PENGARUH KENAIKAN HARGA KEDELAI TERHADAP PROFITABILITAS DAN NILAI TAMBAH USAHA TAHU BANDUNG KAYUN-YUN DI DESA CIHIDEUNG HILIR KECAMATAN CIAMPEA KABUPATEN BOGOR
RAHMA FITRI
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMBAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Kenaikan Harga Kedelai terhadap Profitabilitas dan Nilai Tambah Usaha Tahu Bandung Kayun-Yun di Desa Cihideung Hilir Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2014
Rahma Fitri NIM H34100167
ABSTRAK RAHMA FITRI. Pengaruh Kenaikan Harga Kedelai terhadap Profitabilitas dan Nilai Tambah Usaha Tahu Bandung Kayun-Yun di Desa Cihideung Hilir Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh TINTIN SARIANTI. Industri kecil merupakan bagian dari sektor UKM yang berperan penting dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Salah satu industri kecil yang potensial untuk dikembangkan yaitu industri yang berbasis kedelai seperti industri tahu. Adanya kenaikan harga kedelai yang terjadi pada tahun 2013 mempengaruhi industri kecil tahu khususnya usaha Tahu Bandug Kayun-Yun. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pengaruh kenaikan harga kedelai terhadap profitabilitas dan nilai tambah usaha tahu bandung Kayun-Yun. Lokasi penelitian dipilih dengan pertimbangan bahwa Kecamatan Ciampea merupakan salah satu satu sentra produksi tahu. Hasil penelitian menunjukkan setelah kenaikan harga kedelai, total biaya meningkat Rp 44 957 794 per bulan, volume penjualan adalah tetap 6700 potong per hari, perbedaan harga pokok produksi sebesar Rp 206/potong tahu ukuran 4 cm dan Rp 254/potong tahu ukuran 5 cm, titik impas dalam nilai barang sebesar 586 potong ukuran 4 cm dengan nilai rupiah Rp 175 873 dan 330 potong ukuran 5 cm dengan nilai rupiah Rp 175 873 dan Rp 115 557. Nilai profitabilitas meningkat sebesar 30.25% untuk ukuran 4 cm dan 29.36 persen untuk tahu ukuran 5 cm. Hasil nilai tambah juga meningkat sebesar Rp 8 672/kg untuk tahu yang ukuran 4 cm dan Rp 8 195/kg untuk tahu yang ukuran 5 cm. Kata Kunci: Kedelai, Usaha tahu bandung Kayun-Yun, profitabilias, nilai tambah.
ABSTRACT RAHMA FITRI. The Effect of Soybean Price Increase on Profitability and Added Value of Usaha tahu bandung Kayun-Yun in Cihideung Hilir Village Ciampea Subdistricts Bogor Districts. Supervised by TINTIN SARIANTI. Small industries is part of SME (Small Medium Enterprise) sector that gives an important role in Indonesia’s economic development. One of small industry that potentially to be developed is soybean industries such as tofu industries. Soybean price increase that occurred in 2013 affects tofu small industrial especially Usaha tahu bandung Kayun-Yun. The purpose of this research was to analyze the effect of soybean price increase on profitability and added value of Usaha Tahu Bandung Kayun-Yun. Research location was selected with the considerations that Ciampea subdistricts is one of the all subdistricts in Bogor district that known as tofu production centers. The results showed after soybean prices increased, the total cost increased by 44 957 794 per month, sales volume is still in 6700 pieces per day, the difference in cost of production in the amount of Rp 206/piece for 4 cm tofu and Rp 254/piece for 5 cm tofu, break-even point in goods value for 4 cm tofu in the amount of 586 pieces with 175 873 rupiah IDR and for 5 cm in the amount of 330 pieces with 115 557 rupiah IDR. Profitability value showed an increase of 30.25 % for 4 cm and 29.36 % for 5 cm tofu. The result of the added value also increased by Rp 8 672/kg for 4 cm tofu and Rp 8 195/kilogram for 5 cm tofu. Key Word : Soybean, Usaha tahu bandung Kayun-Yun, profitability, added value.
PENGARUH KENAIKAN HARGA KEDELAI TERHADAP PROFITABILITAS DAN NILAI TAMBAH USAHA TAHU BANDUNG KAYUN-YUN DI DESA CIHIDEUNG HILIR KECAMATAN CIAMPEA KABUPATEN BOGOR
RAHMA FITRI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2014
Judul Skripsi : Pengaruh Kenaikan Harga Kedelai terhadap Profitabilitas dan Nilai Tambah Usaha Tahu Bandung Kayun-Yun di Desa Cihideung Hilir Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor Nama : Rahma Fitri NIM : H34100167
Disetujui oleh
Tintin Sarianti SP, MM Pembimbing Skripsi
Diketahui oleh
Dr Ir Nunung Kusnadi, MS Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
Judul Skripsi : Pengaruh Kenaikan H ga Kedelai terhadap Profitabilitas dan Nilai Tambah Usaha Tab Bandung Kayun-Yun di Desa Cihideung Hilir Kecamatan Ciampea Kab paten Bogor : Rahma Fitri Nama : H34l00l67 NIM
Disetujui oleh
Tintin Sarianti SP, MM
Pembimbing Skripsi
Diketahui oleh
MS
Tanggal Lulus:
2 1 MAR 2014
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema dalam skripsi ini adalah profitabilitas dan nilai tambah, dengan judul Pengaruh kenaikan harga kedelai terhadap profitabilitas dan nilai tambah usaha tahu Bandung Kayun-Yun di Desa Cihideung Hilir Kecamatan Ciampea Kabupaten bogor. Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan sejak Desember 2013 hingga Januari 2014. Terima kasih penulis ucapkan kepada kedua orang tua penulis yang selalu memberikan kasih sayang, cinta, nasehat, motivasi dan doa sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih penulis ucapkan kepada dosen pembimbing ibu Tintin Sarianti SP, MM atas kesabarannya dalam memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dalam menyusun skripsi ini. Terima kasih kepada dosen penguji utama ibu Eva Yolynda Aviny SP, MM dan kepada dosen penguji komisi pendidikan ibu Anita Primaswari Widhiany SP, Msi atas saran dan masukan kepada penulis untuk perbaikan skripsi ini. Terima kasih kepada Ibu Ir. Popong Nurhayati, MM, ibu Dr. Ir. Rr. Heny K.S. Daryanto, M.Ec, Ibu Tintin Sarianti SP, MM, Ibu Yanti Nuraeni Muflikh, SP. M.Agribus sebagai tim penelitian pada penelitian Strategi Nasional yang berjudul “Analisis Pengaruh Karakteristik Kewirausahaan terhadap Kinerja Wirausaha pada Unit Usaha KecilMenengah (UKM) di Provinsi Jawa Barat” atas kesempatannya menjadi enumerator sehingga dapat menjadi bahan penelitian pada skripsi ini. Terima kasih kepada ibu Ir Juniar Atmakusuma SP, Msi selaku dosen pembimbing akademik atas bimbingan yang telah diberikan selama perkuliahan. Disamping itu juga, ucapan terima kasih penulis kepada Bapak Uun selaku pemilik usaha tahu bandung Kayun-Yun yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian dan meluangkan waktunya dalam membantu penulis menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih kepada Pemerintah Aceh yang telah memberikan beasiswa sehingga penulis dapat menyelesaikan studi. Terima kasih kepada teman satu bimbingan Feby Rizky Hadiyanti, Nci, Intan, Narita, Nisa yang selalu memberikan motivasi dan doa. Terima kasih kepada teman-teman Arina Pradiahsari, Febritesa, Nur, Rahmawati, Khairunnisa Rahmah dan seluruh rekan-rekan Agribisnis 47 atas motivasi, saran, nasehat dan doa. Terima kasih kepada Husnul Susanto dan temanteman IMTR Aceh lainnya yang selalu memberikan motivasi kepada penulis. Terima kasih kepada teman-teman Gladikarya Desa Cigugur Girang atas motivasi dan doa kepada penulis. Terima kasih kepada teman Asrama Putri Aceh Pocut Baren Rahmah Dara Ayunda, Amelia Rahmawaty, Kak Nur, Kak Ollin, Kak Salma yang selalu memberikan motivasi dan doa kepada penulis. Terima kasih kepada UKM Bola Voli IPB dan seluruhnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang selau memberikan motivasi, dorongan dan doa kepada penulis. Semoga skripsi ini bermanfaat dan masukan yang baik bagi subjek penelitian yaitu usaha tahu bandung Kayun-Yun maupun masyarakat luas.
Bogor, Maret 2014
Rahma Fitri
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
ix
DAFTAR GAMBAR
ix
DAFTAR LAMPIRAN
ix
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
4
Tujuan Penelitian
6
Manfaat Penelitian
6
TINJAUAN PUSTAKA
6
KERANGKA PEMIKIRAN
8
Kerangka Pemikiran Teoritis
8
Konsep Biaya
9
Konsep Harga Pokok Produksi Proporsi Biaya Bersama
10 12
Konsep Titik Impas
13
Konsep Profitabilitas
15
Konsep Nilai Tambah
16
Kerangka Pemikiran Operasional
17
METODE PENELITIAN
19
Lokasi dan Waktu Penelitian
19
Jenis dan Sumber Data
19
Metode Pengumpulan Data
19
Metode Pengolahan Data
19
Analisis Biaya Produksi
20
Analisis Harga Pokok Produksi
20
Analisis Titik Impas (Break Even Point)
21
Analisis Profitabilitas Usaha
21
Analisis Nilai Tambah
22
GAMBARAN UMUM USAHA Peralatan Produksi Tahu
22 24
PEMBAHASAN
27
Analisis Biaya
27
Biaya Tetap dan Biaya Variabel
28
Total Biaya Usaha Tahu Bandung Kayun-Yun
31
Volume Penjualan
32
Penentuan Harga Pokok Produksi
33
Analisis Titik Impas
35
Analisis Profitabilitas
37
Analisis Nilai Tambah
39
SIMPULAN DAN SARAN
43
Simpulan
43
Saran
44
DAFTAR PUSTAKA
44
LAMPIRAN
46
RIWAYAT HIDUP
49
DAFTAR TABEL 1 Perkembangan nilai Produk Domestik Bruto (PDB) menurut skala usaha tahun 2010-2011 atas Harga Dasar Berlaku 2 Perkembangan jumlah penyerapan tenaga kerja menurut skala usaha tahun 2010-2011 3 Produksi Kedelai Nasional pada tahun 2010-2013 4 Impor Kedelai per Negara Asal Tahun 2012 5 Perkembangan harga kedelai impor tahun 2009 – 2013 6 Kebutuhan Kedelai Anggota KOPTI Kabupaten Bogor Tahun 2012a 7 Prosedur analisis nilai tambah metode Hayami 8 Kebutuhan Bahan Baku Produksi Tahu per hari 9 Gambar dan fungsi pealatan usaha tahu bandung Kayun-Yun 10 Peralatan produksi usaha tahu bandung Kayun-Yun 11 Biaya Investasi Tahu Bandung Kayun-Yun 12 Biaya non produksi usaha tahu bandung kayun-yun tahun 2013 13 Biaya variabel sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai per bulan tahun 2013 14 Total Biaya Usaha Tahu Bandung Kayun-Yun sebelum dan sesudah kenaikan harga kedelai per bulan tahun 2013 15 Volume penjualan usaha Tahu Bandung Kayun-Yun per hari sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai tahun 2013 16 Perhitungan harga pokok produksi usaha Tahu Bandung Kayun-Yun tahun 2013 17 Marjin antara harga jual tahu per potong dengan harga pokok produksi per potong usaha Tahu Bandung Kayun-Yun tahun 2013 18 Perhitungan titik impas (BEP) tahu bandung Kayun-Yun sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai tahun 2013 19 Tingkat profitabilitas usaha tahu bandung Kayun-Yun sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai tahun 2013 20 Perhitungan nilai tambah usaha tahu bandung Kayun-Yun sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai tahun 2013
1 2 3 3 4 5 22 23 25 27 28 29 30 31 32 34 35 36 37 40
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6
Kurva Biaya Rata-Rata Unsur harga pokok produksi dengan metode full costing Unsur harga pokok produksi dengan metode variabel costing Titik impas, laba dan volume penjualan Kerangka pemikiran operasional Proses produksi tahu bandung Kayun-Yun
9 11 12 15 18 23
DAFTAR LAMPIRAN 1 Biaya Penyusutan Peralatan Tahu Bandung Kayun-Yun tahun 2013 46 2 Rincian Total Biaya bersama pada perhitungan harga pokok produksi sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai tahun 2013 46 3 Perhitungan Beberapa faktor produksi pada nilai tambah usaha tahu 47
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Usaha Kecil merupakan usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 50 juta sampai dengan paling banyak Rp 500 juta tidak termasuk tanah dan bangunan atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300 juta sampai dengan paling banyak Rp 2,5 miliar1. Sektor Usaha Kecil dan Menengah (UKM) merupakan salah satu sektor yang memberikan sumbangan terhadap pendapatan Produk Domestik Bruto (PDB) perekenomian Indonesia. Menurut Statistik Depkop tahun 2011, kontribusi UKM terhadap PDB mengalami peningkatan dari tahun 2010 sebesar 3 466 393.3 atau 57.12 persen meningkat menjadi 4 303 571.5 atau 57.95 persen. Hal ini menandakan bahwa kontribusi UKM terus meningkat terhadap kinerja perekonomian. Kontribusi nilai Produk Domestik Bruto (PDB) menurut skala usaha tahun 2010-2011 atas harga dasar berlaku dapat dilihat pada tabel 1 Tabel 1 Perkembangan nilai Produk Domestik Bruto (PDB) menurut skala usaha tahun 2010-2011 atas Harga Dasar Berlakua Skala Usaha
Tahun 2010 Nilai
Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Usaha Mikro Usaha Kecil Usaha Menengah Usaha Besar a
Tahun 2011
3 466 393.3
Pangs a (%) 57.12
2 051 878.0 59 7770.2 816 745.1 2602 369.5
Nilai
Perkembangan Nilai
%)
4 303 571.5
Pangs a (%) 57.94
837 178.2
24.15
33.81 9.85 13.46
2 579 388.4 722 012.8 1 002 170.3
34.73 9.72 13.49
527 510.4 124 242.6 185 425.1
25.71 20.78 22.70
42.28
3 123 514.6
42.06
521 145.1
20.03
Sumber : Depkop (2011)
Usaha Kecil dan Menengah (UKM) juga menjadi faktor pendorong dalam terciptanya pembangunan ekonomi nasional karena memacu pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja. Terbukti dalam mengatasi krisis ekonomi saat sektor besar mengalami kebangkrutan namun UKM masih dapat bertahan ditengah krisis Melihat kondisi tersebut maka pengembangan UKM diperlukan perhatian pemerintah maupun masyarakat agar dapat tumbuh dan berkembang lebih kompetitif dibanding sektor usaha lainnya (Adinigsih, 2011). Kontribusi dari UKM 1
[DEPKOP]. Departemen Koperasi. 2013. Statistik Usaha Kecil dan Menengah Tahun 2010-2011. [Internet]. [diunduh 2013 Okt 28]. Tersedia pada : http//:www.depkop.go.id//. Jakarta (ID) : Departemen Koperasi.
2
yang setiap tahunnya meningkat terlihat dari jumlah penyerapan tenaga kerja yang diserap oleh sektor UKM. Tabel 2 Perkembangan jumlah penyerapan tenaga kerja menurut skala usaha tahun 2010-2011 Skala Usaha
Tahun 2010 Jumlah
Usaha 99 401 775 Mikro Kecil dan Menengah Usaha 93 014 759 Mikro Usaha Kecil 3 627 164 Usaha 2 759 852 Menengah Usaha Besar 2 839 711 a Sumber : Depkop (2011)
Pangsa (%) 97.22
Tahun 2011 Jumlah 101 722 458
Pangsa (%) 97.24
90.98
94 957 797
3.55 2.70 2.78
Perkembangan Jumlah
%
2 320 683
2.33
90.77
1 943 038
2.09
3 919 992 2 844 669
3.75 2.72
292 828 84 816
8.07 3.09
2 891 224
2.76
51 513
1.81
Penyerapan tenaga kerja dalam sektor UKM mengalami peningkatan setiap tahunnya. Tenaga kerja yang terserap pada UKM merupakan yang terbesar dengan jumlah sebanyak 99 401 775 orang dengan pangsa 97.22% pada tahun 2010 meningkat menjadi 101 722 458 orang dengan pangsa 97.24%. Pada Usaha Kecil terjadi peningkatan dari 3.55 persen meningkat menjadi 3.75 persen dan pasa usaha menengah terjadi peningkatan dari 2.70 persen menjadi 2.72 persen. Besarnya jumlah penyerapan tenaga kerja menurut skala usaha pada tahun 2010-2011 dapat dilihat pada Tabel 2. Agroindustri merupakan kegiatan yang meningkatkan nilai tambah, menghasilkan produk yang dapat dipasarkan atau digunakan atau dimakan, meningkatkan daya simpan dan menambah pendapatan dan keuntungan produsen (Hicks, 1995). Pembangunan agroindustri di Indonesia merupakan salah satu agenda dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui pemberdayaan usaha kecil menengah (UKM). Pengembangan UKM diharapkan dapat menyerap kesempatan kerja dan dapat meningkatkan pendapatan bagi pelaku UKM. Sebagai bagian dari agroindustri, industri kecil merupakan salah satu bagian yang sangat berperan penting. Salah satu yang sangat potensial untuk dikembangkan yaitu industri yang berbasis kedelai seperti industri kecil tahu atau tempe. Tahu dan tempe merupakan salah satu jenis makanan olahan yang berbahan baku kedelai yang merupakan sumber gizi protein nabati utama yang dibutuhkan oleh tubuh. Saat ini, peningkatan akan kedelai terus meningkat karena meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya kebutuhan protein dan gizi. Konsumsi kedelai Indonesia pada tahun 2012 mencapai 2,5 juta ton2. Sementara produksi di Indonesia belum dapat memenuhi kebutuhan kedelai yang dibutuhkan, hal ini dapat dilihat secara jelas pada Tabel 3.
2
Nugrayasa, Oktavio. 2013. Problematika Harga Kedelai di Indonesia [Internet] [diunduh 2013 Nov 12] tersedia pada http://wwwsetkabgoid/artikel-10045-html.
