BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Industri Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri (UU RINo 9 / 1995 dalam Marbun, 1996). Pada dasarnya industri kecil banyak terserap dalam sektor informal. Salah satu deskripsi dari sektor informal menurut (Sethurahman dalam jurnal Sumarsono, 2003) dari hasil surveinya di beberapa negara Asia (termasuk Indonesia) dan Afrika antara lain mengandung hal-hal sebagai berikut: (1) Menggunakan teknologi produksi tradisional (2) Memproses bahan mentah lokal (3) Tidak punya akses terhadap permodalan (4) Tidak terjangkau oleh sistem perijinan dan perpajakan (5) bermodal kecil. Karakteristik dari industri kecil itu sendiri antara lain (Ananta, 1990) : (1) Kegiatan usahanya tidak terorganisasi dengan baik. (2) Pada umumnya unit usaha tidak mempunyai izin usaha. (3) Pola kegiatan usaha tidak terfokus dalam arti lokasi / jam kerja. (4) Pada umumnya kebijakan pemerintah untuk membangun golongan ekonomi lemah tidak sampai ke seluruh industri kecil. (5) Unit usaha mudah beralih ke sektor lain. (6) Teknologi yang digunakan masih bersifat sederhana. (7) Skala usaha kecil karena modal dan perputaran usahanya juga kecil. (8) Tidak memerlukan pendidikan formal, karena hanya berdasarkan pengalaman sambil kerja. (9) Pada umumnya bekerja sendiri / hanya dibantu
12
karyawan / kerabat / keluarga. (10) Sumber modal usaha pada umumnya berasal dari tabungan sendiri / dari lembaga keuangan yang tidak resmi. dan (11) Sebagian besar hasil produksi / jasa mereka hanya dikenali oleh masyarakat yang berpenghasilan rendah / golongan ekonomi menengah. Menurut Marbun (1996:2) industri kecil yaitu: “Merupakan perusahaan yang belum dikelola secara atau lewat manajemen modern dengan tenaga-tenaga profesional”. Stoner, Freeman dan Gilbert (1998:157) menyatakan bahwa: “Industri kecil adalah bisnis yang dimiliki dan dikelola oleh orang setempat atau secara lokal, sering kali dengan jumlah karyawan yang amat sedikit dan bekerja di satu lokasi”. Berdasarkan kedua pendapat tersebut maka dapat disimpulkan bahwa industri kecil merupakan serangkaian kegiatan produksi yang dilakukan oleh suatu badan usaha dengan menggunakan sistem pengelolaan yang masih sederhana. Stanley dan Morse (Suryana, 2001:84) mengklasifikasikan industri berdasarkan penyerapan tenaga kerja bahwa industri yang menyerap tenaga kerja kurang dari 10 orang termasuk industri rumah tangga, industri yang menyerap tenaga kerja 10 sampai dengan 49 orang termasuk industri kecil dan industri yang menyerap tenaga kerja lebih dari 100 orang termasuk industri besar. Menurut Sandy (1985:154) pengertian industri adalah usaha untuk memproduksi barang jadi dari bahan baku atau bahan mentah melalui proses penggarapan dalam jumlah besar sehingga barang tersebut dapat diperoleh dengan harga satuan yang serendah mungkin tetapi dengan mutu setinggi mungkin. Dari pengertian yang diuraikan diatas, maka dapat dikatakan industri mencakup segala kegiatan produksi yang mampu memproses bahan-bahan mentah menjadi bahan setengah
13
jadi/bahan jadi/ kegiatan yang dapat mengubah keadaan barang dari tingkat tertentu ke tingkat yang lainnya. 1. Bentuk dan Jenis Usaha Kecil Berbagai usaha kecil yang tedapat di Indonesia dapat digolongkan menurut bentuk-bentuk, jenis serta kegiatan yang dilakukannya. Menurut Subanar (1998:3) hakikatnya usaha kecil yang ada secara umum dikelompokkan ke dalam 3 (tiga) golongan khusus yang meliputi: 1) Industri Kecil Misalnya: Industri kerajinan rakyat, industri cor logam, konveksi dan berbagai industri lainnya. 2) Perusahaan Berskala Kecil Misalnya: Penyalur, toko kerajinan, koperasi, waserba, restoran, toko bunga, jasa profesi danlainnya. 3) Sektor Informal Misalnya: Agen barang bekas, kios kaki lima, dan lainnya. Kriteria Usaha atau Industri Kecil Persyaratan atau kriteria untuk dapat digolongkan dalam usaha kecil menurut Pasal 5 ayat 1 dan 2 UU No.9/1995 dalam Marbun (1996:2) adalah sebagai berikut: 1) Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. 2) Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 1.000.000.000 (satu miliar rupiah)
14
3) Milik Warga Negara Indonesia 4) Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan badan usaha menengah atau badan usaha besar. 5) Berbentuk usaha perorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha yang tidak berbadan hukum, termasuk koperasi. 2. Hambatan Dalam Pengelolaan Usaha Kecil Berbagai kendala yang menyebabkan kelemahan serta hambatan bagi pengelolaan suatu usaha kecil di antaranya masih menyangkut faktor intern dari usaha kecil itu sendiri serta beberapa faktor ekstern, menurut Subanar (1998:8) hambatan tersebut antara lain: 1) Umumnya pengelola small-business merasa tidak memerlukan ataupun tidak pernah melakukan studi kelayakan, penelitian pasar, analisis perputaran uang tunai/kas, serta berbagai penelitian lain yang diperlukan suatu aktivitas bisnis. 2) Tidak memiliki perencanaan sistem jangka panjang, sistem akuntansi yang memadai, anggaran kebutuhan modal, struktur organisasi dan pendelegasian wewenang, serta alat-alat kegiatan manajerial lainnya (perencanaan, pelaksanaan serta pengendalian usaha) yang umumnya diperlukan oleh suatu perusahaan bisnis yang profit-oriented. 3) Kekurangan informasi bisnis, hanya mengacu pada intuisi dan ambisi pengelola, lemah dalam promosi.
