Tinjauan Ekonomi & Keuangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian - Republik Indonesia
Volume IV | Nomor 12 | Edisi Desember 2014 |
DAFTAR ISI 03 Editorial Koordinasi Kebijakan Ekonomi 04 Rakor TPI dan TPID Ekonomi Internasional 06 Berakhirnya Kebijakan Quantative Easing The Fed Ekonomi Domestik 07 Dimensi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Ekonomi Daerah 08 Kondisi Perekonomian Daerah
Laporan Utama 1 2 Evaluasi Kinerja Perekonomian Indonesia Tahun 2014 1 4 Perkembangan Ekonomi Global 2014 Outlook 2015 1 6 Tantangan Menuju Penciptaan Kesempatan Kerja
volume IV | Nomor 1 2 | Edisi Desember 201 4 | www.ekon.go.id
Keuangan 19 Tahun 2015 Perbankan Berfokus Pada Funding Game
21 Indonesia Economic Quarterly Desember 2014
22 Kebijakan Fiskal
untuk KEK 23 Percepatan Perbaikan Gizi 2 6 Ironi Pendidikan di Indonesia
Pembina : Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Pengarah : Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Deputi Fiskal & Moneter Koordinator : Bobby Hamzar Rafinus Editor : Edi Prio Pambudi Puji Gunawan Ratih Purbasari Kania Analis : Sri Purwanti, Trias Melia, Annida Masruroh Kontributor : Niken, Peneliti LIPI
Editorial
E konomi global pada tahun 2015 diperkirakan
masih menghadapi resiko penurunan pertumbuhan (downside risks) sebagaimana tahun 2014 dan sebelumnya. Hal tersebut disampaikan Oliver Blanchard, Konselor Ekonomi IMF pada pengantar World Economic Outlook Oktober 2014 yang berjudul ‘ Legacies, Clouds, and Uncertainties’. Sebagai akibat resiko tersebut proyeksi pertumbuhan ekonomi 2014 turun 0,1% dari perkiraan semula menjadi 3,3% dan pada tahun 2015 turun 0,2% menjadi 3,8% . Ada tiga resiko yang merupakan dampak dari krisis 2009 yang lalu dan akan berlanjut menjadi penyebab ketidakpastian ekonomi global pada tahun 2015. Pertama, adalah tingkat bunga rendah pada kelompok negara maju yang telah berlangsung beberapa tahun. Hal ini dapat mendorong perilaku mengejar imbal hasil yang berlebihan dari pelaku pasar uang global dengan adanya prospek peningkatan suku bunga seperti di Amerika Serikat. Kebijakan makro yang berhati-hati (makropudensial) disarankan untuk menangkal resiko ini. Kedua, adalah resiko geopolitik yang akansignifikan pengaruhnya terhadap ekonomi global, meskipun pada tahun 2014 belum terasa dampaknya. Sebagai contoh embargo terhadap Rusia akibat penyerangan ke Ukraina mungkin akan meluas dampaknya akibat kondisi ekonomi Rusia yang memburuk akhir-akhir ini. Selain itu jugaketegangan politik di Timur Tengah dapat meningkat akibat volatilitas harga minyak beberapa bulan ini. Resiko ketiga adalah masih adanya kemungkinan terjadinya kemandegan pertumbuhan ekonomi dan deflasi pada negara-negara Uni Eropa. Hal ini tentu tidak diharapkan, namun kesiagaan menghadapinya perlu dilakukan. Untuk menghadapi resiko tersebut
Bobby Hamzar Rafinus Oliver Blanchard menyarankan negara-negara berkembang untuk terus melanjutkan reformasi struktural, baik yang memang harus dilakukan maupun yang layak secara politis. Ekonomi Asia, menurut lembaga riset Capital Economics, masih dapat diharapkan menjadi lokomotif pertumbuhan ekonomi global pada tahun 2015. Pertumbuhan ekonomi Asia diperkirakan 4,7% lebih tinggi dari 4,3% tahun 2014. Ada tiga faktor yang memungkinkan percepatan tersebut yaitu rendahnya harga minyak global, kebijakan moneter longgar masih berlanjut pada kelompok negara maju, dan mulai pulihnya permintaan global. Peluang tersebut kiranya perlu dimanfaatkan sebesar mungkin oleh Indonesiadengan melakukan reformasi struktural agar dapat mencapai batas atas kisaran proyeksi pertumbuhan yaitu 5,1%-5,8%. Indonesia diperkirakan masih menghadapi masalah stabilitas ekonomi dengan defisit transaksi berjalan yang masih cukup tinggi di tahun 2015.Nilai tukar Rupiah diperkirakan masih dalam kelompok yang akan alami depresiasi, bersama Rupee dan dollar Australia, akibat kenaikan suku bunga Federal Reserve. Hal ini perlu diantisipasi, sekali lagi, melakukan reformasi struktural sejak awal tahun untuk memperkuat investasi dan ekspor agar defisit transaksi berjalan turun dan cadangan devisa naik. Semoga.
volume IV nomor 12 edisi Desember 2014 | TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN | 03
Koordinasi Kebijakan
www.timlo.net
Tim Pengendali Inflasi(TPI) untuk tingkat pusat dan Tim Pengendali Inflasi Daerah(TPID) yang merupakan kelompok kerja nasional senantiasa melakukan koordinasi diantara para anggota Tim yang terdiri dari kementerian Koordinator Bidang perekonomian, kementerian Keuangan, kementerian Dalam Negeri, kementerian Perdagangan, kementerian Pertanian, kementerian ESDM, Bulog, serta Bank Indonesia. Selama tahun 2014 telah banyak dilaksanakan kegiatan dalam upaya pengendalian harga barang dan jasa baik ditingkat pusat maupun daerah. Kegiatan yang dilakukan TPI pada tahun 2014 yaitu berupa asesmen pengendalian harga barang terutama yang menyangkut inflasi yang diakibatkan volatile food serta administered price. Dengan adanya kegiatan asesmen yang dilakukan secara terus menerus oleh Tim serta monitoring oleh kementerian teknis diharapkan inflasi dapat terjaga. Asesmen lainnya terhadap pengendalian inflasi tersebut juga dilaksanakan kajian bersama Tim mengenai rekomendasi kebijakan stabilisasi harga pangan serta penguatan Bulog. Tujuan kajian ini adalah untuk mengetahui permasalahan inflasi terutama yang menyangkut harga dan ketersediaan bahan pangan.
Harga pangan pada saat-saat tertentu sebagai contoh bila terjadi banjir atau bencana lainnya yang sulit dalam pendistribusiannya mengalami lonjakan harga yang cukup tinggi. Dalam mengendalikan inflasi yang diakibatkan oleh administered price, TPI juga melakukan asesmen yakni berupa kajian kebijakan energi yang mendukung stabilitas makro ekonomi serta pengendalian dampaknya terhadap inflasi dan kemiskinan. Tujuan dari kajian ini yaitu untuk mengetahui besarnya pengaruh inflasi yang diakibatkan oleh naiknya harga-harga energi yang ditetapkan oleh pemerintah seperti BBM, tarif listrik dan tarif gas. Dengan mengetahu seberapa besar inflasi yan terjadi maka akan dapat diantisipasi dampaknya baik ter perekonomian maupun peningkatan kemiskinan. Pokjanas TPID, yang merupakan Tim TPID ditingkat pusat, yang dimotori oleh kementerian koordinator bidang Perekonomian, Bank Indonesia serta kementerian Dalam Negeri senantiasa melakukan koordinasi baik secara vertikal maupun horizontal. Secara horizontal berupa koordinasi antara Bank Indonesia dengan Kmenterian dan lembaga serta dengan TPI. Kegiatan rutin yang selalu dilaksanakan
04 | TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN | volume IV nomor 12 edisi Desember 2014
setiap tahun adalah berupa Rakornas TPID yang dihadiri oleh Kementerian/Lembaga di tingkat pusat, perwakilan Bank Indonesia di daerah, serta gubernur dan kepala daerah seluruh Indonesia. Rakornas TPID tahun 2014 yang membahas pentingnya bagi daerah untuk segera mengimplementasikan kerja sama perdagangan antar daerah dalam rangka mendukung kestabilan dan keterjangkauan harga. Monitoring terhadap daerah-daerah baik yang udah terbentuk TPID maupun yang belum terbentuk TPID selalu dilakukan oleh Pokjanas TPID yang terdiri dari perwakilan kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, kementerian Dalam Negeri serta Bank Indonesia. Dalam kegiatan monitoring dilakukan berupa Rapat koordinasi antar wilayah serta monitoring langsung terhadap instansi pemerintah yang menangani TPID. Monitoring juga dilaksanakan terhadap bank Indonesia perwakilan daerah yang juga mempunyai program dan kegiatan pengendalian inflasi daerah.
