7
BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGA PEMIKIRAN
2.1 Landasan Teori 2.1.1 Laporan Keuangan 2.1.1.1 Pengertian Laporan Keuangan Menurut Weston (2002, h24) laporan keuangan melaporkan prestasi historis dari suatu perusahaan dan memberikan dasar, bersama dengan analisis bisnis dan ekonomi, untuk membuat proyeksi dan peramalan untuk masa depan. Laporan keuangan merupakan kartu angka untuk mencatat dan mengevaluasi kinerja suatu organisasi. Laporan-laporan keuangan karena itu penting bagi manajemen organisasi yang efisien. Sedangkan menurut Brigham (2006, h44) laporan keuangan adalah beberapa lembar kertas dengan angka-angka yang tertulis di atasnya, tetapi penting juga untuk memikirkan aset-aset nyata yang mendasari angka- angka tersebut. Jadi pada dasarnya, laporan keuangan adalah hasil dari proses akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat berkomunikasai antara data keuangan atau aktivitas suatu perusahaan dengan pihak yang berkepentingan dengan aktivitas perusahaan tersebut. Laporan keuangan yang dihasilkan dari aktivitas pencatatan (akuntansi) dalam suatu perusahaan merupakan input dalam penilaian kinerja perusahaan pada tahun pencatatan tersebut.
2.1.1.2 Tujuan Laporan Keuangan Menurut Lapoliwa dan Kurwandi dalam Granadha (2002), yang dikutip oleh Natalia dan Indra Widjaja Jurnal Riset dan Konsep Manajemen Volume 1 No. 2 November, 2006, p43, pada dasarnya tujuan dari laporan keuangan adalah :
8
1. Untuk memberikan informasi keuangan yang dapat dipercaya mengenai posisi keuangan perusahaan pada suatu saat tertentu. 2. Untuk memberikan informasi keuangan yang dapat dipercaya mengenai hasil usaha perusahaan selama periode akuntansi tertentu. 3. Informasi keuangan yang dapat membantu pihak yang berkepentingan untuk menilai atau menginterpretasikan kondisi dan potensi dari suatu perusahaan. 4. Informasi penting lainnya yang relevan dengan kebutuhan pihak yang berkepentingan dengan laporan keuangan yang bersangkutan.
2.1.1.3 Bentuk-Bentuk Laporan Keuangan Laporan keuangan terdiri atas bagian tertentu suatu informasi penting mengenai operasi perusahaan yang dilaporkan dalam bentuk: 1. Laporan Laba Rugi (Income Statement) Menurut Van Horne (1997, h129) laporan laba rugi adalah ringkasan pendapatan dan biaya perusahaan, selama periode tertentu, diakhiri dengan laba atau kerugian bersih untuk periode tersebut. Keown menjelaskan dalam bukunya Dasar-Dasar Manajemen Keuangan (2001, h80) laporan laba rugi untuk periode tertentu terdiri atas penerimaan bersih dikurangi beban periode itu . Menurutnya laporan laba rugi merupakan ringkasan dari 4 jenis kegiatan : a. Menjual produk atau jasa. b. Beban produksi atau untuk mendapatkan barang atau jasa yang dijual. c.
Beban yang timbul dalam memasarkan dan mendistribusikan produk atau jasa pada konsumen, serta yang berkaitan dengan beban administratif operasional, dan
d. Beban keuangan dalam menjalankan bisnis, contohnya, bunga yang dibayarkan pada kreditur dan pembayaran deviden pada pemegang saham preferen.
9
Sedangkan menurut Brigham (2006,h50) laporan laba rugi adalah laporan yang mengikhtisarkan pendapatan dan pengeluaran perusahaan selama satu periode akuntansi, yang biasanya setiap satu kuartal atau satu tahun. 2. Neraca (Balance Sheet) Menurut Van Horne (1997, h128) neraca adalah ringkasan posisi keuangan perusahaan pada tanggal tertentu yang menunjukkan total aktiva sama dengan total kewajiban ditambah ekuitas pemilik. Menurut Keown (2001, h82) neraca adalah laporan posisi keuangan pada saat tertentu. Bentuk laporan mengikuti persamaan neraca: Total aktiva = total kewajiban + ekuitas pemegang saham pemilik. Neraca memberikan gambaran sesaat posisi keuangan perusahaan pada saat waktu tertentu, menyajikan kepemilikan aktiva, kewajiban, serta ekuitas pemegang saham dari pemilik. Aktiva mewakili seluruh sumber daya yang dimiliki perusahaan, selama kewajiban dan ekuitas pemegang saham menunjukkan bagaimana seluruh sumber daya perusahaan itu didanai. Aktiva terdiri dari tiga kategori : a. Aktiva lancar (Current assets) – terdiri atas kas, surat berharga yang mudah dijual, piutang dagang, persediaan serta beban dibayar di muka. b. Aktiva tetap atau jangka panjang (Fixed atau long-term assets) – terdiri atas peralatan, bangunan, serta tanah. c.
