BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah yang secara teknis mengacu kepada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 juncto Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah serta mengacu pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 22 tahun 2011 tentang Pedoman Penyusunan APBD Tahun Anggaran 2012, bahwa APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam masa 1 (satu) tahun anggaran, yang terdiri atas Pendapatan Daerah, Belanja Daerah, dan Pembiayaan Daerah. Kerangka anggaran pembangunan daerah tahun 2012 akan memberikan gambaran arah pembangunan yang diperlukan untuk pelaksanaan kegiatan dengan memperhatikan kemampuan fiskal Pemerintah Provinsi
Jawa
Barat. Anggaran
pembangunan
daerah
tersebut pendanaannya bersumber antara lain dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), dan pendanaan dari masyarakat. Secara umum komponen Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah ini dapat dikategorikan ke dalam dua jenis, yaitu: 1. Penerimaan daerah, terdiri dari pendapatan daerah yang merupakan perkiraan terukur secara rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan, dan penerimaan pembiayaan daerah yang merupakan semua penerimaan yang harus dibayar kembali, baik pada tahun anggaran bersangkutan maupun pada tahun anggaran berikutnya, dan; 2. Pengeluaran daerah, terdiri dari belanja daerah yang merupakan perkiraan beban pengeluaran daerah yang dialokasikan secara adil dan merata agar relatif dapat dinikmati oleh seluruh kelompok masyarakat, khususnya dalam memberikan pelayanan umum, serta pengeluaran pembiayaan daerah yang merupakan semua pengeluaran yang akan diterima kembali pada tahun anggaran terkait maupun pada tahun berikutnya. Revisi peraturan perundangan yang mengatur pajak dan retribusi daerah telah ditetapkan pada Tahun 2009, yaitu Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dengan pemberlakuan pelaksanaannya efektif pada Tahun 2010. Dengan demikian, pada tahun Anggaran 2010, sementara menunggu diterbitkannya Peraturan Pemerintah untuk petunjuk teknis pelaksanaannya, daerah tengah mempersiapkan perangkat pendukungnya, baik dalam menyiapkan Peraturan Daerah maupun kesiapan sarana prasarana lainnya.
III-1
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah mencantumkan bahwa sumber penerimaan daerah (provinsi), terdiri atas : 1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang terdiri dari kelompok Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Perusahaan Milik Daerah dan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan dan Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah; 2. Dana Perimbangan yang meliputi Dana Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak yang terdiri dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Pajak Penghasilan (PPh) Perorangan, Sumber Daya Alam (SDA); Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK); 3. Kelompok-lain-lain pendapatan daerah yang sah meliputi Pendapatan Hibah, Dana Darurat, Dana Bagi Hasil Pajak dari Pemerintah Kab/Kota, Dana Penyesuaian dan Dana Otonomi Khusus, dan Dana Bantuan Keuangan. Sedangkan pembiayaan bersumber dari Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Daerah Tahun Sebelumnya (SiLPA), Penerimaan Pinjaman Daerah, Dana Cadangan Daerah (DCD), dan Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang dipisahkan. Sesuai dengan Undang Undang Nomor 28 Tahun 2009 yang merupakan revisi dari Undang Undang Nomor 34 Tahun 2000, jenis Pendapatan Asli Daerah terdapat beberapa perubahan, yaitu: pajak daerah meliputi Pajak Kendaraan Bermotor, BBNKB, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, Pajak Pemanfaatan Air Permukaan, dan Pajak Rokok, sedangkan untuk retribusi daerah telah ditentukan secara jelas jenis retribusi yang dapat dipungut. Jenis retribusi yang telah dilaksanakan saat ini, masih tetap berlaku, bahkan memungkinkan untuk
lebih dikembangkan sesuai dengan peraturan dan kewenangan. Untuk Pajak
Pemanfaatan Air Bawah Tanah, sesuai dengan Undang-Undang tersebut, mulai tahun 2011 diserahkan pengelolaannya kepada kabupaten/kota. Demikian pula untuk Dana Perimbangan terdapat perubahan, yaitu diserahkannya Bea Peroleh Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang semula pungutan Pemerintah menjadi Kewenangan Kabupaten/Kota. Perkembangan target Pendapatan Asli Daerah (PAD) Provinsi Jawa Barat selama kurun waktu 5 tahun (2008-2012), rata-rata pertumbuhan per tahun mengalami kenaikan sebesar 21,35%. Perkembangan target maupun realisasi PAD menunjukkan disparitas yang tinggi pada pertumbuhannya, yang berarti tingkat kepastiannya masih rendah. Kondisi ini terjadi, mungkin disebabkan oleh belum optimalnya strategi dan kebijakan yang dijalankan serta ketergantungan yang tinggi penerimaan daerah terhadap kondisi ekonomi dan kebijakan Pemerintah Pusat, karena memang sumber utama pendapatan daerah diperoleh dari pajak kendaraan bermotor yang rentan terhadap perubahan kondisi ekonomi. Oleh karena itu, dengan pertimbangan bahwa pajak kendaraan bermotor saat ini masih menjadi sumber utama pendapatan daerah dan bersifat closed list serta pertumbuhannya memiliki keterbatasan (terbatasi oleh ketersediaan ruang dan sarana prasarana infrastruktur), maka perlu segera dicari terobosan untuk mendapatkan sumber pendapatan lain yang prospektif. III-2
Dalam rangka menyiapkan peningkatan pendapatan pada tahun 2012, tengah dilakukan hal-hal sebagai berikut: 1. Melakukan revisi Perda Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang disesuaikan dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah; 2. Melaksanakan kajian penerapan pajak progresif, terutama yang terkait dengan imbasnya terhadap sosial-ekonomi masyarakat Jawa Barat; dan 3. Menerapkan
kebijakan
Pendapatan
Daerah
yang
membuka
peluang
untuk
pengembangan sumber penerimaan lain. 4. Menyusun potensi pungutan Pemerintah khususnya potensi Sumber Daya Alam yang ada di Kabupaten/Kota. Peningkatan
pendapatan
daerah
untuk
tahun
Anggaran
2012
sebagaimana
diamanatkan dalam KU-APBD Pemerintah Provinsi Jawa Barat menetapkan kebijakan pengelolaan keuangan daerah sebagai berikut: A.
Pendapatan Daerah 1.
Kebijakan Pendapatan Daerah Kebijakan anggaran
Tahun
merupakan potensi daerah dan
2012
untuk
pendapatan daerah
yang
sebagai penerimaan Provinsi Jawa Barat sesuai
urusannya diarahkan melalui upaya peningkatan pendapatan daerah dari sektor Pajak Daerah, Retribusi Daerah, dan Dana Perimbangan. Upaya-upaya yang dilakukan untuk meningkatkan pendapatan daerah adalah: a. Memantapkan Kelembagaan dan Sistem Operasional Pemungutan Pendapatan Daerah; b. Meningkatkan pendapatan daerah dengan intensifikasi dan ekstensifikasi; c. Meningkatkan koordinasi secara sinergis di bidang pendapatan daerah dengan Pemerintah Pusat, OPD Penghasil, kabupaten/kota, POLRI; d. Meningkatkan kinerja Badan Usaha Milik Daerah dalam upaya peningkatan kontribusi secara signifikan terhadap pendapatan daerah; e. Meningkatkan
pelayanan
dan
perlindungan
masyarakat
sebagai
upaya
meningkatkan kesadaran masyarakat dalam membayar retribusi; f. Meningkatkan peran dan fungsi UPT, CPDP dan Balai penghasil dalam peningkatan pelayanan dan pendapatan; g. Meningkatkan pengelolaan aset dan keuangan daerah; h. Meningkatkan
kinerja pendapatan daerah melalui penyempurnaan sistem
administrasi dan efisiensi penggunaan anggaran daerah; dan i. Meningkatkan kinerja pelayanan masyarakat melalui penataan organisasi dan tata kerja, pengembangan sumber daya pegawai yang profesional dan III-3
bermoral,
pengembangan
sarana
dan
fasilitas
pelayanan
prima,
dan
melaksanakan terobosan untuk peningkatan pelayanan masyarakat. j. Meningkatkan koordinasi secara sinergis, baik dengan Pemerintah Daerah (Kabupaten/Kota) maupun dengan Pemerintah dalam upaya menggali data potensi pungutan pusat yang ada d Kabupaten/Kota. Sebagaimana telah diketahui, bahwa dana perimbangan terdiri dari Bagi Hasil Pajak/ Bukan Pajak, Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Penerimaan dari bagi hasil pajak yang bersumber dari bagi hasil Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, dan Pajak Penghasilan (PPh) Perorangan menunjukkan peningkatan terus setiap tahunnya. Prospek yang baik ini perlu lebih ditingkatkan dengan memperbanyak Wajib Pajak. Sementara untuk bagi hasil bukan pajak berupa bagi hasil dari sumber daya alam yang beberapa tahun lalu menunjukkan kecenderungan stagnasi menjadi perhatian serius dari Pemerintah Daerah untuk mengoptimalkan potensi Sumber Daya Alam tersebut. Adapun kebijakan pendapatan untuk meningkatkan Dana Perimbangan sebagai upaya peningkatan kapasitas fiskal daerah adalah sebagai berikut : a. Mengoptimalkan upaya intensifikasi dan ekstensifikasi pemungutan PBB, Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri (PPh OPDN) dan PPh Pasal 21; b. Meningkatkan akurasi potensi Sumber Daya Alam yang ada di Daerah sebagai dasar perhitungan pembagian dalam Dana Perimbangan; c. Meningkatkan koordinasi dengan Pemerintah dan kabupaten/kota dalam pelaksanaan Dana Perimbangan; d. Membuat peta potensi PBB khusus, khususnya pungutan PBB yang masih dikelola
oleh
Pemerintah
sektor
3P
(Pertambangan,
Perhutanan
dan
Perkebunan). 2.
