Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian
Deputi Ekonomi Makro dan Keuangan
Tinjauan Perkembangan Ekonomi & Keuangan Edisi Oktober 2009
Ekspor, Impor (000 USD), Kurs USD (IDR) dan Net Ekspor (000 USD)
Indikator Ekonomi Nasional Laju penurunan impor yang lebih besar daripada ekspor, telah menyebabkan net export tetap mencatat surplus pada kuartal ke III-2009. Penurunan Ekspor antara lain disebabkan turunnya harga komoditas prima Indonesia di pasar dunia, seperti minyak mentah, batubara, CPO, dan karet, selain itu juga apresiasi rupiah. Pada sisi impor masih terkait dengan penurunan lesunya kegiatan usaha di dalam negeri, sehingga khususnya impor barang modal cenderung menurun.
Indeks Harga Konsumen (%)
Indeks harga konsumen menunjukkan penurunan permintaan agregat yang menurun. Penurunan ini terlihat curam pada kuartal I dan II-2009 dan cenderung konstan pada kisaran 2%-3% selama kuartal III-2009, pada bulan Oktober 2009, Inflasi (YoY) mencapai 2,57%. Penyesuaian harga BBM menjadi salah satu penyebab penurunan inflasi yang signifikan, selain permintaan agregat konsumen yang menurun.
Tim Penyusun Bobby H. Rafinus, Edy Yusuf, Edi Pambudi, Alexcius Winang, Andi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Jalan Lapangan Banteng Timur 2-4 Jakarta, Telp. 021-3521840 Fax. 021-3521836
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian
Deputi Ekonomi Makro dan Keuangan
Kurs Valuta Asing utama (IDR) , Yen (000 IDR) dan IHSG
Saham-saham domestik masih menarik minat investor ditandai dengan kenaikan IHSG Bursa Indonesia (kanan) ditengah-tengah perkembangan kurs beberapa mata uang utama dunia yang cenderung stabil. Rupiah mengalami penguatan terhadap Euro, Yen, USD dan AusD dan mengalami depresiasi terhadap SGD. Apresiasi Rupiah ini nampak mendorong kenaikan IHSG, disamping factor lancarnya proses pemilihan langsung anggota legislative dan Presiden- Wakil Presiden Republik Indonesia
LDR [kiri] dan NPL [kanan] dalam %
Perkembangan indicator LDR (Loan to Deposit Ratio) dan NPL (Non Performing Loan) sejak akhir tahun 2008 hingga triwulan III-2009 menunjukkan kenaikan risiko usaha akibat krisis global. LDR turun dari 78% menjadi 74% dan NPL naik dari 3,5% ke 4%. Hal ini kiranya menjadi penyebab turunnya laju pertumbuhan kredit (y-o-y) 30,7% menjadi 9,02%
Kredit Rupiah dan Valas dalam milyar Rupiah
Meskipun laju pertumbuhan kredit menunjukkan penurunan, namun volume kredit rupiah dan valas cenderung naik sejak Mei 2009. Kenaikan kredit baru yang signifikan terjadi pada kredit modal kerja dan kredit konsumsi. Permintaan kredit baru terutama dari sektor jasa-jasa, khususnya pengangkutan.
8
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian
Deputi Ekonomi Makro dan Keuangan
Kondisi Ekonomi Dunia Kondisi Perekonomian Asia
Amerika Serikat Barack Obama segera menggelar pertemuan dengan Harry Reid, Senate Majority Leader demi melakukan antisipasi atas kenyataan buruk tersebut. Diperkirakan Amerika Serikat harus mengeluarkan suntikan dana stimulus jilid II demi mengamankan perekonomiannya.
1. Menurut ADB tahun ini Asia tumbuh 3,9% dan tahun 2010 mencapai 6,4% sehingga Asia memimpin pemulihan dan membuktikan diri sebagai wilayah yang lebih tahan menghadapi terpaan resesi global terburuk selama 100 tahun dibandingkan wilayah lain. Pertumbuhan sebesar itu dimotori oleh perekonomian China yang diproyeksikan pada tahun 2009 ini tumbuh hingga 8,9%. Untuk memulihkan perekonomiannya Pemerintah China meluncurkan paket stimulus senilai US $ 586 milyar dan merupakan paket stimulus terbesar ke-2 di dunia setelah Amerika Serikat. Dengan cadangan devisa lebih dari US $ 2 trilyun, maka China menjadi negara yang paling siap untuk melakukan manuver ekonomi dan semakin memudahkan mereka mem-boost perekonomiannya.
