Data Atribut........................ ........................................................................73 Gambar 2.35 ID yang Telah Dipilih untuk Diberikan Data Atribut ......................74 Gambar 2.36 Pemberian Data Atribut dan Keluar dari Menu Arcedit ..................74 Gambar 2.37 Model Relasional..............................................................................77 Gambar 2.38 Posisi Garis Lintang, Bujur, dan Lainnya pada Bumi ......................78 Gambar 3.1 Bagan Alir Rancangan Penelitian ......................................................82 Gambar 3.2 Ilustrasi STA, Ruas, dan Segmen .......................................................84 Gambar 3.3 Lokasi Titik Nol Kilometer Provinsi Bali ..........................................85 Gambar 4.1 Grafik Persentase Kondisi Perkerasan Segmen Jalan ........................95 Gambar 4.2 Grafik Persentase Kondisi Geometrik Segmen Jalan .........................96 Gambar 4.3 Grafik Persentase Kondisi Sosial Segmen Jalan ................................97 Gambar 4.4 Grafik Persentase Jenis Kerusakan Perkerasan Jalan Tahun 2009 ..102 Gambar 4.5 Tampilan Antar Muka Program dalam Web Map Aset ...................103 Gambar 4.6 Ikon dan Nama Toolbar Navigation ................................................104 Gambar 4.7 Fasilitas layer yang Tersedia ............................................................106 Gambar 4.8 Kondisi Tampilan Peta dengan Layer Perkerasan Aktif ..................107 Gambar 4.9 Tampilan Antar Muka Program dalam Pengelolaan Aset ................108
xiv
DAFTAR SINGKATAN
ABD
= Administrator Basis Data
BT
= Bujur Timur
BMS
= Bridge Management System
CAD
= Computer Aided Designed
DD
= Decimal Degree
DMS
= Degree Minute Second
EMP
= Ekivalensi Mobil Penumpang
FC
= Full Circle
GRS80
= Geodetic Reference System of 1980
ID
= Identity
IRI
= International Roughness Index
IRMS
= Integrated Road Management System
Laston
= Lapis Aspal Beton
Lasbutag
= Lapis Asbuton Agregat
Latasbum
= Lapis Tipis Asbuton Murni
LHR
= Lalu lintas Harian Rata-rata
LHRT
= Lalu lintas Harian Rata-rata Tahunan
LS
= Lintang Selatan
MKJI
= Manual Kapasitas Jalan Indonesia
NAASRA
= National Association of Australian State Road Authorities
NAD27
= North American Datum of 1927
NAD83
= North American Datum of 1983
PM
= Penetrasi Macadam
P2JJ
= Perencanaan dan Pengawasan Jalan dan Jembatan
RCI
= Road Condition Index
RUMAJA
= Ruang Manfaat Jalan
RUWASJA
= Ruang Pengawasan Jalan xv
RUMIJA
= Ruang Milik Jalan
SCS
= Spiral-Circle-Spiral
SIG
= Sistem Informasi Geografis
SMBD
= Sistem Manajemen Basis Data
SMP
= Satuan Mobil Penumpang
SNVT
= Satuan Non Vertikal Tertentu
SS
= Spiral-spiral
STA
= Stasiun Titik Awal
URMS
= Urban Road Management System
WGS84
= World Geodetic System 1984
xvi
DAFTAR LAMPIRAN .. Halaman
Lampiran A
Tabel Jalan Nasional Provinsi Bali Beserta Penanggung Jawabnya......... ...........................................................................114
Lampiran B
Tabel Titik Pengenal Awal dan Akhir Ruas Jalan P2JJ Metropolitan Denpasar Beserta Panjang Ruas......... ..................117
Lampiran C
Peta Jaringan Jalan P2JJ Metropolitan Denpasar......... ..............121
Lampiran D
Formulir Survei Ruas Jalan Nasional.........................................122
Lampiran E
Tabel Hasil Survei Kondisi Jalan Nasional di bawah Tanggung Jawab SNVT P2JJ Metropolitan......... ......................124
Lampiran F
Tabel Hasil Survey Jenis Kerusakan Perkerasan dan RCI .........132
xvii
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Bali merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang terkenal sebagai
daerah kunjungan wisata dunia. Pencitraan yang baik tentang Bali tentunya akan menjadi magnet dalam menarik wisatawan mancanegara. Salah satu langkah fundamental untuk mencapai pencitraan yang baik adalah dengan tersedianya sarana dan prasarana kota yang baik. Sebagai contoh suatu kota mesti memiliki berbagai aktivitas pokok (rumah sakit, bandara, sekolah, dan sebagainya) dengan aksesibilitas yang memadai, dalam hal ini tersedianya prasarana jalan yang mampu menjangkau berbagai lokasi aktivitas tersebut. Jalan sebagai bagian dari sistem transportasi nasional mempunyai peranan penting mendukung kegiatan perekonomian dan sosial masyarakat. Selain itu jalan juga berperan memfasilitasi upaya pelestarian lingkungan dan pertumbuhan budaya bangsa. Sesuai peruntukannya, jalan terdiri atas jalan khusus dan jalan umum, dimana jalan umum dapat dibedakan klasifikasinya menurut beberapa hal. Berdasarkan wewenang pembinaannya, jalan dapat diklasifikasikan menjadi 6 (enam) jenis, salah satunya adalah Jalan Nasional yang merupakan jenis jalan dengan tingkat wewenang pembinaan berada pada pemerintah pusat. Apabila mengacu pada klasifikasi jalan berdasarkan fungsinya, yang dimaksud dengan jalan nasional adalah jalan arteri primer, kolektor primer, serta jalan yang 1
2
mempunyai nilai strategis terhadap kepentingan Nasional, yakni jalan yang tidak dominan terhadap pengembangan ekonomi, tapi mempunyai peranan menjamin kesatuan dan keutuhan Nasional, serta melayani daerah-daerah yang rawan dan lain-lain. Berdasarkan Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah, Nomor: 376/KPTS/M/2004 bulan Oktober 2004, tentang Penetapan Ruas-ruas Jalan Menurut Statusnya Sebagai Jalan Nasional, maka dapat diketahui bahwa panjang ruas Jalan Nasional di Provinsi Bali adalah 501,64 km dengan 58 ruas jalan. Instansi yang bertanggung jawab secara langsung terhadap Jalan Nasional di provinsi Bali adalah Satuan Non Vertikal Tertentu (SNVT) Perencanaan dan Pengawasan Jalan dan Jembatan (P2JJ) Bali dan SNVT P2JJ Metropolitan Denpasar di bawah Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga. SNVT P2JJ Bali bertanggung jawab terhadap 25 ruas jalan nasional sepanjang 398,34 km, sedangkan P2JJ Metropolitan Denpasar bertanggung jawab terhadap 33 ruas jalan sepanjang 103,30 km. Selama ini, ruas jalan nasional yang menjadi tanggung P2JJ Metropolitan Denpasar memiliki kepadatan yang cenderung lebih besar daripada ruas jalan lainnya. Secara garis besar bentuk tanggung jawab kedua SNVT tersebut di atas adalah memantau situasi dan kondisi jalan serta jembatan nasional di Provinsi Bali. Apabila terjadi permasalahan ataupun potensi masalah, maka kedua SNVT tersebut akan mengajukan program kegiatan kepada Balai Pengawasan Jalan Nasional VIII (BPJN VIII) selaku penyetuju kegiatan untuk wilayah Bali, NTB, dan NTT. Dalam rangka mempermudah kinerjanya, selama ini SNVT P2JJ sudah memiliki program basis data jalan dan jembatan nasional yang dikembangkan
2
3
sejak tahun 1990-an, yaitu program Integrated Road Management System (IRMS) dan Urban Road Management System (URMS), yang merupakan basis data jalan, dan Bridge Management System (BMS) yang merupakan basis data jembatan. Namun BPJN VIII tentunya juga membutuhkan data kondisi jalan sebagai dasar dalam pengambilan kebijakan atas usulan kedua SNVT tersebut. Menurut tim proyek BPJN VIII, secara umum data yang dibutuhkan dalam sistem informasi adalah sistem stationing, kondisi perkerasan, kondisi geometrik, kondisi sosial, dimana data tersebut belum terangkum dalam IRMS dan URMS. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka perlu dilakukan penyusunan suatu basis data jalan nasional berbasis Sistem Informasi Geografis (SIG) yang mampu mengakomodasi kebutuhan para pemegang kebijakan. Keputusan yang lebih cepat dan akurat diharapkan dapat diambil oleh para pemegang kebijakan dengan terdapatnya basis data berbasis SIG yang informatif. Penyusunan basis data berbasis SIG yang dilakukan pada penelitian ini hanya untuk 33 ruas Jalan Nasional di bawah tanggung jawab P2JJ Metropolitan Denpasar, mengingat ruas jalan ini memiliki kecenderungan lebih padat dari ruas lainnya.
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat diuraikan beberapa
permasalahan, yaitu: 1. Bagaimanakah sistem stasioning, kondisi perkerasan, kondisi geometrik, dan kondisi sosial Jalan Nasional di bawah tanggung jawab P2JJ Metropolitan Denpasar?
3
4
2. Bagaimanakah Basis Data Jalan Nasional Berbasis Sistem Informasi Geografis yang mampu mengakomodasi kebutuhan informasi dari pemegang kebijakan?
1.3
Tujuan Penelitian
1. Untuk menganalisis sistem stasioning, kondisi perkerasan, kondisi geometrik, dan kondisi sosial Jalan Nasional di bawah tanggung jawab P2JJ Metropolitan Denpasar. 2. Untuk menyusun basis data informasi kondisi Jalan Nasional Provinsi Bali di bawah tanggung jawab P2JJ Metropolitan Denpasar yang berupa program berbasis Sistem Informasi Geografis.
1.4
Batasan Masalah Penyusunan basis data jalan berbasis SIG merupakan sebuah penelitian
dengan cakupan yang luas, untuk itu perlu ditetapkan sejumlah batasan masalah dan asumsi, antara lain: 1. Informasi kondisi jalan yang dipertimbangkan setiap 500 meter meliputi sistem stasioning dari titik nol kota Denpasar (STA), lebar jalur lalu lintas, lebar bahu jalan, IRI & RCI (kondisi perkerasan), jenis kerusakan perkerasan, kondisi geometrik, kondisi sosial, dan foto kondisi jalan. 2. Informasi kondisi jalan yang dipertimbangkan setiap ruas jalan meliputi titik pengenal awal dan akhir ruas jalan, panjang ruas, dan nilai LHRT. 3. Data sekunder yang dibutuhkan yaitu titik pengenal awal dan akhir ruas, panjang ruas, IRI, LHRT yang diperoleh dari P2JJ Metropolitan Denpasar.
4
5
4. Survei lapangan yang dilakukan meliputi survei STA, lebar lajur, lebar bahu, RCI, jenis kerusakan perkerasan, kondisi geometrik, kondisi sosial, dan foto kondisi jalan. 5. Pengukuran kondisi geometrik jalan di daerah tikungan dan tanjakan hanya bersifat justifikasi dan tidak dilakukan pengukuran untuk memenuhi kebutuhan informasi awal bagi pemegang kebijakan. 6. Sebagian besar penyusunan program ini menggunakan software Arc Info.
1.5
Manfaat Secara umum terdapat dua buah manfaat yang diharapkan dari penelitian ini,
antara lain: 1. Bagi Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga, khususnya Balai Pelaksanaan Jalan Nasional VIII Denpasar dan P2JJ Metropolitan Denpasar, keberadaan basis data Jalan Nasional berbasis SIG ini diharapkan mempercepat dan meningkatkan akurasi dalam pengambilan kebijakan terkait pemantauan kondisi jalan nasional di Provinsi Bali. 2. Dapat digunakan sebagai bahan kajian studi lebih lanjut oleh peneliti lainnya.
5
6
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1
Klasifikasi Jalan Umum Sesuai peruntukannya jalan terdiri atas jalan umum dan jalan khusus. Jalan
umum merupakan jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum, sedangkan jalan khusus merupakan jalan yang bukan diperuntukkan untuk lalu lintas umum dalam rangka distribusi barang dan jasa yang dibutuhkan. Menurut Undang Undang Nomor 38 tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2006 Tentang Jalan, jalan umum dapat diklasifikasikan dalam sistem jaringan jalan, fungsi jalan, status jalan, dan kelas jalan. Pengetahuan mengenai klasifikasi jalan menjadi penting pada penelitian ini untuk menerangkan definisi Jalan Nasional beserta aturannya. 2.1.1 Klasifikasi menurut fungsi pada sistem jaringan jalan Klasifikasi jalan berdasarkan fungsi mengacu pada UU No.38 tahun 2004 dan PP No.34 tahun 2006, adalah sebagai berikut: 2.1.1.1. Sistem jaringan jalan primer Sistem jaringan jalan primer terdiri dari jalan arteri primer, jalan kolektor primer, jalan lokal primer, dan jalan lingkungan primer, dimana disusun berdasarkan rencana tata ruang dan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah di tingkat nasional, dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang berwujud pusat-pusat kegiatan sebagai berikut: 6 6
7
a) Menghubungkan secara menerus pusat kegiatan nasional, pusat kegiatan wilayah, pusat kegiatan lokal sampai ke pusat kegiatan lingkungan; dan b) Menghubungkan antarpusat kegiatan Nasional. Sistem jaringan primer disusun mengikuti ketentuan pengaturan tata ruang dan struktur pengembangan wilayah tingkat Nasional yang menghubungkan simpul-simpul jasa distribusi sebagai berikut: 1)
Jalan arteri primer Jalan ini menghubungkan secara berdaya guna antarpusat kegiatan nasional
atau antara pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan wilayah, dengan persyaratan teknis sebagaimana diatur dalam PP No. 34 tahun 2006, sebagai berikut: a. Didesain paling rendah dengan kecepatan 60 km/jam; b. Lebar badan jalan paling sedikit 11 meter; c. Kapasitas lebih besar daripada volume lalu lintas rata-rata; d. Lalu-lintas jarak jauh tidak boleh terganggu oleh lalu lintas ulang-alik, lalu lintas lokal dan kegiatan lokal; e. Jumlah jalan masuk, ke jalan arteri primer, dibatasi secara effisien sehingga kecepatan 60 km/jam dan kapasitas besar tetap terpenuhi; f. Jalan arteri primer yang memasuki kawasan perkotaan dan/atau kawasan pengembangan perkotaan tidak boleh terputus.
7
8
2)
Jalan kolektor primer Merupakan jalan yang menghubungkan secara berdaya guna antara pusat
kegiatan nasional dengan pusat kegiatan lokal, antarpusat kegiatan wilayah, atau antara pusat kegiatan wilayah dengan pusat kegiatan lokal. Adapun persyaratan teknis dari jalan ini, sebagai berikut: a. Didesain paling rendah dengan kecepatan 40 km/jam; b. Lebar badan jalan paling sedikit 9 meter; c. Kapasitas lebih besar dari volume lalu-lintas rata-rata; d. Jumlah jalan masuk dibatasi, dan direncanakan sehingga dapat dipenuhi kecepatan paling rendah 40 km/jam; e. Jalan kolektor primer yang memasuki kawasan perkotaan tidak boleh terputus. 3)
Jalan lokal primer Merupakan jalan yang menghubungkan secara berdaya guna pusat kegiatan
nasional dengan pusat kegiatan lingkungan, pusat kegiatan wilayah dengan pusat kegiatan lingkungan, antarpusat kegiatan lokal, atau pusat kegiatan lokal dengan pusat kegiatan lingkungan, serta antarpusat kegiatan lingkungan. Adapun persyaratan teknis dari jalan ini, sebagai berikut: a. Didesain paling rendah dengan kecepatan 20 km/jam; b. Lebar badan jalan paling sedikit 7,5 meter; c. Jalan lokal primer yang memasuki kawasan pedesaan tidak boleh terputus.
8
9
4)
Jalan lingkungan primer Merupakan jalan yang menghubungkan antarpusat kegiatan di dalam
kawasan perdesaan dan jalan di dalam lingkungan kawasan perdesaan. Adapun persyaratan teknis dari jalan ini, sebagai berikut: a. Didesain paling rendah dengan kecepatan 15 km/jam; b. Lebar badan jalan paling sedikit 6,5 meter; c. Jalan lingkungan primer yang tidak diperuntukkan bagi kendaraan bermotor beroda tiga atau lebih harus memiliki lebar badan jalan paling sedikit 3,5 meter.
2.1.1.2. Sistem jaringan jalan sekunder Sistem jaringan jalan sekunder disusun berdasarkan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota dan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk masyarakat di dalam kawasan perkotaan yang menghubungkan secara menerus kawasan yang mempunyai fungsi primer, fungsi sekunder kesatu, fungsi sekunder kedua, fungsi sekunder ketiga, dan seterusnya sampai ke persil. Fungsi jalan pada sistem jaringan jalan sekunder terdiri dari: 1)
Jalan Arteri Sekunder Jalan ini menghubungkan menghubungkan kawasan primer dengan kawasan
sekunder kesatu, kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kesatu, atau kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kedua. Adapun persyaratan teknisnya, sebagai berikut:
9
10
a. Didesain berdasarkan kecepatan paling rendah 30 km/jam; b. Kapasitas sama atau lebih besar dari volume lalu lintas rata-rata; c. Lebar badan jalan paling sedikit 11 meter; d. Pada jalan arteri sekunder, lalu-lintas cepat tidak boleh terganggu oleh lalu-lintas lambat; e. Persimpangan sebidang dengan pengaturan tertentu harus memenuhi kecepatan tidak kurang dari 30 km/jam.
2)
Jalan kolektor sekunder Jalan ini menghubungkan menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan
kawasan sekunder kedua atau kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder ketiga. Adapun persyaratan teknisnya, sebagai berikut: a. Didesain berdasarkan kecepatan paling rendah 20 km/jam; b. Lebar badan jalan paling sedikit 9 meter; c. Memiliki kapasitas yang lebih besar dari volume lalu lintas rata-rata; d. Lalu lintas cepat tidak boleh terganggu oleh lalu lintas lambat; e. Persimpangan sebidang dengan pengaturan tertentu harus memenuhi kecepatan tidak kurang dari 20 km/jam.
10
11
3)
Jalan lokal sekunder Jalan ini menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan perumahan,
kawasan sekunder kedua dengan perumahan, kawasan sekunder ketiga dan seterusnya sampai ke perumahan. Adapun persyaratan teknisnya, sebagai berikut: a. Didesain berdasarkan kecepatan paling rendah 10 km/jam; b. Lebar badan jalan tidak kurang dari 7,5 meter.
4)
Jalan lingkungan sekunder Jalan ini menghubungkan antar persil dalam kawasan perkotaan. Adapun
persyaratan teknisnya, sebagai berikut: a. Didesain berdasarkan kecepatan paling rendah 10 km/jam, diperuntukkan bagi kendaraan bermotor beroda tiga atau lebih; b. Lebar badan jalan tidak kurang dari 6,5 meter; c. Jalan yang tidak diperuntukkan bagi kendaraan bermotor beroda tiga atau lebih harus mempunyai lebar badan jalan paling sedikit 3,5 meter. Secara diagramatis penjelasan mengenai klasifikasi jalan menurut fungsi dapat dilihat pada Gambar 2.1, halaman 12.
11
12
KP
I
I
AP AP
II KP
III LP
AP KP
II
KP LP
III
LP
IV
IV
Keterangan: I
Kota Jenjang I (Kota PKN/Pusat Kegiatan Nasional)
II
Kota Jenjang II (Kota PKW/Pusat Kegiatan Wilayah)
III
Kota Jenjang III (Kota PKL/Pusat Kegiatan Lokal)
IV
Kota Jenjang dibawahnya, Persil
AP
Arteri Primer
KP
Kolektor Primer
LP
Lokal Primer Gambar 2.1 Klasifikasi Jalan Menurut Fungsi Sumber: Saodang, 2004
12
13
2.1.2 Klasifikasi menurut status jalan Berdasarkan PP No. 34 tahun 2006 Pasal 25 sampai 30, jaringan jalan yang diklasifikasikan menurut statusnya dibedakan menjadi 5 (lima) jenis, yaitu sebagai berikut: 2.1.2.1 Jalan Nasional Jalan yang diklasifikasikan dalam jalan nasional adalah jalan arteri primer; jalan kolektor primer yang menghubungkan antar ibukota provinsi; jalan tol; serta jalan strategis Nasional.
2.1.2.2 Jalan Provinsi Jalan yang diklasifikasikan dalam jalan provinsi adalah jalan kolektor primer yang menghubungkan ibukota Provinsi dengan ibukota Kabupaten/Kota; jalan kolektor primer yang menghubungkan antar ibukota Kabupaten/Kota; jalan strategis provinsi; serta jalan di Daerah Khusus Ibukota Jakarta, kecuali jalan sebagaimana dimaksud dalam Jalan Nasional.
2.1.2.3 Jalan Kabupaten Jalan yang diklasifikasikan dalam jalan kabupaten adalah jalan kolektor primer yang tidak termasuk dalam jalan nasional dan kelompok jalan provinsi; jalan lokal primer yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat desa, antar ibukota kecamatan, ibukota kecamatan dengan desa, dan antar desa; jalan sekunder lain, selain
13
14
sebagaimana dimaksud sebagai jalan nasional, dan jalan provinsi; serta jalan yang mempunyai nilai strategis terhadap kepentingan Kabupaten.
2.1.2.4 Jalan Kota Jalan yang diklasifikasikan dalam jalan provinsi kota adalah jaringan jalan sekunder di dalam kota. Penjelasan dalam skema diagram dapat dilihat lebih lanjut pada Gambar 2.2.
2.1.2.5 Jalan Desa Jalan yang diklasifikasikan dalam jalan desa adalah jalan lingkungan primer dan jalan lokal primer yang tidak termasuk jalan kabupaten di dalam kawasan pedesaan, dan merupakan jalan umum yang menghubungkan kawasan dan/atau antar pemukiman di dalam desa. Secara diagramatis, klasifikasi jalan menurut status dapat dilihat pada Gambar 2.2, halaman 15
14
15
N
I
N
I
N
SN
N/P
N/P
II
P
P
II
SP K
III
K
K
K
III
SK K
IV
K
IV
Keterangan: I
Ibukota Provinsi
N
Nasional
II
Ibukota Kabupaten/Kota
P
Provinsi
III
Ibukota Kecamatan
K
Kabupaten
IV
Kota Lainnya
SN
Strategis Nasional
SP
Strategis Provinsi
SK
Strategis Kabupaten
Gambar 2.2 Klasifikasi Jalan Menurut Wewenang Pembinaan Sumber: Saodang, 2004
15
16
2.1.3 Klasifikasi menurut kelas jalan Kelas jalan dapat dikelompokkan berdasarkan penggunaan jalan dan kelancaran lalu lintas dan angkutan jalan, sebagaimana telah diatur sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang lalu lintas dan angkutan jalan; serta spesifikasi penyediaan prasarana jalan. Kelas jalan berdasarkan spesifikasi penyediaan prasarana jalan dibedakan menjadi jalan bebas hambatan, jalan raya, jalan sedang, dan jalan kecil. Maksud dari spesifikasi di sini meliputi pengendalian jalan masuk, persimpangan sebidang, jumlah dan lebar lajur, ketersediaan medan, serta pagar. 2.1.3.1 Jalan bebas hambatan Spesifikasi
yang
diatur
untuk
jalan
bebas
hambatan
meliputi
pengendalian jalan masuk secara penuh, tidak ada persimpangan sebidang, dilengkapi pagar ruang milik jalan, dilengkapi dengan median, paling sedikit mempunyai 2 (dua) lajur setiap arah, dan lebar lajur paling sedikit 3,5 (tiga koma lima) meter. 2.1.3.2 Jalan raya Spesifikasi untuk jalan raya yang dimaksud adalah jalan umum untuk lalu lintas secara menerus dengan pengendalian jalan masuk secara terbatas dan dilengkapi dengan median, paling sedikit 2 (dua) lajur setiap arah, lebar lajur paling sedikit 3,5 (tiga koma lima) meter. 2.1.3.3 Jalan sedang Spesifikasi untuk jalan sedang yang dimaksud adalah jalan umum dengan lalu lintas jarak sedang dengan pengendalian jalan masuk tidak dibatasi, paling
16
17
sedikit 2 (dua) lajur untuk 2 (dua) arah dengan lebar jalur paling sedikit 7 (tujuh) meter. 2.1.3.4 Jalan kecil Spesifikasi untuk jalan kecil yang dimaksud adalah jalan umum untuk melayani lalu lintas setempat, paling sedikit 2 (dua) lajur untuk 2 (dua) arah dengan lebar jalur paling sedikit 5,5 (lima koma lima) meter.
