1
ANALISIS PENGELOLAAN DAN DAMPAK PENERAPAN KEBIJAKAN MINIMUM LEGAL SIZE DAN PELARANGAN PENANGKAPAN RAJUNGAN BERTELUR TERHADAP NELAYAN KAMPUNG BIDARA, KELURAHAN MARUNDA, KECAMATAN CILINCING, JAKARTA UTARA
NADIA PERMATASARI PUTRI
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
2
3
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Pengelolaan dan Dampak Kebijakan Minimum Legal Size dan Pelarangan Penangkapan Rajungan Bertelur terhadap Nelayan Kampung Bidara, Kelurahan Marunda, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2016
Nadia Permatasari Putri H44120095
4
5
ABSTRAK NADIA PERMATASARI PUTRI. Analisis Pengelolaan dan Dampak Kebijakan Minimum Legal Size dan Pelarangan Penangkapan Rajungan Bertelur terhadap Nelayan Kampung Bidara Kelurahan Marunda Kecamatan Cilincing Jakarta Utara. Dibimbing oleh AKHMAD FAUZI dan BENNY OSTA NABABAN.
Pengelolaan sumberdaya perikanan dibutuhkan untuk meningkatkan aktivitas perekonomian sehingga akan meningkatkan kesejahteraan suatu bangsa. Tingkat produksi perlu diperhatikan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan khususnya rajungan. Hal ini terkait dengan kemampuan sumberdaya rajungan dalam memperbarui stok sehingga tercipta produksi yang lestari. Permasalahan di Indonesia umumnya terletak pada tingginya penangkapan rajungan yang belum dewasa dan pada rajungan bertelur untuk memenuhi kebutuhan pasar. Dalam mengantisipasi kecenderungan peningkatan penangkapan rajungan yang dapat melebihi
tangkapan
lestarinya,
maka
pemerintah
bertindak
mengatasi
kemungkinan terjadinya kelangkaan melalui penerbitan kebijakan minimum legal size dan pelarangan penangkapan rajungan bertelur. Kebijakan yang telah diterbitkan oleh pemerintah dapat menyebabkan para pelaku usaha perikanan khususnya nelayan rajungan terkena dampak kebijakan tersebut. Oleh karena itu, penelitian yang dilakukan bertujuan untuk (1) Mengidentifikasi karakteristik usaha nelayan rajungan; (2) Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan nelayan rajungan; (3) Memperkirakan nilai kesejahteraan nelayan rajungan sebelum dan sesudah diberlakukannya kebijakan; (4) Menilai kelayakan usaha nelayan rajungan sebelum dan sesudah diberlakukannya kebijakan; dan (5) Mengestimasi dan menganalisis tingkat pemanfaatan sumber daya rajungan ditinjau dari tingkat effort dan harvest pada kondisi aktual, lestari dan optimal di perairan Teluk Jakarta;. Karakteristik usaha nelayan rajungan di Kampung Bidara diidentifikasi melalui operasi penangkapan menggunakan jaring rajungan yang umumnya melakukan one day fishing dengan perahu berukuran 2 Gross Tonnage, pemasaran hasil tangkapan, rumah tangga nelayan dan lingkungan sosial ekonomi nelayan. Faktor yang berpengaruh nyata terhadap pendapatan nelayan adalah
6
jumlah hasil tangkapan, jumlah trip melaut dan pengalaman melaut. Analisis kesejahteraan nelayan dengan menggunakan NTN didapatkan hasil NTN sebelum kebijakan sebesar 1.141 dan NTN setelah kebijakan sebesar 0.701. bedasarkan hasil analisis R-C Ratio untuk nelayan sebelum kebijakan adalah sebesar 1.81 dan setelah kebijakan sebesar 1.06. Hasil analisis bioekonomi dengan model Clarke Yoshimoto Pooley menunjukan harvest aktual sebesar 254.19 ton/tahun, effort sebesar 2 812 trip/tahun dan rente ekonomi sebesar Rp 5 290 320 655 /tahun, pada kondisi optimal harvest sebesar 174.19 ton/tahun, effort 5 161 trip/tahun dan rente ekonomi sebesar Rp 3 370 974 869 /tahun, pada kondisi lestari harvest 175.41 ton/tahun, effort 5 488 trip/tahun dan rente ekonomi Rp 3 357 463 850 /tahun dan pada kondisi Open Access harvest 39.29 ton/tahun, effort 10 323 trip/tahun.
Kata kunci : Bioekonomi, Minimum Legal Size, Nelayan, Nilai Tukar Nelayan, Rajungan
7
ABSTRACT NADIA PERMATASARI PUTRI. Management Analysis and Impact of Policy Minimum Legal Size and Prohibition Catching Spawn Blue Swimming Crabs Analysis on Fishermen in Kampung Bidara, Marunda, Cilincing, North Jakarta. Supervised by AKHMAD FAUZI and BENNY OSTA NABABAN.
Management of fishery resources are needed to improve the economic activities that will improve the well-being of a nation. The production rate need to be considered in the management of fisheries resources, especially blue crab. This is related to the ability of blue crab resources in updating the stock so as to create sustainable production. Problems in Indonesia generally lies in the high catching immature crab and the spawn crab to meet market needs. In anticipation of an increasing trend of catching crabs that can exceed catches for sustainability, then the government do something about the possibility of scarcity through the issuance minimum legal size and prohibition of catching spawn crabs policy. Policies that have been issued by the government may lead businesses crab fishery, especially fishermen affected by the policy. Therefore, research conducted aims to (1) identify the business characteristics of blue crab fishermen; (2) Identify the factors that affect the income of blue crab fishermen; (3) Estimate the value of blue crab fishermen's welfare before and after the enactment of policies; (4) Assess the feasibility of blue crab fishing before and after the enactment of policies; and (5) To estimate and analyze the level of resource utilization terms of effort and harvest the actual condition, sustainable and optimally in the waters of Jakarta Bay. Business characteristics of blue crab fishermen in Kampung Bidara identified through fishing operations using nets crab which generally perform one day fishing with a 2 Gross Tonnage boat-sized, the marketing of the catch, fishermen household and social economic environment of fishermen. Factors that significantly affect the income of fishermen is the number of catches, the number of fishing trips and fishing experience. Analysis of the fishermen welfare, NTN before policy for 1.141 and NTN after the policy by 0.701. The results of R-C Ratio analysis for fishermen before the policy is equal
8
to 1.81 and after the policy is 1.06. The results of the analysis of bioeconomic model Clarke Yoshimoto Pooley show that the harvest actually amounted to 254.19 tons/year, effort for 2 812 trips/year and the economic rent of Rp 5 290 320 655 /year, in optimal conditions harvest amounted to 174.19 tons/year, effort 5 161 trip/year and the economic rent of Rp 3 370 974 869/year, on the condition of sustainable harvest 175.41 tonnes/year, effort 5 488 trips/year and the economic rent of Rp 3 357 463 850 /year and on conditions of Open Access harvest 39.29 tons/year, effort 10 323 trips/year. Keywords: Bioeconomy, Blue Swimming Crab, Exchange Rate Fishermen, Fisherman, Minimum Legal Size
9
ANALISIS PENGELOLAAN DAN DAMPAK PENERAPAN KEBIJAKAN MINIMUM LEGAL SIZE DAN PELARANGAN PENANGKAPAN RAJUNGAN BERTELUR TERHADAP NELAYAN KAMPUNG BIDARA, KELURAHAN MARUNDA, KECAMATAN CILINCING, JAKARTA UTARA
NADIA PERMATASARI PUTRI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
10
12
13
PRAKATA
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberi bantuan dan dukungan selama proses penyusunan skripsi ini, terutama kepada: 1. Ibu (drg. R.R Sukorini D.L), Bapak (Drs. Made Winada, MM), Adik (Danendra Athalarik H.P dan Danadhyaksa Wahya G.P) atas segala dukungan, doa dan kasih sayang yang tak terhingga. 2. Bapak Prof. Dr. Ir. Akhmad Fauzi, M.Sc (Pembimbing I) dan Bapak Benny Osta Nababan, S.Pi, M.Si (Pembimbing II) selaku dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu untuk bimbingan, saran dan motivasi dalam penyusunan skripsi ini. 3. Bapak Ir. Nindyantoro, M.SP selaku dosen penguji utama dan Ibu Dina Lianita S, S.Si, M.Si selaku dosen penguji perwakilan Departemen ESL, yang telah banyak memberi masukan selama ujian sidang skripsi. 4. Bapak Prof. Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec selaku dosen pembimbing akademik yang telah meluangkan waktunya untuk bimbingan. 5. Keluarga Besar Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan FEM IPB para Dosen beserta staf ESL atas semua dukungan dan bantuan selama pendidikan. 6. Bapak Kubil beserta keluarga, DKPKP Provinsi DKI Jakarta (Ibu Sri), Sudin Peternakan Perikanan dan Kelautan Kota Jakarta Utara (mba Hamidah), TPI Cilincing (Bapak Edi) dan masyarakat Kelurahan Marunda yang telah banyak memberikan saran dan informasi selama pengumpulan data. 7. Dwi Muri Apriyanto yang telah memberikan semangat dan motivasi selama penulis menjalankan studi hingga menyelesaikan studi di ESL. 8. Teman-teman dekat penulis Aulia Anggitasari dan Novita Sari yang telah memberi pengalaman dan kenangan untuk penulis selama ini. 9. Semua pihak yang membantu dalam proses penyusunan skripsi.
Bogor, Juli 2016 Nadia Permatasari Putri
14
15
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL ……………………………...……………………………….iii DAFTAR GAMBAR ...…………………….……………………………………iv DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………………iv
I.
II.
PENDAHULUAN …………………………………………………………1 1.1.
Latar Belakang ……………………………………………………1
1.2.
Perumusan Masalah ………………………………………………4
1.3.
Tujuan Penelitian …………………………………………………5
1.4.
Manfaat Penelitian ………………………………………………..6
1.5.
Ruang Lingkup …………………………………………………...6
TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………………...7 2.1.
Karakteristik Rajungan …………………………………………...7
2.2.
Klasifikasi Rajungan ……………………………………………..8
2.3.
Morfologi Rajungan ……………………………………………...8
2.4.
Ukuran Kedewasaan Rajungan ………………………………….10
2.5.
Nelayan ………………………………………………………….10
2.6.
Kebijakan ………………………………………………………..11
2.7.
Analisis Kebijakan ………………………………………………12
2.8.
Kebijakan MLS dan Pelarangan Penangkapan Rajungan Bertelur ..…………………………………………………………13
2.9. Revenue Cost Ratio (R-C Ratio) …………………………………13 2.10. Regresi Linier Berganda …………………………………………13 2.11. Pengkajian Stok ………………………………………………….15 2.12. Overfishing dan Overcapacity …………………………………...15 2.13. Model Bioekonomi ………………………………………………16 2.14. Konsep Profitability ……………………………………………..18 2.15. Nilai Tukar Nelayan ……………………………………………..18 2.16. Penelitian Terdahulu ……………………………………………19
16
III. KERANGKA PEMIKIRAN ……………………………………………21 IV. METODOLOGI PENELITIAN ………………………………………...25
V.
4.1.
Waktu dan Lokasi Penelitian ……………………………………25
4.2.
Metode Penelitian ……………………………………………….25
4.3.
Metode Pengumpulan Data ……………………………………..25
4.4.
Metode Analisis Data …………………………………………...27
4.5.
Analisis Karakteristik Usaha Nelayan …………………………..27
4.6.
Analisis Regresi Linier Berganda ……………………………….28
4.7.
Analisis Kesejahteraan Nelayan ………………………………...28
4.8.
Analisis Kelayakan Usaha Nelayan ……………………………..29
4.9.
Analisis Stok Sumberdaya Rajungan …………………………...30
GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN ……………………...33 5.1.
Letak dan Geografis Lokasi Penelitian ………………………….33
5.2.
Topografis Iklim dan Geologis ………………………………….34
5.3.
Demografi ……………………………………………………….35
5.4.
Potensi Sumberdaya Perikanan …………………………………37
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN …………………………………………..39 6.1.
Karakteristik Nelayan …………………………………………...39
6.2.
Karakteristik Usaha Nelayan ……………………………………43
6.3.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Nelayan ………49
6.4.
Analisis Kesejahteraan Nelayan ………………………………...53
6.5.
Analisis Kelayakan Usaha Nelayan ……………………………..54
6.6. Analisis Pengelolaan Sumberdaya Rajungan ……………………55 VII. Kesimpulan dan Saran ………………………………………………….67 7.1.
Kesimpulan ……………………………………………………...67
7.2.
Saran……………………………………………………………..69
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………..71
17
DAFTAR TABEL 1
Nilai Ekspor Hasil Perikanan Menurut Komoditas Utama Tahun 2010-2014 …………………………………………………………………..2
2
Matriks Jenis Data dan Sumber Data ……………………………………...26
3
Analisis Bioekonomi Berbagai Rezim Pengelolaan ………………………31
4
Struktur Penduduk Kelurahan Marunda Menurut Umur Tahun 2016 …….35
5
Tingkat Pendidikan Masyarakat Kelurahan Marunda Tahun 2016 ………36
6
Mata Pencaharian Masyarakat Kelurahan Marunda Tahun 2016 …………37
7
Rumah Penduduk Kelurahan Marunda Menurut Jenis Bangunan Tahun 2016……………………………………………………………….37
8
Jumlah Produksi Ikan/Tahun di TPI, PPI, dan Pasar Grosir di Jakarta Utara Tahun 2009 sampai 2013 …………………………………………...38
9
Jumlah Nelayan Responden Bedasarkan Sebaran Usia di Kampung Bidara…………………………………………………………………..…39
10
Jumlah Nelayan Responden Bedasarkan Tingkatan Pengalaman Menjadi Nelayan di Kampung Bidara...………………………………..… 40
11
Jumlah Nelayan Responden Bedasarkan Tingkatan Pendidikan di Kampung Bidara …………………………………………………………..41
12
Jumlah Nelayan Responden Bedasarkan Kepemilikan Pekerjaan Sampingan di Kampung Bidara …………………………………………...42
13
Hasil Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Nelayan Rajungan di Kampung Bidara ……………………………………………49
14
Hasil Tangkapan Rajungan (Ton) per Jenis Alat Tangkap di Teluk Jakarta Kurun Waktu 2008-2014.………………………………………….57
15
Hasil Tangkapan Rajungan (Ton) per Jenis Alat Tangkap di Teluk Jakarta Kurun Waktu 2011-2015 ………...……………………………….58
16
Trip Rajungan per Jenis Alat Tangkap di Teluk Jakarta Kurun Waktu 2008-2014 …………………………………………………………………58
17
Trip Rajungan per Jenis Alat Tangkap di Teluk Jakarta Kurun Waktu 2011-2015 …………………………………………………………………59
18
Standarisasi Effort Alat Tangkap Rajungan Tahun 2011-2015 …………...59
18
19
Jumlah Tangkapan (C), Jumlah Upaya Penangkapan (F) dan Jumlah Tangkapan per Satuan Upaya (CPUE) Rajungan di Teluk Jakarta ……….60
20
Estimasi Parameter Biologi Tahun 2011-2015 ……………………………61
21
Parameter Biologi (r, q dan K) Sumberdaya Rajungan di Teluk Jakarta …61
22
Estimasi Biaya Penangkapan per Trip Rajungan ………………………….62
23
Estimasi Harga Rajungan ………………………………………………... 63
24
Analisis Bioekonomi Sumberdaya Rajungan pada Rezim Pengelolaan MEY, MSY, OA dan Aktual ………………………………...64
DAFTAR GAMBAR 1
Perbedaan Rajungan Jantan dan Betina ………………………………….....9
2
Diagram Alur Kerangka Pemikiran …………………………………….....23
3
Jaring Rajungan ……………………………………………………………44
4
Perahu Nelayan …………………………………………………………....44
5
Urutan Pemasaran Rajungan di Kampung Bidara ………………………...48
6
Grafik Total Produksi Rajungan di DKI Jakarta Tahun 2008-2014 ………56
7
Grafik Tren Produksi Rajungan di DKI Jakarta Tahun 2011-2015 ……….57
DAFTAR LAMPIRAN 1
Kuisioner Nelayan ………………………………………………………...78
2
Karakteristik Nelayan ……………………………………………………..85
3
Hasil Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Nelayan Rajungan di Kampung Bidara …………………………………………….86
4
NTN Sebelum ……………………………………………………………..89
5
NTN Sesudah ……………………………………………………………...90
6
R-C Ratio Sebelum ………………………………………………………..91
7
R-C Ratio Sesudah ………………………………………………………...92
8
Perhitungan Standarisasi Alat Tangkap …………………………………...93
19
9
Hasil Analisis Data denganMicrosoft Excel 2010 ……………………..….94
10
Hasil Analisis Bioekonomi dengan Microsoft Excel 2010 …………….....95
11
Grafik Bioekonomi dengan Maple 18 ………………………………….....96
12
Foto Hasil Penelitian ………………………………………………………98
20
1
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia dengan luas wilayah lautan seluas 5.8 juta km², yang merupakan 2/3 luas keseluruhan wilayah Indonesia. Indonesia juga memiliki garis pantai sepanjang 81 000 km, yang merupakan garis pantai terpanjang ke-dua di dunia setelah Kanada. Indonesia secara geografis memiliki zona maritim seluas 5.8 juta km² yang terdiri dari laut territorial seluas 0.8 juta km², laut nusantara seluas 2.3 juta km², dan zona ekonomi eksklusif seluas 2.7 juta km² (DKP, 2008). Oleh karena bukti fisik tersebut, Indonesia memiliki potensi kelautan dan keanekaragaman hayati yang cukup tinggi. Kekayaan alam perairan Indonesia melimpah karena perairan Indonesia merupakan habitat dan fishing ground berbagai macam komoditas perikanan. Hal tersebut menjadikan sektor perikanan Indonesia berperan penting bagi pembangunan ekonomi. Dilihat dari nilai ekonomi, potensi ekonomi kelautan dan perikanan Indonesia diperkirakan mencapai US$ 1.2 triliun per tahun, atau setara dengan 10 kali Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun 2012 (DJPT, 2014). Salah satu komoditas perikanan Indonesia yang mempunyai nilai ekonomi tinggi adalah rajungan (Portunus pelagicus). Rajungan merupakan komoditas ekspor perikanan penting di Indonesia setelah tuna, rumput laut dan udang (KKP, 2013). Amerika Serikat merupakan pasar ekspor bagi komoditas udang serta kepiting dan rajungan Indonesia. Ekspor kepiting dan rajungan dari Indonesia menempati posisi sebagai salah satu supplier utama dengan share sebesar hampir 20 persen dari total impor rajungan AS atau sebesar US$ 1.4 miliar (Liputan6.com, 2015).
2
Tabel. 1 Nilai Ekspor Hasil Perikanan Menurut Komoditas Utama Tahun 20102014 (US$ 1 000) No
Komoditas
1
Udang
2
2010
2011
2012
2013
1 056 399
1 309 674
1 304 149
1 684 086
Tuna, Cakalang, Tongkol
383 230
498 591
749 992
764 791
3
Kepiting
208 424
262 321
329 724
359 304
4
Rumput Laut
135 939
157 587
177 923
209 975
5
Ikan Lainnya
898 039
1 100 576
965 062
1 056 117
2 682 031
3 328 749
3 526 850
4 074 273
Total
Sumber : Kementrian Kelautan dan Perikanan, 2013
Penangkapan rajungan tidak hanya meliputi rajungan dewasa namun rajungan yang masih berukuran kecil dan rajungan bertelur pun ditangkap untuk memenuhi kebutuhan permintaan. Rajungan berukuran kecil dan rajungan bertelur ditangkap karena masih dapat diterima oleh pasar. Hal inilah yang menyebabkan penangkapan rajungan bertelur terus dilakukan. Penangkapan rajungan bertelur dapat menurunkan kuantitas sumberdaya rajungan karena rajungan tidak dapat berkembang biak dan dikhawatirkan akan menurunkan stok sumberdaya rajungan. Menyikapi tingginya praktek penangkapan rajungan berukuran kecil dan rajungan bertelur yang dapat melebihi tangkapan lestarinya, pemerintah Indonesia khususnya Kementerian Kelautan dan Perikanan menerbitkan kebijakan minimum legal size terhadap rajungan yang berukuran kurang dari 10 cm, dan kebijakan pelarangan penangkapan rajungan bertelur yang diatur dalam Surat Edaran No.18/Men-KP/I/2015 (Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2015). Penerapan kebijakan ini diharapkan dapat mengembalikan stok sumberdaya rajungan. Dengan diberlakukannya kebijakan
dan pengawasan praktek penangkapan
rajungan semenjak 21 Januari 2015 tersebut dikhawatirkan akan berdampak terhadap stakeholder crabfishing khususnya nelayan rajungan. Nelayan rajungan yang biasanya melakukan penangkapan rajungan bertelur dikhawatirkan akan mengalami kerugian yang akan berdampak terhadap penghasilan nelayan rajungan. Provinsi DKI Jakarta merupakan salah satu provinsi yang tingkat pertumbuhan ekonominya dapat dibilang pesat. Data dari Badan Pusat Statistik
3
Provinsi DKI Jakarta tahun 2014 menunjukan sekitar 72.56 persen Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) DKI Jakarta berasal dari sektor perdagangan, keuangan, jasa, dan pengangkutan, sebesar 26.95 persen berasal dari sektor industri pengolahan, konstruksi dan listrik-gas-air bersih dan sisanya berasal dari sektor pertanian dan pertambangan. Perekonomian DKI Jakarta juga ditunjang oleh pemasukan dari sektor perikanan yang berada di wilayah Kota Administrasi Jakarta Utara. Kondisi geografis DKI Jakarta yang berbatasan dengan Teluk Jakarta yang menyebabkan wilayah DKI Jakarta memiliki potensi perikanan. Kelurahan Marunda merupakan salah satu kelurahan yang terletak di Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara. Berdasarkan Keputusan Gubernur Jakarta Nomor 1251 Tahun 1986, Marunda resmi menjadi salah satu kelurahan di Jakarta Utara dimana sebelumnya masuk dalam Kabupaten Bekasi Utara, Jawa Barat. Kelurahan Marunda memiliki luas wilayah sebesar 791.70 Ha, dari luas wilayahnya hanya 30 persen yang dihuni penduduk dan sisanya merupakan lahan persawahan dan rawa-rawa. Kelurahan Marunda terbagi dalam 10 RW dan 102 RT, dari salah satu RW tersebut terdapat perkampungan nelayan yang terletak di RW 01 yaitu Kampung Bidara. Kampung Bidara merupakan salah satu perkampungan nelayan di Kelurahan Marunda yang sebagian besar mata pencarian penduduknya merupakan nelayan rajungan (Pemerintah Kota Administrasi Jakarta Utara, 2014). Kampung Bidara merupakan kampung yang mempelopori terbentuknya Kelompok Usaha Bersama (KUB) nelayan di Kecamatan Cilincing. Dengan diterbitkannya kebijakan minimum legal size dan pelarangan penangkapan rajungan bertelur, oleh karena hal tersebut, diperlukan analisis untuk mengetahui pengelolaan dan dampak kebijakan minimum legal size dan pelarangan penangkapan rajungan bertelur terhadap produksi rajungan dan keadaan sosial ekonomi nelayan Kampung Bidara, Kelurahan Marunda. Bedasarkan latar belakang tersebut, maka dilakukanlah penelitian yang berjudul “Analisis Pengelolaan dan Dampak Kebijakan Minimum Legal Size dan Pelarangan Penangkapan Rajungan Bertelur terhadap Nelayan Kampung Bidara, Kelurahan Marunda, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara”.
