PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
STUDI EKSPLORASI ETNOMATEMATIKA PADA LINGKO LODOK DALAM BUDAYA MASYARAKAT MANGGARAI SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika
Oleh: Amelia Yulivania Senudin NIM : 121414071
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2016
i
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
“Langkas haéng ntala-uwa haéng wulang” Menerima, menjalani dan melepaskan
(Nandik Subintarto)
Skripsi ini saya persembahkan kepada Tuhan Yesus Kedua orang tua, KaThy, Tho dan Goido, Prodi Pendidikan Matematika, Semua yang membaca skipsi ini, Terima kasih…
iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRAK
Amelia Yulivania Senudin. Studi Eksplorasi Etnomatematika pada Lingko Lodok dalam Budaya Masyarakat Manggarai. Skripsi. Yogyakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma. Penelitian ini membahas tentang eksplorasi etnomatematika pada lingko lodok sebagai hasil budaya masyarakat Manggarai. Penelitian ini memiliki tujuan untuk mendeskripsikan lingko lodok dari sudut pandang budaya Manggarai dan dari sudut pandang matematika. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif dengan teknik pengumpulan data yaitu melakukan wawancara langsung dengan subyek penelitian, dokumentasi dan studi pustaka. Wawancara dilakukan dengan empat orang narasumber yaitu tu’a golo Meler, sekretaris Desa Meler, staff Dinas Pariwisata Kabupaten Manggarai dan satu orang warga Desa Meler. Hasil dari penelitian ini yaitu lingko lodok adalah peninggalan leluhur orang Manggarai yang merupakan adaptasi dari bentuk rumah adat Manggarai yang berbentuk bundar/bulat dan lingko lodok mengandung unsur matematika seperti sistem pengukuran tradisional, membilang, dan geometri.
Kata kunci: Lingko lodok, etnomatematika, budaya, Manggarai.
vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRACT Amelia Yulivania Senudin. 2016. Study Exploration about Ethnomathematics on Lingko Lodok in Manggaraian Culture. Mini Thesis. Yogyakarta: Faculty of Teacher Training and Education, Sanata Dharma University. This research discuss about the exploration of ethnomathematics at lingko lodok as the result of Manggaraian culture. This research is aimed to describe about lingko lodok from Manggaraian culture viewpoint and mathematics viewpoint. The design of this research was descriptive qualitative method. The technique of data collection was directly interview with subject of research, documentation, and it is complete with the theoretical framework. The interview was conducted with four interviewees, they are tu’a golo of Meler, a secretary of Meler village, a staff of Manggaraian Tourism Department, and one of Meler Villager. The results of this research found that lingko lodok is one of the ancestor relic of Manggaraian which is an adaptation from a traditional house of Manggaraian which have the shape round or circle and lingko lodok contains elements of traditional measurement system such as math, counting, and geometry. Keyword: Lingko lodok, ethnomathematics, culture, Manggarai.
vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis haturkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan berkat dan rahmatNya, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Studi Eksplorasi Etnomatematika pada Lingko Lodok dalam Budaya Masyarakat Manggarai. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan pada Program Studi Pendidikan Matematika, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini, penulis mendapat banyak bimbingan, motivasi, dan semangat dari berbagai pihak, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada: 1. Bapak Rohandi, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma. 2. Bapak Dr. Marcellinus Andy Rudhito, S.Pd., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sanata Dharma. 3. Bapak Dr. Hongki Julie, M.Si., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Matematika, Universitas Sanata Dharma. 4. Bapak Beni Utomo, M.Sc., selaku Wakil Ketua Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Sanata Dharma, sekaligus menjadi dosen
ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
pembimbing yang telah membimbing dan memotivasi penulis selama bimbingan untuk menyelesaikan skripsi. 5. Bapak/Ibu karyawan pada Sekretariat JPMIPA Universitas Sanata Dharma. 6. Bupati Manggarai, Camat Ruteng, dan Kepala Desa Meler yang telah memberikan ijin kepada peneliti untuk melakukan penelitian di Desa Meler. 7. Bpk. Ambros Rima, Bpk. Robertus Unggut, Bpk. Gabriel F. Gembira, dan Bpk. Maksi yang telah bersedia menjadi subyek penelitian dalam skripsi ini. 8. Bapak Amir Senudin dan Mama Petronela Kurnia (epak dan emak) tercinta yang selalu mendukung, memberi semangat dan doa yang tiada henti kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. 9. Kathy Senudin, Ka Pany Su, Tho Senudin dan Goido Kurniawan, kakakkakak dan adikku yang terus membantu dan menyemangati penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. 10. Perpustakaan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Ka Sera Letuna dan Ka Evan Lahur yang telah mempermudah peminjaman buku-buku referensi. 11. Nat Hagul, Etok Sampur, Ichal Belok yang sudah bersedia menemani dan membantu selama penelitian berlangsung, memberi semangat, masukan dan saran kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini. 12. Sahabat - sahabat : Rista Barut, Mariani Dian, Trifosa Ester, Novika, Ar, Gery, Wan, Nandik, Arby, Pepin, Acik, Epek, dan Teofilla, yang sudah menemani saya selama ini, memberikan dukungan, dan motivasi. Terima kasih untuk semangatnya.
x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13. Masyarakat Desa Meler dan pihak lain yang tidak bisa disebutkan satu per satu, tetapi telah memberikan bantuan, dukungan dan perhatian sampai skripsi ini selesai. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih ada kekurangan. Untuk itu penulis menerima segala bentuk kritik dan saran yang membangun untuk melengkapi skripsi ini. Penulis juga berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca. Terima kasih
xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................. ii HALAMAN PENGESAHAN … ......................................................................... iii HALAMAN PERSEMBAHAN .......................................................................... iv PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ............................................................... v ABSTRAK ............................................................................................................ vi ABSTRACT .......................................................................................................... vii LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN ................................................. viii KATA PENGANTAR. ......................................................................................... ix DAFTAR ISI ........................................................................................................ xii DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiv DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xv BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1 A. B. C. D. E. F. G.
LATAR BELAKANG .................................................................................. 1 IDENTIFIKASI MASALAH ....................................................................... 4 BATASAN MASALAH .............................................................................. 5 RUMUSAN MASALAH ............................................................................. 5 TUJUAN PENELITIAN .............................................................................. 5 BATASAN ISTILAH .................................................................................. 6 MANFAAT PENELITIAN .......................................................................... 6
BAB II KAJIAN PUSTAKA ................................................................................ 8 A. BUDAYA MANGGARAI ........................................................................... 8 1. Pengertian dan unsur-unsur kebudayaan .................................................. 8 2. Budaya Manggarai ................................................................................. 11 B. SISTEM PENGGARAPAN TANAH ULAYAT (TENTE TENO) ............ 25 1. Arti tente teno ......................................................................................... 26 2. Latar belakang tente teno........................................................................ 26 3. Proses tente teno ..................................................................................... 28 4. Hasil tente teno ....................................................................................... 29 5. Randang lingko....................................................................................... 30 C. ETNOMATEMATIKA .............................................................................. 31
xii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1. Hakekat matematika ............................................................................... 31 2. Etnomatematika ...................................................................................... 32 D. MATERI .................................................................................................... 34 E. KERANGKA BERPIKIR .......................................................................... 35 BAB III METODOLOGI PENELITIAN ......................................................... 37 A. B. C. D. E. F. G. H.
JENIS PENELITIAN ................................................................................. 37 WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN .................................................. 37 SUBYEK DAN OBJEK PENELITIAN ..................................................... 38 SUMBER DATA ....................................................................................... 38 JENIS DATA ............................................................................................. 38 METODE DAN INSTRUMEN PENGUMPULAN DATA....................... 39 TEKNIK ANALISIS DATA ...................................................................... 40 PROSEDUR PELAKSANAAN PENELITIAN SECARA KESELURUHAN ...................................................................................... 42
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN ...................................................... 44 A. B. C. D. E. F.
DESKRIPSI PELAKSANAAN PENELITIAN ......................................... 44 PENYAJIAN DATA .................................................................................. 45 ANALISIS DATA...................................................................................... 46 RINGKASAN HASIL ANALISIS ............................................................. 83 PEMBAHASAN ...................................................................................... 107 KETERBATASAN PENELITIAN .......................................................... 126
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 127 A. KESIMPULAN ........................................................................................ 127 B. SARAN .................................................................................................... 128 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 129 LAMPIRAN ....................................................................................................... 132
xiii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR TABEL Tabel 4.1
Wawancara dengan Tu’a golo Meler……………...………….
47
Tabel 4.2
Wawancara dengan Staf Pemerintahan ……………..……….
58
Tabel 4.3
Wawancara dengan Dekretaris Desa Meler ……...…………..
76
Tabel 4.4
Wawancara dengan Warga Desa Meler ……...…..…………..
79
Tabel 4.5
Masa Pemerintahan Raja-Raja di Manggarai …..……………
98
Tabel 4.6
Pengukuran Tradisional ……………………………………… 109
Tabel 4.7
Kesetaraan Lingko Lodok dan Lingkaran …………………….
Tabel 4.8
Keterkaitan Lingko Lodok dengan Matematika dari Segi Geometri ……………………………………………………...
xiv
114
115
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR GAMBAR Gambar 2. 1
Peta Provinsi NTT………………………….………………
12
Gambar 2. 2
Lingko Lodok …………………………………………….…
25
Gambar 2. 3
Sketsa Lingko Lodok ……………………………………….
29
Gambar 2.4
Lingkaran dan Bidang Lingkaran…………………………..
34
Gambar 2.5
Lingkaran dan Bagiannya…………………………………..
35
Gambar 4.1
Sketsa Lodok………………………………………………..
88
Gambar 4.2
Penancapan Kayu Teno …………………………………….
89
Gambar 4.3
Sketsa Langang Waga …….………………………………..
90
Gambar 4.4
Sketsa Lengker ……………………………………………..
90
Gambar 4.5
Sketsa Lance ……………………………………………….
91
Gambar 4.6
Proses Pembagian Moso ……………………………….…...
92
Gambar 4.7
Sketsa Pembuatan Langang Menggunakan Kayu ………….
92
Gambar 4.8
Sketsa Pembuatan Langang Menggunakan Tali…………....
93
Gambar 4.9
Sketsa Langang …………………………………………….
94
Gambar 4.10
Lingko Sembong ……..……………………………………..
94
Gambar 4.11
Sketsa Lingko Sembong dan Lingko Salang Cue …………..
96
Gambar 4.12
Lingko Sembong…………………………………………….
113
Gambar 4.13
Lingkaran……. …………………………………………….
113
Gambar 4.14
Lingko Lodok..….…………………………………………... 115
xv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Gambar 4.15
Lengker ……….……………………………………………. 116
Gambar 4.16
Langang Waga..……………………………………………
116
Gambar 4.17
Sketsa Langang ………………………………….…………
117
Gambar 4.18
Lingko Sembong dan Lingko Salang Cue……………….….. 118
Gambar 4.19
Kayu Teno pada Lodok ………………….…………………
118
Gambar 4.20
Atap Rumah Gendang yang Berbentuk Gasing ……………
123
Gambar 4.21
Kayu Teno pada Lingko Lodok yang Berbentuk Gasing.......
123
Gambar 4.22
Atap Rumah Gendang yang Berbentuk Kerucut ………......
124
Gambar 4.23
Moso pada Lingko Lodok yang Berbentuk Segitiga ……….
124
xvi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan manusia dengan kebiasaaan-kebiasaannya yang sering dilakukan dan turun temurun pada setiap generasi dalam suatu kelompok masyarakat tertentu lambat laun akan menjadi suatu budaya yang melekat dalam kelompok masyarakat tersebut, sehingga setiap kelompok masyarakat bisa memiliki budaya yang berbeda-beda. Manusia bisa saja hidup berpindah-pindah tetapi budaya yang dianut atau dibuat dari lahir tidak bisa dilupakan walaupun budaya dimana tempat ia tinggal bisa mempengaruhi kehidupannya. Untuk itu, manusia yang berbudaya harus bisa merekonstruksi hal-hal yang sangat esensial dari budaya tanpa mengurangi nilai-nilai yang terkandung dalam budaya tersebut agar budaya yang dianut atau dibuat tidak hilang eksistensinya. Mempelajari dan mengulas secara spesifik tentang kebudayaan merupakan salah satu cara untuk mendapatkan hakikat makna, wujud serta fungsi yang dapat memberikan sumbangsih atau konstribusi dalam ilmu pengetahuan (Ndia, 2012). Manusialah pelaku kebudayaan. Ia menjalankan kegiatannya untuk sesuatu yang berharga dengan demikian kemanusiaannya semakin nyata (Bakker, 1984). Melalui kegiatan kebudayaan sesuatu yang sebelumnya hanya kemungkinan belaka bisa menjadi sesuatu yang berharga, unik, dan memiliki nilai estetika tersendiri dari budaya suatu etnik seperti bahasa,
1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 2
sistem pengetahuan, organisasi sosial, sistem peralatan hidup dan teknologi, sistem mata pencaharian, sistem religi, dan kesenian. Unsur-unsur kebudayaan ini hampir dimiliki oleh semua kebudayaan di dunia, Indonesia salah satunya. Unsur-unsur ilmu pengetahuan misalnya berhitung, keahlian praktis untuk pelayaran laut, pembuatan rumah adat, dll. Unsur teknologi misalnya kemampuan memakai panah, pelayaran dengan perahu cadik, menenun, membatik, dll; unsur agama misalnya animise, mitologi bulan dan matahari, pemujaan roh nenek moyang, selamatan, penghormatan pepunden, dll; unsur kesenian misalnya wayang dengan lakon-lakon purbakala, gamelan pelog; dan unsur bahasa misalnya mengolah sastra kecil, peribahasa, dongeng, pepatah, dll; serta unsur-unsur lainnya (Bakker, 1984). Sebagai salah satu negara yang dikenal dengan keberagaman budaya yang memiliki keunikan tersediri dari setiap etniknya, budaya Indonesia berkembang dari kesatuan daerah yang kecil mengarah ke kesatuan lokal yang luas. Seiring dengan berkembangnya teknologi dan ilmu pengetahuan, kebudayaan daerah mulai hilang eksistensinya bahkan bisa lenyap karena tidak adanya generasi yang bisa mempertahankan atau mewarisi kebudayaan daerah tersebut. Salah satu budaya asli Indonesia yang masih bertahan hingga sekarang adalah budaya menggarap tanah ulayat (tente teno atau lodok uma weru) yang berasal dari Manggarai. Budaya ini sudah dilakukan masyarakat Manggarai sejak dahulu. Lodok uma weru mengandung arti membuka kebun bundar baru/membuka
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 3
tanah ulayat baru. Budaya lodok uma weru ini menjadi unik karena dalam pembagiannya, lahan tidak dibagi dalam bentuk segiempat seperti biasanya, namun dibagi dari sentral sebuah tanah ulayat, sehingga sekilas tanah ulayat masyarakat Manggarai berbentuk seperti jaring laba-laba. Selain itu, budaya Manggarai yang masih bertahan hingga sekarang adalah rumah adat (mbaru gendang) di Wae Rebo yang berbentuk seperti kerucut, tenun ikat (lipa songke), tarian caci, sastra lisan, perhitungan tradisional, tukar menukar barang kebutuhan manusia dan lain sebagainya. Hal-hal yang berkaitan dengan budaya Manggarai dalam aplikasinya mengunakan kebiasaan atau kepercayaan setempat akan suatu hal. Setiap hasil budaya yang dihasilkan mempunyai filosofi yang diyakini berkaitan dengan moral dan nilai-nilai kehidupan masyarakat Manggarai yang dijadikan pedoman untuk hidup bersama yang lebih sejahtera dan rukun. Selain memiliki filosofi tersendiri, kebudayaan juga mengandung nilai-nilai atau unsur ilmu pengetahuan, salah satunya adalah matematika. Sebagai ilmu, matematika berkaitan dengan pola, baik pola bilangan maupun pola dalam geometri. Hal ini juga berhubungan dengan pada matematika yang ada dalam budaya Manggarai, hasil-hasil budaya masyarakat Manggarai sekilas berhubungan dengan matematika dalam pola-pola geometri seperti rumah adat (mbaru gendang) di Wae Rebo yang bentuknya seperti kerucut, motif-motif tenun ikat (lipa songke), lingko lodok, dan lain sebagainya. Pada budaya Manggarai, belum ada landasan ilmiah yang tertulis bahwa ilmu matematika atau ilmu pengetahuan modern yang melandasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 4
setiap pengetahuan dan kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat Manggarai. Masalah-masalah kontekstual yang ada di masyarakat Manggarai banyak berkaitan dengan matematika yang secara sadar dan tidak sadar telah dilakukan sejak jaman leluhur masyarakat Manggarai dan masyarakat Manggarai hanya mengikuti tradisi, kebiasaan dan budaya yang sudah dilakukan secara turun temurun dari leluhurnya. Pada hakekatnya matematika tumbuh dari keterampilan atau aktivitas lingkungan budaya, sehingga matematika seseorang dipengaruhi oleh latar belakang budayanya (Pinxten, 1994). Matematika yang berkembang dalam lingkungan masyarakat atau etnomatematika merupakan adanya penerapan matematika dalam budaya suatu etnik tertentu. Berdasarkan
paparan
di
atas,
maka
peneliti
mengangkat
permasalahan tersebut melalui sebuah penelitian yang berjudul “STUDI EKSPLORASI ETNOMATEMATIKA PADA LINGKO LODOK DALAM BUDAYA MASYARAKAT MANGGARAI” B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti mengidentifikasikan masalah sebagai berikut: 1. Belum ada landasan ilmiah yang tertulis pada hasil-hasil budaya masyarakat Manggarai. 2. Kebudayaan lokal yang mulai hilang eksistensinya seiring dengan perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 5
C. Batasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah yang telah diuraikan di atas, peneliti membatasi masalah yang akan diteliti agar penelitian bisa terlaksana dengan baik, yaitu: 1. Lingko lodok yang akan diteliti adalah lingko lodok yang terletak di Desa Meler, Cancar, Kab. Manggarai. 2. Landasan ilmiah atau landasan matematika tentang geometri (khususnya pada lingkaran dan poligon) yang berkaitan dengan lingko lodok. 3. Eksplorasi keterkaitan budaya lingko lodok dengan landasan matematika. D. Rumusan Masalah 1. Bagaimana lingko lodok dari sudut pandang budaya Manggarai? 2. Bagaimana hubungan/kaitan lingko lodok dengan matematika dari sudut pandang matematika? E. Tujuan Penelitian 1. Mendeskripsikan lingko lodok dari sudut pandang budaya Manggarai. 2. Mendeskripsikan keterkaitan lingko lodok dengan matematika dari sudut pandang matematika.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 6
F. Batasan Istilah Untuk menghindari terjadinya kesalahpamahan istilah, maka peneliti perlu memberikan batasan istilah, yaitu: 1. Etnomatematika
merupakan
matematika
yang
diterapkan
atau
digunakan oleh suatu kelompok etnik tertentu. 2. Lingko lodok merupakan tanah ulayat yang dibagikan kepada masyarakat yang berbentuk seperti jaring laba-laba. G. Manfaat Penelitian Lingko lodok merupakan salah satu tradisi dalam pembagian tanah ulayat untuk dikelola oleh masyarakat yang terdapat di daerah Manggarai Raya (Kabupaten Manggarai Barat, Kabupaten Manggarai Tengah, dan Kabupaten Manggarai Timur) yang masih dilakukan sampai sekarang. Penelitian diharapkan bisa bermanfaat untuk menambah wawasan dan kepustakaan mengenai penelitian etnomatematika, diantaranya: 1. Manfaat teoritis
Dalam bidang matematika, penelitian ini diharapkan bisa memberikan sumbangsih yang berguna terhadap matematika agar memperkaya pengetahuan matematika yang telah ada.
2. Manfaat praktis
Dalam
bidang
budaya,
penelitian
ini
diharapkan
dapat
mengembangkan budaya lingko lodok berdasarkan makna budaya agar nilai-nilai yang terkandung dalam lingko lodok bisa tetap terjaga dan tidak hilang.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 7
Dalam bidang pendidikan, penelitian ini diharapkan bisa menjadi dasar adanya penerapan budaya yang menjadi salah satu metode pembelajaran di sekolah khususnya pelajaran matematika, agar pembelajaran lebih bervariasi dan budaya Manggarai tetap bisa dilestarikan dan dikembangkan.
