PENGARUH KENAIKAN TARIF CUKAI ROKOK KRETEK TERHADAP HARGA, PENAWARAN DAN PERMINTAAN KOMODITAS ROKOK KRETEK DAN KOMODITAS TEMBAKAU SERTA KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
AI SURYA BUANA
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan menyatakan bahwa skripsi Pengaruh Kenaikan Tarif Cukai Rokok Kretek terhadap Harga, Penawaran dan Permintaan Komoditas Rokok Kretek dan Komoditas Tembakau serta Kesejahteraan Masyarakat adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Maret 2013
Ai Surya Buana H44080083
RINGKASAN
Ai Surya Buana. Pengaruh Kenaikan Tarif Cukai Rokok Kretek terhadap Permintaan, Penawaran dan Harga Komoditas Rokok Kretek dan Komoditas Tembakau serta Kesejahteraan Masyarakat (dibimbing oleh Aceng Hidayat dan Nia Kurniawati Hidayat). Industri rokok merupakan industri terbesar penyerap tembakau di Indonesia. Industri rokok dan sektor tembakau memberikan keuntungan ekonomi yang sangat besar. Keuntungan ekonomi tersebut adalah berupa penyediaan lapangan pekerjaan. Meskipun industri rokok dan sektor tembakau memberikan keuntungan ekonomi yang besar, rokok juga mempunyai dampak negatif. Dampak negatif tersebut merupakan efek negatif dari mengkonsumsi rokok. Konsumsi rokok dapat meningkatkan resiko kanker, serangan jantung, impotensi dan gangguan kehamilan dan janin. Pemerintah berusaha mengendalikan dampak negatif dari konsumsi rokok. Salah satu upaya pemerintah dalam pengendalian dampak negatif dari konsumsi rokok ini adalah dengan penetapan tarif cukai rokok. Setiap tahun, pemerintah meningkatkan tarif cukai rokok ini. Kenaikan tarif cukai rokok tiap tahun ini menyebabkan dampak negatif tersendiri. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran, permintaan dan harga dari komoditas rokok kretek dan tembakau. Faktor-faktor tersebut digunakan untuk mengidentifikasi pengaruh kenaikan tarif cukai rokok kretek terhadap penawaran, permintaan dan harga dari komoditas rokok kretek dan tembakau. Hasil identifikasi tersebut diperlukan untuk menganalisa dampak kenaikan tarif cukai rokok kretek terhadap kesejahteraan konsumen rokok kretek, kesejahteraan petani tembakau, keuntungan perusahaan rokok kretek dan pendapatan pemerintah. Penelitian ini menggunakan model persamaan simultan dengan metode two-stage least squares (2-SLS). Adapun model persamaan simultan yang digunakan dibagi menjadi dua blok yaitu Blok Tembakau dan Blok Rokok Kretek. Hasil estimasi dari model yang diperoleh selanjutnya di uji dengan metode uji statistik yang berupa Uji statistik-F, Uji statistik-t dan Uji statistik DurbinWatson. Setelah model dinyatakan valid, selanjutnya dilakukan simulasi kebijakan dengan menggunakan bantuan software SAS 9.0 for Windows. Permintaan rokok kretek dipengaruhi oleh harga riil rokok kretek di tingkat konsumen, jumlah penduduk dewasa dan pendapatan per kapita masyarakat. Penawaran rokok kretek dipengaruhi oleh harga riil cengkeh, harga riil rokok kretek di tingkat produsen dan harga riil ekspor rokok kretek. Harga rokok kretek di itngkat produsen dipengaruhi oleh penawaran rokok kretek. Harga rokok kretek di tingkat konsumen dipengaruhi oleh penawaran tembakau dan tarif cukai rokok kretek. Permintaan tembakau dipengaruhi oleh harga riil cengkeh dan permintaan tembakau oleh industri selain rokok kretek. Penawaran tembakau dipengaruhi oleh luas lahan perkebunan tembakau, harga riil tembakau di tingkat konsumen dan harga riil tembakau impor Indonesia. Harga tembakau di tingkat produsen
dipengaruhi oleh harga riil tembakau di tingkat konsumen Harga tembakau di tingkat konsumen dipengaruhi oleh permintaan tembakau total pada tahun sebelumnya. Kenaikan tarif cukai rokok kretek berpengaruh terhadap permintaan, penawaran dan harga rokok kretek. Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa kenaikan tarif cukai rokok kretek akan berpengaruh secara positif terhadap harga riil rokok kretek di tingkat konsumen. Penawaran rokok kretek, permintaan rokok kretek dan harga riil rokok kretek di tingkat produsen dipengaruhi secara negatif. Tarif cukai rokok kretek berpengaruh terhadap permintaan, penawaran dan harga tembakau. Permintaan tembakau, penawaran tembakau dan harga tembakau baik di tingkat petani maupun konsumen dipengaruhi secara negatif oleh peningkatan tarif cukai rokok kretek. Perubahan yang disebabkan oleh perubahan tarif cukai rokok berdampak pada berubahnya kesejahteraan petani tembakau, konsumen tembakau, produsen rokok, konsumen rokok, pendapatan pemerintah dan keuntungan ekonomi total. Kenaikan tarif cukai rokok kretek akan menyebabkan meningkatnya pendapatan pemerintah. Kesejahteraan petani tembakau, kesejahteraan konsumen tembakau, kesejahteraan produsen rokok kretek,kesejahteraan konsumen rokok kretek dan keuntungan ekonomi total mengalami penurunan apabila terjadi kenaikan tarif cukai rokok kretek. pemerintah seharusnya tetap menaikkan tarif cukai rokok kretek sebesar 10 persen karena terbukti mampu mengurangi permintaan rokok kretek. Berkurangnya permintaan rokok kretek merepresentasikan pengurangan konsumsi rokok kretek. Berkurangnya konsumsi rokok kretek dapat meminimalisir kerugian dari konsumsi rokok kretek namun pemerintah harus melakukan suatu kebijakan untuk mengurangi dampak penurunan kesejahteraan dan keuntungan ekonomi total yang terjadi sebagai dampak kenaikan tarif cukai rokok kretek.
Kata kunci: Tarif Cukai, Permintaan, Penawaran, Kesejahteraan
ii
PENGARUH KENAIKAN TARIF CUKAI ROKOK KRETEK TERHADAP HARGA, PENAWARAN DAN PERMINTAAN KOMODITAS ROKOK KRETEK DAN KOMODITAS TEMBAKAU SERTA KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
AI SURYA BUANA
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk Memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi
: Pengaruh Kenaikan Tarif Cukai Rokok Kretek terhadap Harga, Penawaran dan Permintaan Komoditas Rokok Kretek dan Komoditas Tembakau serta Kesejahteraan Masyarakat Nama Mahasiswa : Ai Surya Buana Nomor Registrasi Pokok : H44080083
Disetujui, Pembimbing I,
Pembimbing II,
(Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT)
(Nia Kurniawati Hidayat, SP MSi)
NIP. 19660717 199203 1003
Diketahui, Ketua Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan,
Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT NIP. 19660717 199203 1003
Tanggal Lulus:
UCAPAN TERIMAKASIH Puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Keberhasilan penulis dalam menyelesaikan karya ini tentunya tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada: 1.
Almarhum ayah saya Bapak Sukirno, Ibu saya Kelasworo, Kakak-kakak saya Ai Chandra Wulandari, Ai Dewi Punamasari, Ai Alam Winoto dan Ai Adi Buana serta keluarga besar saya yang telah memberikan dukungan moral dan materi kepada penulis.
2.
Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT selaku dosen pembimbing I penulisan skripsi telah memberikan bimbingan, arahan dan masukan dalam proses penyusunan skripsi.
3.
Nia Kurniawati Hidayat, SP, MSi selaku dosen pembimbing II penulisan skripsi yang telah memberikan bimbingan, arahan dan masukan dalam proses penyusunan skripsi.
4.
Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, M.A. sebagai dosen penguji utama ujian akhir skripsi yang bersedia memberikan waktu untuk memberikan bimbingan dan masukan yang berguna.
5.
Novindra, SP, MSi sebagai dosen perwakilan komisi pendidikan yang bersedia meluangkan waktu untuk memberikan saran dan masukan yang membangun.
6.
Dosen dan Staf Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan yang telah memberikan ilmu dan bantuan kepada penulis.
7.
Badan Pusat Statistik, Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementerian Keuangan dan World Trade Tobacco atas kerjasamanya dalam penyediaan data yang dibutuhkan oleh penulis.
8.
Teman-teman satu kosan saya di Wisma Rizky, Musyawir, Wisnu, Aziz, Cesar, Danang, Dio, Febriangga dan Esa yang telah memberikan dukungan dan memberikan suasana yang kondusif untuk penyusunan skripsi.
9.
Sahabat-sahabat saya, As Ad, Kiki, Dewi, Nanda, Mirza, Stevan, Shinta, Obin, Reza, Jabar, Agung, Moris, Daus, Mahmudin dan lainnya yang telah memberikan dukungan dalam penyusunan laporan penelitian ini.
10.
Teman-teman satu bimbingan, Mimi, Anggi, Esti, Aneke dan Arindy yang telah mendukung penulis dalam penyusunan skripsi ini.
11.
Dea Amanda yang telah memberi inspirasi dalam penggunaan metode pada penelitian ini.
12.
Pihak-pihak lain yang telah berkontribusi secara langsung maupun tidak langsung dalam penyusunan skripsi ini.
Bogor, Maret 2013
Ai Surya Buana H44080083
ix
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Alloh SWT, karena atas rahmatNya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul : “Pengaruh Kenaikan Tarif Cukai Rokok Kretek terhadap Permintaan, Penawaran dan Harga Komoditas Rokok Kretek dan Komoditas Tembakau serta Kesejahteraan Pemerintah”. Industri rokok merupakan salah satu industri yang memberikan kontribusi besar terhadap perekonomian negara. Perubahan tarif cukai rokok kretek yang terjadi selama 20 tahun dari tahun 2000 sampai 2010, telah mengindikasikan banyak perubahan dalam hal permintaan, penawaran dan harga rokok kretek dan tembakau. Oleh karena itu, diperlukan penelitian untuk menganalisis bagaimana pengaruh perubahan tarif cukai rokok kretek tersebut tersebut. Di samping itu, skipsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Semoga karya ini dapat memberikan manfaat, baik bagi penulis maupun pihak lain yang membutuhkan.
Bogor, Maret 2013
Ai Surya Buana H44080083
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ....................................................................................
xii
DAFTAR GAMBAR ...............................................................................
xiii
DAFTAR LAMPIRAN ..............................................................................
xiv
I. PENDAHULUAN ..................................................................................
1
1.1.Latar Belakang ......................................................................... 1.2.Perumusan Masalah ................................................................. 1.3.Tujuan Penelitian ..................................................................... 1.4.Manfaat Penelitian ................................................................... 1.5.Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian ........................... II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................
1 5 11 12 12 13
2.1.Pustaka Tentang Tembakau dan Rokok ........................................ 2.2.Pustaka Tentang Pengaruh Kebijakan terhadap Kesejahteraan Masyarakat .................................................................................... 2.3.Pustaka Tentang Pengaruh Cukai Rokok terhadap Industri Tembakau ...................................................................................... 2.4.Pustaka Tentang Data Penelitian ................................................... 2.5.Kebaruan Penelitian ....................................................................... III. KERANGKA PEMIKIRAN ................................................................
13
15 16 16 18
3.1.Kerangka Pemikiran Teoritis ........................................................ 3.1.1. Fungsi Produksi Tembakau dan Penawaran Tembakau ... 3.1.2. Fungsi Permintaan Tembakau oleh Industri Rokok ........... 3.1.3. Permintaan Rokok oleh Konsumen .................................... 3.1.4. Harga .................................................................................. 3.1.5. Elastisitas ........................................................................... 3.1.6. Model Persamaan Simultan................................................ 3.1.7. Surplus Produsen dan Surplus Konsumen ......................... 3.2.Kerangka Pemikiran Operasional ................................................. IV. METODE PENELITIAN .....................................................................
18 18 20 22 24 24 25 26 27 30
4.1.Spesifikasi Model ......................................................................... 4.1.1. Blok Perkebunan Tembakau ............................................. 4.1.1.1.Luas Lahan Perkebunan Tembakau Virginia ........ 4.1.1.2.Luas Lahan Perkebunan Tembakau Selain Virginia .................................................................. 4.1.1.3.Luas Lahan Perkebunan Tembakau Total .............. 4.1.2. Blok Tembakau .................................................................. 4.1.2.1.Produksi Tembakau Domestik .............................. 4.1.2.2.Total Ekspor Tembakau ......................................... 4.1.2.3.Total Impor Tembakau Indonesia .......................... 4.1.2.4.Penawaran Tembakau ............................................ 4.1.2.5.Permintaan Tembakau oleh Industri Rokok Kretek .....................................................................
30 31 32
13
33 34 34 35 35 36 37 37
Halaman 4.1.2.6.Permintaan Tembakau Total .................................. 38 4.1.2.7.Harga Riil Tembakau di Tingkat Petani................. 39 4.1.2.8.Harga Riil Tembakau di Tingkat Konsumen ......... 40 4.1.3. Blok Rokok Kretek ............................................................ 41 4.1.3.1.Produksi Rokok Kretek .......................................... 41 4.1.3.2.Total Ekspor Rokok Kretek ................................... 42 4.1.3.3.Penawaran Rokok Kretek ...................................... 43 4.1.3.4.Permintaan Rokok Kretek ...................................... 44 4.1.3.5.Harga Riil Rokok Kretek di Tingkat Konsumen.... 44 4.1.3.6.Harga Riil Rokok Kretek di Tingkat Produsen ...... 45 4.2.Prosedur Analisis .......................................................................... 46 4.2.1.Identifikasi Model .............................................................. 46 4.2.2.Metode Pendugaan Model.................................................. 48 4.2.2.1.Uji Statistik F ......................................................... 49 4.2.2.2.Uji Statistik t .......................................................... 49 4.2.3.Uji Masalah Autocorrelation ............................................. 50 4.2.4.Validasi Model ................................................................... 51 4.3.Simulasi Model ............................................................................. 52 4.4.Estimasi Perubahan Kesejahteraan ............................................... 52 V. KONDISI UMUM SEKTOR TEMBAKAU DAN SEKTOR ROKOK KRETEK .............................................................................................. 54 5.1.Kondisi Umum Sektor Tembakau ................................................ 5.1.1.Luas Lahan Perkebunan Tembakau ..................................... 5.1.2.Produksi Tembakau Indonesia............................................. 5.1.3.Konsumsi Tembakau Indonesia........................................... 5.1.4.Harga Tembakau.................................................................. 5.2.Kondisi UmumSektor Rokok Kretek .......................................... 5.2.1.Produksi Rokok Kretek ...................................................... 5.2.2.Konsumsi Rokok Kretek ..................................................... 5.2.3.Harga dan Tarif Cukai Rokok Kretek.................................. VI. FAKTOR FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP PERMINTAAN, PENAWARAN DAN HARGA TEMBAKAU DAN ROKOK KRETEK ....................................................................
54 54 55 56 57 57 59 60 60
6.1.Hasil Estimasi Model.................................................................... 6.1.1. Luas Lahan Perkebunan Tembakau Virginia .................. 6.1.2. Luas Lahan Perkebunan Tembakau Selain Virginia ........ 6.1.3. Luas Lahan Perkebunan Tembakau Total ........................ 6.1.4. Produksi Tembakau Domestik ......................................... 6.1.5. Total Ekspor Tembakau.................................................... 6.1.6. Total Impor Tembakau Indonesia..................................... 6.1.7. Penawaran Tembakau ....................................................... 6.1.8. Permintaan Tembakau oleh Industri Rokok Kretek ............................................................................... 6.1.9. Permintaan Tembakau Total ............................................. 6.1.10. Harga Riil Tembakau di Tingkat Petani ........................... 6.1.11. Harga Riil Tembakau di Tingkat Konsumen ....................
61 62 64 66 67 68 69 71
61
72 74 74 76 x
Halaman 6.1.12. Produksi Rokok Kretek .................................................... 6.1.13. Total Ekspor Rokok Kretek .............................................. 6.1.14. Penawaran Rokok Kretek ................................................. 6.1.15. Permintaan Rokok Kretek ................................................ 6.1.16. Harga Riil Rokok Kretek di Tingkat Konsumen .............. 6.1.17. Harga Riil Rokok Kretek di Tingkat Produsen ................ VII. PENGARUH KENAIKAN TARIF CUKAI ROKOK KRETEK .....
78 79 81 82 84 86 88
7.1.Validasi Model ............................................................................... 7.2.Simulasi Historis ............................................................................ 7.2.1. Simulasi Historis Tahun 2006 ............................................ 7.2.2. Simulasi Historis Tahun 2007 ............................................ 7.2.3. Simulasi Historis Tahun 2008 ............................................ 7.2.4. Simulasi Historis Tahun 2009 ............................................ 7.2.5. Simulasi Historis Tahun 2010 ............................................ 7.3.Perubahan Kesejahteraan ............................................................... 7.3.1. Perubahan Kesejahteraan Tahun 2006 ............................... 7.3.2. Perubahan Kesejahteraan Tahun 2007 ............................. 7.3.3. Perubahan Kesejahteraan Tahun 2008 ............................. 7.3.4. Perubahan Kesejahteraan Tahun 2009 ............................. 7.3.5. Perubahan Kesejahteraan Tahun 2010 ............................. VIII. SIMPULAN DAN SARAN ...........................................................
88 88 90 92 93 95 96 98 99 100 101 102 103 105
8.1.Simpulan ........................................................................................ 105 8.2.Saran .............................................................................................. 106 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 108
xi
DAFTAR TABEL Nomor 1.
Halaman Peranan Sektor Tembakau dan Sektor Industri Rokok dalam Penyerapan Tenaga Kerja Tahun 2000 ..........................................
1
Penerimaan Pemerintah Indonesia Tahun 2009-2012 (dalam Triliun Rupiah)..................................................................
3
Batasan Harga Jual Eceran dan Tarif Cukai per Batang atau Gram Hasil Tembakau Dalam Negeri Tahun 2012........................
6
Harga Riil Tembakau di Tingkat Petani dan Harga Riil Rokok Kretek di Tingkat Konsumen Tahun 2000-2010 ..........................
9
5.
Range Statistik Durbin-Watson......................................................
50
6.
Hasil Estimasi Persamaan Luas Lahan PerkebunanTembakau Virginia .........................................................................................
62
Hasil Estimasi Persamaan Luas Lahan Perkebunan Tembakau Selain Virginia ..............................................................................
65
8.
Hasil Estimasi Persamaan Produksi Tembakau Domestik ............
67
9.
Hasil Estimasi Persamaan Total Ekspor Tembakau.......................
68
10.
Hasil Estimasi Persamaan Total Impor Tembakau .........................
70
11.
Hasil Estimasi Persamaan Permintaan Tembakau oleh Industri Rokok Kretek ................................................................................
72
Hasil Estimasi Persamaan Harga Riil Tembakau di Tingkat Petani .............................................................................................
75
Hasil Estimasi Persamaan Harga Riil Tembakau di Tingkat Konsumen .....................................................................................
76
14.
Hasil Estimasi Persamaan Produksi Rokok Kretek .......................
78
15.
Hasil Estimasi Persamaan Total Ekspor Rokok Kretek .................
80
16.
Hasil Estimasi Persamaan Permintaan Rokok Kretek ...................
82
17.
Hasil Estimasi Persamaan Harga Riil Rokok Kretek di Tingkat Konsumen ......................................................................................
85
Hasil Estimasi Persamaan Harga Riil Rokok Kretek di Tingkat Produsen .........................................................................................
86
Hasil Validasi Model Pengaruh Kenaikan Tarif Cukai Rokok Kretek .............................................................................................
88
2. 3. 4.
7.
12. 13.
18. 19.
Nomor
Halaman
20.
Hasil Simulasi Rata-Rata Tahun 2006-2010 .................................
89
21.
Hasil Simulasi Historis Tahun 2006 ..............................................
91
22.
Hasil Simulasi Historis Tahun 2007 ..............................................
92
23.
Hasil Simulasi Historis Tahun 2008 ..............................................
94
24.
Hasil Simulasi Historis Tahun 2009 ..............................................
95
25.
Hasil Simulasi Historis Tahun 2010 ..............................................
97
26.
Perubahan Kesejahteraan Rata-Rata Dampak Kenaikan Tarif Cukai Rokok Kretek ......................................................................
98
Perubahan Kesejahteraan sebagai Dampak Kenaikan Tarif Cukai Rokok Kretek Tahun 2006 ............................................................
99
27. 28.
Perubahan Kesejahteraan sebagai Dampak Kenaikan Tarif Cukai Rokok Kretek Tahun 2007 ........................................................... 100
29.
Perubahan Kesejahteraan sebagai Dampak Kenaikan Tarif Cukai Rokok Kretek Tahun 2008 ........................................................... 101
30.
Perubahan Kesejahteraan sebagai Dampak Kenaikan Tarif Cukai Rokok Kretek Tahun 2009 ........................................................... 102
31.
Perubahan Kesejahteraan sebagai Dampak Kenaikan Tarif Cukai Rokok Kretek Tahun 2010 ........................................................... 103
xiii
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1.
Demand Tembakau Nasional (dalam Ton) ....................................
4
2.
Produksi Tembakau 2000-2010 (dalam Ton) ................................
10
3.
Kurva Penawaran dan Permintaan .................................................
24
4.
Kerangka Pemikiran Operasional ..................................................
29
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1.
Matriks Keterkaitan Tujuan, Indikator, Parameter Penelitian, Jenis, Cara Mendapatkan, Sumber dan Metode Analisis Data ..... 113
2.
Data Variabel ................................................................................. 115
3.
Hubungan Antar Variabel dalam Model Pengaruf Kenaikan Tarif Cukai Rokok Kretek ............................................................. 116
4.
Perintah yang Digunakan pada Program SAS .............................. 119
5.
Perintah yang Digunakan pada SAS untuk Simulasi .................... 125
6.
Output Program SAS .................................................................... 128
7
Output Simulasi SAS .................................................................... 150
I. 1.1.
PENDAHULUAN
Latar Belakang Indonesia adalah negara beriklim tropis yang memiliki sumberdaya alam
(SDA) yang melimpah dan tanah yang subur. Melimpahnya SDA dan tanah yang subur ini akan lebih baik apabila ada suatu sektor industri yang bisa memanfaatkannya. Adapun salah satu industri yang mampu memanfaatkan SDA yang melimpah dan tanah yang subur adalah industri rokok karena rokok menggunakan tembakau sebagai bahan baku utamanya. Rokok merupakan komoditas hasil industri pengolahan tembakau yang sangat menguntungkan dilihat dari segi lapangan pekerjaan yang dihasilkan dari industri ini. Industri pengolahan tembakau umumnya merupakan industri padat karya. Banyak masyarakat yang menggantungkan hidupnya dari industri rokok maupun menjadi petani tembakau. Hal ini membawa keuntungan ekonomi yang sangat besar bagi negara karena dapat menambah lapangan pekerjaan dan mengurangi pengangguran. Tabel 1 merupakan data peranan sektor tembakau dan sektor industri rokok dalam penyerapan tenaga kerja. Tabel 1.
Peranan Sektor Tembakau dan Sektor Industri Rokok dalam Penyerapan Tenaga Kerja Tahun 2000
Sektor/Komoditas Tembakau Industri rokok Pertanian Nonpertanian Nasional
Jumlah Tenaga Kerja (ribu orang) 616 392 38 988 54 333 93 321
Pangsa (%) 0.66 0.42 41.78 58.22 100.00
Sumber: Data I-O Badan Pusat Statistik, diolah (2004) Tabel 1 menunjukkan bahwa sektor tembakau mempunyai peranan jauh lebih besar dibanding sektor industri rokok dalam penyerapan tenaga kerja. Pangsa sektor tembakau dan sektor industri rokok dalam penyerapan tenaga kerja
masing-masing adalah 0.66 persen dan 0.42 persen atau 1.08 persen secara keseluruhan yang masing-masing setara dengan 616 423 orang dan 391 646 orang atau 1 008 069 orang secara keseluruhan pada tahun 2000. Rokok memiliki keuntungan ekonomi yang sangat besar namun juga memiliki kerugian. Kerugian rokok ada pada faktor kesehatan. Orang yang mengkonsumsi rokok lebih beresiko terkena kanker, serangan jantung, impotensi, dan gangguan kehamilan dan janin daripada yang tidak mengkonsumsi. Kerugian itu tidak hanya dialami oleh perokok (perokok aktif) namun juga dialami orangorang disekitar perokok (perokok pasif). Bahkan dampak negatif perokok pasif lebih besar dari perokok aktif. Rokok juga dapat menimbulkan kecanduan akibat dari kandungan nikotin di dalamnya. Pemerintah berusaha mengendalikan dampak negatif dari rokok. Dampak negatif ini harus dikendalikan untuk menekan angka kematian akibat penyakit yang ditimbulkan rokok. Beberapa usaha pemerintah untuk mengurangi dampak negatif ini antara lain adalah menerbitkan beberapa peraturan yang membatasi perdagangan rokok dan industri tembakau. Salah satu peraturan tersebut adalah PP No.19 Tahun 2003, pelarangan merokok ditempat umum, dan penetapan cukai rokok. Pemerintah juga menggalakkan kampanye anti-rokok. Pemerintah sangat peduli pada dampak negatif rokok. Cukai rokok pada tahun 2009 ditetapkan melalui Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor 181/PMK.011/2009. Pada tahun 2011, tarif cukai rokok dinaikkan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor 167/PMK.011/2011. Kenaikan cukai ini sesuai dengan program
2
pemerintah tentang kampanye anti-rokok. 1Kenaikan ini juga sebagai upaya memenuhi target pendapatan dari cukai sebesar 72.44 triliun rupiah pada tahun 2012. Lebih besar 6.4 persen dari target 2011. Penerimaan pemerintah dapat dilihat dari Tabel 2 berikut ini. Tabel 2. Penerimaan Pemerintah Indonesia Tahun 2009-2011 Sumber Penerimaan
2009 1)
2010 1)
2011 2)
Penerimaan Perpajakan (Rp triliun) Pajak Dalam Negeri Pajak Penghasilan Pajak Pertambahan Nilai
619.92
723.31
878.69
601.25 317.62 193.07
694.39 357.05 230.61
831.75 431.98 298.44
Pajak Bumi dan Bangunan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Cukai Pajak Lainnya Pajak Perdagangan Internasional Bea Masuk Pajak Ekspor
24.27
28.58
29.06
6.47
8.03
-
56.72 3.12 18.67
66.17 3.97 28.92
68.08 4.19 46.94
18.11 0.565
20.02 8.90
21.50 25.44
Penerimaan Bukan Pajak (Rp triliun) Penerimaan Sumber Daya Alam Bagian laba BUMN
227.17
268.94
286.57
138.96
168.83
191.98
26.05
30.10
28.84
53.80
59.43
50.34
8.37
10.59
15.42
847.09
992.25
1 165.25
Penerimaan Bukan Pajak Lainnya Pendapatan Badan Layanan Umum Jumlah (Rp Triliun)
Sumber: Badan Pusat Statistik (2012) Kenaikan tarif cukai rokok ini mendapat protes dari Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI). APTI merasa kebijakan kenaikan cukai ini sangat tidak berpihak pada petani tembakau. APTI memprediksi akan terjadi penurunan
1
Diambil dari http://bisnis.vivanews.com/news/read/267398-cukai-rokok-naik-16-persen-tahundepan diakses pada tanggal 1 April 2012
3
permintaan pada produk tembakau (Gambar 1). Penurunan permintaan tersebut adalah sebagai dampak dari pengurangan produksi pabrik-pabrik rokok akibat berkurangnya permintaan rokok karena harga rokok meningkat. Gambar 1 menunjukkan bahwa pada tahun 2009 terjadi kenaikan jumlah permintaan tembakau namun sebenarnya, kenaikan tersebut terjadi pada tahun 2008. Tanaman tembakau memerlukan waktu tanam begitu juga dampak kenaikan cukai rokok sehingga penurunan permintaan tembakau nasional baru terlihat pada data permintaan tembakau nasional tahun 2010. Permintaan tembakau berkurang pada saat cukai meningkat yaitu pada tahun 2009 namun perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan peningkatan cukai rokok dengan penurunan permintaan tembakau untuk mengetahui pengaruh cukai rokok
Permintaan Tembakau (000 Ton)
terhadap permintaan tembakau. 200.00 150.00 100.00 50.00 0.00 2006
2007
2008 Tahun
2009
2010
Sumber: Badan Pusat Statistik (2012) Gambar 1. Permintaan Tembakau Nasional 2006-2010 Kenaikan cukai rokok memang memiliki dampak positif namun juga memiliki dampak negatif. Dampak positif tersebut berupa pengurangan perokok aktif yang membahayakan perokok pasif dan juga memberikan pendapatan bagi pemerintah. Di sisi lain, kenaikan cukai rokok sering dihubungkan dengan kerugian pabrik rokok dan masyarakat yang menggantungkan hidupnya dari industri tembakau termasuk petani tembakau. Kenaikan cukai ini sangat
4
berpengaruh bagi masyarakat yang menggantungkan hidupnya dari bertani tembakau dan industri rokok terutama petani dengan modal kecil dan perusahaan rokok skala rumah tangga. Konsumsi rokok di Indonesia didominasi oleh rokok kretek. Rokok kretek merupakan produk rokok asli Indonesia, bahkan dianggap sebagai bagian dari kebudayaan asli Bangsa Indonesia oleh beberapa masyarakat pecinta budaya lokal. Perbedaan utama rokok kretek dan rokok lain adalah digunakannya cengkeh sebagai bahan campuran atau bumbu rokok. Penggunaan cengkeh sebagai bumbu menyebabkan rokok kretek memiliki rasa yang manis dan disukai oleh mayoritas perokok di Indonesia. Proporsi konsumsi rokok kretek dibanding rokok yang lain di Indonesia mencapai lebih dari 90 persen dari tahun 1990 sampai 2010 (BPS, 2012). Konsumsi yang mencapai lebih dari 90 persen menjadikan rokok kretek sebagai rokok yang tepat untuk mewakili gambaran kondisi permintaan, penawaran dan harga rokok nasional. 1.2.
Perumusan Masalah Peraturan
Menteri
Keuangan
Republik
Indonesia
Nomor
167/PMK.011/2011 merupakan perubahan ketiga atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 181/PMK.011/2009 tentang tarif cukai rokok. Peraturan tersebut menetapkan tarif cukai rokok pada awal tahun 2012 dan menetapkan batasan harga eceran rokok. Tarif tersebut bervariasi tergantung jenis hasil tembakau, golongan dan harga ecerannya (Tabel 3).
5
Tabel 3. Batasan Harga Jual Eceran dan Tarif Cukai per Batang atau Gram Hasil Tembakau Dalam Negeri Tahun 2012 No Urut
1
Golongan pengusaha pabrik hasil tembakau Jenis
Golongan
SKM
I
II 2
SPM
I II
3
SKT atau SPT
I II
4
SKTF atau SPTF
III I
II 5
TIS
Tanpa golongan
6
KLB
Tanpa golongan
7 8
KLM CRT
Tanpa golongan Tanpa golongan
9
HPTL
Tanpa golongan
Batasan harga jual eceran per batang atau gram
Lebih dari Rp 600 Lebih dari Rp 630 sampai dengan Rp 660 Paling rendah Rp 600 sampai dengan Rp 630 Lebih dari Rp 430 Paling rendah Rp 374 sampai dengan Rp 430 Paling rendah Rp 375 Lebih dari Rp 300 Lebih dari Rp 254 sampai dengan Rp 300 Paling rendah Rp 217 sampai dengan Rp 254 Lebih dari Rp 590 Paling rendah Rp 520 sampai dengan Rp 590 Lebih dari Rp 379 Lebih dari Rp 349 sampai dengan Rp 379 Paling rendah Rp 336 sampai dengan Rp 349 Paling rendah Rp 234 Lebih dari Rp 660 Lebih dari Rp 630 sampai dengan Rp 660 Paling rendah Rp 600 sampai dengan Rp 630 Lebih dari Rp 430 Paling rendah Rp 374 sampai dengan Rp 430 Lebih dari Rp 250 Lebih dari Rp 149 sampai dengan Rp 250 Paling rendah Rp 40 sampai dengan Rp 149 Lebih dari Rp 250 Paling rendah Rp 180 sampai dengan Rp 250 Paling rendah Rp 180 Lebih dari Rp 100.000 Lebih dari Rp 50.000 sampai dengan Rp 100.000 Lebih dari Rp 20.000 sampai dengan Rp 50.000 Lebih dari Rp 5.000 sampai dengan Rp 20.000 Paling rendah Rp 275 sampai dengan Rp 5.000 Paling rendah Rp 275
Tarif cukai per batang atau gram 355 345 325 270 235 365 235 190 125 255 195 125 115 105 75 355 345 325 270 235 21 19 5 25 18 17 100 000 20 000 10 000 1 200 250 100
Sumber: Kementerian Keuangan (2011) Tembakau adalah komoditas yang bernilai ekonomis tinggi. Sebagai bahan baku yang dibutuhkan oleh industri rokok dan cerutu, maka peran tembakau dalam perekonomian nasional sangat tinggi. Sumber-sumber penerimaan negara yang berasal dari tembakau dan industri hasil tembakau berupa cukai. Cukai merupakan pajak penjualan komoditas hasil olahan tembakau dan minuman beralkohol. Menurut data BPS (2008), penerimaan negara dari cukai dari tahun 2001 sampai 2006 terus meningkat. Pada tahun 2001 besarnya cukai yang diterima Negara adalah Rp 17.6 triliun, kemudian meningkat pada tahun 2003 dan
6
2006 masing-masing menjadi Rp 26.1 triliun dan Rp 37.7 triliun. Target penerimaan negara pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 42 triliun. Tarif cukai pada tahun 2000 mengacu pada Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai sebagai mana telah diubah dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai. Dari tahun 1990-2000 terjadi delapan kali sedangkan sejak tahun 2000-2010 telah terjadi perubahan tarif cukai rokok sebanyak 11 kali yaitu: 1.
Tahun 2000-2001 terjadi lima kali perubahan tarif cukai rokok. Tarif cukai tahun 2000-2001 ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 89/KMK.05/2000 tentang Penetapan Tarif Cukai dan Harga Dasar Hasil Tembakau sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 384/KMK.04/2001, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 453/KMK.05/2000 tentang Kenaikan Harga Dasar Hasil Tembakau, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 144/KMK.04/2001 tentang Kenaikan Harga Dasar Hasil Tembakau, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 383/KMK.04/2001 tentang Kenaikan Harga Dasar Hasil Tembakau dan terakhir berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 597/KMK.04/2001.
2.
Tahun 2002, tarif cukai rokok ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 449/KMK.04/2002.
3.
Tahun 2005, tarif cukai rokok ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 43 / PMK.04 / 2005.
7
4.
Tahun 2008, tarif cukai rokok ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 134/PMK.04/2007.
5.
Tahun 2009, tarif cukai rokok ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 203/PMK.011/2008.
6.
Tahun 2010, terjadi perubahan tarif cukai rokok sebanyak dua kali yaitu berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 99/PMK.011/2010 yang kemudian diubah lagi berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.011/2010 namun baru diterapkan pada tanggal 1 Januari 2011.
Setelah tahun 2010, pemerintah menetapkan bahwa tariff cukai akan selalu meningkat tiap tahun yaitu melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.011/2010 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 167/PMK.011/2011. Perubahan tarif cukai rokok ini tidak selalu meningkat namun penurunan hanya terjadi pada tahun 2010 yaitu berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan yang baru berlaku tanggal 1 Januari 2011, Nomor 190/PMK.011/2010. Beberapa perusahaan rokok kretek menanggung beban cukai ini sedangkan sebagian lainnya membebankan tarif cukai ini kepada konsumen. Tarif cukai rokok kretek yang di tanggung oleh perusahaan akan mengurangi keuntungan perusahaan rokok kretek, perusahaan yang membebankan tarif cukai kepada konsumen akan menyebabkan naiknya harga rokok kretek di tingkat konsumen. Data keuntungan perusahaan rokok kretek merupakan data rahasia perusahaan yang tidak pernah dipublikasikan bahkan pada laporan tahunan untuk para pemegang saham. Data harga rokok kretek di tingkat konsumen menunjukkan peningkatan dan data harga tembakau berfluktuatif karena mayoritas perusahaan rokok kretek membebankan tarif cukai ini kepada
8
konsumen (Tjahjaprijadi dan Indarto, 2003). Secara umum, data perubahan harga rokok kretek dapat dilihat pada tabel 4. Perubahan harga rokok kretek ini secara teori dapat berdampak pada permintaan rokok kretek (Perloff, 2008). Permintaan rokok kretek akan berkurang.
Berkurangnya
permintaan
akan
menyebabkan
berkurangnya
keuntungan perusahaan rokok yang pada akhirnya juga mengurangi produksi yang pada akhirnya akan mempengaruhi penawaran rokok. Tabel 4. Harga Riil Tembakau di Tingkat Petani dan Harga Riil Rokok Kretek di Tingkat Konsumen Tahun 2000-2010 Harga riil tembakau di tingkat Harga riil rokok kretek di Tahun petani (Rp/Kg) tingkat konsumen (Rp/batang) 2000 9 262 225 2001 11 084 262 2002 13 023 315 2003 14 025 317 2004 13 668 304 2005 12 832 311 2006 15 129 289 2007 21 419 328 2008 23 503 419 2009 23 462 433 2010 22 150 380 Sumber: BPS (2012) Pada komoditas tembakau, penurunan produksi rokok kretek akan mengurangi permintaan tembakau karena perusahaan rokok kretek merupakan pembeli utama tembakau Indonesia. Penurunan permintaan ini akan mengurangi harga tembakau dari yang seharusnya. Data tabel 4 tidak menunjukkan penurunan tersebut karena selain permintaan tembakau, harga tembakau di tingkat petani juga ditentukan faktor-faktor yang lainnya. Meskipun harga tembakau ditingkat petani secara umum tetap meningkat namun produksi tembakau mengalami penurunan (Gambar 2).