Aktiva lain (Other assets) – aktiva yang tidak termasuk dalam aktiva lancar maupun tetap perusahaan, seperti hak paten, investasi jangka panjang dalam surat berharga dan
goodwill. Sedangkan menurut Brigham (2006, h46) neraca adalah sebuah laporan tentang posisi keuangan perusahaan pada suatu titik waktu tertentu.
10
3. Laporan Arus Kas ( Cash Flow) Brigham mengemukakan definisi mengenai laporan arus kas dalam bukunya
Fundamentals of Financial Management: Dasar-Dasar Manajemen Keuangan (2006, h59) bahwa laporan Arus Kas adalah laporan yang melaporkan dampak dari aktivitas-aktivitas operasi, investasi, dan pendanaan oleh perusahaan pada arus kas selama satu periode akuntansi. Sedangkan menurut Keown (2001, h85) laporan arus kas menggambarkan penerimaan dan pengeluaran kas untuk jangka waktu tertentu (biasanya setahun). Laporan arus kas adalah ringkasan penerimaan dan pembayaran kas perusahaan selama periode berjalan. Tujuan laporan arus kas adalah untuk melaporkan arus masuk dan arus keluar perusahaan dalam periode berjalan, dibedakan dalam tiga kategori : kegiatan operasi, investasi, dan pendanaan. Laporan arus kas dapat membantu manajer keuangan untuk menilai dan mengidentifikasikan : a. Kemampuan perusahaan untuk memperoleh arus masuk bersih dimasa depan dari kegiatan operasi untuk membayar hutang, bunga, dan deviden. b. Kebutuhan perusahaan akan dana dari luar. c.
Alasan adanya perbedaan antara penghasilan bersih dan arus kas bersih dari kegiatan operasi.
d. Dampak dari penginvestasian dan pendanaan transaksi kas maupun non kas.
2.1.2 Analisis EVA (Economic Value Added) 2.1.2.1 Definisi EVA Terdapat beberapa teori yang memberikan definisi mengenai EVA, diantaranya adalah definisi yang dijelaskan oleh Tunggal (2008, h2) EVA adalah laba yang tertinggal setelah dikurangi dengan biaya modal (cost capital) yang diinvestasikan untuk menghasilkan
11
laba tersebut. EVA merupakan suatu tolok ukur kinerja keuangan yang berbasis nilai. EVA merupakan suatu tolok ukur yang menggambarkan jumlah absolut dari nilai pemegang saham (shareholder value) yang diciptakan (created) atau dirusak (destroyed) pada suatu periode tertentu, biasanya setahun. EVA yang positif menunjukkan penciptaan nilai (value
creation), sedangkan EVA yang negatif menunjukkan penghancuran nilai (value destruction). Young (2001, h78) menjelaskan bahwa EVA dihitung untuk mengestimasi laba riil (true economic profit) suatu perusahaan, seperti yang dikemukakan oleh Bennet Stewart (1991): “Economic Value Added is financial performance measure that comes closer than any
other to capturing the true economic profit an enterprise” . Secara umum dapat dikatakan, EVA sama dengan NOPAT dikurangi biaya modal dan NOPAT merupakan laba operasi perusahaan setelah pajak dan biaya modal sama dengan modal yang diinvestasikan perusahaan dikalikan dengan rata-rata tertimbang (weighted average) dari biaya modal (WACC). Weighted Average Cost of Capital (WACC) sama dengan jumlah biaya dari setiap komponen modal (utang jangka pendek, utang jangka panjang, dan ekuitas pemegang saham) ditimbang berdasarkan proporsi relatifnya dalam struktur modal perusahaan pada nilai pasar. Menurut Brigham (2006, h68) Nilai tambah ekonomi (Economic Value Added-EVA) adalah nilai yang ditambahkan oleh manajemen kepada pemegang saham selama suatu tahun tertentu. Ditambahakan pula olehnya (2006, h78) Nilai tambah ekonomi (EVA) adalah perbedaan diantara laba operasi setelah pajak dan total biaya modal, termasuk biaya ekuitas modal. EVA adalah suatu estimasi dari nilai yang diciptakan oleh manajemen selama tahun berjalan, dan secara substansial berbeda dari laba akuntansi karena tidak adanya pembebanan akibat penggunaan ekuitas modal yang tercermin di dalam laba akuntansi. Sedangkan menurut Wijaya Johan dan Roy Sembel dalam Business Strategy Journal, Vol. 2 No. 1 Februari 2006, h43. EVA adalah laba operasional bersih setelah pajak dikurangi
12
biaya modal. Biaya modal telah mencakup biaya bunga utang dan biaya ekuitas, atau modal sendiri. Bila laba itu lebih besar dari biaya modal, terciptalah nilai tambah bagi perusahaan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa EVA merupakan tujuan korporat untuk meningkatkan nilai (value) dari modal (capital) yang investor dan pemegang saham telah tanamkan dalam operasi usaha.
