BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS
2.1 2.1.1
Landasan Teori Pengertian Kemiskinan Secara ekonomi kemiskinan dapat diartikan sebagai kekurangan sumber
daya yang dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteran sekelompok orang. Kemiskinan dapat diukur secara langsung dengan menetapkan persedian sumber daya yang tersedia pada kelompok-kelompok itu. Sumber daya yang dimaksud dalam pengertian ini mencakup pengertian ekonomi yang luas dan tidak hanya pengertian yang finansial, tetapi perlu mempertimbangkan semua jenis kekayaan yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Tadjuddin,1995). Menurut Todaro (2000), kemiskinan adalah rendahnya pendapatan perkapita dan kesenjangan dalam distribusi pendapatan. Para ahli ekonomi pembangunan mulai mengukur luasnya atau kadar parahnya tingkat kemiskinan di dalam suatu negara dan kemiskinan relatif antar negara dengan cara menentukan atau menciptakan suatu batasan yang lazim disebut sebagai garis kemiskinan. Konsep yang digunakan adalah konsep kemiskinan yang absolut yaitu konsep untuk menentukan tingkat pendapatan minimum yang cukup untuk menentukan kebutuhan-kebutuhan fisik minimum setiap orang berupa kecukupan makanan, pakaian serta perumahan sehingga dapat menjamin kelangsungan hidupnya.
13
Menurut Suparlan (1984), kemiskinan didefinisikan sebagai suatu standar tingkat hidup yang rendah yaitu adanya suatu tingkat kekurangan materi dibandingkan dengan suatu standar kehidupan yang umum berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Tolak ukur yang digunakan adalah batasan tingkat pendapatan menurut waktu kerja (Rp 30.000,- perbulan atau lebih rendah) yang dibuat berdasarkan atas batas minimal jumlah kalori yang dikonsumsi per orang yang diambil persamaannya dalam beras yang dinyatakan bahwa kebutuhan minimal perkapita desa adalah 320 kg beras dan di kota 420 kg beras per tahun (Sayogyo dalam Arsyad,1999). Kemiskinan dapat di katakan sebagai suatu yang serba kekurangan seperti rendahnya pengetahuan, keterampilan, produktivitas, rendahnya pendapatan, dan terbatasnya kesempatan berperan dalam pembangunan. Rendahnya pendapatan penduduk miskin menyebabkan rendahnya pendidikan, sehingga mempengaruhi produktivitas mereka (Mubyarto,1983).
2.1.2
Penyebab Kemiskinan Menurut Selo Sumardjan dalam Arsyad (1999), masalah kemiskinan ini
bisa selain ditimbulkan oleh hal yang sifatnya alamiah atau kultural juga disebabkan oleh miskinnya strategi dan kebijakan pembangunan yang ada, sehingga para pakar tentang kemiskinan sering melihat masalah kemiskinan sebagai masalah struktural yang diartikan sebagai kemiskinan yang diderita oleh
14
suatu golongan masyarakat karena struktural sosial masyarakat tersebut tidak dapat ikut menggunakan sumber-sumber pendapatan yang sebenarnya tersedia bagi mereka. Kemiskinan di kota erat kaitannya dengan langkanya peluang kerja yang produktif. Penduduk baik pendatang desa-kota maupun penduduk kota yang baru masuk angkatan kerja dengan memanfaatkan kehidupan kota. Dalam banyak kasus penghasilan mereka hanya dapat digunakan untuk menutupi kebutuhan sehari-hari meskipun mereka telah bekerja keras. Maka oleh itu dapat dikatakan kemiskinan sebagian besar disebabkan oleh keadaan ekonomi (Friedman dalam Tajjuddin,1995).
2.1.3
Pengukuran Kemiskinan Kemiskinan mempunyai pengertian yang luas dan memang tidak mudah
untuk mengukurnya. Oleh karena itu para ahli ekonomi mengelompokkan kemiskinan menjadi dua macam yaitu : kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif. 1) Kemiskinan Absolut Kemiskinan absolut diartikan sebagai kondisi dimana pendapatan tidak mencapai kebutuhan minimum, maka orang dapat dikatakan miskin. Dengan demikian, kemiskinan dapat diukur dengan perbandingan tingkat pendapatan orang dengan tingkat pendapatan yang dibutuhkan untuk memperoleh
kebutuhan
dasarnya.