2.2
Bagian-bagian Jalan Bagian-bagian jalan meliputi ruang manfaat jalan (RUMAJA), ruang milik
jalan (RUMIJA), dan ruang pengawasan jalan (RUWASJA). Penjelasan mengenai bagian-bagian jalan menjadi penting pada penelitian ini untuk mengetahui persyaratan ideal bagi ruang jalan, sehingga kriteria pada informasi kondisi sosial dapat didefinisikan. Penjelasan dari masing-masing bagian jalan tersebut dapat dilihat sebagai berikut. 2.2.1 Ruang Manfaat Jalan (RUMAJA) Ruang manfaat jalan merupakan ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar, tinggi, dan kedalaman tertentu yang ditetapkan oleh penyelenggara jalan yang bersangkutan berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri, yang meliputi badan jalan, saluran tepi jalan, dan ambang pengamannya. RUMAJA hanya diperuntukkan bagi median, perkerasan jalan, jalur pemisah, bahu jalan, saluran tepi jalan, trotoar, lereng, ambang pengaman, timbunan dan galian, gorong-gorong, perlengkapan jalan, dan bangunan pelengkap lainnya. Dalam rangka menunjang pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan serta pengamanan
17
18
konstruksi jalan, maka badan jalan dilengkapi dengan ruang bebas, dimana ruang bebas disini maksudnya adanya pembatasan untuk lebar, tinggi, dan kedalaman tertentu. Ruang bebas untuk jalan arteri maupun kolektor adalah dengan tinggi paling rendah 5 (lima) meter serta kedalaman paling rendah 1,5 (satu koma lima) meter dari permukaan jalan. 2.2.2 Ruang Milik Jalan (RUMIJA) Ruang milik jalan merupakan ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar, kedalaman, dan tinggi tertentu, dimana terdiri dari ruang manfaat jalan dan sejalur tanah tertentu di luar ruang manfaat jalan yang dapat dimanfaatkan sebagai ruang terbuka hijau yang berfungsi sebagai landscape jalan. Ruang milik jalan diperuntukkan bagi ruang manfaat jalan, pelebaran jalan, dan penambahan jalur lalu lintas di masa akan datang serta kebutuhan ruangan untuk pengamanan jalan. Jika mengacu pada PP Nomor 34 Tahun 2006, maka terdapat lebar minimum RUMIJA, seperti sebagai berikut: a. Jalan Bebas Hambatan : 30 meter b. Jalan Raya
: 25 meter
c. Jalan Sedang
: 15 meter
d. Jalan Kecil
: 11 meter
18
19
2.2.3 Ruang Pengawasan Jalan (RUWASJA) Ruang pengawasan jalan merupakan ruang tertentu di luar ruang milik jalan yang penggunaannya ada di bawah pengawasan penyelenggara jalan, dimana diperuntukkan bagi pandangan bebas pengemudi dan pengamanan konstruksi jalan serta pengamanan fungsi jalan. Terdapat lebar ruang pengawasan jalan minimum yang ditentukan dari tepi badan jalan dengan ukuran sebagai berikut: a. Jalan Arteri Primer
: 15 meter
b. Jalan Kolektor Primer
: 10 meter
c. Jalan Lokal Primer
: 7 meter
d. Jalan Lingkungan Primer : 5 meter e. Jalan Arteri Sekunder
: 15 meter
f. Jalan Kolektor Sekunder : 5 meter g. Jalan Lokal Sekunder
: 3 meter
h. Jalan Lingkungan Sekunder: 2 meter i. Jembatan 100 meter kearah hulu dan hilir. Untuk informasi lebih jelas mengenai bagian-bagian jalan yang tergolong dalam RUMAJA, RUMIJA, dan RUWASJA dapat dilihat pada Gambar 2.3, halaman 20 berikut ini.
19
20
Keterangan: Ruang Manfaat Jalan (RUMAJA)
Ruang Pengawasan Jalan (RUWASJA)
Ruang Milik Jalan (RUMIJA)
Bangunan
a = Jalur lalu lintas
c
= Saluran tepi
b = Bahu jalan
d
= Ambang pengamanan
x = b + a + a + b = Badan Jalan Gambar 2.3 Bagian-bagian Jalan Sumber: PP No. 34 Tahun 2006
20 20
21
Menurut Penjelasan Pasal 35 PP Nomor 34 tahun 2006, yang dimaksud badan jalan meliputi jalur lalu lintas, dengan atau tanpa jalur pemisah, dan bahu jalan. 2.3
Jalan Nasional di Provinsi Bali Jalan nasional merupakan jalan arteri primer; jalan kolektor primer yang
menghubungkan antar ibukota provinsi; jalan tol; serta jalan yang mempunyai nilai strategis terhadap kepentingan Nasional. Berdasarkan Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor: 376/KPTS/M/2004, Tentang Penetapan Ruas-ruas Jalan Menurut Statusnya Sebagai Jalan Nasional, tanggal 19 Oktober 2004, maka pemerintah menetapkan sebanyak 58 ruas jalan di provinsi Bali sebagai Jalan Nasional. Selain nama ruas jalan yang ditetapkan, Kepmen tersebut juga menetapkan panjang masing-masing ruas jalan, dimana panjang total ruas jalan tersebut adalah 501,64 km. Pemerintah membentuk dua SNVT yang bertanggung jawab atas kondisi ruas tersebut, yaitu SNVT P2JJ Bali dan SNVT P2JJ Metropolitan Denpasar. Mengingat ruas jalan nasional di bawah tanggung jawab P2JJ Metropolitan Denpasar yang cenderung lebih padat, maka dalam penelitian ini hanya meninjau ruas jalan tersebut. Pada Gambar 2.4 dapat dilihat peta ruas jalan nasional, yangmana ruas jalan nasional ditandakan dengan garis merah tebal. Peta ruas jalan Nasional di bawah tanggung jawab P2JJ Metropolitan Denpasar dapat dilihat pada Lampiran C usulan penelitian ini.
21
22
Gambar 2.4 Peeta Ruas Jalan Nasiional Provinsi Bali Sum mber: Hasil Analisaa, 2011
22 22
23
Untuk nama ruas, nomor ruas, dan panjangnya yang bersumber dari Lampiran 20B Kepmen 376/KPTS/M/2004, serta penanggung jawabnya di provinsi berdasarkan data sekunder dari SNVT P2JJ, dapat dilihat pada Lampiran A penelitian ini. Berdasarkan lampiran tersebut, maka ruas jalan nasional yang berada di bawah tanggung jawab SNVT P2JJ Wilayah Bali adalah sepanjang 398,34 km dengan 25 ruas, sedangkan SNVT P2JJ Metropolitan Denpasar sepanjang 103,30 km dengan 33 ruas jalan.
2.4
Informasi Kondisi Jalan
2.4.1 Indeks kondisi kekasaran jalan (RCI) Road Condition Index (RCI) atau indeks kondisi kekasaran jalan merupakan salah satu parameter yang digunakan untuk menilai suatu kondisi jalan, dimana survei dilakukan secara pengamatan/visualisasi terhadap ruas jalan. Rentangan nilai dari RCI ini adalah dari nol sampai sepuluh, dimana nilai nol mewakili kondisi perkerasan yang paling buruk dan nilai sepuluh mewakili kondisi perkerasan yang paling baik. Selain memperhatikan kondisi perkerasan, RCI juga memperhatikan kondisi dari jenis permukaannya. Tabel 2.1 berikut ini akan menjelaskan mengenai penentuan nilai RCI ditinjau berdasarkan jenis permukaan dan kondisi secara visual.
23
24
Tabel 2.1 Penentuan Nilai RCI Ditinjau Berdasarkan Jenis Permukaan dan Kondisi Secara Visual
No.
Jenis Permukaan
1.
Jalan tanah dengan drainase yang jelek, dan semua tipe permukaan yang tidak diperhatikan sama sekali Semua tipe perkerasan yang tidak diperhatikan sejak lama (4-5 tahun atau lebih) PM (Penetrasi Macadam) lama, Latasbum lama, batu kerikil PM setelah pemakaian 2 tahun, Latasbum lama
2.
3.
4.
5.
6.
7. 8.
Kondisi ditinjau Secara Visual Tidak bisa dilalui
Nilai RCI 0-2
Rusak berat, banyak lubang dan seluruh daerah perkerasan Rusak bergelombang, banyak lubang
2-3
Agak rusak, kadang-kadang ada lubang, permukaan tidak rata PM baru, Latasbum baru, Cukup tidak ada atau sedikit Lasbutag setelah pemakaian 2 sekali lubang, permukaan tahun jalan agak tidak rata Lapis tipis lama dari Hotmix, Baik Latasbum baru, Lasbutag baru Hotmix setelah 2 tahun, Sangat baik, umumnya rata Hotmix tipis di atas PM Hotmix baru (Lataston, Sangat rata dan teratur Laston), peningkatan dengan menggunakan lebih dari 1 lapis
4-5
3-4
5-6
6-7
7-8 9-10
Sumber: Departemen Pekerjaan Umum, 2007. Panduan Survai Kekasaran Permukaan Jalan Secara Visual
2.4.2 Indeks Internasional kekasaran jalan (IRI) International Roughness Index (IRI) atau indeks internasional kekasaran jalan merupakan indeks internasional yang menunjukkan besaran kekasaran permukaan jalan dalam satuan m/km, dimana survei dilakukan dengan
24
25
menggunakan alat ukur kerataan roughometer NAASRA (National Association of Australian State Road Authorities). Tata cara ini berguna untuk menghitung tebal lapis tambahan bila dilihat dari sisi fungsional jalan dan dilengkapi dengan formulir-formulir yang aplikatif dan komunikatif. Dalam survei ketidakrataan permukaan jalan dengan alat ukur roughometer NAASRA diperlukan beberapa alat bantu lainnya, yaitu: Dipstick Floor Profiler yang digunakan sebagai alat ukur elevasi, Odometer sebagai alat pengukur jarak tempuh, dua buah beban masing-masing seberat 50 kg dan alat pengukur tekanan ban. Berdasarkan buku Panduan Survai Kekasaran Permukaan Jalan Secara Visual yang dikeluarkan oleh Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga pada tahun 2007, terdapat rumusan korelasi RCI dengan IRI, yaitu: ,
(1)
Dimana: RCI = Road Condition Index IRI = International Roughness Index
2.4.3 Jenis-jenis kerusakan perkerasan aspal Berdasarkan Modul B.1.1. Prasarana Transportasi, Campuran Beraspal Panas, yang dikeluarkan oleh Departemen Kimpraswil Badan Penelitian dan Pengembangan pada tahun 2003, maka terdapat beberapa kelompok kerusakan yang terjadi pada perkerasan aspal.
25
26
2.4.3.1 Cacat C permuukaan 1)
D Deliminasi D Deliminasi merupakann suatu jen nis kerusakan perkeraasan yang dapat d disebabkan o : oleh a permukaaan perkerasaan lama kottor; a. b pemasanggan lapis peerekat tidak merata; b. c. pemadataan saat hujann; d rembesann air pada reetakan. d.
Gambar 2.5 Kerusakan K Caccat Permukaann: Deliminasi Sumber: Deepartemen Kim mpraswil, 20003
2)
B Bleeding, y yaitu meruppakan suattu jenis kerusakan k yyang dipreediksi disebbabkan sebagian atau seluruh agregat dalam campuran tterselimuti aspal terlaalu banyak. Penyebab terjadinya t bleeding adaalah sebagaii berikut : a penggunaaan aspal beerlebihan; a. b penggunaaan lapis perrekat (tack coat) b. c berlebbihan; c. ekses darii lapisan baawahnya yan ng bleedingg. 26
27
G Gambar 2.6 Keerusakan Cacaat Permukaan: Bleeding Sumber: Pioneeer Valley Plannning Commission. t.t. httpp://www.pvpc..org/webcontent//graphics/imagges/trans/ pav ve_gif/bleed.giif, Maret 20100
3)
P Pengausan P Penyebab terrjadinya penngausan adaalah sebagaai berikut : a penggunaaan agregat tidak tahan aus; a. b penggunaaan agregat (kerikil) sungai. b.
Gaambar 2.7 Kerrusakan Cacatt Permukaan: Pengausan P Sumber: Departemen D Kimpraswil, K 2 2003
27
28
4)
P Pelepasan buutir P Penyebab terrjadinya pellepasan butir adalah seebagai berikkut : a penggunaaan agregat kotor; a. b penggunaaan agregat pipih (mudah pecah); b. c. penggunaaan aspal kuurang; d pelapukann (aging) asspal; d. e. pemadataan lintasannyya kurang; f.. temperatuur pemadataan rendah.
Gambbar 2.8 Kerusakan Cacat Peermukaan: Pellepasan Butir D Kimpraswil, K 2 2003 Sumber: Departemen
5)
L Lubang P Penyebab terrjadinya lubbang adalah h sebagai beerikut : a penggunaaan aspal kuurang; a. b penggunaaan agregat kotor; b. c. penggunaaan agregat pipih (mudah pecah); d rembesann para retakaan. d.
28
29
G Gambar 2.9 Keerusakan Cacaat Permukaann: Lubang Sumber: Departemen D Kimpraswil, K 2 2003
2.4.3.2 Retak R 1)
R Retak selip P Penyebab terrjadinya rettak selip adaalah sebagai berikut : a penggunaaan tack coaat kurang; a. b pengaruh terdorong//terseret oleeh paver dim b. mana temperatur camp puran rendah.
Gambar 2.110 Kerusakan n Retak: Retakk selip Sumber: Departemen D Kimpraswil, K 2 2003
29
30
2)
R Retak kulit buaya b P Penyebab terrjadinya rettak kulit buaaya adalah sebagai s beriikut : a pelapukann aspal; a. b penggunaaan aspal kuurang; b. c. ketebalann kurang.
G Gambar 2.11 Kerusakan K Reetak: Retak kuulit buaya Sumber: Departemen D Kimpraswil, K 2 2003
3)
R Retak blok P Penyebab terrjadinya rettak blok adaalah sebagaii berikut : a pelapukann aspal; a. b penggunaaan aspal kuurang; b. c. ketebalann kurang.
30
31
Gambar 2.12 Kerusakan n Retak: Retakk blok Sumber: Departemen D Kimpraswil, K 2 2003
4)
R Retak memaanjang P Penyebab terrjadinya rettak memanjang adalah sebagai berrikut : a refleksi dari a. d retak daari lapisan bawah; b sambungaan pelaksannaan kurang baik; b. c. tanah dasar ekspansif.
G Gambar 2.13 Kerusakan K Retak: Retak meemanjang Sumber: Departemen D Kimpraswil, K 2 2003
31
32
5)
R Retak Melinntang P Penyebab terrjadinya rettak melintan ng adalah seebagai berikkut : a sambungaan pelaksannaan kurang baik; a. b retak refleeksi atau suusut pada lap b. pisan bawahh.
G Gambar 2.14 Kerusakan Reetak: Retak melintang m D Kimpraswil, K 2 2003 Sumber: Departemen
2.4.3.3 Deformasi D 1)
A Alur P Penyebab terrjadinya aluur adalah sebagai berikuut : a daya dukuung tanah dasar a. d rendah h; b pemadataan rendah. b.
Gambar 2.15 Kerusakan n Deformasi: Alur D Kimpraswil, K 2 2003 Sumber: Departemen
32
33
2)
K Keriting P Penyebab terrjadinya kerriting adalah h sebagai berikut : a penggunaaan aspal beerlebih; a. b pemadataan tidak baikk. b.
Gambar 2.16 Kerusakan Deformasi: D Keriting D Kimpraswil, K 2 2003 Sumber: Departemen
3)
D Depresi/amb blas P Penyebab teerjadinya depresi/amb d blas adalahh pemadataan rendah, daya
dukung lappisan pondaasi dan tanaah dasar tidaak seragam..
Gaambar 2.17 Keerusakan deforrmasi: Depressi (Amblas) Sumber: Departemen D Kimpraswil, K 2 2003
33
34
4)
P Pergeseran ( (shoving) P Penyebab terrjadinya perrgeseran (sh hoving) adaalah sebagai berikut : a stabilitas lapisan beraaspal rendah; a. b pemasanggan tack coaat tidak baik b. k.
Gambbar 2.18 Keruusakan Deform masi: Pergeserran (Shoving) Sumber: (D Departemen Kimpraswil, K 2 2003)
5)
D Deformasi p plastis P Penyebab terjadinya deeformasi plaastis adalahh penggunaaan aspal berrlebih
atau kualittasnya renddah (penetraasi tinggi).
Gambbar 2.19 Defo ormasi Plastis Sumber: (D Departemen Kimpraswil, K 2 2003)
34
35
Mengingat penelitian ini lebih terkait pada penanganan kerusakan, maka jenis kerusakan yang akan disurvei dapat digolongkan menjadi 5 jenis, yaitu bleeding, pengausan dan atau pelepasan butir, lubang dan atau deliminasi, retak, dan deformasi. 2.4.4 Survei pencacahan lalu lintas terklasifikasi
2.4.4.1 Maksud dan tujuan Tujuan survei adalah untuk memperoleh jumlah volume pengguna prasarana (jalan) terklasifikasi, dalam satuan tertentu serta pada selang waktu tertentu. Survei ini bermaksud untuk mendapatkan data yang berguna dalam perencanaan maupun rekayasa lalu lintas. Berdasarkan data ini, nanti dapat diperoleh nilai LHR (Lintas Harian Rata-rata) maupun LHRT (Lintas Harain Rata-rata Tahunan). LHR merupakan jumlah rata-rata kendaraan yang melewati suatu titik pengamatan pada suatu ruas jalan dalam waktu 1 hari (24 jam), sedangkan LHRT merupakan jumlah rata-rata kendaraan yang melewati suatu titik pengamatan pada suatu ruas jalan dalam waktu 1 hari (24 jam), selama setahun (365 hari) atau jumlah lalu lintas setahun yang dibagi 365. LHRT = LHR x Fkh x Fkb
(2)
Fkh
: Faktor koreksi variasi arus lalu lintas harian (bisa didapat di PU)
Fkb
: Faktor koreksi variasi arus lalu lintas bulanan (bisa didapat di PU)
2.4.4.2 Ruang lingkup Panduan ini meliputi persiapan, pelaksanaan dan pengolahan data yang biasa dilakukan untuk survei pencacahan lalu lintas dengan metoda manual, yaitu dengan mencatat jumlah kendaraan menurut klasifikasinya secara manual. 35
36
2.4.4.3 Persiapan Surveyor harus diberi informasi pada saat pengarahan mengemai bagaimana berbagai kelas kendaraan dapat dikenali. Untuk itu, ilustrasi dengan menggunakan gambar perlu diusahakan. Surveyor menempati suatu titik yang tetap di tepi jalan, sedemikian sehingga diperoleh pandangan yang jelas dan sedapat mungkin agar petugas terhindar dari panas dan hujan. Surveyor mencatat setiap kendaraan yang melewati titik yang telah ditentukan pada formulir lapangan. 2.4.4.4 Alat yang digunakan Alat yang diperlukan untuk survei pencacahan lalu lintas manual terklasifikasi adalah : a.
handy tally counter;
b.
formulir survei;
c.
alat tulis;
d.
jam/stop watch.
2.4.4.5 Pengambilan contoh/sampling Dari jenis/klasifikasi kendaraan yang disurvei biasanya diusahakan agar semua kendaraan yang lewat dihitung. Jadi, diusahakan 100% kendaraan tercacah. Pencatatan data umumnya dilakukan secara terpisah untuk masing-masing arah lalu lintas, dan kemudian menjumlahkannya pada tahap analisis untuk memperoleh volume total 2 arah. Jangka waktu pelaksanaan survei tergantung dari maksud pelaksanaan survei dan kondisi lalu lintas yang dipecahkan. Survei dapat berlangsung mulai
36
37
dari 1 jam hingga satu hari penuh atau bahkan untuk beberapa hari. Jika menjadi masalah adalah kemacetan pada saat jam sibuk, maka pencacahan volume lalu lintas pada jam sibuk perlu dilakukan survei yang lebih rinci, yaitu dengan melakukan pencacahan volume dengan interval waktu 5 menit, selain itu juga diperlukan data volume selama sehari. Dalam rangka survei untuk memperoleh suatu arus lalu lintas sehari penuh, maka survei harus dilakukan selama 24 jam. Akan tetapi, porsi terbesar arus lalu lintas terjadi antara jam 06.00 pagi hingga jam 22.00 malam. Oleh karena itu untuk keperluan desain, biasanya waktu pelaksanaan survei dibatasi hanya pada jam-jam tersebut saja (16 jam). 2.4.4.6 Organisasi Survei Secara umum, penentuan jumlah surveyor dan organisasi pelaksana survei pencacahan lalu lintas sangat dipengaruhi oleh : 1)
Tingkat volume ruas Untuk volume ruas yang cukup tinggi, dengan kecepatan yang tinggi
pula, akan menyulitkan surveyor untuk menghitung semua klasifikasi kendaraan yang lewat. Sehingga pencacahan dapat dilakukan oleh lebih dari satu surveyor, yang masing-masing bertanggung jawab mencacah suatu jenis klasifikasi kendaraan tertentu. 2)
Rentang waktu survei Umumnya surveyor dapat melakukan pencacahan secara non stop tidak
lebih dari 4 jam (juga tergantung tingkat volume dan kecepatan lalu lintas),
37
38
sehingga bila dilakukan pencacahan yang lebih dari 4 jam dari sehari, maka perlu dilakukan penggantian surveyor (dengan sistem shift). 3)
Jumlah ruas (cakupan survei) Seringkali pencacahan lalu lintas diusahakan agar dapat dilakukan secara
serentak (kecuali dengan pertimbangan lain), sehingga jumlah surveyor yang dibutuhkan sebanding dengan jumlah ruas yang akan di-survei.
2.4.5 Dasar-dasar perencanaan geometrik jalan Pengetahuan mengenai dasar-dasar perencanaan geometrik jalan dibutuhkan pada penelitian ini untuk dapat mendefinisikan kriteria penilaian pada informasi kondisi geometrik. Dasar-dasar tersebut seperti sebagai berikut: 2.4.5.1 Kendaraan rencana Kendaraan rencana adalah kendaraan yang dimensi dan radius putarnya dipakai sebagai acuan dalam perencanaan geometrik. Kendaraan rencana dikelompokkan ke dalam 3 kategori, yaitu: a.
Kendaraan kecil, diwakili oleh mobil penumpang;
b.
Kendaraan sedang, diwakili oleh truk 3 as tandem atau oleh bus besar 2 as;
c.
Kendaraan besar, diwakili oleh truk-semi-trailer. Dimensi dasar untuk masing-masing kategori Kendaraan Rencana dapat
dilihat pada Tabel 2.2 berikut ini.
38
39
Tabel 2.2 Dimensi Dasar Kendaraan Rencana Kategori Kendaraan Rencana
Dimensi Kendaraan (cm) Tinggi Lebar Panjang
Tonjolan (cm)
Radius Putar
Depan
Belakang
Minimum
Maksimum
Radius Tonjolan (cm)
Kendaraan Kecil
130
210
580
90
150
420
730
780
Kendaraan Sedang
410
260
1210
210
240
740
1280
1410
Kendaraan Besar
410
260
2100
120
90
290
1400
1370
Sumber: Dirjen Bina Marga. 1997. Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota No. 038/TBM/1997
2.4.5.2 Satuan Mobil Penumpang (SMP) SMP adalah angka satuan kendaraan dalam hal kapasitas jalan, dimana mobil penumpang ditetapkan memiliki 1 (satu) SMP. Terdapat suatu nilai konversi untuk berbagai tipe kendaraan dibandingkan kendaraan ringan sehubungan dengan pengaruhnya terhadap kecepatan kendaraan ringan dalam arus lalu lintas, yang disebut dengan Ekivalen Mobil Penumpang (emp). Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) Nomor: 036/TBM/1997, terdapat sedikit perbedaan nilai emp untuk tiap tipe/jenis perencanaan. Berikut akan ditampilkan tabel nilai emp untuk perencanaan jenis Perencanaan Jalan Perkotaan, baik yang terbagi (pada Tabel 2.3) maupun yang tak terbagi (pada Tabel 2.4).
39
40
Tabel 2.3 Nilai Emp Untuk Jalan Perkotaan Terbagi dan Satu Arah
Tipe Jalan: Jalan satu arah dan jalan terbagi
Arus lalu lintas per lajur (kend/jam)
Emp
Dua-lajur satu-arah (2/1) dan Empat-lajur terbagi (4/2D) Tiga-lajur satu-arah (3/1) dan Enam-lajur terbagi (6/2D)
0
HV 1,3
MC 0,40
≥1050
1,2
0,25
0
1,3
0,40
≥1100
1,2
0,25
Sumber: Dirjen Bina Marga. 1997. MKJI 1997
Tabel 2.4 Nilai Emp Untuk Jalan Perkotaan Tak Terbagi
Tipe Jalan: Jalan tak terbagi
Arus lalu lintas total dua arah (kend/jam)
Dua-lajur takterbagi (2/2 UD)
0 ≥1800
1,3 1,2
Empat-lajur takterbagi (4/2 UD)
0 ≥3700
1,3 1,2
emp HV
MC Lebar jalur lalu lintas Wc (m) ≤6 >6 0,50 0,35
0,40 0,25 0,40 0,25
Sumber: Dirjen Bina Marga. 1997. MKJI 1997
2.4.5.3 Kecepatan rencana Kecepatan rencana (VR) pada suatu ruas jalan adalah kecepatan yang dipilih sebagai dasar perencanaan geometrik jalan yang memungkinkan kendaraan-kendaraan bergerak dengan aman dan nyaman dalam kondisi cuaca yang cerah, lalu lintas yang lengang, dan pengaruh samping jalan yang tidak
40
41
berarti. Kecepatan rencana untuk masing-masing fungsi jalan dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 2.5 Kecepatan Rencana Sesuai Klasifikasi Fungsi dan Medan Jalan
Fungsi
Kecepatan Rencana, VR (km/jam) Datar
Bukit
Pegunungan
Arteri
70-120
60-80
40-70
Kolektor
60-90
50-60
30-50
Lokal
40-70
30-50
20-30
Sumber: Dirjen Bina Marga. 1997. Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota No. 038/TBM/1997
Untuk kondisi medan yang sulit (VR) suatu segmen jalan dapat diturunkan dengan syarat bahwa penurunan tersebut tidak lebih dari 20 km/jam.
2.4.5.4 Jalur lalu lintas Jalur lalu lintas adalah bagian jalan yang dipergunakan untuk lalu lintas kendaraan yang secara fisik berupa perkerasan jalan, dimana jalur dapat terdiri atas beberapa lajur. Batas jalur lalu lintas dapat berupa median, bahu, trotoar, pulau jalan, dan separator. Lebar jalur sangat ditentukan oleh jumlah dan lebar jalur peruntukkannya. Lebar jalur minimum untuk jalan umum adalah 4,5 meter, sehingga memungkinkan 2 kendaraan besar yang terjadi sewaktu-waktu dapat menggunakan bahu jalan. Jalur lalu lintas terdiri atas beberapa tipe, yaitu: a.
1 jalur-2 lajur-2 arah (2/2 UD);
b.
1 jalur-2 lajur-1 arah (2/1 UD);
c.
2 jalur-4 lajur-2 arah (4/2 D);
d.