4
1.2. Perumusan Masalah
Pengelolaan sumberdaya perikanan dibutuhkan untuk meningkatkan aktivitas perekonomian sehingga akan meningkatkan kesejahteraan suatu bangsa. Tingkat produksi perlu diperhatikan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan khususnya rajungan. Hal ini terkait dengan kemampuan sumberdaya rajungan dalam memperbarui stok sehingga tercipta produksi yang lestari. Permasalahan di Indonesia umumnya terletak pada tingginya penangkapan rajungan yang belum dewasa dan pada rajungan bertelur untuk memenuhi kebutuhan pasar. Untuk mengantisipasi kecenderungan peningkatan penangkapan rajungan yang dapat melebihi
tangkapan
lestarinya,
maka
pemerintah
bertindak
mengatasi
kemungkinan terjadinya kelangkaan sumberdaya perikanan melalui penerbitan kebijakan minimum legal size dan pelarangan penangkapan rajungan bertelur. Kebijakan yang telah diterbitkan oleh pemerintah dapat menyebabkan para pelaku usaha perikanan khususnya nelayan rajungan terkena dampak kebijakan tersebut. Nelayan rajungan menangkap rajungan yang berukuran kecil dan rajungan yang bertelur atas dasar pemenuhan permintaan. Rajungan yang berukuran kecil dan bertelur sampai saat ini masih diterima oleh pasar sehingga penangkapannya masih dipraktekkan oleh sebagian besar nelayan. Penelitian yang dilakukan ini akan melihat pengelolaan sumberdaya rajungan di Perairan Teluk Jakarta dan dampak kebijakan minimum legal size dan pelarangan penangkapan rajungan bertelur terhadap produksi rajungan dan kondisi sosial ekonomi masyarakat nelayan Kampung Bidara. Alasan dipilihnya komoditi rajungan adalah karena rajungan merupakan salah satu komoditi perikanan ekonomis dan komoditi ekspor penting di perairan Indonesia (Kemendag, 2012). Berkenaan dengan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, maka permasalahan yang akan diteliti adalah: 1. Bagaimana karakteristik usaha nelayan rajungan di Kampung Bidara? 2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pendapatan nelayan rajungan di Kampung Bidara?
5
3. Bagaimana nilai kesejahteraan nelayan sebelum dan sesudah diberlakukannya kebijakan minimum legal size dan pelarangan penangkapan rajungan bertelur di Kampung Bidara? 4. Bagaimana kelayakan usaha nelayan sebelum dan sesudah diberlakukannya kebijakan minimum legal size dan pelarangan penangkapan rajungan bertelur di Kampung Bidara? 5. Bagaimana tingkat pemanfaatan sumber daya rajungan ditinjau dari tingkat effort dan harvest pada kondisi aktual, lestari dan optimal di Teluk Jakarta?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan pelaksanaan kegiatan penelitian ini adalah: 1. Mengidentifikasi karakteristik usaha nelayan rajungan di Kampung Bidara. 2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan nelayan rajungan di Kampung Bidara. 3. Memperkirakan
nilai
kesejahteraan
nelayan
sebelum
dan
sesudah
diberlakukannya kebijakan minimum legal size dan pelarangan penangkapan rajungan bertelur di Kampung Bidara. 4. Menilai
kelayakan
usaha
nelayan
rajungan
sebelum
dan
sesudah
diberlakukannya kebijakan minimum legal size dan pelarangan penangkapan rajungan bertelur di Kampung Bidara. 5. Mengestimasi dan menganalisis tingkat pemanfaatan sumberdaya rajungan ditinjau dari tingkat effort dan harvest pada kondisi aktual, lestari dan optimal di Teluk Jakarta.
1.4. Manfaat Penelitian
Adapun kegunaan dilaksanakannya penelitian ini adalah: 1. Sebagai media pembelajaran dan penerapan ilmu Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan. 2. Sebagai bahan untuk menambah khasanah ilmu Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan.
6
3. Sebagai bahan acuan dalam penerapan kebijakan terhadap sumberdaya perikanan serta dampak positif dan negatif yang akan diterima oleh masyarakat. 4. Sebagai bahan informasi mengenai dampak positif dan negatif dari sebuah kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah.
1.5. Ruang Lingkup
Mengingat begitu luasnya ruang lingkup penelitian ini, maka penulis membatasi permasalahan tersebut pada: 1. Analisis dampak kebijakan dan analisis bioekonomi hanya dilakukan pada satu jenis sumber daya perikanan, yaitu rajungan. 2. Mengingat banyaknya jumlah nelayan yang ada di Indonesia, maka peneliti hanya memfokuskan penelitian pada nelayan Kelurahan Marunda, Jakarta Utara. 3. Peneliti hanya menganalisis dampak kebijakan minimum legal size dan pelarangan penangkapan rajungan bertelur terhadap nelayan dan mengestimasi stok rajugan dengan analisis bioekonomi. 4. Data yang digunakan merupakan data primer dan sekunder. Data primer berupa data tangkapan terakhir dan data produksi rataan normal, didapat dengan mewawancarai nelayan rajungan. Sedangkan data sekunder berupa produksi dan effort selama tujuh tahun didapat dari buku, maupun internet. 5. Preferensi nelayan mengenai kebijakan minimum legal size dan pelarangan penangkapan rajungan bertelur tidak diteliti. 6. Terdapat satu alat tangkap nelayan di daerah penelitian. Analisis penelitian hanya mencangkup satu alat tangkap khusus untuk rajungan. 7. Kesejahteraan nelayan rajungan yang dibahas hanya meliputi kesejahteraan ekonomi untuk memenuhi kebutuhan subsisten nelayan.
7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Rajungan (Portunus pelagicus)
Salah satu hasil perikanan yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan merupakan komoditas ekspor penting di Indonesia adalah rajungan. Jenis kepiting dan rajungan diperkirakan sebanyak 234 jenis yang ada di Indo Pasifik Barat, di Indonesia ada sekitar 124 jenis (Moosa et al. 1980 dalam Firman 2008). Terdapat empat jenis kepiting dan rajungan yang dapat dimakan (edible crab), yaitu rajungan (Portunus pelagicus), rajungan bintang (Portunus sanguinolentus), rajungan karang (Charybdis feriatus), dan rajungan angin (Podopthalmus vigil). Jika dibandingkan dengan tiga spesies rajungan yang lainnya, jenis Portunus pelagicus paling banyak dipasarkan di pasar internasional seperti Asia Tenggara. Rajungan termasuk hewan perenang aktif, tetapi saat tidak aktif, hewan tersebut mengubur diri dalam sedimen dan menyisakan mata, antena di permukaan dasar laut dan ruang insang terbuka (Fish 2001 dalam Firman 2008). Menurut Muslim (2000) dalam Firman (2008) pada umumnya udang dan kepiting keluar pada waktu malam untuk mencari makan. Tingkah laku rajungan (Portunus pelagicus) dipengaruhi faktor alami dan buatan. Faktor alami diantaranya perkembangan hidup, kebiasaan makan, pengaruh siklus bulan dan reproduksi. Sedangkan faktor buatan utama yang mempengaruhi tingkah laku rajungan adalah penggunaan umpan pada penangkapan rajungan dengan menggunakan crab poots (Fish 2000 dalam Pasisingi 2011). Sumberdaya rajungan banyak ditangkap oleh nelayan dengan menggunakan perangkap buatan, trawl, pukat pantai dan jaring lingkar. Rajungan ditangkap dalam jumlah yang sangat banyak untuk dijual dalam bentuk segar dan beku di pasaran lokal. Adapula yang diolah di industri pengolahan dan pengalengan rajungan untuk tujuan ekspor (Pasisingi 2011). Negara Singapura, Hongkong, Jepang, Malaysia, Taiwan, dan Amerika Serikat merupakan negara tujuan ekspor rajungan (Adam et al. 2006).
8
2.2. Klasifikasi Rajungan
Sistematika rajungan (Stephenson dan Campbell, 1959) adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Sub Kingdom : Eumetazoa Grade : Bilateria Divisi : Eucoelomata Section : Protostomia Filum : Arthropoda Kelas : Crustacea Sub Kelas : Malacostraca Ordo : Decapoda Sub Ordo : Reptantia Seksi : Brachyura Sub Seksi : Branchyrhyncha Famili : Portunidae Sub Famili : Portunninae Genus : Portunus Spesies : Portunus pelagicus
2.3. Morfologi Rajungan
Lovett (1981) dalam Hermanto (2004) mengatakan bahwa morfologi rajungan (Portunus pelgicus) hampir sama dengan kepiting. Induk rajungan mempunyai capit yang lebih panjang dari kepiting bakau, dan karapasnya memiliki duri sebanyak 9 buah yang terdapat pada sebelah kanan kiri mata. Bobot rajungan dapat mencapai 400 gram, dengan ukuran karapas sekitar 300 mm (12 inchi), Rajungan bisa mencapai panjang 18 cm, capitnya kokoh, panjang dan berduri-duri. Rajungan mempunyai karapas berbentuk bulat pipih dengan warna yang sangat menarik. Ukuran karapas lebih besar ke arah samping dengan permukaan yang tidak terlalu jelas pembagian daerahnya. Sebelah kiri dan kanan
9
karapasnya terdapat duri besar, jumlah duri sisi belakang matanya sebanyak 9, 6, 5 atau 4 dan antara matanya terdapat 4 buah duri besar. Permukaan karapas mempunyai granula halus dan rapat atau malah kasar dan jarang. Rajungan dapat berjalan sangat baik sepanjang dasar perairan dan daerah interdal berlumpur yang lembab dan juga perenang yang baik. Pada kanan dan kiri karapas terdapat duri besar dengan jumlah sembilan buah dan empat buah antara kedua matanya serta mempunyai lima pasang kaki jalan. Kaki jalan yang pertama disebut sebagai capit yang berfungsi memegang mangsa. Kaki jalan ke-2, ke-3, ke-4 tetap berfungsi sebagai mana biasanya. Sedangkan kaki jalan yang terakhir mengalami modifikasi pada dua ruas terakhir. Modifikasi berbentuk pipih dan ada bundar seperti sebuah dayung, berfunsi sebagai alat renang. Ciri-ciri rajungan jantan : 1. Mempunyai ukuran lebih besar dengan capit yang lebih panjang disbanding betina. 2. Mempunyai warna dasar kebiru-biruan dengan bercak putih terang. 3. Organ kelaminya menempel pada bagian perut berbentu segitiga dan agak meruncing. Ciri-ciri rajungan betina : 1. Mempunyai ukuran yang lebih kecil dibanding jantan. 2. Berwarna kehijau-hijauan dengan warna agak kusam. 3. Organ kelamin membulat berbentuk huruf V atau U terbalik.
Sumber: www.academia.edu
Gambar 1. Perbedaan Rajungan Jantan dan Betina
10
2.4. Ukuran Kedewasaan Rajungan
Rajungan menjadi dewasa sekitar usia satu tahun. Ukuran saat kematangan terjadi dapat berubah terhadap derajat garis lintang atau lokasi dan antar individu di lokasi manapun. Betina terkecil yang cukup umur dan telah mengalami pergantian kulit (telah diobservasi di Peel Harvey Estuary) adalah 89 mm, sedangkan (di Leschenault Estuary) ukuran terkecil adalah 94 mm (Smith 1982, Campbell & Fielder 1986, Sukumaran & Neelakantan 1996 dan Potter et al.1998 dalam Kangas 2000). Di Peel Harvey Estuary, 50 persen rajungan betina menjadi dewasa pada 98 mm, dan di Leschenault Estuary pada 97 mm. Ukuran yang sama untuk jantan adalah 84 mm di Peel Harvey Estuary dan 88 mm di Leschenault Estuary. Rajungan di perairan Australia Selatan dikatakan dibawah ukuran panjang minimum legal jika panjangnya kurang dari 11 cm yang diukur dari sisi ke sisi pada dasar tulang punggung atau dasar duri. Batas ukuran sekarang digunakan di semua perairan. Selama musim pemijahan, kemungkinan besar banyak telur yang menempel di bagian abdomen rajungan sehingga untuk menjaga kelestariannya, rajungan yang masih ada telurnya dilindungi spenenuhnya di perairan Australia Selatan. Umumnya ukuran tersebut berumur 14 hingga 18 bulan. Rajungan pada ukuran tersebut telah matang gonad dan telah berreproduksi setidaknya dua kali untuk satu musim (Kangas 2000). Rajungan mencapai tahap dewasa pada panjang karapas sekitar 37 mm. Dengan demikian rajungan-rajungan tersebut telah mampu bereproduksi. Adapun yang mempunyai nilai ekonomi setelah mempunyai lebar karapas antara 95-228 mm (Rounsenfell 1975 dalam Solihin 1993).
2.5. Nelayan
Nelayan
adalah
orang
yang
mata
pencahariannya
melakukan
penangkapan ikan. Dalam perstatistikan perikanan perairan umum, nelayan adalah orang yang secara aktif melakukanoperasi penangkapan ikan di perairan umum. Orang yang melakukan pekerjaan seperti membuat jaring, mengangkut alat-alat penangkapan ikan ke dalam perahu atau kapal motor, mengangkut ikan dari
11
perahu atau kapal motor, tidak dikategorikan sebagai nelayan (Departemen Kelautan dan Perikanan, 2002) Nelayan dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu nelayan buruh, nelayan juragan dan nelayan perorangan. Nelayan buruh adalah nelayan yang bekerja dengan alat tangkap milik orang lain. Sebaliknya nelayan juragan adalah nelayan yang memiliki alat tangkap yang dioperasikan oleh orang lain. Sedangkan nelayan perorangan adalah nelayan yang memiliki peralatan tangkap sendiri, dan dalam pengoperasiannya tidak melibatkan orang lain (Subri, 2005). Sumberdaya nelayan dicirikan oleh pendidikan, keterampilan yang rendah dan kemampuan manajemen yang terbatas. Taraf hidup penduduk desa pantai yang sebagian besar nelayan sampai saat ini masih rendah, pendapatan tidak menentu (sangat tergantung pada musim ikan), kebanyakan masih memakai peralatan tradisional dan masih sukar menjauhkan diri dari prilaku boros (Sitorus, 1994).
2.6. Kebijakan
Kebijakan merupakan terjemahan dari kata policy yang berasal dari bahasa Inggris, yang diartikan sebagai sebuah rencana kegiatan atau pernyataan mengenai tujuan-tujuan, yang diajukan atau diadopsi oleh suatu pemerintahan, partai politik dan lain-lain. Kebijakan juga diartikan sebagai pernyataanpernyataan mengenai kontrak penjaminan atau pernyataan tertulis (Oxford, 1995). Menurut James E. Anderson, kebijakan merupakan serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang pelaku atau sekelompok pelaku guna memecahkan suatu masalah tertentu. Kebijakan yang dimaksud adalah kebijakan yang dikembangkan oleh badan-badan dan pejabat-pejabat pemerintah. Pengertian ini berimplikasi : 1. Kebijakan selalu mempunyai tujuan tertentu atau merupakan tindakan yang berorientasi pada tujuan. 2. Kebijakan berisi tindakan-tindakan atau pola-pola tindakan pejabat-pejabat pemerintah. 3. Kebijakan merupakan apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah.
12
4. Kebijakan dapat bersifat positif, dalam arti merupakan beberapa bentuk tindakan pemerintah mengenai suatu masalah tertentu atau bersifat negatif dalam arti merupakan keputusan pejabat pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu. 5. Kebijakan dalam arti positif didasarkan pada peraturan perundang-undangan dan bersifat memaksa (otoritatif).
2.7. Analisis Kebijakan
Analisis kebijakan merupakan sebuah penelitian sosial terapan yang secara sistematis disusun dalam rangka mengetahui substansi dari kebijakan agar dapat diketahui secara jelas informasi mengenai masalah-masalah yang dijawab oleh kebijakan dan masalah-masalah yang mungkin timbul sebagai akibat dari penerapan kebijakan.ruang lingkup dan metode analisis kebijakan umumnya bersifat diskriptif dan faktual mengenai sebab-sebab dan akibat-akibat suatu kebijakan (William, 2000). Sudarwan Danim menyatakan bahwa proses penelitian kebijakan pada hakikatnya
merupakan
penelitian
yang
dimaksudkan
guna
melahirkan
rekomendasi untuk pembuat kebijakan dalam rangka pemecahan masalah sosial. Penelitian ini dilakukan untuk mendukung kebijakan itu sendiri. Sudarwan Danim menyatakan secara jelas hasil yang ingin dicapai dari penelitian kebijakan yaitu menghasilkan rekomendasi yang mungkin diperlukan oleh pembuat kebijakan dalam rangka pemberian solusi terhadap masalah-masalah sosial. Rekomendasi yang dihasilkan dapat berupa dukungan terhadap kebijakan, kritik dan saran mengenai bagian kebijakan yang perlu diperbaiki atau dapat beruapa rekomendasi agar kebijakan tidak lagi diterapkan.
13
2.8. Kebijakan Minimum Legal Size dan Pelarangan Penangkapan Rajungan Bertelur
Kebijakan Minimum Legal Size dan pelarangan penangkapan rajungan bertelur tertuang dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 1 Tahun 2015. Kebijakan ini muncul karena pertimbangan pemerintah bahwa keberadaan dan ketersediaan rajungan (Portunus pelagicus spp.) telah mengalami penurunan populasi, sehingga perlu dilakukan pembatasan penangkapan terhadap sumberdaya tersebut. Pasal 2 pada PERMEN KP Nomor 1 Tahun 2015 menyatakan bahwa setiap orang dilarang melakukan penangkapan rajungan dalam kondisi bertelur, dan dalam pasal 3 menyatakan bahwa penangkapan rajungan dilakukan dengan ukuran lebar karapas rajungan diatas sepuluh sentimeter. Dilanjutkan dengan pasal 4 yang menyatakan bahwa setiap orang yang menangkap rajungan wajib melepaskan rajungan dalam kondisi bertelur dan/atau dengan ukuran yang tidak sesuai sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 3 jika masih dalam keadaan hidup, dan
wajib melakukan pencatatan lalu
melaporkannya kepada Direktur Jendral melalui kepala pelabuhan pengkalan sebagaimana tercantum dalam Surat Izin Penangkapan Ikan. Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan yaitu pada tanggal 7 Januari 2015.
2.9. Revenue Cost Ratio (R-C Ratio)
R-C Ratio merupakan efisiensi usaha, yaitu ukuran perbandingan antara penerimaan usaha (Revenue = R) dengan total biaya (Cost = C). Dengan nilai R-C Ratio, dapat diketahui apakah suatu usaha menguntungkan atau tidak menguntungkan. Usaha efisiensi mengunungkan apabila R-C Ratio > 1, tidak menguntungkan apabila R-C Ratio < 1 dan impas apabila R-C Ratio = 1.