9
Produksi Tembakau (000 Ton)
250 200 150 100 50 0 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Tahun
Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan (2012) Gambar 2. Produksi Tembakau 2000-2010 Perubahan yang terjadi pada sektor komoditas tembakau dan rokok kretek tersebut secara teori dapat mengakibatkan perubahan kesejahteraan baik konsumen rokok, perusahaan rokok maupun petani tembakau. Perubahan kesejahteraan ini diakibatkan bergesernya kurva permintaan dan penawaran yang mengakibatkan berubahnya surplus produsen dan konsumen. Surplus produsen ini dapat menunjukkan besarnya perubahan kesejahteraan (Vesdapunt, 1984). Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan kebijakan pemerintah yang bertujuan untuk menanggulangi dampak negatif dari rokok berpotensi memberikan dampak lain kepada konsumen, perusahaan rokok dan petani tembakau. Baik atau buruknya dampak tersebut dan seberapa besar pengaruh penetapan tarif cukai rokok ini perlu untuk diteliti lebih lanjut. Secara umum, masalah-masalah yang harus diteliti tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut: 1.
Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi permintaan, penawaran dan harga rokok kretek?
2.
Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi permintaan, penawaran dan harga tembakau?
10
3.
Bagaimana pengaruh perubahan tarif cukai rokok kretek terhadap permintaan, penawaran dan harga rokok kretek?
4.
Bagaimana pengaruh perubahan tarif cukai rokok kretek terhadap permintaan, penawaran dan harga tembakau?
5.
Bagaimana pengaruh perubahan tarif cukai rokok kretek terhadap kesejahteraan petani tembakau, kesejahteraan konsumen rokok kretek, keuntungan perusahaan rokok kretek dan pendapatan pemerintah?
1.3.
Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang diuraikan di atas, maka perlu adanya
suatu penelitian yang menjelaskan mengenai permasalahan yang ada. Penelitian ini diajukan untuk menjawab permasalahan-permasalahan tersebut. Adapun secara rinci, tujuan penelitian ini adalah untuk: 1.
Menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap permintaan, penawaran dan harga rokok kretek.
2.
Menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap permintaan, penawaran dan harga tembakau.
3.
Mengestimasi pengaruh perubahan tarif cukai rokok kretek terhadap permintaan, penawaran dan harga rokok kretek.
4.
Mengestimasi pengaruh perubahan tarif cukai rokok kretek terhadap permintaan, penawaran dan harga tembakau.
5.
Mengestimasi pengaruh perubahan tarif cukai rokok kretek terhadap kesejahteraan petani tembakau, kesejahteraan konsumen tembakau, kesejahteraan konsumen rokok kretek, kesejahteraan produsen rokok kretek dan pendapatan pemerintah.
11
1.4.
Manfaat Penelitian Berdasarkan tujuan yang diuraikan di atas, penelitian ini diharapkan
memiliki manfaat. Manfaat yang dapat diperoleh merupakan kontribusi penelitian ini bagi ilmu pengetahuan. Adapun secara rinci, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk: 1.
Pemerintah pusat, sebagai pertimbangan kebijakan dimasa yang akan datang.
2.
Perusahaan rokok, sebagai pertimbangan antisipasi terhadap perubahan tarif cukai produk olahan tembakau dimasa yang akan datang.
3.
Petani tembakau, sebagai pertimbangan antisipasi terhadap perubahan tarif cukai produk olahan tembakau dimasa yang akan datang.
4.
Akademisi, sebagai acuan untuk penelitian yang akan datang.
1.5.
Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian dengan menggunakan data sekunder
time series dari tahun 1990-2010. Penelitian ini berfokus pada masalah pengaruh perubahan tarif cukai rokok kretek sehingga tidak mencantumkan persamaan hasil olahan tembakau yang lain di dalam model. Harga tembakau yang digunakan merupakan rata-rata harga yang didapat dari data BPS. Tarif cukai yang digunakan merupakan rata-rata dari tarif cukai untuk SKM (sigaret kretek mesin) dan SKT (sigaret kretek tangan) untuk semua golongan perusahaan rokok kretek. Penelitian ini menggunakan model persamaan simultan dengan metode 2SLS dengan bantuan program SAS 9.0 for Windows.
12
II. 2.1.
TINJAUAN PUSTAKA
Pustaka Tentang Tembakau dan Rokok Penelitian terdahulu tentang tembakau merupakan penelitian Tjahjaprijadi
dan Indarto (2003). Penelitian tersebut berjudul Analisis Pola Konsumsi Rokok Sigaret Kretek Mesin (SKM), Sigaret Kretek Tangan (SKT), dan Sigaret Putih Mesin (SPM). Tujuan dari penelitian tersebut adalah: 1.
Untuk mengetahui pengaruh harga rokok dan harga rokok substitusi terhadap konsumsi rokok SKM, SKT, dan SPM.
2.
Untuk mengetahui pengaruh pendapatan konsumen rokok terhadap konsumsi rokok SKM, SKT, dan SPM. Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Tjahjaprijadi dan Indarto (2003)
adalah Penetapan tarif cukai dan harga jual eceran berdampak kepada harga rokok yang diterima oleh konsumen. Konsumsi rokok sigaret kretek mesin (SKM) dipengaruhi oleh harga rokok SKM, namun tidak terpengaruh oleh harga rokok sigaret kretek tangan (SKT) dan sigaret putih mesin (SPM). Konsumsi rokok SKM juga tidak dipengaruhi oleh pendapatan. Harga rokok SKT dan SPM mempengaruhi konsumsi rokok SKT. Namun harga rokok SKM tidak mempengaruhi konsumsi rokok SKT. Pendapatan juga tidak berpengaruh terhadap konsumsi rokok SKT. Konsumsi rokok SPM dipengaruhi oleh harga rokok SPM, SKM, SKT, dan juga pendapatan. Perkiraan konsumsi rokok SKM, SKT, dan SPM untuk tahun 2003 menunjukkan perubahan yang sangat kecil. 2.2.
Pustaka Tentang Pengaruh Kebijakan terhadap Kesejahteraan Masyarakat Penelitian terdahulu mengenai pengaruh kebijakan terhadap kesejahteraan
petani dilakukan oleh Novindra (2011). Penelitian yang dilakukan oleh Novindra
(2011) berjudul Dampak Kebijakan Domestik dan Perubahan Faktor Eksternal Terhadap Kesejahteraan Produsen dan Konsumen Minyak Sawit di Indonesia. Tujuan dari penelitian tersebut adalah: 1.
Menganalisis
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
penawaran
dan
permintaan minyak sawit di Indonesia. 2.
Mengevaluasi dampak kebijakan domestik dan perubahan faktor eksternal terhadappenawaran dan permintaan minyak sawit Indonesia, penerimaan devisa, dan kesejahteraan pelaku industri minyak sawit Indonesia tahun 2003-2007.
3.
Mengkaji ramalan dampak kebijakan domestik terhadap penawaran dan permintaan minyak sawit Indonesia, penerimaan devisa, dan kesejahteraan pelaku industri minyak sawit Indonesia tahun 2012-2016.
Metode yang digunakan adalah Sistem persamaan simultan dengan metode pendugaan Two-Stage Least Squares (2SLS). Hasil dari penelitian Novindra (2011) adalah Harga minyak sawit domestik lebih responsif terhadap perubahan jumlah permintaan minyak sawit domestik daripada permintaan ekspor minyak sawit, maka pengembangan industri hilir minyak sawit domestik akan meningkatkan jumlah permintaan minyak sawit sehingga meningkatkan harga yang diterima produsen minyak sawit domestik. Kebijakan domestik berupa pembatasan ekspor minyak sawit dengan penetapan pajak ekspor minyak sawit sebesar 20 persen dapat meningkatkan kesejahteraan netto yang lebih besar dibandingkan dengan kebijakan kuota domestik dan kebijakan kuota ekspor dan peningkatan kuota domestik memberikan dampak negative bagi kesejahteraan netto. Hal ini dikarenakan peningkatan penawaran
14
minyak sawit domestik belum didukung dengan perkembangan industri hilir minyak sawit selain industri minyak goreng sawit terlebih dahulu. Hal tersebut menyebabkan peningkatan penawaran minyak sawit domestik hanya akan mengakibatkan harga minyak sawit dan harga minyak goreng sawit domestik mengalami penurunan. 2.3.
Pustaka Tentang Pengaruh Cukai Rokok terhadap Industri Tembakau
Penelitian tentang cukai rokok sudah dilakukan oleh Yustishia (2007). Penelitian ini berjudul Analisis Dampak Kenaikan Tarif Cukai Tembakau terhadap Permintaan Rokok Kretek, Keuntungan Usaha dan Kesempatan Kerja Industri Rokok Skala Kecil Tanpa Cukai. Tujuan dari penelitian ini adalah: 1.
Menganalisis dampak kenaikan tarif cukai terhadap permintaan rokok kretek.
2.
Menganalisis dampak kenaikan tarif cukai terhadap keuntungan usaha dan kesempatan kerja pada industri rokok skala kecil tanpa cukai.
Metode yang digunakan adalah metode Ordinary Least Square (OLS). Hasil dari penelitian Yustishia (2007) adalah Kenaikan tarif cukai yang dilihat dari faktor harga rokok kretek tidak dipengaruhi secara signifikan terhadap permintaan rokok kretek. Hal ini didukung oleh data tren produksi rokok kretek dari tahun 1996 hingga tahun 2006, jumlah produksi rokok nasional mengalami peningkatan sehingga dapat disimpulkan bahwa kenaikan tarif cukai tidak berpengaruh terhadap permintaan rokok. Hasil keuntungan usaha pada industri rokok skala kecil tanpa cukai meningkat dari sebelum dan sesudah tarif cukai ditetapkan. Akibat kenaikan tarif cukai ini, kesempatan kerja juga meningkat.
15
2.4.
Pustaka Tentang Data Penelitian Penelitian meninjau data dari beberapa sumber literatur. Adapun literatur
yang digunakan untuk meninjau data adalah hasil penelitian oleh Puri dkk (2012). Penelitian yang dilakukan oleh Puri dkk (2012) adalah berjudul Buku Bunga Rampai Fakta Tembakau dan Permasalahannya di Indonesia Tahun 2012 yang diterbitkan Tobacco Control Support Center - Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan. Data yang ditinjau adalah data mengenai ekspor-impor tembakau dan produksi tembakau. 2.5.
Kebaruan Penelitian Penelitian ini memiliki persamaan dan kebaruan dibandingkan penelitian
Tjahjaprijadi (2003), Novindra (2011), Abdurahman (2011) dan Yustishia (2007). Persamaan penelitian ini dan penelitian Tjahjaprijadi dan Indarto (2003) adalah sama-sama meneliti tentang tembakau dan rokok sedangkan kebaruan dari penelitian ini adalah dari metode dan fokus penelitian. Tjahjaprijadi dan Indarto (2003) meneliti tentang pola konsumsi rokok dengan metode regresi linear berganda sedangkan penelitian ini meneliti tentang pengaruh cukai rokok terhadap permintaan, penawaran, harga tembakau dan rokok serta kesejahteraan produsen tembakau dengan menggunakan metode simultan. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan Novindra (2011) dan Abdurahman (2011) adalah sama-sama meneliti tentang dampak kebijakan terhadap kesejahteraan produsen dan sama-sama menggunakan model persamaan simultan dengan metode pendugaan Two-Stages Least Squares. Perbedaannya adalah dari objek yang diteliti dan kebijakan yang mempengaruhi, Novindra (2011) meneliti dampak pajak perdagangan terhadap perdagangan
16
minyak kelapa sawit dan hasil olahannya, Abdurahman meneliti tentang dampak AFTA terhadap beras nasional. Penelitian ini meneliti tentang dampak cukai rokok terhadap kondisi pasar tembakau dan rokok. Persamaan penelitian ini dengan penelitian Yustishia (2007) adalah salah satu tujuan penelitian yaitu menganalisis dampak tarif cukai rokok kretek. Perbedaannya adalah pada tujuan utama penelitian dan metode yang digunakan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dampak tarif cukai rokok kretek terhadap permintaan, penawaran dan harga komoditas tembakau dan rokok kretek serta kesejahteraan masyarakat sedangkan penelitian Yustishia (2007) bertujuan untuk menganalisis dampak tariff cukai rokok terhadap keuntungan perusahaan rokok dan kesempatan kerja. Penelitian ini menggunakan model persamaan simultan dengan metode pendugaan Two-Stages Least Squares sedangkan penelitian Yustishia (2007) menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS).
17
III. 3.1.
KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis pada penelitian ini merupakan penjelas dari
metode penelitian yang akan digunakan untuk menjawab masing-masing tujuan dari penelitian ini. Kerangka pemikiran teoritis ini digunakan untuk melihat dasar teori dari metode yang digunakan. Dasar teori pada penelitian ini diambil dari beberapa literatur yang sesuai dengan masing-masing metode yang digunakan. 3.1.1. Fungsi Produksi Tembakau dan Penawaran Tembakau Fungsi produksi dapat didefinisikan sebagai hubungan secara teknis dalam transformasi input (resources) ke dalam output atau yang melukiskan antara hubungan input dengan output (Debertin, 1986; Doll dan Orazem, 1984). Secara umum hubungan antara input-output untuk menghasilkan produksi suatu komoditi pertanian (Y) secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut : Y = f (X 1 , X 2 , X 3 , X 4 ) .......................................................................................... (1) dimana : Y
= Output (Kg/ha)
X1
= Luas areal produksi (ha)
X2
= Jumlah modal (Rp/ha)
X3
= Tenaga kerja (HOK/ha)
X4
= Faktor produksi lainnya
Produsen yang rasional berusaha memaksimumkan keuntungannya pada tingkat produksi optimum dengan tingkat harga tertentu. Keuntungan maksimum harus memenuhi syarat FOC (First Order Condition) dan SOC (Second Order Condition).
Syarat pertama dipenuhi apabila turunan pertama dari fungsi keuntungan sama dengan nol, yang berarti produktivitas marginal faktor produksi sama dengan harga faktornya, sedangkan syarat kedua yang harus dipenuhi yaitu, jika fungsi produksinya cembung, dan nilai determinan Hessian lebih besar dari nol (Koutsoyiannis, 1979). Jika digambarkan secara sederhana, fungsi produksi tembakau secara kasar dapat dituliskan: Y= f (L, M)............................................................................................................ (2) Dimana: Y
= jumlah produksi tembakau (Kg)
L
= luas lahan tembakau (Ha)
M
= jumlah modal yang digunakan (Unit)
Pada tingkat harga produksi tembakau tertentu (hY), maka fungsi keuntungan produksi tembakau dapat dirumuskan sebagai berikut: π = hY * f ( L,M ) – hL*L – hM*M...................................................................... (3) Dimana: π
= Keuntungan (Rp/Kg)
hY
= harga tembakau (Rp/Kg)
hL
= harga faktor produksi L (Rp/Ha)
hM
= harga faktor produksi M (Rp/Unit)
Fungsi keuntungan maksimum diperoleh jika turunan pertama dari fungsi keuntungan sama dengan nol dan turunan keduanya mempunyai nilai Hessian Determinan lebih besar dari nol. Dengan melakukan prosedur penurunan secara matematis dari persamaan 3 di atas maka diperoleh :
19
𝜕𝜋 𝜕𝐿
𝜕𝜋
𝜕𝑦
𝜕𝑦
= ℎ𝑌 ∗ 𝜕𝐿 − ℎ𝐿 = 0 atau ℎ𝑌 ∗ 𝜕𝐿 = hL........................................................... (4) 𝜕𝑦
𝜕𝑦
= ℎ𝑌 ∗ 𝜕𝑀 − ℎ𝑀 = 0 atau ℎ𝑌 ∗ 𝜕𝑀 = ℎ𝑀 ...................................................... (5) 𝜕𝑀 dimana
𝜕𝑦 𝜕𝐿
dan
𝜕𝑦
𝜕𝑀
adalah produk marjinal dari masing-masing faktor produksi.
Oleh sebab itu, keuntungan maksimum diperoleh jika produk marjinal sama dengan rasio harga faktor produksi terhadap harga produk. Dapat juga dikatakan bahwa keuntungan maksimum diperoleh jika nilai produk marginal sama dengan harga faktor produksinya (NPM = HFP). Dari persamaan 4 dan 5, fungsi permintaan faktor produksi oleh petani dirumuskan sebagai berikut : L = g ( hL, hY, hM ) ............................................................................................. (6) M = i (hL, hY, hM ) .............................................................................................. (7) dengan mendistribusikan persamaan 6 dan 7 ke persamaan 5, maka diperoleh fungsi penawaran tembakau sebagai berikut: Q s = q s ( hY, hL, hM ) ........................................................................................... (8) Dolan
(1974),
mengemukakan
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
penawaran suatu komoditi, yaitu harga komoditi itu sendiri, harga komoditi lain (sebagai substitusinya), biaya faktor produksi, biaya perusahaan, tujuan perusahaan, tingkat teknologi, pajak, subsidi, harga yang diharapkan dan keadaan alam. 3.1.2. Fungsi Permintaan Tembakau oleh Industri Rokok Sebagai bahan baku untuk industri rokok, permintaan terhadap tembakau dapat diturunkan melalui fungsi permintaan turunan (derived demand), yaitu melalui fungsi keuntungan. Secara rasional, produsen akan berproduksi pada tingkat dimana keuntungan yang diperolehnya dalam keadaan maksimum
20
(Debertin, 1986; Henderson dan Quant, 1980; Beattie dan Taylor, 1985). Dalam kondisi ini input yang digunakan berada dalam jumlah yang optimal. Bila Π adalah profit, P adalah harga output Y dan ri adalah harga input Xi, maka persamaan profit dapat dituliskan sebagai berikut : Π = 𝑃 ∗ 𝑌 − ∑ 𝑟𝑖 ∗ 𝑋𝑖 ........................................................................................... (9)
dengan menurunkan fungsi di atas terhadap masing-masing input maka diperoleh : 𝛿Π
δXi
𝛿Y
= P ∗ δX − 𝑟𝑖 = 0 ......................................................................................... (10)
atau
i
𝑃 ∗ 𝑃𝑀𝑖 = 𝑟𝑖 ...................................................................................................... (11) dimana PM i adalah produk marjinal dan P*PM i adalah nilai dari produk marjinal
dari input i. Pada persamaan di atas, penggunaan input yang optimal dicirikan oleh kondisi dimana nilai produk marjinal dari masing-masing input (P,PM i ) sama dengan harga input yang bersangkutan. Implikasi dari kondisi ini adalah permintaan suatu input oleh industri sangat dipengaruhi oleh harga input yang bersangkutan (r), harga output (P) dan teknologi produksi (PM i ). Disamping itu, permintaan suatu input dapat pula dipengaruhi oleh harga input substitusi dan faktor lain yang dapat mendistorsi pasar. Pada industri rokok, permintaan terhadap tembakau selain dipengaruhi oleh harga tembakau, juga dipengaruhi oleh harga rokok, dan tingkat bunga. Dalam model ekonomi, permintaan input tersebut dituliskan sebagai berikut: D t = f (Pc t , P t , i t , D t-1 ) ......................................................................................... (12)
21
dimana D t adalah permintaan tembakau oleh industri rokok, Pc t adalah harga tembakau, P t adalah harga rokok, i t adalah tingkat suku bunga, dan D t-1 adalah permintaan tembakau pada tahun sebelumnya. 3.1.3. Permintaan Rokok oleh Konsumen Secara umum, fungsi permintaan konsumen terhadap suatu barang diturunkan dari fungsi utilitas konsumen. Diasumsikan fungsi utilitas konsumen adalah: U= u (C s, C n ) ....................................................................................................... (13) dimana U adalah total utilitas konsumen dari konsumsi rokok (C s ) dan konsumsi barang kebutuhan pokok (beras) (C n ). Konsumen yang rasional akan berupaya memaksimumkan utilitas pada tingkat harga yang berlaku sesuai dengan kendala pendapatan (I). P s *C s + P n *C n = I ............................................................................................... (14) atau P s *C s + P n *C n -I = 0 dimana P s adalah harga rokok dan P n adalah harga kebutuhan pokok. Dengan pendekatan Langrangian Multipliers, persoalan maksimisasi berkendala di atas dapat dinyatakan sebagai berikut: Maksimum: U = u (C s ) Dengan kendala: P s *C s + P n *C n = I Fungsi komposit berupa gabungan dari kedua fungsi di atas atau disebut sebagai fungsi Langrangian dapat ditulis sebagai berikut: ∅ = U = u(C s ) – λ(P s *C s + P n *C n – I) ................................................................ (15)
untuk mendapatkan utilitas maksimum, maka syarat pertama adalah turunan parsial dari fungsi Langrangian harus sama dengan nol.
22
𝜕∅
𝜕𝑈
= 𝜕𝐶 − λ(Ps ) = 0 ......................................................................................... (16)
𝜕𝐶𝑠
𝑠
𝜕∅
𝜕𝑈
= 𝜕𝐶 − λ(Pn ) = 0 ........................................................................................ (17)
𝜕𝐶𝑛
𝜕∅ 𝜕λ
𝑛
= −(𝑃𝑠 ∗ 𝐶𝑠 + 𝑃𝑛 ∗ 𝐶𝑛 − 𝐼) = 0 .................................................................... (18)
dari persamaan (19),(20) dan (21) di atas, diperoleh: 𝜕𝑈
𝜕𝐶𝑠 𝜕𝑈
𝜕𝑈
= λ(Ps ) atau λ = 𝜕𝐶 /Ps ................................................................................ (19)
𝜕𝐶𝑛
𝑠
𝜕𝑈
= λ( Pn ) atau λ = 𝜕𝐶 /Pn ............................................................................. (20) 𝑛
Ps ∗ 𝐶𝑠 + Pn ∗ 𝐶𝑛 = 𝐼 ........................................................................................... (21) 𝜕𝑈
𝜕𝑈
Sedangkan 𝜕𝐶 = 𝑀𝑈𝑠 dan 𝜕𝐶 = 𝑀𝑈𝑛 maka: λ=
𝑀𝑈𝑠 Ps
𝑀𝑈
=
𝑠
𝑀𝑈𝑛 Pn
𝑛
................................................................................................... (22)
P
dan 𝑀𝑈𝑠 = P s = 𝑀𝑅𝑆𝑠,𝑛 ..................................................................................... (23) 𝑛
n
yang menyatakan bahwa kepuasan konsumen akan maksimum pada kondisi dimana rasio marjinal utilitas terhadap harga sama untuk semua komoditi, yaitu sebesar koefisien pengganda Langrangian (λ). Penyelesaian P s dan P n pada persamaan (26) dan kemudian substitusikan ke dalam persamaan (24), maka dapat diperoleh fungsi permintaan terhadap rokok, yaitu: C s = f ( P s , P n , I) ................................................................................................ (24) yang menyatakan bahwa konsumsi atau permintaan konsumen terhadap rokok ditentukan oleh harga rokok itu sendiri, harga barang kebutuhan pokok, dan pendapatan konsumen. Menurut Dolan (1974), permintaan suatu barang dipengaruhi oleh harga barang tersebut, harga barang lain, selera, pendapatan, distribusi pendapatan, jumlah penduduk dan harapan harga.
23
3.1.4. Harga Harga merupakan sejumlah uang yang harus dikeluarkan untuk memperoleh satu unit komoditas. Teori harga secara sederhana dikembangkan dalam konteks harga konstan (Lipsey, et al., 1987). Menurut Perloff (2008) harga barang ditentukan oleh perpotongan kurva permintaan dan penawaran. Pada kondisi tersebut, jumlah barang yang diminta oleh pembeli sama dengan jumlah yang ditawarkan oleh penjual. Secara ringkas, penjelasan mengenai perpotongan kurva penawaran dan permintaan ditunjukkan oleh gambar 3 berikut:
Harga
Penawaran
H
Permintaan Jumlah Penawaran = Permintaan Sumber: Perloff (2008) Gambar 3. Kurva Penawaran dan Permintaan 3.1.5. Elastisitas Konsep elastisitas digunakan untuk mendapatkan nilai kuantitatif dari respon suatu fungsi terhadap faktor-faktor yang mempengaruhinya. Model yang dinamis dapat dihitung elastisitas jangka pendek dan jangka panjang. Adapun
24
rumus untuk mendapatkan nilai elastisitas jangka pendek dan jangka panjang sebagai berikut: Elastisitas Jangka Pendek (E SR ) 𝐸𝑆𝑅 =
𝜕𝑌𝑡
𝜕𝑋𝑡
𝑋�
𝑋�
∗ 𝑌� = 𝑏 𝑌� ............................................................................................ (25)
Elastisitas Jangka Panjang (E LR ) 𝐸
𝐸𝐿𝑅 = 1−𝑏𝑆𝑅 ........................................................................................................ (26) 𝑙𝑎𝑔
Keterangan: b
= Parameter dugaan dari peubah eksogen
𝑏𝑙𝑎𝑔
= Parameter dugaan dari lag endogen
𝑌�
= Rata-rata peubah endogen (mean predicted hasil validasi model)
𝑋�
= Rata-rata peubah eksogen
3.1.6. Model Persamaan Simultan Menurut Gujarati (2003) sistem persamaan simultan dapat memberikan gambaran yang lebih baik tentang dunia nyata dibandingkan dengan model persamaan tunggal. Hal ini disebabkan karena peubah-peubah dalam persamaan satu dengan lainnya dalam model dapat berinteraksi satu sama lain. Persamaan simultan tidak hanya memiliki satu persamaan yang menghubungkan antara satu variable tunggal dengan sejumlah variabel eksogen non stokastik atau didistribusikan secara bebas dari unsur gangguan stokastik. Suatu cirri unik dari persamaan simultan adalah variabel endogen dari satu persamaan mungkin muncul sebagai variable yang menjelaskan (eksogen) dalam persamaan lain dari system. Bentuk umum dari persamaan simultan dapat dirumuskan sebagai berikut: 𝑌1𝑖 = 𝛽10 + 𝛽12𝑌2𝑖 + 𝛾11 𝑋1𝑖 + 𝑢1𝑖 ..................................................................... (27) 25
𝑌2𝑖 = 𝛽20 + 𝛽21 𝑌1𝑖 + 𝛾21 𝑋1𝑖 + 𝑢2𝑖 ..................................................................... (28)
Dimana 𝑌1 dan 𝑌2 merupakan variabel yang saling bergantung, atau bersifat
endogen, dan 𝑋𝑡 merupakan variabel yang bersifat eksogen, dimana 𝑢1 dan 𝑢2
adalah unsur gangguan stokastik, variabel 𝑌1 dan 𝑌2 kedua-duanya stokastik. Pemilihan model yang akan digunakan berdasarkan tujuan penelitian, yaitu untuk mendapatkan faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran, permintaan, dan harga tembakau dan rokok di Indonesia. 3.1.7. Surplus Produsen dan Surplus Konsumen Menurut Vesdapunt (1984) menyatakan ada tiga dasar yang penting dalam penggunaan surplus produsen dan surplus konsumen untuk mengukur kesejahteraan, yaitu: (1) Permintaan merupakan refleksi dari keinginan untuk membayar, (2) penawaran merupakan refleksi dari biaya marginal (marginal cost) dan (3) perubahan pendapatan individu bersifat penambahan (additive). Secara matematis, surplus produsen dan konsumen diukur dengan mengintegralkan fungsi penawaran (Chiang, 1984). 𝑃
𝑃𝑆 = ∫𝑃 𝑒 𝑄𝑠 (𝑃)𝑑𝑃 .............................................................................................. (29) 𝑚
𝑃
𝐶𝑆 = ∫𝑃 𝑒 𝑄𝑑 (𝑃)𝑑𝑃 ............................................................................................. (30)
dimana:
𝑚
𝑄𝑠
= Fungsi Penawaran
𝑃𝑆
= Surplus Produsen (Rp)
𝑃𝑒
= Harga Keseimbangan (Rp)
𝑄𝑑
= Fungsi Permintaan
𝐶𝑆
= Surplus Konsumen (Rp)
𝑃𝑚
= Harga pada perpotongan kurva penawaran dengan sumbu harga 26
3.2.
Kerangka Pemikiran Operasional Kerangka pemikiran operasional secara ringkas disajikan pada Gambar 4.
Cukai merupakan salah satu pendapatan Negara. Pendapatan Negara dari cukai mencapai lebih dari 68 triliun rupiah pada tahun 2011 (BPS, 2011). Pendapatan ini merupakan pendapatan dari cukai hasil olahan tembakau maupun cukai barang mengandung etil alcohol. Rokok merupakan hasil utama industri pengolahan tembakau dan merupakan salah satu barang kena cukai. Cukai rokok dibebankan kepada konsumen maupun ditanggung oleh produsen rokok. Cukai yang ditanggung konsumen akan meningkatkan harga jual rokok sedangkan cukai yang ditanggung produsen rokok akan mengurangi keuntungan yang diterima oleh perusahaan rokok. Peningkatan harga jual atau penurunan keuntungan perusahaan rokok akan memiliki dampak pada permintaan maupun penawaran rokok. Dampak ini juga akan mempengaruhi kesejahteraan konsumen rokok maupun perusahaan rokok. Kesejahteraan konsumen dan perusahaan rokok dapat diukur melalui surplus konsumen dan surplus produsen rokok. Perusahaan rokok merupakan penyerap utama komoditas tembakau baik dari petani maupun pengumpul 1. Perubahan yang terjadi pada komoditas rokok baik dari permintaan, penawaran dan harga akan berpengaruh pada komoditas tembakau. Pengaruh yang diterima oleh komoditas tembakau berupa perubahan permintaan, penawaran maupun harga tembakau. Perubahan ini pada akhirnya akan mempengaruhi kesejahteraan petani tembakau. 1
Diambil dari http://www.sampoerna.com/id_id/our_products/pages/our_products. aspx diakses pada tanggal 16 September 2012
27
Pada penelitian ini, data variabel produksi, permintaan dan harga tembakau dan rokok di estimasi dengan menggunakan variabel eksogen yang diduga berpengaruh. Estimasi tersebut menggunakan software SAS 9.0. Estimasi model tersebut kemudian di satukan menjadi sebuah model persamaan simultan. Model persamaan simultan hasil estimasi tersebut harus di analisis menggunakan uji-uji statistik seperti uji statistik-t, uji statistik-F, uji statistik Durbin-h atau uji statistik Durbin-Watson, dan uji statistik U-Theil untuk menentukan layak tidaknya simulasi dilakukan. Model yang dinyatakan layak selanjutnya akan digunakan untuk melakukan simulasi untuk mengetahui besarnya dampak dari penetapan cukai. Perubahan dampak ini akan digunakan untuk
mengukur
perubahan
surplus
konsumen
dan
produsen
yang
mempresentasikan kesejahteraan masyarakat yang terdiri dari konsumen rokok, perusahaan rokok dan petani tembakau.
28
Tembakau merupakan komoditas pertanian yang menguntungkan
Industri rokok kretek sebagai penyerap utama hasil produksi tembakau nasional
Rokok merugikan kesehatan
Pemerintah menetapkan cukai rokok sebagai penanggulangan dampak negatif rokok
Analisis pengaruh penetapan
Analisis pengaruh penetapan
cukai rokok kretek terhadap
cukai rokok kretek terhadap
supply, demand, dan harga
supply, demand, dan harga rokok kretek
tembakau
Analisis pengaruh penetapan cukai rokok terhadap kesejahteraan produsen dan konsumen tembakau
Rekomendasi Kebijakan
Keterangan : = Hubungan satu arah = Respon Positif Sumber: Peneliti, 2012 Gambar 4. Kerangka Pemikiran Operasional
29
IV. 4.1.
METODE PENELITIAN
Spesifikasi Model Model merupakan suatu penjelas dari fenomena aktual sebagai suatu
sistem atau proses (Koutsoyiannis, 1977). Model ekonometrika adalah suatu pola khusus dari model aljabar, yakni suatu unsur yang bersifat stochastic yang mencakup satu atau lebih variabel pengganggu (Intriligator, 1978). Model ekonometrika merupakan gambaran dari hubungan masing-masing variabel penjelas (explanatory variables) terhadap variabel endogen (endogenous variables) khususnya yang menyangkut tanda dan besaran (magnitude and sign) dari penduga parameter sesuai dengan harapan teoritis secara apriori. Model yang baik haruslah memenuhi kriteria teori ekonomi (theoretically meaningfull), kriteria statistika yang dilihat dari suatu derajat ketepatan (goodness of fit) yang dikenal dengan koefisien determinasi (R2) serta nyata secara statistik (statistically significant) sedangkan kriteria ekonometrika menetapkan apakah suatu taksiran memiliki
sifat-sifat
yang
dibutuhkan
seperti
unbiasedness,
consistency,
sufficiency, efficiency. Statistik D w adalah salah satu kriteria ekonometrika yang digunakan untuk menguji taksiran, yaitu menguji validitas dari asumsi autocorrelation (Koutsoyiannis, 1977). Menurut Koutsoyiannis (1977) dalam tahapan spesifikasi model terdiri dari: (1) penentuan dependent variable dan explanatory variable yang diterapkan dalam model, (2) harapan secara teoritis mengenai tanda dan besaran parameter (sign and magnitude) dari setiap persamaan, dan (3) membuat model matematis. Dalam kaitan pembentukan model tersebut perlu diperhatikan jumlah persamaan, bentuk persamaan linear atau non linear dan lain-lain.
Spesifikasi model yang dirumuskan dalam studi ini adalah sangat terkait dengan tujuan penelitian ini. Spesifikasi model diperlukan untuk menyelesaikan tujuan satu dan dua pada penelitian ini yaitu: 1. menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap permintaan, penawaran dan harga rokok kretek 2. menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap permintaan, penawaran dan harga tembakau. Hubungan masing-masing metode yang digunakan dengan tujuan penelitian secara lengkap di tunjukkan pada lampiran 1. Model yang dibangun adalah model persamaan simultan dengan metode pendugaan Two-Stages Least Squares. Secara umum, bagan hubungan antar persamaan dalam model dapat dilihat pada lampiran 2. Model penawaran, permintaan, dan harga tembakau dan rokok dibagi menjadi tiga blok yaitu blok perkebunan tembakau, blok tembakau dan blok rokok kretek. 4.1.1. Blok Perkebunan Tembakau Perkebunan tembakau merupakan komponen yang sangat penting untuk menentukan produksi tembakau. Adapun pada penelitian ini, blok perkebunan tembakau terdiri dari dua persamaan struktural dan satu persamaan identitas. Persamaan struktural tersebut adalah luas lahan perkebunan tembakau virginia (LKTV) dan luas lahan perkebunan selain virginia (LKTSV) sedangkan persamaan identitas pada blok perkebunan tembakau adalah luas lahan perkebunan tembakau total (LKTT). Perkebunan tembakau virginia dibedakan dari perkebunan tembakau yang lain karena tembakau virginia merupakan jenis tembakau yang diperdagangkan di tingkat internasional (Sudaryanto, 2010).
31
4.1.1.1.Luas Lahan Perkebunan Tembakau Virginia Pada penelitian ini, persamaan luas lahan perkebunan tembakau virginia terdiri dari variabel harga riil tembakau di tingkat petani, harga riil tembakau virginia di tingkat petani untuk keperluan ekspor, harga riil pupuk di tingkat petani dan luas lahan perkebunan tembakau virginia pada tahun sebelumnya. Harga riil tembakau virginia di tingkat petani untuk keperluan ekspor di perlukan karena tembakau virginia merupakan jenis tembakau yang diperdagangkan di tingkat internasional. Secara matematis, persamaan luas lahan perkebunan tembakau virginia dapat dirumuskan sebagai berikut: LKTV t = a 0 + a 1 HTDP t + a 2 HTVDP t + a 3 HP t + a 4 LLKTV t-1 + U 1 ................. (31) dimana: LKTV t
= luas lahan perkebunan tembakau virginia pada tahun ke t (Ha)
HTDP t
= harga riil tembakau di tingkat petani pada tahun ke t (000 Rp/ton)
HTVDP t = harga riil tembakau virginia di tingkat petani untuk keperluan ekspor pada tahun ke t (000 Rp/ton) HP t
= harga riil pupuk di tingkat petani pada tahun ke t (000 Rp/ton)
LLKTV t-1 = luas lahan perkebunan tembakau virginia pada tahun ke t-1 (Ha) U1
= variabel pengganggu
Adapun tanda dan besaran parameter yang diharapkan adalah a 1 dan a 2 > 0; a 3 < 0; 0 < a 4 < 1.
32
4.1.1.2.Luas Lahan Perkebunan Tembakau Selain Virginia Pada penelitian ini, persamaan luas lahan perkebunan tembakau selain virginia terdiri dari variabel harga riil tembakau di tingkat petani, variabel harga riil gabah di tingkat petani, variabel rata-rata upah riil buruh tani tembakau dan variabel tingkat teknologi. Harga riil gabah di tingkat petani harus diperhitungkan pada persamaan ini karena tanaman gabah dapat bersubstitusi dengan tanaman tembakau dalam penggunaan lahan. Harga riil gabah di tingkat petani berfungsi sebagai opportunity cost pada persamaan luas lahan perkebunan tembakau selain virginia. Adapun secara matematis, persamaan luas lahan perkebunan tembakau selain virginia dapat dirumuskan sebagai berikut: LKTSV t = b 0 + b 1 HTDP t + b 2 HG t + b 3 UB t + b 4 T t + U 2 ................................. (32) dimana: LKTSV t
= luas lahan perkebunan tembakau selain virginia pada tahun ke t (Ha)
HTDP t
= harga riil tembakau di tingkat petani pada tahun ke t (000 Rp/ton)
HG t
= harga riil gabah di tingkat petani pada tahun ke t (000 Rp/ton)
UB t
= rata-rata upah riil buruh tani tembakau pada tahun ke t (000 Rp/tahun)
Tt
= tingkat teknologi
U2
= variabel pengganggu
Tanda dan besaran parameter yang diharapkan adalah b 1 dan b 4 > 0; b 2 dan b 3 < 0.
