BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS
2.1
Landasan Teoritis
2.1.1
Pengertian disiplin kerja Disiplin kerja merupakan bentuk pelatihan yang menjalankan peraturan-
peraturan organisasional. Disiplin kerja dalam organisasi paling dipengaruhi oleh karyawan yang menyusahkan, namun karyawan yang menyusahkan terdiri dari sejumlah kecil karyawan yang ada dalam organisasi itu sendiri tetapi mereka sering kali merupakan orang-orang yang menyebabkan sebagian besar situasisituasi disiplin yang berdampak negatif pada organisasi. Persoalan disiplin umumnya disebabkan oleh karyawan-karyawan yang menyusahkan meliputi ketidakhadiran, kelambatan dan kekurangan produktivitas (Robert dan John, 2009:511). Menurut Robbins (Desy, 2004:5), disiplin kerja adalah suatu sikap, perilaku yang dilakukan secara sukarela dan penuh kesadaran serta keadaan untuk mengikuti peraturan yang telah ditetapkan perusahaan baik tertulis maupun tidak tertulis. Perilaku tidak disiplin yang timbul merupakan cerminan dari persepsi negatif karyawan terhadap kontrol yang dilakukan oleh atasan. Sebaliknya perilaku disiplin yang timbul merupakan cerminan dari persepsi positif terhadap kontrol atasan. Disiplin pada hakikatnya adalah kemampuan untuk mengendalikan diri dalam bentuk tidak melakukan tindakan yang tidak sesuai dan bertentangan 15
dengan sesuatu yang telah ditetapkan dan melakukan sesuatu yang mendukung dan melindungi sesuatu yang telah ditetapkan. Kedisiplinan menurut Hasibuan (2007:193) yaitu kesadaran dan kesediaan seseorang menaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku. Disiplin diri, disiplin belajar dan disiplin kerja dikenal dalam kehidupan sehari-hari. Disiplin kerja merupakan kemampuan seseorang untuk secara teratur, tekun secara terus-menerus dan bekerja sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku dengan tidak melanggar aturan-aturan yang sudah ditetapkan. Disiplin merupakan suatu sikap mental yang tercermin dalam perbuatan tingkah laku perorangan, kelompok, atau masyarakat berupa kepatuhan atau ketaatan terhadap peraturan, ketentuan, etika, norma, dan kaidah yang berlaku (Sedarmayanti, 2009:222) Pendisiplinan
menurut
Wirawan
(2009:138),
merupakan
tindakan
organisasi yang tidak mengakibatkan seseorang pegawai kehilangan sesuatu dari organisasi. Disiplin mempunyai dua pengertian menurut Beach (Edy, 2010:87), arti yang pertama melibatkan belajar atau mencetak perilaku dengan memerapkan imbalan atau hukuman. Arti yang kedua lebih sempit lagi, dimana disiplin ini hanya bertalian dengan tindakan hukuman terhadap pelaku kesalahan. Dari beberapa pendapat tersebut dapat dirumuskan bahwa yang dimaksud dengan disiplin adalah sikap hormat terhadap peraturan dan ketetapan perusahaan, yang ada dalam diri karyawan, yang menyebabkan dapat menyesuaikan diri dengan sukarela pada peraturan dan ketetapan perusahaan.
16
2.1.2
Pentingnya disiplin kerja Disiplin kerja memiliki arti yang sangat penting bagi kelangsungan hidup
perusahaan. Dengan tingkat disiplin kerja yang sangat tinggi, perusahaan dapat mencapai sasaran dan tujuan yang diinginkan dengan efektif dan efisien. Sebaliknya, apabila perusahaan dalam kondisi dimana tingkat kedisiplinannya rendah, perusahaan akan mengalami hambatan dalam mencapai sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan, karena pembinaan disiplin kerja pegawai yang baik akan membangun motivasi kerja dan meningkatkan mutu prestasi kerja karyawan didalam upaya memberi sumbangan akan terciptanya kinerja karyawan, (Gorda, 2006:114). Disiplin merupakan modal yang diperlukan dalam suatu perusahaan, oleh karena itu seluruh elemen perusahaan wajib melaksanakannya.
2.1.3
Tipe-tipe disiplin Menurut Hasibuan (Putri dkk, 2009:3) ketidakdisiplinan dalam diri
karyawan dapat disebabkan karena kurangnya kesadaran pada diri seseorang tersebut akan arti pentingnya disiplin sebagai pendukung dalam kelancaran bekerja. Sementara kesadaran pada diri sendiri memiliki arti bahwa seseorang tersebut secara sukarela mentaati semua peraturan dan sadar akan tugas serta tanggung jawabnya. Perilaku disiplin karyawan merupakan sesuatu yang tidak muncul dengan sendirinya, tetapi perlu dibentuk. Oleh karena itu, pembentukan perilaku disiplin kerja, menurut Commings (Muhaimin 2004:6) dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu: 17
1) Preventive discipline Preventive discipline merupakan tindakan yang diambil untuk mendorong para pekerja mengikuti atau mematuhi norma-norma dan aturan-aturan sehingga pelanggaran tidak terjadi. 2) Corrective discipline Corrective
discipline
merupakan
suatu
tindakan
yang
mengikuti
pelanggaran dari aturan-aturan, hal tersebut mencoba untuk mengecilkan pelanggaran lebih lanjut sehingga diharapkan untuk prilaku dimasa mendatang dapat mematuhi norma-norma peraturan. Disiplin dapat menimbulkan keinginan dan kesadaran untuk menaati peraturan organisasi dan norma sosial. Namun tetap pengawasan terhadap pelaksanaan disiplin tersebut perlu dilakukan. Disiplin kerja adalah persepsi SDM terhadap sikap pribadi SDM dalam hal ketertiban dan keteraturan diri yang dimiliki oleh SDM itu sendiri dalam bekerja di lingkungannya tanpa ada pelanggaran-pelanggaran yang merugikan dirinya, orang lain, atau lingkungannya. Uraian di atas menyimpulkan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam disiplin kerja, sebagai berikut. 1)
Disiplin terhadap tugas kedinasan yang meliputi: mentaati peraturan kerja, menyiapkan kelengkapan bekerja, dan melaksanakan tugas-tugas pokok.
2)
Disiplin terhadap waktu yang meliputi: menepati waktu tugas, memanfaatkan waktu dengan baik, dan menyelesaikan tugas tepat waktu.
18
3)
Disiplin
terhadap
suasana
kerja
yang
meliputi:
memanfaatkan
lingkungan pekerjaannya, menjalin hubungan yang baik, dan menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban. 4)
Disiplin terhadap sikap dan tingkah laku yang meliputi, memperhatikan sikap, memperhatikan tingkah laku, dan memperhatikan harga diri. Disiplin pada dasarnya bertujuan agar seseorang dapat bertingkah laku
sesuai dengan apa yang disetujui oleh perusahaan. Agar seseorang dapat melakukan penyesuaian sosial dengan baik. Ketika bekerja, seorang karyawan dapat menampilkan perilaku yang tidak disiplin. Gibson dkk. (Muhaimin, 2004:6) mengemukakan beberapa perilaku karyawan tidak disiplin yang dapat dihukum adalah keabsenan, kelambanan, meninggalkan tempat kerja, mencuri, tidur ketika bekerja, berkelahi, mengancam pimpinan, mengulangi prestasi buruk, melanggar aturan
dan
kebijaksanaan
keselamatan
kerja,
pembangkangan
perintah,
memperlakukan pelanggaran secara tidak wajar, memperlambat pekerjaan, menolak kerja sama dengan rekan, menolak kerja lembur, memiliki dan menggunakan obat-obatan ketika bekerja, merusak peralatan, menggunakan bahasa atau kata-kata kotor, pemogokkan secara ilegal. Pegawai yang disiplin menurut Sastrohadiwiryo (Putri dkk, 2009:3) adalah pegawai yang menghormati, menghargai, patuh, dan taat terhadap peraturan-peraturan yang berlaku, baik yang tertulis maupun tidak tertulis serta sanggup menjalankannya dan tidak mengelak untuk menerima sanksi-sanksi apabila melanggar tugas dan wewenang yang dimiliki.
