Tahun Ke-XV
Disebarkan Secara Gratis
Tahun Ke-XV
Selamat sabat. Sementara kebaktian sabat berlangsung ternyata diskusi mengenai apakah “kompetisi” diperbolehkan atau ‘haram’ bagi umat MAHK berlangsung alot. Itu hanya terjadi dalam diskusi di mailing list (milis) Konferens DKI Jakarta. Satu minggu yang lalu topik ini diangkat kepermukaan, dan gayung pun bersambut. Dalam hitungan menit saja, berbagai tanggapan pun marak dengan argument-argumen, bahkan ayat-ayat dari Alkitab, dan tidak ketinggalan kutipankutipan dari tulisan roh nubuat pun menjadi ‘senjata’ untuk pembuktian bahwa kompetisi di’halal’kan atau di’haram’kan. Terlihat bagaimana antusiasnya umat-umat Tuhan ini memberikan pemahaman yang sangat baik. Mendengar kata “kompetisi” sering kita memandang sebagai satu persaingan yang negatif. Bagaimana jika kata tsb diimplementasikan kepada kata “penginjilan”? Tentu kita sepakat asal kompetisi atau perlombaan penginjilan tsb untuk satu kemenangan yang mengantar dan membawa jiwa-jiwa datang dan mengenal Yesus sebagai satu-satunya jalan keselamatan. Terima kasih kepada semua penulis dan kontributor yang telah mengisi kolom-kolom pada REBUSKA edisi minggu ini, kiranya Tuhan menyempurnakan tulisan maupun berita-berita yang dikirmkan agar dapat menjadi inspirasi bagi para pembaca terlebih boleh menjadi berkat untuk kemuliaan bagi nama Tuhan. Kami mengundang saudara-saudara untuk menyisipkan doa untuk umat-umat Tuhan yang sakit, lemah iman dan yang dalam pergumulan hidup. Terima kasih sekali lagi kepada para Pembaca REBUSKA yang selalu setia menanti beritaberita setiap minggunya. Akhir kata, selamat berkarya bagi pekerjaan Tuhan melalui talenta-talenta yang diberikan-Nya dan kami berharap Anda dapat mengirimkan berita, artikel, pengumuman, kesaksian dan foto-foto, silahkan e-mail langsung kepada Redaksi di alamat email:
[email protected] atau
[email protected]. Seluruh materi diharapkan kami terima di INBOX Redaksi paling lambat pada hari SENIN malam waktu setempat di mana saja anda berada. Terima kasih. kiranya dengan budi baik saudara/i serta pertemuan kita melalui media KADNet dalam buletin REBUSKA dapat membawa berkat bagi kita semua, itulah doa dan harapan kami di hari Sabat ini. Tuhan memberkati..
WILHON SILITONGA
Disebarkan Secara Gratis
Juni 2013
21
GEREJA
Kapal Pesiar atau
GEREJA
Kapal Induk?
B
eberapa waktu yang lalu saya sempat menghadiri sebuah peresmian gereja. Saya ditugaskan mengabadikan acara peresmian bangunan baru ini. Tiba di lokasi saya bangga dengan apa yang saya temukan. Dari luar, bangunannya terlihat megah. Lantai terbuat dari batu marmer yang berkilau, jendela dari kaca patri dengan gambar-gambar pelayanan Yesus. Pintu masuk saja berlapis dua. Pintu pertama terbuat dari kayu ukiran yang lebar dan tinggi, pintu kedua di bagian dalam terbuat dari kaca tebal yang memberi kesan mewah. Kursi hadirin terbuat dari kayu pilihan dilapisi busa empuk. Pendingin ruangan tentu tidak ketinggalan. Saya menengok ke atas, di bagian tengah gereja lampu kandil (chandelier) menggantung indah menawan yang berkilau ketika matahari pagi menembus nya. Perlengkapan multimedia dilengkapi sound system baru, sedangkan LCD projector terbilang pabrikan kelas atas.
BRUCE SUMENDAP
Tetapi hal yang mencolok adalah, gereja megah ini berdiri di tengah-tengah pemukiman yang tergolong menengah ke bawah. Artinya banyak penduduk miskin tinggal di sekita gereja itu. Bahkan saya tidak yakin kalau ada diantara penduduk sekitar yang menjadi anggota gereja 3
Juni 2013
21
tersebut. Kebetulan gereja tersebut hanya berjarak beberapa meter dari pantai. Ketika di malam hari saya mencoba berjalan di pantai untuk mengabadikan gambar gereja ini, saya benar-benar terpesona. Gereja tersebut tampak bagai kapal pesiar yang terang benderang, berlabuh di dermaga yang gelap dan sepi. Saya tergugah untuk mencoba membayangkan bahwa seringkali gereja kita menyerupai sebuah kapal pesiar, bukan saja dari bentuk fisik bangunannya tapi dari pengalaman anggotanya. Anggota yang masuk ke gereja “kapal pesiar”, sama sepertinya penumpang kapal pesiar, datang untuk dihibur dan dilayani. Mereka ditawarkan fasilitas untuk menyenangkan hati. Mereka tidak dituntut untuk berbuat banyak. Malahan mereka menuntut kenyamanan. Kita mendapati bahwa anggota-anggota seperti ini ini cenderung mengukur kualitas pengalaman rohani dalam aspek-aspek seperti, musik, potluck, khotbah—sama seperti cara penumpang kapal menilau pengalamannya. Gereja kapal pesiar sering berfokus kepada kebutuhan anggota-anggota yang rajin ke gereja. Semua pelayanan dan sumber daya gereja diarahkan untuk membuat “penumpang’ mereka senang jangan sampai mereka kecewa dan bersungut-sungut. Para pemimpin gereja tipe kapal pesiar ini menghabiskan banyak waktu dan tenaga kepada anggota-anggota yang sudah berada di dalam gereja. Melawat, berdoa, melayani mereka. Hal ini seringkali membuat mereka lupa untuk menjangkau dan memenangkan orang-orang di seberang sana. Upaya gereja untuk menjangkau anggota baru sangat minim. Coba kita lihat kalender kegiatan jemaat, berapa banyak kegiatan dijadwalkan untuk menjangkau orang di luar gereja? Lihat anggaran jemaat, berapa dana yang di alokasikan untuk berkomunikasi dengan orang di luar sana? Dalam realita, berapa persen dana jemaat yang dialokasikan untuk kegiatan penginjilan dan jangkauan keluar? Kita bisa melihat secara keseluruhan bahwa dorongan untuk mengajak anggota jemaat agar mau ‘turun dari kapal pesiar’ yang nyaman ini untuk berbaur dengan masyarakat di luar sana dan mempraktekkan apa yang mereka pelajari. Tapi kita perlu syukuri bahwa masih banyak gereja-gereja yang memiliki ciri-ciri seperti kapal jenis lain dalam perumpamaan saya--kapal induk. Kapal induk sesungguhnya adalah kapal tempur yang dipersenjatai dengan pesawat tempur di lumbung kapal yang sewaktu-waktu dapat terbang untuk melancarkan serangan ke musuh yang berada jauh hingga ratusan kilometer jaraknya. Gereja ‘kapal induk’ selalu mempersenjatai anggota-anggotanya untuk mencari maksud Tuhan dalam hidup mereka. Mereka diperlengkapi dengan baik untuk dikirim keluar menjalankan misi ke seluruh dunia menjangkau dan melayani orang-orang yang belum mengenal Yesus. Hal ini tidak jauh beda dengan peran para awak di sebuah kapal induk, yaitu memberangkatkan pesawat-pesawat militer untuk menjalankan misi-misi hingga berhasil. Menurut keterangan yang saya dapatkan, sebuah kapal induk ukurannya tidak jauh beda dengan kapal pesiar. Dua-duanya bisa memuat 6.000 orang. Kapal induk raksasa mempunyai 20 lantai diatas permukaan air dan membentang 333 meter panjangnya atau 3 kali tinggi Monas dari haluan ke buritan kapal. Sesunggunya perbedaan paling mencolok antara kapal induk dan kapal pesiar bukanlah ukurannya, tetapi efisiensinya. Para awak kapal induk dapat menerbangkan pesawat setiap 25 detik. Hal ini terjadi begitu cepat sebab serangan dan ancaman musuh bisa datang secara tibatiba. Pemasangan rudal, pengisian bahan bakar, memindahkan pesawat dari lumbung ke dek katas, akhirnya take-off, semua ini terjadai di landasan yang berukuran kurang dari separuh ukuran landasan pacu pesawat normal. Misi adalah segala-galanya bagi setiap kapal induk. Mulai dari pilot pesawat hingga petugas kebersihan di dapur, masing-masing mereka tahu apa peran mereka dan bagimana mereka menjadi bagian dalam mendukung misi utama dari kapal induk. Misi untuk memperlengkapi, 4
Juni 2013
21
mempersiapkan, memberangkatkan dan mendaratkan kembali sebuah pesawat usai menjalankan tugas pentingnya. Gereja kapal induk memiliki misi yang jelas. Misi ini berasal dari tugas agung dari Panglima Surgawi untuk pergi dan menjangkau. Anggaran jemaat, khotbah Sabat, kalender kegiatan, sarana komunikasi dan pembicaraan-pembicaraan kita hendaknya berfokus pada misi ini. Sekarang tanyakan kepada diri Anda, apakah jemaat Anda tipe-nya kapal pesiar atau tipe kapal induk? Gereja kapal induk memiliki pemimpin-pemimpin yang berjiwa misi. Mereka berkhotbah tentang pentingnya upaya memuridkan orang lain. Gereja kapal induk memiliki sahabat-sahabat non-Kristen, non-Advent dan mau bergaul dengan mereka. Anggota-anggota nya mau terlibat dalam penginjilan perorangan, perlawatan dan KKR. Mereka dikenal dan dicintai oleh masyarakat. Mereka rajin mendoakan orang-orang di sekitar mereka, selalu mau mencari hikmat untuk memenangkan mereka. Ciri gereja kapal induk yang lainnya adalah, adanya anggota-anggota baru yang terus bergabung melalui baptisan. Indikator-indikator diatas ini bila terus meningkat, berarti bahwa gereja kita sudah melewati transisi dari kapal pesiar menjadi kapal induk. Gembala jemaat, sebagai nahkoda kapal, harus selalu berusaha agar semua ‘awak kapal’ mau berkorban agar indicator-indikator ini meningkat. Berangkatkan anggota-anggota menjadi ‘pilot-pilot’ tempur mencari sasaran yang baru, menjalankan misi yang baru dan menyelesaikannya dengan sempurna hingga ‘touchdown’ kembali di kapal induk. Ubah gereja Anda sekarang dari gereja kapal pesiar menjadi gereja kapal induk. Sebab perjuangan kita masih panjang dan berat. Efesus 6:12 mengatakan bahwa “karena perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging, tetapi melawan pemerintah-pemerintah, melawan penguasa-penguasa, melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara.” Gereja yang mula-mula bertumbuh di tengah-tengah perjuangan yang berat. Mereka mengarungi 'gelombang laut' dan badai yang tak tertahankan. Aniaya dari pemimpin agama, aniaya dari pemerintah Roma, perlawanan dari anggota gereja sendiri yang mengejar reputasi lebih dari mengejar tabiat rohani. Tapi tantangan terbesar dalam Kisah pasal 6 adalah adalah, mau jadi gereja seperti apakah mereka? Tuhan ingin agar kita menjadi gereja yang menjalankan Misi, menjadikan keintiman bersama Dia sebagai kekuatan, dan senantiasa mengasilkan buah yang kita gunakan untuk menjangkau orang datang kepada Kristus. Selamat mengarungi samudera luas.