2. Perekonomian Amerika Serikat tumbuh pada kuartal ketiga ini sehingga negara tersebut dapat dikatakan telah dapat keluar dari resesi. Department of Commerce mengumumkan bahwa produk domestik brutto tahunan negara tersebut tumbuh sebesar 3.5% setelah pada triwulan dua lalu masih mengalami kontraksi sebesar 0.7% . Meningkatnya pertumbuhan di Amerika Serikat sebesar 3.5% ini lebih besar dari estimasi sebelumnya dimana PDB AS diperkirakan hanya akan tumbuh menjadi 3.3%. Salah satu faktor yang mendorong menguatnya pertumbuhan di AS adalah rebound pada belanja konsumen dan pada sektor perumahan.
2. The Federal Reserve Chairman Amerika Serikat menyoroti perekonomian Asia yang begitu solid. Diiistilahkan sebagai perekonomian yang tahan gempa. Begitu solid bahkan saat terjadi gempa hebat yang merontokkan banyak perusahaan internasional di Amerika dan Eropa. Daya tahan ini diperlukan untuk menciptakan stabilitas makroekonomi global yang lebih baik. Perbankan yang kuat serta cadangan devisa yang meningkat pesat termasuk hal penting yang membuat Asia memiliki daya tahan lebih baik. Dalam kondisi sedemikian, spekulan harus berpikir panjang untuk masuk ke kawasan Asia. Sangat berbeda dengan kejadian krisis moneter tahun 1997/1998 dimana sektor perbankan masih begitu lemah dan cadangan devisa dengan mudah terkuras untuk intervensi. Dunia banyak belajar dari Asia.
Analis Vibiz Research dari Vibiz Consulting mengemukakan meskipun pertumbuhan PDB Amerika Serikat positif yang menandakan resesi telah berakhir di AS, tidak memberikan kepastian bahwa proses recovery akan berjalan dengan mulus. Bahkan terdapat indikasi bahwa pasar masih meragukan pertumbuhan PDB yang positif ini adalah momentum yang cukup berarti dalam menopang lanjut membaiknya ekonomi AS terakhir dengan pergerakan mata uang Dollar AS yang justru melemah terhadap beberapa mata uang kuat dunia seperti Euro, Pondsterling dan dollar Australia.
Kondisi Perekonomian Amerika Serikat 1. Laporan dari Amerika Serikat menyebutkan bahwa negara tersebut mengalami deficit yang mencapai US $ 1,4 triliun. Angka tersebut menujukkan bahwa terjadi lonjakan hingga 300% dibandingkan deficit tahun 2008. Presiden 9
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian
Deputi Ekonomi Makro dan Keuangan
Kondisi Ekonomi Dunia (sambungan)
Kondisi Ekonomi Nasional
Kondisi Perekonomian Eropa
Kondisi Umum Ekonomi Nasional
Berdasarkan proyeksi Federal Statistical Office (IFO) Jerman, output Jerman pada tahun 2010 akan berada pada kisaran 1,2%. Status Jerman sebagai salah satu negara industry maju, sempat disorot pasar karena negara-negara industri maju lain semacam Amerika Serikat, Inggris, Jepang dan Perancis mengalami gejolak yang demikian parah dalam krisis financial tahun 2007 – 2009. Nyatanya Jerman cukup tangguh dan merupakan salah satu negara OECD yang paling cepat keluar dari resesi. Ternyata resepnya, Jerman adalah negara yang tetap memberlakukan unsur kehati-hatian yang optimal untuk menentukan portfolio investasinya. Hal ini juga berlaku dalam sistem perbankan dan financialnya. Berdasarkan analisa ini, maka dapat disimpulkan bahwa faktor utama yang membuat Jerman sedemikian solid adalah mengutamakan pemantauan, pengawasan dan unsur kehatian-hatian dalam memilih investasi dan juga peran Kanselir Angela Markel.
BPS menyatakan pertumbuhan PDB triwulan I hingga III-2009 tercatat 4,23%. Sektor penyumbang terbesar pertumbuhan ekonomi antara lain pertanian (7,35%), bangunan (5,51%) dan angkutan (5,13%). (Okezone 10/11/09)
Pertumbuhan ekonomi kuartal III-2009 sebesar 4,23% dinilai kurang berkualitas karena didorong oleh sektor-sektor yang tidak bisa diperdagangkan (nontradeable), yaitu bangunan, jasa perdagangan dan pengangkutan. Sektor lain kurang menyumbang pada pertumbuhan menurut Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS, Slamet Sutomo. Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi Indonesia mulai membaik, terjadi pembelokan positif yang berarti ada tendensi perbaikan ekonomi. Sekitar 80% pertumbuhan ekonomi disumbangkan dari Jawa dan Sumatera. (Okezone 10/11/09).
