ANALISIS KASUS TINDAK PIDANA KORUPSI YANG DILAKUKAN OLEH KARYAWAN PT. BANK MANDIRI (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum
Oleh
TOMITA JUNIARTA SITOMPUL 040200221 Hukum Pidana
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS HUKUM MEDAN 2008 Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
ANALISIS KASUS TINDAK PIDANA KORUPSI YANG DILAKUKAN OLEH KARYAWAN PT. BANK MANDIRI (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn)
SKRIPSI
Disusun Oleh : TOMITA JUNIARTA SITOMPUL 040200221 Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Meraih Gelar Sarjana Hukum Di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan Diketahui Oleh Ketua Departemen Hukum Pidana
Abul Khair, SH. M. Hum NIP. 131842854
Prof. Dr. Syafruddin Kalo, SH. M. Hum NIP. 130809557
Liza Erwina, SH. M.Hum NIP. 131835565
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmatNya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini yang merupakan karya ilmiah dengan judul Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank Mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn) untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum Universitas Sumatera Utara. Penulisan judul ini didasari atas ketertarikan terhadap permasalahan tindak pidana korupsi yang terjadi dalam bidang perbankan khususnya yang terjadi dalam Bank Mandiri. Besar harapan penulis semoga skripsi ini dapat memberi manfaat bagi para pembaca, walaupun disadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Dalam penulisan skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan, bimbingan serta masukan dari berbagai pihak, sehingga penulisan skripsi ini dapat berjalan dengan lancar dan dapat diselesaikan dengan baik. Untuk itu penulis dengan ketulusan hati mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH. M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 2. Bapak Prof. Dr. Suhaidi, SH. M.Hum selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 3. Bapak Syafruddin Hasibuan, SH. MH. DFM selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 4. Bapak Muhammad Husni, SH. M.Hum selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
5. Kedua orang tua tercinta Drs. Bona Sitompul, Apt dan Tetty Marpaung yang senantiasa memberikan kasih saying, cinta, pengertian dan membimbing penulis serta menyediakan segala kebutuhan penulis. 6. Bapak Abul Khair, SH. M.Hum selaku Ketua Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 7. Bapak Prof. Dr. Syafruddin Kalo, SH. M. Hum selaku Dosen Pembimbing I penulis. 8. Ibu Liza Erwina, SH. M. Hum selaku Dosen Pembimbing II penulis. 9. Bapak Dr. Jelly Leviza, SH. M. Hum selaku Dosen Wali penulis. 10. Bapak dan Ibu Dosen yang telah membimbing penulis dalam masa perkuliahan. 11. Buat kakakku Katarin Sitompul dan ketiga adikku Margaretha Sitompul, Bonita Sitompul dan Agusto Sitompul yang telah membantu dan memberikan semangat sehingga penulis dapat meyelesaikan penulisan skripsi ini. 12. Buat teman-teman karibku Aimi, Maria Margaretha dan Friska Sitanggang yang telah memberikan dukungan dan semangat kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Terima kasih ya buat semuanya. 13. Buat teman-teman stambuk 2004 Delima, Vera, dan teman-teman lainnya yang tidak mungkin penulis tulis satu persatu, terima kasih penulis ucapkan atas semangat yang kalian berikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
14. Buat rekan-rekan di PERMAHI (Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia), terima kasih penulis ucapkan atas semangat yang kalian berikan sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Akhir kata, penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna karena masih banyak kekeliruan dan kekhilafan dikarenakan keterbatasan pengetahuan penulis.
Medan, Juni 2008 Hormat saya, Penulis
Tomita J. Sitompul 040200221
Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
ABSTRACT Analisis kasus terhadap tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh karyawan PT. Bank Mandiri merupakan suatu kajian normatif tentang tindak pidana korupsi yang terjadi dalam bidang perbankan khususnya dalam PT. Bank Mandiri dimana analisis kasus tindak pidana korupsi ini mengangkat permasalahan mengenai siapa saja yang menjadi subjek hukum tindak pidana korupsi, sanksi pidana serta pertanggungjawaban pidana dalam tindak pidana korupsi. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif. Dari hasil penelitian normatif ini diketahui bahwa setiap orang dapat menjadi subjek hukum tindak pidana korupsi tidak hanya terbatas pada pegawai negeri saja dan sanksi pidana yang dapat diterapkan adalah pidana pokok dan pidana tambahan serta setiap subjek hukum dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya jika subjek hukum mengetahui bahwa perbuatannya melanggar hukum. Terjadinya tindak pidana korupsi dalam bidang perbankan khususnya di PT. Bank Mandiri disebabkan oleh beberapa aspek yang antara lain aspek individu pelaku yang berasal dari dalam diri pelaku itu sendiri, aspek organisasi, aspek tempat individu dan organisasi berada (aspek masyarakat) dan aspek peraturan perundang-undangan. Untuk menanggulangi tindak pidana korupsi dalam bidang perbankan khususnya di PT. Bank Mandiri tersebut maka perlu diambil suatu langkah-langkah kebijakan berupa kebijakan non-penal dan kebijakan penal. Kebijakan non-penal dapat dilakukan dengan menangani faktor-faktor kondusif penyebab terjadinya tindak pidana korupsi dan melalui pendekatan berdasarkan operasi perbankan yang mencakup pengelolaan dana pihak ketiga, penempatan dana bank, pemberian kredit, pengelolaan transaksi derivatif, dan kecurangan perbankan lainnya dan kebijakan penal dapat dilakukan dengan melaporkan atau menyerahkan kasus tindak pidana korupsi yang terjadi kepada pihak penegak hukum (polisi, jaksa, KPK) untuk dapat diproses sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Berdasarkan uraian di atas sasaran yang akan dicapai dalam analisis kasus terhadap tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh karyawan PT. Bank Mandiri ini adalah meletakkan dasar-dasar hukum bahwa setiap orang dapat menjadi subjek tindak pidana korupsi dan terhadap tindak pidana yang terjadi dalam bidang perbankan dapat dikenakan Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jika tindak pidana tersebut menyebabkan kerugian negara baik secara langsung maupun tidak langsung serta langkah-langkah kebijakan apa yang akan ditempuh untuk menanggulangi tindak pidana korupsi yang terjadi dalam bidang perbankan.
Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR………………………………………………………….. i ABSTRACT.......................................................................................................... iv DAFTAR ISI......................................................................................................... v
BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penulisan…………………………………….. 1 B. Permasalahan…………………………………………………. 5 C. Tujuan dan Manfaat Penulisan……………………………….. 5 D. Keaslian Penulisan…………………………………………… 6 E. Tinjauan Kepustakaan 1. Pengertian Tindak Pidana Korupsi………………………… 7 2. Bentuk/ Jenis Tindak Pidana Korupsi……………………... 17 3. Pengertian Tindak Pidana Perbankan……………………… 23 4. Bentuk/ Jenis Tindak Pidana Perbankan…………………... 27 F. Metode Penulisan…………………………………………….. 33 G. Sistematika Penulisan………………………………………... 35
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI A. Subjek Hukum Tindak Pidana Korupsi……………………… 37 B. Sanksi Pidana Terhadap Tindak Pidana Korupsi……………. 46 C. Pertanggungjawaban Pidana dalam Tindak Pidana Korupsi… 55
BAB III
FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TIMBULNYA TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PERBANKAN A. Aspek Individu Pelaku……………………………………….62 B. Aspek Organisasi……………………………………………. 66 C. Aspek Tempat Individu dan Organisasi Berada (Aspek Masyarakat)………………………………………… 70
Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
D. Aspek Peraturan Perundang-undangan……………………... 71
BAB IV
KASUS DAN ANALISIS KASUS A. Kasus……………………………………………………….. 76 B. Analisis Kasus……………………………………………… 89
BAB V
UPAYA PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM BIDANG PERBANKAN A. Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Korupsi Melalui Pengelolaan Perbankan (Non-Penal Policy)………………... 97 B. Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Korupsi Melalui Kebijakan Hukum Pidana (Penal Policy)…………………. 104
BAB VI
PENUTUP A. Kesimpulan……………………………………………….... 107 B. Saran………………………………………………………... 111
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………... 113
Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Dalam UUD 1945 ditegaskan bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (Rechtstaat), tidak berdasarkan atas kekuatan belaka (Machtstaat). Ini berarti bahwa Republik Indonesia adalah negara hukum yang demokratis berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, menjunjung tinggi hak asasi manusia dan menjamin semua warganegara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan serta wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Hukum menetapkan apa yang harus dilakukan dan atau yang boleh dilakukan serta yang dilarang. Sasaran hukum yang hendak dituju bukan saja orang yang nyata-nyata berbuat melawan hukum, melainkan juga perbuatan hukum yang mungkin akan terjadi, dan kepada alat perlengkapan negara untuk bertindak menurut hukum. Sistem bekerjanya hukum yang demikian itu merupakan salah satu bentuk penegakan hukum. Proses pembangunan dapat menimbulkan kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat juga mengakibatkan perubahan kondisi sosial masyarakat yang memiliki dampak sosial negatif, terutama menyangkut masalah peningkatan tindak pidana yang meresahkan masyarakat. Salah satu tindak pidana yang dapat dikatakan cukup fenomenal adalah masalah korupsi. Tindak pidana ini
Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
tidak hanya merugikan keuangan negara tetapi juga merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat. Di berbagai belahan dunia, korupsi selalu mendapatkan perhatian yang lebih dibandingkan tindak pidana lainnya. Fenomena ini dapat dimaklumi mengingat dampak negatif yang ditimbulkan oleh tindak pidana ini. Dampak yang ditimbulkan dapat menyentuh berbagai bidang kehidupan. Korupsi merupakan masalah serius, tindak pidana ini dapat membahayakan stabilitas dan keamanan masyarakat, membahayakan pembangunan sosial ekonomi dan juga politik, serta dapat merusak nilai-nilai demokratis dan moralitas karena lambat laun perbuatan ini seakan menjadi budaya. Korupsi merupakan ancaman terhadap cita-cita menuju masyarakat adil dan makmur. 1 Korupsi di Indonesia sudah merupakan virus flu yang menyebar ke seluruh tubuh pemerintah bahkan sampai ke perusahaan-perusahaan milik negara sedangkan langkah-langkah pemberantasannya masih tersendat-sendat sampai sekarang. Korupsi berkaitan dengan kekuasaan karena dengan kekuasaan itu dapat melakukan penyalahgunaan untuk kepentingan pribadi, keluarga, atau kroninya. Dapat ditegaskan bahwa korupsi itu selalu bermula dan berkembang di sektor pemerintahan (publik) dan perusahaan-perusahaan milik negara. Dengan buktibukti yang nyata dengan kekuasaan itulah pejabat publik dan perusahaan milik negara dapat menekan atau memeras para orang-orang yang memerlukan jasa pelayanan dari pemerintah maupun badan usaha milik negara. 2
1 2
Evi Hartanti, Tindak Pidana Korupsi, Sinar Grafika, Jakarta, 2005, halaman 1 Romli Atmasasmita, Sekitar Korupsi Aspek Nasional dan Aspek Internasional, CV. Mandar Maju, Bandung, 2004, halaman 1
Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
Bertitik tolak dari hal tersebut pemberantasan korupsi bukanlah perkara yang
mudah
mengedepankan
diatasi,
karena
kerahasiaan
sistem dan
penyelenggaraan ketertutupan
pemerintah
dengan
yang
menipiskan
pertanggungjawaban primodialisme yang menggunakan sistem rekruitmen atas dasar koncoisme yang didasarkan kesamaan etnis. Korupsi di sektor swastapun sudah sama parahnya dengan korupsi di sektor publik, manakala aktivitas bisnisnya terkait atau berhubungan dengan sektor publik, misalnya sektor perpajakan, perbankan dan pelayanan publik. Dimana salah satu sektor/bidang yang paling rawan terhadap tindak pidana korupsi adalah sektor/bidang perbankan mengingat bahwa eksistensi perbankan sebagai salah satu lembaga keuangan yang pada dasarnya merupakan perantara keuangan masyarakat (financial intermediary) dengan fungsi utamanya sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat adalah merupakan ujung tombak sektor keuangan yang prioritas penanganannya sangat urgen sekali. Hal ini dikarenakan ekses dari terjadinya tindak pidana korupsi di dalam bidang perbankan tidak saja hanya menimpa bank yang bersangkutan namun juga terhadap bank-bank lainnya, nasabah baik nasabah penyimpan dana maupun nasabah debitur serta pemerintah atau negara. Tindak pidana korupsi di bidang perbankan ini berkembang seiring dengan laju pesatnya industri perbankan sebagai lokomotif pembangunan nasional. Dimana perkembangan tindak pidana korupsi di bidang perbankan telah banyak menimbulkan dampak yang sangat merugikan terhadap para pihak yang menjadi korbannya, juga akan dapat menimbulkan kesan negatif masyarakat terhadap lembaga perbankan. Hal ini dikarenakan bank adalah salah satu lembaga Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
keuangan
yang
mekanisme
operasionalnya
berasaskan
pada
hubungan
kepercayaan (fiduary relation), hubungan kerahasiaan (confidental relation), dan hubungan kehati-hatian (prudential relation).3 Salah satu kasus tindak pidana korupsi di bidang perbankan adalah kasus tindak pidana korupsi di PT. Bank Mandiri Cabang Medan Zainul Arifin yang dilakukan oleh karyawan bank itu sendiri yang bernama Nining Sukaisih, Amd yang bertugas sebagai teller di bank tersebut. Perbuatan tersebut dilakukan Nining Sukaisih, Amd tanpa izin dari nasabah yang bersangkutan dengan cara membuat slip penarikan tunai yang ditandatanganinya sendiri dengan cara meniru tanda tangan pemilik rekening dan pemgambilan uang nasabah tersebut juga tanpa disertai buku tabungan dan ATM dari para nasabah. Dimana selanjutnya Ia menyetorkan uang yang diambilnya dari para nasabah ke rekeningnya sendiri dan ke rekening yang dibuatnya sendiri atas nama suaminya dan kedua anaknya. Perbuatan dari Nining Sukaisih, Amd tersebut mengakibatkan PT. Bank Mandiri Cabang Medan Zainul Arifin harus membayar klaim kepada para nasabah dimana klaim tersebut dibebankan kepada laba / rugi PT. Bank Mandiri Cabang Medan Zainul Arifin dan merugikan keuangan negara Cq PT. Bank Mandiri Cabang Medan Zainul Arifin sebesar ± Rp 2.602.920.750,- (Dua milyar enam ratus dua juta sembilan ratus dua puluh ribu tujuh ratus lima puluh rupiah). Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan tersebut diatas maka penulis menyusun skripsi yang berjudul “Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi yang dilakukan oleh Karyawan PT. Bank Mandiri”.
3
M. Sholehuddin, Tindak Pidana Perbankan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1997, halaman 3
Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
B. Permasalahan Berdasarkan uraian di atas timbul beberapa masalah yang perlu dikaji dalam penulisan ini antara lain : 1. Siapa saja subjek hukum tindak pidana korupsi dan bagaimana ketentuan sanksi pidana terhadap tindak pidana korupsi dan pertanggungjawaban pidana dalam tindak pidana korupsi? 2. Apa saja faktor penyebab terjadinya tindak pidana korupsi dalam bidang perbankan? 3. Bagaimana analisis kasus tindak pidana korupsi PT. Bank Mandiri dalam perspektif hukum pidana? 4. Bagaimana upaya penanggulangan tindak pidana korupsi dalam bidang perbankan?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan dalam penulisan ini yaitu: 1. Untuk mengetahui siapa saja subjek hukum tindak pidana korupsi dan ketentuan sanksi pidana terhadap tindak pidana korupsi serta bagaimana pertanggungjawaban pidana dalam tindak pidana korupsi. Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
2. Untuk mengetahui faktor penyebab terjadinya tindak pidana korupsi dalam perbankan khususnya dalam PT. Bank Mandiri. 3. Untuk mengetahui bagaimana analisis kasus tindak pidana korupsi PT. Bank Mandiri dalam perspektif hukum pidana. 4. Untuk memperoleh / membuat suatu upaya penanggulangan terhadap tindak pidana korupsi di bidang perbankan dalam rangka memberikan perlindungan hukum bagi korban kasus-kasus korupsi.
Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoritis Mengharapkan bahwa hasil penelitian ini dapat menyumbangkan pemikiran di bidang hukum yang akan mengembangkan disiplin ilmu hukum khususnya mengenai tindak pidana korupsi yang terjadi di Indonesia. b. Manfaat Praktis Mengharapkan bahwa hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan atau diterapkan dalam pengambilan kebijakan oleh aparat penegak hukum dalam tindak pidana korupsi di bidang perbankan dengan menerapkan konsep-konsep kebijakan hukum pidana.
D. Keaslian Penulisan Pembahasan skripsi ini dengan judul Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi yang dilakukan oleh Karyawan PT. Bank Mandiri adalah sebuah masalah yang sudah sering kita dengar namun dalam penulisan skripsi ini penulis khusus meninjau dari segi perspektif hukum pidana Indonesia dalam kasus tindak Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
pidana korupsi di PT. Bank Mandiri. Permasalahan yang dibahas didalam skripsi ini adalah murni hasil pemikiran dari penulis dalam rangka melengkapi tugas dan memenuhi syarat guna memperoleh gelar sarjana hukum di fakultas hukum Universitas Sumatera Utara dan apabila ternyata di kemudian hari terdapat judul dan permasalahan yang sama maka penulis akan bertanggung jawab sepenuhnya terhadap skripsi ini.
E. Tinjauan Kepustakaan 1. Pengertian Tindak Pidana Korupsi Korupsi merupakan gejala masyarakat yang dapat dijumpai dimana-mana. Sejarah membuktikan bahwa hampir tiap negara dihadapkan pada masalah korupsi. Tidak berlebihan jika pengertian korupsi selalu berkembang dan berubah sesuai dengan perubahan zaman. 4 Menurut Fockema Andrea kata korupsi berasal dari bahasa latin corruption atau corruptus (Webster Student Dictionary:1960). Selanjutnya disebutkan bahwa corruption itu berasal pula dari kata asal corrumpere, suatu kata Latin yang lebih tua. 5 Dari bahasa Latin itulah turun ke banyak bahasa Eropa seperti Inggris, yaitu corruption, corrupt; Prancis, yaitu corruption; Belanda, yaitu corruptie (korruptie) dan dari bahasa Belanda inilah kata itu turun ke bahasa Indonesia, yaitu “korupsi”.
