BAB 2 LANDASAN PERANCANGAN
2.1 Tinjauan Umum dan Khusus
2.1.1 Tinjauan Umum 2.1.1.1 Narasumber a. Guru Silat Betawi - Abay Ibnu Shidiq ( Pewaris Silat Cingkrik gerak cipta rawa belong ) - Galih Iman Hidayat,SH, MH ( Pewaris silat Sabeni dan sejarahwan Silat Betawi ) - Yahya Andi Saputra ( Sejarahwan Betawi ) - Edi Junaidi ( Praktisi silat Rawa Belong )
2.1.1.2 Penelitian Lapangan a. Tempat latihan Silat Betawi Aliran Cingkrik Gerak Cipta Rawa Belong b. Tempat latihan silat JAMAC , Kemang c. Pusat Kebudayaan Betawi Situbabakan d. Lembaga Kebudayaan Betawi
2.1.1.3 Website a. Indonesia Tourism Website (http://www.Indonesia.travel/id/) b. Sejarah Silat Betawi (http://jawarakemang.blogspot.com)
2.1.2 Wawancara Nara Sumber
a. Abay Ibnu Shidiq Bang Abay merupakan seorang guru dari Silat Betawi aliran cingkring gerak cipta. Guru Besarnya adalah Amri Haji Abas yang dimana merupakan gurunya bang abay sendiri, silat cingkrig gerak cipta baru diperkenalkan dipublik pada tahun 2011. Dibukanya dipublik merupakan permintaan Bang Abay dan Bang Jay yang merupakan kedua murid Kong Amri Haji Abas dimana permintaan tersebut bermaksud untuk melestarikan Silat Betawi cingkring gerak cipta itu sendiri karena selama ini aliran silat ini ditutup hanya orang sekitar kampung tersebut. Ketakukan untuk menunjukan kepublik diakibatkan kebiasaan orang Betawi zaman dulu yang menyimpan ilmu silat dikalangan sendiri. Bagi bang Abay Silat Betawi itu merupakan kegiatan keseharian dimana ia belajar dari kecil , hingga besar saat ini. Silat Betawi cingkring gerak cipta ini memiliki keunikan sendiri dimana jurus pembukanya sangat terkait dengan kebudayaan islam dimana gerakannya berfilosofi “dimulai dengan doa dan diakhiri dengan bersyukur” . Ini merupakan latihan pembuka yang dimana dilakukan 17 kali ke kiri dan ke kanan sebagai pembukaan saat latihan. Silat Betawi aliran cingkring itu dinamakan cingkring dikarenakan latihan silatnya jingkrak jingkrik didalam aplikasinya. Sesuatu yang diceritakan saat wawancara adalah cerita dan sejarah silat cingkring itu sendiri dan adanya kesedihan dalam publikasi dan promosi Silat Betawi itu sendiri yang kalah dari beladiri negara lain, selain itu metode pelatihan lebih mengajarkan ke fisik , sangat jarang menceritakan sejarah dari Silat Betawi itu sendiri yang ditakutkan lama kelamaan akan punah.
b. Galih Iman Hidayat,SH, MH Dalam wawancara dengan Galih Iman Hidayat,SH, MH , Silat Betawi di jelaskan secara luas dimana pada dasarnya Silat Betawi ini di ciptakan oleh leluhur untuk membeladiri bukan untuk olahraga semata. Silat Betawi juga lebih dikenal sebagai Main Pukul dalam kebudayaan Betawi . Silat Betawi gunakan dalam kegiatan palang pintu, dimana yang palang pintu zaman dahulu tidak dilakukan saat pernikahan dan dilakukan oleh pesilat sebagai show, melainkan silat itu digunakan saat melamar seorang gadis dan ditantang dalam menguji kemampuan sang lelaki dalam kemampuan beladiri. Yang membuat Silat Betawi dari silat lainnya adalah dapat dilihat dari : 1. Kuda – kuda 2. Jurus berbeda ,lebih terkesan agresif 3. Lebih egaliter yang dimana terbuka untuk belajar dari orang yang ia kalahkan dan mengalahakan dirinya saat pertarungan. 4. Silat Betawi tidak mengadopsi tendangan tinggi. 5. Karakter silat yang blak-blakan begitu juga pada jurusnya yang langsung menunjukan pukulan dalam praktek jurusnya berbeda dengan silat gerakan lain yang terkesan seperti menari.
