BULETIN ORGANISASI DAN APARATUR KENDALA-KENDALA YANG DIHADAPI PEMERINTAH PROPINSI SUMATERA BARAT DALAM MELAKSANAKAN KEBIJAKAN REFORMASI BIROKRASINYA 2013-2014 Oleh:
Dr. Drs. H. Maisondra, S.H, M.H, M.Pd, Dipl.Ed Staf Sekretariat Daerah Provinsi Sumatera Barat
I. PENDAHULUAN Undang-undang No 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025 mengamanatkan bahwa pembangunan aparatur negara dilakukan melalui reformasi birokrasi untuk mendukung keberhasilan pembangunan bidang lainnya. Sebagai wujud komitmen nasional untuk melakukan reformasi birokrasi, pemerintah telah menetapkan reformasi birokrasi dan tata kelola pemerintahan menjadi prioritas utama dalam Perpres Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010 – 2014. Makna reformasi birokrasi adalah: Perubahan besar dalam paradigma dan tata kelola pemerintahan Indonesia; Pertaruhan besar bagi bangsa Indonesia dalam menghadapi tantangan abad ke-21; Berkaitan dengan ribuan proses tumpang tindih antarfungsi-fungsi pemerintahan, melibatkan jutaan pegawai, dan memerlukan anggaran yang tidak sedikit; Upaya menata ulang proses birokrasi dari tingkat tertinggi hingga terendah dan melakukan terobosan baru dengan langkah-langkah bertahap, konkret, realistis, sungguh-sungguh, berfikir di luar kebiasaan/rutinitas yang ada, dan dengan upaya luar biasa; Upaya merevisi dan membangun berbagai regulasi, memodernkan berbagai kebijakan dan praktek manajemen pemerintah pusat dan daerah, dan menyesuaikan tugas fungsi instansi pemerintah dengan paradigma dan peran baru. Pelaksanaan Reformasi Birokrasi Pemerintah di Indonesia pada dasarnya dimulai sejak akhir tahun 2006 yang dilakukan melalui pilot project di Kementerian Keuangan, Mahkamah Agung, dan Badan Pemeriksa Keuangan. Sejak itu, dikembangkan konsep dan kebijakan Reformasi Birokrasi yang komprehensif yang ditetapkan dengan Peraturan Presiden No.81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025, dan Permenpan-rb No. 20 Tahun 2010 tentang peta jalan (Road Map) Reformasi Birokrasi 2010-2014. Selain itu, diterbitkan pula 9 (sembilan) Pedoman dalam rangka pelaksanaan reformasi birokrasi yang ditetapkan dengan Permenpan-rb No. 7 sampai dengan No. 15 yang meliputi pedoman tentang Pengajuan dokumen usulan sampai dengan mekanisme persetujuan pelaksanaan reformasi birokrasi dan tunjangan kinerja.
Pelaksanaan reformasi birokrasi di masing-masing instansi pemerintah dilakukan berdasarkan kebijakan/program/kegiatan yang telah digariskan dalam Grand Design Reformasi Birokrasi dan peta jalan (Road Map) reformasi Birokrasi, serta berbagai pedoman pelaksanaannya. Selanjutnya, pelaksanaan reformasi birokrasi memerlukan sistem monitoring dan evaluasi yang solid dan kredibel dan dapat mencerminkan suatu sistem pengukuran yang objektif, dan pengguna dapat menerima dan menindaklanjuti hasil dari sistem tersebut. Dalam rangka itu, ditetapkan Permenpanrb No. 1 Tahun 2012 tentang Penilaian Mandiri Pelaksanaan Reformasi Birokrasi, dan untuk operasionalisasinya ditetapkan Permenpanrb No. 31 Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Penilaian Mandiri Pelaksanaan Reformasi Birokrasi secara Online. Pada tahun 2010 dicanangkan gerakan reformasi birokrasi bagi seluruh organisasi pemerintah dengan keluarnya Perpres Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010 – 2014 sebagai wujud komitmen nasional terhadap Undang-undang No 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025 yang mengamanatkan bahwa pembangunan aparatur negara dilakukan melalui reformasi birokrasi untuk mendukung keberhasilan pembangunan bidang lainnya. Pemerintah Daerah Propinsi Sumatera Barat sudah membentuk satu bagian khusus untuk menyusun perencanaan, menjalankan dan mengevaluasi kebijakan reformasi birokrasi, yang mana bagian ini berada di bawah biro organisasi sekretariat daerah. Namun secara umum diketahui belum banyak kebijakan yang dapat terlaksana dengan baik disebabkan adanya kendala-kendala. II. PEMBAHASAN A. Kebijakan Reformasi Birokrasi di Lingkungan Pemerintah Daerah Propinsi Daerah Sumatera Barat Tahun 2011-2014 Kebijakan reformasi Birokrasi di lingkungan Pemerintah Daerah Propinsi Sumatera Barat baru di mulai tahun 2011 dengan dikeluarkannya Peraturan Gubernur Sumatera Barat Nomor 24 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Reformasi Birokrasi Pemerintah Propinsi Sumatera Barat, meskipun gerakan reformasi birokrasi secara nasional sudah dimulai sejak tahun 2006 dengan ditetapkannya beberapa kementerian dan lembaga sebagai pilot project pelaksanaan reformasi birokrasi di Indonesia, yang selanjutnya dilanjutkan dengan menetapkan sejumlah pemerintahan daerah sebagai pilot
