KEJAHATAN TERHADAP KEMERDEKAAN BURUH DAN HUBUNGANNYA DENGAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA YANG DILAKUKAN OLEH MAJIKAN (Studi Putusan No. 1262/Pid.B/2008/PN-LP) SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Oleh :
ROSSY TARIGAN NIM : 040200297 HUKUM PIDANA
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009 Rossy Tarigan : Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Buruh Dan Hubungannya Dengan Pemutusan Hubungan Kerja Yang Dilakukan Oleh Majikan (Studi Putusan No. 1262/Pid.B/2008/PN-LP), 2009.
KEJAHATAN TERHADAP KEMERDEKAAN BURUH DAN HUBUNGANNYA DENGAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA YANG DILAKUKAN OLEH MAJIKAN (Studi Putusan No. 1262/Pid.B/2008/PN-LP) SKRIPSI Disusun dan Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Oleh :
ROSSY TARIGAN NIM : 040200297 HUKUM PIDANA Disetujui Oleh : Ketua Departemen Hukum Pidana
Abul Khair, SH. M.Hum NIP. 131 842 854
Pembimbing I
Prof. Dr. Syafruddin Kalo, SH.M.Hum NIP.130 809 557
Pemimbing II
Nurmalawati, SH, M.Hum NIP.131 803 3477
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009 Rossy Tarigan : Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Buruh Dan Hubungannya Dengan Pemutusan Hubungan Kerja Yang Dilakukan Oleh Majikan (Studi Putusan No. 1262/Pid.B/2008/PN-LP), 2009.
ABSTRAK PENULIS : Rossy Tarigan * PEMBIMBING I : Prof.Dr.Syafrudin Kalo,SH,M.Hum ** PEMBIMBING II : Nurmalawaty,SH.M.Hum *** Dalam bahasa Indonesia ada dua sebutan yang dipakai untuk menunjukan orang yang melakukan pekerjaan,yakni pekerja dan buruh.Dalam prakteknya ternyata baik buruh maupun pekerja adalah sama-sama orang yang melakukan pekerjaan untuk orang lain,dengan menerima upah dan kondisi yang sama.Saya memilih judul ini untuk memberikan gambaran bagaimana hak dan kewajiban buruh dan perusahaan.Oleh sebab itu dalam penulisan skripsi ini saya akan membahas semua yang menjadi faktor-faktor dan penyebab-penyebab sering terjadinya perselisihan antara buruh atau pekerja dengan majikan atau pengusaha.Ada beberapa point-point pokok permasalahan yang akan dibahas antara lain ketentuan hukum terhadap pemutusan hubungan kerja,ketentuan pidana terhadap kejahatan kemerdekaan buruh,dan penerapan hukum dalam kasus kejahatan kemerdekaan buruh dan hubungannya dengan pemutusan hubungan kerja.Didalam penulisan ini metode yang digunakan yaitu jenis penelitian,lokasi penelitian,sumber dan pengumpulan data,dan metode dan analisi.Dalam penelitian ini terdapat juga beberapa faktorfaktor yang menyebabkan terjadinya perselisihan dan penyimpangan antar buruh/pekerja dengan majikan/pengusaha.Dimana terdapat terdapat beberapa pelanggaran yang terjadi yang dilakukan oleh majikan/pengusaha terhadap buruh/pekerja.Oleh sebab itu ada juga Undang-undang yang mengatur tentang tindak pidana yang dilakukan oleh majikan atau buruh yang memiliki sanksi hukum.Dengan ini dapat disimpulkan setiap buruh/pekerja memiliki hak dan kewajiban yang diatur didalam Undang-undang yang apabila terjadi pelanggaran dapat dikenakan sanksi pidana dan perdata bagi setiap orang yang melakukan pelanggaran. ________________________________________________________ * Mahasiswa Departemen Hukum Pidana ** Pembimbing I / Staf PENGAJAR Departemen Hukum Pidana *** Pembimbing II / Staf PENGAJAR Departemen Hukum Pidana Rossy Tarigan : Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Buruh Dan Hubungannya Dengan Pemutusan Hubungan Kerja Yang Dilakukan Oleh Majikan (Studi Putusan No. 1262/Pid.B/2008/PN-LP), 2009.
KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat, pertolongan, kemurahan hati dan penyertaanNya selama ini sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat yang harus penulis penuhi guna menyelesaikan studi di Fakultas Hukum USU Medan untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum.Skripsi ini berjudul : “KEJAHATAN TERHADAP KEMERDEKAAN BURUH DAN HUBUNGANNYA DENGAN PEMUTUSAN
HUBUNGAN
KERJA
YANG
DILAKUKAN
OLEH
MAJIKAN”. Penulis dengan segala kerendahan hati menyadari bahwa skripsi ini masih kurang dari kesempurnaan dikarenakan keterbatasan pengetahuan, kemampuan, wawasan,serta bahan-bahan literatur yang penulis dapatkan.Oleh karena iitu penulis mengaharapkan segala bentuk kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca untuk mencapai kesempurnaan tulisan ini. Pada kesempatan ini dengan rasa hormat dan bahagia penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini dan semua pihak yang telah menjadi bagian penting selama penulis menjalankan perkuliahan di Fakultas Hukum USU Medan,yaitu : 1. Bapak Prof. Dr. Runtung SH.,M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum USU Medan. Rossy Tarigan : Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Buruh Dan Hubungannya Dengan Pemutusan Hubungan Kerja Yang Dilakukan Oleh Majikan (Studi Putusan No. 1262/Pid.B/2008/PN-LP), 2009.
2. Bapak Prof. Dr. Suhaidi,SH.,M.Hum., selaku pembantu Dekan I Fakultas Hukum USU Medan 3. Bapak Syafruddin Hasibuan,SH.,M.H,DFM., selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum USU Medan. 4. Bapak Muhamad Husni,SH.,M.Hum., selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum USU Medan. 5. Bapak Abul Khair,SH.,M.Hum., selaku ketua Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum USU Medan. 6. Bapak Prof.Dr.Syafruddin Kalo SH.,M,Hum. selaku Dosen Pembimbing I, terimakasih untuk semua bimbingan dan kesabaran bapak untuk membimbing saya dalam penulisan skripsi ini. 7. Ibu Nurmalawati,SH.,M.Hum., selaku Dosen Pembimbing II terimakasih untuk semua waktu, nasehat dan ilmu yang ibu berikan kepada saya serta penuh kesabaran membimbing saya mulai dari awal penulisan skripsi sampai dengan selesainya skripsi ini. 8. Ibu Rosnidar Sembiring,SH,.M.Hum., selaku Dosen Wali Penulis selama penulis mengikuti perkuliahan dan yang telah banyak memberi dorongan dan semangat kepada penulis. 9. Seluruh Bapak/Ibu Dosen Fakultas Hukum USU Medan, yang telah memberikan banyak ilmu yang sangat berharga kepada penulis. 10. Seluruh Bapak/Ibu staf Fakultas Hukum Usu Medan,yang telah membantu penulis selama mengikuti perkuliahan. 11. Spesial ini semua penulis dedikasikan untuk kedua orang tua ku yang sangat aku banggakan Papaku Simson.Tarigan dan Mamaku Herlina Rossy Tarigan : Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Buruh Dan Hubungannya Dengan Pemutusan Hubungan Kerja Yang Dilakukan Oleh Majikan (Studi Putusan No. 1262/Pid.B/2008/PN-LP), 2009.
br.Barus.Terimakasih untuk doa, dukungan, cinta kasih, kerja keras, pengorbanan dan kasih sayang luar biasa yang penulis rasakan. Doa Papa dan Mama akan menjadi semangat dan berkat tersendiri untuk penulis. 12. Buat Abangku Fransiskus Ifan.N.Tarigan,SE dan Bernarda Cut Elvidayanti br Ginting Spd.Terimakasi buat semangat dan motivasi yang diberikan kepada aku. 13. Buat adek ku Veronica Tarigan,Hari Adrian Tarigan, Ignatius Ferdi Tarigan dan Silvia Margaretha Tarigan.buat motivasi dan semnagt yang kalian berikan kepada kakak buat nyelesaikan skripsi ini. 14. Buat ponakanku yang sangat lucu Paskhalis Louis Tana’abel Tarigan.yang sangat menghibur uwa saat uwa jenuh selama penulisan skripsi dengan sikap,tawa dan keceriaannya. 15. Buat Letda.lek.Edward Yosua Tahulending.Terimakasih buat perhatian yang sangat besar, semangat, dorongan, waktu, cinta dan doa yang aa berikan buat aku dalam penyelesaian skripsi ini. 16. Buat teman-teman stambuk 2004 (Group A dan Group B) suatu yang sangat berharga aku bisa kenal dan bersahabat dengan kalian semua : Sri Ingeten Br.perangin-angin,SH., Siska Br surbakti,SH, Roy Fredy sembiring, Pendi Rifinta Barus dan sahabat-sahabat aku yang tidak bisa penulis sebutkan. 17. Buat adik-adik stambuk 2005 dan 2006 terimakasih telah menemani ku di kampus. 18. Buat Abang dan Kakak senior di Fakultas Hukum USU Medan. 19. Buat sahabat-sahabat aku Ratih Mega Sari,S.Psi, Yupita Tri Ananda, Amd, Rini Harmayani,S,Psi, Dewi Ayu Karina Siregar,SE, Fanny Maulidia dan Semua sahabat-sahabat ku yang selalu ada untuk aku. Kalian sahabat sejati ku. Rossy Tarigan : Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Buruh Dan Hubungannya Dengan Pemutusan Hubungan Kerja Yang Dilakukan Oleh Majikan (Studi Putusan No. 1262/Pid.B/2008/PN-LP), 2009.
Medan,
Juni 2009
Penulis
Rossy Tarigan : Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Buruh Dan Hubungannya Dengan Pemutusan Hubungan Kerja Yang Dilakukan Oleh Majikan (Studi Putusan No. 1262/Pid.B/2008/PN-LP), 2009.
DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK..................................................................................................
i
KATA PENGANTAR ................................................................................
ii
DAFTAR ISI .............................................................................................
v
BAB I
PENDAHULUAN ...............................................................
1
A. Latar Belakang ................................................................
1
B. Permasalahan .................................................................
4
C. Tinjauan dan Manfaat Penulisan .....................................
5
D. Keaslian penulisan .........................................................
6
E. Tinjauan Kepustakaan ....................................................
6
1. Tindak Pidana ..........................................................
6
2. Pertanggungjawaban Dalam Hukum Pidana .............
11
3. Pengertian Buruh dan Pengusaha/ Majikan ................
12
4. Pemutusan Hubungan Kerja ......................................
17
F. Metode Penelitian ...........................................................
22
G. Sistematika Penulisan .....................................................
25
TINJAUAN HUKUM TENTANG PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA .........................................................
27
BAB II
:
:
1.Hak-hak dan Kewajiban Buruh dan Pengusaha.............. 27 2.Sebab-Sebab Timbulnya Sengketa Antara Pekerja/ Buruh danPengusaha Majikan....................................................28 3.Pemutusan Hubungan Kerja Menurut Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003.......................................... 32 4.Akibat Hukum Pemutusan Hubungan Kerja................. 40 Rossy Tarigan : Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Buruh Dan Hubungannya Dengan Pemutusan Hubungan Kerja Yang Dilakukan Oleh Majikan (Studi Putusan No. 1262/Pid.B/2008/PN-LP), 2009.
BAB III
: PENGATURAN KEJAHATAN TERHADAP KEMERDEKAAN BURUH............................................ A.Dalam KUHPidana...... .............................
42
B.Ketentuan Pidana Dalam Undang-undang Nomor 13Tahun 2003...................................................... BAB IV
: PENERAPAN HUKUM DALAM KASUS PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (Study Kasus Putusan No. 1262/Pid.B/2008/PN-LP)..............................
42
46
50
A. Putusan No. 1262/Pid.B//2008/PN-LP.............................
50
B. Analisis Kasus ................................................................
67
KESIMPULAN DAN SARAN............................................ A. Kesimpulan ..................................................................... B. Saran............................................................................... DAFTAR KEPUSTAKAAN
85 85 88
BAB V
:
Rossy Tarigan : Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Buruh Dan Hubungannya Dengan Pemutusan Hubungan Kerja Yang Dilakukan Oleh Majikan (Studi Putusan No. 1262/Pid.B/2008/PN-LP), 2009.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam bahasa Indonesia ada dua sebutan yang dipakai untuk menunjukkan orang yang melakukan pekerjaan, yakni pekerja dan buruh. Istilah pekerja dan buruh dalam bahasa Indonesia mempunyai makna yang berbeda. Istilah buruh dipandang lebih rendah dibandingkan dengan istilah pekerja. Ada anggapan bahwa buruh adalah pekerja kelas bawah, orang yang melakukan pekerjaan kasar tidak memerlukan keahlian dan keterampilan, tempat kerjanya kotor dan seterusnya. Karena itulah orang yang bekerja lebih senang dengan sebutan pekerja. Dalam prakteknya ternyata baik buruh maupun pekerja adalah sama-sama orang yang melakukan pekerjaan untuk orang lain, dengan menerima upah dan kondisi kerja yang sama. Buruh di Indonesia bisa dikatakan hanya pencari nafkah dengan mengandalkan fisiknya, mengingat dari tingkat pendidikan yang diserap rendah. Sebab itu, posisi daya tawar kaum buruh di negeri ini sangat lemah, sehingga membuka peluang bagi kapitalis untuk berbuat semena-mena. Bukan hanya menyangkut upah yang rendah, juga hak-hak normatif lainnya, seperti jaminan sosial, Asuransi kesehatan, dan jaminan hari tua kaum buruh diabaikan. Sejak bergulirnya era Reformasi di Indonesia, kebebasan menyampaikan pendapat yang diatur dalam Undang-undang Nomor 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum, telah menjadi suatu Rossy Tarigan : Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Buruh Dan Hubungannya Dengan Pemutusan Hubungan Kerja Yang Dilakukan Oleh Majikan (Studi Putusan No. 1262/Pid.B/2008/PN-LP), 2009.
euphoria bagi masyarakat tertentu, khususnya masyarakat yang tidak sepenuhnya memahami aturan dan perundangan yang berlaku. Hal ini mengakibatkan adanya asumsi bahwa Reformasi adalah kebebasan yang sebebas-bebasnya. Dalam kehidupan perekonomian khususnya di bidang industri yang berkaitan dengan pengusaha dan buruh, penyesuaian peraturan perundangan yang merupakan payung hukum dan tatanan kehidupan antara pengusaha dan buruh telah sering dilaksanakan, baik dalam bentuk perubahan Undang-undang maupun aturan yang lain mengikat. Namun kebanyakan dari beberapa aturan tersebut tidak memuaskan salah satu pihak bahkan semua pihak yang diatur oleh Undangundang tersebut. Revisi atau Amandemen perundang-undangan maupun peraturan yang lain berkaitan dengan masalah perubahan tersebut dilaksanakan dengan maksud dan tujuan agar hubungan pengusaha dan buruh semakin lebih baik sehingga akan membantu menyehatkan perekonomian nasional, yang akhirnya investasi di Indonesia dapat berkembang serta investor dapat tetap menanamkan modalnya di Indonesia. Hal ini tentu tidak mudah terutama bila dikaitkan dengan berbagai kepentingan baik buruh maupun pengusaha yang sering kali bertolak belakang. Perubahan dan pembaharuan undang-undang yang mengatur tentang hubungan kerja antara pengusaha dan pekerja dimaksudkan untuk menimbulkan kenyamanan bagi pengusaha dalam menanamkan modalnya dan tidak kalah pentingnya adalah untuk mensejahterakan para pekerja yang pada umumnya berada dalam keadaan serba kekurangan baik dari segi materi, pendidikan, apalagi
Rossy Tarigan : Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Buruh Dan Hubungannya Dengan Pemutusan Hubungan Kerja Yang Dilakukan Oleh Majikan (Studi Putusan No. 1262/Pid.B/2008/PN-LP), 2009.
tentang hukum yang berlaku yang merupakan payung dalam melindungi hakhaknya sebagai pekerja. Sejak
bergulirnya
Reformasi
yang
diadakan
beberapa
peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan masalah-masalah perubahan antara lain adalah : a. Undang-undang Nomor 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat. b. Undang-undang Nomor 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja Serikat Buruh c. Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan d. Undang-undang Nomor 2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Dalam hubungan kerja antara pengusaha dan pekerja dimungkinkan terjadinya perbuatan-perbuatan melawan hukum atau yang dapat dikualifikasi sebagai kejahatan baik oleh majikan/ pengusaha ataupun oleh pekerja/ buruh sendiri. Saya memilih judul ini karena dari judul ini memberikan gambaran bagaimana hak dan kewajiban buruh dan perusahaan. Dimana buruh memiliki hak yang harus dipenuhi oleh perusahaan seperti gaji pokok, pesangon dan lain-lain. Selain itu perusahaan juga memiliki kewajiban untuk memenuhi hak-hak dari buruh tersebut. Banyak buruh-buruh perusahaan yang melakukan kesalahankesalahan dalam menjalankan pekerjaannya sebagai gambaran bahwa para pekerja tersebut kecewa terhadap perusahaan dimana mereka bekerja. Banyak kasus-kasus yang kita dengar baik di berita televise, surat kabar dan yang memberitakan Rossy Tarigan : Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Buruh Dan Hubungannya Dengan Pemutusan Hubungan Kerja Yang Dilakukan Oleh Majikan (Studi Putusan No. 1262/Pid.B/2008/PN-LP), 2009.
bahwa buruh-buruh perusahaan melakukan demonstrasi dilatarbelakangi oleh tidak di dapatnya hak buruh, seperti contohnya manunggak gaji buruh, pembayaran pesangon yang tidak sesuai dan masalah lain-lainnya. Di dalam melakukan tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan keinginan pengusaha terkadang tindakan tersebut diikuti dengan tindakantindakan kriminal yang dapat merugikan perusahaan seperti pengerusakan dan ada beberapa tindak kriminal lainnya seperti penganiayaan, penyanderaan dan tidak lazim dari aksi anarkhis tersebut dapat merugikan masyarakat dan banyak buruh yang melakukan aksi unjuk rasa dengan membawa senjata tajam.. Tuntutan ekonomi yang semakin hari semakin tinggi sehingga buruh juga mengharapkan penghidupan yang layak, dimana buruh berhak mendapat upah atau gaji yang layak sesuai dengan upah minimum daerah, walaupun di kehidupan sehari-hari upah tersebut belum bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari. Sebaiknya dari pihak pengusahapun sering melakukan perbuatan melawan hukum atau tindak pidana dalam pelaksanaan usahanya yang berakibat kerugian bagi pekerja seperti pemecatan (PHK) yang bertentangan dengan Undang-undang yang berlaku. Oleh sebab itu penulisan skripsi ini saya akan bahas semua yang menjadi faktor-faktor dan penyebab -penyebab sering terjadinya perselisihan antara buruh atau pekerja dengan majikan / pengusaha.
B. Perumusan Masalah Di dalam penulisan ini ada beberapa point-point pokok permasalahan yang akan saya bahas yaitu : Rossy Tarigan : Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Buruh Dan Hubungannya Dengan Pemutusan Hubungan Kerja Yang Dilakukan Oleh Majikan (Studi Putusan No. 1262/Pid.B/2008/PN-LP), 2009.
1. Bagaimana Ketentuan Hukum terhadap Pemutusan Hubungan Kerja 2. Bagaimana ketentuan Pidana Terhadap Kejahatan Kemerdekaan Buruh 3. Bagaimana Penerapan Hukum Dalam Kasus Kemerdekaan Buruh Dan hubungannya dengan Pemutusan Hubungan Kerja.
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui : 1. Untuk mengetahui ketentuan hokum dalam tindakan pemutusan Hubungan Kerja. 2. Untuk mengetahui ketentuan-ketentuan pidana yang mengatur tentang kejahatan terhadap kemerdekaan buruh 3. Untuk mengetahui penerapan hukum yang dilakukan dalam kasus Selain tujuan-tujuan tersebut diatas, penulisan skripsi ini diharapkan bermanfaat untuk berbagi hal diantaranya : a. Secara teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah ilmu hukum, khususnya hukum pidana yang terikat dengan tindak pidana hubungan industrial. b. Secara Praktis Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk : 1. Bagi aparat penegak hukum, sebagai sumbangan pemikiran untuk penanganan tindak pidana pemalsuan Ijazah. 2. Akademisi dan praktisi hukum untuk memberi masukan dan gambaran mengenai tindak pidana pemalsuan Ijazah khususnya di Kota Medan. Rossy Tarigan : Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Buruh Dan Hubungannya Dengan Pemutusan Hubungan Kerja Yang Dilakukan Oleh Majikan (Studi Putusan No. 1262/Pid.B/2008/PN-LP), 2009.
D. Keaslian Penulisan Sepanjang pengetahuan penulis di Fakultas Hukum Universitas Sumatera utara belum ada mengangkat Skripsi dengan judul “ Kejahatan Kemerdekaan Buruh dan Pemutusan Hubungan Kerja Yang Dilakukan Oleh Majikan” (Studi Putusan Nomor 1262 / Bid. B/ 2008/ PN-LP). Permasalahan maupun penyajiannya merupakan hasil dari pemikiran dan ide penulis sendiri. Skripsi ini juga didasarkan pada referensi buku-buku, informasi dari media cetak dan elektronik serta fakta yang diperoleh dari data berdasarkan hasil riset yang dilakukan oleh penulis. Berdasarkan alasan tersebut diatas maka dapat disimpulkan bahwa skripsi yang penulis kerjakan ini adalah asli.
