BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS
2.1
Landasan Teori
2.1.1
Kinerja
2.1.1.1 Pengertian Kinerja Kinerja perusahaan akan sangat ditentukan oleh unsur sumber daya manusianya, karena itu dalam mengukur kinerja suatu perusahaan sebaiknya diukur dalam tampilan kerja dari sumber daya manusia yang dimiliki perusahaan. Sedarmayanti (2010:259) mengungkapkan bahwa kinerja terjemahan dari “performance”, yang berarti. 1) Perbuatan, pelaksanaan pekerjaan, prestasi kerja, pelaksanaan pekerjaan yang berdaya guna. 2) Pencapaian/prestasi seseorang berkenaan dengan tugas yang diberikan kepadanya. 3) Hasil kerja seorang pekerja, sebuah proses manajemen atau suatu organisasi secara keseluruhan, dimana hasil kerja tersebut harus dapat ditunjukkan buktinya secara konkrit dan dapat diukur (dibandingkan dengan standar yang telah ditentukan). 4) Performance is defined as the record of outcomes produced on a specific job function or activity during a specific time period (Bernardian, John H. & Joyce E. A. Russell, 1993:379). (Kinerja didefinisikan sebagai catatan
11
mengenai out-come yang dihasilkan dari suatu aktivitas tertentu, selama kurun waktu tertentu pula). 5) Hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggungjawab masing-masing, dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika. Berdasarkan pengertian kinerja yang dikemukakan oleh beberapa pakar tersebut dapat dikatakan bahwa kinerja erat kaitannya dengan hasil pekerjaan seorang karyawan yang menyangkut kualitas, kuantitas maupun ketepatan waktu dalam suatu organisasi atau perusahaan. 2.1.1.2 Standar kinerja dan tujuan standar kinerja Tingkat kinerja karyawan membutuhkan suatu penilaian kinerja. Penilaian kinerja yang adil membutuhkan standar yaitu patokan yang dapat digunakan sebagai perbandingan terhadap kinerja antar karyawan. Standar kinerja menjadi suatu tujuan atau sasaran dari karyawan itu sendiri. Apabila standar telah terpenuhi, karyawan akan merasakan adanya pencapaian dan penyelesaian atas suatu pekerjaan tertentu yang dibebankan kepadanya. Tanpa adanya standar, tidak ada sistem pengendalian yang dapat mengevaluasi kinerja karyawan, sehingga dapat mengakibatkan disfungsional.
12
2.1.1.3 Penilaian kinerja Sedarmayanti (2010:261) menyatakan bahwa penilaian kinerja merupakan uraian sistematis, tentang kekuatan/kelebihan dan kelemahan yang berkaitan dengan pekerjaan seseorang/kelompok. Penilaian kinerja menjadi basis bagi keputusan-keputusan
yang
mempengaruhi
gaji,
promosi,
pemberhentian,
pelatihan, transfer dan kondisi kepegawaian lainnya. Penilaian kinerja berkenaan dengan seberapa baik seseorang melakukan pekerjaan yang ditugaskan/diberikan. 2.1.1.4 Tujuan penilaian kinerja Sedarmayanti (2010:264) menyatakan 7 (tujuh) tujuan penilaian kinerja, sebagai berikut. 1) Mengetahui keterampilan dan kemampuan karyawan. 2) Sebagai
dasar
perencanaan
bidang
kepegawaian
khususnya
penyempurnaan kondisi kerja, peningkatan mutu dan hasil kerja. 3) Sebagai dasar pengembangan dan pendayagunaan karyawan seoptimal mungkin, sehingga dapat diarahkan jenjang/rencana kariernya, kenaikan pangkat dan kenaikan jabatan. 4) Mendorong terciptanya hubungan timbal balik yang sehat antara atasan dan bawahan. 5) Mengetahui
kondisi
organisasi
secara
keseluruhan
dari
bidang
kepegawaian, khususnya kinerja karyawan dalam bekerja. 6) Secara pribadi, karyawan mengetahui kekuatan dan kelemahannya sehingga dapat memacu dan mengenal bawahan/karyawannya, sehingga dapat lebih memotivasi karyawan.
13
7) Hasil penelitian pelaksanaan pekerjaan dapat bermanfaat bagi penelitian dan pengembangan di bidang kepegawaian. 2.1.1.5 Aspek – aspek yang dinilai dalam kinerja Menurut Veithzal (2008:324) aspek – aspek yang dinilai dalam kinerja dapat dikelompokkan menjadi: 1) Kemampuan hubungan interpersonal yaitu antara lain kemampuan untuk bekerja sama dengan karyawan dan memotivasi karyawan. 2) Kemampuan
konseptual
yaitu
kemampuan
untuk
memahami
kompleksitas perusahaan dan penyesuaian bidang gerak dari unit masing – masing ke dalam bidang operasional perusahaan secara menyeluruh, yang intinya individual tersebut memahami tugas, fungsi serta tanggung jawabnya sebagai seorang karyawan. 3) Kemampuan teknis yaitu kemampuan mengguakan pengetahuan, metoda, dan peralatan yang dipergunakan untuk melaksanakan tugas. Wirawan (2007:35) menyatakan bahwa budaya organisasi mempunyai peran besar dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Budaya sistem sosial atau organisasi mempengaruhi sikap dan perilaku anggota organisasi yang kemudian menentukan kinerja anggota dan organisasi. Swadarma (2009) menyatakan bahwa variabel budaya organisasi, kepemimpinan dan komunikasi berpengaruh secara serempak terhadap kinerja karyawan. Variabel budaya organisasi, kepemimpinan dan komunikasi juga berpengaruh secara parsial terhadap kinerja karyawan.