Filosofi Silat Betawi adalah “Musuh jangan dicari kalau ada musuh jangan lari”. Aliran dari Silat Betawi saat ini ada ratusan dimana hammpir tiap kampung memiliki aliran tersendiri dikarenakan Silat Betawi itu sangat menerima pembaruan dari budaya beladiri lain yang dimana diakulturasi dalam Silat Betawi itu sendiri.Salah satu contohnya adanya jurus Naga Ngerem dikarenakan ilmu ini dipelajari para
petarung Silat Betawi dari ahli kungfu cina, ada juga gigsaw karena bbentuk dan gerakannya sangat mirip dengan jurus kungfu. Keterbukaan inilah yang membuat banyak jagoan Silat Betawi menciptakan aliran sendiri sehingga ada kurang lebih ratusan Silat Betawi saat ini.
c. Yahya Andi Saputra Dalam wawancara dengan Pak Yahya Andi Saputra , beliau menjelaskan bahwa sebenarnya asal usul Silat Betawi itu tercipta karena interaksi manusia dengan lingkungan sekitar , perubahan alam, pengamatan dan nteraksi terhadap manusia hingga munculnya beladiri yang berguna untuk melindungi diri sendiri dan seni dalam berperang. Filosofi dalam Silat Betawi adalah musuh jangan dicari tapi jika ada musuh maka jangan lari. Dalam Silat Betawi juga dijelaskan bahwa gerakan-gerakan yang diciptakan atau dilakukan merupakan gerak yang instan dimana ciri khasnya Silat Betawi tidak memiliki tendangan yang tinggi karena efisiensi . Gerak yang pendekpendek juga dalam Silat Betawi melambangkan kerendahan hati dihadapan sang pencipta. Budaya silat dalam kebudayaan Betawi dipakai dibanyak hal seperti proses pelamaran yang disebut dengan palang pintu , ada juga dalam tarian , serta seni pertunjukan rakyat yang lebih dikenal sebagai lenong Betawi. Dalam perkembangan Silat Betawi dari masa ke masa , dulu Silat Betawi berkembang akibat orang ingin belajar untuk membeladiri melawan para penjajah dan para centeng. Dimana dahulu orang mencari guru untuk meminta diajarkan , tapi pada saat ini dengan perkembangan zaman dan derasnya arus budaya negara lain, maka saat ini para perguruan telah menciptakan formulir dan berusaha mengajak
orang sekitar untuk ikut belajar silat yang merupakan kebalikan dari zaman dahulu dimana bersifat pasif, pada zaman sekarang bersifat aktif. Perguruan-perguruan Silat Betawi juga sekrang ini memiliki ratusan perguruan dengan nama berbeda-beda karena setiap orang yang dirasa cukup dapat mengerti ilmu oleh gurunya dan dianggap bisa membawa ilmu, sudah boleh membuka perguruan dan menggunakan nama baru. Ini yang membuat begitu banyak perguruan Silat Betawi saat ini. Orang Betawi yang belajar Silat Betawi diharapkan dapat rendah hati, dapat menolong sesama, dan menjadi jago bukan jagoan. Ada makna sendiri dalam kata jago dan jagoan. Istilah ini dikenala sebelum 50an memiliki arti yang berbeda dimana : Jago memiliki arti kata : - Sudah bisa membawa ilmu - Sederhana dalam berpenampilan - Sabar - Membawa kedamaian - Melindung lingkungan sekitar Sedang istilah jagoan memiliki makna kebalikan dari kata jago ini. Inilah hal-hal yang diharapkan jika orang ingin belajar Silat Betawi ,yang maka dari itu banyak guru yang belum semua ingin membeberkan ilmunya karena takut disalah pergunakan oleh muridnya. Dalam mengembangkan Silat Betawi saat ini, ada beberapa organisasi yang fokus dalam memperhatikan perkembangan Silat Betawi yakni Forum Silahturami Silat Betawi dan Putra Betawi. Organisasi-organsisasi ini berusaha menggali informasi tentang segala budaya Silat Betawi yang ada tetapi banyak guru Silat