E. Tinjauan Kepustakaan 1. Tindak Pidana. a. Pengertian Tindak Pidana. Istilah tindak pidana/ peristiwa pidana/ perbuatan pidana/ perbuatan perbuatan yang dihukum/ Starfbaarfeit mempunyai arti yang sama, seperti yang dikemukakan oleh beberapa sarjana berikut. 1 1) Muljanto, menganggap lebih tepat menggunakan istilah perbuatan pidana, beliau berpendapat bahwa perbuatan adalah keadaan yang dibuat oleh seseorang atau barang sesuatu yang dilakukan, dan perbuatan ini menunjuk kepada akibatnya maupun yang menimbulkan akibat. 1
Sudarto, Hukum Pidana I, Yayasan Sudarto, Semarang, 1990, halaman 41-43.
Rossy Tarigan : Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Buruh Dan Hubungannya Dengan Pemutusan Hubungan Kerja Yang Dilakukan Oleh Majikan (Studi Putusan No. 1262/Pid.B/2008/PN-LP), 2009.
2) Mezger menyatakan tindak pidana adalah keseluruhan syarat untuk adanya pidana. 3) J. Bauman menyatakan tindak pidana adalah perbuatan yang memenuhi rumusan delik, bersifat melawan hukum dan dilakukan dengan kesalahan. 4) Kami menyatakan perbuatan pidana adalah delik yang mengandung perbuatan perlawanan hak, yang dilakukan dengan salah dan dosa, oleh orang yang sempurna akal budinya dan kepada siapa perbuatan patutu dipertanggunkan. 5) Wirjono Prodjodikoro mengatakan tindak pidana berarti suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan pidana.
b. Unsur-unsur Tindak Pidana Syarat utama memungkinkan adanya penjatuhan pidana adalah adanya perbuatan (manusia) yang memenuhi rumusan delik dalam Undang-undang, hal ini adalah konsekuensi dari asas legalitas. Pandangan tentang unsur-unsur tindak pidana dapat dibagi menjadi dua aliran, aliran monistis dan aliran dualistis. A. Aliran Monistis dianut oleh : 1. Simons Unsur-unsur tindak pidana menurut Simons adalah sebagai berikut :2 1). Perbuatan Manusia (positif atau negatif berbuat atau tidak berbuat atau membiarkan); 2). Diancam dengan pidana (strafbaar gesteld); 3). Melawan hukum (onrechtmating); 2
Ibid., halaman 44.
Rossy Tarigan : Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Buruh Dan Hubungannya Dengan Pemutusan Hubungan Kerja Yang Dilakukan Oleh Majikan (Studi Putusan No. 1262/Pid.B/2008/PN-LP), 2009.
4). Dilakukan dengan kesalahan (met schuld inverband staand); 5). Oleh orang yang mampu bertanggung jawab (torekeningsvatbaar persoon); Simon menyebutkan adanya dua unsur strafbaarfeit , yakni: 1. Unsur objektif meliputi dan: a) Perbuatan Orang; b) Akibat yang kelihatan dan perbuatan itu; c) Mungkin ada keadaan tertentu yang menyertai perbuatan itu. 2. Unsur subjektif adalah: a) Orang yang mampu bertanggung jawab. b) Adanya kesalahan (dolus atau culpa), perbuatan harus dilakukan dengan kesalahan, kesalahan ini dapat berhubungan dengan akibat dari perbuatan atau keadaan-keadaan mana perbuatan itu dilakukan. 2. Van Hamel. Unsur-unsur tindak pidana menurut Van Hamel adalah sebagai berikut: a. Perbuatan manusia yang dirumuskan dalam Undang-undang; b. Melawan hukum; c. Dilakukan dengan kesalahan; d. Patut dipidana. 3. E. Mezger. Unsur-unsur tindak pidana menurut E. Mezger adalah: Rossy Tarigan : Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Buruh Dan Hubungannya Dengan Pemutusan Hubungan Kerja Yang Dilakukan Oleh Majikan (Studi Putusan No. 1262/Pid.B/2008/PN-LP), 2009.
a. Perbuatan dalam arti yang luas (aktif atau membiarkan); b. Sifat melawan hukum (baik yang bersifat objektif ataupun subjektif); c. Dapat dipertangungjawabkan kepada seseorang; d. Diancam dengan pidana.
B. Aliran dualistis diantaranya dianut oleh: 1. Moeljanto Unsur-unsur tindak pidana menurut Moeljanto adalah sebagai berikut: a. Perbuatan manusia; b. Yang memenuhi rumusan dalam undang-undang (merupakan syarat formil); c. Bersifat melawan hukum; 2. H.B. Vos Unsur-unsur tindak pidana menurut H.B Vos adalah: a. Kelakuan manusia b. Diancam pidana dalam undang-undang. c. Sifat Melawan hukum dalam tindak pidana.
c. Sifat Melawan Hukum. Salah saw unsur tindak pidana adalah unsur sifat melawan hukum, unsur ini merupakan penilaian objektif terhadap perbuatan dan bukan terhadap sipembuat, suatu perbuatan dikatakan melawan hukum apabila perbuatan itu masuk dalam rumusan delik sebagaimana dirumuskan dalam undang-undang, Rossy Tarigan : Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Buruh Dan Hubungannya Dengan Pemutusan Hubungan Kerja Yang Dilakukan Oleh Majikan (Studi Putusan No. 1262/Pid.B/2008/PN-LP), 2009.
dalam bahasa Jerman ini disebut “tatbestandmaszing”. Tatbestand dalam arti sempit adalah unsur seluruhnya dari delik sebagaimana dirumuskan dalam peraturan pidana, tatbestand dalam anti sempit terdiri dari tatbestand merkmlae ialah masing-masing unsur dari rumusan delik, perbuatan yang memenuhi rumusan delik tidak senantiasa bersifat melawan hukum, sebab mungkin ada hal yang menghilangkan sifat melawan hukumnya perbuatan tersebut. 3 Sifat melawan hukum hapus apabila diterobos dengan adanya alasan pembenar dan alasan pemaaf. 4 Sifat melawan hukum dibedakan atas empat bagian, yakni terdiri dari : 5 1. Melawan hukum formil Yaitu suatu perbuatan itu bersifat melawan hukum, apabila ada perbuatan diancam pidana dan dirumuskan sebagai suatu delik dalam Undang-undang, sedangkan sifat melawan hukumnya perbuatan itu dapat hapus hanya berdasarkan suatu ketentuan Undang-undang, jadi menurut ajaran ini melawan hukum sama dengan melawan atau bertentangan dengan Undangundang. 2. Melawan hukum materil Adalah suatu perbuatan itu melawan hukum atau tidak, tidak hanya yang terdapat dalam undang-undang (yang tertulis) saja, akan tetapi harus dilihat berlakunya asas-asas hukum yang tidak tertulis, sifat melawan hukumnya perbuatan yang nyata-nyata masuk dalam rumusan delik itu dapat hapus 3
Ibid., halaman 76
5
D. Schffmeister et at, dalam J.F. Sahetapi (ed), Hukum Pidana, Liberty Edisi Pertama Cetakan Ke-1. Yogyakarta, hal 39 Rossy Tarigan : Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Buruh Dan Hubungannya Dengan Pemutusan Hubungan Kerja Yang Dilakukan Oleh Majikan (Studi Putusan No. 1262/Pid.B/2008/PN-LP), 2009.
berdasarkan ketentuan undang-undang dan juga berdasarkan aturan-aturan yang tidak tertulis. 2. Pertanggungjawaban Dalam Hukum Pidana. Berbicara tentang pertanggungjawaban pidana maka tidak dapat dilepaskan dengan tindak pidana. Walaupun dalam pengertian tindak pidana tidak termasuk masalah pertanggungjawaban pidana karena tindak pidana hanya menunjuk pada dilarangnya suatu perbuatan.
6
Pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana Indonesia adalah pertanggung jawaban berdasarkan kesalahan, asas dalam pertanggungjawaban dalam hukum pidana adalah tidak dipidana jika tidak melakukan kesalahan (Geen starf zonder schuld; Actus non facit reum nisi mens sit rea) dan didalam KUHP unsur kesalahan dapat kita lihat pada pasal. Ciri kesalahan dalam arti luas yaitu: 7 1. Dapat dipertanggungjawabkan si pembuat. 2. Tidak adanya dasar peniadaan pidana yang menghapus dapat dipertanggungjawabkan sesuatu perbuatan kepada pembuat. 3. Adanya kaitan psikis antara pembuat dan perbuatan, yaitu adanya sengaja (dolus) atau kesalahan (culpa). Pengertian sengaja menurut MvT adalah kehendak yang disadari dan ditujukan untuk melakukan kejahatan tertentu dan menurut Von Hippel sengaja adalah apabila akibat suatu tindakan dikehendaki. Kelalaian (culva) berdasarkan
6
Dwidja Priyanto, Kebijakan Legislasi tentang Sistem Pertanggungjawaban Pidana Korporasi di Indonesia, CV. Utomo, Bandung 2004 halaman 30 7 Andi Hanizah, Asas-asas Hukum Pidana., Rineka Cipta, Jakarta, 1994, halaman 130. Rossy Tarigan : Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Buruh Dan Hubungannya Dengan Pemutusan Hubungan Kerja Yang Dilakukan Oleh Majikan (Studi Putusan No. 1262/Pid.B/2008/PN-LP), 2009.
pengertian MvT adalah terletak antara sengaja dan kebetulan, menurut Pompe kelalaian (culva) terdiri dan unsur-unsur : 8 1. Pembuat dapat menduga terjadinya akibat perbuatan itu. 2. Pembuat
sebelumnya
melihat
kemungkinan
akan
terjadinya
akibat
perbuatannya. Pertanggung jawaban pidana dapat dimintakan kepada si pembuat apabila si pembuat mampu bertanggung jawab. Kemampuan bertanggung jawab harus meliputi unsur-unsur:
9
a. Kemampuan untuk membeda-bedakan antara perbuatan yang baik dan yang buruk, sesuai hukum dan yang melawan hukum. b. Kemampuan untuk menentukan kehendaknya menurut keinsyafaan tentang baik dan buruknya perbuatan tadi.
3. Pengertian Buruh dan Pengusaha / Majikan Pelaksanaan pembangunan nasional tenaga kerja mempunyai peranan dan kedudukan yang sangat penting sebagai Pelaku dan tujuan pembangunan. Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk mewujudkan masyarakat yang Sejahtera, adil, makmur yang merata baik materil maupun spritual berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara RI Tahun 1945. Sesuai dengan peranan dan kedudukan tenaga kerja diperlukan pembangunan Ketenagakerjaan untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja dan 8 9
Samidjo, Hukum Pidana. Armico, Bandung, (tanpa tahun), halaman 118. Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, Bina Aksara, Jakarta, 1984, halaman 165
Rossy Tarigan : Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Buruh Dan Hubungannya Dengan Pemutusan Hubungan Kerja Yang Dilakukan Oleh Majikan (Studi Putusan No. 1262/Pid.B/2008/PN-LP), 2009.
peran sertanya dalam pembangunan serta peningkatan perlindungan tenaga kerja dan keluarganya sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan. Bahwa perlindungan terhadap tenaga kerja dimaksudkan untuk menjamin hak-hak dasar pekerja/ buruh dan manjikan kesamaan kesempatan serta perlakuan tanpa diskriminasi atas dasar apapun untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja/ buruh dan keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan kemajuan dunia usaha. 10 Dalam ketentuan umum Bab I Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Pasal 1 Dijelaskan beberapa istilah yang berhubungan dengan hubungan Industrial yang merupakan suatu sistem hubungan yang terbentuk antara para Pelaku dalam proses produksi barang dan atau jasa yang terdiri dari unsur penguasa, pekerja / buruh, dan pemerintah yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara RI Tahun 1945. 1. Ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja. 2. Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa balk untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. 3. Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.
10
Pertimbangan Undang-undang RI No. 13 Tahun 2003, Tentang Ketenagakerjaan.
Rossy Tarigan : Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Buruh Dan Hubungannya Dengan Pemutusan Hubungan Kerja Yang Dilakukan Oleh Majikan (Studi Putusan No. 1262/Pid.B/2008/PN-LP), 2009.
4
Pemberi kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum. atau badan-badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.
5
Pengusaha adalah: a. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri. b. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya: c. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b yang berkeduduka n di luar wilayah Indonesia.
6. Perusahaan adalah a. Setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan, atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara yang mempekerjakan pekerja/buruh dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain; b. Usaha-usaha sosial dari usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain. 7. Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak.
Rossy Tarigan : Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Buruh Dan Hubungannya Dengan Pemutusan Hubungan Kerja Yang Dilakukan Oleh Majikan (Studi Putusan No. 1262/Pid.B/2008/PN-LP), 2009.
8. Hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah. dan perintah. 9. Peraturan perusahaan adalah peraturan yang dibuat secara tertulis oleh pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja dan tata tertib perusahaan. 10. Perjanjian kerja bersama adalah perjanjian yang merupakan hasil perundangan antara serikat pekerja/serikat buruh atau beberapa serikat pekerja/serikat buruh yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha, atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak. 11. Perselisihan
hubungan
industrial
adalah
perbedaan
pendapat
yang
mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, dan perselisihan pemutusan hubungan kerja serta perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan. 12. Mogok kerja adalah tindakan pekerja/buruh yang direncanakan dan dilaksanakan secara bersama-sama dan/atau oleh serikat pekerja//serikat buruh untuk menghentikan atau memperlambat pekerjaan. 13. Penutupan perusahaan (lock out) adalah tindakan pengusaha untuk menolak pekerja/buruh seluruhnya atau sebagian untuk menjalankan pekerjaan.
Rossy Tarigan : Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Buruh Dan Hubungannya Dengan Pemutusan Hubungan Kerja Yang Dilakukan Oleh Majikan (Studi Putusan No. 1262/Pid.B/2008/PN-LP), 2009.
14. Pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha. 15. Anak adalah setiap orang yang berumur di bawah 18 (delapan belas) tahun. 16. Siang hari adalah waktu antara pukul 06.00 sampai dengan pukul 18.00. 17. (satu) hart adalah waktu selama 24 (dua puluh empat) jam. 18. Seminggu adalah waktu selama 7 (tujuh) hari. 19. Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dan pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan. 20. Kesejahteraan pekerja/buruh adalah suatu pemenuhan kebutuhan dan/atau keperluan yang bersifat jasmaniah dan rohaniah, baik di dalam maupun di luar hubungan kerja,
yang secara langsung
atau tidak
langsung dapat
mempertinggi produktivitas kerja dalam lingkungan kerja yang aman dan sehat. 21. Pengawasan Ketenagakerjaan adalah kegiatan mengawasi dan menegakkan pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang Ketenagakerjaan. 22. Menteri adalah menteri yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan. 11
Rossy Tarigan : Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Buruh Dan Hubungannya Dengan Pemutusan Hubungan Kerja Yang Dilakukan Oleh Majikan (Studi Putusan No. 1262/Pid.B/2008/PN-LP), 2009.
4. Pemutusan Hubungan Kerja Dalam berbagai literatur hukum perburuhan tidak ditemukan rumusan atau definisi tentang Pemutusan hubungan kerjaan. 12 Biasanya dalam berbagai literaturyang dipaparkan adalah dampak Pemutusan hubungan kerja, sebagaimana Imam Soepomo yang menyebutkan : Pemutusan hubungan kerja bagi buruh merupakan permulaan dari segala pengakhiran, permulaan dari berakhirnya kemampuan membiayai pekerjaan, permulaan dari berakhirnya kemampuan membiayai keperluan hidup sehari-hari baginya dan keluarganya, permulaan dari berakhirnya kemampuan Menyekolahkan anak-anak dan sebagainya. 13 Pemutusan hubungan kerja adalah terputusnya hubungan kerja antara buruh dan majikan sebagaimana yang ditegaskan dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 1 butir 25 berbunyi “Pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/ buruh dan pengusaha. Pasal 2 ayat 1 Keputusan Menteri Tenaga Kerja R.I Nomor Kep. 150/Men/ 2000, menyebutkan bahwa setiap Pemutusan hubungan kerja di Indonesia harus mendapat izin dari panitia daerah untuk Pemutusan hubungan kerja perseorangan dan dari panitia pusat untuk Pemutusan hubungan kerja massal. Dari definisi yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor 0KEP150/MEN/2000 tersebut dapat diambil unsur-unsur yang terdapat dalam 12
Zainal Asikin, Dasar-dasar Hukum Perburuhan, Rajawali Pers, Jakarta, 2002, halaman
139. 13
Imam Soepomo, Hukum Perburuhan Bidang Hubungan Kerja, Djambatan, Jakarta, 2001, halaman 164. Rossy Tarigan : Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Buruh Dan Hubungannya Dengan Pemutusan Hubungan Kerja Yang Dilakukan Oleh Majikan (Studi Putusan No. 1262/Pid.B/2008/PN-LP), 2009.
Pemutusan Hubungan Kerja, pertama adalah pengakhiran hubungan kerja, dan kedua ada sebab yang jelas, ketiga adalah berakhirnya hak dan kewajiban pekerja / buruh dan pengusaha, keempat adalah mendapat izin dari Panitia Daerah dan Panitia Pusat.
1. Berakhirnya Hubungan Kerja Hubungan kerja timbul akibat adanya perjanjian kerja antara pekerja/ buruh dan majikan/ pengusaha. Sebagaimana dikemukakan oleh Imam Soepomo yang mengatakan “Hubungan kerja terjadi setelah adanya perjanjian kerja antara buruh dan majikan yaitu suatu perjanjian dimana pihak kesatu. buruh mengikatkan diri untuk bekerja dengan menerima upah pada pihak lainnya. majikan yang mengikatkan diri untuk mempekerjakan buruh dengan membayar upah. 14 Hubungan kerja tidak dapat dilepaskan dari perjanjian kerja, bahkan dapat dikatakan bahwa hubungan kerja berasal dari perjanjian kerja sehingga kadangkadang pengertian perjanjian kerja dapat disamakan dengan hubungan kerja. Secara sederhana, hubungan kerja dapat disamakan dengan perjanjian kerja. Perjanjian kerja adalah jalan ataupun jembatan untuk mencapai hubungan kerja. Hubungan kerja menurut Imam Soepomo adalah hubungan antara seorang buruh dengan seorang majikan. Perlu untuk digaris bawahi huhungan kerja hanya ada pada hubungan antara buruh dan majikan setelah ada perjanjian kerja. Hubungan antara seorang bukan buruh dengan bukan seorang majikan bukanlah hubungan kerja, misalnya hubungan antara dokter dengan seorang yang mau
14
Imam Soepomo., Op.Cit., halaman 1.
Rossy Tarigan : Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Buruh Dan Hubungannya Dengan Pemutusan Hubungan Kerja Yang Dilakukan Oleh Majikan (Studi Putusan No. 1262/Pid.B/2008/PN-LP), 2009.
berobat, maka dokter itu melakukan pekerjaan untuk yang Berobat tetapi tidak dibawah pimpinannya. 15 Jadi
dapat
disebutkan
bahwa
perjanjian
kerja
merupakan
pengejahwantahan dari perjanjian perburuhan sehingga antara perjanjian kerja tidak boleh bertentangan dengan perjanjian perburuhan. Hubungan perburuhan ini akan berakhir karena sebab-sebab tertentu. Karena itu berakhirnya hubungan kerja harus mengacu pada perjanjian kerja maupun perjanjian perburuhan dan tidak bertentangan dengan kesusilaan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Ada Sebab Yang Jelas Sebab-sebab terjadinya Pemutusan hubungan Kerja dapat berasal dari pekerja/buruh itu sendiri, berasal dari pengusaha majikan ataupun di luar kedua belah pihak. Sebab-sebab yang jelas ini berkaitan dengan alasan diadakannya Pemutusan Hubungan Kerja. Alasan yang berasal dari buruh yaitu berhubungan dengan tingkah laku buruh adalah tidak dapat dipercaya, acuh tak acuh, berkelakukan tidak baik dan sebagainya. 16 Alasan-alasan tersebut harus dinyatakan secara jelas sehingga dapat menghilangkan kesewenang-wenangan dari pihak pengusaha/ majikan alas pekerja/buruh. Hal ini juga berkaitan dengan hak-hak buruh yang timbul atas Pemutusan Hubungan Kerja tersebut seperti hak atas pesangon, ganti kerugian,
15 16
Imam Soepomo, pengantar Hukum Perburuhan, Djambatan, Jakarta, 1999 Ibid., halaman 74/
halaman 74.
Rossy Tarigan : Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Buruh Dan Hubungannya Dengan Pemutusan Hubungan Kerja Yang Dilakukan Oleh Majikan (Studi Putusan No. 1262/Pid.B/2008/PN-LP), 2009.
dan uang penghargaan. Sebagaimana Pasal 18 (4) Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor Kep-I 50/Men/2000. Pekerja yang diputuskan hubungan kerjanya karena melakukan kesalahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berhak atas uang pesangon tetapi berhak atas uang penghargaan masa kerja apabila masa kerjanya telah memenuhi syarat untuk mendapatkan uang penghargaan masa kerja dan uang ganti kerugian. Dalam hukum perburuhan dikenal sebuah asas bahwa seorang buruh yang diberhentikan harus berhak untuk menentang pemberhentiannya atas dasar bahwa pemberhentiannya itu tidak beralasan. 17 Oleh karena itu tiap-tiap pemberhentian buruh harus didasarkan atas alasan yang membenarkan pemberhentian itu. Alasan-alasan tersebut juga harus setelah meninjau secara mendalam syarat-syarat untuk menjalankan perusahaan sehingga Pemutusan Hubungan Kerja dilakukan tidak dengan alasan yang tidak logis.