19
Robert dan John (2009:123) menyatakan karyawan boleh tidak hadir di dalam bekerja untuk beberapa alasan. Secara jelas, beberapa ketidakhadiran tidak dapat dihindarkan, karena sakit, kematian di dalam keluarga, dan alasan-alasan pribadi lainnya atas ketidakhadiran tidak dapat dihindari dan dapat dimengerti. Organisasi mempunyai sifat yang konservatif. Oleh karena itu, secara aktif akan selalu ada penolakan terhadap perubahan. Faktor yang menjadikan kendala dalam perubahan sendiri dapat dibedakan ke dalam dua faktor, yaitu: keengganan individual dan keengganan organisasi. Keengganan individual meliputi: kebiasaan, keamanan, faktor-faktor ekonomi, rasa takut akan hal yang tidak diketahui dan pemrosesan informasi selektif. Keengganan organisasi meliputi: kelambanan struktural, fokus terhadap perubahan, kelambanan kelompok, ancaman terhadap keahlian, ancaman terhadap hubungan yang mapan, ancaman terhadap alokasi sumber daya yang mapan. Dua keengganan pokok seperti yang diuraikan di atas, merupakan suatu hal yang sangat mengkhawatirkan apabila menjadi pemicu menurunnya tingkat disiplin kerja pegawai, sehingga dapat membawa organisasi ke dalam situasi yang stagnan dan penuh skeptisisme (Sumarjo, 2003:20). Robbins dan Timothy (2008:37-39) menyatakan disiplin kerja dibagi menjadi beberapa bagian hal negatif, yaitu mangkir (absentheeism), perputaran karyawan, dan perilaku menyimpang di tempat kerja. 1) Mangkir: ketidakhadiran di kantor tanpa izin, sulit bagi organisasi untuk beroperasi secara lancar dan mencapai tujuan-tujuannya apabila karyawan
20
mangkir. Arus kerja menjadi terganggu dan seringkali keputusan-keputusan menjadi tertunda. 2) Perputaran karyawan: pengunduran diri permanen yang secara sukarela maupun tidak sukarela dari karyawan di suatu organisasi. 3) Perilaku menyimpang di tempat kerja: perilaku sukarela yang melanggar norma-norma yang berlaku pada organisasi yang signifikan mengganggu dan mengancam kesejahteraan dari anggota lainnya.
2.1.4
Indikator disiplin kerja Indikator yang menentukan tingkat kedisiplinan karyawan di dalam
bekerja diantaranya menurut Hasibuan (2007:194). 1) Tujuan dan kemampuan Indikator ini ikut menentukan tingkat kedisiplinan karyawan. Tujuan yang akan dicapai harus jelas ditetapkan secara ideal serta cukup menantang bagi kemampuan karyawan. Hal ini berarti bahwa tujuan (pekerjaan) yang dibebankan kepada karyawan harus sesuai dengan kemampuan karyawan bersangkutan. 2) Teladan pimpinan Indikator ini sangat berperan dalam menentukan kedisiplinan karyawan karena pimpinan dijadikan teladan dan panutan oleh para bawahan.
21
3) Balas jasa Indikator ini ikut menentukan kedisipinan karyawan karena balas jasa akan memberikan kepuasan dan kecintaan karyawan terhadap perusahaan/pekerjaannya. 4) Keadilan Keadilan ikut mendorong terwujudnya disiplin karyawan, karena ego dan sifat manusia yang selalu merasa dirinya penting dan ingin diperlakukan sama dengan manusia lainnya. 5) Waskat (pengawasan melekat) Tindakan nyata yang paling efektif dalam mewujudkan kedisiplinan karyawan perusahaan. 6) Sanksi hukum Sanksi hukum berperan penting dalam memelihara kedisiplinan karyawan, dengan sanksi semakin berat karyawan akan semakin takut melanggar peraturan-peraturan perusahaan, sikap, dan perilaku indispliner karyawan akan berkurang. 7) Ketegasan Ketegasan pimpinan dalam melakukan tindakan akan menentukan kedisplinan karyawan perusahaan. Pimpinan yang berani bertindak tegas menerapkan hukuman bagi karyawan yang indisipliner akan disegani dan diakui kepemimpinannya oleh bawahan.
22
8) Hubungan kemanusiaan Hubungan kemanusiaan yang harmonis di antara sesama karyawan ikut menciptakan kedisplinan yang baik bagi perusahaan
2.1.5
Faktor-faktor yang mempengaruhi disiplin kerja Susilo (2007:165), mengatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
disiplin kerja adalah motivasi, pendidikan dan pelatihan, kepemimpinan, kesejahteraan, dan penegakan disiplin. Martoyo (2007:165) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi disiplin kerja adalah sebagai berikut. 1) Motivasi adalah kondisi mental yang mendorong dilakukannya suatu tindakan dan memberikan kekuatan yang mengarah kepada pencapaian kebutuhan, memberi kepuasan ataupun mengurangi ketidakseimbangan. 2) Pendidikan dan pelatihan (diklat) adalah sesuatu proses kegiatan dari suatu perusahaan yang bertujuan untuk memperbaiki dan mengembangkan sikap dan perilaku, keterampilan dan pengetahuan serta kecerdasan SDM sesuai dengan keinginan dari perusahaan yang bersangkutan. 3) Kepemimpinan adalah suatu proses untuk mempengaruhi orang lain untuk memahami dan setuju dengan apa yang perlu dilakukan dan bagaimana tugas tersebut dilakukan secara efektif serta proses untuk memfasilitasi upaya individu dan kolektif untuk mencapai tujuan bersama. 4) Kesejahteraan adalah tingkat kesejahteraan yang memakai yang diberikan oleh perusahaan akan sangan berarti dan bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan fisik dan mental karyawan beserta keluarganya sehingga 23
pemberian kesejahteraan mampu menciptakan ketenangan, semangat kerja, dedikasi serta meningkatkan disiplin kerja karyawan terhadap perusahaan. 5) Penegakan disiplin adalah kegiatan manajemen untuk menjalankan standar-standar organisasi yang salah satunya dapat dilakukan dengan penegakan disiplin dengan memberikan sanksi-sanksi bagi pelanggaran disiplin dalam perusahaan. 6) Kompetensi adalah perilaku yang spesifik, dapat dilihat dan dapat diverifikasi, yang secara reliable dan logis dapat dikelompokan bersama serta sudah diidenfitifikasi sebagai hal-hal yang berpengaruh besar terhadap keberhasilan pekerjaan. 7) Lingkungan kerja adalah keadaan dimana ruang kerja karyawan bebas dari kotoran berbagai macam benda atau limbah yang membuat karyawan merasanyaman dalam melakukan pekerjaan.
