Yusman Syaukat Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Definisi Privatisasi Privatisasi adalah transfer aset publik ke privat atau
kebijakan peningkatan peran privat dalam ekonomi (Gray, 1998) Privatisasi adalah transfer suatu fungsi, aktivitas atau organisasi dari publik ke privat atau pengurangan peran publik atau peningkatan peran privat dalam aktivitas atau pemilikan aset (Rais, 2002) Privatisasi air adalah berpindahnya pengelolaan air baik sebagian maupun seluruhnya dari sektor publik kepada sektor swasta.
Pro Kontra Privatisasi Air Bagi para pendukungnya privatisasi air dipandang sbg
cara yg paling pantas utk mengatasi persoalan keteraksesan masyarakat terutama masyarakat miskin utk memperoleh air bersih. Selain itu privatisasi air jg dipandang akan membantu meningkatkan efektifitas dan efisiensi layanan air yg selama ini dikelola oleh sektor publik. Sedangkan bagi penentangnya air merupakan kebutuhan
dasar manusia dan tidak pantas utk dijadikan barang dagangan termasuk dgn melibatkan sektor swasta dlm pengelolaan dan penyediaannya. Sektor swasta akan lebih memprioritaskan keuntungan drpd peningkatan layanan kpd masyarakat.
Latar Belakang Perlunya Privatisasi 1. Defisit anggaran akibat akumulasi biaya subsidi 2. Sumber penghasilan tambahan dari penjualan aset perusahaan negara 3. Menghindari atau setidaknya mereduksi kenaikan rasio pajak 4.Reduksi tekanan eksternal atas sektor publik 5. Ketidakpuasan menyeluruh terhadap kinerja perusahaan negara
Tujuan Swastanisasi Tujuan Swastanisasi biasanya untuk meningkatkan efisiensi
ekonomi, tetapi terkadang (seringkali) juga mempertimbangkan aspek keuangan, politik dan sosial.
Tujuan swastanisasi [Guislain, 1997] adalah: efisiensi dan pembangunan ekonomi, efisiensi dan pengembangan perusahaan, perbaikan budget dan keuangan, distribusi dan re-distribusi, pertimbangan politik. Tujuan-tujuan seperti di atas seringkali menimbulkan konflik.
Misalnya untuk menutup masalah defisit anggaran dalam jangka pendek, namun akhirnya mengorbankan kepentingan yang lebih besar dalam jangka panjang merugikan ekonomi nasional
Metode Penentuan Perusahaan yang akan Diswastakan Perusahaan yang akan diswastakan biasanya dilihat berdasarkan: • Tingkat keuntungan • Tingkat kompetisi di dalam industri Competitive
Monopolistic
Profitable
Competitive & Profitable
Monopolistic & Profitable
Un-profitable
Competitive & Un-profitable
Monopolistic & Un-Profitable
• Perusahaan mana yang paling menarik investor? Tentu perusahaan yang ada di Kuadran I – competitive & profitable • Bagaimana dengan perusahaan yang ada di Kuadran III: Kompetitif tetapi menderita kerugian? • Bagaimana dengan perusahaan yang ada di Kuadran IV: Monopoli tetapi menderita kerugian?
Reasons for Privatizations: Theory Push Factors
Pull Factors
Characteristics of SOE: 1) Suffer from excessive political intervention 2) Vague, ambiguous and conflicting objectives 3) SOE are not as efficient as privately owned and managed enterprises 4) SOE incurred substantial losses 5) Many develop and developing countries are facing the problems of growing fiscal deficits and slower economic growth, thus SOE become an unsustainable burden 6) Lack of performance-related rewards and other factors
Expectation that could be achieved with privatization: 1) Increase economic efficiency 2) Improvement in economic performance 3) Promotion of wider shareownership 4) Introduction of competition in the economy 5) Political consideration These objectives may, and often do, conflict
Methods of Privatization Divestiture Method 1) 2) 3) 4)
Direct sale Public stock offering Joint venture Liquidation and asset sale 5) Voucher privatization 6) Management/ employment buy-out
Private Sector Participation Method 1) 2) 3) 4) 5)
Service contracts Management contracts Concession contracts Lease contracts Build, own, operate and transfer
PSP method is common in infrastructure development and operation Concession is the most popular method for water sector
Metode Swastanisasi
1
• Divestiture – proses pengalihan kepemilikan dari milik negara menjadi milik swasta
2
• Public-private partnerships atau private sector participation.