2.1.2.2 Sejarah Munculnya Konsep EVA Dasar tertulis dari konsep Nilai Tambah Ekonomis disajikan dalam kertas akademis yang dipublikasikan antara 1958 dan 1961 oleh dua ekonom finansial, yaitu Merton H. Miller dan Franco Modigliani, yang memenangkan hadiah Nobel dalam bidang ekonomi. Mereka beragumentasi bahwa laba ekonomis (economic income) merupakan sumber penciptaan nilai (value creation) di perusahaan dan bahwa tingkat kembalian (rate of return/cost of capital) ditentukan berdasarkan tingkat risiko yang diasumsikan oleh investor. Sayangnya Miller dan Modigliani tidak memberikan teknik untuk mengukur laba ekonomis (economic income) dalam suatu perusahaan. Konsep EVA dipopulerkan oleh G. Bennet Stewart, III, Managing Partner dari Stern Steward & Co dalam bukunya “The Quests for Value” pada tahun 1991. Buku yang terbaru dari Joe M. Stern Managing Partner dari Stern Steward & Co dalam bukunya “The EVA Challenge Implementing Value Added Change in An Organization”, diterbitkan tahun 2001. Konsep EVA diluncurkan Stern Steward & Co pada tahun 1989. sejak itu, lebih dari 300 perusahaan di dunia mengadopsi disiplin tersebut, antara lain : Coca Cola, Quaker Oats, Boise Cascade, Briggs & Stratton, Lafarge, Siemens, Tate & Lyle, Telecom New Zealand, Telstra, Monsanto, SPX, Herman Miller, JC Penney, dan US Portal Service. (Joel M. Stern, 2001, p15-16) dikutip oleh (Tunggal, 2008, h1).
13
2.1.2.3 Pengukuran EVA Dalam melakukan perhitungan EVA dibutuhkan data-data dari laporan laba rugi dan neraca. Terdapat berbagai teori yang dapat digunakan dalam melakukan perhitungan EVA, antara lain : Menurut Brigham (2006, h68-69) rumus dasar dari EVA adalah sebagai berikut : EVA
= NOPAT – Biaya modal operasi setelah pajak dalam dolar = EBIT (1 – T) – [ (Total modal operasi yang diberikan oleh investor) x (persentase biaya modal setelah pajak) ] Sementara menurut Tunggal (2008, h2) formula untuk menghitung Nilai Tambah
Ekonomi (EVA) adalah : EVA = NOPAT – C . CCR Dimana : NOPAT = Net Operating Profit After Tax C
= Capital
CCR
= Capital Cost Rate atau Cost of Capital Menurut Natalia dan Indra Widjaja (Jurnal Riset dan Konsep Manajemen Volume 1
No. 2 November, 2006, p43), EVA mengukur kinerja perusahaan dengan mengurangi laba operasi setelah pajak dengan beban biaya modal (cost of capital), di mana biaya atas modal mencerminkan resiko atau opportunity cost bagi perusahaan. Batasan nilai EVA adalah sebagai berikut : 1. Jika EVA lebih besar dari nol atau positif (EVA > 0), menunjukkan telah terjadi proses nilai tambah bagi perusahaan dan ini berarti bahwa tingkat pengembalian yang dihasilkan melebihi tingkat biaya modal atau tingkat pengembalian yang diminta oleh investor atas investasi yang dilakukannya.
14
2. Jika EVA sama dengan nol (EVA = 0) maka ini menunjukkan posisi impas perusahaan yang berarti bahwa tingkat pengembalian yang dihasilkan oleh perusahaan sama dengan tingkat biaya modal. 3. Jika EVA negatif (EVA < 0) maka menunjukkan tidak terjadi proses pertambahan nilai bagi perusahaan artinya tingkat pengembalian yang dihasilkan oleh suatu perusahaan lebih kecil dibandingkan dengan tingkat biaya modal atau tingkat pengembalian yang diharapkan oleh investor atas investasi yang dilakukannya. Dengan kata lain perusahaan gagal memenuhi harapan penyedia dana. Menurut Stewart (1999) sebagaimana yang dikutip oleh Natalia dan Indra Widjaja (Jurnal Riset dan Konsep Manajemen Volume 1 No. 2 November, 2006, h43) menyatakan bahwa pengertian EVA, “EVA is a residual measure that subtract the cost of capital from
operating profit generated in the business”. Atau jika dinyatakan dalam bentuk persamaan matematika menurut Keown (2005) adalah sebagai berikut : EVA = NOPAT – (WACC x Invested Capital) Perumusan lain menurut Young, David (2001) adalah : EVA = (RONA – WACC) x Invested Capital Berdasarkan perumusan tersebut, maka untuk meningkatkan nilai EVA dilakukan dengan mengambil langkah-langkah sebagai berikut : 1) Meningkatkan return dari capital yang telah dimiliki, jika RONA meningkat, sementara WACC dan invested capital konstan, maka EVA meningkat. 2) Pengurangan cost of capital (WACC), dengan cara mengoptimalkan penggunaan hutang dan penggunaan modal saham (equity). 3) Mencari dan mempertahankan pertumbuhan yang menguntungkan, jika investasi yang dilakukan menghasilkan return yang lebih besar daripada WACC. 4) Memusnahkan atau merestrukturisasi aktivitas bisnis yang memusnahkan nilai.