2.2
Kompetensi
2.2.1
Pengertian kompetensi Kompetensi menurut Spencer (Eko dkk, 2006:3) adalah bagian yang ada
pada kepribadian seseorang dan dapat memprediksikan tingkah laku dan performansi secara luas pada semua situasi dan job tasks. Kompetensi adalah sekumpulan pengetahuan, ketrampilan atau sikap yang dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan jabatan atau tugasnya (Amin dan Sudarto, 2009:4). 24
Menurut Yusri dkk (2009:7), membangun SDM yang professional dengan kompetensi yang tinggi ini perlu dihayati dengan baik oleh para pimpinan dalam menjabarkan tugas setiap pegawai dan dimengerti oleh pegawai yang bersangkutan. Sering dijumpai dalam suatu organisasi, perintah yang diberikan oleh atasan tidak sesuai dengan keinginan pegawai atau sama sekali belum dimengerti karena kompetensi yang dimiliki belum disiapkan untuk melaksanakan tugas tersebut. Akibatnya timbul perasaan malas atau tidak bergairah dalam bekerja hal ini perlu diwaspadai karena merupakan tanda-tanda hilangnya motivasi dalam diri pegawai. Menurut J.Stier (2006:46), isi dari keunggulan kompetensi ini mempunyai sebuah dimensi utama atau karakter ilmu yang mengarahkan pengetahuan kepada orang lain dan budaya sendiri. J.Stier memasukan pengetahuan ke dalam sejarah, bahasa, kelakuan lisan, melihat perkembangan dunia, nilai, norma, tempat tinggal, adat atau kebiasaan, lambang, pola mengenai kelakuan, tradisi, peran gender, dan lain-lain. Kompetensi merupakan sekelompok perilaku yang spesifik, dapat dilihat dan dapat diverifikasi, yang secara reliable dan logis dapat dikelompokan bersama serta sudah diidenfitifikasi sebagai hal-hal yang berpengaruh besar terhadap keberhasilan pekerjaan, sedangkan pengertian kompetensi di dalam ilmu manajemen adalah bahwa manajemen seharusnya mementingkan kemampuan dalam argumentasi secara efektif dan efisien, manajemen harus mementingkan analisa kemampuan karyawan sekarang dibandingkan dengan kemampuan karyawan yang akan datang di dalam organisasi (Eko dkk, 2006:43). 25
Menurut Dodik dan Ardani (2010:159) secara literal, kompetensi diartikan sebagai berjuang bersama-sama. Kompetensi terkait dengan ide tentang kapabilitias, orang yang menyebut dirinya kompeten adalah orang yang memiliki kapabilitas. Kompetensi haruslah mengintegrasikan sejumlah keahlian atau teknologi, menjadi kekuatan bersaing yang unik, dan memberikan kontribusi pada nilai serta memberikan kemampuan untuk masuk ke pasar yang baru, menurut Prahalad dan Hamel (Yeni, 2008:110). Kompetensi digunakan untuk menciptakan standar yang unik dalam disiplin ilmu dan spesialisasi. Ini meliputi pendidik, peserta didik, dan praktisi. Kompetensi di bidang pendidikan menciptakan lingkungan yang mendorong pemberdayaan, akuntabilitas, dan evaluasi kinerja, secara konsisten dan adil. Akuisisi kompetensi bisa melalui bakat, pengalaman, atau pelatihan.
2.2.2
Jenis-jenis kompetensi Jenis-jenis kompetensi di dunia kerja (Amin dan Sudarto, 2009:34)
sebagai berikut. 1) Kompetensi Teknik Audit adalah audit dokumen atau program kesesuaian terhadap standar dan prosedur dan membuat rekomendasi berdasarkan hasil audit tersebut. 2) Kompetensi pemikiran analitis, pemecahan masalah dan pengambilan keputusan adalah pendekatan masalah secara objektif, mengumpulkan dan menyatukan informasi, dan pembangunan pemahaman yang menyeluruh dalam mencapai kesimpulan. 26
3) Kompetensi teknologi informasi adalah penggunaan teknologi dalam membuat, mengumpulkan, menggunakan menyampaikan dan memberi informasi. 4) Kompetensi manajemen diri adalah bekerja secara mandiri, mengeluarkan keputusan dan memperlihatkan fleksibilitas dalam menyelesaikan kegiatan, terutama dalam situasi yang sulit dan menantang. 5) Kompetensi perencanaan dan pengaturan kerja adalah koordinasi efektif dan efisien dalam mencapai tujuan yang diinginkan. 6) Kompetensi komunikasi adalah mengikutsertakan orang lain (pemegang izin atau masyarakat) dalam dialog yang efektif, penjelasan dan interaksi dengan menyimak, berbicara, menulis, dan presentasi. 7) Kompetensi kerjasama adalah bekerjasama dengan orang lain untuk mencapai tujuan bersama. Kompetensi pribadi juga memiliki faktor-faktor di dalam skill negatif yang dimiliki apabila kompetensi tersebut tidak dapat dikendalikan atau berjalan dengan kurang tepat yaitu, munculnya perasaan dan implikasinya, benci terhadap alat yang akan dikuasai, maupun orang lain disekitarnya, timbulnya rasa gelisah, ragu-ragu, tidak tepat pendirian atau ambigu, frustasi dan cepat marah (J.Stier, 2006:22). 2.2.3
Faktor-faktor yang mempengaruhi kompetensi Faktor-faktor
yang
mempengaruhi
kompetensi
menurut
Kathryn
(2008:135), faktor-faktor umum yang telah teridentifikasi berdampak pada kompetensi yakni. 27
1) Masalah mentoring Adanya pengarahan atau nasehat yang maksimal sangat berdampak bagi kompetensi itu sendiri. 2) Sistem Dengan
system
yang
telah
dirancang,
dapat
mewujudkan
atau
memunculkan kompetensi bagi diri sendiri maupun perusahaan. 3) Lingkungan Dengan lingkungan sekitar yang mendukung akan menumbuhkan atau mengembangkan kompetensi yan dimiliki oleh seseorang. 4) Etika Etika seseorang berpengaruh bagi kompetensi yang dimilikinya. 5) Evaluasi kompetensi Apabila kompetensinya memiliki kinerja yang belum maksimal dapat di evaluasi untuk memantapkan kompetensi yang dimiliki. Kompetensi pribadi juga memiliki faktor-faktor yang menyinggung di dalam skill negatif yang dimiliki apabila kompetensi tersebut tidak dapat dikendalikan atau berjalan dengan kurang tepat yaitu, munculnya perasaan dan implikasinya, benci terhadap alat yang akan dikuasai, maupun orang lain disekitarnya,timbulnya rasa gelisah, ragu-ragu, tidak tepat pendirian atau ambigu, frustasi dan cepat marah (J.Stier, 2006 23).
28
2.3
Motivasi
2.3.1
Pengertian motivasi Menurut Anwar (2003:164) motivasi adalah kondisi (energi) yang
menggerakkan dalam diri individu yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi. Motivasi muncul dari dua dorongan, yaitu dorongan dari dalam sendiri (external motivation) dan dorongan dari luar diri atau pihak lain (external motivation). Tingkatan motivasi tersebut rendah, sedang dan tinggi. Perbedaan tingkatan motivasi individu dalam organisasi sangat mempengaruhi hasil kerja dan bahkan kinerjanya didalam organisasi. Secara sederhana menurut Allen dan Marie (2009:123), motivasi adalah alasan yang mendasari tindakan seseorang. Motivasi kerja secara tradisional telah diklasifikasikan sebagai intrinsik (atau memiliki sumbernya di dalam individu) atau ekstrinsik (sumber eksternal, seperti gaji atau bonus). Motivasi dalam Rivai (2009:837) adalah serangkaian sikap dan nilai-nilai yang memengaruhi individu untuk mencapai hal yang spesifik sesuai dengan tujuan individu. Sikap dan nilai tersebut merupakan suatu yang invisible yang memberikan kekuatan untuk mendorong individu bertingkah laku dalam mencapai tujuan. Dorongan tersebut terdiri dari dua komponen, yaitu: arah perilaku (kerja untuk mencapai tujuan), dan kekuatan perilaku (seberapa kuat usaha individu dalam bekerja). Motivasi meliputi perasaan unik, pikiran, dan pengalaman masa lalu yang merupakan bagian dari hubungan internal dan eksternal perusahaan. Selain itu motivasi juga dapat diartikan sebagai dorongan individu untuk melakukan tindakan karena mereka ingin melakukannya. Apabila individu 29
termotivasi, mereka akan membuat pilihan yang positif untuk melakukan sesuatu, karena dapat memuaskan keinginan mereka. Menurut Martoyo (2000:165) motivasi adalah kondisi mental yang mendorong dilakukannya suatu tindakan dan memberikan kekuatan yang mengarah kepada pencapaian kebutuhan, memberi kepuasan ataupun mengurangi ketidakseimbangan. Dari beberapa pengertian motivasi tersebut, maka dapat dikatakan bahwa motivasi adalah sesuatu yang dapat mengarahkan kepada sebuah tujuan atau dorongan demi tercapainya tujuan dengan melakukan tindakantindakan.
