7
BAB II TINJAUAN DATA 2.1.Tinjauan Data Umum 2.1.1. Pengertian Bioskop Bioskop (Belanda: bioscoop dari bahasa Yunani βιος, bios (yang artinya hidup) dan σκοπος (yang artinya "melihat") adalah tempat untuk menonton pertunjukan film dengan menggunakan layar lebar. Gambar film diproyeksikan ke layar menggunakan proyektor. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi ketiga, Departemen Pendidikan Nasional, Balai Pustaka, Jakarta, 2001 : Cineplex: kompleks sinema yang terdapat dalam satu bangunan. Bioskop: pertunjukan yang diperlihatkan dengan gambar (film), yang disorot sehingga dapat bergerak (berbicara); film; gedung pertunjukan film cerita. Cineplex merupakan perkembangan dari bioskop. Keduanya memiliki fungsi yang sama yaitu tempat pertunjukan film. Yang membedakannya adalah jumlah teater tempat pertunjukan filmnya. Bioskop umumnya hanya memiliki satu teater dalam satu bangunan, tetapi Cineplex memiliki lebih dari satu teater dalm satu bangunan. Karena memiliki banyak pilihan teater untuk menonton film, maka bioskop kemudian disebut sinema kompleks (Cineplex). 2.1.2. Pengertian Bioskop Mini Bioskop mini adalah sebuah ruangan yang diseting agar memiliki karakteristik/sifat seperti bioskop dengan kapasitas yang lebih sedikit, kapasitas duduk bioskop mini paling banyak untuk 20 orang dan paling sedikit dua orang. Di Indonesia istilah ini mulai berkembang pada tahun 90-an. Lahirnya bioskop mini ini adalah keinginan beberapa para pecinta Audio Video yang mengharapkan sound sistem seperti di bioskop pada umumnya yang hadir dalam ukuran ruang
http://digilib.mercubuana.ac.id/
8
yang lebih kecil agar mereka mendapatkan suasana yang lebih privasi, sehingga mereka berusaha untuk meniru karakteristik dari sebuah bioskop dan melakukan percobaan demi percobaan untuk mendapatkan hasil yang diinginkan dan diimpikan sebuah bioskop mini.1 2.1.3. Sejarah Bioskop Sejarah bioskop dimulai tahun 1895, ketika Robert Paul mendemonstrasikan kepada masyarakat di London mengenai kemampuan proyektor film. Alat itu membuat serangkaian gambar statis (still photo) yang disorot ke layar serta merta menjadi gambar hidup (moving image). Tahun1900 Munculnya bioskop pertama di Indonesia boleh dibilang tidak terlalu terpaut jauh dengan bioskop permanen di Vitascope Hall, Buffalo, New York. Di Amerika bioskop permanen pertama lahir pada Oktober 1896, di Indonesia pada tahun 5 Desember 1900 film mulai masuk ke Hindia Belanda. Bukan gedung bioskop, tetapi di rumah seorang Belanda di Kebon Jahe. Penyelenggara pertunjukan De Nederlandsch Bioscope Maatschappij. Harga tiket kelas 1 =2 gulden, kelas 2 = 1 gulden dan kelas 3 = 50 sen. Tempat ini mengubah nama menjadi The Roijal Bioscope pada tanggal 28 Maret 1903. Tahun1901 Pertunjukan “gambar idoep” alias film mulai diperlihatkan kepada khalayak lebih luas, antara lain di Deca Park (Gambir), Lapangan Tanah Abang, Lapangan Mangga Besar, Lapangan Stasiun Kota, Semua di Batavia. Konsep “bioskop” sangat sederhana hanya ditutupi dinding bilik tanpa atap. Mungkin seperti layar tancep sekarang. Tahun 1903
1
Rizal, “Pengertian Bioskop Mini”
http://digilib.mercubuana.ac.id/
9
Beberapa gedung bioskop permanen berdiri di Batavia. Hadirlah bioskop bernama Elite, Deca Park, Capitol, Rialto (satu di kawasan Senen dan satu lagi di Tanah Abang). Rata-rata bangunan di berbagai kota di Indonesia pada masa itu dilandaskan pada konsep art noveau (seni baru) yang juga kerap disebut seni dekoratif atau art deco. Inilah aliran seni yang berkembang pada tahun 1890-1905 di Eropa yang melingkupi berbagai bentuk seni murni dan seni terapan termasuk karya arsitektur untuk bioskop. Tahun 1926
Gambar 2.1. Gedung bioskop Majestic (Sumber : Vandi182)
Gambar 2.2. Film pertama Indonesia (Sumber : Vandi182) Tanggal 31 Desember 1926 hingga 6 Januari 1927, Loetoeng Kasaroeng merupakan film lokal pertama diputar di berbagai bioskop di Bandung, antara lain di Elita dan Oriental Bioscoop. Film yang diproduksi NV Java Film Company itu juga diputar di Bioskop Majestic, di kawasan elit Jalan Braga, Bandung. Bentuk bangunan Majestic digarap arsitek ternama Ir. Wolff Schoemaker. Majestic selesai dibangun pada tahun 1925.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
10
