ANALISIS TERHADAP UNSUR-UNSUR DARI SUATU PERCOBAAN MELAKUKAN KEJAHATAN/ POGING ( STUDI KASUS PUTUSAN PN TANJUNG BALAI KARIMUN No. 135/PID.B/2008/PN.TBK)
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan dan Melengkapi Tugas-Tugas Dalam Rangka Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Oleh : BOB SADIWIJAYA NIM. 050200269 DEPARTEMEN HUKUM PIDANA
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009 Bob Sadiwijaya : Analisis Terhadap Unsur-Unsur Dari Suatu Percobaan Melakukan Kejahatan/ Poging (Studi Kasus Putusan PN Tanjung Balai Karimun No. 135/PID.B/2008/PN.Tbk), 2009. USU Repository © 2009
ANALISIS TERHADAP UNSUR-UNSUR DARI SUATU PERCOBAAN MELAKUKAN KEJAHATAN/ POGING ( STUDI KASUS PUTUSAN PN TANJUNG BALAI KARIMUN No. 135/PID.B/2008/PN.TBK)
Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan dan Melengkapi Tugas-Tugas Dalam Rangka Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Oleh : BOB SADIWIJAYA NIM. 050200269 DEPARTEMEN HUKUM PIDANA
Disetujui oleh : Ketua Departemen Hukum Pidana
(Abul Khair, SH, M.Hum) NIP. 131 842 854 Dosen Pembimbing I
Prof. Dr. Syafruddin Kalo, S.H., M.Hum. NIP. 130 809 557
Dosen Pembimbing II
Nurmalawaty, S.H., M.Hum NIP. 131 803 347
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009 Bob Sadiwijaya : Analisis Terhadap Unsur-Unsur Dari Suatu Percobaan Melakukan Kejahatan/ Poging (Studi Kasus Putusan PN Tanjung Balai Karimun No. 135/PID.B/2008/PN.Tbk), 2009. USU Repository © 2009
KATA PENGANTAR
Penulis mengucapkan segala puji dan syukur ke hadirat Tuhan yang Maha Kuasa atas berkat yang telah diberikan serta hikmat dan kebijaksanaan serta
kekuatan
lahir
bathin
kepada
penulis
dapat
mengikuti dan
menyelesaikan perkuliahan serta menyusun skripsi ini. Penulisan skripsi ini merupakan kewajiban bagi mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk mencapai gelar Sarjana Hukum. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih dan hormat kepada: 1. Bapak Prof. Dr. Runtung, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 2. Bapak Prof. Dr. Suhaidi, S.H., M.Hum., selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 3. Bapak Syafruddin, S.H., M.Hum., DFM., selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 4. Bapak M. Husni, S.H., M.Hum., selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 5. Bapak Abul Khair, S.H., M. Hum., selaku Ketua Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Bob Sadiwijaya : Analisis Terhadap Unsur-Unsur Dari Suatu Percobaan Melakukan Kejahatan/ Poging (Studi Kasus Putusan PN Tanjung Balai Karimun No. 135/PID.B/2008/PN.Tbk), 2009. USU Repository © 2009
6. Bapak Prof. Dr. Syafruddin Kalo, S.H., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing I, yang telah banyak memberikan bimbingan serta masukan bagi penulis dalam proses menyelesaikan skripsi ini. 7. Ibu Nurmalawaty, S.H., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing II, yangt telah banyak memberikan bimbingan serta masukan bagi penulis dalam proses menyelesaikan skripsi ini. 8. Seluruh Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang
banyak
memberikan
bantuan
kepada
penulis
dalam
menyelesaikan studi di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 9. Orang tua saya yang tercinta, Ayahanda Fahuwusa Laia, S.H., M.H., dan Ibunda Nur Asna Larosa yang telah mendorong penulis untuk menyelesaikan
perkuliahan
dan
membimbing
penulis
untuk
melakukan penyusunan skripsi ini hingga selesai. 10. Saudara-saudara saya yang terkasih: Abangnda Filpan Fajar Dermawan Laia,S.H.; Kakaknda Megaria Keristiana Laia, S.S.T.P., M.Si.; Abangnda B.A.S. Faomasi Jaya Laia, S.H., dan Abangnda Agung Cory Fondara Dodo Laia, yang telah memberi semangat dan dukungan serta doanya dalam menyelsaikan perkuliahan ini. 11. Sepupuku Kak Kening, Bang Ucok, Bang Darta, Kak Yuli, Bang arif (A. Singgih), Bang Edwin, dan seluruh sepupuku yang tak dapat disebut satu per satu, terima kasih atas doa dan bantuannya. 12. Teman-temanku yang tergabung dalam Gank Rose (Renhard, Firdaus, Martina, Indah Tompul, Indah Siahaan, Adelina, Puteq), terima kasih
Bob Sadiwijaya : Analisis Terhadap Unsur-Unsur Dari Suatu Percobaan Melakukan Kejahatan/ Poging (Studi Kasus Putusan PN Tanjung Balai Karimun No. 135/PID.B/2008/PN.Tbk), 2009. USU Repository © 2009
atas doa dan bantuannya serta persahabatan yang telah kita jalani dari awal perkuliahan tahun 2005. 13. Teman-Temanku yang tergabung dalam IMH (Ikatan Mahasiswa/ mahasiswi Hukum): Jona, Diki, Yanri, Ai, Wesi, Radith, Duma, Bulek, Rika, Juita, Eta, Dini, Pepep, Tika, dan juga SEGI. Terima kasi buat dukungannya dan doanya sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih atas persahabatan kita yang kita jalani walaupun itu rasanya sangat sebentar dan aku berharap kita semuannya tidak lupa dengan MOTO dari IMH. 14. Rekan-rekan GMNI Komisariat Fakultas Hukum, tetaplah berjuang untuk mewujudkan visi dan misi dari GMNI. Terima kasih atas dukungannya dalam perkuliahan saya. 15. Seluruh pihak-pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih banyak atas dukungan kalian semua. Penulis menyadari sebagai seorang pemula dalam penulisan suatu karya ilmiah masih mempunyai banyak kekurangan dan ketidaksempurnaan baik dalam isi, penyusunan kalimat, maka penulis mengharapkan kritik dan saran agar penulis dapat membuat karya ilmiah yang lebih sempurna kemudian. Akhir kata penulis mengucapkan banyak terima kasih, semoga Tuhan Yang Maha Kuasa kiranya memberi perlindungan, petunjuk, dan anugerah-
Bob Sadiwijaya : Analisis Terhadap Unsur-Unsur Dari Suatu Percobaan Melakukan Kejahatan/ Poging (Studi Kasus Putusan PN Tanjung Balai Karimun No. 135/PID.B/2008/PN.Tbk), 2009. USU Repository © 2009
Nya bagi kita sekalian dalam kehidupan kita sehari-hari di dalam mengemban tugas yang akan datang.
Medan, Februari 2009 Penulis
BOB SADIWIJAYA
Bob Sadiwijaya : Analisis Terhadap Unsur-Unsur Dari Suatu Percobaan Melakukan Kejahatan/ Poging (Studi Kasus Putusan PN Tanjung Balai Karimun No. 135/PID.B/2008/PN.Tbk), 2009. USU Repository © 2009
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..............................................................................................
i
DAFTAR ISI ............................................................................................................
v
ABSTRAKSI ............................................................................................................ vii Bab I PENDAHULUAN .........................................................................................
1
A. Latar belakang .........................................................................................
1
B. Perumusan Masalah .................................................................................
5
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan .................................................................
5
D. Keaslian Penulisan ...................................................................................
6
E. Tinjauan Kepustakaan .............................................................................
7
1. Pengertian Kejahatan ...................................................................
7
2. Pengertian Percobaan ...................................................................
11
3. Pembagian
Bentuk-Bentuk
Kejahatan
Dalam
Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Indonesia .....................
14
4. Pembagian Jenis Kejahatan Pencurian Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Indonesia .....................
18
F. Metode Penulisan ....................................................................................
23
G. Sistematika Penulisan ..............................................................................
24
Bab II Perumusan Percobaan Melakukan Kejahatan/ Poging Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Indonesia ......................
26
A. Perumusan Percobaan dalam KUHP ........................................................
26
Bob Sadiwijaya : Analisis Terhadap Unsur-Unsur Dari Suatu Percobaan Melakukan Kejahatan/ Poging (Studi Kasus Putusan PN Tanjung Balai Karimun No. 135/PID.B/2008/PN.Tbk), 2009. USU Repository © 2009
B. Perumusan Percobaan di Luar KUHP ......................................................
27
C. Bentuk-Bentuk Percobaan .......................................................................
47
D. Perbuatan Yang Mirip Percobaan .............................................................
55
E. Percobaan Pada Delik Kealpaan ...............................................................
56
Bab III Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Yang Melakukan Percobaan Tindak Pidana Pencurian Dengan Pemberatan ......................
61
A. Unsur-Unsur Pencurian Dengan Pemberatan ...........................................
61
B. Dasar Hukum Percobaan Pencurian Dengan Pemberatan ........................
61
C. Penerapan Sanksi Pidana Bagi Pelaku Percobaan Pencurian Dengan Pemberatan ................................................................................
63
Bab IV Kasus Posisi dan Analisa Kasus .................................................................
68
A. Kasus Posisi ............................................................................................
68
B. Analisa Kasus ..........................................................................................
81
Bab V Penutup ........................................................................................................
90
A. Kesimpulan .............................................................................................
90
B. Saran .......................................................................................................
93
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................
94
Bob Sadiwijaya : Analisis Terhadap Unsur-Unsur Dari Suatu Percobaan Melakukan Kejahatan/ Poging (Studi Kasus Putusan PN Tanjung Balai Karimun No. 135/PID.B/2008/PN.Tbk), 2009. USU Repository © 2009
ABSTRAKSI Pertumbuhan perekonomian yang terjadi belakangan ini mengalami perkembangan yang tidak seimbang. Hal ini dapat dilihat dimana pertumbuhan tersebut tidak diikuti dengan peningkatan taraf hidup masyarakat sehingga jumlah masyarakat miskin masih sangat besar di Indonesia. Hal ini berdampak pada ketidakmampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal inilah yang kemudian akan dapat menjadi penyebab atau latar belakang dari setiap kejahatan atau tindak pidana dalam masyarakat. Kejahatan adalah suatu fenomena yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Sehubungan dengan hal tersebut diatas, maka dapat kita ketahui bahwa perkembangan kejahatan adalah merupakan suatu fakta yang tidak dapat dipungkiri lagi, baik pada masyarakat yang sederhana maupun pada masyarakat yang modern. Hal ini disebabkan karena kejahatan adalah suatu tingkah laku yang menyimpang yang dilakukan oleh manusia sebagai bagian dari masyarakat, yang memberikan suatu kerugian baik dalam arti moril maupun dalam arti materil. Salah satu bentuk kejahatan yang semakin berkembang baik dari segi frekuensi maupun dari segi cara melakukannya adalah pencurian. Dari kejahatan pencurian tersebut, ternyata sebagian dari kejadian tersebut tidak tercapai, dalam arti kata perbuatan kejahatan pencurian tersebut tidak selesai dilakukan, hal inilah yang disebut dengan percobaan melakukan kejahatan atau poging. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui perumusan unsur-unsur percobaan melakukan suatu kejahatan (poging) menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Indonesia dan juga untuk mengetahui dasar pemikiran seorang Hakim mengenai pertimbangan pertimbangan hukum dalam perkara percobaan melakukan kejahatan (poging). Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode juridis normatif deskriptif dan data yang digunakan dalam penulisan ini adalah data sekunder dan data primer. Sedangkan analisis data yang digunakan dalam penulisan ini adalah analisis kualitatif yaitu data yang diperoleh baik yang berupa data sekunder dan data primer dikelompokan kemudian dianalisis untuk menjawab permasalahan dalam skripsi ini. Percobaan melakukan kejahatan seseorang baru bisa diancam dengan Pasal 53 KUHP apabila telah memenuhi unsur-unsur yang telah dirumuskan dalam pasal tersebut yaitu: adanya niat, adanya permulaan pelaksanaan, dan pelaksanaan tidak selesai semata-mata bukan kehendak pelaku. Dalam KUHp dikemukakan bahwa hanya percobaan terhadap kejahatan, sedangkan percobaan terhadap pelanggaran tidak dipidana. Dalam percobaan terhadap kejahatan menurut Pasal 53 ayat (2) KUHP maksimum pidana yang dapat dijatuhkan adalah maksimum pidana untuk kejahatan yang bersangkutan dikurangi sepertiga. Jadi, hukuman maksimal bagi pelaku percobaan pencurian dengan pemberatan adalah maksimal empat tahun delapan bulan. Dalam menentukan cocok atau tidaknya penerapan Pasal 53 KUHP untuk percobaan melakukan kejahatan harus dilihat dari rangkaian perbuatan yang dilakukan pelaku kejahatan serta dapat dilihat dari proses pembuktian di pengadilan, dimana hakim akan menentukan apakah tersebut termasuk dalam poging/ percobaan melakukan kejahatan atau tidak sebagaimana diatur dalam Pasal 53 KUHP. Bob Sadiwijaya : Analisis Terhadap Unsur-Unsur Dari Suatu Percobaan Melakukan Kejahatan/ Poging (Studi Kasus Putusan PN Tanjung Balai Karimun No. 135/PID.B/2008/PN.Tbk), 2009. USU Repository © 2009
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Saat ini, dunia telah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Perkembangan tersebut terutama dapat dirasakan pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Karena perkembangan tersebut, juga telah memberikan dampak yang sangat besar terhadap perkembangan pertumbuhan perekonomian. Pada dasarnya, pertumbuhan perekonomian yang terjadi belakangan ini mengalami perkembangan yang tidak seimbang. Hal ini dapat di lihat dimana pertumbuhan tersebut tidak diikuti dengan peningkatan taraf hidup masyarakat sehingga jumlah masyarakat miskin masih sangat besar di Indonesia. Dapat diketahui bahwa keadaan masyarakat yang berada dibawah garis kemiskinan tersebut menyebabkan sangat rendahnya tingkat daya beli masyarakat. Hal ini berdampak pada ketidakmampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal inilah yang kemudian akan dapat menjadi penyebab atau latar belakang dari setiap kejahatan atau tindak pidana dalam masyarakat, dimana salah satu bentuknya adalah pencurian. Kejahatan adalah suatu masalah sosial yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat, dimana setiap masalah sosial dapat berbeda-beda dari setiap masyarakat, tergantung dari kebudayaan yang berkembang dalam masyarakat tersebut. Adapun faktor lain yang menjadi penyebab dari terjadinya masalah sosial tersebut adalah berasal dari faktor lingkungan, sifat dari masyarakat tersebut, serta
Bob Sadiwijaya : Analisis Terhadap Unsur-Unsur Dari Suatu Percobaan Melakukan Kejahatan/ Poging (Studi Kasus Putusan PN Tanjung Balai Karimun No. 135/PID.B/2008/PN.Tbk), 2009. USU Repository © 2009
keadaan dari setiap orang yang menjadi anggota penduduk dari masyarakat tersebut. Kejahatan adalah suatu fenomena yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Telah diketahui bahwa ada berbagai macam faktor yang dapat menjadi latar belakang dari suatu kejahatan, namun perlu dipahami bahwa kejahatan sebagai salah satu bentuk tingkah laku masyarakat sebagai fenomena, mengalami perkembangan yang sejalan dengan perkembangan dari masyarakat tersebut. Hal ini berarti bahwa dengan semakin berkembangnya pula bentuk dan jumlah kejahatan yang terjadi di dalam masyarakat. Sehubungan dengan hal tersebut diatas, maka dapat kita ketahui bahwa perkembangan kejahatan adalah merupakan suatu fakta yang tidak dapat dipungkiri lagi, baik pada masyarakat yang sederhana maupun pada masyarakat yang modern. Hal ini disebabkan karena kejahatan adalah suatu tingkah laku yang menyimpang yang dilakukan oleh manusia sebagai bagian dari masyarakat, yang memberikan suatu kerugian baik dalam arti moril maupun dalam arti materil. Mengenai fenomena tentang kejahatan dalam masyarakat ini, dapat dilihat dari pemberitaan yang dilakukan oleh media massa setiap harinya. Dapat dilihat bahwa berdasarkan pemberitaan yang ada, jumlah kejahatan yang terjadi dalam lingkup nasional sangatlah besar. Bahkan dapat dilihat bahwa tingginya jumlah kejahatan yang terjadi, seolah-olah telah menjadi suatu komoditi bagi media massa karena jumlah kuantitasnya yang sangat besar. Salah satu jenis kejahatan yang semakin berkembang baik dari segi frekuensi maupun dari segi cara melakukannya adalah kejahatan pencurian.
Bob Sadiwijaya : Analisis Terhadap Unsur-Unsur Dari Suatu Percobaan Melakukan Kejahatan/ Poging (Studi Kasus Putusan PN Tanjung Balai Karimun No. 135/PID.B/2008/PN.Tbk), 2009. USU Repository © 2009
Seperti telah dijelaskan diatas, bahwa hal ini terjadi karena banyak kalangan masyarakat yang tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya karena daya beli masyarakat yang sangat rendah. Saat ini kejahatan pencurian sangat marak terjadi tidak hanya di kota-kota besar saja, tetapi juga di desa-desa, dengan cara atau modus yang semakin bervariasi. Tingginya tingkat pencurian, bukanlah suatu masalah baru di Indonesia. Masalah tersebut telah ada sejak lama. Hal ini menimbulkan pertanyaan yang berkembang dalam masyarakat, bahwa apakah hukum pidana Indonesia tidak efektif untuk dapat menanggulangi kejahatan terutama kejahatan pencurian? Dalam hukum pidana Indonesia, pengaturan tentang delik Pencurian diatur dalam bab tersendiri dalam Buku Kedua Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang kejahatan, yaitu pada Bab XXII tentang pencurian. Pada Pasal 362, menjelaskan secara umum bahwa yang dimaksud dengan pencurian adalah suatu tindakan mengambil barang, yang sama sekali atau sebagian kepunyaan orang lain dengan maksud untuk memiliki barang itu dengan melawan hukum. Berdasarkan pasal tersebut diatas maka dapat diketahui bahwa setiap tindakan yang dilakukan secara sengaja, dengan tujuan untuk memiliki barang yang merupakan milik orang lain secara tidak sah atau melawan hukum, adalah tergolong sebagai bentuk kejahatan pencurian. Dari kejahatan pencurian tersebut, ternyata sebagian dari kejadian tersebut tidak tercapai, dalam arti kata perbuatan kejahatan pencurian tersebut tidak selesai dilakukan, dimana pelaku menginginkan terjadi peristiwa tersebut, tetapi
Bob Sadiwijaya : Analisis Terhadap Unsur-Unsur Dari Suatu Percobaan Melakukan Kejahatan/ Poging (Studi Kasus Putusan PN Tanjung Balai Karimun No. 135/PID.B/2008/PN.Tbk), 2009. USU Repository © 2009
dikarenakan ada pengahalang yang datangnya dari luar diri pelaku sehingga kejahatan pencurian tersebut tidak selesai. Apabila hal ini terjadi pelaku kejahatan tersebut tidak hanya diancam dengan pasal mengenai pencurian tetapi juga diancam dengan pasal yang lain yaitu: Pasal 53 KUHP yaitu tentang tindak pidana percobaan yang hukumannya dikurangi sepertiga dari hukuman pokok. Tetapi hukuman tambahan terhadap percobaan kejahatan sama dengan hukuman terhadap tindak pidana yang selesai dilaksanakan, hukuman ini berlaku untuk seluruh percobaan tindak pidana yang dilarang termasuk percobaan pencurian. Berbicara tentang percobaan melakukan kejahatan seseorang baru bisa diancam dengan Pasal 53 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) apabila telah memenuhi unsur-unsur yang telah dirumuskan dalam pasal tersebut yaitu: 1.
adanya niat
2.
Adanya permulaan pelaksanaan
3.
pelaksanaan tidak selesai semata-mata bukan kehendak pelaku Walaupun ancaman pidana percobaan pembunuhan lebih ringan dari pada
tindak pidana yang telah diselesaikan dengan sempurna, andaikata masalah percobaan tidak dirumuskan seperti yang disebutkan dalam Pasal 53 KUHP, sudah tentu pelaku yang tidak menyelesaikan kejahatan tidak boleh dihukum, sebagaimana diketahui bahwa pertanggungjawaban pidana hanyalah terhadap si pembuat yang telah menyelesaikan suatu kejahatan secara sempurna sebagaimana yang dirumuskan dalam undang-undang, prinsip ini mengandung konsekuensi bahwa si pelaku yang belum menyelesaikan tindak pidana secara sempurna
Bob Sadiwijaya : Analisis Terhadap Unsur-Unsur Dari Suatu Percobaan Melakukan Kejahatan/ Poging (Studi Kasus Putusan PN Tanjung Balai Karimun No. 135/PID.B/2008/PN.Tbk), 2009. USU Repository © 2009
sebagaimana yang dirumuskan dalam undang-undang tidak boleh dibebani pertanggungjawaban dan tidak boleh dihukum. Jadi dengan adanya Pasal 53 KUHP ini, maka pelaku yang tidak menyelesaikan kejahatan dapat dibebani pertanggungjawaban dan dapat dihukum. Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penulisan tentang percobaan/ poging dengan judul skripsi ”Analisis Terhadap Unsur-Unsur Dari Suatu Percobaan Melakukan Kejahatan/ Poging
(Studi
Kasus
Putusan
PN
Tanjung
Balai
Karimun
No.
135/Pid.B/2008/PN.TBK).”
B. Perumusan Permasalahan 1. Bagaimanakah perumusan unsur-unsur percobaan melakukan suatu kejahatan (poging) dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Indonesia? 2. Bagaimana pertanggungjawaban pidana perkara percobaan melakukan kejahatan
(poging)
dalam
kasus
perkara
pidana
No.
135/Pid.B/2008/PN.TBK?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan Tujuan Penulisan Sesuai dengan latar belakang dan pokok permasalahan yang telah penulis kemukakan yang telah penulis kemukakan di atas maka penulisan skripsi ini memiliki tujuan untuk:
Bob Sadiwijaya : Analisis Terhadap Unsur-Unsur Dari Suatu Percobaan Melakukan Kejahatan/ Poging (Studi Kasus Putusan PN Tanjung Balai Karimun No. 135/PID.B/2008/PN.Tbk), 2009. USU Repository © 2009
1. Mengetahui perumusan unsur-unsur percobaan melakukan suatu kejahatan (poging) menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Indonesia. 2. Mengetahui pertanggungjawaban pidana perkara percobaan melakukan kejahatan (poging) dalam kasus perkara pidana No. 135/Pid.B/2008/PN.TBK.
Manfaat Penulisan Penulisan skripsi ini dilakukan dengan penelitian yang penulis yakin dapat memberikan hasil dan manfaat yang cukup berarti baik di kalangan akademisi maupun praktisi hukum khususnya dan setiap orang yang membaca hasil penelitian ini pada umumnya. Manfaat penelitian secara umum yang dapat diambil dalam penulisan skripsi ini terdiri dari manfaat yang bersifat teoritis dan manfaat yang bersifat praktis. 1. Manfaat Teoritis Penulisan ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan informasi dalam rangka perkembangan ilmu hukum pada umumnya dan perkembangan hukum pidana khususnya dalam menganalisis unsur-unsur dari suatu percobaan melakukan kejahatan (poging). 2. Manfaat Praktis Hasil penulisan ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada kalangan praktisi hukum, civitas akademika dan pemerintah dalam menganalisis unsur-unsur dari suatu percobaan melakukan kejahatan (poging) serta kepada penegak hukum seperti hakim dalam memberikan dasar pertimbangan kepada
Bob Sadiwijaya : Analisis Terhadap Unsur-Unsur Dari Suatu Percobaan Melakukan Kejahatan/ Poging (Studi Kasus Putusan PN Tanjung Balai Karimun No. 135/PID.B/2008/PN.Tbk), 2009. USU Repository © 2009
hakim mengenai pertanggungjawaban pidana perkara percobaan melakukan kejahatan (poging).
