ESTIMASI NILAI DAN DAMPAK EKONOMI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PESISIR SEBAGAI KAWASAN BUDIDAYA IKAN BANDENG DI DESA AMBULU, KECAMATAN LOSARI, KABUPATEN CIREBON
RIA LARASTITI
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Estimasi Nilai dan Dampak Ekonomi Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir Sebagai Kawasan Budidaya Ikan Bandeng di Desa Ambulu Kecamatan Losari, Kabupaten Cirebon adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Oktober 2011
Ria Larastiti H44070103
RINGKASAN RIA LARASTITI. Estimasi Nilai dan Dampak Ekonomi Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir sebagai Kawasan Budidaya Ikan Bandeng Di Desa Ambulu, Kecamatan Losari, Kabupaten Cirebon. Dibimbing Oleh Tridoyo Kusumastanto dan Kastana Sapanli.
Wilayah pesisir merupakan wilayah yang memiliki potensi ekonomi strategis. Potensi ekonomi ini terlihat dari berbagai bentuk pemanfaatan sumberdaya seperti untuk usaha budidaya dan penangkapan ikan, pertanian, perindustrian, pemukiman, pelabuhan, pariwisata, dan pertambangan. Pemanfaatan sumberdaya pesisir untuk aktivitas budidaya ikan memiliki potensi yang bagus ditinjau dari segi kuantitas maupun keanekaragamannya. Seiring dengan terus meningkatnya jumlah penduduk, permintaan akan hasil perikanan dengan kandungan protein yang tinggi juga semakin meningkat. Keadaan tersebut salah satunya ditandai dengan permintaan ikan bandeng yang secara nasional meningkat 6,33% per tahun. Pemanfaatan sumberdaya pesisir sebagai kawasan budidaya ikan bandeng dapat memberikan dampak ekonomi terhadap masyarakat lokal. Desa Ambulu merupakan salah satu desa di Kecamatan Losari, Kabupaten Cirebon yang mengembangkan aktivitas pemanfaatan sumberdaya pesisir untuk kegiatan budidaya ikan bandeng. Aktivitas budidaya ikan bandeng telah memberikan dampak ekonomi terhadap masyarakat lokal, sehingga untuk menjaga tingkat pemanfaatan tersebut diperlukan pengetahuan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ikan bandeng, serta nilai ekonomi pemanfaatan dari usaha budidaya tersebut. Nilai ekonomi pemanfaatan sumberdaya pesisir untuk kawasan budidaya ikan bandeng penting untuk diketahui sebagai bahan pertimbangan pola pengembangan wilayah pesisir. Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan terhadap 48 responden diketahui bahwa karakteristik petani tambak Desa Ambulu dapat dijelaskan berdasarkan beberapa kriteria, diantaranya sebagian besar petani tambak berusia 31-50 tahun dengan rata-rata pendidikan terakhir sampai tingkat Sekolah Dasar. Seluruh petani tambak menjadikan usaha budidaya ikan bandeng menjadi mata pencaharian utama dengan rata-rata pengalaman usaha 16-20 tahun. Adapun unit usaha yang berkembang di Desa Ambulu memberikan pendapatan bersih perbulan sebesar Rp 2.008.116 untuk usaha penjualan benih bandeng, Rp 2.587.500 untuk penjual pakan, pupuk dan obat-obatan, Rp 660.000 untuk usaha pembuatan bubu, Rp 244.450 untuk penyewaan alat panen, serta Rp 965.000 untuk usaha bakul/ tengkulak. Hasil analisis regresi Cobb-Douglas menunjukan bahwa usaha tambak ikan bandeng di Desa Ambulu masih dalam kondisi belum optimal dengan variabel yang mempengaruhi produksi ikan bandeng adalah benih penebaran, penggunaan pupuk dan penggunaan pakan tambahan. Sedangkan Nilai Residual rent dari total pemanfaatan sumberdaya peisisir untuk kegiatan budidaya ikan bandeng di Desa Ambulu adalah sebesar Rp 2.810.262.630,00 dalam satu tahun. Dampak ekonomi dari kawasan budidaya ikan bandeng di Desa Ambulu dapat dilihat dari nilai Keynesian Income Multiplier adalah 0,60, Ratio Income
iii
Multiplier Tipe I sebesar 1,14 dan Ratio Income Multiplier Tipe II adalah 1,59. Hal ini menunjukan bahwa pada saat ini kawasan budidaya ikan bandeng telah memberikan dampak ekonomi terhadap perekonomian lokal. Kata Kunci : Residual Rent, Model Cobb-Douglas, Multiplier effect, Budidaya Ikan Bandeng, Kecamatan Losari.
ESTIMASI NILAI DAN DAMPAK EKONOMI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PESISIR SEBAGAI KAWASAN BUDIDAYA IKAN BANDENG DI DESA AMBULU, KECAMATAN LOSARI, KABUPATEN CIREBON
RIA LARASTITI H44070103
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
Judul Skripsi
: Estimasi Nilai dan Dampak Ekonomi Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir Sebagai Kawasan Budidaya Ikan Bandeng di Desa Ambulu, Kecamatan Losari, Kabupaten Cirebon
Nama
: Ria Larastiti
NIM
: H44070103
Disetujui Pembimbing I
Pembimbing II
Prof. Dr. Ir. Tridoyo Kusumastanto, MS NIP : 19580507 198601 1 002
Kastana Sapanli, S.Pi, M.Si
Diketahui Ketua Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan,
Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT NIP : 19660717 199203 1 003
Tanggal Lulus :
UCAPAN TERIMA KASIH Segala puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala berkah, rahmat dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberi bantuan dan dukungan dalam penyusunan skripsi ini terutama kepada : 1.
Bapak Muhammad Rudy dan Ibu Mulyati serta Indryati D. Rudyastika, orang tua dan adik yang selalu memberikan materi, kekuatan, dukungan, serta limpahan doa yang tak pernah putus kepada penulis.
2.
Bapak Prof. Dr. Ir. Tridoyo Kusumastanto, MS dan Bapak Kastana Sapanli, S.Pi, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah mengarahkan dan memberikan banyak ilmu serta wawasan kepada penulis hingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
3.
Bapak Rizal Bahtiar S.Pi, M.Si dan Bapak Benny Osta Nababan S.Pi, M.Si selaku dosen penguji utama serta dosen penguji wakil departemen.
4.
Sahabatku, Dian Dermawan, Aminia Novriani, Fitria Nisaul Hakim, Ardita Oktaviana, Kriswindya Tasha, Frizka Amalia, Heny Emilia dan Winda N. A. atas saran serta waktu yang diberikan untuk mendengarkan keluh kesah.
5.
Teman-Teman ESL 44, khususnya Anggun, Erlinda, Pristy, Dina S, Wezia, Fandi wina, Astrid dan Nurul atas segala kebersamaan, keceriaannya.
6.
Teman-teman di BEM FEM Kabinet Orang Beraksi, Ario, Fariz, Ilham, Bayu, Maryam, Elisa, Wirda, Fadli, Yuti terima kasih atas nasihat serta kebersamaannya selama ini.
7.
Pemerintah Desa Ambulu dan Mas Nurokhim serta para petani tambak yang telah membantu penulis dalam memperoleh data.
KATA PENGANTAR Syukur Alhamdulillah atas kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini dibuat sebagai tugas akhir serta syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini berjudul “Estimasi Nilai dan Dampak Ekonomi Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir sebagai Kawasan Budidaya Ikan Bandeng di Desa Ambulu Kecamatan Losari, Kabupaten Cirebon”. Penelitian ini mengidentifikasi mengenai karakteristik petani tambak, unit usaha dan tenaga kerja lokal, sebagai bagian dari masyarakat yang memanfaatkan sumberdaya pesisir di Desa Ambulu, Kecamatan Losari, Cirebon. Penelitian ini juga mengestimasi nilai pemanfaatan sumberdaya Pesisir Desa Ambulu sebagai kawasan budidaya ikan bandeng serta menganalisis dampak aktivitas budidaya ikan bandeng terhadap perekonomian masyarakat lokal. Bersama ini penulis mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses persiapan hingga penyusunan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat serta memberikan kontribusi bagi berbagai pihak dalam rangka pengembangan dan pengelolaan kawasan pesisir.
Bogor, Oktober 2011
Penulis
DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN ..................................................................................................
ii
KATA PENGANTAR .....................................................................................
vii
DAFTAR TABEL ...........................................................................................
x
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................
xi
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................
xii
I. PENDAHULUAN.........................................................................................
1
1.1 1.2 1.3 1.4 1.5
Latar Belakang ..................................................................................... Perumusan Masalah ............................................................................. Tujuan Penelitian ................................................................................. Manfaat Penelitian ............................................................................... Ruang Lingkup Penelitian ...................................................................
1 5 7 7 8
II. TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................
9
2.1 2.2 2.3 2.4 2.5 2.6 2.7 2.8
Pesisir .................................................................................................. Tambak ................................................................................................ Sistem Budidaya Tambak ................................................................... Budidaya Ikan Bandeng ...................................................................... Produktivitas ....................................................................................... Analisis Produktivitas ......................................................................... Fungsi Produksi .................................................................................. Penelitan Terdahulu ............................................................................
9 11 12 14 15 16 18 20
III. KERANGKA PEMIKIRAN ...................................................................... 21 IV. METODOLOGI PENELITIAN ................................................................ 4.1 4.2 4.3 4.4 4.5
Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................... Metode Penelitian ................................................................................ Jenis dan Sumber Data ......................................................................... Metode Pengambilan Contoh .............................................................. Metode Analisis Data .......................................................................... 4.5.1 Identifikasi Karakteristik Petani tambak, Unit Usaha Terkait, dan Tenaga Kerja Lokal ........................................................... 4.5.2 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Ikan Bandeng ................................................................................... 4.5.2.1 Fungsi Produksi Cobb-Douglas .................................. 4.5.2.2 Uji Kriteria Ekonometrika ........................................... 4.5.3 Estimasi Nilai Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir untuk Kegiatan Budidaya Ikan Bandeng ............................................ 4.5.4 Analisis Dampak Ekonomi Kegiatan Budidaya Ikan Bandeng terhadap Masyarakat Lokal ....................................... 4.6 Batasan Penelitian ...............................................................................
25 25 25 26 26 27 27 28 28 30 32 33 35
ix
V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN OBYEK PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ................................................ 5.2 Kondisi Sosial Ekonomi Lokasi Penelitian .................................... 5.3 Gambaran Umum Usaha Budidaya .................................................
37 38 39
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 6.1 Identifikasi Karakteristik Petani Tambak, Unit Usaha Terkait, dan Tenaga Kerja Lokal............................................................. 6.1.1 Karakteristik Sosial Ekonomi Petani Tambak .................... 6.1.1.1 Usia ......................................................................... 6.1.1.2 Tingkat Pendidikan ................................................. 6.1.1.3 Status Pekerjaan Petani Tambak ............................ 6.1.1.4 Lama Usaha Petani Tambak ................................... 6.1.1.5 Karakteristik Usaha Budidaya ................................ 6.1.2 Karakteristik Unit Usaha Terkait ....................................... 6.1.3 Karakteristik Tenaga Kerja Lokal .......................................
41 41 41 42 43 44 45 48 52
6.2
6.3
6.4
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Ikan Bandeng....................................................................................... 54 Estimasi Nilai Ekonomi Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir untuk Kegiatan Budidaya Ikan Bandeng ................................................ 6.3.1 Analisis Nilai Produksi ....................................................... 6.3.1.1 Biaya Faktor Produksi ............................................ 6.3.1.2 Analisis Nilai Panen ............................................... 6.3.2 Analisis Nilai Residual Rent ............................................... Analisis Dampak Ekonomi Kegiatan Budidaya Ikan Bandeng Di Desa Ambulu................................................................................. 6.4.1 Analisis Dampak Ekonomi Kegiatan Budidaya Ikan Bandeng............................................................................. 6.4.1.1 Dampak Ekonomi Langsung (Direct Impact) .... 6.4.1.2 Dampak Ekonomi Tidak Langsung (Indirect Impact)................................................................. 6.4.1.3 Dampak Ekonomi Lanjutan (Induced Impact) .... 6.4.2 Nilai Multiplier Effect dari Pengeluaran Petani Tambak ..
60 60 60 63 65 67 67 68 71 72 73
VII. KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 77 7.1 Kesimpulan ..................................................................................... 77 7.2. Saran ............................................................................................... 78 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................
80
LAMPIRAN ..................................................................................................
83
RIWAYAT HIDUP .......................................................................................
98
x
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1
Panjang Garis Pantai Jawa Barat ................................................
2
2
Produksi Ikan Tambak Kabupaten Cirebon menurut Jenis Ikan Tahun 2003-2007 (dalam Ton) ...................................................
4
3
Uji Autokorelasi ..........................................................................
32
4
Matriks Metode Analisis Data ................................................................ 35
5
Sebaran Mata Pencaharian Pokok Masyarakat Desa Ambulu...
6
Produksi Budidaya per Jenis Usaha di Kabupaten Cirebon Tahun 2009 ............................................................................................. 39
41
Potensi dan Pemanfaatan Tambak per Kecamatan di 39 Kabupaten Cirebon Tahun 2009 ............................................................
41
8
Karakteristik Lama Usaha Budidaya Ikan Bandeng ............................... 44
46
9
Pendapatan Bersih Unit Usaha Terkait di Kawasan Budidaya Ikan Bandeng per bulan .......................................................................... 51
53
7
37
38
55
10
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Ikan Bandeng ...
11
Penggunaan Peralatan dalam Kegiatan Budidaya Ikan Bandeng ................... .............................................................................. 62 64
12
Rataan Komposisi Biaya Faktor Produksi per Unit Tambak di Desa Ambulu dalam satu tahun .............................................................. 62
64
13
Nilai Rataan Panen per Unit Tambak di Desa Ambulu .......................... 64
66
14
Nilai Ekonomi Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir untuk Kegiatan Budidaya Ikan Bandeng dalam Satu Tahun ................
66
15
68 Proporsi Struktur Pengeluaran Petani Tambak .......................................
16
Total Pengeluaran Petani Tambak per Musim Panen Ikan Bandeng ......................................................................................
69
Proporsi Pendapatan dan Biaya Produksi terhadapPenerimaan Total Unit Usaha Terkait di Lokasi Budidaya Ikan Bandeng ...
70
17
18
19
Proporsi Pengeluaran Tenaga Kerja Lokal di Lokasi Budidaya Ikan Bandeng ......................................................................................... 72 Nilai Multiplier Effect dari Arus Uang yang Terjadi di Lokasi Budidaya Ikan Bandeng ................................................................................. 73
71
75
xi
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1
Ikan Bandeng.....................................................................
15
2
Kurva Hubungan antara Produk Total, Produk Rata-Rata dan Produk Marginal .........................................................
18
3
Skema Kerangka Pemikiran Penelitian .............................
24
4
Karakteristik Petani Tambak Berdasarkan Tingkat Usia ..
42
5
Karakteristik Petani Tambak Berdasarkan Tingkat Pendidikan .........................................................................
42
6
Sebaran Jumlah Kepemilikan Tambak Desa Ambulu.......
45
7
Tingkat Usia Pemilik Unit Usaha Terkait .........................
49
8
Sebaran Jenis Unit Usaha yang Dijalankan.......................
50
9
Sebaran Lama Bekerja Tenaga Kerja Lokal .....................
53
xii
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1
Lokasi Penelitian ...............................................................
83
2
Hasil Analisis Regresi Cobb-Douglas ..............................
84
3
Biaya Investasi Usaha Budidaya Ikan Bandeng Berdasarkan Responden Petani Tambak Desa Ambulu dalam Satu Tahun
86
Biaya Tetap Usaha Budidaya Ikan Bandeng Berdasarkan Responden Petani Tambak Desa Ambulu dalam Satu Tahun
88
Biaya Variabel Usaha Budidaya Ikan Bandeng Berdasarkan Responden Petani Tambak Desa Ambulu dalam Satu Tahun
90
Hasil Panen Usaha Budidaya Ikan Bandeng Berdasarkan Responden Petani Tambak Desa Ambulu dalam Satu Tahun
92
7
Nilai Residual Rent................................................................
94
8
Perhitungan Nilai Residual Rent Budidaya Ikan Bandeng dalam Satu Tahun ..................................................................
96
Data Perhitungan Nilai Dampak Ekonomi.............................
97
4 5 6
9
I. PENDAHULUAN
I.1
Latar Belakang Berdasarkan Konvensi Hukum Laut PBB, United Nation Convention on
Law of the Sea, Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, dengan luas laut seluas 5,8 juta km2 yang terdiri dari laut teritorial dengan luas 0,8 juta km2, laut nusantara 2,3 juta km2 dan zona ekonomi eksklusif 2,7 juta km2. Disamping itu Indonesia memiliki pulau sebanyak 17.480 pulau dan garis pantai sepanjang 95.181 km (Dewan Kelautan Indonesia, 2008). Wilayah pesisir yang luas menjadikan Indonesia memiliki banyak potensi sumberdaya untuk dikembangkan. Dilihat dari letak geografisnya, lahan pesisir merupakan wilayah yang memiliki potensi ekonomi strategis. Potensi ekonomi ini terlihat dari berbagai bentuk pemanfaatan sumberdaya seperti untuk usaha budidaya dan penangkapan ikan,
pertanian,
perindustrian,
pemukiman,
pelabuhan,
pariwisata,
dan
pertambangan. Hal ini menggambarkan bahwa peranan sumberdaya tersebut sangat besar dalam menunjang perekonomian nasional. Melalui pengelolaan yang efektif dan efisien diharapkan pemanfaatan sumberdaya pesisir dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia, dengan memberikan nilai pemanfaatan yang maksimal, mengingat tidak kurang 60% dari penduduk Indonesia tinggal di wilayah pesisir 1. Secara keseluruhan hal ini merupakan tekanan dan beban yang harus dipikul lingkungan pesisir. Dengan memperhatikan 1
fenomena
tersebut
maka
pemanfaatan
dan
pengelolaan
http://journal.ui.ac.id/upload/artikel/08_Salam%20Trg_PERUBAHAN%20GARIS%20PANTAI %20DI%20WILAYAH%20PESISIR.PDF [diakses 29 September 2011]
2
sumberdaya pesisir secara berkelanjutan adalah merupakan suatu kebutuhan (Savitri dan Khazali, 1999). Salah satu wilayah pesisir yang memiliki potensi perikanan adalah Pesisir Utara Jawa Barat. Pesisir Utara Jawa Barat memiliki karakteristik laut tenang, arealnya sebagian besar berlumpur serta banyak sungai besar yang bermuara di daerah ini menjadikan wilayah ini memiliki kekayaan sumberdaya perikanan yang beragam. Panjang garis pantai utara wilayah Jawa Barat adalah kurang lebih 365.059 km yang membentang dari Kabupaten Bekasi sampai Kabupaten Cirebon. Panjang pantai pada setiap kabupaten/kota dapat dilihat dari Tabel 1 berikut. Tabel 1. Panjang Garis Pantai Jawa Barat Nama Kabupaten/Kota Indramayu Karawang Cirebon Subang Kabupaten Bekasi Kota Cirebon
Panjang garis pantai (km) 118,29 76,00 68,09 52,04 46,63 4,00
Sumber : Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia 2007
Ikan merupakan salah satu komoditas yang memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia, terutama dari kemampuannya mensuplai kandungan protein yang cukup tinggi. Di beberapa negara berkembang seperti Indonesia, Filipina, dan Malaysia, produksi perikanan merupakan sumber penghasilan bagi negara berupa devisa ekspor. Secara khusus sektor perikanan juga turut berkontribusi meningkatkan pendapatan daerah serta penyedia lapangan kerja, karena turunan proses pengolahannya yang membutuhkan sumberdaya manusia lebih banyak, oleh karena itu perikanan merupakan salah satu aktivitas yang memberikan kontribusi terhadap kesejahteraan suatu bangsa (Fauzi, 2006).