5
Juni 2013
21
”Menilai Diri Sendiri”
PDT. JF MANULLANG TK BANDUNG
Saat berkenalan dengan seseorang, biasanya saya mengamati orang itu mula-mula dari penampilan luarnya. Pakaiannya, sepatunya, potongan rambutnya, kosmetiknya, perhiasannya, pewanginya, dan gadget yang digunakannya. Kemudian dalam pembicaraan santai, walau tidak secara langsung saya juga berupaya mengorek informasi lebih jauh tentang siapa dia dan keluarganya, di mana dia tinggal, apa hobinya, pendidikannya, pelayanan atau pekerjaannya, pangkat dan jabatannya, pengalaman masa lalunya, pergumulannya, ambisi dan cita-citanya di masa depan, dan juga kehidupan rohaninya. Setelah sekian kali bertemu dan berinteraksi dengannya, terkadang saya tiba kepada penilaian bahwa orang itu adalah seorang yang baik, ramah, jujur, tulus, bersahabat, menyenangkan, cerdas, bisa diandalkan dan rohani. Atau sebaliknya, orang itu payah, kurang bisa dipercaya, angkuh, sok tahu, merasa diri lebih hebat, dan lain sebagainya. Menilai orang lain adalah hal yang lumrah dan tidak ada masalah selama kita bisa menerima dan mengasihi semua orang apa adanya. Karena kenyataannya, Tuhan sudah lebih dahulu mengasihi kita apa adanya dengan segala keterbatasan, kelemahan dan cacat tabiat kita. Karena itu, sebagai seorang hamba Tuhan, saya harus bisa bergaul dan menerima semua orang dengan latar belakang, sifat dan pembawaan mereka apa adanya. Namun, sebagaimana manusia biasa, bagaimana pun, saya akan merasa lebih nyaman dengan seseorang yang menurut penilaian saya, adalah seorang yang baik, jujur, tulus, dan dapat dipercaya. Persoalannya ialah, bisa saja saya salah menilai seseorang oleh sebab saya hanya manusia biasa yang tidak sanggup mengenal hati orang. Manusia dapat menilai rupa dan tampilan luar seseorang, sedang lubuk hatinya yang terdalam, hanya Tuhan yang tahu (Ams 26:25; Yoh 2:25). Jadi, salah menilai orang tidak bagus, sebab bisa merugikan diri sendiri dan juga orang itu. Namun, yang lebih buruk daripada salah menilai orang lain ialah salah menilai diri sendiri, entah menilainya terlalu rendah (underestimate) atau bahkan terlalu hebat (overestimate). Dan yang paling buruk dari semuanya ialah sementara sibuk menilai dan menghakimi orang lain, tetapi tidak berani menilai diri sendiri. Pertanyaan penting buat kita ialah, apakah kita berani menilai diri kita? Seberapa seringkah dan seberapa seriuskah kita menilai diri sendiri? Menilai diri sendiri adalah satu keharusan (imperatif) dan jauh lebih penting daripada menilai orang lain, khususnya menjelang kedatangan Tuhan kedua kali (parousia) yang sudah makin dekat. Banyak masalah terjadi dengan teman sekasur (suami-istri), teman sedapur (anggota 6
Juni 2013
21
keluarga), teman sesumur (tetangga), teman semazmur (jemaat), teman secatur (sahabat karib), teman sekapur (sekolah), teman selembur (rekan kerja, daerah, konferens, uni, lembaga dan lain sebagainya), bahkan teman sejemur (orang yang hidup di bawah matahari) karena kita lebih sering menilai orang lain ketimbang menilai diri sendiri. Rasul Paulus memperingatkan kita agar jangan menilai (menghakimi) orang lain, tetapi “Baiklah tiap-tiap orang menguji pekerjaannya sendiri; maka ia boleh bermegah melihat keadaannya sendiri dan bukan melihat keadaan orang lain” (Gal 6:45). Apalagi kalau penilaian kita terhadap seseorang itu negatif dan kita jadikan lagi menjadi bahan “gossip ria” berantai yang tak putus-putusnya dengan orangorang lain (Ams 18:8; 26:22) ditambah dengan sarana teknologi informasi yang canggih masa kini. Apa jadinya? Ramai dan heboh luar biasa! Karena itu, ketimbang sibuk menilai orang lain, mengapa kita tidak menilai diri sendiri? Pemazmur berdoa, “Ujilah aku, ya TUHAN, dan cobalah aku; selidikilah batinku dan hatiku. Selidikilah aku, ya Allah, dan kenallah hatiku, ujilah aku dan kenallah pikiran-pikiranku; lihatlah, apakah jalanku serong, dan tuntunlah aku di jalan yang kekal! (Mzm 26:2; 139:23). Hamba Tuhan, Rasul Paulus menulis kepada jemaat Korintus, “Ujilah dirimu sendiri, apakah kamu tetap tegak di dalam iman. Selidikilah dirimu! Apakah kamu (tidak) yakin akan dirimu, bahwa Kristus Yesus ada di dalam diri kamu?” (2 Kor 13:5) Sebelumnya dia juga sudah menulis, “Karena itu hendaklah tiap-tiap orang menguji dirinya sendiri” (1 Kor 11:28). Kita yakin bahwa Paulus berani meminta jemaat Korintus menilai diri mereka hanya karena dia pun dia telah mengevaluasi dirinya sendiri. Ya, kita wajib menyelidiki dan menilai diri kita dalam terang firman Tuhan. Apakah saya sudah mengasihi Tuhan dengan segenap hati, dengan segenap jiwa, dengan segenap kekuatan dan dengan segenap akal budi, dan mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri, bahkan juga orang yang memusuhi saya? (Luk 10:27; Mat 5:44). Apakah saya sudah hidup damai dengan Tuhan (Rm 5:1) dan dengan semua orang (Rm 12:18; Mat 5:9)? Apakah saya sudah menyerahkan diri kepada Roh Kudus agar hati saya yang keras seperti batu diubahkan sehingga saya taat kepada kehendak-Nya? (Yeh 36:26); hidup tulus, serius, dan kudus (1 Tim. 1:5; 3:9; Ibr 12:14; 2 Ptr 3:11); belajar kepada Kristus yang rendah hati dan lemah lembut (Mat 11: 29, 30); memantulkan tabiat buah Roh Kudus (Gal 5:22, 23); menyangkal diri dan memikul salib setiap hari dan mengikut Dia (Luk 9:23); hidup untuk Tuhan (Rm 14:8); dan melakukan segala sesuatu demi Tuhan (Kol 3:23)? Apakah saya sudah menjadi warga negara yang baik dan menjadi tetangga yang baik? (1 Ptr 2:12; 4:15; 1 Tes 4:12; Mat 5:16)? Apakah saya sudah memohon kuasa Tuhan untuk membuang tujuh perkara keji yaitu mata sombong, lidah dusta, tangan yang menumpahkan darah orang yang tidak bersalah, hati yang membuat rencana-rencana yang jahat, kaki yang segera lari menuju kejahatan, saksi dusta yang menyembur-nyemburkan kebohongan dan yang menimbulkan pertengkaran saudara (Ams 6:16-19)? Apakah saya dapat yakin menghadap pengadilan Tuhan (1 Yoh 4:17) dan siap bertemu Dia pada saat kedatangan-Nya (1 Yoh 2:28; Luk 12:40)? Bila jawaban kita terhadap pertanyaan-pertanyaan ini belum “ya,” Yeremia mengimbau, “Marilah kita menyelidiki dan memeriksa hidup kita, dan berpaling kepada TUHAN” (Rat 4:30). Biarlah doa kita, “Tuhan, ajarlah kami menguji diri kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana” (bdk. Mzm 90:10) sehingga setiap hari kita dapat berkata seperti pemazmur, “Bila Engkau menguji hatiku, memeriksanya pada waktu malam, dan menyelidiki aku, maka Engkau tidak akan menemui sesuatu kejahatan; mulutku tidak terlanjur” (Mzm 17:3); atau saat menghadapi masalah yang sangat pelik dan membingungkan dapat berkata seperti Ayub, “Karena Ia tahu jalan hidupku; seandainya Ia menguji aku, aku akan timbul seperti emas” (Ayb 23:10); atau saat menjelang ajal dapat berkata seperti Paulus, “Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman” (2 Tim 4:7); sehingga telinga kita pun akan mendengar keputusan Ilahi yang menenangkan jiwa, “Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia; engkau telah setia dalam perkara kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu!” (Mat 25:21; Luk 19:17)--jfm/ed/rbsk/06/2013 Dulu, saya sangat bangga dilahirkan di dalam keluarga Advent. Mengapa tidak, kami renungan pagi setiap pagi, dan renungan malam setiap malam. Setiap Rabu malam, kami pergi menghadiri ibadah, entah di gereja atau di salah satu rumah anggota jemaat. Walau jarak 7
Juni 2013
21
rumah kami ke gereja sekitar empat kilometer, namun setiap hari Sabat, kami selalu pergi dengan berjalan kaki ke gereja. Tidak pernah absen, kecuali kalau sakit. Persembahan dan persepuluhan selalu kami serahkan sesuai dengan ketentuan di gereja kami. Sedangkan tetangga-tetangga kami, boleh dikata, tidak pernah renungan pagi dan malam. Sangat jarang ke gereja, paling pada musim natal dan tahun baru. Persembahan, yah… sekadar kolekte. Persepuluhan? Boro-boro! Tahu pun tidak! Cukup bayar iyuran, itu pun hanya untuk dapat dilayani bila ada keluarga yang menikah atau meninggal dan lepas sidi. Keluarga kami dikenal sebagai orang taat beragama di lingkungan kami. Tidak merokok, tidak minum kopi, tidak minum teh, apalagi minuman keras serta bahan-bahan perusak lainnya, termasuk masakan yang terlalu pedas dan banyak rempah-rempah penyedap. Kami juga tidak makan babi, anjing, udang, kepiting, lele serta semua binatang haram lainnya. Mereka merasa heran bahwa kami tidak mau menyantap semua yang “enak” itu. “Dasar sipandai (plesetan: seventh-day), tidak tahu mandai!” (Bahasa Batak: menikmati) kata mereka menyindir. Apalagi ketika tahu bahwa kami tidak makan di antara jam makan, tidak minum pada waktu makan, tidak biasa minum soft drink atau makan makanan kemasan, tidak bekerja atau bersekolah setiap hari Sabtu, tidak main kartu catur apalagi judi. Mereka makin heran lagi. Di tambah lagi tidak mendengar atau menyanyikan lagu duniawi, tidak menonton film atau membaca bukubuku komik, cerita silat, novel dan sejenisnya, tidak mengenakan cincin, gelang, kalung dan segala perhiasan lainnya, termasuk pemulas bibir dan warna-warni wajah. Tetangga kami salut kepada kami walau juga merasa aneh karena menjalankan pola hidup seperti itu. Sesungguhnya, tidak ada salahnya menghidupkan pola hidup tersebut asalkan dari hati yang tulus demi kemuliaan Tuhan. Tetapi ada satu hal yang membuat saya merasa tidak enak waktu itu. Kami dicap Farisi! Waktu itu saya kurang tahu apa maksudnya farisi. Baru belakangan saya tahu bahwa kata farisi berasal dari kata farusyim yang artinya memisahkan diri. Farisi adalah satu kelompok orang Yahudi yang berupaya mempertahankan kemurnian ajaran Taurat dengan cara membuat berbagai aturan yang berfungsi sebagai “pagar” agar jangan melanggar Taurat. Masalahnya ialah, bahwa mereka merasa diri lebih benar dari orang lain. Kesalahan orang lain disorot, tetapi kesalahan sendiri tidak disadari. Seorang Farisi pernah berdoa, “Ya Allah, aku mengucap syukur kepada-Mu, karena aku tidak sama seperti semua orang lain, bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezina dan bukan juga seperti pemungut cukai ini; aku berpuasa dua kali seminggu, aku memberikan sepersepuluh dari segala penghasilanku.” (Luk18:11, 12). Sementara “… nyamuk kamu tapiskan dari minumanmu, tetapi unta yang di dalamnya kamu telan” (Mat 23:24) kata Tuhan Yesus mencela mereka. Belakangan saya menyadari bahwa cap farisi itu memang pantas untuk saya. Mengapa tidak, karena saya sering menggunakan standar saya, ukuran saya, peraturan saya, dan juga persepsi saya untuk menghakimi orang lain, entah itu pada saat diskusi Sekolah Sabat, diskusi di dunia maya, di rapat-rapat, atau bahkan saat mengambil renungan, khotbah, sambutan, maupun pembicaraan lainnya. Seringkali saya merasa diri hebat dengan merendahkan orang lain. Sayalah orang suci, orang lain najis! Saya benar, orang lain salah! Sayalah anak Tuhan, orang lain anak Iblis! Sayalah yang pantas diberkati, orang lain pantas dikutuk! Sayalah yang layak masuk surga, orang lain masuk neraka! Pada hal saya tidak tahu, bahwa saya “melarat, dan malang, miskin, buta dan telanjang” (Why 3:17). Tetapi syukur kepada Tuhan, karena walaupun stigma farisi ini memang benar ada pada saya, tetapi Dia juga masih sayang pada saya. Dia tidak membuang saya (Yoh 6:37). Dia menasihati saya supaya “membeli emas yang telah dimurnikan dalam api, agar saya menjadi kaya, dan juga pakaian putih, supaya saya memakainya, agar jangan kelihatan ketelanjangan saya yang memalukan; dan lagi minyak untuk melumas mata saya, supaya saya dapat melihat” (Why 3:18). Sebab “barangsiapa dikasihi-Nya, Dia tegur dan dihajar; sebab itu saya harus merelakan hati saya untuk bertobat!” (Why 3:19). Ya Tuhan, kasihanilah saya Adventist Farisi ini! (Luk 18:13). Ingatlah saya, apabila Engkau datang sebagai Raja (Luk 23:42). 8
Juni 2013
21
REDEMPTION (PENEBUSAN, PENYELAMATAN)', APAKAH MAKNANYA? E. Chang, Cahaya Pengharapan Lukas 21:25-28, 34-36
A LIVE TO ONLY BLESS HUMANITY By Mrs. Ellen G. White
L
ook at the life of many who claim to be Christians. The Lord has endowed them with capabilities, and power, and influence; He has entrusted them with money, that they may be co-workers with Him in the great redemption. All His gifts are to be used in blessing humanity, in relieving the suffering and the needy. We are to feed the hungry, to clothe the naked, to care for the widow and the fatherless, to minister to the distressed and downtrodden. God never meant that the widespread misery in the world should exist. He never meant that one man should have an abundance of the luxuries of life, while the children of others should cry for bread. The means over and above the actual necessities of life are entrusted to man to do good, to bless humanity. The Lord says, "Sell that ye have, and give alms." Luke 12:33. Be "ready to distribute, willing to communicate." 1 Tim. 6:18. "When thou makest a feast, call the poor, the maimed, the lame, the blind." Luke 14:13. "Loose the bands of wickedness," "undo the heavy burdens," "let the oppressed go free," "break every yoke." "Deal thy bread to the hungry," "bring the poor that are cast out to thy house." "When thou seest the naked,. . . cover him." "Satisfy the afflicted soul." Isa. 58:6, 7, 10. "Go ye into all the world, and preach the gospel to every creature." Mark 16:15. These are the Lord's commands. Are the great body of professed Christians doing this work? Christ Object Lesson
pabila kamu melihat semuanya ini, maka kamu tahu bahwa kedatanganku sudah dekat. Oleh karenanya, angkatlah kepalamu sementara seisi dunia sedang ketakutan dan gemetar - jadi harapan kita justru bangkit di sini. Angkatlah kepalamu sebab penyelamatanmu (your redemption) sudah dekat."Apakah makna dari redemption ini? Kata 'redemption' ini di dalam Kitab Suci memiliki makna yang sama dengan keselamatan. Sebagai contoh, Anda bisa temukan cara pemaknaan itu di dalam Lukas pasal 1, misalnya di dalam Lukas 1:68, 71 dan 73 yang berbicara tentang keselamatan. 'Redemption' pada zaman dahulu berarti pembebasan budak dari ikatan perbudakannya Apakah makna 'redemption' itu? Pada dasarnya, kata 'redemption' ini - sebagaimana cara pemakaiannya pada zaman dahulu - berarti pembebasan seorang budak dari ikatan perbudakannya. Ongkos dari 'redemption' itu disebut tebusan. Anda harus membayar tebusan untuk membebaskan seorang budak dari ikatan perbudakannya. Demikianlah, jika budak itu terikat pada seorang majikan, maka Anda harus membayar tebusan itu kepada majikannya, dan selanjutnya budak itu akan dibebaskan dari majikannya. Dia akan menjadi milik dari orang yang menebusnya. Ada banyak orang, yang baik hati dan tidak tega melihat penderitaan para budak ini, seringkali menebus seorang budak dan membebaskannya jika budak itu ingin bebas. Kadang kala, mungkin karena rasa terima kasihnya, si budak justru tidak menginginkan kemerdekaan itu. Oleh karena rasa terima kasihnya, dia mungkin akan berkata, "Biarlah aku melayanimu. Tidak banyak orang yang mau membebaskan seorang budak karena dasar kebaikan hatinya dan bukan oleh sebab lain. Aku ingin tetap bersamamu. Aku ingin melayanimu, kalau engkau mau menerimanya." Dan dalam kasus-kasus semacam ini, seringkali, majikan yang baru itu, yakni orang yang telah menebus si budak, selanjutnya akan memperlakukan budak tersebut seperti anggota keluarganya sendiri. Dia tidak memperlakukan orang tersebut sebagai budak akan tetapi menjadikannya anak angkat. Makna 'redemption' juga bisa sebagai berikut: Allah telah membebaskan kita dari perbudakan dosa Pokok ini sangatlah penting di dalam Kitab Suci karena Allah telah membebaskan kita dari belenggu dosa. Dia membeli kita dengan suatu harga, yaitu darah Yesus. Dia menjadikan kita sebagai milikNya. Dia telah membebaskan kita dari belenggu dosa dan, kemudian, bukannya memperlakukan kita sebagai budak-budakNya, Dia memperlakukan kita sebagai anak9