Betawi yang enggan membuka diri sehingga susahnya terbentuk satu badan khusus untuk Silat Betawi padahal pemerintah sudah mensuport dalam pembentukan badan organisasi yang sah untuk mengembangkan budaya Betawi. Promosi Silat Betawi juga sangat kurang dimasyarakat dimana orang lebih mengenal Silat Betawi dari acara lenong , berbeda dengan beladiri negara lain yang begitu gencar hingga menjadi extrakulikuler disekolah-sekolah padahal itu merupakan produk dari negara lain.
d. Edi Junaidi Dalam wawancara dengan Bang Edi seorang jagoan silat dari Rawa Belong ,ia menceritakan bahwa budaya silat telah diajarkan dari generasi ke generasi kepada anak kecil yang berminat untuk mempelajarinya, yang bertujuan melatih mental dan kedisplinan. Selain itu Silat Betawi kerap digunakan didalam acara budaya dan adat betawi yagn dimana ini menjadi salah satu hal penting bagi seorang lelaki untuk mempelajarinya, seperti adanya budaya dijajal sebelum mempersunting anak orang di tanah betawi. Dengan menguasi silat , seseorang dianggap siap dalam melindungi keluarga. Silat Betawi yang berkembang dirawa belong adalah aliran cingkrik yang dipercaya aliran ini yang di miliki si pitung , legenda silat dari tanah betawi.
2.1.3 Riset dan Data Umum
Silat Betawi lebih dikenal dengan istilah Main Pukul didalam kebudayaannya. Silat Betawi ini diciptakan untuk membeladiri pada zaman dahulu. Betawi terkenal dengan tokoh-tokoh silatnya dan juga aliran jurusnya seperti Cingkrik, Gie Sau, Beksi, Kelabang Nyebrang, Merak Ngigel, Naga Ngerem dan banyak lainnya. Silat Betawi terkenal dengan aliran silatnya yang beragam sesuai asal kampung atau daerah perkembangan aliranya. Karena itu pula masyarakat Betawi sering menyebut kelompok mereka berdasarkan tempat tinggalnya, seperti Orang Rawabelong, Orang Kemayoran, atau Orang Senen. Perubahan penamaan berdasarkan daerah ini baru bergeser tahun 1923 sejak Moh Husni Thamrin dan tokoh masyarakat Betawi mendirikan Perkumpulan Kaum Betawi sebagai sebuah kelompok etnis sosial yang lebih luas dan dikenal dengan nama orang Betawi. Hampir di setiap kampung di Betawi terdapat jagoan silat, mereka menjaga kampung dan disegani karena tingkah lakunya yang terpuji. Jagoan kampung ini menggunakan ilmu beladiri untuk mengajak pada kebaikan dan menjauhi kezaliman. Keberadaan mereka sangat di hormati masyarakat Betawi, terlebih karena dekat dengan ulama dan mengayomi masyarakat. Ada beragam aliran Silat Betawi yang sekarang masih dikembangkan warisan turuntemurun. Keragaman aliran Silat Betawi turut diwarnai silat dari daerah lain seperti silat aliran Sahbandar, Kuntao (China) dan beberapa aliran silat dari Sunda. Saat ini salah satu aliran Silat Betawi yang khas dan dikenal dengan cukup khas sebagai Silat Betawi pada umumnya adalah silat cingkrik. Silat cingkrik telah masuk ke berbagai pelosok kampung Betawi dan memiliki banyak turunan alirannya, selain juga aliran silat beksi yang tersebar luas.