4
5
Martiman Prodjohamidjojo, Penerapan Pembuktian Terbalik dalam Delik Korupsi, CV. Mandar Maju, Bandung, 2001, halaman 7 Andi Hamzah, Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional dan Internasional, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006, halaman 4
Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
Dalam Ensiklopedia Indonesia disebut “korupsi” (dari bahasa Latin: corruption = penyuapan; corruptore = merusak) gejala dimana para pejabat, badan-badan
negara
menyalahgunakan
wewenang
dengan
terjadinya
penyuapan, pemalsuan serta ketidakberesan lainnya. Adapun arti harafiah dari korupsi dapat berupa : a. kejahatan, kebusukan, dapat disuap, tidak bermoral, kebejatan, dan ketidakjujuran (S. Wojowasito-W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Lengkap Inggris-Indonesia, Indonesia-Inggris, Penerbit: Hasta, Bandung). b. perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok, dan sebagainya (W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Penerbit: Balai Pustaka, 1976). c. 1. korup (busuk; suka menerima uang suap / uang sogok; memakai kekuasaan untuk kepentingan sendiri dan sebagainya); 2. korupsi (perbuatan busuk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok, dan sebagainya); 3. koruptor (orang yang korupsi) (Muhammad Ali, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Modern, Penerbit Pustaka Amani Jakarta) Secara harfiah korupsi merupakan sesuatu yang busuk, jahat, dan merusak. Jika membicarakan tentang korupsi memang akan menemukan kenyataan semacam itu karena korupsi menyangkut segi-segi moral, sifat dan keadaan yang busuk, jabatan dalam instansi atau aparatur pemerintah, penyelewengan kekuasaan dalam jabatan karena pemberian, faktor ekonomi dan politik, serta penempatan keluarga atau golongan ke dalam kedinasan di bawah kekuasaan Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
jabatannya. Dengan demikian, secara harafiah dapat ditarik kesimpulan bahwa sesungguhnya istilah korupsi memiliki arti yang sangat luas. 1. Korupsi, penyelewengan atau penggelapan (uang negara atau perusahaan dan sebagainya) untuk kepentingan pribadi dan orang lain. 2. Korupsi : busuk; rusak; suka memakai barang atau uang yang dipercayakan kepadanya; dapat disogok (melalui kekuasaannya untuk kepentingan pribadi). Adapun menurut Subekti dan Tjitrosoedibio dalam Kamus Hukum, yang dimaksud curruptie adalah korupsi; perbuatan curang; tindak pidana yang merugikan keuangan negara. Baharuddin Lopa mengutip pendapat dari David M. Chalmers, menguraikan arti istilah korupsi dalam berbagai bidang, yakni yang menyangkut masalah penyuapan, yang berhubungan dengan manipulasi di bidang ekonomi, dan yang menyangkut bidang kepentingan umum. Kesimpulan ini diambil dari defenisi yang dikemukakan antara lain berbunyi, financial manipulations and deliction injurious to the economy are often labeled corrupt (manipulasi dan keputusan mengenai keuangan yang membahayakan perekonomian sering dikategorikan perbuatan korupsi). Selanjutnya ia menjelaskan the term is often applied also to misjudgements by officials in the public economies (istilah ini sering juga digunakan terhadap kesalahan ketetapan oleh pejabat yang menyangkut bidang perekonomian umum). Dikatakan pula, disguised payment in the form og gifts, legal fees, employment, favors to relatives, social influence, or any relationship that sacrifices the public and welfare, with or without the implied payment of Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
money, is usually considered corrupt (pembayaran terselubung dalam bentuk pemberian hadiah, ongkos administrasi, pelayanan, pemberian hadiah kepada sanak keluarga, pengaruh kedudukan social, atau hubungan apa saja yang merugikan kepentingan dan kesejahteraan umum, dengan atau tanpa pembayaran uang, biasanya dianggap sebagai perbuatan korupsi). Ia menguraikan pula bentuk korupsi yang lain, yang diistilahkan political corruption (korupsi politik) adalah electoral corruption includes purchase of vote with money, promises of office or special favors, coercion, intimidation, and interference with administrative of judicial decision, or governmental appointment (korupsi pada penelitian umum, termasuk memperoleh suara dengan uang, janji dengan jabatan atau hadiah khusus, paksaan, intimidasi, dan campur tangan terhadap kebebasan memilih. Korupsi dalam jabatan melibatkan penjualan suara dalam legislatif, keputusan administrasi, atau keputusan yang menyangkut pemerintahan). 6 Menurut Gurnar Myrdal menyebutkan: To include not only all forms of improper or selfish exercise of power and influence attached to a public office or the special position one occupies in the public life but also the activity of the bribers. (korupsi tersebut meliputi kegiatan-kegiatan yang tidak patut yang berkaitan dengan kekuasaan, aktivitas-aktivitas pemerintahan, atau usahausaha tertentu untuk memperoleh kedudukan secara tidak patut, serta kegiatan lainnya seperti penyogokan). 7
6 7
Evi Hartanti, Op. cit, halaman 9 Edi Yunara, Korupsi dan Pertanggungjawaban Pidana Korporasi berikut Studi Kasus, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2005, halaman 33
Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
Istilah korupsi pertama sekali hadir dalam khasanah hukum Indonesia dalam peraturan Penguasa Perang Nomor Prt/Perpu/013/1958 tentang Peraturan Pemberantasan Korupsi. Kemudian dimasukkan juga dalam Undang-undang Nomor 24/Prp/1960 tentang Pengusutan Penuntutan dan Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi. Undang-undang ini kemudian dicabut dan digantikan oleh Undang-undang Nomor 3 tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang kemudian sejak tanggal 16 Agustus 1999 digantikan oleh Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 dan akan mulai berlaku efektif paling lambat 2 tahun kemudian (16 Agustus 2001) dan kemudian diubah dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tanggal 21 November 2001. 8 Memperhatikan Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 dan Undangundang Nomor 20 Tahun 2001, maka Tindak Pidana Korupsi itu dapat dilihat dari 2 (dua) segi, yaitu Korupsi Aktif dan Korupsi Pasif. Adapun yang dimaksud dengan korupsi aktif adalah sebagai berikut :9 -
Secara melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara (Pasal 2 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999);
- Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suat korporasi menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan
8
9
Darwan Prinst, Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002, halaman 1 Ibid, halaman 1-6
Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
keuangan negara atau perekonomian negara (Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999); - Memberi hadiah atau janji kepada Pegawai Negeri dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut (Pasal 4 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999); - Percobaan, pembantuan, atau permufakatan jahat untuk melakukan Tindak Pidana Korupsi (Pasal 15 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999); - Memberi atau
menjanjikan ssuatu kepada
Pegawai Negeri atau
Penyelenggara Negara dengan maksud supaya berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya (Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001); - Memberi sesuatu kepada Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara karena atau berhubung dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya (Pasal 5 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001); - Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada Hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili (Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001); - Pemborong, ahli bangunan yang ada pada waktu membuat bangunan, atau penjual bahan bangunan yang ada pada waktu menyerahkan bahan bangunan, melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keamanan orang atau barang, atau keselamatan negara dalam keadaan perang (Pasal 7 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001); Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
-
Setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau penyerahan bahan bangunan, sengaja membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam huruf a (Pasal 7 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001);
- Setiap orang yang ada pada waktu mneyerahkan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia atau Kepolisian Negara Republik Indonesia melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keselamatan negara dalam keadaan perang (Pasal 7 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001); - Setiap orang yang bertugas mengawasi penyerahan barang kerperluan Tentara Nasional Indonesia atau Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan sengaja membiarkan pebuatan curang sebagaimana dimaksud dalam huruf c (Pasal 7 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001); - Pegawai Negeri atau orang lain selain Pegawai Negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum scara terus menerus atau untuk smentara waktu, dengan sengaja menggelapkan uang atau surat berharga yang disimpan karena jabatannya atau mmbiarkan uang atau surat berharga tersebut diambil atau digelapkan oleh orang lain atau membantu dalam melakukan perbuatan tersebut (Pasal 8 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001); - Pegawai Negeri atau orang selain Pegawai Negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau sementara waktu, dengan sengaja memalsu buku-buku atau daftar-daftar yang khusus Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
untuk pemeriksaan administrasi (Pasal 9 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001); - Pegawai Negeri atau orang selain Pegawai Negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau sementara waktu dengan sengaja; menggelapkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuar tidak dapat dipakai barang, akta, surat atau daftar yang digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan di muka pejabat yang berwenang, yang dikuasai karena jabatannya; atau membiarkan orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat atau daftar tersebut; atau membantu orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat atau daftar tersebut (Pasal 10 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001); - Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara yang : a. Dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, atau menerima pembayaran dengan potongan atau mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri ( Pasal 12 huruf e Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001); b. Pada waktu menjalankan tugas meminta, menerima, atau memotong pembayaran kepada Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara yang lain atau Kas Umum tersebut mempunyai hutang kepadanya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan hutang (huruf f);
Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
c. Pada waktu menjalankan tugas meminta atau menerima pekerjaan, atau penyerahan barang seolah-olah merupakan hutang pada dirinya, padahal diketahui bahwa hak tersebut bukan merupakan hutang (huruf g); d. Pada waktu menjalankan tugas telah menggunakan tanah negara yang di atasnya terdapat hak pakai, seolah-olah sesuai dengan peraturan perundang-undangan, telah merugikan orang yang berhak, padahal diketahuinya bahwa perbuatan tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan; atau e. Baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan, atau persewaan yang pada saat dilakukan perbuatan untuk seluruhnya atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya (huruf i). -
Memberi hadiah kepada Pegawai Negeri dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan itu (Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999).
Sedangkan korupsi pasif adalah sebagai berikut : -
Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara yang menerima pemberian atau janji karena berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya (Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001);
-
Hakim atau Advokat yang menerima pemberian atau janji untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili
Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
atau untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang diberikan berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili (Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001); -
Orang yang menerima penyerahan bahan atau keperluan Tentara Nasional Indonesia atau Kepolisaian Negara Republik Indonesia yang membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau huruf c Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 (Pasal 7 ayat (2) UndangUndang Nomor 20 Tahun 2001);
-
Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji itu diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya atau menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya (Pasal 11 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001);
-
Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya; atau sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan
sesuatu
dalam
jabatannya
yang
bertentangan dengan
kewajibannya (Pasal 12 huruf a dan huruf b Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001); -
Hakim yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi
Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadali (Pasal 12 huruf c Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001); -
Advokat yang menerima hadiah atau janji padahal dketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji itu diberikan untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang diberikan berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili (Pasal 12 huruf d Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001);
-
Setiap Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara yang menerima gratifkasi yang diberikan berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya (Pasal 12 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001). Demikianlah pengertian tentang korupsi yang diatur dalam Undang-
Undang Nomor 31 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. 2. Bentuk/Jenis Tindak Pidana Korupsi Menurut J. Soewartojo (1988) ada beberapa bentuk/jenis tindak pidana korupsi, yaitu sebagai berikut :10 a. Pungutan liar jenis tindak pidana, yaitu korupsi uang negara, menghindari pajak dan bea cukai, pemerasan dan penyuapan. b. Pungutan liar jenis pidana yang sulit dibuktikan, yaitu komisi dalam kredit bank, komisi tender proyek, imbalan jasa dalam pemberian izin-izin, kenaikan pangkat, pungutan tterhhadap uang perjalanan, pungli pada pospos pencegatan di jalan, pelabuhan, dan sebagainya.
10
Evi Hartanti, Op.cit, halaman 20
Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
c. Pungutan liar jenis pungutan tidak sah yang dilakukan oleh Pemda, yaitu pungutan yang dilakukan tanpa ketetapan berdasarkan peraturan daerah, tetapi hanya dengan surat-surat keputusan saja. d. Penyuapan, yaitu seorang penguasa menawarkan uang atau jasa lain kepada seseorang atau keluarganya untuk suatu jasa bagi pemberi uang. e. Pemerasan, yaitu orang yang memegang kekuasaan menuntut pembayaran uang atau jasa lain sebagai ganti atau timbal balik fasilitas yang diberikan. f. Pencurian, yaitu orang yang berkuasa menyalahgunakan kekuasaannya dan mencuri harta rakyat, langsung atau tidak langsung. g. Nepotisme, yaitu orang yang berkuasa memberikan kekuasaan dan fasilitas pada keluarga atau kerabatnya, yang seharusnya orang lain juga dapat atau berhak bila dilakukan secara adil. Menurut Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti Korupsi 2003 (disingkat KAK 2003) ada 4 macam tipe tindak pidana korupsi sebagai berikut: 11 a. Tindak Pidana Korupsi Penyuapan Pejabat-Pejabat Publik Nasional (Bribery of National Public Officials) Ketentuan tipe tindak pidana korupsi ini diatur dalam ketentuan Bab III tentang kriminalisasi dan penegakan hukum (Criminalization and Law Enforcement) dalam Pasal 15, 16, dan Pasal 17 KAK 2003. Pada ketentuan Pasal 15 diatur mengenai penyuapan pejabat-pejabat publik nasional (bribery of national public officials) yaitu dengan sengaja melakukan tindakan janji,
11
Lilik Mulyadi, Tindak Pidana Korupsi di Indonesia Normatif, Masalahnya, Alumni, Bandung, 2007, halaman 41
Teoretis, Praktik, dan
Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
menawarkan atau memberikan kepada seorang pejabat publik secara langsung atau secara tidak langsung suatu keuntungan yang tidak pantas (layak), untuk pejabat tersebut atau orang lain atau badan hukum agar pejabat bersangkutan bertindak atau menahan diri dari melakukan suatu tindakan dalam melaksanakan tugas resminya. Selain itu, dikategorisasikan juga aspek ini adalah permohonan atau penerimaan seorang pejabat publik, secara langsung atau tidak langsung, suatu keuntungan yang tidak pantas (layak), untuk pejabat itu sendiri atau orang lain atau suatu badan hukum, agar pejabat itu bertindak atau menahan diri dari melakukan suatu tindakan dalam melaksanakan tugas resminya. Kemudian, terhadap penyuapan pejabat-pejabat publik asing dan pejabat-pejabat dari organisasi-organisasi internasional publik (bribery of foreign public officials dan officials of public internasional organizations) diatur dalam ketentuan Pasal 16 dan penggelapan, penyelewengan atau pengalihan kekayaan dengan cara lain oleh seorang pejabat publik (embezzlement, misappropriation or other diversion of proverty by a public official) diatur dalam ketentuan Pasal 17 KAK 2003. b. Tindak Pidana Korupsi Penyuapan di Sektor Swasta (Bribey in the Private Sector) Tipe tindak pidana korupsi jenis ini diatur dalam ketentuan Pasal 21, 22 KAK 2003. Pada ketentuan Pasal 21 disebutkan bahwa : Each State Party shall consider adopting such legislative and other measures as may be necessary to establish as criminal offences, when commited internationally in the course of economic, financial or commercial activities: (a). The promise, offering or giving, directly or indirectly, of an undue advantage to any person who directs or works, in any capacity, for a private sector entity, for the person himself or herself or for another Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
person, in other that he or she, in breach of his or her duties, act or refrain from acting. (b). The solicitation or acceptance, directly or indirectly, of an undue advantage by any person who directsor works, in any capacity, for a private sector entity, for the person himself or herself or for another person, in order that he or she, in breach of his or her duties, act or refrain from acting. Ketentuan
tersebut
menentukan
setiap
negara
peserta
konvensi
mempertimbangkan kejahatan yang dilakukan dengan sengaja dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan ekonomi, keuangan dan perdagangan menjanjikan, menawarkan atau memberikan, secara langsung atau tidak langsung, suatu keuntungan yang tidak semestinya kepada seseorang yang memimpin atau bekerja pada suatu badan di sektor swasta untuk diri sendiri atau orang lain melanggar tugasnya atau secara melawan hukum. Apabila diperbandingkan, ada korelasi erat antara tipe tindak pidana korupsi penyuapan di sektor publik maupun swasta. Romli Atmasasmita 12 menyebutkan dimensi ini lebih detail, bahwa : “Laporan penjelasan mengenai Criminal Law Convention menyebutkan 2 (dua) pertimbangan dimasukkannya kriminalisasi tindak pidana korupsi di sektor swasta ke dalam konvensi ini, yaitu : pertama, bahwa korupsi di sektor swasta telah melemahkan nilai-nilai seperti, kepercayaan, loyalitas yang diperlukan untuk memelihara dan meningkatkan hubungan sosial dan ekonomi. Sekalipun dampak negatif kepada korban tidak tampak nyata, tetapi korupsi disektor swasta menimbulkan akibat kerugian kepada masyarakat sehingga perlindungan atas persaingan sehat perlu dilakukan. Kriminalisasi
12
Romli Atmasasmita, Ratifikasi Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Menentang Korupsi dan Implikasinya terhadap Sistem Hukum Pidana Indonesia, Paper, Jakarta, 2006, halaman 8-9
Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
korupsi di sektor swasta justru bertujuan memulihkan kepercayaan dan loyalitas di dalam memeliharara hubungan sosial dan ekonomi suatu negara. Kedua, terdapat teori yang dapat dijadikan justifikasi atas kriminalisasi tersebut, yaitu teori interdepence of others. Berdasarkan teori ini, seluruh subsistem sosial saling mempengaruhi secara timbal balik termasuk nilai-nilainya. Atas dasar itu, mustahil kiranya pemberantasan korupsi dilakukan di satu sektor sementara itu juga mengabaikan kegiatan yang sama di sektor yang lain. Oleh karena itu, hambatan-hambatan di sektor ekonomi dan regulasinya akan berdampak terhadap sistem sosial yang lain seperti, di sektor politik dan administrasi. Bertolak dari pernyataan teori di atas, pemberantasan korupsi melalui peraturan perundang-undangan di bidang persaingan usaha hanya akan melemahkan seluruh institusi pemberantasan korupsi. Akan tetapi, apabila diperhatikan pada KAK 2003 tampaknya negara peserta dalam proses negosisasi penyusunan konvensi tidak mencantumkan secara tegas bahwa korupsi di sektor swasta sebagai mandatory obligation, hal ini terbukti bahwa adanya kalimat “shall consider adopting” dalam ketentuan Pasal 21 sedangkan terminologi “shall adopt” dalam ketentuan Pasal 15 untuk kriminalisasi dan penegakan hukum
terhadap penyuapan pejabat-pejabat
publik nasional (bribery of national public officials). c. Tindak Pidana Korupsi Terhadap Perbuatan Memperkaya Secara Tidak Sah (Illicit Enrichment) Pada asasnya, tindak pidana korupsi perbuatan memperkaya secara tidak sah (illicit enrichment) diatur dalam ketentuan Pasal 20 KAK 2003 yang menentukan, bahwa : Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
“ subject to its constitution and the fundamental principles of its legal system, each State Party shall consider adopting such legislative and other measures as may be necessary to establish as a criminal offence, when commited intentionally, illicit enrichment, that is, a significant increase in the assets of public official that he or she cannot reasonably explain in relation to his or her lawful income.” Ketentuan Pasal 20 KAK 2003 mewajibkan kepada setiap negara peserta konvensi mempertimbangkan dalam prinsip-prinsip dasar sistem hukumnya untuk menetapkan suatu tindak pidana bila dilakukan dengan sengaja, memperkaya secara tidak sah yaitu suatu kenaikan yang berarti dari aset-aset seorang pejabat publik yang tidak dapat dijelaskan secara masuk akal berkaitan dengan pendapatannya yang sah. Apabila dijabarkan, kriminalisasi perbuatan memperkaya diri sendiri sebagai tindak pidana yang berdiri sendiri mempunyai implikasi terhadap ketentuan Pasal 2 UU No. 31 Tahun 1999 khususnya unsur kerugian negara yang bukan sebagai anasir esensial dalam Pasal 3 butir 2 KAK 2003 tentang scope of application yang menegaskan bahwa, “For the purpose of implementating this Convention, it shall not be necessary except otherwise stated herein. For the offence … to result in damage or harm to State property.” d. Tindak Pidana Korupsi Terhadap Memperdagangkan Pengaruh (Trading in Influence) Tipe tindak pidana korupsi ini diatur dalam ketentuan Pasal 18 KAK 2003. tipe tindak pidana korupsi baru dengan memperdagangkan pengaruh (trading in influence) sebagai perbuatan yang dilakukan dengan sngaja menjanjikan, menawarkan atau memberikan kepada seorang pejabat publik atau orang lain, secara langsung atau tidak langsung, suatu keuntungan yang tidak semestinya, agar pejabat publik itu menyalahgunakan pengaruhnya yang nyata, atau yang Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
diperkirakan, suatu keuntungan yang tidak semestinya bagi si penghasut asli tindakan tersebut atau untuk orang lain. Hakikatnya, ketentuan ini berkorelasi apabila dibandingkan dengan ketentuan Pasal 15 KAK 2003 dengan pengertian : “bribery of national public officials, “yang menentukan: “…when commited intentionally: (a) to promise, offering or giving, to a public official, directly or indirectly, of an undue advantage, for the himself or herself or another person or entity, in order that the official act or refrain from acting in the exercise of his or her officials duties.” Lebih lanjut, Romli Atmasasmita beramsumsi yaitu masalah hukum dari dua ketentuan ini adalh, bagaimana secara teknis hukum dalam pembuktian membedakan antara menyalahgunakan pengaruh dan tidak menjalankan tugas dan kewajibannya. Sekalipun ketentuan tersebut bersifat mendatory (“Shall Consider”), tetapi harus dicermati dan dikaji secara teliti. 3. Pengertian Tindak Pidana Perbankan Perbedaan pendapat adalah merupakan suatu hal yang wajar didalam fenomena kehidupan sosial karena dari sinilah akan didapatkan hikmah yang pada akhirnya tercapai suatu kebenaran. Ada pula pernyataan yang bernada ideologis menyatakan bahwa perbedaan pendapat itu demokratis. Dan masih banyak lagi untaian kata filosofis yang pada hakikatnya menyiratkan bahwa pola pemkiran manusia adalah berbeda satu dengan yang lain. Konsepsi tentang pola pikir manusia yang sedemikian nampaknya juga berlaku dalam disiplin ilmu hukum, dimana tidak jarang ditemukan adaya perbedaan pendapat mengenai pengertian/defenisi sesuatu hal. Hal tersebut Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
kiranya juga terjadi terhadap peristilahan pada perbuatan melanggar hukum di bidang perbankan. Beragam istilah dijumpai dalam literatur hukum perbankan maupun hukum pidana. Sebagian menentukan istilah tindak pidana perbankan dan sebagian lagi menyebutnya dengan tindak pidana di bidang perbankan. Namun juga ada yang mengistilahhkannya dengan kejahatan perbankan dan kejahatan bisnis (business crime). Disamping itu, ada pula sebagian orang yang berpendapat bahwa keanekaragaman peristilahan tersebut tidak perlu dibedakan karena hakikat pengertiannya hampir sama, sehingga tidak perlu diperdebatkan dengan argumentasi masing-masing. Hal ini dapat dimaklumi karena tidak ada satu pun peristilahan dan pengertian secara limitatif atas hal dimaksud dalam peraturan perundang-undangan (baik hukum positif perbankan nasional maupun hukum pidana positif). Namun demikian untuk kepentingan ilmu pengetahuan dalam menguraikan perbuatan melanggar hukum di bidang perbankan perlu diadakan perumusan untuk mencapai kesepakatan. Bagi sebagian ahli yang memilih istilah “tindak pidana di bidang perbankan”, argumentasi yang dikemukakan bahwa pengertian dari istilah ini mencakup ruang lingkup yang lebih luas. Hal ini dikarenakan tindak pidana di bidang perbankan terdiri atas perbuatan-perbuatan yang berhubungan dengan kegiatan dalam menjalankan usaha pokok bank. 13
13
H.A.K Moch. Anwar, Tindak Pidana di Bidang Perbankan, Alumni, Bandung, 1986, halaman 45
Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
Pengertian dari istilah “tindak pidana di bidang perbankan” tersebut nampaknya sejalan dengan hasil Seminar Nasional yang bertemakan “Tindak Pidana Perbankan” yang diselenggarakan oleh Fakultas Hukum Universitas Diponegoro bekerja sama dengan Kejaksaan Agung di Semarang pada tanggal 11-12 Juni 1990. Kesimpulan seminar tersebut bahwa semua tindak pidana yang berhubungan dengan kegiatan dan usaha perbankan disebut sebagai “tindak pidana di bidang perbankan”. Tidak dipersoalkan apakah tindak pidana itu diatur dalam undang-undang tentang perbankan maupun diluarnya. 14 Sehubungan dengan hal tersebut, Polri memberikan pengertian tentang tindak pidana di bidang perbankan sebagai suatu pelanggaran terhadap perundang-undangan/ketentuan perbankan dan Undang-Undang/ketentuan pidana lainnya yang menjadikan bidang kegiatan dan warkat-warkat bank sebagai obyek dan/atau alat tindak pidana. Sedangkan yang memakai istilah “kejahatan perbankan”, dalil yang dikemukakan cenderung bermuara kepada peristilahan kejahatan kerah putih (white collar crime) yang dicetuskan oleh Edward A. Ross dan kemudian dipopulerkan oleh E.H.Sutherland di tahun 1949-an. Secara konseptual, istilah kejahatan kerah putih ini digunakan terutama untuk mengidentifikasikan kejahatan yang dilakukan oleh kalangan pengusaha/ eksekutif ataupun pejabat yang akibatnya adalah merugikan kepentingan umum. Oleh karena pelaku perbuatan melanggar hukum di bidang perbankan dapat dikatakan hampir
14
Marulak Pardede, Hukum Pidana Bank, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1995, halaman 14
Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
semuanya berasal dari kalangan pengusaha/eksekutif dan pejabat, maka praktis istilah yang dipakai adalah kejahatan perbankan. 15 Selain kedua istilah yang sudah disebutkan di atas, dikenal pula istilah “kejahatan bisnis”. Peristilahan ini digunakan oleh Michael Clarke untuk menyebutkan perbuatan melanggar hukum di bidang perbankan. Hal ini dikarenakan kejahatan bisnis adalah suatu kegiatan yang memiliki konotasi legitimasi bisnis dan tidak identik sama sekali dengan kegiatan suatu sindikat criminal sebagaimana lazimnya kejahatan-kejahatan konvensional. 16 Adapun tentang pengertian istilah “tindak pidana perbankan”, Drs. H.A.K. Moch. Anwar, S.H. mengartikannya sebagai tindak pidana yang hanya terdiri atas perbuatan-perbuatan pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan Pokokpokok Perbankan, pelanggaran mana dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang itu.17 Terhadap peristilahan terakhir tersebut di atas M. Sholehuddin S.H., M.H. sependapat, namun tidak dengan pengertiannya. Dengan kata lain, peristilahan Tindak Pidana Perbankan sudah tepat dan pas akan tetapi pengertiannya perlu diperlengkap dan atau disempurnakan. 18 Berdasarkan
tata
bahasa
(grammar)
Indonesia,
khususnya
yang
diteoritikalnya di morfologi, gabungan awaan dan akhiran (konfiks) “per-an” pada kata “bank” sehingga menjadi “perbankan”; adalah menunjukkan kesatuan arti yang luas ruang lingkupnya atas kata dasarnya. Oleh karena yang menjadi kata dasarnya adalah “bank”, maka arti dari kata bentukan 15
M. Sholehuddin, Op. cit, halaman 9 Ibid, halaman 10 17 H.A.K. Moch. Anwar, Op. cit, halaman 45 18 M. Sholehuddin, Op. Cit, halaman 10 16
Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
“perbankan” ialah segala hal yang berkenaan/ menyangkut/ berhubungan dengan bank itu sendiri. Konkretnya, bilamana ingin menunjukkan bahwa sesuatu hal dinyatakan berhubungan dengan bank maka cukup disebutkan perbankan. Tidak menambah dengan kata yang menghubungkannya lagi, semisal “di bidang”; demi efisiensi kata. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka M. Sholehuddin, S.H., M.H. cenderung memilih istilah “tindak pidana perbankan”. Hal ini dikarenakan arti sebenarnya yang terkandung ialah tidak hanya mencakup setiap perbuatan yang melanggar ketentuan UU Perbankan saja, melainkan melainkan juga UU Bank Indonesia, KUHP, peraturan hukum pidana khusus seperti : Undangundang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Undang-undang tentang Tindak Pidana Ekonomi, Undang-undang tentang Peraturan Lalu Lintas Devisa, dan Undang-undang tentang Pemberantasan Kegiatan Subversi. 19 4. Bentuk/Jenis Tindak Pidana Perbankan Secara umum dapat dikatakan bahwa bentuk tindak pidana dibagi 2 (dua) jenis, yaitu kejahatan dan pelanggaran. Kejahatan adalah sebagian dari perbuatan-perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana, barangsiapa melakukannya. Pada dasarnya perbuatan kejahatan diatur dalam Buku Kedua KUH Pidana. Selain itu, ada pula kejahatan yang diatur dalam undang-undang di luar KUH Pidana. Dengan demikian, kejahatan adalah perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana yang termuat dalam Buku Kedua KUH
19
Ibid, halaman 11
Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
Pidana dan undang-undang lain yang dengan tegas menyebutkan suatu perbuatan sebagai kejahatan. Sebagaimana dikemukakan di atas, bahwa perbuatan-perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana bagi barangsiapa yang melakukannya bukan semata-mata kejahatan, tetapi meliputi juga pelanggaran. Pelanggaran ini pada pokoknya diatur dalam Buku Ketiga KUH Pidana dan undang-undang lain yang menyebutkan secara tegas suatu perbuatan sebagai pelanggaran. Berkaitan dengan itu, memang dalam Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan telah dinyatakan secara tegas mengenai pembagian bentuk tindak pidana yang terdiri dari 2 (dua) jenis yaitu kejahatan dan pelanggaran yang diatur dalam UU Perbankan tersebut diuraikan sebagai berikut :20 a. Tindak Pidana Kejahatan Di Bidang Perbankan menurut UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998 Yang dikategorikan sebagai tindak pidana kejahatan di bidang perbankan menurut UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998 adalah sebagaimana ditentukan dalam ketentuan Pasal 51 ayat (1) Undang-undang No. 10 Tahun 1998. Adapun ketentuan Pasal 51 ayat (1) tersebut adalah sebagai berikut : Pasal 51 ayat (1) : Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46, Pasal 47, Pasal 48 ayat (1 ), Pasal 49, Pasal 50, dan Pasal 50 A adalah kejahatan.