Sektor Fiskal Data evaluasi dan monitoring program stimulus infrastruktur Bappenas menunjukkan realisasi penyerapan pada akhir Oktober mencapai Rp 4,682 triliun atau 42,10% dari total alokasi belanja Rp 11,549 triliun. Ada perbaikan tingkat serapan belanja stimulus setelah berbagai kendala teknis administratif maupun pelaporan realisasi baik di tingkat pusat dan daerah diperbaiki. Dilihat dari realisasi fisik, Departemen Kesehatan merupakan penanggungjawab stimulus yang paling tinggi pembangunan proyek, yakni 94,62%, disusul Kemeneg Pemberdayaan Perempuan 67,17%, Kemeneg Koperasi dan UKM 56% dan Departemen PU 50,61%. (Okezone 10/11/09).
Persepsi Negatif Tersisa Hanya Korea Selatan Ken Goldstein, Chief Analyst The Conference Board of United States (CB) menyampaikan bahwa semua persepsi mengenai performa ekonomi terhadap negara-negara industri maju, hanya persepsi Korea Selatan yang masih negatif, sementara yang lainnya telah menunjukkan persepsi positif. The CB masih mencemaskan perkara akselerasi pemulihan ekonomi dunia. Masih sangat banyak kendala yang harus dihadapi dunia, terutama terkait dengan esensi proteksionistis yang secara otomatis diberlakukan oleh banyak negara untuk melindungi diri dari gejolak finansial yang baru terjadi.
Ditjen Pajak Departemen Keuangan mencatat penerimaan pajak (plus PPh Migas) periode JanuariSeptember 2009 mencapai Rp 377,869 triliun atau hanya 91,53% dibandingkan periode yang sama pada tahun 2008 lalu yang mencapai Rp 412,823 triliun. Rencana penerimaan sampai September 2009 mencapai Rp 401,47 triliun atau 94,12% dari target.
Kebijakan rezim suku bunga rendah yang terjadi secara global, menurut CB merupakan inti dari pemulihan ekonomi global. Aliran kredit seharusnya membanjir, tetapi nyatanya masih tersendat. Artinya pelaku bisnis masih belum berani melakukan manuver agresif. (Business News 7876/28-10-2009).
(Ortax 09/10/09).
10
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian
Deputi Ekonomi Makro dan Keuangan
Harga Minyak Mentah Dunia (Brent) USD/Barrel
Indikator Ekonomi Dunia Harga minyak mentah dunia sejak awal tahun 2009 kembali meningkat setelah menurun sejak kuartal IV2008. Kecenderungan peningkatan tidak cukup tajam memasuki kuartal III-2009, namun trend naik masih terlihat menjelang akhir tahun 2009. Kondisi belahan bumi utara yang memasuki musim dingin dan mulai beroperasinya beberapa proyek besar di Cina diprediksi akan mendorong kenaikan harga minyak mentah dunia di atas USD 70 per barel hingga akhir tahun. Kemungkinan menembus harga USD 80 per barel sangat besar bilarencana kenaikan produksi minyak Negara-negara OPEC tidak terealisir
Suku Bunga Dunia dalam %
Suku bunga dunia terpantau mengalami penurunan menjelang akhir tahun 2008 selain Jepang yang masih stagnasi. US-prime menurun secara gradual dan stagnan memasuki tahun 2009 hingga kuartal III-2009. Sementara Libor dan Sibor berada pada tingkat yang hampir sama dan bergerak menurun pada kuartal III-2009 secara bersama-sama pula. Tingkat bunga Libor dan Sibor pada awal kuartal III2009 sudah berada tingkat yang lebih rendah dari kondisi tingkat bunga pada tahun 2003. Tingkat bunga dunia yang rendah diperkirakan bertahan hingga akhir tahun 2009 menimbang proses pemulihan ekonomi yang sedang berlangsung dan tingkat inflasi yang rendah pula.