3. Berakhirnya Hak dan Kewajiban Pekerja/Buruh dan Pengusaha/ Majikan Perjanjian kerja mengakibatkan pekerja/buruh dan pengusaha/majikan terikat dan harus memenuhi hak di satu sisi dan kewajiban di sisi lain. Karena hubungan kerja telah berakhir yang berarti pula perjanjian kerja berakhir, maka hak dan kewajiban antara buruh dan pengusaha / majikan. Namun Pemutusan hubungan kerja ini menimbulkan hak dan kewajiban bagi buruh dan majikan. Namun hak dan kewajiban ini bukan lagi hak dan kewajiban dibidang kerja.
17
Ibid., halaman 74
Rossy Tarigan : Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Buruh Dan Hubungannya Dengan Pemutusan Hubungan Kerja Yang Dilakukan Oleh Majikan (Studi Putusan No. 1262/Pid.B/2008/PN-LP), 2009.
Hak buruh diantaranya adalah meliputi hak untuk mendapatkan pesangon. uang penghargaan masa kerja dan ganti kerugian sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku selain itu buruh juga berhak untuk mendapatkan surat keterangan dari pengusaha. Di sisi lain buruh berkewajiban untuk meninggalkan setiap fasilitas yang ditempati. Bagi perjanjian kera untuk waktu tertentu, maka dengan berakhirnya perjanjian kerja maka berakhir pula hubungan kerja kecuali ditentukan lain dalam perjanjian kerja. Oleh karena itu, tidak setiap berakhirnya hubungan kerja mengakibatkan timbulkan hak dan kewajiban baru bagi pengusaha dan buruh.
4. Mendapat Izin dan Panitia Daerah dan Panitia Pusat Pada prinsipnya Pemutusan Hubungan Kerja dilarang seperti yang dikatakan oleh Imam Soepomo bahwa ‘jika setiap orang berhak atas pekerjaan, orang itu setelah mendapat pekerjaan harus berhak pula untuk terus bekerja, artinya tidak diputuskan hubungan kerjanya pada esok harinya setelah ia mendapatkan pekerjaan.
18
Namun demikian, dalam perkembangan Pemutusan Hubungan Kerja tidak dapat dihindari. Oleh karena itu. Pemutusan hubungan Kerja diperbolehkan karena alasan-alasan tertentu setelah mendapat ijin dan Panitia Daerah dan Panitia Pusat. Pasal 2 ayat (1) Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor Kep150/Mei/2000 menyebutkan bahwa setiap Pemutusan Hubungan Kerja di Indonesia harus mendapat izin dan Panitia Daerah untuk Pemutusan hubungan
18
Imam Soepomo, Hubungan Perbuurhan Bidang Hubungan Kerja, Op.Cit. halaman 164. Rossy Tarigan : Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Buruh Dan Hubungannya Dengan Pemutusan Hubungan Kerja Yang Dilakukan Oleh Majikan (Studi Putusan No. 1262/Pid.B/2008/PN-LP), 2009.
Kerja perseorangan dan dari Panitia Pusat untuk Pemutusan Hubungan Kena massal. Sebelum keputusan untuk melakukan Pemutusan Hubungan Kerja dilakukan maka dalam Pasal 6 Kep-150/Mei/2000 disebutkan bahwa pengusaha dengan segala daya upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi Pemutusan Hubungan Kerja dengan melakukan pembinaan terhadap pekerja yang bersangkutan atau dengan memperbaiki kondisi perusahaan terhadap pekerja yang bersangkutan atau dengan memperbaiki kondisi perusahaan dengan melakukan langkah-langkah efisiensi untuk penyelamatan perusahaan.
F. Metode Penulisan. 1. Jenis Penelitian. Penelitian yang digunakan untuk menjawab persoalan dalam skripsi ini adalah dengan menggunakan Metode Yuridis Normatif dan Yuridis Empiris. Penelitian Yuridis Normatif dinamakan juga dengan penelitian hukum normatif atau penelitian hukum doktrinal. Menurut Soerjono Soekamto sebagaimana dikemukakan oleh Burhan Ashofa, bentuk penelitian normatif (doktrinal) ini dapat berupa. 19 1. Inventaris hukum positif; 2. Penemuan asas hukum; 3. Penemuan hukum in concreto 4. Perbandingan Hukum;
19
Burhan Ashofa, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 1996, halaman 14.
Rossy Tarigan : Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Buruh Dan Hubungannya Dengan Pemutusan Hubungan Kerja Yang Dilakukan Oleh Majikan (Studi Putusan No. 1262/Pid.B/2008/PN-LP), 2009.
5. Sejarah Hukum Soetandyo Wignosoebroto sebagaimana yang dikemukakan oleh Bambang Sunggono, membagi penelitian hukum doktrinal sebagai berikut:
20
1. Penelitian yang berupa usaha inventarisasi hukum positif; 2. Penelitian yang berupa usaha penemuan asas-asas dan dasar-dasar falsafah (dogma atau doktrinal) hukum positif; 3. Penelitian yang berupa usaha penemuan hukum in concreto yang layak diterapkan untuk meyelesaikan suatu perkara tertentu. Pendekatan yuridis empiris merupakan penelitian yang dilakukan dengan melakukan studi langsung dilapangan atau pada instansi-instansi terkait guna memperoleh data-data yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini. 2. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di Kota Lubuk Pakam, alasannya dipilihnya kota Lubuk Pakam Dikarenakan terdapat kasus mengenai tindak pidana dalam hubungan industrial penyelesaiannya belum memuaskan, dalam hal ini penelitian lapangan Penulis melakukannya di Pengadilan Negeri Lubuk Pakam untuk mendapatkan gambaran atau bahan akurat dengan penulisan skripsi ini. 3. Sumber Dan Pengumpulan Data. Jenis data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah: a) Data Primer, diperoleh melalui pustaka yaitu dengan melakukan penelitian terhadap berbagai sumber pustaka buku-buku, dokumen-dokumen resmi hasil penelitian yang berwujud laporan, peraturan perundang-undangan
20
Bambang Suggono, Metode Penelitian Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, 1998, halaman 43.
Rossy Tarigan : Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Buruh Dan Hubungannya Dengan Pemutusan Hubungan Kerja Yang Dilakukan Oleh Majikan (Studi Putusan No. 1262/Pid.B/2008/PN-LP), 2009.
yang berkaitan dengan tindak pidana hubungan industrial serta putusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam tentang tidak pidana dalam hubungan industrial. b) Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh melalui studi lapangan. 21 Dilakukan dengan menggali dan memahami secara mendalam mengenai persepsi serta pendapat Informan mengenai “Penerapan Pasal 55 Dan 56 KUHP (Deelneming) dan pasal 333 dan 335 dalam kejahatan terhadap kemerdekaan buruh dan Pemutusan hubungan kerja yang dilakukan oleh majikan, studi putusan Nomor 1262/Pid.B/2008/PN-LP. sehingga dapat dijadikan untuk menjawab permasalahan dalam skripsi ini. Studi lapangan ini dilakukan melalui wawancara dengan menggunakan pedoman wawancara (Interview guide) kepada para informan. Informan yang dipilih adalah mempunyai keterkaitan erat dengan pokok bahasan dalam skripsi ini yaitu Pengadilan Negeri Lubuk Pakam
4. Metode Dan Analisis Data. Data yang diperoleh melalui pustaka dan wawancara dikumpulkan dan diurutkan lalu diorganisasikan dalam satu pola, kategori dan satuan uraian dasar. Analisis data yang dilakukan dalam penulisan skripsi ini adalah dengan cara kualitatif, yaitu menganalisis melalui data lalu diorgansisasikan dalam pendapat atau tanggapan dan responden dan data-data yang diperoleh dari lapangan, kemudian dianalisis sehingga
memperoleh data yang dapat
menjawab
permasalahan dalam skripsi ini. 21
Soerjono Soekamto, pengantar Penelitian Hukum, UP-Press, Jakarta, 1984 halaman 12.
Rossy Tarigan : Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Buruh Dan Hubungannya Dengan Pemutusan Hubungan Kerja Yang Dilakukan Oleh Majikan (Studi Putusan No. 1262/Pid.B/2008/PN-LP), 2009.
G. Sistematika Penulisan. Sistematika penulisan skripsi ini dibagi dalam beberapa bab, dimana masing-masing bab diuraikan permasalahannya secara tersendiri, namun dalam konteks yang saling berkaitan antara yang satu dengan yang lainnya. Secara sistematis penulis menempatkan materi pembahasan keseluruhannya dalam beberapa bab berikut ini: Bab I
: Pendahuluan : Dalam bab ini akan dibahas mengenai latar belakang permasalahan, permasalahan, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penulisan dan sistematika penulisan.
Bab II : Tinjauan Hukum Tentang Pemutusan Hubungan Kerja Dalam bab ini dibahas tentang perbuatan merampas kemerdekaan seseorang, karena kealpaannya menyebabkan seseorang dirampas kemerdekaannya dan cara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan atau membiarkan sesuatu dengan memakai kekerasan suatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tidak menyenangkan. Bab III : Pengaturan / Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Buruh Dalam bab ini akan dibahas Pemutusan hubungan kerja menurut Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan dan ketentuan-ketentuan pidana dalam Undang-undang itu.
Rossy Tarigan : Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Buruh Dan Hubungannya Dengan Pemutusan Hubungan Kerja Yang Dilakukan Oleh Majikan (Studi Putusan No. 1262/Pid.B/2008/PN-LP), 2009.
Bab IV : Penerapan Hukum Dalam Kasus Pemutusan Hubungan Kerja (Study Kasus Putusan No.1262/Pid.B/2008/PN-LP Dalam kejahatan terhadap kemerdekaan buruh dan Pemutusan hubungan kerja yang dilakukan oleh majikan studi putusan Nomor 1262/Pid.B/2008/ PN-LP, bagaimana kasus posisi dan analisis kasus tersebut. Bab V : Kesimpulan Dan Saran Dalam bab ini akan diambil kesimpulan yang disertai dengan saran dari penulis melalui penelitian yang dilakukan oleh penulis.
Rossy Tarigan : Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Buruh Dan Hubungannya Dengan Pemutusan Hubungan Kerja Yang Dilakukan Oleh Majikan (Studi Putusan No. 1262/Pid.B/2008/PN-LP), 2009.
BAB II TINJAUAN HUKUM TENTANG PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA 1. Hak dan Kewajiban Buruh dan Pengusaha Atas Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Buruh yang di PHK berhak atas uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak seperti yang disebutkan dalam Pasal 156 ayat (1) Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. Dan pengusaha punya kewajiban untuk memberikan itu semua kepada buruh / pekerja yang di PHK-nya. Pengertian istilah terkait dengan hak pemutusan hubungan kerja (PHK) yang masih relevan tercantum pada Pasal 1 Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor KEP-150/MEN/2000, yaitu : 1. Uang pesangon ialah pembayaran berupa uang dari pengusaha kepada pekerja sebagai akibat adanya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) (Pasal 156 ayat 2) 2. Uang penghargaan masa kerja adalah uang jasa sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang
Nomor
1262/Pid.B/2008/PN-LP
tahun
1964
sebagai
penghargaan pengusaha kepada pekerja yang dikaitkan dengan lamanya masa kerja (Pasal 156 ayat 3) 3. Ganti kerugian ialah pembayaran berupa uang dari pengusaha kepada pekerja sebagai penggantian istirahat tahunan, istirahat panjang, biaya perjalanan ke tempat dimana pekerja diterima bekerja, fasilitas pengobatan, fasilitas perumahan dan lain-lain yang ditetapkan oleh panitia penyelesaian Rossy Tarigan : Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Buruh Dan Hubungannya Dengan Pemutusan Hubungan Kerja Yang Dilakukan Oleh Majikan (Studi Putusan No. 1262/Pid.B/2008/PN-LP), 2009.
Perselisihan Daerah (P4D)/ panitia Perselisihan Perselisihan Pusat (P4P) sebagai akibat adanya pengakhiran hubungan kerja. Uang penggantian hak Pasal 156 ayat (4) meliputi : a. Cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur. b. Biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/ buruh dan keluarganya ke tempat semula pekerja/ buruh diterima bekerja. c. Penggantian perumahan serta pengobatan dan Perawatan sebesar 15 % (lima belas persen) dari uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat. d. Hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama. 22
2. Sebab-sebab Timbulnya Pengusaha/ Majikan
Sengketa
Antara
Pekerja/
Buruh
dan
Perselisihan yang terjadi antara pihak-pihak dalam sebuah perusahaan dalam dunia kerja disebut sebagai perselisihan hubungan industrial (PHI ). Dalam Pasal 1 angka 22 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 menyebutkan : “Perselisihan huhungan industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenal hak, perselisihan kepentingan, dan perselisihan pemutusan hubungan kerja serta perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan”.
a.
Perselisihan Hak Perselisihan hak adalah perselisihan yang timbul karena kelalaian atau
ketidakpatuhan salah satu atau para pihak dalam melaksanakan ketentuan normatif yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan, perjanjian kerja,
22
Abdul Khakim, Op.Cit., halaman 118.
Rossy Tarigan : Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Buruh Dan Hubungannya Dengan Pemutusan Hubungan Kerja Yang Dilakukan Oleh Majikan (Studi Putusan No. 1262/Pid.B/2008/PN-LP), 2009.
Peraturan Perusahaan atau Perjanjian Kerja Bersama yang pada akhirnya hak salah satu pihak tidak terpenuhi. Dalam suatu hubungan kerja, misalnya, pekerja telah bekerja dengan baik dan benar, namun ternyata pengusaha tidak bersedia membayar upah yang diperjanjikan maka pada saat itu juga pekerja punya kewenangan untuk menuntut haknya. Hak pekerja yang mendasar adalah hak-hak normatif yang telah diatur dalam Undang-undang. Hak-hak normatif itu dapat berupa hak yang dinilai dengan uang (gaji) dan dapat pula hak-hak yang bukan uang seperti menuntut diberikan surat pengangkatan. Hak pekerja lainnya yang dapat dipermasalahkan adalah terhadap tindakan pengusaha atau Serikat pekerja yang tidak memberitahukan dan menjelaskan isi serta memberikan naskah Peraturan Pemerintah atau perubahannya kepada seluruh pekerja. 23
b. Perselisihan Kepentingan Perselisihan kepentingan ada perselisihan yang timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai perubahan dan/atau.: perubahan masyarakat syarat-syarat kerja yang ditetapkan dalam perjanjian kerja. Peraturan Perusahaan atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB). Adanya perselisihan kepentingan sematamata hanya mengenai pembuatan dan atau perubahan perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB) selama dalam hubungan kerja saja (Pasal 1 angka 15 Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah. 24
23
Abdul Khakim, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia Berdasarkan Undang-undang Nomor 13 tahun 2003, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003, halaman 18. 24 Libertus Jaliani, Hak-hak Pekerja Balita di PHK Visi Media, Jakarta, 2006, Halaman 11. Rossy Tarigan : Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Buruh Dan Hubungannya Dengan Pemutusan Hubungan Kerja Yang Dilakukan Oleh Majikan (Studi Putusan No. 1262/Pid.B/2008/PN-LP), 2009.
c.
Perselisihan Antar Serikat Pekerja dalam Satu Perusahaan Perselisihan antar serikat pekerja dalam satu perusahaan adalah
perselisihan antara serikat pekerja/serikat buruh dengan serikat pekerja/serikat buruh lain dalam satu perusahaan, karena tidak adanya persesuaian paham mengenai keanggotaan, pelaksanaan hak, kewajiban keserikat-pekerjaan. Peraturan ketenagakerjaan yang membolehkan di suatu perusahaan dibentuk dua atau lebih serikat pekerja memang bertujuan untuk menjamin kebebasan berserikat bagi pekerja. Setiap serikat pekerja resmi mempunyai hak antara lain : a. Membuat PKB dengan pengusaha b. Mewakili pekerja dalam Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI) c. Mewakili dalam lembaga ketenagakerjaan d. Membentuk lembaga atau melakukan kegiatan yang berkaitan dengan usaha peningkatan kesejahteraan pekerja/buruh e. Melakukan kegiatan lainnya dibidang ketenagakerjaan yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 25
Kewajibannya antara lain: -
Melindungi dan membela anggota dan pelanggaran hak-hak dan memperjuangkan kepentingannya. Memperjuangkan peningkatan kesejahteraan anggota dan keluarga Mempertanggungjawabkan kegiatan organisasi kepada anggotanya sesuai dengan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga. 26
25 26
Libertus Jehani, OP.Cit., halaman 13 Ibid.
Rossy Tarigan : Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Buruh Dan Hubungannya Dengan Pemutusan Hubungan Kerja Yang Dilakukan Oleh Majikan (Studi Putusan No. 1262/Pid.B/2008/PN-LP), 2009.
d.
Perselisihan PHK Perselisihan PHK adalah perselisihan yang timbul karena tidak adanya
kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan oleh salah satu pihak. Perselisihan PHK adalah persalinan yang paling sering terjadi. Dalam praktek PHK dapat dilakukan salah satu pihak baik pengusaha maupun pekerja. Perselisihan PHK menyangkut perusahaan yang berbadan hukum, perusahaan yang bukan atau belum berbadan hukum, perusahaan milik persekutuan, perusahaan milik Negara, badan-badan usaha sosial dan usaha lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain (Pasal 1 butir 4 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan huhungan Industrial/ UUPPHI dan Pasal 150 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2U03 tentang Ketenagakerjaan. 27 Ada 4 (empat) istilah dalam pemutusan hubungan kerja, yaitu (1) Termination, yaitu putusnya hubungan kerja karena selesainya/ berakhirnya kontrak kerja.
(2) Dismissal, yaitu putusnya hubungan kerja karena tindakan indisipliner. Misalnya dalam hal tenaga kerja /karyawan melakukan kesalahan-kesalahan seperti pemabuk, madat,. melakukan tindakan kejahatan dan sebagainya. (3) Redundancy, yaitu pemutusan huhungan kerja yang dikaitkan dengan perkembangan teknologi. Misalnya suatu perusahaan yang menggunakan alatalat teknologi canggih seperti menggunakan robot-robot dalam proses produksi, yang mengakibatkan pengurangan pegawai/ karyawan. (4) Retrenchment, yaitu pemutusan hubungan kerja yang dikaitkan dengan masalah-masalah ekonomi, seperti resesi ekonomi, masalah pemasaran dan 27
Ibid.
Rossy Tarigan : Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Buruh Dan Hubungannya Dengan Pemutusan Hubungan Kerja Yang Dilakukan Oleh Majikan (Studi Putusan No. 1262/Pid.B/2008/PN-LP), 2009.
lain sebagainya, sehingga perusahaan tersebut tidak dapat tidak mampu untuk memberikan upah kepada tenaga kerja / karyawan. Karena luasnya cakupan masalah perselisihan PHK ini maka tidak heran bahwa perlindungan paling banyak dalam peraturan ketenagakerjaan mengenai PHK. Hal ini wajar karena masalah PHK menyangkut kelangsungan hidup para pekerja selanjutnya. Munculnya berbagai persoalan antara pengusaha dan pekerja di atas bersumber pada kurangnya pemahaman terhadap asas hubungan industrial yang dilandasi oleh nilai-nilai Pancasila. terutama yang berhubungan dengan asas kemitraan dan asas ikut bertanggungjawab. Asas kemitraan dalam hubungan industrial mengandung dua sisi pokok dalam pelaksanaan hubungan industrial. Sisi pertama adalah mitra dalam proses produksi (partner in production). Dari sisi ini timbul kewajiban bagi pekerja agar mampu meningkatkan produksi barang atau jasa bagi perusahaan. Sisi kedua adalah mitra dalam keuntungan perusahaan (partner in profit). Sisi ini menunjukkan kewajiban bagi pengusaha untuk membagi keuntungan perusahaan dengan pekerja, baik dalam bentuk Kenaikan upah, perbaikan syarat-syarat kerja maupun peningkatan kesejahteraan dan pemberian jaminan sosial. Asas ikut bertanggung jawab atau atas tanggung jawab bersama (purifier in responsibility) juga menyangkut dua sisi pertanggung jawaban. Pertama. pekerja ikut bertanggung jawab atas perkembangan perusahaan. Asas ini berkaitan erat dengan asas kemitraan karena pekerja merasa turut memiliki dan merupakan bagian dari perusahaan. Kedua, pengusaha merasa ikut bertanggung jawab terhadap kesejahteraan pekerja.
Rossy Tarigan : Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Buruh Dan Hubungannya Dengan Pemutusan Hubungan Kerja Yang Dilakukan Oleh Majikan (Studi Putusan No. 1262/Pid.B/2008/PN-LP), 2009.
