1
ANALISIS PENDAPATAN SISTEM INTEGRASI USAHATANI SALAK PONDOH DAN KAMBING PERANAKAN ETAWA DI DESA GIRIKERTO KECAMATAN TURI KABUPATEN SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
HASTIN RAHMAWATI
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
2
3
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Pendapatan Sistem Integrasi Usahatani Salak Pondoh dan Kambing Peranakan Etawa di Desa Girikerto Kecamatan Turi Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, April 2014
Hastin Rahmawati NIM H44090057
4
ABSTRAK HASTIN RAHMAWATI. Analisis Pendapatan Sistem Integrasi Usahatani Salak Pondoh dan Kambing Peranakan Etawa di Desa Girikerto Kecamatan Turi Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta. Dibimbing oleh YUSMAN SYAUKAT Usahatani integrasi merupakan alternatif usahatani yang potensial dalam rangka mengintensifkan lahan pertanian agar lebih optimal. Usahatani integrasi bertujuan meningkatkan pendapatan petani dalam mengatasi penggunaan lahan yang semakin kompetitif. Sektor peternakan menjadi salah satu pilihan petani agar dapat memanfaatkan sumberdaya secara efektif dan efisien. Usahatani integrasi ini telah berkembang di Desa Girikerto Kecamatan Turi Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta antara tanaman salak pondoh dan ternak kambing peranakan etawa (PE). Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pola integrasi antara tanaman salak pondoh dan ternak kambing PE, mengestimasi pendapatan petani sistem integrasi antara tanaman salak pondoh dan ternak kambing PE dibandingkan dengan pendapatan petani salak yang tidak mengintegrasikan tanamannya dengan kambing PE dan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani untuk melakukan integrasi antara tanaman salak dan ternak kambing PE. Hasil penelitian menunjukkan bahwa integrasi antara tanaman salak dan ternak kambing PE membentuk pola yang sederhana. Petani memanfaatkan kotoran ternak kambing sebagai pupuk kandang di kebun salak sedangkan daun salak menjadi pakan tambahan untuk ternak kambing PE. Pola integrasi ini belum melibatkan proses pengolahan terhadap limbah dari masing-masing usahatani. Petani integrasi memperoleh pendapatan lebih besar dibandingkan petani non integrasi dengan nilai masingmasing sebesar Rp 6.654.941 per tahun dan Rp 2.985.526 per tahun. Faktor utama yang mempengaruhi keputusan petani dalam melakukan sistem usahatani integrasi yaitu pendidikan, luas lahan salak dan umur petani. Kata kunci: Faktor Penentu Sistem Usahatani Integrasi, Kambing Peranakan Etawa, Pendapatan Petani, Salak Pondoh, Sistem Usahatani Integrasi
5
ABSTRACT HASTIN RAHMAWATI. Income Analysis of Integrated Farming System between Salak Pondoh and Etawa Breed Goats in Girikerto Village, Turi Subdistrict, Sleman Regency, Yogyakarta. Supervised by YUSMAN SYAUKAT Integrated farming is a potential alternative system to intensify agricultural land to be more optimally used. Integrated farming aims to improve farmers’ income in addressing land use which has been increasingly competitive. The livestock sector becomes one of the options that can be developed in order to utilize resources effectively and efficiently. This integrated farming system has been applied between salak pondoh plants and etawa breed goats in Girikerto Village, Turi Subdistrict, Sleman Regency, Yogyakarta. Research objectives of this study were to identify the integration patterns between salak pondoh plants and etawa breed goats, to compare the income of farmers who undertake the integration system and who don’t, and also to identify the factors that influence farmers’ decisions to perform the integration between salak pondoh plants and etawa breed goats. The results showed that the integration system formed a simple pattern. Farmers utilized the goat’s manure as fertilizers for the salak pondoh’s garden while the leaves of salak pondoh are used as additional feeds for goats. This integration pattern has not involved the processing of wastes from each farm yet. The farmers who undertook the integration earned more income with the value of Rp 6.654.941 per year whereas the farmers who did not undertake the integration got less income i.e. Rp 2.985.526 per year. The main factors that influence farmers' decisions to undertake the integrated farming system were education, area of salak’s land, and age of the farmers. Keywords: Determinants of IFS, Etawa Breed Goats, Farmers’ Income, Integrated Farming System (IFS), Salak Pondoh
6
7
ANALISIS PENDAPATAN SISTEM INTEGRASI USAHATANI SALAK PONDOH DAN KAMBING PERANAKAN ETAWA DI DESA GIRIKERTO KECAMATAN TURI KABUPATEN SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
HASTIN RAHMAWATI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
8
9 Judul Skripsi
Nama NIM
: Analisis Pendapatan Sistem Integrasi Usahatani Salak Pondoh dan Kambing Peranakan Etawa di Desa Girikerto Kecamatan Turi Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta : Hastin Rahmawati : H44090057
Disetujui oleh
Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec Pembimbing
Diketahui oleh
Dr. Ir. Aceng Hidayat, M.T Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
x
xi
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkah dan rahmat-Nya sehingga skripsi yang berjudul Analisis Pendapatan Sistem Integrasi Usahatani Salak Pondoh dan Kambing Peranakan Etawa di Desa Girikerto Kecamatan Turi Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta berhasil diselesaikan. Skripsi ini ditujukan untuk memenuhi syarat kelulusan pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyampaikan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini antara lain: 1.
Kedua orangtua tercinta ayah Poniman (Alm) dan ibu Sri Hartati serta kakak Hidayat Asy’Ari dan Taufik Dwi Yanto yang selalu mendoakan dan memberikan dukungan dalam penyusunan skripsi ini.
2.
Bapak Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec selaku dosen pembimbing yang telah memberikan ilmu, arahan, saran dan kesabaran kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.
3.
Bapak Novindra, SP, M.Si selaku dosen penguji utama dan Bapak Kastana Sapanli, S.Pi, M.Si selaku dosen penguji perwakilan dari komisi pendidikan departemen yang telah memberikan kritik dan saran dalam penyusunan skripsi ini.
4.
Bapak Ir. Sutara Hendrakusumaatmadja, M.Sc selaku dosen pembimbing akademik dan seluruh dosen serta staff Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan atas ilmu, kesabaran dan bimbingan yang telah diberikan.
5.
Keluarga besar Ardjo Pairo Kebur Kidul, Argomulyo, Kecamatan Cangkringan dan Pakde Rodjo Cokrogaten, Bimomartani, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Sleman yang telah memberikan waktu dan dukungan selama penelitian.
6.
Keluarga besar Bapak Paiji dan Bapak Ananta di Desa Girikerto Kecamatan Turi Kabupaten Sleman yang telah memberikan waktu, kesempatan, informasi, pelajaran dan dukungan selama penelitian.
7.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Sleman dan Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kabupaten Sleman yang telah
xii memberikan kesempatan dan informasi kepada penulis untuk melakukan penelitian. 8.
Seluruh masyarakat di Desa Girikerto Kecamatan Turi Kabupaten Sleman yang telah memberikan waktu dan kesempatan kepada penulis selama penelitian.
9.
Sahabat-sahabat yang selalu memberikan dukungan, ilmu dan kegembiraan serta arti persahabatan yaitu Malla, Shinta, Dewi dan Devina.
10. Sahabat-sahabat ESL 46 terutama Rizqiyyah, Nita, Renita, Miranty, Susan, Nunu, Nadia dan Ayu yang selalu berbagi pengalaman, dukungan dan keceriaan. 11. Teman-teman satu bimbingan yaitu Yulis, Anjar, Kristina, Arief dan Wasis. 12. Semua pihak yang telah membantu penulis yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini sehingga kritik dan saran penulis terima. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi seluruh pihak yang terkait.
Bogor, April 2014
Hastin Rahmawati
xiii
DAFTAR ISI Halaman
DAFTAR TABEL .............................................................................................. x DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xii DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xii …………………… I. PENDAHULUAN ......................................................................................... 1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1.2 Perumusan Masalah................................................................................. 1.3 Tujuan Penelitian..................................................................................... 1.4 Manfaat Penelitian................................................................................... 1.5 Ruang Lingkup Penelitian .......................................................................
1 1 5 8 8 8
II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 2.1 Economics of Integrated Farming System .............................................. 2.2 Konsep Sistem Integrasi Tanaman Ternak.............................................. 2.3 Biaya dan Pendapatan Usahatani ............................................................ 2.4 Adopsi Teknologi .................................................................................... 2.5 Penelitian Terdahulu................................................................................
10 10 11 13 14 16
III. KERANGKA PEMIKIRAN .......................................................................... 19 IV. METODE PENELITIAN ............................................................................... 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian................................................................... 4.2 Jenis dan Sumber Data ............................................................................ 4.3 Teknik Penarikan Sampel ...................................................................... 4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data ................................................... 4.4.1 Identifikasi Pola Integrasi ............................................................ 4.4.2 Analisis Perbandingan Pendapatan Petani Integrasi dan Non Integrasi ....................................................................................... 4.4.3 Identifikasi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Petani untuk Melakukan Integrasi................................................ 4.4.3.1 Model Regresi Logistik…………. ................................ 4.4.3.2 Pengujian Model Regresi Logistik ................................ 4.4.4 Uji Beda Rata-rata ........................................................................
22 22 22 22 23 23 24 26 26 29 30
V. GAMBARAN UMUM ................................................................................... 32 5.1 Kondisi Umum Desa Girikerto ............................................................... 32 5.1.1 Letak Geografis .............................................................................32 5.1.2 Kondisi Sosial Ekonomi Desa Girikerto ..................................... 33 5.1.3 Sarana dan Prasarana ................................................................... 35 5.2 Karakteristik Responden ......................................................................... 35 5.2.1 Karakteristik Umum .................................................................... 36 . 5.2.1.1 Usia ................................................................................ 36 5.2.1.2 Pendidikan Formal Responden ...................................... 36 5.2.2 Karakteristik Usahatani Salak Petani Integrasi dan Non
…
xiv
Integrasi ...................................................................................... 37 ………………………… 5.2.2.1 Luas Lahan Salak ........................................................... . 37 5.2.2.2 Status Usahatani Salak ................................................... 38 5.2.2.3 Pengalaman Budidaya Salak .......................................... 38 5.2.3 Karakteristik Usahaternak Kambing Peranakan Etawa Petani Integrasi....................................................................................... 39 5.2.3.1 Jumlah Ternak dan Pengalaman Beternak ..................... 39 5.2.3.2 Status 5.2.3.2 Status Kepemilikan Ternak ............................................ 40 5.2.3.3 Motivasi Usahaternak .................................................... 41 VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................... 6.1 Pola Integrasi antara Tanaman Salak Pondoh dan Ternak Kambing Peranakan Etawa ..................................................................................... 6.1.1 Penanganan Kotoran Ternak Kambing Peranakan Etawa ........... 6.1.2 Penanganan Limbah Daun Salak ................................................. 6.2 Perbandingan Pendapatan Petani Integrasi (Salak Pondoh dan Kambing PE) dan Non Integrasi (Salak Pondoh) .................................. 6.2.1 Usahatani Salak Pondoh .............................................................. 6.2.1.1 Output Usahatani Salak Pondoh .................................... 6.2.1.2 Penerimaan Usahatani Salak Pondoh ........................... 6.2.1.3 Biaya Usahatani Salak Pondoh ...................................... 6.2.2 Usahaternak Kambing Peranakan Etawa .................................. 6.2.2.1 Output Usahaternak Kambing Peranakan Etawa ........ 6.2.2.2 Penerimaan Usahaternak Kambing Peranakan Etawa ... 6.2.2.3 Biaya Usahaternak Kambing Peranakan Etawa ........... 6.2.3 Analisis Pendapatan Usahatani Integrasi dan Non Integrasi ....... 6.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Petani untuk Melakukan Integrasi ............................................................................... 6.3.1 Variabel yang Signifikan ............................................................... 6.3.2 Variabel yang Tidak Signifikan ....................................................
42 42 42 43 45 46 46 47 48 50 50 51 52 54 57 59 60
VII.SIMPULAN DAN SARAN ........................................................................ 62 7.1 Simpulan ................................................................................................ 62 7.2 Saran ....................................................................................................... . 62 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 64 LAMPIRAN .......................................................................................................... 67 RIWAYAT HIDUP .............................................................................................. 81
xv
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1
Populasi tanaman buah di DIY tahun 2009-2011 .......................................
3
2
Populasi ternak di DIY tahun 2009-2011 ...................................................
4
3
Luas lahan, jumlah rumpun dan produksi salak pondoh di Kecamatan Tempel, Turi dan Pakem tahun 2011 ..........................................................
4
4 5 6 7 8 9
Matriks metode analisis data……………. .................................................. 23 Luas wilayah berdasarkan penggunaan lahan di Desa Girikerto ................ 32 Tingkat pendidikan masyarakat di Desa Girikerto ..................................... 33 Jenis pekerjaan masyarakat di Desa Girikerto ............................................ 34 Kesejahteraan keluarga di Desa Girikerto .................................................. 34 Jumlah petani integrasi dan non integrasi berdasarkan sebaran usia .......... 36
10 Jumlah petani Integrasi dan non integrasi berdasarkan tingkat pendidikan 37 11 Jumlah petani integrasi dan non integrasi berdasarkan luas lahan salak .... 37 12 Jumlah petani integrasi dan non integrasi berdasarkan status usahatani……………………...................................................................... 38 13 Jumlah petani integrasi dan non integrasi berdasarkan pengalaman budidaya salak…………… ......................................................................... 39 14 Jumlah ternak dan pengalaman beternak petani integrasi ........................... 40 15 Status kepemilikan ternak petani integrasi.................................................. 41 16 Motivasi beternak petani integrasi .............................................................. 41 17 Kandungan nutrisi berbagai hijauan ............................................................ 44 18 Data produktivitas salak pondoh petani integrasi dan non integrasi ........... 46 19 Penerimaan usahatani salak pondoh petani integrasi dan non integrasi ..... 47 20 Biaya usahatani salak pondoh petani integrasi dan non integrasi ............... 49 21 Penerimaan usahaternak kambing peranakan etawa petani integrasi ......... 51 22 Biaya usahaternak kambing peranakan etawa petani integrasi ................... 53 23 Analisis pendapatan usahatani integrasi dan non integrasi ......................... 55 24 Hasil estimasi faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani dalam melakukan usahatani integrasi .................................................................... 58
xvi
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1
Sistem integrasi salak pondoh dan kambing peranakan etawa .................... 12
2
Skema kerangka pemikiran operasional penelitian ..................................... 21
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1
Karakteristik petani integrasi antara tanaman salak pondoh dan ternak kambing peranakan etawa ........................................................................... 68
2
Karakteristik petani non integrasi (salak pondoh) ....................................... 70
3
Jumlah produksi dan produktivitas salak pondoh petani integrasi dan non integrasi…………………………….. .................................................. 71
4
Biaya usahatani salak pondoh petani integrasi dan non integrasi ............... 73
5
Biaya usahaternak kambing peranakan etawa petani integrasi ................... 74
6
Jumlah produksi dan produktivitas susu kambing peranakan etawa petani integrasi……………………………................................................. 75
7
Hasil output regresi logistik…………......................................................... 76
8
Hasil uji beda produktivitas salak pondoh petani integrasi dan non integrasi………………………………….. ................................................. 77
9
Dokumentasi penelitian………………… ................................................... 78
1
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor
pertanian
memiliki
peranan
strategis
dalam
pembangunan
perekonomian nasional. Menurut Ashari (2009) peran penting sektor pertanian ini ditunjukkan ketika krisis moneter tahun 1998 dimana sektor pertanian memiliki andil yang besar sebagai mesin penggerak dan penyangga perekonomian nasional. Sektor pertanian berkontribusi terhadap pembentukan PDB, peningkatan pendapatan masyarakat dan sumber perolehan devisa. Daryanto (2009) menyatakan bahwa saat ini sektor pertanian memiliki peranan baru yang dapat diletakkan dalam kerangka “3F contribution in the economy”, yaitu food (pangan), feed (pakan) dan fuel (bahan bakar). Artinya, sektor pertanian sangat menentukan terwujudnya ketahanan pangan, penyediaan bahan baku pakan ternak dan sebagai penghasil energi (biofuel). Hal ini menunjukkan bahwa pertanian masih menjadi andalan dalam pembangunan nasional. Pembangunan di sektor pertanian tidak hanya bertujuan meningkatkan produksi demi tercapainya pemenuhan kebutuhan tetapi juga untuk menjamin tercapainya kesejahteraan petani. Kondisi pertanian Indonesia saat ini dihadapkan pada berbagai permasalahan terutama dalam hal penguasaan lahan. Proses pembangunan yang kian meningkat berdampak pada terjadinya alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian. Selama periode tahun 2002 hingga 2010, alih fungsi lahan pertanian untuk kepentingan lainnya mencapai rata-rata 56.000 hingga 60.000 hektar per tahun1. Hal tersebut mengakibatkan semakin berkurangnya lahan untuk budidaya pertanian dan berpotensi menurunkan kesejahteraan serta pendapatan petani karena kebutuhan hidup yang semakin beragam. Salah satu upaya yang dilakukan dalam menghadapi sempitnya lahan pertanian ini adalah dengan menerapkan usahatani campuran. Menurut Soedjana (2007) alasan yang melatarbelakangi petani melakukan usahatani campuran adalah karena kebiasaan (tradisi) untuk memaksimalkan penerimaan dari sumberdaya yang terbatas dan
1 http://cybex.deptan.go.id/lokalita/konversi-lahan-pertanian-mengancam-swasembada-pangan-keberlanjutan diakses pada tanggal 31 Maret 2014
2 meningkatkan manfaat keterkaitan antarcabang usaha, seperti tanaman dan ternak, ternak dan tanah serta tanaman dan tanaman. Usahatani
campuran
yang
bisa
dikembangkan
adalah
dengan
mengintegrasikan antara hewan ternak dan tanaman. Hewan ternak memiliki potensi sebagai sektor penyangga dalam usahatani disamping hasil panen tanaman sebagai komoditas utama. Perpaduan antara tanaman dan ternak merupakan salah satu pilihan yang dapat mengoptimalkan potensi sumberdaya lokal. Sistem integrasi tanaman ternak tersebut dapat menimbulkan hubungan sinergis antara dua komoditas yang diusahakan. Puastuti (2009) menyatakan bahwa ternak menjadi komponen dalam mendukung perbaikan lahan pertanian, karena kotoran yang dihasilkan dapat diolah menjadi pupuk organik sedangkan by product pertanian dapat dimanfaatkan sebagai pakan. Dengan demikian, adanya sistem integrasi tersebut diharapkan mampu menambah sumber pendapatan petani sekaligus meningkatkan kesuburan lahan yang bermuara pada peningkatan kesejahteraan petani. Upaya
mengintegrasikan
tanaman
dengan
ternak
telah
banyak
diimplementasikan pada komoditas tanaman pangan (padi dan jagung) dan komoditas perkebunan (karet, sawit dan kakao). Adapun integrasi antara padi dengan ternak atau yang lebih dikenal dengan sistem integrasi padi ternak (SIPT) menjadi salah satu pola yang umum dimasyarakat. Kegiatan SIPT ini mengarah pada pemanfaatan limbah padi sebagai pakan dan limbah ternak yang digunakan untuk lahan budidaya padi. Hal tersebut menunjukkan bahwa dalam satu areal persawahan ini dihasilkan padi sebagai produk utama, susu atau daging sebagai produk usaha peternakan dan pupuk sebagai hasil samping (Haryanto et al. 2002). Selain itu, pengolahan kotoran ternak menjadi pupuk ini juga bisa menekan terjadinya pencemaran yang berdampak negatif terhadap kualitas lingkungan. Bentuk usahatani campuran melalui integrasi tidak hanya dilakukan dengan melibatkan komponen ternak dengan tanaman pangan atau perkebunan tetapi mulai berkembang ke arah komoditas hortikultura. Ginting et al. (2011) menyebutkan bahwa integrasi antara komoditas ternak, khususnya ruminansia kecil (kambing dan domba) dan komoditas hortikultura secara konseptual memiliki dasar yang kuat karena terdapat kompatibilitas yang tinggi sehingga
3 diharapkan bisa memberikan manfaat dan keuntungan yang lebih besar kepada petani. Salah satu ruminansia kecil yang berpotensi untuk dikembangkan melalui integrasi dengan tanaman adalah kambing. Kambing mampu menghasilkan produk berupa daging dan susu yang kaya akan sumber gizi. Kelebihan yang diperoleh dari beternak kambing antara lain mudah dipelihara, biaya pemeliharaan rendah, perputaran modal relatif cepat dan dapat dijual sewaktu-waktu (Santiananda et al. 2009). Salah satu daerah yang mengembangkan sistem integrasi tanaman hortikultura dengan kambing adalah Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Tanaman yang diintegrasikan tersebut adalah salak pondoh. Adapun data perkembangan populasi tanaman buah di DIY dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Populasi tanaman buah di DIY tahun 2009-2011 (pohon/rumpun) Komoditas
2009
2010
2011
Mangga Rambutan Sukun Pepaya Salak* Nangka Pisang*
693.131 243.284 101.038 59.427 4.836.703 190.296 1.018.606
213.008 225.993 106.282 128.904 4.789.215 165.740 1.075.047
479.941 191.092 129.739 106.946 3.639.296 193.908 63.075
Sumber: Dinas Pertanian Daerah Istimewa Yogyakarta (2011) Keterangan: * (rumpun)
Tabel 1 menunjukkan bahwa selama periode tahun 2009-2011 populasi salak terus mengalami penurunan. Tahun 2011 populasi salak mencapai 3.639.296 rumpun lebih rendah dibandingkan tahun 2010 sebanyak 4.789.215 rumpun dan 4.836.703 rumpun pada 2009. Meskipun demikian, diantara berbagai jenis buah yang ada salak masih memiliki populasi terbesar di Provinsi DIY dan menjadi komoditas unggulan terutama jenis salak pondoh. Sementara itu dari sektor peternakan, hewan ternak yang mendominasi di Provinsi DIY adalah sapi, kambing dan domba. Apabila dilihat dari perkembangan populasinya, ternak kambing memiliki jumlah terbesar. Data perkembangan populasi ternak di DIY ditunjukkan pada Tabel 2.