15
4) Kurangnya
petunjuk
pelaksanaan
teknis
operasional
kegiatan
dan
pengawasan mutu hasil kerja dan produk, serta sering tidak konsisten dengan ketentuan order/ pesanan, yang mengakibatkan klaim atau produk yang ditolak. 5) Tingginya Labour Turn-Over (PHK) 6) Terlalu banyak biaya-biaya yang di luar pengendalian serta utang yang tidak bermanfaat, juga tidak dipatuhinya ketentuan-ketentuan pembukuan standar. 7) Pembagian kerja tidak proporsional, sering tejadi pengelola memiliki pekerjaan yang melimpah atau karyawan yang bekerja di luar batas jam kerja standar. 8) Kesulitan modal kerja atau tidak mengetahui secara tepat berapa kebutuhan modal kerja, sebagai akibat tidak adanya perencanaan kas. 9) Persediaan yang terlalu banyak, khususnya jenis barang-barang yang salah (kurang laku). 10) Lain-lain
yang menyangkut
mist-manajemen
dan
ketidakpedulian
pengelola terhadap prinsip-prinsip manajerial. 11) Risiko dan utang-utang kepada pihak ketiga ditanggung oleh kekayaan pribadi pemilik. 12) Perkembangan usaha tergantung pada pengusaha yang setiap waktu dapar berhalangan karena sakit atau meninggal. 13) Sumber modal terbatas pada kemampuan pemilik. 14) Perencanaan dan program pengendalian tidak ada atau belum pernah merumuskannya.
16
Salah satu kararkteristik dari industri kecil adalah rendahnya akses industri kecil terhadap lembaga-lembaga kredit formal sehingga mereka cenderung menggantungkan pembiayaan usahanya dari modal sendiri atau dari sumbersumber lain seperti dari keluarga, kerabat, pedagang perantara bahkan rentenir (Kuncoro, 1997). Keengganan lembaga keuangan dalam memberikan pinjaman modal kepada pengusaha industri kecil pada umumnya disebkan oleh adanya (1) Umumnya pemberian pinjaman kepada industri kecil dianggap kurang menguntungkan karena selain biaya pemberian pinjaman yang relatif tinggi juga dibayangi oleh resiko yang lebih besar. Hal ini juga dipengaruhi oleh modal sendiri yang dimiliki oleh pengusaha dan jaminan yang diberikan oleh pengusaha industri kecil. (2) Sulitnya lembaga keuangan untuk memperoleh informasi yang cukup memadai mengenai industri kecil sebagai pihak peminjam modalnya. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya laporan keuangan dalam pengajuan kreditnya dan meskipun laporan itu ada, laporan tersebut tidak disesuaikan dengan aturanaturan pembukuan yang selayaknya, sehingga informasi yang dibutuhkan oleh lembaga keuangan menjadi relatif tidak lengkap dan tidak layak (Kuncoro, 1997). Perjalanan bisnis yang dilalui oleh industri kecil selama ini tidak terlepas dari hasil kebijakan dan program pemerintah. Pemerintah telah mengambil langkah untuk memberikan program bantuan dalam bentuk fasilitas produksi, bantuan di bidang manajemen, financial serta kemitraan yang diharapkan dapat meningkatkan kinerja. Berbagai kebijakan pemerintah untuk mengembangkan industri kecil diharapkan pembangunan industri akan mengarah pada industri yang efisien dengan kualitas produk yang semakin baik dan pada gilirannya dapat
17
bersaing di pasar dalam negeri maupun ekspor dengan nilai tambah yang semakin tinggi untuk memperkuat perekonomian Indonesi (Sujianto, 2005). Dalam kaitannya dengan keberadaan pengusaha industri kecil di Indonesia, tampaknya daftar penyebab kegagalan lebih mengarah pada belum adanya pengalaman yang memadai baik tentang bisnis/ usaha yang dijalankannya dan manajerial atau juga kompetensi dalam bisnis/ usaha itu. Beberapa faktor penyebab yang menjadikan usaha industri kecil mengalami kegagalan. Ada empat faktor seperti berikut : 1) Kurang pengalaman (Lock of experience) Lingkungan bisnis yang sangat dinamis itu menuntut setiap pengelola usaha besar atau kecil untuk selalu tanggap dengan jalan mengantisipasi setiap perubahan yang terjadi begitu amat cepatnya. Perubahan pola-pola kebiasaan masyarakat dalam berpakaian, mode dan seterusnya, harus ditanggapi pula oleh pengusaha dengan merubah pola produksi dan ragam barang yang kelak akan dipasarkan. Lemahnya manajemen sering kali melengkapi ketiadaan pengalaman manajerial suatu unit usaha kecil dalam menghadapi perubahan ini. 2) Kemampuan berhubungan Faktor ini juga merupakan penyebab rusaknya usaha industri kecil. Pengusaha suatu unit usaha sudah seharusnya tidak hanya memiliki kemampuan teknis, namun juga harus memiliki kemampuan memandang secara konseptual bidang usahanya dalam menatap dan mengantisipasi masa depan. Kebanyakan pengusaha kecil kita masih berkutat dan terlalu
18
berkonsentrasi pada fungsi utama sebagai pengusaha dengan mengandalkan kemampuan teknis, sementara fungsi lainnya untuk menjalin hubungan dengan rekan bisnis, relasi, dan semacamnya hanya dilakukan seadanya. Dengan kata lain, pengusaha kecil di Indonesia masih belum dapat memanfaatkan fungsi primer lain di luar fungsi penguasaan teknis brusaha. Hal ini berdampak negatif bagi pengembangan usaha. 3) Lokasi Tidak Strategis Lokasi yang tidak strategis merupakan salah satu penyebab rendahnya daya jual industri kecil. Biasanya lokasi-lokasi usaha yang strategis sudah lebih dahulu dikuasai oleh pengusaha-pengusaha besar. Di samping itu, pengusaha kecil sering kurang berpikir rational dan sama sekali tidak mempertimbangkan keuntungan-keuntungan ekonomi bagi pemilihan lokasi. Dimana ada tempat untuk berteduh, di situ para pengusaha kecil menggelar dagangannya. 4) Daya saing Persaingan akan timbul pada suatu wilayah bersaing untuk dapat memperoleh pangsa pasar dan kesempatan (market and opportunity share). Keunggulan daya saing wilayah akan tercipta jika wilayah tersebut memiliki kompetensi inti (core competence) yang dapat dibedakan dari wilayah lain. Sehingga perumusan visi dan misi yang spesifik, unik, tepat dan akurat akan mendorong
suatu
wilayah
meraih
keunggulan
daya
saing
yang
berkelanjutan, pertumbuhan wilayah, serta meningkatkan nilai tambah
19