Anda dapat menemukan atraksi dan keindahan gerakan aliran silat cingkrik setiap Sabtu pagi di aula Padepokan Silat Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Jakarta. Ada ruangan terbuka seluas 10×10 meter persegi yang ditapaki oleh kakikaki peSilat Betawi yang lincah. Padepokan ini dipimpin Tubagus Bambang Sudrajat yang dikenal sebagai guru besar aliran Silat Betawi cingkrik goning. Guru besar silat ini belajar silat sejak usia 11 tahun dan di usia 30 tahun ia mengajarkan ilmu warisan leluhur ini sebagai pesan dari leluhurnya. Cingkrik goning adalah aliran silat yang yang mengandalkan kelenturan dan kecepatan. Aliran silat ini merupakan silat yang murni menggunakan teknik fisik dan tidak ada hitungan satu, dua, tiga seperti bela diri lain, tetapi hanya ada hitungan satu, yaitu ‘lawan sudah harus jatuh’. Aliran cingkrik goning selalu berusaha untuk masuk dan mengunci lawan dengan tidak banyak berlama-lama bertukar pukulan atau tendangan. Keahlian bela diri aliran cingkrik goning diidentikan dengan kisah Si Pitung, seorang tokoh jagoan Betawi tempo dulu. Gerakan utama dalam silat ini menggunakan satu kaki untuk melompat. Karena gerakan ini orang Betawi kemudian menyebutnya jejingkrikan dan kemudian disebut jingkrik atau cingkrik. Aliran cingkrik pertama kali dikembangkan oleh Ainin bin Urim yang biasa dipanggil Engkong Goning (1895-1975) di Rawa Belong, Kebon Jeruk dan Jembatan Dua. Engkong Goning yg merupakan pejuang dari wilayah Kedoya. Ilmunya kemudian diturunkan kepada Usup Utay, yang kemudian menurunkan kepada mantunya yaitu Tubagus Bambang Sudrajat yang kini memimpin padepokan silat di TMII.
Saat ini aliran cingkrik terbagi dua yaitu cingkrik sinan dan cingkrik goning. Perbedaan di antara keduanya adalah cingkrik sinan menggunakan ilmu kontak sementara cingkrik goning hanya mengandalkan kelincahan fisik. Silat Betawi umumnya menonjolkan serangan tangan dan kaki yang sangat cepat. Cingkrik goning mengaplikasi sistem tingkatan dimana yang tertinggi adalah sabuk merah dengan lima strip. Untuk mencapai tingkatan tersebut memakan waktu maksimal 7 tahun dimana seseorang harus menguasai 4 tahapan. Pertama, menguasai 12 jurus dasar cingkrik goning. Kedua, belajar sambut. Ketiga, mempelajari 12 jurus dasar yaitu 80 bantingan khas cingkrik goning. Keempat, adalah jual beli atau bertarung. Pada masa ini Silat Betawi digunakan selain untuk beladiri , olahraga, juga digunakan dalam acara-acara khusus seperti pernikahan yang dimana kita ketahui digunakan sebagai palang pintu. 2.2 Target Audiance
Demografi Jenis kelamin
: Pria dan Wanita
Usia
: 17 tahun hingga dewasa
Kelas Sosial
: Segala Golongan
Geografi Masyarakan Indonesia khususnya orang Betawi Pisikografi
Olahragawan, gemar sejarah, penyuka beladiri
2.3 Analisa Kompetitor
Kompetitor Silat Betawi itu adalah budaya beladiri dari negara lain seperti karate ,taekwondo, jujitsu ,muaythai dan lainnya. Kompetitor yang lain memiliki promosi yang sangat menarik dan di lakukan di gym-gym yang disukai oleh anak muda dikarenakan terkesan keren karena didukung oleh promosi ,peralatan latihan yang lengkap serta adanya kejuaraan hingga tingkat dunia. Sedangkan diSilat Betawi seperti yang dapat kita lihat, tempat padepokan silat yang benar-benar lengkap dari segi fasilitas masih susah ditemukan, promosi yang tidak segencar beladiri lainnya, tempat latihan yang terkesan kumuh, lalu selalu ada kesan negatif akan silat dimasyarakat dimana selalu dikaitkan dengan hal-hal mistik.
