BULETIN ORGANISASI DAN APARATUR Evaluasi Kebijakan Sebagai Tahapan Penting Kebijakan Publik Oleh:
Sari Wahyuni, S.Ap
Staf Biro Organisasi Sekretariat Daerah Provinsi Sumatera Barat
I. Pendahuluan Sebuah kebijakan publik tidak akan pernah bisa dilepas begitu saja setelah dilakukan legitimasi. Pada dasarnya sebuah kebijakan publik dibuat dan dijalankan untuk menyelesaikan permasalahan publik. Akan tetapi dalam kenyataannya tidaklah semua kebijakan berjalan sesuai dengan hasil yang diinginkan. Seringkali terjadi kegagalan kebijakan publik sehingga diperlukan evaluasi kebijakan untuk menilai sebab-sebab kegagalan tersebut yang nanti akan jadi masukan untuk perbaikan, mungkin perbaikan dalam pelaksanaan kebijakan atau mungkin perbaikan dalam bentuk kebijakan baru yang lebih baik untuk menyelesaikan permasalahan publik. Dan kalaupun ternyata sebuah kebijakan berjalan dengan baik, proses evaluasi kebijakan harus terus dilakukan sebagai pembuktian konkrit bahwa sebuah kebijakan masih pantas untuk terus digunakan. Akan tetapi dalam pelaksanaannya, kegiatan evaluasi kebijakan masih belum bisa berjalan dengan maksimal sehingga bukan hanya satu atau dua kebijakan yang sebenarnya tidak bermanfaat lagi untuk digunakan, tapi masih terus digunakan. Hal ini, mungkin disebabkan masih kurangnya pemahaman para aktor kebijakan tentang bagaimana pentingnya evaluasi kebijakan. II. Pengertian Evaluasi Kebijakan Kebijakan harus diawasi dan salah satu mekanisme pengawasan tersebut disebut “evaluasi kebijakan”. Evaluasi diperlukan untuk melihat kesenjangan antara harapan dan kenyataan. Evaluasi tidak hanya menghasilkan kesimpulan mengenai seberapa jauh masalah yang telah terselesaikan, tetapi juga menyumbang pada klarifikasi dan kritik terhadap nilainilai yang mendasari kebijakan, membantu dalam penyesuaian dan perumusan kembali masalah. Menurut William N Dunn istilah evaluasi dapat disamakan dengan penaksiran (appraisal), pemberian angka (rating) dan penilaian (assesment). Evaluasi memberi informasi yang valid dan dapat dipercaya mengenai kinerja kebijakan, yaitu seberapa jauh kebutuhan, nilai dan kesempatan telah dapat dicapai melalui tindakan publik; evaluasi memberi sumbangan pada klarifikasi dan kritik terhadap nilai-nilai yang mendasari pemilihan tujuan
dan target; dan evaluasi memberikan sumbangan pada aplikasi metode-metode analisis kebijakan lainnya, termasuk perumusan masalah dan rekomendasi. Adapun menurut Taliziduhu Ndraha dalam buku Konsep Administrasi dan Administrasi
di Indonesia, evaluasi merupakan proses perbandingan antara standar dengan fakta dan analisa hasilnya. Maksudnya, evaluasi adalah perbandingan antara tujuan yang hendak dicapai dalam penyelesaian masalah dengan kejadian yang sebenarnya, sehingga nantinya bisa dianalisa apakah kebijakan harus tetap dilanjutkan atau dilakukan revisi. Tujuan pokok evaluasi kebijakan adalah untuk melihat seberapa besar kesenjangan antara pencapaian dan harapan suatu kebijakan publik. Tugas selanjutnya adalah bagaimana mengurangi atau menutup kesenjangan tersebut. Bisa juga diartikan bahwa Evaluasi Kebijakan bertujuan untuk mencari kekurangan dan menutup kekurangan kebijakan dengan menjadi umpan balik bagi kebijakan selanjutnya. III. Tujuan dan Fungsi Evaluasi Kebijakan Menurut Lester dan Stewart, evaluasi kebijakan dapat dibedakan ke dalam dua tugas yang berbeda. Tugas pertama adalah untuk menentukan konsekuensi-konsekuensi apa yang ditimbulkan oleh suatu kebijakan dengan cara menggambarkan dampaknya. Sedangkan tugas kedua adalah untuk menilai keberhasilan atau kegagalan dari suatu kebijakan berdasarkan standar atau kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. William N. Dunn membagi fungsi evaluasi kebijakan antara lain: 1. Evaluasi memberi informasi yang valid dan dapat dipercaya mengenai kinerja kebijakan, yaitu seberapa jauh kebutuhan nilai dan kesempatan telah dapat dicapai melalui tindakan publik. Dalam hal ini, evaluasi mengungkapkan seberapa jauh tujuan, tujuan tertentu dan target tertentu telah dicapai, 2. Evaluasi memberi sumbangan pada klarifikasi dan kritik terhadap nilai-nilai yang mendasari pemilihan tujuan dan target. Nilai diperjelas dengan mengidentifikasikan dan mengoprasikan tujuan dan target. Nilai juga dikritik dengan menanyakan secara sistematis kepantasan tujuan dan target dalam hubungan dengan masalah yang dituju. Dalam menanyakan kepantasan tujuan dan sasaran, analisis dapat menguji alternatif sumber nilai (kelompok kepentingan, pegawai negeri, kelompok-kelompok klien), maupun landasan mereka dalam berbagai bentuk rasionalitas (teknis, ekonomis, legal, sosial, dan substantif), 3. Evaluasi memberi sumbangan pada aplikasi metode-metode analisis kebijakan lainnya, termasuk perumusan masalah dan rekomendasi. Informasi tentang tidak memadainya kinerja kebijakan dapat memberi sumbangan pada perumusan ulang masalah kebijakan, sebagai contoh dengan menunjukkan bahwa tujuan dan target perlu didefinisi ulang. Evaluasi dapat pula menyumbang pada definisi alternatif kebijakan yang baru atau revisi kebijakan
dengan
menunjukkan
bahwa
alternatif
sebelumnya perlu dihapus dan diganti dengan yang lain.