2.3.2
Jenis-jenis motivasi Motivasi menurut Utama (2001:317) dibagi menjadi dua bagian, sebagai
berikut. 1) Material incentive adalah pendorong yang dapat dinilai dengan uang (financial) seperti: upah, gaji, bonus, dan tunjangan. 2) Non material incentive adalah pendorong yang tidak dapat dinilai dengan uang (financial), seperti : penempatan yang tepat, latihan sistematik, promosi yang obyektif, penghargaan hasil kerja, keselamatan kerja, kondisi lingkungan kerja, kondisi perlengkapan, peralatan penunjang aktivitas kerja, fasilitas rekreasi, penjagaan kesehatan dan perumahan.
30
2.3.3
Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi Menurut Frederick Herzberg (Yusri dkk, 2009:59) ada 2 faktor yang
mempengaruhi kondisi pekerjaan seseorang yaitu: 1) Faktor pemuas atau intrinsik, antara lain : kepuasan kerja, prestasi yang diraih, peluang untuk maju, pengakuan orang lain, pengembangan karir dan tanggung jawab. 2) Faktor pemeliharaan atau extrinsik Motivation, antara lain : kompensasi, kondisi kerja, rasa aman dan selamat, status, supervisi, hubungan antar manusia, kebijakan perusahaan.untuk meningkatkan motivasi maka manajer harus menghilangkan rasa ketidakpuasan atau mengurangi rasa ketidakpuasan dari karyawan. Menurut David Mc Celland (Yusri dkk, 2009:59) teori ini ada 3 komponen dasar yang dapat digunakan untuk memotivasi orang untuk bekerja. 1) Prestasi, artinya adanya keinginan untuk mencapai tujuan lebih baik daripada sebelumnya (pencapaian prestasi). Hal ini dapat dicapai dengan cara: (1) Merumuskan tujuan Tujuan yang tidak pemah dirumuskan, akan menjerumuskan individu dan organisasi. (2) Mendapatkan umpan balik Umpan balik diperlukan untuk pencapaian prestasi yang lebih baik lagi dimasa yang akan datang.
31
(3) Memberikan tanggung jawab pribadi Kelemahan para manajer kebanyakan adalah jarang memberikan tanggung jawab kepada bawahannya. Akibatnya, bawahan akan bekerja menurut perintah dengan tanggung jawab atasan. (4) Bekerja keras Bekerja keras saja tidak cukup, mesti diikuti dengan bekerja cerdas. 2) Persahabatan, artinya adalah kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain. Hal ini dapat dicapai dengan cara: bekerja sama dengan orang lain, membuat kawan di tempat kerja, sosialisasi. 3) Kekuasaan, artinya ada kebutuhan kekuasaan yang mendorong seseorang bekerja sehingga termotivasi dalam pekerjaannya. Menurut Victor H. Vroom (Yusri dkk, 2009:59) faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi dimana tugas dari seorang manajer atau pimpinan organisasi yaitu: 1). Mengakui bahwa setiap karyawan memiliki kebutuhan yang berbeda dan preferensi yang berbeda pula. 2). Mencoba memahami kebutuhan utama seorang karyawan 3). Membantu seorang pegawai menentukan upaya mencapai kebutuhannya melalui prestasi.
32
2.4
Lingkungan kerja
2.4.1
Pengertian lingkungan kerja Lingkungan diartikan sebagai kombinasi antara kondisi fisik dan
kelembagaan. Kondisi fisik mencakup keadaan sumber daya alam seperti tanah, air, energi surya, udara, mineral, serta flora dan fauna yang tumbuh di atas tanah maupun di dalam lautan. Sedangkan bagian kelembagaan dari lingkungan adalah ciptaan manusia seperti keputusan bagaimana menggunakan lingkungan fisik itu. Kelembagaan dianggap orang sebagai sesuatu yang bernilai tinggi dalam penggunaan sumber daya alam, organisasinya, prosedurnya, serta peraturan dalam penggunaan sumber daya alam untuk menghasilkan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh manusia. Oleh karena itu, pengelolaan lingkungan sekaligus merupakan masalah teknik dan masalah sosial (Suyana, 2005:105). Lingkungan kerja dalam suatu perusahaan atau instansi sangat penting untuk diperhatikan manajemen. Meskipun lingkungan kerja tidak melaksanakan proses produksi dalam suatu perusahaan, namun lingkungan kerja mempunyai pengaruh langsung terhadap para karyawan yang melaksanakan proses produksi tersebut. Lingkungan kerja yang memusatkan bagi karyawannya dapat meningkatkan kinerja. Sebaliknya lingkungan kerja yang tidak memadai akan dapat menurunkan kinerja dan akhirnya menurunkan motivasi kerja karyawan. Menurut Sanjaya dan Lasmini (2007:33) Lingkungan kerja merupakan suasana di lingkungan kerja baik fisik maupun sosial dimana para pegawai melaksanakan tugas atau pekerjaan sehari-hari, yang masing-masing diukur dengan indikator kebersihan, penataan peralatan, penerangan/pencahayaan, 33
sirkulasi udara, keamanan kerja, kerjasama dengan teman sekerja, koordinasi dengan pegawai di unit lain, keakraban hubungan kerja dengan sesama pegawai, dan keharmonisan hubungan kerja dengan atasan langsung. Di lingkungan kerja seseorang akan berinteraksi dengan teman sekerja, dengan pimpinan, dan dengan relasi bisnis. Dalam proses interaksi akan terjadi proses saling mempengaruhi. Pengaruh-pengaruh itu akan menjadi bagian dari dirinya. Pengaruh dari lingkungan kerja pada umumnya mengendap dalam diri seseorang dan sulit untuk mengubahnya apabila seseorang telah lama bekerja di lingkungan kerja tertentu, kemudian pindah ke lingkungan kerja lain, ia akan mengalami kesulitan untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungan kerja yang baru tersebut. Berdasarkan pengertian tersebut, maka lingkungan kerja dapat dinyatakan sebagai kondisi lingkungan kerja fisik tempat karyawan melaksanakan tugas rutin yang dapat mempengaruhi dirinya dan pekerjaannya saat bekerja.
