BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS
2.1
Landasan Teori
2.1.1
Teori nilai perusahaan Berdasarkan teori perusahaan (theory of the firm), tujuan suatu perusahaan
adalah memaksimasi laba dimana manajer/pemilik perusahaan dianggap selalu berusaha untuk memaksimumkan laba jangka pendek perusahaannya, jika penekanan tujuan terhadap laba tersebut mulai bergeser atau diperluas sehingga mencakup dimensi ketidakpastian dan waktu maka tujuan utama perusahaan berubah menjadi memaksimasi kekayaan, dan bukan lagi sekedar maksimasi laba jangka panjang. Sekarang ini tujuan maksimasi kekayaan atau maksimasi nilai tersebut dianggap sebagai tujuan utama dari suatu unit usaha. Salvatore (2001:11) menyatakan teori
perusahaan (theory of the firm) sekarang mempostulatkan
bahwa maksud atau tujuan utama perusahaan adalah untuk memaksimumkan kekayaan atau nilai perusahaan. 2.1.2
Pengertian Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Lembaga Perkreditan Desa (LPD) mulai berkembang di Bali sejak tahun
1985 berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah tingkat 1 Bali No.972 Tahun 1984 yang kemudian dikukuhkan dengan Peraturan Daerah Tingkat 1 Bali No. 2 Tahun 1985. Berdasarkan Peraturan Daerah provinsi Bali No.8 tahun 2002 tentang LPD, bahwa untuk melestarikan dan meningkatkan kemandirian kehidupan desa pakraman dengan segala aspeknya, dipandang perlu mengadakan usaha-usaha memperkuat keuangan desa sebagai sarana penunjang
13
melalui pendirian suatu badan usaha milik desa berupa LPD yang bergerak dalam usaha simpan pinjam. LPD adalah suatu nama bagi usaha simpan pinjam milik masyarakat desa pakraman yang berada di Propinsi Bali dan merupakan sarana perekonomian rakyat di pedesaan. Untuk mencapai keuntungan yang optimal LPD harus menjalankan usahanya secara efisien, efektif dan ekonomis. Lembaga ini sangat berpotensi dan telah terbukti dalam memajukan kesejahteraan masyarakat desa dan memenuhi kepentingan desa itu sendiri. LPD sebagai salah satu wadah kekayaan desa, menjalankan fungsinya dalam bentuk usaha-usaha kearah peningkatan taraf hidup krama desa dan dalam kegiatannya banyak menunjang pembangunan Desa. LPD didirikan dengan tujuan untuk memberantasi ijon, gadai gelap, dan lain-lain yang dapat disamakan dengan itu, meningkatkan daya beli masyarakat desa serta melancarkan lalu lintas pembayaran dan pertukaran di desa. Penyelesaian kredit macet pada LPD dengan cara pemanggilan pelaku kredit macet yang kemudian dibawa ke Paruman Desa untuk melakukan musyawarah dan penentuan sanksi yang dihadiri oleh Bendesa Pakraman, Kelian Banjar, Kepala Desa dinas. Kebanyakan kredit macet yang terjadi di LPD disebabkan oleh kelalaian yang dilakukan oleh pengurus LPD yang memberikan kredit kepada krama di luar desa pakraman. Cara penjatuhan sanksi kepada oknum pengurus LPD yang telah terbukti bersalah telah memberikan kredit kepada nasabah di luar desa pakraman merupakan konsekuensi yang harus diterima oleh oknum pengurus tersebut sebagai tanggungjawab pengurus, karena untuk nasabah di luar desa pakraman tidak mungkin dilakukan penjatuhan sanksi adat. Kondisi ini
14
dikarenakan otonomi yang dimilikinya, sanksi adat hanya bersifat lokalitas, artinya hanya dapat diterapkan kepada seluruh krama desa pakraman yang telah melakukan kesalahan, sehingga pertanggungjawabannya harus dipikul oleh oknum pengurus yang telah melakukan kesalahan. Penjatuhan sanksi adat oleh prajuru pakraman melalui paruman desa kepada warganya yang telah melakukan kesalahan seperti pada kasus kredit macet. 2.1.3
Fungsi dan tujuan LPD Peraturan Daerah Provinsi Tingkat I bali No.8 Tahun 2002 tentang LPD
menyatakan bahwa LPD sebagai salah satu wadah kekayaan desa, menjalankan fungsinya dalam bentuk usaha-usaha kearah peningkatan taraf hidup krama desa dalam kegiatannya banyak menunjang pembangunan desa. Dalam Peraturan Daerah Provinsi Bali No.8 Tahun 2002 tentang LPD juga tercantum tujuan LPD antara lain: 1) Mendorong pembangunan ekonomi masyarakat desa melalui tabungan yang terarah serta menyalurkan modal yang efektif. 2) Memberantas ijon, gadai gelap dan sejenisnya. 3) Menciptakan pemerataan dan kesempatan berusaha bagi warga desa dan tenaga kerja di pedesaan. 4) Meningkatkan daya beli dan melancarkan lalu lintas pembayaran dan peredaran uang di desa. Untuk mencapai tujuannya, LPD melaksanakan usaha sebagai berikut: 1) Menerima dan menghimpun dana dari krama desa dalam bentuk tabungan dan deposito.