Melalui monitoring terdapat beberapa daerah tersebut dapat diketahui seberapa besar kemajuan dari program pengendalian inflasi daerah dikaitkan dengan laporan serta kondisi di lapangan. Pengembangan PHIPS nasional pada tahun 2014 ini juga menjadi konsen Pokjanas TPID maupun TPID didaerah-daerah. Saat ini pengembangan seluruh perangkat pendukung PIHPS nasional telah selesai dikerjakan serta sudah dapat digunakan di seluruh daerah terutama di ke 34 provinsi. Dalam pengembangan model ekonomi regional dibuat pengembangan model ekonomi regional oleh Bank Indonesia yang dikenal dengan nama REMBI, yang merupakan salah satu alat bagi daerah untuk menyusun asumsi ekonomi makro daerah dalam pembuatan APBD.
Ratih Purbasari Kania
ekonomi.metrotvn
volume IV nomor 12 edisi Desember 2014 | TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN | 05
Ekonomi Internasional
PENGETATAN LIKUIDITAS GLOBAL TAHUN 2015 Adanya implementasi kebijakan The Fed untuk mengakhiri quantitative easing pada bulan Oktober 2014 berdampak signifikan terhadap perekonomian global. Mengingat kebijakan ini efektif menekan angka pengangguran di Amerika Serikat sehingga The Fed cukup percaya diri untuk mengimplementasikan rencana kebijakan kenaikan tingkat suku bunga acuan The Fed pada pertengahan tahun 2015 mendatang.
inflow) dari luar negeri untuk tetap menjaga likuiditas
Asian Development Bank (ADB) mengingatkan akan
Kebijakan kenaikan suku bunga acuan The Fed yang di targetkan sebesar 100 basis poin (bps) diperkirakan akan memicu kekeringan likuiditas global. Adanya pergeseran landskap kondisi ekonomi semakin tampak jelas saat terjadinya perpindahan arus modal dari negara-negara berkembang ke negara-negara maju.
adanya perpindahan modal keluar di negara-negara kawasan regional Asia Timur. Sementara International Monetary Fund (IMF) mengingatkan agar kawasan Asia mendorong perubahan struktural untuk tetap mempertahankan kawasan Asia tetap memimpin pertumbuhan ekonomi global. Menurut laporan IMF, saat ini perekonomian kawasan Asia-Pasifik masih dibanyangi tingginya tingkat suku bunga dan serangan volatilitas arus modal. Disamping itu, IMF juga mengingatkan negara-negara kawasan Asia mampu menahan volatilitas nilai tukar guna meredam dampak pengurangan stimulus The Fed.
domestik. Selain itu itu, kenaikan suku bunga acuan juga untuk menekan risiko pembalikan arus modal (reversal risk) ke negara-negara maju. Dimana financial semakin mahal dan likuiditas akan semakin ketat. Kebijakan merespon dengan upaya penyesuaian suku bunga acuan sangat penting dilakukan untuk menekan liquidity gap.
Berbeda dengan Bank Sentral Amerika Serikat, Bank Sentral Eropa (ECB) dan Bank Sentral Jepang (BOJ) masih mempertahankan kebijakan stimulus moneternya dengan suku bunga murah untuk memulihkan kondisi perekonomiannya dari resesi. Diharapkan kebijakan quantitative easing di Eropa dan Jepang dapat mengerem pengetatan likuiditas global.
Negara-negara berkembang akan merespon kenaikan suku bunga The Fed dengan menaikkan suku bunga acuannya. Hal ini disebabkan negara-negara berkembang membutuhkan stimulus dana (capital
Anida Ul Masruroh
06 | TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN | volume IV nomor 12 edisi Desember 2014
Ekonomi Domestik
Gejolak Inflasi Bulan November 2014 (Pasca Kenaikan Harga BBM) Pada November 2014 terjadi inflasi hingga 1,50 persen dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 116,14 atau naik dibanding bulan Oktober sebesar 0,47 persen. Dari 82 kota IHK, tercatat seluruhnya mengalami inflasi. Inflasi tertinggi terjadi di Padang 3,44 persen dengan IHK 122,76 dan terendah terjadi di Manokwari 0,07 persen dengan IHK 110,63. Inflasi terjadi karena adanya kenaikan harga yang ditunjukkan oleh naiknya indeks beberapa kelompokp engeluaran, yaitu: kelompok bahan makanan 2,15 persen; kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau 0,71 persen; kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar 0,49 persen; kelompok kesehatan 0,43 persen; kelompok pendidikan, rekreasi, dan olah raga 0,08 persen; serta transpor, komunikasi, dan jasa keuangan 4,29 persen. Sedangkan kelompok sandang mengalami penurunan indeks 0,08 persen. Jika menilik angka inflasi November rata-rata di bawah 0,5 persen. Pada November 2009 mengalami deflasi 0,03 persen. Pada November 2010 inflasi sebesar 0,6 persen. Inflasi bulan yang sama 2011 dan 2012 tercatat 0,34 persen dan 0,07 persen. Sedangkan tahun lalu inflasi November 0,12 persen. Terlihat selama lima tahun terakhir inflasi pada bulan November tertinggi adalah pada tahun 2014. Bahkan jika dibandingkan dengan bulanJuni 2013, dimana dengan kondisi yang sama yaitu kenaikan harga BBM, inflasi pada bulanJuni 2013 hanya sebesar 1,03 persen.
Dampak BBM pada inflasi bulan November hanya 12 hari. Timingnya dirasa tepat sehingga inflasi pada bulan November tidak mengalami kenaikan yang dratis. Namun, jika dibandingkan dengan bulanJuni 2013, dimana dengan kondisi yang sama yaitu kenaikan harga BBM, inflasi pada bulanJuni 2013 hanya sebesar 1,03 persen, inflasi bulan November tergolong cukup tinggi. Namun yang perlu diwaspadai kenaikan inflasi tertinggi terjadi pada Desember. Angkanya bisa di atas 2 persen. Tentu harus upaya agar (secara total) di 7,7 persen sesuai ttarget pemerintah. Namun belajar dari tahun sebelumnya, dimana satu bul;an setelah kenaikan harga BBM inflasi melonjak sangat tinggi menjadi 3,29 persen pada bulan Juli 2013. Pengalaman ini, harusnya menjadi perhatian pemerinyah dalam menentukan kebijakan kompensasi seperti apa yang mampu meredam gejolak inflasi akibat kenaikan harga BBM
Sri Purwanti
acehonline.info
volume IV nomor 12 edisi Desember 2014 | TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN | 07
Ekonomi Daerah
KONDISI PEREKONOMIAN DAERAH 2014
http://beritadaerah.co.id
K
eberhasilan dalam pemerataan pembangunan merupakan modal utama dalam upaya bangsa meningkatkan perkembangan dan pertumbuhan perekonomian rakyat, memperkukuh kesetiakawanan sosial, menanggulangi kemiskinan, dan mencegah proses munculnya kemiskinan baru yang mungkin timbul. Kemiskinan adalah situasi serba kekurangan dari penduduk yang terwujud dalam dan disebabkan oleh terbatasnya modal yang dimiliki, rendahnya pengetahuan dan keterampilan, rendahnya produktivitas, rendahnya pendapatan, lemahnya nilai tukar hasil produksi orang miskin, dan terbatasnya kesempatan berperan serta dalam pembangunan. Rendahnya pendapatan penduduk miskin mengakibatkan rendahnya pendidikan dan kesehatan sehingga mempengaruhi produktivitas mereka yang sudah rendah dan meningkatkan beban ketergantungan bagi masyarakat. Penduduk yang masih berada di bawah garis kemiskinan mencakup mereka yang berpendapatan sangat rendah, tidak berpendapatan tetap, atau tidak berpendapatan sama sekali.
Upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan pemerataan pembangunan perlu dilakukan tanpa mengesampingkan persoalan lingkungan. Sesuai dengan amanat Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN 2010-2014) dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahunan, pelaksanaan pembangunan di pusat dan di daerah perlu dilaksanakan melalui empat jalur strategi, yaitu pertumbuhan (pro-growth ), kesempatan kerja (pro-job), pengentasan kemiskinan (pro-poor) dan pelestarian lingkungan hidup (pro-environment). Pengamatan terhadap kinerja ekonomi daerah menunjukkan adanya tanda-tanda awal pemulihan kinerja ekonomi nasional. Walaupun perekonomian Indonesia pada triwulan III 2014 hanya tumbuh sebesar 5,01% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan triwulan II 2014 yang sebesar 5,12% (yoy). Hal ini tercermin pada pertumbuhan ekonomi Jawa (di luar Jakarta) yang mulai stabil dan pertumbuhan ekonomi Kawasan Timur Indonesia (KTI) yang terus membaik (Grafik 1).
08 | TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN | volume IV nomor 12 edisi Desember 2014
Perlambatan tersebut dipengaruhi terutama oleh melambatnya pertumbuhan ekonomi di kawasan Sumatera karena melemahnya kinerja sektor pertanian dan Jakarta karena menurunnya kinerja sektor konstruksi. Meski demikian, terdapat tanda-tanda awal pemulihan ekonomi nasional sebagaimana tercermin pada perekonomian Jawa yang tumbuh relatif stabil dan perekonomian Kawasan Timur Indonesia (KTI) yang tumbuh lebih baik dari perkiraan semula. Pertumbuhan tertinggipun dicapai oleh KTI yaitu provinsi Papua Barat sebesar 28,33 %. Namun Provinsi yang mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi juga berada di KTI, bahkan hingga minus yaitu Provinsi Papua sebesar – 1,34%. Stabilnya pertumbuhan ekonomi Jawa ditopang oleh membaiknya perekonomian Jawa Tengah dan Jawa Timur yang didukung oleh meningkatnya kinerja industri manufaktur. Sementara meningkatnya pertumbuhan ekonomi KTI didorong oleh membaiknya kinerja sektor pertambangan di Kalimantan dan Papua serta meningkatnya kinerja sektor pertanian di Sulawesi. Inflasi di hampir seluruh daerah pada triwulan III 2014 cenderung menurun terutama didukung oleh cukup melimpahnya pasokan pangan (volatile food). Masuknya masa panen sejumlah komoditas strategis, seperti padi di Kalimantan dan hortikultura di Jawa, berkontribusi
positif pada terjaganya pasokan pangan. Sebagian besar daerah di KTI mengalami penurunan tekanan inflasi pangan yang lebih dalam akibat melimpahnya hasil tangkapan ikan. Beberapa daerah di KTI, seperti Sulawesi Tenggara dan Maluku, bahkan berhasil mencatat laju inflasi yang sangat rendah masing-masing sebesar 1,8% dan 2,8% pada akhir triwulan III 2014.
Prospek Ekonomi Daerah Dan Tantangan Ke Depan Memasuki triwulan IV 2014, berbagai indikator ekonomi di daerah secara agregat mengindikasikan adanya potensi perbaikan kinerja perekonomian nasional. Potensi perbaikan tersebut diperkirakan akan terjadi di Sumatera dan KTI sedangkan ekonomi Jawa diperkirakan relatif stabil. Kinerja ekonomi Jawa yang stabil ditopang oleh ekspor manufaktur yang masih akan meningkat seiring dengan prospek perbaikan ekonomi di AS serta konsumsi rumah tangga yang masih tumbuh kuat. Sementara itu, perbaikan ekonomi Sumatera dipengaruhi antara lain oleh pembangunan beberapa proyek infrastruktur dan berlanjutnya replanting perkebunan.
Peningkatan kinerja ekonomi KTI terutama didorong oleh aktivitas tambang pasca keluarnya izin ekspor mineral. Namun, prospek perbaikan ekspor KTI dihadapkan pada risiko terkait diberlakukannya kebijakan pengaturan izin ekspor batubara, dampak
volume IV nomor 12 edisi Desember 2014 | TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN | 09
perlambatan ekonomi Tiongkok, dan masih rendahnya harga tambang dunia. Selain itu, potensi pemulihan ekonomi nasional pada triwulan IV 2014 juga masih dihadapkan pada risiko yang berasal dari kemungkinan rendahnya realisasi pengeluaran pemerintah sejalan dengan kebijakan penghematan untuk mengamankan pencapaian target defisit APBN serta penurunan nilai sejumlah mata uang beberapa Negara termasuk Negara mitra dagang utama Indonesia. Memburuknya ekonomi Rusia juga diperkirakan member efek buruk bagi pertumbuhan ekonomi di daerah-daerah. Walaupun dari beberapa pengamatan menyatakan pengaruh tersebut tidak akan berdampak terlalu lama dan akan kembali stabil.
Refenrensi: Laporan Nusantara Bank Indonesia Buku Pegangan Perencanaan Pembangunan Daerah Bappenas Badan Pusat Statistik
Sri Purwanti
http://beritadaerah.co.id
10| TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN | volume IV nomor 12 edisi Desember 2014
Laporan Utama
Evaluasi Kinerja Perekonomian Ekonomi Daerah Indonesia Tahun 2014 endahnya realisasi pertumbuhan ekonomi, R meningkatnya utang Pemerintah, serta naiknya BI rate
di akhir tahun menjadi catatan khusus kinerja perekonomian nasional tahun 2014. Untuk melihat kinerja secara detail, maka perlu dibedakan menjadi dua bentuk evaluasi yaitu fiskal dan moneter.
Evaluasi Fiskal
Dari sisi makroekonomi realisasi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2012 yang mencapai 6,2 persen, kemudian pada tahun 2013 sebesar 5,78 persen dan pada Triwulan III tahun 2014 sebesar 5,01 persen menjadi suatu pertanda memburuknya pertumbuhan ekonomi. Tren selama tiga tahun terakhir yang terus menurun tentu menimbulkan kritik terhadap peran
persen per Triwulan-II 2014. Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar 20,79 persen maka dapat disimpulkan bahwa volume utang pemerintah yang terus meningkat justru semakin menjauh dengan pencapaian prestasi di sektor riil berupa pendapatan dari hasil ekspor. Kemudian dari sisi penyerapan tenaga kerja sektor pertanian pada 2013 masih 34,78 persen dengan sumbangan ke PDB sebesar 12,27 persen. Sementara itu, sektor industri pengolahan mempunyai porsi PDB sebesar 25,54 persen dengan penyerapan tenaga kerja sebesar 13,27 persen. Rendahnya produktivitas sektor pertanian perlu digaris bawahi oleh pengambil kebijakan fiskal. Salah satu permasalahan di sektor
*negatif artinya realisasi < asumsi dan sebaliknya. Sumber: Proyeksi Ekonomi Indonesia-INDEF, 2014, diolah dari Badan Pusat Statistik, 2005-2014
Pemerintah dalam menggerakan sektor ekonomi secara nasional. Penyebab utama dari menurunnya pertumbuhan ekonomi memang sebagian besar disebabkan oleh menurunnya ekspor karena imbas resesi ekonomi global. Namun disamping itu faktor internal seperti UU Minerba yang membuat produsen batu bara menghentikan sementara produksi nya seharusnya dapat diantisipasi oleh Pemerintah. Evaluasi lain yang menjadi catatan adalah kualitas kebijakan fiskal pemerintah yang bisa dilihat dari rasio utang (pembayaran pokok utang dan bunga) terhadap pendapatan ekspor (Debt Service Ratio /DSR). Perkembangan DSR Indonesia telah mencapai 23,44
pertanian seperti biaya pinjaman kredit yang mahal, serta buruknya tata niaga produk pertanian menjadi kendala utama. Indikator lain yang dapat dijadikan acuan kinerja perekonomian adalah gini rasio. Pada tahun 2013, gini rasio meningkat dari 0,36 pada 2005 menjadi 0,41. Naiknya gini rasio menjadi bukti bahwa permasalahan ketimpangan terutama di daerah menjadi semakin lebar. Pemerintah perlu melakukan upaya-upaya ekstra untuk mengatasi permasalahan ketimpangan. Programprogram unggulan seperti dana 1 milyar per desa, KUR, dan program bantuan sosial lainnya dapat terus dievaluasi efektivitasnya.
12| TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN | volume IV nomor 12 edisi Desember 2014
Evaluasi Moneter
Sementara itu dari sisi moneter, evaluasi lebih diarahkan pada kebijakan Pemerintah dalam mengendalikan inflasi. BI rate sebagai salah satu instrumen pengendali inflasi mengalami beberapa penyesuaian selama satu tahun terakhir. Pada November 2013, Bank Indonesia menaikkan BI rate menjadi 7,5 persen dengan alasan mencapai target inflasi sebesar 4,5 persen pada tahun 2014 dan 4,1 persen di tahun 2015. Kemudian menyusul naiknya harga BBM pada bulan November 2014, Bank Indonesia kembali menaikkan BI rate hingga 7,75 persen. Hal ini yang menjadi evaluasi utama dari sisi kebijakan moneter karena naiknya inflasi sebagian besar bukan didorong oleh kelebihan likuiditas melainkan dari sisi supply side atau pasokan. Akibat naiknya BI rate secara otomatis perbankan akan menaikkan suku bunga kredit nya yang berdampak pada mahalnya pinjaman bagi industri ataupun UMKM. Dari sisi utang, secara umum utang Indonesia naik sebesar 12,26 persen per tahun. Jika dilihat lebih detail,
lonjakan utang justru disumbang oleh swasta dengan kenaikan 13 persen per tahun. Sementara utang Pemerintah hanya meningkat rata-rata 5,84 persen per tahun. Kenaikan utang swasta ini merupakan sinyal bagi otoritas moneter. Pertama, tingginya utang swasta terutama utang luar negeri swasta dapat berdampak pada meningkatnya resiko gagal bayar atau default. Permasalahan utama terletak pada minimnya upaya hedging yang dilakukan oleh pihak swasta, hal inilah yang patut menjadi perhatian bagi Pemerintah di tahun 2015. Selain itu, evaluasi kinerja moneter dapat dilihat dari naiknya defisit transaksi berjalan. Hal ini salah satunya disebabkan oleh naiknya impor minyak selama 10 tahun terakhir. Pada tahun 2004, impor minyak hanya tercatat USD 10,9 miliar, namun angka ini melonjak di tahun 2013 sebesar USD 40,4 miliar. Kesalahan dalam kebijakan konsumsi BBM bersubsidi, dan menurunnya produksi minyak di Indonesia menjadi alasan utama membekaknya impor minyak tersebut.
Bhima Yudhistira
volume IV nomor 12 edisi Desember 2014 | TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN | 1 3
Laporan Utama
Perkembangan Ekonomi Global 2014 dan Outlook 2015
http://vibinews.com
K ondisi
perekonomian global tahun 2014 masih mengalami tekanan yang cukup berat. Disamping pertumbuhan ekonomi global yang masih melambat dan masih belum pulihnya perekonomian di sejumlah kawasan. Terjadinya krisis politik di Ukrania dan Timur Tengah serta wabah virus ebola di negara-negara Afrika turut memperlambat pemulihan pertumbuhan ekonomi global. Dana Moneter Internasional (IMF) telah merilis proyeksi pertumbuhan ekonomi global tahun ini berada di level 3,4 persen dan tahun depan diperkirakan akan tumbuh sebesar 3,8 persen. Proyeksi pertumbuhan ekonomi global 2014 lebih tinggi dari realisasi pertumbuhan 2013 sebesar 3,2 persen. Meskipun proyeksi pertumbuhan 2014 dan 2015 lebih tinggi dari pertumbuhan 2013, perkiraan ini cenderung lebih lambat dari perkiraan sebelumnya. Sementara Bank Dunia merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi global tahun 2014 dari 2,8 persen menjadi 2,6 persen. Adapun pertumbuhan ekonomi global tahun 2015 diprediksi tumbuh 3,4 persen.
pertumbuhan ekonomi Jepang dan Tiongkok tengah terkoreksi. Sampai saat ini negara-negara tersebut belum menemukan formula yang tepat untuk keluar dari tren perlambatan ekonomi. Jepang sebagai salah satu negara dengan ekonomi terbesar di dunia kini tengah mengalami fase resesi akibat krisis utang yang hampir mencapai 200 persen Produk Domestik Bruto (PDB). Bahkan Moodys telah menurunkan peringkat kredit Jepang dari level A1 menjadi level Aa3. Perlu diketahui, penurunan peringkat kredit ini untuk pertama kalinya sejak 2011. Sementara itu pemulihan di kawasan Eropa cenderung stagnan membuat Bank Sentral Eropa (ECB) terus mempertahankan stimulus dan suku bunga murah. Pertumbuhan sektor jasa dan manufaktur juga belum menunjukkan sinyal perbaikan yang signifikan. Ditambah lagi, angka pengangguran yang tinggi semakin menekan perekonomian kawasan Uni Eropa. Tidak hanya Jepang dan kawasan Eropa yang turut menyumbang perlambatan pertumbuhan ekonomi global, akan tetapi kondisi ekonomi Tiongkok yang merupakan kekuatan ekonomi terbesar kedua dunia turut berperan besar dalam kontraksi pertumbuhan ekonomi global.
Masih berlangsungnya implementasi kebijakan Uni Eropa untuk memperbesar dana stimulus belum menunjukkan tanda pemulihan yang signifikan untuk bangkit dari resesi ekonomi. Disamping itu, 14| TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN | volume IV nomor 12 edisi Desember 2014
Kondisi Ekonomi Tiongkok mengalami tekanan yang cukup serius untuk mengerek pertumbuhan ekonominya. Terlihat dari efektivitas kebijakan rebalancing yang dilakukan Pemerintah Tiongkok sampai saat ini belum mampu mendorong perbaikan ekonomi negara tersebut. Pertumbuhan ekonomi Tiongkok pada kuartal III hanya mampu tumbuh 7,3 persen dan merupakan pertumbuhan terlambat sejak tahun 2009. Kinerja sektor manufaktur juga menunjukkan pelemahan sepanjang tahun 2014 diikuti stagnannya konsumsi domestik. Untuk memperbaiki performa ekonomi Tiongkok, Bank Sentral China melakukan kebijakan stimulus likuiditas pada pasar keuangan dan kebijakan suku bunga murah. Namun, terjadinya krisis politik di Ukrania dan Timur Tengah yang turut melibatkan Rusia menjadi ancaman tersendiri yang masih membayangi terjadinya pemulihan ekonomi di negara tersebut. Sementara itu, kondisi perekonomian Amerika Serikat dengan telah berakhirnya Quantitative Easing (QE) periode Juli-September 2014 tercatat tumbuh sebesar 3,9 persen lebih tinggi dibandingkan proyeksi tahun sebelumnya yang hanya sebesar 3,5 persen. Membaiknya perekonomian Amerika Serikat didorong oleh sektor domestik sebagai penggerak pertumbuhan Amerika Serikat. Bahkan komposisi pertumbuhan
http://bisniskeuangan.kompas.com
ekonomi Amerika Serikat sebesar 70 persen ditopang oleh sektor konsumsi domestik dan diperkirakan akan terus berlanjut sampai pada tahun 2015. Kondisi ini diperkirakan akan menciptakan pemulihan ekonomi global sekaligus sebagai ancaman, terutama bagi negara-negara emerging market mengingat rencana kenaikan The Fed pada pertengahan tahun 2015. Kemudian untuk komoditas minyak dunia diperkirakan akan tetap berada di bawah USD 100 per barel atau tepatnya di kisaran USD 75-85 per barel sepanjang tahun 2015. Hal ini dikarenakan mengingat pasokan minyak dari Amerika yang melimpah dan negara-negara OPEC juga tetap mempertahankan jumlah produksi sebanyak 30 juta barel per hari.
