PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA PERKEBUNAN ( STUDI KASUS PT. PERKEBUNAN NUSANTARA II )
SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas Dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Mendapat Gelar
SARJANA HUKUM
Oleh Nama : Cariny F. Marbun Nim : 040200274
Departemen Hukum Keperdataan Jurusan Hukum Perdata BW
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008 Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara II ), 2008. USU Repository © 2009
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA PERKEBUNAN (STUDI KASUS DI PTPN II TANJUNG MORAWA- MEDAN)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum Universitas Sumatera Utara
Diketahui Oleh: Ketua Departemen Hukum Keperdataan
( Prof. Dr. Tan Kamello, SH, MS ) NIP. 131 764 556
Pembimbing I
Pembimbing II
( Prof. Dr. Tan Kamello, SH, MS ) NIP. 131 764 556
( Hasim Purba, SH, M.Hum ) NIP. 132 867 773
Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara II ), 2008. USU Repository © 2009
ABSTRAK
Pekerja merupakan tulang punggung perusahaan. Jalannya usaha suatu perusahaan sangat bergantung pada tenaga kerja yang bekerja di dalamnya. Undang- Undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Perjanjian Kerja Bersama yang dibuat oleh Perusahaan dengan Serikat Pekerja telah mengatur persoalan tenaga kerja perkebunan. Hubungan kerja antara buruh dan majikan menunjukkan adanya kedudukan hak dan kewajiban dari kedua belah pihak. Untuk mendapatkan hasil kerja yang baik secara berkesinambungan maka kepada buruh/ tenaga kerja perlu diberikan perlindungan hukum berupa jaminan sosial tenaga kerja. Banyak perusahaan perkebunan yang belum memberikan perlindungan hukum secara pasti terhadap tenaga kerjanya. Permasalahan pada tulisan ini adalah bagaimana hubungan kesepakatan kerja antara PT. Perkebunan Nusantara II dengan pekerja, Apakah pelaksanaan perjanjian kesepakan kerja antara PT. Perkebunan Nusantara II dengan pekerja sudah melindungi hak-hak dan jaminan sosial bagi para pekerja, serta bagaimana mekanisme penyelesaian bila timbul sengketa antara pihak perusahaan dengan para pekerja. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kesepakatan kerjasama antara perusahaan PT. Perkebunan Nusantara II dengan pekerja, untuk mengetahui perjanjian kesepakatan kerjasama antara perusahaan PT. Perkebunan Nusantara II dengan pekerja dalam rangka melindungi hak-hak dan jaminan sosial pekerja dan untuk mengetahui mekanisme penyelesaian sengketa antara perusahaan PT. Perkebunan Nusantara II dengan pekerja. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang dilakukan di PT. Perkebunan Nusantara II yang merupakan salah satu Badan Usaha Milik Negara yang berlokasi di Tanjung Morawa, Deli Serdang, Sumatera Utara. Penelitian berlangsung 5 April 2008 sampai dengan 29 April 2008. Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan wawancara langsung dengan staf perusahaan yang membidangi ketenagakerjaan, sedangkan data sekunder diperoleh dengan cara studi/ mempelajari semua dokumen Ketenagakerjaan yang tersedia di perusahaan. Sebagai data pendukung atau pelengkap diikutsertakan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 serta buku kepustakaan yang berhubungan dengan Hukum Ketenagakerjaan. Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa di Perusahaan PT. Perkebunan Nusantara II Tanjung Morawa telah dibuat kesepakatan kerja antara pihak perusahaan dengan pihak pekerja yang dituangkan dalam buku Perjanjian Kerja Bersama (PKB). Di dalam Perjanjian Kerja Bersama tersebut telah diatur dengan cukup jelas tentang: hak dan kewajiban pihak pengusaha maupun pihak pekerja dan program perlindungan jaminan sosial bagi seluruh tenaga kerja, serta mekanisme penyelesaian bila timbul sengketa untuk kedua belah pihak. Dengan demikian ketenangan pekerja dan produktivitas pekerja akan lebih meningkat, sementara pihak perusahaan dapat mengelola perusahaannya dengan baik dan berkelanjutan. Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara II ), 2008. USU Repository © 2009
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan kekuatan kepada penulis untuk dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya. Sebab bila dengan kekuatan penulis, penulis pasti tidak dapat menyelesaikan skripsi ini. Tapi dengan kasih karuniaNyalah, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya. Skripsi ini berjudul “PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA
KERJA
PERKEBUNAN”.
Skripsi
ini
membahas
serta
mengemukakan tentang bagaimana perlindungan hukum yang diberikan oleh pihak perkebunan terhadap seorang tenaga kerja apakah telah terlaksana dengan baik. Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan ide serta sumbangan pemikiran dari pembaca sekalian guna kesempurnaan skripsi ini. Terwujudnya penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak yang terkait langsung maupun tidak langsung. Penulis menyadari bahwa tidak akan mampu untuk membalas budi baik para pihak yang telah membantu untuk terselesainya skripsi ini. Sebagai tanda ungkapan terima kasih, izinkanlah penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar- besarnya kepada: 1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 2. Bapak Prof. Dr. Tan Kamello, SH, MS, sebagai Dosen Pembimbing I yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini. 3. Bapak Hasim Purba, SH, M.Hum, sebagai Dosen Pembimbing II yang telah banyak membantu, mengarahkan serta memberikan banyak masukan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 4. Bapak dan Ibu Dosen lainnya yang telah banyak berjasa dalam membimbing penulis selama perkuliahan. Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara II ), 2008. USU Repository © 2009
5. Bapak U.A. Syaifuddin, Nasution, SH, sebagai Kepala Urusan Hubungan Antar Kerja yang telah mengizinkan penulis dalam melakukan riset di tempat tersebut. 6. Bapak Yamafati Gea, SE sebagai Assisten Urusan Hubungan Antar Kerja yang telah banyak memberikan masukkan kepada penulis dan Ibu Herlina, SH selaku karyawan yang telah banyak membantu penulis dalam memberikan dokumen-dokumen yang penting yang penulis butuhkan. 7. Segala hormat dan terima kasih khusus penulis ucapkan kepada Papa tercinta S. Marbun dan Mama tercinta E. Br. Siahaan atas cinta, kasih sayang dorongan dan dukungannya, serta doanya yang tak pernah ada habisnya. 8. Terima kasih juga buat dukungan serta doa dari kakakku tersayang Cynthia Lendria Magdalena dan juga buat adik-adikku tercinta Cyrma Vasari Marbun, Olny Sufrina Marbun dan Audy Banihara Marbun. 9. Terima kasih buat seluruh keluarga besarku sekalian atas bantuan dan doanya. 10. Terima kasih buat orang- orang yang telah banyak membantu dan mendukungku dalam mengerjakan skripsi ini, teman-temanku Sanaria, Maria Ulfa, Elisabeth, Diana, Merry dan sahabat-sahabat terbaikku Wessy Trisna, Yosua Purba, Melly Meilany, Deasy Napitupulu, Endame Ginting, Banir Harahap, Rakutta, Natallia kepada seluruh teman-teman di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 11. Kepada seluruh pihak yang namanya tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang turut berperan dalam menyelesaikan skripsi ini. Kiranya hanya Tuhan Yesus yang dapat membalasnya.
Medan, Mei 2008
Penulis
(CARINY FINTIANA MARBUN) Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara II ), 2008. USU Repository © 2009
DAFTAR ISI
ABSTRAK KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Perumusan Masalah C. Tujuan dan Manfaat Penulisan D. Keaslian Penulisan E. Tinjauan Kepustakaan F. Metode Penelitian G. Sistematika Penulisan BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG TENAGA KERJA A. Pengertian Tenaga Kerja B. Macam- Macam Tenaga Kerja C. Pembinaan Tenaga Kerja D. Perjanjian Kerja Menurut Undang-Undang Ketenagakerjaan 1. Pengertian Perjanjian Kerja 2. Syarat Sahnya Perjanjian Kerja 3. Unsur- Unsur Perjanjian Kerja 4. Jenis- Jenis Perjanjian Kerja Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara II ), 2008. USU Repository © 2009
E. Perlindungan
Tenaga
Kerja
Menurut
Undang-Undang
Ketenagakerjaan 1. Dasar Hukum Perlindungan Tenaga Kerja 2. Maksud dan Tujuan Perlindungan Tenaga kerja 3. Hak dan Kewajiban Tenaga Kerja BAB III: PENGATURAN
KETENAGAKERJAAN
PADA
SEKTOR
PERKEBUNAN A. Sejarah Hubungan Buruh- Buruh Perkebunan B. Pengaturan Buruh Tenaga Kerja Perkebunan C. Perlindungan Hak- Hak Buruh Perkebunan BAB IV : MASALAH PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA YANG BEKERJA DI PERKEBUNAN PTPN II A. Hubungan Kesepakatan Kerja antara PTPN II Dengan Pekerja B. Perjanjian Kesepakatan Kerjasama Dalam Melindungi Hak-Hak dan Jaminan Sosial antara PTPN II Dengan Pekerja C. Penyelesaian Sengketa Ketenagakerjaan di Perkebunan PTPN II BAB V :
KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan B. Saran
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara II ), 2008. USU Repository © 2009
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Hakekat pembangunan nasional adalah pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seutuhnya. Pembangunan itu harus benar- benar dapat dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia sebagai perbaikan tingkat hidup yang berkeadilan sosial. 1 Pembangunan dalam suatu Negara tidak terlepas dari perekonomian suatu Negara itu sendiri, yang pada hakekatnya pembangunan itu adalah merupakan suatu cara atau dasar untuk memperkuat perekonomian Negara yang bersangkutan. Sebagaimana yang terdapat dalam pasal 27 ayat (2) Undang-undang Dasar 1945 bahwa tiap- tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, di dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara Republik Indonesia juga ditegaskan bahwa pembangunan nasional bertujuan mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata materil dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. 2 Pembangunan bidang ketenagakerjaan sebagai bagian dari upaya pembangunan sumber daya manusia merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila, dan pelaksanaan
1
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. 2 Ibid. Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara II ), 2008. USU Repository © 2009
1
Undang-undang Dasar 1945, diarahkan pada peningkatan harkat, martabat dan kemampuan manusia, serta kepercayaan pada diri sendiri. 3 Peran serta tenaga kerja dalam pembangunan nasional semakin meningkat disertai tantangan dan resiko yang dihadapinya. Sebagai salah satu modal dasar pembangunan nasional, jumlah penduduk Indonesia yang besar sekaligus juga merupakan tantangan dalam perwujudan masyarakat yang adil dan makmur. 4 Di samping sisi jumlah penduduk yang besar ini, menempatkan tenaga kerja pada posisi yang cenderung lemah dibandingkan dengan posisi pengusaha. Oleh karena itu, perlu mendapat perhatian secara khusus, supaya baik tenaga kerja maupun pengusaha, sadar sepenuhnya akan tanggung jawabnya untuk mencapai dan mewujudkan kesejahteraan bagi semua pihak dan perkembangan usaha sehat sebagai sarana pendukung keberhasilan pembangunan nasional. Kesadaran ini akan menghindari gejolak sosial di masyarakat. Baik gejolak sosial yang timbul karena kemiskinan atau karena kesenjangan sosial. Oleh karena itu perlu adanya suatu kepastian hukum mengenai hubungan kerja antara pekerja dengan pengusaha yang meliputi hak-hak dan kewajiban demi tercapainya keserasian dan keharmonisan hubungan. Di setiap Negara di dunia ini selalu berusaha untuk meningkatkan perekonomiannya melalui suatu kegiatan pembangunan secara terus menerus dan berkelanjutan. Dan apabila terjadi suatu penurunan pembangunan atau terjadinya
3
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. 4 Ibid. Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara II ), 2008. USU Repository © 2009
penghentian pembangunan tersebut maka akan terasa akibat yang langsung terhadap keadaan perekonomian Negara itu. Adapun pembangunan yang terus menerus ditingkatkan adalah untuk menaikkan tingkat pendapatan atau menaikkan tingkat kehidupan rakyat, dimana apabila tingkat pendapatan atau tingkat penghidupan rakyat rendah maka akan sangat berpengaruh terhadap kegiatan-kegiatan ekonomi Negara itu sendiri. Oleh karena itu maka apabila tingkat pendapatan rakyat rendah harus segera diatasi dengan memperbesar atau meningkatkan dengan cara memajukan produksi nasional. 5 Dengan peningkatan produksi nasional agar berhasil adalah tergantung kepada tersedianya faktor-faktor produksi yang dapat digerakkan di Negara tersebut. Salah satu faktor produksi tersebut adalah faktor tenaga kerja di samping alam dan isinya, modal dan keahlian.
Karena faktor-faktor produksi adalah
merupakan syarat utama dalam kelangsungan pelaksanaan pembangunan. Setiap Negara di dunia ini mempunyai corak ekonomi yang berbeda- beda dalam melaksanakan pembangunannya, namun tujuannya adalah tetap sama yaitu untuk meningkatkan taraf hidup rakyat atau dengan perkataan lain untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya (Income Perkapita) bagi seluruh penduduknya, sehingga akan terwujud ke satu arah yang akan terpenuhinya kebutuhan yang beraneka ragam. 6
B. Perumusan Masalah
5
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. 6 Ibid. Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara II ), 2008. USU Repository © 2009
Perlindungan tenaga kerja dimuat dalam perjanjian kerja antara pekerja/ tenaga kerja dengan pengusaha yang ditambah dengan beberapa Peraturan Pemerintah dan Undang-undang. Sehubungan dengan hal tersebut, maka dibuatlah batasan permasalahan guna mempermudah pembahasan. Dengan demikian pembahasan tidak akan menyimpang dari materi pokok penulisan skripsi ini. Adapun permasalahan yang coba diketengahkan adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana hubungan kesepakatan kerja antara PTPN II dengan pekerja ? 2. Apakah perjanjian kesepakatan kerjasama antara PTPN II dengan pekerja sudah melindungi hak-hak dan jaminan sosial bagi para pekerja ? 3. Bagaimana mekanisme penyelesaian sengketa antara PTPN II dengan para pekerja ?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan Dalam suatu pembahasan sudah tentu mempunyai tujuan dan manfaat yang hendak dicapai. Begitu pula halnya dalam pembahasan permasalahan yang telah dibicarakan diatas. 1. Tujuan Penulisan Adapun yang menjadi tujuan penulisan dalam membahas permasalahan- permasalahan yang terdapat dalam skripsi ini adalah : a. Untuk mengetahui hubungan kesepakatan kerjasama antara perusahaan PTPN II dengan pekerja.
Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara II ), 2008. USU Repository © 2009
b. Untuk mengetahui perjanjian kesepakatan kerjasama antara perusahaan PTPN II dengan pekerja sudah melindungi hak-hak dan jaminan sosial pekerja. c. Untuk mengetahui mekanisme penyelesaian apabila terjadi sengketa antara perusahaan PTPN II dengan pekerja. 2. Manfaat Penulisan Dalam penulisan skripsi ini, selain terdapat tujuan yang akan dicapai, juga berharap dapat memberikan manfaat yang berguna. a. Manfaat Secara Teoretis Manfaat temetis yang diperoleh dari
penelitian ini yaitu
berharap agar tulisan ini dapat menambah pengetahuan terutama mengenai perlindungan hukum terhadap tenaga kerja perkebunan. Dengan adanya tulisan ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan yang berguna baik bagi pihak perkebunan PTPN II maupun bagi tenaga kerja perkebunan itu sendiri, sehingga hak dan kewajiban perusahaan dan pekerja dapat terpenuhi dan terlaksana dengan baik.
b. Manfaat Secara Praktis Manfaat praktis yang diperoleh dari penelitian ini yaitu untuk dapat memberikan masukan kepada pemikiran sekaligus pengetahuan tentang hal-hal yang berhubungan dengan tenaga kerja perkebunan serta untuk memenuhi ketentuan- ketentuan yang berlaku bagi tenaga
Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara II ), 2008. USU Repository © 2009
kerja perkebunan yang bekerja di PTPN II Tanjung Morawa, sehingga kesejahteraan para tenaga kerja perkebunan tersebut dapat terpenuhi.
D. Keaslian Penulisan Penulisan skripsi ini adalah berdasarkan hasil buah pemikiran sendiri. Skripsi yang dibuat ini belum pernah ada pihak yang membuatnya. Jikalaupun memang ada, sudut pembahasannya pasti berbeda. Dengan demikian keaslian penulisan
E. Tinjauan Kepustakaan Menurut Undang-undang No. 13 tahun 2003, pengertian tenaga kerja sebagaimana yang tertulis dalam Pasal 1 angka 2 adalah “Setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat”. Menurut Undang-undang No. 13 tahun 2003, yang dimaksud dengan ketenagakerjaan menurut Pasal 1 angka 1 adalah “Segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama dan sesudah masa kerja”. Pasal 3 Undang-undang No. 13 tahun 2003, menegaskan bahwa pembentukkan ketenagakerjaan diselenggarakan atas asas keterpaduan melalui
Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara II ), 2008. USU Repository © 2009
koordinasi fungsional lintas sektoral pusat dan daerah. 7 Asas pembangunan ketenagakerjaan pada dasarnya sesuai dengan asas pembangunan nasional, khususnya asas demokrasi, asas adil dan merata. Hal ini dilakukan karena pembangunan ketenagakerjaan menyangkut multidimensional dan terkait dengan berbagai pihak yaitu antara pemerintah, pengusaha dan pekerja/ buruh. Menurut Levenbach memberikan defenisi Hukum Perburuhan adalah hukum yang berkenaan dengan keadaan kehidupan yang langsung bersangkut paut dengan hubungan verja. Mok berpendapat bahwa Hukum Ketenagakerjaan/ Perburuhan adalah hukum yang berkenaan dengan pekerjaan yang dilakukan di bawah pimpinan orang lain dan dengan keadaan penghidupan yang langsung bergantung dengan pekerjaan itu. Menurut Soetikno defenisi Hukum Ketenagakerjaan/Perburuhan adalah keseluruhan peraturan-peraturan hukum mengenai hubungan kerja yang mengakibatkan seseorang secara pribadi ditempatkan di bawah perintah orang lain dan mengenai keadaan-keadaan penghidupan dengan hubungan kerja tersebut. 8 Iman
Soepomo
memberikan
defenisi
Hukum
Ketenagakerjaan/
Perburuhan sebagai himpunan peraturan- peraturan baik tertulis maupun tidak tertulis yang berkenaan dengan kejadian dimana seseorang bekerja pada orang lain dengan menerima upah. 9 Manullang menyatakan bahwa tujuan Hukum Ketenagakerjaan ialah: 7
Pasal 3 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39. 8 9
Lalu Husni, Dasar-Dasar Hukum Perburuhan, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 1993, hlm 2. Iman Soepomo, Pengantar Hukum Perburuhan, Djambatan, Jakarta, 1992, hlm 3.
Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara II ), 2008. USU Repository © 2009
a. Untuk
mencapai/melaksanakan
keadilan
sosial
dalam
bidang
ketenagakerjaan; dan Menjelaskan bahwa hukum ketenagakerjaan harus menjaga ketertiban, keamanan dan keadilan bagi pihak- pihak yang terkait dalam proses produksi, untuk dapat mencapai ketenangan bekerja dan kelangsungan berusaha. b. Untuk melindungi tenaga kerja terhadap kekuasaan yang tidak terbatas dari pengusaha. 10 Di latar belakangi adanya pengalaman selama ini yang kerap kali terjadi kesewenang- wenangan pengusaha terhadap pekerja/ buruh. Untuk itu diperlukan suatu perlindungan hukum secara komprehensif dan konkret dari pemerintah. 11
Hukum Ketenagakerjaan dapat bersifat perdata (privat) dan dapat bersifat publik. Dikatakan bersifat perdata oleh karena sebagaimana kita ketahui bahwa hukum perdata mengatur kepentingan orang perorangan, dalam hal ini adalah antara tenaga kerja dan pengusaha, yaitu dimana mereka mengadakan suatu perjanjian yang disebut dengan Perjanjian Kerja. Sedangkan mengenai hukum perjanjian terdapat atau diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Buku III, disamping bersifat perdata juga bersifat publik, alasanya adalah:
10
Sendjun H. Manulang, Pokok- Pokok Hukum Ketenagakerjaan Di Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, 2001, hlm 2. 11 Abdul Hakim, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003, hlm 7. Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara II ), 2008. USU Repository © 2009
1. Dalam hal-hal tertentu Negara atau pemerintah turut campur tangan dalam masalah- masalah ketenagakerjaan, misalanya dalam masalah Pemutusan Hubungan Kerja (PHK); 2. Adanya sanksi-sanksi atau aturan- aturan hukum di dalam setiap undangundang/ peraturan perundang-undangan di bidang ketenagkerjaan. 12
Adapun tujuan pembangunan ketenagakerjaan menurut Pasal 4 Undangundang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah: 13 a. Memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi; b. Mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyesuaian tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan nasional dan daerah; c. Memberikan perlindungan
kepada
tenaga
kerja
dalam
mewujudkan
kesejahteraan; dan d. Meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya.
