BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS
2.1 Disiplin Kerja 2.1.1 Pengertian disiplin kerja Disiplin merupakan fungsi operatif Manajemen Sumber Daya Manusia yang terpenting. Karena semakin baik disiplin karyawan maka semakin tinggi produktivitas kerja, tanpa disiplin karyawan yang baik maka sulit bagi perusahaan untuk mencapai hasil yang optimal. Menurut Sinungan (2000 : 273) disiplin adalah sikap mental yang mencerminkan melalui perbuatan atau tingkah laku perorangan, kelompok atau masyarakat berupa kekuatan terhadap peraturanperaturan atau ketentuan-ketentuan yang ditetapkan pemerintah atau etika norma dan kaidah yang berlaku di masyarakat untuk tujuan tertentu. Siagian (2003 : 305), mengartikan disiplin sebagai suatu tindakan manajemen untuk mendorong para anggota organisasi memenuhi tuntutan berbagai ketentuan. Menurut Sinungan (2000 : 134), disiplin kerja adalah sikap kejiwaan dari seseorang atau kelompok orang yang senantiasa berkehendak untuk mengikuti atau mematuhi segala aturan atau keputusan yang telah ditetapkan menurut Hornby yang dikutip oleh Saydam (2002 : 198), disiplin kerja adalah pelatihan khususnya pelatihan pikiran dan sikap untuk pengendalian diri dan kebiasaan menaati peraturan yang berlaku. Menurut Gorda (2004 : 106) disiplin kerja adalah sikap dan prilaku seorang karyawan yang diwujudkan dalam bentuk kesediaan seorang karyawan dengan penuh kesadaran dan ketulusikhlasan atau
15
dengan
paksaan
untuk
mematuhi
dan melaksanakan seluruh kebijaksanaan perusahaan dari dalam
melaksanakan tugas dan tanggung jawab sebagai upaya memberi sumbangan semaksimal mungkin dalam pencapaian tujuan perusahaan. Bagi Mathis dan Jackson (2002:314) disiplin adalah merupakan bentuk pelatihan yang menegakkan peraturan-peraturan
perusahaan.
Berdasarkan
uraian
diatas,
maka
dapat
disimpulkan bahwa disiplin kerja adalah suatu sikap, tingkah laku dan perbuatan yang sesuai dengan peraturan perusahaan dan bertanggung jawab terhadap pekerjaannya. 2.1.2 Pentingnya disiplin kerja Peranan pegawai dalam suatu organisasi
sangat penting, karena
keberhasilan organisasi dipengaruhi oleh kesadaran dan kemauan pegawai untuk berkorban dan bekerja keras dengan menjauhkan diri dari kepentingan pribadi atau golongan, kesadaran untuk bekerja keras demi dan untuk kepentingan organisasi serta melakukan tugasnya secara serius dengan tugas-tugas yang ada (disiplin) akan berpengaruh terhadap efisiensi organisasi. Menurut Saydam (2002:170), disiplin yang diharapkan dari karyawan pada dasarnya ada dua yaitu : 1) Mematuhi segala peraturan yang berlaku dalam perusahaan. 2) Menjauhi segala larangan yang berlaku dalam perusahaan. Menurut Simamora ( 2004 : 618 ) disiplin akan berlangsung baik apabila memenuhi empat prinsip yang disebutnya sebagai prinsip tungku panas ( the hot stove rule ). Keempat prinsip prinsip tungku panas ( the hot stove rule ) tersebut adalah sebagai berikut .
16
1) Adanya pemberitahuan awal sebelum pekerja terdorong melakukan tindakan indisipliner ( melanggar ), berupa hal – hal yang boleh dan tidak dilakukan. 2) Segera, yang artinya dampak dari tindakan indisipliner yang dilakukan oleh seorang pekerja akan efektif jika hukuman langsung dirasakan. 3) Konsisten, berarti tindakan yang adil dan diberikan secara konsisten pada pelaku tindakan indisipliner akan berpengaruh terhadap efektifitas pendisiplinan kerja. 4) Tindakan disiplin sebaiknya melihat kepada apa yang dilakukan oleh pekerja, bukan kepada siapa yang melakukannya. Peraturan harus berlaku kepada siapapun. Disamping organisasi menuntut pegawainya untuk berdisiplin, disiplin yang harus diperhatikan organisasi antara lain : 1) Tiap suatu tindakan terhadap pegawai harus memiliki dasar yang sudah diketahui oleh pegawai. 2) Memberi kompcnsasi waktu yang tepat waktu dan tepat jumlah scsuai dengan jasa yang sudah mereka berikan. 3) Taat asas (konsisten) dan selalu menepati janji. Untuk mengukur seberapa jauh disiplin kerja karyawan dapat dilihat dari ketidak hadiran atau absensi dan tingkah laku karyawan atau pegawai. 1) Ketidakhadiran atau absensi Heidjrahman dan Husnan (2000 : 33), menyatakan bahwa salah satu wujud nyata dari kedisiplinan adalah tingkat absensi. Dengan tingkat
17