Anida Ul Masruroh
volume IV nomor 12 edisi Desember 2014 | TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN |
15
Laporan Utama
Tantangan Menuju Penciptaan Kesempataan Kerja Menghadapi tahun 2015 terutama dalam bidang ketenagakerjaan terutama meningkatnya kompetisi pekerja, tidak hanya didalam negeri tapi juga untuk kawasan ASEAN karena akan diberlakukannya kawasan pasar bebas ASEAN dimana tidak hanya perdagangan barang dan jasa saja namun juga pasar tenaga kerja professional seperti dokter, pengacara, dosen, dll. Indonesia dengan jumlah penduduk produktif yang tinggiakan menjadi salah satu modal yang cukup besar bila jumlah tenaga kerja tersebut berkualitas. Saat ini di Indonesia dihadapkan pada masalah ketimpangan yang cukup besar. Pada bulan Maret 2014 jumlah penduduk miskin Indobesia berjumlah 28,28 juta jiwa, sehingga menjadi tantangan tersendiri untuk mengurangi jumlah penduduk miskin dan mengurangi kesenjangan pendapatan. Keluarga dengan penghasilan rendah umumnya hanya bekerja paruh waktu seperti buruh tani,, nelayan, serta pekerja sektor informal diperkotaan. Oleh karena itu diperlukan penciptaan lapangan kerja terutama dipedesaan melalui usaha mikro kecil serta mendatangkan investor dalam negeri ke daerah-daerah. Dalam rangka meningkatkan produktivitas usaha mikro kecil dan menengah diperlukan keterlibatan pemerintah pusat, daerah serta seluruh stake holder baik dari sisi produksi sampai pemasaran produk. Dalam meningkatan kualitas produksi maka pemerintah daerah melalui dinas perindustrian dan perdagangan senantiasa
http://beritastau.com
melakukan monitoring terhadap pelaku usaha kecil dan menegah didaerahnya dengan meberikan penyuluhan secara langsung. Pelatihan standar produk yang sesuai standar nasional dan internasional perlu diinformasikan agar produksi yang dihasilkan dapat mempunyai jangkauan pasar yang luas. Untuk perusahaan yang bergerak dalam bidang pangan, pelatihan keamanan pangan perlu dilakukan sehingga produk tersebut dapat diekspor kenegara-negara maju yang mensyaratkan prosese produksi yang aman dan sesuai standar internasional. Dalam upaya pemasaran barang, pemerintah daerah bisa melakukan kerjasama perdagangan antar daerah serta mengikutsertakan para pelaku usaha kecil dan menengah untuk mengikuti pameran-pameran baik tingkat nasioal dan internasional. Dengan adanya peningkatan produktivitas usaha kecil dan menengah, maka secara tidak langsung dapat menciptakan lapangan kerja yang lebih besar didaerah sehingga dapat mengurangi migrasi penduduk ke perkotaan. Dalam uapaya meningkatkan produktivitas petani yang mempunyai lahan sempit di daerah pedesaan, maka pemerintah melalui kementerian dan lembaga di tingkat pusat maupun melalui dinas pertanian di tingkat daerah melakukan pembinaan mengenai peningkatan produktivitas pertanian sehingga para petani dapat berproduksi dalam waktu singkat dengan hasil yang berkualitas dan jumlah yang
16| TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN | volume IV nomor 12 edisi
http://beritadaerah.co.id
lebih besar. Dalam memasarkan hasil pertanian pemerintah dapat menghubungkan perusahaan-perusahan besar untuk dapat membeli produk mereka sesuai standar yang diharapkan, sehingga para petani juga mendapatkan pemasaran yang jelas serta transfer knowledge dalam meningkatkan kualitas hasil produksi. Dengan adanya peningkatan produktivitas penduduk berpenghasilan rendah dipedesaan maka dapat meningkatkan nilai tukar petani(NTP) sehingga kesejahteraan penduduk meningkat dan secara bertahap akan mengurangi kesenjangan ketimpangan penghasilan . Penciptaan lapangan kerja berkualitas untuk daerah perkotaan terutama daerah kabupaten/kota yang tidak memiliki smberdaya alam dapat dilakukan upaya peningkatan ekonomi kreatif yang terdiri dari 14 sektor yang ada seperti fashion, seni, perfilman serta kuliner yang utamanya digemari para wisatawan baik lokal maupun intenasional pada saat berkunjung ke daerah. Peningkatan produktivitas dalam sektor ekonomi kreatif perlu mendapat dukungan baik dari pemerintah maupu swasta. Perlunya dibentuk lembaga ekonomi kreatif daerah yang melibatkan pemerintah daerah, pelaku usaha dan akademi akan lebih memperkokoh keberlangsungan sektor ekonomi kreatif daerah perkotaan. Selain itu, pemerintah daerah pun perlu memperhatikan sarana
dan prasarana bagi peningkatan usaha kreatif seperti pembangunan gedung ekonomi kraetif, penyedian perangkat baik perangkat keras maupun lunak sehingga para pelaku ekonomi kraetif senantiasa mendapatkan kemudahan mendapatkan akses informasi global yang sangat dibutuhkan oleh mereka. Sementara itu, dalam upaya menyongsong pelaksanaan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) baik ditingkat pusat maupun daerah diperlukan kesiapan dalam upaya menyiapkan tenaga kerja yang berkualitas, tidak hanya pengetahuan substansi sesuai profesi yang telah dimiliki akan tetapi diperlukan peningkatan kemampuan bahasa serta pengetahuan mengenai budaya-budaya negara Asean sehingga para pekerja kita dapat berkompetisi dengan para pekerja asing di wilayah Asean. Saat ini pemerintah melalui lembaga pendidikan senantiasa meningkatkan kualitas calon pekerja, baik kualitas maupun kuantitasnya. Pembangunan gedung serta kelengkapan sarana dan prasarana Sekolah menengah Kejuruan(SMK) didaerah dilakukan melalui peningkatan Dana Alokasi Khusus(DAK), sementara itu, kulaitas pengajar pun ditingkatkan dengan mengikutsertakan para guru SMK dalam pendidikan dan pelatihan maupun pemberiaan besaiswa tugas belajar baik didalam negeri maupun di luar negeri. Pekerja migran juga perlu mendapatkan penanganan yang serius. Para pekerka migran saat ini dibeberapa
volume IV nomor 12 edisi Desember 2014 | TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN |
17
daerah telah mendapatkan pelatihan dalamhal pendidikan keuangan. Program pendidikan keuangan ini bertujuan agar penghasilan mereka atau yang lebih dikenal dengan istilah remitansi dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya sehingga selain dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga juga dapat membangun daerah asalnya. Dengan adanya pengetahuan yang cukup mengenai pendidikan keuangan, diharapkan setelah beberapa kali melakukan kontrak kerja menjadi tenaga kerja Indonesia di luar negeri, mereka sebagai purna TKI dapat melakukan wirausha dengan baika dan berhasil.
tingkat pusat dengan pemerintah daerah. Dengan adanya sinergi kebijakan dan program maka akan mempercepat target dan sasaran yang akan dicapai khususnya dalam bidang ketenagakerjaan. Selain itu, koordinasi pusat dan daerah diperlukan tidak hanya institusi yang menangani masalah ketenagakerjaan akan tetapi institusi yang menangani masalah pendidikan pun perlu dikalukan koordinasi, karena saat ini tantangan ketenagakerjaan salah satunya adalah dengan memperhatikan pasar tenaga kerja yang ada dan menghubungkannya dengan dunia pendidikan.
Dengan melihat kompleksitas permasalahan yang akan dihadapi pada sektor ketenagakerjaan makan diperlukan sinergi antara program dan kebijakan di Ratih Purbasari Kania
http://beritadaerah.co.id
http://lampungonline.com
http://beritadaerah.co.id
18 | TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN | volume IV nomor 12 edisi Desember 2014
Keuangan
Tahun 2015 Industri Perbankan Berfokus Pada Funding Game eskipun proyeksi ekonomi dari berbagai kalangan M meyakini akan membaiknya kondisi perekonomian
global dan domestik. Namun, industri perbankan Indonesia sudah menyiapkan skenario terburuk untuk tetap meraup laba di tahun 2015. Outlook 2015 tentang funding game. Dimana perbankan dengan strateginya akan semakin gencar mencari dana pihak ketiga (DPK) untuk mengimbangi laju pertumbuhan kredit supaya melonjaknya cost of fund perbankan dapat diteka n. Pada dasarnya collecting DPK memang sangat dibutuhkan perbankan akan tetapi seringkali komposisi DPK yang dominan menambah beban perbankan. Dominasi komposisi DPK dengan kriteria dana besar mengharuskan bank membayar beban bunga yang besar kepada nasabahnya. LPS mencatat adanya peningkatan nilai total simpanan pada Agustus 2014 sebesar Rp 81,26 triliun atau 2,12 persen mtm. Total simpanan sampai dengan akhir bulan Agustus tercatat sebesar Rp3.913,8 triliun.