Indeks Saham Bursa Internasional dalam poin
Perkembangan indeks harga saham di beberapa bursa efek utama dunia, yaitu Dow Jones (New York), Nikei (japan), Hangseng hongkong) pada sumbu kiri dan St. Times (Singapore), KLSE (Malaysia), dan London Stock Exchange pada sumbu kanan, menunjukkan kegiatan transaksi meningkat kembali mulai triwulan III-2009 setelah menurun sekitar 9 bulan. Hal ini seiring dengan pemulihan ekonomi global. Perkembangan indeks saham Hanseng sangat volati karena elastis terhadap dampak krisis, sementara Indeks Dow Jones terlihat stagnan demikian pula Indeks harga Saham di Asia. Memasuki tahun 2009, Indeks St Times terlihat lebih cepat tumbuh setelah mengalami konstraksi di akhir tahun 2008. Hingga memasuki kuartal III-2009, posisi indeks saham St. Times sudah kembali ke level yang sama dengan kuartal II-2008.
11
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian
Deputi Ekonomi Makro dan Keuangan
Kondisi Ekonomi Nasional (sambungan) Sektor Moneter
triliun atau 84,7% dari target nasional. Untuk Bea keluar tercapai Rp 523,097 milyar atau hanya 37,37% dari APBNP 2009. (Ditjen Bea Cukai 11/11/09).
Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (BI) memandang bahwa perekonomian Indonesia sampai dengan bulan Oktober 2009 masih terus menunjukkan kinerja yang membaik. Untuk itu BI memutuskan kembali mempertahankan BI Rate pada level 6,5%. Tingkat BI Rate ini masih konsisten dengan sasaran inflasi tahun 2010 sebesar 5% 1%. Arah kebijakan moneter saat ini juga dipandang masih kondusif bagi proses pemulihan perekonomian dan berlangsungnya intermediasi perbankan. (Biro
Indeks Tendensi Bisnis (ITB) pada Triwulan III-2009 naik menjadi sebesar 112,86 yang mengindikasikan kondisi bisnis pada periode tersebut secara umum meningkat dibandingkan pada Triwulan II-2009. Semua sektor ekonomi mengalami peningkatan nilai indeks dengan sektor transportasi dan telekomunikasi mengalami peningkatan bisnis tertinggi. Sektor pertambangan dan penggalian mengalami peningkatan bisnis terendah.
Humas BI 04/11/09).
BI dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menyepakati landasan pelaksanaan bersama koordinasi serta pertukaran data dan informasi dalam kerangka Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK). Kesepakatan ini ditandai dengan penandatanganan Surat Keputusan Bersama (SKB) oleh Pjs. Gubernur BI dan Ketua Dewan Komisioner LPS pada tanggal 22 Oktober 2009. (Biro Humas BI 04/11/09).
Indeks Tendensi Konsumen 9ITK) Triwulan III-2009 di Jabodetabek tercatat sebesar 107,79 yang berarti kondisi ekonomi konsumen pada Triwulan III-2009 meningkat dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2008. Pada bulan Oktober 2009 terjadi inflasi sebesar 0,19 persen sehingga Indeks Harga Konsumen (IHK) mencapai sebesar 116,68. Kenaikan indeks terbesar pada kelompok bahan makanan, yaitu 0,28 persen. Laju inflasi tahun kalender (Januari-Oktober 2009) sebesar 2,48% sedangkan laju inflasi y-o-y sebesar 2,57%. Komponen inti mengalami inflasi sebesar 0,20%. Laju inflasi komponen inti tahun kalender sebesar 3,67% dan laju inflasi komponen inti y-o-y sebesar 4,52%. (BPS 02/11/09).
Sektor Eksternal Cadangan devisa pada akhir Oktober 2009 mencapai 64,5 miliar dolar AS. Pembiayaan eksternal meningkat didukung oleh membaiknya ekspektasi terhadap ekonomi domestik dan membaiknya kondisi ekonomi global. (Inilah.com 04/11/09). Transaksi Trade Expo Indonesia (TEI) 2009 terus menunjukkan peningkatan yang menggembirakan dan pada hari ke-3, 30/10 pukul 16.00 WIB, mencapai sekitar USD73,6 juta. Dengan demikian total transaksi sejak TEI 2009 dibuka adalah USD129,8 juta. Pada 30/10, nilai transaksi tertinggi masih ditempati oleh mebel, disusul oleh komponen otomotif, alas kaki, peralatan listrik & barang-barang elektronik, dan produk kimia. (Siaran Pers Departemen Perdagangan 31/10/09).
