BULETIN ORGANISASI DAN APARATUR BUDAYA KERJA PEJABAT DAN KEPEMIMPINAN Oleh : H.ERMAN SE.MM Widyaiswara Madya Pada Badan Diklat Provinsi Sumatera Barat
Budaya kerja diartikan sebagai cara pandang atau cara seseorang memberikan makna terhadap kerja atau jabatan. Pada konsteks pemerintahan atau aparaturnya maka dapat dipahami sebagai cara pandang serta suasana hati yang menumbuhkan keyakinan yang kuat atas dasar nilai-nilai yang diyakininya, serta memiliki semangat yang tinggi dan bersungguh-sungguh untuk mewujudkan prestasi kerja terbaik. Budaya kerja dapat diartikan adanya ethos kerja, workaholick, dan etika kerja, Nana Rukmana (2007) mengatakan bahwa salah satu syarat pemimpin tersebut adalah adanya kemampuan atau Kompetensi, Rasulullah SAW pernah bersabda “Aku tidak takut kepada rakyat (umat ) yang bodoh, tapi yang sangat aku takutkan adalah pemimimpin yang bodoh dan sesat. Budaya kerja juga merupakan cara kerja sehari-hari yang bermutu dan selalu mendasari nilai-nilai yang penuh makna, sehingga menjadi motivasi, memberi inspirasi untuk senantiasa bekerja lebih baik, dan memuaskan bagi masyarakat yang dilayani (Kementerian PAN,2002 ). Semenjak era desentralisasi atau otonomi daerah bergulir, terjadi perubahan-perubahan yang mendasar dalam tata pemerintahan didaerah antara lain Kepala Daerah dipilih langsung oleh rakyat, sedangkan dibidang kepegawaian Kepala Daerah adalah Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah, khusus dalam hal pengangkatan Pejabat dalam hal ini Kepala Dinas / Badan adalah hak “prerogativ “Kepala Daerah, tidak perlu berkonsultasi dengan Departemen / Kementerian terlebih dahulu , bahkan kalaupun ada rambu-rambu dari
“Pusat” juga tidak
menjadi bahan pertimbangan yang utama . Sebagai contoh
ketika Rohmin Damhuri menjadi
Menteri Perikanan dan Kelautan
pernah membuat standar atau syarat-syarat untuk menjadi Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan baik untuk tingkat Provinsi maupun untuk tingkat Kabupaten dalam kenyataan tidak dijadikan acuan , begitu juga tentang Kepala Sekolah
yang diatur dalam Keputusan
Mendiknas
162/U/2003 tentang Pedoman Penugasan Guru sebagai Kepala Sekolah, yang Keputusan Mendiknas itu sekarang telah pula diganti dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 28 tahun 2010. Penggantian Kepala Sekolah dan lama menjabat sebagai Kepala Sekolah tetap menurut Kepala Daerah yang bersangkutan tidak mengacu pada SK Mendiknas tersebut. Besarnya kewenangan Kepala Daerah dalam hal kepegawaian mengakibatkan setiap penggantian Kepala Daerah ,
tim sukses dan pejabat kasak-kusuk untuk mengatur dan
mendapatkan posisi menjadi Kepala Dinas atau Badan didaerah masing-masing. Diberbagai
BULETIN ORGANISASI DAN APARATUR media massa sering muncul berita “Sejumlah Pejabat Kasak-Kusuk “, atau “Bersiaplah Untuk Dimutasi” atau “Prediksi Pejabat Yang Akan Dilantik “ hal ini sudah dianggap biasa diera otonomi ini. Apabila kita hubungkan kasak-kusuk tim sukses dan para pejabat untuk mendapatkan jabatan dengan prinsip-prinsip Budaya Kerja sangatlah bertentangan, Harsanto Nursadi (2006 ) mengatakan bahwa prinsip-prinsip budaya kerja sebenarnya merupakan hal-hal yang dasar yang dilakukan dalam suatu pelaksanan kerja. Budaya Kerja sebenarnya mengandung nilai-nilai yang prinsipil dalam pelaksanaan kerja yaitu : 1. Etos kerja, merupakan watak atau semangat fundamental suatu budaya, berbagai ungkapan yang menunjukkan kepercayaan, kebiasaan atau perilaku suatu kelompok masyarakat. Etos merupakan komponen budaya yang merupakan kekuatan pendorong atau penggerak, sehingga manusia siap kerja keras. Etos kerja dapat diukur dengan tinggi rendah, kuat atau lemah. Sebagai contoh seorang pejabat tidak hanya memberi arahan di kantor atau hanya menerima laporan dari bawahan tetapi juga turun kelapangan, halangan dilapangangpun segera dipecahkan. Sering terjadi pimpinan malas kelapangan tetapi rajin tugas keluar daerah khususnya ke Jakarta, atau rapat di luar daerah yang hasilnyapun tidak disosialisasikan dengan bawahan. Contoh yang terakhir ini bukanlah pejabat yang mempunyai etos kerja. 