Strategi Pencapaian Target Pendapatan Daerah Berdasarkan kebijakan perencanaan pendapatan daerah tersebut, maka untuk
dapat
merealisasikan
target
pada
Tahun
2012
disusun
strategi
pencapaiannya, sebagai berikut: a. Strategi pencapaian target Pendapatan Asli Daerah, ditempuh melalui: 1)
Penataan kelembagaan, penyempurnaan dasar hukum pemungutan dan regulasi penyesuaian tarif pungutan;
2)
Pelaksanaan
pemungutan
atas
objek
pajak/retribusi
baru
dan
pengembangan sistem operasi penagihan atas potensi pajak dan retribusi yang tidak memenuhi kewajibannya; III-4
3)
Pemenuhan fasilitas dan sarana pelayanan secara bertahap sesuai dengan kemampuan anggaran;
4)
Memberlakukan penetapan pajak dengan tarif progresif dan meningkatkan pelayanan secara
khusus dengan memberikan kemudahan kepada
masyarakat melalui drive thru, Gerai Samsat dan Samsat Mobile, layanan SMS, dan pengembangan Samsat Outlet; 5)
Mengembangkan penerapan standar
pelayanan kepuasan publik di
beberapa
lainnya
Kantor
Bersama/
Samsat
dengan menggunakan
parameter ISO 9001-2000; 6)
Penyebarluasan informasi dan program sosialisasi di bidang pendapatan daerah dalam upaya peningkatan kesadaran masyarakat;
7)
Revitalisasi BUMD melalui berbagai upaya agar dapat memberikan kontribusi terhadap pendapatan daerah;
8)
Optimalisasi pemberdayaan aset yang diarahkan pada peningkatan Pendapatan Asli Daerah;
9)
Melakukan pembinaan secara teknis fungsional dalam upaya peningkatan fungsi dan peran OPD sebagai unit kerja penghasil di bidang pendapatan daerah; dan
10) Melakukan koordinasi dengan Kementrian Dalam Negeri dan Kementerian Keuangan pada tataran kebijakan, dengan POLRI dan kabupaten/kota termasuk dengan daerah perbatasan dalam operasional pemungutan dan pelayanan
pendapatan
daerah
serta
mengembangkan
sinergitas
pelaksanaan tugas dengan OPD penghasil. b. Strategi pencapaian target Dana Perimbangan, ditempuh melalui: 1)
Melakukan sosialisasi secara terus menerus mengenai pungutan PBB, PPh, dan BPPBB dalam upaya peningkatan kesadaran masyarakat dalam pembayaran pajak;
2)
Peningkatan akurasi data potensi baik potensi pajak maupun potensi sumber
daya
alam
bekerja
sama
dengan
Kabupaten/Kota
serta
Kementerian Keuangan cq. Direktorat Jenderal Pajak dan Kementerian ESDM
sebagai
dasar
perhitungan
pembagian
dana
perimbangan
keuangan; 3)
Melakukan pembinaan dengan mengoptimalkan Tim Intensifikasi PBB, PPh dan
memberikan
penghargaan
dalam
bentuk
insentif
kepada
Kabupaten/Kota;
III-5
4)
Meningkatkan keterlibatan Pemerintah Daerah dalam perhitungan lifting migas dan perhitungan sumber daya alam lainnya agar memperoleh proporsi pembagian yang sesuai dengan potensi; dan
5)
Meningkatkan koordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Keuangan dan Badan Anggaran DPR RI untuk mengupayakan peningkatan besaran DAU;
6)
Memberikan fasilitasi kepada Kabupaten/Kota dalam persiapan pengalihan PBB perdesaan dan Perkotaan menjadi Pajak Daerah;
7)
Memberikan
fasilitasi
kepada
Kabupaten/Kota
dalam
penyusunan
perencanaan dan pengamanan penerimaan, yang bersumber dari Dana Perimbangan dari Pemerintah. 3.
Anggaran dan Realisasi Pendapatan Daerah Realisasi pendapatan daerah Tahun Anggaran 2012 secara keseluruhan dapat direalisasikan sebesar 110,56% dari target yang telah ditetapkan dengan rincian capaian kinerja pendapatan berdasarkan jenis penerimaan: a. PAD dapat direalisasikan sebesar 114,44% dari target yang ditetapkan dengan rincian
Penerimaan
Pajak
Daerah
dapat
113,09%. Penerimaan Retribusi Daerah dapat
dicapai
dicapai sebesar
sebesar 98,39%.
Penerimaan dari hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang dipisahkan dapat direalisasikan sebesar 99,57 % dan Lain-lain PAD yang sah sebesar 157,82%. b. Dana Perimbangan dapat direalisasikan sebesar 121,74% dari target yang ditetapkan dengan rincian Penerimaan dari Dana Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak dapat direalisasikan sebesar 150,15%, Dana Alokasi Umum sebesar 100,00 % dan Dana Alokasi Khusus sebesar 100,00 %. c. Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah dapat direalisasikan sebesar 96,34 % dari target yang ditetapkan dengan rincian penerimaan hibah dapat direalisasikan sebesar 101,79%, Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus sebesar 96,31% dan Dana Insentif Daerah (DID) sebesar 100,00%. Adapun anggaran dan realisasi pendapatan daerah Tahun Anggaran 2012 selengkapnya disajikan dalam daftar sebagai berikut :
III-6
Tabel 3.1 Target dan Realisasi Pendapatan Daerah Tahun Anggaran 2012
A.
Realisasi *) (Rp) 4
Pencapaian Target % 5
15.280.679.125.313,00
16.894.184.518.260,00
110,56
Pendapatan Asli Daerah
8.737.123.520.817,00
9.998.972.938.028,00
114,44
a.
8.090.524.391.394,00
9.149.214.329.501,00
113,09
a). Pajak Kendaraan Bermotor (PKB)
3.255.528.710.000,00
3.622.079.065.860,00
111,26
b). Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB)
3.490.768.384.000,00
4.061.682.681.160,00
116,35
c). Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB)
1.303.931.673.000,00
1.423.203.637.902,00
109,15
40.295.624.394,00
42.248.944.579,00
104,85
58.265.170.540,00
57.326.323.969,00
98,39
No
Pendapatan Daerah
1
2
PENDAPATAN DAERAH 1.
Pajak Daerah
d). Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Permukaan b.
Retribusi Daerah a).
Retribusi Pelayanan Kesehatan
22.204.239.790,00
17.157.005.251,00
77,27
b).
Retribusi Laboratorium Kemetrologian
12.900.000.000,00
14.765.139.682,00
114,46
c).
Retribusi Pelayanan Pendidikan
3.631.320.000,00
5.520.784.530,00
152,03
d).
Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah
9.654.163.500,00
10.057.713.009,00
104,18
e).
Retribusi Pelayanan Kepelabuhan
30.000.000,00
65.314.094,00
217,71
f).
Retribusi Tempat Rekreasi dan Olah Raga
1.500.000.000,00
1.528.197.000,00
101,88
g).
Retribusi Penyeberangan di Air
28.000.000,00
25.499.609,00
91,07
h). Retribusi Penjualan Produk Usaha Daerah
6.601.563.000,00
6.709.913.044,00
101,64
i).
1.701.884.250,00
1.482.734.750,00
87,12
14.000.000,00
14.023.000,00
100,16
233.642.000.000,00
232.647.377.086,00
99,57
3.088.000.000,00
1.188.653.056,00
38,49
934.000.000,00
934.053.056,00
100,01
1.900.000.000,00
0,00
254.000.000,00
254.600.000,00
100,24
230.327.000.000,00
231.271.489.070,00
100,41
226.575.000.000,00
226.577.280.633,00
100,00
Retribusi Izin Trayek
j). Retribusi Izin Usaha Perikanan c.
Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan a). Perusahaan Milik Daerah 1)
P.D. Jasa dan Kepariwisataan
2)
P.T. Jasa Sarana
3) PT. Agronesia b). Bagian Laba Lembaga Keuangan Bank
d.
Anggaran Setelah Perubahan (Rp) 3
0,00
1)
Bank BJB
2)
PD. Bank Perkreditan Rakyat (PD.BPR)
2.729.000.000,00
3.338.717.032,00
122,34
3)
PD. Perkreditan Kecamatan (PD.PK)
1.023.000.000,00
1.355.491.405,00
132,50
Bagian Laba atas Penyertaan Modal pada Perusahaan c). Patungan/Milik Swasta
227.000.000,00
187.234.960,00
82,48
354.691.958.883,00
559.784.907.472,00
157,82
556.544.239,00
2.185.769.881,00
392,74
Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah a).
Hasil Penjualan Aset Daerah Yang Tidak Dipisahkan 1)
Pelepasan Hak Atas Tanah
556.544.239,00
147.851.081,00
26,57
3)
Penjualan Rumah Jabatan/Rumah Dinas
0,00
15.053.800,00
-
4)
Penjualan Kendaraan Dinas Roda Empat
0,00
1.897.300.000,00
-
5)
Penjualan Drum Bekas
0,00
14.472.000,00
-
6)
Penjualan Bahan Bekas Bangunan
0,00
111.093.000,00
-
b).
Penerimaan Jasa Giro
c).
Pendapatan Bunga
35.137.000.000.00
32.497.844.755,00
92,49
165.000.000.000.00
285.816.939.883,00
173,22
d). Tuntutan Ganti Rugi (TGR)
0,00
5.825.000,00
-
e). Pendapatan Denda Atas Keterlambatan Pekerjaan
0,00
1.801.437.346,00
-
III-7
f).
94.709.899.961,00
216,70
Pendapatan Denda Retribusi
0,00
731.886.300,00
-
h).
Pendapatan Hasil Eksekusi atas Jaminan
0,00
525.856.626,00
-
i).
Pendapatan Dari Pengembalian
0,00
3.018.864.353,00
-
j).
Pendapatan dari Sewa
13.057.364.350,00
14.455.474.852,00
110,71
Pendapatan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD)
97.236.346.894,00
96.403.988.206,00
99,14
0,00
27.631.120.309,00
-
DANA PERIMBANGAN
2.326.944.028.496,00
2.832.746.608.832,00
121,74
a.
1.008.626.988.496,00
1.514.429.568.832,00
150,15
l).