3
Perikanan Jawa Barat saat ini sangat bertumpu pada produksi perikanan di wilayah pesisir bagian utara. Berdasarkan profil daerah Jawa Barat, tercatat bahwa produksi perikanan Jawa Barat di wilayah pesisir bagian utara mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Perikanan laut pesisir Jawa Barat khususnya Kabupaten Cirebon telah memberi kesempatan pekerjaan untuk 67.257 pembudidaya ikan serta 551 pembudidaya kerang hijau2. Jika mereka dianggap sebagai kepala keluarga, maka hampir 67.808 rumah tangga bergerak di sektor perikanan budidaya dan menjadi bagian penting dari perekonomian Kabupaten Cirebon. Oleh karena itu jelas bahwa untuk daerah pedesaan, perikanan budidaya mempunyai peran yang sangat penting bagi penyediaan kesempatan kerja. Potensi perikanan Kabupaten Cirebon yang cukup besar tidak dihasilkan oleh semua kecamatan. Kecamatan Losari merupakan daerah potensial untuk usaha budidaya tambak. Hal ini dikarenakan Kecamatan Losari memiliki lahan seluas 2.500 hektar yang dapat dimanfaatkan sebagai lahan budidaya tambak3. Potensi perikanan budidaya tambak Kabupaten Cirebon terlihat baik dari keanekaragaman komoditas perikanan maupun jumlah produksinya. Hal ini didukung oleh data produksi ikan tambak yang dirinci menurut jenis ikan, sebagai berikut :
2
http://www.pelita.or.id/baca.php?id=53042 [diakses 25 Maret 2011]
3
http://www.anatarajawabarat.com/media.php?module=detailberita&id=4755 [diakses 25 Maret 2011]
4
Tabel 2. Produksi Ikan Tambak Kabupaten Cirebon menurut jenis ikan tahun 2003 - 2007 (dalam Ton) Jenis Ikan Mujair Bandeng Belanak Udang Windu Udang Vanane Udang Api-Api Kerang Darah Lainnya Rumput Laut Total
2003 323,2 1.280,2 115,2 971,9 567,1 3.257,6
2004 262,0 1.095,3 352,9 466,5 53,7 3.322,0
2005 379,5 1.314,2 132,7 1.032,0 443,2 55,3 3.356,9
2006 285,7 1.289,2 132,7 1.032,0 416,0 100,0 52,3 74,2 3.382,1
2007 207,1 1.301,9 260,2 1.142,6 400,0 320,9 400,0 60,0 90,0 4.182,9
Sumber : BPS Kabupaten Cirebon (2008)
Produksi ikan tambak yang cukup besar dapat memenuhi supply konsumsi ikan masyarakat yang terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk. Berdasarkan data tabel diatas, produksi ikan bandeng merupakan yang terbesar diantara komoditas budidaya lainnya. Hal ini disebabkan karena ikan bandeng relatif tahan terhadap berbagai jenis penyakit yang biasanya menyerang hewan air, teknologi budidayanya juga relatif mudah untuk dilakukan. Keadaan tersebut membuat sektor usaha budidaya ikan bandeng menjadi potensial untuk dikembangkan. Aktivitas perekonomian sektor perikanan di kawasan Pesisir Losari, di dominasi oleh kegiatan budidaya ikan bandeng yang juga merupakan komoditas utama Desa Ambulu. Aktivitas budidaya budidaya ikan bandeng ini telah menjadi mata pencaharian sebagian besar masyarakat Desa Ambulu. Sebagai sektor yang dijadikan sebagai mata pencaharian oleh masyarakat, maka peluang penyerapan tenaga kerja untuk mempermudah proses produksi menjadi sangat besar. Aktivitas budidaya ikan bandeng dapat menimbulkan transaksi ekonomi, salah satunya dapat dilihat dari pengeluaran yang dikeluarkan petani tambak selama melakukan aktivitas budidaya. Transaksi tersebut dapat memberikan
5
dampak baik secara langsung, tidak langsung, maupun lanjutan terhadap masyarakat sekitar yang memiliki usaha di daerah pertambakan tersebut. Transaksi tersebut juga dapat memberikan dampak pengganda bagi sektor perekonomian yang lain. Besarnya tingkat aktivitas ekonomi di sektor budidaya ikan bandeng akan meningkatkan pengaruh aktivitas budidaya tersebut terhadap perekonomian lokal. Dampak ekonomi kegiatan budidaya ikan bandeng yang cukup besar ini, didukung oleh kualitas lingkungan pesisir itu sendiri. Oleh karena itu rencana pengelolaan dan pengembangan kawasan pesisir perlu dilakukan. 1.2
Perumusan Masalah Wilayah Kabupaten Cirebon sebagian terletak di Pesisir Utara Laut Jawa
Barat, dan sebagian lainnya berada di daerah perbukitan. Pemanfaatan wilayah pesisir utara ditujukan untuk aktivitas perikanan tangkap dan budidaya. Kecamatan Losari merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Cirebon yang sebagian wilayahnya berada di sepanjang garis pantai. Hal ini membuat sebagian besar masyarakatnya melakukan aktivitas ekonomi di sektor perikanan. Perikanan disini salah satunya adalah perikanan budidaya ikan bandeng. Pemanfaatan wilayah pesisir Losari sebagai kawasan perikanan budidaya ikan bandeng hanya dilakukan oleh beberapa desa saja, salah satu yang mendominasi adalah Desa Ambulu. Hal ini dikarenakan hampir sebagian besar wilayah desanya berada di sekitar pantai, dengan struktur tanah yang cocok untuk dijadikan lahan usaha tambak. Potensi Desa Ambulu untuk usaha budidaya ikan bandeng ternyata belum diiringi oleh peningkatan pembangunan prasarana dan sarana serta teknologi budidaya yang mendukung. Nilai pemanfaatan sumberdaya pesisir memiliki
6
keterkaitan dengan nilai produktivitas budidaya ikan bandeng. Oleh sebab itu semakin optimal pemanfaatan sumberdaya pesisir untuk usaha budidaya ikan bandeng, maka akan semakin besar nilai kontribusinya terhadap usaha tersebut, serta semakin tinggi dampak ekonomi yang ditimbulkan. Aktivitas budidaya ikan bandeng di Desa Ambulu secara langsung maupun tidak langsung memberikan dampak terhadap masyarakat sekitar, salah satunya adalah dampak ekonomi. Dampak ekonomi dapat tercipta dari pengeluaran petani tambak selama melakukan aktivitas budidaya. Pengeluaran petani tambak dapat menimbulkan transaksi ekonomi bagi sektor-sektor penyedia barang dan jasa. Adanya transaksi tersebut menimbulkan dampak pengganda bagi sektor ekonomi lainnya. Dampak pengganda tersebut berupa terbukanya peluang usaha untuk sektor-sektor lainnya, seperti dengan adanya aktivitas budidaya ikan bandeng, dapat membuka peluang untuk membuka usaha penyedia jaring, warung makan, penyedia bahan-bahan keperluan budidaya seperti benih dan pakan, serta usaha transportasi pengangkutan hasil panen tambak. Berdasarkan uraian masalah diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1) Bagaimana karakteristik petani tambak ikan bandeng, unit usaha, dan tenaga kerja lokal di Desa Ambulu? 2) Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi hasil produksi ikan bandeng di Desa Ambulu? 3) Berapa nilai ekonomi pemanfaatan sumberdaya pesisir untuk kegiatan budidaya ikan bandeng di Desa Ambulu?
7
4) Bagaimana dampak ekonomi yang ditimbulkan oleh aktivitas budidaya ikan bandeng Desa Ambulu? 1.3
Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan
penelitian ini adalah sebagai berikut : 1) Mengidentifikasi karakteristik petani tambak ikan bandeng, unit usaha, dan tenaga kerja lokal di Desa Ambulu. 2) Mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi hasil produksi ikan bandeng di Desa Ambulu. 3) Mengestimasi nilai ekonomi pemanfaatan sumberdaya pesisir untuk kegiatan budidaya ikan bandeng di Desa Ambulu. 4) Menganalisis dampak ekonomi yang ditimbulkan oleh kegiatan budidaya ikan bandeng di Desa Ambulu. 1.4
Manfaat Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka hasil penelitian ini diharapkan
dapat memberikan manfaat kepada: 1) Pemda Kabupaten Cirebon dan stakeholder terkait lainnya yang berperan dalam pengelolaan dan pengembangan sektor perikanan khususnya perikanan budidaya dan dalam melakukan perbaikan prasarana dan sarana penunjang kegiatan budidaya ikan bandeng. 2) Pelaku usaha budidaya ikan bandeng untuk memperoleh gambaran mengenai prospek usaha yang mereka jalani, sehingga peningkatan hasil produktivitas tambak ikan bandeng dapat lebih mudah dilakukan.
8
3) Akademisi sebagai bahan tambahan dan rujukan untuk penelitian-penelitian selanjutnya. 1.5
Ruang Lingkup Penelitian Wilayah penelitian ini adalah Desa Ambulu, Kecamatan Losari,
Kabupaten Cirebon. Responden dalam penelitian ini adalah para petani tambak, pemilik unit usaha dan tenaga kerja lokal. Penelitian
ini
dilakukan
untuk
mengetahui
faktor-faktor
yang
mempengaruhi hasil produksi ikan bandeng. Faktor-faktor tersebut dijadikan sebagai informasi untuk meningkatkan produktivitas budidaya ikan bandeng. Nilai dan dampak ekonomi dianlisis dari aktivitas pemanfaatan sumberdaya pesisir untuk kegiatan budidaya ikan bandeng yang dinyatakan dalam rupiah selama satu tahun. Dampak ekonomi yang diteliti dilihat dari pengeluaran petani tambak selama proses budidaya ikan bandeng berlangsung.
TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Pesisir LIPI (2007), menyatakan daerah pesisir adalah jalur tanah darat atau
kering yang berdampingan dengan laut, di mana lingkungan dan tata guna lahan mempengaruhi secara langsung lingkungan ruang bagian laut, dan sebaliknya. Daerah pesisir adalah jalur yang membatasi daratan dengan laut atau danau dengan lebar yang bervariasi. Secara fungsi, merupakan peralihan yang luas antara tanah dan air dimana produksi, konsumsi, dan proses pertukaran terjadi pada tingkat intensitas yang tinggi. Secara geografis, batas darat wilayah pesisir sulit dipastikan. Umumnya air wilayah pantai diidentifikasikan sampai dengan ujung paparan benua (continental shelf) atau kedalaman kira-kira 200 m. Adapun untuk Indonesia, pada tahun 1990, definisi wilayah pesisir yang disepakati pada pembakuan teknis wilayah pesisir yaitu jalur saling pengaruh antara darat dan laut, mempunyai ciri geosfer secara khusus, ke arah darat dibatasi oleh pengaruh sifat fisik laut, dan sosial ekonomi bahari, sedangkan ke arah laut dibatasi oleh proses serta akibat kegiatan manusia terhadap lingkungan darat. Menurut UU No.27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil diantaranya adalah sebagai berikut : 1.
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah suatu proses perencanaan, pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian Sumberdaya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil antar sektor, antara pemerintah dan pemerintah daerah, antara ekosistem darat dan laut, serta antara ilmu pengetahuan dan manajemen untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
10
2.
Wilayah Pesisir adalah daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut.
3.
Perairan pesisir adalah laut yang berbatasan dengan daratan meliputi perairan sejauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai, perairan yang menghubungkan pantai dan pulau-pulau, estuari, teluk, perairan dangkal, rawa payau dan laguna. UU No.27 Tahun 2007 menyatakan, ruang lingkup pengaturan Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil meliputi daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut, ke arah darat mencakup wilayah administrasi kecamatan dan ke arah laut sejauh 12 mil diukur dari garis pantai. Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, salah satunya dilaksanakan dengan tujuan untuk meningkatkan nilai sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat melalui peran serta masyarakat dalam pemanfaatan Sumberdaya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Sedangkan berdasarkan ketentuan pasal 3 UU No.6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia, wilayah perairan Indonesia mencakup : 1.
Laut teritorial Indonesia adalah jalur laut selebar 12 mil laut diukur dari garis pangkal kepulauan Indonesia.
2.
Perairan kepulauan, adalah semua perairan yang terletak pada sisi dalam garis pangkal lurus kepulauan tanpa memperhatikan kedalaman jarak dari pantai.
3.
Perairan pedalaman adalah semua perairan yang terletak pada sisi darat dari garis air rendah dari pantai-pantai Indonesia, termasuk didalamnya semua bagian dari perairan yang terletak pada sisi darat pada suatu garis penutup.
11
Dengan batasan di atas, maka luas wilayah pesisir ini, bisa sangat bervariasi antara satu tempat dengan tempat lainnya, mulai beberapa ratus meter hingga puluhan kilometer. Pada beberapa daerah pesisir dataran rendah (coastal low land), air laut bisa masuk ke daratan pada waktu air pasang naik sehingga baik tata air tanah dan jenis tanahnya akan memperlihatkan ciri-ciri pengaruh air laut. 2.2
Tambak Tambak merupakan salah satu jenis habitat yang dipergunakan sebagai
tempat untuk kegiatan budidaya payau yang berlokasi di daerah pesisir. Menurut Martosudamo dan Ranoemihardjo (1992) tambak merupakan kolam yang dibangun di daerah pasang surut dan digunakan untuk memelihara bandeng, udang, dan hewan lainnya yang biasa hidup di air payau. Air yang masuk ke dalam tambak sebagian besar berasal dari laut saat terjadi pasang, sehingga pengelolaan air dalam tambak dilakukan dengan memanfaatkan pasang surut air laut. Menurut Martosudamo dan Ranoemihardjo dalam Agustina (2006), berdasarkan letak tambak dan kesempatan mendapatkan air laut, tambak dapat dibagi menjadi 3 kelompok yaitu : 1) Tambak lanyah adalah tambak yang terletak di tepi pantai, sehingga berisi air laut yang memiliki salinitas lebih dari 300/00 dibandingkan dengan daerah tambak yang lain, air pada tambak lanyah cenderung lebih tinggi salinitasnya. Penguapan yang berlangsung terus menerus di dalam petakan tambak menyebabkan semakin meningkatnya salinitas. Pada saat-saat tertentu
12
salinitas air tambak dapat mencapai 600/00, terutama pada saat musim kemarau dan saat pergantian air sulit dilakukan. 2) Tambak biasa adalah tambak yang airnya merupakan campuran air tawar dari air sungai dan air asin dari air laut sehingga menjadi air payau, yang biasanya terdapat pada daerah yang lebih dalam dari tepi laut. Tambak biasa akan sulit mendapatkan air laut pada saat terjadi pasang rendah. 3) Tambak darat adalah daerah pertambakan yang terletak paling jauh dari pantai, air pada tambak ini tergantung pada curahan air hujan dan air sungai. Apabila curah hujan berkurang maka sebagian tambak itu akan kering sama sekali. 2.3
Sistem Budidaya Tambak Menurut Mujiman dan Suyanto (2004) terdapat 3 sistem budidaya, yaitu :
1)
Sistem Budidaya Tradisional atau Ekstensif Petakan tambak pada sistem budidaya tradisional memiliki bentuk dan
ukuran yang tidak teratur, luas lahannya antara 3 - 10 hektar per petak. Setiap petakan mempunyai saluran keliling (caren) yang lebarnya 5 - 10 m di sepanjang keliling petakan sebelah dalam, di bagian tengah juga dibuat caren dari sudut ke sudut (diagonal) dengan kedalaman 30 - 50 cm. Pada tambak tradisional ini tidak diberi pupuk sehingga produktifitas semata-mata tergantung dari makanan alami yang tersebar diseluruh tambak yang kelebatannya tergantung dari kesuburan alamiah, pemberantasan hama juga tidak dilakukan, akibatnya produktivitas semakin rendah. Padat penebarannya rata-rata antara 3.000 benih/hektar (berkisar antara 1.000-10.000 nener/hektar)
13
2)
Sistem Budidaya Semi-intensif Petakan tambak pada sistem budidaya semi-intensif memiliki bentuk yang
lebih teratur dengan maksud agar lebih mudah pengelolaan airnya. Bentuk petakan umumnya empat persegi panjang dengan luas 1 - 3 hektar per petakan. Tiap petakan mempunyai pintu pemasukan (inlet) dan pintu pengeluaran air (outlet) yang terpusat untuk pergantian air, penyiapan kolam sebelum ditebari benih, dan pemanenan. Pakan bandeng masih dari pakan alami yang didorong pertumbuhannya dengan pemupukan. Tetapi selanjutnya perlu diberi pakan tambahan berupa ikan-ikan dari laut, rebon, siput-siput tambak, dicampur dengan bekatul (dedak halus). Padat penebaran 20.000-50.000 nener/hektar, dengan produksi per tahunnya dapat mencapai 600 kg - 1.000 kg/ha/tahun. Pada tambak semi-intensif pengelolaan air cukup baik, ketika air pasang naik, sebagian air tambak diganti dengan air baru sehingga kualitas air cukup terjaga dan kehidupan bandeng sehat. Bahkan menggunakan pompa untuk dapat mengganti air pasang surut bila diperkirakan perlu. Pemberantasan hama dilakukan pada waktu mempersiapkan tambak sebelum penebaran nener, serangan hama juga dicegah dengan memasang sistem saringan pada pintu-pintu air. 3)
Sistem Budidaya Intensif Sistem budidaya intensif dilakukan dengan teknik canggih dan
memerlukan masukan (input) biaya yang besar. Petakan umumnya kecil-kecil 0,2 ha sampai 0,5 ha per petakan, dengan tujuan agar lebih mudah dalam pengelolaan air dan pengawasannya. Ciri khas dari budidaya intensif adalah pada penebaran nener sangat tinggi, yaitu 50.000 sampai 600.000 ekor/ha. Makanan sepenuhnya tergantung dari makanan yang diberikan dengan komposisi yang ideal bagi
14
pertumbuhan. Diberi aerasi (dengan kincir, atau alat lainnya) untuk menambah kadar oksigen di dalam air. Pergantian air dilakukan sangat sering dan biasanya menggunakan pompa, agar air tetap bersih dan tidak kotor oleh sisa-sisa makanan dan kotoran (ekskresi). Produksi per satuan luas petak dapat mencapai 1.000 sampai 20.000 kg/ha/tahun. 2.4
Budidaya Ikan Bandeng Penyebaran ikan bandeng sangat luas dari daerah Samudra Hindia sampai
ke Pantai Barat Amerika. Di Indonesia penyebarannya meliputi daerah Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, dan Pulau Bali. Bandeng merupakan jenis ikan yang relatif tidak rentan dengan kondisi alam, artinya bandeng dapat hidup di air tawar, air asin maupun air payau. Selain itu bandeng relatif tahan terhadap berbagai penyakit yang biasanya menyerang hewan air. Sampai saat ini sebagian besar budidaya bandeng masih dikelola dengan teknologi yang relatif sederhana dengan tingkat produktivitas yang relatif rendah. Menurut (Saanin, 1968) ikan bandeng memiliki klasifikasi sebagai berikut Phylum : Chordata Subphylum : Vertebrata Kelas : Pisces Subkelas : Teleostei Ordo : Malacopterygii Family : Chanidae Genus : Chanos Spesies : Chanos chanos (Forsk)
15
Gambar 1. Ikan Bandeng Dari aspek konsumsi, ikan bandeng adalah sumber protein yang sehat sebab bandeng adalah sumber protein yang tidak mengandung kolesterol. Dewasa ini bandeng dibudidayakan secara tradisional dengan padat penebaran 3.000 5.000 ekor per hektar. Dengan hanya mengandalkan pupuk sebagai input untuk pertumbuhan kelekap atau alga sebagai pakan alami dengan rata-rata produksi yang dicapai hanya sekitar 300-1.000 kg per hektar. Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan produksi budidaya ikan bandeng, antara lain dari faktor teknis, biologis, sosial dan ekonomi. Lokasi merupakan salah satu penentu keberhasilan usaha budidaya bandeng. Secara teknis, lokasi sangat mempengaruhi konstruksi dan daya tahan serta biaya memelihara tambak. Secara biologis, lokasi sangat menentukan tingkat produktivitas usaha dan bahkan keberhasilan panen. Secara sosial dan ekonomi keuntungan maksimal dapat diperoleh bila lokasi yang dipilih mampu menurunkan biaya panen dan transportasi serta meningkatkan akses ke pemasaran Ahmad et al dalam Kaunang (2006). 2.5
Produktivitas Suatu kegiatan yang mengolah atau mengubah bentuk suatu barang
menjadi bentuk yang lainnya, dikatakan sebagai kegiatan produksi. Barang-barang yang digunakan untuk memproduksi bentuk barang yang lainnya, disebut sebagai
16
input produksi sementara barang-barang yang dihasilkan dari proses produksi disebut output produksi, sehingga dalam kata lain produksi merupakan kegiatan mengubah input produksi menjadi output produksi. Hubungan antara input dan output dalam proses produksi menurut Soekartawi (1994) disebut sebagai faktor relationship yang dapat dituliskan dalam notasi sederhana seperti dibawah ini: Y = f (X1,X2,X3,....Xn) Dimana Y dapat dikatakan sebagai output produksi yang nilainya dipengaruhi oleh X, sementara X merupakan input produksi yang nilainya mempengaruhi nilai output yang dihasilkan pada proses produksi. Kegiatan produksi bertujuan untuk meningkatkan atau mengubah nilai barang sebagai pemenuhan kebutuhan manusia. Produksi dapat digambarkan sebagai upaya untuk memaksimalkan keuntungan dengan kendala ketersediaan teknologi, sumberdaya yang dimiliki dan harga input variabel. 2.6
Analisis Produktivitas Perubahan lingkungan akan mengarah kepada perubahan produktivitas dan
biaya produksi, sehingga menyebabkan perubahan harga dan tingkat output yang dapat dilihat dan dinilai dari perubahan-perubahan tersebut. Kualitas lingkungan dilihat sebagai faktor produksi. Nilai surplus yang didapat dari penggunaan metode ini merupakan nilai manfaat langsung yang diturunkan dari pemanfaatan output yang didapat dari alam. Menurut Barton dalam Wijaya (2006) produktivitas tergantung pada pemanfaatan hasil langsung yang diperoleh dari lingkungan dengan asumsi ekonomi yang terpengaruh tidak mengkompensasi untuk merubah produktivitas dan kegiatan, dampak lingkungan serta perubahan output tidak mempengaruhi
17
harga pasar. Nilai manfaat langsung juga dapat diinterprestasikan sebagai perkiraan dari fungsi nilai pemanfaatan tidak langsung. Berikut beberapa metode yang terkait dengan perhitungan nilai yang beragam dalam tingkat estimasi suplai atau fungsi produksi dari sistem alami output : 1. Model Present Value per Hektar lahan Perhitungan terhadap nilai manfaat dari produksi biologi didapat dari perhitungan terhadap habitatnya. Proses ini diawali dengan memisahkan nilai produksi lahan per hektar dapat mendukung dalam menghitung manfaat biologi produksi per hektar dari habitatnya. Pendekatan ini mengabaikan biaya dari buruh dan sumberdaya manusia lainnya sebagai faktor produksi. Perhitungan produktivitas ekonomi tersebut menjadi dasar dalam menghitung manfaat ekosistem alami dari input populasinya. 2. Pendekatan Residual Rent Residual rent didefinisikan sebagai selisih antara biaya faktor produksi yang digunakan dalam suatu pemanfaatan sumberdaya dengan nilai total dari hasil panen usaha tersebut. Residual rent dapat juga dipandang sebagai kontribusi dari ekosistem alami atau faktor pendapatan, guna memperoleh nilai ekonomi dari suatu pemanfaatan sumberdaya. 3. Pendekatan Produktivitas Marjinal Pendekatan ini digunakan untuk menghitung perubahan kecil dalam produktivitas akibat perubahan yang terjadi pada habitatnya. Teknik ini dapat menghasilkan determinasi dari fungsi produksi bioekonomi yang didapat dari determinasi produktivitas marjinal. Data-data yang signifikan dibutuhkan dalam
menghitung
produktivitas
yang
bervariasi.
Dalam
perubahan
18
produktivitas lahan yang lebih sempit lagi pendekatan produktivitas marjinal tidak menghitung perubahan kesejahteraan. 2.7
Fungsi Produksi Hubungan fisik antara input dan output sering disebut fungsi produksi.
Bentuk fungsi produksi dipengaruhi oleh hukum ekonomi produksi “Hukum Kenaikan Hasil Yang Semakin Berkurang” (The law of Diminishing Return). Hukum ini menyatakan bahwa jika faktor produksi terus menerus ditambahkan pada faktor produksi tetap maka tambahan jumlah produksi per satuan akan semakin berkurang. Hukum ini menggambarkan adanya kenaikan hasil kurva produksi, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2. Y(output)
Titik Maksimum
Titik Singgung
Titik Balik
Daerah I Irrasional Ep>1
Produksi Total (PT)
Daerah II Rasional 0<Ep<1
Daerah III Irrasional Ep<0
Produksi Rata-Rata (PR) Produk Marginal (PM)
X(input)
Sumber: Nicholson (1995) Gambar 2. Hubungan antara produk total, produk rata-rata dan produk marginal Hubungan antara produk marginal, produk rata-rata dan produk total memperlihatkan bahwa total produksi memiliki batas optimum, hal yang mempengaruhi produk marginal dan produk rata-rata sehingga juga berpengaruh terhadap biaya yang digunakan dan penerimaan petani dengan kombinasi penggunaan input. Dalam menggambarkan fungsi teknis dapat dilihat pada tiga
19
daerah produksi yang ditulis sebagai daerah I, daerah II, dan daerah III berdasarkan elastisitas produksi faktor-faktor produksi. 1. Daerah produksi I Pada daerah ini elastisitas produksi lebih dari 1 (Ep > 1) terletak antara titik asal 0 dan x2 artinya penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan menyebabkan penambahan output selalu lebih besar dari satu. Pada daerah ini belum dihasilkan produksi yang optimal yang akan memberikan keuntungan maksimum karena produksi masih dapat diperbesar dengan pemakaian input produksi lebih banyak sehingga daerah I disebut daerah irrasional apabila produksi dihentikan. 2. Daerah produksi II Pada daerah ini elastisitas produksi bernilai antara 0 dan 1 (0 < Ep < 1) terletak antara titik x1 dan x3. Artinya setiap penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan menyebabkan penambahan produksi paling tinggi satu persen dan paling rendah nol persen. Daerah ini dicirikan oleh penambahan hasil produksi yang semakin meningkat berkurang (decreasing return). Pada tingkat tertentu dari penggunaan faktor-faktor produksi di daerah ini akan memberikan keuntungan maksimum sehingga daerah produksi II disebut daerah rasional. 3. Daerah produksi III Pada daerah ini nilai elastisitas produksi lebih kecil dari nol (Ep < 0) artinya setiap penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan menyebabkan penurunan jumlah produksi yang dihasilkan. Daerah ini mencerminkan pemakaian faktor-faktor produksi yang sudah tidak efisien sehingga daerah III disebut juga daerah irrasional.