2.4 Analisa SWOT
Adapun kelebihan atau kekurangan yang dalam pembuatan buku esai foto ini dapat saya lampirkan dalam bentuk SWOT berikut :
Strenght
: Penggemar Silat Betawi di kalangan masyarakat Betawi itu sendiri
masih banyak, tapi kurangnya informasi mengenai sejarah Silat Betawi dapat membuat buku ini memiliki kesemaptan besar untuk di konsumsi para pesilat maupun sejarahwan Betawi.
Weakness
: Begitu banyaknya aliran didalam Silat Betawi itu sendiri membuat
sulitnya memperoleh data dan hanya dapat menampilkan Silat Betawi secara luas tidak secara mendetail.
Opportuny
: Munculnya perfilman action silat dalam layar lebar membuat
ketertarikan orang-orang akan silat semakin bertambah .
Threat
: Susahnya mencari referensi buku Silat Betawi itu sendiri membuat
tantangan khusus dalam pembuatan buku Silat Betawi. Selain susah mencari , biasanya buku Silat Betawi hanya fokus pada satu jenis aliran saja.
2.5 Teori – Teori Dalam penyusunan tugas akhir ini, penulis menggunakan beberapa teori antara lain :
2.5.1 Buku
Definisi Buku
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, buku adalah lembar kertas yang berjilid, berisi tulisan atau kosong. Sedangkan menurut Oxford Dictionary, buku adalah hasil karya yang ditulis atau dicetak dengan halaman-halaman yang dijilid pada satu sisi atau hasil karya yang ditujukan untuk penerbitan.
Sebuah buku dapat dikatakan berhasil jika dapat menggugah minat khalayak sasaran dalam memahami isi dan pengertian buku tersebut. Oleh karena itu diperlukan sebagai tolak ukur dan patokan sebuah desain agar rancangan desain yang diciptakan mampu mencerminkan maksud dan tujuan buku tersebut.
Jenis-jenis Buku
Terdapat berbagai jenis buku yang biasa diproduksi, antara lain :
1.
Coffee Table books
Merupakan jenis buku yang menitik beratkan pada keindahan fotografi dan kekuatan tipografi . 2.
Limited Edition books
Buku yang dibuat dalam jumlah yang terbatas, biasanya dibuat dalam event khusus atau dikeluarkan untuk para kolektor. 3.
Buku Fiksi dan Non-fiksi
Buku yang menitik beratkan pada tingkat keterbacaanya dan dengan system grid yang konvensional untuk membantu tingkat keterbacaan buku tersebut . 4.
Buku Pendidikan dan Buku Referensi
Buku yang menggunakan hirarki yang kompleks untuk navigasinya. 5.
Monograph books
Buku jenis ini menitikberatkan pada image-image yang digunakan dalam buku.
Anatomi Buku Ada berbagai macam cara untuk mengkonstruksi sebuah buku dan variasi yang tak terhingga bisa dihasilkan. Namun, semua jenis buku meimiliki anatomi dasar yang sama, yaitu : 1.
Cover
2.
Halaman Judul
3.
Halaman Pengantar
4.
Isi Buku
5.