D. Keaslian Penulisan Analisis Terhadap Unsur-Unsur Dari Suatu Percobaan Melakukan Kejahatan/ Poging (Studi Kasus Putusan PN Tanjung Balai Karimun No.135/Pid.B/2008/PN.TBK) yang diangkat menjadi judul skripsi ini merupakan hasil karya dari penulis sendiri dengan melihat dasar-dasar yang telah ada baik melalui literatur yang diperoleh dari perpustakaan dan media massa baik media cetak maupun media elektronik, serta ditambah lagi dengan hasil riset lapangan, sekaligus dari hasil pemikiran penulis sendiri. Bila dikemudian hari ternyata terdapat judul yang sama sebelum judul ini dibuat maka penulis bertanggung jawab sepenuhnya.
E. Tinjauan Kepustakaan 1. Pengertian Kejahatan Kejahatan adalah suatu nama atau cap yang di berikan orang untuk menilai perbuatan-pebuatan tertentu sebagai perbuatan jahat.1 Menurut G W Bawengan, kejahatan dibedakan atas 3 (tiga) jenis sesuai dengan penggunaannya, yaitu : i.
Kejahatan dalam arti praktis.
ii.
Kejahatan dalam arti religius.
Bob Sadiwijaya : Analisis Terhadap Unsur-Unsur Dari Suatu Percobaan Melakukan Kejahatan/ Poging (Studi Kasus Putusan PN Tanjung Balai Karimun No. 135/PID.B/2008/PN.Tbk), 2009. USU Repository © 2009
iii.
Kejahatan dalam arti yuridis.
Kejahatan dalam arti praktis banyak kita jumpai di dalam kehidupan kita sehari-hari. Kalimat-kalimat ” Teman yang jahat” atau “anjing yang jahat” ialah penggunaan kata dalam arti praktis itu. Kejahatan dalam arti religius ialah suatu pengertian yang mengidentikkan “jahat” dengan “dosa”. Jahat dan dosa dalam arti religius itu merupakan sinonim. Berbuat jahat adalah dosa, sebaliknya berbuat dosa adalah kejahatan. Berbeda dengan kedua pengertian terdahulu, maka kejahatan dalam arti yuridis dapat dilihat dari perbuatan-perbuatan yang digolongkan sebagai pelanggaran. Dengan demikian, maka hanyalah setiap perbuatan yang bertentangan dengan pasal-pasal buku ke II (dua) KUHPidana, itulah perbuatan yang disebut kajahatan.selain KUHPidana kita dapat pula menjumpai hukum pidana khusus, hukum pidana militer, fiscal, ekonomi, politik, atau pada ketentuan lain yang menyebut suatu perbuatan sebagai kejahatan. R.Soesilo membedakan pengertian kejahatan secara yuridis dan sosiologis. Ditinjau dari segi yuridis pengertian kejahatan adalah suatu tingkah laku perbuatan yang bertentangan dengan undang-undang. Untuk dapat melihat apakah perbuatan itu bertentangan dengan undang-undang, maka undang-undang itu harus diciptakan lebih dahulu sebelum adanya peristiwa berpidana, hal ini selain untuk mencegah adanya tindakan yang sewenang-wenang dari pihak penguasa juga agar dapat memberikan kepastian hukum. Asas ini dalam ilmu hukum
1
GW Bawengan, Pengantar Psikologi Kriminal, Jakarta, PT Pradnya Paramitha, 1973,
Bob Sadiwijaya : Analisis Terhadap Unsur-Unsur Dari Suatu Percobaan Melakukan Kejahatan/ Poging (Studi Kasus Putusan PN Tanjung Balai Karimun No. 135/PID.B/2008/PN.Tbk), 2009. USU Repository © 2009
disebut sebagai
“Nullum delictum nulla poena sine proviea” seperti tertera
didalam pasal 1 KUHP : tiada satu perbuatan boleh dijatuhi hukuman selain berdasarkan undang-undang yang telah dibuat sebelumnya. Ditinjau dari segi sosiologis maka yang dimaksud kejahatan adalah perbuatan atau tingkah laku yang selain merugikan si penderita juga sangat merugikan masyarakat yaitu berupa hilangnya kesimbangan, ketentraman dan ketertiban. 2 H. Ridwan Hasibuan, SH membagi pengertian kejahatan dalam 3 (tiga) sudut, yaitu : A. Kejahatan dipandang dari sudut sosiologis Dipandang dari sudut sosiologis, kejahatan adalah salah satu jenis gejala sosial, yaitu suatu kelakuan asosial dan amoral yang tidak dikehendaki oleh kelompok pergaulan dan secara sadar ditentang oleh pemerintah. Defenisi ini di berikan oleh W.A. Bonger. 3 H. Ridwan Hasibuan, juga meletakkan defenisi kejahatan yang diberikan oleh Paul Mudikdo Muliono, ke dalam sudut sosiologi ini, yaitu : Kejahatan adalah perbuatan manusia yang merupakan pelanggaran norma yang dirasakan merugikan, menjengkelkan sehingga tidak boleh dibiarkan. Disini tentu dimaksudkan bahwa apabila terjadi juga perbuatan tersebut maka si pembuat harus di tindak dan sarana yang paling tepat menindaknya adalah sarana hukum (pidana). 4 B. Kejahatan dipandang dari segi hukum
hal. 1. 2
Bawengan , Psikology, Hal 3 H. Ridwan Hasibuan, Kriminologi Dalam Arti Sempit dan Ilmu-ilmu Forensik, Medan, USU Press, 1994, hal 8. 3
Bob Sadiwijaya : Analisis Terhadap Unsur-Unsur Dari Suatu Percobaan Melakukan Kejahatan/ Poging (Studi Kasus Putusan PN Tanjung Balai Karimun No. 135/PID.B/2008/PN.Tbk), 2009. USU Repository © 2009
Kejahatan adalah perbuatan yang dilarang oleh undang-undang dan barang siapa yang melakukan suatu perbuatan yang bertentangan dengan undang-undang tersebut maka ia akan dihukum. Jadi tegasnya, kejahatan disini adalah setiap perbuatan yang telah ditetapkan atau dirumuskan dalam suatu peraturan (Pidana). C. Kejahatan dipandang dari segi kejiwaan (psikologis) Dipandang dari segi psikologis maka kejahatan adalah suatu tindakan (perbuatan) yang tidak sesuai dengan kesadaran hukum masyarakat tertentu tersebut yang oleh karena itu pula perbuatan itu dapat dikatakan tidak normal (Abnormal). 5 Diluar dari defenisi-defenisi di atas, beberapa ahli juga memberikan defenisi kejahatan , diantaranya yaitu : Paul Mudigdo Moeliono, kejahatan adalah perbuatan manusia, yang merupakan pelanggaran. 6 W A Bonger mengatakan bahwa kejahatan adalah perbuatan yang sangat anti sosial yang memperoleh tantangan dengan sadar dari negara berupa pemberian penderitaan. 7 Noach mengartikan kejahatan sebagai setiap perbuatan yang melanggar undang-undang dan merugikan masyarakat. 8 J M Bemmelen mengatakan bahwa kejahatan adalah suatu tindakan anti sosial yang menimbulkan kerugian, ketidakpatutan dalam masyarakat,sehingga
4 5 6 7 8
Ibid. Ibid, Hal 10 H.M. Ridwan dan Ediwarman,Azas-azas Kriminologi,USU Press, Medan, 1994, hal.48. Ibid. hal 46. Ibid
Bob Sadiwijaya : Analisis Terhadap Unsur-Unsur Dari Suatu Percobaan Melakukan Kejahatan/ Poging (Studi Kasus Putusan PN Tanjung Balai Karimun No. 135/PID.B/2008/PN.Tbk), 2009. USU Repository © 2009
dalam masyarakat terdapat kegelisahan, dan untuk menenteramkan masyarakat negara harus menjatuhkan hukuman pidana kepada penjahat. 9
2. Pengertian Percobaan a. Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Percobaan melakukan kejahatan diatur dalam Buku ke satu tentang Aturan Umum, Bab 1V Pasal 53 dan 54 KUHP. Adapun bunyi dari Pasal 53 dan 54 KUHP berdasarkan terjemahan Badan Pembina Hukum Nasional Departemen Kehakiman adalah sebagai berikut: Pasal 53 (1) Mencoba melakukan kejahatan dipidana, jika niat untuk itu telah ternyata dari adanya permulaan pelaksanaan, dan tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri. (2) Maksimum pidana pokok terhadap kejahatan, dalam percobaan dikurangi sepertiga. (3) Jika kejahatan diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, dijatuhkan pidana penjara paling lama lima belas tahun. (4) Pidana tambahan bagi percobaan sama dengan kejahatan selesai.
Pasal 54 : Mencoba melakukan pelanggaran tidak dipidana.
Kedua pasal tersebut tidak memberikan defenisi tentang apa yang dimaksud dengan percobaan melakukan kejahatan (poging), yang selanjutnya dalam tulisan ini disebut dengan percobaan.
9
Ibid, hal 47
Bob Sadiwijaya : Analisis Terhadap Unsur-Unsur Dari Suatu Percobaan Melakukan Kejahatan/ Poging (Studi Kasus Putusan PN Tanjung Balai Karimun No. 135/PID.B/2008/PN.Tbk), 2009. USU Repository © 2009
Jika mengacu kepada arti kata sehari-hari, percobaan itu diartikan sebagai menuju ke sesuatu hal, akan tetapi tidak sampai kepada hal yang dituju itu, atau dengan kata lain hendak berbuat sesuatu, sudah dimulai tetapi tidak selesai. Misalnya seseorang bermaksud membunuh orang tetapi orangnya tidak mati, seseorang hendak mencuri barang tetapi tidak sampai dapat mengambil barang itu. 10 Satu-satunya penjelasan yang dapat diperoleh tentang pembentukan Pasal 53 ayat (1) KUHP adalah bersumber dari MvT yang menyatakan: Poging tot misdrijf is dan de begonnen maar niet voltooide uitvoering van het misdrijf, of wel de door een begin van uitvoering geopenbaarde wil om een bepaald misdrijf te plegen. (Yang artinya adalah: percobaan untuk melakukan kejahatan itu dapat dihukum, apabila maksud pelakunya itu telah diwujudkan dalam suatu permulaan pelaksanaan, pelaksanaannya itu sendiri telah tidak selesai, dikarenakan masalah-masalah yang tidak bergantung pada kemauannya). 11
Pasal 53 KUHP hanya menentukan bila (kapan) percobaan melakukan kejahatan itu terjadi atau dengan kata lain Pasal 53 KUHP hanya menentukan syarat-syarat yang harus dipenuhi agar seorang pelaku dapat dihukum karena bersalah telah melakukan suatu percobaan. Syarat-syarat tersebut adalah sebagai berikut:
10
R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta KomentarKomentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, Politeia, Jakarta, 1994, hal. 69. 11 P.A.F. Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, PT.Citra Aditya Bakti, Jakarta, 1997, hal. 535. Bob Sadiwijaya : Analisis Terhadap Unsur-Unsur Dari Suatu Percobaan Melakukan Kejahatan/ Poging (Studi Kasus Putusan PN Tanjung Balai Karimun No. 135/PID.B/2008/PN.Tbk), 2009. USU Repository © 2009
a. Adanya niat/kehendak dari pelaku; b. Adanya permulaan pelaksanaan dari niat/kehendak itu; c. Pelaksanaan tidak selesai semata-mata bukan karena kehendak dari pelaku. Oleh karena itu agar seseorang dapat dihukum melakukan percobaan melakukan kejahatan, ketiga syarat tersebut harus terbukti ada padanya, dengan kata lain suatu percobaan dianggap ada jika memenuhi ketiga syarat tersebut. b. Menurut Tata Bahasa Dari segi tata bahasa istilah percobaan adalah usaha hendak berbuat atau melakukan sesuatu dalam keadaan diuji, dengan demikian dapat ditarik 2 arti dari percobaan. Pertama, tentang apa yang dimaksud dengan hendak berbuat, ialah orang yang telah mulai berbuat (untuk mencapai suatu tujuan) yang mana perbuatan itu tidak menjadi selesai. Kedua, tentang apa yang dimaksud dengan “ melakukan sesuatu dalam keadaan diuji ” adalah pengertian yang lebih spesifik yaitu berupa melakukan perbuatan atau rangkaian perbuatan dalam hal untuk menguji suatu kajian tertentu di bidang ilmu pengetahuan tertentu, misalnya percobaan mengembangkan suatu jenis udang laut di air tawar. Tetapi pengertian menurut tata bahasa ini tidaklah dapat digunakan sebagai ukuran dari percobaan melakukan kejahatan sebagaimana dalam hukum pidana. Menurut hukum pidana untuk terjadinya percobaan kejahatan sehingga dapat dipidana mempunyai ukuran yang khusus dan berbeda dari ukuran percobaan menurut arti tata bahasa. Ukuran percobaan menurut arti bahasa hanyalah salah satu aspek saja dari percobaan sebagaimana yang dikenal dalam hukum pidana. Satu aspek itu adalah bahwa
Bob Sadiwijaya : Analisis Terhadap Unsur-Unsur Dari Suatu Percobaan Melakukan Kejahatan/ Poging (Studi Kasus Putusan PN Tanjung Balai Karimun No. 135/PID.B/2008/PN.Tbk), 2009. USU Repository © 2009
dalam percobaan melakukan kejahatan yang dapat dipidana, si pelaku telah memulai melakukan perbuatan tetapi perbuatan itu tidak selesai, sama dengan aspek yang sama dengan pengertian percobaan menurut tata bahasa yang pertama, tetapi dalam hukum pidana, untuk dapatnya dipidana bagi si pelaku percobaan kejahatan tidaklah cukup dengan demikian, tetapi jauh lebih luas baik dari sudut subjektif si pelaku maupun dari sudut objektif perbuatannya yang walaupun baru dimulai dan belum selesai. 12 c. Menurut Para Sarjana Selain pengertian menurut tata bahasa, para sarjana juga memberikan pendapatnya tentang apa yang dimkasud dengan percobaan melakukan kejahatan antara lain : 1) Wirjono Prodjodikoro, menyatakan bahwa pada umunya percobaaan (poging) dapat diartikan suatu usaha mencapai suatu tujuan, yang pada akhirnya tidak atau belum tercapai. 13 2) Jonkers, ia menyatakan bahwa mencoba berarti berusaha untuk mencapai sesuatu, tetapi tidak tercapai. 14
12
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian 3 Percobaan dan Penyertaan, PT Raja Grafindo, Jakarta. 2008. hal. 3. 13 Wirjono Prodjodikoro, Azas-Azas Hukum Pidana di Indonesia, Penerbit RT. Eresco, Jakarta, 1981, hal. 89. 14 J.E. Jonkers, Hukum Pidana Hindia Belanda. Judul Asli: Handboek van het Nederlandsch Indische Strafrecht, PT. Bina Aksara, Jakarta, 1987, hal. 155. Bob Sadiwijaya : Analisis Terhadap Unsur-Unsur Dari Suatu Percobaan Melakukan Kejahatan/ Poging (Studi Kasus Putusan PN Tanjung Balai Karimun No. 135/PID.B/2008/PN.Tbk), 2009. USU Repository © 2009
3. Pembagian Bentuk-Bentuk Kejahatan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Indonesia Pada dasarnya, apa yang menjadi bentuk dasar kejahatan adalah hakikat dari perbuatan jahat itu sendiri, misalnya pembunuhan, pencurian, atau penganiayaan. Dan untuk bisa mendapatkan perbedaan antara suatu bentuk kejahatan dengan bentuk kejahatan lainnya adalah dengan memberikan suatu batasan defenisi yang jelas dan tepat untuk masing-masing bentuk kejahatan tersebut. Mengenai perumusan defenisi dari berbagai bentuk kejahatan tersebut sudah terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Indonesia. Sesuai dengan apa yang tercantum dalam buku kediua dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tersebut, maka didapat beberapa bentuk kejahatan, yaitu: 1.
Kejahatan terhadap keamanan negara (Pasal 104-129)
2.
Kejahatan melanggar martabat Presiden dan martabat Wakil Presiden (Pasal 130-138)
3.
Kejahatan terhadap negara yang bersahabat dan terhadap kepala dan wakil kepala negara yang bersahabat (Pasal 139a-145)
4.
Kejahatan mengenai perlakuan kewajiban negara dan hak-hak negara (Pasal 146-153)
5.
Kejahatan terhadap ketertiban umum (Pasal 153-181)
6.
Kejahatan perkelahian satu lawan atu (Pasal 182-186)
7.
Kejahatan yang mendatangkan bahaya bagi keamanan umum manusia atau barang (Pasal 187-206)
Bob Sadiwijaya : Analisis Terhadap Unsur-Unsur Dari Suatu Percobaan Melakukan Kejahatan/ Poging (Studi Kasus Putusan PN Tanjung Balai Karimun No. 135/PID.B/2008/PN.Tbk), 2009. USU Repository © 2009
8.
Kejahatan terhadap kekuasaan umum (Pasal 207-241)
9.
Kejahatan sumpah palsu dan keterangan palsu (Pasal 242-243)
10. Kejahatan pemalsuan mata uang dan uang kertas negara serta uang bank (Pasal 244-252) 11. Kejahatan memalsukan materai dan merek (Pasal 253-262) 12. Kejahatan memalsukan surat-surat (Pasal 263-276) 13. Kejahatan terhadap kedudukan warga negara (Pasal 277-280) 14. Kejahatan terhadap kesopanan (Pasal 281-303) 15. Meninggalkan orang yang membutuhkan pertolongan (Pasal 304-309) 16. Penghinaan (Pasal 310-321) 17. Membuka rahasia (Pasal 322-323) 18. Kejahatan terhadap kemerdekaan seseorang (Pasal 324-327) 19. Kejahatan terhadap jiwa seseorang (Pasal 338-350) 20. Kejahatan penganiayaan (Pasal 351-358) 21. mengakibatkan orang mati atau luka karena salahnya(Pasal 359-361) 22. Pencurian (Pasal 362-367) 23. Pemerasan dan ancaman (Pasal 368-371) 24. Penggelapan (Pasal 372-377) 25. Penipuan (Pasal 378-395) 26. Merugikan petagih hutang atau yang berhak (Pasal 396-405) 27. Menghancurkan atau merusak barang (Pasal 406-412) 28. Kejahatan yang dilakukan dalam jabatan (Pasal 413-437) 29. Kejahatan pelayaran (Pasal 438-479)
Bob Sadiwijaya : Analisis Terhadap Unsur-Unsur Dari Suatu Percobaan Melakukan Kejahatan/ Poging (Studi Kasus Putusan PN Tanjung Balai Karimun No. 135/PID.B/2008/PN.Tbk), 2009. USU Repository © 2009
30. Kejahatan penerbangan dan kejahatan terhadap sarana/ prasarana penerbangan (Pasal 479-479r) 31. Pertolongan (jahat) (Pasal 480-485) 32. Kejahatan residivis (Pasal 486-488) Berdasarkan bentuk-bentuk atau defenisi dari kejahatan yang telah dipaparkan diatas, dapat kita ketahui bahwa Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) belum dapat memberikan defenisi terhadap semua bentuk kejahatan, terutama kejahatan-kejahatan baru yang berkembang saat ini dalam masyarakat. Hal ini membuktikan bahwa perkembangan dalam masyarakat lebih cepat dari pada perkembangan hukum positif yang berlaku. Hal inlah yang menyebabkan timbulnya kendala dalam mengantisipasi kejahatan, karena adanya keterlambatan dalam pembuatan hukum atau Undang-Undang. Bentuk-bentuk kejahatan dapat ditinjau dari beberapa segi, yaitu: 1. cara melakukan kejahatan Jika ditinjaudari cara, maka terbagi dalam dua bentuk, yaitu dengan cara yang dilihat oleh si korban, seperti misalnya menganiaya si korban dengan benda tajam atau tumpul. Bentuk yang kedua adalah dengan cara yang tidak terlihat oleh si korban, misalnya penipuan yang dilakukan lewat media Handphone. 2. Luasnya perlakuan jahat Dalam hal ini bentuk kejahatan dilihat dari apa yang menjadi titik berat atau objek dari kejahatan, tempat atau lokasi kejahatan itu terjadi, waktu yang bagaimana kejahatan tersebut sering terjadi.
Bob Sadiwijaya : Analisis Terhadap Unsur-Unsur Dari Suatu Percobaan Melakukan Kejahatan/ Poging (Studi Kasus Putusan PN Tanjung Balai Karimun No. 135/PID.B/2008/PN.Tbk), 2009. USU Repository © 2009
3. Frekuensi kejahatan Jumlah kejahatan yang terjadi dalam suatu lingkungan masyarakat pada suatu periode tertentu dicatat dan dipelajari sehingga kelihatan bentuk kejahatan mana yang lebih dominan dalam masyarakat tersebut. 15
4. Pembagian Jenis Kejahatan Pencurian Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Indonesia Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Indonesi, pengaturan tentang bentuk kejahatan pencurian diatur dalam buku kedua pada Bab ke XXII, tentang pencurian yang diatur dalam Pasal 362 sampai dengan Pasal 367. Sebelum mengenal beberapa bentuk pencurian yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), maka perlu diketahui pengertian dari pencurian itu sendiri. Kata pencurian dalam bahasa Indonesia, berasal dari kata dasar “curi”yang memperoleh imbuhan, yaitu awalan “pe” dan akhiran “an”, sehingga membentuk kata “pencurian”. Kata pencurian tersebut memiliki arti proses, perbuatan cara mencuri dilaksanakan. 16 Dalam kamus Bahasa Indonesia, disebutkan bahwa mencuri adalah suatu perbuatan yang mengambil barang milik orang lain dengan jalan yang tidak sah. 17
15
H. Ridwan Hasibuan, op.cit. hal. 13. Peter Salim dan Yenny Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, Modern English Press, Jakarta, 2002, hal. 303. 17 Ibid 16
Bob Sadiwijaya : Analisis Terhadap Unsur-Unsur Dari Suatu Percobaan Melakukan Kejahatan/ Poging (Studi Kasus Putusan PN Tanjung Balai Karimun No. 135/PID.B/2008/PN.Tbk), 2009. USU Repository © 2009
Untuk mendapatkan batasan yang jelas tentang pencurian, maka dapat di lihat dari Pasal 362 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yang berbunyi sebagai berikut: “Barang siapa mengambil sesuatu barang, yang sama sekali atau sebagian termasuk kepunyaan orang lain, dengan maksud akan memiliki barang itu dengan melawan hak, dihukum, karena pencurian, dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp.900,-“18
Berdasarkan defenisi yang telah diberikan diatas, maka dapat kita ketahui bahwa Pasal 362 ini adalah merupakan delik pencurian biasa yang mengandung unsur-unsur sebagai berikut: a. Perbuatan mengambil b. Yang diambil haruslah suatu barang c. Barang yang diambil tersebut haruslah secara keseluruhan atau sebagian merupakan kepunyaan dari orang lain. d. Pengambilan tersebut harus dilakukan scara sengaja dengan maksud untuk dapat memilki barang tersebut dengan cara yang melawan hukum. 19 Berdasarkan sistematika jenis kejahatan yang telah dipaparkan diatas, maka dapat di ketahui bahwa delik pencurian adalah salah satu jenis kejahatan terhadap kepentingan individu yang merupakan kejahatan terhadap harta benda ata kekayaan orang lain. Adapun yang menjadi klasifikasi atau pembagian dari jenis kejahatan pencurian tersebut adalah sebagai berikut:
18 19
R. Soesilo, op.cit, hal. 249. Ibid
Bob Sadiwijaya : Analisis Terhadap Unsur-Unsur Dari Suatu Percobaan Melakukan Kejahatan/ Poging (Studi Kasus Putusan PN Tanjung Balai Karimun No. 135/PID.B/2008/PN.Tbk), 2009. USU Repository © 2009
a. Pencurian biasa; b. Pencurian dengan pemberatan; c. Pencurian ringan; d. Pencurian dalam Keluarga; e. Pencurian dengan kekerasan. 20 a. Pencurian Biasa Sesuai dengan apa yang telah dijelaskan di atas, bahwa pencurian biasa adalah pencurian yang diatur pada Pasal 362 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Berdasarkan isi dari pasal tersebut, maka dapat di lihat bahwa unsur-unsur dari pencurian biasa adalah: 1) Mengambil, yang dimaksud dengan mengambil adalah pada saat pelaku pencurian tersebut mengambil barang itu, dimana barang itu belum ada dalam kekusaannya. 2) Suatu barang. Yang dimaksud dengan suatu barang disini adalah segala sesuatu yang berwujud, termasuk pula binatang. 3) Barang tersebut secara kesluruhan atau sebagian merupakn kepunyaan dari orang lain. 4) Perbuatan mengambil tersebut haruslah dilakukan secara sengaja dengan tujuan untuk dapat memilki barang tersebut. b. Pencurian Dengan Pemberatan Hal mengenai kejahatan pencurian dengan pemberatan ini diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) pada Pasal 363. maksud dari
20
Ibid, hal. 249-255.
