KEWARISAN MASYARAKAT SUKU DOMO DITINJAU DARI KEWARISAN ISLAM
Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)
Oleh: ADLUL ALGHOFIQI NIM: 1112044100006
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A 1438 H / 2016 M
KATA PENGANTAR
بسم هللا الرمحن الرحمي السالم عليمك و رمحة هللا و براكته Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan berbagai macam nikmat, rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam penulis kirimkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat dan para pengikutnya yang senantiasa berjuang dengan ikhlas untuk menyebarkan dakwah Islam kepada seluruh makhluq hingga saat ini. Skripsi ini merupakan salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana strata 1 (S.1) di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Selain itu, skripsi merupakan bentuk pengamalan ilmu yang penulis dapat selama menimba ilmu di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang penulis persembahkan untuk seluruh umat. Membahas dan menyusun skripsi ini bukanlah hal yang mudah, dibutuhkan ‘azam yang kuat, ikhtiar yang sungguh-sungguh dan doa yang tulus. Penulis banyak mendapatkan motivasi, petunjuk dan bimbingan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
vi
1.
Bapak Dr. Asep Saepuddin Jahar, MA. selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2.
Bapak Abdul Halim, M.Ag. selaku Ketua Program Studi Hukum Keluarga dan Bapak Arip Purkon, M.Ag. selaku Sekretaris Program Studi Hukum Keluarga.
3.
Ibu Dr. Isnawati Rais selaku dosen pembimbing skripsi yang selalu ikhlas dan sabar untuk memberikan arahan, bimbingan dan koreksi yang sangat berharga dan berarti dalam penulisan skripsi ini.
4.
Bapak Dr. H. A. Djuaini Syukri, Lc., M.Ag. selaku penguji I dan Ibu Hj. Hotnidah Nasution, S.Ag., M.A. selaku penguji II yang telah memberikan
arahan
dan
membimbing
kepada
penulis
dalam
menyelesaikan penyusunan skripsi ini. 5.
Narasumber, Bapak Muhammad Tamrin, Papa, Mama, Bapak Sawir, Datuk H. Khaidir, Bapak Makmur Hendrik, Bang Dalis, Etek Seri yang telah memberikan doa dan informasi berkenaan dengan materi skripsi yang penulis tulis.
6.
Ibu Dr. Hj. Azizah selaku dosen pembimbing akademik yang telah memperhatikan dan memberikan arahan kepada penulis semasa menjalankan kewajiban sebagai seorang mahasiswa serta arahan dalam penyelesaian penulisan skripsi ini.
7.
Para dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah mencurahkan ilmunya dengan ketulusan dan mendidik
vii
penulis khususnya dan kepada seluruh mahasiswa umumnya semasa menimba ilmu di universitas ini. 8.
Papa tersayang, Muhammad Tamrin, dan Mama tercinta, Murniati, sujud ta’zhim dan abdi Fiqi kepada Papa dan Mama. Yang senantiasa mencurahkan kasih sayang kepada penulis. Tak dapat diungkapkan apa saja yang telah mereka berikan kepada penulis dengan keikhlasan yang tinggi, semangat mereka dalam mendidik penulis dan adik-adik penulis agar menjadi anak yang shaleh/ah. Tak dapat penulis balas seluruh jasa mereka, penulis hanya mampu berdoa kepada Allah SWT, mudahmudahan Papa dan Mama senantiasa mendapatkan cinta, kasih sayang serta keridhaan Allah SWT. Aamiin.
9.
Adik-adik penulis, Adlul Ayatullah dan Adlul Finy Rahma atas semangat dan motivasi serta doa yang kalian berikan kepada penulis. Mudah-mudahan kita dijadikan anak yang shaleh dan shalehah yang akan menjadi bibit amal untuk papa dan mama kita. Aamiin.
10. Seluruh keluarga besar penulis di manapun berada. Doa, dorongan dan nasehat yang kalian berikan kepada penulis menjadi cambuk semangat penulis dalam menimba ilmu. 11. Seluruh lapisan masyarakat Pasir Putih, Desa Buluh Cina atas doa, motifasi dan informasi yang sangat barmanfaat bagi penulis. 12. Seluruh guru penulis, baik itu guru di TPA Masjid Nurul Islam Pasir Putih, guru-guru SDN Negeri 012 Desa Baru, asatis Pondok Pesantren Dar El Hikmah Pekanbaru atas ilmu dan didikan yang ikhlas sehingga
viii
penulis dapat mencicipi salah satu nikat Allah yang besar, yakni ilmu pengetahuan. 13. Seluruh Ikatan Keluarga Alumni Pondok Pesantren Dar El Hikmah Pekanbaru
(IKAPDH)
dan
seluruh
keluarga
besar
Serumpun
Mahasiswa Riau (SEMARI) Banten, Ilka, bang Riko, bang Icksan (cobro), bang TQ, bang Jefri, bang Notok, Rahmad, Miko, Khaidir, Umi, Ridha, dan kawan-kawan lainnya yang besar tak dapat disebut gelar dan yang kecil tak dapat disebut nama tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, atas apa yang telah kalian berikan kepada penulis. Kekeluargaan yang kita buat dalam organisasi ini menjadi dorongan, semangat dan modal yang besar bagi penulis di perantauan ini dalam menimba ilmu. Untuk adek-adekku di IKAPDH dan SEMARI, terus semangat dalam menimba ilmunya, ikhlas dan syukur jangan dilupakan, semoga kita semua menjadi bibit bangsa yang berharga dan berguna bagi masyarakat. Walaupun kita jauh dari orang tua dan keluarga, namun di IKAPDH dan atau SEMARI ini kita ciptakan kekeluargaan yang tak kalah hangatnya sebagai salah satu bekal kita di perantauan ini. 14. Seluruh sahabat dan teman-teman penulis di manapun dan dari manapun. Pelajaran hidup dan motivasi dari kalian penulis ambil sebagai i’tibar bagi penulis dalam meniti kehidupan ini terkhusus Diana Nurini Lystia, S.Pd. atas kesabaran dan ketulusan memberikan
ix
semangat dan motivasi kepada penulis selama menimba ilmu di Madrasah Aliyah hingga selesainya penulisan skripsi ini. Semua pihak yang tak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan motivasi dan semangat kepada penulis hingga selesainya penulisan skripsi ini. Penulis mendoakan semoga Allah SWT memberikan balasan kebaikan kepada seluruh pihak atas segala yang telah diberikan kepada penulis hingga selesainya penulisan skripsi ini dan semoga apa yang telah penulis tuangkan dalam skripsi ini menjadi ilmu yang bermanfaat bagi pribadi penulis dan bagi seluruh umat sehingga menjadi tabungan amal bagi penulis dan menjadi salah satu modal penulis untuk mendapatkan keridhaan Allah SWT. Aamiin Yaa Rabbal ‘Aalamiin. Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat dan dapat dijadikan rujukan penyusunan skripsi selanjutnya.
و السالم عليمك و رمحة هللا و براكته Ciputat,
Oktober 2016 M Muharram 1438 H
Penulis
x
ABSTRAK Adlul Alghofiqi. NIM 1112044100006. Kewarisan Suku Domo Ditinjau Dari Kewarisan Islam. Program Studi Hukum Keluarga, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Tangerang Selatan, 1438 H / 2016 M, xii + 93 halaman + 19 halaman lampiran. Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui pemahaman masyarakat terhadap kewarisan Islam serta penerapan kewarisan Islam dalam kewarisan suku Domo. Dalam kewarisan suku Domo, anak perempuan mendapat bagian yang lebih dari pada anak laki-laki, hal ini jelas berseberangan dengan kewarisan Islam yang memberikan bagian lebih kepada anak laki-laki. Ahli waris yang berhak menerima warisan dalam kewarisan suku Domo jika seluruh ahli waris hidup adalah anak pewaris saja. Ahli waris yang lainnya terhijab oleh anak. Hal ini juga merupakan perbedan yang besar dengan kewarisan Islam. Untuk itu, penulis perlu meneliti kewarisan suku Domo ini yang secara keseluruhan mereka adalah muslim, sehingga di satu sisi mereka memiliki kewajiban untuk menjalankan kewarisan Islam sebagai seorang muslim dan kewarisan adat sebagai masyarakat yang beradat. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum empiris dengan pendekatan kualitatif deskriptif. Teknik pengumpulan data dengan mewawancara para pihak yang memiliki peran dalam kewarisan suku Domo, dimana para narasumber dalam penelitian ini adalah pemuka adat, alim ulama dan masyarakat suku Domo di Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar-Riau. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemahaman masyarakat suku Domo secara umum terhadap kewarisan Islam sangat terbatas. Penerapan kewarisan Islam dalam kewarisan suku Domo terdapat dalam musyawarah para ahli waris yang diberitahukan oleh tokoh agama bagian yang mereka dapat dalam kewarisan Islam. Selain itu kewarisan Islam digunakan secara utuh ketika ahli waris memilih untuk menggunakan kewarisan Islam dan ketika tidak tercapai kata mufakat dalam musyawarah para ahli waris. Kata Kunci
: Masyarakat Suku Domo, Kewarisan Adat Suku Domo, Kewarisan Islam.
Pembimbing
: Dr. Hj. Isnawati Rais, M.A.
Daftar Pustaka
: Tahun 1938 s.d Tahun 2015
v
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........... ................................................................................... i PERSETUJUAN PEMBIMBING ....................................................................... ii PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI .................................................... iii LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................. iv ABSTRAK .............. ...............................................................................................v KATA PENGATAR ............................................................................................. vi DAFTAR ISI ...... .................................................................................................. xi
BAB I
: PENDAHULUAN A. Latar Belakang ...........................................................................1 B. Pembatasan Masalah dan Rumusan Masalah .............................7 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian...................................................7 D. Metode Penelitian .......................................................................8 E. Review Studi Terdahulu ..........................................................11 F. Sistematika Penulisan ...............................................................13
BAB II
: TINJAUAN UMUM KEWARISAN ISLAM A. Pengertian Kewarisan...............................................................14 B. Dasar Hukum Kewarisan ..........................................................18 C. Rukun dan Syarat Kewarisan ...................................................22 D. Sebab-Sebab dan Penghalang Kewarisan ................................27 E. Macam-Macam Ahli Waris dan Hak Masing-Masing..............32
BAB III
:
SUKU DOMO DI KECAMATAN SIAK HULU KABUPATEN KAMPAR-RIAU DAN SISTEM KEWARISANNYA A. Profil Suku Domo ....................................................................44 B. Sosial Budaya dan Adat Istiadat Suku Domo...........................49 C. Gambaran Umum Kewarisan Suku Domo ..............................56
BAB IV
: TINJAUAN KEWARISAN ISLAM TERHADAP KEWARISAN SUKU DOMO A. Pemahaman dan Penerapan Kewarisan di Masyarakat Suku Domo ........................................................................................74
xi
B. Kewarisan Masyarakat Suku Domo Ditinjau dari Kewarisan
Islam .........................................................................................81 BAB V
: PENUTUP A. Kesimpulan ..............................................................................88 B. Saran-Saran ..............................................................................90
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................91 LAMPIRAN
xii
BAB I PENDAHULUAN A.
LATAR BELAKANG Proses kehidupan manusia di muka bumi ini dimulai dengan ia dilahirkan
dari rahim ibunya, kemudian ia hidup dan kemudian meningga dunia. Seluruh proses kehidupan tersebut membawa pengaruh dan akibat hukum kepada lingkungan tempat ia dilahirkan, hidup dan meninggal dunia.1 Kematian merupakan suatu hal yang pasti kedatangannya. Allah SWT. berfirman dalam Alquran:
ۡ َ ُّ ل َ َٓ َ ل َۡ ۡ ل َ ل )۷۵ : ت ث َّم إ ِ ۡلاَنَت ر ۡج َع لوو (العنكبوت ِ ُك نف ٖس ذائِقة ٱلمو Artinya: Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Kemudian hanya kepada Kami kamu dikembalikan. (Q.S. al-Ankabut: 57) Kematian seorang manusia tersebut membawa pengaruh dan akibat hukum kepada dirinya sendiri, keluarganya, masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Selain itu, kematian tersebut menimbulkan kewajiban bagi orang lain (fardhu kifayah) terhadap dirinya (si mayit) yang berhubungan dengan pengurusan jenazahnya. 2 Kematian tersebut juga menimbulkan akibat hukum yang lain secara otomatis, yaitu adanya hubungan hukum yang menyangkut hak para keluarganya
1
Suparman Usman dan Yusuf Somawanita, Fiqh Mawaris, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2002), cet. II, h. 1. 2 Suparman Usman dan Yusuf Somawanita, Fiqh Mawaris, h. 1.
1
2
terhadap harta peninggalannya. Bahkan masyarakat dan negara (baitul mal)3 pun dalam keadaan tertentu mempunyai hak atas harta peninggalan tersebut.4 Hal ini dalam Islam dikenal dengan kewarisan atau mawaris. Penyelesaian dan pengurusan hak-hak dan kewajiban orang lain terhadap harta peninggalan tersebut sebagai akibat adanya peristiwa hukum karena meninggalnya seseorang dijelaskan dan diatur dalam ilmu kewarisan atau mawaris. Jadi kewarisan itu dapat dikatakan sebagai himpunan peraturan-perturan hukum yang mengatur bagaimana caranya pengurusan hak-hak dan kewajiban terhadap harta peninggalan orang yang meninggal dunia oleh ahli waris atau badan hukum lainnya.5 Kewarisan merupakan ilmu yang sangat penting dalam Islam. Hal ini disebabkan kewarisan ini menjelaskan cara penyaluran harta peninggalan orang yang meninggal dunia kepada yang berhak menerimanya. Selain itu kewarisan juga mencegah kemungkinan terjadinya perselisihan antar ahli waris dalam memperebutkan bagian dari harta penginggalan tersebut.6 Allah SWT telah menetapkan pembagian harta peninggalan dalam kewarisan dengan hikmah dan ilmu-Nya, Dia telah menentukan bagian di antara para ahli dengan sebaik-baik pembagian, sesuai dengan tuntunan hikmah-Nya yang sangat tinggi dan rahmat-Nya yang menyeluruh serta ilmu yang mencakup
3
Baitul Mal adalah Balai Harta Keagamaan. Lihat Pasal 171 KHI. Suparman Usman dan Yusuf Somawanita, Fiqh Mawaris, h. 1. 5 M. Idris Ramulyo, Perbandingan Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam dengan Kewarisan Menurut Hukum Perdata (BW), h.3. 6 Djedjen Zainuddin dan Mundzier Suparta, Pendidikan Agama Islam Fikih, (Semarang: PT. Karya Toha Putra, 2008), cet. I, h. 103. 4
3
segala sesuatu, Dia menjelaskan demikian itu dengan penjelasan yang sempurna, maka datanglah ayat-ayat dan hadis-hadis tentang waris yang meliputi segala sesuatu yang mungkin terjadi terkait dengan pembagian harta warisan, tetapi di antara ayat-ayat itu ada yang terang dan jelas maksudnya yang dapat dipahami oleh setiap orang, dan sebagiannya ada yang membutuhkan perhatian dan perenungan yang mendalam.7 Kewarisan di Indonesia selain dikenal kewarisan yang berasal dari syari’at Islam, dikenal juga kewarisan lain, yaitu kewarisan yang berasal dari hukum adat bangsa Indonesia dan kewarisan yang berasal dari Kitab Undang-undang Hukum Perdata (BW) yang terdapat pada Buku II.8 Kewarisan yang berasal dari syariat Islam membagikan harta peninggalan pewaris kepada yang berhak menerimanya, yakni para ahli waris. Para ahli waris tersebut telah ditentukan oleh Allah SWT dalam Alquran dan juga sunnah Nabi. Untuk membagi harta peninggalan tersebut, Allah SWT telah menjelaskan dalam Alquran dan sunnah Nabi dengan bagian yang telah ditentukan jumlahnya (dzawil furudh), yakni 1/2, 1/3, 1/4, 1/6, 1/8 dan 2/3, maupun yang tidak disebutkan secara jelas bagiannya (ashabah). Kewarisan yang berasal dari KUH Perdata (BW) memiliki dua cara untuk membagi harta peninggalan, yakni menurut undang-undang tersebut dan menurut wasiat dari pewaris. Dalam pembagiannya tidak membedakan antara laki-laki dan perempuan. Selanjutnya, kewarisan yang berasal dari adat
dipengaruhi oleh
sistem kekerabatan yang dianutnya. Berbeda dengan kewarisan Islam dan BW,
7
Abu Najiyah Muhaimin, Ilmu Waris Metode Praktis Menghitung Warisan dalam Syariat Islam, (Tegal: Ash-Shaf Media, 2007), cet. I, h.1. 8 Suparman Usman dan Yusuf Somawanita, Fiqh Mawaris, h. 2.
4
yang termasuk dalam warisan bukan hanya harta materiil, namun juga yang nonmateriil.9 Kewarisan Islam pada dasarnya berlaku untuk seluruh umat Islam, siapapun dan di manapun ia berada. Walaupun demikian, kewarisan Islam ini dapat terpengaruh oleh corak kehidupan masyarakat di suatu daerah, seperti adat istiadat dan kebiasaan masyarakat. Pada dasarnya pengaruh tersebut semestinya merupakan pengaruh yang terbatas dan tidak dapat melampaui garis-garis pokok dari ketentuan kewarisan Islam. Pengaruh tersebut dapat juga terjadi pada bagianbagian yang berasal dari ijtihad atau pendapat para ahli hukum Islam.10 Sistem kekerabatan yang terdapat dalam setiap adat istiadat atau suku ini sedikit-banyaknya mempengaruhi pemahaman dan penerapan masyarakat terhadap sistem kewarisan dalam masyarakat tersebut. Masyarakat asli Indonesia tidak hanya terdapat satu sistem kekerabatan/ kekeluargaan saja, melainkan di berbagai daerah terdapat berbagai macam sistem kekerabatan yang dapat dimasukkan dalam tiga golongan, yaitu: 1. Sifat kebapakan (patriarchaat), 2. Sifat keibuan (matriarchaat), dan 3. Sifat kebapak-ibuan (parental). 11
9
Dominikus Rato, Hukum Perkawinan dan Waris Adat Di Indonesia (Sistem Kekerabatan, Perkawinan dan Pewarisan Menurut Hukum Adat), (Yogyakarta: LaksBang PRESSindo, 2015), h. 116. 10 Sajuti Thalib, Hukum Kewarisan Islam di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2004), cet. VIII, h.1. 11 Moh. Muhibbin dan Abdul Wahid, Hukum Kewarisan Islam Sebagai Pembaharuan Hukum Positif di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), cet. I, h. 40-41.