Peningkatan nominal DPK tersebut dipicu adanya kenaikan simpanan dengan klasifikasi nominal di atas 5 miliar rupiah yang mencapai 4,77 persen mtm. Total simpanan dana besar tersebut mencapai 1.750,2 triliun rupiah atau proporsinya senilai 44,72 persen mtm dari total seluruh simpanan. Hal ini menunjukkan komposisi dana mahal masih cukup besar di sektor industri perbankan. Kondisi tersebut diperkirakan tak akan banyak berubah di bulan berikutnya. Sementara berdasarkan data yang dirilis oleh Bank Indonesia sampai dengan September 2014 total DPK yang dihimpun perbankan mencapai 3.864,3 triliun atau 12,2 persen lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya yang hanya tercatat 11,6 persen. Kendati demikian, pertumbuhan dana murah seperti tabungan tidak memberikan pengaruh yang cukup signifikan bagi peningkatan DPK perbankan. Peningkatan pertumbuhan DPK sampai dengan kuratal III tahun 2014 ditopang dari pertumbuhan giro yang mencapai 857,3 triliun atau 6,8 persen yoy, sedangkan
http://sorotnews.com
volume IV nomor 12 edisi Desember 2014 | TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN |
19
rata suku bunga kredit yang mencapai 12,88 persen lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya yang hanya tercatata sebesar 12,86 persen.
http:/bandung.bisnis.com
simpanan berjangka tercatat 1.792,9 triliun rupiah atau meningkat sebesar 19,0 persen yoy. Apabila dicermati industri perbankan cenderung tetap agresif dalam menggenjot peningkatan DPK. Terlihat dari beberapa bank besar seperti Bank Mandiri yang melaporkan total checking and savings account (CASA) mencapai 361,8 triliun rupiah dari total dana pihak ketiga (DPK) yang mencapai 590,9 triliun rupiah. Hal yang sama juga tampak pada Bank Negara Indonesia dengan CASA per September 2014 mencapai 62 persen dari total DPK senilai 308,33 triliun. Namun, kinerja perbankan dalam memperoleh dana murah tersebut masih saja dibayangi kenaikan suku bunga dana khususnya deposito. Mengingat BI meningkatkan BI rate untuk merespon rencana kenaikan The Fed dan pengendalian inflasi sebagai dampak dari kenaikan BBM.
Direktur Utama BRI, Sofyan Basir mengatakan tahun depan pihaknya masih optimis mampu memacu pertumbuhan DPK dengan besaran target mencapai 17 persen hingga 20 persen. Sofyan pun meyakini net interest margin (NIM) tahun depan masih bisa turun dikarenakan tetap berlangsungnya dinamika suku bunga. Kendati demikian kondisi tersebut dapat dikendalikan dengan mengerek volume kredit. Sementara itu, Tim Riset Ekonomi Bank Permata memproyeksikan pertumbuhan kredit pada 2015 bisa mencapai 21,18 persen. Sejalan dengan perkiraan pertumbuhan kredit tahun 2015, pertumbuhan penghimpunan dana juga diperkirakan meningkat menjadi 14,10 persen dibandingkan tahun 2014 yang hanya mencapai 12,5 persen. Meski proyeksi tahun 2015 industri perbankan cukup optimis didukung dengan adanya peraturan OJK tentang pembatasan suku bunga yang aktif per 1 Oktober 2014, namun harus tetap waspada mengingat masih berlangsungnya dinamika politik dan ekonomi di dalam negeri.
Mengacu pada data yang dirilis Bank Indonesia pada September 2014, rata-rata suku bunga desposito berjangka waktu 6 dan 12 bulan masing-masing sebesar 9,36 persen dan 8,37 persen meningkat tipis dibandingkan bulan sebelumnya yang tercatat sebesar 9,19 persen dan 8,6persen. Kenaikan suku bunga deposito tersebut juga diikuti dengan kenaikan rataAnida Ul Masruroh
20 | TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN | volume IV nomor 12 edisi Desember 2014
Indonesia Economic Quarterly Desember 2014 P
emerintahan baru Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang dimulai sejak bulan Oktober 2014 telah menetapkan 9 (Sembilan) agenda prioritas untuk Pembangunan Indonesia. Diantara agenda tersebut adalah beberapa agenda yang bertujuan untuk mewujudkan kemandirian ekonomi Indonesia, yaitu: (i) Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan, (ii) Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional, dan (iii) Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan mengggerakan sektor sektor strategis ekonomi domestik. Untuk menjalankan agenda-agenda tersebut, pemerintahan Jokowi-JK telah melaksanakan beberapa kebijakan yang bertujuan untuk memperkuat tata kelola di sektor-sektor utama. Misalnya, untuk sektor minyak dan gas, pemerintah telah membuat kebijakan untuk menaikkan harga BBM bersubsidi pada 18 November 2014 lalu. Menurut Lead Economist Bank Dunia, Ndiame Diop, pada peluncuran Indonesia Economic Quarterly pada 8 Desember 2014 lalu, langkah untuk menaikkan harga BBM ini adalah langkah yang penting untuk dilakukan. Langkah ini tentunya akan meningkatkan inflasi, namun hanya akan terjadi sementara. Langkah ini akan menambah ruang fiskal yang dapat dimanfaatkan untuk sektor-sektor prioritas. Dalam peluncuran tersebut,
Ndiame Diop juga menuturkan bahwa langkah penting yang dilakukan di awal masa pemerintahan ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk Indonesia yang lebih baik. Dalam peluncuran IEQ yang mengusung tema “Delivering Change” ini, Bank Dunia juga menyampaikan proyeksi pertumbuhan PDB untuk Indonesia. Melihat perkembangan ekonomi Indonesia yang tumbuh pada kecepatan moderat beberapa tahun terakhir dan pertumbuhan investasi dan ekspor yang lemah, pertumbuhan PDB untuk tahun 2014 diproyeksi turun menjadi 5,1% dan 5,2% pada tahun 2015. Pertumbuhan PDB pada tahun 2016 diperkirakan akan meningkat menjadi 5,5%. Dalam laporannya, Bank Dunia juga menyatakan bahwa pemerintah harus fokus pada beberapa hal untuk menjalankan agenda reformasinya. Pertama, pemerintah harus meningkatkan pemasukan. Kedua, pemerintah harus meningkatkan pelayanan publik. Terakhir, pemerintah harus meningkatkan fasilitasi bisnis untuk menghadapi ASEAN Economic Community. Dengan menjalankan agenda pembangunan melalui tiga hal ini, diharapkan kemandirian ekonomi Indonesia akan terwujud.
