ANALISIS PERBANDINGAN EFISIENSI TATANIAGA BENIH IKAN GURAME MELALUI DAN TANPA MELALUI KELOMPOK TANI DI DESA SUKAMAJU KIDUL KECAMATAN INDIHIANG KOTA TASIKMALAYA
TAUFIK ARIFIN
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Perbandingan Efisiensi Tataniaga Benih Ikan Gurame Melalui dan Tanpa Melalui Kelompok Tani di Desa Sukamaju Kidul Kecamatan Indihiang Kota Tasikmalaya adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Februari 2014
Taufik Arifin NIM H34090124
ABSTRAK TAUFIK ARIFIN. Analisis Perbandingan Efisiensi Tataniaga Benih Ikan Gurame Melalui dan Tanpa Melalui Kelompok Tani di Desa Sukamaju Kidul, Indihiang, Tasikmalaya. Dibimbing oleh AMZUL RIFIN. Ikan gurame merupakan salah satu komoditas perikanan Indonesia yang menghasilkan nilai ekonomis. Lamanya waktu dan besarnya resiko produksi yang dihadapi menjadi beberapa hal yang harus diperhatikan dan berpengaruh terhadap besarnya penerimaan yang diterima pembudidaya ikan gurame. Selain itu, adanya supply dari daerah lain yang memiliki keunggulan dalam produksi menimbulkan persaingan harga jual minimal di tingkat pembudidaya. Oleh karena itu, dibutuhkan penelitian mengenai efisiensi tataniaga ikan gurame untuk mengetahui gambaran tataniaganya secara komprehensif. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis saluran, lembaga, struktur pasar fungsi, dan sistem tataniaga. Serta menganalisis efisiensi operasional tataniaga dengan pendekatan marjin tataniaga, farmer’s share, dan rasio keuntungan terhadap biaya. Selain itu juga untuk mengetahui dampak yang dihasilkan dengan adanya sebuah kelompok tani dalam kegiatan pemasaran. Pengamatan dan wawancara langsung dilakukan kepada pembudidaya ikan gurame di Desa Sukamaju Kidul dengan metode purposive sampling, sedangkan metode snowball sampling dilakukan kepada lembaga tataniaga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 5 saluran tataniaga dengan lembaga, struktur pasar, dan fungsi yang berbeda pada setiap salurannya. Secara umum, analisis efisiensi operasional menyatakan bahwa terdapat perbedaan pada tataniaga yang dilakukan kelompok tani dan juga lebih efisien. Kata kunci: Desa Sukamaju, efisiensi, kelompok, perbandingan, tataniaga gurame
ABSTRACT TAUFIK ARIFIN. A Comparative Analysis of Marketing System Efficiency of Gurame With and Without The Involvement of Farmer’s Group in Sukamaju Kidul Village, Indihiang, Tasikmalaya.Supervised by AMZUL RIFIN. Gurame fish is one of the commodities in Indonesia which has economic value. Length of time and risks in production became important thing to be considered and would affected the amount of carp farmers revenue. In addition, supply from other areas which had better production caused competitive minimum selling price at farmers level. Therefore, the research of efficiency in gurame fish marketing is needed in order to provide gurame fish marketing comprehensively. The objectives of this research were to identify the marketing channels, institutions, functions and market structure of gurame fish marketing, and to analyze the operational efficiency of gurame fish marketing with marketing marjin approach, farmer’s share, and benefit-cost ratio. Besides that, it also determine presence impact of a farmers group in marketing activities. The observations and interviews were conducted to farmers in Sukamaju kidul village by purposive sampling method, while the method of snowball sampling was conducted to marketing institutions. The result showed that there were 5 marketing channels with different institutions, functions, and market structure on every channel. Operational efficiency analysis showed that there was difference in farmer groups business administration and it was also more efficient. Keywords: comparison, efficiency, farmers group, gurame marketing, Sukamaju village
ANALISIS PERBANDINGAN EFISIENSI TATANIAGA BENIH IKAN GURAME MELALUI DAN TANPA MELALUI KELOMPOK TANI DI DESA SUKAMAJU KIDUL KECAMATAN INDIHIANG KOTA TASIKMALAYA
TAUFIK ARIFIN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANEJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Skripsi
Analisis Perbandingan Efisiensi Tataniaga Benih Ikan Gurame : Melalui dan Tanpa Melalui Kelompok Tani di Desa Sukamaju Kidul Kecamatan Indihiang Kota Tasikmalaya
Nama NIM
Taufik : Arifin H34090124 :
Disetujui oleh
Dr Amzul Rifin, Sp, MA Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Nunung Kusnadi, MS Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan.Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2013 hingga Agustus 2013 ini adalah tataniaga, dengan judul Analisis Perbandingan Efisiensi Tataniaga Benih Ikan Gurame Melalui dan Tanpa Melalui Kelompok Tani di Desa Sukamaju Kidul Kecamatan Indihiang Kota Tasikmalaya. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Amzul Rifin, Sp, MA selaku dosen pembimbing yang telah memberikan masukan dan arahan selama pengerjaan skripsi. Serta tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada Ibu Yanti Nuraeni Muflikh, Sp, M.Agribuss selaku dosen penguji utama dan Ibu Ir. Narni Farmayanti, M.Sc selaku dosen penguji Departemen Agribisnis. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Ade Mulyadi selaku ketua Kelompok Tani Sukarame dan bapak Asep Rahmat selaku sekretaris Kelompok Tani Sukarame di Desa Sukamaju Kidul, Kecamatan Indihiang yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Rohimat dan Ibu Euis Ara selaku orang tua penulis, kakak, adik, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. terima kasih juga penulis ucapkan kepada seluruh dosen dan rekan-rekan mahasiswa di Agribisnis 46 atas segala bantuanya. Semoga skripsi ini bermanfaat
Bogor, 18 Februari 2014
Taufik Arifin
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian TINJAUAN PUSTAKA Kajian Usaha dan Pemasaran Ikan Gurame Kajian Peran Kelompok Tani Dalam Penelitian Terdahulu Kajian Struktur Pasar Dalam Penelitian Terdahulu Kajian Fungsi Tataniaga Dalam Penelitian Terdahulu Kajian Perilaku Pasar Dalam Penelitian Terdahulu Keterkaitan Kajian Empiris terhadap Penelitian KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka Pemikiran Oprasional METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis Data dan Sumber Data Metode Pengambilan Responden Metode Analisis Data GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Kondisi Wilayah dan Penduduk Lokasi Penelitian Karakteristik Responden HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Saluran dan Lembaga Tataniaga Analisis Struktur Pasar Analisis Fungsi Tataniaga Analisis Perilaku Pasar Analisis Marjin Tataniaga Analisis Rasio Keuntungan Terhadap Biaya Analisis Farmer’s Share Analisis Efisiensi Tataniaga Analisis Perbandingan Tataniaga SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
x xi xii 1 1 5 7 8 8 9 9 9 10 10 11 12 12 12 18 21 21 21 21 22 27 27 33 39 39 47 50 58 61 63 65 66 68 73 73 74
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DATAR RIWAYAT HIDUP
74 76 79
DAFTAR TABEL 1
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Kontribusi PDB sektor perikanan terhadap sektor pertanian dan neraca perdagangan sektor perikanan berdasarkan harga konstan tahun 2007-2011 (dalam miliar rupiah) Produksi beberapa komoditas perikanan budi daya Indonesia tahun 2009-2011 Volume produksi ikan gurame Indonesia dan beberapa provinsi di Pulau Jawa tahun 2007-2010 Volume produksi beberapa komoditas unggulan subsektor perikanan budi daya Indonesia Dan Kota Tasikmalaya (dalam ton), tahun 2009 Potensi produksi dan pemanfaatan usaha kolam air tenang perikanan budi daya Kota Tasikmalaya tahun 2011 Segmentasi dan harga benih ikan gurame berdasarkan klasifikasi ukuran di Kota Tasikmalaya, tahun 2013 Jenis pemasaran komoditas hasil sektor perikanan beberapa provinsi di Pulau Jawa tahun 2011 (dalam ton) Karakteristik Struktur Pasar Dari Sudut Penjual dan Pembeli Fungsi tataniaga yang dilaksanakan oleh petani (pembudidaya ikan gurame) dan lembaga tataniaga Kriteria penentuan jenis struktur pasar berdasarkan karakteristik pasar Jumlah penduduk menurut kelompok umur dan jenis kelamin di Kota Tasikmalaya tahun 2010 Luas wilayah menurut kecamatan di Kota Tasikmalaya tahun 2010 Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Tasikmalaya atas harga konstan menurut lapangan usaha tahun 2010 PDRB kota tasikmalaya sektor pertanian atas harga konstan tahun 2010 Luas wilayah dan persebaran penduduk di Kecamatan Indihiang pada masing-masing desa/kelurahan, tahun 2012 Sebaran penduduk berdasarkan tingkat pendidikan di Kecamatan Indihiang dan Desa Sukamaju Kidul, tahun 2012 Sebaran Penduduk berdasarkan kelompok umur di Kecamatan Indihiang dan Desa Sukamaju Kidul, tahun 2012 Sebaran mata pencaharian penduduk Kecamatan Indihiang dan Desa Suka Maju kidul tahun 2012 Sebaran responden pembudidaya ikan gurame berdasarkan selang umur di Desa Sukamaju Kidul tahun 2013 Sebaran responden pembudidaya ikan gurame berdasarkan tingkat pendidikan di Desa Sukamaju Kidul tahun 2013 Perbandingan luas lahan kepemilikan pribadi dan sewa responden pembudidaya ikan gurame di Desa Sukamaju Kidul tahun 2013
1 2 2 3 4 5 6 15 23 23 28 28 29 30 31 32 32 33 34 35 35
22 23 24 25 26 27 28
29
30 31
32 33 34 35
Sebaran responden pembudidaya ikan gurame berdasarkan luas lahan di Desa Sukamaju Kidul tahun 2013 Sebaran responden pembudidaya ikan gurame berdasarkan pengalaman usaha di Desa Sukamaju Kidul tahun 2013 Sebaran responden lembaga tataniaga benih ikan gurame berdasarkan selang umur Sukamaju Kidul tahun 2013 Sebaran responden lembaga tataniaga benih ikan gurame berdasarkan tingkat pendidikan di Desa Sukamaju Kidul tahun 2013 Sebaran responden lembaga tataniaga benih ikan gurame berdasarkan pengalaman usaha di Desa Sukamaju Kidul tahun 2013 Fungsi tataniaga lembaga tataniaga benih ikan gurame di Desa Sukamaju Kidul, Kecamatan Indihiang, Kota Tasikmalaya Marjin, biaya, keuntungan, dan rasio keuntungan terhadap biaya tataniaga benih ikan gurame dengan segmentasi ukuran 5-7 cm di Desa Sukamaju Kidul tahun 2013 Farmer’s share pembudidaya dan lembaga tataniaga benih ikan gurame dengan segmentasi ukuran 5-7 cm di Desa Sukamaju Kidul tahun 2013 Analisis tingkat efisiensi tataniaga benih ikan gurame dengan segmentasi ukuran 5-7 cm di Desa Sukamaju Kidul tahun 2013 Hasil perbandingan secara deskriptif antara pembudidaya yang menggunakan dan tanpa menggunakan kelompok tani sebagai media pemasaran benih ikan gurame dengan segmentasi ukuran 5-7 cm di Desa Sukamaju Kidul tahun 2013 Output SPSS (Ranks) Uji Kruskal Wallis dalam melihat perbedaan saluran I, IIa, IIb, dan IIc Output SPSS (Test Statisticsa) Uji Kruskal Wallis dalam melihat perbedaan saluran I, IIa, IIb, dan IIc Output SPSS uji Mann-whitney saluran I dengan IIc , I dengan IIb, dan I dengan IIc (Ranks) Output SPSS uji Mann-whitney saluran I dengan IIc , I dengan IIb, dan I dengan IIc (Test Statistics)
36 36 37 37 38 52
62
65 66
69 70 71 72 72
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4
5 6
Kurva marjin tataniaga Skema kerangka pemikiran operasional penelitian Peta wilayah administratif Kota Tasikmalaya Bak oven sebagai tempat pemeliharaan banih setelah penetasan dan kolam usaha pembenihan ikan gurame dari salah satu responden pembudidaya non anggota Kolam indukan ikan gurame milik ketua Kelompok Tani Sukarame Kios penjualan salah satu pedagang ikan gurame pada di Pasar Pagendingan dan kolam penampungan benih pada pengumpul benih di Kecamatan Indihiang, Kota Tasikmalaya
17 20 27
40 41
42
7
8
9
10
Saluran tataniaga benih ikan gurame dengan ukuran 5-7 cm melalui dan tanpa melalui kelompok tani sebagai media pemasaran di Desa Sukamaju Kidul tahun 2013 Media atau alat bantu penyortiran pada salah satu pembudidaya anggota dan salah satu contoh kegiatan penyortiran yang dilakukan pembudidaya Kolam penanpungan benih sebelum pengiriman di tingkat kelompok tani dan media pengemasan benih ikan gurame ketika pengangkutan pedagang pengumpul Alat transportasi pengangkut benih ikan gurame pedagang besar dan salah satu kegiatan penyortiran di tingkat pedagang
44
51
54 56
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4
Data produksi hasil perikanan perkecamatan di Kota Tasikmalaya tahun 2009a Data responden pedagang benih ikan gurame Desa Sukamaju Kidul Kecamatan Indihiang Kota Tasikmalaya tahun 2013a Data responden pembudidaya ikan gurame Desa Sukamaju Kidul Kecamatan Indihiang Kota Tasikmalaya tahun 2013 Rincian biaya tataniaga pada pembudidaya dan lembaga tataniaga benih ikan gurame dengan segmentasi ukuran 5-7 cm di Desa Sukamaju Kidul tahun 2013a
76 76 77
78
PENDAHULUAN Latar Belakang Sektor perikanan di Indonesia merupakan salah satu sektor yang konsisten memberikan kontribusi nyata dalam perekonomian. Hal ini terlihat dari besarnya persentase PDB yang dihasilkan sektor perikanan terhadap PDB sektor pertanian. Pada periode tahun 2007 hingga tahun 2011 persentase kontribusi PDB dari sektor perikanan terhadap PDB pertanian adalah rata-rata sebesar 16.6 persen pertahun (Tabel 1). Pada tahun 2007 PDB yang dihasilkan sektor perikanan mencapai Rp 43.65 triliun. Jumlah ini terus meningkat hingga pada tahun 2011 mencapai Rp 54.18 triliun (Tabel 1). PDB yang dihasilkan sektor perikanan ini rata-rata memiliki kontribusi sebesar 16 persen terhadap PDB sektor pertanian selama tahun 2007 sampai 2011. Besarnya PDB yang dihasilkan sektor perikanan ini tidak terlepas dari meningkatnya produksi dan volume ekspor sektor perikanan Indonesia dalam beberapa tahun terakhir ini. Total nilai ekspor sektor perikanan Indonesia tahun 2007 adalah sebesar Rp 22.58 triliun dan terus mengalami peningkatan setiap tahunnya sehingga pada tahun 2011 mencapai Rp 32.04 triliun.
Tabel 1
Tahun 2007 2008 2009 2010 2011 a
Kontribusi PDB sektor perikanan terhadap sektor pertanian dan neraca perdagangan sektor perikanan berdasarkan harga konstan tahun 20072011 (dalam miliar rupiah)a Nilai PDB (miliar rupiah) Pertanian Perikanan Persentase 271 509.30 43 652.80 16.08 284 619.10 45 866.20 16.11 295 883.80 47 775.10 16.15 304 777.10 50 661.80 16.62 315 036.80 54 186.70 17.20
Neraca perdagangan Ekspor Impor Surplus 22 589.20 1 427.50 21 161.70 26 836.99 2 676.59 24 320.24 24 662.02 3 002.61 21 659.41 28 638.31 3 918.15 24720.16 32 047.97 4 980.00 27 067.97
Sumber : Badan Pusat Statistik (2013)
Sektor perikanan sendiri terbagi menjadi 2 subsektor usaha, yaitu subsektor perikanan tangkap dan perikanan budi daya. Pada subsektor perikanan budi daya Indonesia sendiri memiliki 10 komoditas unggulan, yaitu rumput laut, udang, kerapu, kakap, bandeng, ikan mas, ikan nila, ikan lele, ikan patin, dan ikan gurame. Komoditas rumput laut memiliki volume produksi terbesar dibandingkan komoditas subsektor perikanan budi daya lainnya. Secara keseluruhan produksi masing-masing komoditas subsektor perikanan budi daya ini mengalami peningkatan antara tahun 2009 hingga tahun 2011 (Tabel 2). Nilai rata-rata peningkatan yang bernilai negatif antara tahun 2009 hingga tahun 2011 hanya terjadi pada komoditas ikan kerapu dan ikan patin saja. Meningkatnya volume produksi komoditas subsektor perikanan budidaya ini tidak terlepas dari adanya upaya dan dukungan dari pemerintah. Hal ini terlihat dari kebijakan yang telah
2
ditetapkan oleh Kementrian Perikanann dan 32/MEN/2010 mengenai kawasan minapolitan1.
Tabel 2
Rumput laut Udang Kerapu Kakap Bandeng Ikan mas Ikan nila Ikan lele Ikan patin Ikan gurame Lainnya
No.
Jumlah produksi/tahun (ton) 2009 2010 2011 2 963 556 3 915 017 4 305 027 338 060 380 972 414 014 5 073 10 398 12 561 6 400 5 738 3 464 328 288 421 757 585 242 249 279 282 695 316 082 323 389 464 191 481 440 144 755 242 811 340 647 109 685 147 888 144 538 46 254 56 889 59 401 193 826 349 568 314 568
Kenaikan rata-rata (%) 9.96 8.67 20.80 -39.63 38.76 11.81 3.72 40.30 -2.27 4.42 -10.09
Sumber : Kementrian Perikanan dan Kelautan Indonesia (2012)
Tabel 3
Volume produksi ikan gurame Indonesia dan beberapa provinsi di Pulau Jawa tahun 2007-2010a
Lokasi DI Yogyakarta Jawa Timur Jawa Tengah DKI Jakarta Banten Jawa Barat Pulau Jawa Persentase kontribusi (%) a
Indonesia
Produksi beberapa komoditas perikanan budi daya Indonesia tahun 2009-2011a
Jenis ikan
a
Kelautan
2007 1 981 7 727 4 222 45 517 11 145 25 637 43.5
Jumlah produksi/tahun (ton) 2008 2009 2 405 2 695 8 326 8 425 5 411 6 145 144 59 349 341 10 183 13 007 26 818 30 672 38.0 42.4
2010 6 031 9 525 7 474 61 290 12 970 36 351 35.7
Sumber : Kementrian Perikanan dan Kelautan Indonesia (2011)
Salah satu komoditas unggulan subsektor perikanan budi daya Indonesia adalah ikan gurame. Selama periode tahun 2009 hingga tahun 2011, total produksi ikan gurame Indonesia selalu mengalami peningkatan (Tabel 2). Pada tahun 2009 total produksi ikan gurame Indonesia adalah sebesar 46 254 ton. Jumlah ini
1
[KKP] Kementrian Kelautan dan Perikanan Indonesia. 2012. Info Hukum. [internet]. [diacu 2013 Maret 25]. Tersedia dari: http://www.infohukum.kkp.go.id/files
3
mengalami peningkatan yang signifikan selama 5 tahun, hingga total produksi ikan gurame nasional mencapai 59 401 ton pada tahun 2011. Provinsi Jawa Barat menjadi salah satu daerah penghasil ikan gurame dengan jumlah terbesar dibandingkan dengan provinsi lain yang ada di Pulau Jawa. Sebesar 32.03 persen dari total produksi ikan gurame di Pulau Jawa adalah berasal dari Provinsi Jawa Barat (Tabel 3). Untuk total produksi ikan gurame dari Provinsi Jawa Barat sendiri pada tahun 2007 mencapai 11 145 ton dan berfluktuasi setiap tahunnya hingga mencapai 12 970 ton tahun 2010. Produksi ikan gurame Provinsi Jawa Barat ini adalah yang terbesar dibandingkan provinsi lainnya di Pulau Jawa. Rata-rata kontribusi yang diberikan Provinsi Jawa Barat terhadap total produksi ikan gurame di Pulau Jawa adalah sebesar 39.9 persen selama tahun 2007 hingga 2010. Salah satu wilayah di Provinsi Jawa Barat yang memiliki potensi cukup besar untuk subsektor perikanan budi daya, khususnya pada komoditas ikan gurame, adalah Kota Tasikmalaya. Komoditas ikan gurame di Tasikmalaya sendiri telah menjadi salah satu komoditas unggulan daerah. Jenis ikan gurame yang dikembangkan di Kota Tasikmalaya adalah jenis ikan gurame soang. Ikan gurame soang adalah satu dari tujuh ikan gurame yang dikembangbiakan di Indonesia yang ‘diklaim’ sebagai ikan asli rawa-rawa sekitar Gunung Galunggung, Kota Tasikmalaya. Hal itu dikuatkan oleh surat keputusan Bupati Tasikmalaya Nomor 522.4/189/1994 yang menetapkan ikan gurame soang sebagai fauna khas Tasikmalaya2.
Tabel 4
Volume produksi beberapa komoditas unggulan subsektor perikanan budi daya Indonesia Dan Kota Tasikmalaya (dalam ton), tahun 2009a
Komoditas Udang Ikan mas Ikan nila Ikan lele Ikan gurame Lainnya Total
Indonesia (ton) 338 060 249 279 323 389 144 755 46 254 303 511 4 708 565
Kota Tasikmalaya (ton) 8.6 1 493.89 1 734.92 519.05 667.59 4 149.38 7 112.49
Persentase (%) 0.003 0.599 0.536 0.359 1.443 1.367 0.151
a
Sumber : Kementrian Perikanan Kelautan Indonesia (2012) dan Dinas Perikanan Peternakan Kelautan Kota Tasikmalaya (2010)
Potensi yang dimiliki subsektor perikanan budi daya di Kota Tasikmalaya terlihat dari total produksi beberapa komoditas perikanan budi daya dari Kota Tasikmalaya. Pada tahun 2009 total produksi perikanan budi daya Kota Tasikmalaya tercatat sebanyak 7 112.49 ton atau sebesar 0.151 persen dari total produksi nasional. Untuk komoditas ikan gurame sendiri total produksi yang tercatat pada tahun 2009 adalah sebanyak 667.59 ton atau sebesar 0.1443 persen 2
[KKP] Kementrian Kelautan dan Perikanan Indonesia. 2012. [internet]. [diacu 2013 Maret 25]. Tersedia dari: http://www.kkp.go.id/index.php/arsip/c/6639/Kejayaan-Ikan-Gurami-So-ang/
4
dari produksi ikan gurame nasional (Tabel 4). Nilai persentase dari total produksi ikan gurame di Kota Tasikmalaya terhadap produksi secara nasional ini juga merupakan yang terbesar dibandingkan komoditas perikanan budi daya lainnya dari Kota Tasikmalaya. Potensi untuk pengembangan komoditas ikan gurame di Kota Tasikmalaya juga sangat didukung dengan adanya potensi dari lahan usaha. Berdasarkan data tahun 2009, potensi luas kolam yang dapat digunakan untuk mengembangkan komoditas ikan gurame adalah berupa kolam pembenihan seluas 3 689.97 Ha dan pembesaran seluas 366.59 Ha (Tabel 5).
Tabel 5
Potensi produksi dan pemanfaatan usaha kolam air tenang perikanan budi daya Kota Tasikmalaya tahun 2011a
Cabang usaha Kolam air tenang Pembesaran : Pembenihan : a
Potensi (Ha) 3 689.97 366.59
Pemanfaatan (Ha) 3 295.20 299.86
Persentase (%) 89.30 81.80
Sumber : Dinas Perikanan Peternakan dan Kelautan Kota Tasikmalaya (2012)
Adanya potensi dan pemanfaatan pada sektor usaha yang terdapat di suatu daerah haruslah pula memberikan dampak positif pada daerah tersebut. Salah satu dampak positif yang dimaksud adalah berpengaruh pada peningkatan tingkat kesejahterahan dari para pelaku usaha yang ada di dalamnya. Tingkat kesejahterahan yang diterima para pelaku usaha yang ada di dalam suatu sektor usaha akan sangat bergantung pada tingkat keuntungan dari harga yang diterima dalam proses penjualan. Proses tataniaga yang efisien dapat memberikan dampak pada tingkat harga yang diterima. Hal ini tentu saja akan mempengaruhi pula tingkat keuntungan yang akan berdampak pada tingkat kesejahterahan para pelaku usaha yang ada di dalam sektor usaha tersebut. Mahyuddin (2009) menjelaskan bahwa, pemasaran pada budidaya ikan gurame dapat berupa hasil kegiatan pembenihan (telur dan larva), benih hasil kegiatan pendederan, dan gurame konsumsi hasil pembesaran. Adapun untuk usaha pembenihan ikan gurame output produksi yang dihasilkan dapat terbagi menjadi beberapa segmentasi berdasarkan ukuran (Tabel 6). Adanya segmentasi berdasarkan ukuran ini juga berdampak pada perbedaan harga pada masing-masing segmentasi ukuran. Berdasarkan pengamatan awal yang dilakukan ditemukan adanya sebuah kelembagaan atau kelompok tani. Adanya keberadaan Kelompok Tani Sukarame dirasakan sangat membantu para pembudidaya anggota dalam menjalankan usahanya. Hal ini dikarenakan dengan adanya keberadaan Kelompok Tani Sukarame kekuatan tawar-menawar para anggota menjadi lebih kuat dibandingkan tanpa bergabung dengan sebuah kelompok tani. Pembudidaya mempunyai posisi yang lebih kuat dalam posisi tawar, karena dapat memilih alternatif yang menguntungkan serta dapat mengakses pasar yang lebih baik. Di sisi lain menguatnya posisi tawar dari para pembudidaya dengan adanya keberadaan Kelompok Tani Sukarame juga dikarenakan adanya upaya dari kelompok untuk meningkatkan dan menyeragam kualitas benih yang nantinya akan dipasarkan, yaitu dengan memberikan pelatihan yang sesuai dengan
5
kebutuhan anggota. Adanya keberadaan Kelompok Tani Sukarame juga dapat membantu para anggotanya dalam hal pemberian bantuan usaha, baik berupa bantuan yang berasal dari dalam kelompok maupun bantuan berupa akses untuk mendapatkan bantuan dari pihak luar.
Tabel 6
Segmentasi dan harga benih ikan gurame berdasarkan klasifikasi ukuran di Kota Tasikmalaya, tahun 2013a
Jenis ukuran benih Larva (biji mentimun) Larva ukuran lepas Ukuran kuku Ukuran silet Ukuran korek Ukuran garfit Ukuran kaset a
Klasifikasi ukuran (cm) 0.5 0.5-1 2-2.5 4-5 5-7 10-15 15-20
Harga jual (Rp/ekor)b 200 600 800 1 000 2 500 5 000 10 000
Sumber : Data Primer; bHarga rata-rata yang berlaku di pasar bulan Juni-Juli tahun 2013
Secara umum dengan adanya Kelompok Tani Sukarame diharapkan juga dapat tercipta beberapa kondisi sebagai berikut : (1) Jumlah produksi yang dihasilkan dapat terkumpul lebih banyak, karena setiap anggota mengumpulkannya untuk kepentingan bersama. (2) Kontinuitas hasil akan lebih mudah diatur. (3) Petani menjadi subyek, karena kelompok tani diharapkan dapat bernegosiasi dengan pihak mitra usaha sesuai dengan kebutuhan anggotanya. (4) Dapat menjalin kerjasama usaha yang saling menguntungkan dengan koperasi, baik sebagai anggota maupun sebagai mitra usaha.
Perumusan Masalah Subsektor usaha pembenihan pada sektor usaha budi daya ikan gurame memegang peranan penting. Hal ini dikarenakan selama ini ketersediaan benih siap tebar masih belum dapat mengimbangi permintaan benih untuk usaha pembesaran (Senjaya, 2002). Komoditas ikan gurame sendiri memiliki beberapa karakteristik yang berbeda dengan komoditas perikanan budi daya lainnya. Salah satunya adalah tingkat toleransi jenis gurame terhadap kondisi lingkungan yang cukup rendah dibandingkan dengan komoditas perikanan budi daya lainnya. Hal ini berindikasi pada resiko usaha yang cukup tinggi dibandingkan dengan komoditas perikanan budi daya lainnya. Selain itu, waktu produksi yang dibutuhkan hingga panen pun memerlukan waktu yang lebih lama dibandingkan komoditas perikanan budi daya lainnya. Lamanya waktu yang dibutuhkan para pembudidaya ikan gurame dan biaya yang besar pada proses produksi harus menjadi salah satu pertimbangan ketika menentukan harga jual dari hasil panen ikan gurame. Kondisi di lapangan juga memperlihatkan bahwa komoditas ikan gurame hasil dari produsen Kota Tasikmalaya saat ini haruslah dapat bersaing dengan
6
produk serupa dari luar wilayah. Hadirnya pasokan benih ikan gurame dari luar wilayah Tasikmalaya berdampak pada persaingan harga yang diterima oleh pembudidaya ikan gurame di Kota Tasikmalaya. Karena kondisi yang terjadi di lapangan, bahwa para produsen yang berasal dari luar wilayah Tasikmalaya cenderung memiliki keunggulan dalam hal waktu produksi. Dengan waktu produksi yang relatif lebih singkat ini, para produsen ikan gurame dari luar Kota Tasikmalaya akan memiliki keunggulan dalam hal harga jual minimal hingga kepada konsumen. Kondisi tersebut memaksa pembudidaya ikan gurame di Kota Tasikmalaya untuk memiliki posisi tawar yang lebih kuat dalam setiap kegiatan transaksi penjualan yang dilakukannya. Sehingga harga yang diterima oleh pembudidaya merupakan harga yang dapat memberikan keuntungan dan peningkatan kesejahterahan. Disisi lain lemahnya posisi tawar yang dimiliki oleh pembudidaya salah satunya juga dikarenakan penetapan waktu menjual yang ditentukan oleh kebutuhan keuangan dari pembudidaya ikan gurame. Karena kebutuhan yang mendesak akan memperlemah posisi tawar menawar mereka dengan pembeli. Oleh sebab itu hal ini dapat mengakibatkan tingkat harga yang lebih rendah ketika penjualan. Selain itu, pemasaran hasil panen yang dilakukan pembudidaya secara sendiri-sendiri turut memperburuk posisi tawar para pembudidaya.