15
2) Memberikan pinjaman hanya pada krama desa. 3) Menerima pinjaman dari lembaga-lembaga keuangan maksimum sebesar 100% dari jumlah modal, termasuk cadangan dan laba ditahan, kecuali batasan lain dalam jumlah pinjaman atau dukungan atau bantuan dana. 4) Menyimpan kelebihan likuiditasnya pada BPD dengan imbalan bunga bersaing dan pelayanan yang memadai. 2.1.4
Kedudukan LPD dalam sistem perbankan Sesuai dengan Ketentuan Undang-undang Perbankan Nomor 7 Tahun
1992 pasal 58 (Kasmir 2004a:366) dinyatakan sebagai berikut: “Bank Desa, Lumbung Desa, Bank Pasar, Bank Pegawai, Lumbung Pitiih Nagari (LPN), Lembaga Perkreditan Desa (LPD), Bank Kredit Desa (BKD), Bank Kredit Kecamatan (BKK), Kredit Usaha Rakyat Kecil (KURK), Lembaga Perkreditan Kecamatan (LPK), Bank Karya Produksi Desa (BKPD) dan atau lembagalembaga lainnya yang dipersamakan dengan itu diberikan status sebagai Bank Perkreditan Rakyat (BPR) berdasarkan undang-undang ini dengan mematuhi persyaratan tata cara yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah”. Dari uraian diatas dapat dinyatakan bahwa LPD merupakan subsistem dari jaringan perbankan dan dapat disetarakan dengan BPR. 2.1.5
Kedudukan desa adat dalam perkembangan LPD Kedudukan desa adat didalam perkembangan keberdaan LPD sangat
strategis dengan pertimbangan sebagai berikut: 1) Desa adat merupakan lembaga tradisional yang telah mengakar dan dihormati oleh masyarakat pedesaan, terutama adatnya.
16
2) Desa adat memiliki peraturan-peraturan yang telah disepakati dan dipatuhi baik secara tertulis maupun belum tertulis. 3) Desa adat merupakan suatu lembaga tradisional yang bersifat kelompok yang didasarkan pada geografis adat yang sudah tentu interaksi sosial yang terjadi sehari-hari menyebabkan tumbuhnya rasa kesatuan dan kerjasama alamiah sebagai wujud gotong royong yang terjalin erat. 4) Desa adat mempunyai kewajiban dan beban tanggungjawab yang cukup besar apabila dibandingkan dengan hak yang dimiliki dan bantuan yang diperoleh dari pihak pemerintah daerah dan pusat. 2.1.6
Syarat-syarat pendirian LPD Pendirian LPD dapat dilakukan apabila sudah mendapatkan izin pendirian.
Izin pendirian LPD ditetapkan dengan Keputusan Gubernur setelah mendapat rekomendasi dari Bupati/Walikota. LPD dapat didirikan dengan modal awal sekurang-kurangnya Rp10.000.000 (sepuluh juta rupiah). Darsana (2009:115) mengatakan modal LPD terdiri dari: 1) Swadaya masyarakat sendiri/urunan krama desa. 2) Bantuan, baik dari pemerintah atau dari sumber lain yang tidak mengikat. 3) Laba yang ditahan, adalah laba LPD yang tidak dibagikan dalam bentuk cadangan umum dan cadangan tujuan (60% dari laba LPD). Dalam pasal 5 Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 8 Tahun 2002, disebutkan bahwa LPD dapat didirikan apabila sudah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut.