Dalam bidang pariwisata dan pemerintah daerah, dimanfaatkan untuk meningkatkan pendapatan daerah setempat, yaitu sebagai wisata budaya dan adat yang berakar pada keaslian daerah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Budaya Manggarai 1. Pengertian dan unsur-unsur kebudayaan 1.1.Pengertian Koentjaningrat (1990: 181) mengartikan kata kebudayaan atau dalam bahasa Inggris culture berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah. Kata buddhayah yang merupakan bentuk jamak dari budi, dapat diartikan sebagai budi atau akal. Kebudayaan juga dapat diartikan sebagai hal-hal yang bersangkutan dengan akal. Bakker (1984: 22) mendefinisikan bahwa kebudayaan adalah keseluruhan penciptaan, penertiban, dan pengolahan nilai-nilai insani. Sedangkan dari segi antropologi kebudayaan dalam Subagyo dan Sudartomo (2009: 323) menyatakan bahwa kebudayaan diartikan sebagai tata kehidupan, way of life, kelakuan. Dari situ dapat diartikan bahwa semua hal yang berkaitan dengan hasil ciptaan manusia sebagai subyek masyarakat adalah kebudayaan. 1.2.Unsur–Unsur kebudayaan Unsur-unsur kebudayaan menurut J.W.M. Bakker (1984: 37-50) terbagi menjadi dua yaitu:
8
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 9
1.2.1. Kebudayaan subjektif Dipandang dari aspirasi fundamental yang ada pada manusia, nilai-nilai batin dalam kebudayaan subjektif terdapat dalam perkembangan kebenaran, kebajikan dan keindahan. 1.2.2. Kebudayaan objektif Nilai-nilai objektif yang disebut juga hasil kebudayaan, alat, aspek-aspek
dan
unsur-unsur
kebudayaan
itu
dapat
disistematisasikan menurut beberapa prinsip pembagian seperti berikut: 1.2.2.1. Ilmu pengetahuan Ilmu pengetahuan meliputi sains (ilmu-ilmu eksakta) dan humaniora (sastra, filsafat, sejarah, dll). 1.2.2.2. Teknologi Berdasarkan pengetahuan alam, terknik bertujuan untuk memfaedahkan sumber-sumber alam agar terjaminlah makanan, perumahan, komunikasi, dll yang perlu untuk derajat hidup yang layak. 1.2.2.3. Kesosialan Kesosialan sebagai sifat, unsur, asas, dan alat demikian
erat
berhubungan
dengan
kebudayaan,
sehingga hanya dapat dibedakan secara konseptual saja. Kesosialan meliputi fungsi dalam institusi-institusi asasi sebagai keluarga monogram, masyarakat adil dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 10
makmur, desa dan kota, bangsa dan negara. Bahasa, dengan wujud ilmu komunikasi dan kesusteraan mencakup bahasa daerah, pantun, syair, novel-novel, dan lain sebagainya. 1.2.2.4. Ekonomi Lapangan ekonomi lazimnya dibagi dalam tiga sektor, dan yang masing-masing sektor mencerminkan dengan cukup baik corak suatu kebudayaan dan orientasi pokoknya. Tiga sektor tersebut saling berkaitan satu sama lain dan melengkapi kehidupan manusia sehingga kehidupan manusia terus meningkat ke arah yang lebih baik. Sektor primer mencurahkan tenaga ekstraksi yang terdiri atas pertambangan, pertanian, peternakan, dan perikanan. Sektor sekunder mengolah bahan mentah yang diproduksi dalam sektor primer dan meliputi industri, kerajinan dan pembangunan. Sektor tersier meliputi segala macam pelayanan kepada masyarakat, meliputi pencaharian, distribusi, komunikasi, hukum, keamanan, pendidikan, perguruan, kesehatan, kesenian dan hiburan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 11
1.2.2.5. Kesenian Kesenian meliputi seni rupa, seni suara, seni tari, seni sastra dan dramatik. 1.2.2.6. Agama Agama sebagai sistem obyektif, terdiri dari bahan ajaran (pasal-pasal iman), peraturan (moral), dan upacaraupacara (ibadat) yang menjawab kepada tuntutan zaman. 2. Budaya Manggarai 2.1. Letak Geografis – Topografi dan Iklim Manggarai adalah suatu daerah yang terletak di barat pulau Flores, NTT. Dulunya Manggarai hanya satu kabupaten, tetapi sekarang Manggarai telah dimekarkan menjadi tiga kabupaten (Nggoro, 2006: 23), yaitu Manggarai Timur (Borong), Manggarai (Ruteng), Manggarai Barat (Labuan Bajo). Terpecahnya Manggarai menjadi tiga kabupaten tidak menjadi masalah dalam rasa persaudaraan, budaya, dan kecintaan terhadap Manggarai. Adapun letak geografis daerah Manggarai yaitu sebagai berikut: 1. Bagian timur dibatasi oleh Kabupaten Ngada, 2. Bagian barat dibatasi oleh Selat Sape, 3. Bagian utara dibatasi oleh Laut Flores, 4. Bagian selatan dibatasi oleh pulau Sumba (Rahmat, 1985:18)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 12
Gambar 2.1 Peta Provinsi NTT Berdasarkan data makro/pola umum pembangunan NTT (Rahmat, 1985: 8-9), Manggarai dapat di kategorikan sebagai berikut: 1. Manggarai terbentuk sejak zaman mesozoikum (140 juta tahun lalu) dan terus ke zaman tertier (lebih dari 65 juta tahun yang lalu) dan kuarter (lebih dari 600.000 tahun yang lalu). Bahannya terdiri dari bahan endapan vulkanik. 2. Dari segi topografi Manggarai adalah daerah yang berbukit, bergunung dan sebagiannya dataran (padang). Dulu, moyang Manggarai mendirikan rumah-rumah (kampung) di bukit atau
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 13
gunung sehingga kampung itu dalam bahasa Manggarainya ialah beo atau golo lonto. Golo artinya: bukit, gunung, kris. Mereka mendirikan kampung di bukit/gunung supaya terhindar dari serangan musuh. Verheijen (1991:23) menyatakan bahwa dapatlah dimengerti bahwa orang Manggarai mendirikan kampungnya jauh dari pantai atau di pedalaman. 3. Manggarai tergolong memiliki iklim kering. Musim hujan berkisar antara bulan Desember/Januari sampai Maret/April, sedangkan musim kemarau berkisar antara bulan Mei/Juni sampai bulan Oktober/November. 2.2. Unsur-unsur Kebudayaan Manggarai 2.2.1. Struktur dan kehidupan sosial Sistem kekerabatan yang berlaku di Manggarai bersifat patrilineal (garis keturunan ayah) (Verheijen, 1977: 99). Dari segi keturunan, seluruh warga wa’u masih dibedakan atas berbagai kelompok, yaitu: kelompok keturunan sulung (wae tu’a), kelompok keturunan sesudahnya (wae shera), dan kelompok keturunan bungsu (wae koe). Selain kekerabatan dari segi keturunan, kekerabatan dapat terjadi akibat perkawinan (woe nelu), yaitu keluarga pemberi gadis disebut anak rona dan keluarga penerima gadis disebut anak wina. Dalam sistem kekerabatan yang diciptakan dari pola perkawinan ini, kedudukan anak rona sangat penting dan karena itu anak rona
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 14
sangat dihargai oleh anak wina dalam berbagai urusan adat, baik itu perkawinan maupun kematian. Perkawinan antara muda mudi di Manggarai dapat terjadi antara pasangan yang berasal dari keturunan yang sama (bukan kandung) (Deki, 2011: 65). Selain perkawinan, ada juga acara kematian (tae mata) yang dikhususkan pada kematian manusia. Tae mata mempunyai susunan acara yang cukup lengkap, yaitu: sejak kematian sampai malam saung ta’a (acara perpisahan secara resmi antara keluarga yang masih hidup dengan yang sudah meninggal), dan kelas (pesta kenduri) (Nggoro, 2006: 167). Pada prosesi kelahiran, dikenal dengan adanya deklarasi bayi yang baru lahir
dengan munculnya istilah entap
dinding/entap siding yang berarti memukul sekat/bilik rumah pada kamar keluarga yang sedang bersalin dengan sebutan istilah ata one (sebutan untuk anak laki-laki) yang berarti orang dalam karena akan tinggal di kampung halaman dan mendapat warisan dari orang tua atau ata pe’ang (sebutan untuk anak perempuan), yang berarti orang luar karena setelah menikah, anak perempuan akan mengikuti suaminya. Pelapisan sosial dalam masyarakat Manggarai pada zaman dahulu terdiri atas tiga lapisan, yaitu golongan keraeng (bangsawan), ro’éng (orang biasa), dan mendi (budak) (Deki, 2011: 79). Dasar pelapisan itu adalah keturunan dari klan-klan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 15
yang dianggap mempunyai sifat keaslian, senioritas, atau pengaruh politis. Ada juga lapisan-lapisan yang diklasifikasikan ke dalam status dan strata sosial yang sama seperti Dalu dan Gelarang. Ada beberapa tetua adat yang ada di masyarakat Manggarai yang menjadi penguasa atau pemimpin tradisional masyarakat Manggarai dalam suatu kampung (béo/golo) menurut Nggoro (2006: 76-81), yaitu: 2.2.1.1. Tu’a kilo/Tu’a Panga Tu’a kilo/tu’a panga (tu’a = ketua, kepala; kilo = keluarga, pasangan hidup, takaran; panga = cabang kayu, ranting). Istilah tu’a kilo/tu’a panga merujuk kepada jabatan pemimpin adat dalam masyarakat yang dipilih bersama, atau bisa berarti sebagai kepala keluarga tingkat ranting (kepala subklan) dalam suatu kampung. Untuk menjabat sebagai tu’a kilo/tu’a panga mestinya memahami budaya, mampu berbicara, menetapkan adat istiadat yang tepat, arif dan bijaksana sudah menikah, mampu memimpin, dan tak memandang usia. Dalam penerapannya, keluarga ranting (subklan) bersatu dan mempunyai tanggung jawab yang sama dalam urusan umum dalam suatu kampung seperti: penti (acara syukuran), lodok uma weru/tente teno (membuka kebun bundar/tanah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 16
ulayat baru), pande kintal beo (membuat pagar kompleks kampung). 2.2.1.2. Tu’a golo Tu’a golo terdiri dari dua kata yaitu tu’a yang berarti ketua, kepala, pemimpin dan golo yang berarti bukit, gunung, kris. Tu’a golo berarti kepala pemerintahan kampung. Kriteria untuk menjadi tu’a golo adalah sudah mencapai usia dewasa, sudah menikah, orang asli kampung tersebut, sehat jasmani maupun rohani, memahami adat Manggarai, mampu memimpin, yang dipilih berdasarkan musyawarah dan mufakat warga kampung atau antara tu’atu’a kilo, dan bisa juga dipilih secara aklamasi. Tugas dan wewenang tu’a golo adalah untuk memimpin sidang warga kampung menyangkut kepentingan warga kampung misalnya dalam hal membuat pagar kompleks kampung, mengadakan rehabilitasi rumah adat/membangun rumah adat (pande cuwir kole mbaru tembong/ pande mbaru tembong weru), bersih kubur (we’ang boa), membersihkan air minum (barong wae teku). 2.2.1.3. Tu’a teno Tu’a teno adalah kepala pembagian tanah ulayat. Tu’a berarti ketua/kepala; teno berarti kayu teno. Tu’a teno dipilih secara musyawarah karena tu’a teno mewakili tuan tanah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 17
dari kerabat lain. Tuan tanah adalah pemilik tanah dalam arti (merekalah) yang pertama tinggal, menetap di lokasi atau sekitar tanah tersebut, sehingga dapat mamahami status kepemilikan tanah, sejarah tanah tersebut, dan biasanya menjadi tu’a teno. Tu’a teno haruslah memiliki sikap demokrasi, fleksibel seperti ciri-ciri kayu teno yang elastis. 2.2.1.4. Tongka Arti kata tongka adalah takaran dan juru bicara perkawinan. Kata tongka bisa digunakan dalam dua aspek pada bahasa Manggarai. Sebagai arti juru bicara perkawinan, tongka sering dilibatkan dalam acara perkawinan baik dari keluarga laki-laki maupun keluurga perempuan yang bertugas untuk mewakili masing-masing keluarga besar dalam acara pernikahan. 2.2.2. Ilmu pengetahuan Masyarakat Manggarai sejak dulu sudah mengenal sastra khususnya sastra lisan dalam kehidupan mereka sehari-hari. Sastra lisan menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam masyarakat Manggarai. Ada dua bentuk sastra yang sudah menjadi lazim, yakni prosa naratif yang terungkap dalam berbagai kisah rakyat (tombo nunduk dan tombo turuk) dan puisi lirik yang diekspresikan melalui peribahasa, tamsil-tamsil (go’et), syair-syair doa (torok tae atau tudak) dan syair-syait lagu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 18
(dere) rakyat (Janggur, 2010). Sejarah lisan maupun tradisi lisan merupakan sebuah perilaku budaya yang harus dilakoni setiap warga generasi sebagai jati diri sejarah tanah air dan keturunannya (Jacob, 1990: 442). 2.2.3. Bahasa Manggarai Bahasa Manggarai menjadi umum dan hampir dikuasai oleh semua orang Manggarai di berbagai wilayah. Menurut KoO (1984: 25), pembagian bahasa di Manggarai dapat ditelusuri dari klasifikasi kata “tidak”. Masyarakat Manggarai Tengah dan Manggarai Barat menggunakan kata toe untuk mengatakan tidak, masyarakat Rongga menggunakan kata mbaen, sedangkan masyarakat Rembong menggunakan kata pae. Perbedaan yang lebih mencolok terletak pada kosa kata, dialek, dan konsonanvokal yang dimiliki tiap daerah. 2.2.4. Teknologi Masyarakat Manggarai di masa lalu sudah mengenal bahkan mampu menghasilkan peralatan atau perkakas yang dibutuhkan untuk kehidupannya. Begitupun teknologi pembuatan minuman tradisional juga sudah dikenal di masyarakat Manggarai, yakni proses pembuatan atau mencampur air enau dengan kulit damar sehingga menghasilkan alkohol berkadar tinggi seperti arak atau tuak. Masyarakat Manggarai sejak dulu juga sudah mengenal cara pembuatan obat-obatan yang berasal dari daun-daunan,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 19
misalnya londek jembu yaitu pucuk daun jambu untuk mengobati sakit perut, kayu sita untuk pengombatan disentri. Ada beberapa unsur yang termaksud dalam peralatan dan teknologi Manggarai menurut Dagur (1990), yaitu: 1) rumah adat (mbaru tembong atau mbaru niang) yang berbentuk kerucut dan bersegi lima yang terdiri atas tiga bagian utama, yaitu ngaung (bagian bawah rumah yang memiliki kolong), bate ka’eng (tempat tinggal), dan wuwung (atap) yang terbuat dari ijuk untuk atapnya, dan papan untuk dindingnya. 2) alat-alat produksi tradisional, meliputi: kope (parang), beci (tofa), ngencung (lesung), alu, lewing tana (periuk dari tanah liat). 3) senjata untuk berperang, meliputi: kope banjar (parang panjang), korung dan vokad (rombak), kiris (keris), panah. 4) pakaian dan perhiasan, meliputi baju dan kain (lipa) seperti baju kembiang, towe mbiris, selendang slampe, towe songke, sapu curuk, lalong-ndeki, golo, dan nggorong (Verheijen, 1977: 54). Sedangkan perhiasan yang dipakai seperti gelang (nekar, cake, meloso), tuni mbero, tubi rapa, anting-anting, bali-belo (hiasan kepala wanita seperti mahkota), luju dan retu. 5) berbagai bentuk wadah, meliputi: langok, joreng, cecer (tempat penyimpanan padi atau jagung yang berukuran besar), roto atau beka (wadah yang berfungsi sebegai tempat penyimpanan jagung yang berukuran kecil), bakul, doku, lide, luni, tongka, lorang. 6) alat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 20
transportasi umumnya menggunakan tenaga sendiri, hewan (kerbau atau kuda) dan sampan. 2.2.5. Sistem mata pencaharian Masyarakat Manggarai sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani. Tahah yang digarap oleh orang Manggarai adalah unik adanya. Tanah ulayat dalam istilah Manggarai disebut lingko dan menggarap tanah ulayat disebut tente teno. Tente teno/lodok uma weru berarti membuka kebun bundar/ kebun ulayat baru oleh sekelompok masyarakat atau suatu warga kampung yang dipimpin oleh tua teno (kepala pembagi tanah ulayat) (Nggoro, 2006). Terdapat tiga jenis aktivitas yang berkaitan dengan mata pencaharian masyarakat Manggarai, yaitu: bekerja di ladang atau sawah, berburu, beternak. 2.2.6. Kesenian Menurut Nggoro (2006), kesenian masyarakat Manggarai yang berupa seni pertunjukkan diekspresikan melalui seni musik, seni tari, dan seni rupa. Di Manggarai juga tumbuh dan berkembang berbagai jenis kesenian khas daerah ini seperti seni pertunjukan (tari, musik, nyayian), seni arsitektur (rumah), berupa benda-benda indah, atau kerajinan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 21
2.2.6.1. Seni pertunjukan 2.2.6.1.1. Caci Menurut Nggoro, nama caci sendiri berasal dari dua kata yaitu "ca" yang berarti satu dan "ci" artinya uji. Jadi caci bermakna uji satu lawan satu untuk membuktikan siapa yang benar dan salah. Kelengkapan caci adalah perisai (giliq), tali (larik) yang kemudian digunakan sebagai cambuk serta pelindung kepala (pangga). Caci sudah merupakan puncak kebudayaan Manggarai yang unik dan sarat makna: seni gerak (lomes), nilai etika (sopan santun), nilai estektika, muatan nilai persatuan, ekspresi sukacita, nilai sportivitas, serta penanaman percaya diri. Tarian caci biasanya dilagakan di depan rumah adat, antara Mbaru gendang dan Compang dan ditarikan atau dimainkan oleh para lelaki (ata reba). Diiringi musik dari gong dan gendang, sebagian besar pemusiknya adalah kaum hawa, dan sekelompok orang memainkan danding (lagu dan tarian). 2.2.6.1.2. Tari-tarian dan Nyayian Tari-tarian yang terdapat dalam budaya Manggarai adalah Tarian Rangkuk Alu, Sae, Ronda, Tarian Dundung Dake, Sanda, Mbata, dan Nenggo.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 22
2.2.6.1.3. Alat musik Alat musik yang digunakan dalam budaya orang Manggarai adalah gong dan gendang. 2.2.6.2. Kerajinan 2.2.6.2.1 Tenun ikat Tenun ikat yang dimiliki oleh orang Manggarai biasa disebut dengan lipa songke. Songke ini sendiri tidak hanya bisa dijadikan sarung (lipa songke), tetapi juga bisa dijadikan selendang songke, topi songke (songkok), dan banyak jenisnya. Kain songke adalah hasil kerajinan tangan wanita Manggarai (Dagur, 1990). Menurut Dagur (1990), Warna dasar hitam pada songke melambangkan sebuah arti kebesaran dan keagungan orang Manggarai serta kepasrahan bahwa semua manusia akhirnya akan kembali pada Yang Maha Kuasa, sedangkan aneka motif pada kain songke mengandung banyak makna sesuai motif itu sendiri seperti motif wela kawong bermakna interdependensi antara manusia dengan alam sekitarnya. Motif ranggong (laba-laba) bersimbol kejujuran dan kerja keras. Motif ju’i (garis-garis batas) pertanda keberakhiran segala sesuatu, yaitu segala sesuatu ada akhirnya, ada batasnya. Motif ntala (bintang) terkait dengan harapan. Motif wela runu (bunga runu), yang melambangkan sikap
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 23
atau etos bahwa orang Manggarai bagaikan bunga kecil tapi memberikan keindahan dan hidup di tengah-tengah kefanaan ini. 2.2.6.2.2 Anyaman Kerajinan wanita-wanita Manggarai lainnya selain lipa songke adalah anyaman dari daun pandan seperti loce (tikar), tange (bantal), lancing (tempat menyimpan hasil pertanian), luni (karung kecil), potang (sarang ayam), doku (tempat tampi beras) (Nggoro, 2006). 2.2.7
Seni arsitektur
2.2.7.1 Mbaru gendang Mbaru gendang (mbaru: rumah). Mbaru gendang biasa juga disebut dengan mbaru tembong (tembong: gong). Arti budaya mbaru gendang atau mbaru tembong adalah rumah adat yang berbentuk kerucut (niang). Konstruksi mbaru tembong ini beratapkan ijuk (wunut) yang berbentuk sepeti kerucut, di ujung atap rumah dipasang tanduk kerbau (rangga kaba). Simbol ini sebagai lambang kejantanan dan betapa pentingnya kerbau dalam aktivitas orang Manggarai. Selain itu, mbaru tembong ini digunakan untuk rapat umum warga kampung dan dibangun cukup besar untuk satu keluarga besar. Letak mbaru tembong sendiri harus berada di sentral kampung, bagian depan pintu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 24
mbaru tembong langsung berhadapan dengan halaman kampung (natas), dan berdekatan dengan compang (tempat sesajian ditengah kampung) (Nggoro, 2006: 31-32). 2.2.7.2 Compang Compang merupakan tempat sesajian yang terletak di halaman kampung atau sekitarnya. Compang berbentuk lingkaran yang menyerupai meja persembahan, terbuat dari tumpukkan tanah dan batu-batuan. Di tengah compang tumbuh pohon besar (langke). 2.2.8
Kepercayaan Masyarakat Manggarai
pada tempo dulu
menganut
kepercayaan animisme dan dinamisme (percaya pada roh-roh halus/dewa) (Nggoro: 2006). Diyakini bahwa roh halus itu tinggal di pohon-pohon besar (langke) seperti di sumber air (one ulu wae), di rawa-rawa (one temek), dan di hutan lebat (puar mese/poco), sehingga tempat tersebut dianggap mempunyai sumber kekuatan yang disebut pong (Verheijen, 1991:233). Kemudian leluhur orang Manggarai berupaya menanam kembali bibit pohon besar itu (langke) agar tumbuh di tengah kampung yang disebut compang.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 25
B. Sistem penggarapan tanah ulayat (tente teno)
Gambar 2.2 Lingko lodok
Berbicara tentang tanah ulayat hampir sama di setiap daerah. Akan tetapi proses menggarap tanah ulayat berbeda-beda di setiap daerah, termasuk istilah budaya yang digunakan dalam kaitan tanah ulayat tersebut. Istilah tanah ulayat di daerah Manggarai dikenal dengan sebutan lingko dan menggarap tanah ulayat (lingko) dikenal dengan istilah tente teno. Berikut akan diuraikan empat hal penting dalam proses tente teno menurut Nggoro (2006: 179-186).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 26
1. Arti tente teno Tente teno terdiri dari dua kata yaitu tente yang berarti tanam, menanam dan teno yang berarti nama sejenis kayu yaitu kayu teno. Tente teno memiliki arti membuka kebun bundar/kebun ulayat baru oleh sekelompok masyarakat atau suatu warga kampung yang dipimpin oleh tu’a teno. Sinonim kata tente teno adalah lodok uma weru. Lodok berarti sentral tanah ulayat (lingko) yang akan menjadi titik awal pembagian lahan. Pada lodok inilah diadakan tente teno. Hanya satu lodok untuk satu tanah ulayat. 2. Latar belakang tente teno 2.1.
Haju teno (kayu teno) Ada beberapa keunikan dan kelebihan kayu teno, yaitu: 2.1.1
Bentuk batangnya/pohonnya lurus (heluk), menurut paham
orang/moyang Manggarai bahwa ciri kayu teno yang lurus itu adalah simbol sikap jujur, dapat dipercaya oleh orang lain (imbi lata laing). 2.1.2
Kayu teno kurang bercabang (toe danga manga panga)
artinya proses pembagian tanah ulayat (lingko) dilandasi rasa keadilan. 2.1.3
Bila daunnya gugur, dapat menyuburkan tanah; juga
memiliki batang pohon yang halus, lembut (hemel). Artinya, kiranya dibutuhkan suasana hati, pikiran, dan perilaku yang penuh demokrasi, sukacita, ada kedamaian, lemah lembut,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 27
kesabaran, tidak otoriter, tidak ada rasa dengki, dan tidak cemburu dalam hal membagi tanah. 2.1.4
Memiliki kulit kayu yang tebal (loke haju kimpur). Kulit
kayu yang tebal itu dapat digunakan sebagi tali rentang batas pembagian tanah setiap peserta yang berhak mendapat pembagian tanah. Makna kulit kayu itu dalam konteks budaya Manggarai adalah agar tanah yang digarap itu dijauhkan dari segala penyakit, hama wereng tanaman, agar kiranya tanah tersebut mendatangkan hasil panen yang berlimpah. 2.2
Ruha manuk kampung/beo (telur ayam kampung) Menurut tradisi moyang Manggarai, telur itu merupakan simbol dari tuak robo (minuman alkohol dari pohon enau yang tersimpan di robo). Dahulu moyang Manggarai memakai robo untuk menyimpan minuman tuak robo itu dan motif robo menyerupai bentuk telur ayam. Tuak
robo
dalam
tente
teno
dilambangkan
sebagai
penghormatan, penghargaan terhadap roh-roh/jin/leluhur yang dianggap empunya tanah, agar mereka dapat memberi berkat, mendatangkan hasil yang berlimpah dari hasil kerja pada tanah ulayat itu. Berkaitan dengan telur ayam yang disajikan waktu membuka kebun bundar adalah harus dari telur ayam kampung yang baik, tidak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 28
busuk yang memiliki arti simbol penghormatan harus dari hati yang bersih dan jujur. 2.3
Saung ngelong Saung ngelong adalah daun ngelong yang berciri khas berdaun tipis, kecil, dan tumbuh di tempat-tempat yang lembab, tanah humus, dan subur. Penggunaan saung ngelong ini memiliki arti, kebun yang akan digarap senantiasa subur, berhumus, agar semua tanaman dapat tumbuh dengan subur dan mendatangkan hasil yang berlimpah.
3. Proses tente teno Proses tente teno dimulai dengan menancapkan kayu teno yang memiliki panjang satu meter di atas permukaan tanah, satu butir telur ayam kampung, dan segenggam daun ngelong, kemudian di sekitar kayu teno dibuatkan pagar kecil yang jumlahnya sesuai dengan jumlah peserta yang mendapat pembagian tanah ulayat tersebut. Tali direntangkan dari kayu teno sebagai pilar sentral itu ke setiap pagarpagar kecil dan panjang pagar kecil itu harus sama dengan panjang kayu teno. Dari tiang kayu teno tersebut direntangkan tali pada setiap pagar kecil itu masing-masing sampai batas terluar area tanah (cicing) sehingga dengan demikian dapat membentuk area pembagian tanah setiap peserta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 29
4. Hasil tente teno
Lodok
.
Galong
Moso Banta
Langang Cicing Gambar 2.3 Sketsa lingko lodok dan bagian-bagiannya 4.1
Moso adalah lokasi pembagian tanah yang dimiliki secara perorangan.
4.2
Lodok adalah titik awal membagi tanah ulayat (lingko). Hanya satu lodok untuk satu tanah ulayat. Lodok letaknya di tengah area tanah ulayat, diharapkan panjang/luas ukuran tanah pembagian setiap orang diupayakan sama ukurannya atau hampir sama. Bisa berbeda apabila bentuk tanahnya tak simetris. Lodok mestinya dikosongkan (tidak diolah) untuk dijadikan sebagai tempat sesajian.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 30
4.3
Cicing adalah batas ujung, luar tanah. Pada batas terluar tanah yang dimaksud yakni dibatasi oleh tanah milik pribadi atau tanah ulayat lain. Oleh karena itu, agar tidak terjadi perebutan batas cicing, dan agar tak masuk binatang yang merusak tanaman, maka bagian cicing tanah ulayat harus dibatasi dengan pagar (kena) dan atau got (ngali).
4.4
Banta artinya pematang yang berfungsi untuk menahan erosi, sehingga tanah tetap humus dan subur.
4.5
Galong artinya petak. Galong ialah pecahan-pecahan dari pembagian tanah. Ukuran satu galong hampir sama ukuran atau kapling tanah. Batas antara galong yang satu dengan galong yang lain disebut banta/pematang.
4.6
Langang artinya batas. Langang adalah batas area tanah pembagian antara seorang demi orang dalam satu tanah ulayat dan antara seorang/tanah ulayat dengan tanah ulayat lainnya.
5. Randang lingko Randang lingko adalah upacara adat persembahan, syukuran, sesajian kepada leluhur/roh yang dianggap empunya tanah dengan mengorbankan seekor kerbau jantan dalam hal membuka kebun bundar/tanah ulayat baru. Pada saat randang lingko juga dihadiri oleh kelompok-kelompok masyarakat sekitarnya (batas terdekat tanah ulayat itu). Tujuan kehadiran mereka untuk menyaksikan keabsahan tanah tersebut, dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 31
merekalah saksi jika tanah ulayat lain menyangkut status tanah ulayat itu. Tak semua pembukaan tahan ulayat melaksanakan randang lingko. Semuanya tergantung kesanggupan masyarakat. C. Etnomatematika 1. Hakekat matematika Matematika dalam penggunaannya tidak pernah terlepas dari kehidupan sehari-hari. Masalah-masalah kontekstual yang sering terjadi bisa diselesaikan menggunakan matematika. Awal ditemukannya matematika tidak bisa ditentukan, secara sadar ataupun tidak sadar, semua orang menggunakan matematika dalam kehidupannya. Menurut Berlinghoff dan Gouvea (2004), ”anthropologist have foud many prehistoric artifacts that can, perhaps be interpreted as mathematical. The oldest such artifacts were found in Africa and date as far back as 37.000 years. They show that men and women have been engaging in mathematical activities for a long time. Modern anthropologists and the students of ethnomathematics also observe that many cultures around the world show a deep awareness of form and quantity and can often do quite sophisticated and difficult things that require some mathematical understanding. These range all the way from laying out a rectangular, base for a building to devising intricate patterns and design in weaving, basketry, and other crafts.”
Matematika dapat dipandang dalam tiga identitas, yaitu (Didi, 2014): 1.1. Matematika sebagai suatu kumpulan alat (kumpulan metode) untuk memecahkan masalah. Selain itu, matematika diartikan sebagai kumpulan metode untuk menyelesaikan berbagai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 32
persoalan di dunia, termasuk persoalan pada berbagai bidang ilmu lain, misalnya fisika, kimia, ekonomi, dll. 1.2. Matematika sebagai suatu ilmu Matematika sebagi ilmu diartikan sebagai ilmu tentang pola dan struktur yang berlandaskan pada logika. Aktivitas matematika sebagai ilmu adalah aktivitas yang di dalamnya terjadi proses pengabstraksian dari pengalaman nyata dalam kehidupan seharihari ke dalam matematika atau sebaliknya, meliputi aktivitas mengelompokkan, berhitung, mengukur, merancang bangunan atau alat, membuat pola, membilang, menentukan lokasi, bermain, menjelaskan, dan sebagainya. 1.3. Matematika sebagai suatu bahasa, matematika dapat dipandang sebagai suatu perangkat aturan dan lambang yang dapat digunakan untuk berkomunikasi secara efektif dan efisien. Contoh: untuk menyampaikan pikiran bahwa “tiga ditambah empat sama dengan tujuh”, orang biasa menulis “3+4 = 7”, demikian juga untuk menyampaikan
informasi
bahwa
“produksi
suatu
pabrik
mengalami kenaikan”, orang biasa menggambarkan dengan grafik. 2. Etnomatematika Istilah etnomatematika pada dasarnya diperkenalkan oleh seorang matematikawan yang bernama D’Ambrosio. D’ Ambrosio dalam artikel
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 33
yang ditulis oleh Rosa dan Orey (2011) menjelaskan etnomatematika sebagai berikut, “the prefix “ethno” is today accepted as a very broad term that refers to the socialcultural context and therefore language, jargon, and codes of behavior, myths, and symbols. The derivation of “mathema” is difficult, but tends to mean to explain, to know, to understand, and to do activities such as ciphering, measuring, classifying, inferring, and modeling. The suffix “tics” is derived from techné, and has the same root as technique.” Chemiller (dalam Assayag, 2002: 161) mendefinisikan. “ethnomathematics is a new that has arisen during the last two decades, at the crossroad between history of mathematics and mathematics education. This domain consists in the study of mathematical ideas shared by orally transmitted cultures. Such ideas are related to number, logic and special configurations.” Selain itu, Chemiller juga menjelaskan bahwa “the effort made by ethnomathematicians in order to correct erroneous theory on the ability of human thought to think abstractly or logically rely greatly on the work of former ethnologists who have recorded information involving mathematical ideas while doing field work at the end of the nineteenth or during the twenrieth century. Not being especially engaged with mathematicsin their own culture, these ethnologists did not extract the whole mathematical content of their recorded material. “ Selain Chemiller, Gerdes dalam artikel Tandililing (2013) mengatakan bahwa etnomatematika adalah matematika yang diterapkan oleh kelompok budaya tertentu, kelompok buruh/petani, anak-anak dari masyarakat kelas tertentu, kelas-kelas professional, dan lain sebagainya. Pixten (1994) mengatakan bahwa pada hakekatnya matematika merupakan teknologi simbolis yang tumbuh pada keterampilan atau aktivitas lingkungan yang bersifat budaya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 34
D. Materi 1. Lingkaran 1.1
Lingkaran dan bagain-bagiannya Lingkaran adalah himpunan semua titik di bidang yang berjarak sama terhadap suatu titik tertentu. Titik tertentu itu kemudian disebut titik pusat lingkaran (I Putu, 2014). Sebuah lingkaran dinamakan menggunakan titik pusatnya. Pada gambar 2.4, titik O adalah titik pusat lingkaran atau lingkaran dengan titik pusat O.