15
5) Memperpanjang periode Competitive advantage, yang menghasilkan nilai RONA lebih besar daripada WACC. Sedangkan menurut Wijaya Johan dan Roy Sembel (Business Strategy Journal, Vol. 2 No. 1 Februari 2006, h43) EVA sebagai alat ukur kinerja perusahaan melibatkan perhitungan biaya modal rata-rata tertimbang (WACC). Dengan demikian, perhitungannya akan mencakup perhitungan masing-masing komponen, yaitu biaya hutang (cost of debt) dan biaya modal sendiri (cost of equity). Stern Stewart & Co sebagai pencetus metode dan konsep Economic Value Added merumuskan sebagai berikut : EVA = Net Operating After Tax – ( WACC x Operating Capital) EVA = EBIT (1 – Corporate Tax Rate) – (Operating Capital x WACC) Rudianto (2005, h341) menghitung EVA dengan cara mengurangi laba usaha dengan pajak dan biaya modal. EVA dapat dirumuskan sebagai berikut: EVA
= EBIT – Pajak – Biaya Modal
EBIT
= Penjualan – HPP – Biaya Usaha
Biaya Modal
= % WACC x Modal yang digunakan
Dimana : EBIT
= Laba sebelum bunga dan pajak atau biasa disebut laba usaha.
Pajak
= Jumlah pajak yang dikeluarkan selama tahun berjalan.
Biaya Modal
= Besarnya kompensasi atau pengembalian yang diminta investor atas modal yang digunakan oleh perusahaan.
2.1.2.4 Keunggulan dan Manfaat EVA
16
Terdapat beberapa manfaat yang dapat diperoleh perusahaan dalam menggunakan EVA sebagai alat ukur kinerja dan nilai tambah perusahaan. Menurut Tunggal (2001) beberapa manfaat EVA dalam mengukur kinerja perusahaan antara lain : 1) EVA merupakan suatu ukuran kinerja perusahaan yang dapat berdiri sendiri tanpa memerlukan ukuran lain baik berupa perbandingan dengan menggunakan perusahaan sejenis atau menganalisa kecenderungan (trend). 2) Hasil perhitungan EVA mendorong pengalokasian dana perusahaan untuk investasi dengan biaya modal yang rendah. Sedangkan menurut Utama (1997, h10) manfaat EVA adalah : 1. EVA dapat digunakan sebagai penilaian kinerja keuangan perusahaan karena penilaian kinerja tersebut difokuskan pada penciptaan nilai (value creation). 2. EVA akan menyebabkan perusahaan lebih memperhatikan kebijakan struktur modal. 3. EVA membuat manajemen berpikir dan bertindak seperti halnya pemegang saham yaitu memilih investasi yang memaksimumkan tingkat pengembalian dan meminimumkan tingkat biaya modal sehingga nilai perusahaan dapat dimaksimalkan. 4. EVA dapat digunakan untuk mengidentifikasikan kegiatan atau proyek yang memberikan pengembalian lebih tinggi daripada biaya-biaya modalnya.
2.1.2.5 Kelemahan EVA Menurut Pradhono dan Yulius Jogi Christiawan (Jurnal Akuntansi dan Keuangan Vol. 6. No.
2 November 2004, h144) EVA sebagai ukuran kinerja juga mempunyai beberapa
keterbatasan antara lain : 1. Sebagai ukuran kinerja masa lampau EVA tidak mampu memprediksi dampak strategi yang kini diterapkan untuk masa depan perusahaan.
17
2. Sifat pengukurannya merupakan potret jangka pendek, sehingga manajemen cenderung enggan berinvestasi jangka panjang, karena bisa mengakibatkan penurunan nilai EVA dalam periode yang bersangkutan. Hal ini bisa mengakibatkan turunnya daya saing perusahaan dimasa depan. 3. EVA mengabaikan kinerja non keuangan yang sebenarnya bisa meningkatkan kinerja keuangan. Menurut Kaplan dan Norton (2001), tanpa balance scorecard, strategi value
based management memang dapat menurunkan biaya dan meningkatkan intensitas aktiva tetapi akan kehilangan kesempatan menciptakan tambahan nilai, yaitu strategi pertumbuhan pendapatan jangka panjang melalui investasi pelanggan, inovasi, perbaikan proses, teknologi informasi dan kemampuan karyawan. 4. Tidak cocok diterapkan pada industri tertentu. Penggunaan EVA untuk mengevaluasi kinerja keuangan mungkin tidak tepat untuk beberapa perusahaan, misalkan perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi seperti pada sektor teknologi (Dierks dan Patel 1997). 5. Tidak bisa diterapkan pada masa inflasi. De Villiers (1997) mengindikasikan bahwa inflasi akan mengakibatkan distorsi pada EVA dan menunjukkan bahwa EVA tidak dapat digunakan selama periode inflasi untuk mengestimasi profitabilitas aktual.