Tabel 7
Jenis pemasaran komoditas hasil sektor perikanan beberapa provinsi di Pulau Jawa tahun 2011 (dalam ton)a
Jenis pemasaran Pengumpul Pedagang besar Pengecer Restoran Catering Hotel Jawa Timur 616 1 190 33 227 7 463 2 875 88 Yogyakarta 110 53 1 946 2 597 533 35 Jawa Tengah 432 618 33 184 16 940 2 356 108 Jawa Barat 17 681 29 636 35 318 696 123 Banten 151 130 10 152 7 901 250 10 Jakarta 37 442 10 549 22 104 1 174 143 Total 1 363 3 114 118 694 92 323 7 884 507 a
Sumber : Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (2012)
Pemasaran benih ikan gurame dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung. Pemasaran tidak langsung dilakukan melaui lembaga perantara dan bervariasi dapat menggunakan 1 sampai 4 lembaga perantara. Karena pada setiap cabang pemasaran pelaku mengambil keuntungan, maka dengan semakin panjangnya jalur distribusi mengakibatkan harga ikan gurame yang diterima konsumen akhir akan semakin tinggi (Mahyudin,2009). Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan menunjukan bahwa pemasaran untuk komoditas dari subsektor perikanan cenderung dipasarkan dengan pedagang pengecer sebagai lembaga tataniaga akhir. Tercatat pada tahun 2011 sebanyak 118 694 ton atau sebesar 53.02 persen dipasarkan oleh pedagang pengecer (Tabel 7). Sebagai alternative untuk meningkatkan posisi tawar, pembudidaya hendaknya bergabung pada satu wadah kelompok tani atau koperasi yang
7
berfungsi sebagai lembaga pemasaran. Adanya kelompok tani sebagai wadah dalam melakukan pemasaran ini diharapkan dapat membantu dalam memilih saluran tataniaga yang akan memberikan keuntungan yang lebih baik dibandingkan kegiatan pemasaran tanpa melalui sebuah kelompok tani. Hal ini dikarenakan proses tataniaga yang efisien menjadi salah satu hal yang harus selalu diperhatikan agar suatu sektor usaha dapat memberikan manfaat berupa peningkatan kesejahterahan bagi para pelaku usahanya. Panjangnnya alur tataniaga dan banyaknya lembaga tataniaga yang terlibat di dalamnya akan menyebabkan perbedaan harga (marjin tataniaga) yang cukup signifikan antara harga yang diterima pembudidaya ikan gurame dan harga yang diterima konsumen. Perbedaan antara harga yang diterima pembudidaya ikan gurame dan harga yang diterima konsumen akhir yang terbentuk akan mempengaruhi keuntungan pembudidaya ikan gurame (farmer’s share). Jika semakin besar nilai marjin tataniaganya, bagian keuntungan yang diperoleh pembudidaya ikan gurame akan semakin kecil. Tingkat keuntungan yang diperoleh para pembudidaya ikan gurame (farmer’s share) ini akan berdampak pada tingkat kesejahterahan para pembudidaya ikan gurame. Oleh sebab itu, diperlukan suatu usaha untuk menganalisis tingkat efisien dari suatu sistem tataniaga yang ada. Hal ini bertujuan untuk mengetahui kondisi lembaga-lembaga serta saluran tataniaga yang dapat meningkatkan kesejahterahan para pelaku yang terlibat, khususnya bagi para pelaku produksi, dengan memberikan tingkat keuntungan yang lebih baik. Berdasarkan uraian diatas, perumusan masalah pada penelitian ini akan mencakup pada : 1. Bagaimana saluran, lembaga, struktur pasar, fungsi, dan perilaku pasar dalam tataniaga benih ikan gurame yang dilakukan melalui maupun tanpa melalui kelompok sebagai media pemasaran tani di Desa Sukamaju Kidul, Kecamatan Indihiang, Kota Tasikmalaya ? 2. Bagaimana marjin tataniaga, farmer’s share, serta rasio keuntungan terhadap biaya pada efisiensi operasional tataniaga benih ikan gurame yang dilakukan melalui maupun tanpa melalui kelompok tani sebagai media pemasaran di Desa Sukamaju Kidul, Kecamatan Indihiang, Kota Tasikmalaya? 3. Bagaimana perbandingan antara tataniaga yang dilakukan melalui dengan tanpa melalui kelompok tani sebagai media pemasaran pada tataniaga benih ikan gurame di Desa Sukamaju Kidul, Kecamatan Indihiang, Kota Tasikmalaya? Tujuan Penelitian Berdasarkan pada pemikiran awal yang telah dipaparkan dibagian latar belakang maupun perumusan masalah, sehingga tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Menganalisis saluran, lembaga, struktur pasar, fungsi, dan perilaku pasar pada tataniaga benih ikan gurame yang dilakukan melalui maupun tanpa melalui kelompok tani sebagai media pemasaran di Desa Sukamaju Kidul, Kecamatan Indihiang, Kota Tasikmalaya
8
2. Menganalisis efisiensi tataniaga benih ikan gurame yang dilakukan pembudidaya melalui dengan tanpa melalui kelompok tani sebagai media pemasaran di Desa Sukamaju Kidul, Kecamatan Indihiang, Kota Tasikmalaya melalui pendekatan marjin tataniaga, farmer’s share, serta rasio keuntungan terhadap biaya. 3. Menganalisis dan membandingkan perbedaan antara tataniaga benih ikan gurame melalui dan tanpa melalui kelompok tani sebagai media pemasaran di Desa Sukamaju Kidul, Kecamatan Indihiang, Kota Tasikmalaya? Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini kedepannya diharapkan dapat menjadi bahan referensi dan sumber informasi bagi beberapa pihak terkait, di antaranya : 1. Sumber informasi dan referensi bagi para pembudidaya ikan gurame dalam menentukan saluran tataniaga yang tepat dalam menjalankan proses tataniaga dari hasil produksi usaha. 2. Bahan pertimbangan bagi pemerintah setempat dalam memberikan kebijakan yang terkait dengan proses pemasaran benih ikan gurame. 3. Bagi penulis menjadi wadah atau media untuk mennerapkan ilmu pengetahuan yang selama ini diperoleh selama masa perkuliahan dan juga sebagai sarana untuk menambah ilmu pengetahuan baru selama proses penelitian. 4. Sebagai bahan informasi bagi pembaca hasil penelitian ini mengenai gambaran usaha terutama dalam hal proses pemasaran benih ikan gurame di lokasi penelitian serta sebagai bahan referensi bagi penelitian selanjutnya. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Sukamaju Kidul, Kecamatan Indihiang, Kota Tasikmalaya dengan komoditas pertanian yang diteliti adalah berupa benih ikan gurame. Objek yang akan diteliti pada penelitian ini adalah meliputi beberapa responden pembudidaya serta lembaga tataniaga ikan gurame, saluran-saluran tataniaga, dan pasar yang digunakan sebagai tempat pemasaran hasil panen pembudidaya ikan gurame di lokasi penelitian. Pada objek penelitian responden pembudidaya ikan gurame dibedakan menjadi responden pembudidaya ikan gurame anggota dan non anggota berkelompok kelompok tani. Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah analisis pada proses atau kegiatan tataniaga dari benih ikan gurame di lokasi penelitian. Kegiatan atau proses tataniaga dari benih ikan gurame ini ditinjau dari kondisi serta tingkat efisiensi dari tataniaga benih ikan gurame. Adapun kondisi tataniaga yang dimaksud adalah jumlah serta kondisi saluran tataniaga yang ada di lokasi penelitian, fungsi yang dilakukan oleh masing-masing lembaga tataniaga, struktur pasar, dan juga perilaku pasar di lokasi penelitian. Kemudian untuk menganalisis tingkat efisiensi adalah dengan melihat marjin tataniga, farmer’s share, dan rasio keuntungan terhadap biaya. Selain itu, penelitian ini juga akan membandingkan analisis tataniaga antara dua jenis responden pembudidaya ikan gurame, yaitu antara pembudidaya yang menggunakan kelompok sebagai media pemasaran dengan yang tidak menggunakan kelompok sebagai media pemasaran.
9
TINJAUAN PUSTAKA Kajian Usaha dan Pemasaran Ikan Gurame Ikan gurame adalah jenis ikan air tawar yang lambat dalam hal pertumbuhannya dibandingkan dengan jenis ikan air tawar yang lainnya. Terdapat beberapa jenis ikan gurame, antara lain: angsa, jepun, blausafir, paris, bastar dan porselen. Ikan gurame umumnya mempunyai bentuk badan pipih dan lebar. Untuk ikan yang sudah dewasa lebar badannya hampir dua kali panjang kepala atau 3/4 kali panjang tubuhnya. Ketinggian lokasi yang cocok untuk budi daya ikan gurame adalah antara 0 sampai 800 m dpl dan suhu 24-28°celcius. Ikan gurame tergolong ikan yang peka terhadap suhu rendah, oleh sebab itu tidak akan produktif jika suhu tempat hidupnya lebih rendah dari kisaran suhu optimal (Mahyuddin, 2009). Teknik budi daya ikan gurame terdiri atas kegiatan pembenihan, pendederan, dan pembesaran. Oleh sebab itu hasil produksi ikan gurame terbagi atas 3 jenis yakni telur atau larva ikan gurame dari hasil pembenihan, benih ikan gurame dari hasil pendederan, dan ikan gurame pedaging dari hasil pembesaran. Kegiatan pembenihan dilakukan terdiri atas tahap pemijahan, penetesan telur dan perawatan larva. Telur yang telah menetas dari induknya dipelihara hingga menjadi larva dengan ukuran 0.5 cm selama 1 bulan (Mahyuddin, 2009). Kegiatan pendederan sendiri dapat dibagi atas 6 segmentasi benih yang dihasilkan. Pertama adalah segmentasi benih larva ukuran lepas bak dengan ukuran benih 0.5-1 cm. Kedua adalah segmentasi benih ‘ukuran kuku’ dengan ukuran benih 2-2.5 cm. Ketiga adalah segmentasi benih ‘ukuran silet’ dengan ukuran benih 4-5 cm. Keempat adalah segmentasi benih ‘ukuran korek’ dengan ukuran 5-7 cm. Kelima adalah segmentasi ‘ukuran garfit’ dengan ukuran 10-15 cm. Terakhir adalah segmentasi benih ‘ukuran kaset’ dengan ukuran 15-20 cm. Kajian Peran Kelompok Tani Dalam Penelitian Terdahulu Peran sebuah kelompok tani dapat menimbulkan dampak positif di tingkat petani atau produsen. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Devy (2010) dari hasil analisis pendapatan usahatani yang dilakukannya menujukkan bahwa keberadaan kelompok tani memberikan pengaruh yang positif terhadap produksi dan pendapatan petani. Hal ini terlihat pada pendapatan atas biaya tunai dan biaya total per hektar yang lebih tinggi antara petani anggota dibandingkan dengan petani non anggota. Selain itu adanya kelompok tani juga dapat berperan positif untuk kegiatan pemasaran yang dilakukan petani atau produsen. Hal ini terkait dengan adanya peningkatan kekuatan tawar menawar petani jika melakukan penjualan dengan kelompok tani. Ni Putu (2012) menyataan bahwa akibat dari karakteristik lembaga yang terlibat, seperti kelompok tani yang tidak mengejar keuntungan dan pihak agen perantara yang menjadikan aktivitas tataniaga yang dijalankan sebagai usaha sampingan menyebabkan lembaga tidak memperhitungkan tingkat keuntungan yang diperoleh dengan menjalankan kegiatan tersebut. Oleh karena itu, pelaksanaan aktivitas tataniaga dengan memberdayakan peranan kelompok tani merupakan salah satu alternatif saluran
10
tataniaga yang dapat digunakan oleh petani sebagai upaya peningkatan posisi tawar petani. Kajian Struktur Pasar Dalam Penelitian Terdahulu Analisis struktur pasar dilakukan dengan mengamati beberapa faktor antara lain adalah jumlah dan ukuran perusahaan, sifat produk (dari sudut pandang pembeli), hambatan keluar masuk pasar, informasi pasar mengenai biaya, harga dan kondisi pasar (Dahl dan Hammond, 1977). Pada penentuan struktur pasar terdapat dua sudut pandang yang dapat digunakan yaitu berdasarkan sudut pandang penjual atau pembeli. Penelitian Mahreni (2011) menyatakan struktur pasar pada tingkat petani atau produsen umumnya lebih mengarah struktur pasar persaingan tidak sempurna karena hanya ada satu pembeli. Selain itu, di tingkat petani atau produsen juga dapat ditemukan struktur pasar persaingan sempurna. Sama halnya dengan struktur pasar di tingkat petani atau produsen komoditas pertanian, pada tingkat lembaga tataniaga dalam beberapa penelitian terdahulu juga ditemukan beberapa struktur pasar. Struktur pasar yang mengarah pada struktur pasar persaingan sempurna dapat ditemukan di tingkat pedagang pengumpul (Mahreni, 2011). Struktur pasar lain yang dapat ditemukan di tingkat lembaga tataniaga adalah oligopoli. Euis (2010) menyatakan struktur pasar yang terbentuk antara pedagang pengumpul dengan pedagang pengecer juga pedagang pengecer dengan pedagang warung tenda pecel lele adalah struktur pasar oligopoli. Kajian Fungsi Tataniaga Dalam Penelitian Terdahulu Lembaga tataniaga dalam suatu sistem tataniaga menjalankan beberapa fungsi tataniaga untuk memperlancar proses penyampaian produk hingga ketangan konsumen. Pada hasil penelitian terdahulu menunjukan terdapat beberapa fungsi tataniaga yang dilakukan oleh lembaga tataniaga. Fungsi tataniaga tersebut adalah fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi fasilitas. Namun tidak semua lembaga pemasaran tersebut melakukan seluruh fungsi tataniaga. Hal ini bergantung pada situasi dan kondisi masing-masing lembaga tataniaga. Fungsi pertukaran yang dilakukan lembaga tataniaga pada beberapa penelitian terdahulu terdiri atas aktivitas pembelian dan penjualan. Perbedaan pada aktivitas penjualan dan pembelian yang dilakukan masing-masing lembaga hanya berdasarkan atas pihak yang menjadi pembeli maupun penjual dari aktivitas jual-beli yang dilakukan. Ditingkat petani fungsi pertukaran hanya pada aktivitas penjualan saja tanpa adanya aktivitas pembelian (Euis 2010; Didik 2011; Mahreni 2011). Fungsi fisik yang dilakukan di tingkat petani maupun lembaga tataniaga terdiri atas fungsi pengangkutan, pengemasan, dan penyimpanan. Meskipun demikian tidak semua fungsi fisik ini dilakukan secara menyeluruh oleh petani atau lembaga tataniaga. Fungsi fisik berupa pengangkutan, penyimpanan, dan pengemasan tidak dilakukan oleh pembudidaya dalam tataniaga ikan gurame benih maupun konsumsi dikarenakan yang melakukan pemanenan adalah para pedagang pengumpul (Mahreni, 2011). Sama halnya dengan pernyataan yang
11
dikemukakan oleh Euis (2010) dalam penelitiannya, fungsi penyimpanan tidak selalu dilakukan oleh pembudidaya ketika panen ikan lele secara bersamaan (panen raya). Untuk fungsi fasilitas yang dilakukan di tingkat petani dan lembaga terdiri atas fungsi permodalan, penanggungan risiko, standardisasi maupun grading, dan informasi pasar (Euis, 2010; Mahreni, 2011). Pada penelitian terdahulu fungsi pembiayaan di tingkat petani dan pedagang dilakukan dengan menggunakan modal sendiri dalam menjalankan usaha. Modal ini digunakan untuk pembelian produk, biaya transportasi, biaya tempat usaha, dan biaya penyusutan bobot. Fungsi penanggungan risiko berupa penyusutan bobot saat penyimpanan, dan pengangkutan ke tempat pembeli. Fungsi standardisasi dan grading yang dilaksanakan adalah memilih produk sesuai dengan permintaan pasar berdasarkan ukuran maupun kualitas. Fungsi informasi pasar dilakukan dengan mengumpulkan informasi mengenai harga yang sedang berlaku, ketersediaan stok produk yang terdapat di pasar, maupun waktu panen di tingkat petani. Kajian Perilaku Pasar Dalam Penelitian Terdahulu Penjualan dan pembelian dilakukan oleh setiap lembaga tataniaga yang terlibat dalam proses kegiatan pemasaran produk, tetapi untuk kegiatan pembelian hanya tidak dilakukan oleh petani (Mahreni, 2011; Euis, 2010). Aktivitas penjualan di tingkat petani dapat dilakukan oleh beberapa pihak. Mahreni (2011) dan Euis (2010) menyatakan bahwa pembudidaya atau petani melakukan penjulan hanya dengan pedagang pengumpul yang bertindak sebagai lembaga perantara. Kemudian untuk sistem penetapan harga dalam beberapa penelitian terdahulu di setiap tingkat lembaga tataniaga pada umumnya adalah hasil tawar-menawar. Umumnya pembudidaya atau petani memiliki posisi tawar (bargaining position) yang lemah pada praktek penentuan harga yang disebabkan oleh keterbatasan modal pembudidaya dan lemahnya akses pasar yang dimiliki dan bertindak sebagai penerima harga (Euis 2010; Mahreni 2011). Selain itu, kondisi permintaan dan penawaran dapat juga menjadi hal memengaruhi. Mahreni (2011) menyatakan harga dipengaruhi oleh permintaan dan penawaran di lokasi Pasar Laladon dan Pasar Anyar. Pada beberapa penelitian terdahulu analisis mengenai perilaku pasar juga dilakukan dengan memerhatikan sistem pembayaran dan pola kerja sama yang dilakukan oleh lembaga tataniaga. Sistem pembayaran yang berlangsung bergantung pada tingkat kepercayaan dan perjanjian antara kedua belah pihak. Mahreni (2011) dan Euis (2010) dalam penelitiannya menemukan 2 sistem pembayaran, yaitu sistem pembayaran tunai dan kemudian. Euis (2010) menyatakan pembayaran dengan sistem kredit yang dibayarkan satu minggu setelah pembelian biasanya terjadi karena pembudidaya sudah percaya kepada pedagang pengumpul. Pola kerja sama sangat dibutuhkan oleh setiap pihak yang terlibat dalam saluran tataniaga untuk menunjang kelancaran dan kemudahan dalam tataniaga. Pola kerja sama yang terjadi lebih didasarkan pada lamanya hubungan dagang, rasa saling percaya, dan hubungan kekeluargaan. Permainan spekulasi harga untuk menguntungkan sepihak sangat jarang terjadi karena hubungan yang dibina seperti hubungan kekeluargaan yang sangat erat antar pihak
12
(Mahreni, 2011). Bentuk kerja sama lain yang dilakukan antar lembaga tataniaga adalah dengan pemberian tempo waktu pembayaran yang terjadi antara petani dengan pedagang maupun antara pedagang dengan pedagang (Euis, 2010). Selain itu, bentuk kerja sama ini juga dapat terlihat dalam pemberian bantuan pinjaman modal kepada para petani (Ni Putu, 2012). Keterkaitan Kajian Empiris terhadap Penelitian Berdasarkan hasil studi pustaka dapat diketahui bahwa terdapat beberapa kesamaan antara penelitian yang terdahulu dan penelitian yang akan dilakukan ini. Kesamaan ini antara lain adalah sebagai berikut : dari beberapa penelitian terdahulu penelitian yang dilakukan berkisar pada kondisi lembaga, saluran, fungsi, dan tingkat efisiensi tataniaga yang dianalisis berdasarkan nilai marjin, farmer’s share, dan rasio antara keuntungan terhadap biaya. Namun demikian, ada hal yang membedakan penelitian ini dengan penelitian yang sudah ada sebelumnya. Penelitian yang dilakukan ini berbeda dalam hal sumber atau objek penelitiannya. Penelitian ini dilakukan dengan mengambil data sebagai objek penelitian di Desa Sukamaju Kidul, Kecamatan Indihiyang, Kota Tasikmalaya tahun 2013 dengan komoditas benih ikan gurame. Selain itu, pada penelitian ini juga dilakuakan analisis mengenai perbandingan antar 2 jenis kegiatan tataniaga benih ikan gurame.
KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Konsep Tataniaga Menurut Kotler (2002) tataniaga dapat diartikan sebagai suatu proses sosial yang didalamnya melibatkan individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan dan secara bebas mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain. Tataniaga juga bisa diartikan sebagai rangkaian tahapan fungsi yang dibutuhkan untuk mengubah atau membentuk input produk mulai dari titik produsen sampai konsumen akhir. Serangkaian fungsi tersebut terdiri atas proses produksi, pengumpulan, pengolahan, dan penyaluran oleh grosir, pedagang pegecer sampai konsumen (Dahl dan Hammond, 1977). Adapun tujuan yang ingin dicapai dengan adanya proses tataniaga adalah untuk menciptakan, menjaga, dan meningkatkan nilai serta kegunaan dari barang dan jasa. Analisis pada sistem tataniaga sendiri dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan. Menurut Kohls dan Uhl (1985) pendekatan-pendekatan yang dapat digunakan dalam menganalisis sistem tataniaga, yaitu pendekatan fungsi, kelembagaan, dan sistem : 1. Pendekatan fungsi merupakan pendekatan yang digunakan untuk mengetahui fungsi tataniaga apa saja yang dijalankan oleh pelaku yang terlibat dalam tataniaga. Fungsi-fungsi tersebut adalah fungsi pertukaran (pembelian dan
13
penjualan), fungsi fisik (penyimpanan, transportasi, dan pengolahan) dan fungsi fasilitas (standarisasi, resiko, pembiayaan, dan informasi pasar). 2. Pendekatan kelembagaan merupakan pendekatan yang digunakan untuk mengetahui beberapa macam lembaga atau pelaku yang terlibat dalam tataniaga. Pelaku yang terlibat ini adalah pedagang perantara (menchant middleman) yang terdiri atas pedagang pengumpul, pedagang pengecer, pedagang spekulatif, agen, manufaktur dan organisasi lainnya yang terlibat. 3. Pendekatan sistem merupakan pelengkap dari pendekatan fungsi kelembagaan untuk mengetahui aktivitas-aktivitas dalam proses tataniaga, seperti perilaku lembaga yang terlibat dalam tataniaga dan kombinasi dari fungsi tataniaga. Pendekatan ini terdiri atas the input-output system, the power system dan the communication system. Lembaga-lembaga tataniaga Lembaga tataniaga adalah badan-badan yang menyelenggarakan kegiatan atau fungsi tataniaga dan adanya aktivitas pergerakan barang dari produsen sampai konsumen. Lembaga tataniaga ini dapat termasuk golongan produsen, pedagang perantara dan lembaga pemberi jasa (Hanafiah dan Saefudin ,1983). Menurut Limbong dan Sitorus (1987) lembaga tataniaga dapat digolongkan menjadi beberapa bagian. Penggolongan lembaga tataniaga berdasarkan fungsinya sebagai suatu lembaga yang menjalankan kegiatan tataniaga, yaitu : lembaga fisik tataniaga adalah lembaga yang menjalankan fungsi fisik (seperti transportasi), lembaga perantara adalah lembaga yang mengadakan fungsi pertukaran, lembaga fasilitas adalah lembaga yang menjalankan fungsi-fungsi fasilitas. 1. Lembaga tataniaga dibedakan berdasarkan pengelolaan menurut kedudukannya dalam struktur pasar, yaitu : lembaga tataniaga yang bersaing sempurna dan lembaga tataniaga yang bersaing monopolistik. 2. Lembaga tataniaga dibedakan berdasarkan bentuk usahanya kedalam lembaga tataniaga berbadan hukum dan lembaga tataniaga tidak berbadan hukum. 3. Terakhir, lembaga tataniaga berdasarkan penguasaan terhadap barang dan jasa yang terdiri atas : lembaga tataniaga yang tidak memiliki akan tetapi menguasai barang (seperti agen dan broker) dan lembaga tataniaga yang memiliki dan menguasai barang (seperti pedagang pengumpul, pengecer, eksportir, dan importir). Saluran tataniaga Saluran tataniaga memiliki pengertian sebagai suatu himpunan perusahaan, perorangan, atau serangkaian lembaga-lembaga tataniaga yang mengambil alih hak maupun membantu dalam pengalihan hak atas barang dan jasa tertentu selama barang dan jasa tersebut berpindah dari produsen ke konsumen (Limbong dan Sitorus,1987). Ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam memilih saluran tataniaga (Limbong dan Sitorus, 1987), yaitu : 1. Pertimbangan pasar yang meliputi konsumen sasaran akhir mencakup pembeli potensial, kosentrasi pasar secara geografis, volume pesanan, dan kebiasaan pembeli. 2. Pertimbangan barang yang meliputi nilai barang per unit, besar dan berat barang, tingkat kerusakan, sifat teknis barang, dan apakah barang tersebut untuk memenuhi pesanan atau pasar.
14
3. Pertimbangan internal perusahaan yang meliputi sumber permodalan, kemampuan, dan pengalaman penjualan. 4. Pertimbangan terhadap lembaga perantara, yang meliputi pelayanan lembaga perantara, kesesuaian lembaga perantara dengan kebijaksanaan produsen, dan pertimbangan biaya. Fungsi tataniaga Berdasarkan pendapat para ahli yang menyatakan bahwa tataniaga merupakan sebuah proses untuk menyampaikan barang dari produsen ke tangan para konsumen, dapat disimpulkan suatu proses tataniaga haruslah memiliki fungsi sebagai kegiatan yang dapat memperlancar proses penyampaian barang atau jasa tersebut. Limbong dan Sitorus (1987) mendefinisikan fungsi tataniaga sebagai kegiatan atau tindakan yang dapat memperlancar proses penyampaian barang atau jasa. Kohls dan Uhl (1985) mengklasifikasikan fungsi tataniaga menjadi 3 kelompok utama, yaitu fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi fasilitas. 1. Fungsi pertukaran merupakan aktivitas yang melibatkan pertukaran kepemilikan dari barang yang diperjual-belikan antara penjual dan pembeli. Fungsi pertukaran terdiri atas aktivitas penjualan dan pembelian. a. Pembelian adalah kegiatan mencari barang atau jasa yang digunakan sebagai bahan baku atau dengan mengalihkan kepemilikan. b. Penjualan adalah kegiatan yang berhubungan dengan kegiatan pemasaran yang berusaha menciptakan permintaan dengan melakukan strategi promosi dan periklanan serta strategi pemasaran lainnya untuk dapat menarik minat pembeli. 2. Fungsi fisik adalah aktivitas-aktivitas yang melibatkan penanganan, pergerakan, dan perubahan fisik atas produk. Fungsi fisik membantu menyelesaikan permasalahan yang berhubungan dengan kapan, apa, dan dimana tataniaga tersebut terjadi. Fungsi fisik ini terdiri atas aktivitas penyimpanan, pengangkutan, dan pengolahan. a. Penyimpanan memiliki fungsi dalam membantu menyelesaikan permasalahan produk yang berhubungan dengan waktu. Penyimpanan membuat produk tersedia pada waktu yang diinginkan. b. Pengangkutan berfungsi dalam menyelesaikan permasalahan produk yang berhubungan dengan tempat. Pengangkutan membuat produk tersedia pada tempat yang tepat. c. Pengolahan merupakan kegiatan merubah bentuk produk untuk meningkatkan nilai tambah produk tersebut. Pengolahan kadang tidak termasuk dalam kegiatan pemasaran karena pada dasarnya kegiatan pengolahan adalah kegiatan merubah bentuk produk, bukan kegiatan memasarkan produk. 3. Fungsi fasilitas merupakan aktivitas-aktivitas yang secara tidak langsung terlibat dalam proses pemasaran produk karena membutuhkan teknologi dan pengetahuan khusus dalam penanganannya. Adanya fungsi fasilitas akan memperlancar fungsi pertukaran dan fisik sehingga kinerjanya akan menjadi lebih baik. Fungsi fasilitas terdiri atas aktivitas pembiayaan, sortasi, penanggungan resiko, dan informasi pasar.
15
a. Standarisasi adalah memilih produk berdasarkan ukuran yang menjadi standar bagi semua produk agar seragam dalam kualitas dan kuantitas. b. Pembiayaan adalah kegiatan mengelola keuangan yang melibatkan banyak aspek penting dari tataniaga. c. Penanggungan risiko digunakan untuk menghitung tingkat kemungkinan kehilangan atau kerugian dari proses tataniaga produk agribisnis yang dilakukan. d. Informasi pasar merupakan aktivitas mengumpulkan, menginterpretasikan, dan menyebarluaskan berbagai macam informasi yang diperlukan untuk kelancaran proses tataniaga. Struktur pasar Pengertian struktur pasar adalah dimensi yang menjelaskan sistem pengambilan keputusan oleh perusahaan, jumlah perusahaan, dalam suatu pasar, konsentrasi perusahaan, jenis-jenis dan diferensiasi produk serta syarat-syarat masuk pasar (Limbong dan Sitorus, 1987). Struktur pasar dapat juga diartikan sebagai tipe atau jenis pasar sebagai hubungan (korelasi) antara pembeli (calon pembeli) dan penjual (calon penjual) yang secara strategi mempengaruhi penentuan harga dan pengorganisasian pasar (Asmarantaka, 2009). Menurut Dahl dan Hammond (1977) terdapat 4 karakteristik dalam struktur pasar yang satu sama lain saling menentukan perilaku yang berlaku di seluruh pasar. Limbong dan Sitorus (1987) mengemukakan bahwa secara umum berdasarkan strukturnya pasar dapat digolongkan menjadi dua, yaitu pasar bersaing sempurna dan pasar tidak bersaing sempurna. Karakteristik yang terdapat pada struktur pasar dapat dijadikan sebagai dasar untuk membagi atau mengelompokan pasar.