17
1) Telah memiliki awig-awig tertulis. 2) Ditinjau dari segi sosial ekonomi, desa tersebut cukup potensial untuk berkembang. 2.1.7
Pengertian kas Menurut Baridwan (2004:83) kas merupakan suatu alat pertukaran dan
juga digunakan sebagai ukuran dalam akuntansi. Kas merupakan aktiva lancar yang paling berharga bagi perusahaan karena sifatnya yang likuid. Semua transaksi bermula dan berakhir ke penerimaan kas atau pengeluaran kas, tanpa tersedianya kas yang memadai, perusahaan akan mengalami kesulitan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Akibatnya kegiatan atau aktivitas perusahaan akan terhambat dan tujuan tidak dapat dicapai. Menurut Weygandt, Kieso, Kimmel (2007 : 462) dalam Roudhah dan Idhar Yahya (2009) ”Kas (cash) adalah : terdiri atas koin, cek, money order (wesel atau kiriman uang melalui pos yang lazim berbentuk draft bank atau cek bank), dan uang tunai di tangan atau simpanan di bank atau semacam deposito, aturan yang berlaku umum di bank adalah jika bank menerima untuk disimpan di bank maka itulah kas”. Berdasarkan pengertian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kas adalah alat pertukaran atau pembayaran yang dapat diterima atau siap dan bebas digunakan setiap saat untuk membayar semua kewajiban yang ada, dapat disimpan di dalam bank atau tempat-tempat lainnya serta dapat digunakan untuk membiayai kegiatan umum perusahaan dan penggunaannya tidak terbatas.
18
2.1.8
Motif-motif penahanan uang kas Menurut Sartono (2001:520) mengidentifikasikan tiga motif untuk
mempertahankan kas dalam pengertian luas, baik yang tunai maupun uang yang ada di bank, yaitu: 1) Kebutuhan untuk transaksi, karena aliran kas masuk tidak sama dengan aliran kas keluar, maka diperlukan adanya kas untuk melakukan transaksi usaha, seperti membayar tenaga upah kerja, pajak, dividen dan pengadaan persediaan. 2) Kebutuhan untuk berjaga-jaga, karena ketidakpastian aliran kas pada masa mendatang dan kemampuan meminjam perusahaan untuk menambah kebutuhan dana. 3) Kebutuhan untuk spekulasi, kebutuhan kas untuk memperoleh keuntungan karena perubahan harga surat berharga. Jika diperkirakan tingkat bunga akan naik dan harga surat berharga akan turun disarankan untuk menahan kas termasuk dana yang disimpan di bank sampai tingkat bunga naik kembali. 2.1.9
Tingkat perputaran kas Perputaran kas merupakan periode perputaran kas yang dimulai saat
dimana kas diinvestasikan dalam komponen modal kerja sampai saat kembali menjadi kas. Kas adalah salah satu unsur modal kerja yang semakin besar jumlah kas yang dimiliki oleh perusahaan berarti semakin tinggi likuiditasnya, disisi lain semakin besar jumlah kas menunjukkan semakin rendah tingkat perputarannya. Menurut Riyanto (2001:95) menyatakan tinglat perputaran kas (TPK) adalah sebagai berikut:
19
Tingkat Perputaran Kas
Rata - rata Kas
Penjualan Bersih x kali .............................................. (1) Rata - rata Kas
Jumlah Kas Awal Tahun t Jumlah Kas Akhir Tahun t ........... (2) 2
2.1.10 Pengertian modal Modal bank secara umum adalah dana yang diinvestasikan oleh pemilik bank dalam pendirian badan usaha yang dimaksudkan untuk membiayai kegiatan usaha bank di samping memenuhi peraturan yang ditetapkan. Modal merupakan suatu ukuran yang terukur yang didasarkan pada pemeriksaan atau audit arsip keuangan dan suatu kerangka akuntansi yang telah ditetapkan (David, 2006:32). Konsep modal selalu mencakup sumber daya manusia yang pemanfaatanya dibatasi dan diukur oleh keuntungan yang diperoleh (Jeong, 2007:180). Menurut Mishkin (2000) dalam Febriyanti Dimaelita Siagian dan Wahidin Yasin (2008) ”Ada tiga alasan bank dalam menentukan jumlah modal yaitu modal bank membantu mencegah kegagalan usaha bank, sejumlah modal bank mempengaruhi keuntungan pemegang saham, dan untuk memenuhi ketentuan modal minimum bank”. Untuk menjaga kepercayaan dari para nasabah atau investor terhadap dunia perbankan diperlukan peran dari pemerintah dalam mendukung dan menilai kecukupan modal melalui peraturan dan kebijakan fiskal (Lee, 2010:3). Modal merupakan faktor yang sangat penting bagi perkembangan dan kemajuan LPD dan modal juga dapat digunakan untuk menjaga kemungkinan timbulnya resiko kerugian akibat dari pergerakan aktiva yang pada dasarnya berasal dari sebagian besar dana pihak ketiga. Sehingga dalam hal ini LPD harus menyediakan modal minimum yang cukup menjamin kepentingan-kepentingan
20
pihak ketiga. Karena adanya resiko tersebut maka LPD harus memperkokoh modalnya. Modal yang cukup menjadi penting karena modal berfungsi untuk: 1) Keperluan operasional LPD. 2) Memenuhi aturan yang ditetapkan. 3) Melindugi atau menyerap kerugian. 4) Sebagai alat untuk mengukur besar kecilnya kekayaan yang dimiliki oleh pemegang saham. 2.1.11 Macam-macam modal Menurut Kasmir (2004:257), modal pada umumnya dapat dibagi menjadi dua yaitu modal inti dan modal pelengkap. Adapun perincian dari modal inti dan modal pelengkap adalah sebagai berikut: 1) Modal inti Modal inti merupakan modal sendiri yang tertera pada posisi ekuitas yang terdiri dari: (1) Modal disetor, merupakan modal yang disetorkan oleh pemilik bank, sesuai dengan peraturan yang berlaku. (2) Agio saham, merupakan kelebihan harga saham atas nilai nominal saham yang bersangkutan. (3) Modal sumbangan, merupakan modal yang diperoleh kembali dari sumbangan saham, termasuk modal dari donasi dari luar bank. (4) Cadangan umum, merupakan cadangan yang diperoleh dari penyisihan laba yang ditahan atau dari laba bersih setelah dikurangi pajak.