Metode Divestiture 1
• Direct sale
2
• Public Stock Offering
3
• Joint Venture
4
• Liquidation and Asset Sale
5
• Voucher Privatization
6
• Management/Employment Buy-out
1) Direct Sale Direct sales menjadi cara swastanisasi yang paling
umum, terutama bagi perusahaan-perusahaan kecilmenengah Merupakan cara swastanisasi yang paling mudah bagi investor Pemerintah juga bisa menentukan “future owner”, yakni perusahaan yang memiliki komitmen terbesar dalam mengembangkan perusahaan The most effective way of finding the best suited investor and to maximize government revenues from the sale is through competitive tender.
2) Public Stock Offering A public offering dari merupakan cara penjualan seluruh
atau sebagian saham negara kepada publik melalui domestic or international stock markets Harga saham bisa fixed dan diback-up oleh underwriter atau pemerintah secara langsung Tiga persyaratan yang harus dipenuhi agar sukses: 1. 2.
3.
Perusahaan harus dikenal oleh publik dan memiliki kondisi keuangan yang bagus Terdapat sistem/jaringan distribusi aset, diiringi dengan adanya strategi pemasaran yang bagus sehingga mampu membangkitkan keinginan masyarakat untuk membeli saham Harga saham harus menggambarkan nilai pasar dari perusahaan
3) Joint Venture Dalam suatu joint venture, sebagian/seluruh SOE
membentuk perusahaan baru bersama dengan investor luar (yang memiliki track record bagus) Investor luar biasanya membawa kapital dan teknologi baru, sementara SOE menyertakan aset fisik yang telah ada (existing physical assets). Pemerintah lebih menyukai tipe swastanisasi ini karena ia bisa mempertahankan kontrol (pengaruh) terhadap perusahaan, sementara perusahaan mendapatkan dana dan expertise yang dibutuhkan untuk modernisasi.
4) Liquidation and Asset Sale Ketika SOE memiliki kondisi finansial yang buruk,
memiliki hutang banyak, penjualan perusahan secara langsung tidaklah mungkin Dalam kondisi tersebut, negara dapat melakukan likuidasi perusahaan dan menjual asset-nya Opsi ini memberikan keuntungan bagi investor, karena ia tidak lagi dibebani dengan hutang-hutang perusahaan Namun, harus hati-hati karena bisa terjadi, ada sebagian aset perusahaan yang tidak laku dijual setelah komponen-komponen yang bernilai dilikuidasi
5) Voucher Privatization Voucher privatization banyak terjadi di Negara-negara Eropa Timur (ex
socialist countries) dimana privatisasi dilakukan dengan membagi saham perusahaan kepada masyarakat (atau kepada pegawai perusahaan) secara gratis
Vouchers ini kemudian dapat diperjual-belikan di special auctions
(suatu pelelangan khusus).
Keuntungan utama dari sistem ini adalah: proses swastanisasi berjalan
cepat dengan melakukan penyederhanaan sistem penglepasan saham, dapat meningkatkan equity dalam pemilikan saham, dan mendorong tumbuhnya pasar modal lokal (local capital markets).
Namun, sistem ini tidak menghasilkan penerimaan negara sama sekali,
dan ditengarai akan memperlambat pencapaian efisiensi dan profitability perusahaan karena kepemilikan saham oleh pemilikpemilik kecil (masyarakat) tidak akan banyak merubah sistem operasionalisasi dan manajemen perusahaan
It is irony since this mode of privatization provides a way of
implementing the socialist ideal of ownership of major industry by the people.
6)Management/Employment Buy-out Management/employment buy-out scheme merupakan suatu situasi
dimana management and employees perusahaan memiliki hak untuk melakukan penawaran (make an offer) terhadap perusahaan sebelum dilakukan swastanisasi
Ini merupakan sistem penjualan khusus, karena pemenangnya adalah
perusahaan penawar yang sebagian besar sahamnya dikuasi oleh management and employees.
Sebagian negara melakukan hal ini, karena untuk mendukung
investasi publik dan menghindari kritik atas penjualan saham ke pihak asing (“selling out” assets to foreign interests).