3
Tabel 3 Produksi Kedelai Nasional pada tahun 2010-2013a Tahun Luas Panen (Ha) 2010 660 823 2011 622 254 2012 567 624 2013 571 5641 1 Status Angka : =Angka Sementara a Sumber : Deptan (2013)
Produksi (Ton) 907 031 851 826 843 153 847 1571
Produktivitas (Ku/Ha) 13.73 13.00 14.00 14.001
Tahun 2010 produksi kedelai mencapai 907 031 ton dengan luas panen 660 823 Ha dan produktivitas 13.73 ku/ha Tahun 2010-2013 luas panen dan produksi kedelai terus mengalami penurunan dari tahun sebelumnya. Tahun 2013 luas panen kedelai menurun hingga mencapai 567 624 Ha dengan produksi sebesar 843 153 Ton meskipun produktivitasnya mengalami peningkatan menjai 14.00 Ku/Ha namun peningkatannya sangat lambat. Jumlah produksi yang menurun disebabkan petani tidak tertarik menanam kedelai karena keuntungan menanam kedelai yang rendah akibat harga impor yang lebih rendah dibandingkan dengan harga kedelai dalam negeri sehingga kedelai dalam negeri tidak dapat bersaing dengan kedelai impor. Selain itu produktivitas rata-rata kedelai petani Indonesia juga masih rendah terbukti pada tahun 2013 produktivitas hanya mencapai 14.00 ku/ha atau 1,4 ton/ha sedangkan produktivitas optimum sebesar 2 ton/ha (Amang, 1996). Oleh karena itu Indonesia sangat membutuhkan kedelai impor untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, dimana volume impor dapat dilihat jelas pada Tabel 4. Tabel 4 Impor Kedelai per Negara Asal Tahun 2012a Negara United States Malaysia Afrika Selatan Kanada Lainnya Total a Sumber : Deptan (2013)
Volume (Kg) 1 989 251 940 66 865 857 31 526 260 7 672 860 33 446 323 2 128 763 240
Nilai(US$) 1 231 083 665 58 240 294 17 312 961 4 634 969 28 691 710 1 339 963 599
Tabel 4 menunjukkan bahwa volume impor kedelai di Indonesia pada tahun 2012 mencapai 2 128 763 240 kg dengan nilai US$ 1 339 963 599 dengan negara pengekspor terbesar adalah Amerika Serikat. Berdasarkan data tersebut, Indonesia mengalami ketergantungan pasokan kedelai impor yang sangat tinggi. Akibatnya, apabila negara pengekspor mengalami masalah akan berpengaruh terhadap harga kedelai di Indonesia seperti yang terjadi pada tahun 2013 harga kedelai meningkat dari dari Rp 6000 menjadi Rp 9000 per kilogram, sehingga banyak industri tahu dan tempe melakukan mogok produksi, mengalami kerugian dan menghentikan usahanya3. Indonesia pernah mencapai puncak kejayaan produksi kedelai pada tahun 1992, karena adanya swasembada kedelai dengan produksi mencapai 1.6 juta ton (Amang, 1996). Namun angka tersebut terus menurun karena areal pertanian semakin berkurang hingga produksi saat ini mencapai 800 ton pertahun. Anjloknya produksi kedelai ini disebakan karena regulasi impor yang dikeluarkan tahun 1998 bahkan sampai saat ini kebijakan pemerintah yang membebaskan bea masuk impor menyebabkan semakin 3
Suprapto, Hadi. 2013. Mengapa kedelai kerap jadi masalah. Viva News. [Internet]. [diunduh 2013 Oktober 14]. Tersedia pada : http:bisnis.new.viva.co.id.
4
menurunnya kegairahan petani untuk menanam kedelai. Petani kedelai merasa dirugikan karena harga kedelai lokal akan ikut turun4. Dengan demikian menyebabkan melonjaknya impor kedelai dan persaingan antara perusahaan-perusahaan swasta impor kedelai. Kedelai di Indonesia sebagian besar dikonsumsi dalam bentuk produk olahan seperti tahu, tempe, kecap, tauco dan susu kedelai. Industri yang berbasis kedelai seperti tahu atau tempe merupakan salah satu industri pengolahan pangan dalam bentuk skala kecil namun sangat potensial untuk dikembangkan. Karena usaha tahu atau tempe dapat dimulai dengan modal yang relatif kecil, teknologi yang sederhana dan tidak terlalu membutuhkan keahlian yang tinggi. Selain itu juga sebagai alternatif penyedia lapangan pekerjaan dan meningkatkan pendapatan bagi rumah tangga Perumusan Masalah Harga kedelai yang terus melonjak di beberapa tahun terakhir ini dari tahun 2009 hingga 2013. Adanya kenaikan harga kedelai menyebabkan usaha atau tempe mengalami gangguan pada usahanya. Berikut adalah perkembangan harga kedelai dari tahun 2009 hingga 2013 menurut Deptan (2013) pada Tabel 5 yaitu : Tabel 5 Perkembangan harga kedelai impor tahun 2009 – 2013a Tahun 2009 2010 2011 2012 2013 Status angka a Sumber
Harga kedelai impor (Rp/kg) 7 954 8 096 8 302 8 353 9 000 – 9 5001 : 1 = angka sementara : www.deptan.go.id
Berdasarkan data pada Tabel 5 adanya kenaikan harga kedelai yang terjadi dari tahun 2010 hingga 2013. Beberapa penyebab terjadinya kenaikan harga kedelai setiap tahunnya, seperti yang terjadi pada tahun 2012 kenaikan harga kedelai disebabkan kemarau panjang yang terjadi di Amerika sehingga impor kedelai terganggu. Sedangkan pada tahun 2013, kenaikan harga impor kedelai disebabkan oleh melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar dan adanya permasalahan disisi suplai5. Kenaikan harga kedelai yang terjadi beberapa tahun ini mempengaruhi para pengrajin UKM tahu dan tempe karena bahan baku yang digunakan merupakan kedelai impor. Ketergantungan terhadap kedelai impor karena produksi kedelai dalam negeri yang tidak dapat bersaing dengan kedelai impor salah satunya seperti produktivitas yang rendah sehingga sehingga sekalipun harga kedelai melonjak tajam namun produsen tahu dan tempe tetap menggunakan kedelai impor. Dengan permintaan kedelai yang terus meningkat dan produksi dalam negeri tidak mampu untuk memenuhi konsumsi kedelai dalam negeri sehingga pemerintah mengeluarkan kebijakan menurunkan tarif impor bahkan menghapuskan bea impor kedelai sehingga harga kedelai impor dapat lebih murah. 4
Cipto. 2013. Ini salah satu sebab Indonesia krisis kedelai. Warta Ekonomi. [Internet]. [diunduh 2013 Oktober 4]. Tersedia pada : www.wartaekonomi.co.id 5 Runiasari, Kartika. 2013. Harga kedelai internasional turun, di Indonesia justru naik. Suara Merdeka. [Internet]. [diunduh 2013 Oktober 4]. Tersedia pada : www.suaramerdeka.com.
5
Permasalahan kenaikan harga kedelai mempengaruhi para pengrajin tahu dan tempe nasional, dan salah satu daerah yang terkena dampak kenaikan harga kedelai terhadap para pengrajin tahu dan tempe adalah Kabupaten Bogor. Berdasarkan data dan wawancara dengan salah satu staff dari KOPTI Kabupaten Bogor banyak para anggota KOPTI yang mengeluh akibat kenaikan harga yang terjadi dan terjadi penurunan jumlah pembelian kedelai oleh anggota KOPTI bahkan membuat para pengrajin berhenti produksi. Banyaknya jumlah anggota KOPTI di Kabupaten Bogor dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Kebutuhan Kedelai Anggota KOPTI Kabupaten Bogor Tahun 2012a No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Wilayah Pelayanan
Ciseeng Parung Cibinong Citeureup I Citeureup II Bojonggede Sukaraja Ciawi Megamendung Caringan Cijeruk Tamansari Leuwiliang Ciampea Cibungbulang Jasinga Dramaga Cimanggu Cilendek Depok I Depok II Sawangan I Sawangan II Cimanggis Jumlah a Sumber : KOPTI (2012)
Jumlah Anggota
Jumlah Tenaga Kerja
101 106 105 115 82 49 45 23 65 50 39 62 34 20 19 37 84 68 111 77 17 64 1373
650 399 388 428 286 189 211 117 253 226 175 235 185 106 84 163 440 272 448 255 72 277 5859
Kebutuhan Kedelai Per Bulan (Ton) 261 450 249 930 237 000 246 300 164 100 107 250 135 900 65 850 140 850 128 130 99 750 130 350 97 350 83 100 45 000 105 150 217 050 171 600 280 350 150 000 45 000 175 200 3 336 660
Berdasarkan Tabel 6 menunjukkan bahwa jumlah anggota KOPTI pada tahun 2012 sebesar 1373 orang dan jumlah tenaga kerja sebesar 5859 orang. Menurut KOPTI Kabupaten Bogor kebutuhan kedelai Kabupaten Bogor tahun 2010 hingga 2013 sebesar 118 800 000 kg. Untuk suplai kedelai di Kabupaten Bogor tahun 2010 – 2013 tersedia dan relatif cukup tidak ditemukan adanya kelangkaan kedelai. Salah satu Kecamatan yang memiliki kebutuhan kedelai terbesar perbulan adalah Kecamatan Ciampea sebesar 130 350 ton. Berdasarkan keterangan tersebut maka penelitian ini dilakukan pada wilayah kecamatan tersebut dengan mengambil salah satu usaha sebagai subjek studi kasus penelitian. Usaha yang menjadi subjek studi dalam penelitian ini adalah usaha milik Bapak Uun yang berada Desa Cihideung Hilir Kecamatan Ciampea dengan nama usaha yaitu Usaha Tahu Bandung Kayun-Yun. Usaha tahu Bandung Kayun-Yun yang menjadi objek penelitian menyatakan bahwa menetapkan harga jual sesuai dengan harga pasar dan harga yang diinginkan oleh konsumen. Berdasarkan hasil wawancara dengan pemilik usaha,
6
terkait dengan kenaikan harga kedelai yang terjadi pada beberapa bulan ini secara tibatiba usaha Bapak Uun mengalami sedikit gangguan, terutama dalam hal biaya dan keuntungan yang diterima. Namun data produksi dan penjualan usaha yang menjadi objek penelitian tidak dapat ditampilkan karena tidak adanya pencatatan secara detail. Berdasarkan berbagai permasalahan yang diuraikan diatas, maka dalam penelitian ini akan dibahas beberapa hal terkait dengan dampak kenaikan harga kedelai yaitu : 1. Apakah kenaikan harga kedelai menurunkan tingkat profitabilitas usaha tahu bandung Kayun-Yun di Desa Cihideung Hilir Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor. 2. Apakah kenaikan harga kedelai menurunkan nilai tambah usaha tahu bandung KayunYun di Desa Cihedeung Hilir Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dilakukan penelitian ini adalah : 1. Menganalisis pengaruh kenaikan harga kedelai terhadap tingkat profitabilitas usaha tahu bandung Kayun-Yun di Desa Cihedeung Hilir Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor. 2. Menganalisis pengaruh kenaikan harga kedelai terhadap nilai tambah usaha tahu bandung Kayun-Yun di Desa Cihedeung Hilir Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Untuk pengrajin tahu penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan, infromasi dan pertimbangan dalam menjalankan usahanya. 2. Untuk civitas akademika penelitian ini diharapkan menambah pengetahuan dan sebagai bahan perbandingan serta acuan dalam melakukan penelitian selanjutnya. 3. Untuk masyarakat luas penelitian ini dapat dijadikan referensi dalam mengetahui keadaan industri kecil tahu khususnya yang berada di Kabupaten Bogor.
TINJAUAN PUSTAKA Dalam penelitian ini memerlukan suatu sumber informasi yang digunakan sebagai referensi yaitu melalui penelitian-penelitian terdahulu mengenai nilai tambah dan profitabilitas. Hal yang dikaji dalam penelitian terdahulu adalah subjek yang diteliti, alat analisis yang digunakan. Ada lima penelitian terdahulu yang dikaji dalam penelitian ini antara lain, Tunggadewi (2009) melakukan penelitian mengenai profitabilitas dan nilai tambah tahu dan tempe di Kecamatan Tegal Gundil dan Cilendek Timur Kota Bogor. Nursiah (2013) melalukan penelitian pengaruh kenaikan harga kedelai terhadap kinerja di Desa Citeureup Kabupaten Bogor. Putri (2013) melakukan penelitian tentang kelayakan usaha dan nilai tambah olahan jamur tiram putih di Bekasi. Putriyana (2008) dalam penelitiannya tentang analisis biaya dan profitabilitas produksi roti pada Bella Bakery di Pondok Gede, Bekasi. Damayanti (2004) tentang penetapan harga pokok produksi menggunakan metode Full Costing. Dalam kelima penelitian terdahulu tersebut dikaji berdasarkan analisis yangs sesuai dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu tentang nilai tambah dari produk olahan Sedangkan analisis profitabilitas yang dikaji terdiri dari biaya, penetapan harga, volume penjualan, titik impas (break even point) dan MOS, MIR.
7
Tunggadewi (2009) meneliti terkait dengan nilai tambah dengan menggunakan metode hayami dan menentukan profitabilitas menggunakan break even point. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui nilai tambah dan tingkat keuntungan yang diperoleh dari usaha tahu dan tempe akibat adanya kenaikan harga bahan baku kedelai. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat profitabilitas usaha yang lebih tinggi adalah usaha tahu sebesar 38 persen, sedangkan usaha tempe sebesar 28 persen. Perhitungan analisis nilai tambah juga menunjukkan bahwa usaha yang memiliki nilai tambah lebih besar adalah usaha tahu dengan nilai sebesar Rp 6881, sedang untuk menjadi tempe sebesar Rp 4947. Berdasarkan itu maka perlu dilakukan penghematan biaya pada usaha tempe agar struktur biayanya lebih efisien dan mendapatkan keuntungan lebih besar. Salah satunya dengan menghemat biaya perawatan, menggunakan peralatan produksi yang lebih tahan lama dan menjaga kebersihan peralatan, khusus untuk usaha tempe biaya pengemasannya dapat dihemat dengan menggunakan kemasan daun pisang untuk seluruh produknya. Penelitian analisis nilai tambah yang dilakukan oleh Putri (2013) terhadap dua produk olahan yaitu jamur crispy dan nugget jamur dengan menggunakan metode Hayami. Nilai tambah yang dihasilkan pada produk jamur crispy dan nugget jamur adalah Rp 25 544.07 dan Rp 54 295.00. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan ini merupakan kegiatan padat modal karena pendistribusian nilai marjin terbesar pada keuntungan yang diterima perusahaan dibandingkan pendapatan tenaga kerja. Putriyana (2008) dalam penelitiannya tentang analisis biaya dan profitabilitas produksi roti pada Bella Bakery di Pondok Gede, Bekasi dengan menggunakan metode full costing, titik impas dan profitabilitas. Bella Bakery mengalami kendala dalam biaya produksi seperti meningkatnya harga bahan baku utama yang berpengaruh terhadap tingkat penerimaan dan profitabilitas perusahaan. Oleh karena itu dilakukan penelitian yang berkaitan dengan struktur biaya untuk menganalisis profitabilitas yang dicapai perusahaan. Nilai MOS untuk kedua produk benilai cukup besar sehingga batas toleransi penurunan produksi juga besar. Perusahaan juga mempunyai hasil penjualan yang tinggi untuk menutupi biaya tetap dan variabel yang ditunjukkan dengan nilai MIR yang besar. Tingkat profitabilitas yang dicapai perusahaan dipengaruhi oleh besarnya biaya yang dikeluarkan, volume penjualan, dan harga jual. Selain itu, penelitian lain oleh Damayanti (2004) tentang penetapan harga pokok produksi dalam kaitannya dengan titik impas dan profitabilitas perusahaan perkebunan teh XYZ. Pada penelitian ini penetapan harga pokok produksi yang digunakan menggunakan metode full costing karena memperhitungkan seluruh seluruh biaya produksi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perubahan dari titik impas dan profitabilitas perusahaan akibat penerapan metode penetuan harga pokok alternatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perusahaan XYZ masih kurang tepat dalam penentuan harga pokok produksinya. Adanya perubahan pada metode penetapan harga pokok produksi berpengaruh terhadap titik impas dimana titik impas menjadi lebih kecil dari sebelumnya. Begitu juga dengan profitabilitas perusahaan. Dengan menggunakan metode full costing tingkat profitabiltas perusahaan menjadi lebih besar dari sebelumnya. Nursiah (2013) dalam penelitiannya terkait dengan pengaruh kenaikan harga kedelai terhadap kinerja usaha industri tempe di Desa Citeureup Kabupaten Bogor. Dalam melakukan analisa unit usaha tempe dilokasi penelitian dibedakan dalam skala I, II dan III yang didasarkan pada banyaknya jumlah produksi kedelai yang dilakukan setiap hari. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa pada produksi skala III mengeluarkan biaya total rata-rata yang lebih rendah dibandingkan pada skala I dan II baik pada saat
8
sebelum dan setelah adanya kenaikan harga kedelai. Sementara, adanya kenaikan harga kedelai menyebabkan keuntungan yang diterima menjadi menurun disebabkan tidak adanya pilihan lain yang dilakukan pengrajin tempe di Desa Citeureup. Dengan demikian menunjukkan adanya kenaikan harga kedelai menurunkan kinerja pengrajin tempe di Desa Citeureup. Analisis nilai tambah yang dilakukan oleh Tunggadewi (2009) dan Putri (2013) melihat bagaimana sejauh mana atau seberapa besar bahan baku mendapatkan suatu perlakuan sehingga mengalami perubahan nilai yang dapat berupa perubahan bentuk (form utility), tempat (place utility), waktu (time utility) dan kepemilikkan. Sedangkan penelitian terdahulu terkait dengan profitabilitas yang dilakukan oleh Putriyana (2008), Damayanti (2004) menganalisis bagaimana penetapan harga pokok produksi menggunakan metode full costing, titik impas (break even point), dan analisis profitabilitas. Analisis pengaruh kenaikan harga kedelai terhadap kinerja usaha tempe dilakukan oleh Nursih (2013) yang ditinjau dari segi biaya, keuntungan dan penerimaan. Penelitian ini mengambil subjek penelitian yang sama dengan Tunggadewi (2009) yaitu usaha tahu. Perbedaannya yaitu Tunggadewi membandingkan antara usaha tahu dan tempe di Kecamatan Tegal Gundil dan Cilendek Timur, sementara penelitian ini membandingkan antara sebelum dan sesudah kenaikan harga kedelai pada industri kecil tahu Bandung Kayun-yun di Desa Cihideung Hilir Kecamatan Ciampea. Penelitian ini menganalisis hal yang sama seperti penelitian yang dilakukan oleh Nursiah (2013) yang berkaitan dengan pengaruh kenaikan harga kedelai terhadap kinerja usaha. Perbedaannya pada penelitian ini kinerja yang ditinjau berdasarkan tingkat profitabilitas sedangkan pada penelitian Nursiah (2013) analisis kinerja ditinjau dari biaya, keuntungan dan penerimaan. Selain itu, perbedaan juga terdapat pada subjek yang diteliti. Pada penelitian ini subjek penelitian pada usaha tahu sedangakan pada penelitian Nursiah (2013) pada usaha tempe. Alat analisis nilai tambah yang digunakan sama seperti yang dilakukan oleh Tunggadewi (2009) dan Putri (2013) yaitu menggunakan metode Hayami. Hal ini dikarenakan produk dalam objek penelitian merupakan produk olahan yang sama dengan produk pada penelitian terdahulu. Alat analisis penetuan harga pokok produksi sama seperti penelitian yang dilakukan oleh Putriyana (2008) dan Damayanti (2004) yaitu menggunakan metode full costing. Metode full costing dipilih karena memperhitungkan semua unsur biaya produksi dan non produksi ke dalam harga pokok produk. Alat analisis profitabilitas juga sama seperti yang dilakukan dengan oleh Tunggadewi (2009), Putriyana (2008), Damayanti (2004) yaitu dengan melihat nilai MOS dan MIR. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Putriyana (2008) dan Damayanti (2004) yaitu pada subjek penelitian. Penelitian ini dilakukan pada industri kecil tahu bandung Kayun-Yun di Kabupaten Bogor.
KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Beberapa hal yang mendasari suatu kegiatan manajemen suatu industri kecil adalah bagaimana penyerapan dan kemampuan dalam merencanakan dan mengendalikan informasi biaya, tingkat keuntungan, serta penerapan kegiatan operasional yang efisien. Pada kerangka pemikiran teoritis dalam penelitian ini terkait dengan konsep biaya,
9
konsep harga, konsep titik impas (Break Even Point), konsep nilai tambah dan konsep profitabilitas. Konsep Biaya Kegiatan memproduksi barang atau jasa dengan menggunakan nilai input tertentu disebut dengan biaya (Lipsey, 1995). Mankiw (2003) mendefinisikan biaya sebagai segala sesuatu yang dikorbankan agar mendapatkan sesuatu yang kita inginkan. Rony (1990) menyatakan pengertian lain tentang biaya yaitu pengeluaran untuk memperoleh barang atau jasa yang mempunyai manfaat bagi perusahaan lebih dari satu periode operasi. Sebagaimana diketahui bahwa tujuan didirikan suatu usaha adalah untuk mendapatkan keuntungan disamping memiliki tujuan lain yang bersifat sosial seperti memberi kesempatan kerja atau memenuhi suatu kebutuhan. Dalam menentukan keuntungan yang diperolah selama jangka waktu tertentu, maka pihak manajemen perlu mengetahui berapa hasil yang diperoleh dari penjualan dan biaya-biaya yang harus dipertimbangkan. Menurut Lipsey (1995) biaya total (total cost) merupakan biaya yang digunakan untuk menghasilkan output tertentu. Biaya total dibagi menjadi dua bagian yaitu biaya tetap total (total fixed cost) dan biaya variabel total (total variabel cost). Biaya tetap merupakan biaya yang tidak berubah meskipun output yang dihasilkan berubah sedangkan biaya variabel merupakan biaya yang bertambah jika output yang dihasilkan bertambah dan biaya berkurang dengan menurunnya produksi yang dihasilkan. Dalam melakukan produksi, harga input variabel mempengaruhi total biaya yang dikeluarkan produsen, adanya kenaikan harga input menyebabkan total biaya variabel meningkat. Apabila total biaya variabel meningkat maka akan menyebabkan biaya total juga akan meningkat Adanya fungsi biaya yang menggambarkan hubungan antara besarnya biaya produksi dengan tingkat produksi dapat dilihat pada Gambar 1 Rp MC ATC AVC AFC Output Gambar 1 Kurva Biaya Rata-Rata Sumber : Lipsey (1995) Gambar 1 diatas menunjukkan kurva biaya rata-rata dimana biaya rata-rata diperoleh dari total biaya dibagi jumlah output yang dihasilkan. Saat terjadi kenaikan harga input menyebabkan terjadinya peningkatan biaya total sehingga kurva biaya total rata-rata (ATC) akan bergeser ke atas. Adanya pergeseran yang terjadi akan mempengaruhi keuntungan yang akan diterima dalam suatu usaha sehingga menyebabkan keuntungan yang diperoleh menurun. Suatu usaha dikatakan memperoleh laba normal pada saat harga output (P) = ATC, sedangkan untuk memperoleh laba positif pada saat P > ATC. Suatu usaha akan
10
mengalami titik kritis pada saat suatu usaha mampu menutupi biaya variabel tetapi tidak mampu untuk menutupi biaya tetap pada saat P = AVC. Usaha akan mengalami kerugian bahkan gulung tikar pada saat P < AVC. Konsep Harga Pokok Produksi Menetapkan harga jual merupakan suatu hal yang penting karena kesalahan dalam penentuan harga jual akan berdampak langsung terhadap keberhasilan suatu usaha. Penetapan harga jual yang terlalu tinggi menyebabkan produk tidak dapat bersaing dengan produk sejenis karena dalam persaingan bisnis konsumen akan menginginkan produk dengan kualitas yang sama namun dengan harga jual yang lebih rendah. Sedangkan penetapan harga jual yang terlalu rendah menyebabkan usaha mengalami kerugian karena pendapatan yang diperoleh tidak mampu untuk menutupi semua biaya yang dikeluarkan. Oleh itu diperlukan suatu perhitungan harga pokok agar harga jual yang ditetapkan kepada suatu produk adalah tepat. Harga pokok merupakan faktor yang penting dalam pertimbangan untuk menetapkan harga jual yang nantinya akan memperoleh laba (Gayatri, 2013). Menurut Mulyadi (2002) harga pokok merupakan pengorbanan sumber ekonomi yang diukur dalam satuan uang yang telah terjadi atau kemungkinan terjadi untuk memperoleh penghasilan atau keuntungan. Dalam penetuan harga jual setiap pengusaha harus memperoleh jaminan bahawa harga jual produk atau jasa yang dijual dipasar harus dapat menutupi biaya penuh untuk menghasilkan produk atau jasa dan mendapatkan laba yang sesuai. Menurut Mulyadi (2001) adanya permintaan konsumen, selera konsumen, jumlah pesaing yang memasuki pasar, dan harga jual yang ditentukan pesaing merupakan suatu hal yang sulit untuk diramalkan sehingga adanya ketidakpastian dalam penetuan harga jual. Oleh karena itu satu-satunya faktor yang memiliki kepastian relatif tinggi yang berpengaruh dalam penentuan harga jual adalah biaya. Salah satu penetuan harga jual yang memiliki tingkat kepastian relatif tinggi adalah harga pokok produksi. Harga pokok produksi dibentuk oleh biaya produksi dan non produksi yang juga merupakan komponen biaya yang penting dalam pembuatan suatu produk. Biaya produksi merupakan biaya-biaya yang dikeluarkan dalam pengolahan bahan baku menjadi produk, sedangkan biaya non produksi merupakan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan non produksi seperti kegiatan pemasaran dan kegiatan administrasi dan umum (Mulyadi, 2002). Biaya produksi membentuk harga pokok produksi yang dapat digunakan untuk menghitung harga pokok produk jadi dan harga pokok produk yang masih dalam proses. Menurut Mulyadi (2002) tujuan dilakukan perhitungan harga pokok produksi yaitu sebagai berikut: 1. Untuk menentukan harga jual 2. Untuk menetapkan efisien tidaknya suatu perusahaan 3. Untuk menentukan kebijakan dalam penjualan 4. Sebagai pedoman dalam pembelian alat-alat perlengkapan baru 5. Untuk perhitungan neraca Pengumpulan harga pokok produksi sangat ditentukan oleh cara berproduksi. Salah satu penentuan harga produksi dengan cara produksi yaitu dengan menggunakan metode harga pokok proses dengan cara membagi biaya total produksi yang dikeluarkan selama periode waktu tertentu dengan jumlah satuan produk yang dihasilkan selama periode tersebut. Mulyadi (2002) manfaat dari informasi harga pokok produksi dalam suatu usaha yang berproduksi secara massa yaitu menentukan harga jual, memantau realisasi biaya
11
produksi, menghitung laba atau rugi periodik dan menentukan harga pokok persediaan produk jadi dan produk dalam proses yang disajikan dalam neraca. Metode penentuan harga pokok produksi merupakan cara memperhitungan unsurunsur biaya ke dalam harga pokok produksi. Dalam memperhitungkan unsur-unsur biaya ke dalam harga pokok produksi terdapat dua pendekatan yaitu metode full costing dan metode variabel costing. 1. Metode Full Costing Metode full costing merupakan metode penentuan harga pokok produksi yang memperhitungkan semua unsur biaya produksi ke dalam harga pokok produksi yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik baik yang berperilaku variabel maupun tetap. Metode full costing ini untuk digunakan manajemen dalam pembuatan keputusan jangka panjang. Berikut adalah Gambar 2 yang menunjukkan unsur harga pokok produksi dalam menggunakan metode full costing. Biaya bahan baku
Biaya tenaga kerja Biaya overhead pabrik tetap
Harga Pokok Produksi
Biaya adm. dan umum
Biaya oerhead pabrik variabel
Total harga pokok produksi
Biaya pemasaran
Biaya non produksi Gambar 2 Unsur harga pokok produksi dengan metode full costing Sumber : Mulyadi (2005) 2. Metode Variabel Costing Metode variabel costing merupakan metode penentuan harga pokok produksi yang hanya memperhitungkan biaya produksi yang berperilaku variabel ke dalam harga pokok produksi yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik variabel. Metode variabel costing baik digunakan manajemen dalam pembuatan keputusan jangka pendek. Berikut adalah gambar 3 yang menggambarkan unsur harga pokok produksi dengan metode variabel costing.
12
Biaya bahan baku
Harga pokok produksi variabel
Biaya tenaga kerja
Biaya adm. dan umum variabel
Biaya overhead pabrik variabel
Biaya pemasaran variabel
Total harga pokok produk
Biaya overhead pabrik tetap Biaya adm. dan umum tetap
Biaya periode
Biaya pemasaran tetap
Gambar 3 Unsur harga pokok produksi dengan metode variabel costing Sumber : Mulyadi (2005) Proporsi Biaya Bersama Dalam pengolahan satu atau beberapa bahan baku dalam suatu proses produksi dapat menghasilkan dua jenis produk atau lebih. Produk yang dihasilkan disebut dengan produk bersama. Produk bersama merupakan produk yang dihasilkan secara bersamaan dari satu proses produksi ataupun melalui tahapan proses produksi (Rony, 1990). Dalam pengertian ini menekankan bahwa dari suatu proses produksi tercipta beberapa produk yang memiliki hubungan kuantititas tertentu. Produk bersama dapat dapat dikelompokkan menjadi produk utama (main product) dan produk sampingan (by product). Produk utama umumnya dipakai untuk menunjukkan jumlah atau nilai yang relatif besar dibandingkan dengan produk sampingan dipakai untuk menunjukkan nilai yang relatif lebih kecil. Adanya proses produksi bersama yang digunakan untuk menghasilkan produk bersama menimbulkan biaya bersama yang harus dialokasikan ke masing-masing produk. Menurut Rony (1990) biaya bersama merupakan sejumlah biaya yang terjadi karena adanya suatu proses bersama atas material atau input tertentu yang menghasilkan dua atau lebih produk. Mulyadi (2002) mendefinisikan biaya bersama merupakan biaya yang dikeluarkan sejak saat bahan baku mula-mula diolah sampai dengan berbagai macam produk dipisahkan identitasnya yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja dan biaya overhead pabrik. Ciri pokok biaya produksi bersama yaitu biaya yang terjadi untuk beberapa jenis produk yang berbeda dan merupakan jumlah keseluruhan yang tidak dapat dipisahkan, hal itu berbeda dibandingkan terhadap jumlah masing-masing untuk setiap produk. Biaya produksi dapat dipisahkan dan mudah diidentifiksai untuk masing-masing produk dan pada umumnya tidak membutuhkan alokasi biaya, sebaliknya biaya produksi bersama memerlukan alokasi dan pendistribusian pada masing-masing produk.
13
Dalam mengalokasikan biaya bersama agar dapat diidentifikasikan satu produk dengan produk lain dengan menggunakan salah satu dari empat metode berikut (Mulyadi, 2002 dan Rony 1990) : 1. Metode nilai jual relatif Metode ini paling banyak digunakan dalam mengalokasikan biaya bersama kepada produk bersama dengan alasan bahwa nilai jual merupakan ukuran yang paling logis terhadap biaya yang diperlukan bagi masing-masing produk atau karena adanya korelasi antara harga jual suatu produk dengan biaya untuk memproduksinya. Jika salah satu produk terjual lebih tinggi dibandingkan produk yang lain disebabkan biaya yang dikeluarkan untuk produk tersebut lebih besar dibandingkan dengan produk yang lainnya. 2. Metode satuan fisik atau kuantitas Metode satuan fisik menentukan harga pokok produk bersama sesuai dengan manfaat uang ditentukan oleh masing-masing produk akhir. Dalam metode ini biaya bersama dialokasian kepada produk atas dasar koefisien fisik yaitu kuantitas bahan baku yang terdapat dalam masing-masing produk yang dinyatakan dalam satuan unit atau fisik seperti kilogran, ton, pon dan ukuran lainnya, yang berarti bahwa produk bersama yang dihasilkan harus diukur dengan satuan ukuran produk yang sama. Namun jika produk mempunyai ukuran yang berbeda, harus ditentukan koefisien fisik yang digunakan untuk mengubah berbagai satuan tersebut menjadi ukuran yang sama. 3. Metode biaya rata-rata per unit Metode ini hanya dapat digunakan apabila produk bersama yang dihasilkan diukur dalam satuan yang sama. Umumnya metode ini digunakan oleh perusahaan yang menghasilkan berbagai macam produk yang sama dari suatu proses produksi tapi mutu yang dihasilkan berlainan. Perhitungan harga pokok maisng-masing produksi sesuai dengan proporsi kuantitas yang diproduksi. 4. Metode rata-rata tertimbang Dalam metode ini diperlukan memasukkan faktor bobot untuk setiap unit produk yang dihasilkan karena adanya perbedaan ukuran produk, kesukaran dalam prosessing, waktu yang dibutuhkan dalam menghasilkan setiap unit produk, buruh yang diperkerjakan dan material yang dipakai serta unsur-unsur lainnya. Metode ini menginginkan agar perbedaan yang ada dapat dihindari dengan cara mengalikan setiap jenis produk terhadap faktor bobotnya sehingga pengalokasian biaya produksi lebih mencerminkan beban setiap unit produk. Konsep Titik Impas Titik impas memiliki hubungan terhadap biaya, volume dan keuntungan yang merupakan sarana bagi manajemen dalam mempersiapkan perencanaan keuntungan, penetapan harga jual dan alat dalam pengambilan keputusan. Menurut Rony (1990) analisis titik impas bermanfaat bagi manajemen dalam menjelaskan beberapa keputusan operasional yang penting dalam tiga cara yang berbeda namun tetap berkaitan yaitu : 1. Pertimbangan tentang produk baru dalam menentukan tingkat penjualan yang harus dicapai agar perusahaan memperoleh laba 2. Sebagai kerangka dasar penelitian pengaruh ekspansi terhadap tingkat operasional 3. Membantu manajemen dalam menganalisis konsekuensi penggeseran biaya variabel menjadi biaya tetap karena otomisasi mekanisme kerja dengan peralatan yang canggih Analisis titik impas (break even point) merupakan sarana untuk mengetahui pada titik berapa hasil penjualan (penerimaan) sama dengan jumlah biaya sehingga perusahaan
14
tidak memperoleh keuntungan atau kerugian, dengan kata lain labanya sama dengan nol (Rony, 1990). Terdapat beberapa asumsi dalam menggunakan analisa titik impas (Mulyadi, 2001) antara lain : a. Biaya-biaya yang terjadi dalam perusahaan yang terkait dapat diidentifikasikan sebagai biaya variabel dan tetap b. Biaya tetap adalah konstan c. Biaya variabel bertambah dengan bertambahnya volume produksi d. Harga jual per unit tetap Dalam menentukan titik impas atau Break Even Point (BEP) dapat diperoleh dengan dua cara yaitu : 1. Pendekatan Teknis Persamaan Secara matematis titik impas produktivitas dapat dihitung sebagai berikut : 𝜋 = (𝑃𝑄) − (𝑇𝑉𝐶 + 𝑇𝐹𝐶) Keadaan impas adalah jika π (keuntungan) = 0, maka : (PQ) – (TVC + TFC) = 0 BEP → TC = TR (PQ) = (TVC + TFC) = TFC (PQ) – TVC (PQ) – (AVCQ) = TFC Q (P – AVC) =TFC BEP (Impas dalam unit) =
𝑇𝐹𝐶 𝑃−𝐴𝑉𝐶
BEP (Impas dalam rupiah) =
𝑇𝑉𝐶 𝐴𝑉𝐶 𝑃
1−
Keterangan : BEP : Nilai Impas Produksi (unit atau Rupiah) P : Harga jual produk per unit (Rp/unit) TVC : Biaya variabel total (Rp) TFC : Biaya tetap total (Rp) AVC : Biaya rata-rata variabel per unit (Rp/unit) Π : Laba (Rp) 2. Pendekatan Grafis Dalam penentuan titik impas dengan pendekatan grafis dengan melihat pertemuan antara garis pendapatan penjualan dengan garis biaya dalam suatu grafik. Titik pertemuan antara garis pendapatan dengan garis biaya merupakan titik impas. Untuk dapat menentukan titik impas harus dibuat grafik dengan sumbu datar menunjukkan volume dan sumbu tegak menunjukkan biaya dan pendapatan. Berikut pendekatan grafis secara jelas dapat dilihat pada Gambar 4
15
Pendapatan, Biaya TR TC A P
TVC TFC B
O
Keterangan : TR TC TVC TFC Daerah A Daerah B P Q
Volume Penjualan Q Gambar 4 Titik impas, laba dan volume penjualan Sumber : Mulyadi (2001) = Penerimaan total = Biaya total = Biaya variabel total = Biaya tetap total = Daerah laba atau untung = Daerah rugi = Pendapatan, biaya = Volume penjualan
Berdasarkan Gambar 4 terlihat bahwa titik impas terjadi pada perpotongan TR dan TC yang ditunjukkan oleh tingkat output Q. Jika tingkat penjualan lebih kecil dari OQ, maka perusahaan akan mengalami kerugian karena hasil penjualan tidak dapat menutupi biaya total yang telah dikeluarkan. Sebaliknya jika penjualan lebih besar dari OQ perusahaan akan mendapatkan keuntungan. Titik impas dapat berubah karena adanya perubahan harga, input, output, dan teknologi. Menurut Rony (1990) ada beberapa hal yang harus dipahami dalam menggunakan alat analisis titik impas yaitu : 1. Perubahan dalam biaya variabel per unit mengakibatkan perubahan dalam kontribusi marjin dan titik impas 2. Perubahan dalam harga jual per unit mengakibatkan perubahan dalam kontribusi marjin dan titik impas 3. Perubahan dalam jumlah biaya tetap mengakibatkan perubahan dalam kontribusi marjin dan titik impas 4. Kombinasi perubahan biaya tetap dan biaya variabel pada arah yang sama mengakibatkan perubahan tajam dan ekstrim pada titik impas Konsep Profitabilitas Setelah diketahui titik impas maka dapat diketahui profitabilitas atau kemampulabaan suatu usaha. Menurut Mulyadi (2001) analisis profitabilitas ditujukan untuk mengetahui kerugian atau keuntungan yang dihasilkan oleh suatu usaha dalam
16
periode akuntansi tertentu Profitabilitas dapat ditentukan oleh besarnya nilai Marjin of Safety (MOS) dan nilai Marjinal Income Ratio (MIR). Menurut Mulyadi (2002) Marjin of Safety merupakan selisih antara volume penjualan yang dianggarkan dari volume penjualan dengan tingkat penjualan pada saat titik impas. Marjin of Safety menunjukkan tingkat penurunan produksi atau penjualan yang dapat ditoleransi sehingga usaha tidak menderita kerugian. Semakin besar nilai MOS semakin baik bagi perusahaan karena semakin besar tingkat keamanan bagi perusahaan untuk dapat melakukan penurunan volume produksi atau penjualannya. Marjinal Income Ratio merupakan bagian dari hasil penjualan yang tersedia untuk menutupi biaya tetap dan laba. Semakin besar nilai MIR semakin baik untuk perusahaan dalam memperoleh laba Nilai Marjinal Income Ratio diperoleh dari selisih antara penjualan dan biaya variabel total (Munawir, 1995). Konsep Nilai Tambah Menurut Hayami et al (1987) nilai tambah merupakan pertambahan nilai suatu komoditas karena adanya input fungsional yang diberlakukan pada komiditi yang bersangkutan Input fungsional tersebut dapat berupa proses perubahan bentuk (form utility), pemindahan tempat (place utility), perubahan waktu (time utility) dan kepemilikkan (possition utility) Ada dua cara untuk menghitung nilai tambah yaitu nilai tambah untuk pengolahan dan nilai tambah untuk pemasaran (Ngamel, 2012). Nilai tambah dipengaruhi oleh faktor teknis dan faktor non teknis Faktor teknis terdiri dari jumlah dan kuantitas bahan baku, kapasitas produksi, dan tenaga kerja, modal sedangkan faktor non teknis yang berpengaruh terdiri dari harga output, upah tenaga kerja, harga bahan baku, modal investasi, informasi pasar dan nilai input lain. Adanya komponen pendukung dalam nilai tambah yaitu faktor konversi, faktor koefisien, tenaga kerja dan nilai produk. Pada faktor konversi tenaga kerja menunjukkan banyaknya output yang dihasilkan dari satu satuan input. Faktor koefisien tenaga kerja menunjukkan banyaknya tenaga kerja langsung yang diperlukan untuk mengolah satu satuan input. Nilai produk menunjukkan nilai output yang dihasilkan dari satu satuan input. Menurut Sudiyono (2002) pada kegiatan subsistem pengolahan alat analisis yang sering digunakan adalah analisis nilai tambah. Analisis nilai tambah yang paling sering digunakan merupakan analisis metode nilai tambah Hayami. Kelebihan dari analisis metode nilai tambah Hayami adalah: 1. Lebih tepat digunakan untuk proses pengolahan produk-produk pertanian 2. Dapat diketahui produktivits produksi (rendemen dan efisiensi tenaga kerja) 3. Dapat mengetahui balas jasa bagi pemilik-pemilik faktor produksi 4. Dapat dimodifikasi untuk nilai tambah selain subsistem pengolahan Sedangkan kelemahan dari Metode Hayami (Furqanti, 2003) yaitu : 1. Pendekatan rata-rata tidak tepat jika diterapkan pada unit usaha yang menghasilkan banyak produk dari satu jenis bahan baku 2. Tidak dapat menjelaskan nilai output atau produk sampingan 3. Sulit menentukan pembanding yang dapat digunakan untuk mengatakan apakan balas jasa terhdap pemilik faktor produksi tersebut sudah layak Selain itu, analisis nilai tambah dengan metode Hayami juga menghasilkan beberapa informasi penting yaitu : 1. Perkiraan nilai tambah (dalam rupiah 2. Rasio nilai tambah terhadap nilai produk jadi (dalam persen)
17
3. 4. 5. 6.