Bob Sadiwijaya : Analisis Terhadap Unsur-Unsur Dari Suatu Percobaan Melakukan Kejahatan/ Poging (Studi Kasus Putusan PN Tanjung Balai Karimun No. 135/PID.B/2008/PN.Tbk), 2009. USU Repository © 2009
“pemberatan” disini adalah apabila pencurian tersebut memenuhi unsur-unsur pada pasal ini, maka akan diancam dengan hukuman yang lebih berat. Yang dimaksud dengan kejahatan pencurian dengan pemberatan adalah apabila pencurian biasa disertai dengan keadaan tertentu. Adapun keadaan tersebut adalah: 1) Benda yang dicuri tersebut adalah hewan. 2) Pencurian tersebut dilakukan pada saat terjadinya suatu peristiwa malapetaka seperti kebakaran, bencana alam, kapal karam, huru-hara dan sebagainya. 3) Pencurian yang dilakukan pada malam hari, dalam rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya. 4) Pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih, dimana kedua orang atau lebih tersebut, semuanya adalah bertindak sebagai pelaku, atau turut melakukan. 5) Pencurian dimana cara yang dilakukan untuk dapat masuk ke tempat pencurian tersebut dengan jalan membongkar, memecah, memanjat, atau dengan menggunakan kunci palsu atau dengan jabatan palsu. 6) Pencurian yang dilakukan pada malam hari, dalam rumah atau pekarangan yang tertutup yang dilakukan oleh dua orang atau lebih, dengan cara membongkar, memecah, memanjat, atau menggunakan kunci palsu, perintah palsu dan pakaian jabatan palsu. c. Pencurian Ringan
Bob Sadiwijaya : Analisis Terhadap Unsur-Unsur Dari Suatu Percobaan Melakukan Kejahatan/ Poging (Studi Kasus Putusan PN Tanjung Balai Karimun No. 135/PID.B/2008/PN.Tbk), 2009. USU Repository © 2009
Pencurian ringan ini diatur di dalam Pasal 364 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Indonesia. Berdasarkan Pasal 364 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tersesut, maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan pencurian ringan adalah pencurian biasa atau pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih atau yang dilakukan atau yang dilakukan dengan jalan membongkar, memecah atau yang lainnya dimana harga barang yang dicuri tersebut tidak boleh lebih dari dua ratus lima puluh rupiah, dan pencurian tersebut tidak dilakukan dalam rumah atau pekarangan yang tertutup yang ada rumahnya. d. Pencurian Dalam Keluarga Mengenai pencurian dalam keluarga ini datur dalam Pasal 367 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Indonesia. Berdasarkan Pasal 367 tersebut, apabila pelaku atau pembantu dalam kejahatan pencurian ini adalah suami atau istri yang belum bercerai, maka ia tidak dapat dituntut. Namun apabila diantara mereka telah terjadi perceraian, maka pelaku dapat dituntut apabila ada pengadiuan yang dilakukan yang dilakukan oleh orang yang menjadi korban dalam pencurian tersebut (delik aduan). Demikian pula apabila dalam keluarga yang berdasrkan keturunan ibu seperti yang berlaku pada masyarakat Minangkabau (Padang), hanya dapat dituntut apabila ada pengaduan dari korabn pencurian tersebut. e. Pencurian Dengan Kekerasan Pencurian dengan kekerasan ini dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) ada diatur dalam Pasal 365. mengenai batasan pengertian “kekerasan”, dapat kita ketahui dari Pasal 89 Kitab Undang-Undang Hukum
Bob Sadiwijaya : Analisis Terhadap Unsur-Unsur Dari Suatu Percobaan Melakukan Kejahatan/ Poging (Studi Kasus Putusan PN Tanjung Balai Karimun No. 135/PID.B/2008/PN.Tbk), 2009. USU Repository © 2009
Pidana (KUHP), yang berbunyi: “yang dimaksud melakukan kekerasana itu, membuat orang menjadi pingsan atau tidak berdaya lagi (lemah).”
F. Metode Penulisan Adapun metode penulisan yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah : 1.
Spesifikasi Penelitian
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan penelitian Hukum Normatif (juridis normatif). Dalam hal ini penelitian normatif, penulis melakukan penelitian terhadap peraturan-peraturan dan bahan hukum yang berhubungan dengan judul skripsi penulis ini yaitu “ Analisis Terhadap Unsur-Unsur Dari Suatu Percobaan Melakukan Kejahatan/ Poging (Studi kasus Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Balai Karimun No.135/Pid.B/2008/PN.TBK) 2.
Lokasi Penelitian
Dalam penulisan skripsi ini, penulis mengambil lokasi penelitian di Kabupaten Tanjung Balai Karimun, provinsi Kepulauan Riau, tepatnya di Pengadilan Negeri Tanjung Balai Karimun. 3.
Metode Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data, penulis menggunakan metode sebagai berikut: a.
Library research (Penelitian Kepustakaan) yakni suatu penelitian untuk mengumpulkan data sekunder melalui: 1) Bahan hukum primer, yaitu: bahan hukum yang mengikat, antara lain : peraturan perundang-undangan.
Bob Sadiwijaya : Analisis Terhadap Unsur-Unsur Dari Suatu Percobaan Melakukan Kejahatan/ Poging (Studi Kasus Putusan PN Tanjung Balai Karimun No. 135/PID.B/2008/PN.Tbk), 2009. USU Repository © 2009
2) Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang menjelaskan bahan hukum primer, seperti: majalah, artikel, hasil-hasil penelitian atau tulisan para sarjana. 3) Bahan tersier, yaitu bahan hukum yang memeberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, antara lain kamus dan ensiklopedia. b.
Field research (Penelitian Lapangan), yang dalam hal ini penulis melakukan studi kasus di Pengadilan Negeri Tanjung Balai Karimun.
4.
Analisa Data
Analisa data yang digunakan dalam penulisan ini adalah dengan cara analisis kualitatif yaitu data yang diperoleh, yang berupa data sekunder kemudian dianalisis untuk menjawab permasalahan dalam skripsi ini.
G. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dalam skripsi ini terdiri dari lima bab, yaitu sebagai berikut: BAB I :
Merupakan bab pendahuluan yang berisikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, tinjauan kepustakaan (yang terdiri dari pengertian kejahatan, pengertian percobaan, pembagian bentuk-bentuk kejahatan dalam KUHP, pembagian jenis kejahatan pencurian dalam KUHP), metode penulisan dan sistimatika penulisan.
Bob Sadiwijaya : Analisis Terhadap Unsur-Unsur Dari Suatu Percobaan Melakukan Kejahatan/ Poging (Studi Kasus Putusan PN Tanjung Balai Karimun No. 135/PID.B/2008/PN.Tbk), 2009. USU Repository © 2009
BAB II :
Dalam bab ini penulis akan menguraikan tentang perumusan percobaan melakukan kejahatan menurut KUHP Indonesia yang terdiri dari unsur-unsur kejahatan, unsur-unsur percobaan, bentukbentuk percobaan melakukan kejahatan, perbuatan yang mirip dengan percobaan, percobaan pada delik kealpaan, dan unsur-unsur pencurian dengan pemberatan.
BAB III :
Dalam bab ini penulis akan membahas tentang dasar hukum pertanggungjawaban pidana pencurian dengan pemberatan dan penerapan sanksi pidana terhadap pelaku percobaan pencurian dengan pemberatan.
BAB IV :
Bab ini berisikan analisis kasus percobaan pencurian dengan pemberatan
(Putusan
PN
Tanjung
Balai
Karimun
No.135/Pid.B/2008/PN.TBK) BAB V :
Bab ini merupakan akhir dari penulisan skripsi ini, dan bab ini berisikan tentang kesimpulan dan saran.
Bob Sadiwijaya : Analisis Terhadap Unsur-Unsur Dari Suatu Percobaan Melakukan Kejahatan/ Poging (Studi Kasus Putusan PN Tanjung Balai Karimun No. 135/PID.B/2008/PN.Tbk), 2009. USU Repository © 2009
BAB II PERUMUSAN PERCOBAAN MELAKUKAN KEJAHATAN/ POGING MENURUT KUHP
A. Perumusan Percobaan Dalam KUHP Berdasarkan uraian mengenai pengertian percobaan dalam Bab I sebelumnya, maka dapat diketahui bahwa unsur-unsur percobaan (poging) adalah sebagai berikut: a. Adanya niat/kehendak dari pelaku; b. Adanya permulaan pelaksanaan dari niat/kehendak itu; c. Pelaksanaan tidak selesai semata-mata bukan karena kehendak dari pelaku. Percobaan seperti yang diatur dalam KUHP yang berlaku saat ini menentukan, bahwa yang dapat dipidana adalah seseorang yang melakukan percobaan suatu delik kejahatan, sedangkan percobaan terhadap delik pelanggaran tidak dipidana, hanya saja percobaan pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan pidana khusus dapat juga dihukum. Sebagai contoh seseorang yang melakukan percobaan pelanggaran (mencoba melakukan pelanggaran) terhadap hal-hal yang telah diatur dalam UU (drt) No. 7 Tahun 1955 tentang Tindak Pidana Ekonomi, dapat dipidana. Menurut Loebby Loqman pembedaan antara kejahatan ekonomi dengan pelanggaran ekonomi ditentukan oleh apakah perbuatan tersebut dilakukan dengan sengaja atau dengan tidak sengaja. Dianggap sebagai kejahatan ekonomi jika perbuatan tersebut dilakukan dengan sengaja, tetapi jika perbuatan tersebut Bob Sadiwijaya : Analisis Terhadap Unsur-Unsur Dari Suatu Percobaan Melakukan Kejahatan/ Poging (Studi Kasus Putusan PN Tanjung Balai Karimun No. 135/PID.B/2008/PN.Tbk), 2009. USU Repository © 2009
dilakukan karena kelalaian pelaku maka hal ini dianggap sebagai pelanggaran ekonomi (1996:3). 21 Selain itu ada juga beberapa kejahatan yang percobaannya tidak dapat dihukum, misalnya percobaan menganiaya (Pasal 351 ayat (5)), percobaan menganiaya binatang (Pasal 302 ayat (3), dan percobaan perang tanding (Pasal 184 ayat (5)). 22 1. Niat Niat adalah salah satu syarat dari percobaan untuk melakukan kejahatan. Jika mengacu kepada penafsiran otentik atau penafsiran pada waktu suatu undangundang disusun, dalam hal ini Memori Penjelasan (MvT) WvS Belanda 1886 yang merupakan sumber dari KUHP Indonesia yang berlaku saat ini, disebutkan bahwa sengaja (opzet) berarti : ‘de (bewuste) richting van den will op een bepaald wisdrijf’ (kehendak yang disadari yang ditujukan untuk melakukan kejahatan tertentu).
Beberapa sarjana beranggapan bahwa niat dalam kaitannya dengan percobaan adalah sama dengan semua bentuk kesengajaan (kesengajaan sebagai maksud, kesengajaan berinsyaf kepastian, dan kesadaran berinsyaf kemungkinan). Sebagaimana dalam doktrin hukum, menurut tingkatannya kesengajaan (opzettelijk) ada 3 macam, yaitu: a.
kesengajaan sebagau maksud atau tujuan (opzet als oogmerk), yang dapat juga disebut kesengajaan dalam arti sempit.
21
Loebby Loqman, Percobaan, Penyertaan, Dan Gabungan Tindak Pidana, Universitas
Bob Sadiwijaya : Analisis Terhadap Unsur-Unsur Dari Suatu Percobaan Melakukan Kejahatan/ Poging (Studi Kasus Putusan PN Tanjung Balai Karimun No. 135/PID.B/2008/PN.Tbk), 2009. USU Repository © 2009
b. Kesengajaan sebagai kepastian (opzet bij zekerheids bewustzijn) atau kesadaran/ keinsyafan mengenai perbuatan yang disadari sebagai pasti menimbulkan suatu akibat c.
Kesengajaan
sebagai
kemungkinan
(opzet
bij
mogelijkheids
bewustzijn) atau suatu kesadaran/ keinsyafan mengenai suatu perbuatan terhadap kemungkinan timbulnya suatu akibat dari suatu perbuatan, disebut juga dengan dolus eventualis. 23
Para ahli hukum yang berpendapat bahwa niat adalah kesengajaan dianut antara lain oleh D. Hazewinkel-Suringa, Simons, van Hammel, van Hattum, Jonkers, dan van Bemmelen. Menurut Memori Penjelasan KUHP Belanda (MvT) niat sama dengan kehendak atau maksud. Hazeinkel-Suringa mengemukakan bahwa niat adalah kurang lebih suatu rencana untuk mengadakan suatu perbuatan tertentu dalam keadaan tertentu pula. Dalam rencana itu selalu mengandung suatu yang dikehendaki mungkin pula mengandung bayangan-bayangan tentang cara mewujudkannya yaitu akibat-akibat tambahan yang tidak dikehendaki, tetapi dapat direka-reka akan timbul. Maka jika rencana tadi dilaksanakan dapat menjadi kesengajaan sebagai maksud, tetapi mungkin pula menjadi kesengajaan dalam corak lain (sengaja sebagai keinsyafan kepastian ataupun sengaja sebagai keinsyafan kemungkinan).-
Tarumanegara, Jakarta, 1996, hal. 3. 22 R. soesilo, op.cit., hal. 72. 23 Adami Chazawi, op.cit., hal. 9-10. Bob Sadiwijaya : Analisis Terhadap Unsur-Unsur Dari Suatu Percobaan Melakukan Kejahatan/ Poging (Studi Kasus Putusan PN Tanjung Balai Karimun No. 135/PID.B/2008/PN.Tbk), 2009. USU Repository © 2009
Sedangkan Simons tidak ragu-ragu dan tegas menyatakan bahwa Voornemen (niat) tidak mempunyai pengertian lain daripada telah dipergunakan untuk mengganti perkataan “opzet”, yang dalam hal ini dapat diterjemahkan dengan perkataan maksud. Jadi di sini disyaratkan, bahwa pelaku itu haruslah mempunyai opzet/ maksud untuk melakukan sesuatu tindakan yang oleh undangundang telah dinyatakan sebagai tindakan yang dapat dihukum.
24
Dalam hal niat, Jonkers secara tegas menyatakan bahwa si pembuat harus berkehendak untuk melakukan kejahatan. Jadi ini berarti bahwa pada orang itu ada kesengajaan. Kesengajaan yang berhubungan dengan percobaan dapat juga terjadi pada tingkatan-tingkatan, yaitu kesengajaan sebagai tujuan, kesengajaan yang
diinsyafi
sebagai
sesuatu
yang
perlu
dilakukan
(noodzakelijkheidsbewustzijn), kesengajaan yang diinsyafi bahwa mungkin terjadi sesuatu (mogelijksheidsbewustzijn). 25 Sedangkan
Mulyatno
memberikan
pendapat
hubungan
niat
dan
kesengajaan adalah sebagai berikut: a. Niat jangan disamakan dengan kesengajaan, tetapi niat secara potensial bisa berubah menjadi kesengajaan apabila sudah diwujudkan menjadi perbuatan yang dituju. Dalam hal semua perbuatan yang diperlukan untuk kejahatan telah dilakukan, tetapi akibat yang dilarang tidak timbul, di sinilah niat sepenuhnya menjadi kesengajaan. Sama halnya dalam delik yang telah selesai.
24 25
Ibid, hal. 12. Ibid.
Bob Sadiwijaya : Analisis Terhadap Unsur-Unsur Dari Suatu Percobaan Melakukan Kejahatan/ Poging (Studi Kasus Putusan PN Tanjung Balai Karimun No. 135/PID.B/2008/PN.Tbk), 2009. USU Repository © 2009
b. Akan tetapi apabila niat itu belum semua diwujudkan menjadi kejahatan, maka niat masih ada dan merupakan sifat bathin yang memberi arah kepada perbuatan, yaitu “subjektif onrechts-element”. c. Oleh karena niat tidak dapat disamakan dengan kesengajaan, maka isi niat itu jangan diambil dari isinya kejahatan apabila kejahatan timbul. Untuk itu diperlukan pembuktian tersendiri bahwa isi yang tertentu tadi juga sudah ada sejak niat belum diwujudkan menjadi perbuatan. 26
2. Permulaan Pelaksanaan (Begin van Uitvoeringshandeling). Syarat (unsur) kedua yang harus dipenuhi agar seseorang dapat dihukum karena melakukan percobaan, berdasarkan kepada Pasal 53 KUHP adalah unsur niat yang ada itu harus diwujudkan dalam suatu permulaan pelaksanaan (begin van uitvoering). Niat merupakan suatu keinginan untuk melakukan suatu perbuatan, dan ia berada di alam bathiniah seseorang. Sangat sulit bagi seseorang untuk mengetahui apa niat yang ada di dalam hati orang lain. Niat seseorang akan dapat diketahui jika ia mengatakannya kepada orang lain. Namun niat itu juga dapat diketahui dari tindakan (perbuatan) yang merupakan permulaan dari pelaksanaan niat. Permulaan pelaksanaan sangat penting diketahui untuk menentukan apakah telah terjadi suatu percobaan melakukan kejahatan atau belum. Sejak seseorang mempunyai niat sampai kepada tujuan perbuatan yang dikehendaki,
26
Moeljatno, Delik-Delik Percobaan Delik-Delik Penyertaan, Bina Aksara, Jakarta, tanpa tahun, hal. 19-20. Bob Sadiwijaya : Analisis Terhadap Unsur-Unsur Dari Suatu Percobaan Melakukan Kejahatan/ Poging (Studi Kasus Putusan PN Tanjung Balai Karimun No. 135/PID.B/2008/PN.Tbk), 2009. USU Repository © 2009
biasanya terdiri dari suatu rangkaian perbuatan. Sehingga dalam hal ini dapat dilihat perbedaan antara perbuatan persiapan dengan permulaan pelaksanaan. Jika kita menggunakan penafsiran secara tata bahasa (taalkundige interpretatie) maka sesuai dengan perumusan percobaan, kata-kata permulaan pelaksanaan
tindakan
harus
dihubungkan
dengan
kata-kata
niat
yang
mendahuluinya yang terdapat dalam pokok kalimat perumusan tersebut. Jadi yang dimaksud ialah: permulaan pelaksanaan tindakan dari niat (pelaku). Jika penafsiran ini dihubungkan dengan ajaran tentang dasar-dasar pemidanaan percobaan, maka ia termasuk dalam ajaran percobaan subjektif. Tetapi jika digunakan penafsiran secara sistematis, baik pada pokok kalimatnya demikian pula pada anak kalimatnya (yang berbunyi: “Dan pelaksanaan tindakan itu tidak selesai.......”) terdapat istilah yang sama yaitu pelaksanaan tindakan. Karena istilah-istilah itu hampir sama artinya, maka istilah itu harus dikembalikan kepada persoalan pokoknya yaitu percobaan terhadap kejahatan. Sehingga yang dimaksud adalah: pelaksanaan tindakan dari kejahatan. Dihubungkan dengan ajaran pemidanaan percobaan, maka hal ini termasuk dalam ajaran percobaan objektif. Akibat dari perbedaan cara penafsiran tersebut, pemecahan persoalan tidak semakin mudah. Kini dipersoalkan apakah yang dimaksud dengan permulaan pelaksanaan tindakan (baik dihubungkan dengan niat maupun dengan kejahatan), karena undang-undang sendiri tidak memberikan suatu pembatasan. Dalam Memori Penjelasan (MvT) mengenai pembentukan Pasal 53 ayat (1) KUHP, telah diberikan beberapa penjelasan yaitu antara lain:
Bob Sadiwijaya : Analisis Terhadap Unsur-Unsur Dari Suatu Percobaan Melakukan Kejahatan/ Poging (Studi Kasus Putusan PN Tanjung Balai Karimun No. 135/PID.B/2008/PN.Tbk), 2009. USU Repository © 2009
a.
Batas antara percobaan yang belum dapat dihukum dengan percobaan yang telah dapat dihukum itu terdapat diantara apa yang disebut voorbereidingshandelingen (tindakan-tindakan persiapan) dengan apa yang disebut uitvoeringshandelingen (tindakan-tindakan pelaksanaan);
b.
Yang
dimaksud
dengan
voorbereidingshandelingen
dengan
uitvoeringshandelingen itu adalah tindakan-tindakan yang mempunyai hubungan sedemikian langsung dengan kejahatan yang dimaksud untuk dilakukan dan telah dimulai dengan pelaksanaannya; c.
Pembentuk undang-undang tidak bermaksud menjelaskan lebih lanjut tentang batas-batas antara uitvoeringshandelingen seperti dimaksud di atas.27
Berdasarkan Memori Penjelasan (MvT) mengenai pembentukan Pasal 53 ayat (1) KUHP, dapat diketahui bahwa batas antara percobaan yang belum dapat dihukum dengan percobaan yang telah dapat dihukum itu adalah terletak pada: voorbereidingshandelingen (tindakan-tindakan persiapan) dengan uitvoeringshandelingen
(tindakan-tindakan
pelaksanaan).
Selanjutnya
MvT
hanya
memberikan pengertian tentang uitvoeringshandelingen (tindakan-tindakan pelaksanaan) yaitu berupa tindakan-tindakan yang mempunyai hubungan sedemikian langsung dengan kejahatan yang dimaksud untuk dilakukan dan telah dimulai pelaksanaannya. Sedangkan pengertian dari voorbereidingshandelingen (tindakan-tindakan persiapan) tidak diberikan.
27
P.A.F. Lamintang, op.cit., hal. 553.