2.4.2
Hubungan relasi di lingkungan kerja Menurut Anwar (2003:165), hubungan relasi ditempat kerja perlu
diciptakan iklim kerja dalam organisasi menjadi kondusif. Pimpinan, manajer, dan karyawan. Perlu memahami bahwa mereka memiliki peran dalam menciptakan situasi yang penuh dengan pengelolaan emosi secara efektif. Pimpinan dan manajer yang brilian jika tidak memiliki ketrampilan cara berkomunikasi secara efektif dan produktif dalam membangun hubungan kerja, maka akan sulit mencapai tujuan dari organisasi. Oleh karena itu, agar terciptanya hubungan relasi
34
kerja yang harmonis dan efektif, pimpinan dan manajer perlu melakukan beberapa cara, antara lain: 1) Menciptakan lingkungan kerja yang mendukung sinergi dan partisipasi kelompok 2) Menyusun kebijakan yang layak dan adil yang tidak menimbulkan pertentangan antara karyawan dan pimpinan 3) Meluangkan waktu untuk mempelajari aspirasi-aspirasi emosional karyawan dan bagaiman mereka berhubungan dengan tim kerja 4) Menghilangkan kebiasaan prasangka buruk terhadap individu atau kelompok kerja Kegagalan pada bagian dari manajer untuk memahami dan menyesuaikan tempat untuk perbedaan generasi dan tuntutan generasi baru memasuki tempat atau lingkungan kerja dapat menyebabkan kesalahpahaman, miskomunikasi, dan sinyal campuran, kemudian dapat pula mempengaruhi produktivitas karyawan, inovasi, dan kewarganegaraan perusahaan yang nantinya berujung pada retensi dan omset dari karyawan itu sendiri (James dan Jeanne, 2007:89). Menurut Dawis (James dan Jeanne, 2007:94) mengungkapkan keyakinan bahwa perilaku karyawan tidak terjadi dalam ruang hampa, tetapi terjadi dalam lingkungan kerja yang spesifik dan unik. Orang-orang ditempatkan di lingkungan kerja yang tepat lebih mungkin untuk secara intrinsic akan menikmati pekerjaannya. Sebaliknya, bagi mereka yang ditempatkan di lingkungan kerja yang tidak tepat, secara normal mungkin pekerjaan sehari-harinya akan tidak
35
menyenangkan dan diinterpretasikan lebih negative, sehingga mengakibatkan hasil negative seperti kebosanan, dan kurangnya kepuasan untuk bekerja.
2.4.3
Faktor-faktor yang mempengaruhi lingkungan kerja Manusia akan mampu melaksanakan kegiatannya dengan baik, sehingga
dicapai suatu hasil yang optimal, apabila diantaranya ditunjang oleh suatu kondisi lingkungan yang sesuai. Suatu kondisi lingkungan dikatakan baik atau sesuai apabila manusia dapat melaksanakan kegiatannya secara optimal, sehat, aman, dan nyaman. Ketidaksesuaian lingkungan kerja dapat dilihat akibatnya dalam jangka waktu yang lama. Lebih jauh lagi, keadaan lingkungan yang kurang baik dapat menuntut tenaga dan waktu yang lebih banyak dan tidak mendukung diperolehnya rancangan sistem kerja yang efisien. Banyak faktor yang mempengaruhi terbentuknya suatu kondisi lingkungan kerja. Menurut Child, dkk (Sri, 2005:162) Seorang manajer puncak mungkin menyadari telah terjadi perubahan dalam lingkungannya, tetapi baru akan bertindak apabila perubahan lingkungan tersebut mempengaruhi disiplin kerja dan kinerjanya. Itu berarti kinerja organisasi mungkin merupakan suatu moderator yang penting bagi respons organisasi terhadap perubahan lingkungannya. Menurut Imelda (2004:10) karyawan atau Sumber Daya Manusia yang mempunyai penilaian yang positif terhadap lingkungan kerja psikologisnya berarti karyawan merasa bahwa lingkungan kerja psikologisnya baik, sehingga menimbulkan semangat kerja yang tinggi dan akan menghambat lajunya tingkat burnout (stres yang dialami individu dalam jangka waktu yang lama dengan 36
insentisitas yang cukup tinggi akan mengakibatkan individiu tersebut menjadi kelelahan). Faktor-faktor yang ada di dalam lingkungan kerja menurut Sanjaya dan Lasmini (2007:33) sebagai berikut. 1). Kebersihan adalah keadaan dimana ruang kerja karyawan bebas dari kotoran berbagai macam benda atau limbah kertas, yang diukur dari persepsi atau penilaian karyawan terhadap kebersihan ruangan dan lingkungan kerja. 2). Penataan peralatan kantor adalah penataan peralatan yang digunakan untuk bekerja, yang diukur dari penilaian atau persepsi karyawan terhadap tata letak peralatan di dalam ruang kerja. 3). Penerangan dan pencahayaan adalah keadaan dimana lampu penerangan atau sinar matahari cukup menerangi ruang kerja, yang diukur dari persepsi atau penilaian karyawan terhadap penerangan. 4). Sirkulasi udara adalah kondisi dimana karyawan dapat menghirup udara segar dalam bekerja, yang diukur dari persepsi atau penilaian karyawan terhadap sirkulai udara di ruang kerja 5). Keamanan kerja adalah keadaan dimana karyawan bebas dari rasa kekhawatiran rasa aman, yang diukur dari persepsi atau penilaian karyawan terhadap keamanan dalam bekerja. 6). Ruang gerak adalah tempat kerja antara karyawan satu dengan yang lain dalam satu ruang kerja, yang diukur dari penilaian atau persepsi karyawan terhadap keleluasaan ruang kerjanya. 37
7). Kebisingan adalah keadaan dimana karyawan bebas dari gangguan suara, yang diukur dari persepsi atau penilaian karyawan terhadap kebisingan di sekitar ruang kerja. 8). Kenyamanan adalah keadaan dimana karyawan merasa nyaman dalam bekerja, yang diukur dari persepsi atau penilaian karyawan terhadap kenyamanan ruang kerja.
2.5
Pengaruh kompetensi, motivasi dan lingkungan kerja terhadap disiplin kerja karyawan Keberhasilan suatu organisasi sangat dipengaruhi oleh faktor anggota-
anggotanya dalam melakukan fungsinya masing-masing. Faktor yang sangat berpengaruh terhadap kualitas kerja dari anggota organisasi adalah disiplin kerja yang dimiliki. Semakin tinggi disiplin kerja anggota organisasi, maka mereka akan lebih tepat dalam pekerjaannya dan mampu bekerja seoptimal mungkin, sehingga semakin tinggi pula tingkat produktivitas yang dimiliki organisasi tersebut. Disiplin kerja karyawan atau anggota organisasi itu sendiri dipengaruhi oleh berbagai hal, diantaranya faktor kompetensi, motivasi, dan lingkungan kerja yang ada di organisasi tersebut. Seorang pimpinan organisasi dituntut untuk memperlakukan karyawan dengan baik dan memandang mereka sebagai manusia yang mempunyai kebutuhan baik materi maupun non materi. Pimpinan organisasi juga perlu mengetahui, menyadari dan berusaha memenuhi kebutuhan karyawannya, sehingga karyawan dapat bekerja sesuai dengan harapan organisiasi. Disamping itu, faktor motivasi kerja yang kurang diberikan oleh 38
eksternal individu akan mengurangi disiplin kerja karyawan dimana mereka merasa terlalu acuh untuk bekerja atau mengalami tingkat keengganan yang cukup tinggi. Sedangkan lingkungan kerja fisik seperti keadaan ruang kerja sangat mempengaruhi disiplin kerja karyawan, dimana lingkungan kerja bersentuhan langsung dengan karyawan dan potensial untuk mempengaruhi kondisi dan perasaan karyawan di dalam bertindak dan melaksanakan tugasnya sesuai waktu yang sudah ditentukan. Dari uraian yang telah disampaikan, maka dapat diketahui bahwa kompetensi, motivasi dan lingkungan kerja mempengaruhi disiplin kerja karyawan. Semakin baik kompetensi dan lingkungan kerja, serta tingkat motivasi yang tinggi dari segala aspek, maka akan semakin tinggi pula tingkat disiplin kerja karyawan yang berarti semakin tinggi pula tingkat keberhasilan perusahaan atau organisasi.
