ANALISIS RISIKO DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI TINGKAT PENGEMBALIAN PEMBIAYAAN SYARIAH PADA SEKTOR PERTANIAN ( STUDI KASUS BMT AS SALAM, KRAMAT, DEMAK)
SARAH NABILAH
PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Risiko dan Faktor-faktor yang Memengaruhi Tingkat Pengembalian Pembiayaan Syariah pada Sektor Pertanian (Studi Kasus BMT As Salam, Kramat, Demak) adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juni 2015 Sarah Nabilah NIM H54110020
ABSTRAK SARAH NABILAH. Analisis Risiko dan Faktor-faktor yang Memengaruhi Tingkat Pengembalian Pembiayaan Syariah pada Sektor Pertanian: Studi Kasus BMT As Salam, Kramat, Demak. Dibimbing oleh RINA OKTAVIANI dan JAENAL EFFENDI. Ketersediaan kredit secara nasional untuk sektor pertanian masih sangat rendah. Hal ini dipengaruhi oleh karakteristik sektor pertanian yang dianggap memiliki risiko yang sangat besar. BMT As Salam sebagai salah satu lembaga keuangan syariah menyalurkan sebagian besar pembiayaannya ke sektor pertanian. Keadaan di BMT As Salam tidak sesuai dengan keadaan pada perbankan nasional. Untuk itu diperlukan kajian mengenai bagaimana BMT As Salam memandang risiko yang ada pada sektor pertanian. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis risiko dan faktor-faktor yang memengaruhi tingkat pengembalian pembiayaan syariah pada sektor pertanian. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode Enterprise Risk Management (ERM) dan metode logistik. Hasil penelitian menunjukan risiko dengan nilai tertinggi adalah nasabah terlambat mengembalikan pembiayaan. Tindakan mitigasi risiko yang dapat dilakukan adalah peningkatan upaya jemput bola. Variabel yang signifikan memengaruhi tingkat pengembalian pembiayaan di BMT As Salam adalah jumlah tanggungan keluarga, jenis usaha, jarak rumah nasabah dengan BMT dan aset. Kata kunci: BMT, ERM, Metode Logistik, Pertanian.
ABSTRACT SARAH NABILAH. Risk analysis and factors affecting the rate of return of Islamic financing on agriculture: case study BMT As Salam, Kramat, Demak. Supervised by RINA OKTAVIANI and JAENAL EFFENDI. Nationwide availability of credit to the agriculture is still at a very low level. This condition is caused by the characteristics of the agriculture which is considered to have a high risk. BMT As Salam as one of the Islamic financial institutions distribute most of its financing to the agriculture. The situation in BMT As Salam is not in line with the situation of the national banking system. So that, study on how BMT As Salam face risks in the agriculture is required. This study aims to analyze the risks and factors affecting the rate of return of Islamic financing in the agriculture. Method used in this research is Enterprise Risk Management (ERM) and the logistics method. The results show the risk with the highest value is customer tardiness in repaying the financing. Risk mitigation that can be done is increasing the effort of installment billing to the costumer. Significant variables affecting the rate of return of financing in BMT As Salam are the number of family, type of business, distant between customers houses to BMT and assets. Keywords: BMT, ERM, Logit, Agriculture
ANALISIS RISIKO DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI TINGKAT PENGEMBALIAN PEMBIAYAAN SYARIAH PADA SEKTOR PERTANIAN ( STUDI KASUS BMT AS SALAM, KRAMAT, DEMAK)
SARAH NABILAH
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah Analisis Risiko dan Faktor-faktor yang Memengaruhi Tingkat Pengembalian Pembiayaan Syariah pada Sektor Pertanian (Studi Kasus BMT As Salam, Kramat, Demak). Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi pada Program Studi Ekonomi Syariah, Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Pada Kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua dan keluarga penulis, yakni Bapak Suswono dan Ibu Mieke Wahyuni, serta kakak dari penulis Anna Mariam Fadhilah, Adilah Ihsani, dan Muhammad Usaid Gharizah yang telah memberikan saran selama penelitian. Selain itu, penulis juga mengucapkan terimakasih kepada: 1. Prof. Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS. dan Dr. Jaenal Effendi, S.Ag, M.A. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan, saran dan motivasi dalam penulisan skripsi ini. 2. Dr. Ir. Yeti Lis Purnamadewi, M.Sc.Agr. sebagai dosen penguji utama dan Ranti Wiliasih, S.P, M.Si. sebagai dosen penguji komisi pendidikan. 3. Laily Dwi Arsyianti, S.E, M.Sc yang telah memberikan bimbingan, saran dan motivasi dalam penulisan skripsi ini. 4. Seluruh pihak pengurus BMT As Salam, Kramat, Demak yang telah membantu selama penelitian ini. 5. Diko, Dessy, Silmi, Sauqi, Salma, Zara, Dede, Vita, Ghina, Diniyah, Imah, Rizha, Ridwan, Ziad yang telah memberikan masukan, saran, dan semangat selama penelitian dan penulisan skripsi ini. 6. Danar, Wina, Sari, Venny, Try selaku teman satu bimbingan yang telah memberikan masukan, saran, dan semangat selama penelitian dan penulisan skripsi ini. 7. Teman-teman Ekonomi Syariah 47, 48, dan 49 yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juni 2015 Sarah Nabilah
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PRAKATA
viii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
3
Tujuan Penelitian
3
Manfaat Penelitian
4
Ruang Lingkup Penelitian
4
TINJAUAN PUSTAKA
4
Pembiayaan Syariah
4
Pembiayaan Syariah dalam Pertanian
5
Baitul Maal wat Tamwil (BMT)
6
Risiko dalam Islam
8
Manajemen Risiko
8
Jenis-jenis Risiko
8
Penelitian Terdahulu
11
Kerangka Pemikiran
12
METODE
16
Lokasi dan Waktu Penelitian
16
Jenis dan Sumber Data
16
Metode Pengumpulan Data
16
Metode Pengolahan dan Analisis Data
16
Analisis Risiko Pembiayaan Syariah pada Sektor Pertanian
16
Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Tingkat Pengembalian Pembiayaan Syariah 20 GAMBARAN UMUM BMT AS SALAM
21
Sejarah Singkat BMT As Salam
21
Kelembagaan dan Susunan Organisasi
22
Produk-Produk BMT As Salam
22
HASIL DAN PEMBAHASAN
23
Karakteristik Individu Responden
24
Karakteristik Usaha Responden
26
Karakteristik Pembiayaan Responden
27
Analisis Risiko Pembiayaan
28
Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Tingkat Pengembalian Pembiayaan 39 SIMPULAN DAN SARAN
42
Simpulan
42
Saran
42
DAFTAR PUSTAKA
43
LAMPIRAN
45
RIWAYAT HIDUP
50
DAFTAR TABEL 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
Kontribusi sektor pertanian terhadap penyerapan tenaga kerja, penggunaan luas lahan dan PDB Indonesia Model pembiayaan pertanian berdasarkan skala usaha Probabilitas risiko Dampak risiko Pemetaan risiko Tingkat penerimaan risiko Perkembangan kas dan aset BMT As Salam Identifikasi risiko Indikator kemungkinan terjadinya risiko Indikator dampak terjadinya risiko Klasifikasi risiko Respon risiko yang dapat diambil oleh BMT As Salam Faktor-faktor yang memengaruhi tingkat pengembalian pembiayaan
1 33 17 18 18 19 21 30 32 32 33 37 39
DAFTAR GAMBAR 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.
Cara perputaran dana BMT Kerangka pemikiran Karakteristik responden berdasarkan status pembiayaan Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin Karakteristik responden berdasarkan usia Karakteristik responden berdasarkan pendidikan Karakteristik responden berdasarkan jumlah tanggungan keluarga Karakteristik responden berdasarkan jarak tempat tinggal dengan BMT Karakteristik responden berdasarkan aset Karakteristik responden berdasarkan jenis usaha Karakteristik responden berdasarkan lama usaha Karakteristik responden berdasarkan laba usaha Karakteristik responden berdasarkan jumlah pembiayaan Karakteristik responden berdasarkan frekuensi pembiayaan Pemetaan risiko
7 15 23 24 24 25 25 25 26 26 26 27 27 27 34
DAFTAR LAMPIRAN 1. 2. 3.
Kuisioner Penelitian Responden Pedoman Wawancara Hasil Olahan Data Logistik
45 47 48
PENDAHULUAN Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peran yang sangat penting dalam perekonomian Indonesia. Peran tersebut dicirikan oleh beberapa faktor. Pertama, banyaknya jumlah tenaga kerja yang terserap oleh sektor pertanian. Kedua, besarnya luas lahan Indonesia yang digunakan untuk usaha pertanian. Besarnya kontribusi penyerapan tenaga kerja dan penggunaan lahan oleh sektor pertanian menjadikan sektor pertanian pilihan strategis yang harus mendapat prioritas utama dalam kerangka pembangunan nasional. Namun, kontribusi sektor pertanian terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) tidaklah sebesar penyerapan tenaga kerja dan penggunaan lahannya. Kontribusi penyerapan tenaga kerja, penggunaan luas lahan dan kontribusi sektor pertanian terhadap PDB dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Kontribusi Sektor Pertanian terhadap penyerapan tenaga kerja, penggunaan luas lahan dan PDB Indonesia Tahun
Tenaga Kerja pertanian (%)
Luas lahan pertanian (%)
PDB pertanian (%)
2008 2009 2010 2011 2012
41.052 40.661 39.460 36.389 35.189
20.821 20.888 20.789 20.699 20.594
10.670 10.614 10.234 9.878 9.666
Sumber: BPS 2008 (diolah)
Pada Tabel 1 dapat dilihat persentase penyerapan tenaga kerja, penggunaan luas lahan serta kontribusi sektor pertanian pada PDB Indonesia. Persentase kontribusi sektor pertanian terhadap PDB Indonesia dari tahun 2008 hingga 2012 masih jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan persentase penyerapan tenaga kerja dan penggunaan lahan oleh sektor pertanian. Hal tersebut menyiratkan masih banyaknya kendala yang dialami sektor pertanian. Pada sektor pertanian, sebagian besar pelaku usahanya merupakan pelaku usaha pertanian dengan penguasaan lahan serta skala usaha yang kecil. Sudah merupakan fenomena umum bahwa masalah dan kendala yang paling banyak dihadapi oleh pertanian rakyat skala kecil, baik untuk subsektor tanaman pangan, holtikultura, peternakan maupun perikanan, adalah pembiayaan dan akses pasar (Hafidhuddin dan Syukur 2008). Padahal pembiayaan merupakan hal yang sangat penting dan sangat dibutuhkan oleh para pelaku usaha pertanian sebagai modal usaha serta pendorong kemandirian usaha. Kebutuhan dana dapat bersifat langsung, seperti untuk membeli faktor-faktor produksi, maupun secara tidak langsung, seperti untuk memenuhi kebutuhan pendidikan, kesehatan, atau keperluan sosial lainnya, pada saat hasil pertanian belum dapat dipanen dan dijual (Syaukat 2011). Kredit merupakan salah satu sumber pembiayaan pertanian. Kredit membantu pelaku usaha pertanian mengembangkan usahanya serta meningkatkan kemandirian usaha agar tidak bergantung kepada pihak-pihak yang dapat merugikan seperti tengkulak.
2 Ketersediaan kredit sebagai sumber pembiayaan untuk sektor pertanian di Indonesia masih sangat rendah. Berdasarkan data Bank Indonesia (2014), persentase kredit perbankan nasional per Desember 2014 untuk sektor pertanian hanya sebesar 6.54 persen dari total kredit yang disalurkan. Minimnya ketersediaan kredit untuk sektor pertanian ini dipengaruhi oleh karakteristik sektor pertanian yang dianggap memiliki risiko yang sangat besar. Sektor pertanian merupakan sektor yang sangat bergantung pada musim, ketersediaan air, harga yang fluktuatif dan sebagainya menjadikan sektor ini penuh dengan risiko (Hafidhuddin dan Syukur 2008). Risiko tersebut menyebabkan rendahnya minat lembaga pembiayaan yang bersifat profit oriented untuk mendanai usaha di sektor pertanian. Lembaga pembiayaan cenderung memilih mendanai usaha dengan perputaran uang yang cepat, seperti sektor perdagangan. Jika ada lembaga pembiayaan yang bersedia mengucurkan kredit di sektor pertanian biasanya telah mengantisipasi dengan beberapa hal untuk meminimalkan risiko yang ada, di antaranya adalah menetapkan bunga (interest) yang cukup tinggi, sangat selektif, yaitu hanya membiayai usaha pada komoditas komersial bernilai tinggi (high value commodity), serta lebih memilih sebagai chanelling bagi kredit program pemerintah (Ashari dan Saptana 2005). Selain itu, karena lembaga keuangan menganut prinsip kehati-hatian (prudential) ada pun pembiayaan disektor pertanian diikuti dengan penetapan agunan dan bunga yang tinggi. Padahal sebagian besar petani di Indonesia merupakan petani gurem dengan lahan yang sempit, yang secara ekonomi tidak memadai untuk menyediakan agunan sehingga tidak bankable. Belum lagi usaha pertanian yang musiman membuat petani sulit mengembalikan pinjaman secara berkala dengan tambahan bunga yang tinggi. Ketidakmampuan petani dalam membayar pinjaman akibat gagal panen maupun rendahnya harga pasar dapat membuat petani terjerat utang yang semakin besar akibat bunga yang tinggi. Rendahnya kondisi kredit nasional di Indonesia untuk sektor pertanian tidak memengaruhi keadaan di BMT As Salam, Kramat, Demak. BMT as Salam merupakan salah satu lembaga keuangan mikro non bank yang memiliki fokus melayani dan menfasilitasi pembiayaan usaha mikro kecil (UMK) yang tidak terjangkau oleh bank syariah dan BPR syariah. Pembiayaan sektor pertanian di BMT As Salam dilakukan dengan akad-akad syariah sesuai dengan prinsip Islam yang berkeadilan. BMT As Salam, Kramat, Demak merupakan salah satu BMT yang memiliki fokus pembiayaan pertanian. Sebanyak 80 persen pembiayaannya disalurkan pada pertanian, terutama pertanian padi. Selain itu, dari total pembiayaan per desember 2014 sebanyak 96 persen dari total pembiayaannya berstatus lancar. Perbedaan keadaan pada kondisi perbankan nasional dan BMT As Salam dalam penyaluran pembiayaan untuk sektor pertanian menjadi hal yang menarik untuk dikaji. Bagaimana BMT menilai risiko yang terdapat di sektor pertanian menjadi penting untuk dianalisis, sehingga alasan BMT As Salam menyalurkan sebagian besar pembiayaan kepada sektor pertanian yang dianggap sangat berisiko dapat kemudian menjadi dasar bagi perbankan nasional dalam menyalurkan pembiayaan pada sektor pertanian.
3 Perumusan Masalah Lembaga keuangan yang melakukan penyaluran pembiayaan tidak dapat terlepas dari risiko-risiko yang ada, baik risiko kredit hingga risiko operasional. Risiko pembiayaan dapat berasal dari berbagai pihak. Dari lembaga keuangan itu sendiri, risiko dapat muncul akibat kegagalan pengoperasian lembaga keuangan. Risiko yang muncul dari lembaga keuangan dapat mencakup sistem informasi dan tata kelola yang buruk, kelalaian pegawai, penetapan kebijakan yang salah dalam penentuan nisbah dan sebagainya, sedangkan dari pihak nasabah pembiayaan risiko dapat terjadi akibat gagal bayar atas pinjaman yang dilakukan ataupun pelanggaran kontrak. Pembiayaan di sektor pertanian merupakan pembiayaan yang dianggap memiliki risiko tinggi. Salah satu lembaga keuangan yang menyalurkan pembiayaan pada sektor pertanian adalah BMT. Penyaluran pembiayaan yang dilakukan oleh BMT pada sektor pertanian harus diiringi dengan pengelolaan risiko yang baik. Pada kasus ini, diambil objek penelitian di BMT As Salam, Kramat, Demak. BMT As Salam memiliki fokus penyaluran pembiayaan di sektor pertanian. Pengelolaan risiko pembiayaan yang dilakukan BMT As Salam terbilang cukup baik. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan lancarnya pembiayaan di BMT tersebut. Dari seluruh nasabah di BMT As Salam per Desember 2014, sebanyak 96 persen pengembalian pembiayaan lancar. Selain itu nilai NPF BMT As Salam selalu dijaga agar berada di bawah 5 persen. Kelancaran pengembalian pembiayaan di BMT As Salam menunjukan pembiayaan sektor pertanian merupakan hal yang mungkin dilakukan bila diiringi dengan pengelolaan risiko yang baik. Pengelolaan risiko bukan berarti menghilangkan risiko, namun meminimalisir risiko ada. Risiko masih mungkin terjadi walaupun dengan penanganan risiko yang baik, salah satunya berasal dari kelancaran pembiayaan, selain karena pengelolaan BMT itu sendiri, risiko ketidak lancaran pembiayaan dapat muncul dari sisi nasabah yang memiliki itikad buruk, musibah yang menimpa nasabah dan hal lainnya yang berada di luar kontrol BMT. Dari pemaparan diatas, dapat dirumuskan beberapa permasalahan: 1. Bagaimanakah ukuran dan pemetaan risiko pembiayaan syariah yang disalurkan BMT As Salam pada sektor pertanian? 2. Bagaimanakah tindakan mitigasi risiko yang dilakukan BMT As Salam dalam proses pembiayaan pada sektor pertanian? 3. Faktor-faktor apa sajakah yang memengaruhi tingkat pengembalian pembiayaan di BMT As Salam?
Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan di atas, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Menganalisis ukuran dan pemetaan risiko pembiayaan untuk sektor pertanian dan risiko lainnya pada proses pembiayaan di BMT As Salam. 2. Menganalisis tindakan mitigasi risiko pembiayaan untuk sektor pertanian dan risiko lainnya pada proses pembiayaan di BMT As Salam.
4 3.
Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi tingkat pengembalian pembiayaan BMT As Salam.
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan, antara lain: 1. Bagi pihak BMT As Salam atau Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) lainnya. Penelitian ini dapat bermanfaat untuk melihat pemetaan risiko pembiayaan dan tindakan mitigasi risiko pembiayaan, khususnya yang berkaitan dengan sektor pertanian, serta memberikan gambaran mengenai faktor yang memengaruhi tingkat pengembalian pembiayaan di BMT. 2. Bagi pemerintah. Penelitian ini dapat dijadikan salah satu referensi mengenai pembiayaan syariah pertanian yang terdapat pada lembaga keuangan mikro syariah. 3. Bagi masyarakat. Penelitian ini dapat menjadi sumber informasi awal mengenai pembiayaan syariah untuk sektor pertanian.
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis risiko pembiayaan syariah pada sektor pertanian serta faktor-faktor yang memengaruhi kelancaran pembiayaan. Untuk menganalisis risiko pembiayaan syariah pada sektor pertanian, penelitian ini hanya mencakup risiko yang terdapat pada kegiatan funding dan financing di BMT As Salam dan risiko-risiko lain yang muncul karena adanya pola bagi hasil (profit-loss sharing). Pada penelitian ini, pembatasan dilakukan terhadap lingkup risiko yang diteliti, yakni hanya mencakup pada risiko pembiayaan dan risiko operasional pada BMT As Salam, tidak mempertimbangkan risiko pasar. Untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi kelancaran pembiayaan di BMT As Salam, responden dipilih menggunakan teknik purposive sampling. Adapun alat analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis logistik dan analisis statistika deskriptif yang mampu menjawab faktor-faktor yang dapat memengaruhi tingkat pengembalian pembiayaan di BMT As Salam. Kelancaran tersebut diukur berdasarkan: usia, lama pendidikan, tanggungan keluarga, jenis usaha, lama usaha, jarak tempat tinggal dengan BMT, aset, laba bersih per bulan, jumlah pembiayaan, dan frekuensi pembiayaan.
TINJAUAN PUSTAKA Pembiayaan Syariah Menurut kamus Bank Indonesia, pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak
5 lain yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil. Selanjutnya, menurut UU No 21 tahun 2008, Pembiayaan syariah merupakan penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa transaksi bagi hasil, transaksi sewa-menyewa, transaksi jual beli, atau transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang berdasarkan kesepakatan antara pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan, atau bagi hasil. Pembiayaan Syariah dalam Pertanian Di dalam Islam, pertanian merupakan salah satu sektor yang mendapat perhatian besar. Bedasarkan nash Rasulullah SAW, profesi paling utama dan terbaik adalah bercocok tanam. Ketika seseorang bercocok tanam, maka orang tersebut akan lebih dekat dengan tawakal. Karena apa yang disemaikan untuk tumbuh bukanlah menjadi kuasa orang yang menanam, melainkan kekuasaan Allah. Selain itu, bercocok tanam juga memberikan kemaslahatan bagi semua mahkluk. Tanpa adanya hasil bercocok tanam tidaklah akan ada kehidupan di dunia. Dari penjelasan tersebut jelaslah mengapa pembiayaan pertanian menjadi hal yang sangat penting keberadaannya. Banyaknya jenis usaha maupun komoditas di sektor pertanian membuat potensi pembiayaan syariah pada sektor pertanian sangat besar. Skala dan besarnya pertanian akan memengaruhi pola pembiayaan apa yang paling tepat untuk diterapkan. Baik pertanian skala kecil dengan omset dibawah 50 juta rupiah pertahun maupun pertanian skala besar dengan omset diatas 50 juta rupiah pertahun, masing-masing memiliki pola pembiayaannya sendiri (Hafidhuddin dan Syukur 2008). Model-model yang tepat untuk pertanian berdasarkan skalanya dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Model pembiayaan pertanian berdasarkan skala usaha No 1.
Model Pembiayaan Pertanian Skala Kecil a. Salam
Skema Pembiayaan 1.
2.
3. 4. b. Penerbitan Sukuk Salam
1.
2. 3.
Pembiayaan kepada pelaku usaha pertanian dilakukan melalui SPV (special purpose vehicle) yang dibentuk oleh LKMS atau kerjasama LKMS dengan bank syariah Pelaku usaha pertanian pertanian berkewajiban mengirimkan produk pertanian kepada bank (SPV) di masa yang akan datang Pemerintah memberikan penjaminan jika seandainya panen mengalami kegagalan SPV menyalurkan/menjual hasil panen langsung ke pasar/ekspor atau kepda pemerintah /Bulog/perusahan Provinsi/kabupaten penghasil produk pertanian (beras) menerbitkan sukuk salam sebagai modal untuk mulai berproduksi Provinsi/kabupaten konsumen membeli sukuk tersebut Provinsi/kabupaten penerbit sukuk berkewajiban mengirimkan produknya setelah panen
6 2.
Skala besar a. Istishna wa Mudharabah Muqayyadah bil istishna
1.
2.
3.
4. 5. 6. 7. b. Sukuk Mudharabah bil Istishna
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Perusahaan yang inputnya adalah produk pertanian memesan sejumlah barang, melalui mekanisme pembiayaan istishna kepada bank syariah Bank syariah membentuk SPV dengan pola mudharabah muqayyadah, di mana bank bertindak sebagai shahibul maal dan SPV sebagai mudharib Pemerintah menyuntikan dana penjamin yang disimpan di bank syariah. Asuransi syariah juga dapat dilibatkan dalam penjaminan SPV memberikan pembiayaan istishna kepada perusahaan produsen/pelaku usaha pertanian besar Perusahaan produsen/pelaku usaha pertanian besar menyerahkan hasil panen kepada SPV SPV, atas nama bank, menjual produk tersebut kepada perusahaan/konsumen Perusahaan/konsumen melakukan pembayaran kepada bank syariah Pemerintah atau bank syariah (atau keduanya bersamasama) membentuk SPV SPV menerbitkan sukuk mudharabah Investor membeli sukuk SPV melakukan pembiayaan istishna Perusahaan/pelaku usaha pertanian besar menyerahkan barang kepada SPV SPV menjual ke pasar domestik atau ekspor SPV mendistribusikan keuntungan kepada investor dan bank, serta me-reimburse sukuk investor Asuransi syariah dapat dilibatkan sebagai penjamin (sebagian dari risiko) pembiayaan
Sumber: Hafidhuddin dan Syukur 2008 (diolah)
Baitul Maal wat Tamwil (BMT) Baitul Maal wat Tamwil (BMT) merupakan suatu lembaga yang terdiri dari dua istilah, yaitu baitulmaal dan baitul tamwil. Baitulmaal mengarah pada usahausaha pengumpulan dan penyaluran dana non profit, seperti zakat, infaq dan sedekah. Adapun baitul tamwil merupakan usaha pengumpulan dan penyaluran dana komersial (Huda dan Heykal 2010). Menurut Ridwan (2006), BMT merupakan organisasi bisnis yang juga berperan sebagai sosial. Sebagai lembaga sosial, BMT memiliki kesamaan fungsi dan peran dengan Lembaga Amil Zakat (LAZ) atau Badan Amil Zakat milik pemerintah. Fungsi tersebut paling tidak meliputi upaya pengumpulan dana zakat, infaq, sedekah, wakaf dan sumber danadana sosial yang lain. Sebagai lembaga bisnis, BMT lebih memfokuskan usahanya pada sektor keuangan, yakni simpan-pinjam dengan pola syariah. BMT merupakan suatu respon atas kemiskinan dan pengangguran serta kurangnya permodalan dan pendampingan para pengusaha miko dan kecil. Kedudukan BMT dalam struktur keuangan mikro di Indonesia adalah lembaga keuangan mikro non bank non formal. BMT yang sebagian besar berbadan hukum koperasi mampu mengatasi kendala-kendala yang dimiliki lembaga keuangan formal seperti bank (Hafidhuddin dan Syukur 2008). Dari pengertian diatas, kemudahan akses BMT
7 menjadikan lembaga tersebut tepat bagi para pelaku usaha pertanian terutama pertanian skala kecil. Fungsi BMT Menurut Huda dan Heykal (2010), Baitul Maal Wat Tamwil memiliki beberapa fungsi: 1. Penghimpun dan penyalur dana, dengan menyimpan uang di BMT, uang tersebut dapat ditingkatkan utilitasnya, sehingga timbul unit surplus (pihak yang memiliki dana berlebih) dan unit defisit (pihak yang kekurangan dana). 2. Pencipta dan pemberi likuiditas, dapat menciptakan alat pembayaran yang sah yang mampu memberikan kemampuan untuk memenuhi kewajiban suatu lembaga/perorangan. 3. Sumber pendapatan, BMT dapat menciptakan lapangan kerja dan memberi pendapatan kepada para pegawainya. 4. Pemberi informasi, memberi informasi kepada masyarakat mengenai risiko keuntungan dan peluang yang ada pada lembaga tersebut. 5. Sebagai satu lembaga keuangan mikro Islam yang dapat memberikan pembiayaan bagi usaha mikro, kecil, menengah dan juga koperasi dengan kelebihan tidak meminta jaminan yang memberatkan bagi UMKM tersebut. Kegiatan Operasional BMT BMT merupakan lembaga keuangan mikro dengan cara kerja yang sederhana. Penggalangan dana dalam BMT dapat berupa modal/simpanan dasar, simpanan sukarela bagi hasil dan simpanan sukarela titipan. Dana tersebut nantinya akan disalurkan melalui akad-akad yang ada di BMT (Gambar 1) (Soemitra 2009)
G
Gambar 1 Cara perputaran dana BMT
8 Risiko dalam Islam Di dalam Islam, risiko merupakan hal yang harus dihadapi oleh setiap manusia. Hal ini sesuai dengan amanat yang terdapat dalam Al-Quran Surah Lukman : 34 ”Sesungguhnya hanya di sisi Allah ilmu tentang hari kiamat; dan Dia yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tidak ada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan dikerjakannya besok.” Dalam ayat tersebut secara tegas Allah SWT menyatakan bahwa, tiada seorangpun di alam semesta ini yang dapat mengetahui dengan pasti apa yang akan terjadi besok atau yang akan diperolehnya. Oleh karena itu, manusia diperintahkan untuk berusaha mengatasi kejadian yang tidak diharapkan dengan sebaik mungkin, atau dengan kata lain mengelola risiko yang ada. Pengelolaan risiko dilakukan dalam rangka menjaga amanah baik dari sesama manusia terlebih amanah yang Allah SWT berikan. Semakin baik manajemen risiko, maka semakin baik seorang manusia di mata sesama manusia dan di mata Allah SWT. Manajemen Risiko Kasidi (2002) mendefinisikan risiko sebagai kemungkinan terjadinya penyimpangan dari harapan yang dapat menimbulkan kerugian. Kata risiko biasanya mempunyai konotasi yang negatif, karena risiko dapat menjadi penyebab suatu kerugian, sedangkan menurut Siahaan (2009) risiko merupakan ketidakpastian yang dapat menyebabkan masalah tetapi juga dapat mendatangkan peluang yang menguntungkan. Risiko berkaitan dengan kemungkinan kerugian terutama yang menimbulkan masalah. Oleh sebab itu, kesanggupan manajemen dalam mengelola berbagai risiko menjadi suatu keharusan. Manajemen risiko merupakan usaha secara rasional yang ditujukan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kerugian dari risiko yang dihadapi. Risiko tidak cukup dihindari, tapi harus dihadapi dengan cara-cara yang dapat memperkecil kemungkinan terjadinya suatu kerugian (Kasidi 2002). Oleh sebab itu, pengelolaan risiko harus dilakukan secara baik agar tidak menghalangi kegiatan perusahaan. Suatu perusahaan yang dapat mengelola risiko dengan baik akan memperoleh beberapa manfaat. Kountur (2004) mengemukakan manfaat dari manajemen risiko, yaitu: 1. Menjamin pencapaian tujuan. 2. Memperkecil kemungkinan kebangkrutan. 3. Mengingkatkan keuntungan perusahaan. 4. Memberikan keamanan pekerjaan. Jenis-jenis Risiko Karim (2009) memaparkan bahwa secara umum, risiko-risiko yang ada pada aktivitas fungsional bank syariah dapat diklasifikasikan ke dalam 3 jenis risiko, yaitu risiko pembiayaan, risiko pasar, dan risiko operasional. Dalam hal ini, risiko pasar tidak akan terlalu dibahas secara mendalam dan hanya berfokus pada risiko pembiayaan dan risiko operasional.
9 1.
Risiko Pembiayaan Risiko pembiayaan adalah risiko yang disebabkan oleh adanya kegagalan counterparty (pihak ketiga) dalam memenuhi kewajibannya. Pada bank syariah, risiko pembiayaan mencakup risiko terkait produk dan risiko yang timbul dari lemahnya analisis bank. a. Risiko Terkait Produk Risiko pembiayaan terkait produk dapat ditinjau dengan menganalisis dampak dari seluruh risiko nasabah sehingga keputusan pembiayaan yang diambil sudah memperhitungkan risiko yang ada dari pembiayaan berbasis kontrak tersebut. Risiko ini dibagi berdasarkan sifat produknya, yaitu risiko pembiayaan berbasis natural certainty contracts (seperti murabahah, ijarah, IMBT, salam, dan istishna) serta risiko pembiayaan berbasis natural uncertainty contracts (seperti musyarakah dan mudharabah). Risiko terkait pembiayaan berbasis natural certainty contracts mencakup 2 aspek, yaitu default risk (risiko kebangkrutan) dan recovery risk (risiko jaminan). Default risk terjadi karena adanya risiko industri, kondisi internal kegiatan usaha nasabah, dan faktor negatif lainnya yang mempengaruhi kegiatan usaha nasabah. Recovery risk dipengaruhi oleh kesempurnaan pengikatan jaminan, nilai jual kembali jaminan, tuntutan hukum pihak lain atas jaminan, dan kredibilitas penjamin. Produk pembiayaan yang masuk ke dalam kategori risiko ini, yaitu: (a) Risiko Pembiayaan Murabahah Risiko yang mungkin timbul dalam pembiayaan ini adalah risiko tidak bersaingnya bagi hasil kepada dana pihak ketiga dalam jangka panjang. Risiko ini muncul karena kenaikan market rate dari bank pesaing. (b)Risiko Pembiayaan Ijarah Pada pembiayaan ijarah, risiko yang mungkin timbul adalah risiko tidak produktifnya aset ijarah, risiko rusaknya barang yang disewakan karena pemakaian di luar normal, dan risiko lainnya. (c) Risiko Pembiayaan IMBT (Ijarah Muntahia Bit Tamwil) Contoh risiko yang dapat terjadi dalam pembiayaan ini adalah risiko ketidakmampuan nasabah untuk membayar harga beli barang. (d)Risiko Pembiayaan Salam dan Istishna Risiko yang dapat terjadi dalam pembiayaan ini adalah risiko gagalnya penyerahan barang (non deliverable risk) dan risiko jatuhnya harga barang (price-drop risk). Risiko lainnya yaitu terkait pembiayaan berbasis natural uncertainty contracts. Penilaian terhadap risiko ini mencakup 3 aspek, yaitu business risk, shrinking risk (risiko berkurangnya nilai pembiayaan mudharabah/musyarakah), dan character risk (risiko karakter buruk mudharib). Business risk dipengaruhi oleh risiko industri dan faktor negatif lain pada nasabah. Shrinking risk dipengaruhi oleh risiko bisnis yang tidak biasa, jenis bagi hasil yang dilakukan, dan kejadian force majeure sedangkan character risk dipengaruhi oleh kelalaian nasabah, pelanggaran kesepakatan, dan ketidakprofesionalan nasabah dalam pengelolaan yang disepakati.