.
O
Gambar. 2.4 Lingkaran dan daerah lingkaran Unsur-unsur lingkaran Perhatikan lingkaran dibawah ini yang berpusat di O
B
O
A
b
a
C
Gambar 2.5 Lingkaran dan bagian-bagiannya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 35
Berdasarkan gambar 2.5 diatas, terdapat unsur-unsur lingkaran sebagai berikut : a. ̅̅̅̅ AB merupakan diameter lingkaran. ̅̅̅̅,dan 𝑂𝐶 ̅̅̅̅ merupakan jari-jari lingkaran. b. ̅̅̅̅ 𝑂𝐴, 𝑂𝐵 c. Garis lengkung AB, AC dab BC merupakan busur lingkaran yang ̂ , AC ̂ , dan BC ̂. dinotasikan dengan AB ̅̅̅̅ dan ̅̅̅̅ d. 𝐵𝐶 𝐴𝐵 merupakan tali busur lingkaran. e. Daerah a merupakan juring lingkaran. f. Daerah b merupakan tembereng. 2. Poligon Sembarang dan Lingkaran Definisi (I Putu, 2014) a. Poligon dalam atau poligon tali busur pada suatu lingkaran adalah poligon
yang
titik-titik
sudutnya
berada
pada
lingkaran.
Lingkarannya disebut lingkaran luar dari poligon. b. Poligon luar atau poligon garis singgung suatu lingkaran adalah poligon yang masing-masing sisinya menyinggung lingkaran. Lingkarannya disebut lingkarandalam dari poligon. E. Kerangka Berpikir Peneliti melakukan penelitian ini dengan alasan ingin mengetahui dan mendeskripsikan keterkaitan lingko lodok dari sudut pandang budaya dan matematika yang ada di masyarakat Manggarai khususnya masyarakat Desa Meler, serta ingin mengetahui dan mendeskripsikan keterkaitan lingko lodok sebagai budaya Manggarai dengan matematika. Selain itu, diharapkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 36
hasil penelitian ini bisa menjadi salah satu metode dalam pembelajaran matematika di sekolah agar pembelajaran matematika bisa lebih bervariasi dan tidak meninggalkan budaya masyarakat atau budaya siswa khususnya daerah Manggarai.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian deskriptif eksploratif yang berarti bahwa peneliti ingin menggali secara luas tentang sebab-akibat atau hal-hal yang mempengaruhi terjadinya sesuatu (Suharsimi, 2012). Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif karena peneliti ingin menggambarkan dan menguraikan secara rinci dan mendalam mengenai etnomatematika dalam budaya Manggarai khususnya mengenai lingko lodok. Selain itu, peneliti juga ingin mengetahui hubungan atau kaitan antara lingko lodok dan matematika dari segi budaya dan dari segi matematika sebagai ilmu pengetahuan. B. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Penelitian ini dilakukan di Desa Meler, Kecamatan Ruteng, Kabupaten Manggarai, Flores, NTT. 2. Pengumpulan data penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai Juli 2016. Waktu pelaksanaan pengumpulan data disesuaikan dengan waktu yang dimiliki oleh subyek.
37
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 38
C. Subyek dan Objek Penelitian 1. Subyek penelitian Subyek penelitian ini orang-orang yang dianggap bisa menjawab rumusan masalah yang akan diteliti, seperti Tu’a golo Desa Meler, Pemerintah Desa Meler, Pemerintah Kabupaten Manggarai, dan masyarakat setempat di Desa Meler. 2. Obyek penelitian Obyek penelitian ini adalah lingko lodok dari sudut pandang budaya Manggarai dan matematika. D. Sumber Data Menurut Lofland dalam Lexy (1988) sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan selebihnya adalah tambahan dokumen dan lain-lain. Sumber data dalam penelitian ini adalah hasil dari studi lapangan yang berupa hasil wawancara, foto, video, rekaman suara, dan buku-buku referensi. Hasil wawancara dicatat melalui catatan tertulis dan di rekam melalui rekaman suara atau video. E. Jenis Data Menurut Sugiyono (2012), data kualitatif adalah data yang berbentuk katakata, bukan dalam angka. Data kualitatif diperoleh melalui berbagai macam teknik pengumpulan data misalnya observasi, wawancara, analisis dokumen, atau dokumentasi berupa video maupun foto. Data kualitatif ini digunakan untuk mendeskripsikan keterkaitan antara matematika dan lingko lodok dari sudut pandang budaya dan matematika.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 39
F. Metode dan Instrumen Pengumpulan Data 1. Metode pengumpulan data Metode pengumpulan data yang digunakan yaitu studi lapangan. Dalam metode studi lapangan ini, peneliti mengumpulkan data secara langsung ke lapangan dengan menggunakan beberapa teknik pengumpulan data sebagai berikut: a. Wawancara Wawancara dilakukan untuk mengetahui sejarah, teknis pembagian lingko lodok, dll. Jenis wawancara yang dilakukan adalah wawancara pembicaraan informal, dimana pertanyaan yang diajukan sangat bergantung pada spontanitasnya dalam mengajukan pertanyaan kepada terwawancara (Lexy, 1988). Hubungan pewawancara dengan terwawancara adalah dalam suasana wajar, sedangkan pertanyaan dan jawabannya berjalan seperti pembicaraan bisa dalam kehidupan sehari-hari saja. Wawancara merupakan inti dalam penelitian ini. Wawancara akan dilakukan sampai sudah menjawab pertanyaan dari rumusan masalah. b. Dokumentasi Dokumentasi berupa, foto, video, dan rekaman wawancara dengan subyek penelitian.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 40
c. Studi pustaka Studi pustaka dilakukan untuk melengkapi data-data wawancara dan juga sebagai referensi dalam analisis data. 2. Instrumen pengumpulan data Pedoman wawancara Kisi-kisi pertanyaan pada wawancara a. Pertanyaan yang berhubungan dengan budaya dan filosofi
Kapan lingko lodok mulai dibangun?
Bagaimana sejarah terbentuknya lingko lodok?
Bagaimana teknis lodok uma weru?
Kapan lingko lodok akan berakhir?
b. Pertanyaan yang berhubungan dengan pengetahuan matematika
Kenapa lingko lodok berbentuk seperti sekarang ini? Apa yang mendasarinya?
Apakah ada pedoman atau landasan dalam penentuan titik sentral lingko lodok?
Bagaimana teknis pembagian moso dalam lingko lodok?
G. Teknik Analisis Data Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan melalui pengaturan data secara logis dan sistematis, dan analisis data dilakukan sejak awal peneliti terjun ke lokasi penelitian hingga pada akhir penelitian (pengumpulan data) (Ghony dan Fauzan, 2014). Menurut Miles dan Huberman dalam Ghony dan Fauzan (2014), analisis data kualitatif
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 41
menggunakan kata-kata yang selalu disusun dalam sebuah teks yang diperluas atau dideskripsikan. Langkah-langkah analisis data pada penelitian ini mengikuti analisis data model Miles dan Huberman, yaitu: reduksi data, display data (pemaparan data), penarikan kesimpulan dan verifikasi. 1. Pengumpulan data Data yang dikumpulkan peneliti berbentuk data dalam bentuk catatan tertulis, catatan suara dan foto. Data yang dikumpulkan sangat banyak dan beragam dari berbagai subyek penelitian. Data ini kemudian ditranskrip menjadi catatan deskriptif dan beberapa catatan atau pendapat dari peneliti selama penelitian berlangsung yang berhubungan dengan objek penelitian. 2. Reduksi data Setelah pengumpulan data dilakukan, pada tahap selanjutnya peneliti memilih dan memilah, membuat iktisar dan membuat indeks pada data yang dianggap penting atau data yang dianggap memenuhi tujuan penelitian. Selain itu, pada reduksi data ini, data juga dipisahkan atas data yang relevan dan data yang tidak relevan, dipisahkan atas unit-unit data, kemudian unit-unit data yang sama yang mirip, atau sejenis dikelompokkan menjadi kategori-kategori data.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 42
3. Pemaparan data Pada kegiatan pemaparan data, data yang sudah dipisahkan pada reduksi data kemudian dipaparkan supaya mudah dilihat dan mudah dicari pola-pola atau kecenderungan-kecenderungannya, dan mudah dibanding-bandingkan. Pada penelitian ini, pemaparan data menggunakan uraian singkat. 4. Penarikan kesimpulan dan verifikasi data Data yang sudah dipaparkan dengan baik tersebut kemudian dicermati untuk ditarik kesimpulan-kesimpulan yang ada. Sebelum disimpulkan secara final, setiap kesimpulan yang ditarik harus diverifikasi terlebih dulu kebenarannya. H. Prosedur Pelaksanaan Penelitian Secara Keseluruhan 1. Penyusunan proposal Sebelum melaksanakan penelitian, peneliti mengajukan proposal yang berisikan BAB I, BAB II, dan BAB III. 2. Persiapan penelitian a. Ijin Ijin penelitian diawali dengan mendapatkan surat permohonan penelitian dari sekretatiat JPMIPA Universitas Sanata Dharma kepada
Pemerintah
Kabupaten
Manggarai
(Kepala
Kantor
Pelayanan Perijinan Terpadu Satu Pintu), kemudian pemerintah daerah Manggarai mengeluarkan surat rujukan penelitian kepada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 43
pemerintah Kecamatan Ruteng, dan kembali mendapat surat rujukan penelitian dari pemerintah Kecamatan Ruteng ke Desa Meler. b. Pembuatan instrumen Instrumen yang dibuat pada penelitian ini adalah instrumen wawancara. 3. Pelaksanaan pengambilan data Pengambilan data dilakukan untuk mendapatkan data keterkaitan antara lingko lodok dari segi budaya dan matematika. 4. Analisis data Setelah mendapatkan data wawancara, peneliti menganalisis dan mengevaluasi data tersebut. 5. Penarikan kesimpulan Setelah melakukan analisis data, peneliti mencoba menarik kesimpulan. Kesimpulan ini menunjukkan bahwa ada lingko lodok merupakan salah satu bentuk etnomatematika yang telah diterapkan masyarakat Desa Meler sejak dahulu kala.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Pelaksanaan Penelitian Penelitian dilaksanakan di Desa Meler, Kecamatan Ruteng, Kabupaten Manggarai, NTT. Penelitian diawali dengan mengurus surat ijin penelitian di Kantor Pelayanan Perijinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) di Ruteng, Kabupaten Manggarai, kemudian memberikan surat tembusan dari KPPTSP ke berbagai instansi terkait. Salah satu surat tembusan tersebut diberikan kepada Camat Kecamatan Ruteng di Cancar untuk mendapat surat Rekomendasi Penelitian ke Desa Meler. Kemudian surat rekomendasi penelitian tersebut diberikan kepada kepala Desa Meler. Pengambilan data dilakukan pada tanggal 23 – 27 Juni 2016 dan 10 – 12 Juli 2016. Penelitian dilaksanakan dengan melakukan wawancara kepada tu’a golo Desa Meler, sekretaris Desa Meler, staff Dinas Pariwisata Kabupaten Manggarai dan masyarakat setempat yang menjadi subyek penelitian. Wawancara dengan tu’a golo dan staf Dinas Pariwisata Kabupaten Manggarai merupakan wawancara yang digunakan untuk mendapatkan data utama, sedangkan wawancara sekretaris desa dan masyarakat setempat digunakan untuk mendapatkan data tambahan. Wawancara dengan tu’a golo dilaksanakan pada tanggal 26 Juni 2016 pada pukul 13.00-14.00 dan sekretaris Desa Meler pada tanggal 27 Juni 2016 pada pukul 10.00-10.45, sedangkan wawancara dengan staff Dinas dilaksanakan pada 11 Juli 2016 pada pukul 12.00-14.00 dan dengan
44
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 45
masyarakat pada tanggal 12 Juli 2016 pukul 10.00-10.30. Wawancara dilakukan secara terbuka dan mendalam untuk memperoleh data yang tepat dan sesuai. Perbincangan dimulai pada tangal 24 Juni 2016 dengan melaporkan diri kepada tu’a golo selaku kepala kampung Desa Meler secara adat di rumah tu’a golo. Setelah menemukan jadwal yang tepat dengan tu’a golo, wawancara dengan dilaksanakan pada hari minggu, 26 Juni 2016. Kemudian pada tanggal 27 Juni 2016 peneliti melakukan perbincangan dengan sekretaris Desa Meler bertempat di Kantor Desa Meler, sedangkan perbincangan dengan dengan staff Dinas dilaksanakan pada 11 Juli 2016 bertempat di Pondok Pandang, Desa Meler. Kemudian perbincangan dengan masyarakat Desa Meler dilaksanakan pada tanggal 12 Juni 2016 bertempat di Lingko Meler. B. Penyajian Data Data yang didapatkan selama penelitian di lapangan berupa transkrip wawancara, foto, rekaman pembicaraan dan video. Transkrip wawancara didapat dengan menuangkan hasil rekaman pembicaraan ke dalam tulisan. Foto, rekaman suara dan video digunakan sebagai bukti telah diadakan wawancara lisan secara langsung kepada informan. Data yang berupa foto, transkrip pembicaraan akan dilampirkan, sedangkan bukubuku referensi yang digunakan dalam studi pustaka berfungsi sebagai pelengkap data wawancara.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 46
C. Analisis Data Analisis data yang dipakai yaitu pengumpulan data, reduksi data, display data, dan penarikan kesimpulan. 1. Pada pengumpulan data, peneliti mengambil data langsung ke lapangan berupa wawancara langsung dengan tu’a golo Meler, staff Dinas Pariwisata Kab. Manggarai, Sekretaris Desa Meler dan masyarakat Desa Meler, dan dokumentasi yang berkaitan dengan lingko lodok seperti foto lingko lodok, foto rumah adat, dan foto saat melakukan wawancara dengan narasumber. 2. Pada reduksi data, peneliti memilih dan memilah data-data seperti datadata hasil wawancara, dan hasil dokumentasi yang menjawab rumusan masalah. 3. Pada display data, peneliti memaparkan data-data yang telah dipilih pada reduksi data seperti, transkrip wawancara, yang dilengkapi dengan informasi dari buku-buku refensi tentang lingko lodok yang berkaitan hasil wawancara, dan melihat hubungan lingko lodok dengan budaya dan matematika serta kaitannya menggunakan uraian, gambar dan fotofoto. 4. Pada penarikan kesimpulan, data-data yang telah dipaparkan kemudian dicermati untuk bisa menarik kesimpulan yang bisa menjawab rumusan masalah. Berikut adalah tabel analisis data wawancara dengan keempat subyek.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 47
Keterangan: P: Peneliti N: Narasumber Nu, enu: panggilan untuk perempuan Manggarai Ema: Bapa atau orang yang dituakan Ite: panggilan untuk orang yang lebih tua atau panggilan untuk menghormati lawan bicara 1. Wawancara dengan tu’a golo (Bpk. Ambros Rima ) P/N Wawancara P
Analisis
Selamat siang ema, saya Melin yang hari Jumat datang kesini untuk Peneliti wawancara.
membuka
wawancara
dengan
memperkenalkan diri dan memberi salam agar suasana bisa terasa akrab dan nyaman.
N
Oh ia, saya masih ingat. Mau wawancara tentang lodok to nu?
P
Io ema, kalo begitu saya mulai saja ema e, bagaimana sejarah lingko lodok Tu’a golo menjelaskan bahwa lingko ada ini dulu ema?
karena merupakan salah satu syarat dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 48
Awalnya lingko lodok ini dulu nu, warisan turun temurun dari kita punya membangun sebuah kampung, syarat lainnya nenek moyang. Sebelum saya cerita sejarah awalnya lingko lodok ini, enu adalah mbaru bate ka’eng (tempat tinggal), harus tau dulu syarat untuk membuka suatu kampung. Syaratnya adalah wae bate teku (mata air), natas bate labar harus ada tempat tinggal (mbaru bate ka’eng), kebun (uma bate duat), mata (halaman untuk acara-acara adat), compang air (wae bate teku), halaman (natas bate labar), tempat persembahan (tempat persembahan), dan boa (kuburan). (compang), dan kuburan (boa). Harus ada semua ini syarat dan tidak boleh Lingko lodok ini dibuat karena nenek moyang ada yang kurang. Waktu nenek moyang mau bikin kampung dulu, hutan orang Manggarai ingin membagi tanah ulayat semua daerah ini dulu, sehingga saat mereka mulai membuka kampung, secara adil dan bisa dimiliki oleh semua orang mereka pikir, bagaimana cara membuat kebunnya sehingga nanti semua Manggarai, sehingga berdasarkan adat istiadat masyarakat kampung itu bisa dapat bagian dan adil juga. Kemudian mereka yang sudah mereka anut sejak dulu, mereka mulai musyawarah dalam forum lonto leok di rumah gendang tentang cara membuat dan membagi lingko seperti lingko pembagian kebun ini supaya adil untuk semua masyarakat, gampang yang ada sekarang, atas dasar hasil kesepakatan baginya dan sesuai dengan adat orang Manggarai. Terus mereka ikut bentuk dalam forum lonto leok di mbaru gendang di rumah gendang yang bentuk bundar dengan satu tiang ditengahnya dan mana lingko lodok dibuat mengikuti struktur tiang-tiang lain ada di pinggir-pinggirnya.
rumah gendang.
P
Oh begitu ka ema, terus kenapa ikut bentuk rumah gendang?
Pada lingko lodok mengandung unsur-unsur
N
Begini nu, di rumah gendang itu ada simbol-simbol tertentu seperti kolong rumah (ngaung) yang melambangkan dunia kegelapan, tempat manusia
yang yang diadaptasi dari beberapa unsur rumah adat, salah satunya adalah kayu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 49
tinggal melambangkan dunia manusia, loteng dan lempa rae (tempat sambungan
dari
bubungan
rumah
yang
menyimpan bahan makanan) melambangkan perantara antara dunia panjangnya 50 cm atau dalam perhitungan manusia dan Tuhan, dan tempat mezba (ruang koe) melambangkan dunia tradisional sama dengan ca ciku, kayu ini yang Tuhan, terus ada siri bongkok yaitu tiang yang ada di pusat rumah gendang, diukir berbentuk wajah manusia dengan tanguk di siri bongkok ini disimpan alat-alat musik tradisional. Itu bagian kerbau serta ujung atasnya dipotong berbentuk rumahnya nu, bagian atapnya ada makna sendirinya. Macam ada kayu yang gasing (mangka). Bentuk ujung atas kayu yang panjangnya mungkin 50 cm yang sambungan dari ngando (bubung), di itu berbentuk gasing itulah yang memiliki bentuk kayu nu, ada lukisan mukanya manusia, terus ada tanduk kerbau atau kayu yang sama dengan bentuk yau teno yang di yang dipotong macam tanduk kerbau yang disimpan di samping kiri tancapkan pada tanah saat pembagian lingko kanannya itu lukisan, dan di ujung atasnya itu kayu nu potong macam lodok. Setelah lingko dibuat, mereka baru bentuk gasing (mangka). Nah artinya itu lambang itu, mukanya manusia itu menyadari bahwa lingko lodok yang mereka melambangkan kalo manusia itu adalah ciptaan yang paling tinggi dari buat
menyerupai
ciptaan lain, terus itu tanduk itu melambangkan daya juang dan berbentuk bundar. bersyukurnya orang Manggarai, sedangkan ujung kayu yang bentuk gasing itu nu melambangkan hubungan manusia dengan Tuhan. Itu kayu bentuk gasing yang di atap rumah gendang itu nu, sama dengan bentuk ujung atas kayu teno yang ditancapkan di lodok yang biasa dinamakan tente teno. Kalau di lodok, kayu mengandung makna sebagai laki-laki dan tanah tempat tancap kayu teno itu sebagai perempuan, sehingga tente teno itu
sarang
laba-laba
dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 50
maknanya penyatuan laki-laki dengan perempuan yang menghasilkan kehidupan baru. Dari simbol-simbol itu nu makanya ada ungkapan orang Manggarai “gendangn one, lingkon pe’ang” ada hubungan erat yang tidak bisa dipisahkan antara rumah gendang dengan lingko, karena kalo simpan kayu di lodok itu, bentuknya seperti rumah gendang, sehingga nu ga, lingko lodok itu begitu bentuknya. Ada lodoknya dan adil baginya ke masyarakat. P
Oh jadi begitu dulu sejarahnya e ema, apakah dulu nenek moyang ini sadar kalo lingko yang mereka buat itu sama seperti sarang laba-laba?
N
Mereka tidak sadar nu, karena dulu tu ka nu mereka buat saja seperti yang mereka sudah gambar itu macam rumah gendang itu. Belakangan baru mereka sadar kalau lingko ini sama seperti sarang laba-laba waktu mereka mulai bikin pagar di bagian cicingnya, setelah itu baru mereka sadar kalo lingko ini berbentuk macam sarang laba-laba.
P
Sekitar tahun berapa lingko lodok ini dibuat ema?
N
Aduh nu, saya tidak ingat dan tau pasti kapan bikinya ini lingko. Tapi sekitar tahun 1955 lingko lodok ini sudah ada.
Tu’a golo tidak tahu dengan pasti kapan lingko lodok ini mulai dibangun.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 51
P
Bagaimana cara baginya lingko lodok ini ema?
N
Ada kayunya untuk bikin ini lingko lodok dulu, namanya kayu teno. Ini kayu masih ada sampai sekarang. Ini kayu teno di potong seperti gasing. Kemudian dibuat sebuah lubang di pusat atau sentral dari tanah yang mereka pilih untuk ditancapkan kayu teno itu di sentralnya. Saat menancapkan kayu teno itu, tidak ditancapkan begitu saja, ada acara adatnya yaitu leang sose dimana disembelih seekor babi, dan darah babi ini harus diteteskan di lubang yang telah dibuat sebelumnya, kemudian kayu teno ditancapkan di lubang tersebut. Setelah itu, mereka membuat dua garis lurus sampe di cicing yang lewat dan berpotongan di kayu teno. Jadinya bagi empat itu garis dan namanya itu garis adalah langang waga. Langang waga ini jadi langang utama yang tidak boleh diganggu lagi karena langang waga ini mempermudah bagi per moso nanti, kemudian seutas tali dibentuk seperti lingkaran pada bagian luar kayu teno dan dinamakan lengker. Setelah itu barulah dibagi per moso dari lengker dengan cara, jari tangan di letakkan di lengker dan kayu dirancapkan dibagian kiri dan kanan jari tersebut, ukuran jari tersebut yang telah ditandai oleh kayu disamping kanan dan kiri jari tadi diperuntukkan satu keluarga. Cara yang sama juga
Pembagian lingko lodok diawali dengan upacara adat untuk menancap kayu teno yang di bentuk seperti gasing, kemudian membuat garis tengah horizontal dan vertikal yang melalui lodok yang dinamanakan langang waga sebagai langang utama dalam lingko. Di luar kayu teno, dibuat sebuah lingkaran kecil menggunakan tali yang dinamakan lengker kemudian dibagi per moso dan ditandai menggunakan kayu di lingkaran tersebut. Jumlah kayu yang berada di lingkaran tersebut sebanding dengan jumlah orang yang akan mendapat bagian di lingko lodok selain itu panjang kayu yang berada di lingkarang sekitar 1 pagat dalam hitungan tradisional orang Manggarai atau setara dengan kurang lebih 20 cm. Jarak antara ukuran moso disebut sor moso yang merupakan bagian yang akan diterima per keluarga dalam lingko. Dalam setiap tahap
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 52
dilakukan untuk keluarga-keluarga lainnya. Kayu yang ditancapkan di kiri pertumbuhan tanaman di lingko selalu di dan kanan jari tadi berukuran satu pagat dan jika sudah selesai membagi adakan upacara adat untuk mensyukuri apa permoso, kayu-kayu itu akan membentuk lingkaran dan dinamakan lance yang mereka hasilkan kepada sang pencipta. dan jarak dari satu kayu kekayu lainnya dinamakan sor moso yang dijadikan patokan ukuran moso. Setelah lance dibuat, kemudian ditancapkan kayu lain dibelakang lance yang ukurannya lebih panjang sampai pada cicing sehingga kayu paling tinggi adalah kayu yang berada di cicing, dan paling pendek berada di lodok. Kayu-kayu itu harus lurus dengan kayu teno di lodok trus kayu teno tu tidak kellihatan dari kayu terakhir. Ada kalanya pake tali supaya lurus dan dinamakan lander, nah kayu-kayu itu akan menjadi langang. Satu lingko utuh dinamakan lingko sembong. P
Bagaimana cara ukur moso untuk masyarakatnya ema?
N
Caranya pake ukuran jari tangan ini nu.
P
Bagaimana caranya?
Alat ukur yang digunakan dalam sor moso adalah jari tangan dan setiap keluarga mendapat bagian sesuai kedudukan dalam kampung.
Moso
yang
dimaksud
dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 53
N
Biasanya nu, tergantung kesanggupan penerima moso. Adakalanya dia pembagian awal adalah ukuran jari seseorang. minta hanya satu jari, ada juga yang minta tiga atau dua jari.
Sedangkan moso yang dimaksud setelah pembagian adalah daerah garapan seseorang
P
Ema, kenapa harus pake kayu teno di lodoknya? Kenapa bukan kayu lain?
N
Memang harus pake kayu teno tu nu, tidak bisa pake kayu lain karena ada maknanya itu kayu dulu. Seperti lingko di Laja, dulu itu sudah dibagi, kemudian di lepas, sekarang dikerjakan lagi dan tidak bisa pake lagi kayu teno untuk baginya, harus pake kayu lain saja di lodoknya. Karena kalo pake
Ada makna tersendiri kenapa kayu teno digunakan dan dijadikan titik awal pembagian lingko lodok. Kayu teno sendiri tidak dapat tergantikan oleh kayu lain dalam pembagian awal tanah ulayat.
kayu teno lagi, harus ikut ulang sama seperti bagi waktu pertama kali dibagi P
Satu lingko ini ema dibagi untuk berapa orang?
N
Satu lingko ini nu, bisa di bagi kurang lebih 30 keluarga.