20
Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Kencana, Jakarta, 2005, halaman 142-148
Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
Berkaitan dengan itu, dalam penjelasannya dikemukakan
bahwa
perbuatan-perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal-pasal tersebut dalam ayat ini digolongkan sebagai tindak pidana kejahatan, berarti bahwa terhadap perbuatan-perbuatan dimaksud akan dikenakan ancaman hukuman yang lebih berat dibandingkan dengan apabila hanya sekadar sebagai pelanggaran. Dengan digolongkan sebagai tindakan kejahatan, diharapkan akan dapat lebih terbentuk ketaatan yang tinggi terhadap ketentuan dalam undang-undang ini. Mengenai tindak pidana kejahatan yang dilakukan oleh anggota Dewan Komisaris, direksi, atau pegawai Bank Perkreditan Rakyat pada dasarnya berlaku ketentuan-ketentuan tentang sanksi pidana dalam Bab VIII, mengingat sifat ancaman pidana dimaksud berlaku umum. Adapun ketentuan dari pasal-pasal yang digolongkan sebagai tindak pidana kejahatan yang ditentukan dalam Pasal 51 ayat (1) di atas secara lengkap mengemukakan sebagai berikut : Pasal 46 ayat (1): Barangsiapa menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan tanpa izin usaha dari Pimpinan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah). Pasal 46 ayat (2) : Dalam hal kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh badan hukum yang berbentuk perseroan terbatas, perserikatan, yayasan atau koperasi, maka penuntutan terhadap badan-badan dimaksud dilakukan baik terhadap mereka yang memberi perintah melakukan perbuatan itu atau yang bertindak sebagai pimpinan dalam perbuatan itu atau terhadap kedua-duanya.
Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
Pasal 47 ayat (1) : Barangsiapa membawa perintah tertulis atau izin dari Pimpinan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41 A, dan Pasal 42, dengan sengaja memaksa bank atau Pihak Terafiliasi untuk memberikan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah). Pasal 47 ayat (2) : Anggota Dewan Komisaris, direksi, pegawai bank atau Pihak Terafiliasi lainnya yang dengan sengaja memberikan keterangan yang wajib dirahasiakan menurut Pasal 40, diancam denga pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 4 (empa) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).
Menurut penjelasannya, bahwa yang dimaksud dengan pegawai bank dalam ketentuan Pasal 47 ayat (2) di atas adalah semua pejabat dan karyawan bank. Pasal 48 ayat (1) : Anggota Dewan Komisaris, direksi, pegawai bank yang dengan sengaja tidak memberikan keterangan yang wajib dipenuh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dan ayat (2) dan Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2), diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).
Dalam penjelasannya dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan “pegawai bank” dalam Pasal 48 ayat (1) di atas adalah pejabat bank yang diberi wewenang dan tanggung jawab untuk melaksanakan tugas operasional bank, dan karyawan yang mempunyai akses terhadap informasi mengenai keadaan bank. Pasal 49 ayat (1) : Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
Anggota Dewan Komisaris, direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja : a. membuat atau menyebabkan adanya pencatatan palsu dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank; b. menghilangkan atau tidak memasukkan atau menyebabkan tidak dilakukannya pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan; maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank; c. mengubah, mengaburkan, menyembunyikan, menghapus, atau menghilangkan adanya suatu pencatatan dalam pembukuan atua dalam laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank, atau dengan sengaja mengubah, mengaburkan, menghilangkan, menyembunyikan atau merusak catatan pembukuan tersebut diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun serta denda sekurangkurangnya Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah).
Pasal 49 ayat (2) : Anggota Dewan Komisaris, direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja: a. meminta atau menerima, mengizinkan atau menyetujui untuk menerima suatu imbalan, komisi, uang tambahan, pelayanan, uang atau barang berharga, untuk keuntungan pribadinya atau untuk keuntungan keluarganya, dalam rangka mendapatkan atau berusaha mendapatkan bagi orang lain dalam memperoleh uang muka, bank garansi, atau fasilitas kredit dari bank, atau dalam rangka pembelian atau pendiskontoan oleh bank atas surat-surat wesel, surat promes, cek, dan kertas dagang atau bukti kewajiban lainnya, ataupun dalam rangka memberikan persetujuan bagi orang lain untuk melaksanakan penarikan dana yang melebihi batas kreditnya pada bank; b.tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan dalam undang-undang ini dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi bank; diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun dan paling lama 8 (delapan) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).
Menurut penjelasan Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) butir a dan b, istilah pegawai bank dalam pasal tersebut mempunyai pengertian yang berbeda. Dalam ketentuan Pasal 49 ayat (1) dan ketentuan Pasal 49 ayat (2) butir a, bahwa yang dimaksud dengan pegawai bank adalah semua pejabat dan Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
karyawan bank sedangkan dalam Pasal 49 ayat (2) butir b, yang dimaksud dengan pegawai bank adalah pejabat bank yang mempunyai wewnang dan tanggung jawab tentang hal-hal yang berkaitan dengan usaha bank yang bersangkutan. Pasal 50 : Pihak Terafiliasi yang dengan sengaja tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan dalam undang-undang ini dan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi bank, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun dan paling lama 8 (delapan) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).
Pasal 50 A : Pemegang saham yang dengan sengaja menyuruh Dewan Komosaris, direksi, atau pegawai bank untuk melakukan atau tiak melakukan tindakan yang mengakibatkan bank tidak melaksanakan langkah- langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan dalam undang-undang ini dan ketentuan perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi bank, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 7 (tujuh) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah).
b. Tindak Pidana Pelanggaran di Bidang Perbankan Yang dikategorikan sebagai tindak pidana di bidang perbankan menurut Undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 10 Tahun 1998 adalah sebagaimana ditentukan dalam ketentuan Pasal 51 ayat (2). Adapun ketentuan Pasal 51 ayat (2) tersebut menyatakan secara tegas bahwa : Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat 2 adalah pelanggaran. Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
Selengkapnya ketentuan Pasal 48 ayat 2 berbunyi sebagai berikut : Anggota Dewan Komisaris, direksi, pegawai bank yang lalai memberikan keterangan yang wajb dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dan ayat (2) dan Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2), diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun dan paling lama 2 (dua) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
Berdasarkan apa yang telah dikemukakan di atas, jelaslah bahwa Undangundang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 10 Tahun 1998 mengenal 2 (dua) jenis tindak pidana di bidang perbankan, yaitu tindak pidana kejahatan dan tindak pidana pelanggaran.
F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian 21 yang digunakan adalah penelitian hukum normatif (penelitian hukum doktriner). Penelitian hukum normatif disebut juga sebagai penelitian kepustakaan atau studi dokumen. Penelitian hukum normatif disebut penelitian hukum doktriner karena penelitian ini dilakukan atau ditujukan hanya pada peraturan-peraturan yang tertulis atau bahan hukum yang lain. Penelitian hukum ini juga disebut sebagai penelitian kepustakaan ataupun studi dokumen disebabkan penelitian ini lebih banyak dilakukan terhadap data yang bersifat sekunder yang ada di perpustakaan.
21
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press, Jakarta, 1986, halaman 42
Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
2. Data Data sekunder yang diteliti terdiri atas : 1. Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang mengikat yang berupa peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan korupsi dan perbankan. 2. Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang memberikan penjelasan tentang bahan hukum primer antara lain berupa : a. Tulisan dan pendapat pakar hukum pidana mengenai asas-asas berlakunya hukum pidana dalam tindak pidana korupsi dan perbankan. b. Tulisan dan pendapat pakar hukum pidana mengenai kejahatan korupsi yang dilakukan di bidang perbankan.
3. Analisis Data Data yang diperoleh dari penelusuran kepustakaan akan dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan metode deduktif dan induktif yang berpedoman kepada teori-teori hukum pidana khususnya tentang tindak pidana Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
korupsi. Analisis secara deduktif artinya semaksimal mungkin penulis berupaya memaparkan data-data sebenarnya. Metode deduktif artinya berdasarkan yurisprudensi dan peraturan-peraturan yang berlaku di Indonesia tentang tindak pidana korupsi yang dijadikan pedoman untuk mengambil kesimpulan yang bersifat khusus berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian.
G. Sistematika Penulisan Penulisan skripsi ini dibuat secara terperinci dan sistematis agar memberikan kemudahan bagi pembacanya dalam memahami makna dan dapat pula memperoleh manfaatnya. Keseluruhan sistematika ini merupakan satu kesatuan yang sangat berhubungan antara yang satu dengan yang lain yang dapat dilihat sebagai berikut : Bab I
Pendahuluan Bab ini merupakan bab yang menguraikan latar belakang penulisan skripsi ini, perumusan masalah dalam penulisan skripsi ini, tujuan dan manfaat penelitian, keaslian penulisan dan menguraikan tentang tinjauan kepustakaan yang membahas mengenai pengertian tindak pidana korupsi, bentuk / jenis tindak pidana korupsi, pengertian tindak pidana perbankan dan bentuk / jenis tindak pidana perbankan.
Bab II
Tinjauan Umum tentang Tindak Pidana Korupsi
Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
Bab ini memberikan pemaparan tentang subjek hukum tindak pidana korupsi, sanksi pidana terhadap tindak pidana korupsi dan pertanggungjawaban pidana dalam tindak pidana korupsi. Bab III
Tindak Pidana Korupsi di PT. Bank Mandiri Bab ini memberikan pemaparan tentang pengertian perbankan secara umum dan faktor-faktor penyebab terjadinya tindak pidana korupsi di PT. Bank Mandiri.
Bab IV
Kasus Posisi dan Analisis Kasus Bab ini membahas hal-hal yang berkaitan dengan kasus posisi tindak pidana korupsi di PT. Bank Mandiri dan analisis kasus tindak pidana korupsi di PT. Bank Mandiri dalam perspektif hukum pidana Indonesia.
Bab V
Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Korupsi dalam Bidang Perbankan Bab ini membahas tentang upaya-upaya penanggulangan tindak pidana korupsi dalam bidang perbankan.
Bab VI
Kesimpulan dan Saran Bab ini merupakan bab terakhir yang berisi kesimpulan dari masalah-masalah yang telah dibahas pada bab-bab terdahulu dan saran yang berguna bagi semua pihak untuk mengantisipasi perkembangan tindak pidana korupsi yang cenderung meningkat saat ini.
Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI
A. Subjek Hukum Tindak Pidana Korupsi Subjek hukum tindak pidana dalam hukum pidana korupsi Indonesia pada dasarnya adalah orang pribadi sama seperti yang tercantum dalam hukum pidana umum. Hal ini tidak mungkin ditiadakan, namun ditetapkan pula suatu badan yang dapat menjadi subjek hukum tindak pidana korupsi sebagaimana dimuat dalam Pasal 20 jo Pasal 1 dan Pasal 3 Undang – Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 22 1. Subjek Hukum Orang Subjek hukum tindak pidana tidak terlepas pada sistem pembebanan tanggung jawab pidana yang dianut, yang dalam hukum pidana umum (sumber pokoknya
22
Adami Chazawi, Hukum Pidana Materiil dan Formil Korupsi di Indonesia, Bayumedia Publishing, Malang, 2005, halaman 341
Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
KUH Pidana) adalah pribadi orang. Hanya orang yang dapat menjadi subjek hukum pidana, sedangkan badan atau korporasi tidak. Pertanggungjawaban bersifat pribadi, artinya orang yang dibebani tanggung jawab pidana dan dipidana hanyalah orang atau pribadi si pembuatnya. Pertanggungjawaban pribadi tidak dapat dibebankan pada orang yang tidak berbuat atau subjek hukum yang lain (vicarious liability). Hukum pidana kita yang menganut asas concordantie dari hukum pidana Belanda menganut sistem pertanggungjawaban pribadi. Sangat jelas dari setiap rumusan tindak pidana dalam KUH Pidana dimulai dengan perkataan “barang siapa” (Hij Die), yang dalam hukum pidana khusus adakalanya menggunakan perkataan “setiap orang” yang maksudnya adalah orang pribadi misalnya Pasal 5 Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2001. Sistem pertanggungjawaban pribadi sangat sesuai dengan kodrat manusia, sebab hanya manusia yang berpikir dan berakal serta berperasaan. Dari kemampuan pikir dan akal serta perasaan seseorang menetapkan kehendak untuk berbuat yang kemudian diwujudkan. Apabila perbuatan itu berupa perbuatan yang bersifat tercela atau bertentangan dengan hukum, maka orang itulah yang dipersalahkan dan bertanggung jawab atas perbuatannya. Kemampuan pikir dan kemampuan menggunakan akal dalam menetapkan kehendak untuk berbuat hanya dimiliki oleh orang sebagai subjek hukum tindak pidana. Sedangkan binatang dan badan tidak memiliki kemampuan berpikir dan kemampuan akal yang dapat digunakan untuk membentuk kehendak dalam hendak melakukan suatu perbuatan. Oleh karena itu, binatang dan badan tidak dapat menjadi subjek hukum tindak pidana.
Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
Dalam hukum pidana korupsi yang bersumber pada Undang – Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, subjek hukum orang ini ditentukan melalui 2 (dua) cara, yaitu : 23 1. Cara pertama disebutkan sebagai subjek hukum orang pada umumnya, artinya tidak ditentukan kualitas pribadinya. Kata permulaan dalam kalimat rumusan tindak pidana yang menggambarkan atau menyebutkan subjek hukum tindak pidana orang pada umumnya, yang in casu tindak pidana korupsi disebutkan dengan perkataan “setiap orang” misalnya Pasal 2, 3, 21, dan 22, tetapi juga subjek hukum tindak pidana juga diletakkan di tengah rumusan misalnya Pasal 5 dan 6. 2. Sedangkan cara kedua menyebutkan kualitas pribadi dari subjek hukum orang tersebut, yang in casu ada banyak kualitasnya pembuatnya antara lain : 1. pegawai negeri; penyelenggara negara (misalnya Pasal 8, 9, 10, 11, 12 huruf a, b, e, f, g, h, i); 2. pemborong ahli bangunan (Pasal 7 ayat 1 huruf a); 3. hakim (Pasal 12 huuf c); 4. advokat (Pasal 12 huruf d); 5. saksi (Pasal 24); bahkan 6. tersangka bisa juga menjadi subjek hukum (Pasal 22 jo Pasal 28).
23
Ibid, halaman 343-344
Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
Menurut Pasal 1 sub 2 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Nomor 20 Tahun 2001, pegawai negeri adalah meliputi : 24 1. pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Kepegawaian; 2. pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana; 3. orang yang menerima gaji atau upah dari keuangan negara atau daerah; 4. orang yang menerima gaji atau upah dari suatu korporasi yang menerima bantuan dari keuangan negara atau daerah; atau 5. orang yang menerima gaji atau upah dari korporasi lain yang mempergunakan modal atau fasilitas dari negara atau masyarakat. Pasal 1 bagian 1 Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian ditentukan bahwa yang dimaksud dengan Pegawai Negeri adalah setiap warga negara Republik Indonesia yang telah memenuhi syarat yang ditentuukan, diangkat oleh pejabat yang bewwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri atau diserahi tugas negara lainnya dan digaji berdasarkan peaturan perundang-undangan yang berlaku. Selanjutnya dalam Pasal 2 ayat (1) jo ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 jo Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999, ditentukan bahwa Pegawai Negeri tersebut terdiri atas : 1. Pegawai Negeri Sipil Pusat dan Pegawai Negeri Sipil Daerah, 24
Andi Hamzah, Op. Cit, halaman 81-82
Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
2. Anggota Tentara Nasional Indonesia, dan 3. Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia. 25 Pasal 92 KUH Pidana memperluas apa yang dimaksud dengan Pegawai Negeri yaitu : 26 1.
Termasuk ke dalam pegawai negeri adalah juga orang yang terpilih di dalam pemilihan umum yang diadakan berdasarkan peraturan umum, demikian juga semua oang yang menjadi anggota badan pembentuk undang-undang, badan pemerintah atau badan perwakilan yang diadakan oleh atau atas nama pemerintah, selanjutnya juga semua anggota dari seluuh Dewan Pengairan dan semua pemimpin orang-orang pribumi serta pemimpin orang-orang Timur Asing yang secara sah melaksanakan kekuasaan dan yang tidak dipilih di dalam suatu pemilihan.
2.
Termasuk ke dalam pengertian Pegawai Negeri dan hakim adalah juga seorang wasit, termasuk ke dalam pengertian hakim adalah juga mereka yang melaksanakan kekuasaan hukum administratif dan ketua serta anggotaanggota dari dewan-dewan agama.
3.