Juni 2013
anakNya. Sungguh suatu gambaran yang sangat indah. Paulus mengaitkan hal penebusan dengan pengangkatan sebagai anakanak ini, dan kita akan segera melihatnya sesaat lagi. Mereka telah ditebus akan memiliki rasa terima kasih dan pengabdian yang sangat mendalam kepada Dia yang telah memerdekakan mereka Jika kita memang benar-benar telah ditebus, maka akan ada rasa terima kasih yang sangat mendalam, rasa bahwa kita telah menerima suatu kebaikan yang sangat luar biasa karena telah dibebaskan dari majikan yang sangat menindas kita itu. Dosa adalah majikan yang sangat berat untuk dilayani. Anda akan dibuat kesepian. Anda akan dibuat terikat. Anda akan dibuat tidak memiliki arah dan tujuan di dalam hidup ini. Anda akan mengalami kekosongan yang tidak akan pernah bisa terisi. Kita semua pernah menjadi orang non-Kristen di dalam hidup kita, tak seorang pun dari kita yang dilahirkan sebagai seorang Kristen. Kita semua dilahirkan sebagai non-Kristen. Kita semua tahu bagaimana rasanya hidup sebagai seorang nonKristen. Kita tahu seperti apa kehidupan yang kita jalani sebelumnya dan tahu apa yang akan terjadi pada diri kita nantinya jika kita terus melanjutkan keadaan seperti itu. Masa lalu saya sebagai seorang non-Kristen dan dampak dari penebusan saya Jika saya merenungkan tentang diri saya sendiri, kalau bukan oleh karena kasih karunia Allah, akan menjadi orang macam apakah saya ini? Mungkin terlihat bermoral dari sisi luarnya, terlihat sebagai orang baik-baik dari luarnya, namun menyimpan ambisi, keserakahan dan keegoisan. Dan renungan tentang hal ini sangat mengerikan bagi saya karena saya dulu sangat rapi menyembunyikan hal-hal tersebut dan tidak akan membiarkannya terlihat menyolok. Ambisi dan keegoisan saya sangatlah kuat. Namun Tuhan berniat mengubah saya. Dia berniat mengubah seluruh arah dan tujuan hidup saya untuk bisa benar-benar gemar menjangkau orang lain, kasih tidak mengeksploitasi melainkan melayani. Itulah hal yang disebutkan oleh Paulus sebagai "pembaruan akal budi". Pembaruan akal budi ini adalah perubahan arah yang utuh. Hari ini, apa yang telah Allah kerjakan pada diri saya? Saya sangat bahagia tidak menjadi siapa-siapa? Saya tidak menginginkan kedudukan; tidak menghendaki jabatan apapun. Biarlah saya boleh terus melayani dan mengasihi, dan hanya mengasihi Tuhan saja. Itulah yang disebut penebusan, atau lebih tepatnya hasil dari penebusan. Ditebus berarti dibebaskan dari keegoisan, dibebaskan dari ambisi yang meletihkan Ditebus berarti dibebaskan dari keegoisan, dibebaskan dari ambisi-ambisi yang meletihkan. Saya mengambil langkah berjaga-jaga ketika menjadi Kristen dengan cara menghancurkan semua rancangan saya. Saya berpaling dari semua hal itu. Saya meninggalkan semua itu. Tak ada lagi yang tersisa pada diri saya, sama seperti seorang bayi. Dan saya bahagia menjadi seorang anak kecil yang tidak memiliki apa-apa. 'Bala tentara' saya telah lenyap. Ambisi-ambisi saya
21
untuk mengejar dunia telah lenyap, dan tiba-tiba saja Allah benar-benar menjadi Allah saya. Dia telah membebaskan saya. Saya pikir, tak ada hal di dunia ini yang layak untuk menerima pengorbanan nyawa. Saya hanya mau mengorbankan nyawa buat Tuhan. Dan inilah makna dari penebusan, yakni bahwa Anda mengasihi Tuhan, Allah Anda, dengan segenap hati dan pikiran dan kekuatan Anda. Hal ini ada di dalam Perjanjian Lama, pengabdian yang baru yang datang dengan adanya penebusan, dan kata-kata ini disampaikan kepada umat Israel ketika mereka ditebus keluar dari Mesir. 1. Hal pertama yang dijamah oleh Allah adalah hati kita: "Aku (Allah) akan menjauhkan dari tubuh mereka hati yang keras dan memberikan mereka hati yang taat," sebuah hati yang hidup, yang peka kepada Allah Di Markus 12:29-31, hal yang disebutkan bukan sekadar masalah komitmen total saja. Ayat-ayat itu berhubungan dengan suatu perkembangan, terdapat suatu perkembangan dari hati ke jiwa, pikiran dan kekuatan. Keempat unsur itu disampaikan dalam suatu urutan yang mencakup keseluruhan dari diri seseorang. Hati mencakup keseluruhan dari diri manusia, jiwa dan pikiran dan kekuatan juga mencakup keseluruhan dari diri seseorang - akan tetapi hati, jiwa, pikiran dan kekuatan itu menunjukkan aspek-aspek yang berbeda. Sekarang Anda bisa melihat bagaimana penebusan itu terjadi. Saat Allah mulai bekerja, hal pertama yang Dia jamah adalah hati kita, bukankah demikian? Dia berbicara kepada hati kita. Sesuatu terjadi di dalam hati kita. Kata 'hati' di dalam Kitab Suci berkenaan dengan keseluruhan diri seseorang, akan tetapi kata itu secara khusus mengacu pada bagian dari diri kita yang berkenaan dengan perasaan. Perasaan adalah hal yang sangat penting dalam diri seseorang. Jadi, hal pokok yang perlu diperhatikan adalah urutannya: yakni urut-urutan ketika Allah memulai karya penebusanNya. Anda mendapati bahwa berulang kali disebutkan di dalam Alkitab, "Aku (Allah) akan menjauhkan dari tubuh mereka hati yang keras dan memberikan mereka hati yang taat," - hati yang hidup bagi Allah, peka terhadap Dia. Hal pertama yang Dia jamah di dalam kehidupan Anda adalah hati Anda, itulah yang terjadi jika Allah yang berkarya. Kita harus belajar membiarkan Allah bekerja di dalam hati seorang non-Kristen Ini juga merupakan alasan bahwa jika saya berbicara dengan seorang non-Kristen, tujuan saya bukanlah untuk mengalahkannya lewat perdebatan intelektual. Mengawali langkah dengan menaklukkan akal pikiran seseorang berarti mengacaubalaukan urutan karya penebusan ini. Jika Anda mengalahkan seseorang secara intelektual, maka orang itu akan merasa dipermalukan. Jika Anda mengalahkan orang tersebut secara intelektual, maka dia hanya akan menjadi seorang Kristen intelektual saja. Ini bukan hal yang baik. Kita tidak menginginkan hal yang seperti itu. Kita ingin agar Allah yang bekerja di dalam hatinya; menjamah dia di bagian yang penting, pada kedalaman hatinya, karena hati kita berada di tempat yang paling dalam pada diri kita. Saat saya melihat 10
Juni 2013
21
Allah berbicara kepada seseorang, saya menyaksikan sukacita. Mengapa kita menangis? Karena Allah telah menjamah hati kita.
penting untuk memahami hal ini. Kita harus memastikan bahwa benak kita mengasihi Allah sepenuhnya jika kita ingin akal budi kita berfungsi secara rohani.
2. Allah bekerja di dalam jiwa kita: segenap kepribadian dan hidup kita terkena dampaknya Lalu apa selanjutnya? Jika kita berhenti dengan hati saja, maka hal itu sudah merupakan suatu kesalahan. Kita tidak boleh berhenti di sana. Dari hati, Allah melanjutkan ke seluruh kepribadian kita. Jiwa menurut Alkitab adalah segenap kepribadian kita, karakter kita. Segenap hidup kita. Segenap keberadaan seseorang disebut jiwa. Di dalam kitab Kejadian, kita membaca bahwa ketika Allah menciptakan Adam, dia disebut sebagai makhluk hidup (living soul), maksud dari ungkapan tersebut adalah bahwa Adam adalah makhluk yang memiliki kepribadian. Demikianlah, mula-mula pekerjaan itu dilakukan di dalam hati, dan jika kita berhenti di sana, maka peristiwa itu hanya akan menjadi semacam kilasan perasaan saja. Jika kita menghentikan Allah di titik itu dan berkata, "Aku sudah puas, ya Allah. Tidak perlu dilanjutkan lagi." Maka kita akan membuat suatu kesalahan karena Allah bekerja dari hati lalu ke jiwa. Segenap kepribadian, segenap hidup kita terpengaruh.
Pemahaman rohani (insight) - muncul ketika akal budi bisa memahami Allah dan kebenaran-kebenaran rohani
3. Penebusan Allah juga harus berdampak pada pikiran kita Namun hal yang ketiga juga sangatlah penting bagi kita: karya itu juga harus berdampak pada pikiran kita. "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu." Apakah artinya? Kata akal budi di dalam bahasa Yunani adalah dianoia. Kata dianoia ini memiliki tiga aspek, tiga arti, dan semua arti tersebut sangatlah penting bagi kita. (a) Kecerdasan - kecerdasan dipakai untuk menganalisa, akan tetapi kecerdasan (tanpa Allah) tidak akan bisa memahami hal yang rohani Arti yang pertama adalah bahwa karya itu mempengaruhi pemahaman saya, kecerdasan saya, pandangan saya. Jika Anda ingin maju di dalam kehidupan Kristen, hal ini tidak boleh menjadi sekadar karya Allah di dalam hati Anda, hal yang telah Anda alami secara mendalam. Anda tahu bahwa Allah telah mengerjakan sesuatu di dalam hati Anda. Dan karya tersebut bukan sekadar harus tercermin keluar dalam bentuk watak yang baru melainkan juga harus mempengaruhi akal budi kita. Pikiran dapat dan memang harus berfungsi secara rohani dengan mengasihi Allah sepenuhnya Sangatlah penting bahwa dengan berfungsi secara rohani lewat akal budi kita. Jangan hanya berfungsi secara akademik saja, karena jika kita sekadar berfungsi secara akademik, seringkali kita akan berfungsi secara duniawi. Dan jika kita melakukan hal tersebut, berarti kita telah kalah secara rohani. Akal budi hanyalah alat dan jika kita membiarkan budak itu menjadi majikan, maka kita akan menghadapi masalah besar. Sangatlah
Ada tiga hal yang muncul sehubungan dengan kata 'akal budi' di dalam pemaknaannya di dalam Kitab Suci. Yang pertama berkaitan dengan kecerdasan kita, pengertian atau persepsi rohani. Seorang non-Kristen bisa saja sangat cerdas, sangat cerdik akan tetapi sangat buta. Dia tidak bisa memahami halhal yang rohani. Akal budinya, entah mengapa, tidak berfungsi di tingkat rohani dan ini adalah suatu bencana. Jika Anda berbicara dengannya tentang hal-hal seperti fisika, dia bisa mengerti fisika. Jika Anda berbicara tentang hal kimia, dia bisa mengerti kimia. Dalam hal matematika, dia juga bisa mengerti matematika. Namun, jika Anda berbicara tentang hal rohani kosong! Pembicaraan terputus! Pikirannya serasa kosong. Itulah hal yang disebutkan dalam Kitab Suci. Akal budi tanpa Allah itu buta. Tak heran ketika kita datang kepada Tuhan, pikiran kita segera saja dibebaskan juga. Pikiran ini seperti terbuka tirainya. Tiba-tiba saja kita bisa memahami hal-hal yang tidak pernah terlihat oleh kita sebelumnya. Pikiran kita memasuki suatu dimensi pemahaman yang baru. Ini adalah hal yang sangat penting. Itulah sebabnya mengapa kita tidak mau berusaha meyakinkan seorang non-Kristen secara intelektual karena dia tidak akan bisa memahaminya. Sama saja seperti berusaha meyakinkan seorang buta bahwa ada warna yang disebut merah. Mulai menjangkau orang dari hati, lalu ke jiwa dan kemudian akal budi Itulah sebabnya mengapa kita harus memahami lagi urutannya: dari hati lalu ke jiwa dan kemudian ke akal budi. Banyak penginjil zaman sekarang, atau kita sebut saja para apologis, yaitu, orang-orang yang berusaha membuktikan iman Kristen dengan memakai akal budi, melakukan kesalahan. Usaha mereka itu sama seperti usaha meyakinkan seorang buta untuk mempercayai sesuatu hal. Akan tetapi si buta ini tidak bisa melihatnya. Bagi dia hal itu tidak ada atau tidak nyata. Namun jika Allah bekerja di dalam hati Anda, lalu masuk ke jiwa Anda dan akhirnya menjangkau akal budi Anda, maka Anda akan kagum! Anda bisa memahami hal-hal yang tidak Anda pahami sebelumnya. Inilah sebabnya mengapa Kitab Suci menyebutkan kesejajaran tersebut, lewat ungkapan 'tadinya aku buta namun sekarang aku bisa melihat'. (b) Pola atau cara pandang yang khusus Makna yang kedua berkenaan dengan cara berpikir atau yang lebih sering kita sebut sebagai sikap (attitude). Kita mengasihi Allah, dan itu berarti bahwa hal tersebut sudah menjadi sikap dari pikiran kita (our dispositon). Akal budi ini sekarang mulai bisa melihat secara rohani hal-hal yang tadinya tak terlihat oleh kita. Selanjutnya, hal-hal tersebut menjadi suatu cara pandang. Anda akan lihat betapa seorang manusia yang rohani berpikir 11
Juni 2013
dengan cara tertentu. Dan jika Anda bercakap-cakap dengan dia, Anda akan tahu bahwa dia memiliki suatu cara berpikir yang khusus. Dan cara berpikir itu menjadi bagian dari dirinya. (c) Tujuan atau rencana - akal budi memutuskan dan merencanakan Hal ketiga yang berkenaan dengan makna dasar akal budi adalah tujuan atau rencana. Artinya, akal budi selalu mewujudkan dirinya melalui tujuan atau rencana. Sangatlah penting untuk membiarkan pikiran rohani Anda menjadi aktif di dalam pekerjaan Allah Saat Anda datang kepada Tuhan, saat Anda telah ditebus, Anda mulai menjalani hidup Anda dalam suatu rencana yang baru, arah dan tujuan yang baru. Dan inilah yang saya maksudkan dengan konsolidasi. Contohnya Anda telah melihat bagaimana gereja itu seharusnya dan bisa seperti apa gereja nantinya. Gereja seharusnya menjadi seperti yang diajarkan di dalam Kitab Suci. Oleh karena itu, kita membuat suatu rencana dengan kasih karunia Allah, supaya kasih dan rencana Allah ini bisa digenapi di dalam gereja. Itulah sebabnya mengapa Paulus menjadi seorang raksasa rohani, dan saat ini saya sedang berusaha membagikan kepada Anda rahasia untuk menjadi raksasa rohani. Yakni, dengan membiarkan Allah bekerja penuh di dalam hati Anda. Lalu, biarkanlah Dia bekerja ke dalam jiwa, ke dalam segenap hidup Anda, mempengaruhi karakter Anda dan selanjutnya ke dalam akal budi Anda, menempatkan pikiran Anda - yaitu alat kerja Anda - sepenuhnya melayani kebenaran dan kebajikan, memiliki kemampuan untuk memahami persoalan sehingga mampu mengkonsolidasi posisi Anda. Melangkah maju dengan pikiran yang rohaniah dan juga kesatuan pikiran Demikianlah hal yang disampaikan oleh Paulus kepada jemaat di Korintus di dalam 1 Korintus 1:10, bahwa bukan hanya sebagian dari kita saja yang perlu memakai akal budi kita akan tetapi kita semua harus bersatu di dalam pikiran yang sama. Sangatlah penting bagi seorang Kristen untuk bersatu dalam pikiran yang sama, bersatu bukan sekadar dalam kasih yang sama melainkan juga dalam pikiran yang sama. Jika tidak, akan muncul bahaya besar yaitu perpecahan. Masalah yang muncul di kalangan umat Tuhan terjadi karena adanya sebagian dari umat itu yang tidak bisa melihat hal-hal tersebut. Mereka telah mengalaminya akan tetapi tidak bisa memahaminya secara mendalam. Oleh karenanya, mereka tidak bisa bersatu di dalam pikiran yang sama. Di dalam hal ini, kita harus melangkah maju bersama-sama dengan kasih yang sama, pengalaman bersama untuk mencapai satu pikiran supaya kita bisa memenangkan peperangan ini bersama-sama. Apa yang salah dengan pesta pora dan kemabukan? Kedua hal itulah yang akan membuat pikiran Anda menjadi kabur. Pernahkah Anda mabuk? Saya harap tidak. Akan tetapi jika Anda minum alkohol terlalu banyak, Anda akan merasakan bahwa pikiran Anda menjadi kabur, tidak bisa berpikir jernih
21
lagi. Dan Tuhan tidak menghendaki hal itu. Dia ingin agar pikiran Anda sejernih kristal. Oleh karena itu Dia berkata, "Jangan sampai kerohanianmu mabuk. Berjaga-jagalah! Waspadalah!" Karena kita perlu untuk berkonsolidasi; kita harus melangkah maju. 4. Pada akhirnya, karya penebusan Allah itu harus mempengaruhi seluruh kekuatan kita Demikianlah, tanpa ada yang ditahan-tahan, kita kerahkan segenap tenaga dan kekuatan kita untuk membangun Kerajaan Tuhan, untuk mengasihi Dia dan mengasihi sesama manusia tanpa menahan-nahan apapun sehingga seluruh rencana kekalNya bisa digenapi di dalam diri kita.