Penutup
Binding Binding pada sebuah buku merupakan bagian dari proses finishing. Banyak faktor yang mempengaruhi binding pada sebuah buku, antara lain yaitu : 1.
Jumlah halaman
2.
Berat kertas
3.
Daya tahan yang diinginkan
4.
Jumlah buku yang diproduksi
5.
Cara menggunakan buku
2.5.2 Teori Layout Layout menurut Gavin Amborse & Paul Harris, (London 2005) adalah penyusunan dari elemen-elemen desain yang berhubungan kedalam sebuah bidang sehingga membentuk susunan artistik. Hal ini bisa juga disebut manajemen bentuk dan bidang. Tujuan utama layout adalah menampilkan elemen gambar dan teks agar menjadi komunikatif dalam sebuah cara yang dapat memudahkan pembaca menerima informasi yang disajikan.
Menurut Frank Jefkins (1997, 245) prinsip dasar desain yang diterapkan pada media adalah hukum layout desain, yaitu : Hukum
Kesatuan, Hukum Keberagaman, Hukum Keseimbangan, Hukum Ritme, Hukum Proporsi, Hukum Skala dan Hukum Penekanan.
1.
Hukum Kesatuan Semua bagian dari suatu layout harus menyatu guna membentuk keseluruhan
layout.
Kesatuan
bagian
layout
ini
dapat
dikacaukan oleh suatu batasan yang mengganggu, terlalu banyak jenis huruf yang berbeda dan berlawanan, warna yang didistribusikan dengan sembarangan, unsur-unsur yang kurang proposional, atau layout yang ’semarak’ dengan bagian-bagian yang membingungkan.
2.
Hukum Keberagaman Meski demikian, dalam suatu layout harus ada suatu perubahan dan pengkontrasan seperti menggunakan jenis huruf tebal (bold) dan medium, atau juga memanfaatkan ruang kosong dalam keseluruhan layout. Media, layaknya tidak menimbulkan kesan monoton,
keberagaman
juga
dapat
dihasilkan
dengan
pemanfaatan gambar-gambar.
3.
Hukum Keseimbangan Adalah mendasar sekali bahwa suatu media harus menampilkan keseimbangan. Keseimbangan optis adalah sepertiga bagian bawah suatu ruang media, bukan setengahnya. Suatu gambar atau headline mungkin memakan tempat sepertiga dan naskah
dua pertiganya sehingga memenuhi syarat keseimbangan optis. Keseimbangan simetris dapat dicapai dengan pembagian.
4.
Hukum Ritme Meski media cetak bersifat statis, namun masih memungkinkan untuk menimbulkan kesan gerakan sehingga mata pembaca dapat dibawa dan diarahkan keseluruh bagian media. Sebagai contoh sederhana adalah memasukkan setiap awal paragraf (first line atau hanging indent). Bagaimanapun aliran pesan awal sampai pesan terakhir secara keseluruhan di dalam desain harus menyiratkan ritme yang nyaman.
5.
Hukum Proporsi Hal ini khususnya berkenaan dengan ukuran jenis huruf yang digunakan untk lebarnya naskah. Makin lebar suatu naskah (atau ukuran ruang) makin besar pula ukuran huruf yang harus digunakan, dan demikian pula sebaliknya. Suatu media yang mempunyai ruang yang sempit (kecil) akan menggunakan jenis teks ayng kecil pula, akan tetapi jika media itu lebar maka memerlukan huruf teks yang lebih lebar, kecuali teks-teks itu diatur dalam kolom-kolom.
6.
Hukum Skala Jarak penglihatan (visibility) tergantung pada skala tone dan warna, beberapa tampak kurang menyolok, sementara yang lain
terlalu tampak menyolok. Warna-warna pucat pastel, merupakan warna yang kurang menyolok. Sedangkan warna-warna menyolok ditampakkan pada warna primer. Warna hitam dengan kombinasi warna kuning atau oranye akan sangat tampak menyolok dibanding warna kuning dengan warna putih yang terkesan tidak menyolok (baca: mati). Hukum Skala dapat digunakan dalam desain typography ketika headlines dan subheading dibuat kontras dengan area abu-abu dari huruf-huruf teks.
