BAB II TINJAUAN DATA 2.1 Data Literatur 2.1.1 Data Umum 1.
Tinjauan Terhadap Museum
A. Pengertian Museum Kata “Museum” berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu “Museion”, yang artinya “kuil untuk melakukan pemujaan terhadap 9 Dewi Muse". Dalam mitologi klasik, Muse adalah dewa-dewa literature, musik, tarian, dan semua yang berkaitan dengan keindahan, pengetahuan, dan ilmu pengetahuan. (Sumber : Encyclopedia Americana, 1970). Museum berdasarkan definisi yang diberikan International Council of Museums ( ICOM ), adalah institusi permanen dan nirlaba. Yang melayani kebutuhan publik, dengan sifat terbuka, dengan cara melakukan usaha pengoleksian, mengkonservasi, meriset, dan mengkomunikasikan. Sebuah lembaga yang bersifat tetap, tidak mencari keuntungan, melayani masyarakat dan pengembangannya,
terbuka
untuk
umum,
yang
memperoleh,
merawat,
menghubungkan dan memamerkan, untuk tujuan-tujuan studi, pendidikan dan kesenangan, barang-barang pembuktian manusia dan lingkungannya. ( Definisi menurut ICOM = International Council of Museeum atau Organisasi Permuseuman Internasional dibawah Unesco ). Museum merupakan suatu badan yang mempunyai tugas dan kegiatan untuk memamerkan dan menerbitkan hasilhasil penelitian dan pengetahuan tentang benda-benda yang penting bagi Kebudayaan dan llmu Pengetahuan. Jadi menurut definisi diatas, pengertian museum adalah sebuah lembaga yang bersifat
tetap,
tidak
mencari
keuntungan,
melayani
masyarakat
dan
perkembangannya, terbuka untuk umum, memperoleh, merewat, menghubungkan, dan memamerkan artefak-artefak perihal jati diri manusia dan lingkungannya untuk tujuan-tujuan studi, pendidikan dan rekreasi. Sedangkan Museum menurut
http://digilib.mercubuana.ac.id/
7
Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 1995 Pasal 1 ayat (1) adalah lembaga, tempat penyimpanan, perawatan, pengamanan, dan pemanfaatan benda-benda bukti materiil hasil budaya manusia serta alam dan lingkungannya guna menunjang upaya perlindungan dan pelestarian kekayaan budaya bangsa. B. Sejarah Perkembangan Museum Pengertian tentang museum dari zaman kezaman mengalami perubahan. Hal ini disebabkan karena museum senantiasa mengalami perubahan tugas dan kewajibannya. Museum merupakan suatu gejala sosial atau kultural dan mengikuti sejarah perkembangan masyarakat dan kebudayaan yang menggunakan museum itu sebagai prasarana sosial atau kebudayaan. Lama kelamaan gedung museum tersebut yang pada mulanya tempat pengumpulan benda-benda dan alatalat yang diperlukan bagi penyelidikan ilmu dan kesenian, ada yang berubah menjadi tempat mengumpulkan benda-benda yang dianggap aneh. Perkembangan ini meningkat pada abad pertengahan dimana yang disebut museum adalah tempat benda-benda pribadi milik pangeran, bangsawan, para pencipta seni dan budaya, para pencipta ilmu pengetahuan, karena dari kumpulan benda ( koleksi ) yang ada mencerminkan apa yang khusus menjadi minat dan perhatian pemiliknya. Museum di Dunia Dalam sejarah perkembangannya museum dapat dilihat dengan terjadinya perubahan-perubahan yang bersifat perluasan fungsi museum. Pada mulanya museum hanya berfungsi sebagai gudang barang, tempat menyimpan bendabenda warisan budaya bangsa yang bernilai luhur dan dirasakan penuh arti nilai sejarah yang tinggi. Kemudian museum fungsinya meluas menjadi suatu pemeliharaan, pengawetan, penyajian atau pameran benda-benda bersejarah. Kemudian pada akhirnya fungsi tersebut diperluas lagi menjadi suatu sarana pendidikan secara umum dan sebuah kepentingan umum atau kepentigan bersama bagi masyarakat luas. Manusia pada umumnya mempunyai naluri yang alamiah, yaitu “ Naluri untuk melakukan pengumpulan ( Collecting instict ) ”. Sejak 85000 tahun yang lalu diketahui manusia sudah merupakan sebagai makhluk penyimpan,
http://digilib.mercubuana.ac.id/
8
hal ini terbukti oleh hasil penelitian para arkeolog dalam goa-goa dieropa. Yang pernah berdiam suatu kelompok manusia neanderthal (Lembah neander). Didalam goa ini juga terdapat kepingan-kepingan batu yang disebut oker, fosil kerangka yang beraneka bentuk, serta batu-batuan yang berbentuk aneh. Koleksikoleksi aneh ini merupakan penyajian pertama yang disebut “Curio cabinet“ dan merupakan koleksi yang paling tua. Nama curio cabinet ini dipakai sebagai nama museum dalam sejarahnya yang pertama. Perkembangan ini meningkat pada zaman pertengahan dimana yang disebut museum adalah koleksi pribadi milik para pangeran (Princess), para bangsawan, para pelindung dan para pencinta seni dan budaya yang kaya dan makmur serta para pecinta ilmu pengetahuan. Koleksikoleksi tersebut mencermikan adanya benda-benda khususnya yang menjadi minat dan perhatian orang-orang tersebut. Dalam perjalannnya ke negeri orang atau membayar utusan-utusan guna melakukan ekspedisi penyelidikan dan pengumpulan benda-benda bersejarah. Museum juga pernah diartikan sebagai kumpulan ilmu pengetahuan dalam bentuk karya tulis, ini terjadi dizaman ensiklopedis yaitu zaman sesudah Reinessance dieropa. Benda-benda hasil seni rupa sendiri ditambah dengan benda-benda dari luar Eropa merupakan modal koleksi yang kelak akan menjadi dasar pertumbuhan museum-museum besar dieropa.
Gambar 2.1 : Museum LouvreUH, HUParisUH, HUPerancisUH. Sumber : internet
Museum Di Indonesia
http://digilib.mercubuana.ac.id/
9
Di Indonesia, museum yang pertama kali dibangun adalah Museum Radya Pustaka, Selain itu dikenal pula Museum Gajah atau Museum Nasional yang dikenal sebagai museum yang terlengkap koleksinya diindonesia. Selain museum nasional terdapat pula museum wayang, museum persada Soekarno, Museum Tekstil serta Galeri Nasional Indonesia yang khusus menyajikan koleksi seni rupa modern indonesia. Indonesia mempunyai sejarah kegiatan ilmu dan kesenian yang lebih tua dari negara-negara lain diasia tenggara, hal ini berkaitan dengan sejarah zaman kolonoalisme dan imperalisme. Bataviaasch Genootschap mempunyai kedudukan penting, bukan saja perkumpulan ilmiah tetapi juga karena para anggota pengurusnya merupakan
tokoh-tokoh penting dari lingkungan pemerintahan,
Perbankan dan perdagangan. Bataviaasch Genootschap juga bertindak sebagai badan penasehat pemerintah hindia belanda untuk hal-hal yang menyangkut pengetahauan tantang sejarah dan adat istiadat penduduk pribumi dan penduduk non eropa lainnya. Tidak aneh apabila perkumpulan ini menjadi pusat pertemuan kalangan sarjana ketimuran ( Orintalist ) dan pernah menjadi tuan rumah salah satu pasific science congress. Museum bataviaasch genootchap van kunsten en wetenschappen yang kini lebih dikenal dengan nama museum nasional, dan sebelumnya telah dikenal dengan nama museum pusat atau museum gedung gajah yang merupakan museum tertua di Indonesia. Museum Nasional Republik Indonesia adalah salah satu wujud pengaruh Eropa, terutama semangat Abad Pencerahan, yang muncul pada sekitar abad 18. Museum ini dibangun pada tahun 1862 oleh Pemerintah Belanda dibawah Gubernur-Jendral Reinier de Klerk sebagai respons adanya perhimpunan Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen yang bertujuan menelaah riset-riset ilmiah di Hindia Belanda. Museum ini diresmikan pada tahun 1868, tapi secara institusi tahun lahir Museum ini adalah 1778, saat pembentukan Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen oleh pemerintah Belanda yang juga dikenal sebagai Museum gajah. Museum ini dibuka secara resmi pada tahun 1868. Museum ini dikenal sebagai Gedung Gajah atau Gedung Arca, karena terdapat patung gajah yang terbuat dari perunggu dihalaman depan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
10
yang merupakan hadiah dari yang mulia Somdetch Phra Paramarindr Maha Chulalonkorn, Raja Siam ( Thailand ) yang pertama, diberikan kepada kota Batavia sebagai kenang-kenangan atas kunjungannya pada bulan Maret 1871.
Gambar 2.2 : Museum Nasional atau Bataviaasch Genootschap 1880 sumber : internet
Sedangkan disebut sebagai gedung arca karena disini terdapat berbagai jenis dan bentuk patung/arca dari berbagai babakan periode sejarah nusantara. Diantara 40 museum, Gedung Museum Nasional Di Jl. Medan Merdeka Barat Jakarta Pusat ini telah memperoleh nama internasional karena kumpulan benda sejarahnya sejak masa prasejarah. Museum tertua diindonesia ini didirikan oleh Bataviaasche Genootschap van Kunsten en Wetenschappen atau Perkumpulan untuk Seni dan Ilmu Pengetahuan. Perkumpulan ini dibentuk 1778 oleh J.C.M. Radermacher Anggota Dewan Hindia, dan menantu laki-laki dari gubernur jenderal Reinier de Klerk. Bekas kediaman de Klerk hingga kini masih berdiri dengan megah Di Jl. Gajah Mada dan telah direhabilitasi pemerintah Belanda. Gedung yang memiliki pekarangan luas ini pernah dijadikan Gedung Arsip Nasional. Gedung Museum Nasional yang meniru vila gaya Romawi kuno, mudah dikenali keberadaannya. Satu-satunya gedung yang dihalaman depannya dipasang patung gajah. Museum Nasional berfungsi tidak hanya sebagai lembaga studi dan penelitian warisan budaya bangsa tapi juga berfungsi sebagai pusat informasi yang bersifat edukatif, kultural dan rekreatif. Sejarah panjang Museum Nasional tersebut menjadikan museum ini museum terbesar dan tertua diindonesia.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
11
Gambar 2.3 : Halaman Gedung Museum Nasional 1902 sumber : internet
Gedung Museum Nasional yang memiliki koleksi lengkap masa lalu dan benda-benda seni dari seluruh Nusantara, termasuk dari emas murni. Pada 1963, emas dan permata koleksinya telah digasak perampok bernama Kusni Kasdut. Ketika itu, Bung Karno tengah membangun Monas dengan puncaknya dari emas. Gambar Beberapa Koleksi Dari Museum Nasional.
Gambar 2.4 : Museum Nasional / Bataviaasc Genootschap 2008. Sumber : internet
Sejak pendirian Bataviaach Genootschap van Kunsten en Wetenschappen untuk pengisian koleksi museumnya telah diprogramkan antara lain berasal dari koleksi benda-benda bersejarah dan kepurbakalaan baik dari kalangan pemerintah
http://digilib.mercubuana.ac.id/
12
maupun masyarakat. Semangat itu telah mendorong untuk melakukan upaya pemeliharaan, penyelamatan, pengenalan bahkan penelitian terhadap peninggalan sejarah dan purbakala. Periode 1962-1967 merupakan masa sulit bagi upaya untuk perencanaan medirikan Museum Nasional dari sudut profesionalitas, karena dukungan keuangan dari perusahaan Belanda sudah tidak ada lagi. Ditengah kesulitan tersebut, pada tahun 1957 pemerintah membentuk bagian Urusan Museum. Urusan museum diganti menjadi Lembaga Urusan Museum-Museum Nasional pada tahun 1964, dan diubah menjadi Direktorat Museum pada tahun 1966. Pada tahun 1975, Direktorat Museum diubah menjadi Direktorat Permuseuman. Pada tanggal 17 September 1962 LKI dibubarkan, Museum diserahkan pada pemerintah Indonesia dengan nama Museum Pusat dibawah pengawasan Direktorat Jenderal Kebudayaan. Museum Pusat diganti namanya menjadi Museum Nasional pada tanggal 28 Mei 1979. Perubahan politik akibat gerakan reformasi yang dipelopori oleh para mahasiswa pada tagun 1998, telah mengubah tata negara Republik Indonesia. Perubahan ini memberikan dampak terhadap permuseuman diindonesia. Direktorat Permuseuman diubah menjadi Direktorat Sejarah dan Museum dibawah Departemen Pendidikan Nasional pada tahun 2000. Pada tahun 2001, Direktorat Sejarah dan Museum diubah menjadi Direktorat Permuseuman. Susunan
organisasi diubah menjadi Direktorat Purbakala dan Permuseuman
dibawah Badan Pengembangan Kebudayaan dan Pariwisata Pada tahun 2002. Direktorat Purbakala dan Permuseuman diubah menjadi Asdep Purbakala dan Permuseuman pada tahun 2004. Akhirnya pada tahun 2005, dibentuk kembali Direktorat Museum dibawah Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata. (Tim Direktorat Museum).
Gambar 2.5 : Logo Departemen Kebudayaan dan Pariwisata RI sumber : internet
http://digilib.mercubuana.ac.id/
13
Sampai sekarang diindonesia telah berdiri kurang lebih 300 buah museum, baik itu museum pemerintah maupun museum swasta yang besar maupun kecil dengan berbagai macam jenisnya. Museum diindonesia didirikan dengan tujuan untuk menciptakan kelembagaan yang melakukan pelestarian warisan budaya dalam arti yang luas, artinya bukan hanya melestarikan fisik benda-benda warisan budaya, tetapi juga melestarikan makna yang terkandung didalam benda-benda itu dalam sistem nilai dan norma. Dengan demikian warisan budaya yang diciptakan pada masa lampau tidak terlupakan, sehingga dapat memperkenalkan akar kebudayaan nasional yang digunakan dalam menyusun kebudayaan nasional. C. Fungsi dan Peranan Museum International Council Of Museum (ICOM) atau Badan Museum Internasional menegaskan tentang fungsi museum (Nawa Darma), Sebagai ringkasan yang bertolak dari definisi museum, ada beberapa fungsi museum yaitu sebagai berikut:
Sebagai pengumpulan dan pengamanan warisan alam, ilmu pengetahuan dan budaya bangsa
Untuk pusat dokumentasi, informasi dan penelitian ilmiah
Sebagai konservasi dan preservasi
Sebagai penyebaran dan pemerataan ilmu pengetahuan untuk masyarakat umum
Pengenalan dan penghayatan kesenian
Pengenalan kebudayaan lintas daerah dan lintas bangsa
Sebagai pusat visualisi warisan suaka alam dan budaya
Cermin sejarah manusia, alam dan budaya sebagai cerminan tumbuh dan berkembangnya peradaban umat manusia.
Untuk menggugah semangat agar semakian bertakwa dan bersyukur kepada tuhan yang maha kuasa.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
14
Sebagai rekreasi dan berbagai aktivitas lainnya bagi masyarakat.
Sebagai sarana atau media informasi yang berkaitan dengan dunia kesejarahan.
Sebagai tempat penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang sejarah dan purbakala.
Pusat dokumentasi dan Penelitian llmiah
Pusat penyaluran ilmu untuk umum
Pusat penikmatan karya seni
Pusat perkenalan kebudayaan antar daerah dan antar bangsa
Media pembinaan pendidikan kesenian dan llmu Pengetahuan. Benda-benda yang disimpan dimuseum harus memenuhi beberapa
persyaratan, yakni bernilai budaya dan ilmu pengetahuan, dapat diidentifikasi, bernilai seni, serta dapat dijadikan monumen yang mewakili zamannya. Kemudian Benda-benda yang berhasil dikumpulkan sesuai persyaratan, harus melalui perawatan dan pengawetan agar tidak rusak atau musnah. Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, Museum didukung oleh beberapa bagian diantaranya adalah :
Kepala museum, yang mempunyai tugas memimpin pelaksanaan tugas dan fungsi Museum di wilayah kerja Museum.
Sub Bag Tata Usaha, mempunyai tugas melakukan urusan tata usaha dan rumah tangga, registrasi dan dokumentasi koleksi, perpustakaan dan keamanan.
Kelompok tenaga teknik dan non teknis, mempunyai tugas melaksanakan pengumpulan, perawatan, pengawetan penelitian, penyajian, dan Bimbingan Edukatif Kultural koleksi benda yang mempunyai nilai budaya dan ilmiah. Kelompok tenaga teknis dan non teknis pada museum terdiri dari :
http://digilib.mercubuana.ac.id/
15
Kelompok Tenaga Teknis dan non teknis Koleksi, mempunyai tugas mengumpulkan, meneliti dan mengolah koleksi benda yang mempunyai nilai budaya dan ilmiah.
Kelompok
Tenaga
Teknis
dan
non
teknis
Konservasi/Preparasi,
mempunyai tugas merawat, mengawetkan dan menyajikan koleksi pada ruang Pameran. Jadi Tanggung jawab dan tugasnya meliputi melakukan konservasi, preparasi, restorasi dan reproduksi koleksi serta persiapan tata pameran.
Kelompok Tenaga Teknis dan non teknis Bimbingan Edukasi tugasnya meliputi antara lain :
Kegiatan bimbingan dengan metode edukatif kultural
Penerbitan dan publikasi
Pemberian informasi atau penerangan koleksi museum kepada masyarakat pengunjung museum Bimbingan edukasi mempunyai peran penting untuk mengkomunikasikan
dan mentransformasikan nilai-nilai budaya yang ada pada museum kepada masyarakat umum. D. Klasifikasi Museum 1. Berdasarkan Penyelenggaraannya Museum di Indonesia dapat diklasifikasikan menjadi dua macam menurut penyelenggaraannya yaitu : •
Museum Pemerintah Museum ini diselenggarakan dan dikelola oleh pemerintah, museum ini juga
dapat dikelola oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. •
Museum Swasta Museum yang diselenggarakan dan dikelola oleh pihak swasta atau
perorangan. Museum swasta bertujuan mencari keuntungan atau profit dengan menyediakan fasilitas sebanyak-banyaknya untuk pengunjung yang datang.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
16
2. Berdasarkan Pelayanan Museum berdasarkan pelayanan dan koleksinya dibedakan menjadi dua jenis yaitu diantaranya :
Museum umum Museum umum adalah museum yang koleksinya terdiri dari kumpulan bukti
material dengan berbagai macam cabang seni, disiplin ilmu dan teknologi. Merupakan museum yang mempunyai fasilitas dan pelayanan yang luas dan tidak terbatas, baik dari segi koleksi, wilayah, maupun lokasi museum.
Museum khusus Museum yang memiliki bagian dari salah satu cabang-cabang tersebut sudah
tentu termasuk museum khusus, Jadi museum khusus itu banyak sekali sub jenisnya. Apabila koleksi suatu museum dapat mewakili dua kriteria atau lebih, maka museum khusus tersebut berubah menjadi museum umum.
Museum Pendidikan Museum ini termasuk tipe museum khusus, tetapi bagi Indonesia dirasa sangat
perlu adanya penanganan istimewa terhadap jenis-jenis museum pendidikan, sebab berdasarkan suatu perkiraan, tipe museum pendidikan akan lebih banyak mengambil peranannya. 3. Berdasarkan Kedudukannya Menurut kedudukannya museum dapat dibedakan menjadi tiga macam jenis yaitu diantaranya : •
Museum Nasional Atau Pusat Adalah museum yang koleksinya terdiri dari kumpulan benda-benda yang berassal dari pusat, mewakili dan berkaitan dengan bukti material manusia dan lingkungannya dari seluruh wilayah indonesia yang bernilai nasional.
•
Museum Propinsi Atau Daerah
http://digilib.mercubuana.ac.id/
17
Adalah museum yang koleksinya terdiri dari kumpulan
benda-benda yang
berasal dari daerah, mewakili dan berkaitan dengan bukti material manusia dan lingkungannya dari wilayah propinsi museum itu berada. •
Museum Lokal Adalah museum yang koleksinya terdiri dari kumpulan benda yang berasal dari wilayah sekitar, mewakili dan berkaitan dengan bukti material manusia dan lingkungannya dari wilayah kabupaten atau kotamadya museum tersebut berada.
4. Berdasarkan ilmu pengetahuannya Berdasarkan ilmu pengetahuannya museum dapat dibedakan, menjadi dua macam jenis yaitu :
Museum Ilmu Pengetahuan Alam dan Teknologi Museum ini diklasifikasikan menjadi Museum Zoologi, Museum Botani, Museum Geologi, Museum Industri, dan lainnya.
Museum Ilmu Pengetahuan Sosial ( sejarah dan kebudayaan ) Museum ini diklasifikasikan menjadi Museum Arkeologi, Museum Etnografi, Museum Kesenian. Museum Kesenian diklasifikasikan lagi menjadi Museum Seni Rupa, Museum Seni Gerak, Museum Seni Suara ( Museum Musik ). Museum terdiri dari 2 komponen yaitu penyelenggara dan pengelola
mempunyai museum. Penyelenggara merupakan satu kegiatan pembinaan sedangkan pengelolaan adalah kegiatan otonom dari unit yang dibina. Pada umumnya dalam dunia permuseuman kita ketahui adanya dua unsur utama penyelenggara museum, yaitu unsur pemerintah dan unsur swasta yaitu dalam bentuk perkumpulan dan yayasan yang diatur kedudukan, tugas dan kewajibannya oleh undang-undang. Penyelenggara dan pengelola museum, baik pemerintah maupun swasta diIndonesia harus menyesuaikan kebijakannya dengan dasar-dasar kebijakan pembina pendidikan pemerintah, karena semua kegiatan museum tidak
http://digilib.mercubuana.ac.id/
18
hanya untuk melayani kelompok tertentu tetapi juga memberikan pelayanan sosial budaya dan pendidikan bagi masyarakat banyak. E. Persyaratan Museum Museum perlu mengembangkan ranah materi koleksinya untuk memberikan nuansa kehidupan yang lebih bermakna. Karena itulah koleksi yang disajikan bukan sekedar artifak fisik yang mati belaka, melainkan harus pula mengakomodasikan kegiatan penunjang yang melatari penciptaan artifak fisik tersebut. Artinya museum juga memfasilitasi minat masyarakat untuk mendapatkan pengetahuan mengenai nafas kehidupan dari segenap materi koleksi yang dimilikinya. Untuk mendirikan museum yang baik dan benar, maka perlu dipenuhi persyaratan-persyaratan tertentu. Persyaratan tersebut akan menjadikan suatu museum yang baru dan dapat berfungsi dengan baik sesuai dengan pengertian, fungsi maupun tujuan dari museum tersebut. Untuk mendirikan suatu museum yang baik, seharusnya diawali dengan kegiatan study kelayakan. Persyaratan tersebut adalah : 1.