Lain-lain Pendapatan Asli Daerah
Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak a). Bagi Hasil Pajak
836.285.911.774,00
1.199.350.816.529,00
143,41
1).Bagi Hasil Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
344.623.549.979,00
429.689.477.493,00
124,68
2).Bagi Hasil dari Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 dan Pasal 29 wajib pajak orang pribadi dalam negeri dan PPh Pasal 21
450.621.320.533,00
720.610.185.659,00
159,91
41.041.041.262,00
49.051.153.377,00
119,52
172.341.076.722,00
315.078.752.303,00
182,82
2.300.734.682,00
1.976.242.689,00
85,90
3).Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau b). Bagi Hasil Bukan Pajak / Sumber Daya Alam 1). Bagi Hasil dari Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) 2). Bagi Hasil dari Iuran Tetap/Landrent
140.047.160,00
356.227.649,00
254,36
4.767.863.680,00
7.337.434.776,00
153,89
4). Bagi Hasil dari Pungutan Minyak Bumi
84.000.000.000,00
127.061.181.748,00
151,26
5). Bagi Hasil dari Pertambangan Gas Alam
38.929.831.200,00
53.091.869.755,00
136,38
3). Bagi Hasil dari Iuran Eksplorasi dan Eksploitasi
6). Bagi Hasil dari Pertambangan Panas Bumi
3
43.704.703.400.00
g).
k). 2
Pendapatan Denda Pajak
b.
Dana Alokasi Umum
c.
Dana Alokasi Khusus
LAIN-LAIN PENDAPATAN DAERAH YANG SAH a.
Pendapatan Hibah
b.
Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus
c.
Dana Insentif Daerah
42.202.600.000,00
125.255.795.686,00
296,80
1.269.960.760.000,00
1.269.960.760.000,00
100,00
48.356.280.000,00
48.356.280.000,00
100,00
4.216.611.576.000,00
4.062.464.971.400,00
96,34
16.123.598.000,00
16.412.023.900,00
101,79
4.184.947.230.000,00
4.030.512.199.500,00
96,31
15.540.748.000,00
15.540.748.000,00
100,00
Sumber Data :Laporan keuangan Pemerintah Provinsi Jawa Barat Tahun 2012 sebelum audit BPK RI,
4.
Permasalahan dan Solusi a. Permasalahan yang dihadapi antara lain: 1)
Pajak Daerah a) Belum optimalnya upaya intensifikasi dan ekstensifikasi; b) Ketersediaan fasilitas pelayanan yang masih belum memadai; c)
Terbatasnya kuantitas dan kualitas aparatur pengelola; dan
d) Regulasi dasar pemungutan dan dasar penetapan pajak daerah. e) Kemampuan IT untuk proses aktivitas transaksi pada cabang pelayanan masih perlu penyempurnaan. f)
Pemahaman wajib pajak terhadap penetapan tarif progresif masih rendah.
III-8
2)
Retribusi Daerah a) Belum optimalnya upaya intensifikasi dan ekstensifikasi; b) Terbatasnya sarana prasarana dan fasilitas pelayanan lainnya; c)
Terbatasnya kuantitas dan kualitas aparatur pengelola;
d) Kepatuhan
(kesadaran)
sebagai
wajib
retibusi
masih
perlu
ditingkatkan; e) Penyelenggaraan
pemungutan
retribusi
daerah
belum
memiliki
Standar Biaya Operasional; dan f) 3)
Belum memiliki Pedoman Tata Cara Penghapusan Benda Berharga.
Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan a) Belum
optimalnya
pihak
manajemen
perusahaan
dalam
mengimplementasikan pengelolaan perusahaan yang baik ( Good
Corporate Governance); b) Terbatasnya Kualitas SDM pengelola Perusahaan; c) Terbatasnya pembiayaan dalam rangka pengembangan usaha dan investasi; d) Belum optimalnya upaya membangun image dan publikasi kompetensi perusahaan disertai rendahnya daya saing (competitive advantage) perusahaan; e) Belum optimalnya sinergitas baik diantara sesama BUMD maupun antara BUMD dengan BUMN/Swasta; f)
Belum adanya peraturan perundang-undangan yang khusus tentang operasional BUMD; dan
g) Permasalahan beberapa aset (status). 4)
Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah a) Belum optimalnya upaya intensifikasi dan ekstensifikasi; b) Terbatasnya kuantitas dan kualitas aparatur pengelola; dan c) Belum
lengkapnya
perangkat
hukum
sebagai
acuan
dalam
pengelolaan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah dan belum optimalnya sistem pengawasan. 5)
Dana Perimbangan a) Dana bagi hasil pajak (PBB, BPHTB dan PPh Perseorangan) Masih belum akuratnya data objek dan subjek pajak, masih rendahnya kesadaran masyarakat dalam membayar pajak ditambah dengan muncul kasus-kasus perpajakan yang berimbas kepada antipati masyarakat dalam membayar pajak, sehingga perlu ditingkatkan kualitas pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat/wajib pajak. III-9
b) Diserahkan
pungutan
PBB
perdesaan
dan
perkotaan
kepada
kabupaten/kota yang akan berimbas berkurangnya penerimaan dari Dana Perimbangan sektor PBB; c) Belum optimalnya data potensi sumber daya alam yang ada di Kabupaten/Kota sebagai bahan dasar perhitungan Dana Perimbangan; d) Dana Bagi Hasil Bukan Pajak/Sumber Daya Alam Keterlbatan Pemerintah Daerah (Penghasil Migas) dalam perhitungan, monitoring data produksi dan lifting migas masih minim, mekanisme penghitungan
dan
penyaluran
dana
bagi
hasil
migas
dan
pertambangan umum ke daerah tidak tepat waktu, terjadinya kelebihan
penyaluran
migas
sebagai
akibat
tidak
tercapainya
lifting/produksi migas, sehingga mengakibatkan penetapan rencana penerimaan yang bersumber dari dana bagi hasil migas dan pertambangan umum kurang akurat dan harus dilakukan koreksi terhadap APBD. e)
Dalam penggunaan DBH Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) masih dihadapkan pada permasalahan belum adanya keselarasan program penggunaan DBHCHT di Pusat dengan Daerah, sesuai roadmap kegiatan DBHCHT dari Kementerian; dan
f)
Penetapan alokasi DBHCHT ke daerah melalui Peraturan Menteri Keuangan
dilaksanakan
setelah
APBD
ditetapkan,
yang
mengakibatkan pelaksanaan kegiatannya pada APBD Perubahan, sehingga efektitiftas pelaksanaan program dan kegiatan DBHCHT tidak optimal. b. Solusi 1)
Pajak Daerah a) Optimalisasi intensifikasi dan ekstensifikasi pendapatan pajak daerah melalui peningkatan koordinasi dengan berbagai pihak terkait dan penertiban administrasi; a) Pemenuhan sarana dan prasarana beserta fasilitas pelayanan lainnya sesuai dengan standar pelayanan secara bertahap; b) Peningkatan Pola Pelayanan melalui Standar Operasional Prosedur (SOP), Standar Pelayanan Minimal, ISO 9001:2008 dan pelayananpelayanan khusus seperti Samsat Outlet, Samsat Mobile, Samsat Drive
Thru dan Samsat Online, Layanan Informasi SMS Info Pajak Kendaraan;
III-10
c) Melakukan penataan pegawai dan peningkatan capacity building serta penambahan pegawai yang didasarkan analisis beban kerja; d) Melakukan upaya penggalian potensi penerimaan di luar sektor pajak; dan e) Penataan dalam regulasi dasar penetapan pajak daerah dan dasar pemungutan pajak daerah. f)
Sosialisasi kepada seluruh para wajib pajak atas pemberlakuan penetapan pajak dengan tarif progresif.
g) Melakukan penyempurnaan system dengan sentralisasi program aplikasi Samsat OnLine dan Server se Jawa Barat. 2)
Retribusi Daerah a) Optimalisasi
intensifikasi
dan
ekstensifikasi
retribusi
daerah
diorientasikan kepada potensinya; b) Pemenuhan sarana dan prasarana beserta fasilitas pelayanan lainnya sesuai dengan standar pelayanan secara bertahap; c) Penambahan aparatur pengelola potensial dengan melakukan alih tugas (tour of area) antar OPD lingkup Pemerintah Provinsi serta penyelenggaraan Diklat teknis / fungsional; d) Peningkatan sosialisasi Perda kepada masyarakat; e) Penyusunan standar biaya operasional antar OPD pemungut retribusi daerah; dan 3)
Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan a) Melakukan penataan terhadap perusahaan melalui restrukturisasi yaitu restrukturisasi
organisasi,
manajemen,
aset,
permodalan
dan
keuangan; b) Meningkatkan profesionalisme manajemen perusahaan; c) Meningkatkan Kualitas SDM perusahaan melalui pendidikan dan pelatihan (In or Out house training) serta mengembangkan wawasan; d) Meningkatkan
akses
perusahaan
terhadap
sumber-sumber
pembiayaan baik bersifat konvensional maupun non-konvensional; e) Mempromosikan kompetensi BUMD secara terintegasi dalam upaya membangun pencitraan; f)
Meningkatkan
sinergitas
antar
sesama
BUMD,
BUMD
dengan
BUMN/Swasta; g) Mengusulkan kepada Pemerintah c.q. Menteri Dalam Negeri untuk segera menerbitkan peraturan perundang-undangan tentang BUMD; dan III-11
h) Penataan aset. 4)
Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah a) Optimalisasi intensifikasi dan ekstensifikasi lain-lain pendapatan asli daerah yang sah; b) Penambahan aparatur pengelola potensial dengan melakukan alih tugas (tour of duty) antar OPD serta penyelenggaraan diklat teknis/fungsional; dan c) Mereview peraturan perundangan pengelolaan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah dan melakukan sosialisasi pembinaan dan penyuluhan serta harus meningkatkan sosialisasi kepada masyarakat.