Tahun 1934 Tanggal 13 September dibentuk Persatuan Bioskop Hindia Belanda (Nederlandsch Indiesche Bioscoopbond) di Jakarta. Tahun 1936 Menurut Ketua Badan Pertimbangan Perfilman Nasional (BP2N) HM Johan Tjasmadi - ia baru meluncurkan buku 100 Tahun Bioskop di Indonesia terdapat 225 bioskop yang ada di Hindia Belanda. Bioskop tersebut antara lain hadir di Bandung (9 bioskop), Jakarta (13 bioskop), Surabaya (14 bioskop) dan Yogyakarta (6 bioskop). Tahun 1942-1945 Sebelum Jepang masuk ada sekitar 300 gedung bioskop di Indonesia. Jumlah itu berkurang tinggal 52 gedung yang tersebar di Jakarta, Yogyakarta, Semarang, Surabaya, Malang. Yang pertama tersingkir adalah bioskop menengah-bawah. Banyak gedung bioskop alih fungsi menjadi gudang penyimpanan bahan pokok. Film pada masa itu dianggap tidak menarik karena berisi propaganda Jepang. Harga tiketnya pun terbilang mahal. Tahun 1945 Pasca kemerdekaan, muncul tiga lembaga perfilman: Perusahaan Produksi Film, Perusahaan Peredaran Film, dan Perfini (Perusahaan Film Nasional Indonesia). Tahun 1951 Bioskop Metropole resmi beroperasi. Pemutaran film Annie Get Your Gunmenandai mulai beroperasinya Metropole di kawasan Menteng, Jakarta. Rahmi Rachim Hatta - istri Wakil Presiden Mohammad Hatta, Haji Agus Salim dan Sultan Hamengkubuwono IX meresmikan bioskop berkapasitas 1.500 tempat duduk. Bioskop bergaya art deco itu dirancang oleh Liauw Goan Seng. Dalam
http://digilib.mercubuana.ac.id/
11
perjalanannya Metropole bolak-balik ganti nama. Warga Jakarta sempat mengenalnya dengan sebutan bioskop Megaria. Tahun 1955 Festival Film Indonesia (FFI) pertama, 30 Maret – 5 April 1955. Lewat Djam Malam, dengan sutradara Usmar Ismail tampil sebagai film terbaik. FFI berlangsung di Metropole dan Cathay. Di bioskop itu pula pada 10 April 1955 lahir PPBSI (Persatuan Pengusaha Bioskop Seluruh Indonesia). Tahun 1960 Gara-gara politik sempat terjadi pemboikotan film-film Amerika, Beberapa gedung bioskop sempat dibakar Film dari Rusia, India, Melayu, Filipina mulai banyak beredar. Jika pada tahun 1960 jumlah bioskop di Indonesia sudah mencapai 890, pada tahun menjelang peristiwa G30S/Pki tinggal 350 saja.Pada awal Orde Baru 1966 film Amerika kembali bisa ditonton masyarakat umum. Tahun 1970 PPBSI dan beberapa organisasi sejenis sepakat melebur menjadi GPBSI (Gabungan Pengusaha Bioskop Seluruh Indonesia) pada Desember 1970. Di sisi lain akibat dibukanya kesempatan untuk mengimpor film jumlah bioskop pada tahun 1969-1970 di Indonesia tercatat 653 bioskop. Jumlah itu meningkat pada tahun 1973 menjadi 1.081. Tahun 1987
Gambar 2.3. Alm. Sudwikatmono (76 tahun) Pendiri grup Bioskop 21 (Sumber : Vandi182)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
12
Mulai diperkenalkan bioskop sinepleks yang dikenal sebagai “21” yang dikelola oleh perusahaan Subentra milik pengusaha Sudwikatmono. Kartika Chandra Theater di Jalan Jenderal Gatot Subroto adalah salah satu yang pertama memperkenalkan konsep satu gedung empat ruang bioskop. Penjaga loket dan pintu bioskop terdiri dari cewek-cewek cantik dengan baju batik dan rok panjang. Jumlah sinepleks makin banyak hingga ke kota lain. Sinepleks dibangun di pusat perbelanjaan, kompleks pertokoan atau di dalam mal yang notabene menjadi tempat nongkrong anak muda. Tahun 1990an Konsep sinepleks membuat jumlah ruang pemutaran bioskop bertambah. Tahun ini ada 3.048 layar. Dengan fasilitas yang nyaman, orang lebih tertarik nonton di sinepleks. Bioskop non-21 mulai berguguran, kalah bersaing. Sementara film nasional yang biasanya melayani kalangan itu seperti tidak punya tempat. Jumlah produksi film nasional pun merosot. Di sisi lain, bioskop di Indonesia hampir seluruhnya dikuasai oleh jaringan sinepleks 21. Di tahun 90an film2 hollywood mulai masuk ke Indonesia dengan kualitas gambar, cerita, sound dan efek yg blm pernah ada di indonesia sehingga masyarakat lupa akan film2 indonesia dan perfilman indonesia mengalami masa suram. Di tahun ini juga masa suram untuk bioskop independen non 21 karena banyak yg gulung tikar dan berubah fungsi karena kalah saing dengan bioskop 21. Tahun 2000an Kelompok sinepleks 21 meluncurkan bioskop dengan konsep satu kelas di atas 21 biasa, XXI dan The Premiere. Tahun 2007 Blitzmegaplex hadir pertama kali di Paris Van Java, Bandung. Selanjutnya di Grand Indonesia Jakarta. Konsepnya sama, multilayar, namun dengan teknologi audio dan visual yang lebih canggih. Juga pelayanan yang lebih memudahkan serta menyatu dengan sarana lain di sekitar bioskop seperti restoran. Di awal tahun 2000an juga adalah kebangkitan per-filman indonesia dengan munculnya film "Ada Apa Dengan Cinta " disusul dengan film horor lokal " Jelangkung ".