Persyaratan Lokasi Museum
Lokasi museum harus strategis Strategis disini tidak berarti harus berada dipusat keramaian kota, melainkan
tempat yang mudah dijangkau oleh pengunjung baik menggunakan kendaraan pribadi maupun umum.
Lokasi museum harus sehat • Lokasi tidak terletak didaerah industri yang banyak polusi udaranya. • Bukan daerah yang berlumpur / tanah berawa atau tanah yang berpasir. • Elemen-elemen iklim yang berpengauh pada lokasi itu yaitu kelembaban udara setidaknya harus terkontrol mencapai kenetralan yaitu atara 55-65 %.
2.
Persyaratan Bangunan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
19
Selain memenuhi persyaratan lokasi museum, persyaratan untuk membangun gedung museum harus diperhatikan. Dalam pembuatan pradesain museum harus sudah dipikirkan ruangan-ruangan yang diperlukan untuk kepentingan museum. ( pembagian ruang, jumlah dan ukuran ruangan, faktor elemen iklim yang berpengaruh dan sirkulasi udara yang baik, juga masalah sistem penggunaan cahaya ). Sebaiknya dalam mendirikan gedung museum jangan hanya memikirkan kemegahan atau keindahan bangunan yang mungkin hal itu akan menjadi monumen
bagi
arsiteknya,
tetapi
bangunan
tersebut
harus
sanggup
menyelamatkan objek museum, pengelola museum dan pengunjung museum. Kesan museum haruslah mempunyai kesan hangat, ramai, nyaman, bersih dan penampilan dari segi inrerior maupun arsitektur museum sebaiknya dapat menjangkau lapisan masyarakat atas, menengah dan bawah. Persyaratan minimal bangunan museum ada dua komponen yang terdiri dari syarat-syarat umum dan syarat-syarat khusus yaitu diantaranya :
Syarat-syarat umum Bangunan dikelompokan dan dipisahkan menurut :
Fungsi dan aktifitasnya
Ketenangan dan keramaian
Keamanan
Pintu masuk utama ( main entrance ) adalah untuk pengunjung museum. Pintu masuk khusus ( service entrance ) untuk lalu lintas koleksi, bagian pelayanan, perkantoran, rumah jaga serta ruang-ruang pada bangunan khusus.
Area publik terdiri dari :
Bangunan utama ( pameran bersifat permanen dan pameran bersifat temporer ).
http://digilib.mercubuana.ac.id/
20
Auditorium, keamanan/pos jaga, souvenir shop, cafetaria/bar, mushollah, lobby/receptionist, toilet, taman, tempat parkir, pusat penerangan Dll. Area semi publik yaitu bangunan administrasi diantaranya perpustakaan, ruang simpan koleksi, dan ruang rapat.
Area private terdiri dari :
Ruang konservasi Ruang studio storage dan preparasi Gudang Ruang studio koleksi
Syarat-syarat khusus
Bangunan utama ( pameran tetap dan pameran temporer )
Dapat memuat benda-benda koleksi yang akan dipamerkan. Mudah dicapai baik dari luar maupun dari dalam Merupakan bangunan penerima yang memiliki daya tarik sebagai bangunan pertama yang dikunjungi oleh pengunjung museum. Mempunyai sistem keamanan yang baik, baik dari segi kontruksi, spesifikasi ruang untuk mencegah rusaknya benda-benda secara alami ( cuaca, gempa bumi, banjir dll ) juga dari segi kriminalitas dan pencurian.
Bangunan auditorium haruslah :
Mudah dicapai oleh umum Dapat dipakai untuk ruang pertemuan, diskusi dan ceramah
Bangunan khusus terdiri dari :
Ruang konservasi Studio preparasi dan storage
http://digilib.mercubuana.ac.id/
21
Gudang Ruang simpan koleksi Bangunan khusus ini haruslah : Terletak pada daerah tenang Mempunyai pintu masuk khusus Memiliki sistem keamanan yang baik terhadap kerusakan, kebakaran, insect, dan kriminalitas yang menyangkut dari segi-segi kontruksi bangunan maupun spesifikasi pada ruang dalam.
Bangunan administrasi haruslah :
Terletak startegis terhadap pencapaian umum maupun bangunan-bangunan lain. Mempunyai pintu masuk khusus. Persyaratan minimal bangunan museum terdiri dari dua komponen yaitu sebagi berikut :
Bangunan Pokok, terdiri dari: Pameran Tetap Pameran Temporer Auditorium Kantor Administrasi dan perpustakaan Ruang rapat Laboratorium Konservasi Studio Preparasi Ruang penyimpanan ( storage )
http://digilib.mercubuana.ac.id/
22
Bangunan Penunjang, terdiri dari: Keamanan Gift Shop Kafetaria Ticket Box dan Penitipan barang Lobby dan receptionist Toilet Tempat parkir, taman, dll
3.
Persyaratan Koleksi Museum Mengingat manajemen koleksi merupakan ciri khas dalam pengelolaan
museum bahkan koleksi disebut sebagai basis aktivitas, meskipun demikian secara umum juga dapat dikategorikan kedalam manajemen sumber daya budaya ( CRM ). Mengingat pada umumnya benda koleksi museum adalah tinggalan budaya, maka penanganannya juga menggunakan konsep pelestarian. Prinsip dasar dalam pelestarian adalah pencegahan terhadap proses penuaan yang dikenal dengan preservasi dan penanggulangan terhadap proses pelapukan dan kerusakan yang disebut dengan konservasi. Konsep pelestarian ini selanjutnya digunakan sebagai panduan bagi pengelolaan benda koleksi atau manajemen koleksi. Didalam manajemen koleksi termaktub kebijakan koleksi (collecting policy), proses seleksi koleksi, etika koleksi, mutasi koleksi (pemindahan dan pembuangan), penambahan dan pengurangan koleksi, serta dokumentasi koleksi (Sumber : Antony J. Duggan, 1986 : 113135). Selanjutnya
aktivitas
manajemen
koleksi
adalah
pengaturan
atau
pengorganisasian benda koleksi agar dapat dinikmati oleh orang lain, yaitu menyusun suatu struktur organisasi beserta mekanisme operasional bagi benda koleksi itu dalam suatu museum.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
23
Dibeberapa tempat tata alur itu sering diwujudkan dengan sebuah bagan agar setiap orang yang akan mengikuti perjalanan koleksi itu (staff pengelola museum dan pengunjung) dapat melihat dengan mudah. Pengelolaan koleksi merupakan berbagai aspek kegiatan, dimulai sejak dari pengadaan koleksi, registrasi dan inventarisasi, perawatan, penelitian sampai koleksi tersebut disajikan/dipamerkan atau disimpan pada ruang penyimpanan koleksi. Pengadaan koleksi merupakan suatu kegiatan pengumpulan benda asli atau tidak asli (replica), yang dapat dijadikan koleksi museum. Pengadaan koleksi dapat dilakukan dengan melalui hibah (hadiah atau sumbangan), titipan, pinjaman, tukar–menukar, hasil temuan (hasil survey, eskavasi, sitaan), imbalan jasa (pembelian). Pada umumnya koleksi museum dibedakan atas beberapa hal yaitu diantaranya : Etnografika dan Prehistorika Prehistorika Arkeologika dan Historika Mumismitika dan Heradilka Naskah Benda Grafika (Foto, Peta asli atau setiap reproduksi yang dapat dijadikan dokumen) Diorama (Gambaran berbentuk tiga dimensi) Benda–Benda Sejarah Alam (flora, fauna, benda batuan dan mineral). Setiap benda yang akan dikoleksi, paling sedikit harus memenuhi salah satu dari persyaratan berikut ini yaitu diantaranya : Mempunyai nilai sejarah dan ilmiah (termasuk nilai estetika) Dapat diidentifikasi mengenai wujud (morfologi), tipe (tipologi), gaya (style), fungsi, makna, asalnya secara historis dan geografis, genus (dalam orde biologi) atau periode (dalam geologi).
http://digilib.mercubuana.ac.id/
24
Harus dapat dijadikan suatu monumen atau bakal monumen. Benda asli, replika atau reproduksi yang sah menurut persyaratan permuseuman Benda masterpiece, yaitu benda yang terbaik mutunya Benda yang hampir punah, adalah benda yang sulit ditemukan karena dalam jangka waktu yang sudah terlalu lama dan tidak dibuat lagi Benda yang langka, adalah benda–benda yang sulit ditemukan karena tidak dibuat lagi atau karena jumlah hasil pembuatannya ( produksinya ) hanya sedikit. 4.
Persyaratan Peralatan Museum Sebelum membicarakan persyaratan untuk peralatan museum perlu terlebih
dahulu dikemukakan tentang pengertian peralatan museum, yang dimaksud dengan pralatan museum adalah setiap alat atau benda bergerak yang dipergunakan
untuk
melaksanakan
kegiatan
administratif
dan
teknis
permusiuman. Persyaratan peralatan museum secara garis besar dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu : Peralatan kantor Peralatan kantor adalah setiap alat atau benda bergerak yang digunakan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan administratif perkantoran pada museum. Peralatan teknis Peralatan teknis adalah setiap jenis alat atau benda bergerak yang digunakan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan teknis perkantoran museum. Adapun peralatan kantor yang hasus dimiliki oleh suatu museum tidak ubahnya dengan peralatan kantor yang diperklukan oleh instansi lain pada umumnya, misalnya : mesin tik, mesin hitung, mesin stensil, mesin fotocopy, komputer, almari, filing cabinet, rak buku, peti besi, cardex, papa tulis, meja tamu, meja kerja, telepon, mesin penyedot debu dll. Sedangkan peralatan teknis museum yang diperlukan bagi suatu museum meliputi peralatan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
25
untuk bidang koleksi antara lain untuk penelitian koleksi misalnya kamera dan tape recorder, peralatan konservasi dan prevasi misalnya microscope, peralatan untuk bidang bimbingan misalnya sound system, slide proyektor dan overhead projektor. 5.
Persyaratan Organisasi dan Ketenagakerjaan Berdasarkan tugas dan fungsi museum, maka seharusnya setiap museum
mempunyai susunan organisasi sebagai berikut : Bagian tata usaha, menangani kegiatan yang berhubungan dengan registrasi,ketertiban/keamana, kepegawaian dan keuangan. Bagian koleksi, menagani kegiatan yang berhubungan dengan pelaksanaan identifikasi, klarifikasi, katalogisasi koleksi, menyusun konsepsi yang berhubungan dengan kegiatan presentasi sesta penelitian atau pengkajian yang beerhubungan dengan kegiatan koleksi dan menyusun tulisan yang bersifat ilmiah dan populer serta mempersiapkan bahan untuk label. Bagian konservasi, menagani kegiatan yang berhubungan dengan perawatan koleksi yang bersifat preventif dan kuratif serta mengendalikan keadaan kelembababan suhu diruang koleksi dan gudang serta penanganan laboratorium konservasi. Bagian
preparasi,
pelaksanaan
menangani
restorasi
koleksi,
kegiatan
yang
reproduksi,
berhubungan
penataan
dengan
pameran
dan
penanganan bengkel reparasi. Bagian bimbingan dan edukasi, menangani kegiatan yang berhubungan dengan bimbingan edukatif kultural, penerbitan, yang bersifat duia dan populer serta penanganan audio visual. Bagian pengelolaan perpustakaan, menangani kegiatan yang berhubungan dengan kepustakaan/referensi.
F. Cara Mendirikan Museum
Tujuan Sebagaimana yang telah dijelaskan diatas, bahwa tujuan pokok mendirikan
museum adalah untuk melestarikan dan memanfaaatkan bukti maerial manusia
http://digilib.mercubuana.ac.id/
26
dan lingkungannya. Selain itu juga untuk mengembangkan seni, budaya, ilmu dan teknologi dalam rangka peningkatan pengkhayatan nilai budaya dan kecerdasan kehidupan bangsa.
Perencanaan Sebelum mendirikan sebuah museum, sebaiknya perencanaan yang matang
harus dipikirkan juga. Perencanaan tersebut berisi tentang jenis museum yang akan didirikan, lokasi, keadaan tanah, bangunan, koleksi, surat-surat perizinan dsb. Untuk itu perlu dibuat sebuah masterplan yang baik dan benar.
Jenis Museum Jenis museum haruslah ditentukan terlebih dahulu, apakah museum itu
museum umum atau museum khusus.
Koleksi Museum Setelah jenis museum direncanaakan, maka selanjutnya dapat direncanakan
koleksi-koleksi yang diadakan. Setelah menentukan jenis koleksi yang akan diadakan atau direncanakan, Harus pula diadakan pembatasan atau seleksi sesuai dengan tujuan dan kemampuan biaya yang tersedia.
Lokasi Museum Museum dibuat bukan untuk kepentingsn pendirinya, tetapi untuk kepentingan
masyarakat umum baik itu pelajar, mahsiswa, ilmuan, wisatawan dan masyarakat umum lainnya. Oleh karena itu mendirikan museum harus ditempat atau lokasi yang mudah dijangkau oleh pengunjung, kecuali museum memorial atau museum sejarah. Karena museum tersebut akan menjelaskan suatu peristiwa yang terjadi disuatu tempat atau bangunan, dan akan ditampilkan sebagaimana terjadinya peristiwa tersebut. Maka untuk hal ini tidak perlu memenuhi persyaratan lokasi menurut ilmu permuseuman, lokasi biasanya sesuai dengan persyaratan yang telah ditntukan. Biasanya tidak hanya satu kemungkinan tetapi ada beberapa alternatif, untuk itu harus dipilih tempat atau lokasi yang terbaik untuk pendirian museum.
Bangunan Museum Bangunan untuk sebuah museum tidak sama dengan bangunan untuk sebuah
rumah tinggal atau sebuah toko, Bangunan museum haruslah berdasarkan pada persyaratan tertentu seperti telah diuraikan diatas.
Peralatan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
27
Setelah ditentukan rencana jenis museum yang akan didirikan, termasuk bangunan serta koleksi yang akan diadakan. Maka selanjutnya perlu direncanakan pula tentang peralatan yang akan diadakan, baik peralatan teknis maupun peralatan kantor. Peralatan teknis perlu untuk menunjang kegiatan pokok museum yaitu pameran, pemberian informasi, perawatan dan kegiatan kuratorial. sedangkan peralatan kantor perlu diadakan sebagai penunjang kegiatan sehari-hari dalam rangka fungsionalisasi museum.
Ketenagaan Faktor ketenagaan merupakan hal yang paling penting dari suatu organisasi,
demikian pula dengan sebuah museum akan tampil baik atau bagus/buruk disebabkan oleh faktor ketenagaan, disamping itu tentu saja faktor biaya.
Kepala museum Sebaiknya kepala museum memilki keahlian atau latar belakang pendidikan
yang sesuai dengan jenis museum serta memeiliki pengetahuan tentang management.
Tenaga tata usaha Tenaga ini akan menangani kegiatan-kegiatan ketata usahaan yang meliputi :
surat menyurat, kearsipan, kepegawaian, keuangan, perlengkapan, kebersihan dan keamanan. Disamping itu juga mengurus registrasi koleksi dan pengamanan.
Tenaga pengelola koleksi Koleksi adalah nyawa dari museum, jadi harus dikelola dengan baik. Tenaga-
tenaga pengelola koleksi haruslah seseorang yang profesional, sehingga dapat mengkaji koleksi agar museum dapat menginformasikan koleksinya dengan benar, tepat dan jelas.
Tenaga konservasi/perawatan Biasanya tenaga ini mempunyai keahlian dibidang kimia, fisika, biologi dan
ilmu pengetahuan tentang bahan. Dengan adanya konservasi maka setidaknya dapat dicegah timbulnya proses kerusakan pada koleksi.
Tenaga preparasi Penyajian koleksi museum yang paling tepat adalah dengan cara pameran,
teknik pameran merupakan suatu pengetahuan yang membutuhkan fantasi, imajinasi dan keterampilan teknis serta artistik tertentu.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
28
Tenaga bimbingan dan publikasi Sebuah museum tidak akan banyak manfaatnya jika koleksinya tidak
dipublikasikan atau dikomunikasikan kepada publik.
Pelaksanaan Atau Perancangan Setelah semua ruangan dibuat dengan baik, maka rencana-rencana tersebut
harus dilaksanakan. Dalam melaksanakan pendirian suatu museum terlebih dahulu harus ada izin dari pihak yang berwenang sesuai dengan peraturan pemerintah tentang permuseuman, Selain itu juga harus ada izin dari :
Izin penggunaan tanah Yaitu digunakan untuk pembangunan museum, untuk memperoleh hak atas
status tanah haruslah diajuakn kekantor badan pertahanan nasional ( sertifikat ). Dan untuk memperoleh izin peruntukan lokasi bangunan, museum harus diajukan kedinas tata kota ( rencana tata kota atau advice planning ).
Izin mendirikan bangunan ( IMB ) Izin ini diajaukan kedinas pengawasan pembangunan sampai memperoleh IMB
( izin mendirikan bangunan ). Setelah memperoleh izin mendirikan bangunan dari dinas pengawasan pembangunan, Maka didirikannlah museum tersebut sesuai dengan rencana ( master plan ) yang telah ada. yaitu lokasi, bentuk bangunan, bahan bangunan dll. Apabila biaya terbatas maka pendirian museum dapat dilaksanakan secara bertahap dengan sistem skala prioritas. Sambil mendirikan bangunan museum, harus pula mempersiapkan tenaga-tenaga ahli atau tenaga pengelola.
G. Sistem Operasional Pada Museum
Untuk dapat memberikan pengalaman menyeluruh ( total experience ) yang bermakna kepada para pengunjungnya. Museum harus mengemas segala kompetensinya dalam suatu bentuk layanan yang terpadu. Layanan museum dapat dianggap sebagai suatu sistem yang terdiri atas : Operasi layanan yaitu tempat atau saat elemen produk layanan/jasa yang diciptakan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
29
Penyampaian layanan yaitu tempat atau saat perakitan akhir elemen-elemen tersebut terjadi untuk kemudian disampaikan kepada konsumen atau pengunjung. Konsep pengelolaan layanan museum ditunjukkan dalam beberapa hal yang diharapkan pada ketiga pihak yang terkait tersebut merasa puas demi suksesnya layanan museum, yaitu diantaranya : • Relasi eksternal adalah menunjukkan kegiatan membentuk harapan pengunjung dengan menetapkan janji-janji museum tentang segala yang akan diunjukkan, termasuk layanan yang andal dan bertanggung jawab. • Relasi internal adalah para staf museum dibekali kemampuan untuk memenuhi janji-janji museum terhadap pengunjung/penggunanya. Dalam hal ini pengelola museum dapat melakukan kegiatan rekruitmen yang baik, pelatihan yang relevan, pemberian motivasi, maupun pemberian paket kompensasi yang realistis untuk menciptaan tujuan ganda yaitu kepuasan pengunjung dan efektivitas pelayanan. • Relasi interaktif atau real time relation adalah saat service delivery yang sesungguhnya, atau saat pemenuhan janji-janji telah terjadi. Pada saat inilah kualitas relasi akan benar-benar dirasakan oleh pengunjung atau pengguna museum.
H. Struktur Organisasi Museum Agar fungsi museum dapat dioptimalkan dengan semaksimal mungkin untuk masyarakat, maka diperlukan adanya struktur organisasi museum, khusus di Indonesia di atur oleh Keputusan Presiden RI no. 45 tahu 1974 dan Keputusan Mentri P dan K no. 079/0/1975. Dari dua keputusan tersebut, kemudian lahirlah Direktorat Museum, yang terdiri atas dua unsur yaitu : Unsur pembina adalah Direktorat Museum dan unsur objek pembinaan
adalah
Museum-
museum. Pada dasarnya museum di Indonesia ditangani secara langsung oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan yang termasuk di dalamnya adalah
http://digilib.mercubuana.ac.id/
30
Direktorat Museum, Direktorat Sejarah dan Kepurbakalaan. Sedangkan Direktorat Jendral Kebudayaan akan menugaskan kepada unit-unit pembina teknis terhadap masing-masing badan dengan bidangnya. Struktur Organisasi Museum ditetapkan berdasarkan keputusan menteri P dan K.
BADAN PENDIRI
BADAN PENASEHAT
BADAN PENGAWAS
BADAN PENGURUS
MUSEUM
Diagram 2.1 Struktur Organisasi Museum Swasta. Sumber : ( Moh. Amir Sutarga, 1989 : 39 )
BADAN PEMERINTAH
UNIT PEMBINAAN TEKHNIS PERMUSEUMAN
MUSEUM
MUSEUM
MUSEUM
MUSEUM
Diagram 2.2 Struktur Organisasi Museum Pemerintah. Sumber : ( Moh. Amir Sutarga, 1989 : 40 )
http://digilib.mercubuana.ac.id/
31
Berdasarkan tugas dan fungsinya, setiap museum mempunyai struktur organisasi sebagai berikut : Pembidangan
Tata
Usaha,
meliputi
kegiatan
dalam
registrasi
ketertiban/keamanan, kepegawaian dan keuangan. Pembidangan
Pengelolaan
Koleksi
yang
meliputi
kegiatan
yang
berhubungan dengan identifikasi, klasifikasi, katalogisasi koleksi sesuai dengan jenis koleksi. Menyusun konsepsi dalam kegiatan presentasi, penelitian/pengkajian koleksi termasuk penulisan ilmiah dan persiapan bahan koleksi. Pembidangan Pengelola Koleksi yang meliputi konservasi preventif dan kuratif serta mengendalikan keadaan kelembaban suhu ruang koleksi dan gudang serta penanganan laboratorium koleksi. Pembidangan Preparasi yang meliputi pelaksanaan restorasi koleksi, reproduksi, penataan pameran, pengadaan alat untuk menunjang kegiatan edukatif cultural dan penanganan bengkel reparasi. Pembidangan Bimbingan dan Publikasi yang meliputi kegiatan bimbingan edukatif cultural dan penerbitan yang bersifat ilmiah dan popular dan penanganan peralatan audiovisual. Pembidangan
Pengelolaan Perpustakaan
yang
meliputi
kegiatan
penanganan kepustakaan/ referensi. Setiap pembidangan tersebut di atas dipimpin oleh kepala yang bertanggung jawab kepada kepala Museum. Susunan organisasi dan tata kerja museum, tergantung kepada tingkat kedudukan dan status museum.