3.Pemutusan Hubungan Kerja Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Dalam kehidupan sehari-hari pemutusan huhungan kerja antara buruh dengan majikan (pengusaha) lazimnya dikenal dengan istilah PHK atau pengakhiran huhungan kerja, yang dapat terjadi karena telah berakhirnya waktu tertentu yang telah disepakati/diperjanjikan sebelumnya dan dapat pula terjadi karena adanya perselisihan antara buruh dan majikan, meninggalnya buruh atau karena sebab lainnya. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan diatur dalam Pasal 150 sampai Pasal 172 Pasal 1 angka 25 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa “Pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/ buruh dan pengusaha”. Baik pengusaha maupun pekerja mempunyai hak yang sama untuk melakukan Pemutusan Hubungan Kerja. Pemutusan Hubungan Kerja yang dilakukan oleh pekerja umumnya tidak dipersoalkan. Yang paling banyak disorot adalah Pemutusan Hubungan Kerja yang dilakukan oleh pengusaha yang diatur dalam Pasal 153 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang dilakukan pengusaha disebabkan oleh banyak faktor, yaitu : a. PHK karena pelanggaran/kesalahan berat Yang termasuk dalam kesalahan berat adalah untuk kondisi sebagai berikut : 1. Melakukan penipuan, pencurian, atau penggelapan barang dan atau uang milik perusahaan. 2. Memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan sehingga merugikan perusahaan. Rossy Tarigan : Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Buruh Dan Hubungannya Dengan Pemutusan Hubungan Kerja Yang Dilakukan Oleh Majikan (Studi Putusan No. 1262/Pid.B/2008/PN-LP), 2009.
3. Mabuk, minum minuman keras yang memabukkan, memakai dan/atau mengedarkan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya di lingkungan kerja 4. Melakukan perbuatan asusila atau perjudian di lingkungan kerja 5. Menyerang/menganiaya, mengancam, atau mengintrimidasi teman sekerja atau pengusaha di lingkungan kerja. 7. Membujuk teman sekerja atau pengusaha untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. 8. Dengan ceroboh atau sengaja merusak atau membiarkan teman sekerja atau pengusaha dalam keadaan bahwa di tempat kerja. 9. Membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan yang seharusnya dirahasiakan kecuali untuk kepentingan Negara. 10.Melakukan perbuatan lainnya di lingkungan perusahaan yang diancam pidana penjara lima tahun atau lebih. 28 Untuk membuktikan pekerja telah melakukan kesalahan berat, pengusaha wajib menunjukkan bukti yaitu : - Pekerja tertangkap tangan saat melakukan pelanggaran - Pekerja mengakui perbuatannya tanpa tekanan - Adanya laporan kejadian yang dibuat oleh pihak yang berwenang di perusahaan yang bersangkutan da: didukung oleh sekurang-kurangnya dua orang saksi. 29 b. PHK karena pekerja dijerat pidana Syarat yang harus dipenuhi untuk PHK dengan alasan ini adalah: A.Bila pengadilan memutuskan perkara pidana sebelum masa enam bulan, dan pekerja Dinyatakan tidak bersalah, pengusaha wajib mempekerjakan kembali pekerja yang bersangkutan. B.Bila pengadilan memutuskan perkara sebelum enam bulan dan pekerja bersangkutan dinyatakan bersalah maka pengusaha dapat melakukan PHK kepada pekerja yang bersangkutan tanpa harus mendapat penetapan dari pengadilan industrial. Hak pekerja yang ter-PHK karena Dijerat pidana tersebut mendapat uang penghargaan masa kerja satu kali ketentuan dan uang penggantian hak sesuai ketentuan atau Pasal 160 ayat (7) Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. 30
28
Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003, Pasal 158 ayat (1) Ibid, Pasal 158 ayat (2) 30 Libertus Jahani, Op.Cit., halaman 31. 29
Rossy Tarigan : Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Buruh Dan Hubungannya Dengan Pemutusan Hubungan Kerja Yang Dilakukan Oleh Majikan (Studi Putusan No. 1262/Pid.B/2008/PN-LP), 2009.
c. PHK kerja pekerja ditahan oleh pihak yang berwajib Pekerja yang sedang ditahan pihak yang berwajib bukan atas pengaduan pengusaha, maka pengusaha tidak wajib membayar upah tetapi wajib memberikan bantuan kepada keluarga pekerja yang menjadi tanggungannya yaitu istri, anak/ orangtua yang sah yang menjadi tanggungan pekerja berdasarkan perjanjian kerja, Peraturan Perusahaan atau Perjanjian Kerja Bersama. Besarnya bantuan yang diberikan pengusaha adalah tergantung jumlah
anggota
keluarga
yang
menjadi
tanggungan
pekerja
yang
bersangkutan. Rinciannya terdapat dalam pasal 160 ayat (1) Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, yaitu : a. Untuk satu orang tanggungan sebesar 25 % dari upah b. Untuk dua orang tanggungan sebesar 35 % dari upah c. Untuk tiga orang tanggungan 45 % dari upah. d. Untuk empat orang tanggungan atau lebih besar 50 % dari upah. d. PHK karena mangkir PHK dapat dilakukan pengusaha apabila pekerja mangkir selama lima hari berturut-turut. Hal ini terdapat dalam Pasal 168 Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. Namun ada kewajiban pengusaha selama kurun waktu tersebut untuk memanggil pekerja tersebut dua kali secara tertulis dan pekerja tersebut tidak dapat memberikan keterangan secara tertulis dengan bukti yang sah. Namun bila hari pertama pekerja masuk kerja dan langsung menyerahkan surat keterangan yang sah yang menjelaskan mengapa ia tidak masuk kerja, maka pengusaha tidak dapat menjadikan hal tersebut sebagai alasan PHK. 31
31
Ibid.
Rossy Tarigan : Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Buruh Dan Hubungannya Dengan Pemutusan Hubungan Kerja Yang Dilakukan Oleh Majikan (Studi Putusan No. 1262/Pid.B/2008/PN-LP), 2009.
e. PHK karena pekerja melakukan pelanggaran disiplin. Majikan dapat melakukan PHK terhadap pekerja yang melakukan pelanggaran Disiplin. Namun pekerja yang bersangkutan berhak mendapat uang pesangon satu kali ketentuan, uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak.
f. PHK karena perusahaan jatuh pailit Bila perusahaan pailit maka pengusaha dapat menjadikan hal tersebut sebagai alasan untuk mem-PHK pekerja dengan syarat setiap pekerja yang di-PHK diberikan pesangon satu kali ketentuan, uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak.
g. PHK karena perusahaan tutup, karena merugi atau karena asalan force majeure Perusahaan yang mem-PHK pekerjanya dengan alasan ini wajib memberikan uang pesangon sebesar satu kali ketentuan dan uang penggantian hak. h. PHK karena perubahan status, penggabungan, peleburan atau perubahan kepemilikan dan pekerja tidak bersedia Melanjutkan hubungan kerja. Bila terjadi perubahan status perusahaan dengan alasan-alasan tersebut, salah satunya misalnya penggabungan (merger) maka pekerja ditawarkan untuk mengakhiri hubungan kerja atau Melanjutkan hubungan kerja dengan kontrak kerja yang baru. Oleh karena itu pengusaha wajib memberikan uang pesangon sebesar satu kali ketentuan dan uang penggantian hak kepada buruh yang mengakhiri hubungan kerja.
Rossy Tarigan : Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Buruh Dan Hubungannya Dengan Pemutusan Hubungan Kerja Yang Dilakukan Oleh Majikan (Studi Putusan No. 1262/Pid.B/2008/PN-LP), 2009.
i. PHK karena perubahan status, penggabungan, peleburan atau perubahan kepemilikan dan pengusaha tidak bersedia Melanjutkan hubungan kerja. Apabila setelah perubahan status tersebut pengusaha justru tidak mau Melanjutkan hubungan kerja dengan pekerja sebelum perusahaan berubah status maka PHK semacam ini disamakan dengan PHK karena perampingan. Untuk itu pengusaha wajib memberikan uang pesangon dua kali ketentuan, uang penghargaan masa kerja satu kali ketentuan dan uang penggantian hak.
j. PHK karena perusahaan tutup atau pengurangan tenaga kerja (efisiensi) bukan karena merugi atau alasan memaksa. Pengusaha berhak untuk mem-PHK pekerjanya dengan asalan efisiensi atau perampingan organisasi perusahaan. Pengusaha yang mem-PHK pekerja dengan alasan ini wajib memberikan uang pesangon dua kali ketentuan, uang penghargaan masa kerja satu kali ketentuan dan uang penggantian hak. k. PHK karena pekerja sakit atau cacat akibat kecelakaan kerja melebihi 12 bulan. Apabila pengusaha mem-PHK pekerja yang sakit atau cacat akibat Kecelakaan kerja dan tidak dapat bekerja melebihi 1262/Pid.B/2008/PN-LP bulan, maka ia berhak mendapat uang pesangon dua kali ketentuan, uang penghargaan masa kerja dua kali ketentuan dan uang penggantian hak. Selain PHK oleh pekerja dan oleh pengusaha, ada PHK yang bukan atas kehendak pengusaha dan pekerja, yaitu PHK karena pekerja meninggal dunia, PHK karena pekerja memasuki masa pensiun, dan PHK karena berakhirnya kontrak. Rossy Tarigan : Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Buruh Dan Hubungannya Dengan Pemutusan Hubungan Kerja Yang Dilakukan Oleh Majikan (Studi Putusan No. 1262/Pid.B/2008/PN-LP), 2009.
Larangan-larangan untuk mem-PHK buruh menurut Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan terdapat dalam Pasal 153 yaitu : Ayat (1)
: Pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja dengan alasan : a. Pekerja/buruh berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 1262/Pid.B/ 2008/PN-LP (dua belas) bulan secara terus-menerus. b. Pekerja/buruh berhalangan menjalankan pekerjaannya karena memenuhi kewajiban terhadap negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. c. Pekerja/buruh
menjalankan
ibadah
yang
diperintahkan
agamanya. d. Pekerja/buruh menikah. e. Pekerja/buruh perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya. f. Pekerja/buruh mempunyai pertalian darah dan/atau ikatan perkawinan dengan pekerja/buruh lainnya di dalam satu perusahaan, kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. g. Pekerja/ buruh mendirikan, menjadi anggota dan/atau pengurus serikat pekerja/ serikat buruh di luar jam kerja, atau di dalam jam kerja atas kesepakatan pengusaha, atau berdasarkan
Rossy Tarigan : Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Buruh Dan Hubungannya Dengan Pemutusan Hubungan Kerja Yang Dilakukan Oleh Majikan (Studi Putusan No. 1262/Pid.B/2008/PN-LP), 2009.
ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. h. Pekerja/buruh yang mengadukan pengusaha kepada yang berwajib mengenai perbuatan pengusaha yang melakukan tindak pidana kejahatan. i.
Karena perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan.
j.
Pekerja/ buruh dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat Kecelakaan kerja, atau sakit karena hubungan kerja yang menurut
surat
keterangan
dokter
yang
jangka
waktu
penyembuhannya. Ayat (2)
: Pemutusan
hubungan kerja
yang
dilakukan
dengan alasan
sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) batal demi hukum dan pengusaha wajib mempekerjakan kembali pekerja/ buruh yang bersangkutan. Adapun prosedur Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) menurut Undangundang Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan adalah seperti yang terdapat dalam bagan sebagai berikut :
Rossy Tarigan : Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Buruh Dan Hubungannya Dengan Pemutusan Hubungan Kerja Yang Dilakukan Oleh Majikan (Studi Putusan No. 1262/Pid.B/2008/PN-LP), 2009.
Bagan 1 Prosedur Pemutusan Hubungan Kerja
Keterangan: Dari bagan di atas dapat diterangkan prosedur pemutusan hubungan kerja adalah sebagai berikut : a. Sebelumnya semua pihak (pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh) harus melakukan upaya untuk menghindari terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). b. Bila tidak dapat dihindari, pengusaha dan serikat pekerja /serikat buruh atau pekerja/buruh mengadakan perundingan. c. Jika perundingan berhasil, buat persetujuan bersama. d. Bila tidak berhasil, pengusaha mengajukan permohonan penetapan yang disertai dasar dan alasan-alasannya kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Rossy Tarigan : Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Buruh Dan Hubungannya Dengan Pemutusan Hubungan Kerja Yang Dilakukan Oleh Majikan (Studi Putusan No. 1262/Pid.B/2008/PN-LP), 2009.
e. Selama sebulan ada penetapan/putusan dari lembaga penyelesaian hubungan industrial, kedua pihak melaksanakan segala kewajiban masing-masing, kedua pihak tetap melaksanakan segala kewajiban masing-masing. Dimana pekerja/ buruh tetap menjalankan pekerjaannya dan pengusaha membayar upah. Alasan-alasan yang dapat membenarkan suatu pemberhentian/ pemutusan hubungan kerja dapat digolongkan dalam 3 (tiga) golongan, yaitu : e. Alasan-alasan yang berhubungan atau yang melekat pada pribadi buruh. Misalnya tidak cakap dan tidak mampu secara badaniah maupun rohaniah, tidak ada keahlian, tidak mampu menerima latihan yang diperlukan bagi pekerjanya dan keadaan sakit tertentu. f. Alasan-alasan yang berhubungan dengan tingkah laku buruh. Misalnya tidak memenuhi kewajibannya, tidak dapat dipercaya, melanggar Disiplin, acuh tak acuh dan sebagainya. g. Alasan-alasan yang berkenaan dengan jalannya perusahaan. Misalnya tidak ada pesanan atau bahan baku, menurunnya hasil produksi. Pemberhentian dianggap tidak layak jika : a. Tidak menyebutkan alasannya. b. Alasannya dicari-cari atau alasan yang palsu. c. Bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-undang atau kebiasaan. Ada 2 (dua) sanksi atau hukuman bagi pemutusan hubungan kerja yang tidak beralasan yaitu : a. Pemutusan tersebut adalah batal dan buruh yang bersangkutan harus ditempatkan kembali pada kedudukannya semula. Rossy Tarigan : Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Buruh Dan Hubungannya Dengan Pemutusan Hubungan Kerja Yang Dilakukan Oleh Majikan (Studi Putusan No. 1262/Pid.B/2008/PN-LP), 2009.
b. Pembayaran ganti rugi kepada si buruh tersebut. Dalam hal ini buruh berhak memilih antara penempatan kembali atau mendapatkan ganti rugi. 32
4. Akibat Hukum PHK Bagi Karyawan /Buruh dan Majikan / Pengusaha. Mengganggur merupakan bencana bagi orang yang biasa bekerja dan memperoleh gaji bulanan. Mungkin bencana itu menjadi tidak terasa lagi setelah seseorang terbiasa menganggur dan hidup prihatin. Bersamaan dengan itu, angkatan kerja baru masih terus tumbuh dan akan terus bertambah menjadi pesaing korban Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Akibatnya, posisi tawar buruh benar-benar tepuruk sehingga Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) juga sangat mudah dilakukan. Perusahaan siap menggantikan mereka jika tak menuruti kemauannya. Begitu terjepitnya para buruh ini sehingga cuti untuk menikahpun sulit untuk didapat. Ekstrimnya, mereka hanya punya dua pilihan. turut perintah atau diberhentikan. Gelombang pekerja hanya dikenakan PHK kini jumlahnya bukan lagi dalam hitungan ratus, ribu, atau ratusan ribu orang, tapi sudah mencapai jutaan orang. Membesarnya gelombang PHK ini masih sangat mungkin terjadi jika roda-roda produksi dan distribusi sektor rill banyak yang belum bergerak. Banyak perusahaan yang telah mengalami penurunan aktivitas sehingga perlu penghematan, mengurangi sif kerja, apalagi lembur. Bahkan sebagian lagi terpaksa meliburkan pekerjanya tanpa memberi bayaran. Karena itu para pekerja senantiasa resah, jangan-jangan besok, lusa, minggu depan. atau bulan depan gilirannya dikenakan PHK. Ketidakpastian Kelanjutan hidup dunia usaha mengirimkan sinyal keresahan ke pekerja, yang direspons dengan turunnya konsentrasi dalam menjalankan tugas-tugasnya. Tekanan psikologis ini secara kumulatif berefek pada penurunan tingkat produktivitas dan kualitas kerja yang dihasilkan pekerja dan perusahaan. 33 Dalam praktek, pemutusan hubungan kerja yang terjadi karena berakhirnya waktu yang telah ditetapkan dalam perjanjian, tidak menimbulkan permasalahan terhadap kedua belah pihak (buruh maupun majikan) karena pihak32
Sendjun H. Manullang, Pokok-pokok Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia, Rineka Cipta, Cetakan ke Tiga, Jakarta, 2001, halaman 121-122. 33 Eggi Sudjana, Buruh Menggugat Persepektif Islam, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2002, halaman 31-32. Rossy Tarigan : Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Buruh Dan Hubungannya Dengan Pemutusan Hubungan Kerja Yang Dilakukan Oleh Majikan (Studi Putusan No. 1262/Pid.B/2008/PN-LP), 2009.
pihak yang bersangkutan sama-sama telah menyadari atau mengetahui saat berakhirnya hubungan kerja tersebut, sehingga masing-masing telah berupaya mempersiapkan diri dalam menghadapi kenyataan tersebut. Berbeda halnya dengan pemutusan yang terjadi karena adanya perselisihan, keadaan ini akan membawa dampak terhadap kedua belah pihak, lebih-lebih bagi buruh yang dipandang dari sudut ekonomis mempunyai kedudukan yang lemah jika dibandingkan dengan pihak pengusaha. Karena pemutusan hubungan kerja bagi pihak buruh akan memberi pengaruh psikologis, ekonomis, financial, sebab : 1. Dengan adanya pemutusan hubungan kerja, bagi buruh telah kehilangan mata pencaharian. 2. Untuk mencari yang baru sebagai penggantinya, harus banyak mengeluarkan biaya (keluar masuk perusahaan, disamping biaya-biaya lain seperti pembuatan surat-surat untuk keperluan lamaran dan foto copy surat-surat lain). 3. Kehilangan biaya hidup untuk diri dan keluarganya sebelum mendapat pekerjaan yang baru sebagai pengusahanya. Sehubungan dengan akibat yang ditimbulkan dengan adanya pemutusan hubungan kerja itu khususnya bagi buruh dan keluarganya, maka dapat dikatakan bahwa pemutusan hubungan kerja bagi buruh merupakan permulaan dari segala pengakhiran, permulaan dari berakhirnya mempunyai pekerjaan, permulaan dari berakhirnya kemampuan membiayai keperluan hidup sehari-hari baginya dan keluarganya, permulaan dari berakhirnya kemampuan Menyekolahkan anak-anak dan sebagainya. Karena itulah pemutusan hubungan kerja ini harus dihindari bahkan jika mungkin ditiadakan sama sekali. 34
34
Zainal Asikin, Op.Cit., halaman 173-175.
Rossy Tarigan : Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Buruh Dan Hubungannya Dengan Pemutusan Hubungan Kerja Yang Dilakukan Oleh Majikan (Studi Putusan No. 1262/Pid.B/2008/PN-LP), 2009.
BAB III PENGATURAN / KEJAHATAN TERHADAP KEMERDEKAAN BURUH A.Dalam KUHPidana
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan adalah ketentuan-ketentuan khusus yang mengatur hubungan hukum antara buruh / pekerja dengan majikan / pengusaha yang juga disebut Hubungan Industrial. Dalam Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 ini ditetapkan hubungan hukum dalam bidang keperdataan sebagaimana disebut dalam Pasal 1 angka 22 yang berbunyi “Perselisihan Hubungan Industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/ buruh atau serikat pekerja / serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antara serikat pekerja / serikat buruh dalam satu perusahaan. Dalam ketentuan-ketentuan pidana dalam Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 Bab XVI Pasal 183 sampai dengan Pasal 190 tidak ada mengatur tentang perbuatan kejahatan terhadap kemerdekaan buruh, oleh karena itu apabila terjadi
perbuatan-perbuatan
atau
tindakan-tindakan
majikan/
pengusaha
sebagaimana dalam kasus studi putusan Nomor 1262/PId.B/2008/ PN-LP, penyidik mempergunakan KUHPidana sebagai ketentuan umum (lex generalis) dalam penyidikannya.
Rossy Tarigan : Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Buruh Dan Hubungannya Dengan Pemutusan Hubungan Kerja Yang Dilakukan Oleh Majikan (Studi Putusan No. 1262/Pid.B/2008/PN-LP), 2009.
Dalam KUHPidana kejahatan terhadap kemerdekaan orang diatur dalam BAB XVIII Pasal 324 sampai dengan Pasal 337. Pasal yang paling berkaitan dengan perbuatan atau tindakan yang dilakukan oleh majikan/ pengusaha dalam kasus Studi Putusan Nomor 1262/Pid.B/2008/PN-LP dimaksud adalah Pasal 333, Pasal 334 dan 335 KUHPidana 1. Merampas kemerdekaan Seseorang : Pasal 333 KUHPidana berbunyi : 1) Barang siapa dengan sengaja melawan hukum/ merampas kemerdekaan seseorang, atau meneruskan peramapasan kemerdekaan yang demikian, diancam dengan pidana penjara paling lama delapan tahun. 2) Jika perbuatan itu mengakibatkan luka-luka berat, maka yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun. 3) Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun. 4) Pidana yang ditentukan dalam Pasal ini diterapkan juga bagi orang yang dengan sengaja dan melawan hukum memberi tempat untuk perampasan kemderdekaan. Barang siapa dikurang dalam satu ruangan dan tanpa melakukan kekerasan atau mengalami kekerasan, tidak dapat keluar dari ruangan itu melalui pintu yang tersedia, tidak dirampas kemerdekaannya.
Rossy Tarigan : Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Buruh Dan Hubungannya Dengan Pemutusan Hubungan Kerja Yang Dilakukan Oleh Majikan (Studi Putusan No. 1262/Pid.B/2008/PN-LP), 2009.