http://digilib.mercubuana.ac.id/
13
Tahun 2011 - Sekarang Tanggal 18 Februari. Berita bahwa film impor sejak 18 Februari tak akan beredar lagi di bioskop di Indonesia merebak. Media massa melansir berita: Ikatan Perusahaan Film Impor Indonesia (Ikapifi) tidak akan mengimpor film-film dari luar Indonesia. Begitu juga dengan Motion Picture Association of America (MPAA) menolak mendistribusikan film-film produksi Hollywood. Aksi itu dilakukan sebagai protes atas kebijakan Direktorat Jenderal Bea Cukai yang menerapkan bea masuk atas hak distribusi film impor. Bea masuk itu dianggap sebagai sesuatu yang tidak lazim dalam praktek bisnis film di seluruh dunia. Namun setelah sekitar tiga bulan bioskop hanya diisi film lokal dan film asing dan sepi peminat, ada harapan publik film Indonesia bisa kembali menonton film Hollywood. Pada 18 Mei Dirjen Bea Cukai Kementerian Keuangan Agung Kuswandono, di Kantor Kementerian Keuangan mengatakan, “Tunggakan salah satu importir besar yang sudah dibayarkan Rp 9 miliar, jadi mereka boleh impor film lagi, tapi harus sesuai dengan aturan yang ada.” Tinggal dua importir besar lagi yang belum melunasi tunggakan karena masih dalam proses banding. 2.1.4. Klasifikasi Bioskop Klasifikasi bioskop berdasarkan lokasi, bioskop terbagi menjadi 3, yaitu : 1. Key city, bioskop yang berada di kota-kota besar yang memilki potensi pasar yang handal atau kota utama. 2. Sub key city, bioskop yang berada di kota-kota yang cukup punya potensi. 3. Up country, bioskop yang berada di kota kecil yang biasa juga disebut kota penunjang yang terletak di sekitar- kota menengah. Berdasarkan lokasi tersebut film-film yang ditayangkan memilki urutan dari key city ke sub key city dan terakhir ke up country. Klasifikasi bioskop berdasarkan banyaknya layar (EdisonNianggolan, 1993), bioskop dibagi menjadi:
http://digilib.mercubuana.ac.id/
14
1. Bioskop tradisional atau konvensional Bioskop ini hanya mempunyai layar tunggal. Film yang ditawarkan kurang bervariasi, tetapi memilki kapasitas yangbesar. 2. Bioskop Cineplex Bioskop ini mempunyai layar lebih dari satu, sehingga filmyang ditayangkan lebih variatif. Memiliki ruang pertunjukan yang banyak dengan tempat duduk yang lebih sedikit. 2.1.5 Klasifikasi Bioskop Mini Klasifikasi bioskop min berdasarkan data (Pandu, 2003) meliputi: 1. Klasifikasi berdasar daya tampung Kapasitas kecil : kapasitas 2-4 tempat duduk Kapasitas sedang : kapasitas 8-16 tempat duduk Kapasitas besar : kapasitas 20 tempat duduk 2. Periode pemutaran film Periode pemutarn film I (first round movie) Periode pemutaran film II (second round movie) Periode pemutaran film III ( third round movie) 3. Persyaratan ruang Kualitas ruang Kualitas pandang visual Kualitas akustik/ sound system Air Handling Unit (AHU) 4. Electrical Power Sumber tenaga listrik berasal dari PLN Sumber tenaga listrik berasal dari generator set 2.1.6. Kualitas Pandang Visual Cinema Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan kualitas pandang visual yang nyaman diantaranya adalah 1. Layar Proyeksi
http://digilib.mercubuana.ac.id/
15
Layar proyeksi berlubang agar dapat ditembus suara. Jarak layar bioskop dari dinding THX setidaknya 120 cm. Layar proyeksi besar diatur dengan radius ke urutan kursi terakhir. Sisi layar proyeksi besar terletak pada minimal 120 cm di atas lantai. Jarak minimum penonton dengan layar.
Gambar 2.4. Kemiringan lantai cinema sumber: dokumen pribadi Jarak minimum penonton dengan layar maksimal 300 cm dari urutan kursi pertama ke tengah layar. 2.1.7. Fungsi Bioskop Mini Bioskop Mini merupakan wadah bagi masyarakat untuk menikmati pertunjukkan film, dimana penonton mencurahkan segenap perhatiannya dan perasaannya kepada gambar hidup yang disaksikan. Penonton akan menyaksikan suatu cerita yang seolah tampak nyata di hadapannya. Bioskop Mni merupakan salah satu dari banyak alternative seseorang untuk berekreasi. Ketajaman dan efek bunyi pada bioskop mini pun sangat menentukan kepuasan masyarakat yang sedang menyaksikan sebuah pertunjukan film. 2.1.8. Tinjauan Elemen Pembentuk Ruang Elemen Pembentuk Ruang adalah struktur wadah ruang kegiatan di identifikasikan sebagai lantai, dinding, dan langit-langit/Plafond yang menjadi satu kesatuan struktur dalam sehari-hari. Elemen pembentuk ruang terdiri dari : a.Lantai Selain berfungsi sebagai penutup ruang bagian bawah, lantai berfungsi sebagai pendukung beban dan benda-benda yang ada diatasnya seperti perabot,
http://digilib.mercubuana.ac.id/
16
manusia sebagai civitas ruang, dengan demikian dituntut agar selalu memikul beban mati atau beban hidup berlalu lalang diatasnya serta hal-hal lain yang ditumpahkan diatasnya. (Mangunwijaya, 1980 : 329). Dalam kelangsungan kegiatan, pemilihan jenis pelapis lantai akan ditinjau dari macam atau jenis kegiatannya,
dan
pada
umumnya
dikenal
beberapa
klasifikasi
dari
penyelesaianlantai seperti berikut: untuk lantai keras sifat pemakaian lebih baik dan banyak menguntungkan, karena pembersihan yang mudah. Sedangkan lantai yang jenisnya medium lebih bersifat hati-hati. Syarat-syarat bentuk lantai antara lain: Kuat, lantai harus dapat menahan beban. Mudah dibersihkan. Fungsi utama lantai adalah sebagai penutup ruang bagian bawah. lainnya adalah untuk mendukung beban-beban yang ada di dalam ruang. (Ching,1996) Selain itu elemen horizontal bawah juga dapat divariasikan dengan dinaikkan atau ditenggelamkan. Semakin banyak beda ketinggian elemen horizontal bawah dengan sekitarnya, 'rasa' keterpisahan ruangnya semakin kuat. b. Dinding Dinding bangunan dari segi fisika bangunan memiliki fungsi antara lain : 1) Fungsi pemikul beban di atasnya dinding harus kuat bertahan terhadap 3 kekuatan pokok yaitu tekanan horizotal, tekanan vertikal, beban vertikal dan daya tekuk akibat beban vertikal tersebut. 2) Fungsi pembatas ruangan, pembatasan menyangkut penglihatan, sehingga manusia terlindung dari pandangan langsung, biasanya berhubungan dengan kepentingan – kepentingan pribadi atau khusus. (Mangunwijaya, 1980 : 339).