33
4.1.1.3.Luas Lahan Perkebunan Tembakau Total Luas lahan perkebunan tembakau total pada penelitian ini merupakan persamaan identitas yang terdiri dari dua variabel yaitu variabel luas lahan perkebunan tembakau virginia dan variabel luas lahan perkebunan tembakau selain virginia. Pada penelitian ini, luas lahan perkebunan tembakau total merupakan penjumlahan dari kedua variabel. Secara matematis, persamaan luas lahan perkebunan tembakau total dapat dirumuskan sebagai berikut: LKTT t = LKTV t + LKTSV t ............................................................................... (33) dimana: LKTT t
= luas lahan perkebunan tembakau total pada tahun ke t (Ha)
LKTV t
= luas lahan perkebunan tembakau virginia pada tahun ke t (Ha)
LKTSV t
= luas lahan perkebunan tembakau selain virginia pada tahun Ke t (Ha)
4.1.2. Blok Tembakau Blok tembakau diperlukan untuk menjawab tujuan ke dua dari penelitian ini. Blok tembakau terdiri dari enam persamaan struktural yaitu persamaan produksi tembakau domestik, total ekspor tembakau, total impor tembakau, permintaan tembakau oleh industri rokok kretek, harga riil tembakau di tingkat petani dan harga riil tembakau di tingkat konsumen. Adapun persamaan identitas pada blok tembakau ini ada dua yaitu penawaran tembakau dan permintaan tembakau total.
34
4.1.2.1.Produksi Tembakau Domestik Pada penelitian ini, persamaan produksi tembakau domestik pada penelitian ini terdiri dari variabel luas lahan perkebunan tembakau total, curah hujan dan tingkat teknologi. Produksi tembakau domestik ini merupakan produksi tembakau total termasuk tembakau virginia dan tembakau selain virginia sehingga dipengaruhi oleh luas lahan perkebunan tembakau total yang merupakan penjumlahan dari luas lahan perkebunan tembakau virginia dan luas lahan perkebunan tembakau selain virginia. Secara matematis, persamaan produksi tembakau domestik dapat dirumuskan sebagai berikut: PTD t = c 0 + c 1 LKTT t + c 2 CH t + c 3 T t + U 3 ...................................................... (34) dimana: PTD t
= produksi tembakau domestik pada tahun ke t (ton)
LKTT t
= luas lahan perkebunan tembakau total pada tahun ke t (Ha)
CH t
= curah hujan pada tahun ke t (mm/tahun)
Tt
= tingkat teknologi
U3
= variabel pengganggu
Adapun tanda dan besaran parameter yang diharapkan adalah c 1 , c 2 dan c 3 > 0. 4.1.2.2.Total Ekspor Tembakau Persamaan total ekspor tembakau pada penelitian ini terdiri dari variabel harga riil tembakau di tingkat konsumen, variabel harga riil ekspor tembakau Indonesia, variabel tingkat teknologi dan variabel total ekspor tembakau pada tahun sebelumnya. Variabel harga riil tembakau di tingkat konsumen merupakan
35
alternatif eksportir. Secara matematis, persamaan total ekspor tembakau dapat dirumuskan sebagai berikut: TET t = d 0 + d 1 HTDK t + d 2 HTETIt + d 3 T t + d 4 LTET t-1 + U 4 .......................... (35) dimana: TET t
= total ekspor tembakau pada tahun ke t (ton)
HTDK t
= harga riil tembakau di tingkat konsumen pada tahun ke t (000 Rp/ton)
HTETI t
= harga riil tembakau ekspor Indonesia pada tahun ke t (000 Rp/ton)
Tt
= tingkat teknologi
LTET t-1
= total ekspor tembakau pada tahun ke t-1 (ton)
Adapun tanda dan besaran parameter yang diharapkan adalah d 1 < 0; d 2 dan d 3 > 0; 0 < d 4 < 1. 4.1.2.3.Total Impor Tembakau Pada penelitian ini, persamaan total impor tembakau terdiri dari variabel harga riil tembakau di tingkat konsumen, variabel harga riil tembakau impor Indonesia dan variabel total impor tembakau pada tahun sebelumnya. Secara matematis, persamaan total impor tembakau dapat dirumuskan sebagai berikut: TMT t = e 0 + e 1 HTDK t + e 2 HTMTIt + e 3 LTMT t-1 + U 5 ................................... (36) dimana: TMT t
= total impor tembakau pada tahun ke t (ton)
HTDK t
= harga riil tembakau di tingkat konsumen pada tahun ke t (000 Rp/ton)
HTMTI t
= harga riil tembakau impor Indonesia pada tahun ke t
36
(000 Rp/ton) LTMT t-1
= total impor tembakau pada tahun ke t-1 (ton)
U5
= variabel pengganggu
Tanda dan besaran parameter yang diharapkan adalah e 1 < 0; e 2 > 0; 0 < e 3 < 1. 4.1.2.4.Penawaran Tembakau Persamaan penawaran tembakau pada penelitian ini merupakan persamaan identitas yang terdiri dari variabel produksi tembakau domestik, variabel total ekspor tembakau dan variabel total impor tembakau. Penawaran tembakau didapatkan dari produksi tembakau domestik dikurang total ekspor tembakau ditambah totalimpor tembakau. Secara matematis persamaan penawaran tembakau dapat dirumuskan sebagai berikut: ST t = PTD t – TET t + TMT t ................................................................................ (37) dimana: ST t = penawaran tembakau pada tahun ke t (ton) PTD t = produksi tembakau domestik pada tahun ke t (ton) TET t = total ekspor tembakau pada tahun ke t (ton) TMT t = total impor tembakau pada tahun ke t (ton) 4.1.2.5.Permintaan Tembakau oleh Industri Rokok Kretek Pada penelitian ini, permintaan tembakau oleh industri rokok kretek dipengaruhi oleh harga riil tembakau di tingkat konsumen, harga riil rokok kretek di tingkat produsen, harga riil cengkeh, tingkat teknologi dan permintaan tembakau oleh industri rokok kretek pada tahun sebelumnya. Cengkeh merupakan barang komplementer dari tembakau sebagai bahan baku rokok kretek sehingga secara teori permintaan tembakau oleh industri rokok kretek akan dipengaruhi
37
oleh harga riil cengkeh. Secara matematis, persamaan permintaan tembakau oleh rokok kretek dapat dirumuskan sebagai berikut: DTORK t = f 0 + f 1 HTDK t + f 2 HRK t + f 3 HC t + f 4 T t + f 5 LDTORK t-1 + U 6 ..... (38) dimana: DTORK t = permintaan tembakau oleh industri rokok kretek pada tahun ke t (ton) HTDK t
= harga riil tembakau di tingkat konsumen pada tahun ke t (000 Rp/ton)
HRK t
= harga riil rokok kretek di tingkat produsen pada tahun ke t (Rp/batang)
HC t
= harga riil cengkeh pada tahun ke t (000 Rp/ton)
Tt
= tingkat teknologi
LDTORK t = permintaan tembakau oleh industri rokok kretek pada tahun ke t-1 (ton) U6
= variabel pengganggu
Adapun tanda dan besaran parameter yang diharapkan adalah f 1 dan f 3 < 0; f 2 dan f 4 > 0; 0 < f 5 < 1. 4.1.2.6.Permintaan Tembakau Total Pada penelitian ini, persamaan permintaan tembakau total merupakan persamaan identitas yang terdiri dari variabel permintaan tembakau oleh industri rokok kretek dan permintaan tembakau oleh perusahaan lain. Permintaan tembakau total merupakan penjumlahan dari permintaan tembakau oleh industri rokok kretek dan permintaan tembakau oleh industri lain. Secara matematis, persamaan tembakau total dapat dirumuskan sebagai berikut:
38
DTT t = DTORK t + DTOPLt .............................................................................. (39) dimana: DTT t
= permintaan tembakau total pada tahun ke t (ton)
DTORK t = permintaan tembakau oleh industri rokok kretek pada tahun ke t (ton) DTOPLt
= permintaan tembakau oleh industri lain pada tahun ke t (ton)
4.1.2.7.Harga Riil Tembakau di Tingkat Petani Persamaan harga riil tembakau di tingkat petani pada penelitian ini dipengaruhi oleh variabel produksi tembakau domestik pada tahun sebelumnya, variabel permintaan tembakau total pada tahun sebelumnya, harga riil tembakau di tingkat konsumen dan harga riil tembakau di tingkat produsen pada tahun sebelumnya. Produksi tembakau domestik merupakan penawaran tembakau di tingkat petani sehingga secara teori akan berpengaruh terhadap harga riil tembakau di tingkat petani namun harga akan berubah setelah produksi tembakau domestik diketahui sehingga produksi tembakau domestik yang digunakan adalah produksi tembakau domestik pada tahun sebelumnya. Seperti produksi tembakau domestik, permintaan tembakau juga berpengaruh pada harga setelah permintaan tersebut diketahui sehingga permintaan yang digunakan adalah permintaan tembakau total pada tahun sebelumnya. Secara matematis, persamaan harga riil tembakau di tingkat petani dapat dirumuskan sebagai berikut: HTDP t = g 0 + g 1 LPTD t-1 + g 2 LDTT t-1 + g 3 HTDK t + g 4 LHTDP t-1 + U 7 ......... (40) dimana: HTDP t
= harga riil tembakau di tingkat petani pada tahun ke t
39
(000 Rp/ton) LPTD t-1
= produksi tembakau domestik pada tahun ke t-1 (ton)
LDTT t-1
= permintaan tembakau total pada tahun ke t-1 (ton)
HTDK t
= harga riil tembakau di tingkat konsumen pada tahun ke t (000 Rp/ton)
LHTDP t-1 = harga riil tembakau di tingkat petani pada tahun ke t-1 (000 Rp/ton) U7
= variabel pengganggu
Adapun tanda dan besaran parameter yang diharapkan adalah g 1 < 0; g 2 dan g 3 > 0; 0 < g 4 < 1. 4.1.2.8.Harga Riil Tembakau di Tingkat Konsumen Secara teori, harga merupakan perpotongan antara kurva permintaan dan penawaran. Pada penelitian ini, harga riil tembakau di tingkat konsumen dipengaruhi oleh penawaran tembakau pada tahun sebelumnya, permintaan tembakau total pada tahun sebelumnya dan harga riil tembakau di tingkat konsumen pada tahun sebelumnya. Seperti pada persamaan harga riil tembakau di tingkat konsumen, permintaan dan penawaran tembakau berpengaruh terhadap harga setelah diketahui sehingga permintaan dan penawaran yang digunakan adalah pada tahun sebelumnya. Secara matematis, persamaan harga riil tembakau di tingkat konsumen dapat dirumuskan sebagai berikut: HTDK t = h 0 + h 1 LST t-1 + h 2 LDTT t-1 + h 3 LHTDK t-1 + U 8 ............................... (41) dimana: HTDK t
= harga riil tembakau di tingkat konsumen pada tahun ke t (000 Rp/ton)
40
LST t-1
= penawaran tembakau pada tahun ke t-1 (ton)
LDTT t-1
= permintaan tembakau pada tahun ke t-1 (ton)
LHTDK t-1 = harga riil tembakau di tingkat konsumen pada tahun ke t-1 (000 Rp/ton) U8
= variabel pengganggu
Adapun tanda dan besaran parameter yang diharapkan adalah h 1 < 0; h 2 > 0; 0 < h 3 < 1. 4.1.3. Blok Rokok Kretek Blok rokok kretek diperlukan untuk menjawab tujuan pertama dari penelitian ini. Blok rokok kretek terdiri dari lima persamaan struktural yaitu persamaan produksi rokok kretek, total ekspor rokok kretek, permintaan rokok kretek, harga riil rokok kretek di tingkat konsumen dan harga riil rokok kretek di tingkat produsen. Adapun persamaan identitas pada blok tembakau ini ada satu yaitu penawaran rokok kretek. 4.1.3.1.Produksi Rokok Kretek Persamaan produksi rokok kretek pada penelitian ini terdiri dari variabel harga riil rokok kretek di tingkat produsen, Harga riil ekspor rokok kretek, harga riil tembakau di tingkat konsumen, harga riil cengkeh, tingkat suku bunga pada tahun sebelumnya, tingkat teknologi dan produksi rokok kretek pada tahun sebelumnya. Harga riil tembakau di tingkat konsumen dan harga riil cengkeh merupakan komponen biaya variabel produksi rokok kretek sedangkan tingkat suku bunga merupakan komponen biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan rokok kretek apabila meminjam dana dari bank. Harga riil ekspor rokok kretek merupakan insentif alternatif bagi perusahaan rokok kretek untuk memproduksi
41
rokok kretek meskipun harga di dalam negeri sedang menurun. Secara matematis, persamaan produksi rokok kretek dapat dirumuskan sebagai berikut: PRK t = i 0 + i 1 HRK t + i 2 HEXRK t + i 3 HTDK t + i 4 HC t + i 5 LTB t-1 + i 6 T t + i 7 LPRK t-1 + U 9 ................................................................................................... (42) dimana: PRK t
= produksi rokok kretek pada tahun ke t (juta batang)
HRK t
= harga riil rokok kretek di tingkat produsen pada tahun ke t (Rp/batang)
HEXRK t = harga riil ekspor rokok kretek pada tahun ke t (Rp/batang) HTDK t
= harga riil tembakau di tingkat konsumen pada tahun ke t (000 Rp/ton)
HC t
= harga riil cengkeh pada tahun ke t (000 Rp/ton)
LTB t-1
= tingkat suku bunga pada tahun ke t-1 (%)
Tt
= tingkat teknologi
LPRK t-1
= produksi rokok kretek pada tahun ke t-1 (juta batang)
U9
= variabel pengganggu
Adapun tanda dan besaran parameter yang diharapkan adalah i 1 , i 2 dan i 6 > 0; i 3 , i 4 dan i 5 < 0; 0 < i 7 < 1. 4.1.3.2.Total Ekspor Rokok Kretek Persamaan total ekspor rokok kretek pada penelitian ini terdiri dari variabel harga riil ekspor rokok kretek, variabel harga riil rokok kretek di tingkat produsen pada tahun sebelumnya, tingkat teknologi dan total ekspor rokok kretek pada tahun sebelumnya. Variabel harga riil rokok kretek tahun sebelumnya digunakan karena harga rokok kretek ditentukan pada awal tahun oleh perusahaan
42
rokok kretek sehingga keputusan ekspor rokok kretek ditetapkan dengan pertimbangan data harga di dalam negeri tahun sebelumnya. Secara matematis, persamaan total ekspor rokok kretek dapat dirumuskan sebagai berikut: TEXRK t = j 0 + j 1 HEXRK t + j 2 LHRK t-1 + j 3 T t + j 4 LTEXRK t-1 + U 10 ............. (43) dimana: TEXRK t = total ekspor rokok kretek pada tahun ke t (juta batang) HEXRK t = harga riil ekspor rokok kretek pada tahun ke t (Rp/batang) LHRK t-1 = harga riil rokok kretek di tingkat produsen pada tahun ke t-1 (Rp/batang) Tt
= tingkat teknologi
LTEXRK t-1 = total ekspor rokok kretek pada tahun ke t-1 (juta batang) U 10
= variabel pengganggu
Adapun tanda dan besaran variabel yang diharapkan adalah j 1 dan j 3 > 0; j 2 < 0; 0 < j 4 < 1. 4.1.3.3.Penawaran Rokok Kretek Pada penelitian ini, persamaan penawaran rokok kretek merupakan persamaan identitas yang terdiri dari variabel produksi rokok kretek dan total ekspor rokok kretek. Secara ringkas penawaran rokok kretek adalah produksi rokok kretek dikurangi total ekspor rokok kretek. Adapun secara matematis persamaan penawaran rokok kretek dapat dirumuskan sebagai berikut: SRK t = PRK t – TEXRK t .................................................................................... (44) dimana: SRK t
= penawaran rokok kretek pada tahun ke t (juta batang)
PRK t
= produksi rokok kretek pada tahun ke t (juta batang)
43
TEXRK t = total ekspor rokok kretek pada tahun ke t (juta batang) 4.1.3.4.Permintaan Rokok Kretek Pada penelitian ini, persamaan permintaan rokok kretek terdiri dari variabel harga riil rokok kretek di tingkat konsumen, variabel jumlah penduduk dewasa, variabel pendapatan per kapita masyarakat dan variabel permintaan rokok kretek pada tahun sebelumnya. Secara matematis, persamaan permintaan rokok kretek dapat dirumuskan sebagai berikut: DRK t = k 0 + k 1 HCRK t + k 2 JP t + k 3 PP t + k 4 LDRK t-1 + U 11 ............................ (45) dimana: DRK t
= permintaan rokok kretek pada tahun ke t (juta batang)
HCRK t
= harga riil rokok kretek di tingkat konsumen pada tahun ke t (Rp/batang)
JP t
= jumlah penduduk dewasa pada tahun ke t (000 jiwa)
PP t
= pendapatan per kapita masyarakat (000 Rp/kapita/tahun)
LDRK t-1
= permintaan rokok kretek pada tahun ke t-1 (juta batang)
U 11
= variabel pengganggu
Adapun tanda dan besaran parameter yang diharapkan adalah k 1 < 0; k 2 dan k 3 > 0; 0 < k 4 < 1. 4.1.3.5.Harga Riil Rokok Kretek di Tingkat Konsumen Persamaan harga riil rokok kretek pada penelitian ini terdiri dari variabel penawaran rokok kretek, variabel permintaan rokok kretek pada tahun sebelumnya, variabel tarif cukai rokok kretek dan variabel harga riil rokok kretek di tingkat konsumen pada tahun sebelumnya. Variabel permintaan rokok kretek yang digunakan adalah permintaan rokok kretek pada tahun sebelumnya karena
44
harga riil rokok kretek di tingkat konsumen dan tarif cukai rokok kretek ditentukan di awal tahun. Secara matematis, persamaan harga riil rokok kretek di tingkat konsumen dapat dirumuskan sebagai berikut: HCRK t = l 0 + l 1 SRK t + l 2 LDRK t-1 + l 3 CRK t + l 4 LHCRK t-1 + U 12 ................. (46) dimana: HCRK t
= harga riil rokok kretek di tingkat konsumen pada tahun ke t (Rp/batang)
SRK t
= penawaran rokok kretek pada tahun ke t (juta batang)
LDRK t-1 = permintaan rokok kretek pada tahun ke t-1 (juta batang) CRK t
= tarif cukai rokok kretek pada tahun ke t (Rp/batang)
LHCRK t-1 = harga riil rokok kretek di tingkat konsumen pada tahun ke t-1 (Rp/batang) U 12
= variabel pengganggu
Adapun tanda dan besaran parameter yang diharapkan adalah l 1 < 0; l 2 dan l 3 > 0; 0 < l 4 < 1. 4.1.3.6.Harga Riil Rokok Kretek di Tingkat Produsen Pada penelitian ini, harga riil rokok kretek di tingkat produsen merupakan persamaan yang terdiri dari variabel penawaran rokok kretek, permintaan rokok kretek pada tahun sebelumnya, tarif cukai rokok kretek, tren waktu dan harga riil rokok kretek di tingkat produsen pada tahun sebelumnya. Seperti pada persamaan harga riil rokok kretek di tingkat konsumen, variabel permintaan rokok kretek yang digunakan adalah permintaan rokok kretek pada tahun sebelumnya karena harga riil rokok kretek di tingkat produsen dan tarif cukai rokok kretek ditentukan
45
di awal tahun. Secara matematis, persamaan harga riil rokok kretek di tingkat produsen dapat dirumuskan sebagai berikut: HRK t = m 0 + m 1 SRK t + m 2 LDRK t-1 + m 3 CRK t + m 4 T t + m 5 LHRK t-1 + U 13 (47) dimana: HRK t
= harga riil rokok kretek di tingkat produsen pada tahun ke t (Rp/batang)
SRK t
= penawaran rokok kretek pada tahun ke t (juta batang)
LDRK t-1 = permintaan rokok kretek pada tahun ke t-1 (juta batang) CRK t
= tarif cukai rokok kretek pada tahun ke t (Rp/batang)
Tt
= tren waktu
LHRK t-1 = harga riil rokok kretek di tingkat produsen pada tahun ke t-1 (Rp/batang) U 13
= variabel pengganggu
Adapun tanda dan besaran parameter yang diharapkan adalah m 1 dan m 3 < 0; m 2 dan m 4 > 0; 0 < m 5 < 1. 4.2.
Prosedur Analisis Prosedur analisis dalam penelitian ini meliputi identifikasi model, metode
pendugaan model, uji masalah autocorrelation, validasi model, simulasi model dan perubahan kesejahteraan. Metode pendugaan (estimasi) yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Two-Stages Least Squares. Berikut adalah uraian lengkap mengenai prosedur analisis dalam penelitian ini. 4.2.1. Identifikasi Model
46
Identifikasi model yang dirumuskan dalam studi ini adalah sangat terkait dengan tujuan penelitian ini. Identifikasi model diperlukan untuk menyelesaikan tujuan satu dan dua pada penelitian ini yaitu: 1. menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap permintaan, penawaran dan harga rokok kretek 2. menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap permintaan, penawaran dan harga tembakau. Identifikasi model ditentukan atas dasar order condition sebagai syarat perlu dan rank condition sebagai syarat cukup. Menurut Koutsoyiannis (1977), rumusan identifikasi model persamaan struktural berdasarkan order condition ditentukan oleh: ( K - M ) ≥ ( G - 1 ) ............................................................................................. (48) dimana: K
= Total variabel dalam model, yaitu endogenous variables dan predetermined variables
M
= Jumlah variabel endogen dan eksogen termasuk dalam suatu persamaan tertentu dalam model
G
= Total persamaan dalam model, yaitu jumlah variabel endogen dalam model
Jika dalam suatu persamaan dalam model menunjukkan kondisi sebagai berikut: ( K - M ) > ( G - 1 ), maka persamaan tersebut dinyatakan teridentifikasi secara berlebih (overidentified) ( K - M ) = ( G - 1 ), maka persamaan tersebut dinyatakan teridentifikasi secara tepat (exactly identified), dan
47
( K - M ) < ( G - 1 ), maka persamaan tersebut dinyatakan tidak teridentifikasi (unidentified). Hasil identifikasi untuk setiap persamaan struktural haruslah exactly identified atau overidentified untuk dapat menduga parameter-parameternya. Meskipun suatu persamaan memenuhi order condition, mungkin saja persamaan itu tidak teridentifikasi. Karena itu, dalam proses identifikasi diperlukan suatu syarat perlu sekaligus cukup. Hal itu dituangkan dalam rank condition untuk identifikasi yang menyatakan, bahwa dalam suatu persamaan teridentifikasi jika dan hanya jika dimungkinkan untuk membentuk minimal satu determinan bukan nol pada order (G-1) dari parameter structural variable yang tidak termasuk persamaan tersebut. Dengan kata lain, rank condition ditentukan oleh determinan turunan
persamaan
struktural
yang
nilainya
tidak
sama
dengan
nol.
(Koutsoyiannis, 1977) Pada penelitian ini, hasil perhitungan order condition seluruh persamaan dinyatakan overidentified. Model ini menggunakan total 48 variabel endogen, variabel eksogen dan lag-endogenous variables. Model ini mempunyai 17 variabel endogen. Persamaan yang digunakan maksimal memiliki tujuh variabel sehingga dapat dipastikan bahwa seluruh persamaan dalam model adalah overidentified. 4.2.2. Metode Pendugaan Model Berdasarkan hasil identifikasi model, maka model dinyatakan over identified, dalam hal ini untuk pendugaan model dapat digunakan dengan 2SLS (Two-Stages Least Squares). Untuk mengetahui dan menguji apakah variabel penjelas secara bersama-sama berpengaruh nyata atau tidak terhadap variabel endogen, maka pada setiap persamaan digunakan uji statistik F, dan untuk
48
menguji apakah masing-masing variabel penjelas berpengaruh nyata atau tidak terhadap variabel endogen, maka pada setiap persamaan digunakan uji statistik t. 4.2.2.1.Uji Statistik-F Uji Statistik-F adalah uji statistik yang digunakan untuk mengetahui dan menguji apakah variabel penjelas secara bersama-sama mampu menjelaskan keragaman variabel endogennya dengan baik (Koutsoyiannis, 1977). Hipotesis: H0 : β1 = β2 …… = βi = 0 H1 : minimal ada satu βi ≠ 0 dimana: i = banyaknya variabel bebas dalam suatu persamaan Apabila P-value uji statistik-F < taraf α sebesar 10 persen maka tolak H0. Tolak H0 berarti seluruh variabel penjelas dalam satu persamaan secara bersama-sama mampu menjelaskan variabel endogennya dengan baik. 4.2.2.2.Uji Statistik-t Uji statistik-t adalah uji statistik yang digunakan untuk mengatahui dan menguji apakah masing-masing variabel penjelas berpengaruh nyata terhadap variabel endogen (Koutsoyiannis, 1977). Hipotesis: H0 : βi = 0 H1 : uji satu arah → βi > 0; βi < 0 uji dua arah → βi ≠ 0 Kriteria uji : Jika H1 : βi > 0, bila P-value uji statistik-t < α maka tolak H0
49
H1 : βi < 0, bila P-value uji statistik-t < α maka tolak H0 H1 : βi ≠ 0, bila P-value uji statistik-t < α/2 maka tolak H0 Penelitian ini menggunakan uji satu arah dengan taraf α sebesar 10 persen, sehingga apabila P-value uji statistik-t < taraf α sebesar 10 persen maka tolak H0. Tolak H0 berarti suatu variabel penjelas berpengaruh nyata terhadap variabel endogen. 4.2.3. Uji Masalah Autocorrelation Autocorrelation adalah adanya korelasi/hubungan antara kesalahan (error term) pada tahun sekarang dengan kesalahan pada tahun sebelumnya. Guna mengetahui ada atau tidaknya masalah autocorrelation pada setiap persamaan maka perlu dilakukan uji autocorrelation dengan menggunakan statistik DW (Durbin-Watson statistic). Tabel 5. Range Statistik Durbin Watson Nilai DW 4 – dl < DW < 4 4 – du < DW < 4 – dl 2 < DW < 4 – du
Hasil Tolak H0, terjadi masalah autocorrelation negatif masalah autocorrelation tidak dapat disimpulkan Terima H0, tidak terjadi masalah autocorrelation Terima H0, tidak terjadi masalah autocorrelation masalah autocorrelation tidak dapat disimpulkan Tolak H0, terjadi masalah autocorrelation positif
du < DW < 2 dl < DW < du 0 < DW < dl Sumber: Pindyck dan Rubinfeld (1998)
Apabila model mengandung persamaan simultan dan variabel lag, maka untuk mengetahui apakah terdapat autocorrelation atau tidak dalam persamaan digunakan statistik dh (durbin-h statistic). Nilai Durbin-h diperoleh dari perhitungan sebagai berikut (Pindyck dan Rubinfeld, 1998): 1
𝑛
ℎℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = �1 − 2 𝑑� �1−𝑛[(𝑣𝑎𝑟 𝛽)] ...................................................................... (49) dimana:
d
= d w statistik,
50
n
= jumlah observasi, dan
var (β)= varians koefisien regresi untuk lagged dependent variable. Jika ditetapkan taraf α = 0.05, diketahui -1.96 ≤ h hitung ≤ 1.96, maka disimpulkan persamaan tidak mengalami serial korelasi. Selanjutnya jika diketahui nilai h hitung < -1.96, maka terdapat autokorelasi negatif, sebaliknya jika diketahui nilai h hitung > 1.96, maka terdapat autokorelasi positif (Pindyck dan Rubinfeld, 1991). 4.2.4. Validasi Model Untuk mengetahui apakah model cukup valid untuk membuat suatu simulasi alternatif kebijakan atau non kebijakan dan peramalan, maka perlu dilakukan suatu validasi model, dengan tujuan untuk menganalisis sejauh mana model tersebut dapat mewakili dunia nyata. Pada penelitian ini, kriteria statistik untuk validasi nilai pendugaan model ekonometrika yang digunakan adalah: Root Means Square Percent Error (RMSPE) dan Theil’s Inequality Coefficient (U Theil) (Pindyck dan Rubinfield, 1991). Kriteria-kriteria dirumuskan sebagai berikut: 1
𝑌𝑡𝑠 −𝑌𝑡𝑎
𝑅𝑀𝑆𝑃𝐸 = �𝑛 ∑𝑛𝑡=1 � 𝑈 𝑇ℎ𝑒𝑖𝑙 =
𝑌𝑡𝑎
𝑠
1 𝑛
2
� ............................................................................. (50) 𝑎 2
𝑌 −𝑌 � 1 ∑𝑛 � 𝑡 𝑎 𝑡� 𝑛 𝑡=1 𝑌 2
1 𝑛
𝑡
𝑠 𝑎 𝑛 � ∑𝑛 𝑡=1�𝑌𝑡 � +� ∑𝑡=1�𝑌𝑡 �
2
.................................................................... (51)
dimana: 𝑌𝑡𝑠
= nilai hasil simulasi dasar dari variabel observasi
n
= jumlah tahun observasi
𝑌𝑡𝑎
= nilai aktual variabel observasi
51
Statistik RMSPE digunakan untuk mengukur seberapa jauh nilai-nilai variabel endogen hasil pendugaan menyimpang dari alur nilai-nilai aktualnya dalam ukuran relatif (persen), atau seberapa dekat nilai dugaan itu mengikuti perkembangan nilai aktualnya. Nilai statistik U Theil bermanfaat untuk mengetahui kemampuan model untuk analisis simulasi peramalan. Nilai statistik U Theil berkisar antara 1 dan 0. Jika U = 0 maka pendugaan model sempurna, jika U = 1 maka pendugaan model naïf. 4.3.
Simulasi Model Simulasi model diperlukan untuk mempelajari sejauh mana dampak dari
perubahan variabel-variabel eksogen terhadap variabel-variabel endogen di dalam model. Pada penelitian ini simulasi diperlukan untuk menjawab tujuan ke tiga dan ke empat dari penelitian ini yaitu: 1.
Mengestimasi pengaruh perubahan tarif cukai rokok kretek terhadap permintaan, penawaran dan harga rokok kretek.
2.
Mengestimasi pengaruh perubahan tarif cukai rokok kretek terhadap permintaan, penawaran dan harga tembakau.
Kajian simulasi ini dilakukan untuk mengetahui dampak diberlakukannya kebijakan tarif cukai rokok kretek terhadap kesejahteraan petani, perusahaan rokok dan konsumen rokok serta mengetahui besarnya perubahan penerimaan pemerintah apabila terjadi perubahan pada tarif cukai rokok kretek yang berlaku. Simulasi historis diperlukan untuk menjawab tujuan ketiga,empat, lima dan enam dari penelitian ini. Skenario simulasi yang dilakukan pada penelitian ini adalah kenaikan tarif cukai rokok kretek sebesar sepuluh persen. Pemerintah menetapkan besaran kenaikan tarif cukai sebesar sepuluh persen tiap tahun pada tahun 2011.
52
4.4.
Estimasi Perubahan Kesejahteraan Kesejahteraan dapat diestimasi dengan perubahan surplus ekonomi
(Perloff, 2008). Surplus ekonomi pada penelitian ini terdiri dari surplus produsen tembakau, surplus konsumen tembakau, surplus produsen rokok kretek, surplus konsumen rokok kretek dan penerimaan pemerintah dari adanya tarif cukai rokok kretek. Analisis surplus ekonomi digunakan untuk menyelesaikan tujuan ke lima dari penelitian ini yaitu mengestimasi pengaruh perubahan tarif cukai rokok kretek terhadap kesejahteraan petani tembakau, kesejahteraan konsumen tembakau, kesejahteraan konsumen rokok kretek, kesejahteraan produsen rokok kretek dan pendapatan pemerintah. Pada penelitian ini, perubahan surplus ekonomi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: 𝚫𝐒𝐏 = 𝐏𝐑𝐊 𝐬 (𝐇𝐑𝐊 𝐬 − 𝐇𝐑𝐊 𝐛 ) + 𝟏�𝟐 (𝐏𝐑𝐊 𝐬 − 𝐏𝐑𝐊 𝐛 )(𝐇𝐑𝐊 𝐬 − 𝐇𝐑𝐊 𝐛 )...... (52) 𝚫𝐒𝐊 = 𝐃𝐑𝐊 𝐬 (𝐇𝐂𝐑𝐊 𝐬 − 𝐇𝐂𝐑𝐊 𝐛 ) + 𝟏�𝟐 (𝐃𝐑𝐊 𝐬 − 𝐃𝐑𝐊 𝐛 )(𝐇𝐂𝐑𝐊 𝐬 − 𝐇𝐂𝐑𝐊 𝐛 )
............................................................................................................................. (53)
𝚫𝐏𝐏 = 𝐏𝐑𝐊 𝐬 (𝐂𝐑𝐊 𝐬 ) − 𝐏𝐑𝐊 𝐛 (𝐂𝐑𝐊 𝐛 ) ............................................................. (54) dimana:
ΔSP = Perubahan surplus produsen ΔSK = Perubahan surplus konsumen ΔPP = Perubahan penerimaan pemerintah b = Nilai simulasi dasar s = Nilai simulasi kebijakan
53
V.
5.1.
KONDISI UMUM SEKTOR TEMBAKAU DAN SEKTOR ROKOK KRETEK Kondisi Umum Sektor Tembakau Komoditas tembakau dan produk-produk turunannya merupakan produk
pertanian bernilai tinggi. Dari aspek ekonomi, tembakau merupakan sumber pendapatan petani, penerimaan pemerintah dari dalam negeri, dan menyediakan kesempatan kerja (Sudaryanto, 2010). Kondisi sektor tembakau ditinjau dari perkembangan ekonominya mengalami pasang surut selama kurun waktu penelitian ini. Secara umum, luas lahan tembakau mengalami tren penurunan dalam waktu penelitian (1990-2010). Produksi tembakau dari kurun waktu 20002010 juga terus mengalami penurunan. Harga riil daun tembakau mengalami peningkatan hingga tujuh kali lipat dari Rp 1 016 per kg pada tahun 1996 menjadi Rp 7 580 per kg pada tahun 2006 (Kosen, 2012). 5.1.1. Luas Lahan Perkebunan Tembakau Penelitian yang dilakukan oleh Kosen (2012) telah membahas lengkap mengenai kondisi luas lahan perkebunan tembakau di Indonesia. Dalam kurun waktu tahun 1990-2009, persentase luas lahan tembakau terhadap arable land menunjukkan kecenderungan yang menurun, yaitu dari 1.16 persen pada tahun 1990 menjadi 0.87 persen pada tahun 2009. Bersamaan dengan itu, proporsi lahan tembakau terhadap lahan pertanian, menunjukkan kecenderungan yang menurun juga, yaitu dari 0.52 persen tahun 1990 menjadi 0.38 persen tahun 2009. Kecenderungan yang menurun ini menunjukkan semakin sedikitnya lahan yang diutilisasi untuk ditanami tembakau. Menurut jenisnya, tembakau dapat dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu voor-oogst dan na-oogst. voor-oogst adalah kelompok tembakau yang biasa
ditanam pada musim hujan dan dipanen pada musim kemarau sedangkan na-oogst adalah jenis tembakau yang ditanam pada musim kemarau dan dipanen pada musim hujan. tembakau jenis voor-oogst merupakan jenis tembakau yang paling banyak ditanam oleh petani. salah satu varietas dalam tembakau voor-oogst adalah tembakau virginia. Sudaryanto (2010) mengemukakan bahwa tembakau virginia ini lah yang merupakan komoditas tembakau yang diperdagangkan di tingkat internasional. Luas lahan tembakau virginia mencapai 36 ribu hektar atau 17.1 persen dari lahan tembakau di indonesia pada 2007. 5.1.2. Produksi Tembakau Indonesia Menurut penelitian dari Kosen (2012), Selama kurun waktu 1990-2012, jumlah produksi daun tembakau Indonesia berfluktuasi. Tahun 2010 total produksi daun tembakau Indonesia mencapai 135.6 ribu ton Sementara itu, produksi daun tembakau pada tahun 2011 berada pada angka sementara 130,24 ribu ton, dan pada tahun 2012 diestimasi sejumlah 141.76 ribu ton. Data juga menunjukkan bahwa dalam kurun waktu 10 tahun terakhir (2000 – 2010) terjadi penurunan produksi daun tembakau sebesar 33 persen dari 204.3 ribu ton menjadi 135.7 ribu ton. Menurut Sudaryanto (2010), Untuk kasus Indonesia, produksi tembakau terus meningkat selama 1970–1972 sampai 1990–1992, tetapi kemudian menurun pada tahun 1997–1999 sebesar 11.5 persen. Pada tahun 1997–1999, pangsa produksi tembakau Indonesia sangat kecil yaitu hanya 1.82 persen dari produksi dunia atau 2.78 persen dari produksi negara berkembang. Sehingga dapat kita simpulkan bahwa produksi tembakau Indonesia terus mengalami peningkatan
55
dalam kurun waktu 1990-1999 namun mengalami penurunan dalam kurun waktu 2000-2010. Menurut Kosen (2012), Selama sepuluh tahun terakhir (2000 – 2010) terjadi kenaikan jumlah petani tembakau secara absolut maupun relatif terhadap jumlah seluruh pekerja, dari 665 ribu menjadi 689 ribu atau terjadi kenaikan sebesar 3.61 persen. Proporsi petani tembakau terhadap pekerja sektor pertanian tidak berubah, yaitu tetap pada angka 1.6 persen. Sementara itu, proporsi petani tembakau terhadap seluruh pekerja menurun dari 0.7 persen menjadi 0.6 persen. Dari uraian tersebut dapat kita ambil kesimpulan bahwa meskipun terjadi peningkatan jumlah petani, produksi tembakau justru mengalami penurunan. Hal ini mengimplikasikan terjadinya penyempitan lahan yang digunakan oleh masingmasing petani untuk menanam tembakau. 5.1.3. Konsumsi Tembakau Indonesia Menurut penelitian Sudaryanto (2010), di Indonesia, konsumsi tembakau terus meningkat selama 1970–1972 sampai 1997–1999, tetapi dengan laju peningkatan yang melambat, yaitu 147.3 persen pada tahun 1980–1982; 16.6 persen pada tahun 1990–1992; dan 13.6 persen pada tahun 1997–1999. Pada tahun 1997–1999, pangsa konsumsi Indonesia sangat kecil yaitu hanya 0.21 persen dari konsumsi dunia atau 0.33 persen dari konsumsi negara berkembang. Pada tahun 2000-2010 terjadi penurunan konsumsi tembakau dari 206 ribu ton pada tahun 2000 menjadi 127.4 ribu ton pada tahun 2010. Rata-rata penurunan konsumsi tembakau dari tahun 2000 sampai 2010 adalah sebesar 7.1 ribu ton per tahun. Dari uraian tersebut, dapat kita ambil kesimpulan bahwa seperti pada
56
produksi tembakau, konsumsi tembakau juga mengalami peningkatan dari tahun 1990-1999 namun mengalami penurunan mulai tahun 2000 sampai 2010. 5.1.4. Harga Tembakau Kosen (2012) mengemukakan bahwa harga riil daun tembakau mengalami peningkatan hingga tujuh kali lipat dari Rp 1 016 per kg pada tahun 1996 menjadi Rp 7 580 per kg pada tahun 2006. Hal ini tidak berimplikasi pada kesejahteraan petani. Hal ini karena harga daun tembakau ditentukan oleh berbagai faktor seperti kualitas daun, jenis tembakau, dan persediaan daun tembakau di pabrik rokok. Dari semua faktor tersebut, faktor yang paling menentukan adalah para grader. Grade (kualitas) harga daun tembakau ditentukan secara sepihak. Petani tidak pernah tahu bagaimana grader menentukan harga daun tembakau , sehingga posisi tawar petani berada pada posisi yang lemah. Harga tembakau berlapis-lapis tergantung dari kualitas daun, bahkan ada yang sampai 40 tingkatan mulai dari harga Rp 500 hingga Rp 25 ribu per kg, tergantung penilaian grader-nya. 5.2.