Trias Melia
volume IV nomor 12 edisi Desember 2014 | TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN |
21
Fasilitas Fiskal Untuk Kawasan Ekonomi Khusus
http://ekon.go.id
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menyelenggarakan acara Sosialisasi Fasilitas Fiskal di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta. Acara ini dipimpin oleh Sekretaris Dewan Nasional KEK, Eno Suharto, dihadiri juga oleh sejumlah pemerintah pusat dan daerah. Acara tersebut membahas mengenai fasilitas fiskal yang bisa dimanfaatkan oleh pelaku usaha KEK untuk mengembangkan usahanya. Saat ini pemerintah telah menetapkan delapan Kawasan Ekonomi Khusus, di antaranya KEK Sei Mangkei, KEK Tanjung Api-Api, KEK Tanjung Lesung, KEK Maloy Batuta Trans Kalimantan, KEK Mandalika, KEK Bitung, KEK Palu, dan KEK Morotai. Di antara kedelapan kawasan tersebut, dua Kawasan Ekonomi Khusus akan segera memasuki tahap operasional pada akhir 2014 atau awal 2015. Dalam rangka mempersiapkan kawasan tersebut, pemerintah menyiapkan Peraturan Pemerintah tentang Insentif Fiskal. Fasilitas fiskal yang ditawarkan antara lain, fasilitas pembebasan bea masuk/ penanaman modal; fasilitas kepabeanan dan cukai; dan fasilitas perpajakan. Fasilitas pembebasan bea masuk diberikan kepada perusahaan atau industri yang telah memiliki izin usaha untuk mengolah bahan mentah, bahan baku, bahan setengah jadi dan/ atau barang jadi, menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi. Selain itu, industri jasa yang mendapatkan fasilitas pembebasan bea masuk juga dapat memperoleh fasilitas ini. Pembebasan bea masuk impor mesin, barang dan bahan diberikan
apabila: 1. Belum diproduksi di dalam negeri; 2. Sudah di produksi di dalam negeri namun belum memenuhi spesifikasi yang dibutuhkan; 3. Sudah diproduksi di dalam negeri namun jumlahnya belum mencukupi kebutuhan industri. Fasilitas ke-dua yang dapat diperoleh oleh pengusaha atau industri pada Kawasan Ekonomi Khusus adalah fasilitas kepabeanan dan cukai. Pada fasilitas kepabeanan dan cukai, terdapat beberapa fasilitas yang bisa diperoleh oleh perusahaan/industri, antara lain fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE); Tempat Penimbunan Berikat (TPB); dan Toko Bebas Bea (TBB). Terakhir, fasilitas yang dapat diperoleh adalah fasilitas perpajakan yang terdiri dari Investment Allowance dan Tax Holiday. Sementara, pengertian fasilitas Tax Holiday adalah sebagai berikut : 1. Pembebasan Pajak Penghasilan badan dapat diberikan untuk jangka waktu paling lama 10 Tahun Pajak dan paling singkat 5 Tahun Pajak, terhitung sejak Tahun Pajak dimulainya produksi komersial ; 2. Setelah berakhirnya pemberian fasilitas pembebasan Pajak Penghasilan badan, Wajib Pajak diberikan pengurangan Pajak Penghasilan badan sebesar 50% dari Pajak Penghasilan terutang selama 2 Tahun Pajak. Sumber: Kemeterian Koordinator Bidang Perekonomian
22 | TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN | volume IV nomor 12 edisi Desember 2014
Sri Purwanti
Percepatan Perbaikan Gizi (Scalling up Nutrition/SUN) Untuk Meningkatkan Kualitas Sebagai negara yang berjumlah penduduk terbesar keempat di dunia, yang sebagian besar pada usia produktif dan anak-anak, isu gizi merupakan hal penting yang memiliki hubungan yang kuat dengan pembangunan dan kualitas sumber daya manusia bagi pembangunan nasional. Pembahasan terkait isu gizi tersebut selama ini telah ditangani oleh Deputi Bidang Sumber Daya Manusia dan Kebudayaan, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, dimana Pemerintah berkomitmen kuat untuk mencapai target penurunan jumlah penderita kekurangan gizi buruk pada balita hingga 40 persen pada tahun 2025. Terkait dengan hal tersebut, pada tanggal 14 November 2014 Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian melalui Kedeputian Bidang Koordinasi Pangan dan Sumber Daya Hayati telah mengirimkan delegasinya untuk menjadi anggota Delegasi RI (Delri) pada The Second International Conference on Nutrition (ICN2) tanggal 19-21 November 2014 di Roma, yang dalam hal ini Delri diketuai oleh Deputi Bidang Sumber Daya Manusia dan Kebudayaan Kementerian PPN/Bappenas. Konferensi tersebut diselenggarakan atas kerjasama FAO dan WHO untuk membahas sejumlah
permasalahan terkait dengan isu pangan dan gizi, serta mengatasi berbagai tantangan di bidang pangan dan gizi. ICN2 merupakan pertemuan internasional kedua tentang gizi setelah pertemuan pertama diselenggarakan 22 tahun yang lalu, yaitu pada tahun 1992. ICN2 memiliki arti penting bagi upaya membangun kembali komitmen bersama di tingkat global, regional, dan nasional untuk mengatasi berbagai masalah dan tantangan dalam penanganan pangan dan gizi di masa mendatang, termasuk agenda pembangunan berkelanjutan pasca-2015. Disampaikan oleh Sekjen PBB bahwa ICN2 adalah babak baru untuk mencari jalan keluar dalam mengurangi isu kelaparan dan malnutrisi. Saat ini, lebih dari 100 negara berkembang di Afrika, Latin Amerika dan Karibia, serta Asia Pasifik dan Timur Tengah telah menyampaikan komitmen untuk mengakhiri kelaparan pada tahun 2025. Sebanyak 54 negara telah melakukan gerakan percepatan perbaikan gizi (Scalling up Nutrition /SUN) dan mengarusutamakan gizi ke dalam pembangunan sosial dan ekonomi. Sistem PBB siap menyediakan dukungan efektif bagi upaya tersebut.
Dirjen FAO menyatakan kemajuan telah dicapai oleh negara-negara dalam mengatasi gizi sejak penyelenggaraan ICN1 pada tahun 1992. Namun demikian, malnutrisi masih tetap merenggut jutaan nyawa dan kehidupan manusia. Berdasarkan laporan FAO, terdapat 210 juta penduduk dunia yang kekurangan makanan sejak tahun 1990 dan terdapat 800 juta orang masih menderita kelaparan secara berkesinambungan. Walaupun di sisi lain rata-rata anak pendek (stunting) turun dari 40% menjadi 25%, namun 160 juta anak-anak dunia masih tergolong anak pendek. Pada waktu yang sama, 2 miliar http://mirsadgizi.wordpress.com orang menderita kekurangan gizi. volume IV nomor 12 edisi Desember 2014 | TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN | 23
Dirjen WHO menegaskan bahwa kebijakan konkrit dalam mengatur isu pertanian, produksi pangan, dan gizi sudah sangat baik dewasa ini dengan berbagai kebijakan yang mendukung pencapaian tersebut, namun perlu terus ditingkatkan. Dalam kasus Ebola, Dirjen WHO menyampaikan bahwa kebijakan lingkungan harus diperhatikan oleh komunitas global saat ini. Penanganan Ebola dapat dicegah sejak dini dengan pemberian gizi sehat dan seimbang serta konsumsi pangan yang memiliki nilai gizi tinggi untuk menjamin kehidupan manusia yang sehat dan berkelanjutan. Dalam kaitan itu, WHO telah menyusun dietary and nutritional guidelines dan menjadikan isu keamanan pangan sebagai tema WHO tahun depan. Ditegaskan pula pentingnya upaya bersama meningkatkan koherensi kebijakan di semua sektor untuk mendukung kebijakan pertanian, pangan dan gizi. Walikota Roma pada kesempatan tersebut juga menyampaikan perhatiannya terhadap upaya Pemerintah dalam mengatasi masalah pangan dan gizi melalui perlindungan lahan pertanian dari ekspansi kota, dukungan kepada asosiasi petani, penyediaan lahan 100 hektar untuk mencetak pengusaha muda pertanian, serta inisiatif “ Rome, a City to Cultivate” dengan memperbaiki lahan pertanian dalam kawasan cagar “ Agro-Romano” seluas 500 hektar dan program “ Roman Farmhouses Network”. Konferensi ICN2 berhasil mengesahkan secara konsensus Outcome Documents berupa: (1) Rome Declaration on Nutrition ; dan (2) Framework for Action.
http://nrmnews.com
http://balitapedia.com
Rome Declaration on Nutrion pada pokoknya berisikan
pengakuan terhadap multidimensi masalah pangan dan gizi dalam berbagai bentuk seperti: undernutrition, micronutrient deficiencies, stunting, over weight dan obesitas, serta visi bersama dalam upaya mengatasi hal tersebut. Komitmen tersebut lebih lanjut dijabarkan dalam Framework for Action yang mencakup rekomendasi kebijakan dan program dalam menciptakan lingkungan yang mendukung bagi tindakan efektif, sistem pangan berkesinambungan untuk memajukan pola makan sehat, investasi dan perdagangan internasional, informasi dan pendidikan tentang gizi, perlindungan social, penguatan dan ketahanan sistem kesehatan, pemajuan, perlindungan dan dukungan program ASI, penanganan wasting, penanganan stunting, penanganan overweight dan obesitas, penanganan anemia pada wanita usia produktif, pelayanan kesehatan untuk meningkatkan gizi, air bersih, sanitasi dan higienis, keamanan pangan dan antimocrobial resistance, dan akuntabilitas. Pada general debat di ICN2 tersebut, Ketua Delri berkomitmen untuk mencapai target penurunan jumlah penderita kekurangan gizi buruk pada balita hingga 40 persen pada tahun 2025. Sebagai negara yang berjumlah penduduk terbesar keempat di dunia, yang sebagian besar pada usia produktif dan anakanak, isu gizi merupakan hal penting yang memiliki hubungan yang kuat dengan pembangunan dan kualitas sumber daya manusia bagi pembangunan nasional. Pemerintah Indonesia juga menekankan pentingnya fortifikasi pangan untuk mengatasi masalah
24| TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN | volume IV nomor 12 edisi Desember 2014
kekurangan gizi mikro pada anak-anak dan populasi dewasa, selain anemia pada wanita usia produktif. Pendekatan multi-stakeholders, kerjasama antarnegara dan lembaga-lembaga pembangunan internasional, dengan tata kelola yang benar dan akuntabel, serta menjunjung tinggi kearifan lokal untuk mengatasi malnutrisi termasuk permasalahan gizi lebih yang berpotensi menimbulkan penyakit tidak menular juga menjadi perhatian Pemerintah. Hal ini sesuai dengan Nawacita nomor 5 “Meningkatkan Kualitas Hidup Manusia Indonesia.” Terkait dengan hasil pertemuan Scaling Up Nutrition (SUN) pada ICN2, hal-hal yang perlu segera ditindaklanjuti terkait dengan kebijakan pangan kearah gizi sensitif yang sesuai dengan Nawa Cita Jokowi-JK, yaitu: 1. Menerjemahkan Platform SUN kedalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 yang ditindaklanjuti dengan penyusunan Rencana Aksi Pangan dan Gizi 2015-2019 dan aplikasinya dilapangan ke dalam Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi di masing-masing provinsi dan Kabupaten/Kota.