http://digilib.mercubuana.ac.id/
17
Warna dinding juga berpengaruh pada kesan ruang, warna-warna yang mengkilat lebih banyak memantulkan sinar sebaliknya warna buram kurang memantulkan sinar. Warna warna yang terang memberikan kesan ringan dan luas pada suatu ruang, sedangkan warna gelap memberikan kesan berat dan sempit (Suptandar, 1982; 46). Selain warna, dinding juga merupakan bidang yang secara leluasa dapat dihias sesuai dengan selera. Cara menghias dinding menurut Pamuji Suptandar (1985: 30) : 1) Membuat
motif-motif
dekorsi
dengan
digambar,
dicat,
dicetak,
diaplikasikan dan dilukis secara langsung didinding. 2) Dinding ditutup atau dilapisi dengan bahan yang ornamentik atau dengan memasang hiasan-hiasan yang ditempel pada dinding. Berikut kesimpulan arsitek Benyamin A. Handler dengan cara menghayati besaran ruangan sebagai berikut: 1. Ruang yang rendah supaya terkesan tinggi Seluruh dinding ditempel dengan pelapis yang bermotif garis-garis tegak lurus. Pelapis dinding ditempel sampai ceiling tanpa ada pembatas diantaranya. Ceiling diberi penyinaran yang terang direct light, ataupun indirect light. 2. Ruang tinggi agar terasa rendah Menempelkan pelapis dinding dengan motif yang sejajar secara horizontal. Pelapis dinding ditempel sampai ceiling. Pelapis dinding yang serupa juga ditempel pada ceiling. Penyinaran diarahkan ke arah lantai. 3. Ruang kecil agar tampak memanjang Memasang pelapis dinding pada salah satu sisi dengan permainan dan penekanan pada warna supaya kontras. Pada ceiling dipasang motif bergaris lurus memanjang.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
18
Pada dinding tatapan dipakai warna ringan jika dibanding dengan warna yang bersebelahan. 4. Ruang kecil agar terkesan besar Menggunakan pelapis pada sisi dan ceiling dengan warna yang cerah, bermotif lembut. Menggunakan pelapis dinding bermotif garis tegak lurus dan menghindari warna kuat. Pelapis memberi efek mengkilap dengan bahan sutra tetapi bila mengkilapnya terlampau banyak akan membosankan. Sedapat mungkin dibuat bukaan-bukaan dengan dinding-dinding kaca agar tampak menyatu dengan alam luar (exterior). 5. Ruang luas supaya tampak sempit Keempat dinding diberi pelapis warna-warna tua/kuat. Motif pola dengan pola-pola besar. Pelapis dinding bergaris diagonal dengan warna kuat Warna dinding juga berpengaruh pada kesan ruang, warna-warna yang mengkilat lebih banyak memantulkan sinar sebaliknya warna buram kurang memantulkan sinar. Warna-warna yang terang memberikan kesan ringan dan luas pada suatu ruang, sedangkan warna gelap memberikan kesan berat dan sempit (Suptandar, 1982; 46). Selain warna, dinding juga merupakan bidang yang secara leluasa dapat dihias sesuai dengan selera. Cara menghias dinding menurut Pamuji Suptandar (1985: 30): 1) Membuat motif-motif dekorsi dengan digambar, dicat, dicetak, diaplikasikan dan dilukis secara langsung didinding. 2) Dinding ditutup atau dilapisi dengan bahan yang ornamentik atau dengan memasang hiasan-hiasan yang ditempel pada dinding.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
19
Ketiga elemen ini secara bersama membentuk suatu ruang, dengan kualitas ruang tertentu. Setiap pilihan mempunyai konsekuensi tersendiri terhadap kualitas ruang yang terbentuk. Sebagai contoh, jika memilih membentuk ruang dengan hanya menggunakan elemen horizontal yang divariasikan dengan warna tetapi ketinggiannya sama dengan sekitarnya, maka akan terbentuk rasa ruang yang terbuka, karena masih bisa melakukan kontak secara fisik dan visual dengan segala yang ada di luar ruang tersebut. Hal ini berbeda sekali jika membentuk ruang dengan menggunakan elemen horizontal atas dan bawah serta elemen vertikal berupa dinding-dinding yang masif. Rasa ruang yang didapatkan adalah rasa tertutup. c. Plafond Pengertian istilah ceiling/langit-langit/plafond, berasal dari kata “ceiling”, yang berarti melindungi dengan suatu bidang penyekat sehingga terbentuk suatu ruang. Secara umum dapat dikatakan: Ceiling adalah sebuh bidang (permukaan) yang terletak di atas garis pandang normal manusia, berfungsi sebagai pelindung (penutup) lantai atau atap dan sekaligus sebagai pembentuk ruang dengan bidang yang ada dibawahnya. Fungsi ceiling memiliki berbagai kegunaan yang lebih besar dibandingkan dengan unsur-unsur pembentuk ruang (space) yang lain (seperti dinding atau lantai). antara lain: 1) Pelindung kegiatan manusia, dengan bentuknya yang palig sederhana, ceiling sekaligus berfungsi sebagai atap. 2) Sebagai pembentuk ruang, ceiling bersama-sama dengan dinding dan lantai membentuk suatu ruang dalam. 3) Sebagai skylight, di sini ceiling berfungsi untuk meneruskan cahaya alamiah kedalam bangunan. Banyak digunakan pada plaza-plaza, gallery, sebagai penunjuk sirkulasi menuju ke suatu tempat; atau pada hall suatu gedung. Pada dasarnya tempat-tempat tersebut disediakan untuk membuat
http://digilib.mercubuana.ac.id/
20
suasana, memberikan perasaan luas dan lapang dan sebagai area transisi (peralihan) dari arah luar menuju ke dalam bangunan. 4) Untuk menonjolkan konstruksi pada gedung-gedung untuk dekorasi, ceiling mampu mencerminkan struktur yang mendukung beban-beban. 5) Merupakan ruang atau rongga untuk pelindung berbagai instalasi, docting AC, kabel listrik, gantungan armature, loudspeaker dan lain-lain. Di balik ceiling perlu ada rongga guna keperluan pengontrolan jika terjadi kerusakan pada instalasi-instalasi. 6) Sebagai bidang penempelan titik-titik lampu. 7) Sebagai penunjang unsur dekorasi ruang dalam, terutama pada bangunanbangunan umum: restaurant, hall/lobby hotel dan lain-lain. 8) Bentuk ceiling dalam suatu bangunan dapat memperlihatkan sifat/kesan ruang tertentu, dengan membuat ketinggian atau garis-garis (material) serta struktur kesemuanya akan dinikmati langsung oleh penghuni yang berada dibawanya. Perbedaan tinggi dan bentuk ceiling dapat menunjukkan perbedaan visual atau zone-zone dari ruang yang lebih luas, dan orang dapat merasakan adanya perbedaan aktivitas dalam ruang tersebut. 2.2. Tinjauan Data Khusus 2.2.1. Pengertian Film Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi ketiga, Departemen Pendidikan Nasional, Balai Pustaka, Jakarta, 2001 ; 1. Film selaput tipis yang dibuat dari seluloid untuk tempat gambar negatif (yang akan dibuat potret) atau tempat gambar positif (yang akan dimainkan dalam bioskop). lakon (cerita) gambar hidup. 2. Sineas orang yang ahli tentang tata cara dan teknik pembuatan film.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