2.6
Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya 1) Penelitian berikutnya yaitu penelitian dari Duron, dkk (2006) yang merupakan penelitian internasional mengenai disiplin yang berjudul “Critical Thinking Framework For Any Discipline”. Penelitian ini merupakan lintas disiplin, yang dibangun di atas teori yang ada dan praktek-praktek
terbaik
dalam
pengembangan
kognitif,
efektif
lingkungan belajar, dan guru dengan menyediakan kerangka kerja yang bermanfaat untuk penilaian hasil berbasis. Kerangka kerja ini dapat digunakan untuk memindahkan siswa terhadap lingkungan belajar yang 39
lebih, pada akhirnya, lebih menyenangkan dan efektif bagi para guru dan siswa sama. Kemudian dalam penelitian ini mengungkapkan 5 langkah untuk membangun pola pikir di dalam perilaku yang disiplin bagi siswa oleh para gurunya. 2) Penelitian ini dilakukan oleh Senge pada tahun 2004 dengan judul “The Fifth Discipline,The Art and Practice of The Learning Organization”. Penelitian ini meneliti tentang disiplin yang menggambarkan , dimana karyawan harus mampu untuk berinteraksi dan belajar bersama. Mereka harus mampu bekerja sama dan memaksimalkan menggunakan sumber daya mereka dengan kolaborasi. Ini adalah sesuatu yang tidak hanya perlu didukung oleh organisasi, tetapi juga harus dipraktekkan. Dan, setelah semua, sebuah organisasi adalah sebuah jumlah kolektif dari anggotanya, dan pendidikan telah tumbuh dalam perspektif kolektif. Kerja tim harus dipraktekkan dan dirangsang dalam perusahaan. Ada manfaat besar dari sinergi dari sebuah tim yang dinamis dan sumber motivasi bagi karyawan.Penguasaan pribadi adalah disiplin yang paling sulit untuk menerima. Idenya adalah jelas untuk memahami bahwa orang dengan visi pribadi dan ambisi tentang karir mereka, adalah paling berharga individu sebagai mereka menunjukkan tingkat yang lebih tinggi dari komitmen dan kontribusi. 3) Sprick (2009) dengan judul penelitian “Doing Discipline Differently”. Penelitian ini menyatakan bahwa jika sekolah menerapkan metode ilmiah diturunkan untuk menciptakan lebih aman, iklim sekolah yang 40
lebih
positif
melalui
mendukung
perilaku
yang
positif
dan
menggabungkan usaha perubahan dengan cara memberikan layanan kepada siswa melalui respon terhadap intervensi, mereka dapat mengurangi kenakalan siswa dan meningkatkan tanggung jawab siswa, motivasi, dan prestasi akademik. Kesimpulan solusi untuk masalah perilaku di sekolah membutuhkan pemimpin sekolah menengah untuk menyatukan anggota staf pengelola sekolah, guru, petugas keamanan, dan personil administrasi untuk mengajar siswa yang menunjukkan perilaku tidak disiplin. Persamaaan dengan penelitian ini adalah samasama meneliti tentang
disiplin kerja. Perbedaanya adalah lokasi
penelitian dan waktu penelitian. 4) Guffey (2001) dengan judul penelitian “Effective employee discipline: A case of the Internal Revenue Service” yang menyatakan bahwa peran disiplin kerja karyawan, manajemen, dan perspektif serikat Apakah diperiksa menggunakan Internal Revenue Service sebagai studi kasus. Konsep disiplin didefinisikan dan kontras dengan hukuman. Dua model disiplin, yaitu disiplin progresif dan disiplin positifyang dibandingkan dan dikontraskan. Model disiplin Hibrida digunakan pada Internal Revenue Service. Yang dibahas peran dan tanggung jawab manajemen, serikat pekerja, dan karyawan dalam proses disiplin. Persamaan dengan penelitian ini adalah sama-sama meneliti tentang disiplin kerja karyawan. Perbedaanya adalah pada waktu dan lokasi penelitian.
41
5) Baumeister and Vohs (2007) dengan judul penelitian “Self-Regulation, Ego Depletion, and Motivation”. Tulisan ini mengkaji peran motivasi dalam konteks kekuatan, atau terbatas-sumber daya, model kontrol diri dalam beberapa domain. Mengorbankan satu keinginan untuk mengejar lain yang lebih sulit ketika baru mulai respon sangat termotivasi, sebuah gagasan yang menyoroti perjuangan antara mendesak dan hambatan. Penurunan sumber daya ego dapat sementara diatasi dengan kuat motivasi namun, deplesi ego bukan semata-mata kehilangan motivasi, baru saja percobaan menunjukkan bahwa sumber daya regulasi berakar di toko-toko energi fisik. Motivasi konflik, khususnya bentrokan antara motif egois dan perilaku yang mempromosikan penerimaan sosial, mengatur panggung untuk kebutuhan swa-regulasi dan keadaan di mana deplesi ego adalah yang paling mungkin. Persamaan dengan penelitian ini adalah sama-sama meneliti faktor motivasi. Perbedaannya adalah pada lokasi dan waktu penelitian. 6) Penelitian berikutnya dilakukan oleh Bavel (2010) dengan judul penelitian “Choice of Study Discipline and The Postponement of Motherhood in Europe: Impact of Expected Earnings, Gender, Composition, and Family Attitude”. Penelitian ini menganalisis mekanisme yang berkaitan dengan bidang studi dengan penundaan ibu oleh perguruan-sarjana Eropa wanita berusia 20-40. Putaran kedua dari Survei Sosial Eropa digunakan untuk menilai dampak dari empat fitur dari disiplin studi yang diidentifikasi sebagai kunci untuk pengambilan 42
keputusan reproduksi: upah mulai diharapkan, kecuraman dari profil produktif, sikap terhadap peran gender keluarga, dan gender komposisi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penundaan ibu relatif terbatas antara lulusan dari disiplin studi di mana sikap stereotip tentang peran keluarga menang dan di mana bagian yang besar dari lulusan adalah perempuan. Kedua tingkat upah awal dan kecuraman dari profil produktif yang ditemukan terkait dengan penundaan yang lebih besar. Hasil ini kuat untuk mengendalikan situasi kemitraan dan usia saat masuk ke pasar kerja. Persamaan dengan penelitian ini adalah samasama meneliti tentang faktor disiplin. Perbedaannya adalah pada lokasi dan waktu penelitian. 7) Penelitian berikutnya dilakukan oleh LaVan (2007) dengan judul penelitian “Public Sector Employee Discipline: Comparing Police to Other Public Sector Employees”. Penelitian ini membandingkan proses disipliner untuk polisi vs nonpolice publik karyawan. Sebuah sampel acak dari 200 kasus diambil dari disiplin sektor publik 806 kasus diterbitkan dalam volume 111-118 Laporan Arbitrase Buruh. Kasus karakteristik, klasifikasi pantas perilaku, disiplin yang diusulkan, perilaku arbiter, alasan untuk manajemen membalikkan itu selain tidak pantas melakukan, hasil prosedural dan denda temuan dianalisis. Frekuensi temuan untuk majikan sebenarnya lebih tinggi bagi polisi daripada kasus nonpolice. Multivariat analisis dari karakteristik kasus membawa kita pada kesimpulan bahwa disiplin polisi mungkin telah 43
berbeda dari disiplin karyawan nonpolice publik di masa lalu, tetapi tidak lagi begitu khas. Persamaan dengan penelitian ini adalah samasama meneliti mengenai disiplin kerja karyawan. Perbedaaannya adalah pada lokasi dan waktu penelitian. 8) Penelitian berikutnya dilakukan oleh Lisoski (2004) dengan judul peneltian “Discipline is for Children”. Di tempat kerja, disiplin terlalu sering digunakan bukan sebagai alat koreksi tetapi lebih sebagai alat koreksi. Seseorang melanggar aturan perusahaan dan tindakan disipliner yang cepat ditiadakan, dikeluarkan dengan dalih memperkuat bahwa perilaku yang mendapat pekerja dalam kesulitan tidak berlanjut. Apa yang terlalu sering hilang di tempat kerja adalah kurang penekanan ditempatkan pada nilai menggunakan tindakan disipliner sebagai alat pengajaran. Maksud disiplin harus memastikan bahwa penerima melihat disiplin sebagai alat belajar bukan dari satu yang hanya menimbulkan rasa sakit. Bila benar digunakan tindakan disiplin di tempat kerja sangat efektif dalam memperbaiki baik perilaku masalah atau menghimpun masalah karyawan keluar dari tempat kerja. Persamaan dengan penelitian ini adalah sama-sama meneliti tentang faktor disiplin. Perbedaannya adalah pada waktu dan lokasi penelitian. 9) Penelitian berikutnya dilakukan oleh Khomeiran (2007) dengan judul penelitian “Competence Development Among Nurse: The Process of Constant
Interaction”.