5)
Dana Perimbangan a) Memberikan motivasi kepada Pemerintah Kabupaten/Kota yang berhasil dalam pencapaian realisasi dan pengelolaan administrasi PBB sektor pedesaan dan perkotaan, meningkatkan intensitas pelaksanaan sosialisasi peraturan BPHTB dan PPh, penertiban dan penagihan aktif terhadap tunggakan dan melaksanakan upaya penegakan hukum secara konsisten serta memberikan sosialisasi kepada masyarakat; b) Guna mengetahui perhitungan lifting dan penyaluran dana bagi hasil sumber daya alam, setiap triwulan dilakukan rekonsiliasi data antara Pemerintah, yaitu Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dan Kementerian Keuangan dengan Provinsi/Kabupaten/Kota penghasil; c) Menyelenggarakan Kabupaten/Kota
Rapat dan
Koordinasi
Pemerintah
dan
dalam
Fasilitasi memberikan
dengan solusi
permasalahan yang dihadapi oleh Daerah; d) Konsultasi yang lebih intensif dengan pemerintah melalui Kementerian Keuangan,
Kementerian
Dalam
Negeri,
Kementerian
ESDM,
Kementerian Kehutanan, Anggota DPR-RI dan DPD asal pemilihan Jawa Barat; e) DBH Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) termasuk komponen dana perimbangan, maka dalam hal penggunaannya, perlu dilakukan pengkajian kembali, sehingga alokasi DBHCHT bersifat block grant yang
dapat
digunakan
memenuhi
kebutuhan
daerah
dalam
pelaksanaan desentralisasi; dan f)
Guna efektifitas pelaksanaan kegiatan DBHCHT, diusulkan agar penetapan alokasi DBHCT dilakukan sebelum APBD ditetapkan.
III-12
B.
Belanja Daerah 1.
Kebijakan Belanja Daerah Dengan berpedoman pada prinsip-prinsip penganggaran, Belanja Daerah tahun 2012 disusun dengan pendekatan anggaran kinerja yang berorientasi pada pencapaian hasil dari input yang direncanakan dengan memperhatikan prestasi kerja setiap satuan kerja perangkat daerah dalam pelaksanaan tugas, pokok dan fungsinya. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan akuntabilitas perencanan anggaran serta menjamin efektivitas dan efisiensi penggunaan anggaran ke dalam program/kegiatan. Disamping itu, dengan mempertimbangkan keterbatasan anggaran yang ada tahun ini, diharapkan menjadi pemicu kreativitas dan inovasi dalam percepatan pembangunan Jawa Barat yang tepat sasaran menuju Jawa Barat yang mandiri, dinamis, dan sejahtera. Kebijakan Belanja Daerah Tahun 2012 diarahkan untuk mendukung pencapaian target RPJMD, target pencapaian IPM, dukungan terhadap MDG’s, dan Program Prioritas Nasional, dimana dengan mempertimbangkan pencapaian IPM Tahun 2011 sebesar 72,82 poin diperlukan perencanaan kegiatan-kegiatan yang berorientasi pencapaian IPM sebagaimana tercantum di dalam RPJMD 2008-2013. Dengan
perencanaan
anggaran
yang
konsisten
dan
fokus,
perencanaan
pembangunan diarahkan untuk memperkuat bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, infrastruktur, dan suprastruktur. Kebijakan APBD Tahun 2012 diarahkan pula kepada sektor yang produktif melalui kebijakan afirmatif dan pembangunan yang berkeadilan (menyentuh hingga ke masyarakat pedesaan) yang menjadi prioritas. Kebijakan belanja daerah Tahun 2012 diupayakan dengan pengaturan pola pembelanjaan yang proporsional, efisien dan optimalisasi atas berbagai kebutuhan aktual pembangunan dan kebijakan efektif menuju pencapaian sasaran pembangunan
yang
Kabupaten/Kota
dicirikan
terutama
sinergi
merespon
pembangunan 14
prioritas
Pusat,
Provinsi,
Pembangunan
dan
Nasional,
10 Common Goals baik kegiatan Common Goals Tematik Sektoral maupun Tematik Kewilayahan
serta
pengarusutamaan
gender
yang
secara
keseluruhan
dilaksanakan berdasarkan kepada anggaran berbasis kinerja, dengan berdasarkan kepada agenda-agenda pembangunan sesuai pengelompokan bidangnya, dapat dicirikan melalui: a. Bidang Umum 1)
Pencapaian rencana pembangunan yang tercantum RPJMD 2008-2013.
2)
Mendanai
kegiatan
Common
Goals
Tematik
Sektoral
dan
Tematik
Kewilayahan. III-13
3)
Pencapaian
IPM
merujuk
kepada
RPJP
2005-2025
dan
ketentuan
Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2008. 4)
Mendukung Nomor
percepatan
1/2010)
dan
Pembangunan
Program
Pembangunan
Nasional
(INPRES
yang
Berkeadilan
(INPRES Nomor 3/2010). 5)
Mendanai kegiatan yang bersifat lanjutan (komitmen program).
6)
Mendanai kegiatan yang bersifat terobosan (program baru/ terobosan).
7)
Mendanai kegiatan yang mampu mengungkit performance Jawa Barat secara signifikan dalam merespon isu dan permasalahan pembangunan di Jawa Barat.
b. Bidang Pemerintahan 1)
Mendanai belanja kegiatan yang bersifat tetap (belanja fasilitas dasar kantor, belanja administrasi umum kantor, belanja aktivitas pelayanan publik), dengan penjelasan sebagai berikut: a) Belanja Fasilitas Dasar Kantor dan Belanja Administrasi Umum Kantor: belanja untuk mendanai fasilitas dasar kantor bagi keberlangsungan kerja OPD (contoh: biaya listrik, telepon, air bersih, BBM, internet, jasa kebersihan, penggantian suku cadang, dan service mobil) dan belanja untuk mendanai aktivitas dasar bagi keberlangsungan kerja OPD (contoh: alat tulis kantor, penggandaan dan pencetakan, perjalanan dinas, belanja makan dan minum, dan lain-lain). b) Belanja Pelayanan Dasar Kantor: belanja untuk mendanai aktivitas Pelayanan Dasar Publik Unit Kerja Provinsi yang menjadi tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) dan bersifat pelayanan keluar/eksternal. Selain kedua kategori di atas, diatur pendanaan
untuk
membiayai
program/kegiatan yang sifatnya pembaharuan, uji coba dan inovasi. 2)
Implementasi pembangunan perdesaan melalui konsep Desa Membangun menuju Desa Mandiri Ekonomi, Mandiri Lingkungan, dan Mandiri Perkotaan. Terwujudnya 150 Desa Mandiri menuju Desa Peradaban bersifat prototipe di seluruh
Kabupaten;
Pendampingan
Provinsi
untuk
PNPM
Mandiri;
Revitalisasi Posyandu Multifungsi. Pemberian insentif kepada kepala desa dalam rangka meningkatkan pelayanan masyarakat dan penyediaan feed
back data untuk pembangunan Jawa Barat Bantuan. 3)
Percepatan penyelesaian inventarisasi, pengelolaan, dan pengadministrasian serta secara bertahap melakukan proses sertifikasi aset-aset provinsi di berbagai daerah.
III-14
4)
Melanjutkan pembangunan gedung DPRD Provinsi Jawa Barat dalam rangka menyiapkan fasilitas kerja yang representatif untuk meningkatkan kualitas dan optimalisasi kinerja DPRD.
5)
Peningkatan
performance
UPTD/Balai
melalui
perbaikan
sarana
dan
prasarana serta perbaikan manajemen pelayanan. 6)
Implementasi peningkatan menyiapkan tata kelola
Kualitas
Layanan
pemerintahan
yang
Publik
diarahkan
akuntabel
dan
pada upaya
perbaikan pranata hukum; melalui pendekatan model Tata Kelola Sumber Daya Manusia Aparatur yang berkualitas; melakukan rightsizing pegawai; melanjutkan implementasi Jabar Cyber Province termasuk pembangunan
Information & Technology Backbone mandiri dan jaringan kepada pengguna; memperkuat jaringan komunikasi (Radio
Tracking) untuk mendukung
deteksi dini kebencanaan, meningkatkan kualitas proses dan Layanan Pengadaan Barang dan Jasa Secara Elektronik (LPSE) sebagai bagian dari program Jabar Cyber Province, serta pengelolaan
keuangan
dengan
Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah (SIPKD) berbasis web, penerapan informasi yang terbuka, membangun
sistem hukum yang
terpadu dan sistematis; peningkatan kerjasama daerah dengan perguruan tinggi/lembaga riset/dunia usaha serta kerjasama antar daerah; dan meningkatkan pemanfaatan/uji model hasil-hasil karya ilmu, teknologi, dan seni untuk menuju Pembangunan Jawa Barat Berbasis Ilmu Pengetahuan, Membuka ruang publik untuk komunikasi dengan masyarakat, Penerapan ISO pada OPD/Biro, Pemerintah bersih KKN, Penyiapan Sumber Daya Aparatur yang unggul, Satu Data Pembangunan Jawa Barat Sebagai Dasar Perencanaan Pembangunan Tahunan, Pemerintah Provinsi Jawa Barat Menuju Opini Wajar Tanpa Pengeculian (WTP), Penyusunan peraturan daerah yang transparan. 7)
Mendanai belanja tidak langsung yang meliputi gaji dan tunjangan PNS, belanja
subsidi,
belanja
hibah,
belanja
sosial,
belanja
bagi
hasil
kabupaten/kota, belanja bantuan dengan prinsip proporsional, pemerataan, dan penyeimbang, serta belanja tidak terduga yang digunakan untuk penanggulangan bencana yang tidak teralokasikan sebelumnya. 8)
Peningkatan pelayanan publik antara lain dengan percepatan layanan pembayaran Pajak Kendaraan Bermotor, peningkatan kualitas pelayanan pada Kantor Cabang Pelayanan/balai/UPTD melalui revitalisasi sarana dan prasarana, percepatan penyelesaian administrasi keuangan, menghapus dan menindak tegas pungutan liar, serta pembangunan sistem pelayanan III-15
perijinan terpadu secara online. 9)
Dalam
rangka
mengoptimalkan
pencapaian
prioritas
pembangunan,
Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat akan merintis skema pelaksanaan program/kegiatan
pembangunan
melalui
Tugas
Pembantuan.