Jika kamu tak mau belajar mencinta, maka kamu nanti akan terbiasa membenci. Dan, suatu saat kamu akan bingung membedakan keduanya. Mereka yang mencintaimu tak akan mungkin tega melukaimu. Untuk itu. jangan kamu lukai mereka dengan mencintai orang lain. Cinta tak kan menuntut kesempurnaan. Cinta kan menerima, memahami, rela berkorban. Karena seharusnya cinta membuatmu bahagia, bukan tersiksa
12
Juni 2013
21
CARA MENGATASI KENAKALAN REMAJA Dalam artikel sederhana ini kami mencoba mengajak para pembaca untuk menyorot masalah kenakalan remaja dengan pengharapan bagi kita ada tambahan masukan agar kita dapat mengetahui cara mengatasinya. DEFINISI KENAKALAN REMAJA MENURUT PARA AHLI:
PDT. H.M. SIAGIAN JAKARTA
Kenakalan Remaja dapat diartikan sebagai suatu kelaianan tingkah laku, perbuatan atau tindakan Remaja yang bersifat Asosial, bahkan anti social dan melanggar hukum. Kenakalan remaja adalah pelampiasan masalah yang dihadapi oleh kalangan remaja yang tindakannya menyimpang. Sedangkan menurut Santrock, “Kenakalan remaja merupakan kumpulan dari berbagai perilaku remaja yang tidak dapat diterima secara sosial hingga terjadi tindakan criminal”. Adapaun jenis-jenis kenakalan remaja antara lain: -Penyalahgunaan narkoba. -Seks bebas. -Tawuran antara pelajar. Faktor-faktor yang menyebabkan kenakalan remaja (dari segi lingkungan) Dilihat dari lingkungan Remaja dalam kehidupan sehari-harinya ada pada 3 lingkungan antara lain: lingkungan keluarga, lingkungan lembaga pendidikan (sekolah) dan lingkungan masyarakat. Dari ketiga lingkungan tersebut para remaja akan tumbuh, akan terbentuk dan akan matang kepribadiannya serta tingkah laku yang baik maupun tingkah laku yang dikategorikan nakal, yang kesemuanya tergantung pada sikap mental remaja itu sendiri yang berkaitan erat dengan baik buruknya situasi dan kondisi tiga lingkungan tersebut. 13
Juni 2013
21
1. Keluarga (rumah tangga) Hasil dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak/remaja yang dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang tidak baik atau disharmoni keluarga, maka resiko anak untuk mengalami gangguan kepribadian menjadi berkepribadian antisosial dan berperilaku menyimpang lebih besar dibandingkan dengan anak yang dibesarkan dalam keluarga sehat atau harmonis . Di dalam lingkungan keluarga, hal-hal yang perlu dihindarkan antara lain: terlalu memanjakan anak, terlalu mengekang, diperlakukan seperti anak kecil, perbedaan antara anak yang satu dengan yang lainnya, masalah keluarga yang tidak wajar diketahui anak tersebut. Hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain: Rasa kasih saying, menyempatkan waktu untuk anak, melatih tanggungjawab, mendorong berprestasi menanamkan norma yang baik dalam keluarga dan sebagainya. 2. Sekolah Kondisi sekolah yang tidak baik dapat menganggu proses belajar mengajar anak didik, yang pada gilirannya dapat memberikan “peluang” pada anak didik untuk berperilaku menyimpang. Misalnya, kurikulum sekolah yang sering berganti-ganti, muatan agama/budi pekerti yang kurang. Dalam hal ini yang paling berperan adalah guru Agama, guru PKN dan Bimbingan Konseling, meskipun semua elemen sekolah bertanggung jawab atas perilaku anak di sekolah. Mungkin juga pada waktu istirahat jam-jam kosong disalahgunakan oleh mereka baik sesama siswa, juga ketika berada di luar sekolah, dapat mempengaruhi dan merusak moral pada siswa demi kepentingan pribadi ataupun tujuan lain. Ada juga pengaruh dari rekan-rekan atau sifat iri sehingga ingin untuk memiliki dengan melakukan jalan yang paling mudah yakni dengan jalan mencuri. Kita juga mengetahui bahwa sifat kejiwaan masa remaja lebih mudah dipengaruhi dan memiliki sifat ingin tahu. Pada umumnya sifat remaja tidak berani bertindak sendirian, tindakan mereka terdiri dari beberapa anak remaja dan ketemunya sesama rekannya di sekolah. Satu sama lain mereka saling mempengaruhi, saling mengeluarkan pendapat walaupun mula-mula hanyalah iseng atau ingin tahu tetapi pada akhirnya terjadilah perbuatan kenakalan remaja. Sangat penting bagi para orangtua untuk memilihkan lingkungan sekolah yang baik untuk anak-anaknya, agar anak dapat memperoleh pendidikan yang sesuai, jangan memilih sekolah yang sudah tercemat nama baiknya atau jangan hanya sekolah yang mengajarkan ilmu-ilmu dunia dan tidak mengajarkan ilmu-ilmu kerohanian/agama. 3. Kondisi Masyarakat (Lingkungan Sosial) Jika anak hidup dan berkembang di lingkungan yang buruk maka akhlaknyapun akan seperti itu adanya, begitu juga sebaliknya jika dia berada di lingkungan yang baik/sehat maka ia akan menjadi baik pula. Faktor kondisi lingkungan sosial yang tidak sehat atau “rawan”, merupakan faktor yang kondusif bagi anak/remaja untuk berperilaku menyimpang. Faktor lingkungan yang sehat misalnya:ini dapat dibagi dalam 2 bagian, yaitu pertama, faktor kerawanan masyarakat dan kedua, faktor daerah rawan (gangguan kamtibmas). Kriteria dari kedua faktor tersebut, antara lain: Faktor Kerawanan Masyarakat (Lingkungan) 1. Tempat-tempat hiburan yang buka hingga larut malam bahkan sampai dini hari 2. Peredaran alkohol, narkotika, obat-obatan terlarang lainnya 3. Pengangguran 4. Anak-anak putus sekolah/anak jalanan 5. Wanita tuna susila (wts) 6. Beredarnya bacaan, tontonan, TV, Majalah, dan lain-lain yang sifatnya pornografis dan kekerasan 7. Perumahan kumuh dan padat 8. Pencemaran lingkungan 9. Tindak kekerasan dan kriminalitas 10. Kesenjangan sosial 14
Juni 2013
21
Daerah Rawan (Gangguan Kantibmas) 1. Penyalahgunaan alkohol, narkotika dan zat aditif lainnya 2. Perkelahian perorangan atau berkelompok/massal 3. Kebut-kebutan 4. Pencurian, perampasan, penodongan, pengompasan, perampokan 5. Perkosaan 6. Pembunuhan 7. Tindak kekerasan lainnya 8. Pengrusakan 9. Coret-coret dan lain sebagainya Kondisi psikososial yang seperti ini, merupakan faktor yang kondusif (rawan) bagi terjadinya kenakalan remaja. SOLUSI/Cara Mengatasi Kenakalan Remaja: Dari berbagai permasalahan yang terjadi dikalangan remaja masa kini, maka tentunya ada beberapa solusi yang ditawarkan kepada kita: 1. Membentuk lingkungan yang baik. -Caranya ialah agar anak-anak itu lebih banyak berkumpul dan bergaul dengan orang-orang yang takut akan Allah atau memilih teman yang dekat dengan Tuhan. Jika hal ini mampu kita lakukan maka peluang bagi remaja/anak untuk melakukan hal yang negative akan sedikit berkurang. 2. Sekolah –Sekolah adalah lembaga pendidikan formal yang memiliki pengaruh kuat terhadap perkembangan remaja. Ada banyak hal yang bisa kita lakukan di sekolah untuk memulai perbaikan remaja, diantaranya melakukan program mentoring pembinaan remaja lewat kegiatan kerohanian. 3. Pembinaan dalam keluarga: Keluarga adalah sekolah pertama bagi anak. Mulailah perbaikan dari sikap yang paling kecil, seperti selalu berkata jujur meski dalam candaan/gurauan. Jangan sampai ada kata-kata bohong, dan jangan lupa adakan kebaktian pagi. Orangtua adalah orang yang paling bertanggungjawab dengan akhlak dan perilaku anaknya. Orangtua harusnya memberikan perhatian lebih terhadap anak-anak mereka. “Bilamana orangtua menyadari pentingnya pekerjaan mereka dalam mendidik anak-anak mereka, bilamana mereka menyadari bahwa hal itu mencakup perkara-perkara yang baka, maka mereka akan merasa bahwa mereka harus menggunakan waktu dan pemikiran mereka yang terbaik untuk pekerjaan ini”. E.G. White, Membina Anak Yang Bertanggung Jawab, hal.196. Perlu kita ingat bahwa kelengahan, keteledoran dari salah satu lingkungan, merupakan kegagalan dalam pembinaan remaja dan akan berarti sia-sialah atau gagallah pembinaan oleh lingkungannya. Jadi, masalah Kenakalan Remaja merupakan sebagian masalah sosial yang saling kait mengait satu sama lain dan kompleks sehingga dalam pembinaan remaja serta mengatasinya mengharuskan adanya koordinasi fungsional dan lintas sektoral dari semua pihak yang ada hubungannya serta mempunyai tanggungjawab demi keselamatan masa depan remaja khususnya untuk kepentingan Nusa dan Bangsa pada umumnya. Masih banyak hal lain yang bisa kita lakukan dalam memperbaiki kenakalan yang terjadi saat ini. Semuanya adalah merupakan tanggung jawab kita. Marilah kita bekerjasama untuk memperbaiki masa depan generasi kita, karena hitam dan putih bangsa ini ada ditangan mereka semua. Jika kita tidak memulai dari sekarang dan dari kita sendiri, maka siapa lagi yang akan memulai dan memperbaikinya.
15
Juni 2013
21
KOMUNIKASI KELUARGA
Talk Show AWR Oleh Nico J.J. Koroh
Adventist World Radio Diskusi Komunikasi dalam Keluarga No 124
DAPATKAH KOMUNIKASI IT MASA KINI MENGGANTIKAN KOMUNIKASI KELUARGA? (Ayura) Sdr pendengar sekalian di mana pun anda berada, dari studio Ayura Josef mengucapkan selamat bertemu kembali dalam acara “komunikasi keluarga” dan bpk Nico J.J.Koroh masih tetap berada dengan kami distudio, apa kabar pak Nico? Sehat selalu bukan pak? (Nico) Terimakasih Ayura, saya sehat-sehat saja sampai saat ini dengan berkat Tuhan tentunya, kami harapkan juga demikian pula dengan keadaan para pendengar kita bersama keluarga mereka masing-masing. (Ayura) Rasanya memang merupakan suatu wacana akhirakhir seolah-olah kehadiran teknologi informasi dalam kehidupan kita sudah dapat menggantikan komunikasi keluarga, bagaimana pandangan pak Nico? (Nico) Memang tentu hal ini merupakan suatu wacana dewasa ini, memang disatu hal tidak dapat dipungkiri bahwa kemajuan teknologi informasi dewasa ini, merupakan suatu hal yang menakjubkan , bayangkan saja kalau kita jalan-jalan di kota Jakarta sekarang ini, hampir tidak ada orang lagi yang saya lihat tidak sibuk dengan HP yg sedang menempel ditelinga mereka, saya kira di rumah pun menjadi seperti itu, istri saya pun lebih banyak ngomong dengan HP nya dari pada ngomong dengan saya. (Ayura) Ah yang bener saja pak Nico, masa bisa sampai seperti itu?