Jumlah moso dalam satu lingko ± 30 moso yang berari ada ± 30 keluarga yang menggarap di lingko tersebut
P
Saya ada liat lingko disana ni ema, yang tidak bentuk bundar, seperti Tu’a golo menjelaskan nama dari lingko yang setengah lingkaran dan ada yang lebih kecil lagi tapi tidak bundar. Apa tidak berbentuk bulat, yang berada di lahan sisa namanya itu?
pembuatan
dua
atau
tiga
lingko
yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 54
N
Lingko salang cue namanya nu, setengah dari lingko sembong atau bisa berdekatan. Selain itu, lingko salang cue lebih kecil lagi. Misalnya ada dua atau tiga lingko yang berdekatan, pasti tersebut merupakan lingko yang dibuat karena ada lahan sisanya. Lahan yang sisanya itu nu, kalo dibagi pake sistem lodok ada beberapa penerima moso yang sudah namanya lingko salang cue tadi. Sama lingko salang cue itu juga nu, lingko mendaftar tetapi tidak mendapat bagian pada yang dibuat karena ada beberapa penerima moso tidak dapat bagian di lingko sembong. Agar masyarakat merasa adil, lingko sembong. Nah supaya semua masyarakat dapat bagian, makanya ada maka lingko salang cue dibuat dan cara itu lingko salang cue itu.
P
Cara baginya lingko salang cue ema?
N
Cara baginya sama seperti pembagian lingko sembong.
P
Lingko lodok ini bentuknya sama seperti apa ema?
N
Bentuk bulat nu, Cuma ada kalanya tidak bulat karena ketemu dengan lingko lain dan ada yang ketemu dengan kali. Mungkin panjangnya bisa 75 sampai 100 m.
P
Brarti bukan bentuk lingkaran?
pembagiannya tetap sama dengan lingko yang utuh, hanya saja tidak melalui pembuatan langang waga.
Bentuk sesungguhnya yang di adaptasi adalah bentuk bangun datar segi banyak, karena mengikuti topografi tanah dimana lodok itu dibentuk serta mengikuti lingko lainnya yang bersinggungan dengan lingko tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 55
N
Ia, bukan lingkaran nu, pokoknya bulat bukan lingkaran. Pokoknya kalo kita liat bentuk bulat itu lingko.
P
Satu moso itu ema milik per orang kah?
N
Bukan per orang nu, tapi per keluarga.
P
Apakah moso di lingko lodok ini dimiliki secara turun temurun?
N
Ia, karena moso itu merupakan warisan turun temurun.
P
Apakah lingko lodok ini ema hanya ada di sawah saja kah atau ada lagi di Tu’a golo menjelaskan bahwa disemua bagian tanah kering?
N
Tidak ta nu, bagi seperti lingko lodok juga di tanah kering ini. Sama seperti di Nugi, dulu bentuknya lingko lodok tapi mereka tanam jagung karena tanah kering. Tapi karena pengaruh Raja Baruk yang pergi studi banding di Bali, makanya lingko lodok di Nugi diubah jadi bentuk petak
P
Berarti begini juga baginya di gunung-gunung?
Moso merupakan hak milik turun temurun dari sebuah keluarga.
lahan baik di dataran rendah maupun dataran tinggi dibagi seperti lingko lodok. Namun karena beberapa perubahan dan perkembangan sehingga ada lahan berbentuk segiempat mulai bermunculan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 56
N
Ia kah nu, begini juga baginya di gunung sama seperti lingko lodok di sawah ni.
P
Apakah ada kelemahan dan kelebihan kerja di lingko lodok dibandingkan Keberuntungan dan rejeki dalam mengelolah dengan kerja di lahan petak ema?
moso menjadi kelebihan dan kekurangan bekerja di lingko.
N
Tidak ada ta nu, tergantung rejeki masing-masing.
P
Kalau misalnya ada tanah baru ema, bagaimana cara baginya? Apakah sama Lingko lodok tidak dibuat lagi pada zaman seperti dulu?
N
Ia, masih sama pembagiannya. Tapi sudah jarang ditemukan, karena tidak ada lagi tanah umum sekarang. Semua sudah dimiliki secara pribadi.
P
Apakah di daerah lain di Manggarai ini, ada lingko lodok?
N
Ia nu, karena sama semua cara bagi tanah umum dulu di Manggarai ini. Cuma ada sedikit perbedaan mungkin istilah atau upacaranya. Tapi ka nu, sama saja e, kan tetap sama-sama Manggarai kita ini.
P
Berarti ada dua cara pembagian dulu ema e, lingko lodok dengan petak.
sekarang karena lahan sudah menjadi lahan pribadi dan tidak ada lagi lahan umum yang bisa dijadikan tanah ulayat.
Pembagian tanah ulayat masyarakat di seluruh Manggarai berbentuk lingko lodok, hanya saja beberapa istilah yang berbeda karena pengaruh bahasa dan istilah serta upacara adat yang berbeda.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 57
N
Ia, ada dua pembagiannya dulu. Lingko ini nu, ada kaitannya dengan rumah Ada dua pembagian tanah garapan yaitu lingko gendang. Sama seperti ungkapan Manggarai “gendang one, lingko pe’ang” lodok dan petak (lahan garapan berbentuk segi tadi, kalau ada rumah gendang tapi tidak ada lingko, berarti pendatang yang empat). ada di kampung itu, begitupun sebaliknya.
P
Apa maksud “gendang one, lingko pe’ang” ema?
N
Maksudnya itu kalimat nu, sama seperti yang saya bilang tadi tu, ada kaitan rumah gendang dengan lingko seperti bersatunya masyarakat dengan tanah di kampung itu, dan ada hubungan timbal balik antara gendang dan lingko.
P
mempunyai makna hubungan timbal balik antara manusia dan tanah sebagai tempat untuk menyambung hidup.
Bagaimana kedepannya nanti ema, apakah di moso ini bisa dibangun tempat Seiring tinggal?
N
Ungkapan “gendang one, lingko pe’ang”
Tergantung musyawarah untuk satu lingko nu, contohnya di Cobol, ada rumah gendang ditengah lingko lodok. Ambil jarak 10 m dari lodok untuk bikin rumah gendang itu. Kemudian kalau mau bikin rumah pribadi di moso itu nu, tergantung kesepakatan dari keluarga masing-masing sudah.
berkembangnya
kemungkinan pemukiman
moso
zaman,
digunakan
ada sebagai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 58
2. Wawancara dengan staf Dinas Pariwisata (Bpk. Gabriel Fughs Gembira) P/N Wawancara P
Analisis
Selamat siang om, saya Melin mahasiswa yang penelitian di Meler ini, tentang Peneliti mengucapkan salam dan meminta lingko lodok. Saya mau Tanya-tanya sedikit tentang lingko ini om.
ijin
untuk
melakukan
wawancara.
Narasumber memastikan bahwa peneliti sudah terlebih dahulu menemui tu’a golo karena
narasumber
hanya
ingin
menambahkan hal-hal yang belum di N
Oh, begitu kah nu, boleh nu, kalo saya bisa jawab akan saya jawab dan bantu enu. Enu sudah ketemu tu’a golo kemarin?
P
Sudah om, saya sudah ketemu tu’a golo kemarin. Sudah ketemu dengan sekretaris desa juga, walaupun rencananya ketemu dengan kepala desa.
N
Baik sudah kalo enu sudah ketemu dengan tu’a golo kemarin, karena nanti saya hanya menambahkan beberapa hal yang mungkin belum disampaikan oleh tu’a golo. Siapa yang suru kesini nu?
sampaikan tu’a golo kepada peneliti.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 59
P
Oh tidak apa-apa om, tambahan-tambahan itu juga sudah sangat membantu. Kemarin saya ke kantor desa om, terus sekretaris desa menganjurkan saya untuk kesini, karena menurut beliau, ite cukup tau banyak tentang lingko ini.
N
Oh, tidak terlalu tau banyak juga enu, hanya saja kebetulan saya ditempatkan kerja disini, jadi mau tidak mau saya harus tau tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan lingko lodok ini. Saya juga sama seperti enu dulu, wawancara kesana kemari untuk dapat data. Tu’a golo juga jadi narasumber saya dulu. Adu, dari pada banyak bicara yang tidak penting nanti, lebih baik fokus ke hal yang enu belum paham tentang lodok ini.
P
Jadi begini ka om, kemarin waktu wawancara dengan tu’a golo, beliau Langang waga merupakan langang utama mengatakan bahwa sebelum bagi sor moso, ada buat langang utama atau alam lingko lodok. Alasan dibentuknya langang waga, jadi langang ini merupakan langang yang membagi 4 bagian langang waga adalah untuk mempermudah suatu lahan yang akan dibagi. Nah, kenapa harus ada langang waga ini?
N
Begini nu, saat membangun sebuah rumah, kita pasti akan mencari pertengahannya. Sama halnya dengan langang waga tersebut. Kenapa di bagi 4, sebenarnya hanya untuk mempermudah dalam pembagian saja nu, slain itu
dalam
pembagian
dan
mempertegas
adanya lodok. Selain itu, walaupun tidak sama panjang, langang waga mempunyai keistimewaan yaitu langang waga saling
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 60
langang waga ini dijadikan sebagai garis utamanya untuk mempertegas lodok berpotongan melalui lodok tidak seperti di lingko itu. P
Jadi hanya untuk mempermudah saja, nah apakah langang waga ini harus sama panjang?
N
Tidak harus sama panjang nu.
P
Nah, yang membuat langang waga ini istimewa setelah pembagian apa?
N
Yang membuat langang waga istimewa adalah langang waga ini merupakan langang yang lurus melalui lodok dang dua langang ini membagi satu sama lain di lodok itu. Jadi kalo dilihat sekarang, langang waga itu langang yang lurus melalui lodok.
P
Memangnya langang lain tidak melalui lodok kah om?
N
Tidak nu. Langang yang lain itu kan diukur pake moso dari lodok to, sehingga ujung langang itu di lodok, satunya di cicing. Sementara kalau langang waga, kedua ujungnya ada di cicing, dan lodoknya berada di langang waga itu entah ditengah atau tidak.
langang yang lain.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 61
P
Salah satu pertanyaan yang dari kemarin belum terjawab adalah kenapa harus Kayu teno digunakan sebagai kayu yang menggunakan kayu teno sebagai lodok?
N
Ada makna yang terselubung dibalik kenapa nenek moyang menggunakan kayu teno sebagai alat untuk membagi lingko pada masa itu, yaitu : 1. Kayu teno bersifat lunak dan halus yang menggambarkan atau mengajarkan kepada kita agar hati kita lembut seperti kayu teno. 2. Kayu teno merupakan kayu yang multi fungsi, yaitu: menurut kepercayaan orang Manggarai, bahwa kayu teno merupakan kayu yang bisa mengusir roh-roh jahat yang ada di dalam rumah, misalnya pada atap rumah digunakan kayu teno, selain itu digunakan sebagai pelindung. Kulit kayu teno juga bisa digunakan dan dibuat menjadi baju bagi orang Manggarai jaman dahulu, tali kayu teno digunakan untuk mengukur dalam pembuatan lingko. 3. Sebelum menancapkan kayu teno pada pembuatan lingko, biasanya terlebih dahulu menggali sebuah lubang ditanah sebagai tempat untuk menancapkan kayu teno tersebut. Kayu teno diibaratkan laki-laki dan lubang tersebut diibaratkan sebagai perempuan “tanan wa, awangn eta” yang berarti: perkawinan sakral yang dilandasi keyakinan trasidional antara perempuan
ditancapkan pada lodok karena menurut adat orang Manggarai, kayu teno memiliki makna dan nilai yang diharapkan dapat dimiliki dan menjadi panutan orang Manggarai.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 62
(tanah atau bumi) dengan laki-laki (awan atau dunia adikodrati) yang bisa menciptakan atau melahirkan hidup baru. Jadi nu, tidak sembarang kayu teno itu. Itulah kenapa nenek moyang dulu pake kayu teno untuk bagi lingko, supaya makna kayu teno itu bisa dianut oleh orang Manggarai. P
Nah, kenapa lingko bisa ada?
N
Sebelum berbicara kenapa lingko bisa ada, saya akan menceritakan asal muasal adanya sebuah kampung, beo atau golo. Tiga kata yang berbeda tetapi memiliki makna yang sama. Awalnya, ada 5 syarat khusus untuk membangun sebuah kampung, yaitu: 1. Mbaru gendang. 2. Lingko 3. Wae teku 4. Compang 5. Boa *Mbaru: rumah, gendang: alat musik tradisional Manggarai yang selalu disimpan di rumah adat. Orang Manggarai bisa membangun rumah adat, jika 4 unsur lain ada. Dalam artian, unsur-unsur tersebut bersamaan dibangun. Intinya,
Sebuah wilayah bisa dikatakan sebuah kampung, beo atau golo jika memiliki 5 syarat dan salah satunya adalah lingko atau kebun. Jadi lingko ada karena merupakan syarat adanya sebuah kampung selain itu lingko juga ada agar masyarakat dalam suatu kampung bisa menyambung hidup.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 63
wae teku (sumber air) harus menjadi faktor utama dalam mancari tempat untuk mambangun sebuah kampung agar bisa melanjutkan hidup. * lingko, merupakan tanah garapan suatu kampung yang harus dimiliki untuk kelangsungan hidup dan mempunyai filosofi “gendang one, lingkon pe’ang”. Nanti akan dijelaskan. * Compang mempunyai fungsi, sebagai tempat tinggal naga golo (penjaga) dalam sebuah kampung, sehingga saat ada acara adat, misalnya berperang orang Manggarai mengintari compang yang bertujuan untuk mengundang naga golo untuk ikut berperang dan menjaga mereka saat berperang. Compang tersebut juga merupakan tempat keramat bagi orang Manggarai. Karena dahulu orang Manggarai menganut paham animisme. Namun pada jaman sekarang, praktekpraktek tersebut masih ada sebagai tradisi agar tidak hilang. P
Bagaimana dengan pembagian lingko, siapa yang berwenang membaginya?
N
Setelah membangun sebuah kampung, dipilihlah seorang ketua yang disebut tu’a golo. Tu’a golo mempunyai hak otoritas untuk membagi lingko kepada masyarakatnya. Wakil tu’a golo adalah tu’a teno. Tu’a golo menguasai satu kampung, sedangkan tu’a teno menguasai hanya satu lingko. Setiap lingko
Dalam struktur sosial orang Manggarai, tu’a golo merupakan kepala sebuah kampung yang juga memiliki hak otoritas untuk membagi lingko kepada masyarakat. Sedangkan tu’a teno yang merupakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 64
memiliki masing-masing tu’a teno, dan tua ten memiliki tanggung jawab yang wakil dari tu’a golo merupakan orang yang besar jika terjadi sesuatu dalam masalah lingko dan masyarakat harus tunduk. menguasai satu lingko dan berwenang Tu’a golo, tu’a teno dan masyarakat mulai membuat lingko dengan pertama- penuh untuk membagi satu lingko kepada tama mencari titik sentral lingko, kemudian membuat upacara yang bertujuan masyarakat. untuk mengundang nenek moyang dan roh penjaga tanah agar “toe manga do’ong agu dungket” atau tidak ada hambatan dalam prosesnya. P
Dan bagaimana menetukan titik tengahnya?
N
Untuk menentukan titik tengah pada awal pembuatan lingko pertama, nenek
Tidak
ada
pedoman
khusus
dalam
penentuan titik tengah.
moyang menentukannya dengan mengkira-kira saja secara alami dengan melihat kondisi areal. P
Apa saja bahan yang digunakan saaat upacara om?
N
Bahannya adalah telur dan daun ngelong. Daun ngelong merupakan sumber kesuburan bagi orang Manggarai. Kemudian dilakukan pembagian seperti yang tu’a golo pernah ceritakan ke enu.
P
Alat ukur yang digunakan untuk membagi per moso itu apa saja om?
Dalam
upacara
membuka
lingko,
dibutuhkan telur dan daun ngelong yang dipercaya sebagai sumber kesuburan bagi orang Manggarai.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 65
N
Alat ukurnya itu nu adalah jari tangannya kita ini. Ukuran paling besar itu bisa Alat ukur tradisional yang digunakan empat sampe lima jari, nah itu biasanya ukuran untuk tu’a golo, tu’a teno atau dalam pembagian lingko adalah lima jari tu’a-tu’a yang dihormati di masyarakat. Trus kalo ukuran sedang itu nu bisa tangan manusia. Namun, belum diketahui dua sampe tiga jari, itu biasanya untuk penduduk asli di itu kampung. Trus secara pasti berapa ukurannya dalam ilmu ukuran paling kecul itu dari satu sampe dua jari, untuk pendatang (ata long), pengetahuan. Namun dalam adat orang orang-orang dari luar kampung yang mau dapat bagian di lingko lodok (tipa Manggarai terutama dalam pembagian manuk lele tuak), atau menantu laki-laki yang tinggal di itu kampung. Namun lingko lodok, lima jari ini menjadi ukuran saat pembagian atau jika mau dapat bagian, harus ada ditempat saat masing-masing bagian yang akan didapat musyawarah dan pembagian.
masyarakat berdasarkan struktur sosial orang Manggarai dalam suatu kampung.
P
Apakah lingko-lingko ini dibuat secara bersamaan?
N
Tidak, lingko ini tidak dibuat secara bersamaan. Karena dulu ka nu, masih sistem berpindah-pindah to, jadi kalo sudah mereka merasa kesuburan tanah disitu sudah habis, mereka akan pindah dan buat lingko lodok baru. Moso itu turun temurun kepemilikannya setelah pertumbuhan masyarakatnya bertambah dan sudah menetap serta kebutuhan kepemilikan lahan meningkat.
P
Apakah panjang langang tiap moso sama panjang?
Lingko lodok yang ada tidak dibuat secara bersamaan karena adanya pola ladang berpindah-pindah
dan
mengikuti
pertumbuhan masyarakat dalam suatu kampung.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 66
N
Tidak
selalu,
tergantung
dengan
topografi
tanah.
Misalnya
dalam Panjang
pembagiannya mentok sampai di kali atau bertabrakkan dengan lingko lain. P
Dan apakah hal itu adil?
N
Ia, adil dan tidak ada masalah dalam pembagian. Karena itu berdasarkan
langang
tidak
selalu
sama
panjang, walaupun begitu masyarakat tetap merasa adil dalam pembagian lingko lodok
kebutuhan masing-masing orang. P
Bagaimana sistem pengukuran dalam pembagain lingko ini?
N
Dalam pembagiannya, menggunakan pengukuran tradisional dan alami. Misalnya: jari tangan, pagat dan depa
P
Apakah moso ini merupakan warisan turun temurun?
N
Ia nu, jadi moso ini merupakan warisan turun temurun.
P
Nah, bagaimana pembagian ke masing-masing keturunan?
N
Mereka akan bagi petak dalam moso yang mereka dapat. Kalau tidak, mereka menggarap itu moso per musim secara bergantian.
Sistem pengukuran dalam lingko lodok masih menggunakan alat ukur tradisional orang Manggarai, seperti jari tangan, pagat dan depa. Moso dalam lingko merupakan warisan turun temurun dan pembagian ke masingmasing
keturunan
dalam
satu
moso
dilakukan berdasarkan kesepakatan dalam keluarga itu sendiri
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 67
P
Apakah semua orang dalam satu kampung mendapat bagian dalam lingko?
N
Ia, semua orang mendapat bagian dalam lingko tersebut. Tetapi, lingko dibawah ini bukan hanya milik orang Meler, ada dari berbagai kampung-kampung lain juga.
P
Kok bisa dari kampung lain?
N
Jadi begini nu, jaman dahulu ukuran sebuah kampung itu kuat kalo
Lingko Meler ini tidak hanya dimiliki oleh orang-orang Meler saja tetapi juga berasal dari kampunG lain. Hal ini terjadi karena adanya strategi perang yang dilakukan tu’a golo untuk mempertahankan kampungnya.
penduduknya banyak. Misalnya penduduk di Meler ini belum banyak, tu’a golo memiliki cara untuk mengajak penduduk dari kampung lain untuk menetap atau paling tidak bisa bergabung dengan Desa Meler dengan cara memberikan penduduk dari kampung lain itu sebidang tanah garapan, sehingga jika ada perang merebut wilayah kekuasaan, Desa Meler bisa menjadi desa yang ditakuti oleh musuh karena penduduknya banyak. Begitu, sehingga lingko ini sekarang bukan hanya dimiliki oleh orang asli Meler. P
Kenapa semua moso atau semua upacara yang berkaitan dengan lingko ini Titik sentral sebuah lingko lodok menurut bermuara kepada titik sentral? Apakah karena titik pembagi awal dimulai dari orang Manggarai di ibaratkan sebagai titik sentral? Atau ada makna lain?
sumber kehidupan atau dikaitkan dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 68
N
Salah satunya memang seperti itu nu, karena titik awal bagi lingko berawal dari sang pencipta yang mempunyai hidup titik sentral. Selain itu, kita orang Manggarai ini percaya bahwa kebun dan sedangkan langang-langang diibaratkan segala isinya berasal dari persatuan adikodrati dengan Ibu bumi seperti yang dengan manusia dan juga diibaratkan sudah saya jelaskan tadi waktu proses tente teno. Jadi, lodok ini sebagai sumber sebagai raja atau orang yang dihormati hidup. Kita orang Manggarai juga dulunya dipimpin oleh raja, katakankah sebagai pemimpin. Apapun yang terjadi lodoknya diibaratkan sebagai raja, dan langang diibaratkan sebagai dalu (camat didalam kehidupan manusia semuanya pada jaman sekarang), misalnya ada masalah dalam daerah pemerintahan dalu, berpusat pada sang pencipta. Saat ada suka, harus dibawa kepada raja sebagai sentral utama. Selain itu, ada koneksi-koneksi duka, dan lain sebagainya, Tuhanlah yang antara dalu-dalu tersebut dan bisa bersatu jika tunduk kepada raja, seperti dalam bisa menyelesaikan segala permasalahan pepatah Manggarai “cama lewang ngger pe’ang cama po’eng ngger one” yang kita alami. maksudnya kalo ada masalah jangan bawa keluar, harus bawa kedalam, selalu bermusyawarah kalo ada masalah.
P
Selain diibaratkan oleh seorang raja, titik sentral ini bisa diibaratkan oleh Tuhan yang maha kuasa kan?
N
Oh ia jelas. Titik sentral di lingko itu bisa diibaratkan sebagai Tuhan dan langang merupakan kita manusia ini. Manusia di dunia ini pasti selalu berserah pada Tuhan apapun masalah atau kebahagiaan yang ia dapatkan. Karena Tuhanlah sang sentral yang bisa memantau semua manusia di dunia ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 69
Begitupun dengan semua upacara yang berkaitan dengan lingko lodok ini bermuara pada titik sentral karena filosofi itu tadi nu. P
Kenapa lingko berbentuk seperti sekarang ini? Apa yang mendasarinya?
N
Sebenarnya begini, lingko yang sudah dibagi itu berbentuk seperti garis-garis yang berpotongan disatu titik (titik sentral di lingko), kemudian masyarakat mulai memagari bagian cicing masing-masing sehingga terlihat seperti sebuah lingkaran atau berbentuk bulat, dan yang mendasarinya adalah rumah gendang kita orang Manggarai ini. Kalo rumah gendangnya kita di datarkan nu, bentuknya macam lingko lodok ini. Kenapa lingko lodok, rumah adat dan compang itu bentuknya bulat, karena dalam filosofi orang Manggarai, bulat itu
Lingko berbentuk bundar seperti sekarang ini pada dasarnya adalah langang-langang yang berpusat pada lodok berdasar pada rumah gendang dan berbentuk bundar karena bagaian cicing dipagari. Bundar dalam adat orang Manggarai mempunyai makna tersendiri yaitu lambang kesatuan yang tidak terpisahkan.
melambangkan kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Dalam artian bahwa orang Manggarai selalu saling merangkul satu sama lain, tidak pandang buluh, tidak ada yang berada di luar dan yang lain di dalam, begitupun sebaliknya, sehingga ada koneksi antara manusia-manusia didalamnya. P
Apakah ada nilai-nilai yang terkandung dalam pembagian lingko tersebut?
N
Ia, ada beberapa nilai yang terkandung dalam lingko, yaitu:
Ada nilai-nilai yang terkandung dalam lingko lodok, yaitu nilai ekonomi, hukum, teknis dan sosial budaya dimana semua
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 70
1. Nilai ekonomi, nenek moyang orang Manggarai pada jaman dahulu sudah nilai-nilai tersebut merupakan nilai-nilai bisa berpikir efisien dan efektif, dimana dalam pembagian lingko ini, yang terkandung dalam kehidupan orang awalnya bisa digambarkan dengan beberapa garis yang berpotongan disatu Manggarai. titik, untuk menjaga tanaman yang ditanami di masing-masing moso agar tidak dirusaki atau dimakan binatang liar, sehingga masing-masing pemilik moso membuat pagar di area luar moso atau dibagian cicing, dimana bisa menghemat waktu, biaya dan tenaga karena membuat pagar hanya bagian cicing yang berukuran tidak terlalu panjang dan bisa dilakukan dalam 1 hari. Berbeda dengan lahan yang berbentuk persegi, pemilik harus membuat pagar di empat sisinya dan membuang waktu, tenaga serta biaya dalam pembuatannya. Hal inilah mengapa dalam pembuatan lingko sangat efektif dan efisien. 2. Hukum, ada hukum tersendiri dari langang. Kalau ada yang melanggar akan mendapat sanksi, misalnya geser sedikitnya supaya bagiannya lebih besar. Akan ditindak sesuai hukum yang berlaku, dan di bawa kerumah gendang dan diurus oleh tu’a golo dan tu’a teno, jika terbukti salah akan di denda 1 ekor babi, hal ini mengajarkan kepada orang Manggarai bahwa “jangan daku data, data daku” artinya jangan mengklaim milik sendiri sebagai milik orang, dan mengklaim milik orang sebagai milik sendiri.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 71
3. Teknis, tadi dibilang harus di bagi empat sebagai langang utama agar lebih mudah dalam pembagian moso selanjutnya. Sosial budaya, walupun ukuran moso berbeda, tidak ada keluhan dari masyarakat “kenapa ukuranmu lebih besar dibanding punyaku?” tidak ada keluhan seperti itu. Dan tidak ada yang saling merebut punya orang lain. Contohnya begini, misalnya keluargamu adalah keluarga pendatang di Labuan bajo, ketika ada pembagian tanah, keluargamu pasti mendapat bagian dalam pembagian tersebut, walaupun melalui beberapa proses adat yang dalam istilah Manggarai adalah “tipa manuk lele tuak” untuk pergi ke tu’a golo agar mendapat bagian, walaupun seukuran jari kelingking. Kemudian masyarakat asli ditempat itu tidak mempermasalahkan kenapa pendatang mendapatkan bagiannya di lingko sembong. Hal ini karena kembali lagi ke filosofi orang Manggarai yang tidak ada yang berbeda, sehingga tetap mendapat bagian dalam lingko sembong dan berbaur dalam lingko itu, dan itu adil karena walaupun seorang pendatang, dia masih mendapat tempat yang sama dengan penduduk asli. Dari segi budayanya, berkaitan dengan ritus-ritus adat yang dilakukan dari permulaan pembuatan lingko sampai memetik hasil dari lingko tersebut, dan dilakukan di sentral lingko sebagai bentuk penghormatan dan bersyukur.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 72
P
Apa makna yang terkandung dalam lingko lodok?