15
Tingkat
pendapatan
minimum
merupakan pembatas antara keadaan miskin dengan keadaan tidak miskin atau sering disebut dengan garis batas kemiskinan. Maka konsep inilah yang disebut dengan konsep absolut. Konsep ini dimaksudkan untuk menentukan sikap pendapatan minimum untuk memenuhi kebutuhan fisik terhadap
makanan,
pakaian,
dan
perumahan
untuk
menjamin
kelangsungan hidup (Todaro,2000). 2) Kemiskinan Relatif Kemiskinan ini diartikan seseorang yang sudah memiliki tingkat pendapatan dan sudah dapat memenuhi kebutuhan dasar minimum tidak selalu berarti tidak miskin. Walaupun tingkat pendapatan sudah mencapai tingkat kebutuhan dasar minimum akan tetapi masih jauh lebih rendah apabila dibandingkan dengan keadaan masyarakat sekitarnya. Maka orang tersebut masih berada dalam keadaan miskin, ini terjadi karena kemiskinan lebih banyak ditentukan oleh keadaan sekitarnya dari pada lingkungan orang yang bersangkutan (Miller,1971).
Untuk menetukan seseorang dapat dikatakan miskin atau tidak dilakukan tolak ukur yang jelas. Adapun indikator untuk menentukan kemiskinan absolut dan relatif adalah : 1) Indikator Kemiskinan Absolut Sajogyo dalam Subagio (2000) mengajukan kriteria untuk garis kemiskinan dengan menggunakan asumsi pendapatan perkapita per tahun
16
dengan nilai yang dipersamakan dengan beras. Garis kemiskinan yang dipergunakan ada dua dengan membedakan daerah pedesaan penduduk dengan konsumsi beras kurang dari 240 kg per kapita per tahun dapat digolongkan miskin. Di daerah perkotaan, adalah 360 kg per kapita per tahun. 2) Indikator Kemiskinan Relatif Menurut Todaro (2000) kemiskinan relatif yang berkaitan dengan distribusi pendapatan perorangan digunakan Gini Ratio yang merupakan ukuran derajat ketidakmerataan distribusi pendapatan suatu negara yang diperoleh dengan menghitung luas daerah antara garis diagonal (Kemerataan Sempurna) dengan kurva Lorenz tersebut seperti yang direkomendasikan Bank Dunia. Klasifikasi Gini Ratio adalah sebagai berikut : pertama, ketidakmerataan tinggi = 0,50-0,70. Kedua, ketidak merataan sedang = 0,20-0,49, dan ketiga, ketidakmerataan rendah 0,200,36. Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Provinsi Bali (2000) membedakan keluarga miskin menjadi dua kategori yaitu : 1) Keluarga miskin sekali yaitu keluarga karena alasan ekonomi yang tidak dapat memenuhi salah satu indikator yang meliputi : pada umumnya seluruh anggota keluarga makan dua kali sekali sehari bahkan lebih. Anggota keluarga memiliki pakaian yang berbeda untuk dirumah dan untuk diluar rumah, bagian lantai terluas dari tanah. 17
2) Keluarga miskin yaitu keluarga yang karena alasan ekonomi tidak dapat memenuhi salah satu indikator yang meliputi paling kurang sekali dalam seminggu keluarga makan daging, ikan atau telur setahun terakhir seluruh anggota keluarga memperoleh paling sedikit satu stel pakaian baru, luas lantai rumah paling sedikit 8m untuk setiap penghuni. Indikator penentu kemiskinan adalah indikator yang ada pada tahap Keluarga Pra Sejahtera alasan ekonomi dan Keluraga Sejahtera I alasan ekonomi yang dapat menggambarkan kemampuan keluarga dalam memenuhi kebutuhan kualitas sandang dan papan. Adapun pengetian Keluarga Pra Sejahtera, Keluarga Sejahtera I adalah sebagai berikut : 1) Keluarga Pra Sejahtera Keluarga Pra Sejahtera adalah keluarga-keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasarnya (basic need) secara minimal, seperti kebutuhan akan pengajaran agama, sandang, papan dan kesehatan. 2) Keluarga Sejahtera Tahap I Keluarga Sejahtera Tahap I adalah keluarga-keluarga yang sudah dapat memenuhi kebutuhan dasar secara minimal, tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan pendidikan, interaksi dalam keluarga, interaksi dalam lingkungan tempat tinggal.