20
2.8
Penelitian Terdahulu Analisis fungsi produksi usahatani dilakukan oleh Lestari (2010),
penelitian tentang “Analisis Faktor-faktor Produksi dan Pendapatan Usahatani Kangkung Anggota dan Non Anggota Kelompok Tani di Desa Bantarsari, Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor”. Metode yang dilakukan dalah kuantitatif dan deskriptif. Data yang diperoleh melalui wawancara langsung dengan pengisisan kuesioner. Hasil pendugaan model fungsi Cobb-Douglas maka diperoleh faktor-faktor produksi yang berpengaruh terhadap produksi kangkung anggota kelompok tani adalah Tenaga Kerja Luar Keluarga (TKLK) dan luas lahan. Penelitian untuk memperkirakan nilai ekonomi perikanan telah dilakukan oleh Wijaya (2006). Dalam penelitian ini, memperkirakan nilai ekonomi pemanfaatan Waduk Cirata sebagai kawasan perikanan budidaya. Perikanan budidaya dengan menggunakan media Keramba Jaring Apung. Metode yang digunakan
untuk
memperkirakan
besar
nilai
ekonomi
adalah
dengan
menggunakan Residual Rent. Nilai Residual Rent yang didapatkan dari penelitian ini adalah sebesar Rp 193.744.882.532,77 dari total unit Keramba Jaring Apung sebanyak 13.300 unit. Rifqa (2010) melakukan “Analisis Dampak Ekonomi Keberadaan Kawasan Wisata Pantai Sawarna terhadap Pendapatan Masyarakat Lokal”. Hasil analisis menunjukan nilai Keynesian Income Multiplier yang di dapat adalah 0,39. Nilai Ratio Income multiplier Tipe I yang dihasilkan adalah 1,27 sedangkan Ratio Income multiplier Tipe II untuk penelitian ini adalah sebesar 1,52.
21
III. KERANGKA PEMIKIRAN Pembangunan yang menekankan pada pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat salah satunya dilakukan dengan cara pemanfaatan sumberdaya pesisir. Pertumbuhan penduduk yang selalu diiringi oleh peningkatan jumlah tingkat konsumsi masyarakat akan selalu menjadi alasan utama pemanfaatan sumberdaya pesisir yang jauh lebih optimal. Penelitian ini dilatar belakangi adanya potensi lahan tambak yang cukup luas dimiliki Desa Ambulu. Potensi ini menjadikan usaha budidaya ikan bandeng sebagai mata pencaharian utama hampir seluruh masyarakat desa. Hal ini juga didukung oleh pernyataan Ketua Komisi II DPRD Kab. Cirebon bahwa Desa Ambulu dapat menjadi daerah unggulan ikan bandeng yang dapat dijadikan sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD). Besarnya potensi ini, ternyata belum diiringi oleh pengelolaan sumberdaya pesisir serta pembangunan fasilitas yang mendukung aktivitas usaha budidaya ikan bandeng tersebut. Hal ini cukup penting dikarenakan keberlanjutan sektor budidaya ini tidak lepas dari peran sumberdaya dan lingkungan pesisir sebagai sarana penunjang utama usaha perikanan di Desa Ambulu. Besarnya tingkat ketergantungan usaha budidaya ikan bandeng terhadap kondisi sumberdaya pesisir adalah cukup tinggi, karena sedikit perubahan dari kualitas lingkungan wilayah pesisir, akan mampu mempengaruhi tingkat produktivitas budidaya ikan bandeng. Nilai pemanfaatan serta kontribusi sumberdaya pesisir untuk aktivitas perikanan budidaya menjadi penting untuk diketahui nilainya sebagai acuan pengelolaan sumberdaya pesisir yang optimal. Besarnya nilai pemanfaatan sumberdaya pesisir, erat hubungannya dengan produktivitas usaha budidaya
22
tersebut. Oleh sebab itu, informasi mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ikan bandeng penting untuk diketahui. Pertumbuhan penduduk yang terus meningkat secara tidak langsung akan meningkatkan permintaan untuk komoditas ikan konsumsi. Perikanan budidaya memiliki kecenderungan sifat
lebih mudah mengatur jumlah produksi
dibandingkan dengan perikanan tangkap, oleh sebab itu peningkatan jumlah penduduk yang sulit dihindari secara tidak langsung akan meningkatkan aktivitas pemanfaatan sumberdaya pesisir untuk kegiatan budidaya. Peningkatan aktivitas tersebut pada akhirnya akan mempengaruhi aktivitas unit usaha untuk memenuhi kebutuhan petani tambak, sehingga akan memberikan dampak ekonomi terhadap masyarakat lokal. Selama proses budidaya berlangsung, petani tambak akan mengeluarkan biaya operasional tambak yang terdiri dari biaya pembelian benih dan pakan, biaya pengelolaan tambak dan biaya lainnya. Biaya-biaya yang dikeluarkan oleh petani tambak dapat memberikan dampak secara langsung, tidak langsung maupun lanjutan (induced) terhadap perekonomian daerah setempat. Biaya-biaya tersebut kemudian akan dianalisis dengan menggunakan analisis multiplier. Aktivitas budidaya ikan bandeng diperkirakan telah menjadi sektor yang cukup mempengaruhi perekonomian Desa Ambulu terutama dalam hal penyerapan tenaga kerja dan perkembangan unit usaha terkait tambak. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai besarnya nilai manfaat ekonomi pemanfaatan sumberdaya pesisir sebagai kawasan budidaya ikan bandeng, serta dampak ekonomi yang ditimbulkan dari aktivitas budidaya tersebut. Pada akhirnya besar nilai tersebut dapat dijadikan rekomendasi
23
pengelolaan kawasan pesisir Desa Ambulu yang lebih baik di masa yang akan datang. Secara rinci kerangka pemikiran penelitian disajikan pada Gambar 3.
24 Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir di Desa Ambulu, Kecamatan Losari, Kabupaten Cirebon Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir sebagai Kawasan Budidaya Ikan Bandeng
Dampak Ekonomi Identifikasi Karakteristik Petani Tambak, Unit Usaha dan Tenaga Kerja
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Produksi Ikan Bandeng
Analisis Deskriptif
Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir sebagai Budidaya Ikan Bandeng
Residual Rent
Dampak Ekonomi bagi Masyarakat Sekitar
Langsung (direct)
Tidak Langsung (indirect)
Lanjutan (induced)
Analisis Regresi Nilai Dampak Ekonomi
Analisis Multiplier
Pengelolaan Sumberdaya Pesisir untuk Budidaya Ikan Bandeng
Gambar 3. Skema Kerangka Pemikiran Penelitian
IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Ambulu, Kecamatan Losari, Kabupaten
Cirebon, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive) dengan mempertimbangkan bahwa belum adanya penelitian mengenai nilai dan dampak ekonomi dari aktivitas perikanan budidaya ikan bandeng di desa tersebut, selain itu desa tersebut mempunyai potensi lahan tambak yang cukup besar untuk dikembangkan. Lokasi penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 1. Penelitian ini terbagi ke dalam beberapa tahap. Tahapan yang pertama yaitu pra penelitian. Pra penelitian merupakan proses pengamatan masalah di lapangan, perumusan masalah, pengembangan kerangka berpikir, hingga penyusunan proposal. Tahapan ini dilaksanakan selama dua bulan, dimulai pada bulan akhir Januari hingga Februari 2011. Tahapan pra penelitian akan dilanjutkan dengan proses pengambilan data. Pengambilan data dilaksanakan kurang lebih selama dua minggu, yaitu pada minggu kedua bulan April sampai minggu keempat bulan April 2011. Tahapan selanjutnya adalah proses pengolahan dan analisis data serta penyusunan skripsi. Tahapan ini dilaksanakan sampai dengan minggu pertama bulan Agustus 2011. 4.2
Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei.
Pengertian survei dibatasi pada pengertian survei sample dimana informasi dikumpulkan dari sebagian populasi untuk mewakili seluruh populasi. Dalam penelitian survei, informasi dikumpulkan dari responden dengan menggunakan kuesioner yang memuat pertanyaan-pertanyaan untuk diajukan kepada responden.
26
4.3
Jenis dan Sumber data Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data cross
section, yaitu data aktivitas yang terkait dengan budidaya ikan bandeng yang terjadi dalam waktu satu tahun berjalan. Menurut sumber mendapatkannya, datadata tersebut terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan cara wawancara langsung kepada petani tambak, pemilik unit usaha, serta tenaga kerja lokal yang beroperasi di kawasan pesisir Desa Ambulu dengan bantuan kuesioner. Data primer yang diperlukan diantaranya : 1.
Karakteristik petani tambak yang meliputi umur, tingkat pendidikan, status usaha, lama usaha dan teknologi budidaya.
2.
Biaya operasional serta investasi petani tambak dalam waktu satu tahun.
3.
Struktur biaya pemilik unit usaha dan tenaga kerja lokal. Sedangkan data sekunder yang diperlukan meliputi keadaan umum lokasi
usaha tambak, kondisi alam daerah penelitian serta data produksi dan konsumsi produk perikanan. Keseluruhan data sekunder diperoleh melalui studi literatur. Diantaranya dengan cara pengumpulan data dari pemerintah daerah setempat, Badan Pusat Statistik, Kementerian Kelautan dan Perikanan, buku, internet, dan literatur-literatur lain yang mendukung. 4.4
Metode Pengambilan Contoh Pengambilan contoh pada penelitian ini dilakukan untuk mencari
informasi yang berkaitan dengan tujuan-tujuan penelitian. Pengambilan contoh untuk petani tambak dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling yang dikombinasikan dengan snowball sampling, dimana responden dipilih dan
27
disesuaikan dengan kriteria tertentu. Jumlah responden petani tambak yang diambil adalah sebanyak 48 petani tambak. Metode pengambilan contoh untuk unit usaha dan dan tenaga kerja lokal dilakukan dengan teknik purposive sampling dan judgement sampling, dimana responden dipilih dan disesuaikan dengan kriteria tertentu, yaitu berdasarkan keterwakilan dari jenis usaha budidaya ikan bandeng yang banyak di jalani oleh masyarakat Desa Ambulu. Keuntungan dari teknik ini adalah penelitian dapat dilaksanakan dengan cepat, mudah dan murah, serta relevan dengan tujuan penelitian. Responden terpilih untuk unit usaha terkait dengan aktivitas budidaya ikan bandeng adalah sebanyak 14 unit usaha dan untuk tenaga kerja sebanyak 9 orang. Pemilihan contoh 14 unit usaha didasarkan pada peran unit usaha tersebut dalam memenuhi kebutuhan petani tambak masyarakat Desa Ambulu. Responden unit usaha dan tenaga kerja lokal di lokasi penelitian memiliki karakteristik yang relatif homogen. 4.5
Metode Analisis Data Data yang telah diperoleh selanjutnya dianalisis secara kualitatif dan
kuantitatif. Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak (software) Minitab 14 dan Microsoft Office Excel 2007. 4.5.1
Identifikasi Karakteristik Petani tambak, Unit Usaha Terkait, dan Tenaga Kerja lokal Identifikasi karakteristik responden petani tambak, unit usaha, dan tenaga
kerja lokal di Desa Ambulu dilakukan secara deskriptif. Analisis deskriptif dilakukan untuk memperoleh gambaran tentang status sekelompok manusia, suatu obyek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa
28
pada masa sekarang. Analisis deskriptif bertujuan untuk membuat deskripsi dan gambaran secara sitematis, aktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. Analisis deskriptif dilakukan dengan bantuan program aplikasi komputer Microsoft Office Excel 2007. 4.5.2
Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Ikan Bandeng Analisis yang biasa dilakukan terkait dengan produksi bertujuan untuk
mengetahui bagaimana sumberdaya yang terbatas seperti tanah, tenaga kerja dan modal dapat dikelola dengan baik agar produksi maksimum dapat dicapai, Soekartawi (1994). Hubungan antara antara input yang digunakan dan output yang dihasilkan dapat dilihat dengan menggunakan pendekatan fungsi produksi, sehingga dapat dilakukan dengan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi. 4.5.2.1 Fungsi Produksi Cobb-Douglas Fungsi produksi adalah hubungan fisik antara variabel yang dijelaskan dan variabel-variabel yang menjelaskan. Fungsi produksi Cobb-Douglas digunakan untuk mengetahui hubungan antara input dan output serta mengetahui skala usaha budidaya ikan bandeng yang aktual terjadi saat penelitian berlangsung. Pada model ini koefisien pangkatnya menunjukan besarnya elastisitas produksi masingmasing input dan besarnya tersebut menunjukan tingkat besaran kondisi skala usaha (return to scale). Kondisi Return to Scale (RTS) merupakan respon dari perubahan output jika terjadi perubahan dari penggunaan input secara proporsional. Menurut Soekartawi (1994) skala usaha perlu diketahui untuk mengetahui apakah kegiatan usaha yang diteliti tersebut mengikuti kaidah increasing, constant, atau
29
decreasing return to scale. Jika jumlah elastisitas produksi dari fungsi CobbDouglas dilambangkan dengan ∑bi, maka kondisi usaha budidaya ikan bandeng dapat dibedakan menjadi : 1.
Increasing Return to Scale, bila ∑bi > 1. Artinya bahwa proporsi penambahan input produksi akan menghasilkan tambahan output produksi yang proporsional lebih besar.
2.
Constant Return to Scale, bila ∑bi = 1. Artinya bahwa proporsi penambahan input produksi akan proporsional dengan penambahan output produksi yang diperoleh.
3.
Decreasing Return to Scale, bila ∑bi < 1. Artinya proporsi penambahan input produksi melebihi proporsi penambahan output produksi. Fungsi dengan menggunakan variabel yang dijelaskan (Y) dan variabel
yang menjelaskan (X). Menurut Soekartawi (1994), kaidah-kaidah pada regresi juga berlaku dalam penyelesaian fungsi Cobb-Douglas, persamaan matematik fungsi Cobb-Douglas dapat dituliskan sebagai berikut : Y = aX1b1X2b2...Xib3..Xnb5 ε dimana : Y
= Variabel yang dijelaskan
Xi...,Xn
= Variabel yang menjelaskan
a
= Intercept
b1...,b5
= Koefisien regresi yang akan diduga
ε
= Galat atau error
Untuk mempermudah pendugaan terhadap persamaan maka persamaan tersebut diubah menjadi bentuk linier berganda dengan cara melogaritmakan
30
persamaan tersebut. Variabel yang digunakan untuk menduga fungsi produksi ikan bandeng adalah produksi ikan bandeng (Y), luas tambak (X1), benih penebaran (X2), penggunaan pupuk (X3), penggunaan obat (D1), penggunaan pakan tambahan (D2). Dengan fungsi Cobb-Douglas ditransformasikan ke dalam bentuk persamaan linier berganda sebagai berikut : Ln Y = Ln a + b1 Ln X1 + b2 Ln X2 + b3 Ln X3 + b4 D4 + b5 D5 + ε dimana : Y
= Hasil produksi ikan bandeng (Kg)
a
= Intercept
b1...,b5 = Koefisien regresi yang akan diduga X1
= Luas tambak (m2)
X2
= Benih penebaran (ekor)
X3
= Penggunaan pupuk (Kg)
D4
= 1, untuk menggunakan obat dan 0 tidak menggunakan obat
D5
= 1,untuk menggunakan pakan tambahan dan 0 tidak menggunakan
ε
= Galat atau error
4.5.2.2 Uji Kriteria Ekonometrika Pengujian dengan menggunakan kriteria ekonometrika dilakukan untuk mengetahui apabila terjadi pelanggaran asumsi yang digunakan dalam metode OLS. Hal-hal yang dilihat dalam kriteria ekonometrika antara lain adalah multikolinearitas, normalitas, heteroskedastisitas dan autokorelasi.
31
a. Uji Multikolinieritas (Multicolinearity) Model yang melibatkan banyak variabel bebas sering terjadi masalah multikolinearitas, yaitu terjadinya korelasi yang kuat antar variabel-variabel bebas. Multikolinearitas terjadi akibat adanya korelasi yang tinggi di antara peubah bebasnya. Masalah multikolineritas dapat dilihat dari nilai VIF dengan persamaan : I VIF =
I – R2 R2 adalah koefisien determinasi dari regresi variabel bebas ke-j dengan variabel bebas lainnya. Nilai VIF yang lebih besar dari 10 menunjukkan adanya masalah kolinearitas pada peubah tersebut. Multikolinearitas dapat menyebabkan adanya pelanggaran terhadap asumsi OLS adalah exact multicolinearity (multikolinearitas sempurna). Jika dalam suatu model terdapat multikolinearitas yang sempurna maka akan diperoleh nilai R2 yang tinggi tetapi tidak ada koefisien variabel bebas yang signifikan. b. Normalitas Salah satu cara mengecek normalitas adalah dengan probabilitas normal. Melalui probability plot of RESI 1 ini masing-masing nilai pengamatan dipasangkan dengan nilai harapan distribusi normal. Normalitas terpenuhi apabila titik-titik data terkumpul disekitar garis lurus, selanjutnya dilakukan analisis dengan Kolmogorov Smirnov (KS). c. Uji Heteroskedastisitas Uji
heteroskedastisitas
adalah
untuk
melihat
apakah
terdapat
ketidaksamaan varians dari residual satu ke pengamatan yang lain. Model regresi yang memenuhi persyaratan adalah dimana terdapat kesamaan varians dari
32
residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap atau disebut homoskedastisitas. Pengujian dilakukan dengan melihat plot antara residu dengan prediksinya. Jika bentuk tebaran plot tersebut menyebar secara acak dan tidak membentuk suatu pola, maka tidak terjadi heteroskedastisitas. d. Uji Autokorelasi Autokorelasi merupakan gangguan pada fungsi regresi yang berupa korelasi diantara faktor gangguan. Ada beberapa prosedur atau cara untuk mengetahui adanya autokorelasi pada suatu model regresi. Uji Durbin-Watson (Uji D-W) merupakan salah satu cara mendeteksi apakah tidak ada autokorelasi yang paling sering digunakan. Uji ini dapat digunakan untuk sembarang sampel, baik besar ataupun kecil, tetapi D-W hanya berhasil baik apabila autokorelasinya berbentuk autokorelasi linier orde pertama, artinya faktor pengganggu et berpengaruh kepada faktor pengganggu et-1. Untuk melihat ada tidaknya autokorelasi, dapat digunakan ketentuan sebagai berikut (Firdaus, 2004) Tabel 3. Uji Autokorelasi (Firdaus, 2004)
4.5.3
D-W
Kesimpulan
Kurang dari 1,10
Ada autokorelasi
1,10 dan 1,54
Tanpa kesimpulan
1,55 dan 2,46
Tidak ada autokorelasi
2,46 dan 2,90
Tanpa kesimpulan
Lebih dari 2,91
Ada autokorelasi
Estimasi Nilai Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir untuk Kegiatan Budidaya Ikan Bandeng Pendekatan produktifitas memandang sumberdaya alam sebagai input dari
produk akhir yang kemudian digunakan oleh masyarakat luas. Menurut Hufschmidt, et.al dalam Adrianto, et.al (2004), menyatakan langkah analisis
33
ekologi-ekonomi dalam konteks metode pendekatan produktifitas di awali dengan melakukan identifikasi input sumberdaya, output (produksi sumberdaya) dan residual sumberdaya dari sebuah proyek. Penelitian ini menggunakan pendekatan residual rent untuk menghitung nilai ekonomi dari kegiatan budidaya ikan bandeng. Residual rent didefinisikan sebagai selisih antara biaya dari faktor produksi yang digunakan dalam suatu pemanfaatan sumberdaya dengan nilai total hasil panen usaha tersebut. Residual rent dapat juga dipandang sebagai kontribusi dari ekosistem alami atau faktor pendapatan guna memperoleh nilai ekonomi total dari suatu pemanfaatan sumberdaya. Perhitungan yang dilakukan pada penelitian ini hanya untuk melihat nilai residual rent selama satu tahun. Dalam hal ini tidak dilakukan perhitungan terhadap nilai daya dukung optimal lingkungan terhadap jumlah tambak dan nilai residual rent. 4.5.4 Analisis Dampak Ekonomi Kegiatan Budidaya Ikan Bandeng terhadap Masyarakat Lokal Dampak ekonomi ini diukur dengan menggunakan efek pengganda (multiplier) dari arus uang yang terjadi. Dampak ekonomi aktivitas budidaya ikan bandeng terhadap masyarakat lokal dapat diukur dengan dua tipe pengganda, yaitu: 1.
Keynesian Local Income Multiplier, yaitu nilai yang menunjukan berapa besar pengeluaran petani tambak berdampak pada peningkatan pendapatan masyarakat lokal.
34
2.
Ratio Income Multiplier, yaitu nilai yang menunjukan seberapa besar dampak langsung yang dirasakan dari pengeluaran petani tambak yang berdampak terhadap perekonomian lokal. Pengganda ini mengukur dampak tidak langsung (indirect) dan lanjutan (induced). Ratio Income Multiplier Tipe I menggambarkan nilai dampak tidak langsung dari pengeluaran petani tambak, sedangkan Ratio Income Multiplier Tipe II merupakan ukuran dari dampak lanjutan. Secara matematis dirumuskan : Keynesian Local Income Multiplier Ratio Income Multiplier, Tipe I Ratio Income Multiplier, Tipe II
dimana : E : tambahan pengeluran petani tambak (Rupiah) D : pendapatan lokal yang diperoleh secara langsung dari E (Rupiah) N : pendapatan lokal yang diperoleh secara tidak langsung dari E (Rupiah) U : pendapatan lokal yang diperoleh secara induced dari E (Rupiah) Selanjutnya hasil analisis multiplier ini dapat digunakan sebagai acuan atau rekomendasi untuk kebijakan pengelolaan dan pengembangan kawasan pesisir Desa Ambulu. Perhitungan nilai multiplier dilakukan dengan bantuan program aplikasi komputer Microsoft Excel 2007. Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah secara kualitatif dan kuantitatif. Metode analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini dapat dilihat dalam Tabel 4 di bawah ini.
