BULETIN ORGANISASI DAN APARATUR PENYEDIAAN AIR SEBAGAI KEBUTUHAN DASAR MANUSIA Oleh : Mardayeli Danhas, ST, M. Si Staf Bidang Bina Teknik Dinas Prasarana Jalan Tata Ruang dan Permukiman Provinsi Sumatera Barat
I. HUBUNGAN AIR DAN MANUSIA Disadari atau tidak, air sangat berperan penting dalam kehidupan manusia. Hampir tidak ada kegiatan manusia yang tidak berhubungan dengan air, bahkan dalam berdiam diri sekalipun, manusia membutuhkan air dalam bentuk uap air yang terkandung dalam udara yang kita hirup. Jika udara panas, kelembaban udara (jumlah/kandungan uap air dalam udara) kurang dari yang dibutuhkan, manusia dapat mengalami dehirasi yang jika tidak ditangani dengan baik dapat berujung kematian. Oleh karena itu, kebutuhan utama manusia terhadap air adalah untuk minum disamping keperluan lainnya; untuk masak, mandi, mencuci, dan lain-lain. Bahkan, Departemen Kesehatan dalam buku Pedoman Umum Gizi Seimbang (Depkes, 1995) menganjurkan untuk minum minuman yang aman dan cukup, yaitu 2 liter atau 8 gelas sehari bagi penduduk Indonesia usia remaja dan dewasa. Demikan pentingnya keberadaan air bagi kehidupan, terutama kesehatan manusia. Tidak hanya kebutuhan akan kuantitas air, kualitas air juga tidak kalah penting untuk diperhatikan. Melalui seperangkat aturan ditetapkan standar kualitas air sesuai dengan peruntukannya yang ditujukan untuk menjadi acuan minimal kualitas air yang boleh dimanfaatkan untuk kegunaan tertentu. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 misalnya, menetapkan kriteria mutu air kelas satu, dua, tiga dan empat, yaitu : 1) kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut; 2) Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut; 3) Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan
atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut; 4) Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. Peraturan Presiden ini dimaksudkan untuk mengatur sumber air yang berada dalam dua atau lebih wilayah Propinsi dan atau merupakan lintas batas wilayah negara. Untuk sumber air yang berada dalam dua atau lebih wilayah Kabupaten/Kota dapat diatur dengan Peraturan Daerah Propinsi dan sumber air yang berada dalam wilayah Kabupaten/Kota ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten/ Kota. Penetapan kriteria mutu air ini tentu saja dimaksudkan untuk melestarikan fungsi air, sebagai dasar melakukan pengelolaan kualitas air dan pengendalian
pencemaran
air
secara
bijaksana
dengan
memperhatikan
kepentingan generasi sekarang dan mendatang serta keseimbangan ekologis. Aktivitas manusia seringkali menjadi penyebab terjadinya kerusakan dan pencemaran lingkungan. Air sebagai komponen lingkungan tidak terkecuali menjadi korban pencemaran akibat aktivitas manusia tersebut. Pada Kawasan Provinsi Sumatera Barat, pencemaran air terjadi akibat aktivitas industri, aktivitas pertanian maupun aktivitas rumah tangga harian. Dari lebih kurang 5 juta penduduk Sumatera Barat, 35% masih melakukan Buang Air Besar Sembarangan (BABS) (Bappeda, 2014). Masih banyaknya praktek BABS ini, tentu saja menjadi sumber pencemaran air, khususnya ecoli. Berdasarkan data Status Lingkungan Hidup Daerah (SLHD) Provinsi Sumatera Barat (2013), kualitas 4 sungai besar di Propinsi Sumatera Barat (Batang Hari, Batang Kampar, Batang Kuantan dan Batang Agam) untuk parameter fecal coli dan total coliform berada di atas kriteria mutu air dengan status tercemar (ringan - berat). Demikian juga untuk kualitas air laut di Pantai Teluk Bayur, Pantai Painan dan Pantai Pariaman, parameter fecal coli dan total coliform berada jauh di atas baku mutu air laut yang disyaratkan, khususnya di Pantai Tiram dan Pantai Gandoriah. Banyaknya air yang tersedia di bumi yaitu lebih kurang 2/3 dari permukaan bumi diisi air. Namun tidak semuanya dapat digunakan untuk keperluan manusia, terutama untuk minum. 97% air yang ada di bumi merupakan air asin (laut) dan hanya lebih kurang 3% berupa air tawar. 67% dari air tawar inipun berada dalam wujud padat (es) di kutub, sisanya sebagian besar berupa air tanah dan sebagian kecil di permukaan dan udara. Jika dihitung, kurang dari 1% air di bumi yang digunakan untuk air baku dalam memenuhi kebutuhan sebagian besar manusia yang ada di seluruh dunia.