2.10. Regresi Linier Berganda
Regresi
berganda
(multiple
regression
model)
dengan
asumsi
bahwa peubah tak bebas (repons) Y merupakan fungsi linier dari beberapa peubah
14
bebas X1, X2, ....., Xk dan komponen sisaan e (error) (Juanda, 2009). Model ini sebenarnya merupakan pengembangan model regresi sederhana dengan satu peubah bebas sehingga asumsi mengenai sisaan e, peubah bebas X dan peubah tak-bebas Y juga sama. Metode kuadrat terkecil OLS (Ordinary Least Square) digunakan untuk mendapatkan koefisien regresi parsial. Metode OLS dilakukan dengan pemilihan parameter yang tidak diketahui sehingga jumlah kuadrat kesalahan pengganggu (Residual Sum of Square atau RSS) yaitu Σei minimum (terkecil). Pemilihan model ini didasarkan dengan pertimbangan metode ini mempunyai sifat-sifat karakteristik optimal, sederhana dalam perhitungan dan umum digunakan. Menurut (Firdaus, 2004) asumsi utama yang mendasari model regresi berganda dengan metode OLS adalah sebagai berikut : yang diharapkan bersyarat (Conditional expcted Value) dari Εi
1. Nilai
tergantung pada Xi tertentu adalah nol. 2. Tidak ada korelasi berurutan atau tidak ada korelasi (non-autokorelasi) artinya dengan Xi tertentu simpangan setiap Y yang manapun dari nilai rata-ratanya tidak menunjukan adanya korelasi, baik secara positif atau negatif. 3. Varian bersyarat dari ε adalah konstan. Asumsi ini dikenal dengan nama asumsi homoskedastisitas. 4. Variabel bebas adalah nonstokastik yaitu tetap dalam pengambilan contoh berulang jika stokastik maka didistribusikan secara independent dari gangguan ε. 5. Tidak ada multikolinearitas antara variabel penjelas satu dengan lainnya. 6. Sisaan didistribusikan secara normal dengan rata-rata dan varian yang diberikan oleh asumsi 1 dan 2. Apabila semua asumsi yang mendasari model tersebut terpenuhi maka suatu fungsi regresi yang diperoleh dari hasil perhitungan pendugaan dengan metode OLS dari koefisien regresi adalah penduga tak bias linier terbaik (best linier unbiased estimator atau BLUE). Sebaliknya jika ada asumsi dalam model regresi yang tidak terpenuhi oleh fungsi regresi yang diperoleh maka kebenaran pendugaan model tersebut atau pengujian hipotesis
15
untuk pengambilan keputusan dapat diragukan. Penyimpangan 2, 3, dan 5 memiliki pengaruh yang serius sedangkan asumsi 1, 4, dan 6 tidak.
2.11. Pengkajian Stok
Analisis biologi dilakukan untuk menduga stok sumberdaya ikan di laut. Pengkajian stok diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai pemanfaatan sumberdaya hayati yang optimum seperti ikan dan rajungan. Sumberdaya hayati bersifat terbatas, namun dapat diperbarui. Pengkajian stok sumberdaya dapat diartikan sebagai upaya perencanaan tingkat pemanfaatan dalam jangka panjang yang memberikan tangkapan yang maksimum dalam bentuk bobot (Spare dan Venema, 1999). Pendugaan stok untuk analisis biologi menggunakan pendekatan model surplus produksi. Model surplus produksi digunakan untuk menentukan upaya optimum. Upaya optimum ialah suatu upaya yang dapat menghasilkan suatu tangkapan maksimum lestari tanpa mempengaruhi produktivitas stok dalam jangka panjang. Tangkapan lestari disebut juga Maximum Sustainable Yield (MSY) (Spare dan Venema, 1999).
2.12. Overfishing dan Overcapacity
Overfishing adalah penangkapan ikan yang melebihi kapasitas stok (sumber daya), sehingga kemampuan stok untuk memproduksi pada tingkat maximum sustainable yield menurun (Fauzi, 2010). Masalah perikanan lainnya yaitu kapasitas lebih atau overcappacity. Overcapacity terjadi karena investasi yang tidak terkendali dalam perikanan serta sifat dari “open access” dalam pengelolaan perikanan. Pascoe dan Greboval (2003) lebih lanjut melihat beberapa pemicu terjadinya kapasitas lebih ini antara lain (Fauzi, 2010): 1. Harga ikan yang relatif inelastis dianggap dapat mengkompensasi penurunan sumber daya. 2. Dampak dari penambahan wilayah laut dan kebijakan nasional perikanan serta subsidi besar-besaran pada sektor perikanan.
16
3. Kapasitas perikanan yang relatif mobile yang menyebabkan ekses kapital bisa dipindahkan dari satu armada ke armada lainnya. 4. Perubahan pola industri perikanan yang cenderung global dan menuntut industri bersifat kompetitif dan capital intensive. 5. Kegagalan kebijakan perikanan secara umum. Dalam perspektif ekonomi, overcapacity merupakan pemborosan sumber daya karena input yang digunakan tidak semestinya untuk menangkap ikan pada produksi tertentu. Sehingga keuntungan tidak maksimum, biaya juga tidak minimum dan masyarakat secara umum tidak memperoleh manfaat maksimal dari sumber daya ikan. 2.13. Model Bioekonomi
Membuat model ekonomi dalam perikanan tanpa mengetahui dinamika biologi perikanan sangatlah sulit. Model yang lebih canggih dapat mengestimasi struktur umur dalam populasi ikan jika data terperinci cukup tersedia dan hal tersebut tidak temasuk dalam penelitian saya. Model biologi untuk multi-species perikanan seluruhnya komplek tetapi single species models dapat digunakan dalam berbagai macam kasus penangkapan perikanan (rajungan).
2.13.1 Fishing Effort dan Fungsi Produksi Perikanan Secara umum kita akan menggunakan effort sebagai variabel faktor produksi yang diukur dalam ukuran standarisasi alat. Fishing effort biasa ditulis mengikuti definisi Squire (1987) dimana upaya atau effort untuk alat tangkap I pada periode waktu t merupakan fungsi dari waktu yang dicurahkan oleh tangkap i pada periode waktu t serta kekuatan alat tangkap i pada periode t, atau (Fauzi, 2010) :
Penyertaan variabel waktu ini penting dalam prespektif ekonomi karena waktu yang dicurahkan perjalanan ke tempat berkumpulnya ikan (fishing ground), waktu pencarian (search time) dan waktu penanganan (handling) akan
17
menimbulkan konsekuensi ekonomi berupa biaya dan penerimaan yang akan berpengaruh kepada keuntungan (Profitability). Oleh karenanya dalam ekonomi perikanan unit pengukuran seperti “day fished” atau hari melaut dapat menjadi proxy yang baik untuk mengukur upaya. Dalam produksi perikanan tangkap dikenal dengan ”biological feedback” yaitu umpan balik dimana stok ikan juga menjadi faktor produksi yang sangat menentukan. Maka fungsi produksi h (harvest) dapat ditulis (Fauzi, 2010):
produksi merupakan fungsi dari input capital yang diwakili oleh unit upaya dan modal sumber daya yang diwakili oleh stok ikan (Fauzi, 2010). Sehingga fungsi produksi perikanan bias ditulis secara sederhana menjadi (Fauzi, 2010):
dimana q adalah konstanta dan sering disebut sebagai qatchability coefficient atau koefisien kemampuan tangkap (Fauzi, 2010). Fungsi ini dikenal dengan model Schaefer. Persamaan produksi perikanan ini berlaku dengan asumsi sebagai berikut (Clark dalam Fauzi, 2010): 1. Distribusi populasi ikan seragam. 2. Alat tangkap tidak mengalami kejenuhan. 3. Tidak ada kepadatan pada armada perikanan.
2.13.2 Model Clarke Yoshimoto Pooley (1992)
Dalam mengestimasi parameter biologi dari model produksi surplus adalah melalui pendugaan koefisien yang dikembangkan oleh Clarke, Yoshimoto dan Pooley. Parameter-parameter r (laju pertumbuhan alami), q (koefisien kemampuan penangkapan), dan K (daya dukung lingkungan) yang dapat
18
menggunakan model Clarke Yoshimoto Pooley (CYP) menurut Tunungki, et al. (2005) dinyatakan sebagai berikut: Ln(CPUEt+1) =
ln(qK) +
ln(CPUEt) +
(ft+ft+1)
2.14. Konsep Profitability
Rente ekonomi atau profitability pada dasarnya adalah surplus, yakni perbedaan antara harga yang diperoleh dari penggunaan sumber daya dengan biaya per unit input. Rente juga dapat diartikan sebagai nilai dari input produktif ketika digunakan melebihi biaya yang digunakan (Fauzi, 2010).
2.15. Nilai Tukar Nelayan (NTN)
Konsep nilai tukar (terms of trade) umumnya digunakan untuk menyatakan
perbandingan
antara
harga
barang-barang
dan
jasa
yang
diperdagangkan antara dua atau lebih Negara, sector, atau kelompok sosial ekonomi. Walaupun asal mula dan penggunaan yang lebih luas dari konsep ini berasal dari perdagangan internasional, dewasa ini konsep nilai tukar juga sering digunakan untuk membuat gambaran mengenai perubahan system harga dari barang-barang yang dihasilkan oleh sektor produksi yang berbeda dalam suatu negara. Dari penggunaan seperti ini timbul konsep mengenai nilai tukar antar sektor. Nilai tukar menurut Soeharjo, dkk (1980) dapat digunakan untuk keperluan dua macam analisis. Penggunaan yang pertama adalah sebagai alat deskripsi (descriptive tool). Sebagai alat deskripsi konsep ini digunakan untuk menerangkan
dan
menjelaskan
secara
statistik
atau
indeks
mengenai
kecendrungan jangka pendek dan jangka panjang tentang sejarah kelakuan harga barang-barang yang diperdagangkan. Penggunaan yang kedua yang sangat erat hubungannya dengan yang pertama, adalah sebagai alat untuk keperluan penetapan kebijakan (tool for policy). Konsep nilai tukar nelayan yang digunakan dalam penelitian ini adalah konsep Nilai Tukar Nelayan (NTN), yang pada dasarnya merupakan indikator
19
untuk mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat nelayan secara relatif. Oleh karena indikator tersebut juga merupakan ukuran kemampuan keluarga nelayan untuk memenuhi kebutuhan subsistensinya, NTN ini juga disebut sebagai Nilai Tukar Subsisten (Subsistence Terms of Trade). Menurut Basuki, dkk (2001), NTN adalah rasio total pendapatan terhadap total pengeluaran rumah tangga nelayan selama periode waktu tertentu. Dalam hal ini, pendapatan yang dimaksud adalah pendapatan kotor atau dapat disebut sebagai penerimaan rumah tangga nelayan.
2.16. Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai analisis perkiraan dampak ekonomi kebijakan pemerintah terhadap masyarakat sebelumnya yang penulis temukan sudah dilakukan oleh mahasiswi Institut Pertanian Bogor yaitu dalam penelitian Dina Setriana yang berjudul “Analisis Perkiraan Dampak Ekonomi Kebijakan Minimum Legal Size Rajungan (Portunus pelagicus) terhadap Nelayan Desa Gebang Mekar Kabupaten Cirebon” merupakan skripsi pada tahun 2011. Dalam penelitian, Dina Setriana menganalisis mengenai dampak kebijakan minimum legal size rajungan terhadap nelayan desa gebang mekar dengan melakukan metode analisis Nilai Tukar Nelayan (NTN), analisis Regresi Linier Berganda dan metode analisis jangka panjang yaitu Benefit Cost Analysis (BCA). Metode yang dilakukan adalah metode survei. Jenis data yang digunakan meliputi data sekunder dan data primer yang diperoleh melalui pengamatan langsung terhadap unit penangkapan rajungan dan wawancara menggunakan kuisioner terhadap nelayan. Perbedaan penelitian yang saya lakukan dengan penelitian terdahulu yang telah dilakukan oleh Dina Setriana adalah lokasi penelitian saya yang terletak di Kampung Bidara, Kelurahan Merunda, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara pada tahun yang berbeda yaitu tahun 2015 menggunakan metode analisis Nilai Tukar Nelayan, analisis Regresi Linier Berganda dan Benefit Cost Analysis. Penelitian terdahulu selanjutnya yaitu penelitian yang dilakukan oleh Wahyu Nugraha yang berjudul “Analisis Bioekonomi Rencana Penerapan Kebijakan Minimum Legal Size Rajungan (Blue Swimming Crab) Terhadap Profitability Nelayan Kabupaten Cirebon”, yang membahas mengenai kondisi
20
aktual produksi rajungan di Kabupaten Cirebon yang menunjukkan overfishing secara biologi belum terjadi karena hasil tangkapan rajungan dari tahun 1994 hingga 2009 belum melebihi batas maksimum lestari (2 487.55 ton/tahun) dimana rata-rata produksi aktual berkisar 1 740.15 ton/tahun dan overfishing secara ekonomi telah terjadi karena rente yang diterima bernilai negatif yaitu sebesar 2 522.76. Penelitian selanjutnya telah dilakukan oleh Hamdan yang merupakan disertasi pada tahun 2007 yang berjudul “Analisis Kebijakan Pengelolaan Perikanan Tangkap Berkelanjutan di Kabupaten Indramayu”. Penelitian ini mengkaji mengenai status keberlanjutan perikanan tangkap, faktor-faktor pengungkit yang berpengaruh serta menentukan strategi pengelolaan perikanan tangkap di Kabupaten Indramayu. Dalam penelitian yang dilakukan Hamdan membahas mengenai status perikanan tangkap di Kabupaten Indramayu dan mengevaluasi kebijakan sehingga dapat memberikan salah satu alternatif kebijakan pengelolaan perikanan tangkap berkelanjutan. Jurnal Nasional mengenai rajungan salah satunya yaitu berjudul “Analisis Distribusi Pemasaran Rajungan (Portunus pelagicus)” yang dilakukan oleh Edwi Ria Agustina, Abdul Kohar Mudzakir, Taufik Yulianto tahun 2014. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis distribusi pemasaran, margin pemasaran di masing-masing lembaga pemasaran dan efisiensi pemasaran rajungan di Desa Betahwalang, Kabupaten Demak. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif dengan pendekatan studi kasus. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat 2 bentuk distribusi pemasaran yaitu pada rajungan yang memenuhi standar ekspor (first grade) dipasarkan ke pasar ekspor Amerika, dan rajungan kualitas second grade dipasarkan ke pasar lokal Indonesia.
21
BAB III KERANGKA PEMIKIRAN Pemanfaatan sumberdaya perikanan adalah cara untuk memenuhi kebutuhan
hidup
manusia
sehari-hari.
Berkembangnya
teknologi
dan
meningkatnya pertumbuhan penduduk di dunia menyebabkan terjadinya pemanfaatan sumberdaya perikanan yang berlebihan dan menjadi tidak terkendali. Tingkat permintaan terhadap sumberdaya perikanan khususnya rajungan yang tinggi menyebabkan nelayan meningkatkan hasil tangkapannya dengan berbagai cara demi meningkatkan keuntungan. Pemanfaatan sumberdaya rajungan yang tidak terkendali dapat menyebabkan terjadinya kelangkaan, sehingga dibutuhkan suatu cara untuk menjaga keberlanjutan sumberdaya perikanan dengan pengelolaan sumberdaya yang dilakukan secara bersama-sama. Kampung Bidara merupakan salah satu kampung nelayan yang terletak di Kelurahan Marunda, dimana mata pencarian penduduk terbesarnya adalah nelayan. Kampung Bidara merupakan kampung yang menjadi pelopor terbentuknya Kelompok Usaha Bersama (KUB) nelayan di Kecamatan Cilincing, dimana administrasi dan pembukuan produksinya terstruktur dengan baik dibandingkan dengan kampung lain di kelurahan Marunda (Pemerintah Kota Administrasi Jakarta Utara, 2015). Salah satu pemanfaatan sumberdaya perikanan di Kampung Bidara adalah penangkapan rajungan. Penangkapan rajungan di daerah tersebut tidak hanya meliputi penangkapan rajungan yang sudah dewasa namun juga penangkapan
rajungan yang berukuran kecil dan rajungan dalam keadaan
bertelur. Nelayan melakukan kegiatan penangkapan rajungan karena merupakan mata pencaharian nelayan dan untuk memenuhi permintaan pasar akan rajungan. Namun, penangkapan rajungan berukuran kecil dan rajungan bertelur merupakan suatu hal yang dapat menimbulkan masalah kelangkaan sumberdaya rajungan karena rajungan tidak dapat berkembang biak dan dikhawatirkan akan menurunkan kualitas ekosistem laut. Penangkapan rajungan berukuran kecil dan rajungan bertelur terus dilakukan karena masih dapat diterima oleh pasar. Hal ini dikhawatirkan dapat
22
merugikan semua stakeholder dalam crab fishery pada jangka panjang. Sehingga pemerintah menerapkan alternatif untuk mencegah terjadinya kelangkaan sumberdaya rajungan dengan mengeluarkan kebijakan minimum legal size dan kebijakan pelarangan penangkapan rajungan bertelur. Setiap kebijakan yang diterapkan dapat memberikan dampak positif maupun negatif, oleh sebab itu perlu dilakukannya kajian mengenai instrumen kebijakan yang sesuai agar terwujudnya keberlanjutan sumberdaya dan kesejahteraan masyarakat. Secara singkat, kerangka pemikiran penelitian dapat dilihat dalam Gambar 2.
23
Sumberdaya Perikanan
Aspek Ekonomi
Aspek Biologi
Kebijakan minimum legal size dan Pelarangan Penangkapan Rajungan Bertelur untuk Menjaga Kelestarian Rajungan
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Nelayan Rajungan
Nilai Kesejahteraan Nelayan Sebelum dan Sesudah Diberlakukannya Kebijakan
Kelayakan Usaha Nelayan Sebelum dan Sesudah Diberlakukannya Kebijakan
Analisis Stok Rajungan
Regresi Linier Berganda
Nilai Tukar Nelayan (NTN)
R-C Ratio
Model Bioekonomi
Instrumen Kebijakan yang Tepat dalam Kebijakan Pelarangan Penangkapan Rajungan Bertelur
Keberlanjutan Sumberdaya dan Kesejahteraan Masyarakat
Gambar 2. Diagram Alur Kerangka Pemikiran
24
25
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian untuk analisis dampak kebijakan minimum legal size dan pelarangan penangkapan rajungan bertelur bertempat di Kampung Bidara Kelurahan Marunda Kecamatan Cilincing Jakarta Utara. Sedangkan untuk analisis bioekonomi bertempat di wilayah perairan Teluk Jakarta. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja karena daerah Teluk Jakarta merupakan wilayah yang menghasilkan sumberdaya rajungan dan Kampung Bidara merupakan kampung yang mayoritas
mata pencaharian penduduknya adalah
sebagai nelayan rajungan. Pengambilan data dilapangan dilakukan pada bulan Januari - Maret 2016. Kegiatan penelitian meliputi observasi lapang, wawancara, pengumpulan data, pengolahan data, analisis data dan penulisan hasil penelitian.
4.2. Metode Penelitian
Metode penelitian yang dilakukan adalah metode penelitian survei. Berdasarkan tujuan penelitian yang ingin dicapai, maka metode penentuan lokasi penelitian dilakukan secara purposive, karena Kampung Bidara merupakan kampung nelayan pelopor Kelompok Usaha Bersama (KUB) nelayan. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Dalam penelitian ini dilakukan analisis pengelolaan dan perkiraan dampak kebijakan minimum legal size dan kebijakan pelarangan penangkapan rajungan bertelur terhadap nelayan rajungan dengan satu alat tangkap jaring.
4.3. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan melalui observasi langsung ke lokasi penelitian yang dituju. Data primer diperoleh melalui observasi langsung terhadap unit penangkapan rajungan serta wawancara menggunakan kuesioner terhadap nelayan rajungan sesuai dengan keperluan analisis dan tujuan penelitian.
26
Wawancara dilakukan terhadap nelayan pemilik alat tangkap rajungan, dan para stakeholder di lokasi penelitian. Data sekunder berupa produksi rajungan dan nilai produksi rajungan tahunan Kelurahan Marunda, gambaran umum perikanan di Kelurahan Marunda dan gambaran umum wilayah penelitian yang diperoleh melalui berbagai sumber data yang relevan berupa buku referensi, jurnal ilmiah, data Badan Pusat Statistik (BPS), internet serta informasi dari instansi terkait. Mengingat keterbatasan sumberdaya penelitian (tenaga, waktu dan dana), maka jumlah sampel yang diamati sebanyak 50 responden dari 98 responden nelayan rajungan. Pemilihan unit tersebut dilakukan secara purposive sampling, yaitu dengan cara memastikan diperolehnya sejumlah sampel yang mewakili populasi yang akan diteliti (Mangkusubroto dan Trisnadi, 1985). Rincian jenis dan sumber data dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Matriks Jenis Data dan Sumber Data No 1
2
3
4
5
Tujuan Penelitian Mengidentifikasi karakteristik usaha nelayan Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan nelayan Memperkirakan nilai kesejahteraan nelayan Menilai kelayakan usaha nelayan Mengestimasi dan menganalisis tingkat pemanfaatan sumberdaya rajungan
Data
Sumber
Metode
Hasil
Wawancara nelayan
Nelayan
Analisis kualitatif
Wawancara nelayan
Nelayan
Analisis regresi berganda
Deskriptif karakteristik usaha nelayan Pengaruh faktor terhadap pendapatan nelayan
Wawancara nelayan
Nelayan
Analisis Nilai Tukar Nelayan
Nilai kesejahteraan nelayan
Wawancara nelayan
Nelayan
Analisis R-C Ratio
Kelayakan usaha nelayan
Data time series produksi rajungan dan trip alat tangkap rajungan
DKPKP Provinsi DKI Jakarta Sudin Peternakan Perikanan dan Kelautan Kota Jakarta Utara
Analisis bioekonomi dengan Model Clarke Yoshimoto Pooley
Produksi aktual lestari dan optimal Effort aktual lestari dan optimal Rente ekonomi aktual lestari dan optimal
Sumber: Dokumen Pribadi, 2016
27
4.4. Metode Analisis Data
Data yang diperoleh lalu dikumpulkan, kemudian diolah secara kualitatif dan kuantitatif. Metode analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif untuk mengidentifikasi karakteristik usaha nelayan, metode regresi linier berganda untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan nelayan, metode Nilai Tukar Nelayan (NTN) untuk memperkirakan nilai kesejahteraan nelayan, metode Revenue Cost Ratio untuk menilai kelayakan mata pencaharian nelayan, dan metode Analisis Bioekonomi untuk mengestimasi stok sumberdaya rajungan.