18
2.1.4
Teori Pendapatan Dalam penelitian ini pendapatan yang digunakan adalah pendapatan
rumah tangga. Menurut Nanga (2001:17) pendapatan perorangan adalah pendapatan agregat (yang berasal dari berbagai sumber) yang secara aktual diterima oleh seseorang atau rumah tangga. Pendapatan individu merupakan pendapatan yang akan diterima seluruh rumah tangga dalam perekonomian dari pembayaran atas penggunaan faktorfaktor produksi yang dimiliki dan dari sumber lain. Modal usaha sebagai investasi akan
dapat
meningkatkan
pendapatan,
meningkatkan
pendapatan
akan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat karena pendapatan merupakan salah satu indikator untuk mengukur tingkat kemakmuran dan atau kesejahteraan seseorang atau masyarakat sehingga pendapatan mencerminkan kemajuan ekonomi suatu masyarakat. Untuk menghitung besar kecilnya pendapatan dapat dilakukan dengan tiga cara pendekatan, yaitu : 1) Pendekatan produksi (Production Approach), yaitu dengan menghitung semua nilai produksi barang dan jasa yang dapat dihasilkan dalam periode tertentu. 2) Pendekatan pendapatan (Income Approach), yaitu dengan menghitung nilai keseluruhan barang dan jasa yang diterima oleh pemilik produksi dalam suatu periode tertentu.
19
3) Pendekatan pengeluaran (Expenditure Approach), yaitu pendapatan yang diperoleh dengan menghitung pengeluaran konsumsi masyarakat.
2.1.5
Program Penanggulangan Kemiskinan Menurut seketariat komite penanggulangan kemiskinan (2002), dalam
rangka penanggulangan kemiskinan, program-program yang telah dan sedang dilaksanakan oleh pemerintah antara lain : 1) Program Beasiswa dan Dana Biaya Operasional Pendidikan Dasar dan Menengah (CJPS) Jaring Pengamanan Sosial-Bidang Pendidikan. 2) Program Kredit Usaha Tani (KUT), dimana program ini diberikan kepada petani berupa dana atau bantuan yang berguna dalam usaha para petani meningkatkan hasil pertanian mereka, yang nantinya akan dapat meningkatkan pendapatan petani. 3) Program Pengembangan Kecamatan (PPK) merupakan program yang diberikan kepada kecamatan untuk mengembangkan potensi daerahnya untuk mengentaskan kemiskinan malalui berbagai bidang yang bertujuan untuk mengurangi jumla penduduk miskin. 4) JPS (Jaring Pengaman Sosial) Bidang Kesehatan. 5) Program Usaha Ekonomi Desa merupakan usaha-usaha ekonomi yang dilakukan pemerintah dalam meningkatkan penghasilan atau pendapatan masyarakat serta meningkatkan potensi desa dan lapangan kerja baru maupun memperluas lapangan pekerjaan.
20
6) Program Operasi Pasar Khusus-Beras, pemerintah memberikan bantuan berupa beras yang diberikan langsung kepada masyarakat miskin dengan kualitas beras standar dan layak untuk dikonsumsi. 7) Program Gerakan Terpadu Pengentasan Kemiskinan (Gardu Taksin) merupakan
program
dari
pemerintah
yang
bekerjasama
untuk
memberdayakan masyarakat miskin dengan bantuan dana bergulir serta bantuan barang dengan tujuannya adalah untuk meningkatkan pendapatan. Dalam pelaksanaan otonimi daerah berdasarkan UU No 22-25 tahun 1999 penanggulangan kemiskinan di daerah-daerah memerlukan prakarsa-prakarsa baru yang lebih tepat serta berkesinambungan.