Sungguh, ternyata manusia sangat rentan terhadap kelangkaan air. Ketersediaan air yang sedikit ini, tidak langsung dapat dijangkau oleh sebagian manusia karena faktor alam seperti yang terjadi pada wilayah-wilayah rawan air dan kekeringan. Oleh karena itu, berbagai sistem penyediaan air dilakukan sebagai penyalur antara air di sumbernya dengan manusia di tempat kediamannya. II. SISTEM PENYEDIAAN AIR Ketersediaan air yang layak bagi masyarakat saat ini sudah mulai menjadi kesadaran
bersama
di
tingkat
internasional.
Hal
ini
ditandai
dengan
ditandatanganinya Millenium Development Goals (MDGs) pada bulan September 2000 oleh 191 negara di dunia yang menjadi kesepakatan bersama untuk mencapai beberapa tujuan pembangunan millenium sampai tahun 2015. Dari tujuh tujuan yang hendak dicapai dalam MDGs, tujuan untuk penyediaan kebutuhan dasar (air bersih dan sanitasi) termasuk di dalamnya. Dengan kesadaran pentingnya penyediaan kebutuhan dasar bagi masyarakat, cakupan pelayanan air bersih
semakin
menjadi
indikator
kemajuan
sebuah
daerah.
Paradigma
pembangunan infrastruktur yang sebelumnya didominasi oleh pembangunan gedung-gedung
dan
jalan-jalan,
mulai
diimbangi
dengan
pembangunan
infrastruktur untuk sektor air bersih dan sanitasi. Di Indonesia, penyediaan air kepada masyarakat menjadi tugas pemerintah baik di tingkat daerah (termasuk PDAM), provinsi maupun pusat yang tugasnya dibagi sesuai dengan kewenangan masing-masing. Untuk pemerintah daerah yang tidak mempunyai sumber air baku di daerahnya, seringkali mengalami kesulitan dalam penyediaan air bersih masyarakatnya sehingga diperlukan kerjasama regional dengan daerah tetangga yang memiliki sumber air baku. Pembangunan sistem penyediaan air regional ini menjadi kewenangan pemerintah provinsi seperti yang telah dilakukan antara Kota Padang - Kabupatan Padang Pariaman dan Kota Solok - Kabupaten Solok.
Sistem penyediaan air minum dapat digambarkan dengan skema seperti yang terlihat pada gambar 1.