4 Tabel 2 Populasi ternak di DIY tahun 2009-2011 (ekor) Komoditas
2009
2010
2011
Kuda Sapi Sapi Perah Kerbau Kambing Domba Babi
1.222 283.043 5.495 4.312 308.353 132.872 12.038
1.360 290.949 3.466 4.277 331.147 136.657 12.695
1.508 385.370 3.888 1.238 343.647 147.773 13.056
Sumber: Badan Pusat Statistik DIY (2012)
Berdasarkan Tabel 2, pada tahun 2009 populasi kambing di DIY mencapai 308.353 ekor. Kondisi tersebut terus mengalami peningkatan pada 2010 dan 2011 dengan masing-masing populasi sebanyak 331.147 ekor dan 343.647 ekor. Hal ini menunjukkan bahwa provinsi DIY memiliki potensi untuk mengembangkan usahaternak kambing. Kabupaten Sleman merupakan daerah yang menjadikan salak pondoh sebagai komoditas unggulan. Adapun sentra pengembangan budidaya salak pondoh di Kabupaten Sleman ini terdapat di Kecamatan Tempel, Turi dan Pakem. Data mengenai luas lahan, jumlah rumpun dan produksi salak pondoh di tiga kecamatan tersebut dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Luas lahan, jumlah rumpun dan produksi salak pondoh di Kecamatan Tempel, Turi dan Pakem tahun 2011 Kecamatan Tempel Turi Pakem
Luas Lahan (ha)
Jumlah Tanaman (rumpun)
865 1.122 105
1.788.223 2.322.855 266.534
Produksi (kw/tahun) 137.041 213.945 14.859
Sumber: Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kabupaten Sleman (2012)
Tabel 3 menyajikan data bahwa Kecamatan Turi menjadi sentra budidaya salak pondoh di Kabupaten Sleman. Hal ini ditunjukkan dengan luas lahan, jumlah tanaman dan produksi salak pondoh terbesar diantara tiga kecamatan tersebut. Kecamatan Turi memiliki lahan salak pondoh dengan luas 1.122 hektar dengan jumlah tanaman sebanyak 2.322.855 rumpun. Produksi salak pondoh di Kecamatan Turi ini mencapai 213.945 kw/tahun. Sementara itu apabila dilihat dari potensi pengembangan hewan ternak khususnya kambing, Kabupaten Sleman memiliki peluang yang baik untuk bisa menggerakkan sektor peternakan. Menurut Pemerintah Kabupaten Sleman (2011)
5 populasi ternak kambing pada tahun 2010 mencapai 31.837 ekor meningkat menjadi 35.732 ekor pada tahun 2011. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa usahaternak kambing ini sudah mulai diminati sebagai bentuk kegiatan dalam rangka mengoptimalkan penggunaan sumberdaya yang dimiliki. Desa Girikerto menjadi daerah di Kecamatan Turi Kabupaten Sleman yang sudah mengembangkan usahaternak kambing secara terintegrasi dengan usahatani tanaman salak pondoh. Adapun jenis kambing yang diintegrasikan dengan salak pondoh di Desa Girikerto adalah kambing peranakan etawa (PE). Usahaternak kambing PE ini memiliki prospek yang cukup besar untuk bisa dikembangkan terutama dalam hal pemanfaatan susu yang dihasilkan. Priyanto et al. (1996) menyatakan bahwa kambing PE merupakan salah satu bangsa kambing dwiguna (produksi daging disamping susu) yang banyak diusahakan peternak di pedesaan dalam rangka pemanfaatan tenaga kerja. Integrasi antara tanaman salak pondoh dan ternak kambing PE memiliki potensi cukup besar dalam mendukung ekonomi rumah tangga petani. Hal ini didukung dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk dan taraf hidup serta pengetahuan masyarakat untuk mengonsumsi makanan yang bergizi seperti buah dan susu. Sistem integrasi yang dilakukan petani dengan tanaman bernilai ekonomis tinggi seperti salak pondoh bisa menjadi alternatif untuk menghindari risiko dalam usahatani. Selain itu, adanya integrasi tersebut diharapkan menjadi model pengembangan usahatani berkelanjutan yang berbasiskan tanaman salak pondoh dan ternak kambing PE. Berkaitan dengan hal tersebut, penelitian ini akan mengkaji perbedaan pendapatan petani salak pondoh yang tidak mengintegrasikan tanamannya dengan kambing PE dengan petani yang melakukan integrasi antara tanaman salak pondoh dan kambing PE di Desa Girikerto. 1.2 Perumusan Masalah Kondisi ketersediaan sumberdaya alam yang semakin kompetitif dan terbatas menjadi alasan perlunya upaya-upaya inovatif untuk meningkatkan produksi maupun produktivitas usaha pertanian. Dalam hal ini, petani harus bisa memanfaatkan cabang usahatani yang disesuaikan dengan kondisi lahan dan jumlah pengusahaan yang tepat. Hal ini diperlukan agar tidak terjadi peningkatan
6 biaya yang hanya akan membebani petani. Salah satu cabang usahatani yang memiliki potensi untuk dijadikan tambahan sumber pendapatan adalah sektor peternakan. Menurut Sutanto (2002) memadukan jenis tanaman dan ternak dan menerapkan usahatani yang sepadan dengan kebutuhan masing-masing serta melaksanakan usaha perlindungan lingkungan akan membantu petani dalam mempertahankan produktivitas tanah dan menekan sekecil mungkin risiko usahatani. Upaya untuk mengembangkan cabang usahatani telah dilakukan oleh kelompok tani yang ada di Desa Girikerto Kecamatan Turi Kabupaten Sleman. Selain menggantungkan sumber pendapatan dari budidaya salak pondoh, para petani juga melakukan usaha lain di bidang peternakan kambing PE. Berdasarkan Pemerintah Kabupaten Sleman (2011) salak pondoh dan kambing PE merupakan komoditas yang menjadi unggulan di Kabupaten Sleman. Pada umumnya, para petani di Desa Girikerto menggabungkan usaha salak dan kambing PE dengan cara mengintegrasikan kedua komoditas tersebut. Lahan yang digunakan untuk lokasi ternak kambing PE di Desa Girikerto merupakan lahan sewa milik pemerintah desa dan diusahakan oleh para peternak yang tergabung dalam suatu kelompok tani ternak. Hal tersebut berbeda dengan lahan budidaya salak pondoh yang merupakan lahan milik sendiri dan menjadi sumber penghasilan utama bagi petani. Adanya integrasi ini, petani tidak hanya memperoleh hasil dari salak dan kambing tetapi juga bisa memanfaatkan limbah ternak sebagai pupuk untuk kebun salaknya. Selain itu, dari kebun salak yang diusahakan petani mampu memanfaatkan daun salak yang sudah tua sebagai tambahan pakan kambing PE. Adapun petani yang hanya mengusahakan buah salak memperoleh pupuk kandang dengan cara membeli kepada peternak. Hal ini menunjukkan terdapat perbedaan biaya pembelian input pupuk antara petani yang memiliki dua komoditas (salak dan kambing PE) dengan petani yang hanya bergerak di bidang komoditas salak. Petani yang melakukan integrasi bisa menghemat biaya pembelian input dengan memanfaatkan kotoran ternak sebagai pupuk. Sistem integrasi tersebut dilakukan untuk mencapai efisiensi dalam usahataninya sehingga petani berupaya untuk mempertimbangkan kembali bahan-
7 bahan organik yang tersedia di lingkungan sekitar sebagai input demi meningkatkan kesuburan lahan. Hal ini menunjukkan adanya low external input sustainable agriculture (LEISA) yang mengarah pada pertanian berkelanjutan dengan memanfaatkan keberadaan sumberdaya lokal sebagai bahan baku. Konsep LEISA menekankan pada dua hal yaitu memanfaatkan limbah pertanian terutama sisa budidaya menjadi pakan ternak dan mengubah limbah peternakan menjadi pupuk organik yang dapat dimanfaatkan kembali dalam proses budidaya tanaman2. Adapun kelebihan dari adanya sistem usahatani integrasi ini disamping menunjang pertanian yang ramah lingkungan juga mampu meningkatkan potensi usaha peternakan. Pemeliharaan ternak kambing PE menjadi salah satu cara untuk meningkatkan
efektivitas
dan
efisiensi
penggunaan
sumberdaya
dalam
menghadapi kondisi lahan pertanian yang relatif sempit. Adanya usaha di bidang peternakan juga dapat mengurangi risiko dari usahatani salak pondoh yang dijalankan. Ketersediaan pupuk kandang dari pemeliharaan ternak kambing PE untuk kebun salak dapat menghemat penggunaan pupuk anorganik sehingga mampu memperbaiki struktur dan ketersediaan unsur hara dalam tanah. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai usahatani integrasi antara salak pondoh dan kambing peranakan etawa ini sehingga diharapkan menjadi alternatif usahatani dengan konsep zero waste. Dengan demikian, adanya sistem integrasi antara tanaman salak pondoh dan ternak kambing PE diharapkan mampu memberikan tambahan pendapatan bagi petani. Berdasarkan uraian di atas, permasalahan yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah: 1.
Bagaimana pola integrasi antara tanaman salak pondoh dan ternak kambing PE di Desa Girikerto?
2.
Bagaimana pendapatan petani sistem integrasi antara tanaman salak pondoh dan ternak kambing PE dibandingkan dengan pendapatan petani salak yang tidak mengintegrasikan tanamannya dengan kambing PE di Desa Girikerto?
2
http://www.bbpp-lembang.info/index.php/en/arsip/artikel/artikel-pertanian/609-pertanian-yang-berkelanjutan.html diakses pada tanggal 15 Mei 2013
8 3.
Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi keputusan petani untuk melakukan integrasi antara tanaman salak dan ternak kambing PE di Desa Girikerto? 1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah:
1.
Mengidentifikasi pola integrasi antara tanaman salak pondoh dan ternak kambing PE di Desa Girikerto.
2.
Mengestimasi pendapatan petani sistem integrasi antara tanaman salak pondoh dan ternak kambing PE dibandingkan dengan pendapatan petani salak yang tidak mengintegrasikan tanamannya dengan kambing PE di Desa Girikerto.
3.
Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani untuk melakukan integrasi antara tanaman salak dan ternak kambing PE di Desa Girikerto. 1.4 Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini diantaranya:
1.
Secara akademik penelitian ini ditujukan untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan program Strata Satu (S1) Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
2.
Sebagai bahan masukan kepada pengambil kebijakan tentang upaya peningkatan kesejahteraan petani melalui sistem usahatani integrasi.
3.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan rujukan pada penelitian selanjutnya. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.
Wilayah penelitian hanya meliputi kawasan Desa Girikerto Kecamatan Turi Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta.
9 2.
Responden dalam penelitian adalah petani yang menerapkan integrasi antara tanaman (salak pondoh) dan ternak (kambing PE) dimana limbah dari masing-masing usahatani menjadi input bagi usahatani yang lain dan petani salak yang tidak mengintegrasikan tanaman salaknya dengan kambing PE.
3.
Jenis komoditas yang menjadi analisis adalah tanaman salak pondoh dan ternak kambing PE.
4.
Usahatani salak pondoh dan usahaternak kambing PE dianalisis dalam jangka waktu satu tahun.
5.
Harga-harga yang berlaku dalam analisis sesuai dengan harga yang berlaku pada saat penelitian.
10
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Economics of Integrated Farming System Penerapan usahatani yang mengintegrasikan dua cabang usahatani bisa menjadi salah satu upaya untuk meningkatkan dan menjaga stabilitas pendapatan petani. Dalam hal ini, terdapat unsur keterkaitan antarcabang usaha tersebut terutama dalam penggunaan input. Menurut Gupta et al. (2012) sistem integrasi pertanian merupakan bentuk dari penghematan sumberdaya untuk mencapai keuntungan yang maksimal dengan tingkat produksi yang berkelanjutan sekaligus melestarikan lingkungan. Sistem integrasi pertanian memiliki peranan dalam hal 1) mengurangi tingkat erosi; 2) meningkatkan hasil panen, aktivitas biologis dan daur ulang nutrisi tanah; 3) mengintensifkan penggunaan lahan dan meningkatkan keuntungan; 4) membantu mengurangi kemiskinan dan kekurangan gizi serta meningkatkan kelestarian lingkungan. Usahatani yang terintegrasi menjadi suatu alternatif pendekatan dari sistem pertanian yang berkelanjutan. Adanya pengembangan sistem integrasi pertanian tersebut tidak hanya mengutamakan
prinsip
memaksimalkan
keuntungan
tetapi
juga
mempertimbangkan kualitas lingkungan ekosistem. Soepranianondo (2009) mendefinisikan sistem integrasi pertanian sebagai sistem yang berwawasan ekologis, ekonomis dan berkesinambungan atau yang sering disebut dengan model sustainable mix farming. Model tersebut diarahkan pada upaya memperpanjang siklus biologis dengan mengoptimalkan pemanfaatan hasil samping pertanian dan peternakan. Siklus daur ulang ini diharapkan mampu menghasilkan produk baru yang memiliki nilai ekonomis tinggi sehingga pemberdayaan dan pemanfaatan lahan marginal dapat lebih dioptimalkan. Sistem integrasi pertanian menjadi salah satu cara untuk mengatasi masalah terkait keterbatasan input dan tingginya biaya input serta pencemaran lingkungan (Ugwumba
2010).
Selain
itu,
penerapan
sistem
integrasi
pertanian
mengedepankan aspek pencapaian efisiensi dalam melakukan usahatani sehingga mampu mengoptimalkan sumberdaya yang ada. Devendra (1993) menyebutkan penerapan sistem integrasi memberikan keuntungan seperti:
11 1.
Diversifikasi dalam penggunaan sumberdaya produksi.
2.
Mengurangi terjadinya risiko.
3.
Efisiensi penggunaan tenaga kerja untuk meningkatkan produktivitas pertanian dan pendapatan.
4.
Efisiensi dalam penggunaan komponen sumberdaya.
5.
Efisiensi dalam penggunaan energi biologi dan kimia sehingga mengurangi ketergantungan input luar.
6.
Terciptanya sistem ekologi yang berkelanjutan melalui penggunaan bahan daur ulang.
7.
Meningkatkan output.
8.
Menciptakan rumah tangga petani yang stabil. 2.2 Konsep Sistem Integrasi Tanaman Ternak Sistem pertanian yang terintegrasi dapat dilakukan dengan mengembangkan
potensi keterkaitan antarcabang usahatani. Salah satu upaya tersebut adalah dengan menggabungkan antara usahatani tanaman dan usahaternak melalui konsep integrasi antara tanaman dengan ternak. Sistem integrasi tanaman ternak melibatkan kombinasi antara satu atau lebih jenis tanaman dan hewan ternak. Output yang dihasilkan dari satu komponen menjadi input bagi komponen lainnya sehingga terjalin hubungan yang sifatnya saling melengkapi. Secara umum, terdapat
dua
jenis
sistem
integrasi
yaitu:
1)
sistem
integrasi
yang
mengombinasikan antara ternak (ruminansia maupun non ruminansia) dengan tanaman semusim; 2) sistem integrasi yang mengombinasikan antara ternak (ruminansia dan non ruminansia) dengan tanaman tahunan (Devendra et al. 1997). Konsep integrasi tanaman dengan ternak diharapkan dapat memajukan sektor pertanian dengan memanfaatkan potensi sumberdaya lokal. Konsep integrasi ternak dalam usahatani baik itu tanaman perkebunan, pangan atau hortikultura adalah menempatkan dan mengusahakan sejumlah ternak, dalam hal ini ternak ruminansia (sapi, kerbau, domba, kambing) atau psedoruminansia (kelinci, kuda) tanpa mengurangi aktivitas dan produktivitas tanaman. Keberadaan ternak ini harus dapat meningkatkan produktivitas tanaman sekaligus dengan produksi ternaknya (Kementerian Pertanian 2011).
12 Adapun manfaat dari penerapan integrasi tanaman ternak dapat ditinjau dari apek: 1) agronomi, dengan adanya pemeliharaan kapasitas produktif dari lahan; 2) ekonomi, melalui diversifikasi produk diperoleh hasil yang lebih tinggi dan berkualitas dengan biaya yang lebih sedikit; 3) ekologis, terciptanya pengendalian erosi 4) sosial, menciptakan lapangan pekerjaan di pedesaan sehingga menekan urbanisasi. Dalam sistem integrasi, tanaman dan ternak berinteraksi untuk menciptakan sinergi. Produk limbah dari satu komponen berfungsi sebagai sumberdaya untuk komponen lainnya. Sisa tanaman dapat digunakan sebagai pakan ternak, sementara limbah ternak digunakan untuk meningkatkan produktivitas pertanian sehingga bisa mengurangi penggunaan pupuk kimia dan meningkatkan kesuburan lahan (Gupta et al. 2012). Proses interaksi dalam integrasi antara tanaman dan ternak tersebut dapat dicontohkan pada tanaman salak pondoh dan ternak kambing peranakan etawa seperti yang terdapat pada Gambar 1. Daun Salak Pondoh
Kambing Peranakan Etawa
Salak Pondoh
Kotoran
Gambar 1 Sistem integrasi salak pondoh dan kambing peranakan etawa Sumber: Penulis (2013)
Sistem integrasi antara tanaman dengan ternak seperti pada Gambar 1 menunjukkan adanya pemanfaatan sumberdaya lokal dengan memaksimalkan upaya daur ulang yang menghasilkan suatu usaha dengan konsep zero waste sehingga semua hasil dari ternak dan tanaman dapat digunakan kembali (Soepranianondo 2009). Limbah ternak kambing dapat dimanfaatkan sebagai
13 pupuk bagi tanaman salak pondoh dan sisa tanaman bisa digunakan sebagai pakan ternak. Pola tersebut memperlihatkan bahwa terdapat keterkaitan antara ternak kambing dengan tanaman salak pondoh yang diusahakan. 2.3 Biaya dan Pendapatan Usahatani Usahatani merupakan cara petani memperoleh dan memadukan sumberdaya (lahan, tenaga kerja, modal, waktu dan pengelolaan) yang terbatas dengan tujuan memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu (Soekartawi et al. 1986). Usahatani tersebut dapat dikatakan efektif apabila petani atau produsen mampu mengalokasikan sumberdaya yang dimiliki sebaik-baiknya dan efisien apabila pemanfaatan sumberdaya tersebut menghasilkan keluaran (output) yang melebihi masukan (input) (Soekartawi 1995). Dalam melakukan suatu usahatani, perhitungan terkait biaya dan penerimaan menjadi hal yang perlu diperhatikan. Hal ini disebabkan besarnya biaya dan penerimaan akan sangat menentukan tingkat keuntungan yang diperoleh dalam suatu usahatani. Rahim dan Hastuti (2007) mendefinisikan biaya usahatani sebagai pengorbanan yang dilakukan oleh produsen (petani, nelayan dan peternak) dalam mengelola usahanya demi mendapatkan hasil yang maksimal. Biaya tersebut dapat digolongkan menjadi dua yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable cost) (Soekartawi 1995). Biaya tetap merupakan biaya yang relatif tetap jumlahnya dan tidak tergantung pada besar kecilnya produksi yang diperoleh, seperti biaya sewa tanah, pajak, alat pertanian dan iuran irigasi. Biaya tidak tetap yaitu biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh dan sifatnya selalu berubah-ubah tergantung dari jumlah produksi yang diinginkan, seperti biaya pupuk, tenaga kerja, dan sarana produksi. Menurut Hernanto (1989) biaya produksi dalam usahatani dibedakan menjadi biaya tunai dan tidak tunai. Biaya tunai adalah biaya tetap dan biaya variabel yang dibayar tunai. Biaya tetap misalnya pajak tanah dan bunga pinjaman, sedangkan biaya variabel misalnya pengeluaran untuk bibit, pupuk, obat-obatan dan tenaga kerja luar keluarga. Biaya tidak tunai adalah biaya tenaga kerja dalam keluarga.