5
Masyarakat Indonesia memiliki berbagai ragam suku di berbagai daerah. Hal ini tidak terkecuali pada masyarakat yang berada di Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau yang merupakan salah satu bagian masyarakat Indonesia yang memiliki adat istiadat atau suku tersendiri. Salah satu suku yang ada di masyarakat Kecamatan Siak Hulu adalah suku Domo. Menurut mereka suku ini merupakan suku asli yang berasal dari daerah Kampar. Suku Domo merupakan suatu suku yang berada dalam rumpun Melayu. Sistem kekerabatan yang dianut oleh suku Domo ini adalah sistem kekerabatan yang bersifat keibuan (matriarchaat). Sistem kekerabatan ini sedikitbanyaknya
mempengaruhi
aspek-aspek
kehidupan
masyarakatnya
serta
mempengaruhi sistem hukum yang berlaku di dalamnya. Selain itu, sistem kekerabatan tersebut juga memiliki pengaruh yang dapat dikatakan cukup besar terhadap sistem kewarisannya. Dalam kewarisan menurut adat suku Domo ini dapat dilihat bahwa anak perempuan mendapatkan suatu pengkhususan dalam pembagian harta peninggalan orang tuanya. Suku Domo menetapkan agama Islam sebagai agama yang harus diyakini oleh seluruh lapisan masyarakat suku Domo. Dalam ketentuannya, seseorang yang dilahirkan dari darah suku Domo dapat dikatakan masyarakat suku Domo jika ia memeluk agama Islam. Walaupun sebagian orang telah hidup turun temurun di Riau, sehingga boleh dibilang orang asli Riau, tetapi jika mereka tidak
6
beragama Islam, maka mereka belum diakui sebagai orang Melayu pada umumnya dan belum diakui sebagai masyarakat suku Domo khususnya.12 Masyarakat suku Domo merupakan masyarakat yang beragama Islam, dengan demikian, maka mereka mempunyai dua kewajiban sekaligus dalam hal kewarisan. Pertama, mereka berkewajiban untuk menjalankan kewarisan Islam sebagai seorang muslim. Kedua, mereka memiliki kewajiban untuk menjalankan kewarisan adat sebagai masyarakat yang beradat dan hidup dalam lingkungan yang beradat. Sementara itu, kewarisan adat suku Domo di Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar-Riau memiliki beberapa perbedaan dengan kewarisan Islam, diantaranya adalah: Pertama, pembagian harta warisan dilakukan ketika kedua orang tua telah meninggal dunia, jika salah satu orang tua meninggal dunia, harta peninggalan belum dapat dibagikan. Harta tersebut dibagikan jika kedua orang tua telah meninggal dunia. Kedua, penetapan pembagian harta warisan dengan pembagian berupa harta benda, rumah tua/ pusaka dan tanah satu bidang diberikan kepada anak perempuan (jika sendiri) atau anak perempuan paling bungsu (jika lebih dari satu). Dari pemaparan di atas, penulis merasa perlu untuk mengangkat kepermukaan permasalahan tersebut dalam skripsi ini dengan memberi judul: “KEWARISAN
MASYARAKAT
SUKU
DOMO
DITINJAU
KEWARISAN ISLAM”
12
Wawancara Pribadi dengan Datuk Sawir. Siak Hulu, 29 Mei 2016.
DARI
7
B. PEMBATASAN MASALAH DAN RUMUSAN MASALAH 1. Pembatasan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, penulis membatasi penulisan pada tata cara pembagian kewarisan menurut adat suku Domo ditinjau dari kewarisan Islam. 2. Rumusan Masalah Dari pembatasan permasalahan pada skripsi ini, penulis merumuskan permasalahan-permasalahan yang dinilai oleh penulis diperlukan dalam penelitian skripsi ini. Rumusan masalah tersebut ialah: a. Bagaimana pemahaman masyarakat suku Domo di Kecamatan Siak Hulu Kabupaten Kampar-Riau terhadap kewarisan Islam dan penerapannya? b. Bagaimana kewarisan suku Domo ditinjau dari kewarisan Islam? C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 1. Tujuan Penelitian Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut: a. Untuk meneliti pemahaman masyarakat suku Domo di Kecamatan Siak Hulu Kabupaten Kampar-Riau terhadap kewarisan Islam. b. Untuk meneliti kewarisan suku Domo ditinjau dari kewarisan Islam.
8
2. Manfaat Penilitian Adapun manfaat dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut: a. Menambah pemahaman secara bagi penulis tentang pemahaman masyarakat suku Domo di Kecamatan Siak Hulu Kabupaten Kampar Provinsi Riau terhadap kewarisan Islam dan sistem penerapan kewarisan Islam dalam kewarisan adat suku Domo di Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar, Riau. b. Sebagai tambahan literatur di perpustakaan Fakultas Syari’ah dan Hukum tentang kewarisan yang berkaitan dengan kewarisan adat suku Domo dan kewarisan Islam. c. Sebagai kontribusi pemikirin bagi Lembaga Adat Kampar (LAK) dan Lembaga Adat Melayu (LAM) Riau. d. Menambah wawasan keilmuan bagi pelajar, mahasiswa dan masyarakat tentang kewarisan adat Melayu dan kewarisan Islam. D. METODE PENELITIAN 1. Jenis Penelitian Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian hukum empiris, yakni suatu metode penelitian hukum yang berfungsi untuk menganalisa hukum yang dilihat sebagai perilaku masyarakat yang berpola dalam kehidupan masyarakat yang selalu berinteraksi dan berhubungan dalam aspek kemasyarakatan.
9
2. Pendekatan Penelitian Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif adalah penelitian yang menghasilkan data berupa katakata tertulis dari sumber-sumber yang diperoleh. Lalu dianalisi lebih lanjut kemudian diambil suatu kesimpulan. Penelitian kualitatif menurut Bogdan dan Tailor seperti yang dikuti oleh Lexy J. Maleong yaitu sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.13 3. Jenis Data Penelitian a. Data Primer
: Adapun data primer dalam penelitian ini adalah
hasil wawancara para sumber yang dirasa berkompeten dan ahli dalam permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini. b. Data Sekunder
: Adapun data sekunder dalam penelitian ini adalah
buku-buku, perundang-undangan, artikel dan sebagainya yang berkenan dengan permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini. 4. Teknik Pengumpulan data a. Wawancara
: Wawancara merupakan sumber bukti yang esensial
bagi studi kasus, karena studi kasus umumnya berkaitan dengan urusan kemanusiaan. Urusan kemanusiaan ini harus diintrepertasikan pada wawancara yang akan dilakukan terhadap responden, dan para
13
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : Remaja Rosda Karya, 2000), h.3.
10
responden yang mempunyai informasi dapat memberikan keteranganketerangan penting dengan baik kedalam situasi yang berkaitan.14 Wawancara yaitu melakukan tanya jawab secara langsung kepada orang yang ahli dalam bidang hukum adat, khususnya adat suku Domo di Kecamatan Siak Hulu Kabupaten Kampar, Provinsi Riau secara tatap muka antara penulis dengan narasumber guna mendapatkan informasi-informasi yang berkenaan dengan permasalah yang diangkat dalam penelitian ini. b. Studi Kepustakaan
: Studi kepustakaan (Library Research) yaitu
metode yang digunakan untuk mengumpulkan serta menganalisa data yang diperoleh dari literatur-literatur yang berkenaan dengan permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini berupa buku, artikel dan sebagainya. 5. Lokasi dan Waktu Penelitian a. Lokasi Penelitian Dalam penelitian ini, penulis akan meneliti pada daerah Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Penulis mengambil lokasi ini dikarenakan lokasi tersebut merupakan salah satu lokasi yang suku aslinya adalah suku Domo. Selain itu juga memiliki bahasa daerah yang dikuasai dan dipahami secara baik oleh penulis sehingga akan mempermudah proses pengambilan data.
14
h. 11.
Robert K. Yin, Studi Kasus Desaindan Metode, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004),
11
b. Waktu Penelitian Adapun waktu penelitian yang penulis lakukan dimulai pada bulan April 2016. 6. Teknik Penulisan Adapun teknik penulisan yang digunakan dalam skripsi ini mengacu kepada “Pedoman Penulisan Skripsi” yang diterbitkan oleh Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2012. E. REVIEW STUDI TERDAHULU Untuk mendukung materi dalam penulisan skripsi ini, berikut akan dikenalkan beberapa penelitian terdahulu, diantaranya:
Sripsi
Pembahasan
Zasri Mali, Sistem Dalam Kewarisan Melayu Hulu Sosiologis Hukum 2008
skripsi
Adat menitikberatkan
Persamaan dan Perbedaan ini Persamaan dengan skripsi ini adalah sama-sama membahas
Rokan penelitiannya dari segi tentang kewarisan adat yang (Analisis sosiologis
dan
hukum berada
di
dan Islam. Mengkaji macam- Sedangkan Islam), macam
harta
pernikahan
Provinsi
Riau.
perbedaannya
dalam adalah selain pada perbedaan dan tempat
pembagian harta warisan terdapat
penelitian,
juga
pada perbandingan
menurut adat Melayu di yang diteliti. Dalam skripsi
12
Kabupaten Rokan Hulu Zasri Malik tersebut hanya yang
ditinjau
dengan membahas
tentang
menggunakan kewarisan macam
harta
Islam.
dan
perkawinan
macamdalam
pembagian
harta warisan saja, namun dalam skripsi ini membahas pemahaman masyarakat suku Domo tentang kewarisan Islam serta
penerapannya
dalam
kewarisan adat suku Domo di Kecamatan
Siak
Hulu,
Kabupaten
Kampar,
Riau
dengan melihat dari macammacam
ahli
waris,
waktu
pembagian harta warisan, tata cara pembagian harta warisan dan besar bagian yang diterima oleh ahli waris. F. SISTEMATIKA PENULISAN Agar dalam penulisaan skripsi ini menjadi terarah, penulis membuat sistematika penulisan yang disusun per bab. Adapun sistematika penulisan tersebut ialah sebagai berikut:
13
BAB I
PENDAHULUAN Dalam bab ini, dimuat tentang latar belakang, pembatasan dan rumusan
masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian, review studi terdahulu, dan sistematika penulisan. BAB II
TINJAUAN UMUM SISTEM KEWARISAN ISLAM
Dalam bab dua ini, penulis akan membahas secara umum tentang pengertian kewarisan, dasar hukum kewarisan, rukun dan syarat kewarisan, sebabsebab dan penghalang kewarisan, serta macam-macam ahli waris dan hak masingmasing dalam Kewarisan Islam. BAB III
SUKU DOMO DI KECAMATAN SIAK HULU KABUPATEN KAMPAR-RIAU DAN SISTEM KEWARISANNYA
Dalam bab ini penulis akan menggambarkan secara umum profil suku Domo di Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar-Riau, sosial budaya dan adatistiadat suku Domo serta gambaran umum kewarisan suku Domo. BAB IV
TINJAUAN
KEWARISAN
ISLAM
TERHADAP
KEWARISAN SUKU DOMO Dibahas mengenai pemahaman dan penerapan kewarisan di masyarakat suku Domo serta sistem kewarisan suku Domo ditinjau dengan hukum Islam. BAB V
PENUTUP
Dalam bab ini, akan dipaparkan jawaban dari rumusan masalah, kesimpulan dan saran.
BAB II TINJAUAN UMUM SISTEM KEWARISAN ISLAM A. PENGERTIAN KEWARISAN Kewarisan dalam Bahasa Indonesia merupakan rangkaian kata dasar waris dengan awalan ke dan akhiran an yang secara etimologi berarti mendapat warisan.1 Kata waris itu sendiri berasal dari Bahasa Arab yaitu dari kalimat :
ورث – يرث – وراث – اراث 2
اهتلل اميه مال فالن بعد وفاثه
Artinya : “Waratsa, yaritsu, wartsan, irtsan. Yaitu memindahkan harta seseorang kepada orang lain sesudah seseorang meninggal dunia.” Mawaris adalah bentuk jamak dari kata “Mirats” yang artinya “harta yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal dunia”. Sedangkan menurut istilah ialah Ilmu untuk mengetahui orang-orang yang berhak menerima warisan, orang-orang yang tidak berhak menerimanya, bagian masing-masing ahli waris dan cara pembagiannya.”3 Kita dapat melihat pengertian dari kewarisan dalam Pasal 171 huruf (a) Kompilasi Hukum Islam: Yang dimaksud dengan : a. Hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak kepemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya masing-masing. 1
W. J. S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1961), h. 1148. 2 Luis Ma‟luf, Al-Munjid, (Beirut: Darul Masyrik, Libanon, tt), h. 895. 3 Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta: Kencana, 2012), cet. IV, h.5.
14
15
Kewarisan merupakan aturan-aturan atau norma-norma hukum yang mengatur atau menetapkan harta peninggalan atau harta warisan diteruskan atau dibagi-bagi kepada para ahli waris dari generasi ke generasi berikutnya, baik berupa harta kekayaan yang bersifat materiil maupun immateriil melalui cara dan proses peralihannya.4 Kewarisan Islam mengatur peralihan harta dari seseorang yang telah meninggal kepada yang masih hidup. Aturan tentang peralihan ini disebut dengan berbagai nama. Dalam literatur hukum Islam dikenal beberapa istilah untuk menamakan hukum kewarisan Islam, seperti faraid, fikih mawaris, dan hukm alwaris. Perbedaan dalam penamaan ini terjadi, karena perbedaan dalam arah yang dijadikan titik utama dalam pembahasan. Kata lazim dipakai adalah faraid. Kata ini dipakai oleh an-Nawawi dalam kitab fikih Minhaj al-Thalibin. Oleh alMahalliy dalam komentarnya atas Matan Minhaj disebutkan alasan penggunaan kata tersebut : Lafaz faraid merupakan jama‟ (bentuk plural) dari lafaz faridhah yang mengandung arti mafrudahah, yang sama artinya dengan muqaddarah, yaitu suatu yang ditetapkan bagiannya secara jelas. Di dalam ketentuan waris Islam yang terdapat dalam Alqur‟an, lebih banyak terdapat bagian yang ditentukan dibandingkan bagian yang tidak ditentukan. Oleh karena itu, hukum ini dinamai dengan faraidh.5 Dengan demikian penyebutan faraid didasarkan pada bagian yang diterima oleh ahli waris.
4
Dewi Wulansari, Hukum Adat Indonesia: Suatu Pengantar, (Bandung: Refika Aditama, 2010). h. 56. 5 Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, h.5.
16
Dalam literatur hukum di Indonesia digunakan pula beberapa nama yang keseluruhannya mengambil dari bahasa Arab, yaitu waris, warisan, pusaka, dan hukum kewarisan. Yang menggunakan nama hukum “waris” memandang kepada orang yang berhak menerima harta warisan, yaitu yang menjadi subjek dari hukum ini. Adapun yang menggunakan nama warisan memandang kepada harta warisan yang menjadi objek dari hukum ini. Untuk maksud terakhir ini ada yang memberi nama “pusaka”, yaitu nama lain yang dijadikan objek dari warisan, terutama yang berlaku di lingkungan adat Minangkabau.6 Dalam istilah hukum yang baku digunakan kata kewarisan, dengan mengambil kata asal “waris” dengan tambahan awal „ke‟ dan akhiran „an‟. Kata “waris” ini sendiri dapat berarti orang yang mewarisi sebagai subjek dan dapat pula berarti proses. Dalam arti pertama mengandung arti „hal ihwal orang yang menerima harta warisan” dan dalam arti kedua mengandung arti “hal ihwal peralihan harta dari yang mati kepada yang masih hidup.” Arti yang terakhir ini digunakan dalam istilah hukum. Disebut dengan ilmu mawaris karena dalam ilmu ini dibicarakan hal-hal yang berkenaan dengan harta yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal dunia. Dinamakan ilmu faraidh karena dalam ilmu ini dibicarakan bagian-bagian tertentu yang telah ditetapkan besarnya bagi masing-masing ahli waris. Kedua istilah tersebut prinsipnya sama yaitu membicarakan tentang segala sesuatu yang
6
Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, cet. IV, h. 6.
17
berkenaan dengan tirkah (harta peninggalan) orang yang meninggal.7 Hukum waris adalah hak-hak dan kewajiban-kewajiban tentang kekayaan seseorang pada waktu meninggal dunia akan beralih kepada orang lain yang masih hidup.8 Fiqih mawaris kadang-kadang disebut juga dengan istilah al-faraidh bentuk jamak dari kata fard, artinya kewajiban dan atau bagian tertentu. Apabila dihubungkan dengan ilmu, menjadi ilmu faraidh, maksudnya ialah
عمل يعرف به كيفية كسمة امرتكة عىل مس تحلة Artinya : “Ilmu untuk mengetahui cara membagi harta peninggalan seseorang yang telah meninggal dunia kepada yang berhak menerimanya.” Atau dalam pengibaratan lain : 9
كواعد من امفله و احلساب يعرف هبا ما خيص لك ذى حق يف امرتكة و هصيب لك وارث مهنا
Atinya : “Beberapa kaidah yang terpetik dari fiqh dan hisab, untuk dapat mengetahui apa yang secara khusus mengenai segala yang mempunyai hak terhadap peninggalan si mati, dan bagian masing-masing waris dari harta peninggalan tersebut.” Faraidh dalam istilah mawaris dikhususkan kepada suatu bagian ahli waris yang telah ditentukan besar kecilnya oleh syara‟. Sedangkan ilmu faraidh oleh sebagian faraidhiyun (ahli ilmu faraid) didefenisikan dengan : “Ilmu yang berpautan dengan pembagian harta peninggalan, pengetahuan tentang cara perhitungan yang dapat menyampaikan kepada pembagian harta pusaka dan pengetahuan tentang bagian-bagian yang wajib dari harta peninggalan untuk setiap pemilik hak pusaka.”10 7
Djedjen Zainuddin dan Mundzier Suparta, Pendidikan Agama Islam Fikih, (Semarang: PT. Karya Toha Putra, 2008), cet. I, h. 102. 8 Suwardi, Rahman Hendra, dkk, Hukum Adat Melayu Riau, (Pekanbaru: Alaf Riau, 2011), h. 56. 9 Ibnu Rusyd, Bidayatu al-Mujtahid, (Jakarta: Pustaka Imami, 2002), Juz. III, h. 379. 10 Moh. Muhibbin, dan Abdul Wahid, Hukum Kewarisan Islam Sebagai Pembaruan Hukum Positif di Indonesia, (Jakarta: SinarGrafika, 2009), h. 8.
18
„Ilmul Miraats adalah kaidah-kaidah fiqih dan perhitungan yang dengannya diketahui bagian setiap ahli waris akan peninggalan mayit. Sebagian ulama mendefinisikan bahwa ilmu mirats ( )مرياثadalah ilmu tentang pokok-pokok fiqih dan hisab yang dengan itu diketahui apa yang menjadi hak khusus setiap orang yang berhak dari peninggalan mayit. Ini lebih umum dari pada ahli waris, sebab mencakup wasiat, utang, dan sebagainya.11 Penggunaan kata “hukum” di awalnya mengandung arti seperangkat aturan yang mengikat, dan penggunaan kata “Islam” di belakang mengandung arti dasar yang menjadi rujukan. Degan demikian, dengan segala titik lemahnya, hukum kewarisan Islam itu dapat diartikan dengan : “Seperangkat aturan yang tertulis berdasarkan wahyu Allah dan sunah Nabi tentang hal ihwal peralihan harta atau berwujud harta dari yang telah mati kepada yang masih hidup, yang diakui dan diyakini berlaku dan mengikat untuk semua yang beragama Islam.”12 B. DASAR HUKUM KEWARISAN ISLAM 1. Al-Quran a. QS. An-Nisa‟/4: 7
ٞ ون َو ِنل ِن ّ َسا ٓ ِء ه َِص ٞ ِن ّ ّ ِلر َجالِ ه َِص َُ ُ ون ِم َّما كَ َّل ِم ۡۡ ُه َٱ ۡو َك َ ُيب ِ ّم َّما تَ َركَ ٱمۡ َ َٰو ِ َِل ِان َوٱ ۡ َۡل ۡك َرب َ ُيب ِ ّم َّما تَ َركَ ٱمۡ َ َٰو ِ َِل ِان َوٱ ۡ َۡل ۡك َرب )٧ : ه َِصي ٗبا َّم ۡف ُروضٗ ا (امنساء Artinya : “Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibubapak dan karib-kerabatnya; dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari
11 12
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, (Jakarta: Gema Insani, 2011), h. 340. Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, h. 6.