Namun, sistem ini terkadang counterproductive karena management
and workers biasanya meminta potongan harga atau dihutang karena ketiadaan dana
Ketika hal ini terjadi, kembali perusahaan dihadapkan kepada masalah
karena restrukturisasi dan investasi tidak terjadi, sehingga tidak ada perubahan yang signifikan pada efisiensi perusahaan
Metode Public-private Partnerships atau Private Sector Participation (PSP) 1
• Service and Management Contracts
2
• Concession and Lease Contracts
3
• Build, Own, Operate and Transfer
1) Service and Management Contracts Service contract (or contracting-out service) merupakan
metode private sector participation (PSP) paling sederhana di dalam bisnis air minum perpipaan, but this is not really privatization. Dalam skema ini, PDAM membayar biaya layanan yang dilakukan oleh pihak ketiga, misalnya: pencatatan meter air, pencetakan dan penagihan tagihan air, perawatan dan operasionalisasi instalasi/jaringan, dsb Kontrak semacam ini tidak menghasilkan perbaikan yang signifikan kepada operasionalisasi PDAM. Dalam sistem ini, kontraktor harus menyediakan assets yang diperlukan dan kontrak berlaku untuk suatu periode jangka pendek (1-5 tahun) Kontrak dilakukan dengan cara lelang terbuka kepada perusahaan-perusahaan yang memiliki kualifikasi
2) Concession and Lease Contracts a) Concession Pemberian konsesi kepada operator swasta telah banyak dilakukan di sektor air minum dan sanitasi Operator (concessionaire) memiliki tanggung jawab penuh dalam mengoperasikan, perawatan dan penggantian dari fasilitas yang ada (existing facilities), pembiayaan dan pembangunan fasilitas baru, serta pencetakan dan penagihan tagihan kepada pelanggan Konsesi umumnya diberikan selama 20-40 tahun. Setelah konsesi berakhir, seluruh asset perusahaan (baik asset lama maupun baru) harus dikembalikan kepada negara Penerimaan concessionaire berasal dari penerimaan tagihan air dari para pelanggan Skema kerjasama seperti ini disebut contract full-utility concession.
2) Concession and Lease Contracts b) Lease contract Lease contract (kontrak sewa) merupakan suatu konsesi dimana the granting public authority (negara) masih bertanggungjawab atas pembiayaan perusahaan untuk peningkatan kapasitas produksi dan distribusi air Dalam hal ini, kontraktor menyewa fasilitas produksi dan distribusi air serta mengoperasikannya sesuai dengan kesepakatan Penyewa (lessee) bertanggungjawab penuh atas pekerjaan yang telah diserahkan kepadanya (sesuai kontrak)
Pada akhir periode kontrak, seluruh asset perusahaan harus dikembalikan kepada negara (PDAM) dalam kondisi baik Sistem seperti ini telah banyak dilakukan di Perancis, dimana pemerintah masih bertanggung jawab atas pembiayaan dan pembangunan fasilitas baru, dan lessee bertanggung jawa untuk menjalankan, mengelola, dan
mendapatkan fees atas jasa yang diberikan
Tarif air (water rates) menggambarkan biaya produksi plus pendapatan serta biaya program investasi , yang kesemuanya ditransfer (dikelola) oleh perusahaan utilitas (PDAM) Opsi ini mungkin tidak menarik di LDCs dimana negara umumnya mencari PSP untuk mendanai program investasi yang dibutuhkan (perusahaan yang menyediakan dana untuk investasi)
3) Build, Own, Operate and Transfer BOOT contract merupakan konsesi yang diberikan untuk
membangun suatu fasilitas baru, bukan rehabilitasi fasilitas yang ada
Sistem kontrak ini memiliki dua variasi: 1.
Build, Operation and Transfer (BOT) contract, dimana kepemilikan fasilitas langsung ditransfer ketika pembangunan fasilitas selesai
2.
Build, Own and Operate (BOO) contract, dimana kepemilikan fasilitas tetap dipegang oleh perusahaan swasta yang membangunkan fasilitas tersebut
Dengan BOOT contracts tanggung jawab untuk membiayai,
membangun dan mengoperasionalkan fasilitas (misalnya instalasi penjernihan air) beralih dari pemerintah ke perusahaan swasta.