Pentingnya
kompetensi
untuk
praktik
keperawatan adalah motivasi untuk penelitian ini, yang dieksplorasi 44
pengalaman perawat dalam mengembangkan kompetensi mereka saat mereka maju melalui karier mereka. Sesuai dengan metode grounded theory, pengumpulan data dan analisis data dilakukan secara bersamaan dengan menggunakan metode komparatif konstan. Data menunjukkan bahwa perawat mengembangkan kompetensi melalui proses berulang yang disebut "proses interaksi yang konstan." Ini proses lima-tahap yang ditemukan menjadi dinamis, kompleks antarpribadi berlangsung antara perawat dan dunia sekitarnya. Persamaan dengan penelitian ini adalah sama-sama meneliti faktor kompetensi. Perbedaannya adalah pada waktu dan lokasi penelitian. 10) Penelitian berikutnya dilakukan oleh Cole (2008) dengan judul penelitian “ Consistensi in Employee Discipline: an Empricial Exploration”. Penelitian ini berusaha untuk mengeksplorasi kejadian dan keparahan dari inkonsistensi dalam penerapan tindakan disipliner antara supervisor, mengingat insiden disiplin yang sama. Konsistensi merupakan aspek penting dari keadilan prosedural dalam tindakan disiplin, tetapi telah mendapat perhatian sedikit empiris. Empat skenario disiplin karyawan ditugaskan secara acak untuk 130 kehidupan nyata atasan-karyawan
diad,
yang
memainkan
peran
skenario.
Ada
konsistensi sedikit antara supervisor dalam keputusan mereka mengenai tindakan disiplin. Secara keseluruhan, memiliki diskusi informal dengan karyawan adalah respon yang paling umum. Hanya ketika instruksi khusus untuk memberlakukan peringatan lisan atau tertulis 45
yang disediakan tidak supervisor yang paling bergerak di luar sebuah diskusi informal. Persamaan dengan penelitian ini adalah sama-sama meneliti tentang faktor disiplin kerja karyawan. Perbedaaannya adalah pada waktu dan lokasi penelitian. 11) Menurut Muhaimin (2004) dengan judul penelitian “Hubungan Antara Kepuasan Kerja Dengan Disiplin Kerja Karyawan Operator Shawing Komputer Bagian Produksi Pada PT Primarindo Asia Infrastruktur Tbk Bandung” menyatakan dari beberapa faktor yang mempengaruhi timbulnya perilaku disiplin kerja, kesejahteraan merupakan faktor yang dapat dipenuhi oleh pihak perusahaan terhadap karyawannya, yang selanjutnya akan memberikan kepuasan dan kecintaannya terhadap perusahaan atau pekerjaannya. Jika kecintaan pekerja semakin baik terhadap pekerjaannya, maka disiplin itu perlu imbang, yaitu salah satunya adalah tingkat kesejahteraan yang dimaksud, apabila kebutuhan tersebut telah terpenuhi mereka dapat hidup layak, dengan kelayakan hidup ini mereka akan lebih tenang dalam melaksanakan tugastugasnya, dan dengan ketenangan tersebut diharapkan mereka akan lebih berdisiplin. Kesejahteraan ini merupakan salah satu contoh diantara beberapa aspek yang berkaitan dengan disiplin kerja. 12) Penelitian lainnya yang dijadika acuan ialah penelitian yang dilakuakan oleh Mitha Krisna Dewi Rantika ( 2008 ) dengan judul “ Pengaruh Kepemimpinan, Lingkungan Kerja dan Kompensasi terhadap Disiplin kerja Karyawan Pada PT . Bank Perkreditan Rakyat ( BPR ) Saraswati 46
Ekabumi“. hasil penelitiannya adalah variabel kepemimpinan , lingkungan
kerja,
dan
kompensasi
secara
bersama–bersama
berpengaruh signifikan terhadap disiplin kerja ‘karyawan pada PT Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Saraswati Ekabumi, dilihat dari perhitungan uji F di dapat perhitungan F hitung 13) Desy Arisandy (2004) dengan judul penelitian “Hubungan Antara Persepsi Karyawan Terhadap Disiplin Kerja Karyawan Bagian Produksi Pabrik Keramik Ken Lila Production di Jakarta ”. Ada dua alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu:
(1) Angket persepsi
terhadap kontrol atasan, yang memuat aspek: objectivity, wetmatigheid, affective & efficiency, continuity, dan feed back, dan (2) Angket disiplin kerja, yang memuat aspek: keabsenan, kelambanan, meninggalkan tempat kerja, tidur di tempat kerja, mengulangi prestasi buruk, pembangkangan perintah, memperlambat pekerjaan, menolak kerja sama, menolak kerja lembur, menggunakan obat- obatan terlarang, dan merusak peralatan. Dan dimana hasil penelitiannya terdapat korelasi yang positif antara persepsi karyawan dengan disiplin kerja , tidak dapat dilepaskan dari peranan kontrol atasan terhadap karyawan yang berperan dalam membentuk kondisi lingkungan kerja. Dengan adanya kontrol
dari atasan, semua kegiatan yang dilakukan suatu
perusahaan akan berjalan terarah dan tidak menyimpang dari rencanarencana yang telah ditetapkan
sebelumnya.