absensi yang semakin besar, dengan kata lain banyaknya karyawan yang tidak masuk kerja akan semakin menyulitkan organisasi untuk mencapai tujuan organisasi. Menurut Flippo (1991 : 44) absensi 3 persen sampai 6 persen dianggap tidak wajar atau tinggi dan dibawah 3 persen masih dianggap wajar atau rendah. Apabila absensi 3 persen sampai 6 persen atau diatasnya maka perlu diperhatikan serius oleh perusahaan guna memecahkan masalah penyebab absensi tinggi tersebut. Absensi disebabkan oleh banyak hal antara lain adanya ketidakcocokan dengan teman kerja atau dengan atasan, tidak adanya motivasi kerja, adanya perasaan jenuh dan bosan atau adanya pekerjaan sampingan pegawai yang lebih memberikan penghasilan lebih besar. Oleh karena itu suatu organisasi harus selalu mencari jalan keluar agar pegawai yang dibinanya tetap melakukan tugas sehari-hari dengan tekun dan tidak absen. 2) Tingkah laku karyawan Disiplin kerja pegawai dapat diukur dengan cara yang lain yaitu dengan melihat tingkah laku pegawai atau lebih tepat disebut dengan moral kerja. Sebab tingkah laku pegawai atau manusia pada umumnya ditentukan oleh moral manusia tersebut. Pembinaan moral kerja yang tinggi harus dianggap sebagai tanggung jawab perusahaan yang sifatnya kostan. Kondisi moral kerja yang buruk akan berdampak tidak langsung terhadap kinerja pegawai yang tampak dengan adanya disiplin kerja pegawai yang rendah. Oleh karena itu pembinaan karyawan secara tepat akan
18
menghasilkan terbinanya disiplin kerja pegawai yang merupakan aset yang sangat bernilai bagi perusahaan. Pembinaan disiplin dalam organisasi harus diupayakan dengan cara-cara yang baik, efektif, dan efisien. Oleh karena itu perlu diketahui hakekat disiplin itu sendiri, faktor-faktor yang menunjang pembentukan dan pembinaannya, serta segala sesuatu yang mempunyai hubungan atau kaitan yang erat dengan disiplin. 2.1.3 Tipe disiplin Keberhasilan pegawai dalam menjalankan kewajiban sangat tergantung pada kesediaan untuk berkorban dan bekerja keras dengan menjauhkan diri dari kepentingan pribadi atau golongan. Karena perlu sekali dimiliki kedisiplinan oleh setiap pegawai dalam melakukan tugasnya agar efisien sehingga tujuan organisasi dapat tercapai. Menurut Gorda (2004 : 107) membedakan tipe disiplin menjadi 2 yaitu sebagai berikut . 1) Disiplin preventif adalah kegiatan yang dilaksanakan untuk mendorong para karyawan agar mengikuti standar dan aturan sehingga
penyelewengan-penyelewengan dapat dicegah. Disiplin
preventif ini sasaran pokoknya adalah mendorong disiplin diri diantara para karyawan. 2) Disiplin korektif adalah kegiatan yang diambil untuk menangani pelanggaran tcrhadap aturan-aturan dan mencoba untuk menghina pelanggaran-pelanggaran lebih lanjut. Disiplin korektif sering berupa
19
hukuman yang sering disebut tindakan pendisiplinan (Disciplinary Action). Tindakan pendisiplinan bisa berupa peringatan atau skorsing. 2.1.4 Pola pembinaan disiplin Pola pembinaannya penegakan disiplin kerja tidak diserahkan kepada pegawai semata-mata. Untuk itu organisasi haruslah mempunyai semacam pola pembinaan disiplin bagi para pegawainya. Pola pembinaan disiplin menurut Saydam (2002 : 200) dapat berupa : 1) Menciptakan peraturan dan tata tertib tertib yang seharusnya dilaksanakan oleh para karyawannya. 2) Menciptakan dan memberikan sanksi-sanksi bagi pelanggaran disiplin. 3) Melakukan pembinaan melalui pelatihan-pelatihan kedisiplinan yang terus menerus. 2.1.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi disiplin kerja Tegaknya disiplin tergantung pada semua orang yang ada diperusahaan, karena ia akan melibatkan semua orang yaitu orang-orang yang selalu ingin teratur dan terjamin kepentingannya dalam bekerja. Oleh sebab itu, para karyawan harus memberikan partisipasinya untuk tegaknya disiplin kerja di dalam perusahaan. Menurut Mudiartha (2001 : 229) suatu perusahaan yang tidak ditopang oleh tegaknya disiplin, terlihat dari gejala-gejala berikut ini : 1) Tingkat kemangkiran tinggi. 2) Para karyawan tidak mempunyai semangat dan gairah kerja. 3) Prestasi kerja menurun.
20
4) Tujuan perusahaan yang telah ditetapkan tidak akan tercapai. Menurut Gorda (2004:114) adapun faktor-faktor yang mempengaruhi disiplin kerja, antara lain : 1) Kesadaran karyawan Timbul dari karyawan sendiri untuk mempelajari, memahami, menghayati dan mengamalkan peraturan perusahan. 2) Komunikasi yang cepat Yaitu suatu proses penyampaian informan dari seseorang kepada orang lain agar timbul pengertian yang sama terhadap informan. 3) Kepemimpinan Adalah
sifat
seseorang
di
dalam
upaya
membimbing
dan
menggerakkan orang lain agar bersedia melaksanakan suatu kegiatan dalam rangka pencapaian tujuan yang dikehendaki. Jadi dalam penegakan disiplin kerja karyawan, banyak faktor yang harus diperhatikan guna mencapai tujuan perusahaan yang maksimal. 2.1.6 Pedoman dalam pendisiplinan Pengalaman dan penelitian telah menunjukkan bahwa pendisiplinan perlu dijalankan dengan memperhatikan beberapa pedoman : 1) Pendisiplinan hendaknya dilakukan secara pribadi. Tidak seharusnya memberikan teguran kepada bawahan dihadapan orang banyak karena bisa memicu timbulnya perasaan dendam bagi bawahan tersebut.