Imbalan jasa tenaga kerja (dalam rupiah) Bagian tenaga kerja (dalam persen) Keuntungan yang diterima perusahaan (dalam rupiah) Tingkat keuntungan perusahaan (dalam persen) Kerangka Pemikiran Operasional
Industri kecil tahu Bandung Kayun-Yun merupakan salah satu usaha pengolahan makanan yang berbasis kedelai yang mempunyai tujuan untuk mendapatkan keuntungan, meningkatkan volume produksi untuk ekspansi usaha. Adanya kenaikan harga bahan baku tahu namun tidak diiringi oleh kenaikan harga jual menyebabkan usaha ini memiliki sedikit gangguan terutama dalam hal kinerja usaha. Analisa kinerja usaha dapat dilihat berdasarkan pada biaya, penetapan harga jual dan volume penjualan. Dari adanya analisa tersebut dapat dilihat bagaimana kinerja usaha yang ditinjau dari analisis profitabilitas dan nilai tambah pada usaha Tahu Bandung Kayun-Yun di Desa Cihideung Hilir Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor. Analisa profitabilitas juga dipengaruhi oleh nilai titik impas (break even point). Analisa titik impas digunakan untuk melihat bagaimana nilai impas atau pada titik berapa hasil penjualan yang harus dicapai agar sama dengan jumlah biaya sehingga usaha dikatakan tidak untung atau tidak rugi. Analisis profitabilitas dilakukan untuk mengetahui seberapa besar kemampuan usaha tahu yang menjadi objek penelitian dapat memperoleh keuntungan atau laba. Analisis profitabilitas dapat dilihat melalui nilai MOS dan MIR usaha yang menjadi objek penelitian yang dihitung berdasarkan nilai impas. Analisis nilai tambah dilakukan untuk menunjukkan berapa besarnya nilai tambah dari proses pengolahan kedelai menjadi tahu. Analisis nilai tambah yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode Hayami, dimana dengan analisis tersebut dapat dilihat bagaimana pengaruh kenaikan harga bahan baku kedelai terhadap nilai tambah tahu. Hasil yang diperoleh dari analisis nilai tambah metode Hayami dapat berupa nilai output, nilai tambah, tingkat keuntungan dan balas jasa terhadap faktor produksi. Secara ringkas diagram kerangkan pemikiran dapat dilihat pada Gambar 5.
18 Pengaruh kenaikan harga kedelai Usaha tahu bandung Kayun-Yun
Kinerja usaha tahu bandung Kayun-Yun
Apakah kenaikan harga kedelai menuruunkan nilai tambah?
Apakah kenaikan harga kedelai menurunkan profitabilitas?
Struktur biaya Volume Penjualan Penetapan harga jual
Analisis Titik Impas
Analisis Nilai Tambah metode Hayami
Analisis Profitabilitas
Kondisi laba usaha
Kondisi nilai tambah tahu
Kebijakan pemilik Usaha tahu bandung Kayun-Yun Gambar 5 Kerangka pemikiran operasional
19
METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di salah satu industri kecil tahu dengan nama usaha Tahu Bandung Kayun-Yun di Desa Cihedeung Hilir, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Pemilihan lokasi penelitian dengan pertimbangan Kecamatan Ciampea merupakan sentra produksi tahu di Kabupaten Bogor. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2013 hingga Januari 2014. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian adalah data primer dan data sekunder. Adapun data primer yang diperoleh yaitu gambaran umum dan karakteristik usaha, aktivitas produksi dan penjualan, serta data primer lainnya yang diperlukan. Sedangkan data sekunder, teknik pengumpulan data berasal dari instansi atau lembaga terkait seperti, KOPTI Kabupaten Bogor, Departemen Koperasi dan UKM, Departemen Pertanian, serta Perpustakaan LSI IPB. Selain itu, data sekunder juga dapat diperoleh dari studi literatur, penelusuran internet dan literatur-literatur terkait lainnya. Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dalam analisis nilai tambah dan profitabilitas menggunakan metode observasi, wawancara langsung dan mendalam dengan pemilik usaha yang terkait. Pengambilan responden dilakukan kepada pemilik usaha dan pegawai pada usaha tahu bandung Kayun-Yun untuk memperoleh informasi yang diperlukan dalam penelitian ini. Pemilihan usaha yang mengolah kedelai adalah usaha yang lebih kecil sebagai subjek penelitian karena usaha yang kecil lebih rentan terhadap kenaikan harga kedelai yang terjadi dan memiliki dampak yang besar terhadap keberlanjutan usahanya yang dilihat dari biaya dan keuntungan yang diperoleh. Penelitian analisis nilai tambah dan profitabilitas pada usaha tahu menggunakan metode studi kasus yang dilakukan pada salah satu usaha tahu di Kabupaten Bogor dengan tujuan agar penelitian dapat dilakukan secara mendalam dan mendetail. Oleh sebab itu, hasil perhitungan pada penelitian ini nantinya bukan merupakan gambaran industri tahu secara keseluruhan, penelitian yang akan dilakukan ini hanya menggambarkan bagaimana kondisi disalah satu usaha tahu di Kabupaten Bogor dengan adanya kenaikan harga bahan baku yaitu kedelai. Metode Pengolahan Data Pengolahan data dilakukan dengan analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis data kualitatif disajikan dalam bentuk uraian sedangkan analisis data kuantitatif diolah dengan menggunakan microsoft excel dan kalkulator yang disajikan dalam bentuk tabulasi untuk mempermudah pendeskripsian dan perhitungan. Metode analisis kuantitatif yang digunakan untuk nilai tambah adalah metode Hayami sedangkan metode analisis profitabilitas usaha adalah perhitungan titik impas (break event point), MIR (Marjinal Income Ratio) dan MOS (Marjinal of Safety) yang diperoleh dari hasil perhitungan biaya, volume penjualan dan penetapan harga jual.
20
Analisis Biaya Produksi Tujuan didirikannya suatu usaha untuk mendapatkan keuntungan, namun dalam menetapkan keuntungan dalam jangka waktu tertentu peerlu dilakukan perencanaan suatu usaha. Menurut Munawir (1995) perencanaan suatu usaha diperlukan untuk memberikan taksiran penghasilan yang akan diperoleh dan biaya-biaya yang mungkin terjadi untuk memperoleh penghasilan tersebut. Biaya merupakan hal yang penting dalam menentukan tingkat penghasilan yang akan diperoleh dari suatu usaha. Dalam analisis industri kecil tahu memperhitungkan semua unsur biaya produksi. Menurut Rony (1990) biaya produksi dikategorikan menjadi tiga jenis yaitu biaya bahan baku langsung, biaya tenaga kerja langsung dan biaya pabrikasi lainnya yang kemudian diklasifikasikan menurut perilakunya menjadi biaya tetap dan biaya variabel. Adapun rumus yang digunakan dalam perhitungan total biaya produksi adalah sebagai berikut : Total Biaya Produksi = Biaya Tetap + Biaya Variabel Dalam perhitungan biaya tetap salah satu komponen yang penting adalah biaya penyusutan dari peralatan produksi. Perhitungan biaya penyusutan dilakukan dengan menghitung persentase penyusutannya per tahun. Perhitungan biaya penyusutan dilakukan dengan menggunakan metode penyusutan garis lurus dimana metode ini menghasilkan jumlah beban penyusutan yang sama setiap tahun sepanjang umur manfaat suatu aktiva tetap. Beban biaya dihitung dengan cara selisih nilai perolehan dan nilai sisa dibagi dengan umur ekonomis suatu aktiva tetap. Adapun rumus menghitung penyusunan dengan metode garis lurus (Fess, 2005) yaitu : Penyusutan = (Nilai perolehan aktiva tetap – Nilai sisa) Umur ekonomis Analisis Harga Pokok Produksi Dalam perhitungan harga pokok produksi menggunakan unsur biaya produksi dan biaya non produksi. Karena produk yang dihasilkan terdiri dari tahu yang berukuran 4 cm dan tahu yang berukuran 5 cm sehingga perhitungan biaya produksi dan non produksi menggunakan perhitungan biaya bersama. Dari ke empat metode yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya dipilih proporsi perhitungan biaya bersama menggunakan metode fisik atau kuantitatis. Dalam metode ini biaya bersama dialokasian kepada produk atas dasar koefisien fisik yaitu berdasarkan kuantitas bahan baku yang digunakan dalam masing-masing produk yang dinyatakan dalam satuan unit atau fisik. Perhitungan harga pokok produksi menggunakan metode full costing. Metode ini dipilih karena memperhitungkan seluruh biaya produksi, biaya overhead pabrik baik yang bersifat tetap dan biaya variabel serta biaya non produksi. Komponen biaya dalam perhitungan harga pokok produksi terdiri dari yaitu biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, biaya overhead pabrik baik yang variabel maupun yang tetap ditambah dengan biaya non produksi yaitu biaya pemasaran, biaya administrasi dan umum. Menurut Mulyadi (2002) harga pokok produksi menggunakan metode full costing terdiri dari yaitu : Biaya bahan baku Rp XX Biaya tenaga kerja langsung Rp XX
21
Biaya overhead pabrik variabel Biaya overhead pabrik tetap Harga pokok produksi Biaya administrasi umum Biaya pemasaran Harga pokok produk
Rp XX Rp XX Rp XX Rp XX Rp XX Rp XX
+
+
Analisis Titik Impas (Break Even Point) Analisis titik impas pada industri kecil tahu diperlukan untuk mengetahui pada titik berapa penjualan harus sama dengan biaya sehingga usaha tidak memperoleh keuntungan atau kerugian. Analisis titik impas dapat dihitung dalam dua bagian yaitu dalam unit dan dalam rupiah. Rumus titik impas (break even point) (Rony, 1990) adalah sebagai berikut : a. Titik impas atau BEP dalam unit 𝑇𝐹𝐶 𝑄= 𝑃 − 𝐴𝑉𝐶 b. Titik impas atau BEP dalam rupiah 𝑇𝐹𝐶 𝑄= 𝐴𝑉𝐶 1− 𝑃 Keterangan : Q P TFC AVC
= Jumlah produk (Unit) = Harga jual produk per unit (Rp/unit) = Biaya total tetap (Rp) = Rata-rata biaya variabel (Rp) Analisis Profitabilitas Usaha
Analisis profitabilitas dilakukan untuk melihat kemampuan usaha tahu dalam memperoleh laba (profitabilitas) yang besarnya ditentukan oleh nilai Marjin of Safety (MOS) dan Marjinal Income Ratio (MIR). Adapun rumus yang digunakan untuk menghitung profitabilitas usaha adalah sebagai berikut : 𝑇𝑅 − 𝐵𝐸𝑃 𝑀𝑂𝑆(%) = 𝑥 100% 𝑇𝑅 𝑇𝑅 − 𝑉𝐶 𝑀𝐼𝑅(%) = 𝑥 100% 𝑇𝑅 𝜋 (%) = 𝑀𝑂𝑆 𝑋 𝑀𝐼𝑅 Keterangan : MOS = Marjin of Safety (%) TR = Penerimaan total (Rp) BEP = Nilai impas produksi (unit atau Rp) VC = Biaya variabel (Rp/unit) MIR = Marjinal Income Ratio (%) Π = Kemampuan perusahaan memperoleh laba (%)
22
Analisis Nilai Tambah Analisis nilai tambah yang diperoleh dari industri kecil tahu ditentukan dengan menggunakan metode Hayami. Metode Hayami digunakan karena dapat digunakan dalam menganalisis nilai tambah pada sub sistem pengolahan atau produksi sekunder. Hasil yang dapat diperoleh berupa produktivitas produksi, nilai output, nilai tambah, balas jasa tenaga kerja, dan keuntungan pengolahan. Prosedur analisis nilai tambah dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Prosedur analisis nilai tambah metode Hayami No I 1 2 3 4 5 6 7 II 8 9 10 11
Variabel Output, Input dan Harga Output (Kg) Input (Kg) Tenaga Kerja (HOK) Faktor Konversi Koefisien tenaga kerja (HOK) Harga output (Rp/Kg) Upah tenaga kerja langsung (Rp/HOK) Penerimaan dan Keuntungan Harga bahan baku (Rp/Kg) Sumbangan input lain (Rp/Kg) Nilai output (Rp/Kg) a Nilai tambah (Rp/Kg) b Rasio nilai tambah (%) 12 a Pendapatan tenaga kerja langsung (Rp/Kg) b Pangsa tenaga kerja (%) 13 a Keuntungan (Rp/Kg) b Tingkat Keuntungan (%) III Balas Jasa Pemilik Faktor-faktor Produksi 14 Marjin (Rp/Kg) a. Pendapatan tenaga kerja langsung (%) b. Sumbangan input lain (%) c. Keuntungan pemilik perusahaan (%) Sumber : Hayami (1987)
Nilai A B C D = A/B E = C/B F G H I J=DxF K=J–H–I L % = (K/J) x 100% M=ExG N % = (M/K) x 100% O=K–M P % = (O/J) x 100% Q=J–H R% = (M/Q) x 100% S% = (I/Q) x 100% T% = (O/Q) x 100%
GAMBARAN UMUM USAHA Usaha tahu yang menjadi objek dalam penelitian adalah usaha tahu milik Bapak Uun yang beralamat di Desa Cihideung Hilir, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Usaha tahu bapak Uun dimulai pada tahun 2004 hingga saat ini usaha tahu Bapak Uun masih bertahan dan menghasilkan keuntungan dengan produksi yang meningkat. Usaha tahu Bapak Uun saat ini telah memiliki nama usaha yaitu “Usaha Tahu Bandung KayunYun”. Setiap harinya usaha tahu bandung Kayun-Yun mengolah 120 kilogram dengan 70 kilogram untuk tahu yang berukuran 4 cm dan 50 kilogram untuk tahu yang berukuran 5 cm. Pengolahan 70 kilogram kedelai menghasilkan 4200 potong tahu ukuran 4 cm dan pengolahan kedelai 50 kilogram menghasilkan 2500 potong tahu ukuran 5 cm. Selain itu juga dibutuhkan bahan baku penunjang lainnya yang dibutuhkan dalam memproduksi tahu yaitu garam dan kunyit. Adanya kenaikan harga kedelai yang terjadi pada tahun 2013 tidak membuat produksi usaha tahu Bandung Kayun-Yun mengalami penurunan Bapak Uun tetap berproduksi sebanyak 120 kilogram hal ini dikarenakan permintaan yang stabil sehingga
23
produksi tetap stabil. Berikut adalah Tabel 8 terkait dengan kebutuhan bahan baku dan bahan baku penunjang produksi tahu pada Usaha tahu bandung Kayun-Yun setiap harinya. Tabel 8 Kebutuhan Bahan Baku Produksi Tahu per hari No 1 2 3
Uraian Kedelai Garam Kunyit
Jumlah 120 kg 12 kg 3 kg
Berdasarkan data pada Tabel 8 bahwa dalam satu hari usaha Tahu Bandung Kayun-Yun berproduksi sebanyak 120 kilogram kedelai dengan menggunakan bahan baku penunjang lainnya adalah garam dan kunyit. Garam yang digunakan adalah sebanyak 12 kilogram dan kunyit sebanyak 3 kilogram untuk setiap produksi. Selain itu juga menggunakan air biang yang telah didinginkan selama satu malam yang digunakan sebagai pengggumpal untuk menjadi tahu. Air biang diperoleh dari rekan pemilik usaha yang juga melakukan produksi tahu. Proses pembuatan tahu dari awal yang menggunakan kacang kedelai hingga menjadi tahu dapat dilihat pada Gambar 6.
Ditiriskan
Kedelai
Perendaman hingga kedelai mekar
Disiram menggunakan air biang (koagulan)
Penyaringan
Pencetakan tahu
Di potong dengan menggunakan mistar sesuai dengan ukuran
Penggilingan kacang kedelai menggunakan mesin giling
Pengrebusan
Perebusan dengan menggunakan air kunyit
Tahu Bandung Kayun-Yun
Gambar 6 Proses produksi tahu bandung Kayun-Yun Berdasarkan pada Gambar 6 bahwa terdapat beberapa tahapan dalam mengolah kedelai menjadi tahu dimulai dari melakukan pencucian agar segala kotoran yang melekat
24
pada kedelai dapat dihilangkan. Setelah itu kedelai direndam selama kurang lebih satu jam hingga kedelai tersebut mekar dan dilakukan pencucian kembali agar kebersihan tetap terjaga. Selanjutnya kedelai ditiriskan, untuk kemudian dilakukan penggilingan dengan menggunakan mesin penggiling hingga menjadi bubur. Kedelai yang sudah digiling menjadi bubur kemudian direbus hingga mendidih sampai tiga kali mendidih dengan suhu 800C. Setelah mendidih, bubur kedelai disaring dengan menggunakan tanggok bambu sehingga dapat dipisahkan antara pati dan ampas lalu disiram dengan air biang secukupnya. Air biang merupakan air hasil proses produksi yang telah didiamkan selama satu malam. Setelah air biang ditambahkan secukupnya didiamkan hingga bubur kedelai dapat menggumpal sehingga bisa dibentuk dan dicetak. Ampas yang merupakan sisa hasil saringan dapat dijual oleh Bapak Uun dengan para peternak. Tahu yang telah dicetak kemudian dipotong dengan menggunakan mistar sesuai dengan ukuran yang akan dijual. Setelah dipotong tahu direbus dengan menggunakan air kunyit. Air kunyit berfungsi untuk memberikan warna pada tahu sehingga warna tahu menjadi kuning. Tahu direbus hingga mendidih dan menghasilkan tahu Bandung KayunYun. Adanya kenaikan harga kedelai yang terjadi secara tiba-tiba pada akhir tahun 2013 diakui Bapak Uun cukup mempengaruhi usahanya, namun saat ini sudah teratasi dengan musyawarah dengan para pengrajin tahu lainnya dan dengan manajemen yang baik dari Bapak Uun sebagai pemilik usaha. Pada sisi legalitas, usaha ini belum memiliki berbagai perijinan seperti izin usaha, Departemen Kesehatan dan sertifikat halal MUI dimana hal ini sebenarnya merupakan hal yang penting agar suatu produk memiliki nilai tersendiri dimata konsumen. Adapun jumlah tenaga kerja yang bekerja pada usaha Tahu Bapak Uun berjumlah tiga orang, dua orang merupakan tenaga kerja luar keluarga sedangkan satu orang merupakan tenaga kerja keluarga dengan jam kerja kurang lebih 10 jam per hari. Pada usaha tahu Bandung Bapak Uun memiliki dua investasi penting yaitu kendaraan operasional untuk membeli bahan baku dan memasarkan tahu dan bangunan yang digunakan untuk tempat produksi. Tanah yang saat ini digunakan merupakan tanah sewa yang disewakan pada tahun 2010 dengan luas tempat usaha yaitu 300 m2 dengan harga sewa per tahunnya adalah Rp 6000000. Untuk bangunan yang digunakan sebagai tempat produksi merupakan milik pribadi Bapak Uun dengan harga pabrik pada saat dibangun adalah Rp 25000000. Kendaraan operasional yang digunakan oleh Bapak Uun untuk memperlancar kegiatan usahanya dalam membeli bahan baku dan memasarkan tahu berupa mobil pick up seharga Rp 70000000. Peralatan Produksi Tahu Ada beberapa hal yang harus disiapkan sebelum berproduksi yaitu peralatan dan bahan baku. Peralatan yang digunakan dalam memproduksi tahu Bandung Kayun-Yun hampir sama dengan peralatan yang digunakan oleh usaha tahu lainnya. Berikut adalah berbagai gambar peralatan dan fungsinya yang digunakan dalam memproduksi Tahu Bandung Kayun-Yun dalam dilihat pada Tabel 9.