F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Untuk melengkapi penulisan skripsi ini agar tujuan penelitian dapat lebih terarah dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, maka metode penelitian yang digunakan adalah dengan cara: 12
Sendjun H. Manulang, loc. cit., hlm 2. Pasal 4 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39. 13
Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara II ), 2008. USU Repository © 2009
a. Penelitian Kepusatakaaan (Library Research) Penelitian kepustakaan ini dilakukan dengan studi kepustakaan berdasarkan sumber-sumber bacaan seperti: buku-buku, perundangundangan yang berhubungan dengan Ketenagakerjaan yang dijadikan sebagai landasan berpikir guna penyusunan penelitian dalam penulisan skripsi ini.
b. Penelitian Lapangan (Field Research) Penelitian ini dilakukan dengan melakukan riset yaitu melakukan wawancara dan mengambil data dari tempat riset berupa dokumen Ketenagakerjaan dan selanjutnya data tersebut dianalisis
guna
penyusunan penulisan skripsi ini. 2. Sifat Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang menggambarkan masalah dengan cara menjabarkan fakta-fakta secara sistematik sehingga lebih mudah dipahami dan disimpulkan. Kesimpulan yang diberikan selalu jelas data faktualnya sehingga semuanya selalu dapat dikembalikan langsung pada data yang diperoleh. 3. Pendekatan Penelitian Pendekatan penelitian dilakukan secara normatif yaitu mendasarkan pada tinjauan peraturan perundang-undangan. Pendekatan undang-undang dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan masalah hukum yang sedang ditangani. Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara II ), 2008. USU Repository © 2009
4. Sumber Data Sumber data yang dibutuhkan dalam penulisan skripsi ini diperoleh dari perpustakaan dan dokumen-dokumen resmi. Data yang dipergunakan dalam skripsi ini terdiri dari data primer, sekunder dan data tertier. Data tersebut diperlukan untuk menjawab permasalahan yang menjadi fokus penelitian, yakni:
a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat dan merupakan landasan utama yang dipakai dalam penulisan skripsi ini, yakni terdiri dari peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan Ketenagakerjaan. b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti buku-buku, majalah, tulisan dan pendapat para pakar hukum jurnal ilmiah, laporan dan hasil penelitian dan lain-lain. c. Bahan hukum tertier, yaitu bahan hukum yang memberi petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang berasal di kamus (hukum), ensiklopedia, majalah, surat keterangan dan sebagainya yang dipergunakan untuk melengkapi ataupun menunjang penulisan skripsi ini. 5. Alat Pengumpulan Data Alat pengumpulan data yang dipergunakan dalam penulisan skripsi ini adalah studi kepustakaan yang merupakan langkah awal dari penelitian Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara II ), 2008. USU Repository © 2009
hukum normatif dan terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan tertier. Sedangkan tekhnik pengumpulan data dilakukan dengan cara membaca, mempelajari,
mengidentifikasi
literatur-literatur,
laporan penelitian,
dokumen resmi serta sumber bacaan lainnya dengan memfotokopi, menyalin atau memindahkan data yang relevan dengan penulisan skripsi ini.
6. Analisis Data Terhadap data yang sudah diperoleh melalui data primer, data sekunder dan tertier selanjutnya dilakukan pengolahan data, yakni kegiatan untuk mengadakan
sistematisasi
terhadap
bahan-bahan
hukum
tertulis.
Selanjutnya data yang diperoleh akan dianalisis secara kualitatif yaitu data yang tidak berbentuk angka, tetapi lebih banyak berupa narasi, cerita, dokumen tertulis dan tidak tertulis.
G. Sistematika Penulisan Dalam usaha penyelesaian skripsi ini, penulis menyusunnya berdasarkan sistematika penulisan ilmiah, terdiri dari bab- bab sebagai berikut : BAB I :
Pendahuluan. Yang termasuk kedalam bab ini adalah : Latar Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan.
Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara II ), 2008. USU Repository © 2009
BAB II : Tinjauan Umum Tentang Tenaga Kerja. Dalam bab ini dibahas tentang Pengertian Tenaga Kerja, Macam- Macam Tenaga Kerja, Pembinaan Tenaga
Kerja,
Perjanjian
Kerja
Menurut
Undang-undang
Ketenagakerjaan yang meliputi: Pengertian Perjanjian Kerja, Syarat Sahnya Perjanjian Kerja, Unsur- Unsur Perjanjian Kerja, Jenis-jenis Perjanjian Kerja. Yang terakhir adalah Perlindungan Tenaga Kerja Menurut Undang-undang Ketenagakerjaan yang terdiri dari : Dasar Hukum Perlindungan Tenaga Kerja, Maksud dan Tujuan Perlindungan Tenaga Kerja, Hak dan Kewajiban Tenaga Kerja. BAB III: Pengaturan Ketenagakerjaan Pada Sektor Perkebunan. Dalam bab ini dibahas tentang Sejarah Hubungan Buruh- Buruh Perkebunan, Pengaturan Buruh Tenaga Kerja Perkebunan, Perlindungan Hak-hak Buruh Perkebunan. BAB IV : Masalah Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Yang Bekerja di Perkebunan PTPN II. Yang termasuk ke dalam bab ini adalah : Hubungan Kesepakatan Kerja antara PTPN II Dengan Pekerja, Perjanjian Kesepakatan Kerjasama Dalam Melindungi Hak-Hak dan Jaminan Sosial antara PTPN II dengan Pekerja, Penyelesaian Sengketa Ketenagakerjaan di Perkebunan PTPN II. BAB V : Kesimpulan dan Saran. Dalam bab ini dibahas tentang Kesimpulan dan Saran.
Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara II ), 2008. USU Repository © 2009
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TENAGA KERJA
A. Pengertian Tenaga Kerja Pengertian tenaga kerja dalam hukum Ketenagakerjaan Indonesia dalam hal ini seperti yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, sedikitnya ada 3 macam pengertian. Pertama, tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan /atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun masyarakat. 14 Kedua, buruh adalah pekerja yang bekerja di perusahaan, dan dalam pekerjaannya harus tunduk pada perintah dan peraturan kerja yang diadakan oleh perusahaan (majikan) yang bertanggung jawab atas lingkungan perusahaannya, dan buruh/ pekerja akan memperoleh upah serta jaminan hidup lainnya yang wajar dari perusahaan (majikan). 15 Ketiga, pekerja/ buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. 16 Dalam KUHPerdata terdapat juga mengenai istilah buruh yaitu pada Buku II Pasal 1601-1603 serta pada Peraturan- Peraturan Ketenagakerjaan. Selain itu istilah buruh masih dijumpai dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1957 yang menyatakan buruh adalah barang siapa yang bekerja pada majikan dengan
14
Pasal 1angka 2 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39. 15 Saiful Anwar, Sendi-Sendi Hubungan Pekerja Dengan Pengusaha, Fakultas Hukum UISU, 1991, hlm 3. 16 Pasal 1angka 3 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39. Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara II ), 2008. USU Repository © 2009
14
menerima upah. 17 Dalam hal ini harus ada majikan baik perorangan ataupun Badan Usaha, dan adanya upah sebagai imbalan yang baik. 18 Pengertian tenaga kerja menurut Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 berarti bahwa tenaga kerja terdiri dari orang yang sedang melakukan pekerjaan atau orang yang akan melakukan pekerjaan, dalam hal ini masih mencari pekerjaan. Jadi semata- mata hanya dilihat dari batas umur, yaitu minimum 15 tahun dan maximum 55 tahun. 19 Pengertian pekerja seperti yang terdapat di dalam Pasal 3 angka (1) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 dapat diartikan bahwa yang disebut sebagai pekerja itu adalah hanya tenaga kerja yang sudah bekerja. Yang mana dengan adanya istilah pekerja tadi adalah untuk menggantikan istilah buruh yang tetap disalahartikan sehingga sering menimbulkan masalah karena istilah buruh dianggap sama seperti pekerja kasar yang selalu mendapat tekanan dari pihak majikan. 20 Dalam Undang-undang Nomor 33 Tahun 1947 tentang Kecelakaan Kerja, bahwa yang termasuk dalam pengertian buruh atau pekerja adalah 21 : pertama, magang, murid dan sebagainya yang bekerja pada perusahaan yang diwajibkan memberikan tunjangan dalam hal mereka menerima upah. Kedua, mereka yang memborong pekerjaan yang
17
biasa dikerjakan diperusahaan memberikan
Darwan Prints, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1994, hlm
23. 18
Ibid., hlm 23. Lalu Husni, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000, hlm 10. 20 Pasal 3 angka 1 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39. 21 Undang- Undang Nomor 33 Tahun 1947 tentang Kecelakaan Kerja. 19
Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara II ), 2008. USU Repository © 2009
tunjangan, kecuali jika mereka yang memborong pekerjaan itu sendiri yang menjalankan perusahaan yang diwajibkan memberikan tunjangan. Ketiga, mereka yang bekerja pada seorang yang memborongkan pekerjaan yang biasanya dikerjakan diperusahaan yang diwajibkan memberikan tunjangan. Mereka itu dianggap bekerja diperusahaan majikannya yang memborongkan itu sendiri (menjalankan suatu perusahaan yang diwajibkan memberikan tunjangan dalam mana pekerjaan yang diborongkan itu dikerjakan).
B. Macam-Macam Tenaga Kerja Selain tenaga kerja tetap, masih ada dikenal beberapa macam tenaga kerja lainnya seperti tenaga kerja harian lepas, tenaga kerja borongan, dan tenaga kerja kontrak. Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-03/MEN/1994; Tenaga Kerja Harian Lepas adalah tenaga kerja yang bekerja pada pengusaha untuk melakukan pekerjaan tertentu yang berubah- ubah dalam hal waktu maupun kontinyuitas pekerjaan dengan menerima upah didasarkan atas kehadirannya secara harian. 22 Contohnya seorang pekerja yang bekerja sebagai tenaga kerja harian lepas pada sebuah pabrik sepatu. Ia digaji berdasarkan kehadirannya setiap hari, bila ia tidak bekerja pada hari kerjanya maka ia tidak akan menerima upah. Dengan demikian jelaslah bahwa tenaga kerja harian lepas menerima upah sesuai dengan kehadirannya di tempat kerja.
22
Pasal 1angka 2 Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. PER -03/MEN/1994 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja Bagi Tenaga Kerja Harian Lepas, Tenaga Kerja Borongan dan Tenaga Kerja Kontrak. Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara II ), 2008. USU Repository © 2009
Tenaga Kerja Borongan adalah tenaga kerja yang bekerja pada pengusaha untuk melakukan pekerjaan tertentu yang berubah-ubah dalam hal waktu dengan menerima upah didasarkan atas volume pekerjaan atau satuan hasil kerja. 23 Contohnya seorang pekerja yang bekerja sebagai pembuat sapu. Ia digaji sesuai dengan jumlah sapu yang dihasilkannya maka makin bertambah pula upah yang diperolehnya. Demikian pula halnya dengan pekerja bangunan yang berada dibawah perintah seorang Mandor, mereka bekerja untuk menyelesaikan sebuah bangunan, dimana kontrak kerja mereka didasarkan atas selesainya suatu pekerjaan, yaitu selesainya bangunan tersebut. Mereka akan menerima upah seminggu sekali dan hubungan kerja mereka akan berakhir apabila bangunan tesebut telah selesai dibangun. Tenaga Kerja Kontrak adalah tenaga kerja yang bekerja pada pengusaha untuk melekukan pekerjaan tertentu dengan menerima upah yang didasarkan atas kesepakatan untuk hubungan kerja untuk waktu tertentu dan atau selesainya pekerjaan tertentu. 24 Contoh seseorang yang dikontrak bekerja sebagai karyawan tidak tetap di PTPN II Tanjung Morawa pada jangka waktu tertentu. Ia bekerja dan menerima upah untuk jangka waktu yang telah ditetapkan dalam perjanjian kerja. Bila masa kerjanya telah berakhir dan pihak perusahaan tidak memperpanjang kontrak kerjanya lagi, maka sejak saat itu ia tidak mempunyai hubungan kerja lagi dengan perusahaan yang mempekerjakannya tadi. Namun bila 23
Pasal 1angka 3 Peraturan Menteri Tenaga Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Tenaga Kerja Borongan dan Tenaga Kerja Kontrak. 24 Pasal 1angka 4 Peraturan Menteri Tenaga Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Tenaga Kerja Borongan dan Tenaga Kerja Kontrak.
Kerja No. PER -03/MEN/1994 tentang Kerja Bagi Tenaga Kerja Harian Lepas, Kerja No. PER -03/MEN/1994 tentang Kerja Bagi Tenaga Kerja Harian Lepas,
Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara II ), 2008. USU Repository © 2009
pihak perusahaan memperpanjang kontrak kerjanya, maka ia akan terus bekerja pada perusahaan tersebut sampai habis jangka waktu yang tercantum di dalam perpanjangan perjanjian kerjanya.
C. Pembinaan Tenaga Kerja Dalam hal pembinaan tenaga kerja yang dimaksud dalam pembinaan ini mungkin bermacam- macam cara sesuai dengan kemampuan dari perusahaan yang bersangkutan. Kemungkinan pembinaan yang diberikan oleh perusahaan kepada tenaga kerja adalah berupa pendidikan, keterampilan, kursus dan lain sebagainya yang langsung dikelola perusahaan itu sendiri yang mungkin juga dilakukan di luar perusahaan yang kesemuanya adalah tanggungan perusahaan. Tenaga kerja sebagai bagian yang integral dari pembangunan nasional merupakan salah satu modal utama dalam pelaksanaan pembangunan. Oleh karena itu tenaga kerja harus dibina, baik keahlian maupun keterampilan selaras dengan tuntutan perkembangan pembangunan dan teknologi agar dapat didayagunakan seefektif dan semaksimal mungkin. Pembinaan yang dilakukan pemerintah terhadap unsur-unsur dan kegiatankegiatan yang berhubungan dengan ketenagakerjaan dilaksanakan secara terpadu dan terkoordinasi dengan mengikutsertakan organisasi pengusaha, Serikat Pekerja / Serikat Buruh dan organisasi profesi terkait, baik melalui kerjasama nasional maupun Internasional. 25 Pembinaan dimaksud dilakukan pemerintah melalui
25
Hardijan Rusli, Hukum Ketenagakerjaan 2003, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2003, hlm 22.
Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara II ), 2008. USU Repository © 2009
kebijakan- kebijakan sesuai wewenang yang diberikan undang-undang sehingga tujuan pembangunan ketenagakerjaan dapat tercapai yaitu : 26 a. Memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi; b. Mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan nasional dan daerah; c. Memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan; dan d. Meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya.
D. Perjanjian Kerja Menurut Undang-undang Ketenagakerjaan 1. Pengertian Perjanjian Kerja Jika membicarakan tentang pengertian perjanjian kerja, haruslah terlebih dahulu mengetahui apa yang dimaksud dengan perjanjian. Pengertian tentang perjanjian diatur oleh KUHPerdata pasal 1313 yang berbunyi : “Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”. 27 Dengan adanya pengertian tentang perjanjian seperti ditentukan di atas, bisa diambil kesimpulan bahwa kedudukan antara para pihak yang mengadakan perjanjian adalah sama dan seimbang. Hal ini akan berlainan jika pengertian tentang perjanjian tersebut dibandingkan dengan kedudukan perjanjian kerja. 28
26
Pasal 4 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39. 27 R. Subekti, Kitab Undang- Undang Hukum Perdata, Pradnya Paramita, Jakarta,2001, hlm 338. 28 Di dalam pengertian Perjanjian Kerja, para pihak yang mengadakan perjanjian tidak dalam kedudukan yang sama dan seimbang, karena pihak yang satu yaitu pekerja mengikatkan diri dan bekerja di bawah perintah orang lain, yaitu Pengusaha. Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara II ), 2008. USU Repository © 2009
Jika pengertian mengenai perjanjian seperti tersebut di atas dilihat secara mendalam, akan terlihat bahwa pengertian tersebut ternyata mempunyai arti yang luas dan umum sekali sifatnya, selain itu juga tanpa menyebutkan untuk tujuan apa perjanjian tersebut dibuat. Hal tersebut terjadi karena di dalam pengertian perjanjian menurut konsepsi pasal 1313 KUHPerdata, hanya menyebutkan tentang pihak yang atau lebih mengikatkan dirinya pada pihak lainnya, dan sama sekali tidak menentukan untuk tujuan apa suatu perjanjian tersebut dibuat.29 Suatu perjanjian akan lebih luas juga tegas artinya, jika pengertian mengenai perjanjian tersebut diartikan sebagai suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan. 30 Dalam suatu perjanjian, dikenal adanya asas kebebasan berkontrak atau freedom of contract. Maksud asas tersebut adalah bahwa setiap orang pada dasarnya boleh membuat perjanjian yang berisi dan macam apa pun, asal tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum. Atau dengan pengertian lain asas kebebasan berkontrak memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada masyarakat, untuk mengadakan perjanjian yang berisi apa saja dan dalam bentuk apa saja, sepanjang tidak melanggar undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan. 31 Perjanjian kerja merupakan kesepakatan untuk mengadakan ikatan, yang di dalamnya ditentukan hal-hal yang berhubungan dengan pekerjaan, seperti
29
R. Subekti, loc.cit., hlm 338. Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perikatan, Alumni Bandung, 1982, hlm 78. 31 Subekti, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, Cet. IV,1979,hlm. 13. 30
Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara II ), 2008. USU Repository © 2009
syarat-syarat dan bentuknya. Perjanjian kerja yang dalam bahasa Belanda biasa
disebut
Arbeidsovereenkoms,
dapat
diartikan
dalam
beberapa
pengertian. 32 Pengertian yang pertama disebutkan dalam ketentuan pasal 1601a KUHPerdata, mengenai Perjanjian Kerja disebutkan bahwa :
“Perjanjian kerja adalah suatu perjanjian dimana pihak yang satu si buruh, mengikatkan dirinya untuk di bawah perintahnya pihak yang lain, si majikan untuk suatu waktu tertentu, melakukan pekerjaan dengan menerima upah.”
Kalimat “dibawah perintah pihak lain” menunjukkan bahwa adanya hubungan antara pekerja dengan majikan yaitu hubungan antara bawahan dan atasan. Pengusaha memberikan perintah kepada pekerja untuk melakukan pekerjaan tertentu. Dengan adanya wewenang untuk memerintah inilah yang membedakan antara perjanjian kerja dengan perjanjian lainnya. Selain itu pengertian mengenai Perjanjian Kerja juga di ketengahkan oleh seorang pakar Hukum Perburuhan Indonesia, yaitu Bapak R.Iman Soepomo, yang menerangkan bahwa perihal pengertian tentang Perjanjian Kerja, beliau mengemukakan bahwa : Perjanjian Kerja adalah suatu perjanjian dimana pihak kesatu, buruh, mengikatkan diri untuk bekerja dengan menerima upah pada pihak lainnya, majikan, yang mengikatkan diri untuk mengerjakan buruh itu dengan membayar upah. 33
32
Lalu Husni, op. cit., hlm 54. Iman Soepomo, Hukum Perburuhan bagian pertama Hubungan-Kerja, PPAKRI Bhayangkara, Jakarta, 1968, hlm 75. 33
Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara II ), 2008. USU Repository © 2009
Selanjutnya perihal pengertian Perjanjian Kerja, ada lagi pendapat Subekti, beliau menyatakan dalam bukunya Aneka Perjanjian, disebutkan bahwa Perjanjian Kerja adalah : Perjanjian antara seorang “buruh” dengan seorang “majikan”, perjanjian mana ditandai oleh ciri- ciri; adanya suatu upah atau gaji tertentu yang diperjanjikan dan adanya suatu hubungan di peratas (bahasa Belanda “dierstverhanding”) yaitu suatu hubungan berdasarkan mana pihak yang satu (majikan) berhak memberikan perintah- perintah yang harus ditaati oleh pihak yang lain. 34
2. Syarat Sahnya Perjanjian Kerja Dalam hukum perjanjian di Indonesia ada menganut asas kebebasan berkontrak yang tercantum dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata, yaitu semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. 35 Setiap orang dapat membuat perjanjian dengan syarat-syarat tertentu yang tidak bertentangan dengan undang-undang, sehingga perjanjian tersebut mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Mengenai sahnya suatu perjanjian, diatur dalam Buku III Bab 2 bagian kedua yaitu Pasal 1320, Pasal 1321, Pasal 1322, Pasal 1323, Pasal 1324 dan Pasal 1337 KUHPerdata.
34 35
Subekti, Aneka Perjanjian, Alumni Bandung, Cet. II, 1977, hlm 63. R. Subekti, op. cit., hlm 307.
Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara II ), 2008. USU Repository © 2009
Adapun syarat sahnya suatu perjanjian seperti yang terdapat dalam Pasal 1320 KUHPerdata, yang berbunyi : Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat : 36 a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; b. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian; c. Suatu hal tertentu; d. Suatu sebab yang halal; Syarat pertama dan syarat kedua dikenal dengan sebutan syarat obyektif. Disebut syarat obyektif karena berhubungan langsung dengan orang atau subyek yang membuat perjanjian. Jika salah satu dari syarat obyektif ini tidak dipenuhi, Hakim dapat membatalkan perjanjian tersebut setelah sebelumnya diadakan permohonan dari pihak yang bersangkutan. Sepanjang belum diadakan pembatalan, perjanjian tersebut masih berlaku sah bagi para pihak. 37 Syarat ketiga dan keempat, disebut dengan syarat Subyektif. Artinya, dalam hal kedua syarat ini tidak dipenuhi, Hakim dapat membatalkan perjanjian tersebut walaupun pihak yang bersangkutan telah mengadakan permohonan pembatalan. Karena telah dinyatakan batal demi hukum, maka perjanjian tersebut dianggap tidak pernah ada. 38 Pasal 1321 KUHPerdata adalah : “Tiada sepakat yang sah apabila sepakat itu diberikan karena kekhilafan, atau diperolehnya dengan paksaan atau penipuan”.
36 37
Ibid., hlm 305. Djumadi, Hukum Perburuhan Perjanjian Kerja, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 1977, hlm
16. 38
Ibid., hlm 16.
Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara II ), 2008. USU Repository © 2009
Pasal 1322 ayat (1) bunyinya adalah: “Kekhilafan tidak mengakibatkan batalnya suatu perjanjian selain apabila kekhilafan itu terjadi mengenai hakikat barang yang menjadi pokok perjanjian”. Pasal 1322 ayat (2) bunyinya adalah: “Kekhilafan itu tidak menjadi sebab kebatalan, jika kekhilafan itu hanya terjadi mengenai dirinya orang dengan siapa seorang bermaksud membuat suatu perjanjian, kecuali jika perjanjian itu telah dibuat terutama karena mengikat dirinya orang tersebut”. Pasal 1323, bunyinya adalah: “Paksaan yang dilakukan terhadap orang yang membuat suatu perjanjian, merupakan alasan untuk batalnya perjanjian, juga apabila paksaan itu dilakukan oleh seorang pihak ketiga, untuk kepentingan siapa perjanjian tersebut tidak telah dibuat”. Pasal 1324 ayat (1), bunyinya adalah: “Paksaan telah terjadi, apabila perbuatan itu sedemikian rupa hingga dapat menakutkan seorang yang berpikir sehat, dan apabila perbuatan itu dapat menimbulkan ketakutan pada orang tersebut bahwa dirinya atau kekayaannya terancam dengan suatu kerugian yang terang dan nyata”. Pasal 1324 ayat (2), bunyinya adalah: “Dalam mempertimbangkan hal itu, harus diperhatikan usia, kelamin, dan kedudukan Orang-orang yang bersangkutan”. Pasal 1337 bunyinya adalah: “Suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum”.
Penjelasan dari keempat syarat-syarat untuk sahnya suatu perjanjian dapat dilihat sebagai berikut : a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya “Pengertian sepakat
dapat
diumpamakan sebagai pernyataan
kehendak yang disetujui (overeenstomende wilsverklaring) antara para pihak”. Pernyataan pihak yang menawarkan dinamakan tawaran (offerte). Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara II ), 2008. USU Repository © 2009
Sedangkan
pihak
yang
menerima
tawaran
dinamakan
akseptasi
(acceptatie).39 Jadi kata sepakat adalah, bahwa kedua subjek yang membuat perjanjian itu harus setuju mengenai hal-hal pokok dari perjanjian yang harus dibuat itu. Apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu, juga harus dikehendaki oleh pihak yang lain, mereka menghendaki sesuatu yang sama secara timbal balik. b. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian Suatu perjanjian harus dibuat oleh orang yang benar- benar mempunyai kewenangan untuk membuat perjanjian. Dengan kata lain pihak yang bersangkutan harus cakap untuk berbuat menurut hukum, dan harus mengetahui benar akan tanggung jawab yang akan dipikulnya sebagai akibat dari perjanjian yang dibuatnya itu. Namun mengenai siapasiapa yang dianggap cakap untuk melakukan perbuatan hukum, tidak dinyatakan secara jelas oleh undang-undang. Pasal 1330 KUHPerdata, menyatakan bahwa Orang-orang yang dianggap tidak cakap untuk membuat perjanjian adalah : 40 1. Orang yang belum dewasa, 2. Mereka-mereka yang berada dibawah pengampuan (curatele), dan 3. Orang-orang perempuan, dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undangundang telah melanggar membuat perjanjian tertentu. 39
Mariam Darus Badrulzaman, Kompilasi Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hlm 74. 40 R. Subekti, Kitab Undang- Undang Hukum Perdata, Pradnya Paramita, Jakarta,2001, hlm 341. Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara II ), 2008. USU Repository © 2009
Menurut Pasal 1330 KUHPerdata, orang dewasa adalah orang yang telah berumur 21 tahun, atau yang berumur kurang dari 21 tahun tetapi telah menikah. Menurut Undang-Undang Pokok Perkawinan No.1 Tahun 1974, batas usia dewasa ditentukan 19 tahun. Tentang batas usia dewasa menurut Mahkamah Agung belum mempunyai kesepakatan bersama. Namun dapat dikatakan bahwa batas usia dewasa dalam KUHPerdata adalah 21 tahun dan yang belum pernah menikah. 41 Orang yang berada di bawah pengampuan (curatele) adalah orang yang tidak sehat akal pikirannya, dan diasuh oleh pengampunya (curator). Menurut Pasal 433 KUHPerdata, apabila orang yang berada dibawah pengampuan hendak melakukan perbuatan hukum, maka dia diwakili oleh pengampunya. 42 Dalam Pasal 108 KUHPerdata, bahwa seorang wanita yang telah menikah hendak membuat suatu perjanjian, memerlukan izin dari suaminya. Maksud dari pasal ini adalah bahwa wanita yang bersuami dianggap tidak cakap membuat perjanjian. Pasal ini dianggap bertentangan dengan kebebasan yang dimiliki oleh setiap individu. Karena pasal ini dianggap merendahkan derajat kaum wanita, maka dikeluarkanlah Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No.3 Tahun 1963, tertanggal 14 Agustus 1963 yang salah satu isinya menyatakan agar para hakim tidak lagi menerapkan Pasal 108 KUHPerdata dalam pertimbangan hukumnya. c. Suatu hal tertentu 41 42
Ibid., hlm 539 Ibid., hlm 136.
Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara II ), 2008. USU Repository © 2009
Suatu perjanjian haruslah mempunyai objek (bepaald onderwerp) tertentu. Dalam hal perjanjian kerja yang menjadi objeknya adalah pekerjaan. Menurut Pasal 1333 KUHPerdata, bahwa paling sedikit yang menjadi objek perjanjian harus dapat ditentukan jenisnya, baik mengenai benda berwujud atau benda tidak berwujud. Syarat bahwa prestasi itu harus tertentu atau dapat ditentukan, maksudnya adalah untuk menentukan hak dan kewajiban para pihak jika timbul perselisihan dalam pelaksanaan perjanjian. Jika prestasi tidak jelas sehingga perjanjian itu tidak dapat dilaksanakan, maka dianggap tidak ada objek perjanjian. Akibatnya tidak dipenuhinya syarat ini, perjanjian itu batal demi hukum. d. Suatu sebab yang halal Syarat terakhir untuk menentukan sahnya suatu perjanjian adalah suatu sebab yang halal. Yang dimaksud dengan sebab adalah isi perjanjian itu sendiri. Dalam hal perjanjian kerja, yang dimaksud dengan suatu sebab yang halal adalah bahwa isi perjanjian itu tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, moral, adat istiadat, kesusilaan dan sebagainya. 43 Perjanjian kerja yang bersumber dari Pasal 1338 KUHPerdata menyatakan bahwa semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku dan
43
R. Subekti, Kitab Undang- Undang Hukum Perdata, Pradnya Paramita, Jakarta,2001, hlm
342. Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara II ), 2008. USU Repository © 2009
akan mengikat sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Menurut Pasal 1338 KUHPerdata, persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali, selain dengan kata sepakat kedua belah pihak, atau karena alasanalasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu. 44 Persetujuan itu haruslah dilakukan dengan itikad baik, dan mengikat kedua belah pihak yang membuatnya. 45 Persetujuan berlaku sebagai undang-undang, maksudnya adalah dalam hal ini bahwa perusahaan tersebut bersifat memaksa apabila ada pihak yang tidak mematuhinya, maka pihak yang lain dapat meminta kepada Pengadilan agar pihak itu melaksanakan persetujuan, atau dipaksa untuk mentaati persetujuan yang telah dibuat itu.
3. Unsur- Unsur Perjanjian Kerja Adapun yang menjadi unsur- unsur dalam perjanjian kerja adalah sebagai berikut : 46 a. Adanya unsur pekerjaan (work) Di dalam suatu perjanjian kerja tersebut haruslah ada suatu pekerjaan yang diperjanjikan dan dikerjakan sendiri oleh pekerja yang membuat perjanjian kerja tersebut. Pekerjaan mana yaitu yang dikerjakan oleh
44
R. Subekti, Kitab Undang- Undang Hukum Perdata, Pradnya Paramita, Jakarta,2001, hlm
342. 45 46
Ibid., hlm 342. Djumadi, Hukum Perburuhan Perjanjian Kerja, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 1977, hlm
28 Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara II ), 2008. USU Repository © 2009
pekerja itu sendiri, haruslah berdasarkan dan berpedoman pada perjanjian kerja. 47 Pekerja yang melaksanakan pekerjaan atas dasar perjanjian kerja tersebut, pada pokoknya wajib untuk melaksanakannya sendiri. Sebab apabila para pihak itu bebas untuk melaksanakan pekerjaan itu, untuk dilakukan sendiri atau menyuruh pada orang lain untuk melakukannya, akibatnya hal tersebut akan sulit untuk dikatakan sebagai pelaksanaan dari perjanjian kerja. Seperti yang ditegaskan dalam Pasal 1603 a KUHPerdata bunyinya adalah: “Buruh wajib melakukan sendiri pekerjaannya; hanyalah dengan izin majikan ia dapat menyuruh seseorang ketiga menggantikannya”.
Pekerjaan yang dilakukan pekerja itu sangat bersifat pribadi karena berhubungan dengan kemampuan serta keahliannya, oleh karenanya jika pekerja meninggal dunia, maka perjanjian kerja tersebut putus demi hukum. b. Adanya unsur pelayanan (service) Bahwa dalam melakukan pekerjaan yang dilakukan sebagai manifestasi adanya perjanjian kerja tersebut, pekerja haruslah tunduk pada perintah orang lain, yaitu pihak pemberi kerja dan harus tunduk dan di bawah perintah orang lain, si majikan. Dengan adanya ketentuan tersebut,
47
Ibid., hlm 28.
Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara II ), 2008. USU Repository © 2009
menunjukkan bahwa si pekerja dalam melaksanakan pekerjaannya berada di bawah wibawa orang lain, yaitu si majikan. 48 Dengan adanya ketentuan tersebut maka seorang misalnya Pengacara dalam melayani kliennya menangani sebuah kasus di pengadilan, mereka itu dalam melakukan pekerjaannya, tidak bisa disamakan dengan pengertian melaksanakan perjanjian kerja. Alasannya, karena unsur pelayanan atau service dalam melakukan pekerjaan tersebut tidak terdapat di dalamnya. Sebab mereka itu dalam melakukan pekerjaannya, tidak tunduk dan tidak di bawah perintah orang lain. Karena mereka mempunyai keahlian tertentu yang tidak dipunyai dan dikuasai si pemberi kerja, yaitu si klien. 49 Di samping itu, di dalam melaksanakan pekerjaannya, pekerjaan itu harus bermanfaat bagi si pemberi kerja. Dengan demikian bisa diambil suatu kesimpulan bahwa prinsip dalam unsur ini adalah suatu kewajiban yang harus dilakukan oleh si pekerja dan harus bermanfaat bagi si pemberi kerja, dan sesuai dengan apa yang dimuat di dalam isi perjanjian kerja. Karena itu jika suatu pekerjaan yang tujuannya bukan untuk memberikan manfaat bagi si pemberi kerja, tetapi mempunyai tujuan untuk kemanfaatan si pekerja itu sendiri, maka perjanjian tersebut jelas bukan merupakan perjanjian kerja. 50 c. Adanya unsur waktu tertentu (time).
48
Ibid., hlm 30. Ibid., hlm 30. 50 Ibid., hlm 31. 49
Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara II ), 2008. USU Repository © 2009
Bahwa dalam melakukan hubungan kerja tersebut, haruslah dilakukan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan dalam perjanjian kerja. Oleh karena itu dalam melakukan pekerjaannya, pekerja tersebut tidak boleh melakukan sekehedak dari si majikan dan juga tidak boleh dilakukan dalam kurun waktu seumur hidup, jika pekerjaan tersebut dilakukan selama hidup dari pekerja tersebut, di sinilah sisi pribadi manusia akan hilang, sehingga timbullah apa yang dinamakan perbudakan dan bukan perjanjian kerja. 51 Dengan kata lain dalam pelaksanaan pekerjaannya, si buruh tidak boleh bekerja dalam batas waktu yang lama atau seenaknya saja, akan tetapi harus dilakukan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan pada perjanjian kerja, dan pelaksanaan pekerjaannya tidak boleh bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan, kebiasaan setempat dan ketertiban umum. d. Adanya unsur upah (pay) Seseorang yang bekerja dalam melaksanakan pekerjaannya bukan bertujuan untuk mendapatkan upah, akan tetapi yang menjadi tujuannya adalah selain upah, maka pelaksanaan pekerjaan tersebut sulit untuk dikatakan sebagai pelaksanaan dari perjanjian kerja. Sebaliknya jika seseorang yang bekerja tersebut bertujuan untuk mendapatkan manfaat
51
Djumialdji, Perjanjian Kerja, Bina Aksara, Jakarta, Cet. I, 1977, hlm 16.
Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara II ), 2008. USU Repository © 2009
bagi diri si pekerja dan bukan untuk bertujuan mencari upah. Maka unsure keempat dalam suatu perjanjian kerja ini tidak terpenuhi. 52 Maka tidaklah heran dikatakan bahwa upah mempunyai peranan yang cukup penting dalam suatu hubungan kerja (perjanjian kerja). Suatu hubungan kerja yang tidak mempunyai unsur upah bukanlah merupakan hubungan kerja.
4. Jenis-jenis Perjanjian Kerja Dalam pelaksanaan pembuatan perjanjian kerja terdapat beberapa macam dan jenis dari perjanjian kerja. Jenis-jenis perjanjian kerja tersebut antara lain sebagai berikut: 53 a. Perjanjian Kerja Tertentu Yang dimaksud dengan pengertian Perjanjian Kerja Tertentu yang sekarang lazim disebut dengan Kesepakatan Kerja Tertentu, terdapat dalam Pasal 1 huruf a Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 05/MEN/1986, yang bunyinya adalah : Kesepakatan Kerja Tertentu adalah kesepakatan kerja antara pekerja dengan pengusaha, yang diadakan untuk waktu tertentu atau untuk pekerjaan tertentu. b. Perjanjian Kerja Persaingan atau Concurentie Beding Perjanjian kerja ini diatur pada Pasal 1601 x ayat (1) KUHPerdata, yang memberikan ketentuan bahwa pengertian Perjanjian Kerja Persaingan adalah : 52 53
Djumadi, op. cit., hlm 32. Ibid., hlm 49.
Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara II ), 2008. USU Repository © 2009
“Suatu janji antara majikan dan buruh di mana pihak yang belakangan ini dibatasi dalam kekuasaannya untuk setelah berakhirnya hubungan kerja, bekerja dengan atau cara. Perjanjian tersebut hanyalah sah, jika dibuat dalam perjanjian tertulis atau dalam peraturan perusahaan, dengan seorang buruh dewasa”. 54 c.
Perjanjian Kerja Di Rumah Dalam KUHPerdata maupun dalam peraturan perundang-undangan tidak ditemukan secara tegas mengenai pengertian perjanjian kerja di rumah. Tetapi pengertian perjanjian kerja di rumah ada dikemukakan oleh seorang pakar Hukum Perburuhan Belanda yaitu M.G. Rood, yang memberikan batasan-batasan tentang pengertian perjanjian kerja di rumah sebagai berikut : “Perjanjian kerja di rumah adalah suatu perjanjian di mana pihak yang satu, pekerja, membuat suatu persetujuan dengan pihak lain, yaitu orang yang memberi pekerjaan, si majikan, untuk di bawah pengawasan majikan melakukan pekerjaan di rumah dengan imbalan yang saling disetujui sebelumnya antara kedua belah pihak”.
d. Perjanjian Kerja Laut Pengertian tentang perjanjian kerja laut dapat ditemukan pada pasal 395 KUHDagang, yang berbunyi: 55 “Perjanjian kerja laut adalah perjanjian yang dibuat antara seorang pengusaha kapal disatu pihak dan seorang buruh di pihak lain, dengan mana pihak tersebut terakhir menyanggupi untuk di bawah perintah pengusaha melakukan pekerjaan dengan mendapat upah, sebagai Nahkoda atau anak buah kapal”.
54
R. Subekti, Kitab Undang- Undang Hukum Perdata, Pradnya Paramita, Jakarta,2001, hlm
399. 55
R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, Pradnya Paramita, Jakarta, hlm 110. Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara II ), 2008. USU Repository © 2009
Sedangkan pengertian perjanjian kerja laut menurut G. Kartasapoetra dalam bukunya yang berjudul Hukum Perburuhan di Indonesia Berlandaskan Pancasila yaitu: 56 “Perjanjian kerja laut adalah perjanjian yang diselenggarakan antara seorang pengusaha angkutan kapal disatu pihak dan seorang tenaga kerja dipihak lain, di mana yang terakhir ini mengikatkan diri untuk bekerja pada pengusaha angkutan kapal, sebagai Nahkoda atau pelaut dengan menerima upah”.
E. Perlindungan Tenaga Kerja Menurut Undang-undang Ketenagakerjaan 1. Dasar Hukum Perlindungan Tenaga Kerja Sejak awal tahun 1980, orde baru mulai memacu Industrialisasi Orientasi Eksport (IOE), yang kemudian disusul dengan merosot tajamnya harga minyak dan gas bumi di pasaran Indonesia yang mengakibatkan munculnya berbagai masalah, misalnya dalam hal pemberian upah serta pemberian perlindungan hukum terhadap tenaga kerja yang mulai terasa tidak sesuai lagi dengan seharusnya. Sering didengar himbauan- himbauan dari banyak pihak agar upah tidak hanya dipandang sebagai faktor produksi dan agar hubungan perburuhan hendaknya memperlihatkan miniature yang lebih manusiawi, terlebih- lebih mengenai perlindungan hukum terhadap tenaga kerja, namun sejalan dengan hal itu kita dapat melihat kasus- kasus yang mengundang keprihatinan
56
G. Kartasapoetra (dkk), Hukum Perburuhan di Indonesia Berlandaskan Pancasila, Bina Aksara, Jakarta, 1988, Cet II, hlm 406-407. Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara II ), 2008. USU Repository © 2009
terhadap kaum pekerja. Contohnya dalah dimutasikannya seorang tenaga kerja tanpa melalui prosedur pemeriksaan terlebih dahulu karena suatu peristiwa hilangnya sejumlah uang yang nilai nominalnya cukup besar di dalam brankas kantor dimana tenaga kerja itu bekerja. Kenyataan di atas dapat dijadikan sebagai bahan acuan mengenai bagaimana sebenarnya kondisi perburuhan di negara kesatuan ini. Artinya, masih banyak lagi masalah- masalah yang telah dan mungkin masih dialami tenaga kerja yang sama sekali belum terungkap. Berhubungan dengan persoalan- persoalan yang telah dikemukakan di atas, muncullah undang-undang untuk memberi keadilan sosial bagi tenaga kerja, untuk menciptakan daya kerja yang tinggi, efisien serta tepat guna, baik itu pihak pemerintah maupun swasta sudah seharusnya memberikan semacam motivasi atau ransangan- ransangan kepada tenaga kerja seperti gaji yang sesuai, bonus- bonus ataupun tunjangan-tunjangan lain. Mengacu pada Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) dan rancangan Pembangunan Bidang Ketenagakerjaan, maka pemerintah telah melaksanakan program pembinaan dan perlindungan tenaga kerja, antara lain: a. Bidang Pengupahan, mencakup dua bagian yaitu : 1. Mengusahakan agar upah terendah yang dibayarkan kepada tenaga kerja, menuju ke arah memenuhi kebutuhan pokok minimum pada berbagai jabatan dan sektor ; 2. Sebagai
bagian
dari
usaha
pemerataan
hasil
pembangunan,
mengusahakan agar perbedaan upah diantara berbagai jabatan dan sektor agar tidak berlebihan. Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara II ), 2008. USU Repository © 2009
b. Bidang Kesehatan dan Keselamatan Kerja, antara lain : 1. Melaksanakan pengawasan yang lebih efektif tentang pelaksanaan norma kesehatan serta keselamatan kerja di perkebunan- perkebunan; 2. Semua perundang-undangan dan peraturan ketenagakerjaan yang sudah
tidak
sesuai
lagi
akan
diadakan
penyempurnaan-
penyempurnaan, misalnya mengenai kecelakaan, peraturan mengenai pendaftaran serikat pekerja (buruh) dan sebagainya. c.