Sektor Riil Bea Masuk hingga 30 Oktober mencapai realisasi sebesar Rp 14,696 triliun atau 91,15% dari target APBNP 2009, sedangkan Cukai mencapai Rp 46,201 12
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian
Deputi Ekonomi Makro dan Keuangan
Sosialisasi Surat Keputusan Bersama tentang Strategi Pengembangan Lembaga Keuangan Mikro Surat Keputusan Bersama (SKB) antara Kementerian Koordinator Perekonomian, Kementerian Negara Koperasi dan UKM, Departemen Dalam Negeri, Departemen Keuangan dan Bank Indonesia sebagai wujud sinergitas instansi pemerintah mengangkat ekonomi kerakyatan.
Kebijakan Makro Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, (2) Direktur Usaha Ekonomi Masyarakat, Departemen Dalam Negeri, (3) Asisten Deputi Pengembangan dan Pengendalian Simpan Pinjam, Kementerian Negara Koperasi dan UKM, (4) Analis pada Direktorat BPR, Kredit, dan UKM Bank Indonesia dan (5) Kepala Biro Pembiayaan dan Penjaminan, Bapepam-LK, Departemen Keuangan.
Sebagai jawaban atas kebutuhan masyarakat akan payung hukum bagi Lembaga Keuangan Mikro (LKM), Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian telah memfasilitasi penyusunan Keputusan Bersama Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri, Menteri Negara Koperasi dan UKM dan Gubernur Bank Indonesia tentang Strategi Pengembangan Lembaga Keuangan Mikro (LKM). Keputusan Bersama tersebut telah ditanda-tangani pada tanggal 7 September 2009.
Dalam sosialisasi dijelaskan bahwa pembenahan kerangka hukum LKM, sebagaimana diamanatkan dalam Keputusan Bersama tersebut di atas, akan diawali dengan kegiatan inventarisasi LKM belum berbadan hukum. Setelah itu dilanjutkan dengan proses transformasi LKM belum berbadan hukum menjadi BumDes atau Koperasi atau BPR atau Modal Ventura. Agar LKM berbadan hukum ini berkelanjutan, maka akan dilakukan kegiatan pendampingan dan pembinaan. Pengembangan kelembagaan pengawasan LKM juga diamanatkan dalam Keputusan Bersama ini. Rangkaian kegiatan ini akan dimotori oleh keempat instansi penandatangan SKB dengan melibatkan instansi pusat lain, organisasi masyarakat dan pemerintah daerah. Melalui upaya ini peran pemerintah daerah akan semakin besar dalam pendampingan, pembinaan dan pengawasan koperasi dan BumDes. Disamping itu penerapan empat prinsip pengembangan Lembaga Keuangan Mikro sebagaimana kesepakatan internasional dalam Micro Credit Summit, yaitu: (1) mendorong penurunan jumlah penduduk miskin, (2) memberdayakan kaum perempuan, (3) memiliki dampak yang terukur, dan (4) menjadi lembaga keuangan yang berkelanjutan, akan diwujudkan secara bertahap.
Fokus SKB tersebut adalah mendorong legalitas kegiatan penyaluran pembiayaan usaha-usaha yang diselenggarakan oleh masyarakat yang dikenal sebagai LKM. Fokus tersebut diambil dengan menimbang (1) jumlah LKM yang sangat besar, sekitar 75 ribu, (2) ada puluhan jenis atau ragam LKM yang berdiri karena inisiatif masyarakat dan program pemerintah, (3) jumlah yang besar dan ragam yang bervariasi telah menyulitkan pembinaan dan pengawasannya. Melalui SKB ini ragam LKM diarahkan kepada empat bentuk badan usaha yang memiliki landasan hukum jelas, yaitu Badan Usaha Milik Desa (BumDes), Koperasi, Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan Modal Ventura. Sosialisasi SKB LKM digelar pada hari Sabtu tanggal 24 Oktober 2009 sebagai bagian acara Kesetiakawanan Sosial Nasional (KSN) Expo yang diselenggarakan oleh Departemen Sosial di Hall B Jakarta Convention Center. Peserta yang mengikuti sosialisasi memadati tempat penyelenggaraan diluar dugaan sebelumnya. Panitia harus menambah dari 148 kursi yang sudah disediakan menjadi 185 kursi karena banyak peserta sosialisasi yang hadir dari perwakilan pemerintah daerah, lembaga UKM universitas, perkumpulan UKM, pengurus koperasi dan masyarakat UKM.