21
2) Pendisiplinan haruslah bersifat membangun. Memberikan teguran hendaknya juga disertai dengan saran tentang
bagaimana seharusnya
berbuat untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama. 3) Pendisiplinan haruslah dilakukan oleh atasan langsung dengan segera jangan menunda pemberian pendisiplinan sampai masalahnya terlupakan, sewaktu kesalahan masih segar, teguran akan lebih efektif daripada diberikan selang beberapa waktu. 4) Keadilan dalam pendisiplinan sangat diperlukan. Suatu kesalahan yang sama hendaknya diberikan hukuman yang sama pula, jangan melakukan pendisiplinan pilih kasih. 5) Pimpinan tidak seharusnya memberi pendisiplinan pada waktu bawahan sedang absen. 6) Setelah pendisiplinan sikap dari pimpinan haruslah wajar kembali. Tidak dibenarkan apabila setelah melakukan pendisiplinan pimpinan tetap bersikap membenci bawahan yang melakukan kesalahan. Rasa benci hanya akan menimbulkan perlakuan yang tidak adil ( Heidjracman dan Husnan, 2000 : 241 ). 2.1.7 Cara meningkatkan disiplin kerja Menurut Nitisemito (2000 : 101 )ada beberapa cara meningkatkan disiplin kerja, antara lain : 1) Memberikan gaji yang cukup Setiap perusahaan dapat memberi gaji yang cukup kepada karyawan / pegawai. Pemberian gaji yang cukup akan memotivasi pegawai tersebut
22
untuk bekerja lebih giat di satu perusahaan saja tanpa berpikir untuk mencari penghasilan tambahan di perusahaan lain karena pegawai tersebut sudah merasa terpuaskan oleh imbalan yang dia dapatkan di perusahaan tempatnya bekerja tersebut. Dengan sejumlah gaji yang diberikan tersebut akan mampu meningkatkan disiplin kerja pegawai. 2) Memperhatikan kebutuhan rohani Pegawai juga membutuhkan kebutuhan rohani. Kebutuhan rohani ini antara lain : adalah menyediakan tempat untuk menjalankan ibadah , rekreasi dan sebagainya 3) Sekali menciptakan suasana santai Suasana yang rutin sering kali menimbulkan kebosanan dan ketegangan kerja bagi karyawan untuk mencari hal – hal seperti itu maka perusahaan perlu sekali – kali menciptakan suasana santai. Banyak sekali cara-cara yang dapat dijalankan oleh perusahaan, misalnya dengan jalan mengadakan rekreasi bersama, mengadakan pertandingan olahraga antar karyawan. Pengaruh yang diakibatkan karena itu sangat besar. Kedisiplinan kerja para karyawan timbul karena mereka merasa dalam kesatuan dan merasa satu naungan dibawah nama perusahaan. 4) Harga diri perlu mendapat perhatian Jika prestasi karyawan itu menonjol apa salahnya jika pimipnan memberikan penghargaan , baik berupa surat penghargaan maupun dalam bentuk hadiah materi. Hal tersebut tentunya dapat meningkatkan motivasi para pegawai untuk berprestasi lebih baik lagi. Dengan banyaknya
23
pegawai yang berprestasi sudah tentu semakin banyak perusahaan tersebut akan memiliki tenaga ahli yang hasil kerjanya bisa diandalkan sehingga perusahaan akan lebih cepat maju karena kualitas kerja pegawainya yang cukup baik. 5) Tempatkan karyawan pada posisi yang tepat Setiap perusahaan harus mampu menempatkan karyawan pada posisi yang sesuai dengan keterampilan mereka masing – masing . Jadi sesungguhnya masalah ketepatan penempatan para karyawan pada posisi yang tepat merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam usaha membangkitkan disiplin kerja karyawan. 6) Usaha agar karyawan mempunyai loyalitas kesetiaan / loyalitas para karyawan pada perusahaan akan dapat menimbulkan rasa tanggung jawab.Tanggung jawab dapat menimbulkan disiplin kerja .Untuk dapat menimbulkan loyalitas para karyawan terhadap perusahaan, maka pihak pimpinan harus mengusahakan agar para karyawan merasa senasib. Sebenarnya loyalitas itu dapat ditumbuhkan dengan cara pemberian gaji yang cukup, perhatian kebutuhan rohani dan lain – lain. 7) Fasilitas yang menyenangkan Setiap perusahaan bilamana memungkinkan hendaknya menyediakan fasilitas yang menyenangkan bagi karyawan . Apabila dapat menyediakan fasilitas tersebut ternyata mampu menambah kesenangan pada para karyawan,maka berarti disiplin kerja karyawan dapat pula ditingkatkan.
24
2.2 Komunikasi 2.2.1 Pengertian komunikasi Pelaksanaan aktivitas perusahaan yang dilakukan sehari-hari tidak akan dapat dilepaskan dari proses komunikasi. Proses komunikasi merupakan proses pemberian informasi-informasi dari pimpinan kepada karyawan, karyawan kepada pimpinan maupun antar karyawan dalam perusahaan itu demi tercapainya tujuan perusahaan.Menurut Gorda (2004 : 193) komunikasi merupakan suatu proses penyampaian informasi dari seseorang kepada orang lain dengan harapan timbul kesamaan pengertian dan persepsi yang kemudian untuk diarahkan kepada sesuatu tindakan tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Komunikasi merupakan hal yang sangat penting di dalam organisasi, karena komunikasi berlaku sebagai rantai koordinasi antara karyawan dengan fungsi organisasi (Manullang, 2004 : 209). Disisi lain proses komunikasi itu sendiri sering dianggap sebagai akar dari semua persoalan-persoalan yang timbul. Menurut Supardi dan Syaiful (2002 : 81) mengatakan bahwa komunikasi adalah usaha untuk mendorong orang lain menginterpretasikan pendapat seperti apa yang dikehendaki oleh orang yang mempunyai pendapat tersebut, sehingga diharapkan diperoleh titik kesamaan saling pengertian. Menurut Wiryawan dan Noodhadi dikutip Torhadi (2002:351), menyatakan bahwa: 1) Komunikasi dapat dipandang sebagai proses penyampaian informasi. Dalam pengertian ini, keberhasilan komunikasi sangat tergantung dari penguasaan materi dan pengaturan cara-cara penyampaiannya sedangkan
25
pengirim dan penerima pesan bukan merupakan komponen yang menentukan. 2) Komunikasi adalah proses penyampaian gagasan dari seorang kepada orang lain. Pengertian ini secara implicit menempatkan pengirim pesan sebagai penentu dalam keberhasilan, sedangkan penerima pesan dianggap obyek yang pasif. Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah suatu proses penyampaian informasi dari seseorang kepada orang lain sehingga menimbulkan adanya interaksi antara kedua belah pihak untuk dapat saling mengerti dan mencapai suatu tujuan. Beberapa unsur pokok dalam komunikasi (Tohardi, 2002:323), antara lain: 1) Komunikator,
yaitu
seseorang
atau
sekelompok
orang
yang
menyampaikan pikirannya atau perasaannya kepada orang lain. 2) Pesan, yaitu lambang yang membawakan pikiran atau perasaan komunikator. 3) Komunikan, seseorang atau sejumlah orang yang menjadi sasaran komunikator saat menyampaikan pesan. 4) Media, yaitu sarana untuk menyalurkan pesan-pesan yang disampaikan oleh komunikator kepada komunikan. 5) Efek, yaitu tanggapan responden reaksi dari komunikan ketika ia menerima pesan dari komunikator atau efek adalah akibat dari proses komunikasi.