7.
Hukum Penekanan Aturannya di sini yaitu bila semua ditonjolkan maka yang terjadi adalah tidak ada hal yang ditonjolkan (all emphasis is no emphasis). Seperti yang terjadi bila terlalu banyak huruf tebal yang digunakan atau terlalu banyak huruf kapital yang digunakan. Hukum Penekanan berkaitan erat dengan hukum lainnya terutama berkaitan dengan Hukum Keberagaman dan Hukum Skala. Sebuah media dapat dibuat sehingga tampak menarik jika ada penekanan seperti pada jenis huruf yang ditebalkan atau kata-kata tertentu yang diberi penekanan dengan warna lain. Ruang atau bidang yang dibiarkan kosong (white space), kecerahan juga dapat menjadi cara yang efektif untuk menghasilkan penekanan.
Menurut Frank F Jefkin, untuk mendapatkan layout yang baik diperlukan adanya: 1.
Kesatuan komposisi yang baik dan enak untuk dilihat;
2.
Variasi, agar tidak monoton / membosankan;
3.
Keseimbangan dalam layout sehingga terlihat sepadan, serasi
dan selaras; 4.
Irama, yang berupa pengulangan bentuk atau unsur-unsur layout
dan warna; 5.
Harmoni adalah keselarasan atau keserasian hubungan antara
unsur-unsur yang memberikan kesan kenyaman dan keindahan 6.
Proporsi, yang merupakan suatu perbandingan
7.
Kontras, yang merupakan perpaduan antara warna gelap dan
terang.
2.5.3 Teori Tipografi Menurut kutipan dari buku “ Tipografi dalam Desain Grafis”, Danton Sihombing MFA, tipografi bukan lagi merupakan pelengkap suatu statement visual, tetapi sudah menjadi sajian utama komunikasi grafis yang berbentuk buku, katalog atau brosur. Baik sebagai pelengkap suatu bentuk komunikasi visual, maupun sebagai unsur utama, huruf memainkan peranan sangat penting dalam keberhasilan suatu bentuk komunikasi grafis. Tipografi bisa saja menjadi inti gagasan suatu komunikasi grafika dan huruf menjadi satu-satunya visualisasi yang efektif. Kekeliruan atau ketidak pekaan dalam tipografi bisa merusak hasil komunikasi grafis, walaupun bentuk visualisasi lainnya telah
dibuat
dengan
prima.
Untuk pemilihan jenis huruf atau font yang tepat, beberapa kriteria yang harus, terpenuhi antara lain : 1.
Clarity adalah bahwa suatu huruf mempunyai fungsi tertentu yaitu
harus dapat dilihat secara jelas. 2.
Readability adalah keterbacaan dan jenis huruf tersebut.
3.
Legibility lebih menekankan apakah kita mudah membacanya
atau tidak. 4.
Visibility lebih menekankan pada keindahan jenis huruf tersebut.
Huruf dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu Serif, San Serif, dan Dekoratif. Huruf Serif dapat dikenali dengan melihat kait yang terdapat pada ujung-ujungnya. Contoh dari huruf Serif adalah Times New Roman, Garamond, dan Book Antiqua. Huruf Serif kemudian dibagi lagi menjadi 4 jenis, yaitu: •
Old Style: Huruf
ini
memiliki
kait
dengan
bentuk
kurva
yang
menghubungkan dengan garis utama (stroke) huruf, sehingga huruf ini terlihtat “kuno” daripada huruf Serif lainnya. Contoh dari huruf ini adalah Caslon, Caxton, Garamond, Goudy, Palatino, Early Roman. •
Trantitional: Antara kait dengan garis utama (stroke) huruf, dihubungkan dengan kurva atau lengkungan dan memiliki sudut pada kaitnya. Contoh dari huruf ini adalah Baskerville, Century, Tiffany, Times.