N
Ada pepatah Manggarai yang mengatakan “gendangn one, lingkon pe’ang” merupakan keterkaitan antara gendang dan lingko, yaitu jika ada gendang, maka lingko pasti ada dan jika ada lingko, gendang pasti ada. Segala sesuatu yang berhubungan dengat adat istiadat awalnya di lakukan dirumah gendang, seperti pembuka lingko, segala musyawarah atau lonto leok dalam pembagian dan lainlainnya awalnya di lakukan dirumah gendang. Itulah mengapa selalu ada kaitannya lingko dengan gendang dan sebaliknya. Dari ungkapan “gendangn one, lingkon pe’ang,” menggambarkan bahwa ada keharmonisan, kekeluargaan kehidupan orang Manggarai bisa di lihat dari lingko. Keharmonisan itu tidak hanya terjadi di rumah tetapi juga di kebun juga terjadi komunikasi yang intens. Contohnya, saat menanam padi di moso masing-masing, pasti tercipta pembicaraan, selain itu kita bisa saling berbagi satu sama lain, memberi dan menerima misalnya, saya ada bawa kopi, dan enu tidak, saya pasti ajak enu untuk minum sama-sama dan enu juga dengan sendirinya datang dan bergabung, ada kekeluargaan yang tercipta disana. Artinya dimana mana pasti selalu kompak dan tidak saling membedakan karena sudah diajarkan sejak dahulu secara turun temurun oleh nenek moyang orang Manggarai. Itulah
Ada makna yang terkandung dalam lingko lodok ini yaitu ada keharmonisan yang dituangkan didalam beberapa istilah atau ungkapan
Manggarai.
Ungkapan
ini
sendiri tidak diungkapkan begitu saja, semua ungkapan itu memiliki makna yang berhubungan dengan lingko lodok dan memberikan
petuah
kepada
Manggarai secara tidak langsung.
orang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 73
mengapa nenek moyang membagi lingko seperti ini dengan maksud agar kita orang Manggarai memiliki nilai-nilai keharmonisan seperti dalam pepatah atau ungkapan Manggarai “nai ca anggit, tuka ca leleng” yang berarti memiliki satu tujuan dalam suatu kelompok masyarakat. Memiliki rasa keluargaan yang tinggi, selalu bermusyawarah dalam segala permasalahan atau dalam istilah Manggarai, “cama lewang ngger pe’ang cama po’eng ngger one,” selain itu ada istilah “neka behas neho kena, koas neho kota” yang berarti “jangan merusak pagar” dengan kata lain bahwa setiap anggota masyarakat harus memagari diri dengan baik terhadap pengaruh negatif dari luar demi menjaga agar lingkaran harmoni jangan terputus dan merusak harmoni kehidupan secara keseluruhan. Selain itu nu, ada nilai gotong royong juga disana, jaman dahulu ada istilah dodo misalnya hari ini saya kerja di kebunnya enu, besok gantian enu yang sama-sama kerja di saya punya kebun, nah, dodo seperti itu, dan masih dipertahankan sampai sekarang. Jadi nilai-nilai yang terkandung dalam lingko ini sama seperti nilai-nilai dalam pancasila. Lingko ini mengajarkan banyak hal pada hidup orang Manggarai, ada banyak peribahasa orang Manggarai yang terinspirasi dari lingko lodok ini. Lingko lodok ini juga merupakan sebuah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 74
gambaran rill dari cara hidup orang Manggarai yang diajarkan oleh nenek moyang. P
Berarti lingko lodok ini dibuat berdasarkan kehidupan orang Manggarai?
N
Ia, pada dasarnya nenek moyang tidak bisa menuliskan di buku cara hidup atau nilai-nilai yang harus di jalankan oleh anak cucunya di masa mendatang, sehingga mereka langsung menuliskan atau menggambarkan dan membuatnya secara langsung bentuk lingko yang seperti ini, agar orang Manggarai bisa langsung melihat dan mengerti maknanya.
P
Apakah lingko ini harus dilestarikan?
N
Harus nu, harus dilestarikan.
P
Kenapa? Apakah hanya atas dasar untuk pariwisata?
N
Bukan, pariwisata hanyalah salah satu alasan. Yang paling mendasar kenapa lingko harus dilestarikan karena lingko ini menyangkut dengan warisan leluhur, budaya seperti yang sudah dibicarakan, lingko ini menyampaikan banyak pesan
Lingko lodok ini merupakan adaptasi dari kehidupan orang Manggarai. Lingko lodok ini pun menjadi buku sejarah bagi orang Manggarai, karena ada banyak sekali nilainilai yang terkandung dalam lingko lodok ini yang diajarkan oleh nenek moyang orang Manggarai. Lingko lodok harus tetap dilestarikan karena
menjadi
peninggalan
nenek
moyang dan menyangkut nilai-nilai yang dianut oleh orang Manggarai.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 75
kepada orang Manggarai, sebagai nila-nilai yang di ajarkan kepada orang Manggarai. P
Apakah ada kemungkinan lingko ini bisa hilang?
N
Ia, ada kemungkinan lingko ini bisa hilang
P
Faktor apa saja yang bisa mempengaruhinya?
N
Alam: orang sekarang bisa kerja ini karena ada sumber air. Kalo air sudah tidak ada nantinya, orang akan alih fungsikan lahan dan merubah bentuknya. Manusia: Bangun pemukiman di areanya
P
Bagaimana cara melestarikanya?
N
Pemerintah harusnya bisa mencegah agar masyarakat tidak mengalihfungsikan lahan misalnya membangun bendungan. Selain itu diharapkan generasi sekarang bisa terus mensosialisasikan lingko ini.
Lingko lodok bisa saja hilang karena beberapa faktor seperti faktor alam dan manusia. Namun, eksistensi lingko lodok harus tetap dilestarikan oleh pemerintah dan masyarakat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 76
3. Wawancara dengan Sekretaris Desa Meler (Bpk. Robertus Unggut) P/N P
Wawancara
Analisis
Selamat pagi pak, saya Melin yang melakukan penelitian di desa Peneliti memperkenalkan diri dan memberi salam serta ini tentang lingko lodok. Saya mau wawancara ite saja pak, meminta ijin untuk mewawancarai sekretaris Desa Meler karena berhubung bapak kepala desanya tidak ada.
N
Oh baik sudah kalo begitu nu, akan saya bantu. Jadi bagaimana?
P
Sebelumnya saya mau tanya pak, apakah ite ada dapat bagian di
karena kepala desa sedang tidak di tempat.
lingko ini? N
Ia, kebetulan kami pendatang dulu dan mendapat bagian dalam Panjang langang langang 130 m atau dalam perhitungan lingko. Kami ada 7 bersaudara dan seharusnya mendapat tradisional yaitu 6,5 depa dan panjang cicing yaitu 13 m warisan dari lingko itu. Cuman, kami ber-7 dengan luas moso atau dalam perhitungan tradisional yaitu 6,5 depa. Sistem hanya 130 m x 13 m tidak bisa dibagi, sehingga caranya pengerjaan moso ini sendiri dikerjakan secara bergantian dikerjakan pertahun secara bergantian, atau sistem bagi hasil
P
Saya pernah mendengar, bahwa panjang langang itu sekitar 75100 m, dan keluarga bapak mendapat panjang langang 130 m.
pertahunnya atau sistem bagi hasil. Panjang langang ditentukan oleh kesepakatan dari keluarga dan tu’a golo
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 77
Bagaimana panjang menentukan langang ini sendiri, apakah dan tu’a teno dengan beberapa pertimbangan. Sedangkan ada ukuran tertentu yang harus diikuti atau bagaimana pak? N
panjang cicing ditentukan dari seberapa besar sor moso.
Begini nu, panjang 75-100 m itukan hanya panjang rata-rata langang. Tetapi, sebenarnya panjang langang ini ditentukan oleh tetua adat dan masyarakat. Mereka musyawarah mau berapa panjang langang untuk satu lingko, dan kalo penerima moso sanggup kerja dengan panjang langang sekian, tidak masalah. Tetapi kalo tidak sanggup, akan dipertimbangkan.
P
Apa nama daerah di lingko lodok ini?
N
Lingko lodok Meler
P
Ada berapa jumlah lingko di Desa Meler ini?
N
Desa Meler sendiri memiliki 19 lingko terbagi atas 11 lingko sembong, 8 lingko salang cue
P
19 itu hanya untuk tanah basah. Apakah hanya ada di lahan basah pembagian seperti ini?
Nama daerah lingko lodok ini adalah lingko lodok meler dan memiliki jumlah yang sangat banyak yaitu 19 lingko dengan rincian 11 lingko sembong, 8 lingko salang cue. Pembagian lingko lodok ini tidak hanya ada di lahan basah, tetapi juga pada lahan kering.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 78
N
Tidak, lingko ini ada juga di lahan kering dan cara pembagiannya juga sama dengan lingko di tanah basah hanya saja tidak begitu kelihatan karena topografi tanah.
P
Bagaimana dengan titik tengahnya?
N
Titik tengahnya bisa saja berada di bagian tertinggi, tengah dan
Penentuan lodok pada lahan kering tergantung pada kesepakatan bersama.
terendah suatu areal. Tergantung pada kesepakatan. P
Apakah lingko ini ada di semua daerah Manggarai?
N
Ia nu, cara pembagian tahan garapan baik lahan basah maupun
Lingko lodok ini sendiri terdapat disemua bagian daerah Manggarai baik lahan kering maupun lahan basah.
lahan kering di Manggarai dibagi seperti ini, berbentuk lingko. Cuma ada beberapa sistem yang berbeda tiap daerah. Seperti sistem garapannya dan istilah yang digunakan. P
Kira-kira berapa luas area untuk satu lingko?
N
Untuk satu lingko luas areanya kurang lebih 4 ha.
P
Berapa luas areal untuk semua lingko yang ada di Meler ini?
Untuk satu lingko dibutuhkan luas daerah yang luasnya kira-kira 4 ha, sedangkan untuk luas keseluruhan daerah lingko adalah 223 ha.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 79
N
Kira-kira 223 ha yang terbagi dalam 19 lingko yang terdiri atas lingko sembong, lingko salang cue dan areal sawah yang berbentuk petak.
P
Apakah lingko lodok harus dilestarikan?
N
Ia, harus dilestarikan. Karena jika tidak, salah satu sejarah orang Manggarai bisa hilang.
Lingko lodok harus tetap dilestarikan sebagai salah satu warisan budaya dan sejarah serta peninggalan nenek moyang orang Manggarai.
4. Wawancara dengan warga Desa Meler (Bpk. Maksi) P/N Wawancara
Analisis
P
Selamat pagi om, maaf mengganggu om sementara kerja.
Peneliti menyapa dan memperkenalkan diri kepada
N
Selamat pagi, oh tidak apa-apa nu. Perlu apa kesini?
narasumber yang sedang bekerja agar tidak
P
Saya Melin om, mau tanya-tanya sebentar dengan om tentang lingko menggangu lodok ini. Maaf om, dengan om siapa ini?
N
Maksi nu, oh boleh silahkan.
pekerjaan
narasumber,
meminta ijin untuk wawancara
peneliti
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 80
P
Musim tanam padi sekarang om e, saya mau tanya om kira-kira apa ada Tidak ada perbedaan yang mencolok dari bekerja perbedaan kerja di lingko lodok ini dengan di sawah petak?
N
di lingko lodok dan lahan petak. Hasil dari
Tidak ada bedanya ta nu, sama saja. Karena ada petak juga dalam moso keduanya tergantung pada pekerja yang menggarap ini. Jadi kalo rajin, pasti hasilnya bagus, begitupun sebaliknya. Cuma lahan tersebut. mungkin kalau lingko lodok ini, satu moso bisa dapat semua jenis tanah karena memanjang kebelakang misalnya bagian depan moso dapat tanah yang subur, tengahnya sedang, terus belakangnya tidak subur. Nah kalo begitu kan hasil panennya masih lumayan. Berbeda kalo petak, misalnya kebetulan orang ini dapat tanah yang kurang subur, berarti rugi kan dia. Cuma kembali lagi pada pintar-pintarnya orang untuk kerja saja.
P
Oh begitu om e, jadi tergantung masing-masing orang yang kerja. Lingko lodok harus tetap dilestarikan karena Kemudian menurut ite, apakah lingko lodok ini perlu dilestarikan?
N
Perlu nu, karena lingko lodok ini merupakan salah satu bentuk Manggarai. peninggalan nenek moyang orang Manggarai
P
merupakan
Apakah om tau bagaimana sistem pembagiannya?
warisan
nenek
moyang
orang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 81
N
Ya, yang pasti yang mendapat bagian paling besar adalah tetua-tetua Sistem pembagiannya mengikuti ukuran jari adat, bagian sedang dimiliki oleh anak koa dan paling kecil biasanya tangan dan ukuran paling besar dimiliki oleh tetua milik para pesuruh (pada zaman dahulu) dan pendatang
adat, ukuran sedang dimiliki oleh anak dan menantu, serta ukuran paling kecil dimiliki oleh
P
Bagaimana cara baginya perorang?
N
Biasanya ukur permoso dari lodoknya, kemudian kebelakangnya menggunakan tali setelah diukur permoso karena kalo tidak pake tali,
pendatang. Cara pembagian setelah sor moso, di ukur menggunakan tali dan kayu untuk mengetahui kelurusan langang.
bagaimana bisa lurus langangnya nanti. P
Saya dapat informasi juga bahwa saat dibagi menggunakan kayu.
N
Ya, kayu dan tali juga digunakan saat pembagian
P
Apakah moso ini dimiliki secara turun temurun?
N
Ia, moso di lingko ini sekarang dimiliki secara turun temurun. Hanya saja kebetulan moso ini bukan milik saya. Saya hanya bekerja disini.
P
Apakah om tau jumlah keseluruhan lingko lodok di Meler ini?
Hak milik terhadap moso pada lingko lodok merupakan hak milik pribadi secara turun temurun dari sebuah keluarga.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 82
N
Kurang lebih 19 lodok yang berada di Meler ini, dan masing-masing Jumlah keseluruhan lingko lodok berjumah 19 dimiliki oleh gendang di Meler ini.
lingko
P
Apakah ada kaitan lingko dengan gendang?
Ada kaitan erat antara lingko dan mbaru gendang
N
Ya, ada kaitannya, karena menurut orang tua dulu, kalau ada gendang,
yang tidak terpisahkan.
harus ada lingko, begitupun sebaliknya. Karena lingko dan gendang memiliki kaitan yang erat. P
Baik sudah kalo begitu om, terima kasih.
Peneliti mengucapkan terima kasih kepada Bapak Maksi karena telah bersedia diwawancarai
N
Sama-sama nu.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 83
D. Ringkasan Hasil Analisis Analisis hasil wawancara dengan narasumber menunjukkan bahwa: 1. Waktu terbentuknya lingko lodok. a. Asal usul leluhur orang Manggarai Penghuni pertama daerah Manggarai tidak dapat diketahui secara pasti (Hemo, 1987). Dikalangan masyarakat Manggarai sendiri berkembang cerita tentang nenek moyang mereka secara lisan dan turun temurun dengan berbagai versi yang berbeda setiap klan (wa’u). Menurut Hemo (1987), penelitian tentang masa prasejarah dan masa setelahnya di Manggarai yang dilakukan oleh para ahli dan tim arkeolog nasional Indonesia, menemukan bahwa adanya kerangka-kerangka binatang, kerangka manusia, tulang ikan dan burung, kulit kerang, alat-alat dari batu, perunggu, perhiasan, tembikar, keramik dan alat-alat rumah tangga yang ditemukan di gua-gua (liang). Ahli-ahli tersebut antara lain:
R. Van Heekern Penelitian dilakukan di beberapa tempat di Ngada dan Manggarai. Hasil penelitiannya berupa kerangka manusia, tulang belulang binatang, alat-alat dari batu, perhiasan dan sebagainya.
Th. Verhoeven Th. Verhoeven telah menemukan kerangka manusia di Liang Momer (Labuan Bajo), Liang Panas (Longgo), Liang Bajo,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 84
Liang Boto, Liang Bua dan Liang Rundung. Penemuanpenemuan lain berupa alat-alat dari batu, perhiasan, kerangka binatang dan alat-alat perunggu.
Mgr. Wilhelmus Van Bekhum menulis tentang benda-benda perunggu dan bangunan megalithik di daerah Manggarai.
Dr. Sartono Kartodirdjo dalam penelitiannya menemukan kerangka manusia yang diperkirakan hidup 3500 tahun yang lalu. Dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan di Manggarai
menunjukkan bahwa ada kehidupan di Manggarai sejak zaman prasejarah. Selain itu, beberapa ahli menyebutkan bahwa penghuni pertama Manggarai yang merupakan pendatang dan berasal dari barat karena adanya penyebaran penduduk Indonesia pada masa lampau yang menyebar dari barat hingga ke pasifik (Hemo, 1987). Verheijen (1991) dalam penelitiannya menemukan beberapa subklan yang moyangnya berasal dari Bugis, Goa, Makassar, Serang, Bima,
Boneng, Kabo, dengan beberapa pertimbangan
seperti unsur bahasa yang mempunyai kesamaan antara suku Manggarai dengan Goa, Makassar, dan Bugis; bentuk rumah panggung dan menenun. Hal-hal ini belum cukup menegaskan asalusul leluhur orang Manggarai, baik dari tahun mereka tinggal, cara hidup, kesenian, budaya dan sebagainya, karena tidak adanya jejak atau sumber tertulis seperti prasasti yang ditinggalkan para leluhur.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 85
b. Waktu pembuatan lingko lodok Usaha melindungi diri dari cuaca ekstrim dan serangan binatang buas menyebabkan manusia mencari tempat perlindungan seperti di gua-gua dan sering berpindah-pindah dari satu gua ke gua yang lainnya, namun gua yang dipilih adalah gua-gua yang dekat dengan mata air dan letaknya tidak jauh dari tempat berburu dan hasil hutan yang bisa dikumpulkan sebagai sumber makanan. Kehidupan di gua akan berubah ke pola kehidupan berbentuk pemukiman menetap setelah ditemukan cara-cara membudidayakan tanaman. Munculnya pemukiman sederhana berkembang menjadi kampung (beo). Tempat yang dipilih sebagai beo adalah bukit-bukit atau dataran tinggi dengan pertimbangan strategi keamanan terhadap musuh. Pemukiman-pemukiman tersebut kemudian menjadi wilayah teritorial desa yang mempunyai tanah garapan yang disebut lingko (Hemo, 1987). Perkembangan pemerintahan pada masa kira-kira tahun 1500 sampai masuknya Belanda merupakan kelanjutan pemerintahan dari masa sebelumnya (Hemo, 1988). Jauh sebelum kedatangan orang Bima (abad ke 16) dan Goa (abad ke 18) sebagai penjajah lokal dan Belanda sebagai bangsa Eropa, Manggarai telah memiliki sistem pemerintahan sendiri yang otonom dan teratur. Setiap beo memiliki sistem pemerintahan yang sama dengan struktur yang jelas, yaitu tu’a golo, tu’a teno dan tu’a panga (Deki, 2011). Dari sistem
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 86
pemerintahan tradisional seperti ini orang Manggarai mulai menjalankan pola pemerintahan yang didasarkan pada lima prinsip yang berhubungan satu dengan lainnya, yaitu mbaru bate ka’eng (tempat tinggal); uma bate duat (kebun/lingko tempat pencari nafkah); natas bate labar (halaman kampung); wae bate teku (mata air); dan compang (altar persembahan). Adanya pemerintahan tradisional di Manggarai dan adanya lima prinsip pola pemerintahan menandakan bahwa sejak adanya pemerintahan tradisional di Manggarai sebelum tahun 1500, masyarakat Manggarai sudah mulai menerapkan pembagian tanah ulayat dengan sistem lodok (lingko lodok). Namun tidak diketahui secara pasti waktu yang tepat masyarakat Manggarai mulai menjalankan pemerintahan tradisional dan mulai menerapkan pembagian lingko dengan sistem lodok karena tidak adanya sumber tertulis atau peninggalan leluhur. 2. Sejarah terbentuknya lingko lodok yaitu:
Lingko merupakan salah satu syarat terbentuknya sebuah kampung. Syarat lainnya adalah mbaru bate ka’eng (tempat tinggal), wae bate teku (mata air), natas bate labar (halaman untuk acara-acara adat), compang (tempat persembahan), dan boa (kuburan).
Lingko lodok ini dibuat karena nenek moyang orang Manggarai ingin membagi tanah ulayat secara adil dan bisa dimiliki oleh semua orang Manggarai, sehingga berdasarkan adat istiadat dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 87
kepercayaan yang sudah mereka anut sejak dulu, maka nenek moyang membuat lingko lodok seperti bentuk rumah gendang yang memiliki pusat atau titik sentral, sehingga lingko lodok berbentuk seperti lingko yang ada sekarang, atas dasar hasil kesepakatan dalam forum lonto leok (duduk melingkar dalam rumah adat untuk bermusyawarah tentang suatu hal) di mbaru gendang. Setelah lingko selesai dibuat, barulah nenek moyang menyadari bahwa lingko lodok yang dibuat menyerupai sarang laba-laba. 3. Ada beberapa tahap dalam pembagian lingko lodok, yaitu: a. Tahap persiapan Para tetua adat berkumpul dan bermusyawarah di rumah gendang untuk menetukan lokasi lingko yang akan dibuat, menetapkan jumlah anggota masyarakat yang akan mendapat bagian dalam lingko, dan menyiapkan bahan-bahan untuk kebutuhan ritus-ritus pembukaan lingko. Adapun orang yang bisa mendapat bagian dalam lingko lodok adalah tetua adat, warga asli kampung, pendatang yang menetap di kampung tersebut, warga lain yang secara khusus meminta agar mendapat bagian yang disebut “tipa manuk lele tuak” dan keturunan anak perempuan atau anak koa. b. Tahap pelaksanaan
Pada tahap pelaksanaan ini diawali dengan upacara di rumah gendang dan compang sebagai bentuk penghormatan dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 88
meminta restu kepada naga golo serta para leluhur agar pembagian yang akan dilaksanakan di lingko berjalan dengan lancar.
Kemudian berlanjut pada penentuan titik tengah atau lodok di lahan yang sudah di tentukan (gambar 4.1). Penentuan lodok ini tidak memiliki aturan atau pedoman yang harus diikuti. Lodok ditentukan berdasarkan perkiraan tetua adat pada lahan tersebut.
Setelah penentuan lodok, diadakan upacara yang bertujuan untuk mengundang leluhur dan roh penjaga tanah agar tidak ada hambatan dalam prosesnya dari mulai pembukaan lingko sampai saat panen dan seterusnya. Bahan yang digunakan saat upacara adalah telur ayam kampung dan daun ngelong. Telur dan daun ngelong ini dipercaya sebagai sumber kesuburan bagi orang Manggarai.
.
Lodok
Gambar 4.1 Sketsa lodok
Kemudian pada gambar 4.2 menunjukan bahwa pada lodok tersebut
dibuat
sebuah lubang
yang digunakan untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 89
menancapkan kayu teno. Pada lubang tersebut diletakan telur dan daun ngelong, dan dilakukan upacara leang sose. Pada upacara ini seekor babi menjadi persembahan, disembelih dan darahnya diteteskan pada lubang yang telah dibuat sebelumnya. Setelah itu barulah upacara tente teno dilaksanakan dimana, kayu teno yang sudah dikeluarkan kulitnya dan ujung atas kayu teno dibentuk menyerupai gasing ditancapkan kelubang tersebut. Kayu teno yang ditancapkan pada lubang tersebut harus memecahkan telur yang diletakkan pada lubang tersebut.
.
Kayu teno Lubang pada tanah
Gambar 4.2 Sketsa penancapan kayu teno
Setelah itu, dibuat dua garis lurus sampe di cicing menggunakan tali kayu teno yang melalui dan berpotongan di kayu teno. Garis lurus ini ditandai menggunakan tali kayu teno, sehingga lahan tersebut terbagi dalam 4 bagian dan dinamakan langang waga. Langang waga ini menjadi langang utama yang mempermudah tu’a teno dalam pembagian moso kepada masyarakat (gambar 4.3).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 90
.
Langang waga
Gambar 4.3 Sketsa langang waga
Kemudian seutas tali dililitkan pada kayu kecil yang ditancapkan di langang waga sehingga tali tersebut berbentuk lingkaran di luar kayu teno. Tali tersebut dinamakan lengker (gambar 4.4) dan biasanya menggunakan tali kayu teno. Besar lengker sangat tergantung pada jumlah masyarakat yang akan mendapat bagian dalam lingko lodok. Semakin banyak masyarakat yang terdaftar, maka semakin besar pula lengker yang dibuat, begitupun sebaliknya
.
Lengker
Gambar 4.4 Sketsa Lengker
Pada gambar 4.5, setelah lengker dibuat, pembagian dilanjutkan dengan membagi lahan kepada masyarakat dengan cara, jari tangan diletakkan di lengker dan kayu ditancapkan dibagian kiri dan kanan jari tersebut, ukuran jari tersebut yang telah ditandai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 91
oleh kayu di samping kanan dan kiri jari diperuntukkan satu keluarga. Cara yang sama juga dilakukan untuk keluargakeluarga lainnya. Kayu yang ditancapkan di kiri dan kanan jari tadi berukuran satu pagat dan jika sudah selesai membagi permoso, kayu-kayu itu akan membentuk lingkaran dan dinamakan lance dan jarak antara satu lance ke lance lainnya lainnya dinamakan sor moso yang dijadikan patokan ukuran moso.
.
Lance
Gambar 4.5 Sketsa lance Pada kegiatan sor moso tersebut, masyarakat ikut terlibat langsung dengan duduk melingkar mengikuti moso masingmasing yang telah dibagi oleh tu’a teno (gambar 4.7)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 92
Gambar 4.6 Proses pembagian moso kepada masyarakat (Dagur, 2004)
Proses selanjutnya adalah pembuatan langang. Proses ini dimulai dengan sor moso atau pembuatan lance, kemudian dari kedua lance ditancapkan kayu yang lebih tinggi di belakangnya.