2.1.6
Tenaga Kerja Perempuan dan Partisipasinya dalam Pembangunan Pudjawati (1986) mengatakan bahwa peningkatan kesejahteraan tidak
dapat dilepaskan dan harus diusahakan secara terus menerus. Hal yang menjadi kunci kearah tersebut termasuk didalamnya adalah partisipasi kaum perempuan. Berbagai program yang diajukan untuk perbaikan kualitas kehidupan masyarakat, seperti program kependudukan, kesehatan, pendidikan, banyak yang tergantung pada partisipasi perempuan untuk keberhasilannya. Dengan adanya kesempatan yang sama dalam bidang pendidikan sebagai gerak dari pembaharuan perempuan berubah karena peranan perempuan dalam bidang ekonomi telah berubah, walaupun pada umumnya dalam usaha produksi atau pekerjaan mencari nafkah
21
terdapat penilaian yang berbeda mengenai pekerjaan laki-laki dan pekerja perempuan. Umumnya perempuan mempunyai dua peranan, yaitu : pertama, sebagai istri dan ibu rumah tangga dan kedua, sebagai patner untuk mencari nafkah bagi kehidupan rumah tangganya. Sebagai perempuan dalam rumah tangga khususnya memperhatikan kegiatan rumah tangga karena semua ini merupakan kewajiban mereka. Sementara itu hak mereka adalah menentukan dan mengatur anggaran belanja, mengatur menu makanan dan lain-lain yang berkaitan dengan rumah tangga. Dalam mengambil suatu keputusan untuk mengambil pekerjaan di luar kegiatan rumah tangga merupakan hak mereka dalam membantu pendapatan suami untuk menunujang ekonomi keluarga, sehingga untuk itu dapat berjalan selaras dan harmonis karena semua yang dilakukan adalah untuk menjaga keutuhan keluarga yang merupakan salah satu dari pembinaan keluarga.
2.1.7 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Perempuan (Ibu RumahTangga) Bekerja bagi ibu rumah tangga sebuah pilihan, tetapi pada keluarga miskin bekerja adalah sebuah keharusan sehingga dapat meningkatkan pendapatan rumah tangga dan dapat mengurus rumah tangganya. Umur sangat berpengaruh terhadap kontribusi pendapatan ibu rumah tangga dalam rumah tangganya. Semakin tua umur seseorang, maka kondisi fisiknya semakin lemah sehingga menyebabkan prodiktivitasnya pun semakin rendah (Harwati, 2005).
22
Pendidikan merupakan faktor yang sangat penting dalam kehidupan individu, masyarakat, bangsa dan negara karena pendidikan sangat menentukan tingkat kualitas sumber daya manusia. Semakin tinggi tingkat pendidikan masyarakat,
semakin
baik
kualitas
sumber
daya
manusianya.
Namun
kecenderungan yang terjadi, tingkat pendidikan perempuan dalam rumah tangga miskin cenderung sangat rendah. Sehingga hal ini akan menyebabkan pendapatan yang diperoleh juga rendah. Untuk mengatasi hal tersebut perempuan akan mencurahkan jam kerja yang lebih banyak sehingga pendapatan yang diperoleh akan lebih banyak. Dalam Mantra (2003) bekerja diartikan melakukan segala sesuatu kegiatan untuk menghasilkan atau untuk membantu menghasilkan barang atau jasa dengan maksud untuk memperoleh penghasilan berupa uang atau barang dalam kurun waktu tertentu. Menurut BPS (2006) bekerja adalah melakukan kegiatan atau suatu pekerjaan dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh penghasilan atau keuntungan paling sedikit selama satu jam (berturut-turut tanpa putus) dalam sehari. Secara umum jam kerja dapat diartikan sebagai waktu yang dicurahkan untuk bekerja. Jam kerja merupakan jumlah waktu kerja dari seluruh pekerjaan dalam sebulan. Secara umum, dapat diasumsikan bahwa semakin banyak jam kerja yang digunakan berarti pekerjaan yang dilakukan semakin produktif. Disamping faktor tersebut jenis pekerjaan juga berpengaruh pada pendapatan karena jika pekerjaan yang digeluti oleh perempuan tetap, maka 23
pendapatan yang diperoleh pun akan tetap, sehingga keluarga tersebut tetap mampu berkonsumsi. Dan jika pekerjaan yang digeluti oleh seorang tidak tetap, maka pendapatan yang diperoleh pun tidak tetap. Hal tersebut akan mempengaruhi kesejahteraan kelurga tersebut, karena pada keluarga miskin jika tidak mempunyai pendapatan berarti kelurga tersebut harus berhutang untuk berkonsumsi. Faktor lain yang juga mempengaruhi pendapatan perempuan adalah jumlah tanggungan, jika jumlah tanggungannya banyak, maka beban ekonomi keluarga tersebut akan semakin berat, sehingga memacu seorang perempuan dalam keluarga tersebut untuk memperoleh pendapatan yang semakin banyak, karena seluruh anggota keluarga harus berkonsumsi. Bantuan modal usaha merupakan salah satu faktor yang juga mempengaruhi pendapatan perempuan. Pemberian modal baik dari pemerintah maupun lembaga keuangan dapat digunakan untuk usaha-usaha ekonomi produktif dalam rangka meningkatkan kesejahteraan khususnya rumah tangga miskin. Mengingat banyaknya faktor yang mempengaruhi kontribusi pendapat perempuan pada rumah tangga miskin, maka peneliti memilih variabel umur, tingkat pendidikan, jam kerja, jenis pekerjaan, jumlah tanggungan dan bantuan modal yang berpengaruh pada pendapatan perempuan.