35
Tabel 4. Matriks Metode Analisis Data No
Tujuan Penelitian
Metode Analisis Data Data primer berupa Analisis wawancara menggunakan deskriptif kuesioner dan data sekunder dari pihak-pihak terkait Data primer (wawancara Analisis menggunakan kuesioner) regresi Sumber Data
1
Mengidentifikasi karakteristik petani tambak, unit usaha dan tenaga kerja lokal di Desa Ambulu Kecamatan Losari
2
Mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ikan bandeng
3
Mengestimasi nilai ekonomi Data sekunder dan data pemanfaatan sumberdaya primer (wawancara pesisir untuk budidaya ikan menggunakan kuesioner) bandeng
Residual Rent
4
Analisis dampak ekonomi Data primer berupa aktivitas budidaya ikan wawancara dengan bandeng terhadap masyarakat menggunakan kuesioner lokal
Analisis Multiplier
4.6
Batasan Penelitian
1) Siklus produksi adalah waktu yang dibutuhkan dalam satu kali masa penebaran sampai masa panen. Satu siklus produksi dalam usaha budidaya ikan bandeng ini adalah 4-5 bulan. 2) Faktor produksi adalah segala sesuatu yang dapat mempengaruhi output (produksi ikan bandeng). Faktor produksi yang diduga dapat mempengaruhi produksi ikan bandeng adalah jumlah tambak (unit), benih penebaran (ekor/musim), pupuk (kg/musim), penggunaan obat, dan pakan tambahan (kg/musim). 3) Produksi adalah berat total ikan bandeng yang dihasilkan dalam satu musim (kg).
36
4) Osla adalah benih ikan bandeng yang digunakan oleh petani tambak Desa Ambulu untuk disebar dalam petakan tambak. Osla merupakan ikan bandeng yang telah mengalami masa pendederan selama dua minggu dengan ukuran 24 cm. 5) Petani Tambak adalah orang yang bekerja sebagai pembudidaya ikan bandeng di Desa Ambulu. 6) Nilai ekonomi dari pemanfaatan sumberdaya pesisir dinilai dari harga pasar usaha perikanan budidaya ikan bandeng yang berlaku saat penelitian berlangsung. 7) Residual Rent adalah selisih antara harga total produksi dengan biaya total faktor produksi, dinyatakan dalam rupiah. 8) Nilai Residual Rent yang diestimasi didalam penelitian ini adalah nilai pemanfaatan sumberdaya pesisir untuk usaha budidaya ikan bandeng di Desa Ambulu selama satu tahun. 9) Unit usaha dan tenaga kerja lokal yang menjadi responden adalah masyarakat lokal di Desa Ambulu yang bergerak di sektor budidaya ikan bandeng. 10) Analisis dampak ekonomi dilihat dalam skala kecil, yaitu dampak terhadap masyarakat lokal Desa Ambulu. 11) Analisis dampak ekonomi dilihat dari sisi arus uang yang terjadi di sekitar lokasi budidaya ikan bandeng di Desa Ambulu.
V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN OBYEK PENELITIAN 5.1
Gambaran Umum Lokasi Penelitian Secara administratif Desa Ambulu merupakan salah satu desa yang
terletak di Kecamatan Losari, Kabupaten Cirebon dan merupakan salah satu desa pesisir di Pantai Utara Jawa. Jarak pusat pemerintahan desa dengan beberapa pusat pemerintahan lainnya yaitu : Ibukota Kecamatan
: 3 Km
Ibukota Kabupaten Cirebon
: 46 Km
Ibukota Provinsi jawa Barat
: 175 Km
Ibukota Negara RI
: 312 Km
Secara administratif Desa Ambulu terdiri dari 5 dusun. Desa juga berbatasan dengan beberapa wilayah. Berikut adalah batas-batas Desa Ambulu: Sebelah Utara
: Laut Jawa
Sebelah Barat
: Desa Malakasari, Kecamatan Gebang
Sebelah Selatan
: Desa Kalisari, Kecamatan Losari
Sebelah Timur
: Desa Kalisari, Kecamatan Losari
Desa Ambulu termasuk daerah berdataran rendah dengan suhu rata-rata 250C – 270C. Iklim di pesisir Desa Ambulu tidak dapat dilepaskan dari sistem iklim Indonesia. Iklim di Wilayah Indonesia dipengaruhi oleh angin muson yang mengakibatkan dua musim yaitu musim barat dan musim timur 4 . Musim barat terjadi pada bulan Desember sampai bulan Februari sedangkan angin musim timur mencapai puncaknya pada bulan Juni sampai Agustus.
4
http://sipla.pksplipb.or.id/?grup=jawa_barat&menu_aktif=36&dok=jawa_barat/BAB5/bab5.htm
38
Informasi mengenai waktu angin musim menjadi penting karena mempengaruhi terjadinya gelombang laut. Tinggi rendahnya gelombang laut akan menjadi perhatian tersendiri bagi petani tambak karena terkait dengan keadaan tambak mereka. Petani tambak di Desa Ambulu sering mengalami kerugian karena lahan tambak mereka terkena banjir rob, yang disebabkan oleh tingginya gelombang laut yang terjadi5. 5.2
Kondisi Sosial Ekonomi Lokasi Penelitian Desa Ambulu memiliki luas wilayah sebesar 1.210.527 hektar terdiri dari
lahan persawahan 337,229 hektar, lahan pemukiman 19.705 hektar dan luas area tambak 826,889 hektar. Desa Ambulu dengan luas wilayah pemukiman 19.705 hektar didiami oleh penduduk sebanyak 7.415 jiwa yang terdiri dari 3.705 orang laki-laki dan 3.710 orang perempuan. Tabel sebaran mata pencaharian pokok masyarakat Desa Ambulu secara rinci dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Sebaran Mata Pencaharian Pokok Masyarakat Desa Ambulu Jenis Pekerjaan Laki-Laki Perempuan Petani 340 110 Buruh Tani 671 449 Buruh Migran perempuan 41 259 Buruh Migran Laki- Laki Pegawai Negeri Sipil/ PNS 21 5 Pedagang Keliling 4 3 Peternak 5 Nelayan 326 Bidan Swasta 1 Pembantu Rumah Tangga 29 Pensiunan PNS 6 1 Dukun Terlatih 1 Karyawan Swasta 5 10 Sumber : Potensi Desa Ambulu, 2009
5
Hasil wawancara dengan Bapak Naswito Ketua Kelompok Pembudidaya ikan bandeng di Desa Ambulu
39
5.3
Gambaran Umum Usaha Budidaya Produksi usaha budidaya tambak telah menyumbang 53,59% dari total
seluruh produksi usaha budidaya di Kabupaten Cirebon pada tahun 2009 yaitu sekitar 10.886,6 ton dari total produksi tambak 20.312,4 ton atau meningkat 4,46% dari tahun 2008. Secara rinci kontribusi produksi usaha budidaya tambak terhadap total produksi usaha budidaya di Kabupaten Cirebon dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Produksi Budidaya per Jenis Usaha di Kabupaten Cirebon Tahun 2009 No 1 2 3 4
Usaha Budidaya Tambak Laut Kolam Sawah Jumlah
Produksi (ton) 10.886,6 7.732,4 1.690,1 3,3 20.312,4
Sumber: Laporan Tahunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Cirebon, tahun2009
Budidaya air payau di tambak memiliki potensi sebesar 7.500 hektar, pada tahun 2009 baru dimanfaatkan sebesar 5.163,57 hektar dengan perincian 1635,12 hektar untuk budidaya udang dan 3.528,45 hektar untuk budidaya ikan, dengan produksi ikan bandeng atau ikan lainnya sebesar 4.532,19 ton dan nilai produksinya mencapai Rp 108.704.940,00. Potensi dan pemanfaatan tambak per kecamatan dapat dilihat pada Tabel dibawah ini Tabel 7. Potensi dan Pemanfaatan Tambak per Kecamatan di Kabupaten Cirebon Tahun 2009 Pemanfaatan Tambak Jumlah (hektar) (%) 1 Losari 2.500 1.380,20 55,21 2 Gebang 600 499,00 83,32 3 Pangenan 1.834 739,30 40,31 4 Mundu 166 145,30 87.53 5 Gunungjati 300 165,00 55,00 6 Suranenggala 137 226,50 165,33 7 Kapetakan 1.963 1.986,00 101,17 Jumlah 7.500 5.142,20 68,56 Sumber: Laporan Tahunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Cirebon, Tahun 2009 No
Kecamatan
Potensi (hektar)
40
Berdasarkan Tabel 6 diatas dapat dilihat bahwa potensi tambak Kecamatan Losari merupakan yang terbesar. Desa Ambulu merupakan desa di Kecamatan Losari yang menyumbangkan produksi tambak cukup besar diantara 3 desa pesisir lainnya di Kecamatan Losari. Usaha budidaya tambak yang menjadi unggulan di Desa Ambulu adalah untuk komoditas udang dan ikan bandeng, namun yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah budidaya ikan bandeng. Hal ini dikarenakan, terjadinya musibah nasional atau “stres udang”. Sejak terjadinya musibah pada tahun 1993 udang tidak lagi dapat tumbuh dengan optimal, akhirnya budidaya udang tidak lagi menguntungkan dan banyak petani tambak udang yang beralih menjadi pembudidaya ikan bandeng. Berdasarkan letak tambak dan kesempatan mendapatkan air laut, tambak ikan bandeng di Desa Ambulu termasuk kedalam tambak biasa. Tambak biasa adalah kelompok tambak yang airnya merupakan campuran air tawar dari sungai dan air asin dari laut. Daerah yang tergolong tambak biasa mempunyai keadaan air payau. Berdasarkan klasifikasi sistem budidaya yang digunakan, tambak ikan bandeng di Desa Ambulu menggunakan sistem tambak tradisional dengan padat penebaran cukup rendah, yaitu berkisar antara 1.000-10.000 nener/hektar.
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1
Identifikasi Karakteristik Petani Tambak, Unit Usaha Terkait dan Tenaga Kerja Lokal Di Desa Ambulu
6.1.1
Karakteristik Sosial Ekonomi Petani Tambak Karakteristik sosial ekonomi menjadi salah satu faktor yang menjadi
pertimbangan dalam menetukan model, dan arah pengembangan tata ruang 6 . Keterlibatan masyarakat dalam sebuah proses pengembangan wilayah diharapkan dapat memberikan berbagai masukan yang penting, oleh sebab itu karakteristik sosial ekonomi responden menjadi penting untuk diketahui. Karakteristik sosial ekonomi petani tambak di Desa Ambulu diperoleh berdasarkan contoh yang dilakukan terhadap 48 petani tambak. Karakteristik tersebut dapat dilihat berdasarkan kriteria tertentu, seperti dijelaskan dibawah ini. 6.1.1.1 Usia Tingkat usia responden petani tambak dibedakan atas tiga kategori orang dewasa menurut Havighurst dan Acherman et all dalam Mugnisyah 2008 yaitu usia dewasa awal (18 – 30 tahun), dewasa pertengahan (31 – 50 tahun), serta dewasa tua (>50 tahun). Berdasarkan hasil kuesioner dari 48 responden, tingkat usia responden cukup bervariasi dengan sebaran usia antara 29 tahun sampai 60 tahun. Sebaran usia sebagian besar petani tambak berada pada kelompok dewasa pertengahan antara 31 – 50 tahun sebesar 73% dan sebesar 21% berusia di atas 50 tahun, serta sisanya sebanyak 6% berusia antara 18-30 tahun. Hal ini dikarenakan, mayoritas petani tambak menjadikan budidaya ikan bandeng ini sebagai mata pencaharian utama, sehingga banyak dari mereka yang melakukan kegiatan ini
6
http://sipla.pksplipb.or.id/?grup=jawa_barat&menu_aktif=62&dok=jawa_barat/BAB15/bab15.htm
42
pada usia produktif mereka, dan beberapa petani tambak yang lain masih terus melakukan kegiatan ini meski sudah cukup berumur. Perbandingan presentase tingkat usia responden dapat dilihat pada Gambar 4.
Sumber : Data Primer, Diolah 2011
Gambar 4. Karakteristik Petani Tambak Berdasarkan Tingkat Usia 6.1.1.2 Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan responden berdasarkan jenjang formal yang dijalani oleh petani tambak cukup bervariasi. Dalam penelitian ini, peneliti membagi tingkat pendidikan formal menjadi 5 kelompok, yaitu kelompok yang tidak bersekolah, kelompok SD, SMP, SMA, dan perguruan tinggi. Perbandingan tingkat pendidikan responden disajikan dalam Gambar 5.
Sumber : Data Primer, Diolah 2011
Gambar 5. Karakteristik Petani Tambak Berdasarkan Tingkat Pendidikan
43
Berdasarkan Gambar 4 diatas diketahui bahwa 44 % petani telah menjalani pendidikan formal sampai tingkat SD, selanjutnya 40% petani menjalani pendidikan formal sampai tingkat SMP dan SMA. Presentase jumlah petani tambak yang tidak bersekolah sebanyak 10% dan presentase jumlah petani tambak yang berhasil menjalani pendidikan sampai tingkat perguruan tinggi sebanyak 6%. Sebagian besar dari petani tambak sudah berumur cukup tua, dengan keterbatasan yang mereka miliki, sehingga banyak dari mereka yang hanya bisa merasakan sekolah sampai tingkat Sekolah Dasar, baik itu sampai selesai atau harus putus sekolah ditengah ajaran. 6.1.1.3 Status Pekerjaan Petani Tambak Status usaha responden adalah semua petani tambak menjadikan kegiatan budidaya ikan bandeng ini sebagai mata pencaharian utama mereka, artinya petani tambak menggantungkan kehidupannya pada usaha budidaya ikan bandeng. Status pekerjaan petani tambak memperlihatkan besarnya waktu atau perhatian mereka terhadap budidaya ikan bandeng. Jika petani tambak menjadikan budidaya ikan bandeng sebagai pekerjaan utama maka seluruh waktu dicurahkan untuk melakukan budidaya, sedangkan yang menjadikan usaha budidaya ini sebagai pekerjaan sampingan maka waktu yang diberikan pun akan terbagi. Hal ini berpengaruh terhadap proses budidaya tersebut fokus atau tidak sehingga berimplikasi terhadap hasil produksi ikan bandeng serta pendapatan yang diterima oleh petani tambak. Pemerintah Desa Ambulu menyatakan bahwa, sebagian besar dari warganya menjalani usaha budidaya ikan bandeng. Budidaya ikan bandeng merupakan tradisi yang telah lama berlaku secara turun-temurun, sehingga
44
sebagian besar dari petani selalu melanjutkan usaha tambak tersebut sebagai mata pencaharian utama, seperti yang dilakukan orang tua mereka terdahulu. 6.1.1.4 Lama Usaha Petani Tambak Salah satu faktor penentu keberhasilan usaha budidaya ikan bandeng ini adalah pengalaman atau lamanya usaha. Pengalaman yang lebih akan membantu petani tambak melakukan budidaya ikan bandeng ini dengan lebih baik. Dari hasil analisis kuesioner diperoleh hasil bahwa 69 % petani tambak telah menjalani usaha budidaya ikan bandeng dengan lama usaha berkisar antara 11 – 25 tahun. 23% atau sekitar 11 petani telah menjalani usaha budidaya ikan bandeng selama 0 – 10 tahun dan 8 % petani telah menjalankan usaha budidaya ini antara 26 – 30 tahun. Usaha budidaya bandeng ini tidak semuanya dilakukan oleh petani yang berpengalaman, ada 3 petani tambak atau sekitar 6 persen dari mereka baru memulai usaha tambak bandeng ini. Sebaran karakteristik berdasarkan lama usaha budidaya yang telah dijalankan disajikan pada Tabel 8 sebagai berikut. Tabel 8. Karakteristik Lama Usaha Budidaya Ikan Bandeng Kelompok Responden Presentase (%) 0 - 10 tahun 11 23 11 - 25 tahun 33 69 26- 30 tahun 4 8 Total
48
100
Sumber : Data Primer, Diolah 2011
6.1.1.5 Karakteristik Usaha Budidaya a.
Jumlah Kepemilikan Tambak Berdasarkan informasi yang didapat, jumlah petak tambak yang dimiliki
Desa Ambulu saat ini adalah sekitar 826 petak tambak dengan rata-rata luas petak tambaknya adalah satu hektar. Jumlah petak tambak yang dimiliki petani sebagian
45
besar berasal dari warisan keluarga maupun dibeli dari petani lainnya, namun jumlah kepemilikannya relatif tetap. Berdasarkan data yang berhasil di dapat dari responden, kepemilikan petak tambak berkisar antara satu sampai lima petak tambak. Sebaran jumlah kepemilikan tambak, dapat dilihat pada Gambar 6.
Sumber : Data Primer, Diolah 2011
Gambar 6. Sebaran Jumlah Kepemilikan Tambak Desa Ambulu b.
Status Kepemilikan Tambak Dari sebaran responden penelitian di dapatkan data status kepemilikan
tambak, 48 responden merupakan pemilik sekaligus penggarap tambak. Sistem budidaya ikan bandeng yang masih tradisional, memungkinkan bagi petani untuk menggarap lahan tambaknya sendiri, tanpa perlu tenaga kerja khusus untuk proses perawatan tambak. Kepemilikan lahan ini berpengaruh terhadap biaya yang dikeluarkan untuk lahan tambak dalam jangka panjang. Petani yang memiliki lahan sendiri akan lebih baik dalam melakukan kegiatan budidaya dan memperoleh pendapatan yang lebih besar karena tidak mengeluarkan biaya untuk lahan.
46
c.
Teknologi Budidaya Dari hasil wawancara kepada 48 petani tambak semua responden
mengatakan sistem tambak yang digunakan adalah sistem tambak tradisional. Namun berdasarkan literatur dengan tetap memperhatikan kondisi daerah penelitian, sistem budidaya yang digunakan di Desa Ambulu adalah perpaduan antara sistem budidaya tradisional atau ekstensif dengan sistem budidaya semiinsentif. Dari sisi padat penebaran tambak di Desa Ambulu memiliki rata-rata padat penebaran sekitar 4.400 nener/hektar yang dikategorikan budidaya tradisional, namun disisi lain budidaya ikan bandeng di Desa Ambulu telah menggunakan pakan tambahan berupa dedak atau pelet, hal ini merupakan ciri-ciri sistem budidaya semi-intensif. Dilihat dari dasar pengklasifikasian jenis sistem budidaya yaitu berdasarkan padat penebaran benih ikan bandeng. Padat penebaran benih yang akan menjadi acuan selanjutnya dari penggunaan pupuk dan pakan tambahan. Berdasarkan jumlah benih yang ditebar maka sistem budidaya ikan bandeng yang digunakan di Desa Ambulu adalah sistem budidaya tambak tradisional. Penggunaan pupuk dan pakan tambahan pada beberapa tambak adalah salah satu usaha petani agar mendapatkan hasil panen yang maksimal. d.
Proses Budidaya Tambak akan berfungsi optimal jika syarat lingkungan biologi telah
terpenuhi. Salah satu cara agar tambak dapat memenuhi syarat lingkungan biologi adalah dengan melakukan pengelolaan tambak. Pengelolaan tambak meliputi pengolahan lahan dan pemberian unsur tambahan serta pengaturan pengairan. Pengolahan tanah dilakukan setelah proses panen selesai. Pengolahan tanah
47
bertujuan untuk menghilangkan lumpur-lumpur, menghilangkan bahan organik yang merugikan serta menutup lubang-lubang yang bisa menjadi jalan masuk hewan pengganggu, untuk itu yang dilakukan adalah pengeringan tambak dan pembalikan lahan. Perbaikan pH dilakukan dengan dua cara yakni melalui pengeringan dan pemberian kapur. Pemupukan dilakukan setelah proses pengeringan selesai dilakukan. Tujuan pemupukan adalah menumbuhkan makanan alami ikan bandeng yakni klekap serta untuk menjaga kecerahan air tambak. Untuk menumbuhkan klekap maka yang dibutuhkan adalah pupuk kandang dengan dosis 350 kg/hektar. Selain penggunaan makanan alami ikan bandeng, untuk mempercepat pertumbuhan, perlu diberikan pakan buatan pabrik dengan standar nutrisi yang dibutuhkan untuk tumbuh optimal dengan kadar protein minimal 2528 %, Tim Karya Tani Mandiri (2010). Hewan penggangu atau hama tambak terdiri dari hewan pemangsa yaitu ikan liar, kadal dan kepiting, hama pesaing yaitu ikan liar dan siput. Setelah pengolahan tanah selesai, selanjutnya dilakukan proses pemupukan pada lahan tambak. Benih ikan bandeng dikenal dengan nama nener. Banyaknya penebaran benih ikan bandeng sangat disesuaikan dengan modal yang dimiliki oleh petani tambak yang ingin diinvestasikan dalam kegiatan budidaya ini. Penebaran benih bandeng dilakukan setelah proses pengolahan tanah selesai dilakukan. Padat benih penebaran ikan bandeng yang optimal ditentukan oleh luas lahan tambak serta ukuran benih ikan bandeng yang digunakan. Penggunaan benih ikan bandeng berukuran 1-3 cm, padat penebarannya berkisar antara 2-3 ekor/m2 .
48
Proses pemanenan untuk ikan bandeng dilakukan dua kali dalam satu tahun, dengan rata-rata hasil panen 366 kg per unit tambak. Hasil panen dengan kualitas baik akan didapat, jika proses pemanenan dilakukan saat pagi hari dan ikan bandeng masih dalam keadaan lapar. Ikan bandeng yang dipanen dalam keadaan setelah diberi makan, akan membuat hasil panen lebih cepat busuk. Proses pemanenan untuk usaha budidaya ikan bandeng membutuhkan tenaga bantuan yang cukup banyak, yaitu 5-10 orang disesuaikan dengan jumlah ikan yang akan dipanen. Tenaga kerja untuk membantu proses pemanenan, 3 orang berasal dari tempat penyewaan alat panen dan sisanya disediakan sendiri oleh petani tambak dengan upah setengah hari kerja atau sekitar Rp 31.000,00 per orang. Simpul pertama hasil panen atau pemasaran usaha budidaya ikan bandeng dilakukan di tepi tambak, karena pada umumnya petani tambak menjual hasil produksi mereka kepada tengkulak yang datang langsung ke tambak, namun demikian ada juga petani tambak yang langsung menjual hasil produksi mereka ke pasar atau ke pos-pos tengkulak. Biaya pengangkutan mulai dari tepi tambak sampai ke tempat tengkulak semua ditanggung oleh pihak tengkulak. 6.1.2
Karakteristik Unit Usaha Terkait Kegiatan budidaya ikan bandeng membutuhkan peran serta masyarakat
untuk beberapa proses pelaksanaannya, sehingga kegiatan ini memiliki pengaruh yang penting bagi perekonomian masyarakat setempat. Hal ini dapat mendorong masyarakat setempat untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan budidaya dan mengharapkan manfaat dari adanya usaha budidaya ikan bandeng. Unit usaha terkait yang dijadikan responden dalam penelitian ini adalah sebanyak empat belas unit usaha. Unit usaha yang dijadikan responden adalah unit usaha yang
49
menjalankan usahanya di Desa Ambulu dengan pemilik usaha adalah penduduk asli Desa Ambulu. Status usaha dari responden unit usaha adalah 64% pelaku usaha menjadikan usahanya sebagai mata pencaharian sampingan dan 36% pelaku usaha menjadikan usahanya sebagai mata pencaharian utama. Pelaku usaha yang menjadikan usahanya sebagai usaha sampingan mayoritas pekerjaan utamanya adalah sebagai petani tambak. Sebagian besar pemilik unit usaha, menjalankan usahanya pada masa usia produktif mereka, 43 % pemilik unit usaha berusia antara 36-40 tahun, 22 % pemilik unit usaha berusia 46-50 tahun, dan 14 % pemilik unit usaha berusia 3135 tahun. Pemilik unit usaha dengan selang usia 41-45 tahun sebanyak 14% dan pemilik unit usaha berusia diatas 50 tahun sebanyak 7%. Sebaran tingkat usia pemilik unit usaha disajikan pada Gambar 7.