21
(5) Cadangan tujuan, merupakan bagian laba setelah dikurangi pajak yang telah disisihkan untuk tujuan tertentu. (6) Laba ditahan, merupakan saldo laba bersih setelah diperhitungkan pajak dan telah diputuskan RUPS untuk tidak dibagikan. (7) Laba tahun lalu, merupakan seluruh laba bersih tahun lalu setelah dikurangi pajak. (8) Rugi tahun lalu, merupakan kerugian yang diderita tahun lalu. (9) Laba tahun berjalan, merupakan laba yang diperoleh dalam tahun buku berjalan setelah dikurangi taksiran hutang pajak. (10) Rugi tahun berjalan, merupakan kerugian yang telah diderita selama tahun buku berjalan. 2) Modal pelengkap Modal pelengkap merupakan modal pinjaman dan cadangan revaluasi aktiva serta cadangan penyisihan penghapusan aktiva produktif (CPRR) (1) Modal pinjaman, merupakan pinjaman yang didukung oleh warkatwarkat yang memiliki sifat seperti modal (maksimum 50% dari modal inti). (2) Cadangan revaluasi aktiva, merupakan cadangan yang dibentuk dari selisih penilaian kembali dari aktiva tetap yang dimiliki bank. (3) Cadangan
penyisihan
penghapusan
aktiva
produktif
(CPRR),
merupakan cadangan yang dibentuk dengan cara membebankan laba rugi tahun berjalan dengan maksud untuk menampung kerugian yang
22
mungkin akan timbul sebagai akibat tidak diterimanya seluruh atau sebagian aktiva produktif. 2.1.12 Sumber-sumber modal LPD Darsana (2009:115) mengatakan modal LPD terdiri dari: 1) Swadaya masyarakat sendiri/urunan karma desa. 2) Bantuan, baik dari pemerintah atau dari sumber lain yang tidak mengikat. 3) Laba yang ditahan, adalah laba LPD yang tidak dibagikan dalam bentuk cadangan umum dan cadangan tujuan (60% dari laba LPD). 2.1.13 Tingkat kecukupan modal Tingkat kecukupan modal merupakan perbandingan antara total modal dengan Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR). Tingkat kecukupan modal mempunyai pengaruh yang positif terhadap profitabilitas. Modal LPD yang cukup atau banyak menjadi sangat penting karena modal LPD dapat berfungsi dan memperlancar kegiatan operasional sebuah LPD, dimana investasi dan aktiva tetap sangat diperlukan dan untuk memperolehnya digunakan modal sendiri atau bukan dengan dana yang berasal dari masyarakat (Sudirman, 2009:93). Adapun rumus untuk menghitung tingkat kecukupan modal adalah: Kecukupan Modal
Total Modal x100% .................................................... (3) ATMR
ATMR = Nilai masing-masing aktiva x bobot risiko …………………….. (4) ATMR adalah nilai total masing-masing aktiva setelah dikalikan dengan masing-masing bobot risiko aktiva tersebut. Dengan demikian, ATMR menunjukkan nilai aktiva berisiko yang memerlukan antisipasi modal dalam
23
jumlah cukup. Bobot risiko untuk masing-masing aktiva adalah sebagai berikut (Rusmala, 2008:12): 1) Kas dengan bobot 0% 2) Antar bank aktiva dengan bobot 20% 3) Pinjaman yang diberikan dengan bobot 100% 4) Aktiva tetap dan inventaris dengan bobot 100% 5) Rupa-rupa aktiva dengan bobot 100% 2.1.14 Pengertian kredit (Loan) Menurut Undang-Undang Perbankan No.7 Tahun 1992, kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat disamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga atau pembagian hasil keuntungan. Dalam artian luas kredit diartikan sebagai kepercayaan. Sebelum kredit diberikan, untuk meyakinkan bahwa nasabah benar-benar dapat dipercaya maka LPD terlebih dahulu mengadakan analisis kredit. Tujuan analisis ini adalah agar LPD yakin bahwa kredit yang diberikan benar-benar aman. Pemberian kredit tanpa dianalisis terlebih dahulu akan sangat membahayakan LPD. Nasabah dalam hal ini dengan mudah memberikan data-data fiktif sehingga kredit tersebut sebenarnya tidak layak untuk diberikan. Akibatnya jika salah dalam menganalisis, maka kredit yang disalurkan akan sulit untuk mengalami kemacetan maka langkah yang dilakukan untuk penyelamatan kredit tersebut beragam.