6. Memerlukan tambahan biaya. Wood (2000) mengatakan bahwa penggunaan EVA mungkin akan meningkatkan auditing fees dan bisa menimbulkan potential litigation
costs.
2.1.3 Biaya Modal (Cost of capital) Biaya modal (cost of capital) adalah tingkat pengembalian minimum atas modal yang dibutuhkan untuk mengganti pinjaman dan ekuitas investor. (Tunggal, 2008, h3). Komponen biaya modal antara lain terdiri dari: biaya utang dan biaya modal sendiri.
18
2.1.3.1 Biaya Utang (Cost of Debt) Menurut Wijaya Johan dan Roy Sembel (Business Strategy Journal, Vol. 2 No. 1 Februari 2006, h44) biaya utang menunjukkan berapa biaya yang harus ditanggung oleh perusahaan karena perusahaan menggunakan dana yang berasal dari pinjaman. Biaya utang perusahaan tidak lain adalah sebesar tingkat keuntungan yang diminta (required rate of
return) oleh investor. Besarnya keuntungan yang diminta investor (pemilik dana) tersebut adalah sama dengan tingkat bunga yang menyatakan nilai sekarang (present value) penerimaan dimasa yang datang berupa bunga dan pembayaran pokok pinjaman. Rumus perhitungan biaya hutang :
Cost of debt before tax (Kb) = Interest expense / debt Cost of debt before tax (Kb) = Risk free + default risk premium Cost of debt before tax diperoleh dari risk free ditambah dengan default risk premium. Default risk adalah resiko penerbit obligasi tidak dapat melakukan pembayaran pokok dan bunga pada saatnya sedangkan risk free adalah tingkat bunga bebas resiko. Faktor pajak perlu diperhatikan dalam menaksir biaya utang karena umumnya pembayaran bunga tax
deductable. Penaksiran arus kas untuk penilaian profitabiliti investasi didasarakan atas dasar setelah pajak. Untuk perhitungan dalam biaya penggunaan utang, digunakan biaya utang setelah pajak karena biaya bunga merupakan faktor pengurang pajak (tax deductable) sehingga rumus perhitungannya menjadi sebagai berikut : Kd = Kb (1 - T) Di mana : Kd = Biaya utang setelah pajak Kb = Biaya utang sebelum pajak T = Pajak yang dikenakan pada perusahaan
19
2.1.3.2 Biaya Modal Sendiri (Cost of Equity) Menurut Natalia dan Indra Widjaja (Jurnal Riset dan Konsep Manajemen Volume 1 No. 2 November, 2006, h45) ekuitas bagi suatu perusahaan seperti yang tercatat dalam neraca terdiri dari dua sumber, yaitu modal dari pemegang saham (shareholder equity) dan laba ditahan (retained earning). Metode untuk memperoleh nilai cost of equity adalah
Devidend Growth Model. Dasar dari teori Dividend Growth Model adalah hukum time value of money di mana nilai uang saat ini lebih tinggi nilainya dibandingkan dengan nilai uang di masa mendatang, dan lebih mengutamakan ketersediaan kas. Kesulitan utama dalam menggunakan metode ini adalah menetapkan tingkat growth dari perusahaan di mana tingkat growth diasumsikan konstan. Dividend Growth Model dalam Reilly, Frank (2003) dinyatakan dalam perumusan sebagai berikut : Ke = (D1 / P0) + g Di mana : D1
= Dividen tahun 1
P0
= Harga pasar
g
= Growth
2.1.4 Biaya Modal Saham Preferen Keown (2001, h274) saham preferen adalah suatu sekuritas hibrida dengan karakterisitik saham biasa dan obligasi. Sama dengan saham biasa karena sama-sama tidak memiliki tanggal jatuh tempo, tidak membayar deviden tidak berarti bankrut, dan deviden tidak dipotong pajak. Saham preferen sama dengan obligasi dalam hal jumlah deviden terbatas. Sedangkan biaya saham preferen adalah tingkat pengembalian perusahaan yang harus diperoleh dari investasi saham preferen untuk memenuhi tingkat pengembalian yang
20
disyaratkan. Biaya dikaitkan dengan keuntungan saham preferen biaya utang dalam pasar modal.
