BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pusat Analisis Determinan Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyusunan teknis, pelaksanaan dan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang analisis determinan kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Berdasarkan Permenkes 64 Tahun 2015 pasal 861 dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam pasal 860, Pusat Analisis Determinan Kesehatan menyelenggarakan fungsi: 1. penyusunan kebijakan teknis di bidang analisis lingkungan strategis, analisis perilaku, dan kesehatan intelegensia; 2. pelaksanaan di bidang analisis lingkungan strategis, analisis perilaku, dan kesehatan intelegensia; 3. pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang analisis lingkungan strategis, analisis perilaku, dan kesehatan intelegensia dan; 4. pelaksanaan administrasi Pusat. Semangat reformasi telah mewarnai upaya pendayagunaan aparatur pemerintah dengan tuntutan untuk mewujudkan sistem administrasi negara yang mampu mendukung kelancaran pelaksanaan tugas penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan dengan menerapkan prinsip-prinsip good governance. Pemerintahan yang baik dan efektif, menuntut kesetaraan, integritas, profesionalisme, serta etos kerja dan moral yang tinggi. Setiap instansi pemerintah, sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan, wajib mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya, serta kewenangan pengelolaan sumber daya, berdasarkan suatu perencanaan
strategi
yang
ditetapkan
oleh
masing-masing
instansi.
Pertanggungjawaban yang dimaksud, berupa laporan yang menggambarkan Kinerja Instansi Pemerintah yang bersangkutan, yaitu Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP), melalui Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP). Laporan tersebut disampaikan kepada atasan masing-masing, Lembaga
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2016 - Pusat Analisis Determinan Kesehatan
1
Pengawasan dan Penilaian Akuntabilitas, yang akhirnya akan disampaikan kepada Presiden selaku Kepala Pemerintahan. LAKIP tahun 2016 Pusat Analisis Determinan Kesehatan disusun sebagai pertanggungjawaban atas Kinerja Pusat Analisis Determinan Kesehatan selama tahun anggaran 2016 dengan mengacu pada: 1) Peranturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja, Dan Tata Cara Reviu Atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah; 2) Perjanjian Kinerja Pusat Analisis Determinan Kesehatan 2016; 3) Peraturan Presiden RI nomor 29 tahun 2014, tentang: Sistem Akuntabilitas Instansi Pemerintah (SAKIP), Peraturan ini juga menginformasikan mengenai siklus SAKIP; dan 4) Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015 – 2019, dengan demikian, tahun 2016 ini, merupakan awal dari RENSTRA 5 (lima) tahun Kementerian Kesehatan periode 2015 – 2019. Laporan ini dapat memberikan gambaran tentang upaya yang telah dilakukan oleh Pusat Analisis Determinan Kesehatan dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya guna mencapai tujuan yang diinginkan. Hal ini sebagai bentuk pertanggungjawaban
kepada
masyarakat
bahwa
Pusat
Analisis
Determinan
Kesehatan mempunyai komitmen dan tekad yang kuat untuk melaksanakan kinerja organisasi yang berorientasi pada hasil berupa output, di samping itu, LAKIP juga dimaksudkan sebagai implementasi prinsip transparansi dan akuntabilitas yang merupakan pilar penting dalam pelaksanaan good governance. LAKIP juga berfungsi sebagai cerminan untuk mengevaluasi kinerja organisasi selama satu tahun, agar pada periode selanjutnya dapat melaksanakan kinerja dengan lebih produktif, efektif dan effisien, baik dari aspek perencanaan, pengorganisasian, manajemen keuangan, maupun koordinasi pelaksanaannya. 1.2 Maksud dan Tujuan LAKIP tahun 2016 Pusat Analisis Determinan Kesehatan, Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, merupakan bentuk pertanggungjawaban Kepala Pusat Analisis Determinan Kesehatan secara tertulis. LAKIP ini memuat keberhasilan maupun kegagalan selama pelaksanaan kegiatan tahun anggaran 2016 serta pencapaian dan evaluasi kinerja tahunan melalui tampilan lesson learn dan best practices, kepada Menteri Kesehatan melalui Sekretaris Jenderal.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2016 - Pusat Analisis Determinan Kesehatan
2
1.3 Tugas Pokok dan Fungsi, serta Struktur Organisasi 1.3.1 Tugas Pokok Berdasarkan Permenkes 64 Tahun 2015 pasal 861 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, Pusat Analisis Determinan Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyusunan teknis, pelaksanaan dan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang analisis determinan kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
1.3.2 Fungsi Pusat Analisis Determinan Kesehatan menyelenggarakan beberapa fungsi dalam melaksanakan tugasnya tersebut, yaitu: a.
Penyusunan Analisis Politik Kesehatan, Analisis Sosial Ekonomi, Analisis Perilaku Dan Kesehatan Inteligensia;
b.
Pelaksanaan Tugas Dukungan Substantif Di Bidang Analisis Politik Kesehatan, Analisis Sosial Ekonomi, Analisis Perilaku Dan Kesehatan Inteligensia;
c.
Pemantauan, Evaluasi, Dan Pelaporan Pelaksanaan Tugas Dukungan Substantif Di Bidang Analisis Politik Kesehatan, Analisis Sosial Ekonomi, Analisis Perilaku Dan Kesehatan Inteligensia;
d.
Koordinasi Pelaksanaan Revolusi Mental Di Bidang Kesehatan.
e.
Pelaksanaan Urusan Tata Usaha Dan Rumah Tangga Pusat.
f.
Pelaksanaan Fungsi Lain Yang Di Berikan Oleh Menteri.
1.3.3 Susunan Organisasi Pusat Analisis Determinan Kesehatan memiliki susunan organisasi, sebagai berikut: 1) Kepala Pusat Analisis Determinan Kesehatan; 2) Bagian Tata Usaha, yang terdiri dari: - Sub Bagian Program dan Anggaran - Sub Bagian Kepegawaian, Keuangan dan Umum 3) Bidang Analisis Lingkungan Strategis, yang terdiri dari: - Sub Bidang Analisis Politik Kesehatan - Sub Bidang Analisis Sosial dan Ekonomi. 4) Bidang Analisis Perilaku dan Kesehatan Inteligensia, yang terdiri dari:
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2016 - Pusat Analisis Determinan Kesehatan
3
- Sub Bidang Analisis Perilaku - Sub Bidang Analisis Kesehatan Inteligensia 5) Kelompok Jabatan Fungsional.
STRUKTUR ORGANISASI PUSAT ANALISIS DETERMINAN KESEHATAN
Gambar 1 Struktur Organisasi Pusat Analisis Determinan Kesehatan
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2016 - Pusat Analisis Determinan Kesehatan
4
1.4 Sistematika Penulisan LAKIP Pusat Analisis Determinan Kesehatan tahun 2016 ini menjelaskan pencapaian kinerja Pusat Analisis Determinan Kesehatan selama tahun 2016. Capaian kinerja tahun 2016 juga dapat digunakan sebagai bahan acuan dalam pelaksanaan program/kegiatan pada tahun berikutnya Sebagai penjelasannya, akan diberikan beberapa keterangan tambahan.. Dengan kerangka pikir demikian, maka sistematika penyajian LAKIP Pusat Analisis Determinan Kesehatan tahun 2016, adalah sebagai berikut: 1)
Executive Summary (Ikhtisar Eksekutif)
2)
BAB I
Pendahuluan, disajikan penjelasan umum organisasi, dengan penekanan kepada aspek strategis organisasi serta permasalahan utama (strategic issued) yang sedang dihadapi organisasi.
3)
BAB II
Perencanaan Kinerja, pada bab ini diuraikan ringkasan/ikhtisar perjanjian kinerja tahun yang bersangkutan.
4)
BAB III Akuntabilitas Kinerja, A. Capaian Kinerja Organisasi. Pada sub bab ini disajikan capaian kinerja organisasi untuk setiap pernyataan kinerja sasaran strategis Organisasi sesuai dengan hasil pengukuran kinerja organisasi. B. Realisasi Anggaran. Pada sub bab ini diuraikan realisasi anggaran yang digunakan dan yang telah digunakan untuk mewujudkan kinerja organisasi sesuai dengan dokumen Perjanjian Kinerja
5)
BAB IV Penutup, berisi simpulan atas Laporan Akuntabilitas Kinerja Pusat Analisis Determinan Kesehatan Tahun 2016.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2016 - Pusat Analisis Determinan Kesehatan
5
BAB II PERENCANAAN KINERJA 2.1 Perencanaan Kinerja Perencanaan yang dimaksud dalam Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah adalah perencanaan strategis yang merupakan suatu proses awal dari rangkaian proses dalam usaha untuk mencapai tujuan atau rangkaian pengambilan keputusan berorientasi pada hasil yang dicapai selama kurun waktu 1 (satu) sampai 5 (lima) tahun, yang secara sistematis dan berkesinambungan dengan memperhatikan lingkungan internal (kekuatan dan kelemahan) serta lingkungan eksternal (peluang dan tantangan). Perencanaan strategis merupakan langkah awal yang harus dilakukan oleh instansi pemerintah agar mampu menjawab tuntutan lingkungan strategis lokal, nasional, dan global, serta tetap berada dalam tatanan Sistem Administrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Perencanaan strategis instansi pemerintah merupakan integrasi antara keahlian sumber daya manusia dan sumber daya lainnya agar mampu menjawab tuntutan lingkungan perkembangan lingkungan strategis, nasional, dan global, serta tetap berada dalam tatanan sistem manajemen nasional. Rencana Strategis Kementerian Kesehatan ditetapkan dengan Kepmenkes RI Nomor HK. 03.01/60/I/2010 tentang RENSTRA Kementerian Kesehatan Tahun 2015 – 2019, yang berfungsi sebagai pedoman manajerial taktis strategis. Untuk memudahkan pelaksanaan kegiatan tahunan, maka RENSTRA tersebut dijabarkan ke dalam Perencanaan Kinerja Tahunan. Perencanaan Kinerja Tahunan tersebut memuat sasaran-sasaran yang ingin dicapai dalam periode waktu 1 (satu) tahunan, strategi yang digunakan untuk mewujudkan pencapaian sasaran tersebut, serta tolak ukur dan target kinerja, yang akan digunakan untuk menunjukkan kualitas pencapaian sasaran yang bersangkutan, yang dituangkan dalam dokumen Perjanjian Kinerja. Perjanjjian Kinerja adalah suatu dokumen pernyataan kinerja/kesepakatan kinerja/perjanjian kinerja antara atasan dan bawahan, untuk mewujudkan target kinerja tertentu, berdasarkan pada sumber daya yang dimiliki instansi yang bersangkutan. Perjanjian Kinerja ini menjadi Kontrak Kinerja yang harus diwujudkan oleh para pejabat di instansi tersebut sebagai penerima amanah, di mana pada setiap akhir tahunnya
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2016 - Pusat Analisis Determinan Kesehatan
6
akan dijadikan sebagai dasar evaluasi kinerja serta penilaian terhadap para pejabatnya. Perjanjian Kinerja sebagai bagian tidak terpisahkan dari Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) ini merupakan upaya dalam membangun manajemen pemerintahan yang transparan, partisipatif, akuntabel, dan berorientasi pada hasil, yaitu peningkatan kualitas pelayanan publik dan kesejahteraan rakyat.
2.1.1 Tujuan dan Sasaran Pusat Analisis Determinan Kesehatan 2.1.1.1 Tujuan Sebagai salah satu instansi di bawah Kementerian Kesehatan, Pusat Analisis Determinan Kesehatan memiliki tujuan yang mendukung pelaksanaan tugas Kementerian Kesehatan di bidang analisis lingkungan strategis, analisis perilaku dan kesehatan inteligensia yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri Kesehatan melalui Sekretaris Jenderal 2.1.1.2 Sasaran Sasaran yang ingin dicapai oleh Pusat Analisis Determinan Kesehatan,
adalah
Menyusun
Dokumen
Analisis
Kebijakan
Pembangunan Kesehatan Berdasarkan Analisis Determinan Kesehatan 2.2 Perjanjian Kinerja Pusat Analisis Determinan Kesehatan menyusun perjanjian kinerja dalam bentuk Perjanjian Kinerja tingkat eselon II yang ditandatangani oleh Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Perjanjian Kinerja berisi sasaran strategis, indikator kinerja, dan target kinerja kegiatan yang akan dicapai dalam kurun waktu 1 (satu) tahun, sesuai dengan rencana strategis. Perjanjian
Kinerja
pada
dasarnya
adalah
pernyataan
komitmen
yang
merepresentasikan tekad dan janji untuk mencapai kinerja yang jelas dan terukur, dalam rentang waktu 1 (satu) tahun tertentu dengan mempertimbangkan sumber daya yang dikelola. Tujuan khusus Perjanjian Kinerja, antara lain adalah: 1) Meningkatkan akuntabilitas, transparansi, dan kinerja aparatur; 2) Sebagai wujud nyata komitmen antara penerima amanah dengan pemberi amanah; 3) Sebagai dasar penilaian keberhasilan/kegagalan pencapaian utjuan dan sasaran organisasi;
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2016 - Pusat Analisis Determinan Kesehatan
7
4) Menciptakan tolak ukur kinerja sebagai dasar evaluasi kinerja aparatur; dan 5) Sebagai dasar pemberian reward atau penghargaan dan sanksi.
Berikut adalah Perjanjian Kinerja Pusat Analisis Determinan Kesehatan Tahun 2016: Tabel 1 Target Capaian Indikator Kegiatan Tahun 2016
No.
Sasaran Kegiatan
(1) 1
(2)
Indikator Kinerja
(3) Kebijakan Pembangunan Jumlah Kebijakan Yang Disusun Kesehatan Berdasarkan Analisis Untuk Peningkatan Pembangunan Determinan Kesehatan Kesehatan
Target (4) 9
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2016 - Pusat Analisis Determinan Kesehatan
8
Tabel 2 Definisi Operasional Indikator Pusat Analisis Determinan Kesehatan
NO
INDIKATOR
DEFINISI OPERASIONAL
DATA DUKUNG
1
2
3
4
1.
Jumlah Kebijakan Yang Disusun Untuk Peningkatan Pembangunan Kesehatan
Jumlah dokumen analisis kebijakan pembangunan kesehatan yang ditindaklanjuti dari sejumlah dokumen analisis kebijakan pembangunan kesehatan yang disusun
Dokumen Analisis Kebijakan yang dihasilkan
2015
2016
TARGET 2017
2018
2019
5
6
7
8
9
-
9
9
10
10
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2016 - Pusat Analisis Determinan Kesehatan
9
Tabel 3 Penjabaran Hasil Kerja Pusat Analisis Determinan Kesehatan
NO 1
1.