Tabel 8
Karakteristik Struktur Pasar Dari Sudut Penjual dan Pembelia Struktur pasar
Sudut penjual
Sudut pembeli
Persaingan sempurna Persaingan monopolistik Oligopoli sempurna Oligopoli terdeferensiasi Monopoli
Persaingan sempurna Persaingan monopsoni Oligopsoni sempurna Oligopsoni terdefrensiasi Monopsoni
a
Karakteristik pasar Jumlah Sifat penjual produk Banyak Homogen Banyak Heterogen Beberapa Homogen Beberapa Heterogen Satu Unik
Sumber : Dahl dan Hammond (1977)
Perilaku pasar Asmarantaka (2009) mendefinisikan perilaku pasar sebagai seperangkat strategi dalam pemilihan yang ditempuh baik oleh penjual maupun pembeli dalam mencapai tujuan masing-masing. Perilaku pasar akan menunjukan suatu pola perilaku yang diikuti oleh perusahaan dalam hubungannya dengan pasar yang dihadapi. Pola perilaku ini meliputi cara-cara yang digunakan oleh sekelompok perusahaan dalam menentukan harga dan produk yang dihasilkan, kebijakan
16
dalam promosi penjualan, kebijakan yang berkaitan dengan pengubahan sifat produk yang dijual serta beragam taktik penjualan yang digunakan untuk meraih pasar tertentu. Perilaku pasar dapat dikenali melalui beberapa cara. Asmarantaka (2009) menyatakan ada tiga cara dalam mengenal perilaku pasar, yaitu : 1. Penentuan harga dan setting level of output; harga yang ditetapkan bisa tidak berpengaruh terhadap perusahaan lain, ditetapkan secara bersama-sama antar penjual atapun penetapan berdasarkan pemimpin harga. 2. Product promotion policy; yaitu melalui kegiatan promosi seperti pameran dan iklan yang mengatasnamakan perusahaan. 3. Predatory and exclusivenary tactics; strategi ini bersifat ilegal karena bertujuan mendorong pesaing untuk keluar dari pasar. Strategi yang dilakukan adalah dengan menetapkan harga di bawah biaya marjinal atau dengan cara melakukan integrasi vertikal melalui penguasaan bahan baku. Kohl dan Uhl (2002) menjelaskan bahwa dalam menggambarkan perilaku pasar terdapat empat hal yang harus diperhatikan. Hal pertama yang harus diperhatikan adalah input-output system. Sistem input-output ini menerangkan bagaimana tingkah laku perusahaan dalam mengelola sejumlah input menjadi satu set output. Hal selanjutnya yang harus diperhatikan adalah power system. Sistem kekuatan (power system) ini menjelaskan bagaimana suatu perusahaan dalam suatu sistem tataniaga. Misalnya adalah kedudukan perusahaan dalam suatu sistem tataniaga sebagai perusahaan yang memonopoli suatu produk sehingga perusahaan tersebut dapat sebagai penentu harga. Hal yang ketiga adalah communications system. Sistem komunikasi ini mempelajari tentang perilaku perusahaan mengenai mudah tidaknya mendapatkan informasi. Hal yang terakhir adalah system for adapting to internal and external change. Sistem adaptif menerangkan perilaku perusahaan dalam beradaptasi pada suatu sistem tataniaga agar dapat bertahan di pasar. Efisiensi tataniaga Menurut Limbong dan Sitorus (1987) efisiensi sistem tataniaga merupakan tujuan akhir yang ingin dicapai dalam suatu proses tataniaga. Efisiensi tataniaga dapat tercapai jika sistem tersebut dapat memberikan kepuasan kepada pihakpihak yang terlibat, yaitu produsen, lembaga-lembaga perantara, dan konsumen akhir. Soekartawi (1989) mengemukakan bahwa efisiensi tataniaga akan terjadi apabila biaya tataniaga bisa ditekan sehingga ada keuntungan, tataniaga dapat lebih di tingkatkan, persentase pembedaan harga yang dibayarkan konsumen dan produsen tidak terlalu tinggi, dan tersedianya fasilitas fisik tataniaga. Penentuan efisiensi tataniaga dengan mengukur tingkat kepuasan yang diterima masing-masing pihak sangatlah sulit dan bersifat relatif. Oleh karena itu, penentuan tingkat efisiensi tataniaga dapat diukur sebagai rasio dari nilai output dengan input. Peningkatan efisiensi tataniaga dengan pendekatan rasio outputinput dapat dilakukan dengan beberapa cara. Sudiyono (2002), suatu proses tataniaga dikatakan efisien dengan menggunakan pendekatan output-input apabila: (1) Output tetap konstan dicapai dengan input yang lebih sedikit. (2) Output meningkat, sedangkan input yang digunakan tetap konstan. (3) Output dan input sama-sama mengalami kenaikan, tetapi laju kenaikan output lebih cepat daripada
17
laju input. (4) Output dan input sama-sama mengalami penurunan, tetapi laju penurunan output lebih lambat daripada laju penurunan input. Kohls dan Uhl (2002) menyatakan efisiensi tataniaga merupakan suatu indikator dan kinerja tataniaga yang dapat diukur melalui beberapa metode analisis. Indikator dalam mengukur efisiensi tataniaga produk agribisnis dapat dikelompokkan ke dalam dua jenis yaitu : 1. Efisiensi operasional berhubungan dengan penanganan aktivitas-aktivitas yang dapat meningkatkan rasio dari output-input tataniaga. Efisiensi operasional menunjukkan biaya minimum yang dapat dicapai dalam pelaksanaan fungsi dasar tataniaga 2. Efisiensi harga menunjukkan pada kemampuan harga dan tanda-tanda harga untuk penjual serta memberikan tanda kepada konsumen sebagai panduan dari penggunaan sumber daya produksi dari sisi produksi dan tataniaga. Adapun untuk metode analisis yang digunakan tersebut adalah dengan melihat marjin tataniaga, farmer’s share, dan rasio keuntungan atas biaya tataniaga. 1. Marjin tataniaga Dahl dan Hammond (1977) mendefinisikan marjin tataniaga sebagai perbedaan harga di tingkat produsen (Pf) dengan harga pedagang pengecer (Pr). Nilai marjin tataniaga (value or marketing marjin) merupakan perkalian antara marjin tataniaga dan volume produk yang terjual (Pr-Pf) x Qrf yang mengandung pengertian marketing cost (biaya-biaya tataniaga) dan marketing changes (lembaga tataniaga).
Harga (P) Sr Pr Sf Pf
Dr Df
Jumlah (Q)
Qrf
Gambar 1 Kurva marjin tataniaga Sumber : Dahl dan Hammond (1977)
Keterangan : Pr = harga retail (tingkat pengencer) Pf = harga farmer (tingkat produsen) Sr = supply retail (penawaran di tingkat pengencer) Sf = supply farmer (penawaran di tingkat produsen) Dr = demand retail (permintaan di tingkat pengencer)
18
Df (Pr-Pf) (Pr-Pf) Qrf Qrf
= demand farmer (permintaan di tingkat produsen) = marjin tataniaga = nilai marjin tataniaga = jumlah keseimbangan di tingkat produsen dan pengencer.
Pada Gambar 1 dapat dilihat bahwa dengan jumlah barang yang sama (Qrf) tetapi harga yang diterima oleh produsen (Pf) dengan harga yang diterima pengecer (Pr) adalah berbeda. Tingkat harga di pengecer (Pr) berada diatas tingkat harga produsen (Pf). Pada penawaran di tingkat pembudidaya ikan gurame (Sf) berada diatas penawaran pengecer (Sr). Untuk kondisi permintaan, pada permintaan di tingkat produsen (Df) lebih kecil jika dibandingkan dengan permintaan di tingkat pengecer (Dr). Marjin tataniaga hanya menunjukkan perbedaan harga yang terjadi dan tidak menunjukkan jumlah produk yang dipasarkan, sehingga jumlah produk di tingkat produsen sama dengan jumlah produk di tingkat pengecer atau Qr = Qf = Qrf. Besarnya nilai marjin tataniaga digambarkan dengan jarak antara harga di tingkat produsen (Pf) dengan harga di tingkat pengecer (Pr). Semakin besar perbedaan harga antara lembaga-lembaga tataniaga yang terlibat, semakin besar pula marjin tataniaganya. 2. Farmer’s share Menurut Kohls dan Uhl (2002) farmer’s share didefinisikan sebagai perbandingan antara harga yang diterima oleh pembudidaya ikan gurame dengan harga yang dibayarkan oleh konsumen tingkat akhir yang dinyatakan dalam bentuk persentase. Besarnya nilai farmer’s share akan dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah : tingkat proses, biaya transportasi, keawetan produk, dan jumlah produk. Nilai farmer’s share menunjukan hubungan yang berbanding terbalik dengan tingkat harga ditangan konsumen akhir dan berhubungan lurus dengan tingkat harga di tangan produsen. Hal ini berarti nilai farmer’s share akan menjadi relatif lebih kecil jika tingkat harga di konsumen akhir lebih besar dibandingkan tingkat harga diprodusen begitu pula sebaliknya. 3. Rasio keuntungan terhadap biaya Rasio keuntungan dan biaya tataniaga mendefinisikan besarnya keuntungan yang diterima atas biaya tataniaga yang dikeluarkan. Jika semakin meratanya penyebaran rasio keuntungan terhadap biaya, maka sistem tataniaga pun semakin efisien dari segi operasional ( Limbong dan Sitorus, 1987). Kerangka Pemikiran Oprasional Komoditas ikan gurame telah lama menjadi salah satu sektor usaha unggulan dan memiliki potensi yang cukup baik di wilayah Kota Tasikmalaya. Potensi yang dimiliki sektor usaha komoditas ikan gurame yang ada di lokasi penelitian haruslah berdampak pada peningkatan kesejahterahan para pelaku usaha yang ada didalamnya. Lamanya waktu produksi dan tingkat sensitifitas yang cukup tinggi adalah beberapa karakteristik dari komoditas benih ikan gurame. Hal ini juga dapat
19
menjadi salah satu permasalahan yang harus dihadapi para pembudidaya benih ikan gurame khususnya di wilayah Kota Tasikmalaya. Hal ini diperburuk dengan kondisi di lapangan bahwa adanya pasokan benih ikan gurame dari luar wilayah Kota Tasikmalaya yang memiliki keunggulan dalam waktu produksi. Adanya pasokan benih ikan gurame dari luar wilayah Kota Tasikmalaya ini menyebabkan adanya persaingan harga di tingkat pembudidaya benih ikan gurame di Kota Tasikmalaya dengan pembudidaya dari luar wilayah Kota Tasikmalaya. Kondisi ini tidak terlepas dari perilaku dari para pedagang dalam menentukan harga beli dari benih ikan gurame dari pembudidaya di Kota Tasikmalaya. Selain itu, pemasaran benih ikan gurame yang dilakukan pembudidaya secara perseorangan akan turut memperburuk posisi tawar dari para pembudidaya. Berdasarkan permasalahan ini sehingga ada upaya dari para pembudidaya untuk melakukan pemasaran secara bersama dalam wadah kelompok tani. Pada proses tataniaga benih ikan gurame di lokasi penelitian sendiri terdapat beberapa saluran dan lembaga yang ada didalamnya. Lembaga-lembaga tataniaga ini berperan sebagai pihak perantara dikarenakan adanya jarak diantara pembudidaya ikan gurame dengan konsumen. Semakin jauh jarak menyebabkan alur tataniaga yang dilalui menjadi semakin panjang dan memungkinkan timbulnya berbagai resiko yang harus ditangani. Hal ini juga akan menyebabkan besarnya biaya tataniaga yang dikeluarkan oleh lembaga tataniaga yang ikut serta dalam memasarkan komoditi tersebut (Husinsyah, 2005). Hobbs (1977) menjelaskan adanya biaya transfer (tataniaga) dalam kegiatan pemasaran yang digolongkan menjadi biaya informasi, biaya negosiasi, dan biaya monitoring. Adanya biaya transfer ini dikarenakan fungsi tataniaga yang dilakukan lembaga tataniaga tersebut. Dalam hal ini terdapat penambahan harga jual karena fungsi tataniaga yang dilakukan lembaga tataniaga. Proses anaslisis dalam penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu analisis kuantitatif dan kualitatif. Analisis kualitatif meliputi analisis saluran dan lembaga tataniaga, struktur pasar, fungsi tataniaga, dan perilaku pasar. Selanjutnya untuk analisis kuantitatif akan meliputi analisis marjin tataniaga, farmer’s share, dan rasio keuntungan terhadap biaya. Hasil dari analisis kuantitatif dan analisis kualitatif digunakan dalam menganalisis tingkat efisiensi tataniaga. Dengan demikian akan diketahui saluran tataniaga mana yang paling efisien dari saluransaluran tataniaga yang ada di lokasi penelitian. Selain itu, juga dilakukan analisis perbandingan diantara kegiatan pemasaran yang dilakukan melalui kelompok tani dan pemasaran secara mandiri. Diharapkan dengan mengetahui saluran tataniaga yang memiliki tingkat efisiensi yang paling baik, para pembudidaya benih ikan gurame di lokasi penelitian dapat memilih saluran tataniaga yang dapat memberikan keuntungan yang terbaik. Karena dengan potensi yang dimiliki sektor usaha komoditas ikan gurame yang ada di lokasi penelitian haruslah berdampak pada peningkatan tingkat kesejahterahan para pelaku usaha yang ada didalamnya. Selain itu, dapat diketahui dampak nyata dan perbedaan dari adanya kegiatan pemasaran benih ikan gurame melalui kelompok tani. Sehingga diharapkan kedepannya para pembudidaya yang masih belum tergabung dalam sebuah kelompok tani dapat termotivasi untuk bergabung dengan sebuah kelembagaan. Adapun untuk pembudidaya anggota diharapkan kedepannya bisa lebih memaksimalkan peran yang dapat dilakukan oleh sebuah kelembagaan pertanian.
20
Potensi usaha pembenihan ikan gurame di Desa Sukamaju Kidul Kecamatan Indihiang Kota Tasikmalaya
Kondisi pemasaran usaha pembenih ikan gurame di lokasi penelitian : Adanya pemasaran melibatkan pedagang perantara maupun kelompok tani Adanya pasokan benih ikan gurame dari luar wilayah Kota Tasikmalaya
Kondisi usaha pembenihan ikan gurame di lokasi penelitian : Waktu produksi yang relatif lebih lama dibandingkan dengan usaha perikanan budidaya lainnya Tingkat sensitifitas yang relatif tinggi dari benih ikan gurame
Permasalahan awal yang muncul berdasarkan kondisi yang ada : Pembudidaya menghadapi resiko usaha yang cukup besar dibandingkan jenis komoditas perikanan lainnya. Persaingan harga diantara pembudidaya di wilayah Kota Tasikmalaya dengan adanya pasokan dari luar wilayah. Apakah ada dampak nyata yang ditimbulkan dengan adanya kegiatan kelompok tani dalam menjalankan kegiatan pemasaran.
Tujuan penelitian berdasarkan permasalahan awal : Bagaimana tingkat efisiensi dari kegiatan pemasaran yang dilakukan? Bagaimana perbandingan kondisi antara pemasaran didalam maupun diluar kelompok tani? Analisis kualitatif Saluran dan lembaga Struktur pasar Fungsi tataniaga Perilaku pasar
Analisis efisiensi tataniaga benih ikan gurame
Analisis kuantitatif Marjin tataniaga Farmer’s share Rasio keuntungan terhadap biaya
Perbandingan antara tataniaga melalui dan tanpa kelompok tani
Rekomendasi bagi pembudidaya non anggota untuk bergabung dengan kelompok tani dan mengupayakan untuk lebih terus memaksimalkan peran kelompok tani bagi pembudidaya anggota
Gambar 2 Skema kerangka pemikiran operasional penelitian
21
METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Sukamaju Kidul, Kecamatan Indihiyang, Kota Tasikmalaya untuk menganalisis dan membandingkan efisiensi tataniaga benih ikan gurame antara tataniaga melalui dan tanpa melalui kelompok tani. Untuk komoditas yang menjadi objek penelitian adalah berupa benih ikan gurame yang dikhususkan pada segmentasi benih ukuran 5-7 cm. Penentuan lokasi penelitian dilakukan dengan sengaja (purvosive) dengan pertimbangan bahwa lokasi tersebut memiliki potensi pada objek penelitian ini, yaitu komoditas benih ikan gurame. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan pada Bulan Juni hingga Agustus tahun 2013. Jenis Data dan Sumber Data Pada penelitian ini digunakan dua jenis data,yaitu data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari pengamatan langsung dan dengan melakukan wawancara kepada para pembudidaya ikan gurame dan kembaga tataniaga yang terkait dengan sistem tataniaga benih ikan gurame di lokasi penelitian. Data sekunder diperoleh dari beberapa sumber literatur yang berkaitan dengan permasalahan-permasalahan yang ada pada penelitian ini seperti Badan Pusat Statistik Indonesia, Kementrian Perikanan dan Kelautan Indonesia, Dinas Pertanian Perikanan dan Peternakan Kota Tasikmalaya. Metode Pengambilan Responden Pemilihan responden sebagai sampel pembudidaya ikan gurame dilakukan dengan berbeda antara responden pembudidaya anggota dengan pembudidaya non anggota. Pada responden pembudidaya non anggota pemilihan responden dilakukan dengan sengaja (purvosive), sedangkan untuk responden pembudidaya anggota dilakukan dengan sensus. Pembudidaya ikan gurame yang dipilih adalah pembudidaya ikan gurame yang memiliki usaha di Desa Sukamaju Kidul Kecamatan Indihiyang Kota Tasikmalaya dengan jumlah pembudidaya ikan gurame yang menjadi responden sebanyak 33 orang. Pada responden pembudidaya ikan gurame ini terbagi kedalam 2 kelompok atau kategori. Kelompok pertama adalah para pembudidaya ikan gurame yang tergabung dalam sebuah kelompok tani sebanyak 18 orang. Kategori yang kedua adalah pembudidaya ikan gurame yang tidak bergabung dengan suatu kelompok tani sebanyak 15 orang. Penentuan responden sebagai sampel pedagang dilakukan dengan cara mengikuti aliran dari proses tataniaga benih ikan gurame hingga sampai ke tangan konsumen (snowball sampling) berdasarkan informasi yang didapatkan di lokasi penelitian. Pengambilan data dari responden pembudidaya ikan gurame dan pedagang benih ikan gurame yang terlibat dengan usaha komoditas benih ikan gurame di Desa Sukamaju Kidul, Kecamatan Indihiyang, Kota Tasikmalaya ini bertujuan memperoleh gambaran mengenai alur dan saluran tataniaga yang
22
terbentuk dalam proses pemasaran benih ikan gurame hingga ketangan konsumen akhir. Metode Analisis Data Pada penelitian ini digunakan dua metode analisis, yaitu metode analisis kualitatif dan kuantitatif. Pada data hasil dari metode analisis kualitatif akan dipaparkan secara deskriptif. Tujuan metode analisis kualitatif dimaksudkan sebagai metode untuk menganalisis saluran tataniaga, lembaga, struktur, fungsi tataniaga, dan perilaku pasar dengan menggunakkan kuisioner dan wawancara langsung. Selain itu, analisis ini juga digunakan dalam memaparkan keadaan dari hasil perbandingan aktivitas tataniaga antara pembudidaya yang menggunakan dan tanpa menggunakan kelompok tani sebagai media pemasaran. Analisis yang dilakukan untuk membandingkan antara kegiatan pemasaran yang melalui dengan tanpa melalui kelompok tani adalah dengan menggunakan alat uji beda non parametrik dan metode penjabaran secara deskriptif. Sedangkan untuk data hasil dari metode analisis kuantitatif akan digunakan sebagai alat untuk menganalisis marjin tataniaga, farmer’s share, dan rasio keuntungan terhadap biaya. Penggolahan data dalam analisis kuantitatif menggunakan kalkulator, microsoft excel, dan sistem tabulasi dalam proses pengolahan datanya yang kemudian akan disajikan dalam bentuk tabulasi dan akan dianalisis berdasarkan hasil pengolahan data tersebut. Analisis lembaga, fungsi, dan saluran tataniaga Pada sistem tataniaga terdapat saluran-saluran tataniaga yang terdiri atas lembaga tataniaga yang melakukan fungsi-fungsi tataniaga dalam penyaluran barang hingga ketangan konsumen. Analisis lembaga tataniaga dilakukan untuk mengetahui karakteristik setiap lembaga yang berperan sebagai pihak perantara dalam menjalankan usaha menyalurkan hingga ketangan konsumen. Proses penyaluran produk dari lembaga tataniaga ini akan membentuk suatu pola saluran tataniaga. Sehingga analisis saluran tataniaga perlu dilakukan dengan mengamati lembaga-lambaga tataniaga yang membentuk saluran tataniaga produk tersebut. Selain itu, analiasis fungsi tataniaga pun perlu digunakan untuk mengetahui fungsi tataniaga yang terdapat pada masing-masing lembaga pada tiap saluran tataniaga benih ikan gurame. Didalam menganalisis fungsi tataniaga yang dilakukakan oleh lembaga-lembaga tataniaga terdapat beberapa fungsi tataniaga yang diperhatikan. Fungsi-fungsi tataniaga tersebut adalah fungsi pertukaran (pembelian dan penjualan), fungsi fisik yang (pengangkutan, penyimpanan, dan pengolahan), serta fungsi fasilitas (standarisasi, penanggungan risiko, pembiayaan, dan informasi pasar). Limbong Dan Sitorus (1987) menjelaskan hal ini yang terdapat dalam Tabel 9.
23
Tabel 9
Fungsi tataniaga yang dilaksanakan oleh petani (pembudidaya ikan gurame) dan lembaga tataniagaa
Fungsi Tataniaga 1. Pertukaran Penjualan Pembelian 2. Fisik Penimpanan Pengankutan Pengolahan 3. Fasilitas Standarisasi Resiko Pembiayaan Informasi a
Lembaga Tataniaga Pembudidaya Kelompok Pengumpul P.Besar P.Pengecer
Sumber : Limbong dan Sitorus (diolah), 1987
Analisis struktur dan perilaku pasar Analisis struktur pasar digunakan untuk melihat kecenderungan struktur pasar dari sektor usaha. Terdapat 2 kemungkinan, yaitu persaingan sempurna atau pasar persaingan tidak sempurna. Penentuan struktur pasar dapat dilakukan melalui dua sudut pandang yang berbeda, yaitu sudut pandang pembeli atau sudut pandang penjual. Pada penelitian ini pengamatan mengenai struktur pasar dibatasi hanya dari sudut pandang penjual saja.
Tabel 10 Jumlah perusahaan Banyak Banyak Sedikit Sedikit Satu a
Kriteria penentuan jenis struktur pasar berdasarkan karakteristik pasara Karakteristik Informasi Sifat produk pasar Homogen Sedikit Diferensiasi Sedikit Homogen Banyak Diferensiasi Banyak Unik Banyak
Hambatan pasar Rendah Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi
Struktur pasar Persaingan sempurna Persaingan monopolistik Oligopoli murni Oligopoli terdeferensiasi Monopoli
Sumber: Dahl dan Hammond (1977).
Analisis struktur pasar dilakukan dengan melakukan pengamatan terhadap jumlah lembaga tataniaga, kemudahan dalam memasuki atau keluar dari pasar, sifat atau kondisi dari produk, dan kemudahan dalam mendapatkan informasi pasar (Dahl dan Hammond, 1977). Kemudian untuk analisis perilaku pasar dilakukan untuk melihat pola perilaku yang diikuti oleh perusahaan dalam hubungannya dengan pasar yang dihadapi. Analisis perilaku pasar dilakukan dengan melakukan pengamatan terkait aktivitas pembelian, penjualan, sistem
24
penentuan harga, cara pembayaran, dan bentuk kerja sama yang dilakukan antar lembaga. Analisis Marjin Tataniaga Analisis marjin tataniaga dilakukan sebagai salah satu kriteria untuk menentukan tingkat efisiensi tataniaga. Marjin tataniaga merupakan perbedaan biaya dari jasa-jasa tataniaga yang dibutuhkan sebagai akibat permintaan dan penawaran dari jasa-jasa tataniaga (Yenni dan Mursidah, 2011). Hasil perhitungan nilai marjin tataniaga masing-masing lembaga kemudian dibandingkan dengan setiap saluran. Nilai marjin tataniaga pada lembaga tataniaga diperoleh dari hasil pengurangan harga jual dengan harga beli lembaga tataniaga. Asmarantaka (2009) menyatakan secara matematis marjin tataniaga dirumuskan pada persamaan: mji = Psi – Pbi
(1)
Selain itu, nilai marjin tataniaga juga dapat diperoleh melalui penjumlahan biaya tataniaga dengan keuntungan pada lembaga tataniaga: mji = Bti + πi
(2)
Dengan demikian dapat diperoleh nilai keuntungan pada lembaga tataniaga dengan mengurangi nilai marjin tataniaga dengan besarnya biaya tataniaga pada lembaga tersebut : πi = mji – Bti (3) Sehingga besarnya total marjin tataniaga dalam suatu saluran tataniaga yang terdiri atas beberapa lembaga tataniga didalamnya adalah : Mij = Σ mji, i = 1,2,3,........n
(4)
Keterangan: mji = marjin tataniaga pada lembaga ke-i Psi = harga penjualan lembaga tataniaga ke-i Pbi = harga pembelian lembaga tataniaga ke-i Bti = biaya tataniaga lembaga tataniaga ke-i πi = keuntungan lembaga tataniaga ke-i Mij = total marjin tataniaga Analisis farmer’s share Analisis farmer’s share dilakukan bertujuan untuk mengetahui persentase dari keuntungan yang diperoleh pembudidaya ikan gurame dari adanya proses tataniaga yang terjadi. Hubungan antara nilai farmer’s share dan nilai marjin tataniaga yang terbentuk adalah berbanding terbalik. (Asmarantaka 2009) menyatakan farmer’s share dalam bentuk matematis sebagai berikut:
25
Keterangan: Fsi = persentase yang diterima pembudidaya ikan gurame Pf = harga di tingkat pembudidaya ikan gurame Pr = harga di tingkat konsumen Analisis Rasio Keuntungan Terhadap Biaya Rasio keuntungan terhadap biaya tataniaga mendefinisikan besarnya keuntungan yang diterima atas biaya tataniaga yang dikeluarkan. Jika semakin meratanya penyebaran rasio keuntungan dan biaya, maka dari segi operasional sistem tataniaga semakin efisien (Limbong dan Sitorus, 1987). Rasio keuntungan terhadap biaya dapat didefinisikan dalam sebuah fungsi matematika sebagai berikut : π Keterangan: = Keuntungan lembaga tataniaga ke-i Ci = Biaya tataniaga pada lembaga tataniaga ke-i Nilai dari analisis rasio keuntungan terhadap biaya yang lebih besar dari nol dapat diinterpretasikan bahwa tataniaga yang dilakukan sudah efisien. Begitu pula sebaliknya jika hasil analisis rasio keuntungan terhadap biaya kurang dari nol dapat diinterpretasikan bahwa tataniaga yang telah dilakukan tidak efisien. Asmarantaka (2009) mengatakan bahwa tataniaga yang efisien juga dapat dilihat berdasarkan sebaran nilai rasio keuntungan terhadap biaya yang merata untuk setiap lembaga tataniaga dalam saluran tataniaga. Analisis perbandingan dua sistem tataniaga 1. Uji Kruskal Wallis Uji ini diaplikasikan untuk masalah hubungan kausal dua variabel non metrik. Variabel independent (X) terdiri lebih dari dua kategori (k) dengan kasus k sampel bebas dan variabel dependent (Y) minimal mencapai pengukuran ordinal (Harmini, 2011). Adapun prosedur uji dalam Kruskal Wallis adalah sebagai berikut : a Pembentukan hipotesis Ho : Populasi yang dibandingkan mempunyai nilai rata-rata yang sama H1 : Tidak semua populasi yang dibandingan kan mempunyai nilai rata-rata yang sama b Tetapkan level signifikansi : α c Uji statistik : Ukuran sampel ke-i : ni ; i=1,2,3,..., k n = n1 + n2 + n3 + ... + nk ukuran sampel 2 : n2 Gabungkan data dari k sampel (semua sampel) dan beri peringkat atau rangking dari data yang terkecil hingga yang terbesar. Jika ada
26
d
peringkat/rangking yang sama, maka peringkat diambil berdasarkan nilai rata-rata. Hitung jumlah peringkat sampel ke-1 sampai dengan sampel ke-k, notasikan dengan R1, R2, ...., Rk. Hitung : ∑
e
; berdistribusi X 2α;v =k-1
Daerah kritis : Jika H > X 2α;v =k-1 : maka tolak H0
2. Uji Mann-Whitney Uji ini diaplikasikan untuk masalah hubungan kausal dua variabel non metrik. Variabel independent (X) terdiri dari dua kategori dengan kasus dua sampel bebas dan variabel dependent (Y) minimal mencapai penguluran ordinal. Penggunaan uji Mann-Whitney dilakukan untuk mengetahui apakah lokasi pusat data Y pada kedua populasi berdasarkan dua sampel bebas yang dimiliki berbeda (Harmini,2011). Untuk itu hipotesis statistiknya dinyatakan sebagai : Ho : Median Y di kedua populasi tidak berbeda Hi : Median Y di populasi 1 lebih besar dibanding di populasi 2 (uji satu arah) Untuk menguji hipotesis tersebut, digunakan statistik uji, [ √[
] ]
[
[
] ∑
∑
]
Keterangan : n1 : ukuran sampel dari populasi 1 n2 : ukuran sampel dari populasi 2 R1 : jumlah rank dari sampel yang berukuran n1 R2 : jumlah rank dari sampel yang berukuran n2 t : banyak angka sama untuk rank tertentu ∑ : jumlahkan untuk seluruh kasus angka sama Untuk menghitung statistik uji tersebut terlebih dahulu data sampel dirangking tanpa membedakan asal sampel. Berikan rank 1 untuk observasi bernilai terkecil dan rank (n1+ n2) untuk observasi bernilai terbesar, apabila ada observasi yang bernilai sama berikan rank rata-ratanya. Untuk sampel berukuran besar (n1>10) statistik Zhit menyebar mengikuti sebaran normal baku (Z). Jika diperoleh IZhitI> Zα maka dapat disimpulkan tolak H0 pada taraf nyata α. Adapun pada output SPSS tersaji nilai Exact. Sig (2* (1-Tailed Sig) dan apabila kurang dari α, dapat disimpulkan tolak H0 dan sebaliknya (Harmini, 2011).
27
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Kondisi Wilayah dan Penduduk Lokasi Penelitian Kota Tasikmalaya Kota Tasikmalaya adalah salah satu kota yang terletak pada bagian tenggara wilayah administratif Provinsi Jawa Barat. Secara geografis Kota Tasikmalaya terletak pada 1080 08' 38" - 1080 24' 02" BT dan 70 10' - 70 26' 32" LS. Kota Tasikmalaya memiliki jarak dengan Kota Bandung sebagai Ibukota Provinsi Jawa Barat sejauh ±105 km kearah selatan dan berjarak sejauh ±225 km dengan Kota Jakarta Sebagai Ibukota Negara Indonesia. Terletak diantara Kabupaten Ciamis dan Kabupaten Garut menjadikan Kota Tasikmalaya memiliki letak yang strategis sebagai kota penghubung antara Provinsi Jawa Barat dan Provinsi Jawa Tengah. Batas administratif Kota Tasikmalaya antara lain adalah sebagai berikut : 1. Sebelah utara berbatasan dengan Kab. Tasikmalaya dan Kab. Ciamis 2. Sebelah barat berbatasan dengan Kab. Tasikmalaya 3. Sebelah timur berbatasan dengan Kab. Tasikmalaya dan Kab. Ciamis 4. Sebelah selatan berbatasan dengan Kab. Tasikmalaya
Gambar 3 Peta wilayah administratif Kota Tasikmalaya Sumber : BPS Kota Tasikmalaya (2013)
Kondisi alam Kota Tasikmalaya berdasarkan bentang alamnya termasuk kedalam kategori dataran sedang dengan ketinggian yang berkisar antara 200 hingga 500 m di atas permukaan laut . Rata-rata curah hujan Kota Tasikmalaya perbulan adalah sebesar 278.55 mm. Curah hujan tertinggi terjadi selama Bulan Januari hingga April, sedangkan terendah antara September hingga Oktober. Secara geologis kondisi alam Kota Tasikmalaya memperlihatkan struktur geologi yang terbentuk karena material-material Gunung Galunggung. Kondisi ini mengakibatkan tingkat kesuburan tanah menjadi sangat mendukung untuk mengembangkan usaha yang berbasis pada alam.
28
Tabel 11
Jumlah penduduk menurut kelompok umur dan jenis kelamin di Kota Tasikmalaya tahun 2010a
Kelompok umur (tahun) 0 - 14 15 - 29 30 - 44 45 - 59 60 - 74 >74 a
Jumlah penduduk (jiwa) Laki-laki Perempuan Jumlah 94 727 89 727 184 454 85 140 83 696 168 836 73 263 70 179 143 442 46 330 45 146 91 476 18 409 20 187 38 596 3 591 5 069 8 660
Persentase (%) 29.03 26.57 22.57 14.40 6.07 1.36
Sumber : BPS Kota Tasikmalaya (2011)
Wilayah Kota Tasikmalaya memiliki luas 17 156.20 Ha atau 171.56 km2 yang disahkan berdasarkan undang-undang No 10 Tahun 2001 tentang pembentukan pemerintah Kota Tasikmalaya. Pada tahun 2010 tingkat kepadatan penduduk Kota Tasikmalaya mencapai 3 704 jiwa/km2 dengan total jumlah penduduk sebanyak 635 464 jiwa terdiri atas laki-laki 321 460 jiwa dan wanita 314 004 jiwa. Persebaran penduduk di Kota Tasikmalaya berdasarkan kelompok umur didominasi oleh kelompok umur 0 sampai 14 tahun (29.03persen) dan diikuti kelompok umur 15-29 tahun (26.57 persen) juga kelompok umur 30-44 tahun sebesar 22.57persen (Tabel 11).