Kontrak semacam ini menarik bagi negara yang sedang
membutuhkan pasokan air bersih namun ketiadaan modal untuk membangun fasilitas tersebut.
Sejarah Privatisasi Air Di Indonesia 1997 terjadi krisis ekonomi di Asia. World Bank, ADB
dan IMF dianggap mulai masuk berperan memarakkan privatisasi air di Indonesia lewat pinjaman lunak bersyarat. Juni 1998 Bank Dunia memberi pinjaman (US $ I miliar + 500 juta) Salah satu pasal perjanjian “Matrix of Policy Actions” yaitu memaparkan rencana memperbaiki pengelolaan SDA Thn 2004 pemerintah mengeluarkan UU baru yaitu UU Sumberdaya Air No.7 thn 2004
Sejarah Privatisasi Air Di Indonesia Prinsip awal privatisasi
adalah sebagai upaya memperpanjang tangan pemerintah memperbaiki layanan distribusi air bersih bagi rakyat. Di Indonesia yang terjadi (2004-2010) : utk Jkt saja masih sekitar 35 % penduduk tak terlayani pipa PAM Sebagian sisanya hrs bergulat dgn air yg kotor (YLKI), Sementara tarif justru naik 10 kali lipat Disisi lain munculnya kerusuhan sosial akibat mata air masyarakat lokal “dipagari” perusahaan air minum internasional.
“UU No.7 thn 2004 ini secara jelas mengubah paradigma Pemerintah Indonesia yang menjadikan air sebagai komoditas ekonomi dan bukan sebagai hak asasi manusia penduduk Indonesia”
Berdasarkan UU tsb privatisasi air di Indonesia di legalkan UU ini mengubah peran pemerintah dari penyedia air bagi rakyat menjadi sekedar fasilitator, yg berarti tak ada lagi keharusan pemerintah utk menyediakan air bersih langsung ke rakyat. Fasilitator juga berarti Pemerintah Indonesia dapat menjual hak layanan air bersih itu ke perusahaanperusahaan swasta sebagai penyedia air UU ini juga menegaskan adanya desentralisasi kewenangan yakni bagi perusahaan utk berhubungan langsung dengan Pemerintan Daerah
Saat ini Indonesia telah mempunyai lebih dari 30 proyek privatisasi air di seluruh Indonesia yang sebagian besar ada di Jakarta dan Batam Bentuk privatisasi air juga telah merambah ke komoditas air mineral botol utk perusahaan asing raksasa dunia seperti Suez, Thames, Danone. Kondisi tersebut telah menimbulkan gerakan-gerakan sosial menolak privatisasi
air kembali ke UUD 45 bahwa hak akses air adalah bagian dari hak asasi manusia
PRIVATISASI AIR DI ASIA TENGGARA Privatisasi air di Asia tenggara marak di Indonesia, Filipina dan Malaysia. Diprediksi thn 2015 hanya 78% penduduk Asia Tenggara yang akan bisa menikmati air bersih, 22% sisanya harus terjebak dengan sanitasi air yang buruk Di Malaysia maraknya privatisasi air sejak 1990an telah menaikkan tarif air publik 15% Di Filipina privatisasi telah menyebabkan waduk2 kekeringan dan menimbulkan masalah sosial
Drinking (Piped) Water Supply Provision of drinking water in a city/district is conducted by Regional Water Utilities (PDAM) PERPAMSI (Indonesian Water Supply Association) (2010): there are 394 Regional Piped Water Utilities in Indonesia 31 Large PDAM (> 50,000 customers) 53 Medium PDAM (20,000 - 50,000 customers) 310 Small PDAM (< 20,000 customers) National Service Coverage: 24% Urban 47% Rural 11% Total number of national customers: 8,628,822
There are others water entities, in addition to Regional Piped Water Utilities (PDAM): Private Companies Companies under the Ministry of Public Works
Therefore, there are 402 water utility companies (PERPAMSI, 2009): Performance: Good Not Good Sick No Data
103 companies 115 companies 119 companies 65 companies
No Data 16%
Sick 29%
Good 26%
Not Good 29%
Sources of Drinking Water to the Households in Jakarta and Indonesia, 2009 (in %) Jakarta
Indonesia
54.1 48.0
25.3
24.9 17.1
15.0
11.1
0.4 Piped Water
Source: BPS 2009
Groundwater
Packaged Water
2.7
Rain Water
1.4 Others
PAM Jaya Privatization PAM Jaya, the Government of Jakarta Water Company, was privatized in 1998 into two private companies: Thames Water Overseas (partnership with PT Kekar Pola
Airindo) Thames PAM Jaya - Western Area Suez Lyonnaise des Eaux (partnership with PT. Garuda Dipta Semesta). PAM Lyonnaise Jaya – Eastern Area
These companies were awarded contracts for 25 years to run the water supply system in Jakarta.