14 Selain biaya dalam usahatani juga perlu diketahui mengenai besarnya pendapatan. Pendapatan merupakan selisih antara penerimaan dan semua biaya yang dikeluarkan selama proses produksi. Besarnya pendapatan sangat bergantung pada komponen pengeluaran dan penerimaan dalam proses produksi. Adapun analisis pendapatan bertujuan untuk menggambarkan keadaan sekarang dari suatu usaha dan keadaan yang akan datang dari perencanaan. Selain itu, analisis pendapatan penting dilakukan untuk mengetahui berhasil atau tidaknya suatu kegiatan yang diusahakan. Besarnya biaya dan pendapatan yang diperoleh petani tidak hanya dipengaruhi oleh kondisi produksi usahatani tetapi juga dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor yang mempengaruhi biaya dan pendapatan usahatani antara lain: 1) faktor internal yaitu: umur petani, pendidikan, pengalaman, jumlah tenaga kerja keluarga, luas lahan, dan modal; 2) faktor eksternal yaitu: input meliputi ketersediaan dan harga, output meliputi permintaan dan harga; 3) faktor manajemen (Suratiyah 2006). 2.4 Adopsi Teknologi Inovasi teknologi di bidang pertanian guna meningkatkan produktivitas telah banyak dikembangkan. Teknologi yang diperkenalkan kepada petani tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan pendapatan tetapi juga untuk memperbaiki dan mempertahankan fungsi ekosistem. Feder et al. (1981) menyebutkan bahwa adopsi inovasi teknologi di bidang pertanian telah menarik perhatian terutama di negara-negara sedang berkembang yang sebagian besar masih bergantung pada pertanian karena memberikan peluang untuk meningkatkan produksi secara substansial. Adanya perubahan perilaku petani terhadap suatu teknologi sangat erat kaitannya dengan proses pengambilan keputusan untuk melakukan adopsi inovasi tersebut. Soekartawi (2005) menyatakan ada dua elemen penting yang perlu diperhatikan dalam proses adopsi inovasi yaitu adanya sikap mental untuk melakukan adopsi inovasi dan konfirmasi dari keputusan yang telah diambil. Hanafie (2010) mendefinisikan adopsi sebagai proses perubahan perilaku, baik
15 yang berupa pengetahuan (cognitive), sikap (affective) maupun keterampilan (psychomotoric) pada diri seseorang setelah menerima inovasi. Secara ekonomi, petani akan melakukan adopsi teknologi dengan pertimbangan dapat memaksimalkan tingkat utilitas yang disesuaikan dengan harga, kebijakan, karakteristik pribadi petani dan ketersediaan sumberdaya (Caswell et al. 2001). Proses pengambilan keputusan petani untuk melakukan adopsi inovasi dipengaruhi oleh banyak faktor. Pattanayak et al. (2002) menggolongkan penentu adopsi teknologi di bidang pertanian dan kehutanan ke dalam lima faktor, yaitu: 1.
Preferensi petani, secara eksplisit efek preferensi petani sulit untuk diukur sehingga dilakukan pendekatan berdasarkan kondisi sosial demografi seperti umur, jenis kelamin, pendidikan dan status sosial.
2.
Resource endowment, digunakan untuk mengukur ketersediaan sumberdaya yang dimiliki oleh adopter dalam hal ini petani untuk diimplementasikan pada teknologi baru. Contohnya adalah kepemilikan aset seperti tanah, tenaga kerja, ternak dan tabungan.
3.
Insentif pasar, merupakan faktor yang berhubungan dengan rendahnya biaya yang dikeluarkan atau tingginya manfaat yang diterima dari adopsi teknologi. Insentif pasar berfokus terhadap faktor-faktor ekonomi seperti harga, ketersediaan pasar, transportasi dan untung atau rugi. Faktor insentif pasar ini diharapkan dapat meningkatkan penerimaan sehingga memiliki pengaruh yang positif terhadap adopsi teknologi.
4.
Faktor biofisik, faktor ini memiliki pengaruh terhadap proses produksi dalam bidang pertanian dan kehutanan. Contohnya, kualitas tanah, kemiringan lahan pertanian dan luas lahan. Secara umum, faktor biofisik yang rendah seperti kemiringan lahan yang besar sehingga berpotensi menimbulkan erosi akan mendorong adanya adopsi teknologi oleh petani dengan harapan dapat meminimalisasi hal tersebut.
5.
Risiko dan ketidakpastian, faktor ini menunjukkan adanya ketidaktahuan petani terhadap kondisi pasar dan kebijakan yang dibuat oleh pemerintah. Contohnya, risiko dan ketidakpastian dalam jangka pendek tersebut adalah harga komoditas yang berfluktuatif, jumlah output dan curah hujan. Salah
16 satu contoh risiko dan ketidakpastian dalam jangka panjang adalah tidak terjaminnya
hak
kepemilikan.
Mengingat
lamanya
jangka
waktu
pengembalian investasi di bidang pertanian dan kehutanan ini maka adopsi teknologi menjadi cara untuk mengurangi risiko dan ketidakpastian dari investasi tersebut. Upaya untuk mengurangi risiko dan ketidakpastian dalam bidang pertanian dan kehutanan ditempuh melalui adopsi teknologi. Penerapan teknologi memiliki peranan penting dalam kemajuan suatu usahatani. Hal ini erat kaitannya dengan upaya untuk meningkatkan jumlah komoditas yang ditawarkan. Menurut Rahim dan Hastuti (2007) kemajuan teknologi mampu mengurangi biaya produksi, mempertinggi kualitas dan produktivitas dan menghasilkan komoditas baru. 2.5 Penelitian Terdahulu Penelitian terkait sistem integrasi tanaman dan ternak telah dilakukan oleh Priyanti (2007) mengenai Dampak Program Sistem Integrasi Tanaman Ternak Terhadap Alokasi Waktu Kerja, Pendapatan dan Pengeluaran Rumah Tangga Petani di lima Kabupaten yaitu Sleman dan Bantul (DIY), Sragen dan Grobogan (Jawa Tengah) dan Bojonegoro (Jawa Timur). Model persamaan simultan 2SLS dan analisis simulasi digunakan dalam penelitian ini sedangkan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani dalam program tersebut digunakan model regresi logistik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa usahaternak sapi dan keikutsertaan petani dalam organisasi pertanian menjadi faktor utama yang mempengaruhi keputusan petani untuk mengadopsi sistem integrasi tanaman ternak. Secara umum dapat dinyatakan bahwa peran usaha integrasi tanaman ternak (padi, sapi dan kompos) cukup besar terhadap pendapatan total rumah tangga petani, masingmasing sebesar 77 persen dan 64 persen bagi petani SITT dan Non SITT dimana sebagian besar alokasi pengeluaran dipergunakan untuk membiayai konsumsi pangan. Alokasi penggunaan tenaga kerja keluarga, kontribusi pendapatan dan alokasi pengeluaran rumah tangga petani sistem integrasi tanaman ternak relatif lebih besar dibandingkan dengan petani non integrasi.
17 Junaidi dan Yamin (2010) melakukan penelitian mengenai Faktor-faktor yang Mempengaruhi Adopsi Pola Usahatani Diversifikasi dan Hubungannya dengan Pendapatan Usahatani Kopi di Sumatera Selatan. Tujuan dalam penelitian ini adalah mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi pola diversifikasi usahatani kopi dan membandingkan pendapatan usahatani kopi antara pola diversifikasi dan monokultur. Penelitian ini dilakukan terhadap 45 petani pola diversifikasi dan 45 petani monokultur. Alat analisis yang digunakan adalah regresi logistik dan analisis statistik parametrik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani untuk mengadopsi usahatani kopi pola diversifikasi adalah pendidikan dan pengalaman berusahatani. Sementara itu, pendapatan pola usahatani diversifikasi berbeda nyata secara statistik dimana pendapatan pola usahatani diversifikasi lebih besar dibandingkan pola usahatani monokultur. Penelitian lainnya adalah mengenai Pendapatan Usahatani Integrasi Pola Sayuran Ternak Ikan (Studi Kasus: Pondok Pesantren Al-Ittifaq Kampung Ciburial Desa Alam Endah Kecamatan Rancabali Kabupaten Bandung) oleh Hanifah (2008). Penelitian ini bertujuan: 1) mengkaji keragaan usahatani integrasi pola sayuran ternak ikan; 2) menganalisis pendapatan usahatani integrasi pola sayuran ternak ikan dan usahatani tidak terintegrasi serta pendapatan tiap cabang usahatani; 3) menganalisis efisiensi usahatani integrasi pola sayuran ternak ikan. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis pendapatan dan R/C rasio. Hasil penelitian menunjukkan bahwa R/C rasio atas biaya tunai maupun biaya total pada usahatani terintegrasi lebih besar dari usahatani yang tidak terintegrasi. Nilai R/C rasio atas biaya total pada usahatani terintegrasi sebesar 6,34 sedangkan atas biaya tunai 10,80. Pada usahatani tidak terintegrasi R/C rasio atas biaya total dan biaya tunai masing-masing sebesar 5,2 dan 7,42. Pendapatan atas biaya tunai maupun biaya total pada usahatani terintegrasi lebih besar dibandingkan jika cabang-cabang usahatani tersebut berdiri sendiri. Total pendapatan usahatani terintegrasi yang diamati selama satu tahun atas biaya tunai dan biaya total sebesar Rp 3.018.953.319 dan Rp 2.802.343.117 sedangkan yang tidak terintegrasi sebesar Rp 2.880.553.974 dan Rp 2.678.735.190.
18 Hardjanto (2010) melakukan penelitian mengenai analisis pendapatan dan faktor-faktor yang mempengaruhi petani dalam adopsi teknologi konservasi lahan di DTA Saguling Kecamatan Pengalengan Kabupaten Bandung. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa
pendapatan
petani
non
konservasi
lahan
lebih
menguntungkan dibandingkan dengan petani konservasi lahan. Berdasarkan perhitungan NPV, sistem usahatani non konservasi menghasilkan NPV sebesar Rp 97.136.330 dan sistem usahatani konservasi lahan menghasilkan NPV sebesar Rp 79.162.388. Artinya, sistem usahatani konservasi lahan ini tidak menguntungkan secara ekonomi namun memiliki keunggulan dari aspek lingkungan. Komoditas yang diusahakan petani konservasi lahan adalah tanaman semusim (sayuran) dengan tanaman tahunan (kopi) sedangkan petani non konservasi lahan hanya mengusahakan sayuran. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan usahatani konservasi lahan yang diestimasi dengan model regresi berganda adalah harga kopi, biaya obat, biaya pupuk dan harga sayur. Sementara itu, model regresi logistik digunakan untuk mengidentifikasi variabel apa saja yang berpengaruh terhadap adopsi teknologi konservasi lahan dan variabel yang diduga berpengaruh hanya variabel sumber informasi yang signifikan dalam adopsi teknologi tersebut. Penelitian
yang
dilakukan
memiliki
perbedaan
dengan
penelitian
sebelumnya yakni, mengidentifikasi pola integrasi antara tanaman salak pondoh dan ternak kambing PE secara deskriptif, melakukan perbandingan pendapatan usahatani yang menggabungkan antara komoditas salak pondoh dan ternak kambing PE melalui sistem integrasi dengan pendapatan usahatani yang hanya bergerak pada satu komoditas yaitu salak pondoh, dan mengidentifikasi faktorfaktor yang mempengaruhi petani dalam pengambilan keputusan untuk melakukan integrasi dengan menggunakan analisis regresi logistik melalui software Minitab 14.
19
III KERANGKA PEMIKIRAN Petani dalam melakukan usahataninya selalu dihadapkan pada kondisi ketersediaan sumberdaya yang kompetitif dan terbatas baik dari segi lahan, modal maupun input pertanian. Usaha di bidang pertanian juga sangat rentan terhadap perubahan yang terjadi pada alam sehingga memiliki risiko yang besar. Oleh karena itu, dibutuhkan upaya yang bisa meminimalisasi kondisi tersebut, salah satunya dengan cara menerapkan sistem pertanian yang terintegrasi antarcabang usahatani seperti tanaman dan ternak. Usahatani tanaman dapat menghasilkan produk utama dari tanaman tersebut dan juga limbah tanaman, sedangkan usahatani ternak memberikan hasil berupa daging atau susu dan limbah kotoran ternak. Upaya mengintegrasikan kedua usahatani ini berarti limbah tanaman dapat dimanfaatkan oleh ternak yang diusahakan sedangkan limbah ternak dapat digunakan sebagai pupuk bagi tanamannya. Hal ini dilakukan dengan memanfaatkan
potensi
sumberdaya
lokal
sehingga
bisa
mengurangi
ketergantungan sarana produksi (input dan pakan) dari luar. Kondisi tersebut menunjukkan adanya suatu bentuk usaha untuk mencapai efisiensi dalam penggunaan input usahatani. Adanya integrasi tersebut diharapkan dapat menciptakan suatu sistem pertanian yang berkelanjutan yang tidak hanya bertujuan meningkatkan perolehan pendapatan petani tetapi juga memperhatikan aspek ekologi yang ada seperti pemanfaatan limbah kotoran ternak yang biasanya dibuang sehingga dapat mencemari lingkungan. Salah satu contoh usahatani terintegrasi yang memiliki potensi untuk dikembangkan adalah dengan mengombinasikan antara cabang usahatani tanaman hortikultura dengan ternak seperti tanaman salak pondoh dan ternak kambing peranakan etawa (PE) yang ada di Desa Girikerto Kecamatan Turi Kabupaten Sleman. Pada umumnya, pengembangan budidaya salak pondoh di Desa Girikerto dikombinasikan dengan ternak seperti kambing PE. Tambahan hijauan pakan untuk kambing ini dapat diperoleh petani dari daun salak yang dibudidayakan sedangkan kotoran kambing dapat dimanfaatkan sebagai pupuk untuk tanaman salaknya.
20 Tahap awal dari penelitian ini adalah dengan mengidentifikasi pola integrasi antara tanaman salak pondoh dan ternak kambing PE yang dilakukan di Desa Girikerto. Hal ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana interaksi yang terjadi antara dua komoditas yang diusahakan secara integrasi yaitu salak pondoh dan kambing PE. Data yang didapat berasal dari wawancara mendalam dengan responden (petani) yang melakukan integrasi salak pondoh dan kambing PE. Sementara itu, alat analisis yang digunakan berupa analisis deskriptif. Analisis mengenai perbandingan pendapatan antara petani yang melakukan integrasi (salak pondoh dan kambing PE) dengan yang tidak mengintegrasikan salak pondohnya dengan kambing PE merupakan ruang lingkup masalah kedua yang akan diteliti. Biaya dan penerimaan dari masing-masing petani integrasi dan non integrasi tersebut dianalisis menggunakan pendekatan R/C (Return/Cost). Hal ini bertujuan untuk mengetahui apakah kedua kondisi usahatani tersebut menguntungkan secara ekonomi dan efisien dalam penggunaan biaya produksi. Tahap selanjutnya adalah mengidentifikasi faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap keputusan petani untuk melakukan integrasi antara salak pondoh dan kambing PE. Pendekatan yang dilakukan adalah dengan wawancara langsung kepada petani dan dianalisis menggunakan metode regresi logistik. Alur pemikiran proses penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.
21 Semakin kompetitif dan terbatasnya sumberdaya serta tingginya risiko dalam usahatani
Integrasi Usahatani
Ya
Usahatani Integrasi (Salak-Kambing PE)
Tidak
Pola Integrasi
Usahatani Tanpa Integrasi (Salak)
Analisis Deskriptif Pendapatan Usahatani Integrasi
dibandingkan
Faktor-faktor yang mempengaruhi usahatani integrasi
Pendapatan Usahatani Tanpa Integrasi
Pendapatan Usahatani Integrasi =, <, > Usahatani Tanpa Integrasi Analisis Pendapatan
Analisis Regresi Logistik
Meningkatnya Pendapatan Petani
Keterangan:
: Komponen Analisis : Metode Analisis : Hubungan Langsung
Gambar 2 Skema kerangka pemikiran operasional penelitian
22
IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Girikerto, Kecamatan Turi, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) berdasarkan pertimbangan bahwa kawasan tersebut memiliki potensi usaha salak pondoh dan ternak kambing peranakan etawa yang dikembangkan melalui sistem integrasi. Proses pengumpulan data primer dengan menggunakan kuesioner dilakukan pada bulan Agustus 2013. 4.2 Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan dan wawancara langsung menggunakan kuesioner kepada responden yang menjadi objek penelitian dan para tokoh atau instansi terkait. Data sekunder merupakan data pendukung yang diperoleh melalui studi literatur dari penelitian-penelitian terdahulu yang terkait, jurnal nasional maupun internasional, data dari Badan Pusat Statistik Provinsi DIY, Dinas Pertanian Provinsi DIY, Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kabupaten Sleman dan lain sebagainya yang dapat menunjang tujuan yang ingin dicapai. 4.3 Teknik Penarikan Sampel Pengambilan sampel untuk responden menggunakan teknik purposive sampling. Teknik purposive sampling merupakan bentuk dari teknik penarikan sampel non probabilita. Pada teknik purposive sampling, sampel yang diambil harus memiliki kriteria tertentu sesuai dengan masalah yang akan dibahas dalam penelitian. Responden dalam penelitian ini adalah petani yang memiliki dua komoditas salak pondoh dan kambing PE (integrasi) dengan petani salak (tanpa integrasi). Adapun jumlah responden yang dipilih sebanyak 43 orang yang terdiri atas 28 petani integrasi dan 15 petani non integrasi.
23 4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data Data dan informasi yang didapatkan dalam penelitian ini dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Metode pengolahan dan analisis data dilakukan dengan menggunakan program Minitab 14.0 for windows dan Microsoft Office Excel 2007. Matriks metode analisis data dapat dilihat dalam Tabel 4. Tabel 4 Matriks metode analisis data No
Tujuan Penelitian
Sumber Data
Metode Analisis Data
1
Mengidentifikasi pola integrasi antara tanaman salak pondoh dan ternak kambing PE
Data primer melalui wawancara menggunakan kuesioner
Analisis Deskriptif
2
Mengestimasi pendapatan petani sistem integrasi antara tanaman salak pondoh dan ternak kambing PE dibandingkan dengan pendapatan petani salak yang tidak mengintegrasikan tanamannya dengan kambing PE
Data primer melalui wawancara menggunakan kuesioner
Analisis Pendapatan dengan Pendekatan Penerimaan dan Pengeluaran Usahatani
3
Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani untuk melakukan integrasi antara tanaman salak dan ternak kambing PE
Data primer melalui wawancara menggunakan kuesioner
Model Regresi Logistik menggunakan Minitab 14.0 for windows
Sumber: Penulis (2013)
4.4.1 Identifikasi Pola Integrasi Pola integrasi antara tanaman salak pondoh dan ternak kambing PE diidentifikasi dengan menggunakan analisis deskriptif kualitatif. Dalam hal ini peneliti bertujuan untuk mengetahui bagaimana keterkaitan cabang usahatani tanaman salak pondoh dan ternak kambing PE. Analisis deskriptif kualitatif digunakan untuk memberikan gambaran mengenai pola integrasi antara tanaman salak pondoh dan ternak kambing PE melalui pengamatan di lapangan yang kemudian dijelaskan dan dikaitkan dengan teori yang ada. Tujuan analisis deskriptif adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, aktual dan akurat, mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antarfenomena yang diselidiki (Nazir 2003).