KEGIATAN 2
Peningkatan Analisis Determinan Kesehatan
INPUT 3
Sumberdaya yang digunakan dalam menghasilkan output berupa dokumen hasil analisis determinan kesehatan adalah : Anggaran DIPA Satuan Kerja PADK dan dilaksanakan oleh seluruh staf PADK dan jejaringnya
OUTPUT 4
Produk akhir yang dihasilkan PADK adalah berupa dokumen hasil Analisis Determinan Kesehatan , dokumen hasil analisis Kebijakan Pembangunan Kesehatan, buku pedoman, buku profil
OUTCOME 5
Dokumen Hasil Analisis yang dapat dimanfaatkan dalam tahun berjalan (2016) bagi LS/LP, Pimpinan, Pusat dan Daerah, Organisasi Profesi, LSM.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2016 - Pusat Analisis Determinan Kesehatan
BENEFIT
IMPACT
6
7
Manfaat yang diperoleh pada tahun 2016 untuk LS/LP, Pimpinan, Pusat dan Daerah, Organisasi Profesi, LSM.
Hasil Analsis yang dapat meningkatkan atau memperbaiki kebijakan strategis, manajerial, teknis
10
BAB III AKUNTABILITAS KINERJA A. Capaian Kinerja Organisasi Pengukuran capaian kinerja yang mencakup penetapan indikator dan capaian kinerjanya, digunakan untuk menilai keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan kegiatan dan program yang telah ditetapkan dalam Perencanaan Strategis. Pengukuran Kinerja adalah kegiatan manajemen, khususnya membandingkan tingkat kinerja yang dicapai dengan standar, rencana, atau target dengan menggunakan indikator kinerja yang telah ditetapkan. Pengukuran Kinerja ini diperlukan untuk mengetahui sejauh mana realisasi atau capaian kinerja yang berhasil dilakukan oleh Pusat Analisis Determinan Kesehatan dalam kurun waktu Januari – Desember 2016. Pengukuran Kinerja dilakukan dengan membandingkan realisasi capaian dengan rencana tingkat pencapaian (target) pada setiap indikator, sehingga diperoleh gambaran tingkat keberhasilan pencapaian masing-masing indikator. Berdasarkan Pengukuran Kinerja tersebut diperoleh informasi menyangkut masing-masing indikator, sehingga dapat ditindaklanjuti dalam perencanaan program/kegiatan di masa yang akan datang, agar setiap program/kegiatan yang direncanakan dapat lebih berhasil guna dan berdaya guna. Manfaat Pengukuran Kinerja antara lain, yaitu untuk memberikan gambaran kepada pihak-pihak internal dan eksternal tentang pelaksanaan Misi Organisasi dalam rangka mewujudkan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan dalam dokumen RENSTRA/Perjanjian Kinerja. Berdasarkan Kepmenkes Nomor HK.02.02/MENKES/52/2015 tentang Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2015 – 2019, di mana Sekretariat Jenderal Kesehatan sebagai unit utama yang membawahi Pusat Analisis Determinan Kesehatan. Dalam melaksanakan program kinerjanya, Pusat Analisis Determinan Kesehatan memiliki sasaran program. Sasaran tersebut merupakan hasil yang akan dicapai secara nyata oleh Pusat Analisis Determinan Kesehatan dalam rumusan yang lebih spesifik, terukur, dalam kurun waktu 1 (satu) tahun. Dalam rangka mencapai sasaran, perlu ditinjau indikator-indikator yang mengacu pada indikator-indikator Sekretariat Jenderal sebagai unit utama di atas Pusat Analisis Determinan Kesehatan. Sasaran Sekretariat
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2016 - Pusat Analisis Determinan Kesehatan
11
Jenderal adalah: “Meningkatnya Koordinasi Pelaksanaan Tugas serta Pembinaan dan Pemberian Dukungan Manajemen Kementerian Kesehatan”. Berdasarkan Dokumen RENSTRA/Perjanjian Kinerja, Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan, menetapkan 2 (dua) indikator dalam mencapai sasaran hasil programnya, yaitu: 1)
Jumlah kebijakan publik yang berwawasan kesehatan;
2)
Persentase harmonisasi dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya.
Pusat Analisis Determinan Kesehatan dalam mendukung program Kementerian Kesehatan mempunyai indikator yang telah ditetapkan dalam RENSTRA, yaitu: “Jumlah Kebijakan Yang Disusun Untuk Peningkatan Pembangunan Kesehatan” 1.
Sumber Daya Pusat Analisis Determinan Kesehatan didukung oleh beberapa sumber daya dalam mencapai kinerjanya. Sumber daya tersebut, antara lain adalah Sumber Daya Manusia, Anggaran, dan Sarana Prasarana. 1.1
Sumber Daya Manusia Pegawai Pusat Analisis Determinan Kesehatan sampai dengan tanggal 31 Desember 2016 berjumlah 43 orang, dengan rincian sebagai berikut: 1)
Menurut Jabatan Jumlah pegawai berdasarkan jabatan, dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4 Jumlah Pegawai Menurut Jabatan Tahun 2016
Jumlah pegawai
Posisi
menurut jabatan
Awal
Tambah
Kurang
Akhir
a. Struktural Eselon II
1 orang
1 orang
Eselon III
3 orang
3 orang
Eselon IV
5 orang
5 orang
1.
JFT Prakom
1 orang
1 orang
2.
JFU Pranata Humas
1 orang
1 orang
0
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2016 - Pusat Analisis Determinan Kesehatan
12
3.
JFU Analisis
2 orang
Kepegawaian
2 orang
4.
JFU Bendahara
1 orang
5.
JFU Penata
1 orang 5 orang
Laporan Keuangan
5 orang
6.
JFU Perencana
5 orang
7.
JFU Sekretaris
1 orang
1 orang
8.
JFU Arsiparis
1 orang
1 orang
9.
JFU Pengelola BMN
2 orang
10. JFU Adminkes Jumlah
18 orang
2 orang
1 orang
1 orang
6 orang
1 orang
1 orang
3 orang
16 orang
47 orang
43 orang
Berdasarkan jabatannya, di Pusat Analisis Determinan Kesehatan, paling banyak diisi oleh staf/jabatan fungsional yang non angka kredit.
2)
Menurut Golongan: Jumlah pegawai berdasarkan golongan, dapat dilihat pada grafik di bawah ini:
II/d 2%
Menurut Golongan
IV/c 2%
IV/b IV/a 5% 9%
III/a 12%
III/d 14% III/b 33% III/c 23%
Grafik 1 Jumlah Pegawai Menurut Golongan
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2016 - Pusat Analisis Determinan Kesehatan
13
3)
Berdasarkan Tingkat Pendidikan: Komposisi SDM di Pusat Analisis Determinan Kesehatan, paling banyak memiliki tingkat pendidikan S-1 (Strata 1), yaitu sebanyak 60%. Rinciannya dapat dilihat pada grafik berikut: Grafik 2 Komposisi SDM berdasarkan tingkat pendidikan
Menurut Tingkat Pendidikan SMU/SMA/SMK D3 5% 2%
S2 33%
S1 60%
Jenis dan tingkat pendidikan tersebut menunjukkan kekuatan SDM di Pusat Analisis Determinan Kesehatan. Dengan proporsi SDM yang ada, dirasakan masih perlu peningkatan kualitas, terutama dalam pemahaman dan pelaksanaan kegiatan di Pusat Analisis Determinan Kesehatan. Selain melalui peningkatan jenjang pendidikan formal, peningkatan kualitas SDM tersebut dapat dilakukan melalui pelatihan-pelatihan. Di samping itu, kuantitas SDM perlu ditambah mengingat beban kerja di Pusat Analisis Determinan Kesehatan semakin berat. 1.2
Sumber Daya Anggaran Pada
tahun
2016
DIPA
Pusat
Analisis
Determinan
sebesar
Rp.
37.711.1928.000,- yang bersumber dari APBN. Jumlah ini termasuk efisiensi anggaran sebesar Rp. 9.952.614.000,-, sehingga pagu Pusat Analisis Determinan Kesehatan sebenarnya sebesar Rp. 27.758.578.000,-.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2016 - Pusat Analisis Determinan Kesehatan
14
1.3
Sumber Daya Sarana dan Prasarana Berdasarkan neraca Barang Milik Negara (BMN) tahun 2016, sumber daya sarana dan prasarana di Pusat
Analisis Determinan Kesehatan adalah
sebagai berikut: Tabel 5 Sumber daya sarana dan prasarana Tahun 2016
AKUN NERACA URAIAN
KODE 1
JUMLAH 3
2
117111
Barang Konsumsi
158.746.150
132111
Peralatan dan Mesin
135121
Aset Tetap Lainnya
137111
Akumulasi Penyusutan Peralatan dan Mesin
162121
Hak Cipta
162151
Software
162191
Aset Tak Berwujud Lainnya
166112
Aset Tetap yang tidak digunakan dalam operasi pemerintahan
169122
Akumulasi Penyusutan Aset Tetap yang tidak digunakan dalam operasi
169312
Akumulasi Amortasasi Hak Cipta
( 13.392.855 )
169315
Akumulasi Amortisasi Hak Cipta
( 140.293.693 )
5.196.974.292 6.325.000 ( 3.622.501.353 ) 1.875.000.000 538.549.545
JUMLAH
529.067.340 ( 527.245.784 )
4.01.228.642
2. Analisis Akuntabilitas Kinerja Tahun 2016 Pengukuran tingkat capaian kinerja Pusat Analisis Determinan Kesehatan tahun 2016 dilakukan dengan cara membandingkan antara target pencapaian indikator sasaran yang telah ditetapkan dalam Perjanjian Kinerja Pusat Analisis Determinan Kesehatan dengan realisasinya. 2.1
Analisis Kinerja Kegiatan Pada tahun 2016, Pusat Analisis Determinan Kesehatan telah menetapkan indikator kinerja pada jumlah kebijakan yang disusun untuk peningkatan pembangunan kesehatan. Tingkat capaian kinerja kegiatan Pusat Analisis Determinan Kesehatan tahun 2016 berdasarkan pengukurannya, dapat dilihat pada tabel berikut:
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2016 - Pusat Analisis Determinan Kesehatan
15
Tabel 6 Capaian Kinerja Pusat Analisis Determinan Kesehatan Tahun 2016 (9 Dokumen Kebijakan)
2016
No.
Indikator Kinerja
(1) 1
(2) Jumlah Kebijakan Yang Disusun Untuk Peningkatan Pembangunan Kesehatan
Target (3)
Realisasi (4)
9
9
Jumlah Kebijakan Yang Disusun Untuk Peningkatan Pembangunan Kesehatan yang menjadi sasaran kebijakan pembangunan kesehatan berdasarkan analisis determinan kesehatan ada 9 (sembilan) dokumen kebijakan antara lain : 1. Penyusunan Dokumen Analisis Gambaran Desentralisasi Kesehatan Di Indonesia Penyusunan Dokumen Analisis Gambaran Desentralisasi Kesehatan Di Indonesia, dimaksudkan sebagai bahan masukan kepada pimpinan Kementerian Kesehatan RI untuk penyusunan dan perumusan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pelaksanaan desentralisasi pembangunan kesehatan di daerah sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, sekaligus rencana strategi desentralisasi pembangunan kesehatan pada periode selanjutnya.