2.1.5 Biaya Modal Rata-Rata Tertimbang (WACC) Menurut Natalia dan Indra Widjaja (Jurnal Riset dan Konsep Manajemen Volume 1 No. 2 November, 2006, h44), Weighted Average Cost of Capital (WACC) adalah metode biaya rata-rata tertimbang dari struktur permodalan perusahaan. Dari laporan neraca dapat diketahui financial leverage yaitu sumber dana permodalan perusahaan yang diperoleh dari dua macam sumber yaitu dari hutang (debt) dan dari modal sendiri (equity). Rumus WACC: WACC = Wd.Ki + We.ke Dimana: Wd
= Persentase hutang terhadap total modal = Hutang tidak lancar x 100 % Total modal
ki
= Biaya pajak = kd (1 – T) ; kd = Bunga x 100 % Hutang
We
= Persentase modal sendiri terhadap total modal = Nilai modal sendiri x 100% Total modal
ke
= Biaya modal sendiri = Laba setelah pajak x 100 % Nilai modal sendiri
2.1.6 Analisis MVA (Market Value Added) Menurut Brigham (2008, h68) Nilai Tambah Pasar (MVA) adalah perbedaan antara nilai pasar saham perusahaan dengan jumlah ekuitas modal investor yang telah diberikan: MVA
= Nilai pasar dari saham – Ekuitas modal yang diberikan oleh pemegang
21
saham = (Saham beredar) (Harga saham) – Total ekuitas saham biasa. Semakin tinggi MVA, semakin baik pekerjaan yang telah dilakukan oleh para manajer bagi pemegang saham perusahaan. Sementara Natalia dan Indra Widjaja (Jurnal Riset dan Konsep Manajemen Volume 1 No. 2 November, 2006, p45) mengungkapkan bahwa menurut David Young, dalam Widjaja (2001), MVA adalah penambahan invested capital dengan present value dari future EVA. MVA dinyatakan dalam perumusan:
Market value
= Invested capital + (PV of future EVA)
(FV of future FCFs) Di mana : FCF
= Free Cash Flow = EBIT (1 – Tax) + depreciation – investment
PV of future EVA = [ EVAt / (1 + WACC)1 ] + [ EVAt+1 / (1 + Wacc)2 ]
2.1.7 Analisis ROI (Return On Investment) 2.1.7.1 Definisi analisis ROI Analisa Return on Investement (ROI) dalam analisa keuangan mempunyai arti yang sangat penting sebagai salah satu tehnik analisa keuangan yang bersifat menyeluruh (komprehensif). Analisa ROI sudah menjadi tehnik analisa yang lazim digunakan oleh pemimpin perusahaan untuk mengukur efektivitas dari keseluruhan operasi perusahaan.
Return on Investement sendiri adalah salah satu bentuk dari rasio profitabilitas yang dimaksudkan untuk dapat mengukur kemampuan perusahaan dengan keseluruhan dana
22
yang ditanamkan dalam aktiva yang digunakan operasi perusahaan dalam menghasilkan keuntungan. Dengan demikian ROI menghubungkan keuntungan yang diperoleh dari operasi perusahaan (net operating income) dengan jumlah investasi atau aktiva yang digunakan untuk menghasilkan keuntungan operasi tersebut (net operating assets). Sebutan lain untuk rasio ini adalah ”net operating profit rate of return” atau ”operating earning power”. Besarnya ROI dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu: 1. Operating assets turnover (tingkat perputaran aktiva yang digunakan untuk operasi), yaitu rasio antara jumlah aktiva yang digunakan dalam operasi (operating assets) terhadap jumlah penjualan yang diperoleh selama periode tersebut. Rasio ini merupakan ukuran tentang sampai seberapa jauh aktiva ini telah dipergunakan di dalam kegiatan perusahaan atau menunjukkan berapa kali operating assets berputar dalam suatu periode tertentu, biasanya satu tahun. 2. Profit Margin, yaitu besarnya keuntungan operasi yang dinyatakan dalam persentase dan jumlah penjualan bersih. Profit margin ini mengukur tingkat keuntungan yang dapat dicapai oleh perusahaan dihubungkan dengan penjualannya. Besarnya ROI akan berubah jika terdapat perubahan terhadap profit margin atau
operating assets turnover, baik salah satu ataupun kedua-duanya. Dengan demikian maka manajer dapat menggunakan salah satu atau kedua-duanya dalam rangka usaha untuk memperbesar ROI. Usaha mempertinggi ROI dengan meningkatkan profit margin adalah berkaitan dengan usaha untuk mempertinggi efisiensi di sektor produksi, penjualan, dan administrasi. Sedangkan usaha mempertinggi ROI dengan meningkatkan operating assets
turnover adalah kebijaksanaan investasi dana dalam berbagai aktiva, baik aktiva lancar maupun aktiva tetap.
23
Nilai ROI dapat diketahui dengan membagikan antara laba bersih (net income) dengan total aktiva (total assets), atau dengan rumus: ROI = Laba bersih x 100% Total aktiva Laba bersih = keuntungan perusahaan setelah dikurangi biaya-biaya operasional perusahaan selama tahun berjalan. Total aktiva = jumlah kekayaan yang dimiliki perusahaan.
