“Banking” Weekly Hotlist (04 Januari – 08 Januari 2016) Senin, 04 Januari 2016
Laba Bank Sulit Berkembang OJK menyatakan laba industri perbankan nasional pada kuartal IV/2015 mengalami penurunan dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2014. Hal tersebut tercermin dari indikator ROA industri perbankan yang lebih rendah ketimbang akhir 2014. Penurunan itu terjadi karena bank-bank lebih berhati-hati dalam berbisnis, antara lain dengan lebih banyak membentuk cadangan kerugian penurunan nilai keuangan (CKPN) seiring dengan meningkatnya rasio kredit bermasalah (NPL). Statistik Perbankan Indonesia menunjukkan NPL pada Oktober 2015 sebesar 2,67% atau naik 33 bps secara tahunan dari 2,34%. Peningkatan NPL itu sejalan dengan perlambatan penyaluran kredit perbankan yang tumbuh sebesar 10,26% dari Oktober 2014 senilai Rp 3.558.07 triliun, menjadi Rp 3.923, 43 triliun. Selain faktor perlambatan perekonomian domestik, pertumbuhan kredit yang kembali melambat juga terjadi karena adanya pengaruh write off yang dilakukan bank-bank serta penjualan aset beberapa bank ke grup terkait. (Sumber: Bisnis Indonesia, 04 Januari 2016, 15)
Selasa, 05 Januari 2016
Bunga Kredit Bersiap Turun OJK menyatakan ada ruang bagi industri perbankan untuk menurunkan kembali suku bunga kredit pada tahun ini melihat tekanan pada makro ekonomi mulai mereda. Seperti diketahui, pertumbuhan ekonomi pada 2016 diperkirakan lebih tinggi dibandingkan dengan tahun ini, yakni sebesar 5,3%. Dengan proyeksi tersebut, para pelaku usaha juga diperkirakan lebih ekspansif sehingga banyak memindahkan simpanan mereka dari dana mahal atau simpanan deposito ke dana murah yang berbentuk simpanan giro. Bank-bank juga akan mengalami situasi dimana menjadi keharusan bagi bank untuk meningkatkan efisiensi di tengah persaingan bisnis yang semakin ketat. Ditambah lagi,
pemerintah pada tahun ini juga bakal menyalurkan kredit usaha rakyat (KUR) senilai Rp 120 triliun. (Sumber: Bisnis Indonesia, 05 Januari 2016, 1)
Syarat Bank Penyalur KUR Diperketat Bank yang bakal diperbolehkan menjadi penyalur KUR tahun ini memiliki tingkat rasio kredit bermasalah sektor UMKM di bawah 5%. Penyusunan kriteria ini sejalan dengan upaya OJK dan Komite KUR untuk menambah jumlah bank penyalur KUR pada 2016. Nantinya, bank swasta maupun bank pembangunan daerah (BPD) diperbolehkan menjadi penyelenggara selama memenuhi kriteria yang ditentukan. Bahkan, penyalur baru pun dimungkinkan semua jenis KUR, baik ritel, mikro, maupun TKI. Penambahan bank penyalur ini dibutuhkan mengingat target penyaluran KUR pada 2016 jauh lebih tinggi dari tahun lalu, yaitu Rp 120 triliun dengan suku bunga 9%, sedangkan tahun lalu hanya Rp 30 triliun dengan suku bunga 12%. Dengan jumlah bank penyalur yang ada saat ini, target tersebut diragukan dapat tercapai. Sementara itu, penambahan parameter penilaian yang akan dilakukan OJK terkait bank penyalur KUR ini terdiri dari tingkat kesehatan, likuiditas, efisiensi, dan permodalan. Bank penyalur yang baru harus memiliki kemampuan dalam menyalurkan dananya serta efisiensi yang baik. Hal ini nantinya diukur melalui tingkat LDR dan BOPO. (Sumber: Bisnis Indonesia, 05 Januari 2016, 15)
Kamis, 07 Januari 2016
Konsolidasi Perbankan Nasional: Bank BUMN Diandalkan OJK berharap pada tahun ini bank-bank milik negara mulai mendukung program konsolidasi industri perbankan Tanah Air. Setelah bank pelat merah melakukan integrasi mesin anjungan tunai mandiri (ATM) pada akhir tahun lalu, pihaknya juga mendorong bank dengan status BUMN untuk mendukung konsolidasi perbankan nasional. Pihak otoritas telah meminta bank-bank BUMN yang bermodal besar untuk mengakuisisi bankbank kecil sekaligus mengurangi jumlah bank di Indonesia. Seperti diketahui, saat ini jumlah
bank dinilai terlalu banyak, yakni 118 bank. Dari jumlah tersebut, sebanyak 45 bank masuk ke kelompok bank umum kegiatan usaha (BUKU) I atau memiliki modal inti kurang dari Rp 1 triliun. Adapun bank yang memiliki modal inti antara Rp 1 triliun hingga Rp 5 triliun atau masuk ke kategori BUKU II sebanyak 49 bank. (Sumber: Bisnis Indonesia, 07 Januari 2016, 15)