Adapun
perbedaan
dalam penelitian ini adalah jumlah variabel yang digunakan, waktu 47
serta tempat penelitian, sedangkan persamaannya adalah variabel terikatnya , yaitu sama-sama meneliti tentang disiplin kerja. 14) Penelitian kedua yang dijadikan acuan adalah penelitian yang dilakukan oleh Ni Made Pertami Susilawati ( 2005 ) dengan judul ‘’ Analisis Faktor – faktor Yang Berkontribusi Terhadap disiplin Kerja Pegawai Kantor Rektorat Universitas Udayana’’. Hasil penelitiannya adalah secara keseluruhan ada empat faktor yang di dedifikasi memberikan kontribusi terhadap disiplin kerja pegawai kantor Rektorat Universitas Udayana . keempat faktor tersebut memberi kontribusi terhadap disiplin kerja pegawai Kantor Rektorat Universitas Udayana tersebut maka yang dominan memberikan kontribusi adalah faktor kepemimpinan dengan presentase sebesar 20,12 persen . Kemudian faktor kompensasi dengan presentase varian sebesar 20,12. Faktor hubungan kerja mempunyai varian sebesar 12,16 persen dan faktor lingkungan kerja fisik mempunyai varian terendah sebesar 11,13 persen .Adapun persamaan penelitian sebelumnya dengan penelitian sekarang ialah sama – sama meneliti faktor disiplin kerja dan perbedaannya terletak pada tahun penelitian dan lokasi penelitian . 15) Penelitian lainnya yang dijadikan acuan ialah penelitian yang dilakukan oleh Ida Bagus Made Aridiputra ( 2005 ) yang berjudul ‘’Analisisb Beberapa Faktor yang mempengaruhi Disiplin Kerja Karyawan pada PT . PLN ( Persero ) Distribusi Bali ‘’. Adapun faktor yang dianalisis dalam penelitian ini antara lain adalah motivasi , pendidikan , dan 48
pelatihan , kepemimpinan , kompensasi dan penegakan disiplin . berdasarkan hasil perhitungan hasil persamaan regresinya yaitu Y = 1,163 + 0,281 X1 + 0,212 X2 + 0,279 X3 + 0,227 X4 + 0,167 X5. Sedangkan dari analisis uji regresinya yaitu test di peroleh t hitung sebesar 3,995 untuk X1 3,222 untuk X2, 4,198 untuk X3 3,747 untuk X4 dan 2,003 untuk X5 . Nilai t tabel sebesar 1,671 maka nilai t hitung lebih besar dari nilai t tabel .Maka hal ini berarti motivasi , pendidikan dan
pelatihan , kepemimpinan kompensasi dan penegakan disiplin
secara parsial berpengaruh signifikan terhadap disiplin kerja karyawan pada PT . PLN ( Persero ) Distribusi Bali . Adapun persamaan penelitian sekarang ialah sama – sama meneliti faktor disiplin kerja pada perbedaannya terletak pada tahun penelitian dan lokasi penelitian. 16) Penelitian pertama yang dijadikan acuan adalah penelitian yang dilakukan oleh Luh erni Candrawati ( 2005 ) yang berjudul ‘’ Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Disiplin Kerja Karyawan Bagian servis Pada PT Astra International ,Tbk. Isuzu Cabang Denpasar . Penelitian ini memaparkan tentang motivasi , kepemimpinan , kompensasi dan penegakan disiplin PT . Astra International ,Tbk Isuzu cabang Denpasar . Denpasar . Berdasarkan hasil perhitungan persamaan regresinya yaitu Y= 0,897 + 0,21 X1 + 0,435 X2 + 0,242 X3 + 0,227 X4 . Sedangkan dari analisis uji regresinya yaitu t- test diperoleh t hitung sebesar 3,068 untuk X1 , 6,552 untuk X2 , 4,476 X3 dan 4,289 X4 . Nilai t tabel 2,048 maka niali t hitung lebih besar dari nilai t tabel . Hal ini berarti 49
motivasi, kepemimpinan, kompensasi dan penegakan disiplin kerja secara parsial berpengaruh signifikan terhadap disiplin kerja karyawan bagian servis pada PT Astra International ,Tbk. Isuzu Cabang Denpasar. Adapun
persamaan
penelitian
sebelumnya
dengan
penelitian
sebelumnya dengan penelitian sekarang ialah sama – sama meneliti faktor disiplin kerja dan perbedaannya terletak pada tahun penelitian dan lokasi penelitian . 17) Setiari
(2007)
dengan
judul
penelitian
“Faktor-faktor
yang
berkontribusi Terhadap Disiplin Dosen dalam Kegiatan Belajar Mengajar di Universitas Warmadewa Denpasar” tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui ada atau tidak faktor kompensasi, motivasi, kepemimpinan, lingkungan kerja fisik, hubungan kerja, pengawasan, kemampuan dan sanksi berkontribusi terhadap disiplin dosen dalam proses belajar mengajar di Universitas Warnadewa Denpasar. Yang kedua adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berkontribusi dominan terhadap disiplin dosen dalam proses belajar mengajar. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa diantara faktor kompensasi, motivasi, kepemimpinan, lingkungan kerja fisik, hubungan kerja, pengawasan, kemampuan dan sanksi yang berpengaruh dominan terhadap disiplin kerja adalah faktor motivasi. 18) Apriliatin (2007) dengan judul penelitian “Hubungan Antara Persepsi Terhadap Kompensasi Dengan Disiplin Kerja Awak KA PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi V di Lingkungan Stasiun Besar 50
Purwokerto” dalam penelitian ini disebutkan bahwa ada hubungan positif antara persepsi terhadap kompensasi dengan disiplin kerja awak KA. Semakin positif persepsi pegawai terhadap kompensasi, maka semakin tinggi disiplin kerja pegawai. Sebaliknya, semakin negatif persepsi pegawai terhadap kompensasi maka semakin rendah pula disiplin pegawai. Persepsi terhadap kompensasi subjek menunjukkan kategori tinggi sementara disiplin kerja subjek pada saat penilitian juga berada pada posisi tinggi. Sumbangan efektif variabel persepsi terhadap kompensasi pada disiplin kerja pegawai sebesar 25,7 persen sedangkan 74,3 persen lainnya dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang tidak dibahas dalam penelitian ini. 19) Siwantara (2010) dengan judul “Pengaruh Kompetensi Profesional dan Motivasi Kerja serta Iklim Organisasi terhadap Disiplin Kerja dan Kinerja Dosen Politeknik Negeri Badung”. Penelitian ini ingin menggambarkan pengaruh dari kompetensi profesional dan motivasi kerja serta iklim organisasi terhadap disiplin dan kinerja dosen Politeknik Negeri Bandung, dengan teknik analisis SEM dengan tujuh langkah hipotesis, semua variabel tersebut berpengaruh signifikan terhadap variabel disiplin kerja dan kinerja. 20) Parlinda (2007) dengan judul penelitian “Pengaruh Kepemimpinan, Motivasi, Pelatihan dan Lingkungan Kerja Terhadap Disiplin Kerja Karyawan pada Perusahaan Daerah Air Minum Kota Surakarta”. Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh 51
kepemimpinan, motivasi, pelatihan dan lingkungan kerja terhadap disiplin kerja karyawan secara simultan dan parsial. Teknik analisis yang digunakan yaitu uji T, uji F, regresi linear berganda, dan uji asumsi klasik. Hasil dari penelitian ini yaitu variabel pelatihan dan lingkungan kerja memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap disiplin kerja karyawan. Sedangkan variabel kepemimpinan dan motivasi tidak signifikan sehingga tidak berpengaruh terhadap disiplin kerja karyawan. Nilai F hitung sebesar 29,809 berarti variabel kepemimpinan, motivasi, pelatihan, dan lingkungan kerja secara bersama-sama berpengaruh secara signifikan dan nilai R2 sebesar 0,620.
2.7
Rumusan Hipotesis Adapun hipotesis yang dikemukakan terhadap permasalahan ini adalah
sebagai berikut. 1) Kompetensi, motivasi dan lingkungan kerja secara simultan dan parsial berpengaruh terhadap disiplin kerja karyawan pada Kantor Pusat PDAM Kota Denpasar. 2) Variabel manakah yang berpengaruh dominan antara kompetensi, motivasi, dan lingkungan kerja terhadap disiplin kerja karyawan pada Kantor Pusat PDAM Kota Denpasar.
52