(Nico) Betapa tidak, ditangan beliau paling tidak ada tiga buah HP, disamping fix line yang tidak kalah sibuknya berdering, jadi yang pasti frekwensi komunikasi kita paling tidak berkurang bukan? Tapi saya kira bila kita kembali kepada isu kita saat ini, apakah teknologi informasi dapat menggantikan komunikasi dalam keluarga, justeru kalau menurut hemat saya IT bahkan lebih dapat mengintensifkan komunikasi keluarga dan bahkan dapat memperluas jangkauan dan jaringannya dalam komunikasi keluarga. (Ayura) Maksudnya seperti apa itu pak Nico? (Nico) Tentu kita bisa mengambil hal yang positif dari kemampuan teknologi informasi yang serba canggih ini, contoh saja, dulu barangkali sangat sulit kalau kita ingin berhubungan dengan keluarga kita yang berada di pedesaan, tapi dengan kemudahan adanya HP maka hampir diseluruh pelosok Indonesia sudah kita dapat hubungan melalui HP, bahkan sekarang melalui internet, nah tentu hal seperti ini merupakan suatu peluang bagi kita untuk dapat lebih mempererat hubungan dalam kelaurga bukan? (Ayura) Memang benar sih Pak Nico, saya juga dapat merasakan nilai tambah dari kemajuan teknologi informasi ini tetapi banyak juga efek samping yang sangat mempengaruhi komunikasi keluarga itu sendiri bukan begitu pak? 16
Juni 2013
(Nico) Memang benar, seperti yang pernah juga kita diskusikan beberapa waktu lalu tentang aspek negatif dari internet, memang itu benar, sebab menurut hemat saya, setiap tahap kemajuan teknologi pasti ada efek sampingnya dan semua akan tergantung pada manusia itu sendiri bukan, bagaimana cara yang paling efektif untuk mengendalikan diri dan mengendalikan keluarga, dan bukan sebaliknya teknologi informasi yang mengendalikan kita. (Ayura) Tapi dalam kenyataannya kita kan sudah semakin tergantung pada teknologi informasi itu pak Nico? Tapi sebelum mendengarkan diskusi selanjutnya, baiklah kita dengarkan dulu lagu selingan berikut ini, para pendengar, selamat mendengarkan.
21
lakukan seperti lima atau sepuluh tahun yang lalu, nah ini merupakan segi yang sangat positif bukan? (Ayura) Tapi dengan demikian pengendaliannya akan semakin rumit bukan pak Nico? (Nico) Ya kembali lagi contoh dengan “facebook”, bagaimana kita dapat mengatur waktu kita untuk hanya dibuang sia-sia dengan membaca cerita dan gosip melalui facebook, tapi kita harus tetap dapat mengendalikan diri kita Ayura. Semuanya bergantung cara kita mengendalikan waktu kita , jangan sampai waktu kita hanya tercurah untuk menghadapi peralatan canggih –canggih itu, kemudian kita lupa untuk senantiasa berhubungan dengan sang Pencipta kita, saya kira hal ini merupakan bagian penting dari komunikasi keluarga kita.
(Nico) Memang benar Ayura, oleh karena kita manusia sudah terlalu dininabobokan dengan teknologi informasi tersebut, sehingga seolah-olah tanpa komputer atau tanpa HP kehidupan kit akan semakin sulit, dan terus terang hal itu saya sudah bisa rasakan sendiri, tanpa komputer dan HP memang bisa kewalahan kita ini, namun saya pun tidak menyetujui bahwa komunikasi keluarga dapat digantikan oleh kemampuan informasi teknologi, walaupun sudah secanggih apa pun keberadaanya dewasa ini.
(Ayura) Maksudnya dengan berdoa begitu pak Nico?
(Ayura) Mengapa seperti itu pak Nico?
(Nico) Ya benar, hanya dengan demikian kita dapat mengendalikan diri kita, bahkan dapat mengendalikan hati dan pikiran kita dan kita tidak perlu takut dengan segala keberadaan media kecanggihan yang berada disekitar kita karena “Tuhan sendiri sudah berjanji Firman Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku”Mz 119:105. Nah jelas bukan, tapi kalau kita tidak pernah punya waktu untuk membacanya, tentu kita akan sangat mudah untuk tergelincir kemana-mana.
(Nico) Oleh karena “komunikasi keluarga” itu adalah membangun saling pengertian yang mendalam terutama antara suami dan istri dan anak-anak dan demikian pula sebaliknya, kita bisa langsung dapat merasakan, jadi disamping kita membina hubungan yang semakin erat, tapi kita juga harus membangun saling pengertian, di mana kita dapat saling membaca getaran jiwa bahkan getaran hati masing-masing anggota keluarga kita, dan secanggih-canggihnya internet HP dan segala asesorisnya tidak dapat mengantikan fungsi komunikasi keluarga. (Ayura) Tapi barangkali kalau dikatakan dapat melengkapi barangkali bisa dikatakan begitu pak? (Nico) Ya seperti yang saya sudah ungkapkan tadi, justru teknologi informasi memang dapat melengkapi bahkan dapat mengembangkan jangkauan komunikasi keluarga. (Ayura) Contohnya seperti apa sebenarnya pak Nico? (Nico) Nah kita ambil misalnya dengan keberadaan “facebook” misalnya, ternyata melalui media ini saya sekarang dapat lebih mengenal saudara-saudara saya atau marga saya yang tidak saya ingat lagi orang tua mereka, melalui facebook, ternyata mereka mau mengatakan:”oh saya Om anak dari si ini, dia menyebutkan nama seseorang yang ternyata kami memiliki hubungan keluarga yang dekat. Itu kan belum tentu dapat kita
(Nico) Bukan hanya berdoa saja, tapi kita harus senantiasa sediakan waktu kita untuk membaca Firman Tuhan, sebab tanpa itu, lama-lama kita hanya mau berhubungan dengan Tuhan hanya kalau sudah menghadapi kesulitan. (Ayura) Wah betul juga pak, jadi dalam komunikasi keluarga hubungan kita dengan Tuhan haru senantiasa diutamakan begitu pak?
(Ayura) Jadi benar pak Nico, apabila hati dan pikiran kita tetap terarah pada Tuhan, kita akan sulit untuk dibelokkan ke manamana. (Nico) Ya benar sekali Ayura, dan untuk itu kita harus memiliki komitmen, bila tidak bisa saja hanya merupakan semboyan yang tidak ada artinya sama sekali. (Ayura) Terima kasih banyak pak Nico atas diskusi ini, mudah-mudah dapat berguna juta gai para pendengar kita dimanapun mereka berada, dan dari studio kami ucapkan selamat berpisah, sampai jumpa lagi dalam acara yang sama, kiranya Tuhan memberkati kita semua.
17
Juni 2013
PERESMIAN KANTOR NORTHERN NEW ENGLAND CONFERENCE (NNEC) YANG BARU DILAPORKAN OLEH: SAM KAMUH - TK
21
dilakukan berbagai renovasi. Carlyle Simmons, Sekretaris Eksekutif Atlantic Union Conference, memberi pesan untuk senantiasa mengundang Allah menjadi bagian dari kantor/bangunan ini: “Allah harus terlibat, Allah harus diakui dan dihargai dalam setiap hal yang kita perbuat dan yang kita capai. Pastikan apa yang kita lakukan, tidak meluputkan Tuhan”. Northern New England Conference membawahi gereja gereja Advent di Maine, New Hampshire dan Vermont. Konfrens ini memiliki keanggotaan sekitar 5200 orang, memiliki 60 gereja, 13 SD, 2 SMP/SMA, tempat perkemahan seluas 200 acres (kira-kira 800m2) di Weld, 48 unit perumahan orang tua, RS Parkview Adventist Medical Center di Brunswick dan banyak pusat pelayanan masyarakat.
RIBUAN ORANG IKUT RELI KEPERDULIAN DI KOTA NEW YORK DILAPORKAN OLEH: SAM KAMUH - TK Gleaner. Pada tanggal 28 April yang lalu, kantor konfrens NNEC yang baru, konfrens dimana gereja kami, Rochester Indonesian SDA Church bernaung, mulai dibuka untuk pelayanan kepada anggota dan masyarakat sekitar di alamat yang baru yakni, 479 Main St, Westbrook, ME. Turut serta dalam acara dedikasi ini adalah Walikota Westbrook, Colleen Hilton, yang bernostalgia dengan mengatakan tempat dimana acara dedikasi ini dilakukan adalah tempat dimana beliau menamatkan pendidikan Taman Kanak-Kanak nya. Pdt. Mike Ortel, ketua konfrens NNEC, pada kesempatan itu membagikan visi konferens NNEC yaitu bukan saja bangunan ini hanya akan berfungsi sebagai kantor administrasi, namun akan juga dijadikan sebagai pusat sejarah gereja, dimana masyarakat bisa datang untuk mempelajari tentang sejarah gereja Advent dan sekaligus sebagai pusat informasi kesehatan. Gedung ini tadinya adalah sebuah perpustakaan, dibeli oleh konfrens pada bulan Sept. 27, 2011 kemudian
Gleaner. Ribuan orang orang muda dan dewasa berpartisipasi dalam reli “perduli” pada tanggal 22-24 Maret di Kota New York. Selama 3 hari tersebut, tak terhitung orang orang muda 18
Juni 2013
secara sukarela mendedikasikan 30.000 jam untuk melayani masyarakat di kota New York. Orang orang muda dari Atlantic Union Conference, Divisi America Utara, gereja Advent sedunia bersama pemimpin pemimpin orang muda dan pendukung lainnya, menyelesaikan 100 proyek perduli di kota New york dan Long Island. Proyek proyek itu antara lain, mempersiapkan, mengangkut dan mendistribusikan makanan dan lukisan, berdoa dengan orang lain, distribusi literatur, organiser makanan dalam gudang, dll. Pada hari Sabtu sore lebih dari 3000 orang orang muda Advent dan para pendukung lainnya berbaris melewati jembatan Brooklyn di New york untuk menunjukkan dukungan terhadap penghentian kekerasan. Mereka mengenakan kaos merah dan putih dan membawa bendera. Barisan ini berhenti sejenak di City Hall untuk berdoa bagi pegawai-pegawai pemerintah, polisi, penduduk kota dan mereka yang bekerja disitu. Sesaat sebelumnya, 400 orang muda Advent, dipimpin oleh Ricardo Bain, pendeta dari gereja Advent Temple of Faith di Queens, membuat atraksi massa di Time Square, jantung kota New York. Orang orang muda ini keluar dari kerumunan orang banyak dan meneriakan kata-kata: ”Saya adalah kaki-tangan Yesus, saya suka membagikan kasih Yesus serta menyanyikan lagu ”O, How I love Jesus”. Mereka membentuk kelompok kecil lalu kemudian berbaur dalam kerumunan orang banyak untuk berdoa dengan pejalan kaki. Reli keperdulian ini adalah yang pertama di kota New York dan awal dari reli seri tahunan yang akan diadakan setiap tahun dalam jangka waktu 4 tahun kedepan, di lokasi- lokasi berikut ini: Potland, Maine (2014), Hamilton, Bermuda (2015), Worcester, Massachusetts (2016) dan Syracuse, New York (2017).
INSTITUT PENGINJILAN MELATIH BANYAK ORANG UNTUK MEMENANGKAN JIWA DILAPORKAN OLEH: SAM KAMUH - TK
Gleaner. Sebagai bagian dari Inisiatif NY13, departemen pelayanan konferens The Greater New York meluncurkan Institut Penginjilan pada tanggal 6 Januari. Ricardo Norton, direktur Institut Hispanic di Andrews University, memperkenalkan dan mengajarkan kelas “Ayat Ayat yang
21
Sukar”. Lebih dari 150 orang yang hadir dan mendaftar untuk melanjutkan dan menyelesaikan pendidikan ini. Pelatihan ini akan berjalan hingga akhir bulan Juni ini. Setiap siswa harus menyelesaikan 10 jam/bulan memberikan pelajaran Alkitab dan aktif dalam berbagai peristiwa evanglisasi untuk ditamatkan dan mendapatkan sertifikat Alkitab dari Andrews University.
153 DIBAPTIS DALAM KKR YANG DIADAKAN OLEH PENDETA-PENDETA KONFRENS NEW YORK DILAPORKAN OLEH: SAM KAMUH - TK
Gleaner. Hampir setiap pendeta, termasuk Ketua Konfrens New York dan Bendahara, terbang ke Republik Dominika untuk menjadi pembicara dalam seri KKR disana. 153 orang dibaptiskan alhasil dari KKR ini. Ratusan orang datang untuk mendengarkan Firman Allah pada setiap tempat setiap malamnya. Kadang mimbar tidak cukup luas untuk menampung orang orang yang terpanggil untuk menerima kebenaran. Sebagian membuat keputusan hanya dengan mendengarkan melalui jendela ruangan KKR. Kuasa Roh Kudus tampak pada wajah umat umat yang baru percaya dan terdengar dalam kata kata para juru bicara Allah serta penerjemahnya. Pada saat itu juga dibagikan ratusan pounds mainan anak-anak, peralatan sekolah, pakaian dan barang barang pribadi lainnya di Las Palmas, rumah anak anak Advent. Terjadi keajaiban dalam kunjungan ini. Hampir lebih dari 1 tahun satu kelompok gereja di tempat yang miskin, menginginkan sebuah bangunan gereja. Dengan kehadiran pendeta-pendeta ini, Tuhan menyanggupkan terkumpulnya uang yang diperlukan bagi konfrens untuk membangun sebuah gereja bagi kelompok umat percaya ini. Lagu “Revive Us Again” dinyanyikan dengan penuh keharuan bercampur sukacita pada acara peletakkan batu pertama untuk gereja ini.
ANGGOTA-ANGGOTA GEREJA BOSTON TEMPLE MENGHIBUR MASYARAKAT KOTA BOSTON YANG BERDUKA DILAPORKAN OLEH: SAM KAMUH - TK
19
Juni 2013
21
with extra details provided in an interview with Adventist Today, are the highlights of Danny’s story—a testament to what God can accomplish with a few godly people and one boy’s persistence.
Gleaner. Pada tanggal 16 April, gereja Advent Boston Temple membuka pintu kepada masyarakat dengan menyalakan lilin serta berdoa bagi korban-korban peledakan bom pada saat Marathon Boston. Gereja Boston Temple hanya terletak 1 mile dari tempat dimana bom itu meledak. Puluhan tetangga dan pejalan kaki yang lewat, berpartisipasi dalam penyalaan lilin, berdoa dan mendengarkan, sementara lagu-lagu dinyanyikan dan nas-nas Alkitab dibacakan. Pada kesempatan itu, donasi dikumpulkan untuk diserahkan kepada Palang Merah Amerika. Sejumlah orang berterima-kasih kepada anggota anggota dan pemimpin gereja Boston Temple yang telah memberikan tempat dan kesempatan bagi mereka untuk mengekspresikan rasa duka mereka.