10
2.
b. Risiko yang Timbul dari Lemahnya Bank Terdapat 3 macam risiko yang timbul akibat lemahnya analisis bank, seperti: (1) analisis pembiayaan yang keliru, terjadi karena sejak awal kegiatan usaha yang diberikan pembiayaan memang berisiko tinggi dan terjadi karena kesalahan dari sumber informasi yang tersedia; (2) creative accounting, merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan penggunaan kebijakan akuntansi perusahaan yang memberikan keterangan yang menyesatkan tentang suatu laporan keuangan sehingga keuntungan perusahaan terlihat lebih besar dari sebenarnya; (3) karakter nasabah yang dengan sengaja menciptakan pembiayaan macet sehingga bank perlu waspada dan harus membuat keputusan pembiayaan berdasarkan informasi objektif tentang karakter nasabah. Risiko Operasional Risiko operasional adalah risiko yang disebabkan oleh ketidakcukupan atau tidak berfungsinya fungsi internal, human error, kegagalan sistem, dan masalah eksternal yang mempengaruhi operasional bank. Ada 3 hal yang menjadi penyebab terjadinya risiko ini, yaitu: (1) infrastruktur, (2) proses, dan (3) sumber daya. Risiko ini mencakup 5 hal, yaitu risiko reputasi, risiko kepatuhan, risiko transaksi, risiko strategis, dan risiko hukum. a. Risiko Reputasi Risiko ini disebabkan oleh adanya publikasi negatif yang terkait dengan kegiatan bank atau adanya persepsi negatif dari masyarakat terhadap bank. b. Risiko Kepatuhan Risiko ini disebabkan oleh ketidakpatuhan bank terhadap ketentuanketentuan yang ada, baik ketentuan internal maupun eksternal. Contoh ketentuan-ketentuan tersebut adalah ketentuan giro wajib minimum, NPF (non performing financing), limitasi pemberian pembiayaan, ketentuan penyediaan produk, perpajakan, ketentuan akad dan kontrak, serta fatwa Dewan Syariah Nasional. c. Risiko Strategis Risiko ini disebabkan oleh adanya penetapan dan pelaksanaan strategi bank yang tidak tepat, pengambilan keputusan yang salah atau bank tidak mematuhi perubahan perundang-undangan dan ketentuan lain yang berlaku. d. Risiko Transaksi Risiko ini disebabkan oleh permasalahan dalam pelayanan atau produkproduk yang disediakan. Penyebab timbulnya risiko ini antara lain yaitu karena kekeliruan, kecurangan, ketidaksempurnaan akad, kekeliruan dalam penetapan akad, kasus hukum, dan sistem teknologi dan informasi. e. Risiko Hukum Risiko ini disebabkan oleh adanya kelemahan aspek yuridis, seperti adanya tuntutan hukum, ketiadaan peraturan perundang-undangan yang mendukung atau kelemahan perjanjian.
11 Penelitian Terdahulu Tsabita (2013) melakukan penelitian mengenai analisis risiko pembiayaan syariah pada sektor pertanian dengan studi kasus BPRS Amanah Ummah. Peneliti menganalisis risiko pembiayaan syraiah pertanian, menghitung potensi kerugian pembiayaan syariah pertanian dan mengidentifikasi penyebab dominasi penggunaan pembiayaan murabahah pada nasabah pertanian di BPRS Amanah Ummah. Analisis risiko pembiayaan syariah dilakukan dengan menggunakan tahapan Enterprise Risk Management (ERM) dan metode creditrisk+. Hasil penelitian menunjukan bahwa risiko utama dari pembiayaan syariah pada sektor pertanian adalah nasabah gagal bayar karena karakter buruk/moral hazard. Tindakan mitigasi risiko yang dapat dilakukan adalah rescheduling, restrukturisasi, dan pencairan jaminan nasabah. Penelitian Tsabita (2013) memiliki kesamaan dengan penelitian ini dalam hal analisis risiko dan metode yang digunakan, yaitu ERM. Namun, selain perbedaan pada lokasi penelitian, penelitian ini juga memiliki fokus dalam menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi tingkat pengembalian pembiayaan syariah pada sektor pertanian menggunakan metode regresi logistik. Rodiana (2014) menganalisis faktor yang memengaruhi petani dalam memilih sistem pembayaran margin bulanan dan yarnen pada pembiayaan akad murabahah pertanian padi di BMT As Salam, Kramat, Demak menggunakan regresi logistik biner. Hasil penelitian menunjukkan alasan memilih sistem pembayaran berpengaruh signifikan terhadap pilihan petani padi. Responden memiliki peluang lebih besar memilih yarnen karena sesuai kemampuan pembayaran. Efektivitas penerapan yarnen pada pengembalian pembiayaan akad murabahah pertanian padi diukur menggunakan skala Likert. Hasil penelitian menunjukkan penerapan yarnen tersebut sudah efektif di seluruh tahapan pembiayaan dan memberi dampak positif pada usahatani anggota. Kesamaan yang terdapat pada penelitian Rodiana (2014) dengan penelitian ini adalah kesamaan lokasi penelitian serta sektor yang dikaji, sedangkan perbedaannya adalah penelitian ini menganalisis masalah yang berbeda dengan penelitian sebelumnya. Diharapkan penelitian ini dapat melengkapi penelitian Rodiana (2014). Penelitian yang dilakukan oleh Handoyo (2009) dengan judul “Faktor-faktor yang Memengaruhi Tingkat Pengembalian Pembiayaan Syariah untuk UMKM Agribisnis pada KBMT Wihdatul Ummah Kota Bogor” berusaha mendeskripsikan penyaluran pembiayaan dan perbandingan karakteristik debitur berdasarkan tingkat pengembalian pembiayaan serta menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi tingkat pengembalian pembiayaan oleh UMKM agribisnis pada BMT WU. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu penyaluran pembiayaan pada KBMT WU terus mengalami peningkatan diiringi tingkat kesehatan lembaga yang semakin membaik. Berdasarkan hasil analisis regresi logistik, faktor-faktor yang memengaruhi tingkat pengembalian pembiayaan adalah tingkat pendidikan dan pengalaman usaha. Kesamaan penelitian Handoyo (2009) dengan penelitian ini yaitu kesamaan penggunaan metode dalam menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi tingkat pengembalian pembiayaan syariah menggunakan regresi logistik sedangkan perbedaannya adalah lokasi serta sasaran responden penelitian ini, yaitu sektor pertanian.
12 Penelitian yang dilakukan Suhardiman (2009) dengan judul “Kinerja Keuangan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pengembalian Pembiayaan BPR Syariah (Kasus pembiayaan usaha produktif pada PT. BPRS AlSalaam Amal Salman, Kel. Cinere, Depok)” bertujuan menganalisis kinerja keuangan BPRS Al-Salaam Amal Salman, serta menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kelancaran pengembalian pembiayaan menggunakan Regresi Logistik Biner. Hasil penelitinn menunjukan karakteristik usaha yang signifikan mempengaruhi tingkat pengembalian pembiayaan di BPRS Al-Salaam Amal Salman adalah plafon pembiayaan. BPRS Al-Salaam Amal Salman harus menurunkan rasio Non Performing Financing, karena tingkat pengembalian pembiayaan bermasalah pada tahun 2004 dan 2005 di atas batas aman yang telah ditentukan oleh Bank Indonesia, yaitu sebesar lima persen. BPRS Al-Salaam Amal Salman harus melakukan pembinaan lebih intensif kepada nasabah yang memiliki jangka waktu pengembalian pembiayaan lebih lama, atau untuk yang mendapatkan pembiayaan dengan plafon yang kecil. Penelitian Suhardiman (2009) memiliki kesamaan dengan penelitian ini yaitu kesamaan metode dalam menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi tingkat pengembalian pembiayaan syariah menggunakan regresi logistik. Namun, pada penelitian ini, juga dilakukan analisis risiko pada proses pembiayaan menggunakan metode ERM. Kerangka Pemikiran Lembaga pembiayaan memiliki peran penting dalam pengembangan sektor pertanian. Baitul Maal wat Tamwil (BMT) merupakan salah satu lembaga pembiayaan syariah yang menyediakan modal untuk sektor pertanian dengan sistem bagi hasil. Salah satu BMT yang mengalokasikan mayoritas pembiayaannya untuk sektor pertanian adalah BMT As Salam. BMT As Salam menggunakan dua akad dalam pembiayaan, yaitu akad murabahah dan mudharabah. Dalam proses pembiayaan yang berlangsung di BMT As Salam terdapat dua pihak yang terlibat, yaitu BMT itu sendiri dengan nasabahnya. Dari kedua belah pihak tersebut, dapat muncul risiko-risiko yang dapat memengaruhi jalannya pembiayaan. Ditinjau dari sisi BMT, indentifikasi produk dan poses pembiayaan pada BMT As Salam merupakan tahap pertama dari analisis risiko. Tahap berikutnya, dilakukan analisis proses penyaluran dana dan aspek risiko baik dari sisi pembiayaan maupun operasional. Penilaian keseluruhan risiko dari kegiatan pembiayaan pada BMT As Salam kemudian diidentifikasi, diukur, dipetakan, dan dianalisis tindakan mitigasi risikonya menggunakan Enterprise Risk Management (ERM). Dari tahap tersebut, pengelolaan risiko dapat terintegrasi secara keseluruhan dan selaras dengan tujuan lain yang ingin dicapai BMT. Penerapan manajemen risiko dengan metode ERM dilakukan sesuai dengan 8 komponen ERM dan 4 tujuan ERM sehingga dapat terlaksana secara efektif. Ditinjau dari sisi nasabah, dilakukan analisis faktor-faktor yang memengaruhi tingkat pengembalian pembiayaan di BMT As Salam. Tingkat pengembalian akan diukur dengan melihat usia, lama pendidikan, tanggungan keluarga, jenis usaha, lama usaha, jarak tempat tinggal nasabah dengan BMT, aset, laba bersih per bulan, jumlah pembiayaan dan frekuensi pembiayaan. Dalam penelitian ini, pola pengembalian pembiayaan dibedakan menjadi dua kriteria,
13 yaitu pola pengembalian pembiayaan lancar dan yang tidak lancar. Sebagian besar bank menggunakan prinsip 5C sebagai pertimbangan untuk menyeleksi calon nasabah. Prinsip 5C terdiri dari Character (Watak), Capacity (Kemampuan), Capital (Kapital), Collateral (Jaminan), Condition of Economy (Kondisi Ekonomi). Berdasarkan 5 prinsip tersebut, dapat ditentukan beberapa faktor mempengaruhi tingkat pengembalian pembiayaan. Faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap pengembalian pembiayaan dibagi menjadi tiga kategori, yaitu faktor-faktor berdasarkan karakteristik individu (usia, lama pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, jarak tempat tinggal dengan BMT dan aset), karakteristik usaha (jenis usaha, lama usaha, dan laba bersih), dan karakteristik pembiayaan (jumlah pembiayaan dan frekuensi pembiayaan). Secara terinci mengenai pengaruh yang diduga berasal dari ketiga karakteristik tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Karakteristik personal Jenis kelamin wanita umumnya lebih serius, bertanggung jawab, dan terencana untuk memperbaiki kondisi kehidupan bila dibandingkan pria. Diduga wanita memiliki loyalitas yang lebih besar dan lebih mampu menjaga kepercayaan yang diberikan bank dalam memenuhi kewajiban angsuran kredit dibandingkan pria. Oleh sebab itu, diduga wanita memiliki peluang pengembalian kredit dengan kelancaran lebih besar daripada pria. Usia memengaruhi keberanian nasabah dalam pengambilan keputusan. Semakin tinggi usia nasabah maka kematangan berpikir dan kebijaksanaan dalam bertindak semakin baik, sehingga dapat mengambil keputusan dengan tepat dan rasional. Semakin bertambahnya usia nasabah dianggap memiliki tingkat pengembalian pembiayaan yang lebih lancar dibandingkan nasabah dengan usia yang lebih muda. Dengan demikian peningkatan usia diduga berpengaruh positif terhadap tingkat pengembalian pembiayaan. Lama pendidikan nasabah dapat menjadi landasan atau dasar dalam mengambil pembiayaan. Semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin luas wawasannya sehingga semakin besar kemampuannya dalam berbisnis dan mengelola usaha. Dengan demikian lama pendidikan diduga berpengaruh positif terhadap tingkat pengembalian pembiayaan. Jumlah tanggungan dalam suatu keluarga akan memengaruhi pengeluaran keluarga, hal ini berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan dan kesejahteraan anggota keluarga. Asumsinya, semakin banyak tanggungan dalam keluarga maka akan semakin besar biaya yang harus dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari sehingga menghabiskan sejumlah besar a nasabah. Dengan demikian semakin banyak jumlah tanggungan dalam suatu keluarga diduga berpengaruh negatif terhadap tingkat pengembalian pembiayaan. Jarak tempat tinggal nasabah dengan BMT berkaitan dengan biaya dan waktu yang dibutuhkan oleh nasabah saat akan mengembalikan pembiayaan. Semakin jauh jarak tempat tinggal nasabah dengan BMT menyebabkan nasabah harus menyediakan biaya transportasi yang lebih besar dan waktu yang lebih lama. Dengan demikian jarak tempat tinggal nasabah dengan BMT diduga berpengaruh negatif terhadap tingkat pengembalian pembiayaan. Nasabah yang yang memiliki aset tinggi akan memiliki kemampuan membayar dan penalangan yang lebih besar dibandingkan dengan nasabah yang
14 memiliki aset lebih sedikit. Dengan demikian aset yang dimiliki nasabah diduga berpengaruh positif terhadap tingkat pengembalian pembiayaan. 2. Karakteristik usaha Jenis usaha berkaitan dengan risiko yang akan dihadapi. Usaha dibidang on farm seperti jenis usaha pertanian diduga memiliki tingkat risiko yang lebih tinggi dibandingkan dengan usaha dibidang off farm seperti jenis usaha perdagangan dan lainnya. Sehingga jenis usaha dianggap memengaruhi kelancaran pengembalian pembiayaan. Dengan demikian nasabah yang bergerak dibidang pertanian diduga memiliki peluang pengembalian pembiayaan dengan lancar lebih kecil dibandingkan dengan nasabah yang bergerak dibidang perdagangan dan lainnya. Lama usaha berkaitan dengan pengalaman usaha. Pengalaman usaha memengaruhi pemahaman, kemampuan dan keterampilan nasabah dalam mengambil keputusan terbaik dari berbagai alternatif yang ada. Berdasarkan pengalaman usahanya, nasabah dapat mengurangi risiko yang dapat menyebabkan kerugian dalam usahanya. Dengan demikian lama usaha diduga berbengaruh positif terhadap tingkat pengembalian pembiayaan. Perolehan laba dalam sebuah usaha dapat menjadi sumber pembiayaan hidup dan memberikan nasabah peluang kemampuan pengembalian pembiayaan. Asumsinya, semakin tinggi perolehan laba usaha nasabah maka akan semakin tinggi pula peluang nasabah tersebut mengembalikan pembiayaan sesuai jadwal yang ditetapkan BMT. Dengan demikian laba diduga berpengaruh positif terhadap tingkat pengembalian pembiayaan. 3. Karakteristik pembiayaan Semakin besar jumlah pembiayaan yang diberikan oleh BMT maka semakin besar beban jumlah angsuran pokok dan bagi hasil yang harus ditanggung nasabah dalam pelunasan pembiayaan. Sehingga pemberian jumlah pembiayaan yang besar dianggap dapat memperbesar timbulnya risiko terhambatnya pengembalian kredit oleh nasabah. Dengan demikian jumlah pembiayaan diduga berpengaruh negatif terhadap tingkat pengembalian pembiayaan. Frekuensi pembiayaan menunjukan pengalaman pembiayaan seorang nasabah. Semakin sering nasabah memperoleh pembiayaan sebelumnya, menunjukan kredibilitas nasabah tersebut tidak diragukan lagi dalam memenuhi kewajiban pengembalian pembiayaan. Dengan demikian frekuensi pembiayaan diduga berpengaruh positif terhadap tingkat pengembalian pembiayaan. Keseluruhan analisis risiko pembiayaan dan faktor-faktor yang memengaruhi tingkat pengembalian yang dilakukan dalam penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi, bahan evaluasi dan pertimbangan bagi BMT As Salam dalam menjalankan pembiayaan syariah, khususnya untuk sektor pertanian. Selain itu, pihak BMT juga dapat menerapkan tindakan mitigasi risiko pada perusahaan sehingga dapat mengoptimalkan perannya sebagai lembaga intermediasi di tengah masyarakat. Untuk penjelasan selengkapnya, kerangka pemikiran operasional dapat dilihat pada Gambar 2.