4.5. Analisis Karakteristik Usaha Nelayan Metode analisis yang digunakan untuk mengkaji karakteristik usaha nelayan rajungan di Kampung Bidara adalah metode analisis deskriptif. Metode ini adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang (Nazir, 2005). Metode deskriptif bertujuan untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktuan dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. Metode deskriptif adalah pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat (Whitney, 1960 dalam Nazir, 2005). Beberapa hal yang dikaji dalam analisis deskriptif mengenai karakteristik nelayan yang dijelaskan menggunakan analisis deskriptif ini antara lain operasi penangkapan nelayan, pemasaran hasil tangkapan, rumah tangga nelayan, lingkungan sosial dan ekonomi nelayan (Charles, 2010). Penjelasan ini dilakukan untuk memberi gambaran secara sistematis mengenai fakta-fakta karakteristik nelayan saat ini.
28
4.6. Analisis Regresi Linier Berganda
Analisis
ini
digunakan
untuk
mengetahui
faktor-faktor
yang
mempengaruhi pendapatan nelayan. Pendapatan Nelayan (Y) merupakan fungsi dari beberapa variabel bebas, yaitu: Y
= f(
,
,D,e)
Faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan nelayan tersebut dianalisis dengan menggunakan metode regresi linier berganda pada aplikasi Statistical Product and Service Solution (SPSS). Model yang digunakan adalah model regresi linier berganda. Persamaan regresi besarnya pendapatan nelayan adalah : Yi
=
Keterangan: Yi
= Pendapatan nelayan (Rp) = Intersep ,..
= Koefisien regresi = Jumlah hasil tangkapan (Kg) = Jumlah awak kapal (Orang) = Jumlah trip melaut (Hari) = Pengalaman (Tahun) = Jumlah biaya melaut (Rp) = Jumlah alat tangkap (Unit)
D
= Pendapatan lain (ada = 1; tidak ada = 0)
i
= Responden ke-i (1,2,3,...,n)
ε
= Galat Variabel-variabel tersebut dipilih berdasarkan teori-teori dan observasi ke
tempat penelitian.
4.7. Analisis Kesejahteraan Nelayan
Analisis data mengenai penurunan kesejahteraan nelayan adalah Nilai Tukar Nelayan (NTN). NTN adalah rasio total pendapatan terhadap total
29
pengeluaran rumah tangga nelayan selama periode waktu tertentu (Basuki dkk, 2001 dalam Setriana, 2011). Asumsi yang digunakan NTN adalah semua hasil usaha perikanan tangkap dipertukarkan atau diperdagangkan dengan hasil sektor non-perikanan tangkap. Barang non perikanan tangkap yang diperoleh dari pertukaran ini dipakai untuk keperluan usaha penangkapan ikan, baik untuk proses produksi maupun untuk konsumsi keluarga nelayan. Analisis kesejahteraan ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kesejahteraan nelayan untuk memenuhi kebutuhan subsistemnya sebelum dan setelah adanya kebijakan. NTN dapat dirumuskan sebagai berikut : NTN
=
Yt
= YFt + YNFt
Et
= EFt + EKt
Keterangan : YFt
= Total penerimaan nelayan dari usaha perikanan (Rp)
YNFt = Total penerimaan nelayan dari non perikanan (Rp) EFt
= Total pengeluaran nelayan untuk usaha perikanan (Rp)
EKt
= Total pengeluaran nelayan untuk konsumsi keluarga nelayan (Rp)
t
= periode waktu (bulan, tahun, dll)
4.8. Analisis Kelayakan Usaha Nelayan
Analisis kelayakan usaha rajungan digunakan untuk mengetahui apakah usaha nelayan saat ini menguntungkan dan layak untuk dijalankan atau tidak. Digunakan metode analisis Revenue Cost Ratio untuk jangka pendek.
4.8.1 Revenue Cost Ratio (R-C Ratio)
Metode R-C Ratio menunjukan suatu nilai sebagai indikator apakah usaha nelayan rajungan masih menguntungkan untuk dijalankan dalam jangka pendek apabila kebijakan minimum legal size dan pelarangan penangkapan
30
rajungan bertelur diterapkan. Besarnya biaya, pendapatan dan R-C Ratio mengunakan rumus (Hermanto, 1993 dalam Santoso et al, 2005):
T C = TFC + TVC I = TR – TC ; TR = y.Hy Keterangan: TC
= Total Cost / biaya total (Rp)
TFC
= Total Fixed Cost / total biaya tetap (Rp)
TVC
= Total Variable Cost / total biaya variabel (Rp)
I
= Pendapatan (Rp)
TR
= Total Revenue / total penerimaan (Rp)
TC
= Total Cost / total pengeluaran (Rp)
Hy
= Harga jual rajungan (Rp)
Y
= Jumlah rajungan
R-C Ratio = Penyusutan = Kriteria R-C Ratio > 1, maka usaha nelayan dapat dikatakan menguntungkan, R-C Ratio < 1, maka usaha nelayan dapat dikatakan tidak menguntungkan dan apabila R-C Ratio = 1, maka usaha nelayan dapat dikatakan impas.
4.9. Analisis Stok Sumberdaya Rajungan
Dalam penelitian ini, data yang didapatkan dianalisis menggunakan pendekatan analisis bioekonomi model Clarke Yoshimoto Pooley. Analisis bioekonomi dilakukan untuk mengetahui tingkat pemanfaatan stok pada kondisi maximum sustainability yeild (MSY), maximum economic yeild (MEY) dan open access, sehingga dapat diketahui apakah terjadi perubahan profitability atau rente ekonomi dari aktivitas penangkapan rajungan yang menerapkan kebijakan
31
minimum legal size dan pelarangan penangkapan rajungan bertelur. Secara umum analisis bioekonomi dapat menggunakan rumus pada Tabel 3.
Tabel 3. Analisis Bioekonomi Berbagai Rezim Pengelolaan Rezim Pengelolaan
Variabel
MEY
Hasil Tangkapan
(
(H)
Rente Sumberdaya (π)
)( (
Tingkat Upaya (E)
MSY
OA (
)
(
)
) )
(p . hMEY) _ (c . EMEY)
(p . hMSY) _ (c . EMSY)
(p . hOA) _ (c . EOA)
Sumber: Tinungki, 2005
Untuk menghitung persamaan dalam Tabel 3 diperlukan data sebagai berikut: c
= Rata-rata biaya per satuan upaya (Rp/trip)
E
= Jumlah upaya dari seluruh alat tangkap rajungan (trip/tahun)
K
= Daya dukung lingkungan
P
= Rata-rata harga rajungan (Rp/kg)
q
= Koefisien penangkapan
TR
=p.c
TC
=c.E
32
33
BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1 Letak dan Geografis Lokasi Penelitian
Wilayah Jakarta Utara merupakan bagian dari Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta yang terletak pada posisi 106-20⁰-00⁰BT - 06-10⁰-00⁰LS dengan luas daratan mencapai 139.560 kilometer². Jakarta Utara membentang dari Barat ke Timur sepanjang kurang lebih 35 kilometer dan menjorok ke darat antara 4 – 10 kilometer. Wilayah tersebut mempunyai ketinggian dari permukaan laut antara 0 – 2 meter, di beberapa tempat tertentu ada yang berada di bawah permukaan air laut berupa rawa-rawa atau empang air payau (Buku Saku Sudin Jakarta Utara, 2014). Sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 94 Tahun 1991 dan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 1813 Tahun 1991 tentang sebutan Wilayah Administratif, Kepala Pemerintahan di Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Bedasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 1990 wilayah Jakarta Utara terdiri dari enam wilayah kecamatan dengan 31 kelurahan. Kelurahan Marunda merupakan salah satu kelurahan di wilayah Jakarta Utara yang berada di Kecamatan Cilincing. Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 1251 Tahun 1986 tentang Pemecahan, Penetapan Batas, Perubahan Nama Kelurahan yang Kembar, Penetapan Luas Wilayah Kelurahan-kelurahan di DKI Jakarta, Marunda resmi menjadi salah satu kelurahan di Jakarta Utara dimana sebelumnya masuk dalam Kabupaten Bekasi Utara, Jawa Barat. Kelurahan Marunda memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut : Sebelah Selatan
: wilayah Kelurahan Rorotan
Sebelah Barat
: wilayah Kelurahan Cilincing
Sebelah Utara
: Laut Jawa
Sebelah Timur
: wilayah Desa Segara Makmur, Kabupaten Bekasi
Kelurahan Marunda memiliki luas wilayah sebesar 791.69 Ha, dari luas wilayahnya hanya 50 persen yang dihuni penduduk dan sisanya merupakan lahan
34
industri/pergudangan, perdagangan, empang dan rawa-rawa dan garasi truk trailer. Kelurahan Marunda terbagi dalam 10 RW dan 102 RT. Dari 10 Rukun Warga tersebut, satu RW yaitu RW 08 merupakan daerah komplek pendidikan dimana terdapat Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) yang terdiri dari dua RT. RW lain yaitu RW 07 dan RW 10 merupakan daerah lingkungan Rumah Susun Marunda yang ditempati warga yang berasal dari Kolong Tol Penjaringan dan relokasi warga yang terkena banjir serta normalisasi Waduk Pluit. Adapun RW lainnya merupakan perkampungan yang dikenal dengan perkampungan Marunda Baru, Marunda Pulo, Marunda Besar, Marunda Kongsi, Sungai Tirem, Bambu Kuning dan Bidara yang dihuni oleh mayoritas etnis Betawi. Salah satu kampung terletak di RW 01 yaitu Kampung Bidara, merupakan salah satu perkampungan nelayan yang sebagian besar mata pencaharian penduduknya adalah sebagai nelayan rajungan (Pemerintah Kota Administrasi Jakarta Utara, 2014). Kampung Bidara merupakan kampung yang mempelopori terbentuknya Kelompok Usaha Bersama (KUB) nelayan di Kecamatan Cilincing. Sampai tahun 2016 telah terdapat sebanyak 59 KUB sehingga terbentuk organisasi Paguyuban Nelayan Kalibaru Cilincing Marunda di Kecamatan Cilincing.
5.2 Topografis, Iklim dan Geologis
Wilayah Kota Administrasi Jakarta Utara sebagian besar terdiri dari tanah daratan hasil dari pengurukan rawa-rawa yang mempunyai ketinggian ratarata 0 – 2 meter diatas permukaan laut terutama ditemukan di sepanjang pantai. Wilayah ini beriklim panas, dengan suhu rata-rata sepanjang tahun mencapai 27⁰ Celsius. Curah hujan setiap tahun rata-rata 127.3 milimeter³. Kondisi wilayah merupakan daerah pantai dan tempat bermuaranya tiga belas sungai. Letaknya didaerah Katulistiwa sehingga wilayah Jakarta Utara dipengaruhi angin Muson Timur yang terjadi pada bulan Mei sampai dengan bulan Oktober dan Muson Barat pada bulan November sampai bulan April. Lapisan tanah yang membentuk daratan Jakarta adalah batuan endapan (sediment stone) yang berasal dari Zaman Ploitocene yang berada 50 meter dibawah permukaan tanah. Batuan yang membentuk daratan merupakan hasil pengendapan maka sifatnya tidaklah padat
35
(compact) melainkan porous (permeable) sehingga air tanahnya terpengaruh oleh air laut.
5.3 Demografi
Jumlah penduduk Kelurahan Marunda bedasarkan data statistik hingga Februari tahun 2016 tercatat sebanyak 27 574 jiwa dengan jumlah Kepala Keluarga sebanyak 7 037 Kepala Keluarga. Klasifikasi penduduk Kelurahan Marunda secara rinci dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Struktur Penduduk Kelurahan Marunda Menurut Umur Tahun 2016 No
Kelompok Umur Laki-Laki (Tahun) 1 0-4 739 2 5-9 710 3 10-14 725 4 15-19 753 5 20-24 881 6 25-29 1 151 7 30-34 1 293 8 35-39 2 430 9 40-44 2 444 10 45-49 2 302 11 50-54 398 12 55-59 142 13 60-64 99 14 65-69 71 15 70-74 43 16 75 ke atas 23 Jumlah 14 204 Sumber: Profil Kelurahan Marunda, 2016
Perempuan 695 668 682 708 829 1 083 1 216 2 286 2 299 2 165 374 134 94 67 40 27 13 367
Jumlah 1 434 1 379 1 406 1 461 1 710 2 233 2 509 4 715 4 743 4 467 772 276 193 138 83 55 27 571
Jumlah penduduk laki-laki di kelurahan Marunda sebanyak 14 204 jiwa dan jumlah penduduk perempuan sebanyak 13 367 jiwa. Jumlah penduduk terbesar berada pada rentang usia 40 – 44 tahun dengan jumlah sebanyak 4 743 jiwa. Hal ini berarti kelurahan Marunda memiliki bonus demografi, dimana penduduk dengan umur produktif sangat besar sementara usia muda dan lanjut jumlahnya hanya sedikit. Jumlah penduduk pada rentang usia 75 tahun keatas jumlahnya paling kecil hanya sebanyak 55 jiwa. Penduduk di kelurahan Marunda berpendidikan tamat SD sampai dengan tamat akademi, namun banyak penduduk yang tidak tamat SD bahkan tidak
36
berpendidikan. Jumlah penduduk yang tidak tamat SD menjadi mayoritas di kelurahan Marunda dengan jumlah sebanyak 4 668 jiwa, diikuti dengan penduduk yang tidak pernah sekolah sebanyak 4 365 jiwa. Jumlah penduduk kelurahan Marunda berdasarkan tingkat pendidikannya dapat dilihat secara rinci pada Tabel 5.
Tabel 5. Tingkat Pendidikan Masyarakat Kelurahan Marunda Tahun 2016 No 1 2 3 4 5 6
Pendidikan Tertinggi Laki-Laki Tidak Sekolah 2 249 Tidak Tamat SD 2 405 Tamat SD 2 094 Tamat SLTP 2 113 Tamat SLTA 1 959 Tamat Akademi/PT 156 Jumlah 10 976 Sumber: Profil Kelurahan Marunda, 2016
Perempuan 2 116 2 263 1 970 1 988 1 843 147 10 327
Jumlah 4 365 4 668 4 064 4 101 3 802 303 21 303
Tingkat pendidikan penduduk di kelurahan Marunda yang beragam akan berpengaruh terhadap mata pencaharian penduduk. Penduduk di kelurahan Marunda mayoritas bermata pencaharian sebagai nelayan dengan jumlah sebanyak 7 613 jiwa. Selebihnya, perekonomian penduduk di kelurahan Marunda bersumber dari karyawan swasta/pemerintah/ABRI sebanyak 5 225 jiwa, fakir miskin sebanyak 2 653 jiwa dan tani sebanyak 2 319 jiwa. Rata-rata kondisi ekonomi masyarakat kelurahan Marunda tergolong menengah kebawah, sehingga diperlukan adanya peningkatan ekonomi melalui peningkatan keterampilan kerja yang diperoleh melalui kursus dan pelatihan seperti kursus komputer dan bahasa inggris yang diadakan di tiap kantor RW. Secara lebih detail mata pencaharian masyarakat kelurahan Marunda dapat dilihat pada Tabel 6.
37
Tabel 6. Mata Pencaharian Masyarakat Kelurahan Marunda Tahun 2016 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Pekerjaan Tani Kary.Swasta/Pemt/ABRI Pedagang Nelayan Buruh Tani Pensiunan Pertukangan Pengangguran Fakir Miskin Lain-lain Jumlah Sumber: Profil Kelurahan Marunda, 2016
Laki-Laki 1 195 2 692 884 3 923 590 331 314 281 1 367 2 631 14 208
Perempuan 1 124 2 533 831 3 690 555 311 295 265 1 286 2 475 13 365
Jumlah 2 319 5 225 1 715 7 613 1 144 642 609 546 2 653 5 107 27.573
Kondisi ekonomi penduduk di kelurahan Marunda juga dapat tergambarkan dari jenis bangunan rumah yang dimiliki oleh penduduk. Rumah penduduk di kelurahan Marunda sebagian besar merupakan jenis bangunan yang sudah permanen dengan jumlah sebanyak 3 041 rumah, namun masih terdapat banyak rumah yang jenis bangunannya semi permanen dengan jumlah sebanyak 1 225 rumah dan bahkan rumah darurat sebanyak 801 rumah. Secara lebih rinci, banyaknya rumah menurut jenis bangunan di kelurahan Marunda dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Rumah Penduduk Kelurahan Marunda menurut Jenis Bangunan Tahun 2016 No 1 2 3 4
Jenis Bangunan Permanen Semi Permanen Darurat Lain-lain Jumlah Sumber: Profil Kelurahan Marunda, 2016
Jumlah 3 041 1 225 801 0 5 067
5.4 Potensi Sumberdaya Perikanan
Wilayah Jakarta Utara memiliki potensi kekayaan alam yang ada di darat, pesisir maupun laut. Kekayaan alam yang dimiliki tergambar dari data yang dikeluarkan oleh Sudin Peternakan, Perikanan dan Kelautan Jakarta Utara. Potensi sumberdaya perikanan dan kelutan ini dimanfaatkan oleh sebagian besar nelayan
38
tangkap dan pembudidaya di Jakarta Utaradan selanjutnya digunakan oleh pengolah skala UMKM untuk menghasilkan produk hasil perikanan. Jumlah produksi ikan di Jakarta Utara berfluktuasi dari tahun 2009 hingga tahun 2013. Terjadi penurunan produksi terbesar sebesar 1 081 666 kg pada tahun 2010 dan peningkatan produksi terbesar sebesar 12 586 854 kg pada tahun 2013. Peningkatan produksi ikan pada tahun 2013 terjadi karena diaktifkannya Sentra Pendaratan Ikan (SPI) di Kali Adem dan di Marunda. Secara detail, jumlah produksi ikan di Jakarta Utara dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Jumlah Produksi Ikan/Tahun di TPI, PPI, dan Pasar Grosir di Jakarta Utara Tahun 2009 sampai 2013 Tahun
TPI/PPI Muara baru (kg)
2009 2010 2011 2012 2013
7 687 650 7 053 951 15 820 449 15 611 054 20 980 540
TPI Muara Angke (kg) 10 770 514 10 432 428 20 574 697 20 264 273 26 978 684
SPI Kali Adem (kg) 0 0 0 0 218 051
SPI Marunda (kg) 0 0 0 0 121 417
TPI Kamal Muara (kg) 430 110 214 760 271 122 298 260 346 785
TPI Kalibaru (kg) 503 810 578 653 348 351 352 161 467 590
TPI Cilincing (kg) 213 537 209 087 121 678 97 829 97 364
Sumber : Buku Saku Sudin Peternakan, Perikanan dan Kelautan Jakarta Utara, 2013
Total (kg) 19 765 845 18 684 179 37 136 297 36 623 577 49 210 431
39
BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Karakteristik Nelayan
Responden yang diteliti merupakan masyarakat nelayan rajungan yang berada di Kampung Bidara RW 01 Kelurahan Marunda, Kecamatan Cilincing Jakarta Utara. Karakteristik nelayan rajungan di Kampung Bidara yang diteliti meliputi umur, pengalaman, tingkat pendidikan dan kepemilikan pekerjaan sampingan. Hasil analisis karakteristik nelayan dapat dilihat secara lebih detail pada Lampiran 2.
6.1.1
Umur Nelayan
Umur merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kemampuan bekerja seseorang. Bedasarkan hal tersebut maka umur dapat dikategorikan dalam beberapa kelompok umur, ada umur produktif dan umur non-produktif. Dari tingkatan umur nelayan rajungan di Kampung Bidara, responden yang memiliki umur paling muda berumur 21 tahun dan responden yang memiliki umur paling tua berumur 70 tahun. Responden nelayan rajungan paling banyak berumur 45 tahun. Sebaran responden nelayan rajungan berdasarkan tingkatan umur dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Jumlah Nelayan Responden Bedasarkan Sebaran Usia di Kampung Bidara No.