Tujuan
Penyusunan
Dokumen
Desentralisasi Kesehatan Di Indonesia
Analisis
Gambaran
adalah : 1) melakukan analisis
kesiapan Kementerian Kesehatan dalam kebijakan kesehatan agar sinkron antara RPJM Daerah dan RPJM Nasional; termasuk konteks penataan kelembagaan
dan
struktur
organisasi
Dinas
Kesehatan
Provinsi/
Kabupaten/Kota; 2) melakukan analisis kesiapan Kementerian Kesehatan memberikan dukungan kepada Pemerintah Daerah dalam pemanfaatan, penempatan, pemerataan dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia kesehatan bagi pembangunan kesehatan di daerah; 3) melakukan analisis kesiapan Kementerian Kesehatan dalam pemanfaatan infrastruktur sarana dan prasarana pembangunan kesehatan untuk mendukung pelaksanaan pembangunan kesehatan di daerah; 4) melakukan analisis kesiapan Kementerian Kesehatan dalam perencanaan dan anggaran melalui APBN, Anggaran Transfer, DAK, APBD, Anggaran Bagi Hasil, CSR (Corporate
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2016 - Pusat Analisis Determinan Kesehatan
16
Social Responsibility) dan sumber anggaran lain, yang diperuntukkan sebagai sumber pembiayaan pembangunan kesehatan di daerah; 5) melakukan analisis kesiapan Kementerian Kesehatan dalam pemanfaatan data dan informasi pelaksanaan pembangunan kesehatan dengan mengoptimalkan sistem informasi kesehatan yang berbasis teknologi informasi
bagi
lembaga
pemerintah
pusat,
daerah
(provinsi
dan
kabupaten/kota) untuk kepentingan surveilans; mengetahui pencapaian target indikator Pembangunan Nasional Bidang Kesehatan; dan mengetahui pencapaian target SPM bidang kesehatan di daerah; 6) melakukan analisis kesiapan Kementerian Kesehatan dalam mengharmonisasikan NSPK teknis bidang kesehatan dengan NSPK urusan pemerintahan konkuren; dan antar NSPK teknis bidang kesehatan untuk mencapai peningkatan efektivitas dan efisiensi pembangunan kesehatan didaerah. Resolusi Rakerkesnas 2016, antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah
adalah
mendorong
percepatan
pelaksanaan
pembangunan
kesehatan tahun 2016 serta menjadi dasar penyusunan kegiatan pembangunan kesehatan tahun 2017. Resolusi program pembangunan kesehatan mencakup 1) Subsistem Upaya kesehatan, 2) Subsistem Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 3) Subsistem Pembiayaan, 4) Subsistem Sumber Daya Manusia, 5) Subsistem Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan, 6) Subsistem Manajemen, dan 7) Subsistem Pemberdayaan Masyakarakat. Butir-butir dalam resolusi sejalan dengan amanah UndangUndang Nomor 32 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang membagi Urusan Pemerintahan di bidang kesehatan antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota; tidak akan berarti apaapa tanpa dukungan serta implementasi dari Kepala Daerah Provinsi/ Kabupaten/Kota, serta pemangku kebijakan lintas Kementerian/Lembaga sesuai dengan peran dan kewenangan masing-masing. Hasil dari Penyusunan Dokumen Analisis Gambaran Desentralisasi Kesehatan Di Indonesia berupa Dokumen Analisis Lingkungan Strategis Gambaran
Desentralisasi
Kesehatan,
realisasi
capaiannya
sudah
memenuhi target 100%.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2016 - Pusat Analisis Determinan Kesehatan
17
Gambar 2 : Dokumen Analisis Gambaran Desentralisasi Kesehatan Di Indonesia
2. Penyusunan Dokumen Analisis SDM Kesehatan Di Daerah Terpencil, Perbatasan Dan Kepulauan Menghadapi Era Jaminan Kesehatan menuju universal coverage tahun 2019, dibutuhkan ketersediaan fasilitas pelayanan yang siap melakukan pelayanan kesehatan kepada masyarakat secara merata diseluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Berdasarkan data BPJS Kesehatan, saat ini utilisasi tertinggi terjadi pada tingkat pelayanan kesehatan primer yaitu pelayanan rawat jalan tingkat pertama. Dari seluruh jenis fasilitas kesehatan tingkat pertama, 73,59% dana kapitasi diterima oleh puskesmas (data perDesember 2015). Pada tahun 2020 persyaratan kredensialing fasilitas kesehatan primer yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan harus memenuhi kewajiban administratif dan teknis termasuk sertifikat akreditasi, sehingga diperlukan kesiapan seluruh puskesmas agar memenuhi persyaratan seleksi standar mutu pada tahun 2019. Permasalahan utama yang saat ini menjadi kendala terbesar terletak pada lemahnya
pengembangan
sumber
daya
manusia
kesehatan
yang
mengakibatkan: 1. Ketersediaan jumlah, jenis, distribusi dan kualitas tenaga kesehatan belum mampu memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di seluruh wilayah
terutama
daerah
tertinggal,
terpencil,
perbatasan
dan
kepulauan. 2. Rendahnya retensi tenaga kesehatan yang tidak hanya terjadi di wilayah DTPK namun juga terjadi pada wilayah lain sesuai karakteristik dan spesifikasi permasalahan yang berbeda antar wilayah.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2016 - Pusat Analisis Determinan Kesehatan
18
3. Kompetensi tenaga kesehatan yang dihasilkan oleh institusi pendidikan tidak sepenuhnya mampu mengimbangi pesatnya perkembangan standar pelayanan kesehatan nasional, global dan regional ASEAN. 4. Kompetensi tenaga kesehatan yang telah berada dalam sistem pelayanan kesehatan membutuhkan peningkatan kompetensi untuk memenuhi persyaratan sesuai Permenkes 5 tahun 2014 tentang panduan PanduanPraktik Klinis Dokter di Fasilitas Kesehatan Primer. Berbagai isu strategi berkaitan dengan masalah pelayanan kesehatan di DTPK, yaitu diantaranya 1) kondisi geografi yang sulit dan iklim/cuaca yang sering berubah; 2) status kesehatan masyarakat yang masih rendah; 3) beban ganda penyakit; 4) terhatasnya sarana (terutama jalan, listrik dan air) dan prasarana pelayanan kesehatan; 5) terbatasnya jumlah, jenis dan mutu SDM kesehatan; 6) pembiayaan kesehatan yang belum fokus dan sinkron; 7) belum terpadunya perencanaan program dan pelaksanaan kesehatan lapangan; serta 8) lemahnya pengendalian program (Menkes, 2010). Menurut Menteri Kesehatan RI bahwa sasaran yang ingin dicapai dalam pelayanan kesehatan di DTPK yaitu; 1) pemenuhan SDM Kesehatan melalui peningkatan
penempatan
tenaga
kesehatan
dan
mengembangkan
makanisme rekruitmen penerimaan bantuan biaya pendidikan tenaga kesehatan yang berasal dari DTPK; 2) peningkatan kemampuan SDM Kesehatan melalui pelatihan-pelatihan; 3) penyediaan, pemerataan dan menjamin keterjangkauan sediaan farmasi dan alat kesehatan diseluruh fasilitas kesehatan; 4) peningkatan akses transportasi untuk pelayanan kesehatan bermutu; 5) pemenuhan pembiayaan operasional kesehatan melalui Bantuan Operasional Kesehatan (BOK); 6) pengembangan kebijakan standar pelayanan kesehatan spesifik untuk DTPK. (Menkes, 2010). Pada Rakerkesnas Tahun 2016 Kementerian Kesehatan telah dibuat kesepakatan bersama antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam suatu resolusi yang salah satu resolusi adalah dalam rangka percepatan pelaksanaan kegiatan pembangunan kesehatan di Daerah Tertinggal, Perbatasan Dan Kepulauan (DTPK). Hasil dari Penyusunan Dokumen Analisis SDM Kesehatan Di Daerah Terpencil,
Perbatasan
Dan
Kepulauan
berupa
Dokumen
Analisis
Determinan SDM Kesehatan Menuju Peningkatan Pelayanan Kesehatan
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2016 - Pusat Analisis Determinan Kesehatan
19
Primer Pada Era JKN 2019, realisasi capaiannya sudah memenuhi target 100%.
Gambar 3 : Dokumen Analisis SDM Kesehatan Di Daerah Terpencil, Perbatasan Dan Kepulauan
3. Penyusunan Dokumen Analisis Dampak Pornografi Terhadap Kualitas Sumber Daya Manusia. Penyusunan Dokumen Analisis Dampak Pornografi Terhadap Kualitas SDM, dimaksudkan sebagai bahan pertimbangan Pemerintah dalam perumusan kebijakan, penyusunan program dan kegiatan serta evaluasi kebijakan penanggulangan adiksi pornografi secara umum,
serta sebagai bahan
pertimbangan Kementerian Kesehatan dalam perumusan kebijakan penanggulangan adiksi pornografi dalam perspektif kesehatan. Pada sektor kesehatan, kebijakan penanggulangan adiksi pornografi juga masih belum sistematis dan terstruktur. Sampai saat ini belum ada penetapan gangguan atau penyakit adiksi pornografi secara spesifik, pedoman penanganan, dan pembagian peran fasilitas kesehatan serta belum adanya unit pelaksana teknis yang berperan sebagai unit rujukan pelayanan yang menangani pencegahan, terapi dan rehabilitasi pada remaja. Solusi yang dilakukan Kementerian Kesehatan sebagai bagian dari Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Pornografi (GTP3) : a.
Melakukan advokasi lintas sektor tentang kebijakan preventif, promotif, terapi dan rehabilitasi adiksi pornografi.
b.
Melakukan advokasi kepada IDI, KKI, PDSKJI, PERDOSSI, HIMPSI dan IPKJI untuk menetapkan gangguan atau penyakit adiksi pornografi.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2016 - Pusat Analisis Determinan Kesehatan
20
c.
Menetapkan kebijakan promotif dan preventif adiksi pornografi yang terintegrasi dalam kerangka konsep Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas) dan Pendekatan Keluarga.
d.
Menetapkan dan menyusun pedoman pencegahan, penanganan, terapi dan rehabilitasi adiksi pornografi.
e.
Menetapkan permenkes tentang upaya pencegahan, promosi, terapi dan rehabilitasi dampak adiksi konten pornografi pada kesehatan.
f.
Menetapkan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Provinsi Aceh dan Provinsi Jawa Tengah sebagai pilot project pencegahan dan penanganan dampak adiksi pornografi sektor kesehatan di daerah.
g.
Melakukan penelitian mengenai adiksi pornografi di Indonesia.
h.
Mendorong pelaksanaan deteksi dini adiksi pornografi pada anak usia sekolah dengan menggunakan instrumen Youth Pornography Addiction Screening Test - Indonesia (YPAST-Ina) sebagai bagian upaya preventif dan promotif. Menetapkan unit pelayanan yang menangani pencegahan, terapi dan rehabilitasi pada remaja. Hasil dari Penyusunan Dokumen Analisis Dampak Pornografi Terhadap Kualitas SDM berupa Dokumen Analisis Dampak Adiksi Pornografi Terhadap Kualitas Sumber Daya Manusia Dalam Perspektif Kebijakan Kesehatan, realisasi capaiannya sudah memenuhi target 100%.
Gambar 4 : Dokumen Analisis Dampak Adiksi Pornografi Terhadap Kualitas Sumber Daya Manusia Dalam Perspektif Kebijakan Kesehatan
4. Penyusunan Dokumen Analisis Kebijakan Penetapan Harga Obat Pertemuan analisis dilaksanakan bertahap sejumlah lima tahapan. Dari hasil proses pertemuan ditemukan bahwa masing‐masing stakeholder belum konsisten melaksanakan tugas dan fungsi dalam manajemen rantai
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2016 - Pusat Analisis Determinan Kesehatan
21
perencanaan, pengadaan, dan distribusi obat sesuai timeline yang telah ditetapkan. Pada sisi pengawasan, belum ada sebuah lembaga yang bertugas melakukan pengendalian dan pengawasan seluruh rantai proses pengadaan, penyediaan, dan distribusi obat secara nasional yang meliputi: a.
penyusunan
Rencana
Kebutuhan
Obat
Nasional
(RKO)
oleh
Kementerian Kesehatan melalui proses bottom‐up approach sebagai baseline kebutuhan jenis dan volume obat secara nasional; b.
tim seleksi menetapkan daftar molekul obat berbasis ”evidence” yang dituangkan dalam Formularium Nasional (Fornas);
c.
memastikan semua obat Fornas masuk ke e‐catalog;
d.
tim harga obat menetapkan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) sebagai dasar acuan
e.
untuk lelang dan proses negosiasi;
f.
melakukan proses lelang seluruh jenis obat yang diusulkan sesuai Fornas;
g.
penetapan pemenang obat dalam daftar e‐catalog dalam kontrak payung;
h.
user melakukan proses pengadaan obat sesuai kebutuhan melalui E‐ purchasing;
i.
produsen obat melakukan proses produksi sesuai pemesanan e‐ purchasing dalam jangka waktu 9 minimal 3 bulan;
j.
Distributor obat mengirimkan barang setelah produsen selesai memproduksi.
Dari kegiatan ini menghasilkan dua rekomendasi yakni rekomendasi regulasi dan rekomendasi teknis. Rekomendasi Regulasi: a.
Mempercepat proses penetapan obat Fornas berikut data pendukung sehingga e-catalog dapat diakses pada awal tahun.
b.
Menargetkan seluruh item Fornas masuk ke dalam e-catalog
c.
Penghapusan jenis obat branded generik sehingga di Indonesia hanya ada dua penggolongan obat berdasarkan jenis saja, yaitu patent dan generik.
d.
Evaluasi kinerja seluruh stakeholders yang terdiri dari regulator
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2016 - Pusat Analisis Determinan Kesehatan
22
(Kemenkes
dan BPOM), procurement (LKPP), distributor dan
produsen obat, user dan payer (faskes dan BPJS) oleh lembaga khusus (semacam BULOG yang menjamin ketersediaan dan distribusi bahan pokok) yang memiliki tugas, fungsi dan kewenangan. e.
Ada institusi yang memantau antara total RKO, e-catalog, yang diorder masuk kontrak, dan jumlah obat yang dideliver.
f.
Perlunya kebijakan tentang tata cara pembuatan Fornas dengan mengetahui dasar- dasar penyempurnaan.
g.
Mengkombinasikan Fornas dan INA-CBGs. Apabila user mentaati penggunaannya maka akan tercapai efisiensi harga obat.
h.
Perlunya revisi regulasi terhadap ketentuan penandatanganan RKO yang harus dilakukan oleh apoteker karena tidak semua puskesmas terutama di daerah terpencil ada apotekernya.
i.
Perlunya regulasi baru terhadap ketidaksesuaian daftar obat yang ada pada Panduan Praktek Klinis (PPK) FKTP berdasarkan PMK 5/2014 dengan Fornas pada FKTP berdasarkan KMK 137/2016. Hal ini mengakibatkan ketidakjelasan panduan yang menjadi acuan bagi Dinkes
dan
Puskesmas
dalam
melaksanakan
perencanaan,
pengadaan dan penggunaan obat. j.
Pemberian akses penggunaan e-catalog untuk fasilitas kesehatan swasta yang bekerjasama dengan BPJS dengan pengawasan khusus.
k.
Pengadaan pelelangan berulang (apabila gagal) dalam satu tahun untuk menjamin ketersediaan obat.
l.
Penyempurnaan mekanisme tata kelola pengadaan obat melalui manual procurement.
m. Membuka kesempatan multi-supplier untuk satu jenis obat di satu provinsi. n.
Adanya Holding Distributor sehingga membuka peluang bagi distributor menyalurkan obat dari beberapa produsen.
o.
Tidak satu pun industri yang punya kapasitas untuk dapat memenuhi national supply. Maka diusulkan pemenang lelang menggunakan metoda multi winner untuk memenuhi kebutuhan produksi obat.
p.
Tidak legally binding. Harus ada kejelasan / verifikasi, apakah RKO ditolak atau tidak. Hasil verifikasi RKO dan feedback ke Dinas
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2016 - Pusat Analisis Determinan Kesehatan
23
Kesehatan agar di 2017 diharapkan RKO tidak terlambat. q.
Dibutuhkan pemasok e-catalog yang berkualitas, yang tidak hanya berpatokan pada kriteria harga yang terendah saja.
r.
Proses reimbursement/pencairan klaim tidak perlu menunggu ecatalog lengkap.
s.
Salah satu indikator akreditasi Rumah Sakit bukan hanya pada kepatuhan peresepan obat sesuai Formularium Rumah Sakit saja, namun juga kepatuhan pada e-catalog.
Rekomendasi Teknis: a.
Membedakan metode penghitungan teknis RKO di rumah sakit dari penghitungan kebutuhan oleh Dinas Kesehatan yang berbasis pada : Standar terapi; INA – CBG’s; Panduan Praktek klinik (PPK); Clinical Pathway (CP); Panduan Asuhan Kefarmasian (PAKf).
b.
Metode penghitungan RKO berdasarkan konsumsi digunakan di Rumah Sakit sebagai pendukung dan diterapkan setelah penggunaan standar terapi telah dipatuhi.
c.