. Gambar 4.7 Sketsa pembuatan langang menggunakan kayu
Penancapan dua kayu masing-masing di belakang lance ditancapkan sedemikian hingga kayu teno pada lodok tidak terlihat dari kayu terakhir yang ditancapkan, begitu seterusnya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 93
sampai pada kayu terakhir pada cicing. Kayu terakhir merupakan kayu terpanjang dari kayu lain di depannya dan jarak antara dua kayu terakhir merupakan yang paling besar dari jarak kayu lainnya, (gambar 4.7). Kayu-kayu tersebut dinamakan lander yang pada akhirnya akan membentuk langang pada lingko lodok. Selain menggunakan kayu sebagai penanda pada langang (lander), tali juga bisa digunakan untuk membuat lander dengan cara yang sama seperti membuat langang menggunakan kayu, hanya saja kayu yang digunakan hanya sampai pada lance. Setelah itu, tali diikatkan dari kayu teno pada lodok dan lance kemudian tali direntangkan sampai pada kayu terakhir pada cicing (gambar 4.8). Tali yang digunakan dalam pembuatan lander biasanya menggunakan tali dari kayu teno.
. Lander dari tali
Gambar 4.8 Sketsa pembuatan langang menggunakan tali
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 94
Proses pembuatan lander akan diteruskan pada semua lance sehingga akan membentuk langang-langang pada lingko lodok (gambar 4.9). Konsep lurus pada langang adalah ketika kayu teno pada lodok tidak terlihat lagi jika dilihat dari kayu terakhir yang ditancapkan. Setelah langang selesai dibuat, masyarakat bisa mendapatkan ukuran moso yang diterimanya.
. Gambar 4.9 Sketsa langang
Cicing
. Gambar 4.10 Lingko sembong
Moso
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 95
c. Tahap akhir Acara pembagian lingko lodok ini berakhir sampai pada penancapan kayu di bagian cicing lingko lodok. Pada gambar 4.10 cicing yang merupakan batas terluar lingko lodok ditandai dengan pembuatan pagar pada ujung langang. Satu lingko lodok yang utuh dinamakan lingko sembong (gambar 4.10). Proses berikutnya seperti membersihkan moso dan penanaman tanaman dilakukan kemudian dan dilakukan oleh masing-masing keluarga yang sudah mendapat bagian dalam lingko lodok. 4. Lingko salang cue merupakan lingko yang dibuat karena adanya masyarakat yang sudah terdaftar namun tidak mendapat bagian pada lingko sembong. Selain itu, lingko salang cue juga merupakan lingko yang dibuat karena adanya lahan sisa dari dua atau tiga lingko sembong yang saling berdekatan. Sistem pembagian lingko ini sama dengan sistem pembagian lingko sembong hanya saja pada lingko salang cue dalam pembagiannya tidak menggunakan langang waga.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 96
Lingko salang cue
.
Sungai
.
Galong
Banta
Gambar 4.11 sketsa lingko sembong dan lingko salang cue
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 97
5. Jumlah penerima moso dalam pembagain lingko lodok. Sistem lingko lodok awalnya merupakan sistem berladang yang berpindah-pindah. Ketika kesuburan tanah suatu lingko mulai berkurang, masyarakat akan berpindah ke lahan lain dan membuka lingko di lahan yang baru, dan hak terhadap lingko lodok lama dikembalikan kepada tu’a teno sebagai orang yang bertanggung jawab terhadap lingko-lingko dalam suatu beo. Pada saat penduduk dalam suatu beo belum berkembang, satu lingko lodok bisa mencakup semua warga beo, karena semakin besar lengker maka jumlah penerima moso semakin banyak, begitupun sebaliknya. Sedangkan pada masa penduduk semakin bertambah dan kebutuhan akan lahan garapan semakin banyak, maka lingko-lingko yang telah digunakan sebelumnya dibagi lagi kepada masyarakat dan menjadi hak pribadi (hak milik) dengan mendaftarkan diri kepada tetua-tetua adat dan jumlah masyarakat penerima moso dalam satu lingko mengikuti jumlah moso pada bekas lingko sebelumnya dan untuk menandakan pusat lingko (lodok) pada lahan tersebut, tidak lagi menggunakan kayu teno. Jika tidak terlihat lagi bekas-bekas moso pada lingko tersebut maka pembagian
lingko
akan
dilakukan
mengikuti
tahapan-tahapan
pembagian lingko dan mengikuti semua upacara-upacaranya. Namun, banyaknya penerima moso dalam suatu lingko selalu berdasarkan kesepakatan bersama masyarakat, sehingga lingko-lingko yang ada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 98
sekarang merupakan bekas lingko yang sudah digunakan nenek moyang pada masa lampau. 6. Kepemilikan moso Seperti yang sudah dijelaskan pada poin 5, sistem berladang orang Manggarai pada zaman dahulu merupakan sistem berladang berpindahpindah sesuai dengan tingkat kesuburan tanah. Ketika masih menganut sistem ladang berpindah-pindah, moso pada lingko lodok tidak bisa menjadi warisan suatu keluarga. Namun, sejak sistem ladang berpindahpindah berubah menjadi sistem ladang menetap, saat itu moso merupakan warisan turun temurun, tetapi waktu tepatnya belum bisa diketahui secara pasti karena kurangnya informasi dan sumber tertulis. 7. Masa pemerintahan raja-raja di Manggarai (Deki, 2011) Table 4.5 Masa pemerintahan raja-raja di Manggarai No
Nama raja/ masa pemerintahan
Keterangan
1
Bagoeng
Disahkan menjadi raja melalui dokumen
(1924-1930)
Gouvernements-Besluit No. 19, 2 Mei 1924
2
Alexander Baroek (1931-1949) Disahkan menjadi raja Manggarai terakui Belanda pada tanggal 13 November 1930 berdasarkan Gouvernements-Besluit No. 56, 3 Februrari 1931 Membuka lahan persawahan di berbagai tempat dengan sawah percontohan.
3
Constantinus Ngamboet (1949-1960)
Sejak C. Ngamboet, gelar raja ditiadakan dan diganti dengan kepala Swapraja. Ngamboet belajar di Schakel School- Ndao dan OSVIA di Makassar.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 99
Melanjutkan pembukaan areal persawahan yang telah dibuka oleh pendahulunya, menambah pembukaan jalan baru, dan dikenal sangat dekat dengan rakyat.
8. Dalam kepercayaan orang
Manggarai
yang masih
menganut
kepercayaan dinamisme dan animisme, penancapan kayu teno ke tanah dianggap sebagai penyatuan antara laki-laki (dunia adikodrati) dan perempuan (tanah atau bumi) yang menghasilkan sebuah kehidupan baru. Dunia adikodrati yang dimaksudkan adalah dunia supranatural yang dianggap sebagai Dia yang mencipta dan yang menjadikan para leluhur orang Manggarai. Selain itu orang Manggarai percaya bahwa ada suatu kekuatan yang tak terjangkau oleh kemampuan otak manusia yang menciptakan leluhur dan turunannya serta seluruh alam semesta. 9. Pemilihan kayu teno sebagai alat untuk menunjukkan titik sentral lingko bukan tanpa alasan. Kayu teno dipilih dengan beberapa alasan, yaitu: a. Kayu teno bersifat lunak dan halus yang menggambarkan atau mengajarkan kepada manusia agar hati manusia lembut seperti kayu teno dan mengandung makna kesuburan bagi orang Manggarai. b. Kayu teno merupakan kayu yang multi fungsi, yaitu: menurut kepercayaan orang Manggarai, bahwa kayu teno merupakan kayu yang bisa mengusir roh-roh jahat yang ada di dalam rumah, misalnya pada atap rumah digunakan kayu teno, selain itu digunakan sebagai pelindung. Kulit kayu teno juga bisa digunakan dan dibuat menjadi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 100
baju bagi orang Manggarai jaman dahulu, tali kayu teno digunakan untuk membuat lengker dan langang dalam pembuatan lingko. c. Sebelum menancapkan kayu teno pada pembuatan lingko, biasanya terlebih dahulu menggali sebuah lubang ditanah sebagai tempat untuk menancapkan kayu teno tersebut. Kayu teno diibaratkan lakilaki dan lubang pada tanah diibaratkan sebagai perempuan “tanan wa, awangn eta” yang berarti: penyatuan yang dilandasi keyakinan trasidional antara perempuan (tanah atau bumi) dengan laki-laki (dunia adikodrati) yang bisa menciptakan atau melahirkan kehidupan baru. 10. Langang waga merupakan langang utama dalam lingko lodok. Maksud dibentuknya langang waga yaitu untuk mempermudah dalam pembagian lingko lodok dan mempertegas adanya lodok. Selain itu, walaupun panjang langang waga tidak sama, langang waga mempunyai keistimewaan yaitu langang waga saling berpotongan melalui lodok tidak seperti langang yang lain. 11. Panjang langang pada lingko lodok tidak selalu sama panjang karena panjang langang ditentukan oleh keluarga penerima moso itu sendiri dan atas persetujuan dari tu’a golo dan tu’a teno dengan beberapa pertimbangan seperti jumlah anggota keluarga dan kemampuan penerima moso. Selain itu, panjang langang juga tidak sama panjang karena bertabrakan dengan lingko lainnya dan berbatasan dengan sungai. Walaupun panjang langang tidak sama panjang setiap keluarga,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 101
masyarakat yang menerima moso tetap merasa adil dalam pembagian lingko lodok. Rata-rata panjang langang lingko lodok adalah 75-100 meter setelah diukur pada jaman sekarang. 12. Titik sentral dalam pengertian orang Manggarai merupakan titik tengah suatu areal yang akan dijadikan lingko lodok. Titik sental pada lingko lodok tidak sama dengan titik pusat pada lingkaran dalam arti sesungguhnya. Karena pada lingkaran, titik pusat lingkaran merupakan sebuah titik yang memiliki jarak yang sama dengan semua titik pada keliling lingkaran sedangkan titik sentral pada lingko lodok tidak memiliki jarak yang sama terhadap batas terluar lingko lodok (cicing). Namun, karena orang Manggarai menanggap lingko lodok sebagai lingkaran (mengikuti bentuk rumah adat) maka titik sentral pada lingko lodok juga merupakan titik pusat lingko lodok. 13. Besar moso yang diterima masyarakat Besar moso yang diterima masing-masing keluarga dalam pembagian lingko lodok diukur menggunakan jari tangan yang ditempelkan di tanah tempat pembagian dilaksanakan. Masing-masing keluarga
mendapat
bagian
berdasarkan
kedudukannya
dalam
masyarakat. Ukuran jari paling besar (empat sampai lima jari tangan) menjadi ukuran untuk tu’a golo, tu’a teno atau orang-orang yang dihormati di masyarakat. Kemudian, ukuran sedang (dua sampai tiga jari) diperuntukkan penduduk asli di kampung tersebut. Ukuran paling kecil
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 102
(satu sampai dua jari), merupakan ukuran bagi pendatang (ata long), orang-orang dari luar kampung yang ingin mendapat bagian di lingko lodok (tipa manuk lele tuak), atau menantu laki-laki yang tinggal di itu kampung tersebut. Ukuran-ukuran moso (jari tangan) tersebut hanyalah patokan umum dalam pembagian moso (lahan garapan), karena yang diperhatikan adalah permintaan dan kemampuan dari penerima moso. Dalam artian, para tetua bisa saja meminta dan mendapatkan moso yang lebih kecil dari patokan umum (empat sampai lima jari) yang harus diterimanya misalnya tiga jari, kemudian masyarakat bisa mendapatkan bagian yang lebih kecil dari para tetua misalnya dua atau satu jari. Masyarakat tidak akan bisa mendapatkan ukuran yang sama dengan para tetua adat dalam ukuran moso, karena sebagai pemimpin masyarakat tetua adat merupakan orang yang paling dihormati dan dihargai sehingga bentuk penghargaan masyarakat kepada para tetua adat adalah dengan memberikan atau memperbolehkan ukuran moso para tetua adat lebih besar dan tidak sama dengan masyarakat biasa. 14. Sistem pengukuran dalam lingko lodok masih menggunakan alat ukur tradisional orang Manggarai, seperti jari tangan, pagat merupakan sistem ukur dengan cara merentangkan jari jempol dan jari tengah dan mempunyai panjang kurang lebih 20 cm ukuran tangan orang dewasa dan depa merupakan sistem ukur dengan cara merentangkan kedua
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 103
tangan dan mempunyai panjang kurang lebih dua meter ukuran tangan orang dewasa. 15. Ritus-ritus yang berhubungan dengan lingko lodok bermuara pada lodok karena orang Manggarai percaya bahwa kebun dan segala isinya berasal dari penyatuan dunia adikodrati dengan ibu bumi pada proses tente teno dan juga merupakan anugerah sang pencipta. Ritus leang sose pada penancapan kayu teno yang dilumuri dengan darah hewan kurban melambangkan peresmian penyatuan dunia adikodrati dan bumi/tanah sebagai ibu dan memberi persembahan kepada naga golo agar kesuburan dan hasil yang berlimpah bisa didapatkan. Selain sebagai sumber hidup, lodok juga dipercaya merupakan cerminan seorang raja atau pemimpin yang bisa mengayomi masyarakatnya dan bisa menyelesaikan masalah-masalah dengan bijaksana. 16. Gambaran lingko lodok sendiri pada dasarnya merupakan gambaran dari rumah gendang dan memiliki langang yang berpotongan dan bermuara di satu titik yaitu lodok. Sedangkan cicing yang dipagari oleh masing pemilik moso menyebabkan lingko lodok berbentuk bulat dan menurut filosofi orang Manggarai, bulat mengandung makna persatuan dan kesatuan yang tidak terpisahkan. Selain itu, makna bulat dalam pengertian orang Manggarai adalah dalam kehidupan bermasyarakat, harus saling membantu, mendukung dan hidup berdampingan satu dengan lainnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 104
17. Lingko lodok tidak hanya ada di lahan persawahan atau dataran rendah tetapi pembagian lingko lodok juga terjadi di perbukitan atau dataran tinggi yang berada di seluruh daratan Manggarai. 18. Daerah persawahan lingko lodok yang berada di Desa Meler, Cancar, Kabupaten Manggarai biasa disebut dengan lingko lodok Meler yang memiliki luas daerah 223 ha yang terdiri atas 11 lingko sembong, 8 lingko salang cue dan sawah petak. 19. Nilai-nilai yang terkandung dalam lingko lodok adalah: a. Nilai ekonomi Nenek moyang orang Manggarai pada jaman dahulu sudah bisa berpikir efisien dan efektif. Efektif: masyarakat membangun lingko lodok yang diadaptasi dari bentuk rumah adat yang berbentuk lingkaran, dan dalam pembagiannya sangat mudah karena hanya berdasarkan ukuran moso, dan tidak terlalu berpatokan pada luas moso yang diterima masing-masing orang. Efisien: masyarakat yang memiliki lahan garapan di lingko lodok (moso), tidak perlu membuat pagar pada semua sisi di moso melainkan hanya membuat pagar pada bagian cicing saja. Hal ini tentu saja sebuah langkah penghematan bagi pemilik moso karena tidak perlu membuang banyak tenaga, waktu, dan biaya dalam membuat pagar. Hal inilah mengapa dalam pembuatan lingko sangat efektif dan efisien.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 105
b. Hukum Ada hukum tersendiri dari langang. Jika ada yang melanggar akan mendapat sanksi, misalnya langangnya digeser sedikit supaya bagiannya lebih besar, akan ditindak sesuai hukum yang berlaku, dan dibawa ke rumah gendang serta diselesaikan oleh tu’a golo dan tu’a teno. Jika terbukti bersalah maka ia akan didenda satu ekor babi. Hal ini mengajarkan kepada orang Manggarai bahwa “neka daku data, data daku” artinya jangan mengklaim milik sendiri sebagai milik orang, dan mengklaim milik orang sebagai milik sendiri. c. Teknis Pembagian lingko lodok yang melalui beberapa tahap. d. Sosial budaya Walaupun ukuran moso berbeda, tidak ada keluhan dari masyarakat dan pembagian lingko lodok dirasa adil karena sesuai dengan kemampuan masing-masing penerima moso. 20. Makna yang terkandung dari lingko lodok adalah: a. Sumber kehidupan Orang Manggarai percaya bahwa kebun dan segala isinya berasal dari persatuan adikodrati dengan ibu bumi yang menghasilkan kehidupan baru. Jadi, lingko lodok merupakan sebagai sumber hidup yang berasal dari sang pencipta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 106
b. Keharmonisan Ungkapan “gendangn one, lingkon pe’ang,” menggambarkan bahwa ada
keharmonisan,
kekeluargaan
dalam
kehidupan
orang
Manggarai. Keharmonisan itu tidak hanya terjadi di rumah tetapi juga terjadi disemua bagian kehidupan orang Manggarai. Nilai-nilai keharmonisan itu juga tertuang dalam pepatah atau ungkapan Manggarai “nai ca anggit, tuka ca leleng” yang berarti memiliki satu tujuan dalam suatu kelompok masyarakat. Memiliki rasa keluargaan yang tinggi, selalu bermusyawarah dalam segala permasalahan atau dalam istilah Manggarai, “cama lewang ngger pe’ang cama po’eng ngger one.” Selain itu ada istilah “neka behas neho kena, koas neho kota” yang berarti “jangan merusak pagar” dengan kata lain bahwa setiap anggota masyarakat harus memagari diri dengan baik terhadap pengaruh negatif dari luar demi menjaga agar lingkaran harmoni jangan terputus dan merusak harmoni kehidupan secara keseluruhan. 21. Keuntungan dan kerugian bekerja pada lingko lodok tergantung pada orang yang bekerja di lingko lodok itu sendiri. Selain itu bisa menghemat tenaga, waktu dan biaya dalam pembuatan pagar di bagian cicing. 22. Lingko lodok bisa saja hilang keberadannya karena beberapa faktor, yaitu:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 107
a. Alam Masyarakat yang mendapat bagian di lingko lodok bisa bekerja di sawah lingko lodok karena masih ada sumber air. Jika suatu saat nanti tidak ada sumber air, masyarakat akan alih fungsikan lahan dari persawahan ke perkebunan. b. Manusia Bangun pemukiman di areanya Pembagian lingko lodok ini tidak ada lagi pada masa sekarang karena sudah tidak ada lagi lahan komunal yang bisa dijadikan lingko lodok sehingga lingko lodok ini harus tetap dilestarikan keberadaannya karena lingko lodok ini menyangkut dengan warisan leluhur dan budaya orang Manggarai yang mengandung banyak pesan dan makna kepada orang Manggarai. Selain itu pemerintah seharusnya bisa mencegah agar masyarakat tidak mengalihfungsikan lahan misalnya membangun bendungan
dan
diharapkan
generasi
sekarang
bisa
terus
mensosialisasikan dan menjaga kelestarian lingko lodok ini. E. Pembahasan Berdasarkan paparan sebelumnya, peneliti dapat mengkategorikan beberapa unsur matematika dan budaya yang terkandung dalam lingko lodok, yaitu: 1. Merancang bangun. Merancang bangun dalam hal ini yaitu merancang lingko lodok untuk pertama kali. Lingko lodok terbentuk karena nenek moyang ingin membagi tanah ulayat secara adil dan berdasarkan budaya orang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 108
Manggarai. Bentuk rumah adat yang berbentuk kerucut menjadi pilihan bentuk lingko lodok hingga saat ini. Bagian-bagian dalam lingko lodok juga dirancang sedemikian hingga
sehingga
masyarakat
masing-masing
dapat
merasakan
keutungannya seperti bentuk moso karena masyarakat tidak perlu memagari semua sisi pada moso, masyarakat hanya perlu memagari bagian cicing saja sehingga bisa menghemat tenaga, waktu dan biaya dalam pembuatannya. Selain itu pada perancangannya, masyarakat menentukan banyaknya jumlah keluarga yang mendapat bagian dalam lingko lodok. Hal ini dilakukan agar jumlah keluarga bisa diperhitungkan sesuai dengan besar lahan yang menjadi tempat pembuatan lingko lodok dan juga memperhitungkan bahan-bahan yang akan digunakan untuk ritus-ritus pelaksanaan pembukaan lingko lodok. 2. Mengukur Pengukuran
dalam
pembagian
lingko
lodok
menggunakan
pengukuran tradisional menggunakan jari tangan, pagat, dan depa. Ukuran jari tangan digunakan untuk mengukur besar moso yang akan dimiliki oleh masing-masing keluarga. Ukuran paling besar yaitu empat sampai lima jari, ukuran ini biasanya untuk tu’a golo, tu’a teno atau orang-orang yang dihormati di masyarakat, sedangkan ukuran sedang yaitu dua sampai tiga jari yang diperuntukkan penduduk asli kampong tersebut, dan ukuran paling kecil yaitu satu sampai dua jari, yang digunakan untuk ukuran lahan para pendatang (ata long), orang-orang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 109
dari luar kampung yang ingin mendapat bagian di lingko lodok (tipa manuk lele tuak), atau menantu laki-laki yang tinggal di kampung tersebut. Tabel 4.6 Pengukuran Tradisional Ukuran
Ukuran
tradisional Ciku
Pagat
Kesetaraan
Ukuran dari ujung jari tengah sampai siku Satu ciku (ca ciku) setara orang dewasa.
dengan ± 50 cm
Ukuran telapak tangan orang dewasa yang
Satu pagat (ca pagat)
direntangkan. Diukur dari jari tengah
setara dengan ± 20 cm.
sampai ibu jari. Depa
Ukuran dari ujung jari tengah salah satu Satu depa (ca depa) lengan orang dewasa sampai ujung jari setara dengan ± 2 m. tengah lengan lainnya.
Moso
Moso berarti jari tangan. Moso digunakan Satu moso (ca moso) sebagai alat ukur dalam pembagian lingko setara dengan ± 2 cm. lodok dalam sor moso.
Dalam pengukuran lingko lodok, moso yang dimaksud adalah jari tangan yang akan menjadi alat dalam sor moso, sedangkan berkaitan dengan garapan dalam lingko lodok, moso mengandung arti lahan garapan. Tidak hanya keempat ukuran di atas, dalam pembagian lingko lodok masih ada cara-cara mengukur lainnya seperti cara mengukur panjang langang dimana panjang langang sesuai dengan kemampuan dan kesanggupan keluarga yang akan mendapat moso. Selain itu panjang cicing mengikuti besar moso yang diterima sehingga ukurannya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 110
tidak selalu sama setiap moso. Dalam penentuan lodok pun tidak ada penentuan atau aturan khusus. Lahan yang akan dijadikan lingko merupakan lahan yang subur dan dekat dengan mata air sehingga lodok ditentukan berdasarkan kesepakatan tetua adat dan masyarakat lebih mudah ditentukan. 3. Membilang Dalam kehidupan masyarakat Manggarai, konsep perbandingan sudah mulai dikenal, seperti lebih panjang, lebih pendek, lebih banyak, lebih sedikit, lebih besar, lebih kecil, dan lain sebagainya. Dalam kaitannya dengan lingko lodok, perbandingan yang lebih sering digunakan adalah lebih besar dan lebih kecil. Perbandingan ini juga selalu berkaitan dengan membilang yang menggunakan pertanyaan “berapa besar” atau “capan dite?”, “asa, pisan dite?” Patokan perbandingan lebih besar dan lebih kecil dalam lingko lodok adalah besarnya ukuran moso yang diminta dan diterima saat sor moso. Semakin banyak moso yang digunakan dalam sor moso, maka semakin besar lahan garapan yang akan diterima, dan semakin sedikit moso yang digunakan dalam sor moso, maka semakin kecil lahan garapan yang diterima. Dari konsep tersebut, masyarakat mulai bisa membandingkan ukuran moso mereka dengan ukuran moso yang lainnya menggunakan patokan banyak moso (jari tangan) yang digunakan saat sor moso
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 111
4. Geometri a. Ukuran panjang langang dan cicing Dalam pengukuran panjang langang tidak ada aturan khusus yang harus diikuti oleh masyarakat. Panjang langang ditentukan oleh penerima moso berdasarkan kemampuannya sendiri dan masing-masing penerima moso berhak menentukan panjang satu langang pada moso yang menjadi bagiannya. Dalam artian, masyarakat
tidak
mengukur
panjang
langang
yang
akan
diterimanya, mereka hanya mengkira-kira ukuran yang akan mereka terima. Ukuran panjang cicing memang tidak ditentukan ketika pembagian moso kepada masyarakat. Panjang cicing akan menyesuaikan dengan ukuran moso saat sor moso. Semakin besar ukuran saat sor moso, semakin besar juga panjang cicing yang akan diterima, begitupun sebaliknya, sehingga ukuran-ukuran dalam lingko lodok sangat berpengaruh terhadap besar moso yang diterima saat sor moso. b. Konsep lurus dalam pembuatan langang pada lingko lodok adalah ketika kayu teno pada lodok tidak terlihat jika dilihat dari kayu terakhir yang telah ditancapkan. Konsep ini tidak hanya digunakan dalam pembuatan langang saja, tetapi dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Manggarai konsep lurus seperti ini masih digunakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 112
hingga sekarang. Contohnya, pembuatan pagar rumah atau kebun, membuat pembatas lahan, dalam pembuatan rumah, dll. c. Cara menghitung luas moso Moso sebagai lahan garapan masyarakat pada dasarnya tidak mempunyai luas, dalam artian masyarakat tidak pernah menghitung luas moso dengan perhitungan menggunakan rumus-rumus matematika, seperti menghitung luas segitiga, persegi dan bangun datar lainnya. Dalam lingko lodok, luas moso adalah ukuran moso pada saat sor moso. Misalnya seseorang mendapat moso dengan ukuran sor moso sebesar dua jari (sua moso), maka luas moso orang tersebut sebesar dua moso sama seperti ukuran moso yang diterimanya saat sor moso, sehingga masyarakat setempat mengenal luas moso mereka dengan ukuran saat sor moso. d. Pada dasarnya, lingko lodok berbentuk segi banyak karena adanya penampang alam seperti sungai, berbatasan dengan lingko lain, dan topografi tetapi berdasarkan sejarah lingko lodok yang diadaptasi dari rumah adat Manggarai yang berbentuk kerucut dan memiliki lantai (alas) berbentuk lingkaran, maka dalam pembahasan ini, bentuk segi banyak pada lingko lodok disamakan atau disetarakan dengan lingkaran, dan disebut berbentuk bulat/bundar oleh masyarakat setempat. Berikut terdapat bagian-bagian lingkaran dan lingko lodok, yaitu:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 113
B p
b
S
.
. O
u
D
a
O s
T
r
A Gambar 4.12 Lingko sembong
Gambar 4.13 Lingkaran
E
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 114
Tabel 4.7 Kesetaraan Lingko Lodok dan Lingkaran No 1
Lingko lodok
Lingkaran
Titik O adalah lodok (titik sentral lahan) pada Titik O merupakan titik pusat lingkaran lingko lodok
2
ST adalah langang waga pada lingko lodok
̅̅̅̅ adalah diameter lingkaran 𝐴𝐵
3
OS dan OT adalah langang pada lingko lodok
̅̅̅̅ ̅̅̅̅ adalah jari-jari lingkaran 𝑂𝐴 dan 𝑂𝐵
4
Daerah p merupakan moso (lahan garapan) pada Daerah b merupakan juring lingkaran lingko lodok Daerah u merupakan juring pada lengker
5
rs merupakan banta (pematang)
̅̅̅̅ DE merupakan tali busur lingkaran
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 115
Selain itu, akan diuraikan lebih lengkap mengenai keterkaitan lingko lodok dengan matematika dari segi geometri Table 4.8 Keterkaitan Lingko lodok dengan Matematika dari Segi Geometri No Gambar
Unsur matematika
a.