2.1.7.2 Keunggulan dan Kelemahan analisis ROI Terdapat keunggulan (manfaat) dan kelemahan dari penggunaan analisis ROI sebagai alat pengukuran kinerja secara financial. Keunggulan melakukan penilaian kinerja dengan mempergunakan analisis ROI antara lain sebagai berikut: 1. Mendorong manajer memberikan perhatian pada hubungan antara penjualan-penjualan (sales), biaya-biaya (costs), dan investasi (investment). 2. Mendorong efisiensi biaya. 3. Mengurangi investasi pada operating assets yang berlebihan. Adapun kelemahan dalam melakukan penilaian kinerja dengan mempergunakan analisis ROI adalah sebagai berikut: 1. Terdapat kesukaran dalam membandingkan rate of return suatu badan usaha dengan badan usaha lain yang sejenis, mengingat praktik akuntansi yang digunakan pada badan usaha tersebut berbeda-beda. 2. Mendorong terjadinya myopic behavior, yaitu manajer hanya berfokus pada keuntungan jangka pendek, yang justru akan membebani badan usaha secara keseluruhan dalam jangka panjang.
24
Disamping keunggulan dan kelemahan terhadap analisis ROI, terdapat 3 cara untuk meningkatkan besarnya nilai ROI, yaitu: 1) Meningkatkan penjualan Peningkatan penjualan yang tidak dibarengi dengan peningkatan biaya dan peningkatan investasi akan meningkatkan ROI secara berarti. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh personel perusahaan harus terus berupaya untuk meningkatkan angka penjualan produknya. 2) Mengurangi biaya Jika penjualan tidak meningkat atau cenderung stabil maka upaya untuk melakukan efisiensi biaya merupakan tindakan yang akan meningkatkan ROI (Return on
Investement) secara nyata. 3) Mengurangi aktiva Tindakan mengurangi atau tidak menambah aktiva memang merupakan salah satu cara untuk meningkatkan ROI dalam jangka pendek. Tetapi jika hal ini dilakukan hanya untuk meningkatkan ROI dalam jangka pendek hal ini akan berdampak buruk pada kinerja perusahaan dalam jangka panjang. Manajer perusahaan akan menghindari investasi baru yang dapat menyebabkan peningkatan penjualan dalam jangka panjang tetapi dapat menyebabkan penurunan ROI dalam jangka pendek, karena pilihan menghindari investasi hanya untuk meningkatkan ROI dalam jangka pendek ini harus merupakan suatu alternatif yang dihindari.
2.1.8 Perencanaan Laba Menurut Weisch (2001, h1) perencanaan dan pengendalian laba yang menyeluruh didefinisikan sebagai suatu pendekatan sistematis dan formal untuk menjalankan tahapan
25
penting dari fungsi perencanaan dan pengendalian manajemen. Secara khusus hal ini mencakup: 1. Pengembangan dan aplikasi dari tujuan (objectives) jangka panjang perusahaan. 2. Spesifikasi dari sasaran-sasaran (goal) perusahaan. 3. Suatu perencanaan laba jangka panjang yang dikembangkan dalam arti luas. 4. suatu perencanaan jangka pendek dengan uraian mengenai pihak yang bertanggung jawab (divisi, produk, proyek) 5. Suatu sistem pelaporan kinerja periodik dengan uraian mengenai pihak yang bertanggung jawab. 6. Prosedur tindak lanjut (follow-up). Konsep perencanaan dan pengendalian laba yang komprehensif adalah didasarkan pada Teori Perencanaan dan Pengendalian, yaitu bahwa faktor kesuksesan perusahaan yang utama terletak pada kemampuan manajemen dalam merencanakan dan mengendalikan kegiatan perusahaan. Jadi, dasar dari Perencanaan dan Pengendalian Laba adalah manajemen harus memiliki keyakinan dan kemampuan untuk membuat sasaran yang wajar dan menetapkan strategi yang efisien untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Rencana laba adalah gambaran keuangan dan naratif mengenai hasil yang diharapkan dari keputusan perencanaan. Hal ini disebut rencana laba (anggaran) karena secara eksplisit menyatakan sasaran dalam ukuran waktu dan hasil keuangan yang diharapkan (pengembalian investasi, laba, biaya) untuk setiap bagian dari perusahaan. Perencanaan dan pengendalian laba yang menyeluruh memfokuskan pada pelaporan kinerja dan evaluasi kinerja untuk menentukan penyebab kinerja yang tinggi dan yang rendah.