19
harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bagian yang telah ditetapkan.”13 b. QS. An-Nisa‟/4: 11
ُ ُ وص ِ ُي يُك ٱ َّ َُّلل ِ ٓيف َٱ ۡوم َ َٰ ِد ُ ۡك ۖۡ ِن َّذل َك ِر ِمثۡ ُل َحظِّ ٱ ۡ ُۡلهثَيَ ۡ ِي فَان ُك َّن ِو َسا ٓ ٗء فَ ۡو َق ٱثۡنَت َ ۡ ِي فَلَهُ َّن ثُلُثَا َما تَ َر َ ۖۡك َوان ََكه َۡت ِ ِ ِّ ُ َ َٰو ِحدَ ٗة فَلَهَا ٱم ِنّ ۡص ُف َو ِ َۡلب َ َويۡ ِه ِم ِل َو َو ِرثَ ُه ٓۥٞ َ ِل فَان م َّ ۡم يَ ُكن ََّلُۥ َوٞ َ ك َ َٰو ِحدٖ ِ ّمهنۡ ُ َما ٱ ُّمسدُ ُس ِم َّما تَ َركَ ان ََك َن ََلُۥ َو ِ ِ ِ ُة فَ ِ ُِل ِ ّم ِه ٱ ُّمسدُ ُس ِم ۢن ب َ ۡع ِد َو ِص َّي ٖة يٞ َٱب َ َوا ُه فَ ِ ُِل ِ ّم ِه ٱمثُّلُ ُث فَان ََك َن َ َُلۥٓ اخ َۡو وِص هبِ َا ٓ َٱ ۡو َد ۡي ٍ ٍۗن َء َاَب ٓ ُؤ ُ ۡك َو َٱبۡنَا ٓ ُؤ ُ ۡك ََل ِ ِ )١١ : ون َٱّيُّ ُ ۡم َٱ ۡك َر ُب مَ ُ ُۡك ه َ ۡف ٗعا فَ ِريضَ ٗة ِ ّم َن ٱ َّ ٍَِّۗلل ا َّن ٱ َّ ََّلل ََك َن عَ ِلميًا َح ِكميٗا (امنساء َ ثَدۡ ُر ِ Artinya: “Allah mensyari‟atkan (mewajibkan) kepadamu tentang (pembagian warisan untuk) anak-anakmu, (yaitu) bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang anak perempuan. Dan jika anak itu semuanya perempuan yang jumlahnya lebih dari dua, maka bagian mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Jika dia (anak perempuan) itu seorang saja, maka dia memperoleh setengah (harta yang ditinggalkan). Dan untuk kedua ibu-bapak, bagian masingmasing seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika dia (yang meninggal) mempunyai anak. Jika dia (yang meninggal) tidak mempunyai anak dan dia diwarisi oleh kedua ibu-bapaknya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga. Jika dia (yang meninggal) mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) setelah (dipenuhi) wasiat yang dibuatnya atau (dan setelah dibayar) utangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa diantara mereka yang lebih banyak manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan Allah. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana.”14 c. QS. An-Nisa‟/4: 12
ِل فَلَ ُ ُُك ٱ ُّمربُ ُع ِم َّما تَ َر ۡك َن ِم ۢن ب َ ۡع ِد َو ِص َّي ٖةٞ َ ِل فَان ََك َن مَه َُّن َوٞ َ َومَ ُ ُۡك ِه ۡص ُف َما تَ َركَ َٱ ۡز َ َٰو ُج ُ ُۡك ان م َّ ۡم يَ ُكن مَّه َُّن َو ِ ِ ِ ُي ِل فَلَه َُّن ٱمث ُّ ُم ُن ِم َّما تَ َر ۡك ُُت ِ ّم ۢن ب َ ۡع ِدٞ َ ِل فَان ََك َن مَ ُ ُۡك َوٞ َ وص َي هبِ َا ٓ َٱ ۡو َد ۡي ٖن َومَه َُّن ٱ ُّمربُ ُع ِم َّما تَ َر ۡك ُ ُۡت ان م َّ ۡم يَ ُكن م َّ ُ ُۡك َو ِ ِ ِّ ُ ۡت فَ ِلٞ ة َو َ َُلۥٓ َٱ ٌخ َٱ ۡو ُٱخٞ ل يُ َور ُث َكَ َٰ َ ًَل َٱ ِو ٱ ۡم َر َٱٞ ون هبِ َا ٓ َٱ ۡو َد ۡي ٖ ٍۗن َوان ََك َن َر ُج ك َ َٰو ِحدٖ ِ ّمهنۡ ُ َما ٱ ُّمسدُ ُس َ َو ِصيَّ ٖة ث ُُوص ِ وَص هبِ َا ٓ َٱ ۡو َد ۡي ٍن غَ ۡ َري ُمضَ ا ٓ ّٖر َو ِصيَّ ٗة ِ ّم َن ٱ َّ ٍَِّۗلل ٰ َ ُُش ََك ٓ ُء ِيف ٱمثُّلُ ِث ِم ۢن ب َ ۡع ِد َو ِصيَّ ٖة ي َ ُ فَان ََكه ُ ٓو ْا َٱ ۡك َ َُ ِمن َذَٰ ِ َِل فَه ُۡم ِ )١١ : مي (امنساءٞ َوٱ َّ َُّلل عَ ِل ٌمي َح ِل Artinya : “Dan bagimu (suami-suami) adalah seperdua dari harta yang ditinggalkan istri-istrimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika mereka (istri13
Moh. Muhibbin, dan Abdul Wahid, Hukum Kewarisan Islam Sebagai Pembaruan Hukum Positif di Indonesia, h. 12. 14 Departemen Agama RI, Mushaf Al-qurán dan Terjemahannya, (Jakarta: CV. Pustaka Al-Kautsar, 2009), h. 78.
20
istrimu) mempunyai anak وmaka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya setelah (dipenuhi) wasiat yang mereka buat atau (dan setelah dibayar) utangnya. Para istri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu ada mempunyai anak maka para istri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan (setelah dipenuhi) wasiat yang kamu buat atau (dan setelah dibayar) utangutangmu. Jika seseorang meninggal, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu) atau saudara perempuan (seibu), maka bagi masingmasing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudarasaudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersama-sama dalam bagian yang sepertiga itu, setelah (dipenuhi wasiat) yang dibuatnya atau (dan setelah dibayar) hutangnya15 dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris) (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syariat yang benar-benar dari Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun”.16 d. QS. An-Nisa‟/4: 33
ِّ ُ ُوۡم ه َِصيُهَ ُ ۡم ا َّن ٱ َّ ََّلل ََك َن عَ َ ٰىل ّ ٖ ُ َو ِم لك ۡ ُ ون َوٱ َّ َِّل َين َعلَدَ ۡت َٱيۡ َم َٰ ُن ُ ُۡك فَاث َ ُك َج َعلۡنَا َم َ َٰو ِ َِل ِم َّما تَ َركَ ٱمۡ َ َٰو ِ َِل ِان َوٱ ۡ َۡل ۡك َرب ِ )٣٣ : َشءٖ َشهِيدً ا (امنساء َۡ Artinya : “Dan untuk masing-masing (laki-laki dan perempuan) Kami telah menetapkan para ahli waris atas apa yang ditinggalkan oleh kedua orangtuanya dan karib kerabatnya. Dan orang-orang yang kamu telah bersumpah setia dengan mereka, maka berikanlah kepada mereka bagiannya. Sungguh, Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu.”17 2. Al-Hadits Hadis Nabi Muhammad yang secara langsung mengatur tentang kewarisan diantaranya : a. Hadis Ibnu Abbas :
اكسموا املال بي اهل امفرائض عىل كتاب هللا: كال رسول هللا صىل هللا عليه و سمل: عن ابن عباس 18 )(رواه مسمل 15
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, h. 342. Departemen Agama RI, Mushaf Al-qurán dan Terjemahannya, h. 78. 17 Departemen Agama RI, Mushaf Al-qurán dan Terjemahannya, h. 83. 18 Abu Husain Muslim Ibnu Al-Hajjaj Al-Husyairy Al-Naisabury, Shahih Muslim, (Indonesia: Maktabah Daklan, t.th), juz III, h. 1234. 16
21
Artinya : “Dari Ibnu Abbas berkata : Rasulullah SAW bersabda : Bagilah harta warisan di antara ahli waris sesuai ketentuan Kitabullah.” (H.R. Muslim). b. Hadis Nabi dari Usamah bin Zaid menurut riwayat Tirmidzi :
َل ي رث املسمل اماكفر و َل: عن ٔٱسامة بن زيد ريض هللا عهنام ٔٱن امنيب صىل هللا عليه و سمل كال 19 )اماكفر املسمل (رواه امرتمذي Artinya : “Dari Usamah bin Zaid bahwa Nabi SAW. Bersabda : Seorang muslim tidak mewarisi harta orang nonmuslim dan orang nonmuslim pun tidak dapat mewarisi harta orang muslim.” (H.R. Tirmidzi). 3. Ijtihad Para Ulama Meskipun
Alqur‟an dan hadis sudah memberikan ketentuan terperinci
mengenai pembagian harta warisan, dalam beberapa hal masih diperlukan adanya ijtihad, yaitu terhadap hal-hal yang tidak ditentukan dalam Alqur‟an maupun hadis.20 Contoh : Status saudara-saudara yang mewarisi bersama-sama dengan kakek. Di dalam Alqur‟an hal ini tidak dijelaskan. Yang jelas hanyalah status saudarasaudara bersama-sama dengan ayah atau bersama-sama dengan anak laki-laki yang dalam kedua keadaan ini mereka tidak mendapat apa-apa lantaran terhijab, kecuali dalam masalah kalalah21 maka mereka mendapat bagian. Menurut pendapat kebanyakan sahabat dan imam-imam mazhab yang mengutip pendapat Zaid bin Tsabit, saudara-saudara tersebut mendapatkan pusaka secara muwasamah )tawar menawar, negosiasi) dengan kakek.22
19
Abu Isa al-Tirmidziy, al-Jami‟u al-Shahih IV, (Kairo: Mustafa al-Babiy, 1938), h. 432. Ahmad Azar Basyir, Hukum Waris Islam, (Yogyakarta: UII Press, 2004), h. 9. 21 Seseorang mati namun tidak mempunyai ayah dan keturunan. Lihat Pasal 182 KHI. 22 Moh. Muhibbin, dan Abdul Wahid, Hukum Kewarisan Islam Sebagai Pembaruan Hukum Positif di Indonesia, h. 10. 20
22
C. RUKUN DAN SAYARAT KEWARISAN 1. Rukun Kewarisan Kewarisan dapat terjadi jika rukun- rukun waris terpenuhi. Bila ada salah satu dari rukun- rukun tersebut tidak terpenuhi, maka tidak terjadi kewarisan. Kewarisan Islam memiliki 3 macam rukun, yakni : a) Muwarrits (pewaris) Muwarits (pewaris) yaitu orang yang meninggal dunia baik meninggal dunia secara haqiqi atau karena putusan hakim dinyatakan mati berdasarkan beberapa sebab. Harta peninggalan yang ditinggalkan berhak dipusakai oleh orang lain.23 Kewarisan juga dijelaskan dalam Pasal 171 huruf (b) Kompilasi Hukum Islam : ”Pewaris adalah orang yang pada saat meninggalnya beragama Islam atau yang dinyatakan meninggal berdasarkan keputusan pengadilan, meninggalkan ahli waris dan harta peninggalan ”. b) Warits (ahli waris) Warits (ahli waris) ialah orang-orang yang bisa memperoleh warisan dari seseorang yang meninggal dunia. Ahli waris dapat dilihat dari dua segi; Pertama, dari segi kelamin, yaitu terdiri dari laki-laki dan perempuan. Kedua, dari segi haknya atas warisan, yaitu terdiri dari dzawil furudh (ahli waris yang mempunyai bagian tertentu) dan ashabah (alwi waris yang tidak ditentukan bagiannya dengan kadar tertentu).
23
Teungku M. Habsyi As-Shidiqy, Fiqh Mawaris, h. 33.
23
Sedangkan menurut Pasal 171 huruf (c) Kompilasi Hukum Islam disebutkan : “Ahli waris adalah orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama Islam dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris”. Menurut hukum Islam, ahli waris adalah orang-orang yang berhak mendapatkan harta peninggalan si mati, baik disebabkan adanya hubungan kekerabatan dengan jalan nasab atau pernikahan, maupun sebab hubungan hak perwalian dengan muwarrits.24 c) Mauruts (harta waris) Mauruts (harta warisan) menurut Islam adalah segala sesuatu yang ditinggalkan oleh pewaris yang secara hukum dapat beralih kepada ahli warisnya. Dalam pengertian ini dapat dibedakan antara harta warisan dan harta peninggalan. Harta peninggalan adalah semua yang ditinggalkan oleh si mayit atau dalam arti apa-apa yang ada pada seseorang saat kematiannya; sedangkan harta warisan ialah harta peninggalan yang secara hukum syara‟ berhak diterima oleh ahli warisnya.25 Pasal 171 huruf (e) Kompilasi Hukum Islam menyebutkan : “Harta waris adalah harta bawaan ditambah bagian dari harta bersama setelah digunakan untuk keperluan pewaris selama sakit sampai meninggalnya, biaya pengurusan jenazah (tajhiz), pembayaran hutang dan pemberian untuk kerabat”. Dapat disimpulkan bahwa harta warisan ialah apa yang ditinggalkan oleh pewaris, dan terlepas dari segala macam hak orang lain di dalamnya. 24 25
Fatchur Rahman, Ilmu Waris, (Bandung : PT Al-Ma‟arif, 1975), h. 36. Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, h. 208.
24
Pengertian harta warisan dalam rumusan seperti ini berlaku dalam kalangan ulama Hanafiyah.26 Ulama fikih lain mengemukakan rumusan yang berbeda dengan yang dirumuskan di atas. Bagi mereka warisan itu ialah segala apa yang ditinggalkannya pada waktu meninggalnya, baik dalam bentuk harta atau hakhak.27 Bila diperhatikan rumusan yang dikemukakan ulama selain Hanafi sebagaimana disebutkan di atas, dapat dipahami bahwa menurut mereka tidak berbeda antara harta warisan dan harta peninggalan. Namun kalau diperhatikan
dalam
pelaksanaan
selanjutnya,
bahwa
sebelum
harta
peninggalan itu dibagikan kepada ahli waris harus dikeluarkan dahulu wasiat dan utangnya, sebagaimana dituntut Allah SWT dalam ayat 11 dan 12 surat an-Nisa‟. Dengan demikian, maka jelas bahwa dua kelompok ulama tersebut hanya berbeda dalam perumusan, sedangkan yang menyangkut substansinya sama saja.28 Dalam pembahasan di atas telah dinyatakan bahwa harta yang menjadi harta warisan itu harus murni dari hak orang lain di dalamnya. Di antara usaha memurnikan hak orang lain itu ialah dengan mengeluarkan wasiat dan membayarkan utang pemilik harta. Hukum yang mengenai pembayaran utang dan wasiat itu dapat dikembangkan kepada hal dan kejadian lain sejauh di 26
Ibnu Abidin, Hasyiyatul Radd al-Mukhtar, (Mesir: Mustafa al-babiy, 1966), cet. VI, h.
759 27
Hasanin Makhluf Muhammad, al-Mawaritsu fi al-Syari‟st al-Islamiyah, (Majelis alA‟la li Syuun al-Diniyah, 1971), h. 11. 28 Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, cet. IV, h. 208.
25
dalamnya
terdapat
orang
yang
meninggal;
di
antaranya
ongkos
penyelenggaraan jenazah sampai kuburan; termasuk biaya pengobatan waktu sakit yang membawa kepada kematiannya.29 2. Syarat Kewarisan Untuk membuktikan warisan, disyaratkan tiga hal; matinya orang yang mewariskan, hidupnya orang yang mewarisi dan mengetahui arah kekerabatan. a. Matinya orang yang mewariskan. Kematian orang yang mewariskan harus dibuktikan, bisa secara haqiqi, hukmi, atau taqdiri dengan cara menganalogikan orang-orang yang mati.30 Mati haqiqi adalah tidak adanya kehidupan, adakalanya dengan melihat, seperti seseorang disaksikan telah meninggal, diberitakan telah meninggal, atau dengan suatu bukti.31 Mati haqiqi (mati sejati), yaitu hilangnya nyawa seseorang yang semula nyawa itu sudah berujud ada padanya. Kematian ini dapat disaksikan oleh panca indera dan dapat dibuktikan dengan alat pembuktian.32 Mati hukmy (mati menurut putusan hakim), yaitu suatu kematian disebabkan adanya putusan hakim, baik pada hakikatnya orang yang bersangkutan masih hidup maupun dalam dua kemungkinan antara hidup dan mati.33
29
Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, cet. IV, h. 208. Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, h. 349. 31 Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, h. 349. 32 Moh. Muhibbin, dan Abdul Wahid, Hukum Kewarisan Islam Sebagai Pembaruan Hukum Positif di Indonesia, h. 62. 33 Moh. Muhibbin, dan Abdul Wahid, Hukum Kewarisan Islam Sebagai Pembaruan Hukum Positif di Indonesia, h. 62. 30
26
Mati taqdiry (mati menurut dugaan), yaitu suatu kematian yang bukan haqiqy dan bukan hukmy, tetapi semata-mata berdasarkan dengan keyakinan yang kuat.34 Mati taqdiri adalah menyamakan seseorang dengan orang-orang yang telah mati, dalam perkiraan (taqdiri). 35 b. Hidupnya orang yang mewarisi : Hidupnya orang yang mewarisi setelah kematian orang yang mewariskan harus terwujud juga, bisa dengan kehidupan hakiki dan tetap atau disamakan dengan orang-orang yang masih hidup dengan perkiraan (taqdiri).36 Hidup haqiqi adalah hidup yang stabil, tetap pada orang yang disaksikan setelah matinya orang yang mewarisi. Taqdiri adalah hidup yang tetap karena diperkirakan. c. Mengetahui arah warisan. Ketiadaan halangan – yaitu tiadanya halangan warisan – bukanlah syarat warisan. Syarat hanyalah dua hal pertama. Sebagaimana dinyatakan oleh Undang-Undang Mesir, di mana dalam pasal dua hanya dinyatakan dua syarat pertama saja.37
34
Moh. Muhibbin, dan Abdul Wahid, Hukum Kewarisan Islam Sebagai Pembaruan Hukum Positif di Indonesia, h. 62. 35 Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, h. 350. 36 Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, h. 350. 37 Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, h. 350.
27
D. SEBAB-SEBAB DAN PENGHALANG KEWARISAN 1. Sebab-Sebab Terjadinya Kewarisan Apabila dianalisis ketentuan hukum waris Islam sebab seseorang itu mendapat warisan dari si mayit dapat diklasifikasikan sebagai berikut :38 a. Hubungan perkawinan Perkawinan yang sah menyebabkan adanya hubungan hukum saling mewarisi antara suami dan istri. Kriteria suami istri tetap saling mewarisi disamping keduanya telah melakukan akad nikah secara syah menurut syariat, juga antara suami istri belum terjadi perceraian ketika salah seorang dari keduanya meninggal dunia.39 Adapun kedudukan istri-istri yang dicerai raj‟i40 dan suami lebih berhak untuk merujuknya (perceraian pertama dan kedua) selama masa iddah41, maka iapun berhak menerima warisan.42
b. Hubungan kekerabatan Kekerabatan adalah hubungan nasab antara pewaris dengan ahli waris yang disebabkan oleh faktor kelahiran. Dalam kedudukan hukum Jahiliyah, kekerabatan menjadi sebab mewarisi adalah terbatas pada laki-laki yang telah dewasa, kaum perempuan dan anak-anak tidak mendapat bagian. Setelah
38
Suhrawardi K. Lubis, Komis Simanjuntak, Hukum Waris Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 1999,) h. 53. 39 Abdul Ghofur Anshori, Hukum Kewarisan Islam di Indonesia, (Yogyakarta: Ekonisia, 2002), h. 29. 40 Talak raj‟i adalah talak kesatu atau kedua, dimana suami berhak rujuk selama istri dalam masa iddah. Lihat Pasal 118 KHI. 41 Masa Iddah adalah masa menunggu bagi perempuan yang dicerai oleh suaminya, baik karena cerai hidup/cerai mati. Lihat Pasal 153 KHI. 42 Teungku M. Hasbi ash-Shiddieqy, Fiqh Mawaris, h. 30.