kebijakan
yang
diunggulkan
Secara umum, tujuan evaluasi kebijakan dapat dibagi atas beberapa point, antara lain: 1. Mengukur tingkat kinerja sebuah kebijakan. Melalui evaluasi kebijakan dalam diketahui derajat pencapaian tujuan dan sasaran 2. Mengukur efisiensi Melalui evaluasi kebijakan juga bisa diketahui kesesuaian antara biaya sebuah kebijakan dengan manfaat yang bisa didapat dari kebijakan tersebut. 3. Mengukur tingkat keluaran. Dengan adanya evaluasi kebijakan, dapat diukur seberapa besar dan kualitas pengeluaran atau output dari suatu kebijakan. 4. Mengukur dampak suatu kebijakan. Melalui evaluasi kebijakan, bisa dilihat bagaimana dampak dari suatu kebijakan apakah member dampak positif atau malah memberi dampak negatif. 5. Untuk mengetahui apalagi terjadi penyimpangan. Dalam melaksanakan evaluasi kebijakan juga bisa dilihat penyimpangan-penyimpangan baik dalam membuat kebijakan ataupun pelaksanaanya dengan cara membandingkan antara tujuan dan sasaran dengan pencapaian target. 6. Sebagai bahan masukan bagi kebijakan selanjutnya. Proses kebijakan seperti sebuah siklus yang tidak akan pernah selesai. Ketika sebuah permasalahan publik muncul, rumusan kebijakan akan disusun, dilegitimasi, diimplementasikan kemudian dievaluasi. Hasil evaluasi kebijakan tersebut akan menjadi umpan bagi kebijakan selanjutnya. IV. Tipologi dan Pendekatan dalam Evaluasi Kebijakan James Anderson membagi evaluasi kebijakan dalam tiga tipe, antara lain: 1.
Evaluasi kebijakan yang dipahami sebagai kegiatan fungsional. Kebijakan ini menyangkut perihal kepentingan dan ideology dari kebijakan.
2.
Evaluasi yang memfokuskan diri pada bekerjanya kebijakan atau program-program tertentu.
3.
Evaluasi kebijakan sistematis. Kebijakan ini melihat secara objektif program kebijakan yang dijalankan untuk mengukur dampaknya bagi masyarakat dan meliat sejauh manatujuan yan telah dinyatakan tersebut tercapai. Evaluasi ini menjawab kontribusi dampak dalam menjawab permasalahan publik.