melalui pengembangan produk-produk unggulan. Maka kesempatan bersaing dapat digali secara mandiri. 2.1.2 Teori Produksi Dalam proses produksi, perusahaan mengubah faktor produksi atau input menjadi produk atau output. Faktor input dapat dibagi secara lebih terinci, misalnya tenaga kerja, bahan-bahan dan modal yang masing-masing dapat dibagi menjadi kategori yang lebih sempit. Faktor tenaga kerja dapat dibagi menjadi tenaga kerja terampil dan tenaga kerja yang tidak terampil, bahwa para wirausaha masuk di dalamnya. Modal meliputi berbagai bentuk seperti bangunan, alat-alat dan persediaan serta bahan-bahan yang digunakan. Menurut Sukirno (2005:195) menyatakan bahwa suatu fungsi produksi menunjukkan hubungan antara jumlah output yang dihasilkan untuk setiap kombinasi output tertentu. Fungsi produksi dapat dinyatakan dalam bentuk rumus sebagai berikut: Q = f (K, L, R, T)………………………………………………………………(1) Di mana K merupakan jumlah stok modal, L adalah jumlah tenaga kerja dan ini meliputi berbagai jenis tenaga kerja dan keahliaan keusahawanan, R adalah kekayaan alam dan T adalah tingkat teknologi yang digunakan. Sedangkan Q adalah jumlah produksi yang dihasilakn dari berbagai jenis faktor-faktor produksi tersebut, yaitu secara bersama digunakan untuk memproduksi barang yang sedang dianalisis sifat produksinya. Adapun menurut Nopirin (2000:313) menyatakan bahwa: ”Hubungan (teknis) antara penggunaan faktor produksi dengan produksi tersebut sering
20
disebut dengan fungsi produksi”. Sedangkan secara matematis dapat ditulis sebagai berikut: Q = f (P, Tk, Tn, Bb)…………………………………………………………….(2) Fungsi ini secara teknis menjelaskan hubungan antara faktor produk yang digunakan (P, Tk, Tn, Bb) dengan produksi yang dihasilkan (Q). Dalam analisis di sederhanakan yaitu dengan menganggap Tk, Tn dan Bb tetap supaya mudah dipahami pola hubungan penggunaan faktor produksi dengan jumlah produksi. Dengan demikian persamaan kedua fungsi tersebut merupakan suatu pernyataan matematik yang pada dasarnya berarti bahwa tingkat produksi suatu barang tergantung pada jumlah modal, jumlah tenaga kerja, jumlah kekayaan alam dan tingkat teknologi yang digunakan. Jumlah produksi yang berbeda-beda dengan sendirinya akan memerlukan berbagai faktor produksi tersebut dalam jumlah yang berbeda-beda juga. Di samping itu untuk satu tingkat produksi tertentu dapat pula digunakan gabungan faktor produksi yang berbeda. Persamaan di atas menghubungkan jumlah output dengan jumlah kedua jenis input yaitu modal dan tenaga kerja. Fungsi produksi memungkinkan faktor input saling dikombinasikan dengan berbagai perbandingan untuk menghasilkan jumlah output dengan berbagai cara. Misalnya roti dapat diproduksi secara padat karya dengan menggunakan banyak tenaga kerja, namun juga dapat dilakukan dengan cara padat modal dengan peralatan yang serba mesin. Persamaan fungsi di atas berlaku untuk penerapan teknologi tertentu karena dengan teknologi yang berkembang terus ke arah yang semakin canggih, maka fungsi produksi akan
21
berubah. Perusahaan akan mendapatkan lebih banyak output dengan jumlah input tertentu. Ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam teori produksi, yang pertama yaitu mengenai pengertian satuan. Satuan di sini tidak boleh diartikan sama dengan satu, melainkan menggambarkan satu kuantitas tertentu yang banyak diartikan dengan istilah volume. Yang kedua, yaitu mengenai pembagian faktor produksi menjadi tenaga kerja dan modal saja. Faktor produksi memang banyak, tetapi dari yang banyak ini dapat disederhanakan menjadi dua dimana perilakunya berbeda. Dalam jangka pendek faktor tenaga kerja dianggap sebagai faktor produksi dianggap sebagai faktor produksi yang variabel yang penggunaannya berubah-ubah sesuai dengan perubahan volume produksi. Sedangkan faktor modal dianggap sebagai faktor produksi yang tetap dalam artian bahwa jumlahnya tidak berubah dan tidak dipengaruhi oleh perubahan volume produksi. Fungsi produksi untuk setiap komoditi adalah suatu persamaan, tabel atau grafik yang menunjukkan jumlah (maksimum) komoditi yang dapat diproduksi perunit waktu setiap kombinasi input alternatif bila menggunakan teknik yang terbaik yang tersedia (Salvatore, 1996:147). Teori produksi menurut Sukirno (2005:195) dalam ilmu ekonomi membedakan analisisnya salah satunya adalah teori produksi dengan dua faktor berubah, dalam analisis yang akan dilakukan yaitu dimisalkan terdapat dua jenis faktor produksi yang dapat diubah jumlahnya. Kita misalkan yang dapat dirubah yaitu tenaga kerja dan modal. Misalkan pula bahwa kedua faktor produksi yang dapat berubah ini dapat dipertukar-tukarkan penggunaannya, yaitu tenaga kerja
22
dapat menggantikan modal atau sebaliknya. Apabila dimisalkan pula harga tenaga kerja dan pembayaran per unit kepada faktor modal diketahui, analisis tentang bagaimana perusahaan akan meminimumkan biaya dalam usahanya untuk mencapai suatu tingkat produksi tertentu Produksi adalah suatu proses yang menghasilkan barang atau jasa. Dalam proses produksi tersebut tentu saja diperlukan berbagai faktor produksi (input) dan barang atau jasa yang dihasilkan disebut produk (output). Kombinasi berbagai faktor produksi untuk menghasilkan output yang dinyatakan dalam suatu hubungan disebut dengan fungsi produksi. Menurut Miller dan Meiners (1993:249) secara umum istilah produksi diartikan yaitu: ”Sebagai penggunaan atau pemanfaatan sumber daya manusia yang mengubah komoditi menjadi komoditi lainnya yang sama sekali berbeda, baik dalam pengertian apa dan mana atau kapan komoditi-komoditi itu dialokasikan, maupun dalam pengertian apa yang dapat dikerjakan oleh konsumen terhadap komoditi itu”. Menurut Sudarman (2000:124), fungsi produksi adalah: ”Suatu skedul (atau tabel atau persamaan matematis) yang menggambarkan jumlah output maksimum yang dapat dihasilkan dari suatu set produksi tertentu, dan pada tingkat tenologi tertentu pula”. Sedangkan menurut Miller dan Meiners (1993:288), fungsi produksi yaitu: ”Menunjukkan hubungan antara input- input dan output, hubungan ini secara teknis dianggap efisien, tapi secara ekonomis hubungan ini masih harus diuji”. Singkatnya fungsi produksi adalah katalog dari kemungkinan hasil produksi. Dengan kata lain fungsi produksi adalah fungsi yang menjelaskan
23