24 4.4.2 Analisis Perbandingan Pendapatan Petani Integrasi dan Non Integrasi Pendekatan yang digunakan untuk membandingkan pendapatan petani yang melakukan integrasi antara tanaman salak pondoh dan ternak kambing PE dengan petani salak pondoh yang tidak mengintegrasikan tanaman salaknya dengan kambing PE adalah melalui analisis pendapatan. Pada usahatani yang menerapkan sistem integrasi, pendapatan usahatani merupakan penjumlahan pendapatan dari masing-masing komoditas yang diusahakan. Secara sistematis pendapatan usahatani dapat dituliskan sebagai berikut (Soekartawi 1995): ....................................................................................... (4.1) TC
= BT BTT ...................................................................................... (4.2)
dimana: π
= pendapatan usahatani
TR
= total penerimaan usahatani
TC
= total biaya
BT
= biaya tunai
BTT
= biaya non tunai Penerimaan yang diperoleh dari usahatani salak pondoh dan usahaternak
kambing PE merupakan perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jualnya. Adapun total penerimaan dalam penelitian ini dikonversikan dalam jangka waktu satu tahun. Secara sistematis penerimaan dapat dituliskan sebagai berikut (Soekartawi 1995): ...................................................................................... (4.3) dimana: TR
= penerimaan total = output yang dihasilkan untuk komoditas i = harga jual output yang dihasilkan untuk komoditas i
i
= salak, kambing, susu dan pupuk
n
= banyaknya jenis produk yang dihasilkan Penerimaan petani yang melakukan integrasi merupakan penjumlahan dari
penerimaan usahatani salak pondoh dan kambing PE sedangkan petani yang tidak mengintegrasikan salak pondohnya hanya memperoleh total penerimaan dari hasil usahatani salaknya saja. Sementara itu, selain dimanfaatkan sebagai pupuk
25 kandang untuk lahan salak milik sendiri, petani juga menjual kotoran ternak dari kambing PE yang dipelihara ketika terdapat sisa pupuk kandang hasil pemupukan kebun salak. Hal ini akan berpengaruh terhadap penerimaan secara tunai dan non tunai. Penerimaan secara tunai merupakan perkalian antara output untuk setiap komoditas yang dijual dengan harga jual yang berlaku. Perkalian antara output untuk setiap komoditas yang dikonsumsi (dimanfaatkan) oleh keluarga dengan harga jual yang berlaku tergolong sebagai penerimaan non tunai. Usahatani integrasi yang dilakukan oleh petani memberikan penerimaan tunai dari penjualan susu, kambing dan pupuk kandang sedangkan penerimaan non tunai berasal dari penggunaan pupuk kandang di kebun salak milik petani. Oleh karena itu, total penerimaan yang diperoleh petani merupakan penjumlahan antara penerimaan tunai dan penerimaan non tunai. Total biaya yang dikeluarkan baik untuk integrasi usahatani (salak pondoh dan kambing PE) dan non integrasi (salak pondoh) dibedakan atas biaya tunai dan non tunai. Biaya tersebut terdiri atas biaya tenaga kerja, biaya input dan penyusutan peralatan. Identifikasi total penerimaan dan total biaya digunakan untuk melihat besarnya pendapatan petani yang melakukan integrasi dan petani yang tidak melakukan integrasi. Setelah mengestimasi total penerimaan dan total biaya maka analisis yang dilakukan selanjutnya adalah dengan melihat rasio penerimaan atas biaya (R/C) dari usahatani integrasi dan non integrasi. Hal ini dilakukan untuk melihat apakah usahatani integrasi lebih menguntungkan dibandingkan dengan usahatani non integrasi apabila dilihat dari R/C rasio. Analisis R/C ini terbagi menjadi R/C atas biaya tunai dan R/C atas biaya total. Secara sistematis analisis R/C dapat dituliskan sebagai berikut (Soekartawi 1995): R/C atas biaya tunai =
................................................ (4.4)
R/C atas biaya total =
................................................ (4.5)
Analisis R/C menunjukkan besarnya penerimaan untuk setiap satuan biaya yang dikeluarkan dalam usahatani. Secara teoritis, usahatani dikatakan menguntungkan apabila R/C > 1 dan merugikan apabila R/C < 1. Apabila rasio
26 R/C = 1 artinya usahatani yang dilakukan berada pada titik impas, dimana usahatani tersebut tidak merugikan dan juga tidak menguntungkan. 4.4.3 Identifikasi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Petani untuk Melakukan Integrasi Model pendugaan fungsi faktor-faktor yang mempengaruhi petani dalam mengambil keputusan untuk melakukan integrasi usahatani antara salak pondoh dan kambing PE merupakan model regresi logistik melalui Minitab 14. Pemilihan variabel-variabel model pendugaan fungsi logit dalam penelitian ini didasarkan atas studi terdahulu. Priyanti (2007) menggunakan variabel pendidikan, pekerjaan kepala keluarga, jumlah sapi yang dimiliki, jumlah penggunaan kompos, ketersediaan tenaga kerja keluarga, pendapatan usaha sapi dan akses terhadap informasi teknologi untuk mengetahui faktor adopsi teknologi sistem integrasi tanaman ternak. Adapun variabel yang digunakan oleh Junaidi dan Yamin (2010) dalam mengidentifikasi faktor yang mendorong petani untuk melakukan diversifikasi usahatani kopi meliputi pendapatan, modal, jumlah produksi kopi, pendidikan dan pengalaman berusahatani. Oleh karena itu, faktor-faktor yang diduga mempengaruhi keputusan petani untuk melakukan integrasi usahatani salak pondoh dan kambing PE dalam model penelitian ini adalah tingkat pendidikan formal, luas lahan salak, umur petani, jumlah tanggungan keluarga, pengalaman budidaya salak, dan pendapatan hasil usahatani. 4.4.3.1 Model Regresi Logistik Alat analisis yang digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi petani dalam mengambil keputusan untuk melakukan integrasi usahatani antara salak pondoh dengan kambing PE yaitu dengan pendekatan model regresi logistik. Model tersebut dirumuskan sebagai berikut (Juanda 2009): Pi = F (Zi) = F (α + βXi) =
=
............................... (4.6)
Persamaan (4.6) dapat ditunjukkan menjadi: Pi =
......................................................................................... (4.7)
dimana: Pi
= peluang individu dalam mengambil keputusan
27 Xi
= variabel bebas
α
= intersep
β
= koefisien regresi
e
= bilangan dasar logaritma natural (e = 2,718)
Zi
= α + βXi Kedua sisi dari persamaan (4.7) dikalikan dengan 1+
sehingga
persamaannya dapat dituliskan sebagai berikut: (
) Pi = 1 ................................................................................. (4.8)
Dibagi dengan Pi dimana 1 disubstitusi dengan Pi/Pi, =
-
=
=
, karena e-Zi= 1/
maka menjadi,
........................................................................................... (4.9)
Persamaan (4.9) ditransformasikan ke dalam persamaan logaritma natural (ln) yaitu: Zi= ln ........................................................................................ (4.10) Atau dari persamaan (4.10) dapat dituliskan menjadi, ) = Zi = α+ βXi .................................................................... (4.11) Persamaan (4.11) merupakan model persamaan logit atau model regresi logistik. Berdasarkan faktor-faktor yang diduga mempengaruhinya, maka model logit dapat dirumuskan sebagai berikut: ) = Zi = α + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + β5X5 + β6X6 + εi ............................................................................. (4.12) dimana: Pi
= peluang individu dalam mengambil keputusan integrasi usahatani salak pondoh dan kambing PE
(1-Pi) = peluang individu dalam mengambil keputusan non integrasi usahatani salak pondoh dan kambing PE Zi
= keputusan petani
α
= intersep
βi
= parameter koefisien regresi untuk Xi
X1
= tingkat pendidikan formal (tahun)
X2
= luas lahan salak yang dimiliki (m2)
28 X3
= umur petani (tahun)
X4
= jumlah tanggungan keluarga (jiwa)
X5
= pengalaman budidaya salak (tahun)
X6
= pendapatan hasil usahatani (Rp/tahun)
εi
= error term Hipotesis dari faktor-faktor yang diduga mempengaruhi keputusan petani
dalam melakukan integrasi usahatani salak pondoh dan kambing PE adalah sebagai berikut: 1)
Tingkat Pendidikan Formal Pendidikan formal petani diharapkan bernilai positif. Semakin tinggi tingkat
pendidikan formal maka akan semakin mudah untuk memahami sistem yang baru dibandingkan dengan petani berpendidikan rendah. Oleh karena itu, semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin mudah mengadopsi sistem integrasi usahatani. 2)
Luas Lahan Salak Luas lahan salak yang dimiliki diharapkan bernilai negatif. Petani yang
memiliki luas lahan yang sempit cenderung untuk mengembangkan usahataninya sehingga akan terdorong untuk mengadopsi sistem integrasi usahatani karena diharapkan dapat memperoleh tambahan penghasilan dengan memelihara ternak kambing sekaligus dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi sumberdaya yang dimiliki petani. 3)
Umur Petani Umur petani diharapkan bernilai negatif. Umur menunjukkan tingkat
produktivitas seseorang dalam bekerja. Semakin tinggi umur seseorang maka produktivitas dalam bekerja akan semakin menurun. Dalam hal ini, petani dengan golongan usia muda (produktif) akan memiliki semangat yang tinggi untuk mengembangkan cabang usaha melalui adopsi integrasi usahatani. 4)
Jumlah Tanggungan Keluarga Jumlah tanggungan keluarga diharapkan bernilai positif. Semakin banyak
jumlah anggota keluarga akan menyebabkan semakin banyak biaya yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari sehingga terdapat dorongan untuk meningkatkan pendapatan. Oleh karena itu, semakin banyak
29 jumlah anggota keluarga akan mendorong petani untuk mengadopsi integrasi usahatani. 5)
Pengalaman Budidaya Salak Pengalaman budidaya salak diharapkan bernilai positif. Semakin lama
pengalaman yang dimiliki dalam budidaya salak maka akan mendorong petani untuk melakukan pengolahan yang lebih baik dengan memanfaatkan limbah ternak. Hal ini akan mendorong petani untuk mengembangkan usahataninya ke sektor peternakan melalui adopsi integrasi. 6)
Pendapatan Hasil Usahatani Pendapatan hasil usahatani diharapkan bernilai positif. Semakin tinggi
pendapatan yang diperoleh dari hasil usahatani maka akan semakin tinggi peluang petani untuk melakukan integrasi usahatani. Adanya integrasi diharapkan bisa menciptakan efisiensi usahatani sehingga diharapkan bisa menambah pendapatan yang diperoleh petani. 4.4.3.2 Pengujian Model Regresi Logistik a.
Uji G Setelah dugaan model linear logistik diperoleh, selanjutnya menguji apakah
model logit tersebut secara keseluruhan dapat menjelaskan keputusan kualitatif (Y) (Juanda 2009). Hipotesis statistik yang diuji dalam hal ini adalah: H0
: β1= β2= β3 =…= βk = 0
(model tidak dapat menjelaskan)
H1
: minimal ada βi ≠ 0, untuk i = 1,2,3,…k
(model dapat menjelaskan)
Statistik uji yang digunakan adalah (Nachrowi dan Usman 2008): G = - 2ln
......................................................... (4.13)
Keterangan: Model A adalah model yang terdiri dari seluruh variabel Model B adalah model yang hanya terdiri dari konstanta saja Jika menggunakan taraf nyata α, hipotesis H0 ditolak (model signifikan) apabila statistik-G >X2α, (k-1) maka dapat disimpulkan bahwa minimal ada βi ≠ 0 dan model dapat menjelaskan pilihan individu pengamatan.
30 b.
Uji Wald Untuk menguji faktor mana (βi ≠ 0) yang berpengaruh nyata terhadap
pilihannya, diperlukan satistik uji Wald. Uji Wald dapat menguji signifikansi dari parameter koefisien secara parsial yang serupa dengan uji-t dalam regresi linear biasa (Juanda 2009). Hipotesis statistik yang diuji adalah: H0
: βi = 0 untuk 1,2,3,…k
(peubah Xi tidak berpengaruh nyata)
H1
: βi ≠ 0
(peubah Xi berpengaruh nyata)
Statistik uji yang digunakan adalah: W=
.............................................................................................. (4.14)
dimana: = koefisien regresi = standard error of β (galat kesalahan dari β) H0 ditolak apabila W lebih kecil dari taraf nyata sehingga parameter tersebut signifikan secara statistik pada tingkat signifikansi α yang dipilih artinya peubah Xi tersebut berpengaruh nyata terhadap Y. c.
Uji Odds Ratio Odds ratio merupakan rasio peluang peluang terjadi pilihan 1 (ya) terhadap
peluang terjadi pilihan 0 (tidak) dari variabel respons (Juanada 2009). Secara sistematis dapat dituliskan sebagai berikut: Odds ratio =
.............................................................................. (4.15)
dimana: Pi
= peluang petani melakukan usahatani integrasi
1 - Pi = peluang petani tidak melakukan usahatani integrasi 4.4.4 Uji Beda Rata-rata Guna mengetahui ada tidaknya perbedaan produktivitas buah salak antara petani integrasi dan non integrasi digunakan analisis uji beda dua sampel (T-test) melalui SPSS 16. Uji t dua sampel ini tergolong uji perbandingan untuk membandingkan (membedakan) apakah kedua data (variabel) sama atau berbeda. Adapun rumus yang digunakan untuk mencari t-hitung adalah (Riduwan 2003):
31 –
.................................................. (4.16)
dimana: r
= nilai korelasi x1 dengan x2. = rata-rata produktivitas buah salak petani integrasi. = rata-rata produktivitas buah salak petani non integrasi.
S1
= standar deviasi produktivitas buah salak petani integrasi.
S2
= standar deviasi produktivitas buah salak petani non integrasi.
S12
= varian produktivitas buah salak petani integrasi.
S22
= varian produktivitas buah salak petani non integrasi. = jumlah sampel petani integrasi (
= 28).
= jumlah sampel petani non integrasi (
= 15).
Hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah: H0
= tidak terdapat perbedaan produktivitas buah salak antara petani integrasi dan non integrasi.
H1
= terdapat perbedaan produktivitas buah salak antara petani integrasi dan non integrasi. Adapun kriteria pengujian dari uji beda rata-rata tersebut adalah apabila P-
value uji beda dua sampel bebas > α maka terima H0 artinya tidak ada perbedaan produktivitas buah salak antara petani integrasi dan non integrasi. Sementara itu, apabila P-value uji beda dua sampel bebas < α maka tolak H0 artinya ada perbedaan produktivitas buah salak antara petani integrasi dan non integrasi.
32
V GAMBARAN UMUM 5.1 Kondisi Umum Desa Girikerto 5.1.1 Letak Geografis Desa Girikerto merupakan salah satu desa yang ada di Kecamatan Turi, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Desa Girikerto berada di wilayah topografi berupa perbukitan seluas 0,3 hektar dengan ketinggian 400-700 di atas permukaan laut. Desa Girikerto memiliki suhu udara rata-rata harian 23310C dengan curah hujan rata-rata per tahun 3.908 mm. Secara geografis, desa ini terletak kurang lebih 4 km dari ibu kota Kecamatan Turi, 10 km dari ibu kota Kabupaten Sleman dan 20 km dari ibu kota Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Adapun perbatasan wilayah Desa Girikerto adalah sebagai berikut: Sebelah Utara
: Gunung Merapi
Sebelah Selatan
: Desa Donokerto, Kecamatan Turi
Sebelah Timur
: Desa Purwobinangun, Kecamatan Pakem
Sebelah Barat
: Desa Wonokerto, Kecamatan Turi
Luas wilayah Desa Girikerto sebesar 1.002 hektar yang terdiri atas pemukiman, persawahan, perkebunan dan lain-lain. Desa Girikerto memiliki 13 dusun, 27 RW dan 67 RT. Adapun penggunaan lahan di Desa Girikerto sebagian besar digunakan untuk perswahan (35,33%), pekarangan (26,27%) dan pemukiman (26,25%). Informasi penggunaan lahan di Desa Girikerto secara rinci dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Luas wilayah berdasarkan penggunaan lahan di Desa Girikerto No
Penggunaan Lahan
Luas (ha)
Persentase (%)
1
Pemukiman
263
26,25
2
Persawahan
354
35,33
3
Perkebunan
119,8
11,96
4
Pekarangan
263,2
26,27
5
Perkantoran
0,5
0,05
6
Kuburan
1,5
0,15
1.002
100,00
Jumlah Sumber: Desa Girikerto (2013)
33 5.1.2 Kondisi Sosial Ekonomi Desa Girikerto Penduduk Desa Girikerto hingga akhir Desember 2012 berjumlah 8.130 jiwa yang terdiri atas 4.023 (49,48%) laki-laki dan 4.107 (50,52%) perempuan dengan jumlah kepala keluarga sebesar 2.475 jiwa. Sebagian besar masyarakat Desa Girikerto memeluk agama Islam. Tingkat pendidikan masyarakat di Desa Girikerto tergolong tinggi seperti yang ditunjukkan Tabel 6. Rata-rata penduduk telah menyelesaikan pendidikannya hingga Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) dengan jumlah 1.740 jiwa (29,50%). Tabel 6 Tingkat pendidikan masyarakat di Desa Girikerto No
Tingkat Pendidikan
Jumlah (orang)
Persentase (%)
1
Buta Aksara
30
0,51
2
Sedang SD
720
12,21
3
Tamat SD
1.395
23,65
4
Tidak Tamat SD
407
6,90
5
Sedang SLTP
155
2,63
6
Tamat SLTP
55
0,93
7
Sedang SLTA
861
14,60
8
Tamat SLTA
1.740
29,50
9
D3
390
6,61
10
Sedang S1
23
0,39
11
Tamat S1
123
2,09
5.899
100,00
Jumlah Sumber: Desa Girikerto (2013)
Adapun komposisi penduduk menurut mata pencaharian pokok dapat dilihat pada Tabel 7. Berdasarkan tabel tersebut, penduduk Desa Girikerto sebagian besar berprofesi sebagai petani yaitu sebanyak 3.152 jiwa (70,94%). Hal ini menunjukkan bahwa sektor pertanian merupakan tulang punggung di Desa Girikerto. Komoditas salak pondoh dan kambing peranakan etawa menjadi unggulan di bidang hortikultura dan peternakan. Lahan yang digunakan untuk membudidayakan salak pondoh ini memiliki luasan terbesar yaitu 430 hektar dibandingkan komoditas tanaman pangan maupun hortikultura lainnya. Sementara itu, total populasi kambing yang ada di Desa Girikerto mencapai 2.625 ekor pada tahun 2012.
34 Tabel 7 Jenis pekerjaan masyarakat di Desa Girikerto No
Jenis Pekerjaan
Jumlah (orang)
Persentase (%)
1
Petani
3.152
70,94
2
Buruh tani
48
1,08
3
Pedagang
31
0,70
4
PNS
158
3,56
5
TNI/POLRI
38
0,86
6
Pensiunan
129
2,90
7
Pegawai swasta
863
19,42
8
Lainnya
24
0,54
Jumlah
4.443
100,00
Sumber: Desa Girikerto (2013)
Tingkat kesejahteraan keluarga di Desa Girikerto dikelompokkan menjadi lima golongan. Hal ini didasarkan pada kriteria keluarga yang ditetapkan oleh Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Kriteria jumlah keluarga menurut tingkat kesejahteraannya di Desa Girikerto dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Kesejahteraan keluarga di Desa Girikerto No
Uraian
Jumlah (KK)
Persentase (%)
1
Keluarga Prasejahtera
545
22,02
2
Keluarga Sejahtera I
490
19,80
3
Keluarga Sejahtera II
450
18,18
4
Keluarga Sejahtera III
925
37,37
5
Keluarga Sejahtera III Plus
65
2,63
2.475
100,00
Jumlah Sumber: Desa Girikerto (2013)
Tabel 8 menunjukkan dengan persentase sebesar 37,37% mayoritas keluarga di Desa Girikerto tergolong Keluarga Sejahtera III kemudian sebesar 22,02% keluarga di desa ini tergolong Keluarga Prasejahtera. Selanjutnya, kriteria keluarga yang tergolong Keluarga Sejahtera I dan Keluarga Sejahtera II masingmasing sebesar 19,80% dan 18,18%. Adapun golongan Keluarga Sejahtera III plus sebanyak 2,63%. Berdasarkan kriteria keluarga sejahtera BKKBN, yang termasuk keluarga miskin adalah golongan Keluarga Prasejahtera dan Keluarga Sejahtera I. Total keluarga miskin di Desa Girikerto apabila mengacu pada kriteria tersebut sebesar 41,82% sedangkan total keluarga tidak miskin sebesar 58,18%. Hal ini
35 menunjukkan mayoritas rumah tangga di Desa Girikerto tergolong keluarga tidak miskin. 5.1.3 Sarana dan Prasarana Sarana dan prasarana yang terdapat di Desa Girikerto sudah cukup tersedia dengan baik. Jalan utama yang menghubungkan desa dengan wilayah luar pun dalam kondisi yang beraspal sehingga bisa dilalui berbagai jenis kendaraan darat. Desa Girikerto tidak memiliki transportasi umum sehingga untuk melakukan mobilisasi sebagian besar masyarakat menggunakan kendaraan pribadi berupa motor. Kebutuhan penduduk untuk pendidikan dasar dan pelayanan kesehatan sederhana dapat terpenuhi di dalam desa tanpa harus mencari ke luar wilayah desa. Apabila dilihat dari fasilitas pendidikan, Desa Girikerto memiliki 3 PAUD, 5 TK, 5 SD dan 1 SMP. Penduduk yang ingin melanjutkan pendidikan ke tingkat menengah atas dan perguruan tinggi harus mencari ke wilayah lain di luar desa. Pelayanan kesehatan yang dimiliki Desa Girikerto sebanyak 13 posyandu dengan jumlah kader posyandu aktif 26 orang dan 3 pembina posyandu. Adapun layanan air bersih di Desa Girikerto masih bersumber pada mata air dan sumur gali. 5.2 Karakteristik Responden Karakteristik umum responden di Desa Girikerto diperoleh secara purposive sampling yang dilakukan terhadap 43 responden yang terdiri atas 28 responden petani integrasi (Lampiran 1) dan 15 responden petani non integrasi (Lampiran 2). Karakteristik responden ini dilihat dari variabel yang meliputi usia, pendidikan formal, luas dan status kepemilikan lahan salak, status usahatani salak pondoh, pengalaman budidaya salak pondoh. Karakteristik lain yang diamati adalah karakteristik dalam beternak seperti jumlah ternak, status kepemilikan ternak, pengalaman usahaternak dan motivasi dalam berusahaternak. Karakteristik tersebut dijelaskan dalam sub bab berikut:
36 5.2.1 Karakteristik Umum 5.2.1.1 Usia Tingkat usia menjadi salah satu aspek yang mempengaruhi petani dalam mengambil
suatu
tindakan
atau
keputusan
yang
berhubungan
dengan
usahataninya. Usia petani yang masih muda memiliki kondisi fisik yang sangat baik untuk menjalankan setiap aktivitas dalam berusahatani. Sebaran usia petani integrasi dan petani non integrasi dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Jumlah petani integrasi dan non integrasi berdasarkan sebaran usia Usia (tahun) <35 35-44 45-54 55-64 >65 Jumlah
Petani Integrasi Persentase Jumlah (orang) (%) 2 7,14 7 25,00 14 50,00 5 17,86 0 0,00 28 100,00
Petani Non Integrasi Jumlah Persentase (orang) (%) 1 6,67 2 13,33 6 40,00 4 26,67 2 13,33 15 100,00
Sumber: Data Primer, diolah (2013)
Tabel 9 menyajikan data yang menunjukkan bahwa sebaran usia responden sebagian besar berada pada usia prima yang masih produktif pada kisaran 45-54 tahun dengan nilai 50% untuk petani integrasi dan 40% untuk petani non integrasi. Responden yang memiliki usia paling muda berumur 27 tahun sedangkan yang paling tua berumur 69 tahun. Hal ini menunjukkan kegiatan usahatani di Desa Girikerto merupakan sumber mata pencaharian pokok dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. 5.2.1.2 Pendidikan Formal Responden Tingkat pendidikan responden akan berpengaruh terhadap tingkat penyerapan ilmu pengetahuan dan teknologi yang digunakan dalam melakukan usahatani. Sebaran pendidikan yang dimiliki oleh petani non integrasi relatif sama dimana petani memiliki pendidikan terakhir pada tingkat SD, SMP dan SMA masing-masing sebanyak 5 orang (33,33%). Adapun tingkat pendidikan petani integrasi lebih bervariasi dibandingkan petani non integrasi. Sebagian besar petani integrasi memiliki tingkat pendidikan yang tergolong rendah. Hal ini ditunjukkan bahwa sebanyak 9 orang petani integrasi (32,14%) berpendidikan SD bahkan ada
37 juga petani integrasi yang tidak sekolah dan tidak tamat SD masing-masing berjumlah 3 orang (10,71%). Sementara itu, petani integrasi yang memiliki tingkat pendidikan SMP sebanyak 7 orang (25%) dan SMA sebanyak 6 orang (21,43%). Sebaran tingkat pendidikan responden dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10
Jumlah petani integrasi dan non integrasi berdasarkan tingkat pendidikan
Tingkat Pendidikan Tidak Sekolah Tidak Tamat SD SD SMP SMA Jumlah
Petani Integrasi Persentase Jumlah (orang) (%) 3 10,71 3 10,71 9 32,14 7 25,00 6 21,43 28 100,00
Petani Non Integrasi Jumlah Persentase (orang) (%) 0 0,00 0 0,00 5 33,33 5 33,33 5 33,33 15 100,00
Sumber: Data Primer, diolah (2013)
5.2.2 Karakteristik Usahatani Salak Petani Integrasi dan Non Integrasi 5.2.2.1 Luas Lahan Salak Status kepemilikan lahan salak petani integrasi dan non integrasi di Desa Girikerto merupakan sebagai pemilik lahan. Hal ini dikarenakan lahan pertanian di Desa Girikerto diperoleh secara turun temurun dengan komoditas salak pondoh sebagai komoditas utama yang dikembangkan. Luas lahan salak petani responden mulai dari 400 m2 sampai 8.000 m2. Penguasaan luas lahan di Desa Girikerto dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11 Jumlah petani integrasi dan non integrasi berdasarkan luas lahan salak Luas Lahan Salak (m2) <2.000 m2 2.000-5.000 m2 >5.000 m2 Jumlah
Petani Integrasi Persentase Jumlah (orang) (%) 18 64,29 9 32,14 1 3,57 28 100,00
Petani Non Integrasi Jumlah Persentase (orang) (%) 6 40,00 8 53,33 1 6,67 15 100,00
Sumber: Data Primer, diolah (2013)
Berdasarkan Tabel 11 dapat dilihat bahwa sebagian besar petani integrasi memiliki luas lahan kurang dari 2.000 m2 dengan jumlah responden sebanyak 18 orang (64,29%) dengan rata-rata luas lahan yang dimiliki sebesar 1.943 m2. Sementara itu, kepemilikan luas lahan petani non integrasi rata-rata sebesar 2.816 m2 yang berada pada rentang 2.000-5.000 m2. Hal tersebut menunjukkan bahwa
38 penguasaan lahan salak yang dimiliki petani non integrasi lebih luas dibandingkan dengan petani integrasi. 5.2.2.2 Status Usahatani Salak Masyarakat Desa Girikerto pada umumnya menjadikan usahatani salak pondoh sebagai mata pencaharian pokok untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Sebagian besar responden baik petani integrasi maupun non integrasi menyatakan bahwa usahatani salak sebagai pekerjaan utama. Status usahatani salak pondoh memperlihatkan seberapa besar waktu dan perhatian petani terhadap pekerjaannya. Tabel 12 menyajikan data yang menunjukkan bahwa 89,29% dari 28 responden petani integrasi menyatakan usahatani salak sebagai pekerjaan utama dan sisanya sebesar 10,71% memilih usahatani sebagai mata pencaharian sampingan. Sementara itu, pada petani non integrasi sebesar 86,67% menjadikan usahatani salak sebagai pekerjaan utama mereka dan sisanya sebesar 13,33% memilih sebagai pekerjaan sampingan. Tabel 12 Jumlah petani integrasi dan non integrasi berdasarkan status usahatani Status Usahatani Pekerjaan Utama Pekerjaan Sampingan Jumlah
Petani Integrasi Persentase Jumlah (orang) (%) 25 89,29 3 10,71 28 100,00
Petani Non Integrasi Jumlah Persentase (orang) (%) 13 86,67 2 13,33 15 100,00
Sumber: Data Primer, diolah (2013)
5.2.2.3 Pengalaman Budidaya Salak Keberhasilan usahatani petani responden tidak terlepas dari pengalamannya dalam mengelola lahan yang dimiliki. Oleh karena itu, pengalaman menjadi indikator keberhasilan usahatani. Semakin lama petani berusaha dalam budidaya salak maka akan semakin banyak pengalaman yang diperoleh sehingga diharapkan petani mampu mengelola usahataninya menjadi lebih baik. Hal ini dikarenakan melalui pengalaman-pengalaman sebelumnya petani responden dapat memahami cara mengelola lahan salak miliknya agar menghasilkan produksi yang lebih berkualitas dan sesuai dengan apa yang diinginkan. Adapun data mengenai pengalaman budidaya salak petani responden disajikan pada Tabel 13.