Umur (tahun) ≤20 1. 21-30 2. 31-40 3. 41-50 4. 51-60 5. ≥61 6. Jumlah Sumber : Data Primer, 2016 (diolah)
Frekuensi
Presentase (%) 0 13 13 14 7 3 50
0 26 26 28 14 6 100
40
Tabel 9 menunjukan responden nelayan rajungan terbesar berada pada umur 41-50 tahun dengan presentase sebesar 28 persen. Sedangkan jumlah responden terendah berada pada umur ≥61 tahun dengan presentase sebesar 6 persen. Hal ini membuktikan bahwa responden lebih banyak berada pada usia produktif dimana seseorang memungkinkan untuk bekerja dan memiliki semangat yang tinggi. Pada usia lanjut nelayan yang bekerja semakin sedikit karena pada umur tersebut seseorang kurang mampu untuk menyelesaikan pekerjaannya. Menurut pengamatan lapang, nelayan pada usia lanjut sebagian besar telah mewariskan usaha kepada anaknya sehingga nelayan rajungan pada umur ini cukup sedikit.
6.1.2
Pengalaman Nelayan
Pengalaman nelayan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pendapatan seorang nelayan. Pengalaman nelayan merupakan faktor penting karena semakin lama pengalaman yang dimiliki oleh nelayan maka semakin besar keahlian yang dimilikinya. Dalam operasi penangkapan rajungan, keahlian melaut dan membaca cuaca merupakan hal yang sangat penting karena akan menentukan besar atau kecilnya jumlah rajungan yang akan didapat. Hal ini dikarenakan nelayan rajungan di Kampung Bidara tergolong nelayan tradisional dan belum mempunyai peralatan canggih untuk pengoperasian penangkapan rajungan. Sebaran nelayan responden bedasarkan pengalaman menjadi nelayan dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Jumlah Nelayan Responden Bedasarkan Tingkatan Pengalaman Menjadi Nelayan di Kampung Bidara No.
Pengalaman (tahun) ≤10 11-20 21-30 31-40 41-50 Jumlah Sumber : Data Primer, 2016 (diolah) 1. 2. 3. 4. 5.
Frekuensi 7 21 14 3 5 50
Presentase (%) 14 42 28 6 10 100
41
Bedasarkan Tabel 10, dapat dilihat nelayan rajungan di Kampung Bidara paling banyak memiliki pengalaman pada kisaran 11-20 tahun dengan presentase sebesar 42 persen. Jumlah responden paling sedikit memiliki pengalaman pada kisaran 31-40 tahun dengan presentase sebesar 6 persen. pengalaman paling sedikit yang dimiliki oleh responden yaitu selama 5 tahun, dan pengalaman paling lama yang dimiliki oleh responden yaitu selama 50 tahun. Data tersebut membuktikan bahwa nelayan Kampung Bidara memiliki pengalaman yang cukup dalam pengoperasian penangkapan rajungan. Hal ini seharusnya dapat menunjang pendapatan nelayan rajungan.
6.1.3
Tingkat Pendidikan Nelayan
Jenjang pendidikan merupakan salah satu hal yang dapat menunjang pengetahuan dan wawasan seseorang. Semakin tinggi tingkat pendidikan yang telah dilalui semakin tinggi juga pengetahuan dan pola pikir yang dimiliki. Pengelompokan tingkat pendidikan yang peneliti lakukan bedasarkan tiingkat pendidikan yang ada di Indonesia. Tingkat pendidikan hanya sampai pada tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA), hal ini bedasarkan program pemerintah yang mengharuskan seseorang belajar selama 12 tahun. Sebaran nelayan responden rajungan bedasarkan tingkatan pendidikan dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Jumlah Nelayan Responden Bedasarkan Tingkatan Pendidikan di Kampung Bidara No.
Tingkat Pendidikan Tidak Pernah Sekolah Tidak Tamat SD Tamat SD Tamat SMP Tamat SMA Jumlah Sumber : Data Primer, 2016 (diolah) 1. 2. 3. 4. 5.
Frekuensi
Presentase (%) 0 26 20 4 0 50
0 52 40 8 0 100
Bedasarkan tabel, sebagian besar nelayan responden tidak tamat SD dengan banyaknya responden sebanyak 26 orang dengan presentase sebesar 52 persen. Sedangkan nelayan responden yang tamat SD sebanyak 20 orang dengan presentase sebesar 40 persen. Jumlah nelayan responden paling sedikit pada
42
tingkat Tamat SMP, dengan jumlah sebanyak 4 orang dengan presentase sebesar 8 persen. Hal ini dikarenakan keadaan rumah tangga yang tergolong miskin mendorong nelayan untuk menjadi nelayan agar dapat membantu perekonomian. Bedasarkan pengamatan lapang, sebagian besar nelayan sudah bekerja menjadi nelayan dari umur 10-15 tahun. Nelayan sebagian besar mewariskan usaha dan keahliannya sebagai nelayan kepada anaknya sejak anaknya masih tergolong muda.
6.1.4
Kepemilikan Pekerjaan Sampingan
Pekerjaan sampingan diluar menjadi nelayan merupakan pekerjaan yang dilakukan diluar pekerjaan menjadi nelayan. Nelayan mencari pekerjaan sampingan demi tetap memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal ini dilakukan karena ketika musim paceklik dan dimana saat intensitas hujan tinggi nelayan tidak pergi melaut. Pekerjaan sampingan yang dimiliki oleh nelayan rajungan responden di Kampung Bidara adalah sebagai kuli bangunan, ojek, tukang, penjaga empang dan bekerja serabutan. Dengan memiliki pekerjaan sampingan nelayan berharap tetap dapat memenuhi kebutuhan hidupnya walaupun tidak sedang melaut. Sebaran jumlah responden bedasarkan kepemilikan pekerjaan sampingan dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Jumlah Nelayan Responden Bedasarkan Kepemilikan Pekerjaan Sampingan di Kampung Bidara Kepemilikan Pekerjaan Sampingan Punya 1. Tidak Punya 2. Jumlah Sumber : Data Primer, 2016 (diolah) No.
Frekuensi
Presentase (%) 19 31 50
38 62 100
Tabel 12 menunjukan bahwa sebagian besar nelayan rajungan di Kampung Bidara tidak memiliki pekerjaan sampingan. Dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari nelayan hanya bergantung kepada hasil melaut dan dari pendapatan anggota keluarga lainnya. Hal ini disebabkan karena sebagian besar nelayan di Kampung Bidara tidak memiliki pendidikan yang tinggi sehingga
43
tidak memiliki keahlian lain untuk mencari pekerjaan selain menjadi nelayan. Kualitas sumberdaya nelayan rajungan yang rendah membuat nelayan sulit untuk mencari pekerjaan sampingan. Keadaan tersebut membuat kehidupan ekonomi nelayan terus berada pada kemiskinan karena sulitnya untuk mencari pendapatan tambahan.
6.2 Karakteristik Usaha Nelayan
Karakteristik usaha nelayan rajungan di kampung Bidara yang diteliti meliputi unit penangkapan, operasi penangkapan dan pemasaran hasil tangkapan. Data keseluruhan responden dapat dilihat pada lampiran.
6.2.1
Unit Penangkapan
Dalam pengoperasian penangkapan sumberdaya perikanan membutuhkan unit-unit yang menunjang penangkapan. Unit penangkapan meliputi alat tangkap, perahu, nelayan, mesin dan bahan bakar.
6.2.1.1 Alat Tangkap
Alat tangkap merupakan salah satu unit yang digunakan untuk pengoperasian penangkapan. Alat tangkap yang paling banyak digunakan di Kampung Bidara adalah jaring rajungan (jaring insang tetap). Jaring rajungan digunakan untuk menangkap rajungan yang berada di dasar laut. Jaring rajungan memiliki bagian-bagian, yaitu tali ris atas (head rope), tali pelampung (float line), badan jaring (webbing), tali ris bawah (ground rope), pemberat (sinker), dan perlengkapan tambahan lain. Jaring rajungan yang dimiliki nelayan di Kampung Bidara biasanya memiliki 6 - 10 pis (piece) atau kantong. Jaring tersebut dioperasikan oleh satu orang nelayan untuk menghemat biaya operasional. Gambar bentuk jaring rajungan dengan lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 3.
44
Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2016
Gambar 3. Jaring Rajungan
6.1.2.2 Perahu
Perahu atau kapal merupakan salah satu unit penangkapan dalam operasi penangkapan sumberdaya perikanan. Perahu digunakan sebagai alat transportasi untuk mengantarkan nelayan ke lokasi penangkapan dan membawa hasil tangkapan nelayan. Jenis perahu yang digunakan oleh nelayan rajungan di Kampung Bidara keseluruhannya merupakan perahu kayu dengan jenis kayu yang digunakan adalah kayu jati. Perahu nelayan rajungan responden merupakan perahu dengan ukuran 2 GT (Gross Tonnage). Gambar perahu nelayan rajungan lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 4.
Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2016
Gambar 4. Perahu Nelayan
45
6.1.2.3 Nelayan
Nelayan merupakan unit terpenting dalam pengoperasian penangkapan. Nelayan memiliki peran penting dari keahlian maupun kemampuan menangkap sumberdaya dan pengalaman dalam membaca cuaca dan keadaan lingkungan untuk melaut. Peran tersebtlah yang menentukan berhasil atau tidaknya operasi penangkaapan sumberdaya perikanan yang dilakukan. Bedasarkan status kepemilikannya, nelayan rajungan di Kampung Bidara dibagi menjadi dua, yaitu : 1.
Nelayan pemilik, yaitu nelayan yang mempunyai sarana untuk melaut berupa perahu atau kapal dan bertanggung jawab untuk membiayai operasi penangkapan. Nelayan ini berperan dalam proses melaut hingga sampai ke daratan. Nelayan pemilik ada yang melaut hanya seorang diri dan ada yang mengikut sertakan nelayan buruh untuk melaut. Nelayan buruh yang diikut sertakan dalam melaut biasanya paling banyak sejumlah dua orang.
2.
Nelayan buruh, yaitu nelayan yang tidak mempunyai sarana berupa kapal atau perahu untuk melaut. Dalam pengoperasian penangkapan, nelayan buruh biasanya ikut dengan nelayan pemilik perahu dengan hanya membawa bekal dan alat tangkapnya sendiri. Nelayan ini tidak mengeluarkan biaya bahan bakar dan perbaikan kapal maupun mesin. Nelayan ini hanya membayar sejumlah uang sesuai perjanjian per kilogram rajungan yang didapatkan. Biaya operasional penangkapan nelayan buruh di Kampung Bidara biasanya berkisar sekitar Rp 2 000 sampai Rp 3 000.
6.1.2.4 Mesin
Seiring dengan perkembangan teknologi di bidang perikanan tangkap, nelayan di Kampung Bidara sudah menggunakan mesin untuk menggerakan perahunya. Mesin yang digunakan memiliki ukuran yang berbeda-beda. Mesin bedasarkan berat kotor perahu berkisar antara 1-2 GT (Gross Tonnage) yang digunakan dan berdasarkan kekuatan mesin antara 7- 16 PK.
46
6.1.2.5 Bahan Bakar
Bahan bakar yang digunakan oleh nelayan rajungan di Kampung Bidara adalah bahan bakar solar. Besarnya bahan bakar yang digunakan bergantung pada jarak tempuh nelayan dalam melaut. Nelayan rajungan di Kampung Bidara merupakan nelayan one day fishing, mereka biasa berangkat melaut pada pukul 3 atau 4 sore dan pulang keesokan harinya pada pukul 7 atau 8 pagi. Nelayan rajungan biasa melaut tidak terlalu jauh bedasarkan kekuatan perahu dan mesin yang dimiliki. Fishing ground nelayan rajungan berada di daerah Priuk, Ancol, Marunda dan Pulo Damar, menghabiskan bahan bakar sekitar 5 hingga 8 liter dengan harga solar per liternya yaitu Rp 7 000. Nelayan membeli solar di pedagang eceran bukan di Pom Bensin yang terletak tidak jauh dari Kampung Bidara, dengan selisih harga Rp 500 per liter lebih mahal di pedagang eceran. Nelayan membeli di pedagang eceran dengan alasan karena bisa berhutang terlebih dahulu dan membayarkan hutangnya ketika sudah mendapatkan hasil tangkapan.
6.2.2
Operasi Penangkapan
Operasi penangkapan nelayan rajungan sangat tergantung pada musim dan kondisi alam. Nelayan responden di Kampung Bidara seluruhnya menggunakan jaring rajungan untuk kegiatan penangkapan. Musim panen rajungan mempengaruhi nelayan untuk pergi melaut, musim panen rajungan di teluk Jakarta terjadi pada bulan Juni sampai bulan Oktober (Muson Timur) pada bulan-bulan inilah nelayan rajungan meningkatkan intensitas untuk melaut. Sedangkan pada musim paceklik rajungan nelayan mengurangi intensitasnya untuk pergi melaut dikarenakan nelayan akan mengalami kerugian karena hasil tangkapan nelayan tidak dapat memenuhi modal operasional yang telah dikeluarkan. Musim paceklik rajungan terjadi pada bulan Desember sampai Febuari (Muson Barat). Jika nelayan rajungan tidak pergi melaut, sebagian besar waktu nelayan digunakan untuk memperbaiki jaring rajungan yang rusak dan merawat kapal.
47
Sebagian besar nelayan juga ada yang pergi untuk mencari penghasilan lain seperti menjadi kuli bangunan, menjaga tambak atau tukang kayu. Ada pula sebagian kecil yang memenuhi kebutuhan hidupnya dari menangkap kerangkerangan di sekitar laut. Kegiatan penangkapan nelayan rajungan dilakukan nelayan dengan menggunakan jaring rajungan yang keseluruhan nelayan adalah nelayan one day fishing. Nelayan berangkat melaut pada sore hari pukul 16.00 WIB dan pulang sekitar pukul 07.00 WIB, dengan daerah penangkapan di sekitar Ancol, Marunda, Priuk dan Pulo Damar. Nelayan mencari rajungan di sekitar daerah tersebut bedasarkan informasi dari nelayan yang sudah lama mencari rajungan dan dari nelayan lain yang mendapatkan hasil rajungan cukup banyak. Waktu yang dibutuhkan nelayan untuk sampai ke daerah penangkapan sekitar 1 sampai 2 jam. Nelayan biasa berangkat melaut hanya seorang diri dan ada beberapa nelayan yang mengangkut nelayan lainnya untuk ikut mencari rajungan dengan menetapkan harga per kilogram hasil tangkapan nelayan lain.
6.2.3
Pemasaran Hasil Tangkapan
Nelayan rajungan yang telah melaut biasanya langsung menimbang hasil tangkapannya ke rumah nelayan pengepul kecil untuk dijual. Nelayan pengepul kecil di Kampung Bidara biasanya merupakan ketua dari masing-masing kelompok usaha bersama nelayan setempat. Rajungan yang ditimbang di pengepul kecil disisakan satu kilogram bagi masing-masing nelayan dan digunakan sebagai tabungan nelayan untuk penghasilan pada saat musim paceklik datang. Rajungan yang ditimbang biasanya borongan atau tidak berdasarkan ukuran rajungan itu sendiri, hal ini terjadi karena menurut nelayan ukuran rajungan hasil tangkapan mereka tidak jauh berbeda. Harga per kilogram rajungan di pengepul kecil berkisar Rp 20 000. Rajungan yang telah dijual nelayan kepada pengepul kecil selanjutnya dijual kembali ke pengepul yang lebih besar dengan harga Rp 20 000 per kilogram. Pengepul ini terletak di RT 03 RW 01 yaitu dikenal dengan nama Pak Subandi. Pengepul kecil atau ketua masing-masing KUB nelayan menjual hasil tangkapan rajungan per kelompok kepada Pak Subandi yang memiliki akses
48
informasi untuk menjual rajungan ke pabrik pengolahan rajungan. Rajungan yang dijual oleh pengepul besar selain dijual ke pabrik juga dijual ke penjual eceran apabila harga di pabrik tidak sesuai dengan harga yang biasa pengepul dapatkan. Rajungan yang dijual ke pabrik adalah rajungan yang memiliki kualitas tinggi, rajungan dihargai sekitar Rp 22 000 sampai Rp 25 000 per kilogram, sesuai keadaan pasar. Pengepul menjual rajungan ke penjual eceran apabila harga di pabrik sedang turun sehingga akan lebih menguntungkan untuk menjualnya ke penjual eceran. harga rajungan di penjual eceran sekitar Rp 25 000 per kilogram. Rajungan yang telah dijual ke pabrik langsung diolah dan dikemas untuk pasar ekspor. Sedangkan rajungan yang dijual ke penjual eceran dijual kepada konsumen. Urutan pemasaran hasil rajungan di Kampung Bidara ditampilkan pada Gambar 5.
Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2016
Gambar 5. Urutan Pemasaran Rajungan di Kampung Bidara
49
6.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Nelayan
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi besarnya pendapatan nelayan dalam usaha perikanan tangkap. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah jumlah hasil tangkapan (kilogram), jumlah awak kapal (orang), jumlah trip melaut (hari), pengalaman (tahun), jumlah biaya melaut (Rp), jumlah alat tangkap (unit) dan pendapatan lain. Hasil analisis faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan nelayan secara rinci dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Hasil Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Nelayan Rajungan di Kampung Bidara Variabel Konstanta X1 X2 X3 X4 X5 X7 R-square Adj R-square Sumber: Hasil Olahan Data, 2016
Koefisien -10097670 5530 409647 111611 118871 0.6698 122348 85.8% 83.8%
P-Value 0.000 0.055 0.591 0.000 0.000 0.300 0.866
VIF 5.303 1.243 5.640 1.136 1.202 1.180
Nilai R Square (R-Sq) dari hasil analisis regresi linear berganda pada Tabel 13 sebesar 85.8 persen dan nilai R Square Ajusted (R-Sq(adj)) sebesar 83.8 persen. Nilai R-Sq tersebut menunjukan bahwa nilai koefisien determinasi peubah-peubah variabel bebas yang terdapat di dalam model dapat menjelaskan keragaman peubah tidak bebas (Y) sebesar 85.8 persen dan sisanya sebesar 14.2 persen dijelaskan oleh peubah-peubah bebas lain yang tidak terdapat di dalam model. Untuk menguji pelanggaran di dalam model ini dilakukan beberapa uji, yaitu uji normalitas, uji heteroskedastisitas, uji multikolineritas dan uji autokorelasi. Secara lebih jelas, hasil uji asumsi klasik model regresi berganda dapat dilihat pada Lampiran 3. Uji normalitas digunakan untuk menguji data variabel bebas dan variabel terikat pada persamaan regresi yang dihasilkan berdistribusi normal atau tidak. Hasil uji dapat dilihat pada grafik histogram dan normal probability plot. Data riil pada grafik histogram membentuk kurva yang
50
simetri terhadap mean dan titik-titik pada normal probability plot membentuk sebuah pola linear yang mengikuti garis diagonal, sehingga dapat dikatakan bahwa model tersebut berdistribusi normal. Kedua, uji heteroskedastisitas ditentukan dengan grafik scatter plot antara Z prediction (ZPRED) yang merupakan variabel bebas dan nilai residualnya (SRESID) yang merupakan variabel terikat. Dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat gejala heteroskedastisitas karena titik-titik pada scatter plot hasil olahan data antara ZPRED dan SRESID menyebar bebas tanpa membentuk sebuah pola tertentu. Uji selanjutnya adalah uji multikolinieritas untuk mengukur tingkat keeratan hubungan antar variabel bebas, dilihat dari nilai VIF (Variance Inflation Factor), jika nilai VIF < 10 (critical point yang telah ditetapkan dalam beberapa sumber) maka tidak terdapat multikolinieritas pada model tersebut. Pada Lampiran 3, dapat dilihat bahwa nilai output besar VIF hitung < 10 sehingga dapat disimpulkan antar variabel bebas tidak terjadi multikolinieritas. Uji yang terakhir adalah uji autokorelasi, untuk mendeteksi adanya autokorelasi dilakukan dengan melihat nilai uji Durbin-Watson (DW). Dari hasil olah data, ditemukan nilai uji Durbin-Watson sebesar 1.82287, dapat disimpulkan bahwa terdapat gejala autokorelasi positif karena nilainya lebih kecil dari positif dua (DW < +2). Nilai P-value pada Lampiran 3 memiliki nilai sebesar 0.000 yang lebih kecil dari taraf nyata yaitu sebesar 15 persen (α = 0.15). Hal ini menunjukan bahwa secara keseluruhan peubah-peubah bebas dalam model secara signifikan berpengaruh terhadap pendapatan nelayan rajungan. Untuk menguji variabel bebas yang berpengaruh nyata terhadap pendapatan nelayan rajungan digunakan dengan uji-t. Bedasarkan analisis, dapat diketahui bahwa yang berpengaruh nyata terhadap pendapatan nelayan adalah jumlah hasil tangkapan nelayan (x 1), jumlah trip melaut (x3) dan pengalaman melaut (x4).