project. Pokok-pokok dalam pedoman reformasi birokrasi Penerintah Daerah Propinsi Sumatera Barat sesuai Peraturan Gubernur Sumatera Barat Nomor 24 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Reformasi Birokrasi Pemerintah Propinsi Sumatera Barat adalah sebagai berikut:
a. Susunan Tim Pengarah: Ketua: Sekretaris Daerah Propinsi Sumatera Barat Sekretaris/Anggota: Kepala Biro Organisasi Sekretariat Daerah Propinsi Sumatera Barat Anggota : 1. Asisten Sekretariat Daerah Propinsi Sumatera Barat 1. Kepala Bappeda Propinsi Sumatera Barat. 2. Kepala DPKD Propinsi Sumatera Barat 3. Kepala BKD Propinsi Sumatera Barat. 4. Kepala Badan Diklat Propinsi Sumatera Barat. 5. Inspektur Propinsi Sumatera Barat. 6. Kepala Biro Hukum Setda Propinsi Sumatera Barat. 7. Para Kepala SKPD. b. Visi dan Misi Reformasi Birokrasi Propinsi Sumatera Barat: Visi: Mewujudkan Pemerintahan yang bersih dan profesional melalui pelayanan prima kepada masyarakat guna membentuk tata kelolal pemerintah yang akuntabel. Misi: 1. Melakukan perubahan budaya dan pola pikir birokrat agar memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat guna meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran. 2. Menciptakan system dan mekanisme pemerintahan yang menjamin akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan serta mencegah terjadinya korupsi dalam birokrasi. 3. Membentuk sistem pemerintahan yang memungkinkan partisipasi dan kontrol masyarakat atas penyelenggaraan pemerintahan. c. Tujuan Umum: Membangun/membentuk sosok aparatur daerah yang berintegritas dan berkinerja tinggi sehingga mampu memberikan pelayanan prima kepada masyarakat guna mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat Sumatera Barat. d. Tujuan Khusus: 1) Membentuk birokrasi yang bersih dari KKN, 2) Membentuk birokrasi yang efesien, efektif, dan produktif, 3) Membentuk birokrasi yang akuntabel dan transparan, 4) Membentuk birokrasi yang melayani masyarakat. e. Program Reformasi Birokrasi: 1) Program Pemantapan Implementasi,
Bertujuan untuk membentuk komitmen dan kesamaan persepsi dalam pelaksanaan Reformasi Birokrasi. 2) Program Penataan Sistem Manajemen Sumber Daya Manusia, Bertujuan untuk meningkatkan profesionalisme Sumber Daya Manusia Aparatur melalui pembinaan karir berdasarkan system prestasi kerja dan karir. 3) Program Penataan Organisasi, Bertujuan untuk meningkatkan efesiensi dan efektifitas kelembagaan SKPD, sehingga tepat fungsi dan tepat ukuran. 1) Program Regulasi Bertujuan untuk terwujudnya Peraturan Per UU yang selaras dengan Per UU yang lebih tinggi. 2) Program Penataan Ketatalaksanaan Bertujuan untuk meningkatkan efesiensi dan efektifitas bisnis proses dan prosedur kerja dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi. 3) Program Akuntabilitas Kinerja Pemerintah Bertujuan untuk penguatan akuntabilitas dan pengembangan manajemen kinerja birokrasi. 4) Program Penguatan Pengawasan dan Partisipasi Masyarakat Bertujuan untuk meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan bebas korupsi, kolusi serta nepotisme. f. Tahapan Implementasi Reformasi Birokrasi Ada enam tahapan dalam reformasi birokrasi Pemerintah Daerah Propinsi Sumatera Barat, yaitu: 1) Pembentukan Tim, 2) Pengembangan Konsep, 3) Penetapan program percepatan, 4) Penetapan manajemen perubahan, 5) Pelaksanaan program kegiatan dan 6) Monitoring
B. Kendala-Kendala yang Dihadapi Pemerintah Daerah Propinsi Sumatera Barat dalam Melaksanakan Kebijakan Reformasi Birokrasinya Terkait „kelambatan‟ implementasi reformasi birokrasi di Propinsi Sumatera Barat, terdapat beberapa faktor yang masih menjadi kendala dan tantangan, diantaranya: 1. Minimnya Komitmen Kepemimpinan Politik “Reformasi birokrasi dinilai gagal jika pemerintah daerah tetap abaikan peraturan perundang undangan. Tak hanya itu, kinerja aparatur negara pun dinilai masih lemah, sehingga berdampak pada pelayanan masyarakat.”