Sumber : Data Primer, Diolah 2011
Gambar 7. Tingkat Usia Pemilik Unit Usaha Terkait Jenis usaha yang terdapat di Desa Ambulu diantaranya, sebanyak 43 persen responden memiliki usaha pendederan atau penjualan benih ikan bandeng
50
dalam ukuran osla. Sebanyak 22 persen responden memiliki usaha sebagai penyalur hasil panen dari petani tambak atau biasa disebut bakul, 14 persen membuka usaha penyewaan alat panen atau arad, 14 persen memiliki usaha penjualan pakan dan obat ikan bandeng, dan 7 persen memiliki usaha pembuatan bubu. Sebaran jenis unit usaha yang dijalankan masyarakat Desa Ambulu disajikan dalam Gambar 8.
Sumber : Data Primer, Diolah 2011
Gambar 8. Sebaran Jenis Unit Usaha yang Dijalankan Modal awal yang diperlukan masing-masing usaha sangat berbeda. Usaha penjualan benih bandeng membutuhkan modal antara Rp 4.950.000 sampai Rp 9.000.000 tergantung pada jumlah benih ikan bandeng yang ingin di usahakan. Usaha penyalur hasil panen atau bakul membutuhkan modal lebih besar lagi yaitu pada kisaran Rp 40.000.000 hingga mencapai Rp 70.000.000. Usaha penyedia pakan dan obat-obatan untuk ikan bandeng membutuhkan modal sekitar Rp 50.000.000. Penerimaan yang berhasil diperoleh dari hasil usaha yang telah dijalani pemilik unit usaha berkisar antara Rp 400.000 hingga Rp 5.500.000 perbulan
51
dengan total biaya yang mereka keluarkan untuk usaha berkisar Rp 155.550 hingga Rp 13.035.000. Dari penerimaan dan total biaya tersebut, maka dapat diestimasi besarnya pendapatan bersih yang diterima unit usaha selama satu bulan adalah sebagai berikut : Tabel 9. Pendapatan Bersih Unit Usaha Terkait di Kawasan Budidaya Ikan Bandeng per Bulan Jenis Usaha
Total Penerimaan per Bulan (Rp)
Penjual benih bandeng 5.200.000 (pendederan) Penjual pakan, pupuk dan obat 5.500.000 bandeng Pembuat bubu 1.000.000 Penyewaan Alat 400.000 Panen Bakul / 14.000.000 tengkulak Sumber : Data Primer, Diolah 2011
Total Biaya Usaha (Rp)
Total pendapatan per Bulan (Penerimaan – Biaya Usaha (Rp)
3.191.883
2.008.116
2.912.500
2.587.500
340.000
660.000
155.550
244.450
13.035.000
965.000
Berdasarkan Tabel diatas dapat dijelaskan bahwa rata-rata pendapatan bersih yang diterima unit usaha di kawasan budidaya ikan bandeng, untuk usaha pendederan atau penjual benih bandeng Rp 2.008.116, untuk penjual pakan dan obat bandeng Rp 2.587.500, untuk unit pembuat bubu Rp 660.000, untuk usaha penyewaan alat panen Rp 244.450, dan untuk unit bakul atau tengkulak Rp 965.000. Penjabaran dari Tabel 8 di atas menunjukan keberadaan unit usaha di kawasan budidaya ikan bandeng di Desa Ambulu telah mampu memberikan dampak bagi para pemilik usaha tersebut berupa pendapatan. Hari kerja dari seluruh responden dalam penelitian ini adalah setiap hari, dengan jam kerja hampir sama yaitu antara lima sampai enam jam setiap harinya,
52
kecuali jika saat musim panen tiba. Hampir sebagian besar lokasi usaha yang dijalankan dilaksanakan dirumah mereka sendiri. 6.1.3
Karakteristik Tenaga Kerja Lokal Keberlangsungan usaha budidaya ikan bandeng tidak terlepas dari peran
serta masyarakat lokal dalam setiap proses pelaksanaanya, mulai dari tahap rehab pematang pasca panen hingga distribusi hasil panen. Hal ini dikarenakan usaha budidaya ikan bandeng membutuhkan keterlibatan masyarakat desa sebagai tenaga kerja lokal. Selain itu hal ini merupakan salah satu bentuk pemberdayaan masyarakat desa dalam sektor ekonomi. Tenaga kerja yang terlibat di sektor usaha budidaya ikan bandeng, seluruhnya merupakan penduduk asli setempat. Sebanyak 45 % responden menyatakan telah bekerja di sektor usaha budidaya ikan bandeng antara 6-10 tahun, 22 % responden telah menjalani pekerjaan di sektor usaha budidaya ikan bandeng selama 11-15 tahun, 22 % responden lagi telah menjalani pekerjaannya di sektor usaha budidaya ikan bandeng ini selama 2-5 tahun, dan 11 % responden telah menjalani pekerjaannya selama lebih dari 15 tahun. Sebaran lama bekerja dari tenaga kerja lokal disajikan dalam Gambar 9.
53
Sumber : Data Primer, Diolah 2011
Gambar 9. Sebaran Lama bekerja Tenaga Kerja Lokal Seluruh tenaga kerja lokal yang menjadi responden menyatakan bahwa mereka merasakan adanya manfaat dengan adanya usaha budidaya ikan bandeng berupa peningkatan pendapatan. Meskipun sebagian besar pekerjaan mereka ini bukanlah mata pencaharian utama, namun pekerjaan di sektor budidaya ikan bandeng sudah menjadi keseharian mereka, dan usaha budidaya ikan bandeng ini tidak bisa dipisahkan dari peran serta tenaga kerja lokal. Tenaga kerja lokal di sektor usaha budidaya ikan bandeng ini diantaranya terdiri dari pekerja rehab pematang atau pembodem, pengangkut hasil panen, dan pengoperasi alat panen (arad). Pendapatan perbulan untuk pekerja rehab pematang atau pembodem berkisar antara Rp 125.000 – Rp 350.000, sedangkan untuk pekerja pengangkut hasil panen pendapatan sebesar Rp.400.000 dan Rp 120.000 untuk pekerja pengoperasi alat panen. Seluruh tenaga kerja, memiliki hari kerja dua sampai tiga hari dalam seminggu dengan jumlah jam kerja rata-rata tidak lebih dari enam jam sehari, kecuali pada saat musim panen.
6.2
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Ikan Bandeng Model fungsi produksi yang digunakan dalam menduga faktor-faktor yang
mempengaruhi jumlah produksi ikan bandeng adalah model fungsi CobbDouglas. Usaha budidaya ikan bandeng ini diduga dipengaruhi oleh beberapa variabel dengan menggunakan taraf nyata 5% meliputi luas tambak (X1), benih penebaran(X2), pupuk (X3), obat (X4), dan pakan tambahan (X5) serta diolah dengan menggunakan perangkat lunak Minitab 14. Model faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ikan bandeng di Desa Ambulu dapat diduga dengan persamaan berikut : Ln Y = Ln a + b1 Ln X1 + b2 Ln X2 + b3 Ln X3 + b4 D4 + b5 D5 + ε Berdasarkan hasil analisis regresi variabel bebas dan jumlah produksi ikan bandeng, dihasilkan persamaan regresi sebagai berikut : Ln Y = Ln 0,34 - 0,024 LnX1+ 0,586 Ln X2 + 0,220 Ln X3 - 0,064 D1 + 0,318 D2
Keterangan: Y = Jumlah produksi ikan bandeng (Kg) a = Intercept b1..,b5 = Koefisien regresi X1 = Luas tambak (m2) X2 = Benih penebaran (ekor) X3 = Penggunaan pupuk (Kg) D1 = Dummy pemakaian obat (menggunakan = 1; tidak menggunakan = 0) D2 = Dummy pemakaian pakan tambahan (menggunakan = 1; tidak = 0) ε = Galat atau error Berdasarkan hasil uji statistik dapat dinyatakan bahwa model yang dihasilkan telah memenuhi kriteria. Hal ini dapat dilihat dari nilai koefisien determinasi R-Sq adjusted sebesar 72,4 %. Hal ini menunjukkan bahwa variabelvariabel luas tambak, benih penebaran, penggunaan pupuk, obat dan pakan tambahan dapat menjelaskan sebesar 72,4% variasi produksi ikan bandeng dan
55
sisanya sebanyak 27,6 % dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan kedalam model. Uji F dilakukan untuk menguji model secara keseluruhan, sehingga dapat diketahui pengaruh seluruh variabel bebas terhadap produksi ikan bandeng. Nilai Fhitung sebesar 25,68 dengan P-value 0,000 lebih kecil dari taraf nyata (α = 5%) menunjukan bahwa variabel-variabel bebas (luas tambak, benih penebaran, pupuk, obat, dan pakan tambahan) dalam model secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap produksi ikan bandeng. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ikan bandeng terlihat pada Tabel 10. Secara rinci hasil regresi pengaruh variabel tak bebas terhadap hasil produksi dari aktivitas budidaya ikan bandeng dengan menggunakan Minitab 14 disajikan dalam Lampiran 2. Tabel 10. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Ikan Bandeng Variabel Konstanta Luas tambak Benih penebaran Pupuk Obat Pakan tambahan Koefesian determinasi R-Sq
R-Sq(adj) *** **
Koefisien regresi 0,399 -0,0238 0,5858 0,2204 -0,0641 0,3177 75,4% 72,4% α(0,01) α(0,05)
Standar d Eror 1,218 0,2134 0,1435 0,1005 0,2398 0,1175
Nilai t hitung 0,28 -0,11 4,08 2,19 -0,27 2,70
SS 19,6323 6,4216 26,0539
MS 3,9265 0,1529
Peluang
VIF
0,782 0,912 0,000*** 0,034** 0,791 0,010**
4,1 4,0 2,4 1,1 1,0
Analysis of Variance DF Source 5 Regression 42 Residual Eror 47 Total 2,38227 Durbin Watson Sumber : Hasil Output Minitab 14 (2011)
F 25,68
P 0,000
Model fungsi Cobb-Douglas digunakan untuk mencari model produksi terbaik dari usaha budidaya ikan bandeng dan untuk menjelaskan pengaruh faktor produksi terhadap produksi ikan bandeng. Dalam model fungsi produksi Cobb-
56
Douglas nilai koefisien regresi merupakan nilai elastisitas dari masing-masing variabel tersebut, penjumlahan dari nilai-nilai koefisien dapat digunakan untuk menduga keadaan skala usaha. Dari model produksi usaha budidaya ikan bandeng yang diduga, menunjukan bahwa jumlah-jumlah nilai koefisien regresi adalah 1,036. Jumlah elastisitas produksi lebih besar dari satu menunjukan bahwa skala usaha budidaya ikan bandeng pada skala kenaikan hasil meningkat (increasing return to scale). Fungsi produksi usaha budidaya ikan bandeng pada penelitian ini termasuk kedalam daerah produksi satu karena mempunyai elastisitas lebih dari satu sehingga berada di daerah irrasional. Daerah produksi satu mencerminkan hasil panen ikan bandeng belum optimal sehingga keuntungan maksimal belum tercapai. Variabel - variabel yang diduga mempengaruhi produksi ikan bandeng adalah sebagai berikut : a)
Luas Tambak Rata-rata luas tambak di Desa Ambulu untuk setiap unitnya adalah satu
hektar atau 10.000 m2. Dalam penelitian ini luas tambak berpengaruh positif terhadap produksi ikan bandeng. Meskipun memiliki pengaruh positif, namun secara statistik luas tambak tidak berpengaruh nyata terhadap produksi ikan bandeng pada taraf nyata α = 5 % karena memiliki nilai P sebesar 0,912. b)
Benih Penebaran Benih penebaran merupakan jumlah benih ikan bandeng yang ditebar per
hektarnya. Jumlah benih penebaran yang diberikan petani tambak untuk setiap hektarnya tergantung pada modal yang dimiliki petani tersebut. Rata-rata jumlah penebaran untuk satu hektar lahan tambak adalah sekitar 4.400 benih/hektar.
57
Dalam penelitian ini dapat dilihat dari hasil regresi, benih berpengaruh nyata terhadap produksi ikan bandeng dengan nilai P sebesar 0,000 artinya benih penebaran signifikan pada taraf nyata α = 5%. Hal ini dikarenakan produksi ikan bandeng dapat meningkat dengan penggunaan benih yang lebih banyak. Berdasarkan hasil analisis Cobb-Douglas, faktor produksi benih memiliki koefisien sebesar 0,586 artinya setiap peningkatan 1 % pada penggunaan benih ikan bandeng atau Osla diduga rata-rata akan meningkatkan produksi ikan bandeng sebesar 0,586 % dengan asumsi variabel lain tetap (cateris paribus). c)
Pupuk Penggunaan pupuk memiliki hubungan positif terhadap produksi tambak.
Dalam penelitian ini hasil regresi menunjukan penggunaan pupuk berpengaruh nyata pada α=5% karena memiliki P sebesar 0,034. Hal ini disebabkan, penggunaan pupuk akan memacu tumbuhnya pakan alami untuk ikan bandeng (alga), sehingga pada lahan tambak yang diberi pupuk dengan porsi yang cukup, akan membuat ikan bandeng tumbuh dengan optimal, yang pada akhirnya akan meningkatkan hasil panen ikan bandeng. Berdasarkan hasil analisis fungsi produksi Cobb-Douglas, pupuk memiliki koefisien regresi sebesar 0,220 berarti setiap kenaikan 1 % pada penggunaan pupuk untuk tambak, maka diduga ratarata akan meningkatkan produksi ikan bandeng sebesar 0,220 % dengan asumsi variabel lain tetap (cateris paribus). . d)
Obat Obat biasa digunakan para petani tambak untuk membunuh hama atau
hewan lain didalam tambak yang dapat menghambat pertumbuhan ikan bandeng mereka. Dalam penelitian ini obat merupakan Dummy 1, hasil regresi
58
menunjukan penggunaan obat tidak berpengaruh nyata pada α = 5 %, karena memiliki P sebesar 0,791, artinya secara statistik variabel obat tidak berpengaruh nyata terhadap produksi ikan bandeng. Hal ini diduga penggunaan obat yang dilakukan untuk membunuh hama penyakit atau hewan-hewan pengganggu yang akan menghambat pertumbuhan ikan bandeng ternyata tidak terlalu berpengaruh. Hama penyakit atau hewan-hewan pengganggu ternyata banyak yang telah mati atau hilang saat proses rehab pematang dan pengeringan lahan tambak dilakukan, oleh karena itu penggunaan obat tidak memiliki pengaruh nyata terhadap hasil produksi ikan bandeng. e)
Pakan Pakan tambahan tidak dilakukan oleh semua petani tambak. Pakan
tambahan biasanya dilakukan oleh petani yang memiliki modal cukup banyak, hal ini dilakukan dalam upaya untuk meningkatkan hasil panen dan membuat ikan bandeng yang dihasilkan memiliki ukuran cukup besar. Pakan memiliki hubungan positif terhadap hasil produksi ikan bandeng karena pemberian pakan yang cukup akan membantu pertumbuhan bandeng sehingga hasil produksi ikan bandeng dapat meningkat. Dalam penelitian ini pakan tambahan merupakan Dummy 2, hasil regresi memperlihatkan bahwa pakan tambahan berpengaruh nyata terhadap produksi ikan bandeng dengan nilai P sebesar 0,010 artinya pakan tambahan signifikan pada taraf nyata α = 5%. Berdasarkan hasil analisis fungsi produksi Cobb-Douglas faktor produksi pakan memiliki koefisien regresi sebesar 0,318 yang artinya setiap peningkatan 1 % penggunaan pakan tambahan maka diduga rata-rata akan meningkatkan produksi ikan bandeng sebesar 0,318 % dengan asumsi variabel lain tetap (cateris paribus).
59
Uji Kriteria Ekonometrika a.
Uji Multikolinearitas Uji multikolinearitas untuk memastikan tidak adanya hubungan linier
antara variabel bebas. Pengujian ini dapat dilakukan dengan melihat nilai dari (VIF). Apabila nilai ini lebih dari 10 berarti pada model terdapat multikolinearitas. Nilai VIF yang terdapat pada Tabel 9 untuk analisis faktorfaktor yang mempengaruhi produksi ikan bandeng berkisar antara 1,0 sampai 4,1 yang berarti bahwa pendugaan model yang diperoleh tidak menunjukan terjadinya multikolinearitas. b.
Uji Normalitas Uji normalitas untuk model fungsi produksi ikan bandeng berdasarkan
Lampiran 2 terdapat informasi mengenai rata-rata, standar deviasi dan jumlah pengamatan dengan nilai masing-masing -2,498E-15, 0,3180 dan 48. Hasil statistik Kolmogorov-Smirnov (KS) adalah 0,077 dengan p-value melebihi 15%. Terlihat bahwa nilai KS-hitung lebih kecil dari KS-tabel (0,196). Kesimpulan hasil uji kenormalan residual adalah residual model Cobb-Douglas yang dibuat telah mengikuti distribusi normal. Jadi, asumsi kenormalan residual telah dipenuhi sehingga model regresi yang dibuat bisa digunakan. c.
Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas untuk memastikan varian tiap unsur gangguan
adalah konstan, tidak tergantung pada nilai yang dipilih dalam varian yang menjelaskan. Pendeteksian dapat dilakukan dengan metode grafik, yaitu melihat penyebaran nilai residual yang tidak membentuk suatu pola tertentu, sehingga dapat disimpulkan bahwa asumsi homoskedastisitas dapat dipenuhi. Gambar pada
60
Lampiran 2 memperlihatkan bahwa plot antara residual dengan fitted value menunjukan tidak adanya pola yang sistematis. Untuk itu dapat disimpulkan tidak terdapat heteroskedastisitas dalam persamaan regresi yang diperoleh. Hal ini menunjukan bahwa setiap pengamatan pada peubah respon mengandung informasi yang sama penting. Konsekuensinya, semua pengamatan didalam metode kuadrat terkecil mendapatkan bobot yang sama besar. d.
Uji Autokorelasi Uji autokorelasi untuk memastikan tidak ada gangguan pada fungsi regresi
linier, yaitu jika antar sisaan tidak bebas atau E(εi, εj) ≠ 0 untuk i ≠ j. Pendeteksian autokorelasi dilakukan dengan menggunakan statistik DurbinWatson. Tabel 10 menunjukan nilai D-W 2,38227. Berdasarkan
metode
pendeteksian autokorelasi oleh Firdaus (2004), nilai D-W hasil statistik model regresi tidak mengalami pelanggaran asumsi autokorelasi.
6.3
Estimasi Nilai Ekonomi Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir untuk Kegiatan Budidaya Ikan Bandeng
6.3.1
Analisis Nilai Produksi
6.3.1.1 Biaya Faktor Produksi Biaya faktor produksi merupakan komponen biaya dari pemakaian barang dan jasa untuk usaha budidaya ikan bandeng yang harus dikeluarkan petani tambak selama kegiatan budidaya berlangsung. Biaya faktor produksi ini terbagi menjadi biaya investasi, biaya tetap dan biaya variabel. Biaya investasi atau modal usaha adalah biaya awal yang harus dikeluarkan pada awal menjalankan suatu usaha atau biaya pemakaian sarana atau peralatan yang dapat digunakan dalam jangka waktu cukup lama.
61
Biaya modal usaha dalam kegiatan budidaya ikan bandeng di lokasi penelitian adalah pembelian lahan tambak serta peralatan budidaya yang dibutuhkan selama proses budidaya berlangsung. Sumber permodalan dalam usaha budidaya ikan bandeng di lokasi penelitian, pada umumnya berasal dari dana pribadi yang sengaja diinvestasikan untuk kegiatan ini. Peralatan yang umumnya digunakan dalam kegiatan budidaya bandeng ini antara lain pintu air yang bisa digunakan 2 sampai 3 tahun berfungsi sebagai pintu keluar masuknya air tambak. Waring digunakan sebagai alat pencegah ikan-ikan bandeng kecil keluar, bisa digunakan 3-4 tahun. Laha adalah bambu yang dirangkai sedemikian rupa, digunakan untuk mencegah ikan bandeng dewasa keluar. Laha biasa dipasang mengelilingi pintu air. Lokasi sebagian besar tambak di Desa Ambulu berada cukup jauh dari rumah, oleh sebab itu diperlukan rumah jaga sebagai tempat beristirahat ketika petani tambak sedang beraktivitas di lokasi tambak. Rumah jaga yang banyak terdapat disekitar lokasi tambak biasanya terbuat dari bilik bambu. Selain penggunaan peralatan, investasi usaha budidaya tambak juga membutuhkan lahan tambak yang biasanya sudah didapatkan secara turuntemurun. Harga rata-rata lahan tambak di Desa Ambulu adalah sekitar Rp 52.000.000,00 per hektar tambak. Penggunaan peralatan budidaya ikan bandeng secara rinci dapat dilihat pada Tabel 11 dan rincian pengeluaran biaya investasi petani tambak untuk usaha budidaya ikan bandeng secara jelas dapat dilihat pada Lampiran 3.