Gambar 1. Sistem Penyediaan Air Minum
Pada gambar 1 terlihat bahwa sistem penyediaan air dimulai dari pegelolaan di sumber. Pengelolaan di sumber tergantung kepada jenis sumber yang digunakan. Jika sumber air berupa air tanah, penyedotan air menggunakan sumur bor. Untuk sumber air berupa air permukaan (air sungai), digunakan bangunan
intake dan jika berupa mata air, digunakan bangunan broncaptering. Dari sumber, air disalurkan ke Instalasi Pengolah Air (IPA) atau disebut juga
Water Treatment Plan (WTP). Penyaluran air dari sumber ke IPA ini disebut dengan transmisi, sedangkan penyaluran air dari IPA ke masyarakat (sambungan rumah) disebut dengan distribusi. Sistem penyaluran air ini (transmisi atau distribusi) dapat menggunakan sistem gravitasi dan non gravitasi (pompa). Jika air dialirkan ke tempat yang lebih rendah, dapat digunakan sistem gravitasi dengan kelebihan biaya operasional lebih murah. Jika tempat yang akan dialirkan air berada di daerah yang lebih tinggi, sistem yang digunakan adalah sistem non gravitasi (pompa), dengan biaya operasional yang lebih mahal. Untuk pengolahan air, jenis IPA yang digunakan disesuaikan dengan kualitas air baku. Jenis pengolahan yang dapat digunakan antara lain : 1. Koagulasi; yaitu ditujukan pada air perrmukaan, yang mengandung padatan tersuspensi (partikel-partikel koloid) yang biasanya berupa lumpur dan tersuspensi di dalam air tersebut. Dalam proses koagulasi, dilakukan penambahan zat koagulan (tawas), dengan pengadukan cepat akan terjadi destabilisasi partikel koloid. . 2. Flokulasi;
merupakan
lanjutan
dari
proses
koagulasi
yaitu
dengan
pengadukan lambat sehingga koagulan tercampur dengan air baku dan
partikel-partikel koloid menggumpal membentuk flok-flok. 3. Sedimentasi; atau pengendapan yaitu dengan memanfaatkan gravitasi terjadi pengendapan flok-flok yang telah terbentuk pada proses koagulasi/flokulasi sebelumnya. 4. Filtrasi; atau penyaringan dengan menggunakan media pasir sebagai lanjutan dari proses sedimentasi untuk menghilangkan padatan-padatan dalam air yang belum terpisahkan pada proses sedimentasi. 5. Desinfeksi; adalah penambahan desinfektan untuk membunuh bakteri/kuman yang ada di dalam air. Pengolahan
air
lengkap
ini
biasanya
digunakan
untuk
sumber
air
perrmukaan, sedangkan untuk air tanah atau mata air dengan kualitas air yang lebih baik, biasanya hanya menggunakan desinfeksi atau penambahan desinfektan pada bak reservoar. Reservoar atau bak penampung air digunakan untuk menampung/mengumpulkan air sebelum didistribusikan ke masyarakat, hal ini dibutuhkan terutama pada saat-saat jam puncak (penggunaan air paling banyak). III. PENYEDIAAN AIR DALAM RANGKA UNIVERSAL ACCESS Sistem penyediaan air, ternyata tidaklah sesederhana yang kita bayangkan, apalagi untuk kawasan perkotaan dimana aktivitas masyarakatnya lebih beragam dan tingkat kebutuhan airnya semakin besar. Tantangan yang lebih besar juga muncul dengan adanya agenda internasional pasca MDGs 2015, yaitu Sustainable Development Goals (SDGs) atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Agenda internasional ini telah diterjemahkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, yaitu target universal access 2019. Target
Universal access 2019, adalah tercapainya 100% layanan air minum layak, 0% pemukiman kumuh dan 100% layanan sanitasi layak bagi seluruh masyarakat Indonesia pada tahun 2019. Untuk layanan air minum, yang dimaksud dengan air minum layak adalah yang bersumber dari sumber air perpipaan (PDAM dan non PDAM) serta sumber air terlindungi, baik dari sumur terlindungi maupun mata air terlindungi. Dibandingkan dengan kondisi saat ini, menurut data BPS, akses masyarakat Sumatera Barat untuk air bersih saat ini lebih kurang 68%. Adanya gap 32% yang harus di capai dalam waktu lima tahun ke depan, tentunya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat, provinsi dan daerah serta masyarakat. Tidak hanya, akses air bersih bagi masyarakat, namum adanya standar pelayanan minimal pelayanan air minum yaitu 60 liter/orang/hari juga harus dipenuhi. Untuk itu, peran kita semua sangat penting dalam menjaga kelestarian air dan menjaga pemerataan penggunaan air. Menjaga kelestarian air dengan tidak
ikut mencemarinya, bahkan ikut serta dalam usaha perlindungan air seperti membuat resapan-resapan air atau penanaman pohon, dan lain-lain. Menjaga pemerataan penggunaan air dengan melakukan penghematan air, terutama pada jam-jam puncak. Hal-hal kecil ini, jika dilakukan di rumah masing-masing dapat menjaga kualitas dan kuantitas air sebagai sumber air baku air minum. Sesuai dengan kutipan Al Baqarah, 164, ““Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh terdapat tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan”, dengan air, Allah menghidupkan bumi sesudah matinya. Jika tidak ada lagi air bersih, Masih bisakan bumi dan segala isinya hidup...??