2. Workaholism, sebagai bagian dari budaya kerja, hal tersebut karena menunjukkan salah satu pola dan kualitas perilaku manusia dalam bekerja, baik secara pribadi, pekerjaan dinas, kelompok, bebas atau kompetititif. Pejabat yang punya sifat ini antara lain tidak akan berhenti bekerja atau berusaha sebelum berhasil. Dalam hal ini dapat dicontohkan seorang pejabat belum pulang dari kantor kalau ada pekerjaan yang sesungguhnya harus selesai pada hari tersebut apalagi ada hubungannya dengan kebutuhan rakyat banyak. Kerja tekun yang sangat fanatik seperti ini rata-rata dipunyai oleh bangsa Jepang, mungkin inilah penyebab bangsanya sangat maju dan berhasil dalam segala bidang. 3. Etika Kerja, merupakan peristiwa rohani yang berkaitan dengan kalbu atau nurani manusia-manusia, ketika dihadapkan pada pilihan, memilih dengan bebas, membuat keputusan batin dan bertanggung jawab atas pilihannya. 4. Anggapan Dasar Tentang Kerja, merupakan kesimpulan dalam bentuk pendirian. Kerja dapat diartikan sebagai hukuman, upeti, beban, kewajiban, sumber penghasilan, kesenangan, status, prestise atau gengsi, aktualisasi diri, panggilan jiwa , pengabdian, hak atau sebaliknya, hidup atau sebaliknya dan ibadah serta suci. Bagi penyelenggara negara atau para pejabat kepala instansi , budaya kerja menjadi hal yang sangat penting karena dari budaya kerja tersebut dapat dilihat bagaimana penyelenggara negara melayani rakyatnya. Makna kerja bagi aparatur adalah tugas yang diberikan dalam jabatan sebagai pegawai negeri, pemberian tugas tersebut disesuaikan dengan kemampuan , beban tugas
BULETIN ORGANISASI DAN APARATUR dan jabatan yang diduduki oleh aparat tersebut. Dengan demikian seseorang yang telah mendapat tugas / jabatan atau amanah maka ia harus menjalankan tugas tersebut dan tidak berpaling pada tugas lain atau menganggap beban tugas tersebut . Warna budaya kerja adalah produktivitas, yang berupa perilaku kerja yang tercermin antara lain : kerja keras, ulet, disiplin, produktif, tanggung jawab, motivasi, manfaat, kreatif, dinamik, konsekuen , konsisten, responsif, mandiri. Menurut Budhi Paramita budaya kerja dapat dibagi dua yaitu : Pertama ,Sikap terhadap pekerjaan, yakni kesukaan akan kerja dibandingkan dengan kegiatan lain, seperti bersantai, atau semata-mata memperoleh kepuasan karena jabatan dan kekuasaan. Bila seseorang berpendirian tentang kerja sebagai berat tidak menyenangkan seperti kerja sebagai hukuman, upeti, beban, kewajiban dan sebagian prestise serta kesenangan, maka sikap terhadap pekerjaannya menjadi negatif, tidak ikhlas dan ragu-ragu sehingga perilaku dan kinerjanya menjadi rendah. Bila pendirian kerja sebagai sesuatu yang ringan menyenangkan, maka sikap terhadap pekerjaannya menjadi positif, dengan perilaku terhadap pekerjaanya sangat positif rela berkorban, dan kinerjanya menjadi tinggi. Kedua, Perilaku pada waktu bekerja, seperti rajin, berdedikasi, bertanggung jawab, berhati-hati, teliti, cermat, kemauan yang kuat untuk mempelajari tugas dan kewajibannya , suka membantu karyawan atau bawahan . Budaya kerja seorang pejabat akan tercermin dengan kepemimpinan dan