Tabel 12
Luas wilayah menurut kecamatan di Kota Tasikmalaya tahun 2010a
Kecamatan Kawalu Tamansari Cibeureum Purbaratu Tawang Cihideung Mangkubumi Indihiang Bungursari Cipedes Total a
Luas (km2) 41.12 28.52 17.54 11.87 5.33 5.30 23.68 11.88 18.22 8.10 171.56
Kepadatan (jiwa/km2) 2 065 2 212 3 492 3 212 11 845 13 495 3 598 4 003 2 510 9 253 55 685
Jumlah penduduk (jiwa) Laki-Laki Perempuan Jumlah 43 300 41 630 84 930 32 005 31 068 63 073 30 993 30 248 61 241 19 391 18 739 38 130 31 463 31 669 63 132 36 255 35 271 71 526 43 233 41 960 85 193 23 969 23 585 47 554 22 917 22 816 45 733 37 934 37 018 74 952 321 460 314 004 635 464
Sumber : BPS Kota Tasikmalaya dalam angka (2011)
Secara administratif Kota Tasikmalaya terbagi kedalam 10 kecamatan dengan jumlah kelurahan atau desa sebanyak 69 kelurahan. Tercatat wilayah Kecamatan Kawalu sebagai kecamatan terluas (41.12 km2) dan Kecamatan Cihideung adalah kecamatan terkecil (5.30 km2) (Tabel 12). Untuk wilayah
29
kecamatan berdasarkan tingkat kepadatan penduduk, Kecamatan Cihideung tercatat mimiliki tingkat kepadatan penduduk tertinggi (13 495 jiwa/km2) dan untuk kecamatan dengan tingkat kepadatan penduduk terendah adalah Kecamatan Kawalu (2065 jiwa/km2). Nilai PDRB Kota Tasikmalaya pada tahun 2010 (atas dasar harga konstan) adalah sebesar Rp 3.87 triliun (data Tabel 13). Nilai PDRB Kota Tasikmalaya ini dihasilkan dari beberapa sektor usaha dengan tingkat kontribusi terhadap total PDRB yang berbeda-beda. Sektor usaha perdagangan, hotel, dan komunikasi memberikan kontribusi terbesar terhadap PDRB Kota Tasikmalaya dibandingkan dengan sektor usaha lainnya, yaitu sebesar Rp 1.21 triliun atau 31.34 persen. Sektor usaha selanjutnya dengan nilai kontribusi terbesar terhadap adalah industri pengolahan dengan nilai sebesar Rp 685.9 miliar (17.68 persen) diikuti oleh sektor usaha jasa dengan nilai sebesar Rp 446.6 miliar (11.52 persen).
Tabel 13
Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Tasikmalaya atas harga konstan menurut lapangan usaha tahun 2010a
Lapangan Usaha PDRB Kota Tasikmalaya Pertambangan dan penggalian Industri pengolahan Listrik, gas dan air bersih Bangunan Perdagangan, hotel, restoran Pengangkutan dan komunikasi Keuangan dan jasa perusahaan Jasa-Jasa Pertanian a
Nilai PDRB (Rp miliar) 3 878.72 0.202 685.91 64.15 438.34 1 215.77 321.25 406.03 446.64 300.38
Distribusi PDRB Laju (%) (%) 100 5.73 0.01 1.13 17.68 4.89 1.65 5.03 11.30 10.22 31.34 8.31 8.28 2.46 10.47 5.39 11.52 2.15 7.74 1.10
Sumber : BPS Kota Tasikmalaya (2011)
Jika dibandingkan dengan kondisi pada tahun sebelumnya, maka secara keseluruhan nilai PDRB Kota Tasikmalaya tahun 2010 mengalami peningkatan. Peningkatan nilai PDRB ini menggambarkan kondisi dari laju pertumbuhan ekonomi. Peningkatan nilai PDRB Kota Tasikmalaya tahun 2010 dibandingkan dengan tahun 2009 adalah sebesar Rp 210.09 miliar (5.73 persen). Peningkatan ini disebabkan oleh adanya peningkatan PDRB yang dihasilkan oleh masing-masing sektor usaha di Kota Tasikmalaya. Secara keseluruhan peningkatan dari PDRB pada masing-masing sektor usaha di Kota Tasikmalaya berkisar antara 1 hingga 5 persen dan peningkatan tertinggi terjadi pada sektor usaha bagunan sebesar 10.22 persen (Rp 40.65 miliar). Sementara untuk sektor pertanian menjadi sektor usaha dengan peningkatan terendah, yaitu sebesar 1.10 persen atau Rp 3.281 miliar (Tabel 14). Rendahnya peningkatan PDRB dari sektor pertanian dibandingkan dengan sektor usaha lainnya mengindikasikan adanya pergeseran didalam tingkat produktifitas sektor pertanian di Kota Tasikmalaya. Perubahan dalam penggunaan lahan dan kondisi
30
alam menjadi salah satu hal yang dapat mendasari produktifitas sektor pertanian yang cenderung tetap bahkan menurun. Kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB Kota Tasikmalaya pada tahun 2010 mencapai Rp 300.38 miliar atau 7.74 persen Pada sektor pertanian ini terdiri atas beberapa subsektor usaha. Subsektor usaha peternakan memiliki kontribusi tertinggi terhadap PDRB sektor pertanian Kota Tasikmalaya tahun 2010 sebesar 51.39 persen diikuti dengan kontribusi dari subsektor tanaman pangan sebesar 40.12persen. Untuk subsektor perikanan Kota Tasikmalaya sendiri, nilai PDRB yang dihasilkan pada tahun 2010 adalah sebesar Rp 23.56 miliar dengan kontribusi terhadap nilai PDRB sektor pertanian sebesar 7.85 persen. Nilai PDRB subsektor perikanan Kota Tasikmalaya pada tahun 2010 ini menunjukan peningkatan sebesar Rp 252.17 juta atau 1.08 persen dibandingkan dengan tahun 2009. Adanya peningkatan nilai PDRB yang dihasilkan sektor perikanan ini tidak terlepas dari adanya pembangunan faktor pendukung subsektor perikanan. Pembangunan beberapa faktor pendukung pengembangan usaha perikanan ini adalah antara lain dibangunnya sarana dan prasarana pendukung seperti depo ikan dan juga balai benih ikan di wilayah Kota Tasikmalaya. Tabel 14
PDRB kota tasikmalaya sektor pertanian atas harga konstan tahun 2010a
Lapangan usaha sektor pertanian Tanaman pangan Tanaman perkebunan Peternakan Kehutanan Perikanan a
Nilai PDRB (Rp miliar) 120.52 1.47 154.36 0.45 23.56
Distribusi PDRB (%) 40.12 0.49 51.39 0.15 7.85
Laju (%) 1.24 0.46 1.01 0.36 1.08
Sumber : BPS Kota Tasikmalaya (2011)
Depo ikan adalah sarana pemasaran produksi ikan, dengan luas 17 420 m2 yang beralamat di Jl. Letnan Harun, Kelurahan Sukarindik, Kecamatan Indihiang Kota Tasikmalaya, berfungsi untuk menyediakan prasarana pemasaran produk perikanan yang efektif dan higienis, baik benih maupun ukuran konsumsi. Komoditas yang dipasarkan di depo pasar ikan tersebut adalah ikan hidup ukuran benih sampai ukuran konsumsi, induk ikan, ikan hias, ikan segar, dan ikan-ikan olahan. Selain itu juga telah dibangun sarana dan prasarana balai benih ikan (BBI) yang representatif untuk memenuhi permintaan benih yang berkualitas dari para pembudidaya ikan gurame pembesaran yang ada di Kota Tasikmalaya maupun luar wilayah Kota Tasikmalaya. Pembangunan balai benih ikan dilaksanakan diatas lahan seluas 20 077 m2 yang terletak di Kelurahan Parakanyasag, Kecamatan Indihiang. Kecamatan Indihiang dan Desa Sukamaju Kidul Kecamatan Indihiang adalah salah satu kecamatan di wilayah Kota Tasikmalaya dan terletak di sebelah utara dari pusat Kota Tasikmalaya dengan
31
berkisar antara 350 mdpl sampai 490 mdpl. Kecamatan Indihiang merupakan pintu masuk Kota Tasikmalaya dari arah Bandung dan Jakarta. Secara administratif Kecamatan Indihiang di sebelah utara berbatasan langsung dengan Kecamatan Cisayong (Kabupaten Tasikmalaya) dan Kabupaten Ciamis yang dibatasi oleh Sungai Citanduy, sebelah barat dengan Kecamatan Bungursari, sebelah timur dan selatan dengan Kecamatan Cipedes.
Tabel 15
Luas wilayah dan persebaran penduduk di Kecamatan Indihiang pada masing-masing desa/kelurahan, tahun 2012a
Kelurahan Indihiang Sirnagalih Parakannyasag Panyingkiran Sukamaju Kaler Sukamaju Kidul Total a
Luas (km2) 1.52 1.21 1.88 0.84 3.48 2.95 11.88
Jumlah penduduk (jiwa) Kepadatan area Ketinggian (jiwa/km2) (m dpl) Pria Wanita 3 924 3 904 5 150 425 3 195 2 965 5 091 425 4 527 4 404 4 751 425 3 986 3 859 9 339 425 4 807 4 755 2 748 490 3 568 3 512 2 394 350 24 007 23 399 3 988 -
Sumber : Profil Kecamatan Indihiang (2013)
Wilayah Kecamatan Indihiang memiliki luas 11.88 km2 yang terbagi kedalam 6 kelurahan, yaitu : Sukamaju Kaler, Sukamaju Kidul, Indihiang, Sirnagalih, Parakannyasag, dan Panyingkiran (data Tabel 15). Wilayah Desa Sukamaju Kaler memiliki wilayah administratif terbesar diantara yang lainnya sebesar 11.88 km2, sedangkan Desa Panyingkiran adalah yang terkecil dengan luas wilayah 0.840 km2. Tingkat kepadatan pendududk di Kecamatan Indihiang pada tahun 2012 mencapai 3 988 jiwa/km2 dengan jumlah penduduk sebanyak 47 406 jiwa yang terdiri atas penduduk laki-laki sebanyak 24 007 jiwa dan penduduk wanita sebanyak 23 399 jiwa. Kelurahan Panyingkiran adalah kelurahan yang memiliki tingkat kepadatan penduduk tertinggi di wilayah Kecamatan Indihiang (9 339 jiwa/km2) dan Kelurahan Sukamaju Kidul adalah yang terendah (2 394 jiwa/km2). Salah satu kelurahan atau desa yang berada dalam wilayah Kecamatan Indihiang adalah Kelurahan Sukamaju Kidul yang menjadi lokasi pada penelitian ini. Luas wilayah Kelurahan Sukamaju Kidul adalah sebesar 2 958 km2 dengan jumlah penduduk pada tahun 2012 sebanyak 7 080 jiwa sehingga tingkat kepadatan penduduk di Kelurahan Sukamaju Kidul 2 394 jiwa/km2. Persebaran penduduk di Kecamatan Indihiang menurut tingkat pendidikan pada tahun 2012 (Tabel 16) didominsai oleh penduduk dengan tingkat pendidikan SLTA sebesar 21.37 persen atau 10 138 jiwa diikuti dengan tingkat pendidikan tamat SD (21.04 persen) dan SLTP (18.78 persen). Tingkat pendidikan SIII tercatat sebagai tingkat pendidikan dengan jumlah terkecil di wilayah Kecamatan Indihiang hanya 4 orang (0.01 persen). Hal ini tidak jauh berbeda dengan kondisi
32
di Desa Sukamaju Kidul yang tingkat pendidikan dari penduduk didominasi oleh penduduk dengan tingkat pendidikan SLTA sebanyak 1 501 jiwa (21.20 persen).
Tabel 16
Sebaran penduduk berdasarkan tingkat pendidikan di Kecamatan Indihiang dan Desa Sukamaju Kidul, tahun 2012a
Tingkat pendidikan Tidak/belum sekolah Belum/tidak tamat SD Tamat SD SLTP SLTA D I dan DII Akademi atau DIII DIV atau SI SII SIII a
Sumber : Profil Kecamatan Indihiang (2013)
Tabel 17
Sebaran Penduduk berdasarkan kelompok umur di Kecamatan Indihiang dan Desa Sukamaju Kidul, tahun 2012a
Kelompok umur (tahun) 0 - 14 15 - 29 30 - 44 45 - 59 60 - 74 >74 a
Kecamatan Indihiang Desa Sukamaju Kidul Jumlah (jiwa) Persentase Jumlah (jiwa) Persentase 7 015 14.79 1 385 19.56 7 023 14.81 1 252 17.68 9 979 21.04 1 149 16.23 8 907 18.78 1 244 17.57 10 138 21.37 1 501 21.20 1 299 2.74 199 2.81 1 470 3.10 208 2.94 1 501 3.16 134 1.89 99 0.21 8 0.11 4 0.01 0 0.00
Kecamatan Indihiang Desa Sukamaju Kidul Jumlah (jiwa) Persentase (%) Jumlah (jiwa) Persentase (%) 12 707 26.79 2 152 30.40 11 870 25.02 1 762 24.89 10 822 22.81 1 422 20.08 7 932 16.72 1 067 15.07 3 517 7.41 607 8.57 587 1.24 70 0.99
Sumber : Profil Kecamatan Indihiang (2013)
Adapun untuk persebaran penduduk di Kecamatan Indihiang berdasarkan kelompok umur (data Tabel 17) didominasi oleh penduduk dari kelompok umur 0 sampai 14 tahun sebesar 26.79 persen dari total penduduk. Kelompok umur selanjutnya yang mendominasi adalah kelompok umur 15 sampai 29 tahun (25.02 persen) dan 30 sampai 44 tahun (22.81 persen). Untuk wilayah Desa Sukamaju Kidul sendiri, persebaran penduduk menurut kelompok umur didominasi oleh penduduk pada kelompok umur 0 sampai 14 tahun dengan persentase 30.40 persen diikuti kelompok umur 15 sampai 29 tahun (24.89 persen) dan 30-44 tahun (20.08 persen). Jika melihat pada data sebaran penduduk berdasarkan kelompok umur di Kecamatan Indihiang maupun di wilayah Desa Sukamaju Kidul, maka
33
dapat diketahui bahwa penduduk lebih didominasi oleh kelompok usia sekolah (014 tahun). Hal ini secara langsung maupun tidak langsung akan berdampak pada kondisi sebaran penduduk berdasarkan mata pencarian. Mata pencarian penduduk di Kecamatan Indihiang maupun Desa Sukamaju Kidul didominasi oleh ibu rumah tangga dan belum bekerja (data Tabel 18). Selain disebabkan oleh kondisi sebaran penduduk berdasarkan kelompok umur, hal ini juga dapat mengindikasikan bahwa banyak penduduk usia produktif (terutama kalangan pria) yang mencari pekerjaan hingga keluar Kota Tasikmalaya (seperti Bandung maupun Jakarta). Adapun selain kedua jenis profesi tersebut, mata pencarian sebagai buruh adalah yang mendominasi dengan persentase sebesar 13.90 persen atau 6 595 jiwa. Demikian pula halnya dengan kondisi yang ada di Desa Sukamaju Kidul, mata pencarian sebagai buruh adalah yang mendominasi dengan persentase sebesar 13.74 persen atau 973 jiwa.
Tabel 18
Sebaran mata pencaharian penduduk Kecamatan Indihiang dan Desa Suka Maju kidul tahun 2012a
Mata pencaharian PNS TNI POLRI Pegawai swasta Wiraswasta Buruh Pejabat negara Tenaga profesi Pensiunan Ibu rumah tangga Belum bekerja Tidak bekerja Lainnya Total a
Kecamatan Indihiang Desa Sukamaju Kidul Jumlah (jiwa) Persentase (%) Jumlah (jiwa) Persentase (%) 2 114 4.46 126 1.78 63 0.13 2 0.03 80 0.17 7 0.10 4 215 8.89 3 890 5.49 5 353 11.28 531 7.50 6 595 13.90 973 13.74 3 0.01 0 0.00 2 744 5.78 31 0.44 1 011 2.13 58 0.82 9 255 19.51 1 832 25.88 7 302 15.39 656 9.27 3 294 6.94 466 6.58 5 406 11.40 2 009 28.38 47 435 100.00 7 080 100.00
Sumber : Profil Kecamatan Indihiang (2013)
Karakteristik Responden Pengambilan data dari responden yang terlibat dalam kegiatan pemasaran benih ikan gurame di Desa Sukamaju Kidul, Kecamatan Indihiang, Kota Tasikmalaya terbagi kedalam beberapa jenis responden. Pengambilan data pada jenis responden pembudidaya ikan gurame dilakukan dengan menggunakan responden sebanyak 33 orang. Kemudian untuk Responden yang berperan sebagai lembaga tataniaga adalah sebanyak 13 orang dengan rincian sebanyak 3 orang pedagang pengumpul, 1 narasumber yang mewakili sebuah kelompok tani, 2
34
orang pedagang besar, 2 orang pedagang (pembeli di tingkat kelompok tani), dan 5 orang pedagang pengecer. Responden pembudidaya ikan gurame Jumlah responden pada kategori pembudidaya ikan gurame adalah sebanyak 33 orang. Responden pembudidaya ikan gurame ini terbagi menjadi responden pembudidaya ikan gurame anggota dan non anggota kelompok. Pembagian dua jenis responden pada tingkat pembudidaya ini disebabkan oleh adanya dua jenis pemasaran yang dilakukan, yaitu pemasaran melalui kelompok tani dan tanpa melalui kelompok tani sebagai media pemasaran. Responden pembudidaya ikan gurame dengan kategori anggota kelompok tani dipilih dengan beberapa pertimbangan diantaranya adalah sedang atau masih melakukan kegiatan usaha budidaya ikan gurame, melakukan kegiatan pemanenan (penjualan) pada Bulan Maret hingga Mei tahun 2013, dan aktif dalam kelompok tani. Untuk jenis responden pembudidaya ikan gurame non anggota kelompok hanya berdasarkan kegiatan penjualan yang dilakukan pada Bulan Maret hingga Mei tahun 2013.
Tabel 19
Sebaran responden pembudidaya ikan gurame berdasarkan selang umur di Desa Sukamaju Kidul tahun 2013a
Anggota Selang umur Jumlah Persentase (tahun) (orang) (%) < 40 7 38.89 41 - 50 8 44.44 > 50 3 16.67 Total 18 100.00 a
Non anggota Keseluruhan Jumlah Persentase Jumlah Persentase (orang) (%) (orang) (%) 5 33.33 12 36.36 6 40.00 14 42.42 4 26.67 7 21.21 15 100.00 33 100.00
Sumber : Data primer (diolah)
Secara keseluruhan sebaran responden pembudidaya (anggota dan non anggota kelompok tani) ikan gurame berdasarkan usia didominasi oleh responden dengan selang umur antara 41 hingga 50 tahun sebanyak 14 orang (42.4 persen). Responen dengan selang umur 41-50 tahun ini terdiri atas 8 orang (44.4 persen) dari 18 orang responden pembudidaya ikan gurame berkelompok dan 6 orang (40 persen) dari 15 orang pembudidaya ikan gurame non anggota kelompok. Selang umur paling sedikit adalah usia di bawah 30 tahun (Tabel 19). Hal ini mengindikasikan adanya kurang ketertarikan pemuda (warga usia produktif) di Desa Sukamaju Kidul pada jenis usaha seperti ini. Selain itu ada kecenderungan dari para pemuda tersebut untuk memilih lapangan pekerjaan disektor lain yang ada di kawasan atau bahkan di luar Kota Tasikmalaya. Berdasarkan hasil penelusuran di lokasi tercatat ada beberapa pabrik yang berdiri diantaranya, Pengolahan Kayu Rimba Semesta, Bina Utama Kayu Lestari, PT Hini Daiki Indonesia, dan PT San N Garmindo. Kondisi sebaran responden pembudidaya berdasarkan tingkat pendidikan secara keseluruhan didominasi oleh responden dengan tingkat pendidikan SLTA,
35
yaitu sebanyak 13 orang atau sebesar 39.39 persen (Tabel 20). Jumlah ini terdiri atas 11 orang (61.11 persen) dari para responden pembudidaya kelompok dan 2 orang (13.3 persen) dari responden pembudidaya non anggota memiliki tingkat pendidikan SLTA. Tingkat pendidikan SLTA ini mendominasi untuk responden pembudidaya ikan gurame anggota kelompok, sedangkan untuk responden pembudidaya non anggota kelompok didominasi tingkat pendidikan SMP sebanyak 8 orang (53.3 persen). Kesadaran dari para pembudidaya ikan gurame untuk berkelompok dimungkinkan pula dipengaruhi oleh pola pikir dari para responden yang rata-rata pendidikan terakhir adalah SLTA
Tabel 20
Sebaran responden pembudidaya ikan gurame berdasarkan tingkat pendidikan di Desa Sukamaju Kidul tahun 2013a
Anggota Non anggota Keseluruhan Jumlah Persentase Jumlah Persentase Jumlah Persentase (orang) (%) (orang) (%) (orang) (%) Tidak tamat SD 0 0.00 0 0 0 0 Tamat SD 3 16.67 5 33 8 24 Tamat SMP 4 22.22 8 53 12 36 Tamat SLTA 11 61.11 2 13 13 39 Universitas 0 0.00 0 0 0 0 Total 18 100.00 15 100 33 100 Tingkat pendidikan
a
Sumber : Data primer (diolah).
Status kepemilikan lahan yang digunakan para responden pembudidaya ikan gurame terdiri atas status kepemilikan pribadi atau sewa. Perbandingan antara lahan yang berstatus milik pribadi dan sewa dari total luas lahan yang digunakan responden pembudidaya ikan gurame (anggota maupun non anggota) lebih didominasi lahan pribadi (Tabel 21). Sebesar 90.4 persen lahan yang digunakan oleh seluruh responden pembudidaya ikan gurame adalah berstatus lahan pribadi, sedangkan lahan dengan status sewa adalah sebesar 9.96 persen. Pada jenis responden pembudidaya anggota kelompok tani sendiri perbandingan antara status lahan pribadi dengan sewa adalah sebesar 90.97 persen pribadi dan 9.03 persen sewa, sedangkan untuk jenis reponden pembudidaya non anggota kelompok tani adalah 88.86 persen pribadi dan 13.14 persen sewa.
Tabel 21
Perbandingan luas lahan kepemilikan pribadi dan sewa responden pembudidaya ikan gurame di Desa Sukamaju Kidul tahun 2013a
Anggota Non anggota Keseluruhan Kepemilikan lahan Luas (m2) Persentase Luas (m2) Persentase Luas (m2) Persentase Pribadi 6 062 90.97 5 460 86.86 11 522 88.97 Sewa 602 9.03 826 13.14 1 428 11.03 Total 6 664 100.00 6 286 100.00 12 950 100.00 a
Sumber : data primer (diolah)
36
Luasan lahan dari para responden pembudidaya ikan gurame secara keseluruhan didominasi oleh luas lahan antara 300 hingga 600 m2 (Tabel 22). Sebanyak 18 orang atau sebesar 54.5 persen dari 33 responden pembudidaya ikan gurame memiliki luas lahan dibawah 300 sampai 600 m2. Untuk jenis responden pembudidaya anggota kelompok tani sebanyak 13 orang atau 72.2 persen dari total 18 orang, sedangkan untuk jenis responden pembudidaya non anggota kelompok adalah sebanyak 5 orang atau 33.3 persen dari total 13 resonden. Luas lahan antara 300 hingga 600 m2 ini juga yang mendoninasi untuk jenis responden anggota kelompok tani, sedangkan untuk jenis responden non anggota kelompok tani lebih didominasi luas lahan kurang dari 300m2 sebanyak 7 orang atau 46,67 persen dari total 15 orang responden.
Tabel 22
Luas lahan (m2) <300 300-600 >600 Total a
Sebaran responden pembudidaya ikan gurame berdasarkan luas lahan di Desa Sukamaju Kidul tahun 2013a Anggota Non anggota Keseluruhan Jumlah Persentase Jumlah Persentase Jumlah Persentase (orang) (%) (orang) (%) (orang) (%) 4 22.22 7 46.67 11 33.33 13 72.22 5 33.33 18 54.55 1 5.56 3 20.00 4 12.12 18 100 15 100 33 100
Sumber : Data primer (diolah)
Tingkat pengalaman usaha dari para resonden pembudidaya ikan gurame didominasi oleh responden dengan pengalaman usaha antara 4 hingga 6 tahun. Sebanyak 26 orang (78.8 persen) yang terdiri atas 14 orang (77.78 persen) dari total 18 orang responden pembudidaya anggota dan 12 orang (80 persen) dari total 15 orang responden non anggota kelompok tani (Tabel 23). Tabel 23
Sebaran responden pembudidaya ikan gurame pengalaman usaha di Desa Sukamaju Kidul tahun 2013a
Anggota Non anggota Pengalaman usaha Jumlah Persentase Jumlah Persentase (tahun) (orang) (%) (orang) (%) <4 2 11.11 1 6.67 4–6 14 77.78 12 80.00 >7 2 11.11 2 13.33 Total 18 100.00 15 100.00 a
Sumber : Data primer (diolah)
berdasarkan
Keseluruhan Jumlah Persentase (orang) (%) 3 9.09 26 78.79 4 12.12 33 100.00
37
Lembaga tataniaga benih ikan gurame Pada penelitian ini jumlah lembaga tataniaga benih ikan gurame adalah berjumlah sebanyak 12 orang. Lembaga tataniaga ini terdiri atas pedagang pengumpul sebayak 3 orang, pedagang besar sebanyak 2 orang, pedagang luar daerah sebanyak 2 orang, dan pedagang pengecer sebanyak 5 orang. Lembaga tataniaga lainnya adalah pihak kelompok tani yang berperan sebagai lembaga tataniaga fasilitator dalam kegiatan pemasaran anggota kelompok tani.
Tabel 24
Sebaran responden lembaga tataniaga benih ikan gurame berdasarkan selang umur Sukamaju Kidul tahun 2013a
Selang umur (tahun) < 40 41 - 50 > 50 Total a
Jumlah (orang) 3 5 4 12
Persentase (%) 25.0 41.7 33.3 100.0
Sumber : Data primer (diolah)
Responden lembaga tataniaga ini didominasi oleh resonden dengan selang umur atara 41 hingga 50, yaitu sebanyak 5 orang atau 41.7 persen memiliki umur diantara 41 hingga 50 tahun (Tabel 24). Hal ini dapat mengindikasikan bahwa para pemuda kurang tertarik dalam hal usaha ini. Ada pandangan bahwa usaha ini memerlukan modal yang besar dan resiko yang besar pula. Sehingga para pemuda lebih memilih untuk terjun ke dalam sektor usaha lain dengan modal usaha yang lebih kecil.
Tabel 25
Sebaran responden lembaga tataniaga benih ikan gurame berdasarkan tingkat pendidikan di Desa Sukamaju Kidul tahun 2013a
Tingkat pendidikan Tidak tamat SD Tamat SD Tamat SMP Tamat SLTA Perguruan Tinggi Total a
Jumlah (orang) 0 6 4 2 0 12
Persentase (%) 0.00 50.00 33.33 16.67 0.00 100.00
Sumber : Data primer (diolah)
Kemudian untuk tingkat pendidikan dari para responden lembaga tataniaga benih ikan gurame didominasi oleh responden dengan tingkat pendidikan SD (Tabel 25). Tercatat sebanyak 6 orang (50 persen) dari total 12 orang responden memiliki tingkat pendidikan terakhir setingkat SD. Tingkat pendidikan selanjutnya yang mendominasi responden lembaga tataniaga benih ikan gurame adalah tamatan SMP sebanyak 4 orang (33.3 persen) dari total 12 orang
38
responden. Adapun untuk tingkat pendidikan SLTA merupakan yang terkecil dibandingkan SD maupun SMP, yaitu sebanyak 2 orang (16.67 persen) dari total 12 orang responden.
Tabel 26
Sebaran responden lembaga tataniaga benih ikan gurame berdasarkan pengalaman usaha di Desa Sukamaju Kidul tahun 2013a
Pengalaman usaha (tahun) <4 4-7 >7 Total a
Jumlah (orang) 2 3 7 12
Persentase (%) 16.67 25.00 58.33 100.00
Sumber : Data primer (diolah)
Adapun untuk sebaran responden lembaga tataniaga berdasarkan pengalaman usaha adalah berbeda-beda pada masing-masing responden (Tabel 26). Tingkat pengalaman usaha dari para responden lembaga tataniaga lebih didominasi oleh reponden yang memiliki pengalaman usaha selama lebih dari 7 tahun, yaitu sebanyak 5 orang (58.33 persen). Kemudian diikuti oleh responden dengan tingkat pengalaman 4 sampai 7 tahun sebanyak 3 orang (25 persen). Terakhir adalah responden dengan tingkat pengalaman usaha selama kurang dari 4 tahun sebanyak 2 orang (16.67 persen). Tingat pengalaman usaha dari masingmasing resaponden lembaga tataniaga ini secara tidak langsung akan berpengaruh pada kemampuan memanfaatkan peluang dan menangani resiko. Profil Kelompok Tani Sukarame Kelompok Tani Sukarame merupakan suatu kelembagaan yang dibentuk dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahterahan para pembudidaya ikan gurame anggota. Kelompok Tani Sukarame ini bertempat di Desa Sukamaju Kidul, Kecamatan Indihiang, Kota Tasikmalaya. Pada tahun 2014 Kelompok Tani Sukarame ini telah berdiri kurang lebih selama 4 tahun. Adapun untuk komoditas yang diproduksi adalah dikhususkan kepada komoditas benih ikan gurame. Saat ini Kelompok Tani Sukarame diketuai oleh Bapak Ade Mulyadi, sedangkan untuk sekretaris adalah Bapak Asep Rahmat. Jumlah pembudidaya yang tercatat sebagai anggota Kelompok Tani Sukarame pada periode Bulan Juli hingga Agustus adalah sebanyak 23 orang. Selama 4 tahun terbentuknya kelompok tani tersebut sudah banyak manfaat nyata yang dirasakan oleh para anggotanya. Salah satunya adalah pertemuan secara rutin yang dilakukan antara pembudidaya anggota dengan penyuluh pertanian yang difasilitasi oleh kelompok tani. Selain itu, dengan adanya Kelompok Tani Sukarame juga dapat memberikan bantuan yang dapat berasal dari dalam maupun bantuan berupa akses untuk mendapatkan bantuan yang berasal dari luar kelompok tani. Adanya upaya dari pihak kelompok tani untuk meningkatkan kesejahterahan anggotanya juga dilakukan dengan upaya untuk meningkatkan harga jual dari hasil produksi anggotanya. Hal ini dilakukan dengan menentukan standar khusus
39
untuk benih yang akan diproduksi dan dipasarkan oleh kelompok tani. Sehingga untuk setiap anggota yang akan memproduksi benih, pihak kelompok tani akan menyediakan benih minimal segmentasi larva lepas bak yang akan digunakan sebagai input produksi anggotanya. hal ini dilakukan untuk menyamaratakan kualitas dari benih yang akan dihasilkan oleh para anggota. Selain upaya yang dilakukan terkait permasalahan dalam aspek teknis budidaya, Kelompok Tani Sukarame juga mengupayakan pemecahan permasalahan terkait kegiatan penjualan hasil produksi. Hal ini terlihat dari kegiatan yang dilakukan oleh kelompok tani untuk membantu para anggota dalam memilih tujuan penjualan dari para anggota secara kolektif atau bersama.