2 jalur-n lajur-2 arah (n12 D), dimana n = jumlah lajur. 41
42
Berikut ini terdapat informasi lebar jalur dan bahu minimum, seperti pada Tabel 2.6 di bawah ini. Tabel 2.6 Penentuan Lebar Jalur dan Bahu Jalan
VLHR (smp/hari)
ARTERI Ideal Lebar Lebar jalur bahu (m) (m)
Minimum Lebar Lebar jalur bahu (m) (m)
KOLEKTOR Ideal Minimum Lebar Lebar Lebar Lebar jalur bahu jalur bahu (m) (m) (m) (m)
LOKAL Ideal Lebar Lebar jalur bahu (m) (m)
Minimum Lebar Lebar jalur bahu (m) (m)
< 3.000
6,0
1,5
4,5
1,0
6,0
1,5
4,5
1,0
6,0
1,0
4,5
1,0
3.00010.000
7,0
2,0
6,0
1,5
7,0
1,5
6,0
1,5
7,0
1,5
6,0
1,0
10.00125.000
7,0
2,0
7,0
2,0
7,0
2,0
**)
**)
-
-
-
-
> 25.000
2nx3,5*)
2,5
2x7,0*)
2,0
2nx3,5*)
2,0
**)
**)
-
-
-
-
Keterangan: **)
= Mengacu pada persyaratan ideal
*)
= 2 jalur terbagi, masing-masing n x 3,5m, dimana n=jumlah lajur per jalur
-
= tidak ditentukan
Sumber: Dirjen Bina Marga. 1997. Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota No. 038/TBM/1997
42 42
43
2.4.5.5 Lajur lalu lintas Lajur adalah bagian jalur lalu lintas yang memanjang, dibatasi oleh marka lajur jalan, memiliki lebar yang cukup untuk dilewati suatu kendaraan bermotor sesuai kendaraan rencana. Jumlah lajur ditetapkan dengan mengacu kepada MKJI berdasarkan tingkat kinerja yang direncanakan, di mana untuk suatu ruas jalan dinyatakan oleh nilai rasio antara volume terhadap kapasitas yang nilainya tidak lebih dari 0.80. Untuk kelancaran drainase permukaan, lajur lalu lintas pada alinyemen horizontal memerlukan kemiringan melintang normal. Besaran kemiringan untuk perkerasan aspal dan beton sebaiknya 2-3%, sedangkan untuk perkerasan kerikil sebesar 4-5%. Pada tabel berikut dapat dilihat lebar lajur yang tergantung pada kecepatan dan kendaraan rencana, dimana dalam hal ini dinyatakan dengan fungsi jalan.
2.4.5.6 Alinyemen horisontal Merupakan proyeksi sumbu jalan pada bidang horizontal, dimana dikenal juga dengan nama “situasi jalan” atau “trase jalan”. Alinyemen horizontal terdiri dari garis-garis lurus (biasa disebut tangen), yang dihubungkan dengan garis-garis lengkung (tikungan). Garis lengkung tersebut dapat terdiri dari busur lingkaran ditambah dengan lengkung peralihan atau busur-busur peralihan ataupun busur lingkaran saja. 1)
Bagian garis lurus (tangen) Dengan mempertimbangkan faktor keselamatan pemakai jalan, ditinjau
dari segi kelelahan pengemudi, maka panjang maksimum bagian jalan yang lurus
44
harus ditempuh dalam waktu tidak lebih dari 2,5 menit (sesuai VR). Panjang bagian lurus untuk setiap fungsi jalan dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2.7 Panjang Bagian Lurus Maksimum
Fungsi
Panjang Bagian Lurus Maksimum (m) Datar Perbukitan Pegunungan
Arteri
3.000
2.500
2.000
Kolektor
2.000
1.750
1.500
Sumber: Dirjen Bina Marga. 1997. Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota No. 038/TBM/1997
2)
Bagian garis lengkung (tikungan) Bentuk bagian garis lengkung dapat berupa Spiral-Circle-Spiral (SCS);
Full Circle (FC); dan Spiral-Spiral (SS). Diantara bagian lurus jalan dan bagian lengkungjalan berjari-jari tetap R terdapat lengkung yang disebut dengan Lengkung Peralihan. Lengkung ini berfungsi berfungsi mengantisipasi perubahan alinemen jalan dari bentuk lurus (R tak terhingga) sampai bagian lengkung jalan berjari jari tetap R sehingga gaya sentrifugal yang bekerja pada kendaraan saat berjalan di tikungan berubah secara berangsur-angsur, baik ketika kendaraan mendekati tikungan maupun meninggalkan tikungan.
45
Pada Tabel 2.8 terdapat pangjang jari-jari minimum (dibulatkan) yang harus dipenuhi oleh suatu tikungan sesuai dengan kecepatan rencananya dan pada Tabel 2.9 akan ditampilkan mengenai tikungan dengan jari-jari tertentu yang tidak memerlukan lengkung peralihan. Tabel 2.8 Panjang Jari-jari Minimum Suatu Tikungan (Dibulatkan)
VR
120
100
80
60
50
40
30
20
600
370
210
110
80
50
30
15
(km/jam) Jari-jari minimum, Rmin (m) Sumber: Dirjen Bina Marga. 1997. Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota No. 038/TBM/1997
Tabel 2.9 Jari-jari Tikungan yang Tidak Memerlukan Lengkungan Peralihan
VR
120
100
80
60
50
40
30
20
600
370
210
110
80
50
30
15
(km/jam) Jari-jari minimum, Rmin (m) Sumber: Dirjen Bina Marga. 1997. Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota No. 038/TBM/1997
Untuk dapat memahami komponen tikungan, maka berikut ini terdapat contoh gambar komponen tikungan Spiral-Circle-Spiral.
46
Circle Spiral Tangen Gam mbar 2.20 Kom mponen Tikun ngan Spiral-C Circle-Spiral S Sumber: Saodaang, 2004
2.4.5.7 Alinyemen A V Vertikal A Alinyemen vertikal teerdiri atas bagian laandai vertikkal dan bagian b lengkung vertikal. Ditinjau D darri titik awaal perencanaaan, bagiann landai veertikal dapat beruupa landai positif (tanj njakan), atau u landai neegatif (turunnan), atau landai l nol (datarr). Bagian lengkung vertikal dapat d beruppa lengkunng cekung atau lengkung cembung.
47
1)
Landai maksimum Kelandaian maksimum dimaksudkan untuk memungkinkan kendaraan
bergerak terus tanpa kehilangan kecepatan yang berarti. Kelandaian maksimum didasarkan pada kecepatan truk yang bermuatan penuh yang mampu bergerak dengan penurunan kecepatan tidak lebih dari separuh kecepatan semula tanpa harus menggunakan gigi rendah. Kelandaian maksimum untuk berbagai VR ditetapkan dapat dilihat dalam Tabel 2.11.
Tabel 2.10 Kelandaian Maksimum yang Diijinkan
VR
120
110
100
80
60
50
40
<40
3
3
4
5
8
9
10
10
(km/jam) Kelandaian maksimum (%) Sumber: Dirjen Bina Marga. 1997. Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota No. 038/TBM/1997
Panjang kritis yaitu panjang landai maksimum yang harus disediakan agar kendaraan dapat mempertahankan kecepatannya sedemikian sehingga penurunan kecepatan tidak lebih dari separuh VR. Lama perjalanan tersebut ditetapkan tidak lebih dari satu menit. Panjang kritis dapat ditetapkan dari Tabel 2.11.
48
Tabel 2.11 Panjang Kritis Kelandaian Maksimum
Kecepatan pada awal tanjakan (km/jam)
Panjang Kritis Untuk Kelandaian (m) 4%
5%
6%
7%
8%
9%
10%
80
630
460
360
270
230
230
200
60
320
210
160
120
110
90
80
Sumber: Dirjen Bina Marga. 1997. Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota No. 038/TBM/1997
2)
Lengkung vertikal Lengkung vertikal harus disediakan pada setiap lokasi yang mengalami
perubahan kelandaian dengan tujuan mengurangi goncangan akibat perubahan kelandaian dan menyediakan jarak pandang henti. Panjang lengkung vertikal bisa ditentukan langsung sesuai Tabel 2.12 yang didasarkan pada penampilan, kenyamanan, dan jarak pandang.
Tabel 2.12 Panjang Minimum Lengkung Vertikal
Kecepatan Rencana
Perbedaan Kelandaian
Panjang Lengkung (m)
(km/jam)
Memanjang (%)
<40
1
20-30
40-60
0,6
40-80
>60
0,4
80-150
Sumber: Dirjen Bina Marga. 1997. Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota No. 038/TBM/1997
49
3)
L Lajur pendakkian (climbiing lane) L Lajur penddakian dim maksudkan untuk meenampung truk-truk yang
bermuatann berat atauu kendaraaan lain yang g berjalan leebih lambaat dari kend daraan kendaraann lain pada umumnya, agar kendaaraan kendaaraan lain dapat mendaahului kendaraann lambat terrsebut tanppa harus berrpindah lajuur atau meenggunakan lajur arah berlawanan. Lajur L pendaakian haru us disediakan pada rruas jalan yang mempunyyai kelandaiian yang beesar, menerrus, dan voolume lalu lintasnya relatif r padat. Pennempatan lajur l pendaakian harus dilakukan dengan keetentuan seebagai berikut: disediakan d pada jalann arteri ataau kolektorr;
apabilaa panjang kritis
terlampauui, jalan mem miliki LHR R > 15.000 SMP/hari, S d persentaase truk > 15 dan 1 %. Lajur penndakian dim mulai 30 meter m dari awal peruubahan kellandaian deengan serongan sepanjang 45 4 meter daan berakhirr 50 meter sesudah puuncak kelan ndaian ntuk lebih jelasnya j daapat dilihat pada dengan seerongan seppanjang 45 meter. Un Gambar 2.21.
Gam mbar 2.21 Laju ur Pendakian Sumber: Dirjen Bina Marga. M 1997. Tata T Cara Perrencanaan Geeometrik Jalann Antar Kota No. N 038/TBM//1997
50
Jarak minimum m antara 2 lajur pendak kian adalah 1,5 km, deengan lebarr lajur pendakiann sama denggan lebar lajjur rencana,, dimana iluustrasinya ddapat dilihatt pada gambar beerikut.
Gambar 2.22 Jarak antara Dua D Lajur Penndakian Sumber: Dirjen Bina Marga. M 1997. Tata T Cara Perrencanaan Geeometrik Jalann Antar Kota No. N 038/TB BM/1997
2.4.5.8 Koordinasi K a alinyemen A Alinyemen v vertikal, alinnyemen horrizontal, daan potongann melintang jalan adalah eleemen-elemeen jalan sebbagai keluarran perencanaan harus dikoordinaasikan sedemikiaan rupa sehiingga mengghasilkan su uatu bentuk jalan yang baik, dalam m arti memudahkkan pengeemudi menngemudikan n kendaraaannya denggan aman dan nyaman. Bentuk keesatuan keetiga elemeen jalan tersebut t diiharapkan dapat memberikkan kesan attau petunjukk kepada peengemudi akan a bentukk jalan yang g akan
51
dilalui di depannya sehingga pengemudi dapat melakukan antisipasi lebih awal. Koordinasi alinyemen vertikal dan alinyemen horizontal harus memenuhi ketentuan sebagai berikut: a.
Alinyemen horisontal sebaiknya berimpit dengan alinyemen vertikal, dan secara ideal alinyemen horizontal lebih panjang sedikit melingkupi alinyemen vertikal;
b.
Tikungan yang tajam pada bagian bawah lengkung vertikal cekung atau pada bagian atas lengkung vertikal cembung harus dihindarkan;
c.
Lengkung vertikal cekung pada kelandaian jalan yang lurus dan panjang harus dihindarkan;
d.
Dua atau lebih lengkung vertikal dalam satu lengkung horisontal harus dihindarkan; dan
e.
Tikungan yang tajam di antara 2 bagian jalan yang lurus dan panjang harus dihindarkan. Sebagai ilustrasi, Gambar 2.23 merupakan koordinasi yang ideal antara
alinyemen horisontal dan alinyemen vertikal yang berhimpit.
52
Gam mbar 2.23 Conntoh Koordinaasi Alinyemenn yang Ideal Sumber: Dirjen Bina Marga. M 1997. Tata T Cara Perrencanaan Geeometrik Jalann Antar Kota No. N 038/TB BM/1997
Sedaangkan paada Gambbar 2.24 merupakan koordinaasi yang harus dihindarkaan, dimana pada bagiann yang lurus pandangann pengemuddi terhalang g oleh puncak alinyemen a vertikal, seehingga peengemudi sulit mempperkirakan arah alinyemenn di balik puuncak tersebbut.
Gambar 2.24 2 Contoh Koordinasi K Aliinyemen yangg Harus Dihindari Sumber: Dirjen Bina Marga. M 1997. Tata T Cara Perrencanaan Geeometrik Jalann Antar Kota No. N 038/TBM//1997
53
2.5
Basis Data (Data Base)
2.5.1 Umum Data merupakan sekumpulan dari lambang-lambang yang teratur dan mewakili/merepresentasikan sebuah obyek atau benda. Sedangkan yang dimaksud dengan data base atau basis data adalah gabungan dari beberapa data yang diolah dan diorganisasikan sedemikian rupa, sehingga didapatkan suatu hubungan atau relasi antara kedua data tersebut serta dapat dipakai secara bersama oleh beberapa pengguna aplikasi. Terdapat dua cara yang dilakukan dalam menggunakan basis data, yaitu : a.
Modus langsung, dilakukan dengan mengetikkan perintah langsung setelah munculnya dot prompt;
b.
Modus Program : dilakukan dengan menuliskan rangkaian perintah dalam program. Basis data diperlukan karena data dapat diterjemahkan kedalam sebuah
aplikasi program, dibandingkan terpisah atau diolah masing-masing. Kontrol akses luas dan manipulasi pada data dapat dilakukan oleh sebuah aplikasi program. Sebuah basis data dapat di-generate atau di-maintain secara manual atau terkomputerisasi. Contoh kartu katalog perpustakaan. Basis data yang terkomputerisasi data dibuat dan dimaintain oleh program aplikasi yang secara khusus ditulis untuk itu atau oleh sistem manajemen basis data. 2.5.2 Sistem Manajemen Basis Data (SMBD) Sistem manajemen basis data (basis data management system, DBMS), atau kadang disingkat SMBD, adalah suatu sistem atau perangkat lunak yang
54
dirancang untuk mengelola suatu basis data dan menjalankan operasi terhadap data yang diminta banyak pengguna. SMBD merupakan sistem software generalpurpose yang memiliki fasilitas proses define, construct dan manipulate basis data untuk aplikasi yang bervariasi, dengan penjelasan sebagai berikut: a.
Define adalah spesifikasi tipe data, struktur dan constraint data yang akan disimpan dalam basis data.
b.
Construct adalah proses menyimpan data itu sendiri ke dalam beberapa media penyimpanan yang dikontrol SMBD.
c.
Manipulate adalah fungsi seperti query basis data untuk memanggil data khusus, update basis data dan generate laporan dari data. Software
SMBD
general-purpose
tidak
selalu
dibutuhkan
untuk
mengimplementasikan basis data yang terkomputerisasi, namun dapat juga sekumpulan program yang dibuat sendiri (dinamakan software SMBD specialpurpose). Contoh tipikal SMBD adalah akuntansi, sumber daya manusia, dan sistem pendukung pelanggan, SMBD telah berkembang menjadi bagian standar di bagian pendukung (back office) suatu perusahaan. Contoh SMBD adalah Oracle, SQL server 2000/2003, MS Access, MySQL dan sebagainya. SMBD merupakan perangkat lunak yang dirancang untuk dapat melakukan utilisasi dan mengelola koleksi data dalam jumah yang besar. SMBD juga dirancang untuk dapat melakukan masnipulasi data secara lebih mudah. Sebelum adanya BMS maka data pada umumnya disimpan dalam bentuk flatfile, yaitu file teks yang ada pada sistem operasi. Sampai sekarangpun masih ada aplikasi yang menyimpan data dalam bentuk flat secara langsung. Menyimpan data dalam bentuk flat file
55
mempunyai kelebihan dan kekurangan. Penyimpanan dalam bentuk ini akan mempunyai manfaat yang optimal jika ukuran file-nya relatif kecil, seperti file passwd. File passwd pada umumnya hanya digunakan untuk menyimpan nama yang jumlahnya tidak lebih dari 1000 orang. Selain dalam bentuk flat file, penyimpanan data juga dapat dilakukan dengan menggunakan program bantu seperti spreadsheet. Penggunaan perangkat lunak ini memperbaiki beberapa kelemahan dari flat file, seperti bertambahnya kecepatan dalam pengolahan data. Namun demikian metode ini masih memiliki banyak kelemahan, diantaranya adalah masalah manajemen dan keamanan data yang masih kurang. Penyimpanan data dalam bentuk SMBD mempunyai banyak manfaat dan kelebihan dibandingkan dengan penyimpanan dalam bentuk flat file atau spreadsheet, diantaranya : a.
Performance yang didapat dengan penyimpanan dalam bentuk SMBD
cukup besar, sangat jauh berbeda dengan performance data yang disimpan dalam bentuk flat file. Selain itu disamping memiliki unjuk kerja yang lebih baik, akan didapatkan juga efisiensi penggunaan media penyimpanan dan memori; b.
Integritas data lebih terjamin dengan penggunaan SMBD. Masalah
redudansi sering terjadi dalam SMBD. Redudansi adalah kejadian berulangnya data atau kumpulan data yang sama dalam sebuah basis data yang mengakibatkan pemborosan media penyimpanan. Beberapa masalah yang timbul yaitu pertama kebutuhan untuk update secara logika menjadi berulang-ulang, kedua adalah ruang penyimpanan yang besar ketika data yang sama disimpan berulang-ulang. File yang berisi data yang sama, menjadi tidak konsisten. Meskipun update
56
diaplikasikan ke seluruh file yang sesuai, data tetap tidak konsisten karena update dilakukan bebas oleh setiap kelompok user. Dalam pendekatan basis data, view dari kelompok user yang berbeda diintegrasikan selama desain basis data. Untuk konsistensi, perlu desain basis data yang menyimpan setiap item data logika dalam hanya satu lokasi pada basis data. Dengan redudansi yang terkontrol memungkinkan kinerja dari query meningkat; c.
Independensi. Perubahan struktur basis data dimungkinkan terjadi tanpa
harus mengubah aplikasi yang mengaksesnya sehingga pembuatan antarmuka ke dalam data akan lebih mudah dengan penggunaan SMBD; d.
Sentralisasi. Data yang terpusat akan mempermudah pengelolaan basis data.
kemudahan di dalam melakukan bagi pakai dengan SMBD dan juga kekonsistenan data yang diakses secara bersama-sama akan lebih terjamin dari pada data disimpan dalam bentuk file atau worksheet yang tersebar; e.
Sekuritas. SMBD memiliki sistem keamanan yang lebih fleksibel daripada
pengamanan pada file sistem operasi. Keamanan dalam SMBD akan memberikan keluwesan dalam pemberian hak akses kepada pengguna. 2.5.3 Pelaku basis data Terdapat beberapa pelaku yang terlibat dalam suatu lingkungan basis data, seperti yang tersebut di bawah ini: 1.
Basis data administrator Dalam lingkungan basis data, sumber utama adalah basis data itu sendiri
dan sumber kedua adalah SMBD dengan software-nya. Pengaturan sumber ini dilakukan
oleh
seorang
Administrator
Basis
Data
(ABD/DBA).
ABD
57
bertanggungjawab atas otorisasi akses ke basis data, mnegkoordinir dan memonitor penggunaannya dan mendapatkan sumber hardware dan software yang dibutuhkannya. ABD bertanggungjawab atas masalah-masalah seperti pelanggaran keamanan atau waktu respon sistem yang buruk. Dalam organisasi yang lebih besar, ABD dibantu oleh seorang staf yang menyelesaikan fungsifungsi ini. 2.
Basis data designer Basis data designer bertanggungjawab atas identifikasi data yang disimpan
dalam basis data dan pemilihan struktur yang sesuai untuk mewakili dan menyimpan data ini. Tugas-tugas ini perlu dilakukan sebelum basis data yang sebenarnya diimplementasikan dan berisi data. Selain itu juga bertanggungjawab untuk
mengkomunikasikan
semua
user
basis
data
untuk
memahami
kebutuhannya, dan mencapai desain yang sesuai dengan kebutuhan user. Dalam banyak kasus, desainer adalah seorang staf dari ABD dan kemungkinan ditugaskan untuk hal lain jika desain basis data selesai dibuat. Desainer basis data secara khusus berinteraksi dengan setiap kelompok user dan membangun view dari basis data yang sesuai dengan data dan memproses kebutuhan kelompok tersebut. View ini kemudian dianalisis dan diintegrasikan dengan view dari kelompok user yang lain. Desain basis data akhir mampu mendukung kebutuhan dari semua kelompok user.
58
3.
End users End user merupakan orang-orang yang pekerjaannya membutuhkan akses
ke basis data untuk query, update dan generate laporan. Beberapa kategori dari user : a.
Casual end user : yang mengakses basis data, tetapi mereka membutuhkan
informasi yang berbeda setiap saat. Mereka menggunakan bahasa query basis data yang canggih untuk menspesifikasikan permintaan dan mereka adalah manajer tingkat tinggi atau menengah. b.
Naïve atau parametric end user : fungsi pekerjaaan utama mereka adalah
berkisar pada query dan update basis data, menggunakan tipe standar dari query dan update (disebut canned transaction) yang perlu diprogram dan diuji secara hati-hati. c.
Sophisticated end users : mencakup ahli teknik, ilmuwan, analis bisnis,
dan
lainnya
yang
terbiasa
dengan
fasilitas
dari
SMBD
untuk
mengimplementasikan aplikasi sesuai kebutuhannya. d.
Stand-alone end users : memaintain basis data personal dengan
menggunakan paket program yang sudah jadi yang menyediakan menu yang easy user dan interface tab berbasis grafik. 4.
System analysts and application programmers (software engineers) Analis sistem menentukan kebutuhan user, khususnya end user yang naive
dan parametric, dan membuat spesifikasi untuk canned transaction yang sesuai dengan kebutuhan. Pemrogram aplikasi mengimplementasikan spesifikasi ini sebagai program; kemudian diuji, di-debug, dan didokumentasikan. Software
59
engineers ini perlu terbiasa dengan kemampuan DBMS dalam menyelesaikan tugas-tugasnya. 5.
Pelaku lainnya:
a.
DBMS system designers and implementers;
b.
Tools developers : orang-orang yang mendesain dan mengimplementasikan tool sebagai paket software, dimana disesuaikan dengan yang menyediakan dan menggunakan desain sistem basis data dalam meningkatkan kinerja;
c.
Operators and maintenance personnel : bertanggung jawab atas hardware dan software dari sistem basis data yang dioperasikan dan dimaintain.
2.6
Sistem Informasi Geografis (SIG) Sistem Informasi Geografis (Geographic Information System/GIS) atau
sering juga disebut dengan Sistem Informasi Geospasial merupakan suatu sistem informasi yang digunakan untuk menyusun, menyimpan, merevisi dan menganalisis data dan atribut yang bereferensi kepada lokasi atau posisi obyekobyek di bumi. Data atau informasi yang bereferensi kepada lokasi atau posisi obyek-obyek di bumi diistilahkan sebagai data atau informasi spasial, sementara atribut menggambarkan karakteristik dari data spasial tersebut. Lebih detail, komponen-komponen data spasial meliputi posisi/lokasi geografis, data atribut, hubungan spasial (spatial relatioship) dan waktu (time period). SIG memungkinkan pemakainya untuk menyusun data, melakukan revisi atau editing data, memetakan data spasial ke dalam bentuk peta dijital, memperoleh dan menganalisis informasi spasial secara interaktif dengan cara
60
‘interactive queries’, dan menampilkan semua data atau informasi spasial tersebut. SIG ini antara lain dapat digunakan untuk keperluan riset di bidang keilmuan (scientific investigations), manajemen sumber daya, manajemen aset, analisis dampak lingkungan, perencanaan kota, kartografi, kriminologi, sejarah, pemasaran dan logistik. Sebagai ilustrasi, SIG banyak digunakan dalam perencanaan situasi darurat yaitu di dalam perhitungan waktu respon oleh instansi yang berwenang pada saat terjadi bencana alam, analisis cakupan daerah yang terkena polusi udara akibat pergerakan lalu lintas, serta analisis penempatan lokasi bisnis yang baru berdasarkan aksesibilitas pasar atau konsumen. Pada saat dimunculkan tahun 1960-an, penggunaan SIG masih terbatas pada sejumlah kecil penelitian dan aplikasi. Saat ini, SIG merupakan salah satu teknologi yang berkembang secara cepat. Motivasi dari pesatnya peningkatan penggunaan SIG ini adalah akibat meningkatnya permintaan akan informasi di segala bidang dan peningkatan kemampuan teknologi komputer yang mampu menyediakan kemampuan manajemen pemrosesan data secara efektif dan efisien. Secara konseptual, SIG dapat dilihat sebagai suatu kumpulan beberapa peta yang direpresentasikan ke dalam layer-layer, dimana setiap layer terkait dengan layer lainnya. Setiap layer memuat tema atau data geografis yang bersifat unik (tunggal). Sebagai ilustrasi, dalam Sistem Informasi Geografis untuk suatu wilayah, layer yang pertama akan memuat khusus mengenai letak pelanggan (customer) suatu perusahaan, layer kedua mengenai jalan, layer ketiga mengenai kaplingan, layer keempat mengenai elevasi, dan layer kelima mengenai tata guna lahan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.25.