25
Tabel 9 Gambar dan fungsi pealatan usaha tahu bandung Kayun-Yun Nama peralatan Mesin penggiling (Molen)
Gambar
Fungsi Menggiling kedelai menjadi bubur.
untuk
Mesin diesel
Menambah energi listrik yang dibutuhkan dalam memproduksi tahu.
Tungku semen dan bak semen
Bak semen berfungsi sebagai tempat perebusan kedelai menjadi bubur dan tungu semen sebagai tempat pelindung untuk menjaga agar api dalam keadaan hidup dan baik selama proses perebusan.
Tanggok bambu
Sebagai penyaring yang memisahkan antara pati dan ampas tahu.
Pompa air
Sebagai pemompa air yang dibutuhkan dalam proses produksi tahu.
Cetakan
Sebagai pencetak kedelai yang telah diolah menjadi tahu.
Tahang kayu
Sebagai tempat untuk meletakkan bubur kedelai yang telah direbus dan untuk melakukan penggumpalan
26
Tampir
sebagai tempat untuk meletakkan tahu yang telah selesai direbus.
Saringan
Sebagai penyaring kedelai yang sudah direbus untuk memisahkan antara pati dan ampas tahu.
Rak bambu
Untuk meletakkan tahu yang sudah dicetak dan direbus dengan kunyit.
Ember plastik
Untuk meletakkan kedelai dan pencucian kedelai.
Tong plastik
Sebagai tempat penjualan tahu dan tempat perendaman kedelai.
Box plastik
Sebagai tempat penjualan tahu kepada para pedagang keliling.
Mistar
Sebagai alat pengukur untuk pemotongan tahu sehingga sesuai dengan ukuran tahu yang akan dijual.
Bak plastik biru
Sebagai tempat meletakkan air.
Dalam penyediaan peralatan produksi dibutuhkan biaya untuk memperolehnya. Peralatan yang digunakan sesuai dengan fungsi dari masing-masing seperti yang telah dijelaskan diatas. Berikut adalah biaya yang dikeluarkan dari peralatan produksi usaha tahu bandung Kayun-Yun pada Tabel 10.
27
Tabel 10 Peralatan produksi usaha tahu bandung Kayun-Yun No
Jumlah
Jumlah (Unit)
1
Mesin penggilingan (molen)
1
Biaya (Rp/Unit) 2 000 000
Total (Rp) 2 000 000
2
Mesin diesel
1
3 000 000
3 000 000
3
Tungku semen
2
1 000 000
2 000 000 400 000
4
Bak semen
2
200 000
5
Tanggok bambu
1
200 000
200 000
6
Pompa air
1
300 000
300 000
7
Cetakan
6
150 000
900 000 1 800 000
8
Tahang kayu
3
600 000
9
Tampir
20
25 000
500 000
10
Saringan
1
30 000
30 000
11
Ayakan
3
15 000
45 000 300 000
12
Serok
2
150 000
13
Rak bambu
1
50 000
50 000
14
Ember Plastik
12
5 000
60 000
15
Tong plastik
20
40 000
800 000 600 000
16
Box plastik
10
60 000
17
Mistar
2
10 000
20 000
18
Bak plastik biru
1
200 000
200 000
Total Biaya Peralatan Produksi Tahu Bandung Kayun-Yun
13 205 000
Berdasarkan data pada Tabel 10 bahwa terdapat beberapa peralatan yang digunakan dalam memproduksi tahu yang terdiri dari mesin diesel, mesing giling, tungku semen, bak semen, tanggok bambu, pompa air, cetakan, tahang kayu, tampir, saringan, ayakan, serok, rak bambu, ember plastik, tong plastik, box plastik, mistar dan bak plastik biru. Total biaya peralatan produksi secara keseluruhan adalah Rp 13 205 000. Untuk menjaga agar usaha tetap berkelanjutan dan pelatan produksi tetap bertahan sehingga dilakukan perawatan dan pemeliharaan. Perawatan dan pemeliharaan dilakukan oleh pemilik usaha dengan cara mengganti berbagai peralatan yang telah rusak dan perawatan pada mesin.
PEMBAHASAN Analisis Biaya Dalam menjalankan suatu usaha tidak terlepas dari penggunaan biaya, begitu pula dalam usaha tahu Salah satu biaya yang sangat berperan penting dalam menjalankan usaha tahu merupakan biaya produksi. Biaya produksi merupakan biaya-biaya yang diperhitungkan dalam penggunaan faktor-faktor produksi untuk menghasilkan suatu produk tertentu dalam hal ini yaitu tahu. Komponen dalam biaya produksi dapat dikelompokkan sebagai biaya variabel yang terdiri dari biaya bahan baku, tenaga kerja langsung dan biaya penunjang lainnya sedangkan komponen biaya tetap yang diklasifikasikan sebagai biaya tidak langsung yaitu biaya penyusutan peralatan. Adanya kenaikan harga bahan baku akan mempengaruhi struktur biaya pada usaha tahu yang menjadi objek penelitian. Biaya yang paling berpengaruh adalah biaya variabel dikarenakan berhubungan langsung dengan biaya bahan baku. Berikut ini akan
28
dipaparkan struktur biaya yang mempengaruhi usaha tahu yang menjadi objek penelitian karena adanya kenaikan harga bahan baku kedelai yang terdiri dari biaya variabel dan biaya tetap Biaya Tetap dan Biaya Variabel Biaya tetap merupakan biaya yang tidak berubah meskipun output yang dihasilkan meningkat atau menurun. Yang termasuk ke dalam biaya tetap pada usaha tahu Bandung Kayun-Yun yaitu biaya penyusutan investasi dan peralatan, biaya peralatan, dan biaya lain-lain. Namun dalam perhitungan ini diasumsikan tidak memiliki nilai sisa pada setiap peralatan. Berikut adalah biaya investasi dan penyusutan investasi dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11 Biaya Investasi Tahu Bandung Kayun-Yun No
1 2
Uraian
Bangunan Kendaraan Operasional Total
Umur Ekonomis (Bulan) 180 240
Biaya (Rp)
Penyusutan per Unit (Rp/Unit)
Biaya Penyusutan (Rp)
25 000 000 70 000 000
138 889 291 667
138 889 291 667
95 000 000
430 556
Berdasarkan pada Tabel 11 dapat dilihat bahwa biaya investasi tahu bandung Kayun-Yun terdiri dari bangunan dan kendaraan operasional dengan total biaya sebesar Rp 95 000 000. Biaya investasi terbesar terdapat pada kendaraan operasional dengan biaya sebesar Rp 70 000 000 sedangkan biaya investasi untuk bangunan tidak terlalu besar dikarenakan bangunan yang dimiliki bukan bangunan beton melainkan kayu atau triplek sehingg biaya yang dikeluarkan tidak terlalu besar. Selain itu adanya biaya penyusutan untuk bangunan dan kendaraan operasional dengan total biaya Rp 430 556 dengan biaya penyusutan per bulan untuk bangunan Rp 138 889 dan kendaraan operasional sebesar Rp 291 667. Dalam hal ini tidak adanya peningkatan biaya investasi karena kenaikan harga kedelai yang terjadi hanya terjadi pada tahun yang sama yaitu di tahun 2013. Dalam memproduksi tahu juga dibutuhkan peralatan yang menunjang untuk usaha Tahu Bandung Kayun-Yun agar usaha dapat berhasil dan terus berkembang dimana dibutuhkan biaya dalam menyediakan peralatan tersebut. Peralatan dalam usaha tahu Bandung Kayun-Yun merupakan peralatan yang memiliki umur ekonomis lebih besar atau sama dengan satu tahun sehingga adanya biaya penyusutan. Berikut adalah biaya penyusutan peralatan pada usaha Tahu Bandung Kayun-Yun dapat dilihat pada Lampiran 1 Berdasarkan Lampiran 1 dijelaskan bahwa total biaya penyusutan tahu Bandung Kayun-Yun per bulan adalah sebesar Rp 197 238. Setiap peralatan yang dimiliki memiliki biaya penyusutan yang berbeda-beda sesuai dengan umur ekonomis peralatan masingmasing. Peralatan yang memiliki umur ekonomis tertinggi yaitu sepuluh tahun atau 120 bulan terdiri dari mesin diesel, mesin giling, rak bambu, bak plastik, tong plastik, mistar memiliki persentase penyusutan sebesar sepuluh persen. Pada peralatan yang memiliki umur ekonomis lima tahun memiliki persentase penyusutan sebesar 20 persen yang terdiri dari tungku semen, bak semen, cetakan, tahang kayu, tampir, ember plastik. Sedangkan tanggok bambu, saringan dan ayakan memiliki umur ekonomis satu tahun sehingga
29
persentase penyusutannya adalah sebesar seratus persen dikarenakan setiap tahun peralatan tersebut harus dilakukan reinvestasi. Biaya penyusutan investasi dan peralatan termasuk ke dalam komponen biaya tetap karena mempengaruhi produksi tahu Bandung Kayun-Yun baik berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung. Selain biaya produksi, terdapat biaya non produksi yang juga merupakan penunjang dalam keberhasilan tahu bandung Kayun-Yun yang terdiri dari biaya listrik, biaya telepon dan biaya perawatan. Berikut data lebih rinci terkait dengan biaya non produksi pada Tabel 12. Tabel 12 Biaya non produksi usaha tahu bandung kayun-yun tahun 2013 No 1 2 3 4 5
Uraian Biaya listrik Biaya telepon Biaya sewa lahan (300 m2) Biaya transportasi Biaya perawatan a Mesin giling b Kendaraan operasional Total
Biaya (Rp/Bulan) 250 000 50 000 500 000 1 500 000 50 000 100 000 2 450 000
Berdasarkan Tabel 12 dapat dilihat bahwa total biaya non produksi yang dikeluarkan setiap bulannya tahun 2013 pada usaha Tahu Bandung Kayun-Yun adalah sebesar Rp 2 450 000 yang terdiri dari biaya listrik, biaya telepon, biaya sewa lahan, biaya trasnportasi dan biaya perawatan. Kelima biaya tersebut masuk ke dalam biaya tetap karena tidak berpengaruh terhadap besarnya jumlah produksi yang dihasilkan. Biaya listrik dikeluarkan setiap bulannya dengan tarif per bulannya sebesar Rp 250 000 sehingga dalam setahun biaya yang harus dikeluarkan adalah sebesar Rp 3 000 000. Biaya listrik yang dikeluarkan dipergunakan untuk mesin pompa air dan lampu pada pabrik sehingga walaupun tidak melakukan produksi namun masih tetap mengeluarkan biaya listrik seperti yang digunakan untuk lampu pabrik. Biaya telepon yang dimaksud merupakan biaya pulsa dikarenakan telepon yang digunakan bukan merupakan telepon rumah melainkan telepon genggam (handphone). Handphone digunakan untuk melakukan pemesanan tahu bandung Kayun-Yun sehingga dapat mempermudah penjualan. Biaya yang dikeluarkan setiap bulannya adalah sebesar Rp 50 000 maka per tahunnya mengeluarkan biaya sebesar Rp 600 000. Biaya sewa lahan yang dikeluarkan setiap bulan adalah sebesar Rp 500 000 per 300 m2 karena lahan yang digunakan bukan merupakan lahan milik sendiri. Biaya lainnya yang juga termasuk biaya tetap adalah biaya transportasi. Biaya transportasi yang dikeluarkan setiap kali melakukan produksi. Biaya transportasi merupakan biaya angkut tahu dari lokasi produksi menuju ke pasar tempat tahu Bandung Kayun-Yun dipasarkan dan untuk pembelian kedelai. Biaya transportasi yang dikeluarkan per hari adalah sebesar Rp 50 000 atau per bulan biaya yang harus dikeluarkan sebesar Rp 1 500 000. Biaya perawatan merupakan biaya yang dikeluarkan untuk merawatan berbagai peralatan produksi dan investasi yang dimiliki yang terdiri dari biaya perawatan untuk mesin giling dan kendaraan operasional. Perawatan kendaraan operasional yang dilakukan seperti ganti oli, perbaikan kerusakan, pergantian spare part dan kerusakan lainnya. Menurut pemilik biaya perawatan untuk kendaraan operasional tidak terlalu besar dan jarang dikeluarkan karena kendaraan operasional jarang memiliki masalah. Biaya yang dikeluarkan setiap bulannya adalah sebesar Rp 100 000 sedangkan biaya
30
perawatan mesin giling yang dilakukan seperti melakukan pergantian batu giling, pergantian spare part dan kerusakan lainnya. Biaya yang dikeluarkan setiap bulannya untuk perawatan mesin giling adalah sebesar Rp 50 000. Namun biaya yang dikeluarkan untuk perawatan dibayarkan dengan menggunakan hasil dari penjualan ampas tahu sehingga tidak menggangu penerimaan yang diperolah dari hasil penjualan tahu. Biaya variabel merupakan biaya yang besar kecilnya bergantung pada output yang akan dihasilkan. Biaya variabel dalam memproduksi tahu bandung kayun-yun terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, biaya bahan bakar, dan biaya sumbangan input lainnya. Adanya kenaikan harga yang terjadi pada tahun 2013 mempengaruhi biaya variabel yang dikeluarkan oleh Bapak Uun sehingga biaya yang dikeluarkan mengalami peningkatan. Namun untuk bahan baku yang digunakan terutama kacang kedelai masih digunakan dalam jumlah yang sama sebelum adanya kenaikan harga kedelai. Berikut Tabel 13 menunjukkan secara lebih rinci biaya variabel pada usaha tahu Bandung KayunYun sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai Tabel 13 Biaya variabel sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai per bulan tahun 2013 Sebelum Kenaikan Harga Kedelai Biaya per Biaya per Jumlah Unit Bulan (Unit) (Rp/Unit) (Rp/Bulan) 120 7 600 27 360 000
Setelah Kenaikan Harga Kedelai Biaya per Biaya per Jumlah Unit Bulan (Unit) (Rp/Unit (Rp/Bulan) 120 9 000 32 400 000
No
Uraian
1
Kedelai (Kg)
2
Kunyit (Kg)
4
7 000
840 000
4
7 000
840 000
3
Garam (Kg) Kayu bakar (Mobil) Solar (Liter) Upah tenaga kerja (orang) Kemasan (bungkus)
10
2 000
600 000
10
2 000
600 000
1
60 000
1 800 000
1
60 000
1 800 000
2
6 500
390 000
2
6 500
390 000
3
60 000
5 400 000
3
60 000
5 400 000
8
1 875
450 000
1875
1 875
450 000
4 5 6 7
Total
36 840 000
41 880 000
Berdasarkan Tabel 13 menunjukkan bahwa adanya kenaikan harga kedelai menyebabkan total biaya variabel juga mengalami peningkatan. Total biaya variabel per bulan sebelum kenaikan harga kedelai adalah Rp 36 840 000 atau per harinya sebesar Rp 1 228 000 meningkat menjadi Rp 41 880 000 per bulan atau per harinya sebesar Rp 1 396 000. Komponen biaya variabel terbesar dikeluarkan untuk pembelian kedelai dimana sebelum kenaikan harga biaya yang dikeluarkan setiap harinya untuk pembelian kedelai adalah Rp 912 000 atau per bulannya Rp 27 360 000 meningkat menjadi Rp 1 080 000 per hari atau Rp 32 400 000 per bulan tetapi masih mengolah kedelai dengan jumlah yang sama yaitu 120 kilogram kedelai. Hal ini menunjukkan bahwa biaya pembelian kedelai menjadi bagian terpenting dan mengambil alih terbesar dari seluruh biaya variabel sehingga sangat berpengaruh terhadap usaha Bandung Kayun-Yun apabila terjadi kenaikan harga kedelai. Harga kedelai yang berlaku sebelum kenaikan harga adalah Rp 7600 per kilogram, setelah kenaikan harga kedelai adalah Rp 9000 per kilogram. Biaya yang besar lainnya yaitu pengeluaran upah tenaga kerja tenaga kerja usaha Tahu Bandung Kayun-Yun berjumlah tiga orang, dimana satu orang merupakan tenaga
31
kerja dalam keluarga dan dua orang merupakan tenaga kerja luar keluarga. Namun untuk upah yang dikeluarkan per harinya tidak memiliki perbedaan. Pembagian kerja terdiri dari satu orang melakukan pekerjaan perebusan kedelai, satu orang melakukan pencetakan tahu dan satu orang lagi melakukan perebusan tahu dengan kunyit. Upah yang diberikan berdasarkan perhitungan jirangan. Satu jirangan mengolah 10 kilogram kedelai yang diupah sebesar Rp 5 000 per orang, sehingga jika setiap harinya mengolah 120 kilogram biaya tenaga kerja yang dikeluarkan sebesar Rp 60 000 per orang. Total biaya yang dikeluarkan untuk tiga orang tenaga kerja per harinya adalah Rp 180 000 per hari atau Rp 5 400 000 per bulannya. Selain itu adanya komponen biaya variabel lainnya adalah biaya untuk pembelian kunyit, garam, kayu bakar, dan biaya solar dan biaya kemasan. Biaya kemasan merupakan biaya yang dikeluarkan untuk pembelian plastik sebagai pembungkus tahu yang akan dijual ke pasar. Biaya yang dikeluarkan per bulan adalah sebesar Rp 450 000. Biaya-biaya tersebut akan berubah apabila terjadi perubahan dalam output yang akan dihasilkan. Koagulan yang merupakan bahan untuk menggumpalkan bubur kedelai agar dapat dicetak menjadi tahu. Koagulan dapat digunakan setiap harinya sampai batas penggunaanya lima tahun. Namun pembelian koagulan tidak mengeluarkan biaya karena koagulan berasal dari rekan pemilik usaha yang juga pengrajin tahu sehingga koagulan tidak dimasukkan ke dalam komponen biaya variabel. Pada kondisi kenaikan harga kedelai, biaya variabel yang berubah adalah biaya kedelai sedangkan komponen biaya variabel lainnya adalah tetap. Selain itu, pada saat terjadi kenaikan harga kedelai produksi yang dilakukan oleh usaha Tahu Bandung KayunYun juga stabil tidak seperti usaha tahu yang berada disekitarnya yaitu sama sebelum kenaikan harga kedelai sebesar 120 kilogram per harinya. Hal ini dikarenakan pemilik merasa permintaan terhadap tahu Bandung Kayun-Yun tetap sama seperti sebelum kenaikan dan adanya dukungan modal dari pemilik sehingga dirasakan tidak perlu melakukan penurun produksi. Total Biaya Usaha Tahu Bandung Kayun-Yun Total biaya usaha merupakan penjumlahan dari biaya yang dikeluarkan pada usaha tahu bandung Kayun-Yun yang terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Besarnya total biaya usaha yang dikeluarkan suatu usaha dipengaruhi oleh biaya tetap dan biaya variabel yang dikeluarkan. Berikut adalah Tabel 14 yang memberikan data lebih rinci dari total biaya usaha tahu Bandung Kayun-Yun sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai. Tabel 14 Total Biaya Usaha Tahu Bandung Kayun-Yun sebelum dan sesudah kenaikan harga kedelai per bulan tahun 2013 Uraian Biaya tetap Biaya variabel Jumlah biaya total