26
2.1.8.1 Metode dan Model Perencanaan Laba Metode yang digunakan dalam penelitian untuk meramalkan laporan keuangan adalah dengan menggunakan metode persentase penjualan. Metode persentase penjualan (percentage of sales method) adalah suatu metode untuk meramalkan laporan keuangan masa depan yang menyatakan setiap jumlah sebagai persentase penjualan. Sebagai titik awal, banyak pos dalam laporan laba rugi dan neraca sering kali diasumsikan meningkat secara proporsional dengan penjualan. Ketika penjualan meningkat, pos-pos tersebut untuk suatu tahun tertentu diestimasikan dalam bentuk persentase dari ramalan penjualan untuk tahun tersebut. Pos-pos lainnya dalam ramalan laporan dalam ramalan laporan keuangan, yaitu pos-pos yang tidak berkaitan langsung dengan penjualan, ditetapkan dalam tingkat yang ”wajar”. Dalam peramalan neraca keuangan sering kali ditemukan selisih antara proyeksi total aktiva dengan jumlah proyeksi hutang dan ekuitas. Karena neraca harus seimbang, maka perusahaan harus mencari tambahan dana yang didefinisikan sebagai tambahan dana yang dibutuhkan (Additional funds Needed – AFN). Tambahan dana yang dibutuhkan (AFN) adalah dana yang harus diperoleh secara eksternal oleh suatu perusahaan melalui pinjaman atau penjualan saham biasa atau saham preferen baru. AFN akan diperoleh melalui kombinasi antara pinjaman ke bank sebagai wesel bayar, penerbitan obligasi jangka panjang, dan penjualan saham biasa yang baru. Model perencanaan laba yang biasa digunakan untuk membuat laporan rugi laba performa adalah : Persamaan Laporan Rugi-Laba Penjualan bersih
(100% + Y%) x Penjualant-1
Harga Pokok Penjualan
(HPPt-1 / Penjualant-1) x Penjualan Bersih
LABA KOTOR
Penjualan Bersih – Harga Pokok Penjualan
27
Biaya usaha Biaya pemasaran
(Biaya Pemasarant-1 / Penjualant-1) x Penjualan Bersih
Biaya umum & adm
(Biaya Umum & Admt-1 / Penjualant-1) x Penjualan Bersih
Royalti yg dibayar
(Royaltit-1 / Penjualant-1) x Penjualan Bersih
Biaya riset & pengembangan (Biaya R&Pt-1 / Penjualant-1) x Penjualan Bersih Jumlah biaya usaha LABA USAHA / EBIT
B. Pemasaran + B. Umum & Adm + Royalti + B. R&P Laba kotor – Biaya Usaha
Biaya (Pendapatan) lain-lain Biaya bunga-bersih
(Biaya Bungat-1 / Penjualant-1) x Penjualan Bersih
Penyisihan piutang ragu-ragu (Peny. Piutangt-1 / Penjualant-1) x Penjualan Bersih Rugi (Laba) kurs-bersih
(Rugi (Laba) Kurs t-1 / Penjualant-1) x Penjualan Bersih
Laba Penj. Ak. Tetap
(Laba Penj. Ak. Tetap t-1 / Penjualant-1) x Penjualan Bersih
Biaya (Pend) lain-lain
(Biaya (Pend) lain-laint-1 / Penjualant-1) x Penjualan Bersih
Biaya lain-lain-Bersih
B. bunga + Peny. Piutang + Rugi (Laba) kurs-bersih – Laba Penj. Ak. Tetap + Biaya (Pend) lain-lain
LABA SEBELUM PAJAK Pajak
Laba Usaha – Biaya (Pendapatan) lain-lain Tax Rate (Penjualan – HPP – B. Usaha – B. lain-lain)
LABA BERSIH
Laba Sebelum Pajak – Pajak
Dalam perencanaan laba, perhatian dipusatkan pada garis besar rencana sehingga laporan rugi laba performa yang dibuat tidak terlalu mendetail dan menjadikannya tidak kaku, lebih luwes. Ramalan penjualan yang akurat sangat diperlukan dalam perencanaan keuangan, karena besarnya aktiva, kebutuhan dana, dan pos-pos lain tergantung pada besarnya penjualan. Untuk membuat ramalan penjualan yang baik dibutuhkan kerja keras. Perusahaan harus memproyeksikan kondisi perekonomian nasional, kondisi pasar mereka
28
yang memperhitungkan harga pokok produk, program pemasaran, keterbatasan kapasitas, dan sebagainya termasuk juga mempertimbangkan strategi dan kebijakan pesaing. Laporan rugi laba performa memungkinkan manajemen untuk mempelajari komposisi laporan rugi laba yang diperkirakan untuk masa datang. Rasio-rasio keuangan dapat dihitung untuk menganalisis laporan performa tersebut. Hasil analisis dapat diperbandingkan dengan laporan keuangan sekarang dan masa lalu, sehingga manajer keuangan dapat melihat arah dari perubahan dalam kondisi dan kinerja keuangan perusahaan.
2.2 Kerangka Pemikiran Ukuran Kinerja Keuangan
Berdasarkan Value Based
Metode EVA
Berdasarkan Analisis Rasio Keuangan
Metode MVA
Kinerja Keuangan Perusahaan
Perencanaan Laba Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Sumber : Data yang diolah
Metode ROI