61
pelangga an
jalan
kaplinga an
elevasii
TGL
dunia nyata G Gambar 2.26 Contoh C Beberapa Peta yang g Direpresentaasikan ke Dalaam Layer Sumber: Sm mile Group. 20009. http://ww ww.smilejogjaa. com/wp-conntent/uploads/22009/ 05/palaatihangis.jpg, Maret M 2010
Sem mua layer daalam SIG teersebut dapaat dikombinnasikan atauu tumpang tindih t (overlay) satu dengaan yang laainnya sesu uai dengan keinginan pengguna atau pemakai (user) ( sistem m tersebut. Dalam beeberapa kasuus, SIG dappat didefiniisikan berdasarkaan tipe datta dari sisteem informaasi. Sebagaii contoh, S Sistem Inforrmasi Pertanahann merupakaan suatu applikasi SIG yang digunnakan oleh pemerintah h kota atau pem merintah daaerah kabuppaten untu uk manajem men inform masi persil atau kepemilikkan tanah. Di dalam d prosees yang lebbih sederhan na, SIG meemungkinkaan versi oto omatis dari suatuu analisis peeta. Sebagaai contoh, analisis a tum mpang tindihh (map oveerlay)
62
merupakan fungsi dari SIG yang paling umum dan banyak digunakan. Di dalam analisis peta secara manual atau secara optis, analisis ini dilakukan dengan cara meletakkan dua buah peta yang berisi dua tema yang berbeda diatas meja yang dilengkapi dengan lampu, kemudian dilihat daerah mana saja yang bertampalan satu dengan yang lainnya. Dengan cara manual analisis tersebut hanya dapat dilakukan dengan jumlah peta yang terbatas karena kemampuan mata seorang analis sangat terbatas. Akan tetapi dengan bantuan SIG jumlah peta yang dianalisis jumlahnya tidak terbatas dan hasil analisis yang dihasilkan jauh lebih presisi dan cepat karena dilakukan dengan bantuan teknologi informasi. SIG terdiri dari beberapa subsistem atau fungsi-fungsi yang meliputi data masukan, kompilasi, penyimpanan, manipulasi dan keluaran. 2.6.1 Fase perancangan SIG Mengingat keuntungan yang ditawarkan oleh SIG maka penggunaannya semakin
meningkat.
Beberapa
organisasi
dan
individu
tertarik
untuk
menggunakan teknologi informasi ini. Adapun konsep strategis dari perancangan SIG ini digambarkan pada Gambar 2.26. Setiap fase dalam gambar tersebut relevan dengan pendekatan yang berorientasi pada data, seperti yang telah diuraikan pada bab sebelumnya.
63
G Gambar 2.26 Konsep Strateegis Perancangan SIG Sum mber: Hasil An nalisa, 2011
1)
Fasee 1 – Perenccanaan/plannning Prosses perencaanaan meruupakan tahaapan pertam ma dalam siklus fasee ini.
Tahapan ini meliputi tinjauan sisstematis meengenai siappa calon penngguna SIG G, data masi yang diperlukan. Tahapan ini juga merupakan m ssuatu fase untuk u dan inform menginforrmasikan mengenai m biaaya dan maanfaat dari SIG S yang akkan dibuat. Pada saat kebuttuhan dari pengguna p suudah secara jelas dapat didefinisikaan maka tah hapan selanjutnyya adalah deesain sistem m. 2)
Fasee 2 - Desainn sistem/dessign Tahaapan desainn menyesuaaikan kebutu uhan penggguna terhaddap fungsi-ffungsi
dari SIG yang y akan dikembangk d kan. Desain system tidaak hanya meeliputi pemiilihan perangkat lunak dann perangkat keras tetap pi juga dessain basis ddata spasiaal dan atribut. Baagian dari desain d basis data termassuk spefisikkasi skala, pproyeksi petta dan sistem koordinat. Sej ejarah data juga harus diketahui secara pastti yang meeliputi sumber data, d akurassi, waktu pengumpula p an data daan hal-hal atau keteraangan lainnya mengenai m setiap detail data yang dikumpulkaan. Juga daalam tahapaan ini harus diaantisipasi mengenai m im mplementassi dari tekknologi SIG G ini. Biassanya
64
sebelum dibuat sistem dalam skala besar dibuat terlebih dahulu prototipe atau pilot project sehingga metode pembelajaran dapat diterapkan sebelum mengimplementasikan sistem yang sesungguhnya. 3)
Fase 3 - Implementasi/implementation Pada tahapan implementasi, perhatian kepada semua kebutuhan pengguna
harus diberikan melalui pendidikan dan latihan. Pengguna harus diberikan pendidikan dan latihan agar mampu mengutilisasi, memelihara dan mengelola sistem secara penuh. Semua pengguna harus memahami bagaimana SIG akan mempengaruhi mereka di dalam mengerjakan pengelolaan data. Pengguna juga harus memahami bagaimana SIG dapat membawa perubahan pada pengelolaan informasi dan cara pengambilan keputusan. 4)
Fase 4 – Pemeliharaan/maintenance Terakhir, aplikasi SIG harus dipelihara dan dikelola secara baik. Dalam
beberap kasus, SIG didesain untuk keperluan yang sangat spesifik. Dalam kasus yang demikian SIG akan selesai dipergunakan jika keperluan yang bersifat spesifik tersebut sudah selesai dilakukan dan pemeliharaan tidak diperlukan lagi. Akan tetapi meskipun sistemnya sudah tidak dapat dipergunakan lagi, data pada sistem tersebut kemungkinan dapat digunakan untuk proyek atau keperluan yang lain.
Kegiatan-kegiatan
yang
termasuk
ke
dalam pemeliharaan
adalah
pemutakhiran perangkat keras dan lunak, penambahan data baru untuk pemutakhiran data.
65
2.6.2 Pembentukan data spasial dengan SIG Dalam sub bab ini diperlihatkan cara pembentukan data spasial SIG dengan menggunakan perangkat lunak Arc/Info. Tahapan pembentukan data spasial diperlihatkan pada Gambar 2.30. Suatu layer atau peta yang memuat obyek dengan tema khusus di dalam Arc/Info disebut dengan istilah ‘Coverage’. Misalkan terdapat file gambar peta dijital dengan nama Evakuasi.dxf pada direktori d:\gambar. File inilah yang digunakan sebagai data masukan ke dalam Sistem Informasi Geografis. File data yang digunakan adalah berasal dari data sekunder eksisting dari perangkat lunak AutoCad. Konversi dari file gambar (drawing/ *.dwg) ke file drawing interchange (*.dxf) adalah dengan menggunakan perintah ‘dxfout’ di AutoCad. Di dalam pemberian data atribut di ArcInfo adalah hampir menyerupai pada perangkat lunak basisdata DBASE. Sehingga mengenal kedua jenis perangkat lunak tersebut (AutoCad) dan DBASE (seperti DBASE III+, atau DBASE IV) dan prinsip-prinsip penggunaannya merupakan suatu keuntungan tersendiri sebelum memulai menggunakan perangkat lunak GIS khususnya ArcInfo dan Arcview. Perangkat lunak ArcInfo digunakan utamanya untuk pembentukan data spasial, pendefinisian topologi, editing data spasial dan melakukan fungsi analisis spasial. Sementara itu perangkat lunak ArcView lebih ditujukan untuk tampilan data, peremajaan (updating) data atribut dan proses ‘query’.
66
Input Data
Data Grafis - file gambar CAD - file koordinat (X, Y)
Data Atribut
Konversi data atribut
Konversi data grafis
Pendefinisian Topologi
Pemberian ID unik untuk relasi data grafis - atribut
Penggabungan data grafis dan atribut
Editing data - grafis - atribut
Pendefinisian Topologi
- Analisis - Display - Cetak
Gambar 2.27 Tahapan Pekerjaan Pembentukan Coverage SIG berbasis Data Vektor Sumber: Hasil Analisa, 2011
67
Gambar 2.28 Konverssi dan Pemben ntukan Topoloogi pada Arc/Innfo Sum mber: Hasil An nalisa, 2011
a. Perintaah ’workspaace’ untuk setting s temp pat direktorri kita bekerrja (sama seeperti perintahh dir pada DOS). D b. Kemuddian perintaah ’dxfinfoo’ adalah untuk u menngetahui naama layer yang terdapaat pada file dxf. d c. Perintaah ’dxfarc’ adalah unttuk mengko onversi darri file dxf kke pembenttukan coveragge di Arc/Info. Dalam m kasus in ni nama cooverage yaang ingin dibuat d
68
mempuunyai namaa evakuasi. Perhatikan n bahwa di dalam keegiatan kon nversi diatas, extension *.dxf haruss diikutserttakan (evakkuasi.dxf). P Pilih layer yang ingin dimasukkan d ke dalam konversi (ingat bahwaa layer 0 m mutlak selalu u ada dalam pilihan laayer, Layerr 0 biasan nya oleh AutoCad A ddigunakan untuk u menyim mpan inforrmasi koorrdinat gamb bar, jika tidak t diikuutsertakan maka kemunggkinan koorrdinat coverrage tidak sesuai dengaan yang kitaa inginkan). d. Coveraage sebelum m diedit (diigunakan) harus h dibenntuk topologinya (entaah itu polygonn, line atau point). Dalam D kasu us ini coveerage evakkuasi merup pakan poligonn, sehinggaa pada saaat ’build’ pilihannyaa adalah ’poly’. Perrintah selanjuutnya adalahh ’clean’ (ingat ( perin ntah clean digunakann setelah ’b build’ hanya untuk u topoloogy ’line’ dan d ’poly’ saaja (tidak untuk u pointt).
Gambar 2.29 Tampilaan Menu Arceedit mber: Hasil An nalisa, 2011 Sum
69
e. Kegiataan selanjutnnya adalahh pemberian n nomor ID D pada covverage evak kuasi. Masukllah ke ’arceedit’, maka diperoleh taampilan sepperti pada G Gambar 2.30 0.
Gambar 2.30 2 Pemberian n ID pada Arccedit Sum mber: Hasil An nalisa, 2011
f. Ingat untuk u jika kita k bekerjaa untuk pen ngeditan naama ID maaka feature yang akan diedit d (‘Edittfeature’ dissingkat ‘Ed ditfea’) haruuslah label. Contoh lainnya jika kitta ingin menngedit garis pada gamb bar maka ‘edditfea’ menjjadi ‘editfea a arc’ (yang ini tidak terddapat pada contoh c kasu us diatas).
70
g. Masukkkan perintaah ‘add’ unttuk memberri nomor ID D, letakkan kursor di dalam d lingkarran, perhatikkan bahwa Arc/Info A meemberi secaara otomatiss nomor ID yaitu 1,2,3 dsst (pada gam mbar diatas{Label} Useer-ID: 1 Cooordinate, ddst). h. Jika sem mua lingkarran telah dikklik, maka tekan t angkaa 9 pada keyyboard kom mputer untuk keluar k (QUIIT). i. Kemuddian keluarlah dari arc//info dan jaangan lupa untuk u mem m ‘build’ kem mbali coveragge yang barru diedit, sepperti ditunju ukkan pada Gambar 2.331.
G Gambar 2.31 Keluar K dari Menu M Arcedit dan d Pembentukkan Kembali T Topologi Sum mber: Hasil An nalisa, 2011
71
Gambar 2.32 2 Penambaahan Item ‘NA AMA’ pada Cooverage Evakuuasi Sum mber: Hasil An nalisa, 2011
j. Misalkan coverage evakuasi akan ditam mbah databaasenya denggan membeerikan e A,, B, C dst), maka item baaru yaitu naama titik evaakuasi (misalkan titik evakuasi terlebihh dahulu item databbase harus ditambahhkan dahulu seperti yang ditunjuukkan oleh Gambar G 2.33. k. Perhatiikan bahwa arcinfo otomatis memberikaan item aarea, perim meter, evakuaasi# dan evaakuasi-id. Sementara S kita k mendeffinisikan item databasee baru yaitu NAMA. N l. Pada coontoh diataas lebar item m nama adaalah sebanyyak 30 karaakter dengan n tipe string (c=character ( r)
72
Gambbar 2.33 Pembberian Data Atribut A pada Fiield ‘NAMA’ Sum mber: Hasil An nalisa, 2011
m. Pemberrian item database d pada arceditt prinsipnyya sama seeperti pemb berian nomor ID pada coontoh sebelumnya. Haanya pada perintah p ‘Drrawenvironm ment’ (disingkkat ‘drawennv’ ditambaahkan ‘Labeel On’ agar arcedit mem munculkan tanda tambahh tempat ID masing-maasing lingkaaran diatas). fungsi aggar kita mudah n. Tanda tambah pada p lingkaaran tsb mempunyai m m menem mpatkan kurrsor pada saaat menam mbahkan item m database tersebut seeperti yang diitunjukkan pada p Gambbar 2.35.
73
Gambaar 2.34 ID Cooverage (lingkkaran titik evak kuasi) yang Akan A Diberikann Data Atribu ut Sum mber: Hasil An nalisa, 2011
o. Pilihlahh satu persaatu ID yangg akan dimaasukkan nam ma titik evaakuasinya seeperti yang diitunjukkan pada Gambbar 2.35. (K Klik pada taanda tambahh setelah mu uncul Enter Point) P
74
Gambar 2.35 2 ID yang Telah Dipilih h untuk Diberikan Data Atriibut mber: Hasil An nalisa, 2011 Sum
Gambar 2.37 Pemberiann Data Atribu ut dan Keluar dari d Menu Arccedit Sum mber: Hasil An nalisa, 2011
75
p. Arcedit memberikan pesan bahwa satu ID telah anda klik, dan sekarang siap untuk diberi nama. q. Kegiatan selanjutnya adalah memberikan nama titik evakuasi tersebut seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.37. Perintah yang digunakan adalah ‘Moveitem’. ‘Titik A’ adalah definisi dari kita sendiri dengan asumsi adalah pada titik tersebut merupakan titik A evakuasi, bisa saja kita berikan nama lain seperti ‘Titik Berkumpul’ dan lain-lain. Demikian seterusnya sampai semua titik atau ID diberikan nama. r. Setelah itu kita keluar dari arc-info (dengan perintah ‘quit’) dan coverage tersebut diberikan topologi lagi.
Data atribut/non spasial data berupa teks/string dan bilangan (nominal, ordinal, interval, rasio). Agar data atribut dapat diolah secara analitis (diolah dengan rumusan atau formula tertentu) maka data atribut harus dibuat dalam bentuk bilangan. Data spasial dan atribut secara bersama-sama dapat digunakan dengan bantuan bahasa ‘query’ yang terstruktur (SQL/ Structure Query Languange). Hal ini dimungkinkan karena data spasial dan non spasial dihubungkan dengan metode basisdata relasional (relational database).
2.6.3 Model relasional Model basisdata relasional dikelola dalam bentuk tabel. Setiap tabel diidentifikasi menggunakan nama tabel yang unik (tunggal) dalam format baris dan kolom. Setiap kolom dalam tabel juga mempunyai nama yang unik (tunggal).
76
Kolom menyimpan nilai atribut yang spesifik, sementara baris menyimpan satu ‘record’ dalam tabel. Di dalam SIG setiap baris dalam tabel terhubung dengan bentuk spasial yang terpisah menggunakan suatu identifier kunci (key) yang bersifat unik. Setiap baris terdiri dari beberapa kolom dimana setiap kolomnya memiliki nilai yang spesifik dari bentuk geografis (spasial) tersebut. Jika ditinjau kembali contoh model relasional yang telah digambarkan seperti yang terlihat pada Gambar 2.37, maka model relasional dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Poligon nomer 14 merupakan bentuk spasial (geografis), dapat diandaikan seperti suatu area yang mempunyai ID dengan nomor 14. b. Area (ID = 14) tersebut dihubungkan (direlasikan) dengan tabel yang mempunyai nama yang spesifik yaitu atribut 1, pada baris dengan ID = 14. ID = 14 dalam hal ini merupakan identifier kunci yang bersifat unik. c. Baris tersebut mempunyai beberapa kolom yang mempunyai nilai atribut yang spesifik pula (kolom Luas Area (ha) dan No). Dalam hal ini kolom Luas Area mempunyai nilai 75 dan No = 3. d. Tabel Atribut 1 juga direlasikan dengan tabel lain yang juga mempunyai nama yang spesifik yaitu Atribut 2. No = 3 dalam hal ini merupakan identifier kunci yang bersifat unik.
77
PETA 12
Tabel Atribut 1 13 14
Id
Luas Area (Ha)
No
11
100
1
12
200
2
14
75
3
Tabel Atribut 2 Umur
Nama
(Tahun)
Pemilik
66
ADI
No
3
Gambar 2.37 Model Relasional Sumber: Hasil Analisa, 2011
2.6.4 Sistem koordinat Bentuk bumi yang
tidak bulat sempurna disebut dengan ellipsoid atau
spheroid, sedangkan data hasil pengukuran tentang perbedaan diameter atau radius Bumi di Kutub dan di Khatulistiwa ini disebut dengan datum. Pada tahun 1927, pemetaan di Amerika menggunakan nilai datum Clarke dan diadopsi sebagai NAD27 (North American Datum of 1927). Sejak tahun 1983, dimana pengukuran radius bumi dapat dilakukan lebih akurat dari hasil riset yang menggunakan GPS (Global Positioning System), maka nilai datum di Amerika diperbaiki dan dikenal dengan nama NAD83. Namun dunia luar selain Amerika menggunakan datum dari hasil pengukuran pada tahun 1980 yang dikenal dengan nama GRS80 (Geodetic Reference System of 1980). Datum ini kemudian
78
disempurnakan pada tahun 1984 dan diadopsi secara international, dikenal dengan nama WGS84 (World Geodetic System 1984). Lembaga yang berwenang dalam membuat peta dasar di Indonesia adalah BAKOSURTANAL (Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional) dengan menggunakan datum yang diberi nama Datum Geodetik Nasional Indonesia dalam membuat peta rupa Indonesia. Nilai pada datum ini mengadopsi nilai datum NAD27. Posisi suatu tempat dialamatkan dengan nilai koordinat
garis bujur
(longitude) dan lintang (latitude) yang melalui tempat itu. Garis bujur (longitude), sering juga disebut garis meridian, yaitu merupakan garis lurus yang menghubungkan Kutub Utara dan Kutub Selatan bumi. Keterangan lebih lanjut dapat dilihat pada Gambar 2.38.
Gambar 2.38 Posisi Garis Lintang, Bujur, dan Lainnya pada Bumi Sumber: Zuhdi, t.t. http://www.angelfire.com/mo/zuhdi/Kuliah2.pdf., Maret 2010
Nilai koordinat garis bujur dimulai dari bujur 00 yaitu di Greenwhich, kemudian membesar kearah Timur dan Barat sampai bertemu kembali di Garis
79
batas tanggal Internasional yaitu terletak di selat Bering dengan nilai 1800. Garis bujur 00 sering juga disebut prime meridian atau meridian Greenwhich. Garis bujur kearah barat diberi nilai negative dan disebut Bujur Barat (West Longitude) serta disingkat BB. Sedangkan garis bujur yang kearah Timur diberi nilai positif dan disebut Bujur Timur (East Longitude) serta disingkat BT. Adapun nilai koordinat Lintang dimulai dari garis lingkaran Khatulistiwa yang diberi nilai 00. Selanjutnya garis-garis lintang yang lain berupa lingkaranlingkaran pararel (sejajar) khatulistiwa berada di sebelah Utara dan Selatan Khatulistiwa. Lingkaran pararel di Selatan disebut garis Lintang Selatan (LS) dan diberi nilai negatif, sedangkan lingkaran pararel di Utara diberi nilai positif dan disebut garis Lintang Utara (LU). Nilai maksimum koordinat garis Lintang adalah 900 yaitu terletak di Kutub-kutub Bumi. Besarnya sudut dalam sistem koordinat geografik dapat dinyatakan dalam dua cara, yaitu dengan satuan DMS (Degree Minute Second) dan satuan DD (Decimal Degree). a.
Degree Minute Second (DMS) Dalam sistem satuan DMS, setiap derajat sudut dibagi menjadi 60 menit dan
setiap menitnya dibagi lagi menjadi 60 detik. Penulisannya dinyatakan sebagai ddomm’ss”. Konversi dari DMS ke DD atau sebaliknya diperlukan karena tidak semua sistem ini dapat diakomodir pada kebanyakan software SIG, walaupun pada penyajian data, baik DMS maupun DD dapat ditampilkan. Kebanyakan pada proses input data, software SIG hanya bisa menerima data koordinat dalam satuan DD. Berikut adalah contoh konversi koordinat dari satuan DMS ke satuan DD:
80
Terdapat suatu koordinat dengan satuan DMS yang berlokasi di 103025’38”BT; 2036’53”LS, maka koordinat DD-nya adalah 103025’38”BT
2036’53”LS
= (103 + 25/60 + 38/3600)0
= (-2 - 36/60 – 53/3600)0
= (103 + 0,416667 + 0,010556)0
= (-2 – 0,6 – 0,014722)0
= 103,4272220
= -2,6147220
Jadi koordinat DD-nya adalah 103,4272220; -2,6147220 Dalam konversi DMS ke DD, perlu diperhatikan bahwa untuk koordinat yang bernilai negatif (Lintang Selatan atau Bujur Barat), penjumlahan komponen menit dan detiknya juga harus merupakan penjumlahan bilangan negatif. b.
Decimal Degree (DD) Dalam sistem satuan DD, setiap derajatnya dinyatakan dalam pecahan
desimal. Berikut ini terdapat contoh konversi dari satuan DD ke DMS: Koordinat suatu lokasi dinyatakan dengan 107,426540 ; -6,853200, maka koordinat dalam DMS adalah Nilai derajat : 1070
;
60
Nilai menit : (107,42654 - 107) x 60’
;
(6,85320 - 6) x 60’
0,42654 x 60’
;
0,85320 x 60’
25,5924’ → 25’
;
51,1920’→51’
;
(51,1920 – 51) x 60”
0,5924 x 60”
;
0,1920x60”
35,5440”
;
11,52”
Nilai detik
: (25,5924 – 25) x 60”
Jadi koordinat DMS-nya adalah 107025’35,544”BT ; 6051’11,52”LS
81
BAB III METODE PENELITIAN
3.1
Kerangka Penelitian Terdapat langkah-langkah yang dirancang sebelum penelitian dilakukan
agar penelitian dapat berlangsung secara terstruktur dan terintegrasi. Dengan adanya rancangan penelitian diharapkan kesalahan dalam penelitian dapat diminimalkan. Rancangan penelitian pada kasus ini dapat dilihat pada gambar diagram alir berikut.
Mulai Studi Pendahuluan: - Identifikasi pustaka - Survei pendahuluan - Identifikasi lokasi penelitian Perumusan Pendahuluan: - Latar belakang - Rumusan masalah - Tujuan penelitian Kajian Pustaka A
81
82
A
Persiapan Survei: - Perumusan form survei beserta alat - Pembuatan panduan survei bagi surveyor
Pengumpulan Data Data Primer Melalui survei lapangan: - STA - Lebar jalur dan bahu - RCI - Jenis kerusakan perkerasan - Kondisi geometrik - Kondisi sosial - Foto kondisi jalan
Data Sekunder: - Titik pengenal awal dan akhir ruas - Panjang ruas - IRI - LHRT
Analisis data survei Penyusunan basis data berbasis SIG Data spasial: Peta, foto-foto
Data atribut: Data primer, data sekunder Simpulan dan Saran
Selesai
Gambar 3.1 Bagan Alir Rancangan Penelitian Sumber: Hasil Analisa, 2011
83
Langkah awal dari penelitian ini melakukan studi pendahuluan terhadap kebutuhan informasi dan beberapa program basis data yang digunakan oleh instansi terkait, langkah ini meliputi identifikasi pustaka, survei pendahuluan, dan identifikasi lokasi penelitian. Setelah itu perumusan pendahuluan dapat dibuat. Perumusan form survei beserta panduannya dengan memperhatikan kajian pustaka dan metode penelitian diharapkan mampu meminimalisir kesalahan dalam pengumpulan data, baik data primer maupun sekunder. Analisis data hasil survei dilakukan untuk membuat data kondisi Jalan Nasional menjadi lebih informatif. Setelah informasi jalan tersebut dianalisis, maka basis data jalan berbasis SIG dapat disusun. Simpulan dan saran dapat dibuat setelah itu. 3.2
Lokasi Penelitian Penelitian akan dilakukan di seluruh ruas jalan nasional provinsi Bali yang
menjadi tanggung jawab SNVT P2JJ Metropolitan Denpasar. Terdapat 33 dari 58 ruas jalan nasional yang menjadi tanggung jawab P2JJ Metropolitan Denpasar dengan panjang 103,30 km menurut Kepmen Nomor: 376/KPTS/M/2004. Namun berdasarkan data sekunder yang didapat dari P2JJ Metropolitan Denpasar, terdapat perbedaan panjang ruas antara data yang diperoleh dari Kepmen Nomor: 376/KPTS/M/2004 dengan data yang diperoleh dari SNVT P2JJ Metropolitan Denpasar pada beberapa ruasnya. Berdasarkan informasi yang diperoleh, saat ini SNVT P2JJ Metropolitan Denpasar sudah melakukan usulan perubahan mengenai panjang ruas jalan tersebut ke pemerintah pusat. Selain data mengenai panjang ruas, terdapat juga data mengenai titik pengenal awal dan titik pengenal akhir dari ruas jalan tersebut. Salah persepsi dalam pengenalan awal dan akhir suatu ruas
84
dapat menyebabkan domino effect of error, karena hampir semua titik akhir ruas suatu jalan menjadi titik awal ruas jalan lainnya. Keterangan lebih lanjut mengenai ruas jalan yang disurvei dapat dilihat pada Lampiran B.