Harus
ada
deadline
waktu
penyampaian
dan
siapa
yang
memperbaharui e-catalog. d.
Perlunya langkah-langkah peningkatan kompetensi SDM dalam menyusun RKO serta menetapkan sumber dana pembiayaan dalam menyediakan SDM tersebut di Dinas Kesehatan dan Rumah Sakit Pemerintah dan Swasta
e.
Perlunya
penguatan
SDM
yang
melakukan
monitoring
pada
pendistribusian obat di Dinas Kesehatan dan Rumah Sakit Daerah. f.
Mengefektifkan e-monev dan e-logistik yang mulai diterapkan pada 2016 terkait penyusunan RKO.
g.
Usulan perbaikan manajemen rantai pasok pada tahap perencanaan sampai tahap implementasi distribusi obat, yaitu pada bulan September/Oktober
2016
pemenang
lelang
sudah
mendapat
notifikasi. Untuk itu, RKO dan HPS harus sudah disusun 1 bulan sebelumnya sehingga lelang dan negosiasi harga selesai sebelum 1
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2016 - Pusat Analisis Determinan Kesehatan
24
Oktober. Artinya, Fornas juga harus selesai sebelum penyusunan RKO dimulai.
Perencanaan
pembelian obat
di
fasilitas
kesehatan
diupayakan agar lebih baik. Di tahun 2017 bulan Januari awal ecatalog sudah dapat ditayangkan sehingga faskes dapat pesan langsung sehingga obat tersedia tepat waktu sesuai kebutuhan. Penyebab keberhasilan a.
Tersedianya input yang memadai : SDM, Pembiayaan, regulasi
b.
Komitmen dan kontribusi bersama stakeholder untuk menyelesaikan masalah dengan menghadiri setiap pertemuan, memberikan input terhadap analisis Penetapan Harga Obat. Baik selama pertemuan, maupun setelah pertemuan dengan melakukan diskusi dan tatap muka informal.
Penyebab kegagalan Ada beberapa potensi kegagalan dalam proses kegiatan: a.
Beberapa peserta rapat berganti-ganti
b.
Perbedaan Pendapat di antara peserta
Analisis Solusi yang dilakukan Potensi kegagalan dihindari dengan menginformasikan setiap proses pada peserta sehingga peserta baru tetap dapat mengikuti substansi kegiatan. Perbedaan pendapat ditengahi dengan kesimpulan yang dihimpun oleh moderator. Analisis program/kegiatan yang menunjang keberhasilan/kegagalan Program / kegiatan yang menunjang keberhasilan :
Memperinci seluruh kegiatan yang harus dilaksanakan
Membagi beban kerja
Penetapan mekanisme untuk mengkoordinasikan kegiatan
Memantau aktivitas organisasi dan pengambilan langkah-langkah untuk meningkatkan efektivitas
Pertemuan dan diskusi di luar forum resmi untuk melakukan diskusi tambahan.
Dari paparan diatas maka hasil dari Penyusunan Dokumen Analisis Kebijakan Penetapan Harga Obat adalah Policy Brief Upaya Mencapai Keseimbangan
Harga
dan
Pemerataan
Disribusi
Guna
Menjamin
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2016 - Pusat Analisis Determinan Kesehatan
25
Ketersediaan Obat Di Indonesia. Realisasi capaiannya sudah memenuhi target 100%. 5. Rancang Bangun Pengembangan Kesehatan Inteligensia Di 7 Propinsi Pembangunan kesehatan adalah bagian dari pembangunan nasional yang bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Pengertian kesehatan yang dimaksud adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Saat ini, upaya pembangunan kesehatan masih terfokus pada penurunan angka kematian ibu dan angka kematian bayi, perbaikan gizi masyarakat, pengendalian penyakit menular, dan pengendalian penyakit tidak menular. Perkembangan seseorang dalam kesehatan inteligensi masih belum menjadi salah satu fokus dalam upaya pembangunan kesehatan. Pengembangan sumber daya manusia (SDM) Indonesia menjadi terhambat dan belum maksimal karena pengembangan kesehatan inteligensi belum menjadi area prioritas dalam pembangunan kesehatan. Padahal, tantangan global
pada
milenium
III
di
seluruh
negara
adalah
persaingan
pengembangan sumber daya manusia (SDM). Tidak saja menyangkut halhal yang berkaitan dengan fungsi manajerial, tapi juga berkaitan langsung dengan fungsi kecerdasan (intelligence to intelligence competitive, brain to brain competition). Sebagaimana dalam UU RI Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 2025 bahwa tujuan pembangunan nasional adalah membangun SDM yang berdaya saing. SDM berdaya saing hanya terjadi bila fondasi otak sehat dan produktif terlaksana. Berdasarkan laporan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Report (HDR) yang dikeluarkan United Nations Development Programme (UNDP) pada 2015, diketahui Indeks Pembangunan Manusia Indonesia masih menempati peringkat ke 110 dari 187 negara. IPM berdasarkan tolak ukur tiga faktor dasar yaitu kesehatan, pendidikan, dan kemiskinan. Data yang diperoleh dari PISA (Programme for International Student Assessment) pada tahun 2015 tentang indeks kognitif bahwa Indonesia berada pada peringkat 69 dari 76 negara. Sementara itu
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2016 - Pusat Analisis Determinan Kesehatan
26
dari aspek mutu pendidikan, menurut The Learning Curve Pearson tahun 2014 menyatakan bahwa Indonesia berada pada peringkat akhir yaitu peringkat 40 dari 40 negara. Dengan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) tahun 2015 yang sudah di depan mata serta tantangan jangka panjang bonus demografi nasional dengan adanya peningkatan 50% jumlah usia produktif yang harus dikembangkan sehingga dapat memberikan manfaat bagi
Indonesia.
Saat
ini
Indonesia
sedang
mempersiapkan
visi
pembangunan Indonesia 2045 yang mencakup kependudukan, kesehatan, pendidikan, kebudayaan dan Iptek. Salah satu dibidang kependudukan yang perlu diperhatikan adalah kualitas penduduk tahun 2045 yang sehat, cerdas dan produktif. Menghadapi hal tersebut di atas, diperlukan adanya rancang bangun sebagai arah dan panduan dalam mengimplementasikan model layanan kesehatan inteligensi dalam rangka mencapai SDM Indonesia yang berkualitas. Rancang bangun dimaksud adalah sebuah rancang bangun kesehatan inteligensi dengan pendekatan siklus hidup berbasis neurosains dan budaya lokal sehingga diperoleh suatu model layanan kesehatan inteligensi yang dapat terimplementasi di semua daerah yang ada di wilayah Indonesia serta menghargai budaya lokal. Pendekatan siklus hidup yang dimaksud
adalah
berkelanjutan
pemberian
layanan
dari sejak janin
kesehatan
sampai lanjut
inteligensi
usia.
Dalam
yang upaya
menghasilkan rancang bangun kesehatan inteligensi dengan pendekatan siklus hidup secara optimal diperlukan peran serta keluarga dan masyarakat serta kerjasama yang baik dan terintegratif dari semua pihak baik lintas program maupun lintas sektor terkait. Tujuan Penyusunan rancang bangun bertujuan untuk mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas melalui kesehatan inteligensia berdasarkan tahap siklus kehidupan berbasis neurosains yang mempertimbangkan aspek budaya. Sasaran dari rancang bangun ini adalah: a.
Pemangku kebijakan pada sektor kesehatan dan non kesehatan baik ditingkat pusat maupun daerah.
b.
Pemangku kepentingan baik ditingkat pusat dan daerah mencangkup pemerintah maupun non pemerintah terkait.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2016 - Pusat Analisis Determinan Kesehatan
27
Rancang bangun ini merupakan acuan bagi semua pemangku kebijakan dan pemangku kepentingan (stakeholders) yang ingin menggunakan dan mengembangkan model layanan kesehatan inteligensia di daerahnya masing-masing. Hasil dari Rancang Bangun Pengembangan Kesehatan Inteligensia Di 7 Propinsi adalah Rancang Bangun Kesehatan Inteligensia Dengan Pendekatan Siklus Hidup. Realisasi capaiannya sudah memenuhi target 100%.
Gambar 5. Rancang Bangun Kesehatan Inteligensia Dengan Pendekatan Siklus Hidup
6. Penyusunan Dokumen Analisis Membangun Revolusi Mental Bidang Kesehatan Revolusi Mental merupakan suatu gerakan seluruh masyarakat baik pemerintah dan masyarakat dengan cara yang cepat untuk mengangkat kembali
nilai-nilai
strategis
kesejahteraan
rakyat
sehingga
dapat
memenangkan persaingan di era globalisasi. Revolusi Mental mengubah cara pandang, pikiran, sikap, perilaku yang berorientasi pada kemajuan dan kemodernan sehingga Indonesia menjadi bangsa besar dan mampu berkompetisi dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Pedoman ini bertujuan untuk mewujudkan budaya kerja berintegritas, beretoskerja, dan bergotong royong di lingkungan kerja Kementerian Kesehatan. Dengan beberapa tujuan Khusus yaitu (1) Meningkatkan Integritas di lingkungan Kementerian Kesehatan melalui gerakan jaga diri, jaga
teman
dan
jaga
kementerian,
(2)
Mewujudkan
pelayanan
kesehatan/publik yang cepat, tepat dan bersahabat dalam rangka mendukung program Indonesia Melayani, serta (3) Mendorong Gerakan
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2016 - Pusat Analisis Determinan Kesehatan
28
Masyarakat Sehat dengan tujuan membuat masyarakat hidup sehat untuk membangun Indonesia yang kuat. Sasaran dari pedoman ini adalah Pejabat dan Pegawai Kementerian Kesehatan, serta sasaran tidak langsung adalah Masyarakat sebagai penerima layanan kesehatan. Pedoman Revolusi Mental bidang Kesehatan ini diharapkan dapat menjadi upaya perubahan mendasar dalam cara berpikir, cara bersikap dan cara bertindak yang diterjemahkan dalam perilaku dan perbuatan nyata keseharian dalam berbagai aspek pekerjaan bidang kesehatan yang pada akhirnya akan memberikan efek positif kepuasan layanan kesehatan pada masyarakat. Dengan telah tersusunnya Pedoman Revolusi Mental bidang Kesehatan diharapkan dapat terimplementasi nilai-nilai strategis Revolusi Mental baik di unit utama kantor pusat, RS Vertikal maupun UPT lainnya, sehingga tujuan dari Gerakan Nasional Revolusi Mental untuk mewujudkan penyelenggara negara dan masyarakat Indonesia yang berintegritas dan beretos kerja dengan semangat gotong royong dapat tercapai. Diharapkan buku pedoman ini dapat memberikan manfaat untuk meningkatkan kemampuan pejabat dalam membina integritas, etos kerja, dan gotong royong pada pegawai di lingkungan Kementerian Kesehatan, meningkatkan integritas, etos kerja, dan gotong royong pada pegawai di lingkungan Kementerian Kesehatan, serta meningkatkan pelayanan publik pada masyarakat. Pedoman Revolusi Mental bidang Kesehatan disusun berdasarkan berbagai perspektif kebijakan nasional, yaitu Prioritas Revolusi Mental dalam RKP 2017, Gerakan Nasional Revolusi Mental, dan Reformasi Birokrasi. Konsep operasional Revolusi Mental bidang Kesehatan dirumuskan dengan mengintegrasikan konsep Revolusi Mental perspektif Bappenas serta konsep Gerakan Nasional Revolusi Mental yang tertuang dalam Rancangan Instruksi Presiden sesuai dengan Nawa Cita yang merupakan 9 Agenda Prioritas Pemerintah Kabinet Kerja. Pedoman Revolusi Mental bidang Kesehatan merumuskan pada aspek Integritas Revolusi Mental bidang Kesehatan menetapkan tagline Sehat Tanpa Korupsi dengan spirit jaga diri, jaga teman, jaga kemenkes. Pada aspek Etos Kerja menetapkan tagline Sehat Melayani dengan spirit Cepat, Tepat dan Bersahabat. Serta pada aspek Gotong Royong Revolusi Mental
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2016 - Pusat Analisis Determinan Kesehatan
29
bidang Kesehatan membuat tagline Indonesia sehat dengan spirit gerakan masyarakat hidup sehat untuk Indonesia kuat. Kegiatan Aksi Revolusi Mental Bidang Kesehatan dilaksanakan melalui tahapan utama yaitu Identifikasi, Inisiasi, Sosialisasi, Internalisasi, dan Evaluasi. Telah ditetapkan Quick wins utama Revolusi Mental bidang Kesehatan yaitu prioritas RS Vertikal dalam melaksanakan pelayanan kesehatan yang Cepat, Tepat, dan Bersahabat. Kegiatan Aksi Revolusi Mental Bidang Kesehatan dalam pedoman ini diatur melalui rangkaian upaya mengimplementasikan nilai-nilai strategis Revolusi Mental (Integritas, Etos Kerja dan Gotong royong) dalam aktivitas pekerjaan sehari-hari pelayanan publik di bidang Kesehatan. Desain rencana aksi mengacu pada substansi Revolusi Mental yang menuntut adanya perubahan dari cara berfikir. Ada lima rangkaian rencana aksi yang dilakukan yaitu Identifikasi, Inisiasi, Sosialisasi, Internalisasi dan Evaluasi. Identifikasi adalah tahap penilaian melalui tuiga tahapan yaitu identifikasi potensi SDM, identifikasi permasalahan organisasi, serta identifikasi quickwins perubahan. Identifikasi potensi SDM dilakukan melalui penilaian Executive Brain Assessment pada seluruh pegawai atau sebagian besar pegawai. Hasil Executive Brain Assessment menunjukan profil kapabilitas dan integritas SDM serta profil kecocokan dengan pekerjaannya. Penilaian Executive Brain Assessment secara jangka panjang dapat bermanfaat untuk pemetaan
potensi
SDM,
penilaian
kecocokan
dengan
pekerjaan,
pengembangan diri, penyiapan karier, serta pemilihan agen perubahan (AoC). Identifikasi permasalahan organisasi dilakukan melalui FGD atau survey pada seluruh pegawai atau sebagian besar pegawai untuk mengetahui permasalahan yang menghambat kemajuan (From) dan Tujuan perubahan yang diinginkan (To). Aspek yang dinilai dalam identifikasi permasalahan organisasi meliputi gambaran permasalahan kompetensi SDM, keunggulan, pengalaman dan kepemimpinan, sistem kebijakan, serta perilaku dalam budaya kerja yang terkait kebutuhan Revolusi Mental. Identifikasi quickwins perubahan dilakukan berdasarkan hasil identifikasi masalah
dengan
ditemukan
adanya
gejala-gejala
atau
fenomena
permasalahan organisasi yang menyebabkan buruknya output pelayanan disebabkan oleh rendahnya kompetensi SDM, keterbatasan keunggulan,
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2016 - Pusat Analisis Determinan Kesehatan
30
pengalaman dan kepemimpinan, lemahnya sistem kebijakan, hingga buruknya perilaku dalam budaya kerja. Quick wins Revolusi Mental bidang Kesehatan adalah hasil perubahan yang diharapkan dapat terwujud dengan cepat melalui implementasi nilai-nilai strategis Revolusi Mental (Integritas, Etos kerja, dan Gotong royong) di bidang Kesehatan melalui tahapan utama yaitu Inisiasi, Sosialisasi, Internalisasi. Proses inisiasi dilakukan untuk mengsinkronkan faktor-faktor utama perubahan organisasi yaitu person, task,
organization,
sehingga
nilai
personal
dan
organisasi
dapat
diintegrasikan dalam proses perubahan untuk membangun individu unggul yang dapat bekerja secara unggul untuk mencapai organisasi yang unggul (fit personorganization, fit persontask). Selanjutnya proses perubahan tersebut harus dapat disosialisasikan untuk menciptakan mental model baru dalam organisasi dan terus ditularkan secara kolektif pada seluruh anggota organisasi. Selanjutnya organisasi melalui kelompok supporting perubahan dituntut melembagakan mental model baru menjadi mental model organisasi yang sesuai dengan tuntutan perubahan melalui internalisasi yang berkelanjutan. Inisiasi Revolusi Mental Bidang Kesehatan adalah kegiatankegiatan untuk memulai dan menginspirasi nilai-nilai Revolusi Mental (Integritas, Etos Kerja dan Gotong royong) dengan memobilisasi gerakan masif dan terus menerus untuk mendorong keterlibatan seluruh pejabat dan pegawai di unit kerja sesuai dengan tugas pokok dan fungsi terkait. Sedangkan Sosialisasi Revolusi Mental Bidang Kesehatan adalah aktivitas proses penyamaan persepsi mengenai tujuan perubahan yang akan dilakukan. Penyamaan persepsi dilakukan melalui pengenalan nilai-nilai Revolusi Mental Bidang Kesehatan menggunakan aktivitas penyampaian informasi visual (poster, film, tagline, ekpresi), aktivitas auditorik (lagu, salam, yel-yel), dan aktivitas kinestetik (gerakan, simbolisasi postur, bahasa tubuh). Internalisasi Revolusi Mental adalah seni menanamkan secara mendalam dan terus menerus kesadaran dan komitmen akan nilai-nilai integritas, etos kerja, dan gotong royong menjadi perilaku sehari-hari, iklim kerja, dan budaya organisasi yang menetap di lingkungan Kementerian Kesehatan. Strategi internalisasi dilakukan berdasarkan tahapan dan sasaran
internalisasi
yang
dilakukan.