14
2.1.2
Budaya Organisasi
2.1.2.1 Pengertian Budaya Organisasi Ardana, dkk (2009:167) menyatakan definisi budaya organisasi yang dikemukakan oleh beberapa pakar, sebagai berikut. 1) Robbins (2007) menyatakan bahwa budaya organisasi merupakan suatu persepsi bersama yang dianut oleh anggota suatu organisasi. 2) Eliott Jaeques (dalam Duncan, 1989) menyatakan bahwa budaya organisasi merupakan cara berpikir dan melakukan sesuatu yang mentradisi yang dianut bersama oleh semua anggota organisasi dan para anggota baru harus mempelajari atau paling sedikit menerimanya sebagian agar mereka diterima sebagai bagian dari organisasi. 3) Wheelen dan Hunger (dalam Nimran, 1997) menyatakan bahwa budaya organisasi merupakan himpunan dari kepercayaan, harapan dan nilai yang dianut bersama oleh anggota organisasi dan diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Wirawan (2007:10) menyatakan bahwa budaya organisasi didefinisikan sebagai norma, nilai-nilai, asumsi, kepercayaan, filsafat, kebiasaan organisasi dan sebagainya (isi budaya organisasi) yang dikembangkan dalam waktu yang lama oleh pendiri, pemimpin dan anggota organisasi yang disosialisasikan dan diajarkan kepada anggota baru serta diterapkan dalam aktivitas organisasi sehingga mempengaruhi pola pikir, sikap dan perilaku anggota organisasi dalam memproduksi produk, melayani para konsumen dan mencapai tujuan organisasi. Soedjono (2008) menyatakan bahwa ada pengaruh signifikan dari budaya
15
organisasi terhadap kinerja organisasi, ada pengaruh signifikan dari kinerja organisasi terhadap karyawan, ada pengaruh signifikan dari budaya organisasi terhadap kepuasan pelanggan, tidak ada pengaruh langsung dari budaya organisasai yang diarahkan pada kinerja organisasi terhadap kepuasan karyawan. Budaya sistem sosial atau organisasi mempengaruhi sikap dan perilaku anggota organisasi yang kemudian menentukan kinerja anggota dan organisasi. Kurnia (2003) menyatakan dalam bahwa budaya organisasi mampu menerangkan 13,6 persen dari kinerja yang ada sehingga bilamana budaya organisasi diperbaiki dan dikembangkan di masa mendatang maka peranan budaya bisa lebih besar untuk mendorong kinerja karyawan yang pada akhirnya kemajuan perusahaan bisa didorong lebih cepat lagi. Berdasarkan pendapat beberapa pakar tersebut mengenai pengertian budaya organisasi, maka dapat dikatakan bahwa budaya organisasi merupakan suatu persepsi atau tradisi yang dianut secara bersama-sama oleh seluruh anggota organisasi atau perusahaan yang dapat digunakan sebagai konsep dalam menyusun strategi perubahan atau pengembangan organisasi yang dipimpinnya. 2.1.2.2 Karakteristik budaya organisasi Robbins (Wibowo, 2010:37), mengemukakan adanya tujuh karakteristik budaya organisasi, antara lain. 1) Innovation and risk taking (inovasi dan pengambilan resiko), suatu tingkatan di mana pekerja didorong untuk menjadi inovatif dan mengambil risiko.
16
2) Attention to detail (perhatian pada hal detail), di mana pekerja diharapkan menunjukkan ketepatan, analisis, dan perhatian pada hal detail. 3) Outcome orientation (orientasi pada manfaat), di mana manajemen memfokus pada hasil atau manfaat daripada sekadar pada teknik dan proses yang dipergunakan untuk mendapatkan manfaat tersebut. 4) People orientation (orientasi pada orang), di mana keputusan manajemen mempertimbangkan pengaruh manfaatnya pada orang dalam organisasi 5) Team orientation (orientasi pada tim), di mana aktivitas kerja diorganisasi berdasar tim daripada individual. 6) Aggressiveness (agresivitas), di mana orang cenderung lebih agresif dan kompetitif daripada easygoing. 7) Stabiliry (stabilitas), di mana aktivitas organisasional menekankan pada menjaga status quo sebagai lawan dari perkembangan
2.1.2.3 Ciri-ciri budaya organisasi yang kuat Deal dan Kennedy (Supartha, 2008:89) mengemukakan bahwa ciri-ciri organisasi yang memiliki budaya organisasi yang kuat merupakan sebagai berikut. 1) Anggota-anggota organisasi loyal kepada organisasi, tahu dan jelas apa tujuan organisasi serta mengerti perilaku mana yang dipandang baik dan tidak baik. 2) Pedoman bertingkah laku bagi orang-orang di dalam perusahaan digariskan dengan jelas, dimengerti, dipatuhi dan dilaksanakan oleh orangorang di dalam perusahaan sehingga orang-orang yang bekerja menjadi sangat kohesif.
17
3) Nilai-nilai yang dianut organisasi tidak hanya berhenti pada slogan, tetapi dihayati dan dinyatakan dalam tingkah laku sehari-hari secara konsisten oleh orang-orang yang bekerja dalam perusahaan, mulai dari mereka yang berpangkat paling rendah sampai pada pimpinan tertinggi. 4) Organisasi/perusahaan memberikan tempat khusus kepada pahlawanpahlawan perusahaan dan secara sistematis menciptakan bermacammacam tingkat pahlawan misalnya, pramujual terbaik tahun ini, pemberi saran terbaik, pengemudi terbaik, innovator tahun ini, dan sebagainya. 5) Dijumpai banyak ritual, mulai yang sangat sederhana sampai dengan ritual yang mewah. Pemimpin organisasi selalu mengalokasikan waktunya menghadiri acara-acara ritual ini. 6) Memiliki jaringan kultural yang menampung cerita-cerita kehebatan para pahlawannya. Ndraha (Supartha, 2008:95) menjelaskan unsur-unsur yang merupakan ciri khas budaya kuat sebagai berikut. 1) Kejelasan nilai-nilai dan keyakinan (clarity of ordering) Nilai-nilai dan keyakinan yang disepakati oleh anggota organisasi dapat ditentukan secara jelas. Perusahaan yang mempunyai nilai-nilai budaya yang jelas dapat memberikan pengarahan yang nyata dan jelas kepada perilaku anggota organisasi/perusahaan. 2) Penyebarluasan nilai-nilai dan keyakinan (extent of ordering) Nilai-nilai ini terkait dengan seberapa banyak orang/anggota organisasi yang
menganut
nilai-nilai
dan
18
keyakinan
budaya
organisasi.
Penyebarluasan nilai-nilai sangat tergantung kepada sistem sosialisasi atau pewarisan yang diberikan oleh pimpinan organisasi kepada anggotaanggota organisasi, khususnya anggota-anggota baru. 3) Intensitas pelaksanaan nilai-nilai inti (core values being intensively held) Intensitas dimaksudkan sebagai seberapa jauh nilai-nilai budaya organisasi dihayati, dianut dan dilaksanakan secara konsisten oleh anggota-anggota organisasi. Supartha (2008:98) menambahkan 3 (tiga) indikator dalam mengukur budaya organisasi yang kuat, yaitu sebagai berikut. 1) Kohesi Tingginya kohesi kelompok berakibat jarang ada perasaan tertekan dan kesalahpahaman pada diri anggotanya. Mereka sangat loyal kepada kepentingan organisasi. 2) Komitmen Komitmen yang kuat menyebabkan seseorang bisa mengidentifikasi dirinya sebagai bagian dari organisasi dan merasakan adanya ikatan batin sebagai bagian dari organisasi dan merasakan adanya ikatan batin dengan organisasi tersebut. 3) Ritual Sikap pimpinan dan anggota organisasi terhadap acara-acara ritual seperti rekreasi, olahraga, pemberian penghargaan dan kesenian.
19
2.1.2.4 Ciri-ciri budaya organisasi yang lemah Deal dan Kennedy (Supartha, 2008:91) mengemukakan bahwa ciri-ciri dari budaya organisasi yang lemah merupakan sebagai berikut. 1) Mudah terbentuk kelompok-kelompok yang bertentangan satu sama lain. 2) Kesetiaan kepada kelompok melebihi kesetiaan kepada organisasi. 3) Anggota organisasi tidak segan-segan mengorbankan kepentingan organisasi untuk kepentingan kelompok atau diri sendiri.