hubungan antara tingkat kombinasi input (factor produksi) dengan tingkat output (produk) yang dimungkinkan untuk diproduksi pada tingkat kombinasi input tersebut. Fungsi produksi menggambarkan seberapa jauh faktor produksi dapat saling mengganti untuk menghasilkan sejumlah tertentu output. Untuk menyederhanakan analisa digunakan anggapan bahwa satu faktor produksi selalu berubah (variable) sedang faktor produksi yang lain tidak berubah (fixed). Menurut Sukirno (2005:193) fungsi produksi adalah ”Hubungan di antara faktor-faktor produksi dan tingkat produksi yang diciptakan”. Faktor-faktor produksi pada dasarnya dibedakan menjadi empat golongan, yaitu tenaga kerja, tanah, modal dan keahlian keusahaan. Di dalam teori ekonomi di dalam menganalisis mengenai produksi, selalu dimisalkan bahwa tiga faktor produksi yang belakangan dinyatakan (tanah, modal dan keahlian keusahawanan) adalah tetap jumlahnya. Hanya tenaga kerja dipandang sebagai faktor produksi yang berubah-ubah jumlahnya. Dengan demikian dalam mengambarkan hubungan antar faktor produksi yang digunakan dan tingkat produksi yang dicapai yang digambarkan adalah hubungan di antara jumlah tenaga kerja yang digunakan dan jumlah produksi yang telah dicapai. Menurut Sudarman (2002:240) dalam pasar faktor produksi, produsen bertindak sebagai pembeli sedangkan pemilik faktor produksi bertindak sebagai penjual. Perilaku produsen di dalam menggunakan faktor produksi akan menentukan bentuk kurva permintaan faktor produksi di pasar, mengingat bahwa permintaan
produsen
terhadap
faktor
24
produksi
tergantung
kepada
“kemampuannya” di dalam menjual output, maka permintaan produsen terhadap faktor produksi sering disebut dengan permintaan turunan (derived demand). 2.1.3 Produktivitas Tenaga Kerja Menurut
Simanjuntak
(1983),
produktivitas
tenaga
kerja
adalah
perbandingan hasil yang dicapai dari peran tenaga kerja persatuan waktu. Secara sederhana produktivitas tenaga kerja merupakan ukuran efektivitas tenaga kerja dalam menghasilkan produk dalam satuan waktu tertentu. Dilihat dari sisi teori ekonomi mikro, produktivitas mengacu pada kemampuan maksimal seorang pekerja untuk menghasilkan output. Kenyataannya, pekerja tersebut belum tentu atau mampu memanfaatkan seluruh kemampuannya, produktivitas semacam ini disebut produktivitas fisik. Menurut
L.Greenberg
dalam
Sinungan
(2008:12)
mendefinisikan
produktivitas sebagai perbandingan antara totalitas pengeluaran pada waktu tertentu dibagi totalitas masukan selama periode tersebut. Samuelson (1993:133) menyatakan bahwa produktivitas merupakan suatu konsep pengukuran rasio output total terhadap rata-rata input tertimbang. Sehingga berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa produktivitas adalah perbandingan antara jumlah output yang dihasilkan dengan jumlah sumber daya yang digunakan. Menurut Ricky W.Giffin (2003:213-214) produktivitas tenaga kerja pada dasarnya merupakan produktivitas parsial, karena hanya membagi output dengan satu jenis input, yaitu hanya tenaga kerja. Jadi, produktivitas tenaga kerja merupakan perbandingan antara total keluaran dengan masukan tenaga kerja.
25
Produktivitas tenaga kerja dapat diukur dengan menggunakan masukan tenaga kerjanya per minggu, per tahun, atau per jam kerja. Sehingga produktivitas dapat diartikan sebagai perbandingan antara hasil keluaran yang diukur dalam kesatuan fisik dan nilai masukan tenaga kerja. Menurut Kussriyanto (1986) produktivitas adalah sikap mental terhadap kemajuan dan kehidupan. Lalu juga dikatakan bahwa tenaga kerja dijadikan faktor pengukur suatu produktivitas. Hal ini disebabkan karena biaya untuk tenaga kerja merupakan biaya terbesar dalam pengadaan produk dan masukan dalam sumber daya manusia lebih mudah dihitung dari pada masukan pada faktor-faktor lainnya. Menurut Simanjuntak (1985) produktivitas mengandung pengertian filosofis dan kuantitatif. Secara filosofis produktivitas mengandung arti pandangan hidup dan sikap mental yang selalu berusaha untuk meningkatkan mutu kehidupan. Keadaan hari ini harus lebih baik dari pada kemarin, dan mutu kehidupan besok harus lebih baik dari pada hari ini. Secara kuantitatif, produktivitas merupakan perbandingan antara hasil yang ingin dicapai (keluaran) dengan kesuluruhan sumber daya (masukan) yang digunakan per satuan waktu. Dalam mengukur produktivitas, kita dapat mengartikan produktivitas total faktor produksi sebagai output per unit input total dari modal dan tenaga kerja, produktivitas tenaga kerja sebagai jumlah output per unit tenaga kerja, dan produktivitas modal sebagai output per unit modal. Produktivitas juga dapat diartikan sebagai rasio antara output terhadap input sumber daya yang dipakai. Maka jika dalam rasio tersebut sumber daya dimasukan seluruhnya untuk menghasilkan output, maka disebut dengan produktivitas total, namun jika yang
26
dihitung sebagai masukan hanya faktor sumber daya tertentu saja maka disebut sebagai produktivitas parsial Banyak faktor yang mempengaruhi produktivitas tenaga kerja, menurut J.Rivianto (1985:4) produktivitas tenaga kerja itu sendiri dipengaruhi oleh berbagai faktor baik yang berhubungan dengan tenaga kerja itu sendiri maupun faktor-faktor lainnya, seperti: keterampilan, gizi dan kesehatan, tingkat penghasilan, jaminan sosial, lingkungan dan iklim kerja, hubungan industri pancasila, teknologi, sarana produksi manajemen, dan kesempatan berprestasi. Anoraga dalam jurnal Yuniarsih dan Suwatno (2009:159) menyebutkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas tenaga kerja adalah pekerjaan yang baik, upah yang baik, keamanan dan perlindungan dalam pekerjaan, penghayatan atas maksud dan makna pekerjaan, lingkungan atau suasana kerja yang baik, promosi dan perkembangan diri yang merasa sejalan dengan perkembangan perusahaan/ organisasi, merasa terlibat dalam kegiatankegiatan organisasi, pengertian dan simpati atas persoalan-persoalan pribadi, kesetiaan pimpinan pada si pekerja, dan disiplin kerja yang keras. Berdasarkan uraian tersebut dapat dilihat bahwa salah satu faktor penting yang mempengaruhi produktivitas tenaga kerja yaitu upah yang diterima oleh para pekerja. Faktor lain yang dapat mempengaruhi produktivitas tenaga kerja adalah pengalaman kerja. Seperti disebutkan dalam penelitian Fagbenle (2012) yang didalamnya menyebutkan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi produktivitas karyawan adalah berasal dari diri karyawannya atau yang disebut sebagai Human Factor, salah satunya adalah pengalaman kerja. Pengalaman kerja yang
27
dikemukakan oleh Manulang (2005:15) adalah proses pembentukan pengetahuan dan keterampilan tentang metode suatu pekerjaan bagi para pegawai karena keterlibatan tersebut dalam pelaksanaan pekerjaannya. Pengalaman kerja merupakan faktor yang paling mempengaruhi dalam terciptanya pertumbuhan suatu usaha. Dengan tingginya pengalaman yang dimiliki oleh para pekerja akan menyebabkan
tingginya
pertumbuhan
usaha
tersebut.