Tahap
internalisasi
lebih
menitikberatkan peran instansi daripada individu. Diawali dengan melahirkan
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2016 - Pusat Analisis Determinan Kesehatan
31
AoC, menciptakan keteladanan, serta melakukan transformasi perubahan yang berkelanjutan melalui consulting, training, coaching dan counseling. Strategi Internalisasi Revolusi Mental dilakukan melalui tahapan “A-R-T” yaitu A=Agen perubahan, R=Role model perubahan, dan T=Transformasi perubahan. Internalisasi Revolusi Mental dilakukan pada seluruh unit kerja yang ada di Kementerian Kesehatan. Secara awal internalisasi mulai dialksanakan di 10 RS Vertikal Kemenkes, selanjutnya di Unit utama Pusat untuk mendorong gerakan perubahan di RS Pusat dan UPT Pusat. AoC (Agen perubahan) adalah pejabat dan pegawai yang memiliki kemampuan mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan perubahan. Peranan AoC dilakukan melalui pendekatan holistik dengan menetralkan suasana terlebih dahulu,
kemudian
melakukan
pendekatan
konsolidasi
dan
upaya
transformasi berantai dengan menggunakan kelompok support melalui consulting, training, coaching dan counseling. Setelah itu kemudian melakukan pendekatan dengan kelompok resistance dan persistence. AoC (Agen perubahan) melalui proses pemilihan dan pembekalan materi sebelum
dilakukan
pengukuhan
sebagai
AoC
(Agen
perubahan)
Kementerian Kesehatan. Perubahan dari satu posisi ke posisi yang lain, secara psikologis membutuhkan proses dukungan psikologis yang cukup kuat. Dukungan psikologis paling kuat adalah modelling perilaku dari seseorang yang memiliki otoritas dalam memimpin. Kekuatan role model perubahan dalam proses internalisasi perubahan organisasi menjadi kekuatan harapan perubahan yang ditawarkan untuk menjadi nilai individu dan selanjutnya menjadi nilai organisasi. Setelah sepakat untuk melakukan perubahan harus dilakukan transformasi perubahan berkelanjutan untuk menyelaraskan
kompetensi
SDM,
keunggulan,
pengalaman
dan
kepemimpinan, sistem kebijakan, serta perilaku dalam budaya kerja dalam mencapai cita-cita perubahan menuju kondisi nyata perubahan dengan menghubungkan antara knowing dan doing. Selanjutnya dilakukan kegiatan monitoring dan evaluasi dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan melalui tahapan waktu 1-3-6-12 (1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, dan 12 bulan) berdasarkan proses capaian hasil kegiatan Revolusi Mental mulai reaksi (Affective),
pembelajaran
(Cognitive),
perilaku
(Behavioural),
dan
perubahan organisasi (Organizational). Monitoring reaksi pegawai terhadap
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2016 - Pusat Analisis Determinan Kesehatan
32
pelaksanaan kegiatan Revolusi Mental dilakukan melalui penilaian reaksi sikap perasaan pegawai pasca kegiatan pada aktivitas inisiasi, sosialisasi, dan
internalisasi
Revolusi
Mental
yang
dilaksanakan.
Monitoring
pembelajaran pegawai terhadap pelaksanaan kegiatan Revolusi Mental dilakukan melalui penilaian pemahaman makna nilai-nilai Revolusi Mental bidang kesehatan yang terdiri dari integritas yaitu sehat tanpa korupsi, etos kerja sehat melayani, dan gotong royong Indonesia sehat pada 3 bulan setelah dilaksanakan internalisasi Revolusi Mental. Monitoring perubahan perilaku pegawai terhadap pelaksanaan kegiatan Revolusi Mental dilakukan melalui penilaian perubahan perilaku pegawai dalam integritas jaga diri, jaga teman dan jaga kemenkes, etos kerja memberikan pelayanan dengan cepat, tepat, dan bersahabat, serta gotong royong mendorong masyarakat hidup sehat pada 6 bulan setelah dilaksanakan internalisasi Revolusi Mental. Serta evaluasi hasil kegiatan Revolusi Mental terhadap dampak perubahan pada organisasi
dilakukan
melalui
pengukuran
indikator-indikator
yang
menunjukan adanya perubahan organisasi pada 12 bulan setelah dilaksanakan internalisasi Revolusi Mental. Dengan telah tersusunnya Pedoman
Revolusi
Mental
bidang
Kesehatan
diharapkan
dapat
terimplementasi nilai-nilai strategis Revolusi Mental baik di unit utama kantor pusat, RS Vertikal maupun UPT lainnya, sehingga tujuan dari Gerakan Nasional Revolusi Mental untuk mewujudkan penyelenggara negara dan masyarakat Indonesia yang berintegritas dan beretos kerja dengan semangat gotong royong dapat tercapai. Gambar 7. Dokumen Analisis Membangun Revolusi Mental Bidang Kesehatan
7. Penguatan Potensi Integritas Pada Aparatur Sipil Negara
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2016 - Pusat Analisis Determinan Kesehatan
33
Salah satu solusi untuk pencegahan korupsi adalah melalui penguatan potensi integritas Individu. Integritas adalah nilai yang wajib dimiliki oleh setiap individu dalam organisasi. Integritas menjadi komponen utama untuk menyukseskan keberhasilan program-program kebijakan pembangunan pemerintah. Secara sederhana, integritas menunjukkan keteguhan sikap, menyatunya perbuatan dan nilai-nilai moral yang dianut oleh seseorang. Pegawai yang memiliki integritas tidak akan tergoyahkan oleh godaan untuk mengkhianati nilai-nilai moral yang diyakini malalui proses internalisasi Integritas. Dalam aspek nilai Integritas, Kementerian Kesehatan menetapkan tagline Sehat Tanpa Korupsi dengan spirit 3 J Jaga Diri, Jaga Teman, Jaga Kemenkes. Buku Kurikulum Pelatihan Penguatan Potensi Integritas ini bertujuan untuk dapat berkontribusi dalam upaya pembangunan sumberdaya manusia yang bebas dari prilaku koruptif
dan mampu menjadi jembatan untuk
tercapainya tujuan nasional dengan menggerakkan seluruh elemen bangsa. Telah tersusun kurikulum yang terdiri dari 3 rangkaian materi besar yaitu 2 materi dasar, 5 materi inti, dan 2 materi penunjang. Modul materi dasar 1 tentang
Kebijakan Pembangunan Sistem
Integritas Aparatur Sipil Negara membahas tentang kebijakan pembinaan integritas ASN, mencakup perubahan mendasar platform kebijakan manajemen ASN, sasaran reformasi birokrasi dan pembangunan ASN, penataan dan pengembangan kompetensi ASN, roadmap pembangunan ASN, serta pembangunan budaya kerja dan integritas ASN. Dalam modul ini para peserta diajak untuk melihat dan menelaah kembali kebijakankebijakan yang menyangkut roadmap pembangunan ASN, manjemen ASN, pembangunan ASN dalam reformasi birokrasi, pengambangan kompetensi ASN, serta pembangunan budaya kerja dan integritas ASN dari perspektif UU ASN. Modul materi dasar 2 tentang Strategi Pembangunan Integritas Modul materi inti 1 tentang
Anti Korupsi
membahas tentang perilaku
korupsi, mencakup pengertian, risiko, dan potensinya serta mental model perilaku korupsi dan bagaimana menghindarinya sehingga menjadi diharapkan menjadi perilaku yang tertanam sebagai perilaku anti korupsi. Dalam modul ini para peserta diajak untuk melihat kembali nilai-nilai dan
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2016 - Pusat Analisis Determinan Kesehatan
34
kebiasan mereka, kebutuhan emosional, kerjasama, komunikasi, dan cara membangun perilaku yang positif melalui metode yang didasarkan pada prinsip-prinsip partisipatoris dan berbasis pada pengalaman peserta, karena menghidupkan nilai dimulai dari individu menuju terwujudnya perilaku anti korupsi. Modul materi inti 2 tentang Internalisasi nilai-nilai integritas membekali
peserta
dengan
kemampuan
menginternalisasikan
nilai
integritas. Mata diklat disajikan berbasiskan Experiential Learning, dengan penekanan pada proses internalisasi nilai-nilai dasar tersebut, melalui multi metode dan media (ceramah interaktif, diskusi menonton film, studi kasus simulasi dan demontrasi). Keberhasilan peserta dinilai dari kemampuannya dalam menginternalisasikan nilai-nilai integritas. Modul materi inti 3 tentang High Impact Learning membekali peserta dengan kemampuan memfasilitasi dan melakukan high impact learning nilainilai integritas. Mata Diklat disajikan secara interaktif melalui metode ceramah interaktif, tanya jawab, diskusi, simulasi, dan praktik. Keberhasilan peserta dinilai dari kemampuannya menfasilitasi dan menindaklajuti proses pembelajaran sehingga berdampak nyata dalam perubahan perilaku dan budaya baik secara individu maupun kelompok dalam organisasinya. Modul materi inti 4 tentang Sistem integritas, Integritas merupakan pondasi dalam merancang kinerja yang optimal diseluruh aspek organisasi. Inilah yang menjadi pokok terbentuknya kerjasama yang solid dalam tubuh organisasi. Integritas tidak hanya menjadi pegangan bagi seorang pemimpin dalam bertindak, tapi juga bagaimana integritas itu totalitas bagi seluruh anggota dan bawahan, sehingga kebulatan akan terintegrasi dalam tujuan organisasi tersebut. Tidak dapat dipungkiri, begitu besar pengaruh integritas yang kokoh dalam organisasi. Bagaimana tidak, kejujuran, kewibawaan, aktualisasi diri, kredibilitas, dalam afiliasinya, menjadi jiwa untuk menghidupi tubuh organisasi. Setaip bagian harus terpateri dalam membangun karakter yang dapat dipercaya. Walaupun pada kenyataannya hal ini terkadang tidak disadari secara mendalam, namun komitmen yang utuh akan terus mebangkitakan kesadaran akan pentingnya membangun integritas, baik individu, maupun kelompok.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2016 - Pusat Analisis Determinan Kesehatan
35
Modul materi penunjang 1 tentang Building Learning Commitment (BLC) adalah salah satu metode atau proses untuk mencairkan kebekuan tersebut. BLC juga mengajak peserta mampu mengemukakan harapanharapan mereka dalam pelatihan ini, serta merumuskan nilai-nilai dan norma yang kemudian disepakati bersama untuk dipatuhi selama proses pembelajaran. Jadi inti dari BLC juga yaitu terbangunnya komitmen dari semua peserta untuk berperan serta dalam mencapai harapan dan tujuan pelatihan, serta mentaati norma yang dibangun berdasarkan perbauran nilai nilai yang dianut dan disepakati. Modul materi penunjang 2 tentang Rencana Tindak Lanjut (RTL) Integrity Project On The Work Place merupakan aktifitas peserta pelatihan untuk merancang kegiatan atau upaya setelah mengikuti pelatihan. Penyusunan rencana tindak lanjut ini disesuaikan dengan kondisi serta sumberdaya yang dimiliki oleh setiap peserta. Penyusunan rencana tindak lanjut ini juga merupakan implementasi atau aplikasi materi pelatihan yang telah dibahas dalam menjalankan perannya di tempat kerja. Rencana tindak lanjut setelah mengikuti pelatihan ini, dipergunakan sebagai bahan untuk melakukan monitoring dan evaluasi pasca pelatihan. Dengan demikian, penyusunan rencana tindak lanjut ini, harus dibuat secara realistis serta mengakomodir pengetahuan yang telah diperoleh selama mengikuti pelatihan Penguatan Potensi Integritas ASN ini.