21
Menurut Kamus Inggris - Indonesia, An English – Indonesian Dictionary, John M. Echols dan Hassan Shadily, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta : Movie : gambar hidup, bioskop Cinema : gedung bioskop Film adalah sebuah media komunikasi audio visual yangmenampilkan rekaman realitas atau rekaan suatu realitas. 2.2.2. Persyaratan Akustik dan Sistem Tata Suara 2.2.2.1. Persyaratan Akustik Secara keilmuan, perkembangan akustik tidak terlalu banyak mengalami perubahan tetapi secara teknologi perkembangannya sangat pesat. Sistem audio merupakan gabungan antara peralatan (elektroakustik dan elektronika) dengan indera saraf manusia. Sehingga, bidang ini merupakan gabungan dari seni dan teknologi. Beberapa prinsip dasar sistem bunyi (sound reinforcementsystem) yang sebaiknya diperhatikan adalah: 1) Sistem dibuat agar memungkinkan penonton mampu mendengar dan membayangkan bunyi yang arahnya berasal dari sumber. 2) Sistem dibuat dengan cacat artikulasi suaranya rendah agar terjadi kemudahan bagi pendengar untuk mengerti percakapan yang disampaikan. 3) Sistem cukup stabil sehingga tidak mudah terjadi rangkai balik (acoustical feedback) 4) Reverberation Time (waktu gema / dengung) yang optimal dirumuskan (rumus sabine) sebagai berikut: RT= 0.16 V A + xV RT = Reverberation Time (detik) V = Volume ruang (m3) A = Penyerapan ruang total (m2) x = Koefisien penyerapan udara
http://digilib.mercubuana.ac.id/
22
Kegiatan
RT tiap kegiatan (500-1000 Hz/det)
Ruang kuliah
1
Sinema
1,4
Gedung theater
1,6
Music hall
1,8
Opera house
2
Concert hall
2,2 Tabel 2.1: Persyaratan RT tiap jenis kegiatan Sumber: Akustik Lingkungan
5) Adanya distribusi yang merata di seluruh daerah ruangan. Sistem tata suara diperhatikan dengan tujuan: Menguatkan tingkat bunyi sesuai dengan keperluan Menyediakan fasilitas pemanggilan dan pengumuman Memberi tanda bagi tindakan dalam keadaan darurat Suatu sistem tata suara umumnya terdiri dari: Sumber bunyi recorder-player. Mixer, merubah tanggapan frekwensi sinyal listrik dari tiap komponen sumber mencampur sinyal dan meneruskan kemudian diproses ke power amplifier : Amplifier Speaker Tipe ruang
Ceilling
Wall treatment
Kantor, ruang
Semua
Tidak membutuhkan
Lobby, koridor
Semua
Membutuhkan
Ruang kelas, ruang
Per-bagian
Membutuhkan
referensikecil, perpustakaan
rapat
http://digilib.mercubuana.ac.id/
23
Cafe, bar, plaza
Per-bagian
Auditorium, theater,
Ruang ini dibutuhkan
audio visual
pengamatan khusus untuk
Tidak membutuhkan
mengkondisikannya menurut kuantitas dan lokasi perlakuan akustik Tabel 2.2: Perlakuan sound absorbsing untuk ruang Sumber: Susendra, Cineplex di Yogyakarta (skripsi), UAJY, 2003 Selain itu, perlu diperhatikan pula masalah penyerapan bunyi/absorbsi. Sesuai dengan karakteristik materialnya, sebuah bidang batas selain dapat memantulkan kembali gelombang bunyi yang dating, juga dapat menyerap gelombang bunyi. Penyerapan bunyi ini akan mengakibatkan berkurang/ menurunnya energi bunyi yang menimpa bidang batas tersebut. penyerapan oleh elemen pembatas ruangan sangat bermanfaat untuk mengurangi kebisingan didalam ruang. Oleh karena kemampuan jenis absorbsi suatu material berubah-ubah sesuai frekuensi yang ada, maka ada beberapa jenis absorber yang sengaja diciptakan untuk efektif pada frekuensi tertentu. Jenis-jenis absorber yang sering dijumpai adalah: Material berpori Panel penyerap Rongga penyerap Tiap material akustik memiliki karakter dan kemampuannya masing-masing. Material akustik dapat digunakan sebagai diffuser/pemantul bunyi ataupun sebagai absorber/ penyerap bunyi.2 1. Material Akustik sebagai Diffuser Pemantulan bunyi menggunakan hukum sudut datang = sudut pantul. Permukaan material yang datar, keras, dan licin akan menciptakan pemantulan bunyi yang sempurna. Terkadang, pemantulan yang seperti ini merusak akustik ruang. Untuk itu, perlu diberikan perlakuan khusus terhadap material akustik,
2
Mediastika, Christina Eviutami. 2009. Material Akustik Pengendali Bunyi pada Bangunan. Yogyakarta: Penerbit Andi.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
24
sehingga material tersebut bisa menjadi diffuser yang mendukung akustik ruang, bukan malah merusak. Permukaan material yang datar, keras, dan licin dapat diganti material yang memiliki permukaan datar, keras, dan kasar. Atau diganti material dengan permukaan heterogen (pantul-serap). Permukaan yang kasar, menyebabkan difusi tidak lagi mengikuti hukumsudut dating = sudut pantul. Dengan adanya material diffuser ini, gelombang bunyi akan dipantulkan menjadi beberapa gelomang bunyi dengan kekuatan pantul yang lebih kecil secara merata 2. Material Akustik sebagai Absorber Selain digunakan sebagai pemantul bunyi, material akustikjuga dapat digunakan sebagai penyerap bunyi. Kemampuan serap bunyi suatu material dipengaruhi oleh ketebalan, rongga udara dan kerapatan. Frekuensi bunyi juga menentukan material jenis apa yangharus digunakan. Ada beberapa jenis material penyerap yang sering digunakan, antara lain: a.