26
2.2.2 Bentuk dan Jenis Komunikasi Jenis-jenis komunikasi menurut Handoko (2001 : 89) dapat dibedakan menjadi dua yaitu sebagai berikut . 1) Komunikasi Informal adalah komunikasi yang dilaksanakan tidak berdasarkan atas ketentuan dalam struktur organisasi atau peraturanperaturan di lingkungan organisasi. 2) Komunikasi Formal adalah komunikasi yang terjadi berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam suatu organisasi yang berupa komunikasi vertikal maupun komunikasi horisontal. Siagian (2003 : 308) menyatakan bahwa dalam suatu organisasi terdapat empat arus atau empat bentuk komunikasi yaitu sebagai berikut . 1) Komunikasi vertikal ke bawah Merupakan wahana bagi manajemen untuk menyampaikan berbagai hal kepada para bawahannya seperti perintah, instruksi, kebijakan baru, pengarahan, pedoman kerja, nasehat dan teguran. 2) Komunikasi vertikal ke atas Menyangkut keinginan para anggota organisasi untuk menyampaikan berbagai hal seperti laporan hasil pekerjaan, masalah yang dihadapi baik yang sifatnya kedinasan maupun yang sifatnya pribadi kepada atasannya. 3) Komunikasi horisontal Berlangsung antara orang-orang yang berada pada tingkat yang sama dalam hirarki organisasi, akan tetapi melaksanakan kegiatan yang berbeda.
27
4) Komunikasi diagonal Berlangsung antara dua satuan kerja yang berbeda pada jenjang hirarki organisasi yang berbeda, tetapi menyelenggarakan kegiatan yang sejenis. 2.2.3 Fungsi Komunikasi Menurut Gorda (2004 : 194), komunikasi mempunyai empat fungsi utama sebagai berikut . 1) Fungsi Kendali Komunikasi bertindak untuk mengendalikan perilaku karyawan dalam beberapa
cara,
misalnya
bila
para
karyawan
meminta
untuk
mengkomunikasikan setiap keluhan yang berkaitan dengan pekerjaan kepada atasan langsung, sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya, atau sesuai dengan kebijakan perusahaan, dan selanjutnya atasan mengambil berbagai langkah-langkah untuk memecahkan keluhan karyawan tersebut, maka dalam hal ini komunikasi itu menjalankan fungsi kendali (kontrol). 2) Fungsi Motivasi Komunikasi membantu perusahaan untuk mengembangkan motivasi dengan menjelaskan kepada karyawan apa yang harus dikerjakan, bagaimana mereka bekerja dengan baik, dan apa yang dapat dikerjakan untuk memperbaiki kinerja yang dibawah standar. 3) Fungsi Pengungkapan emosional Bagi banyak karyawan, kelompok kerja mereka merupakan sumber pertama interaksi sosial. Komunikasi yang terjadi didalam kelompok
28
merupakan mekanisme fundamental dengan mana anggota-anggota menunjukkan kekecewaan dan rasa puas mereka. Oleh karena itu komunikasi menyiarkan ungkapan emosional dari perasaan dan pemenuhan kebutuhan sosial. 4) Fungsi Informasi Komunikasi berhubungan dengan perannya dalm mempermudah pengambilan keputusan. Komunikasi memberikan informasi yang diperlukan individu dan kelompok untuk mengambil keputusan dengan meneruskan data guna mengenali dan menilai pilihan-pilihan alternatif. 2.2.4
Hambatan-hambatan komunikasi Menurut Gorda (2004:220), komunikasi dalam perusahaan adalah vital,
akan tetapi komunikasi sering kurang efektif karena dengan beberapa hambatan, antara lain : 1) Struktur organisasi, pemekaran struktur organisasi menyebabkan semakin banyak jenjang organisasi yang harus dilalui dalam berkomunikasi sehingga akan menyebabkan informasi mengalami berbagai interpretasi sering menyimpang atau berbeda dengan arti dan maknanya semula. 2) Spesialisasi, menjadi sumber timbulnya hambatan komunikasi yang efektif karena karyawan cenderung bersifat individualitas dan memisahkan diri satu dengan yang lain. 3) Ketidakjelasan informasi, akan menimbulkan salah pengertian antara pemberi informasi (komunikor) dengan penerima informasi (komunikan).
29
4) Waktu, ketepatan dalam penyampaian informasi sangat mempengaruhi persepsi penerima, dimana diwaktu yang tidak tepat menyampaikan informasi
maka
akan
mengganggu
konsentrasi
komunikasi
dan
menyebabkan perbedaan persepsi. 5) Kesenjangan, terjadinya kesenjangan yang tinggi antara komunikator dengan komunikan menyebabkan terjadinya kekakuan dalam proses komunikasi sehingga efektifitas pelaksanaan komunikasi terganggu. 6) Tingkat kepercayaan, komunikan kurang mempercayai komunikator akan menyebabkan kurang efektifnya proses komunikasi dalam perusahaan. 7) Egoistis, sifat orang-orang yang menonjolkan sifat egoistisnya akan cenderung memunculkan situasi ketegangan dan konflik dalam perusahaan sehinggga akan menganggu stabilitas perusahaan. 8) Tidak Konsisten, tidak konsistennya informasi yang disampaikan menyebabkan kebingungan dikalangan karyawan di dalam melaksanakan berbagai kegiatan sesuai dengan ruang lingkup tugas dan tanggung jawab. 2.2.5 Pedoman Komunikasi Efektif Gorda (2004:223), menyatakan bahwa ada beberapa hal yang harus diperhatikan dikalangan manajer di dalam berkomunikasi dengan orang lain, termasuk para karyawannya sebagai upaya membina komunikasi yang efektif, antara lain : 1) Manajer puncak memandang penting komunikasi, keberhasilan proses komunikasi di dalam perusahaan, amat tergantung dari dukungan dan perhatian manajer puncak.