Selain dibagi dalam tiga tipe, pelaksanaan evaluasi kebijakan juga bisa dibagi atas tiga pendekatan, antara lain: 1. Evaluasi Semu Evaluasi Semu adalah pendekatan evaluasi yang menggunakan metode deskriptif untuk menghasilkan informasi yang terpercaya dan valid mengenai hasil-hasil kebijakan tanpa melihat manfaat dan ilai dari hasil kebijakan tersebut pada individu, kelompok atau masyarakat. Asumsi yang digunakan dalam pendekatan ini adalah bahwa ukuran tentang
manfaat atau nilai tentang manfaat atau nilai merupakan sesuatu yang terbukti dengan sendirinya. 2. Evaluasi Formal Evaluasi Formal adalah pendekatan evaluasi yang menggunakan metode deskriptif untuk menghasilkan informasi yang terpecaya dan valid mengenai hasil kebijakan berdasarkan sasaran program kebijakan yang telah ditetapkan secara formal oleh pembuat kebijakan. Asumsi yang digunakan pendekatan ini adalah bahwa sasaran dan target yang ditetapkan secara formal adalah merupakan ukuran yang tepat untuk melihat manfaat atau nilai dari sebuah kebijakan. 3. Evaluasi Keputusan Teoritis Evaluasi Keputusan Teoritis adalah pendekatan evaluasi yang menggunakan metode desktiptif yang menghasilkan informasi yang dapat dipercaya dan valid mengenai hasil kebijakan yang secara eksplisi diinginkan oleh stakeholder. Evaluasi ini berusaha untuk menentukan sasaran dan tujuan yang tersembunyi dan dinyatakan oleh para stakeholder. V. Langkah Evaluasi Kebijakan Edwar A. Suchman mengemukakan enam langkah dalam evaluasi kebijakan, yaitu: 1. Mengidentifikasi tujuan program yang akan dievaluasi 2. Analisis terhadap masalah 3. Deskripsi dan standardisasi kegiatan 4. Pengukuran terhadap tingkatan perubahan yang terjadi 5. Menentukan apakah perubahan yang diamati merupakan akibat dari kegiatan atau karena penyebab yang lain 6. Beberapa indikator untuk menentukan keberadaan suatu dampak Dalam mengevaluasi suatu program atau kebijakan publik diperlukan adanya suatu kriteria untuk mengukur keberhasilan program atau kebijakan publik tersebut. Mengenai kinerja kebijakan dalam menghasilkan informasi terdapat kriteria evaluasi sebagai berikut: 1. Efektifitas. Pertanyaannya adalah apakah hasil yang diinginkan telah tercapai? 2. Efisiensi. Pertanyaannya adalah seberapa banyak usaha diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan 3. Kecukupan. Pertanyaannya adalah seberapa jauh pencapaian hasil yang diinginkan dalam memecahkan masalah? 4. Perataan. Pertanyaannya adalah apakah biasa dan manfaat didistribusikan dengan merata kepada kelompok-kelompok tertentu. 5. Responsivitas. Pertanyaannya adakah apakah hasil kebijakan memuaskan kebutuhan, preferensi atau nilai kelompok tertentu.
6. Ketepatan. Pertanyaannya adakah apakah hasil yang diinginkan benar-benar berguna?
Sebelum melaksanakan evaluasi kebijakan, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, antara lain: 1. Pelaksana evaluasi Kebijakan atau yang biasa disebut evaluator harus menanamkan tujuan untuk menemukan hal-hal strategis yang bisa diambil dari sebuah kebijakan dalam rangka meningkatkan kinerja kebijakan bukan untuk mencari kesalahan para pembuat kebijakan atau alasan politis lainnya 2. Evaluator harus mampu mengambil jarak dari pembuat kebijakan, pelaksana kebijakan dan target kebijakan untuk menghindari terjadinya nepotisme ataupun kolusi. 3. Prosedur evaluasi yang digunakan haruslah prosedur yang dapat dipertanggungjawabkan secara metodologi 4. Adanya petunjuk praktis evaluasi implementasi kebijakan publik Dalam melaksanakan evaluasi kebijakan, evaluator harus memiliki kesesuaian dalam beberapa hal, antara lain: 1. kesesuaian alat ukur dengan model atau metode implementasi kebijakan. Biasanya, dalam setiap implementasi kebijakan sudah terdapat alat ukur keberhasilan atau kinerja implementasi kebijakan. 2. Kesesuaian dengan tujuan evaluasi yang dibebankan pada evaluator 3. Kesesuaian evaluasi dengan kompetensi keilmuan dan metodologis yang dimiliki evaluator 4. Kesesuaian dengan sumber daya yang ada. Dalam melaksanakan evaluasi kebijakan, evaluator haru menyesuaikan diri dengan sumber daya yang dimilki, mulai dari sumber daya waktu, manusia, alat atau teknologi, dana, sistem, manajemen bahkan sumber daya kepemimpinan yang ada. 5. Kesesuaian dengan lingkungan evaluasi. Dalam melaksanakan evaluasi, evaluator harus menyesuaikan diri dengan lingkungan evaluasi agar ia diterima dengan baik dalam lingkungan yang akan dievaluasinya.
VI. Kesimpulan Melihat dari penjabaran diatas, bisa dikatakan evaluasi kebijakan sangat penting dalam menentukan keberhasilan sebuah kebijakan. Proses kebijakan tidak boleh terhenti hanya pada implementasi kebijakan. Akan tetapi dalam prakteknya, evaluasi kebijakan tidak selalu dilaksanakan karena adanya beberapa kendala. Seperti, masih banyaknya aparat yang enggan untuk melakukan evaluasi kebijakan karena berpikir bahwa evaluasi kebijakan berkaitan dengan prestasi diri mereka. Apabila jika hasil evaluasi menunjukkan bahwa
kebijakan kurang baik ataupun gagal, maka akan dianggap bisa menjadi penghambat bagi karir mereka. Hal tersebut akan semakin parah ketika bargaining politik antar pihak sudah terjadi untuk menutupi kelemahan kebijakan apalagi jika bargaining politik sudah melibatkan evaluator. Bisa dibayangkan apa yang akan terjadi ketika
si pembuat, pelaksana dan
pengawas kebijakan sudah saling berkompromi. Tidak ada yang mengherankan ketika para petinggi negeri masih berkata negeri ini baik-baik saja saat bahkan kalangan bawah bisa menilai bahwa sebuah kebijakan gagal menyelesaikan permasalahan publik.