GRADUATION CEREMONY FOR ONE BERITA DI ADVENTIST TODAY EDISI 30 MEI 2013 TENTANG ORANG PALEMBANG DILAPORKAN OLEH: DR. LIN SAPUTRA – TK PALEMBANG KENTUCKY, USA [KADNET] – On Sabbath afternoon, May 11, 2013, the tiny church in Richmond, KY was in for a surprise. Between Sabbath School and worship service, head elder David Frasier announced that Danny Saputra had something he would like to share. Members watched with interest as Danny, decked out in all the regalia of a master’s degree in computer science, went to the microphone. “This is my graduation day,” he explained in his strong accent. Because Eastern Kentucky University’s graduation ceremony was on Sabbath, Danny came to church instead, sitting in his usual seat near the back on the right. No one knew what he had planned, but he brought his cap and gown and mantle to church and created his own ceremony of celebration. Danny was known in the church as a quiet young man. The congregation was alert and curious to see him standing up front, telling them he wanted to share the story of how he had come to this point. “This church has been such a blessing to me. I never could have made it without the kindness and acceptance I’ve found here,” he said, and launched into his story. By the end, everyone in the room, including Danny, was choked up and wiping away tears. Here,
[Ket: Bersama Carol yang selalu membawa Danny ke gereja] Danny was born in Palembang, Indonesia, the only one of the three children in his family to be born outside the United States. When he was 18 months old, his family came to the States to attend college at University of Kentucky. So it was in Lexington, KY that Danny first became known as the “bad boy with the bad attitude.” He says he was nearly kicked out of elementary school even though he was so small, but someone anonymously paid for him to be put in the Seventhday Adventist elementary school in Lexington. His family were Adventist, but couldn’t afford the high prices for church schools in America. “I still don’t know who did that. I would like to be able to thank them,” Danny told AT. But it didn’t cure his attitude problem. When he was in second grade, his family moved back to Indonesia, where his parents sent him to Adventist school again. He says the school there was not very good. “It was considered a warehouse school.” In Indonesia, children have to pass tests to get into schools, but “the Adventists took anybody.” The teachers did their best, but “there were a lot of bad kids,” and Danny, by his own account, was one of them. “But school and church had a way of bending me. Also my parents, and Pathfinders. Pathfinders taught me discipline and a respect for other people.” He also reported that in Indonesia, the common belief is that you can’t get into public school after going to church school (at least this particular school), because you can’t pass the entrance exams. “But my parents got me tutors. They sent me to ‘cram school’ to get me ready. I hated it, but it helped me a lot.” With the highest score on the entrance exam, he got into one of the best schools in the city. By this time, Danny’s attitude had improved. His parents had high expectations for him, and his whole family, from his Ph. D. father, to his mother, to aunts and uncles, as 20
Juni 2013
well as his friends, the local church members, and his cram school teachers, had all dinned it into him that he was going to be a doctor.
[Ket: Kesaksian Danny] Because of his high scores, most teachers knew of him as soon as he entered, and he was now known for his leadership and responsibility. Danny credits Pathfinders with this. “I was in my Guide class by this time, [he eventually became a Master Guide] and was responsible for my team, and for the people under me. Being a good leader is not just telling how to do something; it’s taking responsibility. If my team did something wrong, I got the harshest punishment. It taught me to be responsible.” So, feeling he had failed his parents in elementary school, he was trying hard to do well, but the high school had classes on Sabbath, and Danny wouldn’t go. He asked his pastor to write a letter, and fortunately, his uncles had gone to the same school and had, as Danny put it, “fought the fight in earlier years,” so most teachers would let him do the homework from the Sabbath classes and take the tests on other days. But he felt he had to act better and do better work the rest of the week. And he got A’s. Even in one class which met only on Sabbath, economics, he received a 90 because he studied so hard, although he never attended one class. Now, Danny owned his own education; it was no longer just something his parents were forcing him to do. And he succeeded to the point that he was given an application to try out for valedictorian, something he is proud of even though he did not succeed in gaining this prestigious position. Now Danny faced his first serious failure—he failed the entrance test to get into medical school. He and his family were very disappointed, but he would be able to try again the next year. In the meantime, decided to attend a computer school. But he was still determined to get into medical school one way or another. The school he attended was one of the toughest in Indonesia, with a dropout rate of 40%. And of course, there were classes on Sabbath. Most teachers would give exams on another day, but one held out.
21
The following year, Danny tried for medical school again, and this time he passed. Now he had a decision to make. Praying and trying to decide the right thing to do, he realized he really liked computers and his tough school. He was still interested in biology, and thought perhaps he could do something with bioengineering, but his school didn’t have anything like that. Still, in the end he stayed in computer science. His friends were upset. “Why did you do that? You took that seat from someone else!” they said. (The place he had tried for would not be passed on to another person attempting to get into medical school.) Danny says he wanted to prove to his parents and himself that he could do it, but he felt that staying in his computer school was the right thing to do. He thinks now that it’s because of the plans God had next. His life path took several bewildering turns. He was already in computer science instead of medicine. Now a prestigious job dropped into his lap, paying twice what other entry level positions offered—but higher management had some kind of falling-out and the contract was not renewed. Immediately, he was interviewed for a managerial position in the largest bank in Indonesia. For two months, he had weekly interviews and tests in various subjects. Many family members couldn’t believe he got as far as the final interview, since he is Chinese, a minority that is commonly, and sometimes violently, discriminated against in Indonesia. But Danny got all the way to the board of directors. . . who told him training was on Sabbath and there was no recourse. “So I didn’t sign the contract.” So his parents told him to find a school in America. They had saved for years, and would send him. He began looking, but in the meantime, friends offered him work helping to start a company. He told them he would help, but might be leaving anytime. They said that was fine. Danny helped to set up a company that is still going in Indonesia, but he was also sending letters to American universities. Two sent back “try again in spring” messages. While Danny was away on a different island, working, just two weeks before the term began, Eastern Kentucky University sent an acceptance. Hastily, Danny had a friend send him his passport from his home city while he dashed to the embassy for a visa. Because he had been in the States before, he got one right away. Plane tickets were another matter. The only ticket he could find would get him to America after the beginning of the term. Packing in a rush, Danny got a call. His ticket had been cancelled. “However, we have a cancellation. We could get you another ticket, but it would mean you’d have to leave earlier. . .” Danny says he still finds it hard to believe the next words—the new ticket would get him to Kentucky the day before classes began. “I was 30 minutes late for my orientation,” he exclaims, smiling. His parents had saved some money, and they gave him enough to get started. They assumed they would have to find a way to send him money every year. At first, Danny was told he would have to pay expensive out-of-state tuition; his parents’ money wouldn’t even have covered one semester. But he talked to his advisor, and there was just one graduate 21
Juni 2013
assistant job left. It cut his tuition in half, and has covered everything. His parents never had to send him money again. Danny tallies up the unexpected blessings: he thought he wanted to be a doctor, but loves his computer work better, and “if I’d gone to medical school, I never would have come to America.” He had wanted to come much earlier, but instead he got here just when he was turning 25, which made him eligible for much cheaper housing, in a private apartment with no roommate. He asked for a lab position, but his grad assistant job, besides being much easier, paid him for more hours than he actually worked. He was put in charge of a summer robotics camp and now teaches the instructors. He also found a little Adventist church a few miles away. His parents had always told him, that’s the first thing you do, everywhere you go. Find a local Adventist church. As he stood, capped and gowned, in front of the small Richmond congregation—his American family—he choked up. “Everything just fell into place. God is so good! And I appreciate this church and these people so much! Adventists are so kind! Somebody took me to church every Sabbath because I didn’t have a car. If I need anything, you’re there. This is the kind of church you will enjoy going to. It’s small, you know everybody, you know when somebody’s in trouble, what problems we have, everybody speaks out about it.” There were few dry eyes in the house. The impromptu graduation ceremony was small, but it was powerful. Danny Saputragot a standing ovation. So did God.
21
Pawai yang di ikuti kurang lebih 300orang ini di buka oleh Pdt. R. Pakpahan, Ketua Daerah Kalimantan Kawasan Timur. “Memang kita harus kampanyekan ini untuk menjaga generasi muda kita, jangan sampai menggunakan atau berhenti menggunakan ‘barang’ yang berbahaya ini.
MARCKY DAN KAWAN-KAWAN, “SAY NO TO DRUGS” DILAPORKAN OLEH: YANCE PUA – TK BALIKPAPAN BALIKPAPAN [KADNET] - Kerjasama department Pemuda Advent, Dept. Kesehatan Jemaat Agape dan Dalam rangka memperingati hari anti narkotika sedunia, Minggu pagi (16/6/13) Pemuda Advent Agape mengadakan jalan santai dan mengatakan, “No To Drugs” kepada masyarakat Balikpapan.
Kegiatan ini sangat positif dan DKKT sangat mendukung,” kata ketua daerah yang bertubuh atletis ini. Konvoi yang melibatkan orang muda, anak-anak dan orang tua ini mengkampanyekan bebas narkoba.
22
Juni 2013
21
Pawai anti narkoba ini Start dari pantai Kumala dan berakhir di complex halaman YPAB. Dan dilanjutkan dengan Door prize.
DUA BELAS MASTER GUIDE DI WISUDA DILAPORKAN OLEH: YANCE PUA – TK BALIKPAPAN BALIKPAPAN [KADNET] - Setelah mengikuti kelas-kelas kemajuan hampir kurang lebih setahun, jemaat Agape Balikpapan “mewisuda’ dua belas Master Guide, pada Sabat(15/6/13).
Selain membawa spanduk-spanduk , Say No to Drugs, peserta juga membagi-bagi stiker kepada orang-orang yang dijumpai. Tidak lupa orang –orang muda mengirim pesan melalui triatikal, sebagai symbol anti Narkoba. “Kegiatan ini bertujuan untuk mengkampanyekan bahaya jika menggunakan Narkoba. Bukan itu saja kami juga mengkampanyekan bahaya alcohol dan Rokok,” kata Marcky Bilung, ketua panitia, diselah jalan santai pagi itu. “setiap tahun banyak orang, khususnya pemuda dan pemudi yang mati karena Narkoba,” tambah Ketua Pemuda Advent Agape, yang di aminkan oleh Dian Sijabat.
23
Juni 2013
21
Mantan gembala jemaat Muara Badak ini. ke dua belas Master Guide yang baru dilantik adalah; MG. Agus Maromon, MG. Agung Wibowo, MG. Ferby Pelealu, MG. Jesica Wilar, MG. Joko Maromon, MG. Lita Kapahang, MG. Linda Sagala, MG. Merlytha Rumampuk, MG. Syane Pua, MG. Wendy Rompas, MG. Yuly Wibowo, dan MG. Zepphy Tampubolon. “Sebenarnya ada tujuh belas peserta yang terdaftar, tetapi baru dua belas yang bisa di tamatkan,” kata MG Ida Pasaribu, Dir. Master Guide Jemaat Agape.
“BEDAH RUMAH” PEMUDA ADVENT KALASAN MADIUN DILAPORKAN OLEH KOMUNIKASI JEMAAT MADIUN [KADNET] - Hari minggu pagi, 16 Juni 2013, setelah Doa Subuh Jemaat, PA Kalasan Madiun dibawah koordinir Jeriko Hosea Julanto selaku Direktur Pathfinder dan Wakil Pemimpin PPA menuju ke rumah dari Ibu Sarinem, seorang anggota gereja yang sudah sangat tua yang rumahnya akan dibedah. Bedah Rumah yang dimaksud dalam kegiatan ini adalah membersihkan dan mengecat rumah tersebut.
“Tujuan dari pelantikan ini adalah selain untuk meningkatkan kerohanian dan memajukan jemaat, juga untuk menolong orang-orang muda untuk tetap setia dan bahkan menjadi tiangtiang jemaat pada waktu yang akan datang.” demikian amanat singkat yang disampaikan MG. Dwi Juniarto, yang merupakan Direktur Pathfinder dan Pemuda Advent Daerah Kalimantan Kawasan Timur. “Menjadi Master Guide, bukan stop sampai di lantik, tetapi harus menjadi MG seumur hidup, dan harus dapat memperkuat iman dan pelayanan di jemaat,” tegas 24
Juni 2013
21
Setelah itu doa bersama dengan semua peserta bakti sosial Bedah Rumah, nampak hadir beberapa sponsor orang tua dan turut memberikan support bahkan turut bekerja dengan anak anak muda untuk proyek kali ini Bpk. Lukas Martanto, Bpk. Larry Soegiharto, Ibu Dorce Lomo, Ibu Titin Ice dan keluarga Pendeta Jemaat.
PELAYANAN PDT. A. SAROINSONG DI JEMAAT KALASAN MADIUN DILAPORKAN OLEH KOMUNIKASI JEMAAT
Ibu Sarinem yang sudah sangat tua hidup sebatang kara dirumah tersebut, tujuan diadakan kegiatan ini adalah untuk melibatkan anak-anak muda dalam pelayanan kepeduliaan sosial kepada mereka yang membutuhkan pertolongan secara nyata dan langsung bisa dibuat. Dengan sejumlah personil yang ada tim pelayanan sosial PA Kalasan ini mulai bergerak mengangkat barang-barang yang berada didalam rumah untuk dikeluarkan lalu dibersihkan, sambil kemudian di plamir terlebih dahulu, selesai diplamir didiamkan sebentar untuk menunggu kering, dengan arahan Bpk. Sidik anak-anak muda langsung mengecat tembok dalam rumah dan luar rumah dengan cat yang sudah disediakan oleh Ibu Suprihatin, ketua Jemaat.
MADIUN [KADNET] - Sabat, 15 Juni 2013, berkesempatan hadir memberikan pelayanan Sabat Pdt. Albert Saroinsong di Jemaat Kalasan Madiun, datang bersama keluarga, istri dan anak-anak, Pdt. Saroinsong melayani Jemaat Kalasan mulai dari acara kotbah hingga seminar pada siang hari setelah potluck bersama.
Karna kerja sama dan kecepatan bekerja yang yang cukup baik, akhirnya pekerjaan ini bisa selesai dalam waktu yang cukup singkat, kurang lebih jam 10 sudah selesai pengerjaan plamir dan cat rumah, lalu anak anak muda diantaranya Aza, Ivan, Deby, Selvie, dkk memasukan dan mengatur barangbarang Ibu Sarinem kembali ke dalam rumah. Adapun materi seminar yang diberikan adalah berkaitan dengan Peraturan Jemaat, diberikan kebebasan untuk bertanya apa saja menyangkut Peraturan Jemaat, seminar dan diskusi seperti sore hari itu berlangsung sangat menarik karna belum pernah diadakan sebelumnya. 25
Juni 2013
21
Setelah seminar Ketua 1, Ibu Suprihatin memberikan ucapan terima kasih kepada Kel. Pdt. Saroinsong yang sudah melayani Jemaat Kalasan sepanjang hari sabat tersebut.
KKR DI NEW JERSEY DIMULAI OLEH DR. JONATHAN KUNTARAF DILAPORKAN OLEH FREDERIK WANTAH – TK NEW JERSEY NJ, USA [KADNET] - Guna mendukung rencana dari GC (General Conference) yaitu kota-kota besar dan sekitarnya di seluruh dunia akan menjadi sasaran KKR (Kebaktian Kebangunan Rohani) tahun ini, salah satunya ialah kota New York yang dikenal dengan istilah “NY13,” maka Pdt. Jonathan Kuntaraf, DMin, memulai KKR di New Jersey. Didahului dengan pertemuan gabungan dari dua jemaat Indonesia di New Jersey yaitu Indonesian Pioneer Seventh-Day Adventist Church (IPSDAC), North Plainfield, New Jersey dengan Gembala Jemaat Pdt. Adrie Legoh, DMin, dan First Indonesian Seventh-Day Adventist Church (FISDAC), South Plainfield, New Jersey dengan Gembala Jemaat Pdt. Steven Rantung, PhD, pada Jumat malam (7/6) di IPSDAC.