30
2) Manajer mambangun komunikasi dua arah, model komunikasi dua arah akan menciptakan suasana rasa saling percaya di antara menajer dan karyawan, antara manajer dan manajer, dan antara karyawan itu sendiri. 3) Manajer memanfaatkan umpan balik, memanfaatkan umpan balik, akan membangun sikap dan prilaku karyawan seperti rasa ikut memiliki dan rasa bertanggung jawab. 4) Manajer mengambangkan komunikasi bernuansa empati, pihak manajer (komunikator) berupaya untuk merumuskan pesan dengan bahasa sederhana sesuai dengan kondisi komunikan. 5) Manajer lebih menekankan komunikasi tatap-muka, akan membangun saling pengertian antara komunikator dengan komunikan terhadap berbagai salah pengertian. 6) Manajer mampu membangun tanggung jawab bersama, komunikasi yang efektif akan mampu dibangun di dalam suatu perusahaan bila manajer puncak mengembangkan atau membangun tanggung jawab bersama dalam proses komunikasi.
2.3 Kondisi Kerja 2.3.1 Pengertian Kondisi Kerja Menurut Ahyari (1994 : 147) yang dimaksud dengan kondisi kerja adalah merupakan kondisi yang dapat dipersiapkan oleh manajemen perusahaan yang bersangkutan pada pabrik yang didirikan oleh perusahaan tersebut. Nitisemito (2000 : 109 ) mengatakan kondisi kerja adalah segala sesuatu yang ada di sekitar pekerja yang dapat mempengaruhi mereka dalam menjalankan tugas – tugas yang
31
diberikan Manajemen perusahaan selayaknya mempertimbangkan kondisi kerja pegawai dengan tepat sehingga para pegawai di perusahaan tersebut dapat bekerja dengan baik, karena kondisi kerja yang baik di perusahaan dapat mempengaruhi suasana kerja maupun semangat dan kegairahan kerja pegawai. 2.3.2 Faktor-faktor Yang mempengaruhi Kondisi Kerja Faktor yang mempengaruhi kondisi kerja dalam perusahaan yang dapat mempengaruhi karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya antara lain . 1) Pewarnaan Menata warna di tempat kerja perlu dipelajari dan direncanakan dengan sebaik-baiknya. Pada kenyataannya tata warna tidak dapat dipisahkan dengan penataan dekorasi. Hal ini dapat dimaklumi karena warna mempunyai pengaruh besar terhadap perasaan. Sifat dan pengaruh warna kadang-kadang menimbulkan rasa senang, sedih, dan lain-lain, karena dalam sifat warna memang merangsang perasaan manusia (Sedarmayanti, 1996:28). 2) Penerangan Cahaya atau penerangan sangat besar manfaatnya bagi pegawai guna mendapat keselamatan dan kelancaran kerja, oleh sebab itu perlu diperhatikan adanya penerangan (cahaya), yang terang tapi tidak menyilaukan. Cahaya yang kurang jelas (kurang cukup) mengakibatkan pengelihatan menjadi kurang jelas sehingga pekerjaan akan lambat, banyak mengalami kesalahan dan pada akhirnya menyebabkan kurang efisien dalam melaksanakan pekerjaan, sehingga tujuan organisasi sulit dicapai (Sedarmayanti, 1996:23).
32
Menurut Assauri dikutip Sedarmayanti (1996:65) adapun keuntungan dari adanya penerangan yang baik adalah : (1) Menaikkan produksi dan menekan biaya. (2) Memperbesar ketepatan. (3) Meningkatkan pemeliharaan gedung dan kebersihan. (4) Mengurangi tingkat kecelakaan terjadi. (5) Memudahkan pengamatan atau pengawasan. (6) Memperbaiki moral kerja. (7) Pengunaan ruang lantai (floor space) yang lebihbaik. (8) Lebih mudah melihat, sehingga memudahkan untuk melanjutkan oleh pekerja terutama yang telah tua umurnya dan mengurangi ketegangan mata diantara para pekerja. (9) Mengurangi turn over pegawai. (10) Mengurangi terjadinya kerusakan barang-barang dan mengurangi hasil yang perlu dikerjakan kembali. Ciri-ciri penerangan yang baik Menurut Assauri dikutip Sedarmayanti (1996:65) adalah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut . (1) Sinar atau cahaya yang cukup. (2) Sinar yang tidak menyilaukan. (3) Tidak terdapat kontras yang tajam. (4) Cahaya terang. (5) Distribusi cahaya yang merata (6) Warna yang sesuai
33
3) Udara Temperatur udara dan suhu udara pada ruang kerja para karyawan perusahaan akan dapat mempengaruhi kinerja karyawan perusahaan yang bersangkutan. Suhu udara ini termasuk salah satu kondisi kerja yang akan dapat dipersiapkan manajemen perusahaan dalam rangka mendorong kinerja
terhadap para
karyawan yang akan bekerja di dalam perusahaan bersangkutan (Ahyari, 1994:168). Banyak cara yang dapat dilakukan untuk pengaturan udara seperti yang diungkapkan oleh Ahyari (1994:172) antara lain : (1) Ventilasi-ventilasi yang cukup pada gedung. (2) Pemasangan kipas angin. (3) Pemasangan AC (Air Conditioner). (4) Pemasangan Humidifer. 4) Kebersihan Setiap perusahaan hendaknya selalu menjaga kebersihan lingkungannya sebab selain mempengaruhi kesehatan, juga dapat mempengaruhi kejiwaan seseorang. Bagi orang normal, lingkungan kerja yang bersih pasti akan menimbulkan rasa senang. Rasa senang ini dapat mempengaruhi seseorang untuk bekerja lebih bersenangat dan bergairah.Untuk menjaga kebersihan ini pada umumnya diperlukan petugas khusus yang membutuhkan pula pertimbangan biaya. Akan tetapi kebersihan bukan semata-mata kewajiban daripada petugas khusus tersebut. Nitisemito (1996:114) berpendapat bahwa setiap karyawan juga harus ikut bertanggung jawab untuk menjaga kebersihan lingkungan tempat mereka bekerja .