2.1.3
Gaya Kepemimpinan
2.1.3.1
Pengertian Gaya Kepemimpinan Ardana (2011:181) menyatakan bahwa gaya kepemimpnan merupakan
pola perilaku yang ditujukan oleh pemimpin dalam mempengaruhi orang lain. Pola prilaku tersebut bisa dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti nilai – nilai, asumsi, persepsi, harapan maupun sikap yang ada dalam diri pemimpin. Berbagai penelitian tentang gaya kepemimpinan yang dilakukan para ahli mendasarkan pada asumsi bahwa pola perilaku tertentu pemimpin dalam mempengaruhi bawahan ikut menentukn efektifitas dalam pemimpin. Fahmi (2009) menyatakan Gaya kepemimpinan yang dijalankan oleh seorang pemimpin dalam mempengaruhi perilaku orang lain sesuai dengan keinginannya itu dipengaruhi oleh sifat pemimpin itu sendiri. Pemimpin dengan gaya kepemimpinan yang baik akan menciptakan motivasi yang tinggi di dalam diri setiap bawahan, sehingga dengan motivasi tersebut akan timbul semangat kerja yang dapat meningkatkan kinerja dari bawahan itu. Widyastuti (2009) menyatakan bahwa peran pemimpin suatu organisasi sangat dominan dalam
20
menentukan keberhasilan suatu organisasi, dan kemampuan memimpin suatu organisasi ditentukan oleh kemampuan pemimpin dalam mengelola pola pikir yang berfungsi sebagai simbol dari kesatuan moral yang dipimpinnya, dimana pemimpin mengekspresikan etika kerja dan nilai-nilai yang ada dalam organisasi. Pemimpin yang memiliki pandangan ke depan adalah memiliki visi ke depan yang lebih baik. Yukl (2009:65) menyatakan beberapa penelitian yang menemukan bahwa tiga jenis perilaku kepemimpinan dapat dibedakan antara para manajer yang efektif dan manajer tidak efektif. Setiap jenis perilaku dijelaskan secara singkat, yaitu sebagai berikut. (1) Perilaku yang berorientasi tugas Pada pendekatan ini, manajer yang lebih efektif berkonsentrasi pada fungsi-fungsi yang berorientasi pada tugas seperti merencanakan dan mengatur pekerjaan, mengkoordinasikan kegiatan para bawahan dan menyediakan keperluan, peralatan dan bantuan teknis yang dibutuhkan. Di samping itu, para manajer yang efektif memandu para bawahannya dalam menetapkan sasaran kinerja yang tinggi, tetapi realistis. (2) Perilaku yang berorientasi hubungan Pada pendekatan ini, para manajer yang efektif lebih penuh perhatian, mendukung dan membantu para bawahan. Perilaku mendukung yang berkorelasi dengan kepemimpinan yang efektif meliputi memperlihatkan kepercayaan dan rasa dipercaya, bertindak ramah dan perhatian, berusaha memahami permasalahan bawahan, membantu mengembangkan bawahan dan memajukan karier mereka, selalu memberi informasi kepada bawahan,
21
memperlihatkan apresiasi terhadap ide-ide para bawahan dan memberikan pengakuan atas kontribusi dan keberhasilan bawahan. (3) Kepemimpinan partisipatif Para manajer yang efektif menggunakan lebih banyak supervisi kelompok daripada
mengendalikan
kelompok
memudahkan
keputusan,
memperbaiki
tiap
bawahan
partisipasi komunikasi,
sendiri-sendiri.
bawahan
dalam
mendorong
Pertemuan pengambilan
kerjasama
dan
memudahkan pemecahan konflik. Namun, penggunaan partisipasi tidak menyiratkan hilangnya tanggungjawab dan manajer tersebut tetap bertanggung jawab atas semua keputusan dan hasilnya. 2.1.3.2 Jenis-jenis Gaya Kepemimpinan Mehta dkk (2003) menyatakan bahwa gaya kepemimpinan yang partisipatif, suportif maupun direktif akan menjadi efektif dalam menggalang mitra saluran untuk mengerahkan tingkat motivasi yang lebih tinggi yang pada gilirannya, dapat berhubungan dengan tingkat kinerja yang lebih tinggi. Ardana (2011 :182) Menyatakan ada bebrapa jenis gaya kepemimpinan yaitu sebagai berikut : 1) Gaya Otokratis dan Demokratis. Kecenderungan seseorang pemimpin untuk memilih gaya kepemimpinan yang otokratis dan demoratis sangat dipengaruhi oleh 3 faktor : faktor peminpin, faktor pengikut dan faktor situsi kerja.
22
(1) Gaya kepemimpinan otokratis. Dari faktor pemimpin pilihan pada pola perilaku ini didukung oleh pemilikan power yang amat kuat, kehendak untuk mempertahankan posisi, dan mempunyai pandangan bahwa situasi yang dihadapi dalam suasana yang kritis. Dari faktor pengikut kecenderuangan memilih gaya kepemimpinan ini, disebabkan pengikutnya memang sangat bergantung pada pemimin, mengakui situasi kritis dan mereka tidak menuntut adanya kebebasan. Sedangkan dari segi situasi kerja memang menuntut adanya kedisiplinan, pengawasan yang ketat, dan hanya memerlukan skill yang rendah. (2) Gaya kepemimpinan demokratis. Dari Faktor pemimpin pilihan pada Style ini didukung oleh suatu kesadaran bahwa pemilik powernya terbatas, adanya kelompok penentang, waktunya serba terbatas, serta tidak mudah untuk memberikan menghendaki
sanksi.