Sebelum kenaikan harga kedelai (Rp) 3 077 794 36 840 000 39 917 794
Setelah kenaikan harga kedelai (Rp) 3 077 794 41 880 000 44 957 794
Perubahan biaya (%) 12.03 11.21
Berdasarkan Tabel 14 dapat dijelaskan perbandingan kenaikan harga kedelai terhadap total biaya usaha tahu Bandung Kayun-Yun pada saat sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai. Dari total biaya usaha pengeluaran terbesar digunakan untuk biaya variabel. Untuk biaya tetap tidak terjadi perubahan baik sebelum kenaikan harga kedelai dan setelah adanya kenaikan harga kedelai. Pada biaya variabel terjadi
32
peningkatan sebesar 12.03 persen setelah adanya kenaikan harga kedelai. Hal ini disebabkan karena adanya kenaikan harga kedelai yang merupakan komponen penting dalam biaya variabel sehingga biaya variabel juga mengalami peningkatan. Total biaya usaha merupakan penjumlahan dari biaya tetap dan biaya variabel. total biaya usaha yang dikeluarkan per bulan adalah sebesar Rp 39 917 794 sedangkan setelah kenaikan harga kedelai meningkat menjadi sebesar Rp 44 957 794 per bulan atau meningkat sebesar . Ini menunjukkan terjadi peningkatan total biaya usaha sebesar 11.21 persen dimana peningkatan biaya yang terjadi tidak secara signifikan karena biaya tetap tidak mengalami perubahan dan biaya variabel tidak mengalami peningkatan kecuali kedelai. Peningkatan total biaya usaha disebabkan karena adanya kenaikan harga kedelai sedangkan jumlah kedelai yang digunakan setiap hari untuk berproduksi adalah tetap sehingga berpengaruh terhadap peningkatan biaya variabel yang pada akhirnya berpengaruh pada kenaikan total biaya. Volume Penjualan Volume penjualan merupakan hasil yang dicapai oleh suatu usaha dari hasil penjualan produk atau output yang dihasilkan oleh usaha tersebut. Dalam hal ini usaha bandung Kayun-Yun menjual tahu dalam bentuk potongan yang telah ditetapkan oleh pemilik usaha yang terdiri dari dua ukuran yaitu ukuran 4 cm dengan harga Rp 250 per potong dan ukurang 5 cm dengan harga Rp 300 per potong. Namun setelah adanya kenaikan harga kedelai harga jual tahu per potong meningkat dari Rp 250 menjadi Rp 300 dan Rp 300 menjadi Rp 350. Konsumen yang melakukan pembelian pada usaha tahu Bandung Kayun-Yun merupakan konsumen lama yang telah berlangganan yang terdiri dari pedagang keliling, pasar Anyar dan pasar Ciomas serta memiliki satu konsumen baru yaitu rumah makan. Berikut adalah total penjualan usaha tahu Bandung Kayun-Yun per hari yang secara rinci dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15 Volume penjualan usaha Tahu Bandung Kayun-Yun per hari sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai tahun 2013 Sebelum Kenaikan Harga Kedelai No
Konsumen Jumlah (Potong)
1
Pasar
2
Harga (Rp/ Potong)
Jumlah (Rp)
Jumlah (Potong)
Harga (Rp/ Potong)
Jumlah (Rp)
2 700
250
675 000
2 500
300
750 000
500
300
150 000
500
350
175 000
600
250
150 000
600
300
180 000
2 000
300
600 000
2 000
350
700 000
900
250
225 000
900
300
270 000
200
300
60 000 2 135 000
Pedagang keliling (box)
3
Setelah Kenaikan Harga Kedelai
Pedagang keliling (gentong) Rumah makan Total
1 800 000
33
Berdasarkan Tabel 15 dapat terlihat bahwa volume penjualan per hari usaha Tahu Bandung Kayun-Yun sebesar 6 700 potong dimana 4 200 potong yang berukuran 4 cm dan 2 500 yang berukuran 5 cm. Penjualan terbesar dilakukan kepada pedagang keliling sebanyak 3 500 potong yang menjual dengan menggunakan box plastik sebanyak 10 unit dan gentong plastik sebanyak 4 unit. Penjualan ke pasar yang terdiri dari pasar Anyar dan Pasar Ciomas juga mengalami penurunan, hal ini disebabkan karena adanya permintaan baru untuk rumah makan sehinggan penjualan ke pasar dikurangi. Penjualan kepada rumah makan merupakan konsumen baru yang baru berlangganan selama dua bulan terakhir setelah kenaikan harga kedelai dengan pembelian sebanyak 200 potong per hari Selain itu, berdasarkan Tabel 15 juga dapat terlihat perbedaan penerimaan per hari sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai yang terjadi pada usaha tahu Bandung Kayun-Yun. Pada saat sebelum kenaikan harga kedelai penerimaan per hari yang terima oleh pemiliki adalah sebesar Rp 1 800 000 sedangkan setelah kenaikan harga kedelai penerimaan per hari meningkat menjadi Rp 2 135 000. Hal ini disebabkan karena adanya peningkatan harga jual tahu sebesar Rp 50, dari harga tahu per potong sebelum kenaikan harga kedelai seharga Rp 250 meningkat menjadi Rp 300 dan harga tahu per potong sebelum kenaikan harga kedelai sebesar Rp 300 meningkat menjadi Rp 350. Meningkatnya harga tahu bandung Kayun-Yun yang dilakukan oleh pemilik usaha dikarenakan hasil musyawarah yang dilakukan dengan seluruh pengrajin tahu yang ada di Kabupaten Bogor sehingga peningkatan harga tahu bukan hanya terjadi pada usaha Bandung Kayun-Yun tapi secara keseluruhan. Dengan adanya musyawarah dengan hasil meningkatkan harga jual tahu diharapkan dapat menutupi biaya yang dikeluarkan karena adanya kenaikan harga kedelai dan dapat meningkatkan pendapatan para pengrajin tahu yang ada di Kabupaten Bogor khususnya usaha Tahu Bandung Kayun-Yun. Selain itu penerimaan yang diterima pemilik usaha Tahu Bandung Kayun-Yun tidak hanya berasal dari penjualan tahu melainkan juga diperoleh dari penjualan ampas tahu. Ampas tahu dijual per harinya kepada peternak yang telah menjadi pelanggan pemilik Ampas tahu yang dijual per harinya adalah sebanyak tujuh karung dengan produksi 120 kilogram. Harga ampas per karungnya sebesar Rp 10000 sehingga pendapatan yang diperoleh dari ampas tahu per bulannya adalah Rp 2 100 000. Penentuan Harga Pokok Produksi Penentuan harga pokok produksi merupakan hal yang penting karena akan berakibat pada kesalahan dalam penentuan harga jual produk. Penetapan harga jual yang tinggi dapat mengakibatkan produk tidak dapat bersaing dengan produk sejenis yang ada dipasar, sebaliknya jika penetapan harga jual yang rendah dapat mengakibatkan laba yang diterima rendah. Penetapan harga pokok produksi dalam pembahasan ini menggunakan pendekatan metode full costing karena memperhitungkan seluruh produksi baik yang bersifat variabel maupun tetap ditambah dengan biaya non produksi seperti biaya administrasi dan biaya pemasaran. Dalam pembahasan ini harga pokok produksi yang dibahas merupakan tahu bandung Kayun-Yun yang berukuran 4 cm dan 5 cm. Dalam penentuan harga pokok produksi terdapat biaya bersama. Biaya bersama merupakan biaya yang dikeluarkan dalam waktu yang bersamaan dalam menghasilkan beberapa jenis produk yang berbeda. Salah satu ciri dari biaya bersama yaitu jumlah keseluruhan biaya yang tidak dapat dipisahkan. Pada usaha tahu bandung Kayun-Yun tahu yang diproduksi terdiri dari dua ukuran yaitu 4 cm dan 5 cm dengan total produksi 120 kilogram per hari dimana ukuran 4 cm diproduksi sebanyak 70 kilogram kedelai dan
34
ukuran 5 cm diproduksi sebanyak 50 kilogram. Proporsi bahan baku yang diperlukan untuk tahu yang berukuran 4 cm adalah sebesar 58 persen sedangkan proporsi untuk tahu yang berukuran 5 cm adalah 42 persen. Proporsi ini penting karena digunakan untuk menetapkan biaya masing-masing tahu dari biaya produksi bersama. Total biaya dalam penentuan harga pokok terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, biaya overhead pabrik variabel dan biaya overhead pabrik tetap ditambah dengan biaya administrasi dan biaya kemasan. Karena produksi yang berukuran 4 cm dan 5 cm dilakukan pada waktu yang bersamaan maka terdapat biaya bersama yang terdiri dari biaya overhead pabrik tetap, biaya administrasi dan biaya kemasan. Rincian total dari biaya yang digunakan dalam perhitungan harga pokok produksi dapat dilihat pada Lampiran 2. Berikut adalah perhitungan harga pokok produksi pada usaha Tahu Bandung Kayun-Yun dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16 Perhitungan harga pokok produksi usaha Tahu Bandung Kayun-Yun tahun 2013 Uraian Sebelum kenaikan harga kedelai Setelah kenaikan harga kedelai
Total Biaya 23 064 621 163 353 173 26 004 621 19 058 173
Produksi (Potong) 4 700 2 500 4 700 2 500
Harga Pokok (Rp/Potong) 183 218 206 254
Harga Jual (Rp/Potong) 250 300 300 350
Berdasarkan Tabel 16 dapat dijelaskan bahwa harga pokok produksi sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai pada tahun 2013 mengalami perbedaan, hal ini disebabkan karena adanya pengaruh dari adanya kenaikan harga kedelai yang termasuk ke dalam komponen biaya variabel sehingga menyebabkan harga pokok produksi yang dihasilkan juga berbeda. Pada saat sebelum kenaikan harga kedelai harga pokok tahu yang dihasilkan Rp 183 per potong dengan harga jual Rp 250/potong, harga jual tahu Rp 300 menghasilkan harga pokok Rp 218 per potong, namun setelah adanya kenaikan harga kedelai harga pokok produksi tahu Bandung Kayun-Yun mengalami peningkatan menjadi Rp 206 dengan harga jual yang juga meningkat menjadi Rp 300 dan harga pokok produksi Rp 249 dengan harga jual Rp 350. Harga pokok produksi tahu menggambarkan biaya produksi rata-rata dalam menghasilkan satu potong tahu. Selain itu, harga pokok produksi juga menggambarkan laba atau rugi suatu usaha dalam penjualan produk yang dihasilkan dengan cara menghitung marjin antara harga jual produk dengan harga pokok produksi yang dihasilkan. Dalam hal ini, perhitungan yang dilakukan adalah marjin antara harga jual tahu per potong dengan harga pokok produksi tahu per potong pada usaha tahu bandung Kayun-Yun sehingga dapat diketahui usaha mengalami keuntungan atau kerugian. Berikut adalah Tabel 17 yang memperlihatkan secara rinci marjin yang diperoleh dari tahu Bandung Kayun-Yun.
35
Tabel 17 Marjin antara harga jual tahu per potong dengan harga pokok produksi per potong usaha Tahu Bandung Kayun-Yun tahun 2013 Uraian Sebelum kenaikan harga kedelai Setelah kenaikan harga kedelai tanpa meningkatkan harga jual Setelah kenaikan harga kedelai
Ukuran tahu 4 cm
Harga jual (Rp)
HPP (Rp)
Marjin (Rp)
Perubahan marjin (%)
250
183
67
-
5 cm
300
213
82
-
4 cm
250
206
44
-52.27
5 cm
300
254
46
-78.26
4 cm
300
206
94
28,72%
5 cm
350
254
96
14.58%
Berdasarkan Tabel 17 dapat dijelaskan marjin antara harga jual per potong dengan harga pokok produksi per potong pada usaha Tahu Bandung Kayun-Yun sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai. Pada saat sebelum kenaikan harga kedelai marjin yang diperoleh Rp 67/potong dengan harga jual Rp 250/potong yang memiliki arti bahwa setiap penjualan satu potong tahu bandung kayun-yun dengan harga jual Rp 250 memperoleh keuntungan sebesar Rp 67/potong. Untuk harga jual Rp 300/potong tahu menghasilkan marjin Rp 82/potong yang juga memiliki arti setiap penjualan satu potong tahu bandung Kayun-Yun dengan harga jual Rp 300 memperoleh keuntungan sebesar Rp 82/potong. Namun apabila kenaikan harga kedelai tidak diikuti dengan meningkatkan harga jual maka marjin yang diperoleh menurun sebesar 52.27 persen menjadi Rp 44 untuk tahu ukuran 4 cm. Begitu juga dengan tahu ukuran 5 cm menyebabkan marjin menurun sebesar 78.26 persen menjadi Rp 46. Marjin menurun disebakan karena adanya peningkatan harga bahan baku yaitu kedelai namun tanpa meningkatkan harga jual sehingga marjin yang diperoleh menjadi lebih rendah. Setelah kenaikan harga kedelai marjin meningkat menjadi Rp 94/potong atau sebesar 28.72 persen untuk harga jual Rp300/potong dan untuk harga jual 350/potong dengan marjin 96 atau 14.58 persen. Hal ini disebabkan karena adanya kenaikan harga jual yang dilakukan oleh pemilik usaha tahu Bandung Kayun-Yun. Pada dasarnya tanpa meningkatkan harga jual usaha tahu bandung Kayun-Yun masih memiliki marjin atau keuntungan walaupun terjadi kenaikan harga kedelai. Adanya peningkatan harga jual setelah adanya kenaikan harga kedelai menyebabkan marjin semakin meningkat. Analisis Titik Impas Analisis titik impas (break even point) pada suatu usaha dilakukan untuk mengetahui kondisi suatu usaha pada saat TR=TC atau suatu keadaan usaha yang tidak untung dan juga tidak rugi. Dalam analisis titik impas digunakan data semua biaya dan penerimaan yang dihasilkan oleh suatu usaha, dimana dalam penelitian ini penerimaan yang diperoleh merupakan hasil dari penjualan tahu bandung Kayun-Yun, Sedangkan biaya yang digunakan dalam perhitungan titik impas merupakan biaya bersama seperti yang telah dijelaskan pada subbab sebelumnya. Hasil dari analisis titik impas dapat berupa nilai barang yang berkaitan dengan tingkat volume penjualan dan berupa nilai uang yang berkaitan dengan pendapatan yang diperoleh dari suatu usaha. Berikut adalah perhitungan titik impas (BEP) yang secara rinci dapat dilihat pada Tabel 18.
36
Tabel 18 Perhitungan titik impas (BEP) tahu bandung Kayun-Yun sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai tahun 2013 Uraian Total produksi (Potong)
Sebelum kenaikan harga kedelai
Setelah kenaikan harga kedelai
ukuran 4 cm ukuran 5 cm 4 200 2 500
Ukuran 4 cm 4 200
ukuran 5 cm 2 500
250
300
300
350
1 050 000
750 000
1 260 000
875 000
Biaya variabel total (Rp)
718 983
509 017
799 583
566 417
Laba kontribusi (Rp)
331 017
240 983
443 017
295 983
Biaya tetap total (Rp)
61 837
39 089
61 837
39 089
269 180
201 894
381 180
256 894
171
204
195
232
HPP (Rp/potong)
183
218
206
254
BEP (Potong) BEP (Rp)
785
406
586
330
196 150
121 655
175 873
115 557
Harga jual (Rp/potong) Penerimaan (Rp)
Laba bersih (Rp) Biaya variabel rata-rata (Rp/potong)
Berdasarkan Tabel 18 dapat diketahui bahwa penerimaan dan hasil penjualan usaha tahu bandung Kayun-Yun telah berada diatas titik impasnya. Hal ini menunjukkan bahwa usaha tahu bandung Kayun-Yun telah mampu berproduksi dan menjual tahu diatas titik impas baik sebelum kenaikan harga kedelai mapun setelah adanya kenaikan harga kedelai sehingga usaha tidak mengalami kerugian. Adanya perbedaan titik impas (BEP) pada usaha tahu bandung Kayun-Yun sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai Pada saat sebelum kenaikan harga kedelai usaha tahu Bandung Kayun-yun harus memproduksi dan menjual tahu setiap harinya sebanyak 785 potong tahu yang berukuran 4 cm dan sebanyak 406 potong tahu yang berukuran 5 cm. Sedangkan setelah adanya kenaikan harga kedelai jumlah produksi minimum tahu bandung Kayun-Yun setiap harinya adalah sebesar 586 potong yang berukuran 4 cm dan 330 potong yang berukuran 5 cm. Hal ini menunjukkan terjadinya penurunan titik impas (BEP) setelah adanya kenaikan harga kedelai disebabkan strategi yang digunakan yaitu menaikkan harga jual tahu sehingga titik impas (BEP) yang dihasilkan lebih rendah. Adanya kenaikan harga bahan baku sehingga mempengaruhi komponen biaya variabel yang selanjutnya akan mempengaruhi biaya variabel rata-rata sehingga biaya variabel rata-rata meningkat dan adanya peningkatan harga jual namun biaya tetap total adalah tetap yang pada akhirnya akan menghasilkan titik impas (BEP) yang lebih rendah. Selain dalam satuan nilai barang, hasil dari perhitungan titik impas (BEP) juga dalam bentuk satuan nilai uang. Berdasarkan Tabel 18 juga dapat dilihat bahwa terjadinya penurunan titik impas (BEP) dalam satuan nilai rupiah sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai. Pada saat sebelum kenaikan harga kedelai titik impas (BEP) sebesar Rp 196 150 untuk ukuran tahu 4 cm dan Rp 121 655 berukuran 5 cm sedangkan setelah kenaikan harga kedelai titik impas (BEP) mengalami penurunan menjadi sebesar Rp 175 873 untuk ukuran 4 cm dan Rp 115 557 ukuran 5 cm. Hal ini juga disebabkan karena adanya strategi peningkatan harga jual tahu sehingga terjadinya penurunan titik impas (BEP) setelah kenaikan harga kedelai.