6.3.1
Hubungan Jumlah Hasil Tangkapan (X1) terhadap Pendapatan
Nelayan
Hasil tangkapan nelayan berpengaruh terhadap pendapatan nelayan. Variabel jumlah hasil tangkapan nelayan mempunyai nilai P sebesar 0.000 yang
51
artinya variabel ini berpengaruh nyata terhadap model pada taraf nyata α = 0.15 (15%). Bedasarkan model regresi menunjukan bahwa jumlah hasil tangkapan memiliki koefisien positif dengan nilai 5530. Hal ini menunjukan bahwa jika jumlah hasil tangkapan nelayan meningkat 1 kilogram maka diduga akan meningkatkan pendapatan nelayan sebesar Rp 5 530 per tahun dengan asumsi cateris paribus.
6.3.2
Hubungan Jumlah Awak Kapal (X2) terhadap Pendapatan Nelayan Secara teori ekonomi faktor tenaga kerja memiliki peran dan pengaruh
dalam peningkatan pendapatan usaha. Bedasarkan model regresi menunjukan bahwa jumlah awak kapal memiliki nilai positif sebesar 409647. Hal ini menunjukan bahwa peningkatan jumlah awak kapal sebesar satu orang maka diduga akan berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan nelayan sebesar Rp 409 647 per tahunnya dengan asumsi cateris paribus.
6.3.3
Hubungan Jumlah Trip Melaut (X3) terhadap Pendapatan Nelayan Jumlah trip melaut adalah salah satu faktor yang berpengaruh terhadap
pendapatan nelayan. Variabel jumlah trip melaut mempunyai nilai P sebesar 0.000 yang artinya variabel ini berpengaruh nyata terhadap model pada taraf nyata α = 0.15 (15%). Bedasarkan model regresi menunjukan bahwa jumlah trip memiliki nilai positif sebesar 111611. Hal ini menunjukan bahwa peningkatan satu hari jumlah trip melaut diduga akan berpengaruh terhadap kenaikan pendapatan nelayan sebesar
6.3.4
Rp 111 611 per tahun dengan asumsi cateris paribus.
Hubungan Pengalaman (X4) terhadap Pendapatan Nelayan Pengalaman nelayan menjadi faktor penting terhadap pendapatan
nelayan. Secara teori semakin lama pengalaman yang dimiliki oleh nelayan maka akan berpengaruh terhadap pendapatan nelayan. Bedasarkan model regresi, pengalaman memiliki nilai P sebesar 0.000 yang artinya variabel ini berpengaruh
52
nyata terhadap model pada taraf nyata α = 0.15 (15%). Pengalaman memiliki nilai koefisien yang positif sebesar 118871. Hal ini menunjukan bahwa semakin lama pengalaman yang dimiliki oleh nelayan maka diduga akan berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan nelayan sebesar Rp 118 871 per tahun dengan asumsi cateris paribus. Hal ini disebabkan karena nelayan di Kampung Bidara yang sudah memiliki cukup pengalaman dapat memiliki keahlian dalam operasi penangkapan rajungan. Operasi penangkapan rajungan dipengaruhi oleh perubahan musim dan kondisi alam. Pengalaman yang cukup bagi nelayan akan dapat membantu dalam memprediksi perubahan musim, kondisi alam dan keputusan dalam menuntukan daerah tangkapan.
6.3.5
Hubungan Biaya Melaut (X5) terhadap Pendapatan Nelayan Dalam teori ekonomi, semakin besar biaya melaut akan berpengaruh
dalam menurunkan pendapatan nelayan. Biaya melaut nelayan meliputi biaya konsumsi selama melaut dan biaya bahan bakar. Bedasarkan model regresi, biaya melaut memiliki nilai koefisien sebesar 0.6698. Hal ini menunjukan bahwa jika biaya melaut meningkat sebesar Rp 1.000 diduga akan berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan nelayan sebesar Rp 0.6698 per tahun dengan asumsi cateris paribus. Hal ini disebabkan karena konsumsi nelayan selama melaut di Kampung Bidara tergantung dari tingkat kekayaan yang dimiliki nelayan, walaupun sebenarnya hal ini tidak berpengaruh secara pasti terhadap pendapatan nelayan.
6.3.6
Hubungan Jumlah Alat Tangkap (X6) terhadap Pendapatan Nelayan Nelayan rajungan di Kampung Bidara seluruhnya menggunakan satu
jaring yaitu jaring rajungan sehingga jumlah alat tangkap yang dimiliki tiap nelayan adalah sama (konstan) sehingga variabel ke enam dalam analisis dihilangkan karena nilainya konstan.
53
6.3.7
Hubungan Pendapatan Lain (X7) terhadap Pendapatan Nelayan Pendapatan lain yang dimiliki oleh nelayan akan berpengaruh terhadap
tingkat pendapatan nelayan. Nelayan memiliki penghasilan lain untuk dapat memenuhi kebutuhannya apabila tidak sedang pergi untuk melaut atau pada saat musim paceklik rajungan. Bedasarkan model regresi pendapatan lain memiliki nilai yang sebesar 122348, yang menunjukan bahwa apabila nelayan memiliki pendapatan lain diluar menjadi nelayan maka diduga berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan nelayan sebesar Rp 122 348 per tahunnya dengan asumsi cateris paribus.
6.4 Analisis Kesejahteraan Nelayan
Analisis kesejahteraan nelayan rajungan digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan nelayan untuk memenuhi kebutuhan subsistennya seharihari. Analisis kesejahteraan nelayan diukur dengan model NTN (Nilai Tukar Nelayan). Asumsi dalam konsep NTN adalah semua hasil usaha perikanan dipertukarkan dengan hasil non-perikanan. Nilai kesejahteraan rajungan yang di analisis adalah nilai kesejahteraan sebelum dan sesudah diberlakukannya kebijakan Minimum Legal Size dan pelarangan penangkapan rajungan bertelur di Kampung Bidara. Bedasarkan
hasil
analisis,
NTN
nelayan
rajungan
sebelum
diberlakukannya kebijakan adalah sebesar 1.141, sedangkan NTN nelayan rajungan setelah diberlakukannya kebijakan adalah sebesar 0.701. Nilai NTN nelayan menunjukan nilai yang lebih besar dari satu maka berarti penerimaan nelayan saat ini sudah dapat memenuhi kebutuhan hidup subsistennya. Namun NTN nelayan setelah diberlakukannya kebijakan menunjukan nilai yang berada di bawah satu, ini artinya penerimaan keluarga nelayan belum mampu memenuhi kebutuhan subsisten sehari-hari keluarga nelayan. Dapat dilihat juga nilai NTN nelayan rajungan menurun dengan selisih sebesar 0.440 setelah diberlakukannya kebijakan hal tersebut menunjukan bahwa pemberlakuan kebijakan telah menurunkan kesejahteraan nelayan di Kampung Bidara. Secara lebih jelas nilai
54
kesejahteraan nelayan di Kampung Bidara sebelum dan setelah kebijakan dapat dilihat pada Lampiran 4 dan Lampiran 5.
6.5 Analisis Kelayakan Usaha Nelayan
Perhitungan analisis kelayakan usaha nelayan rajungan dilakukan untuk mengetahui tingkat kelayakan dari kegiatan usaha penangkapan rajungan yang dilakukan oleh nelayan di Kampung Bidara. Analisis kelayakan usaha yang dilakukan didalam penelitian ini yaitu dengan metode R-C Ratio (Revenue Cost Ratio). Metode R-C Ratio dilakukan untuk mengetahui seberapa besar tingkat keuntungan usaha penangkapan rajungan yang diperoleh dari perhitungan antara penerimaan nelayan dengan total biaya yang dikeluarkan.
6.5.1 Analisis R-C Ratio
Nilai R-C Ratio diperoleh dari perhitungan antara penerimaan nelayan dengan total biaya yang dikeluarkan. Hasil perhitungan yang telah diperoleh menunjukan apakah kegiatan usaha penangkapan rajungan berhasil memberikan keuntungan bagi nelayan atau tidak. Penerimaan nelayan yang diperhitungkan adalah hasil penjualan tangkapan nelayan rajungan dan biaya yang diperhitungkan adalah biaya tetap dan biaya tidak tetap yang dikeluarkan untuk pelaksanaan usaha. Biaya tetap adalah biaya yang dikeluarkan nelayan untuk biaya penyusutan dan biaya perawatan unit penangkapan seperti perahu, mesin dan alat tangkap. Biaya tidak tetap diperoleh dari biaya operasional usaha seperti biaya bahan bakar dan konsumsi nelayan. Selanjutnya dilakukan juga analisis R-C Ratio (Revenue Cost Ratio) yang dilakukan untuk mengetahui tingkat keuntungan usaha dari perbandingan antara penerimaan dan pengeluaran nelayan. Perhitungan rasio imbangan dikatakan menguntungkan apabila hasil R-C ratio > 1, dan dikatakan rugi apabila hasil R-C ratio < 1. Analisis dilakukan pada usaha penangkapan rajungan Kampung Bidara sebelum dan setelah diberlakukannya kebijakan Minimum Legal Size dan pelarangan penangkapan rajungan bertelur dalam jangka waktu satu tahun. Secara
55
lebih jelasnya perhitungan analisis pendapatan usaha nelayan rajungan dapat dilihat pada Lampiran 10 dan Lampiran 11. Hasil analisis menunjukan pendapatan bersih nelayan rajungan di kampung Bidara sebelum diterapkannya kebijakan adalah sebesar Rp 17 437 900 per tahun, sedangkan setelah kebijakan adalah sebesar Rp 1 377 500 per tahun. Tingginya selisih pendapatan bersih nelayan rajungan sebelum dan setelah kebijakan dikarenakan rendahnya harga rajungan. Selanjutnya perhitungan R-C ratio yang dilakukan untuk mengetahui seberapa besar tingkat keuntungan usaha penangkapan rajungan sebelum penerapan kebijakan diperoleh sebesar 1.81. Bedasarkan nilai tersebut dapat diketahui bahwa setiap Rp 1.00 yang dikeluarkan oleh nelayan akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1.81. Perhitungan R-C ratio usaha nelayan rajungan setelah penerapan kebijakan diperoleh nilai sebesar 1.06. Nilai tersebut menunjukan bahwa setiap Rp 1.00 yang dikeluarkan oleh nelayan akan menghasilkan penerimaan nelayan sebesar Rp 1.06. Hal tersebut diakibatkan menurunnya harga rajungan. Hasil analisis pendapatan usaha nelayan rajungan sebelum dan setelah kebijakan dapat dilihat pada Lampiran 6 dan Lampiran 7.
6.6 Analisis Pengelolaan Sumberdaya Rajungan
Analisis pengelolaan sumberdaya rajungan dilaksanakan di wilayah perairan Teluk Jakarta. Teluk Jakarta merupakan sebuah teluk yang terletak di perairan Laut Jawa yang terletak di sebelah utara Provinsi DKI Jakarta. Luas wilayah Teluk Jakarta sekitar 514 kilometer2 yang merupakan perairan dangkal dengan kedalaman rata-rata mencapai 15 meter. Di teluk ini bermuara 13 sungai yang membelah Kota Jakarta. Teluk Jakarta dilindungi oleh sejumlah pulau-pulau kecil yang jumlahnya cukup banyak sehingga sering disebut sebagai Kepulauan Seribu. Teluk ini terbentuk sebagai akibat dari menjoroknya Tanjung Karawang di bagian timur dan Tanjung Kait di bagian barat ke Laut Jawa. Lebar mulut teluk ini sekitar 40 kilometer dan jarak lurus dari Tanjung Karawang ke daratan Jakarta kurang lebih sekitar 15 kilometer. Terdapat pelabuhan terbesar di Indonesia di Teluk Jakarta yang menjadi pusat kegiatan impor dan ekspor. (Dinas Kelautan Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi DKI Jakarta, 2014).
56
Bedasarkan data Dinas Kelautan Pertanian dan Ketahanan Pangan (DKPKP) DKI Jakarta, terdapat perubahan produksi sumberdaya rajungan setiap tahunnya. Pada periode tahun 2008-2014, tahun 2008 merupakan tahun dimana produksi rajungan mengalami produksi tertinggi sebesar 911.1 ton. Setelah tahun 2008 produksi rajungan mengalami penurunan setiap tahunnya sampai tahun 2011 kemudian mengalami peningkatan. Grafik produksi sumberdaya rajungan di Teluk Jakarta dapat dilihat pada Gambar 6.
1000
Produksi
800 600 400 200 0 2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
Tahun Sumber : DKPKP Provinsi DKI Jakarta, 2014
Gambar 6. Grafik Total Produksi Rajungan di DKI Jakarta Tahun 2008-2014
Grafik diatas menjelaskan bahwa produksi rajungan di DKI Jakarta periode tahun 2008-2014 berfluktuasi. Terjadi penurunan produksi rajungan pada tahun 2009 sampai tahun 2011 mencapai titik produksi terendah selama periode tersebut yakni jumlah produksi rajungan hanya sebesar 21.9 ton. Setelah itu, terjadi peningkatan produksi rajungan setiap tahunnya sampai tahun 2014. Oleh karena data yang berfluktuasi, maka dilakukan teknik Moving Average dengan Minitab 16 untuk memperhalus tren produksi dan meramalkan produksi rajungan pada tahun 2015. Grafik tren produksi sumberdaya rajungan di Teluk Jakarta dengan Moving Average dapat dilihat pada Gambar 7.
57
Produksi
600
400
200
0 2011
2012
2013
2014
2015
Tahun Sumber : Hasil Olahan Data, 2016
Gambar 7. Grafik Tren Produksi Rajungan di DKI Jakarta Tahun 2011-2015
Tren peningkatan produksi rajungan selama beberapa tahun terakhir menunjukan bahwa telah terjadi peningkatan penangkapan oleh nelayan karena meningkatnya permintaan rajungan. Tabel 14 menunjukan hasil tangkapan rajungan per alat tangkap di Teluk Jakarta yang diperoleh oleh nelayan. Alat tangkap yang digunakan oleh nelayan adalah perangkap berupa bubu, dan alat penangkap rajungan lain.
Tabel 14. Hasil Tangkapan Rajungan (Ton) per Jenis Alat Tangkap di Teluk Jakarta Kurun Waktu 2008-2014 Tahun Bubu Alat Tangkap Lain 892.2 18.9 2008 448.7 0.7 2009 57.4 65.5 2010 21.9 0 2011 196.1 30.2 2012 109.2 147.0 2013 144.4 232.8 2014 Sumber : Laporan Statistik DKPKP DKI Jakarta, 2014
Total (Ton) 911.1 449.4 122.9 21.9 226.3 256.2 377.2
Dengan menggunakan Teknik Moving Average maka didapatkan jumlah hasil tangkapan rajungan per alat tangkap di Teluk Jakarta yang baru. Tabel 15 menunjukan hasil tangkapan rajungan per alat tangkap rajungan tahunan di Teluk Jakarta kurun waktu 2011-2015.
58
Tabel 15. Hasil Tangkapan Rajungan (Ton) per Jenis Alat Tangkap di Teluk Jakarta Kurun Waktu 2011-2015 Tahun Bubu 2011 2012 2013 2014 2015 Sumber : Hasil Olahan Data, 2016
466.1 176.0 91.8 109.1 149.9
Alat Tangkap Lain 28.4 22.1 31.9 59.1 136.7
Total (Ton) 494.5 198.1 123.7 168.1 286.6
Tabel 16 menunjukan upaya tangkapan alat tangkap rajungan tahunan (trip) di Teluk Jakarta. Bedasarkan data sekunder yang telah didapatkan, alat tangkap yang menghasilkan tangkapan rajungan terbanyak adalah alat tangkap bubu. Namun bedasarkan hasil observasi lapang di lokasi penelitian, nelayan dalam menangkap rajungan seluruhnya menggunakan alat tangkap jaring insang atau disebut masyarakat sekitar adalah jaring rajungan.
Tabel 16. Trip Rajungan per Jenis Alat Tangkap di Teluk Jakarta Kurun Waktu 2008-2014 Tahun Bubu 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Sumber : Laporan Statistik DKPKP DKI Jakarta, 2014
Alat Tangkap Lain 6 048 5 072 1 097 1 140 1 335 1 752 1 969
13 572 7 876 19 675 0 8 955 11 808 14 488
Tabel 17 menunjukan upaya penangkapan rajungan per jenis alat tangkap dengan menggunakan teknik Moving Average dalam kurun waktu 2011-2015. Hal ini dilakukan untuk mengenali tren atau arah pergerakan upaya penangkapan secara umum.
59
Tabel 17. Trip Rajungan per Jenis Alat Tangkap di Teluk Jakarta Kurun Waktu 2011-2015 Tahun 2011 2012 2013 2014 2015 Sumber : Hasil Olahan Data, 2016
Bubu
Alat Tangkap Lain 4 072 2 436 1 190 1 409 1 685
13 707 9 563 9 923 7 301 11 750
6.6.1 Standarisasi Alat Tangkap
Analisis sumberdaya perikanan tentunya haruslah melakukan standarisasi terhadap unit upaya per alat tangkap karena kondisi multi-gear dan multi-species. Tidak terkecuali usaha penangkapan di Teluk Jakarta, dimana satu alat tangkap dapat menangkap lebih dari satu jenis ikan. Hal ini menyebabkan perlunya dilakukan standarisasi alat tangkap sehingga data yang dianalisis akan lebih akurat. Terdapat beberapa jenis alat tangkap untuk menangkap rajungan di Teluk Jakarta, namun alat tangkap yang paling dominan hasil tangkapannya adalah alat tangkap bubu. Alat tangkap bubu menghasilkan rata-rata produksi rajungan sebesar 198.58 ton rajungan per tahun dan bubu sebesar 55.64 ton per tahun. Standarisari effort alat tangkap tahun 2011-2015 dapat dilihat lebih rinci pada Tabel 18.
Tabel 18. Standarisasi Effort Alat Tangkap Rajungan Tahun 2011-2015 Effort Alat Tangkap Lain 4 072 13 707 2011 2 436 9 563 2012 1 190 9 923 2013 1 409 7 301 2014 1 685 11 750 2015 Sumber : Hasil Analisis Data, 2016 Tahun
Bubu
FPI 0.0181 0.0319 0.0416 0.1045 0.1307
Standar Effort 248 305 414 763 1537
Total Standar Effort 4 320 2 741 1 604 2 172 3 221
Dari perhitungan Standarisasi Effort alat tangkap diatas, diperoleh bahwa tingkat FPI alat tangkap lain diperoleh dari hasil pembagian CPUE alat tangkap lain dengan CPUE alat tangkap bubu, dimana alat tangkap bubu merupakan
60
baseline effort yang digunakan. Untuk mendapatkan Standart Effort alat tangkap lain yaitu dengan mengalikan FPI alat tangkap lain dengan effort alat tangkap lain. Setelah dilakukan standarisasi maka diperoleh Total Standart Effort yang merupakan effort dari semua alat tangkap tersebut. Selanjutnya akan diperoleh CPUE dari produksi dan effort yang telah didapatkan. CPUE hasil standarisasi alat tangkap dapat dilihat lebih jelas pada Tabel 19 dan perhitungan standarisasi alat tangkap secara lebih rinci dapat dilihat pada Lampiran 8.
Tabel 19. Jumlah Tangkapan (C), Jumlah Upaya Penangkapan (F) dan Jumlah Tangkapan per Satuan Upaya (CPUE) Rajungan di Teluk Jakarta Tahun C (ton) 494.4 2011 198.1 2012 123.7 2013 168.1 2014 286.6 2015 1 270.9 Total 254.2 Rata-rata Sumber : Hasil Analisis Data, 2016
F (trip) 4 320 2 741 1 604 2 172 3 221 14 060 2 812
CPUE (ton/trip) 0.11445 0.07223 0.07709 0.07740 0.08894 0.43014 0.08602
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa CPUE memiliki tren yang berfluktuasi. Artinya jumlah tangkapan per upaya penangkapan rajungan cenderung tidak menentu setiap tahunnya. CPUE terkecil terdapat pada tahun 2012 yaitu sebesar 0.07223 dengan produksi rajungan sebesar 198.1 ton dan effort sebesar 2 741 trip. CPUE terbesar terdapat pada tahun 2011 yaitu sebesar 0.11445 dengan produksi rajungan sebesar 494.4 ton dan effort sebesar 4 320 trip. Bedasarkan hasil analisis data yang dapat dilihat secara lengkap pada Tabel 19, didapatkan CPUE rata-rata dari tahun 2011-2015 sebesar 0.08602 per tahunnya, dengan rata-rata produksi rajungan sebesar 254.2 ton per tahun dan rata-rata effort sebesar 2 812 trip per tahunnya.
6.6.2 Estimasi Parameter Biologi
Parameter biologi yang diduga adalah laju pertumbuhan alami (r), koefisien kemampuan tangkap (q) dan daya dukung lingkungan (K). parameter biologi tersebut diperoleh dengan menggunakan metode Ordinary Least Square
61
(OLS) yang dilakukan dengan meregresikan nilai LnCPUE pada tahun berikutnya (t+1), LnCPUE pada tahun awal (t) dan penjumlahan upaya penangkapan tahun awal dengan tahun berikutnya (Et+Et+1). Variabel bebas dalam analisis data ialah LnCPUEt dan Et+Et+1 dan variabel tak bebas adalah LnCPUEt+1. Secara lebih jelas, variabel estimasi parameter biologi dapat dilihat pada Tabel 20.