Kondisi Umum Sektor Rokok Kretek Kondisi umum sektor rokok telah diteliti oleh Kosen (2012). produksi
rokok Indonesia meningkat antara tahun 2005 sampai 2011, yakni dari 220 miliar batang menjadi 300 miliar batang (nilai estimasi). Produksi rokok tersebut didominasi oleh rokok jenis SKM (Sigaret Kretek Mesin) sebesar rata-rata 57.7 persen per tahunnya, kemudian diikuti oleh SKT (Sigaret Kretek Tangan) sekitar 35.5 persen per tahunnya dan SPM (Sigaret Putih Mesin) rata-rata 6.8 per tahunnya. Krisis moneter yang melanda kawasan negara-negara di Asia Tenggara ternyata tidak mempengaruhi produksi rokok di Indonesia. Tahun 1997-1998, saat inflasi di Indonesia mencapai 70 persen, produksi rokok di Indonesia tidak
57
terpengaruh oleh inflasi dan tetap tinggi pada 269.8 milyar batang rokok. Pangsa pasar rokok didominasi oleh tiga perusahaan besar yaitu Philip Morris International (PMI) - HM Sampoerna Tbk, Gudang Garam dan Djarum. Sebesar 37 persen pasar rokok Indonesia dikuasai oleh asing (Philip Morris dan BAT). Untuk jumlah pabrik pengolahan hasil tembakau, terjadi penurunan dari tahun 2009 ke tahun 2011. Kontribusi industri rokok pada perekonomian cenderung menurun. Antara tahun 1995-2008 kontribusi industri rokok menurun peringkatnya, masing-masing pada tahun 1995, 2000, 2005 dan 2008 dari urutan ke 15, 19, 20 dan 23. Jumlah pekerja industri pengolahan tembakau meningkat lebih dari 70 persen dari 194 650 pada tahun 1985 menjadi 331 590 pada tahun 2000. Proporsi pekerja sektor industri pengolahan tembakau terhadap total tenaga kerja Indonesia selalu dibawah 1 persen. Pertumbuhan pekerja industri pengolahan tembakau dibandingkan dengan total pekerja industri seringkali tidak sejalan. Pada tahun 2008-2009, pekerja di sektor pengolahan tembakau menurun 4.18 persen namun kebalikannya total pekerja industri justru meningkat. Pekerja di industri pengolahan tembakau didominasi oleh perempuan. Perbandingan berkisar 4 : 1 antara perempuan banding laki-laki. Sejak tahun 2000 sampai dengan 2011, ratarata upah nominal per bulan pekerja industri rokok selalu lebih rendah dari ratarata upah pekerja industri. Dibandingkan dengan rata-rata upah pekerja di industri makanan, rata-rata upah nominal per bulan pekerja industri rokok juga selalu lebih rendah. Ekspor rokok merupakan bagian kecil (0.28 persen – 0.42 persen) dari total nilai ekspor produk non migas. Dari tahun 2005 sampai 2011, persentase
58
ekspor rokok terhadap produksi selalu di bawah 0.03 persen. Demikian dengan presentase impor rokok terhadap produksi, presentasenya bahkan kurang dari 0.0002 persen. Dengan demikian sebagian besar produksi rokok Indonesia adalah untuk konsumsi domestik. Pada tahun 2011, nilai ekspor rokok Indonesia adalah sebesar US$ 549.8 juta atau sekitar 78.5 persen nilai ekspor produk tembakau. Kuantitas rokok yang diekspor sebanyak 59.1 juta kilogram atau sekitar 60 persen dari total kuantitas ekspor produk tembakau. Pada tahun 2011, nilai ekspor netto dari rokok adalah positif US$ 543 515 020 dengan nilai ekspor US$ 549 765 664 dan nilai impor US$ 6.250.644. Dari enam jenis rokok yang di ekspor oleh Indonesia, nilai ekspor terbesar adalah dari sigaret mengandung tembakau (rokok putih), kedua sigaret kretek, dan ketiga adalah cerutu, cheroots dan cerutu kecil mengandung tembakau. Tahun 2010, tiga besar negara penerima ekspor sigaret kretek dari Indonesia adalah Singapura, Malaysia dan Timor Leste. Sedangkan untuk ekspor rokok selain kretek, negara tujuan ekspor rokok jenis ini didominasi oleh Kamboja, Malaysia, Thailand, Turki dan Singapura. Pada tahun 2010, rokok dari Indonesia paling banyak diekspor ke Kamboja, Malaysia, Singapura, Thailand dan Turki. Ditinjau dari impor, Indonesia paling banyak mengimpor rokok dari Jerman dan Cina. 5.2.1. Produksi Rokok Kretek Menurut data dari BPS (2012), produksi rokok kretek cenderung mengalami peningkatan dari tahun 1990-2010. Pada tahun 1990 produksi rokok sebesar 139 milyar batang menjadi 234.12 milyar batang pada tahun 2010. Ratarata peningkatan produksi rokok kretek per tahunnya adalah sebesar 4.5 milyar batang per tahun. Menurut Kosen (2012), Berdasarkan pengklasifikasian jenis
59
rokok, dalam periode 2005 – 2010, produksi rokok jenis SKM (Sigaret Kretek Mesin) berada di kisaran 57.7 persen dari total produksi rokok nasional, diikuti dengan SKT (Sigaret Kretek Tangan sekitar 35.5 persen dan SPM (Sigaret Putih Mesin) sekitar 6.8 persen tiap tahunnya. 5.2.2. Konsumsi Rokok Kretek Menurut Kosen (2012), Permintaan akan rokok bersifat inelastis, dimana besarnya penurunan konsumsi rokok lebih kecil daripada peningkatan harganya, sehingga penurunan konsumsi rokok akibat peningkatan cukai akan meningkatkan penerimaan negara. Hal ini juga memperlihatkan bahwa rokok adalah barang yang menimbulkan kecanduan bagi pemakainya. Data BPS menunjukkan bahwa konsumsi rokok kretek meningkat dari 154.7 milyar batang rokok pada 1990 menjadi 218.4 milyar batang pada tahun 2010. 5.2.3. Harga dan Tarif Cukai Rokok Kretek Tarif cukai rokok kretek mengalami peningkatan dari kurunwaktu 1990 sampai 2010. Tarif cukai rokok kretek ini dibebankan kepada konsumen rokok kretek sehingga secara teori akan mengurangi konsumsi rokok kretek namun menurut Kosen (2012), permintaan rokok bersifat inelastis terhadap harga. Hal ini berimplikasi bahwa peningkatan tarif cukai rokok kretek tidak akan berpengaruh banyak terhadap konsumsi rokok kretek. Harga rokok kretek mengalami peningkatan tiap tahun. Hal ini di tunjukkan oleh dat dari BPS. Pada tahun 1990, harga riil rokok di tingkat konsumen adalah sebesar Rp 184.9 per batang pada tahun 2008 menjadi Rp 433.13 per batang. Secara rata-rata, harga riil rokok kretek ini meningkat sebesar Rp 13.79 per batang per tahun.
60
VI. FAKTOR FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP PERMINTAAN, PENAWARAN DAN HARGA TEMBAKAU DAN ROKOK KRETEK 6.1.
Hasil Estimasi Model Model ekonometrika pengaruh kenaikan tarif cukai rokok kretek dalam
penelitian ini merupakan model simultan dinamis yang dibangun dari 17 persamaan, terdiri dari 13 persamaan struktural dan empat persamaan identitas. Hasil estimasi model dalam penelitian ini dihasilkan setelah melalui beberapa tahapan respesifikasi model. Data yang digunakan adalah data time series tahunan dengan periode pengamatan dari tahun 1990 sampai tahun 2010. Secara keseluruhan estimasi model yang dilakukan menunjukkan hasil yang cukup baik dilihat dari kriteria ekonomi (kesesuaian tanda), kriteria statistik, dan kriteria ekonometrika. Setiap persamaan struktural mempunyai besaran parameter dan tanda sesuai hipotesis dan logis dari sudut pandang ekonomi. Persamaan struktural mempunyai nilai koefisien determinasi (R2) diatas 0.5 adalah sebanyak 11 persamaan atau hanya dua persamaan yang memiliki R2 di bawah 0.5. Hal ini menunjukkan bahwa secara umum masing-masing keragaman variabel endogen dapat dijelaskan oleh variabel-variabel eksogen yang dimasukkan dalam persamaan struktural. Berdasarkan uji statistik-F diperoleh hasil bahwa 12 persamaan struktural dalam model memiliki P-value pada uji statistik-F lebih kecil dari taraf α sebesar 15 persen yang berarti variabel eksogen dalam setiap persamaan struktural di dalam model secara bersama-sama mampu menjelaskan dengan baik variabel endogennya. Hasil uji statistik-t menunjukkan bahwa dengan pengujian satu arah ada beberapa variabel eksogen yang tidak berpengaruh nyata terhadap variabel
endogennya pada taraf α 15 persen namun yang diutamakan pada penelitian ini adalah kelogisan dan kesesuaian besaran dan tanda dengan teori ekonomi. Uji statistik Durbin-Watson pada penelitian ini menunjuukan bahwa tidak ada persamaan dalam model yang mengandung lag endogenous variable menunjukkan bahwa angka DW yang di dapat dari estimasi data masih termasuk dalam range tabel. Uji statistik Durbin-h menunjukkan bahwa terdapat lima persamaan yang tidak terdefinisikan nilai Dh pada uji statistik Durbin-h dan satu persamaan yang terdeteksi memiliki serial korelasi. Menurut Pindyck dan Rubinfeld (1998), masalah autocorrelation hanya akan mengurangi efisiensi estimasi parameter dan tidak menimbulkan bias estimasi parameter regresi. 6.1.1. Luas Lahan Perkebunan Tembakau Virginia Hasil estimasi menggunakan program SAS 9.0 for Windows secara lengkap dapat dilihat pada lampiran 6. Adapun Secara ringkas, hasil estimasi persamaan luas lahan perkebunan tembakau dapat dilihat pada tabel 6 berikut: Tabel 6. Hasil Estimasi Persamaan Luas Lahan PerkebunanTembakau Virginia Variabel
Pr > |t|
Intercept HTDP
Parameter Estimasi 14 199.9900 0.3478
0.0359 0.1026
0.1064
0.1571
HTVDP
0.8346
0.0054
0.2742
0.4047
-4.4832
0.0653
-0.1364
-0.2014
LLKTV
0.3225
0.0474
R-Square
0.5028
Pr > F
HP
Elastisitas SR LR
0.0127
Dh
Keterangan Intercept harga riil tembakau di tingkat petani (000 Rp/ton) harga riil tembakau virginia untuk keperluan ekspor di tingkat petani (000 Rp/ton) harga riil pupuk di tingkat petani (000 Rp/ton) lag luas perkebunan tembakau virginia (Ha) 0.5573
Sumber: Data, diolah (2013) Koefisien determinasi (R2) yang didapat dari persamaan luas perkebunan tembakau virginia adalah sebesar 0.50. Adapun artinya adalah bahwa sebesar 50 persen keragaman luas lahan perkebunan tembakau virginia dapat dijelaskan oleh
62
variabel-variabel eksogen yang terdapat di dalam persamaan sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel-variabel lain di luar persamaan. Pada tabel 6, dapat diketahui bahwa variabel-variabel yang berpengaruh nyata pada taraf α 15 persen adalah variabel harga riil tembakau di tingkat petani, harga riil tembakau virginia untuk keperluan ekspor di tingkat petani, harga riil pupuk di tingkat petani dan luas perkebunan tembakau virginia pada tahun sebelumnya. Pada taraf α 15 persen, tidak ada variabel yang tidakberpengaruh nyata. Hal ini didukung oleh hasil uji statistik F yang menunjukkan bahwa variabel-variabel di dalam persamaan luas lahan perkebunan tembakau virginia secara bersama-sama berpengaruh secara signifikan pada taraf α 15 persen. Variabel harga riil tembakau di tingkat petani berpengaruh positif dengan parameter estimasi (koefisien) sebesar 0.35. Adapun artinya adalah bahwa apabila terjadi perubahan harga riil tembakau di tingkat petani sebesar Rp 1 000 per ton, maka akan terjadi perubahan luas lahan perkebunan tembakau sebesar 0.35 Ha searah dengan perubahan harga riil tembakau di tingkat petani, cateris paribus. Baik untuk jangka panjang maupun jangka pendek, harga riil tembakau di tingkat petani berpengaruh secara inelastis. Hal ini menunjukkan bahwa luas lahan tembakau virginia relatif lamban dalam merespon perubahan ekonomi yang terjadi. Hal ini dapat dibuktikan dengan berpengaruhnya luas lahan perkebunan tembakau pada tahun sebelumnya. Variabel harga riil tembakau virginia untuk keperluan ekspor di tingkat petani juga berpengaruh secara positif dengan koefisien 0.83. Adapun artinya adalah apabila terjadi perubahan harga riil tembakau virginia untuk keperluan ekspor di tingkat petani sebesar Rp 1 000 per ton, maka luas lahan perkebunan
63
tembakau virginia akan berubah searah dengan perubahan harga riil tembakau virginia untuk keperluan ekspor di tingkat petani sebesar 0.83 Ha, cateris paribus. Ditinjau dari sisi elastisitas, harga riil tembakau virginia untuk keperluan ekspor di tingkat petani berpengaruh secara inelastis baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek. Hal ini menunjukkan bahwa luas lahan perkebunan tembakau virginia relatif lamban dalam merespon perubahan ekonomi yang terjadi. Hal ini dapat dibuktikan dengan berpengaruhnya luas lahan perkebunan tembakau pada tahun sebelumnya. Variabel harga riil pupuk di tingkat petani berpengaruh secara negatif dengan koefisien sebesar 4.48. Hal ini berarti bahwa setiap perubahan harga riil pupuk di tingkat petani sebesar Rp 1 000 per ton maka akan direspon oleh luas lahan perkebunan tembakau virginia dengan perubahan sebesar 4.48 Ha berlawanan arah dengan arah perubahan harga riil pupuk di tingkat petani, cateris paribus. Ditinjau dari sisi elastisitas, harga riil pupuk di tingkat petani berpengaruh secara inelastis baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek. Hal ini menunjukkan bahwa luas lahan perkebunan tembakau virginia relatif lamban dalam merespon perubahan ekonomi yang terjadi. Hal ini dapat dibuktikan dengan berpengaruhnya luas lahan perkebunan tembakau pada tahun sebelumnya. 6.1.2. Luas Lahan Perkebunan Tembakau Selain Virginia Hasil estimasi persamaan luas lahan perkebunan tembakau selain virginia dengan bantuan software SAS 9.0 for Windows dapat dilihat pada lampiran 6. Koefisien determinasi (R2) yang didapat adalah sebesar 0.39. Adapun artinya bahwa variabel-variabel di dalam persamaan luas lahan perkebunan tembakau
64
selain virginia secara bersama-sama mempengaruhi keragaman luas lahan perkebunan tembakau selain virginia sebesar 39 persen, sisanya dijelaskan oleh variabel-variabel lain di luar persamaan. Secara ringkas hasil estimasi persamaan luas lahan perkebunan tembakau selain virginia dapat dilihat pada tabel 7 berikut: Tabel 7. Hasil Estimasi Persamaan Luas Lahan Perkebunan Tembakau Selain Virginia Variabel
Parameter Estimasi 163 276.7000 8.0708
Pr > |t| <.0001 0.0784
0.4877
-
HG
-91.6021
0.0270
-0.6063
-
UB
-3.6822
0.3097
-0.0880
-
4 128.3240
0.2072
0.2592
-
Pr > F
0.0501
Intercept HTDP
T R-Square
0.3862
Elastisitas SR LR
DW
Keterangan Intercept harga riil tembakau di tingkat petani (000 Rp/ton) harga riil gabah di tingkat petani (000 Rp/ton) rata-rata upah riil buruh tani tembakau (000 Rp/tahun) tingkat teknologi 1.7950
Sumber: Data, diolah (2013) Pada taraf nyata α 15 persen, variabel yang berpengaruh secara nyata pada persamaan luas lahan perkebunan tembakau selain virginia adalah harga riil tembakau di tingkat petani dan harga riil gabah di tingkat petani. Variabel yang tidak berpengaruh secara nyata pada taraf α 15 persen adalah rata-rata upah riil buruh tani tembakau. Adapun penyebab dari tidak berpengaruh secara nyata variabel rata-rata upah riil buruh tani tembakau adalah bahwa buruh tani tembakau tidak memiliki posisi tawar yang tinggi dalam penentuan penggunaan lahan. Pemilik lahan memiliki posisi tawar yang lebih tinggi dalam penentuan penggunaan lahan yang dimiliki. Variabel harga riil tembakau di tingkat petani berpengaruh secara positif dengan koefisien 8.07. Adapun artinya adalah apabila terjadi perubahan harga riil tembakau di tingkat petani sebesar Rp 1 000 per ton ,cateris paribus, maka luas lahan perkebunan tembakau selain virginia akan mengalami perubahan sebesar 8.07 Ha searah dengan perubahan harga riil tembakau di tingkat petani. Ditinjau 65
dari elastisitas, harga riil tembakau di tingkat petani berpengaruh secara inelastis dalam jangka pendek. Variabel harga riil gabah di tingkat petani berpengaruh secara negatif dengan koefisien sebesar 91.6. Hal ini berarti bahwa apabila terjadi perubahan harga riil gabah sebesar Rp 1 000 per ton, maka akan menyebabkan perubahan luas lahan perkebunan tembakau selain virginia sebesar 91.6 Ha berlawanan arah dengan arah perubahan harga riil gabah di tingkat petani, cateris paribus. Hal ini menunjukkan bahwa petani akan menanam tanaman yang memberikan harga jual lebih baik di lahan yang dimilikinya. Ditinjau dari elastisitas, variabel harga riil gabah di tingkatpetani berpengaruh secara inelastis pada jangka pendek. Hal ini disebabkan karena harga tembakau di tingkat petani relatif lebih mahal dari harga gabah di tingkat petani selama kurun waktu penelitian (BPS, 2012). 6.1.3. Luas Lahan Perkebunan Tembakau Total Persamaan luas lahan perkebunan tembakau total merupakan persamaan penjmlahan dari luas lahan perkebunan tembakau virginia dan luas lahan perkebunan tembakau selain virginia. Secara matematis dapat di rumuskan sebagai berikut: LKTT t = LKTV t + LKTSV t dimana: LKTT t
= luas lahan perkebunan tembakau total pada tahun ke t (Ha)
LKTV t
= luas lahan perkebunan tembakau virginia pada tahun ke t (Ha)
LKTSV t
= luas lahan perkebunan tembakau selain virginia pada tahun Ke t (Ha)
66
Dari persamaan tersebut, dapat kita simpulkan bahwa luas lahan perkebunan tembakau total akan berubah searah perubahan luas lahan perkebunan tembakau virginia maupun perubahan luas lahan perkebunan tembakau selain virginia. 6.1.4. Produksi Tembakau Domestik Hasil estimasi persamaan produksi tembakau domestik dengan bantuan software SAS 9.0 for Windows secara lengkap dapat dilihat pada lampiran 6. Koefisien determinasi (R2) yang di dapatkan adalah sebesar 0.85. Adapun artinya adalah bahwa keragaman produksi tembakau domestik dapat dijelaskan oleh variabel-variabel yang terdapat di dalam persamaan produksi tembakau domestik sebesar 85 persen, sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel lain di luar persamaan. Secara ringkas hasil estimasi persamaan produksi tembakau domestik dapat dilihat pada tabel 8 berikut: Tabel 8. Hasil Estimasi Persamaan Produksi Tembakau Domestik Variabel Intercept LKTT
Parameter Estimasi -61 022.2000 0.8960
Pr > |t|
Elastisitas SR LR
0.0130 <.0001
1.1899
-
CH T R-Square
5.5170 1 688.8510 0.8505
0.2439 0.0038 Pr > F
0.0815 0.1179 <.0001
DW
Keterangan Intercept luas lahan perkebunan tembakau total (Ha) curah hujan (mm/tahun) tingkat teknologi 1.9954
Sumber: Data, diolah (2013) Berdasarkan tabel 8 di atas, variabel yang berpengaruh secara nyata pada taraf α 15 persen adalah variabel luas lahan perkebunan tembakau total dan tingkat teknologi. Variabel yang tidak berpengaruh secara nyata pada taraf α 15 persen adalah variabel curah hujan. Variabel curah hujan tidak berpengaruh secara nyata karena selama kurun waktu penelitian terjadi inovasi teknologi penanaman tembakau yang mengurangi ketergantungan produksi tembakau terhadap curah hujan. Hal ini di tunjukkan oleh berpengaruh nyatanya variabel tingkat teknologi.
67
Variabel luas lahan perkebunan tembakau total berpengaruh secara positif dengan koefisien sebesar 0.896. Adapun artinya adalah apabila terjadi perubahan luas lahan perkebunan tembakau total sebesar satu Ha, maka produksi tembakau domestik akan berubah sebesar 0.896 ton searah dengan perubahan luas lahan perkebunan tembakau total. Ditinjau dari elastisitas, luas lahan perkebunan tembakau total berpengaruh secara elastis dalam jangka pendek. Hal ini mengindikasikan ketergantungan yang besar produksi tembakau domestik terhadap luas lahan perkebunan tembakau total. Lebih jelasnya lahan perkebunan tembakau di Indonesia memiliki tingkat produktivitas yang tinggi untuk menghasilkan daun tembakau. 6.1.5. Total Ekspor Tembakau Hasil estimasi persamaan total ekspor tembakau dengan bantuan software SAS 9.0 for Windows secara lengkap dapat dilihat pada lampiran 6. Besaran koefisien determinasi (R2) yang didapat dari estimasi persamaan total ekspor tembakau adalah sebesar 0.77. Adapun artinya adalah variabel-variabel di dalam persamaan total ekspor tembakau secara bersama-sama dapat menjelaskan keragaman total ekspor tembakau sebesar 77 persen, sisanya dijelaskan oleh variabel lain di luar persamaan. Secara ringkas, hasil estimasi persamaan total ekspor tembakau dapat dilihat pada tabel 9 berikut: Tabel 9. Hasil Estimasi Persamaan Total Ekspor Tembakau Variabel Intercept HTDK HTETI T LTET R-Square
Parameter Estimasi 19 856.0200 -0.2444
Pr > |t|
Elastisitas SR LR
0.0293 0.3096
-0.1706
-0.2239
0.1813
0.1944
0.0953
0.1251
1 345.8610 0.2380 0.7664
0.0485 0.1559 Pr > F
0.3665
0.4810
<.0001
Dh
Keterangan Intercept harga riil tembakau di tingkat konsumen (000 Rp/ton) harga riil tembakau ekspor Indonesia (000 Rp/ton) tingkat teknologi lag total ekspor tembakau (ton) tidak terdefinisi
Sumber: Data, diolah (2013) 68
Berdasarkan tabel 9 di atas, dapat diketahui bahwa hanya variabel tingkat teknologi yang berpengaruh secara nyata pada taraf α 15 persen. Variabel yang tidak berpengaruh secara nyata adalah variabel harga riil tembakau di tingkat konsumen, harga riil tembakau ekspor Indonesia dan total ekspor tembakau pada tahun sebelumnya. Sistem perdagangan tembakau internasional adalah melalui sistem lelang (World Trade Tobacco, 2012). Sistem lelang menyebabkan eksportir tidak dapat mengetahui besarnya harga ekspor yang akan didapat apabila melakukan ekspor tembakau sebelum tembakau tersebut ditawar oleh importir. Eksportir melakukan spekulasi apabila melakukan ekspor tembakau dan spekulasi membutuhkan sumber informasi yang cepat, akurat dan terpercaya untuk melakukan peramalan. Teknologi informasi, komunikasi dan transportasi dapat memberikan solusi mendapatkan sumber informasi tersebut sehingga tingkat teknologi berpengaruh secara positif secara inelastis. 6.1.6. Total Impor Tembakau Hasil estimasi persamaan total impor tembakau dengan bantuan software SAS 9.0 for Windows dapat dilihat secara lengkap pada lampiran 6. Nilai koefisien determinasi (R2) persamaan total impor tembakau yang didapatkan adalah sebesar 0.64. Adapun artinya adalah variabel-variabel dalam persamaan total impor tembakau secara bersama-sama berpengaruh terhadap keragaman total impor tembakau sebesar 64 persen, sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel lain diluar persamaan total impor tembakau. Secara ringkas, hasil estimasi persamaan total impor tembakau dapat dilihat dari tabel 10 berikut:
69
Tabel 10. Hasil Estimasi Persamaan Total Impor Tembakau Variabel
Parameter Estimasi 3 901.7460 1.0652
Pr > |t| 0.3243 0.0087
0.7006
1.2118
HTMTI
-0.2705
0.1371
-0.1886
-0.3263
LTMT R-Square
0.4218 0.6408
0.0507 Pr > F
0.0004
Intercept HTDK
Elastisitas SR LR
Dh
Keterangan Intercept harga riil tembakau di tingkat konsumen (000 Rp/ton) harga riil tembakau impor Indonesia (000 Rp/ton) lag total impor tembakau (ton) tidak terdefinisi
Sumber: Data, diolah (2013) Berdasarkan tabel 6, dapat diketahui bahwa variabel yang berpengaruh nyata pada taraf α 15 persen adalah variabel harga riil tembakau di tingkat konsumen, harga riil tembakau impor Indonesia dan total impor tembakau pada tahun sebelumnya. Pada persamaan total impor tembakau ini, tidak ada variabel yang tidak berpengaruh nyata pada taraf α 15 persen. Hal ini sesuai dengan hasil uji statistik-F yang menunjukkan bahwa variabel-variabel di dalam persamaan total impor tembakau bersama-sama berpengaruh secara signifikan pada taraf α 15 persen. Variabel harga riil tembakau di tingkat konsumen bepengaruh secara positif dengan koefisien 1.07. Adapun artinya adalah apabila terjadi perubahan harga riil tembakau di tingkat konsumen, cateris paribus, sebesar Rp 1 000 per ton, maka total impor tembakau akan berubah sebesar 1.07 ton searah dengan perubahan harga riil tembakau di tingkat konsumen. Secara ringkas, dalam melakukan impor tembakau, importir mempertimbangkan harga tembakau di dalam negeri sebagai pertimbangan dalam melakukan impor tembakau dan akan menambah jumlah impor tembakau apabila harga tembakau di dalam negeri meningkat. Ditinjau dari elastisitasnya, variabel harga riil tembakau di tingkatkonsumen berpengaruh secara inelastis untuk jangka pendek dan elastis untuk jangka panjang. Hal ini menunjukkan bahwa total impor tembakau relatif
70
lambat dan memerlukan waktu untuk menyesuaikan diri dengan perubahan ekonomi yang terjadi. Hal ini didukung oleh berpengaruhnya variabel total impor tembakau pada tahun sebelumnya. Variabel harga riil tembakau impor Indonesia berpengaruh negatif dengan koefisien 0.27. Adapun artinya adalah apabila terjadi perubahan harga riil tembakau impor Indonesia, cateris paribus, sebesar Rp 1 000 per ton maka akan terjadi perubahan total impor tembakau sebesar 0.27 ton berlawanan arah dengan laju perubahan harga riil tembakau impor Indonesia. Ditinjau dari elastisitas, harga riil tembakau impor Indonesia berpengaruh secara inelastis baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek. Hal ini menunjukkan bahwa total impor tembakau relatif lambat dan memerlukan waktu untuk menyesuaikan diri dengan perubahan ekonomi yang terjadi. Hal ini didukung oleh berpengaruhnya variabel total impor tembakau pada tahun sebelumnya. 6.1.7. Penawaran Tembakau Persamaan penawaran tembakau pada penelitian ini merupakan persamaan identitas yang terdiri dari variabel produksi tembakau domestik, variabel total ekspor tembakau dan variabel total impor tembakau. Penawaran tembakau didapatkan dari produksi tembakau domestik dikurang total ekspor tembakau ditambah totalimpor tembakau. Secara matematis persamaan penawaran tembakau dapat dirumuskan sebagai berikut: ST t = PTD t – TET t + TMT t dimana: ST t = penawaran tembakau pada tahun ke t (ton) PTD t = produksi tembakau domestik pada tahun ke t (ton)
71
TET t = total ekspor tembakau pada tahun ke t (ton) TMT t = total impor tembakau pada tahun ke t (ton) Dapat disimpulkan apabila terjadi peningkatan produksi tembakau domestik, cateris paribus, maka penawaran tembakau akan ikut meningkat dan sebaliknya. Hal tersebut juga berlaku pada peningkatan total impor tembakau. Total ekspor tembakau berpengaruh secara negatif atau apabila terjadi peningkatan total ekspor tembakau, cateris paribus, maka penawaran tembakau justru menurun dan sebaliknya. 6.1.8. Permintaan Tembakau oleh Industri Rokok Kretek Hasil estimasi persamaan permintaan tembakau oleh industri rokok kretek dengan bantuan software SAS 9.0 for Windows secara lengkap dapat dilihat pada lampiran 6. Adapun secara ringkas dapat dilihat pada tabel 11 berikut: Tabel 11. Hasil Estimasi Persamaan Permintaan Tembakau oleh Industri Rokok Kretek Variabel Intercept HTDK
Parameter Estimasi 20 321.6800 -0.5269
Pr > |t|
Elastisitas SR LR
0.2792 0.2305
-0.1323
-0.4712
75.5479
0.2611
0.1183
0.4210
HC T LDTORK
-0.2442 1 907.8580 0.7191
0.0571 0.0746 0.0037
-0.0580 0.1869
-0.2064 0.6656
R-Square
0.8845
HRK
Pr > F
<.0001
Dh
Keterangan Intercept harga riil tembakau di tingkat konsumen (000 Rp/ton) harga riil rokok kretek di tingkat produsen (Rp/batang) harga riil cengkeh (000 Rp/ton) tingkat teknologi lag permintaan permintaan tembakau oleh industri rokok kretek (ton) tidak terdefinisi
Sumber: Data, diolah (2013) Koefisien determinasi (R2) yang didapat dari persamaan permintaan tembakau oleh industri rokok kretek adalah sebesar 0.88. Adapun artinya adalah variabelvariabel di dalam persamaan permintaan tembakau oleh industri rokok kretek secara bersama-sama mampu menjelaskan keragaman permintaan tembakau oleh
72
industri rokok kretek sebesar 88 persen, sisanya dijelaskan oleh variabel lain di luar persamaan. Berdasarkan tabel 11, variabel yang berpengaruh nyata pada taraf α 15 persen adalah variabel harga riil cengkeh, tingkat teknologi dan permintaan tembakau oleh industri rokok kretek pada tahun sebelumnya. Variabel yang tidak berpengaruh secara nyata adalah harga riil tembakau di tingkat konsumen dan harga riil rokok kretek di tingkat produsen. Hal ini disebabkan karena dengan tingkat biaya yang dikeluarkan sebuah perusahaan rokok kretek untuk membeli tembakau selama kurun waktu penelitian, perusahaan rokok kretek tersebut masih mendapatkan keuntungan. Hal ini disebabkan konsumsi rokok kretek yang selalu mendekati penawaran rokok kretek sehingga perusahaan rokok kretek selalu untung karena hampir seluruh produknya diserap pasar (Tjahjapriadi dan Indarto, 2003). Variabel harga riil cengkeh berpengaruh secara negatif dengan koefisien sebesar 0.24. Adapun artinya adalah apabila terjadi perubahan harga riil cengkeh sebesar Rp 1 000 per ton, cateris paribus, maka akan terjadi perubahan permintaan tembakau oleh industri rokok kretek sebesar 0.24 ton berlawanan arah dengan laju perubahan harga riil cengkeh. Ditinjau dari elastisitasnya, variabel harga riil cengkeh berpengaruh secara inelastis baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek. Hal ini membuktikan bahwa permintaan tembakau oleh industri rokok kretek relatif lambat dalam merespon perubahan ekonomi yang terjadi sesuai dengan berpengaruhnya variabel permintaan tembakau oleh industri rokok kretek pada tahun sebelumnya.