24
2.1.8
Hubungan Umur dengan Pendapatan Perempuan Larasaty (2003) menyebutkan bahwa faktor umur merupakan salah satu
variabel yang mempengaruhi alokasi waktu pekerja wanita. Dimana umur berpengaruh positif terhadap pendapatan perempuan yaitu semakin tua umur pekerja perempuan maka akan semakin panjang waktu yang dicurahkan untuk mencari nafkah, akan tetapi hanya sampai batas waktu tertentu karena sampai usia tertentu kekuatan atau daya tahan pekerja perempuan akan semakin menurun yang mana hal itu besar sekali kaitannya dengan tingkat pendapatan yang diterima.
2.1.9
Hubungan Pendidikan dengan Pendapatan Perempuan Harwati (2005) dari hasil penelitianya dapat disimpulkan bahwa tingkat
pendidikan merupakan yang terdominan yang mempengaruhi pendapatan perempuan dan faktor pendidikan berpangaruh positif terhadap pendapatan perempuan. Dimana dengan semakin tinggi tingkat pendidikan yang dimilikinya, maka peluang untuk mendapatkan tingkat upah semakin tinggi. Disamping itu tingginya tingkat pendidikan juga akan menyebabkan pengalaman kerja dan keterampilan semakin tinggi sehingga diharapkan untuk dapat ikut menciptakan lapangan kerja yang baru.
2.1.10 Hubungan Jam Kerja dengan Pendapatan Perempuan Pendapatan pekerja perempuan juga dipengaruhi oleh jam kerja dari pekerja perempuan untuk bekerja. Harwati (2005) dalam penelitiannya 25
menyimpulkan jam kerja berpengaruh terhadap pendapatan perempuan dalam perekonomian rumah tangga. Semakin lama jam kerja perempuan, maka semakin banyak hasil yang diterima sehingga kebutuhan keluarga bisa terpenuhi.
2.1.11 Hubungan Jenis Pekerjaan dengan Pendapatan Perempuan Variabel jenis pekerjaan juga berpengaruh pada pendapatan perempuan karena jika pekerjaan yang digeluti adalah pekerjaan tetap maka pendapatan yang diperoleh akan bersifat tetap, sehingga keluarga tersebut tetap mampu berkonsumsi. Dan apabila pekerjaan yang digeluti tidak tetap, maka pendapatan yang diperoleh pun tidak tetap. Hal ini akan mempengaruhi kesejahteraan keluarga tersebut karena pada keluarga miskin tidak mempunyai pendapatan berarti keluarga tersebut harus berhutang untuk konsumsi (Harwati, 2005).
2.1.12 Hubungan Jumlah Tanggungan Keluarga dengan Pendapatan Perempuan Jumlah tanggungan dalam keluarga pun menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi pendapatan perempuan. Harwati (2005) mengatakan bahwa pada keluarga miskin jumlah tanggungan keluarga berpangaruh positif terhadap pendapatan perempuan. Semakin banyak jumlah tanggungan keluarga berarti beban ekonomi yang ditanggung oleh keluarga tersebut semakin berat. Kondisi ini memacu semangat perempuan untuk bekerja lebih giat untuk memenuhi kebutuhan dasar keluarganya.