28
Islam datang merevisi tatanan Jahiliyah, sehingga kedudukan laki-laki dan perempuan sama dalam mewarisi, tak terkecuali pula anak yang masih dalam kandungan. Adapun dasar hukum kekerabatan sebagai ketentuan bahwa laki-laki dan perempuan mempunyai hak yang sama :
ِنل ّ ِر َجا لِ ه َِصيْ ٌب ِ ّم َما تَ َركَ ْا َمو ِ َاِلا ِن َو ْا ََل ْك َربُ ْو َن َو ِنل ِن ّ َسا ه َِصيْ ٌب ِ ّم َما تَ َركَ ْا َمو ِ َاِل ِت َو ْا ََل ْك َربُ ْو َن ِم َّما ِ (۷ : كَ َّل ِمْۡ ُه َا ْو َك ُ َُ ه َِص ْيب ُا َم ْف ُر ْوضً ا (امنساء Artinya : “Bagi anak laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibubapak dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian pula dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya baik sedikit atau banyak menurut yang telah ditentukan”. (QS. An-Nisa‟/4: 7)
(۷۷ :َو ُا ْومُ ْو ْا ََل ْر َحا ِم ي َ ِعضُ ه ُْم َا ْو ىل ِب َب ْع ٍض ِِف ِكتَا ِب هللا (اَلثفار Artinya : “Orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya di dalam kitab Allah”. (QS. An-Nisa‟/4: 78) c. Hubungan memerdekakan budak (al-Wala‟) Al-Wala‟ adalah hubungan kewarisan akibat seseorang memerdekakan hamba sahaya, atau melalui perjanjian tolong-menolong, namun sepertinya sebab hubungan memerdekakan budak ini jarang dilakukan atau malah tidak ada sama sekali. Adapun para fuqaha membagi hubungan wala‟ menjadi 2 bagian : 1. Walaaul „Itqi atau hubungan antara yang memerdekakan (mu‟tiq) dengan yang dimerdekakan („atieq). Menurut jumhur fuqaha menetapkan
29
bahwa walaaul „itqi merupakan sebab menerima pusaka, hanya golongan Khawarij yang tidak membenarkan hal itu. 2. Walaaul Muwalah, yaitu hubungan yang disebabkan oleh sumpah setia. Menurut golongan Hanafiyah dan Syi‟ah Imamiyah dipandang sebagai sebab mewarisi, sedang menurut jumhur ulama tidak termasuk.43 Adapun bagian orang yang memerdekakan budak (hamba sahaya) adalah 1/6 harta peninggalan. Namun kondisi modern ini, dengan tidak adanya hamba sahaya, maka secara otomatis hubungan al-wala‟pun dihapus. Selain hal-hal yang menyebabkan adanya hak untuk mewarisi, maka sebaliknya pula ada beberapa yang menghalangi seseorang untuk menerima warisan. Adapun hal-hal yang menghalangi seseorang mendapatkan warisan dalam hukum Islam adalah sebagai berikut : 1) Karena halangan kewarisan dan 2) karena adanya kelompok keutamaan dan hijab.44 d. Hubungan agama (sesama Islam) Jika orang Islam meninggal dunia dan tidak mempunyai ahli waris, baik karena
hubungan
kerabat,
pernikahan
maupun
wala‟,
maka
harta
peninggalannya diserahkan ke baitul mal untuk kepentingan kaum muslimin. Itulah yang disebut dengan hubungan agama dalam waris-mewarisi. Rasulullah SAW bersabda : 45
43
) ابو داود وامنساىئ,من ترك ماَل فلورثته واان وارث من َلوارث َل (رواه امحد
Teungku M. Hasbi ash-Shiddieqy, Fiqh Mawaris, h. 33. Suhrawardi K. Lubis, Komis Simanjuntak, Hukum Waris Islam, h. 53. 45 Imam Syaukani, Nailul Authar, (Beirut : Dar Ibn Hazm, 2000), hal. 1215. 44
30
Artiya : “Barangsiapa yang meninggalkan harta (warisan) maka itu adalah hak milik para ahli warisnya, dan aku (Rasul) adalah ahli waris dari orang yang tidak punya ahli waris." (HR Ahmad, Ibnu Majah, At Tirmidzi). Yang dimaksud Rasulullah menjadi ahli waris adalah bahwa Rasulullah itu menerima dan menyalurkan kepada kaum muslimin, atau digunakan untuk kemaslahatan umat Islam. 2. Penghalang Kewarisan a. Pembunuhan Islam adalah agama yang sangat menjunjung prinsip kemanusiaan sehingga secara tegas melarang adanya pembunuhan. Dalam kaitannya dengan hak waris mewarisi, maka orang yang membunuh pewaris tidak mendapat hak mewarisi dari pewaris tersebut. Hal ini terdapat dalam hadits Rasul SAW :
ميس نللاثل َشء وٕان مل يكن َل وارث فوارثه ٔٱكرب امناس إميه: كال رسول هللا صىل هللا عليه وسمل 46 (وَل يرث املاثل شيئا )رواه مكل و امحد عن معر Artinya : “Rasulullah bersabda: “Pembunuh (yang membunuh pemebri warisan) tidak memiliki hak sedikitpun (untuk mewarisi). Jika ia (pemberi warisan) tidak meninggalkan pewaris maka yang berhak mewarisinya adalah orang yang paling dekat (hubungan keluarga) dengannya, dan pembunuh itu tidak mewarisi sesuatu”(H.R. Malik dan Ahmad dari „Umar). Adapun mengenai jenis pembunuhan yang menjadi penghalang kewarisan, diantara fuqaha terjadi perbedaan pendapat. Jenis-jenis pembunuhan disini ada lima, yaitu pembunuhan secara hak dan tidak berlawanan hukum, pembunuhan dengan sengaja dan terencana (tanpa adanya hak), mirip disengaja (seperti sengaja), dan pembunuhan khilaf.
46
Abu Dawud, Sunan Abi Dawud, (Bairut: Dar al-Fikir, tt), Jilid IV, hlm. 189.
31
b. Beda agama Beda agama menjadi penghalang mewarisi yaitu apabila ahli waris atau muwarrits salah satunya non muslim. Dasar hukumnya :
َل ي رث املسمل اماكفر و َل: عن ٔٱسامة بن زيد ريض هللا عهنام ٔٱن امنيب صىل هللا عليه و سمل كال 47 )اماكفر املسمل (رواه امرتمذي Artinya : “Dari Usamah bin Zaid bahwa Nabi SAW. Bersabda : Seorang muslim tidak mewarisi harta orang nonmuslim dan orang nonmuslim pun tidak dapat mewarisi harta orang muslim.” (H.R. Tirmidzi). Nabi pun telah mempraktekkan pembagian warisan dimana perbedaan agama menjadi penghalang mewarisi, yaitu pembagian waris dari Abu Thalib. Adapun yang menjadi pertimbangan apakah antara ahli waris dan muwarrits beda agama atau tidak adalah pada saat muwarrist meninggal. c. Pembudakan (al-„Abd) Bukan karena status kemanusiaannya sehingga perbudakan menjadi penghalang mewarisi, tetapi semata-mata karena status formalnya sebagai hamba sahaya. Mayoritas ulama sepakat bahwa seorang budak terhalang untuk menerima warisan karena dianggap tidak cakap melakukan perbuatan hukum. Firman Allah SWT :
(۷۵ : َض َب هللا َمث َ ًال َع ْبدً ا َم ْملُ ْو ًَك ََلي َ ْل ِد ُرعَ َىل َش ْ ٍْي (امنحل ََ Artinya : “Allah telah membuat perumpamaan (yakni) seorang budak (hamba sahaya) yang dimiliki yang tidak dapat bertindak terhadap sesuatupun
47
Abu Isa al-Tirmidziy, al-Jami‟u al-Shahih IV, h. 432.
32
d. Berlainan negara Berlainan negara yang menjadi penghalang mewarisi adalah apabila antara ahli waris dan muwarristnya berdomisili di negara yang berbeda kriterianya. Apabila kedua negara tersebut muslim, maka tidak menjadi penghalang mewarisi. Mayoritas ulama berpendapat bahwa meskipun negaranya berbeda tapi apabila sama-sama negara muslim, maka tidak menjadi masalah. E. MACAM-MACAM AHLI WARIS DAN HAK MASING-MASING Ahli waris dapat di lihat dari dua segi; Pertama, dari jenis kelamin, yaitu terdiri dari laki-laki dan perempuan. Kedua, dari segi hak atas warisan, yaitu terdiri dari dzawil furudh dan ashabah.48 1. Ahli Waris Laki-laki Ahli waris laki-laki terdiri dari : a. Bapak, b. Kakek (ayahnya bapak) dan seterusnya ke atas dari garis laki-laki, c. Anak laki-laki, d. Cucu laki-laki (anak laki-laki dari anak laki-laki) dan seterusnya ke bawah dari garis laki-laki, e. Saudara laki-laki kandung, f. Saudara laki-laki seayah, g. Saudara laki-laki seibu, h. Anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung, 48
108.
Djedjen Zainuddin dan Mundzier Suparta, Pendidikan Agama Islam Fikih, cet. I, h.
33
i. Anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah, j. Paman sekandung (saudara laki-laki bapak sekandung), k. Paman sebapak (saudara laki-laki seayah), l. Anak laki-laki paman sekandung, m. Anak laki-laki paman seayah, n. Suami, dan o. Laki-laki yang memerdekakan hamba sahaya. 49 2. Ahli Waris Perempuan Ahli waris perempuan terdiri dari : a. Ibu, b. Nenek dari pihak ibu terus ke atas, c. Nenek dari pihak bapak (tidak terus ke atas), d. Anak perempuan, e. Cucu perempuan dari anak laki-laki, dan seterusnya ke bawah dari garis laki-laki, f. Saudara perempuan sekandung, g. Saudara perempuan seayah, h. Saudara perempuan seibu, i. Istri, dan j. Perempuan yang memerdekakan hamba sahaya. 50
49
Djedjen Zainuddin dan Mundzier Suparta, Pendidikan Agama Islam Fikih, cet. I, h.
50
Djedjen Zainuddin dan Mundzier Suparta, Pendidikan Agama Islam Fikih, cet. I, h.
109. 109.
34
Apabila semua ahli waris perempuan masih hidup, maka yang berhak menerima warisan adalah : a. Anak perempuan, b. Ibu, dan c. Nenek. Apabila semua ahli waris baik yang laki-laki maupun yang perempuan masih ada (hidup), maka yang berhak menerima warisan adalah : a. Anak laki-laki, b. Anak perempuan, c. Ayah, d. Ibu, dan e. Suami/ istri. 51 3. Ahli Waris dengan Bagian Tertentu Di dalam Alquran dan hadis Nabi disebutkan bagian-bagian tertentu dan disebutkan pula ahli-ahli waris dengan bagian tertentu itu. Bagian tertentu ini di dalam Alquran yang disebut furudh adalah dalam bentuk angka pecahan yaitu 1/2, 1/3, 1/4, 1/6, 1/8 dan 2/3. Para ahli waris yang mendapatkan menurut angka-angka tersebut dinamai ahli waris dzawil furudh.52 Ahli waris yang mendapatkan bagian yang telah ditetapkan tersebut sebagai berikut :
51 52
Djedjen Zainuddin dan Mundzier Suparta, Pendidikan Agama Islam Fikih, h. 110. Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, cet. IV, h. 226.
35
a. 1/2, diberikan kepada : 1) Anak perempuan tunggal, apabila tidak ada anak laki-laki, 2) Cucu perempuan tunggal, apabila tidak ada ahli waris : a) Anak laki-laki, b) Cucu laki-laki dari anak laki-laki, c) Anak perempuan. 3) Saudara perempuan kandung tunggal, apabila tidak ada ahli waris: a) Anak laki-laki, b) Anak perempuan, c) Cucu laki-laki dari anak laki-laki, d) Bapak, e) Kakek dari bapak. 4) Saudara perempuan sebapak tunggal, apabilal tidak ada ahli waris : a) Anak laki-laki, b) Anak perempuan, c) Cucu laki-laki dari anak laki-laki, d) Cucu perempuan dari anak laki-laki, e) Saudara laki-laki kandung, f) Saudara perempuan kandung, g) Bapak, h) Kakek dari pihak bapak. 5) Suami, apabila tidak ada ahli waris : a) Anak laki-laki,
36
b) Anak perempuan, c) Cucu laki-laki dari anak laki-laki, d) Cucu perempuan dari anak laki-laki. b. 1/3, diberikan kepada : 1) Ibu, apabila tidak ada ahli waris : a) Anak laki-laki, b) Anak perempuan, c) Cucu laki-laki dari anak laki-laki, d) Cucu perempuan dari anak laki-laki, e) Dua orang saudara atau lebih : baik laki-laki maupun perempuan, baik saudara sekandung, sebapak, maupun seibu. 2) Dua orang saudara atau lebih seibu, baik laki-laki maupun perempuan, apabila tidak ada ahli waris : a) Anak laki-laki, b) Anak perempuan, c) Cucu laki-laki dari anak laki-laki, d) Cucu perempuan dari anak laki-laki, e) Bapak, f) Kakek dari pihak bapak, c. 1/4, diberikan kepada : 1) Suami, apabila ada ahli waris : a) Anak laki-laki, b) Anak perempuan,
37
c) Cucu laki-laki dari anak laki-laki, d) Cucu perempuan dari anak laki-laki. 2) Istri, apabila tidak ada ahli waris : a) Anak laki-laki, b) Anak perempuan, c) Cucu laki-laki dari anak laki-laki, d) Cucu perempuan dari anak laki-laki. d. 1/6, diberikan kepada : 1) Bapak, apabila ada ahli waris : a) Anak laki-laki, b) Anak perempuan. c) Cucu alki-laki dari anak laki-laki, d) Cucu perempuan dari anak laki-laki. 2) Ibu, apabila ada ahli waris : a) Anak laki-laki, b) Anak perempuan, c) Cucu laki-laki dari anak laki-laki, d) Cucu perempuan dari anak laki-laki, e) Dua orang saudara atau lebih, baik laki-laki maupun perempuan, baik sekandung, sebapak maupun seibu. 3) Nenek, dari pihak ibu atau bapak, apabila tidak ada ahli waris : a) Ibu, b) Bapak (khusus nenek dari pihak bapak).
38
4) Cucu perempuan dari anak laki-laki, apabilal tidak ada ahli waris : a. Anak laki-laki, b. Cucu laki-laki dari anak laki-laki, c. Anak perempuan lebih dari seorang. 5) Saudara perempuan sebapak, baik seorang atau lebih, dengan syarat bersamanya ada seorang saudara perempuan sekandung. Itu pun apabila tidak ada ahli waris : a) Anak laki-laki, b) Anak perempuan, c) Cucu laki-laki dari anak laki-laki, d) Cucu perempuan dari anak laki-laki, e) Saudara laki-laki kandung, f) Saudara laki-laki sebapak. 6) Saudara seibu tunggal, baik laki-laki maupun perempuan apabila tidak ada ahli waris : a) Anak laki-laki, b) Anak perempuan, c) Cucu laki-laki dari anak laki-laki, d) Cucu perempuan dari anak laki-laki, e) Bapak, f) Kakek dari pihak bapak. e. 1/8, diberikan kepada istri, apabila ada salahs seorang ahli waris : 1) Anak laki-laki,
39
2) Anak perempuan, 3) Cucu laki-laki dari anak laki-laki, 4) Cucu perempuan dari anak laki-laki. f. 2/3, diberikan kepada : 1) Dua orang anak perempuan atau lebih, apabila tidak ada anak lakilaki, 2) Dua orang cucu perempuan dari anak laki-laki, apabila tidak ada ahli waris : a) Anak laki-laki, b) Anak perempuan, c) Cucu laki-laki dan anak laki-laki, d) Saudara laki-laki kandung, e) Bapak, f) Kakek dari pihak bapak. 53
4. Ahli Waris dengan Bagian yang Tidak Ditentukan. Dalam kewarisan Islam, di samping terdapat ahli waris dengan bagian yang ditentukan atau dzawil furudh yang merupakan kelompok terbanyak, terdapat pula ahli waris yang bagiannya tidak ditentukan secara furudh, baik dalam Alquran maupun dalam hadis Nabi. Mereka mendapatkan seluruh harta dalam kondisi tidak adanya ahli waris furudh atau sisa harta setelah dibagikan terlebih dahulu kepada dzawil furudh yang ada. Mereka mendapat bagian yang tidak ditentukan; terbuka, dalam arti dapat banyak atau sedikit, atau tidak ada sama sekali. 53
Djedjen Zainuddin dan Mundzier Suparta, Pendidikan Agama Islam Fikih, h. 109.
40
Dasar hukum dari ahli waris dengan bagian terbuka ini adalah firman Allah dalam surat an-Nisa‟/4 ayat 11 dan 176. Dalam ayat 11 disebutkan adanya hak kewarisan anak laki-laki, namun berapa haknya secara pasti tidak dijelaskan. Bila ia bersama dengan anak perempuan, yang disebutkan hanyalah perbandingan perolehannya yaitu seorang laki-laki sebanyak hak dua orang anak perempuan. Dapat dipahami dari ketentuan tersebut bahwa bila anak laki-laki bersama dengan anak perempuan, maka mereka mendapatkan seluruh harta bila tidak ada ahli waris lain atau mereka akan mendapatkan seluruh harta yang tersisa bila ada ahli waris lain yang berhak; kemudian hasil mereka peroleh dibagi dengan perbandingan 2:1. Hal demikian berlaku pula bila anak dari pewaris hanyalah anak laki-laki saja. Dalam ayat ini juga disebutkan hak ibu sebesar 1/3 bila ahli warisnya hanya ibu dan ayah saja. Ayah disebutkan sebagai ahli waris, namun bagiannya tidak dijelaskan. Dengan disebutkannya bagian ibu yaitu 1/3; sedangkan yang menjadi ahli waris hanyalah ayah dan ibu saja, dapatlah dipahami bahwa hak ayah adalah sisa dari bagian yang diambil oleh ibu, yaitu 2/3. Dalam ayat 176 disebutkan hak kewarisan saudara laki-laki dan saudara perempuan. Adapun saudara perempuan disebutkan furudh-nya yaitu 1/2 bila sendiri dan 2/3 bila dua orang atau lebih; sedangkan saudara laki-laki sama sekali tidak dijelaskan bagiannya, kecuali hanya bandingannya dengan saudara perempuan yaitu dua banding satu. 54
54
Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, h. 232.
41
5. Ashabah Adanya keturunan ahli waris yang mendapat bagian seluruh harta atau sisa secara pembagian terbuka, yang pada umumnya adalah laki-laki, dikembangkan kepada ahli waris laki-laki yang lain yang tidak disebutkan dalam Alquran atau hadis Nabi. Anak laki-laki dikembangkan kepada cucu laki-laki; ayah dikembangkan kepada kakek atau kepada paman dan seterusnya anak paman; saudara dikembangkan kepada anak saudara; hingga komplitlah kerabat dalam garis laki-laki. Kelompok kerabat garis laki-laki ini dalam penggunaan bahasa Arab disebut ashabah. Oleh karena yang berhak atas seluruh harta atau sisa harta itu menurut ahlussunnah pada dasarnya adalah laki-laki, maka untuk selanjutnya kata ashabah itu digunakan untuk ahli waris yang berhak atas seluruh harta atau sisa harta setelah diberikan kepada ahli waris dzawil furudh. Karena dalam bentuk kewarisan seperti ini tidak ada bagian yang tertentu selain dari bandingan bahwa laki-laki memperoleh bagian dua kali perempuan dalam pembagian anak atau saudara, maka pembagian di sini adalah secara rata-rata. Ashabah terbagi menjadi 3 macam : a. Ashabah binafsi Ashabah binafsi adalah menerima sisa harta karena dirinya sendiri, bukan karena sebab lain. Ahli waris yang termasuk dalam ashabah binafsi ini adalah semua ahli waris laki-laki kecuali saudara laki-laki seibu. Mereka adalah :
42
1) Anak laki-laki, 2) Cucu laki-laki dari anak laki-laki, 3) Saudara kandung laki-laki, 4) Saudara laki-laki sebapak, 5) Anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung, 6) Anak laki-laki dari saudara laki-laki sebapak, 7) Paman sekandung, 8) Paman sebapak, 9) Anak laki-laki paman sekandung, 10) Anak laki-laki paman sebapak, 11) Anak laki-laki paman sebapak.
b. Ashabah bil ghairi Ashabah bil ghairi adalah ahli waris yang menerima sisa harta karena bersama dengan ahli waris laki-laki yang setingkatnya. Ahli waris yang termasuk ashabah bil ghairi adalah ahli waris perempuan yang bersamanya ahli waris laki-laki. Mereka adalah : 1) Anak perempuan, jika bersama anak laki-laki, 2) Cucu perempuan, jika bersama cucu laki-laki, 3) Saudara perempuan kandung, jika bersama saudara laki-laki kandung, 4) Saudara perempuan sebapak, jika bersamanya saudara laki-laki sebapak. c. Ashabah ma‟al ghairi Ashabah ma‟al ghairi adalah ahli waris yang menjadi ashabah karena sama-sama dengan ahli waris perempuan dalam garis lain, yakni mereka yang
43
menerima harta sebagai dzawil furudh yang bersama dengan ahli waris lain yang tidak setingkat degannya. Ahli waris yang termasuk dalam ashabah ma‟al ghair adalah ahli waris perempuan yang bersamanya ada ahli waris perempuan yang tidak setingkat/ segaris, mereka adalah : Saudara perempuan kandung, jika bersamanya ada anak perempuan (satu orang atau lebih) atau cucu perempuan (satu orang atau lebih) dan saudara perempuan sebapak, jika bersamanya ada anak perempuan (satu orang atau lebih) atau cucu perempuan (satu orang atau lebih). Selanjutnya, ada juga yang mendapat bagian sebagai dzawil furudh, adakalanya sebagai ashabah dan adakalanya sekaligus sebagai dzawil furudh dan ashabah, yakni bapak dan kakek dari bapak. 55
55
Djedjen Zainuddin dan Mundzier Suparta, Pendidikan Agama Islam Fikih, h. 111.