Kemudian
pemberian
dari
otoritas,
segi
mereka
pengikut terdiri
memang dari
para
professional/kelas menengah, serta memiliki kebutuhan sosial yang tinggi. Sedangkan dari situasi kerja diperlukan adanya rasa tanggung jawab bersama, koordinasi, dan kerja tim. 2) Inisiasi Strukur dan Konsiderasi (1) Gaya Kepemimpinan Inisiasi Struktur Suatu studi yang dilakukan atas kerjasama antara Ohio State University and The Univercity of Michigan menghasilkan dua dimensi
23
pola perilaku kepemimpinan yang disebut “Initiating Structure” dan “Consideration”. Pada dimensi yang pertama, pemimpin cenderung lebih aktif membuat perencanaan pengorganisasian, pengkoordinasian maupun pengendalian terhadap kegiatan para bawahan. Sehingga gaya kepemimpinan inisiasi struktur ini terwujud dalam pola perilaku pemimpin yang lebih mengutamakan pembuatan agenda kegiatan, menentukan struktur tugas, prosedur kerja yang harus ditaati, maupun penetapan standar dan persyaratan kerja tertentu. (2) Gaya Kepemimpinan Konsiderasi Pada dimensi yang kedua menunjukkan kecenderungan untuk membuat pertimbangan-pertimbangan dalam melakukan tindakan. Jadi gaya kepemimpinan konsiderasi ini ditandai oleh pola prilaku pemimpin yang amat memperhatikan kepentingan bawahan maupun keselarasan. Misalkan lebih respek terhadap kemajuan bawahan, senang membantu dalam menghadapi problema mereka, ramah-tamah lebih senang mempergunakan reward dari pada coercive. Sehingga pada gaya kepemimpinan kepemimpinan konsiderasi ini sang pemimpin tidak suka menonjolkan kedudukannya/kewenangannya. 3) Kepemimpinan Situasional Gaya kepemimpian juga bisa diamati dari sudut pola perilaku pemimpin dalam menghadapi tingkat kematangan dari para bawahan. Pengertian kematangan di sini bukan seperti halnya pengertian umum
tentang
kedewasaan seseorang melainkan menyangkut suatu kemampuan dan
24
kemauan dari para bawahan untuk bertanggungjawab dalam mengarahkan perilakunya sendiri. Adapun ingkat kematangan terseut ditentukan sebagai berikut: (1) Tingkat kematangan rendah jika tidak ada kemampuan maupun kemauan dari bawahan. (2) Tingkat kematangan rendah menuju sedang jika bawahan memiliki kemampuan namun tidak memiliki kemauan. (3) Tingkat kematangan sedang menuju tinggi jika bawahan memiliki kemampuan namun tidak memiliki kemauan. (4) Tingkat kematangn tinggi jika bawahan memiliki kemampuan dan kemauan untuk melaksanakan tanggung jawabnya. Berdasarkan tingkat kematanganya maka gaya tingkat kepemimpinan yang nampak bisa dibagi dalam empat kateori yaitu: a. Instruktif, gaya kepemimpinan yang diambil dalam menghadapi bawahan yang memiliki tingkat kematangan rendah. b. Konsultatif, gaya kepemimpinan dalam menghadapi bawahan yang memiliki tingkat kematangan rendah menuju sedang. c. Partisipatif, gaya kepemimpinan dalam menghadapi bawahan yang memiliki tingkat kematangan tinggi. 2.1.4
Motivasi
2.1.4.1 Pengertian Motivasi Sedarmayanti (2010:233) menyatakan bahwa motivasi merupakan kesediaan mengeluarkan tingkat upaya tinggi ke arah tujuan organisasi yang
25
dikondisikan oleh kemampuan upaya itu untuk memenuhi kebutuhan individual. Holil dkk (2009) menyebutkan bahwa Motivasi mempunyai pengaruh positif dan signifikan
terhadap
kinerja
karyawan.
Sedarmayanti
(2010:233)
juga
mencantumkan pengertian motivasi dari beberapa ahli, sebagai berikut. 1) George R. Terry menyatakan bahwa motivasi merupakan keinginan yang terdapat pada seorang individu yang merangsangnya melakukan tindakan. 2) Richard M. Steers menyatakan bahwa motivasi merupakan kekuatan kecenderungan seorang individu melibatkan diri dalam kegiatan yang berarahkan sasaran dalam pekerjaan. Ini bukan perasaan senang yang relatif terhadap hasil berbagai pekerjaan sebagaimana halnya kepuasan, tetapi lebih merupakan perasaan sedia/rela bekerja untuk mencapai tujuan pekerjaan. 3) Robbins (2007:213) menyatakan motivasi merupakan proses yang berperan pada intensitas, arah dan lamanya berlangsung upaya individu ke arah pencapaian sasaran. Meski motivasi umum terkait dengan upaya ke arah sasaran apa saja, Robbins menyempitkan fokus pada tujuan organisasi agar mencerminkan minat tunggal terhadap perilaku yang berkaitan dengan pekerjaan. Sedangkan, Handoko (2008:251) menyatakan bahwa motivasi merupakan kegiatan yang mengakibatkan, menyalurkan dan memelihara perilaku manusia. Motivasi ini merupakan subjek yang penting bagi manajer, karena menurut definisi manajer harus bekerja dengan dan melalui orang lain.
26
4) Gitosudarmo, dkk (dalam Ardana, dkk, 2009:30) menyatakan yang dimaksud dengan motivasi merupakan faktor-faktor yang ada dalam diri seseorang
yang
menggerakkan,
mengarahkan
perilakunya
untuk
memenuhi tugas tertentu. Berdasarkan definisi di atas, dapat dikatakan bahwa pelaksanaan motivasi sangat penting bagi perusahaan, karena merupakan salah satu faktor yang dapat mendorong karyawan untuk bertindak secara ikhlas dan bekerja lebih giat untuk mencapai hasil optimal. 2.1.4.2 Jenis - Jenis Motivasi Menurut Ardana (2011:199) jenis motivasi tersebut dapat dibagi menjadi tiga yaitu : 1) Material incetive : pendorong yang dapat dinilai dengan uang. 2) Semi material incentive. 3) Non material incentive : yang tak dapat dinilai dengan uang seperti : (1) Penempatan yang tepat (2) Latihan sistematik (3) Promosi yang objektif (4) Pekerjaan yang terjamin (5) Keikutsertaan wakil-wakil karyawan dalam mengambil keputusan (6) Kondisi pekerjaan yang menyenangkan (7) Pemberian informasi tentang perusahaan (8) Fasilitas rekreasi (9) Penjagaan kesehatan
27
(10)
Perumahan dan sebagainya.
Menurut Herzberg (Manullang, 2008:179) terdapat beberapa faktor motivator yang harus diperhatikan para pemimpin dalam memotivasi bawahannya, yaitu sebagai berikut. 1) Achievement (keberhasilan pelaksanaan) Seorang bawahan agar dapat berhasil dalam pelaksanaan pekerjaannya, maka pemimpin harus mempelajari bawahannya dan pekerjaannya dengan memberikan kesempatan kepadanya agar bawahan dapat berusaha mencapai hasil. 2) Recognition (pengakuan) Pengakuan terhadap keberhasilan bawahan dapat dilakukan dengan berbagai cara sebagai berikut. (1) Langsung menyatakan keberhasilan di tempat pekerjaannya, lebih baik dilakukan sewaktu ada orang lain. (2) Memberi surat penghargaan (3) Memberi hadiah berupa uang tunai (4) Memberi medali, surat penghargaan dan hadiah uang tunai (5) Memberi kenaikan gaji dan promosi 3) The work it self (pekerjaan itu sendiri) Pemimpin membuat usaha-usaha yang riil dan meyakinkan, sehingga bawahan mengerti akan pentingnya pekerjaan yang dilakukannya dan berusaha menghindarkan kebosanan dalam pekerjaan bawahan serta mengusahakan agar setiap bawahan sudah tepat dalam pekerjaannya.
28
4) Responsibilities (tanggung jawab) Agar tanggung jawab benar-benar menjadi faktor motivator bagi bawahan, pemimpin harus menghindari supervise yang ketat, dengan membiarkan bawahan berkerja sendiri sepanjang pekerjaan itu memungkinkan dan menerapkan prinsip partisipasi. 5) Advancement (pengembangan) Agar faktor pengembangan benar-benar berfungsi sebagai motivator maka pemimpin dapat memulainya dengan melatih bawahannya untuk pekerjaan yang lebih bertanggung jawab.