Dalam pengertian “tempat” menurut ayat 4 adalah sedemikian luas, sehingga seuah mobilpun merupakan ‘tempat” 35
2. Karena
Kealpaannya
Menyebabkan
Seseorang
Dirampas
Kemerdekaannya. Pasal 334 KUHPidana berbunyi : a. Barang siapa karena kealpaannya menyebabkan seorang dirampas kemerdekaannya secara melawan hukum atau diteruskannya perampasan kemerdekaan yang demikian, diancam dengan pidana kurungan paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak tiga ratus rupiah. b. Jika perbuatanitu mengakibatkan luka berat, maka yang bersalah diancam dengan pidana kurungan paling lama sembilan bulan. c. Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana kurungan paling lama satu tahun. 36 Delik ini adalah delik culpa atau karena kelalaian, kurang hati-hati mengakibatkan seseorang dirampas kemerdekaannya. Karena salahnya = kurang hati-hati, lalai, lupa, amat kurang perhatian. 37
35
Soemarto Soerodibroto R., KUHP dan KUHAP, Dilengkapi Yurispudensi Mahkamah Agung dan Hoge Road, PT. Raja Grapindo Persada Jakarta, 2003, Halaman 204. 36 Ibid. 37 Susilo R., KUHPidana Serta Komentar-komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, Politeria bogor, 1996, halaman 284. Rossy Tarigan : Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Buruh Dan Hubungannya Dengan Pemutusan Hubungan Kerja Yang Dilakukan Oleh Majikan (Studi Putusan No. 1262/Pid.B/2008/PN-LP), 2009.
3. cara Melawan Hukum Memaksa Orang Lain Supaya Melakukan atau membiarkan Sesuatu Dengan memakai Kekuasaan Suatu Perbuatan Lain Maupun Perlakuan Yang Tidak Mengeuangkan. Pasal 335 KUHPidana berbunyi : 1.Diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun atau dengan paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. a. Barang siapa secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan memakai kekerasan suatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan atau memakai ancaman kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan, baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain. b. Barang siapa memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu dengan ancaman pencemaran atau pencemaran tertulis. 2.Dalam hal sebagai mana dirumuskan dalam butir 2, kejahatan hanya dapat dituntut atas pengaduan orang yang terkena.
Paksaan, dengan ancaman suatu perbuatan tercantum dapat juga tertuju pada orang lain, selain orang terhadap siapa ancaman itu ditujukan. Untuk percobaan kejahatan ini adalah cukup bahwa orang yang akan dipaksa telah mengetahui ancaman itu. 38
38
Soemarto Soemodibroto R.SH, Op.Cit., halaman 205.
Rossy Tarigan : Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Buruh Dan Hubungannya Dengan Pemutusan Hubungan Kerja Yang Dilakukan Oleh Majikan (Studi Putusan No. 1262/Pid.B/2008/PN-LP), 2009.
B. Dalam Undang-undang No.13 Tahun 2003
Ketentuan pidana dalam Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan tercantum dalam Bab XVI dengan judul Ketentuan Pidana dan Sanksi Administratif, selengkapnya berbunyi sebagai berikut : Ketentuan Pidana dan Sanksi Administratif. Bagian Pertama Ketentuan Pidana Pasal 183. 1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam 74, dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/ atau denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). 2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tindak pidana kejahatan. Pasal 184 Pasal 184 1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 167 ayat (5), dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). 2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tindak pidana kejahatan.
Rossy Tarigan : Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Buruh Dan Hubungannya Dengan Pemutusan Hubungan Kerja Yang Dilakukan Oleh Majikan (Studi Putusan No. 1262/Pid.B/2008/PN-LP), 2009.
Pasal 185 1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 68, Pasal 69 ayat (2), Pasal 80, Pasal 82, Pasal 90 ayat (1), Pasal 143, dan Pasal 160 ayat (4) dan ayat (7), dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah). 2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tindak pidana kejahatan. Pasal 186 1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 93 ayat (2), Pasal 137, dan Pasal 138 ayat(1), dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah). 2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tindak pidana pelanggaran. Pasal 187 1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2), Pasal 44 ayat (1), Pasal 45 ayat (1), Pasal 67 ayat (1), Pasal 71 ayat (2), Pasal 76, Pasal 78 ayat (2), Pasal 79 ayat (1), dan ayat (2), Pasal 85 ayat (3), dan Pasal 144. dikenakan sanksi pidana paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan/ atau denda paling sedikit Rp Rossy Tarigan : Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Buruh Dan Hubungannya Dengan Pemutusan Hubungan Kerja Yang Dilakukan Oleh Majikan (Studi Putusan No. 1262/Pid.B/2008/PN-LP), 2009.
10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). 2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tindak pidana pelanggaran. Pasal 188 1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2), Pasal 38 ayat (2), Pasal 63 ayat (1), Pasal 78 ayat (1), Pasal 108 ayat (1). Pasal 111 ayat (3), Pasal 114, dan Pasal 148, dikenakan sanksi pidana denda paling sedikit Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah) dan paling banyak Rp 50.000.000.00 (lima puluh juta rupiah). 2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tindak pidana pelanggaran. Pasal 189 Sanksi pidana penjara, Kurungan, dan/atau denda tidak menghilangkan kewajiban pengusaha membayar hak-hak dan/atau ganti kerugian kepada tenaga kerja atau pekerja/buruh.
Bagian Kedua Sanksi Administratif Pasal 190 1) Menteri atau pejabat yang ditunjuk mengenakan sanksi administratif atas pelanggaran ketentuan-ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 5, Pasal 6, Pasal 15, Pasal 25, Pasal 38 ayat (2), Pasal 45 ayat (1), Pasal 47 ayat (1), Pasal
Rossy Tarigan : Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Buruh Dan Hubungannya Dengan Pemutusan Hubungan Kerja Yang Dilakukan Oleh Majikan (Studi Putusan No. 1262/Pid.B/2008/PN-LP), 2009.
48, Pasal 87, Pasal 106, Pasal 126 ayat (3), dan Pasal 160 ayat (1) dan ayat (2) undang-undang mi serta peraturan pelaksanaannya. 2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bahwa : a. Teguran; b. Peringatan tertulis; c. Pembatasan kegiatan usaha; d. Pembekuan kegiatan usaha; e. Pembatalan persetujuan; f. Pembatalan pendaftaran; g. Penghentian sementara sebagian atau seluruh alat produksi; h. Pencabutan ijin. 3) Ketentuan mengenai sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut oleh menteri
Rossy Tarigan : Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Buruh Dan Hubungannya Dengan Pemutusan Hubungan Kerja Yang Dilakukan Oleh Majikan (Studi Putusan No. 1262/Pid.B/2008/PN-LP), 2009.
BAB IV PENERAPAN HUKUM DALAM KASUS PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (STUDY KASUS PUTUSAN No. 1262/Pid.B/2008/PN-LP)
A.
Putusan No. 1262/Pid.B/2008/PN-LP
1.
Kasus Posisi. Para saksi/ pengadu Merry, Kharulsyah, Harayati dan Anita Marpaung
adalah pekerja/ buruh pada PT. Starindo Prima, perusahaan yang memperoduksi tempat tidur lipat yang dikirim keluar negeri, beralamat di Jln. Karya Darma Dusun III Kelurahan Tanjung Morawa, Kec. Tanjung Morawa, Kabupaten Deli Serdang. Para saksi pengadu dituduh oleh perusahaan bertindak ceroboh melakukan tugas/ pekerjaannya menceking akhirnya barang produksi sebelum dikirim, sehingga perusahaan dicomplain pembeli dan perusahaan mengalami kerugian sejumlah Rp. 32.000.000,- (tiga puluh dua juta rupiah). Pada tanggal 7 Juli 2007 sekitar pukul 8.00 wib sampai pukul 16.00 wib para saksi/ pengadu telah disekap diruangan kantor personalia PT. Starindo Prima dengan cara melarang para saksi/ pengadu keluar ruangan, tidak diberikan minuman atau makanan dan saksi Anita Marpaung yang dalam keadaan hamil, kekamarmandipun dikawal oleh satpam perusahaan. Selama dalam sekapan ± 8 jam para saksi / pengadu telah diintimidasi dengan berbagai ancaman agar mau menandatangani surat pengunduran diri bekerja pada PT. Starindo Prima atau menyatakan akan membayar kerugian Rossy Tarigan : Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Buruh Dan Hubungannya Dengan Pemutusan Hubungan Kerja Yang Dilakukan Oleh Majikan (Studi Putusan No. 1262/Pid.B/2008/PN-LP), 2009.
perusahaan, dimana kepada saksi Hery dibebankan sejumlah Rp. 16.000.000,denda saksi Khairulsyah dibebankan Rp. 5.500.000,-, kepada saksi Haryati dibebankan Rp. 8.400.000, dan kepada saksi Anita Marpaung dibebankan Rp. 2.500.000,Sebelum para saksi/ pengadu menentukan sikap atas tuntutan perusahaan itu para saksi tidak perbolehkan keluar dari ruangan kantor personalia tersebut. Akhir dari sekapan itu saksi/ pengadu Hery menandatangani surat pernyataan pengunduran diri bekerja di PT. Starindo Mina karena tidak sanggup membayar tuntutan perusahaan, dan saksi/ pengadu yang lain Khairulsyah, Nuryati dan Anita Marpaung menandatangani surat pernyataan bersedia membayar kerugian perusahaan. Yang melakukan penyekapan adalah aparat perusahaan PT. Starindo prima yaitu : 1. Johan Indayung, 28 tahun, Manajer PT. Starindo Prima. 2. Haiman als. Atai, 37 tahun, Kepala produksi PT. Starindo Prima. 3. Hartono Wijaya als. Atong, 42 tahun, Karyawan PT. Starindo Prima. 4. Roni Sibarani, 39 tahun, Personalia PT. Starindo Prima. Oleh karena saksi/ pengadu merasa keberatan atas perlakuan PT. Starindo Prima, para saksi/ pengadu mengadukan penyekapan dan pemaksaan itu pada Polres Lubuk Pakam dengan register Nomor Pol. BP/53.A/V/2008 Reskrim tanggal 1262/Pid.B/2008/PN-LP Mei 2008.
Rossy Tarigan : Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Buruh Dan Hubungannya Dengan Pemutusan Hubungan Kerja Yang Dilakukan Oleh Majikan (Studi Putusan No. 1262/Pid.B/2008/PN-LP), 2009.
2. Dakwaan Jaksa Penuntut Umum Jaksa
penuntut
umum
mengajukan
dakwaan
terhadap
terdakwa
dipersidangan sebagai berikut :
Dakwaan Kesatu : Bahwa ia terdakwa I. JOHAN INDAYUNG, terdakwa II. HAIMAN ALIAS ATAI, terdakwa III. HARTONO WIJAYA alias ATONG dan terdakwa IV. RONI SIBARANI pada hari Sabtu tanggal 07 Juli 2007 sekira pukul 08.00 wib’ atau setidak-tidaknya pada suatu waktu dalam bulan Juli 2007, bertempat di Kantor Personalia PT. Starindo Prima Jalan Karya Darma Ujung Nomor : 92 Kelurahan Tanjung Morawa B Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang atau setidaknya pada suatu tempat lain yang masih termasuk daerah hukum Pengadilan Negeri Lubuk Pakam, secara bersama-sama melakukan, menyuruh melakukan atau turut serta melakukan dengan sengaja menahan (merampas kemerdekaan) orang atau meneruskan tahanan itu dengan melawan hak, yang dilakukan dengan cara sebagai berikut : Bermula pada hari Jumat tanggal 06 Juli 2007 sekira pukul 16.00 wib saksi Fiery, saksi Khairulsyah, saksi Haryati dan saksi Anita Marpaung dipanggil oleh mandor ceking ke kantor PT. Starindo Prima untuk menjumpai terdakwa IV. Roni Sibarani dan mengatakan bahwa” bahan-bahan yang telah diceking oleh aksi-saksi banyak yang rusak karena akibat kelalaian kerja saksi-saksi dan harus membayar ganti rugi sebesar Rp. 16.200.000,- (enam belas juta dua ratus ribu rupiah)” mendengar perkataan itu saksi Fiery, saksi Khairulsyah, saksi Haryati Rossy Tarigan : Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Buruh Dan Hubungannya Dengan Pemutusan Hubungan Kerja Yang Dilakukan Oleh Majikan (Studi Putusan No. 1262/Pid.B/2008/PN-LP), 2009.
dan saksi Anita Marpaung terkejut dan langsung menolak untuk membayar sesuai dengan yang dikatakan oleh terdakwa IV. Roni Sibarani, karena pada saat saksisaksi sedang bekerja menceking barang-barang, ternyata barang-barang tersebut tidak ada yang rusak dan tidak ada yang ditunjukkan barang-barang mana saja yang rusak, akan tetapi terdakwa IV Roni Sibarani tetap saja memaksa saksi-saksi untuk membayar kerugian tersebut, namun karena pada saat itu hari sudah sore lain saksi Hery nengatakan kepada terdakwa IV. Roni Sibarani “besok sajalah kita rundingkan lagi” selanjutnya pada keesokan harinya Sabtu tanggal 7 Juli 2007 sekira pukul 08.00 wib saksi Hery, saksi Khairulsyah, saksi Haryati dan saksi Anita Marpaung datang menjumpai terdakwa I. JOHIAN INDAYUNG. terdakwa II. HAIMAN ALIAS ATAI, terdakwa III. HARTONO WIJAYA alias ATONG dan terdakwa IV. RONI SIBARANI di kantor PT. Starindo Prima, lalu saksi Hery. saksi Khairulsyah, saksi Haryati dan saksi Anita Marpaung dikumpulkan oleh terdakwa IV. RONI SIBARANI di ruangan Personalia PT> Starindo Prima setelah itu terdakwa I JOHAN INDAYUNG, terdakwa II HAIMAN ALIAS ATAI, terdakwa III HARTONO WIJAY alias ATONG dan terdakwa IV. RONI SIBARANI datang keruangan personalia dan bertemu dengan saksi-saksi lalu terdakwa I. JOHAN INDAYUNG menyuruh dan memaksa saksi Hery, saksi Khairulsyah, saksi Haryati dan saksi Anita Marpaung untuk Menulis surat pernyataan bersalah dan Ganti rugi sebesar Rp. 16.200.000,- (enam belas juta dua ratus ribu rupiah) dengan memberikan kertas HVS, Pulpen dan Materai seharga Rp. 6.000,- kepada saksi-saksi, dibantu oleh terdakwa II HAIMAN alias ATAI dengan perkataan “kalau tidak mau tanggung jawab dan menandatangani surat Rossy Tarigan : Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Buruh Dan Hubungannya Dengan Pemutusan Hubungan Kerja Yang Dilakukan Oleh Majikan (Studi Putusan No. 1262/Pid.B/2008/PN-LP), 2009.
pernyataan ganti rugi tersebut, maka kalian akan dilaporkan keposlisi, dan kalian tidak bisa menghindari dari tanggungjawab, terdakwa III. HARTONO WIJAYA alias ATONG mengatakan kepada saksi-saksi dengan perkatan “Sudah kalian tandatangani aja, ikuti aja omongan si Johan, dia atasan kita, bias masalah cepat selesai, kau tanda tangani aja, nati kau bahaya” sambil Mengajari saksi Menulis kata-kata isi dari surat pernyataan ganti rugi dan terdakwa IV. RONI SIBARANI mengatakan
kepada
saksi-saksi
dengan
kata-kata
“SUDAH
KALIAN
TANDATANGAI AJA APA KATA Johan, biar cepat selesai urusannya” karena pada hari itu sudah pukul. 16 wib saksi-saksi tidak diperbolehkan juga keluar dari ruangan personalia PT. Starindo Prima, lalu saksi-saksi dengan berat hati membuat dan menandatangani surat pernyataan ganti rugi dan surat pengunduran diri atau berhenti bekerja dan PT. Starindo Prima karena merasa terpaksa dan ditekan oleh para terdakwa untuk memenuhi keinginan dan para terdakwa, sehingga saksi Khairulsyah menandatangani surat pernyataan ganti rugi kepada PT. Starindo Prima sebesar Rp.5.500.000,-, saksi Haryati menandatangani surat pernyataan ganti rugi kepada PT. Starindo Prima sebesar Rp. 8.400.000,-, saksi Anita Marpaung menandatangani surat pernyataan ganti rugi kepada PT. Starindo Prima sebesar Rp. 2.500.000,-, sedangkan saksi Hery menandatangani surat pengunduran diri atau berhenti bekerja dari PT. Starindo prima karena tidak sanggup untuk membayar ganti rugi tersebut. Akibat perbuatan terdakwa I. JOHAN INDAYUNG, terdakwa II. HAIMAN ALIAS ATAI, terdakwa III. HARTONO WIJAYA alias ATONG dan terdakwa IV. RONI SIBARANI maka saksi Hery, Saksi Khairulsyah, saksi Haryati dan saksi Anita MARPAUNG Rossy Tarigan : Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Buruh Dan Hubungannya Dengan Pemutusan Hubungan Kerja Yang Dilakukan Oleh Majikan (Studi Putusan No. 1262/Pid.B/2008/PN-LP), 2009.
merasa tidak senang dan melaporkan kejadian tersebut kepada pihak yang berwenang.
Sebagaimana Diatur dan Diancam Pidana Dalam Pasal 333 Ayat (1) KUHP Jo. Pasal 55 ayat (1) ke – 1 KUH. Pidana Atau Kedua : Bahwa ia terdakwa I. JOHAN INDAYUNG, terdakwa II. HAIMAN ALIAS ATAI, terdakwa III. HARTONO WIJAYA alias Atong dan terdakwa IV. RONI SIBARANI pada hari Sabtu tanggal 07 Juli 2007 sekira pukul 08.00 wib atau setidak-tidaknya pada suatu waktu dalam bulan Juli 2007, bertempat di kantor Personalia PT. Starindo prima jalan karya Darma Ujung Nomor 92 Kelurahan Tanjung Morawa B Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang atau setidaknya pada satu tempat lain yang masih termasuk daerah hukum Pengadilan Negeri Lubuk Pakam, secara bersama-sama melakukan, menyuruh melakukan atau turut serta melakukan dengan melawan hak memaksa orang lain untuk melakukan, tiada melakukan atau membiarkan barang sesuatu apa dengan kekerasan, dengan sesuatu perbuatan lain ataupun dengan perbuatan yang tak menyenangkan atau dengan ancaman kekerasan, ancaman dengan sesuatu
perbuatan
lain
ataupun ancaman
dengan perbuatan
yang
tak
menyenangkan, akan melakukan sesuatu itu baik terhadap orang itu, maupun terhadap orang lain, yang dilakukan dengan cara sebagai berikut : Bermula pada hari Jumat tanggal 06 Juli 2007 sekira pukul 16.00 wib saksi Hery, saksi Khairulsyah, saksi Haryati dan saksi Anita Marpaung dipanggil oleh mandor ceking ke kantor PT. Starindo Prima untuk menjumpai terdakwa IV. Rossy Tarigan : Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Buruh Dan Hubungannya Dengan Pemutusan Hubungan Kerja Yang Dilakukan Oleh Majikan (Studi Putusan No. 1262/Pid.B/2008/PN-LP), 2009.
Roni Sibarani dan mengatakan bahwa “bahan-bahan yang telah diceking oleh saksi-saksi banyak yang rusak karena akibat kelalaian kerja saksi-saksi dan harus membayar ganti rugi sebesar Rp. 16.200.000,- (enam belas juta dua ratus ribu rupiah) mendengar perkataan itu saksi Hery, saksi Khairulsyah, saksi Haryati dan saksi Anita Marpaung terkejut dan langsung menolak untuk membayar sesuai dengan yang dikatakan oleh terdakwa IV. Roni Sibarani, karena pada saat saksisaksi sedang bekerja menceking barang-barang, ternyata barang-barang tersebut tidak ada yang rusak dan tidak ada yang ditunjukkan barang-barang mana saja yang rusak, akan tetapi terdakwa IV. Roni Sibarani tetap saja memaksa saksi-saksi untuk membayar sebesar kerugian tersebut, namun karena pada saat itu hari sudah sore lalu saksi Hery mengatakan kepada terdakwa IV. Roni Sibarani ‘besok sajalah kita rundingkan lagi” selanjutnya pada keesokan harinya Sabtu tanggal 07 Juli 2007 sekira pukul 08.00 wib saksi Hery, saksi Khairulsyah, saksi Haryati dan saksi Anita Marpaung datang menjumpai terdakwa I. JOHAN INDAYUNG, terdakwa II. HAIMAN ALIAS ATAI, terdakwa III. HARTONO WIJAYA alias ATONG dan terdakwa IV. RONI SIBARANI di kantor PT. Starindo Prima, lalu saksi Hery, saksi Khairulsyah, saksi Haryati dan saksi Anita Marpaung dikumpulkan oleh terdakwa IV. RONI SIBARANI diruangan Personalia PT. Starindo Prima setelah itu terdakwa I. JOHAN INDAYUNG, terdakwa II. HAIMAN ALIAS ATAI, terdakwa III. HARTONO WIJAYA alias ATONG dan terdakwa IV. RONI SIBARANI datang keruangan personalia dan bertemu dengan saksi-saksi lalu terdakwa I. JOHAN INDAHYUNG menyuruh dan memaksa saksi Hery, saksi Khairulsyah, saksi Haryati dan saksi Anita Marpaung untuk Rossy Tarigan : Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Buruh Dan Hubungannya Dengan Pemutusan Hubungan Kerja Yang Dilakukan Oleh Majikan (Studi Putusan No. 1262/Pid.B/2008/PN-LP), 2009.