Bob Sadiwijaya : Analisis Terhadap Unsur-Unsur Dari Suatu Percobaan Melakukan Kejahatan/ Poging (Studi Kasus Putusan PN Tanjung Balai Karimun No. 135/PID.B/2008/PN.Tbk), 2009. USU Repository © 2009
Menurut MvT batas yang tegas antara perbuatan persiapan dengan permulaan pelaksanaan tidak dapat ditetapkan oleh wet (Undang-Undang). Persoalan tersebut diserahkan kepada Hakim dan ilmu pengetahuan untuk melaksanakan azas yang ditetapkan dalam undang-undang.KUHP tidak ada menentukan kapankah suatu perbuatan itu merupakan perbuatan persiapan dari kapankah perbuatan itu telah merupakan permulaan pelaksanaan yang merupakan unsur dari delik percobaan. Hal senada juga dikemukakan oleh van Hattum, menurutnya sangat sulit untuk dapat
memastikan batas-batas antara tindakan-tindakan persiapan
(perbuatan persiapan) dengan tindakan-tindakan pelaksanaan, sebab undangundang sendiri tidak dapat dijadikan pedoman.Para penganut paham subjektif menggunakan subjek dari si pelaksanaan sebagai dasar dapat dihukumnya seseorang yang melakukan suatu percobaan, dan oleh karena itulah paham mereka itu disebut sebagai paham subjektif, sedangkan para penganut paham objektif menggunakan tindakan dari si pelaku sebagai dasar peninjauan, dan oleh karena itu paham mereka juga disebut sebagai paham objektif. Menurut para penganut paham objektif seseorang yang melakukan percobaan untuk melakukan suatu kejahatan itu dapat dihukum karena tindakannya bersifat membahayakan kepentingan hukum, sedangkan menurut penganut paham subjektif seseorang yang melakukan percobaan untuk melakukan suatu kejahatan itu pantas dihukum karena orang tersebut telah menunjukkan
Bob Sadiwijaya : Analisis Terhadap Unsur-Unsur Dari Suatu Percobaan Melakukan Kejahatan/ Poging (Studi Kasus Putusan PN Tanjung Balai Karimun No. 135/PID.B/2008/PN.Tbk), 2009. USU Repository © 2009
perilaku yang tidak bermoral, yang bersifat jahat ataupun yang bersifat berbahaya. 28
Teori Subjektif Teori ini didasarkan kepada niat seseorang, sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 53 KUHP bahwa “...apabila niat itu telah terwujud dari adanya permulaan pelaksanaan..” Jadi dikatakan sebagai permulaan pelaksanaan adalah semua perbuatan yang merupakan perwujudan dari niat pelaku. Apabila suatu perbuatan sudah merupakan permulaan dari niatnya, maka perbuatan tersebut sudah dianggap sebagai permulaan pelaksanaan. Pada contoh pertama, A pergi ke rumah C untuk meminjam pistol, sudah merupakan permulaan dari niatnya yakni ingin membunuh B. Sehingga A pergi ke rumah C untuk meminjam pistol sudah dianggap sebagai permulaan pelaksanaan melakukan percobaan membunuh B. Demikian juga dalam contoh kedua. P masuk ke kamar kecil sudah dianggap sebagai permulaan pelaksanaan melakukan percobaan pencurian. Karena dengan masuknya P ke kamar kecil sudah merupakan permulaan pelaksanaan niatnya. 29 Menurut teori subjektif dasar patut dipidananya percobaan (strafbare poging) itu terletak pada watak yang berbahaya dari si pembuat. Jadi unsur sikap bathin itulah yang merupakan pegangan bagi teori ini.Ajaran yang subjektif lebih menafsirkan istilah permulaan pelaksanaan dalam Pasal 53 KUHP sebagai permulaan pelaksanaan dari niat dan karena itu bertolak dari sikap bathin yang berbahaya dari pembuat dan menamakan
28
Ibid., hal. 557.
Bob Sadiwijaya : Analisis Terhadap Unsur-Unsur Dari Suatu Percobaan Melakukan Kejahatan/ Poging (Studi Kasus Putusan PN Tanjung Balai Karimun No. 135/PID.B/2008/PN.Tbk), 2009. USU Repository © 2009
perbuatan pelaksanaan: tiap perbuatan yang menunjukkan bahwa pembuat secara psikis sanggup melakukannya. 30 Menurut van Hammel tidak tepat pemikiran mereka yang mensyaratkan adanya suatu rectstreeks verband atau suatu hubungan yang langsung antara tindakan dengan akibat, dimana orang menganggap yang dapat dihukum itu hanyalah tindakan-tindakan yang menurut sifatnya secara langsung dapat menimbulkan akibat. 31 Menurut van Hammel aliran subjektiflah yang benar. Bukan saja karena aliran ini sesuai dengan nieuwere strafrechtsleer (ajaran hukum pidana yang lebih baru) yang bertujuan untuk memberantas kejahatan sampai kepada akarnya, yaitu manusia yang berwatak jahat (demisdadige mens) akan tetapi juga karena dalam mengenakan pidana menurut rumus umum (algemene formule) sebagaimana halnya dalam percobaan, unsur kesengajaan (niat) itulah unsur satu-satunya yang memberi pegangan kepada kita. Oleh karena kesengajaan (niat) dalam perbuatan percobaan adalah lebih jauh arahnya dari pada bahaya yang ditimbulkan pada suatu ketika tetapi kemudian menjadi hilang. Dan juga justru dengan adanya kesengajaan (niat) itu perbuatan terdakwa lalu menjadi berbahaya, padahal kalau perbuatan dipandang tersendiri dan terlepas dari hal- ikhwal yang mungkin akan timbul sama sekali tidak berbahaya. Apabila dengan kesengajaan untuk membunuh orang mengarahkan senapan kepada sasaran, padahal pelatuk senapan tidak terpasang, maka perbuatan tersebut hanya bersifat berbahaya karena perbuatan dilakukan oleh orang yang mempunyai kesengajaan (niat) tadi. Maka
29
Loebby Logman, op.cit., hal.19.
Bob Sadiwijaya : Analisis Terhadap Unsur-Unsur Dari Suatu Percobaan Melakukan Kejahatan/ Poging (Studi Kasus Putusan PN Tanjung Balai Karimun No. 135/PID.B/2008/PN.Tbk), 2009. USU Repository © 2009
menurut van Hammel jika ditinjau dari sudut niat si pembuat, dikatakan ada perbuatan permulaan pelaksanaan jika dari apa yang telah dilakukan sudah ternyata kepastiannya niat untuk melakukan kejahatan tadi. 32 Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa berdasarkan teori subjektif dapat dipidananya percobaan, karena niat seseorang untuk melakukan kejahatan itu dianggap sudah membahayakan kepentingan hukum. Sehingga niat untuk melakukan kejahatan yang telah diwujudkan menjadi suatu perbuatan dianggap telah membahayakan.
Teori Objektif Disebut teori objektif karena mencari sandaran pada objek dari tindak pidana, yaitu perbuatan. Menurut teori ini seseorang yang melakukan suatu percobaan itu dapat dihukum karena tindakannya bersifat membahayakan kepentingan hukum. Ajaran yang objektif menafsirkan istilah permulaan pelaksanaan dalam Pasal 53 KUHP lebih sebagai permulaan pelaksanaan dari kejahatan dan karena itu bertolak dari berbahayanya perbuatan bagi tertib hukum, dan menamakan perbuatan pelaksanaan: tiap perbuatan yang membahayakan kepentingan hukum. 33 Jika mengacu kepada contoh kasus yang diberikan oleh Loebby Loqman di atas, dari contoh pertama peristiwa yang menjadi tujuan A adalah membunuh
30
D. Schaffmeister dkk., Hukum Pidana, Liberty, Yogyakarta, 1995, hal. 215. P.A.F. Lamintang, op.cit. hal. 560. 32 Moeljatno, op.cit., hal. 22. 33 D. Schaffmeister dkk., op.cit., hal. 216. 31
Bob Sadiwijaya : Analisis Terhadap Unsur-Unsur Dari Suatu Percobaan Melakukan Kejahatan/ Poging (Studi Kasus Putusan PN Tanjung Balai Karimun No. 135/PID.B/2008/PN.Tbk), 2009. USU Repository © 2009
B. A pergi ke rumah C untuk meminjam pistol bukanlah permulaan pelaksanaan agar orang meninggal dunia. Perbuatan yang paling mungkin dianggap sebagai permulaan pelaksanaan dalam teori objektif dalam kasus ini adalah pada saat A menarik pelatuk pistol untuk membunuh B. Demikian pula pada kasus P. P menyelinap ke kamar kecil bukanlah permulaan pelaksanaan terhadap perbuatan yang diniatkan. Perbuatan yang diniatkan adalah mencuri. Unsur utama dari mencuri adalah mengambil, yaitu apabila seseorang telah menjulurkan tangannya untuk mengangkat/memindahkan suatu barang. Oleh karena itu menurut teori objektif P dianggap belum melakukan perbuatan yang dianggap sebagai permulaan pelaksanaan. 34 Menurut Simons, pendapat dari para penganut paham subjektif itu adalah tidak tepat, dengan alasan bahwa paham tersebut telah mengabaikan syarat tentang harus adanya suatu permulaan pelaksanaan untuk melakukan kejahatan dan telah membuat segala sesuatunya menjadi tergantung pandangan yang bersifat subjektif hakim. 35 Pendapat Hoge Raad tentang hal permulaan pelaksanaan (begin van uitvoering) ini dapat dilihat di arrest tanggal 7 Mei 1906, W. 8372, yang menyatakan bahwa perkataan begin van uitvoering” di dalam Pasal 53 ayat (1) KUHP itu terutama harus dihubungkan dengan uitvoering van hetmisdrijf (pelaksanaan dari kejahatannya itu sendiri), sehingga perkataan “permulaan
34 35
Loebby Loqman, op.cit., hal. 20-21. P.A.F. Lamintang, op.cit. hal. 559-560.
Bob Sadiwijaya : Analisis Terhadap Unsur-Unsur Dari Suatu Percobaan Melakukan Kejahatan/ Poging (Studi Kasus Putusan PN Tanjung Balai Karimun No. 135/PID.B/2008/PN.Tbk), 2009. USU Repository © 2009
pelaksanaan” itu terutama harus diartikan sebagai “permulaan pelaksanaan dari perbuatan untuk melakukan kejahatan”. 36 Sebagian besar dari arrest Hoge Raad yang berkenaan dengan percobaan yang dapat dihukum sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 53 KUHP itu sangat dipengaruhi oleh pendapat Simons. Ajaran-ajaran Simons mengenai percobaan yang dapat dihukum yang mempunyai pengaruh cukup signifikan terhadap pandangan (pendapat) para anggota Hoge Raad antara lain : a.
Ajaran yang mengatakan bahwa pada delik-delik yang oleh undangundang telah dirumuskan secara formil, suatu permulaan pelaksanaan untuk melakukan suatu kejahatan dianggap telah terjadi yaitu segera setelah kejahatan tersebut mulai dilakukan oleh pelakunya. Ajaran ini telah dianut oleh Hoge Raad dalam arrest tanggal 8 Maret 1920, N.J. 1920 halaman 458, W. 10554 yang menyatakan antara lain: perbuatan menawarkan untuk dibeli dan perbuatan menghitung uang kertas yang telah dipalsukan di depan orang lain dengan maksud untuk melakukan suatu pemalsuan, menurut arrest ini merupakan suatu permulaan dari tindakan pemalsuan yang dapat dihukum.
b.
Ajaran yang mengatakan bahwa pada delik-delik yang oleh undangundang telah dirumuskan secara materil, suatu percobaan yang dapat dihukum dianggap telah terjadi yaitu segera setelah tindakan yang dilakukan oleh pelakunya itu, menurut sifatnya langsung dapat menimbulkan akibat yang terlarang oleh undang-undang, tanpa
36
Ibid., hal. 564.
Bob Sadiwijaya : Analisis Terhadap Unsur-Unsur Dari Suatu Percobaan Melakukan Kejahatan/ Poging (Studi Kasus Putusan PN Tanjung Balai Karimun No. 135/PID.B/2008/PN.Tbk), 2009. USU Repository © 2009
pelakunya tersebut harus melakukan suatu tindakan yang lain. Ajaran ini telah dianut oleh Hoge Raad yaitu antara lain dalam arrest yang terkenal tanggal 19 Maret 1934, N.J. 1934 halaman 450, W. 12731, yang dikenal dengan Eindhovense Brandstichting-arrest atau arrest pembakaran rumah di kota Endhoven. c.
Ajaran yang mengatakan bahwa pada delik-delik yang oleh undangundang telah ditentukan bahwa untuk melakukan delik-delik tersebut harus dipergunakan alat atau cara-cara tertentu, ataupun dimana penggunaan alat atau cara-cara semacam itu oleh undang-undang telah dinyatakan sebagai unsur yang memberatkan hukuman, maka suatu percobaan yang dapat dihukum untuk melakukan delik-delik seperti itu
dianggap
telah
terjadi,
yaitu
segera
setelah
pelakunya
menggunakan alat atau cara yang bersangkutan untuk melakukan kejahatannya. Ajaran ini telah dianut oleh Hoge Raad yaitu sebagaimana yang dapat kita lihat antara lain di dalam arrest-arrestnya masing-masing: tanggal 12 Januari 1891, W. 5990, tanggal 4 April 1932, N.J. 1932 halaman 786, W. 12515, tanggal 9 Juni 1941, N.J. 1941 No. 883 yang pada dasarnya mengatakan bahwa: pembongkaran, perusakan, atau pembukaan dengan kunci-kunci palsu dan pemanjatan itu merupakan permulaan pelaksanaan kejahatan pencurian dengan pemberatan.
37
37
Ibid., hal. 565-568.
Bob Sadiwijaya : Analisis Terhadap Unsur-Unsur Dari Suatu Percobaan Melakukan Kejahatan/ Poging (Studi Kasus Putusan PN Tanjung Balai Karimun No. 135/PID.B/2008/PN.Tbk), 2009. USU Repository © 2009
Dan di dalam arrest-arrestnya masing-masing tanggal 20 Januari 1919, N.J. 1919 halaman 269, W. 10389, dan tanggal 19 Mei 1919, N.J. 1919 halaman 634, W. 10424 yang pada dasarnya menyatakan bahwa: pencurian dengan perusakan itu merupakan suatu kejahatan. Dengan merusak penutup sebuah rumah, dimulailah sudah pelaksanaan pencurian tersebut. Dalam hal ini telah terjadi suatu percobaan untuk melakukan suatu pencurian dengan perusakan. 38 Menurut van Bemmelen, kedua metode baik metode objektif maupun metode subjektif, jika diberlakukan secara terlalu kaku, maka pemberlakuan seperti ini akan menjurus kepada ketidakbenaran. Karena paham subjektif itu telah mengartikan hubungan kausal secara terlalu luas, sehingga seseorang telah dapat dihukum sebagai seorang pelaku atau dalam masalah poging sebagai orang yang telah melakukan percobaan, padahal hubungan antara tindakan mereka dengan akibat akhirnya itu terlalu jauh atau tindakan mereka itu tidak mendatangkan bahaya yang begitu besar untuk dapat menimbulkan suatu akibat tersebut. Sebaliknya paham objektif murni tidak akan menghukum mereka yang telah menunjukkan adanya sifat berbahaya dan telah diwujudkan dengan tindakantindakan nyata. Dalam hal ini van Bemmelen memberikan contoh seperti kasus mereka yang telah mencoba melakukan pembakaran. 39 Oleh karena itu menurut van Bemmelen, bahwa di antara paham subjektif dan paham objektif itu diperlukan suatu tussenopvatting (paham antara), yang memandang suatu uitvoeringshandelingen (tindakan pelaksanaan) itu sebagai tindakan yang mendatangkan bahaya bagi kemungkinan timbulnya akibat yang
38
Ibid., hal 568.
Bob Sadiwijaya : Analisis Terhadap Unsur-Unsur Dari Suatu Percobaan Melakukan Kejahatan/ Poging (Studi Kasus Putusan PN Tanjung Balai Karimun No. 135/PID.B/2008/PN.Tbk), 2009. USU Repository © 2009
tidak dikehendaki oleh undang-undang. Bahaya yang dimaksud tersebut haruslah dianggap telah ada yaitu jika pelakunya telah menciptakan sejumlah keadaan yang menurut pengalaman manusia, tanpa masih diperlukan lebih banyak hal yang lain, dapat menimbulkan keadaan yang lain lagi. Jika sejumlah keadaan telah tercipta, dimana keadaan semacam itu telah menimbulkan suatu bahaya bagi kemungkinan timbulnya keadaan yang lain, maka sebenarnya tindakan seorang pelaku itu telah mencapai suatu tingkat tertentu dimana tindakannya itu telah dapat disebut sebagai suatu uitvoeringshandelingen atau tindakan pelaksanaan. 40 Menurut Moeljatno, suatu perbuatan dianggap sebagai permulaan pelaksanaan dari delik yang dituju oleh si pelaku, jika memenuhi tiga syarat. Syarat pertama dan kedua diambil dari rumusan percobaan Pasal 53 KUHP, sedangkan syarat yang ketiga diambil dari sifat tiap-tiap delik. Adapun syaratsyarat tersebut adalah : a.
Secara objektif apa yang telah dilakukan terdakwa harus mendekatkan kepada delik yang dituju. Atau dengan kata lain, harus mengandung potensi untuk mewujudkan delik tersebut.
b.
Secara subjektif, dipandang dari sudut niat, harus tidak ada keraguan lagi, bahwa yang telah dilakukan oleh terdakwa itu, ditujukan atau diarahkan kepada delik yang tertentu tadi.
39 40
Ibid., hal. 569. Ibid., hal. 569-570.
Bob Sadiwijaya : Analisis Terhadap Unsur-Unsur Dari Suatu Percobaan Melakukan Kejahatan/ Poging (Studi Kasus Putusan PN Tanjung Balai Karimun No. 135/PID.B/2008/PN.Tbk), 2009. USU Repository © 2009
c.
Bahwa apa yang telah dilakukan oleh terdakwa merupakan perbuatan yang bersifat melawan hukum. 41
Selanjutnya Moeljatno menyatakan bahwa berkenaan dengan ketiga syarat tentang permulaan pelaksanaan tersebut perlu dikemukakan catatan-catatan sebagai berikut: a.
Oleh karena delik yang dituju tidak diketahui, lebih dahulu bahkan harus ditetapkan, antara lain dengan mengingat perbuatan yang telah dilakukan. Maka istilah permulaan pelaksanaan dalam Pasal 53 KUHP tidak mungkin mempunyai arti yang tetap.
b.
Karenanya juga tidak mungkin dipakai pegangan untuk menentukan, apakah sudah ada percobaan yang dapat dipidana atau belum. Untuk ini (yaitu untuk menentukan delik yang dituju) diperlukan adanya bukti-bukti di luar wet.
c.
Sehubungan dengan ini, meskipun perbuatan yang dilakukan ini mungkin dipisahkan dari unsur niat, tapi dalam pada itu jangan lalu berpendapat bahwa isinya niat hanya mungkin dibuktikan dari perbuatan yang telah dilakukan saja. 42
41 42
Moeljatno, Op.cit., hal. 28-29. Ibid.. hal. 29.
Bob Sadiwijaya : Analisis Terhadap Unsur-Unsur Dari Suatu Percobaan Melakukan Kejahatan/ Poging (Studi Kasus Putusan PN Tanjung Balai Karimun No. 135/PID.B/2008/PN.Tbk), 2009. USU Repository © 2009
3. Pelaksanaan tidak selesai semata-mata bukan karena kehendak dari pelaku. Syarat ketiga agar seseorang dapat dikatakan telah melakukan percobaan menurut KUHP adalah pelaksanaan itu tidak selesai bukan semata-mata disebabkan karena kehendak pelaku. Pada syarat ketiga ini ada 3 macam hal yang menjadi perhatian yaitu: a. tidak selesai b. hanyalah c. keadaan-keadaan di luar kehendak pelaku. 43 Yang tidak selesai itu adalah kejahatan, atau kejahatan itu tidak terjadi sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang, atau tidak sempurna memenuhi unsur-unsur dari kejahatan menurut rumusannya; Dengan perkataan lain niat pelaku untuk melaksanakan kejahatan tertentu yang sudah dinyatakan dengan tindakannya terhenti sebelum sempurna terjadi kejahatan itu. Dapat juga dikatakan, bahwa tindakan untuk merugikan sesuatu kepentingan hukum yang dilindungi oleh undang-undang-hukum-pidana itu terhenti sebelum terjadi “kerugian” yang sesuai dengan perumusan undang-undang. 44 Dalam hal ini ada kesulitan untuk menentukan apakah memang benar tidak selesainya perbuatan yang dikehendaki itu berasal dari kehendak pelaku dengan sukarela. Suatu hal yang dapat dilakukan dalam pembuktian adalah dengan menentukan keadaan apa yang menyebabkan tidak selesainya perbuatan itu. Apakah tidak selesainya perbuatan itu karena keadaan yang terdapat di dalam
43
E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi, op.cit., hal.324.
Bob Sadiwijaya : Analisis Terhadap Unsur-Unsur Dari Suatu Percobaan Melakukan Kejahatan/ Poging (Studi Kasus Putusan PN Tanjung Balai Karimun No. 135/PID.B/2008/PN.Tbk), 2009. USU Repository © 2009
diri si pelaku yang dengan sukarela mengurungkan niatnya itu atau karena ada faktor lain di luar dari dalam diri si pelaku yang mungkin menurut dugaan atau perkiraannya dapat membahayakan dirinya sehingga memaksanya untuk mengurungkan niatnya itu. Menurut Barda Nawawi Arief tidak selesainya pelaksanaan kejahatan yang dituju bukan karena kehendak sendiri, dapat terjadi dalam hal-hal sebagai berikut: a. Adanya penghalang fisik. Contoh: tidak matinya orang yang ditembak, karena tangannya disentakkan orang sehingga tembakan menyimpang atau pistolnya terlepas. Termasuk dalam pengertian ini ialah jika ada kerusakan pada alat yang digunakan misal pelurunya macet / tidak meletus, bom waktu yang jamnya rusak. b. Walaupun tidak ada penghalang fisik, tetapi tidak selesainya itu disebabkan karena akan adanya penghalang fisik. Contoh: takut segera ditangkap karena gerak-geriknya untuk mencuri telah diketahui oleh orang lain. c. Adanya penghalang yang disebabkan oleh faktor-faktor / keadaankeadaan khusus pada objek yang menjadi sasaran. Contoh: Daya tahan orang yang ditembak cukup kuat sehingga tidak mati atau yang tertembak bagian yang tidak membahayakan; barang 44
Ibid.
Bob Sadiwijaya : Analisis Terhadap Unsur-Unsur Dari Suatu Percobaan Melakukan Kejahatan/ Poging (Studi Kasus Putusan PN Tanjung Balai Karimun No. 135/PID.B/2008/PN.Tbk), 2009. USU Repository © 2009
yang akan dicuri terlalu berat walaupun si pencuri telah berusaha mengangkatnya sekuat tenaga. 45 Jika tidak selesainya perbuatan itu disebabkan oleh kehendaknya sendiri, maka dapat dikatakan bahwa ada pengunduran diri secara sukarela. Sering dirumuskan bahwa ada pengunduran diri sukarela, jika menurut pandangannya, ia masih dapat meneruskan perbuatannya, tetapi ia tidak mau meneruskannya. Tidak selesainya perbuatan karena kehendak sendiri secara teori dapat dibedakan antara : a.