15
Pembiayaan syariah
Sektor pertanian
Sektor non pertanian
Kebutuhan permodalan yang sesuai dengan karakteristik pertanian
Pembiayaan sektor pertanian oleh LKMS (BMT As Salam)
Pembiayaan : - Murabahah - Mudharabah
Karakteristik Individu, Karakteristik Usaha, dan Karakteristik Pembiayaan
ERM
Identifikasi Risiko Analisis Deskriptif Analisis Regresi Logistik Analisis Pengukuran dan Pemetaan Risiko
Tindakan Mitigasi Risiko
Pola Pengembalian Pembiayaan : - Lancar - Tidak Lancar
Komunikasi Informasi, Kebijakan Pembiayaan, Pengawasan dan Pembinaan
Gambar 2 Kerangka pemikiran
16
METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Baitul Mal wat Tamwil (BMT) As Salam, Kramat, Demak. Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive (sengaja) dengan pertimbangan BMT As Salam memiliki fokus pembiayaan pada sektor pertanian, dimana 80 persen nasabah BMT As Salam bekerja sebagai petani. Penelitian ini dilakukan selama bulan Maret 2015 hingga Mei 2015. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data primer dan sekunder baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Data primer diperoleh melalui observasi lapang, metode wawancara dengan alat bantu kuisioner kepada pihak pengurus BMT As Salam dan 60 nasabah BMT. Data sekunder digunakan untuk melengkapi dan mendukung data primer dalam penelitian ini. Sumber data sekunder diperoleh dari berbagai arsip BMT As Salam, BPS, jurnal, buku, serta sumber literatur lain yang diperlukan untuk menunjang penelitian ini. Metode Pengumpulan Data Data dalam penelitian ini diambil dengan metode studi kasus melalui observasi dan wawancara kepada pihak pengurus BMT As Salam dan nasabah pembiayaan dengan menggunakan kuisioner. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik pengambilan purposive sampling. Karakteristik yang diambil dalam penelitian ini adalah pengurus BMT yang dirasa memiliki pengetahuan, keahlian, dan kompetensi dalam bidang yang dikaji meliputi direktur, manager, audit internal, kepala bidang marketing dan bagian-bagian di bawahnya. Pada pihak nasabah, karakteristik sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah nasabah BMT As Salam yang mendapat pembiayaan, yakni sebanyak 30 responden nasabah BMT pembiayaan lancar dengan kolektibilitas lancar dan 30 responden nasabah BMT tidak lancar dengan kolektibilitas kurang lancar, diragukan dan macet. Metode Pengolahan dan Analisis Data Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan dua pendekatan, yaitu analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Pendekatan analisis kualitatif digunakan untuk mengumpulkan data-data dan fakta dari hasil observasi, wawancara dan kuisioner yang didapat dari pengurus dan nasabah BMT As Salam, sedangkan pendekatan kuantitatif digunakan untuk menampilkan data dalam bentuk tabel. Analisis Risiko Pembiayaan Syariah Pada Sektor Pertanian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Analisis data menggunakan metode Enterprise Risk Management (ERM).
17 Dalam menganalisis risiko pembiayaan pada sektor pertanian di BMT As Salam terdapat beberapa tahapan yang terdiri dari 8 komponen ERM. Tahapan tersebut adalah identifikasi BMT As Salam, identifikasi risiko, pengukuran dan pemetaan risiko, serta tindakan mitigasi risiko. Identifikasi BMT As Salam 1. ERM 1: Internal Environment Observasi dan wawancara dengan pengurus dilakukan untuk mengidentifikasi lingkungan internal pada BMT As Salam. 2. ERM 2: Objective Setting Identifikasi pengaturan tujuan dilakukan dengan penjabaran visi misi serta tujuan dari BMT As Salam. Identifikasi Risiko ERM 3: Event Identification Mengidentifikasi risiko yang dapat terjadi dalam proses pembiayaan yang dilakukan oleh BMT As Salam. Identifikasi dilakukan dengan mendata seluruh risiko yang mungkin terjadi, baik risiko yang berasal dari kejadian internal maupun eksternal. Penetapan risiko dilakukan dengan observasi secara langsung dan wawancara dengan pihak BMT As Salam. Pengukuran dan Pemetaan Risiko ERM 4: Risk Assassement Kejadian yang memiliki risiko kemudian dianalisis. Analisis dilakukan dengan mempertimbangkan kemungkinan terjadinya dan akibat apabila kejadian tersebut terjadi. Hal ini nantinya akan menjadi dasar dalam penetuan cara terbaik dalam mengelola risiko yang ada. Godfrey (1996), menilai risiko merupakan perkalian dari probabilitas dan dampak. Penilaian mengenai kemungkinan terjadinya risiko dapat dilihat pada
Tabel 3. Tabel 3 Probabilitas risiko Angka 1 2 3 4 5
Skala probabilitas Sangat rendah (improbable) Rendah (remote) Sedang (occasional) Tinggi (probable) Sangat tinggi (frequent)
Keterangan Hampir tidak mungkin terjadi Kadang terjadi Mungkin terjadi Sangat mungkin terjadi Hampir pasti terjadi
Sumber: Godfrey (1996)
Tabel 3 menunjukkan skala probabilitas dari risiko yang ada. Dimana angka menunjukan nilai skala dan keterangan menunjukkan penjelasan kualitatif mengenai probabilitas risiko. Selanjutnya, Tabel 4 menunjukan penilaian mengenai dampak apabila kejadian yang mengandung risiko terjadi
18 Tabel 4 Dampak risiko Angka
3
Keterangan Tidak menimbulkan masalah berarti bagi pihak Sangat rendah (negligible) bank Menimbulkan masalah kecil yang dapat diatasi Rendah (marginal) dengan pengelolaan rutin Mencegah perusahaan memenuhi tujuannya Sedang (serious) untuk periode tertentu saja
4
Tinggi (critical)
5
Sangat tinggi (catastrophic)
1 2
Skala dampak
Mengakibatkan pihak bank tidak dapat mencapai sebagian tujuan jangka panjang, mengganggu likuiditas bank Mengakibatkan pihak bank tidak dapat mencapai seluruh tujuan jangka panjang, menyebabkan kebangkrutan, kematian, atau hukuman pidana
Sumber: Godfrey (1996)
Tabel 4 menunjukkan angka yang berarti nilai skala. Keterangan menunjukkan penjelasan kualitatif mengenai dampak terjadinya risiko. Dampak risiko yang terjadi sering kali sulit untuk diukur, karena banyak pertimbangan yang berkaitan dengan hal tersebut. Godfrey (1996) menjelaskan bahwa nilai risiko merupakan perkalian dari probabilitas dan dampak. Untuk mengukur risiko dapat digunakan rumus: R = P x I.................................................................................................................(1) Keterangan: R = Tingkat risiko P = Kemungkinan risiko terjadi I = Dampak bila risiko terjadi Selanjutnya, hasil dari pengukuran risiko dapat dikelompokkan ke dalam pemetaan. Pemetaan ini dapat menunjukkan nilai pada masing-masing risiko sesuai dengan tingkatan risikonya yang dijelaskan dalam Tabel 5.
Probability
Tabel 5 Pemetaan Risiko
Frequent Probable Occasional Remote Improbable
5 4 3 2 1
Catastrophic 5 25 20 15 10 5
Critical 4 20 16 12 8 4
Impact Serious 3 15 12 9 6 3
Marginal Negligible 2 1 10 5 8 4 6 3 4 2 2 1
Sumber: Godfrey (1996)
Tabel 6 menunjukkan bahwa pemetaan risiko dapat dilihat dari perkalian nilai kemungkinan terjadinya risiko (probability) dan dampak jika risiko terjadi (impact). Tingkat penerimaan risiko berdasarkan kecenderungan peluang terjadinya risiko dan dampaknya kemudian dibagi menjadi 4 tingkat yaitu
19 unacceptable, undesirable, acceptable, dan negligible, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 6. Tabel 6 Tingkat penerimaan risiko
Frequent
Probability
Probable Occasional Remote Improbable Sumber: Godfrey
Catastrophic 5 5 25 Unacceptable 4 20 Unacceptable 3 15 Unacceptable 2 10 Undesirable 1 5 Undesirable (1996)
Critical 4 20 unacceptable 16 unacceptable 12 Undesirable 8 Undesirable 4 Acceptable
Impact Serious 3 15 unacceptable 12 undesirable 9 undesirable 6 undesirable 3 acceptable
Marginal 2 10 undesirable 8 undesirable 6 undesirable 4 acceptable 2 negligible
Negligible 1 5 undesirable 4 acceptable 3 acceptable 2 negligible 1 negligible
Risiko dengan skor 1 dan 2 termasuk ke dalam golongan negligible. Negligible adalah risiko yang jarang terjadi dan bila terjadi memiliki dampak yang relatif kecil. Efek dari risiko ini dapat dikurangi, namun biayanya dapat saja melebihi dampak risiko yang ditimbulkan. Pada kasus ini, mungkin lebih baik untuk menerima efek dari risiko tersebut. Skor 3 dan 4 termasuk golongan acceptable. Acceptable adalah risiko yang dapat diterima. Risiko ini mengakibatkan proses bisnis terkendala namun masih dalam batas toleransi yang dapat diatasi. Respon tindakan dalam mengendalikan risiko ini yaitu tidak mengambil tindakan apapun (menerima) atau mengurangi kemungkinan terjadinya risiko (jika memungkinkan). Skor 5 sampai 12 termasuk dalam golongan undesirable. Undesirable adalah risiko dengan tingkat medium yang harus diwaspadai. Risiko ini sudah melewati batas toleransi perusahaan dan berpengaruh signifikan terhadap perusahaan apabila risiko tersebut terjadi. Respon tindakan dalam mengendalikan risiko ini yaitu dihindari dan dikurangi. Skor di atas 12 termasuk golongan unacceptable. Unacceptable adalah risiko utama yang memberikan pengaruh signifikan sehingga harus mendapat prioritas utama. dalam jangka panjang, risiko ini dapat menyebabkan efek domino. Dalam mengendalikan risiko ini, diperlukan respon menghindari atau mentransfer risiko. Tindakan Mitigasi Risiko 1. ERM 5: Risk Response Dari hasil pemetaan risiko yang dilakukan dapat dianalisis secara deskriptif respon terhadap peristiwa risiko tersebut. Selain analisis dari hasil pemetaan risiko, diskusi dengan pihak BMT As Salam juga dilakukan. Menurut COSO Standar of Enterprise Risk Management Integrated Framework (2004), risk response dibagi menjadi 4 kategori yaitu menerima (accept), mengurangi (reduce), berbagi (transfer) dan menghindari (avoid). Menerima risiko berarti pihak BMT tidak melakukan tindakan apapun untuk mempengaruhi risiko yang ada, melainkan menyesuaikan diri dengan risiko.
20
2.
3.
4.
Mengurangi risiko berarti BMT melakukan tindakan yang dapat meminimalisir kemungkinan terjadinya risiko, dampaknya maupun keduanya. Berbagi risiko berarti pihak BMT mengurangi kemungkinan risiko atau dampaknya dengan berbagi atau memindahkan risiko kepada pihak lain seperti jasa asuransi. Menghindari risiko berarti pihak BMT menghindari atau mengantisipasi untuk terlibat dalam kegiatan yang menimbulkan risiko tersebut, misalnya membuat kontrak terlebih dahulu. ERM 6: Control Activities Pengendalian aktivitas dijelaskan melalui pendekatan analisis deskriptif. Pengendalian ini juga berperan sebagai pelengkap bagi risk response. ERM 7: Information and Communication Segala tindakan mitigasi risiko yang berkaitan dengan penyaluran informasi dan komunikasi dalam organisasi dianalisis dengan pendekatan deskriptif. Analisis yang dilakukan dibagi berdasarkan pihak-pihak yang terlibat dalam keseluruhan proses pembiayaan dan operasional ERM 8: Monitoring Tindakan pengendalian sebagai bagian dari mitigasi risiko dianalisis dengan pendekatan deskriptif. Analisis dilakukan dengan observasi langsung, diskusi dengan pihak BMT dan perolehan informasi data BMT. Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Tingkat Pengembalian Pembiayaan Syariah
Dalam penelitian ini digunakan metode analisis regresi logistik untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi tingkat pengembalian pembiayaan syariah di BMT As Salam, Kramat, Demak. Rosadi (2011) mendefinisikan regresi logistik sebagai salah satu model statistika yang dapat digunakan untuk menganalisis pola hubungan antara sekumpulan variabel independen dengan suatu variabel dependen bertipe kategoris atau kualitatif. Kategori dari variabel dependen dapat terdiri atas dua kemungkinan nilai (dichotomous), seperti ya/tidak, sukses/gagal dan lain lain, atau lebih dari dua nilai (polychotomous), seperti sangat tidak setuju, tidak setuju, setuju dan sangat setuju. Tujuan dari model logit adalah menentukan peluang bahwa individu dengan karakteristik – karakteristik tertentu akan memilih suatu pilihan tertentu dari beberapa alternatif yang tersedia (Juanda, 2009). Adapun model logistik yang digunakan adalah sebagai berikut: [ Dimana, Pi 1-Pi X1 X2 X3 X4 X5 X6
] = = = = = = =
Probabilitas nasabah lancar Probabilitas nasabah tidak lancar Jenis kelamin (0 = laki-laki, 1= perempuan) Usia (tahun) Lama pendidikan (tahun) Tanggungan keluarga (orang) Jenis usaha, sebagai variabel dummy (0 = pertanian, 1 = perdagangan dan 2 = lainnya) = Lama usaha (tahun)
21 X7 X8 X9 X10 X11 bi ei b1, b2, b3,..., b10
= = = = = = = =
Jarak tempat tinggal dengan BMT (km) Aset (rupiah) Laba (rupiah) Jumlah pembiayaan (rupiah) Frekuensi pembiayaan (kali) Konstanta Eror Koefisien estimasi
GAMBARAN UMUM BMT AS SALAM Sejarah Singkat BMT As Salam Koperasi Serba Usaha (KSU) BMT As Salam merupakan salah satu Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) yang berada di Kabupaten Demak. BMT As Salam berawal dalam bentuk arisan warga sekitar Desa Mangunrejo, Kebonagung, Demak yang diinisiasi oleh 3 orang pada 2003. Kebutuhan akan permodalan usaha, memunculkan gagasan untuk membuat lembaga keuangan mikro syariah yang dapat membantu warga sekitar dalam memenuhi kebutuhannya. Pada 2004, BMT As Salam resmi berdiri sebagai LKMS berbadan hukum koperasi. BMT As Salam memiliki kantor pusat di Desa Mangunrejo dan juga kantor cabang di Desa Mangunrejo, Desa Kramat, serta kantor cabang pembantu di Desa Sarimulyo dan Desa Sambung. Kantor cabang di Desa Kramat didirikan pada 2011. BMT As Salam, Kramat berkantor di Desa Kramat RT 04 RW 01, Kecamatan Dempet, Demak memiliki wilayah kerja meliputi Desa Kramat, Wedean, Harjowinangun, Sambiroto, Gedangalas, Tempel, Gompeng, Krasak, dan desa-desa lain yang berada di Kecamatan Dempet maupun Kebonagung. Warga Desa Kramat dan sekitarnya bermata pencaharian sebagai petani padi, sehingga mayoritas nasabah BMT As Salam, Kramat adalah petani padi. Hingga tahun 2014, BMT As Salam telah menunjukan perkembangan yang cukup baik. Selama empat tahun terakhir, perkembangan kas dan aset yang dimiliki BMT As Salam selalu meningkat setiap tahunnya. Hal ini menandakan kinerja BMT As Salam telah berjalan dengan baik. Perkembangan kas dan aset BMT As Salam dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Perkembangan kas dan aset BMT As Salam Keterangan
2011
2012
2013
2014
Kas (Rupiah)
41 714 950
141 167 050
270 071 750
288 901 450
Aset (Rupiah)
1 420 721 950
3 834 648 450
5 892 061 287
6 468 929 321
Sumber: BMT As Salam (2014)
22 Kelembagaan dan Susunan Organisasi BMT As Salam berbadan hukum koperasi dengan No. 68/BH.Kop.1103/X/2004. BMT As Salam didirikan pada 10 Mei 2004 dan diresmikan sebagai badan hukum koperasi pada 28 Oktober 2004. BMT As Salam memperluas jaringan dengan mendirikan kantor cabang di Desa Kramat, Dempet, Demak. Pemodalan berasal dari modal sendiri, yaitu simpanan pokok anggota dan simpanan wajib, serta modal penyertaan yang berasal pengurus, pengawas, dan staf BMT. Selain itu, BMT mendapat modal pinjaman dari Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB), Induk Koperasi Syariah (Inkopsyah), dan perbankan syariah. Setiap anggota harus menyetorkan simpanan pokok sebesar 5 juta rupiah dan dapat diangsur sebanyak lima kali. Susunan Organisasi BMT As Salam, Kramat Pengurus Ketua : Sarwan, S.Pd.I Sekretaris & General Manager : H. Ahmad Hanafi, S.Ag Bendahara : Subekan Badan Pengawas Ketua : H. Siswadi, SH Anggota : Nur Salim dan Inarotun Pengelola Cabang Kramat Manajer : Nur Salim Pemasaran : Masruah dan Moh. Nurul Huda Teller : Uswatun Nikmah
Produk-Produk BMT As Salam Simpanan dan tabungan BMT Assalam memberikan banyak pelayanan bagi masyarakat khususnya bidang keuangan syariah yaitu antara lain : 1. Assiba (Assalam simpanan berjangka) 2. Simjaka (simpanan berjangka) 3. Tarissa (Tabungan Harian Assalam) 4. Tabungan Haji dan pendaftaran haji 5. Loket PLN 6. Askesos 7. Tabungan Qurban 8. Tabungan Haji dan Umroh Pembiayaan Pembiayaan yang diberikan berupa pinjaman bulanan dan musiman. Pinjaman ini diberikan untuk berbagai macam kebutuhan diantara : 1. Pembiayaan Murabahah Murabahah merupakan pembiayaan yang memposisikan nasabah sebagai pembeli dan koperasi sebagai penjual, dan operasional murabahah ini murni menggunakan rukun dan syarat jual beli, dimana terdapat beberapa hal yang
23
2.