3.3
Data Primer Data ini diperoleh melalui survei lapangan. Formulir survei untuk data
primer dapat dilihat pada Lampiran D usulan penelitian ini. Adapun data primer yang dibutuhkan, yaitu: 3.3.1 Stasiun Titik Awal (STA) Titik nol kilometer provinsi Bali terletak di daerah Taman Monumen Perjuangan (Puputan), di kota Denpasar. Posisi patok DPS-0 tepatnya berada pada koordinat 08039’22,1’’ LS dan 115013’04,1’’ BT. Informasi STA tiap awal dan akhir segmen pada ruas jalan berguna untuk memberikan gambaran lokasi dari segmen ruas, karena patok STA terdapat di tiap kelipatan 100 meter ruas jalan Nasional. Gambar 3.2 berikut merupakan ilustrasi STA, ruas, dan segmen. Titik Nol (STA)
Ruas X
Titik Awal Ruas X
500 m
0m Jarak dari STA ke segmen 0 ruas X
Titik Akhir Ruas X
Segmen 0-500 ruas X
900 m Segmen 500-900 ruas X
Jarak dari STA ke segmen 500 ruas X Gambar 3.2 Ilustrasi STA, Ruas, dan Segmen Sumber: Hasil Analisa, 2011
85
Gam mbar 3.3 beerikut meruupakan foto o udara, yanng diambil dari ketinggian kurang lebbih 400 meeter dari peermukaan air a laut, lokkasi dari titiik nol kilom meter provinsi Bali. B
Titik Nol
Gaambar 3.3 Lokkasi Titik Nol Kilometer Proovinsi Bali Sum mber: Google Earth, 2010
3.3.2 Lebaar jalur daan bahu jalaan Penggukuran leebar saluraan, jalur dan bahu jalan dillakukan deengan menggunaakan meteraan kain setiiap awal daan akhir seggmen (tiap segmen berrjarak 500 meter) yang
d dilakukan p pada saat lalu l lintas relatif seppi. Informassi ini
86
berfungsi untuk mengetahui lebar badan jalan dan mengetahui ruas jalan yang tidak memenuhi syarat lebar minimal sesuai UU No.38 tahun 2004 dan PP No.34 tahun 2006. Cara penulisan pada form adalah lebar saluran kiri, lebar bahu kiri, lalu lebar jalur, lebar bahu kanan, dan lebar saluran kanan. Untuk jalan dengan median, maka lebar median ditulis diantara lebar jalur. 3.3.3 Indeks kondisi jalan (RCI) Secara garis besar, teknis pelaksanaan survei kondisi jalan dapat dilihat pada berikut ini: a. Survei dilaksanakan oleh 3 orang surveyor dengan menggunakan satu kendaraan pada ruas-ruas jalan yang harus disurvei, dimana masing-masing melakukan pengamatan dan menentukan nilai RCI-nya. Keterangan mengenai penentuan nilai RCI dapat dilihat pada tabel 2.1. b. Untuk survei yang dilakukan pada suatu ruas jalan yang mempunyai jalur pemisah (median, saluran atau lainnya) maka survei dilakukan pada jalur yang diperkirakan mempunyai nilai kekasaran lebih besar. 3.3.4 Jenis kerusakan perkerasan Informasi jenis kerusakan akan ditampilkan tiap segmen dengan jarak persegmen adalah 500 meter, dimana dalam penelitian ini jenis kerusakannya akan digolongkan menjadi 5 jenis berdasarkan penanganannya. Golongan jenis kerusakan tersebut yaitu bleeding, pengausan dan atau pelepasan butir, lubang dan atau deliminasi, retak, dan deformasi. Langkah yang dilakukan dalam survei jenis kerusakan adalah dengan menghitung perkiraan luas dari tiap kerusakan yang
87
ditemui, kemudian luasan kerusakan tersebut dijumlahkan setiap segmennya. Maka akan didapat luasan tiap jenis kerusakan pada tiap segmen. 3.3.5 Kondisi perkerasan Jenis kerusakan perkerasan dalam survei ini digolongkan menjadi 5 kelompok, yaitu bleeding, terkelupas, lubang, retak, dan deformasi. Kondisi perkerasan dalam penelitian ini dikategorikan ke dalam 4 (empat) jenis, yaitu baik,sedang, rusak ringan, rusak berat. Definisi dari masing-masing kategori tersebut dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 3.1 Definisi Tiap Kategori Kondisi Perkerasan
Kondisi
Definisi
Baik
Kerusakan kurang dari 1% luas permukaan
Sedang
Kerusakan antara 1% sampai kurang dari 20% luas permukaan
Rusak Ringan
Kerusakan antara 20% sampai kurang dari 60% luas permukaan
Rusak Berat
Kerusakan lebih dari 60% luas permukaan
Sumber: BPJN VIII, 2011
3.3.6 Kondisi geometrik Survei ini dilakukan secara pengamatan dengan kendaraan. Kondisi geometrik pada penelitian ini akan digolongkan menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu baik, cukup, dan kurang. Definisi dari masing-masing kategori tersebut dapat dilihat pada tabel berikut.
88
Tabel 3.2 Definisi Tiap Kategori Kondisi Geometrik
Kondisi
Definisi
Baik
Kelandaian datar dan tikungan yang lebar
Cukup
Kelandaian tidak terlalu besar dan tikungan tidak terlalu tajam
Kurang
Kelandaian besar, panjang, serta tidak ada climbing lane, dan tikungan yang tajam
Sumber: BPJN VIII, 2011
Dengan dibekali pengetahuan dasar mengenai geometrik jalan, maka surveyor diharapkan mampu menilai kondisi geometrik secara visual.
3.3.7 Kondisi sosial Survei ini dilakukan secara pengamatan dengan kendaraan untuk mengetahui kondisi kegiatan sosial di sekitar jalan, yang tentunya kondisi ini berpengaruh terhadap analisis para pemegang kebijakan. Kondisi sosial pada penelitian ini akan digolongkan menjadi 3 jenis, yaitu baik, cukup, dan kurang. Pada kondisi sosial yang menjadi ukuran adalah bangunan yang terdapat dalam RUMIJA (25 meter) dan kegiatan ekonomi yang dapat memberikan gangguan pada lalu lintas. Definisi dari masing-masing kategori tersebut dapat dilihat pada tabel berikut.
89
Tabel 3.3 Definisi Tiap Kategori Kondisi Sosial
Kondisi
Definisi Tidak ada bangunan yang terletak dalam RUMIJA (25 meter)
Baik
dan tidak ada kegiatan ekonomi yang mengganggu lalu lintas Cukup
Terdapat bangunan yang sebagian terletak dalam RUMIJA (25 meter) dan terdapat kegiatan ekonomi yang memberikan gangguan terbatas terhadap lalu lintas (misalnya terdapat warung, dan sebagainya)
Kurang
Terdapat bangunan yang terletak dalam RUMIJA (25 meter) dan terdapat kegiatan yang mengganggu lalu lintas (misalnya terdapat pasar, pusat pertokoan, mal, dan sebagainya)
Sumber: BPJN VIII, 2011
3.3.8 Foto kondisi jalan Foto kondisi jalan diambil minimal 3 buah per segmen. Prioritas pengambilan foto adalah untuk nilai kondisi yang kurang, baik kondisi perkerasan, geometrik, maupun sosial. Hal ini bertujuan untuk menggambarkan kondisi real di lapangan, dimana juga dapat sebagai kontrol terhadap penilaian yang dilakukan oleh surveyor.
90
3.4
Data Sekunder Data sekunder yang dibutuhkan dalam penelitian ini sudah tersedia pada
SNVT P2JJ Metropolitan Denpasar, yaitu : 3.4.1 Titik pengenal awal dan akhir ruas Informasi mengenai titik pengenal awal dan akhir suatu ruas jalan sangatlah penting untuk menghindari terjadinya domino effect of error, mengingat hampir semua titik akhir suatu ruas menjadi titik awal ruas berikutnya. Jadi, jika terjadi kesalahan persepsi terhadap titik akhir suatu ruas, maka sudah tentu terjadi kesalahan penentuan titik awal pada ruas berikutnya, dan demikian juga untuk ruas berikutnya. Data mengenai titik awal dan akhir ini dapat diperoleh di SNVT P2JJ Metropolitan Denpasar. 3.4.2 Panjang ruas Panjang masing-masing ruas Jalan Nasional sudah didata oleh P2JJ, sehingga panjang ruas yang digunakan pada penelitian ini merupakan kutipan dari survei yang dilakukan P2JJ. Hal ini dilakukan untuk mengontrol panjang ruas yang didapat dari hasil pengukuran surveyor penelitian ini, sehingga dapat diketahui secepat mungkin apabila terjadi kesalahan dalam persepsi titik awal dan akhir ruas jalan. 3.4.3 Indeks Internasional kekasaran permukaan (IRI) Sebelum melakukan survei ketidakrataan permukaan jalan, maka harus ditentukan persamaan korelasi antara Dipstick Floor Profiler dengan alat ukur NAASRA terhadap nilai IRI. Persamaan korelasi ini didapatkan dengan membuat Seksi Percobaan (SP), paling sedikit dilakukan 8 SP yang dipilih dari jalan yang
91
permukaannya sangat rata sampai yang sangat tidak rata, panjang SP adalah 300 meter ditambah masing-masing 50 meter pada kedua ujungnya, kemudian dilakukan pengukuran profil memanjang dengan alat Dipstick Floor Profiler, selanjutnya menjalankan kendaraan survei dengan kecepatan 30 km/jam untuk mencatat ketidakrataan permukaan jalan. Pada penelitian ini akan digunakan data IRI dari P2JJ Metropolitan Denpasar mengingat keterbatasan alat yang dimiliki dalam penelitian ini.
3.4.4 Lalu lintas Harian Rata-rata Tahunan (LHRT) Berikut akan dijelaskan mengenai langkah-langkah pelaksanaan survei pencacahan lalu lintas terklasifikasi untuk mendapatkan nilai Lalu lintas Harian Rata-rata Tahunan (LHRT). Petugas mencatat setiap kendaraan yang melintasi titik yang telah ditentukan pada formulir lapangan atau dengan “handy tally” (yaitu suatu alat kecil yang dapat menjumlahkan secara kumulatif) dan menjumlahkan nilai totalnya pada formulir lapangan. Cara melakukan pencacahan volume lalu lintas terklasifikasi secara manual serupa dengan pencacahan volume lalu lintas, namun diperlukan formulir lapangan yang berbeda atau beberapa buah handy tally. Pada dasarnya, tidak ada kerugian untuk membedakan banyak kelas kendaraan, karena pada tahapan analisis, data tersebut dapat digabungkan kembali jika dikehendaki. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dari P2JJ Metropolitan Denpasar, mengingat keterbatasan waktu dan biaya survei.
92
3.5
Penyusunan Basis Data Berbasis SIG Tahapan penyusunan basis data dibagi menjadi dua, yaitu penyusunan data
spasial dan data atribut. Data spasial terdiri dari peta provinsi Bali dan juga fotofoto, sedangkan data atribut terdiri dari data primer dan sekunder. Basis data disusun sedemikian rupa sehingga dapat dilakukan analisis data spasial. Secara umum, langkah-langkah penyusunan yang dilakukan dengan bantuan program Arcinfo ini, dapat dilihat pada Bab II.
93
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Data Primer
4.1.1 Sistem stasioning Tampilan data mengenai sistem stasioning, yang merupakan jarak setiap awal maupun akhir segmen terhadap Stasiun Titik Awal pada ruas Jalan Nasional di bawah tanggung jawab P2JJ Metropolitan, dapat dilihat pada lampiran E dan juga program basis data. Data ini akan sangat membantu dalam mengenali dan persamaan persepsi terhadap segmen setiap ruas yang dimaksud dalam laporan ini.
4.1.2 Lebar jalur dan bahu jalan Data mengenai lebar saluran, bahu, dan jalur hanya akan ditampilkan pada lampiran laporan saja dan tidak pada program. Hal ini dikondisikan agar tampilan data dalam program basis data tidak terlalu banyak.
4.1.3 Indeks kondisi jalan/Road Condition Index (RCI) Informasi mengenai data RCI (Road Condition Indext) setiap segmen jalan dapat dilihat pada Lampiran F, namun tidak ditampilkan dalam program ini mengingat sudah terdapat data kondisi perkerasan dan IRI (International Roughness Index). 93
94
4.1.4 Jenis kerusakan perkerasan Informasi jenis kerusakan setiap segmen ruas Jalan Nasional di bawah tanggung jawab P2JJ Metropolitan dapat dilihat pada lampiran F laporan ini. Data ini bermanfaat selain dalam mengetahui jenis kerusakan perkerasan juga bermanfaat dalam penentuan kondisi perkerasan. Data ini juga tidak ditampikan dalam program basis data ini.
4.1.5 Kondisi perkerasan Kondisi perkerasan pada Jalan Nasional di bawah tanggung jawab Metropolitan pada tahun 2009 dapat dikatakan dalam kondisi baik. Hal tersebut dapat kita lihat dari tabel dan grafik berikut ini.
Tabel 4.1 Kondisi Perkerasan Segmen Jalan
KONDISI PERKERASAN
JUMLAH SEGMEN
Baik
172
Sedang
25
Rusak Ringan
7
Rusak Berat
3
JUMLAH
207
Sumber: Hasil Analisa, 2011
95
90,00 0%
83,09%
80,00 0% 70,00 0% 60,00 0% 50,00 0% 40,00 0% 30,00 0% 20,00 0%
12,08%
10,00 0%
3,38%
1,45%
Rusak R Ringan
Rusak Berat
0,00 0% B Baik
Sedang
Gambar 4.1 Grafik Peersentase Kon ndisi Perkerasaan Segmen Jallan Sum mber: Hasil An nalisa, 2011
Dataa lebih lannjut mengeenai kondissi perkerasaan tiap seegmennya selain s terdapat pada p program m juga terddapat pada laampiran E laporan l ini. Jenis kerussakan perkerasann pada Jaalan Nasioonal di baawah tangggung jawaab SNVT P2JJ Metropolitan sebagiaan besar adaalah kerusak kan jenis rettak. 4.1.6 Kon ndisi geomeetrik Dataa mengenai kondisi geoometrik jalaan yang diperoleh melaalui survei visual v secara dettail tiap seggmenya dappat dilihat dalam d progrram basis ddata ini. Ko ondisi geometrikk segmen jalan secaraa umum ad dalah baik, dimana kondisi ini dapat dilihat padda tabel dann grafik beriikut.
96
Tabel 4.2 Kondisi K Geom metrik Segmen Jalan
KOND DISI GEOM METRIK
JUMLAH H SEGMEN N
Baik
1 188
Cukup p
18
Kuran ng
5 2 207
H JUMLAH Sum mber: Hasil An nalisa, 2011
100,00% % 90,00% %
8 89,37%
80,00% % 70,00% % 60,00% % 50,00% % 40,00% % 30,00% % 20,00% % 8,21%
10,00% %
2 2,42%
0,00% % Baik
S Sedang
K Kurang
Gambarr 4.2 Grafik Peersentase Kon ndisi Geometriik Segmen Jallan Sum mber: Hasil An nalisa, 2011
Untuuk lebih lenngkapnya mengenai m ko ondisi geom metrik tiap seegmennya selain s terdapat pada program m juga dapaat dilihat pad da lampirann E laporan ini.
97
4.1.7 Kon ndisi sosial Konndisi sosial pada penelitian ini ak kan digolonggkan menjaadi 3 jenis, yaitu baik, cukuup, dan kuraang. Kondissi sosial jalaan ini secarra umum addalah cukup yang lebih jelassnya seperti terlihat padda tabel dan n grafik di bawah b ini.
Tabel 4.33 Kondisi Sosial Segmen Jaalan
KO ONDISI SO OSIAL
JUMLAH H SEGMEN N
Baik
52
Cukup p
1 141
Kuran ng
14 2 207
JUMLAH H Sum mber: Hasil An nalisa, 2011
8 80,00% 68,12%
7 70,00% 6 60,00% 5 50,00% 4 40,00% 3 30,00%
25,12%
2 20,00% 6,76%
1 10,00% 0,00% Baik
Sedang
Kurang
Gambbar 4.3 Grafik Persentase Kondisi Sosial Segmen Jalann mber: Hasil An nalisa, 2011 Sum
98
Data lebih lengkap mengenai kondisi sosial tiap segmennya dapat dilihat lebih lanjut pada program dan pada Lampiran E laporan ini.
4.1.8 Foto kondisi jalan Foto kondisi jalan yang minimal 3 buah per segmen ini dapat dilihat lebih lengkapnya pada program basis data ini. Foto ini bermaksud untuk dapat memberikan gambaran secara langsung terhadap kondisi di lapangan.
4.2
Data Sekunder Data mengenai informasi titik pengenal awal dan akhir suatu ruas jalan
merupakan informasi penting yang digunakan sebagai acuan dalam survei. Data ini tidak dimunculkan dalam program, namun dapat dilihat lebih lanjut pada lampiran B laporan ini. Berdasarkan hasil survey lapangan dan koordinasi yang dilakukan dengan instansi terkait mengenai pangjang ruas Jalan Nasional, terdapat beberapa perbedaan pangjang ruas jalan dengan panjang yang tertulis dalam Kepmen. Panjang total ruas Jalan Nasional di bawah tanggung jawab P2JJ Metropolitan berdasarkan
Kepmen
376/KPTS/M/2004
adalah
103,30
km,
sedangkan
berdasarkan hasil pengukuran di lapangan adalah 104,20 km. Jadi terdapat selisih sebesar 0,90 km lebih panjang dari Kepmen, yang mana detailnya tersaji dalam lampiran B laporan ini. Data mengenai IRI (International Roughness Index) dan Lalu Lintas Harian Rata-rata Tahunan (LHRT) pada ruas Jalan Nasional di bawah tanggung jawab P2JJ Metropolitan selain dapat dilihat pada program basis data ini.
99
4.3
Analisa
4.3.1 Lebar Bahu dan Badan Jalan Berdasarkan PP No. 34 tahun 2006, yang dimaksud dengan Jalan Nasional adalah jalan arteri primer; jalan kolektor primer yang menghubungkan antar ibukota provinsi; jalan tol; serta jalan strategis Nasional. Dalam PP No. 34 tahun 2006 juga menyebutkan mengenai lebar minimum badan jalan kolektor primer, yaitu paling sedikit 9 meter. Jadi berdasarkan PP tersebut seluruh ruas jalan Nasional di bawah tanggung jawab SNVT P2JJ Metropolitan adalah memenuhi persyaratan lebar minimum badan jalan tersebut.
4.3.2 Jenis Kerusakan Perkerasan Jalan Dalam penelitian ini jenis kerusakan perkerasan jalan akan digolongkan menjadi 5 jenis berdasarkan penanganannya. Golongan jenis kerusakan tersebut yaitu bleeding, pengausan dan atau pelepasan butir, lubang dan atau deliminasi, retak, dan deformasi. Kerusakan jenis bleeding, sering juga disebut kegemukan merupakan suatu jenis kerusakan yang diprediksi disebabkan sebagian atau seluruh agregat dalam campuran terselimuti aspal terlalu banyak. Pada temperatur tinggi, aspal dapat menjadi lunak dan akan terjadi jejak roda jika dilalui oleh kendaraan, hal ini juga tentunya akan membuat perkerasan menjadi licin. Kerusakan ini dapat ditangani dengan
cara menaburkan agregat panas dan
kemudian dipadatkan, atau dengan mengangkat lapisan aspal dan kemudian diberi lapisan penutup. Pada ruas Jalan Nasional di bawah tanggung jawab SNVT P2JJ, kerusakan jenis bleeding ditemui sebesar 0.08% dari semua jenis kerusakan.
100
Kerusakan jenis pengausan dan atau pelepasan butir pada perkerasan dapat disebabkan oleh penggunaan agregat yang tidak tahan aus, penggunaan agregat yang kotor, penggunaan agregat yang pipih, penggunaan aspal yang kurang, pelapukan aspal (aging), pemadatan lintasan yang kurang, maupun akibat temperatur pemadatan yang rendah. Kerusakan jenis ini dapat diatasi dengan memberikan lapisan tambahan, baik berupa lapisan latasir, buras, atau latasbun, di atas lapisan lama yang telah dibersihkan dan dikeringkan terlebih dahulu. Pengausan dan atau pelepasan butir terjadi pada 17.08% ruas Jalan Nasional di bawah tanggung jawab SNVT P2JJ Metropolitan. Kerusakan lubang dan atau deliminasi merupakan kerusakan perkerasan yang disebabkan oleh permukaan perkerasan lama yang kotor, pemasangan lapis perekat yang tidak merata, pemadatan saat hujan, rembesan air pada retakan, penggunaan aspal yang kurang, penggunaan agregat yang kotor, maupun akibat penggunaan agregat yang pipih yang mudah pecah. Cara memperbaiki kerusakan jenis ini adalah dengan langkah sebagai berikut: 1) Membersihkan lubang dari air dan material yang lepas; 2) Membongkar bagian lapisan permukaan dan pondasi sedalam-dalamnya sehingga mencapai lapisan yang keras; 3) Memberi lapisan tack coat sebagai lapisan pengikat; 4) Mengisi campuran aspal dan agregat dengan hati-hati agar tidak terjadi sekresi; 5) Memadatkan lapis campuran tadi dan membentuk permukaan sesuai dengan lingkungannya.
101
Berdasarkan hasil survei, pada ruas jalan kerusakan jenis lubang dan atau deliminasi terjadi sebesar 0.61%. Kerusakan jenis retak merupakan kerusakan yang terjadi sebagai akibat dari pelapukan aspal, penggunaan aspal yang kurang, ketebalan dari perkerasan yang kurang, refleksi dari retak di lapisan bawahnya, sambungan pelaksanaan yang kurang baik, drainase sekitar yang kurang baik, serta dapat juga karena tanah dasar yang ekspansif. Cara untuk mengatasi kerusakan jenis ini adalah dengan memperbaiki drainase agar tidak ada air yang menggenangi perkerasan, menambah tebal perkerasan jika memang karena beban lalu lintas yang berlebih, mengisi celah retakan dengan campuran aspal cair dan pasir jika kondisi belum parah, dapat memberi lapisan burtu; burda; ataupun lataston utnuk pemeliharaan sementara, membongkar dan memberi lapisan baru lagi apabila retakan telah meluas. Hasil survei menyatakan bahwa sebesar 80.88% atau sebagian besar kerusakan yang terjadi pada perkerasan ini adalah jenis retak. Kerusakan jenis deformasi pada perkerasan dapat disebabkan oleh daya dukung tanah dasar yang rendah, pemadatan yang rendah, daya dukung lapisan pondasi dan tanah dasar yang tidak seragam, stabilitas lapisan aspal berkualitas rendah (penetrasi tinggi), penggunaan aspal berlebih. Cara memperbaiki kerusakan jenis ini dapat dilakukan dengan : 1) Jika deformasi yang terjadi ≤5cm, bagian yang berdeformasi dapat diisi dengan lapisan yang sesuai seperi lapen, lataston, laston;
102
2) Jika J deform masi yang teerjadi ≥5cm m, bagian yaang berdefoormasi sebaiknya diibongkar daan diberi laapisan kem mbali yang sesuai dengan beban yang teerjadi. Keruusakan jenis deformasi yang terjaadi pada ruuas jalan inni adalah seebesar 1.35%, yaang artinyaa kerusakann ini termaasuk jarangg ditemui ppada ruas Jalan Nasional di d bawah tannggung jaw wab SNVT P2JJ P Metroppolitan. Graffik mengenai jenis kerrusakan yan ng terjadi pada p jalan ini dapat dilihat d pada gambbar berikut ini.
90,00%
80,88%
80,00% 70,00% 60,00% 50,00% 40,00% 30,00% 17,0 08%
20,00% 10,00%
1,35%
0,61%
0,08%
0,00% Bleedingg
Terkeelupas
L Lubang
Retak
Deform m.
G Gambar 4.4 Grrafik Persentaase Jenis Keru usakan Perkeraasan Jalan Tahhun 2009 Sum mber: Hasil An nalisa, 2011
103
4.3.3 Tampilan Antar Muka Program Pada “Web Map Aset” Tampilan antar muka pada program ini disusun sedemikan rupa sehingga program berbasis Sistem Informasi Grafis dapat terlihat lebih atraktif dengan menggabungkan data grafis dan data atribut. Hal ini akan membuat program lebih mudah dipahami dan digunakan bagi end user, baik para pejabat pemegang kebijakan maupun masyarakat umum. Secara umum tampilan program ini terdiri dari kepala (header), badan/isi (content), dan kaki (footer). Pada gambar berikut dapat dilihat mengenai tampilan dan fasilitas dari program basis data berbasis Sistem Informasi Grafis ini.
A C
B
D
E
F Gambar 4.5 Tampilan Antar Muka Program dalam Web Map Aset Sumber: Hasil Analisa, 2011
Bagian A merupakan bagian kepala yang terdiri dari 2 kelompok menu bar, yaitu menu bar atas dan menu bar bawah. Pada menu bar atas, terdapat tiga
104
pilihan menu yang umum terdapat dalam website, yaitu home,contact, dan help. Pilihan home digunakan untuk memudahkan para user dalam kembali ke tampilan awal apabila tersesat dalam mencari jalan kembali ke tampilan awal. Pilihan contact disediakan untuk para pembaca yang ingin melakukan surat menyurat elektronik dengan pengelola asset, termasuk pula bagi yang ingin menyampaikan kritik dan sarannya. Pilihan help dapat digunakan dalam menggali informasi mengenai tata cara penggunaan program ini. Bagian B termasuk dalam bagian isi (content) dalam tampilan program ini. Dalam bagian B terdapat skala dalam angka, skala dalam garis, tampilan Peta (Map Window), serta tombol untuk mengeprint peta. Bagian C yang merupakan bagian isi (content) dari program ini adalah toolbar navigation, dimana nama dari masing-masing toolbar ini dapat dilihat pada gambar 4.6. Toolbar Navigation ini disusun sedemikian rupa sehingga mudah untuk dipahami dan digunakan. ---Zoom Extend ---Back ---Forward ---Zoom in ---Zoom out ---Pan ---Indentify ---Multiple Select ---Tool tip/Auto Identify ---Measure ---Refresh
Gambar 4.6 Ikon dan Nama Toolbar Navigation Sumber: Hasil Analisa, 2011
105
Berikut ini akan diuraikan mengenai fungsi dari masing-masing toolbar yang diurut dari atas. Tombol zoom extend berfungsi untuk menampilkan semua cakupan peta, setelah itu ada tombol back yang berfungsi untuk kembali ke tampilan peta sebelumnya, kemudian di bawah itu ada tombol forward yang fungsinya untuk kembali ke tampilan peta ke depan. Tombol zoom in berfungsi untuk memperbesar tampilan peta, di bawah itu ada zoom out yang berfungsi untuk memperkecil tampilan peta, kemudian ada tombol pan yang berguna dalam menggeser tampilan peta kea rah yang diinginkan. Berikutnya ada tombol identify yang bermanfaat untuk mendapatkan informasi detail dari obyek yang dipilih, di bawah itu ada multiple select yang berfungsi untuk memilih obyek di peta dengan cara membingkai atau membatasi obyek tersebut. Tombol tool tip digunakan untuk menampilkan data foto dari obyek yang dipilih secara cepat, berikutnya ada tombol measure berfungsi untuk mengukur jarak garis lurus yang dibuat maupun polyline. Terakhir adalah tombol refresh yang berguna untuk meregenerasi tampilan peta. Bagian D merupakan layer properties yangmana adalah bagian isi dari tampilan program ini. Seperti pada kebanyakan program yang berbasis Sistem Informasi Geografis, layer properties berfungsi untuk menampilkan layer/lapisan apa saja yang tersedia dalam program ini sehingga memudahkan para pengguna untuk memanfaatkan sesuai kebutuhan. Pada gambar berikut dapat dilihat lebih jelas mengenai layer yang tersedia dalam program ini.