Hal itu disampaikan oleh Kepala Ombudsman Perwakilan Sumatera Barat Yunafri, saat ditemui di Hotel Mercure, Padang, (Haluan, Kamis 21 November 2013). Dia mengatakan, kemungkinan gagalnya reformasi birokrasi itu terlihat dari tingginya angka pelaporan pelayanan publik di Ombudsman Sumatera Barat. “Dari Januari hingga saat ini data laporan pengaduan sudah mencapai 118, dan trennya setiap bulan terus meningkat,” ujarnya. Dia menjelaskan, rating tertinggi pihak terlapor ada di pemerintah kabupaten dan kota sebanyak 52. Lalu disusul dari Provinsi Sumatera Barat sebanyak 14 laporan. “Kebanyakan pengaduan tersebut terkait dengan internal kepegawaian. Dimulai dari masalah pemerintah daerah yang merotasi pegawai dengan seenaknya, sampai pegawai yang dinonjobkan tanpa mematuhi peraturan yang ada,” terangnya. Yunafri juga menambahkan, permasalahan itu terjadi karena pemerintah daerah atau kepala daerah tidak patuh terhadap peraturan yang berlaku. Selain itu, program yang dibuat oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB) juga tidak dilaksanakan oleh pemerintah daerah. Reformasi birokrasi harus dimulai dari pimpinan tingkat tertinggi sampai dengan tingkat terendah. Komitmen pimpinan sangat penting, karena pimpinan yang akan menentukan arah perubahan. Dalam menggerakkan reformasi birokrasi, pemimpin tidak bisa hanya mengandalkan orang lain. Pemimpin harus turun tangan, jangan hanya mengandalkan bawahan. Pimpinan harus menjadi role model dalam reformasi birokrasi. Dalam kenyataan yang ditemukan justru banyak pimpinan birokrasi di lingkungan Pemerintah Daerah Propinsi Sumatera Barat yang menunjukan sikap kontra produktif terhadap implementasi kebijakan reformasi birokrasi. Komitmen dan keteladanan elit politik, reformasi birokrasi merupakan pekerjaan besar karena menyangkut sistem besar yang mengalami tradisi buruk untuk kurun yang cukup lama. Untuk memutus tradisi lama dan menciptakan tatanan dan tradisi baru, perlu kepemimpinan yang kuat dan yang patut diteladani. Kepemimpinan yang kuat berarti hadirnya pemimpin-pemimpin yang berani dan tegas dalam membuat keputusan. Sedangkan keteladanan adalah keberanian memberikan contoh kepada bawahan dan masyarakat. 2. Penentangan (Resistensi) dari dalam Birokrasi itu sendiri “Kenyamanan” yang dirasakan selama ini oleh jajaran birokrat (status quo) membuat mereka sulit untuk merubah pola pikir maupun sikap mental untuk mendukung kearah perubahan yang lebih baik. Intinya terjadi penentangan oleh pihak internal (birokrat itu sendiri) terhadap usaha perubahan yang menjadi inti dari reformasi birokrasi. Ketidakinginan untuk merubah pola pikir termasuk budaya kerja dari para birokrat yang ada tentunya menjadi kendala dalam perubahan itu sendiri. Seperti yang diungkapkan oleh Kepala Biro Organisasi dan Reformasi Birokrasi Setda Propinsi Sumatera Barat:
“Hambatan utama dalam reformasi birokrasi adalah sulitnya merubah pola pikir dan budaya kerja. Artinya ada penolakan terhadap usaha perubahan ke arah yang lebih baik tersebut.” Kepala Bagian Pendayagunaan
Aparatur
Setda Propinsi Sumatera Barat
mengatakan: “Sangat susah merubah pola pikir dan budaya kerja aparatur kita. Cara-cara lama dianggap masih aman dan menguntungkan mereka. Ketdakmampuan mempergunakan teknologi baru/IT juga membuat mereka menolak reformasi.” Walaupun Pemerintah Daerah Propinsi Sumatera Barat telah merintis dan melakukan upaya- upaya reformasi, namun pada umumnya belum menyeluruh.