I.
Regionalisasi Museum Untuk mengatasi bebrbagai persoalan dimuseum antara lain juga karena
kelangkaan sumber dana dan tenaga, maka dalam bidang sejarah terutama bidang pelayanan koleksi museum timbul kebutuhan-kebutuhan akan suatu koordinasi regional. Museum pemerintah hampir semuanya dibangun secara merata, terkadang dibangun diibukota provinsi atau kabupaten secara kebetulan karena
http://digilib.mercubuana.ac.id/
32
alasan sejarah dan warisan budaya bangsa. Sering kali pula sangat berdekatan dengan museum lain, sehingga penyebaran museum itu tidak merata diseluruh tanah air. Penyebaran museum lebih mengikuti pola sosial ekonomi dan keadaan sejarah tempo doeloe pada suatu daerah dari pada kebutuhan masyarakat. Dengan cara koordinasi regional atau regionalisasi museum, maka berbagai massalah yang timbul dari tidak meratanya penyebaran museum dapat diatasi. Daerah-daerah yang terpencil dan daerah yang memiliki hambatan tertentu dapatg tertolong dengan sistem regionalisasi ini. Komunikasi dan transportasi antara museum-museum regional dapt dikembangkan dengan pola tertentu, sehingga
dapat
perwilayahan
menguntungkan
museum-museum
daerah-daerah maka
terpencil.
pengembangan
Dengan museum
cara dapat
meningkatkan pelayanan pengetahuan masyarakat yang direncanakan lebih teliti dan dilaksanakan dengan lebih baik lagi. Dengan cara ini maka pengembangan museum didalam wilayah tertentu dapat direncanakan dan dilaksanakan dengan memperhatikan faktor-faktor berikut ini :
Kepadatan penduduk dan arah arus penduduk
Sarana-sarana komunikasi dan transportasi
Letak dan sifat geografis museum
Kondisi sosial ekonomis wilayah museum
Pendidikan dan pengetahuan masyarakat
Didalam struktur regionalisai museum maka museum-museum lokal atau perorangan yang terletak diwilayah yang sama, merupakan barisan terbawah atau instansi pelayanan yang terdepan. Yang memberikan pelayanan museum ditingkat daerah, yang menrima rujukan pertama dan merupakan koordinasi pertama untuk wilayah. Struktur perwilayahan atau regionalisasi ini dapat disesuaikan dengan wilayah administratif pemerintah daerah, akan tetapi kepentingan pelayanan pengetahuan tentang sejarah, teknis atau non teknis dan faktor komunikasi yang ditonjolkan.
J. Jenis-jenis Pameran di Museum Pengertian pameran adalah salah satu atau lebih koleksi dimuseum yang ditata berdasarkan
tema
dan
sistemmatika
tertentu,
http://digilib.mercubuana.ac.id/
yang
bertujuan
untuk
33
mengungkapkan keadaan, isi dan latar belakang koleksi-koleksi tersebut untuk diperlihatkan kepada pengunjung museum. Berdasarkan pengertian dan jangka waktu pelaksanaan pameran, pameran dimuseum terbagi menjadi dua jenis yaitu :
Pameran tetap atau permanen Pameran tetap atau permanen adalah pameran yang diselenggarakan dalam jangka waktu sekurang-kurangnya lima tahun. Tema pameran untuk museum umum adalah penggambaran kesatuan wilayah dalam bidang sejarah alam, sejarah budaya dan wawasan nusantara. Sedangkan untuk museum khusus adalah gambaran suatu aspek tertentu dari sejarah alam, sejarah budaya, wawasan nusantara dan teknologi.
Pameran tidak tetap atau temporer
Pameran khusus temporer Adalah pameran yang diselenggarakan didalam museum jangka waktu tertentu, yaitu satu minggu sampai satu tahun dengan mengambil tema sesuai dengan jenis tema tersebut. Pameran khusus ini bertujuan untuk mengundang lebih banyak pengunjung kemuseum, dan untuk mengenal serta menghayati jenis koleksi yang disajikan oleh museum.
Pameran umum temporer Merupakan pameran yang diselenggarakan diluar museum dalam jangka waktu tertentu dengan tema khusus, sesuai dengan koleksi yang dimiliki oleh museum tersebut. Dan koleksi tersebut dipamerkan atau dipublikasikan dari satu tempat ketempat yang lain.
Pameran keliling Pameran koleksi yang diselenggarakan diluar lingkungan museum. Sebaiknya
pameran
keliling
menggunakan
replika
koleksi,
untuk
menghindari kerusakan dan kehilangan koleksi.
2 Tinjauan Terhadap Wayang A. Pengertian Wayang Wayang berasal dari kata 'Ma Hyang' yang artinya menuju kepada roh spiritual, dewa, atau Tuhan Yang Maha Esa. Dalam disertasinya berjudul Bijdrage
http://digilib.mercubuana.ac.id/
34
Tot De Kennis Van Het Javaansche Toonel (1897), ahli sejarah kebudayaan Belanda GA.J. Hazeau menunjukan keyakinan bahwa wayang nerupakan pertunjukan asli Jawa. Pengertian wayang dalam disertasi Hazeau itu adalah Walulang Inukir (kulit yang diukir) dan dilihat bayangannya pada klir. Dengan demikian wayang yang dimaksud tentunya adalah wayang kulit seperti yang kita kenal sekarang. Wayang kulit dimainkan oleh seorang dalang yang juga menjadi narator dialog tokoh-tokoh wayang, dengan diiringi oleh musik gamelan yang dimainkan sekelompok nayaga dan tembang yang dinyanyikan oleh para pesinden. Wayang salah satu puncak seni budaya bangsa Indonesia yang paling menonjol diantara banyak karya budaya lainnya. Budaya wayang meliputi seni peran, seni suara, seni musik, seni tutur, seni sastra, seni lukis, seni pahat, dan seni perlambang. Budaya wayang yang terus berkembang dari zaman ke zaman, juga merupakan media penerangan, dakwah, pendidikan, hiburan, pemahaman filsafat, serta hiburan. Menurut penelitian para ahli sejarah kebudayaan, budaya wayang merupakan budaya asli Indonesia, khususnya di pulau Jawa. Keberadaan wayang sudah berabad-abad sebelum agama hindu masuk kepulau Jawa. Namun cerita wayang yang popular dimasyarakat masa kini merupakan adaptasi dari karya sastra India, yaitu Ramayana dan Mahabarata. Kedua induk cerita itu dalam pewayangan banyak mengalami pengubahan dan penambahan untuk menyesuaikannya dengan falsafah asli Indonesia. Penyesuaian konsep filsafat ini juga menyangkut pada pandangan filosofis masyarakat Jawa terhadap kedudukan para dewa dalam pewayangan. Para dewa dalam pewayangan bukan lagi merupakan sesuatu yang bebas dari salah, melainkan seperti juga mahluk Tuhan lainnya, kadang-kadang bertindak keliru, dan bisa jadi khilaf. Hadirnya tokoh Punakawan dalam pewayangan sengaja diciptakan para budayawan Indonesia (tepatnya budayawan Jawa) untuk memperkuat konsep filsafat bahwa di dunia ini tidak makhluk yang benar-benar baik, dan yang benar-benar jahat. Setiap makhluk selalu menyandung unsur kebaikan dan kejahatan. Mengenai asal-usul Wayang di dunia ada dua pendapat. Pertama, pendapat bahwa wayang berasal dan lahir pertama kali di pulau Jawa, tepatnya di Jawa Timur. Pendapat ini selain dianut dan dikemukakan oleh para peneliti sarjana-
http://digilib.mercubuana.ac.id/
35
sarjana Barat. Di antara para sarjana Barat yang temasuk kelompok ini, adalah Hazeau, Brandes, Kats, Rentse, dan Kruyt. Alasan mereka cukup kuat. Bahwa seni wayang masih amat erat kaitannya dengan keadaan sosiokultural dan religi bangsa Indonesia, khususnya orang Jawa. Panakawan, tokoh terpenting dalam pewayangan, yakni Semar, Gareng, Petruk, Bagong, hanya ada dalam pewayangan Indonesia, dan tidak di Negara lain. Selain itu, nama dan istilah teknis pewayangan, semuanya berasal dari bahasa Jawa (Kuna), dan bukan bahasa lain. Sementara itu, pendapat kedua menduga wayang berasal dari India, yang dibawa bersama dengan agama Hindu ke Indonesia. Mereka antara lain adalah Pischel, Hidding, Krom, Poensen, Goslings, dan Ressers. Sebagian besar kedua kelompok ini adalah sarjana inggris. Sejak tahun 1950-an, buku-buku pewayangan seolah sudah sepakat bahwa wayang memang berasal dari pulau Jawa, dan sama sekali tidak diimpor dari Negara lain. Budaya wayang diperkirakan sudah lahir di Indonesia setidaknya pada zanam pemerintah Prabu Airlangga, raja kahuripan (976-1012), ketika kerajaan di Jawa Timur itu sedang makmur-makmurnya. Karya sastra yang menjadi bahan cerita wayang sudah ditulis oleh para pujangga Indonesia, sejak abad X. Naskah sastra kitab Ramayana Kakimpoi berbahasa Jawa Kuna ditulis pada masa pemerintahan raja Dyah Balitung (989-910), yang merupakan gubahan dari kitan Ramayana karangan pujangga india, Walkmiki. Para pujangga Jawa tidak lagi hanya menerjemahkan Ramayana dan Mahabarata ke bahasa Jawa kuna, tetapi menggubahnya dan menceritakan kembali dengan memasukan filsafah Jawa kedalamnya. 9 Wayang sebagai suatau pergelaran dan sudah dipertontonkan sejak zaman pemerintahan raja Airlangga. Beberapa prasasti yang dibuat pada masa itu antara lain sudah menyebutkan katakata “Mawayang” dan “Aringgit” yang magsudnya adalah pertunjukan wayang. Mengenai saat kelahiran budaya wayang, Sri Mulyono dalam bukunya Simbolisme dan Mistikisme dalam wayang (1945), memperkirakan wayang sudah ada sejak zaman neolithikum, yakni kira-kira 1.500 tahun sebelum masehi. Pendapatnya itu didasarkan atas tulisan Robert von HeineGaldren, Prehis toric Research in the Netherland Indie (1945) dan tulisan K.A.H. Hidding di Ensiklopedia Indonesia (halaman 987).
http://digilib.mercubuana.ac.id/
36
B. Asal Mula Wayang Sebelum agama Hindu masuk ke Indonesia, wayang telah dikenal di Jawa sebagai sarana penghubung dengan roh leluhur nenek moyang kita. Naskahnaskah pewayangan yang ada sekarang kurang jelas didalam membicarakan awal mula wayang di Indonesia. Banyak didalamnya menyebut tokoh dan nama yang sulit diidentifikasikan dengan tokoh sejarah. Sumber tertulis lain terdapat dalam prasati Balitung tahun 907, antara lain menyebutkan: "Silagilio ma wayang buat Hyang macarita Rimaya kumara". Yang berarti bahwa pertujukan wayang pada waktu itu untuk penyembahan kepada Hyang atau untuk upacara agama atau kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan kepercayaan masyarakat pada waktu itu. (DDK DJK Proyek Pembinaan Permuseuman DIY, 1989-1990:5) Banyak cerita wayang diabadikan dalam relief candi dari mulai abad 10 hingga 14. Namun pertunjukan wayang sendiri baru mulai digelar pada abad 11. Hal ini diyakini dengan adanya isi dari naskah Arjuna wiwaha yang dikarang oleh Empu Kanwa ketika jaman Erlangga memerintah Kediri abad 11, yaitu pada syair yang ke-5 bait ke-9 berbunyi sebagai berikut: Pagelaran pada waktu itu membuat penonton menangis tersedu-sedu, biarpun mereka tahu bahwa pertujukan itu wayang dari kulit yang diukir, digerakkan dan diucapkan. (PDKI Jakarta, 1994: 9) Hal itu menunjukkan bahwa pertunjukan itu mampu menggelitik penonton. Jadi jelas, disamping wayang sudah dipertontonkan, juga wayang sudah dibuat dengan kulit hewan. Jaman Majapahit, pada tahun 1361 M Prabu Branata membuat Wayang Purwa berisi cerita Ramayana dan Mahabarata yang dilukis diatas kertas digulung dan ditambahkan perlengkapan tabuhannya. Kemudian pemerintahan dilanjutkan oleh Prabu Brawijaya pada tahun 1378, yang memerinlahkan kepada putranya Raden Sungging Prabangkara untuk memberi warna wayang Beber. Maka pemberian warna wayang sekarang dikenal menyungging.
C. Perkembangan Wayang Menurut Kitab Centini, tentang asal-usul wayang purwa disebutkan bahwa kesenian wayang mula-mula sekali diciptakan oleh Raja Jayabaya dari Kerajaan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
37
Mamenang/Kediri. Sekitar abad ke-10 Raja Jayabaya berusaha menciptakan gambaran dari roh leluhurnya dan digoreskan di atas daun lontar. Bentuk gambaran wayang tersebut ditiru dari gambaran relief cerita Ramayana pada Candi Penataran di Blitar. Cerita Ramayana sangat menarik perhatiannya karena Jayabaya termasuk penyembah Dewa Wisnu yang setia, bahkan oleh masyarakat dianggap sebagai penjelmaan atau titisan Batara Wisnu. Figur tokoh yang digambarkan untuk pertama kali adalah Bhatara Guru atau Sang Hyang Jagadnata, yaitu perwujudan dari Dewa Wisnu. Perkembangan pada masa berikutnya yaitu : 1.
Perkembangan pada masa Kerajaan Jenggala kegiatan penciptaan wayang semakin berkembang. Semenjak Raja Jenggala Sri Lembuami luhur wafat, maka pemerintahan dipegang oleh putranya yang bernama Raden Panji Rawisrengga dan bergelar Sri Suryawisesa. Semasa berkuasa, Sri Suryawisesa giat menyempurnakan bentuk wayang purwa. Wayang-wayang hasil ciptaannya dikumpulkan dan disimpan dalam peti yang indah. Sementara itu diciptakan pula pakem cerita wayang purwa. Setiap ada upacara penting di istana diselenggarakan pagelaran wayang purwa dan Sri Suryawisesa sendiri bertindak sebagal dalangnya. Para sanak-keluarganya membantu pagelaran dan bertindak sebagai penabuh gamelan. Pada masa itu pagelaran wayang purwa sudah diiringi dengan gamelan laras slendro. Setelah Sri Suryawisesa wafat, digantikan oleh putranya yaitu Raden Kudalaleyan yang bergelar Suryaamiluhur. Selama masa pemerintahannya beliau giat pula menyempurnakan wayang. Gambar-gambar wayang dari daun lontar hasil ciptaan leluhurnya dipindahkan pada kertas dengan tetap mempertahankan bentuk yang ada pada daun lontar. Dengan gambaran wayang yang dilukis pada kertas ini, setiap ada upacara penting di lingkungan keraton diselenggarakan pagelaran wayang.
2.
Perkembangan pada masa kerajaan Majapahit Pada zaman Majapahit usaha melukiskan gambaran wayang di atas kertas disempurnakan dengan ditambah bagian-bagian kecil yang digulung menjadi satu. Wayang berbentuk gulungan tersebut, bilamana akan dimainkan maka gulungan harus dibeber. Oleh karena itu, wayang jenis ini biasa disebut
http://digilib.mercubuana.ac.id/
38
wayang beber. Semenjak terciptanya wayang beber tersebut terlihat pula bahwa lingkup kesenian wayang tidak semata-mata merupakan kesenian keraton, tetapi malah meluas ke lingkungan di luar istana walau pun sifatnya masih sangat terbatas. Sejak itu masyarakat di luar lingkungan keraton sempat pula ikut menikmati keindahannya. Bilamana pagelaran dilakukan di dalam istana, diiringi dengan gamelan laras slendro. Tetapi bilamana pagelaran dilakukan di luar istana, maka iringannya hanya berupa rebab dan lakonnya pun terbatas pada lakon Murwakala, yaitu lakon khusus untuk upacara ruwatan. Pada masa pemerintahannya berakhir, Raja Brawijaya kebetulan sekali dikaruniai seorang putra yang memunyai keahlian melukis, yaitu Raden Sungging Prabangkara. Bakat putranya ini dimanfaatkan oleh Raja Brawijaya untuk menyempurkan wujud wayang beber dengan cat. Pewarnaan dari wayang tersebut disesuaikan dengan wujud serta martabat dari tokoh itu, misalnya raja, kesatria, pendeta, dewa, punakawan, dan lain sebagainya. Dengan demikian, pada masa akhir Kerajaan Majapahit, keadaan wayang beber semakin semarak. Semenjak runtuhnya Kerajaan Majapahit dengan sengkala Geni Murub Siniram Jalma Saka (1433 / 1511 M ), maka wayang beserta gamelannya diboyong ke Demak. Hal ini terjadi karena Sultan Demak Syah Alam Akbar I sangat menggemari seni kerawitan dan pertunjukan wayang. Pada masa itu, sementara pengikut agama Islam ada yang beranggapan bahwa gamelan dan wayang adalah kesenian yang haram karena berbau Hindu. Timbulnya perbedaan pandangan antara sikap menyenangi dan mengharamkan tersebut memunyai pengaruh yang sangat penting terhadap perkembangan kesenian wayang itu sendiri. Untuk menghilangkan kesan yang serba berbau Hindu dan kesan pemujaan kepada arca, maka timbul gagasan baru untuk menciptakan wayang dalam wujud baru dengan menghilangkan wujud gambaran manusia. Berkat keuletan dan keterampilan, para pengikut Islam yang menggemari kesenian wayang, terutama para Wali, berhasil menciptakan bentuk baru dari wayang purwa dengan bahan kulit kerbau yang agak ditipiskan dengan wajah digambarkan miring, ukuran tangan dibuat lebih panjang dari ukuran tangan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
39
manusia, sehingga sampai di kaki. Wayang dari kulit kerbau ini diberi warna dasar putih yang dibuat dari campuran bahan perekat dan tepung tulang, sedangkan pakaiannya dicat dengan tinta. Pada masa itu terjadi perubahan secara besar-besaran di seputar pewayangan. Di samping bentuk wayang baru, diubah pula tehnik pakelirannya, yaitu dengan mempergunakan sarana kelir/layar, mempergunakan pohon pisang sebagai alat untuk menancapkan wayang,
mempergunakan
blencong
sebagai
sarana
penerangan,
mempergunakan kotak sebagai alat untuk menyimpan wayang. Dan diciptakan pula alat khusus untuk memukul kotak yang disebut cempala. Meski pun demikian dalam pagelaran masih mempergunakan lakon baku dari Serat Ramayana dan Mahabarata, namun di sana-sini sudah mulai dimasukkan unsur dakwah, walau pun masih dalam bentuk serba pasemon atau dalam bentuk lambang-lambang. Ada pun wayang beber yang merupakan sumber, dikeluarkan dari pagelaran istana dan masih tetap dipagelarkan di luar lingkungan istana. 3.
Perkembangan pada masa kerajaan Demak Pada zaman pemerintahan Sultan Syah Alam Akbar III atau Sultan Trenggana, perwujudan wayang kulit semakin semarak. Bentuk-bentuk baku dari wayang mulai diciptakan. Misalnya bentuk mata, diperkenalkan dua macam bentuk liyepan atau gambaran mata yang mirip gabah padi atau mirip orang yang sedang mengantuk. Dan mata telengan yaitu mata wayang yang berbentuk bundar. Penampilan wayang lebih semarak lagi karena diprada dengan cat yang bewarna keemasan. Pada zaman itu pula Susuhunan Ratu Tunggal dari Giri, berkenan menciptakan wayang jenis lain yaitu wayang gedog. Bentuk dasar wayang gedog bersumber dari wayang purwa. Perbedaannya dapat dilihat bahwa untuk tokoh laki-laki memakai teken. Lakon pokok adalah empat negara bersaudara, yaitu Jenggala, Mamenang/Kediri, Ngurawan, dan Singasari. Menurut pendapat G.A.J. Hazeu, disebutkan bahwa kata "gedog" berarti kuda. Dengan demikian pengertian dari wayang gedog adalah
wayang
yang
"Kudawanengpati"
atau
menampilkan yang
lebih
cerita-cerita terkenal
kepahlawanan
dengan
sebutan
dari Panji
Kudhawanengpati. Pagelaran wayang Gedog diiringi dengan gamelan pelog.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
40
Sunan Kudus salah seorang wali di Jawa menetapkan wayang gedog hanya dipagelarkan di dalam istana. Berhubung wayang gedog hanya dipagelarkan di dalam istana, maka Sunan Bonang membuat wayang yang dipersiapkan sebagai tontonan rakyat, yaitu menciptakan wayang Damarwulan. Yang dijadikan lakon pokok adalah cerita Damarwulan yang berkisar pada peristiwa kemelut Kerajaan Majapahit semasa pemerintahan Ratu Ayu Kencana Wungu, akibat pemberontakan Bupati Blambangan yang bernama Menak Jinggo. Untuk melengkapi jenis wayang yang sudah ada, Sunan Kudus menciptakan wayang golek dari kayu. Lakon pakemnya diambil dari wayang purwa dan diiringi dengan gamelan slendro, tetapi hanya terdiri dari gong, kenong, ketuk, kendang, kecer, dan rebab. Sunan Kalijaga tidak ketinggalan juga, untuk menyemarakkan perkembangan seni pedalangan pada masa itu dengan menciptakan topeng yang dibuat dari kayu. Pokok ceritanya diambil dari pakem wayang gedog yang akhirnya disebut dengan topeng panji. Bentuk mata dari topeng tersebut dibuat mirip dengan wayang purwa. Pada masa Kerajaan Mataram diperintah oleh Panembahan Senapati atau Sutawijaya, diadakan perbaikan bentuk wayang purwa dan wayang gedog. Wayang ditatah halus dan wayang gedog dilengkapi dengan keris. Di samping itu, baik Wayang Purwa maupun Wayang Gedog diberi bahu dan tangan yang terpisah dan diberi tangkai. Pada masa pemerintahan Sultan Agung Anyakrawati, wayang beber yang semula dipergunakan untuk sarana upacara ruwatan diganti dengan wayang purwa dan ternyata berlaku hingga sekarang. Pada masa itu pula diciptakan beberapa tokoh raksasa yang sebelumnya tidak ada, antara lain Buto Cakil. Wajah mirip raksasa, biasa tampil dalam adegan Perang Kembang atau Perang Bambangan. Perwujudan Buta Cakil ini merupakan sengkalan yang berbunyi: Tangan Jaksa Satataning Jalma (1552 J/1670 M). Dalam pagelaran wayang purwa tokoh Buta Cakil merupakan lambang angkara murka. Bentuk penyempurnaan wayang purwa oleh Sultan Agung tersebut diakhiri dengan pembuatan tokoh raksasa yang disebut Buta Rambut Geni, yaitu merupakan sengkalan yang berbunyi Urubing Wayang Gumulung Tunggal (1553 J/1671 M ).
http://digilib.mercubuana.ac.id/
41
Sekitar abad ke-17, Raden Pekik dari Surabaya menciptakan wayang klitik, yaitu wayang yang dibuat dari kayu pipih, mirip wayang purwa. Dalam pagelarannya dipergunakan pakem dari cerita Damarwulan, pelaksanaan pagelaran dilakukan pada siang hari. 4.