Banyak sekali pertanyaan yang ditanyakan dan dijawab, sehingga jemaat mendapatkan pencerahan yang baik untuk ke depan dalam berjemaat dengan berlandaskan kepada buku pedoman yaitu Peraturan Jemaat, yang semata-mata disusun untuk kebaikan organisasi jemaat. Acara malam itu dipimpin oleh Pdt. Adrie Legoh. DMin, renungan yang merupakan motivasi bagi kedua jemaat dibawakan oleh Pdt. Jonathan Kuntaraf, DMin. Beliau memilih judul renungan “Concern Enough” (Cukup Peduli) yang merujuk pada seorang tokoh Alkitab yaitu Nehemia, bukan seoramg imam atau nabi, tetapi seorang awam. Sedikitnya ada tujuh hal yang menjadi pendorong kita untuk bekerja bagi Tuhan yaitu 1) Peduli untuk bertanya, 2) Peduli untuk menangis, 3) Peduli untuk berdoa, 4) Peduli untuk berencana, 5) Peduli untuk bertindak, 6) Peduli untuk melibatkan orang lain, 7) Peduli untuk bertahan sampai kesudahan. Akhirnya hanya dalam waktu 52 hari Nehemia dapat menyelesaikan tugas yang dibebankan padanya. Doa tutup acara malam itu dilayangkan oleh Pdt. Steven Rantung, PhD.
26
Juni 2013
21
membuat mujizat yang pertama yaitu air menjadi anggur. Nampaknya kedua sejoli ini selama 40 tahun perkawinan mereka tetap rukun dan setia dalam membina rumah tangga seperti air anggur yang baik dihidangkan pada pesta perkawinan di Kana.
Pada Sabat (8/6) kedua jemaat bergabung di FISDAC. Pdt. Steven Rantung, PhD, mempersatukan pelajaran Sekolah Sabat yang bertajuk “Hal Pertama yang Terutana! (Hagai).” Sedang Pdt. Jonathan Kuntaraf, DMin, memilih judul khotbahnya “God Have a Plan” (Allah Mempunyai Suatu Rencana) yang didasarkan pada cerita tentang Yesus memberi makan 5000 orang yang ditulis dalam empat Injil di Perjanjian Baru. Antara lain beliau mengatakan bahwa Allah mempunyai rencana seperti cara Tuhan menyegarkan kehidupan rohani kita, hati yang dipenuhi dengan Roh Kudus, agar kita memiliki sukacita Allah, supaya kita berada dalam kegiatan umat Allah, cara Tuhan menyatukan jemaat-Nya, mengerti maksud dan memenuhi kepuasan dalam hidup, serta menyelesaikan pekerjaaan-Nya. Pada penghujung khotbahnya beliau menghimbau agar kita merenungkan kondisi dunia baru nanti yaitu tiada lagi kesusahan, nyeri atau penyakit, kematian dan kejahatan. Sebelum khotbah, children story dibawakan oleh Kathleen Kuntaraf, MD, ministry in music berupa saxophone oleh Jerald Tambunan (tamu dari Florida) dan Vaya con Dios Trio (Elisa Siregar, Ridwan Lingga, Febriyando Nainggolan). Acara khusus setelah khotbah yaitu ucapan syukur bagi mereka yang berulang tahun, ada empat orang ialah Pdt. Jonathan Kuntaraf, DMin, Reagan Sumendap, Jerald Tambunan, William Kawuwung dan Pdt. Jonathan Kuntaraf, DMin, meniup lilin kue ultah mewakili yang lainnya. Sesudah makan siang bersama para panitia KKR mengadakan meeting sebelum memulaikan KKR malam ini di salah satu Hotel Hilton, New Jersey.
Pdt. Adrie Legoh, DMin, anak dari pasangan Engelbert Legoh dan Yohana Paath menikah dengan Santje Pusung anak dari pasangan Hendrik Pusung dan Anna Korompis dan dikaruniai tiga anak yaitu 1) Beverly Legoh menikah dengan Adam Brown, 2) Darrel Legoh menikah dengan Lany Lopez, 3) Andrew Legoh. Acara cukup meriah dipandu oleh Jane Manoppo selaku MC, lagu The Lord’s Prayer dipersembahkan oleh Elizabeth Dodie dan doa dilayangkan oleh Pdt. Steven Rantung, PhD.
DR. ADRIE LEGOH MERAYAKAN 40TH WEDDING ANNIVERSARY DILAPORKAN OLEH FREDERIK WANTAH – TK NEW JERSEY NJ, USA [KADNET] - Pdt. Adrie Legoh, DMin, merayakan 40th Wedding Anniversary di Indonesian Pioneer Seventh-Day Adventist Church (IPSDAC), North Plainfield, New Jersey pada Minggu (9/6). Didampingi oleh enam pasangan suamiisteri selaku pengiring, pemberkatan dilakukan oleh Pdt. Jonathan Kuntaraf, DMin. Dalam renungannya Pdt. Jonathan Kuntaraf, DMin, merujuk pada cerita tentang Perkawinan di Kana yang terdapat dalam Yohanes 2:1-11 di mana Yesus 27
Juni 2013
Di lain peristiwa pada Kamis (13/6) secara sederhana dikoordinir oleh Altje Wullur telah berlangsung perayaan 20 th Wedding Anniversary dari Pdt. Steven Rantung, PhD, Gembala First Indonesian Seventh-Day Adventist Church (FISDAC), South Plainfield, New Jersey. Mengambil tempat di Hibachi Supreme Buffet, South Plainfield, New Jersey, dihadiri oleh sekitar 30 orang dan doa dilayangkan oleh ibu yang tertua yaitu Ina Mangowal.
EKSEKUTIF SEKRETARIS UIKT BERADA DI NEW JERSEY DILAPORKAN OLEH FREDERIK WANTAH – TK NEW JERSEY NJ, USA [KADNET] - Pdt. Samuel Bindosano, Eksekutif Sekretaris Uni Indonesia Kawasan Timur (UIKT) sedang berada di New Jersey pada Sabat (15/6) dan berkhotbah di Indonesia Pioneer Seventh-Day Adventist Church (IPSDAC), North Plainfield, New Jersey. Kedatangannya ke USA bertepatan dengan terpilihnya beliau sebagai satu dari tiga utusan dari Southern Asia Pacific Division (SSD) sehubungan dengan rencana General Conference (GC) mengadakan Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR) di kota-kota besar seperti New York yaitu yang dikenal dengan istilah NY13. Beliau ditemani oleh Pdt. Leeroy Mapaliey yang juga antara lain sedang mengikuti field school di New York. Oleh karena di New Jersey sedang berlangsung KKR oleh Pdt. Jonathan Kuntaraf, DMin, bersama Kathleen Kuntaraf, MD, bertepatan keduanya pada hari itu sedang bertugas ke North Carolina, maka untuk sesi rohani dari Pdt. Jonathan Kuntaraf, DMin, sementara diganti oleh Pdt. Samuel Bindosano dan sesi kesehatan dari Kathleen Kuntaraf, MD, diganti oleh Pdt. Steven Rantung, PhD.
21
Pada Sabat malam yang merupakan sesi ke enam dari KKR mengambil tempat di Hotel Hilton, Pdt. Samuel Bindosano berbicara tentang “Jalan Kebahagian” antara lain beliau mengatakan pada awal pembicaraannya bahwa ada masalah yang kita sedang hadapi yaitu 1) Masalah keluarga, 2) Masalah kesehatan, 3) Masalah ekonomi, 4) Masalah bencana alam, 5) Masalah kebejatan moral. Pada penutupan pembicaraannya mantan ketua daerah Papua ini memberikan formula ABCD yaitu ‘A’ Acceptance (Penerimaaan), ‘B’ Believe (Kepercayaan), ‘C’ Confession (Pengakuan), ‘D’ Decision (Keputusan). Pdt. Samuel Bindosano mengkonklusi pembicaraannya bahwa hanya melalui Yesus lah jalan satusatunya. Di lain pihak pada sesi kesehatan yang selalu mendapat giliran pada bagian pendahuluan yang merupakan babak pertama dari KKR, Pdt. Steven Rantung, PhD, membahas mengenai akronim ‘B’ (Belief) dari paket CELEBRATIONS dan lagu-lagu pujian dipersembahkan oleh Ladies Choir dan FISDAC Youth.
ANN – 22 JUNE 2013
NY13’S EVANGELISM SCHOOL OFFERS METHODS TO REACH OTHER MAJOR CITIES Jun 18, 2013 Silver Spring, Maryland, United States ANN staff
Pdt. Samuel Bindosano berbicara tentang “Rumah Tangga Bahagia” pada Sabat siang yang merupakan sesi ke lima dari KKR antara lain mengatakan bahwa ada tiga prinsip dalam rumah tangga bahagia yaitu 1) Didasarkan pada Allah, 2) Memiliki kasih sebagai pengikat, 3) Berkomunikasi secara terbuka. Pada sesi kesehatan Pdt. Steven Rantung, PhD, membahas tentang akronim ‘E’ (Environment) dari paket CELEBRATIONS. Sebelumnya Pdt. Leeroy Mapaliey mempersatukam diskusi Sekolah Sabat yang bertajuk “Visi Pengharapan (Zakharia)” sedang Children Story dibawakan oleh Elder Julia Sulu dan lagu pilihan oleh gabungan dua gereja IPSDAC dan FISDAC.
S
cores of Seventh-day Adventists from around the world are learning and sharing ideas for urban outreach at a New York church that’s been turned into a giant classroom this month. The Adventist Church’s International Field School of Evangelism is part of the denomination’s NY13 outreach initiative, which is launching a worldwide push to reach major metropolitian areas. The school is meeting at the Luso Brazilian Adventist Church in Corona, New York. The Adventist world church has sent at least three people from each of its 13 world divisions to attend the school.
28
Juni 2013
21
associate secretary of the Adventist Church’s Ministerial Association and coordinator of the program.
Participants of the Adventist Church's International School of Evangelism are meeting at a church in Corona, New York, as a key part of the NY13 and "Mission to the Cities" initiatives. [photos courtesy Greater New York Conference] The NY13 initiative is the first in the “Mission to the Cities” campaign, which was unveiled in 2011 by Adventist Church President Ted N. C. Wilson. This year’s outreach meetings and training in New York City are the basis for future outreach campaigns worldwide. The school is holding a full-length curriculum during the week from June 7 to 29, and an intensive class will be taught from June 23 to 29. More than 32 students have registered for both tracts, organizers said. Class topics include health ministry, family life outreach, Bible study and developing an evangelism strategy. Instructors are university professors, evangelists and world church leaders. The meetings are being streamed live at schoolofevangelismlive.com Many students said the urban focus is key for their home territory. Kwon JohngHaeng, Adventist Mission coordinator for the Northern Asia-Pacific Division, based in South Korea, said his region has 23 metro areas with more than 6 million people. “The School of Evangelism, especially focusing on urban evangelism, is a great opportunity to learn and share with people from other divisions, countries and cultures,” Kwon said. “While we may not apply everything that we learn here, we are learning principles from one another on how to approach big cities.” Chukwuemeka Abaribe, a district pastor in Nigeria, said the school has been “awesome.” “We’ve been challenged and our eyes have been opened by new methods of evangelism at home," he said. "Most times back home, I must confess, it’s been baptism, baptism, baptism. But our calling is to make disciples.” Abaribe said he will work to make sure future evangelism campaigns in his district will include several months of community service and involvement by church members, as well as follow-up work. “The feedback we’re getting is that in general people are very thankful for this school of evangelism,” said Robert Costa,
Adventist Church President Ted N. C. Wilson speaks during orientation of the International Field School of Evangelism earlier this month. “We’re learning how to reach people in cities in ways that are sensitive to their cultural context,” he said. “The goal is to equip leaders with tools to launch comprehensive evangelism initiatives in their own territories.” Costa said the focus is on conducting “blended ministry,” with a combination of personal evangelism and community service. “We’re not talking about big, massive events, but reaching one person, a secular post-modern mind,” Costa said. “We want to take the approach of a personal touch.” The school is operating as the Adventist Church is holding more than 160 evangelism outreach meetings in New York City’s tri-state area. Those meetings followed months of several comprehensive outreach events, including prayer ministries, community service and health education events. “The unity and excitement of all the activity in recent weeks is very encouraging to long-time New York members and leaders,” said Jerry Page, secretary of the Adventist world church's Ministerial Association. “Barriers are coming down and conferences and pastors are praying together and working unitedly to train, equip and empower lay people to lead out in various ongoing outreach ministries. [This] is a marathon of compassion that must have an ongoing and sustained presence in the cities, and must continue beyond 2013.” The NY13 initiative will also host a June 29 mass campmeeting in Uniondale, New York, at Nassau Veterans Memorial Coliseum, home of the New York Islanders hockey team.
ADRA’S
ONGOING AID TO SYRIAN INCLUDES WOMEN’S CLINIC, SCHOOL Jun 11, 2013 Silver Spring, Maryland, United States Ansel Oliver/ANN
T
REFUGEES
he Adventist Development and Relief Agency (ADRA) has offered assistance to hundreds of refugee families fleeing the ongoing conflict in Syria with a targeted focus on un-registered refugees, an agency 29
Juni 2013
official said.
The Adventist Development and Relief Agency helped Syrian refugees with cash assistance for shelter in neighboring Jordan. Here, an ADRA worker dispenses funds in October. [photos courtesy ADRA International] Over the past year, ADRA has offered cash assistance to more than 100 families to help cover rent in neighboring Jordan, said Thierry Van Bignoot, ADRA’s director of emergency management. The agency also partnered with the government of Germany to distribute winter clothing to some 3,500 families living in the Al Zaatari refugee camp in Mafraq Governorate in Jordan. For two years, refugees have fled Syria’s civil war, which has killed more than 70,000 people, according to the United Nations. More than 1.5 million people have fled, many to Jordan, Lebanon and Turkey. Van Bignoot said ADRA estimates the number of refugees is higher because many have not registered. “Some people are afraid to give their names for fear of retribution,” Van Bignoot said.
21
Governorate in Jordan. Here, workers unload supplies in January. The agency last year partnered with ADRA Middle East North Africa and the Jordanian Hashemite Charity Organization to offer 100 Jordanian dinars (approximately US$140) each month for three months to unregistered families for lodging. Many are staying with designated host families, while some have found basement rooms or small apartments. The assistance helped people such as Amara, who told local ADRA officials that she came to Jordan with her five children while her ex-husband remained in Syria with his new wife. With the extra cash, she was able to pay rent for an unfurnished and unheated apartment. She said she was also able to buy some necessary medication for her heart problems. Another recipient was a man named Musa, who came to Jordan with his wife and six children. Their finances have been depleted after they sold the last of their gold jewelry they brought from home. ADRA has identified other needs in the region and is now implementing a project to provide gynecological and obstetrical care to Syrian refugee women in West Bekaa, Lebanon. In Beirut, the agency is planning a school that would provide half-day classes to refugee children, who are without education. Another project proposes a mobile clinic in the Jordan Valley, an area where few nongovernmental organizations are involved. “The needs are huge,” Van Bignoot said. He estimated that more than 70 percent of refugees are women and children. Many men have stayed behind in Syria, he said.