34
5) Ruang Gerak Agar karyawan perusahaan yang bersangkutan ini dapat leluasa bergerak dengan baik, maka ruang gerak dari para karyawan perusahaan tersebut ruang yang memadai. Terlalu sempitnya ruang gerak mengakibatkan para karyawan perusahaan ini tidak dapat bekerja dengan baik sehingga produktivitas dan kinerja dari para karyawan akan menjadi rendah. Pada umumnya di dalam suatu perusahaan tidak diinginkan adanya penurunan produktivitas kerja yang dikarenakan oleh terlalu sempitnya ruang gerak yang disediakan oleh perusahaan dan terjadinya pemborosan-pemborosan ruangan di dalam perusahaan. Ahyari (1994:183) mengemukakan untuk mengatasi hal tersebut maka manajemen perusahaan tentunya harus dapat menyusun perencanaan yang tepat untuk ruang gerak masing-masing karyawan perusahaan bersangkutan . 6) Keamanan Rasa aman akan menimbulkan ketenangan dan akan mendorong semangat dan kegairahan kerja karyawan. Yang dimaksud rasa aman ini pada umumnya adalah rasa aman menghadapi masa depan. Tetapi yang dimaksud disini adalah keamanan dalam lingkungan kerja, terutama keamanan terhadap milik pribadi karyawan (Nitisemito, 1996:115). Sedarmayanti (1996:30) mengatakan bahwa guna menjaga dan kondisi lingkungan kerja tetap dalam keadaan aman maka perlu diperhatikan adanya keamanan dalam bekerja. Oleh karena itu faktor kemanan perlu diwujudkan
35
keberadaaannya. Salah satu upaya yang dipergunakan
adalah
tenaga
SATPAM (Satuan Pengaman). 7) Suara Bising Assauri (1999:70) mengatakan bahwa bunyi ribut atau bising ini perlu dipertimbangkan, karena dapat mengganggu ketenangan kerja, Merusak pendengaran pekerja dan menimbulkan komunikasi yang salah. Dalam hal ini suara ribut atau bising ini sering diartikan sebagai suara yang tidak diinginkan. Menurut Ahyari (1994:177) beberapa metode dapat digunakan untuk pengaturan dan pengendalian suara bising yang terdapat dalam perusahaan tersebut adalah : (1) Pengendalian sumber suara. (2) Isolasi dari suara. (3) Penggunaan Peredam suara. (4) Pengunaan sistem akustik.dan pemakaian alat perlindungan telinga. 2.3.3 Arti Penting Kondisi Kerja Kondisi kerja perlu mendapatkan perhatian dari perusahaan karena dilihat dari peranannya Kondisi kerja merupakan salah satu faktor yang mempunyai pengaruh cukup besar dalam suatu perusahaan. Menurut Nitisemito (2000:199) mengatakan bahwa Kondisi kerja bukan hanya mempengaruhi semangat dan kegairahan kerja, melainkan seringkali pengaruhnya cukup besar. Ahyari (1994:123) menjelaskan kondisi kerja yang cukup memuaskan karyawan perusahaan akan mendorong karyawan tersebut untuk bekerja sebaik-baiknya, sehingga pelaksanaan di dalam perusahaan tersebut akan dapat berjalan dengan
36
baik pula. Sedarmayanti (1996:22) mengatakan bahwa manusia akan mampu melaksanakan kegiatannya dengan baik sehingga dicapai suatu hasil yang optimal, apabila diantaranya ditunjang oleh suatu kondisi lingkungan yang sesuai. Suatu kondisi kerja dikatakan baik atau sesuai apabila manusia dapat melaksanakan kegiatannya secara optimal, sehat, aman, dan nyaman. Ketidaksesuaian lingkungan kerja dapat dilihat akibatnya dalam jangka waktu yang lama. Lebih jauh lagi , kondisi kerja yang kurang baik dapat menuntut tenaga dan waktu yang lebih banyak dan tidak mendukung diperolehnya rancangan system kerja yang efisien. Oleh karena itu dengan adanya kondisi kerja yang memuaskan akan dapat memberikan pengaruh positif bagi perusahaan maupun pegawai yang selanjutnya akan menentukan kinerja pegawai dalam bekerja.
2.4 Kebosanan 2.4.1 Pengertian Kebosanan Kebosanan dapat menurunkan bahkan menghilangkan semangat dan kegairahan kerja pegawai, akibatnya pegawai tersebut tidak dapat melaksanakan tugas-tugasnya secara efektif dan efisien. Oleh karena itu setiap perusahaan perlu mencari cara untuk mengurangi kebosanan tersebut. 2.4.2 Faktor – faktor yang mempengaruhi kebosanan Menurut Nitisemito (1996 : 132) kebosanan disebabkan beberapa faktor antara lain : (1) Terlalu lama bekerja tanpa atau kurang istirahat
37
Apabila seorang karyawan terlalu lama bekerja tanpa atau kurang istirahat, dengan sendirinya akan menimbulkan rasa bosan bagi pegawai untuk bekerja. Oleh karena itu setiap perusahaan harus dapat menentukan waktu istirahat yang tepat. (2) Bekerja secara rutin tanpa variasi Suatu pekerjaan yang sifatnya rutin tanpa variasi lama kelamaan akan menimbulkan rasa bosan. Kebosanan dapat menyebabkan rasa lekas lelah. Oleh karena itu setiap pekerjan yang sifatnya rutin harus selalu dilakukan penilaian kapan timbulnya bosan. Dengan jalan mutasi misalnya rasa bosan tersebut dapat dikurangi atau bahkan dihilangkan (3) Konflik Bila di dalam kelompok kerja terjadi konflik, hubungan antara satu dan yang lain menjadi tegang dan kaku. Hal ini sudah tentu akan menimbulkan suasana kerja yang tidak menyenangkan yang sudah tentu akan cepat menimbulkan rasa bosan dalam melaksanakan tugastugas pekerjaan. (4) Kurang terpenuhinya kebutuhan materi dan non materi seorang pegawai pada umumnya mau bekerja karena ingin kebutuhannya, baik materi maupun nonmateri dapat terpenuhi. Seorang pekerja yang menerima kompensasi terlalu rendah sehingga tidak dapat mencukupi dirinya serta keluarganya secara layak akan turun semangat dan kegairahan kerjanya. Keadaan ini dengan sendirinya akan menyebabkan seorang pegawai dalam bekerja akan
38