Jumat, 08 Januari 2016
Implementasi Basel III: DSIB Belum Perlu Tambah Modal OJK menyatakan bank-bank yang masuk dalam daftar Domestic Systemically Important Bank (DSIB) belum perlu menambah modal karena telah memenuhi ketentuan permodalan Basel III tahap awal yang dimulai secara bertahap mulai 1 Januari 2016. Seperti diketahui, dalam PBI Nomor 15/12/PBI/2014 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Bank Umum diatur bahwa pemenuhan aturan Basel III akan dimulai pada awal tahun depan hingga 2019. Besaran capital conservation buffer ditetapkan sebesar 2,5% dari aset tertimbang menurut risiko (ATMR) dan countercyclical buffer dengan kisaran sebesar 0% - 2,5% dari ATMR. Khusus untuk DSIB, regulator menetapkan adanya tambahan capital surcharge yang sebesar 1% - 2,5% dari ATMR. OJK menyatakan bahwa saat ini rerata rasio kecukupan modal/ CAR bank yang masuk dalam daftar DSIB masih berada di atas 14%. Secara hitungan, batas minimum CAR 8%, ditambah CAR profil risiko sekitar 4% dan capital surcharge 2,5% yang per tahunnya 0,625%. Sementara CAR bank-bank itu di atas 13% hingga 14%. Saat ini OJK telah memiliki daftar bank-bank yang masuk kategori DSIB. Namun, daftar tersebut masih sementara karena OJK masih menunggu RUU JPSK disahkan oleh DPR. Adapun, dalam rancangan POJK tentang penetapan bank yang bedampak sistemik (DSIB) dan Capital Surcharge untuk bank berdampak sistemik dilakukan pada Desember 2015 dengan menggunakan data posisi Juni 2015. Penetapan bank yang berdampak sisitemik dilakukan dengan menggunakan metodologi tertentu berdasarkan indikator tertentu, antara lain eksposur bank (size), keterkaitan dengan sistem keuangan domestik (interconnectedness), dan kompleksitas kegiatan usaha (complexity).
OJK menetapkan capital surcharge dengan membagi bank berdampak sistemik menjadi 5 kelompok atau bucket. Bagi bank yang masuk dalam bucket 1 ditetapkan capital surcharge sebesar 1% dari ATMR. Untuk bank bucket 2, ditetapkan sebesar 1,5% dari ATMR. 2% dan 2,5% dari ATMR bagi bank berdampak sistemik yang masuk dalam bucket 5. Namun, hingga sekarang OJK menetapkan tidak ada bank berdampak sistemik yang digolongkan dalam bucket 5. ATURAN BANK INDONESIA Di sisi lain, BI menerbitkan ketentuan yang mewajibkan bank untuk membentuk tambahan modal dalam rangka antisipasi kerugian dari pertumbuhan kredit/pembiayaan yang berlebihan atau countercyclical buffer dalam rangka PBI No. 17/22/PBI/2015 tentang Kewajiban Pembentukan Countercyclical Buffer yang terbit pada 28 Desember 2015. BI menetapkan countercyclical buffer sebesar 0% bagi perbankan yang efektif berlaku 1 Januari 2016. Penetapan ini mempertimbangkan kondisi ekonomi nasional yang tengah mengalami perlambatan. Ke depan, BI juga akan melakukan evaluasi besaran countercyclical buffer tersebut secara berkala paling kurang sekali dalam 6 bulan. (Sumber: Bisnis Indonesia, 08 Januari 2016, 15)
Kinerja Bank Asing Diyakini Pulih Prospek kinerja bank asing di Indonesia diperkirakan bisa lebih baik pada 2016 dibandingkan dengan 2015. Pasalnya, kejutan kejatuhan harga komoditas sepanjang tahun lalu membuat kinerja terutama laba bersih tertekan cukup dalam. Penurunan harga komoditas yang cukup drastis pada tahun lalu memang menjadi penekan utama sebagian besar kinerja bank asing di Indonesia . Namun, tekanan dari sektor komoditas terhadap kinerja bank asing pada tahun ini agak sedikit berkurang. Peluang membaiknya pertumbuhan ekonomi global dan Indonesia bisa mendorong kenaikan kredit. Kenaikan kredit akan mendorong fee based income (FBI) juga naik dan NPL dapat ditekan. Sepanjang tahun lalu, Index Commodity Bloomberg, representasi 22 harga komoditas global anjlok 24,7%. Selaras dengan itu, persentase BOPO bank asing secara tahunan (yoy) sampai Oktober 2015 naik 784 bps menjadi 87,2%. Dengan beban operasional yang meningkat, laba bersih bank asing secara keseluruhan sampai Oktober 2015 turun 31,22% menjadi
Rp 5.143 miliar dibandingkan dengan Oktober 2014. (Sumber: Bisnis Indonesia, 08 Januari 2016, 15)
***