2.2
Hasil Penelitian Sebelumnya
1. Penelitian Holil,dkk (2009) dengan judul “Pengaruh Motivasi Dan Disiplin Kerja Tehadap Kinerja Pegawai ( Studi Kasus Kantor Pelayanan Pajak Badan Usaha Milik Negara )”. Motivasi mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Disiplin Kerja tidak mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Motivasi dan disiplin Kerja secara bersama sama secara silmutan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. 2. Penelitian Tjahjono, dkk (2006) dengan judul “Pengaruh Motivasi Kerja dan Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Pegawai di Lingkungan Dinas Bina Marga Propinsi Jawa Tengah”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel motivasi kerja dan budaya organisasi terhadap kinerja pegawai secara simultan maupun parsial serta untuk mengetahui variabel yang
29
secara dominan mempengaruhi kinerja pegawai. Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini merupakan variabel bebas motivasi kerja dan budaya organisasi secara bersama-sama berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja pegawai, nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,804 artinya sebesar 80,4 persen variabel motivasi kerja dan budaya organisasi mampu mempengaruhi variabel kinerja pegawai secara signifikan, sedangkan sebesar 19,6 persen dipengaruhi oleh variabel yang tidak dimasukkan dalam model. Variabel bebas motivasi dan budaya organisasi secara individual juga berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja pegawai. Variabel budaya organisasi mempunyai pengaruh yang lebih kuat terhadap kinerja pegawai dibandingkan variabel motivasi kerja. 3. Penelitian Koesmono (2005) dengan judul “Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Motivasi dan Kepuasan Kerja serta Kinerja Karyawan pada Sub Sektor Industri Pengolahan Kayu Skala Menengah di Jawa Timur”. Tujuan penelitian ini untuk menemukan besarnya pengaruh budaya organisasi terhadap motivasi, kepuasan kerja dan kinerja karyawan khususnya karyawan di bagian produksi. Unit analisisnya merupakan karyawan produksi pada subsektor industri pengolahan kayu di Jawa Timur. Secara positif perilaku seseorang akan berpengaruh terhadap kinerjanya, di samping itu peneliti menguji hipotesis bahwa motivasi berpengaruh kepada kepuasan kerja dan kepuasan kerja berpengaruh terhadap kinerja. Hasilnya bahwa secara langsung motivasi berpengaruh terhadap kepuasan kerja sebesar 1,462 dan motivasi berpengaruh terhadap kinerja sebesar 0,387, kepuasan kerja berpengaruh
30
terhadap kinerja sebesar 0,003 dan budaya organisasi berpengaruh terhadap kinerja sebesar 0,506, budaya organisasi berpengaruh terhadap motivasi sebesar 0,680 dan budaya organisasi berpengaruh terhadap kepuasan kerja sebesar 1,183. 4. Penelitian Mehta, dkk (2003) dengan judul “Leadership Style, Motivation and Performance in International Marketing Channels An Empirical Investigation of The USA, Finland and Poland”. Suatu perusahaan akan selalu berusaha untuk hidup makmur dalam ekonomi global yang sangat kompetitif, di mana rantai nilai kerjasama antar perusahaan aliansi semakin sering dipalsukan. Di bidang saluran pemasaran, aliansi strategis di antara mitra saluran internasional telah menjadi norma juga. Dengan demikian, identifikasi strategi pengaruh antar perusahaan seperti gaya kepemimpinan yang berbeda, menjadi semakin penting digunakan oleh pemimpin untuk memotivasi mitra saluran internasional. Lebih khusus, dalam mengelola jalur pemasaran sebuah perusahaan, gaya kepemimpinan yang partisipatif, suportif maupun direktif akan menjadi efektif dalam menggalang mitra saluran untuk mengerahkan tingkat motivasi yang lebih tinggi yang pada gilirannya, dapat berhubungan dengan tingkat kinerja yang lebih tinggi. Keterkaitan antara gaya kepemimpinan, motivasi, dan kinerja secara empiris diperiksa pada data yang diambil dari contoh distributor mobil di Amerika Serikat, Finlandia, dan Polandia. Hasil analisis yang dilakukan pada penelitian ini menunjukkan bahwa ketiga gaya kepemimpinan memiliki dampak yang signifikan dan positif terhadap motivasi saluran kemitraan (seperti yang diharapkan) untuk
31
Amerika Serikat. Koefisien beta menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan partisipatif yang paling terkait dengan motivasi, diikuti oleh gaya kepemimpinan suportif dan kemudian gaya kepemimpinan direktif. Hasil untuk Finlandia menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan partisipatif secara signifikan dan positif terkait dengan motivasi saluran anggota. Dengan demikian, koefisien beta menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan partisipatif memiliki pengaruh signifikan hanya pada motivasi saluran anggota. Sehubungan dengan Polandia, ketiga gaya kepemimpinan tersebut tidak ada hubungannya dengan saluran motivasi anggota. Dengan demikian, tidak ada dukungan empiris untuk hubungan antara gaya kepemimpinan dan motivasi di Polandia. 5. Penelitian Fahmi (2009) dengan judul “ Analisis Pengaruh Gaya Kepemimpinan Dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Pegawai Spbu Pandanaran Semarang”. Kepemimpinan merupakan unsur penting di dalam sebuah perusahaan, sebab tanpa adanya kepemimpinan dari seorang pemimpin maka suatu perusahaan tersebut akan mengalami kemunduran. Setiap pemimpin pada dasarnya memiliki perilaku yang berbeda dalam memimpin atau sering disebut dengan gaya kepemimpinan. Gaya kepemimpinan yang dijalankan oleh seorang pemimpin dalam mempengaruhi perilaku orang lain sesuai dengan keinginannya itu dipengaruhi oleh sifat pemimpin itu sendiri. Pemimpin dengan gaya kepemimpinan yang baik akan menciptakan motivasi yang tinggi di dalam diri setiap bawahan, sehingga dengan motivasi tersebut akan timbul semangat kerja yang dapat meningkatkan kinerja dari bawahan
32
itu. Penelitian ini menggunakan metode sensus karena keterbatasan populasi yaitu 52 pegawai. Data yang diperoleh diuji dengan uji validitas dan reliabilitas untuk memastikan kevalidan data, kemudian dilakukan analisis data dengan uji regresi dan korelasi dengan bantuan SPSS 14. Dari hasil penelitian diperoleh kinerja ditentukan oleh motivasi kerja dan gaya kepemimpinan dan sisanya dipengaruhi oleh faktor lain. 6. Penelitian Laras (2006) dengan judul “Analisis Pengaruh Kompetensi Komunikasi, Kecerdasan Emosional, Dan Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan ”. Penelitian ini dilakukan di PT Pos Indonesia se-kota Semarang meliputi Kantor Wilayah, Kantor Pos Semarang, dan Kantor Mail Processing Center Semarang. Sebanyak 120 karyawan terpilih sebagai responden dengan menggunakan Disproportionate stratified sampling. Metode pengumpulan data merupakan dengan menggunakan kuisioner. Teknis analisis data yang digunakan merupakan Structural Equation Modeling (SEM). Penelitian ini menemukan beberapa kesimpulan penting yaitu pertama bahwa seluruh hipotesis dalam penelitian ini telah terbukti secara signifikan. Kedua, variable kompetensi komunikasi, kecerdasan emosional dan budaya organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Ketiga, variabel budaya organisasi mempunyai pengaruh yang paling besar terhadap kinerja karyawan dibandingkan dengan variabel lainnya. Implikasi dari penelitian ini merupakan kompetensi komunikasi, kecerdasan emosional dan budaya organisasi mempunyai peran yang sama penting dalam meningkatkan kinerja karyawan.