Semua orang yang termasuk di dalam Angkatan Bersenjata dianggap sebagai pegawai negeri. Pengertian apa yang dimaksud dengan “Penyelenggara Negara” terdapat
dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 yang menyebutkan bahwa “Penyelenggara Negara” adalah Pejabat Negara yang menjalankan fungsi eksekutif, legislatif, atau yudikatif dan pejabat lain yang fungsi dan tugas
25
26
R. Wiyono, Pembahasan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Sinar Grafika, Jakarta, 2005, halaman 23 Ibid, halaman 23-24
Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 27 Dengan berpedoman pada Pasal 1 angka 8 KUHAP, yang dimaksud dengan “Hakim” dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi 1999 jo 2001 adalah pejabat peradilan negara yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk mengadili. 28 Yang dimaksud dengan “advokat” terdapat dalam Pasal 12 huruf d UndangUndang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi 1999 jo 2001 adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 29 Yang dimaksud dengan “pemborong” dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a UndangUndang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi 1999 jo 2001 adalah pihak yang mengikatkan diri dalam suatu perjanjian pemborongan pekerjaan untuk menyelenggarakan suatu bangunan bagi pihak yang memborongkan dengan menerima suatu harga yang ditentukan. Sedangkan yang dimaksud dengan “ahli bangunan” adalah orang yang oleh pemborong diserahi tugas membuat gambar dan/atau yang bertanggungjawab untuk mengerjakan sebuah bangunan. 30 2. Subjek Hukum Korporasi Dalam hukum pidana khusus (hukum pidana di luar KUH Pidana), yang sifatnya melengkap hukum pidana umum, sudah tidak berpegang teguh terhadap prinsip pertanggungjawaban pidana secara pribadi yang dianut dan dipertahankan 27
Ibid, halaman 48-49 Ibid, halaman 53 29 Ibid, halaman 55 30 Ibid, halaman 58-59 28
Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
sejak dibentuknya WvS Belanda 1882 (diberlakukan 1886). Dalam beberapa peraturan
perundang-undangan
tampaknya
kita
telah
menganut
sistem
pertanggungjawaban strict liability (pembebanan tanggung jawab pidana tanpa melihat kesalahan) dan vicarious liability (pembebanan tanggung jawab pidana selain
si
pembuat
dengan
menarik
badan
atau
korporasi ke
dalam
pertanggungjawaban pidana. Dengan mengikuti apa yang disampaikan oleh Mardjono Reksodiputro bahwa dalam
perkembangan
hukum
pidana
Indonesia
ada
tiga
sistem
pertanggungjawaban pidana terhadap korporasi sebagai subjek hukum tindak pidana, yaitu : 31 1. Jika pengurus korporasi sebagai pembuat, maka yang pengurus korporasi yang bertanggung jawab. 2. Jika korporasi sebagai pembuat, maka pengurus yang bertanggung jawab. 3. Jika korporasi sebagai pembuat dan korporasi yang bertanggung jawab. Pertanggungjawaban korporasi dalam tindak pidana korupsi dapat dibaca pada Pasal 20 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, walaupun dari ketentuan itu tidak banyak dapat diketahui karena sumirnya rumusan, tetapi Pasal 20 ini memuat beberapa ketentuan. Setidaknya ada tiga hal yang benar-benar harus dipahami oleh para praktisi hukum dalam menetapkan subjek hukum korporasi yang melakukan tindak pidana korupsi, yakni : 32 1. indikator kapan telah terjadi tindak pidana korupsi oleh korporasi;
31 32
Adami Chazawi, Op.cit, halaman 345 Ibid, halaman 346
Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
2. secara sumir mengatur hukum acaranya; 3. mengenai pembebanan tanggung jawab pidananya. Hal pertama mengenai indikator kapan telah terjadi tindak pidana oleh korporasi ialah bila korupsi tersebut dilakukan oleh orang-orang (yang baik berdasarkan hubungan kerja maupun berdasarkan hubungan lain) bertindak dalam lingkungan korporasi tersebut baik sendiri-sendiri maupun bersama berdasarkan hubungan kerja maupun berdasarkan hubungan lain) bertindak dalam lingkungan korporasi tersebut baik sendiri-sendiri maupun bersama berdasarkan hubungan kerja maupun berdasarkan hubungan lain) bertindak dalam lingkungan korporasi tersebut baik sendiri-sendiri maupun bersama (Pasal 20 ayat 2). Dengan demikian, korporasi baru dapat dikatakan melakukan tindak pidana korupsi jika baik orang-orang yang berdasarkan hubungan kerja maupun yang berdasarkan hubungan lain, bertindaknya masih dalam batas-batas lingkungan tugas atau usaha korporasi. Jadi, jika sampai orang-orang tersebut bertindaknya sudah di luar atau tidak lagi dalam batas-batas lingkungan tugas atau usaha korporasi, maka tidak dapat dikatakan bahwa korporasi yang sudah melakukan tindak pidana korupsi tetapi yang melakukan tindak pidana korupsi adalah orangorang yang bersangkutan. Yang dimaksud dengan orang-orang yang berdasarkan hubungan kerja dalam lingkungan korporasi, menurut. R. Wiyono 33 adalah orang-orang yang tercantum di dalam Anggaran Dasar sebagai pengurus dari korporasi, sedang yang dimaksud dengan orang-orang yang bedasarkan hubungan lain dalam lingkungan korporasi,
33
R. Wiyono, Op.cit, halaman 140
Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
misalnya adalah orang-orang yang tidak tercantum dalam Anggaran Dasar sebagai pengurus tetapi bertindak untuk dan atas nama korporasi dengan surat kuasa. Mengenai hal yang kedua tentang bagaimana penangannya (hukum acaranya), walaupun sangat sumir, tetapi setidaknya telah memberikan sedikit keterangan yakni dalam hal terjadi tindak pidana korupsi oleh korporasi, maka tuntutan dan penjatuhan pidananya dilakukan terhadap korporasinya dan atau pengurusnya (Pasal 20 ayat 1). Apabila tuntutan dilakukan terhadap koporasi, maka korporasi tersebut diwakili oleh pengurusnya (Pasal 20 ayat 3). Namun demikian, pengurus ini juga dapat diwakilkan pada oang lain (Pasal 20 ayat 4). Begitu juga dalam hal menyidangkan korporasi (yang tidak bernyawa dan tidak berpikir dan berperasaan) tersebut dilakukan terhadap pengurusnya (Pasal 20 ayat 5) dan kepada pengurusnyalah tuntutan dan panggilan dilakukan (Pasal 20 ayat 6). Jadi intinya, memang pengurusnyalah yang pada kenyataannya sebagai subjek hukum yang dapat dipanggil, dapat menghadap, dan dapat membei keterangan. Akan tetapi, korporasi semata-mata dapat dituntut secara pidana dan dijatuhi pidana denda saja. Siapa yang dimaksud dengan pengurus korporasi oleh penjelasan mengenai Pasal 20 ayat (2) terdapat keterangan bahwa, yang dimaksud dengan pengurus adalah organ korporasi yang menjalankan kepengurusan korporasi yang bersangkutan sesuai dengan anggaran dasar, termasuk mereka yang dalam kenyataannya memiliki kewenangan dan ikut memutuskan kebijakan korporasi yang dapat dikualifikasikan sebagai tindak pidana korupsi. 34 Sedangkan yang ketiga tentang bagaimana pembebanan tanggung jawab pidananya apabila tindak pidana korupsi ini dilakukan oleh korporasi ditentukan 34
Adami Chazawi, Op.cit, halaman 347
Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
pada Pasal 20 ayat (7) yang menyatakan bahwa pembebanan tanggung jawab terhadap korporasi hanya dapat dijatuhkan pidana pokok denda yang dapat diperberat dengan ditambah sepertiga dari ancaman maksimum denda pada tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh korporasi tersebut. Pada akhirnya, yang semula khayal (fiksi) bahwa korporasi sebagai suatu subjek hukum yang dapat melakukan tindak pidana dan bertanggung jawab sepeti layaknya atau seolah-olah subjek hukum orang harus melihat dan kembali pada kenyataannya (objektif), yaitu pada saat akan membebani tanggung jawab dengan wujud menjatuhkan pidana. Kenyataan bahwa badan tidak mungkin dipidana yang intinya hilang kemerdekaan (sanksi dalam hukum pidana), melainkan hanyalah pidana denda saja. 35 Korporasi yang dapat menjadi subjek hukum tindak pidana korupsi diterangkan di dalam Pasal 1 yang menyatakan bahwa “korporasi adalah kumpulan orang dan atau kekayaan yang terorganisasi baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum “. Berdasarkan pengertian korporasi yang dapat menjadi subjek hukum tindak pidana korupsi ini, maka jelas pengertian korporasi dalam hukum pidana korupsi jauh lebih luas dari pada pengertian rechts persoon yang umumnya diartikan sebagai badan hukum, atau suatu korporasi yang oleh peraturan perundang-undangan ditetapkan sebagai badan hukum yang didirikan dengan cara memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh hukum. Sedangkan korporasi yang bukan badan hukum ialah setiap kumpulan orang yang terorganisasi secara baik dan teratur, biasanya ada perangkat aturan yang mengatur intern kumpulan tersebut dengan ditentukannya jabatan-jabatan tertentu
35
Ibid, halaman 348
Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
yang menggerakkan roda organisasi dengan sedikit atau banyaknya kekayaan atau dana untuk membiayai kumpulan tersebut.36
B. Sanksi Pidana Terhadap Tindak Pidana Korupsi Berdasarkan ketentuan Undang – Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sanksi pidana yang dapat dijatuhkan hakim terhadap terdakwa tindak pidana korupsi adalah sebagai berikut : 37
1. Terhadap Orang yang Melakukan Tindak Pidana Korupsi a. Pidana Mati Dapat dipidana mati kepada setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sebagaimana ditentukan Pasal 2 ayat (2) Undang – Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2001 yang dilakukan dalam “keadaan tertentu”. Adapun yang dimaksud dengan “keadaan tertentu” dalam penjelasan Pasal 2 ayat (2) Undang – Undang Nomor 31 Tahun 1999 adalah pemberatan bagi pelaku tindak pidana korupsi apabila tindak pidana tersebut dilakukan pada waktu negara dalam keadaan bahaya sesuai dengan undang-undang yang berlaku, pada waktu terjadi bencana alam nasional, sebagai pengulangan indak pidana korupsi, atau pada saat negara dalam keadaan krisis ekonomi 36 37
Ibid, halaman 349 Evi Hartanti, Op.cit, halaman 12
Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
(moneter), dimana penjelasan Pasal 2 ayat (2) ini mengalami perubahan dalam Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2001. Sesudah diadakan perubahan, penjelasan Pasal 2 ayat (2) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan “keadaan tertentu” dalam Pasal 2 ayat (2) adalah keadaan yang dapat dijadikan alasan pemberatan pidana bagi pelaku tindak pidana korupsi, yaitu apabila : 38 1. tindak pidana tersebut dilakukan terhadap dana-dana yang diperuntukkan bagi : a. penanggulangan keadaan bahaya b. bencana alam nasional c. penanggulangan akibat kerusuhan sosial yang meluas d. penanggulangan krisis ekonomi dan moneter 2. pengulangan tindak pidana korupsi
b. Pidana Penjara 39 1. Pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) bagi setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri
38 39
R. Wiyono, Op.cit, halaman 34-35 Evi Hartanti, Op.cit, halaman 12-14
Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara (Pasal 2 ayat (1)). 2. Pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) bagi setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara (Pasal 3). 3. Pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) bagi setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 209 KUH Pidana (Pasal 5). 4. Pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 150.000.000,00 ( seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah) bagi setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 210 KUH Pidana (Pasal 6). 5. Pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
juta rupiah) bagi setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 387 atau Pasal 388 KUH Pidana (Pasal 7). 6. Pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 150.000.000,00 ( seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah) bagi setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 415 KUH Pidana (Pasal 8). 7. Pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) bagi setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 416 KUH Pidana (Pasal 9). 8. Pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah) bagi setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 417 KUH Pidana (Pasal 10). 9. Pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) bagi setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 418 KUH Pidana (Pasal 11). Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
10. Pidana penjara seumur hidup dan/atau pdana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) bagi setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 419, Pasal 420, Pasal 423, Pasal 425, Pasal 435 KUH Pidana (Pasal 12). 11. Pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 150.000.000,00 ( seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) bagi setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaaan di sidang pengadilan terhadap tersangka atau terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi (Pasal 21). 12. Pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 150.000.000,00 ( seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) bagi setiap orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, Pasal 29, Pasal 35, dan Pasal 36 Undang – Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang dengan sengaja tidak memberikan keterangan yang tidak benar (Pasal 22). 13. Pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
rupiah) dan paling banyak Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) bagi pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 220, Pasal 231, Pasal 421, Pasal 422, Pasal 429, Pasal 430 KUH Pidana (Pasal 23). 14. Pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) bagi saksi yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 Undang – Undang Nomor 31 Tahun 1999 (Pasal 24).
c. Pidana Tambahan Sesuai dengan rumusan Pasal 18 Undang –Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2001, maka pidana tambahan yang dijatuhkan hakim terhadap terdakwa dalam perkara tindak pidana korupsi adalah pidana tambahan seperti yang ditentukan dalam : a. Pasal 10 huruf b KUH Pidana 40 Pidana tambahan yang ditentukan dalam pasal ini terdiri dari : 1. Pencabutan hak-hak tertentu, yang menurut Pasal 35 ayat (1) KUH Pidana terdiri dari : 1.1. Hak memegang jabatan pada umumnya atau jabatan tertentu 1.2. Hak memasuki angkatan bersenjata 1.3. Hak memilih dan dipilih dalam pemilihan yang diadakan berdasarkan aturan-aturan umum
40
R. Wiyono, Op. cit, halaman 127-128
Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
1.4. Hak menjadi penasihat hukum atau pengurus atas penetapan pengadilan, hak menjadi wali, wali pengawas, pengampu atau pengawas atas orang yang bukan anak sendiri 1.5. Hak menjalankan mata pencarian tertentu 2. Perampasan barang-barang tertentu yang oleh Pasal 39 ayat (1) KUH Pidana ditentukan bahwa yang dapat dirampas : a. Barang-barang kepunyaan terpidana yang diperoleh dari kejahatan b. Barang-barang kepunyaan terpidana yang sengaja dipergunakan untuk melakukan kejahatan 3. Pengumuman keputusan hakim b. Pasal 18 Undang – Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2001 41 Pidana tambahan yang ditentukan dalam pasal ini terdiri dari : 1. Perampasan barang bergerak yang berwujud atau yang tidak berwujud atau barang tidak bergerak yang digunakan untuk atau yang diperoleh dari tindak pidana korupsi, termasuk perusahaan milik terpidana di mana tindak pidana korupsi dilakukan, begitu pula dari barang yang menggantikan barang-barang tersebut. 2. Pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan harta yang diperoleh dari tindak pidana korupsi. 3. Penutupan seluruh atau sebagian perusahaan untuk waktu paling lama 1 (satu) tahun.
41
Evi Hartanti, Op.cit, halaman 14-15
Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
4. Pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau penghausan seluruh atau sebagian keuntungan tertentu, yang telah atau dapat diberikan oleh pemerintah kepada terpidana. 5. Jika terpidana tidak membayar uang pengganti paling lama dalam waktu 1 (satu) bulan sesudah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukun tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. 6. Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka terpidana dengan pidana penjara yang lamanya tidak memenuhi ancaman maksimum dari pidana pokoknya sesuai ketentuan Undang –Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2001 dan lamanya pidana tersebut sudah ditentukan dalam putusan pengadilan. d. Gugatan Perdata Kepada Ahli Warisnya Dalam hal terdakwa meninggal dunia pada saat dilakukan pemeriksaan di sidang pengadilan, sedangkan secara nyata telah ada kerugian keuangan negara, maka penuntut umum segera menyerahkan salinan berkas berita acara sidang tersebut kepada Jaksa Pengacara Negara atau diserahkan kepada instansi yang dirugikan untuk dilakukan gugatan perdata kepada ahli warisnya. 42
2. Terhadap Tindak Pidana Korupsi yang Dilakukan Oleh atau Atas Nama Suatu Korporasi
42
Ibid, halaman 15
Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
Pidana pokok yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi oleh Pasal 20 ayat (7) telah ditentukan hanya terbatas pada pidana denda dengan ketentuan maksimum pidana ditambah 1/3 (satu pertiga). Terhadap ketentuan yang terdapat di dalam Pasal 20 ayat (7) tersebut, perlu diberikan beberapa catatan sebagai berikut :43 a. pidana denda yang dijatuhkan kepada korporasi tidak dapat disertai pidana kurungan pengganti karena pidana kurungan (Pasal 10 angka 3 KUH Pidana) adalah termasuk pidana badan, padahal korporasi tidak mungkin dijatuhi atau menjalani pidana badan jika pdana denda idak dibayar oleh korporasi; b. meskipun pidana yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi hanya terbatas pada pidana denda, terhadap korporasi masih dapat pula dijatuhi pidana tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, karena pidana denda adalah termasuk pidana pokok (Pasal 10 angka 4 KUH Pidana) yang mash dapa disertai pidana tambahan; c. yang dapat dibebani membayar denda adalah korporasi dan bukan pengurus atau orang lain yang mewakili korporasi pada waku tuntutan pidana dilakukan terhadap korporasi tetapi dari mana asal uang untuk membayar denda tersebut tida menjadi masalah apakah dari kas korporasi atau dari uang pribadi pengurus; d. meskipun korporasi melalui pengurusnya ingin menyelesaikan perkara tindak pidana korupsi di luar pengadilan dengan membayar denda maksimum ditambah 1/3 (satu pertiga), Pasal 82 ayat (1) KUH Pidana tidak dapat dipergunakan sebagai dasar hukumnya karena disamping Pasal 82 ayat (1) KUH Pidana hanya dapat diterapkan atau berlaku untuk tindak pidana yang
43
R. Wiyono, Op.cit, halaman 142-143
Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
berbentuk pelangggaran padahal tindak pidana korupsi adalah tindak pidana yang berbentuk kejahatan juga hakim masih mungkin menjatuhkan pidana tambahan terhadap korporasi yang melakukan tindak pidana korupsi.
C. Pertanggungjawaban Pidana Dalam Tindak Pidana Korupsi Pertanggungjawaban pidana dalam tindak pidana korupsi lebih luas dari hukum pidana umum. Hal ini nyata dalam hal : 44 1.
kemungkinan penjatuhan pidana secara in absentia (Pasal 23 ayat (1) sampai ayat (4) Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi 1971; Pasal 38 ayat (1), (2), (3), dan (4) Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi 1999);
2.
kemungkinan perampasan barang-barang yang telah disita bagi terdakwa yang telah meninggal dunia sebelum ada putusan yang tidak dapat diubah lagi (Pasal 23 ayat (5) Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi 1971; Pasal 38
Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi 1999) bahkan kesempatan banding tidak ada; 3.
perumusan delik dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi 1971 yang sangat luas ruang lingkupnya, terutama unsur ketiga pada Pasal 1 ayat (1) sub a dan b Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi 1971; Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Korupsi 1999;
4.
penafsiran kata “menggelapkan” pada delik penggelapan (Pasal 415 KUH Pidana) oleh yurisprudensi baik di Belanda maupun di Indonesia sangat luas.
44
Andi Hamzah, Op. cit, halaman 93
Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
Pasal ini diadopsi menjadi Pasal 8 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Korupsi 2001. Pemidanaan orang yang tidak dikenal dalam arti sempit tidak dikenal dalam tindak pidana korupsi tetapi juga dapat dilakukan pemeriksaan siding dan putusan dijatuhkan tanpa kehadiran terdakwa (putusan in absentia) sesuai dengan ketentuan Pasal 23 ayat (1) sampai ayat (4) Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi 1971 dan Pasal 38 ayat (1), (2), (3), dan (4) UndangUndang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi 1999. Begitu pula bagi orang yang meninggal sebelum ada putusan yang tidak dapat diubah lagi, yang diduga telah melakukan korupsi, hakim atas tuntutan penuntut umum, dapat memutuskan perampasan barang-barang yang telah disita (Pasal 23 ayat (5). Kesempatan banding dalam putusan ini tidak ada. Orang yang telah meninggal dunia tidak mungkin melakukan delik. Delik dilakukan sewaktu ia masih hidup, tetapi pertanggungjawabannnya setelah menniggal dunia dibatasi sampai pada perampasan barang-barang yang telah disita. Begitu pula dalam perumusan Pasal 1 ayat (1) sub a dan b Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi 1971, terdapat unsur “langsung atau tidak langsung merugikan keuangan negara dan//atau perekonomian negara”, bahkan pada sub b ada tambahan kata “dapat” merugikan keuangan negara. Ini menunjukkan bahwa “kerugian negara” yang timbul akibat perbuatan melawan hukum itu merupakan suatu hal yang dipertangggungjawabkan sama dengan strict liability kaena “langsung atau tidak langsung (dapat) merugikan keuangan negara” merupakan perumusan yang amat luas artinya sehingga dengan mudah penuntut
Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
umum membuktikannya. Kata-kata “langsung atau tidak langsung” telah dihapus dalam Pasal 2 dan 3 undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi 1999. Strict liability ialah suatu konsepsi yang tidak memerlukan pembuktian adanya sengaja dan alpa pembuat delik. Biasanya strict liability hanya untuk regulatory offences. A.Z. Abidin 45 menyebut tiga alasan diterimanya strict liability terhadap delik-delik tertentu. 1.
Esensial untuk menjamin bahwa peraturan hukum yang penting tertentu demi kesejahteraan masyaakat harus ditaati.
2.
Pembuktian mens rea (sikap batin si pembuat) terhadap delik-delik serupa sangat sulit.
3.
Suatu tingkat tinggi “bahaya sosial” dapat membenarkan penafsiran suatu delik yang menyangkut “strict liability”. Dalam hal delik korupsi yang berbentuk penggelapan oleh pegawai negeri
atau pejabat Pasal (415 KUH Pidana) yang ditarik menjadi delik korupsi (Pasal 8 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi 2001), secara expressis verbis tercantum unsur sengaja. Dalam yurisprudensi ditentukan bahwa suatu kas bon (pinjaman seoang pegawai pada kas) atas izin bendaharawan, walaupun uang itu dibayar kembali, dirumuskan sebagai penggelapan oleh bendaharawan itu (Putusan Mahkamah Agung tanggal 7 April 1956). Bahkan ditentukan lebih lanjut bahwa walaupun tidak bermanfaat bagi bendaharawan itu, asal uang itu tidak dipergunakan pada tujuannya, dikualifikasikan sebagai penggelapan (Putusan Mahkamah Agung tanggal 30 Juni 1964).