8. Penyusunan Profil Pengembangan Kesehatan Inteligensia Di Daerah Pada tahun 2000, WHO mendefinisikan bahwa sistem kesehatan merupakan
aktivitas
yang
memiliki
tujuan
utama
meningkatkan,
memperbaiki, atau merawat kesehatan. Namun sekali lagi, untuk urusan penanganan penyakit atau gangguan kesehatan melalui berbagai program telah terpenuhi; tetapi sebaliknya, aspek-aspek kesehatan inteligensia terhadap penurunan fungsi otak justru belum banyak disentuh. Fakta-fakta inilah yang mendorong PADK menyusun buku hasil investigasi di 8 provinsi tentang pelaksanaan program-program kesehatan inteligensia yang sudah berjalan.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2016 - Pusat Analisis Determinan Kesehatan
36
Potret kesehatan inteligensia dari 8 mata angin ini ternyata tidak saja memberi gambaran pengembangan program yang tengah berjalan, melainkan juga menunjukkan sosok-osok yang secara nyata memberikan gagasan dan tindakan menanggulangi masalah kesehatan inteligensia di daerahnya masing-masing. Mereka yang tersembunyi dibalik isu-isu kesehatan yang lebih seksi, berada di wilayah-wilayah yang jauh dari kamera dan liputan
media massa, ternyata bisa memberikan kontribusi
meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia melalui pengembangan kesehatan inteligensia berbasis siklus hidup. Sepuluh wilayah dari delapan provinsi yang dikunjungi adalah: Kota Ambon (Maluku); Balikpapan dan Banjarmasin (Kalimantan Timur); Palembang (Sumatera Selatan), Batam dan Bintan (Kepulauan Riau); Banda Aceh (Aceh), Cirebon, Semarang (Jawa Tengah), dan DKI Jakarta. Masing-masing wilayah ini memperlihatkan karakter yang berbeda-beda sesuai dengan budaya dan gaya pemerintahan yang dikembangkan. Tapi, ada satu hal yang sama; yaitu spirit mereka dalam membentangkan layar kesehatan Indonesia. Semangat dan antusiasme para pejuang kesehatan ini sungguh luar biasa. Mereka sadar betul bahwa kesehatan sebagai pilar pembangunan bangsa, memiliki peranan penting dan strategik dalam membentuk sumber daya manusia yang berkualitas. Sumber daya manusia yang mempunyai potensi unggul dalam kompetensi global. Mereka menyadari, permasalahan kesehatan di Indonesia bukan hanya milik segelintir orang atau pejabat di Kementerian Kesehatan, melainkan menjadi tanggung jawab bersama. Sebuah pekerjaan besar untuk melakukan rekonstruksi dalam pembangunan sistem kesehatan nasional dengan tetap berpegang teguh dalam merawat nilai-nilai kebangsaan dan ke-Indonesia-an. Tujuan pembangunan kesehatan menuju Indonesia Sehat 2025 adalah meningkatnya kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud, melalui terciptanya masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia yang ditandai oleh penduduknya yang hidup dengan perilaku dan dalam lingkungan sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu, secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya
di
seluruh
wilayah
Republik
Indonesia.
Sasaran
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2016 - Pusat Analisis Determinan Kesehatan
37
pembangunan kesehatan yang akan dicapai pada tahun 2025 adalah meningkatnya derajat kesehatan masyarakat. Buku “Potret Kesehatan Inteligensia Indonesia; DARI DELAPAN MATA ANGIN” diharapkan menjadi nyala lilin yang memendarkan cahaya ke seluruh penjuru negeri. Dari delapan mata angin inilah, buku ini menebar inspirasi. Berangkat dari keyakinan, otak sehat dan produktif akan tercapai melalui kesehatan yang optimal pada tiap tahap siklus hidup sejak janin, bayi, balita, anak, remaja, dewasa dan lanjut usia; maka potret sukses dari berbagai wilayah Tanah Air ini disebarkan. Dengan harapan bisa menumbuhkan inspirasi sekaligus menambah keyakinan diri. Hasil dari Penyusunan Profil Pengembangan Kesehatan Inteligensia Di Daerah adalah Buku “Potret Kesehatan Inteligensia Indonesia; DARI DELAPAN MATA ANGIN”. Realisasi capaiannya sudah memenuhi target 100%.
Gambar 8. Buku “Potret Kesehatan Inteligensia Indonesia; DARI DELAPAN MATA ANGIN”
9. Jejaring Peningkatan Kebijakan Pembangunan Kesehatan : a. Keikutsertaan Indonesia dalam Transpasific Partnership Sektor Kesehatan TPP (Trans Pacific Partnership) adalah perjanjian internasional tentang perdagangan barang jasa dan investasi yang didesain dengan standar yang tinggi, ambisius, komprehensif dengan misi liberalisasi perdagangan dan investasi untuk peningkatan ekonomi, pembukaan lapangan kerja, peningkatan standar hidup, pembangunan dan inovasi. Diperkirakan bahwa TPP akan menguasai hampir 40% output global dan kira-kira 1/3 perdagangan dunia. Dikaitkan dengan sektor industri
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2016 - Pusat Analisis Determinan Kesehatan
38
dan jasa kesehatan, maka postur negara regional ASEAN dipandang memiliki potensi ekonomi yang sangat besar sebagai captive market yang sangat menjanjikan. Selanjutnya dari seluruh negara regional ASEAN, Indonesia adalah captive market terbesar yang sangat menarik bagi para investor dibidang industri dan jasa kesehatan. Indonesia adalah pasar terbesar di ASEAN. Memperhatikan arahan Presiden RI saat berkunjung ke Amerika Serikat beberapa waktu yang lalu dalam kaitannya dengan Trans Pacific Partnership (TPP), adalah suatu hal yang bijaksana dari pemerintah dengan memberikan waktu yang cukup untuk melakukan kajian dari berbagai sisi terhadap dampak positif dan negatif atas bergabungnya Indonesia. Semangat keterbukaan dan membangun kerja sama (networking) antar negara secara profesional dengan kualitas sumberdaya manusia yang tinggi dan mampu berkompetisi
secara
global
merupakan
kekuatan
Indonesia.
Keanekaragaman sumberdaya alam dan kuantitas sumberdaya manusia, adalah dua kekuatan yang tidak terbantahkan apabila dapat disikapi dengan penguatan potensi secara sungguh-sungguh, untuk mampu bersaing dalam pertarungan kerjasama global yang diberitakan berstandar tinggi, komprehensif, dan ambisius. Disisi lain, terdapat konsekuensi yang harus ditanggung oleh Indonesia jika memutuskan untuk bergabung dengan TPP karena TPP tidak hanya sekedar
perjanjian
perdagangan
namun
TPP
secara
agresif
mempengaruhi idiologi bangsa dan negara yang telah dirumuskan oleh para founding father, menekan perubahan konsep kebijakan nasional, dan seluruh peraturan perundang – undangan yang telah ditetapkan sebagai payung hukum pelaksanaan rencana pembangunan jangka panjang nasional, rencana pembangunan jangka menengah nasional serta rencana kerja tahunan pemerintah. Mengingat TPP bersifat legally binding, maka apabila Indonesia melakukan aksesi terhadap TPP, seluruh kebijakan jangka panjang, menengah dan berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia yang bertentangan dengan aturan dalam klausul perjanjian TPP harus disesuaikan. Apabila tidak disesuaikan, maka berpotensi akan digugat oleh sesama negara anggota yang menganggap kepentingan mereka dibatasi dengan
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2016 - Pusat Analisis Determinan Kesehatan
39
peraturan lokal. Tidak hanya negara anggota, bahkan apabila suatu multi national corporation tidak mendapatkan potensi keuntungan seperti yang diharapkan akibat adanya regulasi yang tidak sejalan di Indonesia, maka korporasi tersebut juga dapat menggugat pemerintah Indonesia. Padahal, jika dicermati banyak pasal yang tercantum dalam 30 chapter TPP jika harus diikuti ternyata tidak sejalan dengan idiologi bangsa dan peraturan perundangan serta regulasi di negara Indonesia. Dari 5260 regulasi yang di review oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, 1064 diantaranya terkait dengan TPP, dan terdapat sejumlah 236 regulasi yang perlu diamandemen, antara lain 45 undangundang, 50 peraturan pemerintah, dan 141 peraturan menteri (17 diantaranya adalah peraturan menteri kesehatan). Dengan demikian TPP berdampak kepada banyak peraturan yang perlu direvisi dan disesuaikan dengan kepentingan TPP. Mengantisipasi hal tersebut, perlu dipertimbangkan pula agar pemerintah Indonesia melakukan negosiasi. Namun penting pula untuk diketahui bahwa negosiasi yang dilakukan pemerintah dengan negara anggota TPP tersebut bersifat tidak terbuka, sehingga memerlukan ketelitian dan kehati–hatian pada saat proses negosiasi guna mencegah terjadinya multi persepsi dan multi interpretasi antar negara anggota yang berujung kepada munculnya gugatan. Pada kenyataannya, tidak mudah menyepakati perbedaan muatan lokal dengan konten dalam perjanjian TPP (Trans Pacific Partnership) karena belum tentu substansi yang dibahas sama konteksnya di seluruh negara anggota. Dari ringkasan diatas maka diperoleh KAJIAN KEIKUTSERTAAN INDONESIA DALAM TRANS-PACIFIC PARTNERSHIP (TPP) PADA SEKTOR KESEHATAN, yang nantinya akan jadi bahan pertimbangan bagi pejabat di Kementerian Kesehatan RI. b. Pendekatan Keluarga Program Indonesia Sehat merupakan salah satu program dari Agenda ke5 Nawa Cita, yaitu Meningkatkan Kualitas Hidup Manusia Indonesia. Program ini didukung oleh program sektoral lainnya yaitu Program Indonesia Pintar, Program Indonesia Kerja, dan Program Indonesia Sejahtera. Program Indonesia Sehat selanjutnya menjadi program utama
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2016 - Pusat Analisis Determinan Kesehatan
40
Pembangunan Kesehatan yang kemudian direncanakan pencapaiannya melalui Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019, yang ditetapkan melalui Keputusan Menteri Kesehatan R.I. Nomor HK.02.02/Menkes/ 52/2015. Program Indonesia Sehat dilaksanakan dengan menegakkan tiga pilar utama, yaitu: (1) penerapan paradigma sehat, (2) penguatan pelayanan kesehatan, dan (3) pelaksanaan jaminan kesehatan nasional (JKN). Penerapan paradigma sehat dilakukan dengan strategi pengarusutamaan kesehatan dalam pembangunan, penguatan upaya promotif dan preventif, serta pemberdayaan masyarakat. Penguatan pelayanan kesehatan dilakukan dengan strategi peningkatan akses pelayanan kesehatan, optimalisasi sistem rujukan, dan peningkatan mutu menggunakan pendekatan continuum of care dan intervensi berbasis risiko kesehatan. Sedangkan pelaksanaan JKN dilakukan dengan strategi perluasan sasaran dan manfaat (benefit), serta kendali mutu dan biaya. Kesemuanya itu ditujukan kepada tercapainya keluarga-keluarga sehat. Upaya pencapaian prioritas pembangunan kesehatan tahun 2015-2019 dalam Program Indonesia Sehat dilaksanakan dengan mendayagunakan segenap potensi yang ada, baik dari pemerintah pusat, provinsi, kabupaten/kota, maupun masyarakat. Pembangunan kesehatan dimulai dari unit terkecil dari masyarakat, yaitu keluarga. Pembangunan keluarga, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga serta Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, adalah upaya mewujudkan keluarga berkualitas yang hidup dalam lingkungan yang sehat.
Gambar 9. Pedoman Indonesia Sehat Dengan Pedekatan Keluarga
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2016 - Pusat Analisis Determinan Kesehatan
41
Selain itu, Pusat Analisis Determinan Kesehatan juga telah menghasilkan capaian kinerja lainnya yang antara lain :
1. PEMERIKSAAN EBA 1. DOKUMEN
HASIL
PEMERIKSAAN
EBA
DI
10
RS
VERTIKAL Executive Brain Assessment (EBA) adalah sebuah tes identifikasi potensi
otak
individu
yang
mendasari
kapasitas
SDM
dan
kepemimpinan seseorang dalam aktivitasnya di organisasi. Penilaian EBA bertujuan untuk menggali potensi pegawai secara individual melalui identifikasi kemampuan eksekutif otak yang berkaitan dengan kapabilitas dan integritas individu dalam pekerjaan. Hasil penilaian ini secara sistematis dapat memberikan "potret” kekuatan sumber daya manusia bagi organisasi, untuk memberikan dasar yang kuat dalam menyusun dan mengevaluasi langkah-langkah strategis membangun organisasi. Hasil pemeriksaan EBA juga menjadi dasar upaya peningkatan kemampuan eksekutif otak yang berhubungan langsung dengan kapabilitas dan integritas dalam rangka meningkatkan efektifitas dan efisiensi pekerjaan dan kepemimpinan individu dalam mencapai tujuan organisasi dengan internalisasi Revolusi Mental bidang kesehatan. Upaya ini menggunakan konsep Human Executive Brain Assessment and Development (HEBAD) yaitu intervensi yang dilakukan terhadap peningkatan kapabilitas dan integritas individu berdasarkan kebutuhan pemenuhan kesenjangan antara profil potensi otak individu yang terukur sebagai profil otak individu dengan tuntutan dan beban pekerjaan yang diidentifikasi sebagai profil otak jabatan. Pemenuhan kecocokan antara profil potensi otak individu dengan profil otak jabatan merupakan upaya pencapaian peningkatan kinerja yang efektif dan efisien dalam pencapaian tujuan organisasi. Laporan
hasil
penilaian
pemeriksaan
EBA
(Executive
Brain
Assessment) terdiri dari hasil di 10 RS Vertikal, antara lain: 1.
RSJ Lawang
2.
RSM Cicendo Bandung
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2016 - Pusat Analisis Determinan Kesehatan
42
3.
RSJ Magelang
4.
RS M Husein Palembang
5.