BAB III SUKU DOMO DI KECAMATAN SIAK HULU KABUPATEN KAMPARRIAU DAN SISTEM KEWARISANNYA A. PROFIL SUKU DOMO Kita menyadari benar bahwa adat tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat, karena adat tersebut terdapat di dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat tersebut. Itulah sebabnya ungkapan adat mengatakan: hidup beradat, mati beriman, atau dikatakan hidup dikandung adat, mati dikandung tanah.1 Hal ini juga berlaku pada masyarakat di Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten KamparRiau yang memiliki berbagai macam suku yang terdapat di berbagai daerah tersebut. Salah satu suku yang ada di Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten KamparRiau adalah suku Domo. Suku Domo merupakan suatu suku yang ada di Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar-Riau. Suku ini berasal dari satu pasang nenek moyang yang mereka sebut dengan datuok nan codiok, niniok nan pandai (datuk yang cerdik, nenek yang pandai). Dikatakan datuk yang cerdik karena datuk tersebut membuat suatu cara untuk menjaga garis keturunannya. Selanjutnya datuk tersebut dapat menyelesaikan perselisihan dalam keluarga dan masyarakat. Dikatakan nenek
1
Tenas Effendy, Eksistensi Adat Istiadat Kabupaten Kampar Dalam Dinamika Global, (Pekanbaru, 1999), h. 7.
44
45
yang pandai karena beliau mampu menjalankan gagasan sang datuk serta pandai menyimpan dan menjaga petuah-petuah yang dipakai dalam kehidupan.2 Dikatakan oleh ninik mamak/ pemuka adat Desa Buluhcina bahwa suku ini pada dasarnya suku asli masyarakat Kabupaten Kampar-Riau. Berkembangnya suku ini berawal dari bagiah hulu Kabupaten Kampar. Seiring dengan perkembangan masyarakat saat itu, masyarakat suku Domo mulai meninggalkan sisi hulu Kabupaten Kampar menuju hilir Kabupaten Kampar dengan menghiliri sungai Kampar hingga sampailah di kawasan Kecamatan Siak Hulu saat ini. Suku ini dapat ditemukan di daerah-daerah di sekitar batang sungai kampar. Saat ini suku Domo tidak hanya berkembang di daerah yang dilewati oleh sungai Kampar saja, namun juga berkembang di daerah daratan lainnya yang tidak dilalui oleh sungai kampar seiring dengan perkembangan masyarakat suku Domo saat ini.3 Suku Domo memakai sistem kekerabatan matriliineal atau bersifat keibuan. Hal ini dapat dilihat dari pengambilan suku anak yang menurut ketentuan adat harus mengikuti suku ibunya. Jika ibu sang anak bersuku Domo, maka anak tersebut harus mengikuti suku ibunya, yakni suku Domo. Namun ibu si anak bersuku Melayu, maka si anak juga mengikuti suku ibunya yakni Melayu. 4 Secara singkat dikatakan bahwa anak mengikuti suku ibunya. Ketentuan ini juga disebut sebagai adat perpatih.5
2
Wawancara Pribadi dengan Datuk Sawir. Siak Hulu, 29 April 2016. Wawancara Pribadi dengan Datuk Sawir. Siak Hulu, 29 April 2016. 4 Wawancara Pribadi dengan Datuk Sawir. Siak Hulu, 29 April 2016. 5 Suwardi, Rahman Hendra, dkk, Hukum Adat Melayu Riau, (Pekanbaru: Alaf Riau, 2011), h. 5. 3
46
Datuk yang cerdik dan nenek yang pandai menetapkan anak mengikuti suku ibunya karena mereka berpendapat bahwa anak perempuan merupakan pewaris keturunan. Di dalam rahim perempuanlah janin seorang anak berkembang dan dilahirkan pula dari rahim mereka. Setelah melahirkan, perempuan menyusui dan merawat anak tersebut hingga mereka beranjak dewasa. Dengan demikian, maka hubungan seorang ibu dan anaknya tidak dapat dipisahkan hingga akhir hayat. 6 Agama masyarakat suku Domo berawal dari animisme dan Budha. Namun setelah Islam datang ke wilayah permukiman masyarakat suku Domo, pimpinan tertinggi pemuka adat7 menetapkan bahwa agama Islam adalah agama yang harus dianut oleh seluruh masyarakat suku Domo. Penetapan ini bukanlah penetapan tanpa pertimbangan sebelumnya. Pimpinan tertinggi pemuka adat suku Domo bermusyawarah dan berunding bersama dengan membandingkan bebagai macam agama yang ada dalam lingkungan masyarakat mereka. Pada akhirnya, setelah bermusyawarah, berembuk, membandingkan dan mentelaah agama-agama yang ada ketika itu, tercapailah mufakat bahwa agama Islam merupakan agama yang sesuai dengan prinsip kehidupan manusia, sehingga ditetapkan bahwa agama Islam merupakan agama yang harus dianut oleh seluruh lapisan masyarakat suku Domo tanpa terkecuali. Penetapan agama ini bertujuan untuk mempersatukan anak kemenakan dan membimbing mereka menuju jalan yang benar. Selain itu,
6
Wawancara Pribadi dengan Muhammad Tamrin. Siak Hulu, 21 April 2016. Dalam ketentuan suku Domo, pimpinan pemuka adat tertinggi digelari dengan Tumongguong. 7
47
hal ini juga bertujuan untuk menghindari perkelahian sedarah yang diakibatkan perbedaan agama/ kepercayaan.8 Pada awalnya tidaklah mudah untuk mengajak masyarakat suku Domo untuk memeluk agama Islam karena hal ini merupakan hak pribadi untuk memilih dan memeluk agama yang mereka anggap benar dan sesuai dengan prinsip kemanusiaan. Namun sudah menjadi tugas dari ninik mamak/ pemuka adat untuk merangkul seluruh anak kemenakan/ masyarakat suku Domo dan membimbing mereka. Sebagaimana tujuan awal nenek moyang menegakkan suku ini.9 Jika masyarakat suku Domo murtad, maka yang bersangkutan akan diberikan sanksi oleh ninik mamak, sanksi tersebut dalam istilah adat disebut: diantegh nyo ka imbo nan longang, ka lawuik nan lope, ka bukit indak di agie makanan, kalugha indak diagie minum, inyo tidak dipakai di dalam adat istiadat di kampuong dalam nagoghi (dia diantar ke hutan yang sepi, ke laut lepas, ke bukit tidak diberi makan ke lembah tidak diberi minum. Dia tidak diikutsertakan didalam hukum adat dalam kampung), maksudnya adalah yang bersangkutan dikucilkan dari kehidupan beradat masyarakat suku Domo. Selain itu, yang bersangkutan tidak dapat menjadi pemangku adat dan tidak diikutsertakan dalam musyawarah adat dan sebagainya.10 Pendidikan masyarakat suku Domo dalam ilmu agama didapat dari jenjang akademik dan juga pengajian yang diberikan oleh alim-ulama di surau-surau
8
Wawancara Pribadi dengan Muhammad Tamrin. Siak Hulu, 21 April 2016. Wawancara Pribadi dengan Muhammad Tamrin. Siak Hulu, 21 April 2016. 10 Wawancara Pribadi dengan Datuk Sawir. Siak Hulu, 29 April 2016. 9
48
(mushalla atau masjid) atau di kediaman alim-ulama tersebut yang dijadikan oleh masyarakat sebagai guru mengaji11 di suatu kampung. Selain itu, anak-anak pada zaman sekarang lebih gampang mendapatkan ilmu agama, karena selain mengaji di masjid mereka juga belajar di TPA dan MDA.12 Untuk ibu-ibu dan bapakbapak mendapatkan ilmu agama melalui pengajian-pengajian akbar, majelis ta’lim, ceramah-ceramah agama dan pesawat elektronik seperti radio dan televisi.13 Masyarakat mendapatkan ilmu adat melalui pengajaran yang diberikan oleh ninik-mamak kepada masyarakat secara umum dan secara khusus. Pembelajaran ilmu adat secara umum dilakukan pada saat kumpul bersama atau musyawarah bersama. Untuk pembelajaran khusus diberikan oleh ninik mamak di rumah kepada keponakan dan cucu, dibina dan dibimbing secara langsung oleh ninik mamak dan pemuka masyarakat lainnya. Bagi anak kemenakan yang bisa dijadikan sebagai pemangku adat, maka mulai dilatih sejak dini dengan cara selalu mengikutsertakannya dalam acara adat.14
11
Guru yang mengajar ilmu agama terutama dalam membaca Alquran. Biasanya di kampung-kampung yang berada di Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar diadakan belajar membaca Alquran setiap ba’da maghrib dan didikan subuh setiap subuh pada hari minggu. 12 TPA (Taman Pembelajaran Alquran) biasanya di lakukan di dalam masjid atau mushalla ba’da maghrib hingga isya. MDA (Madrasah Diniyyah Awwaliyah) biasanya di Kecamatan Siak Hulu diadakan di lingkungan masjid yang disediakan dan ada jenjang kelasnya, berbeda dengan TPA yang jenjangnya hanya jenjang iqra’ dan quran. 13 Wawancara Pribadi dengan Sumissri. Siak Hulu, 17 April 2016. 14 Wawancara Pribadi dengan Datuk Sawir. Siak Hulu, 29 April 2016.
49
B. SOSIAL BUDAYA DAN ADAT ISTIADAT SUKU DOMO 1. Sosial Budaya Eksistensi adat akan mencuat apabila nilai-nilai luhurnya mampu diangkat, dicerna dan diamalkan oleh seluruh lapisan masyarakat.15 Dalam kehidupan sosial, masyarakat suku Domo menjunjung tinggi nilai kebersamaan, saling memerlukan, seperasaan, sepenanggugan, kekompakan serta persaudaraan mereka. Salah satu contoh tradisi masyarakat suku Domo yang menjunjung nilainilai tersebut tercermin pada saat salah seorang masyarakat mereka baik sepersukuan atau sekampung yang akan melangsungkan pernikahan sebagai berikut:16 Ninik mamak beserta masyarakat berkumpul bersama dirumah anggota masyarakat yang akan melangsungkan pernikahan tersebut atau dirumah walinya guna bermusyawarah duduk bersama berembuk bersama untuk mengadakan ritual pernikahan17 dan syukuran atau walimah yang dalam istilah adat dikenal dengan baungguok atau mangampuong. Ninik mamak memimpin musyawarah yang didampingi alim-ulama guna menjalankan ritual pernikahan yang tidak menyimpang dari ajaran agama dan ketentuan adat suku Domo.
15
Tenas Effendy, Eksistensi Adat Istiadat Kabupaten Kampar Dalam Dinamika Global,
h. 7 16
Wawancara Pribadi dengan Datuk Sawir. Siak Hulu, 29 April 2016. Biasanya akad nikah diadakan di masjid atau di rumah mempelai wanita. Sebelum dan sesudah akad nikah ada beberapa tradisi adat yang dilaksanakan seperti mengantar tanda, hantaran belanja, tepuk tepung tawar dan sebagainya. 17
50
Selain itu, masyarakat suku Domo juga mengumpulkan dana dari masyarakat untuk membantu biaya pelaksanaan acara pernikahan tersebut.18 Musyawarah dalam rangka membantu biaya pelaksanaan acara pernikahan tersebut masyarakat membantu dengan memberikan sumbangan berupa beras atau bahan makanan serta membantu dengan memberikan sumbangan berupa uang. Orang tua-tua dulu mengatakan dalam baungguok atau mangampuong masyarakat mengumpulkan boghe bapompek-ompek, piti bauang-uang (beras seperempat-seperempat, uang berupiah-rupiah). Selain
itu,
masyarakat
suku
Domo
juga
sering
bergotong-royong
membersihkan kampung halaman dan sebagainya yang dilanjutkan dengan acara makan bersama dengan bekal yang dibawa dari rumah masing-masing. Dalam acara makan bersama tersebut masyarakat, pemuka adat, alim ulama dan pemerintah setempat berkumpul duduk bersama (biasanya diadakan di lapangan atau di balai adat ) dan saling bertukar makanan sesama mereka. Tidak ada tempat yang
ditinggikan untuk dijadikan tempat pemuka adat, alim ulama atau pemerintah setempat. Seluruh masyarakat duduk sama rendah tegak sama tinggi untuk menumbuhkan rasa seiya sekata dan senasip sepenanggungan serta kesamaan dalam diri masyarakat tersebut. Masih banyak lagi tradisi masyarakat suku Domo yang dilakukan bersamasama dan saling membahu antar sesama yang mencerminkan nilai-nilai sosial yang tinggi dan dijaga serta dilestarikan dari generasi ke generasi seterusnya. 18
Sumbangan tersebut dipergunakan oleh keluarga calon mempelai untuk membiayai tradisi adat dan syukuran atau walimah. Sumbangan dari masyarakat tersebut tidak dipergunakan untuk membiayai hantaran terlebih mahar perkawinan.
51
Dalam kehidupan masyarakat suku Domo, ninik mamak dianggap sebagai panutan masyarakat dalam suku Domo ini. Beliaulah yang mengajarkan nilai-nilai luhur kepada anak-kemenakan dan beliau juga yang memberikan contoh hidup beradat dan beragama secara langsung kepada anak-kemenakan. Ninik mamak dijadikan tempat bertanya oleh masyarakat dan pendapat serta perkataannya didengarkan dan dipertimbangkan. Ninik mamak suku Domo mengajarkan kepada masyarakat untuk senantiasa berpegang kepada ketentuan adat, ketentuan agama dan ketentuan negara dalam menjalankan roda kehidupan.19 Demikianlah sikap, kebiasaan, petuah-petuah, tutur kata dan cakap ninik mamak sebagai pemuka adat dijadikan juga menjadi contoh dan pembelajaran bagi anak-kemenakan dan cucu.20 2. Adat Istiadat Ketentuan adat suku Domo menetapkan bahwa masyarakat suku Domo mulai terikat oleh ketentuan adat semenjak ia dilahirkan dari rahim ibunya. Salah satu ketentuan adat yang berlaku ketika si anak dilahirkan adalah pengambilan suku si anak tersebut. Sebagaimana yang telah dipaparkan pada penjelasan sebelumnya bahwa si anak akan mengikuti suku dari ibunya menurut ketentuan adat suku Domo. Walaupun si anak telah terikat oleh ketentuan adat semenjak ia dilahirkan, namun tidak seluruh ketentuan adat wajib dilakukan oleh si anak yang baru dilahirkan. Hal ini dikarenakan si anak belum cakap untuk melakukan perbuatan 19 20
Wawancara Pribadi dengan Datuk Sawir. Siak Hulu, 29 April 2016. Wawancara Pribadi dengan Muhammad Tamrin. Siak Hulu, 21 April 2016.
52
hukum. Sehingga, hanya beberapa ketentuan adat saja yang dapat diterapkan pada si anak tersebut. Katentuan-ketentuan adat yang menjadi kewajiban seorang anak kemenakan (masyarakat) suku Domo, seperti menjaga nama baik suku, mulai dijalankan ketika si anak kemenakan tersebut sudah berakal atau baligh. Dengan demikian, maka seorang anak kemenakan tidak memiliki kewajiban yang mengakibatkan penjatuhan hukuman atas pelanggaran terhadap kewajiban tersebut sebelum ia berakal atau baligh. Pelanggaran terhadap ketentuan adat oleh anak kemenakan yang sudah berakal akan diberikan sanksi oleh ninik mamak melalui musyawarah para pemuka adat, pemuka masyarakat dan si pelanggar ketentuan adat. Musyawarah tersebut membahas seberapa berat pelanggarannya serta membahas penjatuhan sanksi yang akan diberikan kepada si pelanggar ketentuan adat. Musyawarah ini biasanya dilakukan jika si palanggar ketentuan adat melakukan pelanggaran yang dinilai sakral oleh adat, seperti berzina, kawin satu suku, kawin sedarah, dan sebagainya. Jika pelanggaran tersebut dilakukan oleh anak kemenakan yang belum baligh, maka sanksi akan dijatuhkan kepada orang tua si anak karena pada dasarnya mereka adalah orang yang berkewajiban khusus untuk menjaga dan mendidik anak mereka, namun hukuman yang diberikan biasanya tidak seberat sanksi yang diberikan kepada pelanggar yang sudah baligh. Penjatuhan sanksi ini berlaku untuk siapa saja termasuk kepada pemuka adat. Namun sanksi tidak dapat
53
diberikan kepada anak kemenakan yang belum baligh atau kepada anak kemenakan yang tidak sehat akalnya.21 Pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh masyarakat pada dasarnya mendapat sanksi sosial yakni berupa pengucilan, seperti tidak diikutsertakannya dalam pembelajaran dan musyawarah adat. Namun untuk pelanggaran yang dinilai sakral oleh adat atau dalam istilah adat disebut pelanggaran pusako adat, seperti menikah dengan saudara kandung, adat melalui ketetapan nenek moyang menjatuhkan hukuman berupa diantegh nyo ka imbo nan longang, ka lawuik nan lope, ka bukit indak di agie makanan, ka lugha indak diagie minum, inyo tidak dipakai didalam adat istiadat di kampuong dalam nagoghi (diantar dia ke hutan yang sunyi, ke laut lepas, ke bukit tanpa diberikan makanan, ke lembah tidak diberi minum. Dia tidak dipakai dalam ketentuan-ketentuan adat di kampung).22 Selain itu sanksi yang diberikan adalah yang bersangutan tidak dapat dijadikan sebagai pemuka adat atau sebagai ninik mamak serta dinilai oleh masyarakat sebagai orang yang tidak beradat. Penjatuhan sanksi ini diberikan kepada pelanggar hukum adat tersebut yang didahului musyawarah bersama para pemuka adat (ninik mamak) dan masyarakat setempat yang dilakukan di balai adat atau di rumah si pelanggar hukum. Dalam musyawarah tersebut akan ditentukan besarnya nilai pelanggaran tersebut. 23 Suku Domo menempatkan hukum Islam, hukum adat serta hukum yang ditetapkan oleh pemerintah sejajar dan sejalan yang dalam istilah adat disebut tali 21
Wawancara Pribadi dengan Datuk Sawir. Siak Hulu, 29 April 2016. Wawancara Pribadi dengan Datuk Sawir. Siak Hulu, 29 April 2016. 23 Wawancara Pribadi dengan Muhammad Tamrin. Siak Hulu, 21 April 2016. 22
54
bapintegh tigo (tali berpilin tiga). Untuk hukum Islam, suku Domo memiliki nilai tersendiri, yakni sebagai dasar pedoman dalam ketentuan-ketentuan adatnya. Dalam istilah masyarakat disebut adat basondi syarak, syarak basondi Kitabullah (adat bersendi/berpondasi pada syarak, syarak bersendi/berpondasi pada kitabullah), sehingga dalam setiap prilaku masyarakat suku Domo mencerminkan, secara khusus, dua nilai yang dijalankan bersamaan yakni nilai-nilai adat dan nilai-nilai Islam sebagai dasar ketentuan-ketentuan adat suku Domo.24 Dasar pedoman ketentuan adat suku Domo tidak berbentuk tertulis, malinkan aturan atau ketentuan-ketentuan adat yang telah ditetapkan oleh nenek moyang terdahulu yang diturunkan secara turun-temurun hingga saat ini. Ungkapan petuah adat mengatakan, nan la pase dek baikuik, nan la losuo dipakai (yang sudah berbekas/ bertapak diikuti, yang sudah lusuh dipakai). Ketentuan-ketentuan adat
tersebut diturunkan secara turun-temurun kepada anak kemenakan, sehingga ketentuan-ketentuan adat tidak hilang dan dilupakan. Dengan demikian, maka ketentuan-ketentuan adat akan tetap ada dan adat akan tetap hidup. Masyarakat suku Domo belum sanggup untuk menulis ketentuan-ketentuan kewarisan suku Domo maupun ketentuan-ketentuan adat yang lainnya. Masyarakat suku Domo untuk saat ini belum mampu untuk mengumpulkan, menulis, menyusun dan membukukan seluruh ketentuan-ketentuan adat tersebut. Hal ini dikarenakan luasnya cakupan ketentuan-ketentuan adat dalam berbagai aspek prilaku hukum. Pemuka masyarakat suku Domo mengharapkan suatu saat anak kemenakan suku Domo mampu untuk menulis dan membukukan ketentuan-ketentuan adat tersebut 24
Wawancara Pribadi dengan Datuk Sawir. Siak Hulu, 29 April 2016.