Penelitian
yang
memperlihatkan adanya hubungan positif antara pengalaman kerja dan produktivitas ditemukan pada penelitian yang dilakukan oleh Brown (1989) dan Acemoglu (1998). Selain itu efektivitas dan efisiensi merupakan faktor yang sangat menentukan produktivitas. Menurut Umar (2003), efektivitas merupakan ukuran yang memberikan gambaran seberapa jauh target dicapai atau menunjukkan apakah persoalan tertentu dapat diselesaikan dengan baik sedangkan efisiensi adalah suatu ukuran dalam membandingkan input yang direncanakan dengan input sebenarnya. Jadi, efektivitas berhubungan dengan hasil guna sedangkan efisiensi berhubungan dengan daya guna . Efisiensi dan efektivitas yang tinggi menghasikan produktivitas yang tinggi. Akan tetapi efektivitas yang tinggi dan efisiensi yang rendah mengakibatkan terjadinya pemborosan. Sedangkan efisiensi yang tinggi dan efektivitas yang rendah yang artinya tidak mencapai target yang ditentukan. Apabila efisiensi dikaitkan dengan efektivitas, meskipun terjadi peningkatan efektivitas
belum
tentu
terjadi
peningkatan
28
efisiensi,
begitu
pula
sebaliknya.Berdasarkan penjelasan di atas, produktivitas dapat pula dirumuskan sebagai berikut : Produktivitas =
Output …………………………………………………….…. (3) Input
Cara pengukuran produktivitas tenaga kerja dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan ( Widodo, 1989). Hasil Pr okuksi Produktivitas Tenaga Kerja = Satuan Waktu …………………………….… (4)
Jumlah Yang Dihasilkan
Atau = Jumlah Masukan Tenaga Kerja …………………………………...(5) Tujuan diadakannya
pengukuran produktivitas antara lain untuk
membandingkan hasil – hasil : 1. Pertumbuhan produksi dari waktu ke waktu. 2. Pertumbuhan pendapatan dari waktu ke waktu 3. Pertumbuhan kesempatan kerja dari waktu ke waktu. 2.1.4. Penyerapan Tenaga Kerja Pada dasarnya penyerapan tenaga kerja diharapkan dapat mengurangi jumlah pengangguran. Penyerapan tenaga kerja terdiri dari adanya tenaga kerja dan peluang kesempatan kerja. Penyerapan tenaga kerja adalah salah satu faktor penunjang berlangsungnya pembangunan ekonomi dan pembangunan industri, dan agar dapat dimaknai dengan benar oleh setiap orang yang menggunakan penelitian ini, maka peneliti berupaya menjabarkannya dengan melakukan makna dari setiap variabel yang dimaksud.
29
Penyerapan tenaga kerja pada dasarnya tergantung dari besar kecilnya permintaan tenaga kerja. Penyerapan tenaga kerja secara umum menunjukkan besarnya kemampuan suatu perusahaan menyerap sejumlah tenaga kerja untuk menghasilkan suatu produk. Kemampuan untuk menyerap tenaga kerja besarnya tidak sama antara sektor satu dengan sektor yang lain ( Sony Sumarsono,2003). Penyerapan tenaga kerja bisa di kaitkan dengan keseimbangan interaksi antara permintaan tenaga kerja dan penawaran tenaga kerja, yang di mana permintaan tenaga kerja pasar dan penawaran tenaga kerja pasar secara bersama menentukan sutau tingkat upah keseimbangan dan suatu penggunaan tenaga kerja keseimbangan. Di dalam dunia kerja atau dalam hal penyerapan tenaga kerja setiap sektornya berbeda-beda untuk penyerapan tenaga kerjanya, misalnya saja tenaga kerja di sektor formal. Penyelesaian tenaga kerjanya di butuhkan suatu keahlian khusus, pendidikan, keahlian dan pengalaman untuk bisa bekerja pada sektor formal Don Bellante and Mark Janson (2006). Penduduk yang terserap, tersebar di berbagai sektor perekonomian. Sektor yang mempekerjakan banyak orang umumnya menghasilkan barang dan jasa yang relatif besar. Setiap sektor mengalami laju pertumbuhan yang berbeda. Demikian pula dengan kemampuan setiap sektor dalam menyerap tenaga kerja. Perbedaan laju pertumbuhan tersebut mengakibatkan dua hal. Pertama, terdapat perbedaan laju peningkatan produktivitas kerja di masing-masing sektor. Kedua, secara berangsur-angsur terjadi perubahan sektoral, baik dalam penyerapan tenaga kerja maupun dalam kontribusinya dalam pendapatan nasional Simanjuntak (1985).
30
Jadi yang dimaksud dengan penyerapan tenaga kerja dalam penelitian ini adalah jumlah atau banyaknya orang yang bekerja di berbagai sektor perekonomian. Tenaga kerja ini terbagi menjadi dua, yaitu: pertama, angkatan kerja adalah tenaga kerja/penduduk yang telah masuk dalam usia kerja (15-64 tahun) meliputi orang yang bekerja, punya pekerjaan tapi sementara tidak bekerja, menganggur dan mencari pekerjaan. Kedua, bukan angkatan kerja yaitu penduduk yang tidak termasuk dalam angkatan kerja yang terdiri dari anak sekolah, dan mengurus rumah tangga (Indayati, dkk, 2010; dan Putra, 2012). Penyerapan tenaga kerja adalah jumlah tenaga kerja yang terserap atau bekerja di suatu unit usaha tertentu. Menurut Indayati, dkk (2010) penyerapan tenaga kerja sebenarnya tergantung dari besar kecilnya permintaan tenaga kerja. Dalam suatu usaha kemampuan penyerapan tenaga kerja akan berbeda antara suatu sektor/usaha dengan sektor/usaha lainnya Sumarsono (2003) dalam Indayati, dkk (2010), misalnya pekerjaan pada sektor formal dan informal yang memiliki perbedaan dalam penyerapan tenaga kerjanya. Ada perbedaan antara permintaan tenaga kerja dan jumlah tenaga kerja yang diminta atau dalam hal ini tenaga kerja yang diserap oleh perusahaan atau suatu sektor. Permintaan tenaga kerja adalah keseluruhan hubugan antara berbagai tingkat upah dan jumlah orang yang diminta untuk dipekerjakan. Sedangkan jumlah tenaga kerja yang diminta lebih ditunjukkan kepada kuantitas atau banyaknya permintaan tenaga pada tingkat upah tertentu (Sukirno, 2004).