Material bersifat porus,Material bersifat porus/ lunak dengan pori-pori yang sangatkecil tidak selalu menjadi material yang baik sebagaipenyerap segala bunyi. Penyerapan yang terjadi,bergantung pada frekuensi bunyi yang mengenainya.Penyerapan bunyi terjadi dengan baik untuk bunyibunyidengan frekuensi tinggi. Contoh material ini adalah spons.Korden atau tirai juga juga dapat dimasukkan kedalam jenisini.
Gambar 2.5.Material Akustik bersifat Porus sumber: hotfrog.co.id b.
Material berpori (perforasi), Material jenis ini memiliki lubang yang cukup besar dan asat mata, berbeda dengan material bersifat porus yang cenderung tidak kasat mata pori-porinya. Material ini menyerap dengan baik bunyi pada frekuensi 200 Hz s/d 2.000 Hz.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
25
Gambar 2.6.Material Akustik berpori sumber: Koleksi Pribadi c.
Material berserat, Material ini sering dijumpai, contohnya adalah rockwool atau glasswool. Material penyerap ini mampu menyerap bunyi dengan jangkauan frekuensi yang lebar dan sifatnya juga tidak mudah terbakar. Kelemahan material jenis ini adalah permukaannya yang berserat halus digunakan dengan hati-hati, sehingga serat-serat yang halus tidak terlepas. Karpet juga termasuk dalam kelompok material berserat dengan kemampuan serap yang cukup baik.
Gambar 2.7.Material Akustik berserat sumber: cvliberton.blogspot.com d.
Material berserat yang dilapisi, karena serat dari material berserat yang mudah lepas, maka kadang penggunaannya dilapisi dengan material lain. Selain itu, dengan adanya penggunaan material pelapis, tingkat penyerapan juga akan berubah. Biasanya, material pelapis yang digunakan adalah membrane tidak tembus dan panel berpori. Biasanya, material pelapis yang digunakan adalah membrane tidak tembus dan panel berpori. Bila dilapisi membrane tidak tembus, penyerapan bunyi dengan frekuensi rendah akan meningkat, namun menjadi kurang baik dalam menyerap bunyi berfrekuensi tinggi. Sedangkan bila dilapisi dengan panel berpori, besaran dan jumlah pori pada panel harus diperhitungkan agar tidak mengubah kemampuan serap bahan berserat didalamnya. Untuk
http://digilib.mercubuana.ac.id/
26
panel pelapis yang lebih tipis, lubang pori-pori sejumlah 15-20% dianggap cukup. Untuk panel pelapis yang lebih tebal (kayu), presentase lubangnya harus lebih besar. Pada semua jenis dan ketebalan panel, bila presentase lubang pori-pori kurang dari 15%, maka material akustik ini hanya akan mampu menyerap dengan baik bunyi dengan frekuensi rendah, tidak baik untuk bunyi frekuensi tinggi.
Gambar 2.8.Material Akustik berserat dilapisi panel kayu sumber: http://www.keystoneacoustics.com.ou/ e.
Panel penyerap, Penyerap model panel terdiri dari papan rigid seperti lembaran kayu, lembaran kayu lapis atau material lain dalam bentuk lembaran yang dipasang dalam jarak tertentu (berongga) dari bidang batas permanen (misalnya dinding). Rongga yang terbentuk dapat hanya berisi udara atau diisi dengan material berserat. Panel ini cocok di gunakan untuk menyerap bunyi berfrekuensi rendah, biasanya memiliki modul-modul tertentu.