45
A. Zainal Abidin, et.al. Hukum Pidana, Taufiq, Makassar, 1962, halaman 1
Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
Jadi dapat dikatakan bahwa walaupun bendaharawan itu karena alasan perikemanusiaan meminjamkan uang kepada seorang pegawai dan walaupun uang itu pada akhirnya dikembalikan, yang berarti negara tidak rugi, delik penggelapan telah terjadi. Hal ini dianut oleh yurisprudensi, mungkin atas pertimbangan bahwa delik tersebut termasuk delik jabatan, yang tidak selalu kerugian negara menjadi alasan utama, tetapi “hal pegawai tidak becus” yang mencampuradukkan uang pribadi dengan uang negara menjadi masalah inti. Pertanggungjawaban dalam hukum piidana perlu dibahas karena pada delik korupsi dikenal semacam alasan pembenar, yang tercantum dalam Pasal 17 ayat (2) Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi 1971 berikut ini “Kalau dalam perbuatan itu negara tidak dirugikan atau dilakukan demi kepentingan umum”. Dalam hal ini, dikemukakan pendapat para penulis hukum pidana khususnya pertanggungjawaban
pidana,
baik
yang
memisahkan
perbuatan
dan
pertanggungjawaban pidana maupun yang tidak. Satochid Kartanegara 46 mengatakan, bahwa dapat dipertanggungjawabkan (toerekeingsvatbaarheid) adalah mengenai keadaan jiwa seseorang sedangkan pertanggungjawaban adalah mengenai perbuatan yang dihubungkan dengan si pelaku atau pembuat. Selanjutnya, Satochid mengatakan, seseorang dapat dipertannggungjawabkan, jika:
46
Satochid Kartanegara, Hukum Pidana I Kumpulan Kuliah, Balai Lektor Mahasiswa, Jakarta, halaman 243-244
Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
1. Keadaan jiwa orang itu adalah sedemikian rupa sehingga dia dapat mengerti atau tahu akan nilai perbuatannya itu, juga akan mengerti akan akibatnya. 2. jiwa orang itu adalah sedemikian rupa sehingga dia dapat menentukan kehendaknya atas perbuatan yang dilakukan. 3. Orang itu sadar dan insyaf bahwa perbuatan yang dilakukan adalah perbuatan yang dilarang atau tidak dibenarkan dari sudut hukum, masyarakat dan tatasusila. Menurut Vos, pendapat Simons itu sejalan dengan Memori Van Toelichting, yang melihat hanya dalam dua hal saja. Orang dapat menerima tidak dapat dipertanggungjawabkan (ontoerekendsvatbaarheid) pada si pembuat : 1. Dalam hal perbuatannya dipaksa. Si pembuat tidak ada kebebasan untuk memilih antara berbuat dan tidak berbuat apa yang dilarang oleh undangundang. 2. Dalam hal si pembuat dalam keadaan tertentu sehingga tidak menginsyafi bahwa perbuatannya akan bertentangan dengan hukum dan dia tidak mengerti akibat perbuatannya, gila dan sebagainya. 47 Simons, mengatakan dapat dipertanggungjawabkan (toerekeingsvatbaarheid) dapat dipandang sebagai keadaan psikis sedemikian rupa sehingga si pembuat atau
pelaku
mampu
untuk
menginsyafi
atau
mengetahui
bahwa
perbuatannyaadalah melanggar hukum dan sesuai dengan keinsyafan itu mampu untuk menentukan kehendaknya. 48 E. Mezger menentukan tiga macam dalam pengertian kesalahan, yakni : 1. Kemampuan bertanggungjawab. 47 48
Martiman Prodjohamidjojo, Op.Cit, halaman 31 Ibid, halaman 31
Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
2. Bentuk kesalahan berwujud kesengajaan dana kealpaaan. 3. Alasan-alasan penghapus kesalahan. 49 Ada persamaan pendapat antara Vos dan Mezger yang tidak memasukkan unsur melawan hukum perbuatan dalam bidang kesalahan. Sedangkan Moelyatno dan Roeslan Saleh memisahkan antara perbuatan pidana dan pertanggungjawaban pidana. Roeslan Saleh 50
mengatakan
bahwa untuk
adanya
kesalahan
yang
mengakibatkan dipidananya terdakwa, pada terdakwa harus ada : 1. Melakukan perbuatan pidana (delik) 2. Mampu bertanggungjawab 3. Dengan sengaja atau alpa 4. Tidak ada alasan pemaaf Selanjutnya
Roeslan
Saleh
mengatakan
dalam
hal
kemampuan
bertanggungjawab ada dua faktor, yaitu : a. Akal dan b. Kehendak Dengan akal atau daya pikir, orang dapat membedakan antara perbuatan yang diperbolehkan dan perbuatan yang tidak diperbolehkan. Dan dengan kehendak atau kemauan atau keinginan oang dapat menyesuaikan tingkah laku mana yang diperbolehkan dan mana yang tidak diperbolehkan. Kemudian Roeslan Saleh lebih lanjut mengatakan bahwa adanya kemampuan bertanggungjawab ditentukan oleh dua faktor. Dengan akal dapat membedakan
49 50
Ibid, halaman 32 Roeslan Saleh, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana Dua Pengertian Dasar Dalam Hukum Pidana, Centra, Jakarta, 1968, halaman 59-60
Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
antara perbuatan yang dipebolehkan atau tidak diperbolehkan sedangkan faktor kehendak bukan faktor yang menentukan mampu bertanggungjawab melainkan salah satu faktor dalam menentukan kesalahan karena faktor kehendak adalah tergantung dan kelanjutan dari faktor akal. Lagi pula bahwa kemampuan bertanggungjawab hanya salah satu faktor dari kesalahan. 51
BAB III
51
Ibid, halaman 61-62
Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TIMBULNYA TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM BIDANG PERBANKAN
Faktor-faktor penyebab timbulnya tindak pidana korupsi dalam bidang perbankan terdiri atas 4 (empat) aspek, yaitu : A. Aspek Individu Pelaku Apabila dilihat dari segi pelaku korupsi, sebab-sebab dia melakukan korupsi dapat berupa dorongan dari dalam dirinya yang dapat pula dikatakan sebagai keinginan, niat atau kesadarannya untuk melakukan. Sebab-sebab seseorang melakukan korupsi antara lain sebagai berikut : 1. Sifat tamak manusia Orang yang melakukan korupsi adalah orang yang penghasilannya sudah cukup tinggi bahkan sudah berlebih bila dibandingkan kebutuhan hidupnya. Orang tersebut melakukan korupsi tersebut juga tanpa adanya godaan dari pihak lain. Bahkan kesempatan untuk melakukan korupsi mungkin juga sudah sangat kecil karena sistem pengendalian manajemen yang sudah sangat bagus. Dalam hal pelaku korupsinya seperti itu, maka unsur yang menyebabkan dia melakukan korupsi adalah unsur dalam diri sendiri yaitu sifat tamak, sombong, takabur, rakus yang memang ada pada manusia. 52 Apabila seseorang tidak mampu mengendalikan dirinya sendiri, maka tanpa godaan dari luar, tanpa adanya kebutuhan hidup, dan tanpa adanya kelemahan sistem yang memberikan kesempatan seseorang 52
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, Strategi Pemberantasan Korupsi Nasional, Edisi Maret, Jakarta,1999, halaman 83
Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
tersebut akan berusaha mencari-cari jalan untuk melakukan korupsi. Dalam hal ini, berapapun kekayaan dan penghasilan sudah diperoleh seseorang tersebut, apabila ada kesempatan untuk melakukan korupsi maka akan dilakukan juga. 53
2. Moral yang kurang kuat Seseorang yang moralnya tidak kuat cenderung lebih mudah tergoda untuk melakukan korupsi. Godaan itu bisa berasal dari atasan, teman setingkat, bawahannya, atau pihak yang lain (pihak luar yang dilayani) yang memberi kesempatan untuk itu.54 Bila seorang pegawai yang melihat atasannya melakukan korupsi, maka pegawai tersebut cenderung akan melakukan korupsi juga karena dia berpendapat bahwa apabila atasannya tersebut mengetahui perbuatannya, maka atasannya tersebut mendiamkannya atau pra-pura tidak tahu, tidak akan mengenakan sanksi atau paling tidak mengenakan sanksi yang ringan. Hal ini terjadi karena atasannya juga mempunyai rasa takut jika dilaporkan oleh bawahannya mengenai perbuatan korupsinya. Lebih-lebih jika seorang pegawai melakukan korupsi karena melakukan kolusi dengan atasannya. Teman setingkat atau bawahan seorang pegawai yang melakukan korupsi juga merupakan godaan bagi seorang pegawai. Pegawai yang tingkat ekonominya di bawah pegawai lain yang setingkat atau
53 54
Ibid, halaman 83 Ibid, halaman 83
Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
bawahannya yang melakukan korupsi jika moralnya tidak kuat maka akan mudah tergoda untuk berbuat korupsi juga. Pihak luar yang dilayani misalnya nasabah (untuk perbankan), masyarakat (untuk pelayanan umum), pemborong atau kontraktor, wajib pajak dan sebagainya. Nasabah bank yang ingin mendapatkan kreditnya dengan cepat atau yang seharusnya tidak memenuhi persyaratan tertentu untuk mendapatkan kreditnya akan berusaha menggoda pegawai yang bersangkutan dengan imbalan tertentu. Untuk memenangkan tender pekerjaan, pemborong yang tidak cukup akan memberikan uang suap kepada pejabat/ pegawai yang menentukan pemenang tender. 55
3. Penghasilan yang kurang mencukupi kebutuhan hidup yang wajar Penghasilan seorang pegawai dari suatu pekerjaan selayaknya memenuhi kebutuhan hidup yang wajar. Bila hal itu tidak terjadi maka seseorang akan berusaha memenuhinya dengan berbagai cara. Tetapi bila segala upaya dilakukan ternyata sulit didapatkan, keadaan semacam ini yang akan memberi peluang besar untuk melakukan tindak korupsi baik itu korupsi waktu, tenaga, pikiran dalam arti semua curahan peluang itu untuk keperluan di luar pekerjaan yang seharusnya.
4. Kebutuhan hidup yang mendesak Dalam rentang kehidupan ada kemungkinan seseorang mengalami situasi terdesak dalam hal ekonomi. Adanya kebutuhan hidup yang
55
Ibid, halaman 84
Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
mendesak seperti kebutuhan keluarga, kebutuhan untuk membayar hutang, kebutuhan untuk membayar pengobatan yang mahal, kebutuhan untuk membiayai sekolah anaknya, kebutuhan untuk mengawinkan anaknya merupakan bentuk-bentuk dorongan seorang pegawai yang berpenghasilan kecil untuk berbuat korupsi. Dalam hal seperti itu tentu akan sangat tepat apabila dipikirkan suatu sistem yang dapat membantu memberikan jalan keluar bagi para pegawai untuk menghadapi kebutuhan hidup yang sifatnya mendesak misalya sistem asuransi. 56
5. Gaya hidup yang konsumtif Kehidupan di kota-kota besar sering kali mendorong gaya hidup seseorang konsumtif. Gaya hidup yang konsumtif di kota-kota besar ini mendorong pegawai untuk dapat memiliki mobil mewah, rumah mewah, pakaian mahal, hiburan yang mahal dan sebagainya. Gaya hidup yang konsumtif tersebut akan menjadikan penghasilan yang sedikit semakin tidak mencukupi. Hal tersebut juga akan mendorong seseorang untuk melakukan korupsi bilamana ksempatan untuk melakukan ada. 57
6. Malas atau tidak mau kerja Sebagian orang ingin mendapatkan hasil dari sebuah pekerjaan tanpa keluar keringat alias malas bekerja. Sifat semacam ini akan potensial melakukan tindakan apapun dengan cara-cara mudah dan cepat, diantaranya melakukan korupsi. 56 57
Ibid, halaman 85 Ibid, halaman 86
Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
7. Ajaran agama yang kurang diterapkan Indonesia dikenal sebagai bangsa religius yang tentu akan melarang tindak pidana korupsi dalam bentuk apapun. Kenyataan di lapangan menunjukkan bila korupsi masih berjalan subur di tengah masyarakat. Situasi paradok ini menandakan bahwa ajaran agama kurang diterapkan dalam kehidupan.
B. Aspek Organisasi Organisasi dalam hal ini adalah organisasi dalam arti luas termasuk sistem pengorganisasian lingkungan masyarakat. Organisasi yang menjadi korban korupsi atau dimana terjadi biasanya memberi andil terjadinya korupsi karena membuka peluang atau kesempatan untuk terjadinya korupsi. Bilamana organisasi tersebut tidak membuka peluang sedikitpun bagi seseorang untuk melakukan korupsi, maka korupsi itu tidak akan terjadi. 1. Kurang adanya sikap keteladanan pimpinan Posisi pemimpin dalam suatu organisasi baik formal maupun informal mempunyai pengaruh yang penting bagi bawahannya. Seorang pemimpin akan menjadi panutan bagi bawahannya atau organisasi yang berafiliasi pada organisasi tersebut. Dengan karakteristik organisasi seperti itu tentu apapun yang dilakukan oleh pemimpin organisasi akan ditiru oleh para anggota organisasi walaupun dalam intensitasnya berbeda-beda. Apabila pemimpinnya mencontohkan gaya hidup yang bersih dengan tingkat kehidupan ekonomi yang wajar maka anggota-anggota organisasi tersebut akan cenderung Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
mengikuti gaya hidup yang sama. Akan tetapi, teladan yang baik dari pemimpin tidak menjamin bahwa korupsi tidak akan muncul di dalam organisasinya karena penyebab lainnya masih banyak. Demikian pula sebaliknya, apabila pemimpin organisasi gaya hidupnya berlebihan maka anggota-anggota organisasi tersebut akan cenderung untuk mengikuti gaya hidup berlebihan. Dan apabila tidak mampu menopang biaya hidup yang berlebih tersebut, maka akan berusaha untuk melakukan berbagai cara termasuk melakukan korupsi. 58
2. Tidak adanya kultur organisasi yang benar Kultur atau budaya organisasi biasanya akan mempunyai pengaruh yang sangat kuat kepada anggota-anggota organisasi tersebut pada kebiasaannya, cara pandangnya dan sikapnya dalam menghadapi sesuatu keadaan. Apabila kultur ini tidak ditangani/dikelola dengan baik akan menimbulkan berbagai situasi yang tidak kondusif mewarnai kehidupan organisasi. Dimana sejumlah anggota organisasi akan melakukan berbagai bentuk perbuatan yang tidak baik yang lama-lama akan menjadi kebiasaan. Kebiasaan tersebut akan menular ke anggota yang lain dan kemudian perbuatan tersebut akan dianggap sebagi kultur atau budaya di lingkungan yang bersangkutan. Kultur ini secara perlahan-lahan perlu dibentuk menjadi baik dan diarahkan untuk menunjang misi dari organisasi. Dengan membentuk kultur ini, dapat diciptakan situasi dimana organisasi yang tidak sesuai dengan kultur tersebut akan disingkirkan. Salah satu sarana yang biasa yang dipakai untuk
58
Ibid, halaman 87-88
Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
membentuk dan menjaga kultur tesebut adalah dengan membangun kultur organisasi yang resmi dan kode etik atau aturan perilaku yang secara resmi diberlakukan pada organisasi. 59
3. Sistem akuntabilitas yang benar di instansi pemerintah kurang memadai Pada organisasi dimana setiap unit organisasinya mempunyai sasaran yang telah ditetapkan untuk dicapai yang kemudian setiap penggunaan sumber dayanya selalu dikaitkan dengan sasaran yang harus dicapai tersebut., maka setiap unsur kuantitas dan kualitas sumber daya yang tersedia akan selalu dimonitor dengan baik. Hal itu cenderung akan terjadi secara otomatis karena setiap berkurangnya tingkat pencapaian sasaran yang pada akhirnya akan menurunkan tingkat prestasi kerja manajemen unit kerja yang bersangkutan. Akan lebih lanjut adalah kurangnya perhatian pada efisiensi penggunaan sumber daya yang dimiliki. Bahkan tingkat ketertarikan dari manajemen di jajaran pemerintah untuk mengamankan sumber daya tidak terlalu tinggi. Pada akhirnya secara perlahan tetapi pasti memberikan dorongan untuk terjadinya kebocoran sumber dana yang dimiliki instansi-instansi pemerintah. Keadaan ini memunculkan situasi organisasi yang kondusif untuk terjadinya korupsi. 60
4. Kelemahan sistem pengendalian manajemen Pengendalian manajemen merupakan salah satu syarat bagi tindak pelanggaran korupsi dalam sebuah organisasi. Pada organisasi dimana pengendalian manajemennya lemah akan lebih banyak pegawai yang 59 60
Ibid, halaman 88-89 Ibid, halaman 89-90
Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
melakukan korupsi dibandingkan pada organisasi yang pengendalian manajemennya kuat. Seorang pegawai yang mengetahui bahwa sistem pengendalian manajemen pada organisasi dimana dia bekerja lemah, maka akan menimbulkan kesempatan atau peluang baginya untuk melakukan korupsi. Selain itu terdapat pula hambatan dalam manajemen yaitu hambatan yang bersumber dari diabaikannya atau tidak diterapkannya prinsip-prinsip manajemen yang baik (komitmen yang tinggi dilaksanakan secara adil, transparan dan akuntabel) yang membuat penanganan tindak pidana korupsi tidak berjalan sebagaimana mestinya. Adanya kolusi antara beberapa orang yang dalam pelaksanaan suatu kegiatan yang menyebabkan runtuhnya pengendalian manajemen yang ada. Korupsi tidak akan dapat dicegah atau diketahui jika terdapat kolusi di antara petugas. 61
5. Manajemen cenderung menutupi korupsi di dalam organisasi Pada umumnya jajaran manajemen organisasi dimana terjadi korupsi enggan membantu mengungkapkan korupsi tersebut walaupun korupsi tersebut sama sekali tidak melibatkan dirinya. Kemungkinan keengganan tersebut timbul karena terungkapnya praktek korupsi di dalam organisasinya akan dianggap sebagai bukti buruknya kualitas manajemen organisasi. Akibatnya, jajaran manajemen cnderung untuk menutup-nutupi korupsi yang
61
Pemberantasan Korupsi Tidak Cukup Hanya dengan Komitmen Semata, http:// www. Kepriprov.go.id/, di akses tanggal 19 April 2008
Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
ada dan berusaha menyelesaikannya dengan cara-caranya sendiri yang kemudian dapat menimbulkan praktek korupsi yang lain. 62
C. Aspek Tempat Individu dan Organisasi Berada (Aspek Masyarakat) 63 Aspek masyarakat berkaitan dengan lingkungan masyarakat dimana individu dan organisasi tersebut berada seperti nilai-nilai yang berlaku di masyarakat yang kondusif untuk terjadinya korupsi. Korupsi bisa ditimbulkan oleh budaya masyarakat misalnya masyarakat menghargai seseorang karena kekayaan yang dimilikinya. Sikap ini seringkali membuat masyarakat tidak kritis pada kondisi misalnya darimana kekayaan itu didapatkan. Masyarakat juga masih kurang menyadari bahwa yang paling dirugikan dari terjadinya praktik korupsi adalah masayarakat. Anggapan masyarakat umum yang rugi oleh korupsi itu adalah negara. Padahal bila negara rugi, yang rugi adalah masyarakat juga karena proses anggaran pembangunan bisa berkurang karena dikorupsi. Selain itu masyarakat juga tidak menyadari bahwa mereka sendiri terlibat dalam praktik korupsi. Setiap korupsi pasti melibatkan anggota masyarakat. Hal ini kurang disadari oleh masyarakat itu sendiri. Bahkan seringkali masyarakat sudah terbiasa terlibat pada kegiatan korupsi sehari-hari dengan cara-cara terbuka namun tidak disadari. Masyarakat juga kurang menyadari bahwa korupsi akan bisa dicegah dan diberantas bila masyarakat ikut berperan aktif. Pada umumnya masyarakat berpandangan masalah korupsi itu merupakan tanggung jawab pemerintah. 62 63
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, Op.cit, halaman 92 Strategi Pemberantasan Korupsi, http:// www. bpkp. go.id/, diakses pada tanggal 19 April 2008
Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
Oleh karena itu, peran serta masyarakat mempunyai pengaruh yang kuat dalam menentukan berhasilnya pemberantasan korupsi.
D. Aspek Peraturan Perundang-undangan 1. Kualitas peraturan perundang-undangan kurang memadai Peraturan perundang-undangan banyak yang kualitasnya kurang memadai dalam arti tujuan yang ingin dicapai dari dikeluarkannya peraturan perundangundangan yang dibuat sering tidak jelas. Untuk dapat melaksanakan suatu peraturan perundang-undangan yang baik, maka di dalam peraturan perundang-undangan tersebut perlu dirumuskan dengan jelas latar belakang dan tujuan diberlakukannya undang-undang tersebut. Kedua hal tersebut sering diletakkan di bagian konsideran, padahal bagian itu kurang diperhatikan dibandingkan dengan batang tubuhnya. Kadang-kadang kedua hal tersebut dirumuskan dengan jelas di bagian penjelasan peraturan perundang-undangan padahal bagian penjelasan sering kurang diperhatikan oleh pembaca peraturan perundang-undangan tersebut. Dengan rumusan latar belakang dan tujuan yang jelas, maka penjabaran aturan-aturan di dalam batang tubuh peraturan perundang-undangan akan lebih mudah. Disamping itu, evaluasi untuk menilai tingkat efektivitas peraturan perundang-undangan tersebut jelas lebih mudah. Peraturan perundang-undangan seringkali terlalu
banyak celahnya
sehingga mudah dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang ingin melakukan korupsi tanpa melanggar ketentuan peraturan yang ada. Si pembuat peraturan gagal mengidentifikasikan jenis, cara/modus serta frekuensi korupsi sehingga Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
masih ada perbuatan korupsi yang tidak dapat dicegah dengan peaturan yang dibuat. Si pelaku korupsi karena kepandaiannya sering menggunakan caracara korupsi yang sulit dikenai dengan ketentuan-ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang ada. Kemungkinan besar perumusan perundang-undangan yang kualitasnya kurang baik tersebut dikarenakan penyusunan tidak didukung dengan suatu telaah akademik yang baik. Mungkin perumusannya hanya dilakukan dengan menelaah peraturan perundang-undangan yang sama kemudian memikirkan perbaikannya tanpa mengkaji secara mendalam keadaan di lapangan. Kajian komprehensif keadaan di lapangan seharusnya tertuang di dalam telaah akademiknya yang mendasari perumusan peraturan perundang-undangan tersebut. Kemungkinan juga, telaah akademik yang dibuat hanya sekedar formalitas saja. 64
2. Tidak efektifnya Judicial Review oleh Mahkamah Agung Korupsi
dapat
timbul
karena
didasarkan
pada
penyimpangan-
penyimpangan yang terkandung dalam peraturan perundang-undangan. Misalnya karena adanya penyimpangan yang termuat di dalam suatu Keppres, maka pihak tertentu dapat melakukan kegiatan yang termasuk kategori korupsi tanpa
dapat
dipersalahkan
karena
memang
ada
dasar
hukumnya.