Lingko lodok yang berbentuk lingkaran Bulat/bundar dalam pengertian orang Manggarai
Gambar 4.14 lingko lodok
Unsur budaya
karena mengikuti bentuk rumah adat adalah sesuatu yang berbentuk seperti lantai rumah Manggarai namun karena topografi adat namun jarak dari siri bongkok ke salah satu
.
alam dan pembagiannya berdasarkan titik terluar lantai tidak sama contoh bentuk lingko kemampuan
masyarakat
sehingga lodok. Lingko lodok dalam anggapan orang
lingko lodok berbentuk segi banyak.
Manggarai berbentuk lingkaran seperti bentuk rumah adat. Namun, karena adanya penampang alam seperti sungai, berbatasan dengan lingko lain, dan topografi alam menyebabkan lingko lodok dianggap lingkaran yang tidak simetris sehingga masyarakat Manggarai menyebut lingko lodok berbentuk bulat/bundar.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 116
b.
Gambar 4.15 Lengker
Lengker yang berbentuk lingkaran, Lengker yang berbentuk lingkaran melambangkan lodok sebagai titik pusat pada lengker, persatuan orang Manggarai dan digunakan sebagai
. c.
Gambar 4.16 Langang waga
langang waga menjadi diameter pada tempat persembahan saat pembukaan lingko, lengker dan terdapat juring lingkaran penggarapan lingko dan penti. Lodok sebagai titik pada lengker.
sentral pada lingko lodok dipercaya sebagai sumber hidup.
Langang waga adalah langang utama Langang waga merupakan langang-langang utama dalam lingko lodok yang yang saling yang terdapat pada lingko lodok yang digunakan berpotongan di satu titik (lodok).
untuk mempermudah pembagian moso kepada masyarakat. Langang ini dianggap istimewa karena dalam
pembuatannya
melalui
dan
saling
berpotongan di lodok. Pada postulat dalam geometri dikatakan bahwa melalui satu titik dapat dibuat tidak berhingga banyak garis dan dua garis yang berpotongan, akan berpotongan di satu titik. Postulat ini menunjukkan jika kita melambangkan sebuah titik dengan lodok dan dua garis dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 117
langang waga, maka dengan melihat bentuk langang waga yang melalui berpotongan pada lodok, maka postulat tersebut juga berlaku pada lingko lodok. d.
Gambar 4.17 moso pada lingko Moso yang berbentuk segitiga atau Moso yang berbentuk segitiga dalam kepercayaan lodok
berbentuk juring lingkaran dan galong orang Manggarai melambangkan hubungan tiga (petak-petak) yang ada dalam moso dimensi manusia dengan Tuhan, sesama dan alam. yang berbentuk segitiga dan segiempat. Selain itu, ukuran moso yang berbeda setiap
.
Kemudian terdapat bentuk juring pada keluarga tidak menjadi persoalan bagi masyarakat lengker.
yang menerima bagian karena dianggap adil dan sesuai dengan kemampuan dan kedudukan dalam masyarakat, begitupun dengan panjang langang, dimana panjang langang ditentukan berdasarkan kemampuan masing-masing penerima.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 118
e.
Gambar 4.18 lingko sembong dan Lingko salang cue yang terbentuk dari Lingko salang cue tetap menjadi bagian penting lingko
salang
cue lahan sisa dimana terdapat dua atau dari lingko lodok dimana lingko salang cue dibagi lebih Lingko
lingko salang
yang cue
bersinggungan. kepada masyarakat secara adil seperti pembagian juga
bukan pada lingko sembong dan juga melambangkan
merupakan lingko lodok yang utuh.
f.
Gambar 4.19 kayu teno pada lodok
kesatuan dan persaudaraan.
Ujung atas kayu teno yang dipotong Kayu teno yang berbentuk gasing melambangkan membentuk gasing (runcing).
dunia adikodrati.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 119
Menurut keyakinan orang Manggarai, seluruh tatanan kehidupan manusia disimbolkan dalam simbol-simbol baik dalam hubungan antar manusia, dengan alam maupun dengan dunia adikodrati. Simbol-simbol tersebut memiliki nilai – nilai yang dianggap sakral dan dihargai oleh seluruh masyarakat. Simbol-simbol tersebut dapat tampak secara material dalam bentuk benda-benda tertentu, gambar, ukiran ataupun dalam bentuk ucapan seperti: 1. Kayu teno yang dibentuk seperti gasing (mangka) yang melambangkan dunia adikodrati atau laki-laki, tanah atau bumi melambangkan seorang perempuan dan penancapan kayu teno ke tanah melambangkan penyatuan antara dunia adikodrati dan bumi yang menghasilkan kehidupan baru. 2. Kayu teno yang melambangkan kesuburan. 3. Pada puncak atap rumah gendang terdapat ukiran wajah manusia yang melambangkan orang Manggarai, terdapat tanduk kerbau yang melambangkan kekuatan orang Manggarai dan ujung atas kayu tersebut berbentuk gasing (mangka) yamg melambangkan hubungan dengan dunia adikodrati. 4. Ungkapan
“gendangn
one,
lingkon
pe’ang”
menggambarkan
keharmonisan dan kekeluargaan dalam kehidupan orang Manggarai, dsb. Lingko lodok salah satu peninggalan yang banyak sekali memiliki simbol-simbol yang berhubungan dengan kehidupan orang Manggarai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 120
seperti lodok yang menggambarkan sumber hidup dan menjadi titik persekutuan dari langang waga dan langang-langang lainnya dalam lingko, kayu teno melambangkan kesuburan, lingko lodok dan lengker yang berbentuk lingkaran melambangkan persatuan yang tidak terpisahkan, tidak saling membedakan dan keharmonisan dalam kehidupan tidak hanya dengan sesama manusia, tetapi juga kepada makluk hidup lain dan hubungan terhadap Tuhan dan leluhur. Panjang langang yang berbeda tiap orang juga tidak menjadi persoalan bagi masyarakat yang mendapat bagian dalam lingko lodok karena panjang langang selalu disesuaikan dengan kemampuan masing-masing penerima moso. Moso
yang berbentuk
segitiga
dan
juring
pada
lengker
melambangkan hubungan tiga dimensi dengan Tuhan, manusia dan alam. Pembagian moso kepada masing-masing keluarga berdasarkan permintaan dan kemampuan penerima moso yang melambangkan demokrasi yang adil, saling menghargai dan menghormati satu sama lain. Setiap moso pada lingko lodok tidak mempunyai ukuran yang sama hal ini dikarenakan pembagian moso mengikuti ukuran jari tangan saat pembagian, dan ukuranukuran tersebut merupakan ukuran dalam satuan tradisional. Selain ukuran moso, ukuran-ukuran kayu teno, lance dan langang juga mengikuti ukuran tradisional yang diukur menggunakan depa dan pagat. Namun ukuran ini masih menjadi perkiraan yang bersifat fleksibel dengan panjang depa dan pagat mengikuti ukuran tangan orang yang mengukur. Hal ini tidak menjadi masalah karena berlandaskan kesepakatan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 121
bersama dalam pengukurannya, sehingga pengukuran tradisional ini bisa disetarakan dengan ukuran pada satuan Internasional (SI). Pengukuranpengukuran tradisional menjadi pengukuran yang digunakan hingga sekarang dan turun temurun oleh orang Manggarai. Kegiatan mengukur tidak bisa dipisahkan dengan membilang dalam hal menanyakan berapa banyak atau berapa panjang. Kedua hal ini menjadi satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dalam menentukan besar moso dan panjang langang dalam pembagian lingko lodok. Ritus-ritus yang dilakukan pada pembukaan lingko lodok juga mempunyai makna dalam pelaksanaannya seperti lonto leok di rumah gendang untuk membicarakan pembukaan lingko, karena orang Manggarai sangat menghargai kebersamaan dan musyawarah. Selain itu upacara pembukaan lingko lodok yang dimulai dari rumah gendang dan compang dengan maksud meminta restu dari naga golo agar semua kegiatan berjalan lancar tanpa hambatan. Upacara leang sose melambangkan peresmian penyatuan dunia adikodrati dan bumi/tanah sebagai ibu dan memberi persembahan kepada naga golo agar kesuburan dan hasil yang berlimpah bisa didapatkan. Upacara tente teno melambangkan perkawinan atau penyatuan sakral antara dunia adikodrati dan bumi yang menghasilkan kehidupan baru bagi orang Manggarai. Lingko lodok menjadi salah satu ikon budaya orang Manggarai yang sarat akan nilai dan makna. Nilai-nilai yang terkandung dalam lingko lodok, yaitu nilai ekonomi karena dalam pembuatan lingko lodok sangat efektif dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 122
efisien, ada juga terkandung hukum yang mengikat masyarakat agar tidak curang dalam mengelola moso masing-masing. Teknis pembuatan dan pembagian lingko lodok yang dirasa adil bagi orang Manggarai dan sosial budaya dimana semua ritus-ritus yang dilaksanakan sesuai dengan budaya orang Manggarai. Makna yang terkandung dari lingko lodok adalah sebagai sumber
hidup
orang
Manggarai
dan
merupakan
keharmonisan.
Keharmonisan ini diungkapkan dalam beberapa ungkapan atau go’et diungkapkan sebagai pedoman hidup bermasyarakat dalam kehipan orang Manggarai, seperti nai ca anggit tuka ca leleng yang berarti memiliki satu tujuan dalam suatu kelompok masyarakat; cama lewang ngger pe’ang cama po’eng ngger one, yang berarti selalu bermusyawarah jika ada masalah yang tidak bisa diselesaikan sendiri; dan neka behas neho kena, koas neho kota, yang berarti setiap anggota masyarakat harus memagari diri dengan baik terhadap pengaruh negatif dari luar demi menjaga agar lingkaran harmoni jangan terputus dan merusak harmoni kehidupan secara keseluruhan. Ungkapan gendangn one, lingkon pe’ang memiliki kaitan yang erat antara lingko dengan rumah gendang, karena ada beberapa bagian rumah gendang yang juga dimiliki oleh lingko lodok seperti: 1. Siri bongkok mengandung arti tiang agung rumah. Pada siri bongkok inilah digantungkan gendang, tambur dan gong. Dengan adanya alat musik tersebut yang digantung pada siri bongkok maka rumah tersebut dinamakan mbaru gendang atau mbaru tembong. Siri bongkok menjadi istimewa sebagai tiang agung dan satu-satunya tiang tengah rumah adat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 123
serta dijadikan pusat dalam pertemuan-pertemuan adat karena menjadi tempat tetua adat memimpin pertemuan dalam forum lonto leok. Selain itu, siri bongkok menjadi titik sentral dalam rumah adat sedangkan pada lingko lodok, lodok menjadi titik sentral sebuah lingko lodok (Lampiran E) 2. Mangka (kayu yang di potong berbentuk gasing) yang berapa pada ujung atap rumah gendang memiliki makna yang sama dengan kayu teno yang dipotong berbentuk gasing (mangka), yaitu melambangkan hubungan dunia adikodrati (gambar 4.20).
Gambar 4.20 lambang pada atap rumah gendang yang di potong berbentuk gasing
Gambar 4.21 Kayu teno pada lingko lodok yang di potong berbentuk gasing
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 124
3. Atap rumah adat (wuwung) yang berbentuk niang (kerucut) melambangkan hubungan tiga dimensi manusia dengan Tuhan, sesama manusia dan alam yang juga dimiliki moso yang berbentuk segitiga.
Gambar 4.22 Atap rumah gendang yang berbentuk kerucut.
Gambar 4.23 Moso pada lingko lodok yang berbentuk segitiga Jika rumah gendang didatarkan maka akan berbentuk seperti lingko lodok, dan sebaliknya jika pada lodok ditancapkan sebuah tiang, akan membentuk seperti rumah gendang. Segala sesuatu yang berkaitan dengan pekerjaan di lingko lodok akan bermuara pada lodok sebagai sumber hidup dan segala sesuatu yang terjadi dalam masyarakat budaya Manggarai akan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 125
bermuara pada rumah gendang sebagai pusat dalam suatu beo. Hal diatas yang menyebabkan adanya hubungan atau kaitan yang erat antara gendang sebagai pusat kiblat hidup orang Manggarai dengan lingko lodok sebagai tempat mencari nafkah. Karena itulah, rumah gendang menjadi inspirasi dari bentuk lingko lodok. Pada dasarnya, pola pemikiran orang Manggarai bersifat simbolis dan figuratif (mengandung kiasan) yang dinyatakan dalam simbol, gambar, tanda dan perbandingan (Deki, 2011) seperti halnya dalam uraian diatas, segala sesuatu yang berkaitan dengan lingko lodok baik makna hinga teknis pembuatannya didasarkan pada apa yang orang Manggarai yakini dan percaya. Selain itu, pengukuran dan ungkapan-ungkapan tradisional berhubungan dengan kebiasaan yang sudah diturunkan secara turun temurun dari leluhur orang Manggarai dan masih digunakan hingga sekarang. Hal ini menyebabkan orang Manggarai tidak menyadari bahwa hasil budaya mereka mengandung unsur ilmu pengetahuan modern salah satunya adalah matematika walaupun dalam kenyataannya, matematika tradisional dan pengetahuan yang berdasarkan pada pengalaman, penemuan dan mengikuti kebiasaan sudah berkembang dalam masyarakat Manggarai mengikuti kepercayaan dan kebiasaan yang ada dalam masyarakat. Matematika tradisional ini yang menuntun masyarakat pada pembentukan lingko lodok dan memiliki kesetaraan dengan matematika modern, sehingga dengan adanya matematika baik matematika tradisional maupun modern yang berkaitan dengan budaya lingko lodok, maka ada etnomatematika yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 126
terkandung dalam pembuatan dan pembagian lingko lodok pada masyarakat Manggarai. F. Keterbatasan Penelitian Peneliti menyadari keterbatasaan penulis selama menyusun skripsi, sehingga skripsi ini belum merupakan penelitian yang sempurna. Hal ini terjadi karena adanya keterbatasan pada waktu pengambilan data yaitu saat wawancara. Penulis merasa bahwa data yang dapat mengungkapkan sejarah dan filosofi lingko lodok belum mendalam karena waktu yang kurang saat wawancara dilakukan, wawancara yang dilakukan kepada masing-masing narasumber hanya dilakukan selama satu hari. Hal ini dikarenakan tidak adanya kesesuaian waktu peneliti dan narasumber. Selain itu, peneliti mengalami kesulitan dalam menemukan data tentang awal mula atau tahun pembuatan lingko lodok karena tidak adanya sumber tertulis.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah 1. Lingko lodok adalah peninggalan leluhur orang Manggarai yang merupakan adaptasi dari bentuk rumah adat Manggarai yang berbentuk bundar/bulat, dan dalam kepercayaan orang Manggarai, segala sesuatu yang berbentuk bundar melambangkan persatuan dan kesatuan, tidak saling membedakan serta harmonis. Selain itu semua kegiatan yang dilakukan pada moso bermuara kepada lodok sebagai sumber kehidupan orang Manggarai dan ritus-ritus, nilai serta makna yang terkandung dalam lingko lodok merupakan unsur budaya yang terkandung dalam lingko lodok yang merupakan pedoman hidup orang Manggarai. 2. Lingko lodok mengandung unsur matematika seperti sistem pengukuran tradisional, seperti jari tangan, pagat, dan depa. Selain itu ada juga unsur membilang yang berhubungan dengan besaran yang akan diterima oleh manyarakat serta mengandung unsur geomerti yang terlihat dari adanya kesamaan lingko lodok dan lingkaran, yaitu lodok sebagai titik sentral/pusat sebuah lahan yang akan dijadikan lingko lodok, adanya langang-langang yang menjadi batas antar moso, moso yang berbentuk segitiga atau juring, langang dan cicing menjadi sisi-sisi pada moso, langang waga yang melalui dan berpotongan pada lodok, lingko salang cue yang berbentuk setengah atau seperempat dari lingko sembong, kayu
127
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 128
teno yang ujungnya dipotong menyerupai gasing, serta petak-petak yang ada dalam moso yang berbentuk segitiga dan segiempat. B. Saran Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian yang diperoleh dan pengalaman selama penelitian, maka peneliti memberikan saran-saran sebagai berikut: 1. Perlu
adanya
peningkatan
penelaah
secara
mendalam
untuk
mengungkap adanya matematika dalam budaya yang tumbuh di Indonesia. 2. Mencermati etnomatematika sebagai jembatan ke matematika formal, lingko lodok bisa dijadikan sebagai alat atau media pembelajaran oleh guru untuk siswa di Manggarai agar pembelajaran matematika lebih bervariasi dan siswa bisa mengetahui budayanya sendiri. 3. Tatanan budaya orang Manggarai kiranya harus tetap dihidupkan salah satunya lingko lodok ini agar lingko lodok tetap bisa dilestarikan. Selain itu, pengetahuan atau sejarah asli tentang lingko lodok ini kiranya terus diturunkan kepada anak cucu orang Manggarai agar sejarahnya tidak hilang. 4. Semua masyarakat baik pemerintah daerah setempat maupun kaum muda diharapkan bisa terus menjaga kelestarian persawahan lingko lodok agar lahan persawahan lingko lodok tidak dialihfungsikan. 5. Peneliti yang ingin melakukan penelitian berupa hasil-hasil budaya Manggarai diharapkan untuk melakukan penggalian data lebih mendalam agar data yang diperoleh bisa lebih bervariasi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR PUSTAKA
Bakker, J. W. M. 1984. Filsafat Kebudayaan: Sebuah Pengantar.Yogyakarta: Kanisius. Berlinghoff, William P dan Q. Gouvea. 2004. Math Through The Ages: A Gentle History for Teacher And Others. Chemiller, Marc. 2002. Ethnomusicology, Ethnomathematics. The Logic Underlying Orally Transmitted Artisticpractices.
In G. Assayag., H.G.
Feichtinger, J.F. Rodrigues, Mathematics and Music, 161-162. NY: Springer. Dagur, Anthony Bagul. 1990. Kebudayaan Manggarai Sebagai Salah Satu Khasanah Kebudayaan Nasional. Surabaya: Ubhara Press. Deki, Kanisius Teobaldus. 2011. Tradidi Lisan orang Manggarai-Membidik persaudaraan dalam Binagkai Sastra. Jakarta: Parrehesia Institute. Didi Haryono. 2014. Suatu Tinjauan Epistemologi dan Filosofis: Filsafat Matematika. Bandung: Alfabeta. Edy Tandililing. 2013. Pengembangan Pembelajaran Matematika Sekolah Dengan Pendekatan Etnomatematika Berbasis Budaya Lokal Sebagai Upaya Untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Matematika Di Sekolah. Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, 9 November 2013. Yogyakarta. Ghony M. Djuanaidi & Fauzan Almanshur. 2014. Metodologi Penelitian Kualitatif .Ed. Revisi. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
129
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 130
Hemo, Doroteus. 1987. Sejarah Daerah Manggarai Provinsi Nusa Tenggara Timur. Ruteng. I Putu Wisna Ariawan. 2014. Geometri Bidang. Yogyakarta: Graha Ilmu. Jacob Sumarjo. 1990. Ensiklopedi Nasional Indonesia. Jakarta: Cipta Adi Pustaka. Koentjaraningrat. 1990. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT Rineka Cipta. KoO, Fransiskus Xaverius Do. 1984. Jiwa Sesuai Paham Manggarai Asli dan Pergeseran Pengaruh Pandangan Kristiani. Skripsi. Maumere: STFK Ledalero. Lexy J. Moleong. 1988. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Departemen pendidikan dan Kebudayaan Direktorat jendral Pendidikan Tinggi Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan. Janggur, Petrus. 2010. Butir-butir Adat Manggarai. Ruteng: Yayasan Siri Bongkok. Ndia, Yustina Maria. 2012. Kajian Semiotik Pernikahan Adat Budaya Flores Kabupaten Manggarai Barat Nuda Tenggara Timur. Skripsi. Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Bahas dan Seni. Yogyakarta: Univ. Negeri Yogyakarta. Nggoro, Adi M. 2006. Budaya Manggarai: Selayang Pandang. Flores: Nusa Indah. Pixten, R. 1994. Ethnomathematics And Its Practice: For The Learning Of Mathematics. 23-25. Rahmat Nuri. 1985. Geografi Budaya Dalam Wilayah Pembangunan Daerah NTT. Jakarta: Departemen P dan K Proyek Investarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah. Rossa, M. & Orey, D. C. 2001. Ethnomathematics: The Cultural Aspects of Mathematics. Revista Latinoamericana de Ethnomathemqatica.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 131
Subagyo, P. Ari dan Sudartomo Macharyus. 2009. Peneroka Hakikat Bahasa. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma. Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. Suharsimi, Arikunto. 2012. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara. Verheijen, Jilis, A.J., 1977. Manggarai Text 2. Stensilan. Regio SVD Ruteng _________________1991. Manggarai dan Wujud Tertinggi. Jakarta: LIPI-RUL.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 132
LAMPIRAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 1
A. Profil Narasumber
1.
2.
3.
4.
Nama
: Ambros Rima
Usia
: 83 tahun
Pekerjaan
: Tu’a Golo Meler
Nama
: Robertus Unggut
Usia
: 55 tahun
Pekerjaan
: Sekretaris Desa Meler
Nama
: Gabriel Fughs Gembira
Usia
: 38 tahun
Pekerjaan
: Staff Dinas Pariwisata Kabupaten Manggarai
Nama
: Maksi
Usia
: 47 tahun
Pekerjaan
: Petani
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 2
B. Transkrip Wawancara dengan Narasumber dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Manggarai 1. Wawancara dengan tu’a golo (Bpk. Ambros Rima ) P/N Wawancara dalam Bahasa Indonesia P
Wawancara dalam Bahasa Manggarai
Selamat siang ema, saya Melin yang hari Jumat datang kesini untuk Tabe ema, aku Melin hot mai ce’e one pisa. Ho’o aku mai wawancara.
kut wawancara ite.
N
Oh ia, saya masih ingat. Mau wawancara tentang lodok to nu?
Oh, eng nuk kin laku, hot tentang lodok ho wa to?
P
Io ema, kalo begitu saya mulai saja ema e, bagaimana sejarah lingko Io ema, jadi a mulai kat laku e. lodok ini dulu ema?
N
Jadi, co danong sejaran lingko lodok ho wa ema?
Awalnya lingko lodok ini dulu nu, warisan turun temurun dari kita Awaln lingko ho’o danong wa wa na’a. Cama no a warisan punya nenek moyang. Sebelum saya cerita sejarah awalnya lingko apa so’o e. Jadi ngo’o, sebelum nunduk sejaran lingko ho’o, lodok ini, enu harus tau dulu syarat untuk membuka suatu kampung. harus bae le meu syarat kudut panden ca beo. Syaratn ga Syaratnya adalah harus ada tempat tinggal (mbaru bate ka’eng), harus manga mbaru bate ka’eng, uma bate duat, wae bate kebun (uma bate duat), mata air (wae bate teku), halaman (natas bate teku, natas bate labar, compang, agu boa. Harus manga labar), tempat persembahan (compang), dan kuburan (boa). Harus taung apa situ. Jadi du pande beo ise nenek moyang so’o ada semua ini syarat dan tidak boleh ada yang kurang. Waktu nenek danong, ai danong pe puar taung tana so’o. Jadi du pande moyang mau bikin kampung dulu, hutan semua daerah ini dulu, beo hitu dise ga, pikir lise co bagid lingko ho’o porong sehingga saat mereka mulai membuka kampung, mereka pikir, ngance dapat taung ca beo. Terus bantang cama lise danong
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 3
bagaimana cara membuat kebunnya sehingga nanti semua one mbaru gendang co cara bagin uma mese one beo hitu, masyarakat kampung itu bisa dapat bagian dan adil juga. Kemudian porong adil one ata ca beo ho’o, terus emong koe bagin, agu mereka mulai musyawarah dalam forum lonto leok di rumah sesuai adak data Manggarai. Trus mai ise ga pande neho gendang tentang cara pembagian kebun ini supaya adil untuk semua mbaru gendang dite, ai mbaru niang pe dite ho’o. masyarakat, gampang baginya dan sesuai dengan adat orang Manggarai. Terus mereka ikut bentuk rumah gendang yang bentuk bundar dengan satu tiang ditengahnya dan tiang-tiang lain ada di pinggir-pinggirnya. P
Oh begitu ka ema, terus kenapa ikut bentuk rumah gendang?
Nggitu ke ema, trus co tara heno mbaru gendang?