73
6.1.9. Permintaan Tembakau Total Pada penelitian ini, persamaan permintaan tembakau total merupakan persamaan identitas yang terdiri dari variabel permintaan tembakau oleh industri rokok kretek dan permintaan tembakau oleh perusahaan lain. Permintaan tembakau total merupakan penjumlahan dari permintaan tembakau oleh industri rokok kretek dan permintaan tembakau oleh industri lain. Secara matematis, persamaan tembakau total dapat dirumuskan sebagai berikut: DTT t = DTORK t + DTOPLt dimana: DTT t
= permintaan tembakau total pada tahun ke t (ton)
DTORK t = permintaan tembakau oleh industri rokok kretek pada tahun ke t (ton) DTOPLt
= permintaan tembakau oleh industri lain pada tahun ke t (ton)
Berdasarkan persamaan tersebut dapat kita simpulkan bahwa apabila terjadi peningkatan permintaan tembakau oleh industri rokok kretek, cateris paribus, maka permintaan tembakau total akan mengalami peningkatan dan berlaku pula sebaliknya apabila terjadi penurunan permintaan tembakau oleh industri rokok kretek, cateris paribus, maka akan terjadi penurunan permintaan tembakau total. 6.1.10. Harga Riil Tembakau di Tingkat Petani Hasil estimasi persamaan harga riil tembakau di tingkat petani dengan bantuan software SAS 9.0 for Windows secara lengkap dapat dilihat pada lampiran 6. Koefisien determinasi (R2) yang didapat dari persamaan harga riil tembakau di tingkat petani adalah sebesar 0.97. Adapun artinya adalah bahwa
74
variabel-variabel pada persamaan harga riil tembakau di tingkat petani secara bersama-sama mempengaruhi keragaman harga riil tembakau di tingkat petani sebesar 97 persen, sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel lain di luar persamaan harga riil tembakau di tingkat petani. Secara ringkas hasil estimasi persamaan harga riil tembakau di tingkat petani dapat dilihat pada tabel 12 berikut: Tabel 12. Hasil Estimasi Persamaan Harga Riil Tembakau di Tingkat Petani Variabel
Parameter Estimasi -7 746.4200 -0.0213
Pr > |t| 0.0035 0.1956
-0.3166
-0.6364
LDTT
0.0224
0.1636
0.3277
0.6588
HTDK
0.4754
0.0001
1.2660
2.5449
LHTDP
0.5025
0.0003
R-Square
0.9764
Pr > F
Intercept LPTD
Elastisitas SR LR
<.0001
Dh
Keterangan Intercept lag produksi tembakau domestik (ton) lag permintaan tembakau total (ton) harga riil tembakau di tingkat konsumen (000 Rp/ton) lag harga riil tembakau di tingkat petani (000 Rp/ton) 2.2335
Sumber: Data, diolah (2013) Berdasarkan tabel 12 di atas, dapat diketahui bahwa variabel yang berpengaruh secara nyata pada taraf α 15 persen adalah variabel harga riil tembakau di tingkat konsumen dan variabel harga riil tembakau di tingkat petani pada tahun sebelumnya. Variabel yang tidak berpengaruh secara nyata pada taraf α 15 persen adalah variabel produksi tembakau domestik pada tahun sebelumnya dan permintaan tembakau total pada tahun sebelumnya. Hal ini sesuai dengan penelitian Kosen (2012), bahwa penentuan harga riil tembakau di tingkat petani dilakukan oleh grader sehingga petani tidak memiliki daya tawar untuk menentukan harga jual tembakaunya. Selain itu, salah satu asumsi yang merusak asumsi pasar persaingan sempurna adalah campur tangan pemerintah (Perloff, 2008). Campur tangan pemerintah dalam penentuan tarif cukai rokok secara tidak langsung mempengaruhi komoditas tembakau sehingga permintaan dan
75
penawaran tembakau tidak berpengaruh terhadap harga riil tembakau di tingkat petani seperti pada asumsi pasar persaingan sempurna. Variabel harga riil tembakau di tingkat konsumen berpengaruh secara positif dengan koefisien 0.48. Adapun artinya adalah bahwa apabila terjadi perubahan harga riil tembakau di tingkat konsumen sebesar Rp 1 000 per ton, cateris paribus, maka akan terjadi perubahan harga riil tembakau di tingkat petani sebesar Rp 480 per ton searah dengan laju perubahan harga riil tembakau di tingkat konsumen. Hal ini disebabkan karena dalam penentuan grade dan harga masing-masing grade, seorang grader yang rasional akan mempertimbangkan harga jual tembakau tersebut. Ditinjau dari elastisitas, variabel harga riil tembakau di tingkat konsumen berpengaruh secara elastis dalam jangka panjang maupun jangka pendek. 6.1.11. Harga Riil Tembakau di Tingkat Konsumen Hasil estimasi persamaan harga riil tembakau di tingkat konsumen dengan bantuan software SAS 9.0 for Windows dapat dilihat secara lengkap pada lampiran 6. Adapun secara sederhana dapat dilihat pada tabel 13 berikut: Tabel 13. Hasil Estimasi Persamaan Harga Riil Tembakau di Tingkat Konsumen Variabel Intercept LST LDTT LHTDK
Parameter Estimasi -981.9580 -0.0179 0.0386 0.9578
Pr > |t|
Elastisitas SR LR
0.3980 0.2570 0.0921 <.0001
-0.1016 0.2122
R-Square
0.8942
Pr > F
<.0001
-2.4095 5.0304
Dh
Keterangan Intercept lag penawaran tembakau (ton) lag permintaan tembakau total (ton) lag harga riil tembakau di tingkat konsumen (000 Rp/ton) 0.0824
Sumber: Data, diolah (2013) Nilai koefisien determinasi (R2) yang didapat dari persamaan harga riil tembakau di tingkat konsumen adalah sebesar 0.89. Adapun artinya adalah bahwa variabelvariabel di dalam persamaan harga riil tembakau di tingkat konsumen secara
76
bersama-sama mampu menjelaskan keragaman harga riil tembakau di tingkat kosumen sebesar 89 persen, sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel lain di luar persamaan. Dari tabel 13, dapat diketahu bahwa variabel yang berpengaruh secara nyata pada taraf α 15 persen adalah variabel permintaan tembakau total pada tahun sebelumnya dan harga riil tembakau di tingkat konsumen pada tahun sebelumnya. Variabel yang tidak berpengaruh secara nyata pada taraf α 15 persen adalah variabel penawaran tembakau pada tahun sebelumnya. Adapun hal ini sesuai dengan asumsi bahwa pasar persaingan sempurna pada komoditas tembakau dirusak oleh adanya penetapan tarif cukai rokok sehingga harga komoditas tembakau bukan lagi didasarkan pada perpotongan kurva penawaran dan permintaan. Hal ini juga mengindikasikan bahwa konsumen tembakau atau perusahaan rokok memiliki daya tawar yang lebih tinggi dari tengkulak ataupun grader sebagai penyedia tembakau. Variabel permintaan tembakau total pada tahun sebelumnya berpengaruh secara positif dengan nilai koefisien sebesar 0.04. Adapun artinya adalah apabila terjadi perubahan permintaan tembakau total pada tahun sebelumnya sebesar satu ton, cateris paribus, maka akan terjadi perubahan harga riil tembakau di tingkat konsumen sebesar Rp 40 rupiah per ton searah dengan laju perubahan permintaan tembakau total pada tahun sebelumnya. Ditinjau dari elastisitas, variabel permintaan tembakau total pada tahun sebelumnya berpengaruh secara inelastis pada jangka pendek dan kemudian menjadi elastis pada jangka panjang. Hal ini mengindikasikan bahwa harga riil tembakau di tingkat konsumen cenderung lambat dalam menyesuaikan diri dengan perubahan ekonomi yang terjadi. Hal ini
77
didukung dengan berpengaruhnya variabel harga riil tembakau pada tahun sebelumnya. 6.1.12. Produksi Rokok Kretek Hasil estimasi persamaan produksi rokok kretek secara lengkap dapat dilihat pada lampiran 6. Adapun secara ringkas dapat dilihat pada tabel 14 berikut: Tabel 14. Hasil Estimasi Persamaan Produksi Rokok Kretek Variabel Intercept HRK
Parameter Estimasi 31 249.6000 128.3749
0.3257 0.2710
0.1206
0.3900
HEXRK
115.0366
0.2286
0.0902
0.2918
HTDK
-0.5996
0.3243
-0.0904
-0.2923
HC LTB T LPRK
-0.4713 -218.0930 2 100.5650 0.6908
0.0593 0.4429 0.2196 0.0085
-0.0671 -0.0198 0.1235
-0.2172 -0.0641 0.3995
0.8896
Pr > F
<.0001
R-Square
Pr > |t|
Elastisitas SR LR
Dh
Keterangan Intercept harga riil rokok kretek di tingkat produsen (Rp/batang) harga riil ekspor rokok kretek (Rp/batang) harga riil tembakau di tingkat konsumen (000 Rp/ton) harga riil cengkeh (000 Rp/ton) lag tingkat suku bunga (%) tingkat teknologi lag produksi rokok kretek (juta batang) tidak terdefinisi
Sumber: Data, diolah (2013) Dari hasil estimasi persamaan produksi rokok kretek didapatkan nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0.89. Adapun artinya adalah bahwa variabel-variabel di dalam persamaan produksi rokok kretek secara bersama-sama mampu menjelaskan keragaman produksi rokok kretek sebesar 89 persen, sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabellain di luar persamaan. Berdasarkan tabel 14, variabel yang berpengaruh secara nyata pada taraf α 15 persen adalah variabel harga riil cengkeh dan produksi rokok kretek pada tahun sebelumnya. Variabel yang tidak berpengaruh secara nyata pada taraf α 15 persen adalah variabel harga riil rokok kretek di tingkat produsen, harga riil ekspor rokok kretek, harga riil tembakau di tingkat konsumen, tingkat suku bunga pada tahun sebelumnya dan tingkat teknologi. Variabel harga riil rokok kretek di tingkat
78
produsen, harga riil ekspor rokok kretek dan harga riil tembakau di tingkat konsumen tidak berpengaruh karena seperti dijelaskan pada pembahasan hasil estimasi persamaan permintaan tembakau oleh industri rokok kretek, pada tingkat harga yang ada pada rentang waktu penelitian, perusahaan rokok kretek masih mendapatkan keuntungan. Variabel harga riil cengkeh berpengaruh secara negatif dengan nilai koefisien 0.47. Adapun artinya adalah apabila terjadi perubahan harga riil cengkeh sebesar Rp 1 000 per ton, cateris paribus, maka akan terjadi perubahan produksi rokok kretek sebesar 470 ribu batang searah dengan laju perubahan harga riil cengkeh. Ditinjau dari elastisitas, variabel harga riil cengkeh berpengaruh secara inelastis baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek. Hal ini sesuai dengan berpengaruhnya produksi rokok kretek pada tahun sebelumnya. Berpengaruhnya produksi rokok kretek pada tahun sebelumnya mengindikasikan bahwa produksi rokok kretek cenderung lambat dalam merespon perubahan-perubahan ekonomi yang terjadi. 6.1.13. Total Ekspor Rokok Kretek Hasil estimasi persamaan total ekspor rokok kretek dengan bantuan software SAS 9.0 for Windons secara lengkap dapat dilihat pada lampiran 6. Dari persamaan total ekspor rokok kretek didapatkan nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0.82. Adapun artinya adalah bahwa variabel-variabel di dalam persamaan total ekspor rokok kretek secara bersama-sama mampu mempengaruhi total ekspor rokok kretek sebesar 82 persen, sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabellain di luar persamaan total ekspor rokok kretek. Secara sederhana, hasil estimasi persamaan total ekspor rokok kretek dapat dilihat pada tabel 15 berikut:
79
Tabel 15. Hasil Estimasi Persamaan Total Ekspor Rokok Kretek Variabel
Parameter Estimasi 765.6327 2.6071
0.0951 0.1244
0.3421
0.8976
-3.8647
0.0974
-0.6074
-1.5939
LTEXRK
0.6189
0.0118
R-Square
0.8208
Pr > F
Intercept HEXRK LHRK
Pr > |t|
Elastisitas SR LR
<.0001
Dh
Keterangan Intercept harga riil ekspor rokok kretek (Rp/batang) lag harga rokok kretek di tingkat produsen (Rp/batang) lag total ekspor rokok kretek (juta batang) tidak terdefinisi
Sumber: Data, diolah (2013) Berdasarkan tabel 15 di atas, dapat diketahui bahwa variabel yang berpengaruh secara nyata pada taraf α 15 persen adalah variabel harga riil ekspor rokok kretek, harga rokok kretek di tingkat produsen pada tahun sebelumnya dan total ekspor rokok kretek pada tahun sebelumnya. Pada persamaan total ekspor rokok kretek ini, tidak ada variabel yang tidak berpengaruh secara nyata pada taraf α 15 persen. Hal ini sesuai dengan hasil uji statistik-F yang menunjukkan bahwa variabel-variabel di dalam persamaan secara bersama-sama berpengaruh secara signifikan terhadap variabel total ekspor rokok kretek secara signifikan pada taraf α 15 persen. Variabel harga riil ekspor rokok kretek berpengaruh secara positif dengan besaran koefisien 2.6. Adapun artinya adalah bahwa apabila terjadi perubahan harga riil ekspor rokok kretek sebesar Rp 1 per batang, cateris paribus, maka akan terjadi perubahan total ekspor tembakau sebesar 2.6 juta batang searah dengan perubahan harga riil ekspor rokok kretek. Ditinjau dari sisi elastisitas, variabel harga riil ekspor rokok kretek berpengaruh secara inelastis pada jangka pendek maupun jangka panjang. Hal ini membuktikan bahwa total ekspor rokok kretek relatif lambat dalam merespon perubahan ekonomi yang terjadi. Hal ini ditunjukkan pula oleh berpengaruhnya variabel total ekspor tembakau pada tahun sebelumnya. 80
Harga riil rokok kretek di tingkat produsen pada tahun sebelumnya berpengaruh secara negatif terhadap total ekspor rokok kretek dengan besaran koefisien 3.86. Adapun artinya adalah apabila terjadi perubahan harga riil rokok kretek di tingkat produsen pada tahun sebelumnya sebesar Rp 1 per batang, cateris paribus, maka total ekspor tembakau akan berubah sebesar 3.86 juta batang berlawanan arah dengan laju perubahan harga riil rokok kretek di tingkat produsen pada tahun sebelumnya. Adapun apabila ditinjau dari sisi elastisitas, variabel harga riil rokok kretek di tingkat produsen pada tahun sebelumnya berpengaruh secara inelastis untuk jangka pendek dan elastis untuk jangka panjang. Hal ini disebabkan karena total ekspor tembakau memerlukan waktu untuk menyesuaikan perubahan-perubahan ekonomi yang terjadi. 6.1.14. Penawaran Rokok Kretek Pada penelitian ini, persamaan penawaran rokok kretek merupakan persamaan identitas yang terdiri dari variabel produksi rokok kretek dan total ekspor rokok kretek. Secara ringkas penawaran rokok kretek adalah produksi rokok kretek dikurangi total ekspor rokok kretek. Adapun secara matematis persamaan penawaran rokok kretek dapat dirumuskan sebagai berikut: SRK t = PRK t – TEXRK t dimana: SRK t
= penawaran rokok kretek pada tahun ke t (juta batang)
PRK t
= produksi rokok kretek pada tahun ke t (juta batang)
TEXRK t = total ekspor rokok kretek pada tahun ke t (juta batang) Dari persamaan tersebut dapat kita simpulkan bahwa produksi rokok kretek berpengaruh secara positif terhadap penawaran rokok kretek. Adapun artinya
81
adalah apabila terjadi peningkatan produksi rokok kretek, cateris paribus, maka penawaran rokok kretek juga akan meningkat berlaku pula sebaliknya. Variabel total ekspor rokok kretek berpengaruh secara negatif, artinya apabila terjadi peningkatan ekspor rokok kretek, cateris paribus, maka akan terjadi pula penurunan penawaran tembakau dan sebaliknya. 6.1.15. Permintaan Rokok Kretek Hasil estimasi persamaan permintaan rokok kretek dengan bantuan software SAS 9.0 for Windows secara lengkap dapat dilihat pada lampiran 6. Adapun secara sederhana, dapat dilihat pada tabel 16 berikut: Tabel 16. Hasil Estimasi Persamaan Permintaan Rokok Kretek Variabel Intercept HCRK
Parameter Estimasi 65 845.3000 -462.7850
Pr > |t|
Elastisitas SR LR
0.2081 0.0021
-0.6458
-1.5083
JP
0.8492
0.1405
0.5485
1.2810
PP
4.1349
0.0266
0.1870
0.4369
LDRK
0.5719
0.0005
R-Square
0.8236
Pr > F
<.0001
Dh
Keterangan Intercept harga riil rokok kretek di tingkat konsumen (Rp/batang) jumlah penduduk dewasa (000 jiwa) pendapatan per kapita masyarakat (000 Rp/kapita/tahun) lag permintaan rokok kretek (juta batang) 0.1636
Sumber: Data, diolah (2013) Dari estimasi persamaan permintaan rokok kretek, didapat koefisien determinasi sebesar 0.82. Adapun artinya adalah bahwa variabel-variabel dalam persamaan permintaan rokok kretek secara bersama-sama mampu menjelaskan keragaman permintaan rokok kretek sebesar 82 persen sedangkan sisanya dijelaskan oeh variabel lain di luar persamaan. Berdasarkan tabel 16, variabel yang berpengaruh nyata terhadap permintaan tembakau pada taraf α 15 persen adalah variabel harga riil rokok kretek di tingkat konsumen, jumlah penduduk dewasa, pendapatan per kapita masyarakat permintaan rokok kretek pada tahun sebelumnya. Pada persamaan
82
permintaan rokok kretek, tidak ada variabel yang tidak berpengaruh nyata pada taraf α 15 persen. Hal ini sesuai dengan hasil uji statistik-F yang menunjukkan bahwa variabel-variabel di dalam persamaan secara bersama-sama berpengaruh secara signifikan terhadap variabel permintaan rokok kretek secara signifikan pada taraf α 15 persen. Variabel harga riil rokok kretek di tingkat konsumen berpengaruh secara negatif dengan koefisien sebesar 462.79. Adapun artinya adalah apabila terjadi perubahan harga riil rokok kretek di tingkat konsumen sebesar Rp 1 per batang, cateris paribus, maka akan terjadi perubahan permintaan rokok kretek sebesar 462.79 juta batang berlawanan arah dengan laju perubahan harga riil rokok kretek di tingkat konsumen. Ditinjau dari elastisitasnya, variabel harga riil rokok kretek di tingkat konsumen berpengaruh secara inelastis untuk jangka pendek dan elastis pada jangka panjang. Hal ini disebabkan karena permintaan rokok kretek relatif lambat dalam merespon perubahan ekonomi yang terjadi termasuk perubahan harga riil rokok kretek di tingkat konsumen sesuai dengan penelitian oleh Kosen (2012). Hal ini diimplikasikan dari berpengaruhnya variabel permintaan tembakau pada tahun sebelumnya. Variabel jumlah penduduk dewasa berpengaruh secara positif terhadap permintaan rokok kretek dengan koefisien sebesar 0.85. Adapun artinya adalah apabila terjadi perubahan jumlah penduduk dewasa sebesar seribu jiwa, cateris paribus, maka akan terjadi perubahan permintaan rokok kretek sebesar 850 ribu batang searah dengan laju perubahan jumlah penduduk dewasa. Ditinjau dari sisi elastisitasnya, variabel jumlah penduduk dewasa berpengaruh secara inelastis untuk jangka pendek dan elastis untuk jangka panjang. Hal ini disebabkan karena
83
permintaan rokok kretek memerlukan waktu untuk menyesuaikan dengan perubahan ekonomi yang terjadi. Pendapatan per kapita masyarakat juga berpengaruh secara positif dengan koefisien 4.13. Adapun artinya adalah apabila terjadi perubahan pendapatan per kapita masyarakat sebesar Rp 1 000 per kapita per tahun, cateris paribus, maka akan terjadi perubahan permintaan rokok kretek sebesar 4.13 juta batang searah dengan laju perubahan pendapatan per kapita masyarakat. Ditinjau dari sisi elastisitas, variabel pendapatan per kapita masyarakat berpengaruh secara in elastis dalam jangka panjang maupun jangka pendek. Hal ini sesuai dengan penelitian Tjahjapriadi dan Indarto (2003) bahwa mayoritas konsumen rokok kretek justru merupakan kalangan masyarakat golongan ekonomi menengah ke bawah. 6.1.16. Harga Riil Rokok Kretek di Tingkat Konsumen Hasil estimasi persamaan harga riil rokok kretek di tingkat konsumen dengan bantuan software SAS 9.0 for Windows secara lengkap dapat dilihat pada lampiran 6. Koefisien determinasi yang didapat dari estimasi persamaan harga riil rokok kretek di tingkat konsumen adalah sebesar 0.95. Adapun artinya adalah bahwa variabel-variabel eksogen di dalam persamaan harga riil rokok kretek di tingkat konsumen secara bersama-sama mampu menjelaskan keragaman harga riil rokok kretek di tingkat konsumen sebesar 95 persen, sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel lain di luar persamaan harga riik rokok kretek di tingkat konsumen. Secara ringkas, hasil estimasi persamaan harga riil rokok kretek di tingkat konsumen dapat dilihat pada tabel 17 berikut:
84
Tabel 17. Hasil Estimasi Persamaan Harga Riil Rokok Kretek di Tingkat Konsumen Variabel
Pr > |t|
Intercept SRK LDRK
Parameter Estimasi 184.7482 -0.0004 0.0002
CRK LHCRK
0.9075 0.1666
R-Square
0.9526
0.0013 0.1215 0.2455
Elastisitas SR LR -0.3065 0.1419
-0.3678 0.1703
<.0001 0.1663
0.3035
0.3642
Pr > F
<.0001
Dh
Keterangan Intercept penawaran rokok kretek (juta batang) lag permintaan rokok kretek (juta batang) tarif cukai rokok kretek (Rp/batang) lag harga riil rokok kretek di tingkat konsumen (Rp/batang) 0.1112
Sumber: Data, diolah (2013) Berdasarkan tabel 17, variabel yang berpengaruh nyata pada taraf α 15 persen adalah variabel penawaran rokok kretek dan tarif cukai rokok kretek. Variabel yang tidak berpengaruh nyata pada taraf α 15 persen adalah variabel permintaan rokok kretek pada tahun sebelumnya dan harga riil rokok kretek pada tahun sebelumnya. Variabel permintaan rokok kretek yang tidak berpengaruh menunjukkan bahwa sesuai dengan teori Perloff (2008), bahwa asumsi pasar persaingan sempurna dapat dirusak oleh campur tangan pemerintah dalam halini tarif cukai rokok kretek. Variabel harga riil rokok kretek pada tahun sebelumnya juga tidak berpengaruh, hal ini menunjukkan bahwa harga riil rokok kretek di tingkat konsumen relatif cepat dalam merespon perubahan ekonomi yang terjadi. Hal ini dapat disebabkan karena perusahaan rokok kretek memiliki daya tawar yang tinggi dalam penentuan harga riil rokok kretek di tingkat konsumen. Penawaran tembakau berpengaruh secara negatif dengan koefisien 0.0004. Adapun artinya adalah bahwa apabila terjadi perubahan penawaran rokok kretek sebesar satu milyar batang, cateris paribus, maka harga riil rokok kretek di itngkat konsumen akan berubah sebesar Rp 4 per batang searah dengan laju perubahan penawaran rokok kretek. Ditinjau dari sisi elastisitasnya, penawaran tembakau
85
berpengaruh secara inelastis baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Variabel tarif cukai rokok kretek berpengaruh secara positif dengan koefisien sebesar 0.9. Adapun artinya adalah apabila terjadi perubahan tarif cukai rokok kretek sebesar Rp 10 per batang, cateris paribus, maka akan terjadi perubahan harga riil rokok kretek di tingkat konsumen sebesar Rp 9 per batang searah dengan perubahan tarif cukai rokok kretek. Hal ini membuktikan bahwa sebagian besar tarif cukai rokok kretek dibebankan kepada konsumen. Ditinjau dari elastisitasnya, tarif cukai rokok kretek berpengaruh secara in elastis baik dalam jangka panjang maupun dalam jangka pendek. 6.1.17. Harga Riil Rokok Kretek di Tingkat Produsen Hasil estimasi persamaan harga riil rokok kretek di tingkat produsen dengan batuan software SAS 9.0 for Windows secara lengkap dapat dilihat pada lampiran 6. Adapun secara sederhana ditujukkan oleh tabel 18 berikut: Tabel 18. Hasil Estimasi Persamaan Harga Riil Rokok Kretek di Tingkat Produsen Variabel Intercept SRK LDRK CRK T LHRK R-Square
Parameter Estimasi 179.7085 -0.0006
Pr > |t|
Elastisitas SR LR
0.0184 0.1186
-0.6212
-0.8277
0.0002
0.2330
0.2509
0.3343
-0.0141 1.6588 0.2495 0.1638
0.4698 0.3196 0.2038 Pr > F
-0.0071 0.1038
-0.0095 0.1383
0.3687
Dh
Keterangan Intercept penawaran rokok kretek (juta batang) lag permintaan rokok kretek (juta batang) tarif cukai rokok kretek (Rp/batang) Tren waktu lag harga rokokkretek (Rp/batang) tidak terdefinisi
Sumber: Data, diolah (2013) Dari hasil estimasi persamaan harga riil rokok kretek di tingkat produsen didapatkan koefisien determinasi (R2) sebesar 0.16. Adapun artinya adalah bahwa variabel-variabel eksogen di dalam persamaan harga riil rokok kretek di tingkat produsen secara bersama-sama mampu menjelaskan keragaman harga riil rokok 86
kretek di tingkat produsen sebesar 16 persen, sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel lain di luar persamaan harga riik rokok kretek di tingkat produsen. Berdasarkan tabel 18, variabel yang berpengaruh secara nyata pada taraf α 15 persen hanyalah variabel penawaran rokok kretek. Variabel yang tidak berpengaruh nyata pada taraf α 15 persen adalah variabel permintaan rokok kretek pada tahun sebelumnya, tarif cukai rokok kretek, tren waktu dan harga riil rokok kretek di tingkat produsen pada tahun sebelumnya. Hal ini sesuai dengan asumsiasumsi yang sudah dibahas sebelumnya bahwa tarif cukai rokok kretek telah merusak asumsi pasar persaingan sempurna pada pasar rokok kretek. Tarif cukai rokok kretek sebagian besar di bebankan kepada konsumen rokok kretek sehingga tidak berpengaruh terhadap harga riil rokok kretek di tingkat produsen. Variabel penawaran rokok kretek berpengaruh secara negatif dengan nilai koefisien sebesar 0.0006. Adapun artinya adalah bahwa apabila terjadi perubahan penawaran rokok kretek sebesar satu milyar batang, cateris paribus, maka harga riil rokok kretek di tingkat produsen akan berubah sebesar Rp 6 per batang searah dengan laju perubahan penawaran rokok kretek. Ditinjau dari elasyisitasnya penawaran rokok kretek berpengaruh secara inelastis terhadap harga riil rokok kretek di tingkat produsen baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
87
VII. 7.1.
PENGARUH KENAIKAN TARIF CUKAI ROKOK KRETEK
Validasi Model Hasil validasi model tahun 2006 sampai dengan tahun 2010 dapat dilihat
secara lengkap pada lampiran 6. Adapun secara sederhana dapat dilihat pada tabel 19. Berdasarkan tabel 19 dapat diketahui bahwa nilai rata-rata RMSPE sebesar 10.85 persen dan statistik U-Theil sebesar 0.06. Hal ini dapat disimpulkan bahwa sebagian besar persamaan di dalam model memiliki daya prediksi yang baik. Model yang dibangun juga mempunyai daya prediksi yang cukup valid untuk melakukan simulasi historis. Tabel 19. Hasil Validasi Model Pengaruh Kenaikan Tarif Cukai Rokok Kretek Variabel RMSPE U-Theil 8.8896 0.0479 LKTV 18.5446 0.1021 LKTSV 16.2596 0.0895 LKTT 24.4492 0.1328 PTD 18.5149 0.1137 TMT 7.0978 0.0336 TET 26.3940 0.1538 ST 4.1054 0.0195 DTORK 3.5027 0.0177 DTT 15.1879 0.0871 HTDP 11.3168 0.0624 HTDK 4.0334 0.0190 PRK 1.0858 0.0055 TEXRK 4.0615 0.0191 SRK 3.2179 0.0161 DRK 5.4435 0.0215 HCRK 12.2861 0.0497 HRK 10.8465 0.0583 Rata-rata Sumber: Data, diolah (2013) 7.2.
Simulasi Historis Evaluasi dilakukan dengan satu skenario simulasi historis pada tahun 2006
sampai tahun 2010. Variabel yang disimulasikan adalah tarif cukai rokok kretek. Tarif cukai rokok kretek di naikkan sebesar 10 persen per tahun. Tujuan dari
skenario ini adalah untuk menjawab tujuan ke tiga dan empat dari penelitian ini yaitu untuk mengestimasi pengaruh kenaikan tarif cukai rokok kretek terhadap penawaran, permintaan dan harga komoditas tembakau dan komoditas rokok kretek. Hasil simulasi rata-rata secara sederhana dapat dilihat pada tabel 20 berikut: Tabel 20. Hasil Simulasi Rata-Rata Tahun 2006-2010 Hasil Skenario Simulasi rata-rata Variabel Nilai Dasar Nilai Simulasi Persen Perubahan LKTV (Ha) 30 689.5 30 684.8 -0.0153 LKTSV (Ha) 139 585.0 139 490.0 -0.0681 LKTT (Ha) 170 275.0 170 175.0 -0.0587 PTD (ton) 136 268.0 136 178.0 -0.0660 TMT (ton) 53 674.9 53 660.2 -0.0274 TET (ton) 53 697.4 53 700.5 0.0058 ST (ton) 136 245.0 136 138.0 -0.0785 DTORK (ton) 136 969.0 136 603.0 -0.2672 DTT (ton) 150 085.0 149 719.0 -0.2439 HTDP (000 Rp/ton) 18 392.3 18 380.5 -0.0642 HTDK (000 Rp/ton) 36 028.4 36 016.8 -0.0322 PRK (juta batang) 227 759.0 227 146.0 -0.2691 TEXRK (juta batang) 1 691.4 1 697.0 0.3311 SRK (juta batang) 226 067.0 225 449.0 -0.2734 DRK (juta batang) 211 212.0 195 989.0 -7.2075 HCRK (Rp/batang) 374.5 393.8 5.1535 HRK (Rp/batang) 167.6 164.6 -1.7900 Sumber: Data, diolah (2013) Berdasarkan tabel 20, kenaikan tarif cukai rokok kretek sebesar 10 persen, cateris paribus, dapat menyebabkan peningkatan harga riil rokok kretek di tingkat konsumen (HCRK) sebesar 5.15 persen. Menurut Perloff (2008), peningkatan harga barang akan menyebabkan penurunan permintaan barang itu sendiri. Permintaan rokok kretek (DRK) berkurang sebesar 7.2 persen sebagai akibat dari penurunan harga riil rokok kretek di tingkat konsumen. Harga riil rokok kretek di tingkat produsen (HRK) sendiri mengalami penurunan sebesar 1.79 persen. Hal ini berdampak pada penurunan produksi rokok kretek sebesar 0.27 persen. Kedua
89
hal ini, penurunan permintaan dan produksi rokok kretek, berpotensi mengurangi kesejahteraan konsumen dan produsen rokok kretek. Pada sektor tembakau, kenaikan tarif cukai rokok kretek menyebabkan penurunan produksi tembakau domestik (PTD) sebesar 0.07 persen. Harga riil tembakau di tingkat petani (HTDP) juga mengalami penurunan sebesar 0.06 persen. Kedua hal ini akan menyebabkan berkurangnya kesejahteraan petani tembakau. Permintaan tembakau total (DTT) mengalami penurunan sebesar 0.24 persen. Harga riil tembakau di tingkat konsumen (HTDK) mengalami penurunan sebesar 0.03 persen. Meskipun harga riil tembakau di tingkat konsumen mengalami penurunan, namun penurunan permintaan tembakau total lebih besar dari penurunan harga riil tembakau di tingkat konsumen sehingga hal ini akan menyebabkan penurunan kesejahteraan konsumen tembakau. 7.2.1. Simulasi Historis Tahun 2006 Variabel yang disimulasikan per tahun adalah tarif cukai rokok kretek. Tarif cukai rokok kretek di naikkan sebesar 10 persen per tahun. Pada tahun 2006, perubahan tarif cukai rokok kretek adalah sebesar 10 persen dari tarif cukai rokok kretek yang sebenarnya sehingga perubahan kurang terlihat. Tujuan dari skenario ini adalah untuk mengetahu perubahan simulasi setiap tahunnya. Hasil simulasi pertahun ini akan digunakan untuk mengestimasi perubahan kesejahteraan masyarakat per tahun. Hasil simulasi rata-rata secara sederhana dapat dilihat pada tabel 21 berikut:
90
Tabel 21. Hasil Simulasi Historis Tahun 2006 Hasil Skenario Simulasi tahun 2006 Variabel Nilai Dasar Nilai Simulasi Persen Perubahan LKTV (Ha) 25 656.22 25 656.22 0.0000 LKTSV (Ha) 136 923.00 136 923.00 0.0000 LKTT (Ha) 162 579.22 162 579.22 0.0000 PTD (ton) 122 505.14 122 505.14 0.0000 TMT (ton) 54 263.10 54 263.10 0.0000 TET (ton) 49 584.65 49 051.75 -1.0747 ST (ton) 127 183.58 127 716.49 0.4190 DTORK (ton) 129 816.78 129 801.29 -0.0119 DTT (ton) 153 496.78 153 481.29 -0.0101 HTDP (000 Rp/ton) 15 133.88 15 133.88 0.0000 HTDK (000 Rp/ton) 33 945.36 33 945.36 0.0000 PRK (juta batang) 216 975.65 216 949.33 -0.0121 TEXRK (juta batang) 1 535.64 1 535.64 0.0000 SRK (juta batang) 215 440.01 215 413.69 -0.0122 DRK (juta batang) 201 506.67 194 950.09 -3.2538 HCRK (Rp/batang) 322.51 336.67 4.3931 HRK (Rp/batang) 167.96 167.75 -0.1221 Sumber: Data, diolah (2013) Berdasarkan tabel 21 di atas, perubahan-perubahan yang seharusnya terjadi sebagai dampak kenaikan tarif cukai rokok kretek belum terlihat jelas. Beberapa variabel endogen di dalam model bahkan belum terlihat mengalami perubahan. Hal ini disebabkan pengaruh kenaikan tarif cukai rokok kretek pada tahun dasar simulasi yang masih terlalu kecil. Pada sektor rokok kretek, kenaikan tarif cukai rokok kretek sebesar 10 persen, cateris paribus, pada tahun dasar simulasi akan menyebabkan peningkatan harga riil rokok kretek di tingkat konsumen sebesar 4.39 persen. Hal ini menyebabkan penurunan permintaan rokok kretek sebesar 3.25 persen. Harga ril rokok kretek di tingkat produsen mengalami penurunan sebesar 0.12 persen. Hal ini menyebabkan penurunan produksi rokok kretek sebesar 0.01 persen. Pada sektor tembakau, kenaikan tarif cukai rokok kretek sebesar 10 persen, cateris paribus, pada tahun dasar simulasi akan menyebabkan penurunan
91
penawaran tembakau sebesar 0.42 persen dan permintaan tembakau total berkurang sebesar 0.01 persen. Perubahan pada harga riil tembakau baik di tingkat konsumen maupun di tingkat produsen tidak terlihat. 7.2.2. Simulasi Historis Tahun 2007 Pada tahun 2007, perubahan tarif cukai rokok kretek adalah sebesar 10 persen dari tarif cukai rokok kretek hasil simulasi tahun 2006 sehingga perubahan mulai terlihat. Seluruh variabel endogen mengalami perubahan meskipun belum mendekati rara-rata perubahan. Hasil simulasi rata-rata secara sederhana dapat dilihat pada tabel 22 berikut: Tabel 22. Hasil Simulasi Historis Tahun 2007 Hasil Skenario Simulasi tahun 2007 Variabel Nilai Dasar Nilai Simulasi Persen Perubahan LKTV (Ha) 32 674.66 32 674.44 -0.0007 LKTSV (Ha) 131 414.39 131 409.29 -0.0039 LKTT (Ha) 164 089.05 164 083.74 -0.0032 PTD (ton) 129 594.97 129 590.21 -0.0037 TMT (ton) 54 805.46 54 804.83 -0.0011 TET (ton) 51 684.34 51 684.48 0.0003 ST (ton) 132 716.09 132 710.55 -0.0042 DTORK (ton) 133 276.46 133 139.99 -0.1024 DTT (ton) 145 619.46 145 482.99 -0.0937 HTDP (000 Rp/ton) 17 410.41 17 409.78 -0.0036 HTDK (000 Rp/ton) 35 176.71 35 176.11 -0.0017 PRK (juta batang) 222 263.08 222 031.74 -0.1041 TEXRK (juta batang) 1 626.46 1 627.08 0.0381 SRK (juta batang) 220 636.62 220 404.67 -0.1051 DRK (juta batang) 221 308.96 210 512.25 -4.8786 HCRK (Rp/batang) 324.17 339.40 4.6975 HRK (Rp/batang) 168.27 166.60 -0.9883 Sumber: Data, diolah (2013) Berdasarkan tabel 22 di atas, perubahan-perubahan yang seharusnya terjadi sebagai dampak kenaikan tarif cukai rokok kretek pada skenario tahun 2006 mulai terlihat meski belum mendekati rata-rata perubahan. Seluruh variabel endogen di dalam model terlihat mengalami perubahan meski sangat kecil. Hal ini
92
disebabkan pengaruh kenaikan tarif cukai rokok kretek pada tahun ke dua simulasi yang masih terlalu kecil namun cukup untuk menunjukkan besaran perubahan variabel-variabel endogen di dalam model. Pada sektor rokok kretek, kenaikan tarif cukai rokok kretek sebesar 10 persen, cateris paribus, pada tahun ke dua simulasi akan menyebabkan peningkatan harga riil rokok kretek di tingkat konsumen sebesar 4.7 persen. Hal ini menyebabkan penurunan permintaan rokok kretek sebesar 4.9 persen. Harga ril rokok kretek di tingkat produsen mengalami penurunan sebesar 1 persen. Hal ini menyebabkan penurunan produksi rokok kretek sebesar 0.1 persen. Pada sektor tembakau, kenaikan tarif cukai rokok kretek sebesar 10 persen, cateris paribus, pada tahun ke dua simulasi akan menyebabkan penurunan penawaran tembakau sebesar 0.0042 persen dan permintaan tembakau total berkurang sebesar 0.009 persen. Penurunan pada harga riil tembakau di tingkat konsumen adalah sebesar 0.0017 sedangkan di tingkat petani adalah sebesar 0.0036 persen. 7.2.3. Simulasi Historis Tahun 2008 Pada tahun 2008, perubahan tarif cukai rokok kretek adalah sebesar 10 persen dari tarif cukai rokok kretek hasil simulasi tahun 2007 sehingga perubahan terlihat. Seluruh variabel endogen mengalami perubahan. Hasil simulasi rata-rata secara sederhana dapat dilihat pada tabel 23 berikut:
93
Tabel 23. Hasil Simulasi Historis Tahun 2008 Hasil Skenario Simulasi tahun 2008 Variabel Nilai Dasar Nilai Simulasi Persen Perubahan LKTV (Ha) 34 797.67 34 795.52 -0.0062 LKTSV (Ha) 134 237.45 134 189.04 -0.0361 LKTT (Ha) 169 035.12 168 984.56 -0.0299 PTD (ton) 139 128.35 139 083.04 -0.0326 TMT (ton) 54 693.08 54 686.70 -0.0117 TET (ton) 53 356.30 53 357.74 0.0027 ST (ton) 140 465.13 140 412.00 -0.0378 DTORK (ton) 137 054.97 136 735.96 -0.2328 DTT (ton) 138 258.97 137 939.96 -0.2307 HTDP (000 Rp/ton) 18 596.37 18 590.37 -0.0323 HTDK (000 Rp/ton) 35 953.07 35 947.33 -0.0160 PRK (juta batang) 227 966.90 227 430.06 -0.2355 TEXRK (juta batang) 1 695.39 1 700.42 0.2967 SRK (juta batang) 226 271.51 225 729.64 -0.2395 DRK (juta batang) 212 434.01 195 636.04 -7.9074 HCRK (Rp/batang) 408.53 431.48 5.6195 HRK (Rp/batang) 170.06 167.10 -1.7429 Sumber: Data, diolah (2013) Berdasarkan tabel 23 di atas, Seluruh variabel endogen di dalam model terlihat mengalami perubahan. Hal ini disebabkan pengaruh kenaikan tarif cukai rokok kretek pada tahun ke tiga simulasi cukup untuk menunjukkan besaran perubahan variabel-variabel endogen di dalam model. Perubahan yang terjadi mendekati hasil rata-rata simulasi yang telah ditunjukkan sebelumnya. Pada sektor rokok kretek, kenaikan tarif cukai rokok kretek sebesar 10 persen, cateris paribus, pada tahun ke tiga simulasi akan menyebabkan peningkatan harga riil rokok kretek di tingkat konsumen sebesar 5.62 persen. Hal ini menyebabkan penurunan permintaan rokok kretek sebesar 7.9 persen. Harga ril rokok kretek di tingkat produsen mengalami penurunan sebesar 1.74 persen. Hal ini menyebabkan penurunan produksi rokok kretek sebesar 0.24 persen. Pada sektor tembakau, kenaikan tarif cukai rokok kretek sebesar 10 persen, cateris paribus, pada tahun ketiga simulasi akan menyebabkan penurunan
94
penawaran tembakau sebesar 0.04 persen dan permintaan tembakau total berkurang sebesar 0.23 persen. Penurunan pada harga riil tembakau di tingkat konsumen adalah sebesar 0.02 sedangkan di tingkat petani adalah sebesar 0.03 persen. 7.2.4. Simulasi Historis Tahun 2009 Pada tahun 2009, perubahan tarif cukai rokok kretek adalah sebesar 10 persen dari tarif cukai rokok kretek hasil simulasi tahun 2008 sehingga perubahan terlihat jelas. Seluruh variabel endogen mengalami perubahan. Hasil simulasi ratarata secara sederhana dapat dilihat pada tabel 24 berikut: Tabel 24. Hasil Simulasi Historis Tahun 2009 Hasil Skenario Simulasi tahun 2009 Variabel Nilai Dasar Nilai Simulasi Persen Perubahan LKTV (Ha) 30 190.86 30 184.18 -0.0221 LKTSV (Ha) 118 196.82 118 057.98 -0.1175 LKTT (Ha) 148 387.68 148 242.16 -0.0981 PTD (ton) 116 074.00 115 943.62 -0.1123 TMT (ton) 51 972.53 51 951.88 -0.0397 TET (ton) 56 118.21 56 122.67 0.0079 ST (ton) 111 928.32 111 772.83 -0.1389 DTORK (ton) 140 914.16 140 355.60 -0.3964 DTT (ton) 182 340.16 181 781.60 -0.3063 HTDP (000 Rp/ton) 18 977.28 18 960.08 -0.0906 HTDK (000 Rp/ton) 36 273.88 36 257.03 -0.0465 PRK (juta batang) 233 505.70 232 570.54 -0.4005 TEXRK (juta batang) 1 759.82 1 768.78 0.5091 SRK (juta batang) 231 745.88 230 801.76 -0.4074 DRK (juta batang) 208 741.20 187 755.31 -10.0535 HCRK (Rp/batang) 432.08 456.67 5.6910 HRK (Rp/batang) 166.72 162.24 -2.6836 Sumber: Data, diolah (2013) Berdasarkan tabel 24 di atas, Seluruh variabel endogen di dalam model terlihat mengalami perubahan signifikan. Hal ini disebabkan pengaruh kenaikan tarif cukai rokok kretek pada tahun ke empat simulasi cukup untuk menunjukkan
95
besaran perubahan variabel-variabel endogen di dalam model. Perubahan yang terjadi mendekati hasil rata-rata simulasi yang telah ditunjukkan sebelumnya. Pada sektor rokok kretek, kenaikan tarif cukai rokok kretek sebesar 10 persen, cateris paribus, pada tahun ke empat simulasi akan menyebabkan peningkatan harga riil rokok kretek di tingkat konsumen sebesar 5.69 persen. Hal ini menyebabkan penurunan permintaan rokok kretek sebesar 10.05 persen. Harga ril rokok kretek di tingkat produsen mengalami penurunan sebesar 2.68 persen. Hal ini menyebabkan penurunan produksi rokok kretek sebesar 0.4 persen. Pada sektor tembakau, kenaikan tarif cukai rokok kretek sebesar 10 persen, cateris paribus, pada tahun ke empat simulasi akan menyebabkan penurunan penawaran tembakau sebesar 0.14 persen dan permintaan tembakau total berkurang sebesar 0.31 persen. Penurunan pada harga riil tembakau di tingkat konsumen adalah sebesar 0.05 sedangkan di tingkat petani adalah sebesar 0.09 persen. 7.2.5. Simulasi Historis Tahun 2010 Pada tahun 2010, perubahan tarif cukai rokok kretek adalah sebesar 10 persen dari tarif cukai rokok kretek hasil simulasi tahun 2009 sehingga perubahan terlihat jelas. Seluruh variabel endogen mengalami perubahan. Hasil simulasi ratarata secara sederhana dapat dilihat pada tabel 25. Berdasarkan tabel 25, Seluruh variabel endogen di dalam model terlihat mengalami perubahan sangat signifikan. Hal ini disebabkan pengaruh kenaikan tarif cukai rokok kretek pada tahun ke lima simulasi cukup untuk menunjukkan besaran perubahan variabel-variabel endogen di dalam model. Perubahan yang terjadi mendekati hasil rata-rata simulasi yang telah ditunjukkan sebelumnya.