55
demi menjaga dan melestarikan ketentuan-ketentuan adat suku Domo yang sudah ada.25 Dalam
berbagai
permasalahan,
baik
permasalahan
perorangan
atau
permasalahan persukuan diselesaikan dengan cara musyawarah yang dipimpin oleh ninik mamak. Dalam penyelesaian permasalahan tersebut akan dicari solusi pemecahan permasalahan itu sampai mendapatkan kata mufakat. Istilah adat menyebutkan tidak ado kusuik nan tidak salosai, tidak ado kowuo tidakkan jonie (tidak ada kusut yang tidak selesai tidak ada keruh yang tidak akan jernih), maksudnya setiap permasalahan pasti ada jalan keluarnya.26 Pergantian ninik mamak atau pemuka adat/ pemangku adat terjadi dalam 3 hal. Pertama, ketika seorang pemangku adat atau ninik mamak telah meninggal dunia. Istilah adat mengatakan, sabolun osong di angket golegh ditinggekan (sebelum keranda diangkat, gelar ditinggalkan). Kedua, seorang ninik mamak akan digantikan jabatan atau gelarnya ketika ninik mamak tersebut mengundurkan diri dan atau tidak sanggup lagi untuk menjalankan kewajibannya sebagai ninik mamak atau pemuka adat/ pemangku adat. Ketiga, pergantian juga dilakukan ketika ninik mamak tersebut melakukan pelanggaran adat terlebih pada pelanggaran pusako adat. Seperti berzina, nikah sedarah, nikah sesuku, membunuh dan sebagainya.27
25
Wawancara Pribadi dengan Muhammad Tamrin. Siak Hulu, 21 April 2016. Wawancara Pribadi dengan Datuk Sawir. Siak Hulu, 29 April 2016. 27 Wawancara Pribadi dengan Muhammad Tamrin. Siak Hulu, 21 April 2016. 26
56
Ada tiga cara yang dilakukan untuk mencari pengganti pemuka adat. Pertama, dengan menjalankan amanah/ wasiat dari almarhum pemuka adat yang akan digantikan kedudukannya tersebut. Kedua, jika pemuka adat yang akan digantikan tersebut tidak meninggalkan wasiat untuk menjatuhkan kedudukannya kepada kemenakan suku Domo atau pemuka adat yang akan digantikan itu melakukan pelanggaran pusako adat sehingga ia diturunkan dari jabatannya sebagai pemuka adat, maka penggantinya akan dipilih dan ditentukan dalam musyawarah para pemuka adat yang lain, pemuka masyarakat. 28 Musyawarah ini dihadiri oleh ninik mamak/pemangku adat yang lain29, saudara kandung dan atau saudara seibu,30 alim ulama dan pejabat/ pemerintah setempat seperti Kepala RT, Kepala RW, Kepala Dusun dan Kepala Desa.31 C. GAMBARAN UMUM KEWARISAN SUKU DOMO 1. Pengertian dan Dasar Hukum Kewarisan Adat Suku Domo Harta warisan dalam adat suku Domo dikenal dengan sebutan pusako (harta waris/pusaka). Kewarisan dalam adat suku Domo adalah proses pembagian harta yang ditinggalkan oleh pewaris baik berupa benda berwujud dan yang tidak berwujud kepada ahli waris melalui musyawarah mufakat para ahli waris. Dengan
28
Ada beberapa syarat: Pertama, ada kemampuan. Kedua, ada ilmunya, baik ilmu agama, adat dan umum. Ketiga, ada di kampung atau dapat ditemui oleh anak kemenakan dan cucu. 29 Ninik mamak dalam suku Domo ada 6 orang. Mereka adalah: Datuk Tumongguong, Datuk Bagindak, Datuk Kuto Marajo, Datuk Muncak, Datuk Paduko, dan Datuk Podo Garang. 30 Saudara seayah tidak diikutsertakan dalam musyawarah tersebut. Hal ini dikarenakan yang akan menjadi ninik mamak haruslah bersuku Domo. Saudara kandung dan saudara seibu merupakan saudara yang memiliki suku yang sama dengan ninik mamak yang akan digantikan jabatannya tersebut karena suku Domo diturunkan dari garis ibu. Dengan demikian, saudara seayah tidak dapat dijadikan pengganti karena tidak bersuku Domo. 31 Wawancara Pribadi dengan Muhammad Tamrin. Siak Hulu, 21 April 2016.
57
demikian, maka yang diwariskan oleh ahli waris bukan hanya sebatas materiil saja, namun immateriil juga diwariskan kepada ahli warisnya. 32 Kewarisan adat suku Domo tidak memiliki dasar atau pedoman secara tertulis. Kewarisan adat suku Domo ini berdasarkan kepada ketentuan adat yang telah ditetapkan oleh ninik mamak yang merupakan penetapan dari nenek moyang suku Domo dalam membagikan harta waris.33 Ketentuan adat yang telah ditetapkan dari dahulu oleh nenek moyang tersebut diajarkan dan diturunkan kepada anak kemenakan dan cucu secara langsung/ lisan dan turun-temurun hingga saat ini. Dengan demikian, maka ketentuan-ketentuan adat dapat terjaga dan dapat dilestarikan. Orang tua-tua mengatakan, nan la pase dek diiku’un, nan la losuo dipakai (yang sudah berbekas/ bertapak diikuti, yang sudah lusuh dipakai). Pepatah ini mengisyaratkan bahwa masyarakat suku Domo mengikuti sesuatu yang sering dilakukan oleh nenek moyang. Hal ini dikarenakan menurut mereka sesuatu yang sering dilakukan sehingga membekas dalam kehidupan masyarakat adalah sesuatu yang akan menimbulkan maslahat.34 2. Rukun dan Syarat Adapun rukun kewarisan menurut suku Domo adalah: a. Adanya Pewaris, Pewaris adalah masyarakat yang mempunyai harta kekayaan dan atau gelar yang akan dibagi-bagikan dan atau diteruskan kepada para ahli waris, 32
Wawancara Pribadi dengan Muhammad Tamrin. Siak Hulu, 21 April 2016. Wawancara Pribadi dengan Datuk Sawir. Siak Hulu, 29 April 2016. 34 Wawancara Pribadi dengan Muhammad Tamrin. Siak Hulu, 21 April 2016. 33
58
sesuai sistemnya.35 Setiap masyarakat yang memiliki harta kekayaan dan atau gelar akan menjadi pewaris manakala ia telah meninggal dunia. Dalam ketentuan kewarisan adat suku Domo, jika pewaris meninggal dunia, harta terebut belum dapat dibagikan kepada ahli waris jika belum sampai waktu yang telah ditetapkan oleh ketentuan adat yang dalam istilah adat disebut sasuda bilang aghi (akan dijelaskan pada pembahasan berikutnya). Selama masa menunggu tersebut, harta warisan pewaris dijaga dan dipegang sementara oleh orang yang dianggap mampu menjaga harta warisan yang dalam istilah adat disebut wali waris, namun wali waris tersebut tidak berhak untuk memanfaatkan warisan tersebut. Biasanya wali waris tersebut adalah anak pewaris yang paling tua atau orang tua pewaris atau orang yang paling dihormati dalam keluarga tersebut.36 b. Adanya Ahli Waris, Ahli waris merupkan sekelompok orang yang menerima harta warisan dari pewaris. Dalam ketentuan kewarisan adat suku Domo, orang yang menjadi ahli waris adalah: a) Anak kandung, b) Orang tua ke atas, c) Anak dari anak kandung (cucu) d) Saudara kandung,
35
Suwardi, Rahman Hendra, dkk, Hukum Adat Melayu Riau, (Pekanbaru: Alaf Riau, 2011), h. 57. 36 Wawancara Pribadi dengan Datuk Sawir. Siak Hulu, 29 April 2016.
59
e) Saudara seayah, f) Saudara seibu, dan g) Sanak Bapak (saudara sepupu dari paman dari garis ayah). Jika ahli waris golongan yang atas masih hidup, maka ahli waris yang lain tidak mendapat bagian dari harta warisan si pewaris. Dalam kewarisan adat suku Domo, jika ada ahli waris (anak pewaris) yang terlebih dahulu meninggal dunia dari pewaris, maka anak si ahli waris tadi tidak dapat menggantikan posisi orang tuanya. Singkat kata, dalam ketentuan kewarisan suku Domo tidak mengenal adanya ahli waris pengganti.37 Apabila seluruh ahli waris masih hidup, maka yang berhak menerima harta warisan hanya anak saja. Namun ini dapat berubah sesuai dengan kebijaksanaan si anak dan disepakati dalam musyawarah.38 c. Adanya Warisan. Warisan adalah harta benda atau gelar yang diwariskan dari pewaris kepada ahli waris. Datuk Lelo Betuah menyebutkan bahwa yang diwariskan bukan hanya sebatas harta benda yang berwujud, namun juga yang tidak berwujud. Harta benda yang berwujud seperti, rumah, tanah, kebun, uang dan sebagainya. Sementara warisan berupa tidak berwujud adalah gelar
37
Ahli waris pengganti adalah ahli waris yang menggantikan posisi ahli waris yang berada di atasnya. Dalam Kompilasi Hukum Islam, ahli waris pengganti dijelaskan dalam Pasal 185 ayat (1) dan ayat (2) yang berbunyi: (1) Ahli waris yang meninggal lebih dahulu dari pada si pewaris maka kedudukannya dapat digantikan oleh anaknya, kecuali mereka yang tersebut dalam Pasal 173. (2) Bagian ahli waris pengganti tidak boleh melebihi dari bagian ahli waris yang sederajat dengan yang diganti. 38 Wawancara Pribadi dengan Muhammad Tamrin. Siak Hulu, 21 April 2016.
60
dalam adat atau gelar pemangku adat. Istilah adat menyebutkan sabolun osong di angket golegh ditinggekan (sebelum keranda diangkat, gelar ditinggalkan). 39 3. Ketentun Kewarisan Adat Suku Domo Ketentuan-ketentuan kewarisan adat suku Domo yang dapat penulis jelaskan, selain penjelasan sebelumnya, adalah sebagai berikut: 1) Bagian/Hak Ahli Waris, 2) Waktu dan Tempat Pembagian, 3) Cara Pembagian, 1) Bagian/ Hak Ahli Waris Kewarisan adat suku Domo menetapkan bahwa Uma sociek tana/kobun sabidang (rumah yang satu dan tanah/kebun yang sebidang) diberikan kepada anak perempuan. Ketentuan ini merupakan ketentuan pokok dari kewarisan adat suku Domo. Anak perempuan mendapat bagian yang telah ditentukan oleh adat berupa bentuk benda yakni rumah yang satu dan tanah/kebun yang sebidang. Harta yang lainnya dibagiakan kepada seluruh anak dari pewaris, termasuk anak perempuan tadi, sesuai dengan keputusan dalam musyawarah para ahli waris. Jika pewaris memiliki anak perempuan lebih dari satu, maka ketentuan uma nan sociok tana nan sabidang tersebut diberikan kepada anak perempuan yang paling bungsu atau yang paling kecil. 40
39 40
Wawancara Pribadi dengan Datuk Sawir. Siak Hulu, 29 April 2016. Wawancara Pribadi dengan Datuk Sawir. Siak Hulu, 29 April 2016.
61
Ada ketentuan lebih lanjut mengenai uma nan sociok tana nan sabidang tersebut, yaitu yang dimaksud uma nan sociok adalah uma tuo/ uma pusako termasuk harta benda yang ada di dalamnya serta halaman rumah pusaka tersebut. Uma tuo/ uma pusako adalah rumah peninggalan dari orang tua. Dijelaskan bahwa rumah itu adalah rumah yang dijadikan oleh orang tua si anak sebagai tempat tinggal yang ditempati dan sebagai rumah utama tempat tinggal orang tua. Biasanya, rumah pusaka tersebut paling besar memiliki luas + 2 sampai 3 borong tanah.41 Sementara tana nan sabidang adalah tanah yang dapat dijadikan ladang atau kebun atau tempat usaha si anak baik berupa tanah kosong maupun berupa ladang atau kebun.42 Ketentuan khusus ini disebabkan suku Domo merupakan suku matrilineal, dimana penurunan suku melalui anak perempuan, sehingga anak perempuan tersebut dianggap sebagai pengembang dan pembesar suku. Selain pertimbangan tersebut, suku Domo juga menimbang kemungkinan-kemungkinan yang akan muncul dikemudian hari yang akan memberatkan perempuan tersebut. Jika anak perempuan tersebut telah menikah dan dikaruniai anak sementara suami mereka meninggal dunia atau meninggalkan mereka, maka anak perempuan tersebut akan kesulitan untuk mencari nafkah untuk merawat dan membesarkan anaknya. Dengan demikian maka nenek moyang mengantisipasi kemungkinan tersebut dengan memberikan pengkhususan kepada anak perempuan dengan harapan jika hal tersebut terjadi, anak perempuan tersebut dapat melanjutkan kehidupannya dan dapat mengasuh dan membesarkan anak mereka sebagai tanggung jawab 41 42
Satu borong tanah berukuran 15 x 15 m2. Wawancara Pribadi dengan Muhammad Tamrin. Siak Hulu, 21 April 2016.
62
mereka sebagai orang tua. Dengan demikian, suku Domo sangat menjaga anak perempuan, sehingga diberilah harta lebih melalui kewarisan ini untuk menyejahterakan mereka.43 Selanjutnya, dalam ketentuan kewarisan menurut suku Domo, lebih harta dari rumah yang satu dan tanah yang sebidang tersebut diberikan dan dibagi kepada seluruh anak pewaris termasuk anak perempuan dan atau anak perempuan bungsu yang mendapatkan bagian rumah yang satu dan tanah yang sebidang tadi sesuai dengan hasil musyawarah mufakat para ahli waris. Pembagian tersebut dapat berupa pembagian bagi rata atau tidak, melihat kebutuhan dari tiap-tiap ahli waris dan melihat kesepakatan dalam musyawarah tersebut. Jika pewaris tidak memiliki anak perempuan, maka rumah tua/ pusaka dan tanah yang sebidang tersebt digabungkan kedalam harta warisan yang lainnya. Sehingga seluruh harta tersebut dibagi rata kepada seluruh ahli waris yang mendapat bagian dalam ketentuan kewarisan adat suku Domo.44 Selain ketentuan rumah yang satu dan tanah yang sebidang tersebut, ada ketentuan lain, yakni harta salah satu orang tua yang meninggal tidak dapat langsung diberikan kepada anak atau kepada ahli waris yang berhak menerimanya menurut ketentuan kewarisana adat suku Domo, namun harta tersebut dipegang dan dikuasai serta dapat dimanfaatkan oleh orang tua yang masih hidup. Orang tua memiliki kewajiban untuk menghidupi dan membiayai kebutuhan anak
43 44
Wawancara Pribadi dengan Datuk Sawir. Siak Hulu, 29 April 2016. Wawancara Pribadi dengan Muhammad Tamrin. Siak Hulu, 21 April 2016.
63
mereka. Hal inilah salah satu alasan harta tersebut dipegang, dikuasai dan dimanfaatkan oleh orang tua yang masih hidup.45 2) Waktu dan Tempat Pembagian Pembagian harta warisan dalam kewarisan Islam dapat dilakukan setelah memakamkan jenazah dan melepaskan seluruh kewajiban yang harus dibayar seperti hutang dan sbeagainya. Namun dalam ketentuan adat suku Domo, harta warisan tidak dapat diberikan kepada ahli waris. Hal ini berlaku untuk seluruh lapisan masyarakat suku Domo yang memiliki harta warisan, baik sudah berkeluarga ataupun belum berkeluarga. Harta warisan hanya dapat dibagikan kepada ahli waris jika pasangan pewaris (suami atau istri) juga telah meninggal dunia. Jika salah satu dari pasangan suami istri ini masih hidup, maka harta warisan tersebut tidak dapat dibagikan kepada ahli warisnya. Ketentuan ini berlaku untuk masyarakat suku Domo yang telah berkeluarga.46 Jika pasangan si pewaris juga telah meninggal dunia, harta tersebut juga belum bisa diberikan kepada ahli waris, namun ada sela waktu yang ditentukan oleh adat yakni selepas hari kamis yang kelima terhitung dari hari kematian pewaris.47 Suku Domo mengenal hal ini dengan nama abi bilang aghi (sehabis bilangan hari) yang dalam istilah adat dikenal tungku sajoghang48. Ketentuan ini
45
Wawancara Pribadi dengan Muhammad Tamrin. Siak Hulu, 21 April 2016. Wawancara Pribadi dengan Datuk Sawir. Siak Hulu, 29 April 2016. 47 Wawancara Pribadi dengan Muhammad Tamrin. Siak Hulu, 21 April 2016. 48 Tungku adalah tempat untuk menanak nasi dan memasak. Sajoghang dapat diartikan nasi yang telah selesai ditanak/ dimasak atau lauk-pauk yang sudah matang. Istilah tungku 46
64
berlaku untuk pewaris yang sudah berkeluarga ataupun belum berkeluarga. Jika pewaris sudah berkeluarga, maka harta warisan dibagikan kepada ahli waris setelah bilang aghi dari kematian pasangan pewaris yang menguasai harta pewaris. Jika pewaris belum berkeluarga, harta tersebut dibagikan hanya setelah abi bilang aghi.49 Tempat pembagian harta warisan ini adalah uma tuo yang dijadikan sebagai harta warisan yang diberikan kepada anak perempuan atau anak perempuan yang paling bungsu. Jika pewaris tidak memiliki uma tuo, maka pembagian dilakukan di rumah saudara yang dituakan atau rumah ahli waris yang dituakan yang menjadi wali waris para ahli waris. Jika tidak, maka pembagian dilakukan di balai adat suku Domo. Namun biasanya dilakukan di uma tuo atau wali waris.50 3) Cara Pembagian Cara pembagian harta warisan dalam ketentuan kewarisan suku Domo melalui jalan kekeluargaan dan kekerabatan yakni dengan bermusyawarah. Ahli waris berkumpul dan bermusyawarah untuk mencari kata mufakat dalam membagikan harta warisan. Dalam istilah masyarakat suku Domo dikenal dengan baombuok. Hal ini dilakukan agar seluruh ahli waris merasa senang, merasa puas dan tidak merasa cemburu antar sesama ahli waris.51
sajoghang dalam kewarisan suku Domo memiliki makna bahwa pembagian harta warisan dilakukan pada waktu yang tepat. Waktu yang tepat disini bermakna dalam tenggang waktu yang cukup lama tersebut para ahli waris sudah mengeluarkan kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi, seperti membayarkan hutang pewaris dan sebagainya, dan masa berkabung keluarga sudah dilewati. 49 Wawancara Pribadi dengan Muhammad Tamrin. Siak Hulu, 21 April 2016. 50 Wawancara Pribadi dengan Muhammad Tamrin. Siak Hulu, 21 April 2016. 51 Wawancara Pribadi dengan Muhammad Tamrin. Siak Hulu, 21 April 2016.