33
7. Penelitian Kurnia (2003) dengan judul “ Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan Dengan Variabel Usia Sebagai Moderator Pada PT. Inka Medium”. Hasil penelitian membuktikan bahwa budaya organisasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan pada PT. INKA di Madiun. Hasil ini sekaligus menjadi temuan pentingnya budaya organisasi dibentuk dan dikembangkan sehingga bisa memacu kinerja perusahaan di masa-masa mendatang. Budaya organisasi mampu menerangkan 13,6 persen dari kinerja yang ada sehingga bilamana budaya organisasi diperbaiki dan dikembangkan di masa mendatang maka peranan budaya bisa lebih besar untuk mendorong kinerja karyawan yang pada akhirnya kemajuan perusahaan bisa didorong lebih cepat lagi. hasil akhir penelitian mendapatkan bukti bahwa kinerja yang dipengaruhi oleh budaya organisasi dimoderasi oleh usia karyawan bersangkutan. Temuan ini membuktikan bahwa regenerasi karyawan harus dilakukan agar kinerja orang-orang baru membawa kesegaran bagi kinerja yang timbul di perusahaan PT. INKA di Madiun. Temuan ini juga penting mengingat bahwa karyawan yang relatif lebih lama bekerja pada PT. INKA sebenarnya merupakan warisan dari PT. Kereta Api Indonesia yang juga sama-sama perusahaan pemerintah. Sebagai perusahaan pemerintah yang selama ini menjadi rahasia umum bahwa kinerja pegawai pemerintahan berkondite buruk sehingga penyegaran dan rekrutmen pegawai baru mutlak. 8. Peneltian Mariam (2009) dengan judul “ Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan Melalui Kepuasan Kerja Karyawan Sebagai Variabel Intervening”. Pengaruh dari gaya kepemimpinan
34
terhadap kepuasan kerja adalah signifikan dan positif, pengaruh dari budaya organisasi terhadap kepuasan kerja adalah signifikan dan positif; pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kinerja pegawai adalah signifikan dan positif; pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja pegawai adalah signifikan dan positif; dan pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja pegawai adalah signifikan dan positif. 9. Penelitian Soedjono (2008) dengan judul “ Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Organisasi da Kepuasan Kerja Karyawan Pada Terminal Penumpang Umum Di Surabaya”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh signifikan dari budaya organisasi terhadap kinerja organisasi, ada pengaruh signifikan dari kinerja organisasi terhadap karyawan, ada pengaruh signifikan dari budaya organisasi terhadap kepuasan pelanggan, tidak ada pengaruh langsung dari budaya organisasai yang diarahkan pada kinerja organisasi terhadap kepuasan karyawan. Dengan mamahami variabel yang berpengaruh pada trminal, pihak terkait akan bisa menggunakan hasil tersebut untuk meningkatkan penghasilan terminal dan menyempurnakan layanan kepada masyarakat. 10. Penelitian Widyastuti (2010) dengan judul “ Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Motivasi Terhadap Kinerja Karyawa Pada PT. Suryagita Nasuraya Sidoarjo”. Peran pemimpin suatu organisasi sangat dominan dalam menentukan keberhasilan suatu organisasi, dan kemampuan memimpin suatu organisasi ditentukan oleh kemampuan pemimpin dalam mengelola pola pikir yang berfungsi sebagai simbol dari kesatuan moral yang dipimpinnya, dimana
35
pemimpin mengekspresikan etika kerja dan nilai-nilai yang ada dalam organisasi. Pemimpin yang memiliki pandangan ke depan adalah memiliki visi ke depan yang lebih baik. Pemimpin yang baik juga harus mampu mengilhami pengikutnya dengan penuh antusiasme dan optimisme. Pemimpin yang baik juga harus memiliki kompetensi dalam menjalankan tugas secara efektif, mengerti kekuatannya, dan menjadi pembelajar terus-menerus. Agar para karyawan yang bekerja dapat memberikan yang terbaik bagi perusahaan, maka pemberian motivasi terhadap karyawan sangat penting untuk dilakukan dan hal ini harus segera ditanggapi oleh para personalia atau atasan tentang bagaimana cara dalam memberikan motivasi agar karyawan dapat langsung merasakan dalam melaksanakan pekerjaannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh gaya kepemimpinan dan motivasi terhadap kinerja karyawan pada PT.Suryagita Nusaraya Sidoarjo data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yaitu data yang diperoleh peneliti dari hasil jawaban dengan menyebarkan kuesioner kepada karyawan operasional yang melayani pengiriman domestik dan Internasional melalui udara PT. Suryagita Nusaraya Sidoarjo. 11. Penelitian Suherlan (2007) dengan judul “Pengaruh Program Pengembangan Karir dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Karyawan”. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi program pengembangan karir serta mengkaji pengaruh antara program pengembangan karir yang telah dilakukan dan motivasi kerja terhadap kinerja karyawan di PTNP Bandung. Analisis data dilakukan dengan menggunakan dua pendekatan, yaitu analisis
36
kuantitatif dan kualitatif. Berdasarkan penelitian diperoleh kesimpulan bahwa pengembangan karir di PTBNP Bandung secara keseluruhan belum dilaksanakan
secara
konsisten
dan
belum
berjalan
sesuai
harapan.
Pengembangan karir belum dilaksanakan dengan pola yang terarah tetapi lebih banyak dilakukan dengan cara trial and error. Variabel pengembangan karir memberikan pengaruh positif secara signifikan terhadap variabel motivasi kerja dan kinerja karyawan PTBNP Bandung, di mana variabel pengembangan karir memberikan determinasi yang lebih besar dibandingkan variabel motivasi dalam mempengaruhi variabel kinerja. Masih ada variabel lain yang turut berpengaruh terhadap variabel kinerja. 12. Penelitian Vivi (2007) dengan judul “Pengaruh Iklim Organisasi dan Kedewasaan Terhadap Kinerja Karyawan pada PT. Graha Tungki Arsitektika Jakarta”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh iklim organisasi dengan kinerja karyawan, pengaruh kedewasaan dengan kinerja karyawan serta pengaruh iklim organisasi dan kedewasaan dengan kinerja karyawan. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan PT. Graha Tungki Arsitektika Jakarta sejumlah 110 orang. Dalam pemilihan sampel pada penelitian ini menggunakan metode probability sampling. Penentuan responden dilakukan melalui undian, yaitu setiap anggota populasi sebanyak 110 orang selanjutnya diambil secara acak sebanyak 50 orang. Dengan demikian, setiap anggota populasi mendapatkan peluang yang sama untuk dijadikan responden. Data yang dikumpulkan kemudian diolah dengan uji regresi, uji t dan uji F yaitu untuk menguji pengaruh variabel
37
independen/bebas yaitu iklim organisasi dan kedewasaan dengan variabel terikat yaitu kinerja karyawan. Berdasarkan hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan iklim organisasi pada PT. Graha Tungki Arsitektika Jakarta berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja karyawan, secara keseluruhan kedewasaan karyawan PT. Graha Tungki Arsitektika Jakarta berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja karyawan dan dari perhitungan regresi berganda terbukti bahwa terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara iklim organisasi dan kedewasaan karyawan dengan kinerja karyawan. 13. Penelitian Ginting, dkk (2004) dengan judul “Pengaruh Goal Setting Terhadap Performance: Tinjauan Teoritis”. Artikel ini membahas konsep goal setting dan goal orientation dalam pencapaian individual performance dalam organisasi serta mekanisme pengaruh goal setting terhadap individual performance. Resep goal setting berkaitan dengan optimum level of difficulty yang berbeda dengan yang berasal dari VIE theory (yang menyarankan bahwa motivasi maksimum bila expectancy believe maksimum) dan pandangan Mc Clelland dan Atkinson yang pencapaian motivasinya maksimum bila individu mempersepsikan tugas pada level kesulitan sedang. Selain itu, pengaruh yang bermanfaat dari goal setting terhadap task performance merupakan hasil temuan yang robust dan telah direplikasi dalam banyak penelitian. Goal setting theory merupakan teori motivasi yang lebih terfokus daripada teori motivasi
lainnya.