31
2.1.5 Modal Pengertian modal secara umum adalah biaya yang dikeluarkan untuk melakukan proses produksi, dan modal merupakan masalah yang mendasar bagi industri kecil. Sesuai dengan kenyataan yang ada bahwa untuk menciptakan tambahan kesempatan kerja baru di di dalam sub-sektor industri kecil ini adalah dengan meningkatkan omzet/ kemampuan produksi dari industri kecil dengan jalan meningkatkan penanaman modal yang nantinya akan menuntut adanya peningkatan kegiatan proses produksi dan hasil produksi yang ada dimana pada taraf akhirnya nanti tentunya juga akan menghendaki bertambahnya tenaga kerja yang diminta (Winardi, 1991). Usaha industri membutuhkan modal dalam menjalankan aktifitasnya. Modal merupakan faktor yang sangat penting dalam industri. Setiap industri memiliki kebutuhan modal yang berbeda-beda tergantung jenis usaha yang dijalankan. Modal menghasilkan barang-barang baru atau merupakan alat untuk memupuk pendapatan yang nantinya akan menciptakan dorongan dan minat untuk menyisihkan kekayaannya maupun hasil produksinya, dengan maksud yang produktif dan tidak untuk maksud keperluan yang konsumtif. Jadi modal diciptakan untuk menahan diri dalam bentuk konsumsi, dengan tujuan pendapatannya akan dapat lebih besar lagi di masa yang akan datang. Setiap jenis usaha selalu membutuhkan modal untuk membelanjai operasinya sehari-hari, modal ini disebut modal kerja. Modal kerja juga bisa dijelaskan sebagai “Dana yang diperlukan oleh perusahaan untuk memenuhi kebutuhan operasional seharihari, seperti pembelian bahan baku, pembayaran upah buruh, membayar utang dan
32
pembayaran lainnya” (Syarif, 2011). Mesin – mesin, peralatan, dan perlengkapan pembantu yang digunakan dalam memproduksi barang – barang lain dan jasa- jasa disebut barang modal atau capital goods. Modal adalah salah satu faktor produksi yang sangat penting bagi setiap usaha, baik skala kecil, menengah maupun besar. Struktur modal usaha IK dan IRT secara bersama pada tahun 1998 menunjukkan bahwa sebagian besar kelompok ini usaha ini di biayai oleh modal sendiri, sedangkan jumlah unit usaha yang memakai modal sendiri dan pinjaman hanya sedikit. Banyaknya usaha IK yang sepenuhnya menggunakan modal sendiri hampir 78 persen, lebih kecil daripada jumlah usaha IRT yang mencapai hampir 85,5 persen. Sebagian besar dari kebutuhan finansial dibiayai dengan pinjaman, dalam kelompok IRT persentasenya lebih kecil (12,16%) di bandingkan kelompok IK (23,43%) (Tambunan, 2002). Rendahnya akses industri kecil terhadap lembaga – lembaga kredit formal sehingga mereka cenderung menggantungkan pembiayaan usahanya dari modal sendiri atau dari sumber-sumber lain seperti dari keluarga,kerabat, pedagang perantara bahkan rentenir. Terdapat faktor-faktor yang menjadikan lembaga keuangan enggan memberikan pinjaman terhadap pengusaha industri kecil yaitu di sebabkan oleh adanya (1) pemberian pinjaman kepada industri kecil dianggap kurang menguntungkan karena selain biaya pemberian pinjaman yang relatif tinggi juga dibayangi oleh resiko yang lebh besar (2) sulitnya lembaga keuangan untuk memperoleh informasi yang cukup memadai mengenai industri kecil sebagai pihak peminjam modalnya. Hal ini di sebabkan oleh tidak adanya laporan keuangan dalam pengajuan kreditnya dan meskipun laporan itu ada,
33
laporan tersebut tidak disesuaikan dengan aturan-aturan pembukuan yang selayaknya.(Kuncoro, 1997) 2.1.6 Bahan Baku Menurut Rosa dan Suharmiati (2008:41), proses produksi dapat berlangsung secara berkesinambungan apabila kebutuhan bahan baku untuk pelaksanaan proses produksi dapat terpenuhi. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut maka diperlukan suatu sistem pengendalian persediaan bahan baku yang meliputi perencanaan kebutuhan persediaan bahan baku dan selanjutnya diikuti dengan pengendalian persediaan bahan baku. Menurut Muktiadji dan Hidayat (2006:115), Bahan baku merupakan faktor utama yang menunjang terhadap kelancaran proses produksi. Kelancaran proses produksi dengan dukungan pengendalian persediaan bahan baku yang memadai akan menghasilkan barang yang siap diolah pada waktu yang tepat dan sesuai dengan rencana produksi. Bahan baku merupakan salah satu unsur yang paling aktif didalam perusahaan yang secara terus-menerus diperoleh, diubah yang kemudian dijual kembali. Sebagian besar dari sumber-sumber perusahaan-perusahaan juga sering dikaitkan dalam persediaan bahan baku yang akan digunakan dalam operasi perusahaan pabrik. Bahan baku adalah bahan yang diolah menjadi produk bahan jadi dan pemakaian dapat di indentifikasikan secara langsung atau diikuti jejaknya atau merupakan integral dari produk tertentu barang - barang yang diperoleh untuk digunakan dalam proses produksi. Beberapa bahan baku diperoleh secara langsung dari sumber-sumber alam. Namun demikian, lebih sering lagi bahwa bahan baku diperoleh dari perusahaan lain dan ini merupakan produksi akhir dan
34
bahan baku merupakan bahan yang memebentuk bagian menyeluruh Mulyadi (2001;275). 2.1.7 Tingkat Upah Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, upah adalah hak pekerja/ buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/ buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/ buruh dan keluarga atas suatu pejerjaan dan/ jasa yang telah atau akan dilakukan. Menurut Simanjuntak (1985), Penghasilan yang di terima oleh tenaga kerja sehubungan dengan pekerjaanya dapat di golongkan kedalam empat bentuk, yaitu : 1) Upah atau gaji (dalam bentuk uang). 2) Sistem penggajian di Indonesia pada umumnya menggunakan gaji pokok yang didasarkan pada kepangkatan dan masa kerja, penentuan gaji pokok pada umumnya didasarkan pada prinsip-prinsip dari teori human capital yaitu bahwa upah atau gaji seseorang diberikan sebanding dengan tingkat pendidikan dalam latihan yang dicapainya. 3) Tunjangan dalam bentuk natura seperti gula, beras, garam, pakaian dan lainlain. 4) Fringe benefits, yaitu sebgai jenesi benefits diluar upah yang diperoleh seseorang sehubungan dengan jabatan dan pekerjaanya seperti pensiunan, asuransi kesehatan, cuti, dan lain-lain.