Menulis surat pernyataan bersalah dan ganti rugi sebesar Rp. 16.200.000,- (enam belas juta dua ratus ribu rupiah) dengan memberikan kertas HVS, Pulpen dan Materai seharga Rp. 6.000,- kepada saksi-saksi, dibantu oleh terdakwa II HAIMAN alias ATAI dengan perkataan “kalau tidak mau tanggung jawab dan menandatangani surat pernyataan ganti rugi tersebut, maka kalian akan dilaporkan keposlisi, dan kalian tidak bisa menghindari dari tanggungjawab, terdakwa III. HARTONO WIJAYA alias ATONG mengatakan kepada saksi-saksi dengan perkatan “Sudah kalian tandatangani aja, ikuti aja omongan si Johan, dia atasan kita, bias masalah cepat selesai, kau tanda tangani aja, nati kau bahaya” sambil Mengajari saksi Menulis kata-kata isi dari surat pernyataan ganti rugi dan terdakwa IV. RONI SIBARANI mengatakan kepada saksi-saksi dengan kata-kata “SUDAH KALIAN TANDATANGAI AJA APA KATA Johan, biar cepat selesai urusannya” karena pada hari itu sudah pukul. 16 wib saksi-saksi tidak diperbolehkan juga keluar dari ruangan personalia PT. Starindo Prima, lalu saksisaksi dengan berat hati membuat dan menandatangani surat pernyataan ganti rugi dan surat pengunduran diri atau berhenti bekerja dan PT. Starindo Prima karena merasa terpaksa dan ditekan oleh para terdakwa untuk memenuhi keinginan dan para terdakwa, sehingga saksi Khairulsyah menandatangani surat pernyataan ganti rugi kepada PT. Starindo Prima sebesar Rp.5.500.000,-, saksi Haryati menandatangani surat pernyataan ganti rugi kepada PT. Starindo Prima sebesar Rp. 8.400.000,-, saksi Anita Marpaung menandatangani surat pernyataan ganti rugi kepada PT. Starindo Prima sebesar Rp. 2.500.000,-, sedangkan saksi Hery menandatangani surat pengunduran diri atau berhenti bekerja dari PT. Starindo Rossy Tarigan : Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Buruh Dan Hubungannya Dengan Pemutusan Hubungan Kerja Yang Dilakukan Oleh Majikan (Studi Putusan No. 1262/Pid.B/2008/PN-LP), 2009.
prima karena tidak sanggup untuk membayar ganti rugi tersebut. Akibat perbuatan terdakwa I. JOHAN INDAYUNG, terdakwa II. HAIMAN ALIAS ATAI, terdakwa III. HARTONO WIJAYA alias ATONG dan terdakwa IV. RONI SIBARANI maka saksi Hery, Saksi Khairulsyah, saksi Haryati dan saksi Anita MARPAUNG merasa tidak senang dan melaporkan kejadian tersebut kepada pihak yang berwenang. 3. Tuntutan Jaksa Penuntut Umum Setelah melalui pemeriksaan saksi-saksi dan para terdakwa dipersidangan, Jaksa penuntut Umum memajukan tuntutan sebagai berikut : 1. Menyatakan para terdakwa bersalah melakukan tindak pidana “secara bersama-sama melakuan perbuatan tidak menyenangkan” sebagaimana dimaksud dalam Pasal 335 ayat (1) ke 1 KUHP yo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHPidana dalam dakwaan ke dua : 2. Menjatuhkan pidana terhadap para terdakwa dengan pidana penjara masingmasing selama 10 (sepuluh) bulan penjara dengan masa percobaan selama 1 (satu) tahun dan 6 (enam) bulan. 3. Menyatakan agar barang bukti berupa : -
1 (satu) lembar surat pernyataan dari HERY tertanggal 07 Juli 2007
-
1 (satu) lembar surat pernyataan dari Khairulsyah als Irul tertanggal 07 Juli 2007.
-
1 (satu) lembar surat pernyataan dari Anita Marpaung tertanggal 07 Juli 2007
-
1 (satu) lembar surat pernyataan dari Haryati tertanggal 07 Juli 2007.
Rossy Tarigan : Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Buruh Dan Hubungannya Dengan Pemutusan Hubungan Kerja Yang Dilakukan Oleh Majikan (Studi Putusan No. 1262/Pid.B/2008/PN-LP), 2009.
Masing-masing dikembalikan kepada pemiliknya. 4. Menetapkan para terdakwa membayar biaya perkara sebesar Rp. 1.000 (seribu rupiah).
4. Pertimbangan-pertimbangan Hukum dan Putusan Majelis Hakim Dalam Perkara ini adalah sebagai berikut : Menimbang, bahwa oleh karena Jaksa Penuntut Umum menyusun dakwaannya dalam bentuk alternatif maka Majelis Hakim dapat langsung memilih salah satu dari dakwaan tersebut yang dianggap tepat dengan perbuatan yang telah terbukti yang dilakukan oleh terdakwa. Menimbang, dari keterangan saksi-saksi, keterangan terdakwa serta barang bukti yang diajukan dalam pemeriksaan perkara ini maka Majelis Hakim berpendapat bahwa adalah lebih tepat kepada terdakwa di kenakan dakwaan yang KEDUA yaitu melanggar ketentuan Pasal 335 ayat (1) ke 1. KUHPidana Jo. Pasal 55 ayat (1) ke. 1 KUHPidana. Menimbang, bahwa unsur-unsur yang harus dibuktikan dalam ketentuan Pasal 335 ayat (1) ke. 1 KUHPidana Jo. Pasal 55 ayat (1) ke. 1 KUHPidana adalah sebagai berikut : 1. Barang siapa. 2. Secara bersama-sama melakukan perbuatan tidak menyenangkan. Menimbang, tentang unsur-unsur tersebut akan dipertimbangkan sebagai berikut :
Rossy Tarigan : Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Buruh Dan Hubungannya Dengan Pemutusan Hubungan Kerja Yang Dilakukan Oleh Majikan (Studi Putusan No. 1262/Pid.B/2008/PN-LP), 2009.
Ad.1. Unsur Barang Siapa Menimbang, bahwa yang dimaksud dengan barang siapa dalam unsur ini adalah mengarah pada subyek hukum yang mampu bertanggung jawab atas perbuatannya; Menimbang, dalam perkara ini para terdakwa sebagaimana diuraikan dalam surat dakwaan dan telah membenarkan identitasnya yang tercantum dalam surat dakwaan tersebut, yaitu masing-masing bernama : 1. JOHAN INDAYUNG, 2. HAIMAN alias ATAI, 3. HARTONO WIJAYA, alias ATONG dan 4. RONI SIBARANI dengan segala identitasnya yang diteliti kebenarannya, sehingga tidak terjadi “Error In Persona”
disamping itu para terdakwa terbukti mampu
menjawab segala pertanyaan yang diajukan kepadanya dipersidangan sehingga tidak ditemukan satupun alasan yang dapat meragukan kemampuannya untuk bertanggung jawab atas perbuatannya. Menimbang, bahwa dari uraian serta persesuaian fakta di atas, Majelis berpendapat bahwa unsur barang siapa telah terpenuhi dan terbukti. Ad.2. Secara bersama-sama melakukan perbuatan tidak menyenangkan. Menimbang, bahwa saksi-saksi Hery, Khairulsyah, Haryati dan Anita Marpaung di depan persidangan menerangkan bahwa benar saksi-saksi pada hari Jumat tanggal 06 Juli 2007 sekitar pukul 16.00 wib, telah dipanggil oleh terdakwa IV saudara Roni Sibarani selaku kepala personalia PT. Starindo Prima untuk datang menghadap ke ruang terdakwa IV, dan saat berada di ruang personalia terdakwa IV mengatakan kalau karena kelalaian dari saksi-saksi perusahaan telah
Rossy Tarigan : Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Buruh Dan Hubungannya Dengan Pemutusan Hubungan Kerja Yang Dilakukan Oleh Majikan (Studi Putusan No. 1262/Pid.B/2008/PN-LP), 2009.
mengalami kerugian sebesar Rp. 16.200.000 (enam belas juta dua ratus ribu rupiah). Bahwa atas tuduhan dari terdakwa IV tersebut saksi Hery, Khairulsyah, Haryati dan Anita Marpaung berkeberatan oleh karena saksi-saksi merasa selama ini merasa tidak pernah berbuat kesalahan, dan terdakwa IV pun saat itu tidak dapat menunjukkan barang-barang yang rusak tersebut sehingga saksi-saksi menolak permintaan dari terdakwa IV tersebut dan karena saat itu tidak ada kesepakatan dan hari telah sore maka akhirnya terdakwa IV katakan saksi-saksi “Sudah besok sajalah kita rundingkan lagi”. Menimbang, bahwa pada keesokan harinya Jumat tanggal 07 Juli 2007 sekitar pukul 08.00 wib saksi Hery, Khairulsyah, Haryati dan Anita Marpaung datang dan langsung bertemu dengan terdakwa IV Diruang personalia dan saat itu yang hadir disamping saksi-saksi hadir juga perwakilan dari SPSI. Dan setelah semua berkumpul barulah datang terdakwa I, terdakwa II dan terdakwa III memasuki ruang pertemuan tersebut dan terdakwa I langsung mengungkapkan tentang apa maksud dari pada pertemuan pad hari itu yang intinya adalah untuk membahas kerugian yang telah dialami oleh perusahaan. Oleh karena adanya kerusakan pada barang-barang yang akan diekspor dan kerusakan tersebut terjadi pada bagian pengecekan akhir yang menjadi tanggung jawab dari saksi-saksi Hery, Khairulsyah, Haryati da Anita Marpaung dan untuk kerugian tersebut saksisaksi harus bertanggung jawab dengan membayar kerugian kepada perusahaan. Dan seperti pada pertemuan sebelumnya saksi Hery, Khairulsyah, Haryati dan
Rossy Tarigan : Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Buruh Dan Hubungannya Dengan Pemutusan Hubungan Kerja Yang Dilakukan Oleh Majikan (Studi Putusan No. 1262/Pid.B/2008/PN-LP), 2009.
Anita Marpaung tetap menolak dan berkeberatan untuk membayar ganti kerugian tersebut. Menimbang, bahwa atas penolakan membayar ganti rugi tersebut Terdakwa I dan Terdakwa II tetap memaksa kepada saksi Hery, Khairulsyah, Haryati dan Anita Marpaung untuk membuat pernyatan bersalah dengan cara menyerahkan kertas HVS, Pulpen dan materai Rp. 6000, dengan disertai ancaman bahwa apabila saksi-saksi tidak mau membuat pernyataan ganti rugi tersebut maka para saksi akan dilaporkan kepada pihak kepolisian, kemudian terdakwa III Hartono Wijaya alias Atong mengatakan kepada saksi-saksi “sudah Masalahnya cepat selesai “demikian juta Terdakwa IV Roni Sibarani mengatakan hal yang sama kepada saksi-saksi yaitu agar saksi-saksi mau menandatangani surat pernyataan ganti rugi tersebut saja, agar Masalahnya cepat selesai dan karena saat itu waktu sudah menunjukkan pukul 16.00 wib dan para saksi belum makan maka saksi Khairulsyah, Haryati dan Anita Marpaung akhirnya mau menandatangani surat pernyataan ganti rugi tersebut, sedangkan saksi Hery karena merasa tidak akan mampu untuk membayar ganti rugi tersebut akhirnya membuat surat pernyataan mengundurkan diri dari PT. Starindo Prima. Menimbang, bahwa terhadap keterangan dari saksi Hery, Khairulsyah, Haryati dan Anita Marpaung tersebut ternyata telah dibantah oleh terdakwa dengan mengatakan kalau saat itu tidak ada penyekapan dan tidak ada paksaan, yang ada hanyalah pertemuan untuk mencari solusi atas kerugian yang telah dialami oleh perusahaan karena adanya complain dari luar negeri atas barangbarang yang dikirim dan saat itu saksi Hery, Khairulsyah, Haryati dan Anita Rossy Tarigan : Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Buruh Dan Hubungannya Dengan Pemutusan Hubungan Kerja Yang Dilakukan Oleh Majikan (Studi Putusan No. 1262/Pid.B/2008/PN-LP), 2009.
Marpaung mau menandatangani surat pernyatan ganti rugi tersebut bukanlah karena adanya tekanan ataupun paksaan dari para terdakwa tapi, mereka menandatangani surat pernyataan tersebut adalah atas kemauan dan kehendak sendiri dari saksi-saksi. Menimbang, bahwa kalaupun memang benar tidak ada tekanan dan paksaan dari para terdakwa kepada saksi-saksi Hery, Khairulsyah, Haryati dan Anita Marpaung untuk menandatangani surat pernyataan ganti rugi tersebut, tetapi secara psikologi para saksi telah berada dalam tekanan oleh karena kata-kata para terdakwa tersebut, karena para saksi diharapkan pada pilihan yang sulit antara membayar ganti rugi dan tetap bekerja atau menolak dengan konsekwensi dipecat dan dilaporkan kepada pihak kepolisian, ditambah dengan kenyataan bahwa pertemuan tersebut telah dimulai pada pukul 08.00 wib sampai dengan pukul 16.00 wib dengan tanpa diselingi waktu istirahat untuk ada makan siang sedangkan para terdakwa telah mengetahui kalau saat itu waktu sudah menunjukkan pukul 16.00 wib sore dan salah seorang dari saksi-saksi tersebut yaitu saksi Haryati sedang dalam keadaan hamil, jelas perbuatan para terdakwa tersebut sangatlah bertentangan dengan rasa kemanusiaan dan kewajiban yang harus dilakukan oleh para terdakwa selaku pimpinan dari PT. Starindo Prima. Sehingga kalau kemudian saksi-saksi Hery, Khairulsyah, Haryati dan Anita Marpaung mau menandatangani surat pernyataan ganti rugi tersebut Majelis Hakim berkeyakinan kalau penandatanganan surat pernyataan ganti rugi tersebut adalah merupakan suatu keterpaksaan dari saksi-saksi Hery, Khairulsyah, Haryati dan Anita Marpaung karena secara pisik saksi-saksi tersebut sudah lemah karena Rossy Tarigan : Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Buruh Dan Hubungannya Dengan Pemutusan Hubungan Kerja Yang Dilakukan Oleh Majikan (Studi Putusan No. 1262/Pid.B/2008/PN-LP), 2009.
kelaparan dan hanya berharap bagaimana agar pertemuan tersebut segera berakhir dan secara psikologi mereka berada dalam tekanan atas kata-kata yang bersifat ancaman dari pra terdakwa sebagaimana yang telah diungkapkan oleh saksi Hery, Khairulsyah, Haryati dan Anita Marpaung
ketika keterangannya didengar
dipersidangan. Dan karena perbuatan para terdakwa yang tidak manusiawi inilah maka saksi Hery, Khairulsyah, Haryati dan Anita Marpaung merasa tidak senang dan akhirnya melaporkan perbuatan para terdakwa ini kepada pihak kepolisian. Sehingga unsur ini menurut Majelis Hakim telah terpenuhi dan terbukti. Menimbang, bahwa berdasarkan pada pertimbangan-pertimbangan Majelis hakim sebagai mana yang tersebut di atas maka, Majelis Hakim memperoleh keyakinan bahwa perbuatan para terdakwa telah memenuhi unsur-unsur hukum dari tindak pidana sebagaimana diuraikan dalam dakwaan KEDUA dari Jaksa Penuntut Umum sehingga, oleh karenanya para terdakwa haruslah dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana. Menimbang, bahwa di persidangan tidak diperoleh adanya fakta yuridis yang sifatnya dapat menghapuskan pemidanaan atas diri terdakwa, baik alasan pemaaf maupun alasan pembayar, sehingga untuk itu kepada terdakwa patut dipidana sesuai ketentuan Pasal 193 ayat (1) KUHAP yang lamanya akan disebutkan dalam amar putusan nanti. Menimbang, bahwa terhadap barang bukti yang telah diajukan oleh penuntut umum dalam pemeriksaan perkara ini yaitu berupa : -
1 (satu) lembar surat pernyataan dari HERY tertanggal 07 Juli 2007
Rossy Tarigan : Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Buruh Dan Hubungannya Dengan Pemutusan Hubungan Kerja Yang Dilakukan Oleh Majikan (Studi Putusan No. 1262/Pid.B/2008/PN-LP), 2009.
-
1 (satu) lembar surat pernyataan dari Khairulsyah als Irul tertanggal 07 Juli 2007.
-
1 (satu) lembar surat pernyataan dari Anita Marpaung tertanggal 07 Juli 2007
-
1 (satu) lembar surat pernyataan dari Haryati tertanggal 07 Juli 2007.
Status dari barang bukti tersebut akan ditentukan oleh amar putusan nanti. Menimbang, bahwa sebelum Majelis hakim menjatuhkan pidana kepada para terdakwa maka terlebih dahulu akan dipertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan bagi para terdakwa. Hal-hal yang memberatkan : Perbuatan para terdakwa sangat tidak manusiawi : Hal-hal yang meringankan : -
Para terdakwa belum pernah dipidana
-
Para terdakwa bersikap sopan selama dalam persidangan
-
Para terdakwa merasa bersalah dan menyesal atas perbuatannya.
-
Para terdakwa adalah tulang punggung keluarga. Menimbang, bahwa setelah memperhatikan hal-hal yang membertkan dan
hal-hal yang meringankan seperti yang diuraikan di atas, maka sudah tepatlah kiranya apabila kepada para terdakwa dijatuhi pidana, sebagaimana tersebut dalam amar putusan ini. Menimbang, bahwa oleh karena para terdakwa telah terbukti bersalah maka kepada para terdakwa dibebani pula untuk membayar biaya perkara ini.
Rossy Tarigan : Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Buruh Dan Hubungannya Dengan Pemutusan Hubungan Kerja Yang Dilakukan Oleh Majikan (Studi Putusan No. 1262/Pid.B/2008/PN-LP), 2009.
Mengingat akan ketentuan Pasal 335 ayat (1) ke. 1 KUHPidana Jo. Pasal 55 ayat 91) ke. 1 KUHPidana, Undang-undang Nomor 8 tahun 1981 serta pasalpasal lain dari peraturan perundang-undangan bersangkutan.
MENGADILI 1. Menyatakan terdakwa I. JOHAN INDAYUNG, terdakwa II. HAIMAN Alias ATAI, terdakwa III. HARTONO WIJAYA alias ATONG, dan terdakwa IV. RONI SIBARANI telah terbukti secara sah dan meyakinkan, bersalah telah melakukan tindak pidana, “Secara bersama-sama melakukan perbuatan tidak menyenangkan”. 2. Menghukum para terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama (delapan) bulan. 3. Menyatakan bahwa pidana tersebut tidak perlu dijalani kecuali kemudian hari dalam putusan hakim yang lain para terdakwa telah dinyatakan bersalah dan telah dijatuhi pidana sebelum lewat masa percobaan selama 1 (satu) tahun. 4. Memerintahkan barang bukti: a. 1 (satu) lembar surat pernyataan dari HERY tertanggal 07 Juli 2007 b. 1 (satu) lembar surat pernyataan dari Khairulsyah als Irul tertanggal 07 Juli 2007. c. 1 (satu) lembar surat pernyataan dari Anita Marpaung tertanggal 07 Juli 2007 d. 1 (satu) lembar surat pernyataan dari Haryati tertanggal 07 Juli 2007. Rossy Tarigan : Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Buruh Dan Hubungannya Dengan Pemutusan Hubungan Kerja Yang Dilakukan Oleh Majikan (Studi Putusan No. 1262/Pid.B/2008/PN-LP), 2009.
Masing-masing dikembalikan kepada pemiliknya 5. Membebankan biaya perkara kepada pra terdakwa sebesar Rp. 1.000 (seribu rupiah) Catatan : -
Bahwa putusan ini telah berkekuatan hukum tetap sejak tanggal 29 Desember 2008. karena penuntut umum dan para terdakwa tidak ada mengajukan banding.