Gambar 2.9.papan rigid seperti lembaran kayu sumber: ciptaindahsungkai.com f. Bass Traps. Material penyerap ini digunakan untuk mengendalikan bunyibunyi dengan frekuensi sangat rendah. Terkadang bass traps dijumpai sebagai bagian dari konstruksi ruangan karena dimensinya yang sangat amat besar, hampir dapat menutupi seluruh bagian dinding.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
27
Gambar 2.10.bass traps sumber: ciptaindahsungkai.com 2.2.2.2. System Tata Suara 1) Sistem tata suara elektronik diperhatikan dengan tujuan: Menguatkan tingkat bunyi sesuai dengan keperluan, Menyediakan fasilitas pemanggilan dan pengumpulan, Memberi tanda atau instruksi-instruksi tindakan saat keadaan darurat/ bahaya.· 2) Sistem tata suara elektronik dasar umum terdiridari: Sumber
bunyi
(seperti:
microphone,
recorder-player):
mengubah
gelombang bunyi (energi bunyi) menjadi sinyal listrik. Mixer: mengubah tanggapan frekuensi sinyal listrik dari tiap komponen sumber, mencampur sinyal listrik, kemudian meneruskannya ke power amplifier. Amplifier (penguat): menguatkan sinyal listrik. Loudspeaker (pegeras suara/ pelantang): mengubah sinyal listrik yang telah diperkuat menjadi gelombang bunyi lagi yang lebih keras daripada bunyi asli. 3) Letak sumber bunyi dinaikkan untuk menjamin aliran gelombang bunyi langsung ke arah penonton.· 4) Sumber bunyi harus dikendalikan (ajusted) guna menjamin aliran gelombang bunyi supaya langsung sampai pada tiap pendengar yang berjarak 1 – 1,5 m. 5) Sumber bunyi harus dikelilingi oleh permukaan-permukaan pemantul bunyi (plaster, gypsum board, plywood, plexiglass, papan plastik kaku, dan lain-
http://digilib.mercubuana.ac.id/
28
lain) yang besar dan banyak untuk memberikan energi bunyi pantul tambahan pada tiap bagian daerah penonton, terutama pada tempat duduk yang jauh. 6) Bila di samping sumber bunyi utama terdapat sumber bunyi tambahan di bagian lain ruang, maka sumber bunyi tambahan ini juga harus dikelilingi oleh permukaan pemantul bunyi. 7) Suara stereo di sepanjang bagian layar dan ke depan maupun ke belakang tersedia pada film 70 dengan menggunakan 5 jalur pengeras suara di belakang layar, dan jalur ke-6 untuk pengeras suara auditorium. 8) Layar lebar dengan sumber suara samping dihindari, karena dapat menimbulkan permasalahan akustik. 9) Sistem penguat bunyi (sound-reinforcing system) yang dirancang dengan baik harus terintegrasi dengan akustik bangunan sehingga akan mendukung transmisi alami bunyi dari sumber ke pendengarnya. Sistem tersebut harus menjaga bunyi di dalam ruang terdistribusi dengan baik, dan dengan kekerasan yang cukup. Tidak boleh sama sekali ada anggapan bahwa sistem penguat bunyi dapat menggantikan akustik bangunan yang baik. Dalam banyak kasus, sistem bunyi bahkan dapat membuat akustik bangunan menjadi lebih buruk. 10) Faktor utama yang harus diperhatikan dalam menata suara di ruang terbuka (outdoor) antara lain: kondisi lingkungan, luas lahan/ lapangan, arah angin, sumber kebisingan, jarak penonton dari layar, serta kondisi peralatan yang memadai. 11) Ada 4 tipe penempatan loudspeaker pada sistem bunyi elektronik: Terpusat (central cluster) Yaitu sekelompok speaker yang diletakkan di atas sumber bunyi asli, setinggi 7-13 m dan agak ke depan (manusia tidak terlalu peka terhadap pergeseran sumber bunyi secara vertikal, tetapi lebih peka terhadap pergeseran secara horizontal). Pertimbangan pada tipe terpusat (central cluster):
http://digilib.mercubuana.ac.id/
29
-
Tidak boleh ada penghalang antara speaker dan penonton, seolah-olah penonton dapat melihat speaker, karena frekuensi tinggi sangat fokus/ mengarah (directional).
-
Perbandingan antara jarak dari masing-masing speaker nada tinggi ke penonton terjauh dan terdekat (d2/d1) harus kurang dari 2. Speaker nada tinggi harus diarahkan langsung ke penonton sehingga bunyinya tidak dipantulkan oleh permukaan ruangan.
Tersebar (distributed) Yaitu perletakan rangkaian speaker di atas penonton secara merata dengan jarak antar speaker yang konstan/ tetap. Setiap loudspeaker mengeluarkan bunyi yang tidak terlalu kuat untuk melayani area yang tidak terlalu luas di bawahnya. Tipe ini digunakan untuk ruangan dengan ketinggian rendah (langit-langit relatif pendek), yaitu kurang dari 7 m , sehingga tidak memungkinkan memakai tipe terpusat. Pertimbangan pada tipe tersebar (distributed) -
Ketinggian langit-langit (H) < 7 m.
-
Loudspeaker harus disusun sedemikian rupa sehingga setiap penonton dapat mendengar langsung dari speaker terdekat.
-
Mungkin diperlukan alat penunda sinyal (signal delay) untuk menghindari gema buatan (artificial echo) akibat bunyi dari speaker terdekat lebih dulu terdengar daripada bunyi dari sumber bunyi asli, apabila perbedaan jarak tempuhnya > 10 m dan tingkat intensitas bunyi dari sumber bunyi asli 5 –10 dB lebih besar daripada bunyi dari speaker terdekat tadi.
-
Sistem tersebar dengan penunda sinyal harus digunakan di ruangan yang menunjang atau untuk mendukung sistem terpusat, terutama di bawah balkon.