Bidang Kelembagaan, yaitu serikat pekerja di Indonesia yang sejak awal PELITA II telah berhasil menyatukan diri ke dalam satu masalah untuk menciptakan
program
kegiatan
yang
mendorong
peningkatan
kesejahteraan tenaga kerja. Dalam kaitannya dengan masalah ini, perlu ditinjau kembali untuk perbaikan aspek kelembagaan yang menyangkut hubungan kerja akan dilaksanakan terus sehingga mendekati penyempurnaan yang dapat membawa keadilan, kesehatan dan keselamatan bagi semua pihak, untuk itulah perlu dipahami secara mendalam tentang hakekat makna perlindungan bagi tenaga kerja sehingga persoalan-persoalan yang berhubungan dengan tenaga kerja tidak muncul lagi ke permukaan.
2. Maksud dan Tujuan Perlindungan Tenaga Kerja Pada hekekatnya maksud dan tujuan dari perlindungan tenaga kerja adalah bermaksud untuk melindungi kepentingan para buruh atau tenaga kerja
Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara II ), 2008. USU Repository © 2009
agar mereka dapat mencapai kesejahteraan serta mendapatkan rasa aman sewaktu menjalankan pekerjaannya. Perlindungan terhadap tenaga kerja harus dijalankan setiap perusahaan. Karena para pekerja adalah tulang punggung perusahaan. Tanpa adanya pekerja, tidak akan mungkin perusahaan itu bisa jalan dan berpartisipasi dalam pembangunan. 57 Menyadari akan pentingnya pekerja bagi perusahaan, pemerintah dan masyarakat, maka perlu dilakukan pemikiran agar pekerja dapat menjaga keselamatan dalam menjalankan pekerjaannya. Demikian pula perlu diusahakan ketenangan dan kesehatan pekerja agar apa yang dihadapinya dalam pekerjaan dapat diperhatikan semaksimal mungkin, sehingga kewaspadaan dalam menjalankan pekerjaan itu tetap terjamin. Pemikiran-pemikiran itu merupakan program perlindungan kerja, yang dalam praktek sehari-hari berguna untuk dapat mempertahankan produktivitas dan kestabilitasan perusahaan. 58 Maksud perlindungan tenaga kerja disini adalah perlindungan bagi buruh dengan jalan memberikan santunan, maupun dengan jalan meningkatkan pengakuan hak asasi manusia, perlindungan fisik dan teknis serta sosial dan ekonomi, melalui norma yang berlaku dalam lingkungan kerja tersebut.59 Perlindungan tenaga kerja bertujuan untuk menghindarkan buruh dari tindakan sewenang- wenang yang bisa saja dilakukan oleh majikannya serta untuk memberikan perlindungan kepada pihak buruh baik terhadap pihak
57
Lalu Husni, Dasar-Dasar Hukum Perburuhan, Raja Grafindo, Jakarta, 1996, hlm 95. Ibid., hlm 96. 59 Ibid., hlm 96. 58
Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara II ), 2008. USU Repository © 2009
majikan maupun terhadap tempat dimana buruh bekerja serta terhadap alatalat kerjanya. 60 Secara garis besar perlindungan tenaga kerja ini secara umumnya akan mencakup : 61 1. Norma Keselamatan Kerja; yang meliputi keselamatan kerja yang bertalian dengan mesin pesawat, alat-alat kerja bahan dan proses pengerjaannya, keadaan tempat kerja dan lingkungan serta cara- cara melakukan pekerjaan. 2. Norma Keselamatan Kerja dan Heigiene Kesehatan Kerja Perusahaan ; yang meliputi pemeliharaan dan mempertinggi derajat kesehatan pekerja, dilakukan dengan mengatur pemberian obat-obatan, perawatan tenaga kerja yang sakit. 3. Norma Kerja ; yang meliputi perlindungan terhadap tenaga kerja yang bertalian dengan waktu bekerja, sistem pengupahan, istirahat, cuti, kerja wanita, anak, kesusilaan ibadah menurut agama keyakinan masing-masing yang diakui oleh pemerintah, kewajiban sosial kemasyarakatan dan sebagainya guna memelihara kegairahan dan moril kerja yang menjamin daya guna kerja yang tinggi serta menjaga perlakuan yang sesuai dengan martabat manusia dan moral. 4. Tenaga Kerja yang mendapat kecelakaan dan atau menderita penyakit kuman akibat pekerjaan, berhak atas ganti rugi perawatan dan rehabilitas
60
P. Nainggolan, Hukum Perburuhan, Fakultas Hukum USU Medan, Januari, 1989, hlm 88. G.Kartasapoetra dan Rience Indraningsih, Pokok-Pokok Hukum Perburuhan, Armiro Bandung, Cet I, 1982, hlm 43-44. 61
Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara II ), 2008. USU Repository © 2009
akibat kecelakaan dan atau penyakit akibat pekerjaan, ahli warisnya berhak mendapat ganti kerugian. Berkaitan dengan hal tersebut di atas, Iman Soepomo membagi perlindungan pekerjaan ini menjadi 3 (tiga) macam : 62 1. Perlindungan Ekonomis, yaitu suatu jenis perlindungan yang berkaitan dengan usaha-usaha untuk memberikan kepada pekerja suatu penghasilan yang cukup memenuhi keperluan sehari-hari baginya beserta keluarganya, termasuk dalam hal pekerja tersebut tidak mampu bekerja karena sesuatu di luar. 2. Perlindungan Sosial, yaitu suatu perlindungan yang berkaitan dengan usaha kemasyarakatan, yang tujuannya memungkinkan pekerja itu mengecam dan memperkembangkan perikehidupannya sebagai manusia pada umumnya, dan sebagai anggota masyarakat dan anggota keluarga ; atau yang biasa disebut ; kesehatan kerja. 3. Perlindungan Teknis, yaitu suatu jenis perlindungan yang berkaitan dengan usaha-usaha untuk menjaga pekerja dari bahaya kecelakaan yang dapat ditimbulkan oleh pesawat-pesawat atau alat kerja lainnya atau oleh bahan yang diolah atau dikerjakan perusahaan. Di dalam pembicaraan selanjutnya, perlindungan jenis ini disebut dengan keselamatan kerja. Dengan demikian, mengingat pentingnya suatu perlindungan bagi tenaga kerja, serta mengingat sedemikian besarnya peranan tenaga kerja dalam pembangunan serta dalam mewajarkan produktivitas di perusahaan, sehingga
62
Lalu Husni, op. cit., hlm 76.
Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara II ), 2008. USU Repository © 2009
sudah sewajarnya apabila kepada para tenaga kerja diberikan perlindungan penuh pemeliharaan dan pengembangan terhadap kesejahteraan.
3. Hak dan Kewajiban Tenaga Kerja Membicarakan tentang hak dan kewajiban tenaga kerja sudah pasti tidak terlepas dari hak dan kewajiban dari perkebunan/pengusaha itu sendiri. Hal ini disebabkan karena hak tenaga kerja adalah merupakan kewajiban pengusaha perkebunan, sedangkan kewajiban tenaga kerja merupakan hak dari pengusaha perkebunan. 63 Untuk lebih jelasnya di bawah ini akan disebutkan satu persatu hak-hak dan kewajiban-kewajiban tenaga kerja yang dihubungkan dengan hak-hak dan kewajiban-kewajiban perkebunan/pengusaha. Hak dari Tenaga Kerja a. Berhak atas upah, b. Berhak atas pekerjaan, c. Berhak atas perlindungan, d. Berhak atas fasilitas- fasilitas yang dijanjikan. Kewajiban dari Tenaga Kerja a. Melakukan pekerjaan dengan baik, b. Mengikuti perintah atasan . Sedangkan hak dari perkebunan/pengusaha a. Berhak atas hasil pekerjaan, b. Berhak untuk mengatur/ memerintah tenaga kerja. 63
Subekti, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, Cet VIII, 1979, hlm 29-30.
Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara II ), 2008. USU Repository © 2009
Kewajiban dari perkebunan/pengusaha 64 a. Membayar upah tenaga kerja, b. Menyediakan/ memberi pekerjaan, c. Memberi perlindungan.
64
Lalu Husni, Dasar-Dasar Hukum Perburuhan, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 1996, hlm 85.
Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara II ), 2008. USU Repository © 2009
BAB III PENGATURAN KETENAGAKERJAAN PADA SEKTOR PERKEBUNAN
A. Sejarah Hubungan Buruh-Buruh Perkebunan Sejarah Indonesia sejak masa kolonial sampai sekarang tidak dapat dipisahkan dari sektor perkebunan, karena sektor ini memiliki arti yang sangat penting dan menentukan dalam pembentukan berbagai realitas ekonomi dan sosial masyarakat di banyak wilayah di Indonesia. Perkembangan perkebunan pada satu sisi dianggap sebagai jembatan yang menghubungkan masyarakat Indonesia dengan ekonomi dunia, memberi keuntungan finansial yang besar, serta membuka kesempatan ekonomi baru, namun pada sisi yang lain perkembangan perkebunan juga dianggap sebagai kendala bagi diversifikasi ekonomi masyarakat yang lebih luas, sumber penindasan, serta salah satu faktor penting yang menimbulkan kemiskinan struktural. 65 Sejarah perkebunan di Nusantara, adalah sejarah kolonialisme itu sendiri. 66 Masuknya bangsa-bangsa asing tidak terlepas dari upaya mereka untuk menguasai dan memonopoli hasil kebun rakyat Nusantara. Bahkan, praktek perkebunan modern saat ini, tidak jauh berbeda dengan apa yang terjadi pada beberapa ratus tahun yang lalu. 67 Bahkan dalam konteks masa lalu ada yang berpendapat bahwa sejarah kolonialisme dan imperialisme Barat di Indonesia merupakan sejarah perkebunan 65
Internet, www.google.com, Bambang Purwanto, Menelusuri Akar Ketimpangan Dan Kesempatan Baru. 66 Sartono Kartodirdjo dan Djoko Suryo, Sejarah Perkebunan Di Indonesia, Aditya Media, Yogyakarta, hlm 3. 67 Internet, op. cit. Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara II ), 2008. USU Repository © 2009
itu sendiri. 68 Sejak awal kedatangan bangsa Barat yang mengidentifikasi diri sebagai pedagang sampai masa-masa ketika Barat identik dengan kekuasaan kolonial dan pemilik modal, perkebunan menjadi salah satu fakta atau variabel yang tidak bisa diabaikan untuk merekonstruksi dan menjelaskan realitas masa lalu yang ada. Sejarah perkebunan adalah sejarah kepedihan. 69 Bangsa Indonesia dijajah karena komoditas perkebunan. Nilainya yang tinggi di masa lalu menyebabkan hampir semua bangsa tergiur untuk menguasainya. Sejarah mencatat bagaimana keuntungan besar diraih jaringan niaga Verenidge Oostindische Compagnie (VOC). 70 Kemudian tanam paksa yang memberikan Belanda uang sekitar 830 juta gulden. 71 Agrarisch Wet 1870 merupakan cikal bakal perusahaan perkebunan besar yang roh dan jiwanya hingga sekarang masih hidup, sebagaimana dapat dilihat dalam struktur ekonomi dualistik. 72 Dalam struktur ini kehidupan perusahaan besar yang dicirikan oleh manajemen dan organisasi modern berdampingan dengan perkebunan rakyat yang dilaksanakan oleh para pekebun kecil yang sederhana dan "tradisional". 73
68
Ibid., hlm 3. Internet, www.google.com, Agus Pakpahan, Pendapat Tentang Undang-Undang Perkebunan Untuk Masa Depan. 70 Sartono Kartodirdjo dan Djoko Suryo, Sejarah Perkebunan Di Indonesia, Aditya Media, Yogyakarta, hlm 10. 71 Internet, http: // www. unisosdem. org./, Menurut Agus Pakpahan, Ketua Badan Eksekutif Gabungan Asosiasi Petani Perkebunan Indonesia, (Kompas, Februari 2004) 72 Mubyarto dkk, Tanah Dan Tenaga Verja Perkebunan, Aditya Media, Yogyakarta, hlm 37. 73 Internet, http: // www. unisosdem. org./, Menurut Agus Pakpahan, Ketua Badan Eksekutif Gabungan Asosiasi Petani Perkebunan Indonesia, (Kompas, Februari 2004) 69
Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara II ), 2008. USU Repository © 2009
Sekitar 100 tahun setelah Agrarisch Wet 1870, yaitu tahun 1970-an, pemerintah mulai mengembangkan perkebunan besar badan usaha milik negara (BUMN) dengan menggunakan pinjaman luar negeri. Pola Perusahaan Inti Rakyat Perkebunan (PIR-BUN) dikembangkan. 74 Pada 1980-1990-an awal perusahaan besar swasta mulai masuk perkebunan, didukung oleh Program Perkebunan Besar Swasta Nasional (PBSN). Peran pemerintah dalam mendorong perkebunan rakyat dapat dikatakan relatif kecil sebagaimana yang dapat dilihat dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Adapun perbankan kurang bersahabat dengan petani, dan sering dikatakan bahwa petani itu tidak layak dapat kredit bank (bankable). Namun, pada kenyataannya perkebunan rakyat merupakan tulang punggung penerimaan negara dan penyerapan tenaga kerja. 75 Pelajaran utama dari pola pengembangan perkebunan yang masih mengandung nilai sejarah lama kita rasakan setelah krisis ekonomi terjadi hingga sekarang.
Perkebunan
bukan
menjadi
tempat
kebanggaan,
kebersatuan,
kebersamaan, persaudaraan, dan persahabatan di antara kita semua. Namun, perkebunan menjadi ajang konflik sosial yang merugikan semua pihak. Inilah salah satu tantangan kita dalam merumuskan Undang-undang Perkebunan (UUP). Kita tidak boleh mendaur ulang sejarah yang memilukan bangsa kita.
74
Mubyarto dkk, op. cit., hlm 67. Internet, http: // www. unisosdem. org./, Menurut Agus Pakpahan, Ketua Badan Eksekutif Gabungan Asosiasi Petani Perkebunan Indonesia, (Kompas, Februari 2004) 75
Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara II ), 2008. USU Repository © 2009
B. Pengaturan Buruh Tenaga Kerja Perkebunan Di lingkungan komunitas perkebunan istilah ini di kenal untuk membedakan antara buruh tetap yang lazim disebut buruh SKU (Syarat kerja Umum) dan diluar itu disebut BH (Buruh Harian). Berbeda dengan Buruh SKU, dimana terikat akan “perjanjian kerja” disepakati bersama antara buruh atau perwakilanya dengan pihak majikan (perusahaan) memuat hak dan kewajiban kedua belah pihak dalam bentuk surat perjanjian kerja bersama (PKB). Sedangkan BHL tidak ada suatu ikatan kepastian kerja permanen antara buruh-majikan; ikatan kerja berlangsung bersifat sementara karenanya ikatan kerja berakhir setelah target terpenuhi sesuai keinginan majikan dan harus diperbaharui setiap waktu dengan perjanjian baru. 76 Peraturan tentang tenaga kerja/buruh perkebunan dapat dilihat dari dua peraturan yang mengatur tentang hal tersebut. Yang pertama dapat dilihat dari adanya Undang-undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Dimana undang-undang tersebut bersifat umum dan berlaku untuk semua tenaga kerja / pekerja yang ada di Indonesia. Sedangkan yang kedua yaitu adanya peraturan khusus yang dibuat oleh perusahaan dengan serikat pekerja. Yang disebut dengan Perjanjian Kerja Bersama. Perjanjian Kerja Bersama ini mengatur tentang sifatnya yang lebih khusus. Tetapi tetap saja, Perjanjian Kerja Bersama ini harus tetap mengacu pada Undang-undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Perjanjian Kerja 76
Internet, www.google.com, Hasil Penelitian Kelompok Pelita Sejahtera, Kondisi Buruh Harian Lepas Di Perkebunan, Medan, 2007. Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara II ), 2008. USU Repository © 2009
Bersama dilihat dari segi hubungan kerja adalah merupakan suatu karakteristik yang essensial yang diakui oleh pengusaha, pekerja dan oleh pemerintah. Perjanjian Kerja Bersama juga merupakan induk dari perjanjian kerja. Dengan demikian perjanjian kerja tidak dapat mengeyampingkan isi Perjanjian Kerja Bersama (PKB). Tetapi sebaliknya Perjanjian Kerja Bersama (PKB) dapat mengeyampingkan isi dari perjanjian kerja. Atau dengan kata lain Perjanjian Kerja Bersama (PKB) tidak dapat mengeyampingkan isi dari Undang-undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, tetapi sebaliknya Undang-undang No. 13 tahun 2003 dapat mengeyampingkan isi dari Perjanjian Kerja Bersama (PKB).
C. Perlindungan Hak-Hak Buruh Perkebunan Perjuangan untuk memperoleh upah yang layak telah menjadi perjuangan kelas buruh sejak dahulu. Kurang lebih 8000 tahun lalu, para pekerja yang menggarap pembangunan piramida-piramida di Mesir telah mengadakan pemogokan untuk menuntut jatah makan lebih layak. Mereka memang bukan kelas buruh industrial seperti yang kita temui di jaman ini. Pada masa-masa tanam, mereka bekerja sebagai petani. Namun, dimasa paceklik atau dimasa antarwaktu tanam, mereka dipekerjakan oleh kerajaan Mesir untuk membangun berbagai monumen, antara lain piramida dan makam para raja. Namun di saat bekerja sebagai buruh pembangun monumen, mereka menerima upah layaknya sistem kerja buruh modren. 77
77
Internet, www.google.com, Pendapat Dewan Perwakilan Rakyat, Upah Buruh Perkebunan Dibawah UMR, 2008. Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara II ), 2008. USU Repository © 2009
Sedemikian panjang sejarah perjuangan buruh untuk mendapatkan upah layak. Sampai hari ini pun perjuangan itu belum berakhir. Apalagi penetapan Upah Minimum Propinsi, Kota ataupun sektoral belumlah benar-benar sesuai dengan kebutuhan buruh. Buruh masih harus berjuang keras guna terlepas dari ketertindasan dan kemelaratan. Bagi pemerintah penetapan UMP mungkin hanyalah ritual tahunan yang harus dikerjakan. Tapi bagi buruh UMP ini merupakan titik awal perjalanan memenuhi kebutuhannya dan keluarganya untuk satu tahun kedepan. Karena itu wajar saja jika tiap tahun gejolak mengenai tuntutan upah layak tak kunjung padam. Gejolak upah timbul akibat upah yang ditetapkan oleh pemerintah tidak pernah mencukupi kebutuhan hidup buruh. Buruh harus terseok-seok menutupi kebutuhan hidupnya. Mulai dari mencari sampingan sampai gali lobang tutup lobang pun dijalani. Kenyataan itu pulalah yang membuat kehidupan buruh semakin sengsara. Upah yang selama ini ditetapkan tidak sesuai dengan kebutuhan hidup. 78 Jangankan untuk hidup dengan layak, untuk layak hidup saja saat ini sudah sulit. Bagaimana tidak, tidak ada satupun instrumen pemerintah yang berpihak pada buruh. Jika keberpihakan dianggap berlebihan setidaknya ada sedikit keadilan. Selama ini cost (biaya) yang dikeluarkan perusahaan untuk membayar upah buruh hanya berkisar 6-7 % dari biaya produksi keseluruhan, buruh dianggap bukanlah manusia namun bagian dari alat produksi perusahaan. 79 Penetapan upah selama ini hanya dianggarkan agar si buruh dapat makan 78 79
Internet, www.google.com, Anwar Ma’aruf,Upah Buruh Perkebunan Dibawah UMR, 2008. Ibid.
Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara II ), 2008. USU Repository © 2009
dan minum, tidak lebih dari itu. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. 17 tahun 2005 yang menjadi dasar penetapan UMP tidak berpihak pada buruh. Selain karena dirasa tidak benar-benar dapat menampung aspirasi buruh, Permenakertras ini juga nyata-nyata berpihak kepada pengusaha. 80 Polemik pun selalu terjadi tiap tahun menjelang penetapan UMP. Krisis kepercayaan buruh terhadap pemerintah semakin besar ketika kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah semakin memarginalkan kaum buruh. Apalagi standart dan item yang dimasukkan sebagai dasar perhitungan upah minimum sangat minimal (rendah). Akibatnya rakyat merasa pemerintah tidak menjalankan fungsinya untuk menjamin kehidupan yang layak bagi masyarakatnya. Akhirnya, demonstrasi-demonstrasi kaum buruh menuntut keadilan upah tak
dapat
dibendung.