Penyimpangan-penyimpangan seperti itu memang mungkin terjadi karena itu
64
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, Op.cit, halaman 99-100
Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
harus ada kewenangan judicial review yang dijalankan secara efektif oleh Mahkamah Agung. 65
3. Peraturan kurang disosialisasikan Walaupun sudah terdapat peraturan perundang-undangan yang memadai, namun kalau tidak disosialisasikan maka akan banyak orang yang tidak mengetahui isi peraturan tersebut. Anggota masyarakat seringkali mempunyai bukti suatu perbuatan korupsi yang dilakukan oleh aparat pemerintah tetapi tidak melaporkan ke pihak yang berwenang karena tidak tahu bahwa perbuatan tersebut sebenarnya merupakan korupsi yang dilarang oleh undangundang. Disosialisasikan
disini
dimaksudkan
adalah
peraturan
tersebut
disebarluaskan kemudian diperkenalkan dan dijaga agar sewaktu-waktu seorang anggota masyarakat memerlukannya maka peraturan tersebut akan dapat tersedia dengan mudah dan murah. Misalnya apabila peraturan yang berkaitan dengan ketentuan korupsi yang ada disebarluaskan, kemungkinan besar akan mennyebabkan adanya deteren efect yaitu kurangnya korupsi karena calon koruptor takut akan hukuman yang akan dikenakan padanya sehingga tidak berbuat korupsi dan takut karena kalau dia melakukan korupsi maka semua orang akan segera tahu bahwa yang dia lakukan adalah perbuatan korupsi. 66
4. Sanksi terlalu ringan 65 66
Ibid, halaman 101 Ibid, halaman 102
Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
Apabila sanksi yang terdapat dalam peraturan yang ada terlalu ringan, maka menyebabkan peraturan tersebut tidak efektif lagi dimana orang akan menghitung untung ruginya jika melakukan korupsi. Sanksi dari suatu perbuatan korupsi yang terlalu ringan misalnya hanya disuruh mengembalikan hasil korupsi jika orang akan dihukuam beberapa bulan atau beberapa tahun saja, maka orang akan mempertimbangkan untuk berbuat korupsi. Namun permasalahan ini telah ditindaklanjuti oleh pemerintah dengan bentuk penerapan sanksi yang meletakkan adanya batas minimal dan maksimal sehingga dalam melakukan tindak pidana korupsi jika telah dilakukan maka akan dapat dikenai pasal yang ada dalam Undang-Undang No. 31 Tahun 1997 jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi , bahkan dalam melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan dengan keadaan tertentu dapat dipidana mati.
5. Penerapan sanksi tidak konsisten dan pandang bulu Korupsi berkembang baik di Indonesia karena kemungkinan bagi pelakunya untuk ditahan sangat kecil dan lebih kecil kemungkinan untuk dihukum. Seseorang akan mudah melakukan korupsi jika sanksi dari peraturan yang ada tidak diberlakukan sama kepada setiap individu yang terbukti melakukan korupsi. Penerapan sanksi yang dapat dipengaruhi dengan kedudukan atau pangkat seseorang akan mengurangi efektivitas dari peraturan tersebut. Apalagi jika aparat penegak hukum dapat disogok agar perbuatan korupsi kemudian dibuat seakan-akan tidak terbukti atau sanksi yang diberikan menjadi lebih ringan maka orang mudah melakukan korupsi. Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
Jadi, jika hendak memberantas korupsi di Indonesia harus dilakukan tanpa pandang bulu artinya setiap individu yang melakukan korupsi baik korupsi dengan jumlah besar ataupun jumlahnya kecil berupa pungutan liar, semua harus diajukan ke pengadilan tanpa ada yang diberi maaf karena kerugian negara telah dikembalikan sebagaimana diatur dalam Pasal 4 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999.
6. Lemahnya bidang evaluasi dan revisi peraturan perundang-undangan Para pembuat peraturan perundang-undangan termasuk pihak DPR pada waktu membuat peraturan tidak memikirkan bagaimana cara mengevaluasi efektivitas peraturan yang dibuat. Akibatnya, setelah bertahun-tahun dilaksanakan pihak DPR baru mengetahui bahwa suatu undang-undang ternyata tidak efektif dan harus diperbarui. Sebaiknya pada waktu membuat peraturan perundang-undangan, pihak pembuat
peraturan
sudah
memikirkan
bagaimana
caranya
menilai
efektivitasnya dan kapan penilaian tersebut harus dilakukan untuk kemudian diputuskan perlu atau tidaknya dilakukan revisi. Dengan cara seperti ini peraturan perundang-undangan akan menjadi lebih up to date,benar-benar sesuai dengan kebutuhan dan keadaan. Disamping itu, kelemahan dalam bidang evaluasi perundang-undangan ini juga mengakibatkan terjadinya konflik berbagai undang-undang. Bunyi pasal suatu undang-undang akan dapat bertentangan dengan bunyi pasal undang-undang yang lain yang pada akhirnya menimbulkan kepastian hukum. 67
67
Ibid, halaman 104
Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
BAB IV KASUS DAN ANALISIS KASUS A. KASUS 1. Posisi Kasus Terdakwa Nining Sukaisih, Amd; umur 37 tahun selaku pegawai PT. Bank Mandiri Cabang Medan Zainul Arifin dan bertugas sebagai Teller pada PT. Bank Mandiri Cabang Medan Zainul Arifin dengan teller ID 1050251 secara berturutturut sejak tanggal 3 Oktober 2005 sampai dengan tanggal 20 Desember 2005 atau setidak-tidaknya pada waktu-waktu tertentu yang masih termasuk dalam tahun 2005 bertempat di PT. Bank Mandiri Cabang Medan Zainul Arifin atau setidak-tidaknya pada tempat tertentu yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Medan, secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dan perbuatan tersebut merupakan serangkaian perbuatan yang berhubungan, sehingga dengan demikian harus dipandang sebagai satu perbuatan yang diteruskan, perbuatan mana dilakukan terdakwa dengan cara sebagai berikut : Bahwa ia terdakwa Nining Sukaisih, Amd adalah pegawai pada PT. Bank Mandiri Cabang Medan Zainul Arifin yang diangkat berdasarkan Surat No. 6066/HR/1999 tanggal 13 September 1999 dan bertugas sebagai Teller pada PT. Bank Mandiri Cabang Medan Zainul Arifin dengan teller ID 1050251. Bahwa di dalam ketentuan Bank Mandiri, proses pencairan uang nasabah haruslah Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan yaitu Nasabah mengisi slip penarikan yang sudah diisi nama nasabah, nomor rekening, tanggal penarikan, jumlah nominal yang akan ditarik, buku tabungan, ATM dan tanda tangan penarik/nasabah, dan apabila bukan nasabah yang bersangkutan yang menarik uangnya maka harus melampirkan surat kuasa, namun sebagai teller ketentuan tersebut tidak terdakwa penuhi, bahkan kemudian terdakwa mengambil uang nasabah tanpa izin dari nasabah yang bersangkut an dengan cara terdakwa membuat slip penarikan tunai yang terdakwa tandatangani sendiri dengan cara meniru tanda tangan pemilik rekening yaitu terhadap nasabah M. Yunus Nasution, Nomor rekening : 105002044398,
AM. Nasution, Nomor rekening :
1050002044396, Dhamma Wira, Nomor rekening : 1050004503821, Yosephine Teguh, Nomor rekening : 1050002336612, Emita Teguh, Nomor rekening : 1050098244498, Hj. Suliah, Nomor rekening : 1050098240223, Anny Siregar, Nomor rekening : 1050097087187, dan M. Junus BA, Nomor rekening : 1050099180832. Bahwa pengambilan uang nasabah tersebut juga tanpa disertai buku tabungan dan ATM dari para nasabah. Bahwa dengan cara tersebut di atas terhadap nasabah : 1. M. Yunus Nasution, Nomor rekening : 105002044398 terjadi transaksi tidak benar sebanyak 7 (tujuh) kali, yaitu 4 (empat) kali pada tanggal 3 Oktober 2005 sebesar Rp. 150 juta, Rp. 150 juta, Rp. 200 juta, Rp. 200 juta, 1 (satu) kali pada tanggal 11 Oktober 2005 sebesar Rp. 50 juta, 1 (satu) kali pada tanggal 26 Oktober 2005 sebesar Rp. 50 juta dan 1 (satu) kali tanggal 16 Desember 2005 sebesar Rp. 30 juta, sehingga keseluruhan jumlahnya Rp. 830
Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
juta. Transaksi ini adalah penarikan tunai yang dilakukan Nining Sukaisih dari rekening nasabah tanpa seijin dan tanpa sepengetahuan nasabah. 2. AM. Nasution, Nomor rekening : 1050002044396, terjadi transaksi tidak benar sebanyak 3 (tiga) kali dalam satu hari yang sama, yaitu pada tanggal 16 Oktober 2005 dengan masing-masing penarikan Rp. 100 juta, Rp. 150 juta, dan Rp. 200 juta, sehingga jumlahnya Rp. 450 juta. Transaksi ini adalah penarikan tunai yang dilakukan Nining Sukaisih dari rekening nasabah tanpa sepengetahuan nasabah. 3. Dhamma Wira, Nomor Rekening : 1050004503821, terjadi transaksi tidak benar sebanyak 2 (dua) kali dalam satu hari yang sama, yaitu pada tanggal 16 Desember 2005 dengan masing-masing penarikan Rp. 200 Juta, Rp. 15 Juta, sehingga jumlahnya Rp. 215 Juta. Transaksi ini adalah penarikan tunai yang dilakukan Nining Sukaisih dari rekening nasabah tanpa sepengetahuan nasabah. 4. Yosephine Teguh, Nomor rekening : 1050002336612, terjadi transaksi tidak benar sebanyak 1 (satu) kali yaitu pada tanggal 2 Desember 2005 jumlah penarikan Rp. 75 Juta. Transaksi ini adalah penarikan tunai yang dilakukan Nining Sukaisih dari rekening nasabah tanpa sepengetahuan nasabah. 5. Emita Teguh, Nomor rekening : 1050098244498, terjadi transaksi tidak benar sebanyak 2 (dua) kali dalam satu hari yang sama, yaitu pada tanggal 18 Nopember 2005 dengan masing-masing penarikan Rp. 190 Juta dan Rp. 200 Juta sehingga jumlahnya Rp. 390 Juta. Transaksi ini adalah penarikan tunai yang dilakukan Nining Sukaisih dari rekening nasabah tanpa seijin dan tanpa sepengetahuan nasabah. Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
6. Hj.Suliah, Nomor rekening : 1050098240223, terjadi transaksi tidak benar sebanyak 3 (tiga) kali, yaitu 1 (satu) kali pada tanggal 20 Oktober 2005 sebesar Rp. 95 Juta, dan 2 (dua) kali pada tanggal 21 Oktober 2005 dengan masing-masing penarikan Rp. 50 Juta dan Rp. 50 Juta, sehingga jumlah keseluruhannya Rp. 195 Juta. Transaksi ini adalah penarikan tunai yang dilakukan Nining Sukaisih dari rekening nasabah tanpa seijin dan tanpa sepengetahuan nasabah. 7. Anny Siregar, Nomor rekening : 1050087087187, terjadi transaksi tidak benar sebanyak 1 (satu) kali, yaitu pada tanggal 31 Oktober 2005 sebesar Rp. 150 Juta transaksi ini adalah penarikan tunai yang dilakukan Nining Sukaisih dari rekening nasabah tanpa seijin dan tanpa sepengetahuan nasabah. 8. M. Junus BA, Nomor rekening : 1050099180832, terjadi transaksi tidak benar sebanyak 1 (satu) kali, yaitu pada tanggal 9 Desember 2005 sebesar 25 Juta. Transaksi ini adalah penarikan tunai yang dilakukan Nining Sukaisih dari rekening nasabah tanpa seijin dan tanpa sepengetahuan nasabah. Selanjutnya uang dari para nasabah yang terdakwa ambil tersebut sebagian terdakwa setorkan ke rekening terdakwa sendiri dengan nomor rekening : 105-009002372-6, dan rekening yang terdakwa buat sendiri dengan nama Fahmi Agus Syahputra dengan nomor rekening : 105-00-9824570-1 yaitu suami terdakwa, Syarafina Zhafirah Anggie dengan nomor rekening : 105-00-9823772-4 yaitu anak terdakwa dan Farahiyah Hafilah Miraza dengan nomor rekening : 105-009918442-0 yaitu anak terdakwa. Kemudian pada tanggal 20 Desember 2005 PT. Galatta Lestarindo, Nomor Rekening : 1050100111057, ada menyetorkan uang sebesar Rp. 272.920.750,Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
melalui Teller Nining Sukaisih untuk ditransfer kepada relasinya di bank lain dan sudah membuat / mengisi slip transfer yang sudah diparaf oleh Nining Sukaisih, namun uang tersebut tidak dikirimkan Nining Sukaisih kepada yang dituju dan oleh terdakwa Nining
Sukaisih uang tersebut
dibawanya pulang dan
dipergunakannya untuk kepentingan sendiri. Akibatnya dalam transaction listing teller ID 1050251 Nining Sukaisih pada PT. Bank Mandiri Cabang Medan Zainul Arifin periode Oktober s/d 20 Desember 2005 menjadi tidak sesuai dengan yang sebenarnya karena para nasabah tersebut di atas tidak pernah melakukan transaksi yang tercantum di dalam transaction listing tersebut, sehingga para nasabah tersebut membuat surat pernyataan dan klaim kepada PT. Bank Mandiri Cabang Medan Zainul Arifin, yang mengakibatkan PT. Bank Mandiri Cabang Medan Zainul Arifin harus membayar klaim para nasabah tersebut dengan total keseluruhan ± Rp. 2. 602.920.750,- (Dua milyar enam ratus dua juta sembilan ratus dua puluh ribu tujuh ratus lima puluh ribu rupiah). Sehingga untuk pembayaran klaim tersebut dibebankan kepada rugi/laba PT. Bank Mandiri Cabang Medan Zainul Arifin dan perbuatan terdakwa merugikan keuangan negara Cq PT. Bank Mandiri Cabang Medan Zainul Arifin sebesar ± Rp. 2. 602.920.750,(Dua milyar enam ratus dua juta sembilan ratus dua puluh ribu tujuh ratus lima puluh ribu rupiah).
2. Dakwaan
Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
Terhadap perbuatan terdakwa sebagaimana posisi kasus di atas maka Jaksa Penuntut Umum pada Pengadilan Negeri Medan mengajukan terdakwa ke persidangan dengan dakwaan sebagai berikut : 68
Pertama : Pasal 2 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. Kedua : Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. Ketiga : Pasal 49 ayat (1) huruf a UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. Keempat : Pasal 49 ayat (1) huruf b UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. Kelima : Pasal 49 ayat (1) huruf c UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
68
Surat Dakwaan Nomor Register Perkara : PDS-06/ MDN/ 05/ 2006
Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
3. Tuntutan Pidana Jaksa Penuntut Umum Pada persidangan 6 Oktober 2006 Jaksa Penuntut Umum menuntut agar terdakwa dijatuhi hukuman yang amarnya berbunyi sebagai berikut :69 1. Menyatakan terdakwa Nining Sukaisih, Amd secara sah dan meyakinkan terbukti bersalah melakukan tindak pidana dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dan perbuatan tersebut merupakan serangkaian perbuatan yang berhubungan, sehingga dengan demikian harus dipandang sebagai satu perbuatan yang diteruskan, melanggar Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP, sebagaimana dalam dakwaan kedua kami. 2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Nining Sukaisih, Amd berupa pidana penjara selama 5 (lima) tahun, ditambah dengan denda sebesar Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) subsidair 6 (enam) bulan kurungan, dengan perintah supaya terdakwa ditahan serta membayar uang pengganti sebesar Rp. 2. 452.920.750,- (dua milyar empat ratus lima puluh dua juta sembilan ratus dua puluh ribu tujuh ratus lima puluh rupiah) dan apabila terdakwa tidak membayar uang pengganti paling lama 1 (satu) bulan sesudah putusan Pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut,
69
Surat Tuntutan Nomor Register Perkara : PDS-06/ MDN/ 05/ 2006
Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka diganti dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun. 3. Menetapkan barang bukti berupa : 1. Print Out Transaction Lsting ID Teller Nining Tanggal 3,5,11,13,26,27, dan 31 Oktober 2005 serta Tanggal 1,12 Desember 2005. 2. Surat Pemberian ID Teller Nining 3. Formulir penatikan an. Farahiyah Hafilah sebesar Rp. 399.000.000,tanggal 2 Desember 2005 4. Laporan transaksi yang sukses an. Teller ID 1050251 Nining Sukaisih tanggal 19 Desember 2005 berikut 1 (satu) lembar cek No. Seri DK 635164 senilai Rp. 1.571.107.493,- an. PT. Sapta Sentosa Jaya Abadi formulir setoran an. Dhamma Wira sebesar Rp. 200.000.000,- tanggal 19 Desember 2005 dan formulir an. Dhamma Wira sebesar Rp. 500.000.000,tanggal 19 Desember 2005 5. Laporan transaksi yang sukses an. Teller ID 1050251 Nining Sukaisih berikut cek No. Seri DL 733375 sebesar Rp. 510.000.000,- tanggal 12 Desember 2005 6. Slip penyetoran tabungan ke rekening no. 142-18616 an. Fahmi Agus Syahputra Rp. 22.710.000,- tanggal 13 Nopember 1998, permohonan membuka rekening tabungan jumbo an. Fahmi Agus Syahputra dan specimen tanda tangan 7. Slip penyetoran tabungan ke rekening no. 098142-05123 an. Syafina Zhafirah Anggie M. Rp. 100.000,- tanggal 21 April 1998, permohonan Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
membuka rekening tabungan jumbo an. Syafina Zhafirah Anggie M. dan specimen tanda tangan 8. Formulir setoran tanggal 13 Desember 2005 ke rekening no. 1060004815463 an. PT. Delta Multi Mandiri sebesar Rp. 27.000.000,9. Laporan transaksi yang sukses an. Teller ID 1050251 Nining Sukaisih tanggal 9 Desember 2005 batch 2 hal 5 10. Surat pernyataan Emita Teguh tanggal 3 Januari 2006 11. Surat pernyataan Yosephine tanggal 3 Januari 2006 12. Surat pernyataan Hj. Suliyah Teguh tanggal 6 Januari 2006 13. Surat pernyataan Dhamma Wira tanggal 27 Desember 2005 14. Surat pernyataan Ir. AM. Nasution tanggal 23 Desember 2005 15. Surat pernyataan Anny Siregar tanggal 24 Maret 2006 16. Surat pernyataan H.M. Yunus Nasution tanggal 7 Maret 2006 17. Surat pernyataan Yosephine tanggal 20 April 2006 18. Fotocopy KTP dan specimen tanda tangan an. H.M. Yunus Nasution 19. Kartu contoh tanda tangan nasabah tabungan an. EmitaTeguh rekenng No. 105-0098244498 20. Surat No. 452/GL/M/XII/05 tanggal 28 Desember 2005 an. PT. Gallata Lestarindo 21. Surat Pernyataan Nining Sukaisih NIP. 9969133982 teller Bank Mandiri Cab. Medan Zainul Arifin tanggal 9 Januari 2006 22. Berita Acara Serah Terima User ID tanggal 10 Mei 2004 User ID 1050251 dari Benget Irfan kepada Nining Sukaisih
Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
23. Surat dari PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk. Kantor Wilayah I Medan ke PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk Spoke Medan Zainul Arifin No. 1. MDN/205/168/2006 tanggal 23 Maret 2006 perihal penyelesaian rekening nasabah 24. Surat dari PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk. Kantor Wilayah I Medan ke PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk Spoke Medan Zainul Arifin No. 1. MDN/205/168/2006 tanggal 5 April 2006 perihal penyelesaian rekening nasabah 25. Slip pengkreditan kepada para nasabah/ganti rugi 26. 3 (tiga) lembar laporan transaksi Harian User ID Nining Sukaisih tertanggal 21 Oktober, 24 Oktober dan 2 Desember 2005 27. 3 (tiga) lembar slip penarikan an. Hj. Suliyah tanggal 21 Oktober 2005 dan tanggal 24 Oktober 2005 serta an. Yosephine Teguh tanggal 2 Desember 2005 28. 10 (sepuluh) lembar slip transfer oleh PT. Gallata Lestarindo tertanggal 20 Desember 2005 Tetap terlampir dalam berkas perkara 29. Uang pengembalian sebesar Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah) dari Nining Sukaisih yang telah disetorkan ke rekening No. 105000504026-0 milik PT. Bank Mandiri Dikembalikan kepada PT. Bank Mandiri 30. Membebankan agar terdakwa Nining Sukaisih, Amd supaya dibebani membayar biaya perkara sebesar Rp. 5.000,- (lima puluh ribu rupiah)
Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
4. Pembelaan Terdakwa Setelah Jaksa Penuntut Umum membacakan tuntutan pidananya maka selanjutnya terdakwa mengakui terus terang perbuatannya dan menyesali perbuatannya tersebut. 5. Putusan Pengadilan Negeri Majelis Hakim Pengadilan Negeri Medan pada persidangan menjatuhkan putusan terhadap terdakwa Nining Sukaisih, Amd dengan amar putusan sebagai berikut :70 1. Menyatakan terdakwa Nining Sukaisih, Amd yang identitasnya tersebut di atas berdasarkan undang-undang telah terbukti bersalah secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana “KORUPSI”. 2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Nining Sukaisih, Amg tersebut dengan pidana penjara selama 5 (lima) tahun. 3. Menetapkan hukuman tersebut dikurangkan seluruhnya dengan tahanan sementara yang telah dijalani oleh terdakwa. 4. Menghukum terdakwa lagi dengan hukuman denda sebesar Rp. 50.000.000,(lima puluh juta rupiah) Subsidair 6 (enam) bulan kurungan. 5. Serta menghukum terdakwa untuk membayar uang pengganti sebesar Rp. 2.452.920.750,- (dua milyar empat ratus lima puluh dua juta sembilan ratus dua puluh ribu tujuh ratus lima puluh rupiah) dan apabila terdakwa tidak membayar uang pengganti paling lama 1 (satu) bulan sesudah putusan Pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya disita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut, dalam hal
70
Putusan Pengadilan Negeri Nomor : 2120/ PID.B/ 2006/ PN. Mdn
Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka diganti dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun. 6. Memerintahkan agar penahanan terhadap terdakwa tetap dipertahankan. 7. Menyatakan barang bukti dalam perkara ini berupa : 1. Print Out Transaction Lsting ID Teller Nining Tanggal 3,5,11,13,26,27, dan 31 Oktober 2005 serta Tanggal 1,12 Desember 2005. 2. Surat Pemberian ID Teller Nining. 3. Formulir penarikan an. Farahiyah Hafilah sebesar Rp. 399.000.000,tanggal 2 Desember 2005. 4. Laporan transaksi yang sukses an. Teller ID 1050251 Nining Sukaisih tanggal 19 Desember 2005 berikut 1 (satu) lembar cek No. Seri DK 635164 senilai Rp. 1.571.107.493,- an. PT. Sapta Sentosa Jaya Abadi formulir setoran an. Dhamma Wira sebesar Rp. 200.000.000,- tanggal 19 Desember 2005 dan formulir an. Dhamma Wira sebesar Rp. 500.000.000,tanggal 19 Desember 2005. 5. Laporan transaksi yang sukses an. Teller ID 1050251 Nining Sukaisih berikut cek No. Seri DL 733375 sebesar Rp. 510.000.000,- tanggal 12 Desember 2005. 6. Slip penyetoran tabungan ke rekening no. 142-18616 an. Fahmi Agus Syahputra Rp. 22.710.000,- tanggal 13 Nopember 1998, permohonan membuka rekening tabungan jumbo an. Fahmi Agus Syahputra dan specimen tanda tangan. 7. Slip penyetoran tabungan ke rekening no. 098142-05123 an. Syafina Zhafirah Anggie M. Rp. 100.000,- tanggal 21 April 1998, permohonan Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
membuka rekening tabungan jumbo an. Syafina Zhafirah Anggie M. dan specimen tanda tangan. 8. Formulir setoran tanggal 13 Desember 2005 ke rekening no. 1060004815463 an. PT. Delta Multi Mandiri sebesar Rp. 27.000.000,9. .Laporan transaksi yang sukses an. Teller ID 1050251 Nining Sukaisih tanggal 9 Desember 2005 batch 2 hal 5. 10. Surat pernyataan Emita Teguh tanggal 3 Januari 2006. 11. Surat pernyataan Yosephine tanggal 3 Januari 2006. 12. Surat pernyataan Hj. Suliyah Teguh tanggal 6 Januari 2006. 13. Surat pernyataan Dhamma Wira tanggal 27 Desember 2005. 14. Surat pernyataan Ir. AM. Nasution tanggal 23 Desember 2005. 15. Surat pernyataan Anny Siregar tanggal 24 Maret 2006. 16. Surat pernyataan H.M. Yunus Nasution tanggal 7 Maret 2006. 17. Surat pernyataan Yosephine tanggal 20 April 2006. 18. Fotocopy KTP dan specimen tanda tangan an. H.M. Yunus Nasution. 19. Kartu contoh tanda tangan nasabah tabungan an. EmitaTeguh rekenng No. 105-0098244498. 20. Surat No. 452/GL/M/XII/05 tanggal 28 Desember 2005 an. PT. Gallata Lestarindo. 21. Surat Pernyataan Nining Sukaisih NIP. 9969133982 teller Bank Mandiri Cab. Medan Zainul Arifin tanggal 9 Januari 2006. 22. Berita Acara Serah Terima User ID tanggal 10 Mei 2004 User ID 1050251 dari Benget Irfan kepada Nining Sukaisih.
Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
23. Surat dari PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk. Kantor Wilayah I Medan ke PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk Spoke Medan Zainul Arifin No. 1. MDN/205/168/2006 tanggal 23 Maret 2006 perihal penyelesaian rekening nasabah. 24. Surat dari PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk. Kantor Wilayah I Medan ke PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk Spoke Medan Zainul Arifin No. 1. MDN/205/168/2006 tanggal 5 April 2006 perihal penyelesaian rekening nasabah. 25. Slip pengkreditan kepada para nasabah/ganti rugi. 26. 3 (tiga) lembar laporan transaksi Harian User ID Nining Sukaisih tertanggal 21 Oktober, 24 Oktober dan 2 Desember 2005. 27. 3 (tiga) lembar slip penarikan an. Hj. Suliyah tanggal 21 Oktober 2005 dan tanggal 24 Oktober 2005 serta an. Yosephine Teguh tanggal 2 Desember 2005. 28. 10 (sepuluh) lembar slip transfer oleh PT. Gallata Lestarindo tertanggal 20 Desember 2005. Tetap terlampir dalam berkas perkara 29. Uang pengembalian sebesar Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah) dari Nining Sukaisih yang telah disetorkan ke rekening No. 105000504026-0 milik PT. Bank Mandiri. Dikembalikan kepada PT. Bank Mandiri 6. Menghukum terdakwa Nining Sukaisih, Amd supaya dibebani membayar biaya perkara sebesar Rp. 5.000,- (lima puluh ribu rupiah).
Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
B. ANALISIS KASUS Setelah penulis mempelajari dan membaca pertimbangan hukum putusan Pengadilan Negeri Medan, maka dapat diketahui bahwasanya telah terjadi suatu tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Nining Sukaisih, Amd selaku pegawai PT. Bank Mandiri Cabang Medan Zainul Arifin yang bertugas sebagai teller pada bank tersebut. Dalam kasus ini terdakwa Nining Sukaisih, Amd didakwa oleh Jaksa Penuntut Umum dengan surat dakwaan alternatif sehingga Majelis Hakim bebas memilih salah satu dari dakwaan tersebut untuk dibuktikan yang dianggap lebih sesuai dengan fakta-fakta hukum yang terungkap di persidangan. Dimana Majelis Hakim membuktikan surat dakwaan kedua yaitu melanggar Pasal 3 UndangUndang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana yang memuat unsur-unsur sebagai berikut : 1. Setiap orang Bahwa yang dimaksud dengan unsur setiap orang disini adalah setiap manusia atau termasuk korporasi sebagai Subjek Hukum, pendukung hak dan kewajiban yang dapat dipertanggungjawabkan perbuatannya dan selama persidangan tidak ada terungkap alasan-alasan yang dapat menghilangkan pertanggungjawaban pidananya. Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan baik dari keterangan saksi-saksi maupun dari keterangan terdakwa bahwa telah nyata terdakwa Nining Sukaisih, Amd, adalah orang sehat akal dan pikirannya serta Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
mampu menjawab setiap pertanyaan yang diajukan kepadanya dengan bahasa yang dapat dimengerti. Di dalam persidangan juga telah diteliti identitas terdakwa dan terdakwa telah membenarkannya sehingga tidak ada lagi keraguan adanya kekeliruan mengenai orangnya sebagai pelaku tindak pidana (error in persona). Bahwa terdakwa adalah pegawai pada PT. Bank Mandiri Cabang Medan Zainul Arifin yang diangkat berdasarkan Surat No. 6066/HR/1999 tanggal 13 September 1999 dan bertugas sebagai teller pada PT. Bank Mandiri Cabang Medan Zainul Arifin dengan ID 1050251. Dengan demikian unsur setiap orang telah terpenuhi dan terbukti dan secara sah dan meyakinkan menurut hukum. 2. Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi Perbuatan yang dilarang dalam unsur pasal ini adaah bersifat alternatif, tidak mutlak semuanya harus dibuktikan, cukup salah satu saja apakah menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi. Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan baik dari keterangan saksi-saksi maupun dari keterangan terdakwa bahwa terdakwa Nining Sukaisih, Amd adalah pegawai pada PT. Bank Mandiri Cabang Medan Zainul Arifin yang diangkat berdasarkan Surat No. 6066/HR/1999 tanggal 13 September 1999 dan bertugas sebagai teller pada PT. Bank Mandiri Cabang Medan Zainul Arifin dengan ID 1050251. Bahwa benar di dalam ketentuan Bank Mandiri, proses pencairan uang nasabah haruslah memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan yaitu nasabah mengisi slip penarikan yang sudah diisi nama nasabah, nomor rekening, tanggal penarikan, jumlah nominal yang akan ditarik, membawa buku tabungan, ATM dan menandatangani slip penarikan tersebut dan apabila Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
bukan nasabah yang bersangkutan yang menarik uangnya maka harus melampirkan surat kuasa. Bahwa benar sebagai teller ketentuan tersebut tidak terdakwa penuhi, bahkan kemudian terdakwa mengambil uang nasabah tanpa izin dari nasabah yang bersangkutan dengan cara terdakwa membuat slip penarikan tunai yang terdakwa tandatangani sendiri dengan cara meniru tanda tangan pemilik rekening yaitu terhadap nasabah M. Yunus Nasution, Nomor rekening : 105002044398, AM. Nasution, Nomor rekening : 1050002044396, Dhamma Wira, Nomor rekening : 1050004503821, Yosephine Teguh, Nomor rekening : 1050002336612, Emita Teguh, Nomor rekening : 1050098244498, Hj. Suliah, Nomor rekening : 1050098240223, Anny Siregar, Nomor rekening : 1050097087187, dan M. Junus BA, Nomor rekening : 1050099180832. Bahwa pengambilan uang nasabah tersebut juga tanpa disertai buku tabungan dan ATM dari para nasabah. Bahwa benar cara terdakwa mengetahui nomor rekening para nasabah yang terdakwa ambil uangnya tersebut dengan cara mengingat nomor rekening para nasabah tersebut pada saat para nasabah melakukan transaksi dengan terdakwa. Dan terdakwa menggunakan password dari Head Teller dan CSO serta Kepala Cabang PT. Bank Mandiri Cabang Medan Zainul Arifin apabila uang nasabah yang terdakwa ambil tersebut di atas limit Teller sebesar Rp. 50.000.000,. Bentuk persetujuan (approval) dari atasan terdakwa adalah dengan masuknya password di komputer terdakwa sehingga terdakwa dapat mengambil uang nasabah walaupun tanpa ATM dan buku tabungan, apabila ada permintaan pin ATM terdakwa hanya menekan cancel di alat penggesek ATM.
Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
Bahwa benar jumlah total keseluruhan uang nasabah yang telah terdakwa ambil tersebut di atas adalah sebesar Rp. 2.602.920.750,- (Dua milyar enam ratus dua juta sembilan ratus dua puluh ribu tujuh ratus lima puluh ribu rupiah). Uang tersebut telah dipergunakan terdakwa untuk kepentingan terdakwa sendiri dengan cara memasukkannya ke dalam rekeningnya sendiri maupun ke dalam rekening anak dan suami terdakwa dan sebesar Rp. 30.000.000,- terdakwa belikan emas namun telah terdakwa jual kembali dan uangnya telah habis. Dengan demikian unsur dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi telah terpenuhi dan terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum. 3. Menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan Yang dimaksud dengan menyalahgunakan kewenangan adalah bahwa orang yang dimaksud adalah seorang pejabat yang memiliki suatu kekuasaan dan kewenangan penuh untuk melakukan tugas dan tanggung jawabnya mengelola pekerjaan yang telah ditugaskan kepadanya sesuai dengan ketentuan yang berlaku dengan berbagai sarana yang dipercayakan kepadanya, akan tetapi kewenangan yang dipercayakan tersebut dipergunakannya sebagai kesempatan melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hukum sehingga merugikan orang lain. Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan baik dari keterangan saksi-saksi maupun dari keterangan terdakwa bahwa terdakwa Nining Sukaisih, Amd adalah pegawai pada PT. Bank Mandiri Cabang Medan Zainul Arifin yang diangkat berdasarkan Surat No. 6066/HR/1999 tanggal 13 September 1999 dan bertugas sebagai teller pada PT. Bank Mandiri Cabang Medan Zainul Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
Arifin dengan ID 1050251. Dalam tugasnya sehari-hari sebagai teller menerima setoran tabungan dari nasabah untuk menyimpan uang nasabah dalam Bank, melaksanakan transfer uang sebagaimana permintaan dari nasabah dan mencairkan uang sebagaimana yang diminta oleh nasabah. Bahwa benar kewenangan yang ada pada terdakwa tersebut dipergunakan oleh terdakwa sebagai kesempatan mengambil uang dari beberapa nasabah tanpa seijin dari nasabah dengan cara terdakwa membuat slip penarikan tunai yang terdakwa tandatangani sendiri dengan cara meniru tanda tangan pemilik rekening yaitu terhadap nasabah M. Yunus Nasution, Nomor rekening : 105002044398, AM. Nasution, Nomor rekening : 1050002044396, Dhamma Wira, Nomor rekening : 1050004503821, Yosephine Teguh, Nomor rekening : 1050002336612, Emita Teguh, Nomor rekening : 1050098244498, Hj. Suliah, Nomor rekening : 1050098240223, Anny Siregar, Nomor rekening : 1050097087187, dan M. Junus BA, Nomor rekening : 1050099180832. Dan pengambilan uang nasabah tersebut juga tanpa disertai buku tabungan dan ATM dari para nasabah. Dengan demikian unsur menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan telah terpenuhi dan terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum. 4. Yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara Bahwa Bank di dalamnya Bank Mandiri Cabang Medan Zainul Arifin adalah merupakan sarana dan prasarana pemerintah untuk mengelola keuangan negara sehingga apabila Bank Mandiri tersebut mengalami kerugian otomatis keuangan negara atau perekonomian negara mengalami kerugian.
Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
Bahwa akibat dari perbuatan terdakwa Nining Sukaisih sebagai teller di Bank Mandiri Cabang Medan Zainul Arifin telah mengambil uang para nasabah tersebut tanpa seijin dari nasabah yang kemudian Bank Mandiri tersebut harus mengganti kerugian yang dialami oleh para nasabah mengakibatkan Bank Mandiri mengalami kerugian sebesar Rp. 2.602.920.750,- (Dua milyar enam ratus dua juta sembilan ratus dua puluh ribu tujuh ratus lima puluh ribu rupiah). Dengan demikian unsur dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara telah terpenuhi dan terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum. 5. Perbuatan tersebut merupakan serangkaian perbuatan yang berhubungan sehingga dengan demikian harus dipandang sebagai satu perbuatan yang diteruskan Bahwa berdasarkan fakta-fakta hukum yang terungkap di persidangan baik dari keterangan saksi-saksi, keterangan terdakwa maupun berdasarkan bukti-bukti yang diajukan dipersidangan, terdakwa mengambil uang para nasabah dari tabungan nasabah tanpa seijin dari nasabah tersebut dilakukan oleh terdakwa mulai sejak tahun 2000 hingga pada bulan desember 2005 dengan cara gali lobang tutup lobang sehingga dari sembilan nasabah yang komplain,
Bank
Mandiri
telah
mengalami
kerugian
sebesar
Rp.
2.602.920.750,- (Dua milyar enam ratus dua juta sembilan ratus dua puluh ribu tujuh ratus lima puluh ribu rupiah). Dengan demikian unsur perbuatan tersebut merupakan serangkaian perbuatan yang berhubungan sehingga dengan demikian harus dipandang sebagai satu perbuatan yang diteruskan telah terpenuhi secara sah dan meyakinkan menurut hukum. Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
Berdasarkan pertimbangan hukum di atas seluruh unsur-unsur pasal pidana Sebagaimana didakwakan dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum telah terpenuhi seluruhnya dimana sifat dari surat dakwaan adalah alternatif maka dakwaan selanjutnya tidak perlu dibuktikan lagi. Maka, jika diperhatikan secara seksama kasus yang diputuskan oleh hakim Pengadilan Negeri Medan, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa Majelis Hakim dalam putusannya telah menerapkan hukum sebagaimana mestinya sesuai dengan fakta-fakta yang diperoleh selama persidangan. Dimana penerapan pasalpasal terhadap perbuatan terdakwa telah memenuhi keseluruhan unsur-unsur dalam pasal yang didakwakan terhadap terdakwa. Majelis Hakim juga telah mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan terdakwa sehingga Majelis Hakim menjatuhkan pidana penjara selama 5 (lima) tahun dan hukuman denda sebesar Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) subsidair 6 (enam) bulan kurungan serta menghukum terdakwa untuk membayar uang pengganti sebesar Rp. 2.452.920.750,- (dua milyar empat ratus lima puluh dua juta sembilan ratus dua puluh ribu tujuh ratus lima puluh rupiah) dimana jika terdakwa tidak dapat membayar uang pengganti tersebut paling lama 1 (satu) tahun maka diganti dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun. Maka, menurut penulis hukuman yang dijatuhkan terhadap terdakwa tersebut telah dapat memenuhi rasa keadilan baik menurut hukum maupun memenuhi rasa keadilan masyarakat.
Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
BAB V UPAYA PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM BIDANG PERBANKAN
A. Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Korupsi Melalui Pengelolaan Perbankan (Non-Penal Policy) Usaha-usaha yang rasional untuk mengendalikan atau menanggulangi tindak pidana korupsi adalah barang tentu tidak hanya dengan menggunakan sarana penal (hukum pidana), tetapi dapat juga dengan menggunakan saranasarana yang non-penal. Tujuan utama dari uasaha non-penal adalah memperbaiki kondisi-kondisi perusahaan, namun secara tidak langsung mempunyai pengaruh preventif terhadap kejahatan. Upaya preventif yaitu upaya yang dilakukan sebelum terjadinya tindak pidana korupsi dapat dilaksanakan dengan cara menangani faktor-faktor pendorong terjadinya korupsi, yang dapat dilaksanakan dalam beberapa cara yakni : 71 1. Cara Moralistik
71
Edy Yunara, Op.Cit, halaman 60
Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
Cara Moralistik dapat dilakukan secara umum melalui pembinaan mental dan moral manusia, khotbah-khotbah, ceramah, dan penyuluhan dibidang keagamaan, etika dan hukum. 2. Cara Abolisionistik Cara ini berasal dari asumsi bahwa korupsi adalah suatu kejahatan yang harus diberantas dengan terlebih dahulu menggali sebab-sebabnya dan kemudian
penanggulangan
diserahkan
kepada
usaha-usaha
untuk
menghilangkan sebab-sebab tersebut. Kemudian jalan yang ditempuh adalah dengan mengkaji permasalahanpermasalahan yang tengah dihadapi masyarakat, mempelajari dorongandorongan individual yang mengarah pada tindakan-tindakan korupsi, meningkatkan kesadaran hukum masyarakat serta menindak orang-orang yang telah melakukan korupsi berdasarkan hukum yang berlaku. Dengan demikian dilihat dari sudut politik kriminal, keseluruhan kegiatan preventif yang non-penal itu sebenarnya mempunyai kedudukan yang sangat strategis, memegang posisi kunci yang harus diintensifkan dan diefektifkan. Oleh karena itu suatu kebijakan kriminal harus dapat mengintegrasikan dan mengharmoniskan selutuh kegiatan preventif yang non-penal ke dalam suatu sistem kegiatan negara yang teratur dan terpadu. Upaya penanggulangan kejahatan melalui non-penal dapat berupa : 1. Pencegahan tanpa pidana (prevention without punishment). 2. Mempengaruhi
pandangan
masyarakat
mengenai
kejahatan
dan
pemidanaan lewat media massa (influencing views of society on crime and punishment mass media). Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
Secara kasar dapatlah dibedakan bahwa upaya penanggulangan kejahatan melalui penal lebih menitikberatkan pada sifat repressive (penindasan/ pemberantasan/ penumpasan) sesudah kejahatan terjadi, sedangkan jalur nonpenal lebih menitikberatkan pada sifat preventive (pencegahan/ penangkalan/ pengendalian) sebelum kejahatan terjadi. Dikatakan sebagai perbedaan secara kasar karena tindakan represif pada hakikatnya juga dapat dilihat sebagai tindakan preventif dalam arti luas. 72 Mengingat upaya penanggulangan kejahatan lewat jalur non-penal lebih bersifat tindakan pencegahan untuk terjadinya kejahatan korupsi, maka sasaran utamanya adalah menangani faktor-faktor kondusif penyebab terjadinya kejahatan korupsi. Faktor-faktor kondusif antara lain berpusat pada masalah-masalah atau kondisi-kondisi sosial yang secara langsung atau tidak langsung dapat menimbulkan atau menumbuh suburkan kejahatan. Dengan demikian dilihat dari sudut politik kriminal secara makro dan global, maka upaya-upaya non-penal menduduki posisi kunci dan strategis dari keseluruhan upaya politik kriminal. Posisi kunci dan strategis dalam menanggulangi sebab-sebab dan kondisi-kondisi yang menimbulkan kejahatan korupsi , ditegaskan dalam Konvensi PBB mengenai kejahatan korupsi dimana seluruh negara dibawah PBB wajib meratifikasi Undang-Undang korupsinya. Salah satu upaya non-penal yang dapat ditempuh sebagai upaya penanggulangan terhadap tindak pidana korupsi dalam perbankan adalah
72
Sudarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, 1981, halaman 118
Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
melalui pendekatan berdasarkan operasi perbankan. Pendekatan berdasarkan operasi perbankan (banking business) meliputi kegiatan-kegiatan mencakup: 73 a. Pengelolaan dana pihak ketiga Pengelolaan dana pihak ketiga meliputi pengelolaan dana pihak lain pada bank dalam bentuk giro, tabungan, deposito berjangka, sertifikat deposito yang penarikannnya dapat dilakukan menurut ketentuan yang disetujui bersama dengan pemilik dana. Penyimpangan-penyimpangan yang terjadi pada kegiatan ini antara lain pemberian kredit pada perusahaan terkait bank dengan bunga yang lebih rendah dari bunga deposito yang ditempatkan, pemberian suku bunga deposito diatas suku bunga yang tertera dalam bilyet deposito, yang ada pada saat jatuh tempo kelebihan bunga tersebut dibukukan pada biaya lain-lain sehingga mengurangi PPh untuk negara, pencairan dua kali deposito milik pihak terkait pada bank dengan cara memanfaatkan rekening suspend-non tunai, pengambilan tabungan nasabah tidak aktif dengan cara memalsukan tandatangan nasabah dan memindahkan ke rekening pegawai bank dan pemanfaatan rekening giro nasabah yang telah tutup untuk menarik dana. b. Penempatan dana bank Penempatan dana bank adalah penanaman dana pada bank lain baik di dalam negeri maupun di luar negeri dalam bentuk interbank call money, tabungan, deposito berjangka , dan lain-lain yang sejenis dengan tujuan untuk memperoleh penghasilan. Penempatan dana bank termasuk dalam bentuk wesel, surat pengakuan hutang, saham, obligasi dan sekuritas kredit. 73
Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Korupsi pada Pengelolaan BUMN dan Perbankan, http:// www. antikorupsi. org/, diakses tanggal 19 April 2008
Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
Penyimpangan-penyimpangan yang terjadi pada kegiatan ini antara lain penempatan dana pada bank di luar negeri yang mempunyai hubungan istimewa dengan bank, yang pada saat jatuh tempo dana tersebut sengaja tidak dapat dicairkan sehingga harus ditalangi dengan dana BLBI, penempatan dana pada bank lain dengan tingkat bunga yang lebih tinggi dari tingkat bunga pada dokumen yang selisih bunga ditransfer ke rekening pejabat bank, penempatan dana pada cabang bank di luar negeri yang dipinjamkan kepada perusahaan milik keluarga pemilik bank di luar negeri, penempatan dana pada perusahaan reksadana yang belum mendapatkan ijin dari Bapepam, yang pada saat jatuh tempo tidak dapat ditarik karena perusahaan ditutup, peminjaman uang antar dengan suku bunga melebihi suku bunga penjaminan pemerintah, yang selanjutnya di rekayasa menjadi deposito atas nama salah satu direktur bank kreditor serta pelarian dana ke luar negeri dan menyalurkannya ke perusahaan group yang dilakukan dengan cara membuat perjanjian dibawah tangan dengan fund manager di luar negeri. c. Pemberian Kredit Pemberian kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan. Termasuk dalam pemberian kredit adalah kredit dalam rangka pembiayaan bersama dan kredit dalam proses penyelamatan. Penyimpangan-penyimpangan yang terjadi pada kegiatan ini antara lain pemberian kredit kepada nasabah yang tidak disertai dengan pengikatan Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
jaminan yang memadai, pemberian fasilitas kredit konstruksi kepada nasabah dengan jaminan kontrak pekerjaan fiktif, pemberian fasilitas kredit kepada keluarga pejabat bank dengan jaminan pejabat bank yang bersangkutan, pemberian fasilitas overdraft kepada nasabah bermasalah tanpa melalui analisa dan pertimbangan yang matang, pemberian kredit untuk menutupi kekurangan pembayaran untuk spekulasi jual beli valas yang nilainya melebihi margin deposit nasabah sehingga kredit menjadi macet, penghindaran pelanggaran BMPK dengan merekayasa pencairan KUK fiktif untuk kepentingan group terkait bank, serta penerimaan cicilan pinjaman yang telah dihapus buku disetorkan pada bank namun digunakan kepentingan pribadi petugas bank. d. Pengelolaan transaksi derivatif Pengelolaan transaksi derivatif adalah transaksi dari surat berharga atau kepentingan lain atau suatu kewajiban penerbit dalam bentuk yang lazim diperdagangkan dalam pasar uang dan pasar modal. Penyimpangan-penyimpangan yang terjadi pada kegiatan ini antara lain pembuatan transaksi valas (SWAP) dengan pihak terkait bank, dimana bank menjual valas secara forward dengan kurs yang lebih rendah daripada kurs spot sehingga bank mengalami kerugian transaksi valas, pemberian fasilitas Forex Line kepada nasabah fiktif, menutupi kerugian akibat transaksi derivatif yang telah jatuh tempo dengan cara menangguhkannya di dalam rekening Defferred Account di neraca serta pembuatan transaksi valas dengan perusahaan fiktif untuk membayar kewajiban rediskonto wesel ekspor fiktif kepada Bank Indonesia yang dilakukan dengan cara mengirim hasil transaksi valas ke rekening bank penerbit L/C di luar negeri, mentransfer kembali ke Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
rekening eksportir pada bank, dan selanjutnya digunakan untuk melunasi rediskonto wesel ekspor fiktif tersebut ke Bank Indonesia. e. Kecurangan Perbankan lainnya Kecurangan Perbankan lainnya adalah kecurangan dalam aktivitas perbankan di luar aktivitas yang disebutkan di atas termasuk transaksi yang belum mengubah posisi aktiva dan pasiva bank pada tanggal laporan tetapi harus dilaksanakan oleh bank apabila persyaratan yang disepakati dengan nasabah terpenuhi, yang disajikan dalam laporan komitmen dan kontinjensi. Penyimpangan-penyimpangan yang terjadi pada kegiatan ini antara lain melaporkan pendapatan bunga kredit lebih besar dari jumlah sebenarnya dengan tujuan untuk menaikkan laba dan memperbesar jasa produksi, pemotongan PPh pasal 23 atas bunga tabungan, deposito, dan giro nasabah yang tidak dilaporkan dan atau hanya sebagian disetorkan ke Kantor Kas Negara, pengalihan kepemilikan saham bank yang sedang digadaikan kepada Bank Indonesia (untuk jaminan dana BLBI) kepada pihak lain, pengeluaran biaya tenaga asing yang tidak bekerja untuk bank tetapi untuk kepentingan perusahaan group terkait bank, penerbitan bank garansi oleh bank tidak diikuti dengan pembayaran provisi dan setoran jaminan dengan imbalan tertentu dari nasabah kepada petugas bank serta pencairan bank garansi oleh perusahaan pemberi kerja yang dilakukan dengan membuat pekerjaan seolah-olah tidak memenuhi klausul kontrak berdasarkan kerjasama antara pemberi kerja, kontraktor dan pegawai bank penerbit garansi. Disamping upaya non-penal dapat ditempuh melalui penedekatan berdasarkan operasi perbankan dan dengan menyehatkan kembali perusahaan Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
negara serta dengan menggali berbagai potensi yang ada dalam masyarakat itu sendiri, dapat pula upaya non-penal digali dari berbagai sumber lainnya yang juga mempunyai efek preventif. Sumber lain itu misalnya pemanfaatan potensi efek preventif dari aparat penegak hukum di Indonesia. Donald R. Talf dan Ralph W. England menyatakan bahwa efektivitas hukum pidana tidak dapat diukur secara akurat. Hukum hanya merupakan salah satu sarana kontrol sosial. Kebiasaan, keyakinan agama, dukungan dan pencelaan kelompok, penekanan dan kelompok-kelompok interest dan pengaruh dari pendapat umum merupakan sarana-sarana yang lebih efisien dalam mengatur tingkah laku manusia daripada sanksi hukum. 74
B. Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Korupsi Melalui Kebijakan Hukum Pidana (Penal Policy) Upaya penanggulangan penal (hukum pidana) dalam mengatur masyarakat lewat perundang-undangan pada hakikatnya merupakan bagian dari suatu langkah kebijakan (policy). Istilah kebijakan diambil dari istilah policy (Inggris) atau politiek (Belanda), maka istilah kebijakan hukum pidana disebut dengan istilah politik hukuim pidana. Dimana istilah politik hukum pidana sering dikenal dengan penal policy, criminal law policy atau strafrechtspolitiek. Pengertian kebijakan atau politik hukum pidana dapat dilihat dari politik hukum maupun dari politik criminal. Menurut Sudarto, politik hukum adalah : 74
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996, halaman 60
Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
a. Usaha untuk mewujudkan peraturan-peraturan yang baik sesuai dengan keadaan dan situasi pada suatu saat.75 b. Kebijakan dari negara melalui badan-badan yang berwenang untuk menetapkan peraturan-peraturan yang dikehendaki yang diperkirakan bisa digunakan untuk mengekspresikan apa yang terkandung dalam masyarakat dan untuk mencapai apa yang dicita-citakan. 76 Dengan demikian istilah penal policy menurut Marc Ancel adalah suatu ilmu sekaligus seni yang bertujuan untuk memungkinkan peraturan hukum positif dirumuskan secara lebih baik. Jadi yang dimaksud dengan peraturan hukum positif (the positive rules) dalam defenisi Marc Ancel adalah peraturan perundang-undangan hukum pidana. 77 Dengan kata lain istilah penal policy sama istilahnya dengan kebijakan atau politik hukum pidana. Usaha dan kebijakan untuk membuat peraturan hukum pidana tidak dapat dilepaskan dari tujuan penanggulangan kejahatan. Dengan perkataan lain, dilihat dari sudut politik kriminal, maka politik hukum pidana identik dengan pengertian kebijakan penanggulangan kejahatan dengan hukum pidana. Usaha penanggulangan itu dapat dilakukan atau dilaksanakan dengan cara melaporkan atau menyerahkan kasus tindak pidana korupsi yang terjadi kepada pihak penegak hukum (polisi, jaksa, KPK) untuk dapat diproses sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Dimana dalam kasus tindak pidana korupsi dalam PT. Bank Mandiri ini, tindakan nasabah sudah tepat dengan melaporkan atau menyerahkan kasus tersebut kepada pihak penegak hukum 75
Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana, Alumni, Bandung, 1981, halaman 159
76
Sudarto, Hukum Pidana dan Perkembangan Masyarakat, Sinar Baru, Bandung, 1983, halaman 20 Barda Nawawi Arief, Op.cit, halaman 28
77
Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
untuk diproses sehingga pelaku tindak pidana korupsi dalam PT. Bank Mandiri ini dapat dihukum sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku dimana dalam kasus ini pelaku dari tindak pidana korupsi di PT. Bank Mandiri dinyatakan bersalah melanggar ketentuan Pasal 3 UndangUndang No. 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 KUHP. Dimana hukuman / sanksi pidana yang dijatuhkan kepada pelaku diharapkan dapat memberikan efek jera kepada pelaku sesuai dengan tujuan pemidanaan. Usaha penanggulangan kejahatan dengan hukum pidana pada hakikatnya merupakan bagian dari usaha penegakan hukum (khususnya penegakan hukum pidana). Oleh karena itu kebijakan hukum pidana merupakan bagian dari kebijakan penegakan hukum (law enforcement policy). Ada dua masalah sentral dalam kebijakan kriminal dengan menggunakan sarana penal (hukum pidana) ialah masalah penentuan : 78 1. Perbuatan apa yang seharusnya dijadikan tindak pidana 2. Sanksi apa yang sebaiknya digunakan atau dikenakan kepada si pelanggar Dengan kata lain dua masalah sentral ini tidak dapat dilepaskan dari konsepsi integral antara kebijakan kriminal dengan kebijakan sosial atau kebijakan pembangunan nasional. Penggunaan sarana penal atau hukum pidana dalam suatu kebijakan kriminal memang bukan merupakan posisi strategis dan banyak menimbulkan persoalan. Tetapi sebaliknya bukan pula suatu langkah kebijakan yang bisa disederhanakan dengan mengambil sikap ekstrim untuk menghapuskan hukum 78
Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-Teori dan Kebijakan Hukum Pidana, Alumni, Bandung, 1992, halaman 160
Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
pidana. Persoalannya tidak terletak pada masalah eksistensinya tetapi terletak pada masalah kebijakan penggunaannya.
BAB VI PENUTUP
A. KESIMPULAN Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Subjek hukum tindak pidana korupsi pada dasarnya adalah orang pribadi sama seperti yang tercantum dalam hukum pidana, namun ditetapkan pula korporasi atau suatu badan yang dapat menjadi subjek hukum tindak pidana korupsi sebagaimana dimuat dalam Pasal 20 jo Pasal 1 dan Pasal 3 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Subjek hukum orang ini ditentukan melalui 2 (dua) cara, yaitu : 1. Cara pertama disebutkan sebagai subjek hukum orang pada umumnya artinya tidak ditentukan kualitas pribadinya. 2. Sedangkan cara kedua menyebutkan kualitas pribadi dari subjek hukum orang tersebut yang in casu ada banyak kualitas pembuatnya. Ada 3 (tiga) hal yang harus dipahami oleh para praktisi hukum dalam menetapkan subjek hukum korporasi yang melakukan tindak pidana korupsi, yakni : Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
1. Indikator kapan telah terjadi tindak pidana korupsi; 2. Secara sumir mengatur hukum acaranya; 3. Mengenai pembebanan tanggung jawab pidananya. Korporasi yang dapat menjadi subjek hukum tindak pidana korupsi diterangkan dalam Pasal 1 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang menyatakan bahwa “Korporasi adalah kumpulan orang dan atau kekayaan yang terorganisasi baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum.” Sanksi pidana yang dapat dijatuhkan hakim terhadap terdakwa tindak pidana korupsi berdasarkan ketentuan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah sebagai berikut : 1. Terhadap orang yang melakukan tindak pidana korupsi, sanksi pidana yang dapat dijatuhkan adalah pidana pokok yaitu pidana mati yang dapat dijatuhkan dalam “keadaan tertentu” dan pidana penjara dan pidana tambahan sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 10 huruf b KUHPidana dan Pasal 18 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo UndangUndang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi serta gugata perdata kepada ahli warisnya. 2. Terhadap tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh atau atas nama suatu korporasi, sanksi pidana yang dapat dijatuhkan adalah pidana pokok yang ditentukan oleh Pasal 20 ayat 7 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak
Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
Pidana Korupsi yaitu hanya terbatas pada pidana denda dengan ketentuan maksimun pidana ditambah 1/3 (satu per tiga). Pertanggungjawaban pidana dalam tindak pidana korupsi lebih luas dari hukum pidana umum dimana hal ini nyata dalam hal kemungkinan penjatuhan pidana secara in absentia, kemungkinan perampasan barang-barang yang telah disita bagi terdakwa yang telah meninggal dunia sebelum ada putusan yang tidak dapat diubah lagi, dan perumusan delik dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi 1971 yang sangat luas ruang lingkupnya serta penafsiran kata “menggelapkan” pada delik penggelapan (Pasal 415 KUHPidana) oleh yurisprudensi baik di Belanda maupun di Indonesia sangat luas yang mana pasal ini diadopsi menjadi Pasal 8 UndangUndang Pemberantasan Korupsi. Pertanggungjawaban dalam tindak pidana korupsi dikenal semacam alasan pembenar yang tercantum dalam pasal 17 ayat (2) Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang berbunyi “Kalau dalam perbuatan itu negara tidak dirugikan atau dilakukan demi kepentingan umum.” 2. Faktor-faktor penyebab timbulnya tindak pidana korupsi dalam bidang korupsi terdiri atas 4 (empat) aspek, antara lain aspek individu pelaku yaitu faktorfaktor internal yang mendorong seseorang melakukan korupsi seperti adanya sifat tamak, moral yang kurang kuat menghadapi godaan, penghasilan yang tidak mencukupi kebutuhan hidup yang wajar, dan kebutuhan hidup yang mendesak; aspek organisasi yaitu kurang adanya keteladanan dari pimpinan, kultur organisasi yang benar, sistem akuntabilitas yang tidak memadai, kelemahan sistem pengendalian manajemen, dan kecenderungan manajemen Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
menutupi perbuatan korupsi yang terjadi di dalam organisasinya; dan aspek tempat individu atau organisasi berada atau aspek masyarakat yaitu berkaitan dengan lingkungan masyarakat dimana individu atau organisasi tesebut berada seperti nilai-nilai yang berlaku kondusif untuk terjadinya korupsi, kurangnya kedaran bahwa yang paling dirugikan dari terjadinya praktik korupsi adalah masyarakat dan mereka sendiri terlibat dalam praktik korupsi serta pencegahan dan pemberantasan korupsi hanya akan berhasil bila masyarakat ikut berperan aktif; serta aspek peraturan perundang-undangan seperti kualitas peraturan perundang-undangan yang kurang memadai, judicial review yang kurang efektif, peraturan yang kurang disosialisasikan, dan penjatuhan sanksi yang terlalu ringan. 3. Berdasarkan analisis yang dilakukan penulis terhadap kasus tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Nining Sukaisih, Amd selaku pegawai pada PT. Bank Mandiri Cabang Medan Zainul Arifin dimana dia bertugas sebagai teller maka penulis dapat menyimpulkan bahwa tindak pidana yang terjadi di bidang perbankan dapat dikenakan Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jika tindak pidana di bidang perbankan tersebut menyebabkan kerugian negara atau perekonomian negara baik secara langsung maupun tidak langsung. Dan semua unsur-unsur di dalam pasal Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi terpenuhi. 4. Dalam usaha menanggulangi tindak pidana korupsi dalam bidang perbankan ada 2 (dua) upaya yang dapat dilakukan yaitu upaya penanggulangan tindak pidana korupsi melalui pengelolaan perbankan (non-penal policy) dan upaya penanggulangan tindak pidana korupsi melalui kebijakan hukum pidana Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
(penal policy). Upaya penanggulangan tindak pidana korupsi melalui pengelolaan perbankan (non-penal policy) lebih menitikberatkan pada sifat preventive (pencegahan) sebelum kejahatan terjadi sedangkan upaya penanggulangan tindak pidana korupsi melalui kebijakan hukum pidana (penal policy) lebih menitikberatkan pada sifat repressive (penindasan) sesudah kejahatan terjadi. Upaya penanggulangan tindak pidana korupsi melalui pengelolaan perbankan (non-penal policy) dapat dilakukan dengan menangani faktor-faktor kondusif penyebab terjadinya tindak pidana korupsi dan melalui pendekatan berdasarkan operasi perbankan yang mencakup pengelolaan dana pihak ketiga, penempatan dana bank, pemberian kredit, pengelolaan transaksi derivatif, dan kecurangan perbankan lainnya. Sedangkan upaya penanggulangan tindak pidana korupsi melalui kebijakan hukum pidana (penal policy) dapat dilakukan dengan melaporkan atau menyerahkan kasus tindak pidana korupsi yang terjadi kepada pihak penegak hukum (polisi, jaksa, KPK) untuk dapat diproses sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
B. SARAN 1. Korupsi merupakan masalah yang dari zaman dahulu merupakan masalah yang dihadapi setiap negara yang ada di dunia, bahkan negara yang sekalipun peradabannya maju pasti terjadi tindak pidana korupsi. Hal ini sudahlah lumrah dikarenakan sikap manusia yang serakah dan tidak pernah ada kata puas ataupun cukup dalam hidup. Untuk itu memberantas tindak pidana korupsi harus dimulai dari diri pribadi seseorang dimana Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
ditanamkan bahwa tindak pidana korupsi merupakan suatu yang tidak dibenarkan. 2. Perlu diupayakan peningkatan kualitas aparat penegak hukum, baik hakim, polisi, jaksa maupun pengacara sehingga memiliki keterampilan dan profesionalitas dalam rangka menangani tindak pidana korupsi dengan melakukan pelatihan, kursus, lokakarya, seminar atau pendidikan di perguruan tinggi. 3. Sanksi hukum di dalam menjatuhkan hukuman pidana haruslah dijatuhkan tanpa adanya pilih kasih dan diskriminatif. 4. Perlu dilakukan revisi terhadap berbagai kelemahan yang ada dalam keseluruhan sistem penegakan hukum di bidang pemberantasan korupsi.
Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku Abidin, A. Zainal, et.al. Hukum Pidana, Taufiq, Makassar, 1962. Arief, Barda Nawawi, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996. Atmasasmita, Romli, Sekitar Korupsi Aspek Nasional dan Aspek Internasional, CV. Mandar Maju, Bandung, 2004. ---------------, Ratifikasi Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Menentang Korupsi dan Implikasinya terhadap Sistem Hukum Pidana Indonesia, Paper, Jakarta, 2006. Chazawi, Adami, Hukum Pidana Materiil dan Formil Korupsi di Indonesia, Bayumedia Publishing, Malang, 2005. Hartanti, Evi, Tindak Pidana Korupsi, Sinar Grafika, Jakarta, 2005. Hamzah, Andi, Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional dan Internasional, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006. Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Kencana, Jakarta, 2005. Kartanegara, Satochid, Hukum Pidana I Kumpulan Kuliah, Balai Lektor Mahasiswa, Jakarta Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
M. Sholehuddin, Tindak Pidana Perbankan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1997. Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-Teori dan Kebijakan Hukum Pidana, Alumni, Bandung, 1992. Mulyadi, Lilik, Tindak Pidana Korupsi di Indonesia Normatif, Teoretis, Praktik, dan Masalahnya, Alumni, Bandung, 2007. Pardede, Marulak, Hukum Pidana Bank, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1995. Prinst, Darwan, Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002. Prodjohamidjojo, Martiman, Penerapan Pembuktian Terbalik dalam Delik Korupsi, CV. Mandar Maju, Bandung, 2001. R. Wiyono, Pembahasan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Sinar Grafika, Jakarta, 2005. Saleh, Roeslan, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana Dua Pengertian Dasar Dalam Hukum Pidana, Centra, Jakarta, 1968. Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press, Jakarta, 1986. Sudarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, 1981. ---------, Hukum dan Hukum Pidana, Alumni, Bandung, 1981. ---------, Hukum Pidana dan Perkembangan Masyarakat, Sinar Baru, Bandung, 1983. Yunara, Edi, Korupsi dan Pertanggungjawaban Pidana Korporasi berikut Studi Kasus, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2005.
B. Peraturan Perundang-undangan Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009
Undang-undang Republik Indonesia No. 31 Tahun 1999 jo Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Citra Umbara, Bandung, 2003. Undang-undang Republik Indonesia No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Politea, Bogor, 1991.
C. Lain-Lain Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, Strategi Pemberantasan Korupsi Nasional, Edisi Maret, Jakarta,1999. Pemberantasan Korupsi Tidak Cukup Hanya dengan Komitmen Semata, http:// www. Kepriprov.go.id/. Strategi Pemberantasan Korupsi, http:// www. bpkp. go.id/. Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Korupsi pada Pengelolaan BUMN dan Perbankan, http:// www. antikorupsi. org/. Surat Dakwaan Nomor Register Perkara : PDS-06/ MDN/ 05/ 2006. Surat Tuntutan Nomor Register Perkara : PDS-06/ MDN/ 05/ 2006. Putusan Pengadilan Negeri Nomor : 2120/ PID.B/ 2006/ PN. Mdn.
Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008. USU Repository © 2009