Pengunduran diri secara sukarela (rucktritt) yaitu tidak menyelesaikan perbuatan
pelaksanaan
yang
diperlukan
untuk
delik
yang
bersangkutan; dan b.
Penyesalan (tatiger reue) yaitu meskipun perbuatan pelaksanaan sudah diselesaikan, tetapi dengan sukarela menghalau timbulnya akibat mutlak untuk delik tersebut. Misal: orang memberi racun pada minuman si korban, tetapi setelah diminumnya ia segera memberikan obat penawar racun sehingga si korban tidak jadi meninggal.-
Adapun maksud dicantumkan syarat pengunduran secara sukarela menurut Memori Penjelasan (Memorie Van Toelichting) tentang pembentukan Pasal 53 ayat (1) adalah:
45
Barda Nawawi Arif, Sari Kuliah Hukum Pidana II, Universitas Diponegoro, Semarang, 1984, hal. 15. Bob Sadiwijaya : Analisis Terhadap Unsur-Unsur Dari Suatu Percobaan Melakukan Kejahatan/ Poging (Studi Kasus Putusan PN Tanjung Balai Karimun No. 135/PID.B/2008/PN.Tbk), 2009. USU Repository © 2009
a.
Memberikan jaminan bahwa seseorang yang membatalkan niatnya secara sukarela tidak dapat dihukum, apabila ia dapat membuktikan bahwa pada waktunya yang tepat ia masih mempunyai keinginan untuk membatalkan niatnya yang jahat; dan
b.
Karena jaminan semacam itu merupakan suatu sarana yang paling pasti untuk menghentikan pelaksanaan suatu kejahatan yang sedang berlangsung. 46
B. Perumusan Percobaan Di Luar KUHP Mengenai ketentuan percobaan melakukan kejahatan (poging) ada juga diatur di luar Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Perumusan percobaan (poging) di luar KUHP dapat dilihat dalam beberapa undang-undang tindak pidana khusus diantaranya adalah: UU No. 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika; UU No. 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika; UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi; UU No. 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia; UU No. 15 Tahun 2002 jo. UU No. 25 Tahun 2003 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang; dan UU No. 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Ketentuan mengenai percobaan melakukan kejahatan dalam UndangUndang tersebut dapat diuraikan sebagai berikut: 1. UU No. 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika
46
P.A.F. Lamintang. Op.cit., hal. 571.
Bob Sadiwijaya : Analisis Terhadap Unsur-Unsur Dari Suatu Percobaan Melakukan Kejahatan/ Poging (Studi Kasus Putusan PN Tanjung Balai Karimun No. 135/PID.B/2008/PN.Tbk), 2009. USU Repository © 2009
Dalam UU No. 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika, perumusan percobaan/ poging diatur dalam Pasal 83, yang berbunyi sebagai berikut: “Percobaan atau permufakatann jahat untuk melakukan tindak pidana narkotika sebagaiamana diatur dalam Pasal 78, 79, 80, 81, dan 82, diancam dengan pidana yang sama sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam pasal-pasal tersebut.”47 2. UU No. 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika Perumusan percobaan/ poging di dalam UU No. 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika terdapat dalam Pasal 69, yang berbunyi sebagai berikut: “Percobaan atau perbantuan untuk melakukan tindak pidana psikotropika sebagaimana diatur dalam undang-undang ini dipidana sama dengan jika tindak pidana tersebut dilakukan.” 48 3. UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Perumusan percobaan dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ada diatur dalam Pasal 15 UU No. 31 Tahun 1999, yang berbunyi sebagai berikut: “Setiap orang yang melakukan percobaan, pembantuan atau permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi, dipidana dengan pidana
47 48
Lihat Pasal 83 UU 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika. Lihat Pasal 69 UU 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika
Bob Sadiwijaya : Analisis Terhadap Unsur-Unsur Dari Suatu Percobaan Melakukan Kejahatan/ Poging (Studi Kasus Putusan PN Tanjung Balai Karimun No. 135/PID.B/2008/PN.Tbk), 2009. USU Repository © 2009
yang sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 5 sampai dengan Pasal 14.” 49 4. UU No. 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia Dalam UU No. 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, ketentuan percobaan/ poging diatur dalam Pasal 41, yang berbunyi: “Percobaan, permufakatan jahat, atau pembantuan untuk melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 atau Pasal 9 dipidana dengan pidana yang sama dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36, Pasal 37, Pasal 38, Pasal 39, dan Pasal 40. 50 5. UU No. 15 Tahun 2002 jo. UU No. 25 Tahun 2003 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang Dalam Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (UU No. 15 Tahun 2002 jo. UU No. 25 Tahun 2003), perumusan percobaan/ poging ada diatur dalam Pasal 3 ayat (2) UU No. 15 Tahun 2002, yang berbunyi: “Setiap orang yang melakukan percobaan, pembantuan atau permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana pencucian uang dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).” 51 6. UU No. 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang Perumusan percobaan dalam UU Pemberantasan Tindak
Pidana
Perdagangan Orang (UU No. 22 tahun 2007) ada diatur dalam Pasal 10, yang berbunyi:
49
Lihat Pasal 15 UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Bob Sadiwijaya : Analisis Terhadap Unsur-Unsur Dari Suatu Percobaan Melakukan Kejahatan/ Poging (Studi Kasus Putusan PN Tanjung Balai Karimun No. 135/PID.B/2008/PN.Tbk), 2009. USU Repository © 2009
Namun, dalam undang-undang tersebut tidak ada mengatur mengenai syarat-syarat/ unsur-unsur dari percobaan (poging) baik di dalam materi undangundang tersebut, maupun di dalam penjelasan undang-undang tersebut. Oleh karena tidak adanya pengaturan unsur-unsur percobaan dalam undang-undang tersebut, maka syarat-syarat/ unsur-unsur percobaan ini di luar KUHP tersebut harus mengacu kepada perumusan syarat-syarat/ unsur-unsur percobaan yang ada dalam KUHP. Jadi, tidak ada perbedaan dalam merumuskan syarat-syarat/ unsurunsur percobaan baik dalam KUHP maupun di luar KUHP. Perbedaan antara perumusan percobaan yang diatur dalam KUHP dengan perumusan percobaan yang diatur di luar KUHP terletak pada hukuman pidana yang dijatuhkan terhadap pelaku percobaan melakukan kejahatan tersebut. Pidana maksimal yang dijatuhkan bagi pelaku percobaan melakukan kejahatan/ poging yang diatur dalam KUHP adalah hukuman pokok dikurangi sepertiga. Tetapi, dalam semua undang-undang yang telah diuraikan diatas menyatakan bahwa pidana yang dijatiuhkan bagi pelaku percobaan melakukan kejahatan/ poging adalah sama dengan pelaku kejahatan yang telah selesai. Dasar berlakunya ketentuan pemidanaan terhadap percobaan melakukan kejahatan (poging) ini adalah asas “Lex Spesialis Derogat Lex Generalis” (peraturan yang khusus mengenyampingkan peraturan yang umum). Dalam hal
50
Lihat Pasal 41 UU 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
Bob Sadiwijaya : Analisis Terhadap Unsur-Unsur Dari Suatu Percobaan Melakukan Kejahatan/ Poging (Studi Kasus Putusan PN Tanjung Balai Karimun No. 135/PID.B/2008/PN.Tbk), 2009. USU Repository © 2009
ini, peraturan umumnya adalah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP); sedangkan peraturan yang khusus adalah UU di luar KUHP, yaitu undang-undang tindak pidana yang khusus seperti yang telah diuraikan diatas. Jadi, terhadap pelaku percobaan melakukan tindak pidana khusus sebagaimana diatur dalam undang-undang tindak pidana khusus tersebut hukuman yang dijatuhkan bukan hukuman pokok dikurangi sepertiga, tetapi hukumannya sama dengan pelaku tindak pidana yang telah selesai.
C. Bentuk-Bentuk Percobaan Ada beberapa ajaran yang perlu dibicarakan dalam hal percobaan yaitu mengenai bentuk-bentuk dari percobaan itu sendiri, adapun bentuk-bentuk adalah. 1. Percobaan yang Dikwalifisir Percobaan yang dikualifisir adalah apabila pelaku yang melakukan percobaan terhadap suatu tindak pidana, tetapi kemudian ia membatalkan lanjutan tindakan yang telah diniatkan tersebut secara sukarela, tetapi pelaku telah memenuhi unsur-unsur tindak pidana yang lain. Dalam hal ini pelaku bisa dituntut pidana berdasarkan tindak pidana yang selesai dilakukan tersebut. Contoh : A hendak membunuh B sekeluarga, untuk melaksanakan niatnya itu, A pada tengah malam menyiram rumah B dengan bensin dan membakarnya dengan maksud supaya B beserta keluarganya mati terbakar, tetapi setelah terjadi kebakaran pelaku merasa menyesal (secara sukarela). Lalu mendobrak salah satu pintu yang 51
Lihat Pasal 3 ayat (2) UU 15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
Bob Sadiwijaya : Analisis Terhadap Unsur-Unsur Dari Suatu Percobaan Melakukan Kejahatan/ Poging (Studi Kasus Putusan PN Tanjung Balai Karimun No. 135/PID.B/2008/PN.Tbk), 2009. USU Repository © 2009
belum terbakar dan turut mengusahakan supaya B dan keluarganya selamat, tetapi rumah B tetap terakar, dalam hal ini pelaku dipersalahkan telah melakukan pembakaran, sedangkan untuk prcobaan pembunuhan dia tidak dipersalahkan, dalam arti kata percobaan untuk membunuh tidak dipidana dirubah menjadi tindak pidana pembakaran, sekiranya terhindarnya B dan keluarganya dari pembunuhan, bukan atas usaha pelaku, maka untuk kasus seperti ini ada yang berpendapat telah menjadi gabungan tindak pidana percobaan terhadap pembunuhan berbarengan dengan pembakaran (340 jo 53 dan 187 (2e) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). 52 Selain itu ada yang berpendapat bahwa percobaan yang dikualifisir adalah percobaan yang perbuatan pelaksanannya merupakan tindak pidana selesai yang lain dengan yang dituju, tanpa adanya pengunduran diri secara sukarela dari pelaku. Contoh A karena kebencian bermaksud hendak membunuh B dengan sebilah pisau, setelah ditusukkan B ternyata tidak mati tetapi hanya luka berat, artinya pembunuhan tidak terjadi yang terjadi adalah penganiayaan yang menyebabkan luka berat (Pasal 351 ayat 1) atau penganiayaan berencana yang menyebabkan luka berat (Pasal 355) KUHP. Kalau diperhatikan dari contoh kasus diatas, dasar penyebutan bahwa kasus tersebut adalah percobaan yang di kualifisir hanya di lihat dari sudut kenyataan riel semata ( sudut objektif ) tetapi kalau dilihat dari sudut subjektif, syarat batin si pelaku, sesungguhnya dalam kasus seseorang yang hendak membunuh dengan cara menikam dengan pisau, tetapi dari tikaman tersebut tidak
52
E.Y. Kanter dan S. R. Sianturi, op.cit., hal. 332.
Bob Sadiwijaya : Analisis Terhadap Unsur-Unsur Dari Suatu Percobaan Melakukan Kejahatan/ Poging (Studi Kasus Putusan PN Tanjung Balai Karimun No. 135/PID.B/2008/PN.Tbk), 2009. USU Repository © 2009
menimbulkan kematian tetapi hanya menyebabkan luka berat. Karena dari sudut batin sungguh berbeda antara pembunuhan dengan penganiayaan, pada pembunuhan
sikap
batin
menginginkan
kematian
korban,
tetapi
pada
penganiayaan pelaku hanya menginginkan pada korban terjadi luka-luka atau korban marasakan sakit karena luka-luka. Oleh sebab itu orang yang berkehendak membunuh yang perbuatan pelaksanannya dengan cara misalnya menusuk dengan pisau, ternyata hanya menyebabkan luka-luka saja, tidaklah bisa disebut telah melakukan tindak pidana lain yang selesai misalnya penganiayaan yang menimbulkan luka berat (351 ayat 2 KUHP), tetapi kasus tersebut tetap percobaan pembunuhan (338 jo 53) KUHP. Lain halnya apabila setelah tikaman pertama pelaku membatalkan niatnya untuk membunuh korban tetapi hanya untuk melukai saja, sehingga tikaman yang kedua dan seterusnya tidak ditujukan pada bagian yang mematikan, misalnya pada bagian kaki sehingga dalam hal ini bisa dikualisir sebagai kejahatan penganiayaan. 53 2. Pecobaan Selesai (delik mangue) Adapun yang dimaksud dengan percobaan selesai adalah apabila pelaku telah melakukan perbuatan yang ditujukan yang pelaksanaannya telah dilakukan tetapi yang diinginkan tidak terjadi, dan dikatakan selesai oleh sebab pelaksanaannya sesunggunya sama dengan pelaksanaan yang dapat menimbulkan tindak pidana selesai. Contoh orang yang berkehendak membunuh musuhnya ia telah mengarahkan moncong senapang ketubuh
53
musuhnya, pelatuk telah
Adami Chazawi, op.cit., hal. 63-64.
Bob Sadiwijaya : Analisis Terhadap Unsur-Unsur Dari Suatu Percobaan Melakukan Kejahatan/ Poging (Studi Kasus Putusan PN Tanjung Balai Karimun No. 135/PID.B/2008/PN.Tbk), 2009. USU Repository © 2009
ditariknya, senapang telah meletup, peluru telah meleset, tetapi tidak mengenai sasaran. 54 Dalam kasus percobaan selesai tetap dikategorikan sebagai percobaan, walupun baik niat, permulaan pelaksanaan dan pelaksanaannya telah selesai tetapi oleh sebab tindak pidana yang dituju tidak terjadi, sehingga tetap sebagai percobaan. 3. Percobaan Tertunda Percobaan tertunda adalah percobaan yang perbuatan pelaksanaannya terhenti pada saat mendekati selesainya kejahatan, misalnya seorang yang hendak membunuh musuhnya, pelaku telah membidik dengan senapang terhadap orang yang hendak dibunuhnya, tetapi tiba-tiba ada orang lain memukul tangannya dan terlepaslah senapang dari tangannya. Dalam kasus ini benar-benar percobaan kejahatan yang dapat dipidana karena seluruh syarat dan unsur dari Pasal 53 ayat (1) telah terpenuhi. 55 4. Percobaan tidak Memadai (Ondeugdelijke poging) Telah lazim istilah ondeugdelijke poging yanh oleh ahli hukum di Indonesia diterjemahkan dengan istilah percobaan tidak mampu, yang dimaksud suatu percobaan meskipun telah ada perbuatan yang dianggap permulaan pelaksanaan, akan tetapi oleh karena suatu hal, bagaimanpun perbuatan yang diniati itu tidak akan terlaksana atau dengan kata lain suatu perbuatan yang merupakan percobaan, tetapi melihat sifat dari peristiwa itu tidak mungkin pelaksanaan perbuatan yang diniati akan terlaksana sesuai dengan harapannya
54
Ibid., hal. 62.
Bob Sadiwijaya : Analisis Terhadap Unsur-Unsur Dari Suatu Percobaan Melakukan Kejahatan/ Poging (Studi Kasus Putusan PN Tanjung Balai Karimun No. 135/PID.B/2008/PN.Tbk), 2009. USU Repository © 2009
Ada juga ahli hukum yang tidak setuju dengan istilah percobaan tidak mampu, seperti Lamitang yang lebih suka menyebutkannya dengan Ondeugdelijke Middel untuk percobaan tidak mampu karena objeknya yang tidak sempurna, menurut beliau penggunaan istilah Ondeugdelijke poging kurang tepat karena istilah ini bisa menimbulkan kasalahpahaman, yakni seolah-olah yang tidak sempurna itu adalah percobaannya padahal yang dimaksud itu adalah perbuatan seseorang yang tidak dapat menyelesaikan sebagaimana yang disyaratkan oleh undang-undang, oleh sebab alatnya dan atau objeknya yang menurut sifatnya tidak mungkin dapat terjadi suatu kejahatan. Jadi yang tidak sempurna itu bukan percobaannya, melainkan perbuatannya. 56 Menurut Adam Chazawi yang tidak sempurna itu bukan percobaannya dan juga bukan perbuatannya, tetapi alat ada atau objek kejahatan, karena alat dan atau objeknya yang tidak sempurna, atau tidak mampu yang karena sifatnya yang sedemikian rupa, sehingga menyebabkan tindak pidana yang dituju tidak mungkin terwujud. Namun, karena istilah ondeugdelijke poging atau percobaan tidak mampu telah lazim digunakan dan dipahami dengan isi dan artinya yang tertentu maka tidak salah tetap digunakan. Timbulnya percobaan tidak memadai dikarenakan telah adanya perbuatan pelaksanaan tetapi delik yang dituju tidak selesai atau akibat yang dilarang tidak terjadi.
55
Ibid., hal. 63. Menurut buku karangan Adami Chazawi yang berjudul Percobaan dan Penyertaan, percobaan tidak memadai dimasukkan ke dalam perbuatan-perbuatan yang mirip dengan percobaan, tetapi setelah diperhatikan bahwa percobaan tidak memadai dapat dihukum sedangkan perbuatan yang mirip percobaan tidak dapat dihukum. Maka percobaan tidak memadai termasuk ke dalam percobaan. Lihat Adami Chazawi, op.cit., hal. 47-48. 56
Bob Sadiwijaya : Analisis Terhadap Unsur-Unsur Dari Suatu Percobaan Melakukan Kejahatan/ Poging (Studi Kasus Putusan PN Tanjung Balai Karimun No. 135/PID.B/2008/PN.Tbk), 2009. USU Repository © 2009
Ada dua hal yang mengakibatkan tidak sempurnanya percobaan tersebut, pertama karena alat (sarana) yang dipergunakan tidak sempurna dan yang kedua objek (sasaran) tidak sempurna. Masing-masing ketidaksempurnaan itu ada 2 macam yaitu tidak sempurna secara mutlak (absolut) dan tidak sempurna secara nisbi (relatif). Loebby logman memberikan contoh secara terperinci sebagai berikut: 1. Ketidaksempurnaan sarana (alat) a. Ketidaksempurnaan sarana secara mutlak Contoh: A ingin membunuh B dengan menggunakan racun arsenicum, pada saat B lengah A memasukkan arsenicum ke dalam minuman B, namun B tetap hidup karena ternyata yang dimasukkan kedalam minuman B bukan arsenicum tetapi gula pasir. b. Keidaksempurnaan sarana secara nisbi Contoh Perisiwa seperti yang diatas, tetapi A memberikan racun arsenicum kedalam minuman B dalam dosis yang tidak mencukupi sehungga A tetap hidup. 57 Pada alat yang tidak sempurna mutlak, tidaklah dapat melahirkan tindak pidana, melakukan perbuatan dengan maksud mewujudkan kejahatan, dengan menggunakan alatnya yang tidak sempurna mutlak, kejahatan itu tidak mungkin terjadi, seperti yang telah dicontohkan diatas dimana B tidak akan mati karena
57
Loebby Loqman, op.cit., hal. 35
Bob Sadiwijaya : Analisis Terhadap Unsur-Unsur Dari Suatu Percobaan Melakukan Kejahatan/ Poging (Studi Kasus Putusan PN Tanjung Balai Karimun No. 135/PID.B/2008/PN.Tbk), 2009. USU Repository © 2009
yang diberikan bukan racun tetapi gula pasir, dengan demikian pembunuhan tidak mungkin terjadi, begitu pula dengan percobaan, sebab syarat-syarat yang ditentukan dalam pasal 53 (1) tidak mungkin ada dalam alat yang tidak sempurna mutlak. 58 Warangan (arsenicum) adalah racun yang pada umumnya mutlak mampu untuk membunuh orang, tetapi mati tidaknya orang yang meminum minuman yang sebelumnya dicampur warangan adalah relativ tergantung pada dua hal yaitu apakah dalam dosisnya mampu untuk mematikan atau tidak, yang kedua apabila telah memenuhi dosis yang mematikan orang pada umumnya masih juga tergantung pada daya tahan tubuh orang tersebut terhadap racun warangan. Disini warangan adalah alat yang tidak sempurna nisbi(relatif) seperti yang telah dicontohkan diatas dimana B bisa saja mati walaupun dosis racun yang diberikan tidak cukup mematikan. 59 2. Ketidak sempurnaan sasaran (objek) a. Ketidaksempurnaan sasaran secara mutlak Contoh : A ingin membunuh B, pada suatu malam A masuk kamar B dan menikam B, ternyata B telah meninggal sebelum ditikam oleh A. Dalam hal ini A tidak mengetahui karena kamar tidur B dalam keadaan gelap, jadi A menikam mayat. b. Ketidaksempurnaan sasaran secara nisbi Contoh :
58
Adami Chazawi, op.cit., hal. 52.
Bob Sadiwijaya : Analisis Terhadap Unsur-Unsur Dari Suatu Percobaan Melakukan Kejahatan/ Poging (Studi Kasus Putusan PN Tanjung Balai Karimun No. 135/PID.B/2008/PN.Tbk), 2009. USU Repository © 2009
A ingin membunuh B, tapi B mengetahui dirinya teramcam oleh A, sehingga B selalu keluat kamar dengan menggunakan rompi anti peluru di dalam bajunya. Ketika penembakan oleh A, meskipun mengenai dada B, karena menggunakan rompi anti peluru B tidak mati. Mengenai percobaan yang tidak mampu karena objeknya, MvT mengemukakan : Syarat-syarat umum percobaan menurut pasal 53 KUHP ialah syarat-syarat percobaan untuk melakukan kejahatan tertentu dalam buku II KUHP. Jika untuk mewujudkan kejahatan tertentu tersebut diperlukan objek, maka percobaan melakukan kejahatan itupun harus ada objeknya. Kalau tidak ada objeknya, maka juga tidak ada percobaan. Hal penting untuk diketahui adalah apakah dengan tidak sempurnanya alat ataupun objek, dapat dianggap telah menjadi suatu percobaan. Jika dilihat dari syarat-syarat terjadinya suatu percobaan, maka pelaku telah memenuhi 3 syarat percobaan, yaitu ada niat untuk melskukan suatu kejahatan, dan sudah mewujudkan niat tersebut ke dalam suatu bentuk perbuatan pelaksanaan, tetapi delik yang dituju itu tidak selesai karena adanya faktor eksternal dari diri orang itu, yaitu karena alat atau objeknya itu tidak sempurna. Apabila terjadi kasus percobaan pembunuhan dimana alat atau objeknya tidak sempurna seperti contoh diatas, apakah pelaku dapat dipidana, hal ini tergantung dari teori mana yang digunakan, bagi mereka yang menggunakan teori subjektif, tidak ada perbedaan antara ketidaksempurnaan mutllak maupun ketidaksempurnaan nisbi,
59
karena dianggap dari semula pelaku sudah
Ibid., hal. 51.
Bob Sadiwijaya : Analisis Terhadap Unsur-Unsur Dari Suatu Percobaan Melakukan Kejahatan/ Poging (Studi Kasus Putusan PN Tanjung Balai Karimun No. 135/PID.B/2008/PN.Tbk), 2009. USU Repository © 2009
mempunyai niat untuk melakukan kejahatan, sehingga dapat dihukum. Namun tidak demikian halnya dengan teori objektif, hanya ketidaksempurnaan mutlak saja yang tidak dapat dipidana. Sebab dalam keadaan bagaimanapun tidak mungkin menyelesaikan kejahatan yang menjadi niat pelaku. Karena itu tidak mungkin
membahayakan
kepentingan
hukum.