39 Tabel 13 Jumlah petani integrasi dan non integrasi berdasarkan pengalaman budidaya salak Pengalaman Budidaya Salak (tahun) <10 10-20 21-30 >30 Jumlah
Petani Integrasi Persentase Jumlah (orang) (%) 4 14,29 15 53,57 6 21,43 3 10,71 28 100,00
Petani Non Integrasi Jumlah Persentase (orang) (%) 2 13,33 8 53,33 4 26,67 1 6,67 15 100,00
Sumber: Data Primer, diolah (2013)
Berdasarkan Tabel 13 terlihat bahwa pengalaman budidaya salak di Desa Girikerto beragam, dengan pengalaman paling rendah yaitu 5 tahun dan paling tinggi yaitu 38 tahun. Sebagian besar petani responden memiliki pengalaman budidaya salak pada kisaran 10-20 tahun yang berjumlah 15 orang (53,57%) untuk petani integrasi dan 8 orang (53,33%) untuk petani non integrasi. Kegiatan usahatani salak merupakan salah satu bentuk usaha yang diperoleh secara turun temurun sehingga para petani sudah memperoleh pengalaman berusahatani salak sejak kecil. 5.2.3 Karakteristik Usahaternak Kambing PE Petani Integrasi 5.2.3.1 Jumlah Ternak dan Pengalaman Beternak Jumlah ternak kambing yang dimiliki oleh petani responden akan mempengaruhi besar kecilnya pengeluaran dan penerimaan yang diperoleh. Semakin banyak jumlah ternak yang dipelihara maka akan semakin banyak pula biaya yang dikeluarkan terutama dalam pemeliharaan ternak tersebut. Selain itu, pengalaman beternak juga akan berpengaruh terhadap kondisi usahaternak yang dijalankan oleh responden. Petani dengan pengalaman lebih banyak dalam melakukan usahaternak akan memiliki kemampuan yang lebih tinggi untuk memelihara hewan ternaknya. Oleh karena itu, pengalaman ini menjadi pembelajaran bagi petani dalam kegiatan usahaternaknya. Adapun sebaran jumlah ternak dan pengalaman beternak petani integrasi disajikan dalam Tabel 14.
40 Tabel 14 Jumlah ternak dan pengalaman beternak petani integrasi di Desa Girikerto Jumlah Ternak (ekor) <5 5-10 >10 Jumlah Pengalaman Beternak (tahun) <10 10-20 21-30 >30 Jumlah
Petani Integrasi Persentase (%) Jumlah (orang) 4 14,29 14 50,00 10 35,71 28 100,00 8 7 10 3 28
28,57 25,00 35,71 10,71 100,00
Sumber: Data Primer, diolah (2013)
Rata-rata petani integrasi di Desa Girikerto memiliki jumlah ternak kambing pada kisaran 5-10 ekor sebanyak 14 orang (50%). Hal ini menunjukkan bahwa usahaternak kambing yang dilakukan petani responden sudah mulai berkembang seiring dengan semakin terbukanya pasar kambing PE baik berupa susu maupun bibit kambing. Sementara itu, responden umumnya telah beternak dalam kurun waktu yang relatif lama. Lama berusahaternak menjadi indikator pengalaman peternak dalam menjalankan usahaternaknya. Rata-rata responden memiliki pengalaman beternak selama 21-30 tahun sebanyak 10 orang (35,71%) sedangkan responden dengan pengalaman beternak kurang dari 10 tahun sebanyak 8 orang (28,57%), pengalaman beternak 10-20 tahun sebanyak 7 orang (25%) dan sisanya sebanyak 3 responden (10,71%) telah beternak lebih dari 30 tahun. 5.2.3.2 Status Kepemilikan Ternak Pada umumnya responden petani integrasi di Desa Girikerto memiliki ternak dengan status kepemilikan sendiri sebanyak 15 orang (53,57%) dan dengan status kepemilikan bagi hasil (sistem gaduh) sebanyak 13 orang (46,43%). Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata petani integrasi di Desa Girikerto merupakan peternak pemilik. Adapun ternak dengan kepemilikan bagi hasil (sistem gaduh) juga diminati oleh responden dimana biaya dan keuntungan yang diperoleh dari usahaternak dibagi sama rata atau dengan kesepakatan antara peternak pemilik dan peternak pemelihara. Sebaran status kepemilikan ternak petani integrasi dapat dilihat pada Tabel 15.
41 Tabel 15 Status kepemilikan ternak petani integrasi di Desa Girikerto Status Kepemilikan Ternak Milik Sendiri Bagi Hasil (Sistem Gaduh) Jumlah
Petani Integrasi Jumlah (orang) 15 13 28
Persentase (%) 53,57 46,43 100,00
Sumber: Data Primer, diolah (2013)
5.2.3.3 Motivasi Usahaternak Pada umumnya petani integrasi di Desa Girikerto memiliki alasan yang beragam untuk mengembangkan usahaternak. Mayoritas petani integrasi memilih usahaternak kambing sebagai bentuk investasi tabungan dengan jumlah responden sebanyak 12 orang (42,86%). Hal ini dikarenakan ternak kambing bisa dijual sewaktu-waktu apabila terdapat kebutuhan yang mendesak seperti untuk keperluan sekolah. Sementara itu, sebanyak 7 orang petani integrasi (25%) memilih alasan sebagai tambahan penghasilan, 6 orang petani integrasi (21,43%) memilih beternak karena alasan pemanfaatan kotoran dan sisanya sebanyak 3 orang (10,71%) menjadikan hobi sebagai alasan utama dalam mengembangkan usahaternak kambingnya. Motivasi beternak petani integrasi dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16 Motivasi beternak petani integrasi di Desa Girikerto Motivasi Beternak Hobi Pemanfaatan Kotoran Tambahan Penghasilan Tabungan Jumlah Sumber: Data Primer, diolah (2013)
Petani Integrasi Persentase (%) Jumlah (orang) 3 10,71 6 21,43 7 25,00 12 42,86 28 100,00
42
VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Pola Integrasi antara Tanaman Salak Pondoh dan Ternak Kambing Peranakan Etawa Usahatani tanaman salak pondoh merupakan sumber mata pencaharian pokok bagi masyarakat di Desa Girikerto. Kondisi agroklimat yang sesuai dengan pertumbuhan tanaman salak pondoh menjadikan buah salak pondoh sebagai komoditas unggulan di Desa Girikerto. Pada umumnya, usahatani tanaman salak pondoh diusahakan secara bersama-sama dengan usahaternak kambing PE pada lahan yang berbeda. Adapun lahan yang digunakan untuk tanaman salak pondoh berupa lahan kering baik pekarangan maupun tegalan sedangkan lahan yang digunakan untuk pemeliharaan ternak kambing PE terkonsentrasi pada satu lokasi dengan jarak mulai dari 300 m hingga 1.000 m dari rumah peternak. 6.1.1 Penanganan Kotoran Ternak Kambing Peranakan Etawa Usaha pemeliharaan tanaman salak pondoh dan ternak kambing PE yang dilakukan di Desa Girikerto menunjukkan adanya integrasi diantara kedua usaha tersebut. Hal ini terlihat dari pemanfaatan kotoran kambing sebagai pupuk kandang di kebun salak milik petani. Berdasarkan hasil wawancara, seluruh petani responden menyatakan bahwa mereka memanfaatkan kotoran ternak kambing sebagai pupuk kandang di kebun salak tanpa melalui proses pengolahan. Pupuk kandang yang digunakan petani responden merupakan campuran antara inthil (feses), urin dan sisa pakan. Mathius (1994) menyatakan bahwa campuran feses, urin dan sisa pakan ternak dapat meningkatkan kemampuan tanah untuk mengikat dan menyimpan air serta membantu komponen hara tanah untuk tetap berada dalam lapisan bagian atas tanah sehingga bahan organik untuk tanaman tersedia setiap saat. Pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa belum ada petani responden yang memisahkan antara inthil (feses) dengan urin dari ternak kambing yang dipelihara. Pemanfaatan pupuk kandang untuk tanaman merupakan salah satu upaya yang dilakukan dalam mengoptimalkan penggunaan sumberdaya yang dimiliki oleh petani. Pupuk kandang yang digunakan oleh petani responden bermanfaat dalam mengurangi pencemaran lingkungan karena kotoran tersebut
43 tidak dibuang di sembarang tempat dan dapat menghemat pembelian pupuk untuk kebun salak sehingga dapat mengurangi biaya produksi salak pondoh. Hal ini menjadi salah satu keuntungan petani integrasi dibandingkan dengan petani non integrasi yang harus membeli pupuk untuk kebun salak pondoh. Pada umumnya, petani integrasi di Desa Girikerto menggunakan langsung kotoran kambing ini tanpa melalui proses pengolahan. Hartatik dan Widiowati (2006) menyatakan bahwa nilai rasio C/N pupuk kandang kambing diatas 30 sehingga pupuk kandang kambing akan lebih baik penggunaannya apabila dikomposkan terlebih dahulu karena pupuk kandang yang baik harus memiliki rasio C/N < 20. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden, pemanfaatan kotoran ternak kambing tidak berdampak pada kondisi lahan maupun tanaman salak pondoh meskipun tanpa proses pengolahan terlebih dahulu. Terdapat beberapa kendala yang menyebabkan petani belum melakukan proses pengolahan terhadap kotoran ternak kambing diantaranya kekurangan tenaga dan waktu, kekurangan modal (menambah biaya) dan faktor kemalasan petani. 6.1.2 Penanganan Limbah Daun Salak Penanganan limbah daun salak yang dilakukan oleh petani responden di Desa Girikerto diantaranya dengan memanfaatkan daun salak sebagai pakan ternak kambing PE dan tambahan pupuk di kebun salak melalui proses pencacahan. Pemanfaatan daun salak sebagai pakan dilakukan oleh petani responden ketika musim kemarau tiba dimana hijauan untuk pakan ternak kambing sulit untuk diperoleh. Kondisi di lapangan menunjukkan bahwa pemanfaatan daun salak untuk pakan hanya bersifat sebagai tambahan (campuran) hijauan saja bukan sebagai makanan pokok bagi ternak kambing. Hal ini dikarenakan para petani responden menganggap hijauan lain terutama kaliandra merupakan hijauan yang paling baik bagi pertumbuhan ternak kambing yang dipelihara sehingga daun salak hanya digunakan sebagai campuran dengan frekuensi pemberian yang tidak rutin. Berdasarkan hasil uji laboratorium, daun salak memiliki kandungan protein yang cukup tinggi. Hal tersebut dapat diketahui pada Tabel 17.