24
2.1.15 Loan to deposit ratio (LDR) Fungsi utama dari sebuah LPD adalah mengumpulkan dana dari masyarakat berupa tabungan dan deposito serta menyalurkan dana tersebut kembali kepada masyarakat. LPD harus mampu melaksanakan fungsi tersebut seefisien mungkin, dalam artian semakin banyak dana yang dihimpun dari masyarakat maka LPD harus sedapat mungkin menyalurkan dana tersebut atau dapat dikatakan dari pemberian kredit itulah LPD bisa memperoleh pendapatan. Dalam lembaga perbankan, 75% penghasilan lembaga perbankan berasal dari pendapatan bunga (Simorangkir, 2000:6) itu artinya jika LPD ingin mendapatkan penghasilan yang besar maka LPD harus mengoptimalkan kreditnya. LDR adalah rasio keuangan perusahaan perbankan yang berhubungan dengan aspek likuiditas. LDR adalah suatu pengukuran tradisional yang menunjukkan deposito berjangka, giro, tabungan, dan lain-lain yang digunakan dalam memenuhi permohonan pinjaman (loan requests) nasabahnya. Rasio ini digunakan untuk mengukur tingkat likuiditas. Rasio yang tinggi menunjukkan bahwa suatu LPD meminjamkan seluruh dananya (loan-up) atau relatif tidak likuid (illiquid). Sebaliknya rasio yang rendah menunjukkan lembaga perbankan yang likuid dengan kelebihan kapasitas dana yang siap untuk dipinjamkan (Latumaerissa, 1999:23). LDR disebut juga rasio kredit terhadap total dana pihak ketiga yang digunakan untuk mengukur dana pihak ketiga yang disalurkan dalam bentuk kredit. Penyaluran kredit merupakan kegiatan utama LPD, oleh karena itu sumber pendapatan utama LPD berasal dari kegiatan ini. Semakin besarnya penyaluran
25
dana dalam bentuk kredit dibandingkan dengan deposito atau simpanan masyarakat pada suatu bank membawa konsekuensi semakin besarnya risiko yang harus ditanggung oleh LPD yang bersangkutan. Menurut Susilo, dkk (2000:23), rasio LDR merupakan rasio perbandingan antara jumlah dana yang disalurkan ke masyarakat (kredit) dengan jumlah dana yang dikumpulkan dari pihak ketiga ditambah dengan modal sendiri. Loan to deposit ratio dapat dijelaskan dengan rumus: LDR
Kredit yang diberikan x100% ......................... (5) Dana pihak ketiga Modal sendiri
Rasio ini menggambarkan kemampuan LPD membayar kembali penarikan yang dilakukan nasabah deposan dengan mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya. Semakin tinggi rasio ini semakin rendah pula kemampuan likuiditas lembaga perbankan (Dendawijaya, 2000:118). Sebagian praktisi perbankan menyepakati bahwa batas aman dari LDR suatu lembaga perbankan adalah sekitar 85%. Namun batas toleransi berkisar antara 85%-100% atau menurut Kasmir (2003:272), batas aman untuk LDR menurut peraturan pemerintah adalah maksimum 110%. Tujuan penting dari perhitungan LDR adalah untuk mengetahui serta menilai sampai berapa jauh LPD memiliki kondisi sehat dalam menjalankan operasi atau kegiatan usahanya. Dengan kata lain LDR digunakan sebagai suatu indikator untuk mengetahui tingkat kerawanan suatu lembaga perbankan.