106
Gambar 4.7 Fasilitas layyer yang Terssedia mber: Hasil An nalisa, 2011 Sum
Padaa bagian seegmen jalann terdapat tanda t positiif (+) yangg apabila diitekan akan mem munculkan informasi i m mengenai arrti warna dalam peta, dimana maasingmasing warna w mem miliki arti berbeda. Misalkan M saja untuk informasi pada perkerasann jalan, waarna hijau berarti ko ondisi perkeerasan adallah baik, warna w oranye beerarti kondiisi perkerasan adalah sedang, warna w meraah memilik ki arti kondisi perkerasan p ondisi rusak ringgan, dan warna hitaam memiliiki arti ko perkerasann adalah russak berat. Perbedaan P warna w ini meemudahkan pengguna untuk u melihat koondisi yangg terjadi seccara umum terhadap t ruuas Jalan Naasional di bawah b tanggung jawab SN NVT P2JJ Metropolita M an. Penjelassan lebih llanjut men ngenai fungsi layer tersebut dapat dilihaat pada gam mbar berikut ini.
107
Gambar 4.8 Kondisi Tampilan Peta dengan Layer Perkerasan Aktif Sumber : Hasil Analisa, 2011
Bagian E disediakan di sini adalah sebagai Map Reference, yang maksudnya untuk mengetahui posisi tampilan peta yang dipilih terhadap tampilan peta globalnya. Misalnya saja seorang pengguna yang dalam kondisi melihat ruas jalan daerah Nusa Dua, maka dalam Map Reference akan telihat posisi kotak merah yang menunjukkan daerah Selatan pulau Bali. Bagian F yang merupakan bagian kaki (footer) dari program ini hanya berisikan mengenai informasi dari koordinat X dan Y pada sebelah kiri layarnya. Sumbu X merupakan sumbu garis lintang, dan sumbu Y merupakan sumbu garis bujur. Pada sebelah kanan layarnya terdapat informasi mengenai program ini yang merupakan milik Balai Pelaksanaan Jalan Nasional VIII.
108
4.3.4 Tampilan Antar Muka Program Pada “Pengelolaan Aset” Tampilan dalam menu bar “Pengelolaan Aset” haruslah mudah dipahami dan digunakan oleh pengguna, karena dalam menu ini terdapat data atribut yang memiliki kecenderungan paling sering dilihat oleh para pengguna. Tampilan menu ini dapat dilihat pada gambar sebagai berikut.
Gambar 4.9 Tampilan Antar Muka Program dalam Pengelolaan Aset Sumber : Hasil Analisa, 2011
Pada menu daftar ruas jalan, masing-masing ruas dapat dipilih untuk kemudian dilihat informasi data setiap segmennya. Foto-foto lapangan juga terdapat dalam setiap segmen ruas jalan. Informasi yang disajikan dalam program ini didesain sedemikian rupa sehingga informatif sesuai kebutuhan dan mudah dipahami secara globalnya.
109
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1
Simpulan Berdasarkan dari hasil analisa dan pembahasan yang dilakukan sebelumnya,
maka dapat diambil beberapa simpulan seperti sebagai berikut: 1)
Terdapat dua buah sistem stasioning yang dirumuskan dalam penelitian ini, yang pertama adalah jarak segmen jalan terhadap awal ruas dan jarak segmen jalan terhadap titik nol provinsi Bali. Hal ini tentunya akan mempermudah pihak lain dalam mendeskripsikan lokasi segmen yang dimaksud oleh penulis. Kondisi perkerasan Jalan Nasional di bawah tanggung jawab SNVT P2JJ pada tahun 2009 dalam laporan ini dibedakan menjadi 4 jenis. Kondisi perkerasan dikatakan “sedang” apabila kerusakan yang terjadi diantara 1% hingga di bawah 20% dari luas permukaan segmen jalan. Kondisi perkerasan dikatakan “rusak ringan” apabila kerusakan yang terjadi diantara 20% hingga di bawah 60% dari luas permukaan segmen jalan. Kondisi perkerasan dikatakan “rusak berat” apabila kerusakan yang terjadi diantara 60% hingga 100% dari luas permukaan segmen jalan. Persentase kondisi perkerasan jalan adalah 83.09% baik, 12.08% sedang, 3.38% rusak ringan, dan 1.45% rusak berat. Berdasarkan hasil survei dapat diketahui juga jenis kerusakan yang terjadi pada perkerasan, yaitu 0.08% karena bleeding, 17.08% karena
109
110
terkelupas dan atau pengausan, 0.61% karena lubang dan atau deliminasi, 80.88% karena retak, dan 1.35% karena deformasi. Kondisi geometrik jalan dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu kategori baik merupakan suatu kondisi geometrik dengan kelandaian yang datar; dan tikungan yang lebar. Kategori cukup merupakan suatu kondisi dengan kelandaian yang tidak terlalu besar; dan tikungan tidak terlalu tajam. Kategori kurang merupakan suatu kondisi dimana kelandaian besar, panjang serta tidak terdapat climbing lane; dan tikungan yang tajam. Berdasarkan hasil survei, maka dapat diketahui persentase kondisi geometrik jalan, yaitu sebesar 89.37% dalam kondisi baik, 8.21% dalam kondisi sedang, dan 2.42% dalam kondisi kurang. Kondisi sosial jalan dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu kategori baik merupakan suatu kondisi dimana tidak ada bangunan yang terletak dalam RUMIJA (25 meter); dan tidak ada kegiatan ekonomi yang mengganggu lalu lintas. Kategori cukup merupakan suatu kondisi dimana terdapat bangunan sebagian berada di dalam RUMIJA (25 meter); dan terdapat kegiatan ekonomi yang memberikan gangguan terbatas terhadap lalu lintas (misalnya terdapat warung, dsb). Kategori kurang merupakan suatu kondisi dimana terdapat bangunan yang terletak pada RUMIJA (25 meter); dan terdapat kegiatan ekonomi yang mengganggu lalu lintas. Persentase kondisi sosial pada ruas jalan adalah sebesar 25.12% dalam kondisi baik, 68.12% dalam kondisi cukup, dan 6.76% dalam kondisi kurang.
111
2)
Telah disusun program basis data berbasis Sistem Informasi Geografis yang berisikan informasi yang dibutuhkan namun tidak terdapat dalam program IRMS dan URMS seperti sistem stasioning, kondisi perkerasan, kondisi geometrik, dan kondisi sosial dari Jalan Nasional di bawah tanggung jawab SNVT P2JJ Metropolitan. Namun dalam program ini tetap terdapat informasi yang terdapat dalam program IRMS dan URMS.
5.2
Saran Saran yang dapat diberikan dari Penyusunan Basis Data Jalan Nasional
Berbasis Sistem Informasi Geografis ini adalah sebagai berikut: 1) Pematangan organisasi survei yang lebih baik dibutuhkan untuk menghindari pengambilan data berulang untuk dapat menghemat biaya dan waktu. 2) Perlunya penggodokan koordinasi antara instansi terkait sehingga program ini dapat segera dibuat online.
112
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1992. Tata Cara Pelaksanaan Survai Kondisi Jalan Beraspal, SNI 03-2844-1992. Jakarta: Departemen Pekerjaan Umum. Anonim. 1994. Consulting Services for Urban Transportation Studies for Cities of Semarang and Denpasar, Technical Report No. 1 Field Survey Plan. Semarang: China Engineering Consultants, Inc. Anonim. 1994. Tata Cara Pelaksanaan Survai Kerataan Permukaan Perkerasan Jalan dengan Alat Ukur Kerataan NAASRA, SNI 03-3426-1994. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Marga. Anonim. 1997. Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997. Jakarta: Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga. Anonim. 1997. Modul Pelatihan, Metode Survei Lalu Lintas dan Transportasi. Bandung: Institut Teknologi Bandung. Anonim. 1997. Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota No. 038/TBM/1997. Jakarta: Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga. Anonim. 1999. Pedoman Pengumpulan Data Lalu Lintas Jalan. Jakarta: Direktorat Bina Sistem Lalu Lintas dan Angkutan Kota. Anonim. 2003. Modul B.1.1 Prasarana Transportasi Campuran Beraspal Panas. Jakarta Selatan: Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah. Anonim. 2004. Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor: 376/KPTS/M/2004 Tentang Penetapan Ruas-ruas Jalan Menurut Statusnya Sebagai Jalan Nasional. Jakarta: Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah. Anonim. 2004. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2004 Tentang Jalan. Jakarta: Pemerintah Republik Indonesia. Anonim. 2006. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2006 Tentang Jalan. Jakarta: Pemerintah Republik Indonesia. Anonim. 2007. Panduan Survai Kekasaran Permukaan Jalan Secara Visual. Jakarta: Departemen Pekerjaan Umum.
113
Anonim. 2007. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 42/PRT/M/2007 Tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus Bidang Infrastruktur. Jakarta: Departemen Pekerjaan Umum. Anonim. 2009. Palatihan-gis.jpg. Available from URL: http://www.smilejogja. com/wp-content/uploads/2009/05/palatihan-gis.jpg. Anonim. t.t. Bleed.gif. Available from: URL: http://www.pvpc.org/webcontent/graphics/ images/trans/pave_gif/bleed.gif. Anonim. t.t. Data Base Management System. Available from URL: www.dewiar.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/424/M1%2B-%2BDBMS.pdf Anonim. t.t. Kerusakan-kerusakan Permukaan Jalan dan Pemeliharaannya. Available from URL: www.elearning.gunadarma.ac.id/.../bab8_ kerusakankerusakan_permukaan_jalan_dan_pemeliharaannya.pdf. Anonim. t.t. Pengenalan Basis Data. Available from URL: http://ilmukomputer.org/wp-content/uploads/2009/03/subhan - pengenalanbasis data.pdf. Anonim. t.t. Pengenalan Basis Data. Available from URL: http://orita.staff. gunadarma.ac.id/Downloads/files/13839/Pengenalan+Basis data(1).ppt. Anonim. t.t. Sistem Koordinat Geografik. http://www.angelfire.com/mo/zuhdi/Kuliah2.pdf.
Available
from URL:
Anonim. t.t. Sistem Manajemen Basis Data. Available from URL: http://id.wikipedia.org/wiki/ Sistem_manajemen_basis_data. Anonim. t.t. Studi IRI. Available from: http://jurnal.uajy.ac.id/jts/download/58/ > IRI. Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bandung. Hendi Indelarko, Prilnali, Riyanto. 2009. Pengembangan Aplikasi Sistem Informasi Geografis. Yogyakarta: Penerbit Gava Media. Prahasta, Ir. Eddy, MT. 2004. Sistem Informasi Geografis: ArcView Lanjut. Bandung: Penerbit Informatika Bandung. Saodang, Ir. Hamirhan, MSCE. 2004. Konstruksi Jalan Raya, Buku I Geometrik Jalan. Bandung: Penerbit Nova.
114
LAMPIRAN A Tabel Jalan Nasional Provinsi Bali Beserta Penanggung Jawabnya NOMOR RUAS
NO.
NAMA RUAS
PANJANG RUAS (KM)
PENANGGUNG JAWAB
1
001
CEKIK - GILIMANUK
3,50
Wilayah
2
002
NEGARA - CEKIK
27,44
Wilayah
3
002
JLN. A.YANI - JLN. UDAYANA - BTS. KOTA (NEGARA)
2,83
Wilayah
4
003
PEKUTATAN - NEGARA
20,79
Wilayah
5
003
JLN. SUDIRMAN, GAJAHMADA - BTS. KOTA (NEGARA)
4,21
Wilayah
6
004
ANTOSARI - PEKUTATAN
30,13
Wilayah
7
005
TABANAN - ANTOSARI
16,89
Wilayah
8
005
K SIMP. KEDIRI - PESIAPAN
4,10
Metro
9
006
1,83
Metro
10
006
1,68
Metro
11
007
7,45
Metro
12
007
11
K JLN. COKROAMINOTO (DPS)
2,52
Metro
13
007
12
K JLN. COKROAMINOTO (DPS)
2,00
Metro
14
007
13
K JLN. SUTOMO (DPS)
0,93
Metro
15
007
14
K JLN. GAJAH MADA (DPS)
0,73
Metro
16
007
15
K JLN. SURAPATI (DPS)
0,09
Metro
17
007
16
K JLN. SETIABUDI (DPS)
0,80
Metro
18
007
17
K JLN. WAHIDIN (DPS)
0,22
Metro
19
008
11
K JLN. THAMRIN (DPS)
0,38
Metro
20
008
12
K JLN. HASANUDIN - UDAYANA (DPS)
1,03
Metro
21
008
13
K DENPASAR - TUBAN
10,15
Metro
22
009
11
K
0,85
Metro
23
009
12
K DENPASAR - SIMP. PESANGGARAN
6,82
Metro
24
009
13
K SIMP. PESANGGARAN - GERBANG BENOA
0,53
Metro
25
011
13,68
Metro
11
11
13
K
K
MENGWITANI - TABANAN 15
K JLN. A. YANI - BTS. KOTA (TABANAN) BTS. DENPASAR - MENGWITANI
JLN. KAP. AGUNG - KAP. REGUG - SUGIANYAR BELITON (DPS)
SP. TOHPATI - SAKAH
115
26
012
SAKAH - BLAHBATUH
3,02
Metro
27
013
BLAHBATUH - SEMEBAUNG
3,56
Metro
28
018
SEMEBAUNG - GIANYAR
1,99
Metro
29
018
11
K JLN. CIUNG WANARA (GIANYAR)
0,44
Metro
30
018
12
K JLN. ASTINA UTARA (GIANYAR)
0,32
Metro
31
019
1,72
Metro
32
019
11
K JLN. NGURAH RAI (GIANYAR)
0,76
Metro
33
019
12
K JLN. ASTINA TIMUR (GIANYAR)
0,54
Metro
34
026
1
MENGWITANI - SINGARAJA
61,07
Wilayah
35
026
11
3,23
Wilayah
36
026
2
BERINGKIT - MENGWITANI
0,42
Wilayah
37
027
SERIRIT - CEKIK
62,98
Wilayah
38
027
0,98
Wilayah
39
031
SINGARAJA - SERIRIT
18,90
Wilayah
40
031
JLN. GAJAHMADA - DR. SUTOMO - A. YANI (SINGARAJA)
3,90
Wilayah
41
032
KUBUTAMBAHAN - SINGARAJA
6,28
Wilayah
5,72
Wilayah
77,22
Wilayah
GIANYAR - SIDAN
11
11
11
K JLN. JELANTIK GINGSIR - VETERAN (SINGARAJA)
K JLN. A. YANI - JLN. S. PARMAN (SERIRIT)
K
JLN. NG. RAI SELATAN PRAMUKA - DIPONOGORO K AIRLANGGA-SURAPATI - WR. SUPRATMAN (SINGARAJA)
42
032
43
033
44
033
11
K JLN. UNTUNG SURAPATI (AMLAPURA)
2,61
Wilayah
45
034
11
K JLN. SUDIRMAN - A. YANI (AMLAPURA)
4,20
Wilayah
46
034
ANGENTELU - AMLAPURA
19,25
Wilayah
47
036
ANGENTELU - PADANGBAI
2,30
Wilayah
48
037
KLUNGKUNG - ANGENTELU
13,70
Wilayah
49
037
0,79
Wilayah
50
039
SIDAN - KLUNGKUNG
7,36
Wilayah
51
039
11
K
JLN. UNTUNG SUROPATI, FLAMBOYAN (SEMARAPURA)
1,64
Wilayah
52
040
11
K SIMPANG TOHPATI - SIMPANG SANUR
4,05
Metro
53
041
11
K SIMPANG SANUR - SIMPANG PESANGGARAN
8,47
Metro
AMLAPURA - KUBUTAMBAHAN
11
K JLN. DIPONEGORO (SEMARAPURA)
116
54
042
11
K SIMP. PESANGGARAN - SIMP. KUTA
3,75
Metro
55
042
12
K SIMP. KUTA - TUGU NGURAH RAI
2,74
Metro
56
042
13
K TUGU NGURAH RAI - NUSA DUA
9,82
Metro
57
047
11
K SIMP. LAP. TERBANG - TUGU NGURAH RAI (DPS)
0,38
Metro
58
056
11
K
5,95
Metro
SP. COKROAMINOTO - SP. TOHPATI (JL. G. SUBROTO TIMUR) JUMLAH
501,64
Sumber: Kepmen 376/KPTS/M/2004
LAMPIRAN B Tabel Titik Pengenal Awal dan Akhir Ruas Jalan P2JJ Metropolitan Denpasar Beserta Panjang Ruasnya TITIK PENGENAL NO.
NOMOR RUAS
NAMA RUAS AWAL
1
005
13
2
006
3
006
4
007
5
007
11
6
007
12
KEPMEN
(KM)
USULAN PERUBAHAN (P2JJ)
Sp. A. Yani Kediri/ Patung
Patung Sapi/ Sp. TabananAntosari
4,10
4,10
Sp. Mengwitani-Singaraja
Batas Kota Tabanan
1,83
1,50
Sp. Kediri, Sp. Tanah Lot/Patung
Batas Kota Tabanan
1,68
2,35
Batas Kota Denpasar/ Pom Bensin
Sp. Mengwitani-Singaraja
7,45
7,60
K JLN. COKROAMINOTO (DPS)
Sp. Cokroaminoto/ Patung Bung Tomo
Batas Kota Denpasar
2,52
3,90
K JLN. COKROAMINOTO (DPS)
Sp. Sutomo, Setiabudi
Sp. Cokroaminoto/ Patung Bung Tomo
2,00
1,00
K SIMP. KEDIRI - PESIAPAN MENGWITANI - TABANAN
15
AKHIR
PANJANG RUAS (KM)
K JLN. A. YANI - BTS. KOTA (TABANAN) BTS. DENPASAR - MENGWITANI
117
7
007
13
K JLN. SUTOMO (DPS)
Sp. Wahidin, Gajah Mada, Thamrin
Sp. Cokroaminoto, Setiabudi
0,93
0,93
8
007
14
K JLN. GAJAH MADA (DPS)
Sp. Veteran, Udayana, Surapati
Sp. Wahidin, Sutomo, Thamrin
0,73
0,73
9
007
15
K JLN. SURAPATI (DPS)
Sp. Veteran, G. Mada, Udayana
Sp. Kapten Agung Hayam Wuruk
0,09
0,30
10
007
16
K JLN. SETIABUDI (DPS)
Sp. G. Agung, Wahidin, Bk. Sp. Sutomo, Cokroaminoto Tunggal
0,80
0,80
11
007
17
K JLN. WAHIDIN (DPS)
Sp. Sutomo, G. Mada, Thamrin
Sp. Setiabudi, B. Tunggal, G. Agung
0,22
0,22
12
008
11
K JLN. THAMRIN (DPS)
Sp. Sutomo, G. Mada, Sutomo
Sp. Hasanuddin, Imam Bonjol, Bk. Tunggal
0,38
0,40
13
008
12
K JLN. HASANUDIN - UDAYANA (DPS)
Sp. Thamrin, Bk. Tunggal, Imam Bonjol
Sp. G. Mada, Surapati, Veteran
1,03
1,20
14
008
13
K DENPASAR - TUBAN
Sp. Thamrin, Bk. Tunggal, Imam Bonjol
Sp. Lap. Terbang/ Patung Arjuna
10,15
10,15
15
009
11
K
Sp. Surapati
Sp. Sumatra, Kalimantan
0,85
0,78
16
009
12
K DENPASAR - SIMP. PESANGGARAN
Sp. Hasannudin
Sp. Pesanggaran, Kuta, Sanur, Gerbang Benoa
6,82
7,25
17
009
13
K SIMP. PESANGGARAN - GERBANG BENOA
Sp. Pesanggaran, Kuta, Sanur, Gerbang Benoa
Gerbang Benoa
0,53
0,62
JLN. KAP. AGUNG - KAP. REGUG - SUGIANYAR BELITON (DPS)
118
18
011
SP. TOHPATI - SAKAH
Sp. Sanur, Gatsu Timur, Jl. Patung Bayi WR. Supratman
13,68
13,00
19
012
SAKAH - BLAHBATUH
Patung Bayi
Sp. Bone, Jl. Belahpane
3,02
3,02
20
013
BLAHBATUH - SEMEBAUNG
Sp. Bone, Jl. Belahpane
Patung Dewi Sri
3,56
3,70
21
018
SEMEBAUNG - GIANYAR
Patung Dewi Sri
KM. 27 Astina Utara/KM. 27 Semebaung
1,99
2,10
22
018
11
K JLN. CIUNG WANARA (GIANYAR)
Sp. Jl. Patih Jelantik
Jl. Ngurah Rai/ Patung
0,44
0,54
23
018
12
K JLN. ASTINA UTARA (GIANYAR)
KM. 27 Astina Utara/KM. 27 Semebaung
Jl. Ciung Wanara
0,32
0,33
24
019
Jl. Astina Timur, Sp. Bukit Jati
Sp. Sidan Bangli/ Tugu
1,72
1,25
25
019
11
K JLN. NGURAH RAI (GIANYAR)
Jl. Ciung Wanara
Jl. Astina Timur, SP. Dalem Puri
0,76
0,84
26
019
12
K JLN. ASTINA TIMUR (GIANYAR)
Jl. Ngurah Rai, SP. Dalem Puri
SP. Bukit Jati/ Traficlight
0,54
0,79
27
040
11
K SIMPANG TOHPATI - SIMPANG SANUR
Sp. Gatsu Timur, WR. Supratman
Sp. Hangtuah, Pantai Sanur
4,05
4,10
28
041
11
K SIMPANG SANUR - SIMPANG PESANGGARAN
Sp. Hangtuah, Pantai Sanur
Sp. Gerbang Benoa, Pesanggaran
8,47
8,54
GIANYAR - SIDAN
119
29
042
11
K SIMP. PESANGGARAN - SIMP. KUTA
Sp. Gerbang Benoa, Pesanggaran
Patung Dewa Ruci
3,75
3,70
30
042
12
K SIMP. KUTA - TUGU NGURAH RAI
Patung Dewa Ruci
Patung Ngurah Rai, Sp. Lap. Terbang
2,74
2,76
31
042
13
K TUGU NGURAH RAI - NUSA DUA
Patung Ngurah Rai, Sp. Lap. Gerbang Nusa Dua Terbang
9,82
9,82
32
047
11
K SIMP. LAP. TERBANG - TUGU NGURAH RAI (DPS)
Sp. Denpasar Tuban/ Patung Patung Ngurah Rai
0,38
0,38
33
056
11
K
Patung Bung Tomo, Sp. Sp. Tohpati Sanur, Jl. WR. Cokroaminoto, Gatsu Barat Supratman
5,95
5,50
103,30
104,20
SP. COKROAMINOTO - SP. TOHPATI (JL. G. SUBROTO TIMUR) JUMLAH
Sumber: SNVT P2JJ Metropolitan Denpasar
120
LAMPIRAN C Peta Jaringan Jalan P2JJ Metropolitan Denpasar
Sumber: SNVT P2JJ Metropolitan Denpasar
121
122
LAMPIRAN D Formulir Survei Ruas Jalan Nasional
IDENTIFIKASI RUAS SURVEYOR RUTE SURVEI RUAS JALAN
IDENTIFIKASI RUAS
No: Nama: Panjang: Lebar: Titik Awal:
Titik Akhir:
KETERANGAN
123
• NAMA RUAS/ Lebar : • •
STA
: ………………
TGL/JAM (WITA) :
/ +
SURVEYOR :
………………
/
L=
POSISI GPS
B=
• KONDISI PERKERASAN Bleeding (m²) Terkelupas (m²) Lubang (m²) Retak (m²) Deformasi (m²) • KONDISI GEOMETRIK Baik
Cukup
Kurang
[ ] Kelandaian datar
[ ] Kelandaian tidak terlalu besar
Kelandaian besar, dan [ ] panjang serta tidak ada climbing lane
[ ] Tikungan lebar
[ ] Tikungan tidak terlalu tajam
[ ] Tikungan tajam
• KONDISI LINGKUNGAN SOSIAL Baik
Cukup
Kurang
[ ] Letak bangunan tidak berada di dalam RUMIJA (25m)
[ ]
Letak bangunan sebagian berada di dalam RUMIJA (25m)
[ ]
Letak bangunan berada di dalam RUMIJA (25m)
[ ] Tidak ada kegiatan ekonomi yang mengganggu lalu lintas
[ ]
Kegiatan ekonomi memberikan gangguan terbatas
[ ]
Kegiatan ekonomi mengganggu lalu lintas
CATATAN:
LAMPIRAN E Tabel Hasil Survei Kondisi Jalan Nasional di bawah Tanggung Jawab SNVT P2JJ Metropolitan
kondisi
No.