62
Tabel 11. Penggunaan Peralatan dalam Kegiatan Budidaya Ikan Bandeng Jenis
Jumlah Penggunaan/petani
Pintu Air 2 unit Laha 2 unit Rumah Jaga 1 unit Waring Halus 4m Waring Kasar 5m Sumber : Data Primer, Diolah 2011
Harga Satuan (Rp) 412.500 63.100 513.500 3.600 3.200
Umur Teknis (tahun) 2 2 4 3 3
Biaya Penyusutan/tahun 484.900 88.400 134.000 5.900 6.600
Biaya tetap merupakan biaya yang tidak terkait langsung dengan jumlah produksi satu masa panen, sedangkan besarnya biaya variabel tergantung dengan jumlah produksi. Rataan komposisi biaya faktor produksi per unit tambak di Desa Ambulu dalam satu tahun dijelaskan pada Tabel 12 dan rincian pengeluaran biaya tetap petani tambak untuk usaha budidaya ikan bandeng secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 4. Tabel 12. Rataan Komposisi Biaya Faktor Produksi per Unit Tambak di Desa Ambulu dalam Satu Tahun No
Komponen Biaya tetap 1 Rehab pematang Sewa Alat Panen Biaya Perawatan Biaya Penyusutan Total Biaya Tetap 2 Biaya Variabel Benih bandeng Pupuk Obat Pakan Tenaga Kerja Panen 3 Total Biaya Variabel Total Biaya Produksi Sumber : Data Primer, Diolah 2011
Jumlah
Presentase (%)
821.875,00 259.583,00 0,00 279.042,00 1.360.500,00
17,5 5,5 0,0 6,0 29,0
848.854,00 363.818,00 284.990,00 1.444.708,00 357.375,00 3.299.745,00 4.660.245,00
18,1 7,7 6,7 30,9 7,6 71,0 100
Pada Tabel 12 diperlihatkan, jumlah biaya tetap per unit tambak yang dikeluarkan oleh petani setiap tahun rata-rata sebesar Rp 1.360.500,00 atau 29% dari total biaya produksi, dengan asumsi seluruh tambak di Desa Ambulu
63
berproduksi, maka total biaya tetap yang dikeluarkan dalam satu tahun adalah Rp 1.123.773.000,00 Biaya variabel sangat tergantung dengan jumlah produksi dari usaha budidaya ikan bandeng. Biaya variabel terdiri atas biaya benih ikan bandeng, biaya pembelian pupuk, obat-obatan, dan pembelian pakan. Pembelian pakan tambahan untuk ikan bandeng memiliki proporsi terbesar dari pengeluaran biaya variabel, yaitu sebesar Rp1.444.708,00 atau 30,9% dari total biaya produksi. Biaya pembelian benih ikan juga memiliki proporsi pengeluaran yang cukup besar, yaitu sebesar Rp 848.854,00 atau sekitar 18,1% dari total biaya produksi dengan harga jual Rp 90,00 per ekor benih bandeng (osla). Jumlah biaya variabel per unit tambak yang dikeluarkan oleh petani setiap tahun rata-rata sebesar Rp 3.299.745,00 atau 71% dari total biaya produksi, dengan asumsi seluruh tambak di Desa Ambulu berproduksi, maka total biaya variabel yang dikeluarkan dalam satu tahun adalah Rp 2.725.589.370,00. Pembelian pupuk, obat-obatan dan pakan untuk usaha tambak masing-masing petani sangat berbeda, hal ini tergantung pada kondisi tanah dan kesuburan lahan tambak mereka serta modal yang dimiliki petani tambak. Secara rinci pengeluaran petani tambak untuk input variabel yang digunakan dapat di lihat pada Lampiran 5. 6.3.1.2 Analisis Nilai Panen Ikan bandeng merupakan ikan dengan masa tumbuh 4-5 bulan untuk sampai pada ukuran siap dijual, dengan berat berkisar antara 200 gram sampai 250 gram per ekor. Oleh karena itu dalam usaha budidaya ikan bandeng, sebagian besar petani tambak hanya mengalami dua kali musim panen. Hasil produksi kegiatan budidaya tambak ikan bandeng umumnya tidak selalu sama dari satu
64
musim dengan musim berikutnya. Hal ini sangat dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain yaitu kondisi lahan, air dan cuaca. Nilai rata-rata panen per unit tambak dalam satu tahun didapat dengan mengalikan jumlah produksi (kg) per unit tambak dalam satu tahun dengan harga jual produk (Rp). Pada saat panen, segala kebutuhan serta biaya pemanenan ditanggung pihak tengkulak atau pengumpul, dan harga jual dari hasil produksi sudah ditetapkan pula oleh pihak pengumpul tersebut. Rataan panen budidaya ikan bandeng dalam satu tahun, disajikan pada Tabel 13 dan hasil panen untuk responden petani tambak, lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 6. Tabel 13. Nilai Rataan Panen per Unit Tambak di Desa Ambulu Penerimaan Panen/tambak Nilai Panen Nilai Total Panen (Rp) Usaha (Kg) (Rp/Kg) Per musim Per tahun Budidaya Ikan 378 Bandeng Sumber : Data Primer, Diolah 2011
10.660
4.031.250
8.062.500
Tabel diatas merupakan nilai rataan panen dari 48 responden petani tambak di Desa Ambulu. Harga ikan bandeng di tingkat petani tambak berfluktuatif berdasarkan penawaran dan permintaan ikan bandeng di pasaran. Kisaran harga ikan bandeng yang berlaku di tingkat petani saat penelitian berlangsung adalah antara Rp 7.000,00 – Rp.12.000,00 per kg dengan harga jual rata-rata Rp 10.664,68 per kg atau 10.660 per kg. Hasil panen para petani untuk tahun ini berkisar antara 150 kg – 1.200 kg dengan nilai rata-rata sebesar 378 kg per unit tambak berukuran 6-9 ekor ikan bandeng per kg. Dengan demikian apabila seluruh tambak di Desa Ambulu yang berjumlah 826 unit berproduksi dan melakukan dua kali panen dalam satu tahun, maka total nilai panen ikan bandeng di Desa Ambulu dalam satu tahun adalah Rp 6.659.625.000,00.
65
6.3.2 Analisis Nilai Residual Rent Penelitian ini menggunakan pendekatan residual rent untuk menghitung total nilai ekonomi pemanfaatan sumberdaya pesisir untuk kegiatan perikanan. Kegiatan perikanan yang dijalankan oleh masyarakat Desa Ambulu adalah budidaya ikan bandeng. Residual rent didefinisikan sebagai selisih antara biaya dari faktor produksi budidaya ikan bandeng yang digunakan dalam suatu pemanfaatan sumberdaya pesisir dengan nilai total hasil panen usaha budidaya tersebut. Residual rent dapat juga dipandang sebagai kontribusi dari ekosistem alami atau pesisir serta faktor pendapatan guna memperoleh total nilai ekonomi dari suatu pemanfaatan sumberdaya. Berdasarkan data yang diperoleh dari pemerintah daerah Desa Ambulu, Kabupaten Cirebon, jumlah total unit tambak yang berada di pesisir Desa Ambulu sebanyak 826 unit tambak berukuran masing-masing satu hektar. Secara keseluruhan jika asumsi semua tambak berproduksi dan mengalami dua kali masa panen, maka nilai ekonomi dari pemanfaatan sumberdaya pesisir Desa Ambulu untuk kegiatan budidaya ikan bandeng selama satu tahun adalah sebesar Rp 2.810.262.630,00 Secara keseluruhan nilai ekonomi dari pemanfaatan sumberdaya pesisir Desa Ambulu untuk kegiatan budidaya ikan bandeng dapat dilihat pada Tabel 14. Perhitungan nilai Residual rent untuk semua responden petani tambak dapat dilihat pada Lampiran 7. Contoh perhitungan nilai residual rent secara lebih jelas disajikan pada Lampiran 8.
66
Tabel 14. Nilai Ekonomi Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir untuk Kegiatan Budidaya Ikan Bandeng dalam Satu Tahun No
Komponen
1
Hasil Panen (produksi ikan bandeng) Biaya Produksi a. Biaya Tetap b. Biaya Variabel Residual Rent
2
3
Nilai (Rp)
6.659.625.000,00
1.123.773.000,00 2.725.589.370,00 2.810.262.630,00
Sumber : Data Primer, Diolah 2011
Hasil penelitian memperlihatkan pengaruh produktifitas atau hasil produksi ikan bandeng dengan besarnya nilai residual rent. Kegiatan budidaya ikan bandeng ini layak untuk dikembangkan karena telah memberikan keuntungan kepada petani tambak berupa pendapatan. Nilai residual rent yang dihasilkan mencerminkan nilai kontribusi sumberdaya pesisir terhadap kegiatan budidaya ikan bandeng. Nilai ini penting untuk diketahui, melihat usaha budidaya ikan bandeng memiliki ketergantungan yang cukup tinggi terhadap kondisi sumberdaya pesisir. Sehingga nilai residual rent ini dapat dijadikan bahan pertimbangan penentuan rekomendasi kebijakan pengelolaan sumberdaya pesisir yang optimal. Dalam rangka menghasilkan nilai pemanfaatan sumberdaya yang lebih optimal diperlukan peningkatan dalam penggunaan input produksi serta diperlukan adanya adopsi teknologi untuk kegiatan budidaya, seperti sistem tradisioanl plus, semi intensif atau intensif. Hal ini dapat dilakukan dengan cara peningkatan pengetahuan petani mengenai teknis produksi budidaya ikan bandeng, seperti konstruksi tambak, pemilihan benih dan pemberian pakan tambahan. Pada bagian ini, peran serta pemerintah daerah khususnya unit sektor budidaya tambak diperlukan.
67
Semakin optimal tingkat pemanfaatan atau kontribusi sumberdaya pesisir untuk kegiatan budidaya ikan bandeng, maka akan semakin besar dampak ekonomi yang dihasilkan kegiatan budidaya ikan bandeng yang akan berpengaruh terhadap perekonomian Desa Ambulu.
6.4
Analisis Dampak Ekonomi Kegiatan Budidaya Ikan Bandeng terhadap Masyarakat Lokal
6.4.1
Analisis Dampak Ekonomi Kegiatan Budidaya Ikan Bandeng Kegiatan budidaya ikan bandeng akan menimbulkan dampak terhadap
masyarakat sekitar lokasi tambak. Salah satu dampak yang paling terasa adalah adanya dampak ekonomi. Dampak ekonomi yang muncul dapat bersifat positif dan negatif. Dampak positif yang terjadi dapat bersifat langsung (direct), yaitu munculnya lapangan kerja baru bagi masyarakat sekitar, baik berprofesi sebagai pekerja rehab pematang (ngebodem), dan tenaga kerja panen, serta profesi lain yang sesuai dengan modal dan kemampuan masyarakat setempat yang bisa dimanfaatkan oleh petani tambak untuk mendapatkan barang dan jasa demi memenuhi kebutuhan tambak mereka seperti: pakan, obat serta pupuk untuk ikan bandeng, dan benih ikan bandeng di sekitar lokasi tambak. Hal yang demikian akan membuka kesempatan bagi masyarakat lokal untuk meningkatkan taraf perekonomian keluarga. Selain dampak positif langsung yang muncul, ada dampak lain yang akan timbul seperti dampak tidak langsung (indirect impact). Dampak tidak langsung berupa aktivitas ekonomi lokal dari suatu pembelanjaan unit usaha penerima dampak langsung dan dampak lanjutan (induced impact) dapat diartikan sebagai aktivitas ekonomi lokal lanjutan dari tambahan pendapatan tenaga kerja. Dampak
68
ekonomi yang ditimbulkan dari kegiatan budidaya ikan bandeng pada dasarnya dilihat dari keseluruhan pengeluaran petani tambak untuk pembelian pakan, benih dan obat untuk ikan serta pengeluaran lainnya. 6.4.1.1 Dampak Ekonomi Langsung (Direct Impact) Berdasarkan sebaran responden petani tambak di kawasan budidaya ikan bandeng Desa Ambulu menurut struktur pengeluaran satu tahun terakhir, biaya pembelian pakan tambahan memiliki proporsi terbesar dari sturuktur pengeluaran petani tambak. Hal ini disebabkan karena pakan yang diberikan adalah pakan buatan pabrik yang saat ini harganya masih sangat tergantung pada harga bahan baku. Biaya rehab pematang (bodem) juga memiliki proporsi yang cukup besar. Hal ini disebabkan proses rehab pematang yang masih dilakukan secara tradisional dengan menggunakan tangan tanpa bantuan alat bantu dan pematang yang cukup luas membutuhkan tenaga kerja dan waktu pengerjaan yang cukup lama. Hal ini berpengaruh terhadap biaya atau upah yang harus dikeluarkan pemilik tambak kepada para pekerja. Hasil analisis secara rinci disajikan dalam Tabel 15 dibawah ini. Tabel 15. Proporsi Struktur Pengeluaran Petani Tambak Biaya Proporsi (%) Pembelian pakan tambahan 25 Rehab Pematang (bodem) 22 Pembelian Benih bandeng 18 Biaya Upah Panen 10 Pembelian pupuk 9 Sewa Alat Panen 8 Pembelian Obat-Obatan 8 Sumber : Data Primer, Diolah 2011
Berdasarkan Tabel diatas dapat dilihat, proporsi rehab pematang yang dikeluarkan oleh petani tambak memiliki proporsi paling besar, yaitu 22 %. Hal ini menunjukan bahwa rehab pematang memiliki pengaruh terhadap pengeluaran
69
petani tambak pada saat melakukan kegiatan budidaya ikan bandeng karena setiap tambak yang telah dipanen harus melakukan rehab pematang sebelum akhirnya disebarkan benih bandeng lagi. Besarnya biaya rehab pematang yang dikeluarkan petani tambak akan berbeda-beda sesuai dengan jumlah tambak yang mereka miliki dan jumlah tenaga kerja yang digunakan. Proporsi pengeluaran petani tambak terkait dengan unit usaha dan fasilitas yang tersedia di lokasi budidaya ikan bandeng. Rata-rata pengeluaran petani tambak untuk setiap petak tambaknya adalah sebesar Rp 2.212.724,00. Hal ini dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti benih bandeng yang akan disebar, obat serta pakan yang digunakan dan beberapa pengeluaran lainnya. Tabel 16 menunjukkan jumlah total pengeluaran petani tambak dalam satu kali musim panen ikan bandeng di Desa Ambulu sebesar Rp 1.827.710.024,00. Besarnya pengeluaran petani tambak per musim didasarkan pada jumlah tambak yang mengalami panen dalam satu kali musim, yaitu 826 unit tambak jika diasumsikan semua unit tambak berproduksi. Besarnya arus uang tersebut akan menunjukan seberapa besar dampak ekonomi yang ditimbulkan dari pengeluaran petani untuk keperluan tambak. Tabel 16.
Total Pengeluaran Petani Tambak per Musim Panen Bandeng Keterangan
Proporsi Pengeluaran petani tambak di Desa Ambulu Proporsi biaya di luar lokasi tambak Rata-rata pengeluaran petani tambak (Rp/unit tambak) Jumlah tambak panen per musim Total Pengeluaran petani tambak (Rp) Sumber : Data Primer, Diolah 2011
Ikan
Jumlah 100% 0% 2.212.724,00 826 1.827.710.024,00
70
Keberadaan lokasi tambak ikan bandeng ini membuka peluang bagi masyarakat sekitar untuk membuka usaha yang berkaitan dengan kebutuhan petani tambak selama proses budidaya berlangsung. Unit usaha yang berkembang di Desa Ambulu saat ini masih sedikit dan bersifat homogen. Sehingga perputaran arus uang yang terjadi antara petani tambak dan masyarakat lokal masih kecil, salah satunya dipengaruhi oleh faktor aksesbilitas menuju desa yang cukup jauh dari pusat kota. Penerimaan yang diterima oleh pemilik unit usaha merupakan pengeluaran petani tambak yang kemudian digunakan kembali oleh pemilik unit usaha untuk menjalankan aktivitas usaha mereka. Pemilik unit usaha membutuhkan bahan baku untuk menjalankan usaha mereka yang diperoleh dari Desa Ambulu sendiri atau dari luar Desa Ambulu. Komponen biaya yang utama dari pengeluaran unit usaha adalah biaya pembelian input atau bahan baku. Rincian proporsi pendapatan yang diterima pemilik usaha dan biaya-biaya yang dikeluarkan terhadap penerimaan total unit usaha dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17. Proporsi Pendapatan dan Biaya Produksi Terhadap Penerimaan Total Unit Usaha Terkait di Lokasi Budidaya Ikan Bandeng Komponen Proporsi (%) Pendapatan Pemilik 39,51 Pembelian input/bahan baku 37,54 Upah Karyawan 7,27 Transportasi lokal 5,44 Biaya pemeliharaan alat 3,58 Kebutuhan pangan harian 3,38 Pengembalian kredit ke bank 1,36 Biaya operasional unit usaha (listrik, PAM) 0,96 Sewa tempat jaga 0,95 Jumlah 100,00 Sumber : Data Primer, Diolah 2011
71
Berdasarkan Tabel 17 diatas terlihat bahwa proporsi terbesar berupa pendapatan pemilik usaha, yaitu sebesar 39,51 %. Hal ini menunjukan bahwa kegiatan budidaya ikan bandeng telah memberikan dampak ekonomi langsung terhadap perekonomian Desa Ambulu khususnya pemilik unit usaha. Adapun yang dimaksud dengan dampak ekonomi langsung adalah pendapatan yang diterima unit usaha dari pengeluaran petani tambak. 6.4.1.2 Dampak Ekonomi Tidak Langsung (Indirect Impact) Manfaat dari keberadaan budidaya ikan bandeng di Desa Ambulu sudah sejak lama dirasakan oleh masyarakat sekitar lokasi, hal ini salah satunya dikarenakan lokasi tambak ini membuka peluang kepada masyarakat lokal untuk membuka usaha di sekitar lokasi budidaya ikan bandeng. Saat ini jumlah unit usaha bidang perikanan di Desa Ambulu masih terbilang sedikit dan sebagian besar dari mereka mengelola sendiri usaha tersebut tetapi beberapa dari pemilik usaha juga memiliki tenaga kerja yang sebagian besar berasal dari keluarga mereka. Unit usaha yang memiliki tenaga kerja umumnya memiliki satu atau dua orang tenaga kerja Peluang kerja terbesar yang tercipta dari aktivitas budidaya ikan bandeng ini adalah saat musim panen tiba, tetapi tetap memberikan dampak kepada tenaga kerja lokal di hari-hari biasa. Sebagian besar tenaga kerja bekerja lima atau enam hari selam seminggu dengan rata-rata jam kerja adalah setengah hari atau hanya sekitar sampai jam satu atau jam dua siang. Saat musim panen tiba, jam kerja dan hari kerja untuk tenaga kerja lokal dapat meningkat signifikan. Hal ini tentu tidak akan banyak memberatkan untuk tenaga kerja itu sendiri karena seluruh tenaga kerja merupakan penduduk asli Desa Ambulu.
72
Dampak ekonomi tidak langsung dapat dihitung dari proporsi pengeluaran unit usaha yang dikeluarkan untuk upah tenaga kerja. Proporsi upah tenaga kerja tersebut cukup rendah, yaitu sebesar 7,27 % (Tabel 17). Hal ini dikarenakan tenaga kerja lokal tersebut tidak memiliki jam kerja yang tetap, sehingga pendapatan yang diperoleh pun disesuaikan dengan jam kerja tersebut. 6.4.1.3 Dampak Ekonomi Lanjutan (Induced Impact) Kegiatan budidaya ikan bandeng ini tidak hanya memberikan dampak langsung dan tidak langsung saja, tetapi kegiatan budidaya ini juga mampu memberikan dampak lanjutan. Dampak lanjutan dapat diartikan sebagai suatu pengeluaran yang dilakukan oleh tenaga kerja lokal di Desa Ambulu. Dampak lanjutan juga merupakan pengeluaran sehari-hari tenaga kerja lokal tersebut. Sebagian besar tenaga kerja lokal menggunakan penerimaan mereka untuk memnuhi kebutuhan konsumsi mereka, yaitu sebesar 72,5 % dari total pengeluarannya. Proporsi selanjutnya yaitu pengeluaran untuk biaya pendidikan anak, yaitu sebesar 18,8%. Proporsi pengeluaran untuk pendidikan cukup besar karena seluruh responden tenaga kerja lokal sudah menikah dan mempunyai anak yang sedang menjalani pendidikan formal. Proporsi rata-rata pengeluaran tenaga kerja lokal dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18. Proporsi Pengeluaran Tenaga Kerja Lokal di Lokasi Budidaya Ikan Bandeng Karakteristik Proporsi (%) Biaya konsumsi 72,5 Biaya pendidikan anak 18,8 Biaya kebutuhan sehari-hari 5,0 Biaya listrik 3,0 Biaya transportasi 0,7 Jumlah 100 Sumber : Data Primer, Diolah 2011
73
6.4.2 Nilai Multiplier Effect dari Pengeluaran Petani Tambak Teori multplier effect menyatakan bahwa suatu kegiatan akan dapat memacu timbulnya kegiatan lain yang berkaitan dengan pengembangan perekonomian suatu daerah, Glasson dalam Syahza (2004). Dalam penelitian ini kegiatan yang dimaksud adalah kegiatan budidaya ikan bandeng yang mengakibatkan hadirnya unit usaha bidang perikanan yang dapat memacu meningkatnya perekonomian Desa Ambulu. Nilai multiplier effect juga digunakan dalam pengukuran dampak ekonomi dari pengeluaran petani tambak yang ditimbulkan dari kegiatan budidaya ikan bandeng, yang dapat digunakan untuk berbagai tujuan dan sering digunakan sebagai dasar pengambilan kebijakan. Dalam mengukur dampak ekonomi suatu kegiatan kegiatan terdapat dua tipe pengganda, yaitu Amanda (2001) : (1) Keynesian Local Income Multiplier, yaitu nilai yang menunjukan berapa besar pengeluaran petani tambak berdampak pada peningkatan pendapatan masyarakat lokal, dan (2) Ratio Income Multiplier, yaitu nilai yang menunjukkan seberapa besar dampak langsung yang dirasakan dari pengeluaran petani tambak yang berdampak terhadap perekonomian lokal. Pengganda ini mengukur dampak tidak langsung (indirect) dan lanjutan (induced). Hasil perhitungan multiplier effect penelitian kali ini dijelaskan pada Tabel 19 dibawah ini dan lebih rinci disajikan pada Lampiran 9. Tabel 19 Nilai Multiplier Effect dari Arus Uang yang Terjadi di Lokasi Budidaya Ikan Bandeng Kriteria Keynesian Income Multiplier Ratio Income Multiplier Tipe I Ratio Income Multiplier Tipe II Sumber : Data Primer, Diolah 2011
Nilai 0,60 1,14 1,59
74
Budidaya ikan bandeng merupakan salah satu cara pemanfaatan sumberdaya pesisir untuk kegiatan ekonomi. Berdasarkan nilai yang disajikan dalam Tabel 18 didapatkan nilai Keynesian Income Multiplier sebesar 0,60 yang artinya setiap terjadi peningkatan pengeluaran petani tambak sebesar 1 rupiah, maka akan berdampak terhadap peningkatan pendapatan masyarakat lokal sebesar 0,60 rupiah. Keynesian Income Multiplier merupakan dampak ekonomi langsung yang diterima oleh unit usaha dari pengeluaran petani tambak berupa profit. Selanjutnya dampak ekonomi tidak langsung yang dirasakan oleh tenaga kerja lokal di sekitar lokasi tambak, yaitu berupa upah yang didapatkan. Nilai Ratio Income Multiplier Tipe I yang telah didapatkan sebesar 1,14 yang artinya apabila terjadi peningkatan sebesar satu rupiah terhadap penerimaan pemilik unit usaha, maka akan berdampak terhadap peningkatan pendapatan tenaga kerja lokal sebesar 1,14 rupiah. Nilai yang diperoleh dari Ratio Income Multiplier Tipe II sebesar 1,59 yang merupakan besaran nilai pengganda dari dampak lanjutan. Nilai Ratio Income Multiplier Tipe II memiliki arti apabila terjadi peningkatan sebesar satu rupiah terhadap pendapatan pemilik usaha, maka akan mengakibatkan peningkatan sebesar 1,59 rupiah pada dampak langsung, tidak langsung, dan ikutan yang masing-masing berupa pendapatan pemilik usaha, tenaga kerja, serta pengeluaran konsumsi yang akan berputar pada masyarakat lokal. Berdasarkan hasil dari penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa keberadaan usaha budidaya ikan bandeng memberikan dampak ekonomi terhadap pendapatan masyarakat lokal serta telah menimbulkan sumber-sumber pendapatan
75
baru yang bervariasi khususnya bagi petani tambak dan masyarakat desa yang mencoba menangkap hal tersebut menjadi peluang usaha. Dengan adanya usaha budidaya ikan bandeng, mata pencaharian masyarakat lokal tidak lagi terbatas pada petani sawah, atau buruh bangunan. Akibatnya didaerah sekitar tambak muncul pusat ekonomi atau unit usaha yang menyebabkan meningkatnya perekonomian lokal. Aktivitas budidaya ikan bandeng yang melibatkan banyak tenaga kerja serta investasi dari petani tambak itu sendiri, secara positif merangsang, menumbuhkan, dan menciptakan lapangan kerja serta lapangan berusaha melalui kegiatan ekonomi yang menghasilkan barang dan jasa yang dibutuhkan selama proses budidaya berlangsung dari proses pra produksi hingga pasca panen. Dari hasil analisis data, keberadaan usaha tambak ikan bandeng telah memberikan dampak nyata secara ekonomi pada masyarakat lokal baik secara langsung, tidak langsung dan lanjutan, meskipun memiliki nilai multiplier yang relatif rendah karena nilai yang dihasilkan lebih kecil dari satu. Nilai Multiplier yang lebih kecil dari satu menunjukkan bahwa dampak ekonomi yang terjadi belum optimal. Hal ini juga didukung oleh hasil regresi Cobb-Douglas yang berada pada daerah produksi satu, yang juga menunjukan bahwa usaha budidaya tambak ikan bandeng dalam penelitian ini belum mencapai kondisi optimal. Kondisi ini mungkin terjadi karena pemakaian input tambak yang belum optimal, prasarana dan sarana yang belum memadai serta kondisi alam yang kadang tidak mendukung. Nilai multiplier ini masih dapat ditingkatkan seiring dengan peningkatan aktivitas pemanfaatan sumberdaya pesisir untuk usaha budidaya ikan bandeng
76
didukung dengan penggunaan input produksi yang lebih optimal serta perbaikan prasarana dan sarana desa yang akan memacu timbulnya unit usaha dan tenaga kerja lokal yang lebih banyak. Hal ini dapat meningkatkan proporsi pengeluaran petani tambak di sekitar lokasi tambak yang dapat mempengaruhi perekonomian masyarakat lokal baik secara langsung maupun tidak langsung yang pada akhirnya akan turut meningkatkan daya beli masyarakat lokal.
VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1
Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan atas permasalahan dalam penelitian
yang telah dijelaskan sebelumnya, maka kesimpulan yang dapat dirumuskan oleh peneliti adalah sebagai berikut : 1.
Karakteristik sosial ekonomi petani tambak Desa Ambulu dapat dijelaskan berdasarkan beberapa kriteria, yaitu usia petani tambak mayoritas berada pada kelompok dewasa pertengahan antara 31 – 50 tahun, budidaya sebagai mata pencaharian utama dengan sisitem tradisional dengan lama usaha 16-20 tahun, pendidikan terakhir petani tambak sampai Sekolah Dasar. Pendapatan bersih per-bulan usaha (pendederan) penjualan benih ikan bandeng sebesar Rp 2.008.116, Rp 2.587.500 untuk penjual pakan, pupuk dan obat-obatan bandeng, Rp 660.000 untuk usaha pembuatan bubu, Rp 244.450 untuk penyewaan alat panen, serta Rp 965.000 untuk usaha bakul / tengkulak. Pendapatan bersih tenaga kerja lokal pekerja rehab pematang sebesar Rp 237.500, untuk pengangkut hasil panen sebesar Rp 400.000, dan untuk tenaga pengoperasi alat panen adalah Rp 120.000 per bulan.
2.
Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya nilai produksi ikan bandeng yang diduga menggunakan model fungsi Cobb-Douglas adalah, benih penebaran, penggunaan pupuk dan faktor penggunaan pakan tambahan. Sehingga diperoleh persamaan regresi linier berganda sebagai berikut : Ln Y =Ln 0,34 - 0,024 LnX1+ 0,586 Ln X2 + 0,220 Ln X3 - 0,064 D1 + 0,318 D2
78
3. Nilai residual rent diperoleh dengan mengasumsikan semua tambak Desa Ambulu yang berjumlah 826 unit tambak berproduksi dan mengalami dua kali masa panen, maka nilai pemanfaatan kawasan pesisir Desa Ambulu untuk kegiatan budidaya perikanan selama satu tahun adalah sebesar Rp 2.810.262.630,00 4. Dampak ekonomi langsung yang diterima oleh pemilik unit usaha sebesar 39,51%, dampak ekonomi tidak langsung yang diterima oleh tenaga kerja lokal adalah 7,27% dan dampak ekonomi lanjutan yang merupakan pengeluaran yang dilakukan oleh tenaga kerja lokal sebesar 72,5 %. Nilai Keynesian Income Multiplier sebesar 0,60. Ratio Income Multiplier Tipe I sebesar 1,14 dan Ratio Income Multiplier Tipe II sebesar 1,59. Hal ini menunjukkan bahwa pada saat ini usaha budidaya ikan bandeng sudah memberikan dampak ekonomi walaupun masih dirasa cukup kecil. 7.2
Saran Berdasarkan hasil pembahasan dan kesimpulan yang telah dijelaskan
sebelumnya, saran yang dapat disampaikan dalam rangka pengembangan kawasan budidaya ikan bandeng Desa Ambulu guna meningkatkan perekonomian masyarakat lokal adalah : 1.
Pemerintah daerah perlu melakukan perbaikan prasarana dan sarana transportasi untuk mempermudah aksesbilitas keluar masuk desa, agar kegiatan jual beli hasil produk dan input produksi tambak terutama ketersediaan benih dapat berjalan lebih lancar.
2.
Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Cirebon khususnya bidang budidaya diharapkan melakukan pendampingan dan memfasilitasi
79
kelompok pembudidaya ikan dalam pelaksanaan program intensifikasi dengan penyerapan teknologi budidaya agar peningkatan produktivitas dapat tercapai. 3.
Perlu dikaji lebih lanjut tentang penggunaan input produksi secara optimal agar pengembangan usaha ikan bandeng dapat memberikan keuntungan maksimal.
4.
Pengembangan
lembaga
ekonomi
formal
yang
dapat
membantu
permodalan dan pemasaran produk ikan bandeng sehingga dapat meningkatkan pengelolaan usaha lebih efisien dan menguntungkan bagi para petani tambak yang dampaknya dapat dirasakan oleh masyarakat lokal.
DAFTAR PUSTAKA
Agustina L. 2006. Analisis Kelayakan Finansial Usaha Budidaya Tambak Udang Windu Di Desa Pantai Bahagia Kecamatan Muara Gembong, Bekasi. Skripsi. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan IPB. Bogor Ali
Y. 2009. Peluang Budidaya Air Payau Di Cirebon Terbuka. http://www.antarajawabarat.com/media.php?module=detailberita&id=475 5. diakses pada tanggal 25 Maret 2011
Amanda M. 2009. Analisis Dampak Ekonomi Wisata Bahari terhadap Pendapatan Masyarakat Lokal Studi Kasu Pantai Bandulu Kabupaten Serang, Provinsi Banten. Skripsi. Departmen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Bogor Adrianto, et.al. 2004. Modul Pengenalan Konsep dan Metodologi Valuasi Ekonomi Sumberdaya Pesisir dan Laut. PKSPL-IPB. Bogor Badan Pusat Statistik. 2008. Kabupaten Cirebon Dalam Angka (KCDA). Badan Pusat Stastistik Kabupaten Cirebon. Cianjur CK-7. 2011. Dislakan Kab Cirebon Gelar Pembinaan Teknis Usaha Perikanan. http://www.pelita.or.id/baca.php?id=53042. diakses pada tanggal 25 Maret 2011 Dewan Kelautan Indonesia. 2008. Evaluasi Kebijakan Dalam Rangka Implementasi Konvensi Hukum Laut Internasional (UNCLOS 1982) di Indonesia. http://rovicky.files.wordpress.com/2010/09/la20unclos/20pdf2.pdf. Diakses 24 Maret 2011 Dinas Kelautan dan Perikanan. 2009. Laporan Tahunan Dinas Kelautan dan Perikanan. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Cirebon. Cirebon Fauzi A. 2006. Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Firdaus M. 2004. Ekonometrika Suatu Pendekatan Aplikatif. Bumi Aksara. Jakarta Iriawan N, S P Astuti. 2006. Mengolah Data Statistik dengan Mudah Menggunakan Minitab 14. Penerbit Andi. Yogyakarta Kaunang S. 2006. Analisis Land Rent Pemanfaatan Lahan Tambak Di Wilayah Pesisir Kabupaten Serang Provinsi Banten. Thesis. Sekolah Pascasarjana. IPB. Bogor
81
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. 2007. Sumberdaya Air di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil di Indonesia. LIPI Press. Jakarta Lestari F. 2010. Analisis Produksi dan Pendapatan Usahatani Kangkung Anggota dan non Anggota Kelompok Tani di Desa Bantarsari, Kecamatan Rancabungur, kabupaten Bogor. Skripsi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB. Bogor Martosudamo B, B Ranoemihardjo. 1992. Rekayasa Tambak. PT Penebar Swadaya. Jakarta Mugnisyah S. 2008. Modul Kuliah Pendidikan Orang Dewasa. Sains KPM IPB. Bogor Mujiman A, R Suyanto. 2004. Budidaya Udang Windu. Jakarta
Penebar Swadaya.
Nazir M. 2003. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta Nicholson W. 1995. Teori Mikroekonomi: Prinsip Dasar dan Perluasan. Binarupa Aksara. Jakarta Rifqa. 2010. Dampak Ekonomi Wisata Bahari terhadap Pendapatan Masyarakat Lokal di Pantai Sawarna Kecamatan Bayah, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Skripsi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. IPB. Bogor Saanin H. 1968. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Penerbit Binacipta. Bandung Sarwoko. 2005. Dasar-Dasar Ekonometrika. Andi. Yogyakarta Satria A. 2002. Pengantar Sosiologi Masyarakat Pesisir. Penerbit Cidesindo. Jakarta. 130 hlm. Savitri L, M Khazali. 1999. Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir. WI-PI/PKSPL-IPB. Bogor. SIPLA Sistem Informasi Pesisir dan Lautan Indonesia. Perspektif Pembangunan Kawasan Pesisir.http://sipla.pksplipb.or.id/?grup=jawa_barat&menu_aktif=36&dok =jawa_barat/BAB5/bab5.htm. Diakses 20 Juni 2011 SIPLA Sistem Informasi Pesisir dan Lautan Indonesia. Perspektif Pembangunan Kawasan Pesisir.http://sipla.pksplipb.or.id/?grup=jawa_barat&menu_aktif=62&dok =jawa_barat/BAB15/bab15.htm. Diakses 20 Juni 2011 Soekartawi. 1994. Teori Ekonomi Produksi. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta
82
Syahza A. 2004. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pedesaan Melalui Pengembangan Industri Hilir Berbasis Kelapa Sawit di Daerah Riau. Jurnal Sosiohumaniora. vol.6. no.3 Tambunan. 2010. Daya Dukung Perairan Danau Lido Berkaitan dengan Pemanfaatannya untuk Kegiatan Budidaya Perikanan sistem Keramba Jaring Apung. Skripsi. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. IPB. Bogor Tarigan M. 2007. Perubahan Garis Pantai di Wilayah Pesisir Perairan Cisadane, Provinsi Banten. Jurnal Makara Sains. Vol. 11 no.1. http://journal.ui.ac.id/upload/artikel/08_Salam%20Trg_PERUBAHAN%2 0GARIS%20PANTAI%20DI%20WILAYAH%20PESISIR.PDF Tim Karya Tani Mandiri. 2010. Pedoman Budidaya Beternak Ikan Bandeng. Nuansa Aulia. Bandung
83
Lampiran 1. Lokasi Penelitian
Sumber : Profil Desa Ambulu (2009)
84
Lampiran 2. Hasil Analisis Regresi Cobb-Douglas Hasil Analisis Regresi Cob-Douglas untuk Fungsi Produksi Budidaya Ikan Bandeng Regression Analysis: output/hasil produksi versus luas tambak; benih; pupuk; obat; pakan The regression equation is produksi = 0,34 - 0,024 tambak + 0,586 benih + 0,220 pupuk - 0,064 obat + 0,318 pakan Predictor Constant tambak benih pupuk obat pakan
Coef 0,339 -0,0238 0,5858 0,2204 -0,0641 0,3177
S = 0,391017
SE Coef 1,218 0,2134 0,1435 0,1005 0,2398 0,1175
R-Sq = 75,4%
T 0,28 -0,11 4,08 2,19 -0,27 2,70
PRESS = 9,70103
P 0,782 0,912 0,000 0,034 0,791 0,010
VIF 4,1 4,0 2,4 1,1 1,0
R-Sq(adj) = 72,4%
R-Sq(pred) = 62,77%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total Source tambak benih pupuk obat pakan
DF 1 1 1 1 1
DF 5 42 47
SS 19,6323 6,4216 26,0539
MS 3,9265 0,1529
F 25,68
P 0,000
Seq SS 13,4312 4,3236 0,7414 0,0178 1,1182
Unusual Observations Obs 4 9 11 16 18 31 36
tambak 10,3 10,3 9,2 9,2 10,3 9,2 9,2
produksi 6,1092 8,8818 5,2983 6,6846 7,7832 6,6846 7,2442
Fit 7,0204 8,0498 5,5539 7,0020 7,4613 5,8414 6,4664
SE Fit 0,2187 0,1614 0,2429 0,2457 0,2621 0,1987 0,1405
Residual -0,9112 0,8321 -0,2556 -0,3173 0,3219 0,8432 0,7778
St Resid -2,81R 2,34R -0,83 X -1,04 X 1,11 X 2,50R 2,13R
R denotes an observation with a large standardized residual. X denotes an observation whose X value gives it large influence. Durbin-Watson statistic = 2,38227
85
Lampiran 2. Hasil Analisis Regresi Cobb-Douglas (lanjutan 1)
Residual Plots for produksi Residuals Versus the Fitted Values 1,0
90
0,5
Residual
Percent
Normal Probability Plot of the Residuals 99
50 10 1 -1,0
-0,5
0,0 Residual
0,5
-0,5 -1,0
1,0
Histogram of the Residuals
1,0
9
0,5
6 3 0
-0,8
-0,4
0,0 Residual
0,4
6
7 Fitted Value
8
Residuals Versus the Order of the Data
12
Residual
Frequency
0,0
0,0 -0,5 -1,0
0,8
1
5
10
15 20 25 30 35 Observation Order
40
45
Probability Plot of RESI1 Normal
99
Mean StDev N KS P-Value
95 90
Percent
80 70 60 50 40 30 20 10 5
1
-1,0
-0,5
0,0 RESI1
0,5
1,0
-7,01291E-15 0,3696 48 0,077 >0,150
86
Lampiran 3. Biaya Investasi Usaha Budidaya Ikan Bandeng Berdasarkan Responden Petani Tambak Desa Ambulu
Responden
Pintu air
Jumlah Tambak
Laha
Jumlah
Harga
Nilai
Panjang
Harga
Rumah Jaga
Waring Halus (m)
Waring Kasar (m)
Nilai
Jumlah
Harga
Nilai
Jmlah
Harga
Nilai
Jmlh
Harga
Nilai
Nilai Lahan Tambak
Investasi/ Tambak
1
2
2
500.000
1.000.000
2
60.000
120.000
1
600.000
600.000
4m
3.500
14.000
4m
3.000
12.000
50.000.000
25.873.000
2
5
5
600.000
3.000.000
5
70.000
350.000
1
1.500.000
1.500.000
10m
3.000
30.000
10m
3.000
30.000
50.000.000
10.982.000
3
3
3
650.000
1.950.000
3
50.000
150.000
1
700.000
700.000
6m
4.000
24.000
6m
2.000
12.000
50.000.000
17.612.000
4
3
3
500.000
1.500.000
3
100.000
300.000
1
500.000
500.000
6m
4.000
24.000
6m
3.500
21.000
50.000.000
17.448.333
5
2
2
500.000
1.000.000
2
70.000
140.000
-
-
-
-
-
-
4m
3.500
14.000
50.000.000
25.577.000
6
1
1
300.000
300.000
1
90.000
90.000
-
-
-
2m
3.000
6.000
-
-
-
40.000.000
40.396.000
7
2
2
450.000
900.000
2
65.000
130.000
-
-
-
5m
3.500
17.500
5m
3.000
15.000
60.000.000
30.531.250
8
2
2
500.000
1.000.000
2
50.000
100.000
-
-
-
-
-
-
4m
3.500
14.000
70.000.000
35.557.000
9
3
3
600.000
1.800.000
3
100.000
300.000
3
500.000
1.500.000
6m
3.000
18.000
-
-
-
70.000.000
24.539.333
10
3
3
300.000
900.000
3
50.000
150.000
-
-
-
6m
3.500
21.000
6m
3.000
18.000
50.000.000
17.029.667
11
1
1
300.000
300.000
1
50.000
50.000
-
-
-
2,5m
2.500
6.250
-
-
-
50.000.000
50.356.250
12
2
2
500.000
1.000.000
2
100.000
200.000
-
-
-
-
-
-
4m
3.000
12.000
50.000.000
25.606.000
13
2
2
600.000
1.200.000
2
150.000
300.000
-
-
-
-
-
-
4m
5.000
20.000
50.000.000
25.760.000
14
5
5
500.000
2.500.000
5
50.000
250.000
-
-
-
-
-
-
10m
3.000
30.000
55.000.000
11.556.000
15
5
5
300.000
1.500.000
5
100.000
500.000
-
-
-
-
-
-
10m
3.000
30.000
50.000.000
10.406.000
16
1
1
500.000
500.000
1
50.000
50.000
1
300.000
300.000
-
-
-
2,5m
3.000
7.500
60.000.000
60.857.500
17
1
1
200.000
200.000
1
40.000
40.000
-
-
-
2,5m
4.000
10.000
-
-
-
50.000.000
50.250.000
18
3
3
500.000
500.000
3
50.000
150.000
1
300.000
300.000
-
-
-
6m
3.000
18.000
50.000.000
16.989.333
19
2
2
300.000
600.000
2
50.000
100.000
-
-
-
-
-
-
4m
3.500
14.000
50.000.000
25.357.000
20
3
3
350.000
1.050.000
3
60.000
180.000
1
100.000
100.000
-
-
-
-
-
-
50.000.000
17.110.000
21
5
5
450.000
2.250.000
5
80.000
400.000
1
300.000
300.000
-
-
-
-
-
-
65.000.000
13.590.000
22
2
2
300.000
600.000
2
30.000
60.000
-
-
-
-
-
-
4m
4.000
16.000
50.000.000
25.338.000
23
1
2
300.000
600.000
1
30.000
60.000
-
-
-
-
-
-
2,5m
4.000
10.000
50.000.000
50.670.000
24 25
5
5
600.000
3.000.000
5
30.000
150.000
-
-
-
-
-
-
10m
3.000
30.000
65.000.000
13.636.000
1
1
250.000
250.000
1
70.000
-
-
-
-
-
-
2,5m
5.000
50.000.000
50.325.000
70.000
2.000
87
Lampiran 3. Biaya Investasi Usaha Budidaya Ikan Bandeng Berdasarkan Responden Petani Tambak Desa Ambulu (lanjutan 1) Pintu air
Laha
Jumlah Tambak
Jumlah
Harga
Nilai
26
1
1
400.000
400.000
1
27
2
2
400.000
800.000
28
2
2
600.000
29
3
3
30
1
31
1
32
Responden
Jumlah
Harga
Rumah Jaga
Waring Halus (m)
Waring Kasar (m)
Jumlah
Harga
Nilai
Jumlah
Harga
Nilai
Jumlah
60.000
60.000
-
-
-
-
-
-
2,5m
3.000
7.500
40.000.000
40.467.500
2
70.000
140.000
-
-
-
-
-
-
4m
3.000
12.000
50.000.000
25.476.000
1.200.000
2
60.000
120.000
-
-
-
5m
4.500
22.500
-
-
-
50.000.000
25.671.250
350.000
1.050.000
3
40.000
120.000
1
500.000
500.000
-
-
-
6m
3.000
18.000
50.000.000
17.229.333
1
300.000
300.000
1
40.000
40.000
-
-
-
-
-
-
2,5m
4.000
10.000
30.000.000
30.350.000
1
350.000
350.000
1
65.000
65.000
-
-
-
2,5m
3.500
8.750
-
-
65.000.000
65.423.750
4
4
500.000
2.000.000
4
80.000
320.000
-
-
-
-
-
-
8m
3.000
24.000
65.000.000
16.836.000
33
3
3
300.000
900.000
3
40.000
120.000
-
-
-
6m
4.000
24.000
-
-
-
50.000.000
17.014.667
34
1
1
350.000
350.000
1
60.000
60.000
1
100.000
100.000
-
-
-
2,5m
3.500
75.000
50.000.000
50.585.000
35
4
4
300.000
1.200.000
4
30.000
120.000
1
200.000
200.000
8m
4.000
32.000
8m
3.500
28.000
50.000.000
12.895.000
36
1
1
500.000
500.000
1
60.000
60.000
-
-
-
-
-
-
2,5m
3.500
8.750
50.000.000
50.568.750
37
1
1
500.000
500.000
1
70.000
70.000
-
-
-
2,5m
4.000
10.000
2,5m
3.000
7.500
50.000.000
50.587.500
38
1
1
300.000
300.000
1
80.000
80.000
1
1.500.000
1.500.000
-
-
-
-
-
-
60.000.000
61.880.000
39
1
1
500.000
500.000
1
50.000
50.000
1
800.000
800.000
-
-
-
-
-
-
42.000.000
43.350.000
40
2
2
250.000
500000
2
50.000
100.000
-
4m
4.000
16.000
-
-
50.000.000
25.308.000
41
3
3
300.000
900000
3
70.000
210000
-
-
-
-
-
-
6m
4.000
24.000
50.000.000
17.044.667
42
3
3
400.000
1200000
3
60.000
180000
1
250.000
250.000
-
-
-
-
-
-
55.000.000
18.876.667
43
2
2
500.000
1000000
2
100.000
200000
1
300.000
300.000
-
-
-
6m
3.500
21.000
55.000.000
28.260.500
44
2
2
300.000
600000
2
70.000
140.000
-
-
-
-
-
-
4m
3.500
14.000
60.000.000
30.377.000
45
2
2
500.000
1000000
2
70.000
140.000
-
-
-
4m
3.500
14.000
4m
3.000
12.000
50.000.000
25.583.000
46
3
3
350.000
1050000
3
50.000
150.000
1
280.000
280.000
6m
3.500
21.000
6m
3.000
18.000
65.000.000
22.173.000
47
2
2
400.000
800000
2
50.000
100.000
-
-
-
6m
4.000
24.000
-
-
65.000.000
32.962.000
48
2
2
300.000
600000
2
60.000
120.000
-
-
-
-
-
-
6m
18.000
50.000.000
25.369.000
-
-
-
3.000
Nilai
Investasi/ tambak
Nilai
-
Harga
Nilai Lahan Tambak
88
Lampiran 4. Biaya Tetap Usaha Budidaya Ikan Bandeng Berdasarkan Responden Petani Tambak Desa Ambulu Jumlah Responden tambak 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
2 5 3 3 2 1 2 2 3 3 1 2 2 5 5 1 1 3 2 3 5 2 1 5 1
Biaya Rehab Pematang/ unit tambak satu tahun 450.000 900.000 1.000.000 500.000 500.000 1.000.000 800.000 1.000.000 1.200.000 600.000 300.000 1.200.000 1.200.000 800.000 600.000 1.000.000 500.000 1.000.000 600.000 800.000 1.000.000 750.000 750.000 800.000 600.000