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Saluran dan Lembaga Tataniaga Proses tataniaga benih ikan gurame di Desa Sukamaju Kidul, Kecamatan Indihiang, Kota Tasikmalaya melibatkan beberapa lembaga tataniaga. Lembaga tataniaga benih ikan gurame tersebut adalah pedagang pengumpul, Kelompok Tani Sukarame, pedagang besar (dalam wilayah dan luar wilayah), dan pedagang pengecer keliling,. Pedagang pengumpul dalam penelitian ini berjumlah sebanyak 3 orang yang berlokasi di Kecamatan Indihiang, pihak kelompok tani sebanyak 1 kelompok, pedagang besar berjumlah 2 orang yang berlokasi di Depo Ikan Kota Tasikmalaya dan Pasar Pageningan, pedagang luar daerah sebanyak 2 orang, dan pedagang pengecer keliling berjumlah 5 orang dengan lokasi usaha tersebar di desa-desa wilayah Kota Tasikmalaya. Analisis saluran tataniaga benih ikan gurame dalam penelitian ini dilakukan berdasarkan kondisi penyaluran benih ikan gurame di tingkat lembaga-lembaga tataniaga yang terlibat hingga ketangan konsumen. Kegiatan penyaluran benih ikan gurame ini dibatasi dengan waktu antara bulan Bulan Maret hingga Mei tahun 2013. Adapun penjabaran mengenai proses penyaluran benih ikan gurame para pembudidaya ikan gurame menurut hasil penelitian yang telah dilakukan adalah sebagai berikut. 1.
Penyaluran benih di tingkat pembudidaya Pembudidaya ikan gurame adalah warga di lokasi penelitian yang menjalankan usaha budi daya ikan gurame (Gambar 4.a dan 4.b). Pembudidaya ikan gurame dalam penelitian ini digolongkan menjadi 2 jenis. Jenis pembudidaya yang pertama adalah pembudidaya yang melakukan penjualan dengan menggunakan peran kelompok tani sebagai media pemasaran dan yang tidak menggunakan kelompok tani sebagai media pemasaran. Kegiatan usaha pembudidayaan benih ikan gurame sendiri dapat digolongkan ke dalam dua jenis, yaitu : usaha pemijahan dan pendederan. Pelaku usaha pemijahan adalah para pembudidaya yang melakukan usaha mulai dari mengawinkan indukan gurame hingga menghasilkan telur, sedangkan pelaku usaha pendederan menggunakan input produksi berupa benih minimal ukuran telur hingga ukuran ‘kaset’ (15-20 cm).
40
(a) (b) Gambar 4 Bak oven sebagai tempat pemeliharaan banih setelah penetasan dan kolam usaha pembenihan ikan gurame dari salah satu responden pembudidaya non anggota
Proses penyaluran benih ikan gurame dari pembudidaya anggota dan non anggota dengan tujuan akhir konsumen di dalam dan luar wilayah Kota Tasikmalaya ini terdiri atas transaksi penjualan kepada beberapa pihak. Transaksi penjualan yang pertama adalah penjualan yang dilakukan oleh pembudidaya anggota dengan kelompok tani. Pada jenis transaksi yang pertama ini, kelompok tani berperan sebagai lembaga atau media fasilitator pembudidaya anggota dalam memasarkan benih ikan gurame. Sebanyak 15 orang dari 18 pembudidaya anggota melakukan penjualan pada Kelompok Tani Sukarame. Total volume benih ikan gurame yang disalurkan 15 responden pembudidaya ini selama Bulan Maret hingga Mei tahun 2013 adalah sebanyak 106 000 ekor atau sebesar 83.5 persen dari seluruh volume benih pembudidaya anggota. Transaksi penjualan yang kedua adalah penjualan penbudidaya dengan pedagang pengumpul yang dilakukan anggota dan non anggota kelompok tani. Pada penelitian ini jumlah responden pedagang pengumpul yang terlibat adalah sebanyak 3 orang yang belokasi di Kecamatan Indihiang. Tercatat sebanyak 18 orang responden pembudidaya (3 orang anggota dan 15 orang non anggota) melakukan penjualan kepada pedagang pengumpul dengan total volume sebanyak 121 700 ekor. Untuk volume benih dari pembudidaya anggota yang disalurkan kepada pengumpul adalah sebanyak 19 000 ekor atau sebesar 15.0 persen dari seluruh volume benih ikan gurame responden pembudidaya anggota. Kemudian untuk volume benih ikan gurame dari pembudidaya non anggota adalah sebanyak 102 700 ekor atau 98.6 persen dari seluruh volume benih ikan gurame responden pembudidaya non anggota. Transaksi penjualan yang ketiga adalah transaksi penjualan benih ikan gurame yang dilakukan dengan konsumen secara langsung. Pada penjualan dengan konsumen secara langsung ini dilakukan oleh pembudidaya anggota maupun non anggota kelompok tani. Tercatat sebanyak 16 orang responden dengan total volume seluruhnya sebanyak 3 350 ekor benih ikan gurame di pasarkan secara langsung. Pada pembudidaya anggota volume benih yang disalurkan secara langsung kepada konsumen adalah sebanyak 1 900 ekor atau sebesar 1.5 persen dari volume keseluruhan benih di tingkat pembudidaya anggota.
41
Adapun untuk pembudidaya non anggota volume benih yang disalurkan secara langsung kepada konsumen adalah 1 450 ekor atau 1.4 persen dari volume keseluruhan benih di tingkat pembudidaya non anggota kelompok tani. 2.
Penyaluran benih ikan gurame di tingkat Kelompok Tani Sukarame Kelompok Tani Sukarame merupakan wadah bagi para pembudidaya ikan gurame yang berperan sebagai media pemasaran para anggota. Kelompok tani ini berlokasi di Desa Sukamaju Kidul dan pada saat penelitian ini dilaksanakan baru berdiri kurang lebih selama 4 tahun. Adanya kelompok tani ini dimaksudkan agar permasalahan para pembudidaya ikan gurame di lokasi penelitian dapat diatasi, baik itu permasalahan dalam teknis, kegiatan usaha tani, maupun dalam kegiatan pasca panen (kegiatan pemasaran). Hal ini dikarenakan kelompok tani dapat berperan seperti pedagang pengumpul, yaitu mengumpulkan hasil produksi para anggota untuk disalurkan secara kolektif ke lembaga tataniaga selanjutnya. Adanya penjualan secara kolektif yang dilakukan kelompok bukan berarti para pembudidaya anggota tidak dapat menjual hasil produksi ke pihak lain. Hanya saja ada kebijakan yang dibuat bersama agar para pembudidaya anggota memprioritaskan pesanan yang datang ke kelompok. Kelompok Tani Sukarame melakukan penjualan benih ikan gurame dari para anggotanya kepada beberapa pihak pembeli. Penjualan yang dilakukan oleh Kelompok Tani Sukarame dimaksudkan sebagai upaya untuk membantu anggota dalam memasarkan hasil panen. Pada penelusuran di lokasi penelitian tercatat sebanyak 15 orang responden pembudidaya anggota melakukan pemasaran kepada Kelompok Tani Sukarame.
(a)
(b)
Gambar 5 Kolam indukan ikan gurame milik ketua Kelompok Tani Sukarame
Pada tingkat kelompok tani benih ikan gurame ini akan disalurkan kepada beberapa pihak pembeli bedasarkan permintaan pemesanan yang dilakukan. Tercatat selama Bulan Maret hingga Mei tahun 2013 penjualan benih ikan gurame di tingkat Kelompok Tani Sukarame dilakukan sebanyak 2 aktivitas penjualan dengan total volume benih sebanyak 106 000 ekor benih ikan gurame. Penjualan ini dilakukan dengan pedagang yang berlokasi di luar wilayah Kota Tasikmalaya sebagai pihak pembeli, yaitu pedagang di Kota Bandung dan Kota Ciamis.
42
3.
Penyaluran benih ikan gurame di tingkat pedagang pengumpul Pihak atau lembaga tataniaga selanjutnya yang terlibat dalam pemasaran benih ikan gurame di Desa Sukamaju Kidul adalah pedagang pengumpul. Pedagang pengumpul berlokasi di wilayah Kecamatan Indihiang dan bertindak sebagai perseorangan yang menampung atau mengumpulkan hasil panen para pembudidaya (Gambar 6.b). Ditingkat pedagang pengumpul ini benih ikan gurame akan disalurkan kepada pedagang besar maupun kepada konsumen secara langsung. Berdasarkan hasil penelusuran pada responden pembudidaya ikan gurame di lokasi penelitian, terdapat 3 orang pedagang pengumpul yang melakukan pembelian benih ikan gurame kepada responden pembudidaya ikan gurame (anggota dan non anggota kelompok tani). Total volume benih ikan gurame dari ketiga pedagang pengumpul adalah sebanyak 121 700 ekor. Hasil pembelian benih ikan gurame dari para pembudidaya ikan gurame ini kemudian akan disalurkan kepada konsumen melalui beberapa cara.
(a) (b) Gambar 6 Kios penjualan salah satu pedagang ikan gurame pada di Pasar Pagendingan dan kolam penampungan benih pada pengumpul benih di Kecamatan Indihiang, Kota Tasikmalaya
Penyaluran benih ikan gurame di pedagang pengumpul yang pertama adalah yang dilakukan kepada pedagang besar. Pedagang pengumpul melakukan penjualan benih kepada pedagang besar yang berlokasi di Pasar Ikan Pageningan atau Depo Ikan Kota Tasikmalaya. Rata-rata pedagang pengumpul melakukan penjualan dengan pedagang besar sebayak 1 kali seminggu atau bergantung pada kondisi permintaan dan penawaran di tingkat pedagang besar. Total volume benih yang disalurkan pedagang pengumpul kepada pedagang besar adalah sebanyak 107 000 ekor atau sebesar 87.9 persen dari total volume benih di tingkat pedagang pengumpul. Selain penjualan yang dilakukan dengan pedagang besar, pedagang pengumpul juga melakukan penjualan benih ikan gurame secara langsung kepada konsumen. Sebanyak 14 700 ekor atau 12.1 persen dari total volume benih di tingkat pengumpul disalurkan secara langsung kepada konsumen. 4.
Penyaluran benih ikan gurame di tingkat pedagang besar Pedagang besar berperan dalam menampung benih ikan gurame hasil pembelian dari para pedagang pengumpul. Rata-rata pedagang besar memiliki
43
tingkat penjualan yang lebih besar dari para pedagang pengumpul. Para pedagang besar ini melakukan penjualan dengan pedagang pengecer maupun konsumen secara langsung. Responden pedagang besar benih ikan gurame pada penelitian ini adalah berjumlah sebanyak 2 orang yang berlokasi di Pasar Ikan Pageningan dan Depo Ikan Kota Tasikmalaya (Gambar 4.a). Baik pedagang besar di lokasi Pasar Ikan Pageningan maupun Depo Ikan Kota Tasikmalaya melakukan pembelian benih ikan gurame dari responden pedagang pengumpul. Tercatat sebanyak 107 000 ekor benih ikan gurame di tingkat pedagang besar bersumber dari pedagang pengumpul. Benih ikan gurame di tingkat pedagang besar ini kemudian disalurkan kepada pedagang pengecer maupun langsung kepada konsumen. Pada penelusuran di lokasi penelitian diketahui bahwa responden pedagang besar melakukan penjualalan dengan sebanyak 5 orang pedagang pengecer dengan total volume penjualan sebanyak 4 200 ekor benih ikan gurame. Selain itu juga terdapat pedagang besar yang berlokasi di luar wilayah Kota Tasikmalaya yang melakukan pembelian dengan pihak kelompok tani. Pedagang besar pada saluran tataniaga kelompok tani ini berlokasi di Kota Bandung dan Kota Ciamis berjumlah sebanyak 2 orang. Total volume benih pada 2 pedagang besar luar wilayah yang bersumber dari Kelompok Tani Sukarame adalah sebanyak 106 000 ekor. Benih ikan gurame di tingkat pedagang besar luar wilayah ini selanjutnya akan disalurkan kepada konsumen di luar wilayah Kota Tasikmalaya. 5.
Penyaluran benih ikan gurame di tingkat pedagang pengecer Pedagang pengecer dalam menjalankan kegiatan usahanya tidak seperti pedagang besar atau pedagang pengumpul yang memiliki tempat usaha yang tetap. Pedagang pengecer ini melakukan kegiatan penjualan dengan berkeliling ke desa-desa di wilayah Kota Tasikmalaya untuk mendatangi langsung kolam-kolam konsumen. Jumlah responden pedagang pengecer pada penelitian ini adalah sebanyak 5 orang (berdasarkan penelusuran di tingkat pedagang besar). Masingmasing pedagang pengecer ini melakukan pembelian benih ikan gurame dengan pedagang besar yang berlokasi di Depo Ikan maupun di Pasar Ikan Pagendingan Kota Tasikmalaya. Total volume benih ikan gurame di tingkat pedagang pengecer adalah sebanyak 4 200 ekor. Seluruh benih ikan gurame di tingkat pedagang pengecer ini selanjutnya akan dipasarkan hanya kepada konsumen. Berdasarkan hasil pengamatan pada proses penyaluran benih ikan gurame pada masing-masing lembaga tataniaga tersebut, diperoleh beberapa saluran tataniaga benih ikan gurame di Desa Sukamaju Kidul, Kecamatan Indihiang, Kota Tasikmalaya. Saluran-saluran tataniaga benih ikan gurame ini membentuk sebuah sistem tataniaga benih ikan gurame yang ditampilkan pada Gambar 7. Saluran tataniaga I : pembudidayakelompok tani pedagang luar wilayahkonsumen (pelaku usaha pembesaran ikan gurame) Saluran tataniaga IIa : pembudidayapengumpulpedagang besar pengecerkonsumen (pelaku usaha pembesaran ikan gurame) Saluran tataniaga IIb : pembudidayapengumpulpedagang besar konsumen (pelaku usaha pembesaran ikan gurame) Saluran tataniaga IIc : pembudidaya pengumpul konsumen (pelaku usaha pembesaran ikan gurame)
44
Saluran tataniaga III : pembudidayakonsumen (pelaku usaha pembesaran ikan gurame)
Pembudidaya ikan gurame Volume total: 231 050 ekor Pembudidaya anggota : 126 900 ekor Pembudidaya non anggota : 104 150 ekor
III 1.4% 1.5%
Pengumpul Kelompok tani Volume : 106 000 ekor Anggota : 106 000 ekor (83.5%) Non anggota : 0 ekor (0%)
Volume total : 121 700 ekor Anggota : 19 000 ekor (15.0%) Non anggota : 102 700 ekor (98.6%)
Pedagang besar Volume total : 107 000 ekor Pedagang besar luar Volume total : 106 000 ekor IIc
83.5%
I
Pedagang pengecer Volume total: 4 200 ekor
IIb
6.4%
Konsumen luar daerah
1.8%
IIa
44.5%
Konsumen daerah dan luar daerah
Keterangan : Saluran I Saluran IIa Saluran IIb Saluran IIc Saluran III Gambar 7 Saluran tataniaga benih ikan gurame dengan ukuran 5-7 cm melalui dan tanpa melalui kelompok tani sebagai media pemasaran di Desa Sukamaju Kidul tahun 2013
Saluran tataniaga I Saluran tataniaga I melibatkan Kelompok Tani Sukarame sebagai lembaga fasilitator dari para pembudidaya anggota untuk memasarkan hasil produksi benih ikan gurame dan hanya digunakan oleh pembudidaya anggota kelompok. Hasil panen benih ikan gurame pada saluran I dijual secara kolektif dengan menggunakan fungsi dari kelompok tani sebagai media pemasaran. Benih ikan gurame hasil panen dari para anggota yang dikumpulan oleh Kelompok tani selanjutnya akan disalurkan kepada pihak pembeli. Pada saat penelitian dilakukan, penjualan yang dilakukan oleh kelompok tani adalah kepada pembeli yang berlokasi di Kota Bandung dan Ciamis. Pihak pembeli ini adalah pedagang benih ikan gurame yang akan memasarkan benih
45
diluar wilayah Kota Tasikmalaya.Total volume benih ikan gurame dari responden pembudidaya ikan gurame yang disalurkan pada saluran tataniaga I ini adalah sebanyak 106 000 ekor atau 83.5 persen dari total benih ikan gurame seluruh responden pembudidaya anggota kelompok tani. Untuk seluruh permintaan benih ikan gurame yang datang ke Kelompok Tani Sukarame akan dikordinasikan kepada para anggota. Kelompok tani akan melihat kondisi stok benih ikan berdasarkan ukuran yang dimiliki angota terlebih dahulu. Selanjutnya kelompok tani akan melakukan pengumpulan benih ikan gurame dari anggota dengan melakukan penjemputan ke kolam ikan anggota atau anggota sendiri yang mengantarkan. Pada kegiatan penjemputan benih ikan gurame yang dilakukan kelompok tani dilakukan oleh 2 sampai 4 orang tenaga kerja tidak tetap yang diupah perhari. Hasil pemanenan benih ikan gurame para pembudidaya ini selanjutnya akan dilakukan penyortiran dan penyimpanan selama beberapa hari oleh pihak kelompok tani. Hal ini dilakukan untuk menjaga tingkat keseragaman dari ukuran benih dan menyamakan tingkat adaptasi benih yang nantinya akan dikirim kepada pihak pembeli. Benih ikan gurame di tingkat Kelompok Tani Sukarame ini selanjutnya akan dikemas ke dalam plastik sebagai media penyimpanan dalam pengangkutan kelokasi pembeli. Pengangkutan dilakukan dengan menggunakan mobil pick-up atau angkutan pedesaan yang disewa oleh Kelompok Tani Sukarame. Pada saluran tataniaga I ini Kelompok Tani Sukarame lebih berperan sebagai media pemasaran dari para pembudidaya anggota kelompok tani. Oleh sebab itu setiap keuntungan dari harga jual maupun beban biaya pemasaran nantinya akan dikembalikan kepada para anggota. Saluran tataniaga IIa Saluran tataniaga IIa melibatkan pedagang pengumpul, pedagang besar, dan pedagang pengecer dalam proses penyaluran benih ikan gurame kepada konsumen. Pada saluran tataniaga IIa benih ikan gurame dari pembudidaya (anggota dan non anggota) akan dijual kepada pedagang pengumpul. Pedagang pengumpul ini selanjutnya akan menyalurkan kepada pedagang besar yang berlokasi di Depo Ikan Kota Tasikmalaya atau Pasar Ikan Pageningan. Benih di pedagang besar ini selanjutnya akan disalurkan kepada pedagang pengecer keliling sebelum disalurkan kepada konsumen. Pedagang pengumpul yang melakukan pembelian dengan pembudidaya ikan gurame di Desa Sukamaju Kidul adalah sebanyak 3 orang. Pembudidaya biasanya telah memiliki pedagang pengumpul langganan dalam melakukan penjualan. Pembudidaya hanya mengeluarkan biaya untuk kegiatan pemanenan pada penjualan yang dilakukan dengan pedagang pengumpul. Pedagang pengumpul akan menanggung biaya tataniaga dari kegiatan pembelian dengan pembudidaya. Biaya tataniaga yang dikeluarkan oleh ketiga pedagang pengumpul adalah ratarata sebanyak Rp 20/ekor hingga Rp 40/ekor, sedangkan untuk pembudidaya biaya yang dikeluarkan adalah rata-rata sebesar Rp 8.88/ekor (Lampiran 4). Responden pembudidaya ikan gurame yang melakukan penjualan kepada pedagang pengumpul adalah sebanyak 18 orang responden (3 orang anggota dan 15 orang non anggota) dari total seluruh responden pembudidaya sebanyak 33 reponden. Total volume benih dari pembudidaya anggota yang dipasarkan melalui pedagang pengumpul adalah sebanyak 19 000 ekor atau sebesar 15 persen dari
46
total seluruh benih yang dihasilkan responden pembudidaya anggota. Adapun untuk volume benih dari responden pembudidaya non anggota yang disalurkan kepada pedagang pengumpul adalah sebesar 102 700 ekor (98.6 persen) dari total seluruh benih yang dihasilkan pembudidaya non anggota. Sehingga total volume benih yang disalurkan pedagang pengumpul adalah sebesar 121 700 ekor yang bersumber dari pembudidaya anggota maupun non anggota kelompok tani. Benih ikan gurame di pedagang pengumpul ini selanjutnya akan disalurkan kepada pedagang besar. Berdasarkan hasil penelusuran di lokasi penelitian yang dilakukan selama Bulan Maret hingga Mei tahun 2013, benih ikan gurame di tangan ketiga pedagang pengumpul yang disalurkan langsung kepada pedagang besar adalah sebanyak 107 000 ekor. Penjualan dari para pedagang pengumpul kepada pedagang besar ini dilakukan rata-rata dengan intensitas penjualan sebanyak 2 sampai 4 kali dalam 1 bulan. Benih ikan gurame di pedagang besar ini selanjutnya disalurkan kepada pedagang pengecer keliling. Responden pedagang pengecer yang melakukan pembelian kepada pedagang besar saat pengumpulan data adalah sebanyak 5 orang. Jumlah benih ikan gurame yang dipasarkan kepada pedagang pengecer keliling adalah sebanyak 4 200 ekor atau rata-rata sebanyak 800 ekor benih ikan gurame per pedagang pengecer keliling. Sehingga untuk total volume benih ikan gurame yang dipasarkan pada saluran IIa ini didapatkan berdasarkan besarnya volume benih ikan gurame yang dipasarkan pedagang pengecer. Total volume benih ikan gurame yang dipasarkan oleh pedagang pengecer sendiri adalah sebanyak 4 200 ekor atau sebesar 1.8 persen dari volume benih yang dipasarkan oleh seluruh pembudidaya (anggota maupun non anggota) selama periode bulan Maret hingga Mei 2013. Saluran tataniaga IIb Saluran tataniaga IIb melibatkan pembudidaya,pedagang pengumpul, dan pedagang besar tanpa melibatkan pedagang pengecer dalam proses penyaluran benih ikan gurame kepada konsumen. Saluran IIb ini dapat digunakan oleh kedua jenis pembudidaya (anggota maupun non anggota). Sama halnya dengan saluran IIa, pada saluran IIb ini benih di tingkat pembudidaya ikan gurame akan dijual kepada pedagang pengumpul. Total volume benih ikan gurame yang dipasarkan pada saluran IIb ini adalah sebanyak 102 800 ekor (44.5 persen) dari total keseluruhan benih yang dihasilkan pembudidaya (anggota dan non anggota). Nilai ini didapatkan berdasarkan volume benih ikan gurame di tingkat pedagang besar yang tidak disalurkan kepada pedagang pengecer. Karena selain penjulan yang dilakukan dengan pedagang pengecer keliling, pedagang besar juga dapat melakukan penjualan secara langsung dengan konsumen. Tercatat sebanyak 4 200 ekor benih ikan gurame dari 2 pedagang besar disalurkan kepada pedagang pengecer. Artinya sebanyak 102 800 ekor atau 44.5 persen dari total seluruh benih ikan yang dipanen pembudidaya (anggota dan non anggota) dipasarkan pada saluran tataniaga IIb. Saluran tataniaga IIc Saluran tataniaga IIc dapat digunakan oleh kedua jenis responden pembudidaya ikan gurame dengan hanya melibatkan pedagang pengumpul dalam
47
proses tataniaganya. Saluran tataniaga IIc ini terbentuk karena di tingkat pedagang pengumpul penjualan benih ikan gurame tidak hanya dilakukan kepada pedagang besar saja, melainkan juga kepada konsumen secara langsung. Total volume benih ikan gurame dari pembudidaya ikan gurame pada saluran ini adalah sebanyak 14 700 ekor atau sebesar 6.4 persen dari seluruh volume benih para responden pembudidaya (anggota dan non anggota). Hal ini berdasarkan atas volume benih ikan gurame di tingkat pedagang pengumpul yang dipasarkan kepada konsumen. Sebanyak 107 000 ekor benih ikan gurame dari 3 orang pedagang pengumpul disalurkan kepada 2 orang pedagang besar. Hal ini menunjukan bahwa sebanyak 14 700 ekor atau 6.40 persen dari seluruh volume benih yang di produksi pembudidaya (anggota dan non anggota kelompok tani) dipasarkan pada saluran tataniaga IIc. Saluran tataniaga III Saluran tataniaga III merupakan proses penyaluran benih ikan gurame dari para pembudidaya (anggota atau non anggota) secara langsung kepada konsumen tanpa menggunakan lembaga tataniaga perantara. Pada saluran III volume dari benih yang dipasarkan sangatlah kecil dibandingkan dengan volume saluran tataniaga lainnya. Tercatat sebanyak 16 orang responden pembudidaya dari kedua jenis responden melakukan penjualan secara langsung kepada konsumen. Volume benih ikan gurame dari pembudidaya anggota kelompok tani yang disalurkan kepada konsumen secara langsung adalah sebanyak 1 900 ekor atau sebesar 1.5 persen dari total benih yang dihasilkan seluruh pembudidaya anggota. Kemudian untuk volume benih yang dihasilkan oleh responden pembudidaya non anggota adalah sebanyak 1 450 ekor atau sebesar 1.4 persen dari total benih yang dihasilkan seluruh pembudidaya non anggota. Sehingga secara keseluruhan volume benih yang disalurkan melalui saluran III ini adalah sebanyak 3 350 ekor atau sebesar 1.4 persen dari seluruh benih ikan gurame di tingkat pembudidaya (anggota dan non anggota). Analisis Struktur Pasar Analisis struktur pasar dari tataniaga benih ikan gurame di Desa Sukamaju Kidul, Kecamatan Indihiang, Kota Tasikmalaya dalam penelitian ini adalah berdasarkan sudut pandang penjual. Analisis struktur pasar dilakukan berdasarkan beberapa kriteria atau indikator. Adapun kriteria atau indikator utama dalam menganalisis struktur pasar adalah jumlah penjual dan pembeli, sifat barang yang diperdagangkan, hambatan keluar masuk pasar, dan informasi pasar. Struktur pasar di tingkat pembudidaya Struktur pasar di tingkat pembudidaya ikan gurame (pembudidaya anggota maupun non anggota) mendekati struktur pasar persaingan terdeferensiasi. Hal ini berdasarkan pertimbangan beberapa kondisi yang ditemukan di lokasi penelitian, yaitu : 1. Jumlah pembudidaya sebagai penjual dan pembeli ditingkat pembudidaya adalah terbilang banyak seperti pedagang pengumpul, kelompok tani, maupun konsumen langsung. Mekanisme pembentukan harga di tingkat pembudidaya
48
2.
3.
4.
tidak dapat ditentukan oleh pembudidaya, karena pembudidaya hanya menerima harga yang terbentuk di pasar. Pembudidaya bebas keluar dan masuk pasar, hambatan bagi pembudidaya untuk keluar atau masuk pasar adalah mudah. Adapun untuk pembudidaya yang tergabung dalam kelompok tani juga dapat dengan bebas untuk bergabung atau keluar dari keanggotaan kelompok tani. Informasi terkait perkembangan harga benih ikan gurame dapat didapatkan pembudidaya bersumber dari sesama pembudidaya, pedagang, dan langsung dari pasar. Produk yang dihasilkan diantara pembudidaya adalah bersifat terdeferensiasi. Hal ini karena terdapat perbedaan kualitas dari benih yang di hasilkan pembudidaya terkait teknik dalam pembudidayaan ikan gurame.
Struktur pasar di tingkat pedagang pengumpul Struktur pasar di tingkat pedagang pengumpul dengan tujuan penjualan pedagang besar maupun konsumen cenderung mengarah pada struktur pasar persaingan terdeferensiasi. Hal ini berdasarkan atas beberapa indikator dalam menentukan struktur pasar yang ditemukan di lokasi penelitian, yaitu : 1. Jumlah pengumpul sebagai penjual dan pembeli di tingkat pedagang pengumpul terbilang banyak. Mekanisme pembentukan harga di tingkat pedagang pengumpul tidak dapat ditentukan sendiri oleh pengumpul, karena pembentukan harga lebih karena mekanisme pasar dan proses tawar menawar dengan pembeli. 2. Pedagang pengumpul memperoleh informasi terkait perkembangan harga benih ikan gurame yang berlaku diperoleh bersumber dari pembudidaya, sesama pedagang, maupun pengamatan pasar secara langsung. 3. Hambatan keluar masuk yang dihadapi pedagang pengumpul adalah cukup sulit. Hal ini dikarenakan dalam menjalankan usahanya para pengumpul dihadapkan dengan kebutuhan permodalan yang cukup besar untuk mengumpulkan benih dari para pembudidaya. Selain itu, pengumpul juga harus menjalin kerja sama yang baik dengan para pembudidaya sebagai pemasok benih dan juga dengan pedagang sebagai pembeli benih di tingkat pedagang pengumpul. 4. Produk yang dipasarkan oleh pedagang pengumpul adalah bersifat terdeferensiasi. Hal ini karena terdapat perbedaan kualitas dari benih yang di pasok oleh pembudidaya kepada para pengumpul. Struktur pasar di tingkat kelompok tani Struktur pasar yang dimiliki oleh Kelompok tani lebih mengarah pada struktur pasar oligopoli terdeferensiasi. Hal ini berdasarkan beberapa indikator yang digunakan dalam menentukan struktur pasar, yaitu : 1. Jumlah kelompok tani sebagai penjual terbilang sedikit dengan pembeli yang terbilang lebih banyak. Kelompok tani sedikit lebih memiliki kekuatan dalam menentukan harga jika dibandingkan pembudidaya perorangan. 2. Jenis komoditas benih ikan gurame yang dipasarkan diantara kelompok tani adalah berbeda atau terdeferensiasi. Hal ini dikarenakan pada benih yang dipasarkan oleh kelompok tani terdapat perbedaan dalam kualitas benih.
49
3.
4.
Hambatan masuk untuk kelompok tani relatif lebih sulit. Hal ini berdasarkan pertimbangan bahwa kelompok harus terbentuk dengan adanya kesadaran bersama dari anggota. Oleh sebab itu dalam membentuk suatu kelompok tani tidak dapat dengan mudah. Kelompok tani dapat dengan mudah memperoleh informasi terkait perkembangan harga benih ikan gurame yang berlaku diperoleh bersumber dari beberapa pihak, diantaranya pembudidaya, pedagang, pengamatan pasar secara langsung, maupun sesama kelompok tani.