manajemen yang ada padanya, Miftah Thoha ( 2004 ) mengatakan bahwa dalam artian yang luas kepemimpinan dapat dipergunakan setiap orang dan tidak hanya terbatas berlaku dalam suatu organisasi atau kantor tertentu. Kepemimpinan adalah kegiatan untuk mempengaruhi perilaku orang lain dalam hal ini adalah bawahan atau mitra kerja kearah tercapainya suatu tujuan tertentu dalam hal ini melayani masyarakat. Kepemimpinan tidak harus diikat terjadi dalam suatu organisasi tertentu, melainkan kepemimpinan bisa terjadi dimana saja, sebagai aplikasinya jika seorang Pejabat punya kepemimpinan maka bawahannya akan bekerja sesuai dengan aturan organisasi yang ada walaupun dia tidak berada ditempat atau dikantor. Hal ini baru bisa terjadi bila atasan atau pejabat tersebut mampu membawa organisasi yang dipimpinya sesuai dengan visi dan misi organisasi tersebut sebagaimana dikatakan oleh Warren G.Bennis Leadership is the capacity to translate vision into reality. Seorang ulama dapat diikuti oleh orang-orang lain dan pengaruhnya besar sekali terhadap orang-orang didaerahnya, tidak harus terlebih dahulu diikat oleh aturan-aturan atau ketentuanketentuan organisasi yang sering dinamakan birokrasi. Konkritnya , seorang kiyai atau ulama, besar pengaruhnya sehingga mampu mempengaruhi tingkah laku seorang Bupati Kepala Daerah di dalam memimpin daerahnya , tidak harus lebih dahulu kiyai tersebut menjadi pegawai di Kabupaten tersebut. Jelas disini kepemimpinan mempunyai ciri tidak harus terjadi dalam suatu organisasi tertentu. Dan tidak dibatasi oleh jalur komunikasi struktural, melainkan bisa menjalin jalur network yang merembes secara luas melampaui jalur struktural Selama ini yang banyak terlihat karena kurang punya jiwa kepemimpinan , maka bawahan akan bekerja bila sang Pejabat
BULETIN ORGANISASI DAN APARATUR ada di kantor, bila pejabat keluar daerah atau tugas ketempat lain , maka bawahan juga ikut keluyuran. Donald H.Mc.Gannon, mengatakan bahwa “Leadership is action , not position”, artinya pejabat itu harus berbudaya kerja bukan mengandalkan jabatan / pososisi. Sering terjadi bila kita datang kekantor-kantor kelihatan karyawan atau PNS santai-santai dan main games pada komputer bila ditanya kenapa santai akan meluncur jawaban jenaka bahwa sang Bos lagi keluar daerah. Kepemimpinan sering pula dikaitkan dengan manajemen, apabila kepemimpinan itu dibatasi oleh tatakrama birokrasi atau dikaitkan terjadinya dalam suatu organisasi tertentu, maka dinamakan manajamen. Dari penjelasan diatas maka dapat saja terjadi seorang manajer berperilaku sebagai seorang pemimpin, asalkan dia mampu mempengaruhi perilaku orang-orang lain untuk mencapai tujuan tertentu. Tetapi seorang pemimpin belum tentu harus menyandang jabatan manajer untuk mempengaruhi perilaku orang lain. Dengan kata lain seorang leader atau pemimpin belum tentu seorang manejer, tetapi seorang menajer bisa berperilaku sebagai seorang leader atau pemimpin. Pejabat sebenarnya adalah manajer karena terikat dengan jabatan dalam sebuah organisasi, tetapi dia harus punya jiwa kepemimpinan, syarat –syarat yang telah diuraikan diatas inilah yang harus dipunyai oleh seorang pejabat sehingga kasak-kusuk yang sering ditulis media massa dapat dihindari dengan menerapkan Budaya Kerja.
BULETIN ORGANISASI DAN APARATUR Daftar Pustaka 1. Agustian ,Ary Ginanjar (2001). Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual (ESQ).penerbit Arga. 2. Ken Shelton (ed).(2001). A New Paradigm of Leadership (terjemahan ).Penerbit PT.Ekex Media Kamputindo,Jakarta. 3. Rukmana,Nana.( 2007).Etika Kepemimpinan,Perspektif Agama dan Moral.