96
Tabel 25. Hasil Simulasi Historis Tahun 2010 Hasil Skenario Simulasi tahun 2010 Variabel Nilai Dasar Nilai Simulasi Persen Perubahan LKTV (Ha) 30 128.05 30 113.73 -0.0475 LKTSV (Ha) 177 155.00 176 872.78 -0.1593 LKTT (Ha) 207 283.05 206 986.51 -0.1431 PTD (ton) 174 035.38 173 769.68 -0.1527 TMT (ton) 52 640.47 52 594.57 -0.0872 TET (ton) 57 743.49 57 753.08 0.0166 ST (ton) 168 932.37 168 611.18 -0.1901 DTORK (ton) 143 782.50 142 982.32 -0.5565 DTT (ton) 130 711.50 129 911.32 -0.6122 HTDP (000 Rp/ton) 21 843.53 21 808.56 -0.1601 HTDK (000 Rp/ton) 38 793.22 38 758.30 -0.0900 PRK (juta batang) 238 082.01 236 748.45 -0.5601 TEXRK (juta batang) 1 839.81 1 853.33 0.7349 SRK (juta batang) 236 242.20 234 895.12 -0.5702 DRK (juta batang) 212 067.59 191 090.18 -9.8919 HCRK (Rp/batang) 385.25 404.65 5.0349 HRK (Rp/batang) 164.82 159.30 -3.3485 Sumber: Data, diolah (2013) Pada sektor rokok kretek, kenaikan tarif cukai rokok kretek sebesar 10 persen, cateris paribus, pada tahun ke lima simulasi akan menyebabkan peningkatan harga riil rokok kretek di tingkat konsumen sebesar 5.03 persen. Hal ini menyebabkan penurunan permintaan rokok kretek sebesar 9.89 persen. Harga ril rokok kretek di tingkat produsen mengalami penurunan sebesar 3.35 persen. Hal ini menyebabkan penurunan produksi rokok kretek sebesar 0.56 persen. Pada sektor tembakau, kenaikan tarif cukai rokok kretek sebesar 10 persen, cateris paribus, pada tahun ke lima simulasi akan menyebabkan penurunan penawaran tembakau sebesar 0.19 persen dan permintaan tembakau total berkurang sebesar 0.61 persen. Penurunan pada harga riil tembakau di tingkat konsumen adalah sebesar 0.09 sedangkan di tingkat petani adalah sebesar 0.16 persen.
97
7.3.
Perubahan Kesejahteraan Dari tabel 20, dapat dilihat perubahan rata-rata faktor-faktor penentuan
kesejahteraan produsen rokok, konsumen rokok, petani tembakau, konsumen tembakau dan pendapatan pemerintah dari penetapan tarif cukai. Dengan perubahan
faktor-faktor
tersebut
dapat
kita
tentukan
besar
perubahan
kesejahteraan petani tembakau, perusahaan rokok kretek, konsumen rokok kretek dan perubahan penerimaan pemerintah. Perubahan tersebut ditunjukkan oleh Tabel 26 berikut ini: Tabel 26. Perubahan Kesejahteraan Rata-Rata Dampak Kenaikan Tarif Cukai Rokok Kretek Besar Perubahan Rata-rata (milyar rupiah) Surplus -1.6064 Petani Tembakau -1.5824 Konsumen Tembakau -675.4200 Produsen Rokok Kretek -677.0024 Perusahaan Rokok Kretek -3 635.6858 Konsumen Rokok Kretek 4 079.7303 Pemerintah -234.5643 Total Sumber: Data, diolah (2013) Berdasarkan tabel 26, dapat dilihat bahwa kenaikan tarif cukai rokok kretek sebesar
10
persen,
cateris
paribus,
dapat
menyebabkan
berkurangnya
kesejahteraan petani tembakau rata-rata sebesar Rp 1.61 milyar. Kesejahteraan konsumen tembakau berkurang sebesar Rp 1.58 milyar. Kesejahteraan produsen rokok kretek berkurang sebesar Rp 675.42 milyar. Keuntungan perusahaan rokok kretek yang merupakan penjumlahan dari perubahan kesejahteraan konsumen tembakau dan perubahan kesejahteraan produsen rokok kretek berkurang sebesar Rp 677 milyar. Konsumen rokok kretek mengalami penurunan kesejahteraan terbesar yaitu Rp 3.64 triliun. Pendapatan pemerintah meningkat sebesar Rp 4.1
98
triluin dan total keuntungan ekonomi yang hilang adalah sebesar Rp 234.56 milyar. 7.3.1. Perubahan Kesejahteraan Tahun 2006 Dari
tabel
21,
dapat
dilihat
perubahan
faktor-faktor penentuan
kesejahteraan produsen rokok, konsumen rokok, petani tembakau, konsumen tembakau dan pendapatan pemerintah dari penetapan tarif cukai pada tahun 2006. Dengan perubahan faktor-faktor tersebut dapat kita tentukan besar perubahan kesejahteraan petani tembakau, perusahaan rokok kretek, konsumen rokok kretek dan perubahan penerimaan pemerintah. Perubahan tersebut ditunjukkan oleh Tabel 27 berikut ini: Tabel 27. Perubahan Kesejahteraan sebagai Dampak Kenaikan Tarif Cukai Rokok Kretek Tahun 2006 Besar Perubahan tahun 2006 (milyar rupiah) Kesejahteraan 0 Petani Tembakau 0 Konsumen Tembakau -44.1571 Produsen Rokok Kretek -44.1571 Perusahaan Rokok Kretek -2 715.6061 Konsumen Rokok Kretek 2 729.3767 Pemerintah -30.3865 Total Sumber: Data, diolah (2013) Berdasarkan tabel 27, dapat dilihat bahwa kenaikan tarif cukai rokok kretek sebesar 10 persen dari tarif cukai dasar, cateris paribus, dapat menyebabkan berkurangnya kesejahteraan petani tembakau sebesar Rp 0 milyar. Kesejahteraan konsumen tembakau berkurang sebesar Rp 0 milyar. Kesejahteraan produsen rokok kretek berkurang sebesar Rp 44.16 milyar. Keuntungan perusahaan rokok kretek yang merupakan penjumlahan dari perubahan kesejahteraan konsumen tembakau dan perubahan kesejahteraan produsen rokok kretek berkurang sebesar Rp 44.16 milyar. Konsumen rokok kretek mengalami penurunan kesejahteraan
99
terbesar yaitu Rp 2.7 triliun. Pendapatan pemerintah meningkat sebesar Rp 2.73 triluin dan total keuntungan ekonomi yang hilang adalah sebesar Rp 30.39 milyar. 7.3.2. Perubahan Kesejahteraan Tahun 2007 Dari
tabel
22,
dapat
dilihat
perubahan
faktor-faktor penentuan
kesejahteraan produsen rokok, konsumen rokok, petani tembakau, konsumen tembakau dan pendapatan pemerintah dari penetapan tarif cukai pada tahun 2007. Dengan perubahan faktor-faktor tersebut dapat kita tentukan besar perubahan kesejahteraan petani tembakau, perusahaan rokok kretek, konsumen rokok kretek dan perubahan penerimaan pemerintah. Perubahan tersebut ditunjukkan oleh Tabel 28 berikut ini: Tabel 28. Perubahan Kesejahteraan sebagai Dampak Kenaikan Tarif Cukai Rokok Kretek Tahun 2007 Besar Perubahan tahun 2007 (milyar rupiah) Kesejahteraan -0.0816 Petani Tembakau -0.0798 Konsumen Tembakau -366.3401 Produsen Rokok Kretek -366.4199 Perusahaan Rokok Kretek -3 123.4744 Konsumen Rokok Kretek 3 405.6343 Pemerintah -84.3417 Total Sumber: Data, diolah (2013) Berdasarkan tabel 28, dapat dilihat bahwa kenaikan tarif cukai rokok kretek sebesar 10 persen dari tarif cukai tahun 2006, cateris paribus, dapat menyebabkan berkurangnya
kesejahteraan
petani
tembakau
sebesar
Rp
0.08
milyar.
Kesejahteraan konsumen tembakau berkurang sebesar Rp 0.08 milyar. Kesejahteraan produsen rokok kretek berkurang sebesar Rp 366.34 milyar. Keuntungan perusahaan rokok kretek yang merupakan penjumlahan dari perubahan kesejahteraan konsumen tembakau dan perubahan kesejahteraan produsen rokok kretek berkurang sebesar Rp 366.42 milyar. Konsumen rokok
100
kretek mengalami penurunan kesejahteraan terbesar yaitu Rp 3.1 triliun. Pendapatan pemerintah meningkat sebesar Rp 3.4 triluin dan total keuntungan ekonomi yang hilang adalah sebesar Rp 84.34 milyar. 7.3.3. Perubahan Kesejahteraan Tahun 2008 Dari
tabel
23,
dapat
dilihat
perubahan
faktor-faktor penentuan
kesejahteraan produsen rokok, konsumen rokok, petani tembakau, konsumen tembakau dan pendapatan pemerintah dari penetapan tarif cukai pada tahun 2008. Dengan perubahan faktor-faktor tersebut dapat kita tentukan besar perubahan kesejahteraan petani tembakau, perusahaan rokok kretek, konsumen rokok kretek dan perubahan penerimaan pemerintah. Perubahan tersebut ditunjukkan oleh Tabel 29 berikut ini: Tabel 29. Perubahan Kesejahteraan sebagai Dampak Kenaikan Tarif Cukai Rokok Kretek Tahun 2008 Besar Perubahan tahun 2008 (milyar rupiah) Kesejahteraan -0.8344 Petani Tembakau -0.7839 Konsumen Tembakau -668.2596 Produsen Rokok Kretek -669.0436 Perusahaan Rokok Kretek -4 298.4011 Konsumen Rokok Kretek 4 778.8161 Pemerintah -189.4629 Total Sumber: Data, diolah (2013) Berdasarkan tabel 29, dapat dilihat bahwa kenaikan tarif cukai rokok kretek sebesar 10 persen dari tarif cukai tahun 2007, cateris paribus, dapat menyebabkan berkurangnya
kesejahteraan
petani
tembakau
sebesar
Rp
0.83
milyar.
Kesejahteraan konsumen tembakau berkurang sebesar Rp 0.78 milyar. Kesejahteraan produsen rokok kretek berkurang sebesar Rp 668.26 milyar. Keuntungan perusahaan rokok kretek yang merupakan penjumlahan dari perubahan kesejahteraan konsumen tembakau dan perubahan kesejahteraan
101
produsen rokok kretek berkurang sebesar Rp 669.04 milyar. Konsumen rokok kretek mengalami penurunan kesejahteraan terbesar yaitu Rp 4.3 triliun. Pendapatan pemerintah meningkat sebesar Rp 4.8 triluin dan total keuntungan ekonomi yang hilang adalah sebesar Rp 189.46 milyar. 7.3.4. Perubahan Kesejahteraan Tahun 2009 Dari
tabel
24,
dapat
dilihat
perubahan
faktor-faktor penentuan
kesejahteraan produsen rokok, konsumen rokok, petani tembakau, konsumen tembakau dan pendapatan pemerintah dari penetapan tarif cukai pada tahun 2009. Dengan perubahan faktor-faktor tersebut dapat kita tentukan besar perubahan kesejahteraan petani tembakau, perusahaan rokok kretek, konsumen rokok kretek dan perubahan penerimaan pemerintah. Perubahan tersebut ditunjukkan oleh Tabel 30 berikut ini: Tabel 30. Perubahan Kesejahteraan sebagai Dampak Kenaikan Tarif Cukai Rokok Kretek Tahun 2009 Besar Perubahan tahun 2009 (milyar rupiah) Kesejahteraan -1.9931 Petani Tembakau -2.3603 Konsumen Tembakau -1 030.4951 Produsen Rokok Kretek -1 032.8554 Perusahaan Rokok Kretek -4 358.8816 Konsumen Rokok Kretek 5 172.1984 Pemerintah -221.5317 Total Sumber: Data, diolah (2013) Berdasarkan tabel 30, dapat dilihat bahwa kenaikan tarif cukai rokok kretek sebesar 10 persen dari tarif cukai tahun 2008, cateris paribus, dapat menyebabkan berkurangnya
kesejahteraan
petani
tembakau
sebesar
Rp
1.99
milyar.
Kesejahteraan konsumen tembakau berkurang sebesar Rp 2.36 milyar. Kesejahteraan produsen rokok kretek berkurang sebesar Rp 1.03 triliun. Keuntungan perusahaan rokok kretek yang merupakan penjumlahan dari
102
perubahan kesejahteraan konsumen tembakau dan perubahan kesejahteraan produsen rokok kretek berkurang sebesar Rp 1.032 triliun. Konsumen rokok kretek mengalami penurunan kesejahteraan terbesar yaitu Rp 4.4 triliun. Pendapatan pemerintah meningkat sebesar Rp 5.2 triluin dan total keuntungan ekonomi yang hilang adalah sebesar Rp 221.53 milyar. 7.3.5. Perubahan Kesejahteraan Tahun 2010 Dari
tabel
25,
dapat
dilihat
perubahan
faktor-faktor penentuan
kesejahteraan produsen rokok, konsumen rokok, petani tembakau, konsumen tembakau dan pendapatan pemerintah dari penetapan tarif cukai pada tahun 2010. Dengan perubahan faktor-faktor tersebut dapat kita tentukan besar perubahan kesejahteraan petani tembakau, perusahaan rokok kretek, konsumen rokok kretek dan perubahan penerimaan pemerintah. Perubahan tersebut ditunjukkan oleh Tabel 31 berikut ini: Tabel 31. Perubahan Kesejahteraan sebagai Dampak Kenaikan Tarif Cukai Rokok Kretek Tahun 2010 Besar Perubahan tahun 2010 (milyar rupiah) Kesejahteraan -6.0721 Petani Tembakau -4.9790 Konsumen Tembakau -1 292.6689 Produsen Rokok Kretek -1 297.6479 Perusahaan Rokok Kretek -3 503.1268 Konsumen Rokok Kretek 4 457.5885 Pemerintah -349.2582 Total Sumber: Data, diolah (2013) Berdasarkan tabel 31, dapat dilihat bahwa kenaikan tarif cukai rokok kretek sebesar 10 persen dari tarif cukai tahun 2009, cateris paribus, dapat menyebabkan berkurangnya
kesejahteraan
petani
tembakau
sebesar
Rp
6.07
milyar.
Kesejahteraan konsumen tembakau berkurang sebesar Rp 4.98 milyar. Kesejahteraan produsen rokok kretek berkurang sebesar Rp 1.292 triliun.
103
Keuntungan perusahaan rokok kretek yang merupakan penjumlahan dari perubahan kesejahteraan konsumen tembakau dan perubahan kesejahteraan produsen rokok kretek berkurang sebesar Rp 1.297 triliun. Konsumen rokok kretek mengalami penurunan kesejahteraan terbesar yaitu Rp 3.5 triliun. Pendapatan pemerintah meningkat sebesar Rp 4.5 triluin dan total keuntungan ekonomi yang hilang adalah sebesar Rp 349.26 milyar.
104
VIII. 8.1.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan Berdasarkan pembahasan di atas, dapat diambil beberapa kesimpulan
antara lain: 1.
Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan, penawaran dan harga
rokok kretek antara lain: a. Permintaan rokok kretek dipengaruhi oleh harga riil rokok kretek di tingkat konsumen, jumlah penduduk dewasa dan pendapatan per kapita masyarakat. b. Penawaran rokok kretek dipengaruhi oleh harga riil cengkeh, harga riil rokok kretek di tingkat produsen dan harga riil ekspor rokok kretek. c. harga rokok kretek di itngkat produsen dipengaruhi oleh penawaran rokok kretek. d. Harga rokok kretek di tingkat konsumen dipengaruhi oleh penawaran tembakau dan tarif cukai rokok kretek. 2.
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap permintaan, penawaran dan
harga tembakau antara lain: a. Permintaan tembakau dipengaruhi oleh harga riil cengkeh dan permintaan tembakau oleh industri selain rokok kretek. b. Penawaran tembakau dipengaruhi oleh luas lahan perkebunan tembakau, harga riil tembakau di tingkat konsumen dan harga riil tembakau impor Indonesia. c. harga tembakau di tingkat produsen dipengaruhi oleh harga riil tembakau di tingkat konsumen
d. harga tembakau di tingkat konsumen dipengaruhi oleh permintaan tembakau total pada tahun sebelumnya. 3.
Kenaikan tarif cukai rokok kretek menyebabkan penurunan permintaan
dan penawaran rokok kretek. Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa kenaikan tarif cukai rokok kretek meningkatkan harga riil rokok kretek di tingkat konsumen yang menyebabkan penurunan permintaan rokok kretek. Harga riil rokok kretek di tingkat produsen mengalami penurunan yang pada akhirnya akan menurunkan jumlah penawaran rokok kretek. 4.
Tarif cukai rokok kretek menyebabkan penurunan permintaan, penawaran
dan harga tembakau. Penurunan permintaan tembakau oleh rokok kretek sebagai dampak dari penurunan harga riil rokok kretek di tingkat produsen menyababkan penurunan permintaan tembakau total. Penurunan permintaan tembakau total menyebabkan penurunan harga riil tembakau baik di tingkat konsumen maupun di tingkat produsen. Penurunan harga riil tembakau baik di tingkat produsen maupun konsumen menyebabkan penurunan jumlah penawaran tembakau. 5.
Perubahan yang disebabkan oleh perubahan tarif cukai rokok kretek
berdampak pada berubahnya kesejahteraan petani tembakau, konsumen tembakau, produsen rokok kretek dan konsumen rokok kretek. Kesejahteraan petani tembakau, kesejahteraan konsumen tembakau, kesejahteraan produsen rokok kretek dan kesejahteraan konsumen rokok kretek mengalami penurunan apabila terjadi kenaikan tarif cukai rokok kretek. 6.
Kenaikan tarif cukai rokok kretek menyebabkan peningkatan pendapatan
pemerintah namun menurunkan kesejahteraan konsumen rokok kretek, produsen
106
rokok
kretek
dan
petani
tembakau
sehingga
menyebabkan
penurunan
kesejahteraan ekonomi total. 8.2.
Saran Berdasarkan uraian yang telah disampaikan sebelumnya, pemerintah
seharusnya tetap menaikkan tarif cukai rokok kretek sebesar 10 persen karena terbukti mampu mengurangi permintaan rokok kretek. Berkurangnya permintaan rokok
kretek
merepresentasikan
pengurangan
konsumsi
rokok
kretek.
Berkurangnya konsumsi rokok kretek dapat meminimalisir kerugian dari konsumsi rokok kretek namun pemerintah harus melakukan suatu kebijakan untuk mengurangi dampak penurunan kesejahteraan dan keuntungan ekonomi total yang terjadi sebagai dampak kenaikan tarif cukai rokok kretek.
107
DAFTAR PUSTAKA Abdurahman, F. 2011. Analisis Dampak Asean Free Trade Area (AFTA) Terhadap Kesejahteraan Petani Padi di Indonesia. Skripsi Sarjana. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Badan Pusat Statistik. 2012. Curah Hujan Nasional Rata-Rata 1990-2010, Jakarta. _________________. 2012. Harga Komoditas Pertanian 1990-2010, Jakarta. _________________. 2012. Harga Rokok Kretek Rata-Rata 1990-2010, Jakarta. _________________. 2012. Jumlah Penduduk 1990-2010, Jakarta. _________________. 2012. Pendapatan Per Kapita Masyarakat 1990-2010, Jakarta. _________________. 2012. Penerimaan Pemerintah Indonesia Tahun 2009-2012, Jakarta. _________________. 2012. Peranan Sektor Tembakau dan Sektor Industri Rokok dalam Penyerapan Tenaga Kerja Tahun 2000, Jakarta. _________________. 2012. Permintaan Tembakau Nasional 1990-2010, Jakarta. _________________. 2012. Produksi dan Konsumsi Rokok Nasional 1990-2010, Jakarta. _________________. 2012. Total Ekspor dan Impor Tembakau Nasional 19902010, Jakarta. _________________. 2012. Rata-Rata Upah Riil Buruh Tani 1990-2012, Jakarta. Beattie, B.R., and C.R. Taylor. 1985. The Economics of Production. John Wiley and Sons, New York. Chiang, C.A. 1984. Fundamental Methods of Matematical Economics Third Edition. Mc Graw-Hill Book Company, New York. Debertin, D.L. 1986. Agricultural Production Economics. McMillan Publishing Company, New York. Direktorat Jenderal Perkebunan. 2012. Luas Perkebunan dan Produksi Tembakau 1990-2010, Jakarta. Dolan, E.G. 1974. Basic Microeconomics : Principles and Reality. The Dryden Press, Illinois.
Doll, J.P., and F. Orazem. 1984. Production Economics: Theory with Applications Second Edition. John Wiley & Sons, New York. Emilia, Putri. 2009. Efek Merokok terhadap Kondisi Periodontal pada Tukang Becak di Kelurahan Tanjung Rejo Kota Medan. Skripsi Sarjana. Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Sumatera Utara, Medan. Gujarati, D. 2003. Basic Econometrics. Mc Graw-Hill. Singapore. Henderson, J.M., and R. E. Quant. 1980. Microeconomics Theory : A Mathematical Approach Third Edition. International Student Edition. McGraw-Hill Book Company, Singapura. Kementerian Keuangan RI. 2000. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 89/KMK.05/2000 tentang Penetapan Tarif Cukai dan Harga Dasar Hasil Tembakau, Jakarta. ____________________. 2000. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 453/KMK.05/2000 tentang Kenaikan Harga Dasar Hasil Tembakau, Jakarta. ____________________. 2001. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 144/KMK.04/2001 tentang Kenaikan Harga Dasar Hasil Tembakau, Jakarta. ____________________. 2001. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 383/KMK.04/2001 tentang Kenaikan Harga Dasar Hasil Tembakau, Jakarta. ____________________. 2001. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 384/KMK.04/2001 tentang Penetapan Tarif Cukai dan Harga Dasar Hasil Tembakau, Jakarta. ____________________. 2001. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 597/KMK.04/2001 tentang Penetapan Tarif Cukai dan Harga Dasar Hasil Tembakau, Jakarta. ____________________. 2002. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 449/KMK.04/2002 tentang Kenaikan Harga Dasar Hasil Tembakau, Jakarta. ____________________. 2005. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 43/PMK.04/2005 tentang Penetapan Tarif Cukai dan Harga Dasar Hasil Tembakau, Jakarta. ____________________. 2007. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 134/PMK.04/2007 tentang Cukai Hasil Olahan Tembakau, Jakarta.
109
____________________. 2008. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 203/PMK.011/2008 tentang Cukai Hasil Olahan Tembakau, Jakarta. ____________________. 2009. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 99/PMK.011/2010 tentang Cukai Hasil Olahan Tembakau, Jakarta. ____________________. 2010. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 190/PMK.011/2010 tentang Cukai Hasil Olahan Tembakau, Jakarta. ____________________. 2010. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 190/PMK.011/2010 tentang Cukai Hasil Olahan Tembakau, Jakarta. ____________________. 2011. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 167/PMK.011/2011 tentang Cukai Hasil Olahan Tembakau, Jakarta. Kosen, Suwarta. 2012. Bunga Rampai Fakta Tembakau dan Permasalahannya di Indonesia Tahun 2012 Bab 2. Tobacco Control Support Center, Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia, Kementerian Kesehatan: Jakarta. Koutsoyiannis, A. 1977. Theory of Econometrics. The Macmillan Press. Ltd, London. Lipsey, R. G., P. O. Steiner, and D. D. Purvis.1987. Economics. Eight Edition. Harper & Row Publishers. Inc, New York. Novindra. 2011. Dampak Kebijakan Domestik dan Perubahan Faktor Eksternal Terhadap Kesejahteraan Produsen dan Konsumen Minyak Sawit di Indonesia. Tesis Magister. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Pemerintah Republik Indonesia. 2007. UU No. 39 tahun 2007 Tentang Cukai, Jakarta. Perloff, Jefrey M. 2008. Microeconomcs Theory and Application with Calculus. Pearson Education. Inc, Boston. Perloff, H. and Wingo, L. Jr. 1961. Natural Resource Endowment and Regional Economic Growth. Natural Resources and Economic Growth. Ed Joseph. Spengler, Washington D. C. Pindyck, R.S., and D.L. Rubinfeld. 1991. Econometric Models and Economic Forecast Fourth Edition. McGraw-Hill Inc, New York.
110
Puri Sari H dkk. 2012. Bunga Rampai Fakta Tembakau dan Permasalahannya di Indonesia Tahun 2012. Tobacco Control Support Center, Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia, Kementerian Kesehatan: Jakarta. Salvator, D. 2003. Ekonomi Internasional. Munandar [Penerjemah]. Erlangga. Jakarta. Samuelson, P.A. dan W.D. Nordhaus. 2005. Economics Edisi Ke-18. Mc GrawHill, Boston. Stiglitz, J.E. 2000. Economics of The Public Sector Third Edition. W. W. Norton & Co, New York. Sudaryanto, Tahlim dkk. 2010. Analisis Prospek Ekonomi Tembakau Di Pasar Dunia Dan Refleksinya Di Indonesia Tahun 2010. Departemen Pertanian, Jakarta. Tjahjapriadi, C. dan Indarto, W.D. 2003. Analisis Pola Konsumsi Rokok Sigaret Kretek Mesin, Sigaret Kretek Tangan, dan Sigaret Putih Mesin. Jurnal Kajian Ekonomi dan Keuangan, 7 (4): 104-123. Vesdapunt, K. 1984. Thailand Rice Policy Model: A Simulation Analysis. Ph.D. Dissertation. University of Philippines, Los Banos. World Trade Tobacco. 2012. Tobacco International Price 1990-2010, Bremen. Yustishia, W. 2007. Analisis Dampak Kenaikan Tarif Cukai Tembakau Terhadap Permintaan Rokok Kretek, Keuntungan Usaha dan Kesempatan Kerja Industri Rokok Skala Kecil Tanpa Cukai. Skripsi Sarjana. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
111
LAMPIRAN
Lampiran 1. Tabel Matriks Keterkaitan Tujuan, Indikator, Parameter Penelitian, Jenis, Cara Mendapatkan, Sumber dan Metode Analisis Data No
1.
2.
3.
4.
Tujuan
Indikator
Parameter
Jenis Data
Menganalisis faktorfaktor yang berpengaruh terhadap permintaan, penawaran dan harga rokok kretek. Menganalisis faktorfaktor yang berpengaruh terhadap permintaan, penawaran dan harga tembakau. Mengestimasi pengaruh perubahan tarif cukai rokok kretek terhadap permintaan, penawaran dan harga rokok kretek. Mengestimasi pengaruh perubahan tarif cukai rokok kretek terhadap permintaan, penawaran dan harga rokok kretek.
Hasil spesifikasi dan estimasi model
a. Uji t pada hasil estimasi model b. Elastisitas masingmasing variabel di dalam model pada hasil estimasi model a.Uji t pada hasil estimasi model b. Elastisitas masingmasing variabel di dalam model pada hasil estimasi model a. Perubahan permintaan, penawaran dan harga rokok kretek
Data sekunder time series
Literatur
Badan Pusat Statistik, Direktorat Jenderal Perkebunan dan literatur lain
• Spesifikasi Model • Estimasi Model • Uji statistik
Data sekunder time series
Literatur
Badan Pusat Statistik, Direktorat Jenderal Perkebunan dan literatur lain
• Spesifikasi Model • Estimasi Model • Uji statistik
Data sekunder time series
Estimasi persamaan di dalam model
Hasil estimasi persamaan di dalam model
• Simulasi model
Data sekunder time series
Estimasi persamaan di dalam model
Hasil estimasi persamaan di dalam model
• Simulasi model
Hasil spesifikasi dan estimasi model Hasil simulasi model persamaan simultan
Hasil simulasi model persamaan simultan
b. Perubahan permintaan, penawaran dan harga rokok kretek
Cara Mendapatkan Data
Sumber Data
Metode Analisis Data
113
Lampiran 1. Lanjutan No
5.
Tujuan
Mengestimasi pengaruh perubahan tarif cukai rokok kretek terhadap kesejahteraan petani tembakau, kesejahteraan konsumen tembakau, kesejahteraan konsumen rokok kretek, kesejahteraan produsen rokok kretek dan pendapatan pemerintah.