44 Tabel 17 Kandungan nutrisi berbagai hijauan Macam Analisa Proksimat Jenis Hijauan Air (%)
Abu (%)
Lemak (%)
Protein (%)
Daun Salak
57,91
6,41
2,02
4,28
Daun Wilada
74,36
5,03
1,29
2,44
Rumput Gajah
40,15
11,7
1,6
10,2
Kaliandra
60,23
8,04
4,1
22,4
Sumber: KKN PPM UGM (2011)
Berdasarkan Tabel 17 dapat dilihat bahwa daun salak memiliki kandungan protein yang lebih tinggi dibandingkan daun wilada meskipun masih lebih rendah dibandingkan daun kaliandra dan rumput gajah. Hal tersebut menunjukkan bahwa daun salak memiliki kandungan nutrisi yang cukup baik sehingga bisa dimanfaatkan sebagai pakan. Adapun bagian daun salak yang digunakan sebagai pakan kambing PE adalah daun yang sudah tua yang siap untuk dipangkas. Petani memberikan secara langsung daun salak kepada ternak kambingnya tanpa proses penggilingan atau pengolahan. Proporsi daun salak yang digunakan sebagai tambahan pakan ternak antara 1 hingga 5 pelepah setiap satu kali pemberian. Para petani responden biasanya akan membersihkan duri-duri yang terdapat pada pelepah daun sebelum digunakan sebagai pakan. Proses pemberian pakan daun salak maupun hijauan lain dilakukan secara cut and carry system dimana petani responden mencari pakan dengan menyabit dan diberikan pada ternak yang berada dalam kandang. Selain digunakan sebagai tambahan pakan, seluruh petani responden menyatakan bahwa mereka melakukan proses pencacahan limbah daun salak yang kemudian diletakkan di sela-sela tanaman dan dibiarkan terurai menjadi pupuk. Pada umumnya, mereka melakukan pencacahan setelah proses pemangkasan sehingga tidak ada daun salak yang dibakar atau dibuang di sembarang tempat. Hal tersebut dilakukan oleh petani salak baik petani integrasi maupun non integrasi dalam menangani limbah daun salak. Kondisi di lapangan menunjukkan bahwa pola integrasi yang terjadi antara tanaman salak pondoh dan kambing peranakan etawa di Desa Girikerto masih bersifat tradisional tanpa sentuhan teknologi modern terhadap by product yang dihasilkan oleh masing-masing jenis usaha. Penanganan yang dilakukan para
45 petani terhadap by product tersebut memperlihatkan adanya penggunaan sumberdaya lokal dalam menjalankan usahataninya. Penanganan kotoran ternak kambing PE dan limbah daun salak melalui usahatani integrasi ini tidak hanya dapat menekan biaya produksi tetapi juga sebagai upaya dalam menjaga kelestarian lingkungan. Hal ini menunjukkan adanya usahatani integrasi memberikan keuntungan baik secara ekonomi, sosial dan lingkungan. Manfaat ekonomi dari usahatani integrasi ini adalah adanya penghematan biaya dalam hal pembelian input pupuk untuk kebun salak dibandingkan petani non integrasi yang harus mengeluarkan biaya lebih banyak untuk membeli pupuk. Kondisi tersebut terjadi karena petani integrasi mampu memanfaatkan kotoran ternak kambing yang dipeliharanya sebagai pupuk kandang di kebun salak. Selain itu, apabila terdapat sisa pupuk kandang dari kebun salak petani integrasi bisa menjualnya sehingga dapat menjadi tambahan penghasilan. Apabila dilihat dari aspek sosial, adanya usahatani integrasi ini dapat menciptakan lapangan pekerjaan sehingga bisa menekan arus urbanisasi dan berpotensi menggerakkan roda perekonomian pedesaan baik dari adanya kegiatan dari budidaya salak pondoh maupun ternak kambing PE. Sementara itu, manfaat yang dirasakan dari aspek lingkungan adalah terciptanya sistem pertanian yang ramah lingkungan karena adanya pupuk kandang ini dapat meminimalisasi penggunaan pupuk kimia. Petani berupaya memanfaatkan limbah dari usahatani salak dan usahaternak kambing PE sebagai unsur hara untuk tanaman sehingga tidak ada limbah yang terbuang. Dengan demikian, penerapan usahatani integrasi ini juga mampu menciptakan kondisi lingkungan yang asri dan nyaman. 6.2 Perbandingan Pendapatan Petani Integrasi (Salak Pondoh dan Ternak Kambing Peranakan Etawa) dan Non Integrasi (Salak Pondoh) Analisis pendapatan usahatani dalam penelitian ini dibedakan atas dua jenis usahatani yaitu usahatani integrasi dan non integrasi. Usahatani integrasi merupakan usaha yang dilakukan oleh petani dengan mengembangkan kegiatan pertanian di bidang tanaman salak pondoh dan kambing peranakan etawa dimana output dari masing-masing usahatani dimanfaatkan sebagai input bagi usahatani salak dan kambing. Sementara itu, usahatani non integrasi adalah usahatani yang
46 hanya menjalankan budidaya salak pandoh tanpa mengembangkan ternak kambing peranakan etawa secara bersamaan. Dalam penelitian ini dilakukan perbandingan komponen pendapatan antara kedua jenis usahatani tersebut diantaranya penerimaan, biaya, pendapatan dan R/C rasio. 6.2.1 Usahatani Salak Pondoh 6.2.1.1 Output Usahatani Salak Pondoh Output usahatani salak pondoh yaitu buah salak pondoh yang sudah mencapai kematangan setelah 6 hingga 8 bulan sejak terjadinya penyerbukan. Buah salak yang sudah siap panen memiliki ciri-ciri seperti bulu-bulu pada kulit buah telah hilang, sisik buah telah melebar dan kulit buah berwarna coklat kehitaman. Pemanenan buah salak yang dilakukan petani biasanya dengan cara memotong tandan buah. Musim panen buah salak pondoh di Desa Girikerto terjadi dua kali dalam satu tahun yang terbagi menjadi dua musim yaitu panen raya dan panen kecil. Panen raya buah salak terjadi pada bulan November hingga Februari sedangkan panen kecil terjadi pada bulan Maret hingga Juli. Meskipun pada saat panen kecil jumlah buah salak yang dihasilkan sedikit namun harga buah mengalami peningkatan dibandingkan ketika panen raya. Data produktivitas buah salak pondoh petani integrasi dan non integrasi dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18 Data produktivitas salak pondoh petani integrasi dan non integrasi Uraian Luas Lahan Rata-rata (ha)
Petani Integrasi
Petani Non Integrasi
0,19
0,28
Panen Raya
5.911,74
6.208,99
Panen Kecil
2.775,56
2.792,58
Produktivitas (kg/ha)
Sumber: Data Primer, diolah (2013)
Berdasarkan Tabel 18 dapat diketahui bahwa produktivitas buah salak pondoh petani non integrasi lebih besar dibandingkan petani integrasi. Produktivitas rata-rata buah salak pondoh petani non integrasi mencapai 6.208,99 kg/ha pada saat panen raya dan 2.792,58 kg/ha pada saat panen kecil sedangkan produktivitas buah salak pondoh milik petani integrasi ketika panen raya sebanyak 5.911,74 kg/ha dan 2.775,56 kg/ha ketika panen kecil. Hasil perhitungan
47 produktivitas buah salak pondoh petani integrasi dan non integrasi ketika panen raya dan panen kecil disajikan dalam Lampiran 3. Buah salak merupakan buah yang membutuhkan proses perawatan yang rutin tidak hanya pemupukan tetapi juga dalam hal pemangkasan dan penyerbukan. Anarsis (1996) menyatakan bahwa penyerbukan bunga salak merupakan hal yang sangat menentukan panen salak dan memerlukan bantuan manusia. Kondisi di lapangan menunjukkan bahwa pada umumnya petani integrasi kurang memperhatikan kebun salak miliknya karena petani integrasi harus membagi waktu kerja untuk memelihara kebun salak dan ternak kambingnya dibandingkan dengan petani non integrasi yang hanya mencurahkan waktunya untuk memelihara kebun salak. Meskipun demikian, berdasarkan hasil uji beda rata-rata dengan uji T-test terhadap produktivitas buah salak petani integrasi dan non integrasi diperoleh P-value uji t sebesar 0,756. Nilai tersebut lebih besar dari taraf α 5%. Artinya, secara statistika produktivitas buah salak antara petani integrasi dan non integrasi tidak berbeda secara signifikan. Hal ini dikarenakan tidak adanya perbedaan yang besar dari produktivitas buah salak antara petani integrasi dan non integrasi. Hasil output uji beda produktivitas buah salak antara petani integrasi dan non integrasi disajikan dalam Lampiran 8. 6.2.1.2 Penerimaan Usahatani Salak Pondoh Penerimaan usahatani merupakan jumlah output usahatani dikalikan dengan harga jual yang berlaku. Penerimaan ini merupakan pendapatan kotor sebelum dikurangi biaya-biaya yang dikeluarkan selama proses produksi. Output pertanian berupa buah salak pondoh yang dijual dengan harga yang berlaku di pasar sehingga akan diperoleh penerimaan kotor usahatani. Perbandingan rata-rata penerimaan usahatani petani integrasi dan non integrasi dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19 Penerimaan usahatani salak pondoh petani integrasi dan non integrasi Petani Integrasi
Petani Non Integrasi
Panen Raya
19.846.539
20.073.665
Panen Kecil
18.635.915
19.360.957
Total Penerimaan (Rp/ha/tahun)
38.482.454
39.434.622
Komponen
Sumber: Data Primer, diolah (2013)
48 Tabel 19 menunjukkan bahwa rata-rata penerimaan usahatani salak pondoh petani integrasi lebih rendah dari rata-rata penerimaan petani non integrasi. Total penerimaan per hektar per tahun petani integrasi sebesar Rp 38.482.454 sedangkan total penerimaan petani non integrasi sebesar Rp 39.434.622. Hal ini dikarenakan terdapat perbedaan dalam hal produktivitas antara petani integrasi dan non integrasi. Harga jual buah salak pondoh pada masing-masing usahatani juga dipengaruhi oleh kualitas dari buah salak pondoh yang dihasilkan. Oleh karena itu, harga jual yang diterima pun akan berbeda antara petani yang satu dengan petani yang lain. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari hasil penelitian, harga jual buah salak pada musim panen raya berada pada kisaran Rp 3.000/kg hingga Rp 4.000/kg sedangkan pada musim panen kecil harga buah salak berkisar antara Rp 5.000/kg hingga Rp 9.000/kg. Pada umumnya, setelah pemetikan buah salak, petani akan melakukan proses pembersihan dari kotoran yang menempel pada buah salak sebelum menjualnya pada tengkulak. Para tengkulak biasanya akan melakukan proses grading (penggolongan buah) setelah memperoleh buah salak pondoh dari petani. 6.2.1.3 Biaya Usahatani Salak Pondoh Biaya merupakan bentuk pengeluaran yang harus dibayarkan terhadap segala sesuatu yang dibutuhkan ketika akan melakukan suatu kegiatan. Biaya usahatani salak pondoh merupakan nilai barang atau jasa yang digunakan untuk menghasilkan buah salak pondoh. Biaya usahatani salak pondoh dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua yaitu biaya tunai (dibayarkan) dan biaya non tunai (tidak dibayarkan). Biaya tunai ini merupakan biaya yang langsung dikeluarkan petani dalam kegiatan produksi usahatani salak pondoh. Sementara itu, biaya non tunai yaitu biaya yang secara nyata tidak dikeluarkan sebagai biaya namun pada kenyataannya biaya tersebut harus dikeluarkan oleh petani untuk mendukung proses produksi usahatani salak pondoh. Komponen biaya tunai usahatani salak pondoh terdiri atas biaya pembelian pupuk, bunga jantan, iuran anggota, pajak lahan, keranjang, botol infus dan tenaga kerja luar keluarga. Sementara itu, yang tergolong sebagai biaya non tunai usahatani salak pondoh adalah biaya tenaga kerja dalam keluarga, penyusutan alat dan bunga jantan yang diperoleh dari kebun sendiri. Data mengenai perbandingan
49 biaya usahatani salak pondoh antara petani integrasi dan non integrasi dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20 Biaya usahatani salak pondoh petani integrasi dan non integrasi Uraian Biaya Tunai
Petani Integrasi
Petani Non Integrasi
Pupuk Kandang
1.616.048
Pupuk Organik
2.650.002
Compound (Pupuk Majemuk)
3.010.000
1.333.320
Keranjang
55.636
108.500
Botol Infus
727.818
1.142.000
Bunga Jantan
576.000
645.000
54.000
45.600
688.596
660.261
Tenaga Kerja Luar Keluarga
2.941.626
4.529.097
Sub Total
8.053.676
12.729.828
22.012.900
22.422.400
213.334
255.868
1.206.000
1.041.000
Sub Total
23.432.234
23.719.268
Total Biaya (Rp/ha/tahun)
31.485.910
36.449.096
Iuran Wajib Anggota PBB
Biaya Non Tunai Tenaga Kerja Dalam Keluarga Penyusutan Alat Bunga Jantan
Sumber: Data Primer, diolah (2013)
Tabel 20 menunjukkan bahwa biaya usahatani petani non integrasi lebih besar daripada petani integrasi. Biaya total yang dikeluarkan petani integrasi sebesar Rp 31.485.910 per hektar per tahun sedangkan untuk petani non integrasi sebesar Rp 36.449.096 per hektar per tahun. Hasil perhitungan biaya tunai dan non tunai usahatani salak pondoh antara petani integrasi dan non integrasi disajikan dalam Lampiran 4. Biaya non tunai yang dikeluarkan memiliki proporsi yang lebih besar daripada biaya tunai. Hal ini dikarenakan usahatani salak pondoh tidak membutuhkan input yang banyak melainkan memerlukan perawatan yang rutin sehingga faktor tenaga kerja yang memiliki komponen biaya terbesar dalam usahatani salak pondoh. Penggunaan tenaga kerja untuk usahatani salak pondoh umumnya dilakukan sendiri oleh petani integrasi maupun non integrasi. Adanya pemanfaatan pupuk kandang di kebun salak oleh petani integrasi dapat menghemat pembelian pupuk. Adapun pupuk yang dibeli oleh petani
50 integrasi berupa compound (pupuk majemuk) dengan biaya sebesar Rp 3.010.000. Hal ini jauh lebih kecil dibandingkan petani non integrasi yang harus mengeluarkan biaya pembelian pupuk berupa pupuk kandang, pupuk organik dan compound dengan total biaya senilai Rp 5.559.370. Pada umumnya, petani non integrasi menggunakan pupuk kandang yang dibeli dari peternak. Para peternak menjual pupuk kandang dengan harga Rp 15.000 hingga Rp 22.000 per karung dimana berat rata-rata mencapai 40 kg dalam satu karung. Selain itu, ada juga petani yang menggunakan pupuk organik untuk kebun salak miliknya. Harga rata-rata pupuk organik yang ada di Desa Girikerto sebesar Rp 600/kg. Berdasarkan pengamatan di lapangan, petani integrasi maupun non integrasi sudah mulai mengurangi penggunaan pupuk kimia untuk kebun salaknya. Pupuk kimia yang biasanya digunakan petani adalah pupuk compound. Harsoyo (1999) menyatakan bahwa pupuk compound merupakan perpaduan antara Urea, TSP, KCL dan kapur yang diberikan petani ketika pohon salak berbunga. Selain itu, rata-rata petani responden baik petani integrasi maupun non integrasi memiliki rumpun salak jantan di kebun miliknya sehingga dalam proses penyerbukan petani lebih banyak menggunakan bunga jantan yang ada di kebun sendiri. Pembelian bunga jantan dilakukan petani ketika bunga jantan di kebun milik sendiri tidak mencukupi untuk melakukan penyerbukan. 6.2.2 Usahaternak Kambing Peranakan Etawa 6.2.2.1 Output Usahaternak Kambing Peranakan Etawa Selain memperoleh hasil dari usahatani salak pondoh, petani integrasi juga memiliki tambahan penghasilan dari usahaternak kambing PE. Adapun output usahaternak kambing PE berupa susu, ternak kambing dan kotoran ternak. Output inilah yang menjadi hasil utama petani integrasi dari usahaternaknya. Susu yang dihasilkan dari ternak kambing menjadi salah satu sumber pemasukan yang dapat digunakan petani integrasi dalam pengadaan pakan konsentrat. Sementara itu, pada umumnya petani integrasi akan menjual ternak kambing apabila terdapat kebutuhan yang mendesak. Oleh karena itu, kepemilikan kambing bagi petani integrasi merupakan salah satu bentuk investasi yang dapat dijual sewaktu-waktu.
51 6.2.2.2 Penerimaan Usahaternak Kambing Peranakan Etawa Komponen penerimaan usahaternak dari kambing PE terbagi menjadi penerimaan tunai dan non tunai. Penerimaan tunai ini merupakan jumlah output usahaternak yang secara langsung dijual oleh petani integrasi dikalikan dengan harga yang berlaku terhadap output usahaternak tersebut. Penerimaan tunai dalam penelitian ini berasal dari penjualan susu, kambing dan pupuk kandang. Sementara itu, output yang termasuk dalam komponen penerimaan non tunai dalam penelitian ini adalah pupuk kandang yang digunakan di kebun salak milik petani integrasi. Hal ini dikarenakan terdapat nilai opportunity cost dari pupuk kandang apabila pupuk tersebut dijual oleh petani integrasi. Adapun penjualan pupuk kandang ini dilakukan petani ketika pupuk yang digunakan untuk kebun salak sudah mencukupi. Pemanfaatan pupuk kandang untuk kebun salak menjadi prioritas utama sehingga petani hanya akan menjual pupuk kandang ketika terdapat sisa dari pupuk yang digunakan untuk kebun salak. Oleh karena itu, petani memiliki peluang untuk memperoleh tambahan penghasilan dari penjulan pupuk kandang. Data penerimaan usahaternak kambing peranakan etawa petani integrasi dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21 Penerimaan usahaternak kambing peranakan etawa petani integrasi Komponen
Jumlah
Harga
Total
Penerimaan Tunai Susu (liter/ekor)
121,48
13.675
1.661.239
Pupuk Kandang (kg/ekor)
345,35
470
162.315
3,95
1.005.786
3.972.855
Kambing (ekor) Sub Total
5.796.409
Penerimaan Non Tunai Pupuk Kandang (kg/ekor) Sub Total Total Penerimaan (Rp/ekor/tahun)
532,10
425
226.143 226.143 6.022.552
Sumber: Data Primer, diolah (2013)
Tabel 21 menunjukkan bahwa rata-rata total penerimaan usahaternak petani integrasi sebesar Rp 6.022.552/ekor/tahun. Jumlah tersebut merupakan jumlah rata-rata penerimaan tunai dan penerimaan non tunai. Ouput yang tergolong dalam penerimaan non tunai hanya berasal dari pupuk kandang hal ini dikarenakan dari jumlah susu yang dihasilkan dari ternak kambing, tidak ada susu yang dikonsumsi
52 oleh keluarga petani integrasi. Berdasarkan hasil wawancara, petani integrasi menjual seluruh susu ke tempat pengolahan dengan harga jual antara Rp 13.000/liter hingga Rp 14.000/liter. Hasil perhitungan produksi dan produktivitas susu kambing PE milik petani integrasi disajikan dalam Lampiran 6. Adapun di Desa Girikerto sudah memiliki tempat pengolahan susu kambing yang berperan sebagai lembaga pemasaran susu yang diperoleh dari petani. Produk hasil olahan susu tersebut berupa susu bubuk dalam kemasan dengan berbagai rasa. Adanya proses pengolahan ini membuat susu kambing sebagai komoditas yang memiliki nilai jual tinggi. Meskipun demikian, pihak pengelola memerlukan upaya inovatif karena terdapat beberapa kendala dalam hal pemasaran produk olahan susu kambing. Hal ini dikarenakan kurangnya minat konsumen untuk mengonsumsi susu kambing dan adanya aroma khas susu yang masih identik dengan aroma kambing. Proses pengolahan susu ini memungkinkan susu kambing sebagai produk yang tahan lama sehingga terdapat daya tarik bagi petani untuk memelihara ternak kambing sebagai komoditas lokal yang potensial disamping melakukan budidaya salak pondoh. Selain itu, keberadaan tempat pengolahan susu ini juga mampu memberikan aktivitas ekonomis bagi kalangan perempuan di Desa Girikerto. Hal ini
dikarenakan
keberadaan
tempat
pengolahan
susu
tersebut
mampu
memberdayakan kalangan perempuan di Desa Girikerto sebagai tenaga kerja. Kondisi tersebut merupakan kesempatan yang dimanfaatkan sebagai salah satu tambahan penghasilan di luar kegiatan budidaya salak pondoh dan kambing PE. Oleh karena itu, kegiatan di bidang pertanian baik berupa usahatani salak pondoh, usahaternak kambing PE dan industri pengolahan susu yang ada ini dapat menjadi roda perekonomian dan pembangunan di Desa Girikerto. 6.2.2.3 Biaya Usahaternak Kambing Peranakan Etawa Biaya usahaternak merupakan pengeluaran dari pemakaian barang atau jasa untuk keperluan usahaternak kambing PE selama satu tahun. Pengeluaran dalam usahaternak kambing PE terdiri atas biaya pakan, sewa lahan kandang, iuran anggota, sewa mobil untuk mengangkut kotoran, bunga pinjaman, biaya transportasi dan tenaga kerja luar keluarga yang termasuk dalam komponen biaya tunai. Adapun biaya non tunai usahaternak terdiri atas tenaga kerja dalam
53 keluarga, penyusutan alat dan penyusutan kandang. Perhitungan biaya usahaternak kambing PE petani integrasi dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 22 Biaya usahaternak kambing peranakan etawa petani integrasi Komponen
Jumlah
Biaya Tunai
4.622.210
Biaya Non Tunai
1.741.945
Total Biaya (Rp/ekor/tahun)
6.364.155
Sumber: Data Primer, diolah (2013)
Tabel 22 menyajikan data yang menunjukkan bahwa total biaya yang dikeluarkan petani integrasi dalam satu tahun sebesar Rp 6.364.155/ekor. Biaya tunai dan non tunai diperoleh dari hasil perhitungan biaya pemeliharaan ternak kambing PE selama satu tahun yang secara rinci disajikan pada Lampiran 5. Tingginya biaya yang dikeluarkan ini terkait dengan pemeliharaan ternak kambing terutama dalam pengadaan pakan dan penggunaan tenaga kerja. Adapun pakan ternak yang memiliki komposisi terbesar dalam biaya pemeliharaan ternak kambing petani integrasi selama satu tahun adalah polar (dedak gandum) sebanyak 72,80 kg/ekor dan kulit kedelai sebanyak 43,26 kg/ekor. Pemberian pakan merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan peternakan kambing PE. Responden umumnya menyadari bahwa pemberikan pakan berpengaruh terhadap jumlah susu yang dihasilkan sehingga responden berusaha untuk mencukupi kebutuhan pakan bagi ternak kambing PE. Pakan ternak yang diberikan umumnya terdiri atas konsentrat berupa polar (dedak gandum), kulit kedelai, ampas tahu, dan kangkung. Menurut petani polar merupakan konsentrat yang paling penting digunakan sebagai pakan terutama ketika ternak kambing berada pada masa laktasi. Selain konsentrat, responden juga memberikan hijauan yang diperoleh dengan mencari sendiri. Pengadaan hijauan di Desa Girikerto masih tersedia dikarenakan lokasi pedesaan yang masih asri dan berada di area pegunungan. Pemeliharaan ternak kambing PE di lokasi penelitian tidak dilakukan dengan sistem penggembalaan atau ikat pindah melainkan dengan cara cut and carry system dimana pakan dicarikan dan diberikan pada ternak yang ada dalam kandang. Oleh karena itu, keberadaan kandang merupakan salah satu bagian terpenting dalam peternakan kambing peranakan etawa.
54 Lahan kandang di Desa Girikerto merupakan tanah kas desa yang disewakan khusus untuk pengembangan ternak kambing PE sehingga kandang para petani terkumpul dalam satu lokasi atau yang biasa disebut sebagai kandang kelompok. Lahan yang digunakan untuk kandang kelompok seluas 3 hektar dimana lokasinya cukup jauh dari area perumahan warga sehingga tidak mengganggu kenyamanan aktivitas sehari-hari. Berdasarkan pengamatan, tipe kandang responden berupa kandang panggung dan non panggung dengan lantai kandang yang terbuat dari kayu, lantai tanah tanpa pondasi dan lantai semen. Sebanyak 20 orang responden (71,43%) membuat kandang dengan tipe panggung dan 8 orang responden (28,57%) menggunakan tipe non panggung sebagai kandang ternaknya. Pembuatan kandang panggung ini memudahkan petani dalam membersihkan kotoran ternaknya karena kotoran kambing dan urin akan langsung jatuh diantara sela-sela lantai kandang. Petani integrasi di Desa Girikerto umumnya menggunakan tenaga kerja dalam keluarga dalam pemeliharaan ternak kambing. Adapun tenaga kerja luar keluarga biasanya dipekerjakan hanya ketika membersihkan kotoran kambing untuk dibawa ke kebun salak. Sementara itu, untuk usahatani salak pondoh petani akan mempekerjakan tenaga kerja luar keluarga untuk kebutuhan pemeliharaan kebun salak seperti pemangkasan, pemupukan dan sanitasi. 6.2.3 Analisis Pendapatan Usahatani Integrasi dan Non Integrasi Pendapatan usahatani integrasi (salak pondoh dan kambing PE) dan non integrasi (salak pondoh) dalam penelitian ini dianalisis berdasarkan pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Pendapatan atas biaya tunai diperoleh dari selisih antara penerimaan dengan biaya tunai sedangkan pendapatan atas biaya total diperoleh dari selisih antara penerimaan dengan biaya total. Pendapatan atas biaya total akan lebih rendah dibandingkan pendapatan atas biaya tunai. Hal ini dikarenakan dalam analisis pendapatan atas biaya total memperhitungkan biaya tenaga kerja dalam keluarga sedangkan pada analisis pendapatan atas biaya tunai tidak memperhitungkan hal tersebut. Tabel 23 berikut ini menggambarkan perhitungan pendapatan usahatani integrasi dan non integrasi selama satu tahun.