Aksi-aksi buruh dibeberapa
belahan
negeri
ini
menggambarkan betapa mereka ingin hidup layak. Di Negeri yang kaya ini, nilai kenaikan upah kaum buruh sangat jauh berbeda jika dibandingkan dengan trend kenaikan gaji dan tunjangan buat birokrasi pemerintahan, pejabat negara baik eksekutif maupun legislatif. Perbandingan itu menunjukkan buruh diperlakukan sebagai rakyat 'kelas kesekian' yang tuntutannya tidak perlu dipenuhi. Akibatnya, kesenjangan social antara si kaya dan si miskin semakin menganga. 81 Keselamatan dan kesehatan kerja (selanjutnya disingkat K-3) merupakan masalah penting dalam dunia perburuhan. Selain sebagai hak dasar buruh, K-3
80
Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. 17 Tahun 2005 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak. 81 Internet, op. cit. Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara II ), 2008. USU Repository © 2009
penting karena pihak yang berkaitan dengan masalah tersebut harus berusaha untuk mengurangi kemungkinan resiko dan bahaya dalam bekerja (aspek preventif), memungkinkan tercapainya pengobatan (aspek kuratif) dan pemulihan kesehatan (aspek rehabilitatif) bagi buruh khususnya mereka yang mengalami kecelakaan kerja. 82 Buruh harus bekerjasama erat dengan pengusaha dan otoritas pengawas regulasi mempromosikan keselamatan kerja. Para buruh/ pekerja melalui wakil mereka mempunyai hak dan tugas berperan serta dalam semua hal yang terkait dengan K-3, mencakup hak untuk memperoleh informasi yang tepat dan menyeluruh dari pengusaha tentang resiko, memperhatikan tindakan dan kelalaian mereka di tempat kerja, memelihara alat kerja dan pelindung kerja, melaporkan bila buruh percaya bahwa pelindung K-3 yang disediakan perusahaan tidak sesuai atau tidak cukup atau percaya bahwa pengusaha mereka gagal memenuhi ketentuan hukum, aturan dan prosedur kode praktek K-3 dan membawa masalah ke tingkat pengawas ketenagakerjaan atau badan lain yang berkompeten, serta pekerja mempunyai hak untuk pemeriksaan kesehatan tanpa dipungut biaya dan penanggulangan
apabila oleh kondisi tertentu dalam kerja menyebabkan
gangguan kesehatan dan atau kecelakaan kerja. 83 Umumnya penyebab kecelakaan kerja adalah tempat kerja yang tidak aman seperti lokasi yang tidak rata menyulitkan memanen, lokasi kerja bersemak
82
Internet, www.google.com, Manginar Situmorang, Karakteristik Kecelakaan Kerja Di Perkebunan, 2008. 83 Ibid. Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara II ), 2008. USU Repository © 2009
tempat bersemainya binatang berbisa jalan licin dan berlobang terpeleset. 84 Serta budaya kerja kurang beradap seperti alat pelindung kerja tidak cukup atau tidak memenuhi standart keselamatan kerja dan perilaku tidak mengindahkan kerja yang benar terutama akibat minimnya sosialisasi dan pelatihan kerja bagi buruh perkebunan. Dengan demikian di sektor perkebunan, potensi kecelakaan kerja cukup tinggi. Sayangnya masih kerap terjadi di lingkungan perkebunan yang tidak mengidentifikasi potensi resiko, penyebaran informasi yang cukup bagi buruh tentang resiko dan penanggulangan kecelakaan terutama penyediaan P3K dan pondok berlindung ketika cuaca buruk serta "pembiaran" buruh bekerja tanpa menggunakan peralatan perlengkapan kesehatan dan keselamatan kerja (K3). Tidak ada antisipasi pencegahan keracunan dan perlindungan kesehatan buruh. Untuk mencegah kecelakaan kerja seharusnya pihak perkebunan memberikan pendidikan tentang bahaya, resiko dan dampak zat-zat kimia yang digunakan, melakukan pemerikasaan kesehatan buruh kepada dokter ahli, dan merotasi buruh yang bekerja di bagian yang berhubungan dengan bahan kimia yang berbahaya. 85 Hal ini mengakibatkan banyak buruh kebun belum mengerti K-3 termasuk hak dan kewajiban perusahaan perkebunan, pemerintah baik dalam bentuk pengetahuan dan kaitannya dengan operasi kerja mereka. Pada hal K-3 berfungsi untuk melindungi dan menjaga diri buruh tersebut agar terhindar dari kecelakaan kerja yang merugikan mereka. Pemberiaan alat kerja dan pelindung 84
Lalu Husni, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000, hlm
142. 85
Lalu Husni, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000, hlm
147. Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara II ), 2008. USU Repository © 2009
kerja yang tidak cukup dan tidak memenuhi standart keselamatan kerja. Sebagai contoh, kaca mata yang diberikan perusahaan tidak menutup keseluruhan permukaan mata, dan kalau digunakan mudah terkena embun menyebabkan penglihatan kabur. 86 Akibatnya rata-rata buruh tidak menggunakan karena mengganggu proses kerja sementara target-target yang tinggi juga menjadi salah satu pertimbangan buruh untuk menggunakannya. Sementara upah rendah yang diterima buruh seringkali menjadi kendala menyebabkan mereka bekerja tidak memperdulikan aspek keselamatan kerja. Banyak buruh perkebunan bekerja tanpa memiliki alat kerja dan pelindung kerja yang memadai. 87 Dari sisi ekonomi, buruh tidak mampu menyediakan alat dan pelindung kerja karena upah rendah, membeli makanan bergizi untuk mengganti sel-sel tubuh mereka yang keracunan karena upah yang mereka terima sangat tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan minimum setiap hari. Oleh karena itu, buruh kebun akan bekerja sebanyak mungkin dengan melibatkan seluruh anggota keluarga hanya untuk dapat memenuhi kebutuhan makan dengan kualitas yang memprihatinkan, sementara beban kerja memerlukan energi yang tinggi tidak sebanding dengan kualitas makanan yang dikonsumsi setiap hari. Itulah realitas kecelakaan kerja yang tinggi di perkebunan di tengah tumpukan dollar yang dihasilkan oleh buruh kita. 88
86
Internet, www.google.com, Manginar Situmorang, Karakteristik Kecelakaan Kerja Di Perkebunan, 2008 87 Ibid. 88 Ibid. Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara II ), 2008. USU Repository © 2009
BAB VI MASALAH PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA YANG BEKERJA DI PERKEBUNAN PTPN II Lahirnya kesepakatan kerja antara pihak Perkebunan PTP. Nusantara II Tanjung Morawa dengan Pekerja tidak terlepas dari sejarah Perkebunan/ Perusahaan itu sendiri. Maka dari itu ada baiknya kita melihat terlebih dahulu sejarah mengenai Perkebunan PTP. Nusantara II Tanjung Morawa. PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) Tanjung Morawa merupakan hasil penggabungan PT. Perkebunan II (Persero) Tanjung Morawa di Wilayah Sumatera Utara dan Papua dengan PT. Perkebunan IX (Persero) di Wilayah Sumatera Utara, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1996 tentang Konsolidasi PT. Perkebunan Lingkup BUMN. 89 PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) Tanjung Morawa didirikan dengan Akte Notaris Harun Kamil, SH dan ditetapkan di Jakarta pada tanggal 11 Maret 1996 dengan Akte No. 35 dan diperbaharui dengan Akte Notaris Sri Rahayu H. Prasetyo, SH No. 07 tanggal 08 Oktober 2002 yang disyahkan oleh Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia No. C20859.HT.01.04 TH 2002 tanggal 25 Oktober 2002. Sebelum penggabungan, kedua perusahaan tersebut baik PT. Perkebunan II (Persero) maupun PT. Perkebunan IX (Persero) telah beberapa kali mengalami perubahan, dengan perkembangan masing-masing sebagai berikut:
89
Dokumen PT. Perkebunan Nusantara II Tanjung Morawa, Sejarah Singkat Perusahaan, April 2008, hlm 4. Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara II ), 2008. USU Repository © 2009
a. PT. Perkebunan II (Persero) Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 28 tahun 1975, PNP- II berubah menjadi Perusahaan Perseroan (Persero). PT. Perkebunan II (Persero) disingkat PTP-II (Persero) dengan Akte Notaris Imas Fatimah No.2 tanggal 01 April 1991. Dengan persetujuan Menteri Kehakiman No. C.2 / 4939 / HT. 0104. TH / 91 tanggal 20 September 1991. b. PT. Perkebunan IX (Persero) Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 44 Tahun 1975, PNP-IX berubah menjadi Perusahaan Perseroan (Persero). PT. Perkebunan IX (Persero) disingkat PTP-IX (Persero) dengan Akte Pendirian yang diperbaharui dihadapan Notaris Imas Fatimah No. 32 tanggal 08 Maret 1985. Areal PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) seluas 112.479,08 Ha, yang terdiri dari Wilayah Sumatera Utara seluas 106.598,61 Ha, Kabupaten Jayapura seluas 2.580,47 Ha, dan Kabupaten Manokwari seluas 3.300,00 Ha. Areal tersebut yang sudah bersertifikat HGU seluas 94.284,77 Ha. Visi dari adanya penggabungan dua perkebunan ini adalah menjadikan perusahaan agribisnis berbasis perkebunan yang terkemuka di Indonesia, yang tumbuh dan berkembang bersama mitra, berkelanjutan serta unggul dalam persaingan. 90 Sedangkan
Misi
dari
adanya
penggabungan
tersebut
adalah
menghasilkan dan meningkatkan produksi bahan baku berbasis Kelapa Sawit, 90
Dokumen PT. Perkebunan Nusantara II Tanjung Morawa, Sejarah Singkat Perusahaan, April 2008, hlm 6. Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara II ), 2008. USU Repository © 2009
Karet, Tembakau, dan Tebu yang berdaya saing tinggi untuk pasar domestik dan Internasional. Mampu memanfaatkan sumber daya lahan untuk dijadikan hutan kota dan batas perkebunan (estate border), sehingga dapat berfungsi sebagai paru- paru kota, sumber devisa negara, meningkatkan pendapatan sampingan dari karyawan dan masyarakat sekitar kebun yang menanam kayu hutan dan berguna untuk konversi air, tanah dan lingkungan (cagar alam). Mampu mengamankan asset Negara yang bernilai tinggi seperti lahan- lahan subur di tengah kota dan bangunan perusahaan sebagai asset budaya dan sejarah masa lalu, melalui kerjasama dengan pemerintah kota dan kabupaten serta investor dalam bidang properti dan taman hutan kota. Selalu meningkatkan nilai- nilai perusahaan dan pelayanan bagi kepuasan karyawan dan stakeholder melalui kepemimpinan, kerjasama tim dan organisasi yang efektif. Menjadikan PTPN II sebagai perusahaan agribisnis yang handal, memegang
komitmen
pada
peningkatan
nilai,
pertumbuhan
berkesinambungan, diversifikasi produksi tanaman terpadu, berkinerja efisien dan optimal. Dan juga mampu memanfaatkan lahan untuk pengembangan komoditi jagung dan kedelai yang berguna dalam menghasilkan Biofuel sebagai sumber energi alternatif dimasa yang akan datang dan sumber ketahanan pangan Nasional. 91 Tujuan perusahaan ini adalah: 92
91
Dokumen PT. Perkebunan Nusantara II Tanjung Morawa, Sejarah Singkat Perusahaan, April 2008, hlm 6. 92 Ibid., hlm 7. Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara II ), 2008. USU Repository © 2009
1. Peningkatan kinerja operasional organisasi dan manajemen serta pemanfaatan peluang bisnis seoptimal mungkin, sehingga menjadi perusahaan perkebunan yang sustainable (berkelanjutan) berdaya saing, makmur dan menghasilkan laba, sehingga dapat berperan dalam pembangunan daerah dan Nasional serta dalam mensejahterakan karyawan. 2. Melaksanakan pembangunan dan pengembangan agribisnis sektor perkebunan sesuai prinsip perusahaan yang sehat, kuat dan tumbuh dalam skala usaha yang ekonomis. 3. Meningkatkan posisi portofolio bisnis melalui perbaikan internal semua aspek sumber daya yang dimiliki PTPN II. 4. Meningkatkan profitabilitas usaha pada komoditi unggulan serta mempertahankan dan meningkatkan sumbangan devisa di bidang perkebunan melalui peningkatan produksi sekaligus mendukung upaya peningkatan ekspor non migas, serta memelihara sumber daya alam dan lingkungan serta konservasi air dan tanah. Kegiatan perusahaan yang dilakukan adalah usaha- usaha yang dilakukan dalam menjalankan misi perusahaan adalah menghasilkan produk agribisnis dari budidaya Kelapa Sawit, Karet, Kakao, Tembakau Deli, Tebu (Gula dan Tetes) dan menciptakan Laba (Profit Making) serta menjadi wahana pembangunan (Agen of Development).
Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara II ), 2008. USU Repository © 2009
Pengorganisasian merupakan salah satu fungsi manajemen untuk mencapai tujuan bersama. Dalam perusahaan struktur organisasi penting untuk pembagian tugas dan tanggung jawab masing-masing karyawan. Manfaat yang diperoleh dari cara pengolahan organisasi yang baik adalah: Pertama, memberi penegasan atas batasan hubungan antara karyawan yang satu dengan karyawan yang lain. Kedua, dengan struktur organisasi yang jelas dan baik, maka karyawan dapat mengetahui kepada siapa dia mempertanggung jawabkan tugasnya. Ketiga, masing-masing karyawan mengetahui tugas dan tanggung jawabnya sesuai posisi jabatannya di perusahaan. Dan yang terakhir adalah kesempatan untuk mengembangkan kemampuan terbuka bagi karyawan karena adanya pendelegasian wewenang. Organisasi dari PT. Perkebunan Nusantara II Tanjung Morawa adalah berdasarkan Surat Keputusan Menteri Negara BUMN RI No. KEP- 212/ MMBU/2003 tanggal 05 Juni 2003 dan Surat Keputusan Menteri Negara BUMN RI No. KEP-16/ MBU/2006 tanggal 14 Pebruari 2006 tentang Susunan Dewan Komisaris sebagai berikut: 93 1. Komisaris Utama
H. OEMAR MOCH. SAID, MBA
2. Komisaris
Prof. DR. HARLEM MARPAUNG
3. Komisaris
Ir. S.N. SITUMORANG
4. Komisaris
T. YOSE RIZAL
5. Komisaris
Drs. MEGANANDA DARYONO, MBA
93
Surat Keputusan Menteri Negara BUMN RI No. KEP- 212/ M-MBU/2003 tanggal 05 Juni 2003 dan Surat Keputusan Menteri Negara BUMN RI No. KEP-16/ MBU/2006 tanggal 14 Pebruari 2006 tentang Susunan Dewan Komisaris. Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara II ), 2008. USU Repository © 2009
Selanjutnya berdasarkan Surat Keputusan Menteri Negara BUMN RI No. KEP-31/ MBU/ 2007 sampai dengan KEP- 42/ MBU/ 2007 dan KEP- 128/ MBU/ 2006, Susunan Direksi PTPN- II sebagai berikut: 94 1. Direktur Utama
BHATARA MOEDA NASUTION
2. Direktur Produksi
JOHANES SIJABAT
3. Direktur Keuangan
NAIF ALI DAHBUL
4. Direktur SDM/ Umum
TAMBAH KARO- KARO
5. Direktur Pemasaran/ Renbang
BERANI PURBA
A. Hubungan Kesepakatan Kerja antara Pihak Perkebunan PTPN II Dengan Pekerja Dalam suatu masyarakat modern, musyawarah untuk mengadakan Perjanjian Kerja Bersama merupakan lembaga yang sangat penting. Demikian juga fungsinya penting sekali karena melalui musyawarah untuk mencapai mufakat inilah Serikat Pekerja dapat memenuhi kewajiban para anggotanya untuk berusaha meningkatkan kondisi, persyaratan kerja serta jaminan sosialnya. Perjanjian Kerja Bersama dilihat dari segi Hubungan Kerja merupakan suatu karakteristik yang essensial yang diakui oleh pengusaha, pekerja dan oleh pemerintah. Maka oleh karena itu Perjanjian Kerja Bersama merupakan induk dari perjanjian
kerja.
Dengan
demikian
perjanjian
kerja
tidak
dapat
mengenyampingkan isi Perjanjian Kerja Bersama (PKB) tapi sebaliknya, Perjanjian Kerja Bersama (PKB) dapat mengenyampingkan isi perjanjian kerja. 94
Surat Keputusan Menteri Negara BUMN RI No. KEP-31/ MBU/ 2007 sampai dengan KEP42/ MBU/ 2007 dan KEP- 128/ MBU/ 2006, Susunan Direksi PTPN- II. Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara II ), 2008. USU Repository © 2009
Dengan demikian dapat dikemukakanlah beberapa hal yang merupakan hubungan perjanjian kerja dengan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) adalah: 95 a. Perjanjian Kerja Bersama (PKB)/perjanjian perburuhan merupakan perjanjian induk dari perjanjian kerja; b. Perjanjian kerja tidak dapat mengenyampingkan perjanjian perburuhan, bahkan sebaliknya perjanjian kerja dapat dikesampingkan oleh perjanjian perburuhan/PKB jika isinya bertentangan; c. Ketentuan yang ada dalam perjanjian perburuhan/PKB secara otomatis beralih dalam isi perjanjian kerja yang dibuat; d. Perjanjian perburuhan/ PKB merupakan jembatan untuk menuju perjanjian kerja yang baik. Hubungan antara pengusaha dengan para tenaga kerja/ pekerja merupakan hubunganyang berdimensi banyak. Hubungan yang terjadi menyangkut dari segala aspek kehidupan. Yaitu aspek ekonomis, aspek sosial, aspek budaya, aspek politik dan juga menyangkut aspek keamanan. Oleh karena itu dalam mengatur hubungan tersebut perlu diusahakan agar sejauh mungkin ada kejelasan pengaturan atas hak-hak dan kewajiban-kewajiban masing-masing pihak. Maka dengan adanya kejelasan/kepastian atas hak-hak dan kewajiban-kewajiban tersebut akan terjalin hubungan yang serasi, selaras, seimbang dan harmonis di antara pihak- pihak yang bersangkutan yaitu pihak perusahaan dan pekerja.
95
Djumadi, Hukum Perburuhan Perjanjian Kerja, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 1977, hlm
89. Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara II ), 2008. USU Repository © 2009
Namun dalam praktek pengaturan atas hak-hak dan kewajiban-kewajiban khususnya yang berkaitan dengan persyaratan kerja tidaklah sederhana, karena adanya berbagai faktor seperti : a. Tidak mungkin mengatur semua persyaratan kerja ke dalam peraturan perundang-undangan. b. Adanya kepentingan yang berbeda yang ikut mempengaruhi perumusan persyaratan kerja. Biasanya dalam pengaturan persyaratan kerja dipergunakan 2 (dua) mekanisme yang saling berhubungan dan saling menunjang satu sama lain, yaitu: 96 1. Peraturan Perundang-undangan, yaitu Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Dimana persyaratan kerja yang terdapat dalam Perundang-undangan ini lebih bersifat normative yang harus dipatuhi oleh semua pihak yang berkepentingan di dalam perkebunan/perusahaan masingmasing. 2. Peraturan Khusus yang berlaku di dalam perkebunan/perusahaan masingmasing, yaitu Perjanjian Kerja Bersama yang berlaku di dalam PT. Perkebunan Nusantara II. Hal ini diperlukan karena adanya hal-hal yang tidak mungkin diatur di dalam peraturan perundang-undangan, karena adanya kekhususan tertentu atau karena sangat dipengaruhi oleh keadaan atau kondisi perkebunan/perusahaan masing-masing.