Perkembangan pada masa kerajaan Mataram Pada tahun 1731 Sultan Amangkurat I menciptakan wayang dalam bentuk lain, yaitu wayang wong. Wayang wong adalah wayang yang terdiri dari manusia dengan mempergunakan perangkat atau pakaian yang dibuat mirip dengan pakaian yang ada pada wayang kulit. Dalam pagelaran dipergunakan pakem yang berpangkal dari Serat Ramayana dan Serat Mahabharata. Perbedaan wayang wong dengan wayang topeng adalah: pada waktu main, pelaku dari wayang wong aktif berdialog; sedangkan pada wayang topeng dialog para pelakunya dilakukan oleh dalang.
5.
Perkembangan pada masa Kasunanan Kartasura Pada zaman pemerintahan Sri Amangkurat IV, beliau dapat warisan kitab Serat
Pustakaraja Madya dan
Serat
Witaraja dari
Raden
Ngabehi
Ranggawarsito. Isi buku tersebut menceriterakan riwayat Prabu Aji Pamasa atau Prabu Kusumawicitra yang bertakhta di negara Mamenang/Kediri, kemudian pindah keraton di Pengging. Isi kitab ini mengilhami beliau untuk menciptakan wayang baru yang disebut wayang madya. Cerita dari wayang madya dimulai dari Prabu Parikesit, yaitu tokoh terakhir dari cerita Mahabharata hingga Kerajaan Jenggala yang dikisahkan dalam cerita panji. Bentuk wayang madya, bagian atas mirip dengan wayang purwa, sedang bagian bawah mirip bentuk wayang gedog. 6.
Perkembangan pada abad XX Semasa zaman Revolusi fisik antara tahun 1945-1949, usaha untuk mengumandangkan tekad pejuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia dilakukan dengan berbagai cara. Salah satu usaha ialah melalui seni pedalangan. Khusus untuk mempergelarkan cerita-cerita perjuangan tersebut, maka diciptakanlah wayang suluh. Wayang suluh berarti wayang penerangan, karena kata suluh berarti pula "obor" sebagai alat yang biasa dipergunakan untuk menerangi tempat yang gelap. Bentuk wayang suluh, baik potongannya
http://digilib.mercubuana.ac.id/
42
mau pun pakaiannya mirip dengan pakaian orang sehari-hari. Bahan dipergunakan untuk membuat wayang suluh ada yang berasal dari kulit ada pula yang berasal dari kayu pipih. Ada sementara orang berpendapat bahwa wayang suluh pada mulanya lahir di daerah Madiun yang di ciptakan oleh salah seorang pegawai penerangan dan sekaligus sebagai dalangnya. Tidak ada bentuk baku dari wayang suluh, karena selalu mengikuti perkembangan zaman. Hal ini disebabkan khususnya cara berpakaian masyarakat selalu berubah, terutama para pejabatnya.
D. Fungsi Wayang Dalam era globalisasi dewasa ini seni wayang dan pedhalangan telah mempunyai beberapa fungsi, antara lain:
Upacara Ritual Setiap manusia mempunyai harapan dan cita-cita yang ingin dicapainya. Berbagai upaya dan usaha dalam mencapai cita-cita tersebut apabila usaha secara fisik mengalami beberapa hambatan maka mereka mengarah ke usaha metafisik spiritual. Untuk itulah wayang sering dipakai sebagai sarana spiritual.
Media Pendidikan Selain waracarita pewayangan yang mcngandung pendidikan yang lengkap, beberapa tokoh cerita juga menujukkan sifat dan peringai sebagai gambaran kehidupan manusia didalam masyarakat. Misalnya: • Pendidikan filsafat, dalam lakon Dewa Ruci (Nawa Ruci) • Pendidikan genetika, dalam lakon Lara Amis atau Durgandini • Pendidikan berumah tangga, lakon dewi Windradi telah bersuamikan Resi Gotama • Pendidikan moral, cerita peperangan antara Alengka dengan Pancawati • Pendidikan patriotisme, yang ditunjukkan oleh Kombakarna adik Rahwana • Pendidikan kesetiaan kepada negara, lakon patih Suwanda dani Maespati
Media Penerangan Penerangan kepada masyarakat akm lebih menarik, mudah diterima, tidak menjemukan apabila masyarakat terpukau oleb penampilan dan metode juru
http://digilib.mercubuana.ac.id/
43
penerang. Wayang telah mendapat tempat dihati masyarakat. Oleh sebab itu pesan-pesan disampaikan lewat media wayang akan berjalan dengan licin dan lancar.
Hiburan Beberapa golongan masyarakat terutama golongan orang tua, wayang merupakan hiburan tersendiri bagi mereka. Selain menikmati keindahan bentuk wayang, suara merdu dalang dan waranggana merupakan kebahagian tersendiri. Pagelaran wayang semalam suntuk dengan suluknya patet enem, sanga dan manyura mempunyai arti tersendiri. Itulah salah satu daya pikat seni wayang untuk tetap segar dan tidak membosankan.
Lain-lain Wayang dalam perkembangannya, akhir-akhir ini mengalami beberapa kegunaan selain untuk pagelaran. Sesuai dengan kegunaan baru tersebutlah muncul kreasi-kreasi baru. Antara lain digunakan sebagai hiasan dinding dan cinderamata.
E. Jenis-jenis Wayang 1. Wayang Purwa (Kulit) Oleh masyarakat Jawa, kata Purwa berarti purba (jaman dahulu), juga berarti wayang yang menyajikan cerita-cerita jaman dahulu (purwa). Wayang kulit purwa terbuat dari bahan kulit kerbau yang ditatah dan diberi warna sesuai dengan kaidah pulasan wayang pedalangan, diberi tangkai dari bahan tanduk kerbau bule yang diolah sedemikian rupa dengan nama cempurit yang terdiri dari tuding dan gapit. Pada jenis ini ada beragam, antara lain: • Wayang Kulit Purwa • Wayang Kidang Kencana • Wayang Purwa Gedog • Wayang Krucil • Wayang Sabrangan • Wayang Rama • Wayang Kaper
http://digilib.mercubuana.ac.id/
44
Gambar 2.6 : Tokoh Kresna dalam Wayang Purwa. Sumber : Wikipedia
2. Wayang Madya adalah salah satu jenis seni pertunjukan wayang di Indonesia khususnya di Jawa. Bentuk figurnya merupakan perpaduan antara Wayang Purwa dan Wayang Gedog yakni bagian bawahnya meniru Wayang Gedog (berkain rapekan dan memakai keris). Wayang Madya diciptakan oleh K.G.P.A.A. Mangkunegara IV di Surakarta pada tahun 1870 – 1873 M, karena beliau tertarik dari isi buku Pustaka Raja Madya karangan R. Ng. Ranggawarsita. Mangku-negara ke IV berkeinginan membuat tokoh yang baru untuk mewujudkan isi cerita tersebut dan setelah jadi disebut Wayang Madya.
Gambar 2.7 : Tokoh Lembu Amiluhur wayang madya. Sumber : www.pitoyo.com
http://digilib.mercubuana.ac.id/
45
3. Wayang Gedog Terbuat dari kulit yang ditatah dengan sunggingan yang serasi mengambil pola dasar wayang kulit Purwa jenis kesatria sabrangan. Cerita mengambil dari cerita Panji.
Gambar 2.8 : Panji Asmarabangun bersama abdi. Sumber : Wikipedia
4. Wayang Menak Yang terbuat dari kayu disebut Wayang Golek atau Wayang Tengul. Cerita Menak disadur dari kepustakaan Persia, berjudul Qissai Emr Hamza. Inti cerita adalah Amir Hamzah/ Wong Agung Jayengrana bermusuhan dengan Prabu Nusirwan dari Kerajaan Medayin. (Senawangi, 1999: 901)
Gambar 2.9 : Wayang Menak di Masjid Agung Jawa Tengah. Sumber : Wikipedia.
5. Wayang Modern
http://digilib.mercubuana.ac.id/
46
Merupakan wayang yang telah berkembang sesuai dengan kebutuhan dan presiasi daerah setempat. Antara lain : Wayang Sulub, Kancil, Dupara, Wahyu, dan Sadat.
Gambar 2.10 : Wayang Modern. Sumber : Anaranews.com.
F. Proses Pembuatan Wayang Seni kriya dalam wayang kulit adalah seni pembuatan bentuk dan karakter tokoh wayang kulit. Seni kriya menjadi penting dalam wayang karena watak dan karakter tokoh wayang ditentukan oleh ciri detail bentuk dan wajahnya. Dalam perkembangannya bentuk dan pewatakan tokoh wayang mengalami perubahan sesuai jamannya. Seperti halnya dalam pertunjukan wayang, seni kriya juga mengandung filsafat dan gambaran jiwa. Kesenian bagi masyarakat Jawa merupakan representasi simbolis dari keadaan batin manusia. Seni kriya menjadi salah satu media representasi ini. Wayang penuh dengan makna dan simbol yang membuat
seni
kriya
menjadi
penting
untuk
diperhatikan.
Seni
kriya
memperhatikan setiap bagian seorang tokoh wayang mulai dari wajah, perlengkapan, pakaian, dan bagian-bagian tubuh wayang itu.
Bahan Bahan pokok untuk membuat wayang adalah kulit kerbau. Kulit sapi dapat digunakan sebagai bahan baku namun tidak sebaik kulit kerbau, karena kulit sapi lebih lentur. Proses dimulai dengan pembersihan dan pengeringan kulit kerbau. Hasil dari proses ini adalah lembaran-lembarahan kulit. Kulit kerbau yang masih muda akan lebih baik mutunya daripada kulit kebau yang sudah tua. Kulit kerbau muda akan lebih mudah ditatah. Kulit kerbau yang punya
http://digilib.mercubuana.ac.id/
47
penyakit kurap lebih baik mutunya karena memiliki kadar lemak yang rendah. Perajin-perajin kulit mentah banyak dijumpai di daerah pengrajin wayang.
Perlengkapan
Tatah
Tatah atau pahat yang digunakan untuk menatah wayang kulit adalah tatahtatah kecil yang berjumlah 20-25 buah. Ada dua macam tatah yang digunakan yaitu tatah kuku dan tatah lantas. Tatah kuku berbentuk seperti kuku, sementara tatah lantas berbentuk datar.
Ganden
Ganden adalah semacam palu besar yang terbuat dari kayu keras. Ganden digunakan untuk memukul tatah agar dapat menembus kulit.
Malam atau lilin
Malam atau lilin dioleskan sesekali pada tatah agar tatah menjadi licin dan lebih mudah digunakan untuk menatah.
Jangka
Jangka digunakan untuk membuat pola berbentuk bulat. Misalnya untuk membuat pola gelung supit urang.
Penggaris
Penggaris dipakai untuk membuat pola berbentuk lurus, seperti tangan wayang.
Batu asahan dan Air
Batu asahan digunakan untuk mengasah tatah apabila tatah terasa mulai tumpul. Air digunakan ketika mengasah tatah.
Penindih
Penindih biasanya berupa sepotong besi atau benda berat lainnya. Funsinya adalah membuat wayang tidak bergeser pada waktu ditatah.
Pandukan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
48
Pandukan merupakan sepotong kayu besar yang digunakan sebagai landasan ketika menatah wayang.
Paku corekan
Paku corekan digunakan untuk membuat pola pada wayang. Caranya adalah dengan menggoreskannya pada wayang.
G. Cara Perawatan Wayang Perawatan dan perbaikan pada wayang sangat diperlukan untuk menjaga dan memperbaiki wayang-wayang yang termakan oleh zaman. Karena wayang merupakan benda yang sangat sensitif terhadap cuaca dan suhu. Oleh karena itu, sangat rawan terhadap air, kelembapan, jamur, udara, suhu. Perawatan yang paling sering adalah pada gapit, atau penjepit pada wayang. yang semuanya terbuat dari tanduk kebo. Bengkok, berjamur, salah ukuran bisa menjadi bagi wayang. bengkok karena cuaca selanjutnya bisa merusak wayang itu sendiri. begitu juga dengan jamur. merusak warna dan kualitas dari wayang itu sendiri. Bagaimana jika sudah terkena jamur? Salah satu caranya adalah dengan menyikat dengan sikat halus. Karena wayang biasanya sudah dilapisi dengan pernis atau dikenal dengan istilah di dus. Sehingga cukup bisa melapisi dan menjaga warna wayang dalam waktu tertentu. Sedangkan salah ukuran gapit pada wayang bisa menjadi masalah pada bentuk wayang dan estetika dan standart ukuran wayang. sehingga bisa tertekuk, patah, wayang menjadi tidak rata atau molet dalam istilah jawa. Jika digunakan untuk pewayangan yang sebenarnya kurang baik karena bisa patah. Penyeselesaiannya dengan cara di reh, seperti dikerok dan dipanasi menggunakan lampu minyak. oleh karena itu perlu di anginanginkan minimal seminggu sekali. Dibuat seperti pemepe tapi sekedar untuk angin-angin saja. agar tidak lembab.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
49
Gambar 2.11 : Tenaga ahli konservasi wayang. Sumber : www.sonobudoyo.com.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
50
2.1.2 Data Khusus 1.
Tinjauan Lobby
A.
Pengertian Lobby
Hall atau lobby merupakan ruang kontrol dalam pengorganisasian ruang pada sebuah fasilitas umum, sehingga dalam perancangan harus cukup menarik, baik dari
segi
lapang,
sistem interior maupun komponen pembentuk
ruangnya. Penataan dan perlakuan pada dinding hall ini dibuat sedemikian rupa sehigga bila dipergunakan tidak terlihat kosong. Pencahayaannya merupakan perpaduan antara sinar matahari yang diperoleh dari media kaca dan ventilasi dan sinar buatan dengan prinsip tata pencahayaan yang mengikuti tata pencahayaan pada ruang pamer. (Fred Lawson, 2000: 113).
B.
Fungsi Lobby Sebagai Fungsi Ekonomi, yaitu pengunjung dapat memanfaatkan fasilitasfasilitas yang tersedia di lobby dan tanpa harus pergi ketempat lain, sehingga menghemat tenaga dan biaya. Sebagai Fungsi Sosial, yaitu lobby dapat memberikan informasi kepada pengunjung tentang fasilitas-fasilitas yang disediakan di lobby agar pengunjung dapat saling berinteraksi dengan sesama pengunjung lain serta karyawan. Lobby sebagai alat penghubung, yaitu memberikan informasi serta fasilitas sebagai tujuan pendidikan maupun pariwisata.
C.
Fasilitas Lobby Tersedianya
ruang
pengecekan
dan
meja
informasi,
ruang
pengecekan berada dikanan pintu masuk, dekat pintu tetapi tidak menutupi lalu lintas. Meja informasi ada di kiri masuk, karakter meja ini tergantung pada ukuran bangunan. Posisinya dapat digantikan dengan papan bulletin atau kalender peristiwa. Tersedianya fasilitas telepon. Tersedianya counter penjualan (bisa dilakukan di meja informasi) jika menjual kartu pos dapat disediakan meja untuk menulis.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
51
Tersedianya pula tempat display buku dan barang – barang cetakan. Tersedianya fasilitas pameran pendahuluan (menampung apa yang menarik dari museum), mungkin dalam minggu ini, susunannya harus tepat, menarik, tidak menghalangi jalan dan sirkulasi pengunjung. (Fred Lawson, 2000 : 114).
2.
Tinjauan Ruang Pamer
A.
Pengertian Ruang Pamer Ruang Pamer (Show Room) Room Used For The Display Of Good Merchandise, yang artinya dalah ruangan yang dipergunakan untuk kepentingan pemajangan benda koleksi atau barang dagangan. (Ernest Neufrest, 1980 : 359). Ruang Pamer merupakan tempat untuk mewujudkan komunikasi antara benda pamer dan pengunjung. Ruang Pamer dapat dianggap sebagai kunci pagelaran/pameran
yang berbicara tentang
kekayaan
dari
koleksi.
(Hadisutjipto,1998: 34). B.
Tipe Ruang Pamer Ruang pamer dibagi kedalam dua jenis, yaitu : Ruang Pamer Sementara Untuk memamerkan materi pameran seperti lukisan, patung dan materi koleksi yang dapat dipindahkan atau diganti-ganti di lantai pameran utama, di lantai bawah dekat Lobby. Ruang Pamer Permanen dibagi dua, yaitu : Ruang Pameran Umum (obyek dasar, ruangan pengklasifikasian berdasarkan urutan pembuatan, informasi tentang kain, pameran kerja). Pameran Penelitian (obyek kecil). Skala dan Proporsi ruang pamer berubah seiring dengan waktu. Ruangan dengan ukuran sedang paling lazim untuk bangunan- bangunan masa kini, sedangkan untuk bangunan dengan ruangan besar banyak ditunjukkan pada bangunan kuno. Tipe – tipe ruang pamer, yaitu :
http://digilib.mercubuana.ac.id/
52
Kamar Sederhana berukuran sedang merupakan bentuk yang paling lazim. Aula dengan balkon, merupakan bentuk ruangan yang sudah lazim dan salah satu yang tertua. Aula Pengadilan (Ciere Story Hall) merupakan ruang yang paling umum dalam museum seni. Ruangan ini tampak paling sederhana bagi pengunjung tapi bagi arsitek menganggap paling sulit. Galeri lukis terbuka (Sky Lighting Picture Galeri), merupakan tipe ruangan yang paling umum. Ruangan ini tampak paling sederhana bagi pengunjung namun bagi arsitek dianggap sebagai ruangan yang paling sulit dirancang. Koridor pertunjukan merupakan tipe ruang pamer yang sesungguhnya bukan ruangan, tetapi jalan. Dipergunakan untuk display supaya tidak tampak kosong. Tipe ruangan yang bebas dibagi – bagi saat ada pameran ruangan ini tidak berjendela tapi ada tempat yang dapat dibuka untuk cahaya alami. (Setyawan, 2001 : 35)
C.
Fasilitas Pendukung Ruang Pamer Ruang Kerja Teknis Administrasi Merupakan ruang yang dipergunakan untuk melakukan kegiatan- kegiatan pemrosesan bahan pustaka, administrasi, tata usaha, dsb. Ruang ini meliputi Ruang Kepala dan Wakil Bagian Ruang Sekretaris Ruang Staff Ruang Administrasi Ruang Arsip Ruang Gudang Ruang Kusus Ruang Seminar Cafetaria Ruang Audiovisual
http://digilib.mercubuana.ac.id/
53
Ruang Konsultasi Ruang Penunjang Teknis dan Operasional Lobby Lavatory Pantry Musholla Storage Refreshment room Ruang kontrol listrik (Mastini Harjoprakoso, 1991 : 5)
D.
Tata Ruang 1. Area Pameran Pameran adalah suatu bentuk kegiatan promosi yang bertujuan untuk menstimulir/meningkatkan omzet penjualan dengan cara memperlihatkan (display), memperagakan (demo workshop) materi produk dan secara langsung kepada masyarakat atau konsumen. (William J Stanton, 1989). 2.
Layout
Pertimbangan dalam merencanakan lay-out ruang pamer: Tipe pameran, pengunjung dan aktivitas. Daya tarik utama dan sirkulasi utama. Pola aliran, waktu yang diperlukan untuk tiap aktivitas. Kapasitas ruang, formasi antrian. Informasi, petunjuk, rambu, dan pertolongan. Pelayanan pameran, pembersihan dan pemeliharaan. Keamanan dan perlindungan. Dari pertimbangan tersebut, maka alternatif lay-out pada ruang pamer adalah sebagai berikut :
http://digilib.mercubuana.ac.id/
54
Rencana terbuka, jenis ini biasa diterapkan pada pameran berskala besar.
Inti dengan galeri satelit, adalah lay-out dimana bagian tengah menjadi inti pameran dan dikelilingi oleh display dengan alur tematik.
Progresi linier, lay-out jenis ini diatur dengan rangkaian area display dalam rute tertentu.
Kombinasi. Lay-out dengan area display tematik namun sirkulasinya bebas.
Kombinasi, lay-out jenis ini disesuaikan dengan tipe display dan bangunan yang digunakan.
Tabel II.3. Alternatif Lay-out dalam Ruang Pamer (Sumber : Fred Lawson, 2000 : 117)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
55
3.