Antusias peserta nampak pada sesi tanya jawab yang mengharapkan penjelasan tindak lanjut dari SKB LKM. Selain itu besar harapan mereka agar empat bentuk LKM yang disarankan dalam SKB dapat menjadi solusi bagi pembiayaan UKM yang umumnya mengalami hambatan untuk mengakses kredit perbankan. Banyak studi telah membuktikan bahwa UKM tidak hanya mampu bertahan dalam badai krisis, namun juga berkontribusi besar pada pertumbuhan ekonomi.
Pada kesempatan tersebut hadir narasumber dari 5 instansi yang menyampaikan materi strategi pengembangan LKM. Bertindak sebagai narasumber: (1) Asisten Deputi Analisa
13
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian
Deputi Ekonomi Makro dan Keuangan
Upaya mengatasi Cost of Fund dengan tingkat suku bunga yang business friendly bagi Sektor Riil Tingkat suku bunga adalah elemen penting dalam memacu investasi pada sektor riil. Namun, tingkat suku bunga saat ini dianggap tidak business friendly bagi sektor riil.
Resiko usaha menjadi salah satu patokan bagi perbankan untuk bertindak hati-hati dalam penyaluran kredit dan ini dikompensasi dengan jaminan tingkat bunga yang tinggi. Faktor ketiga ini diindikasi dari perkembangan NPL yang semakin meningkat. Faktor lain yang dibahas sebagai salah satu penyebab adalah net interest margin (NIM) yang saat ini sangat tinggi. Perbankan Indonesia tercatat mempunyai tingkat NIM melebihi negara-negara lain seperti Hongkong, Malaysia, Singapura dan Thailand.
Untuk menggali lebih dalam permasalahan penetapan tingkat suku bunga yang optimal bagi sektor usaha dan mengamati perkembangan seputar tingkat suku bunga perbankan saat ini Kantor Menko Perekonomian mengundang perwakilan Bank Indonesia (BI) dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) pada akhir bulan Oktober 2009 lalu. Dalam pertemuan tersebut Keasdepan Urusan Analisa Kebijakan Makro mengemukakan kondisi suku bunga perbankan yang nampak tidak bersahabat bagi kegiatan investasi. Kondisi ini terlihat selain tingkat suku bunga kredit di atas 10% dan jauh lebih tinggi dibanding negara lain, juga terjadi rentang bunga antara suku bunga kredit dan deposito yang sangat lebar dan tidak selaras dengan tren tingkat suku bunga acuan dan suku bunga dari LPS.
Dari hasil pertemuan tersebut, perwakilan BI dan LPS sepakat untuk menyelenggarakan forum diskusi secara rutin terkait pengendalian suku bunga. BI juga akan menindaklajuti hasil pertemuan kepada Dewan Gubernur. Komitmen ini terwujud dengan adanya pemberitaan di media massa bahwa BI berencana menekan bank agar mempersempit rentang bunga antara bunga deposito dan bunga kredit. Sebelumnya, BI mengatur kesepakatan bank-bank untuk menurunkan suku bunga deposito mendekati suku bunga acuan.
Dalam pertemuan tersebut dibahas beberapa faktor yang ditengarai menjadi penyebab perbankan nasional masih bertahan dengan tingkat suku saat ini yang dirasakan tinggi bagi sektor usaha. Pertama, sektor perbankan sangat dominan dalam pasar kredit atau nyaris menjadi monopoli natural karena tidak ada sumber pembiayaan lain sebagai kompetitor, sehingga keputusan suku bunga perbankan tidak terjadi titik keseimbangan antara lender dan borrower. Kedua, adanya dampak penerbitan obligasi dan surat utang negara (sukuk) dengan tingkat suku bunga di atas 10%. Akibatnya, suku bunga tabungan berjangka seperti deposito dipatok pada tingkat yang lebih tinggi untuk menaikkan demand deposit dari para nasabah. Dengan tingkat keuntungan yang relatif sama antara deposito dan obligasi, perbankan lebih nyaman untuk mempertahankan tingkat suku bunga di atas patokan yield obligasi dan sukuk.
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia sekaligus Pejabat Sementara Gubernur BI, Darmin Nasution mengatakan langkah awal implementasi rencana tersebut adalah mengumpulkan data dan melakukan riset guna mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan rentang bunga deposito dan bunga kredit di Indonesia teramat lebar. Selain itu, juga akan diteliti faktor penyebab rentang bunga di negara-negara tetangga bisa lebih kecil. Setelah langkah-langkah itu selanjutnya BI akan melakukan serangkaian kebijakan untuk menghilangkan faktor-faktor yang menyebabkan tingginya rentang bunga.
14