Bagi
teori
objektif,
ketidaksempurnaan nisbi sebenarnya telah sampai kepada penyelesaian kejahatan yang diniatkan pelaku. Hanya saja ada keadaan sedemikian rupa sehingga kemungkinan penyelesaian berkurang, sehingga dianggap telah membahayakan kepentingan Hukum,
sehingga pelaku
perlu
dipidana.
Sedangkan untuk kesempurnaan mutlak, baik sasaran maupun sarana dianggap tidak membahayakan kepentingan hukum sehingga tidak perlu dipidana. 60
D. Percobaan yang Mirip Percobaan Berbicara tentang percobaan melakukan kejahatan ada dua bentuk perbuatan yang mirip dengan percobaan melakukan tindak pidana, dan hal ini sering terjadi kesalahpahaman dalam masyarakat. Perbuatan itu adalah : 1. Mangel am Tatbestand Mangel am Tatbestand adalah suatu perbuatan yang diarahkan untuk mewujudkan tindak pidana tetapi ternyata kekurangan atau tidak memenuhi salah satu unsur tindak pidana yang dituju. Umpamanya pada tahun 1897 Hoge raad menetapkan bahwa penguguran dalam pasal 348 KUHP hanya dapat dipidana kalau kandungan hidup waktu perbuatan pengguguran dilakukan, jika tidak, maka
60
Loebby Loqman, op.cit., hal. 37.
Bob Sadiwijaya : Analisis Terhadap Unsur-Unsur Dari Suatu Percobaan Melakukan Kejahatan/ Poging (Studi Kasus Putusan PN Tanjung Balai Karimun No. 135/PID.B/2008/PN.Tbk), 2009. USU Repository © 2009
tidak ada penguguran sama sekali, juga tidak ada percobaan karena perbuatan sudah selesai, jadi dapat dibedakan bahwa percobaan terjadi apabila tujuan yang diinginkan tidak terjadi, sedangkan Mangel am Tatbestand tujuan tersebut telah tercapai. 61 2. Delik Putitif Dalam perpustakaan hukum Belanda dikenal pula apa yang dimaksud dengan Putitief delic atau tindak pidana putitif, berbeda dengan Mangel am Tatbestand yang berupa kesalahpahaman terhadap salah satu unsur tindak pidana, tetapi pada Putitief delic ini adalah terjadinya kesesatan hukum untuk mewujudkan tindak pidana, Putitief delic ini bukanlah suatu tindak pidana dan bukan pula percobaan, melainkan kesalahpahaman bagi orang yang melakukan suatu perbuatan yang kiranya telah melakukan tindak pidana, padahal perbuatan tersebut bukan suatu tindak pidana. Contoh orang asing yang melakukan suatu perbuatan yang menurut negaranya merupakan tindak pidana tetapi disini (Indonesia) bukan merupakan tindak pidana. Maka ia tidak bisa dihukum menurut hukum pidana Indonesia. 62
E. Percobaan Pada Delik Kealpaan Secara umum percobaan kejahatan dilakukan terhadap delik kesengajaan, sukar dibayangkan kemungkinan adanya percobaan terhadap delik kealpaan, tetapi kemungkinan tersebut tetap ada misalnya : bilamana seseorang tertarik hatinya untuk membeli suatu barang yang ditawarkan padanya, tetapi karena
61
D. Schaffmeister dkk, op.cit., hal. 225.
Bob Sadiwijaya : Analisis Terhadap Unsur-Unsur Dari Suatu Percobaan Melakukan Kejahatan/ Poging (Studi Kasus Putusan PN Tanjung Balai Karimun No. 135/PID.B/2008/PN.Tbk), 2009. USU Repository © 2009
miring harganya sepatutnya ia menduga (culpa) bahwa barang itu diperoleh dari kejahatan. 63 Tetapi untuk kasus percobaan pembunuhan sulit menemukan kasus tersebut terjadi karena kealpaan.
62 63
Adami Chazawi, op.cit., hal 61. E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi, op.cit., hal. 316
Bob Sadiwijaya : Analisis Terhadap Unsur-Unsur Dari Suatu Percobaan Melakukan Kejahatan/ Poging (Studi Kasus Putusan PN Tanjung Balai Karimun No. 135/PID.B/2008/PN.Tbk), 2009. USU Repository © 2009
BAB III PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU YANG MELAKUKAN PERCOBAAN TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN
A. Unsur-Unsur Pencurian Dengan Pemberatan Kejahatan pencurian dengan pemberatan ini diatur dalam Kitab UndangUndang Hukum Pidana (KUHP) pada Pasal 363, yang berbunyi: (1) Dengan hukuman penjara selama-lamanya tujuh tahun, dihukum: Ke-1: pencurian hewan Ke-2: pencurian pada waktu kebakaran, letusan, banjir, gempa bumi, atau gmpa laut, letusan gunung api, kapal karam, kapal terdampar, kecelakaan kereta api, huru-hara, pemberontakan atau kesengsaraan di masa perang. Ke-3: pencurian pada waktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan yang tertutup yang ada rumahnya, dilakukan oleh orang yang ada disitu tiada dengan setahunya atau bertentangan dengan kemauannya orang yang berhak (yang punya). Ke-4: pencurian dilakukan oleh dua orang bersama-sama atau lebih Ke-5: pencurian yang dilakukan oleh tersalah dengan masuk ke tempat kejahatan itu atau dapat mencapai barang untuk diambilnya, dengan jalan membongkar, memecah, atau memanjat atau dengan jalan memakai kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan palsu. (2) Jika pencurian yang diterangkan dalam No. 3 disertai dengan salah satu hal yang tersebut dalam No. 4 dan 5, dijatuhkan hukuman penjara selamalamanya sembilan tahun. 64
Delik pencurian pada Pasal 363 ini unsurnya sama dengan pencurian yang dimaksud dalam Pasal 362 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), hanya bedanya pencurian yang dimaksud dalam Pasal 363 ini ditambah dengan ditentukan bentuk dan cara melakukan perbuatan, waktu serta jenis barang yang
Bob Sadiwijaya : Analisis Terhadap Unsur-Unsur Dari Suatu Percobaan Melakukan Kejahatan/ Poging (Studi Kasus Putusan PN Tanjung Balai Karimun No. 135/PID.B/2008/PN.Tbk), 2009. USU Repository © 2009
dicuri sehingga memberatkan kualitas pencurian, maka perlu ancaman pidananya lebih berat daripada pencurian biasa. 65 Delik pencurian dengan keadaan yang memberatkan juga disebut delik yang dikualifisir. Jadi, unsur-unsur dari pencurian dengan pemberatan adalah unsur-unsur dari pencurian biasa sebagaimana diatur dalam Pasal 362 KUHP ditambah dengan unsur-unsur mengenai keadaan tertentu sebagaimana diatur dalam dalam Pasal 363 KUHP, yaitu: 1.
benda yang dicuri tersebut adalah hewan. Yang dimaksud dengan hewan adalah semua macam binatang yang berkuku satu, binatang memamah biak, dan babi (Pasal 101 KUHP). Pencurian hewan dianggap berat karena hewan merupakan milik seorang petani yang terpenting dalam melakukan pekerjaannya. 66
2.
pencurian tersebut dilakukan pada saat terjadi suatu peristiwa malapetaka, antara lain: kebakaran, bencana alam, kapal karam, huruhara dan sebagainya. Pencurian yang dilakukan pada saat terjadi malapetaka hukumannya lebih berat, karena ratio pada waktu terjadi malapetaka tersebut, semua orang menjadi panik sehingga semua orang tidak terjaga untuk melindungi harta benda miliknya. Jadi, karena pelaku pencurian
64
R. Soesilo, op.cit., hal. 252-253. Suharto R.M., Hukum Pidana Materiil: Unsur-Unsur Obyektif Sebagai Dasar Dakwaan, Sinar Grafika, Jakarta, 2002, hal. 73. 66 R. Soesilo, op.cit., hal. 253. 65
Bob Sadiwijaya : Analisis Terhadap Unsur-Unsur Dari Suatu Percobaan Melakukan Kejahatan/ Poging (Studi Kasus Putusan PN Tanjung Balai Karimun No. 135/PID.B/2008/PN.Tbk), 2009. USU Repository © 2009
tersebut mengambil kesempatan untuk mencuri pada saat semua orang panik, maka si pelaku tersebut harus dihukum lebih berat. 3.
pencurian yang dilakukan pada malam hari, dalam rumah atau perkarangan tertutup yang ada rumahnya. Pengertian mengenai ‘malam’ dapat dilihat dari Pasal 98 KUHP, yaitu: waktu antar matahari terbenam dan terbit. 67
4.
pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih. Dalam hal ini, keadaan yang memberatkan pidana, karena pencurian dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu, meskipun tidak dijelaskan bagaimana bentuk dari persekutuan tersebut. Dalam persekutuan di mana pencurian dilakukan beberapa orang dan tiap-tiap pelaku dalam perbuatannya mempunyai kedudukan yang mungkin berbeda-beda, tetapi yang penting jumlah orang pada saat dilakukan pencurian itu, namun demikian ancama pidananya tetap sama. 68
5.
pencurian dimana cara yang dilakukan untuk dapat masuk ke tempat pencurian tersebut dengan jalan membongkar, memecah, memanjat, atau dengan menggunakan kunci palsu atau dengan jabatan palsu. “Memecah” maksudnya adalah merusak barang yang agak kecil, seperti
jendela,
peti,
dan
sebagainya.
Sedangkan
pengertian
“membongkar” yaitu merusak barang yang agak besar, misalnya tembok, jendela dan sebagainya.
67 68
Ibid. Suharto R.M., loc.cit.
Bob Sadiwijaya : Analisis Terhadap Unsur-Unsur Dari Suatu Percobaan Melakukan Kejahatan/ Poging (Studi Kasus Putusan PN Tanjung Balai Karimun No. 135/PID.B/2008/PN.Tbk), 2009. USU Repository © 2009
Mengenai pengertian “memanjat” ada diatur dalam Pasal 99 KUHP, yaitu: masuk dengan melalui lubang yang sudah ada, tetapi tidak untuk tempat orang lalu, atau masuk dengan melalui lubang dalam tanah yang sengaja digali, demikian pula melalui selokan atau parit yang gunanya sebagai penutup halaman. Pengertian “kunci palsu” ada diatur dalam Pasal 100 KUHP yaitu yang menyatakan bahwa kunci palsu adalah sekalian perkakas yang gunanya tidak untuk membuka kunci itu. Perintah palsu yaitu perintah yang kelihatannya seperti surat perintah asli yang dikeluarkan oleh orang yang berwajib, tetapi sebenarnya bukan. Pakaian jabatan palsu yaitu pakaian yang dipakai orang yang tidak berhak untuk itu.
B. Dasar Hukum Percobaan Pencurian Dengan Pemberatan Kalau dilihat dalam KUHP, secara khusus tidak ada diatur tentang tindak pidana percobaan pencurian dengan pemberatan. Didalam KUHP hanya dirumuskan tentang dasar hukum percobaan melakukan kejahatan secara umum, yaitu pasal 53 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang bunyinya sebagai berikut: (1) Percobaan untuk melakukan kejahatan terancam hukuman, bila maksud si pembuat telah nyata dengan dimulainya perbuatan itu dan perbuatan itu tidak jadi selesai hanyalah lantaran hal yang tidak tergantung dari kemauannya sendiri (2) Maksimum hukuman utama, yang diadakan bagi kejahatan dikurangkan dengan sepertiganya, dalam hal percobaan. (3) Jika kejahatan itu diancam dengan hukuman mati, atau hukuman penjara seumur hidup, maka bagi percobaan dijatuhkan hukuman penjara selamalamanya lima belas tahun.
Bob Sadiwijaya : Analisis Terhadap Unsur-Unsur Dari Suatu Percobaan Melakukan Kejahatan/ Poging (Studi Kasus Putusan PN Tanjung Balai Karimun No. 135/PID.B/2008/PN.Tbk), 2009. USU Repository © 2009
(4) Hukuman tambahan bagi percobaan sama saja dengan hukuman tambahan bagi kejahatan yang telah selesai
Rumusan pasal 53 KUHP ini berlaku bagi seluruh kejahatan yang dilarang melakukan percobaan terhadapnya, termasuk terhadap tindak pidana pencurian (dengan pemberatan) yang dilanggar dikaitkan dengan Pasal 53 KUHP dengan percobaan tindak pidana. Berbicara tentang tindak pidana pencurian khususnya pencurian dengan pemberatan atau yang sering disebut tindak pidana terhadap “nyawa” dimana di dalam KUHP dimuat dalam Bab XXII dengan judul “pencurian” yang diatur dalam Pasal 362 sampai dengan pasal 367 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Dengan demikian apabila terjadi suatu percobaan terhadap tindak pidana pencurian khususnya kejahatan pencurian dengan pemberatan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 363 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), misalnya A hendak mencuri TV di rumah B pada malam hari, setelah A masuk ke rumah B dan sudah mulai mengangkat TV milik B ke luar rumah B, namun perbuatan A tersebut diketahui oleh si B , sehingga si A tidak jadi mengambil TV si B. Dari kejadian tersebut, maka A sebagai pelaku tidak semata-mata diancam dengan Pasal 363 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang pencurian dengan pemberatan, tetapi juga dikaitkan dengan pasal 53 ayat (1) tentang percobaan melakukan kejahatan yang cara penulisannya adalah A telah melanggar Pasal 363 jo pasal 53 (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang percobaan pencurian dengan pemberatan.
Bob Sadiwijaya : Analisis Terhadap Unsur-Unsur Dari Suatu Percobaan Melakukan Kejahatan/ Poging (Studi Kasus Putusan PN Tanjung Balai Karimun No. 135/PID.B/2008/PN.Tbk), 2009. USU Repository © 2009
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dasar hukum tentang percobaan melakukan pencurian dengan pemberatan adalah Pasal 53 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan dikaitkan dengan tindak pidana pencurian dengan pemberatan yang tidak selesai dilakukan.
C. Penerapan Sanksi Pidana bagi Pelaku Percobaan Pencurian Dengan Pemberatan Hukuman yang diberlakukan bagi pelaku tindak pidana pencurian dengan pemberatan dapat dikatakan hukumannya lebih berat dibandingkan dengan pencurian biasa, dimana terhadap pelaku pencurian biasa sebagaimana diatur dalam Pasal 362 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dapat dijatuhi dengan hukuman penjara maksimal 5 tahun, sedangkan terhadap pelaku pencurian dengan pemberatan sebagaimana diatur dalam Pasal 363 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dapat dijatuhi dengan hukuman pidana penjara maksimal 7 tahun. Lantas bagaimana penerapan hukuman bagi pelaku yang melakukan percobaan terhadap pembunuhan tersebut. Maka kalau diperhatikan rumusan Pasal 53 ayat (2, 3, dan 4) beratnya hukuman bagi pelaku tindak pidana bagi pelaku percobaan pencurian khususnya pencurian dengan pemberatan telah dibatasi oleh pasal tersebut. Adapun rumusan pasal 53 ayat (2, 3, dan 4) adalah: (2) Maksimum hukuman utama, yang diadakan bagi kejahatan dikurangkan dengan sepertiganya, dalam hal percobaan.
Bob Sadiwijaya : Analisis Terhadap Unsur-Unsur Dari Suatu Percobaan Melakukan Kejahatan/ Poging (Studi Kasus Putusan PN Tanjung Balai Karimun No. 135/PID.B/2008/PN.Tbk), 2009. USU Repository © 2009
(3) Jika kejahatan itu diancam dengan hukuman mati, atau hukuman penjara seumur hidup, maka
bagi percobaan dijatuhkan hukuman penjara
selama-lamanya lima belas tahun. (4) Hukuman tambahan bagi percobaan sama saja dengan hukuman tambahan bagi kejahatan yang selesai Dari rumusan pasal 53 tersebut dapat disimpulkan bahwa hukuman bagi pelaku percobaan pencurian dengan pemberatan adalah hukuman pokok dari pencurian dengan pemberatan dikurangi sepertiganya, yaitu percobaan terhadap pencurian dengan pemberatan dimana hukumannya paling lama adalah tujuh tahun penjara, jadi percobaan terhadap kejahatan tersebut adalah dikurangi sepertiganya yaitu tujuh tahun dikurangi sepertiga dri hukuman pokok yaitu dikurangi dua tahun empat bulan, jadi hukuman bagi pelaku percobaan pencurian dengan pemberatan adalah maksimal empat tahun delapan bulan. Namun, dalam ketentuan Pasal 53 ayat (3) menyatakan bahwa terhadap kejahatan yang diancam dengan hukuman mati atau penjara seumur hidup, maka percobaan terhadap kejahatan tersebut adalah paling lama lima belas tahun, misalnya percobaan terhadap pembunuhan yang telah direncanakan terlebih dahulu, yang dirumuskan dalam pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Sedangkan
hukuman tambahan
bagi
percobaan
pencurian dengan
pemberatan kalau diterapkan oleh hakim sama beratnya dengan hukuman tambahan hukuman pencurian dengan pemberatan yang selesai (berdasarkan Pasal 53 ayat (4)).
Bob Sadiwijaya : Analisis Terhadap Unsur-Unsur Dari Suatu Percobaan Melakukan Kejahatan/ Poging (Studi Kasus Putusan PN Tanjung Balai Karimun No. 135/PID.B/2008/PN.Tbk), 2009. USU Repository © 2009
Dari rumusan pasal 53 KUHP tersebut apakah penerapan hukuman bagi pelaku percobaan pencurian khususnya pencurian dengan pemberatan dalam praktek hukum sudah sesuai dengan tujuan pemidanaan, di dalam rancangan KUHP tahun 1982 dapat dijumpai gagasan tentang maksud dan tujuan pemidanaan yaitu: 1. Untuk mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma hukum demi pengayoman masyarakat, 2. Untuk memasyarakatkan terpidana dengan menegakkan pembinaan, sehingga menjadikannya orang yang berguna 3. Untuk menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana, memulihkan keseimbangan dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat. 4. Untuk membebaskan rasa bersalah pada terpidana. Kalau dilihat rumusan dari Pasal 53 KUHP, pidana yang dijatuhkan pada pelaku adalah pidana penjara dan pidana tambahan kalau diperlukan, dan hukuman maksimum lima belas tahun penjara apabila kejahatan itu diancam hukuman mati atau seumur hidup jika selesai dilakukan. Kalau dilihat tujuan hukuman penjara itu tidak hanya semata-mata memberikan pembalasan terhadap perbuatan yang telah dilakukannya dengan memberikan penderitaan kepada terpidana karena telas dirampas atau dihilangkan kemerdekaan bergeraknya, tetapi disamping itu mempunyai tujuan untuk membina dan membimbing terpidana agar dapat kembali menjadi anggota masyarakat yang baik dan berguna bagi
Bob Sadiwijaya : Analisis Terhadap Unsur-Unsur Dari Suatu Percobaan Melakukan Kejahatan/ Poging (Studi Kasus Putusan PN Tanjung Balai Karimun No. 135/PID.B/2008/PN.Tbk), 2009. USU Repository © 2009
masyarakat, bangsa dan negara. 69 Sedangkan hukuman tambahan bagi pelaku percobaan pembunuhan dijatuhkan bersama-sama dengan hukuman pokok, harena dalam menjatuhkan hukuman tambahan hakim harus mempertimbangkan perlu tidaknya
hukuman
tambahan
itu
diberlakukan
bagi
pelaku
percobaan
pembunuhan. Apabila kita ingin mengetahui apakah penerapan hukuman percobaan yang dirumuskan pasal 53 KUHP sudah cocok diterapkan dalam kasus percobaan pencurian khususnya pencurian dengan pemberatan, dalam hal ini kita harus melihat dari dua sisi yang berbeda yaitu: 1. Apabila percobaan pencurian dengan pemberatan yang dilakukan tersebut baru ditahap perbuatan-perbuatan persiapan dalam artikata belum mengakibatkan kerugian atau menurut teori subjektif pelaku baru melakukan perbuatan pelaksanaan dari niat dihukum sesuai dengan Pasal 53 KUHP, dalam hal ini bisa dikatakan kurang efektif untuk diterapkan dengan alasan karena hubungan kuasal ditarik terlampau jauh, orang sudah dapat dipidana padahal akibat yang dilarang masih terlampau jauh. 2. Apabila percobaan pencurian dengan pemberatan yang dilakukan sudah mengakibatkan kerugian pada orang lain/ korban atau menurut teori objektif perbuatan tersebut sudah membahayakan kepentingan hukum, hal-hal ini penerapan pasal 53 KUHP terhadap pelaku sudah bisa dikatakan efektif untuk diterapkan apabila hakim memutuskannya sesuai dengan pertimbangan-pertimbangan hukum, tetapi ada kemungkinan
69
Aruan Sakitjo dan Bambang Poernomo, Hukum Pidana, Dasar Aturan Hukum Pidana
Bob Sadiwijaya : Analisis Terhadap Unsur-Unsur Dari Suatu Percobaan Melakukan Kejahatan/ Poging (Studi Kasus Putusan PN Tanjung Balai Karimun No. 135/PID.B/2008/PN.Tbk), 2009. USU Repository © 2009
apabila teori ini diterapkan secara murni terdakwa bisa terbebas dari hukuman, apabila hal ini terjadi maka keadilan yang dicari tidak tercapai. Terlepas dari efektif atau tidaknya penerapan sanksi terhadap pelaku yang melakukan percobaan pencurian khususnya pencurian dengan pemberatan berdasarkan teori yang digunakan, kita dapat menilai efektif tidaknya hukuman yang dijatuhkan hakim pada pelaku percobaan pencurian dimana pada umumnya hakim sering menjatuhkan pidana pada pelaku kejahatan masih jauh dibawah ketentuan maksimum.