Sewa Alat panen/ unit tambak satu tahun 150.000 250.000 300.000 100.000 150.000 250.000 250.000 300.000 300.000 250.000 100.000 300.000 250.000 300.000 250.000 300.000 400.000 250.000 200.000 200.000 300.000 300.000 300.000 300.000 200.000
Tot.Penyusutan
Total Biaya sewa Alat panen
Total Biaya Rehab pematang
Total Biaya Tetap
Biaya tetap tambak/tahun
868.667 1.937.000 1.170.267 539.929 572.800 132.000 523.125 554.667 1.356.000 388.000 177.083 604.000 504.000 1.385.000 1.010.000 377.500 83.333 598.857 354.667 460.000 1.385.000 668.000 665.000 1.585.000 161.667
300.000 1.250.000 900.000 300.000 300.000 250.000 500.000 600.000 900.000 750.000 100.000 600.000 500.000 1.500.000 1.250.000 300.000 400.000 750.000 400.000 600.000 1.500.000 600.000 300.000 1.500.000 200.000
900.000 4.500.000 3.000.000 1.500.000 1.000.000 1.000.000 1.600.000 2.000.000 3.600.000 1.800.000 300.000 2.400.000 2.400.000 4.000.000 3.000.000 1.000.000 500.000 3.000.000 1.200.000 2.400.000 5.000.000 1.500.000 750.000 4.000.000 600.000
2.068.667 7.687.000 5.070.267 2.339.929 1.872.800 1.382.000 2.623.125 3.154.667 5.856.000 2.938.000 577.083 3.604.000 3.404.000 6.885.000 5.260.000 1.677.500 983.333 4.348.857 1.954.667 3.460.000 7.885.000 2.768.000 1.715.000 7.085.000 961.667
1.034.334 1.537.400 1.690.089 779.976 936.400 1.382.000 1.311.563 1.577.334 1.952.000 979.333 577.083 1.802.000 1.702.000 1.377.000 1.052.000 1.677.500 983.333 1.449.619 977.334 1.153.333 1.577.000 1.384.000 1.715.000 1.417.000 961.667
89
Lampiran 4. Biaya Tetap Usaha Budidaya Ikan Bandeng Berdasarkan Responden Petani Tambak Desa Ambulu (lanjutan 1)
Responden
Jumlah Tambak
26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48
1 2 2 3 1 1 4 3 1 4 1 1 1 1 2 3 3 2 2 2 3 2 2 Rataan
Biaya Rehab Pematang/unit tambak satu tahun 1.000.000 600.000 1.000.000 800.000 600.000 900.000 1.500.000 700.000 1.200.000 800.000 1.000.000 500.000 1.400.000 800.000 600.000 700.000 800.000 900.000 800.000 800.000 700.000 800.000 700.000 821.875
Sewa Alat Panen/unit Tot.Penyusutan tambak satu tahun 232.500 250.000 474.000 200.000 1.331.250 300.000 703.000 250.000 180.000 250.000 210.417 250.000 584.000 360.000 328.800 0 245.000 300.000 816.667 300.000 284.375 250.000 293.750 400.000 690.000 300.000 435.000 250.000 308.000 300.000 904.800 250.000 170.000 250.000 1.067.000 300.000 374.667 300.000 578.667 300.000 669.000 250.000 458.000 300.000 738.000 300.000 259.583 627.884
Total Biaya Sewa Alat Panen
Total Biaya Rehab Pematang
Total Biaya Tetap
Biaya Tetap tambak/tahun
250.000 400.000 600.000 750.000 250.000 250.000 1.440.000 0 300.000 1.200.000 250.000 400.000 300.000 250.000 600.000 750.000 750.000 600.000 600.000 600.000 750.000 600.000 600.000
1.000.000 1.200.000 2.000.000 2.400.000 600.000 900.000 6.000.000 2.100.000 1.200.000 3.200.000 1.000.000 500.000 1.400.000 800.000 1.200.000 2.100.000 2.400.000 1.800.000 1.600.000 1.600.000 2.100.000 1.600.000 1.400.000
1.482.500 2.074.000 3.931.250 3.853.000 1.030.000 1.360.417 8.024.000 2.428.800 1.745.000 5.216.667 1.534.375 1.193.750 2.390.000 1.485.000 2.108.000 3.754.800 3.320.000 3.467.000 2.574.667 2.778.667 3.519.000 2.658.000 2.738.000
1.482.500 1.037.000 1.965.625 1.284.333 1.030.000 1.360.417 2.006.000 809.600 1.745.000 1.304.167 1.534.375 1.193.750 2.390.000 1.485.000 1.054.000 1.251.600 1.106.667 1.733.500 1.287.334 1.389.334 1.173.000 1.329.000 1.369.000
605.000
1.938.542
3.171.426
1.360.573
90
Lampiran 5. Biaya Variabel Usaha Budidaya Ikan Bandeng Berdasarkan Responden Petani Tambak Desa Ambulu
Responden
Jumlah tambak
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
2 5 3 3 2 1 2 2 3 3 1 2 2 5 5 1 1 3 2 3 5 2 1 5 1 1
benih tambak tahun
pupuk tambak tahun
obat tambak tahun
260000 357500 500000 250000 325000 195000 260000 260.000 1000000 440000 125000 500000 500000 250000 240000 650000 240000 280000 500000 245000 300000 400000 350000 350000 5000000 240000
335000 170000 82500 256250 170000 170000 290000 170000 100000 200000 75000 85000 200000 80000 100000 90000 160000 280000 100000 83000 240000 90000 90000 146000 125000 200000
185000 120000 160000 100000 110000 75000 50000 75000 200000 60000 112500 100000 80000 125000 120000 0 150000 0 60000 40000 160000 90000 40000 300000 180000 165000
260000 715000 1000000 250000 325000 390000 520000 520000 2000000 880000 125000 1000000 1000000 500000 480000 1300000 480000 560000 1000000 490000 600000 800000 700000 700000 10000000 480000
335000 340000 165000 256250 170000 340000 580000 340000 200000 400000 75000 170000 400000 160000 200000 180000 320000 560000 200000 166000 480000 180000 180000 292000 250000 400000
185000 240000 320000 100000 110000 150000 100000 150000 400000 120000 112500 200000 160000 250000 240000 0 300000 0 120000 80000 320000 180000 80000 600000 360000 330000
pakan tambak tahun 0 1000000 770000 0 0 0 0 0 2400000 900000 600000 2400000 150000 160.000 0 1.600.000 800.000 0 1.600.000 1.120.000 1.600.000 0 0 1200000 0 1230000
0 2000000 1540000 0 0 0 0 0 4800000 1800000 600000 4800000 300000 320000 0 3200000 1600000 0 3200000 2240000 3200000 0 0 2400000 0 2460000
Tenaga Kerja tambak tahun 250000 252000 300000 300000 210000 180000 175000 350000 280000 150000 150000 280000 105000 125000 80000 75000 200000 210000 210000 175000 210000 210000 175000 250000 250000 210000
250000 504000 600000 300000 210000 360000 350000 700000 560000 300000 150000 560000 210000 250000 160000 150000 400000 420000 420000 350000 420000 420000 350000 500000 500000 420000
91
Lampiran 5. Biaya Variabel Usaha Budidaya Ikan Bandeng Berdasarkan Responden Petani Tambak Desa Ambulu (lanjutan 1) Responden
Jumlah Tambak
27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48
2 2 3 1 1 4 3 1 4 1 1 1 1 2 3 3 2 2 2 3 2 2 Rata-rata
Benih tambak tahun 180000 360000 450000 900000 150000 300000 150000 300000 75000 150000 350000 1050000 250000 500000 450000 900000 500000 1000000 500000 1000000 240000 480000 700000 1400000 315000 630000 240000 480000 195000 390000 195000 390000 350000 700000 160000 320000 320000 640000 400000 800000 250000 500000 240000 480000 848854
Pupuk tambak tahun
Obat tambak tahun
170000 340000 255000 510000 240000 480000 85000 170000 90000 180000 500000 1500000 180000 360000 340000 680000 400000 800000 85000 170000 175000 350000 255000 510000 102000 204000 170000 340000 170000 340000 170000 340000 600000 1200000 90000 180000 380000 760000 180000 360000 85000 170000 90000 180000 363818
220000 440000 350000 700000 670000 1340000 234000 468000 120000 240000 40000 120000 480000 960000 370000 740000 252000 504000 180000 360000 0 0 175000 350000 40000 80000 150000 300000 60000 120000 225000 450000 125000 250000 60000 120000 100000 200000 60000 120000 125000 250000 180000 360000 284990
Pakan tambak tahun 0 0 1050000 2100000 450000 900000 1.600.000 3200000 1.600.000 3200000 2250000 6750000 0 0 160.000 320000 2028000 4056000 0 0 900000 1800000 0 0 750000 1500000 250000 500000 1.600.000 3200000 0 0 1.600.000 3200000 0 0 0 0 960.000 1920000 160.000 320000 960.000 1920000 1444708
Tenaga kerja tambak tahun 175000 350000 300000 600000 75000 150000 120000 240000 125000 250000 180000 540000 200000 400000 210000 420000 240000 480000 175000 350000 150000 300000 75000 150000 90000 180000 180000 360000 175000 350000 175000 350000 210000 420000 150000 300000 150000 300000 150000 300000 125000 250000 150000 300000 357375
92
Lampiran 6. Hasil Panen Usaha Budidaya Ikan Bandeng Berdasarkan Responden Petani Tambak Desa Ambulu Responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
Jumlah Tambak 2 5 3 3 2 1 2 2 3 3 1 2 2 5 5 1 1 3 2 3 5 2 1 5 1 1
Panen Bobot (Kg) 400 300 450 200 400 200 300 200 1.200 400 200 600 400 400 150 400 300 400 300 300 350 300 400 500 600 300
Harga/Kg Panen/tahun 9.500 1 10.000 2 12.000 2 10.000 1 11.000 1 8.000 2 10.000 2 10.000 2 10.000 2 10.000 2 9.000 1 11.000 2 15.000 2 9.000 2 10.000 2 12.000 2 10.000 2 11.000 2 10.000 2 11.000 2 11.000 2 12.000 2 11.000 2 12.000 2 11.000 2 11.000 2
Hasil panen/tambak (Rp) dlm satu tahun 3.800.000 6.000.000 10.800.000 2.000.000 4.400.000 3.200.000 6.000.000 4.000.000 24.000.000 8.000.000 1.800.000 13.200.000 12.000.000 7.200.000 3.000.000 9.600.000 6.000.000 8.800.000 6.000.000 6.600.000 7.700.000 7.200.000 8.800.000 12.000.000 13.200.000 6.600.000
Total Panen 7.600.000 30.000.000 32.400.000 6.000.000 8.800.000 3.200.000 12.000.000 8.000.000 72.000.000 24.000.000 1.800.000 26.400.000 24.000.000 36.000.000 15.000.000 9.600.000 6.000.000 26.400.000 12.000.000 19.800.000 38.500.000 14.400.000 8.800.000 60.000.000 13.200.000 6.600.000
93
Lampiran 6. Hasil Panen Usaha Budidaya Ikan Bandeng Berdasarkan Responden Petani Tambak Desa Ambulu (Lanjutan 1) Responden 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 Rataan
Jumlah Tambak 2 2 3 1 1 4 3 1 4 1 1 1 1 2 3 3 2 2 2 3 2 2
Panen Bobot (Kg) 200 400 400 250 400 500 300 600 400 700 450 400 350 300 300 300 350 200 400 400 350 250 378,125
Harga/Kg Panen/tahun 10.000 2 13.000 2 12.000 2 12.000 2 11.000 2 11.500 3 10.000 2 10.500 2 12.000 2 10.000 2 12.000 2 12.000 2 9.000 2 10.000 2 11.000 2 11.000 2 11.500 2 12.000 2 11.000 2 10.000 2 9.000 2 10.000 2 10.771
Hasil Panen/tambak dalam satu tahun (Rp) 4.000.000 10.400.000 9.600.000 6.000.000 8.800.000 17.250.000 6.000.000 12.600.000 9.600.000 14.000.000 10.800.000 9.600.000 6.300.000 6.000.000 6.600.000 6.600.000 8.050.000 4.800.000 8.800.000 8.000.000 6.300.000 5.000.000 8.062.500
Total Panen 8.000.000 20.800.000 28.800.000 6.000.000 8.800.000 69.000.000 18.000.000 12.600.000 38.400.000 14.000.000 10.800.000 9.600.000 6.300.000 12.000.000 19.800.000 19.800.000 16.100.000 9.600.000 17.600.000 24.000.000 12.600.000 10.000.000 19.064.583
94
Lampiran 7. Nilai Residual Rent Responden
Jumlah Tambak
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
2 5 3 3 2 1 2 2 3 3 1 2 2 5 5 1 1 3 2 3 5 2 1
Hasil panen/tambak dlm satu tahun (Rp) 3.800.000 6.000.000 10.800.000 2.000.000 4.400.000 3.200.000 6.000.000 4.000.000 24.000.000 8.000.000 1.800.000 13.200.000 12.000.000 7.200.000 3.000.000 9.600.000 6.000.000 8.800.000 6.000.000 6.600.000 7.700.000 7.200.000 8.800.000
biaya tetap tambak (Rp) 1.034.333 1.537.400 1.690.089 779.976 936.400 1.382.000 1.311.563 1.577.333 1.952.000 979.333 577.083 1.802.000 1.702.000 1.377.000 1.052.000 1.677.500 983.333 1.449.619 977.333 1.153.333 1.577.000 1.384.000 1.715.000
Biaya variabel/ tambak (Rp) 1.030.000 3.799.000 3.625.000 906.250 815.000 1.240.000 1.550.000 1.710.000 7.960.000 3.500.000 1.062.500 6.730.000 2.070.000 1.480.000 1.080.000 4.830.000 3.100.000 1.540.000 4.940.000 3.326.000 5.020.000 1.580.000 1.310.000
Residual Rent/tambak (Rp)
Tot.Residual Rent (Rp)
1.735.667 663.600 5.484.911 313.774 2.648.600 578.000 3.138.437 712.667 14.088.000 3.520.667 160.417 4.668.000 8.228.000 4.343.000 868.000 3.092.500 1.916.667 5.810.381 82.667 2.120.667 1.103.000 4.236.000 5.775.000
3.471.334 3.318.000 16.454.733 941.322 5.297.200 578.000 6.276.874 1.425.334 42.264.000 10.562.001 160.417 9.336.000 16.456.000 21.715.000 4.340.000 3.092.500 1.916.667 17.431.143 165.334 6.362.001 5.515.000 8.472.000 5.775.000
95
Lampiran 7. Nilai Residual Rent (lanjutan 1) Responden
Jumlah Tambak
Hasil Panen/tambak dalam satu tahun
5 1 1 2 2 3 1 1 4 3 1 4 1 1 1 1 2 3 3 2 2 2 3 2 2
12.000.000 13.200.000 6.600.000 4.000.000 10.400.000 9.600.000 6.000.000 8.800.000 17.250.000 6.000.000 12.600.000 9.600.000 14.000.000 10.800.000 9.600.000 6.300.000 6.000.000 6.600.000 6.600.000 8.050.000 4.800.000 8.800.000 8.000.000 6.300.000 5.000.000 8.062.500
24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 Rataan
Biaya Tetap/ tambak (Rp) 1.417.000 961.667 1.482.500 1.037.000 1.965.625 1.284.333 1.030.000 1.360.417 2.006.000 809.600 1.745.000 1.304.167 1.534.375 1.193.750 2.390.000 1.485.000 1.054.000 1.251.600 1.106.667 1.730.000 1.287.333 1.389.333 1.173.000 1.329.000 1.369.000 1.360.500
Biaya variabel/tambak (Rp) 4.492.000 11.110.000 4.090.000 1.490.000 4.810.000 3.170.000 4.378.000 4.020.000 9.960.000 2.220.000 3.060.000 6.840.000 1.880.000 2.930.000 2.410.000 2.594.000 1.980.000 4.400.000 1.530.000 5.770.000 920.000 1.900.000 3.500.000 1.490.000 3.240.000 3.299.745
Residual Rent/tambak (Rp) 6.091.000 1.128.333 1.027.500 1.473.000 3.624.375 5.145.667 592.000 3.419.583 5.284.000 2.970.400 7.795.000 1.455.833 10.585.625 6.676.250 4.800.000 2.221.000 2.966.000 948.400 3.963.333 550.000 2.592.667 5.510.667 3.327.000 3.481.000 391.000 3.402.255
Tot. Residual Rent (Rp) 30.455.000 1.128.333 1.027.500 2.946.000 7.248.750 15.437.001 592.000 3.419.583 21.136.000 8.911.200 7.795.000 5.823.332 10.585.625 6.676.250 4.800.000 2.221.000 5.932.000 2.845.200 11.889.999 1.100.000 5.185.334 11.021.334 9.981.000 6.962.000 782.000 7.858.902
Lampiran 8. Perhitungan Residual rent Budidaya Ikan Bandeng dalam satu tahun (Responden no.13 dengan 2 petak tambak)
Biaya Tetap 1. Biaya sewa alat panen
Rp
2. Biaya rehab pematang
Rp 2.400.000,00
3. Biaya total penyusutan
Rp
Total Biaya Tetap
500.000,00
504.000,00
Rp 3.404.000,00
Biaya Variabel 1. Benih Ikan Bandeng (5000 ekor x Rp 100 x 2 musim x 2 petak)
Rp 2.000.000,00
2. Penggunaan pupuk (Rp 200.000 x 2 petak x 2 musim)
Rp 800.000,00
3. Penggunaan Obat (Rp 80.000 x 2 petak x 2 musim)
Rp 320.000,00
4. Penggunaan pakan tambahan (Rp 150.000 x 2 petak x 2 musim)
Rp 600.000,00
5. Upah TK Panen (7 orang x Rp 15.000 x 2 petak x 2 musim)
Rp 420.000,00
Total Biaya Variabel
Rp 4.140.000,00
Total Biaya Faktor Produksi
Rp 7.544.000,00
Hasil Panen =
Harga Ikan Bandeng/Kg x Jumlah panen (Kg) x 2 petak x 2 musim
=
Rp 15.000 x 400Kg x 2 petak x 2 musim
=
Rp 24.000.000,00
Residual Rent = Hasil panen – Biaya Total Faktor Produksi = Rp 24.000.000 – Rp 7.544.000 = Rp 16.456.000,00
Rp 16.456.000,00 Residual rent per tambak =
= Rp 8.228.000,00 per tahun 2
97
Lampiran 9. Data Perhitungan Nilai Dampak Ekonomi Dampak Langsung Jumlah unit
Jenis Unit Usaha
Usaha
Penerimaan/bulan
Penerimaan Total Unit Usaha
Pendederan
7
5.200.000
36400000
Penjual pakan, benih dan Obat
2
5.500.000
11000000
Pembuat bubu
5
1.000.000
5000000
Penyewaan Alat
3
400.000
1.200.000
Bakul
6
14.000.000
84000000
Perbulan
137.600.000
Dampak Tidak Langsung Jumlah
Unit Usaha
TK/unit
TK Total
Pendapatan/Bulan
Total Pendapatan
Pendederan
2
14
378.040
378.040
Penjual pakan, benih dan Obat
1
2
399.850
399.850
Pembuat bubu
1
5
72.700
72.700
Penyewaan Alat panen
2
6
29.800
29.800
Bakul
2
12
1.017.800
1.017.800
Total
1.898.190
Dampak Lanjutan Tenaga Kerja
Tenaga Kerja Total
Pengeluaran/Bulan
Total Pengeluaran
Pengangkut hasil panen
18
1.030.000
18540000
ngebodem
20
1.700.000
34000000
Penyewaan Alat panen
6
1.860.000
11160000
Total
Nilai Multiplier
63.700.000
Jumlah
Keynesian Income Multiplier
0,60
Ratio Income Multiplie Tipe I
1,14
Ratio Income Multiplie Tipe I
1,59
98
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kota Jakarta pada tanggal 23 Mei 1989. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari Bapak Muhammad Rudy dan Ibu Mulyati. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar pada tahun 2001 di SDN Kartika Sejahtera Bogor. Pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) diselesaikan di SLTPN 14 Depok pada tahun 2004 dan pendidikan SMA diselesaikan pada tahun 2007 di SMA Negeri 4 Bekasi. Penulis diterima masuk di Institut Pertanian Bogor melalui Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada tahun 2007. Dan pada tahun 2008 masuk pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, IPB. Selama menjalani pendidikan di IPB, penulis terlibat dalam berbagai kepanitiaan dan aktif di beberapa organisasi, seperti Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Manajemen (BEM FEM) IPB sebagai anggota divisi Politik dan Advokasi (POLKA) periode 2009-2010 dan sebagai Bendahara Kabinet Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Manajemen (BEM FEM) IPB periode 2010-2011. Selama menempuh studi, penulis mendapatkan beasiswa Bantuan Belajar Mahasiswa pada tahun 2009-2010 dan 2010-2011.
99