3.
4.
harus ada dalam transaksi jual beli tersebut. Harus ada penjual, pembeli, objek yang diperjual belikan, ada ijab dan qabul serta ada akad yang menyertai perjanjian jual beli ini. Pembiayaan Mudharabah Mudharabah dinamakan juga dengan Qiradh, yaitu bentuk kerja sama antara pemilik modal (shohibul mal/rabbul mal) dengan pengelola (mudharib) untuk melakukan usaha dimana keuntungan dari usaha tersebut dibagi diantara kedua pihak tersebut, dengan rukun dan syarat tertentu. Pembiayaan Musyarakah Musyarakah (syirkah atau syarikah atau serikat atau kongsi) adalah bentuk umum dari usaha bagi hasil di mana dua orang atau lebih menyumbangkan pembiayaan dan manajemen usaha, dengan proporsi bisa sama atau tidak. Keuntungan dibagi sesuai kesepakatan antara para mitra, dan kerugian akan dibagikan menurut proporsi modal. Transaksi Musyarakah dilandasi adanya keinginan para pihak yang bekerja sama untuk meningkatkan nilai asset yang mereka miliki secara bersama-sama dengan memadukan seluruh sumber daya. Pembiayaan Qordul Hasan Secara umum, arti qardh serupa dengan arti jual beli, karena qardh adalah pengalihan hak milik harta atas harta. Qardh secara bahasa, berarti al qot`u yang berarti pemotongan. Harta yang disodorkan kepada orang yang berhutang disebut qardh, karena merupakan “potongan” dari harta orang yang memberikan utang. Ini termasuk penggunaan ism masdar (gerund = noun verbal ) untuk menggantikan isim maf`’ul. Secara syar`i menurut hanafiyah, adalah harta yang memiliki kesepadanan yang anda berikan untuk anda tagih kembali dengan kata lain suatu transaksi yang dimaksudkan untuk memberikan harta yang memiliki kesepadanan kepada orang lain untuk dikembalikan yang sepadan dengan itu.
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik responden yang dimaksud dalam penelitian ini adalah 60 nasabah pembiayaan BMT As Salam yang mendapatkan pembiayaan yang dipilih berdasarkan status pembayaan lancar atau tidak lancar. Perbandingan nasabah pembiayaan BMT As Salam yang memiliki status pembiayaan lancar dan tidak lancar dapat dilihat pada Gambar 3.
50%
50%
Status Pembiayaan Lancar Tidak Lancar
Gambar 3 Karakteristik responden berdasarkan status pembiayaan
24 Berdasarkan keterangan pada gambar diatas dapat diketahui bahwa pengambilan sampel baik terhadap nasabah pembiayaan BMT yang memiliki status pembiayaan lancar dan nasabah dengan status pembiayaan tidak lancar adalah sebesar 30 persen atau sebanyak 30 orang. Karakteristik Individu Responden Nasabah pembiayaan BMT As Salam yang menjadi responden dalam penelitian ini memiliki perbedaan karakteristik. Karakteristik individu yang membedakannya, anatara lain jenis kelamin, usia,pendidikan, jumlah tanggungan, jarak tempat tinggal nasabah dengan BMT serta aset. Jenis Kelamin. Sebanyak 43 orang atau 71.7 persen responden memiliki jenis kelamin lakilaki dan sebanyak 17 orang atau 28.3 persen responden berjenis kelamin perempuan. Responden dalam penelitian ini didominasi oleh laki-laki. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada Gambar 4.
28%
Jenis Kelamin Perempuan
72%
Laki-Laki
Gambar 4 Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin Usia Sebanyak 34 orang atau 56.7 persen respendon berusia 36-50 tahun. Hal ini menunjukan rata-rata responden dalam penelitian ini masih berada di usia produktif untuk melakukan pekerjaan. Karakteristik responden berdasarkan usia dapat dilihat pada Gambar 5. 8% 35%
Usia 21-35 tahun
57%
36-50 tahun 51-65 tahun
Gambar 5 Karakteristik responden berdasarkan usia Pendidikan Sebagian besar responden, yaitu sebanyak 31 orang atau 51.7 persen dari total responden hanya menempuh pendidikan formal hingga SD. Berdasarkan
25 hasil tersebut, pendidikan nasabah BMT masih tergolong rendah. Karakteristik responden berdasarkan pendidikan dapat dilihat pada Gambar 6. 13% Tingkat Pendidikan 52%
35%
SD SMP SMA
Gambar 6 Karakteristik responden berdasarkan pendidikan Jumlah Tanggungan Keluarga Jumlah tanggungan keluarga sebagian besar responden adalah 4-6 orang. Hal ini menunjukan sebagian besar responden memiliki tanggungan keluarga yang relatif banyak. Karakteristik responden berdasarkan jumlah tanggungan keluarga dapat dilihat pada Gambar 7.
35%
Tanggungan Keluarga 1-3 orang
65%
4-6 orang
Gambar 7 Karakteristik responden berdasarkan jumlah tanggungan keluarga Jarak Tempat Tinggal dengan BMT Sebanyak 36 orang atau 53 persen dari total responden memiliki jarak tempat tinggal kurang dari 1 kilometer. Hasil tersebut menunjukan sebagian besar responden memiliki jarak tempat tinggal yang cukup dekat dengan BMT As Salam. Karakteristik responden berdasarkan jumlah tanggungan keluarga dapat dilihat pada Gambar 8. 3%
Jarak Tempat Tinggal dengan BMT 43%
54%
<1 km 1-5 km >5 km
Gambar 8 Karakteristik responden berdasarkan jarak tempat tinggal
26 Aset Aset 35 orang atau 58.3 persen responden berkisar antara 100-500 juta rupiah. Karakteristik responden berdasarkan jumlah tanggungan keluarga dapat dilihat pada Gambar 9. 15%
27%
Aset <100 juta 100-500 juta
58%
>500 juta
Gambar 9 Karakteristik responden berdasarkan aset Karakteristik Usaha Reponden Jenis Usaha Jenis usaha responden di BMT AS Salam didominasi oleh jenis usaha pertanian, yakni sebesar 55 persen atau sebanyak 55 orang bekerja sebagai petani, sedangkan jenis usaha yang paling sedikit dijalankan oleh nasabah BMT adalah jenis usaha lainnya yang didominasi usaha pada sektor jasa. Karakteristik responden berdasarkan jumlah jenis usaha dapat dilihat pada Gambar 10. 10% Jenis Usaha Pertanian 35%
55%
Perdagangan Lainnya
Gambar 10 Karakteristik responden berdasarkan jenis usaha Lama Usaha Lama usaha 23 orang atau 38.3 persen responden berkisar antara 10-20 tahun. Sebagian besar nasabah pembiayaan BMT telah lama bekerja dan konsisten pada jenis usahanya. Karakteristik responden berdasarkan jumlah jenis usaha dapat dilihat pada Gambar 11. 12% 25%
Lama Usaha <10 tahun
25%
10-20 tahun 38%
21-30 tahun >30 tahun
Gambar 11 Karakteristik responden berdasarkan lama usaha
27 Laba Usaha Laba usaha sebagian besar responden, yaitu 29 orang atau 48.4 persen, mencapai sekitar Rp 2.1-5 juta rupiah per bulan. Karakteristik responden berdasarkan jumlah jenis usaha dapat dilihat pada Gambar 12. 3% 10% Laba Usaha 38% 49%
<1 juta 1-2 juta 2.1-5 juta >5 juta
Gambar 12 Karakteristik responden berdasarkan laba usaha Karakteristik Pembiayaan Reponden Jumlah Pembiayaan Sebagian besar responden, yaitu 32 dari 60 orang atau 53.3 persen responden menerima pembiayaan pada kisaran Rp 1-4 juta. Sebanyak 12 orang atau 20 persen responden menerima pembiayaan pada kisaran Rp 5-9 juta. Sisanya menerima pembiayaan dengan kisaran Rp 10-55 juta. Karakteristik responden berdasarkan jumlah pembiayaan dapat dilihat pada Gambar 13.
Jumlah Pembiayaan
27%
1-4 juta 53% 20%
5-9 juta 10-55 juta
Gambar 13 Karakteristik responden berdasarkan jumlah pembiayaan Frekuensi Pembiayaan Sebanyak 20 orang atau 33.3 persen responden telah menerima pembiayaan di BMT As Salam lebih dari 5 kali. Karakteristik responden berdasarkan frekuensi pembiayaan dapat dilihat pada Gambar 14. 13% 33% 27% 27%
Frekuensi Pembiayaan 1 kali 2-3 kali 4-5 kali >5 kali
Gambar 14 Karakteristik responden berdasarkan frekuensi pembiayaa
28 Analisis Risiko Pembiayaan Identifikasi BMT As Salam ERM 1: Internal Environment BMT As Salam merupakan organisasi berbentuk badan hukum koperasi yang telah berdiri selama 10 tahun sejak tahun 2004. BMT As Salam selalu berusaha menjalankan tata kelola perusahaan yang baik dengan melaksanakan kegiatan manajemen risiko, meskipun hal ini belum dilakukan secara khusus. Manajemen risiko yang dilakukan oleh BMT As Salam selain ditujukan untuk mencapai tujuan perusahan juga menjunjung tinggi asas kehati-hatian. Hal tersebut dapat terlihat dari penetapan Standar Operasional Prosedur (SOP) BMT As Salam yang terperinci, yang terdiri dari SOP kelembagaan, pengelolaan usaha, manajemen keuangan dan standar akuntasi yang jelas. Selain itu, BMT As Salam juga membentuk tim audit internal, hal ini sesuai dengan prinsip good corporate governance (GCG). Motto yang dimiliki BMT As Salam adalah “Memberdayakan Ekonomi Umat, sebagai sarana pengabdian terhadap Allah SWT”. Motto tersebut merupakan nilai-inilai yang ditanamkan kepada seluruh jajaran direksi dan karyawan dalam mengerjakan tugasnya. Selain motto tersebut, terdapat pula komitmen perusahaan yang ditanamkan kepada seluruh direksi dan karyawan yaitu “Tumbuh dan Berkembangnya Aset, Memperluas Jaringan, Memakmurkan Karyawan, Memberikan Manfaat kepada Nasabah yang Sebesar-besarnya, Meningkatkan dan Mengembangkan Ilmu, serta Memberikan Pelayanan Terbaik”.Komitmen tersebut dianut oleh seluruh direksi dan karyawan dalam mengerjakan tugasnya. Pada tahun 2014 BMT As Salam memiliki rasio kecukupan modal (CAR) sebesar 14.71 persen dan pendapatan dari seluruh produk pembiayaan sebesar Rp11 036 899 000. Selain itu BMT As Salam memiliki reputasi yang cukup baik dikalangan masyarakat dan beroperasi di daerah pemukiman warga sehingga dekat dengan masyarakat. Beberapa hal tersebut mendukung BMT As Salam untuk dapat tumbuh dan berkembang menjadi lembaga keuangan yang lebih besar dan bersaing dengan lembaga keuangan lainnya. ERM 2: Objective Setting Visi dari BMT As Salam adalah terwujudnya Koperasi Serba Usaha yang mandiri, syari’ah dan tangguh dengan berlandaskan amanah dalam memberdayakan ekonomi umat dan berkeadilan di Indonesia. Sedangkan misinya yaitu : 1. Mengajak seluruh potensi yang ada dalam masyarakat dengan tanpa membedakan suku,ras,golongan dan agama, agar mereka dapat bersama sama, bersatu padu dan beritikad baik dalam membangun ekonomi kerakyatan secara bergotong royong dalam bentuk koperasi. 2. Membantu para pedagang kecil dan menengah didalam mobilisasi permodalan demi kelancaran usaha sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan mereka. 3. Turut membantu pembangunan ekonomi dan menunjang pelaksanaan kegiatan usaha secara aktif dengan mengajak mitra usaha lainnya baik BUMN, swasta, perbankan maupun gerakan koperasi lainnya.