Sistem Display Sistem display pada museum menyangkut beberapa hal, diantaranya : Faktor Penglihatan Yaitu mudah tidaknya barang pajang dapat dinikmati pada suatu pameran dapat ditinjau dari berbagai faktor, yaitu : Ukuran barang detail kritisnya. Kontras
benda-benda
dengan
latar
belakangnya
dan
kontras
koleksi
tentunya
sekitarnya. Penerangan dan kecerahan benda tersebut. Warna cahaya yang menerangi benda itu. Waktu saat melihat. (Ahmad Natahamijaya, 197:24). Setiap
pengunjung
dalam
menikmati
benda-benda
membutuhkan sebuah medan penglihatan, agar pengunjung tersebut bisa melihat koleksi-koleksi atau materi yang dipamerkan dengan nyaman. Secara geometris medan penglihatan pada mata dipengaruhi anatomi tubuh manusia. Standar kenyamanan dalam menikmati materi pamer dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
56
Gambar 2.12 : Jarak dan Sudut Pandang yang Baik Sumber: (Julius Panero, Human Dimension and Interior Space, 1979 : 195)
4.
Sistem Penyajian Materi Koleksi Pengelompokan benda-benda menurut jenis dan bentuknya dapat
mempermudah pemilihan sistem penyimpanan yang paling sesuai untuknya. Kelompok yang ada misalnya : benda-benda keramik/batuan, lukisan/foto, senjata/peralatan, pakaian, buku-buku dan barang cetak, film/video cassette dan lain-lain. Bentuk penyajian berupa lemari berpintu, rak terbuka, laci-laci atau gantungan yang dapat digeser-geser. Cara penyajian materi koleksi terbagi 3 bagian, yaitu: A.
Berdasarkan Bentuk Penyajian (wadah materi koleksi yang ditampilkan) Bentuk sistem panel (Panel System)
Gambar 2.13 . Sistem Display Panel Sumber : (Dekdibud, 1994)
Terdiri dari panel dinding, panel transparan, panel elektroli. Biasa digunakan untuk benda 2D, misal : gambar, bagan grafik, lukisan, dan photo. Penyajian untuk benda 3D : batuan, peralatan, miniatur, replika, patung, dsb. Sistem Pedestal (Alas Koleksi) Pedestal/alas koleksi, terdiri dari system box standar dan system box khusus. Biasa digunakan untuk penyajian benda 2D dan 3D, misal : foto, benda kecil yang berharga, benda dari kulit dan tekstil.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
57
Sistem box standar
Sistem box khusus
Gambar 2.14 : Sistem Display Pedestal. Sumber : (Depdikbud, 1994 : 46)
Sistem Vitrin
Gambar 2.15 : Sistem Display Vitrin. Sumber : (Depdikbud, 1994)
Sistem Diorama Penyajian untuk benda 3D, diorama suatu peristiwa / kisah, diorama suatu tema pameran. dll
Gambar 2.16 : Sistem Display Diorama. Sumber : (Depdikbud, 1994 : 72)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
58
B.
Berdasarkan Aspek Aksentualisasi Materi yang Ditampilkan Aksentualisasi dari materi
yang ditampilkan dapat dilakukan dengan
beberapa cara, hal ini dimaksudkan agar : Benda/materi koleksi dapat sebagai point of interest. Aspek
estetika
lebih
ditonjolkan
pada
materi
koleksi
sehingga
menambah daya tarik pengamat. Persepsi dan penghayatan komunikasi dapat lebih detail dan teliti. Adapun cara yang dilakukan adalah dengan : Perbedaan tinggi lantai (split level)
kaca Materi 3d Text data koleksi
Gambar 2.17 : Split Level. Sumber : (Depdikbud, 1994 : 72)
Sistem Mezanin Dipakai pada ruang pamer yang multi level sehingga memungkinkan terjadinya interaksi pengamat dari ruang atas dengan materi koleksi di ruang bawah. Penyajian untuk benda 3D, peralatan, miniatur, replica patung, dll. Aksentualisasi yang ditampilkan mengurangi penggunaan sekat dinding sehingga kebebasan ruang gerak terbentuk.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
59
Gambar 2.18 : Sistem Mezanin. Sumber : (Depdikbud, 1994)
Memasukkan dalam dinding dengan Dekorasi Mural Penyajian untuk benda 2D dan 3D yang berkaitan dengan dekoratif mural. Aksentualisasi yang ditampilkan : Materi koleksi diperagakan pada lubang yang terfokus. Aksentualisasi menunjukkan materi koleksi lebih menonjol
Materi koleksi
Gambar 2.19 : Dekorasi Mural. Sumber : (Depdikbud, 1994)
Split Level Plafon / Langit – langit Penyajian untuk benda 3D Aksentualisasi yang ditampilkan : Penurunan ceiling pada materi koleksi dengan focus penerangan dapat meningkatkan daya tarik obyek pamer. Materi koleksi sebagai pusat utama.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
60
Gambar 2.20 : Penurunan Ceiling. Sumber : (Depdikbud, 1994)
C.
Berdasarkan Faktor Teknologi Penggunaan teknologi modern sangat mendukung fungsi dan suasana yang
ingin ditampilkan, yaitu bersifat informatif, edukatif dan rekreatif. Hal ini akan menimbulkan persepsi pengamatan yang lebih detail dan teliti. Sistem Display Film / Sinematografi Penyajian berupa teater film / multi media yang menggambarkan suatu peristiwa / kisah yang sesuai dengan tema ruang pamernya.
SCREEN
Gambar 2.21 : Penyajian display film. Sumber : ( Fred Lawson, 2000 : 111 )
Sistem Display Komputer / Monitor TV Penyajian menggunakan program komputer baik dengan system layar lebar atau tidak.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
61
Tv layar lebar
Control Programming
Gambar 2.22 : Penyajian Display Monitor Sumber: (Fred Lawson, 2000 : 111)
Sistem Display Remote Control dan Tata Lampu Penyajian materi dapat berupa materi koleksi 2D (grafik, bagan interaktif) dengan dilengkapi tombol pengatur. Atau materi 3D (miniatur suatu proses produksi, maket) yang dilengkapi display tata lampu yang menarik.
Tv layar lebar
Control Programming
Gambar 2.23 : Sistem Display Remote Control dan Tata Lampu (Sumber : Fred Lawson, 2000 : 112)
Sistem Materi Koleksi Berputar Penyajian berupa materi 3D dengan ukuran kecil dan sedang (0,5 m² - 3,0 m²) serta persyaratan berat maksimum 150 kg.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
62
Gambar 2.24 : Penyajian Display Koleksi berputar Sumber : (Depdikbud, 1994)
D.
Berdasarkan kronologis Yaitu koleksi yang dipamerkan disusun dari yang muda usianya.
5.
Persyaratan Media Display Koleksi Kerangka (penutup) rak, tembaga atau aluminium ditutup satin atau dicat
(meski jarang). Kerangka harus kuat, tahan debu dan kutu, tahan lembab, aman terhadap pencuri namun mudah dibuka dan baik kelihatannya. Penutupnya harus terkunci atau didukung dengan sekrup supaya tidak banyak kunci. Pencahayaan dengan membuat isi rak lebih bercahaya daripada sekelilingnya, yaitu dengan cara penggunaan lampu dalam frame atau kerangka tetapi model ini akan memancarkan udara dan merusak obyek, usaha lain adalah dengan lampu TL, dan juga lampu yang diberi filter. Rak kelompok, rak untuk diorama atau kelompok lingkungan tertentu. Rak ini dipasang tertanam di dinding. Dapat pula digunakan rak-rak diorama kecil. Lampu rak ini mempunyai peran penting sebagai kesan dramatis. Lampu pameran, perlu untuk memberi tambahan permukaan pameran dan juga untuk membagi panjang dinding dan membagi lantai ruangan. Besar ukuran layar harus selaras dengan skala sekelilingnya. Sekat penunjang, bangku duduk sering dipakai di galeri lukisan. Juga dapat disediakan kursi-kursi kecil yang dapat diputar untuk orang-orang yang duduk dekat obyek di display vertical. Kursi kecil dan meja untuk kelompok umur yang berukuran sesuai, diperlukan di ruang pamer.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
63
Persyaratan-persyaratan dalam perencanaan pembuatan vitrin sebagai berikut : Keamanan benda koleksi harus terjamin. Memberi kesempatan kepada pengunjung agar lebih leluasa dan mudah serta enak melihat koleksi yang ditata di dalamnya. Pengaturan cahaya dalam vitrin tidak boleh mengganggu koleksi maupun menyilaukan pengunjung. Bentuk vitrin harus disesuaikan dengan dinding.
A.
Jenis-jenis vitrin terbagi atas : Vitrin Dinding Vitrin dinding adalah vitrin yang diletakkan berhimpit dengan dinding. Vitrin ini dapat dilihat bagian dalamnya hanya dari sisi samping kanan maupun kiri dan dari depan.
Gambar 2.25 Vitrin Dinding Sumber : Depdikbud, 1993/1994 : 40
Vitrin Tengah. Vitrin tengah adalah vitrin yang diletakkan berhimpit dengan dinding. Vitrin ini dapat dilihat bagian dalamnya hanya dari sisi samping kanan maupun kiri dan dari depan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
64
Gambar 2.26 : Vitrin Dinding Sumber : Depdikbud, 1993/1994 : 40
Vitrin Sudut Vitrin sudut adalah vitrin yang diletakkan di sudut ruangan. Vitrin ini hanya dapat dilihat dari satu arah saja, yaitu dari arah depan.
Gambar 2.27 : Vitrin Sudut (Sumber : Depdikbud, 1993/1994 : 43)
Vitrin lantai Vitrin lantai adalah vitrin yang diletakkan agak mendatar ke bawah pandangan mata kita.
Gambar 2.28 : Vitrin Lantai Sumber : (Depdikbud, 1994 : 45)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
65
Vitrin Tiang Vitrin Tiang adalah nitrin yang letaknya di seputar tiang atau kolom, vitrin ini juga tergasuk golongan vitrin tengah karena dapat dilihat dari segala sudut.
Gambar 2.29 : Vitrin Tiang Sumber : (Depdikbud, 1994 : 46)
B.
Bentuk-bentuk Vitrin Vitrin Tunggal
Gambar 2.30 : Vitrin Tunggal Sumber : (Depdikbud, 1994 : 37)
Vitrin Ganda Vitrin yang mempunyai dua fungsi, yaitu; selain untuk memajang benda koleksi yang di pamerkan, juga berguna untuk menyimpan bendabenda yang tidak dipamerkan (baik disebelah atas maupun dibawahnya)
Gambar 2.31 : Vitrin Ganda Sumber: (Depdikbud, 1994 : 37)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
66
6.
Jarak Penglihatan Secara geometris medan penglihatan pada mata dipengaruhi anatomi tubuh
manusia. Gerakan kepala manusia yang wajar adalah 30 derajat ke atas dan ke bawah, Sedangkan untuk gerakan ke samping kanan maupun ke samping kiri adalah 45 derajat. Secara garis besar medan pengamatan dipengaruhi jarak pandang agar pengunjung dapat melihat dengan seksama secara keseluruhan.
Gambar 2.32 : Daerah Visual Manusia dalam Bidang Horizontal dan VerticalSumber : (Julius Panero, Human Dimension and Interior Space, 2003 : 290)
Gambar 2.34 : Gerakan Kepala Manusia Horizontal dan Vertical dalam Mengamati Materi Koleksi Sumber : (Julius Panero Human Dimension and Interior Space, 2003 : 290)
Garis pandang baku berada pada garis horizontal 0 derajat, tapi pada kenyataanya garis pandang alami berada dibawah garis horizontal dan sedikit beragam dan tergantung pada masing-masing orang. Saat berdiri garis pandang normal berada pada 10o, saat duduk 15o, saat rileks 30odan 38o dibawah garis horizontal.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
67
Keterbatasan jarak pandang mata manusia berupa batas pandangan mata manusia tanpa menggerakkan bola matanya (Polychromatic). Batas pandangan itu dalam bidang vertikal dan horisontal. Batas pandangan mata manusia normal yaitu: Vertikal
:
- max.50°, min 27° di atas sumbu mata - max 40°, min 10° di bawah sumbu mata
Horizontal
:
- max 79° dibawah sumbu mata
Gerakan kepala pada garis horizontal, tersusun berdasar rotasi leher dan gerak sekitar 45o kekiri dan kanan, dapat dicapai tanpa kesulitan oleh semua orang.
7.
Tinjauan Tentang Sirkulasi A. Pengertian Sirkulasi Sirkulasi dapat mengarah dan membimbing perjalanan atau tapak yang terjadi
dalam ruang. Sirkulasi memberikan kesinambungan pada pengunjung terhadap fungsi ruang, antara lain dengan penggunaan tanda pada ruang sebagai penunjuk arah jalan tersendiri (Pamudji Suptandar, 1999 : 4). B. Sirkulasi Umum Pengunjung (sirkulasi antar ruang pamer) Sirkulasi atau pergerakan pengunjung di dalam ruang pamer, polanya berdasarkan dari lay out bangunan, namun tidak menutup kemungkinan tergantung pula pada perilaku pengunjung sendiri. Perilaku pengunjung dapat diketahui dari apa yang akan dilakukan orang dalam ruangan tersebut. Tipe-tipe sirkulasi berbeda berdasarkan penyusunan ruang yang berlainan. Arah sirkulasi yang umum, pergerakannya ke arah kanan, karena bila arah pergerakan ke kiri, sering menimbulkan kebingungan dan kesulitan untuk memahami materi yang dipamerkan dan sirkulasi yang diterapkan merupakan sirkulasi yang tidak saling bersilangan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
68
Penggunaan tangga juga sangat diperlukan dalam sirkulasi di sebuah gedung, gunanya sebagai penghubung antar lantai, serta untuk memperlambat pergerakan pengunjung. Yang perlu diperhatikan dalam penggunaan tangga ini adalah tidak menimbulkan kesulitan dalam segi arsitektur, juga memudahkan bagi penyandang cacat untuk melaluinya disamping pula kemudahan untuk memindahkan barang -barang. Tangga hendaknya diatur dalam satu kelompok tingkat dan tidak terpisahpisah, seperti 2 – 3 tingkat dari vestibule ke lobby, kemudian dari lobby ke ruang pamer. Demikian pula untuk ruang-ruang lainnya. Tangga utama hendaknya dihubungkan dengan lobby dengan pertimbangan kenyamanan dan ekonomis ruang. Tidak semestinya diletakkan di ruang pamer, karena akan mengganggu sirkulasi maupun penataan barang koleksi. Untuk penanggulangan kebakaran, sebaiknya setiap tangga diatur serta dihubungkan dengan pintu-pintu yang dapat dibuka dan ditutup dengan cepat. Anak tangga sebaiknya disusun sederhana sehingga tidak mengganggu sirkulasi yang tidak penting serta dibuat senyaman mungkin. Tangga-tangga harus mempunyai penerangan buatan yang cukup. Elevator juga dapat dipasang pada bangunan,
jumlahnya tergantung pada kondisi bangunan pada umumnya
mumiliki dua elevator. Elevator untuk manusia dan barang meggunakan tomboltombol otomatis, pintu elevator pun dibuat secara otomatis. Untuk barang, pintu elevator terbagi menjadi dua secara horizontal di tengah dan dibuka ke atas dan bawah. Sebagai alternatif pengganti tangga dan elevator, dapat dipergunakan jalur landai (ramp) dan escalator yang banyak dipergunakan pada bangunan modern. Untuk bangunan museum, penggunaan jalur landai maupun escalator dianggap masih baru dan umumnya dipakai untuk membentuk ruang. Ramp atau jalur landai
tidak
sedangkan
mahal dalam escalator
lebih
pengkonstruksian mahal
dalam
maupun hal
pengoperasiannya,
pemasangan
maupun
pengoperasiannya.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
69
C.
Sirkulasi Koleksi
Pengunjung R. Pamer ( tidak termasuk yang bersifat bisnis )
Rombongan
Mencari
Perorangan
Informasi
Ingin mencari pengetahuan
Ingin menambah pengetahuan
Penjaga pintu
Penitipan barang
Ruang Informasi
Ruang tunggu
Ruang tunggu Ruang serbaguna
Ruang pamer Khusus
R. Keamanan
Ruang Pamer Tetap
R. Workshop
R. Studi koleksi
Perkantoran & Administrasi
Gudang
R. Teknisi dan R. Tangga
Diagram II.4 : Arus dan Sirkulasi Pengunjung di dalam Ruang Pamer Museum Sumber : (Depdikbud, 1992/1993 : 88)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
70
D.
Sirkulasi Khusus Pengunjung (Sirkulasi Ruang Pamer) Menurut D.A Robillard sirkulasi dapat dibagi menjadi beberapa jenis
berdasarkan bentuk konfigurasinya, yaitu :
Tipe Sirkulasi •
Langsung (straight), alur lintsan pengunjung di arahkan oleh ruang interior dengan pintu masuk pada salah satu sisi dan pintu keluar pada sisi lainnya.
•
Linier (linear), sirkuasi diarahkan oleh rancangan bangunan yang permanen, pengunjung biasanya memakai pintu masuk dan keluar yang sama. Selain itu pengunjung berjalan melalui jalur yang menerus, tidak peduli pada area yang sama.
•
Terbuka (Open), dalam hal ini tidak disertakan dinding display permanen di dalam ruang pamer, sehingga elemen sirkulasi dan ruang pamer benar-benar menyatu. Ruang-ruang dari jenis pola terbuka ini cenderung simetris, dan jalan-jalan masuk yang ada tidak dirancang untuk mempengaruhi orientasi perjalanan pengunjung.
•
Memetar (Loop), partisi / dinding pembatas menjadi suatu yang dominan pada pola ini. Ruang-ruang pamer diletakkan sejajar atau saling berdekatan membentuk suatu yang teratur yang mengarah pengunjung untuk mengintari pusat ruang tersebut, seperti courtyard, bukaan dan kelompok ruang lain.
•
Membentuk cabang (branch, lobby-foyer), suatu tipe sirkulasi yang memiliki area pusat yang kemudian menyebar menuju arah ruang pamer yang berlainan. Dalam hal ini secara visual tidak mengganggu sirkulasi.
•
Membentuk cabang (branch, gallery-lobby), membentuk cabang (branch, linear).
Gambar
Tabel 2.5 : Tipe Sirkulasi. Sumber : ( D. A Robbilard, 1982 )
http://digilib.mercubuana.ac.id/
71
E.
Hubungan Sirkulasi dengan Ruang Pamer
Beberapa pola keterkaitan Ruang Pamer dan Sirkulasi, Menurut D. A. Robillard antara lain : Pola Keterkaitan Ruang Sirkulasi
Pamer dan
•
Sirkulasi dari ruang ke ruang (room to room), pengunjung mengunjungi ruang pamer secara berurutan dari ruang yang satu ke ruang pamer berikutmya.
•
Sirkulasi dari koridor ke ruang pamer (corridor to room). Memungkinkan pengunjung untuk mengitari jalan sirkulasi dan memilih untuk memasuki ruang pamer melaui ruang koridor. Bila pengunjung tidak menghendaki suatu ruang pamer maka pengunjung dapat langsung menuju ke ruang pamer berikutnya.
•
Sirkulasi dari ruang pusat ke ruang pamer (nave to room), disini pengunjung dapat melihat secara langsung seluruh pintu ruang pamer, sehingga memudahkan pengunjung untuk memilih memasuki ruang pamer yang disukai.
•
Sirkulasi terbuka (open), sirkulasi pengunjung menyatu dengan ruang pamer. Seluruh koleksi yang dapat dipajang dapat terlihat secara langsung oleh pengunjung dan pengunjung dapat bergerak bebas dan cepat untuk memilih koleksi mana yang hendak diamati.
•
Sirkulasi Linier, dalam suatu ruang pamer terdapat sirkulasi utama yang membentuk linier dan menembus ruang pamer tersebut.
Gambar
Tabel 2.6 : Hubungan Sirkulasi Dengan Ruang Pamer. Sumber : ( D. A Robbilard, 1982:47 )
http://digilib.mercubuana.ac.id/
72
Selain itu dalam hal ini ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan yang memungkinkan pengunjung untuk tertarik bergerak mengunjungi ruang – ruang pamer, antara lain : Keragaman antara ruang pamer, pengunjung tertarik memasuki ruang yang berbeda dengan harapan memperoleh penglaman yang berbeda Kejelasan pandangan terhadap suatu jalur sirkulasi utama, sehingga memudahkan pengunjung pada suatu ruang pamer untuk kembali atau pindah ke ruang lainnya melalui jalur utama yang dirasakaan cepat. Peta-peta dan tanda-tanda pada jalan masuk ruang pamer. Pandangan keluar, memberikan suasana santai dan menciptakan kesan tetap adanya kedekatan dengan lingkungan luar. Pembagian ruang dengan memanfaatkan kolom-kolom bangunan. Laurence Vail Colemen juga membahas tentang tingkah laku pengunjung dalam mengamati pameran. Ada yang mengamati benda yang sepintas saja, tetapi ada yang mengamati secara cermat dengan waktu yang relatif lama. Untuk itu diperlukan satu system yang sesuai dengaan tuntutan tersebut. Hal ini dimaksudkan agar pengunjung yang ingin mendalami melihat pameran tidak terganggu oleh pengunjung yang hanya melihat secara sepintas saja. Tetapi cara ini memerlukan ruangan yang lebih luas dan lebih banyak peralatannya.
Gambar 2.35 : Sirkulasi pengunjung yang ingin mengamati benda pamer secara sepintas dan secara cermat / mendetail.Sumber : ( Laurence Vail Coleman, 1990 : 148 )
http://digilib.mercubuana.ac.id/
73
Dalam buku Exhebition a Survey of International Design mengemukakan ada tujuh cara untuk mengarahkan gerak pengunjung pameran, ketujuh cara tersebut adalah : Jalan sirkulasi pengunjung dibatasi secara sederhana oleh tata pameran yang menerus dengan satu
arah pandang serta memiliki jalan masuk
dan keluar yang terpisah. Jalan sirkulasi pengunjung dibatasi secara sederhana dengan tata pameran yang menerus dengan dua arah pandang serta memiliki jalan masuk dan keluar yang sama. Jalan sirkulasi pengunjung dibatasi secara sederhana dengan tata pameran yang menerus dengan dua arah pandang serta memiliki jalan masuk dan keluar yang terpisah. Jalan sirkulasi pengunjung dibatasi secara sederhana dengan tata pameran yang disusun secara melingkar dengan satu atau dua arah pandang, serta mempunyai jalan masuk dan keluar yang sama. Jalan sirkulasi pengunjung yang bervariasi dengan pola yang bercabang serta memiliki jalan masuk dan keluar yang sama. Jalan sirkulasi pengunjung yang bervariasi dengan pola yang saling berpotongan dan bercabang, serta memiliki jalan masuk dan keluar yang sama.