35
5) Kondisi lingkungan, kondisi lingkungan kerja yang berbeda di setiap perusahan dapat memberikan tingkat kepuasan yang berbeda juga bagi setiap tenaga kerja. Keadaan ini mencakup kebersihan, reputasi tempat usaha, lokasi tempat usaha kerajinan,dan lain-lain Menurut Sukirno (2003:353) bahwa upah dalam teori ekonomi diartikan sebagai pembayaran yang diperoleh berbagai bentuk jasa yang disediakan dan diberikan oleh tenaga kerja kepada para pengusaha. Dengan demikian upah dapat diartikan sebagai balas jasa yang diterima oleh tenaga kerja setelah melakukan suatu pekerjaan. Menurut Cafferty (1990), menjelaskan bahwa produktivitas pekerja tergantung pada tingkat upah yang mereka terima. Tenaga kerja yang mendapatkan upah tinggi maka dia dapat memenuhi kebutuhan hidup dengan mengkonsumsi makanan yang bergizi badan menjadi sehat, dengan demikian dia bisa mengalokasikan waktu bekerjanya lebih tenang sehingga produktivitas kerja dapat ditingkatkan. Menurut Todaro (2000;327), tingkat upah dalam bentuk sejumlah uang dalam kenyataannya tidak pernah fleksibel dan cenderung terus-menerus turun karena lebih sering dan lebih banyak dipengaruhi oleh berbagai macam kekuatan institusional seperti tekanan serikat dagang atau serikat buruh. Kemerosotan ekonomi selama dekade 1980-an yang melanda negara–negara Afrika-Amerika Latin mengakibatkan merosotnya upah dan gaji riil di segenap instansi pemerintah, namun ternyata masih banyak calon pekerja yang memburu posisi kerja di sektor formal meskipun mereka tahu gajinya semakin lama semakin tidak
36
memadai untuk membiayai kehidupan mereka sehari-hari. Tingkat pengangguran (terutama pengangguran terselubung) sangat parah dan bertambah buruk Upah merupakan pembayaran dalam bentuk uang atas jasa baik fisik maupun mental yang disediakan oleh tenaga kerja dan digunakan dalam proses produksi. Upah riil adalah upah yang diukur berdasarkan kemampuannya memenuhi kebutuhan pekerja akan barang dan jasa (Sukirno, 2006). Kenaikan tingkat upah, akan menaikkan biaya produksi perusahan yang pada akhirnya menyebabkan kenaikan harga. Kenaikan harga menyebabkan, pembeli berkurang, berkurangnya produksi dan akhirnya berkurangnya permintaan tenaga kerja atau disebut scale effect. Apabila tingkat upah naik, pengusaha lebih suka mengganti tenaga kerja dengan teknologi padat modal sehingga permintaan tenaga kerja menurun (Sumarsono, 2003 dalam Fadliilah dan Atmanti, 2012). Upah juga berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja, menurut Haryani (2002) dalam jurnal Yanuwardani dan Woyanti (2009), Jika tingkat upah meningkat maka permintaan tenaga kerja akan menurun yang artinya jumlah tenaga kerja yang diminta akan semakin berkurang namun penawaran tenaga kerja akan semakin bertambah. Tapi sebaliknya, jika tingkat upah menurun maka permintaan tenaga kerja akan semakin meningkat. Kuantitas tenaga kerja yang diminta akan menurun sebagai akibat dari kenaikan upah. Apabila tingkat upah naik sedangkan harga input lain tetap, berarti harga tenaga kerja relatif lebih mahal dari input lain. Situasi ini mendorong pengusaha untuk mengurangi penggunaan tenaga kerja yang relatif mahal dengan input-input lain yang harga
37
relatifnya
lebih
murah
guna
mempertahankan
keuntungan
yang
maksimumKuncoro (2001). 2.1.8 Hubungan Antar Variabel 1. Hubungan Modal Dengan Produktivitas Tenaga Kerja Agus sartono (2001:385) menyatakan bahwa “tindakan yang diambil dalam pencapaian produktivitas adalah dalam pemanfaatan modal kerja secara efektif dan efisien, seluruh penggunaan modal kerja dipergunakan secara optimal sehingga tidak terjadi kemubadziran. Manajemen modal kerja yang efektif menjadi sangat penting untuk pertumbuhan keberlangsungan perusahaan dalam jangka panjang. Apabila perusahaan kekurangan modal kerja untuk memperluas penjualan dan meningkatkan pendapatan dan keuntungan serta mempengaruhi produktivitas. Bambang Riyanto (1991:64) “efektivitas modal kerja yaitu tingkat keberhasilan suatu perusahaan dalam menggunakan modal kerja yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan, sehingga tidak menimbulkan kelebihan atau kekurangan dan dapat memberikan rasio yang memuaskan”. Perbaikan terus menerus yang melibatkan aspek kemampuan sumber daya manusia atau kualitas tenaga dapat ditempuh melalui perbaikan hasil pekerjaan yang dilaksanakan mengacu pada penggunaan waktu yang tepat dengan kualitas pencapaian target pekerjaan. Menurut teori diatas modal berhubungan erat dengan produktivitas, tenaga kerja karena modal dalam suatu industri sangat dibutuhkan untuk membuka sebuah industri dan demi keberlangsungan industri tersebut. Jika suatu industri
38
memiliki modal yang cukup besar maka tidak menutup kemungkinan industri tersebut dapat meningkatkan produktivitas tenaga kerjanya. 2. Hubungan Bahan Baku Dengan Produktivitas Bahan baku merupakan hal mendasar dalam meningkatkan hasil produktivitas disektor industri dan juga merupakan faktor penting dalam proses produksi. Dimana pemilihan bahan baku yang bermutu tinggi dan pengolahan maksimal akan menghasilkan produksi-produksi yang dapat memuaskan masyarakat atau konsumen. Kegiatan produksi akan berhenti jika bahan baku yang biasa digunakan tidak tersedia, sehingga berdampak pada penjualan yang akan diterima oleh pemilik industri tersebut. 3. Hubungan Tingkat Upah Dengan Produktivitas Tenaga Kerja Besar kecilnya upah yang diberikan perusahaan kepada para pekerjanya akan mempengaruhi tinggi rendahnya tingkat produktivitas kerja karyawan Setiadi (2009). Saat seorang pekerja merasa nyaman dengan upah yang diterima maka produktivitasnya dalam bekerja diharapkan akan meningkat. Upah yang nyaman dalam hal ini dapat diartikan upah yang wajar, yakni dapat memungkinkan pekerja untuk memenuhi kebutuhannya secara manusiawi. Sehingga ketika tingkat penghasilan cukup, akan menimbulkan konsentrasi kerja dan mengarahkan kemampuan yang dimiliki untuk meningkatkan produktivitas. (Kurniawan, 2010) 4. Hubungan Modal Dengan Penyerapan Tenaga Kerja Ada dua faktor produksi yang paling penting adalah modal dan tenaga kerja. Modal adalah seperangkat sarana yang dipergunakan oleh para pekerja,