55 Tabel 23 Analisis pendapatan usahatani integrasi dan non integrasi
(Rp/tahun)
Komponen
Integrasi
Non Integrasi
Selisih
Penerimaan
44.505.006
39.434.622
5.070.384
Biaya Tunai
12.675.886
12.729.828
53.942
Biaya Non Tunai
25.174.179
23.719.268
1.454.911
Total Biaya
37.850.065
36.449.096
1.400.969
Pendapatan Atas Biaya Tunai
31.829.120
26.704.794
5.124.326
Pendapatan Atas Total Biaya
6.654.941
2.985.526
3.669.415
R/C Tunai
3,51
3,10
R/C Total
1,18
1,08
Sumber: Data Primer, diolah (2013)
Berdasarkan data yang diperoleh dari Tabel 23, total penerimaan usahatani integrasi sebesar Rp 44.505.006 per tahun dan total penerimaan usahatani non integrasi sebesar Rp 39.434.622 per tahun. Perbedaan tersebut disebabkan adanya perbedaan hasil produksi dari masing-masing usahatani. Petani integrasi memperoleh
penerimaan
38.482.454/ha/tahun
dan
dari
usahatani
dari
usahaternak
salak
pondoh
kambing
PE
sebesar
Rp
sebesar
Rp
6.022.552/ekor/tahun sedangkan petani non integrasi hanya memperoleh penerimaan dari usahatani salak pondoh yaitu sebesar Rp 39.434.622/ha/tahun. Total biaya usahatani integrasi yaitu sebesar Rp 37.850.065 dalam satu tahun. Biaya ini memiliki proporsi yang lebih besar daripada biaya yang dikeluarkan dalam usahatani non integrasi yaitu sebesar Rp 36.449.096 dalam satu tahun. Hal tersebut dikarenakan adanya tambahan biaya yang harus dikeluarkan oleh petani integrasi untuk pemeliharaan ternak kambingnya baik berupa biaya tunai seperti pengadaan pakan dan biaya non tunai berupa penyusutan alat, penyusutan kandang dan pemberian upah terhadap tenaga kerja dalam keluarga. Adapun pendapatan usahatani yang diperoleh petani integrasi dan petani non integrasi bernilai positif yang artinya kedua usahatani tersebut memperoleh keuntungan atas usahatani yang dijalankan. Pendapatan atas biaya total usahatani integrasi memiliki jumlah yang lebih tinggi yaitu Rp 6.654.941 dibandingkan usahatani non integrasi sebesar Rp 2.985.526 dengan selisih Rp 3.669.415. Hal ini menunjukkan bahwa usahatani yang dijalankan secara terintegrasi antara salak pondoh dan kambing PE lebih menguntungkan dibandingkan apabila usaha tersebut dijalankan secara parsial.
56 Efisiensi usahatani integrasi dan non integrasi dapat dilihat dari nilai R/C rasio yang diperoleh dari kedua usahatani tersebut. Tabel 23 menunjukkan bahwa R/C atas biaya total bernilai positif yang artinya kedua usahatani tersebut menguntungkan secara ekonomi karena nilai R/C usahatani integrasi dan non integrasi bernilai lebih dari satu. Berdasarkan data yang diperoleh, nilai R/C ratarata dalam satu tahun untuk usahatani integrasi atas biaya total sebesar 1,18 dan nilai R/C untuk usahatani non integrasi sebesar 1,08. Hal ini menjelaskan bahwa setiap satu rupiah input yang dikeluarkan atas biaya total untuk usahatani integrasi akan memberikan penerimaan sebesar Rp 1,18 begitu pula dengan usahatani non integrasi, setiap satu rupiah input yang dikeluarkan atas biaya total akan memberikan penerimaan sebesar Rp 1,08. Pengembangan usahatani antara salak pondoh dan kambing peranakan etawa ini memberikan manfaat secara ekonomi, sosial dan lingkungan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Oleh karena itu, Pemerintah Kabupaten Sleman selalu berupaya untuk mendukung kegiatan budidaya salak pondoh dan kambing peranakan etawa di Desa Girikerto. Program yang ditempuh oleh Pemerintah Kabupaten Sleman dibidang budidaya salak pondoh adalah dengan menerapkan prinsip budidaya tanaman yang baik (Good Agricultural Practices/GAP) dan Standar Operasional Prosedur (SOP) pada komoditas salak pondoh3. Adanya penerapan GAP dan SOP ini diharapkan dapat menghasilkan buah salak yang berkualitas sehingga memiliki daya saing sebagai komoditas ekspor. Program GAP dan SOP di Desa Girikerto sendiri belum sepenuhnya diterapkan oleh seluruh petani salak, namun secara perlahan diharapkan program ini dapat diaplikasikan oleh seluruh petani salak yang ada di Kabupaten Sleman. Adapun upaya Pemerintah Kabupaten Sleman yang sudah diterapkan di Desa Girikerto dapat dilihat dari adanya bantuan pengadaan sarana dan prasarana pengolahan pupuk organik. Adanya pengolahan pupuk organik ini diharapkan dapat meningkatkan minat petani untuk berpartisipasi dalam penerapan pertanian yang ramah lingkungan melalui teknologi pengolahan pupuk didalamnya. Meskipun demikian, hanya sebagian petani yang sudah memanfaatkan fasilitas tersebut. Hal ini dikarenakan petani menganggap pupuk kandang yang diperoleh 3 http://www.slemankab.go.id/4824/sekjen-kementerian-pertanian-kunjungi-kebun-salak-sleman.slm diakses pada tanggal 4 April 2014
57 dari ternak kambing yang dipeliharanya sudah cukup baik untuk digunakan di kebun salak meskipun belum melalui proses pengolahan. Selain itu, Pemerintah Kabupaten Sleman juga terus menggalakkan program intensifikasi pertanian. Hal ini dapat dilihat dari adanya bantuan pemerintah berupa pengadaan bibit unggul buah salak pondoh dan pupuk organik yang diberikan kepada kelompok tani. Adapun apabila dilihat dari peran serta pemerintah dalam hal sektor peternakan ditunjukkan melalui pengadaan bibit ternak kambing PE. Pemerintah memberikan kesempatan kepada petani sekaligus peternak agar dapat meningkatkan skala usahaternak kambingnya melalui kerjasama antara pemerintah selaku pemberi modal dan peternak yang berperan sebagai pemelihara. Pemberian bantuan tersebut diharapkan dapat meningkatkan potensi sumberdaya yang dimiliki Desa Girikerto agar budidaya salak pondoh dan ternak kambing PE ini terus menjadi unggulan daerah Kabupaten Sleman. 6.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Petani untuk Melakukan Integrasi Berbagai macam tindakan dilakukan oleh petani untuk memperoleh tambahan penghasilan salah satunya dengan cara mengembangkan usaha ke bidang peternakan dengan pola usaha yang terintegrasi dengan cabang usaha yang dijalankan. Hal tersebut dilakukan petani di Desa Girikerto dengan memadukan antara usahatani tanaman salak pondoh dan ternak kambing PE. Selain karena faktor pendapatan, tingginya risiko usahatani tanaman terhadap iklim dan cuaca turut mendorong petani untuk melakukan usahatani terintegrasi. Usahatani integrasi ini merupakan cara petani dalam memanfaatkan sumberdaya lokal yang ada seperti dalam hal pemanfaatan pupuk kandang dan limbah daun salak. Meskipun demikian, masih ada petani salak yang belum mengembangkan usahanya ke bidang peternakan kambing PE. Pada sub bab ini akan dikaji faktorfaktor yang mempengaruhi keputusan petani untuk mengembangkan usahatani terintegrasi. Faktor-faktor yang diduga berpengaruh dalam pengambilan keputusan oleh petani dianalisis dengan model regresi logistik. Variabel independen yang diduga berpengaruh dalam pengambilan keputusan tersebut diantaranya tingkat pendidikan formal (X1), luas lahan salak (X2), umur petani (X3), jumlah
58 tanggungan keluarga (X4), pengalaman budidaya salak (X5), dan pendapatan hasil usahatani (X6). Variabel dependen dalam model ini adalah keputusan petani untuk melakukan usahatani integrasi antara tanaman salak pondoh dan ternak kambing PE yang bernilai “satu” dan keputusan petani untuk tidak melakukan usahatani integrasi bernilai “nol”. Pengolahan model regresi logistik menggunakan program Minitab 14.0 for windows. Hasil estimasi faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani dapat dilihat pada Tabel 24. Tabel 24 Hasil estimasi faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani dalam melakukan usahatani integrasi Predictor Constant
Coef
P
Odd Ratio
10,1375
0,037
-0,457709
0,047a
0,63
-0,0004495
b
1,00
-0,158800
0,030
a
0,85
0,243165
0,621
1,28
Pengalaman Budidaya Salak (X5)
0,0854024
0,184
1,09
Pendapatan Usahatani (X6)
0,0571517
0,240
1,06
Pendidikan (X1) Luas Lahan Salak (X2) Umur Petani (X3) Jumlah Tanggungan Keluarga (X4)
0,081
Sumber: Data Primer, diolah (2013) Keterangan: Tanda a dan b menunjukkan taraf nyata masing-masing variabel berturut-turut pada α 5% dan 10%
Pengujian keseluruhan model logit dapat dilakukan dengan melakukan uji G yang menyebar menurut sebaran Khi-kuadrat. Pengujian dapat dilakukan dengan membandingkan antara nilai G dan nilai Khi kuadrat pada α tertentu dengan derajat bebas k-1, namun apabila menggunakan program Minitab dapat melihat dari nilai P dimana model regresi logistik secara keseluruhan dapat menjelaskan keputusan petani untuk melakukan usahatani integrasi apabila nilai P yang dihasilkan kurang dari taraf nyata yang dipilih. Berdasarkan hasil olahan data regresi logistik yang disajikan pada Lampiran 7 didapatkan nilai Log-Likelihood sebesar -20,061 menghasilkan nilai G sebesar 15,496 dengan nilai P sebesar 0,017. Nilai P yang dihasilkan berada dibawah taraf nyata 5% (α = 5%), maka dapat disimpulkan bahwa model regresi logistik secara keseluruhan dapat menjelaskan keputusan petani untuk melakukan usahatani integrasi. Adapun uji kebaikan model atau Goodness-of-Fit dapat dilihat pada Pearson, Deviance dan Hosmer-Lemeshow. Nilai P dari Pearson sebesar 0,313 dan 0,292 untuk Deviance sedangkan nilai P dari Hosmer-Lemeshow yaitu 0,459. Nilai P ketiganya
59 menunjukkan nilai yang lebih besar dari taraf nyata 5% (α = 5%) sehingga dapat disimpulkan model tersebut cukup layak untuk digunakan dalam prediksi. 6.3.1 Variabel yang Signifikan Hasil olahan data menunjukkan terdapat tiga variabel yang signifikan dalam model regresi logistik ini, yaitu variabel pendidikan (X1), luas lahan salak (X2) dan umur petani (X3). Variabel pendidikan (X1) memiliki nilai signifikan secara statistik pada taraf (α) 5% dengan nilai P sebesar 0,047. Nilai koefisien bertanda negatif yang menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan yang dimiliki petani maka keinginan untuk melakukan usahatani integrasi akan semakin berkurang. Nilai odd ratio sebesar 0,63 yang berarti kenaikan tingkat pendidikan satu tahun maka peluang untuk melakukan usahatani integrasi 0,63 kali lebih kecil dibandingkan peluangnya untuk tidak melakukan usahatani integrasi, cateris paribus. Hal ini berbanding terbalik dengan hipotesis awal dimana semakin tingggi tingkat pendidikan maka akan semakin tinggi pula peluang untuk melakukan usahatani integrasi karena akan mempengaruhi kinerja petani dalam mengelola usahataninya. Berdasarkan pengamatan di lapangan petani responden yang melakukan usahatani integrasi didominasi dengan tingkat pendidikan SD (32,14%) sehingga petani yang memiliki pendidikan rendah mempunyai peluang lebih besar dalam mengambil keputusan untuk mengembangkan usahatani integrasi. Hal ini dikarenakan petani bisa mendapatkan pengetahuan mengenai usahatani yang baru tidak hanya dari tingginya tingkat pendidikan yang diperoleh tetapi lebih memanfaatkan pengalamannya selama melakukan kegiatan budidaya pertanian.
Dengan
demikian,
penerapan
usahatani
integrasi
ini
tidak
membutuhkan pendidikan yang tinggi untuk bisa dikembangkan. Variabel luas lahan salak (X2) memiliki nilai signifikan secara statistik pada taraf (α) 10% dengan nilai P sebesar 0,081. Nilai koefisien bertanda negatif yang menunjukkan bahwa semakin luas lahan salak yang dimiliki petani maka akan menurunkan peluang untuk berusahatani integrasi. Nilai odd ratio sebesar 1,00 artinya kenaikan kepemilikan luas lahan salak sebesar 1 m2 maka peluang petani untuk melakukan usahatani integrasi 1,00 kali lebih kecil dibandingkan peluangnya untuk tidak melakukan usahatani integrasi, cateris paribus. Kondisi
60 tersebut menunjukkan bahwa kecenderungan untuk melakukan usahatani integrasi adalah petani yang memiliki lahan salak yang sempit. Berdasarkan kondisi di lapangan petani responden yang melakukan usahatani integrasi memiliki kepemilikan lahan yang kecil dibandingkan petani non integrasi. Rata-rata kepemilikan lahan petani integrasi kurang dari 2.000 m2 (64,29%) sedangkan petani non integrasi memiliki luas lahan lahan salak antara 2.000 m2 hingga 5.000 m2 (53,33%). Oleh karena itu, kepemilikan lahan yang kecil akan mendorong petani untuk melakukan usahatani integrasi antara tanaman salak dan ternak kambing dalam rangka menambah penghasilan sekaligus untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi penggunaan sumberdaya yang ada. Variabel umur petani (X3) juga memiliki nilai signifikan secara statistik pada taraf (α) 5% dengan nilai P sebesar 0,03 dan koefisien yang bertanda negatif. Nilai odd ratio sebesar 0,85 yang berarti bahwa setiap kenaikan umur petani satu tahun maka peluang untuk melakukan usahatani integrasi 0,85 kali lebih kecil dibandingkan peluangnya untuk tidak melakukan usahatani integrasi, cateris paribus. Hal ini menunjukkan bahwa setiap kenaikan umur petani akan mengurangi peluang untuk melakukan usahatani integrasi. Dengan demikian, petani yang memiliki usia muda memiliki peluang lebih besar untuk melakukan usahatani integrasi. Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil penelitian, rata-rata umur petani integrasi berada pada usia yang masih produktif (50%) sehingga petani responden memiliki kemampuan untuk mengintegrasikan tanaman salaknya dengan ternak kambing. Umur petani akan berpengaruh terhadap kinerja dan tenaga dalam mengelola usahataninya. Semakin tua umur maka tingkat produktivitas petani dalam bekerja akan lebih rendah dibandingkan petani yang lebih muda. Oleh karena itu, penerapan usahatani integrasi ini membutuhkan usia yang produktif karena cenderung memerlukan curahan tenaga yang lebih banyak dibandingkan usahatani non integrasi. 6.3.2 Variabel yang Tidak Signifikan Variabel yang tidak signifikan berdasarkan hasil olahan data adalah variabel jumlah tanggungan keluarga (X4), pengalaman budidaya salak (X5), dan pendapatan usahatani (X6). Variabel jumlah tanggungan keluarga (X4) tidak
61 signifikan secara statistik dengan nilai P sebesar 0,621 yang lebih besar dari taraf (α) 10% sehingga pengaruh jumlah tanggungan keluarga dapat diabaikan secara statistik. Kenyataan yang terjadi di lapangan menunjukkan bahwa sebagian besar tanggungan petani responden di Desa Girikerto masih berada pada usia sekolah sehingga tidak dapat dijadikan tenaga kerja dalam keluarga baik dalam usahatani tanaman salak pondoh maupun usahaternak kambing PE. Oleh karena itu, jumlah tanggungan keluarga tidak memiliki kecenderungan dalam pengambilan keputusan untuk melakukan usahatani integrasi. Variabel pengalaman budidaya salak (X5) tidak signifikan karena memiliki nilai P sebesar 0,184 yang lebih besar dari taraf (α) 10% sehingga variabel pengalaman budidaya salak dapat diabaikan secara statistik. Berdasarkan kondisi di lapangan, lama atau tidaknya pengalaman budidaya salak tidak menentukan keputusan petani untuk melakukan usahatani integrasi dengan ternak kambing karena ada juga petani yang belum cukup lama melakukan budidaya salak sudah mengembangkan usahanya secara integrasi dengan ternak kambing PE. Sementara itu, variabel pendapatan usahatani (X6) juga tidak berpengaruh signifikan dengan nilai P 0,240 yang lebih besar dari taraf (α) 10% dengan koefisien bertanda positif sehingga pengaruh pendapatan usahatani dapat diabaikan secara statistik. Hasil olahan data model regresi logistik dengan Minitab 14.0 for windows ditampilkan ukuran hubungan antara nilai aktual peubah dependen dengan dugaan peluangnya. Hal tersebut dapat dilihat pada nilai Concordant, Discordant dan Ties. Nilai Concordant menyimpulkan bahwa 83,3 persen petani dengan kategori melakukan usahatani integrasi antara salak pondoh dan kambing PE mempunyai peluang lebih besar untuk melakukan usahatani integrasi. Adapun nilai Discordant menunjukkan 16,2 persen pengamatan dengan kategori tidak melakukan usahtani integrasi (salak pondoh) mempunyai peluang lebih besar untuk melakukan usahatani integrasi. Sementara itu, nilai Ties sebesar 0,5 persen yang dapat diartikan bahwa persentase pengamatan dengan peluang pada kategori melakukan usahatani integrasi sama dengan peluang pada kategori non integrasi yaitu sebesar 0,5 persen.
62
VII SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diperoleh simpulan sebagai berikut: 1.
Sistem usahatani integrasi yang ada di Desa Girikerto antara tanaman salak pondoh dan kambing peranakan etawa merupakan sistem integrasi yang masih sederhana karena belum melibatkan teknologi pengolahan limbah ternak dan salak didalamnya. Petani sekaligus peternak memanfaatkan pupuk kandang (inthil, urin dan sisa pakan) untuk memupuk kebun salak. Adapun penanganan terhadap limbah daun salak selain digunakan sebagai tambahan (campuran) pakan hijauan ternak kambing di musim kemarau juga dimanfaatkan petani sebagai pupuk di kebun salak melalui proses pencacahan.
2.
Perbandingan pendapatan antara usahatani integrasi dan non integrasi menunjukkan bahwa usahatani integrasi antara tanaman salak pondoh dan kambing peranakan etawa di Desa Girikerto lebih menguntungkan dibandingkan usahatani salak pondoh yang tidak mengintegrasikannya dengan ternak kambing. Pendapatan yang diperoleh petani integrasi selama satu tahun sebesar Rp 6.654.941 sedangkan pendapatan yang diperoleh petani non integrasi sebesar Rp 2.985.526 per tahun.
3.
Faktor sosial ekonomi yang berpengaruh secara nyata terhadap keputusan petani dalam melakukan usahatani integrasi antara tanaman salak pondoh dan ternak kambing peranakan etawa di Desa Girikerto yaitu pendidikan, luas lahan salak dan umur petani. 7.2 Saran Berdasarkan hasil dan pembahasan serta simpulan yang telah dijelaskan
maka saran yang dapat disampaikan adalah: 1.
Pemerintah Kabupaten Sleman diharapkan dapat membantu pengembangan integrasi usahatani salak pondoh dan kambing PE di Desa Girikerto. Pengembangan tersebut dapat dilakukan melalui pengadaan teknologi
63 pengolahan limbah ternak kambing untuk pupuk kebun salak dan limbah daun salak sebagai pakan kambing. 2.
Sistem integrasi usahatani di Desa Girikerto merupakan sistem usahatani berkelanjutan yang menerapkan konsep zero waste sehingga mampu memberikan manfaat secara ekonomi, sosial dan lingkungan. Hal tersebut ditunjukkan dengan pemanfaatan limbah ternak untuk pupuk di kebun salak dan daun salak sebagai campuran pakan kambing. Oleh karena itu, pemerintah beserta stakeholder diharapkan dapat memberikan sosialisasi terkait kandungan gizi daun salak kepada petani agar dapat dimanfaatkan secara optimal sebagai pakan kambing.
3.
Penyuluhan yang selama ini dilakukan oleh Dinas terkait sudah cukup baik, namun dibutuhkan adanya penyuluhan yang lebih intensif lagi mengenai budidaya salak pondoh dan usahaternak kambing PE. Salah satu penyuluhan yang perlu diutamakan adalah terkait pemeliharaan ternak kambing PE agar kualitas dan kuantitas hasil produksi menjadi lebih baik.