nm_segmen
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
500 1000 1500 2000 500 1000 1500 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500 5000 5500
nm_ruas MENGWITANI - TABANAN ( -/-/-/-/- ) MENGWITANI - TABANAN ( -/-/-/-/- ) MENGWITANI - TABANAN ( -/-/-/-/- ) MENGWITANI - TABANAN ( -/-/-/-/- ) JLN. A. YANI – BTS. KOTA (TABANAN) ( -/-/-/-/- ) JLN. A. YANI – BTS. KOTA (TABANAN) ( -/-/-/-/- ) JLN. A. YANI – BTS. KOTA (TABANAN) ( -/-/-/-/- ) TUGU NGURAH RAI - NUSA DUA ( - /1,3 / 7,4+ - +7,4 /1,6 /2,8 ) TUGU NGURAH RAI - NUSA DUA ( 2,8 /1,3 / 7,4+ - +7,4 /1,6 /2,8 ) TUGU NGURAH RAI - NUSA DUA ( 2,8 /1,3 / 7,4+ - +7,4 /1,6 /2,8 ) TUGU NGURAH RAI - NUSA DUA ( 2,8 /1,3 / 7,4+ - +7,4 /1,6 /2,8 ) TUGU NGURAH RAI - NUSA DUA ( 2,8 /1,3 / 7,4+ - +7,4 /1,6 /2,8 ) TUGU NGURAH RAI - NUSA DUA ( 2,8 /1,3 / 7,4+ - +7,4 /1,6 /2,8 ) TUGU NGURAH RAI - NUSA DUA ( 2,8 /1,3 / 7,4+ - +7,4 /1,6 /2,8 ) TUGU NGURAH RAI - NUSA DUA ( 2,8 /1,3 / 7,4+ - +7,4 /1,6 /2,8 ) TUGU NGURAH RAI - NUSA DUA ( 2,8 /1,3 / 7,4+ - +7,4 /1,6 /2,8 ) TUGU NGURAH RAI - NUSA DUA ( 2,8 /1,3 / 7,4+ - +7,4 /1,6 /2,8 ) TUGU NGURAH RAI - NUSA DUA ( 2,8 /1,3 / 7,4+ - +7,4 /1,6 /2,8 )
*) Keterangan Kondisi Perkerasan : 1= Baik 2= Sedang 3= Rusak Ringan 4 = Rusak Berat
perkerasan
geometrik
fisik
sosial
1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
3 3 3 3 3 2 2 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
2 3 2 2 2 2 2 1 2 1 1 2 2 2 1 2 2 2
km 015+080 015+580 016+080 016+580 014+390 014+890 015+390 024+950 025+450 025+950 026+450 026+950 027+450 027+950 028+450 028+950 029+450 029+950
*) Keterangan Kondisi Lainnya: 1= Baik 2= Cukup 3= Kurang
124
19 20 21 22 23 24 25 26
6000 6500 7000 7500 8000 8500 9000 10000
27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47
500 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500 5000 5500 6000 6500
TUGU NGURAH RAI - NUSA DUA ( 2,8 /1,3 / 7,4+ - +7,4 /1,6 /2,8 ) TUGU NGURAH RAI - NUSA DUA ( 2,8 /1,3 / 7,4+ - +7,4 /1,6 /2,8 ) TUGU NGURAH RAI - NUSA DUA ( 2,8 /1,3 / 7,4+ - +7,4 /1,6 /2,8 ) TUGU NGURAH RAI - NUSA DUA ( 2,8 /1,3 / 7,4+ - +7,4 /1,6 /2,8 ) TUGU NGURAH RAI - NUSA DUA ( 2,8 /1,3 / 7,4+ - +7,4 /1,6 /2,8 ) TUGU NGURAH RAI - NUSA DUA ( 2,8 /1,3 / 7,4+ - +7,4 /1,6 /2,8 ) TUGU NGURAH RAI - NUSA DUA ( 2,8 /1,3 / 7,4+ - +7,4 /1,6 /2,8 ) TUGU NGURAH RAI - NUSA DUA ( 2,8 / / / / )
1 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1 1
1 1 2 2 2 1 1 1
030+450 030+950 031+450 031+950 032+450 032+950 033+450 033+950
JLN. COKROAMINOTO (DPS) ( 1,3 / / / / ) JLN. COKROAMINOTO (DPS) ( -/-/-/-/- ) JLN. COKROAMINOTO (DPS) ( -/-/-/-/- ) JLN. COKROAMINOTO (DPS) ( -/-/-/-/- ) JLN. COKROAMINOTO (DPS) ( -/-/-/-/- ) JLN. COKROAMINOTO (DPS) ( -/-/-/-/- ) JLN. COKROAMINOTO (DPS) ( -/-/-/-/- ) BTS. DENPASAR - MENGWITANI ( -/-/11,7/-/- ) BTS. DENPASAR - MENGWITANI ( -/-/11,9/-/- ) BTS. DENPASAR - MENGWITANI ( -/-/6,5/-/- ) BTS. DENPASAR - MENGWITANI ( -/-/11,8/-/- ) BTS. DENPASAR - MENGWITANI ( -/-/11,9/-/- ) BTS. DENPASAR - MENGWITANI ( -/-/11,3/-/- ) BTS. DENPASAR - MENGWITANI ( -/-/11,4/-/- ) BTS. DENPASAR - MENGWITANI ( -/-/-/-/- ) BTS. DENPASAR - MENGWITANI ( -/-/-/-/- ) BTS. DENPASAR - MENGWITANI ( -/-/-/-/- ) BTS. DENPASAR - MENGWITANI ( -/-/-/-/- ) BTS. DENPASAR - MENGWITANI ( -/-/-/-/- ) BTS. DENPASAR - MENGWITANI ( -/-/-/-/- )
1 1 1 1 2 2 1 1 4 3 3 3 4 3 3 4 3 3 2 2 1
1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
1 3 3 3 3 3 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
029+450 003+200 003+700 004+200 004+700 005+200 005+700 006+200 008+150 008+650 009+150 009+650 010+150 010+650 011+150 011+650 012+150 012+650 013+150 013+650 014+150
*) Keterangan Kondisi Perkerasan : 1= Baik 2= Sedang 3= Rusak Ringan 4 = Rusak Berat
*) Keterangan Kondisi Lainnya: 1= Baik 2= Cukup 3= Kurang
125
48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76
7000 1000 500 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500 5000 5500 6000 6500 7000 7500 8000 8500 9000 9500 10000 10500 11000 500 500 1000 1500
BTS. DENPASAR - MENGWITANI ( -/-/-/-/- ) JLN. COKROAMINOTO (DPS) ( -/-/-/-/- ) JLN. COKROAMINOTO (DPS) ( -/-/-/-/- ) DENPASAR - TUBAN (1/1,2/9,8/1,5/1 ) DENPASAR - TUBAN (1/1,2/8,3/1,5/1 ) DENPASAR - TUBAN (1/1,2/9,8/1,5/1 ) DENPASAR - TUBAN (1/1,2/9,6/1,5/1 ) DENPASAR - TUBAN (1/1,2/9,2/1,5/1 ) DENPASAR - TUBAN (1/1,2/11,1/1,5/1 ) DENPASAR - TUBAN (1/1,2/8,9/1,5/1 ) DENPASAR - TUBAN (1/1,2/7/1,5/1 ) DENPASAR - TUBAN (1/1,2/7/1,5/1 ) DENPASAR - TUBAN (1/1,2/7/1,5/1 ) DENPASAR - TUBAN (1/1,2/7/1,5/1 ) DENPASAR - TUBAN (1/1,2/7/1,5/1 ) DENPASAR - TUBAN (1/1,2/7/1,5/1 ) DENPASAR - TUBAN (1/1,2/7/1,5/1 ) DENPASAR - TUBAN (1/1,2/7/1,5/1 ) DENPASAR - TUBAN (1/1,2/7/1,5/1 ) DENPASAR - TUBAN (1/1,2/7/1,5/1 ) DENPASAR - TUBAN (1/1,2/7/1,5/1 ) DENPASAR - TUBAN (1/1,2/7/1,5/1 ) DENPASAR - TUBAN (1/1,2/7/1,5/1 ) DENPASAR - TUBAN (1/1,2/7/1,5/1 ) DENPASAR - TUBAN (1/1,2/7/1,5/1 ) JLN. HASANUDIN – UDAYANA (DPS) ( -/-/-/-/- ) DENPASAR - SIMP.PESANGGARAN ( -/-/-/-/- ) DENPASAR - SIMP.PESANGGARAN ( -/-/-/-/- ) DENPASAR - SIMP.PESANGGARAN ( -/-/-/-/- )
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 1 1 1 1 2 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 1 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2
014+650 001+700 002+200 001+650 002+150 002+650 003+150 003+650 004+150 004+650 005+150 005+650 006+150 006+650 007+150 007+650 008+150 008+650 009+150 009+650 010+150 010+650 011+150 011+650 011+850 000+800 000+903 001+403 001+903
126
77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105
2000 2500 3000 3500 4000 4500 5000 5500 6500 6000 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500 5000 5500 500 1000 1500 2000 2500 3000 4000 3500
DENPASAR - SIMP.PESANGGARAN ( -/-/-/-/- ) DENPASAR - SIMP.PESANGGARAN ( -/-/-/-/- ) DENPASAR - SIMP.PESANGGARAN ( -/-/-/-/- ) DENPASAR - SIMP.PESANGGARAN ( -/-/-/-/- ) DENPASAR - SIMP.PESANGGARAN ( -/-/-/-/- ) DENPASAR - SIMP.PESANGGARAN ( -/-/-/-/- ) DENPASAR - SIMP.PESANGGARAN ( -/-/-/-/- ) DENPASAR - SIMP.PESANGGARAN ( -/-/-/-/- ) DENPASAR - SIMP.PESANGGARAN ( -/-/-/-/- ) DENPASAR - SIMP.PESANGGARAN ( -/-/-/-/- ) SP. COKROAMINOTO - SP. TOHPATI ( - /1,5 /12,5 /1,5 /1,2 ) SP. COKROAMINOTO - SP. TOHPATI ( 1,2 /1,5 /12,5 /1,5 /1,2 ) SP. COKROAMINOTO - SP. TOHPATI ( 1,2 /1,5 /12,5 /1,5 /1,2 ) SP. COKROAMINOTO - SP. TOHPATI ( 1,2 /1,5 /12,5 /1,5 /1,2 ) SP. COKROAMINOTO - SP. TOHPATI ( 1,2 /1,5 /12,5 /1,5 /1,2 ) SP. COKROAMINOTO - SP. TOHPATI ( 1,2 /1,5 /12,5 /1,5 /1,2 ) SP. COKROAMINOTO - SP. TOHPATI ( 1,2 /1,5 /12,5 /1,5 /1,2 ) SP. COKROAMINOTO - SP. TOHPATI ( 1,2 /1,5 /12,5 /1,5 /1,2 ) SP. COKROAMINOTO - SP. TOHPATI ( 1,2 /1,5 /12,5 /1,5 /1,2 ) SP. COKROAMINOTO - SP. TOHPATI ( 1,2 /1,5 /12,5 /1,5 /1,2 ) SP. COKROAMINOTO - SP. TOHPATI ( 1,2 /1,5 /12,5 /1,5 /1,2 ) SIMPANG TOHPATI - SIMPANG SANUR ( 1,2 /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) SIMPANG TOHPATI - SIMPANG SANUR ( 0 /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) SIMPANG TOHPATI - SIMPANG SANUR ( 0 /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) SIMPANG TOHPATI - SIMPANG SANUR ( 0 /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) SIMPANG TOHPATI - SIMPANG SANUR ( 0 /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) SIMPANG TOHPATI - SIMPANG SANUR ( 0 /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) SIMPANG TOHPATI - SIMPANG SANUR ( 0 /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) SIMPANG TOHPATI - SIMPANG SANUR ( 0 /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 )
*) Keterangan Kondisi Perkerasan :
1= Baik 2= Sedang 3= Rusak Ringan 4 = Rusak Berat
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 2 1 1 1 2 2 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 1 1 2 2 1 1 2 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 2
002+403 002+903 003+403 003+903 004+403 004+903 005+403 005+903 006+903 006+403 003+600 004+100 004+600 005+100 005+600 006+100 006+600 007+100 007+600 008+100 008+600 005+580 006+800 006+580 007+800 007+580 008+800 009+800 008+580
*) Keterangan Kondisi Lainnya: 1= Baik 2= Cukup 3= Kurang
127
106
500
107
1000
108
1500
109
2000
110
2500
111
3000
112
3500
113
4000
114
4500
115
5000
116
5500
117
6000
118
6500
119
7000
120
8000
121 122
7500 500
SIMPANG SANUR - SIMPANG PESANGGARAN ( 0 /1,3 / 7,4+1,9+11,4 /1,6 /2,8 ) SIMPANG SANUR - SIMPANG PESANGGARAN ( 2,8 /1,3 / 7,4+1,9+11,4 /1,6 /2,8 ) SIMPANG SANUR - SIMPANG PESANGGARAN ( 2,8 /1,3 / 7,4+1,9+11,4 /1,6 /2,8 ) SIMPANG SANUR - SIMPANG PESANGGARAN ( 2,8 /1,3 / 7,4+1,9+11,4 /1,6 /2,8 ) SIMPANG SANUR - SIMPANG PESANGGARAN ( 2,8 /1,3 / 7,4+1,9+11,4 /1,6 /2,8 ) SIMPANG SANUR - SIMPANG PESANGGARAN ( 2,8 /1,3 / 7,4+1,9+11,4 /1,6 /2,8 ) SIMPANG SANUR - SIMPANG PESANGGARAN ( 2,8 /1,3 / 7,4+1,9+11,4 /1,6 /2,8 ) SIMPANG SANUR - SIMPANG PESANGGARAN ( 2,8 /1,3 / 7,4+1,9+11,4 /1,6 /2,8 ) SIMPANG SANUR - SIMPANG PESANGGARAN ( 2,8 /1,3 / 7,4+1,9+11,4 /1,6 /2,8 ) SIMPANG SANUR - SIMPANG PESANGGARAN ( 2,8 /1,3 / 7,4+1,9+11,4 /1,6 /2,8 ) SIMPANG SANUR - SIMPANG PESANGGARAN ( 2,8 /1,3 / 7,4+1,9+11,4 /1,6 /2,8 ) SIMPANG SANUR - SIMPANG PESANGGARAN ( 2,8 /1,3 / 7,4+1,9+11,4 /1,6 /2,8 ) SIMPANG SANUR - SIMPANG PESANGGARAN ( 2,8 /1,3 / 7,4+1,9+11,4 /1,6 /2,8 ) SIMPANG SANUR - SIMPANG PESANGGARAN ( 2,8 /1,3 / 7,4+1,9+11,4 /1,6 /2,8 ) SIMPANG SANUR - SIMPANG PESANGGARAN ( 2,8 /1,3 / 7,4+1,9+11,4 /1,6 /2,8 ) SIMPANG SANUR - SIMPANG PESANGGARAN ( 2,8 /1,3 / 7,4+1,9+11,4 /1,6 /2,8 ) SP PESANGGARAN - GERBANG BENOA ( 2,8 /0 / 8,1+4,9+7 /0 /3 )
1
1
1
1
009+910
1
2
1
1
010+410
1
2
1
1
010+910
1
1
1
2
011+410
1
1
1
1
011+910
1
1
1
2
012+410
1
1
1
2
012+910
1
1
1
1
013+410
1
1
1
1
013+910
1
1
1
1
014+410
1
1
1
1
014+910
1
1
1
1
015+410
1
1
1
1
015+910
1
1
1
1
016+410
1
1
1
1
017+410
1 2
1 1
1 1
1 1
016+910 017+410
128
123 124 125 126 127 128 129 130 131 132 133 134 135 136 137 138 139 140 141 142 143 144 145 146 147 148 149 150 151
500 1000 1500 2000 2500 3500 3000 500 1000 1500 2000 3000 2500 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500 5000 5500 6000 6500 7000 7500 8000
SIMP. PESANGGARAN - SIMPANG KUTA ( 3 /1,3 / 7,4+1,9+7,4 /1,6 /2 ) SIMP. PESANGGARAN - SIMPANG KUTA ( 2 /1,3 / 7,4+1,9+7,4 /1,6 /2 ) SIMP. PESANGGARAN - SIMPANG KUTA ( 2 /1,3 / 7,4+1,9+7,4 /1,6 /2 ) SIMP. PESANGGARAN - SIMPANG KUTA ( 2 /1,3 / 7,4+1,9+7,4 /1,6 /2 ) SIMP. PESANGGARAN - SIMPANG KUTA ( 2 /1,3 / 7,4+1,9+7,4 /1,6 /2 ) SIMP. PESANGGARAN - SIMPANG KUTA ( 2 /1,3 / 7,4+1,9+7,4 /1,6 /2 ) SIMP. PESANGGARAN - SIMPANG KUTA ( 2 /1,3 / 7,4+1,9+7,4 /1,6 /2 ) SIMP. KUTA - TUGU NGURAH RAI ( 2 /1,3 / 7,4+2+7,4 /1,6 /2,8 ) SIMP. KUTA - TUGU NGURAH RAI ( 2,8 /1,3 / 7,4+2+7,4 /1,6 /2,8 ) SIMP. KUTA - TUGU NGURAH RAI ( 2,8 /1,3 / 7,4+2+7,4 /1,6 /2,8 ) SIMP. KUTA - TUGU NGURAH RAI ( 2,8 /1,3 / 7,4+2+7,4 /1,6 /2,8 ) SIMP. KUTA - TUGU NGURAH RAI ( 2,8 /1,3 / 7,4+2+7,4 /1,6 /2,8 ) SIMP. KUTA - TUGU NGURAH RAI ( 2,8 /1,3 / 7,4+2+7,4 /1,6 /2,8 ) SP TOHPATI - SAKAH ( 2,8 /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) SP TOHPATI - SAKAH ( - /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) SP TOHPATI - SAKAH ( - /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) SP TOHPATI - SAKAH ( - /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) SP TOHPATI - SAKAH ( - /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) SP TOHPATI - SAKAH ( - /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) SP TOHPATI - SAKAH ( - /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) SP TOHPATI - SAKAH ( - /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) SP TOHPATI - SAKAH ( - /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) SP TOHPATI - SAKAH ( - /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) SP TOHPATI - SAKAH ( - /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) SP TOHPATI - SAKAH ( - /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) SP TOHPATI - SAKAH ( - /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) SP TOHPATI - SAKAH ( - /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) SP TOHPATI - SAKAH ( - /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) SP TOHPATI - SAKAH ( - /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 )
*) Keterangan Kondisi Perkerasan :
1= Baik 2= Sedang 3= Rusak Ringan 4 = Rusak Berat
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
1 2 1 2 2 1 1 1 2 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 1 2 2
022+400 022+900 023+400 023+900 024+400 025+400 024+900 022+900 023+400 023+900 024+400 025+350 024+900 005+500 006+000 006+500 007+000 007+500 008+000 008+500 009+000 009+500 010+000 010+500 011+000 011+500 012+000 012+500 013+000
*) Keterangan Kondisi Lainnya: 1= Baik 2= Cukup 3= Kurang
129
152 153 154 155 156 157 158 159 160 161 162 163 164 165 166 167 168 169 170 171 172 173 174 175 176 177 178 179 180
8500 9000 9500 10000 10500 11000 11500 12000 500 1000 1500 2000 2500 3000 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 500 1000 1500 500 500 1000 1500
SP TOHPATI - SAKAH ( - /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) SP TOHPATI - SAKAH ( - /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) SP TOHPATI - SAKAH ( - /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) SP TOHPATI - SAKAH ( - /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) SP TOHPATI - SAKAH ( - /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) SP TOHPATI - SAKAH ( - /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) SP TOHPATI - SAKAH ( - /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) SP TOHPATI - SAKAH ( - /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) SAKAH - BLAHBATU ( - /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) SAKAH - BLAHBATU ( - /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) SAKAH - BLAHBATU ( - /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) SAKAH - BLAHBATU ( - /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) SAKAH - BLAHBATU ( - /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) SAKAH - BLAHBATU ( - /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) BLAHBATU - SEMEBAUNG ( -/-/-/-/- ) BLAHBATU - SEMEBAUNG ( -/-/-/-/- ) BLAHBATU - SEMEBAUNG ( -/-/-/-/- ) BLAHBATU - SEMEBAUNG ( -/-/-/-/- ) BLAHBATU - SEMEBAUNG ( -/-/-/-/- ) BLAHBATU - SEMEBAUNG ( -/-/-/-/- ) BLAHBATU - SEMEBAUNG ( -/-/-/-/- ) BLAHBATU - SEMEBAUNG ( -/-/-/-/- ) JL. ASTINA TIMUR (GIANYAR) ( -/-/-/-/- ) GIANYAR - SIDAN ( -/-/-/-/- ) GIANYAR - SIDAN ( -/-/-/-/- ) JLN. NGURAH RAI (GIANYAR) ( - / / / / ) SIMP.KEDIRI - PESIAPAN ( - /1,5 /7 /1,5 /1,5 ) SIMP.KEDIRI - PESIAPAN ( 1,5 /1,5 /7 /1,5 /1,5 ) SIMP.KEDIRI - PESIAPAN ( 1,5 /1,5 /7 /1,5 /1,5 )
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2
1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 1 1 1 1 1 1
1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
2 3 3 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 2
013+500 014+000 014+500 015+000 015+500 016+000 016+500 017+000 018+625 019+125 019+625 020+125 020+625 021+125 021+225 021+725 022+225 022+725 023+225 023+725 024+225 024+725 029+375 029+660 030+160 030+910 017+400 017+900 018+400
*) Keterangan Kondisi Perkerasan :
1= Baik 2= Sedang 3= Rusak Ringan 4 = Rusak Berat
*) Keterangan Kondisi Lainnya: 1= Baik 2= Cukup 3= Kurang
130
181 182 183 184 185 186 187 188 189 190 191 192 193 194 195 196 197 198 199 200 201 202 203 204 205 206 207
2000 2500 3000 3500 4000 500 1000 1000 500 1000 500 500 1000 500 500 500 1000 500 500 1000 1500 2000 2500 500 500 1000 500
SIMP.KEDIRI - PESIAPAN ( 1,5 /1,5 /7 /1,5 /1,5 ) SIMP.KEDIRI - PESIAPAN ( 1,5 /1,5 /7 /1,5 /1,5 ) SIMP.KEDIRI - PESIAPAN ( 1,5 /1,5 /7 /1,5 /1,5 ) SIMP.KEDIRI - PESIAPAN ( 1,5 /1,5 /7 /1,5 /1,5 ) SIMP.KEDIRI - PESIAPAN ( 1,5 /1,5 /7 /1,5 /1,5 ) JLN. SUTOMO (DPS) ( -/-/-/-/- ) JLN. SUTOMO (DPS) ( -/-/-/-/- ) JLN. HASANUDIN – UDAYANA (DPS) ( -/-/-/-/- ) JLN. GAJAH MADA (DPS) ( -/-/-/-/- ) JLN. GAJAH MADA (DPS) ( -/-/-/-/- ) JLN. SURAPATI (DPS) ( -/-/-/-/- ) JLN. KAP. AGUNG – KAP. REGUG – SUGI ( -/-/-/-/- ) JLN. KAP. AGUNG – KAP. REGUG – SUGI ( -/-/-/-/- ) JLN. THAMRIN (DPS) ( -/-/-/-/- ) JLN. WAHIDIN (DPS) ( -/-/-/-/- ) JLN. SETIABUDI (DPS) ( -/-/-/-/- ) JLN. SETIABUDI (DPS) ( -/-/-/-/- ) BERINGKIT - MENGWITANI ( -/-/-/-/- ) SEMEBAUNG - GIANYAR ( - /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) SEMEBAUNG - GIANYAR ( - /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) SEMEBAUNG - GIANYAR ( - /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) SEMEBAUNG - GIANYAR ( - /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) SEMEBAUNG - GIANYAR ( - /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) JLN. ASTINA UTARA (GIANYAR) ( -/-/-/-/- ) JLN. CIUNG WANARA (GIANYAR) ( -/-/-/-/- ) JLN. NGURAH RAI (GIANYAR) ( - /1,2 /11 /1,2 /1 ) GIANYAR - SIDAN ( - / /1 / / )
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2
018+900 019+400 019+900 020+400 020+900 002+200 002+700 001+300 000+724 000+924 006+650 007+150 007+650 008+150 008+650 009+150 009+650 014+650 025+440 025+940 026+440 026+940 027+400 030+330 030+730 031+330 030+160
Sumber: Hasil Analisa, 2011
*) Keterangan Kondisi Perkerasan : 1= Baik 2= Sedang 3= Rusak Ringan 4 = Rusak Berat
*) Keterangan Kondisi Lainnya: 1= Baik 2= Cukup 3= Kurang
131
LAMPIRAN F Tabel Hasil Survei Jenis Kerusakan Perkerasan Jalan dan RCI (Road Condition Index)
NO
NO. RUAS
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
005 005 005 005 005 005 005 005 005 005 005 005
1 2 3
006 006 006
13 13 13 13 13 13 13 13 13 13 13 13
K K K K K K K K K K K K
NAMA RUAS
Kerusakan Perkerasan (%)
NAMA SEGMEN
Bleeding
Terkelupas
Lubang
Sp Kediri-Pesiapan Sp Kediri-Pesiapan Sp Kediri-Pesiapan Sp Kediri-Pesiapan Sp Kediri-Pesiapan Sp Kediri-Pesiapan Sp Kediri-Pesiapan Sp Kediri-Pesiapan Sp Kediri-Pesiapan Sp Kediri-Pesiapan Sp Kediri-Pesiapan Sp Kediri-Pesiapan
00000 00500 01000 01500 02000 02500 03000 03500 04000 04500 05000 05300
0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00%
6.45% 1.83% 9.14% 1.57% 0.13% 0.06% 2.20% 1.44% 10.13% 1.24% 0.00%
0.00% 0.01% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.02% 0.03% 0.00% 0.00%
Mengwitani-Tabanan Mengwitani-Tabanan Mengwitani-Tabanan
00000 00500 01000
0.00% 0.00%
0.00% 0.00%
0.00% 0.00%
*)RCI
Deform.