Indikator
Surplus konsumen dan produsen
Parameter
Jenis Data
a. Perubahan surplus produsen tembakau b. Perubahan surplus konsumen tembakau c. Perubahan surplus produsen rokok kretek d. Perubahan surplus produsen rokok kretek e. Perubahan pendapatan pemerintah
Data sekunder time series
Cara Mendapatkan Data Simulasi model
Sumber Data
Hasil simulasi model
Metode Analisis Data • Estimasi surplus produsen dan surplus konsumen
114
Lampiran 2. Hubungan Antar Variabel Dalam Model Pengaruh Kenaikan Tarif Cukai Rokok Kretek
JP
PP
HTDP LKTV
HP LKTT
DRK PTD
CRK DTO PL
HTMTI LKTSV
CH TMT
HG
UB
TEXRK
ST
HTETI
HRK
HTDK
= Variabel Endogen = Variabel Eksogen = Mempengaruhi
HEX RK
SRK
HC
TET
Keterangan:
HCRK
DTT
DTORK
PRK
TB
Lampiran 3. Data Variabel TAHUN T LKTT LKTV PTD TMT TET DTT NETI NMTI HTDK HTDP HP 1990 1 235866 40333 156432.00 26546.00 17401.00 147287.00 58612.00 41963.00 19567.14 1959.18 185.00 1991 2 214838 36737 140283.00 28542.00 22403.00 134144.00 57862.00 58430.00 19570.45 1962.49 210.00 1992 3 166847 28531 111655.00 25108.00 32365.00 118912.00 80949.00 64547.00 20013.52 2405.56 220.00 1993 4 178496 30523 121370.00 30226.00 37259.00 128403.00 66014.00 76995.00 19990.04 2382.08 240.00 1994 5 193095 33019 130134.00 40321.00 30926.00 120739.00 53261.00 100217.00 20833.10 3225.14 260.00 1995 6 220944 37781 140169.00 47953.00 21989.00 114205.00 61456.00 104474.00 21764.27 4156.31 318.00 1996 7 225475 38556 151025.00 45060.00 33240.00 139205.00 84623.00 134153.00 21948.46 4340.50 330.00 1997 8 248877 42558 209626.00 47108.00 42281.00 204799.00 104743.00 157767.00 22311.70 4703.74 400.00 1998 9 165487 28298 105580.00 23219.00 49960.00 132321.00 147552.00 108464.00 24340.73 6732.77 1115.00 1999 10 167271 28603 135384.00 40914.00 37096.00 131566.00 91833.00 128021.00 28526.53 10918.57 1088.40 2000 11 239737 40995 204329.00 34248.00 35957.00 206038.00 71287.00 114834.00 21499.90 9261.77 1352.81 2001 12 260738 44586 199103.00 44346.00 43030.00 197787.00 91404.00 139608.00 24603.29 11084.35 1334.29 2002 13 256081 39177 192082.00 33289.00 42686.00 201479.00 76684.00 105953.00 29546.90 13022.49 1400.32 2003 14 256801 27389 200875.00 29579.00 40638.00 211934.00 62874.00 95190.00 32751.65 14025.32 1596.87 2004 15 200973 26723 165108.00 35171.00 46463.00 176400.00 90618.00 120854.00 31551.74 13667.84 1626.77 2005 16 198212 26856 153470.00 48142.00 53729.00 159057.00 117433.00 179201.00 32822.84 12832.27 1758.06 2006 17 172234 26856 146265.00 54514.00 53729.00 145480.00 107787.00 189915.00 35684.14 15129.45 1865.46 2007 18 198054 36166 164851.00 69742.00 46834.00 141943.00 124423.00 267083.00 40188.39 21419.13 1200.00 2008 19 196627 33623 168037.00 77302.00 50269.00 141004.00 133196.00 330510.00 43768.71 23503.26 1200.00 2009 20 204450 34961 176510.00 53199.00 52515.00 175826.00 172629.00 290170.00 41069.45 23461.49 2336.37 2010 21 193916 33160 135678.00 65685.00 57408.00 127401.00 195633.00 378710.00 39757.56 22149.60 2080.18
116
Lampiran 3, Lanjutan CH NTR DTORK PRK HTVDP HCRK CRK HC DRK PP JP 2296.74 8258.04 83400.00 139000.00 7829.89 184.90 19.00 27280.63 154710.00 1097.81 97625.50 1717.49 7898.49 80400.00 134000.00 6094.04 190.39 17.00 24385.41 129720.00 1253.97 100280.00 1916.71 7792.90 83400.00 139000.00 7105.15 211.46 15.00 13794.41 137300.00 1408.66 102918.60 2115.94 7265.84 83400.00 139000.00 9407.37 192.67 17.00 8849.86 152120.00 1757.97 105552.30 1586.69 6933.50 80400.00 134000.00 8173.65 199.14 17.00 8446.27 173540.00 2004.55 108189.20 2605.70 6695.68 105000.00 175000.00 17877.47 202.33 14.00 7890.92 191440.00 2345.88 110827.70 2352.78 6493.19 112200.00 187000.00 11428.01 201.93 14.00 7683.92 203960.00 2706.36 113555.70 2507.23 11411.04 118200.00 197000.00 15861.35 193.42 15.00 9325.15 190630.00 3130.08 116230.00 2173.88 11085.79 117600.00 196000.00 12970.37 168.84 38.00 10250.03 237350.00 4760.84 118885.60 2952.74 9614.08 118200.00 197000.00 15190.25 218.16 41.00 27081.92 223870.00 5421.91 121548.50 3060.59 11882.35 123600.00 206000.00 19368.23 225.32 66.00 38235.29 216120.00 6145.07 121624.20 2515.63 11443.66 121200.00 202000.00 15563.38 262.31 81.00 63488.12 200270.00 8080.53 124211.20 2026.00 8940.00 109200.00 182000.00 12247.80 314.77 105.00 64320.00 183420.00 8645.09 126744.00 2556.36 8057.30 109200.00 182000.00 11602.51 317.28 117.00 19979.06 154510.00 9429.50 129172.00 2506.80 8203.09 123000.00 205000.00 10335.89 303.53 117.00 23461.37 175320.00 10610.08 131505.00 2524.53 7914.30 123000.00 205000.00 8626.59 310.89 136.00 25414.50 187000.00 12704.84 134161.00 1657.64 6479.36 121800.00 203000.00 7062.05 288.47 156.00 25354.11 206000.00 15028.52 136399.20 2391.40 9129.42 129600.00 216000.00 11411.78 327.93 155.00 36512.40 210000.00 17545.44 138601.60 3010.00 9187.15 139800.00 233000.00 10748.97 418.54 246.00 37920.70 213000.00 21700.00 140556.40 1878.41 9244.87 134400.00 224000.00 10354.25 433.14 261.00 39329.00 215440.00 24300.00 142362.30 2513.18 9302.59 140472.00 234120.00 9488.64 380.08 208.00 40737.30 218350.00 19691.18 145684.37
HG
466.68 517.47 303.70 284.05 352.83 419.81 432.75 498.27 933.01 1157.40 981.52 1105.61 1202.30 1204.89 1200.72 1498.12 2016.64 2315.59 2438.11 2687.59 2335.94
117
Lampiran 3. Lanjutan UB
TB
TEXRK 519.00 736.60 707.40 691.60 261.20 769.60 767.80 648.00 508.40 1263.60 1323.60 1352.80 1356.60 1362.00 1367.60 1466.17 1535.81 1605.45 1675.09 1744.73 1814.37
HEXRK 75.065 87.505 87.115 76.375 90.365 86.765 94.435 174.41 89.81 128.225 202.91 197.385 160.815 146.205 153.93 185.4988 193.2585 201.0182 208.778 216.5377 224.2974
Keterangan: T = tren 544 20 LKTT = luas lahan perkebunan tembakau total 615 20.9 LKTV = luas lahan perkebunan tembakau virginia 726 19.2 PTD = produksi tembakau domestik TET = total ekspor tembakau 871 16.6 TMT = total impor tembakau 1019 15 DTT = permintaan tembakau total NETI = nilai ekspor tembakau Indonesia 1309 15.7 NMTI = nilai impor tembakau Indonesia 1448 16.4 HTDK = harga riil tembakau di tingkat konsumen HTDP = harga riil tembakau di tingkat produsen 1500 17.6 HP = harga riil pupuk di tingkat petani 1884 22.7 CH = curah hujan 2216 22.6 NTR = kurs dolar DTORK = permintaan tembakau oleh industri rokok kretek 2563 16.6 PRK = produksi rokok kretek 3531 17.1 HTVDP = harga riil tembakau virginia di tingkat petani HCRK = harga riil rokok kretek di tingkat konsumen 4087 18 CRK = tarif cukai rokok kretek 5213 17 HC = harga riil cengkeh 6127 14.7 DRK = permintaan rokok kretek PP = pendapatan per kapita masyarakat 7391 14.2 JP = jumlah penduduk dewasa 9220 14.3 HG = harga riil gabah di tingkat petani UB = rata-rata upah riil buruh tani tembakau 9390 14.5 TB = tingkat suku bunga 9296 15 TEXRK = total ekspor rokok kretek 9402 14.2 HEXRK = harga riil ekspor rokok kretek 9541.88 13.4 Sumber: BPS (2012), Ditjetbun (2012), Kementerian Keuangan (2012) 118
Lampiran 4. Perintah Yang Digunakan pada Program SAS data Hard; input TAHUN T LKTT LKTV PTD TMT TET DTT NETI NMTI HTDK HTDP HP CH NTR DTORK PRK HTVDP HCRK CRK HC DRK PP JP HG UB TB TEXRK HEXRK; /*create variable*/ LKTSV = (LKTT-LKTV); ST = (PTD-TET+TMT); HTETI = ((NETI/TET)*NTR); HTMTI = ((NMTI/TMT)*NTR); DTOPL = (DTT-DTORK); HRK = (HCRK-CRK); PET = (HTETI-HTVDP); PETD = (HTDK-HTVDP); SRK = (PRK-TEXRK); /*create lag endogenous variable*/ LLKTV = LAG (LKTV); LPTD = LAG (PTD); LTMT = LAG (TMT); LTET = LAG (TET); LDTT = LAG (DTT); LST = LAG (ST); LHTDK = LAG (HTDK); LHTDP = LAG (HTDP); LDTORK = LAG (DTORK); LPRK = LAG (PRK); LHCRK = LAG (HCRK); LDRK = LAG (DRK); LHRK = LAG (HRK); LTB = LAG (TB); LTEXRK = LAG (TEXRK); /*mendeskripsikan variabel*/ label TAHUN = 'tahun' T = 'TREN' LKTT = 'luas perkebunan tembakau total (Ha)' LKTV = 'luas perkebunan tembakau virginia (Ha)' LKTSV = 'luas perkebunan tembakau selain virginia (Ha)' PTD = 'produksi tembakau domestik (ton)' TMT = 'total impor tembakau (ton)' TET = 'total ekspor tembakau (ton)' ST = 'penawaran tembakau total (ton)' DTORK = 'permintaan tembakau oleh perusahaan rokok kretek (ton)' DTOPL = 'permintaan tembakau oleh perusahaan selain rokok kretek (ton)' DTT = 'permintaan tembakau total (ton)' HTETI = 'harga riil tembakau ekspor Indonesia (000 Rp/ton)' HTMTI = 'harga riil tembakau impor Indonesia (000 Rp/ton)' HTVDP = 'harga riil tembakau virginia di tingkat petani (000 Rp/ton)' HTDP = 'harga riil tembakau di tingkat petani (000 Rp/ton)' HTDK = 'harga riil tembakau di tingkat konsumen (000 Rp/ton)' HP = 'harga riil pupuk di tingkat petani (000 Rp/Kg)' CH = 'curah hujan (mm/tahun)' HG = 'harga riil gabah di tingkat petani (000 Rp/ton)' UB = 'rata-rata upah riil buruh tani tembakau (000 Rp/tahun)'
119
Lampiran 4. Lanjutan HC = 'harga riil cengkeh di tingkat konsumen (000 Rp/ton)' PRK = 'produksi rokok kretek (juta batang)' BPRK = 'biaya produksi satu batang rokok kretek (Rp/batang)' DRK = 'permintaan rokok kretek (juta batang)' JP = 'jumlah penduduk dewasa (000 jiwa)' PP = 'pendapatan per kapita per tahun (000 Rp/kapita/tahun)' CRK = 'tarif cukai rokok kretek (Rp/batang)' HCRK = 'harga riil rokok kretek di tingkat konsumen (Rp/batang)' HRK = 'harga riil rokok kretek di tingkat produsen (Rp/batang)' PET = 'keuntungan eksportir tembakau (000 Rp/ton)' PETD = 'keuntungan eksportir yang menjual tembakaunya di dalam negeri (000 Rp/ton)' TB = 'tingkat suku bunga' LLKTV = 'lag luas perkebunan tembakau virginia (Ha)' LPTD = 'lag produksi tembakau domestik (ton)' LTMT = 'lag total impor tembakau (ton)' LTET = 'lag total ekspor tembakau (ton)' LDTT = 'lag permintaan tembakau total (ton)' LST = 'lag penawaran tembakau (ton)' LHTDK = 'lag harga riil tembakau di tingkat konsumen (000 Rp/ton)' LHTDP = 'lag harga riil tembakau di tingkat petani (000 Rp/ton)' LDTORK = 'lag permintaan tembakau oleh perusahaan rokok kretek (ton)' LPRK = 'lag produksi rokok kretek (juta batang)' LHCRK = 'lag harga riil rokok kretek di tingkat konsumen (Rp/batang)' LDRK = 'lag permintaan rokok kretek (juta batang)' LTB = 'lag tingkat suku bunga (%)' LHRK = 'lag harga rokok kretek (Rp/batang)' SRK = 'penawaran rokok kretek (juta batang)' TEXRK = 'total espor rokok kretek (juta batang)' HEXRK = 'harga riil ekspor rokok kretek (Rp/batang)' LTEXRK = 'lag total ekspor rokok kretek (juta batang)' ; cards; 1990 1 235866 40333 58612.00 41963.00 8258.04 83400.00 27280.63 154710.00 519.00 75.065 1991 2 214838 36737 57862.00 58430.00 7898.49 80400.00 24385.41 129720.00 736.60 87.505 1992 3 166847 28531 80949.00 64547.00 7792.90 83400.00 13794.41 137300.00 707.40 87.115 1993 4 178496 30523 66014.00 76995.00 7265.84 83400.00 8849.86 152120.00 691.60 76.375
156432.00 19567.14 139000.00 1097.81
26546.00 1959.18 7829.89 97625.50
17401.00 185.00 184.90 466.68
147287.00 2296.74 19.00 544 20
140283.00 19570.45 134000.00 1253.97
28542.00 1962.49 6094.04 100280.00
22403.00 210.00 190.39 517.47
134144.00 1717.49 17.00 615 20.9
111655.00 20013.52 139000.00 1408.66
25108.00 2405.56 7105.15 102918.60
32365.00 220.00 211.46 303.70
118912.00 1916.71 15.00 726 19.2
121370.00 19990.04 139000.00 1757.97
30226.00 2382.08 9407.37 105552.30
37259.00 240.00 192.67 284.05
128403.00 2115.94 17.00 871 16.6
120
Lampiran 4. Lanjutan 1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
5 193095 33019 53261.00 100217.00 6933.50 80400.00 8446.27 173540.00 261.20 90.365 6 220944 37781 61456.00 104474.00 6695.68 105000.00 7890.92 191440.00 769.60 86.765 7 225475 38556 84623.00 134153.00 6493.19 112200.00 7683.92 203960.00 767.80 94.435 8 248877 42558 104743.00 157767.00 11411.04 118200.00 9325.15 190630.00 648.00 174.41 9 165487 28298 147552.00 108464.00 11085.79 117600.00 10250.03 237350.00 508.40 89.81 10 167271 28603 91833.00 128021.00 9614.08 118200.00 27081.92 223870.00 1263.60 128.225 11 239737 40995 71287.00 114834.00 11882.35 123600.00 38235.29 216120.00 1323.60 202.91 12 260738 44586 91404.00 139608.00 11443.66 121200.00 63488.12 200270.00 1352.80 197.385 13 256081 39177 76684.00 105953.00 8940.00 109200.00 64320.00 183420.00 1356.60 160.815 14 256801 27389 62874.00 95190.00 8057.30 109200.00 19979.06 154510.00 1362.00 146.205 15 200973 26723 90618.00 120854.00 8203.09 123000.00
130134.00 20833.10 134000.00 2004.55
40321.00 3225.14 8173.65 108189.20
30926.00 260.00 199.14 352.83
120739.00 1586.69 17.00 1019 15
140169.00 21764.27 175000.00 2345.88
47953.00 4156.31 17877.47 110827.70
21989.00 318.00 202.33 419.81
114205.00 2605.70 14.00 1309 15.7
151025.00 21948.46 187000.00 2706.36
45060.00 4340.50 11428.01 113555.70
33240.00 330.00 201.93 432.75
139205.00 2352.78 14.00 1448 16.4
209626.00 22311.70 197000.00 3130.08
47108.00 4703.74 15861.35 116230.00
42281.00 400.00 193.42 498.27
204799.00 2507.23 15.00 1500 17.6
105580.00 24340.73 196000.00 4760.84
23219.00 6732.77 12970.37 118885.60
49960.00 1115.00 168.84 933.01
132321.00 2173.88 38.00 1884 22.7
135384.00 28526.53 197000.00 5421.91
40914.00 10918.57 15190.25 121548.50
37096.00 1088.40 218.16 1157.40
131566.00 2952.74 41.00 2216 22.6
204329.00 21499.90 206000.00 6145.07
34248.00 9261.77 19368.23 121624.20
35957.00 1352.81 225.32 981.52
206038.00 3060.59 66.00 2563 16.6
199103.00 24603.29 202000.00 8080.53
44346.00 11084.35 15563.38 124211.20
43030.00 1334.29 262.31 1105.61
197787.00 2515.63 81.00 3531 17.1
192082.00 29546.90 182000.00 8645.09
33289.00 13022.49 12247.80 126744.00
42686.00 1400.32 314.77 1202.30
201479.00 2026.00 105.00 4087 18
200875.00 32751.65 182000.00 9429.50
29579.00 14025.32 11602.51 129172.00
40638.00 1596.87 317.28 1204.89
211934.00 2556.36 117.00 5213 17
165108.00 31551.74 205000.00
35171.00 13667.84 10335.89
46463.00 1626.77 303.53
176400.00 2506.80 117.00
121
Lampiran 4. Lanjutan
2005
2006
2007
2008
2009
2010
23461.37 175320.00 10610.08 1367.60 153.93 16 198212 26856 153470.00 117433.00 179201.00 32822.84 7914.30 123000.00 205000.00 25414.50 187000.00 12704.84 1466.17 185.49878 17 172234 26856 146265.00 107787.00 189915.00 35684.14 6479.36 121800.00 203000.00 25354.11 206000.00 15028.52 1535.81 193.25851 18 198054 36166 164851.00 124423.00 267083.00 40188.39 9129.42 129600.00 216000.00 36512.40 210000.00 17545.44 1605.45 201.01824 19 196627 33623 168037.00 133196.00 330510.00 43768.71 9187.15 139800.00 233000.00 37920.70 213000.00 21700.00 1675.09 208.77797 20 204450 34961 176510.00 172629.00 290170.00 41069.45 9244.87 134400.00 224000.00 39329.00 215440.00 24300.00 1744.73 216.5377 21 193916 33160 135678.00 195633.00 378710.00 39757.56 9302.59 140472.00 234120.00 40737.30 218350.00 19691.18 13.4 1814.37 224.29743
131505.00
1200.72
6127
14.7
48142.00 12832.27 8626.59 134161.00
53729.00 1758.06 310.89 1498.12
159057.00 2524.53 136.00 7391 14.2
54514.00 15129.45 7062.05 136399.20
53729.00 1865.46 288.47 2016.64
145480.00 1657.64 156.00 9220 14.3
69742.00 21419.13 11411.78 138601.60
46834.00 1200.00 327.93 2315.59
141943.00 2391.40 155.00 9390 14.5
77302.00 23503.26 10748.97 140556.40
50269.00 1200.00 418.54 2438.11
141004.00 3010.00 246.00 9296 15
53199.00 23461.49 10354.25 142362.30
52515.00 2336.37 433.14 2687.59
175826.00 1878.41 261.00 9402 14.2
65685.00 22149.60 9488.64 145684.37
57408.00 2080.18 380.08 2335.94
127401.00 2513.18 208.00 9541.88
; proc print data=Hard; run; data estimasi; set sasuser. Simulasi; PROC SYSLIN 2sls DATA=Hard; endogenous LKTV LKTSV LKTT PTD TMT TET ST DTORK DTT HTDP HTDK PRK DRK HCRK HRK; instruments T HP CH HTVDP CRK HC PP JP HG UB DTOPL HTETI HTMTI TB; /*persamaan struktural*/ perkebunan_TV: model LKTV = HTDP HTVDP HP LLKTV/DW; perkebunan_TSV: model LKTSV = HTDP HG UB T/DW; produksi_T: model PTD = LKTT CH T/DW; Total_ET: model TET = HTDK HTETI T LTET/DW; Total_MT: model TMT = HTDK HTMTI LTMT/DW; Demand_TORK: model DTORK = HTDK HRK HC T LDTORK/DW; Harga_TDP: model HTDP = LPTD LDTT HTDK LHTDP/DW; Harga_TDK: model HTDK = LST LDTT LHTDK/DW; produksi_RK: model PRK = HRK HEXRK HTDK HC LTB T LPRK/DW;
122
Lampiran 4. Lanjutan Total_EXRK: model TEXRK = HEXRK LHRK LTEXRK/DW; Demand_RK: model DRK = HCRK JP PP LDRK/DW; Harga_CRK: model HCRK = SRK LDRK CRK LHCRK/DW; Harga_RK: model HRK = SRK LDRK CRK T LHRK/DW; /*persamaan struktural*/ LKTT: identitas LKTT = LKTV + LKTSV; ST: identitas ST = PTD - TET + TMT; DTT: identitas DTT = DTORK + DTOPL; SRK: identitas SRK = PRK - TEXRK; run; data simlin; set sasuser. simulasi; proc simnlin data=Hard SIMULATE STAT outpredict THEIL out=A; endogenous LKTV LKTSV LKTT PTD TMT TET ST DTORK DTT HTDP HTDK PRK TEXRK SRK DRK HCRK HRK; exogenous T HP CH HTVDP CRK HC PP JP HG UB DTOPL HTETI HTMTI TB HEXRK; LLKTV = LAG (LKTV); LPTD = LAG (PTD); LTMT = LAG (TMT); LTET = LAG (TET); LDTT = LAG (DTT); LST = LAG (ST); LHTDK = LAG (HTDK); LHTDP = LAG (HTDP); LDTORK = LAG (DTORK); LPRK = LAG (PRK); LHCRK = LAG (HCRK); LDRK = LAG (DRK); LHRK = LAG (HRK); LTB = LAG (TB); parm a0 14199.99 b0 163276.7 c0 -61022.2 d0 19856.02 e0 3901.746 f0 20321.68 g0 -7746.42 h0 -981.958 i0 31249.60 2100.565 i7 j0 727.1972 k0 65845.30 l0 184.7482 m0 179.7085 ;
a1 0.347809 b1 8.070830 c1 0.896004 d1 -0.24435 e1 1.065224 f1 -0.52694 g1 -0.02128 h1 -0.01791 i1 128.3749 0.690848 j1 1.164797 k1 -462.785 l1 -0.00043 m1 -0.00058
a2 b2 c2 d2 e2 f2 g2 h2 i2
0.834579 -91.6021 5.517022 0.181331 -0.27051 75.54790 0.022380 0.038587 115.0366
a3 b3 c3 d3 e3 f3 g3 h3 i3
-4.48324 -3.68218 1688.851 1345.861 0.421837 -0.24419 0.475403 0.957820 -0.59964
a4 0.322535 b4 4128.324
j2 k2 l2 m2
-3.02285 0.849229 0.000198 0.000233
j3 k3 l3 m3
41.59497 4.134942 0.907458 -0.01412
j4 k4 l4 m4
d4 0.237982 f4 1907.858 f5 0.719114 g4 0.502539 i4 -0.47128 i5 -218.093 i6 0.276153 0.571851 0.166643 1.658767 m5 0.249514
LKTV = a0 + a1*HTDP + a2*HTVDP + a3*HP + a4*LLKTV; LKTSV = b0 + b1*HTDP + b2*HG + b3*UB + b4*T;
123
Lampiran 4. Lanjutan PTD = c0 + c1*LKTT + c2*CH + c3*T; TET = d0 + d1*HTDK + d2*HTETI + d3*T + d4*LTET; TMT = e0 + e1*HTDK + e2*HTMTI + e3*LTMT; DTORK = f0 + f1*HTDK + f2*HRK + f3*HC + f4*T + f5*LDTORK; HTDP = g0 + g1*LPTD + g2*LDTT + g3*HTDK + g4*LHTDP; HTDK = h0 + h1*LST + h2*LDTT + h3*LHTDK; PRK = i0 + i1*HRK + i2*HEXRK + i3*HTDK + i4*HC + i5*LTB + i6*T + i7*LPRK; TEXRK = j0 + j1*HEXRK + j2*LHRK + j3*T + j4*LTEXRK; DRK = k0 + k1*HCRK + k2*JP + k3*PP + k4*LDRK; HCRK = l0 + l1*SRK + l2*LDRK + l3*CRK + l4*LHCRK; HRK = m0 + m1*SRK + m2*LDRK + m3*CRK + m4*T + m5*LHRK; LKTT = LKTV + LKTSV; ST = PTD - TET + TMT; DTT = DTORK + DTOPL; SRK = PRK - TEXRK;
RANGE TAHUN = 2006 to 2010; run; id tahun; proc print data=A; var LKTV LKTSV LKTT PTD TMT TET ST DTORK DTT HTDP HTDK PRK TEXRK SRK DRK HCRK HRK; run;
124
Lampiran 5. Perintah Yang Digunakan pada SAS untuk Simulasi data simlin; set sasuser. simulasi; /*create variable*/ LKTSV = (LKTT-LKTV); ST = (PTD-TET+TMT); HTETI = ((NETI/TET)*NTR); HTMTI = ((NMTI/TMT)*NTR); DTOPL = (DTT-DTORK); HRK = (HCRK-CRK); PET = (HTETI-HTVDP); PETD = (HTDK-HTVDP); BPRK = ((0.6*HTDP+0.4*HC))/200; SRK = (PRK-TEXRK); /*create lag endogenous variable*/ LLKTV = LAG (LKTV); LPTD = LAG (PTD); LTMT = LAG (TMT); LTET = LAG (TET); LDTT = LAG (DTT); LST = LAG (ST); LHTDK = LAG (HTDK); LHTDP = LAG (HTDP); LDTORK = LAG (DTORK); LPRK = LAG (PRK); LHCRK = LAG (HCRK); LDRK = LAG (DRK); LHRK = LAG (HRK); LTB = LAG (TB); LTEXRK = LAG (TEXRK); /*mendeskripsikan variabel*/ label TAHUN = 'tahun' T = 'TREN' LKTT = 'luas perkebunan tembakau total (Ha)' LKTV = 'luas perkebunan tembakau virginia (Ha)' LKTSV = 'luas perkebunan tembakau selain virginia (Ha)' PTD = 'produksi tembakau domestik (ton)' TMT = 'total impor tembakau (ton)' TET = 'total ekspor tembakau (ton)' ST = 'penawaran tembakau total (ton)' DTORK = 'permintaan tembakau oleh perusahaan rokok kretek (ton)' DTOPL = 'permintaan tembakau oleh perusahaan selain rokok kretek (ton)' DTT = 'permintaan tembakau total (ton)' HTETI = 'harga riil tembakau ekspor Indonesia (000 Rp/ton)' HTMTI = 'harga riil tembakau impor Indonesia (000 Rp/ton)' HTVDP = 'harga riil tembakau virginia di tingkat petani (000 Rp/ton)' HTDP = 'harga riil tembakau di tingkat petani (000 Rp/ton)' HTDK = 'harga riil tembakau di tingkat konsumen (000 Rp/ton)' HP = 'harga riil pupuk di tingkat petani (000 Rp/Kg)' CH = 'curah hujan (mm/tahun)' HG = 'harga riil gabah di tingkat petani (000 Rp/ton)' UB = 'rata-rata upah riil buruh tani tembakau (000 Rp/tahun)' HC = 'harga riil cengkeh di tingkat konsumen (000 Rp/ton)' PRK = 'produksi rokok kretek (juta batang)' BPRK = 'biaya produksi satu batang rokok kretek (Rp/batang)' DRK = 'permintaan rokok kretek (juta batang)' JP = 'jumlah penduduk dewasa (000 jiwa)'
125
Lampiran 5. Lanjutan PP = 'pendapatan per kapita per tahun (000 Rp/kapita/tahun)' CRK = 'tarif cukai rokok kretek (Rp/batang)' HCRK = 'harga riil rokok kretek di tingkat konsumen (Rp/batang)' HRK = 'harga riil rokok kretek di tingkat produsen (Rp/batang)' PET = 'keuntungan eksportir tembakau (000 Rp/ton)' PETD = 'keuntungan eksportir yang menjual tembakaunya di dalam negeri (000 Rp/ton)' TB = 'tingkat suku bunga' LLKTV = 'lag luas perkebunan tembakau virginia (Ha)' LPTD = 'lag produksi tembakau domestik (ton)' LTMT = 'lag total impor tembakau (ton)' LTET = 'lag total ekspor tembakau (ton)' LDTT = 'lag permintaan tembakau total (ton)' LST = 'lag penawaran tembakau (ton)' LHTDK = 'lag harga riil tembakau di tingkat konsumen (000 Rp/ton)' LHTDP = 'lag harga riil tembakau di tingkat petani (000 Rp/ton)' LDTORK = 'lag permintaan tembakau oleh perusahaan rokok kretek (ton)' LPRK = 'lag produksi rokok kretek (juta batang)' LHCRK = 'lag harga riil rokok kretek di tingkat konsumen (Rp/batang)' LDRK = 'lag permintaan rokok kretek (juta batang)' LTB = 'lag tingkat suku bunga (%)' LHRK = 'lag harga rokok kretek (Rp/batang)' SRK = 'penawaran rokok kretek (juta batang)' TEXRK = 'total espor rokok kretek (juta batang)' HEXRK = 'harga riil ekspor rokok kretek (Rp/batang)' LTEXRK = 'lag total ekspor rokok kretek (juta batang)' ; proc simnlin data=Hard SIMULATE STAT outpredict THEIL out=A; endogenous LKTV LKTSV LKTT PTD TMT TET ST DTORK DTT HTDP HTDK PRK TEXRK SRK DRK HCRK HRK; exogenous T HP CH HTVDP CRK HC PP JP HG UB DTOPL HTETI HTMTI TB HEXRK; LLKTV = LAG (LKTV); LPTD = LAG (PTD); LTMT = LAG (TMT); LTET = LAG (TET); LDTT = LAG (DTT); LST = LAG (ST); LHTDK = LAG (HTDK); LHTDP = LAG (HTDP); LDTORK = LAG (DTORK); LPRK = LAG (PRK); LHCRK = LAG (HCRK); LDRK = LAG (DRK); LHRK = LAG (HRK); LTB = LAG (TB);
126
Lampiran 5. Lanjutan parm a0 14199.99 b0 163276.7 c0 -61022.2 d0 19856.02 e0 3901.746 f0 20321.68 g0 -7746.42 h0 -981.958 i0 31249.60 2100.565 i7 j0 727.1972 k0 65845.30 l0 184.7482 m0 179.7085 ;
a1 0.347809 b1 8.070830 c1 0.896004 d1 -0.24435 e1 1.065224 f1 -0.52694 g1 -0.02128 h1 -0.01791 i1 128.3749 0.690848 j1 1.164797 k1 -462.785 l1 -0.00043 m1 -0.00058
a2 b2 c2 d2 e2 f2 g2 h2 i2
0.834579 -91.6021 5.517022 0.181331 -0.27051 75.54790 0.022380 0.038587 115.0366
a3 b3 c3 d3 e3 f3 g3 h3 i3
-4.48324 -3.68218 1688.851 1345.861 0.421837 -0.24419 0.475403 0.957820 -0.59964
a4 0.322535 b4 4128.324
j2 k2 l2 m2
-3.02285 0.849229 0.000198 0.000233
j3 k3 l3 m3
41.59497 4.134942 0.907458 -0.01412
j4 k4 l4 m4
d4 0.237982 f4 1907.858 f5 0.719114 g4 0.502539 i4 -0.47128 i5 -218.093 i6 0.276153 0.571851 0.166643 1.658767 m5 0.249514
LKTV = a0 + a1*HTDP + a2*HTVDP + a3*HP + a4*LLKTV; LKTSV = b0 + b1*HTDP + b2*HG + b3*UB + b4*T; PTD = c0 + c1*LKTT + c2*CH + c3*T; TET = d0 + d1*HTDK + d2*HTETI + d3*T + d4*LTET; TMT = e0 + e1*HTDK + e2*HTMTI + e3*LTMT; DTORK = f0 + f1*HTDK + f2*HRK + f3*HC + f4*T + f5*LDTORK; HTDP = g0 + g1*LPTD + g2*LDTT + g3*HTDK + g4*LHTDP; HTDK = h0 + h1*LST + h2*LDTT + h3*LHTDK; PRK = i0 + i1*HRK + i2*HEXRK + i3*HTDK + i4*HC + i5*LTB + i6*T + i7*LPRK; TEXRK = j0 + j1*HEXRK + j2*LHRK + j3*T + j4*LTEXRK; DRK = k0 + k1*HCRK + k2*JP + k3*PP + k4*LDRK; HCRK = l0 + l1*SRK + l2*LDRK + l3*(1.1*CRK) + l4*LHCRK; HRK = m0 + m1*SRK + m2*LDRK + m3*(1.1*CRK) + m4*T + m5*LHRK; LKTT = LKTV + LKTSV; ST = PTD - TET + TMT; DTT = DTORK + DTOPL; SRK = PRK - TEXRK;
RANGE TAHUN = 2006 to 2010; run; id tahun; proc print data=A; var LKTV LKTSV LKTT PTD TMT TET ST DTORK DTT HTDP HTDK PRK TEXRK SRK DRK HCRK HRK; run;
127
Lampiran 6. Output Program SAS The SAS System
07:59 Sunday, March 21, 2013
1 Obs TAHUN
T
LKTT
LKTV
PTD
TMT
TET
DTT
NETI
NMTI
HTDK
HTDP
1 2 3 4 5 6 7
235866 214838 166847 178496 193095 220944 225475
40333 36737 28531 30523 33019 37781 38556
156432 140283 111655 121370 130134 140169 151025
26546 28542 25108 30226 40321 47953 45060
17401 22403 32365 37259 30926 21989 33240
147287 134144 118912 128403 120739 114205 139205
58612 57862 80949 66014 53261 61456 84623
41963 58430 64547 76995 100217 104474 134153
19567.14 19570.45 20013.52 19990.04 20833.10 21764.27 21948.46
1959.18 1962.49 2405.56 2382.08 3225.14 4156.31 4340.50
NTR
DTORK
PRK
HTVDP
HCRK
1 2 3 4 5 6 7
1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996
Obs
HP
CH
185.00 210.00 220.00 240.00 260.00 318.00 330.00
2296.74 1717.49 1916.71 2115.94 1586.69 2605.70 2352.78
1 2 3 4 5 6 7 Obs 1 2 3 4 5 6 7
CRK
8258.04 83400 139000 7829.89 184.90 7898.49 80400 134000 6094.04 190.39 7792.90 83400 139000 7105.15 211.46 7265.84 83400 139000 9407.37 192.67 6933.50 80400 134000 8173.65 199.14 6695.68 105000 175000 17877.47 202.33 6493.19 112200 187000 11428.01 201.93
HC
DRK
PP
19 27280.63 154710 17 24385.41 129720 15 13794.41 137300 17 8849.86 152120 17 8446.27 173540 14 7890.92 191440 14 7683.92 203960
1097.81 1253.97 1408.66 1757.97 2004.55 2345.88 2706.36
JP
HG
UB
TB
TEXRK
HEXRK
LKTSV
ST
HTETI
HTMTI
97625.50 100280.00 102918.60 105552.30 108189.20 110827.70 113555.70
466.68 517.47 303.70 284.05 352.83 419.81 432.75
544.00 615.00 726.00 871.00 1019.00 1309.00 1448.00
20.0 20.9 19.2 16.6 15.0 15.7 16.4
519.00 736.60 707.40 691.60 261.20 769.60 767.80
75.065 87.505 87.115 76.375 90.365 86.765 94.435
195533 178101 138316 147973 160076 183163 186919
165577 146422 104398 114337 139529 166133 162845
27815.66 20400.05 19491.04 12873.32 11940.93 18713.43 16530.48
13054.02 16169.46 20033.79 18508.35 17233.07 14587.71 19331.58
Obs
DTOPL
HRK
PET
PETD
SRK
LLKTV
LPTD
LTMT
LTET
LDTT
1
63887
165.90
19985.77
11737.25
138481.00
.
.
.
.
.
2 3 4 5 6 7
53744 35512 45003 40339 9205 27005
173.39 196.46 175.67 182.14 188.33 187.93
14306.01 12385.89 3465.95 3767.28 835.96 5102.47
13476.41 12908.37 10582.67 12659.45 3886.80 10520.45
133263.40 138292.60 138308.40 133738.80 174230.40 186232.20
40333 36737 28531 30523 33019 37781
156432 140283 111655 121370 130134 140169
26546 28542 25108 30226 40321 47953
17401 22403 32365 37259 30926 21989
147287 134144 118912 128403 120739 114205
Obs
LHTDK
LHTDP
LDTORK
LPRK
LHCRK
LDRK
LHRK
LTB
LTEXRK
DPTD
. 19567.14 19570.45 20013.52 19990.04 20833.10 21764.27
. 1959.18 1962.49 2405.56 2382.08 3225.14 4156.31
. 83400 80400 83400 83400 80400 105000
. 139000 134000 139000 139000 134000 175000
. 184.90 190.39 211.46 192.67 199.14 202.33
. 154710 129720 137300 152120 173540 191440
. 165.90 173.39 196.46 175.67 182.14 188.33
. 20.0 20.9 19.2 16.6 15.0 15.7
. 519.00 736.60 707.40 691.60 261.20 769.60
. -16149 -28628 9715 8764 10035 10856
LST
.