96
Buku Pedoman PT. Perkebunan Nusantara II Tanjung Morawa, Perjanjian Kerja Bersama, Medan, 2008. Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara II ), 2008. USU Repository © 2009
Pengaturan ini dapat dilakukan melalui Perjanjian Kerja Bersama (PKB). Yang semula disebut dengan Kesepakatan Kerja Bersama (KKB). Perjanjian Kerja Bersama ini diadakan oleh dan antara Direksi PT Perkebunan Nusantara II dengan Serikat Pekerja yang di dalamnya memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban Perusahaan dan karyawan/Pekerja, upah jam kerja, jaminan sosial, dan lain sebagainya. Dengan demikian Perjanjian Kerja Bersama (PKB) ini merupakan suatu peraturan induk atau peraturan dasar bagi perjanjian kerja, baik terhadap perjanjian kerja yang sudah diselenggarakan maupun yang akan diselenggarakan. Dasar hukum dalam membuat suatu Perjanjian Kerja Bersama ini diatur dalam: 97 - Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2000
tentang
Serikat Pekerja/ Serikat Buruh. - Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Masa berlakunya Perjanjian Kerja Bersama ini berlaku sejak 1 Januari 2008, untuk masa jangka waktu 2 (dua) tahun. 98 Dan apabila sudah berakhir, maka Perjanjian Kerja Bersama ini dianggap diperpanjang untuk jangka waktu 1 (satu) tahun berikutnya, kecuali salah satu pihak memberitahukan secara tertulis
97
PT. Perkebunan Nusantara II, 2007, Materi Sosialisasi dan Konsolidasi Organisasi Serikat Karyawan (SEKAR) PT. Perkebunan Nusantara II, Tanjung Morawa, hlm 3. 98 Pasal 111 angka 3 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 3, Bandingkan Dengan Pasal 73 angka (1) Buku Pedoman PT. Perkebunan Nusantara II Tanjung Morawa, Perjanjian Kerja Bersama, Medan, 2008, hlm 55. Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara II ), 2008. USU Repository © 2009
keinginannya untuk membuka perundingan baru Perjanjian Kerja Bersama ini. 99 Pemberitahuan ini harus diajukan kepada pihak lainnya paling sedikit 30 (tiga puluh) hari sebelum berakhirnya masa berlaku Perjanjian Kerja Bersama ini, maka ketentuan-ketentuan yang ada dalam Perjanjian Kerja Bersama ini tetap berlaku sampai tercapainya Perjanjian Kerja Bersama yang baru. Seringkali suatu perusahaan/perkebunan dalam mengadakan hubungan kerjanya dilandasi dengan peraturan perusahan/perkebunan itu sendiri. Peraturan tersebut dibuat secara sepihak, tertulis dan ditempelkan di tempat- tempat umum dan dapat dibaca dan diketahui pekerjanya. Yang lebih penting bahwa peraturan perusahaan tersebut terlebih dahulu harus mendapatkan pengesahan dari Departemen Tenaga Kerja. Dengan adanya ketentuan tersebut maka syarat-syarat kerja yang ada di dalam peraturan perusahaan jelas telah tersusun rapid an tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, norma kesusilaan dan kebiasaan yang berlaku. Dengan adanya kondisi demikian, maka di dalam pembuatan Perjanjian Kerja Bersama kedua belah pihak tinggal mengambil alih isi yang terdapat di dalam peraturan perusahaan. Kedua belah pihak tersebut tinggal menambah dan mengurangi tentang syarat-syarat kerja yang telah diatur di dalam peraturan perusahaan. 100
99
Pasal 73 angka 2 Buku Pedoman PT. Perkebunan Nusantara II Tanjung Morawa, Perjanjian Kerja Bersama, Medan, 2008, hlm 55. 100
Karena peraturan perusahaan merupakan peraturan yang mengatur tentang hak dan kewajiban antara pekerja dan pengusaha yang dituangkan secara tertulis serta telah diketahui oleh Departemen Tenaga Kerja. Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara II ), 2008. USU Repository © 2009
Maka materi yang dapat dimasukkan dalam Perjanjian Kerja Bersama, berasal dari 3 (tiga) kemungkinan, yaitu: 101 1. Peraturan Perusahaan Isi dari peraturan perusahaan dapat diambil sepanjang sesuai dengan syarat-syarat kerja yang disetujui oleh para pihak yang membuat Perjanjian Kerja Bersama (PKB). Karena peraturan perusahaan telah dibuat secara tertulis dan rinci serta pada umumnya tidak bertentangan dengan kebijaksanaan pemerintah karena telah disetujui oleh pemerintah dalam hal ini Departemen Tenaga Kerja. 2. Keputusan P4P/P Pasal 2 ayat (2) Undang-undang Nomor 22 Tahun 1957 tentang penyelesaian perselisihan perburuhan, menentukan bahwa persetujuan yang tercapai karena perundingan itu dapat disusun menjadi perjanjian perburuhan menurut ketentuan yang tercantum dalam undang-undang perjanjian perburuhan. 102 Selanjutnya pasa 6 ayat (3) menentukan bahwa persetujuan yang tercapai karena perundingan termaksud pada ayat (2) di atas dan karena perundingan dimaksud pada pasal 4 ayat (1) mempunyai kekuatan hukum sebagai perjanjian perburuhan. 3. Isi Perjanjian Kerja Bersama yang lama Apabila dalam suatu perusahaan/perkebunan sebelumnya telah ada dibuat Perjanjian Kerja Bersama tersebut telah disetujui oleh para pihak dan 101
Buku Pedoman PT. Perkebunan Nusantara II Tanjung Morawa, Perjanjian Kerja Bersama, Medan, 2008. 102
Lalu Husni, Dasar- Dasar Hukum Perburuhan, Raja Grafindo, Jakarta, 1996, hlm 202.
Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara II ), 2008. USU Repository © 2009
sesuai dengan kebijaksanaan pemerintah, maka isi Perjanjian Kerja Bersama (PKB) tersebut dapat
disalin untuk di contoh dan dibuat lagi dalam
pembuatan Perjanjian Kerja Bersama yang baru. Hal ini hanya berlaku apabila merupakan perpanjangan Perjanjian Kerja Bersama (PKB). Sebagai salah satu bentuk dari perjanjian, maka Perjanjian Kerja Bersama mempunyai suatu tujuan yang ingin dicapai, sama seperti bentuk perjanjian lainnya, yang masing-masing juga mempunyai tujuan tersendiri. Adapun tujuan dari Perjanjian Kerja Bersama adalah sebagai berikut: 103 a. Untuk memperjelas hak-hak dan kewajiban pihak pengusaha, serikat pekerja/ para pekerja. b. Menetapkan syarat-syarat kerja dan kondisi kerja bagi pekerja. c. Meningkatkan dan memperteguh hubungan kerja perusahaan. d. Mengatur dan menyelesaikan perbedaan-perbedaan pendapat perselisihan. e. Menciptakan, memelihara dan meningkatkan disiplin serta hubungan Industrial anatara perusahaan, serikat pekerja dan para pekerja. Pihak-pihak
yang
dapat
mengadakan
sebagaimana ditetapkan dalam pasal 1
Perjanjian
Kerja
Bersama
Undang-Undang No. 21 Tahun 2000
adalah : 104 1. Dari pihak perkebunan yaitu : a. Pengusaha
103
Lalu Husni, Dasar- Dasar Hukum Perburuhan, Raja Grafindo, Jakarta, 1996, hlm 254. Pasal 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/ Serikat Buruh. 104
Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara II ), 2008. USU Repository © 2009
b. Perkumpulan atau perkumpulan- perkumpulan pengusaha yang berbadan hukum. 2. Dari pihak pekerja yaitu : a. Serikat Pekerja atau b. Serikat-Serikat Pekerja, yang sudah terdaftar pada Departemen Tenaga Kerja (DEPNAKER). Serikat Pekerja yang akan dibahas dalam penulisan ini dapat diartikan sebagai serikat pekerja di PTPN II adalah Serikat Pekerja Perkebunan PTPN II (Persero) yang terdaftar di Depnakertrans Kabupaten Deli Serdang Propinsi Sumatera Utara yang berkedudukan di Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang Propinsi Sumatera Utara. Sedangkan pengertian dari Karyawan/ Pekerja itu sendiri adalah pekerja yang bekerja di PTPN II yang mempunyai jenjang penggolongan dari 1A sampai dengan IVD dengan memperoleh upah. Dalam kaitannya dengan itu kita mengetahui bahwa di Indonesia sebelu reformasi berjalan hanya terdapat 1 (satu) wadah tunggal organisasi pekerja yaitu Serikat Pekerja Seluruh Indonesia atau yang disingkat dengan SPSI. Namun setelah adanya reformasi tahun 1998 yang dilakukan oleh mahasiswa, maka sekarang di Indonesia semakin banyak lahir serikat-serikat pekerja (serikat buruh) seperti Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) sebagaimana yang telah disebutkan di atas tadi, kemudian ada Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI), Persatuan Pekerja Muslim Indonesia (PPMI), dan lain sebagainya.
Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara II ), 2008. USU Repository © 2009
Dalam pembuatan Perjanjian Kerja Bersama ini haruslah berdasarkan kepada 2 (dua) asas yaitu: 105 1. Asas kekeluargaan dan gotong royong, serta 2. Musyawarah untuk mufakat Dengan demikian adanya perbedaan kepentingan diantara pihak- pihak bukan untuk dipertentangkan akan tetapi di musyawarahkan secara bersama-sama baik secara kekeluargaan dan gotong royong, sehingga tercapailah suatu kesepakatan. Namun kepada pihak-pihak masih diberikan kebebasan untuk mau bersama-sama merundingkan pembuatan Perjanjian Kerja Bersama ini. Pada dasarnya Perjanjian Kerja Bersama ini dibentuk atas dasar adanya kesepakatan kedua belah pihak, sehingga apa yang disepakati akan mengikat kedua belah pihak. Dan sesuai dengan asas perjanjian, maka pihak-pihak yang diberikan keleluasaan/kebebasan untuk menetapkan persetujuan mengenai apa saja yang dikehendakinya sepanjang tidak bertentangan dengan: a. Hukum/ ketentuan perundang-undangan, b. Ketertiban umum, c. Kesusilaan, d. Tidak boleh ada diskriminasi, baik berdasarkan agama, golongan, warga Negara/bangsa maupun keyakinan politik atau keanggotaan dari suatu perkumpulan tertentu.
105
Lalu Husni, op. cit., hlm 243.
Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara II ), 2008. USU Repository © 2009
Jika ada hal-hal yang dianggap bertentangan dengan hal-hal tersebut di atas akibatnya adalah tidak sah. Suatu perjanjian kerja yang bertentangan dengan Perjanjian Kerja Bersama adalah tidak sah dan dalam hal demikian maka yang berlaku adalah peraturan yang terdapat dalam Perjanjian Kerja Bersama. 106 Hal ini sesuai dengan pengertian bahwa Perjanjian Kerja Bersama merupakan peraturan dasar dalam perjanjian kerja. Maksud adanya pembatasan- pembatasan ini adalah untuk melindungi pihak yang lemah menuju kepada suatu tujuan guna menjamin penghidupan yang layak bagi kemanusiaan terhadap setiap warganegara. Perjanjian Kerja Bersama yang telah ditandatangani akan mengikat pihakpihak yang menyelenggarakan Perjanjian Kerja Bersama tersebut. Oleh karena itu agar supaya isi Perjanjian Kerja Bersama tersebut benar- benar dipahami oleh seluruh tenaga kerja tersebut, maka timbullah kewajiban terhadap kedua belah pihak tersebut, sebagai berikut: 107 1.
Kedua
belah pihak
berkewajiban memberikan penjelasan kepada
anggotanya baik mengenai isi, makna, pengertian yang ada dalam Perjanjian Kerja Bersama ini ataupun yang berhubungan dengan pelaksanaannya. 2.
Kedua belah pihak bertanggung jawab atas dipenuhinya serta ditaatinya semua kewajiban yang ada dalam Perjanjian Kerja Bersama ini ataupun yang berhubungan dengan pelaksanaannya.
106
Pasal 27 angka 2 Buku Pedoman PT. Perkebunan Nusantara II Tanjung Morawa, Perjanjian Kerja Bersama, Medan, 2008. 107 Pasal 4 Buku Pedoman PT. Perkebunan Nusantara II Tanjung Morawa, Perjanjian Kerja Bersama, Medan, 2008. Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara II ), 2008. USU Repository © 2009
Setiap pekerja yang bekerja di Perkebunan Nusantara II Tanjung Morawa wajib mentaati semua tata tertib/peraturan yang dibuat di dalamnya. Tata tertib itu meliputi: 108 a. Kewajiban pekerja b. Larangan bagi pekerja c. Sanksi/ hukuman disiplin ad. a. Kewajiban Pekerja 1. Mentaati peraturan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku dan ketentuan- ketentuan diperusahaan. 2. Bersedia dipindahkan/dimutasikan dari satu unit kerja ke unit kerja lainnya (antar jabatan atau antar wilayah kerja). 3. Menjaga dan menyimpan rahasia jabatan dan perusahaan. 4. Mentaati ketentuan jam dan hari kerja yang berlaku di perusahaan. 5. Melaksanakan pekerjaan dengan sungguh- sungguh dan penuh tanggung jawab dengan memperhatikan segala pedoman dan instruksi yang dikeluarkan oleh atasan. 6. Bersikap sopan santun terhadap sesame pekerja untuk membina rasa setia kawan dan menjalin kerjasama demi kelancaran jalannya perusahaan. 7. Menjaga kesehatan dan keselamatan kerja dalam hal sifat pekerjaannya mengharuskan demikian. 8. Menyerahkan kembali kepada perusahaan semua dokumen dan barangbarang milik perusahaan (termasuk rumah dinas/ asset perusahaan) yang 108
Pasal 65 angka 1 dan 2 Buku Pedoman PT. Perkebunan Nusantara II Tanjung Morawa, Perjanjian Kerja Bersama, Medan, 2008, hlm 46. Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara II ), 2008. USU Repository © 2009
ada padanya saat pekerja yang bersangkutan meletakkan jabatan/ diberhentikan/dimutasikan.
ad. b. Larangan bagi Pekerja 1. Menyalahgunakan wewenang jabatannya untuk kepentingan pribadi, keluarga maupun golongan yang merugikan perusahaan, antara lain: Membawa/menggunakan/menyewakan/menjual barang-barang/ alatlat milik perusahaan tanpa izin pimpinan perusahaan. Secara langsung ataupun tidak langsung melibatkan diri dalam usaha yang berkaitan dengan usaha lain. 2. Menyediakan tenaganya diluar perusahaan. Dalam waktu tugas dinas secara perorangan atau bersama- sama dengan orang lain, secara langsung atau tidak langsung untuk kepentingan usaha lain. 3. Membocorkan rahasia jabatan dan/atau rahasia perusahaan meliputi: Rahasia mengenai atau yang ada hubungannya dengan jabatan, baik berupa dokumen (surat, notulen rapat dan lain- lain), data maupun perintah atau keputusan lain dari pimpinan perusahaan. Rahasia perusahaan yang seharusnya dirahasiakan kecuali untuk kepentingan Negara.
Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara II ), 2008. USU Repository © 2009
4. Melalaikan pelaksanaan tugas yang seharusnya dirahasiakan kecuali untuk kepentingan Negara.
ad. c. Sanksi/ Hukuman Disiplin bagi Pekerja. Pekerja yang melanggar ketentuan disiplin berupa kewajiban dan larangan sebagaimana yang dimaksud dalam butir a dan b diatas dapat dijatuhi sanksi/ hukuman disiplin, berupa: 109 Jenis sanksi/ hukuman disiplin adalah sebagai berikut: 1.
Teguran lisan dan tertulis
2. Peringatan tertulis 3. Penundaan kenaikan upah pokok berkala 4. Penundaan kenaikan pangkat/golongan 5. Penurunan pangkat/golongan dan atau pembebasan dari jabatan. 6. Pemberhentian untuk sementara waktu. 7. Pemberhentian/Pemutusan Hubungan Kerja.
B. Perjanjian Kesepakatan Kerjasama Dalam Melindungi Hak-Hak dan Jaminan Sosial antara PTPN II Dengan Pekerja Untuk mengetahui apakah PTP. Nusantara II Tanjung Morawa telah melindungi hak-hak serta jaminan sosial terhadap tenaga kerjanya sesuai dengan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 dan juga sesuai dengan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yang dibuat oleh Pengusaha dengan Serikat Pekerja/ Pekerja, 109
Ibid., hlm 47.
Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara II ), 2008. USU Repository © 2009
maka penulis membaginya kedalam 4(empat) hal berupa: perlindungan, pengupahan, kesejahteraan dan yang terakhir adalah keselamatan dan kesehatan kerja. Pertama, Waktu Kerja. Dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 disebutkan bahwa setiap pengusaha wajib melaksanakan ketentuan waktu kerja yang meliputi 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu. 110 Dan bilamana pengusaha yang mempekerjakan pekerja melebihi waktu kerja yang telah ditentukan wajib membayar upah lembur. 111 Serta pengusaha wajib memberi waktu istirahat dan cuti kepada pekerja. 112 Dalam hal ini PTP. Nusantara II Tanjung Morawa telah melaksanakan ketentuan waktu kerja yang lamanya dalam 1 (satu) hari 7 (tujuh) jam atau 40 (empat puluh) jam dalam 1 (satu) minggu. 113 Sementara itu untuk hari kerjanya adalah 5 (lima) hari atau 6 (enam) hari dalam 1 (satu) minggu tergantung pada pengaturan yang dikeluarkan Direksi. 114 Dan apabila ada pekerja yang bekerja melebihi waktu kerja yang telah ditentukan, maka PTP. Nusantara II Tanjung Morawa akan membayar upah kerja lembur kepada pekerja yang bersangkutan.
110
Pasal 77 angka 2 Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39. 111 Pasal 78 angka 2 Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39. 112 Pasal 79 angka 1 Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39. 113 Pasal 19 angka 1Buku Pedoman PT. Perkebunan Nusantara II Tanjung Morawa, Perjanjian Kerja Bersama, Medan, 2008, hlm 15. 114 Pasal 18 Buku Pedoman PT. Perkebunan Nusantara II Tanjung Morawa, Perjanjian Kerja Bersama, Medan, 2008, hlm 15. Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara II ), 2008. USU Repository © 2009
Syarat-syarat bagi tenaga kerja yang melakukan kerja lembur adalah sebagai berikut: 115 1. Ada perintah tertulis dari atasan langsung karyawan/ pekerja yang bersangkutan. 2. Waktu kerja lembur hanya dapat dilaksanakan paling banyak 3 (tiga) jam kerja dalam 1 (satu) hari dan 14 jam kerja dalam 1 (satu) minggu. 3. Kerja lembur sebagaimana dimaksud butir 2 untuk pekerjaan tertentu disesuaikan dengan peraturan yang berlaku. Perhitungan uang lembur ditetapkan sebagai berikut:116 a. Untuk jam kerja lembur pertama harus dibayarkan uang lembur sebesar 1,5 kali tarif lembur se-jam. b. Untuk setiap jam kerja selebihnya harus dibayarkan uang lembur sebesar 2 kali tarif lembur se-jam. 1. Hari istirahat mingguan dan atau hari libur umum a. Untuk setiap jam kerja dalam batas 7 (tujuh) jam, harus dibayar uang lembur sebesar 2 kali tariff lembur se-jam. b. Untuk jam kerja lembur pertama lebih dari 7 (tujuh) jam, selebihnya harus dibayarkan uang lembur sebesar 3 kali tariff lembur se-jam.