RS Karyadi Semarang
6.
RS Kandow Manado
7.
RSO DR Soeharso Solo
8.
Dr Sanglah Denpasar
9.
RS Cipto Mangunkusumo Jakarta
10. RSP Rotinsulu Bandung Laporan ini mendeskripsikan hasil penilaian pemeriksaan EBA (Executive Brain Assessment) terhadap calon agen perubahan di 10 RS Vertikal. Laporan ini disampaikan dengan maksud agar para pengelola pengembangan SDM di 10 RS Vertikal yang telah melakukan kegiatan pemeriksaan EBA untuk dapat menggunakan hasil pemeriksaan EBA sebagai dasar merencanakan peningkatan kapabilitas dalam bentuk capacity building (peningkatan kapasitas) melalui internalisasi Revolusi Mental bidang kesehatan secara berkesinambungan di tempat kerja mulai pembentukan Agen Perubahan (Agen of Change), Role model kepemimpinan
perubahan
serta
Transformasi
perubahan
berkesinambungan melalui kegiatan consulting, team building, training, coaching, mentoring, konseling dan lain-lain serta penguatan integritas sebagai terobosan terbaru metode dan strategi peningkatan integritas melalui pengembangan kecerdasaan bersama (collective intellegence) yang akan melibatkan seluruh pemangku kepentingan di 10 RS Vertikal. 2.
CAPAIAN
DUKUNGAN
PADA
PENGEMBANGAN
DAN
PEMANFAATAN EBA OLEH TIM NASIONAL EBA Pertemuan evaluasi kegiatan Executive Brain Assessment dihadiri oleh: Ahli / profesi : 1)
dr. Muhammad Akbar, Sp. S(K): FK Unhas/Neuroscience
2)
Dr. Elmira Sumintardja F (PSIKOLOGI UNPAD)
3)
dr. Adre Mayza, Sp. S(K) : Dep NEUROLOGI FKUI-RSCM
4)
Dr. Heru Wiryanto (AGREDATA CONSULTAN))
5)
Dr. Anam Ong, Sp. S(K) (PP PERDOSSI)
6)
Yusuf Hari Yuda, M.Si (PSIKOMETRIK)
7)
Dr. Bagus Sulistiyo Budi, Sp KJ (PP PDSKJI)
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2016 - Pusat Analisis Determinan Kesehatan
43
8)
Dr. Robert Olloan Rajagukguk (PP HIMPSI)
Kementerian Kesehatan: 1)
Biro Hukum dan Organisasi
2)
Direktorat Kesehatan Jiwa
3)
Biro Kepegawaian
4)
Pusdiklat Aparatur
5)
Sekretariat Badan PPSDMKes
Tujuan : 1) Mengkoordinasikan
pemanfaatan
EBA
dan
evaluasi
pelaksanaannya. 2) Menyepakati hal-hal yang menjadi isu penting pengembangan instrumen dan implementasinya pada program penataan SDM. 3) Menggali informasi lebih jauh tentang sejarah dan kronologis perkembangan EBA. Hasil pertemuan: 1) Pembentukan Rumah EBA di kantorKementerian Kesehatan (direncanakan di Klinik Kemenkes), yang akan digunakan untuk ruang pemeriksaan dan konsultasi hasil pemeriksaan EBA. Hasil EBA selain diberikan pada satuan kerja juga diberikan kepada individu yang dinilai sehingga individu tersebut mengetahui kelebihan dan kekurangan pada dirinya, selanjutnya dapat merencanakan program pengembangan potensinya. 2) Pengembangan instrumen Executive Brain Assessment: a.
Pengembangan EBA di daerah dengan membuat sentra-sentra pelayanan EBA di regional barat, timur dan tengah.
b.
Pelatihan standarisasi assessor untuk mendukung sentrasentra pelayanan EBA di daerah. Pelatihan akan dilakukan melalui kerjasama dengan rumah sakit pendidikan dan organisasi profesi di daerah.
c.
Pengembangan instrumen EBA untuk peminatan studi dan perencanaan karir.
d.
Pengembangan model implementasi pada rekruitmen PNS, seleksi untuk Tenaga Kesehatan Haji Indonesia (TKHI), dan promosi jabatan. Promosi jabatan dengan mengembangkan
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2016 - Pusat Analisis Determinan Kesehatan
44
segmentasi penilaian EBA pada strata jabatan dengan membuat brain job analysis(job brain profile) pada berbagai tingkat jabatan dan jenis pekerjaan berdasarkan uraian jabatan dan atau standar kompetensi jabatan. e.
Pengembangan konsep HEBAD (Human Executive Brain Assessment and Development). Konsep ini memperluas cakupan program agar Executive Brain Assessment tidak hanya berhenti sebatas mapping potensi (assessment) tetapi juga
terkait
pengembangan
potensi
yang
dimilikinya
(development) melalui berbagai metode intervensi. 3) Membangun sistem IT untuk mempermudah dalam input data, analisa dan pengolahan data hasil penilaian, serta pengembangan data base hasil EBA yang terintegrasi dengan SIMKA atau SIMPEG. 4) Mengkaji kemungkinan untuk PNBP melalui koordinasi dengan Biro Keuangan. 5) Sosialisasi,
koordinasi
dan
kerjasama
dalam
rangka
pengembangan instrumen Executive Brain Assessment baik lintas program maupun lintas sektor. 3. CAPAIAN HASIL PEMERIKSAAN EBA LS DAN LP DI LUAR DIPA PADK TAHUN 2016 EBA merupakan suatu model identifikasi body and mind-brain/mentalemotion sebagai suatu sistem pengembangan potensi manusia. Mekanisme untuk memahami proses belajar dan berpikir di otak menjadi pengetahuan, keterampilan, sikap, dan kreativitas yang paling menentukan keberhasilan dan memberikan kontribusi terbaik pada kemajuan organisasi. Executive Brain Assessment mengidentifikasi (1) berpikir otak manusia dalam belajar lewat beberapa cara: visual, auditorik, kinestetik. (2) fleksibilitas berpikir kiri atau kanan, serta (3) model responsifitas berpikir mulai dari rasional, manajerial, emosional sampai strategikal. Variasi hasil ini menunjukan adanya perbedaan individual pada setiap orang dalam mengembangkan diri secara optimal.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2016 - Pusat Analisis Determinan Kesehatan
45
Hasil pemeriksaan EBA juga menjadi dasar upaya peningkatan kemampuan eksekutif otak yang berhubungan langsung dengan kapabilitas dan integritas dalam rangka meningkatkan efektifitas dan efisiensi pekerjaan individu dalam mencapai tujuan organisasi. Pemenuhan kecocokan antara profil potensi otak individu dengan profil otak jabatan merupakan upaya pencapaian peningkatan kinerja yang efektif dan efisien dalam pencapaian tujuan organisasi. Sepanjang tahun 2016 telah ada beberapa permintaan tes EBA dari beberapa instansi lintas sektor antara lain: 1.
Pemeriksaan EBA pada 32 Tunas Integritas Kementerian Kelautan dan Perikanan di Bandung
2.
Pemeriksaan Executive Brain Assessment (EBA) pada 51 Tunas Integritas Kementerian KKP
3.
Pemeriksaan Executive Brain Assessment (EBA) 251 struktural dan fungsional senior Pemrov Banten
4.
Pemeriksaan Executive Brain Assessment (EBA) pada 18 eselon 2 Pemkot Bandung
5.
Pemeriksaan Executive Brain Assessment (EBA) pada 168 Mandiri Best Employee PT Bank Mandiri
6.
Pemeriksaan 20 Tunas Integritas KLOP dalam TOT KPK di Medan
7.
Pemeriksaan Executive Brain Assessment (EBA) pada 24 manajer PT Angkasa Pura 2
8.
Pemeriksaan Executive Brain Assessment (EBA) pada 22 manajer PT Angkasa Pura 2
9.
Pemeriksaan Executive Brain Assessment (EBA) pada 309 struktural dan fungsional RS Paru Rotinsulu Bandung
4. CAPAIAN HASIL
PEMERIKSAAN EBA UNTUK
CAPACITY
BUILDING PADA UNIT KERJA KEMENTERIAN KESEHATAN Capacity building adalah serangkaian aktivitas strategis yang ditujukan untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas dan responsivitas kinerja
pemerintahan
dengan
memusatkan
perhatian
kepada
pengembangan sumber daya manusia dan organisasi. Capacity building di lingkungan Kementerian Kesehatan RI dilaksanakan secara
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2016 - Pusat Analisis Determinan Kesehatan
46
terintegrasi dengan semangat perubahan
organisasi berdasarkan
tuntutan reformasi birokrasi menuju terlaksana prinsip-prinsip good governance yaitu keterbukaan informasi (transparency), akuntabilitas (accountability),
pertanggungjawaban
(responsibility),
kemandirian
(independency), kesetaraan dan kewajaran (fairness). Capacity building yang dilaksanakan harus memperhatikan proses peningkatan kapasitas individu dan organisasi dalam rangka mensukseskan
reformasi
birokrasi
di
lingkungan
Kementerian
Kesehatan RI, yaitu tercapainya cita-cita perubahan, terselenggaranya manajemen perubahan, penataan peraturan perundang-undangan, penataan dan penguatan organisasi, penataan tatalaksana, penataan sistem manajemen SDM aparatur, penguatan pengawasan, penguatan akuntabilitas kinerja, serta peningkatan kualitas pelayanan publik. Untuk mencapai perubahan yang diharapkan oleh setiap satuan kerja sebagai tahap awal diperlukan profil sumber daya manusia (SDM) dan profil organisasi (program) setiap satuan kerja. Capacity building didahului dengan pemetaan profil SDM dan profil organisasi setiap satker diperoleh melalui kegiatan Executive Brain Assessment (EBA) dan asesmen organisasi. Keduanya kemudian dijadikan dasar atau acuan dalam membuat management perubahan satuan kerja atau lebih dikenal dengan istilah from - to. Dokumen atau rencana perubahan from – to setiap satuan kerja kemudian ditindaklanjuti dalam suatu rencana aksi kegiatan perubahan oleh AoC yang telah ditetapkan. Dalam rangka mensukseskan pelaksanaan capacity building, profil SDM yang sudah ada melalui kegiatan Executive Brain Assessment (EBA) dijadikan sebagai dasar intervensi yang dilakukan antara lain: 1) Training, 2) Mentoring, 3) Coaching dan 4) Counselling. Segala bentuk kegiatan ini disesuaikan dengan rencana perubahan satuan kerja (from – to) dikaitkan dengan profil SDM dan organisasi satuan kerja sehingga tercipta suatu skenario capacity building bagi satuan kerja. Adapun laporan ini mencoba memberikan gambaran analisa skenario capacity building dari beberapa satuan kerja di lingkungan Kementerian Kesehatan RI yang mengundang PADK untuk
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2016 - Pusat Analisis Determinan Kesehatan
47
memberikan
masukan
feedback
pengembangan
organisasi
berdasarkan hasil EBA, antara lain: 1. Capacity building tindaklanjut EBA BPFK di Surabaya 2. Feedback hasil Executive Brain Assessment (EBA) pada kegiatan capacity building seluruh pegawai Pusat Krisis Kesehatan 3. Paparan pemanfaatan hasil EBA pada kegiatan revolusi mental di LPMJ DKI Jakarta 4. Feedback hasil Executive Brain Assessment (EBA) hasil EBA seluruh pegawai RS Rotinsulu Bandung 5. Feedback hasil Executive Brain Assessment (EBA) pada kegiatan capacity building seluruh pegawai Biro Umum 6. Feedback hasil Executive Brain Assessment (EBA) pada kegiatan capacity building seluruh pegawai Pusat Kesehatan Haji.
2. AGEN PERUBAHAN KEMENTERIAN KESEHATAN A. REKRUITMENT AGEN PERUBAHAN KEMENTERIAN KESEHATAN
Agen Perubahan adalah individu/kelompok terpilih yang menjadi pelopor perubahan dan sekaligus dapat menjadi contoh dan panutan dalam perilaku yang mencerminkan integritas dan kinerja yang tinggi di lingkungan organisasinya (PERMENPAN-RB No. 27 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pembangunan Agen Perubahan di Instansi Pemerintah)
Proses Rekruitmen dibagi menjadi 3 yaitu: 1. Tahapan Nominasi (Satuan kerja mengusulkan calon AoC sebanyak 20% dari jumlah struktural dan fungsional berdasarkan kriteria individu yang dimiliki antara lain:Kinerja memuaskan (minimal baik), Perilaku menunjukan keteladanan dalam kedisiplinan, tanggung jawab, kemampuan memberi pengaruh positif, inovatif dan produktif serta berintegritas) 2. Tahapan Seleksi (PADK membuat rekomendasi berdasarkan analisa potensi kapabilitas dan integritas penilaian Executive Brain Assessment pada usulan nama satker)
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2016 - Pusat Analisis Determinan Kesehatan
48
3. Tahapan Eleksi (Satuan kerja menetapkan AoC sebanyak 3 orang fungsional dan 1 orang struktural berdasarkan hasil di tahap nominasi dan tahap seleksi.)
Mencocokan Profil Otak dengan Kriteria AoC menggunakan pemeriksaan EBA
Seluruh satuan kerja diminta berkontribusi dalam tahapan eleksi yaitu dengan bersurat dengan tanda tangan kepala satker masingmasing dengan ketentuan sebagai berikut: Ketua : Kepala Satuan Kerja Wakil : Eselon 3 atau 4 Anggota : 1. ……. 2. …….. 3. ……..