B. Analisa Kasus Kasus ini terjadi dalam hubungan industrial antara para pekerja/ buruh dan pengusaha/ majikan dimana pihak pengusaha / majikan adalah perseroan terbatas yang melalui aparaturnya melakukan tindak pidana kejahatan terhadap kemerdekaan 4 orang buruh/ pekerja dilokasi kantor PT. yang bersangkutan. Dalam ketentuan-ketentuan pidana yang mengatur hubungan industrial yaitu Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tidak ada menyebutkan atau mengatur tentang tidak pidana perampasan kemerdekaan seseorang, oleh karena itu pihak penyidik dan kejaksaan memperoses penyelesaian perkara / kasus ini mengacu pada ketentuan-ketentuan dalam KUHPidana yaitu Pasal 333 dan Pasal 335 KUHPidana. Tindak pidana yang didakwakan oleh Penuntut Umum dalam kasus ini dilakukan oleh aparat-aparat perusahaan (PT) yaitu Manajer, Kepala Produksi, Personalia dan karyawan. PT yang secara bersama-sama melakukan tindak pidana
Rossy Tarigan : Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Buruh Dan Hubungannya Dengan Pemutusan Hubungan Kerja Yang Dilakukan Oleh Majikan (Studi Putusan No. 1262/Pid.B/2008/PN-LP), 2009.
yang berarti kesemua aparat PT. Tersebut itu serta melakukan tindak pidana (mendepleger) Dakwaan penuntut umum terhadap perbuatan para terdakwa dalam kasus ini adalah bersifat alternatif yaitu adanya dakwaan kesatu (premer) sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 333 ayat (1) KUHPidana Jo. Pasal 55 ayat (1) ke.1 KUHPidana dan kedua (subsider) sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 335 ayat (1) ke.1 KUHPidana Jo Pasal 55 ayat (1) ke.1 KUHPidana. Setelah
pemeriksaan
para
terdakwa,
saksi-saksi
dan
bukti-bukti
dipersidangan Jaksa Penuntut Umum menuntut para terdakwa bersalah melakukan tindak pidana “secara bersama-sama melakukan perbuatan tidak menyenangkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 335 ayat 91) ke.1 KUHPidana Jo Pasal 55 ayat (1) ke.1 KUHPidana dan menuntut menjatuhkan pidana terhadap para terdakwa dengan pidana penjara masing-masing selama 10 bulan dengan masa percobaan selama 1(satu) tahun dan 6 (enam) bulan. Dalam pertimbangan hukum Majelis Hakim disebutkan bahwa Majelis Hakim berpendapat adalah lebih tepat kepada terdakwa dikenakan dakwaan KEDUA yaitu melanggar ketentuan Pasal 335 ayat (1) ke. 1 KUHPidana Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHPidana dan menjatuhkan hukuman yang melawan dengan tuntutan penuntut umum karena hanya menentukan berat hukuman yang dijatuhkan menjadi hukuman penjara selama 8 (delapan) bulan dengan masa percobaan selama 1 (satu) tahun. Dalam kasus ini para saksi pengadu (pekerja/ buruh) telah dituduh ceroboh dalam melaksanakan pekerjaannya yang mengakibatkan kerugian bagi perusahaan dan bagi tiga pekerja / buruh dimaksud dibebankan mengganti kerugian Rossy Tarigan : Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Buruh Dan Hubungannya Dengan Pemutusan Hubungan Kerja Yang Dilakukan Oleh Majikan (Studi Putusan No. 1262/Pid.B/2008/PN-LP), 2009.
perusahaan yaitu Khairulsyah, Haryati dan Anita Marpaung, dan terhadap Hery telah
terjadi
pemutusan
hubungan
Kerja
(PHK)
dengan
persyaratan
mengundurkan diri sebagai pekerja dari perusahaan. Dengan putusan dalam perkara ini adalah telah terbukti adanya intimidasi, ancaman an perbuatan yang tidak menyenangkan terhadap pra saksi pengadu termasuk didalamnya Hery dalam menandatangani surat pernyataan pengunduran diri sebagai pekerja di PT. Starindo Prima, tertanggal 07 Juli 2007. Berdasarkan Pasal 155 ayat 91) Undang-undang Nomor 13 tahun 2003, pemutusan hubungan kerja yang sedemikian itu adalah batal demi hukum, pengunduran diri yang dibenarkan sebagai alasan pemutusan hubungan kerja adalah pengunduran diri yang disebut dalam Pasal 154 sub b yaitu pekerja / buruh mengajukan permintaan pengunduran diri secara tertulis atas kemauan sendiri tanpa ada indikasi adanya tekanan/ intimidasi dari pengusaha. Penjatuhan sanksi pidana oleh Majelis Hakim yang relevan dengan tuntutan jaksa penuntut umum dalam perkara ini kurang maksimal dan kurang menyentuh aspek kemanfaatan dan aspek keadilan. Tidak menyentuh aspek kemanfaatan karena putusan ini / hukuman percobaan/ tidak memberikan dampak perventif tindak pidana melalui sarana penal. Dari aspek keadilan, terlihat bahwa rendahnya sanksi yang dijatuhkan tidak sebanding dengan dampak yang ditimbulkannya. Hal ini Dikarenakan karena baik dalam pertimbangan hukum Majelis hakim yang menjabat : jelas perbuatan para terdakwa sangatlah bertentangan dengan rasa kemanusiaan dan kewajiban yang harus dilakukan oleh para terdakwa selaku pimpinan PT. Starindo prima karena telah seorang saksi yaitu saksi Haryati sedang dalam Rossy Tarigan : Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Buruh Dan Hubungannya Dengan Pemutusan Hubungan Kerja Yang Dilakukan Oleh Majikan (Studi Putusan No. 1262/Pid.B/2008/PN-LP), 2009.
keadaan hamil, dan juga dalam pertimbangan Majelis hakim tentang hal-hal yang memberatkan meneybutkan bahwa perbuatan para terdakwa sangat tidak manusiawi.
Tinjauan Mengenai Penyertaan (Deelneming) Dalam Hukum Pidana A. Pengertian Penyertaan (Deelneming) Penyertaan (deelneming) diatur dalam buku kesatu tentang aturan umum, Bab V Pasal 55-62 KUT-IP. Makna dari istilah ini adalah bahwa ada dua orang atau lebih yang melakukan suatu tindak pidana atau dengan kata lain adalah bahwa ada dua orang atau lebih yang mengambil bagian untuk mewujudkan tindak pidana. 39 Pokok persoalan pada penyertaan adalah bagaimana hubungan antara peserta-peserta itu. Dalam hal ini harus dibedakan hubungan antara seseorang yang menyuruh terhadap yang disuruh, dengan hubungan yang menggerakkan terhadap yang digerakkan, hubungan antara seseorang dengan orang lain yang berbarengan melakukan suatu tindak pidana. Untuk lebih jelasnya apabila hubungan itu ditinjau dari sudut penyerta/ peserta akan ditemukan variasi-variasi sebagai berikut: a. Penyerta yang turut melakukan tindak pidana itu, mengetahui bahwa tindakannya merupakan tindak pidana atau ia terpaksa melakukannya dan sebagainya (manus ministra).
39
E Y Kanter, S R Sianturi, Asas-asas Hukum Pidana Di Indonesia Dan Penerapannya, Storia Grafika, Jakarta, 2002 halaman 336. Rossy Tarigan : Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Buruh Dan Hubungannya Dengan Pemutusan Hubungan Kerja Yang Dilakukan Oleh Majikan (Studi Putusan No. 1262/Pid.B/2008/PN-LP), 2009.
b. Penyerta benar-benar sadar dan langsung turut serta untuk melakukan tindak pidana. c. Penyerta melakukan tindak pidana karena adanya sesuatu keuntungan baginya atau ia dipermudah untuk melakukannya. d. Penyerta hanya sekedar membantu saja. e. Ia dipandang sebagai penyerta dalam suatu pelanggaran, karena ia adalah sebagai pengurus dan sebagainya. 40 Pengertian turut serta dalam melakukan peristiwa pidana (delik), sering pembuat (pleger) dibantu oleh seorang lain dan justru karena turut sertanya orang lain ini, yang menurut kata POMPE
41
“bijdragebaan het sraftbare feit, voorzover
zij niet bestaan in het plegen” memberi bantuan tetapi tidak membuat, maka peristiwa pidana itu mungkin dilakukan. Sehubungan dengan ini, UTRECHT
42
mengatakan bahwa “Pelajaran
umum Turut serta ini dibuat untuk menghukum mereka yang bukan melakukan atau bukan pembuat. Pelajaran umum turut serta ini justru tidak dibuat untuk menghukum orang-orang yang perbuatannya memuat semua anasir-anasir peristiwa pidana yang bersangkutan. Pelajaran ini justru dibuat untuk menuntut pertanggungjawaban mereka yang memungkinkan Pembuat melakukan peristiwa pidana, biarpun perbuatan mereka itu sendiri tidak memuat semua anasir-anasir peristiwa pidana tersebut. Sekalipun mereka bukan Pembuat yaitu perbuatan mereka tidak memuat semua anasir-anasir peristiwa pidana, mereka masih juga 40
Ibid., halaman 337 FW P J Pompe, Handboek Van He Nederlands Sfrafrecht, NV Uitgevers Maatschappij, Tjeenk Zwolle, 1953 Halaman 224 42 Utrecht. E, Hukum Pidana I, Universitas Bandung, 1968, halaman 5 41
Rossy Tarigan : Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Buruh Dan Hubungannya Dengan Pemutusan Hubungan Kerja Yang Dilakukan Oleh Majikan (Studi Putusan No. 1262/Pid.B/2008/PN-LP), 2009.
dapat dituntut pertanggungjawaban atas dilakukannya peristiwa pidana itu. Karena tanpa turut sertanya mereka sudah tentu peristiwa pidana itu tidak pernah terjadi. Inilah Rasio Pasal 55 KUHPidana. Dengan diketahuinya dua bentuk penyertaan, maka kini dapatlah diketahui bahwa menurut sistem hukum pidana kita, dapat diketahui perihal siapa-siapa yang dapat membuat tindak pidana dan atau terlibat dalam terwujudnya tindak pidana, yaitu: 1. Orang yang secara tunggal perbuatannya mewujudkan tindak pidana, yang disebut dengan pembuat tunggal (Dader). Kriterianya adalah: a. Dalam mewujudkan suatu tindak pidana ada keterlibatan orang lain baik secara pisik (obyektif) maupun secara psychis (subyektif). b. Dia melakukan perbuatan yang telah memenuhi seluruh unsur tindak pidana tertentu yang dirumuskan oleh undang-undang. Orang inilah yang dimaksud dengan perkataan “barang siapa” (hij die) dalam permulaan rumusan setiap tindak pidana, yang sering oleh JPU dianggap sebagai unsur tindak pidana yang walaupun sesungguhnya bukan unsur tindak pidana, tetapi subjek tindak pidana. 2. Orang yang disebut dengan para pembuat (mededader), yang dalam mewujudkan tindak pidana terlibat banyak orang dan terdiri dari empat bentuk sebagaimana yang disebut dalam Pasal 55 KUHP. Orang-orang ini melakukan perbuatan yang dipertanggungjawabkan sama seperti pembuat tunggal, yang berbeda dengan pembuat pembantu.
Rossy Tarigan : Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Buruh Dan Hubungannya Dengan Pemutusan Hubungan Kerja Yang Dilakukan Oleh Majikan (Studi Putusan No. 1262/Pid.B/2008/PN-LP), 2009.
3. Orang yang disebut dengan pembuat pembantu (medeplechtige) sebagaimana yang disebut dalam Pasal 56 KUHP. 43 Diluar apa yang disebut dengan pembuat dan dimasukkan kedalam tiga kualitas pembuat ( Pembuat tunggal, para pembuat dan pembuat pembantu ) tidak ada orang lain yang dapat disebut pembuat yang dibebani tanggung jawab pidana. Melihat perumusan Pasal 55 ayat (1) KUHP yang dimulai dengan kalimat “dihukum sebagai pembuat sesuatu tindak pidana” 44
dapat menimbulkan
pertanyaan yaitu; a. Siapakah yang dimaksud dengan pembuat. b. Apakah pembuat disitu sama dengan pembuat (dader) seperti yang dimaksud dengan barang siapa (Hij die) pada setiap rumusan tindak pidana
Dalam hal ini yang perlu dijelaskan adalah :
45
1. Pembuat dalam pengertian dader, telah jelas adalah pembuat tunggal yaitu melakukan tindak pidana secara tunggal dan pribadi artinya tidak ada orang lain yang terlibat serta baik secara fisik (obyektif) maupun secara psykis (subjektif). Syaratnya adalah perbuatannya telah memenuhi unsur-unsur tindak pidana yang dirumuskan Undang-undang. Pengertian pembuat seperti inilah yang dimaksud “barang siapa” pada setiap permulaan rumusan tindak pidana.
43
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana: Bagian 3, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, halaman 80 44 Engelbrecht WA, Kitab Undang-undang, Undang-undang dan Peraturan-peraturan serta Undang-undang Dasar 1945 Republik Indonesia, Soeroengan, Jakarta, 1960 Rossy Tarigan : Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Buruh Dan Hubungannya Dengan Pemutusan Hubungan Kerja Yang Dilakukan Oleh Majikan (Studi Putusan No. 1262/Pid.B/2008/PN-LP), 2009.
2. Sedangkan pembuat dalam arti orang yang disebut dalam rumusan Pasal 55 ayat (1) KUHP tidak melakukan tindak pidana secara pribadi, melainkan bersama-sama dengan orang lain dalam mewujudkan tindak pidana itu. Jika dilihat dari sudut perbuatan masing-masing berdiri sendiri, perbuatan mana hanyalah memenuhi sebagian dari syarat unsur tindak pidana. Semua syarat tindak pidana terpenuhi tidak oleh perbuatan satu peserta, tetapi oleh rangkaian perbuatan semua peserta.
B. Bentuk-bentuk Penyertaan. 1. Mereka Yang Melakukan Tindak Pidana (plegen) Siapakah yang dimaksud dengan mereka yang melakukan (zij die het fiet plegen) atau dengan syarat-syarat apa seseorang yang terlibat dalam tindak pidana disebut dengan orang yang melakukan atau pembuat pelaksana (Plegen). Simon 46 berpendapat bahwa maksud kalimat mereka yang melakukan suatu tindakan adalah petindak tunggal. Penggunaan kata jamak oleh para penganut ajaran yang menafsirkan sebagai petindak tunggal, adalah mengatakan sesuai dengan bahasa sehari-hari dimana sering dikatakan petindak-petindak. Pada kenyatannya untuk menentukan orang pembuat tunggal, tidaklah terlalu sulit. Kriterianya cukup jelas, yaitu secara umum ialah perbuatannya telah memenuhi semua unsur tindak pidana. Bagi tidak pidana formil, wujud perbuatannya adalah sama dengan perbuatan apa yang dicantumkan dalam rumusan tindak pidana. Sedangkan dalam tindak pidana materil perbuatan apa yang dilakukannya telah menimbulkan akibat yang dilarang oleh undang-undang.
Rossy Tarigan : Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Buruh Dan Hubungannya Dengan Pemutusan Hubungan Kerja Yang Dilakukan Oleh Majikan (Studi Putusan No. 1262/Pid.B/2008/PN-LP), 2009.
Tetapi apabila ada orang lain yang ikut terlibat serta kedalam tindak pidana, baik secara fisik maupun psikis, apakah syarat dan seorang dader harus juga menjadi syarat seorang pleger. Oleh karena seorang pleger itu adalah orang yang karena perbuatannyalah yang melahirkan tindak pidana itu, tanpa ada perbuatan pembuat pelaksana ini tindak pidana itu tidak akan terwujud, maka dan sudut ini syarat seorang pleger harus sama dengan syarat seorang dader. Perbuatan seorang pleger juga harus memenuhi semua unsur tindak pidana, sama dengan seorang dader. Jadi tampak secara jelas bahwa penentuan seorang pembuat pelaksana ini adalah didasarkan pada ukuran obyektif. Jika demikian apa bedanya pleger ini dengan dader. Perbedaan pleger dengan dader adalah, bagi seorang pleger masih diperlukan keterlibatan minimal seorang lainya, baik secara psikhis, misalnya terlibat dengan seorang pembuat penganjur; atau terlibat secara phisik, misalnya dengan pembuat peserta atau pembuat pembantu. Jadi seorang pleger diperlukan sumbangan dari peserta lain dalam mewujudkan tindak pidana. Tetapi keterlibatan dalam hal sumbangan peserta lain ini, pembuatannya haruslah sedemikian rupa sehingga pembuatannya itu tidak semata-mata menentukan untuk terwujudnya tindak pidana yang dituju. Pembuat peserta tidaklah mungkin terlibat bersama pembuat penyuruh, karena dalam hal pembuat penyuruh, pembuat materilnya (manus ministra) adalah tidak dapat dipidana. Sedangkan pembuat peserta dipertanggungjawabkan dan diancam pidana yang sama dengan dader (pembuat tunggal), dan sama pula Rossy Tarigan : Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Buruh Dan Hubungannya Dengan Pemutusan Hubungan Kerja Yang Dilakukan Oleh Majikan (Studi Putusan No. 1262/Pid.B/2008/PN-LP), 2009.
dengan bentuk-bentuk penyertaan lainya dalam Pasal 55 ayat butir I KUHP yang disebut dengan mededader, Dalam tindak pidana yang dirumuskan secara formil, pembuat pelaksanaanya ialah siapa yang melakukan dalam menyelesaikan pembuat terlarang yang dirumuskan pidana yang bersangkutan. Pada tindak pidana yang dirumuskan secara material, plegernya adalah orang yang pembuatanya menimbulkan akibat yang dilarang oleh Undang-undang. Menurut Moeljatno 47, bahwa bukan siapa yang mampu untuk mengakhiri keadaan terlarang itu yang wajib mengakhiri keadaan terlarang tetapi siapa yang kewajiban itu dia mampu untuk mengakhiri keadaan yang terlarang.
2. Mereka yang menyuruh melakukan orang lain untuk melakukan tindak pidana (doen plegen) Undang-undang tidak menerangkan tentang siapa yang dimaksud yang menyuruh melakukan itu. Dalam mencari pengertian dan syarat dari orang yang menyuruh lakukan (doen pleger). Banyak ahli hukum merujuk pada keterangan yang ada di dalam MvT WvS Belanda, yang menyatakan bahwa “yang menyatakan bahwa “yang menyuruh melakukan adalah juga dia yang melakukan tindak pidana akan tetapi tidak secara pribadi, melainkan dengan perantaraan orang lain sebagai alat dalam tanganya, apabila orang lain itu berbuat tanpa kesengajaan, kealpaan atau tanpa tanggung jawab karena keadaan yang tidak diketahui, disesaatkan atau tinjuk pada kekerasan. 48
47
Moeljanto, Asas-asas Hukum Pidnaa. Bina Aksara, Jakarta, 1983, halaman 106. Hanindyopoetra dan NaryonoArtodibyo Hukum Pidana II Penyertaan, FHPM Universitas Brawijaya, Malang, 1975, halaman 33. 48
Rossy Tarigan : Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Buruh Dan Hubungannya Dengan Pemutusan Hubungan Kerja Yang Dilakukan Oleh Majikan (Studi Putusan No. 1262/Pid.B/2008/PN-LP), 2009.
Dari keterangan MvT itu dapat ditarik unsur-unsur dari bentuk pembuat penyuruh, yaitu: a. Melakukan tindak pidana dengan perantaraan orang lain sebagai alat di dalam tangannya. b. Orang lain itu berbuat tanpa kesengajaan, tanpa kealpaan, tanpa tanggung jawab, oleh sebab keadaan: a) Yang tidak di ketahuinya; b) Karena disesatkan; dan c) Karena tunduk pada kekerasan. Berdasarkan MvT tersebut, maka dapatlah disimpulkan bahwa penentuan bentuk pembuat penyuruh lebih ditekankan pada ukuran obyektif, ialah kenyataannya tindak pidana itu dilakukan oleh orang lain yang ada dalam kekuasaannya sebagai alat, yang di buat tanpa kesalahan dan tanpa tanggung jawab. Walaupun sesunggguhnya juga tetap memperhatikan hal-hal yang ternyata subyektif, yakni dalam hal tidak dipidannya pembuat materiilnya (orang yang di suruh melakukan) karena dia berbuat tanpa kesalahan, dan dalam hal tidak dipertanggungjawabkan karena keadaan batin orang yang dipakai sebagai alat itu, yakni tidak tahu dan tersesatkan, sesuatu yang subyektif. Sedangkan alasan karena tunduk pada kekerasan adalah bersifat obyektif. a. Orang Lain Sebagai Alat Di dalam Tangannya Dari keterangan MvT itu dapat kesimpulan tentang pembuat penyuruh, pasti dialah orang yang menguasai orang lain, sebab orang lain itu adalah sebagai alat, orang inilah sesungguhnya yang mewujudkan tindak pidana. Sedangkan Rossy Tarigan : Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Buruh Dan Hubungannya Dengan Pemutusan Hubungan Kerja Yang Dilakukan Oleh Majikan (Studi Putusan No. 1262/Pid.B/2008/PN-LP), 2009.
pembuat penyuruhnya tidak melakukan sesuatu pembuat aktif, pembuat pelaku penyuruh tidak melahirkan tindak pidana oleh karena orang lain itu sebagai alat, maka dia-orang yang disuruh melakukan itu disebut dengan “Manus Ministra”. Sedangkan pembuat penyuruhnya yang menguasai orang lain sebagai alat, maka orang lain yang berkualitas demikian disebut dengan “Manus Domina”, yang dalam doktrin sering disebut dengan “middelijke dader” (pembuat tidak langsung). Tidak ada perbedaan paham tentang tidak dapat dipidananya manus ministra dalam bentuk menyuruh lakukan. Hanya mengenai sebab mengapa dia tidak dapat di pidana timbul beberapa pendapat. Dalam Praktik hukum pun tidak ada persoalan tentang manus ministra tidak dapat dijatuhi pidana, misalnya dalam pertimbangan hukum putusan Mahkamah Agung (1-12-1956, No 137 K/Kr/1956) menegaskan bahwa” makna dan menyuruh lakukan (doen plegen) suatu tindak pidana, sebagaimana yang dimaksudkan oleh Pasal 55 ayat (1), syaratnya menurut ilmu hukum pidana, tidak dapat dipertanggung-jawabkan terhadap perbuatannya dan oleh karenanya ia tidak dapat di hukum”.
b. Tanpa Kesengajaan Atau Tanpa Kealpaan, Perbuatan manus ministra pada kenyataannya telah mewujudkan tindak pidana, namun tidak ada kesalahan didalamnya, balk karena kesengajaan maupun kealpaan.