Tugas
Pembantuan ini adalah merupakan penugasan dari Pemerintah Provinsi ke daerah (kabupaten/kota dan desa) untuk melaksanakan tugas tertentu terutama dalam melaksanakan pembangunan di perdesaan. 10) Peningkatan efektivitas Belanja Bantuan Keuangan dan Bagi Hasil kepada kabupaten/kota dengan pola: a) Alokasi yang bersifat block grant dari Pos Bagi Hasil secara proporsional, guna memperkuat kapasitas fiskal kabupaten/kota dalam melaksanakan otonomi daerah; b) Alokasi
yang
spesific grant dari
bersifat
pos
bantuan
kepada
kabupaten/kota yang diarahkan, dengan kewajiban kabupaten/kota untuk menyediakan Dana Pendamping, dalam rangka agenda akselerasi
pencapaian
mendukung
Visi Jawa Barat 2008-2013, yaitu
membagi alokasi menjadi tiga bagian yaitu dana pemerataan, dana proporsional, dan dana penyeimbang. Dana pemerataan dialokasikan sama
untuk
setiap
kabupaten/kota,
dana
proporsional
dihitung
berdasarkan indeks kabupaten/kota, yang sejalan dengan ketentuan Permendagri Nomor 22 tahun 2011 tentang Pedoman Penyusunan APBD Tahun 2012, yaitu memperhatikan jumlah penduduk, jumlah penduduk miskin dan luas wilayah yang ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah;
dan
dana
penyeimbang ditentukan
berdasarkan variabel
kualitatif seperti Ibu Kota Provinsi, kabupaten/kota perbatasan dengan Provinsi lain serta kabupaten/kota yang akan menyelenggarakan even khusus yang berskala regional atau nasional. Variabel-variabel yang digunakan
untuk
menghitung
indeks
kabupaten/kota,
selain
mempertimbangkan ketentuan Permendagri Nomor 22 Tahun 2011, juga mempertimbangkan variabel lainnya, sehingga secara lengkap akan meliputi: Indeks Pendidikan, Indeks Kesehatan, Indeks Daya Beli, Luas Wilayah, Jumlah Penduduk, Jumlah Penduduk Miskin, PDRB/Kapita, Pendapatan Asli Daerah, Proporsi Pengangguran, dan Proporsi Kawasan Lindung. Adapun kriteria kegiatan yang mendapatkan alokasi Bantuan Keuangan Kabupaten/Kota adalah mendukung secara signifikan upaya peningkatan IPM Jawa Barat; menanggulangi masalah kemiskinan; menanggulangi
masalah
pengangguran
dan
meningkatkan
upaya III-16
pelestarian lingkungan khususnya
kawasan
lindung. Dalam rangka
mewujudkan keselarasan program pembangunan yang dicanangkan Provinsi Jawa Barat, maka dana bantuan kabupaten/kota akan diarahkan untuk digunakan sesuai dengan proporsi sekurang-kurangnya: a) 20% untuk dana pembangunan fungsi pendidikan; b) 10% untuk fungsi kesehatan; c) 20% untuk infrastruktur dasar; d) 20% untuk upaya peningkatan
pendapatan
masyarakat,
serta
e)
selebihnya
untuk
peningkatan kapasitas sumber daya manusia (capaciity building). c. Bidang Sosial Budaya 1)
Berorientasi kepada dukungan terhadap capaian MDG’s Indonesia.
2)
Mengalokasikan anggaran fungsi pendidikan sebesar 20% dari total belanja daerah tahun 2012, tidak termasuk alokasi
anggaran
untuk
kegiatan yang belum selesai tahun sebelumnya (multi years), dalam rangka meningkatkan Rata-Rata Lama Sekolah (RLS) menjadi 7,66 tahun dan Angka Melek Huruf (AMH) 95,88% dengan penuntasan Buta Aksara melalui Kebijakan Jawa Barat bebas putus jenjang sekolah pendidikan dasar dan pendidikan menengah; meningkatkan kapasitas daya tampung melalui penuntasan pembangunan 6.000 Ruang Kelas Baru (RKB), meningkatkan sarana dan prasarana pendidikan dasar melalui program rehabilitasi sekolah yang ditunjang dengan ketersediaan data base sekolah yang perlu direhabilitasi; peningkatan kualitas penyelenggaraan sekolah luar biasa; meningkatkan penyelenggaraan sekolah bertaraf internasional dan kejuruan melaui peningkatan kompetensi guru SSN/SBI dengan pelatihan guru di negara maju (OECD) dan perluasan pengenalan teknologi dasar bagi siswa; peningkatkan kesejahteraan guru sukwan secara bertahap; meningkatkan dukungan sarana dan prasarana pendidikan tinggi; penyediaan beasiswa perguruan tinggi berbasis asal desa serta mengembangkan pendidikan informal dan non-formal. 3)
Penyediaan dana BOS untuk SMA/SMK serta beasiswa bagi siswa SMA/SMK dari keluarga tidak mampu.
4)
Mengembangkan pendidikan melalui
sistem
informasi
yang
berbasis
teknologi dan data serta membangun daya saing pendidikan. 5)
Peningkatan pendidikan budi pekerti baik di desa-desa maupun di kota.
6)
Mengimplementasikan Undang Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dengan alokasi anggaran sebesar 10% dari total belanja daerah, yang ditujukan dalam rangka peningkatan Angka Harapan Hidup (AHH) sebesar 69,50-69,56, dengan penurunan Angka Kematian Ibu dan Angka III-17
Kematian Bayi, diantaranya melalui peningkatan pelayanan dan sarana kesehatan
melalui
Pembangunan
Puskesmas
dan
peningkatan
alat
kelengkapannya, serta terlaksananya Pembangunan Puskesmas PONED, pembangunan gedung rawat inap GAKIN; rumah sakit rujukan regional; fasilitasi kegiatan posyandu; peningkatan sistem pendukung
layanan
kesehatan untuk menurunkan disparitas pelayanan; peningkatan kuantitas dan kualitas sumber daya kesehatan melalui peningkatan penempatan tenaga dokter di daerah terpencil, selain itu pendidikan, pengangkatan dan penempatan
tenaga
bidan/perawat;
peningkatan
pemberian
jaminan
pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin (JAMKESMAS); peningkatan kesehatan lingkungan, peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat serta penanganan penyakit menular dan tidak menular. 7)
Mengembangkan
perlindungan,
pengawasan,
dan
daya
saing
ketenagakerjaan, serta upaya perluasan lapangan kerja melalui sektor UKM. Implementasi peningkatan penciptaan lapangan kerja melalui penyediaan tenaga kerja terampil melalui SMK dan pendidikan non-formal kejuruan serta penyediaan bursa tenaga kerja dan pengembangan UKM. 8)
Peningkatan peran Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) Provinsi
Jawa
Barat
dan
sinergitas
berbagai
program/kegiatan
penanggulangan kemiskinan. 9)
Membangun prestasi pemuda yang memiliki spirit juara dan menjadi kekuatan inti nasional Indonesia di bidang olah raga serta membangun dan mengembangkan fasilitas umum yang berskala regional Jawa Barat seperti stadion olah raga di 4 wilayah yang direncanakan selesai dibangun pada akhir tahun 2012, pusat pembinaan olah raga terpadu (Sport Centre Arcamanik, pembangunan SOR Gedebage dan pembangunan sarana olah raga di 4 wilayah), perpustakaan, dan gedung kesenian.
10) Pengembangan seni tradisi
dan budaya
Jawa Barat dalam
rangka
mendukung pengembangan dan keanekaragaman destinasi wisata Jawa Barat melalui gelar budaya dan seni, pelestarian dan promosi seni budaya lokal. Selain itu, secara bertahap dilaksanakan revitalisasi nilai-nilai budaya dan kearifan lokal. 11) Implementasi
peningkatan
kualitas
kehidupan
beragama
melalui
pengembangan pendidikan keagamaan, peringatan hari besar keagamaan dan perlombaan kemampuan di bidang agama. 12) Implementasi penanganan
masalah Penyandang Masalah Kesejahteraan
Sosial (PMKS) antara lain melalui metode yang tepat untuk penanganan III-18
anak jalanan dan perbaikan panti-panti yang sudah tidak layak. 13) Pemberdayaan perempuan di bidang perekonomian dan politik, perlindungan dan advokasi anak dan masalah sosial lainnya. 14) Implementasi peningkatan peran serta masyarakat di bidang keluarga berencana, melalui penyediaan layanan KB dan alat kontrasepsi. 15) Penanganan kebencanaan
bencana
melalui
khususnya
peningkatan
alat-alat
kelengkapan
mengatasi keadaan situasi tanggap
darurat
bencana. d. Bidang Ekonomi 1)
Peningkatan alokasi anggaran bidang perekonomian masyarakat sebesar 5,07,5% dan infrastruktur penunjang perekonomian sebesar 2,5% dari total belanja, dalam rangka peningkatan Indeks Daya Beli.
2)
Mengimplementasikan pembangunan ekonomi regional dengan mendorong aktivitas penanaman modal yang terukur dengan menjadikan Jawa Barat sebagai daerah tujuan investasi yang berdaya saing melalui kerjasama pemerintah dengan pemerintah dan menawarkan komoditas yang mewakili semua daerah di Jawa Barat, sehingga mampu meningkatkan investasi dan Laju Pertumbuhan Ekonomi serta melakukan penyebaran potensi investasi dengan membuka kawasan-kawasan industri yang merata di Jawa Barat sehingga mampu menyerap tenaga kerja yang merata dan menghasilkan komoditas yang merata se- Jawa Barat.
3)
Melakukan kerjasama pemerintah dengan swasta (Publik Private Partnership) untuk pembangunan infrastruktur strategis, serta mengoptimalkan tumbuh kembangnya kerjasama kemitraaan dengan masyarakat dan wilayah di sekitar kawasan.