Privatization: Service Areas
Reasons for PAM Jaya Privatization Changes in Political Environment
International Loan Conditions
Indonesia Water Reform
Financial Needs
Inefficient Public Services
PAM Jaya Privatization
Soeharto’s Family Business Interest
Impacts of Privatization (1) Increase Tariff: The operators have increased water tariff significantly: affecting poor, lower and middle class households. However, water services are poor; they have to buy alternative water for safer drinking water
Poor Performance: Number of Connection Volume of Water Production Unaccounted for Water Non-Revenue Water
Water Tariff: A Comparison (USD/m3) in 2007 0.70
0.55
0.35 0.29 0.22
Singapore
Manila
Kuala Lumpur
Bangkok
Jakarta
Opinions…
Source: Zamzami (2010)
Impacts of Privatization (2) Constrained service provision to the poor Water provision for the poor is considered as socially feasible but not commercially profitable thus, they are still excluded
Increase groundwater exploitation Since piped water was becoming more expensive after privatization, most population made intensive use of groundwater. This resulted in groundwater pollution, seawater intrusion and land subsidence increase external costs.
Root of the Problems It is due to lack of transparency in determining the concessionaires (Syaukat, 2000): Transparency is essential in every privatization
Transparency requires: Competitive bidding procedures Clear selection criteria for evaluating the bids Disclosure of offered price and bidder Well defined institutional responsibilities Adequate monitoring of the programs
Root of the Problems (2) Unfortunately, selections of the two concessionaires of PAM Jaya were directly appointed by the President There is “no competition for the field” PAM Jaya privatization case has shown that un-transparency, without a transparent and competitive bidding in the selection of the concessionaire, has resulted in a big loss to the utility and its customers
Is Privatization Bad? Privatization is not necessarily bad. In some areas, it’s successful
Evidence in Buenos Aires (Argentina) and Manila (Philippines) shows that the prices of water can be reduced significantly and service coverage can be increased as well The role of Government as a regulator is important in ensuring that the concessionaires have adequate funding, capacity, technical, managerial and economical expertise
Options to Improve PAM Jaya Privatization First, cancel the current PSP and select the new concessionaires through transparent and competitive biddings This option is considered to be “too frontal”
Second, continue with the current concession, but renegotiate the conditions of the contract New deal with respect to the price of water, investment conditions, service coverage, quality of treated water
General Strategies for Jakarta 1) An integrated surface and ground water management is
required to increase the supply of piped water and to conserve groundwater resources. Without improvement in piped water infrastructures and services, groundwater resource will quickly depleted and result in higher pumping costs, higher marginal user costs, and some economic problems due to groundwater salinization, pollution and land subsidence
2) Investment to improve both water treatment and
distribution facilities (WTF and WDF) is required to increase the capacities of water treatment and reduce water losses Investment in WDF is more cost effective than in WTF. Incremental investment in WDF not only will increase volume of water distribution, but also reduce raw water demand
General Strategies for Jakarta (2) 3) Renegotiation of PAM Jaya Privatization is required.
Under the current privatization scheme, PAM Jaya was forced by the previous government regime to accept the condition of the contract. The results of this privatization: High water price No improvement in the quality of services Financial losses to PAM Jaya
Conclusions…
Future Water Privatization in Indonesia Concession is attractive to both the government and the private sectors With a low clean water service coverage, Indonesia needs a lot of funding to develop water treatment and distribution systems in its 400 cities and districts However, there are some points to be considered: 1) 2) 3) 4)
5)
Transparency in the bidding process Transparency in the contracts The bidding companies should form a joint venture with international operator with at least 60% Indonesia-owned PDAM will retain ownership of fixed assets, but transfer its operational and investment responsibility to the private companies. At the end of the concession period, the PDAM will assume ownership again. The role of government as a good regulator