Ada
minimal
empat
mekanisme
di
mana
goal
mempengaruhi task performance, yaitu melalui pengarahan perhatian dan
38
tindakan, pengerahan usaha, memperpanjang usaha dari waktu ke waktu atau ketepatan, dan motivasi individu untuk pengembangan strategi yang relevan untuk pencapaian goal. Selain itu, ada beberapa hal yang berpengaruh dalam hubungan antara goal dan performance, yaitu range and type of goals, goal specificity, ability, knowledge of results, monetary rewards, participation and supportiveness, individual differences, goal acceptance and choice, goal commitment, individual differences, dan isu-isu lain control, competition, selfrewards, conflict situation, dan masih banyak lagi. 14. Penelitian Joaquin, dkk (2011) dengan judul “Transformational Leadership, Learning, and Employability: Effects on Performance Among Faculty Members”. Sejumlah karya empiris telah menemukan bukti untuk mendukung adanya hubungan yang positif antara perilaku kepemimpinan transformasional dengan kinerja individu karyawan yang pada akhirnya juga akan mempengaruhi kinerja perusahaan. Makalah ini bertujuan untuk menganalisis peran mediasi dari variabel kontekstual (kemampuan pembelajaran organisasi) dan karakteristik bawahan (kelayakan kerja) dalam hubungan antara kepemimpinan transformasional dengan kinerja individu. Hipotesis penelitian diuji dengan sampel sejumlah 795 pekerja dari 75 universitas, menggunakan analisis jalur bertingkat dengan struktur data dua tingkat. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara kemampuan pekerja dengan kepemimpinan transformasional, kinerja individu memiliki pengaruh signifikan pada kinerja kelompok, sedangkan karakteristik individu dapat dianggap hanya sebagai fenomena individu. Pada tingkat kelompok, pengaruh
39
kepemimpinan transformasional terhadap kinerja dimediasi oleh kemampuan pembelajaran organisasi. 15. Penelitian Weiner, dkk (1981) dengan judul “A Model of Corporate Performance as a Function of Environmental, Organizational, and Leadership Influences”. Dalam suatu model kinerja, perusahaan menggabungkan variabel lingkungan, organisasi, variabel kepemimpinan dan tiga dimensi kinerja (laba, profitabilitas dan harga saham). Penelitian ini dilakukan pada 193 perusahaan manufaktur selama periode 19 tahun untuk mengevaluasi landasan pekerjaan Lieberson dan O’Connor untuk orang-orang yang berpendapat bahwa posisi kepemimpinan dalam suatu organisasi adalah penting. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa model kinerja perusahaan merupakan suatu fungsi yang membawa pengaruh pada lingkungan, organisasi dan kepemimpinan. 16. Penelitian Paarlberg, dkk (2010) dengan judul “Transformational Leadership and Public Service Motivation: Driving Individual and Organizational Performance”. Esai ini bertujuan untuk mengeksplorasi bagaimana manajer dapat memanfaatkan aspek-aspek positif dari motivasi pelayanan publik untuk meningkatkan kinerja karyawan dan organisasi serta menguraikan strategi yang dapat membantu manajer menggabungkan nilai-nilai motivasi pelayanan publik di seluruh sistem manajemen. Artikel ini menyajikan suatu kerangka alternatif tata nilai masyarakat berdasarkan konsep-konsep dari teori dan praktek kepemimpinan transformasional. Karakteristik seorang pemimpin transformasional adalah memiliki stimulasi intelektual yang tinggi, motivator, inspirator, serta memberikan pengaruh yang ideal bagi bawahannya. Penelitian
40
yang sedang berkembang saat ini tentang motivasi menunjukkan bahwa sementara beberapa individu tertarik dan termotivasi lebih kepada materi dan sebagian lagi termotivasi dengan pengalaman serta identitas orang lain. Tugas dari seorang pemimpin transformasional adalah bagaimana mempengaruhi bawahannya dan memotivasi mereka untuk meningkatkan produktivitasnya karena, kinerja karyawan memiliki kaitan yang sangat erat dengan pencapaian tujuan perusahaan serta pemenuhan nilai-nilai karyawan. Kesimpulan yang ditarik dalam esai ini adalah perusahaan harus mampu menyusun kerangka kerja bagi pemimpin organisasi dengan menggunakan prinsip-prinsip kepemimpinan transformasional sehingga dapat diterapkan ke dalam manajemen yang baik untuk meningkatkan kekuatan motivasi karyawan dalam melayani publik. 17. Penelitian Prima (2009) dengan judul “Pengaruh Budaya Orgaisasi Terhadap Kinerja Karyawan Pada Secretariat Daerah Kabupaten Dairi Sumatera”. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka diperoleh hasil bahwa budaya organisasi pada Sekertriat Daerah Kabupaten Dairi berada pada kategori sangat tinggi, sedangkan kinerja pegawai pun berada pada kategori tinggi, hal ini berdasarkan prentase jawaban responden. Adapun pengaruh antara budaya organisasi terhadap pegawai berdasarkan perhitugan Korelasi Produck Moment sebesar 0,62. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan yang positif antara budaya organisasi terhadap kinerja pegawai pada Sekertariat Daerah KAbupaten Dairi. Kemudian hasil dari perhitungan koifisien determinan diperoleh bahwa besarnya pengaruh budaya
41
organisasi terhadap kinerja pegawai pada Sekertariat Daerah KAbupateen Dairi adalah sebesar 38,44 persen, dan 61,56 perse selebihnya dipengaruhi oleh variable lain yang belum diperhitungkan dalam penelitian ini. 18. Penelitian Herrnowo.(2009) dengan judul “ Pengaruh Motivasi dn Disiplin Terhadap Kinerja Pegawai Badan Kepegawaian Daerah KAbupaten Wonogiri”. Dari uji validitas dan reliabilitas, baik variabel terikat maupun variabel bebas menunjukkan bahwa daftar kuesioner yang disampaikan kepada responden telah memenuhi persyaratan. Motivasi dan disiplin mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja pegawai Badan Kepegawaian Daerah Wonogiri. Disiplin mempunyai pengaruh paling dominan terhadap kinerja pegawai disbanding dengan movitasi. Motivasi dan disiplin dapat menjelaskan variasi variabel kinerja pegawai sebesar 56,6 persen, sedangkan 43,3 persen dijelaskan oleh variabel lain di luar model. 19. Brahmasari, dkk (2009) dengan judul “ Pengaruh Motivasi Kerja, Kepemimpinan dan Budaya Organisasi Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan serta Dampaknya pada Kinerja Perusahaan (Studi kasus pada PT. Pei Hai International Wiratama Indonesia)”. Berdasarkan hasil analisis data dengan menggunakan Structural Equation Modeling (SEM) melalui program AMOS versi 4.0 dan pembahasan hasil penelitian yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan beberapa hal penting dalam penelitian ini sebagai berikut: Motivasi kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan. Kepemimpinan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan. Budaya organisasi berpengaruh positif dan
42
signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan. berpengaruh
signifikan
terhadap
kinerja
Motivasi kerja tidak
perusahaan.