115
Pasal 20 Buku Pedoman PT. Perkebunan Nusantara II Tanjung Morawa, Perjanjian Kerja Bersama, Medan, 2008, hlm 16. 116 Pasal 20 angka 5 Buku Pedoman PT. Perkebunan Nusantara II Tanjung Morawa, Perjanjian Kerja Bersama, Medan, 2008, hlm 16. Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara II ), 2008. USU Repository © 2009
c. Untuk jam kerja lembur kedua lebih dari 7 (tujuh) jam, selebihnya harus dibayarkan uang lembur sebesar 4 (empat) kali tariff lembur se-jam. 2. Hari libur (Idul Fitri hari pertama, 1 Januari, 17 Agustus) a. Untuk 7 (tujuh) jam kerja lembur pertama, harus dibayarkan uang lembur sebesar 3 (tiga) kali tarif lembur se-jam. b. Untuk jam kerja lembur lebih dari 7 (tujuh) jam, selebihnya harus dibayarkan uang lembur sebesar 4 (empat) kali tarif lembur se-jam. Mengenai waktu istirahat dan cuti yang diberikan kepada pekerja PTP. Nusantara II Tanjung Morawa juga telah melaksanakan waktu istirahat dan cuti berupa cuti panjang yang diberikan kepada pekerja yang telah bekerja terus menerus sekurang- kurangnya selama 12 (dua belas) bulan secara terus menerus berhak atas cuti tahunan sekurang-kurangnya 12 (dua belas) hari kerja dan mendapat uang cuti panjang sebesar 1 (satu) bulan upah pokok/gaji yang disesuaikan dengan golongan masing- masing. 117 Kedua, Pengupahan. Pasal 88 ayat (1) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 menyatakan bahwa setiap pekerja berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Dalam hal ini untuk mewujudkan perusahaan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, pemerintah menetapkan kebijakan pengupahan untuk melindungi pekerja yang meliputi upah minimum, upah kerja lembur, upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain diluar pekerjaannya,upah karena menjalankan hak 117
Buku Pedoman PT. Perkebunan Nusantara II Tanjung Morawa, Perjanjian Kerja Bersama, Medan, 2008. Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara II ), 2008. USU Repository © 2009
waktu istirahat kerjanya, bentuk dan cara pembayaran upah, denda dan potongan upah, hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah, struktur, dan skala pengupahan yang proporsional, upah untuk membayar pesangon dan upah untuk perhitungan pajak penghasilan. 118 Sistem pengupahan yang ditetapkan atas perjanjian/kesepakatan antara perusahaan/pengusaha dengan pekerja/serikat pekerja, yang mana tidak boleh lebih rendah dari ketentuan pengupahan yang ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. 119 Struktur pengupahan pada PTP. Nusantara II Tanjung Morawa mengacu kepada Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Republik Indonesia, yaitu upah terdiri dari 75% upah pokok dan 25 % tunjangan tetap. 120 Dimana tunjangan tetap tersebut merupakan pengganti dari tunjangan air, listrik, bahan bakar, tunjangan khusus dan tunjangan beras pekerja (15kg). 121 Karyawan yang menempati rumah dinas yang selama ini mendapat tunjangan listrik dan air dari Perusahaan, tidak lagi mendapat tunjangan listrik dan air. Karyawan yang tidak mendapat rumah dinas diberikan tunjangan sewa rumah sebesar 25% dari upah pokok. Besarnya upah pokok bagi karyawan/ pekerja dengan golongan terendah (golongan IA) mengacu pada sekurang- kurangnya 75 % dari upah minimum yang
118
Pasal 88 angka 3 Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39. 119 Pasal 91 angka 1 Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39. 120 Pasal 30 Buku Pedoman PT. Perkebunan Nusantara II Tanjung Morawa, Perjanjian Kerja Bersama, Medan, 2008, hlm 22. 121 Pasal 35 Buku Pedoman PT. Perkebunan Nusantara II Tanjung Morawa, Perjanjian Kerja Bersama, Medan, 2008, hlm 23 dan hasil wawancara dengan Pak Yamafati Gea, SE, Assisten Urusan Hubungan Antar Kerja pada April 2008. Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara II ), 2008. USU Repository © 2009
berlaku di propinsi masing-masing. Dan juga kepada karyawan/ pekerja diberikan upah pokok menurut golongan sesuai dengan skala golongan. 122 Dimana pembayaran upah untuk karyawan PTP. Nusantara II Tanjung Morawa adalah berdasarkan tanggal pembukuan dan masing-masing golongan. Bagi karyawan pelaksana dibayarkan/diberikan gaji pokok yang dimulai dari golongan 1A yaitu sebesar Rp. 571.605 sampai dengan golongan 2D sebesar Rp. 1.052.907 ditambah tunjangan variable seperti tunjangan air, listrik dan perumahan serta lembur jika karyawan tersebut melaksanakan kerja lembur. 123 Begitu juga halnya dengan karyawan pimpinan, pembayaran upah juga disesuaikan dengan golongan kerjanya yaitu dimulai dari golongan 3A sebesar Rp. 1.136.947 sampai dengan golongan 4D sebesar Rp. 3.207.621 ditambah tunjangan lainnya yaitu berupa tunjangan structural dan tunjangan fungsional. 124 Pembayaran upah diatas disebut dengan pembayaran upah in natura. Selain upah in natura masih ada lagi cara pembayaran upah lainnya yang disebut upah natura. Upah natura ini berupa bahan makanan pokok yaitu catu beras yang dibayarkan kepada karyawan berdasarkan jumlah tanggungan yakni: 125 a. Untuk pekerja sendiri 15 kg/bulan. b. Untuk istri 9 kg/bulan. c. Untuk 1 (satu) orang anak 7,5 kg/bulan (maksimal 3 (tiga) orang anak).
122
Pasal 30 Buku Pedoman PT. Perkebunan Nusantara II Tanjung Morawa, Perjanjian Kerja Bersama, Medan, 2008, hlm 22. 123 Upah Karyawan Golongan IA s/d 2 D PT. Perkebunan Nusantara II Tanjung Morawa Wilayah Sumatera Utara, 2007. 124 Upah Karyawan Golongan 3A s/d 4 D PT. Perkebunan Nusantara II Tanjung Morawa Wilayah Sumatera Utara, 2007. 125 Wawancara dengan Pak Yamafati Gea, SE, Assisten Urusan Hubungan Antar Kerja PT. Perkebunan Nusantara II Tanjung Morawa pada April 2008. Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara II ), 2008. USU Repository © 2009
Dan bagi pensiunan, upah natura ini bisa diganti dengan uang. Ketiga, kesejahteraan. Salah satu cara untuk meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya adalah melalui program jaminan sosial tenaga kerja yang pelaksanaannya dilakukan melalui sistem asuransi sosial yang dinamakan Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Menurut Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 dikatakan bahwa setiap pekerja berhak untuk memperoleh jaminan sosial tenaga kerja, dan dilaksanakan sesuai dengan peraturan Perundang-undangan yang berlaku serta dengan memperhatikan kebuthan pekerja dan ukuran kemampuan perusahaan. 126 Dalam hal peningkatan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya, PTP. Nusantara II Tanjung Morawa telah mengadakan program jaminan sosial. Adapun jaminan sosial yang diberikan PTP. Nusantara II Tanjung Morawa untuk menunjang kesejahteraan karyawan dan keluarganya adalah: 127 1. Jaminan kesehatan berupa: 1.1. Perawatan 1.2. Perawatan gigi 1.3. Pemberian kaca mata 2. Perumahan, diberikan sesuai golongan setiap karyawan yaitu mendapat jatah rumah dinas, namun jika jatah tersebut tidak diambil maka perusahaan akan
126
Pasal 99 angka 1, 2 dan Pasal 100 angka 2 Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39. 127 Pasal 45 Buku Pedoman PT. Perkebunan Nusantara II Tanjung Morawa, Perjanjian Kerja Bersama, Medan, 2008, hlm 35 dan hasil wawancara dengan Pak Yamafati Gea, SE, Assisten Urusan Hubungan Antar Kerja pada April 2008 Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara II ), 2008. USU Repository © 2009
menggantinya dengan membayar uang sewa rumah/bulan yang disesuaikan dengan golangan karyawan tersebut. 3. Perawatan sewaktu karyawan/keluarganya karyawan meninggal dunia. 4. Pemeliharaan bagi pekerja wanita. 5. Pendidikan. 6. Agama. 7. Bantuan olah raga dan hiburan 8. Bantuan pengangkutan Oleh
karena
jangkauan
program
Jamsostek
sangat
luas,
maka
penyelenggaraannya dilakukan secara bertahap. Dengan sendirinya bagi perusahaan yang belum menjadi peserta asuransi sosial tenaga kerja, jaminanjaminan tersebut menjadi tanggung jawab perusahaan itu sendiri. Keempat, Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Menurut Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dikatakan bahwa setiap pekerja berhak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan, perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai- nilai agama. 128 Dikatakan juga bahwa setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang sesuai dengan sistem manajemen perusahaan. 129
128
Pasal 86 angka 1 Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39. 129 Pasal 87 angka 1 Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39. Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara II ), 2008. USU Repository © 2009
PTP. Nusantara II Tanjung Morawa dalam hal ini telah menyelenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja terhadap pekerjanya, yang dalam hal ini telah disesuaikan dengan sistem manajemen perusahaan/peraturan perusahaan dan berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. 130 Yang bertanggung jawab atas keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja adalah pimpinan atau pengurus tempat kerja/perusahaan atau pengusaha. Setelah melihak hak-hak tenaga kerja maupun pengusaha yang dilindungi dalam perjanjian kesepakatan kerja tersebut, maka dibawah ini akan dijelaskan tentang jaminan sosial bagi tenaga kerja maupun pengusaha. Jaminan sosial tenaga kerja ialah jaminan yang menjadi hak tenaga kerja berbentuk tunjangan berupa uang pelayanan dan pengobatan yang merupakan pengganti penghasilan yang hilang atau berkurang sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, hari tua, meninggal dunia dan lainnya. 131 Penyelenggaraan program jaminan sosial tenaga kerja merupakan pelaksanaan sebagian dari tugas pokok pemerintah dalam bidang ketenagakerjaan sebagaimana yang diatur di dalam peraturan perundangundangan tentang ketenagakerjaan yang berlaku di Indonesia. Demikian pula halnya dengan perkebunan PTPN II Tanjung Morawa yang memberlakukan program Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK) yang sesuai dengan peraturan yang ada. Hal ini adalah untuk melindungi segala hal yang mungkin terjadi terhadap tenaga kerja yang ada di perkebunan tersebut. 130
Pasal 50 Buku Pedoman PT. Perkebunan Nusantara II Tanjung Morawa, Perjanjian Kerja Bersama, Medan, 2008, hlm 40. 131 Lalu Husni, Dasar- Dasar Hukum Perburuhan, Raja Grafindo, Jakarta, 1996, hlm 159. Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara II ), 2008. USU Repository © 2009
Misalnya tentang kecelakaan kerja, maka pihak perkebunan tempat dia bekerja yang akan menanggulanginya. Demikian pula mengenai hal-hal lain yang ada di dalam program jaminan sosial tenaga kerja (JAMSOSTEK). Maksud dari program ini adalah untuk perlindungan tenaga kerja beserta keluarganya sebagaimana yang dicanangkan oleh pemerintah untuk menjalin hubungan yang baik antara tenaga kerja dengan pihak perkebunan dalam mensejahterahkan tenaga kerja untuk menuju kemajuan dari perkebunan pada khususnya dan Negara pada umumnya. Program perlindungan jaminan sosial tenaga kerja hanya akan dapat berjalan dengan baik apabila pihak perkebunan dalam hal ini pihak pengusaha mematuhi ketentuan- ketentuan yang berlaku terutama dalam hal menyampaikan data perusahaan dan ketenagakerjaan secara benar sehingga semua tenaga kerja terdaftar sebagai peserta program jaminan sosial tenaga kerja (JAMSOSTEK). Pihak perkebunan dalam hal ini pengusaha hendaknya memberikan hak-hak tenaga kerja sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Setiap pengusaha dalam hal ini pihak perkebunan PTPN II wajib mengikutsertakan tenaga kerjanya dalam program jaminan sosial tenaga kerja kepada badan penyelenggara. 132 Dan untuk mengikutsertakan dalam program jaminan sosial tenaga kerja sebagaimana dimaksud diatas, pihak perkebunan PTPN
II
wajib
mengajukan
pendaftaran
kepesertaan
kepada
badan
132
Pasal 17 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara II ), 2008. USU Repository © 2009
penyelenggaraan dengan mengisi formulir kepesertaan. 133 Badan penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam hal ini adalah PT. JAMSOSTEK. 134 Program jaminan sosial tenaga kerja hanya dapat terlaksana dengan baik apabila pemerintah dalam hal ini Depnaker melakukan pembinaan dan pengawasan
terhadap
ditaatinya
ketentuan-ketentuan
perundang-undangan
tersebut. Adapun bentuk pengawasan yang dilakukan hendaklah dengan melakukan peninjauan langsung ke perkebunan-perkebunan langsung untuk melihat keadaan tenaga kerja dan menanyai langsung kepada tenaga kerja tentang pelaksanaan JAMSOSTEK di perkebunan- perkebunan tersebut. Sehingga dengan demikian tenaga kerja merasa terlindungi dan dengan demikian tercapailah sekaligus tujuan nasional yaitu menciptakan masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera. Jaminan sosial tenaga kerja yang diberikan oleh Perkebunan Nusantara II Tanjung Morawa meliputi: 135 1. Jaminan Kecelakaan Kerja 2. Jaminan Kematian 3. Jaminan Hari Tua 4. Jaminan Kesehatan (diberikan bagi pekerja baru) Sesuai dengan ketentuan Undang-undang No. 3 Tahun 1992 tentang JAMSOSTEK beserta peraturan pelaksananya, maka pekerja yang diikutsertakan
133
Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja 134 Pasal 25 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja. 135 Pasal 52 Buku Pedoman PT. Perkebunan Nusantara II Tanjung Morawa, Perjanjian Kerja Bersama, Medan, hlm 41. Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara II ), 2008. USU Repository © 2009
dalam program ini adalah pekerja yang berusia kurang dari 55 (lima puluh lima) tahun. 136 Membicarakan tentang jaminan sosial tenaga kerja, maka di dalamnya kita akan membahas tentang tata cara pendaftaran jaminan sosial tenaga kerja, hak dan kewajiban dari peserta jaminan sosial tenaga kerja dan lain sebagainya. a. Tata cara pendaftaran Jaminan Sosial Tenaga Kerja 137 Tata cara pendaftaran kepesertaan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja adalah sebagai berikut: 1. Pengusaha wajib mendaftarkan perusahaan dan tenaga kerjanya sebagai peserta jaminan sosial tenaga kerja pada badan penyelenggara dengan mengisi formulir yang disediakan oleh badan penyelenggara. 2. Pengusaha harus menyampaikan formulir jaminan sosial tenaga kerja kepada
badan
penyelenggara
selambat-lambatnya
30
hari
sejak
diterimanya formulir dari badan penyelenggara. 3. Dalam waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sejak formulir pendaftaran dan
pembayaran
iuran
pertama
diterima,
badan
penyelenggara
menerbitkan dan menyampaikan kepada pengusaha: a. Sertifikat kepesertaan untuk masing-masing perusahaan sebagai tanda kepesertaan perusahaan.
136
Ibid., hlm 41. Pasal 4 angka 3 Undang-Undang Jaminan Sosial Tenaga Kerja 137
Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1992 tentang
Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara II ), 2008. USU Repository © 2009
b. Kartu peserta untuk masing-masing tenaga kerja sebagai tanda kepesertaan dalam program jaminan sosial tenaga kerja. c. Kartu pemeliharaan kesehatan untuk masing-masing tenaga kerja bagi yang mengikuti program jaminan pemeliharaan kesehatan. 4. Pengusaha menyampaikan kepada masing-masing tenaga kerja kartu peserta program jaminan sosial tenaga kerja dalam waktu paling lambat 7(tujuh) hari sejak diterimanya dari badan penyelenggara. 5. Kartu peserta huruf b dan c di atas berlaku sampai dengan berakhirnya masa kepesertaan tenaga kerja yang bersangkutan dalam program jaminan sosial tenaga kerja. 6. Tenaga kerja yang pindah tempat kerja dan masih menjadi peserta program
jaminan
sosial
tenaga
kerja
harus
memberitahukan
kepesertaannya kepada pengusaha tempat bekerja yang baru dengan menunjukkan kartu peserta.
b. Hak-hak dan kewajiban-kewajiban dari peserta jaminan sosial tenaga kerja Dalam menjadi peserta JAMSOSTEK, ada pula hak-hak serta kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi baik oleh pihak perkebunan dalam hal ini pengusaha dan juga bagi tenaga kerja itu sendiri. 138
138
Pasal 3 angka 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara II ), 2008. USU Repository © 2009
Adapun yang menjadi hak-hak dan kewajiban-kewajiban bagi pihak perkebunan/pengusaha
yang menjadi peserta jaminan sosial tenaga kerja
adalah sebagai berikut: 1. Hak-hak pihak Perkebunan/ Perusahaan a. Menerima sertifikat/tanda bukti telah menjadi peserta JAMSOTEK. b. Menerima bukti penerimaan iuran sebagai bukti pembayaran iuran. c. Menerima pelayanan yang terbaik dari PT. JAMSOSTEK (persero). d. Menerima kembali biaya yang telah dikeluarkan terlebih dahulu dalam kasus kecelakaan kerja. 2. Kewajiban-kewajiban pihak Perkebunan/Perusahaan a. Mendaftarkan seluruh tenaga kerjanya dalam program JAMSOSTEK. b. melakukan pembayaran iuran tepat waktu. c. Menyampaikan kartu peserta JAMSOSTEK kepada tenaga kerja yang telah diterbitkan oleh PT. JAMSOSTEK. Sedangkan yang menjadi hak-hak dan kewajiban-kewajiban tenaga kerja yang sudah menjadi peserta JAMSOSTEK adalah sebagai berikut:
3. Hak-hak Tenaga Kerja a. Menerima kartu peserta JAMSOSTEK. b. Menerima jaminan dan santunan, sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 4. Kewajiban-kewajiban Tenaga Kerja Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara II ), 2008. USU Repository © 2009
a. Memberikan data yang jelas saat didaftarkan menjadi peserta JAMSOSTEK. b. Bagi tenaga kerja yang sudah menjadi peserta JAMSOSTEK, bila pindah pekerjaan harus melaporkan nomor pesertanya kepada perusahaan yang baru.
C. Penyelesaian Sengketa Ketenagakerjaan di Perkebunan PTPN II Sebelum
kita
membahas
tentang
cara
penyelesaian
sengketa
ketenagakerjaan yang ada di Perkebunan Nusantara II Tanjung Morawa ada sebaiknya kita melihat apa-apa saja yang menjadi perselisihan/sengketa yang ada di Perkebunan Nusanatara II Tanjung Morawa tersebut. Perselisihan/sengketa yang sering kali terjadi di Perkebunan Nusantara II Tanjung Morawa adalah sebagai berikut: 139 1. Mangkir 5 (lima) hari berturut- turut. 2. Mangkir tidak berturut- turut. 3. Pemberhentian untuk sementara waktu (skorsing). 4. Perusahaan dapat memutuskan Hubungan Kerja terhadap pekerja dengan alasan karyawan melakukan kesalahan berat. 5. Biaya kompensasi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). 6. Ketentuan lain. Mengenai cara penyelesaian terhadap 5 (lima) hal diatas, dapat dilihat sebagai berikut: 139
Dokumen PT. Perkebunan Nusantara II Tanjung Morawa, Tata Cara Dan Prosedur Di Dalam Melakukan Penindakan Karyawan, Medan, 2008, hlm 1. Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara II ), 2008. USU Repository © 2009
Ad. 1. Mangkir 5 (lima) Hari Berturut-turut. Mangkir 5 (lima) hari berturut- turut dapat diartikan sebagai karyawan yang mangkir 5 (lima) hari kerja atau lebih berturut-turut tanpa keterangan secara tertulis yang dilengkapi dengan bukti yang sah dan telah dipanggil oleh perusahaan 2 (dua) kali secara patut dan tertulis dapat diputus hubungan kerjanya karena dikualifikasikan mengundurkan diri. Dalam jangka waktu 5 (lima) hari tersebut, perusahaan boleh mengambil tindakan sebagai berikut: 140 a. Mangkir hari pertama tidak masuk kerja, dikenakan/diberikan teguran tertulis sekaligus merupakan Panggilan I. b. Mangkir hari kedua tidak masuk kerja, dikenakan Surat Peringatan I. c. Mangkir hari ketiga tidak masuk kerja, dikenakan Surat Peringatan II. d. Mangkir hari keempat tidak masuk kerja, dikenakan Surat Peringatan III sekaligus Panggilan II. e. Mangkir hari kelima tidak masuk kerja, karyawan dikualifikasikan mengundurkan diri. Jika karyawan tersebut telah menerima Surat Teguran dan Surat Peringatan I, II, III, kemudian pada hari berikutnya karyawan tersebut hadir (masuk kerja kembali), maka kepadanya diberlakukan penindakan karyawan dengan kategori Mangkir Tidak Berturut- turut.
140
Ibid., hlm 1.
Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara II ), 2008. USU Repository © 2009
Ad.2. Mangkir Tidak Berturut- turut Mangkir tidak berturut-turut maksudnya adalah pemberian surat teguran dan peringatan bagi pekerja yang tidak masuk kerja (mangkir) tidak berturut-turut karena telah melanggar disiplin/ketentuan perusahaan. Cara untuk menyelesaiakan sengketa atau perselisihan tersebut diatas adalah sebagai berikut: 141 1. Mangkir 1 (satu) hari dikenakan teguran tertulis dan berlaku untuk masa 6 (enam) bulan berlakunya Surat Teguran tertulis, dikenakan Surat Peringatan I yang berlaku untuk masa 6 (enam) bulan. 2. Mangkir kedua dalam masa 6 (enam) bulan. 3. Mangkir ketiga dalam masa 6 (enam) bulan berlakunya Surat Peringatan I dikenakan Surat Peringatan II yang berlaku untuk masa 6 (enam) bulan. 4. Mangkir keempat dalam masa 6 (enam) bulan berlakunya Surat Peringatan II dikenakan Surat Peringatan III yang berlaku untuk masa 6 (enam) bulan. 5. Mangkir berikutnya dalam masa 6 (enam) bulan berlakunya Surat Peringatan III, maka perusahaan dapat melakukan Pemutusan Hubungan Kerja. Dalam hal jangka waktu 6 (enam) bulan sejak diterbitkannya Surat Peringatan I sudah terlampaui, maka apabila pekerja yang bersangkutan melakukan kembali pelanggaran disiplin kerja, maka surat peringatan yang
141
Ibid., hlm 2.
Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara II ), 2008. USU Repository © 2009
diterbitkan oleh perusahaan adalah kembali sebagai Surat Peringatan I, demikian pula berlaku bagi Surat Peringatan II dan III. Mekanisme pemberian Surat Teguran, Surat Peringatan dan Surat PHK adalah sebagai berikut: 142 a. Golongan I A- II D Distrik/unit/kebun/dinas,
diternitkan
oleh
masing-masing
distrik/unit/
kebun/dinas. b. Golongan I A- II D Kantor Direksi, Surat Teguran dan Surat Peringatan diterbitkan oleh Bagian Sekretariat sedangkan Surat PHK diterbitkan oleh Direksi. c. Golongan III A- IV D Diterbitkan oleh Direksi dan atau setelah ada surat dari Kepala Biro/ Kepala Bagian/ Manajer Distrik/ administrator/ Kepala Unit/ Kepala Dinas. Ad.3. Pemberhentian untuk sementara waktu (skorsing) Cara penyelesaiannya sebagai berikut: 143 1. Karyawan dapat dikenakan skorsing apabila a. Atas penilaian Pimpinan Perusahaan atau pejabat berwenang diduga terlibat suatu pelanggaran pidana, namun secara Yuridis Formal masih dalam penyelidikan/penyidikan. b. Karyawan ditahan Alat Negara atas Pengaduan Perusahaan. c. Karyawan ditahan Alat Negara bukan atas pengaduan perusahaan.
142
Dokumen PT. Perkebunan Nusantara II Tanjung Morawa, Tata Cara Dan Prosedur Di Dalam Melakukan Penindakan Karyawan, Medan, 2008, hlm 3. 143 Ibid., hlm 3. Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara II ), 2008. USU Repository © 2009
d. Melanggar disiplin kerja yang diatur dalam Peraturan Perusahaan, Perjanjian Kerja Bersama dan Undang-Undang Ketenagakerjaan. 2. Selama pemberhentian untuk sementara waktu (skorsing) karyawan yang bersangkutan menerima hak- haknya dengan ketentuan: a. Apabila penahanan tersebut atas pengaduan Perusahaan kepada karyawan tetap diberikan upah (upah pokok + tunjangan tetap) beserta hak-hak lainnya. b. Apabila pekerja ditahan pihak yang berwajib karena diduga melakukan tindak pidana bukan atas pengaduan perusahaan, maka perusahaan tidak wajib membayar upah tetapi wajib memberikan bantuan kepada keluarga pekerja yang menjadi tanggungannya dengan ketentuan sebagai berikut: 144 1. Untuk 1 (satu) orang tanggungan 25 % dari upah 2. Untuk 2 (dua) orang tanggungan 35 % dari upah 3. Untuk 3 (tiga) orang tanggungan 45 % dari upah 4. Untuk 4 (empat) orang tanggungan 50% dari upah Sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 160 ayat 1.
144
Pasal 160 angka 1 Undang- Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39. Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara II ), 2008. USU Repository © 2009
c. Bantuan sebagaimana dimaksud pada butir b, diberikan untuk paling lama 6 (enam) bulan takwim sejak hari pertama pekerja ditahan oleh pihak yang berwajib. 145 d. Pimpinan perusahaan dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap karyawan yang setelah 6 (enam) bulan tidak dapat melakukan pekerjaan sebagaimana mestinya karena dalam proses perkara pidana. 146 e. Apabila karyawan yang bersangkutan oleh pejabat berwenang atau pimpinan perusahaan dinyatakan tidak dalam pelanggaran dimaksud maka perusahaan wajib mempekerjakan kembali pekerja yang namun setara dengan jabatan semula sepanjang formasi tersedia. f. Dalam hal putusan pengadilan menyatakan yang bersangkutan bersalah dan dijatuhkan hukuman, maka yang bersangkutan diberhentikan tidak hormat. g. Dalam
masa
pembebasan
tugas
sementara/
skorsing
tidak
diperhitungkan sebagaimana kerja untuk memperoleh :
1. Hak cuti Tahunan beserta tunjangannya 2. Hak cuti Panjang beserta tunjangannya 3. Hak Bonus atau insentif lainnya
145
Pasal 160 angka 2 Undang- Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39. 146 Pasal 160 angka 3 Undang- Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39. Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara II ), 2008. USU Repository © 2009
Ad. 4. Pengusaha dapat memutuskan Hubungan Kerja terhadap Pekerja dengan alasan karyawan melakukan kesalahan berat. Kesalahan berat tersebut meliputi : 147 1. Kesalahan berat sebagaimana yang diatur di dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 158 (point a s/d j) harus didukung dengan bukti sebagai berikut: Karyawan tertangkap tangan, Ada pengakuan dari karyawan yang bersangkutan atau, Bukti lain berupa laporan kejadian yang dibuat oleh pihak yang berwenang di perusahaan yang bersangkutan dan didukung oleh sekurang- kurangnya 2 (dua) orang saksi. 2. Kepada karyawan yang diputus hubungan kerjanya berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam point 1 memperoleh uang penggantian hak.
Ad. 5. Biaya Kompensasi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) 1. Mangkir 5 (lima) Hari Berturut- turut 148 Kepada karyawan diberikan Uang Penggantian Hak dengan rincian sebagai berikut: a. Uang cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur. b. Biaya atau ongkos pulang untuk karyawan dan keluarganya ke tempat dimana karyawan diterima bekerja.
147
Dokumen PT. Perkebunan Nusantara II Tanjung Morawa, Tata Cara Dan Prosedur Di Dalam Melakukan Penindakan Karyawan, Medan, 2008, hlm 4. 148 Ibid., hlm 4-6. Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara II ), 2008. USU Repository © 2009
c. Penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15 % (lima belas per seratus) dari Uang Pesangon dan/ atau Uang Penghargaan Masa Kerja bagi yang memenuhi syarat. d. Uang Pisah sebesar 3 (tiga) Bulan Upah (Upah Pokok + Tunjangan Tetap). e. Uang proses sebesar 1 (satu) Bulan Upah (Upah Pokok + Tunjangan Tetap). 2. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) Akibat Mangkir Tidak Berturut-turut. Kepada karyawan diberikan Uang Kompensasi sesuai dengan ketentuan sebagaimana yang diatur dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 161 ayat 3 dengan ketentuan 1 (satu) kali Uang Pesangon, 1 (satu) kali Uang Penghargaan Masa Kerja dan Uang Penggantian Hak (sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 156 ayat 2, 3 dan 4) dengan perhitungan pembayaran sebagai berikut: a. Uang Pesangon paling sedikit sebesar: 1. Masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun, 1 (satu) bulan upah. 2. Masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 (dua) tahun, 2 (dua) bulan upah. 3. Masa kerja 2 (dua) tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 (tiga) tahun, 3 (tiga) bulan upah. 4. Masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 (empat) tahun, 4 (empat) bulan upah. Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara II ), 2008. USU Repository © 2009
5. Masa kerja 4 (empat) tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 (lima) tahun, 5 (lima) bulan upah. 6. Masa kerja 5 (lima) tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 6 (enam) bulan upah. 7. Masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 (tujuh) tahun, 7 (tujuh) bulan upah. 8. Masa kerja 7 (tujuh) tahun atau lebih tetapi kurang dari 8 (delapan) tahun, 8 (delapan) bulan upah. 9. Masa kerja 8 (delapan) tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 (sembilan) tahun, 9 (sembilan) bulan upah. b. Uang Penghargaan Masa kerja dengan perhitungan sebagai berikut: 1. Masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 2 (dua) bulan upah. 2. Masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 (sembilan) tahun, 3 (tiga) bulan upah. 3. Masa kerja 9 (sembilan) tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 (dua belas) tahun, 4 (empat) bulan upah. 4. Masa kerja 12 (dua belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 15 (lima belas) tahun, 5 (lima) bulan upah. 5. Masa kerja 15 (lima belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 18 (delapan belas) tahun, 6 (enam) bulan upah. 6. Masa kerja 18 (delapan belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 21 (dua puluh satu) tahun, 7 (tujuh) bulan upah. Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara II ), 2008. USU Repository © 2009
7. Masa kerja 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 24 (dua puluh empat) tahun, 8 (delapan) bulan upah.] 8. Masa kerja 24 (dua puluh empat) tahun atau lebih, 10 (sepuluh) bulan upah. c. Uang Penggantian Hak yang seharusnya diterima sebagai berikut: 1. Cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur. 2. Biaya atau ongkos pulang untuk karyawan dan keluarganya ke tempat dimana karyawan diterima bekerja. 3. Penggantian
perumahan
serta
pengobatan
dan
perawatan
ditetapkan 15% (lima belas perseratus) dari uang pesangon dan atau Uang Penghargaan Masa Kerja bagi yang memenuhi syarat. 4. Hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan dan Perjanjian Kerja Bersama.
3. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) Akibat Kesalahan Berat. Kepada karyawan diberikan Uang Penggantian Hak sama dengan karyawan yang diberhentikan dengan alasan mangkir 5 (lima) hari berturut-turut.
Ad. 6. Ketentuan- Ketentuan Lain
Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara II ), 2008. USU Repository © 2009
Maksudnya disini adalah selain ketentuan-ketentuan yang utama diatas, ada lagi ketentuan-ketentuan lain yang diatur Perusahaan yaitu: 149 a. Atas Pertimbangan Perusahaan, dalam hal karyawan ditahan Alat Negara karena membela perusahaan dilanjutkan dengan hukuman penjara kepada karyawan tersebut diberikan pembelaan Bantuan Hukum selama proses pemeriksaan dan masa penahanan tetap sebagai karyawan dan hak- haknya tidak dikurangi, serta kepadanya tidak dilakukan Pemutusan Hubungan Kerja. b. Khusus kecelakaan lalu lintas yang dialami karyawan saat mengendarai kendaraan yang mengakibatkan orang lain luka parah atau meninggal dunia dan dilanjutkan Putusan Pengadilan dengan vonis penjara (kurungan) kepada yang bersangkutan selama menjalani hukuman dapat diberlakukan
cuti
di
luar
tanggungan
perusahaan
dengan
atas
pertimbangan perusahaan. c. Kepada karyawan yang bertugas sebagai supir kendaraan dinas perusahaan dalam hal terjadi kecelakaan lalu lintas bukan atas unsure kesengajaan, maka resiko akibat kecelakaan tersebut menjadi tanggungan perusahaan sepenuhnya kecuali kecelakaan tersebut di luar dinas. d. Pelanggaran Disiplin Kerja Tindakan/perbuatan karyawan yang melanggar disiplin kerja dapat diberikan/dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB) PTP. Nusantara II Tanjung Morawa yang meliputi antara lain : 149
Dokumen PT. Perkebunan Nusantara II Tanjung Morawa, Tata Cara Dan Prosedur Di Dalam Melakukan Penindakan Karyawan, Medan, 2008, hlm 6. Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara II ), 2008. USU Repository © 2009
1. Tidak mentaati ketentuan jam dan hari kerja yang berlaku di perusahaan. 2. Tidak melaksanakan pekerjaan dengan sungguh- sungguh dan penuh tanggung jawab dengan memperhatikan segala pedoman dan instruksi yang dikeluarkan oleh atasan. 3. Bersikap tidak sopan santun terhadap siapa pun baik di dalam maupun di luar perusahaan. 4. Melalaikan pelaksanaan tugas pekerjaan yang seharusnya dilakukan sehingga mengakibatkan timbulnya kerugian bagi perusahaan atau lingkungan kerjanya. Jenis-jenis dan tahapan-tahapan sanksi yang diberikan/dikenakan, sebagai berikut: 150 1. Teguran lisan 2. Teguran tertulis 3. Peringatan tertulis 4. Penundaan kenaikan berkala 5. Penundaan kenaikan pangkat/golongan 6. Penurunan pangkat/golongan 7. Pembebasan dari jabatan
150
Ibid., hlm 7.
Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara II ), 2008. USU Repository © 2009
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan 1. Perjanjian Kerja Bersama dilihat dari segi Hubungan Kerja merupakan suatu karakteristik yang essensial yang diakui oleh pengusaha, pekerja dan oleh pemerintah. Hubungan antara pengusaha dengan para tenaga kerja/pekerja merupakan hubungan yang berdimensi banyak. Hubungan yang terjadi menyangkut dari segala aspek kehidupan. Yaitu aspek ekonomis, aspek sosial, aspek budaya, aspek politik dan juga menyangkut aspek keamanan. Pengaturan ini dapat dilakukan melalui Perjanjian Kerja Bersama (PKB). Yang semula disebut dengan Kesepakatan Kerja Bersama (KKB). Perjanjian Kerja Bersama ini diadakan oleh dan antara Direksi PT Perkebunan Nusantara II dengan Serikat Pekerja yang di dalamnya memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban Perusahaan dan karyawan/ Pekerja, upah jam kerja, jaminan sosial, dan lain sebagainya. Dengan demikian Perjanjian Kerja Bersama (PKB) ini merupakan suatu peraturan induk atau peraturan dasar bagi perjanjian kerja, baik terhadap perjanjian kerja yang sudah diselenggarakan maupun yang akan diselenggarakan. 2. Perlindungan yang diberikan adalah dalam bentuk waktu kerja, pengupahan, kesejahteraan, keselamatan dan kesehatan kerja. Dimana bentuk perlindungan tersebut sesuai dengan perjanjian yang telah Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara II ), 2008. USU Repository © 2009
disepakati yaitu dalam bentuk Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yang dibuat oleh pengusaha dengan serikat pekerja di perkebunan tersebut. Perlindungan tersebut juga sesuai dengan perundang-undangan yang ada yaitu Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Jaminan sosial tenaga kerja ialah jaminan yang menjadi hak tenaga kerja berbentuk tunjangan berupa uang pelayanan dan pengobatan yang merupakan pengganti penghasilan yang hilang atau berkurang sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, hari tua, meninggal dunia dan lainnya Jaminan sosial tenaga kerja yang diberikan oleh Perkebunan Nusantara II Tanjung Morawa meliputi: 1. Jaminan Kecelakaan Kerja 2. Jaminan Kematian 3. Jaminan Hari Tua 4. Jaminan Kesehatan (diberikan bagi pekerja baru) 3. Perselisihan/sengketa yang sering kali terjadi di Perkebunan Nusantara II Tanjung Morawa adalah sebagai berikut: a. Mangkir 5 (lima) hari berturut-turut. b. Mangkir tidak berturut-turut. c. Pemberhentian untuk sementara waktu (skorsing). d. Perusahaan dapat memutuskan Hubungan Kerja terhadap pekerja dengan alasan karyawan melakukan kesalahan berat. e. Biaya kompensasi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara II ), 2008. USU Repository © 2009
B. Saran 1. Perlu adanya jiwa besar dan kebijaksanaan yang sungguh-sungguh dari pihak perkebunan (pengusaha) untuk menjalin pengertian bersama para pekerjanya sebaik mungkin dan menyelesaikan pekerjaannya tepat pada waktu yang telah ditentukan sesuai dengan Perjanjian Kerja Bersama yang telah disepakati masing-masing pihak. Dengan tujuan perusahaan tidak dirugikan dan tenaga kerja (karyawan) melaksanakan pekerjaannya untuk meningkatkan produksi dan produktifitas demi kepentingan bersama yaitu: kepentingan tenaga kerja (karyawan) dan kepentingan pengusaha (perkebunan) dalam mencapai tujuan perusahaan. 2. PT. Perkebunan Nusantara II Tanjung Morawa hendaknya berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk mencegah timbulnya masalah atau perselisihan perburuhan di masa mendatang. Perjanjian
Kerja
Bersama
haruslah
berpedoman
pada
ketentuan
perundang-undangan yang berlaku. Dan dapat melindungi hak-hak dan kewajiban-kewajiban dari kedua belah pihak yaitu pekerja dan pengusaha. Perusahaan perkebunan diharapkan dapat
memberikan penjelasan
mengenai isi dari Perjanjian Kerja Bersama. Dalam menjalankan tugasnya, untuk lebih mengefisienkan tugas Departemen Tenaga Kerja dalam melakukan pengawasan terhadap perkebunan- perkebunan (pengusahapengusaha) serta untuk mengefektifkan tugas penyelenggaraan dalam hal ini PT. JAMSOSTEK dapat memberikan lebih banyak lagi tugas dengan Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara II ), 2008. USU Repository © 2009
memberikan wewenang kepada PT. JAMSOSTEK untuk menegur perkebunan-perkebunan
(pengusaha-pengusaha)
yang
lalai
ataupun
sengaja tidak mendaftarkan tenaga kerjanya kepada program jaminan sosial yang ada yang sesuai dengan peraturan yang berlaku. Jadi kesannya tidak bersifat pasif atau menunggu saja. 3. Hendaknya pihak perkebunan atau pengusaha meneliti dan menelaah lebih jauh terhadap persoalan- persoalan atau perselisihan yang terjadi, terutama mengenai dimutasikannya seorang pekerja karena suatu kesalahan yang tidak disengaja. Selain itu diharapkan juga peran aktif dari Departemen Tenaga Kerja dalam mengadakan pengawasan dengan melakukan peninjauan ke setiap perkebunan/perusahaan guna mengetahui keadaan tenaga kerja dan melihat serta memeriksa Perjanjian Kerja Bersama yang dibuat apakah telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Jika ada hal-hal yang bertentangan dengan peraturan perundangundangan, Departemen Tenaga Kerja harus bersikap tegas dengan cara menjatuhkan
sanksi
hukum
kepada
perkebunan/perusahaan
yang
melakukan pelanggaran-pelanggaran.
Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara II ), 2008. USU Repository © 2009
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Hakim, 2003, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung. Abdul Kadir Muhammad, 1982, Hukum Perikatan, Alumni Bandung, Bandung. Darwan Prints, 1994, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung. Djumialdji, 1977, Perjanjian Kerja, Bumi Aksara, Jakarta. Iman Soepomo, 1968, Hukum Perburuhan-Bagian Pertama Hubungan Kerja, PPAKRI Bhayangkara, Jakarta. Iman Soepomo, 1974, Pengantar Hukum Perburuhan, Djambatan, Jakarta Kartasapoetra, G dan Rience Indraningsih, 1982, Pokok-Pokok Hukum Perburuhan, Armico Bandung, Bandung. Lalu Husni, 2000, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta. Lalu Husni, 1996, Dasar-Dasar Hukum Perburuhan, Raja Grafindo, Jakarta. Mariam Darus badrulzaman, 2001, Kompilasi Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Bandung. Mubyarto dkk, 1992, Tanah Dan Tenaga Kerja Perkebunan, Aditya Media, Yogyakarta. Nainggolan, P, 1989, Hukum Perburuhan, Fakultas Hukum USU, Medan. R. Subekti, 2001, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pradnya Paramita, Jakarta. Subekti, R dan R. Tjitrosudibio, 2000, Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, Pradnya Paramita, Jakarta. Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara II ), 2008. USU Repository © 2009
Saiful Anwar, 1993, Sendi-Sendi Hubungan Pekerja Dengan Pengusaha, Fakultas Hukum UISU, Medan. Sartono Kartodirdjo dan Djoko Suryo, 1991, Sejarah Perkebunan Di Indonesia, Aditya Media, Yogyakarta. Sendjum W Manullang, 1990, Pokok- Pokok Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Rineka Cipta, Cetakan Pertama, Jakarta. Subekti, 1977, Aneka Perjanjian, Alumni Bandung, Cetakan Kedua, Bandung. Subekti, 1979, Hukum Perjanjian, Intermasa, Cetakan Keempat, Jakarta. Sunggono, Bambang, 2002, Metodologi Penelitian Hukum, Rajawali Press, Jakarta.
Peraturan Perundang-undangan Undang-Undang
Nomor
25
Tahun
2004
tentang
Sistem
Perencanaan
Pembangunan Nasional. Undang-Undang
Republik
Indonesia
Nomor
13
Tahun
2003
tentang
Ketenagakerjaan, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/ Serikat Buruh. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia No. PER -03/ MEN/ 1994 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja Bagi Tenaga Kerja Harian Lepas, Tenaga Kerja Borongan dan Tenaga Kerja Kontrak.
Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara II ), 2008. USU Repository © 2009
Peraturan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2005 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak. PT. Perkebunan Nusantara II, 2008, Perjanjian Kerja Bersama, Tanjung Morawa, Medan. Surat Keputusan Menteri Negara BUMN RI No. KEP- 212/ M-MBU/2003 tanggal 05 Juni 2003 dan Surat Keputusan Menteri Negara BUMN RI No. KEP-16/ MBU/2006 tanggal 14 Pebruari 2006 tentang Susunan Dewan Komisaris. Surat Keputusan Menteri Negara BUMN RI No. KEP-31/ MBU/ 2007 sampai dengan KEP- 42/ MBU/ 2007 dan KEP- 128/ MBU/ 2006, Susunan Direksi PTPN- II. Internet, http://www.google.com http://www.unisosdem.org
Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara II ), 2008. USU Repository © 2009