2. Penguatan sekretariat pelaksana SUN Movement di tingkat nasional yang mampu menyediakan data dan informasi serta memfasilitasi pelaksanaan SUN di pusat dan daerah sebagaimana diamanatkan oleh Peraturan Presiden No. 42 tahun 2013 tentang Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi. 3. Melakukan penyesuaian seluruh dokumen agar sejalan dengan nomenklatur dari K/L dalam Kabinet Kerja, termasuk adalah kebijakan-kebijakan yang perl segera ditempuh. Pada saat yang sama diperlukan advokasi tingkat tinggi terhadap pengambil kebijakan di eksekutif dan legislatif pada tataran pusat dan daerah.
Niken Wulandari
http://intasari,online.com
http://simplybananas.blogspot.com
http://nawasis.com
http://nutrisiuntukbangsa.org
volume IV nomor 12 edisi Desember 2014 | TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN |
25
Ironi Pendidikan di Indonesia Sesuai dengan amanatUUD 1945 pasal 31 ayat 1,2,3, dan 4,kemudian diikuti dengan UU No.20 2003 yang berbunyi dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20 persen dari APBN pada sektor pendidikan dan minimal 20 persen dari APBD. Dana pendidikan saat ini telah menyentuh alokasi minimal 20 persen dari APBN sesuai amanat UndangUndang. Pada 2013 anggaran pendidikan dialokasikan sebesar Rp.345,33 triliun. Di tahun 2014, anggaran pendidikan meningkat sebesar 6,5 persen menjadi Rp.368 triliun, anggaran tersebut terbagi atas porsi APBN sebesar Rp.130,27 triliun dan transfer anggaran pendidikan ke daerah sebesar Rp.238,69 triliun. Ironinya alokasi pendidikan yang besar sejak 2009 belum mampu mendorong pemerataan pendidikan yang berkualitas. Besarnya anggaran pendidikan tidak jarang menjadi jualan elit politik. Hal ini memperparah cita-cita pendiri bangsa ini untuk yaitu setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan yang dibiayai oleh pemerintah.
Indikasi kronis dibidang pendidikan ialah masih banyak siswa dipelosok tidak mendapatkan fasilitas dan dukungan sarana prasarana pendidikan yang memadai. Kendati alokasi anggaran pendidikan mencapai 20 persen dari APBN dan APBD, tampaknya pengelolaan anggaran belum optimal dan tidak tepat sasaran. Anggaran pendidikan masih dibebani oleh tunjangan dan biaya gaji tenaga pengajar. Tunjangan guru terus meningkat, pada 2012 mencapai Rp.30 triliun atau sebesar 9,8 persen dari anggaran pendidikan. Ditahun 2013 dan 2014 meningkat signifikan masing-masing mencapai Rp.43,1 dan Rp.60,5 triliun atau sebesar 12, 98 persen dan 16,41 persen dari anggaran pendidikan. Angka ini lebih besar dari nilai bantuan operasional sekolah (BOS) yang diluncurkan sejak 2006 silam. Nilai BOS di 2014 baru mencapai angka Rp.24,07 triliun atau 6,5 persen dari anggaran pendidikan. Fenomena ini menunjukkan penggunaan dan pengelolaan anggaran pendidikan masih jauh dari optimal. Disatu sisi gaji dan tunjangan guru disuatu daerah meningkat drastis, tetapi nasib guru di wilayah pelosok dan perbatasan masih jauh dari layak.
http://sherlycarols.blogspot.com
26 | TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN | volume IV nomor 12 edisi Desember 2014
Anehnya anggaran BOS yang seharusnya mendapat porsi yang lebih besar, kenyataannya mendapat alokasi anggaran yang lebih rendah dari tunjangan dan biaya gaji tenaga pengajar. Menurut Handoyo dalam penelitiannya BOS memberikan dampak positif bagi peningkatan partisipasi siswa di sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP), namun hanya berpengaruh positif bagi peningkatan nilai Ebtanas SMP (Buletin Smeru, Desember 2012). Hal ini menunjukkan sesungguhnya BOS berpengaruh pada peningkatan partisipasi siswa di sekolah, baik untuk sekolah dasar maupun sekolah tingkat menengah. Artinya, semakin besarnya nilai BOS akan meningkatkan angka partisipasi di sekolah hingga ketingkat yang lebih tinggi, seperti SMA dan Perguruan Tinggi. Namun, porsi anggaran BOS sejak diluncurkan hingga saat ini masih terbilang kecil hanya berkisar 6,5-7 persen saja dari anggaran pendidikan.
Lupa akan peran sesungguhnya
Sesungguhnya pendidikan merupakan cara bagi suatu negara untuk terus meningkatkan kemandirian, kesejahteraan, dan kedaulatan bangsa. Namun, elit politik dan pemerintah seringtidak menyadari akan pentingnya pendidikan dalam menyokong pemerataan dan pembangunan yang berkelanjutan. Tak pelak kemajuan pendidikan di Indonesia masih jauh dari yang diharapkan. Dalam survei PISA-OECD terkait dengan kemampuan matematika, membaca, dan sains, Indonesia menempati peringkat paling bawah dari 65 negara. Tak heran jika hal ini sejalan dengan hasil penelitian UGM yangmenyatakan bahwa daya saing Indonesia terbilang cukup rendah berada diperingkat 44 dari 50 negara. Ketidakpendulian elit negeri ini dalam penguatan pendidikan kian mendaratkan bangsa ini ditengah persaingan global.
Ironi-nya lagi anggaran penelitian yang merupakan bagian dari pendidikan pun hanya mendapat porsi 0,08 persen dari PDB atau berkisar Rp.6 milyar saja. Jika dibandingkan dengan negara serumpun, seperti Singapura dan Malaysia, masing-masing mengalokasikan anggaran penelitian lebih dari 1 persen dari PDB. Maka, tidak mengherankan jika ketergantungan kita terhadap teknologi, produk, dan bahan penunjang asing sangat tampak. Pasar otomotif dan elektronik dikuasai oleh pemain besar dari negeri matahari terbit. Produk China pun tak pelak masuk baik disektor industri tekstil maupun elektronik. Saat ini produk Korea pun kian merajai pasar Indonesia. Menghadapi MEA Indonesia pun kian menjadi target pasar bagi pemain besar, seperti Jepang, China, dan Korea. Ketidaksiapan menghadapi persaingan akan membuat negeri sebagai pasar dan penonton saja. Pemerintah saat ini sudah mulai membenahi kesemrawutan pendidikan di Indonesia untuk menghadapi persaingan global melalui pemerataan, penguatan, dan peningkatan kualitas pendidikan dan penelitian. Hal itu sudah tertuang dalam 9 Agenda Prioritas (Nawacita) Presiden Jokowi. Pemerintahan yang berjalan dua bulan ini pada dasarnya sudah menyadari pentingnya pendidikan, dengan dikeluarkannya Kartu Indonesia Pintar. Namun, implementasinya di lapangan masih menunggu waktu, apakah telah tepat sasaran dan memenuhi rasa keadilan masyarakat? Kita masih menunggu hasilnya.
Felix Peneliti LIPI
http://iforicecream.tumblr.com
volume IV nomor 12 edisi Desember 2014 | TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN |
27
Untuk informasi lebih lanjut hubungi : Redaksi Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Gedung Sjafruddin Prawiranegara (d.h. Gd. PAIK II) Lantai 4 Jalan Lapangan Banteng Timur No. 2-4 Jakarta, 1 071 0 Telepon. 021 -3521 843, Fax. 021 -3521 836 Email :
[email protected] Tinjauan Ekonomi dan Keuangan dapat didownload pada website www.ekon.go.id