26
2.1.16 Pengertian nasabah Menurut Undang-undang No. 10 tahun 1998 Bab I Pasal 1 dalam Siamat (2001) pengertian nasabah adalah sebagai berikut: 1) Nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa bank. 2) Nasabah penyimpan adalah nasabah yang menempatkan dananya di lembaga keuangan dalam bentuk simpanan berdasarkan perjanjian lembaga keuangan dengan nasabah yang bersangkutan. 3) Nasabah debitur adalah nasabah yang memperoleh fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip-prinsip syariah atau dipersamakan dengan itu berdasarkan perjanjian lembaga keuangan dengan nasabah yang bersangkutan. 2.1.17 Tingkat pertumbuhan jumlah nasabah Pertumbuhan nasabah merupakan perkembangan jumlah nasabah periode sekarang dibandingkan dengan jumlah nasabah periode sebelumnya yang dinyatakan dalam persentase. Pada LPD nasabah terdiri dari nasabah kredit, nasabah tabungan dan nasabah deposito. Pada rumus pertumbuhan nasabah diadopsi dari rumus pertumbuhan ekonomi, dimana menurut Nanga (2005:274) untuk menghitung laju pertumbuhan ekonomi, dapat dilakukan dengan menggunakan formula sebagai berikut: g
Yt Yt 1 x100% .......................................................................... (6) Yt 1
g = laju pertumbuhan ekonomi, Yt = produk domestik bruto (GDP) pada tahun t (tahun sekarang) Yt-1 = produk domestik bruto (GDP) pada t-1 (tahun sebelumya)
27
Maka rumus pertumbuhan jumlah nasabah menjadi:
PN
JN t JN t -1 x100% .................................................................. (7) JN t -1
PN = pertumbuhan nasabah JNt = jumlah nasabah pada tahun t (tahun sekarang) JNt-1 = jumlah nasabah pada tahun t-1 (tahun sebelumnya) 2.1.18 Profitabilitas Profitabilitas menunjukkan kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva, maupun modal sendiri. Performa manajerial dari setiap perusahaan akan dapat dikatakan baik apabila tingkat profitabilitas perusahaan yang dikelolanya tinggi ataupun dengan kata lain maksimal,
dimana
profitabilitas
ini
umumnya
selalu
diukur
dengan
membandingkan laba yang diperoleh perusahaan dengan sejumlah perkiraan yang menjadi tolak ukur keberhasilan perusahaan seperti jumlah aktiva perusahaan maupun penjualan dan investasi, sehingga dapat diketahui efektivitas pengelolaan keuangan dan aktiva oleh perusahaan (Hendra dan Fahmi: 2009). Menurut Sartono (2001:122), terdapat beberapa rumus yang dapat digunakan untuk mengukur profitabilitas, antara lain: 1) Gross Profit Margin digunakan untuk menghitung laba kotor yang dihasilkan perusahaan yang dibandingkan dengan penjualan. Gross Profit Margin
Penjualan - Harga Pokok Penjualan ............. (8) Penjualan
28
2) Net Profit Margin adalah rasio yang digunakan untuk menghitung sejauh mana kemampuan perusahaan menghasilkan laba bersih pada tingkat penjualan tertentu. Net Profit Margin
Laba setelah pajak .......................................... (9) Penjualan
Apabila Gross Profit Margin selama satu periode tidak berubah sedangkan Net Profit Margin mengalami penurunan, maka berarti bahwa biaya meningkat relatif lebih besar daripada peningkatan penjualan. 3) Return On Investment (ROI) digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dari total aktiva yang digunakan. Return On Investment
Laba setelah pajak ............................... (10) Total aktiva
4) Return On Equity (ROE) adalah rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memanfaatkan modal sendiri yang digunakan untuk menghasilkan keuntungan. Menurut Hamonangan dan Hasan (2009) menjelaskan bahwa semakin besar ROE, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil. ROE
2.2
Laba setelah pajak x100% ...............................................(11) Modal sendiri
Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya Penelitian ini dilaksanakan dengan mengacu pada penelitian-penelitian
sebelumnya. Penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi profitabilitas
29
sebelumnya pernah dilakukan oleh beberapa peneliti. Beberapa diantaranya sebagai berikut: 1) Yessy Dwiyanti (2010) dengan judul Pengaruh Tingkat Perputaran Kas, Tingkat Perputaran Piutang, Capital Adequacy Ratio, Pertumbuhan Jumlah Nasabah Kredit, Tabungan dan Deposito Pada Profitabilitas LPD di Kecamatan Denpasar Utara. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa berdasarkan pengujian secara simultan pada taraf nyata (α) = 5% melalui uji F dapat diketahui bahwa variabel tingkat perputaran kas, tingat perputaran piutang, capital adequacy ratio, pertumbuhan jumlah nasabah kredit, pertumbuhan jumlah nasabah tabungan, dan pertumbuhan jumlah nasabah deposito mempunyai pengaruh terhadap profitabilitas LPD di Kecamatan Denpasar Utara Periode 2005-2009. Sedangkan hasil uji t menunjukkan tidak semua variabel bebas berpengaruh secara parsial pada profitabilitas, hanya tingkat perputaran piutang (X2), capital adequacy ratio (X3), pertumbuhan jumlah nasabah deposito (X6), yang berpengaruh secara parsial terhadap profitabilitas (Y) LPD di Kecamatan Denpasar Utara Periode 2005-2009. Tingkat perputaran kas (X1), pertumbuhan jumlah nasabah kredit (X4), dan pertumbuhan jumlah nasabah tabungan (X5) tidak berpengaruh secara parsial pada profitabilitas LPD di Kecamatan Denpasar Utara Periode 2005-2009. 2) Andrisani Prasetya (2010) dengan judul Pengaruh Tingkat Perputaran Kas, Cash Ratio, Loan To Deposit Ratio dan Capital Adequacy Ratio terhadap Profitabilitas pada LPD Desa Pakraman Sesetan Periode 2005-2009. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa berdasarkan pengujian secara simultan pada
30
taraf nyata (α) = 5% melalui uji F dapat diketahui bahwa variabel perputaran kas, cash ratio, loan to deposit ratio dan capital adequacy ratio mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap profitabilitas LPD Desa Pakraman Sesetan Periode 2005-2009. Sedangkan berdasarkan pengujian secara parsial taraf nyata (α) = 5% melalui uji t, hanya variabel tingkat perputaran kas dan loan to deposit ratio yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap profitabilitas LPD Desa Pakraman Sesetan periode 2005-2009, sedangkan cash ratio dan capital adequacy ratio tidak memiliki pengaruh secara parsial terhadap profitabilitas. 3) Ni Ketut Mas Adi Lestari (2010) dengan judul Pengaruh Tingkat Perputaran Kas, Tingkat Kecukupan Modal, Tingkat Pertumbuhan Jumlah Nasabah dan Komposisi Badan Pengawas terhadap Profitabilitas LPD di Kecamatan Kuta. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa berdasarkan hasil perhitungan analisis regresi secara statistik 32,5% dari variabel profitabilitas dipengaruhi secara simultan oleh tingkat perputaran kas, tingkat kecukupan modal, tingkat pertumbuhan jumlah nasabah dan komposisi badan pengawas, serta sisanya sebesar 67,5% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang tidak dimasukkan dalam model. Berdasarkan hasil uji F menunjukkan bahwa tingkat perputaran kas, tingkat kecukupan modal, tingkat pertumbuhan jumlah nasabah dan komposisi
badan
pengawas
secara
simultan
berpengaruh
terhadap
profitabilitas LPD di Kecamatan Kuta. Berdasarkan hasil uji t menunjukkan bahwa variabel tingkat perputaran kas, tingkat kecukupan modal dan komposisi badan pengawas secara parsial berpengaruh signifikan pada
31
profitabilitas LPD, sedangkan variabel tingkat pertumbuhan jumlah nasabah secara parsial berpengaruh tidak signifikan pada profitabilitas LPD di kecamatan Kuta. 4) Victor Hironimus Piere Gero (2010) dengan judul Pengaruh Tingkat Perputaran Kas, Loan to Deposit Ratio dan Capital Adequacy Ratio terhadap Profitabilitas pada Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Desa Adat Pecatu Periode 2005-2009. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa berdasarkan pengujian simultan pada taraf nyata (α)=5% melalui uji F diketahui bahwa pengaruh tingkat perputaran kas, loan to deposit ratio dan capital adequacy ratio mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap profitabilitas LPD Desa Adat Pecatu periode 2005-2009. Berdasarkan pengujian secara parsial taraf nyata (α)=5% melalui uji t diketahui bahwa semua variabel bebas yaitu tingkat perputaran kas, loan to deposit ratio dan capital adequacy ratio mempunyai pengaruh signifikan terhadap profitabilitas LPD Desa Adat Pecatu periode 2005-2009. 5) Ni Wayan Juun Sriyanthi (2011) dengan judul Pengaruh Loan To Deposit Ratio, Capital Adequacy Ratio Dan Jumlah Nasabah Aktif terhadap Profitabilitas pada Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Desa Adat Kuta Periode 2005-2009. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa berdasarkan pengujian secara simultan pada taraf nyata (α)=5% memalui F-test dapat diketahui bahwa loan to deposit ratio, capital adequacy ratio dan jumlah nasabah aktif mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap profitabilitas LPD Desa Adat Kuta Periode 2005-2009. Berdasarkan pengujian secara parsial taraf nyata
32
(α)=5% melalui uji t, variabel loan to deposit ratio mempunyai pengaruh signifikan terhadap profitabilitas LPD Desa Adat Kuta Periode 2005-2009, sedangkan capital adequacy ratio dan jumlah nasabah aktif secara parsial memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap profitabilitas LPD Desa Adat Kuta Periode 2005-2009.