37
Analisis Profitabilitas Analisis profitabilitas digunakan untuk melihat kemampuan suatu usaha dalam memperoleh keuntungan atau laba yang besarnya dapat diperkirakan dengan perkalian antara nilai Marjin of Safety (MOS) dan Marjin Income Ratio (MIR). Nilai MOS digunakan untuk mengetahui seberapa besar jumlah maksimal penurunan penjualan yang dapat ditoleransi sehingga usaha tidak mengalami kerugian. Nilai MOS dapat diperoleh dari pengurangan hasil penjualan (TR) dengan titik impas (BEP) dalam rupiah dibagi dengan hasil penjualan (TR) itu sendiri. Semakin besar nilai MOS semakin baik karena menunjukkan kondisi suatu usaha dalam keadaan baik karena memiliki kemampuan toleransi terhadap penurunan penjualan yang semakin besar. Sedangkan nilai MIR digunakan untuk mengetahui seberapa besar bagian penjualan yang tersedia untuk menutupi biaya tetap dan laba yang diperoleh dari selisih hasil penjualan dengan biaya variabel total (TVC) dibagi dengan hasil penjualan itu sendiri. Berikut adalah perhitungan nilai MOS dan MIR yang dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19 Tingkat profitabilitas usaha tahu bandung Kayun-Yun sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai tahun 2013
Uraian
Total produksi (Potong)
Sebelum kenaikan harga kedelai ukuran 4 ukuran 5 cm cm 4 200 2 500
Setelah kenaikan harga kedelai tanpa meningkatkan harga jual Ukuran 4 Ukuran 5 cm cm 4 200 2 500
Setelah kenaikan harga kedelai ukuran 4 Ukuran 5 cm cm 4 200 2 500
250
300
250
300
300
350
1 050 000
750 000
750 000
1 260 000
875 000
Biaya variabel total (Rp)
718 983
509 017
1 050 000 816 983
579 017
816 983
579 017
Laba kontribusi (Rp)
331 017
240 983
233 017
170 983
443 017
295 983
Biaya tetap total (Rp)
61 837
39 089
61 837
39 089
61 837
39 089
269 180
201 894
171 180
131 894
381 180
256 894
171
204
195
232
195
232
HPP (Rp/potong)
183
218
206
254
206
254
BEP (Potong)
785
406
1 115
572
586
330
BEP (Rp)
196 150
121 655
278 644
171 460
175 873
115 557
MOS (%)
81.32%
83.78%
73.46%
77.14%
86.04%
86.79
MIR (%)
31.53%
32.13%
22.19%
22.80%
35.16%
33.83%
Profitabilitas (%)
25.64%
26.92%
16.30%
17.59%
30.25%
29.36%
Harga jual (Rp/potong) Penerimaan (Rp)
Laba bersih (Rp) Biaya variabel rata-rata (Rp/potong)
Berdasarkan Tabel 19 dapat dilihat bahwa nilai MOS pada saat sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai bernilai positif. Pada saat sebelum kenaikan harga kedelai nilai MOS untuk tahu yang berukuran 4 cm sebesat 81.32 persen dan 5 cm sebesar 83.78 persen, hal ini menunjukkan bahwa tingkat penurunan produksi yang dapat ditoleransi agar usaha tahu bandung kayun-yun tidak rugi adalah sebesar 81.32 persen dari volume produksi untuk tahu ukuran 4 cm dan 83.78 persen dari volume produksi untuk tahu ukuran 5 cm. Sedangkan setelah kenaikan harga kedelai namun tidak diikuti dengan
38
meningkatkan harga jual nilai MOS mengalami penurunan menjadi 73.46 persen untuk tahu ukuran 4 cm dan 77.14 persen untuk tahu ukuran 5 cm. Namun adanya penurunan MOS masih memiliki nilai positif dan jumlah yang besar sehingga adanya kenaikan harga kedelai tanpa menaikkan harga jual usaha tahu bandung Kayun-Yun masih berada dalam kondisi yang baik karena tingkat keamanan usaha semakin tinggi jika terjadi penurunan volume produksi atau penjualan. Adanya kenaikan harga kedelai yang diikuti dengan peningkatan harga jual tahu per potongnya menyebabkan nilai MOS semakin mengalami peningkatan menjadi 86.04 persen yang berukuran 4 cm dan 86.79 persen untuk ukuran 5 cm. Hal ini menunjukkan setelah kenaikan harga kedelai kondisi usaha tahu bandung Kayun-Yun semakin baik. Karena semakin besar nilai MOS menunjukkan usaha berada dalam kondisi yang semakin baik sehingga toleransi penurunan produksi atau volume penjualan semakin besar. Berdasarkan Tabel 19 juga dapat dilihat nilai MIR pada saat sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai yang juga memiliki nilai positif . Nilai MIR pada saat sebelum kenaikan harga kedelai adalah sebesar 31.53 persen untuk tahu ukuran 4 cm dan 32.13 persen untuk tahu ukuran 5 cm. Nilai MIR sebesar 31.53 persen memiliki arti Rp 100 dari hasil penjualan sebesar Rp 31.53 persen untuk tahu ukuran 4 cm dan Rp 32.13 untuk tahu ukuran 5 cm tersedia untuk menutupi biaya tetap dan memperoleh laba. Namun setelah adanya kenaikan harga kedelai yang tidak diikuti dengan meningkatkan harga jual menyebabkan nilai MIR mengalami penurunan menjadi 22.19 persen untuk tahu ukuran 4 cm dan 22.80 persen untuk tahu ukuran 5 cm. Penurunan nilai MIR disebabkan karena adanya kenaikan pada total biaya variabel. Tetapi penurunan nilai MIR masih positif sehingga menunjukkan bahwa usaha tahu bandung Kayun-Yun masih memiliki kemampuan yang cukup baik untuk menutupi biaya tetap dan memperoleh laba. Setelah kenaikan harga kedelai dan diikuti dengan meningkatkan harga jual menyebabkan nilai MIR juga mengalami peningkatan. Nilai MIR menjadi 35.16 persen untuk ukuran 4 cm dan 33.83 persen ukuran 5 cm. Hal ini memiliki arti bahwa usaha tahu bandung kayun-yun dapat memberikan sebesar 35.16 persen untuk tahu ukuran 4 cm dan 33.83 persen untuk ukuran 5 cm dari hasil penjualannya untuk menutupi biaya tetap dan memperoleh laba. Peningkatan nilai MIR ini disebabkan karena adanya peningkatan harga jual tahu per potongnya. Adanya peningkatan nilai MIR menunjukkan bahwa usaha tahu bandung Kayun-Yun semakin berada dalam kondisi yang baik karena memiliki kemampuan yang semakin besar untuk menutupi biaya tetap dan mendapatkan laba. Adanya nilai profitabilitas untuk mengukur besar kemampuan usaha tahu bandung Kayun-Yun dalam memperoleh laba atau keuntungan dimana dapat dihitung dengan perkalian antara nilai MOS dan MIR. Dari Tabel 19 dapat dilihat perkembangan nilai profitabilitas pada saat sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai. Pada saat sebelum kenaikan harga kedelai nilai profitabilitas sebesar 25.64 persen untuk ukuran tahu 4 cm dan 26.92 persen untuk tahu ukuran 5 cm. Setelah adanya kenaikan harga kedelai namun tidak diikuti dengan peningkatan harga jual menyebabkan nilai profitabilitas menjadi menurun karena keuntungan dapat ditekan. Nilai profitabilitas menurun menjadi 16.30 persen untuk tahu ukuran 4 cm dan 17.59 persen untuk tahu ukuran 5 cm. Hal ini menunjukkan bahwa adanya kenaikan harga kedelai dapat menyebabkan kemampuan usaha tahu bandung Kayun-Yun dalam menghasilkan laba atau keuntungan menjadi menurun. Setelah adanya kenaikan harga kedelai dan meningkatkan harga jual seperti yang dilakukan usaha tahu bandung Kayun-Yun menyebabkan nilai profitabilitas mengalami
39
peningkatan menjadi 30.25 persen tahu yang berukuran 4 cm dan 29.36 persen tahu yang berukuran 5 cm. Peningkatan nilai profitabilitas sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai dikarenakan usaha tahu bandung kayun-yun menaikkan harga jual tahu tanpa mengurangi atau menaikkan ukuran tahu per potong sehingga keuntungan yang diterima juga meningkat dan kemampuan usaha tahu bandung Kayun-Yun dalam memperoleh laba atau keuntungan semakin meningkat. Analisis Nilai Tambah Analisis nilai tambah diperlukan untuk mengetahui seberapa besar pertambahan nilai dari bahan baku yang telah mengalami suatu proses pengolahan menjadi sebuah produk yang memiliki nilai tambah. Perhitungan nilai tambah yang digunakan menggunakan metode Hayami. Dengan adanya analisa perhitungan nilai tambah dapat dilihat proses produksi yang menaikkan atau menurunkan nilai tambah. Berikut adalah perhitungan nilai tambah pada usaha tahu bandung Kayun-Yun yang dapat dilihat pada Tabel 20.
40
Tabel 20 Perhitungan nilai tambah usaha tahu bandung Kayun-Yun sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai tahun 2013 Variabel
Nilai
Sebelum kenaikan harga kedelai ukuran 4 cm
ukuran 5 cm
Setelah kenaikan harga kedelai tanpa meningkatkan harga jual ukuran 4 cm
ukuran 5 cm
Setelah kenaikan harga kedelai dengan meningkatkan harga jual ukuran ukuran 4 cm 5 cm
Output, Input dan Harga Output (Kg)
A
252
175
252
175
252
175
Input (Kg)
B
70
50
70
50
70
50
Tenaga Kerja (HOK) Faktor Konversi
C
30
30
30
30
30
30
D = A/B
3.6
3.5
3.6
3.5
3.6
3.5
Koefisien tenaga kerja (HOK) Harga output (Rp/Kg) Upah tenaga kerja langsung (Rp/HOK) Penerimaan dan Keuntungan
E = C/B
0.429
0.600
0.429
0.600
0.429
0.600
F
4 167
4 286
4 167
4 286
5 000
5 000
G
3 500
2 500
3 500
2 500
3 500
2 500
Harga bahan baku (Rp/Kg) Sumbangan input lain (Rp/Kg) Nilai output (Rp/Kg)
H
7 600
7 600
9 000
9 000
9 000
9 000
328
305
328
305
328
305
15 000
15 000
15 000
15 000
18 000
17 500
a. Nilai tambah (Rp/Kg)
K=J–H–I
7 072
7 095
5 672
5 695
8 672
8 195
b. Rasio nilai tambah (%) a. Pendapatan tenaga kerja langsung (Rp/Kg) b. Pangsa tenaga kerja (%) a. Keuntungan (Rp/Kg)
L % = (K/J) x 100% M=ExG
47.15%
47.30%
37.81%
37.97%
48.18%
46.83%
1 500
1 500
1 500
1 500
1 500
1 500
N % = (M/K) x 100% O=K–M
21.21%
21.14%
26.45%
26.34%
17.30%
18.30%
5 572
5 595
4 172
4 195
7 172
6 695
b. Tingkat Keuntungan (%) Balas Jasa Pemilik Faktorfaktor Produksi Marjin (Rp/Kg)
P % = (O/J) x 100%
78.79%
78.86%
73.55%
73.66%
82.70%
81.70%
7 400
7 400
6 000
6 000
9 000
8 500
I
J=DxF
Q=J–H
41
a. Pendapatan tenaga kerja langsung (%) b. Sumbangan input lain (%)
R% = (M/Q) x 100%
20.27%
20.27%
25.00%
25.00%
16.67%
17.65%
S% = (I/Q) x 100%
4.43%
4.12%
5.47%
5.08%
3.64%
3.59%
c. Keuntungan pemilik perusahaan (%)
T% = (O/Q) x 100%
75.30%
75.60%
69.53%
69.92%
79.69%
78.76%
Berdasarkan Tabel 20 dapat dilihat bahwa sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai usaha tahu bandung Kayun-yun memiliki bobot berat tahu yang dihasilkan per harinya adalah sebesar 252 kilogram untuk tahu ukuran 4 cm dan 175 kilogram untuk tahu ukuran 5 cm. Hal ini disebabkan karena usaha tahu bandung kayun-yun tidak mengurangi jumlah produksi dan tidak mengurangi atau mengecilkan ukuran tahu. Bahan baku utama yang digunakan pada usaha tahu bandung Kayun-Yun merupakan kedelai dengan penggunaan setiap harinya adalah sebesar 120 kilogram yang 70 kilogram untuk tahu ukuran 4 cm dan 50 kilogram untuk tahu ukuran 5 cm. Adanya faktor konversi yang merupakan hasil perbandingan antara nilai output dengan nilai input sebesar 3.6 untuk tahu ukuran 4 cm dan 3.5 untuk tahu ukuran 5 cm baik pada saat sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai yang memiliki arti bahwa setiap kilogram kedelai yang diolah akan menghasilkan 3.5 kilogram tahu dan 3.6 kilogram tahu. Tenaga kerja pada usaha tahu bandung kayun-yun bekerja 30 jam selama satu hari. Koefisien tenaga kerja yang diperoleh dari perbandingan antara tenaga kerja dengan nilai input yaitu sebesar 0.429 untuk tahu ukuran 4 cm dan 0.6 untuk tahu ukuran 5 cm. Nilai tersebut memiliki arti bahwa waktu yang dibutuhkan tenaga kerja untuk mengolah tiap kilogram kedelai agar menjadi tahu ukuran 4 cm sebesar 0.429 jam dan 0.6 jam untuk tahu ukuran 5 cm. Harga bahan baku sebelum kenaikan harga kedelai adalah sebesar Rp 7 600 per kilogram dan setelah kenaikan harga kedelai harga bahan baku menjadi Rp 9 000 per kilogram. Untuk sumbangan input lainnya pada usaha tahu bandung kayun-yun terdiri dari komponen biaya variabel selain bahan baku dan upah tenaga kerja langsung. Nilai untuk sumbangan input lainnya adalah sebesar Rp 328 per kilogram tahu ukuran 4 cm dan 305 untuk tahu ukuran 5 cm baik pada saat sebelum dan setelah kenaikan kedelai. Adanya nilai output tahu bandung kayun-yun diperoleh dari perkalian antara faktor konversi dan harga ouput tahu dengan hasil sebesar Rp 15 000 untuk tahu ukuran 4 cm dan Rp 15 000 untuk tahu ukuran 5 cm sebelum kenaikan harga kedelai. Setelah adanya kenaikan harga kedelai nilai output meningkat menjadi Rp 18 000 untuk tahu ukuran 4 cm dan Rp 17 500 untuk tahu ukuran 5 cm. Hal ini memiliki arti bahwa nilai tahu bandung kayun-yun yang dihasilkan dari tiap kilogram kedelai adalah sebesar Rp 15 000 untuk tahu ukuran 4 cm dan sebelum kenaikan harga kedelai dan Rp 17 500 untuk ukuran 5 cm setelah adanya kenaikan harga kedelai. Adanya peningkatan harga output disebabkan karena adanya kenaikan harga jual tahu per potongnya setelah kenaikan harga kedelai sehingga akan mempengaruhi penerimaan penjualan yang pada akhirnya berpengaruh terhapat harga output. Nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan kedelai menjadi tahu ukuran 4 cm dan 5 cm sebelum kenaikan harga kedelai adalah sebesar Rp 7 072/kg dan Rp 7 095. Namun setelah adanya kenaikan harga kedelai tanpa menaikkan harga jual nilai tambah menjadi menurun. Hal ini disebabkan karena adanya kenaikan biaya variabel yaitu kedelai dan tidak adanya peningkatan harga jual sehinggga nilai tambah dari pengolahan kedelai menjadi tahu menurun menjadi Rp 5 672/kg untuk tahu ukuran 4 cm dan Rp 5 695/kg
42
untuk tahu ukuran 5 cm. Sedangkan setelah adanya kenaikan harga kedelai dan meningkatkan harga jual nilai tambah yang dihasilkan meningkat menjadi Rp 8 672/kg untuk tahu ukuran 4 cm dan Rp 8 195 untuk tahu ukuran 5 cm. Selain itu, rasio nilai tambah yang dihasilkan pada pengolahan kedelai menjadi tahu sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai juga mengalami peningkatan. Pada saat sebelum kenaikan harga kedelai rasio nilai tambah sebesar 47.15 persen untuk tahu ukuran 4 cm dan 47.30 persen untuk tahu ukuran 5 cm. Sedangkan setelah kenaikan harga kedelai dengan menggunakan harga jual yang sama sebelum kenaikan, rasio nilai tambah yang diperoleh menjadi menurun sebesar 37.81 persen untuk tahu ukuran 4 cm dan sebesar 37.97 persen. Namun setelah adanya peningkatan harga jual rasio nilai tambah menjadi meningkat sebesar Rp 48.18 persen untuk tahu ukuran 4 cm dan 46.83 untuk tahu ukuran 5 cm. Hal ini menunjukkan bahwa setiap Rp 100 nilai output tahu akan menghasilkan nilai tambah sebesar Rp 48.18 rupiah dan Rp 46.83 rupiah. Adanya peningkatan nilai tambah dan rasio nilai tambah untuk kedua ukuran tahu sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai dikarenakan adaanya peningkatan harga jual tahu sehingga nilai tambah dan rasio nilai tambah yang diperoleh juga meningkat. Dari hasil perhitungan nilai tambah diperoleh keuntungan dalam usaha tahu bandung kayun-yun untuk tahu ukuran 4 cm sebesar Rp 5 572 dengan tingkat keuntungan 78.79 persen dan tahu ukuran 5 cm dengan keuntungan sebesar Rp 5 595 dengan tingkat keuntungan 78.86 persen. Namun adanya kenaikan harga kedelai menyebabkan keuntungan dan tingkat keuntungan usaha tahu bandung Kayun-Yun menurun menjadi Rp 4 172 dengan tingkat keuntungan 73.55 persen untuk tahu ukuran 4 cm dan tahu ukuran 5 cm dengan keuntungan sebesar Rp 4 195 dengan tingkat keuntungan 73.66 persen. Penurunan tingkat keuntungan ini disebabkan adanya kenaikan harga kedelai yang terjadi tanpa menaikkan harga jual atau mengurangi volume produksi. Namun setelah adanya kenaikan harga kedelai dan meningkatkan harga jual tahu per potong pada usaha tahu bandung Kayun-Yun menyebabkan keuntungan yang diperoleh usaha menjadi meningkat sebesar Rp 7 172 dengan tingkat keuntungan 82.70 persen untuk tahu ukuran 4 cm dan Rp 6 695 untuk tahu ukuran 5 cm dengan tingkat keuntungan 81.70 persen. Ini menunjukkan bahwa keuntungan nilai tambah untuk pemilik tahu bandung kayun-yun lebih besar dibandingkan dengan bagian keuntungan yang diterima tenaga kerja yaitu sebesar 17.30 persen untuk tahu ukuran 4 cm persen dan 18.30 persen untuk tahu ukuran 5 cm. Keuntungan dan tingkat keuntungan yang meningkat setelah adanya kenaikan harga kedelai karena diikuti dengan meningkatnya harga jual tahu per potong. Perhitungan nilai tambah juga berkaitan dengan balas jasa pemilik faktor produksi yang terdiri dari marjin, pendapatan tenaga kerja langsung, sumbangan input lain, dan tingkat keuntungan pemilik. Marjin merupakan selisih antara nilai output dengan harga bahan baku. Rata-rata marjin yang diperoleh pada usaha tahu bandung kayun-yun sebelum kenaikan harga kedelai adalah sebesar Rp 7 400 per kilogram, setelah adanya kenaikan harga kedelai menurun menjadi Rp 6 000 per kilogram. Namun setelah adanya kenaikan harga kedelai yang diikuti dengan meningkatnya harga jual marjin meningkat menjadi Rp 9 000 per kilogram untuk tahu ukuran 4 cm dan Rp 8 500 per kilogram untuk tahu ukuran 5 cm. Dalam perhitungan balas jasa pemilik faktor produksi untuk menentukan teknologi yang digunakan dari hasil pengolahan kedelai menjadi tahu. Berdasarkan analisis pada Tabel 21 menunjukkan bahwa balas jasa pemilik faktor produksi tertinggi diberikan kepada pemilik usaha dibandingkan pendapatan tenaga kerja
43
dan sumbangan input lain. Hal ini memiliki arti bahwa usaha tahu bandung Kayun-Yun yang mengolah kedelai menjadi tahu merupakan usaha yang lebih padat modal.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Beberapa kesimpulan yang dapat disimpulkan dari hasil pembasan adalah sebagai berikut : 1. Nilai MOS sebelum kenaikan harga kedelai pada usaha tahu bandung Kayun-Yun sebesar 81.32 persen untuk tahu ukuran 4 cm dan 83.78 persen untuk tahu ukuran 5 cm. Setelah adanya kenaikan harga kedelai menyebabkan nilai MOS pada usaha tahu bandung Kayun-Yun menurun menjadi 73.46 persen dan 77.14 persen. Penurunan nilai MOS masih bernilai positif yang memiliki arti bahwa usaha tahu bandung KayunYun masih berada dalam kondisi yang baik walaupun adanya peningkatan harga jual. Namun setelah adanya kenaikan harga jual tahu per potongnya nilai MOS meningkat menjadi 86.04 persen untuk tahu ukuran 4 cm dan 86.79 persen untuk tahu ukuran 5 cm. Nilai MOS yang meningkat menunjukkan bahwa usaha tahu bandung Kayun-Yun berada dalam kondisi yang semakin baik karena memiliki batas toleransi penurunan volume produksi atau penjualan yang semakin besar. Nilai MIR yang positif dan besar pada usaha tahu bandung Kayun-Yun sebelum kenaikan harga kedelai sebesar 31.53 persen untuk tahu ukuran 4 cm dan 32.13 persen untuk tahu ukuran 5 cm. Setelah kenaikan harga kedelai menunjukkan nilai MIR semakin meningkat menjadi 35.16 persen dan 33.83 persen. Hal ini menunjukkan bahwa usaha tahu bandung kayun-yun berada dalam kondisi yang semakin baik karena mempunyai hasil penjualan yang tinggi sehingga dapat menutupi biaya tetap dan biaya variabel. Berdasarkan nilai profitabilitas dapat disimpulkan bahwa usaha tahu bandung Kayun-Yun merupakan usaha yang memiliki kemampuan untuk menghasilkan laba (profitable). Tingkat profitabilitas yang diperoleh usaha tahu bandung kayun-yun dipengaruhi oleh biaya yang dikeluarkan, volume penjualan dan penetapan harga jual. Adanya kenaikan harga bahan baku yaitu kedelai berpengaruh pada tingkat profitabilitas usaha tahu bandung kayun-yun. Nilai profitabilitas sebelum kenaikan harga kedelai sebesar 25.64 persen untuk tahu ukuran 4 cm dan 26.92 persen untuk tahu ukuran 5 cm. Adanya kenaikan harga kedelai menurunkan tingkat profitabilitas menjadi 16.30 persen dan 17.59 persen. Namun, pemilik usaha dapat mengantisipasi dengan strategi peningkatan harga jual sehingga tingkat profitabilitas yang dihasilkan usaha tahu bandung kayun-yun meningkat menjadi 30.25 persen untuk tahu ukuran 4 cm dan 29.36 persen untuk tahu ukuran 5 cm. 2. Dari hasil perhitungan nilai tambah pengolahan kedelai menjadi tahu pada usaha tahu bandung kayun-yun memiliki nilai tambah walapun terjadi peningkatan harga bahan baku yaitu sebesar Rp 5 672 per kilogram untuk tahu ukuran 4 cm dan Rp 5 695 per kilogram untuk tahu ukuran 5 cm. Setelah adanya kenaikan harga kedelai dan meningkatkan harga jual menunjukkan adanya peningkatan nilai tambah dan rasio nilai tambah sebesar Rp 8 672 per kilogram dengan rasio nilai tambah sebesar 48.18 persen untuk tahu ukuran 4 cm dan Rp 8 195 per kilogram dengan rasio nilai tambah sebesar 46.83 persen untuk tahu ukuran 5 cm. Nilai tambah dan tingkat keuntungan
44
lebih besar pada pengolahan kedelai menjadi tahu yang berukuran 4 cm dibandingkan tahu ukuran 5 cm. Nilai tambah dan tingkat keuntungan yang diperoleh sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai untuk tahu ukuran 4 cm dan 5 cm juga mengalami peningkatan, ini menunjukkan bahwa setelah kenaikan harga kedelai pengolahan kedelai menjadi tahu memiliki nilai tambah yang lebih tinggi. Balas jasa dari penggunaan faktor produksi terbesar diberikan kepada pemilik usaha tahu bandung kayun-yun dibandingkan tenaga kerja dan sumbangan input lain yaitu sebesar 79.69 persen untuk tahu ukuran 4 cm dan 78.76 persen untuk tahu ukuran 5 cm. Hal ini memiliki arti bahwa usaha tahu bandung Kayun-Yun merupakan usaha yang lebih padat modal. Saran
1.