F. Orientasi Antara sirkulasi dan orientasi yang berupa isyarat-isyarat spasial memiliki keterkaitan erat. Pengaruh isyarat tersebut terhadap pengunjung selama memasuki ruang – ruang pamer harus diperhatikan secara terpadu. Selain itu, rasa bingung para pengunjung akibat dari kurang memadainya system sirkulasi dan isyarat – isyarat spasial yang ada, ternyata pula menimbulkan kelelahan pengunjung. Untuk melawan tekanan dan rasa bingung, pengunjung memerlukan sesuatu system orientasi yang dapat memberikan ingatan yang kuat. Pengunjung sangat membutuhkan penempatan tanda – tanda dan peta- peta pada titik –titik lintasan utama seperti tangga, elevator, escalator, teras tempat menunggu, tempat penyeberangan, titik pertemuan koridor, dan pintu masuk ke ruang pamer.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
74
• Terlalu banyak pilihan membingungkan Pengunjung
• Kebanyakan pengunjung bingung terhadap posisi arah di dalam r. pamer seperti barat, timur, utara dan selatan • Pengunjung menghendaki petunjuk arah untuk membantu mereka dalam menentukan arah. • Kebanyakan pengunjung menemukan peta denah yang sulit untuk diikuti • Kebanyakan pengunjung kembali mengikuti jalur semula selama mengunjungi ruang – ruang pamer • Pengunjung menggunakan peta untuk mencapai semua tempat mengikuti petunjuk – petunjuk yang dianggap menunjukkan arah yang menyenangkan dan menetukan jalur khusus • Pengunjung lebih cenderung tertarik dengan petunjuk arah daripada membaca peta. • Pengunjung yang memanfaatkan buku pedoman, membaca petunjuk arah daan menanyakan kepada penjaga cenderung tinggal lebih lama daripada yang tidak sama sekali. • Pengunjung yang tidak terarah cenderung cepat merasa bosan dan langsung cepat meninggalkan ruang pamer. • Petunjuk yang tidak memadai merupakan penyebab utama timbulnya kelelahan pengunjung • Alat petunjuk biasanya berupa peta dan denah, buku pedoman, tanda – tanda staf informasi dan isyarat – isyarat penting lainnya. • Pengunjung memerlukan system orientasi fisik yang menunjukkan arah yang akan dikunjungi baik jenis koleksi maupun jalur pencapaian yang mudah dan cepat. • Pengunjung mencari titik utama sebagai acuan arah seperti foyer, penyeberangan, pertemuan koridor dan lainnya. • Beberapa pengunjung cenderung mengikuti suatu rangkaian sesuai maksud dari merancang ruang pamer
Tabel II.7. Pencarian Orientasi oleh Pengunjung Museum. Sumber : (D. A Robbilard, 1982)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
75
Sirkulasi harus memberikan variasi titik utama (Vocal Point), pemandangan (Vista), dan perubahan suasana. Selain itu harus menyediakan pusat orientasi yang jelas dimana pengunjung dengan mudah dan cepat dapat memetakan ke dalam pemikirannya seluruh konfigurasi jalur – jalur yang ada di ruang pamer.
Gambar II. 36. Tipe Dasar dari Orientasi Pengunjung di Ruang Pamer Sumber : (D. A Robbilard, 1982) Beberapa tanda yang dapat digunakan sebagai orientasi adalah landmark dalam bentuk ruang, landmark dalam bentuk benda, arah sirkulasi, kesinambungan dan skala jalur, pemakaian peta dan petujuk yang jelas, serta penempatan lokasi peta, petunjuk dan landmark yang tepat.
Gambar II.37. Petunjuk Tentang Ruangan di R. Pamer Sumber : (D. A Robbilard, 1982) Selain
dengan petunjuk ruang, dalam orientasi diruang pamer petunjuk
materi koleksi (obyek landmark) dapat juga di jadikan pedoman
http://digilib.mercubuana.ac.id/
dalam
76
pencarian arah yang tepat, misalnya dalam ruang pamer tersebut ditengah dipasang materi koleksi yang dapat menarik pengunjung (point of Interest), tentu tujuan utama pengunjung kearah materi tersebut baru melihat-lihat yang lain.
Gambar II.38. Objek dari Penunjuk Arah di R. Pamer Sumber : (D. A Robbilard, 1982) Kekurangan petunjuk pada ruang pamer akan berakibat kurang baik bagi pengunjung, seperti timbulnya kejenuhan dan kelelahan pada pengunjung.
• Kejenuhan lebih berpengaruh dari pada kelelahan fisik • Sejumlah posisi badan bungkuk, memutar memanjat, mencari – cari dan lainnya.
• Pengunjung yang cenderung memanfaatkan dan mencari tempat untuk beristirahat seperti bangku, ruang santai, tempat minum, tempat merokok, ruang duduk dan lainnya. • Pengunjung sering mengeluh merasa bosan dan menyinkat waktu kunjungan, hal itu karena kurangnya petunjuk arah. • Tanpa dilengkapi dengan skema yang jelas pada hal pameran, maka akan menimbulkan kelelahan, kebosanan, frustasi dan hilangnya kesempatan kunjungaan. Tabel II. 8. Kelelahan Pengunjung di R. Pamer Sumber : (D. A Robbilard, 1982)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
77
G.
Kejenuhan Terhadap Obyek dan Ruang Pamer Faktor kejenuhan pengunjung juga bisa diakibatkan oleh kejenuhan terhadap
obyek dan ruang pamer (kemonotonan penataan obyek koleksi baik mengenai gayanya, periode, pengelompokan subyek dan lainnya). Hal ini menunjukkan bahwa kurangnya minat pengunjung memiliki keterkaitan dengan susunan pameran yaitu keragamannya, kekontrasan antara ruang-ruang pamer yang bersebelahan.
• Kurangnya keragaman dan kekontrasan dalam rancangan ruang pamer (seperti pencahayaan, kontras spesial dan lainnya) akan memperpendek waktu pengamatan terhadap area pameran yang dilalui. • Kurangnya keragaman dan kontras ini menyebabkan masalah kejenuhan pengunjung yang paling utama daripada kelelahan fisik setelah mengamati koleksi. • Pengunjung mengamati sedikit lama pada obyek yang diminati dan melewati banyak koleksi dan ruang pamer yang tidak diminati.
• Pengunjung menambah kecepatan berjalannya bila tidak ada sesuatu yang menarik pada ruang pamer tersebut. • Pengunjung tinggal lebih lama pada ruang pamer pertama dan pada ruang pamer selanjutnya.
• Pengunjung tinggal memberikan perhatian secara luas kadangkala berhenti sejenak pada obyek tertentu dan melewatkan beberapa obyek yang tidak diminatinya
http://digilib.mercubuana.ac.id/
78
• Lamanya waktu yang dihabiskan di depan sebuah pameran dan jumlah obyek yang diminati semakin berkurang setelah memasuki ruang pamer. • Di ruang pamer yang besar kemungkinan bahwa pengunjung akan mengamati beberapa obyek yang tersedia adalah lebih kecil daripada di ruang pamer kecil
• Banyaknya obyek yang dipamerkan kadangkala sedikit waktu diluangkan pengunjung untuk mengamatinya daripada area yang memiliki obyek tidak terlalui banyak.
Tabel II. 9. Kejenuhan Pengunjung terhadap obyek dan R. Pamer Sumber : (D. A Robbilard, 1982) H. Luas Pergerakan Pada Ruang Pamer Luas pergerakan pengunjung ini lebih dipengruhi oleh keinginan untuk mengamati benda yang belum pernah dilihatnya dan memasuki ruangan yang belum pernah dialaminya. Dari data hasil penelitian menyebutkan ada sejumlah variable (seperti warna lantai dan dinding, lokasi pintu masuk dan pintu keluar, dan lainnya) dapat mempengaruhi luas pergerakan pengunjung di dalam ruang pamer. • Pengunjung
lebih
banyak
memanfaatkan
area dinding sebelah kanan dibanding area sebelah kiri ruang pamer.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
79
• Pengunjung lebih sedikit berjalan-jalan di ruang tersebut pintu keluar.
• Pengunjung cenderung lebih banyak berjalan-jalan di ruang pamer yang warna lantai, dinding dan atapnya yang sedikit lebih gelap bila dibandingkan dengan ruang pamer yang bewarna lebih terang.
• Pengunjung pria lebih banyak mengunjungi area pamer dibandingkan pengunjung wanita. • Pengumjung pria lebih banyak berjalanjalan di dalam ruang pamer.
• Pengunjung akan berlama-lama dan banyak berjalan-jalan dalam ruang pamer bila terpampang banyak informasi yang dibutuhkan pengunjung bila terdapat kekontrasan di dalam ruang pamer.
Tabel II. 10. Luas Area R. Pamer yang dilalui Pengunjung Sumber : (D. A Robbilard, 1982) I.
Penarik dan Pengalih Perhatian Penataan atau seluruh bagian ruang pamer juga sama pentingnya dengan obyek
koleksi itu sendiri. Segala sesuatunya bias dilakukan untuk menghindari konflik antara obyek pameran dan keadaan sekitarnya, dan berusaha untuk meningkatkan ruang pamer agar dapat melakukan komunikasi yang lebih baik dengan para
http://digilib.mercubuana.ac.id/
80
pengunjung dari berbagai kalangan dan pengunjung yang hanya bersifat sementara.
• Peletakan pintu ruang pamer (terutama pintu keluar) yang kurang tepat bias menyebabkan pengunjung menuju tanpa memperhatikan obyek yang dipamerkan.
• Terlalu jauhnya jarak tempuh terhadap obyek yang harus diamati pengunjung cenderung mengabaikannya dan langsung menuju pintu keluar.
• Pengunjung memberikan banyak perhatian kepada lingkungan yang belum pernah dikenal sebelumnya. • Ruang pamer yang cenderung monoton tidak banyak mendapat perhatian pengun jung
Tabel II. 11. Penarik dan Pengalih Perhatian dalam R. Pamer Sumber : (D. A Robbilard, 1982) 8. Tinjauan Organisasi Ruang Pengoganisasian ruang sebagai suatu cara penyusunan ruang menjelaskan tingkat kepentingan dan fungsi ruang secara relatif atau peran simbolisnya di dalam suatu organisasi bangunan. Organisasi ruang tergantung pada permintaan atas program bangunan seperti : hubungan fungsional, persyaratan keluasan ruang klasifikasi hirarki ruang-ruang dan syarat-syarat penempatan pencahayaan atau pemandangan. Dalam suatu organisasi ruang, harus diketahui megenai syarat-syarat ruang sebagai berikut :
http://digilib.mercubuana.ac.id/
81
• Memiliki fungsi-fungsi yang khusus atau menghendaki bentuk khusus. • Penggunaan fleksible dan dengan bebas dapat dimanipulasikan. • Berfungsi tunggal dan unik. • Memiliki fungsi-fungsi serupa dan dapat dikelompokkan menjadi suatu cluster fungsional atau dapat diulang dalam suatu urutan linier. • Menghendaki adanya bukaan keruang luar untuk mendapatkan cahaya, ventilasi, pemandangan atau pencapaian keluar bangunan. • Pemisahan sesuai dengan fungsi ruang. • Mudah pencapaian. Bentuk organisasi ruang dapat dibedakan antara lain sebagai berikut : No 1
2
3
Bentuk Organisasi Ruang
Keterangan
Organisasi Ruang Tertutup
a. Sebuah ruang besar dan dominan sebagai pusat ruang-ruang disekitarnya. a. Ruang sekitar mempunyai bentuk, ukuran dan fungsi sama dengan ruang lainnya. b. Ruang sektar berbeda dengan ruang yang lainnya, baik bentuk, ukuran maupun fungsi.
Organisasi Ruang Linier
Organisasi Ruang Secara Radial
a. Merupakan deretan ruang-ruang. b. Masing-masing dihubungkan dengan ruang lain yang sifatnya memanjang. c. Masing-masing ruang dihubungkan secara langsung d. Ruang mempunyai bentuk dan ukuran yang berbeda, tapi yang berfungsi penting diletakkan pada deretan ruang. a. Kombinasi dari organisasi yang terpusat dan organisasi linier. b. Organisasi yang terpusat mengarah kedalam sedangkan yang linier mengarah keluar. c. Lengan radial dapat berbeda satu sama dengan yang lainnya, tegantung pada kebutuhan dan fungsi ruang.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
82
4
Organisasi Ruang Mengelompok
5
Organisasi Ruang Secara Grid
a. Organisasi ini merupakan pengulangan dari bentuk fungsi yang sama, tetapi komposisinya dari ruang-ruang yang yang berbeda ukurannya, bentuk dan fungsi. b. Pembuatan sumbu membantu susunan organisasi
a. Terdiri dari beberapa ruang yang posisi ruannya tersusun dengan pola grid. b. Organisasi ruang terbentuk hubungan antara ruang dari seluruh fungsi posisi dan sirkulasi. c. Penggunaan ruang yang disusun secara grid banyak dijumpai pada interior ruang perkantoran yang terdiri dari banyak devisi.
Tabel II.12. Bentuk Organisasi Ruang Sumber: (Francis D.K Ching, Arsitektur, Bentuk Ruang dan Susunannya,1991: 205)
2.1.3 Lokal Konten ( Kebudayaan Jawa Tengah ) Keunikan Jawa Tengah terletak pada budaya serta tradisi luhur dan estetis yang tetap terjaga, disertai dengan keramahan, jiwa kewirausahaan yang tangguh dan keterbukaan terhadap inovasi. Sejarah menunjukkan kedekatan hubungan antara orang Jawa dengan alam, pegunungan, ngarai, dan pantai yang sangat mewarnai karakter budaya dan tradisi Jawa Tengah dan tercermin pada kriya, olah seni dan mahakarya budaya yang penuh makna. Kreatifitas yang muncul dari tangan-tangan orang Jawa, merupakan bentuk nyata dari cipta, rasa, dan karsa, yang terinspirasi dari makrokosmos yang merangkum mikrokosmos. Kekuatan inspirasi jagat raya, olah kreatifitas dan etos kerja keras orang Jawa
menghasilkan antara lain Borobudur, Prambanan,
Wayang, Gamelan, Topeng, Keris, dan Batik, yang menjadi warisan budaya dunia karena setiap artefak tersebut membawa serta kecantikan wujud dan kedalaman makna bagi kehidupan manusia secara universal.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
83
1. Seni Budaya A. Gamelan Jawa Gamelan Jawa merupakan Budaya Hindu yang digubah oleh Sunan Bonang, guna mendorong kecintaan pada kehidupan Transedental (Alam Malakut)”Tombo Ati” adalah salah satu karya Sunan Bonang. Sampai saat ini tembang tersebut masih dinyanyikan dengan nilai ajaran Islam, juga pada pentas-pentas seperti: Pewayangan, hajat Pernikahan dan acara ritual budaya Keraton. B. Keris Jawa Keris dikalangan masyarakat di jawa dilambangkan sebagai symbol “ Kejantanan “ dan terkadang apabila karena suatu sebab pengantin prianya berhalangan hadir dalam upacara temu pengantin, maka ia diwakili sebilah keris. Keris merupakan lambang pusaka. Di kalender masyarakat jawa mengirabkan pusaka unggulan keraton merupakan kepercayaan terbesar pada hari satu sura. Keris pusaka atau tombak pusaka merupakan unggulan itu keampuhannya bukan saja karena dibuat dari unsure besi baja, besi, nikel, bahkan dicampur dengan unsure batu meteorid yang jatuh dari angkasa sehingga kokoh kuat, tetapi cara pembuatannya disertai dengan iringan doa kepada sang maha pencipta alam ( Allah SWT ) dengan duatu apaya spiritual oleh sang empu. Sehingga kekuatan spiritual sang maha pencipta alam itu pun dipercayai orang sebagai kekuatan magis atau mengandung tuah sehingga dapat mempengaruhi pihak lawan menjadi ketakutan kepada pemakai senjata pusaka itu. C. Kesenian Tarian Jawa Tarian merupakan bagian yang menyertai perkembangan pusat baru ini. Ternyata pada masa kerajaan dulu tari mencapai tingkat estetis yang tinggi. Jika dalam lingkungan rakyat tarian bersifat spontan dan sederhana, maka dalam lingkungan istana tarian mempunyai standar, rumit, halus, dan simbolis. Jika ditinjau dari aspek gerak, maka pengaruh tari India yang terdapat pada tari-tarian istana Jawa terletak pada posisi tangan, dan di Bali ditambah dengan gerak mata.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
84
Tarian yang terkenal ciptaan para raja, khususnya di Jawa, adalah bentuk teater tari seperti wayang wong dan bedhaya ketawang. Dua tarian ini merupakan pusaka raja Jawa. Bedhaya Ketawang adalah tarian yang dicipta oleh raja Mataram ketiga, Sultan Agung (1613-1646) dengan berlatarbelakang mitos percintaan antara raja Mataram pertama (Panembahan Senopati) dengan Kangjeng Ratu Kidul (penguasa laut selatan/Samudra Indonesia) (Soedarsono, 1990). Tarian ini ditampilkan oleh sembilan penari wanita. D. Kesenian Wayang Wayang Kulit Purwa Wayang Kulit Gagrag Banyumasan Wayang Bocah Wayang Orang Sriwedari Wayang Golek Menak E. Batik Batik (Batik of Central Java) Salah satu jenis produk sandang yang berkembang pesat di Jawa tengah sejak beberapa dekade, bahkan beberapa abad yang lalu, adalah kerajinan batik. Sebagian besar masyarakat Indonesia telah mengenal batik baik dalam coraknya yang tradisional maupun yang modern. Pada umumnya batik digunakan untuk kain jarik, kemeja, sprey, taplak meja, dan busana wanita. Mengingat bahwa jenis produk ini amat dipengaruhi oleh selera konsumen dan perubahan waktu maupun model, maka perkembangan industri batik di Jawa Tengah juga mengalami perkembangan yang cepat baik menyangkut rancangan, penampilan, corak dan kegunaannya, disesuaikan dengan permintaan dan kebutuhan pasar baik dalam maupun luar negeri. Tradisonal secara historis berasal dari zaman nenek moyang dikenal sejak abad XVII yang ditulis dan dilukis pada daun lontar. Saat itu motif batik masih didominasi dengan bentuk binatang dan tanaman. Namun dalam sejarah perkembangannya batik di Jawa Tengah mengalami perkembangan, yaitu dari corak-corak lukisan binatang dan tanaman lambat laun beralih pada motif abstrak yang menyerupai awan, relief candi, wayang beber dan sebagainya. Selanjutnya melalui penggabungan corak lukisan dengan seni dekorasi pakaian, muncul seni batik tulis seperti yang kita
http://digilib.mercubuana.ac.id/
85
kenal sekarang ini. Corak batik tradisional tergolong amat banyak, namun corak dan variasinya sesuai dengan filosofi dan budaya masing-masing daerah yang amat beragam. Khasanah budaya Bangsa Indonesia yang demikian kaya telah mendorong lahirnya berbagai corak dan jenis batik tradisioanal dengan ciri kekhususannya sendiri. Sentra produksi batik di Jawa Tengah banyak dijumpai di Kabupaten Pekalongan, Kota Pekalongan, Kota Surakarta, dan Kabupaten Sragen. Dari sisi permintaan dan keunikan produk, peluang usaha di bidang industri batik masih terbuka luas dan sangat menguntungkan. Pemasaran batik selain untuk konsumsi lokal juga telah menembus pasar Eropa dan Amerika. F. Mebel Ukir Salah satu produk kayu olahan yang pertumbuhannya amat pesat dalam beberapa dekade terakhir ini adalah produk mebel dan furniture. Berawal dari pekerjaan rumah tangga, produk mebel kini telah menjadi industri yang cukup besar dengan tingkat penyerapan tenaga kerja terdidik yang tidak sedikit. Produk jenis ini secara prinsip dibagi dalam dua kategori yaitu mebel untuk taman (garden) dan interior dalam rumah (indoor). Mebel dari Jawa Tengah ( furniture from Central Java )sudah terkenal sejak lama baik karena kualitas, seni maupun harganya yang kompetitif. Banyak konsumen baik dalam maupun luar negeri yang memesan furniture antik, yang walaupun dibuat baru, namun diproses seolah-olah merupakan produk kuno (antik). Ada pula produk furniture yang dibuat dari bonggol (tonggak) pohon yang dengan sentuhan-sentuhan seni berubah menjadi produk furniture yang sangat menarik dan memiliki nilai jual tinggi. Sedangkan corak dan gaya fungsional dan modern juga berkembang pesat bersamaan meningkatnya permintaan untuk kebutuhan perkantoran dan hotel yang pembangunannya tumbuh pesat dalam beberapa tahun terakhir ini, baik di dalam maupun luar negeri. Produk furniture, khususnya ukiran dikembangkan oleh para pengrajin Jawa Tengah berdasarkan keterampilan mengukir yang diwariskan oleh para leluhurnya. Disamping itu, di Kota Semarang terdapat sekolah kejuruan yang mengkhususkan diri di bidang design dan teknik perkayuan (PIKA) yang
http://digilib.mercubuana.ac.id/
86
menghasilkan lulusan yang memiliki keahlian tinggi. Para luklusan PIKA tersebut telah ikut menjadi tulang punggung industri permebelan di Jawa Tengah hingga mampu menghasilkan produk berkualitas dan memiliki daya saing tinggi yang tidak kalah dengan produk luar negeri. Produksi mebel Jawa Tengah berkembang dan tumbuh pesat seiring dengan permintaan yang meningkat dari dalam maupun luar negeri, baik desain, konstruksi, corak maupun pewarnaannya. Sebagian bahannya terbuat dari kayu, dan saat ini makin bervariasi karena bahan bakunya tidak lagi semata-mata kayu jati tetapi juga mulai banyak menggunakan kayu mahoni dan jenis lainnya, serta bahan logam. Sentra-sentra produksi mebel di Jawa Tengah tersebar di Kota Semarang, Kabupaten Jepara, Kabupaten Klaten, Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Kudus, Kabupaten Rembang, Kabupaten Blora, Batang, Sragen. Investasi di produk ini masih terbuka dengan persaingan yang cukup ketat.