.
Program reformasi hanya beroperasi pada tataran instrumental dan struktural namun sulit untuk kultural. Contohnya, Walaupun sudah ada upaya melakukan reformasi birokrasi untuk meningkatkan kinerja pelayanan kepada masyarakat, namun hanya secara instrumental dan structural, dimana perubahan dilakukan melalui pengadaan sarana dan prasarana penunjang penyelenggaraan urusan wajib dan pilihannya serta melakukan penataan organisasi dengan prinsip-prinsip manajemen dan pelayanan prima, namun ditinjau dari perubahan mind set aparaturnya, budaya birokrasi dan berbagai perilaku yang masih mengutamakan kepentingan pribadi masih menjadi hambatan mewujudkan reformasi birokrasi di Pemerintah Propinsi Sumatera Barat. 3. Minimnya Kompetensi Dalam Pelaksanaan Reformasi Birokrasi Reformasi birokrasi tidak akan berhasil jika tidak ada kompetensi sumberdaya manusia dalam implementasinya. Semakin tepat dan kompeten pelaksananya semakin tinggi tingkat keberhasilan reformasi birokrasi. kompetensi di sini juga berarti ketepatan tugas dan fungsi dari suatu lembaga yang dibentuk, artinya semakin tepat organisasi kelembagaan yang dibentuk akan menentukan juga keberhasilan tugas yang diemban pemerintah. Jadi tidak ada lembaga yang tidak jelas dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. 4. Terbatasnya Anggaran Keuangan Daerah Tidak dapat dipungkiri bahwa reformasi birokrasi membutuhkan pendanaan yang cukup untuk mendukung setiap kebijakan yang diambil baik itu melalui reformasi kelembagaan, tata laksana, maupun sumber daya manusia. Masalah sumber daya manusia menjadi hal yang sensitif dengan hambatan ini, karena berbicara masalah pegawai akan terkait pula dengan kesejahteraan pegawai itu sendiri. Manajemen reward
and punishment memang menjadi dasar bagi pemerintah memberikan suatu “dorongan” dan motivasi para pegawai dan aparatur untuk meningkatan kinerjanya dalam upaya mengoptimalkan pelayanan publik.
kebijakan memberikan Tunjangan Daerah (Tunda) yang diterapkan sebagai elemen reformasi birokrasi selama ini di Propinsi Sumatera Barat dinilai kurang adil dan parsial karena hanya menguntungkan para pejabat ditingkat eselon, karena jumlah penerimaan yang begitu besar yang diterima pejabat eselon dibandingkan dengan staf biasa. Indikasi berkurangnya korupsi sebagai dampak dari diberikannya Tunjangan Daerah tersebut juga tidak terlihat dan juga sulit untuk dinilai dapat meningkatkanan kinerja. PNS.
III. PENUTUP A. Kesimpulan Pelaksanaan reformasi birokrasi diharapkan dapat: Mengurangi dan akhirnya menghilangkan setiap penyalahgunaan kewenangan publik oleh pejabat di instansi yang bersangkutan; Menjadikan negara yang memiliki birokrasi yang bersih, mampu, dan melayani; Meningkatkan mutu pelayanan kepada masyarakat; Meningkatkan mutu perumusan dan pelaksanaan kebijakan/program instansi; Meningkatkan efisiensi (biaya dan waktu) dalam pelaksanaan semua segi tugas organisasi; Menjadikan birokrasi Indonesia antisipatif, proaktif, dan efektif dalam menghadapi globalisasi dan dinamika perubahan lingkungan strategis. Kebijakan reformasi Birokrasi di lingkungan Pemerintah Daerah Propinsi Sumatera Barat baru dimulai tahun 2011 dengan diundangkannya Peraturan Gubernur Sumatera Barat Nomor 24 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Reformasi Birokrasi Pemerintah Propinsi Sumatera Barat. B. Saran Pemerintah pusat mestinya lebih mendorong pemerintah daerah untuk melakukan inovasi-inovasi dan kreatifitas dalam pelaksanaan reformasi birokrasi, serta hendaknya tidak memaksa pemerintah daerah untuk menyeragamkan atau menggunakan strategi dan pendekatan reformasi birokrasi yang sama, yang bersifat top down (dari pemerintah pusat), yang tidak mempertimbangkan permasalahan serta kondisi governance yang spesifik dari tiap-tiap pemerintah daerah tersebut.