Struktur pasar di tingkat pedagang besar Struktur pasar di tingkat pedagang besar, baik pedagang yang berada maupun diluar saluran yang digunakan kelompok tani, mengarah pada pasar oligopoli terdeferensiasi. Hal ini berdasarkan beberapa hal sebagai berikut : 1. Jumlah pedagang besar sebagai penjual lebih sedikit dibandingkan pembeli di tingkat pedagang besar. Pada mekanisme pembentukan pedagang besar juga relatif lebih memiliki kekuatan dibandingkan lembaga tataniaga ditingkat sebelumnya. 2. Pedagang besar memperoleh informasi terkait perkembangan harga benih ikan gurame yang berlaku bersumber dari beberapa pihak, diantaranya: pembudidaya, sesama pedagang, dan pengamatan pasar langsung. 3. Hambatan keluar masuk yang dihadapi pedagang besar adalah sulit. Hal ini dikarenakan dalam menjalankan usahanya pedagang besar dihadapkan dengan kebutuhan permodalan yang cukup besar untuk melakukan pembelian benih dari pengumpul. Selain itu, pedagang besar juga harus menjalin kerja sama yang baik dengan pengumpul sebagai pemasok benih. Karena dari penelusuran di lokasi penelitian diketahui bahwa pada pedagang besar terjalin kerja sama yang kuat dengan pedagang pengumpul dalam memenuhi pasokan benih. Selain itu, pedagang besar perlu memiliki ijin dalam membuka usahanya di lokasi dari pihak pengelola tempat usaha, yaitu dalam hal ini adalah pihak pengelola Pasar Ikan Pageningan dan juga Depo Ikan Kota Tasikmalaya. 4. Produk yang dipasarkan oleh pedagang besar adalah bersifat terdeferensiasi. Hal ini karena terdapat perbedaan kualitas dari benih yang dipasok oleh pengumpul kepada pedagang besar. Struktur pasar di tingkat pedagang pengecer Struktur pasar di tingkat pedagang pengecer lebih mengarah pada pasar persaingan terdeferensiasi. Hal ini berdasarkan beberapa hal yang menjadi indikator dalam menentukan struktur pasar, diantaranya : 1. Jumlah pedagang pengecer sebagai penjual dan jumlah konsumen sebagai pembeli relatif cukup banyak. Mekanisme dalam pembentukan harga di tingkat pedagang pengecer tidak dapat ditentukan sendiri oleh pedagang pengecer. Pedagang pengecer hanya berlaku sebagai price taker. 2. Pedagang pengecer mendapatkan informasi terkait harga benih ikan gurame dari sesama pedagang pengecer maupun pedagang besar. 3. Hambatan masuk untuk pedagang pengecer tidak terlalu sulit. Pedagang pengecer dapat dengan bebas membeli benih ikan gurame dari pedagang besar dan menjual kepada konsumen.
50
4.
Produk yang di pasarkan diantara pedagang pengecer adalah berbeda atau terdeferensiasi. Hal ini di karenakan adanya perbedaan kualitas dari benih yang di pasok oleh pedagang besar kepada pedagang pengecer. Analisis Fungsi Tataniaga
Adanya lembaga tataniaga adalah bertujuan untuk mempermudah proses penyaluran produk dari produsen ke konsumen akhir. Oleh sebab itu dalam prosesnya lembaga tataniaga akan melakukan fungsi tataniaga dengan tujuan untuk memperlancar proses pemasaran benih ikan gurame. Fungsi tataniaga tersebut terdiri atas fungsi pertukaran, fisik, dan fasilitas. Fungsi tataniaga ini dilakukan masing-masing lembaga secara berbeda-beda. Oleh sebab itu analisis fungsi tataniaga dilakukan pada setiap tingkat lembaga tataniaga. Adapun hasil analisis fungsi tataniaga pada lembaga tataniaga benih ikan gurame ini di tampilkan pada Tabel 27. Fungsi tataniaga di tingkat pembudidaya ikan gurame Fungsi tataniaga pada tingkat pembudidaya ikan gurame yang pertama adalah fungsi pertukaran yang terdiri atas aktifitas penjualan dan pembelian. Kegiatan penjulan hasil panen dari para pembudidaya ikan gurame dilakukan kepada beberapa pihak. Pada repsonden pembudidaya non anggota kelompok tani, penjualan dapat dilakukan kepada pedagang pengumpul maupun konsumen secara langsung. Kemudian untuk pembudidaya anggota kelompok tani, selain penjulan yang dilakukan dengan pedagang pengumpul dan konsumen secara langsung, penjualan juga dapat dilakukan dengan melibatkan pihak Kelompok Tani Sukarame. Untuk fungsi tataniaga berupa kegiatan pembelian tidak dilakukan oleh kedua jenis responden pembudidaya ikan gurame. Fungsi tataniaga pembudidaya ikan gurame selanjutnya adalah fungsi fisik berupa aktivitas pengangkutan, pengemasan, dan penyimpanan. Aktivitas pengangkutan yang dilakukan kedua jenis resonden pembudidaya ikan gurame bergantung dari kondisi kesepakatan dan pihak tujuan penjualan. Aktivitas pengangkutan ini tidaklah terlalu sering dilakukan pembudidaya karena transaksi penjualan rata-rata dilakukan di kolam ikan milik pembudidaya. Aktivitas pengangkutan pada transaksi antara pembudidaya dengan pengumpul akan dilakukan dan biaya ditanggung oleh pedagang pengumpul. Pada pemasaran melalui kelompok, ketika akan ada pengambilan pesanan oleh pembeli di tingkat kelompok, ada penjemputan benih ikan para anggota yang dilakukan kelompok. Adapun untuk transaksi secara langsung yang dilakukan dengan konsumen, ratarata pihak yang menanggung biaya pengangkutan adalah pihak konsumen. Akan tetapi, beban biaya pengangkutan ini dapat saja ditanggung oleh para pembudidaya ikan gurame jika ada kesepakatan terlebih dahulu dengan para pembelinya. Fungsi fisik lainnya dari kedua pembudidaya ikan gurame adalah kegiatan pengemasan dan penyimpanan. Pembudidaya ikan gurame tidak selalu menanggung beban pengemasan dalam kegiatan penjualan benih ikan gurame. Pembudidaya akan melakukan pengemasan sederhana dengan menggunakan plastik sebagai media pengemasan pada transaksi yang dilakukan dengan pihak
51
konsumen. Penggunaan wadah ini bergantung dari jumlah benih maupun jarak pembeli. Rata-rata biaya pengemasan yang ditanggung oleh pembudidaya ikan gurame adalah sebesar Rp 9.04/ekor (Lampiran 4). Untuk fungsi fisik berupa aktivitas penyimpanan tidak dilakukan oleh pembudidaya. Hal ini dikarenakan pemanenan benih dilakukan ketika sudah ada pembeli. Fungsi tataniaga yang terakhir di tingkat pembudidaya ikan gurame adalah fungsi fasilitas. Pembudidaya ikan gurame melakukan fungsi fasilitas berupa kegiatan sortasi, pembiayaan, penanggungan resiko, dan informasi pasar. Kegiatan sortasi yang dilakukan para pembudidaya ikan gurame ini dilakukan untuk membedakan ukuran benih ikan gurame yang akan dijual (Gambar 8.a dan 8.b). Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan harga setiap ukuran benih. Benih ikan gurame dalam satu kolam pendederan akan disortir dan benih yang kurang memenuhi syarat ukuran akan dipisahkan. Kegiatan sortasi pada pembudidaya ikan gurame dilakukan oleh buruh harian yang diupah untuk seluruh kegiatan pemanenan. Rata-rata pembudidaya akan mengeluarkan biaya sebesar Rp 2.60/ekor hingga Rp 2.96/ekor untuk kegiatan menyortir benih ikan gurame (Lampiran 4).
(a) (b) Gambar 8 Media atau alat bantu penyortiran pada salah satu pembudidaya anggota dan salah satu contoh kegiatan penyortiran yang dilakukan pembudidaya Fungsi fasilitas lainnya yang dilakukan adalah kegiatan pembiayaan. Ratarata pembiayaan pembudidaya bersumber dari modal milik pribadi. Pembiayaan yang bersumber dari para tengkulak sangat dihindari pembudidaya ikan gurame anggota kelompok. Hal ini berkaitan dengan kesadaran para pembudidaya akan posisi tawar yang nantinya akan mereka miliki ketika proses penjualan hasil panen. Selain itu pada pembudidaya ikan gurame berkelompok pola pembiayaan bagi hasil juga sedapat mungkin dihindari agar tidak terjadi ‘kecemburuan’ karena merasa tidak adil ketika pembagian keuntungan. Para pembudidaya lebih memilih melakukan pinjaman berupa barang antar anggota jika mengalami kekurangan modal untuk membeli input produksi. Nantinya pinjaman berupa barang atau input produksi ini akan digantikan dengan barang lagi ataupun dengan uang bergantung pada kesepakatan.
52
Tabel 27
Fungsi tataniaga lembaga tataniaga benih ikan gurame di Desa Sukamaju Kidul, Kecamatan Indihiang, Kota Tasikmalayaa Fungsi pertukaran
Saluran dan lembaga tataniaga Saluran I Pembudidaya Kelompok Sukarame Pedagang benih ikan gurame Saluran IIa Pembudidaya Pengumpul Pedagang besar Pedagang pengecer Saluran IIb Pembudidaya Pengumpul Pedagang besar Saluran IIc Pembudidaya Pengumpul Saluran III Pembudidaya a
Fungsi fisik
Fungsi fasilitas
Pembelian Penjualan Pengemasan Penyimpanan Pengangkutan Sortasi
Resiko Biaya
Informasi pasar
c
b
Sumber : data primer (diolah). ; b hanya dilakukan sesekali saja, ; c pembelian yang dilakukan adalah secara tidak langsung melainkan hanya proses pengumpulan
53
Aktivitas terakhir dari fungsi faslitas yang dilakukan oleh kedua jenis pembudidaya adalah penanggungan resiko berupa resiko kematian benih ketika proses transaksi (pemanenan). Selain itu, pembudidaya juga menghadapi resiko ketika harga di pasar mengalami penurunan. Kebutuhan mendesak para pembudidaya dan adanya pasokan benih ikan gurame dari wilayah luar Kota Tasikmalaya akan mempengaruhi pada pembentukan harga dari hasil panen para pembudidaya ikan gurame di lokasi penelitian. Kegiatan dari fungsi fasilitas lainnya yang dilakukan oleh pembudidaya adalah pencarian informasi pasar. Para pembudidaya memperoleh informasi pasar bersumber dari sesama pembudidaya, penyuluh, lembaga tataniaga (pembeli), maupun pengamatan pasar langsung. Fungsi tataniaga di tingkat pengumpul dan Kelompok Tani Sukarame Fungsi tataniaga pada tingkat pedagang pengumpul dan kelompok secara garis besar tidak jauh berbeda, di antaranya fungsi pertukaran, fisik, dan fasilitas. Fungsi pertukaran yang dilakukan pengumpul dan kelompok tani berupa kegiatan jual-beli benih ikan gurame. Pedagang pengumpul dan kelompok tani melakukan kegiatan pengumpulan (pembelian) benih ikan gurame dari para pembudidaya ikan gurame. Khusus pada Kelompok Tani Sukarame, aktivitas pembelian dilakukan hanya dengan para pembudidaya ikan gurame yang merupakan anggota kelompok. Untuk kegiatan pembelian pedagang pengumpul dilakukan dengan kedua jenis pembudidaya ikan gurame (anggota dan non anggota). Pedagang pengumpul maupun Kelompok Tani Sukarame ini selanjutnya akan melakukan penjualan pada pihak pedagang besar maupun kepada konsumen secara langsung. Penjualan yang dilakukan oleh pedagang pengumpul adalah dengan pedagang besar yang berada di Depo Ikan Kota Tasikmalaya maupun Pasar Ikan Pageningan, sedangkan kelompok tani melakukan penjualan dengan pedagang luar daerah. Pada kegiatan pengumpulan benih ikan gurame dari para pembudidaya yang dilakukan pengumpul dan kelompok memiliki perbedaan dalam cara kerjanya. Pedagang pengumpul menampung hasil panen para pembudidaya dengan melakukan transaksi jual-beli, sedangkan untuk Kelompok Tani Sukarame tidak melakukan transaksi jual-beli secara langsung. Jika ada pesanan permintaan benih dari 1 pihak kepada kelompok, maka kelompok akan mengkordinasikannya dengan anggota dalam pemenuhan target pesanan tersebut. Anggota nantinya akan mendapatkan penerimaan dari hasil penjualan yang dilakukan kelompok sesuai dengan jumlah benih yang diserahkan. Fungsi tataniaga lainnya yang dilakukan oleh pedagang pengumpul maupun Kelompok Tani Sukarame adalah fungsi fisik yang terdiri atas kegiatan pengemasan, pengangkutan, dan penyimpanan. Pengemasan yang dilakukan oleh pedagang pengumpul dan kelompok tani adalah dengan menggunakan drigen plastik untuk menampung benih ikan gurame pada proses pembelian dengan pembudidaya ikan gurame (Gambar 9.b). Pedagang pengumpul dan Kelompok Tani Sukarame akan mengeluarkan biaya pengemasan pada penjualan yang dilakukan dengan konsumen secara langsung. Rata-rata pedagang pengumpul menanggung biaya pengemasan sebesar Rp 1.08/ekor hingga Rp 1.89/ekor (Lampiran 4). Biaya pengemasan ini meliputi biaya plastik untuk media pengemasan dan oksigen.
54
Kemudian untuk pengangkutan di tingkat pedagang pengumpul maupun Kelompok Tani Sukarame biasanya dilakukan menggunakan mobil pick-up atau sepeda motor. Pada pedagang pengumpul pengangkutan dilakukan oleh tenaga kerja yang digaji mencakup seluruh kegiatan usaha termasuk di dalamnya kegiatan pengangkutan, penyortiran, dan bongkar muat. Besarnya upah yang dikeluarkan pedagang pengumpul untuk 1 orang tenaga kerja rata-rata sebesar Rp 600 000/ bulan dengan rata-rata jumlah tenaga kerja sebanyak 1 orang. Untuk Kelompok Tani Sukarame aktivitas pengangkutan dilakukan oleh tenaga kerja yang diupah harian sebesar Rp 50 000/orang untuk satu hari kerja. Adanya buruh di tingkat Kelompok Tani Sukarame ini juga mencakup untuk seluruh kegiatan penjualan yang dilakukan yang termasuk di dalamnya untuk mengumpulkan benih dari para anggota. Besarnya biaya pengangkutan dari pedagang pengumpul yang termasuk di dalamnya biaya untuk keperluan transportasi adalah rata-rata sebesar Rp1.63/ekor hingga Rp 1.64/ekor, sedangkan untuk Kelompok Tani Sukarame sebesar Rp 5.53/ekor (Lampiran 4).
(a) (b) Gambar 9 Kolam penanpungan benih sebelum pengiriman di tingkat kelompok tani dan media pengemasan benih ikan gurame ketika pengangkutan pedagang pengumpul
Aktivitas salanjutnya dari fungsi fisik adalah penyimpanan. Pedagang pengumpul dan kelompok tani akan menyimpan (menampung) benih ikan gurame dari para pembudidaya untuk selanjutnya disalurkan kembali kepada pembeli (Gambar 9.a). Penyimpanan dilakukan untuk menyeragamkan daya tahan dan tingkat adaptasi dari benih ikan gurame yang akan dijual. Besarnya biaya penyimpanan yang dikeluarkan oleh pedagang pengumpul adalah rata-rata sebesar Rp 2.56/ekor hingga Rp 3.38/ekor, sedangkan untuk pihak Kelompok Tani Sukarame berkisar Rp 0.19/ekor (Lampiran 4). Biaya ini meliputi biaya untuk pakan selama penyimpanan, listrik, dan biaya perawatan kolam penampungan. Fungsi tataniaga selanjutnya di tingkat pedagang pengumpul dan Kelompok Tani Sukarame adalah fungsi fasilitas yang terdiri atas aktivitas sortasi, pembiayaan, penanggungan resiko, dan informasi pasar. Fungsi fasilitas pertama adalah aktivitas sortasi. Sortasi ini dilakukan berkaitan dengan perbedaan harga dari setiap jenis ukuran dan penyesuaian terhadap permintaan ukuran benih di pasar. Pedagang pengumpul dan Kelompok Tani Sukarame melakukan kegiatan sortasi berdasarkan klasifikasi ukuran tertentu. Aktivitas sortasi ini dilakukan oleh tenaga kerja yang dimiliki. Besarnya biaya sortasi yang ditanggung oleh pedagang
55
pengumpul dan Kelompok Tani Sukarame adalah rata-rata sebesar Rp 0.10/ekor sampai Rp 0.69 /ekor (Lampiran 4). Untuk aktivitas pembiayaan yang dilakukan pengumpul dan kelompok dilakukan secara mandiri. Akan tetapi pada beberapa pengumpul terkadang ada pinjaman untuk biaya usaha yang bersumber dari pedagang besar. Pembiayaan yang dilakukan pengumpul adalah berupa pembiayaan untuk pembelian benih ikan gurame, pengangkutan, dan pegawai yang dimilikinya. Berbeda dengan pengumpul, pada kelompok tani beban biaya ini akan ditanggung oleh seluruh anggota. Aktivitas penanggungan resiko yang dilakukan oleh pengumpul dan kelompok adalah resiko terhadap kematian benih ikan yang mati ketika proses pengangkutan maupun sebelum proses transaksi penjualan. Kedua lembaga tataniaga tersebut umumnya akan mengganti benih ikan gurame yang mati ketika proses pengangkutan apabila jumlahnya cukup banyak. Pada kelompok tani, resiko yang dihadapi ini akan ditanggung oleh para anggotanya. Karena kelompok hanya berperan sebagai wadah pemasaran bagi para anggota. Oleh sebab itu keuntungan dan kerugian dari kegiatan pemasaran yang dilakukan kelompok akan kembali diterima oleh anggota, sedangkan pada pedagang pengumpul resiko ini akan di tanggung sendiri. Besarnya biaya yang ditanggung oleh pedagang pengumpul dan kelompok tani terkait adanya penaggungan terhadap resiko penyusutan adalah rata-rata sebesar Rp 1.01/ekor hingga Rp 8.48/ekor (Lampiran 4). Aktivitas dari fungsi fasilitas yang terakhir di tingkat pedagang pengumpul dan Kelompok Tani Sukarame adalah pencarian informasi pasar. Pedagang pengumpul dan Kelompok Tani Sukarame memperoleh informasi pasar dengan memperhatikan harga yang berlaku di pasar dan juga pencarian bersumber dari sesama lembaga tataniaga setingkat maupun yang berada pada tingkat yang berbeda. Fungsi tataniaga di tingkat pedagang besar Fungsi tataniaga pertama yang dilakukan oleh pedagang besar (pedagang di dalam maupun di luar saluran kelompok tani) adalah fungsi pertukaran yang terdiri atas aktifitas penjualan dan pembelian. Pedagang besar di luar saluran kelompok tani mendapatkan pasokan dari pedagang pengumpul yang ada di wilayah Kota Tasikmalaya, sedangkan pedagang besar di dalam saluran kelompok tani berasal dari para pembudidaya anggota melalui Kelompok Tani Sukarame. Proses pembelian dilakukan dengan memperhatikan kualitas maupun ukuran benih ikan gurame. Pembeli benih ikan gurame di tingkat pedagang besar ini adalah pedagang pengecer maupun konsumen (pelaku usaha pembesaran ikan gurame). Fungsi tataniaga selanjutnya yang dilakukan oleh pedagang besar adalah fungsi fisik yang terdiri atas aktivitas pengangkutan, pengemasan, dan penyimpanan. Aktivitas pengangkutan oleh pedagang besar meliputi kegiatan pengangkutan dari pihak penjual sebelumnya dan juga terkadang melakukan pengiriman kepada pembeli dengan kesepakatan terlebih dahulu. Kesepakatan ini adalah terkait pihak yang menanggung resiko kematian benih saat proses pengiriman dan tambahan biaya yang dibebankan pada harga jual kepada pembeli. Aktivitas pengangkutan ini dilakukan oleh pegawai yang dimiliki oleh pedagang besar. Upah rata-rata pegawai ini adalah rata-rata sebesar Rp 700 000/ bulan yang mencakup seluruh deskripsi pekerjaan termasuk kegiatan pengangkutan, bongkar
56
muat, dan sortasi. Biaya yang ditanggung oleh pedagang besar di luar saluran tataniaga kelompok tani adalah sebesar Rp 2.03/ekor hingga Rp 2.08/ekor, sedangkan untuk pedagang di dalam saluran kelompok tani adalah tidak ada (Lampiran 4). Pada pedagang besar di luar saluran kelompok tani biaya pengangkutan ini meliputi biaya untuk tenaga kerja pengangkutan dan transportasi (Gambar 10.a). Adapun untuk biaya pengangkutan pedagang besar di dalam saluran kelompok tani ditanggung Kelompok Tani Sukarame.
(a)
(b)
Gambar 10 Alat transportasi pengangkut benih ikan gurame pedagang besar dan salah satu kegiatan penyortiran di tingkat pedagang
Fungsi fisik lainnya yang dilakukan kedua jenis pedagang besar adalah penyimpanan dan pengemasan. Pedagang besar memiliki kolam-kolam ikan untuk menampung benih ikan yang masuk dari para pengumpul ataupun kelompok pembudidaya ikan gurame. Penyimpanan ini dilakukan hingga adanya pembeli benih ikan gurame yang membeli ke pedagang besar tersebut. Biaya yang dikeluarkan pedagang besar dalam melakukan aktivitas penyimpanan ini adalah rata-rata sebesar Rp 2.36/ekor hingga Rp 3.81/ekor (Lampiran 4). Biaya penyimpanan ini meliputi kebutuhan pakan selama penyimpanan, retribusi untuk tempat usaha, listrik, dan biaya oprasional kolam penyimpanan. Pada pengemasan yang dilakukan pedagang besar berupa pengemasan sederhana dengan menggunakan plastik atau drigen sebagai wadah benih ikan gurame yang dijual. Rata-rata biaya yang dikeluarkan pedagang besar untuk pengemasan adalah sebesar Rp 2.26/ekor sampai Rp 2.82/ekor (Lampiran 4). Biaya pengemasan ini meliputi biaya untuk plastik sebagai media pengemasan dan biaya oksigen. Fungsi tataniaga terakhir yang dilakukan adalah fungsi fasilitas, yaitu aktivitas pembiayaan, sortasi, penanggungan resiko, dan pencarian informasi pasar. Pembiayaan yang dilakukan pedagang besar meliputi modal untuk membeli benih ikan gurame, biaya tenaga kerja, biaya retribusi tempat usaha, dan biayabiaya terkait keperluan dalam menjalankan usaha penjualan benih ikan gurame. Pembiayaan yang dilakukan oleh pedagang besar (pedagang besar didalam maupun diluar saluran kelompk tani) ini dilakukan secara mandiri. Selanjutnya aktivitas penanggungan resiko di tingkat peedagang besar yang meliputi penanggungan resiko kematian benih ikan gurame sebelum adanya transaksi penjualan maupun ketika pengangkutan. Besarnya biaya penyusutan atas benih
57
ikan gurame yang ditanggung oleh pedagang besar rata-rata adalah sebesar Rp 8.83/ekor sampai Rp 10.12/ekor (Lampiran 4). Pada setiap transaksi yang dilakukan antara pedagang besar dengan pembeli juga dilakukan aktivitas sortasi yang termasuk bagian dari fungsi fasilitas. Sortasi dilakukan untuk memilih benih ikan dengan ukuran yang sesuai dan keinginan pembeli. Aktivitas sortasi di tingkat pedagang besar dilakukan oleh karyawan yang digaji perbulan untuk seluruh kegiatan usaha penjualan benih ikan gurame (Gambar 10.b). Besarnya biaya untuk aktivitas sortasi yang ditanggung oleh pedagang besar adalah rata-rata sebesar Rp 0.07/ekor hingga Rp 0.86/ekor (Lampiran 4). Aktivitas terakhir yang termasuk ke dalam fungsi fasilitas yang dilakukan pedagang besar adalah pencarian informasi pasar. Proses pencarian informasi pasar terkait harga jual benih ikan gurame dilakukan oleh pedagang besar dengan mencari tahu harga jual di pedagang lain di lokasi usaha yang sama maupun lokasi usaha yang berbeda. Selain itu informasi mengenai harga juga diperoleh dari lembaga tataniaga lain di tingkat yang berbeda untuk mengetahui kondisi harga dimasing-masing lembaga tataniaga. Fungsi tataniaga di tingkat pedagang pengecer Pedagang pengecer melakukan fungsi pertukaran berupa aktivitas pembelian dan penjualan benih ikan gurame. Pedagang pengecer membeli benih ikan gurame dari pedagang besar, sedangkan penjualan di tingkat pedagang pengecer dilakukan dengan konsumen benih ikan gurame di desa-desa sekitar Kota Tasikmalaya. Konsumen di tingkat pedagang pengecer ini lebih didominasi oleh para pemilik kolam ikan yang bukan mengusahakan pembesaran ikan gurame berorientasi bisnis. Akan tetapi, konsumen di tingkat pedagang pengecer ini lebih pada penggunaan benih yang nantinya untuk konsumsi pribadi. Pada fungsi fisik dari pedagang pengecer terdiri atas aktivitas pengangkutan, pengemasan, dan penyimpanan. Aktivitas pengangkutan yang dilakukan oleh pedagang pengecer adalah dengan berkeliling desa-desa di Kota Tasikmalaya. Selain itu dalam menjalankan usahanya pedagang pengecer ini juga melakukan penyimpanan dari benih yang belum terjual. Adapun untuk aktivitas pengemasan tidak dilakukan oleh pedagang pengecer karena transaksi penjualan dilakukan di tempat konsumen. Pedagang pengecer juga melakukan fungsi fasilitas berupa aktivitas sortasi, pembiayaan, penanggungan resiko, dan informasi pasar. Aktivitas sortasi dilakukan pedagang pengecer dengan membedakan harga jual berdasarkan klasifikasi ukuran benih ikan gurame. Pembiayaan di tingkat pedagang pengecer dilakukan menggunakan modal sendiri dalam menjalankan usahanya. Selanjutnya untuk penanggungan resiko yang dilakukan oleh pedagang pengecer adalah dengan menanggung kerugiaan atas benih ikan yang mati dan penurunan harga jual sebelum adanya penjualan dengan konsumen. Adapun untuk aktivitas terakhir dari fungsi fasilitas yang dilakukan oleh pedagang pengecer adalah aktivitas pencarian informasi pasar yang dilakukan dengan bersumber pada sesama pedagang pengecer maupun lembaga tataniaga di tingkat yang berbeda.
58
Analisis Perilaku Pasar Proses penjualan dan pembelian Tataniaga benih ikan gurame di Desa Sukamaju Kidul tidak terlepas dari proses penjualan dan pembelian yang dilakukan setiap lembaga tataniaga. Proses penjualan dan pembelian benih ikan gurame dilakukan oleh setiap lembaga tataniaga yang terlibat dalam proses pemasaran benih ikan gurame mulai dari pembudidaya hingga ketangan konsumen. Proses pembelian hanya tidak dilakukan oleh pembudidaya benih ikan, sedangkan aktivitas penjualan tidak dilakukan oleh konsumen. Pada setiap saluran tataniaga benih ikan gurame akan dimulai dari kegiatan penjualan yang dilakukan oleh pembudidaya sebagai produsen benih ikan gurame. pembudidaya ikan gurame di Desa Sukamaju Kidul melakukan penjualan kepada beberapa pihak, yaitu pedagang pengumpul dan konsumen secara langsung. Tercatat sebanyak 3 orang berperan sebagai pedagang pengumpul yang melakukan pembelian benih ikan gurame dengan pembudidaya di Desa Sukamaju Kidul. Adapun untuk responden pembudidaya anggota kelompok tani, penjualan benih ikan gurame juga dapat dilakukan dengan cara kolektif melalui kelompok. Pada tingkat pedagang pengumpul dan Kelompok Tani Sukarame aktivitas pengumpulan benih ikan gurame hanya bersumber dari pembudidaya benih ikan gurame. Terdapat perbedaan dalam aktivitas pengumpulan benih ikan gurame yang dilakukan oleh kedua pihak ini. Pedagang pengumpul melakukan pengumpulan benih dari pembudidaya dengan melakukan transaksi pembelian, sedangkan kelompok dengan tanpa ada transaksi pembelian secara langsung kepada para pembudidaya. Kelompok hanya menampung hasil produksi dengan mengkolektifkan penjualan untuk memenuhi sejumlah permintaan pihak tertentu. Nantinya hasil penjualan yang dilakukan kelompok ini akan dibagikan kepada pembudidaya berdasarkan jumlah benih yang diserahkan pada kelompok. Penjualan benih ikan gurame oleh pengumpul dan kelompok ini dilakukan kepada beberapa pihak pembeli, diantaranya pedagang besar maupun konsumen secara langsung. Tercatat sebanyak 2 orang pedagang besar yang menjadi tujuan penjualan pedagang pengumpul. Untuk penjualan yang dilakukan Kelompok Tani Sukarame adalah dengan pedagang yang berlokasi di Bandung dan Ciamis. Pedagang besar melakukan kegiatan jual-beli yang berlokasi di Depo Ikan dan Pasar Ikan Pagendingan Kota Tasikmalaya. Pembelian oleh pedagang besar dengan para pengumpul rata-rata dilakukan atas dasar kerja sama tanpa kontrak resmi. Pedagang besar biasanya memiliki pedagang pengumpul langganan di setiap daerah penghasil benih ikan gurame. Pedagang besar selanjutnya akan menjual benih ikan gurame kepada pedagang pengecer maupun konsumen secara langsung. Adapun untuk pedagang besar yang melakukan pembelian dengan kelompok tani akan menjual benih tersebut kepada konsumen di luar wilayah Kota Tasikmalaya. Pada pedagang besar di luar saluran yang digunakan kelompok tani, pihak selanjutnya yang melakukan pemasaran benih ikan gurame adalah pedagang pengecer. Jumlah pedagang pengecer yang melakukan pembelian benih ikan gurame pada kedua pedagang besar saat penelitian dilakukan adalah sebanyak 5 orang. Pedagang pengecer melakukan penjulan benih ikan gurame hanya dengan
59
konsumen akhir sebagai pembeli. Penjualan dilakukan dengan mendatangi lokasi kolam milik warga yang ada di sekitar wilayah Kota Tasikmalaya. Proses penetapan harga Penentuan harga jual benih ikan gurame rata-rata terbentuk melalui mekanisme tawar-menawar disetiap tingkat lembaga tataniaga. Pihak pembeli maupun penjual biasanya sudah memiliki informasi terkait harga benih ikan gurame yang berlaku di pasar. Kondisi terkait harga yang berlaku di pasar ini sangat dipengaruhi oleh kondisi supply maupun demand benih ikan gurame yang ada di pasar. Harga benih ikan gurame di tingkat pembudidaya atau pedagang rata-rata akan meningkat setelah Hari Raya Idul Fitri. Hal ini dikarenakan pada waktu seperti itu pelaku usaha pembesaran ikan gurame rata-rata akan melakukan pemanenan ikan gurame konsumsi karena meningkatnya permintaan pasar. Oleh sebab itu hal ini selanjutnya akan berdampak pula pada peningkatan permintaan benih ikan gurame untuk digunakan kembali oleh pelaku usaha pembesaran. Harga jual benih ikan gurame yang berlaku di tingkat pembudidaya juga akan dipengaruhi oleh beberapa hal diluar kondisi permintaan dan penawaran. Hal-hal ini terkait kondisi kebutuhan para pembudidaya ketika proses penjualan hasil panen. Motivasi atau alasan para pembudidaya ketika mendapatkan harga jual yang cukup rendah umumnya adalah karena kebutuhan akan uang yang mendesak dan jumlah panen benih yang tidak terlalu besar. Kondisi dari harga jual seperti ini tentu akan berdampak pada keuntungan yang diperoleh pembudidaya. Oleh karena itu, muncul fungsi dari kelompok untuk mengatasi masalah tersebut. Kelompok dapat berfungsi seperti pedagang pengumpul dengan menampung hasil panen para pembudidaya dan memberikan saluran pemasaran yang memiliki harga jual yang lebih baik. Pada tingkat Kelompok Tani Sukarame penentuan harga beli dari pembudidaya ikan gurame sedikit berbeda dengan proses penentuan harga beli di lembaga tataniaga sebelumnya. Kelompok tidak melakukan tawar-menawar dengan pembudidaya dalam penetapan harga beli untuk mengumpulkan benih ikan gurame. Harga yang diberikan oleh kelompok tani pada pembudidaya anggota merupakan harga jual yang diterima saat penjualan yang dilakukan Kelompok Tani Sukarame. Sama halnya dengan sistem penentuan harga di tingkat sebelumnya, penetapan harga di tingkat lembaga tataniaga selanjutnya juga dilakukan dengan tawar-menawar. Pada lembaga tataniaga yang berada setingkat harga jual yang berlaku juga dilakukan melalui tanpa adanya kesepakatan penentuan harga jual. Oleh sebab itu masih dapat ditemukan perbedaan harga jual diantara lembaga tataniaga setingkat. Pola pembayaran dalam transaksi Pembayaran yang dilakukan setiap lembaga tataniaga adalah dengan beberapa cara. Sistem pembayaran pertama adalah pembayaran yang dilakukan dikemudian (hutang). Kedua adalah pembayaran secara tunai. Disamping itu dari hasil penelusuran juga ditemukan sistem pembayaran lainnya, yaitu sistem pembayaran yang dilakukan di depan. Pembayaran yang dilakukan secara tidak tunai (sistem pembayaran kemudian atau hutang) dilakukan kelompok kepada pembudidaya ikan gurame.