2. Tipe Bangunan dalam Arsitektur Jawa Arsitektur Jawa memiliki 5 jenis pengelompokkan bangunan yang dikenal dengan tampilannya, yaitu tipe Masjid/tajug, tipe Joglo, tipe Limasan, tipe Kampung, dan tipe Panggang-pe. Pada tipe yang terakhir, yaitu tipe Panggang-pe tidak dapat diketemukan keterangan dan uraian dlam naskah lama bangunan jawa (Prijotomo, 1995:5) A. Tipe Masjid/Tajug Arsitektur masjid/ tajug jawa tidak terlepas dari peranan penyebaran Islam di daerah Jawa. Para wali yang menyebarkan ajaran Islam berusaha untuk memasukkan ajaran Islam ke kesenian Jawa, termasuk dalam
membangun
langgar dan masjid. Mereka tidak menerapkan bentuk dan pola masjid yang ada di negeri Islam dimana mereka berasal. Tidak ada bentuk masjid yang menjulang tinggi dan berkubah, justru yang dibangun selalu memanfaatkan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
87
potensi setempat dari bangunan-bangunan
ibadah
agama
hindu
dan
bangunan umum berdenah luas. B. Tipe Joglo Tipe Joglo merupakan tampilan yang paling populer bagi arsitektur Jawa seperti yang disampaikan oleh Josef Prijotomo (1995) lewat Serat Centhini tentang tipe Joglo (Serat Centhini, pupuh 227 pada 7 s/d 18) “Pengukuran yang dilakukan untuk bangunan Joglo adalah guru- pamidhangan, blandar-pangeret, brunjung yang terbawah, segenap rerangka, maupun segenap besarnya maupun kecilnya bagian bangunan, dilakukan dengan mengambil pamidhangan sebagai patokannya. Berikut ini adalah contohnya, kedua buah pamidhangan itu memiliki ukuran panjang sebesar 17 kaki, lebar sebesar 10 dim, dan tebal kayu sebesar 8 dim; maka panyelak- pamidhangan-nya akan sama-sama berukuran panjang sebesar 12 kaki, lebar 10 dim, dan tebalnya adalah 8 dim. –Sakaguru bangunan joglo ini berjumlah 4 batang; -sunduk-kili berjumlah 2 batang; -dhadha-peksi sebanyak 1 batang; -tumpang-lumajang sebanyak 6 batang; -suh-saka sebanyak 4 batang; -takir dari brunjung-pamanjang hanya 2 batang; -takir dari brunjung- panyelak sebanyak 2 batang.” Tipe Joglo masih dapat dibagi lagi dalam beberapa sub-tipe yakni
joglo
ceblokan,
joglo kapuhan, trajumas, tawon boni, semar tinandu, wantah, dan
pangrawit
(Kawroeh
Kalang
disalin
oleh
Mangoendarma,
1906 dalam
Darsopuspito, 1997). Susunan ruang rumah joglo dibagi 3 bagian, yaitu pendapa (ruang pertemuan), pringgitan (ruang tengah sebagai tempat mengadakan pertunjukan wayang kulit), ruang belakang yang disebut dalem (ruang keluarga yang sifatnya pribadi). Pada ruang dalem terdapat 3 ruang yaitu senthong kiwo, senthong tengah (petanen), dan senthong tengen. Senthong kiwo dan senthong tengen digunakan sebagai tempat tidur tuan rumah,menyimpan harta benda dan keperluan wanita. Di antara ketiga ruang tersebut senthong tengah merupakan ruang yang paling sakral. Ruang tersebut dimaksudkan sebagi tempat pemujaan terhadap Dewi Sri, dewi
http://digilib.mercubuana.ac.id/
88
kesuburan dan dewi yang memelihara tanaman padi, sehingga ruangan ini juga disebut dengan petanen. C. Tipe Limasan Bentuk rumah limasan merupakan perkembangan dari bentuk yang ada. Limasan memiliki denah empat persegi panjang dan dua buah atap (kejen atau cocor) serta dua atap lainnya (brunjung) yang bentuknya jajaran genjang sama kaki
(Ismunandar,1997:106).
Cocor
berbentuk segi tiga sama kaki seperti
penutup keong. Limasan mengalami penambahan pada sisi-sisinya yang disebut empyak emper atau atap emper. Perubahan bentuk tersebut menyebabkan nama dari limasan mempunyai nama masing-masing (Budiwiyanto,2009). Ada beberapa tipe limasan antara lain Limasan pokok, Limasan Gajah Ngombe, Limasan Pacul Gowang, Limasan Gajah Mungkur, Limasan Lawakan, Limasan Maligi Gajah, Limasan Gajah nJerum, Limasan Klabang Nyander, Limasan Trajumas Lambang Gantung, dan Limasan Trajumas Lambang Teplok. D. Tipe Kampung Rumah bentuk kampung setingkat lebih sempurna daripada rumah bentuk panggang-pe. Tipe kampung pada umumnya memiliki bentuk denah persegi panjang dengan 6 atau 8 tiang dan seterusnya. Namun yang paling sederhana hanya bebentuk bujur sangkar dengan memakai 4 buah tiang. Pada zaman dahulu tipe kampung kebanyakan digunakan oleh masyarakat golongan bawah, bentuknya pun dalam perkembangannya memiliki beberapa variasi, antara lain bentuk Kampung Jompongan, Kampung Trajumas, Kampung Srotongan, Kampung Gajah Ngombe, Kampung Gajah nJerum, Kampung Dara Gepak, Kampung Klabang Nyander, Kampung Pacul Gowang, Kampung
Semar
Pinondong, Kampung Lambang Teplok Semar Tinandu. E. Tipe Panggang-pe Tipe ini merupakan bentuk yang sangat sederhana bahkan merupakan bentuk bangunan
dasar. Bentuk
pokok bangunan ini memiliki tiang atau saka
sebanyak 4 atau 6 buah. Sedangkan pada sisi- sisinya diberi dinding sebagai
http://digilib.mercubuana.ac.id/
89
penahan hawa disekitarnya (Budiwiyanto,2009). Ada beberapa macam tipe panggang-pe, antara lain Gedang Selirang, Gedang Ketangkep, Cere Gancet, Kodokan, dan Barengan.
3. Struktur Ruang pada Tradisional Jawa Menurut Joko Budiyanto 8 Konsep pola tataruang dalam suatu bangunan tradisional Jawa terdiri dari rumah induk dan rumah tambahan (Frick,1997) Rumah induk terdiri dari pendapa, pringgitan, kuncungan dan pada bangunan dalem ageng terdapat senthong yang terdiri dari senthong kiwa, senthong tengen, dan senthong tengah. A. Pendapa, terletak di bagian depan, bersifat terbuka sebagai tempat menerima tamu atau tempat berkumpulnya orang banyak. Suasana yang tercermin adalah akrab. Letak ruang ini dekat dengan regol dan dapat dilihat dari luar. Pendapa cenderung dibuat berkesan mewah dan berwibawa. Bentuk serta ukuran bangunan pendapa dapat mencerminkan kedudukan, pangkat dan derajat pemiliknya. Pendapa juga sering digunakan untuk pertunjukan tari. B. Pringgitan, berbentuk seperti serambi. Pringgitan berasal dari kata ringgit yang berarti wayang. Bangunan ini biasanya untuk mengadakan pertunjukan wayang, di mana penonton laki-laki duduk di pendapa, sedangkan penonton wanita dan anak-anak duduk di dalem. Pringgitan terletak di belakang pendapa dan di depan dalem ageng. Suasana yang tercipta adalah remang-remang. C. Dalem Ageng, merupakan pusat susunan ruang dalam
bangunan
tradisional Jawa yang berfungsi sebagai ruang keluarga dan bersifat pribadi. Pada ruang ini dilengkapi dengan pintu dan jendela yang dipasang secara simetris. Suasana yang tercipta adalah tenang aman tentram, sejuk, dan wibawa. D. Senthong merupakan tiga ruang yang berjajar. Senthong kiwa dan senthong tengen sebagai ruang tidur dan tempat menyimpan harta benda, untuk keperluan wanita. Sedangkan senthong tengah sebagai tempat pemujaan terhadap
http://digilib.mercubuana.ac.id/
90
Dewi Sri agar keluarga selalu sejahtera. Senthong tengah dihias, diberi bantal, guling akan tetapi tidak dipakai untuk tidur, dan seringkali juga dipakai untuk tempat menyimpan pusaka. Ada pula yang menambahkan dengan loro blonyo (patung pria dan wanita dalam sikap duduk, mengenakan pakaian tradisional Jawa). E. Bale rata/kuncung, terletak di depan pendapa. Kuncung merukan tempat pemberhentian kendaraan atau kereta untuk menurunkan penumpang atau tamu ke pendapa. Adapun bangunan tambahan yang terletak di samping maupun di belakang bangunan induk. Bangunan tersebut terdiri dari : a.
Gandhok, merupakan bangunan di samping kiri dan kanan dalem
ageng. Gandhok wetan (timur) untuk tidur anak laki-laki, sedangkan gandhok kulon (barat) untuk tidur anak perempuan. Di antara dalem dan gandhok terdapat taman pribadi milik keluarga. b. Gandri atau ruang makan, terletak di belakang senthong pada dalem ageng. Gandri berbentuk seperti emper dan bersifat terbuka. Suasana yang dimunculkan adalah santai dan nyaman. c. Pawon dan pekiwan merupakan ruang pelayanan terletak di belakang dekat sumur. Menurut orang Jawa, bahkan pekiwan (kamar mandi dan kamar kecil) dahulu dianggap sebagai tempat yang kotor, maka penempatannya diletakkan di pojo belakang sebelah kiri.
4. Museum Wayang di Jawa Tengah
Museum Wayang Wonogiri Museum yang berlokasi di Kecamatan Wuryantoro, Kabupaten Wonogiri,
provinsi Jawa Tengah, Indonesia. Jarak dari kota sekitar 15 km dan dapat dicapai dengan kendaraan pribadi dalam waktu kurang dari 30 menit. Museum ini didirikan pada masa pemerintahan Bupati Begug Poernomosidi yang juga seorang
http://digilib.mercubuana.ac.id/
91
dalang di kabupaten Wonogiri. Museum Wayang Indonesia terletak di dalam kompleks Padepokan Pak Bei Tani M Ng. Prawirowihardjo di kecamatan Wuryantoro kabupaten Wonogiri pada Jalan Raya Wonogiri – Pracimantoro km 13. Diresmikan oleh Ibu Megawati Soekarnoputri, Presiden Republik Indonesia pada waktu itu, pada tanggal 1 September 2004. Museum ini dikelola oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Wonogiri dan buka tiap hari kerja dari Senin – Sabtu pukul 07.00 – 14.00. Disebut sebagai Museum Wayang Indonesia karena memiliki koleksi wayang bukan hanya dari daerah Jawa Tengah tetapi juga dari daerah lain di Indonesia yaitu Jawa Barat dan Bali. Jumlah koleksi yang dimiliki sebanyak 200 buah wayang kulit purwa, wayang golek, wayang Bali, wayang klitik, wayang suket (rumput), wayang beber dari Bali, topeng, dan bakalan wayang. Di museum ini terdapat juga lukisan Semar terkecil berukuran 3 X 3 cm buatan Ki Djoko Sutedjo yang mendapatkan penghargaan dari MURI pada bulan Agustus 1998. Beberapa koleksi merupakan hibah dari Bapak H. Begug Poernomosidi (Bupati Wonogiri) antara lain wayang Semar buatan tahun 1716 dari Batu (Wonogiri) yang sekaligus juga merupakan koleksi tertua dari Museum Wayang Indonesia ini. Wayang Semar ini dahulu dipakai untuk pengruwatan leluhur Ki Warsino Guno Sukasno pada masa kerajaan Kartasuro. Ada juga wayang Limbuk dan Cangik yang selalu dipakai Bapak Begug waktu ikut mendalang sebagai alat berkomunikasi dengan warga.
Museum Wayang Sasana Guna Rasa Museum wayang “Sasana Guna Rasa” berada di kompleks Pondok Tingal di
Desa Wanurejo, Kecamatan Borobudur, sekitar 500 meter timur Candi Borobudur. Museum itu satu bagian dari beberapa bangunan kompleks Pondok Tingal yang dirintis pembangunannya oleh mantan Menteri Penerangan (19681973) R. Boediardjo (almarhum). Koleksi wayang di museum seluas sekitar 1.500 meter persegi itu sebanyak 12 kotak yang masing-masing berukuran cukup besar terbuat dari kayu. Koleksi wayang di museum itu berasal dari sejumlah daerah di Indonesia seperti Jawa, Cirebon, Bali, dan Lombok dan luar negeri seperti China, Kamboja,
http://digilib.mercubuana.ac.id/
92
dan Turki. Museum itu juga mengoleksi wayang Kedu yang dibuat pada 1880. Museum wayang yang dikelola secara mandiri oleh keluarga almarhum Boediardjo itu juga menjadi satu bagian dari objek wisata yang dipromosikan oleh Pemerintah Kabupaten Magelang. Selain untuk menyimpan berbagai koleksi wayang di Tanah Air dan luar negeri, pengelola Museum Wayang “Sasana Guna Rasa” juga mendorong pemanfaatan objek itu sebagai sarana pendidikan budi pekerti bagi anak-anak sekolah, penelitian tentang seni budaya oleh kalangan akademisi, dan pelestarian wayang melalui pementasan wayang secara berkala terutama oleh para dalang muda.
Museum Wayang Banyumas Museum Wayang Sendang Mas adalah museum wayang yang terletak di kota
Banyumas. Didirikan pada tanggal 31 Desember 1983 dan sekarang dikelola oleh Yayasan Seni Budaya Sendang Mas[1]. Koleksi utamanya adalah wayang-wayang dalam gagrak Banyumasan, terutama sekali tokoh Bawor yang hanya ada dalam wayang Banyumasan. Selain itu terdapat koleksi benda-benda purbakala yang ditemukan di sekitar kabupaten Banyumas. Nama Sendang Mas sendiri merupakan akronim dari Seni Pedalangan Banyumas.
5. Ragam Hias Tradisional Jawa Tengah Ornamen / ragam hias adalah bentuk dekorasi yang dipakai untuk memperindah bangunan. Ragam hias padabangunan Jawa mengandung nilai spiritual / filosofis. Keindahan yang terdapat pada bangunandiharapkan mampu memberikan ketentraman dan kesejukan bagi penghuni di dalamnya.Untuk ragam hias pada rumah tradisional jawa, terdapat 5 bentuk ragam hias berdasarkanmotif, yaitu : A. Motif tanaman dan bunga / flora. Lung– lungan : Simbol dari batang tumbuhan melata dan masih muda sehinggaberbentuk lengkung. Memiliki arti ketentraman dan kesuburan sebagai sumberpenghidupan di muka bumi. Warna kuning emas.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
93
Biasanya diukirkan pada kayu.Peletakan berada pada balok rumah, pemidangan, tebeng pintu, jendela, daun pintu,patang aring. Saton : nama jenis makanan berbentuk kotak dengan hiasan daun/bunga. Warnamerah tua, hijau tua. Peletakan berada pada tiang bagian bawah, balok blandar,sunduk, pengeret, tumpang, ander, pengisi pada ujung dan pangkal. Tlacapan : berupa deretan segitiga. Memiliki warna merah tua, hijau tua. Terletakpada pangkal dan ujung balok kerangka bangunan. Saton dan tlancapan memberi artipersatuan dan kesatuan. Wajikan : seperti irisan wajik yang berbentuk belah ketupat sama sisi, isinya berupadaun yang memusat/bunga. Warna merah tua, kuning emas. Peletakan pada tiangtengah / titik persilangan kayu / sudut. Nanasan : simbol buah, wujudnya mirip buah nanas yang penuh duri. Melambangkanbahwa untuk mendapat sesuatu yang diinginkan, harus mampu mengatasi rintanganyang penuh duri. Sering disebut omah tawon / tawonan. Memiliki warna yangcenderung polos. Diaplikasikan pada kunci blandar, ditengah dadha peksi. Kebenan : berbentuk empat meruncing bagai mahkota. Warna merah tua kuningemas. Terletak pada kancing blandar tumpang ujung bawah. Patran : simbol daun yang disusun berderet. Memiliki warna polos atau sunggingan.Terletak pada balok - balok kerangka bangunan, blandar. Padma : berasal dari bentuk profil singgasana budha yang berbentuk bunga padma(teratai merah). Sebagai lambang kesucian, kokoh dan kuat yang tidak mudahtergoyahkan oleh segala macam bencana yang menimpanya. Warna polos /sunggingan. Terletak pada umpak.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
94
Gambar 2.38 : Macam –macam Motif Flora (telah diolah kembali)Sumber Ismunandar, 1986
B. Fauna Kemamang / banaspati : berbentuk wajah hantu / raksasa. Memiliki arti menelansegala sesuatu yang bersifat jahat yang hendak masuk ke dalam rumah. Warna polosatau sunggingan. Biasa ditempatkan di bagian depan bangunan, seperti pagar,gerbang, atau pintu masuk. Peksi garuda : sebagai lambang pemberantas kejahatan. Warna polos / sunggingan,kuning emas. Terletak pada bubungan, tebeng, pintu gerbang. Biasanya ragam hiasgaruda dipadukan dengan ragam hias ular. Ular naga : muncul karena pengaruh budaya India, mempunyai unsur jahat. Warnapolos / sunggingan. Terletak pada bubungan rumah. Jago : mengambil gambar ayam jago Melambangkan kejantanan dan keberanian.Warna polos / sunggingan. Terletak pada bubungan rumah. Mirong : melambangkan putri mungkur, menggambarkan putri dari belakang. Hiasanini dianggap cukup sakral karenanya digunakan pada bangunan keraton saja dan jarang digunakan pada bangunan rakyat. Warna merah tua, kuning emas. Terletakpada tiang - tiang bangunan seperti saka guru, saka penanggap, serta saka penitih,baik pada saka berbentuk persegi maupun bulat.
Gambar 2.39 : Macam –macam Motif Fauna (telah diolah kembali)Sumber Ismunandar, 1986
http://digilib.mercubuana.ac.id/
95
C. Motif Alam Gunungan : sering disebut kayon yang artinya mirip gunungan. Merupakan symbolalam semesta dengan puncaknya yang melambangkan keagungan dan keesaan.Sedangkan kayon atau pohonnya melambangkan tempat berlindung dan ketentraman. Ragam hias tersebut memberi arti bahwa keluarga yang menempati rumah itu dapatberteduh dan mendapatkan ketentraman, keselamatan serta dilindungi Tuhan YangMaha Kuasa. Memiliki warna natural. Terletak pada tengah bubungan rumah. Makutha: dimaksudkan agar raja sebagai wakil Tuhan memberkahi seisi rumah.Memiliki warna natural. Terletak pada bubungan bagian tengah atau tepi kanan dankiri. Praba: berasal dari kata praba yang berarti sinar. Merupakan hiasan sulur yangpahatan ukirannya menggambarkan sinar atau cahaya. Memiliki maksud agar dapatmenyinari rumah secara keseluruhan. Bentuknya melengkung, tinggi dan tengahnyalancip. Memiliki warna kuning keemasan dan dibuat dari bahan prada (bubukan) emas.Terletak pada saka guru, saka penanggap, dan saka penitih pada ujung atas danbawah. Kepetan : berasal dari kata kepet berarti kipas, agar mendapat penerangan dalamhidup. Memiliki warna polos. Terletak di atas pintu utama (tebeng). Panah : Maksud agar rumah mendapat keamanan, arah panah menuju 1 titik. Memilikiwarna polos. Terletak di atas pintu utama (tebeng). Mega Mendhung : Berarti awan putih dan hitam. Melambangkan dua sisi yangberbeda, seperti ada siang ada malam, baik dan buruk, dsb. Mengandung makna manusia harus selalu ingat di dunia ini ada dua sifat yang sangat berbeda, olehkarenanya setiap manusia harus mampu membedakan dan mengambil yang lebihbermanfaat dalam hidup sebagai pilihan. Memiliki warna polos, kuning emas, gelapterang. Terletak pada hiasan tebeng pintu, jendela.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
96
Banyu Tetes : Menggambarkan tetesan air hujan yang melambangkan tiada kehidupantanpa air. Memiliki warna polos, kuning emas, gelap terang. Terletak pada blandar,selalu didampingi dengan patran.
Gambar 2.40 : Macam –macam Motif alam (telah diolah kembali)Sumber Ismunandar, 1986
D. Motif Anyaman Timbulnya sebagai akibat adanya larangan dalam Hadits Alquran sehingga para senimanIslam banyak menggunakan arabesk, yaitu berbagai motif garis, ranting, atau daun yangdianyam. Tidak memiliki arti tertentu, hanya untuk keindahan. Memiliki warna polos.Terletak pada dinding atau sekat, daun pintu.
Gambar 2.41 : Motif Anyaman sumber : Ismundar, 1986
E. Keagamaan Mustaka : berarti kepala, biasa digunakan untuk masjid dan makam. Memiliki warnapolos. Terletak pada puncak bangunan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
97
Kaligrafi : berupa tulisan kaligrafi yang bertujuan mengagungkan nama Tuhan.Memiliki warna merah tua, coklat, kuning. Terletak pada tiang bangunan, umpak.