lekas bosan, sehingga ia akan lebih sering menggunakan waktunya untuk absen atau tidak masuk kerja. 2.4.3 Mengatasi kebosanan kerja Kebosanan kerja bukan saja memberikan dampak yang negatif bagi kinerja individu dalam perusahaan/organisasi tetapi juga dapat menyebabkan berbagai dampak psikologis yang dapat mengganggu kesejahteraan jiwa individu tersebut. Dampak psikologis tersebut misalnya timbulnya rasa hampa dalam diri individu tersebut, meragukan kemampuan diri sendiri atau sebaliknya justru bersikap arogan karena merasa semua tugas dapat dikerjakan tanpa kesulitan, hilangnya motivasi kerja, dsb. Dengan melihat dampak-dampak tersebut maka kebosanan kerja perlu segera ditangani agar tidak sampai menyebabkan stress atau depresi. Berikut diuraikan beberapa cara dalam mengatasi rasa bosan dengan pekerjaan : 1) Menulis Menulis buku, novel, artikel atau training manual akan sangat berguna untuk mengalihkan perhatian dari tugas-tugas sehari-hari. Sekali melakukan salah satu dari hal-hal tersebut maka akan terus tertantang untuk membuat tulisan dengan mutu yang lebih baik. Selain itu dengan menulis maka akan terpacu untuk mencari berbagai informasi dan bahanbahan yang diperlukan sehingga wawasan anda menjadi lebih luas dan kesempatan untuk mengaktualisasikan potensi dan kemampuan ke dalam tulisan tersebut menjadi lebih terbuka. Bahkan bisa jadi bahwa kegiatan menulis tersebut justru menjadi karir yang kemudian membuat meraih
39
kesuksesan. Contoh nyata dalam hal ini adalah John Grisham, seorang pengacara yang menjadi pengarang Novel, yang justru menjadi terkenal setelah menulis novel dan bukan ketika ia berprofesi sebagai Lawyer. 2) Mengajar Menjadi dosen atau guru sudah menjadi suatu fenomena umum yang sering di temui pada pekerja di Indonesia. Dengan mengajar maka akan memiliki kesempatan untuk menikmati kondisi atau suasana yang berbeda antara dunia kerja (kantor) dengan dunia akademik (kampus atau sekolah). 3) Menjadi mentor Para pekerja senior maupun manager sebaiknya menyediakan waktu untuk mendidik para professional yunior yang ada dalam perusahaannya. Dalam beberapa perusahaan hal ini mungkin sudah merupakan suatu tugas yang memang harus dilakukan oleh sang manager. Namun demikian jika di perusahaan kebetulan belum berlaku hal tersebut maka ajukan diri untuk mulai melakukannya. Hal ini akan sangat berguna dalam mengatasi kebosanan kerja.
2.5 Pengaruh Komunikasi, Kondisi Kerja, Dan Kebosanan Terhadap Disiplin Kerja Pegawai Maju mundurnya suatu perusahaan sangat tergantung pada disiplin pegawai yang bersangkutan .Menyadari betapa pentingnya peningkatan disiplin pegawai akan menimbulkan dampak positif dalam pencapaian tujuan perusahaan. Maka seharusnya pihak manajemen memahami hal – hal yang dapat mempengaruhi disiplin pegawai.
40
(1) Menurut Gorda ( 2004 : 106 ), Disiplin kerja adalah sikap dan prilaku seorang karyawan yang diwujudkan dalam bentuk kesediaan seorang karyawan dengan penuh kesadaran,dan ketulusikhlasan atau dengan paksaan atau mematuhi atau melaksanakan seluruh peraturan dan kebijaksanaan perusahaan didalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab sebagai upaya memberi sumbangan semaksimal mungkin dalam pencapaian tujuan perusahaan . (2) Menurut Gorda (2004 : 193) komunikasi merupakan suatu proses penyampaian informasi dari seseorang kepada orang lain dengan harapan timbul kesamaan pengertian dan persepsi yang kemudian untuk diarahkan pada suatu tindakan tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Komunikasi merupakan kunci pembuka dapat terjadinya hubungan kerjasama antar karyawan dan karyawan dengan pimpinan. Dengan komunikasi seseorang dapat menyampaikan keinginan-keinginan yang terpendam dalm hatinya kepada orang lain, baik melalui suara, atau gerak isyarat anggota badan dan sebagainya. Semakin lancar dan cepat komunikasi yang dilakukan, akan semakin cepat pula dapat terbinanya hubungan kerja. Seseorang yang tidak dapat melakukan komunikasi maka akan sulit baginya untuk membina hubungan kerja dengan orang lain, oleh sebab itu dikatakan keberhasilan membina kerja sama akan ditentukan oleh keberhasilannya dalam melakukan komunikasi.
41
(3) Menurut Ahyari (1994 : 147) yang dimaksud dengan kondisi kerja adalah merupakan kondisi yang dapat dipersiapkan oleh manajemen perusahaan yang bersangkutan pada pabrik yang didirikan oleh perusahaan tersebut. (4) Menurut Nitisemito (1996 : 132) kebosanan kerja adalah timbulnya rasa jenuh terhadap suatu pekerjaan yang disebabkan karena terlalu lama bekerja tanpa atau kurang istirahat , bekerja secara rutin tanpa variasi, lingkungan kerja yang buruk, konflik, dan kurang terpenuhinya kebutuhan materi dan non materi. Dari uraian yang telah disampaikan maka dapat diketahui bahwa komunikasi, kondisi kerja , dan kebosanan mempengaruhi disiplin kerja pegawai. Dengan adanya komunikasi yang lancar antara pimpinan dan bawahan maka akan semakin cepat juga tercipta disiplin kerja pegawai dan diharapkan memberikan daya dukung internal yang terdapat dalam diri individu yang bersangkutan untuk melakukan aktivitas secara maksimal, kondisi kerja yang baik diharapkan pegawai dapat memberikan pelayanan yang maksimal pada masyarakat serta kualitas kerja yang optimal sehingga membuat disiplin dalam bekerja dapat terwujud dengan baik, Kebosanan dapat menurunkan bahkan menghilangkan semangat dan kegairahan kerja pegawai, akibatnya pegawai tersebut tidak dapat melaksanakan tugas-tugasnya secara efektif dan efisien. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa komunikasi, kondisi kerja dan kebosanan merupakan faktor yang dapat mendorong karyawan untuk bekerja dengan bergairah,bersemangat dan memiliki disiplin kerja yang tinggi.