60
Benih ikan gurame dari pembudidaya anggota yang diserahkan kepada kelompok akan dicatat berdasarkan jumlah masing-masing pembudidaya. Hal ini karena dalam proses pengumpulan benih ikan gurame yang dilakukan oleh kelompok dari para pembudidaya bukanlah melalui proses pembelian. Hasil penjualan benih ikan gurame yang dijual kelompok kemudian akan dibagikan kepada pembudidaya anggota berdasarkan catatan tersebut. Sistem pembayaran kemudian ini juga terkadang dilakukan oleh pedagang pengumpul kepada pembudidaya dan pedagang pengecer kepada pedagang besar. Sistem pembayaran ini dilakukan atas dasar kepercayaan dan hubungan kerja sama untuk memasarkan benih ikan gurame. Pada sistem pembayaran ini pedagang pengecer akan diberikan pinjaman modal usaha dari pedagang besar. Pinjaman ini berupa benih ikan gurame untuk dipasarkan kepada konsumen. Pembayaran dari benih ikan gurame tersebut akan dibayarkan dalam periode pembelian berikutnya. Sistem pembayaran selanjutnya adalah pembayaran didepan. Sistem pembayaran seperti ini terjadi antara pedagang besar dan beberapa pengumpul benih ikan gurame. Pada beberapa pengumpul terdapat kasus adanya kerja sama yang dilakukan dengan pedagang besar. Pedagang besar yang melakukan sistem pembayaran seperti ini akan memberikan pinjaman berupa uang kepada pengumpul. Pinjaman ini adalah bertujuan sebagai modal pengumpul untuk membeli (mengumpulkan) benih ikan gurame dari para pembudidaya ikan gurame yang ada di beberapa desa. Pinjaman berupa modal usaha ini selanjutnya akan dibayarkan oleh pengumpul dengan menyerahkan hasil pengumpulan benih ikan gurame kepada pedagang besar. Pada sistem pambayaran seperti ini harga jual benih ikan gurame sudah terlebih dahulu dinegosiasikan antara pengumpul dan pedagang besar. Pada lembaga-lembaga tataniaga benih ikan gurame juga terdapat sistem pembayaran yang dilakukan secar tunai. Sistem pembayaran ini dapat terjadi diantara seluruh lembaga tataniaga. Kerja sama antara lembaga tataniaga Kerja sama yang terjalin diantara lembaga tataniaga adalah berbeda-beda berdasarkan hal yang melatarbelakanginya. Proses transaksi jual-beli yang terjadi diantara lembaga tataniaga sangat berpengaruh dan dipengaruhi oleh pola kerja sama yang terbentuk. Kerja sama yang terbentuk diantara masing-masing lembaga tataniaga dapat berupa kerja sama dalam kegiatan pemasaran atau kerja sama dalam memberikan bantuan usaha. Kerja sama di tingkat pembudidaya ikan gurame terjalin dengan beberapa pihak. Berdasarkan kegiatan penjualan benih ikan di tingkat pembudidaya kerja sama yang dilakukan pembudidaya adalah dengan kelompok tani, pedagang pengumpul, maupun konsumen. Kerja sama antara pembudidaya anggota dan Kelompok Tani Sukarame terjalin disebabkan oleh dasar kesamaan usaha diantara anggota kelompok. Adanya fungsi kelompok dalam memasarkan hasil panen para anggota adalah untuk meningkatkan kekuatan tawar anggotanya dengan memberikan alternatif dalam memasarkan hasil panen. Selain itu adanya bantuan berupa input produksi yang diterima pembudidaya dari kelompok juga dapat melaterbelakangi hubungan kerja sama ini. Kerja sama lain yang tejalin di tingkat pembudidaya adalah dengan pihak pengumpul. Pada pembudidaya ikan gurame non anggota kelompok tani, kerja sama yang dilakukan dengan pedagang pengumpul ini adalah atas hubungan
61
usaha. Para pembudidaya non anggota membutuhkan lembaga pemasaran, sedangkan pedagang pengumpul memerlukan pasokan benih ikan gurame. Kerja sama dengan pedagang pengumpul juga terkadang dilakukan pembudidaya anggota kelompok tani. Adanya penjualan dari pembudidaya anggota kelompok tani dengan pedagang pengumpul dapat disebabkan karena perbedaan jadwal panen anggota dengan penjualan yang dilakukan kelompok tani, ataupun karena kebutuhan uang yang mendesak. Pada tingkat pedagang pengumpul, selain kerja sama yang dilakukan dengan pembudidaya, juga melakukan kerja sama dengan pedagang besar. Kerja sama yang terjalin diantara pengumpul dan pedagang besar ini adalah atas dasar hubungan langganan usaha. Pada masing-masing pedagang pengumpul biasanya sudah memiliki pedagang besar langganan dalam kegiatan penjualannya. Pedagang besar pun terkadang memberikan modal untuk pedagang pengumpul yang sudah dipercayainya untuk pengumpulan benih ikan gurame dari pembudidaya. Sehingga ada ikatan kerja sama yang bersifat tidak resmi diantara pedagang pengumpul dan pedagang besar atas dasar kepercayaan. Kerja sama lainnya di tingkat pedagang besar adalah dengan pedagang pengecer. Hubungan yang terjalin antara pedagang besar dan pengecer ini karena adanya hubungan langganan usaha. Pedagang pengecer biasanya sudah memiliki pedagang besar langganan dalam memenuhi kebutuhan benih yang nantinya akan dijual kembali. Terkadang pedagang besar pun memberikan bantuan hutang berupa benih ikan gurame pada pedagang pengecer yang kekurangan modal usaha untuk membeli benih benih ikan gurame. Analisis Marjin Tataniaga Nilai marjin tataniaga merupakan salah satu indikator yang dapat digunakan dalam menentukan tingkat efisiensi sistem tataniaga secara oprasional. Nilai marjin tataniaga dihitung berdasarkan perbedaan antara harga jual dengan harga beli di setiap lembaga tataniaga. Selain itu, juga dengan memperhitungkan harga jual di tingkat pembudidaya dengan harga beli di tingkat konsumen akhir. Perbedaan harga jual dan harga beli masing-masing lembaga tataniaga juga menyebabkan adanya perbedaan pada nilai marjin tataniaga yang diperoleh masing-masing lembaga tataniaga. Untuk rincian perhitungan analisis marjin tataniaga dalam penelitian ini ditampilkan pada Tabel 29. Pada saluran I harga jual yang diterima pembudidaya anggota dari pihak kelompok tani adalah sebesar Rp 2 150/ekor. Harga jual di tingkat selanjutnya pada saluran I adalah sebesar Rp 2 550/ekor. Sehingga nilai marjin yang terbentuk pada saluran I secara keseluruhan adalah sebesar Rp 400/ekor dan juga merupakan nilai marjin tataniaga yang diperoleh pedagang benih ikan gurame. Pada saluran IIa harga jual yang diterima oleh pembudidaya adalah sebesar Rp 1 896/ekor dari penjualan yang dilakukan dengan pedagang pengumpul. Pedagang pengumpul selanjutnya akan menjual benih ikan gurame kepada pedagang besar dengan harga Rp 2 133.3/ekor. Sehingga nilai marjin tataniaga yang diperoleh pedagang pengumpul dalam saluran IIa adalah Rp 236.9/ekor. Benih ikan gurame di tingkat pedagang besar ini selanjutnya disalurkan kepada pengecer dengan harga jual Rp 2 250/ekor. Pada tingkat pedagang besar nilai
62
marjin tataniaga yang diperoleh adalah sebesar Rp 116.7/ekor. Di tingkat pedagang pengecer benih ikan gurame ini akan dijual kepada konsumen dengan harga Rp 2 560/ekor. Sehingga marjin tataniaga pada tingkat pedagang pengecer di saluran IIa ini adalah sebesar Rp 310/ekor. Secara keseluruhan nilai marjin tataniaga yang terbentuk pada saluran tataniaga IIa adalah Rp 663.6/ ekor. Marjin tataniaga terbesar pada saluran IIa ini dimiliki oleh pedagang pengecer sebesar Rp 310/ekor, sedangkan untuk marjin terkecil terdapat pada pedagang besar sebesar Rp 116.7/ekor.
Tabel 28
Marjin, biaya, keuntungan, dan rasio keuntungan terhadap biaya tataniaga benih ikan gurame dengan segmentasi ukuran 5-7 cm di Desa Sukamaju Kidul tahun 2013a
Saluran I Saluran IIa Saluran IIb Saluran IIc Rp/ekor % Rp/ekor % Rp/ekor % Rp/ekor % b Pembudidaya atau kelompok tani Harga jual 2 150 84.3 1 896 74.1 1 896 77.4 1 896 81.3 Biaya tataniaga 19.15 0.75 8.88 0.35 8.88 0.4 8.88 0.4 Pedagang pengumpul Harga beli 1 896.4 74.08 1 896.4 77.4 1 896.4 81.3 Harga jual 2 133.3 83.33 2 133.3 87.1 2 333.3 100 Marjin tataniaga 236.9 9.25 236.9 9.7 436.9 18.7 Biaya tataniaga 40.30 1.57 40.30 1.6 42.49 1.8 Keuntungan 196.6 7.68 196.6 8.0 394.4 16.9 4.88 0.19 4.88 0.2 9.28 0.4 /c ratio Pedagang besar Harga beli 2 150 84.3 2 133.3 83.3 2 133.3 87.1 Harga jual 2 550 100.0 2 250 87.9 2 450 100 Marjin tataniaga 400 15.7 116.7 4.56 316.7 12.9 Biaya tataniaga 24.8 1.0 43.7 1.71 36.5 1.5 Keuntungan 375.2 14.7 73.0 2.8 280.2 11.4 0.6 1.67 0.07 7.68 0.3 15.1 /c ratio Pedagang pengecer Harga beli 2 250 87.8 Harga jual 2 560 100 Marjin tataniaga 310 12.11 Biaya tataniaga 139.1 5.44 Keuntungan 170.8 6.67 1.23 0.05 /c ratio Total marjin 400.00 15.7 663.6 25.9 553.5 22.6 436.9 18.7 Total biaya 43.93 1.7 232.04 9.06 85.67 3.5 51.36 2.2 Total keuntungan 356.0 14.0 431.5 16.8 467.9 19.1 385.5 16.5 8.10 1.86 5.46 7.51 Total /c ratio Lembaga tataniaga
a
Sumber : data primer (diolah), ; b Kelompok Tani Sukarame hanya terlibat dalam saluran I
63
Saluran tataniaga selanjutnya adalah saluran IIb yang melibatkan pedagang pengecer dan pedagang besar. Pembudidaya ikan gurame mendapatkan harga jual pada penjualan dengan pedagang pengumpul sebesar Rp 1 896/ekor. Kemudian pedagang pengumpul akan menjual benih ikan gurame kepada pedagang besar dengan harga jual sebesar Rp 2 133.3/ekor. Nilai marjin tataniaga dari pedagang pengumpul dalam saluran IIb ini adalah sebesar Rp 236.9/ekor. Benih ikan gurame di tingkat pedagang besar di saluran IIb ini selanjutnya akan langsung disalurkan kepada konsumen dengan harga jual Rp 2 450/ekor. Nilai marjin tataniaga pedagang besar pada saluran IIb adalah sebesar Rp 316.7/ekor. Secara keseluruhan nilai marjin tataniaga yang terbentuk pada saluran IIb adalah sebesar Rp 553.5/ekor. Nilai marjin terbesar di saluran IIb dimiliki oleh pedagang besar sebesar Rp 316.7/ekor, sedangkan terkecil terdapat pada pedagang pengumpul sebesar Rp 236.9/ekor. Saluran tataniaga yang terakhir adalah saluran IIc yang hanya melibatkan pedagang pengecer. Pembudidaya ikan gurame mendapatkan harga jual di saluran IIc adalah sebesar Rp 1 896/ekor. Pedagang pengumpul ini selanjutnya menjual benih ikan gurame kepada konsumen dengan harga jual Rp 2 333.3/ekor. Nilai marjin tataniaga dari pedagang pengumpul dalam saluran IIc adalah sebesar Rp 436.9/ekor yang juga merupakan nilai marjin secara keseluruhan untuk saluran IIc. Nilai marjin tataniaga terbesar terdapat pada saluran IIa, sedangkan terkecil dimiliki saluran I. Terlepas dengan adanya kegiatan pemasaran benih ikan gurame yang dilakukan oleh kelompok tani pada saluran I, nilai marjin tataniaga terkecil dari kegiatan pemasaran yang dilakukan di luar kelompok tani terdapat pada saluran IIc. Hal ini menunjukan bahwa nilai marjin dari pemasaran kelompok adalah lebih kecil dibandingkan dengan pemasaran secara perseorangan diluar kelompok tani Analisis Rasio Keuntungan Terhadap Biaya Pada masing-masing lembaga tataniaga terdapat biaya dan keuntungan tataniaga dari aktivitas pemasaran yang dilakukan. Biaya tataniaga adalah biaya yang dikeluarkan masing-masing lembaga tataniaga dalam menjalankan kegiatan pemasaran. Adapun besarnya keuntungan tataniaga adalah selisih antara keuntungan usaha (selisih harga jual dan harga beli) dan biaya tataniaga yang dikeluarkan. Besarnya biaya dan keuntungan tataniaga yang dimiliki masingmasing lembaga tataniaga ini akan berbeda-beda satu dengan yang lainnya. Hal ini berkaitan dengan fungsi tataniaga yang dijalankan dan tingkat keuntungan usaha yang dimiliki oleh lembaga tataniaga. Berdasarkan besarnya biaya dan keuntungan tataniaga pada masing-masing lembaga di setiap saluran tataniaga dapat diperoleh besarnya nilai rasio keuntungan terhadap biaya (Tabel 29). Nilai rasio keuntungan terhadap biaya tataniaga adalah salah satu indikator untuk menentukan tingkat efisiensi sistem tataniaga. Rasio keuntungan terhadap biaya akan berbanding lurus dengan keuntungan dan berbanding terbalik dangan biaya yang dikeluarkan. Semakin besar biaya atau semakin kecil keuntungan tataniaga yang terbentuk, semakin kecil nilai rasio keuntungan terhadap tataniaga yang terbentuk.
64
Pada saluran I biaya tataniaga yang dikeluarkan oleh pembudidaya untuk proses pemasaran adalah sebesar Rp 7.80/ekor. Biaya ini meliputi pengeluaran dalam kegiatan pemenenan, sortasi, dan pengangkutan. Pihak kelompok tani pada saluran I mengelurkan biaya tataniaga sebesar Rp 11.34/ekor. Biaya yang dikeluarkan oleh kelompok ini nantinya akan dibebankan kepada para anggota. Terakhir adalah pedagang besar luar daerah yang mengeluarkan biaya tataniaga sebesar Rp 24.79/ekor dengan keuntungan tataniaga sebesar Rp 375.2/ekor. Nilai rasio keuntungan terhadap biaya dari pedagang besar luar daerah adalah sebesar 15.1. Hal ini menunjukan bahwa setiap penambahan biaya tataniaga sebesar Rp 1.00 akan meningkatkan keuntungan sebesar Rp 15.1/ekor. Secara keseluruhan besarnya biaya tataniaga, keuntungan tataniaga, dan rasio keuntungan terhadap biaya pada saluran I adalah sebesar Rp 43.93/ekor untuk biaya tataniaga dan keuntungan tataniaga Rp 356.0/ekor dengan nilai rasio keuntungan terhadap biaya sebesar 8.10. Pada saluran II yang terdiri atas saluran IIa, IIb, dan IIc pembudidaya ikan gurame mengeluarkan biaya untuk proses tataniaga sebesar Rp 8.88/ekor. Biaya yang dikeluarkan pembudidaya ini besarnya adalah sama pada saluran IIa, IIb, dan IIc. Hal ini karena pada saluran II (a,b, dan c) pembudidaya melakukan penjualan kepada 1 pihak, yaitu pedagang pengumpul. Pedagang pengumpul mengeluarkan biaya tataniaga untuk penjualan yang dilakukan dengan pedagang besar (saluran IIa dan IIb) sebesar Rp 40.30/ekor dengan keuntungan tataniaga Rp 196.6/ekor. Adapun untuk penjualan dengan konsumen secara langsung di tingkat pedagang pengumpul (saluran IIc), biaya tataniaga yang dikeluarkan adalah Rp 42.49/ekor dengan keuntungan tataniaga Rp 394.4/ekor. Nilai rasio keuntungan terhadap biaya pedagang pengumpul pada saluran IIa dan IIb menunjukan nilai 4.88, sedangkan pada saluran IIc adalah sebesar 9.28. Besarnya nilai rasio keuntungan terhadap biaya ini dapat diinterpretasikan bahwa setiap penambahan biaya yang dikeluarkan pedagang pengumpul sebesar Rp 1.00 akan menambah keuntungan sebesar Rp 4.88/ekor pada saluran IIa dan IIb atau Rp 9.28/ekor pada saluran IIc. Pedagang besar mengeluarkan biaya tataniaga sebesar Rp 43.70/ekor untuk penjualan dengan pedagang pengecer (saluran IIa) dan keuntungan tataniaga sebesar Rp 73.0/ekor. Kemudian untuk biaya tataniaga pada penjualan kepada konsumen secara langsung (saluran IIb) oleh pedagang besar adalah Rp 36.49/ekor dan keuntungan tataniaga Rp 280.2/ekor. Nilai rasio keuntungan terhadap biaya dari pedagang besar pada saluran IIa adalah sebesar 1.67, sedangkan pada saluran IIb sebesar 7.68. Hal ini dapat di interpretasikan bahwa di tingkat pedagang besar setiap penambahan biaya sebesar Rp 1.00 akan menambah keuntungan di saluran IIa sebesar Rp 1.67 atau sebesar Rp 7.68 untuk saluran IIb. Pada tingkat pedagang pengecer yang melakukan penjualan dengan konsumen (saluran IIa) biaya tataniaga yang dikeluarkan adalah Rp 139.17/ekor dengan keuntungan tataniaga Rp 170.8/ekor. Nilai rasio keuntungan terhadap biaya pedagang pengecer pada saluran IIa adalah 1.23. Hal ini menunjukan bahwa setiap penambahan biaya sebesar Rp 1.00 oleh pedagang pengecer akan menambah keuntungan sebesar Rp 1.23/ekor. Secara keseluruhan besarnya biaya tataniaga pada saluran IIa adalah Rp 232.04/ekor dengan keuntungan Rp 431.5/ekor. Saluran tataniaga IIa memiliki nilai rasio keuntungan terhadap biaya sebesar 1.86. Besarnya nilai rasio keuntungan terhadap biaya ini dapat diinterpretasikan bahwa setiap penambahan
65
biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 1.00 akan menambah keuntungan sebesar Rp 1.86/ekor. Biaya tataniaga pada saluran IIb yang terbentuk adalah Rp 85.67/ekor dengan keuntungan Rp 467.9/ekor. Berdasarkan total biaya dan total keuntungan yang terdapat pada saluran IIb ini, nilai rasio keuntungan terhadap biaya saluran IIb adalah 5.46. Besarnya nilai rasio keuntungan terhadap biaya ini dapat diinterpretasikan bahwa setiap penambahan biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 1.00 akan menambah keuntungan sebesar Rp 5.46/ekor. Adapun untuk biaya tataniaga secara keseluruhan pada saluran IIc adalah Rp 51.36/ekor dengan keuntungan Rp 385.5/ekor. Nilai rasio keuntungan terhadap biaya pada saluran IIc adalah 7.51. Besarnya nilai rasio keuntungan terhadap biaya ini dapat diinterpretasikan bahwa setiap penambahan biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 1.00 akan menambah keuntungan Rp 7.51/ekor. Perbedaan nilai rasio keuntungan terhadap biaya pada setiap saluran tataniaga ini dipengaruhi jumlah lembaga tataniaga yang terlibat dalam saluran tataniaga tersebut. Semakin banyak jumlah lembaga tataniaga dalam suatu saluran tataniaga, akan mengakibatkan total biaya tataniaga yang dikeluarkan semakin besar. Semakin besarnya biaya tataniaga ini mengakibatkan nilai rasio keuntungan terhadap biaya pada saluran tataniaga semakin kecil. Saluran I menunjukan nilai rasio keuntungan terhadap biaya terbesar diantara saluran tataniaga lainnya. Selain itu, terlepas dari adanya saluran tataniaga yang dilakukan oleh kelompok tani dalam menyalurkan benih ikan gurame, saluran IIc menunjukan nilai rasio keuntungan terhadap biaya terbesar diantara saluran IIa dan IIb. Analisis Farmer’s Share Nilai farmer’s share mengindikasikan besarnya bagian yang diterima oleh pembudidaya ikan gurame dari harga jual di lembaga tataniaga akhir pada saluran tataniaga. Nilai farmer’s share diperoleh dari perbandingan antara harga jual pembudidaya ikan gurame dan harga jual lembaga tataniaga akhir pada saluran tataniaga. Besarnya nilai farmer’s share ini akan berbanding negatif dengan besarnya nilai marjin tataniaga. Artinya semakin besar nilai marjin tataniaga yang terbentuk, akan semakin kecil nilai farmer’s share yang terbentuk.
Tabel 29
Farmer’s share pembudidaya dan lembaga tataniaga benih ikan gurame dengan segmentasi ukuran 5-7 cm di Desa Sukamaju Kidul tahun 2013a
Saluran Volume benih tataniaga (ekor) I 106 000 IIa 4 200 IIb 102 800 IIc 14 700 a
Sumber : data primer (diolah)
Harga pembudidaya (Rp/ekor) 2150.0 1896.4 1896.4 1896.4
Harga konsumen (Rp/ekor) 2550.0 2560.0 2450.0 2333.3
Farmer’s share (%) 84.31 74.08 77.41 81.28
66
Nilai farmer’s share juga dapat menjadi indikator dalam menentukan tingkat efisiensi tataniaga suatu komoditas pertanian. Namun demikian, farmer’s share yang tinggi ini tidak selalu menjadi indikasi bahwa kegiatan tataniaga telah efisien. Hal ini berkaitan dengan adanya upaya dari tiap lembaga dalam menambah nilai manfaat produk yang dipasarkan, dalam hal ini adalah benih ikan gurame. Berdasarkan hasil perhitungan (Tabel 30) nilai farmer’s share terbesar diperoleh pembudidaya ikan gurame pada saluran I sebesar 84.31 persen. Hal ini karena Kelompok Tani Sukarame dalam menjalankan kegiatan pemasaran benih ikan gurame dari para anggota tidak berorientasi pada keuntungan. Karena seberapa pun besarnya keuntungan yang diterima oleh pihak kelompok tani akan kembali dinikmati oleh anggota. Pada saluran IIa menunjukan nilai farmer’s share terkecil dengan nilai sebesar 74.08 persen. Saluran IIa ini adalah saluran yang terbentuk di luar kegiatan pemasaran yang dilakukan kelompok tani. Kecilnya nilai farmer’s share dari saluran IIa ini salah satunya disebabkan karena banyaknya lembaga tataniaga yang terlibat dalam proses pemasaran benih ikan gurame. Analisis Efisiensi Tataniaga Tingkat efisiensi tataniaga benih ikan gurame dapat ditentukan salah satunya melalui besarnya marjin tataniaga, farmer’s share, dan rasio keuntungan terhadap biaya. Nilai marjin tataniga yang kecil kemudian nilai farmer’s share dan rasio keuntungan terhadap biaya yang besar dapat menjadi salah satu indikator bahwa saluran tataniaga memiliki tingkat efisiensi yang tinggi. Kondisi dari ketiga indikator dalam menentukan tingkat efisiensi dari tataniaga benih ikan gurame di Desa Sukamaju Kidul, Kecamatan Indihiang, Kota Tasikamalaya dapat dilihat pada Tabel 30.
Tabel 30
Saluran I IIa IIb IIc a
Analisis tingkat efisiensi tataniaga benih ikan gurame dengan segmentasi ukuran 5-7 cm di Desa Sukamaju Kidul tahun 2013a Total biaya Keuntungan Marjin Farmer’s Keuntungan (Rp/ekor) (Rp/ekor) (Rp/ekor) share (%) /biaya 43.93 356.07 400.0 84.31 8.10 232.04 431.53 663.6 74.08 1.86 85.67 467.90 553.6 77.41 5.46 51.36 385.54 436.9 81.28 7.51
Volume (ekor) 106 000 4 200 102 800 14 700
Sumber : data primer (diolah)
Saluran dengan nilai marjin tataniaga terkecil dari seluruh saluran tataniaga yang terbentuk adalah saluran I sebesar Rp 400/ekor. Hal ini memperlihatkan bahwa pemasaran melalui kelompok tani memiliki tingkat efisiensi tataniaga yang lebih baik dibandingkan pemasaran tanpa melalui kelompok tani. Adapun untuk pemasaran yang dilakukan secara mandiri oleh para pembudidaya ikan gurame
67
pada saluran IIa,IIb, dan IIc memperlihatkan bahwa nilai marjin terkecil terdapat pada saluran IIc. Nilai marjin tataniaga pada saluran IIc ini adalah Rp 436.9/ekor. Adapun untuk nilai marjin tataniaga dengan nilai terbesar dibandingkan dengan seluruh saluran tataniaga yang terbentuk adalah saluran tataniaga IIa, yaitu sebesar Rp 663.6/ekor. Berdasarkan nilai marjin tataniaga dari setiap saluran memperlihatkan bahwa saluran I memiliki tingkat efisiensi tataniaga tertinggi berdasarkan kriteria marjin tataniaga. Nilai farmer’s share dari setiap saluran tataniaga benih ikan gurame menunjukan bahwa secara keseluruhan tataniaga benih ikan gurame yang terjadi dapat dikatakan efisien. Hal ini terlihat dari nilai farmer’s share masing-masing saluran tataniaga yang diatas 50 persen. Tingginya nilai farmer’s share pada saluran tataniga ini memperlihatkan sudah meratanya pembagian keuntungan kepada para pembudidaya ikan gurame. Jika dibandingkan dengan seluruh saluran tataniaga yang terbentuk, saluran I memiliki tingkat farmer’s share yang lebih tinggi. Nilai farmer’share pada saluran I ini adalah 84.31 persen. Selanjutnya untuk nilai farmer’s share saluran yang digunakan oleh pembudidaya ikan gurame secara mandiri menunjukan bahwa saluran IIc memiliki tingkat farmer’s share terbesar diantara saluran tataniaga yang lainnya (saluran IIa dan IIb), yaitu sebesar 81.28 persen. Adapun untuk nilai farmer’s share terkecil diantara seluruh saluran tataniaga yang ada dimiliki oleh saluran IIa, yaitu sebesar 74.08 persen. Pada perhitungan rasio keuntungan terhadap biaya menunjukan bahwa saluran I memiliki nilai rasio keuntungan terhadap biaya yang lebih besar dibandingkan dengan saluran tataniaga lainnya. Nilai rasio keuntungan terhadap biaya saluran I adalah sebesar 8.10. Pada saluran tataniaga yang dilakukan tanpa melalui kelompok tani (saluran IIa,IIb, dan IIc) memiliki nilai rasio keuntungan terhadap biaya yang lebih kecil dibandingkan saluran yang melalui kelompok tani. Diantara saluran yang tidak melalui kelompok tani menunjukan bahwa saluran IIc memiliki nilai rasio keuntungan terhadap biaya terbesar, yaitu 7.51. Adapun secara keseluruhan nilai rasio keuntungan terhadap biaya terkecil dimiliki oleh saluran IIa, yaitu sebesar 1.86. Menurut nilai marjin tataniaga, farmer’s share, dan rasio keuntungan terhadap biaya pada masing-masing saluran tataniaga dapat disimpulkan bahwa saluran I memiliki tingkat efisiensi tertinggi dibandingkan saluran lainnya. Saluran I ini memilliki nilai marjin tataniaga yang lebih kecil dan nilai farmer’s share serta rasio keuntungan terhadap biaya yang lebih besar dibandingkan dengan saluran tataniaga lainnya. Saluran I ini merupakan saluran yang melalui kelompok tani dalam proses penyaluran benih kepada konsumen. Hal ini juga menunjukan bahwa pemasaran yang dilakukan dengan menggunakan kelompok sebagai media pemasaran lebih efisien dibandingkan dengan pemasaran secara perseorangan. Hal ini berdasarkan pertimbangan bahwa saluran I ini memilliki nilai marjin tataniaga yang lebih kecil dan nilai farmer’s share juga rasio keuntungan terhadap biaya yang lebih besar dibandingkan dengan saluran tataniaga benih ikan gurame lainnya. Untuk pemasaran benih ikan gurame yang dilakukan pembudidaya tanpa melalui kelompok tani menunjukan bahwa saluran tataniaga IIc lebih efisien dibandingkan dengan saluran tataniaga lainnya (saluran IIa dan IIb). Kemudian untuk saluran dengan tingkat efisiensi tataniaga terkecil dibandingkan dengan seluruh saluran tataniaga adalah saluran IIa. Saluran IIa ini memilliki nilai marjin tataniaga yang lebih besar dan nilai farmer’s share juga
68
rasio keuntungan terhadap biaya yang lebih kecil dibandingkan dengan saluran tataniaga benih ikan gurame lainnya. Analisis Perbandingan Tataniaga Analisis perbandingan tataniga dilakukan dengan memperbandingkan dalam beberapa indikator perbandingan yang diuraikan secara deskriptif dan dengan menggunakan uji beda non parametrik. Untuk Indikator perbandingan yang diuraikan secara deskriptif adalah dengan membandingkan pada struktur pasar, fungsi tataniaga, perilaku pasar, tingkat efisiensi saluran tataniaga, volume benih pada saluran tataniaga, dan pihak yang menjadi tujuan akhir penjualan (Tabel 32). Selain itu analisis perbandingan dengan menggunakan uji beda non parametrik, yaitu uji Kruskal Wallis dan Mann Whitney juga dilakukan dengan membandingkan rata-rata harga jual, biaya tataniaga, keuntungan tataniaga, marjin tataniaga, rasio keuntungan terhadap biaya, dan farmer’s share dari saluran tataniaga yang terbentuk. Untuk pengujian dengan Kruskal Wallis perbandingan yang dilakukan adalah dengan membandingkan data masing-masing responden pada saluran I ,IIa,IIb, dan IIc secara keseluruhan. Adapun untuk uji Man Whitney adalah dengan membandingkan saluran I dengan IIa, saluran I dengan IIb, dan saluran I dengan IIc. Struktur pasar yang terbentuk antara kedua jenis pembudidaya adalah tidak berbeda antara satu dan lainnya. Pembudidaya yang melakukan pemasaran melalui atau pun tanpa melalui kelompok tani sebagai media pemasaran menghadapi struktur pasar yang mengarah pada pasar persaingan terdiferensiasi. Fungsi tataniaga yang dilakukan oleh masing-masing pembudidaya (pembudidaya dalam saluran kelompok tani maupun diluar kelompok tani) tidaklah jauh berbeda. Fungsi tataniaga yang dilakukan oleh kedua jenis responden pembudidaya terdiri atas fungsi pertukaran, fisik, dan fasilitas. Pada kedua jenis pembudidaya fungsi pertukaran yang dilakukan adalah penjualan benih ikan gurame kepada beberapa pihak lembaga tataniaga. Berikutnya untuk fungsi fasilitas yang dilakukan kedua jenis pembudidaya adalah pembiayaan, sortasi, penanggungan resiko, dan informasi pasar. Adapun untuk fungsi fisik pada kedua jenis pembudidaya yang terdiri atas penyimpanan, pengangkutan, dan pengemasan tidak selalu dilakukan. Perbedaan antara pembudidaya dalam saluran kelompok tani dan saluran diluar kelompok tani terdapat pada biaya yang ditanggung dalam menjalankan fungsi tataniaga tersebut. Pada pembudiaya yang melakukan penjualan dengan kelompok tani secara tidak langsung akan menanggung biaya tataniaga di tingkat lembaga tataniaga tujuan penjualan (Kelompok Tani Sukarame). Perilaku pasar yang terdiri atas aktivitas penjualan, penetapan harga, sistem pembayaran, dan kerja sama yang dilakukan pada kedua jenis pembudidaya ikan gurame memiliki beberapa perbedaan. Sistem pembayaran pada pembudidaya dalam saluran kelompok tani dilakukan dengan sistem pembayaran kemudian (hutang), sedangkan untuk pembudidaya dalam saluran tataniaga diluar kelompok tani adalah tunai. Kerja sama di tingkat pembudidaya anggota kelompok tani dengan kelompok adalah kerja sama dalam pemasaran dan terkadang permodalan, sedangkan untuk kerja sama pada pembudidaya non anggota kelompok tani hanya dalam bentuk kerja sama pemasaran.