Tabel 20. Estimasi Parameter Biologi Tahun 2011-2015 Tahun Produksi 494.4 2011 198.1 2012 123.7 2013 168.1 2014 286.6 2015 Sumber : Hasil Analisis Data, 2016
LnCPUEt+1 -2.62776 -2.56266 -2.55868 -2.41975
LnCPUEt -2.16757 -2.62776 -2.56265 -2.55867 -2.41974
Et+Et+1 7 061 4 346 3 776 5 393 3 221
Hasil analisis olahan data OLS menggunakan Microsoft Excel 2010 diperoleh nilai α = -4.73318 , β = -0.72107 dan γ = -0.0000784. Hasil olahan perhitungan data menggunakan Microsoft Excel 2010 dapat dilihat secara lebih detail di Lampiran 9. Persamaan hasil analisis regresi adalah Yt = -4.73318 – 0. .72107 X1t - 0.0000784X2t. Nilai-nilai yang sudah didapatkan tersebut kemudian digunakan untuk menduga nilai parameter biologi yaitu r, q dan K yang secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 21.
Tabel 21. Parameter Biologi (r, q dan K) Sumberdaya Rajungan di Teluk Jakarta Parameter Biologi Laju Pertumbuhan Alami (r) Koefisien Kemampuan Tangkap (q) Daya Dukung Lingkungan (K) Sumber : Hasil Analisis Data, 2016
Satuan
Nilai
% per tahun
12.34081
1 per unit effort
0.001124
ton per tahun
Tabel 21 menunjukan bahwa tingkat pertumbuhan alami (r) sumberdaya rajungan di Teluk Jakarta adalah sebesar 12.34081 yang artinya adalah rata-rata laju pertumbuhan biologi sumberdaya rajungan pada tahun 2011-2015 sebesar 12.3 persen per tahun. Koefisien kemampuan tangkap (q) sebesar 0.001124 yang artinya adalah proporsi stok rajungan yang ditangkap oleh satu unit alat tangkap
56.86
62
standar sebesar 0.001124 ton. Daya dukung lingungan (K) di Teluk Jakarta adalah sebesar 56.86 ton per tahun.
6.6.3 Estimasi Parameter Ekonomi
Estimasi parameter ekonomi yang dikaji dalam analisis bioekonomi sumberdaya rajungan dilakukan dengan dua cara yaitu dengan biaya operasional melaut dan harga rajungan. Kegiatan penangkapan rajungan di lokasi penelitian bersifat one day fishing, maka biaya yang dikaji merupakan biaya operasional penangkapan per hari dan diasumsikan konstan. Biaya operasional melaut merupakan rata-rata jumlah biaya satu kali melaut yang didapatkan dari hasil wawancara nelayan rajungan. Sedangkan harga rajungan merupakan harga ratarata penjualan rajungan per ton yang diperoleh dari observasi dan hasil wawancara. Biaya operasional melaut per hari dalam penelitian meliputi biaya perbekalan dan biaya bahan bakar solar. Rata-rata biaya satu kali melaut yang didapatkan adalah sebesar Rp 79 000 dengan rata-rata biaya perbekalan adalah sebesar Rp 44 000 dan biaya bahan bakar sebesar Rp 35 000. Nilai biaya tersebut disesuaikan dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) ikan segar yang berlaku di DKI Jakarta dengan tahun dasar adalah tahun 2012 (BPS Provinsi DKI Jakarta 2014). Diperoleh nilai biaya riil operasional melaut per trip sebesar Rp 82 689.43 . Biaya nominal, indeks harga konsumen dan biaya riil disajikan pada Tabel 22.
Tabel 22. Estimasi Biaya Penangkapan per Trip Rajungan Biaya Nominal (Rp/ton) 79 000 2008 79 000 2009 79 000 2010 79 000 2011 79 000 2012 79 000 2013 79 000 2014 Sumber : Hasil Analisis Data, 2016 Tahun
IHK
Biaya Riil (Rp/ton) 77.40 92.61 91.62 95.12 100.00 109.96 110.75
102 067.18 85 303.96 86 225.71 83 052.99 79 000.00 71 844.31 71 331.83
63
Estimasi harga rajungan dalam penelitian yang diperoleh dari harga nominal per ton per tahun yang disesuaikan dengan IHK ikan segar yang berlaku di DKI Jakarta dengan tahun dasar 2012 (BPS Provinsi DKI Jakarta 2014). Hal ini dilakukan untuk mendapatkan harga riil rajungan. harga nominal yang digunakan adalah harga rajungan pada tahun 2008-2014 bedasarkan data statistik perikanan DKI Jakarta. Rata-rata harga riil rajungan yang diperoleh adalah sebesar Rp 21 727 531.30 per ton. Harga nominal, indeks harga konsumen dan harga riil disajikan pada Tabel 23.
Tabel 23. Estimasi Harga Rajungan Harga Nominal (Rp/ton) 6 775 000 2008 6 168 000 2009 19 978 000 2010 29 040 000 2011 30 405 000 2012 28 342 000 2013 31 192 000 2014 Sumber : Hasil Analisis Data, 2016 Tahun
IHK 77.40 92.61 91.62 95.12 100.00 109.96 110.75
Harga Riil (Rp/ton) 8 753 229.97 6 660 187.88 21 805 282.70 30 529 857.00 30 405 000.00 25 774 827.20 28 164 334.10
6.6.4 Hasil Analisis Bioekonomi
Analisis bioekonomi dilakukan untuk mengetahui tingkat pemanfaatan sumberdaya rajungan di Teluk Jakarta yang optimal dan berkelanjutan. Dalam analisis ini digunakan data time series selama tujuh tahun yaitu tahun 2011-2015. Pendekatan yang digunakan adalah menggunakan model Clarke Yoshimoto Pooley (CYP) dengan tiga rezim pengelolaan yang menggambarkan kondisi sumberdaya rajungan yaitu kondisi Maximum Economic Yield (MEY), Maximum Sustainable Yield (MSY) dan Open Access (OA). Hasil dari analisis bioekonomi ketiga rezim pengelolaan sumberdaya rajungan secara lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 24.
64
Tabel 24. Analisis Bioekonomi Sumberdaya Rajungan pada Rezim Pengelolaan MEY, MSY, OA dan Aktual Keterangan
MEY
30.12 Biomass (x) (ton) 174.79 Hasil Tangkapan (h) (ton) 5 161 Tingkat Upaya E (trip) 3 370 974 869 Rente Sumberdaya (π) (Rp) Sumber : Hasil Analisis Data, 2016
Rezim Pengelolaan MSY OA 28.43 3.39 175.41 39.29
Aktual 254.19
5 488
10 323
2 812
3 357 463 850
-
5 290 320 655
Analisis MEY (Maximum Economic Yield) digunakan untuk mengukur keuntungan maksimal yang dihasilkan. Rezim MEY diperoleh apabila pengelolaan perikanan dikendalikan dengan kepemilikan yang jelas atau dikenal dengan istilah “sole owner” (Fauzi,2010). Hasil penangkapan yang diperoleh pada kondisi MEY sebesar 174.79 ton per tahun, upaya penangkapan sebesar 5 161 trip per tahun dan rente ekonomi sebesar Rp 3 370 974 869 per tahun. Analisis MSY (Maximum Sustainable Yield) digunakan untuk mengukur tingkat produksi maksimal secara biologi yang dihasilkan. Hasil penangkapan yang diperoleh pada kondisi MEY sebesar 175.41 ton per tahun, upaya penangkapan sebesar 5 488 trip per tahun dan rente ekonomi sebesar Rp 3 357 463 850 per tahun. Diketahui bahwa total produksi per alat tangkap di Teluk Jakarta adalah sebesar 254.19 ton per tahun. Hasil tangkapan ini secara rata-rata melebihi batas maksimum lestari. Tingkat upaya penangkapan yang dilakukan adalah sebesar 2 812 trip per tahun dan rente ekonomi sebesar Rp 5 290 320 655 per tahun. Secara lebih rinci, hasil analisis bioekonomi dapat dilihat pada Lampiran 10. Analisis bioekonomi dilakukan dengan menggunakan software Maple 18 secara lebih jelas dapat dilihat pada Lampiran 11. Bedasarkan grafik pengelolaan sumberdaya rajungan diatas, kondisi Open Access (OA) diperoleh pada titik perpotongan Total Revenue (TR) dan Total Cost (TC). Jika upaya penangkapan melebihi perpotongan tersebut maka keuntungan yang diperoleh akan negatif. Upaya penangkapan sumberdaya rajungan di Teluk Jakarta belum melebihi batas kondisi Open Access sebesar 10 323 trip per tahunnya, sehingga rente sumberdaya
65
yang dihasilkan sebesar Rp 5 290 320 655 per tahun. Berkurangnya rente sumberdaya diakibatkan karena biaya yang dikeluarkan meningkat seiring meningkatnya upaya penangkapan yang dilakukan. Rezim pengelolaan MSY merupakan rezim dimana tingkat labor absorption yang tinggi untuk peningkatan lapangan pekerjaan. Pada rezim pengelolaan OA dapat dilihat bahwa tingkat upaya penangkapan sumberdaya rajungan di perairan Teluk Jakarta sebesar 10 323 trip per tahun. Upaya penangkapan ini lebih besar dibandingkan upaya penangkapan pada rezim pengelolaan MEY dan MSY yang masing-masing sebesar 5 161 trip per tahun dan 5 488 trip per tahun. Tingkat upaya yang semakin besar ini justru menghasilkan rente ekonomi sama dengan nol. Kondisi ini menggambarkan bahwa tidak adanya pembatasan akses untuk menangkap sumberdaya rajungan di perairan Teluk Jakarta, sehingga kepunahan stok rajungan mungkin terjadi jika usaha penangkapan terus dilakukan pada rezim ini. Kondisi aktual di perairan Teluk Jakarta memiliki upaya penangkapan yang paling sedikit dibandingkan dengan rezim lainnya yaitu sebesar 2 812 trip per tahun. Pada kondisi ini menghasilkan tangkapan yang paling besar yaitu sebesar 254.19 ton per tahun, sehingga rente ekonomi yang diperoleh juga sangat besar sebesar Rp 5 290 320 655 per tahun. Kondisi aktual di perairan Teluk Jakarta belum mengalami overfishing secara biologi maupun ekonomi. Hal ini disebabkan oleh upaya penangkapan yang dikerahkan masih terbilang sedikit namun dengan hasil tangkapan yang besar. Dari hasil analisis bioekonomi ini dapat dinyatakan bahwa kondisi pengelolaan sumberdaya rajungan di perairan Teluk Jakarta belum mengalami overfishing secara biologi maupun ekonomi. Pengelolaan sumberdaya rajungan yang dilakukan di Teluk Jakarta jika dilihat dari analisis bioekonomi sudah cukup baik, namun tetap harus diiringi dengan pemanfaatan sumberdaya yang efektif dan efisien sehingga akan meningkatkan kesejahteraan nelayan dan juga sumberdaya yang berkelanjutan. Hasil tangkapan aktual rajungan di Teluk Jakarta lebih besar apabila dibandingkan dengan daya dukung lingkungannya (K). Hal ini disebabkan karena data yang digunakan dalam penelitian hanya selama lima tahun terakhir dan
66
pencatatan data dari dinas terkait yang kurang memadai, sehingga analisis untuk pendugaan stok sumberdaya menjadi kurang valid untuk dilakukan.
67
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan
Bedasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, dapat diambil kesimpulan yaitu: 1.
Karakteristik
usaha
nelayan
rajungan
di
Kampung
Bidara
dapat
diidentifikasi melalui operasi penangkapan menggunakan jaring rajungan yang pada umumnya melakukan one day fishing dengan jenis perahu berukuran 2 GT. Pemasaran hasil tangkapan rajungan oleh nelayan pada awalnya dijual kepada pengepul yang merupakan ketua dari masing-masing Kelompok
Usaha
Bersama
(KUB),
lalu
masing-masing
pengepul
menjualnya kembali kepada pengepul yang lebih besar untuk dijual kepasar maupun dijual ke pabrik pengolahan rajungan. Nelayan rajungan di Kampung Bidara melibatkan seluruh anggota keluarga dalam proses penangkapan maupun penanganan hasil rajungan. Kondisi sosial, ekonomi dan lingkungan nelayan rajungan Kampung Bidara sangat dipengaruhi oleh faktor alam di laut sehingga resiko nelayan dalam menjalankan usaha penangkapan rajungan sangat tinggi. 2.
Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya pendapatan nelayan dalam usaha penangkapan rajungan di Kampung Bidara dianalisis dari beberapa faktor-faktor, antara lain jumlah hasil tangkapan (x1), jumlah awak kapal (x2), jumlah trip melaut (x3), pengalaman (x4), jumlah biaya melaut (x5), jumlah alat tangkap (x6) dan pendapatan lain (x7). Bedasarkan hasil analisis regresi linier berganda, diperoleh Nilai R Square sebesar 85.8 persen dan nilai P-value sebesar 0.000. Hal ini menunjukan bahwa secara keseluruhan peubah-peubah bebas dalam model berpengaruh terhadap pendapatan nelayan rajungan. Sedangkan peubah bebas yang berpengaruh nyata terhadap pendapatan nelayan rajungan adalah jumlah hasil tangkapan nelayan (x1), jumlah trip melaut (x3) dan pengalaman melaut (x4).
3.
Kebijakan Minimum Legal Size (MLS) dan pelarangan penangkapan rajungan bertelur yang ditetapkan telah berdampak terhadap kondisi
68
perekonomian nelayan di Kampung Bidara. Berdasarkan perhitungan kesejahteraan nelayan rajungan dengan menggunakan NTN, besaran NTN sebelum kebijakan yang didapatkan melalui perhitungan adalah sebesar 1.141, sedangkan NTN setelah kebijakan sebesar 0.701. Besar nilai NTN menurun dengan selisih sebesar 0.440. Nilai NTN sebelum dah setelah kebijakan menunjukan bahwa nelayan menjadi tidak dapat memenuhi kebutuhan subsistennya setelah kebijakan diterapkan. 4.
Bedasarkan hasil analisis kelayakan usaha nelayan rajungan pada jangka pendek dengan menggunakan R-C Ratio didapatkan nilai R-C Ratio nelayan sebelum kebijakan adalah sebesar 1.81 dan setelah kebijakan sebesar 1.06. Nilai R-C Ratio yang diperoleh menggambarkan bahwa telah terjadi penurunan pendapatan nelayan rajungan setelah kebijakan diterapkan.
5.
Hasil analisis bioekonomi sumberdaya di periaran Teluk Jakarta menunjukan bahwa produksi aktual yang dihasilkan sebesar 254.19 ton per tahun, upaya penangkapan sebesar 2 812 trip per tahun dan rente ekonomi sebesar Rp 5 290 320 655 per tahun, melebihi batas produksi maksimum secara ekonomi (MEY) dan produksi maksimum secara lestari (MSY) yang masing-masing sebesar 174.79 ton per tahun dan 175.41 ton per tahun. Namun upaya penangkapan yang dilakukan pada kondisi aktual belum melebihi batas maksimum secara ekonomi (MEY) dan maksimum secara lestari (MSY) dengan trip masing-masing sebesar 5161 trip per tahun dan 5488 trip per tahun, sehingga kondisi ini dapat dikatakan belum mengalami overfishing secara ekonomi dan biologi. Pada kondisi Open Access penangkapan yang dihasilkan sebesar 39.29 ton per tahun dengan upaya penangkapan sebesar 10 323 trip per tahun. Upaya penangkapan sumberdaya rajungan tanpa intervensi apapun dinilai tidak efisien dan efektif untuk pengelolaan sumberdaya rajungan karena dengan upaya yang besar hanya menghasilkan tangkapan yang sedikit sehingga kesejahteraan masyarakat dan sumberdaya yang lestari menjadi sulit untuk dicapai.
69
7.2 Saran
1. Usaha penangkapan rajungan yang dilakukan oleh nelayan di Kampung Bidara sangatlah beresiko tinggi karena bergantung pada kondisi alam, sehingga diperlukan bantuan oleh pemerintah melalui berbagai bantuan usaha seperti kredit usaha bagi nelayan. 2. Dalam rangka menjaga kelestarian sumberdaya rajungan dan keberlanjutan pemanfaatannya, pemerintah setempat sebaiknya melakukan kegiatan penyuluhan untuk memberikan informasi mengenai pentingnya menjaga kelestarian sumberdaya dan bagaimana melakukan usaha perikanan untuk mendapatkan hasil yang optimal. Pemerintah setempat juga sebaiknya menerapkan pengelolaan sumberdaya dengan penerapan pembatasan ukuran mata jaring yang digunakan dalam menangkap rajungan. 3. Penerapan kebijakan Minimum Legal Size dan pelarangan penangkapan rajungan bertelur telah memberikan dampak negatif bagi perekonomian nelayan rajungan, sehingga diperlukan adanya alternatif pendapatan lain bagi nelayan agar kesejahteraan nelayan dapat meningkat. 4. Penyediaan data yang akurat sangat penting dalam menjaga kelestarian sumberdaya. Oleh karena itu perlu adanya perbaikan oleh Dinas Kelautan Pertanian
dan
Ketahanan
Pangan
Provinsi
DKI
Jakarta
dalam
pengumpulan dan penyediaan data sehingga data tersebut dapat digunakan dalam pengambilan keputusan pengelolaan sumberdaya perikanan secara tepat dan akurat.
70
71
DAFTAR PUSTAKA
Adam, Jaya I dan Sondita MF. 2006. Model Bioekonomi Perairan Pantai (InShore) dan Lepas Pantai (Off-Shore) untuk Pengelolaan Perikanan Rajungan (Portunus pelagicus) di Perairan Selat Makassar. Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia. 13(1): 33-43. Bahtiar, Rizal et al. 2012. Jurnal Ekonomi Lingkungan. Profitabilitas Pengelolaan Perikanan Tangkap Lestari: Aplikasi Kebijakan Pembatasan Ukuran Tangkap (Minimum Legal Size) Rajungan di Cirebon. 16:78-87. Charles, Anthony T. 2001. Sustainable Fishery Systems. USA: John Wiley & Sons, Inc. Deny, Septian. 2015. AS Jadi Tujuan Utama Ekspor Hasil Perikanan RI. http://bisnis.liputan6.com/read/2193860/as-jadi-tujuan-utama-eksporhasil-perikanan-ri. Diakses 2 April 2015. [DJPT] Ditjen Perikanan Tangkap. 2014. Kebijakan dan Program Pembangunan Perikanan Tangkap. Http://www.djpt.kkp.go.id/index.php/arsip/c/253/KEBIJAKAN-DANPROGRAM-PEMBANGUNAN-PERIKANANTANGKAP/?category_id=14. Diakses 2 April 2015. [DKP] Departemen Kelautan dan Perikanan. 2008. Evaluasi Kebijakan dalam Rangka Implementasi Konvensi Hukum Laut Internasional (UNCLOS 1982) di Indonesia. Laporan Akhir Dewan Kelautan Indonesia. [FAO] Food and Agriculture Organization of The United Nation. 2015. Portunus Pelagicus
(Linnaeus,
1758).
http://www.fao.org/fishery/species/2629/en. Diakses 2 April 2015. Fauzi, A. 2010. Ekonomi Perikanan. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
72
Firman. 2008. Tesis. Model Bioekonomi Pengelolaan Sumberdaya Rajungan di Kabupaten Pangkajane dan Kepulauan Provinsi Sulawesi Selatan. Ekonomi Sumberdaya Kelautan Tropika. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Gittinger, J.P. 1986. Analisa Eonomi Proyek-Proyek Pertanian. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Hermanto, DT. 2004. Skripsi. Studi Pertumbuhan dan Beberapa Aspek Reproduksi Rajungan (Portunus pelagicus) di Perairan Mayangan, Kabupaten Subang, Jawa Barat. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Juanda, B. 2009. Ekonometrika : Permodelan dan Pendugaan. IPB PRESS. Bogor. Kadariah et al. 1999. Penghantar Evaluasi Proyek-Proyek Edisi Revisi. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta. Kangas, MI. 2000. Journal of Fisheries Research in Western Australia. Sysnopsis of The Biology and Exploitation of The Blue Swimmer Crab, Portunus pelagicus Linnaeus, in Western Australia. 121: 1-22. Kementrian Perdagangan. 2012. Ekspor Rajungan Ketiga Terbesar Setelah Udang &
Tuna.
http://www.kemendag.go.id/id/news/2012/12/17/ekspor-
rajungan-ketiga-terbesar-setelah-udang-tuna. Diakses 2 April 2015. [KKP] Kementrian Kelautan dan Perikanan. 2013. Kelautan dan Perikanan Dalam Angka 2013. Jakarta. [KKP] Kementrian Kelautan dan Perikanan. 2015. Surat Edaran Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 18/MEN-KP/I/2015 Tentang Penangkapan Lobster (Panulirus spp), Kepiting (Scylla spp), dan Rajungan (Portunus spp). http://kkp.go.id/index.php/berita/surat-edaran-menterikelautan-dan-perikanan-nomor-18men-kpi2015-tentang-penangkapan-
73
lobster-panulirus-spp-kepiting-scylla-spp-dan-rajungan-portunus-spp/. Diakses 2 April 2015. Mangkusubroto, K dan C.L. Trisnadi. 1985. Analisis Keputusan Pendekatan Sistem dalam Manajemen Usaha dan Proyek. Ganeca Exact. Bandung. Nazir. 2005. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Ciawi. Nugraha, Wahyu. 2011. Skripsi. Analisis Bioekonomi Rencana Penerapan Kebijakan Minimum Legal Size Rajungan (Blue Swimming Crab) terhadap Profitability Nelayan Kabupaten Cirebon. Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Pasisingi, N. 2011. Skripsi. Model Produksi Surplus untuk Pengelolaan Sumberdaya Rajungan (Portunus pelagicus) di Teluk Banten, Kabupaten Serang, Provinsi Banten. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Pemkot Jakarta Utara. 2014. Profil Kelurahan Marunda Kecamatan Cilincing Pemerintahan Kota Administrasi Jakarta Utara Provinsi DKI Jakarta. Jakarta. [RI] Republik Indonesia. 2015. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penangkapan Lobster (Panulirus spp.) Kepiting (Scylla spp.) dan Rajungan (Portunus spp.). Jakarta. [RI] Republik Indonesia. 2015. Surat Edaran Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2015 tentang Penangkapan Lobster (Panulirus spp.) Kepiting (Scylla spp.) dan Rajungan (Portunus spp.). Jakarta. Santoso et al. 2005. Jurnal AGRIJATI. Analisis Usaha Tani padi Sawah (Oryza sativa L.) dengan Benih Sertifikasi dan Non Sertifikasi (Studi Kasus
74
di Desa Karangsari, Kecamatan Weru, Kabupaten Cirebon). http://faperta-unswagati.com/pdf/pdfv1/7.pdf. Diakses 20 Agustus 2015. Sari, Fitria NI. 2012. Skripsi. Analisis Bioekonomi untuk Pemanfaatan Sumberdaya Rajungan (Portunus pelagicus) di Teluk Banten, Kabupaten Serang, Provinsi Banten. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Setriana, Dina. 2011. Skripsi. Analisis Perkiraan Dampak Ekonomi Kebijakan Minimum Legal Size Rajungan (Portunus pelagicus) terhadap Nelayan Desa Gebang mekar Kabupaten Cirebon. Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sitorus, MTF. 1994. Peran Ekonomi Wanita dalam Rumah Tangga Nelayan Miskin di Pedesaan Indonesia. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. IPB. Bogor. Solihin, Lin. 1993. Skripsi. Pengaruh Perbedaan Tinggi Jaring Kejer terhadap Hasil Tangkapan Rajungan (portunus sp) di Perairan Bondet Kebupaten
Cirebon.