Total
0.63% 0.00% 8.54% 6.44% 5.86% 4.92% 1.32% 5.88% 0.49% 0.58% 0.00%
0.19% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.02% 0.00%
7.27% 1.84% 17.68% 8.02% 5.99% 4.98% 3.53% 7.34% 10.65% 1.84% 0.00%
6 7 6 7 7 7 7 7 6 7 10
0.00% 0.00%
0.00% 0.00%
0.00% 0.00%
10 10
Retak
*) Informasi lebih lanjut mengenai RCI dapat dilihat pada halaman 24 132
4
006
1 2 3 4 5
006 006 006 006 006
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
007 007 007 007 007 007 007 007 007 007 007 007 007 007 007 007
15 15 15 15 15
K K K K K
Mengwitani-Tabanan
01500
0.00%
0.00%
0.00%
1.26%
0.00%
1.26%
8
Jl. A. Yani-Bts Kota Tabanan Jl. A. Yani-Bts Kota Tabanan Jl. A. Yani-Bts Kota Tabanan Jl. A. Yani-Bts Kota Tabanan Jl. A. Yani-Bts Kota Tabanan
00000 00500 01000 01500 02000
0.00% 0.00% 0.00% 0.00%
0.30% 0.00% 0.05% 0.73%
0.00% 0.00% 0.00% 0.00%
3.10% 1.86% 4.38% 6.25%
0.00% 0.09% 0.00% 0.00%
6.70% 5.29% 1.64% 5.16%
8 8 8 7
Bts Denpasar-Mengwitani Bts Denpasar-Mengwitani Bts Denpasar-Mengwitani Bts Denpasar-Mengwitani Bts Denpasar-Mengwitani Bts Denpasar-Mengwitani Bts Denpasar-Mengwitani Bts Denpasar-Mengwitani Bts Denpasar-Mengwitani Bts Denpasar-Mengwitani Bts Denpasar-Mengwitani Bts Denpasar-Mengwitani Bts Denpasar-Mengwitani Bts Denpasar-Mengwitani Bts Denpasar-Mengwitani Bts Denpasar-Mengwitani
00000 00500 01000 01500 02000 02500 03000 03500 04000 04500 05000 05500 06000 06500 07000 07430
0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00%
0.00% 0.00% 0.01% 0.00% 0.02% 0.08% 7.69% 1.62% 0.00% 0.11% 1.32% 0.79% 0.23% 0.00% 0.00%
0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00%
79.94% 52.35% 52.66% 48.40% 89.29% 28.79% 41.31% 66.18% 21.99% 21.44% 17.11% 9.03% 0.36% 1.24% 0.01%
0.00% 0.12% 0.00% 0.00% 0.00% 0.32% 0.00% 0.38% 0.00% 0.10% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00%
79.94% 52.48% 52.66% 48.40% 89.31% 29.19% 49.00% 68.18% 21.99% 21.65% 18.43% 9.81% 0.59% 1.24% 0.01%
6 7 7 7 6 7 7 6 7 7 7 7 9 8 10
133
1 2 3 4 5 6 7 8 9
007 007 007 007 007 007 007 007 007
11 11 11 11 11 11 11 11 11
k k k k k k k k k
Jln. Cokroaminoto (Dps) Jln. Cokroaminoto (Dps) Jln. Cokroaminoto (Dps) Jln. Cokroaminoto (Dps) Jln. Cokroaminoto (Dps) Jln. Cokroaminoto (Dps) Jln. Cokroaminoto (Dps) Jln. Cokroaminoto (Dps) Jln. Cokroaminoto (Dps)
00000 00500 01000 01500 02000 02500 03000 03500 03750
0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00%
0.00% 0.03% 0.56% 3.41% 3.11% 0.00% 0.00% 0.11%
0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00%
0.00% 0.45% 2.27% 8.24% 0.72% 0.00% 5.45% 5.26%
0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00%
0.00% 0.48% 2.83% 11.65% 3.83% 0.00% 5.45% 5.37%
10 9 8 7 7 10 8 8
1 2 3
007 007 007
12 k 12 k 12 k
Jln. Cokroaminoto (Dps) Jln. Cokroaminoto (Dps) Jln. Cokroaminoto (Dps)
00000 00500 01000
0.00% 0.00%
0.00% 0.00%
0.00% 0.00%
0.00% 0.00%
0.00% 0.00%
0.00% 0.00%
10 10
1 2 3
007 007 007
13 k 13 k 13 k
Jln Sutomo (Dps) Jln Sutomo (Dps) Jln Sutomo (Dps)
00000 00500 00900
0.00% 0.00%
10.06% 3.36%
0.09% 0.00%
0.14% 0.00%
0.04% 0.00%
10.33% 3.36%
6 7
1 2 3
007 007 007
14 k 14 k 14 k
Jln. Gajah Mada (Dps) Jln. Gajah Mada (Dps) Jln. Gajah Mada (Dps)
00000 00500 00700
0.00% 0.00%
1.32% 10.00%
0.01% 0.38%
1.95% 1.03%
0.00% 0.00%
3.28% 11.41%
7 6
1 2 3
007 007 007
15 k 15 k 15 k
Jl. Surapati (Dps) Jl. Surapati (Dps) Jl. Surapati (Dps)
00000 00500 00600
0.00% 0.00%
0.00% 0.00%
0.01% 0.00%
0.00% 0.00%
0.40% 0.00%
0.40% 0.00%
9 10
*) Informasi lebih lanjut mengenai RCI dapat dilihat pada halaman 24 134
1 2 3
007 007 007
16 k 16 k 16 k
Jln. Setiabudi (Dps) Jln. Setiabudi (Dps) Jln. Setiabudi (Dps)
00000 00500 00800
0.00% 0.00%
0.00% 0.00%
0.00% 0.01%
0.04% 0.00%
0.00% 0.00%
0.04% 0.01%
9 9
1 2
007 007
17 k 17 k
Jln. Wahidin (Dps) Jln. Wahidin (Dps)
00000 00220
0.00%
5.59%
0.06%
0.90%
0.00%
6.55%
7
1 2
008 008
11 k 11 k
Jln. Thamrin (Dps) Jln. Thamrin (Dps)
00000 00400
0.00%
1.20%
0.01%
0.17%
0.00%
1.38%
8
1 2 3
008 008 008
12 k 12 k 12 k
Jln Hasanudin-Udayana (Dps) Jln Hasanudin-Udayana (Dps) Jln Hasanudin-Udayana (Dps)
00000 00500 01000
0.00% 0.00%
4.74% 0.94%
1.09% 0.11%
0.24% 0.21%
0.00% 0.00%
6.07% 1.26%
6 6
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
008 008 008 008 008 008 008 008 008 008
13 13 13 13 13 13 13 13 13 13
Denpasar Tuban Denpasar Tuban Denpasar Tuban Denpasar Tuban Denpasar Tuban Denpasar Tuban Denpasar Tuban Denpasar Tuban Denpasar Tuban Denpasar Tuban
00000 00500 01000 01500 02000 02500 03000 03500 04000 04500
0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00%
0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.61% 0.14% 0.03% 0.00%
0.02% 0.08% 0.03% 0.03% 0.04% 0.02% 0.00% 0.00% 0.01%
0.74% 0.35% 0.01% 0.01% 0.03% 0.17% 0.73% 0.05% 0.28%
0.00% 0.00% 0.01% 0.01% 0.49% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00%
0.76% 0.43% 0.05% 0.05% 0.56% 0.80% 0.87% 0.08% 0.29%
9 9 9 9 9 9 9 9 9
k k k k k k k k k k
*) Informasi lebih lanjut mengenai RCI dapat dilihat pada halaman 24 135
11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
008 008 008 008 008 008 008 008 008 008 008 008 008
13 13 13 13 13 13 13 13 13 13 13 13 13
k k k k k k k k k k k k k
1
009
11 k
2
009
11 k
3
009
11 k
Jln. Kap. Agung-Kap. RegugSugianyar-Beliton (Dps) Jln. Kap. Agung-Kap. RegugSugianyar-Beliton (Dps) Jln. Kap. Agung-Kap. RegugSugianyar-Beliton (Dps)
1 2 3 4 5
009 009 009 009 009
12 12 12 12 12
Denpasar - Simp. Pesanggaran Denpasar - Simp. Pesanggaran Denpasar - Simp. Pesanggaran Denpasar - Simp. Pesanggaran Denpasar - Simp. Pesanggaran
k k k k k
Denpasar Tuban Denpasar Tuban Denpasar Tuban Denpasar Tuban Denpasar Tuban Denpasar Tuban Denpasar Tuban Denpasar Tuban Denpasar Tuban Denpasar Tuban Denpasar Tuban Denpasar Tuban Denpasar Tuban
05000 05500 06000 06500 07000 07500 08000 08500 09000 09500 10000 10500 10700
0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00%
0.00% 0.00% 1.18% 0.00% 0.33% 0.89% 0.31% 2.73% 4.65% 1.66% 0.67% 0.00% 0.00%
0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.67% 0.28% 0.09% 0.01% 0.13% 0.13% 0.04%
0.24% 0.00% 0.06% 0.12% 0.00% 0.04% 0.03% 0.12% 4.13% 0.00% 0.00% 0.00% 0.15%
0.02% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 4.42% 2.77% 0.17% 0.00% 0.00%
0.26% 0.00% 1.24% 0.12% 0.33% 0.93% 1.02% 3.12% 13.29% 4.44% 0.97% 0.13% 0.19%
9 10 8 9 9 9 7 7 7 8 9 9 9
00500
0.00%
1.64%
0.05%
0.18%
0.34%
2.21%
8
00900
0.04%
2.02%
0.12%
0.00%
0.00%
2.18%
8
00000 00500 01000 01500 02000
0.00% 0.00% 0.00% 0.00%
0.00% 0.00% 1.64% 0.00%
0.01% 0.00% 0.04% 0.00%
0.00% 0.00% 0.02% 0.00%
0.00% 0.00% 0.00% 0.00%
0.01% 0.00% 1.69% 0.00%
10 10 8 10
00000
*) Informasi lebih lanjut mengenai RCI dapat dilihat pada halaman 24 136
6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
009 009 009 009 009 009 009 009 009 009 009
12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12
k k k k k k k k k k k
1 2 3
009 009 009
13 k 13 k 13 k
1 2 3 4 5 6 7 8 9
011 011 011 011 011 011 011 011 011
Denpasar - Simp. Pesanggaran Denpasar - Simp. Pesanggaran Denpasar - Simp. Pesanggaran Denpasar - Simp. Pesanggaran Denpasar - Simp. Pesanggaran Denpasar - Simp. Pesanggaran Denpasar - Simp. Pesanggaran Denpasar - Simp. Pesanggaran Denpasar - Simp. Pesanggaran Denpasar - Simp. Pesanggaran Denpasar - Simp. Pesanggaran
02500 03000 03500 04000 04500 05000 05500 06000 06500 07000 07250
0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00%
0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.18%
0.02% 0.01% 0.08% 0.07% 0.00% 0.02% 0.23% 0.03% 0.07% 0.09% 0.00%
0.00% 0.00% 0.01% 0.11% 0.30% 0.73% 0.33% 1.24% 0.51% 2.74% 0.00%
0.01% 0.03% 0.00% 0.05% 0.01% 0.14% 0.02% 0.04% 0.00% 0.35% 0.00%
0.03% 0.04% 0.10% 0.24% 0.31% 0.89% 0.58% 1.31% 0.58% 3.18% 0.18%
9 9 9 9 9 9 9 8 9 8 9
Simp. Pesanggaran-Gerbang Benoa Simp. Pesanggaran-Gerbang Benoa Simp. Pesanggaran-Gerbang Benoa
00000 00500 00620
0.00% 0.00%
4.64% 0.00%
0.06% 0.00%
0.07% 0.07%
0.06% 0.00%
4.83% 0.07%
8 9
Sp. Tohpati - Sakah Sp. Tohpati - Sakah Sp. Tohpati - Sakah Sp. Tohpati - Sakah Sp. Tohpati - Sakah Sp. Tohpati - Sakah Sp. Tohpati - Sakah Sp. Tohpati - Sakah Sp. Tohpati - Sakah
00000 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00%
0.04% 0.03% 0.05% 0.00% 0.00% 0.00% 0.17% 0.02%
0.06% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00%
0.01% 0.35% 0.32% 0.01% 0.59% 0.05% 0.02% 0.01%
0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00%
0.11% 0.38% 0.37% 0.01% 0.59% 0.05% 0.19% 0.03%
9 9 9 9 9 9 9 9
00500 01000 01500 02000 02500 03000 03500 04000
*) Informasi lebih lanjut mengenai RCI dapat dilihat pada halaman 24
137
10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28
011 011 011 011 011 011 011 011 011 011 011 011 011 011 011 011 011 011 011
Sp. Tohpati - Sakah Sp. Tohpati - Sakah Sp. Tohpati - Sakah Sp. Tohpati - Sakah Sp. Tohpati - Sakah Sp. Tohpati - Sakah Sp. Tohpati - Sakah Sp. Tohpati - Sakah Sp. Tohpati - Sakah Sp. Tohpati - Sakah Sp. Tohpati - Sakah Sp. Tohpati - Sakah Sp. Tohpati - Sakah Sp. Tohpati - Sakah Sp. Tohpati - Sakah Sp. Tohpati - Sakah Sp. Tohpati - Sakah Sp. Tohpati - Sakah Sp. Tohpati - Sakah
04500 05000 05500 06000 06500 07000 07500 08000 08500 09000 09500 10000 10500 11000 11500 12000 12500 13000 13500
0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00%
0.00% 0.00% 0.01% 0.00% 0.16% 0.03% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.01% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00%
0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00%
0.10% 0.00% 0.00% 0.00% 0.01% 0.00% 0.00% 0.00% 0.56% 0.01% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.25% 0.03% 0.05% 0.00% 0.00%
0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.01% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00%
0.10% 0.00% 0.01% 0.00% 0.17% 0.03% 0.00% 0.00% 0.56% 0.02% 0.01% 0.00% 0.00% 0.00% 0.25% 0.03% 0.05% 0.00% 0.00%
9 10 9 10 9 9 10 10 9 9 9 10 10 10 9 9 9 10 10
1 2 3 4 5
012 012 012 012 012
Sakah-Blahbatuh Sakah-Blahbatuh Sakah-Blahbatuh Sakah-Blahbatuh Sakah-Blahbatuh
00000 00500 01000 01500 02000
0.00% 0.00% 0.00% 0.00%
0.00% 0.06% 0.01% 0.00%
0.00% 0.00% 0.00% 0.00%
0.15% 0.01% 0.00% 0.09%
0.00% 0.00% 0.00% 0.00%
0.15% 0.07% 0.01% 0.09%
9 9 9 9
138
6 7 8
012 012 012
Sakah-Blahbatuh Sakah-Blahbatuh Sakah-Blahbatuh
02500 03000 03100
0.00% 0.00% 0.00%
0.00% 0.00% 0.00%
0.00% 0.00% 0.00%
0.43% 0.00% 0.03%
0.07% 0.06% 0.00%
0.50% 0.06% 0.03%
9 9 9
1 2 3 4 5 6 7 8 9
013 013 013 013 013 013 013 013 013
Blahbatuh-Semebaung Blahbatuh-Semebaung Blahbatuh-Semebaung Blahbatuh-Semebaung Blahbatuh-Semebaung Blahbatuh-Semebaung Blahbatuh-Semebaung Blahbatuh-Semebaung Blahbatuh-Semebaung
00000 00500 01000 01500 02000 02500 03000 03500 03700
0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00%
0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.01% 0.00%
0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00%
0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.02% 0.00%
0.00% 0.00% 0.00% 0.05% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00%
0.00% 0.00% 0.00% 0.05% 0.00% 0.00% 0.03% 0.00%
10 10 10 9 10 10 9 10
1 2 3 4 5 6
018 018 018 018 018 018
Semebaung-Gianyar Semebaung-Gianyar Semebaung-Gianyar Semebaung-Gianyar Semebaung-Gianyar Semebaung-Gianyar
00000 00500 01000 01500 02000 02100
0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00%
0.01% 0.02% 0.06% 0.02% 0.00%
0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00%
0.05% 0.96% 3.12% 0.41% 0.18%
0.16% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00%
0.22% 0.98% 3.18% 0.43% 0.18%
9 9 8 9 9
1 2 3
018 018 018
11 K Jln. Ciung Wanara (Gianyar) 11 K Jln. Ciung Wanara (Gianyar) 11 K Jln. Ciung Wanara (Gianyar)
00000 00500 00550
0.00% 0.00%
0.05% 0.00%
0.00% 0.00%
0.01% 0.00%
0.02% 0.00%
0.08% 0.00%
9 10
*) Informasi lebih lanjut mengenai RCI dapat dilihat pada halaman 24 139
1 2
018 018
1 2 3 4
019 019 019 019
1 2 3
019 019 019
1 2 3 1 2 3 4 5 6 7 8 9
12 K Jln. Astina Utara (Gianyar) 12 K Jln. Astina Utara (Gianyar)
00000 00330
0.00%
0.00%
0.00%
0.18%
0.05%
0.23%
9
00000 00500 01000 01250
0.00% 0.59% 0.00%
0.00% 0.07% 0.00%
0.00% 0.00% 0.00%
0.00% 0.20% 0.00%
0.00% 0.10% 0.00%
0.00% 0.96% 0.00%
10 9 10
11 K Jln. Ngurah Rai (Gianyar) 11 K Jln. Ngurah Rai (Gianyar) 11 K Jln. Ngurah Rai (Gianyar)
00000 00500 00840
0.00% 0.00%
0.05% 0.00%
0.00% 0.00%
0.04% 0.00%
0.02% 0.00%
0.11% 0.00%
9 10
019 019 019
12 K Jln. Astina Timur (Gianyar) 12 K Jln. Astina Timur (Gianyar) 12 K Jln. Astina Timur (Gianyar)
00000 00500 01000
0.00% 0.00%
0.00% 0.00%
0.00% 0.00%
0.00% 0.00%
0.11% 0.00%
0.11% 0.00%
9 10
040 040 040 040 040 040 040 040 040
11 11 11 11 11 11 11 11 11
00000 00500 01000 01500 02000 02500 03000 03500 04000
0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00%
0.02% 0.22% 0.04% 0.03% 0.01% 0.00% 0.80% 0.03%
0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.04% 0.00%
0.18% 0.19% 0.00% 1.51% 2.20% 1.16% 2.99% 3.17%
0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00%
0.21% 0.41% 0.04% 1.54% 2.22% 1.16% 3.84% 3.20%
9 9 9 8 8 8 8 8
Gianyar-Sidan Gianyar-Sidan Gianyar-Sidan Gianyar-Sidan
K K K K K K K K K
Sp Tohpati-Sp Sanur Sp Tohpati-Sp Sanur Sp Tohpati-Sp Sanur Sp Tohpati-Sp Sanur Sp Tohpati-Sp Sanur Sp Tohpati-Sp Sanur Sp Tohpati-Sp Sanur Sp Tohpati-Sp Sanur Sp Tohpati-Sp Sanur
*) Informasi lebih lanjut mengenai RCI dapat dilihat pada halaman 24
140
10 11
040 040
11 K Sp Tohpati-Sp Sanur 11 K Sp Tohpati-Sp Sanur
04500 04700
0.00% 0.00%
0.00% 0.01%
0.00% 0.00%
4.42% 4.31%
0.00% 0.00%
4.42% 4.32%
8 8
1
041
11 K Sp Sanur-Sp Pesanggaran
00000
2
041
11 K Sp Sanur-Sp Pesanggaran
00500
0.00%
0.00%
0.00%
0.00%
0.00%
0.00%
10
3
041
11 K Sp Sanur-Sp Pesanggaran
01000
0.00%
0.00%
0.00%
0.00%
0.00%
0.00%
10
4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
041 041 041 041 041 041 041 041 041 041 041 041 041 041 041 041
11 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11
01500 02000 02500 03000 03500 04000 04500 05000 05500 06000 06500 07000 07500 08000 08500 08950
0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00%
0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.47% 1.11% 0.02% 2.19% 0.01% 0.14%
0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.01% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00%
0.00% 0.01% 0.00% 0.02% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.44% 0.12% 0.41% 0.30%
0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.01% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00%
0.00% 0.01% 0.00% 0.02% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.02% 0.00% 0.47% 1.11% 0.46% 2.32% 0.41% 0.44%
10 9 10 9 10 10 10 10 9 10 9 8 9 8 9 9
K K K K K K K K K K K K K K K K
Sp Sanur-Sp Pesanggaran Sp Sanur-Sp Pesanggaran Sp Sanur-Sp Pesanggaran Sp Sanur-Sp Pesanggaran Sp Sanur-Sp Pesanggaran Sp Sanur-Sp Pesanggaran Sp Sanur-Sp Pesanggaran Sp Sanur-Sp Pesanggaran Sp Sanur-Sp Pesanggaran Sp Sanur-Sp Pesanggaran Sp Sanur-Sp Pesanggaran Sp Sanur-Sp Pesanggaran Sp Sanur-Sp Pesanggaran Sp Sanur-Sp Pesanggaran Sp Sanur-Sp Pesanggaran Sp Sanur-Sp Pesanggaran
*) Informasi lebih lanjut mengenai RCI dapat dilihat pada halaman 24 141
1 2 3 4 5 6 7 8 9
042 042 042 042 042 042 042 042 042
11 11 11 11 11 11 11 11 11
K K K K K K K K K
Sp Pesanggaran-Sp Kuta Sp Pesanggaran-Sp Kuta Sp Pesanggaran-Sp Kuta Sp Pesanggaran-Sp Kuta Sp Pesanggaran-Sp Kuta Sp Pesanggaran-Sp Kuta Sp Pesanggaran-Sp Kuta Sp Pesanggaran-Sp Kuta Sp Pesanggaran-Sp Kuta
00000 00500 01000 01500 02000 02500 03000 03500 03900
0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00%
0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.01% 0.11% 0.00% 0.00%
0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00%
0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.21% 0.78% 0.75% 0.19%
0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00%
0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.22% 0.89% 0.75% 0.19%
10 10 10 10 9 9 9 9
1 2 3 4 5 6 7
042 042 042 042 042 042 042
12 12 12 12 12 12 12
K K K K K K K
Sp Kuta-Tugu Ngurah Rai Sp Kuta-Tugu Ngurah Rai Sp Kuta-Tugu Ngurah Rai Sp Kuta-Tugu Ngurah Rai Sp Kuta-Tugu Ngurah Rai Sp Kuta-Tugu Ngurah Rai Sp Kuta-Tugu Ngurah Rai
00000 00500 01000 01500 02000 02500 02950
0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00%
0.00% 0.02% 0.00% 0.06% 0.00% 0.00%
0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00%
0.00% 0.04% 0.00% 0.00% 0.00% 0.01%
0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00%
0.00% 0.06% 0.00% 0.06% 0.00% 0.01%
10 9 10 9 10 10
1 2 3 4 5 6
042 042 042 042 042 042
13 13 13 13 13 13
K K K K K K
Tugu Ngr Rai-Nusa Dua Tugu Ngr Rai-Nusa Dua Tugu Ngr Rai-Nusa Dua Tugu Ngr Rai-Nusa Dua Tugu Ngr Rai-Nusa Dua Tugu Ngr Rai-Nusa Dua
00000 00500 01000 01500 02000 02500
0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00%
0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00%
0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00%
0.78% 0.13% 0.00% 0.00% 0.00%
0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00%
0.78% 0.13% 0.00% 0.00% 0.00%
9 9 10 10 10
*) Informasi lebih lanjut mengenai RCI dapat dilihat pada halaman 24 142
7 8
042 042
13 K Tugu Ngr Rai-Nusa Dua 13 K Tugu Ngr Rai-Nusa Dua
03000 03500
0.00% 0.00%
0.21% 0.10%
0.00% 0.00%
0.46% 1.34%
0.00% 0.00%
0.67% 1.44%
9 8
9
042
13 K Tugu Ngr Rai-Nusa Dua
04000
0.00%
0.01%
0.00%
0.00%
0.00%
0.01%
10
10
042
13 K Tugu Ngr Rai-Nusa Dua
04500
0.00%
0.04%
0.00%
0.05%
0.00%
0.09%
9
11
042
13 K Tugu Ngr Rai-Nusa Dua
05000
0.00%
0.37%
0.00%
0.10%
0.00%
0.47%
9
12
042
13 K Tugu Ngr Rai-Nusa Dua
05500
0.00%
0.11%
0.00%
0.03%
0.00%
0.13%
9
13
042
13 K Tugu Ngr Rai-Nusa Dua
06000
0.00%
0.00%
0.00%
0.02%
0.00%
0.02%
9
14
042
13 K Tugu Ngr Rai-Nusa Dua
06500
0.00%
0.48%
0.00%
0.08%
0.00%
0.57%
9
15
042
13 K Tugu Ngr Rai-Nusa Dua
07000
0.00%
0.00%
0.06%
0.00%
0.00%
0.06%
9
16 17 18 19 20 21 22
042 042 042 042 042 042 042
13 13 13 13 13 13 13
07500 08000 08500 09000 09500 10000 10300
0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00%
0.49% 0.72% 0.04% 0.00% 0.00% 0.04% 0.00%
0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00%
0.00% 0.17% 0.00% 0.05% 0.00% 0.08% 0.00%
0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00%
0.49% 0.88% 0.04% 0.05% 0.00% 0.12% 0.00%
9 9 9 9 10 9 10
K K K K K K K
Tugu Ngr Rai-Nusa Dua Tugu Ngr Rai-Nusa Dua Tugu Ngr Rai-Nusa Dua Tugu Ngr Rai-Nusa Dua Tugu Ngr Rai-Nusa Dua Tugu Ngr Rai-Nusa Dua Tugu Ngr Rai-Nusa Dua
*) Informasi lebih lanjut mengenai RCI dapat dilihat pada halaman 24
143
1 2
047 047
11 k 11 k
Sp Lap.Terbang-Tugu Ngr Rai Sp Lap.Terbang-Tugu Ngr Rai
00000 00380
0.00%
0.00%
0.00%
0.00%
0.00%
0.00%
10
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
056 056 056 056 056 056 056 056 056 056 056 056 056
11 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11
Sp Cokroaminoto-Sp Tohpati Sp Cokroaminoto-Sp Tohpati Sp Cokroaminoto-Sp Tohpati Sp Cokroaminoto-Sp Tohpati Sp Cokroaminoto-Sp Tohpati Sp Cokroaminoto-Sp Tohpati Sp Cokroaminoto-Sp Tohpati Sp Cokroaminoto-Sp Tohpati Sp Cokroaminoto-Sp Tohpati Sp Cokroaminoto-Sp Tohpati Sp Cokroaminoto-Sp Tohpati Sp Cokroaminoto-Sp Tohpati Sp Cokroaminoto-Sp Tohpati
00000 00500 01000 01500 02000 02500 03000 03500 04000 04500 05000 05500 05600
0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00%
0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.03% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00%
0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00%
0.00% 0.00% 0.00% 6.99% 4.74% 1.71% 1.03% 0.83% 0.19% 0.07% 0.00% 0.00%
0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.04% 0.10% 0.00% 0.00% 0.00%
0.00% 0.00% 0.00% 6.99% 4.74% 1.74% 1.03% 0.87% 0.29% 0.07% 0.00% 0.00%
10 10 10 8 8 8 8 9 9 9 10 10
k k k k k k k k k k k k k
*) Informasi lebih lanjut mengenai RCI dapat dilihat pada halaman 24
144