Kementerian Kesehatan telah memiliki kelompok Agent of Change (AoC) yang dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan Nomor Hk.03.01/III/SK/073/2015 tentang Tim Asesor dan Agen Perubahan (AoC) Reformasi Birokrasi Kementerian Kesehatan
B. PEMBEKALAN DAN DEKLARASI AGEN PERUBAHAN DI KM. KELUD Kegiatan pembekalan dan deklarasi Agen Perubahan (agen of change) Kementerian Kesehatan dilaksanakan dalam rangka mendorong perubahan mindset dan culture set berdasarkan program manajemen perubahan
dalam
Roadmap
Reformasi
Birokrasi
Kementerian
Kesehatan 2015-2019 dan Internalisasi Revolusi Mental Bidang Kesehatan yang disusun dalam dokumen Revolusi Mental Bidang Kesehatan. Telah ditetapkan Agent of Change di Lingkungan Kementerian Kesehatan berdasarkan keputusan Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan RI Nomor HK.02.03/III/SK/141/2016 tentang Penetapan Agent of Change di Lingkungan Kementerian Kesehatan. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk meningkatkan kemampuan agen perubahan di lingkungan unit utama Kemenkes lainnya dalam mendorong terciptanya budaya kerja baru yang positif dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik di bidang kesehatan untuk
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2016 - Pusat Analisis Determinan Kesehatan
49
mencapai akuntabilitas kinerja, bebas KKN, dan peningkatan pelayanan publik. Kegiatan pembekalan dan deklarasi Agen Perubahan (agen of change) ini merupakan salah satu dari rangkaian Hari Kesehatan Nasional ke 52 tahun 2016 dalam mendorong terciptanya budaya kerja baru yang positif dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik di bidang kesehatan. Peserta terdiri dari
agen perubahan Kementerian Kesehatan yang
terdiri dari pejabat eselon 2 sebagai koordinator Agen Perubahan pada masing-masing unit satuan kerja, serta pejabat eselon 3 dan 4 dan pejabat fungsional yang terpilih sebagai agen perubahan dari seluruh satuan kerja unit utama di Kementerian Kesehatan. Undangan peserta yang turut menyaksikan Kegiatan pembekalan dan deklarasi Agen Perubahan (agen of change) Kementerian Kesehatan ini antara lain Deputi Bidang SDM Aparatur, dan Deputi Bidang RB, Akuntabilitas dan Pengawasan Kementerian PAN RB, Komisi Pemberantasan Korupsi, Direktur Utama Rumah Sakit-Rumah Sakit Vertikal Kementerian Kesehatan, anggota Pokja Manajemen perubahan Tim RB Kementerian Kesehatan, serta Undangan lainnya. Kegiatan ini akan diisi dengan keynote speech tentang Strategi Membangun Integrity Advantage ASN Kesehatan oleh Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi Bapak Saut Situmorang, dilanjutkan pembekalan materi Pembangunan Integritas oleh tim Komisi Pemberantasan Korupsi, serta materi Peningkatan Etos Kerja Dan Gotong Royong oleh Nara Sumber dari Universitas Tarumanagara. Metode yang digunakan dalam kegiatan workshop ini adalah dengan ceramah, studi kasus, role play, games dan self assessment. Setelah kegiatan pembekalan akan dilanjutkan dengan penyusunan tindak lanjut rencana perubahan di unit satuan kerja yang akan disusun oleh tim agen perubahan di satuan kerja masing-masing, diakhiri dengan prosesi deklarasi Agen Perubahan (agen of change) Kementerian Kesehatan. Harapan dari kegiatan ini adalah peningkatan kemampuan strategi manajemen perubahan pada Agen Perubahan (agen of change) di Kementerian Kesehatan sehingga dapat memberikan pengaruh efektif dan positif pada perubahan organisasi dalam iklim kerja di setiap satuan kerjanya.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2016 - Pusat Analisis Determinan Kesehatan
50
Selama pembekalan akan menginternalisasikan nilai-nilai Revolusi Mental bidang kesehatan yaitu: a. Sehat Tanpa Korupsi: Jaga diri, Jaga teman, jaga Kemenkes. b. Sehat Melayani: Cepat, Tepat, Bersahabat. c. Indonesia Sehat: Gerakan Masyarakat Sehat dan PHBS
Gambar 10. Pembekalan Dan Deklarasi Agen Perubahan Di KM. Kelud
3. RESOLUSI
RAKERKESNAS
DALAM
PENGUATAN
SISTEM
KESEHATAN NASIONAL PADA ERA DESENTRALISASI KESEHATAN Rapat Kerja Kesehatan Nasional Kementerian Kesehatan merupakan forum koordinasi tertinggi serta sebagai sarana untuk melakukan sosialisasi, pembahasan dan perumusan Prioritas Kebijakan Program Pembangunan Kesehatan. Rakerkesnas juga merupakan forum yang sangat strategis karena dihadiri oleh seluruh pemangku kebijakan kesehatan di lingkungan Kantor Pusat, Kantor Daerah, Satuan Kerja Perangkat Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota serta seluruh lintas sektor yang dilaksanakan setiap tahun dengan pembiayaan yang cukup besar. Dalam rangka mempersiapkan forum Rakerkesnas Tahun 2017 diperlukan upaya terobosan yang bertujuan:
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2016 - Pusat Analisis Determinan Kesehatan
51
1.
Mempersiapkan agenda yang lebih fokus pada upaya penguatan hasil pemetaan tiap Sub Sistem Kesehatan Nasional yang telah tercantum dalam Resolusi Rakerkesnas Tahun 2016. 2. Membagi urusan dan kewenangan kesehatan antara Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten Kota sesuai Undang - Undang 23/ 2014 tentang Pemerintah Daerah. 3. Meningkatkan pelayanan kesehatan kepada individu, keluarga dan masyarakat melalui pendekatan keluarga serta mengupayakan gerakan masyarakat hidup sehat kepada seluruh lintas sektor dan pemerintah daerah. Untuk mempersiapkan hal tersebut Pusat Analisis Determinan Kesehatan, selaku steering committee Rakerkesnas serta sesuai penugasan dalam Surat Keputusan Sekretaris Jenderal nomor HK.02.03/IX/SK/187/2016 tentang Tim Studi Analisis Resolusi Rakerkesnas Dalam Penguatan Sistem Kesehatan
Nasional
Pada
Era
Desentralisasi
Kesehatan,
telah
menyelesaikan studi analisis sebagai bagian dari monitoring dan evaluasi resolusi rakerkesnas berupa pemetaan kondisi ke – 7 subsistem dalam kerangka Sistem Kesehatan Nasional (SKN) di 34 provinsi. Dalam melakukan proses analisis tersebut, Pusat Analisis Determinan Kesehatan bekerjasama pula dengan Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya dan Pelayanan Kesehatan, Badan Litbangkes serta melibatkan tim ahli Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada. Dengan demikian, pada tahun 2017 sektor kesehatan telah memiliki baseline pemetaan situasi dan kondisi pada setiap subsistem SKN di 34 Provinsi sebagai peta jalan yang menggambarkan kekuatan dan kelemahan Sistem Kesehatan Nasional sebagai dasar bagi Kementerian Kesehatan dalam menjalankan proses pembangunan kesehatan disetiap Provinsi. Hal tersebut dapat diartikan bahwa, semakin kuat hasil pemetaan Sistem Kesehatan Nasional pada suatu provinsi, menggambarkan semakin kecil policy gap atau policy conflict yang terjadi di provinsi tersebut. Sebaliknya semakin lemah hasil pemetaan Sistem Kesehatan Nasional pada suatu provinsi, menggambarkan semakin besarnya potensi policy gap atau policy conflict di provinsi tersebut. Selanjutnya, selama ini Kementerian Kesehatan telah
memiliki
pula
konsep
pengendalian
pelaksanaan
program
pembangunan kesehatan dalam bentuk pembinaan wilayah (Binwil), yaitu
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2016 - Pusat Analisis Determinan Kesehatan
52
penugasan yang dipimpin oleh Pejabat Eselon I sebagai koordinator pada provinsi binaan untuk mengukur pencapaian kinerja program. Dalam konteks percepatan pelaksanaan Program Indonesia Sehat melalui Pendekatan Keluarga dan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat, adanya pemetaan kekuatan dan kelemahan ditiap subsistem kesehatan pada 34 provinsi tersebut, diharapkan dapat memberikan gambaran untuk memudahkan kinerja binwil dalam melakukan analisis stakeholders sebelum dan pada saat melakukan pembinaan dan advokasi substansi pendekatan keluarga dan gerakan masyarakat hidup sehat pada lingkungan provinsi binaannya. Provinsi dengan kondisi subsistem SKN yang kuat memiliki kendala yang lebih minimal dan potensi keberhasilan yang lebih besar dibandingkan dengan provinsi dengan kondisi subsistem SKN yang lemah. Sehingga pada provinsi dengan subsistem SKN yang lemah membutuhkan pendalaman masalah, advokasi dan penguatan kebijakan dan program dengan sumber daya yang lebih besar dari pembina wilayahnya untuk mendorong percepatan pelaksanaan Program Indonesia Sehat dibandingkan dengan provinsi dengan pemetaan subistem yang lebih kuat. Dengan demikian pembina wilayah diharapkan dapat lebih mengoptimalkan pelaksanaan pembinaan wilayah serta lebih fokus dalam melakukan penguatan sesuai besaran permasalahan pada lokasi binaanya dalam rangka memperkuat subsistem yang lemah sesuai pembagian peran dan fungsi yang telah diatur dalam Undang – Undang 23/2014 tentang Pemerintah Daerah. B. Realisasi Anggaran Persentase realisasi anggaran Pada tahun 2016, Pusat Analisis Determinan Kesehatan memperoleh alokasi anggaran sebesar Rp. 27.758.578.000,-. Realisasinya adalah Rp. 23.363.585.946,- atau sebesar 84,16 %. Persentase realisasi anggaran berdasarkan program/kegiatan Pada tahun 2016, Pusat Analisis Determinan Kesehatan telah melaksanakan kegiatankegiatan terpadu yang melibatkan partisipasi aktif stake holder, yaitu antara lain dari: Lintas Program, Lintas Sektor, serta profesi terkait. Kegiatan/program yang dilaksanakan antara lain: 1) Penyusunan Dokumen Analisis Gambaran Desentralisasi Kesehatan Di Indonesia, 2) Penyusunan Dokumen Analisis SDM Kesehatan Di Daerah Terpencil, Perbatasan Dan Kepulauan, 3) Penyusunan Dokumen Analisis Dampak
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2016 - Pusat Analisis Determinan Kesehatan
53
Pornografi Terhadap Kualitas SDM, 4) Penyusunan Dokumen Analisis Kebijakan Penetapan Harga Obat, 5) Rancang Bangun Pengembangan Kesehatan Inteligensia Di 7 Propinsi, 6) Penyusunan Dokumen Analisis Membangun Revolusi Mental Bidang Kesehatan, 7) Penguatan Potensi Integritas Pada Aparatur Sipil Negara, 8) Penyusunan Profil Pengembangan
Kesehatan Inteligensia Di Daerah, 9) Jejaring Peningkatan
Kebijakan Pembangunan Kesehatan : a) Keikutsertaan Indonesia dalam Transpasific Partnership Sektor Kesehatan, b) Pendekatan Keluarga. Realisasi anggaran berdasarkan program/kegiatan tahun 2016 tersebut, dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 7 Realisasi anggaran berdasarkan program/kegiatan Tahun 2016
Alokasi anggaran sesuai DIPA [5831.040] Kebijakan Pembangunan Kesehatan Berdasarkan Analisis Determinan Kesehatan [Dokumen] [5831.041] Dukungan Layanan Manajemen [Bulan Layanan] [5831.994] Layanan Perkantoran [Bulan Layanan] TOTAL
Besarnya Anggaran
Realisasi Belanja
22.577.836.000,- 19.640.942.202,-
Realisasi (%) 86,9
3.239.700.000,-
1.980.172.300,-
61,12
1.941.042.000,-
1.742.471.444,-
89,76
27.758.578.000,- 23.363.585.946,-
84.16
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2016 - Pusat Analisis Determinan Kesehatan
54
BAB IV PENUTUP 4.1 SIMPULAN Laporan Akuntabilitas Kinerja Pusat Analisis Determinan Kesehatan tahun 2016, merupakan sarana untuk menyampaikan pertanggungjawaban kinerja kepada Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan RI dan seluruh pemangku kepentingan baik yang terkait langsung maupun tidak langsung dalam kurun waktu tahun 2016. Laporan ini juga menjadi sumber informasi untuk perbaikan dan peningkatan kinerja secara berkelanjutan. Indikator kinerja Pusat Analisis Determinan Kesehatan terdiri dari 1 (satu) indikator. Pada tahun 2016, Pusat Analisis Determinan Kesehatan, dapat mencapai indikator kinerjanya tersebut, sesuai target yang telah ditetapkan (terealisasi sebesar 100%). Di mana output kegiatan terealisasi sebesar 100%. Pada tahun 2016 DIPA Pusat Analisis Determinan sebesar Rp. 37.711.1928.000,- yang bersumber dari APBN. Jumlah ini termasuk efisiensi anggaran sebesar Rp. 9.952.614.000,-, sehingga pagu Pusat Analisis Determinan Kesehatan sebenarnya sebesar Rp. 27.758.578.000,-, dengan realisasi anggaran sebesar Rp 23.363.585.946,- atau 84,17 % dari anggaran yang dialokasikan. Pusat Analisis Determinan Kesehatan, memfokuskan kegiatan pada analisis lingkungan strategis, analisis perilaku dan kesehatan intelegensia. Prosentase pencapaian target tiap-tiap program/kegiatan adalah sebagai berikut: 1) Bidang Analisis Kebijakan lingkungan strategis dengan capaian
target
keuangan
sebesar 91% dengan output kinerja, rata-rata 100 %; 2) Bidang Analisis perilaku dan kesehatan intelegensia dengan capaian output sebesar 100% dengan menggunakan anggaran sebesar 85 %. Meskipun serapan anggaran tidak mencapai 100%, namun semua kegiatan dapat dilaksanakan dengan baik sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapkan. Walaupun demikian, ada beberapa hal yang menjadi masalah dalam pelaksanaan tugas dan fungsi, yaitu antara lain penjadwalan kegiatan tidak tepat waktu sesuai perencanaan, pemotongan anggaran yang mengakibatkan terjadinya kendala pelaksanaan kegiatan. Keterbatasan waktu narasumber serta perbedaan paradigma di antara peserta, juga menjadi salah satu permasalahan dalam kegiatan penyusunan dokumen analisis.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2016 - Pusat Analisis Determinan Kesehatan
55
Secara umum dapat disimpulkan bahwa Pusat Analisis Determinan Kesehatan telah merealisasikan program dan kegiatan tahun 2016. Keberhasilan yang telah dicapai tahun 2016 ini, diharapkan dapat menjadi parameter agar kegiatan-kegiatan di tahun berikutnya dapat dilaksanakan secara lebih efektif dan efisien, sedangkan segala kekurangan yang menghambat tercapainya target dan kegiatan diharapkan dapat diatasi sehingga tidak berdampak pada kinerja tahun-tahun mendatang.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2016 - Pusat Analisis Determinan Kesehatan
56