65
Musyawarah tersebut dilakukan di rumah tua, atau di rumah wali waris, atau di balai adat, malihat situasi dan kondisi, tapi pada umumnya musyawarah pembagian harta warisan tersebut dilakukan di rumah tua. Musyawarah tersebut diawasi, dipimpin dan diputuskan oleh ninik mamak atau pemuka adat. Dalam musyawarah tersebut, selain para ahli waris yang telah disebutkan pada pembahasan sebelumnya, ninik mamak juga mendatangkan alim ulama dan pemuka masyarakat.52 Dalam musyawarah tersebut, ninik mamak berperan untuk memberikan pembelajaran dan penjelasan kepada ahli waris berkenaan dengan ketentuanketentuan kewarisan menurut adat suku Domo.53 Sementara itu, alim ulama berperan memberikan penjelasan kepada para ahli waris berkenaan dengan kewarisan Islam. Setelah pemuka adat dan alim ulama memberikan penjelasan mengenai kewarisan menurut adat dan kewarisan Islam, pemuka adat memberikan kebebasan kepada para ahli waris untuk memilih menggunakan kewarisan adat suku Domo atau kewarisan Islam. Jika ahli waris memilih menggunakan kewarisan adat, maka ahli waris akan bermusyawarah untuk membagi harta warisan. Dalam musyawarah tersebut, seluruh ahli waris akan berembuk untuk membagikan harta warisan. Jika ada ahli waris yang menurut ketentuan adat tidak mendapatkan bagian karena terhalang oleh ahli waris yang lain, seperti orang tua ahli waris yang terhalang oleh anak pewaris yang ingin mendapat bagian dari harta warisan pewaris, dapat mengajukan permohonan kepada anak pewaris untuk diberikan bagian dari harta warisan karena anak merupakan ahli waris yang 52 53
Wawancara Pribadi dengan Datuk Sawir. Siak Hulu, 29 April 2016. Wawancara Pribadi dengan Datuk Sawir. Siak Hulu, 29 April 2016.
66
menghijab seluruh ahli waris yang lain dan ia yang memiliki hak penuh terhadap harta warisan tersebut. Dengan demikian, maka penuntutan bagian harta warisan diluar musyawarah tidak akan ditanggapi. Namun belum ditemukan adanya kasus yang demikian terjadi di masyarakat suku Domo di Kecamatan Siak Hulu, kabupaten Kampar-Riau ini.54 Hasil musyawarah para ahli waris, biasanya, ada dua bentuk. Pertama, membagi rata seluruh harta warisan kepada ahli waris yang memiliki hak atas harta warisan tersebut. Kedua, memberikan bagian yang lebih kepada ahli waris yang memiliki pengahasilan yang kurang. Namun dapat dikatakan hampir seluruh hasil musyawarah tersebut adalah dengan membagi rata harta warisan (sisa harta dari rumah yang satu dan tanah sebidang yang diberikan kepada anak perempuan atau anak perempuan bungsu) kepada ahli waris yang berhak.55 Jika pewaris memiliki istri lebih dari satu orang, maka masing-masing istri memiliki hak untuk memegang, menguasai dan memanfaatkan harta warisan pewaris terhitung dari ia menikah dengan pewaris. Istri tua memiliki bagian atas harta yang didapat suami (pewaris) semasa pernikahan dengan madunya (istri kedua, ketiga, dan keempat). Untuk anak pewaris mendapatkan harta warisan yang pegang, dikuasai dan dimanfaatkan oleh ibu kandung mereka. 56 Lebih lanjut, penulis memaparkan sebuah contoh sederhana sebagai berikut:
54
Wawancara Pribadi dengan Muhammad Tamrin. Siak Hulu, 21 April 2016. Wawancara Pribadi dengan Muhammad Tamrin. Siak Hulu, 21 April 2016. 56 Wawancara Pribadi dengan Muhammad Tamrin. Siak Hulu, 21 April 2016. 55
67
Diketahui : Dayat memiliki 4 Orang Istri yakni Desi, Julhijah, Dian dan Lina. Dari masing-masing istri, Dayat dikaruniai 2 orang anak laki-laki. Semasa bujangan, Dayat memiliki harta bawaan sebesar Rp. 20.000.000,-. Semasa pernikahan Dayat dengan Desi hingga Dayat menikah dengan Maya, Dayat mengumpulkan harta senilai Rp. 12.000.000,-. Semasa pernikahan Dayat dengan Maya hingga Dayat menikah dengan Dian, Dayat mengumpulkan harta senilai Rp. 10.000.000,-. Semasa pernikahan Dayat dengan Dian hingga Dayat menikah dengan Lika, Dayat mengumpulkan harta senilai Rp. 9.000.000,-. Semasa perkawinan Dayat dengan Lika hingga Dayat meninggal dunia, dayat mengumpulkan harta senilai Rp. 8.000.000,-. Ditanya : 1. Berapa besar harta warisan yang dipegang, dikuasai dan dimanfaatkan oleh Desi, Maya, Dian dan Lika? 2. Berapa bagian yang diterima oleh masing-masing anak pewaris? Jawab :
1. Besar harta warisan yang dipegang, dikuasai dan dimanfaatkan oleh istri-istri pewaris
68
a. Desi 1) Harta bawaan pewaris 2) Harta
perkawinan
20.000.000 : 4 =
5.000.000
semasa
pernikahan
12.000.000
semasa
pernikahan
semasa
pernikahan
9.000.000 : 3 = 3.000.000
semasa
pernikahan
8.000.000 : 4 =
dengan pewaris 3) Harta
perkawinan
10.000.000 : 2 =
5.000.000
pewaris dengan Maya 4) Harta
perkawinan
pewaris dengan Dian 5) Harta
perkawinan
2.000.000
pewaris dengan Lika Total
Rp. 27.000.000,-
b. Julhijah 1) Harta bawaan pewaris 2) Harta
perkawinan
20.000.000 : 4 =
5.000.000
semasa
pernikahan
10.000.000 : 2 =
5.000.000
semasa
pernikahan
9.000.000 : 3 =
3.000.000
semasa
pernikahan
8.000.000 : 4 =
2.000.000
dengan pewaris 3) Harta
perkawinan
pewaris dengan Dian 4) Harta
perkawinan
pewaris dengan Lika Total
Rp. 15.000.000,-
c. Dian 1) Harta bawaan pewaris 2) Harta perkawinan semasa pernikahan
20.000.000 : 4 =
5.000.000
9.000.000 : 3 =
3.000.000
69
dengan pewaris 3) Harta perkawinan semasa pernikahan
8.000.000 : 4 =
2.000.000
pewaris dengan Lika Total
Rp. 10.000.000,-
d. Lina a. Harta bawaan pewaris b. Harta perkawinan semasa pernikahan
20.000.000 : 4 =
5.000.000
8.000.000 : 4 =
2.000.000
dengan pewaris Total
Rp. 7.000.000,-
2. Bagian yang diterima oleh masing-masing anak pewaris a. Anak yang dilahirkan oleh Desi masing-masing mendapatkan: (harta warisan yang dipegang oleh Desi : jumlah anak yang dilahirkan Desi) 27.000.000 : 2 = Rp. 13.500.000,b. Anak yang dilahirkan oleh Julhijah masing-masing mendapatkan: 15.000.000 : 2 = Rp. 7.500.000,(harta warisan yang dipegang oleh Maya : jumlah anak yang dilahirkan Maya) c. Anak yang dilahirkan oleh Dian masing-masing mendapatkan 10.000.000 : 2 = Rp. 5.000.000,(harta warisan yang dipegang oleh Dian: jumlah anak yang dilahirkan Dian) d. Anak yang dilahirkan oleh Lina masing-masing mendapatkan 7.000.000 : 2 = Rp. 3.500.000,(harta warisan yang dipegang oleh Lika : jumlah anak yang dilahirkan Lika)
70
Jika dalam musyawarah mufakat tersebut tidak ditemukan kata mufakat, maka, biasanya, ninik mamak memutuskan untuk menggunakan kewarisan Islam, baik diselesaikan dengan panduan alim ulama atau orang yang ahli dalam kewarisan Islam dan dipercayai oleh ahli waris, maupun penyelesaian di Pengadilan Agama. Bak kata pepatah tidak ado kusuik nan tidak salosai, tidak ado kowuo tidakkan jonie (tidak ada kusut yang tidak selesai tidak ada keruh yang tidak akan jernih). Hal ini disebabkan adat berlandaskan kepada aturan agama yang dalam istilah adat dikenal adat basondin syarak, syarak basondin Kitabullah (adat berendi/berlandaskan syarak, syarak bersendi/berlandaskan Kitabullah).57 Dalam ketentuan adat suku Domo, jika ahli waris tidak ingin menyelesaikan pembagian harta warisan melalui tata cara yang ditetapkan oleh adat yakni musyawarah, maka ninik mamak akan menjatuhkan hukuman kepada ahli waris terutama kepada wali waris, maka dia dikatakan oleh orang banyak sebagai orang yang tidak beradat. Tentunya dia tidak pantas untuk dijadikan sebagai pemangku adat di kampung. Sebagai mana pepatah mengatakan, sala batimbang utang babayigh (salah menimbang, hutang dibayar).58 Berikut contoh kasus kewarisan lain yang diselesaikan dengan kewarisan adat suku Domo guna mempermudah dan memperjelas dalam memahami kewarisan suku Domo. Contoh dengan hasil musyawarah adalah seluruh harta warisan diuangkan dan dibagi rata kepada seluruh ahli waris yang berhak menerima warisan. 57 58
Wawancara Pribadi dengan Muhammad Tamrin. Siak Hulu, 21 April 2016. Wawancara Pribadi dengan Muhammad Tamrin. Siak Hulu, 21 April 2016.
71
Seorang masyarakat suku Domo yang bernama meninggal dunia. Pewaris meninggalkan 1 orang istri, 1 orang ayah, 1 orang ibu, 5 orang anak (anak pertama perempuan, anak kedua dan ketiga laki-laki, anak keempat dan kelima perempuan). Pewaris meninggalkan harta berupa 3 buah rumah, masing-masing rumah
senilai
Rp.
250.000.000,-,
5
buah
mobil,
tiap
mobil
senilai
Rp.100.000.000,-, 3 buah sepeda motor, tiap motor senilai Rp. 7.000.000,-, 4 bidang tanah, tiap bidang tanah senilai Rp. 200.000.000,-, dan uang tabungan sebesar Rp. 500.000.000,-. Keluarga besar ingin membagi harta warisan menurut kewarisan adat suku Domo. Siapa saja yang mendapat bagian harta warisan dan berapa besar bagian yang didapat? Penyelesaian: 1 istri 1 ayah Ahli waris
1 ibu 2 anak laki-laki 3 orang perempuan
Diketahui
Harta warisan
3 rumah
@ 250.000.000
5 mobil
@ 100.000.000
3 sepeda motor
@ 7.000.000
4 bidang tanah
@ 200.000.000
Uang Rp. 500.000.000,Ditanya
1. Siapa saja yang berhak mendapatkan harta warisan?
500.000.000
72
2. Berapa bagian yang didapat oleh tiap-tiap ahli waris yang berhak menerima warisan? 1. Ahli waris yang berhak untuk menerima warisan dalam kasus ini tidak ada. Dikarenakan pasangan pewaris/ istri pewaris masih hidup. Jika istri masih hidup, maka seluruh harta pewaris dipegang, dikuasai dan dimanfaatkan oleh istri pewaris. Jika istri pewaris sudah meninggal dunia, maka ahli waris yang memiliki hak untuk mendapatkan harta warisan pewaris adalah 2 anak laki-laki dan 3 anak perempuan. 2. Berapa bagian yang didapat oleh tiap-tiap ahli waris yang berhak menerima warisan a. Anak perempuan bungsu mendapatkan 1 rumah (rumah tua/ Jawab
pusaka) dan 1 bidang tanah. (ketentuan kewarisan adat suku Domo) Dengan demikian, maka harta warisan yang tersisa adalah: 1) 2 rumah (1 rumah untuk
@ 250.000.000
500.000.000
2) 5 mobil
@ 100.000.000
500.000.000
3) 3 sepeda motor
@ 7.000.000
4) 4 bidang tanah
@ 200.000.000
800.000.000
500.000.000
500.000.000
anak perempuan)
5) Uang Rp. 500.000.000,-
Total
21.000.000
Rp. 2.321.000.000
73
2.321.000.000 : 5 = 464.200.000 (sisa harta : jumlah ahli waris)
Jadi, bagian masing-masing ahli waris yang berhak menerima harta warisan adalah: 1. Anak perempuan bungsu/ anak kelima:
a. Rumah tua/ pusaka b. Tanah satu bidang c. Rp. 464.200.000,-
2. Anak pertama, kedua, ketiga dan keempat: a.
Rp. 464.200.000,-
BAB IV KEWARISAN MASYARAKAT SUKU DOMO DITINJAU DARI KEWARISAN ISLAM A. PEMAHAMAN
MASYARAKAT
SUKU
DOMO
TERHADAP
KEWARISAN ISLAM DAN PENERAPANNYA Kewarisan Islam merupakan bagian dari ketentuan-ketentuan agama Islam yang tidak semua orang dapat menguasainya. Walaupun demikian, kewarisan Islam merupakan ketentuan agama yang harus dilaksanakan dan menjadi wajiban bagi umat muslim. Pada umumnya, masyarakat memahami kewarisan Islam sebatas ketentuan agama yang hanya diketahui oleh para ustad dan santri saja. Demikian juga dengan masyarakat suku Domo, tidak seluruh lapisan masyarakat memiliki pemahaman yang mendalam berkenaan dengan kewarisan Islam.1 Pemahaman kewarisan Islam masyarakat suku Domo di Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar-Riau dapat dijelaskan melalui poin-poin berikut: 1. Kewarisan merupakan ketentuan syariat. Masyarakat suku Domo menyadari bahwa perintah-perintah yang Allah SWT sampaikan dalam Alquran dan sunnah Nabi merupakan suatu kewajiban yang harus dijalankan. Masyarakat juga memahami bahwa kewarisan Islam merupakan ketetapan Allah SWT yang dijelaskan dalam Alquran yang menjadi pedoman utama umat muslim. Selain penjelasan yang tercantum
1
Wawancara Pribadi dengan Sumissri. Siak Hulu, 17 April 2016.
74
75
dalam Alquran, tercantum dalam Alquran, masyarakat suku Domo juga mengetahui bahwa kewarisan Islam juga dijelaskan dalam hadis Nabi Muhammad SAW. Masyarakat suku Domo
memahami bahwa mereka
memiliki kewajiban untuk menjalankan perintah Allah SWT, tidak terkecuali kewarisan Islam, disebabkan mereka adalah masyarakat beradat yang memeluk agam Islam.2 2. Pemahaman terhadap pengertian, dasar hukum, rukun dan syarat kewarisan. Secara umum, masyarakat suku Domo yang pernah mempelajari kewarisan Islam mengerti maksud dari kewarisan Islam. Mereka memaknai kewarisan sebagai suatu tata cara pembagian harta warisan yang ditinggalkan oleh pewaris sesuai dengan ketetapan yang telah dijelaskan dalam Alquran dan hadis Nabi. Masyarakat suku Domo mengetahui bahwa kewarisan Islam berlandaskan Alquran dan hadis Nabi sebagai pedoman kehidupan umat Islam. Pemahaman masyarakat suku Domo tentang rukun kewarisan cukup baik, mereka mengetahui bahwa kewarisan terjadi jika ada yang mewariskan harta, yakni orang yang meninggalkan harta ketika ia meninggal dunia, adanya ahli waris, yakni orang yang menerima harta warisan, dan adanya harta yang diwariskan, yakni harta yang akan diberikan kepada ahli waris, mereka tidak mengetahui adanya harta bersama. Namun, banyak masyarakat yang tidak dapat menyebutkan siapa saja yang menjadi ahli waris secara keseluruhan.
2
Wawancara Pribadi dengan Muhammad Tamrin. Siak Hulu, 21 April 2016.
76
Mereka hanya mengetahui suami/istri, anak, orang tua, saudara dan sanak bapak. Singkat kata, mereka hanya mengetahui ahli waris menurut kewarisan adat suku Domo. Pemahaman masyarakat tentang syarat kewarisan hanya sebatas wafatnya pewaris, hidupnya ahli waris dan adanya harta warisan. Masyarakat suku Domo, secara umum, tidak mengetahui dan tidak dapat menyebutkan bunyi dasar hukum kewarisan Islam, baik yang terdapat dalam Alquran maupun maupun hadis. Bahkan banyak dari masyarakat suku Domo yang tidak dapat menyebutkan ayat dan surat yang menjadi dasar kewarisan dalam Alquran. 3. Pemahaman sebab-sebab dan penghalang kewarisan. Kebanyakan masyarakat suku Domo memahami penyebab terjadinya kewarisan itu adalah sebab hubungan darah dan pernikahan. Hubungan memerdekakan budak dan hubungan agama, masyarakat awam tidak memahaminya. Pemahaman penghalang kewarisan yang paling banyak disebutkan oleh masyarakat suku Domo adalah murtad dan perceraian. Untuk penyebab yang lainnya, mereka tidak mengetahuinya. 4. Macam-macam ahli waris dan bagian masing-masing. Macam-macam ahli waris yang dipahami oleh masyarakat suku Domo, secara umum, adalah ahli waris yang ditetapkan bagiannya. Untuk „ashabah, tidak semua masyarakat suku Domo yang mengetahui dan memahami maksud dari „ashabah ini. Pemahaman masyarakat tentang bagian yang didapat oleh ahli waris bisa dikatakan sangat minim. Masyarakat, secara umum, hanya mengetahui bahwa anak laki-laki mendapatkan bagian yang
77
lebih besar dari anak perempuan, yakni dengan perbandingan 2:1. Untuk hak yang didapat oleh dzawil furudh, mereka hanya mengetahui bahwa pemberian hak tersebut hanya dalam bentuk pecahan, namun mereka tidak dapat menyebutkan besarnya bagian-bagian tersebut, terlebih jika ditanyakan berapa besar hak yang didapat oleh salah satu dan atau seluruh ahli waris yang ada. Mereka juga tidak mngetahui hijab-mahjub yang ada dalam kewarisan Islam. Gambaran pemahaman masyarakat suku Domo terhadap kewarisan Islam di atas mendeskripsikan bahwa masyarakat suku Domo secara umum hanya memahami garis-garis dasar dari kewarisan. Dengan pemahaman yang kurang dalam tersebut, mereka tidak dapat menyelesaikan pembagian harta warisan dengan menggunakan kewarisan Islam jika tidak dipandu dan tuntun oleh orang yang memiliki pemahaman kewarisan Islam yang mendalam. Pemahaman mendasar di atas menyebabkan masyarakat suku Domo tidak memahami kewarisan Islam secara mendalam. Selain itu ada beberapa faktor penyebab pemahaman kewarisan Islam yang kurang mendalam. Adapun faktorfaktor tersebut adalah sebagai berikut: 1. Tidak mendapatkan pembelajaran secara khusus dibangku pendidikan. masyarakat suku Domo lebih dominan melanjutkan jenjang pendidikan ke sekolah-sekolah umum yang tidak mengajarkan kewarisan Islam secara mendalam dibandingkan melanjtkan pendidikan ke sekolah-sekolah yang mendalami ilmu agama secara khusus.