4)
Membangun dan meningkatkan dukungan infrastruktur jalan, jembatan dan
irigasi ke pusat-pusat produksi pertanian tanaman pangan dan
hortikultura, peternakan, perkebunan, kehutanan, perikanan dan kelautan, pusat kegiatan industri manufaktur dan insdustri agro, serta obyek-obyek pariwisata. 5)
Pelipat-gandaan
produktivitas
penanggulangan
kemiskinan
sektor
melalui
pertanian
peningkatan
dalam
rangka
kegiatan
ekonomi
produktif di sektor agribisnis dan agroindustri, dalam rangka peningkatan nilai tambah serta pengembangan tanpa nilai, sekaligus meningkatkan perlindungan
lingkungan,
melalui
pelaksanaan
GEMAR
(Gerakan
Multiaktivitas Agribisnis), dan GAPURA (Gerakan Pengembangan Perikanan Pantai Utara dan Selatan), serta pembangunan Pelabuhan Pendaratan Ikan III-19
(PPI) untuk mendongkrak pendapatan masyarakat nelayan pada khususnya dan masyarakat disekitar PPI pada umumnya, sebagai salah satu upaya penanggulangan kemiskinan. 6)
Peningkatan sektor pertanian, perikanan, peternakan dan perkebunan melalui pengembangan bisnis/usaha baru berskala besar berbasis sumber daya alam yang berpotensi menjadi
sektor
unggulan utama ( core
competence) berdaya saing nasional dan global yang akan menjadi sumber pertumbuhan ekonomi baru bagi Jawa Barat. 7)
Pengendalian ketersediaan dan pasokan input/sarana produksi pertanian (pertanian,
perebunan,
kehutanan,
peternakan
dan
perikanan);
Pengendalian Hama Terpadu (PHT); pengembangan sarana dan prasarana produksi
pertanian;
penguatan
kelembagaan
dan
kompetensi
SDM
pertanian; pengendalian pasca panen dan pengolahan hasil produksi pertanian; peningkatan pertumbuhan industri-industri, pengolah bahan mentah yang berbasis hasil pertanian di daerah-daerah sentra produksi pertanian. 8)
Dukungan untuk tercapainya ketahanan pangan Jawa Barat melalui program Jabar sebagai lumbung pangan Nasional dengan produksi 13,5 juta ton GKG (Gabah Kering Giling) dan penguatan lembaga ketahanan pangan; peningkatan ketersediaan dan kesinambungan produksi pangan dalam mewujudkan Jawa Barat sebagai sentra produksi benih/bibit nasional tahun 2013.
9)
Penaggulangan kerawanan pangan di 250 desa rawan pangan sebagai prototipe.
10) Peningkatan
ketersediaan
protein
hewani dalam
upaya
mewujudkan
swasembada daging di Jawa Barat, diantaranya melakukan pembangunan Rumah Potong Hewan pada setiap Kab/Kota. 11) Pengendalian ketersediaan, kualitas/kecukupan gizi, distribusi dan keamanan pangan pokok, serta pengelolaan stock pangan daerah. 12) Penguatan kelembagaan petani dan koperasi untuk memfasiltasi pencapaian skala ekonomi; peningkatan kesejahteraan buruh tani secara bertahap, antara lain dengan mengalokasikan anggaran untuk kesejahteraan petani melalui dana talangan untuk menjamin stabilitas harga pupuk dan gabah. Menghentikan alih fungsi lahan pertanian untuk penyelamatan pertanian. Perbenihan dalam mendukung perwujudan Jabar sebagai provinsi benih. 13) Peningkatan kualitas, kuantitas serta profesionalisme tenaga penyuluh lapangan. III-20
14) Pengembangan pembiayaan alternatif, meningkatkan subsidi bunga dan penambahan jumlah kredit pada nusaha mikro, kecil dan menengah kaitannya dengan penciptaan lapangan kerja baru untuk meningkatkan daya beli masyarakat. 15) Membangun
sumber
daya
manusia
yang
berjiwa
wirausaha,
serta
menyediakan wadah aktivitas di daerah-daerah bagi pelaku wirausahawan muda dan pemula disesuaikan dengan potensi yang dimiliki daerah tersebut. 16) Pengembangan komoditas unggulan daerah serta peningkatan peran quality
control komoditas unggulan daerah di wilayah kerja pemerintahan dan pembangunan (WKPP) Jawa Barat. 17) Pengimplementasian Gerakan Pengembangan dan Perlindungan Pasar Tradisional (GEMPITA) dan introduksi pasar petani di perkotaan. 18) Revitalisasi Unit Pelayanan Teknis Daerah (UPTD) sebagai ujung tombak pelayana dan pengembangan teknologi. 19) Pengembangan industri kreatif dan penumbuhan wirausahawan muda kreatif dalam rangka peningkatan daya saing industri Jawa Barat. 20) Persiapan pengembangan industri kreatif berbasis teknologi informasi
(silicon valley) di cekungan Bandung. 21) Pengembangan kepariwisataan daerah yang terintegrasi dalam rangka peningkatan kesiapan kepariwisataan Jawa Barat serta pengembangan destinasi wisata Jawa-Bali dengan fokus ekowisata, wisata budaya,
pilgrimage dan wisata IPTEK, melalui peningkatan capacity building pelayanan dan pemandu wisata, perbaikan sarana dan prasarana penunjang wisata dengan harapan mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat daerah wisata. 22) West
Java
Partnership
(WJP)
sebagai
mitra
strategis
pendanaan
pembangunan Non APBD. 23) Pembentukan LPKD (Lembaga Penjamin Kredit Daerah) Jawa Barat untuk membantu penjaminan terhadap UMKM dengan kemitraan dengan Bank Jabar Banten; 24) Dukungan Pembangunan Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) Cikidang Pangandaran dan PPI Cisolok Sukabumi; 25) Pembangunan area terbuka untuk gelar karya, kreativitas seni dan budaya para pemuda; 26) Jawa Barat sebagai Destinasi Wisata Jawa – Bali dan Destinasi Wisata Dunia;
III-21
e. Bidang Infrastruktur dan Lingkungan Hidup 1)
Mengalokasikan anggaran
infrastruktur
jalan
untuk
mencapai target
kemantapan jalan sebesar 91%-92% dan infrastruktur lainnya melalui penetapan status jalan, penuntasan jalan lintas Jabar Selatan, perbaikan kondisi jalan di perbatasan provinsi; penyelesaian kegiatan lanjutan seperti pembebasan lahan Bandara Internasional Jawa Barat; pembebasan lahan secara langsung atau sebagai dukungan melalui skema kerjasama dengan BUMD (yang akan diperhitungkan sebagai penyertaan modal pada tahap
operation and maintenance) untuk Jalan Tol Cisumdawu, Tol Soroja, Bandung Inter Urban Tol Road (BIUTR); Bogor Ring Road Seksi ll, Ciawi – Sukabumi; peningkatan jalan-jalan yang merupakan akses ke pusat pelayanan kesehatan, pusat pendidikan maupun akses jalan menuju jalan sentra-sentra
produksi
pertanian
dan
industri;
peningkatan
cakupan
penyediaan air bersih menjadi 60% - 65%, dan pelayanan air limbah menjadi 61% - 67%, peningkatan infrastruktur sumber daya air dan irigasi ke lahan-lahan produksi pertanian dalam rangka menunjang program ketahanan pangan; serta peningkatan rasio elektrifikasi rumah tangga menjadi 71% - 73%. 2)
Mengalokasikan anggaran untuk menyelesaikan pembangunan infrastruktur dan bangunan gedung sesuai dengan Perda Nomor 3 Tahun 2010 tentang Pembiayaan Pembangunan Tahun Jamak.
3)
Mengembangkan
sistem
transportasi
dan
jaringan
jalan
dalam
mengatasi kemacetan dan mempermudah akses distribusi barang melalui perbaikan jalan dan reaktivasi beberapa jalur kereta di Jawa Barat serta pembangunan jalur short cut Cibungur-Tanjungrasa. 4)
Mengantisipasi dan menanggulangi bencana tahunan seperti banjir, longsor, gempa bumi, kekeringan melalui penanganan dan pengelolaan lingkungan serta pembangunan infrastruktur.
5)
Implementasi peningkatan daya dukung dan kualitas lingkungan melalui penataan
ruang
wilayah
yang
terpadu
dan
pembangunan
dengan
menggunakan prinsip eco architect, penanganan pencemaran lingkungan hidup, penataan DAS prioritas dengan watershed management dan
catchment area, hutan lindung dan kawasan pesisir pantai, peningkatan kesadaran masyarakat untuk menjaga kelestarian lingkungan, pengawasan dan penertiban eksploitasi air bawah tanah, serta optimalisasi pemanfaatan potensi panas bumi.
III-22
6)
Pembebasan lahan Waduk Jatigede, perencanaan dan pemanfaatan lahan bagi relokasi penduduk eks Waduk Jatigede.
7)
Inventarisasi,
pengamanan
dan
sertifikasi
situ-situ
di
Jawa
Barat;
Pemutakhiran data base daerah irigasi; Peningkatan irigasi di perdesaan. 8)
Percepatan pembangunan TPPAS Regional di Jawa Barat.
9)
Perencanaan detail Kawasan Strategis Provinsi (KSP) 4 koridor ekonomi dan perencanaan detail Tata Ruang Kawasan Perbatasan Jabar-Banten, JabarDKI dan Jabar-Jateng; Perencanaan Penyusunan Kebijakan dan Strategi Perkotaan PKNP, PKW dan PKWP di Jawa Barat.
10) Pengembangan permukiman dalam rangka penyediaan PSDPU untuk Rusunawa dan peningkatan kualitas perumahan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). 11) Pembangunan pusat pertumbuhan perintis Jabar Selatan. Belanja daerah terdiri dari belanja langsung dan belanja tidak langsung. Belanja langsung adalah belanja yang terkait langsung dengan pelaksanaan kegiatan dan dapat diukur dengan capaian prestasi kerja yang telah ditetapkan. Kelompok belanja langsung ini terdiri dari belanja pegawai, belanja barang dan jasa serta belanja modal. Kebijakan
Belanja
secara
umum
dapat
dilakukan
dengan
mempertimbangkan beberapa hal sebagai berikut: a. Penetapan pagu indikatif untuk setiap program dan kegiatan dalam setiap misi hendaknya proporsional; dan b. Secara kewilayahan belanja daerah harus disusun secara adil dan proporsional. Adapun daerah-daerah dengan permasalahan khusus perlu diadakan anggaran penyeimbang. Belanja
Langsung
adalah
belanja
yang
diarahkan
dalam
rangka
pelaksanaan urusan provinsi dan merupakan alokasi belanja APBD Provinsi Jawa Barat yang dilaksanakan oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah Provinsi Jawa Barat. Alokasi belanja langsung pada Perubahan APBD Tahun 2012 didasarkan pada kebijakan yang diarahkan sebagai berikut: a. Kegiatan yang termasuk ke dalam sepuluh tujuan bersama ( common goals); b. Kegiatan yang lanjutan dan sudah menjadi komitmen pada APBD Perubahan tahun anggaran 2012; c.