29 Selain visi dan misi tersebut, BMT As Salam juga memiliki sasaran tujuan yang melatarbelakangi pendirian BMT As Salam. Tujuan tersebut yaitu memberi manfaat kepada orang lain melalui pemberdayaan ekonomi ummat guna membantu sesama. Identifikasi Risiko ERM 3: Event Identification Identifikasi risiko yang ada di BMT As Salam dilakukan melalui pengamatan di lapangan dan wawancara dengan pihak internal BMT. Risiko yang akan diteliti dalam penelitian ini secara garis besar dibagi menjadi dua kelompok, yaitu risiko internal dan risiko eksternal. Risiko internal mencakup risiko yang ada pada proses pembiayaan dan operasional BMT, sedangkan risiko eksternal mencakup risiko umum yang dipengaruhi oleh pihak di luar BMT. Risiko pembiayaan dapat muncul akibat kegagalan pihak ketiga dalam memenuhi kewajibannya. Risiko utama dalam pembiayaan adalah timbulnya pembiayaan bermasalah atau macet. Pembiayaan bermasalah dapat menimbulkan kerugian bagi pihak BMT, seperti turun atau hilangnya perolehan pendapatan, hilangnya bagi hasil dan saldo pokok pembiayaan, menimbulkan reputasi negatif bagi BMT dan lain sebagainya. Potensi-potensi risiko pada tahapan proses pembiayaan di BMT As Salam dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Pengajuan Pembiayaan Pada tahap pengajuan pembiayaan oleh nasabah, terdapat tiga risiko yang mungkin terjadi. Pertama, terjadi pemalsuan data diri dan ketidakjujuran informasi yang diberikan oleh nasabah. Kedua, kurangnya pengetahuan nasabah tentang akad yang akan digunakan. 2. Analisis Pembiayaan Pada tahap ini risiko yang mungkin terjadi adalah pihak BMT melakukan kesalahan dalam menganalisis karakter, kapasitas, kapital, kondisi dan jaminan yang dimiliki nasabah, adanya pemalsuan jaminan oleh nasabah, dan rendahnya nilai jual jaminan. 3. Penilaian Dokumen Pada tahap ini tidak ditemukan risiko yang mungkin terjadi. Dikarenakan penilaian dokumen dilakukan oleh AO yang telah melakukan survei ke lapangan secara objektif. 4. Persetujuan dan Pengikatan Pada tahap ini risiko yang mungkin terjadi adalah adanya kekeliruan antara nasabah dan pihak BMT dalam penetapan akad. 5. Pencairan Terdapat dua risiko yang mungkin terjadi pada tahap ini. Risiko tersebut adalah terjadi kesalahan prosedur dalam proses pembiayaan serta lambatnya pihak BMT dalam memproses permohonan pembiayaan. 6. Pengawasan Risiko yang berpotensi terjadi pada tahap ini adalah kurangnya pengawasan terhadap usaha nasabah, kurangnya follow-up oleh pihak BMT serta keterlambatan pihak BMT dalam menangani pembiayaan bermasalah. 7. Pelunasan Pada tahap pelunasan ini terdapat risiko terlambatnya nasabah mengembalikan pembiayaan. Selain keterlambatan, terdapat juga risiko
30 gagal bayar. Gagal bayar oleh nasabah dapat dikarenakan itikad nasabah yang buruk, usaha nasabah mengalami kerugian atau usaha nasabah mengalami gagal panen/bencana alam. Risiko-risiko yang telah dijelakan dapat digolongkan ke dalam risiko pembiayaan untuk pertanian, mengingat tidak ada perbedaan proses pembiayaan antara sektor pertanian dan sektor lain serta sebagian besar nasabah BMT As Salam melakukan pembiayaan untuk mengembangkan usaha pertaniannya. Kedua, risiko operasional. Risiko operasional dapat berasal dari sumber daya manusia, kegagalan sistem, dan kegagalan sarana dan infrastruktur BMT. 1. Sumber Daya Manusia (SDM) Risiko SDM yang terdapat di BMT As Salam meliputi penyebaran informasi yang tidak merata di kalangan staf, terdapat pandangan negatif oleh masyarakat sekitar mengenai BMT, serta kurangnya jumlah SDM yang dimiliki BMT. Risiko SDM juga dapat terjadi karena adanya human error seperti kurangnya pengetahuan SDM mengenai akad-akad dalam pembiayaan syariah, kurangny pengetahuan SDM mengenai teknologi informasi, terjadi kesalahan pencatatan transaksi, hilangnya berkas dan arsip, kurangnya komunikasi antar staf serta adanya tindakan moral hazard seperti KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme). 2. Sistem Risiko yang berpotensi terjadi adalah sistem teknologi informasi dan jaringan BMT mengalami offline atau error. 3. Sarana Risiko yang mungkin terjadi adalah rusak atau matinya sarana kantor seperti sarana komunikasi, listri dan air. Hal ini dapat terjadi di luar perkiraan BMT dan dapat menghambat jalannya kegiatan di BMT As Salam. Ketiga, risiko yang mungkin terjadi adalah risiko eksternal. Terdapat dua risiko yang berpotensi untuk terjadi. Pertama, terjadinya bencana alam seperti gempa bumi, banjir atau serangan hama. Kedua, adanya kebijakan mengikat yang dapat merugikan BMT. Identifikasi risiko yang telah diuraikan beserta kemungkinan kejadian dan besar dampaknya terjadinya dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Identifikasi risiko Kelompok risiko A. Risiko Pembiayaan Pengajuan Pembiayaan
Nomor risiko 1
Analisis Pembiayaan
3
Identifikasi risiko
4
Pemalsuan data diri dan ketidakjujuran informasi dari nasabah Kurangnya pengetahuan nasabah mengenai akad yang akan digunakan Pihak BMT melakukan kesalahan dalam menganalisis nasabah (karakter, kapasitas, kapital, kondisi dan jaminan) Pemalsuan jaminan oleh nasabah
5
Rendahnya harga jual jaminan
2
Kejadian risiko 5-10 kali
Dampak terjadinya risiko Proses pengajuan diberhentikan
> 50 kali
Kesalahan pengajuan produk
5-10 kali
Kesalahan pemberian pembiayaan kepada nasabah
< 5 kali
Pembiayaan diberikan Pembiayaan diberikan
< 5 kali
tidak tidak
31 Kelompok risiko Persetujuan dan Pengikatan Akad Pencairan
Nomor risiko 6
7 8
Pengawasan
9 10 11
Pelunasan
12 13 14
15 B. Risiko Operasional
16
SDM
17 18 19
Kejadian risiko < 5 kali
Dampak terjadinya risiko Tidak sahnya akad yang telah ditetapkan
Kesalahan prosedur dalam proses pembiayaan Keterlambatan BMT dalam memproses pembiayaan
< 5 kali
Kurangnya pengawasan terhadap usaha nasabah Kurangnya follow-up oleh pihak BMT Keterlambatan pihak BMT dalam menangani pembiayaan bermasalah Nasabah terlambat mengembalikan pembiayaan Nasabah gagal bayar karena itikad yang buruk Nasabah gagal bayar karena usahanya mengalami gagal panen/kerugian Nasabah gagal bayar karena mengalami bencana alam Penyebaran informasi yang tidak merata dikalangan staf
< 5 kali
Tidak menimbulkan masalah berarti Ketidakpuasan nasabah akan pelayanan BMT Terhambatnya proses pembiayaan Terhambatnya proses pembiayaan Terhambatnya proses pembiayaan Terganggunya likuiditas BMT Terganggunya likuiditas BMT Terganggunya likuiditas BMT
Adanya kekeliruan akad yang ditetapkan antara nasabah dan BMT
Pandangan negatif masyarakat sekitar mengenai BMT Kurangnya SDM
< 5 kali
< 5 kali < 5 kali 11-20 kali 5-10 kali 5-10 kali
< 5 kali < 5 kali
< 5 kali 5-10 kali
21
Kurangnya pengetahuan SDM mengenai akad-akad pembiayaan syariah Kurangnya pengetahuan SDM mengenai teknologi informasi Kesalahan pencatatan transaksi
11-20 kali < 5 kali
22
Hilangnya berkas dan arsip
< 5 kali
23
Kurangnya komunikasi antar staf
< 5 kali
24
Adanya tindakan KKN
< 5 kali
20
Sistem
Identifikasi risiko
25
Sistem teknologi informasi dan jaringan mengalami offline atau error Sarana 26 Matinya sarana kantor (komunikasi, listrik dan air) C. Risiko 27 Terjadinya bencana alam seperti gempa bumi, tsunami dan banjir Eksternal 28 Adanya kebijakan yang memberatkan BMT Sumber: Data primer (2015)
11-20 kali
5-10 kali
5-10 kali < 5 kali < 5 kali
Terganggunya likuiditas BMT Pemahaman yang berbeda antar staf Menurunnya reputasi BMT Operasional BMT tidak optimal Tidak menimbulkan masalah berarti Tidak menimbulkan masalah berarti Rusaknya sistem pencatatan Tidak menimbulkan masalah berarti Terjadi kesalahpahaman dan konflik Kerugian finansial dan sistemik Terhambatnya kegiatan operasional dan akses data Terhambatnya kegiatan operasional Berhentinya kegiatan operasional Terganggunya stabilitas BMT
32 Hasil identifikasi risiko pada sektor petanian yang diteliti di BMT As Salam sejalan dengan penelitian yang dilakukan Tsabita (2013). Hal ini menjelaskan risiko pembiayaan syariah pada sektor pertanian di daerah yang berbeda memiliki risiko-risiko yang serupa. Meskipun serupa, terdapat perbedaan pada probabilitas dan dampak pada tiap risikonya. Pengukuran dan Pemetaan Risiko ERM 4: Risk Assessement Penilaian risiko dilakukan melalui wawancara dengan pihak-pihak yang dirasa memiliki keahlian, pengalaman dan kompetensi yang dalam bidangnya.. Selanjutnya, hasil penilaian ditaksir dengan metode aproksimasi. Pada Tabel 9 dapat dilihat indikator mengenai kemungkinan terjadinya risiko. Tabel 9 Indikator kemungkinan terjadinya risiko Kategori Improbable Remote Occasional Probable Frequent
Keterangan Hampir tidak mungkin terjadi Kadang terjadi Mungkin terjadi Sangat mungkin terjadi Hampir pasti terjadi
Probabilitas < 5 kali per tahun 5-10 kali per tahun 11-20 kali per tahun 21-50 kali per tahun > 50 kali kali per tahun
Skor 1 2 3 4 5
Sumber: Goedfrey (1996)
Tabel 10 Indikator dampak terjadinya risiko Kategori Negligible Marginal Serious Critical
Catastrophic
Keterangan Tidak menimbulkan masalah berarti bagi pihak bank Menimbulkan masalah kecil yang dapat diatasi dengan pengelolaan rutin Mencegah perusahaan memenuhi tujuannya untuk periode tertentu saja Mengakibatkan pihak bank tidak dapat mencapai sebagian tujuan jangka panjang, mengganggu likuiditas bank Mengakibatkan pihak bank tidak dapat mencapai seluruh tujuan jangka panjang, menyebabkan kebangkrutan, kematian, atau hukuman pidana
Skor 1 2 3 4
5
Sumber: Goedfrey (1996)
Pada Tabel 10 dapat dilihat indikator mengenai dampak terjadinya risiko. Kejadian risiko dan dampak risiko yang mungkin terjadi yang telah diuraikan pada Tabel 8 kemudian dikonversi ke dalam skor sesuai dengan indikator pada Tabel 9 dan Tabel 10. Skor kemungkinan terjadinya risiko kemudian dikalikan dengan skor dampak dari risiko tersebut. Hasil perkalian inilah yang nantinya akan menjadi dasar pengelompokan risiko sesuai dengan kategori tingkatan risiko. Hasil perkalian antara kemungkinan terjadinya risiko dengan dampak risiko tersebut dapat dilihat pada Tabel 11.
33 Tabel 11 Klasifikasi Risiko No 1. 2. 3
4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
15
Risiko Pemalsuan data diri dan ketidakjujuran informasi dari nasabah Kurangnya pengetahuan nasabah mengenai akad yang akan digunakan Pihak BMT melakukan kesalahan dalam menganalisis nasabah (karakter, kapasitas, kapital, kondisi dan jaminan) Pemalsuan jaminan oleh nasabah Rendahnya harga jual jaminan Adanya kekeliruan akad yang ditetapkan antara nasabah dan BMT Kesalahan prosedur dalam proses pembiayaan Keterlambatan BMT dalam memproses pembiayaan Kurangnya pengawasan terhadap usaha nasabah Kurangnya follow-up oleh pihak BMT Keterlambatan pihak BMT dalam menangani pembiayaan bermasalah Nasabah terlambat mengembalikan pembiayaan Nasabah gagal bayar karena itikad yang buruk Nasabah gagal bayar karena usahanya mengalami gagal panen/kerugian
Nasabah gagal bayar karena mengalami bencana alam 16 Penyebaran informasi yang tidak merata dikalangan staf 17 Pandangan negatif masyarakat sekitar mengenai BMT 18 Kurangnya SDM 19 Kurangnya pengetahuan SDM mengenai akad-akad pembiayaan syariah 20 Kurangnya pengetahuan SDM mengenai teknologi informasi 21 Kesalahan pencatatan transaksi 22 Hilangnya berkas dan arsip 23 Kurangnya komunikasi antar staf 24 Adanya tindakan KKN 25 Sistem teknologi informasi dan jaringan mengalami offline atau error 26 Matinya sarana kantor (komunikasi, listrik dan air) 27 Terjadinya bencana alam seperti gempa bumi, tsunami dan banjir 28 Adanya kebijakan yang memberatkan BMT Sumber: Data primer (2015)
Sumber Informasi AO
Skor Probabilitas 2
Skor Dampak 3
Skor Total 6
Manajer
5
2
10
Manajer
2
4
8
AO Manajer Manajer
1 1 1
1 2 2
1 2 2
Manajer
1
2
2
Manajer
1
1
1
AO
1
4
4
AO Manajer
1 1
4 4
4 4
AO
3
4
12
Manajer
2
4
8
Manajer
2
4
8
Manajer
1
4
4
Audit internal Manajer
1
2
2
1
3
3
Manajer Audit Internal
2 3
3 1
6 3
Audit Internal Administrasi Administrasi Manajer Direktur Kabid operasional Kabid operasional Direktur
3
1
3
1 1 1 1 1
2 2 2 4 2
2 2 2 4 2
2
2
4
1
4
4
Direktur
1
2
2
34
Probability
Tahap berikutnya dilakukan pemetaan risiko, dimana risiko yang telah diklasifikasi dikelompokan ke dalam 4 tingkatan risiko yg terdiri dr negligible, acceptable, undesirable dan unacceptable (Goedfrey 1998). Hasil pemetaan risiko dapat dilihat pada Gambar 3.
5
5
4
4
3
3
2 1
2 19; 20 23; 25
12 26
1; 18
3; 13; 14
5; 6; 7; 16; 21; 22; 28
17
9; 10; 11; 15; 24; 27
1
1 4; 8 1 Negligible
2 Acceptable
3 Impact Undesirable
4
5 Unacceptable
Gambar 15 Pemetaan Risiko Penjelasan mengenai risiko-risiko sesuai dengan tingkatannya adalah sebagai berikut: 1. Tingkat Negligible Risiko-risiko yang termasuk ke dalam tingkatan ini adalah adanya pemalsuan jaminan oleh nasabah, rendahnya harga jual jaminan, adanya kekeliruan akad yang ditetapkan antara nasabah dan BMT, kesalahan prosedur dalam proses pembiayaan, keterlambatan BMT dalam memproses pembiayaan, penyebaran informasi yang tidak merata dikalangan staf, kesalahan pencatatan transaksi, hilangnya berkas dan arsip, kurangnya komunikasi antar staf, sistem teknologi informasi dan jaringan mengalami offline atau error dan adanya kebijakan yang memberatkan BMT. Risikorisiko pada tingkat ini merupakan risiko yang jarang terjadi dan apabila terjadi, tidak menimbulkan masalah yang besar bagi BMT dan masih dapat diatasi dengan pengelolaan dan evaluasi rutin oleh pihak BMT. 2. Tingkat Acceptable Risiko-risiko yang termasuk ke dalam tingkatan ini adalah kurangnya, pengawasan terhadap usaha nasabah, kurangnya follow-up oleh pihak BMT, keterlambatan pihak BMT dalam menangani pembiayaan bermasalah, nasabah gagal bayar karena mengalami gagal panen/bencana alam, pandangan negatif masyarakat sekitar mengenai BMT, kurangnya pengetahuan SDM mengenai akad-akad pembiayaan syariah, kurangnya pengetahuan SDM mengenai teknologi informasi, adanya tindakan KKN,
35 matinya sarana kantor (komunikasi, listrik dan air) dan terjadinya bencana alam seperti gempa bumi, tsunami dan banjir. Risiko-risiko pada tingkat ini mengakibatkan kegiatan operasional BMT menjadi agak terhambat, namun masih dapat berjalan seperti biasa walaupun tidak sesuai dengan target yang telah ditetapkan. 3. Tingkat Undesirable Risiko-risiko yang termasuk ke dalam tingkatan ini adalah pemalsuan data diri dan ketidakjujuran informasi dari nasabah, kurangnya pengetahuan nasabah mengenai akad yang akan digunakan, kesalahan pihak BMT dalam menganalisis nasabah (karakter, kapasitas, kapital, kondisi dan jaminan), nasabah gagal bayar karena itikad yang buruk, nasabah terlambat mengembalikan pembiayaan, nasabah gagal bayar karena usahanya mengalami kerugian dan kurangnya SDM BMT. Risiko-risiko pada tingkat ini merupakan risiko yang perlu diwaspadai karena dapat menimbulkan kerugian yang signifikan bagi BMT yang nantinya akan mengganggu stabilitas BMT. 4. Tingkat Unacceptable Pada proses pembiayaan dan operasional BMT As Salam tidak ditemukan risiko yang termasuk ke dalam tingkatan unacceptable. Hal ini dikarenakan BMT As Salam jarang mengalami risiko dengan dampak yang besar. Risiko yang perlu diwaspadai karena sering terjadi dan memiliki dampak yang cukup tinggi adalah risiko kurangnya pengetahuan nasabah mengenai akad yang akan digunakan serta nasabah terlambat mengembalikan pembiayaan. Kurangnya pengetahuan nasabah mengenai akad-akad syariah menandakan masih minimnya sosialisasi yang dilakukan oleh lembaga-lembaga keuangan syariah. Salah satu faktor yang menyebabkan hal ini terjadi adalah karena kurangnya SDM syariah itu sendiri, sehinga penyebaran informasi mengenai akad-akad syariah kepada masyarakat masih terbatas, terutama masyarakat pedesaan seperti mayarakat di Desa Kramat. Risiko nasabah terlambat mengembalikan pembiayaan harus diwaspadai karena berpengaruh kepada Non Performing Financing (NPF) BMT As Salam. Semakin tinggi NPF BMT As Salam menunjukan semakin buruk kualitas pembiayaan yang menyebabkan jumlah pembiayaan bermasalah semakin besar, sehingga mengganggu kinerja BMT As Salam. Keterlambatan nasabah dalam mengembalikan pembiayaan dapat terjadi karena beberapa faktor. Di BMT As Salam sendiri faktor keterlambatan karena moral hazard nasabah sangat jarang terjadi. Sebagian besar nasabah terlambat mengembalikan pembiayaan karena faktor keterlambatan masa panen. Risiko keterlambatan harus diminimalisir oleh BMT As Salam sehingga pembiayaan yang kurang lancar tidak berlanjut menjadi pembiayaan diragukan atau pembiayaan macet. Tindakan Mitigasi Risiko ERM 5: Risk Response BMT As Salam memahami bahwa pengelolaan risiko sangatlah penting. Walaupun tindakan mitigasi risiko BMT As Salam tidak tercantum secara tertulis, berdasarkan hasil wawancara dan observasi, tindakan mitigasi risiko tersebut adalah sebagai berikut: 1. Melakukan pembiayaan secara selektif dan efektif.
36 2. 3.
Menetapkan limit pembiayaan yang sesuai dengan pengajuan pembiayaan. Melakukan evaluasi dan monitoring pada setiap bagian organisasi secara rutin. 4. Mengoptimalkan kinerja dan peran pengawas internal dalam pengawasan kegiatan transaksi pembiayaan dan operasional. 5. Membentuk cadangan pembentukan penyisihan aktiva produktif (PPAP). 6. Membuat Standard Operational Procedure (SOP) yang meningkatkan kesadaran risiko seluruh staf BMT. 7. Membuat laporan nominatif pembiayaan setiap akhir bulan dalam rangka menginformasikan perkembangan pembiayaan. Sikap BMT As Salam dalam menindaklanjuti keterlambatan pengembalian pembiayaan adalah dengan melakukan follow up secara berkala serta lebih menganalisis alasan nasabah tersebut terlambat atau bermasalah. Apabila alasan terjadinya pembiayaan bermasalah dikarenakan usaha nasabah yang mengalami kerugian tanpa adanya kesengajaan, maka pihak BMT akan melakukan rescheduling pembiayaan. Selain itu, BMT juga melihat kondisi dari nasabah tersebut. Apabila kondisi nasabah tidak memungkinkan untuk pengembalian utang pokok dengan tambahan margin, maka pengembalian dengan margin ditiadakan. Sehingga nasabah hanya harus mengembalikan utang pokoknya saja. Namun apabila alasan nasabah bermasalah dikarenakan karena itikad yang buruk seperti tidak adanya niat untuk membayar, maka pihak BMT akan menahan jaminan dan mencairkannya untuk mengganti kerugian. Terdapat beberapa cara penanganan yang dapat dilakukan untuk menangani risiko-risiko yang telah dijelaskan sebelumnya. Beberapa respon risiko yaitu menerima risiko (accept), mengurangi risiko (reduce), berbagi risiko (transfer), menghindari risiko (avoid) dan menghilangkan risiko (avoid). Kemungkinan respon dan tindakan mitigasi risiko dianalisis berdasarkan peristiwa risiko yang mungkin terjadi dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12 Respon risiko yang dapat diambil oleh BMT As Salam No
Risiko
1.