ADVENTIST DENOMINATION EMERGED AMID DEBATE OVER CHURCH STRUCTURE Jun 12, 2013 Silver Spring, Maryland, United States Elizabeth Lechleitner/ANN
Editor’s note: This story is part of a series of historical articles published this year marking the150th anniversary of the Seventh-day Adventist Church.
A decade after the Great Disappointment, the fledgling Advent movement was at another crossroads. But where 1844 had jarred the movement’s doctrinal core, this crisis saw leaders debating more tangible matters. “Around 1854 the movement almost falls apart because they can’t pay their ministers. You have [John Norton] Loughborough asking for a loaf of bread,” said Adventist historian David Trim. “It’s got to where he can’t even support his family.”
ADRA provided winter kits to thousands of Syrian refugees at the Za’atari refugee camp in Mafraq 30
Juni 2013
21
than not, argue the finer points of doctrine. “There were hardly two agreed,” Ellen White said of the second such conference in 1848.
James White turned down a nomination to become the first president of the Seventh-day Adventist Church, fearing some would see it as a power grab following his long call for a formal church structure. [photos courtesy Office of Archives, Statistics and Research] Deeply discouraged, Loughborough, John Nevins Andrews and other early workers retreated to Waukon, Iowa, in 1856, where they planned to homestead and serve as missionaries. But the rural setting provided few opportunities for witness, and the inclement weather forced Loughborough to take up carpentry instead of farming. Shortly afterward, church co-founders Ellen and James White arrived unexpectedly to check up on the seemingly delinquent workers. “[Ellen] finds Loughborough and three times says to him, ‘What doest thou here, Elijah?’ and sort of shames him back to work,” Trim said. White was referring to the Old Testament prophet who distrusted God and hid in a cave. “But that’s the moment when they realize they’ve got to find a way to support their ministers, and that means every church needs a treasurer,” Trim said. The story highlights the balancing act early Adventists faced: they still recoiled at the thought of adopting formal church structure, but it was becoming increasingly clear that zeal alone wasn’t enough to effectively spread the gospel message. But just how the church should move forward was a fraught topic. By the late 1840s, the Advent movement consisted of scattered groups loosely connected through periodicals such as the “Advent Review & Sabbath Herald” and sporadic Sabbatarian Conferences, where believers met to discuss and, more often
In 1863, 20 delegates met in this building in Battle Creek, Michigan, to organize the General Conference of Seventh-day Adventists, creating a formal structure for the Adventist movement. Indeed, according to Adventist historian George Knight, it would require “forceful, goal-oriented leadership to form a body of believers within the chaotic conditions of postdisappointment Adventism.” Despite lingering fears that church structure was tantamount to “Babylon”—or favoring organized religion over gospel simplicity—leaders such as the Whites and Joseph Bates were increasingly steadfast in their call for structure. Formal organization, they argued, would give the early church the financial and legal foundation it needed to own church property, pay and send out pastors, and determine how local congregations should relate to each other and to church leadership. James White went further, suggesting that structure was a gauge of good stewardship. In an 1860 issue of the Review, he called it “dangerous to leave with the Lord what he has left with us, and thus sit down upon the stool of do little, or nothing.” He was especially concerned about the church’s publishing ministry, which he wanted held and insured “in a legal manner.” Momentum for the cause grew in the months preceding what would be a watershed church business meeting in Battle Creek, Michigan, in October 1860. There, White challenged his rivals to find a biblical passage against organization. When they failed, the group moved forward. They adopted a constitution to legally incorporate the church’s publishing association, admonished local churches to “hold their church property or church buildings legally” and chose a name for the scattered believers—Seventh-day Adventist. In early 1861, at another business meeting in Battle Creek, church leaders in the Midwest made three more 31
Juni 2013
recommendations, adding to the foundation they had built the previous year. They officially incorporated the Seventh-day Adventist Publishing Association, backed the formation of state or district conferences, and urged local churches to keep accurate membership and financial records. Adventists in the Eastern U.S., Knight said, reacted “forcefully,” rejecting the recommendations and accusing White and his supporters in the Midwest of apostasy. White blamed the standstill on the silence of prominent church leaders on the subject of organization, Knight said. Ellen White agreed, deploring a lack of “moral courage” among silent leaders. She had received a vision indicating that the real “Babylon” was the confusion and conflict that accompanied disorganization.
21
They proposed that each state conference send a minister, or “delegate,” to a general business meeting, or “general conference.” The need for reliable pastoral ministry was the driving factor. If pastors were entitled to systematic benevolence, White argued, than the church was entitled to “systematic labor.” So in May of 1863, 20 delegates—10 of whom represented the Michigan Conference—met in Battle Creek to organize the General Conference of Seventh-day Adventists “for the purpose of securing unity and efficiency in labor, and promoting the general interests of the cause of present truth, and of perfecting the organization of the Seventh-day Adventists.” Delegates also adopted a constitution, a model constitution for state conferences and elected the denomination’s top three officers: president, secretary and treasurer. While unanimously elected, James White declined the presidency, fearing the job would sully his campaign for organization as “a calculated grab for personal power,” Knight says. Instead, John Byington served as the denomination’s first president. But the man behind establishing a framework of decisionmaking for the church was already one of its most powerful influences. White had introduced the notion that if actions and practices were not “forbidden by the Bible and did not violate common sense,” they were legitimate, Knight said. This challenged the strictly literal interpretation of the Bible favored by early Adventists. “To stick with the narrower understanding would have largely crippled the church as it moved across time and culture,” Knight said. With a broader understanding and acceptance of structure, the church would become better equipped to refine its doctrinal identity and organize for mission. ANN staff: Williams Costa Jr., director; Ansel Oliver, assistant director; Elizabeth Lechleitner, editorial coordinator. Portuguese translations by Azenilto Brito, Spanish translations by Marcos Paseggi and French translations by Wenda OzoneMourandee
John Byington served as the first president of the Seventh-day Adventist Church. “Instead of our being a united people, growing stronger, we are in many places but little better than broken fragments, still scattering and growing weaker. How long shall we wait?” James White wrote in the Review in August 1861. Shortly afterward, support for organization began pouring in. In October, Adventists in Michigan were the first to organize a state conference. Over the next twelve months, Adventists in six more U.S. states followed suit. Barring a few holdouts in the East, the move toward organization seemed unstoppable by 1862. But without a top governing body, leaders such as James White, Joseph Harvey Waggoner and Andrews worried that the church would miss out on the full benefits of organization. 32
Juni 2013
Bahan bakar minyak menjadi pembicaraan serius pada minggu ini. Banyak media komunikasi baik tv, Koran, radio maupun internet mewartakan berita tentang ini. Demo pun berlangsung di mana mana, untuk menolak kenaikan BBM ini. Karena memang dampak dari kenaikan bb mini akan merembet ke mana-mana, selain dari kenaikan tarif transportasi tentunya. Tetapi sebagai umat Tuhan, tentunya kita tidak perlu khawatir akan apa yang kita pakai, akan apa yang kita minum, akan apa yang kita kenakan.
21
Karena semuanya itu dalam Firman Tuhan, tidak akan melebihi kesanggupan kita. Dia selalu ada, di saat kita membutuhkan. Dan Dia tahu segala keperluan kita. Jadi tetaplah percaya dalam iman kita kepada Tuhan Selamat Hari Sabat.
Denny Kalangi TK Cimahi 33
Juni 2013
21
Pengumuman Dear Pembaca REBUSKA yang budiman, Saat ini YAPI sedang membangun rumah untuk menampung anakanak yang kurang beruntung yang sekarang berada di Panti Asuhan YAPI Slapur, Purwodadi. YAPI membutuhkan tenaga sukarela yang ingin melayani melalui pembangunan Panti Asuhan ini agar dapat bekerjasama dengan saudara-saudara kita volunteer/relawan dari Australia untuk menyemen, mengecat, pasang atap dan sebagainya pada tanggal 8-19 Juli 2013 yang akan datang. Bagi yang tertarik bisa japri kepada saya dan Elvin bidie melalui email;
[email protected] dan
UCAPAN SELAMAT ULANG TAHUN Selamat ulang tahun Oma Mami (Antje L. Najoan-Pakasi) yang ke-70 (14 Juni 2013), semoga panjang umur, sehat selalu, diberkati Tuhan dalam segala hal, baik dalam keluarga terutama dalam pelayanan pekerjaan Tuhan dan bisa tetap menjadi saluran berkat buat orang lain.
Hubungi :Elvin Bidie di 0818818348
[email protected] [email protected] Salam pelayanan, Peggy Iskandar Wowor Humas YAPI
Love & pray, William, Janette, Arnold - Guangzhou.
Keep Praying, Keep Shining and Keep Smiling! You are all very special in GOD’s eyes! From all of us in KADNet Family, with all the best. Ivan Kembuan, KADNet Design & Layout Jakarta
34
Juni 2013
21
TEAM KADNET INTERNATIONAL 2012 - 2013 Los Angeles, CA: Eric Sumanti; Highland, CA: Roger Tauran;Torrance, CA: Jerry Kiroyan; Seattle, WA: Glen Walean, Eddie E. Saerang, Hendrik Padmasana, Jobby Nelwan; Toledo, Ohio: Lina Cantwell; Thousand Oaks, CA: Lim T. Swee; Laguna, CA:Kenneth Mambo, Ferdie Santosa; New Jersey, NJ: Frederik Wantah, Roosye Mawuntu; San Bernardino, CA: Blihert Sihotang; Denver, CO: Megawaty Waworuntu Nielson Assa, Eli Waworundeng, Wayne Rumambi; SSD & Manila, Philippines:Moldy R. Mambu, Yane Sinaga; AIIAS, AUP& Manila: Richard Sabuin, Bruce Mauri, Franklin Hutabarat; Bryan Sumendap; Sydney, Australia: Irma Hill; Bangkok, Thailand: Sam Carolus;Africa: Max Langi; Jakarta: Peggy Iskandar-Wowor, Wilhon Silitonga, Bonar Panjaitan, Samuel Pandian gan, Ivan Kembuan, Erick Tumetel, Willy Wuisan, Early Hutapea, Joy Sitompul, Dewi Muskita, Christo Tambingon, Ramlan Sormin, Stevanus Wijaya, Jannus Hutapea, Amir Manurung, Handry Sigar, Sondang Panjaitan -Sirait, Edison Mawikere, Wisyanti Siahaan, Lorraine Lesiasel, Stance Triwandono-Mambu, Arieta Pulumahuny, Ketty Sunarto, Gunawan Tjokro, Muriel Siagian, Ronie Panambunan, Michael Mangowal, Leonora Manullang, May Linda Manurung, Joice Manurung, Ricky Lomboan, Sonny Situmorang, Harry Legoh, Philips Marbun, M arvin R. Sigar, Joe Laluyan, Alvin Lumbanraja, Melati Silalahi, Lianto Napitupulu, Fransisca Manurung, Frankie Tambingon, Dolly Rumagit, Yoshen Danun, Lorraine Poneke, Eldrin Kumendong, Donald Weley, Randolp Glamond Manurung, Bruce Sumendap, David Panjaitan, Richard Tamba; Franklin Tambunan, Edmund Situmorang, Dave Sampouw, Jerry Karundeng, Reuben Supit; Denpasar, Bali: Bobby Lalamentik; Nusa Tenggara: James Ulyreke; Riau: Melvin Simatupang, Christian Sihotang, Royke Sundalangi; Kepulauan Riau: Donly Sinaga; Manado:Boldwin Sampouw, Yotam Bindosano, Lucky Mangkey, Robert Walean Jr., Tommy Pantouw, Caddy Malonda, Royke Yonathan, Refly Ompi; Herschel Najoan, Glen Rumalag, Stephen Salainti, Linda Sumarauw, Janette Sepang, Bryan Sumendap; Bolaang Mongondow: Swingly D. Suak; UNKLAB: Douglas Sepang, Green Mandias, Cherry Lumingkewas, Freddy Kalangi; Sangihe Talaud: Brussi Soriton; Minahasa: Jimi Pinangkaan, Hentje Suoth; RSA Manado: Jeinner Jenry Rawung; Makassar: Wiesye Schrim, Davy Politon, Edwin Tumangkeng; Luwu-Tana Toraja: Irma Pakasi, Hartoyo Tismail Manokwari: Harry Salainti, Hendy Sahetapy; Jayapura: Bruce Mauri; Palembang, Sumatera Selatan: Lin Saputra, Dickson Simanungkalit, Pdt. Victor Sinaga; Medan: Loran Napitupulu; Surabaya: Henky Wijaya, Kristiyono Sarjono, Jerry Wauran, Debby Muntu, Hendra Kurniawan; UNAI, Bandung: Iim Heriyana, Albinur Limbong, Elmor Wagiu, Nelson Pandjaitan, Josua Tobing; Balikpapan: Adiat Sarman, Yance Pua, Larry Martosiswoyo, Ronald Setiobowo, Meilien Langi; Bontang: Robby Tengor; RSA Bandung: Reynold Malingkas, Bradly Sampouw, Indra Malingkas; Jawa Tengah: Supriyono Sarjono; Bandung: Athinson Naibaho, Nico Simbolon; Caruban, Jatim:Dale Sompotan; Jatim: Fabyo Rumagit; Pematang Siantar: Rudolf W. Sagala; Timika:Frangky Watulingas, Harold Oijaitou, Herold Somba; Kuala Kencana: Samuel Rorimpandey, Stanly Keles; Sorong: Benny Yandeday Cimahi: Denny Kalangi, Albert Marbun; IPH, Bandung: Roy Hutasoit; Batam: Jonathan Wagiran, Jones Napitupulu, Hadi Waluyo; Solo: Ari Palgunadi; Salatiga: Wiendy Kusuma; Tomohon:Larry Wenur, Janice Losung; SLA Kawangkoan: Daniel Lasut; Ontario-Bloomington, CA: Hudyard Muskita; Silver Spring, MD: Ellen Missah, Jonathan Kuntaraf; Azusa, CA: Harlond Naibaho; Sacramento, CA:Richard H. Hutasoit; Loma Linda, CA:Jackie Sihotang, Deborah PanggabeanPardede, Shally Lendeng-Halim, Charles Pakpahan, Martein Moningka, Widdy Widitora, Denny Sondakh, Hamonangan Tambunan, Alberth Situmorang, Richard Legoh, Karen Wemay, James Waworoendeng. Ghuangzou, China: Janette Najoan.
KADNet media ministry is a non-profit media project We publish religious news and articles for the Indonesian Seventh-Day Adventist community and their friends worldwide. Articles selected and the staff of KADNet support the beliefs and doctrines of the Seventh-day Adventist Church. Subscription is free. KADNet adalah proyek nirlaba. Penerbit, tulisan dan staff KADNet mendukung dan menghormati kepercayaan Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh, GMAHK.
35