Program/kegiatan baru sebagai landasan kegiatan tahun anggaran 2012;
d. Penambahan alokasi belanja operasional, pemeliharaan kantor dan peningkatan kualitas sumber daya aparatur (fixed cost); dan e. Belanja sebagai dana pendukung program/kegiatan yang didanai APBN. III-23
Belanja tidak langsung merupakan belanja yang terkait langsung dengan kegiatan yang dilaksanakan dan sulit diukur dengan capaian prestasi kerja yang ditetapkan, dan merupakan koordinasi penyelenggaraan kewenangan pemerintah daerah Kabupaten/Kota yang bersifat umum dalam rangka pendukungan program Provinsi Jawa Barat seperti: a. Belanja pegawai merupakan belanja kompensasi, dalam bentuk gaji dan tunjangan, serta penghasilan lainnya yang diberikan kepada pegawai negeri sipil yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. b. Belanja bunga yang digunakan untuk menganggarkan pembayaran bunga utang yang dihitung atas kewajiban pokok utang ( principal outstanding) berdasarkan perjanjian pinjaman jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang. c.
Belanja subsidi yang digunakan untuk menganggarkan bantuan biaya produksi kepada perusahaan/lembaga tertentu agar harga jual produksi/jasa yang dihasilkan dapat terjangkau oleh masyarakat banyak.
d. Belanja hibah yang digunakan untuk menganggarkan pemberian hibah dalam bentuk uang, barang dan/atau jasa kepada pemerintah atau pemerintah daerah lainnya, perusahaan daerah, masyarakat, dan organisasi kemasyarakatan yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya. e. Belanja bantuan sosial yang digunakan untuk menganggarkan pemberian bantuan yang bersifat sosial kemasyarakatan dalam bentuk uang dan/atau barang kepada kelompok/anggota masyarakat, dan partai politik. f.
Belanja bagi hasil yang digunakan untuk menganggarkan dana bagi hasil yang bersumber dari pendapatan provinsi kepada kabupaten/kota atau pendapatan kabupaten/kota kepada pemerintah desa atau pendapatan pemerintah daerah tertentu kepada pemerintah daerah lainnya sesuai dengan ketentuan perundangundangan.
g. Belanja bantuan keuangan yang digunakan untuk menganggarkan bantuan keuangan yang bersifat umum atau khusus dari provinsi kepada kabupaten/kota, pemerintah desa, dan kepada pemerintah daerah lainnya atau dari pemerintah kabupaten/kota kepada pemerintah desa dan pemerintah daerah lainnya dalam rangka pemerataan dan/atau peningkatan kemampuan keuangan. Peruntukan
dan
penggunaan
diarahkan/ditetapkan
oleh
bantuan
pemerintah
keuangan
yang
daerah/pemerintah
bersifat desa
umum
penerima
bantuan, untuk bantuan keuangan yang bersifat khusus diarahkan/ditetapkan oleh
pemerintah
daerah
pemberi
bantuan.
Belanja
bantuan
keuangan
kabupaten/kota terdiri dari:
III-24
1) Bantuan keuangan kepada kabupaten dan kota berupa block grant dan
specific grant. 2) Alokasi bantuan keuangan kabupaten dan kota dibagi menjadi dana pemerataan, dana proporsional, dan dana penyeimbang. 3) Dana pemerataan dialokasikan sama untuk setiap kabupaten dan kota. 4) Dana proporsional dialokasikan berdasarkan perhitungan indeks kabupaten dan kota yang berdasarkan pada penilaian indeks pendidikan, indeks kesehatan, indeks daya beli, luas wilayah, jumlah penduduk, jumlah penduduk miskin, PDRB per kapita, pendapatan hasil daerah, proporsi pengangguran dan proporsi kawasan lindung. 5) Dana penyeimbang ditentukan berdasarkan variabel kualitatif seperti ibukota provinsi, kabupaten dan kota yang berbatasan dengan provinsi lain serta kabupaten dan kota yang akan menyelenggarakan event khusus yang berskala nasional atau regional. 6) Bantuan
organisasi
kemasyarakatan
dialokasikan
berdasarkan
tingkat
kepentingan yang dinilai berdasarkan proposal yang diajukan. 7) Kriteria
kegiatan
bantuan
kabupaten
dan
kota
serta
organisasi
kemasyarakatan harus berada dalam koridor sebagai berikut: mendukung secara signifikan upaya peningkatan IPM Jawa Barat, menanggulangi masalah
kemiskinan,
menanggulangi
masalah
pengangguran
serta
meningkatkan upaya pelestarian lingkungan. h. Belanja tidak terduga merupakan belanja untuk kegiatan yang sifatnya tidak biasa atau tidak diharapkan berulang seperti penanggulangan bencana alam dan bencana sosial yang tidak diperkirakan sebelumnya, termasuk pengembalian atas kelebihan penerimaan daerah tahun-tahun sebelumnya yang telah ditutup. 2.
Anggaran dan Realisasi Belanja Daerah Dalam Tahun Anggaran 2012, Belanja Daerah dianggarkan sebesar Rp.18.241.334.184.062,00
dan
dapat
direalisasikan
sebesar
Rp.16.938.532.581.535,00 atau 92,86%. Belanja daerah tersebut dialokasikan untuk belanja tidak langsung Rp. 14.601.545.432.289,00 dan belanja langsung dialokasikan sebesar Rp.3.639.788.751.773,00. Rincian selengkapnya untuk alokasi anggaran dan realisasi belanja daerah dapat disajikan dalam tabel sebagai berikut:
III-25
Tabel 3.2 Alokasi Anggaran dan Realisasi Belanja Daerah Tahun Anggaran 2012 Nomor
Belanja Daerah
ABELANJA DAERAH . 1. BELANJA TIDAK LANGSUNG a. Belanja Pegawai b. Belanja Subsidi c.
Belanja Hibah
d. Belanja Bantuan Sosial e. Belanja Bagi Hasil Kepada Hasil Kepada Provinsi/Kabupaten/Kota dan Pemerintah Desa f. Belanja Bantuan Keuangan Kepada Provinsi/Kabupaten/Kota dan Pemerintahan Desa g. Belanja Tidak Terduga 2. BELANJA LANGSUNG a. Belanja Pegawai
Anggaran Setelah Perubahan
Realisasi *)
Pencapaian Target
(Rp)
(Rp)
%
18.241.334.184.062,00 16.938.532.581.535,00
92,86
14.601.545.432.289,00 13.664.465.634.219,00
93.58
1.589.917.743.385,00
1.511.157.915.017,00
95.05
5.000.000.000,00
15.054.980,00
0.30
6.480.640.680.114,00
6.152.724.367.619,00
94.94
17.410.312.500,00
16.685.225.000,00
95.84
3.377.552.887.261,00
3.161.224.936.674,00
93.60
3.069.414.941.764,00
2.815.801.802.229,00
91.74
61.608.867.265,00
6.856.332.700,00
11,13
3.639.788.751.773,00
3.274.066.947.316,00
89,95
424.381.781.951,99
404.836.266.619,00
95,39
b.
Belanja Barang dan Jasa
1.908.158.353.448,01
1.733.979.443.350,00
90,87
c.
Belanja Modal
1.307.248.616.373,00
1.135.251.237.347,00
86,84
Sumber Data : Laporan keuangan Pemerintah Provinsi Jawa Barat Tahun 2012 sebelum audit BPK RI
3.
Permasalahan dan Solusi a. Permasalahan : 1) Belanja Tidak Langsung Untuk belanja tidak langsung dari alokasi sebesar Rp.14.601.545.432.289,00 direalisasikan sebesar Rp.13.664.465.634.219,00 atau 93,58%. Belanja yang penyerapannya rendah terdiri dari belanja subsidi dan belanja tidak terduga. Hal ini disebabkan karena penganggran Belanja subsidi digunakan untuk bantuan biaya produksi kepada perusahaan/lembaga tertentu agar harga jual produksi/jasa yang dihasilkan dapat terjangkau oleh masyarakat banyak, dan pada tahun 2012 belanja subsidi hanya direalisasikan untuk kegiatan penjualan beras, gula dan minyak goreng dalam pelaksanaan operasi pasar (OPM) KEPOKMAS di kabupaten Sumedang, Kota Cimahi, Kabupaten Subang dan Kabupaten Cirebon Sebesar Rp. 15.054.980,00. Sedangkan penyerapan belanja Tidak Terduga yang Rendah disebabkan karena Belanja tidak terduga merupakan belanja untuk kegiatan yang sifatnya tidak biasa atau tidak diharapkan berulang seperti penanggulangan bencana alam dan bencana sosial yang tidak diperkirakan sebelumnya, termasuk pengembalian atas
III-26
kelebihan penerimaan daerah tahun-tahun sebelumnya yang telah ditutup. Rincian anggaran dan realisasi belanja tidak langsung adalah sebagai berikut: a)
Belanja
Pegawai
dialokasikan
sebesar
Rp.1.589.917.743.385,00
direalisasikan sebesar Rp.1.511.157.915.017,00 atau 95,05%. b)
Belanja Subsidi dialokasikan sebesar Rp.5.000.000.000,00 direalisasikan Rp.15.054.980,00 atau 0,30 %.
c)
Hibah
dialokasikan
sebesar
Rp.6.480.640.680.114,00
direalisasikan
sebesar Rp.6.152.724.367.619,00 atau 94,94%. yang terdiri dari: (1) Hibah Kepada Pemerintah Pusat Sebesar Rp.54.655.860.396,00; (2) Hibah
Kepada
Badan/Lembaga/Organisasi
Swasta
Sebesar
Rp.690.968.372.600,00; (3) Hibah Biaya Operasional Sekolah (BOS) Pusat kepada Satuan Pendidikan Dasar sebesar Rp. 3.978.815.245.000,00; (4) Hibah Biaya Operasional Sekolah (BOS) Provinsi kepada Satuan Pendidikan Dasar sebesar Rp.420.866.281.250,00; (5) Belanja Hibah Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil kepala Daerah sebesar Rp.1.007.418.608.373,00. d)
Bantuan Sosial dialokasikan sebesar Rp.17.410.312.500,00 direalisasikan sebesar Rp.16.685.225.000,00 atau 95,84 %.