•
Modern: Kait dengan garis utama dibentuk dengan sudut-sudut. Huruf serif jenis ini akan tampak lebih modern dibanding huruf Serif lainnya. Contoh dari huruf ini adalah Bodoni.
•
Egyptian: Egyptian atau Slab Serif memiliki kait yang lebih tebal. Hal ini mengingatkan kita akan bentuk tiang-tiang yang kokoh seperti pada bangunan-bangunan Mesir kuno. Egyptian juga sering digunakan pada tema-tema western atau cowboy. Contoh dari huruf ini adalah Clarenden, Lubalin, Memphis. Kesan dan fungsi pada huruf Serif dapat memberi kesan klasik, resmi, dan elegan pada desain anda. Serif sering dipergunakan pada surat-surat resmi, buku-buku, surat kabar, dan lain-lain.
Kait-kait pada serif berfungsi untuk memudahkan membaca pada teks-teks kecil (tapi tidak terlalu kecil) dan teks dengan jarak yang sempit. Karena fungsi tersebut, kita akan merasa lebih nyaman membaca buku-buku dan surat kabar dengan huruf Serif. Kebanyakan buku dan surat kabar memang menggunakan huruf Serif sebagai huruf utamanya.
2.5.4 Teori Fotografi
Menurut Paul Messaris, gambar-gambar yang dihasilkan manusia, termasuk fotografi, bisa dipandang sebagai suatu aksara visual, atau dengan kata lain, gambar-gambar itu bisa dibaca. Sehingga, gambargambar pun merupakan bagian dari cara berbahasa.
Jika dalam bahasa, susunan kalimat sebagai makna lebih mungkin didefinitifkan, maka hal itu tidak mungkin dilakukan dengan pemaknaan gambar-gambar. Dalam gambar-gambar yang maknanya hadir secara definitif, terdapat manipulasi. Artinya gambar-gambar hanya akan hadir sebagai pengetahuan jika dipandang secara kritis. Dalam hal ini, pembaca diharapkan dapat memandang atau membaca buku Travel Guide Bangunan Merah Pecinan Jakarta dengan pemikiran yang kritis sehingga dapat menarik makna yang terkandung dalam setiap foto yang ada dengan lebuh mendalam.
Berdasarkan teori Messaris, terapat empat aspek aksara visual, yaitu :
1. Aksara Visual sebagai prasyarat pemahaman media visual. Citra media termasuk foto, sering sangat berbeda dari penampilan dunia nyata. Dengan argumen ini, istilah “aksara visual” mengacu kepada keakraban dengan konvensi visual yang diperoleh seseorang lewat keterbukaan terhadap media visual. 2. Konsekuensi kesadaran umum aksara visual Pengalaman dengan media visual tidak hanya merupakan jalan ke
arah pemahaman visual yang lebih baik, namun juga membawa kearah peningkatan kemampuan untuk memahami tersebut. 3. Kewaspadaan atas manipulasi visual Pendidikan visual akan membuat pembaca menjadi lebih tahan atas manipulasi media visual yang diupayakan oleh iklan TV, majalah dan kampanye politik. 4. Apresiasi estetik Kewaspadaan atas pengembangan makna media visual dalam tanggapan pembaca, juga bisa dilihat sebagai pembentukan dasar apresiasi estetik.
Pendapat Messaris ini mendukung asumsi, bahwa dalam suatu foto sebagai media visual, bukan hanya dimungkinkan untuk menarik suatu makna, melainkan bahwa makna itu mungkin direkayasa untuk tampil dengan gagasan menghujam. Sebuah foto menjadi bukan hanya representasi
visual
mengandung pesan.
objek
yang
direproduksinya,
melainkan