Pemalsuan data diri dan ketidakjujuran informasi dari nasabah Kurangnya pengetahuan nasabah mengenai akad yang akan digunakan Pihak BMT melakukan kesalahan dalam menganalisis nasabah (karakter, kapasitas, kapital, kondisi dan jaminan) Pemalsuan jaminan oleh nasabah Rendahnya harga jual jaminan Adanya kekeliruan akad yang ditetapkan antara nasabah dan BMT Kesalahan prosedur dalam proses pembiayaan Keterlambatan BMT dalam memproses pembiayaan Kurangnya pengawasan terhadap usaha nasabah Kurangnya follow-up oleh pihak BMT
2. 3
4 5 6 7 8 9 10
Respon risiko Menghindari Mengurangi Mengurangi
Tindakan mitigasi Pendekatan nasabah secara personal melalui silaturahim Penjelasan mengenai akad-akad pada saat pengajuan pembiayaan Pelatihan SDM dalam penilaian karakter nasabah
Mengurangi Mengurangi Menghindari
Perekrutan SDM ahli hukum Perekrutan SDM ahli hukum Pelaksanaan prosedur yang jelas
Menghindari
Pengecekan ulang di setiap tahap pembiayaan dan evaluasi rutin Penetapan SOP yang jelas
Mengurangi Mengurangi Mengurangi
Pengawasan AO oleh pengawas internal Pengawasan AO oleh pengawas internal
37 No
Risiko
11
Keterlambatan pihak BMT dalam menangani pembiayaan bermasalah Nasabah terlambat mengembalikan pembiayaan Nasabah gagal bayar karena itikad yang buruk Nasabah gagal bayar karena usahanya mengalami gagal panen/kerugian Nasabah gagal bayar karena mengalami bencana alam Penyebaran informasi yang tidak merata dikalangan staf Pandangan negatif masyarakat sekitar mengenai BMT
12 13 14 15 16 17
18 19
Respon risiko Menghindari Mengurangi Mengurangi Menerima Menerima Menghindari Menerima
Kurangnya SDM Kurangnya pengetahuan SDM mengenai akad-akad pembiayaan syariah Kurangnya pengetahuan SDM mengenai teknologi informasi
Mengurangi Mengurangi
21
Kesalahan pencatatan transaksi
Menghindari
22
Hilangnya berkas dan arsip
Menghindari
23 24
Kurangnya komunikasi antar staf Adanya tindakan KKN
Mengurangi Mengurangi
Sistem teknologi informasi dan jaringan mengalami offline atau error 26 Matinya sarana kantor (komunikasi, listrik dan air) 27 Terjadinya bencana alam seperti gempa bumi, tsunami dan banjir 28 Adanya kebijakan yang memberatkan BMT Sumber: Data primer (2015)
Mengurangi
20
25
Mengurangi
Menghindari Transfer Menerima
Tindakan mitigasi Penetapan SOP yang jelas Pendekatan kepada nasabah melalui sistem jemput bola Pengenalan nasabah dengan sebaik-baiknya Pengawasan dan pendampingan intensif, rescheduling Penggunaan PPAP dan restrukturisasi Pertemuan rutin seluruh karyawan dan pemasangan papan informasi Pendekatan kepada masyarakat melalui promosi melalui event tertentu dan pendekatan personal Perekrutan SDM yang handal Mengadakan pelatihan rutin setiap bulannya dan merekrut SDM handal Mengadakan pelatihan rutin setiap bulannya dan merekrut SDM handal Pengecekan ulang setiap hari oleh manager kantor Penyimpanan salinan dokumen di kantor pusat dan kantor cabang Pertemuan rutin seluruh karyawan SOP yang jelas dan tegas meliputi perekrutan SDM, tugas dan sanksi Perekrutan SDM ahli IT dan pemeliharaan rutin Pengadaan genset dan pemeliharaan rutin Menjadi peserta Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Menyesuaikan dengan kebijakan yang berlaku
ERM 6: Control Activities Pengendalian dilakukan oleh BMT As Salam dengan tujuan meminimalisir risiko dan memastikan mitigasi risiko dilakukan secara efektif. Salah satu pengendalian risiko yang dilakukan BMT adalah penetapan SOP yang jelas mencakup kelembagaan, pengelolaan usaha dan keuangan. Penetapan SOP juga diikuti dengan pengawasan pelaksanaan SOP tersebut. Selain itu audit internal dilaksanakan secara berkala setiap bulan oleh pengawas internal. Hal ini dilakukan dengan tujuan meminimalisir risiko yang dapat terjadi di kemudian hari. ERM 7: Information and Communication Tindakan mitigasi risiko tidak akan berjalan baik tanpa adanya dukungan komunikasi dan alur informasi yang efektif, efisien dan transparan. Komunikasi yang baik harus terjalin antara seluruh pihak yang terlibat dalam kegiatan operasional BMT, sehingga setiap pihak dapat mengetahui dan bertanggung jawab
38 atas perannya masing-masing. Pihak-pihak tersebut yaitu pihak internal BMT, nasabah, pengawas dan pihak eksternal lainnya. Pihak internal BMT melakukan komunikasi dan penyebaran informasi dengan berbacai cara. Adanya rapat setiap minggu untuk para manajer kantor, baik kantor pusat maupun cabang dan rapat rutin untuk seluruh karyawan diadakan setiap bulan. Pertemuan rutin ini diadakan untuk dengan tujuan membahas kinerja dan perkembangan BMT. Selain rapat, diadakan pula acara gathering dan pengajian rutin untuk meningkatkan kebersamaan dan kekompakan antar karyawan. Untuk penyebaran informasi, terdapat papan informasi di setiap kantor BMT As Salam yang dapat diakses oleh seluruh pihak. Dengan komunikasi dan alur informasi yang efektif, efisien serta transparan kinerja dapat meminimalisir kondisi imperfect information. Hubungan komunikasi dan informasi dengan nasabah juga merupakan hal yang sangat penting. Komunikasi dan informasi yang baik akan membuat nasabah merasa menjadi bagian dari BMT. Hal ini tentu akan berpengaruh positif terhadap reputasi BMT di mata masyarakat. Terdapat beberapa tindakan yang dapat dilakukan BMT untuk meningkatkan komunikasi dan informasi dengan nasabah. Komunikasi dapat dilakukan melalui silaturahim petugas BMT ke rumah nasabah. Silaturahim dapat dilakukan guna mengetahui perkembangan usaha nasabah atau pun sekedar pemberian informasi mengenai pembiayaan di BMT. Selain itu, BMT juga dapat menyebar buletin sebagai media informasi mengenai BMT secara berkala. Komunikasi dan alur informasi yang baik juga menjadi hal yang sangat penting bagi hubungan BMT dengan pengawas dan pihak eksternal lainnya, seperti para pemegang saham. Dibutuhkan transparansi dalam komunikasi untuk meningkatkan kepercayaan dan meminimalisir munculnya kecurigaan. Sehingga pengawas dapat memastikan jalannya operasional BMT sesuai dengan prinsip syariah ataupun tindakan yang perlu diambil apabila terdeteksi adanya ketidaksesuaian. ERM 8: Monitoring Kegiatan monitoring termasuk ke dalam bagian dari tindakan mitigasi risiko. Kegiatan tersebut dilakukan seiring dengan berjalannya kegiatan operasional BMT. Monitoring harus diikuti dengan evaluasi secara rutin. Hal ini dilakukan secara rutin guna memastikan seluruh proses operasional dan kinerja BMT berjalan dengan lancar dan sesuai dengan SOP yang telah ditetapkan sehingga pencapaian tujuan BMT dapat terlaksana. Pihak yang berperan dalam monitoring BMT As Salam adalah dewan pengawas syariah (DPS), pengawas internal dan manajer kantor baik pusat ataupun cabang. DPS bertugas melakukan pengawasan terhadap keseluruhan aspek organisasi sehingga benar-benar sesuai dengan prinsip syariah. Pengawas internal bertugas memonitor seluruh kegiatan transaksi operasional dan pembiayaan, memastikan tidak terjadinya penyimpangan SOP serta membuat laporan hasil kinerja pengawasan internal yang kemudian diserahkan kepada manajer. Manajer bertugas mengelola dan mengawasi kegiatan operasional kantor, pengeluaran dan pemasukan biaya-biaya harian dan pencapaian target yang telah ditetapkan. Selain mengawasi, manajer juga harus dapat mengevaluasi dan memberikan masukan. Tujuan dari monitoring yang dilakukan BMT As Salam adalah menghindari risiko yang dapat menghambat
39 pencapaian tujuan BMT. Secara umum, BMT As Salam telah melakukan kegiatan monitoring dengan baik. Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Tingkat Pengembalian Pembiayaan Tingkat pengembalian pembiayaan dinilai berdasarkan kolektibilitas pembiayaan, nilai 1 untuk nasabah lancar dalam mengembalikan pembiayaan dan nilai 0 untuk nasabah tidak lancar dalam mengembalikan pembiayaan. Model logit digunakan untuk mengetahui apakah probabilitas nasabah lancar dapat dipengaruhi oleh variabel-variabel penjelasnya. Hasil uji model menunjukkan nilai R Square 0.749. Hasil ini menunjukkan bahwa model dapat menjelaskan faktor-faktor yang memengaruhi tingkat pengembalian pembiayaan syariah pada BMT As Salam sebesar 74.9 persen sedangkan sisanya dapat dijelaskan di luar model. Hasil uji Hosmer and Lemeshow Test menunjukkan nilai Chi Square sebesar 2.521 dengan p-value 0.961 > 0.05 sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel fit dengan model sehingga model logit secara keseluruhan dapat digunakan dalam penelitian ini. Pada Tabel 13 dapat diihat hasil pengolahan atas variabel-variabel independen menggunakan SPSS 16. Tabel 13 Faktor-faktor yang memengaruhi tingkat pengembalian pembiayaan
Variable
B
Std. Error.
Constant Jenis Kelamin Usia Lama Pendidikan Tanggungan Keluarga Jenis Usaha Jenis Usaha (1) Jenis Usaha (2) Lama Usaha Jarak tempat tinggal Aset Laba Jumlah Pembiayaan Frekuensi Pembiayaan
28.909 1.368 0.139 0.053 -1.898
18.596 1.204 0.098 0.236 0.760
-4.078 -3.475 0.003 -0.002 -1.435 1.063 -0.840 0.128
1.676 1.860 0.086 0.001 0.870 0.854 0.639 0.257
Ket:
Wald Statistic
Df
Sig.
2.417 1.292 2.001 0.051 6.241 6.517 5.921 3.492 0.001 6.245 2.720 1.550 1.727 0.248
1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1
0.120 0.256 0.157 0.821 0.012* 0.038 0.015* 0.062** 0.976 0.012* 0.099** 0.213 0.189 0.618
Odds Ratio Exp(B) 3.588E12 3.929 1.149 1.055 0.150 0.017 0.031 1.003 0.998 0.238 2.896 0.432 1.137
*
Signifikan pada taraf 5% Signifikan pada taraf 10%
**
Hasil pendugaan model logit untuk faktor-faktor yang memengaruhi tingkat pengembalian pembiayaan menunjukkan tiga variabel yang signifikan pada taraf nyata 5%, yaitu tanggungan keluarga, jenis usaha (1) dan jarak tempat tinggal
40 nasabah dengan BMT. Sedangkan variabel yang signifikan pada taraf 10% yaitu jenis usaha (2) aset. Variabel jumlah tanggungan keluarga berpengaruh signifikan terhadap tingkat pengembalian pembiayaan pada taraf nyata 5%, dengan odds ratio sebesar 0.150. Artinya, peluang nasabah yang memiliki jumlah tanggungan keluarga satu orang lebih banyak dalam mengembalikan pembiayaan dengan lancar adalah 0.150 kalinya dibandingkan dengan nasabah yang memiliki jumlah tanggungan keluarga satu orang lebih sedikit, ceteris paribus. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Sari (2011) dimana jumlah tanggungan keluarga berpengaruh negatif pada tingkat pengembalian pembiayaan. Semakin banyak tanggungan dalam keluarga maka akan semakin besar biaya yang harus dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari, sehingga menghabiskan sejumlah besar proporsi laba usaha nasabah. Pada umumnya, nasabah BMT As Salam tidak memiliki pendapatan rumah tangga dari pekerjaan lainnya, sehingga jika jumlah tanggungan keluarga semakin banyak maka peluang tunggakan semakin besar dikarenakan hasil usaha digunakan untuk memenuhi kebutuhan keluarganya terlebih dahulu dibandingkan dengan membayar cicilan pembiayaan. Dapat disimpulkan pada nasabah BMT As Salam jumlah tanggungan keluarga menjadi dasar yang harus diperhatikan dalam memberikan pembiayaan. Variabel jenis usaha (1) atau perdagangan berpengaruh signifikan terhadap tingkat pengembalian pembiayaan pada taraf nyata 5%, dengan odds ratio jenis usaha (1) atau perdagangan sebesar 0.017 yang artinya, peluang responden yang memiliki jenis usaha perdagangan dalam mengembalikan pembiayaan dengan lancar adalah 0.017 kalinya dibandingkan dengan nasabah yang memiliki jenis usaha pertanian, ceteris paribus. Jenis usaha (2) atau jenis usaha lainnya berpengaruh signifikan terhadap tingkat pengembalian pembiayaan pada taraf nyata 10%, dengan odds ratio jenis usaha (2) atau perdagangan sebesar 0.031 yang artinya, peluang responden yang memiliki jenis usaha lainnya dalam mengembalikan pembiayaan dengan lancar adalah 0.031 kalinya dibandingkan dengan nasabah yang memiliki jenis usaha pertanian, ceteris paribus. Hasil ini menunjukan nasabah dengan jenis usaha pertanian cenderung lebih lancar dibandingkan perdagangan dan usaha lainnya yang didominasi sektor jasa. Hal ini tidak sesuai dengan pendugaan awal dimana sektor pertanian memiliki risiko yang sangat tinggi, yang dapat mengakibatkan ketidak lancaran pengembalian pembiayaan. Dalam hal ini jenis usaha (1) dan jenis usaha (2) berpengaruh negatif pada tingkat pengembalian pembiayaan. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Yulita (2011) dimana jenis usaha pertanian atau usaha on farm memiliki kelancaran pengembalian pembiayaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan jenis usaha perdagangan dan jenis usaha lainnya yang didominasi oleh jasa atau usaha off farm. Hal ini disebabkan adanya perbedaan karakteristik petani dengan pedagang dan usaha lainnya. Bedasarkan pengalaman pihak BMT As Salam, nasabah pertanian di BMT As Salam merupakan nasabah yang telah beberapa kali menerima pembiayaan dan sudah dipercaya oleh pihak BMT, sedangkan nasabah dengan jenis usaha perdagangan dan lainnya cenderung memiliki karakteristik yang kurang baik jika dibandingkan dengan nasabah pertanian. Dikarenakan BMT As Salam tidak memberikan denda apabila nasabah terlambat membayar, para pedagang dan lainnya yang memiliki usaha dengan perputaran uang yang cepat
41 lebih memilih untuk memutarkan pembiayaan secara terus menerus untuk modal usaha selanjutnya dibandingkan mengembalikan pembiayaannya. Dari kesamaan hasil penelitian ini dengan penelitian Yulita (2011), dapat ditarik kesimpulan bahwa anggapan sektor pertanian sebagai sektor yang memiliki risiko yang sangat tinggi dibandingkan dengan sektor lainnya tidak tepat, selain itu pembiayaan pertanian dengan sistem syariah merupakan solusi yang tepat. Oleh karena itu, lembaga keuangan terutama lembaga keuangan syariah yang selama ini memilih menyalurkan pembiayaan pada sektor dengan perputaran uang yang cepat seperti sektor perdagangan dan jasa, harus meningkatkan alokasi pembiayaannya pada sektor pertanian yang selama ini masih sangat minim. Peningkatan alokasi pembiayaan untuk sektor pertanian diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan para petani dan meningkatkan kontribusi sektor pertanian terhadap PDB Indonesia. Hal ini tidak terlepas dari pentingnya peran sektor pertanian, padahal sudah jelas dalam Islam dijelaskan bahwa pertanian merupakan pekerjaan yang hukumnya adalah fardhu kifayah, yang artinya usaha pertanian wajib untuk dilakukan, namun bila sudah dilakukan oleh muslim yang lain maka kewajiban tersebut gugur. Banyaknya ayat Al-Quran yang menyebutkan hasil tanaman dan buah-buahan menunjukan betapa pentingnya bidang pertanian dalam Islam, salah satunya terdapat pada Al-Quran Surah AlAn’am : 99 ”Dan Dialah yang menurunkan air dari langit, lalu Kami tumbuhkan dengan air itu segala macam tumbuh-tumbuhan, maka Kami keluarkan dari tumbuh-tumbuhan itu tanaman yang menghijau, Kami keluarkan dari tanaman yang menghijau itu butir yang banyak; dan dari mayang kurma, mengurai tangkai-tangkai yang menjulai, dan kebun-kebun anggur, dan (Kami keluarkan pula), zaitun dan delima yang serupa dan yang tidak serupa. Perhatikanlah buahnya pada waktu berbuah, dan menjadi masak, Sungguh, pada yang demikian itu ada tanda-tanda (kekuasaan Allah)bagi orang-orang yang beriman.” Variabel jarak tempat tinggal nasabah dengan BMT berpengaruh signifikan terhadap tingkat pengembalian pembiayaan pada taraf nyata 5%, dengan odds ratio sebesar 0.998. Artinya, peluang nasabah yang memiliki rumah dengan jarak lebih jauh satu kilometer dalam mengembalikan pembiayaan dengan lancar adalah 0.998 kalinya dibandingkan dengan nasabah yang memiliki rumah dengan jarak lebih dekat satu kilometer, ceteris paribus. Hasil penelitian ini bertentangan dengan penelitian Yulita (2011) dimana jarak tempat tinggal memiliki koefisien positif. Perbedaan hasil penelitian dipengaruhi oleh akses dan sarana transportasi umum yang berbeda. Baik akses dan sarana transportasi umum di Desa Kramat tempat BMT As Salam beroperasi masih sangat minim, sehingga semakin jauh jarak tempat tinggal nasabah dengan BMT menyebabkan nasabah harus menyediakan biaya transportasi yang lebih besar dan waktu yang lebih lama untuk melakukan pengembalian pembiayaan. Dalam penelitian ini, jarak tempat tinggal nasabah berpengaruh negatif pada tingkat pengembalian pembiayaan. Variabel aset berpengaruh signifikan terhadap tingkat pengembalian pembiayaan pada taraf nyata 10%, dengan odds ratio sebesar 0.238. Artinya, peluang nasabah yang aset lebih banyak 1% dalam mengembalikan pembiayaan dengan lancar adalah 0.238 kalinya dibandingkan dengan nasabah yang memiliki aset lebih sedikit 1%, ceteris paribus. Hal ini tidak sesuai penelitian sebelumnya oleh Haloho (2010), dimana aset tidak berpengaruh pada tingkat pengembalian
42 pembiayaan. Hal ini dikarenakan kebanyakan nasabah pembiayaan BMT As Salam yang berstatus lancar menggunakan sawah sewaan bukan milik sendiri, sehingga nasabah lebih termotivasi untuk mengembalikan pembiayaan dengan lancar agar memudahkan nasabah dalam memeroleh pembiayaan selanjutnya untuk menyewa sawah.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan uraian dan hasil penelitian, maka diperoleh beberapa simpulan, yakni: 1. Hasil identifikasi risiko pembiayaan dan operasional di BMT As Salam menunjukan risiko yang memiliki probabilitas dan dampak yang paling tinggi adalah risiko kurangnya pengetahuan nasabah dalam akad syariah yang digunakan serta nasabah terlambat mengembalikan pembiayaan. Risiko-risiko pembiayaan sektor pertanian di BMT As Salam masih berada pada tingkat medium risk, dimana risiko tersebut masih dapat dikendalikan oleh BMT As Salam. 2. Tindakan mitigasi risiko yang dilakukan di BMT As Salam dalam menangani risiko pembiayaan adalah sosialisasi akad syariah yang digunakan pada proses pembiayaan dan pendekatan kepada nasabah melalui follow up secara berkala. Pada risiko operasional, tindakan mitigasi utama yang dilakukan BMT As Salam adalah peningkatan kualitas SDM yang dimiliki melalui perekrutan SDM handal, pelatihan, dan pengawasan. Mitigasi risiko eksternal yang dilakukan BMT As Salam adalah upaya penyesuaian dan pencegahan kejadian yang dapat terjadi di luar kendali BMT As Salam. 3. Faktor yang paling memengaruhi tingkat pengembalian pembiayaan di BMT As Salam adalah jenis usaha, dimana jenis usaha pertanian memiliki peluang lancar lebih besar dibandingkan dengan jenis usaha perdagangan. Hal ini membuktikan bahwa pembiayaan syariah merupakan solusi bagi sektor pertanian dan anggapan sektor pertanian memiliki risiko yang lebih tinggi dibandingkan dengan sektor lainnya pada kasus BMT As Salam tidak sesuai.