Departemen
Pemanfaatan
Sumberdaya
Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Spare, P dan Venema, CS. 1999. Introduksi Pengkajian Stok Ikan Tropis. Pusat Penelitian dan Pengebangan Pertanian. Jakarta. Stephenson, W and Campbell, B. 1959. The Australian Portunids (Crustacea: Portunidae). Journal of Marine and Freshwater Research. 10(1): 84124. Subri, M. 2005. Ekonomi Kelautan. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
75
Tinungki, G. 2005. Disertasi. Evaluasi Model Produksi Surplus dalam Menduga Hasil Tangkapan Maksimum Lestari untuk Menunjang Kebijakan Pengelolaan Perikanan Lemuru di Selat Bali. Sekolah pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. William N. Dunn. 2000. Penghantar Analisis Kebijakan Publik. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
76
77
LAMPIRAN
78
Lampiran 1. Kuisioner Nelayan INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN Jl. Kamper Level 5 Wing 5 Kampus IPB Darmaga Bogor (16680) Telp. (0251) 8621 834. Fax (0251) 8421 762
KUISIONER PENELITIAN
Hari/Tanggal : ............................... Nomor Responden
: .................................
Nama Responden
: ...........................................................................................
Alamat responden
: ..............................................................................................
.................................................................................................................................... No. Telepon/HP
: ............................................................................................
Kuisioner ini digunakan sebagai bahan skripsi mengenai “Analisis Dampak Penerapan Kebijakan Minimum Legal Size dan Pelarangan Penangkapan Rajungan Bertelur terhadap Nelayan Kampung Bidara Kelurahan Marunda Kecamatan Cilincing Jakarta Utara” oleh Nadia Permatasari Putri, Mahasiswa Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, IPB. Saya mohon partisipasi Bapak/Ibu/Saudara/i untuk mengisi kuisioner ini dengan teliti dan lengkap sehingga dapat memberikan data yang obyektif. Informasi Bapak/Ibu/Saudara/i berikan akan terjamin kerahasiaannya, tidak untuk dipublikasikan dan tidak untuk kepentingan politis. Atas perhatian dan partisipasinya Saya ucapkan terima kasih.
79
A. Karakteristik Responden
1.
Jenis kelamin
: L/P
2.
Usia
: ......... tahun
3.
Pendidikan terakhir: a.
Tidak pernah sekolah
b.
Tidak tamat sekolah
c.
SD/sederajat
d.
SMP/sederajat
e.
SMA/sederajat
f.
D1/sederajat
g.
D2/sederajat
h.
D3/sederajat
i.
S1/sederajat
4.
Status pernikahan
: a. Menikah
5.
Jumlah tanggungan keluarga
: .......... orang
6.
Lama berprofesi sebagai nelayan
: .......... tahun
7.
Pendapatan sebagai nelayan
: Rp............................/bulan
8.
Pekerjaan selain sebagai nelayan
: ..........................................
9.
Pendapatan dari profesi lain
: Rp. ........................../bulan
10. Pendapatan anggota keluarga lainnya
b. Belum Menikah
:
a.
Suami/istri
: Rp. ........................../bulan
b.
Anak 1
: Rp .........................../bulan
c.
Anak 2
: Rp .........................../bulan
d.
Lainnnya
: Rp .........................../bulan
11. Apakah Saudara tergabung dalam organisasi nelayan? Jika ya, sebutkan ............................................................................... 12. Apakah Saudara menabung sebagian pendapatan? a. Bank
: ..............................
b. Bunga bank
: ..............................
c. Rata-rata tabungan
: Rp........................../bulan
80
B. Hasil Tangkapan
1.
2.
Alat tangkap apa saja yang digunakan ketika melaut? a.
Nama alat tangkap
:
b.
Jumlah
:
c.
Harga beli
:
d.
Umur teknis
: ________ tahun
Status kepemilikan alat tangkap? a.
Milik sendiri
b.
Sewa
c.
Lainnya, sebutkan ....................................
3.
Jarak tempuh dalam sekali melaut ........................... km/trip
4.
Perahu/kapal
5.
6.
7.
8.
a.
Jumlah
:
b.
Ukuran perahu
:
c.
Harga beli
:
d.
Umur teknis
:
Mesin perahu/kapal a.
Jumlah
:
b.
Kekuatan
: _________ PK
c.
Harga beli
:
d.
Umur teknis
:
Daerah penangkapan a.
Musim Barat
: di _________ lama perjalanan ............. jam
b.
Musim Timur
: di _________ lama perjalanan ............. jam
Operasi penangkapan a.
1 trip
: _________ jam/hari
b.
1 bulan
: _________ trip
c.
Waktu berangkat
: Jam ____________
d.
Waktu kembali
: Jam ____________
e.
Jumlah awak perahu/kapal : _______ orang
Musim penangkapan ikan
81
a.
Musim banyak
: bulan _______ sampai bulan ___________
b.
Musim peralihan
: bulan _______ sampai bulan ___________
c.
Musim paceklik
: bulan _______ sampai bulan ___________
9. Hasil Tangkapan
No.
I. Musim Banyak
Kualitas / Ukuran
II. Musim Peralihan
III. Musim Paceklik
Harga
Sebelum Kebijakan
Volume TR Volume
Setelah Kebijakan
Harga TR
82
10. Sistem bagi hasil antara pemilik dengan awak kapal a.
Pemilik
: _______ bagian
b.
Awak
: _______ bagian
11. Pendapatan per trip/per minggu/per bulan a.
Pemilik
: .........................
b.
Awak
: .........................
C. Biaya Melaut
1.
Jenis perahu/kapal motor apa yang digunakan?
...................................................................................................................... 2.
Status kepemilikan perahu/kapal motor yang digunakan? a.
Milik sendiri
b.
Kredit
c.
Sewa
d.
Lainnya, ....................................
3.
Jika kredit, berapa angsuran per bulan Rp. ........ atau per trip Rp............
4.
Jika sewa, berapa angsuran per bulan Rp. .......... atau per trip Rp...........
5.
Biaya yang diperlukan untuk sekali melaut (satu trip) a.
Makanan
Rp. ...................................
b.
BBM
Rp. ...................................
c.
Umpan
Rp. ...................................
d.
Es batu
Rp. ..................................
e.
Air bersih
Rp. ..................................
f.
Upah Tenaga Kerja
Rp. ..................................
6.
Berapa tenaga kerja yang saudara gunakan dalam satu trip? ......... orang
7.
Biaya perawatan per tahun
8.
a.
Perahu/kapal
Rp. ...................................
b.
Mesin
Rp. ..................................
c.
Alat tangkap
Rp. ..................................
Biaya lain-lain yang dikeluarkan a. Perijinan (SIUP)
: Rp. ...............................
56
83
b. Biaya lelang di TPI
: ______ %
c. Ijin layar
: Rp. ...............................
d. Ijin tambah labuh
: Rp. ...............................
e. Pajak kapal
: Rp. ..............................
f. Retribusi
: Rp. ...............................
g. 9.
Biaya Investasi Umur No.
Jenis Investasi
Jumlah
Harga (Rp)
Teknis (tahun)
1.
Perahu/kapal
2.
Mesin
3.
Alat tangkap
4.
Peralatan
5.
D. Pengeluaran Keluarga
1.
2.
3.
Pendidikan
:
a. Anak 1
: Rp......................./bulan
b. Anak 2
: Rp......................./bulan
c. Lainnya
: Rp......................./bulan
Biaya kesehatan
:
a. Obat-obatan
: Rp......................./bulan
b. Rawat inap
: Rp......................./bulan
c. Lainnya
: Rp......................./bulan
Transportasi
:
a. Suami
: Rp......................./bulan
b. Istri
: Rp......................./bulan
c. Anak 1
: Rp......................./bulan
d. Anak 2
: Rp......................./bulan
Nilai (Rp)
84
e. Lainnya
: Rp......................./bulan
Konsumsi
:
a. Beras
: Rp......................./bulan
b. Air minum
: Rp......................./bulan
c. Gas
: Rp......................./bulan
d. Bahan pokok
: Rp......................./bulan
5.
Air
: Rp....................../bulan
6.
Listrik
: Rp....................../bulan
7.
Cicilan
: Rp....................../bulan
4.
E.
85
86
Lampiran 3. Hasil Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Nelayan Rajungan di Kampung Bidara
Regression Analysis: y versus x1, x2, x3, x4, x5, x6, x7 * x6 is (essentially) constant * x6 has been removed from the equation. The regression equation is Y = - 10097670 + 5530 x1 + 409647 x2 + 111611 x3 + 118871 x4 + 0.670 x5 + 122348 x7 Predictor Constant x1 x2 x3 x4 x5 x7 S = 2277138
Coef -10097670 5530 409647 111611 118871 0.6698 122348
SE Coef 2638587 2806 755969 26356 28283 0.6379 720554
R-Sq = 85.8%
T -3.83 1.97 0.54 4.23 4.20 1.05 0.17
P 0.000 0.055 0.591 0.000 0.000 0.300 0.866
VIF 5.303 1.243 5.640 1.136 1.202 1.180
R-Sq(adj) = 83.8%
R-square 85,8 persen, artinya keragaman mampu dijelaskan oleh faktorfaktor dalam model, sedangkan sisanya dijelaskan oleh faktor lain diluar model. Faktor yang berpengaruh nyata pada taraf nyata 15 persen (0,15) adalah x1 (jumlah hasil tangkapan), x3 (trip) dan x4 (pengalaman). Analysis of Variance Source DF SS MS Regression 6 1.34454E+15 2.24091E+14 Residual Error 43 2.22970E+14 5.18536E+12 Total 49 1.56751E+15 Durbin-Watson statistic = 1.82287
F 43.22
P 0.000
Ho : Model tidak signifikan H1 : Model signifikan Nilai P-value 0,000 < alpha (α=15%), maka tolak H0 sehingga model signifikan Probability Plot of RESI1 Runs test for RESI1 Runs above and below K = 1.288950E-08 The observed number of runs = 19 The expected number of runs = 25.84 23 observations above K, 27 below P-value = 0.049
87
Residual Plots for y Residual Plots for Y Versus Fits 5000000
90
2500000
Residual
Percent
Normal Probability Plot 99
50 10 1 -5000000
-2500000
0 Residual
2500000
0 -2500000 -5000000
5000000
0 00 00 0 15
2
0 00 00 0 0
0 00 00 0 25
0 00 00 0 30
0 00 00 0 35
Fitted Value
Versus Order 5000000
9
2500000
Residual
Frequency
Histogram 12
6 3 0
0 -2500000 -5000000
-4000000
-2000000
0
2000000
4000000
Residual
1
5
10 15 20 25 30 35 40 45 50 Observation Order
Dari plot pada Versus Fit tidak membentuk pola apa pun atau menyebar bebas, maka Homoskedastisitas. Nilai VIF < 6.7, maka tidak ada multikolineritas Nilai Durbin Watson sebesar 1.82287< +2, maka autokorelasi positif.
88
Tabel Nilai Kritis Uji Kolmogorov-Smirnov Probability Plot of RESI1 Normal
99
Mean StDev N KS P-Value
95 90
Percent
80 70 60 50 40 30 20 10 5
1
-5000000
-2500000
0 RESI1
2500000
5000000
1.288950E-08 2133170 50 0.122 0.063
89
90
91
Lampiran 6. Analisis R-C Ratio Usaha Rajungan Sebelum Kebijakan
A. B.
C. D.
E. F. H.
Keterangan Penerimaan Kotor Penerimaan Rajungan Biaya Variabel Konsumsi Solar Izin Melaut Total Biaya Variabel Penerimaan Bersih Biaya Tetap Biaya Penyusutan Perahu Mesin Alat Tangkap Total Biaya Penyusutan Biaya Perawatan Perahu Mesin Alat Tangkap Total Biaya Perawatan Total Biaya Tetap Total Biaya Pendapatan R/C Ratio
Nilai (Rp) 39 004 000 8 708 000 5 940 000 126 000 14 774 000 24 230 000
744 200 660 400 1 207 500 2 612 100 1 025 000 850 000 2 305 000 4 180 000 6 792 100 21 566 100 17 437 900 1.81
92
Lampiran 7. Analisis R-C Ratio Usaha Rajungan Sesudah Kebijakan
A. B.
C. D.
E. F. H.
Keterangan Penerimaan Kotor Penerimaan Rajungan Biaya Variabel Konsumsi Solar Izin Melaut Total Biaya Variabel Penerimaan Bersih Biaya Tetap Biaya Penyusutan Perahu Mesin Alat Tangkap Total Biaya Penyusutan Biaya Perawatan Perahu Mesin Alat Tangkap Total Biaya Perawatan Total Biaya Tetap Total Biaya Pendapatan R/C Ratio
Nilai (Rp) 22 943 600 8 708 000 5 940 000 126 000 14 774 000 8 169 600
744 200 660 400 1 207 500 2 612 100 1 025 000 850 000 2 305 000 4 180 000 6 792 100 21 566 100 1 377 500 1.06
93
Lampiran 8. Perhitungan Standarisasi Alat Tangkap Bubu Tahun 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Produksi
Effort
892.2 448.7 57.4 466.1 176 91.8 109.06667 149.9
6048 5072 1097 4072.33 2436.33 1190.67 1409 1685.33
Alat Tangkap Lain CPUE 0.14751984 0.08846609 0.05232452 0.11445536 0.07223980 0.07709945 0.07740714 0.08894401
Produksi
Effort
CPUE
FPI
18.9 13572 0.00139257 0.0094399 0.7 7876 8.8878E-05 0.00100465 65.5 19675 0.0033291 0.06362405 28.3667 13707.7 0.0020694 0.01808038 22.0667 9563.7 0.00230734 0.03193995 31.9 9923.3 0.00321466 0.04169493 59.0667 7301 0.00809022 0.10451511 136.667 11750.3 0.01163091 0.13076664
Standar Effort 128.118359 7.91263651 1251.80314 247.840437 305.464102 413.751340 763.064792 1536.54725
Total Produksi 911.1 449.4 122.9 494.466667 198.066667 123.7 168.133333 286.566667
Total Standar Effort 6176.1 5079.9 2348.8 4320.2 2741.8 1604.4 2172.1 3221.9
CPUE 0.14751984 0.08846609 0.05232452 0.11445536 0.07223980 0.07709945 0.07740714 0.08894401
94
Lampiran 9. Hasil Analisis Data denganMicrosoft Excel 2010
Tahun 2011 2012 2013 2014 2015
Produksi (ton) 494.47 198.07 123.70 168.13 286.57
Rata-Rata
Effort SDT 4320.17 2741.79 1604.42 2172.06 3221.88
254.19
2,812.07
CPUE 0.11446 0.07224 0.07710 0.07741 0.08894
CPUEt+1 0.07224 0.07710 0.07741 0.08894
Et+1 LnCPUEt+1 2741.79 (2.62776) 1604.42 (2.56266) 2172.06 (2.55868) 3221.88 (2.41975)
0.09
Y
LnCPUEt -2.16757039 -2.62776409 -2.56265916 -2.5586762 -2.41974826
Et+Et+1 7061.96 4346.22 3776.49 5393.94 3221.88
X1
SUMMARY OUTPUT Regression Statistics Multiple R 0.824554889 R Square 0.67989077 Adjusted R Square 0.03967230 Standard Error 0.085815684 Observations 4 ANOVA df Regression Residual Total
Intercept X Variable 1 X Variable 2
2 1 3
SS MS 0.015641351 0.007820676 0.007364332 0.007364332 0.023005683
Coefficients Standard Error t Stat -4.733185564 1.643610571 -2.8797488 -0.721075797 0.519146263 -1.38896463 -7.83932E-05 7.55936E-05 1.037035003
F Significance F 1.06196681 0.565781967
P-value Lower 95% Upper 95% Lower 95.0% 0.21277429 -25.617238 16.1508669 -25.617238 0.397248953 -7.31745451 5.87530291 -7.31745451 0.488426994 -0.00088211 0.0010389 -0.00088211
Laju Pertumbuhan Alami (r)
= 12.34081 % per tahun
Koefisien Kemampuan Tangkap (q)
= 0.001124
Daya Dukung Lingkungan (K)
= 56.86 ton per tahun
Upper 95.0% 16.15086686 5.875302913 0.001038901
X2
95
Lampiran 10. Hasil Analisis Bioekonomi dengan Microsoft Excel 2010
r = 2(1-b)/(1+b) q = -c*(2+r) K = (EXP((a*(2+r))/(2*r)))/q Effort Opt (Emsy) = r/2q Biomass MSY (xopt) = K/2 hMSY (h opt) = rK/4 Rata2 Produksi Aktual = Rata2 Effort Aktual = % Overfishing = Price = Cost =
12.34081356 0.001124223 56.85653776 5488.59699 28.42826888 175.4139831 254.1866667 2812.065585 30.99009269 21727531.3 82689.43
Sole Owner / MEY Open Access/OAY MSY Ton Trip Ton Ton Ton Trip % juta Rp/ton juta Rp/trip
x (ton) h* (ton) E* (trip) π (juta Rp)
30.12087991 174.7921444 5161.80749 3370974869
Aktual
3.385222054 28.42826888 39.28903962 175.4139831 254.1866667 10323.61498 5488.59699 2812.065585 0 3357463851 5290320656
96
Lampiran 11. Hasil Analisis Data dengan Software Maple 18 >
> >
> >
> >
97
>
>
>
98
Lampiran 12. Foto Hasil Penelitian
Kapal Nelayan Rajungan
Jaring Rajungan
TPI Cilincing
99
Wawancara dengan Nelayan dan Penyuluh
100
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di DKI Jakarta pada tanggal 29 November 1994 dari pasangan Bapak Budiono dan Ibu Sukorini. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Penulis mengawali pendidikan formal di SD Negeri 07 Pagi Cipinang Muara, SD Negeri Pengadilan 3 Bogor, SD Swasta BPS&K III Pembangunan Cipinang Jaya dan Lulus pada tahun 2006. Pada tahun 2006-2009, penulis meneruskan pendidikan formal di SMP Negeri 62 Jakarta Timur. Selanjutnya penulis menempuh pendidikan formal di SMA Negeri 53 Jakarta Timur pada tahun 2009-2012. Penulis akhirnya meneruskan pendidikannya ke Perguruan Tinggi Negeri Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) pada tahun 2012 dan diterima sebagai mahasiswi Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama masa perkuliahan penulis aktif di berbagai kegiatan kepanitiaan di kampus, seperti IAAS Olympic, Sportakuler dan Extravaganza. Penulis melakukan penelitian dan menyusun skripsi sebagai tugas akhir dalam rangka menyelesaikan studi di Departemen ESL, FEM, IPB dengan judul “Analisis Pengelolaan dan Dampak Penerapan Kebijakan Minimum Legal Size dan Pelarangan Penangkapan Rajungan Bertelur terhadap Nelayan Kampung Bidara Kelurahan Marunda Kecamatan Cilincing Jakarta Utara” dibawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Akhmad Fauzi, M.Sc dan Benny Osta Nababan, S. Pi., M.Si.