S
Begini nu, di rumah gendang itu ada simbol-simbol tertentu seperti Ngo’o nu, one mbaru gendang manga muing simbol neho kolong rumah (ngaung) yang melambangkan dunia kegelapan, ngaung hot neho rapang nendep, tempat ka’eng ga neho tempat manusia tinggal melambangkan dunia manusia, loteng dan rapang lino dite ho’o, ca’u agu lempa rae ga neho rapang lempa rae (tempat menyimpan bahan makanan) melambangkan perantara mori kraeng agu ite manusia, trus ruang koe ga perantara antara dunia manusia dan Tuhan, dan tempat mezba (ruang neho rapang tempat de Mori kraeng, trus manga siri koe) melambangkan dunia Tuhan, terus ada siri bongkok yaitu tiang bongkok one mbaru. Siri hitu ga hot manga one reha mbaru yang ada di pusat rumah gendang, di siri bongkok ini disimpan alat- gendang dite. One siri bongkok hitu na’an gendang agu alat musik tradisional. Itu bagian rumahnya nu, bagian atapnya ada gong. One wuwung mbaru ga nu manga kole artin. Manga makna sendirinya. Macam ada kayu yang panjangnya mungkin 50 haju sambungan one mai ngando, one haju hitu manga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 4
cm yang sambungan dari ngando (bubung), di itu kayu nu, ada gambar ranga manusia, baling main ga manga rangga kaba lukisan mukanya manusia, terus ada tanduk kerbau atau kayu yang agu eta comongn ga coco neho coco mangka. Artin ranga dipotong macam tanduk kerbau yang disimpan di samping kiri manusia ga, ite ho’o ciptaan de mori, rangga kaba hitu ga kanannya itu lukisan, dan di ujung atasnya itu kayu nu potong syukur dite latang mori kraeng, dan mangka ga hubungan macam bentuk gasing (mangka). Nah artinya itu lambang itu, dite agu mori kraeng. Nggitu kole one lingko lodok, coco lise mukanya manusia itu melambangkan kalo manusia itu adalah haju teno ho’o neho coco mangka kudut na’a one lodok ciptaan yang paling tinggi dari ciptaan lain, terus itu tanduk itu sehingga sebut lite ga tente teno. One tente teno hitu, haju melambangkan daya juang dan bersyukurnya orang Manggarai, teno hot coco neho mangka artin ga ata rona, trus tana hitu sedangkan ujung kayu yang bentuk gasing itu nu melambangkan wa ga artin inewai. Jadi artin tente teno hitu nu, permisi, hubungan manusia dengan Tuhan. Itu kayu bentuk gasing yang di neki ca ata rona agu ata ine wai porong manga mose weru atap rumah gendang itu nu, sama dengan bentuk ujung atas kayu teno dite one lino ho’o. Jadi one mai simbol-simbol situ nu, yang ditancapkan di lodok yang biasa dinamakan tente teno. Kalau manga go’et dise empo danong, “gendangn one, lingkon di lodok, kayu mengandung makna sebagai laki-laki dan tanah pe’ang” jadi manga de hubungan mbaru gendang agu tempat tancap kayu teno itu sebagai perempuan. Sehingga tente teno lingko. Ai eme hese lingko lodok ho wa heno mgaru gendang itu maknanya penyatuan laki-laki dengan perempuan yang dite, nggitu kole eme pande to’o mbaru gendang dite, neho menghasilkan kehidupan baru. Dari simbol-simbol itu nu makanya lingko lodok i. Sehingga nu ga, nggitu bentukn lingko lodok ada ungkapan orang Manggarai “gendangn one, lingkon pe’ang” ada ho wa. hubungan erat yang tidak bisa dipisahkan antara rumah gendang dengan lingko, karena kalo simpan kayu di lodok itu, bentuknya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 5
seperti rumah gendang. Sehingga nu ga, lingko lodok itu begitu bentuknya. Ada lodoknya dan adil baginya ke masyarakat. P
Oh jadi begitu dulu sejarahnya e ema, apakah dulu nenek moyang ini Jadi ngitus danong ema, eng ta ema ise empo situ danong sadar kalo lingko yang mereka buat itu sama seperti sarang laba- sadar ko toe lise lingko ho’o neho a sarang laba-laba? laba?
N
Mereka tidak sadar nu, karena dulu tu ka nu mereka buat saja seperti Toe manga sadar lise, ai danong pe nu, pande kat neho hot yang mereka sudah gambar itu macam rumah gendang itu. gambar dise neho mbaru gendang hitu. Musi mai di sadar Belakangan baru mereka sadar kalau lingko ini sama seperti sarang lise, setelah pande kena pe’ang cicing’n ga, hitu di sadar lise laba-laba waktu mereka mulai bikin pagar di bagian cicingnya, bahwa lingko so’o bentuk bundar agu neho sarang labasetelah itu baru mereka sadar kalo lingko ini berbentuk macam laba. sarang laba-laba.
P
Sekitar tahun berapa lingko lodok ini dibuat ema?
N
Aduh nu, saya tidak ingat dan tau pasti kapan bikinya ini lingko. Tapi Ole nu, toe manga bae pastin taung pisa panden danong. Am sekitar tahun 1955 lingko lodok ini sudah ada.
Sekitar taung pisa panden lingko ho wa ema?
sekitar tahun 1955 ta nu manga i lingko lodok ho wa ga.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 6
P
Bagaimana cara baginya lingko lodok ini ema?
Co’o cara panden atau cara bagin lingko lodok ho danong ga ema?
N
Ada kayunya untuk bikin ini lingko lodok dulu, namanya kayu teno. Pande lingko so’o dangong ga, manga i hajun danong. Haju Ini kayu masih ada sampai sekarang. Ini kayu teno di potong seperti teno ngasangn, haju hitu ga manga kin sampe leso ho’o trus gasing. Kemudian dibuat sebuah lubang di pusat atau sentral dari mai ise ga coco haju ho’o cama no a coco mangka. Terus tanah yang mereka pilih untuk ditancapkan kayu teno itu di pande nua lise one pusat tana hitu kudut tente nitu wa haju sentralnya. Saat menancapkan kayu teno itu, tidak ditancapkan teno hitu. Du na’an haju hitu danong, Toe na’a nggitu kaut, begitu saja, ada acara adatnya yaitu leang sose dimana disembelih harus paki ela nitu wa trus eme nggerwa nua daran ela hitu, seekor babi, dan darah babi ini harus diteteskan di lubang yang telah ngasang’n ga leang sose. Eme poli tente lise haju hitu ga, dibuat sebelumnya, kemudian kayu teno ditancapkan di lubang pertama-tama
lise
pande
garis
menengah
haeng
tersebut. Setelah itu, mereka membuat dua garis lurus sampe di nggerpe’ang cicing lewat one reha haju, poli hitu ga garis cicing yang lewat dan berpotongan di kayu teno. Jadinya bagi empat kole cupu main, bagi empat lise musti hena haju teno hot one itu garis dan namanya itu garis adalah langang waga. Langang waga reha hitu. Garis pat situ ga ngasang’n langang waga. Jadi ini jadi langang utama yang tidak boleh diganggu lagi karena neka ganggu langang so’o ai hitu pertaman bagin. Jadi langang waga ini mempermudah bagi per moso nanti, kemudian emong lise bagin poli hitu. Eme poli hitu, mai lise ga wengke seutas tali dibentuk seperti lingkaran pada bagian luar kayu teno dan can wase pe’ang mai haju teno hitu, pande lingkaran bulat dinamakan lengker. Setelah itu barulah dibagi per moso dari lengker wase hitu ngasang’n ga lengker. Poli hitu bagi lise ga, ukur dengan cara, jari tangan di letakkan di lengker dan kayu dirancapkan ca moso one mai lingkaran koe hitu, trus na ca haju cupu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 7
dibagian kiri dan kanan jari tersebut, ukuran jari tersebut yang telah mai moso nggitu kole cupu main, ukur hitu ga kudut ditandai oleh kayu disamping kanan dan kiri jari tadi diperuntukkan ncengata. Nggitu kole panden seterusnya. Haju koe so’o am satu keluarga. Cara yang sama juga dilakukan untuk keluarga- ca-sua pagat kanang lewen. Sehingga haju so’o ga lingkar keluarga lainnya. Kayu yang ditancapkan di kiri dan kanan jari tadi lorong lengker, ngasang’n ga lance am ca pagat lewen. berukuran satu pagat dan jika sudah selesai membagi permoso, kayu- Jarak ca haju agu haju cupu main ga ngasang’n sor moso kayu itu akan membentuk lingkaran dan dinamakan lance dan jarak kudut jadi patokan moso. Eme poli pande lance hitu, mai ise dari satu kayu kekayu lainnya dinamakan sor moso yang dijadikan ga na’a haju bana hot lebih lewe one mai haju lance musi patokan ukuran moso. Setelah lance dibuat, kemudian ditancapkan mai lance situ, nggitu terus sangge nggerpe’ang cicing. kayu lain dibelakang lance yang ukurannya lebih panjang sampai Pepe’ang haju situ semakin lewe agu jiri langang, trus haju pada cicing sehingga kayu paling tinggi adalah kayu yang berada di situ harus sesuai/lurus one mai haju teno one lodok, agu eme cicing, dan paling pendek berada di lodok. Kayu-kayu itu harus lurus lelo mai peang mai lite, toe manga itan haju teno one lodok, dengan kayu teno di lodok trus kayu teno tu tidak kellihatan dari kayu berarti ga, lurus letak haju-haju situ. Ada kalan ga nu, pake terakhir. Ada kalanya pake tali supaya lurus dan dinamakan lander, wase porong lurus sampe nggerpe’ang cicing ngasangn nah kayu-kayu itu akan menjadi langang. Satu lingko utuh lander. Terus, eme bentuk ca lingko mese ngasangn lingko
P
dinamakan lingko sembong.
sembong.
Bagaimana cara ukur moso untuk masyarakatnya ema?
Terus ga ema, co ukur moso kudut ata so’o ga?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 8
N
Caranya pake ukuran jari tangan ini nu.
Caran ca pake ukuran lima moso lime ho’o.
P
Bagaimana caranya?
Co caran ge?
N
Biasanya nu, tergantung kesanggupan penerima moso. Adakalanya Biasan nu, terhantung kesanggupan masing-masing kilo. dia minta hanya satu jari, ada juga yang minta tiga atau dua jari.
P
Ema, kenapa harus pake kayu teno di lodoknya? Kenapa bukan kayu Engp ta ema, co tara harus haju teno kudut panden lodok lain?
N
Manga hot tegi ca moso, sua moso, nggitu.
hitu? Co tara toe kat pake haju bana?
Memang harus pake kayu teno tu nu, tidak bisa pake kayu lain karena Musti haju teno i panden. Toe nganceng haju bana. Ai ada maknanya itu kayu dulu. Seperti lingko di Laja, dulu itu sudah manga artin haju hitu danong. Macam neho lingko dami eta dibagi, kemudian di lepas, sekarang dikerjakan lagi dan tidak bisa Laja so’o, jadi lego lingko situ pisa pulung taung. Hos ciwal pake lagi kayu teno untuk baginya, harus pake kayu lain saja di koles ga, Toe ngance emi haju hitu (haju teno) laku wan lodoknya. Karena kalo pake kayu teno lagi, harus ikut ulang sama na’an ga, mesti haju betong kat gi, tapi pas one lodok hitu. seperti bagi waktu pertama kali dibagi
Sebab eme haju hitu laku, harus ikut cara hot olo dan pande acara neho danong kole.
P
Satu lingko ini ema dibagi untuk berapa orang?
Ca lingko hitu ga ema, bagi kudut ata pisa?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 9
N
Satu lingko ini nu, bisa di bagi kurang lebih 30 keluarga.
Jadi ca lingko hitu ngance bagi sampe pisan pulu anggota ca lodok hitu, ngance 30 anggota.
P
Saya ada liat lingko disana ni ema, yang tidak bentuk bundar, seperti Manga itan laku wa lingko so’o ema, ata toe bentuk ca setengah lingkaran dan ada yang lebih kecil lagi tapi tidak bundar. lingko i, setengahn kanang. Apa ngasangn lingko hitu? Apa namanya itu?
N
Lingko salang cue namanya nu, setengah dari lingko sembong atau Lingko salang cue hitu nu ga, stengah lingko one mai lingko bisa lebih kecil lagi. Misalnya ada dua atau tiga lingko yang mese atau lingko sembong. Umpaman manga lingko dion berdekatan, pasti ada lahan sisanya. Lahan yang sisanya itu nu, kalo sale main, lingko dion ce main, lingko dion laun main, trus dibagi pake sistem lodok namanya lingko salang cue tadi. Sama manga linga no’on. Sisan one mai lingko sembong situ nu lingko salang cue itu juga nu, lingko yang dibuat karena ada beberapa ga, ngasangan lingko salang cue. Agu kadang kala nu, penerima moso tidak dapat bagian di lingko sembong. Nah supaya panden lingko salang cue hitu eme manga kilo hot toe manga semua masyarakat dapat bagian, makanya ada itu lingko salang cue dapat bagian one lingko mese. itu.
P
Cara baginya lingko salang cue ema?
Caran bagin lingko salang cue hitu ga ema?
N
Cara baginya sama seperti pembagian lingko sembong.
Cama cara bagin agu lingko sembong, Toe manga bedan.
P
Lingko lodok ini bentuknya sama seperti apa ema?
Neho bentuk apa i lingko lodok ho’o waga ema?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 10
N
Bentuk bulat nu, Cuma ada kalanya tidak bulat karena ketemu Bentuk bulat i. Landing ada kalan ga, Toe bulat kole i wajol dengan lingko lain dan ada yang ketemu dengan kali. Mungkin cumang agu lingko cupu main. Am 75 m atau 100 m lewen panjangnya bisa 75 sampai 100 m.
ai dong lingko banan kole cupu main pe.
P
Brarti bukan bentuk lingkaran?
Brarti toe bentuk lingkaran?
N
Ia, bukan lingkaran nu, pokoknya bulat bukan lingkaran. Pokoknya Eng, toe lingkaran. Pokoknya bulat kat eme lelo lite. kalo kita liat bentuk bulat itu lingko.
P
Satu moso itu ema milik per orang kah?
Ca moso hitu ga milik perorang ko co?
N
Bukan per orang nu, tapi per keluarga.
Toe bagi kudut cengata i, tapi per kilo.
P
Apakah moso di lingko lodok ini dimiliki secara turun temurun?
Co’o moso one lingko lodok ho’o ga ema, danong main sampe te ho’on ata ca kilo ke morin ko co’o?
N
Ia, karena moso itu merupakan warisan turun temurun.
Eng. Ai wa wa na’a one masing-masing keluarga uma duat situ wa.
P
Apakah lingko lodok ini ema hanya ada di sawah saja kah atau ada Asa leng lingko so ema, hanya manga one tanah wae kanang lagi di tanah kering?
ko manga kole one tana masa?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 11
N
Tidak ta nu, bagi seperti lingko lodok juga di tanah kering ini. Sama Toe ta nu, bagi nenggo’o kole one tana masa. Nehos lau seperti di Nugi, dulu bentuknya lingko lodok tapi mereka tanam Nugi, danong hitu lingko cama no wa, weri latung lise. Tapi jagung karena tanah kering. Tapi karena pengaruh Raja Baruk yang ga pengaruh Raja Baruk hot studi banding lau Bali danong, pergi studi banding di Bali, makanya lingko lodok di Nugi diubah lingko lau Nugi ga pande baris lise (lapat). jadi bentuk petak Engp ta ema manga kole bagi nenggo’o eta golo so’o?
P
Berarti begini juga baginya di gunung-gunung?
N
Ia kah nu, begini juga baginya di gunung sama seperti lingko lodok Eng pe, eta golo so’o nggo taung bagin sangge eta Laja. di sawah ni.
P
Cama kole cara bagin neho lingko so wa.
Apakah ada kelemahan dan kelebihan kerja di lingko lodok Co neng kelebihan ciwal uma moso agu uma baris ta ema? dibandingkan dengan kerja di lahan petak ema? Toe manga ta nu, tergantung rejeki pe apa so’o.
N
Tidak ada ta nu, tergantung rejeki masing-masing.
P
Kalau misalnya ada tanah baru ema, bagaimana cara baginya? Eme manga tana weru, co’os bagid apa neho pati du Apakah sama seperti dulu?
wangkan ko toe?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 12
N
Ia, masih sama pembagiannya. Tapi sudah jarang ditemukan, karena Io, camas. Landing ga, toe manga sangged taung ata pati tidak ada lagi tanah umum sekarang. Semua sudah dimiliki secara nenggitu, ai ce cupud uma situ poli jadi uma datad. pribadi.
P
Apakah di daerah lain di Manggarai ini, ada lingko lodok?
Asa ce Manggarai, manga ko co’o lingko bana cama neho lingko so’o ce’e?
N
Ia nu, karena sama semua cara bagi tanah umum dulu di Manggarai Eng nu, ai ngo’o taung bagin lingko ce Manggarai, landing ini. Cuma ada sedikit perbedaan mungkin istilah atau upacaranya. manga beda cekoe-cekoe neho istilah agu upacaran. Tapi ta Tapi ka nu, sama saja e, kan tetap sama-sama Manggarai kita ini.
P
Berarti ada dua cara pembagian dulu ema e, lingko lodok dengan Brarti sua cara pembagian so’o dangong e ema? Petak agu petak.
N
nu, camas kin, ai cama Manggarai kin ite ho’o.
lingko.
Ia, ada dua pembagiannya dulu. Lingko ini nu, ada kaitannya dengan Eng, sua pembagian situ danong. Petak agu lingko. Lingko rumah gendang. Sama seperti ungkapan Manggarai “gendang one, ho’o ga pasti manga ikatan agu mbaru gendang, ngasangn lingko pe’ang” tadi, kalau ada rumah gendang tapi tidak ada lingko, ga gendang. Neho a istilah data tu’a pe “gendang one, berarti pendatang yang ada di kampung itu, begitupun sebaliknya.
lingko pe’ang” eme manga mbaru gendang tapi toe manga lingko, berarti toe manga gendang one beo hitu.
P
Apa maksud “gendang one, lingko pe’ang” ema?
Co maksud “gendang one, lingko pe’ang” ga ema?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 13
N
Maksudnya itu kalimat nu, sama seperti yang saya bilang tadi tu, ada Maksud kalimat hitu ga nu, bersatu ro’eng so’o agu tana one kaitan rumah gendang dengan lingko seperti bersatunya masyarakat beo. Neho manga hubungan timbal balik ro’eng situ agu dengan tanah di kampung itu, dan ada hubungan timbal balik antara tana bate duat dite. Nggitu. gendang dan lingko. Bagaimana kedepannya nanti ema, apakah di moso ini bisa dibangun Co’o ngger olon ata bae diten ta ema, ngance ko toe pande
P
tempat tinggal? N
tempat ka’eng laings tana wa lingko so wa?
Tergantung musyawarah untuk satu lingko nu, contohnya di Cobol, Tergantung musyawarah untuk ca lingko nu. Contoh lau ada rumah gendang ditengah lingko lodok. Ambil jarak 10 m dari Cobol, manga de mbaru gendang one reha. Emi 10 m one lodok untuk bikin rumah gendang itu. Kemudian kalau mau bikin mai lodok kudut pande mbaru gendang hitu. Trus eme kudut rumah pribadi di moso itu nu, tergantung kesepakatan dari keluarga pande mbaru one moso hitu ta nu, tergantung kesepakatan masing-masing sudah.
agu keluarga masing-masing hitu ga.
C. Wawancara dengan warga Desa Meler (Bpk. Maksi) dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Manggarai P/N Wawancara dalam Bahasa Indonesia
Wawancara dalam Bahasa Manggarai
P
Selamat pagi om, maaf mengganggu om sementara kerja.
Tabe gula om, neka rabo ganggu ite cait reme kerja ite.
N
Selamat pagi, oh tidak apa-apa nu. Perlu apa kesini?
Toe manga co’on nu, co bo perlu hitu ga?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 14
P
Saya Melin om, mau tanya-tanya sebentar dengan om tentang lingko Aku Melin om, kudut mai rei-rei cekoe agu ite tentang lingko lodok ini. Maaf om, dengan om siapa ini?
lodok ho’o. Neka rabo om, cei ngasang dite?
N
Maksi nu, oh boleh silahkan.
P
Musim tanam padi sekarang om e, saya mau tanya om kira-kira apa Reme rede ho gi om i, manga bedan duat one lingko lodok ada perbedaan kerja di lingko lodok ini dengan di sawah petak?
N
Oh eng ga, Maksi nu.
agu duat one uma baris ke om?
Tidak ada bedanya ta nu, sama saja. Karena ada petak juga dalam Toe manga bedan ta nu, camas taung. Ai manga kole petak moso ini. Jadi kalo rajin, pasti hasilnya bagus, begitupun sebaliknya.
one mai moso ho’o. Jadi eme mberes ciwal, pasti di’a hasiln. Landing eme one lingko lodok ho’o, ca moso ngance dapat
Cuma mungkin kalau lingko lodok ini, satu moso bisa dapat semua
jaung jenis tana, ai lewe nggermusi pe, umpaman bolo main
jenis tanah karena memanjang kebelakang misalnya bagian depan cumang tana di’a, berehan ga sedang, trus musi mai ga toe moso dapat tanah yang subur, tengahnya sedang, terus belakangnya
danga di’an. Eme nggitu ga lumayan hasiln. Beda eme one petak so’o, umpaman cumang kat tana di’a hi enu misaln,
tidak subur. Nah kalo begitu kan hasil panennya masih lumayan.
aku ga dungkang tana toe di’a, toe manga subur. Berarti rugi
Berbeda kalo petak, misalnya kebetulan orang ini dapat tanah yang aku ga. Tapi ta nu, tergantung mberes kerja pe apa so’o. kurang subur, berarti rugi kan dia. Cuma kembali lagi pada pintarpintarnya orang untuk kerja saja.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 15
P
Oh begitu om e, jadi tergantung masing-masing orang yang kerja. Oh, eng om i. jadi tergantung ceing ata mberes kerja one Kemudian menurut ite, apakah lingko lodok ini perlu dilestarikan?
masing-masing uma duat. Eng ta om, menurut ite ga, perlu ko toe dilestarikan lingko lodok ho’o?
N
Perlu nu, karena lingko lodok ini merupakan salah satu bentuk Eng ta nu, ai lingko lodok ho’o nu warisan dise empo peninggalan nenek moyang orang Manggarai
danong. Sehingga ite ho’o ga harus jaga warisan hitu. Bae lite co cara bagin lingko lodok ho’o danong?
P
Apakah om tau bagaimana sistem pembagiannya?
N
Ya, yang pasti yang mendapat bagian paling besar adalah tetua-tetua Eng nu, ata bae muing ise tu’a one beo hot dapat bagian adat, bagian sedang dimiliki oleh anak koa dan paling kecil biasanya
paling mese, hot sedang ga de anak, trus ata paling koe kudut mendi agu ata long one beo hitu.
milik para pesuruh (pada zaman dahulu) dan pendatang Co cara bagin one ata so’o ge?
P
Bagaimana cara baginya perorang?
N
Biasanya ukur permoso dari lodoknya, kemudian kebelakangnya Biasan nu ukur pake moso one mai lodok. Terus nggermusin menggunakan tali setelah diukur permoso karena kalo tidak pake tali,
ga pake wase lise. Ai eme toe pake wase, toe ngance lurus tong.
bagaimana bisa lurus langangnya nanti. P
Saya dapat informasi juga bahwa saat dibagi menggunakan kayu.
Eng ta om, manga denge laku pake haju kole.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 16
N
Ya, kayu dan tali juga digunakan saat pembagian
Eng nu, pake haju hitu kole ca du bagin.
P
Apakah moso ini dimiliki secara turun temurun?
Asa moso one lingko lodok ho’o ga om, wa wa na’a ko co’o?
N
Ia, moso di lingko ini sekarang dimiliki secara turun temurun. Hanya Eng nu, wa wa na’a moso one lingko so’o. Landing moso saja kebetulan moso ini bukan milik saya. Saya hanya bekerja disini.
ho’o toe daku morin. Ata kudut kerja kat. Bae lite jumlah lodok ce’e ho’o?
P
Apakah om tau jumlah keseluruhan lingko lodok di Meler ini?
N
Kurang lebih 19 lodok yang berada di Meler ini, dan masing-masing Ta nu, am 19 lingko lodok one Meler ho’o. De gendang dimiliki oleh gendang di Meler ini.
Meler taung morin lingko lodok ho’o.
P
Apakah ada kaitan lingko dengan gendang?
N
Ya, ada kaitannya, karena menurut orang tua dulu, kalau ada Eng pe nu, manga kaitan lingko agu gendang. Eme menurut gendang, harus ada lingko, begitupun sebaliknya. Karena lingko dan
Manga kaitan lingko agu gendang ke om?
ata tu’a danong, eme manga gendang, harus manga lingkon. Ai manga kaitan lingko agu gendang hitu.
gendang memiliki kaitan yang erat. P
Baik sudah kalo begitu om, terima kasih.
Eng nggitu kaut kat om, terima kasih. Neka rabo bo om.
N
Sama-sama nu.
Eng nu, toe manga co’on.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 17
D. Surat Ijin Penelitian 1. Surat ijin penelitian dari Universitas Sanata Dharma
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 18
2. Rekomendasi Penelitian dari Kecamatan Ruteng
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 19
3. Surat Keterangan Sudah Melakukan Penelitian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 20
E. Peta Lokasi Penelitian 1. Peta Desa Meler
Sumber: Dokumen Desa Meler (diambil pada Senin, 11 Juli 2016)
2. Peta Desa Meler
Sumber:https://www.google.co.id/maps/place/Spiderweb+Cancar/@8.5872667,120.3719584,1655m/data=!3m1!1e3!4m12!1m6!3m5!1s0x2db 377b82736e97f:0xa6019a0296d8d6e7!2sSpiderweb+Cancar!8m2!3d8.5850542!4d120.3780318!3m4!1s0x2db377b82736e97f:0xa6019a0296d 8d6e7!8m2!3d-8.5850542!4d120.3780318 (diakses pada Jumat, 15 Juli 2016)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 21
F. Rumah Gendang Dan Compang 1. Rumah gendang Cobol, Desa Meler, Cancar.
Sumber : Dokumen pribadi (diambil pada Senin, 27 Juni 2016)
2. Bagian dalam rumah gendang (tiang tengah rumah gendang atau siri bongkok)
Sumber : Dokumen pribadi (diambil pada Senin, 27 Juni 2016)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 22
3. Foto bagian dalam atap rumah gendang
Sumber : Dokumen pribadi (diambil pada Senin, 27 Juni 2016)
G. Lingko Lodok 1. Lingko lodok
Sumber : Dokumen pribadi (diambil pada Selasa, 12 Juli 2016)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 23
2. Lingko lodok dan lingko salang cue
Sumber: http://travel.detik.com/read/2012/03/08/093315/1861000/1025/4/uniksawah-berbentuk-jaring-laba-laba-di-flores (diakses pada Sabu, 19 Maret 2016) 3. Lingko lodok
Sumber:
https://www.google.co.id/maps/place/Spiderweb+Cancar/@-
8.5908291,120.3732121,206m/data=!3m1!1e3!4m6!3m5!1s0x2db377b82 736e97f:0xa6019a0296d8d6e7!4b1!8m2!3d-8.5850542!4d120.3780318 (diakses pada Jumat 15 Juli 2016)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 24
4. Lodok
Sumber: Dokumen pribadi (diambil pada Senin, 11 Juli 2016)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 25
H. Rekapitulasi Jumlah Penduduk Lokasi Penelitian
Sumber: Data Desa Meler (diambil pada Rabu, 27 Juli 2016)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 26
Sumber: Data Desa Meler (diambil pada Rabu, 27 Juli 2016)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 27
I. Foto Dengan Narasumber 1. Tu’a golo Meler (Bpk. Ambros Rima)
Sumber: Dokumen pribadi (diambil pada Minggu, 26 Juni 2016) Peneliti dan pendamping peneliti sedang mendengarkan dan memperhatikan gambar tu’a golo
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 28
2. Sekretaris Desa Meler (Bpk. Robertus Unggut)
Sumber: Dokumen pribadi (diambil pada Senin 27 Juni 2016)
3. Staff Dinas Pariwisata Kabupaten Manggarai (Bpk. Gabriel Fughs Gembira)
Sumber: Dokumen pribadi (diambil pada Senin 11 Juli 2016)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 29
4. Warga Desa Meler (Bpk. Maksi)
Sumber: Dokumen pribadi (diambil pada Selasa 12 Juli 2016)