Kodifikasi, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1990, hal. 83. Bob Sadiwijaya : Analisis Terhadap Unsur-Unsur Dari Suatu Percobaan Melakukan Kejahatan/ Poging (Studi Kasus Putusan PN Tanjung Balai Karimun No. 135/PID.B/2008/PN.Tbk), 2009. USU Repository © 2009
BAB IV KASUS POSISI DAN ANALISA KASUS
A. Kasus
1. Identitas Terdakwa: Nama lengkap
: ANGGIAT PAULO AMBARITA Als SILAE Als UCOK ;
Tempat lahir
: Tanjung Balai Asahan ;
Umur / tgl lshir
: 24 tahun / 04 Agustus 1984 ;
Jenis Kelamin
: Laki-laki ;
Kebangsaan
: Indonasia ;
Tempat tinggal
: Kolong atas Kelurahan Sungai Lakam, Kecamatan Tanjung Balai Karimun ;
Agama
: Kristen Protestan ;
Pekerjaan
: Buruh ;
Pendidikan
: SMK (tamat) ;
Penahanan Terdakwa berada dalam Rumah Tahanan Negara sejak : 1. Penyidik, sejak tanggal 26 Mei 2008 s/d tanggal 14 Juni 2009; 2. Perpanjangan Kajari TBK, sejak tanggal 15 Juni 2008 s/d tanggal 24 Juli 2008 ; Bob Sadiwijaya : Analisis Terhadap Unsur-Unsur Dari Suatu Percobaan Melakukan Kejahatan/ Poging (Studi Kasus Putusan PN Tanjung Balai Karimun No. 135/PID.B/2008/PN.Tbk), 2009. USU Repository © 2009
3. Jaksa Penuntut Umum, sejak tanggal 18 Juli s/d 20 Juli 2008 ; 4. Majelis Hakim Pengadilan Negari Tanjung Balai Karimun, sejak tanggal 21 Juli 008 s/d tanggal 19 Agustus 2008 ; 5. Perpanjangan Oleh Pengadilan Negari Tanjung Balai Karimun, sejak tanggal 20 Agustus s/d tanggal 18 Oktober 2008 ;
2. Dakwaan Bahwa ia Terdakwa ANGGIAT PAULO AMBARITA pada haari Minggu tanggal 25 Mei tahun 2008 sekitar jam 00:30 WIB atau antara matahari terbenam dan matahari terbit atau setidak-tidaknya di dalam bulan Mei tahun 2008 bertempat di Lokasi Tower HCPT (Operator Selulat Tri) Wilayah Kampung Harapan Kelurahan Harjo Sari Kecamatan Tebing Kabupaten Karimun atau setidak-tidaknya pada tempat yang termasuk daerah hukum Pengdilan Negeri Tg Balai Karimun, mencoba melakukan kajahatan dipidana jika niat untuk itu telah ternyata dari adanya permulaan pelaksanaan dan tidak selesai pelaksanaan itu bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri mengambil barang suatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk memiliki secara melawan hukum, diwaktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, yang dilakukan oleh orang yang ada disitu atau tidak diketahui atau tidak dikehendaki oleh yang berhak, yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu, yang untuk masuk ke tempat melakukan kejahatan, atau untuk sampai pada barang yang diambil,
Bob Sadiwijaya : Analisis Terhadap Unsur-Unsur Dari Suatu Percobaan Melakukan Kejahatan/ Poging (Studi Kasus Putusan PN Tanjung Balai Karimun No. 135/PID.B/2008/PN.Tbk), 2009. USU Repository © 2009
dilakukan dengan merusak, memotong atau memanjat, atau dengan memakai anak kunci palsu, yang dilakukan dengan cara sebagai berikut: Pada hari Sabtu tanggal 25 Mei tahun 2008 sekira jam 24.00 WIB terdakwa dan IDAI (DPO = Daftar Pencari Orang) sedang berada dirumah terdakwa di Kolong Atas Sei Lakam, tidak lama berselang SLAMET (DPO) datang kerumah terdakwa dengan mengendarai sepeda motor lalu mengajak terdakwa dan IDAI (DPO) untuk pergi kesuatu tempat dengan menjanjikan akan memberikan terdakwa dan IDAI (DPO) masing-masing uang Rp 100.000,(seratus ribu rupiah). Lalu terdakwa dan IDAI (DPO) dibonceng oleh SLAMET (DPO) pergi menuju Lokasi Tower HCPT (Operator Selular Tri) diwilayah kampung harapan kelurahan Harjo Sari Kecamatan Tebing Kabupaten Karimun. Sesampainya disekitar Lokasi Tower HCPT (Operator Selulat Tri), SLAMET (DPO) menyuruh terdakwa dan IDAI (DPO) untuk menunggu SLAMET (DPO) sebentar disemak-semak sekitar Lokasi Tower HCPT tersebut, kemudian SLAMET (DPO) pergi dengan mengendarai sepeda motor lalu beberapa menit kemudian datang menemui terdakwa dan IDAI (DPO) disemak-semak sekitar lokasi Tower HCPT tersebut. Lalu terdakwa, IDAI (DPO) dan SLAMET (DPO) langsung memanjat pagar besi yang mengelilingi Tower HCPT, SLAMET (DPO) membagi tugas terdakwa dan IDAI (DPO) mencabut batang tembaga yang tertanam di tanah, sedangkan SLAMET (DPO) bertugas memotong kabel tembaga tersebut. Selanjutnya terdakwa dan IDAI (DPO) langsung mencabut batang tembaga yang tertanam di dalam tanah dengan cara menggunakan sebatang kayu ukuran 4/4 sepanjang 145 cm dikaitkan pada ujung batang tembaga yang
Bob Sadiwijaya : Analisis Terhadap Unsur-Unsur Dari Suatu Percobaan Melakukan Kejahatan/ Poging (Studi Kasus Putusan PN Tanjung Balai Karimun No. 135/PID.B/2008/PN.Tbk), 2009. USU Repository © 2009
tersambung kabel tembaga bercabang empat, lalu terdakwa dan IDAI (DPO) bersama-sama menarik hingga kabel tersebut tercabut dari tanah. Selanjutnya SLAMET (DPO) langsung memotong kabel tembaga bercabang empat yang tersambung pada batang tembaga tersebut dengan menggunakan sebuah tang bergagang warna kubing hitam hingga kabel tembaga tersebut putus. Kemudian pada saat kabel tembaga tersebut hendak disimpan dalam karung plastik warna putih yang sebelumnya telah disiapkan, terdakwa, SLAMET (DPO), IDAI (DPO) ketahuan oleh saksi CLOUSTER dan diteriaki maling, terdakwa berhasil ditangkap oleh masyarakat yang berada disekitar lokasi Tower Telkomsel tersebut. Sedangkan SLAMET (DPO), IDAI (DPO) berhasil melarikan diri oleh Polsek Tebing telah dibuatkan Daftar Pencarian Orang Bahwa terdakwa tidak ada meminta ijin terlebih dahulu kepada saksi korban dari pemilik HCPT (Operator Selulat Tri) menderita kerugian sebesar ± Rp 3.500.000,- (tiga juta lima ratus ribu rupiah) atau setidak-tidaknya lebih dari Rp 250,- (dua ratus lima puluh rupiah). Perbuatan terdakwa diatur dan diancam pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 53 Jo. Pasal 363 ayat (1) ke-3,4,5 K.U.H.Pidana.
3. Pemeriksaan di Persidangan Berdasarkan kasus yang telah diuraikan diatas, maka penulis akan menguraikan pemeriksaan kasus tersebut di dalam persidangan, yakni: a. Keterangan Saksi
Bob Sadiwijaya : Analisis Terhadap Unsur-Unsur Dari Suatu Percobaan Melakukan Kejahatan/ Poging (Studi Kasus Putusan PN Tanjung Balai Karimun No. 135/PID.B/2008/PN.Tbk), 2009. USU Repository © 2009
Saksi-saksi yang memberikan keterangan di dalam persidangan di bawah ini telah disumpah menurut agama dan kepercayaannya pada pokoknya menerangkan sebagai berikut: 1. Saksi CLOUSTER PANJAITAN -
Bahwa benar saksi telah diperiksa oleh penyidik Kepolisian pada tanggal 25 Mei 2008 dan menuangkannya dalam BAP ;
-
Bahwa banar kajadiannya terjadi pada hari minggu 25 Mei 2008 sekitar jam 00.30 WIB dimana terdakwa bersama dengan IDAI dan SLAMET (DPO) mengambil batang tembaga ;
-
Bahwa benar saksi bertugas menjaga Tower HCPT (Operator Tri) ;
-
Bahwa benar pada malam kejadian saksi terbangun oleh suara berisik dari luar rumah
-
Bahwa benar rumah saksi berdekatan dengan Tower HCPT tersebut ;
-
Bahwa benar saksi menyaksikan 3 (tiga) orang sedang menggali dan mengambil dari dalam tanah kabel tembaga yang ditanam dalam tanah ;
-
Bahwa benar Tower HCPT tersebut sekelilingya dipagari kawat yang kemudian pada saat kejadian telah dipotoang oleh terdakwa ;
-
Bahwa benar saksi ketika mengetahui bahwa sedang terjadi tindakan pengambilan tersebut, dan saksi meneriaki maling ;
-
Bahwa benar saksi bersama-sama dengan masyarakat mengejar terdakwa dan Sdr IDAI SLAMET ;
Bob Sadiwijaya : Analisis Terhadap Unsur-Unsur Dari Suatu Percobaan Melakukan Kejahatan/ Poging (Studi Kasus Putusan PN Tanjung Balai Karimun No. 135/PID.B/2008/PN.Tbk), 2009. USU Repository © 2009
-
Bahwa benar saksi bersama masyarakat berhasil menangkap terdakwa kemudian diserahkan kepada pihak berwajib ;
-
Bahwa benar kawat tembaga bercabang empat milik HCPT belum sempat dibawa keluar yang mana pada saat hendak dimasukkan kedalam karung goni, terdakwa ketahuan oleh saksi ;
-
Saksi tidak ada hubungan keluarga dan mengenal terdakwa ;
-
Bahwa
benar
saksi
menghubungi Sdr.AGUS
yang
mana
Sdr.AGUS adalah sebagai perwakilan dari operator HCPT tersebut Menimbang,
bahwa
atas
keterangan
saksi
tersebut
terdakwa
ANGGIAT PAULO AMBARITA Als SILAE Als UCOK menyatakan benar dan tidak keberatan ; 2. Saksi AGUS SALIM AMRUDDANI Als AGUS -
Bahwa benar saksi tidak kenal dengan terdakwa dan tidak ada hubungan keluarga.
-
Bahwa benar saksi pernah diperiksa oleh Penyidik pada tanggal 31 Mei 2008 dan apa yang diterangkan semuanya benar
-
Bahwa benar saksi dihubungi oleh Sdr.CLAUSTER pada hari minggu tanggal 25 Mei 2008 sekira pukul 09.00 wib
-
Bahwa benar saksi diberitahu oleh CLAUSTER bahwa telah terjadi tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh terdakwa pada malam hari tanggal 25 Mei 2008 pukul 00.30 wib
-
Bahwa benar pada saat diinformasikan saksi berada di Batan lalu menuju TKP untuk melihat tentang kejadian tersebut.
Bob Sadiwijaya : Analisis Terhadap Unsur-Unsur Dari Suatu Percobaan Melakukan Kejahatan/ Poging (Studi Kasus Putusan PN Tanjung Balai Karimun No. 135/PID.B/2008/PN.Tbk), 2009. USU Repository © 2009
-
Bahwa benar operator HCPT telah dimasuki oleh orang yang tidak berhak dengan cara merusak pagar HCPT
-
Bahwa benar kabel tembaga bercabang empat yang berada dalam tanah telah dicabuti.
-
Bahwa benar kabel tersebut berada dalam operator HCPT dalam pagar berduri yang mana berguna sebagai anti petir.
-
Bahwa benar kemudian saksi melihat barang bukti berupa kabel tembaga, memang benar milik HCPT.
-
Bahwa benar saksi bertugas sebagai perwakilan pelaksana yang mana Sdr CLAUSTER bertugas untuk menjaga Tower tersebut
-
Bahwa benar terdakwa tidak mendapat ijin untuk mengambil kabel tembaga tersebut
-
Bahwa benar akibat perbuatan terdakwa HCPT mengalami kerugian sebesar Rp 3.500.000,- (tiga juta lima ratus ribu rupah)
Menimbang,
bahwa
atas
keterangan
saksi
tersebut
terdakwa
ANGGIAT PAULO AMBARITA Als SILAE Als UCOK menyatakan benar dan tidak keberatan ; 3. Saksi SAMINAH -
Bahwa benar saksi tidak kenal dengan terdakwa dan tidak ada hubungan keluarga.
-
Bahwa benar saksi pernah diperiksa Penyidik tanggal 10 Juni 2008 dan apa yang diterangkan semuanya benar.
Bob Sadiwijaya : Analisis Terhadap Unsur-Unsur Dari Suatu Percobaan Melakukan Kejahatan/ Poging (Studi Kasus Putusan PN Tanjung Balai Karimun No. 135/PID.B/2008/PN.Tbk), 2009. USU Repository © 2009
-
Bahwa benar kejadian pada hari minggu tanggal 25 Mei 2008 sekira jam 00.30 wib
-
Bahwa pada saat itu saksi mendengar suara gaduh dari luar rumah saksi
-
Bahwa benar saksi membangunkan Sdr. CLAUSTER (suami) lalu mengecek keluar
-
Bahwa benar saksi mendengar suara teriakan maling dari saudara CLAUSTER
-
Tidak lama berselang, masyarakat berhasil menangkap terdakwa
-
Bahwa benar rumah saksi berdekatan dengan Tower HCPT tersebut karena itu Sdr CLAUSTER (suami) bertugas untuk menjaga Tower tersebut
-
Bahwa benar saksi menyaksikan pagar besi yang memagari tower tersebut telah terpotong
-
Bahwa benar kemudian terdakwa dibawa ke kantor Polisi untuk diperiksa
Menimbang,
bahwa
atas
keterangan
saksi
tersebut
terdakwa
ANGGIAT PAULO AMBARITA Als SILAE Als UCOK menyatakan benar dan tidak keberatan ; 4. Saksi SAJULI Als JULI Bin SITIR -
Bahwa benar saksi tidak kenal dengan terdakwa dan tidak ada hubungan keluarga.
Bob Sadiwijaya : Analisis Terhadap Unsur-Unsur Dari Suatu Percobaan Melakukan Kejahatan/ Poging (Studi Kasus Putusan PN Tanjung Balai Karimun No. 135/PID.B/2008/PN.Tbk), 2009. USU Repository © 2009
-
Bahwa benar saksi pernah diperiksa Penyidik tanggal 02 Juli 2008 dan apa yang diterangkan semuanya benar.
-
Bahwa benar kejadian pada hari minggu tanggal 25 Mei 2008 sekira jam 00.30 wib
-
Bahwa pada saat itu saksi mendengar ada ketokan tiang listrik disertai teriakan maling-maling
-
Kamudian saksi keluar dan melihat
Sdr. CLAUSTER, setelah
diberitahu ada maling, saksi bersama dengan Sdr. CLAUSTER mencari pelaku. -
Sekitar 10 menit saksi mencari disekitar TPA (Taman Pendidikan Agama), lalu tiba-tiba keluarlah terdakwa
-
Bahwa benar terdakwa lalu ikut juga meneriaki maling dan menanyakan pada saksi, “mana malingnya?”
-
Bahwa benar kemudian Sdr. CLAUSTER menangkap terdakwa lalu digiring ke kantor Polisi yang mana Sdr. CLAUSTER dan saksi curiga karena terdakwa bukanlah warga sekitar tersebut.
-
Bahwa benar kemudian terdakwa mengakui perbuatannya.
Menimbang,
bahwa
atas
keterangan
saksi
tersebut
terdakwa
ANGGIAT PAULO AMBARITA Als SILAE Als UCOK menyatakan benar dan tidak keberatan ;
b.
Keterangan Terdakwa
Bob Sadiwijaya : Analisis Terhadap Unsur-Unsur Dari Suatu Percobaan Melakukan Kejahatan/ Poging (Studi Kasus Putusan PN Tanjung Balai Karimun No. 135/PID.B/2008/PN.Tbk), 2009. USU Repository © 2009
Terdakwa ANGGIAT PAULO AMBARITA Als SILAE Als UCOK yang pada pokoknya menerangkan sebagai berikut : -
Bahwa terdakwa mwmbenarkan surat dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum.
-
Bahwa benar terdakwa pernah diperiksa oleh Penyidik pada tanggal 25 Mei 2008 dan apa yang diterangkan semuanya benar
-
Bahwa benar sebelumnya terdakwa dan IDAI (DPO) dijanjikan oleh Sdr SLAME (DPO) masing-masing Rp 100.000,-
-
Bahwa benar terdakwa bersama kedua temannya berangkat dengan menggunakan motor menuju tower HCPT.
-
Bahwa benar pada hari minggu tanggal 25 Mei 2008 sekira jam 00.30 wib, terdakwa bersama temannya masuk dengan cara memotong pagar kawat dari Tower HCPT
-
Bahwa kemudian terdakwa bersama dengan IDAI (DPO) untuk mencabut batang tembaga yang tertanam di tanah sedangkan SLAMET (DPO) bertugas memotong kabel tembaga
-
Bahwa pada saat hendak dimasukkan kabel tembaga dalam karung yang telah kami persiapkan, terdakwa bersama temannya keburu ketahuan oleh Sdr CLAUSTER
-
Bahwa benar IDAI (DPO) dan SLAMET (DPO) berhasil melarikan diri sedangkan terdakwa berhasil ditangkap.
Bob Sadiwijaya : Analisis Terhadap Unsur-Unsur Dari Suatu Percobaan Melakukan Kejahatan/ Poging (Studi Kasus Putusan PN Tanjung Balai Karimun No. 135/PID.B/2008/PN.Tbk), 2009. USU Repository © 2009
c.
Barang Bukti Barang bukti yang diajukan di dalam persidangan yaitu: -
1 (satu) batang tembaga sepanjang 1 (satu) meter pada ujungnya tersambung kabel tembaga bercabang 4 ;
-
1 (satu) batang kayu 4/4 sepanjang 145 cm ;
-
1 (satu) tang gagang berwarna kuning hitam ;
-
1 (satu) karung plastik ;
3. Tuntutan Jaksa Penuntut Umum Sebelum penulis menyajikan tuntutan Jaksa Penuntut Umum, terlebih dahulu penulis ingin menyampaikan ada hal-hal yang dijadikan pertimbangan dalam mengajukan tuntutan pidana oleh jaksa: Hal-hal yang memberatkan: Perbuatan terdakwa merugikan saksi korban HCPT Hal-hal yang meringankan: − Terdakwa berterus terang sehingga memudahkan jalannya persidangan. − Terdakwa belum pernah dihukum. − Terdakwa belum menikmati hasilnya Adapun Jaksa Penuntut Umum menuntut supaya Majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan: 1.
Menyatakan terdakwa ANGGIAT PAULO AMBARITA Als SILAE Als UCOK bersalah melakukan tindak pidana pencurian sebagaimana diatur dalam Pasal 53 jo Pasal 363 ayat (1) ke-3,4,5 KUHP.
Bob Sadiwijaya : Analisis Terhadap Unsur-Unsur Dari Suatu Percobaan Melakukan Kejahatan/ Poging (Studi Kasus Putusan PN Tanjung Balai Karimun No. 135/PID.B/2008/PN.Tbk), 2009. USU Repository © 2009
2.
Menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa ANGGIAT PAULO AMBARITA Als SILAE Als UCOK dengan pidana penjara selama 8 (delapan) bulan dikurangkan sepenuhnya dengan lamanya terdakwa berada di dalam tahanan dengan perintah tetap ditahan.
3.
menyatakan barang bukti berupa. -
1 (satu) batang tembaga sepanjang 1 (satu) meter pada ujungnya tersambung kabel tembaga bercabang 4 ;
Dikembalikan kepada yang berhak (HCPT). -
1 (satu) batang kayu 4/4 sepanjang 145 cm ;
-
1 (satu) tang gagang berwarna kuning hitam ;
-
1 (satu) karung plastik ;
Dirampas untuk dimusnahkan. 4.
membebani terdakwa dengan membayar biaya perkara sebesar Rp.1000,(seribu rupiah).
4. Putusan MENGADILI : 1. Menyatakan Terdakwa ANGGIAT PAULO AMBARITA Als SILAE Als UCOK, Telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “ PERCOBAAN PENCURIAN DALAM KEADAAN MEMBERATKAN “ 2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa tersebut dengan pidana penjara selama 5 (lima) bulan ;
Bob Sadiwijaya : Analisis Terhadap Unsur-Unsur Dari Suatu Percobaan Melakukan Kejahatan/ Poging (Studi Kasus Putusan PN Tanjung Balai Karimun No. 135/PID.B/2008/PN.Tbk), 2009. USU Repository © 2009
3. Menetapkan masa penahanan yang telah dijatuhi oleh Terdakwa dikurangkan sepenuhnya datipada penjara yang dijatuhkan ; 4. Memerintahkan agar Terdakwa tetap berada dalam tahanan ; 5. Menetapkan barang – bukti berupa: -
1 (satu) batang tembaga sepanjang 1 (satu) meter pada ujungnya tersambung kabel tembaga bercabang 4 ;
Dikembalikan kepada yang berhak (HCPT). -
1 (satu) batang kayu 4/4 sepanjang 145 cm ;
-
1 (satu) tang gagang berwarna kuning hitam ;
-
1 (satu) karung plastik ;
Dirampas untuk dimusnahkan. 6. Membebani Terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar Rp 1.000,(seribu rupiah) ; Demikian diputuskan dalam rapat pemusyawaratan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Balai Karimun pada hari kamis. 04 September 2008 oleh kami, WISNU WIDIASTUTI, SH.M.Hum sebagai Hakim Ketua Majelis, RAKHMAD DWINANTO, SH dan ANDI JUNIMAN KONGGOASA, SH, masing-masing sebagai Hakim Anggota, putusan mana diucapkan pada hari itu juga dalam persidangan terbuka untuk umum oleh Hakim Ketu Majelis tersebut dengan didampingi oleh Hakim-Hakim Anggota, dibantu oleh EKO WAHONO, Panitera Pengganti Pada Pengadilan Negeri Tanjung Balai Karimun dan dihadiri oleh FILPAN FAJAR DERMAWAN LAIA, SH, Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Tanjung Balai Karimun serta dihadapan Terdakwa.
Bob Sadiwijaya : Analisis Terhadap Unsur-Unsur Dari Suatu Percobaan Melakukan Kejahatan/ Poging (Studi Kasus Putusan PN Tanjung Balai Karimun No. 135/PID.B/2008/PN.Tbk), 2009. USU Repository © 2009
B. Analisa Kasus Berdasarkan kasus yang penulis dapatkan di Pengadilan Negeri Tanjung Balai Karimun tentang kasus tidak pidana percobaan pencurian dengan pemberatan, berdasarkan Pututsan No.135/Pid.B/ 2008/PN.TBK, maka dalam hal ini penulis akan memberikan tanggapan atau analisa kasus tersebut sebagai berikut: 1. Bahwa syarat formil dari putusan tersebut sudah terpenuhi secara sah berdasarkan Pasal 197 ayat 1 KUHAP, yang berbunyi: (1). Surat putusan pemidanaan memuat: a. Kepala putusan yang dituliskan berbunyi; b. Nama lengkap, tempat lahir atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agam dan pekerjaan tersangka; c. Dakwaan sebagaimana terdapat dalam surat dakwaan; d. Pertimbangan yang disusun secara ringkas mengenai fakta dan keadaan serta alat pembuktian yang diperoleh dari pemeriksaan di sidang yang menjadi dasar penentuan kesalahan terdakwa; e. Tuntutan pidana sebagaimana terdapat dalam surat tuntutan; f. Pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar pemidanaan atau tindakan dan pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukum dari putusan, disertai keadaan yang memberatkan dan yang meringankan terdakwa; g. Haru dan tanggal diadakannya musyawarah majelis hakim kecuali perkara diperiksa oleh hakim kecuali perkara diperiksa oleh hakim tunggal; h. Pernyataan kesalahan terdakwa, pernyataan telah terpenuhi semua unsur dalam rumusan tindak pidana disertai dengan kualifikasinya dan pemidanaan atau tindakan yang dijatuhkan; i. Ketentuan kepada siapa biaya perkara dibebankan dengan menyebut jumlahnya yang pasti dan ketentuan mengenai barang bukti; j. Keterangan bahwa seluruh surat ternyata palsu atau keterangan dimana letaknya kepalsuan itu,jika terdapat surat otentik dianggap palsu; k. Perintah supaya terdakwa ditahan atau tetap dalam tahanan atau dibebaskan; l. Hari dan tanggal putusan nama putusan umum, nama hakim yang memutuskan dan nama panitera.