26
2.1.13 Hubungan Bantuan Modal dengan Pendapatan Perempuan Bantuan
program
penanggulangan
kemiskinan
melalui
usaha
pemberdayaan ekonomi keluarga memberikan pengaruh positif terhadap pendapatan. Bantuan modal diperoleh dari Pemerintah dan Lembaga Keuangan. Usaha pemberdayaan ekonomi ini dilakukan melalui pemberian modal kepada keluarga pra sejahtera. Penggunaan bantuan program ini, sebagian besar digunakan untuk bantuan usaha atau usaha baru. Dengan memanfaatkan dana tersebut untuk usaha ekonomi yang produktif dalam keluarga, maka akan dapat meningkatkan usah selanjutnya pada pendapatan keluarga.
2.2
Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya Harwati (2005), dari hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa faktor
umur, tingkat pendidikan, sifat pekerjaan, jam kerja dan jumlah tanggungan berpengaruh signifikan baik secara parsial maupun secara simultan, serta dalam membantu menambah pendapatan keluarga, istri ikut berperan untuk meperoleh penghasilan. Jika dilihat dari kontribusinya sebesar 43,31 persen. Besarnya kontribusi tersebut ternyata cukup berarti untuk menambah pendapatan keluarga miskin. Selain itu dari pengolahan datanya, dapat dilihat bahwa faktor pendidikan merupakan faktor yang lebih dominan mempengaruhi pendapatan istri pada keluarga miskin di Kota Denpasar. Larasaty (2003), meneliti tentang Analisis Waktu Pekerja Wanita (Studi Kasus Antara Dua Desa di Kabupaten Badung). Penelitian ini mengambil
27
beberapa faktor yang mempengaruhi alokasi waktu pekerja wanita seperti : Umur pekerja wanita, pendidikan pekerja wanita, umur anak terkecil, pendapatan suami, pendapatan pekerja wanita, jumlah tanggungan keluarga dan menganalisis perbedaan pembagian kerja dan alokasi pembagian waktu kerja untuk mencari nafkah dan bukan mencari nafkah antara pekerja wanita dan suaminya. Penelitian ini menyimpulkan bahwa secara serempak faktor umur pekerja wanita, umur anak terkecil, pendidikan pekerja wanita,pendapatan pekerja wanita,pendapatan suami,berpengaruh signifikan terhadap alokasi waktu pekerja wanita. Lison (2003), meneliti tentang Efektivitas dan Pengaruh Program Penanggulangan Kemiskinan Terhadap Pemberdayaan Ekonomi Keluarga Pra Sejahtera di Kabupaten Badung dan bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
Hasil
penelitian
menunjukkan
secara
umum
program
penanggulangan kemiskinan terhadap pemberdayaan ekonomi keluarga pra sejahtera di Kabupaten Badung efektivitasnya tinggi dan berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan keluarga, kepedulian masyarakat serta menurunya jumlah keluarga pra sejahtera. Adapun persamaan dengan penelitian sebelumnya adalah penggunaan perempuan sebagai obyek penelitian. Teknik analisis juga memiliki persamaan yaitu teknik analisis linier berganda. Sedangkan perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya (Harwati, Larasaty, Lison) terletak pada alokasi penelitian dan variabel-variabel yang mempengaruhi pendapatan perempuan. Pada penelitian sebelumnya dilakukan di (Kota Denpasar dan Kabupaten Badung), 28
sedangkan penelitian ini dilakukan di Kecamatan Buleleng di Kabupaten Buleleng. Teknik analisis sebelumnya menggunakan uji beda dua rata-rata dan menggunakan uji asumsi klasik.
2.3 Hipotesis Dari pokok masalah yang diajukan dan berdasarkan hasil penelitian terdahulu serta teori-teori yang telah dikemukakan, selanjutnya diajukan hipotesis sebagai berikut : 1) Faktor Umur, Tingkat Pendidikan, Jam Kerja, Jenis Pekerjaan, Jumlah Tanggungan, dan Bantuan Modal berpengaruh signifikan secara simultan terhadap pendapatan perempuan. 2) Faktor Umur, Tingkat Pendidikan, Jam Kerja, Jenis Pekerjaan, Jumlah Tanggungan, dan Bantuan Modal berpengaruh signifikan secara parsial terhadap pendapatan perempuan. 3)
Perempuan (Ibu Rumah Tangga) memberikan kontribusi pendapatan di atas lima puluh persen terhadap pendapatan total keluarga.
4) Faktor dominan yang mempengaruhi pendapatan perempuan pada keluarga miskin adalah faktor jenis pekerjaan.
29