64
DAFTAR PUSTAKA Anarsis W. 1996. Agribisnis Komoditas Salak. PT Bumi Aksara. Jakarta. Ashari. 2009. Optimalisasi Kebijakan Kredit Program Sektor Pertanian di Indonesia. Analisis Kebijakan Pertanian,Vol.7, No.1, Hal.21-42. [BPS DIY] Badan Pusat Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta. 2012. Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2012. http://yogyakarta.bps.go.id diakses tanggal 28 Mei 2013. Caswell M, K Fugile, C Ingram, S Jans, dan C Kascak. 2001. Adoption of Agricultural Production Practices: Lessons Learned from the U.S. Department of Agricultural Area Studies Project. Resource Economics Divison. Economic Research Service. U.S. Department of Agricultural. Agricultural Economic Report No.792. Daryanto A. 2009. Dinamika Daya Saing Industri Peternakan. Institut Pertanian Bogor Press. Bogor. Desa Girikerto. 2013. Data Dasar Profil Desa Girikerto Tahun 2012. Kecamatan Turi. Kabupaten Sleman. Yogyakarta. Devendra C. 1993. Sustainable Animal Production from Small Farm Systems in South East Asia. Food and Agriculture Organization Animal Production and Health Paper. Food and Agriculture Organization, Rome. Devendra C, D Thomas, M A Jabbar, dan H Kudo. 1997. Improvement of Livestock Production in Crop–Animal Systems in Rainfed Agro-ecological Zones of South-East Asia. ILRI (International Livestock Research Institute). Nairobi, Kenya. pp.116. Dinas Pertanian Daerah Istimewa Yogyakarta. 2011. Statistik Hortikultura. http://distan.pemda-diy.go.id/ dikases tanggal 28 Mei 2013. Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kabupaten Sleman. 2012. Laporan Tanaman Buah-Buahan dan Sayuran. Kabupaten Sleman. Daerah Istimewa Yogyakarta. Feder G, R Just, dan D Silberman. 1981. Adoption of Agricultural Innovations in Developing Countries: A Survey. World Bank Staff Working Paper, No. 444. Ginting SP, TM Ibrahim, dan R Krisnan. 2011. Integrasi Tanaman Jeruk dengan Kambing. Sinar Tani. Agroinovasi: 7 (kol 7-12). Gupta V, PK Rai, dan KS Risam. 2012. Integrated Crop-Livestock Farming System: A strategy for Resource Conservation and Environmental Sustainability. Indian Research Journal of Extension Education, Special Issue, Vol.2, pp.49-54. Hanafie R. 2010. Pengantar Ekonomi Pertanian. ANDI. Yogyakarta. Hanifah RN. 2008. Pendapatan Usahatani Integrasi Pola Sayuran Ternak Ikan (Studi Kasus di Pondok Pesantren Al-Ittifaq Kampung Ciburial Desa Alam
65 Endah Kecamatan Rancabali Kabupaten Bandung). [skripsi]. Fakultas Pertanian.Institut Pertanian Bogor. Hardjanto A. 2010. Analisis Pendapatan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Petani dalam Adopsi Teknologi Konservasi Lahan (Kasus Daerah Tangkapan Air Saguling Kecamatan Pengalengan Kabupaten Bandung). [skripsi]. Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Harsoyo Y. 1999. Analisis Efisiensi Produksi dan Pemasaran Komoditi Salak Pondoh di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. [tesis]. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Hartatik W dan LR Widowati. 2006. Pupuk Kandang. Pupuk Organik dan Hayati. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. Haryanto B, I Inounu, IGM B Arsana, dan K Diwyanto. 2002. Panduan Teknis Sistem Integrasi Padi Ternak. Departemen Pertanian. Jakarta. Hernanto F. 1989. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya. Jakarta. Juanda B. 2009 Ekonometrika Pemodelan dan Pendugaan. Institut Pertanian Bogor Press. Bogor. Junaidi Y dan M Yamin. 2010. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Adopsi Pola Usahatani Diversifikasi dan Hubungannya dengan Pendapatan Usahatani Kopi di Sumatera Selatan. Jurnal Pembangunan Manusia,Vol.4, No.12. Kementerian Pertanian. 2011. Pedoman Umum Pengembangan Integrasi Tanaman Ruminansia. Kementerian Pertanian. Jakarta. [KKN PPM UGM] Kuliah Kerja Nyata Pembelajaran Pemberdayaan Masyarakat Universitas Gadjah Mada. 2011. Kandungan Nutrisi Berbagai Hijauan. Pusat Studi Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Mathius I Wayan. 1994. Potensi dan Pemanfaatan Pupuk Organik Asal Kotoran Kambing-Domba. Wartazoa, Vol.3, Hal.2-4. Nachrowi ND dan H Usman. 2008. Penggunaan Teknik Ekonometri. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. Nazir M. 2003. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta. Pattanayak SK, E O Sils, J Yang, dan K Cassingham. 2002. Taking Stock of Agroforestry Adoption Studies. Working Paper, pp.1-18. Pemerintah Kabupaten Sleman. 2011. Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Tahun Anggaran 2011. http://www.slemankab.go.id diakses tanggal 21 Mei 2013. Priyanti A. 2007. Dampak Program Sistem Integrasi Tanaman Ternak terhadap Alokasi Waktu Kerja, Pendapatan dan Pengeluaran Rumah Tangga Petani [disertasi]. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Priyanto D, A Priyanti, dan A Tahar. 1996. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Usaha Ternak Kambing Peranakan Etawa (PE) Di Jawa
66 Timur. Prosiding Temu Ilmiah Hasil-Hasil Penelitian Peternakan. Balai Penelitian Ternak. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Badan Litbang Pertanian. Bogor. Puastuti W. 2009. Pengolahan Kotoran Ternak dan Kulit Buah Kakao untuk Mendukung Integrasi Kakao Ternak. Prosiding Lokakarya Nasional Pengembangan Jejaring Penelitian dan Pengkajian Sistem Integrasi Tanaman Ternak. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Badan Litbang Pertanian. Bogor. Rahim ABD dan DRD Hastuti. 2007. Ekonomika Pertanian (Pengantar, Teori dan Kasus). Penebar Swadaya. Jakarta. Riduwan. 2003. Pengantar Statistika Sosial. Alfabeta. Bandung. Santiananda, A Asmarasari, dan B Tiesnamurti. 2009. Pengembangan Ternak Kambing Terintegrasi dengan Tanaman Kakao. Prosiding Lokakarya Nasional Pengembangan Jejaring Penelitian dan Pengkajian Sistem Integrasi Tanaman Ternak. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Badan Litbang Pertanian. Bogor. Soedjana TD. 2007. Sistem Usahatani Terintegrasi Tanaman Ternak sebagai Respons Petani terhadap Faktor Resiko. Jurnal Litbang Pertanian,Vol.26, No.2, Hal.82-83. Soekartawi, A Soeharjo, J L Dillon, dan J B Hardaker. 1986. Ilmu Usahatani dan Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Soekartawi. 1995. Analisis Usahatani. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Soekartawi. 2005. Prinsip Dasar Komunikasi Pertanian. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Soepranianondo K. 2009. Sistem Integrasi Peternakan Kambing Dengan Konsep Tanpa Limbah. Prosiding Lokakarya Nasional Pengembangan Jejaring Penelitian dan Pengkajian Sistem Integrasi Tanaman Ternak. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Badan Litbang Pertanian. Bogor. Suratiyah K. 2006. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya. Jakarta. Sutanto R. 2002. Penerapan Pertanian Organik. Kanisius. Yogyakarta. Ugwumba COA. 2010. Environmental Sustainability and Profitability of Integrated Fish CumCrop Farming in Anambra State Nigeria. Agricultural Journal, Vol.5, No.3, pp.229-233.
67
LAMPIRAN
Lampiran 1 Karakteristik petani integrasi antara tanaman salak pondoh dan ternak kambing peranakan etawa Jumlah Tanggungan (orang)
Status Usahatani
Status Kepemilikan Ternak
Modal Usahatani
Luas Lahan (m2)
Jumlah Rumpun
Umur (tahun)
Pendidikan
1
3.000
1.500
52
tidak sekolah
2
pekerjaan sampingan
Pemilik
sendiri
2
1.000
600
43
tidak tamat SD
3
pekerjaan utama
Pemilik
sendiri
3
2.120
1.200
43
tamat SD
3
pekerjaan utama
Pemilik
sendiri
4
1.500
700
47
tamat SMA
2
pekerjaan utama
Pemilik
sendiri
5
1.000
500
45
tamat SMP
1
pekerjaan utama
pemilik pemelihara
sendiri
6
4.000
2.000
53
tamat SD
2
pekerjaan utama
pemilik pemelihara
sendiri
7
1.000
500
52
tidak sekolah
3
pekerjaan utama
pemilik pemelihara
sendiri
8
1.700
500
53
tamat SD
1
pekerjaan utama
Pemilik
sendiri
9
1.500
750
59
tamat SD
3
pekerjaan utama
pemilik pemelihara
sendiri
10
8.000
5.000
44
tamat SD
2
pekerjaan utama
pemilik pemelihara
sendiri
11
500
200
45
tidak sekolah
3
pekerjaan utama
pemilik pemelihara
sendiri
12
1.000
200
34
tamat SMA
3
pekerjaan utama
Pemilik
sendiri
13
3.000
1.500
63
tamat SD
1
pekerjaan sampingan
pemilik pemelihara
sendiri
14
1.000
200
52
tamat SMP
1
pekerjaan utama
pemilik pemelihara
sendiri
15
2.000
500
45
tamat SMA
3
pekerjaan utama
Pemilik
sendiri
Responden
68
68
69 16
1.000
700
55
tamat SD
1
pekerjaan utama
Pemilik
sendiri
17
900
300
45
tamat SMP
3
pekerjaan utama
pemilik pemelihara
sendiri
18
1.000
231
40
tamat SMP
2
pekerjaan utama
pemilik pemelihara
sendiri
19
2.400
450
42
tamat SMP
3
pekerjaan utama
Pemilik
pinjaman
20
400
150
51
tamat SMA
2
pekerjaan sampingan
Pemilik
pinjaman
21
1.300
400
35
tamat SMA
4
pekerjaan utama
Pemilik
pinjaman
22
1.000
400
35
tamat SMP
3
pekerjaan utama
Pemilik
pinjaman
23
1.800
1.000
48
tamat SD
2
pekerjaan utama
Pemilik
pinjaman
24
900
860
47
tamat SMP
1
pekerjaan utama
pemilik pemelihara
sendiri
25
1.000
350
55
tidak tamat SD
2
pekerjaan utama
pemilik pemelihara
sendiri
26
3.900
1.500
55
tamat SD
3
pekerjaan utama
pemilik pemelihara
sendiri
27
2.500
1.000
48
tidak tamat SD
2
pekerjaan utama
Pemilik
pinjaman
28
4.000
1.200
27
tamat SMA
2
pekerjaan utama
Pemilik
sendiri
Sumber: Data Primer (2013)
69
70
70 Lampiran 2 Karakteristik petani non integrasi (salak pondoh) Responden
Luas Lahan (m2)
Jumlah Rumpun
Umur (tahun)
Pendidikan
Jumlah Tanggungan (orang)
Status Usahatani
Modal Usaha
1
800
200
57
Tamat SMA
1
Pekerjaan Utama
Sendiri
2
1.000
300
35
Tamat SMA
2
Pekerjaan Utama
Sendiri
3
2.000
1.000
38
Tamat SMA
1
Pekerjaan Utama
Sendiri
4
500
150
46
Tamat SMP
3
Pekerjaan Utama
Sendiri
5
5.000
3.000
60
Tamat SD
2
Pekerjaan Utama
Sendiri
6
3.500
1.500
69
Tamat SD
0
Pekerjaan Sampingan
Sendiri
7
900
500
49
Tamat SD
2
Pekerjaan Sampingan
Sendiri
8
800
250
46
Tamat SMA
3
Pekerjaan Utama
Sendiri
9
2.000
1.000
58
Tamat SD
1
Pekerjaan Utama
Sendiri
10
4.000
2.000
57
Tamat SMP
2
Pekerjaan Utama
Sendiri
11
3.000
750
52
Tamat SD
2
Pekerjaan Utama
Sendiri
12
5.000
2.000
32
Tamat SMP
3
Pekerjaan Utama
Sendiri
13
8.000
3.000
46
Tamat SMA
3
Pekerjaan Utama
Sendiri
14
750
350
66
Tamat SMP
1
Pekerjaan Utama
Sendiri
15
5.000
1.250
51
Tamat SMP
1
Pekerjaan Utama
Sendiri
Sumber: Data Primer (2013)
68
71
Lampiran 3 Jumlah produksi dan produktivitas salak pondoh petani integrasi dan non integrasi a. Jumlah produksi dan produktivitas salak pondoh petani integrasi Reponden
Luas Lahan (ha)
Produksi (kg) Panen Raya
Produktivitas (kg/ha)
Panen Kecil
Panen Raya
Panen Kecil
1
0,3
1.200
720
4.000
2.400
2
0,1
360
225
3.600
2.250
3
0,212
720
640
3.396,23
3.018,87
4
0,15
720
640
4.800
4.266,67
5
0,1
960
200
9.600
2.000
6
0,4
1.600
800
4.000
2.000
7
0,1
800
320
8.000
3.200
8
0,17
800
500
4.705,88
2.941,18
9
0,15
800
400
5.333,33
2.666,67
10
0,8
3.600
320
4.500
400
11
0,05
320
300
6.400
6.000
12
0,1
640
480
6.400
4.800
13
0,3
1.200
400
4.000
1333,33
14
0,1
880
200
8.800
2.000
15
0,2
1.600
600
8.000
3.000
16
0,1
720
320
7.200
3.200
17
0,09
960
320
10.666,67
3.555,56
18
0,1
800
240
8.000
2.400
19
0,24
800
800
3.333,33
3.333,33
20
0,04
320
240
8.000
6.000
21
0,13
800
320
6.153,85
2.461,54
22
0,1
480
240
4.800
2.400
23
0,18
1.280
200
7.111,11
1.111,11
24
0,09
960
240
10.666,67
2.666,67
25
0,1
720
480
7.200
4.800
26
0,39
960
480
2.461,54
1.230,77
27
0,25
600
320
2.400
1.280
28
0,4
800
400
2.000
1.000
5,442
26.400
11.345
165.528,6
77.715,69
0,19
942,86
405,18
5.911,74
2.775,56
Jumlah Rata-rata
Sumber: Data Primer, diolah (2013)
72 Lampiran 3 (Lanjutan) b. Jumlah produksi dan produktivitas salak pondoh petani non integrasi Reponden
Luas Lahan (ha)
Produksi (kg) Panen Raya
Produktivitas (kg/ha)
Panen Kecil
Panen Raya
Panen Kecil
1
0,08
640
225
8.000
2.812,5
2
0,1
360
120
3.600
1.200
3
0,2
1.200
400
6.000
2.000
4
0,05
320
210
6.400
4.200
5
0,5
2.400
1.200
4.800
2.400
6
0,35
2.400
400
6.857,14
1.142,86
7
0,09
640
480
7.111,11
5.333,33
8
0,08
680
480
8.500
6.000
9
0,2
1.200
500
6.000
2.500
10
0,4
1.600
1.200
4.000
3.000
11
0,3
1.200
750
4.000
2.500
12
0,5
3.200
400
6.400
800
13
0,8
4.800
1.280
6.000
1.600
14
0,075
800
300
10.666,67
4.000
15
0,5
2.400
1.200
4.800
2.400
4,225
23.840
9.145
93.134,92
41.888,69
0,28
1.589,33
609,67
6.208,99
2.792,58
Jumlah Rata-rata
Sumber: Data Primer, diolah (2013)
73 Lampiran 4 Biaya usahatani salak pondoh petani integrasi dan non integrasi (Rp/ha/tahun) Uraian
Petani Integrasi
Jumlah
Harga
Pupuk Kandang
4.189,8
385,71
1.616.048
Pupuk Organik
4.416,67
600
2.650.002
Biaya Tunai
Jumlah
Harga
Petani Non Integrasi Total
Total
Usaha Salak
Compound
860
3.500
3.010.000
444.44
3000
1.333.320
Keranjang
18
3090.91
55.636
31
3500
108.500
Botol Infus
546
1.333
727.818
571
2000
1.142.000
Bunga Jantan
192
3.000
576.000
215
3000
645.000
Iuran Wajib Anggota
54.000
45.600
PBB Tenaga Kerja Luar Keluarga
688.596
660.261
2.941.626
4.529.097
Total Biaya Tunai
8.053.676
12.729.828
Biaya Non Tunai Tenaga Kerja Dalam Keluarga
22.012.900
22.422.400
213.334
255.868
Penyusutan Alat Bunga Jantan Total Biaya Non Tunai Sumber: Data Primer, diolah (2013)
402
3.000
1.206.000 23.432.234
347
3.000
1.041.000 23.719.268
74 Lampiran 5 Biaya usahaternak kambing peranakan etawa petani integrasi (Rp/ekor/tahun) Biaya Usahaternak
Jumlah
Harga
Total
Biaya Tunai Polar
72,8
3.046,15
221.760
Kulit Kedelai
43,26
3.277,78
141.797
Ampas Tahu
19,89
1.200
23.868
Kangkung
23,12
2.366,67
54.717
Garam
1,65
2.907,41
4.797
Mineral
1,29
6.346,15
8.187
Vitamin
0,3
17.142,86
5.143
Dokter
50.556
Sewa Mobil Angkut
182.398
Sewa Lahan Kandang
14.587
Iuran Wajib Anggota
60.000
Bunga Modal Pembelian Ternak Biaya Transportasi Tenaga Kerja Luar Keluarga Total Biaya Tunai
416.667 2
1.287.500
2.575.000 842.609 20.124 4.622.210
Biaya Non Tunai Tenaga Kerja Dalam Keluarga
1.212.400
Penyusutan Alat
152.759
Penyusutan Kandang
376.786
Total Biaya Non Tunai
1.741.945
Total Biaya
6.364.155
Sumber: Data Primer, diolah (2013)
75 Lampiran 6 Produksi dan produktivitas susu kambing peranakan etawa petani integrasi Lama Laktasi (hari)
Jumlah Induk Laktasi (ekor)
Produksi Susu (liter/hari)
Total Produksi Susu (liter/tahun)
Total Produktivitas Susu (liter/ekor/tahun)
1
180
5
3
540
108
2
180
3
0,9
162
54
3
210
5
2,5
525
105
4
240
2
3
720
360
5
180
2
1,1
198
99
6
120
2
3,3
396
198
8
90
3
2,75
247,5
82,5
9
180
3
2
360
120
10
180
1
1
180
180
11
90
2
1,4
126
63
12
210
6
0,9
189
31,5
13
120
5
2
240
48
14
120
1
0,8
96
96
15
240
4
3
720
180
17
180
2
1,75
315
157,5
18
150
2
1,5
225
112,5
19
120
2
1,5
180
90
20
150
4
2,75
412,5
103,125
21
180
4
4
720
180
22
180
4
3,5
630
157,5
23
150
4
2,8
420
105
26
150
3
1,5
225
75
27
90
2
2
180
90
28
240
3
1,5
360
120
Reponden
7
16
24 25
Jumlah Rata-rata Sumber: Data Primer, diolah (2013)
2.915,63 121,48
76 Lampiran 7 Hasil output regresi logistik dengan program Minitab 14.0 for Windows Welcome to Minitab, press F1 for help.
Binary Logistic Regression: KEPUTUSAN versus PENDIDIKAN, LLS, ... Link Function: Logit Response Information Variable KEPUTUSAN
Value 1 0 Total
Count 28 15 43
(Event)
Logistic Regression Table Predictor Constant PENDIDIKAN LLS UMUR JTK PBDS PENDAPATAN
Coef 10.1375 -0.457709 -0.0004495 -0.158800 0.243165 0.0854024 0.0571517
SE Coef 4.87101 0.230171 0.0002580 0.0729902 0.491892 0.0642709 0.0485989
Z 2.08 -1.99 -1.74 -2.18 0.49 1.33 1.18
P 0.037 0.047 0.081 0.030 0.621 0.184 0.240
Odds Ratio
95% CI Lower Upper
0.63 1.00 0.85 1.28 1.09 1.06
0.40 1.00 0.74 0.49 0.96 0.96
0.99 1.00 0.98 3.34 1.24 1.16
Log-Likelihood = -20.061 Test that all slopes are zero: G = 15.496, DF = 6, P-Value = 0.017 Goodness-of-Fit Tests Method Pearson Deviance Hosmer-Lemeshow
Chi-Square 39.5929 40.1220 7.7459
DF 36 36 8
P 0.313 0.292 0.459
Table of Observed and Expected Frequencies: (See Hosmer-Lemeshow Test for the Pearson Chi-Square Statistic) Value 1 Obs Exp 0 Obs Exp Total
Group 5 6
1
2
3
4
0 0.4
2 1.4
2 2.0
2 2.7
3 2.5
4 3.6 4
2 2.6 4
2 2.0 4
3 2.3 5
1 1.5 4
7
8
9
10
Total
2 3.0
5 3.9
4 3.5
3 3.8
5 4.9
28
2 1.0 4
0 1.1 5
0 0.5 4
1 0.2 4
0 0.1 5
15
Measures of Association: (Between the Response Variable and Predicted Probabilities) Pairs Concordant Discordant Ties Total
Number 350 68 2 420
Percent 83.3 16.2 0.5 100.0
Summary Measures Somers' D Goodman-Kruskal Gamma Kendall's Tau-a
0.67 0.67 0.31
43
77 Lampiran 8 Hasil uji beda produktivitas salak pondoh petani integrasi dan non integrasi
Group Statistics PETANI PRODUKTIVITAS
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
1
28
8.6873E3
3242.29185
612.73556
2
15
9.0016E3
2950.67096
761.85997
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
t-test for Equality of Means
Std. Error F PRODUKTIVITAS Equal variances assumed Equal variances not assumed
.496
Sig.
.485
T
df
Sig. (2-tailed)
Mean Difference
Difference
95% Confidence Interval of the Difference Lower
Upper
-.312
41
.756
-314.27801
1006.54797 -2347.04286
1718.48685
-.321
31.200
.750
-314.27801
977.68885 -2307.76899
1679.21297
77
78
78
Lampiran 9 Dokumentasi Penelitian Peternakan Kambing Peranakan Etawa
Kondisi Kandang Kelompok
Pemberian Pakan Daun Salak
Pakan Daun Salak
79
Pemberian Pakan Konsentrat
Pembersihan Kandang
Inthil, Urin dan Sisa Pakan
Karung Pupuk Kandang
Perkebunan Salak
Kebun Salak
Bunga Betina
80
Bakal Buah Salak
Proses Penyerbukan
Pupuk Kandang Pada Kebun Salak
Pemangkasan Daun Salak
Penanganan Limbah Daun Salak
Proses Wawancara
81
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 21 Mei 1991 dari ayah Poniman (Alm) dan ibu Sri Hartati. Penulis adalah putri ketiga dari tiga bersaudara. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 3 Bogor dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama
mengikuti
perkuliahan,
penulis
aktif
dalam
kegiatan
kemahasiswaan yaitu sebagai Badan Pengawas Himpunan Profesi Resource and Environmental Economics Student Association (REESA) pada periode 2010-2011. Penulis juga aktif dalam berbagai kegiatan kepanitian di IPB seperti FEM Mengajar, Public Speaking School BEM FEM IPB, dan Greenstation.