2.4
Rumusan Hipotesis
2.3.1
Pengaruh tingkat perputaran kas pada profitabilitas Perputaran kas merupakan periode perputaran kas yang dimulai saat
dimana kas diinvestasikan dalam komponen modal kerja sampai saat kembali menjadi kas. Semakin tinggi tingkat perputaran kas berarti semakin tinggi tingkat efisiensi penggunaan kasnya, sehingga meningkatkan profitabilitas LPD. Akan tetapi, tingkat perputaran kas yang berlebihan dapat juga berarti bahwa jumlah persediaan kas yang tersedia adalah terlalu kecil dan nantinya dapat mengganggu kelancaran operasional LPD. Menurut hasil penelitian Andrisani Prasetya(2010) secara parsial tingkat perputaran kas berpengaruh secara signifikan pada profitabilitas. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut. H1: Tingkat perputaran kas berpengaruh pada profitabilitas Lembaga Perkreditan desa (LPD) di Kecamatan Buleleng selama periode 20082010. 2.3.2
Pengaruh tingkat kecukupan modal pada profitabilitas Tingkat kecukupan modal merupakan perbandingan antara total modal
dengan Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR). Modal merupakan faktor
33
yang sangat penting bagi perkembangan kemajuan LPD. Jumlah modal yang ada dalam suatu LPD mencerminkan kemampuan menutup resiko kerugian LPD, yang menjadi suatu persyaratan yang penting bahkan wajib didalam meningkatkan pertumbuhan LPD. Jumlah modal yang minimal harus ada dalam sebuah LPD karena bertujuan untuk meniadakan atau meminimalkan resiko yang mungkin terjadi. Jika LPD tidak mempunyai jumlah modal minimum dalam keadaan LPD tertimpa resiko, maka LPD tersebut akan sulit dioperasikan dengan baik yang secara otomatis akan berpengaruh terhadap profitabilitas. Jika kegiatan operasional lancar maka profitabilitas juga meningkat. Menurut hasil penelitian Ni Ketut Mas Adi Lestari(2010) secara parsial tingkat kecukupan modal berpengaruh secara signifikan pada profitabilitas. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut. H2: Tingkat kecukupan modal berpengaruh pada profitabilitas Lembaga Perkreditan desa (LPD) di Kecamatan Buleleng selama periode 20082010. 2.3.3
Pengaruh loan to deposit ratio pada Profitabilitas Loan to deposit ratio merupakan perbandingan antara kredit yang
diberikan dengan dana yang diterima oleh LPD, juga memiliki pengaruh yang positif terhadap profitabilitas. Kredit yang disalurkan LPD bertujuan untuk menghindari adanya dana yang tidak produktif, adanya dana yang menganggur akan menyebabkan kerugian bagi LPD. Loan to deposit ratio yang menunjukkan pemberian penyaluran kredit tersebut akan semakin besar sehingga akan meningkatkan profitabilitas LPD. Menurut hasil penelitian Ni Wayan Juun
34
Sriyanthi(2011) secra parsial loan to deposit ratio berpengaruh secara signifikan pada profitabilitas. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut. H3: Loan to deposit ratio berpengaruh pada profitabilitas Lembaga Perkreditan desa (LPD) di Kecamatan Buleleng selama periode 20082010. 2.3.5
Pengaruh tingkat pertumbuhan jumlah nasabah pada profitabilitas Pertumbuhan nasabah merupakan perkembangan jumlah nasabah periode
sekarang dibandingkan dengan jumlah nasabah periode sebelumnya yang dinyatakan dalam persentase. Semakin banyak jumlah nasabah yang melakukan transaksi di LPD seperti kredit, maka semakin tinggi pendapatan yang akan diterima oleh LPD. Dengan demikian pertumbuhan jumlah nasabah kredit mempunyai pengaruh pada profitabilitas ekonomi LPD. Disisi lain, semakin banyak nasabah yang melakukan transaksi tabungan maupun deposito, maka jumlah yang dikeluarkan oleh LPD akan semakin tinggi. Dengan demikian pertumbuhan jumlah nasabah tabungan maupun deposito mempunyai pengaruh pada profitabilitas LPD. Menurut hasil penelitian Yessy Dwiyanti(2010) secara parsial pertumbuhan jumlah nasabah deposito berpengaruh pada profitabilitas. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut. H4: Tingkat pertumbuhan jumlah nasabah berpengaruh pada profitabilitas Lembaga Perkreditan desa (LPD) di Kecamatan Buleleng selama periode 2008-2010.
35