Bob Sadiwijaya : Analisis Terhadap Unsur-Unsur Dari Suatu Percobaan Melakukan Kejahatan/ Poging (Studi Kasus Putusan PN Tanjung Balai Karimun No. 135/PID.B/2008/PN.Tbk), 2009. USU Repository © 2009
2. Unsur-unsur tindak pidana yang didakwakan kepada tersangka yaitu tindak pidana percobaan pencurian dengan pemberatan (Pasal 53 Jo. Pasal 363 ayat (1) ke-3,4,5 K.U.H.Pidana), sudah terpenuhi dan terbukti secara sah dan meyakinkan, yaitu: a). Mencoba melakukan kejahatan dipidana, jika niat untuk itu telah ternyata dari adanya permulaan pelaksanaan, dan tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri. Dalam kasus ini, dimana Anggiat Paulo Ambarita bersama kawankawannya (yang sebagian masih DPO) telah terbukti melakukan percobaan pencurian dengan pemberatan, dimana unsur-unsur dari Pasal 53 KUHP, telah terpenuhi yaitu: 1)
Adanya niat
2)
Adanya permulaan pelaksanaan dari niat
3)
Pelaksanaan tidak selesai semata-mata bukan karena kehendak dari pelaku. Dalam kasus ini, mengenai terpenuhinya unsur “adanya niat” dapat dilihat
dalam dakwaan yang menyatakan bahwa: Pada hari Sabtu tanggal 25 Mei tahun 2008 sekira jam 24.00 WIB terdakwa ANGGIAT PAULO AMBARITA dan Idai (DPO = Daftar Pencari Orang) yang sedang berada dirumah terdakwa didatangi oleh Slamet (DPO) untuk mengajak terdakwa dan Idai untuk pergi ke suatu tempat dengan menjanjikan akan memberikan terdakwa dan Idai masing-masing uang Rp 100.000,- (seratus ribu rupiah) agar melakukan kejahatan pencurian. Dari
Bob Sadiwijaya : Analisis Terhadap Unsur-Unsur Dari Suatu Percobaan Melakukan Kejahatan/ Poging (Studi Kasus Putusan PN Tanjung Balai Karimun No. 135/PID.B/2008/PN.Tbk), 2009. USU Repository © 2009
pernyataan dalam surat dakwaan tersebut dapat diketahui bahwa unsur “adanya niat” telah terpenuhi. Mengenai unsur “adanya permulaan pelaksanaan dari niat”, dalam uraian kasus diatas dapat dilihat bahwa pelaku telah melakukan serangkaian perbuatan pelaksanaan yaitu pelaku dan kawan-kawannya yang bernama Idai dan Slamet memanjat pagar besi yang mengelilingi Tower HCPT; kemudian pelaku dan Idai mencabut batang tembaga yang tertanam ditanah dengan cara menggunakan sebatang kayu ukuran 4/4 sepanjang 145 cm dikaitkan pada ujung batang tembaga yang tersambung., sedangkan Slamet bertugas memotong kabel tembaga tersebut. Unsur yang ketiga tentang “pelaksanaan tidak selesai bukan semata-mata karena kehendak pelaku”, berdasarkan uraian kasus tersebut dapat dilihat bahwa: pada saat perbuatan kejahatan pencurian tersebut hampir selesai atau pada saat kabel tembaga tersebut hendak disimpan dalam karung plastik warna putih yang sebelumnya telah disiapkan, pelaku, Idai, dan Slamet, ketahuan oleh saksi CLOUSTER dan diteriaki maling, kemudian pelaku berhasil ditangkap oleh masyarakat yang berada disekitar lokasi Tower Telkomsel tersebut. Dari uraian tersebut, maka tidak selesainya pencurian tersebut disebabkan adanya penghalang dari luar diri sipelaku yaitu perbuatan si pelaku telah diketahui orang lain. Dengan demikian unsur-unsur percobaan melakukan kejahatan/ poging telah terpenuhi sebagaimana diatur dalam Pasal 53 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). b). Unsur barang siapa
Bob Sadiwijaya : Analisis Terhadap Unsur-Unsur Dari Suatu Percobaan Melakukan Kejahatan/ Poging (Studi Kasus Putusan PN Tanjung Balai Karimun No. 135/PID.B/2008/PN.Tbk), 2009. USU Repository © 2009
Bahwa yang dimaksud dengan barang siapa adalah setiap orang sebagai subyek hukum yang dapat bertanggung jawab atas segala perbuatan yang telah dilakukannya. Dalam perkara ini, sesuai dengan yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum sebagai terdakwa, maka unsur barang siapa dalam perkara ini adalah “Anggiat Paulo Ambarita” Als “Silae” Als “Ucok.” c). Unsur mengambil Pengertian mengambil adalah suatu perbuatan memindahkan barang dari tempat semula ke tempat lain dalam penguasaan nyata (mengambil untuk dikuasai). Dalam perkara ini, telah terungkap sebagai fakta hukum bahwa Terdakwa hendak mengambil kabel tembaga yang tertanam didalam tanah yang berada didalam Tower HCPT yang mana telah ada permulaan pengambilan yakni kabel tersebut telah berhasil dipotong dan hendak dimasukkan dalam karung yang telah dipersiapkan. Sehingga dengan telah berpindahnya kabel tembaga dari tempat semula dan berada dalam penguasaan Terdakwa yang kemudian telah berhasil dipotong dan hendak dimasukkan ke dalam karung yang telah dipersiapkan, maka perbuatan terdakwa sudah termasuk ke dalam pengertian mengambil sebagaimana yang dimaksud dalam ketentuan Pasal 363 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). d). Sesuatu Barang Yang dimaksud dengan barang adalah segala sesuatu yang berwujud. Dalam contoh kasus ini, fakta yang terungkap dipersidangan berdasarkan
Bob Sadiwijaya : Analisis Terhadap Unsur-Unsur Dari Suatu Percobaan Melakukan Kejahatan/ Poging (Studi Kasus Putusan PN Tanjung Balai Karimun No. 135/PID.B/2008/PN.Tbk), 2009. USU Repository © 2009
keterangan saksi dan keterangan para dakwa bahwa barang yang diambil oleh terdakwa ANGGIAT PAULO AMBARITA Als SILAE Als UCOK adalah kabel tembaga sepanjang 1 ( satu) meter pada ujungnya tersambung kabel tembaga bercabang 4 (empat). Kabel tersebut adalah sesuatu yang berwujud. e). Yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain Dalam kasus ini, fakta yang terungkap dipersidangan berdasarkan keterangan saksi dan keterangan para terdakwa yakni kabel tembaga adalah milik saksi korban HCPT (kepunyaan orang lain) yang mana tertanam dalam tanah dan telah berhasil digali oleh terdakwa dan dipotong. Dengan demikian maka unsur yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain telah terbukti dan terpenuhi ; f). Dengan maksud Bahwa pengertian dari ‘dengan maksud’ adalah perbuatan tersebut dikehendaki dan disadari oleh terdakwa. Berdasarkan fakta yang terungkap dipersidangan dalam kasus ini yakni berdasarkan keterangan terdakwa ANGGIAT PAULO AMBARITA Als SILAE Als UCOK bahwa maksud terdakwa hendak mengambil kabel tembaga untuk nantinya akan digunakan oleh terdakwa. Sehingga perbuatan mengambil barang tersebut adalah sesuatu yang dikehendaki dan dilakukan dengan sadar. g). Untuk memiliki secara melawan hukum Bahwa yang dimaksud dengan melawan hukum adalah tidak memiliki hak dan tidak ada ijin dari pemilik barang tersebut untuk dikuasai. Dalam contoh kasus ini, fakta yang terungkap dipersidangan yakni berdasarkan keterangan saksi CLOUSTER dan AGUS menjelaskan kabel
Bob Sadiwijaya : Analisis Terhadap Unsur-Unsur Dari Suatu Percobaan Melakukan Kejahatan/ Poging (Studi Kasus Putusan PN Tanjung Balai Karimun No. 135/PID.B/2008/PN.Tbk), 2009. USU Repository © 2009
tembaga,- dimaksud Adalah milik HCPT, selanjutnya terdakwa ANGGIAT PAULO AMBARITA Als SILAE Als UCOK tidakada meminta ijin terlebih dahulu dalam mengambil kabel tembaga tersebut. Dengan demikian maka unsur dengan maksud telah terbukti dan terpenuhi ; h). Diwaktu malam Bahwa pengertian dari waktu malam dapat dilihat dalam Pasal 98 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang menyataka bahwa waktu malama adalah : waktu antara matahari terbenam dan matahari terbit. Dalam contoh kasus ini, fakta yang terungkap dipersidangan yakni berdasarkan keterangan saksi CLOUSTER dan AGUS menjelaskan kabel tembaga,- dimaksud Adalah milik HCPT, selanjutnya terdakwa ANGGIAT PAULO AMBARITA Als SILAE Als UCOK, keterangan saksi bahwa kajadian tersebut terjadi pada tanggal 25 Mei 2008 pukul 00.30 WIB. i). Dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya Yang dimaksud dengan pekarangan tertutup adalah pekarangan yang diberi alat penutup untuk membatasi pekarangan tersebut dengan pekaranganpekarangan yang terletak disekitarnya. Dalam contoh kasus ini, fakta yang terungkap dipersidangan yakni berdasarkan keterangan saksi CLOUSTER dan AGUS menjelaskan tower HCPT, dikelilingi oleh pagar yang dilingkari berduri yang mana sewaktu hendak masuk, terdakwa terlebih dahulu merusak pagar tersebut. j). Yang dilakukan orang yang ada disitu
Bob Sadiwijaya : Analisis Terhadap Unsur-Unsur Dari Suatu Percobaan Melakukan Kejahatan/ Poging (Studi Kasus Putusan PN Tanjung Balai Karimun No. 135/PID.B/2008/PN.Tbk), 2009. USU Repository © 2009
Pengertian dari ‘dilakukan orang yang ada disitu’ adalah dilakukan oleh orang yang berada di tempat terjadi kejahatan. Dalam contoh kasus ini fakta yang terungkap dipersidangan yakni berdasarkan keterangan terdakwa ANGGIAT PAULO AMBARITA Als SILAE Als UCOK keterangan saksi CLOUSTER, AGUS, SALIMAH, SAJULI bahwa
terdakwa berhasil ditangkap dibantu oleh
warga yang mana pada sebelumnya berusaha melarikan diri. Dengan demikian maka unsur yang dilakukan oleh orang yang ada disitu telah terbukti dan terpenuhi. k). Tidak diketahui atau tidak dikehendaki oleh yang berhak Pengertian dari tidak diketahui dan tidak dikehendaki oleh yang berhak adalah tidak memiliki hak dan tidak ada ijin dari pemilik barang tersebut untuk dikuasai. Dalam kasus ini, fakta yang terungkap dipersidangan yakni berdasarkan keterangan saksi CLOUSTER, AGUS, menjelaskan kabel tembaga dimaksud adalah milik HCPT, selanjutnya terdakwa ANGGIAT PAULO AMBARITA Als SILAE Als UCOK tidak ada meminta ijin terlebih dahulu dalam mengambil kabel tembaga tesebut. Dengan demikian maka unsur tidak diketahui dan tidak dikehendaki oleh yang berhak telah terbukti dan terpenuhi.
3. Alat-alat bukti yang diajukan ke pengadilan telah memenuhi syarat menurut Pasal 184 ayat (1) KUHAP, yaitu: 1.
Adanya keterangan saksi, Yaitu: Clouster Panjaitan, Agus Salim Amruddani, Saminah, dan Sajuli.
Bob Sadiwijaya : Analisis Terhadap Unsur-Unsur Dari Suatu Percobaan Melakukan Kejahatan/ Poging (Studi Kasus Putusan PN Tanjung Balai Karimun No. 135/PID.B/2008/PN.Tbk), 2009. USU Repository © 2009
2.
Adanya keterangan terdakwa, yaitu: Anggiat Paulo Ambarita
4. Bahwa Hakim dalam menjatuhkan hukuman telah memperhatikan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut: a. Hal-hal yang memberatkan 1)
Perbuatan terdakwa merugikan saksi korban HCPT
b. Hal-hal yang meringankan 1)
Terdakwa berterus terang sehingga memudahkan jalannya persidangan
2)
Terdakwa belum pernah dihukum
3)
Terdakwa belum menikmati hasilnya
Setelah melihat hal-hal tersebut diatas, Majelis Hakim haruslah dapat memberika hukuman yang sesuai terhadap si terdakwa, karena bagaimanapun juga terdakwa haruslah mempertanggungjawabkan perbuatan yang telah dilakukannya, karena perbuatan tersebut telah meresahkan masyarakat, dan juga merugikan korban. Berdasarkan putusan yang diberikan oleh Majelis Hakim, dimana terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan kejahatan ‘percobaan pencurian dengan pemberatan’, sesuai dengan sebagaimana dimaksud bdalam Pasal 53 jo. Pasal 363 ayat (1) ke-3,4,5 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), dihukum dengan pidana penjara selama 5 (lima) bulan dikurangimasa tahanan, dan dibebankan membayar biaya perkara sebesar Rp. 1.000,- (seribu rupiah).
Bob Sadiwijaya : Analisis Terhadap Unsur-Unsur Dari Suatu Percobaan Melakukan Kejahatan/ Poging (Studi Kasus Putusan PN Tanjung Balai Karimun No. 135/PID.B/2008/PN.Tbk), 2009. USU Repository © 2009
Dalam hal ini, penulis berpendapat bahwa hukuman yang diterima oleh terdakwa sudah sepantasnya, karena terdakwa mengakui perbuatannya terus terang dan telah menyesali perbuatnnya, serta terdakwa juga belum pernah dihukum. Seperti yang telah diketahui bahwa perbuatan terdakwa tersebut belum selesai sehingga terdakwa belum dapat menikmati hasil dari kejahatan yang dilakukannya. Oleh sebab itu penulis berpendapat bahwa hukuman tersebut telah sesuai, sehingga telah dapat memenuhi rasa keadilan bagi seluruh masyarakat.
Bob Sadiwijaya : Analisis Terhadap Unsur-Unsur Dari Suatu Percobaan Melakukan Kejahatan/ Poging (Studi Kasus Putusan PN Tanjung Balai Karimun No. 135/PID.B/2008/PN.Tbk), 2009. USU Repository © 2009
BAB V PENUTUP
Setelah penulis mengetengahkan uraian-uraian sesuai dengan judul ini, maka sebagaimana lazimnya dalam pembahasaan supaya karya ilmiah baik maka pembahasan perlu diakhiri dengan mengemukakan kesimpulan dan mengajukan saran-saran yang dapat membantu pemecahan masalah yang timbul dalam praktek. A.
Kesimpulan
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan dalam skripsi ini, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Unsur-unsur percobaan melakukan kejahatan (poging) dalam KUHP adalah sebagai berikut: 1. Adanya niat/ kehendak dari pelaku; Niat dapat diartikan sebagai sengaja dalam tahap awal dari proses pengambilan putusan untuk melakukan kejahatan. Dengan kata lain niat adalah merencanakan suatu perbuatan dan memutuskan untuk berbuat lebih lanjut sesuai rencana itu. Beberapa sarjana beranggapan bahwa niat dalam kaitannya dengan percobaan adalah sama dengan semua bentuk kesengajaan (kesengajaan sebagai maksud, kesengajaan berinsyaf kepastian, dan kesadaran berinsyaf kemungkinan). 2. Adanya permulaan pelaksanaan dari niat/ kehendak itu;
Bob Sadiwijaya : Analisis Terhadap Unsur-Unsur Dari Suatu Percobaan Melakukan Kejahatan/ Poging (Studi Kasus Putusan PN Tanjung Balai Karimun No. 135/PID.B/2008/PN.Tbk), 2009. USU Repository © 2009
Permulaan pelaksanaan sangat penting diketahui untuk menentukan apakah telah terjadi suatu percobaan melakukan kejahatan atau belum. Sejak seseorang mempunyai niat sampai kepada tujuan perbuatan yang dikehendaki, biasanya terdiri dari suatu rangkaian perbuatan. Sehingga dalam hal ini dapat dilihat perbedaan antara perbuatan persiapan dengan permulaan pelaksanaan. Namun dalam perkembangannya, ternyata sangat sulit untuk dapat memastikan batas-batas antara tindakan-tindakan persiapan (perbuatan persiapan) dengan tindakan-tindakan pelaksanaan, sebab undang-undang sendiri tidak dapat dijadikan pedoman. Sehingga lahirlah teori subjektif dan teori objektif. Para penganut paham subjektif menggunakan subjek dari si pelaksanaan sebagai dasar dapat dihukumnya seseorang yang melakukan suatu percobaan, dan oleh karena itulah paham mereka itu disebut sebagai paham subjektif, sedangkan para penganut paham objektif menggunakan tindakan dari si pelaku sebagai dasar peninjauan, dan oleh karena itu paham mereka juga disebut sebagai paham objektif. Menurut para penganut paham objektif seseorang yang melakukan percobaan untuk melakukan suatu kejahatan itu dapat dihukum karena tindakannya bersifat membahayakan kepentingan hukum, sedangkan menurut penganut paham subjektif seseorang yang melakukan percobaan untuk melakukan suatu kejahatan itu pantas dihukum karena orang tersebut telah menunjukkan perilaku yang tidak bermoral, yang bersifat jahat ataupun yang bersifat berbahaya. 3. Pelaksanaan tidak selesai semata-mata bukan karena kehendak dari pelaku.
Bob Sadiwijaya : Analisis Terhadap Unsur-Unsur Dari Suatu Percobaan Melakukan Kejahatan/ Poging (Studi Kasus Putusan PN Tanjung Balai Karimun No. 135/PID.B/2008/PN.Tbk), 2009. USU Repository © 2009
Menurut Barda Nawawi Arief tidak selesainya pelaksanaan kejahatan yang dituju bukan karena kehendak sendiri, dapat terjadi dalam hal-hal sebagai berikut: a. Adanya penghalang fisik. Contoh: tidak matinya orang yang ditembak, karena tangannya disentakkan orang sehingga tembakan menyimpang atau pistolnya terlepas. Termasuk dalam pengertian ini ialah jika ada kerusakan pada alat yang digunakan misal pelurunya macet / tidak meletus, bom waktu yang jamnya rusak. b. Walaupun tidak ada penghalang fisik, tetapi tidak selesainya itu disebabkan karena akan adanya penghalang fisik. Contoh: takut segera ditangkap karena gerak-geriknya untuk mencuri telah diketahui oleh orang lain. c. Adanya penghalang yang disebabkan oleh faktor-faktor / keadaan-keadaan khusus pada objek yang menjadi sasaran. Contoh: Daya tahan orang yang ditembak cukup kuat sehingga tidak mati atau yang tertembak bagian yang tidak membahayakan; barang yang akan dicuri terlalu berat walaupun si pencuri telah berusaha mengangkatnya sekuat tenaga
Bob Sadiwijaya : Analisis Terhadap Unsur-Unsur Dari Suatu Percobaan Melakukan Kejahatan/ Poging (Studi Kasus Putusan PN Tanjung Balai Karimun No. 135/PID.B/2008/PN.Tbk), 2009. USU Repository © 2009
Oleh karena itu agar seseorang dapat dihukum melakukan percobaan melakukan kejahatan, ketiga syarat tersebut harus terbukti ada padanya, dengan kata lain suatu percobaan dianggap ada jika memenuhi ketiga syarat tersebut.
B.
Saran
1. Bagi pembuat undang-undang supaya merefisi Pasal 53 KUHp, dimana dalam pasal tersebut harus dijelaskan secara tegas tentang syarat-syarat atau unsur-unsur dari percobaan melakukan kejahatan. 2. Bagi hakim yang menangani kasus pencurian, dalam menjatuhkan hukuman harus mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan hal-hal yang meringankan secara terperinci, sehingga hukuman yang akan dijatuhkan tidak merugikan kepentingan hukum dan dapat memberikan rasa keadilan baik bagi si korban maupun bagi si terdakwa. 3. Bagi masyarakat agar lebih memperkokoh keimanan dan menghormati norma-norma yang berlaku di masyarakat. 4. Kepada pemerintah agar lebih memberikan penyuluhan-penyuluhan pada masyarakat tentang hukum serta melakukan penegakan hukum secara menyeluruh.
Bob Sadiwijaya : Analisis Terhadap Unsur-Unsur Dari Suatu Percobaan Melakukan Kejahatan/ Poging (Studi Kasus Putusan PN Tanjung Balai Karimun No. 135/PID.B/2008/PN.Tbk), 2009. USU Repository © 2009
DAFTAR PUSTAKA
1. Buku Arif, Barda Nawawi, 1984, Sari Kuliah Hukum Pidana II, Semarang: Universitas Diponegoro. Bawengan, G. W., 1973, Pengantar Psikologi Kriminal, Jakarta: PT. Pradnya Paramitha. Chazawi, Adami, 2008, Pelajaran Hukum Pidana, bagian 3: Percobaan dan Penyertaan, Jakarta: Raja Grafindo Persada. Hasibuan, H. Ridwan, 1994, Kriminolgi Dalam Arti Sempit Dan Ilmu-Ilmu Forensik, Medan: USU Press. Jonkers, J.E., 1987, Hukum Pidana Hindia Belanda. Judul Asli: Handboek van het Nederlandsch Indische Strafrecht, Jakarta: PT. Bina Aksara. Kanter, E.Y. dan S. R. Sianturi, 2002, Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia Dan Penerapannya, Jakarta: Penerbit Storia Grafika. Lamintang, P.A.F., 1997, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Jakarta: Citra Aditya Bakti. Loqman, Loebby, 1996, Percobaan, Penyertaan, dan Gabungan Tindak Pidana, Jakarta: Universitas Tarumanegara UPT Penerbitan. M., Suharto R., 2002, Hukum Pidana Materiil: Unsur-Unsur Obyektif Sebagai Dasar Dakwaan, Jakarta: Sinar Grafika. Moeljatno, tanpa tahun, Delik-Delik Percobaan Delik-Delik Penyertaan, Jakarta: Bina Aksara. Prodjodikoro, Wirjono, 1981, Azas-Azas Hukum Pidana di Indonesia, Jakarta: Penerbit RT. Eresco. Bob Sadiwijaya : Analisis Terhadap Unsur-Unsur Dari Suatu Percobaan Melakukan Kejahatan/ Poging (Studi Kasus Putusan PN Tanjung Balai Karimun No. 135/PID.B/2008/PN.Tbk), 2009. USU Repository © 2009
Ridwan, H. M., dan Ediwarman, 1994, Azas-azas Kriminologi, Medan: USU Press. Sakidjo, Aruan, dan Bambang Poernomo, 1988, Hukum Pidana: Dasar Aturan Umum Hukum Pidana Kodifikasi, Jakarta: Ghalia Indonesia. Salim, Peter dan Yenny Salim, 2002, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, Jakarta: Modern English Press. Schaffmeister, D, dkk, 1995, Hukum Pidana, Yogyakarta: Liberty.
2. Peraturan Perundang-undangan Soesilo, R., 1994 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Bogor: Politeia. ______, dan M. Karjadi, Kitab Undang-Undang Acara Hukum Pidana (KUHAP), Bogor: Politeia. Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika. Undang-Undang Republik Indonesia No. 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Undang-Undang Republik Indonesia No. 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. Undang-Undang Republik Indonesia No. 15 Tahun 2002 jo. Undang-Undang Republik Indonesia No. 25 Tahun 2003 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Undang-Undang Republik IndonesiaNo. 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
Bob Sadiwijaya : Analisis Terhadap Unsur-Unsur Dari Suatu Percobaan Melakukan Kejahatan/ Poging (Studi Kasus Putusan PN Tanjung Balai Karimun No. 135/PID.B/2008/PN.Tbk), 2009. USU Repository © 2009