Terpadu dengan kursi (seat-integrated) Yaitu meletakkan speaker secara terpadu di belakang kursi. Tipe ini biasa diterapkan di gereja, ketika bunyi yang pelan tetapi jelas dan merata diperlukan. Biasanya speaker diletakkan di belakang sandaran kursi ke-n,
http://digilib.mercubuana.ac.id/
30
dan bunyinya akan didengar oleh orang yang duduk di belakang kursi ke-n tersebut. Sedangkan orang yang ke-n tersebut akan mendengar dari speaker di belakang sandaran kursi di depannya (kursi ke n-1). Kombinasi dari tipe-tipe di atas. Untuk kombinasi tipe terpusat dan tersebar, diperlukan alat penunda bunyi (initial time delay) agar bunyi dari speaker di deretan belakang menunggu datangnya bunyi dari speaker terpusat di depan, agar bunyi dari speaker depan dan belakang dapat berjalan bersamaan/ tepat waktu. Jika tidak, maka penonton yang duduk di belakang akan mendengar bunyi dari speaker belakang lebih dulu (karena dia lebih dekat) baru kemudian bunyi dari speaker depan, membuat bunyi jadi terdengar bersahut-sahutan. Ini tentu sangat mengganggu dan tidak alami. 3 2.2.3. Tinjauan Tentang Ergonomi dan Antropometri 2.2.3.1. Ergonomi Ergonomi merupakan bidang riset ilmiah dengan cakupan luas yang memiliki banyak aplikasi dalam desain dan perencanaan arsitektural dan interior. Beberapa aplikasi jauh diluar pertimbangan perencanaan ruang, seperti faktor kenyamanan dalam desain atau faktor produktivitas dan kenyamanan dalam desain pencahayaan. Sebaliknya, banyak riset ergonomi secara langsung berkaitan dengan isu perencanaan ruang dalam bangunan secara umum sebagaimana juga dalam ruang kecil yang fungsional. Yang paling bisa diaplikasikan dari faktor-faktor ergonomi ini adalah yang berkaitan dengan dimensi/ukuran manusia, menyediakan informasi yang diperlukan mengenai perencanaan ukuran dan jeda ruang (clearance). Meskipun riset ergonomi sebagian besar melibatkan populasi manusia dewasa, beberapa riset dilakukan dengan populasi khusus seperti anak kecil dan manula.4
3 4
Fisika Bangunan 2, Prasasto Satwiko,2004: 148
Mark Karlen, Dasar-dasar Perencanaan Ruang (Jakarta: Erlangga, 2004), 48.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
31
2.2.3.2. Antropometri Antropometri memperhatikan perilaku spasial manusia. Penentuan jarak spasial ini menjadi penting, karena proyek yang diambil difokuskan pada Bioskop Mini dengan tuntutan kenyamanan pengguna. Kebutuhan ruang / jarak spasial yang diperlukan : Antropometri Lobby
Gambar 2.11: Standart Dimensi Lobby (Sumber : Francis D.K. Ching)
Gambar 2.12: Standart Dimensi Receeption (Sumber : Julius Panero & Martin Zelnik, Jakarta: Erlangga, 2003, 189) Antropometri Cafe
http://digilib.mercubuana.ac.id/
32
Gambar 2.13: Standar Perabotan Dalam Cafe (Sumber : Julius Panero & Martin Zelnik, Jakarta: Erlangga, 2003, 219) Antropometri Dalam Bioskop Mini
Gambar 2.14: Display Untuk Pengamat Berkelompok (Sumber : Julius Panero & Martin Zalnik, Jakarta: Erlangga, 2003, 299)
Gambar 2.15: Jarak Dari Layar Sampai Baris Duduk Pertama (Sumber : Julius Panero & Martin Zalnik, Jakarta: Erlangga, 2003, 297)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
33
Gambar 2.16: Tempat Duduk Berundak (Sumber : Julius Panero & Martin Zalnik, Jakarta: Erlanga, 2003, 298)
Gambar 2.17: Tempat Duduk Berundak/Pandang Dua Baris (Sumber : Julius Panero & Martin Zalnik, Jakarta: Erlanga, 2003, 298)
Gambar 2.18: Tempat Duduk Yang Diatur Berselingan (Sumber : Julius Panero & Martin Zalnik, Jakarta: Erlanga, 2003, 298)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
34
Gambar 2.19: Antropometri Perbandingan/Pengamat Pada Posisi Berdiri Dan Duduk (Sumber : Julius Panero & Martin Zalnik, Jakarta: Erlanga, 2003, 297)
Gambar 2.20: Pengamat Wanita (Sumber : Julius Panero & Martin Zalnik, Jakarta: Erlanga, 2003, 293)
Gambar 2.21: Pengamat Pria (Sumber : Julius Panero & Martin Zalnik, Jakarta: Erlanga, 2003, 293)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
35
2.2.4. Tinjauan Tentang Warna Warna punya peranan penting dalam kehidupan manusia. Adanya asosiasi yang kuat dengan emosi, warna bisa membangkitkan energi dan menimbulkan mood atau perasaan tertentu, bahkan mampu mengungkapkan kepribadian seorang manusia. Warna memiliki kekuatan untuk menyembuhkan dan menyeimbangkan emosi, serta dapat menciptakan keselarasan pada ruang-ruang dalam. Dengan pemilihan warna yang tepat, ruang dengan suasana damai untuk bersantai atau ruang yang penuh semangat untuk bersosialisasi akan dapat terwujud. (Colour Therapy: Pengaruh dan Kekuatan Warna dalam Kehidupan 159) Tiap-tiap warna memancarkan reaksi tertentu, berikut adalah pengaruh warna: Merah Warna merah akan menunjukkan bahwa orang tersebut bersifat ekstrover, pribadi yang intergratif dengan dunia luar mudah menyesuaikan diri dengan dunia, orang yang penuh vitalis dan lebih dikuasai oleh dorongan hatinya. Kuning Warna kuning menghubungkan dengan gangguan jiwa yang ekstrem, yaitu genius atau lemah pikiran. Selain itu warna kuning juga disukai oleh orang yang mempunyai suatu pembawaan intelektual. Hijau Warna hijau sering menjadi pilihan orang yang mempunyai kedudukan sosial yang tinggi, mempunyai kesempatan banyak bicara, dan selera makan yang tinggi. Biru Warna biru memiliki karakter sejuk, pasif, tenang dan damai.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
36
Coklat Warna coklat memiliki karakter keras kepala, cermat, teliti, dan seksama. Jingga Warna jingga dihubungkan dengan ramai dan ramah. Ungu Warna ungu memiliki karakter sejuk, negatif, mundur, hampir sama dengan biru tetapi lebih tenggelam dan khidmat, mempunyai karakter murung dan menyerah. Putih Warna putih memiliki karakter positif, merancang, cemerlang, ringan, dan sederhana. Abu-abu Warna abu-abu melambangkan ketenangan, sopan, dan sederhana. Hitam Warna hitam melambangkan kegelapan, gelap, dan lambang misteri. Warna hitam juga menunjukkan sifat-sifat yang positif, yaitu sikap tegas, kukuh, formal, kuat. Hideaki Chijiwa dalam bukunya Color Harmony membuat klasifikasi lain dari warna-warna, ia pun mengambil dasar dari karakteristiknya yaitu: Warna panas/hangat Sifatnya
: positif, agresif, aktif, merangsang.
Warna dingin/sejuk Sifatnya Warna tegas 5
: keluarga kuning, jingga, merah, coklat.
: keluarga hijau, biru, ungu. : negatif, mundur, tenang, tersisih, aman. : biru, merah, kuning, putih, hitam.5
Sulasmi Darmaprawira W.A., Warna, teori dan kreatifitas penggunanya, 35-49.
http://digilib.mercubuana.ac.id/