Rossy Tarigan : Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Buruh Dan Hubungannya Dengan Pemutusan Hubungan Kerja Yang Dilakukan Oleh Majikan (Studi Putusan No. 1262/Pid.B/2008/PN-LP), 2009.
c. Karena Tersesatkan Apa yang dimaksud dengan tersesatkan disini ialah kekeliruan atau kesalah pahaman akan suatu unsur tindak pidana yang disebabkan oleh pengaruh dari orang lain (in casu manus domina) dengan cara-cara yang isinya tidak benar atau palsu, yang atas kesalahpahaman itu memutuskan kehendak dan berbuat. Keadaan yang menyebabkan orang lain timbul kesalahpahaman itu adalah oleh sebab kesengajaan pembuat penyuruh sendiri. Sehingga apa yang diperbuat oleh orang yang tersesatkan oleh karena dipertanggungjawabkan pada orang yang sengaja menyebabkan keadaan tersesatkan itu. d. Karena Kekerasan Apa yang dimaksud dengan kekerasan (geweld) itu adalah perbuatan dengan menggunakan kekuatan fisik yang besar, yang in casu ditujukan pada orang, mengakibatkan orang itu (fisiknya) tidak berdaya. Dalam hal bentuk pembuat penyuruh, kekerasan ini datangnya dari pembuat penyuruh sendiri yang ditujukan pada fisik orang lain (manus ministra), sehingga orang yang menerima kekerasan fisik ini tidak mampu berbuat lain atau tidak ada pilihan lain selain apa yang dikehendaki oleh pembuat penyuruh. Mengenai tidak dapat
dipertanggungjawabkannya manus ministra
(pembuat materilnya) dalam bentuk menyuruh melakukan dan karenanya tidak boleh di pidana, tidaklah ada perbedaan pendapat. Pendapat umum mengenai tidak dapat dipidannya manus ministra telah ada sejak tahun 1898, dan bahkan
Rossy Tarigan : Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Buruh Dan Hubungannya Dengan Pemutusan Hubungan Kerja Yang Dilakukan Oleh Majikan (Studi Putusan No. 1262/Pid.B/2008/PN-LP), 2009.
telah dianut dalam pratik hukum sebagaimana juga dalam “arrest Hoge Raad” tanggal 27 Juni 1898’ 49 Bagi kalangan ahli terdapat perbedaan pendapat hanyalah dari hal sebab apa tidak dapat dipidanya manus ministra. MvT mengatakan tidak dipidananya itu karena berbuat tidak sengaja, tanpa kealpaan dan tanpa pertanggungjawaban (zonder opzet, schuld of toerekenbaarheid). VOS 50 menyatakan bahwa tidak dipidananya pembuat materil dalam bentuk menyuruh lakukan, oleh beberapa sebab, yaitu : a. Orang yang disuruh melakukan (manus ministra) adalah tidak mampu bertanggung jawab atas perbuatannya oleh karena jiwanya cacat dalam pertumbuhannya dan tergangggu jiwanya karena penyakit, sebagaimana yang dimaksudkan oleh Pasal 48 KUHP. b. Pembuat materilnya itu terpaksa melakukan perbutan yang pada kenyataanya tindak pidana karena adanya pengaruh daya paksa (overmacht) sebagaimana yang dimaksud Pasal 48 HUHP. c. Manus ministra melakukan perbuatan yang pada kenyatanya tindak pidana oleh sebab menjalankan perintah jabatannya yang tidak sah dengan itikad baik, sebagaimana yang dimaksud Pasal 51 ayat (2) KUHP; d. Pada diri pembuat materil tidak terdapat kesalahan, baik berupa kesengajaan maupun kealpaan. e. Manus ministra dalam melakukan perbuatan yang tidak memenuhi syarat salah satu unsur dan tindak pidana yang dirumuskan Undang-undang. 49 50
Utrecht, Op.Cit., halaman 20. EY Kanter, SR Sianturi, Op.Cit., halaman 342
Rossy Tarigan : Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Buruh Dan Hubungannya Dengan Pemutusan Hubungan Kerja Yang Dilakukan Oleh Majikan (Studi Putusan No. 1262/Pid.B/2008/PN-LP), 2009.
Misalnya tindak pidana
itu
membutuhkan kualitas pribadi tertentu
perbuatannya, atau memerlukan unsur kesengajaan atau melakukan unsur melawan hukum, tetapi pada orang itu maupun pada perbuatannya tidak ada. 51 Ada dua sebab mengapa orang yang disuruh melakukan itu tidak dapat bertanggungjawab menurut hukum pidana atas apa yang dilakukannya, yaitu: a. Orang itu sama sekali tidak melakukan satu peristiwa pidana atau perbuatan yang dilakukannya tidak dapat dikwalifikasikan sebagai peristiwa pidana. b. Orang itu memang melakukan suatu peristiwa pidana tetapi ia tidak dapat dihukum karena ada satu atau beberapa alasan-alasan yang menghilangkan kesalahan. Bagi UTRECHT berbeda cara dalam melihat sebab mengapa pembuat menyuruh tidak dapat dipidana. Beliau merinci sebab itu menjadi dua, yaitu: a. Pertama, manus ministra itu sebenarnya tidaklah melakuakan tindak pidana, atau perbuatan apa yang diperbuatnya tidaklah dapat dikualifisir sebagai tindak pidana; b. Kedua, manus ministra dalam berbuat yang pada kenyataanya tindak pidana, oleh
sebab
itu
beberapa
alasanya
menghapuskan
kesalahan
(schulduitsluitingsgronden) pada diri pembuat materillnya itu. 52
51 52
Ibid. Utrecht, Op.Cit., halaman 21.
Rossy Tarigan : Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Buruh Dan Hubungannya Dengan Pemutusan Hubungan Kerja Yang Dilakukan Oleh Majikan (Studi Putusan No. 1262/Pid.B/2008/PN-LP), 2009.
3. Mereka ikut serta dalam suatu tindak pidana (Medeplegen). Dalam Undang-undang tidak memberikan rumusan yang defenitif mengenai ikut serta melakukan tindak pidana (medeplegen). Apa yang dimaksudkan dengan ikut serta harus dicari dan doktrin. Syarat yang diperlukan agar dapat dikatakan telah terjadi suatu medeplegen adalah: 1. Harus ada kesadaran kerja sama dan setiap peserta. Dalam ikut serta, para peserta menyadari akan dilakukannya suatu tindak pidana. Mereka sadar bahwa mereka bersama-sama akan melakukan tindak pidana. Dalam membentuk kesadaran kerja sama itu tidak harus jauh sebelumnya dilakukannya tindak pidana, jadi tidak perlu ada sebelumnya suatu perundingan untuk merencanakan tindak pidana. Kesadaran kerjasama itu dapat terjadi pada saat terjadinya peristiwa. 2. Kerja sama dalam tindak pidana harus secara phisik. Semua peserta dalam ikut serta harus bersama-sama secara phisik melakukan tindak pidana itu. Namun tidak perlu semua peserta memenuhi secara persis seperti apa yang termuat sebagai unsur tindak pidana. Dalam kasus diatas, kedua terdakwa tidak memenuhi unsur dalam ikut serta dalam tindak pidana (medeplegen) karena secara phisik kedua terdakwa tidak melakukan unsur tindak pidana. Kedua terdakwa hanya sebagai penghubung dan tidak memenuhi unsur tindak pidana (secara phisik ikut dalam tindak pidana), dengan demikian unsur ini tidak terpenuhi. 53
53
Adami Chazawi, Bagian 3., Op.Cit., halaman 69.
Rossy Tarigan : Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Buruh Dan Hubungannya Dengan Pemutusan Hubungan Kerja Yang Dilakukan Oleh Majikan (Studi Putusan No. 1262/Pid.B/2008/PN-LP), 2009.
Hoge Raad dalam arrestnya ini telah meletakkan dua kriteria tentang adanya bentuk pembuat peserta, ialah: a. Antara para peserta ada kerjasama yang diinsyafi dan kerjasama tersebut tidak perlu diperjanjikan dan direncanakan para peserta terlebih dahulu yaitu pada waktu mereka memulai perbuatan tersebut. b. Para peserta telah sama-sama melaksanakan tindak pidana yang dimaksudkan. Sehubungan dengan 2 syarat yang diberikan tersebut maka arah kesengajaan bagi pembuat peserta (medeplegen) ditujukan kepada dua hal yang tidak dapat dipisahkan, yaitu; a. Kesengajaan yang ditujukan dalam hal kerjasamanya untuk mewujudkan tindak pidana. ialah berupa keinsyafan/ kesadaran seseorang peserta terhadap peserta lainnya mengenai apa yang diperbuat oleh masing-masing dalam rangka mewujudkan tindak pidana yang sama-sama dikehendaki; b. Kesengajaan yang ditujukan dalam hal mewujudkan perbuatannya menuju penyelesaian tindak pidana. Disini kesengajaan pembuat peserta adalah sama dengan kesengajaan pembuat pelaksana, ialah sama-sama ditujukan pada penyelesaian tindak pidana. 54
4. Mereka yang menggerkkan orang lain untuk melakukan tindak pidana (Uitloken). Prof. Van Hamel merumuskan uitloken itu sebagai bentuk penyertaan atau ikut
serta
yaitu;
“kesengajaan
menggerakkan
orang
lain
yang
dapat
dipertanggungjawabkan pada dirinya sendiri untuk melakukan suatu tindak pidana
54
Ibid, halaman 97-100.
Rossy Tarigan : Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Buruh Dan Hubungannya Dengan Pemutusan Hubungan Kerja Yang Dilakukan Oleh Majikan (Studi Putusan No. 1262/Pid.B/2008/PN-LP), 2009.
dengan menggunakan caracara yang telah ditentukan oleh Undang-undang, karena telah tergerak, orang tersebut kemudian telah dengan sengaja melakukan tindak pidana yang bersangkutan”. 55 Dari rumusan itu dapat diketahui bahwa antara menyuruh melakukan dengan menggerakkan orang lain itu terdapat persamaan yaitu orang yang menyuruh dan orang yang menggerakkan itu sama-sama tidak melakuan sendiri tindak pidana yang ditujunya, melainkan dengan perantaraan orang lain. Adapun perbedaan antara doen plegen dengan uitloken itu antara lain: a. Orang yang disuruh melakukan suatu tindak pidana didalam doen plegen itu harus merupakan orang yang tidak dapat dipertanggungjawabkan, sedangkan orang yang telah digerakkan untuk melakukan suatu tindak pidana itu haruslah merupakan orang yang sama keadaannya dengan orang yang telah menggerakkan yaitu dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatannya; b. Cara-cara yang dapat dipergunakan oleh seseorang yang telah menyuruh melakukan suatu tindak pidana dalam doen plegen itu tidak ditentukan dalam Undang-undang, sedangkan cara-cara yang harus dipergunakan oleh seseorang yang telah menggerakkan orang lain dalam uitloken itu telah ditentukan secara limitative oleh undang-undang. 56
55
P.A.F. Lamintang : Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, CV. Sinar Baru Bandung, 1984, halaman 606 56 Ibid, halaman 607 – 608. Rossy Tarigan : Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Buruh Dan Hubungannya Dengan Pemutusan Hubungan Kerja Yang Dilakukan Oleh Majikan (Studi Putusan No. 1262/Pid.B/2008/PN-LP), 2009.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Setelah melalui pembahasan-pembahasan yang telah diuraikan pada babbab sebelumnya dan berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam maka dengan ini penulis mencoba mengambil kesimpulan yang merupakan jawaban atas permasalahan yang diajukan sebagai berikut : 1. Didalam Undang-undang No.13 tahun 2003 yang disebutkan dalam pasal 156 ayat (1) buruh yang di PHK berhak atas uang pesangon,uang penghargaan masa depan dan uang pengganti hak.Pemberhentian Hubungan Kerja juga dapat ditmbulkan karna adanya sengketa antara pekerja/buruh dengan pengusaha/majikan.Sengketa yang sering \terjadi seperti : a. Perselisihan Hak b. Perselisihan Kepentingan. c. Perselisihan Antar Serikat Pekerja dalam Satu Perusahaan. d. Perselisihan PHK. Dalam Undang-undang No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan didalam melakukan PHK yang dilakukan pengusaha disebabkan oleh banyak factor yaitu: a. PHK karena pelanggaran berat. b. PHK karena pekerja dijerat pidana. c. PHK kerja karena pekerja ditahan oleh pihak yang berwajib. Rossy Tarigan : Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Buruh Dan Hubungannya Dengan Pemutusan Hubungan Kerja Yang Dilakukan Oleh Majikan (Studi Putusan No. 1262/Pid.B/2008/PN-LP), 2009.
d. PHK karena mangkir. e. PHK karena pekerja melakukan pelanggaran disiplin. f. PHK karena perusahaan jatuh pailit. g. PHK karena perusahaan ditutu,karena merugi/karena alasan. h. PHK
karena
perubahan
status,penggabungan,peleburan/perubahan
kepemilikan dan pekerja tidak bersedia melanjutkan kubungan kerja. i.
PHK karena perusahaan tutup/pengngurangan tenaga kerja bukan karena merugi atau alasan memaksa.
j.
PHK karena pekerja sakit atau cacat akibat kecelakaan kerja melebihi 12 bulan.
2. Dalam ketentuan-ketentuan pidana dalam Undang-undang No.13 tahun 2003 bab XVI Pasal 183-Pasal 190 tidak ada mengatur tentang perbuatan kejahatan terhadap kemerdekaan buruh.oleh karena apabila terjadi perbuatan atau tindakan majikan/pengusaha penyidik mempergunakan KUHPidana sebagai ketentuan umum (lex generalis) dalam penyidikannya.Dalam KUHPidana kejahatan terhadap kemerdekaan orang diatur dalam BAB XVI Pasal 324 sanpai dengan Pasal 337. Pasal yang paling berkaitan dengan perbuatan atau tindakan yang dilakukan oleh majikan/ pengusaha dalam kasus Studi Putusan Nomor 1262/Pid.B/2008/PN-LP dimaksud adalah Pasal 333, Pasal 334 dan 335. Ketentuan pidana dalam Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan tercantum dalam Bab XVI dengan judul Ketentuan Pidana dan Sanksi Administratif, selengkapnya berbunyi sebagai berikut : a. Ketentuan pidana yang terdapat dalam Pasal 183 sampai dengan Pasal 189. Rossy Tarigan : Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Buruh Dan Hubungannya Dengan Pemutusan Hubungan Kerja Yang Dilakukan Oleh Majikan (Studi Putusan No. 1262/Pid.B/2008/PN-LP), 2009.
b. Sanksi administratifnya terdapat pada pasal 190 3. Penerpan Hukum dalam kasus Pemutusan Hubungan Kerja (study kasus Putusan No.1262/Pid.B/2008/PN-LP) melanggar Pasal 335 ayat (1) ke 1 KUHPidana Jo.Pasal 55 ayat (91) ke 1 KUHPidana,Undang-undang Nomor 8 tahun 1981 serta pasal-pasal lain dari peraturan perundang-undangan yang bersangkutan.Dalam ketentuan-ketentuan Pidana yang mengatur hubungan industrial yaitu Undang-undang No.13 Tahun 2003 tidak ada menyebutkan atau mengatur tentang tindak pidana perampasan kemerdekaan seorang.Oleh karena itu penyelesaian perkara/kasus ini mengacu pada ketentuan-ketentuan dalam KUHPidana yaitu Pasal 333 dan Pasal 335 KUHPidana. Cara
penyelesaian
perselisihan
perburuhan
dan
kasus-kasus
perburuhan harus mengikuti prosedur pemutusan hubungan kerja yaitu : a. Sebelum semua pihak (pengusaha, pekerja/ buruh, serikat pekerja/ serikat buruh) harus melakukan upaya untuk menghindari terjadinya PHK. b. Bila tidak dapat dihindari, pengusaha dan serikat pekerja/ buruh atau pekerja/ buruh mengadakan perundingan. c. Jika perundangan berhasil, buat persetujuan bersama d. Bila tidak berhasil, pengusaha mengajukan permohonan penentapan yang disertai dasar dan alasan-alasan kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial. e. Sebelum adanya penetapan/ putusan dari lembaga penyelesaian hubungan industrial, kedua pihak tetap melaksanakan segala kewajiban masing-
Rossy Tarigan : Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Buruh Dan Hubungannya Dengan Pemutusan Hubungan Kerja Yang Dilakukan Oleh Majikan (Studi Putusan No. 1262/Pid.B/2008/PN-LP), 2009.
masing, dimana pekerja/ buruh tetap menjalankan pekerjaannya dan pengusaha membayar upah. Dalam kasus putusan Nomor 1262/Pid.B/2008/PN-LP ternyata bahwa PHK yang dilakukan terhadap Hery adalah PHK yang batal demi hukum karena pernyataan pengunduran diri yang ditandatanganinya adalah pernyataan pengunduran diri karena adanya intimidasi, ancaman dan perbutan yang tidak menyenangkan atas diri Hery dan apabila kiranya diketahui atau didasari yang bersangkutan masih dapat mengajukan Masalahnya pada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
B. Saran 1. Banyaknya peraturan perundang-undangan yang mengatur tentu hubungan perburuhan dan banyaknya kejadian-kejadian dalam hubungan antar pekerja / buruh dan majikan / pengusaha dalam era industiralisasi dewasa ini, sudah selayaknya diadakan penyuluhan-penyuluhan hukum bagi buruh/ pekerja melalui serikat-serikat pekerja/ buruh dalam suatu perusahaan. 2. Penyidikan terhadap kasus-kasus yang terjadi dalam hubungan industrial sudah sewajarnya perlu pekerja/ buruh harus didampingi oleh orang penasehat hukum. 3. Diharapkan para hakim pengadilan yang mengadili perkara/ kasus hubungan industrial memberikan putusan yang adil dalam Putusannya
Rossy Tarigan : Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Buruh Dan Hubungannya Dengan Pemutusan Hubungan Kerja Yang Dilakukan Oleh Majikan (Studi Putusan No. 1262/Pid.B/2008/PN-LP), 2009.
dengan mengingat bahwa buruh/ pekerja selamanya berada pada pihak yang lemah dan serba kekurangan.
DAFTAR PUSTAKA Buku : Asikiu, Zainal, Dasar-Dasar Perburuhan, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2006. Ashofa, Burhan, 1996, Metode penelitian Hukum, Jakarta, Rineka Cipta. Chazasui, Adani, 2000, Pelajaran Hukum Pidana Bagian 3 Percobaan dan Penyertaan, Jakarta, PT. Raja Grafindo. Hamzah, Andi, 1994, Azas-azas Hukum Pidana, Jakarta, Rineka Cipta. Hamindyopoetra, BR, dan Artodybyo, Naroyono, 1975, Hukum Pidana II Bagian Penyertaan, Malang :FH PM Universitas Brawijaya. Halim Ridwan, A. 1985, Tindak Pidana Pendidikan, Semarang, Ghalia Indonesia. Jehani, Libutus, Hak-hak Pekerja Bila di PHK, Viski Media, Jakarta, 2006. Kanter, EY da Sianturi, SR, 2002, Azas-Azas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya, Jakarta : Storia Grafika. Kharium, Abdul, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia Berdasarkan Undang-undang Nomor 13 tahun 2003, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2003. Khajian ; Pokok Agraria.F, 1984, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Bandung : CV Sinar Baru Bandung. Moeljanto, 1983, Azas-Azas Hukum Pidana, Jakarta : Bina Aksara. Moelong, Lexy, 1999, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung : Remaja Rosda Karya.
Rossy Tarigan : Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Buruh Dan Hubungannya Dengan Pemutusan Hubungan Kerja Yang Dilakukan Oleh Majikan (Studi Putusan No. 1262/Pid.B/2008/PN-LP), 2009.
Manulang, Sondjum, H., Pokok-pokok Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia, Jakarta : Rineka Cipta, 2001 Nasution, Bahder, Johan, 2004, Hukum Ketenagakerjaan, Kebebasan BErserikat Bagi Pekerja, Bandung : mandar Maju Sudarto, 1990, Hukum Pidana I, Semarang : Yayasan Semarang, Samidjo, 1985, Ringkasan Dan Tanya Jawab Hukum Pidana, Banmdung : Armico Schffmeistor.etal,d, 1960 Kitab Undang-undang Dasar Peraturan- Peraturan Serta Undang-undang Dasar 1945, R.I, Jakarta : Soerongan Jakarta. Soepomo Imam, 2001, Hukum Perburuhan Bidang Hubungan Kerja, Jakarta : Djambatan. Soepomo Imam, 1999, Pengntar Hukum Perbuurhan, Jakarta : Djambatan. Sunggono, Bambang, 1998, Metode penelitian Hukum, Jakarta : Rajawali Pers. Soekanto Sodibyono, 1984, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, UI Pers. Sudijana, Eggi, 2002, Buruh Menggugat, Prespektif Islam, Jakarta : Pustaka Sinar Harapan. Soesilo, R, 1996, KUHPidana, Serta Komentar-KomentarnyaRangkap Pasal Demi Pasal, Bogor, Politeria Utreckt E, 1968, Hukum Pidana I, Bandung : Universitas.
Undang-undang : Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Undang-undang Nomor 2 tahun 2004 Tentang penyelesaian Hubungan Industrial. Keputusan Menteri Tenaga kerja dan Transmigrasi RI Nomor KEP. 231/MEN/ 2003 Tentang Akibat Mogok kerja yang tidak sah.
Rossy Tarigan : Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Buruh Dan Hubungannya Dengan Pemutusan Hubungan Kerja Yang Dilakukan Oleh Majikan (Studi Putusan No. 1262/Pid.B/2008/PN-LP), 2009.
Rossy Tarigan : Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Buruh Dan Hubungannya Dengan Pemutusan Hubungan Kerja Yang Dilakukan Oleh Majikan (Studi Putusan No. 1262/Pid.B/2008/PN-LP), 2009.