Kepemimpinan
berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja perusahaan. Budaya organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja perusahaan. Kepuasan kerja karyawan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja perusahaan. 20. Gani (2009) dengan judul jurnal “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Pegawai Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Kota Makassar”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh faktor profesionalisme, disiplin, dan motivasi kerja dan menganalisis faktor yang dominan berpengaruh terhadap kinerja pegawai PBB Kota Makassar. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi kantor PBB Kota Makassar dalam meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dengan adanya peningkatan kinerja dan bahan masukan bagi Kantor PBB Makassar dalam menyusun Grand Scenario bagi pegawai dalam meningkatkan kinerja pelayanan PBB. Responden yang digunakan adalah sejumlah pegawai kantor PBB yaitu 52 orang. Hasil temuannya variabel profesionalisme, disiplin dan motivasi kerja berpengaruh signifikan terhadap variabel kinerja. Apabila profesionalisme, disiplin dan motivasi kerja sudah dilakukan dengan baik, maka kinerja juga akan berjalan dengan baik. Variabel profesionalisme memiliki pengaruh yang paling dominan terhadap kinerja. Apabila pegawai kantor PBB telah menunjukkan sikap yang profesional
43
dalam melayani masyarakat, maka hal tersebut telah menunjukkan kinerja yang baik. 21. Asfar (2009) dengan judul “Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Pegawai (Studi Pada Dinas Informasi Komunikasi dan Pengolahan Data Elektronik Kota Medan). Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja pegawai, serta menguji hipotesa bahwa ada pengaruh yang signifikan antara budaya organisasi terhadap kinerja pegawai. Metode yang digunakan didalam penelitian ini adalah metode deskriptif kuantitatif dengan menggunakan teknik analisa data korelasi antar variabel untuk membuktikan pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja pegawai. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dan dilanjutkan dengan menganalisa data, maka terdapat hubungan yang cukup kuat antara budaya organisasi dengan kinerja pegawai sebesar 0,578. hal ini berarti koefesien bersifat positif, sehingga hipotesa yang menyatakan bahwa ada hubungan antara budaya organisasi dengan kinerja pegawai dapat diterima. 22. Arif (2010) dengan judul “ Pengaruh Kepemimpinan dan Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan (Studi pada PT. Bank Mega Cabang Semarang). Pengujian validitas dan reliabilitas atas indikator-indikator dan konsep variabel tersebut menunjukkan nilai validitas dan reliabilitas yang memenuhi syarat sebagai instrumen. Analisis dengan regresi linier berganda digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel-variabel budaya organisasi dna kepemimpinan yang dihipotesiskan berpengaruh terhadap kinerja karyawan.
44
Hasil analisis regresi linier berganda diperoleh bahwa faktor yang paling mempengaruhi kinerja karyawan adalah kepemimpinan, hal ini dibuktikan dengan
nilai
standardized
coeficient
yang
terbesar.
Kepemimpinan
berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Semakin baik kepemimpinan, maka kinerja karyawan akan meningkat. Budaya organisasi berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan. Artinya apabila budaya organisasi semakin baik, maka kinerja karyawan akan meningkat. 23. Mahesa (2010) dengan judul “Analisis Pengaruh Motivasi Dan Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Dengan Lama Kerja Sebagai Variabel Moderating”. Hasil analisis menggunakan moderated regresion analysis dapat diketahui bahwa variabel kepuasan kerja dan motivasi kerja berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan, dan variabel lama bekerja memoderasi kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan, sedangkan variabel lama bekerja tidak berhasil memoderasi motivasi kerja terhadap kinerja. Hasil analisis menggunakan koefisien determinasi diketahui bahwa 22 persen variasi dari kinerja karyawan dapat dijelaskan oleh variabel bebas dan variabel moderating yang diteliti dalam penelitian ini dan 78 persen dijelaskan oleh faktor-faktor lain di luar model 24. Penelitian Yudistira (2012) dengan judul “Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transformasional Ketua Koperasi Dan Kompetensi Kecerdasan Emosional Manajer Koperasi Terhadap Kepuasan Kerja Dan Kinerja Manaje Koperasi Di Kabupaten Buleleng”. Hasil peelitian ini menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan transformasional ketua koperasi dan kompetensi kecerdasan
45
emosional manajer koperasi berpengaruh positif dan signifikan secara langsung terhadap kepuasan kerja manajer koperasi di Kabupaten Buleleng, gaya kepemimpinan tranformasional ketua koperasi dan kompetensi kecerdasan emosional manajer koperasi berpengaruh positif secara tidak langsung terhadap kinerja manajer koperasi di Kabupaten Buleleng. 25. Penelitian Suryathi (2009) dengan judul “ Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Iklim Organisasi Dan Motivasi Kerja Serta Kinerja Dosen PNB”. Hasil dari penelitian ini adalah buday organisasi secara signifikan mempengaruhi iklim organisasi, yang ditujukan dengan nilai standardized effect sebesar 0,409. Budaya organisasi secara signifikan mempengaruhi motivasi kerja dosen PNB ditunjukkan dengan nilai standardized effect sebesar 0,312. Budaya organisasi secara signifikan mempengaruhi kinerja dosen PNB ditunjukkan dengan nila standardized effect
0,330. Iklim
organisasi secara signifikan mempengaruhi motivasi kerja dosen PNB ditunjukkan dengan nilai standrdrized effect sebesar 0,551. Klim organisasi signifikan mempengaruhi kinerja dosen PNB dtunjukkan dengan standrdrized effect sebesar 0,225. Motivsi kerj secara signifikan mempengaruhi kinerja dosen PNB ditujukan dengan nilai standrdrized effect sebesar 0,708.
2.2
Hipotesis Penelitian Adapun hipotesis yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut.
46
1. Budaya organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. 2. Gaya kepemimpinan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. 3. Motivasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan.
47