1 2 3 4 5 6 7
165577 146422 104398 114337 139529 166133
128
Lampiran 6. Lanjutan The SAS System
07:59 Sunday, March 21, 2013
2 Obs TAHUN
T
LKTT
LKTV
PTD
TMT
TET
DTT
NETI
NMTI
HTDK
HTDP
8 9 10 11 12 13 14
248877 165487 167271 239737 260738 256081 256801
42558 28298 28603 40995 44586 39177 27389
209626 105580 135384 204329 199103 192082 200875
47108 23219 40914 34248 44346 33289 29579
42281 49960 37096 35957 43030 42686 40638
204799 132321 131566 206038 197787 201479 211934
104743 147552 91833 71287 91404 76684 62874
157767 108464 128021 114834 139608 105953 95190
22311.70 24340.73 28526.53 21499.90 24603.29 29546.90 32751.65
4703.74 6732.77 10918.57 9261.77 11084.35 13022.49 14025.32
HCRK
8 9 10 11 12 13 14
1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003
Obs
HP
CH
NTR
DTORK
PRK
HTVDP
8 9 10 11 12 13 14
400.00 1115.00 1088.40 1352.81 1334.29 1400.32 1596.87
2507.23 2173.88 2952.74 3060.59 2515.63 2026.00 2556.36
11411.04 11085.79 9614.08 11882.35 11443.66 8940.00 8057.30
118200 117600 118200 123600 121200 109200 109200
197000 196000 197000 206000 202000 182000 182000
15861.35 12970.37 15190.25 19368.23 15563.38 12247.80 11602.51
CRK
HC
193.42 15 9325.15 168.84 38 10250.03 218.16 41 27081.92 225.32 66 38235.29 262.31 81 63488.12 314.77 105 64320.00 317.28 117 19979.06
DRK
PP
190630 237350 223870 216120 200270 183420 154510
3130.08 4760.84 5421.91 6145.07 8080.53 8645.09 9429.50
Obs
JP
HG
UB
TB
TEXRK
HEXRK
LKTSV
ST
HTETI
HTMTI
8 9 10 11 12 13 14
116230.00 118885.60 121548.50 121624.20 124211.20 126744.00 129172.00
498.27 933.01 1157.40 981.52 1105.61 1202.30 1204.89
1500.00 1884.00 2216.00 2563.00 3531.00 4087.00 5213.00
17.6 22.7 22.6 16.6 17.1 18.0 17.0
648.00 508.40 1263.60 1323.60 1352.80 1356.60 1362.00
174.410 89.810 128.225 202.910 197.385 160.815 146.205
206319 137189 138668 198742 216152 216904 229412
214453 78839 139202 202620 200419 182685 189816
28268.64 32740.80 23800.14 23557.50 24308.54 16060.42 12466.03
38216.13 51785.57 30082.71 39841.68 36026.39 28454.44 25929.69
Obs
DTOPL
HRK
PET
PETD
SRK
LLKTV
LPTD
LTMT
LTET
LDTT
8 9 10 11 12 13 14
86599 14721 13366 82438 76587 92279 102734
178.42 130.84 177.16 159.32 181.31 209.77 200.28
12407.29 19770.43 8609.89 4189.27 8745.16 3812.62 863.52
6450.35 11370.36 13336.28 2131.67 9039.91 17299.10 21149.14
196352.00 195491.60 195736.40 204676.40 200647.20 180643.40 180638.00
38556 42558 28298 28603 40995 44586 39177
151025 209626 105580 135384 204329 199103 192082
45060 47108 23219 40914 34248 44346 33289
33240 42281 49960 37096 35957 43030 42686
139205 204799 132321 131566 206038 197787 201479
Obs
LHTDK
LHTDP
LDTORK
LPRK
LHCRK
LDRK
LHRK
LTB
LTEXRK
DPTD
8 9 10 11 12 13 14
21948.46 22311.70 24340.73 28526.53 21499.90 24603.29 29546.90
4340.50 4703.74 6732.77 10918.57 9261.77 11084.35 13022.49
112200 118200 117600 118200 123600 121200 109200
187000 197000 196000 197000 206000 202000 182000
201.93 193.42 168.84 218.16 225.32 262.31 314.77
203960 190630 237350 223870 216120 200270 183420
187.93 178.42 130.84 177.16 159.32 181.31 209.77
16.4 17.6 22.7 22.6 16.6 17.1 18.0
767.80 648.00 508.40 1263.60 1323.60 1352.80 1356.60
58601 -104046 29804 68945 -5226 -7021 8793
LST 162845 214453 78839 139202 202620 200419 182685
129
Lampiran 6. Lanjutan The SAS System
07:59 Sunday, March 21, 2013
3 Obs TAHUN
T
LKTT
LKTV
PTD
TMT
TET
DTT
NETI
NMTI
HTDK
HTDP
15 16 17 18 19 20 21
200973 198212 172234 198054 196627 204450 193916
26723 26856 26856 36166 33623 34961 33160
165108 153470 146265 164851 168037 176510 135678
35171 48142 54514 69742 77302 53199 65685
46463 53729 53729 46834 50269 52515 57408
176400 159057 145480 141943 141004 175826 127401
90618 117433 107787 124423 133196 172629 195633
120854 179201 189915 267083 330510 290170 378710
31551.74 32822.84 35684.14 40188.39 43768.71 41069.45 39757.56
13667.84 12832.27 15129.45 21419.13 23503.26 23461.49 22149.60
15 16 17 18 19 20 21
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Obs
HP
CH
NTR
DTORK
PRK
HTVDP
HCRK
CRK
HC
DRK
PP
15 16 17 18 19 20 21
1626.77 1758.06 1865.46 1200.00 1200.00 2336.37 2080.18
2506.80 2524.53 1657.64 2391.40 3010.00 1878.41 2513.18
8203.09 7914.30 6479.36 9129.42 9187.15 9244.87 9302.59
123000 123000 121800 129600 139800 134400 140472
205000 205000 203000 216000 233000 224000 234120
10335.89 8626.59 7062.05 11411.78 10748.97 10354.25 9488.64
303.53 310.89 288.47 327.93 418.54 433.14 380.08
117 136 156 155 246 261 208
23461.37 25414.50 25354.11 36512.40 37920.70 39329.00 40737.30
175320 187000 206000 210000 213000 215440 218350
10610.08 12704.84 15028.52 17545.44 21700.00 24300.00 19691.18
Obs
JP
HG
UB
TB
TEXRK
HEXRK
LKTSV
ST
HTETI
HTMTI
15 16 17 18 19 20 21
131505.00 134161.00 136399.20 138601.60 140556.40 142362.30 145684.37
1200.72 1498.12 2016.64 2315.59 2438.11 2687.59 2335.94
6127.00 7391.00 9220.00 9390.00 9296.00 9402.00 9541.88
14.7 14.2 14.3 14.5 15.0 14.2 13.4
1367.60 1466.17 1535.81 1605.45 1675.09 1744.73 1814.37
153.930 185.499 193.259 201.018 208.778 216.538 224.297
174250 171356 145378 161888 163004 169489 160756
153816 147883 147050 187759 195070 177194 143955
15998.70 17297.92 12998.40 24253.96 24342.87 30390.03 31701.04
28187.32 29459.73 22572.69 34961.90 39280.29 50425.46 53634.53
Obs
DTOPL
HRK
PET
PETD
SRK
LLKTV
LPTD
LTMT
LTET
LDTT
15 16 17 18 19 20 21
53400 36057 23680 12343 1204 41426 -13071
186.53 174.89 132.47 172.93 172.54 172.14 172.08
5662.81 8671.33 5936.35 12842.18 13593.90 20035.78 22212.40
21215.85 24196.25 28622.09 28776.61 33019.74 30715.20 30268.92
203632.40 203533.83 201464.19 214394.55 231324.91 222255.27 232305.63
27389 26723 26856 26856 36166 33623 34961
200875 165108 153470 146265 164851 168037 176510
29579 35171 48142 54514 69742 77302 53199
40638 46463 53729 53729 46834 50269 52515
211934 176400 159057 145480 141943 141004 175826
Obs
LHTDK
LHTDP
LDTORK
LPRK
LHCRK
LDRK
LHRK
LTB
LTEXRK
DPTD
15 16 17 18 19 20 21
32751.65 31551.74 32822.84 35684.14 40188.39 43768.71 41069.45
14025.32 13667.84 12832.27 15129.45 21419.13 23503.26 23461.49
109200 123000 123000 121800 129600 139800 134400
182000 205000 205000 203000 216000 233000 224000
317.28 303.53 310.89 288.47 327.93 418.54 433.14
154510 175320 187000 206000 210000 213000 215440
200.28 186.53 174.89 132.47 172.93 172.54 172.14
17.0 14.7 14.2 14.3 14.5 15.0 14.2
1362.00 1367.60 1466.17 1535.81 1605.45 1675.09 1744.73
-35767 -11638 -7205 18586 3186 8473 -40832
LST 189816 153816 147883 147050 187759 195070 177194
130
Lampiran 6. Lanjutan The SAS System
07:59 Sunday, March 21, 2013
4 The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model Dependent Variable Label
PERKEBUN LKTV luas perkebunan tembakau virginia (Ha)
Analysis of Variance
Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
Model Error Corrected Total
4 15 19
3.1137E8 3.0787E8 6.1218E8
77843034 20524633
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
4530.41202 33754.9000 13.42149
F Value
Pr > F
3.79
0.0253
R-Square Adj R-Sq
0.50283 0.37025
Parameter Estimates
Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
t Value
Pr > |t|
Intercept HTDP
1 1
14199.99 0.347809
7330.170 0.262618
1.94 1.32
0.0718 0.2052
HTVDP
1
0.834579
0.286456
2.91
0.0107
HP
1
-4.48324
2.803014
-1.60
0.1306
LLKTV
1
0.322535
0.180796
1.78
0.0947
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
Variable Label Intercept harga riil tembakau di tingkat petani (000 Rp/ton) harga riil tembakau virginia di tingkat petani (000 Rp/ton) harga riil pupuk di tingkat petani (000 Rp/Kg) lag luas perkebunan tembakau virginia (Ha)
1.853332 20 0.034317
131
Lampiran 6. Lanjutan The SAS System
07:59 Sunday, March 21, 2013
5 The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model Dependent Variable Label
PERKEBUN LKTSV luas perkebunan tembakau selain virginia (Ha)
Analysis of Variance
Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
Model Error Corrected Total
4 15 19
5.9279E9 9.4227E9 1.465E10
1.482E9 6.2818E8
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
25063.4664 174202.750 14.38753
F Value
Pr > F
2.36
0.1002
R-Square Adj R-Sq
0.38617 0.22248
Parameter Estimates
Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
t Value
Pr > |t|
Intercept HTDP
1 1
163276.7 8.070830
20684.29 5.415063
7.89 1.49
<.0001 0.1568
HG
1
-91.6021
43.82444
-2.09
0.0540
UB
1
-3.68218
7.258983
-0.51
0.6193
T
1
4128.324
4917.971
0.84
0.4144
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
Variable Label Intercept harga riil tembakau di tingkat petani (000 Rp/ton) harga riil gabah di tingkat petani (000 Rp/ton) rata-rata upah riil buruh tani tembakau (000 Rp/tahun) TREN
1.79503 20 -0.00299
132
Lampiran 6. Lanjutan The SAS System
07:59 Sunday, March 21, 2013
6 The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model Dependent Variable Label
PRODUKSI PTD produksi tembakau domestik (ton)
Analysis of Variance
Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
Model Error Corrected Total
3 16 19
1.693E10 2.9755E9 1.89E10
5.643E9 1.8597E8
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
13636.9535 157576.700 8.65417
F Value
Pr > F
30.34
<.0001
R-Square Adj R-Sq
0.85051 0.82248
Parameter Estimates
Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
t Value
Pr > |t|
Intercept LKTT
1 1
-61022.2 0.896004
24861.14 0.108047
-2.45 8.29
0.0259 <.0001
CH
1
5.517022
7.765512
0.71
0.4877
T
1
1688.851
552.5539
3.06
0.0075
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
Variable Label Intercept luas perkebunan tembakau total (Ha) curah hujan (mm/tahun) TREN
1.995366 20 -0.11737
133
Lampiran 6. Lanjutan The SAS System
07:59 Sunday, March 21, 2013
7 The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model Dependent Variable Label
TOTAL_ET TET total ekspor tembakau (ton)
Analysis of Variance
Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
Model Error Corrected Total
4 15 19
1.4946E9 4.5565E8 1.9571E9
3.7365E8 30376495
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
5511.48759 41538.8500 13.26827
F Value
Pr > F
12.30
0.0001
R-Square Adj R-Sq
0.76636 0.70406
Parameter Estimates
Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
t Value
Pr > |t|
Intercept HTDK
1 1
19856.02 -0.24435
9698.931 0.481356
2.05 -0.51
0.0586 0.6191
HTETI
1
0.181331
0.204290
0.89
0.3888
T LTET
1 1
1345.861 0.237982
759.9891 0.227305
1.77 1.05
0.0969 0.3117
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
Variable Label Intercept harga riil tembakau di tingkat konsumen (000 Rp/ton) harga riil tembakau ekspor Indonesia (000 Rp/ton) TREN lag total ekspor tembakau (ton)
1.742987 20 0.116619
134
Lampiran 6. Lanjutan The SAS System
07:59 Sunday, March 21, 2013
8 The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model Dependent Variable Label
TOTAL_MT TMT total impor tembakau (ton)
Analysis of Variance
Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
Model Error Corrected Total
3 16 19
2.6945E9 1.5107E9 4.215E9
8.9816E8 94420473
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
9717.01975 43683.4000 22.24419
F Value
Pr > F
9.51
0.0008
R-Square Adj R-Sq
0.64075 0.57339
Parameter Estimates
Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
t Value
Pr > |t|
Intercept HTDK
1 1
3901.746 1.065224
8398.551 0.401406
0.46 2.65
0.6485 0.0173
HTMTI
1
-0.27051
0.238898
-1.13
0.2742
LTMT
1
0.421837
0.242730
1.74
0.1014
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
Variable Label Intercept harga riil tembakau di tingkat konsumen (000 Rp/ton) harga riil tembakau impor Indonesia (000 Rp/ton) lag total impor tembakau (ton)
2.011673 20 -0.05265
135
Lampiran 6. Lanjutan The SAS System
07:59 Sunday, March 21, 2013
9 The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model Dependent Variable Label
DEMAND_T DTORK permintaan tembakau oleh perusahaan rokok kretek (ton)
Analysis of Variance
Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
Model Error Corrected Total
5 14 19
5.9432E9 7.7638E8 6.7002E9
1.1886E9 55455983
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
7446.87737 113703.600 6.54938
F Value
Pr > F
21.43
<.0001
R-Square Adj R-Sq
0.88446 0.84319
Parameter Estimates
Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
t Value
Pr > |t|
Intercept HTDK
1 1
20321.68 -0.52694
33893.41 0.695144
0.60 -0.76
0.5584 0.4610
HRK
1
75.54790
115.0497
0.66
0.5221
HC
1
-0.24419
0.144907
-1.69
0.1141
T LDTORK
1 1
1907.858 0.719114
1250.058 0.229296
1.53 3.14
0.1492 0.0073
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
Variable Label Intercept harga riil tembakau di tingkat konsumen (000 Rp/ton) harga riil rokok kretek di tingkat produsen (Rp/batang) harga riil cengkeh di tingkat konsumen (000 Rp/ton) TREN lag permintaan tembakau oleh perusahaan rokok kretek (ton)
2.11483 20 -0.05875
136
Lampiran 6. Lanjutan The SAS System
07:59 Sunday, March 21, 2013
10 The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model Dependent Variable Label
HARGA_TD HTDP harga riil tembakau di tingkat petani (000 Rp/ton)
Analysis of Variance
Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
Model Error Corrected Total
4 15 19
1.0021E9 24277203 1.0276E9
2.5053E8 1618480
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
1272.19503 11019.2065 11.54525
F Value
Pr > F
154.80
<.0001
R-Square Adj R-Sq
0.97635 0.97004
Parameter Estimates
Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
t Value
Pr > |t|
Intercept LPTD
1 1
-7746.42 -0.02128
2479.037 0.024096
-3.12 -0.88
0.0070 0.3912
LDTT
1
0.022380
0.022092
1.01
0.3271
HTDK
1
0.475403
0.099096
4.80
0.0002
LHTDP
1
0.502539
0.115752
4.34
0.0006
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
Variable Label Intercept lag produksi tembakau domestik (ton) lag permintaan tembakau total (ton) harga riil tembakau di tingkat konsumen (000 Rp/ton) lag harga riil tembakau di tingkat petani (000 Rp/ton)
1.145365 20 0.40159
137
Lampiran 6. Lanjutan The SAS System
07:59 Sunday, March 21, 2013
11 The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model Dependent Variable Label
HARGA_TD HTDK harga riil tembakau di tingkat konsumen (000 Rp/ton)
Analysis of Variance
Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
Model Error Corrected Total
3 16 19
1.1123E9 1.3166E8 1.244E9
3.7077E8 8228958
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
2868.61600 28627.1685 10.02061
F Value
Pr > F
45.06
<.0001
R-Square Adj R-Sq
0.89416 0.87431
Parameter Estimates
Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
t Value
Pr > |t|
Intercept LST
1 1
-981.958 -0.01791
3733.073 0.026827
-0.26 -0.67
0.7959 0.5139
LDTT
1
0.038587
0.027797
1.39
0.1841
LHTDK
1
0.957820
0.087975
10.89
<.0001
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
Variable Label Intercept lag penawaran tembakau (ton) lag permintaan tembakau total (ton) lag harga riil tembakau di tingkat konsumen (000 Rp/ton)
1.966129 20 -0.00472
138
Lampiran 6. Lanjutan The SAS System
07:59 Sunday, March 21, 2013
12 The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model Dependent Variable Label
PRODUKSI PRK produksi rokok kretek (juta batang)
Analysis of Variance
Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
Model Error Corrected Total
7 12 19
1.661E10 2.0627E9 1.861E10
2.3734E9 1.7189E8
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
13110.8161 189506.000 6.91842
F Value
Pr > F
13.81
<.0001
R-Square Adj R-Sq
0.88955 0.82513
Parameter Estimates
Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
t Value
Pr > |t|
Intercept HRK
1 1
31249.60 128.3749
67428.34 204.5212
0.46 0.63
0.6513 0.5420
HEXRK
1
115.0366
149.7156
0.77
0.4571
HTDK
1
-0.59964
1.282855
-0.47
0.6486
HC
1
-0.47128
0.280372
-1.68
0.1186
LTB
1
-218.093
1486.620
-0.15
0.8858
T LPRK
1 1
2100.565 0.690848
2624.774 0.249440
0.80 2.77
0.4391 0.0170
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
Variable Label Intercept harga riil rokok kretek di tingkat produsen (Rp/batang) harga riil ekspor rokok kretek (Rp/batang) harga riil tembakau di tingkat konsumen (000 Rp/ton) harga riil cengkeh di tingkat konsumen (000 Rp/ton) lag tingkat suku bunga (%) TREN lag produksi rokok kretek (juta batang)
2.187562 20 -0.0962
139
Lampiran 6. Lanjutan The SAS System
07:59 Sunday, March 21, 2013
13 The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model Dependent Variable Label
TOTAL_EX TEXRK total espor rokok kretek (juta batang)
Analysis of Variance
Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
Model Error Corrected Total
3 16 19
3338444 729001.2 4067445
1112815 45562.57
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
213.45392 1147.92100 18.59483
F Value
Pr > F
24.42
<.0001
R-Square Adj R-Sq
0.82077 0.78717
Parameter Estimates
Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
t Value
Pr > |t|
Intercept HEXRK
1 1
765.6327 2.607092
559.6796 2.178396
1.37 1.20
0.1902 0.2488
LHRK
1
-3.86465
2.855071
-1.35
0.1947
LTEXRK
1
0.618899
0.247353
2.50
0.0236
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
Variable Label Intercept harga riil ekspor rokok kretek (Rp/batang) lag harga rokok kretek (Rp/batang) lag total ekspor rokok kretek (juta batang)
2.467611 20 -0.23818
140
Lampiran 6. Lanjutan The SAS System
07:59 Sunday, March 21, 2013
14 The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model Dependent Variable Label
DEMAND_R DRK permintaan rokok kretek (juta batang)
Analysis of Variance
Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
Model Error Corrected Total
4 15 19
1.334E10 2.8574E9 1.664E10
3.3362E9 1.9049E8
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
13801.9533 190968.000 7.22736
F Value
Pr > F
17.51
<.0001
R-Square Adj R-Sq
0.82364 0.77661
Parameter Estimates
Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
t Value
Pr > |t|
Intercept HCRK
1 1
65845.30 -462.785
78751.31 136.9095
0.84 -3.38
0.4162 0.0041
JP
1
0.849229
0.759381
1.12
0.2810
PP
1
4.134942
1.969867
2.10
0.0531
LDRK
1
0.571851
0.139871
4.09
0.0010
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
Variable Label Intercept harga riil rokok kretek di tingkat konsumen (Rp/batang) jumlah penduduk dewasa (000 jiwa) pendapatan per kapita per tahun (000 Rp/kapita/tahun) lag permintaan rokok kretek (juta batang)
1.9429 20 -0.09744
141
Lampiran 6. Lanjutan The SAS System
07:59 Sunday, March 21, 2013
15 The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model Dependent Variable Label
HARGA_CR HCRK harga riil rokok kretek di tingkat konsumen (Rp/batang)
Analysis of Variance
Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
Model Error Corrected Total
4 15 19
116478.1 5792.884 122271.0
29119.52 386.1922
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
19.65177 268.03000 7.33193
F Value
Pr > F
75.40
<.0001
R-Square Adj R-Sq
0.95262 0.93999
Parameter Estimates
Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
t Value
Pr > |t|
Intercept SRK
1 1
184.7482 -0.00043
50.92477 0.000350
3.63 -1.22
0.0025 0.2429
LDRK
1
0.000198
0.000280
0.71
0.4910
CRK
1
0.907458
0.167841
5.41
<.0001
LHCRK
1
0.166643
0.166430
1.00
0.3326
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
Variable Label Intercept penawaran rokok kretek (juta batang) lag permintaan rokok kretek (juta batang) tarif cukai rokok kretek (Rp/batang) lag harga riil rokok kretek di tingkat konsumen (Rp/batang)
1.966798 20 -0.00888
142
Lampiran 6. Lanjutan The SAS System
07:59 Sunday, March 21, 2013
16 The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model Dependent Variable Label
HARGA_RK HRK harga riil rokok kretek di tingkat produsen (Rp/batang)
Analysis of Variance
Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
Model Error Corrected Total
5 14 19
1129.543 5768.599 6898.142
225.9087 412.0428
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
20.29884 176.23000 11.51838
R-Square Adj R-Sq
F Value
Pr > F
0.55
0.7373
0.16375 -0.13492
Parameter Estimates
Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
t Value
Pr > |t|
Intercept SRK
1 1
179.7085 -0.00058
77.80508 0.000468
2.31 -1.24
0.0367 0.2371
LDRK
1
0.000233
0.000310
0.75
0.4659
CRK
1
-0.01412
0.183073
-0.08
0.9396
T LHRK
1 1
1.658767 0.249514
3.461640 0.292218
0.48 0.85
0.6392 0.4076
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
Variable Label Intercept penawaran rokok kretek (juta batang) lag permintaan rokok kretek (juta batang) tarif cukai rokok kretek (Rp/batang) TREN lag harga rokok kretek (Rp/batang)
2.225431 20 -0.12124
143
Lampiran 6. Lanjutan The SAS System
07:59 Sunday, March 21, 2013
17 The SIMNLIN Procedure Model Summary Model Variables Endogenous Exogenous Parameters Range Variable Equations Number of Statements Program Lag Length
32 17 15 67 TAHUN 17 31 1
144
Lampiran 6. Lanjutan The SAS System
07:59 Sunday, March 21, 2013
18 The SIMNLIN Procedure Dynamic Simultaneous Simulation Data Set Options DATA= OUT=
HARD A
Solution Summary Variables Solved Simulation Lag Length Solution Range First Last Solution Method CONVERGE= Maximum CC Maximum Iterations Total Iterations Average Iterations
17 1 TAHUN 2006 2010 NEWTON 1E-8 2.17E-16 1 5 1
Observations Processed Read Lagged Solved First Last
Variables HRK Solved For
6 1 5 17 21
LKTV LKTSV LKTT PTD TMT TET ST DTORK DTT HTDP HTDK PRK TEXRK SRK DRK HCRK
145
Lampiran 6. Lanjutan The SAS System
07:59 Sunday, March 21, 2013
19 The SIMNLIN Procedure Dynamic Simultaneous Simulation Solution Range TAHUN = 2006 To 2010 Descriptive Statistics
Variable
Actual Mean Std Dev
Predicted Mean Std Dev
N Obs
N
Label
LKTV
5
5
32953.2
3606.3
30689.5
3417.4
LKTSV
5
5
160103
8901.6
139585
22200.2
LKTT
5
5
193056
12266.3
170275
22066.3
PTD
5
5
158268
16777.4
136268
22783.2
TMT tembakau
5
5
64088.4
10239.1
53674.9
1287.3
TET
5
5
52151.0
3939.3
53697.4
3290.7
ST
5
5
170206
23454.6
136245
21048.4
DTORK
5
5
133214
7758.9
136969
5629.9
DTT
5
5
146331
17865.2
150085
19919.6
HTDP
5
5
21132.6
3471.2
18392.3
2443.2
HTDK
5
5
40093.7
2916.5
36028.4
1787.1
PRK
5
5
222024
12931.5
227759
8457.5
batang) TEXRK
5
5
1675.1
110.1
1691.4
117.5
batang) SRK
5
5
220349
12837.0
226067
8340.4
penawaran rokok kretek (juta
batang) DRK
5
5
212558
4785.4
211212
7149.7
permintaan rokok kretek (juta
batang) HCRK
5
5
369.6
60.9523
374.5
49.5619
harga riil rokok kretek di tingkat konsumen
(Rp/batang) HRK
5
5
164.4
17.8706
167.6
1.9461
harga riil rokok kretek di tingkat produsen
luas perkebunan tembakau virginia (Ha) luas perkebunan tembakau selain virginia (Ha) luas perkebunan tembakau total (Ha) produksi tembakau domestik (ton) total impor (ton) total ekspor tembakau (ton) penawaran tembakau total (ton) permintaan tembakau oleh perusahaan rokok kretek (ton) permintaan tembakau total (ton) harga riil tembakau di tingkat petani (000 Rp/ton) harga riil tembakau di tingkat konsumen (000 Rp/ton) produksi rokok kretek (juta total espor rokok kretek (juta
(Rp/batang)
146
Lampiran 6. Lanjutan The SAS System
07:59 Sunday, March 21, 2013
20 The SIMNLIN Procedure Dynamic Simultaneous Simulation Solution Range TAHUN = 2006 To 2010 Statistics of fit
Variable
N
Mean Error
Mean % Error
Mean Abs Error
Mean Abs % Error
RMS Error
RMS % Error
R-Square
LKTV LKTSV LKTT PTD TMT TET ST DTORK DTT HTDP HTDK PRK TEXRK SRK DRK HCRK HRK
5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
-2263.7 -20517.7 -22781.4 -22000.6 -10413.5 1546.4 -33960.5 3754.6 3754.6 -2740.3 -4065.2 5734.7 16.3329 5718.3 -1346.3 4.8757 3.1332
-6.6830 -12.4698 -11.4631 -12.1607 -14.6579 3.2461 -18.0600 2.9317 2.4915 -12.0117 -9.8604 2.7120 0.9552 2.7258 -0.6097 1.8754 3.0577
2733.6 27077.3 28128.2 37343.6 10413.5 3204.1 43951.4 4852.6 4852.6 2742.1 4065.2 7747.9 16.4010 7739.7 5869.9 10.8067 11.0620
8.0805 16.5503 14.2204 23.4690 14.6579 6.3314 25.0004 3.7172 3.2702 12.0235 9.8604 3.5760 0.9597 3.5996 2.7637 3.3883 7.6581
3064.5 30748.8 32649.1 39413.3 13461.0 3558.9 47517.5 5267.1 5267.1 3474.2 4757.1 8554.9 18.5912 8548.6 6822.7 16.1288 16.5493
8.8896 18.5446 16.2596 24.4492 18.5149 7.0978 26.3940 4.1054 3.5027 15.1879 11.3168 4.0334 1.0858 4.0615 3.2179 5.4435 12.2861
0.0974 -13.92 -7.856 -5.898 -1.160 -.0203 -4.131 0.4239 0.8913 -.2521 -2.326 0.4529 0.9644 0.4457 -1.541 0.9125 -.0720
Theil Forecast Error Statistics
Variable
N
MSE
Corr (R)
LKTV LKTSV LKTT PTD TMT TET ST DTORK DTT HTDP HTDK PRK TEXRK SRK DRK HCRK HRK
5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
9391153 9.4549E8 1.066E9 1.5534E9 1.812E8 12665703 2.2579E9 27742797 27742797 12069859 22630376 73186590 345.6 73078428 46549113 260.1 273.9
0.79 -0.21 -0.09 -0.70 0.59 0.52 -0.39 0.86 0.98 0.73 0.39 0.86 1.00 0.86 0.26 0.97 -0.10
MSE Decomposition Proportions Bias Reg Dist Var Covar (UM) (UR) (UD) (US) (UC) 0.55 0.45 0.49 0.31 0.60 0.19 0.51 0.51 0.51 0.62 0.73 0.45 0.77 0.45 0.04 0.09 0.04
0.03 0.49 0.40 0.61 0.10 0.10 0.32 0.03 0.16 0.00 0.01 0.08 0.13 0.08 0.60 0.29 0.04
0.43 0.06 0.11 0.07 0.30 0.71 0.16 0.46 0.33 0.38 0.25 0.47 0.10 0.47 0.37 0.62 0.92
0.00 0.15 0.07 0.02 0.35 0.03 0.00 0.13 0.12 0.07 0.05 0.22 0.13 0.22 0.10 0.40 0.74
0.45 0.41 0.44 0.67 0.05 0.78 0.49 0.36 0.37 0.31 0.22 0.33 0.10 0.33 0.86 0.51 0.22
Inequality Coef U1 U 0.0926 0.1918 0.1688 0.2479 0.2079 0.0681 0.2771 0.0395 0.0358 0.1627 0.1184 0.0385 0.0111 0.0387 0.0321 0.0432 0.1002
0.0479 0.1021 0.0895 0.1328 0.1137 0.0336 0.1538 0.0195 0.0177 0.0871 0.0624 0.0190 0.0055 0.0191 0.0161 0.0215 0.0497
147
Lampiran 6. Lanjutan The SAS System
07:59 Sunday, March 21, 2013
21 The SIMNLIN Procedure Dynamic Simultaneous Simulation Solution Range TAHUN = 2006 To 2010 Theil Relative Change Forecast Error Statistics
Variable LKTV LKTSV LKTT PTD TMT TET ST DTORK DTT HTDP HTDK PRK TEXRK SRK DRK HCRK HRK
Relative Change Corr N MSE (R) 5 0.00952 5 0.0373 5 0.0292 5 0.0579 5 0.0481 5 0.00472 5 0.0749 5 0.00168 5 0.00121 5 0.0319 5 0.0146 5 0.00162 5 0.000128 5 0.00165 5 0.00109 5 0.00265 5 0.00908
0.91 -0.02 0.16 -0.56 0.77 0.74 0.17 0.78 0.99 0.76 0.65 0.75 -0.23 0.74 0.67 0.95 0.86
MSE Decomposition Proportions Bias Reg Dist Var Covar (UM) (UR) (UD) (US) (UC) 0.58 0.46 0.50 0.35 0.62 0.21 0.53 0.50 0.49 0.61 0.74 0.44 0.77 0.44 0.04 0.09 0.03
0.02 0.33 0.21 0.48 0.00 0.19 0.16 0.03 0.07 0.02 0.04 0.01 0.17 0.01 0.34 0.14 0.08
0.40 0.21 0.29 0.17 0.38 0.60 0.32 0.47 0.44 0.37 0.22 0.55 0.05 0.55 0.62 0.77 0.89
0.08 0.01 0.00 0.01 0.04 0.02 0.01 0.17 0.05 0.01 0.00 0.14 0.02 0.14 0.05 0.27 0.30
0.34 0.53 0.50 0.64 0.34 0.77 0.47 0.33 0.46 0.38 0.25 0.42 0.21 0.42 0.91 0.65 0.67
Inequality Coef U1 U 0.6066 2.1538 1.8243 1.9672 0.9626 0.8522 1.7538 0.7761 0.2043 0.8558 1.4174 0.7637 0.2595 0.7655 0.6962 0.3371 0.5462
0.3397 0.7244 0.6943 0.7792 0.5319 0.3800 0.6997 0.3521 0.1006 0.4963 0.6711 0.3500 0.1164 0.3513 0.3400 0.1792 0.3184
148
Lampiran 6. Lanjutan The SAS System
07:59 Sunday, March 21, 2013
22 Obs
LKTV
LKTSV
LKTT
PTD
TMT
TET
ST
DTORK
DTT
1 2 3 4 5
25656.22 32674.66 34797.67 30190.86 30128.05
136923.00 131414.39 134237.45 118196.82 177155.00
162579.22 164089.05 169035.12 148387.68 207283.05
122505.14 129594.97 139128.35 116074.00 174035.38
54263.10 54805.46 54693.08 51972.53 52640.47
49584.65 51684.34 53356.30 56118.21 57743.49
127183.58 132716.09 140465.13 111928.32 168932.37
129816.78 133276.46 137054.97 140914.16 143782.50
153496.78 145619.46 138258.97 182340.16 130711.50
Obs
HTDP
HTDK
PRK
TEXRK
SRK
DRK
HCRK
HRK
1 2 3 4 5
15133.88 17410.41 18596.37 18977.28 21843.53
33945.36 35176.71 35953.07 36273.88 38793.22
216975.65 222263.08 227966.90 233505.70 238082.01
1535.64 1626.46 1695.39 1759.82 1839.81
215440.01 220636.62 226271.51 231745.88 236242.20
201506.67 221308.96 212434.01 208741.20 212067.59
322.506 324.172 408.526 432.084 385.250
167.958 168.267 170.064 166.716 164.820
149
Lampiran 7. Output Simulasi SAS The SAS System
07:59 Sunday, March 21, 2013
29 The SIMNLIN Procedure Model Summary Model Variables Endogenous Exogenous Parameters Range Variable Equations Number of Statements Program Lag Length
32 17 15 67 TAHUN 17 31 1
150
Lampiran 7. Lanjutan The SAS System
07:59 Sunday, March 21, 2013
30 The SIMNLIN Procedure Dynamic Simultaneous Simulation Data Set Options DATA= OUT=
HARD A
Solution Summary Variables Solved Simulation Lag Length Solution Range First Last Solution Method CONVERGE= Maximum CC Maximum Iterations Total Iterations Average Iterations
17 1 TAHUN 2006 2010 NEWTON 1E-8 2.13E-16 1 5 1
Observations Processed Read Lagged Solved First Last
Variables HRK Solved For
6 1 5 17 21
LKTV LKTSV LKTT PTD TMT TET ST DTORK DTT HTDP HTDK PRK TEXRK SRK DRK HCRK
151
Lampiran 7. Lanjutan The SAS System
07:59 Sunday, March 21, 2013
31 The SIMNLIN Procedure Dynamic Simultaneous Simulation Solution Range TAHUN = 2006 To 2010 Descriptive Statistics
Variable
Actual Mean Std Dev
Predicted Mean Std Dev
N Obs
N
Label
LKTV
5
5
32953.2
3606.3
30684.8
3417.6
LKTSV
5
5
160103
8901.6
139490
22117.8
LKTT
5
5
193056
12266.3
170175
21979.3
PTD
5
5
158268
16777.4
136178
22701.0
TMT tembakau
5
5
64088.4
10239.1
53660.2
1302.0
TET
5
5
52151.0
3939.3
53700.5
3294.4
ST
5
5
170206
23454.6
136138
20966.4
DTORK
5
5
133214
7758.9
136603
5316.3
DTT
5
5
146331
17865.2
149719
19944.9
HTDP
5
5
21132.6
3471.2
18380.5
2429.7
HTDK
5
5
40093.7
2916.5
36016.8
1773.1
PRK
5
5
222024
12931.5
227146
7934.8
batang) TEXRK
5
5
1675.1
110.1
1697.0
123.0
batang) SRK
5
5
220349
12837.0
225449
7812.1
penawaran rokok kretek (juta
batang) DRK
5
5
212558
4785.4
195989
8716.7
permintaan rokok kretek (juta
batang) HCRK
5
5
369.6
60.9523
393.8
54.1145
harga riil rokok kretek di tingkat konsumen
(Rp/batang) HRK
5
5
164.4
17.8706
164.6
3.6690
harga riil rokok kretek di tingkat produsen
luas perkebunan tembakau virginia (Ha) luas perkebunan tembakau selain virginia (Ha) luas perkebunan tembakau total (Ha) produksi tembakau domestik (ton) total impor (ton) total ekspor tembakau (ton) penawaran tembakau total (ton) permintaan tembakau oleh perusahaan rokok kretek (ton) permintaan tembakau total (ton) harga riil tembakau di tingkat petani (000 Rp/ton) harga riil tembakau di tingkat konsumen (000 Rp/ton) produksi rokok kretek (juta total espor rokok kretek (juta
(Rp/batang)
152
Lampiran 7. Lanjutan The SAS System
07:59 Sunday, March 21, 2013
32 The SIMNLIN Procedure Dynamic Simultaneous Simulation Solution Range TAHUN = 2006 To 2010 Statistics of fit
Variable
N
Mean Error
Mean % Error
Mean Abs Error
Mean Abs % Error
RMS Error
RMS % Error
R-Square
LKTV LKTSV LKTT PTD TMT TET ST DTORK DTT HTDP HTDK PRK TEXRK SRK DRK HCRK HRK
5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
-2268.4 -20612.6 -22881.0 -22089.9 -10428.2 1549.5 -34067.6 3388.6 3388.6 -2752.1 -4076.8 5122.0 21.9591 5100.1 -16569.2 24.1435 0.1683
-6.6969 -12.5279 -11.5136 -12.2206 -14.6814 3.2517 -18.1283 2.6655 2.2357 -12.0637 -9.8891 2.4445 1.2748 2.4537 -7.7214 7.0394 1.3297
2737.4 27059.3 28109.2 37326.5 10428.2 3207.3 43930.0 4614.3 4614.3 2753.8 4076.8 7350.0 22.0273 7338.2 16774.1 24.1435 13.9450
8.0918 16.5381 14.2097 23.4506 14.6814 6.3371 24.9793 3.5421 3.1049 12.0754 9.8891 3.4007 1.2792 3.4212 7.8190 7.0394 9.3243
3069.3 30775.4 32684.7 39409.3 13472.6 3560.3 47540.2 5053.9 5053.9 3481.1 4764.0 8274.7 25.3205 8267.6 19664.2 27.4957 17.7525
8.9040 18.5585 16.2758 24.4291 18.5337 7.1003 26.3958 3.9560 3.3629 15.2172 11.3335 3.9149 1.4569 3.9416 9.1245 8.6293 12.8136
0.0945 -13.94 -7.875 -5.897 -1.164 -.0210 -4.135 0.4696 0.9000 -.2571 -2.335 0.4882 0.9339 0.4815 -20.11 0.7456 -.2335
Theil Forecast Error Statistics
Variable
N
MSE
Corr (R)
LKTV LKTSV LKTT PTD TMT TET ST DTORK DTT HTDP HTDK PRK TEXRK SRK DRK HCRK HRK
5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
9420604 9.4713E8 1.0683E9 1.5531E9 1.8151E8 12675500 2.2601E9 25542300 25542300 12118092 22695623 68470602 641.1 68353022 3.8668E8 756.0 315.2
0.78 -0.21 -0.09 -0.70 0.58 0.52 -0.39 0.86 0.98 0.73 0.39 0.86 1.00 0.86 -0.50 0.97 -0.47
MSE Decomposition Proportions Bias Reg Dist Var Covar (UM) (UR) (UD) (US) (UC) 0.55 0.45 0.49 0.31 0.60 0.19 0.51 0.45 0.45 0.62 0.73 0.38 0.75 0.38 0.71 0.77 0.00
0.03 0.49 0.40 0.61 0.10 0.10 0.32 0.06 0.18 0.00 0.01 0.12 0.21 0.12 0.25 0.03 0.37
0.42 0.06 0.11 0.07 0.30 0.71 0.16 0.49 0.37 0.37 0.25 0.49 0.04 0.50 0.04 0.20 0.63
0.00 0.15 0.07 0.02 0.35 0.03 0.00 0.19 0.14 0.07 0.05 0.29 0.21 0.30 0.03 0.05 0.51
0.45 0.40 0.44 0.67 0.05 0.78 0.48 0.36 0.41 0.30 0.22 0.33 0.04 0.32 0.26 0.18 0.49
Inequality Coef U1 U 0.0927 0.1920 0.1690 0.2479 0.2081 0.0681 0.2772 0.0379 0.0343 0.1630 0.1186 0.0372 0.0151 0.0375 0.0925 0.0736 0.1075
0.0480 0.1022 0.0896 0.1328 0.1138 0.0336 0.1539 0.0187 0.0170 0.0873 0.0625 0.0184 0.0075 0.0185 0.0481 0.0357 0.0538
153
Lampiran 7. Lanjutan The SAS System
07:59 Sunday, March 21, 2013
33 The SIMNLIN Procedure Dynamic Simultaneous Simulation Solution Range TAHUN = 2006 To 2010 Theil Relative Change Forecast Error Statistics
Variable LKTV LKTSV LKTT PTD TMT TET ST DTORK DTT HTDP HTDK PRK TEXRK SRK DRK HCRK HRK
Relative Change Corr N MSE (R) 5 0.00955 5 0.0373 5 0.0293 5 0.0579 5 0.0482 5 0.00473 5 0.0750 5 0.00156 5 0.00112 5 0.0319 5 0.0146 5 0.00153 5 0.000230 5 0.00155 5 0.00865 5 0.00671 5 0.0106
0.91 -0.02 0.16 -0.56 0.77 0.74 0.17 0.76 0.99 0.76 0.65 0.73 -0.74 0.72 0.72 0.96 0.81
MSE Decomposition Proportions Bias Reg Dist Var Covar (UM) (UR) (UD) (US) (UC) 0.58 0.46 0.50 0.35 0.62 0.21 0.53 0.45 0.43 0.61 0.75 0.38 0.77 0.38 0.72 0.72 0.00
0.02 0.32 0.20 0.47 0.00 0.19 0.16 0.02 0.08 0.02 0.04 0.00 0.22 0.00 0.21 0.02 0.03
0.40 0.21 0.29 0.17 0.38 0.60 0.31 0.54 0.49 0.37 0.22 0.62 0.01 0.62 0.07 0.26 0.97
0.08 0.01 0.00 0.01 0.04 0.02 0.01 0.16 0.05 0.01 0.00 0.13 0.03 0.13 0.12 0.05 0.23
0.34 0.53 0.50 0.64 0.33 0.77 0.46 0.39 0.52 0.38 0.25 0.49 0.21 0.49 0.15 0.23 0.77
Inequality Coef U1 U 0.6074 2.1558 1.8263 1.9673 0.9636 0.8526 1.7543 0.7484 0.1963 0.8570 1.4192 0.7421 0.3479 0.7439 1.9632 0.5367 0.5890
0.3400 0.7244 0.6943 0.7783 0.5323 0.3800 0.6991 0.3459 0.0966 0.4965 0.6710 0.3461 0.1508 0.3474 0.7177 0.2513 0.3429
154
Lampiran 7. Lanjutan The SAS System
07:59 Sunday, March 21, 2013
34 Obs
LKTV
LKTSV
LKTT
PTD
TMT
TET
ST
DTORK
DTT
1 2 3 4 5
25656.22 32674.44 34795.52 30184.18 30113.73
136923.00 131409.29 134189.04 118057.98 176872.78
162579.22 164083.74 168984.56 148242.16 206986.51
122505.14 129590.21 139083.04 115943.62 173769.68
54263.10 54804.83 54686.70 51951.88 52594.57
49584.65 51684.48 53357.74 56122.67 57753.08
127183.58 132710.55 140412.00 111772.83 168611.18
129801.29 133139.99 136735.96 140355.60 142982.32
153481.29 145482.99 137939.96 181781.60 129911.32
Obs
HTDP
HTDK
PRK
TEXRK
SRK
DRK
HCRK
HRK
1 2 3 4 5
15133.88 17409.78 18590.37 18960.08 21808.56
33945.36 35176.11 35947.33 36257.03 38758.30
216949.33 222031.74 227430.06 232570.54 236748.45
1535.64 1627.08 1700.42 1768.78 1853.33
215413.69 220404.67 225729.64 230801.76 234895.12
194950.09 210512.25 195636.04 187755.31 191090.18
336.674 339.400 431.483 456.674 404.647
167.753 166.604 167.100 162.242 159.301
155
RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Ai Surya Buana, lahir pada tanggal 25 Oktober 1990 di Semarang, Jawa Tengah. Penulis merupakan anak kelima dari lima bersaudara, pasangan Bapak Sukirno, BSc dan Ibu Kelasworo, SIP. Penulis menamatkan sekolah dasar di SD Negeri 1 Gebangsari pada tahun 2002. Kemudian melanjutkan ke SMP Negeri 6 Semarang, lulus pada tahun 2005. Penulis selanjutnya diterima di SMA Negeri 5 Semarang, dan lulus tahun 2008. Pada tahun 2008, penulis melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi yaitu Institut Pertanian Bogor (IPB). Penulis diterima di perguruan tinggi tersebut melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). IPB menjadi pilihan penulis dengan harapan agar penulis memperoleh ilmu serta pola pikir yang baik sehingga akhirnya menjadi sumber daya yang berguna bagi pembangunan daerah asal yaitu Semarang. Penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di beberapa organisasi kemahasiswaan seperti REESA dan FEMOUS.
156