42
2.6 Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya Penelitian sebelumnya sebagai referensi oleh Fitria Dewi (2007) yang meneliti tentang “Pengaruh Lingkungan Kerja dan Insentif Finansial terhadap Disiplin Kerja Karyawan Pada PT. BPR Artha Bali Jaya, Batu Bulan Gianyar”. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kuisioner, wawancara dan observasi. Responden penelitian ini adalah keseluruhan karyawan yang berjumlah 30 orang. Variabel-variabel yang diukur dalam penelitian ini yaitu X1 lingkungan kerja, X2 insentif finansial sebagai variabel bebas dan Y disiplin kerja sebagai variabel berikut. Hasil analisis diperoleh R2 sebesar 0,736 yang berarti perubahan disiplin kerja karyawan sebesar 73,6 persen disebabkan oleh lingkungan kerja dan insentif finansial secara bersama-sama, sedangkan sisanya sebesar 26,4 persen disebabkan variabel lain yang tidak dianalisis. Fhitung sebesar (37,686) lebih besar dari Ftabel (3,39) yang berarti ada pengaruh yang signifikan secara bersama-sama dari variabel lingkungan kerja dan insentif finansial terhadap disiplin kerja karyawan pada PT. BPR Artha Bali Jaya Batubulan – Gianyar. thitung sebesar (3,630) lebih besar dari ttabel (2,052) berarti ada pengaruh yang signifikan dari variabel lingkungan kerja pada PT. BPR Artha Bali Jaya Batubulan – Gianyar. Nilai thitung sebesar (5,884) lebih besar dari ttabel (2,052) berarti ada pengaruh yang signifikan antara variabel insentif finansial terhadap disiplin kerja karyawan pada PT. BPR Artha Blai Jaya Batubulan – Gianyar. Berdasarkan penelitian tersebut maka dapat diuraikan persamaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu sama menggunakan variabel terikat disiplin kerja, sedangkan perbedaannya adalah tempat, waktu pelaksanaannya.
43
Penelitian kedua yang dijadikan acuan adalah penelitian yang dilakukan oleh Dwi Risadianta (2006) yang berjudul “Pengaruh Kepemimpinan dan Komunikasi Terhadap Disiplin Kerja Pegawai pada PT. (PERSERO) Angkasa Pura I Bandar Udara Ngurah Rai Tuban”. Berdasarkan penghitungan hasil persamaan regresinya yaitu Y = 5,940 + 0,428 X1 + 0,544 X2. Sedangkan dari analisis uji regresinya yaitu t-test diperoleh thitung sebesar 4,905 untuk X1 dan 6,392 untuk X2. Nilai ttabel 1,671 maka nilai thitung X1 dan X2 lebih besar dari nilai ttabel. Hal ini berarti kepemimpinan dan komunikasi secara parsial berpengaruh signifikan terhadap disiplin kerja pegawai pada PT. (PERSERO) Angkasa Pura I Bandar Udara Ngurah Rai Tuban. Sedangkan dari analisis F-test diperoleh thitung sebesar 81,740 dan nilai Ftabel adalah 3,15 berarti Fhitung > Ftabel, artinya kepemimpinan dan komunikasi secara simultan berpengaruh signifikan terhadap disiplin kerja pegawai pada PT. (PERSERO) Angkasa Pura I Bandar Udara Ngurah Rai Tuban. Berdasarkan penelitian tersebut maka dapat diuraikan persamaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu sama-sama menggunakan variabel bebas komunikasi dan disiplin kerja sebagai variabel terikat, sedangkan perbedaannya adalah tempat dan waktu pelaksanaannya. Penelitian selanjutnya yang dijadikan acuan adalah penelitian yang dilakukan oleh Madziatul Churiyah (2002) yang berjudul “Pengaruh Konflik Peran (Role Conflict) terhadap Disiplin Kerja Perawat serta Komitmen Pada Organisasi di RS. Harapan Magelang”. Dalam sebuah organisasi rumah sakit, perawat merupakan komponen penting dan sangat berpengaruh terhadap berhasil
44
tidaknya organisasi karena menjadi bagian kunci dengan tanggung jawab tinggi, di samping tenaga medis. Perawat sangat rentan terhadap stress pekerjaan, khususnya pada peran mereka. Selain mengurus pasien yang suka menuntut, mereka juga berhadapan dengan dokter yang stres. Dua penyebab stres tersebut sering menjadi alasan mengapa perawat seringkali merasa kelebihan beban kerja, ataupun merasa kurang dihargai. Penelitian ini mengkaji lebih dalam mengenai keterkaitan antara konflik peran, disiplin kerja perawat dan komitmen pada organisasi. Populasi sekaligus sampel sebanyak 64 orang. Proses analisis menggunakan Analisis Statistik Deskriptif dan Analisis Statistik Inferential yaitu Analisis Jalur (Path Analysis). Hasil penelitian ini adalah konflik peran terhadap disiplin kerja perawat berpengaruh signifikan sebesar 0,430, konflik peran berpengaruh signifikan secara langsung terhadap komitmen pada organisasi sebesar 0,164, konflik peran berpengaruh signifikan secara tidak langsung terhadap komitmen pada organisasi sebesar 0,353, disiplin kerja perawat berpengaruh signifikan langsung terhadap komitmen pada organisasi dengan koefisien path sebesar 0,821. Berdasarkan penelitian tersebut maka dapat diuraikan persamaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu sama-sama menggunakan variabel disiplin kerja sebagai variabel terikat, sedangkan perbedaannya adalah tempat dan waktu pelaksanaannya.
45
2.7 Rumusan Hipotesis Berdasarkan uraian latar belakang masalah, perumusan masalah,dan kajian pustaka yang telah dikemukakan sebelumnya, maka hipotesis yang dapat dikemukakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1)
Diduga variabel komunikasi, kondisi kerja, dan kebosanan secara serempak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap disiplin pegawai PT. PLN (Persero) Distribusi Bali
2)
Diduga variabel komunikasi, kondisi kerja, dan kebosanan secara parsial mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap disiplin pegawai PT. PLN (Persero) Distribusi Bali
3)
Diduga variabel komunikasi memiliki pengaruh dominan terhadap disiplin kerja pegawai PT. PLN (Persero) Distribusi Bali.
46