Gambar 2.42 : Macam –macam Motif Keagamaan (telah diolah kembali)Sumber Ismunandar, 1986
http://digilib.mercubuana.ac.id/
98
II. B Data Hasil Studi Banding Lapangan A. Data Survey Museum Wayang Letak bangunan gedung Museum Wayang di Jl. Pintu Besar Utara No. 27. pada mulanya merupakan lokasi gereja tua yang didirikan VOC pada tahun 1640 dengan nama “ de oude Hollandsche Kerk “ sampai tahun 1732 yang berfungsi sebagai tempat untuk peribadatan penduduk sipil dan tentara bangsa Belanda yang tinggal di Batavia. Pada tahun 1733 gereja tersebut mengalami perbaikan, dan namanya dirubah menjadi “ de nieuwe Hollandsche Kerk “ dan berdiri terus sampai tahun 1808. Di halaman gereja ini yang sekarang menjadi ruangan taman terbuka Museum
Wayang,
di
dalamnya terdapat taman kecil dengan prasasti –
prasastinya yang berjumlah 9 (sembilan) buah yang menampilkan nama – nama pejabat Belanda yang pernah dimakamkan di halaman gereja tersebut. Diantara prasasti tersebut tertulis nama Jan Pieterszoon Coen, seorang Gubernur Jenderal yang berhasil menguasai kota Jayakarta pada tanggal 30 Mei 1619 setelah kekuasaan P. Jayakarta lumpuh akibat pertentangan dengan Kraton Banten, Dalam tahun 1621 Heeren XVII memerintahkan Coen untuk memakai nama Batavia untuk kota Pelabuhan Jayakarta. Kota Batavia yang dibangun oleh Coen diatas puing reruntuhan Jayakarta dengan membuat suatu kota tiruan sesuai dengan kota – kota di negeri Belanda. Sebagai akibat terjadinya gempa, bangunan Gereja Belanda Baru itu telah rusak. Selanjutnya lokasi bekas Gereja tersebut dibangunlah gedung yang nampak sebagaimana sekarang ini dengan fungsinya sebagi gudang milik perusahaan Geo Wehry & Co. Bagian muka museum ini dibangun pada tahun 1912 dengan gaya Neo Reinaissance, dan pada tahun 1938 seluruh bagian gedung ini dipugar dan disesuaikan dengan gaya rumah Belanda pada zaman Kompeni. Sesuai besluit pemerintah Hindia Belanda tertanggal 14 Agustus 1936 telah ditetapkan gedung beserta tanahnya menjadi monumen. Selanjutnya dibeli oleh Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (BG) yaitu lembaga independent yang didirikan untuk tujuan memajukan penelitian dalam bidang seni
http://digilib.mercubuana.ac.id/
99
dan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang – bidang ilmu biologi, fisika, arkeologi, kesusastraan, etnologi dan sejarah, serta menerbitkan hasil penelitian. Pada tahun 1937 oleh lembaga tersebut gedung diserahkan kepada Stichting oud Batavia dan kemudian dijadikan museum dengan nama “ de oude Bataviasche Museum “ atau museum Batavia Lama “ yang pembukaannya dilakukan oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda terakhir, Jonkheer Meester Aldius Warmoldu Lambertus Tjarda van Starkenborg Stachouwer (22 Desember 1939). Sejak pendudukan Jepang dan revolusi kemerdekaan R.I. gedung museum ini tidak terawat. Pada tahun 1957 diserahkan
kepada Lembaga Kebudayaan
Indonesia (LKI) dan sejak itu nama museum diganti menjadi Museum Jakarta Lama. Pada tanggal 1 Agustus 1960 namanya
disingkat
menjadi
Museum
Jakarta. Pada tanggal 17 September 1962 oleh LKI diserahkan kepada pemerintah R.I. cq Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dan pada akhirnya pada tanggal 23 Juni 1968 oleh Dirjen Kebudayaan Dep. Pendidikan dan Kebudayaan gedung museum diserahkan kepada Pemerintah DKI Jakarta dan di gedung ini pula Dinas Museum dan Sejarah DKI Jakarta berkantor. Sejak kepindahan Museum Jakarta (sekarang Museum Sejarah Jakarta) ke gedung bekas KODIM 0503 Jakarta Barat yang dahulunya disebut
gedung
Stadhuis / Balaikota, maka bekas gedung Dinas Museum dan Sejarah DKI Jakarta kemudian dijadikan Museum Wayang. Gagasan didirikannya Museum Wayang adalah ketika Gubernur menghadiri
DKI
Jakarta
H.
Ali
Sadikin
ketika
Pekan Wayang II tahun 1974. Dengan dukungan panitia acara
tersebut, Gubernur DKI Jakarta dengan para pecinta wayang, Pemerintah DKI Jakarta menunjuk gedung yang terletak di Jl. Pintu Besar Utara No. 27 sebagai Museum Wayang. Sebagai pendamping Museum Wayang didirikan Yayasan Nawangi dengan H. Budiardjo sebagai Ketua Umum. Selanjutnya Yayasan menunjuk Ir. Haryono Haryo
Guritno
sebagai
pimpinan proyek
pendirian
Museum
Wayang.
Sesudah penataan koleksi wayang selesai maka pada tanggal 13 Agustus 1975
http://digilib.mercubuana.ac.id/
100
diresmikan pembukaan Museum Wayang oleh Gubernur DKI Jakarta H. Ali Sadikin. Museum Wayang merupakan Unit Pelaksana Teknis Dinas Kebudayaan dan Permuseuman di bidang pewayangan terakhir berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Propinsi DKI Jakarta Nomor 134 tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Kebudayaan dan Permuseuman Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta (BAB VIII, Pasal 33, 1). Pada tanggal 16 September 2003 Museum Wayang mendapat Hibah tanah & Bangunan di Jl. Pintu Besar No. 29 eks Gedung Milik PT. Mercu Buana ( luas tanah 627 M² dengan luas bangunan berlantai dua 747 M² ) sertifikat HGB 1330/1983 yang dihibahkan oleh Bp. H. Probosutejo kepada Pemerintah Propinsi DKI Jakarta dengan Berita Acara serah terima hibah pada tanggal 16 September 2003. Sebagai bangunan tua yang dihibahkan selanjutnya akan memiliki fungsi sesuai rencana pengembangan gedung museum wayang yang serasi
untuk
kebutuhan sebuah museum dengan mengoptimalkan ruang dan bangunanan, baik
untuk
tempat
pergelaran,
peragaan, maupun pameran, dan lain-lain.
Bangunan tua ini, kondisinya memerlukan renofasi dan rekonstruksi untuk dapat berfungsi dengan perobahan yang tetap memperhatikan estetika dengan pandangan jauh kedepan bagi pembenahan dan pelestarian lingkungan kota tua yang bersejarah. Ini merupakan bagian penting dari pertumbuhan kota Jakarta yang terus berkembang.
Lokasi Museum
wayang
terletak
di
Jl.
Pintu
Besar
Utara
No.27,
Pinangsia, Jakarta Barat 11110 Museum wayang terletak bersebelahan dengan café bawavia pada sebelah kiri, dan rumah makan bangi kopitiam pada sebelah kanan. Museum ini berhadapan dengan museum keramik. Untuk museum lainnya yang berada di sekitar museum wayang, yang menarik untuk dapat kita kunjungi adalah Museum Fatahillah, Museum Bank Indonesia, Museum Seni Rupa dan Keramik, Jembatan Kota Intan, Hotel Batavia, Museum Bahari, Menara Syahbandar, Pelabuhan Sunda Kelapa, Stasiun Beos .
http://digilib.mercubuana.ac.id/
101
Untuk mengunjungi Museum Wayang dapat menggunakan taksi atau kendaraan umum seperti Busway. Bila menggunakan Busway, gunakan Busway Koridor satu yaitu jurusan Blok M – Kota. Anda turun di Stasiun Kota yang merupakan
stasiun terakhir dari rute koridor satu. Dan anda
harus berjalan ke arah di mana memasuki daerah kota Fatahillah, dan mengarah lurus pada bangunan café Batavia. Museum wayang terletak diantara café Batavia dan rumah makan bangi kopitiam. Site plan letak Museum Wayang
Gambar 2.43 : Site Plan Lokasi Museum Wayang. (sumber : http://www.museumwayang.com/Beranda.html)
Denah Museum Wayang
http://digilib.mercubuana.ac.id/
102
Gambar 2.44 : Denah Museum Wayang. (sumber : http://www.museumwayang.com/Beranda.html)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
103
B. Data Suevei Museum Bank Indonesia Sejarah Bank Indonesia Jauh sebelum kedatangan bangsa barat, nusantara telah menjadi pusat perdagangan internasional. Sementara di daratan Eropa, merkantilisme telah berkembang menjadi revolusi industri dan menyebabkan pesatnya kegiatan dagang Eropa. Pada saat itulah muncul lembaga perbankan sederhana, seperti Bank van Leening di negeri Belanda. Sistem perbankan ini kemudian dibawa oleh bangsa barat yang mengekspansi nusantara pada waktu yang sama. VOC di Jawa pada 1746 mendirikan De Bank van Leening yang kemudian menjadi De Bank Courant en Bank van Leening pada 1752. Bank itu adalah bank pertama yang lahir di nusantara, cikal bakal dari dunia perbankan pada masa selanjutnya. Pada 24 Januari 1828, pemerintah Hindia Belanda mendirikan bank sirkulasi dengan nama De Javasche Bank (DJB). Selama berpuluh-puluh tahun bank tersebut beroperasi dan berkembang berdasarkan suatu oktroi dari penguasa Kerajaan Belanda, hingga akhirnya diundangkan DJB Wet 1922. Masa pendudukan Jepang telah menghentikan kegiatan DJB dan perbankan Hindia Belanda untuk sementara waktu. Kemudian masa revolusi tiba, Hindia Belanda mengalami dualisme kekuasaan, antara Republik Indonesia (RI) dan Nederlandsche Indische Civil Administrative (NICA). Perbankan pun terbagi dua, DJB dan bank-bank Belanda di wilayah NICA sedangkan "Jajasan Poesat Bank Indonesia" dan Bank Negara Indonesia di wilayah RI. Konferensi Meja Bundar (KMB) 1949 mengakhiri konflik Indonesia dan Belanda, ditetapkan kemudian DJB sebagai bank sentral bagi Republik Indonesia Serikat (RIS). Status ini terus bertahan hingga masa kembalinya RI dalam negara kesatuan. Berikutnya sebagai bangsa dan negara yang berdaulat, RI menasionalisasi bank sentralnya. Maka sejak 1 Juli 1953 berubahlah DJB menjadi Bank Indonesia, bank sentral bagi Republik Indonesia. Lokasi Museum Bank Indonesia beralamat di Jl. Pintu Besar Utara No. 3 Jakarta Barat Lokasi Museum Bank Indonesia terletak bersebelahan dengan Museum Bank Mandiri dan berhadapan dengan stasiun kota Jakarta (Beos) di
http://digilib.mercubuana.ac.id/
104
kawasan Kota Tua Jakarta. Museum lainnya dan banguna menarik disekitar lokasi museum seperti, Museum Sejarah Jakarta, Museum Wayang, Museum Seni Rupa dan Keramik, Batavia Café, Toko Merah, Jembatan Kota Intan, Hotel Batavia, Museum Bahari, Menara Syahbandar, Pelabuhan Sunda Kelapa. Untuk mengunjungi Museum Bank Indonesia dapat menggunakan taksi atau kendaraan umum seperti Busway. Bila menggunakan Busway, gunakan Busway Koridor satu yaitu jurusan Blok M – Kota. Anda turun di Stasiun Kota yang merupakan stasiun terakhir dari rute koridor satu. Letak Museum Bank Indonesia persis diseberang stasiun Kota. Site Plan
Gambar 2.45 : Site Plan Lokasi Museum Bank Indonesia. (sumber : http:/bi.go.id/Beranda.html)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
105
Denah Museum Bank Indonesia
Gambar 2.46 Denah Lantai 1 dan 2. Sumber : http://www.bi.go.id/web/id/Tentang+BI/Museum/Tentang+Museum/Denah+Museum/
Lantai 1: 1) Pintu masuk belakang 2) Ruang serba guna 3) Ruang gelar budaya
http://digilib.mercubuana.ac.id/
106
4) Ruang jeda 5) Ruang penerbitan & pengedaran uang 6) Ruang perpustakaan
Lantai 2: 1) Pintu masuk utama
18) Ruang gubernur
2) Ruang penitipan barang
19) Ruang meeting
3) Ruang manager
20) Ruang gelar budaya
4) Ruang lobby hall & loket
21) Ruang Inspirasi
5) Ruang pelayanan pengunjung
22) Ruang Jeda
6) Ruang peralihan
23) Ruang numismatik
7) Ruang theater
24) Ruang BI future
8) Ruang informasi BI
25) Ruang kerja
9) Ruang sejarah pra BI
26) Ruang Emas
10) Ruang sejarah BI periode-1
27) Ruang Souvenir
11) Ruang sejarah BI periode-2 12) Ruang sejarah BI periode-3 13) Ruang sejarah BI periode-4 14) Ruang sejarah BI periode-5 15) Ruang sejarah BI periode-6 16) Ruang jeda & children corner 17) Ruang direktur
C.
Bagan Studi Banding Lapangan
Data survey 1
Data survey 2
http://digilib.mercubuana.ac.id/
107
Nama proyek : Museum Wayang Jakarta
Nama proyek : Museum Bank Indonesia
Lokasi
Lokasi Museum
Museum
Bank
Wayang
Indonesia
Jakarta
Jl. Pintu Besar Utara No. 27, Pinangsia Jl. Pintu Besar Utara No. 3 Jakarta Jakarta Barat 11110 Barat
Pintu Masuk / Pintu Keluar Museum ini mempunyai 2 pintu,
Pintu Masuk / Pintu Keluar Memasuki pintu masuk utama,
yaitu keluar.
pintu Pintu
masuk
dan pintu
pengunjung akan menikmati
masuk
merupakan
gedung cagar budaya tahun 1935.
lobby utama yang dimiliki oleh
Meja di design moder,
Museum Wayang, yang
kontras dengan suasana gedung
berfungsi
untuk menampung wisatawan yang
kuno. Pengunjung diarahkan
berkunjung sebelum masuk ke area
langsung naik tangga ke lantai 2.
Ticket
Box.
Sedangkan pintu
Bagi dissablepeople tersedia lift
keluar
dapat
diakses setelah
yang akan membawa ke lantai 2
melewati pameran ruang gamelan,
guna langsung ke reception hall.
ruang aula dan yang terakhir, ruang seouvenir.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
108
Waktu Buka Waktu Buka - Selasa s.d Minggu 09.00 – 15.00 - Selasa s.d Jumat 08.00 – 15.30 - Senin dan hari libur besar tutup - Sabtu s.d Minggu 08.00 – 16.00 Pengunjung
Pengunjung
Semua kalangan masyarakat
Semua kalangan masyarakat
Fasilitas
Fasilitas
Ruang Pamer Lantai 1 dan 2
Ruang Penitipan Barang
Memasuki lobby/hall di lantai 2, pengunjung akan melihat “bench”di sepanjang
lobby.
Ada
counter
penitipan barang disebelah kanan Ruangan menaruh
pameran tetap, tempat berbagai
keanekaragaman
bentuk
tangga. Ruang ini disediakan bagi
macam
pengunjung
yang
hendak
koleksi,
menitipkan
barang-
barangnya
mulai dari wayang, gamelan sampai
selama berkunjung ke Museum
topeng. Ruangan ini terbagi menjadi
Bank Indonesia.
beberapa
bagian,
sesuai
dengan
nama, koleksi, sampai pada waktu / zamannya koleksi.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
109
Toilet
Ruang Serba guna
Fasilitas
toilet
yang
nyaman
dapat diakses saat kita telah
Ruangan ini dapat digunakan untuk
melewati
ruang makan dalam mendukung
pameran
sepanjang
museum, atau jika tidak, kita
kegiatan
edukasi
yang
dapat melewatinya melalui pintu
diselenggarakan
di
ruang
keluar gedung, toilet ini terletak
auditorium. Atau kegiatan seni dan
tepat di sebelah toko souvenir.
budaya. Ruangan tersebut juga dapat dipakai untuk berbagai keperluan
Taman / Makam
dan disewakan kepada umum untuk resepsi perkawinan, dan lain-lain yang menambah penghasilan bagi museum. Ruang Emas / Koleksi Bank
Merupakan salah satu bagian dari
sejarah
gedung,
yang
dikatakan bahwa sejak zaman Belanda, sesungguhnya
taman adalah
tersebut makam
pejabat – pejabat Belanda yang meninggal dan di makamkan di halaman gereja yang sekarang telah menjadi museum wayang.
Ruang emas/koleksi bank terletak dilantai 1, tepat dibawah ruang emas moneter. Ruang ini juga bersifat temporer, tetapi sifatnya mempunyai tingkat keamanan yang lebih baik, seperti
buku
kuno,
perhiasan.
Ruangan ini juga digunakan untuk pameran temporary.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
110
Aula / Ruang Pertunjukan
Ruang Audiotorium
Auditorium terletak di lantai 2 Memasuki ruang pertunjukkan
Museum Bank Indonesia berdekatan
yang dibuka setiap hari minggu,
dengan pusat informasi BI (BI
pertunjukkan dalam ruangan ini
Information Center). Ruangan ini
menampilkan keragaman macam
digunakan
kesenian wayang dari berbagai
penyelenggaraan ceramah / seminar
sanggar
Ruangan
/ diskusi, baik yang disponsori oleh
pertunjukkan dapat menampung
Bank Indonesia maupun pihak luar.
kiranya sekitar 100 orang dan
Ruang ini dapat juga disewakan
300 orang jika partisi dalam
kepada pihak luar.
ruangan di buka.
Ruang Jeda dan children corner
kesenian.
sebagai
tempat
Ruang Gamelan
Setelah mengamati ruang sejarah, Ruang untuk menyimpan alat musik gamelan dan yang lainnya sebelum
acara
/
pertunjukan
mulai. Ruang ini berguna selain sebagai tempat menaruh alat music, kita juga dapat melihat koleksi alat music tersebut.
pengunjung masuk ke ruang Jeda 2. Di
ruang jeda 2
ini
terdapat
permainan anak-anak berupa ATM yang berfungsi untuk mengambil uang yang sudah ditabung di ruang jeda 1. Pada area ini terdapat bench beristirahat.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
111
Ruang souvenir dan kios buku
Toko Souvenir Pengunjung dapat memperoleh berbagai hasil publikasi dan cenderamata yang berkaitan dengan museum, khususnya Museum Wayang. Area ini berada di sebelah kanan dari lobby, dan mengarah
Pengunjung berbagai
dapat hasil
memperoleh
publikasi
dan
cenderamata yang berkaitan dengan museum, khususnya Museum Bank
kepada pintu keluar gedung.
Indonesia. Snacks juga disediakan
Perpustakaan
di sini. Terletak di sebelah kiri Perpustakaan
lobby hall.
pada museum
Perpustakaan Perpustakaan merupakan salah satu
ini tidak
fasilitas unggulan Museum Bank
terlihat dengan
Indonesia.
jelas karena
perpustakaan
letaknya
Indonesia yaitu:
bersebelahan
1. Perpustakaan untuk para peneliti
Terdapat dua macam di
Museum
Bank
dengan pintu kantor museum
museum
wayang, ruangan ini terletak di
2.
lantai 2 museum, dan bila ingin
Perpustakaan ini akan menyajikan
melalui ruangan ini harus melalui
koleksi lengkap, mulai dari buku-
akses tangga utama dan izin dari
buku
pengelola museum wayang.
dokumen-dokumen yang tersimpan
Perpustakaan
referensi,
untuk
majalah,
umum
hingga
dalam perangkat multi media, yang kesemuanya dapat dimanfaatkan oleh pengunjung untuk menambah wawasan,
keperluan
penelitian,
maupun analisis.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
112
Benda Koleksi Museum Wayang
memamerkan
Benda Koleksi Koleksi Museum Bank Indonesia
berbagai jenis dan bentuk wayang
terdiri dari koleksi
dari seluruh indonesia, baik yang
- uang – uang logam dan kertas.
terbuat dari kayu dan kulit maupun
- koleksi film Sejarah-sejarah Bank
bahan-bahan lain. Wayang-wayang
Indonesia, seperti pengerahan dana
dari luar negri ada juga disini,
masyarakat
misalnya dari Republik Rakyat Cina
nasionalisasi bank-bank Belanda,
dan Kamboja. Hingga kini Museum
pengedaran uang 1953 – 1959,
Wayang mengkoleksi lebih dari 4.000
penyelenggaraan
buah wayang terdiri atas wayang
1959, dewan moneter menurut UU
kulit, wayang golek, wayang kardus,
No.
wayang
devisa 1953 – 1959.
rumput,
wayang
janur,
1953
11/1953,
–
kliring
sistem
1959,
hingga
kebijakan
topeng, boneka, wayang beber dan
- koleksi benda perbankan seperti
gamelan. Umumnya boneka yang di
mesin hitung Ontel REMINGTON
koleksi di museum ini adalah boneka-
77, mesin tik ROYAL, khazanah
boneka yang berasal dari Eropa
harian LIPS, lemari brankas LIPS,
meskipun ada juga yang berasal dari
ruang brankas (pintu besi) arsek,
beberapa negara non-Eropa seperti
mesin
Thailand,
RUHAAK, ukiran kayu dengan
Suriname,
Tiongkok,
Vietnam, India dan Kolombia.
PTTB
tanda
bintang
pepatah Belanda, alat pelubang kupon/deviden, timbangan emas, dan loleksi lainnya.
D. Kesimpulan Hasil Studi Banding Lapangan Dari hasil data survey kedua Museum yang telah disurvei yaitu Museum Wayang Jakarta dan Museum Bank Indonesia yang berada di kawasan Kota Tua Jakarta Barat terdapat beberapa perbedaan baik dari segi desain dan fasilitas yang disediakan serta dari segi pelayanan, dari data studi banding yang dilakukan pada interior ruangan museum, maka Museum Wayang Jakarta dinilai perlu dilakukan re-desain, dikarenakan menurut survey yang dilakukan secara langsung, museum wayang memiliki desain dan sirkulasi yang kurang tepat serta jalur untuk
http://digilib.mercubuana.ac.id/
113
koleksi sejarah kurang terarah sehingga membuat pengunjung merasakan sedikit kebingungan ketika sedang melihat koleksi dan sejarah yang ada. Interior museum Wayang juga belum memiliki kapasitas yang baik dan mendukung dari segi fasilitas, pencahayaan, ruang – ruang yang disediakan dan sarana bagi permuseuman, serta tour guide yang dapat menjelaskan
tentang
museum. Sehingga perlu dilakukan redesain.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
114