2.
Beberapa saran yang dapat direkomendasikan yaitu : Berdasarkan perhitungan profitabilitas dan nilai tambah, sebaiknya usaha tahu bandung kayun-yun lebih banyak berproduksi dan menjual tahu ukuran 4 cm karena memiliki kemampuan dalam memperoleh laba dan nilai tambah yang lebih besar dibandingkan tahu yang berukuran 5 cm. Usaha tahu bandung kayun-yun sebaiknya meningkatkan kualitas produk (higienitas, tekstur, bentuk) dan memperhatikan segi kemasan sehingga memiliki nilai jual yang lebih tinggi dan dapat mengembangkan wilayah pemasaran yang pada akhirnya akan meningkatkan laba atau keuntungan.
DAFTAR PUSTAKA Adiningsih, S Regulasi. 2011. Revitalisasi Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia [Internet]. [diunduh 2013 Okt 28] Bali (ID) : Tersedia pada : http://wwwlfiporg/english/pdf/baliseminar/Regulasi%20dalam%20revitalisasi%20 %20sri%20adiningsih. Amang, Beddu 1996. Ekonomi Kedelai di Indonesia Bogor (ID) : IPB Press. Damayanti, Aprilia R. 2004. Analisis Perubahan Penetapan Harga Pokok Produksi Teh dalam Kaitannya dengan Titik Impas dan Profitabilitas Perusahaan (Studi Kasus di Perusahaan Perkebunan Teh XYZ, Jawa Barat). [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. [DEPKOP] Departemen Koperasi. 2010. Statistik Usaha Kecil dan Menengah Tahun 2010-2011 [Internet]. [diunduh 2013 Okt 28]. Jakarta (ID) : Departemen Koperasi : Tersedia pada : http//:wwwdepkopgoid/. Jakarta (ID) : Departemen Koperasi. [DEPTAN] Departemen Pertanian. 2013. Produksi Kedelai Nasional Tahun 2010-2013 [Internet]. [diunduh 2013 Okt 28] Jakarta (ID) : Departemen Pertanian : Tersedia pada : http//:wwwdeptan.goid. Jakarta (ID) : Departemen Pertanian. [DEPTAN] Departemen Pertanian. 2013. Impor Kedelai per Negara Asal. [Internet]. [diunduh 2013 Okt 28] Jakarta (ID) : Departemen Pertanian : Tersedia pada : http//:wwwdeptan.goid. Jakarta (ID) : Departemen Pertanian. [DEPTAN] Departemen Pertanian. 2013. Perkembangan Harga Kedelai Impor. [Internet]. [Diunduh 2013 Okt 28] Jakarta (ID) : Departemen Pertanian : Tersedia pada : http//:wwwdeptan.goid. Jakarta (ID) : Departemen Pertanian Fess, Warren Reeve. 2005. Pengantar Akuntansi, Edisi 21. Jakarta (ID) : Salemba Empat.
45
Gayatri, Winny. 2013. Penetuan Harga Jual Produk dengan Metode Cost Plus Pricing pada PT. Pertani (Persero) Cabang Sulawesi Utara. [Jurnal]. Vol.1 No.4 Desember 2013, Hal. 1817-1823. Manado (ID) : Universitas Sam Ratulangi Manado. Hayami, et al 1987. Agriculture Agricultural Marketing and Processing in Upland Java A Perspective From A Sunda Village. Bogor (ID): CPGRT Centre. Hicks, P. A. 1995. An Overview of Issues and Strategies in The Development of Food Processing Industries in Asia and The Pacific, APO Symposium, 28 September5. Oktober. Tokyo. [KOPTI] Koperasi Tahu dan Tempe Indonesia (ID). 2012. Daftar Rekapitulasi Data Anggota KOPTI Kabupaten Bogor. Bogor (ID): KOPTI. Lipsey, 1995. Lipsey R G, Courant P N, Purvis D D, Steiner P O 1995 Pengantar Mikroekonomi Jilid Satu Jaka W, Kirbrandoko, penerjemah: Jakarta (ID): Binarupa Aksara Terjemahan dari: Economics 10th ed. Mankiw NG. 2003. Pengantar Ekonomi Edisi ke 2 Jilid 1. Haris Munandar, penerjemah. Jakarta (ID) : Penerbit Erlangga. Terjemahan dari : Principles of Economics, 2nd ed. Mulyadi. 2001. Akuntansi Manajemen. Jakarta (ID) : Salemba Empat. Muyadi. 2002. Akuntansi Biaya Edisi 5. Yogyakarta (ID) : Aditya Media. Mulyadi.1999. Akuntansi Biaya. Yogyakarta (ID) : Aditya Media. Mulyadi. 2005. Akuntansi Biaya Edisi 5. Yogyakarta (ID) : UPP AMP YKN. Munawir. 1995. Analisis Laporan Keuangan. Yogyakarta (ID) : Liberty. Ngamel, Anna Kartika. 2012. Analisis Finansial Usaha Budidaya Rumput Laut dan Nilai Tambah Tepung Karaginan di Kecamatan Kel Kecil, Kabupaten Maluku Tenggara Jurnal Sains Terapan Edisi II Vol-2 (1) : 68–83(2012). Maluku (ID) : Program Studi Agribisnis Perikanan Politeknik Perikanan Negeri Tual. Nitisusastro, Mulyadi. 2010. Kewirausahaan dan Manajemen Usaha Kecil Bandung (ID) : Alfabeta. Nursiah, Tita. 2013. Analisis Pengaruh Kenaikan Harga Kedelai terhadap Kinerja Usaha Industri Tempe di Desa Citeureup Kabupaten Bogor. [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Putri, Sarah. 2013. Kelayakan Usaha dan Nilai Tambah Olahan Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) di Bekasi [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Putriyana, Tantri Dewi. 2008 Analisis Biaya dan Profitabiltas Produksi Roti pada Bella Bakery di Pondok Gede, Bekasi [Skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Rony, Helmi.1990. Akuntansi Biaya : Pengantar Untuk Perencanaan dan Pengendalian Biaya Produksi. Jakarta (ID) : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Sudiyono, A. 2002. Pemasaran Pertanian. Malang (ID) : Universitas Muhammadiyah Malang Pr. Tunggadewi, Andini T. 2009. Analisis Profitabilitas serta Nilai Tambah Usaha Tahu dan Tempe (Studi Kasus di Kecamatan Tegal Gundil dan Cilendek Timur Kota Bogor) [Skripsi] Bogor (ID). : Institut Pertanian Bogor.
46
LAMPIRAN Lampiran 1 Biaya Penyusutan Peralatan Tahu Bandung Kayun-Yun tahun 2013 No 1 2 3 4 5 6 7
Uraian Mesin Diesel Mesin giling Tungku semen Bak semen Tanggok Bambu Pompa air Cetakan (5 loyang)
Jumlah
Umur Ekonomis (bulan)
1
120
1
Biaya (Rp/unit) 2 000 000
25 000
60
1 000 000
16 667
33 333
2%
60
200 000
3 333
6 667
2%
2 2 1
12
1
84
1
60
200 000 300 000
30 000
2%
417
8 333
2% 8%
3
60 60
25 000
12
30 000
2 500
12
15 000
1 250
3 750
8%
4 167
12 500
3%
417
417
1% 2%
12
Serok
3
36
13
Rak bambu
1
120
50 000
15
Ember plastik Bak plastik
60
5 000
83
1 000
120
200 000
1 667
1 667
1%
333
6 667
1%
1 667
16 667
3%
83
167
1%
12 1
16
Tong plastik
20
120
40 000
17
Box plastik
10
36
60 000
18
Mistar
2
2%
2 500
150 000
14
1%
11 667
10 000
20 3
3 571
8% 3 571
11 667
Tampir
1
16 667
16 667
700 000
Tahang Kayu
Ayakan
1%
3 000 000
9 11
1%
Penyusutan (%)
120
8
Saringan kain
Biaya Penyusutan (Rp) 16 667 25 000
600 000
10
Penyusutan Per Unit (Rp/Unit) 16 667
120
10 000
197 238
Lampiran 2 Rincian Total Biaya bersama pada perhitungan harga pokok produksi sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai tahun 2013 Uraian Proporsi (%) Biaya bahan baku
Sebelum kenaikan harga kedelai Biaya per Biaya per bulan 4 cm bulan 5 cm (Rp) (Rp) 15 960 000 11 400 000
Setelah kenaikan harga kedelai Biaya per Biaya per bulan 4 cm bulan 5 cm (Rp) (Rp) 18 900 000 13 500 000
Biaya tenaga kerja
2 610 000
1 890 000
2610000
1 890 000
Biaya overhead variabel
2 117 500
1 512 500
2 117 500
2 117 500
249 722
180 834
249 722
180 834
114 398
82 840
114 398
82 840
Biaya overhead tetap Biaya penyusutan investasi Biaya penyusutan peralatan Biaya perawatan Biaya listrik Biaya telepon Biaya transportasi Biaya kemasan Total
58% 42%
87 000
63 000
87 000
63 000
145 000
105 000
145 000
105 000
29 000
21 000
29 000
21 000
870 000
630 000
870 000
630 000
360 000
90 000
360 000
90 000
22 542 621
15 975 173
25 482 621
1 868 0173
47
Lampiran 3 Perhitungan Beberapa faktor produksi pada nilai tambah usaha tahu bandung Kayun-Yun 𝑝𝑜𝑡𝑜𝑛𝑔 𝑘𝑔 1. Output (Kg) tahu 4 cm = 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 ℎ𝑎𝑟𝑖 𝑥 𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑜𝑢𝑡𝑝𝑢𝑡 𝑝𝑜𝑡𝑜𝑛𝑔 = (4200
𝑝𝑜𝑡𝑜𝑛𝑔 ℎ𝑎𝑟𝑖
𝑘𝑔
𝑥 0,06 𝑝𝑜𝑡𝑜𝑛𝑔)
= 252 kg/hari Output (Kg) tahu 5 cm = 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 =(2500
𝑝𝑜𝑡𝑜𝑛𝑔 ℎ𝑎𝑟𝑖
𝑝𝑜𝑡𝑜𝑛𝑔 ℎ𝑎𝑟𝑖
𝑥 𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑜𝑢𝑡𝑝𝑢𝑡
𝑘𝑔
𝑥 0,07 𝑝𝑜𝑡𝑜𝑛𝑔)
= 175 kg/hari 2. Harga Output (Rp/kg) sebelum kenaikan harga kedelai ukuran 4 cm =
𝑅𝑝 ) 𝐻𝑎𝑟𝑖 𝐾𝑔 ) 𝑂𝑢𝑡𝑝𝑢𝑡 ( 𝐻𝑎𝑟𝑖
𝑃𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛(
=
1050000 252
= Rp 4 167/kg Harga Output (Rp/kg) sebelum kenaikan harga kedelai ukuran 5 cm = =
𝑅𝑝 ) 𝐻𝑎𝑟𝑖 𝐾𝑔 𝑂𝑢𝑡𝑝𝑢𝑡 ( ) 𝐻𝑎𝑟𝑖
𝑃𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛( 750000 175
= Rp 4 286/kg Harga Ouput (Rp/Kg) setelah kenaikan harga kedelai ukuran 4 cm = =
𝑅𝑝 ) 𝐻𝑎𝑟𝑖 𝐾𝑔 𝑂𝑢𝑡𝑝𝑢𝑡 ( ) 𝐻𝑎𝑟𝑖
𝑃𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛(
1260000 252
= Rp 5000/kg Harga Ouput (Rp/Kg) setelah kenaikan harga kedelai ukuran 4 cm = =
𝑅𝑝 ) 𝐻𝑎𝑟𝑖 𝐾𝑔 𝑂𝑢𝑡𝑝𝑢𝑡 ( ) 𝐻𝑎𝑟𝑖
𝑃𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛( 875000 175
= Rp 5000/kg
𝑘𝑔 𝑝𝑜𝑡𝑜𝑛𝑔
48
3. Upah Rata-Rata Tenaga Kerja (Rp/jam) 𝑢𝑝𝑎ℎ ℎ𝑎𝑟𝑖𝑎𝑛
=
𝑅𝑝 𝑜𝑟𝑎𝑛𝑔
𝐽𝑎𝑚 𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎 60000
= 10 𝑗𝑎𝑚
= Rp 6000/jam 4.
Sumbangan Input Lain (Rp/kg output) tahu 4 cm =
(𝑏𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑣𝑎𝑟𝑖𝑎𝑏𝑒𝑙 𝑠𝑒𝑙𝑎𝑖𝑛 𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑏𝑎𝑘𝑢 𝑑𝑎𝑛 𝑡𝑒𝑛𝑎𝑔𝑎 𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎 (𝑅𝑝) 𝑜𝑢𝑡𝑝𝑢𝑡
𝑘𝑔 ℎ𝑎𝑟𝑖
(82583)
=
252
Rp 328/kg output 5.
Sumbangan Input Lain (Rp/kg output) tahu 4 cm =
(𝑏𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑣𝑎𝑟𝑖𝑎𝑏𝑒𝑙 𝑠𝑒𝑙𝑎𝑖𝑛 𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑏𝑎𝑘𝑢 𝑑𝑎𝑛 𝑡𝑒𝑛𝑎𝑔𝑎 𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎 (𝑅𝑝) 𝑜𝑢𝑡𝑝𝑢𝑡
(53417)
=
175
Rp 305/kg output
𝑘𝑔 ℎ𝑎𝑟𝑖
49
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Sabang pada tanggal 3 Maret 1993 sebagai putri pertama dari pasangan Suradi dan Mahdalena. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara. Penulis menyelesaikan sekolah di TK Pertiwi Kota Sabang pada tahun 1998, SD Negeri 2 Sabang tahun 2004, SMP Negeri 2 Sabang tahun 2007, dan SMA Negeri 1 Sabang pada tahun 2010. Pada tahun 2010 penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD) Gubernur Aceh. Selama menjadi mahasiswa penulis pernah aktif dalam beberapa organisasi, diantaranya UKM Bola Voli IPB sebagai sekretaris pada tahun 2011, Ikatan Mahasiswa Tanah Rencong sebagai bendahara pada tahun 2012. Penulis juga pernah aktif dalam beberapa kepanitiaan seperti Sportakuler 2011 sebagai sekretaris II, Sportakuler 2012 sebagai sekretaris I, Olimpiade Mahasiswa IPB 2011 sebagai anggota divisi pertandingan, Open House IMTR Aceh tahun 2011 sebagai anggota divisi acara.