69
Tabel 31
Hasil perbandingan secara deskriptif antara pembudidaya yang menggunakan dan tanpa menggunakan kelompok tani sebagai media pemasaran benih ikan gurame dengan segmentasi ukuran 5-7 cm di Desa Sukamaju Kidul tahun 2013a
Indikator perbandingan Struktur pasar : Fungsi tataniaga : Pertukaran Fisik Fasilitas Perilaku pasar : Tujuan Penjualan Penetapan harga Pembayaran Kerja sama Harga jual Biaya tataniaga Marjin tataniaga Farmer’s share /C rasio Total volume Tujuan akhir Efisiensi saluran a
Pemasaran melalui kelompok tani Persaingan terdeferensiasi
Pemasaran tanpa kelompok tani Persaingan terdeferensiasi
Aktivitas penjualan Pengangkutan dan pengemasanb Pembiayaan, sortasi, resiko, informasi pasar
Aktivitas penjualan
Kelompok tani Tawar menawar Pembayaran kemudian Pemasaran dan permodalan Rp 2 150/ekor Rp 19.15/ekor Rp 400/ekor 84.31% 8.10 106 000 ekor Konsumen luar daerah Lebih efisien
Pedagang pengumpul Tawar menawar Tunai Pemasaran Rp 1 915/ekor Rp 10.98/ekor Rp551.35/ekor 83.19% 4.94 125 050 ekor Konsumen daerah dan luar Kurang efisien
Pengemasan Pembiayaan, sortasi, resiko, informasi pasar
Sumber : data primer (diolah), ; bdilakukan di tingkat kelompok tani.
Pada saluran tataniaga yang melalui kelompok tani menunjukan total volume benih yang dipasarkan sebesar 106 000 ekor, sedangkan pada saluran tataniaga tanpa melalui kelompok tani adalah sebesar 125 050 ekor. Berdasarkan volume pada masing-masing saluran memperlihatkan bahwa pemasaran tanpa melalui kelompok tani adalah lebih besar. Untuk rata-rata perolehan harga jual dari pembudidaya di dalam saluran kelompok tani adalah sebesar Rp 2 150/ekor, sedangkan untuk pembudidaya pada saluran di luar kelompok adalah rata-rata sebesar Rp 1 915/ekor. Kemudian untuk rata-rata nilai marjin tataniaga dari respondden pembudidaya pada saluran kelompok tani adalah sebesar Rp 400/ekor, sedangkan untuk pembudidaya pada saluran tataniaga di luar kelompok tani adalah sebesar Rp 551.35/ekor. Rata-rata nilai farmer’s share dari pembudidayadi dalam saluran kelompok tani adalah sebesar 84.31 persen, sedangkan untuk pembudidaya di dalam saluran non kelompok tani adalah sebesar 83.19 persen. Adapun untuk rata-rata besarnya biaya tataniaga dan rasio keuntungan terhadap biaya dari pembudidaya di dalam saluran kelompok tani adalah Rp 19.15/ekor dan 8.10, sedangkan pada pembudidaya di luar saluran tataniaga kelompok tani adalah Rp Rp 10.98/ekor dan 4.94.
70
Tabel 32
Output SPSS (Ranks) Uji Kruskal Wallis dalam melihat perbedaan saluran I, IIa, IIb, dan IIc
Farmers share
Marjin tataniaga
Total biaya
Total keuntungan
Rasio keuntungan terhadap biaya
Saluran tataniaga 1.00 2.00 3.00 4.00 Total 1.00 2.00 3.00 4.00 Total 1.00 2.00 3.00 4.00 Total 1.00 2.00 3.00 4.00 Total 1.00 2.00 3.00 4.00 Total
N 15 18 18 18 69 15 18 18 18 69 15 18 18 18 69 15 18 18 18 69 15 18 18 18 69
Mean rank 59.00 15.28 26.33 43.39 13.60 57.31 42.75 22.78 9.93 60.50 42.50 22.89 20.47 38.78 47.94 30.39 49.60 9.50 32.92 50.42
Pada perbandingan nilai farmer’s share, marjin tataniaga, total biaya tataniaga, dan rasio keuntungan terhadap biaya juga dilakukan dengan menggunakan alat uji Kruskal Wallis dan Man Whitney. Perbandingan dengan menggunakan uji Kruskal Wallis dilakukan dengan membandingkan saluran I, IIa, IIb, dan IIc secara langsung. Berdasarkan hasil pengujian Kruskal Wallis menggunakan SPSS pada Tabel 32 dan Tabel 33 dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan rata-rata yang signifikan antara nilai farmer’s share, marjin tataniaga, total biaya tataniaga, keuntungan tataniaga,dan rasio keuntungan terhadap biaya diantara saluran tataniaga I, IIa, IIb, dan IIc. Hal ini ditunjukan dengan nilai asyimp sig yang kurang dari 0.05. Pada pengujian farmer’s share, marjin tataniaga, total biaya tataniaga, dan rasio keuntungan terhadap biaya menunjukan nilai asym sig sebesar 0.000 dan kurang dari 0.05. Adapun untuk pengujian total keuntungan menunjukan nilai asymp sig sebesar 0.01 dan juga kurang dari 0.05. Nilai asyimp sig yang lebih kecil dari 5 persen sehingga tolak Ho artinya minimal ada 1 saluran yang nilai farmer’s share, marjin tataniaga, total biaya tataniaga, dan rasio keuntungan terhadap biaya dari responden pembudidaya di dalamnya yang berbeda secara nyata pada taraf nyata 5 persen.
71
Tabel 33
Output SPSS (Test Statisticsa) Uji Kruskal Wallis dalam melihat perbedaan saluran I, IIa, IIb, dan IIc
Farmer’s share Chi-Square 45.607 df 3 Asymp.Sig. 0.000
Marjin tataniaga 49.827 3 0.000
Total Total biaya keuntungan 61.579 16.954 3 3 0.000 0.001
Rasio keuntungan terhadap biaya 47.851 3 0.000
Pengurutan saluran tataniaga berdasarkan nilai farmer’s share, marjin tataniaga, total biaya tataniaga, dan rasio keuntungan terhadap biaya pada output SPSS dapat dilihat pada bagian Mean Rank masing-masing hal yang dibandingkan. Nilai farmer’s share dari pembudidaya pada masing-masing saluran tataniaga secara berurutan dari yang terbesar adalah saluran I (59.00), IIc (43.39), IIb (26.33), dan IIa (15.28). Kemudian nilai marjin tataniaga dari pembudidaya pada masing-masing saluran tataniaga secara berurutan dari yang terbesar adalah saluran IIb (57.31), IIa (42.75), IIc (22.78), dan I (13.60). Untuk total biaya tataniaga dari pembudidaya pada masing-masing saluran tataniaga secara berurutan dari yang terbesar adalah saluran IIa (60.50), IIb (42.50), IIc (22.89), dan I (9.93). Selanjutnya nilai total keuntungan dari pembudidaya pada masingmasing saluran tataniaga secara berurutan dari yang terbesar adalah saluran IIb (47.94), IIa (38.78), IIc (30.39), dan I (20.47). Kemudian terakhir adalah nilai rasio keuntungan terhadap biaya dari pembudidaya pada masing-masing saluran tataniaga secara berurutan dari yang terbesar adalah saluran IIc (50.42), I (49.60), IIb (32.92), dan IIa (9.50). Perbandingan nilai farmer’s share, marjin tataniaga, total biaya tataniaga, dan rasio keuntungan terhadap biaya dari responden pembudidaya juga dilakukan dengan uji Man Whitney. Perbandingan menggunakan uji Man Whitney dilakukan dengan membandingkan saluran I dengan IIa, I dengan IIb, I dengan dan IIc secara terpisah. Pada perbandingan antara saluran I dengan IIa dan I dengan IIb berdasarkan output SPSS (Tabel 34 dan 35) tampak bahwa nilai Exact Sig (1-tailed) farmer’s share, marjin, biaya, keuntungan tataniaga, dan rasio keuntungan terhadap biaya kurang dari 5 persen. Hal ini menunjukan bahwa median farmer’s share, marjin, biaya, keuntungan tataniaga, dan rasio keuntungan terhadap biaya antara saluran I dengan IIa maupun saluran I dengan IIb terdapat perbedaan secara signifikan pada taraf nyata 5 persen. Adapun untuk perbandingan antara saluran I dengan IIc berdasarkan output SPSS tampak bahwa nilai Exact Sig (1-tailed) farmer’s share, marjin tataniaga, dan total biaya kurang dari 5 persen. Hal ini menunjukan bahwa median farmer’s share, marjin, dan total biaya antara saluran I dengan IIc terdapat perbedaan secara signifikan pada taraf nyata 5 persen. Akan tetapi untuk nilai Exact Sig (1tailed) pada keuntungan tataniaga dan rasio keuntungan terhadap biaya menunjukan lebih besar dari 5 persen. Hal ini menunjukan bahwa median keuntungan tataniaga dan rasio keuntungan terhadap biaya antara saluran I dengan IIc tidak terdapat perbedaan secara signifikan pada taraf nyata 5 persen.
72
Tabel 34
Output SPSS uji Mann-whitney saluran I dengan IIc , I dengan IIb, dan I dengan IIc (Ranks)
I dengan IIa I dengan IIb N Mean rank Sum of ranks N Mean rank Sum of ranks Saluran kelompok tani 15 26 390 15 25.6 384 Farmers_share Saluran non kelompok tani 18 9.5 171 18 9.83 177 Total 33 33 Saluran kelompok tani 15 8 120 15 8.4 126 Marjin_tataniaga Saluran non kelompok tani 18 24.5 441 18 24.17 435 Total 33 33 Saluran kelompok tani 15 8 120 15 8 120 Total_biaya Saluran non kelompok tani 18 24.5 441 18 24.5 441 Total 33 33 Saluran kelompok tani 15 12.27 184 15 10 150 Keuntungan_ Saluran non kelompok tani 18 20.94 377 18 22.83 411 tataniaga Total 33 33 Saluran kelompok tani 15 26 390 15 23 345 Rasio_ Saluran non kelompok tani 18 9.5 171 18 12 216 keuntungan Total 33 33 Saluran_tataniaga
Tabel 35
I dengan IIc N Mean rank Sum of ranks 15 23.4 351 18 11.67 210 33 15 13.2 198 18 20.17 363 33 15 9.93 149 18 22.89 412 33 15 14.2 213 18 19.33 348 33 15 16.6 249 18 17.33 312 33
Output SPSS uji Mann-whitney saluran I dengan IIc , I dengan IIb, dan I dengan IIc (Test Statistics)
Farmers_share Marjin_tataniaga (I, IIa) (I, IIb) (I, IIc) I, IIa I, IIb I, IIc Mann-whitney U 0 6 39 0 6 78 Wilcoxon W 171 177 210 120 126 198 Z -4.963 -4.742 -3.529 -4.963 -4.785 -2.172 Asymp. Sig. 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.030 Exact Sig. 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.040
Total_biaya I, IIa I, IIb I, IIc 0 0 29 120 120 149 -4.882 -4.882 -3.833 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
Keuntungan_tataniaga I, IIa I, IIb I, IIc 64 30 93 184 150 213 -2.567 -3.797 -1.519 0.010 0.000 0.129 0.009 0.000 0.135
Rasio_keuntungan I, IIa I, IIb I, IIc 0 45 129 171 216 249 -4.883 -3.255 -0.217 0.000 0.001 0.828 0.000 0.001 0.845
73
Berdasarkan beberapa hal yang telah dibandingkan dapat diketahui bahwa saluran tataniaga yang melalui kelompok tani menunjukan hasil yang lebih efisien dibandingkan saluran yang tanpa melalui kelompok tani. Hal ini berdasarkan pada struktur pasar yang dimiliki, fungsi tataniaga yang dilakukan, nilai marjin tataniaga, farmer’s share, dan rasio keuntungan terhadap biaya. Pada pemasaran yang dilakukan pembudidaya dengan melalui kelompok tani dan tanpa melalui kelompok tani keduanya mendekati pada struktur pasar persaingan sempurna. Kemudidan pada kegiatan tataniaga yang dilakukan oleh kelompok tani menunjukan fungsi tataniaga yang lebih banyak dibandingkan kegiatan tataniaga di luar kelompok tani. Adapun untuk nilai farmer’s share, dan rasio keuntungan terhadap biaya pada saluran tataniaga yang melalui kelompok tani menunjukan hasil yang lebih besar dibandingkan saluran tanpa melalui kelompok tani. Akan tetapi untuk nilai marjin tataniaga dari saluran yang melalui kelompok tani adalah lebih kecil dibandingkan saluran tanpa melalui kelompok tani. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa saluran tataniaga kelompok tani lebih efisien dibandingkan saluran di luar kelompok tani.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Sistem tataniaga benih ikan gurame di Desa Sukamaju Kidul terdiri atas 5 saluran tataniaga yang melibatkan beberapa lembaga tataniaga, yaitu pedagang pengumpul, pedagang besar (dalam dan luar wilayah), pedagang pengecer, dan Kelompok Tani Sukarame. Setiap lambaga tataniaga ini melakukan beberapa aktivitas dari fungsi tataniaga. Fungsi tataniaga yang dilakukan oleh lembaga tataniaga ini terdiri atas fungsi pertukaran, fisik, dan fasilitas. Analisis struktur pasar dilakukan dengan sudut pandang penjual. Struktur pasar persaingan terdeferensiasi dihadapi oleh pembudidaya, pedagang pengumpul, dan pedagang pengecer. Adapun struktur pasar yang dihadapi di tingkat kelompok tani dan pedagang besar adalah mendekati struktur pasar oligopoli terdeferensiasi. Hasil perhitungan nilai marjin tataniaga, farmer’s share, dan rasio keuntungan terhadap biaya menunjukan adanya perbedaan diantara saluran tataniaga yang terbentuk. Saluran tataniaga I memiliki tingkat efisiensi tertinggi dibandingkan dengan saluran tataniaga lainnya. Saluran I digunakan pembudidaya anggota kelompok tani yang melakukan penjualan dengan pihak kelompok tani. Untuk pemasaran benih ikan gurame yang dilakukan pembudidaya secara perseorangan menunjukan bahwa saluran tataniaga IIc lebih efisien dibandingkan dengan saluran tataniaga lainnya (saluran IIa dan IIb). Kemudian untuk saluran dengan tingkat efisiensi tataniaga terkecil dibandingkan dengan seluruh saluran tataniaga yang terbentuk adalah saluran IIa. Pada analisis perbandingan antara saluran tataniaga yang melalui kelompok tani dengan saluran tanpa melalui kelompok tani memperlihatkan adanya beberapa perbedaan pada indikator yang dibandingkan.
74
Saran Adanya dampak nyata yang bersifat positif dari keberadaan kelompok tani bagi anggotanya diharapkan menjadi bahan pertimbangan bagi pembudidaya non anggota untuk bergabung dalam suatu kelembagaan pertanian. Hal ini sebagai upaya alternatif untuk meningkatkan posisi tawar pembudidaya saat penjualan hasil panen. Wadah atau kelembagaan ini nantinya dapat bermitra dengan perantara pemasaran lainnya. Sehingga untuk penetapan harga akan lebih menguntungkan bagi kedua belah pihak. Berdasarkan penelusuran di lapangan juga ditemukan adanya kesulitan dari pembudidaya dalam mengakses bantuan pembiayaan usaha dari lembaga penunjang. Oleh karena itu diharapkan kedepannya ada sebuah sistem atau mekanisme yang lebih memudahkan bagi para pembudidaya, ikan gurame khususnya, dalam mendapatkan bantuan pembiayaan.
DAFTAR PUSTAKA Asmarantaka R. 2012. Pemasaran Agribisnis (Agrimarketing). Rosiana N, editor. Bogor (ID): Departemen Agribisnis FEM-IPB Ayuning N. 2012. Tataniaga Rumput Laut di Desa Kutuh dan Kelurahan Benoa, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung, Provinsi Bali, [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha (Miliar Rupiah), 2007-2011. Jakarta (ID). [BPS] Badan Pusat Statistik Kota Tasikmalaya. 2013. Pendapatan Domestik Regional Bruto Atas Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha (Miliar Rupiah, 2010. Tasikmalaya (ID). [BPS] Badan Pusat Statistik Kota Tasikmalaya. 2013. Profil Kecamatan Indihiang, 2012. Tasikmalaya (ID). Dahl D C, Hammond J W. 1977. Market and Price Analysis. Dietrich J S, Cahill M, editor. USA (US): McGraw-Hill Hanafiah A M, Saefuddin A M. 1983. Tata Niaga Hasil Perikanan. Universitas Indonesia Press: Jakarta (ID). Harahap M. 2011. Analisis Tataniaga Ikan Gurame di Desa Pabuaran, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor, [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Harmini. 2011. Modul Mata Kuliah Metode Kuantitatif Bisnis I. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor: Bogor (ID). Hobbs J E. 1977. Measuring The Importance of Transaction Cost in Catle Marketing. American Journal of Agricultre Economics. Vol. 79 No.4, pp1083-1095. Husinsyah . 2005. Sistem Tataniaga Pisang Kepok. EPP. Volume 2 Nomor 1 Halaman 1-10. Jangkaru Z. 2007. Memacu Pertumbuhan Ikan gurame. Penebar Swadaya. Jakarta (ID).
75
[KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2012. Kelautan dan Perikanan dalam Angka Tahun 2011. Jakarta (ID). [KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2012. Statistik Ekspor dan Impor Hasil Perikanan Tahun 2007-2011. Jakarta (ID). [KKP]Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2012. Statistik Perikanan Budi daya Indonesia Tahun 2009-2011. Jakarta (ID). [KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2012. Produksi Komoditas Gurame Menurut Daerah Penghasil Tahun 2007-2011. Jakarta (ID). Kohls R L. and J. N. Uhl. 2002. Marketing of Agricultural Products. A PrenticeHall Upper Saddle River, New Jersey (US). Kotler P. 2002. Manajemen Tataniaga jilid I dan II. Edisi milenium. Prenhalindo. Jakarta (ID). Limbong W H, Sitorus P. 1987. Pengantar Tataniaga Pertanian. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor: Bogor (ID). Puspitasari E Y. 2010. Analisis Efisiensi Tataniaga Pada Kelompok Usaha Budi Daya Ikan Lele Sangkuriang di Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. [Skripsi]. Bogor (ID) : Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Septian D. 2010. Peran Kelembagaan Kelompok Tani Terhadap Produksi dan Pendapatan Petani Ganyong di Desa Sindanglaya Kecamatan Sukamantri Kabupaten Ciamis Jawa Barat, [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Mahyuddin K. 2009. Panduan Lengkap Agribisnis Ikan gurame. Penebar Swadaya. Jakarta (ID). Musmedi D P. 2011. Analisis Efisiensi Perdagangan Komoditas Kedelai Edamame di Kabupaten Jember. Jurnal ekonomika. Vol. 4 No. 1, pp1-6. Sudiyono A. 2002. Tataniaga Pertanian. Universitas Muhammadiyah Malang: Malang (ID). Mursidah Y. 2011. Studi Tataniaga Jamur Tiram Putih di Kota Samarinda. EPP. Volume 8 Nomor 2 Halaman 48-56.
76
LAMPIRAN
Lampiran 1 Data produksi hasil perikanan perkecamatan di Kota Tasikmalaya tahun 2009a No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 a
Kecamatan Cihideung Tawang Cipedes Indihiang Cibeureum Tamansari Kawalu Mangkubumi Bungursari Purbaratu
Mas 52.29 74.00 112.04 141.92 128.47 97.1 216.61 268.9 276.37 125.49
Nila 69.40 86.75 147.47 176.96 152.67 104.1 286.26 361.68 234.21 95.42
Gurame 66.02 47.33 57.61 68.63 64.09 32.98 108.08 80.11 83.35 50.28
Tawes 18.60 26.20 90.14 51.97 26.16 90.66 71.75 43.67 17.47
Nilem 61.19 85.12 97.03 147.93 35 103.5 232.68 212.21 245.75 13.34
Lele 11.91 10.30 70.07 41.52 31.49 103.81 122.69 106.40 20.76
Udang 7.31 1.29 -
Mujair Tambakan 3.92 10.99 69.70 50.38 7.85 11.88 19.62 32.79 31.08 95.04 60.92 187.69 52.33 90.28 5.23 7.13
Lainnya 4.75 5.31 4.58 56.91 3.37 10.97 73.10 64.25 56.23 1.69
Jumlah 253.65 333.73 466.32 458.71 1 238.61 1 450.20 1 189.69 344.81
Sumber : Dinas Pertanian Peternakan Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya (2010)
Lampiran 2 Data responden pedagang benih ikan gurame Desa Sukamaju Kidul Kecamatan Indihiang Kota Tasikmalaya tahun 2013a No Nama 1 Jaya 2 Husin 3 Imam 4 Asep 5 Agus 6 Yatna 7 Nana 8 Sahili 9 Rahmat 10 Edi 11 Margani 12 Suaip
Jenis lembaga Pengumpul Pengumpul Pengumpul Pengumpul besar Pengumpul besar Pengecer Pengecer Pengecer Pengecer Pengecer Pedagang Luar Pedagang Luar
Jenis kelamin Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki
Lokasi usaha Kecamatan Indihiang Kecamatan Indihiang Kecamatan Indihiang Depo Ikan Pasar Pageningan Kota Tasikmalaya Kota Tasikmalaya Kota Tasikmalaya Kota Tasikmalaya Kota Tasikmalaya Banjar Bandung
Umur (tahun) 56 49 47 48 38 55 49 47 39 37 54 51
Pengalaman (tahun) 10 9 8 9 8 7 7 4 2 3 10 13
Status Pendidikan Menikah SLTP Menikah SD Menikah SD Menikah SLTA Menikah SLTA Menikah SD Menikah SD Menikah SD Menikah SLTP Menikah SLTP Menikah SLTP Menikah SD
77
Lampiran 3 Data responden pembudidaya ikan gurame Desa Sukamaju Kidul Kecamatan Indihiang Kota Tasikmalaya tahun 2013 No
Nama
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
Asep. R Enjang Suherman Tatang Samsudin Jajang Ujang Ade M Mulyanto Herman Wawan Dedi Yadi Endang Amin N.Rohmat Didin Cucu Dadang Maman Yaya Jono Salim Adang Odo Daud Yana Suhendi Ilham Toni Yayat Usman Ugan
a
Jenis Umur Luas Lama Status Pendidikan Pembudidaya kelamin (tahun) (m2) (tahun) Pria 46 Menikah SMP 588 7 Anggota Pria 43 Menikah SLTA 350 4 Anggota Pria 43 Menikah SLTA 280 5 Anggota Pria 31 Menikah SLTA 378 5 Anggota Pria 32 Menikah SLTA 308 4 Anggota Pria 44 Menikah SD 364 5 Anggota Pria 43 Menikah SMP 392 4 Anggota Pria 60 Menikah SMP 490 7 Anggota Pria 34 Menikah SLTA 322 3 Anggota Pria 31 Menikah SMP 280 4 Anggota Pria 39 Menikah SD 322 4 Anggota Pria 54 Menikah SD 336 3 Anggota Pria 48 Menikah SLTA 350 5 Anggota Pria 37 Menikah SLTA 224 4 Anggota Pria 56 Menikah SLTA 700 5 Anggota Pria 45 Menikah SMP 378 4 Anggota Pria 37 Menikah SLTA 308 4 Anggota Pria 48 Menikah SLTA 294 5 Anggota Pria 34 Menikah SMP 714 8 Non anggota Pria 64 Menikah SD 644 8 Non anggota Pria 44 Menikah SMP 560 6 Non anggota Pria 43 Menikah SMP 756 5 Non anggota Pria 32 Menikah SMP 420 4 Non anggota Pria 47 Menikah SD 210 5 Non anggota Pria 41 Menikah SD 224 4 Non anggota Pria 40 Menikah SMP 392 3 Non anggota Pria 51 Menikah SD 280 5 Non anggota Pria 45 Menikah SMP 210 4 Non anggota Pria 53 Menikah SD 280 6 Non anggota Pria 38 Menikah SMP 560 5 Non anggota Pria 33 Menikah SLTA 280 4 Non anggota Pria 30 Menikah SLTA 210 4 Non anggota Pria 51 Menikah SMP 392 6 Non anggota
Sumber : Data primer (diolah)
Lampiran 4 Rincian biaya tataniaga pada pembudidaya dan lembaga tataniaga benih ikan gurame dengan segmentasi ukuran 5-7 cm di Desa Sukamaju Kidul tahun 2013a Biaya pada saluran tataniaga (Rp/ekor) I IIa IIb IIc III Pembudidaya (anggota dan non anggota kelompok tani) ikan gurame Biaya pemanenan 5.20 5.92 5.92 5.92 5.51 Biaya sortasi 2.60 2.96 2.96 2.96 2.75 Biaya pengemasan 0.00 0.00 0.00 0.00 9.04 Total biaya tataniaga 7.80 8.88 8.88 8.88 17.30 c Pedagang pengumpul atau kelompok tani Biaya pengangkutanb 5.53 1.63 1.63 1.64 0.00 Biaya bongkar muat 0.10 0.66 0.66 0.69 0.00 Biaya sortasi 0.10 0.66 0.66 0.69 0.00 Biaya pengemasan 1.89 1.11 1.11 1.08 0.00 Biaya penyimpanan 0.19 2.56 2.56 3.38 0.00 Biaya penyusutan 1.01 6.88 6.88 8.48 0.00 Biaya tenaga kerja 2.52 26.79 26.79 26.54 0.00 Total biaya tataniaga 11.34 40.30 40.30 42.49 0.00 Pedagang besar Biaya pengangkutanb 0.00 2.08 2.03 0.00 0.00 Biaya bongkar muat 0.07 0.86 0.81 0.00 0.00 Biaya sortasi 0.07 0.86 0.81 0.00 0.00 Biaya pengemasan 2.26 2.82 2.80 0.00 0.00 Biaya penyimpanan 2.36 3.81 3.30 0.00 0.00 Biaya penyusutan 5.07 10.12 8.83 0.00 0.00 Biaya tenaga kerja 14.96 23.14 17.91 0.00 0.00 Total biaya tataniaga 24.79 43.70 36.49 0.00 0.00 Pedagang pengecer Biaya pengangkutanb 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 Biaya bongkar muat 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 Biaya sortasi 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 Biaya pengemasan 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 Biaya penyimpanan 0.00 38.10 0.00 0.00 0.00 Biaya penyusutan 0.00 101.07 0.00 0.00 0.00 Biaya tenaga kerja 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 Total biaya tataniaga 0.00 139.17 0.00 0.00 0.00 Lembaga dan biaya tataniaga
a
Sumber : Data primer (diolah) ; b Sudah termasuk didalamnnya biaya transportasi, ; cKelompok Tani Sukarame hanya terdapat pada saluran I.
79
DATAR RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Kota Tasikmalaya pada tanggal 4 April 1990 dari pasangan Bapak Rohimat dan Ibu Euis Ara. Penulis merupakan putra kedua dari tiga bersaudara. Tingkat Pendidikan Sekolah Dasar (SD) penulis ditempuh di SDN Kranji V Bekasi Barat, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SLTPN 14 Bekasi Barat, dan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas di SLTA Negeri 4 Kota Bekasi. Lulus dari pendidikan di tingkat menengah atas pada tahun 2008, penulis melanjutkan pendidikan ke tingkat perguruan tinggi di Institut Pertanian Bogor (IPB), Jawa Barat dengan mayor Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen melalui jalur SNMPTN pada tahun 2009. Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis mendapatkan beasiswa pendidikan PPA mulai dari semester 3 hingga menyelesaikan studi selama di IPB.