e)
Belanja Bagi hasil Kepada Provinsi/Kabupaten/Kota dan Pemerintah Desa dialokasikan
Rp.3.377.552.887.261,00
direalisasikan
Rp.3.161.224.936.674,00 atau 93,60%. f)
Bantuan
Keuangan
dialokasikan
sebesar
Rp.3.069.414.941.764,00
direalisasikan sebesar Rp.2.815.801.802.229,00 atau 91,74%, yang terdiri dari: (1) Belanja Bantuan Keuangan Kepada Kabupaten /Kota sebesar Rp.2.421.423.415.465,00; (2) Belanja Bantuan Keuangan Kepada desa/ Kelurahan sebesar Rp.392.587.092.600,00; (3) Belanja
Bantuan
Keuangan
kepada
Partai
Politik
sebesar
Rp.1.791.294.164,00. g)
Belanja Tidak Terduga dialokasikan sebesar Rp.61.608.867.265,00 direalisasikan sebesar Rp.6.856.332.700,00 atau 11,13 %. yang terdiri dari: (1) Untuk pengembalian kelebihan transfer dana bagi hasil PBB bulan Desember 2011 dari Kas Daerah Provinsi Jawa Barat kepada Kas
III-27
Daerah Kota Bekasi akibat kesalahan transfer Bank bjb pada Dana bagi hasil PBB sebesar Rp 2.584.199.717,00. (2) Untuk pengembalian kesalahan bank bjb pada posting RTGS PBBKB untuk Provinsi Banten sebesar Rp 122.207.866,00. (3) Untuk pengembalian dana kelebihan pembayaran atas tanah kavling yang terletak di desa Jatiendah Kecamatan Cilengkrang Kabupaten Bandung sebesar Rp 3.200.000,00. (4) Untuk pengembalian sisa anggaran Dana Percepatan Pembagunan Pembangunan Infrastruktur Daerah (DPPID) Tahun Anggaran 2011 sebesar Rp.620.779.573,00. (5) Untuk
pengembalian
pembayaran
simpanan
para
Nasabah
Perusahaan Daerah Perkreditan Kecamatan (PD.PK) Tarogong Garut sebesar Rp.3.525.945.544,00. 2) Belanja Langsung Untuk
belanja
langsung
dari
alokasi
sebesar
Rp.3.639.788.751.773,00 dan direalisasikan sebesar Rp.3.274.066.947.316,00 atau 89,95%. Hal ini disebabkan adanya efisiensi pada beberapa kegiatan, adanya bagian kegiatan yang belum dan/tidak jadi direalisasikan. b. Solusi: 1) Melakukan
penajaman
dan
rasionalisasi
kegiatan
yang
layak
untuk
direalisasikan. 2) Menetapkan kegiatan berdasarkan skala prioritas. C.
Pembiayaan Daerah 1.
Kebijakan Pembiayaan Daerah Pembiayaan merupakan transaksi keuangan yang dimaksudkan untuk menutupi selisih antara Pendapatan dan Belanja Daerah. Adapun pembiayaan tersebut bersumber dari sisa lebih perhitungan anggaran sebelumnya (SiLPA), pencairan dana cadangan, hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan, penerimaan pinjaman daerah, penerimaan kembali pemberian pinjaman dan penerimaan piutang daerah. Pemerintah Pusat membuka pemerintah daerah
yang
kesempatan
bagi
memenuhi persyaratan untuk melakukan pinjaman
sebagai salah satu instrumen pendanaan pembangunan daerah, yang bertujuan untuk mempercepat pembangunan daerah dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Namun demikian, mengingat adanya konsekuensi kewajiban yang harus dibayar atas pelaksanaan pinjaman pemerintah daerah dimaksud, III-28
seperti angsuran pokok, biaya bunga, denda, dan biaya lainnya, dengan mengedepankan prinsip kehati-hatian (prudential management), profesional, dan tepat guna agar tidak menimbulkan dampak negatif bagi keuangan daerah. Selain itu juga dibuka peluang bagi pemerintah daerah untuk menggalang dana pinjaman pemerintah daerah yang bersumber dari masyarakat sebagai salah satu sumber pendanaan daerah. Sumber pendanaan tersebut adalah obligasi daerah untuk mendanai investasi sektor publik yang menghasilkan penerimaan dan memberikan manfaat bagi masyarakat. Sampai saat ini, Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat belum memanfaatkan sumber-sumber penerimaan pembiayaan yang lain kecuali SiLPA. Pembiayaan ditetapkan untuk menutup defisit yang disebabkan oleh lebih besarnya belanja daerah dibandingkan dengan pendapatan yang diperoleh. Penyebab
utama
terjadinya
defisit
anggaran
adalah
adanya
kebutuhan
pembangunan daerah yang semakin meningkat. Kebijakan Pembiayaan Daerah terdiri dari penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan. Penerimaan Pembiayaan adalah semua penerimaan yang perlu dibayar kembali baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya, mencakup sisa lebih perhitungan anggaran tahun sebelumnya (SiLPA), pencairan dana cadangan, hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan, penerimaan pinjaman daerah, serta penerimaan kembali pemberian pinjaman, dan penerimaan piutang daerah. Pengeluaran pembiayaan adalah pengeluaran yang akan diterima kembali baik pada tahun yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya, mencakup pembentukan dana cadangan, penyertaan modal (investasi) pemerintah daerah, pembayaran cicilan pokok hutang yang jatuh tempo, dan pemberian pinjaman. Selisih lebih penerimaan pembiayaan terhadap pengeluaran pembiayaan disebut sebagai pembiayaan netto. Jumlah pembiayaan netto harus dapat menutup defisit APBD. Kebijakan pengeluaran pembiayaan tahun anggaran 2012 adalah: a. Penyertaan modal dan pemberian pinjaman manakala terjadi surplus anggaran. b. Sisa Lebih
Anggaran
tahun
Sebelumnya
(SiLPA)
dipergunakan
sebagai
sumber penerimaan pada APBD tahun berikutnya dan rata-rata SiLPA diupayakan seminimal mungkin dengan melaksanakan perencanaan dan pelaksanaan anggaran secara konsisten. c. Penyertaan modal BUMD dilaksanakan dengan mempertimbangkan hasil kajian dan
tindak
lanjut
revitalisasi
dan
restrukturisasi
kinerja
BUMD
serta
pendayagunaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan dalam rangka efisiensi III-29
pengeluaran pembiayaan. d. Perintisan
pelaksanaan
penerbitan
obligasi
daerah
untuk
membiayai
pembangunan infrastruktur strategis. e. Mengalokasikan Dana Cadangan Daerah untuk dana Pemilukada Gubernur/Wakil Gubernur 2013. 2.
Anggaran dan Realisasi Pembiayaan Daerah Alokasi anggaran dan realisasi pembiayaan seluruh daerah tahun anggaran 2011 sebagaimana tercantum dalam tabel sebagai berikut: Tabel 3.3 Alokasi Anggaran dan Realisasi Pembiayaan Daerah Tahun Anggaran 2012
NO
Anggaran Setelah Perubahan
PEMBIAYAAN
(Rp) 1
PENERIMAAN PEMBIAYAAN DAERAH
2
Sisa Lebih Perhitungan Daerah Tahun Sebelumnya PENGELUARAN PEMBIAYAAN DAERAH
(Rp)
%
3.003.186.558.749,00
3.003.186.558.749,00
100,00
3.003.186.558.749,00
3.003.186.558.749,00
100,00
42.531.500.000,00
42.531.200.000,00
100,00
42.531.500.000,00
42.531.200.000,00
100,00
2.960.655.058.749,00
2.960.655.358.749,00
100,00
Penyertaan Modal (Investasi) Pemerintah Daerah PEMBIAYAAN NETTO
Pencapaian Target
Realisasi
3
SISA LEBIH PEMBIAYAAN ANGGARAN 0,00 2.916.307.295.474,00 TAHUN BERKENAAN Sumber Data : Laporan keuangan Pemerintah Provinsi Jawa Barat Tahun 2012 sebelum audit BPK RI
a. Penerimaan Pembiayaan Daerah Penerimaan
Pembiayaan
Daerah
dianggarkan
sebesar
Rp.3.003.186.558.749,00 dan direalisasikan sebesar Rp.3.003.186.558.749,00 Atau
100,00%.
Penerimaan
pembiayaan
tersebut
merupakan
sisa
lebih
perhitungan anggaran daerah tahun sebelumnya. b. Pengeluaran Pembiayaan Daerah Pengeluaran
Pembiayaan
Daerah
dianggarkan
sebesar
Rp.42.531.500.000,00 dan direalisasikan sebesar Rp.42.531.200.000,00 atau 100 % digunakan untuk Penyertaan Modal kepada: PT. Tirta Gemah Ripah
Rp.
17.401.200.000,00
PT. JAMKRIDA JABAR
Rp.
25.000.000.000,00
PT. Askrida
Rp.
130.000.000,00
III-30
0,00
Adapun rekapitulasi Penyertaan Modal kepada Perusahaan Daerah Provinsi Jawa Barat per 31 Desember 2012 dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 3.4 Daftar Penyertaan Modal Kepada BUMD Provinsi Jawa Barat Tahun Anggaran 2012
No
Nama BUMD
1
PT. Bank Jabar Banten
2
PT. Agronesia
3
PD. Agrobisnis dan Pertambangan
Jumlah Penyertaan
Jumlah Penyertaan
Jumlah Penyertaan
Modal Per 1 Januari
Modal selama Tahun
Modal per 31
2012
Anggaran 2012
Desember 2012
(Rp)
(Rp)
(Rp)
927.498.683.463,79
0,00
927.498.683.463,79
255.000.000.000,00
0,00
255.000.000.000,00
72.771.688.651,00
0,00
72.771.688.651,00
48.413.799.592,00
0,00
48.413.799.592,00
217.000.000.000,00
0,00
217.000.000.000,00
4
PD. Jasa dan Kepariwisataan
5
PT. Jasa Sarana
6
PT. Tirta Gemah Ripah
13.198.800.000,00
17.401.200.000,00
30.600.000.000,00
7
BPR dan PDPK
88.700.000.000,00
0,00
88.700.000.000,00
8
PT. Askrida
1.180.000.000,00
130.000.000,00
1.310.000.000,00
9
PT. Jamkrida
0,00
25.000.000.000,00
25.000.000.000,00
1.623.762.971.706,79
42.531.200.000,00
1.666.294.171.706,79
Sumber Data : Laporan keuangan Pemerintah Provinsi Jawa Barat Tahun 2012 sebelum audit BPK RI
III-31