Saran Hasil penelitian dapat menunjukkan risiko pembiayaan syariah pada sektor pertanian, tindakan mitigasi risiko dan faktor-faktor yang memengaruhi tingkat pengembalian pembiayaan di BMT As Salam, oleh karena itu saran yang dapat diberikan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. BMT As Salam harus meningkatkan sosialisasi mengenai akad-akad syariah yang digunakan dalam pembiayaan untuk meningkatkan literasi keuangan syariah nasabah BMT As Salam.
43 2.
3.
Dalam upaya memitigasi risiko pembiayaan, operasional, dan eksternal, BMT As Salam dapat melakukan peningkatan upaya jemput bola kepada nasabah, penetapan standar pengetahuan syariah dalam merekrut SDM serta mendaftarkan aset BMT pada asuransi. BMT As Salam dapat meningkatkan alokasi pembiayaan bagi para petani serta hasil penelitian dapat menjadi implikasi bagi BMT atau LKS lain dalam menyalurkan pembiayaannya pada sektor pertanian.
DAFTAR PUSTAKA Antonio S. 2001. Bank Syariah : Dari Teori ke Praktek. Jakarta (ID): Gema Insani Press Ashari, Saptana. 2005. Prospek pembiayaan syariah untuk sektor pertanian. Forum Penelitian Agro Ekonomi [Internet]. [Diunduh 2015 Feb 27]. Tersedia pada: http://pse.litbang.deptan.go.id/ind/pdffiles/FAE23-2e.pdf. Yulita A. 2011. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi pengembalian kredit usaha rakyat mikro (studi kasus: BRI unit Lalabata Rilau, Soppeng) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. [BI] Bank Indonesia. 2014. Statistik Perbankan Desember 2014. Jakarta (ID). [BPS] Badan Pusat Statistik. 2006. Laporan Tahunan. Jakarta (ID). [BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama pada Tahun 2004-2014. Jakarta (ID). [BPS] Badan Pusat Statistik. 2015. Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha pada Tahun 2000-2014. Jakarta (ID). Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahannya. Bandung (ID): Syaamil Al-Qur’an. Goedfrey PS. 1996. Control of Risk: A Guide to Systematic Management of Risk from Construction. London (GB): Construction Industry Research and Information Assoc. Hafidhuddin D. 2007. Peran Pembiayaan Syariah dalam Pembangunan Pertanian di Indonesia. Bogor (ID): Unit Pelaksana Mata Kuliah Dasar Umum Institut Pertanian Bogor. Hafidhuddin D, Syukur M. 2008. Pembiayaan Syariah dalam Pembangunan Pertanian. Jakarta (ID): Pusat Pembiayaan Sekretariat Jenderal Departemen Pertanian. Haloho F. 2010. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengembalian kredit mikro PT BPD Jabar Banten KCP Dramaga [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Huda N, Heykal M. 2010. Lembaga Keuangan Islam. Jakarta (ID): Prenada Kencana. Hudoro P. 2014. Faktor-faktor yang memengaruhi pemilihan pinjaman dengan sistem rente di desa studi kasus: Desa Panulisan Timur Kecamatan Dayeuhluhur Kabuoaten Cilacap (periode: tahun 2013-2014) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
44 Juanda B. 2009. Ekonometrika Permodelan dan Pendugaan. Bogor (ID): IPB Press. Karim AA. 2009. Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan. Jakarta (ID): Raja Grafindo Persada Kasidi. 2010. Manajemen Risiko. Bogor (ID): Ghalia Indonesia. Kountur R. 2004. Manajemen Risiko Operasional. Jakarta (ID): Penerbit PPM. Ridwan M. 2006. Sistim dan Prosedur Pendirian Baitul Mal wat-Tamwil (BMT). Yogyakarta (ID): Citra Media. Rodiana N. 2014. Efektivitas penerapan bayar pascapanen pada pengembalian pembiayaan akad murabahah pertanian padi di BMT As Salam, Kramat, Demak [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Rosadi D. 2011. Analisis Ekonometrika & Runtun Waktu Terapan dengan R. Yogyakarta (ID): Penerbit ANDI. Sari A. 2011. Analisis faktor-faktor yang memengaruhi pengembalian kredit usaha rakyat mikro dan kredit umum pedesaan (KUPEDES) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Soemitra A. 2009. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta (ID): Prenada Kencana. Suhardiman H. 2009. Kinerja keuangan dan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengembalian pembiayaan BPR syariah (kasus pembiayaan usaha produktif pada PT. BPRS Al-Salaam Amal Salman, Kel. Cinere, Depok) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Syaukat Y. 2011. Mengembangkan Pembiayaan Syariah Pertanian. Jurnal Ekonomi Islam Republika. [internet]. [diunduh 2015 Mar 15]. Tersedia pada: http://fem.ipb.ac.id/d/iqtishodia/2011/Iqtishodia%202011%2002.pdf. Tsabita K. 2013. Analisis risiko pembiayaan syariah pada sektor pertanian kasus (studi kasus BPRS Amanah Ummah Leuwiliang) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
45 Lampiran 1 Kuisioner Penelitian Responden ANALISIS RISIKO DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI TINGKAT PENGEMBALIAN PEMBIAYAAN SYARIAH PADA SEKTOR PERTANIAN ( STUDI KASUS BMT AS SALAM, KRAMAT, DEMAK)
Terima kasih atas partisipasi Bapak/Ibu dalam pengisian kuesioner penelitian Saya Sarah Nabilah (H54110020), mahasiswa S1 Departemen Ilmu Ekonomi Program Studi Ilmu Ekonomi Syariah, Fakutas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi pengembalian pembiayaan syariah pada BMT As Salam. Kuesioner ini hanya digunakan untuk kepentingan penelitian, sehingga jawaban yang Bapak/Ibu sampaikan sepenuhnya akan dijaga kerahasiaannya. Atas kerjasama Bapak/Ibu, saya ucapkan terima kasih. A. IDENTITAS PRIBADI Nama Responden : Alamat Lengkap : Desa : Kecamatan : No. HP : Berikan tanda silang (X) pada jawaban yang sesuai dengan keadaan sebenarnya. Karakteristik Personal 1. Jenis kelamin Laki-Laki Perempuan 2. Usia ...... tahun 3. Status Menikah Belum Menikah Janda/Duda 4. Jumlah tanggungan keluarga ...... orang 5. Agama Islam Lainnya.... 6. Pendidikan terakhir Tidak sekolah SMA/sederajat S2 SD/sederajat D3 S3 SMP/sederajat S1 7. Jarak tempat tinggal ke BMT ...... km 8. Aset yang dimiliki Jenis Jumlah Nilai Rumah Mobil Motor Sawah Lainnya
46 Karakteristik Usaha 1. Jenis Usaha Pertanian Perdagangan Jasa Lainnya 2. Lama usaha ...... tahun 3. Status usaha Utama Sampingan 4. Jarak tempat usaha dengan BMT ...... km 5. Jumlah karyawan ...... orang 6. Untuk usaha pertanian M2/ha*
Luas lahan usahatani Omzet usahatani per musim Pendapatan usahatani per musim
7.
Laba bersih per bulan < Rp 1.000.000,00 >Rp 1.000.000,00 – Rp 2.000.000,00 >Rp 2.000.000,00 – Rp 3.500.000,00 >Rp 3.500.000,00 – Rp 5.000.000,00 > Rp 5.000.000,00 Karakteristik Pembiayaan 1. Jumlah dan Frekuensi Pembiayaan Frekuensi pembiayaan
Pengajuan pembiayaan (Rp)
Realisasi Pembiayaan (Rp)
Keterlambatan pengembalian (Ya/Tidak)
1 2 3 4 5 6
Jika pernah mengalami keterlambatan pengembalian pembiayaan, alasannya: Gagal panen Moral hazard Lainnya
*Coret yang tidak perlu
47 Lampiran 2 Pedoman Wawancara PEDOMAN WAWANCARA ANALISIS RISIKO DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI TINGKAT PENGEMBALIAN PEMBIAYAAN SYARIAH PADA SEKTOR PERTANIAN ( STUDI KASUS BMT AS SALAM, KRAMAT, DEMAK)
Pedoman Wawancara Direktur 1. Cari tahu: nama, alamat, agama 2. Cari tahu: bagaimana kondisi pembiayaan di BMT As Salam 3. Cari tahu: risiko yang dapat terjadi selama proses pembiayaan di BMT As Salam 4. Cari tahu: risiko yang dapat terjadi terkait dengan pihak dari eksternal BMT As Salam 5. Cari tahu: tindakan BMT As Salam dalam penyebaran informasi 6. Cari tahu: tindakan mitigasi risiko yang selama ini telah dijalankan oleh BMT As Salam Pedoman Wawancara Manajer 1. Cari tahu: nama, alamat, agama 2. Cari tahu: prosedur pembiayaan di BMT As Salam 3. Cari tahu: perkembangan pembiayaan di kantor cabang BMT As Salam 4. Cari tahu: kondisi ekonomi masyarakat, pekerjaan dan karakteristik masyarakat di sekitar BMT As Salam 5. Cari tahu: kinerja BMT As Salam selama 5 tahun terakhir 6. Cari tahu: risiko yang dapat terjadi selama proses pembiayaan 7. Cari tahu: risiko yang dapat terjadi karena adanya kegagalan sistem operasional 8. Cari tahu: risiko yang dapat terjadi karena adanya kegagalan sarana prasarana 9. Cari tahu: kondisi SDM BMT As Salam 10. Cari tahu: tindakan mitigasi risiko yang selama ini telah dijalankan oleh kantor cabang BMT As Salam Pedoman Audit Internal 1. Cari tahu: nama, alamat, agama 2. Cari tahu: kondisi kepatuhan SOP oleh SDM BMT As Salam 3. Cari tahu: tindakan pelanggaran yang telah dilakukan oleh SDM BMT As Salam 4. Cari tahu: tindakan monitoring yang dilakukan audit internal 5. Cari tahu: sanksi dalam pelanggaran SOP
48
Lampiran 3 Hasil Olahan Data Logistik Omnibus Tests of Model Coefficients
Step 1
Chi-square
df
Sig.
Step
49.528
12
.000
Block
49.528
12
.000
Model
49.528
12
.000
Model Summary
Step
Cox & Snell R
Nagelkerke R
Square
Square
-2 Log likelihood
1
33.650
a
.562
.749
a. Estimation terminated at iteration number 8 because parameter estimates changed by less than .001.
Hosmer and Lemeshow Test
Step
Chi-square
1
df
Sig.
2.521
8
Classification Table
.961
a
Predicted Y Observed Step 1
Y
0
Percentage 1
Correct
0
26
4
86.7
1
3
27
90.0
Overall Percentage a. The cut value is .500
88.3
49 Variables in the Equation B Step 1
a
JK(1)
S.E.
Wald
df
Sig.
Exp(B)
1.368
1.204
1.292
1
.256
3.929
U
.139
.098
2.001
1
.157
1.149
LP
.053
.236
.051
1
.821
1.055
TK
-1.898
.760
6.241
1
.012
.150
JT
-.002
.001
6.245
1
.012
.998
AS
-1.435
.870
2.720
1
.099
.238
6.517
2
.038
JU JU(1)
-4.078
1.676
5.921
1
.015
.017
JU(2)
-3.475
1.860
3.492
1
.062
.031
LU
.003
.086
.001
1
.976
1.003
LB
1.063
.854
1.550
1
.213
2.896
JP
-.840
.639
1.727
1
.189
.432
FP
.128
.257
.248
1
.618
1.137
28.909
18.596
2.417
1
.120
3.588E12
Constant
a. Variable(s) entered on step 1: JK, U, LP, TK, JT, AS, JU, LU, LB, JP, FP.
50
RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Bogor pada tanggal 27 Mei 1993 dari Bapak Suswono dan Ibu Mieke Wahyuni. Penulis adalah putri keempat dari empat bersaudara. Penulis lulus dari SMA Negeri 1 Bogor pada tahun 2011 dan pada tahun tersebut penulis melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor dengan jalur masuk Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) undangan di Departemen Ilmu Ekonomi, Program Studi Ekonomi Syariah. Selama masa perkuliahan, penulis aktif di berbagai organisasi. Pada periode 2012/2013, penulis aktif di lembaga Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Futsal IPB sebagai bendahara I. Selanjutnya pada periode 2013/2014, penulis aktif di Lembaga Struktural yaitu Sharia Economics Student Club (SES-C) pada divisi Baitul Mal wa Tamwil (BMT) dan sebagai anggota divisi public relation pada organiasi yang bergerak di bidang sosial Forum For Indonesia (FFI) chapter Bogor.