39
sedangkan tenaga kerja adalah waktu yang dihabiskan orang untuk bekerja. Modal dan tenaga kerja merupakan faktor produksi yang bersifat saling mengganti. Hal tersebut juga bisa dilihat dari fungsi dimana Y = f (K,L). Dimana Y = output, K= modal, L = Labor, (Mankiw, 2008). Modal juga bisa dilakukan dengan Investasi. Investasi dapat diartikan sebagai pengeluaran atau pembelanjaan penanamanpenanaman modal atau perusahaan untuk membeli barang-barang modal dan perlengkapan-perlengkapan produksi untuk menambah kemampuan memproduksi barang-barang dan jasa-jasa yang tersedia dalam perekonomian (Sukirno,1997). Dalam hal ini dibutuhkan tenaga kerja untuk mengolah modal perusahaan, yaitu menggunakan perlengkapan-perlengkapan produksi sehingga dapat memproduksi barang. Modal juga dapat digunakan untuk membeli mesin dalam melakukan peningkatan proses produksi. 5. Hubungan Bahan Baku Dengan Penyerapan Tenaga Kerja Hubungan bahan baku dan penyerapan tenaga kerja apabila upah dan biaya bahan baku turun maka jumlah tenaga kerja yang diminta naik, demikian juga jumlah tenaga kerja yang diminta selalu naik seiring dengan kenaikan jumlah nilai produksinya. Permintaan tenaga kerja berarti hubungan antara tingkat upah dan kuantitas tenaga kerja yang dikehendaki oleh pengusaha untuk dipekerjakan, ini berbeda dengan permintaan konsumen terhadap barang dan jasa. Orang membeli barang karena barang itu memberikan nikmat (utility) kepada si pembeli. Sementara pengusaha mempekerjakan seseorang karena memproduksikan barang untuk dijual kepada masyarakat konsumen. Oleh karena itu, kenaikan permintaan pengusaha terhadap tenaga kerja tergantung dari kenaikan permintaan masyarakat
40
akan barang yang diproduksinya. Permintaan tenaga kerja seperti itu disebut “derived demand“ (Simanjuntak, 2002). 6. Hubungan Tingkat Upah Dengan Penyerapan Tenaga Kerja Upah adalah hak pekerja/ buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/ buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/ buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/ atau jasa yang telah atau akan dilakukan (UU RI No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan pasal 1, ayat 30). Menurut Haryani (2002) dalam jurnal Yanuwardani dan Woyanti (2009), Jika tingkat upah meningkat maka permintaan tenaga kerja akan menurun, yang artinya jumlah tenaga kerja yang diminta akan semakin berkurang namun penawaran tenaga kerja akan semakin bertambah. Tapi sebaliknya, jika tingkat upah menurun maka permintaan tenaga kerja akan semakin meningkat. Naiknya upah akan meningkatkan biaya produksi industri naik, yang kemudian akan menaikkan harga barang yang diproduksi. Naiknya harga barang akan mengurangi jumlah konsumsi masyarakat. Akibatnya banyak hasil produksi yang tidak terjual sehingga jumlah produksi akan berkurang, yang mengakibatkan berkurangnya tenaga kerja atau penyerapan tenaga kerja atau disebut scale effect. Namun pada usaha yang menggunakan padat modal, pengusaha akan mengganti tenaga kerja dengan peralatan mesin-mesin atau disebut substitution effect (Ehrenberg dan Smith, 1994) dalam Setiyadi (2008).
41
7. Hubungan Penyerapan Tenaga Kerja Dengan Produktivitas Tenaga Kerja Menurut Simanjuntak (2001), yang mengatakan bahwa peningkatan produktivitas tenaga kerja akan mengurangi biaya produksi, dimana permintaan akan barang tersebut akan meningkat, hal ini akan mendorong pertambahan jumlah output yang diproduksi dan pada akhirnya menambah permintaan akan tenaga kerja. Hal ini mendukung hasil penelitian Zamrowi (2007) yang mengatakan semakin tinggi produktivitas tenaga kerja, semakin besar jumlah output barang yang diproduksi sehingga dapat mengurangi biaya produksi yang pada akhirnya akan semakin besar pula permintaan tenaga kerja. Menurut Muchdansyah Sinungan (1997) menyatakan bahwa produktivitas adalah konsep yang bersifat universal yang bertujuan untuk menggunakan sumber – sumber riil yang semakin sedikit dengan produk perusahaan sehingga dikaitkan dengan skill karyawan. Apabila permintaan hasil produksi perusahaan atau industri meningkat, produsen cenderung untuk menambah kapasitas produksinya. Untuk maksud tertentu produsen akan menambah penggunaan tenaga kerjanya (Sadarsono, 1988). Menurut Mulyadi (2006), tingkat produktivitas tenaga kerja digambarkan dari rasio PDRB terhadap jumlah tenaga kerja yang digunakan semakin tinggi produktivitas tenaga kerja maka akan semakin tinggi penyerapan tenaga kerja yang tercipta. Sebaliknya, semakin rendah produktivitas tenaga kerja maka penyerapan tenaga kerja akan rendah. 2.2 Hipotesis Penelitian Hipotesis merupakan jawaban sementara dari pokok permasalahan penelitian yang akan di uji kebenarannya. Berdasarkan pada rumusan
42
permasalahan, tujuan penelitian dan kajian-kajian teori yang relevan ataupun hasil penelitian sebelumnya (Sugiono, 2008), maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Modal, bahan baku dan tingkat upah berpengaruh positif dan signifikan terhadap produktivitas tenaga kerja pada industri perak di Kabupaten Klungkung. 2. Modal, bahan baku dan tingkat upah berpengaruh positif dan signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja pada industri perak di Kabupaten Klungkung. 3. Produktivitas tenaga kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja pada industri perak di Kabupaten Klungkung.
43