78
2. Orang tua yang tidak mampu memasukkan anaknya ke sekolah-sekolah agama yang mempelajari ilmu agama secara umum maupun ilmu kewarisan secara khusus. Sehingga, anak mereka dimasukkan ke sekolah umum yang lebih mengutamakan ilmu-ilmu umum. 3. Kurangnya minat masyarakat suku Domo untuk mendalami ilmu kewarisan Islam. 4. Masyarakat yang beranggapan bahwa kewarisan Islam merupakan ilmu yang sulit untuk dipelajari dan dipahami. 5. Para da’i/ ustadz ataupun santri yang tidak membahas kewarisan Islam secara rinci dalam pengajian-pengajian. 6. Ketidakcakapannya pemahaman kewarisan Islam para guru MDA dan TPA di lingkungan
Kecamatan
Siak
Hulu,
Kabupaten
Kampar-Riau
yang
mengakibatkan tidak tersampaikannya ilmu kewarisan Islam kepada muridmurid dengan baik dan utuh. 7. Masyarakat suk Domo di Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar-Riau hidup dilingkungan yang kental dengan ketentuan adatnya. Sehingga masyarakat hanya memahami ketentuan adat dengan baik. 8. Masyarakat yang lebih mengutamakan ilmu umum untuk mendapatkan pekerjaan yang baik di masa depan menjadi salah satu faktor penyebab kurangnya peminat untuk mendalami ilmu kewarisan Islam. Tidak sedikit masyarakat suku Domo yang tidak dapat membedakan antara kewarisan Islam dengan kewarisan adat. Bahkan dapat dikatakan sebagian besar masyarakat awam suku Domo menganggang kewarisan adat suku Domo sesuai
79
atau sama dengan kewarisan Islam mengingat salah satu falsafah suku Domo ini adalah adat bersendi kepada syariat, syariat bersendi kepada Kitabullah.3 Berbagai faktor penyebab kurang dalamnya pemahaman masyarakat suku Domo terhadap kewarisan Islam, tidak menutup kemungkinan ada masyarakat suku Domo yang memiliki pemahaman kewarisan Islam yang cukup dan mendalam. Mereka adalah masyarakat suku Domo yang menimba ilmu di sekolah-sekolah yang berbasis dan mendalami ilmu agama seperti pondok pesantren dan mereka yang sering bertanya dan belajar kepada alim ulama atau para ustad yang ada di sekitar wilayah tempat tinggal mereka.4 Penerapan kewarisan Islam dalam kewarisan adat suku Domo tercermin dari beberapa hal. Pertama, ketentuan adat menetapkan bahwa untuk membagikan harta warisan pewaris harus dilakukan dengan jalan yang mengedepankan perdamaian, kekeluargaan dan kerelaan dengan jalan musyawarah mufakat para ahli waris. Masyarakat suku Domo memahami bahwa musyawarah merupakan ajaran agama Islam, sehingga dalam kewarisan adat suku Domo tersebut tercermin nilai-nilai kewarisan Islam yakni terletak pada musyawarah mufakat ahli waris tersebut. Kedua, kewarisan Islam diterapkan ketika ahli waris memilih kewarisan Islam sebagai jalan untuk membagikan harta warisan. Ketiga, kewarisan Islam diterapkan ketika tidak tercapai kata mufakat para ahli waris dalam musyawarah pembagian harta warisan.
3 4
Wawancara Pribadi dengan Sumissri. Siak Hulu, 17 April 2016. Wawancara Pribadi dengan Muhammad Tamrin. Siak Hulu, 21 April 2016.
80
Setiap ketentuan adat, tersisipkan nilai-nilai ajaran Islam di dalamnya. Dalam kewarisan Islam, ajaran-ajaran agama dapat dilihat dari beberapa hal berikut: Pertama. Pada pembahasan sebelumnya telah dipaparkan bahwa pembagian harta warisan dilakukan dengan cara musyawarah mufakat para ahli waris yang dipimpin oleh ninik mamak dan dihadiri oleh alim ulama. Dalam musyawarah tersebut, alim ulama memberikan penjelasan mengenai kewarisan Islam, termasuk bagian yang diterima seluruh ahli waris secara kewarisan Islam. Hal ini menjelaskan bahwa dalam musyawarah tersebut telah ditetapkan ahli waris serta bagiannya sesuai dengan ketentuan Islam. Dalam arti kata dalam musyawarah tersebut telah dilangsungkan kewarisan Islam, namun belum dijalankan. Kewarisan Islam tersebut dijalankan jika ahli waris memilih kewarisan Islam sebagai jalan untuk membagikan harta warisan atau ketika tidak mencapai kata mufakat dalam musyawarah tersebut. Kedua. Pembagian harta warisan adat suku Domo yang mengedepankan kekeluargaan memilih musyawarah mufakat sebagai proses untuk membagi harta warisan kepada ahli waris. Dalam Islam, musyawarah merupakan suatu ajaran agama untuk menyelesaikan permasalahan. Sehingga, untuk membagikan harta waris yang dapat menimbulkan pertikaian antar ahli waris maka diperlukanlah musyawarah sebagai jalan untuk menghindari pertikaian tersebut. Ketiga. Dalam setiap musyawarah, tidak seluruhnya mencapai kata mufakat. Untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, ketentuan adat menetapkan untuk kembali kepada ketentuan agama. Dengan demikian, pembagian harta warisan
81
menggunakan kewarisan Islam laksanakan jika tidak tercapai kata mufakat dalam musyawarah para ahli waris tersebut.5 Datuk Lelo Batuah mengatakan bahwa dalam ketentuan adat suku Domo, ketentuan adat, agama dan negara harus dijalankan secara beriringan. Jika ketiga ketentuan ini tidak dijalankan secara beriringan maka akan mengakibatkan kepincangan dalam ketentuan adat tersebut. Adat menyebutkan hal ini dengan istilah tali bapinte tigo (tali berpilin tiga).6 B. KEWARISAN MASYARAKAT SUKU DOMO DITINJAU DARI KEWARISAN ISLAM Dalam kajian ushul fiqh, terdapat kajian mengenai „urf yang mencerminkan kajian tentang hukum adat. Al „urf adalah apa yang saling diketahui dan saling dijalankan orang berupa perkataan, perbuatan ataupun meninggalkan kebiasaan dan dinamakan adat.7 Al-„urf dapat dibedakan ke dalam dua bentuk yaitu al-„urf sahih yang berarti adat kebiasaan di masyarakat yang tidak bertentangan dengan syariat Islam dan membawa maslahat bagi umat, dan al-„urf fasid yaitu kebiasaan di masyarakat yang bertentangan dengan syariat Islam yang menimbulkan mafsadat (kerusakan) bagi umat.8
5
Wawancara Pribadi dengan Muhammad Tamrin. Siak Hulu, 21 April 2016. Wawancara Pribadi dengan Datuk Sawir. Siak Hulu, 29 April 2016. 7 Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqh, (Kairo: Dar Al-Kautyuatiyah, 1959), h.89. 8 Muhammad Abu Zahra, Ushul Al-Fiqh (Kairo: Dar-Fikri), h. 216-217. 6
82
Dari defenisi di atas, maka dapat kita simpulkan bahwa hukum adat dapat dan boleh dijalankan bila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: 1. Tidak bertentangan dengan syariat Islam 2. Membawa maslahat bagi umat 3. Tidak menimbulkan mafsadat (kerusakan) Penulis ingin membahas ketiga syarat tersebut dalam kewarisan adat suku Domo: Pertama, tidak bertentangan dengan syariat Islam. Falsafah hidup yang dipakai oleh suku Domo, adat basodi syarak, syarak basondi Kitabullah, mencerminkan bahwa dalam setiap ketuntuan adat suku Domo memiliki nilai-nilai ajaran Islam. Hal ini tidak terkecuali dalam kewarisan adat suku Domo. Jika dikembalikan kepada falsafah hidup tersebut, maka dapat diartikan bahwa dalam ketentuan kewarisan suku Domo pun memiliki nilai-nilai ajaran Islam. Kewarisan adat suku Domo memiliki persamaan dan perbedaan dengan kewarisan Islam. Untuk lebih jelas, persamaan dan perbedaan kewarisan Islam dengan kewarisan adat suku Domo adalah sebagai berikut :
Dasar hukum
Rukun Syarat
a. b. c. a. b. c. a.
Alquran Hadis Ijma’ Pewaris Ahli waris Harta warisan Matinya pewaris Hidupnya ahli waris
a. Ketentuan adat b. Syariat (kewarisan Islam) a. b. c. a.
Pewaris Ahli waris Harta warisan Matinya pewaris Hidupnya ahli waris
83
b. Hidupnya ahli waris c. Tidak ada hak orang lain dalam harta warisan a. Orang tua b. Anak Ahli Waris c. Saudara/i d. Paman e. Kakek dan Nenek a. Hubungan perkawinan Sebab-Sebab b. Hubungan kekerabatan Terjadinya c. Hubungan Kewarisan memerdekakan budak d. Hubungan agama a. Pembunuhan Penghalang b. Beda agama Kewarisan c. Pembudakan a. 2/3 b. 1/2 c. 1/3 d. 1/4 Besar Bagian e. 1/6 Ahli Waris f. 1/8 g. Ashabah (2:1 antara anak laki-laki dan perempuan) a. Perdamaian ahli waris Cara b. Bagian yang telah Pembagian ditetapkan dalam nash a. Meninggal pewaris Waktu b. Seluruh harta terlepas Pembagian dari hak orang lain selain Kewarisan para ahli waris
b. Hidupnya ahli waris c. Tidak ada hak orang lain dalam harta warisan a. Anak b. Kakek dan nenek c. Cucu d. Saudara d. Sanak bapak a. Hubungan perkawinan b. Hubungan kekerabatan c. Hubungan suku
a. Pembunuhan b. Beda suku a. Rumah tua/ pusaka dan tanah satu bidang diberikan kepada anak perempuan atau anak perempuan bungsu b. Ashabah (tidak ada perbandingan 2:1 antara anak laki-laki dengan anak perempuan) a. Perdamaian ahli waris (musyawarah) b. Kewarisan Islam a. Meninggal pewaris b. Seluruh harta terlepas dari hak orang lain selain para ahli waris c. Sehabis bilang aghi
Berikut contoh pembagian harta warisan yang diselesaikan dengan kewarisan Islam dan kewarisan adat suku Domo: Soal: Seorang pewaris memiliki 3 buah rumah, 3 bidang tanah dan sejumlah uang tabungan sebesar Rp. 100.000.000,- yang seluruhnya didapat dalam masa
84
perkawinan. Pewaris meninggalkan satu orang istri, 1 orang anak laki-laki dan 1 orang anak perempuan. Berapa bagian dan besarnya harta yang didapat oleh masing-masing ahli waris? Diketahui : Ahli waris
: 1 istri, 1 anak laki-laki, 1 anak perempuan
Harta peninggalan : 3 rumah =
Rp. 300.000.000,- (@ Rp. 100.000.000,-)
3 bidang tanah = Rp. 150.000.000,- (@ Rp. 450.000.000,-) Uang Rp. 100.000.000,Total jumlah harta = Rp. 550.000.000,- (harta bersama) Ditanya : Berapa bagian dan besarnya harta yang didapat oleh masing-masing ahli waris? Jawab : A. Kewarisan Islam Harta warisan :
550.000.000 : 2 = 275.000.000
Besar bagian :
Istri = 1/8 Anak = Ashabah (2:1)
Harta yang didapat : Istri : 1/8 X 275.000.000 = Rp. 34.375.000,Anak : 275.000.000 – 34.375.000 = 240.625.000 240.625.000 : 3 = 80.208.333 Anak laki-laki
= 80.208.333 x 2 = Rp. 160.416.666,-
Anak perempuan = 80.208.333 x 1 = Rp. 80.208.333,B. Kewarisan Adat Suku Domo Harta warisan belum dapat dibagikan kepada ahli waris karena pasangan pewaris (istri) masih hidup. Harta warisan dipegang, dikuasai dan dimanfaatkan oleh istri. Harta warisan dapat dibagikan ketika istri telah meninggal dunia. Dengan
85
demikian, maka yang menjadi ahli waris hanyalah 1 anak laki-laki dan 1 anak perempuan. Harta warisan : 3 buah rumah, 3 bidang tanah, dan uang Rp.100.000.000,Bagian yang didapat oleh ahli waris adalah: Ketentuan kewarisan adat suku Domo bahwa anak perempuan atau anak perempuan bungsu mendapatkan satu buah rumah tua/ pusaka/ rumah utama dan satu bidang tanah yang dapat dijadikan kebun. Sisa harta dibagi rata atau dibagi tidak sama rata melihat tingkat ekonomi tiap ahli waris. Pada kasus ini dicontohkan sisa harta dibagi rata kepada seluruh ahli waris. 3 rumah – 1 rumah = 2 rumah : 2 = 1 rumah 3 tanah – 1 tanah = 2 tanah : 2 = 1 tanah 100.000.000 : 2 = 50.000.000 Anak perempuan
: 2 buah rumah (1 rumah pusaka + 1 rumah pembagian warisan) 2 bidang tanah (1 bidang tanah kebun + 1 tanah harta warisan) Rp. 50.000.000,-
Anak laki-laki
: 1 buah rumah 1 bidang tanah Rp. 50.000.000,-
Kedua, Membawa maslahat bagi umat Musyawarah dalam pembagian harta warisan merupakan suatu cara yang digunakan oleh suku Domo untuk mendapatkan maslahat bagi seluruh ahli waris. sistem kewarisan yang mengedepankan kekeluargaan ini bertujuan agar seluruh
86
ahli waris sama-sama merasa senang, merasa puas dan tidak ada yang merasa cemburu antara satu dengan yang lain.9 Ketiga, Tidak menimbulkan mafsadat (kerusakan). Musyawarah merupakan suatu jalan untuk menghindari kerusakan atau mafsadat. Harta warisan dapat menimbulkan permusuhan antar sesama ahli waris. untuk itu, dalam membagikan harta warisan, ketentuan adat suku Domo menetapkan musyawarah sebagai jalan penyelesaian pembagian harta warisan. Dalam musyawarah tersebut, ahli waris diberi kebebasan untuk memilih sistem kewarisan yang ingin dipraktikkan dalam membagikan harta warisan tersebut. Ahli waris bebas memilih untuk menggunakan kewarisan adat atau kewarisan Islam atau bahkan sesuai dengan keputusan mereka. Dengan demikian, maka mafsadat dapat dihindarkan. Dalam Pasal 183 Kompilasi Hukum Islam disebutkan: “Para ahli waris dapat bersepakat melakukan perdamaian dalam pembagian harta warisan, setelah masing-masing menyadari bagiannya.” Pembagian harta warisan dalam kewarisan suku Domo menggunakan musyawarah mufakat para ahli waris untuk menentukan kewarisan yang akan dipakai. Sebelum para ahli waris memilih kewarisan yang akan digunakan oleh para ahli waris, ninik mamak terlebih dahulu memberikan penjelasan tentang kewarisan adat suku Domo dan alim ulama memberikan penjelasan tentang kewarisan Islam kepada ahli waris. Dengan demikian, maka para ahli waris telah
9
Wawancara Pribadi dengan Muhammad Tamrin. Siak Hulu, 21 April 2016.
87
mengetahui besar bagian yang didapat oleh masing-masing ahli waris jika ahli waris memilih untuk menggunakan kewarisan adat dalam pembagian harta warisan pewaris. Selain itu, kewarisan dipakai secara utuh ketika tidak ditemukan kata mufakat dalam musyawarah para ahli waris tersebut. Dari pemaparanpemaparan di atas, jika kita berlandaskan pada Pasal 183 Kompilasi Hukum Islam, maka dapat disimpulkan bahwa kewarisan adat suku Domo dapat digunakan dan dijalankan oleh masyarakat suku Domo.
BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan pembahasan pada bab-bab sebelumnya, maka dapatlah diambil kesimpulan berkenaan dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian skripsi ini. Adapun kesimpulan tersebut adalah: 1. Masyarakat suku Domo pada umumnya memiliki pengetahuan dan pemahaman yang terbatas terhadap kewarisan Islam. Pada umumnya masyarakat suku Domo hanya memahami kewarisan Islam hanya sebatas ketentuan syariat yang bersumberkan Alquran dan hadis Nabi, pembagian dalam bentuk pecahan dan anak laki-laki mendapatkan bagian yang lebih besar darianak perempuan dengan perbandingan 2:1. Bahkan segelintir masyarakat menganggap bahwa kewarisan adat adalah kewarisan Islam. Masyarakat yang memahami kewarisan dengan baik adalah mereka yang mempelajari kewarisan Islam secara khusus seperti para santri dan mahasiswa. Penerapan kewarisan Islam dalam kewarisan adat suku Domo tercermin dari beberapa hal. Pertama, ketentuan adat menetapkan bahwa untuk membagikan harta warisan pewaris harus dilakukan dengan jalan yang mengedepankan perdamaian, kekeluargaan dan kerelaan dengan jalan musyawarah mufakat para ahli waris. Masyarakat suku Domo memahami bahwa musyawarah merupakan ajaran agama Islam, sehingga
88
89
dalam kewarisan adat suku Domo tersebut tercermin nilai-nilai kewarisan Islam yakni terletak pada musyawarah mufakat ahli waris tersebut. Kedua, kewarisan Islam diterapkan ketika ahli waris memilih kewarisan Islam sebagai jalan untuk membagikan harta warisan. Ketiga, kewarisan Islam diterapkan ketika tidak tercapai kata mufakat para ahli waris dalam musyawarah pembagian harta warisan. 2. Kewarisan adat suku Domo jika dilihat sekilas memiliki perbedaan yang menonjol dari kewarisan Islam, seperti pembagian harta yang tidak sesuai dengan kewarisan Islam, waktu pembagian harta warisan, dan sebagainya. Sehingga dapat dikatakan bahwa kewarisan adat suku Domo ini bertentangan dengan syariat sehingga tidak dapat dijalankan oleh masyarakat suku Domo. Namun jika dilihat lebih jauh, kewarisan Islam mengedepankan kerelaan antar ahli waris untuk menghindari perselisihan yang akan timbul akibat harta warisan tersebut dalam musyawarah para ahli waris. Selain itu, para ahli waris diberi kebebasan untuk memilih menggunakan kewarisan Islam atau kewarisan adat. Terakhir, para ahli waris sudah diberitahukan bagian yang mereka dapat dalam kewarisan Islam jika mereka memilih untuk menggunakan kewarisan adat suku Domo. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kewarisan Islam dapat dijalankan oleh masyarakat suku Domo.
90
B. SARAN-SARAN Berdasarkan pembahasan yang telah tertulis dalam skripsi ini, penulis ingin menyampaikan beberapa saran sebagai penutup karya ilmiah ini, yakni: 1. Penulis mengharapkan kepada alim ulama/ tokoh agama dan da’i, santri dan masyarakat yang memahami kewarisan Islam dengan baik, khususnya di Kecamatan Siak Hulu Kabupaten Kampar- Riau, untuk menyampaikan dan memberi pembelajaran ilmu agama dengan sebaik-baiknya kepada masyarakat awam khususnya ilmu kewarisan Islam agar masyarakat lebih memahami kewarisan Islam dengan baik. 2. Penulis mengharapkan kepada seluruh lapisan masyarakat suku Domo di Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar-Riau untuk lebih mendalami pengetahuan ilmu agama, khususnya dalam kewarisan. Karena walau bagaimanapun agama haruslah didahulukan dari pada adat Istiadat.
DAFTAR PUSTAKA
Al-qurán dan Terjemahannya, Departemen Agama RI, (Jakarta: CV. Pustaka AlKautsar), 2000. Abidin, Ibnu, Hasyiyatul Radd al-Mukhtar, (Mesir: Mustafa al-babiy), 1966, cet. VI. Al-Bukhariy, Shahih al-Bukhariy IV, (Kairo: Daar wa Mathba’ al-Sya’biy). Al-Tirmidziy, Abu Isa, al-Jami’u al-Shahih IV, (Kairo: Mustafa al-Babiy), 1938. Anshori, Abdul Ghofur, Hukum Kewarisan Islam di Indonesia, (Yogyakarta: Ekonisia), 2002. Ash Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi, Fiqh Mawaris, (Semarang: Pusaka Rizki Putra), 1999. Az-Zuhaili, Wahbah, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, (Jakarta: Gema Insani), 2011. Basyir, Ahmad Azar, Hukum Waris Islam, (Yogyakarta: UII Press), 2004. Dawud, Abu, Sunan Abi Dawud, (Bairut: Dar al-Fikir), tt, Jilid IV. __________, Sunanu Abi Dawud II, (Kairo: Mustafa al-Babiy), 1952. Effendy, Tenas, Eksistensi Adat Istiadat Kabupaten Kampar Dalam Dinamika Global, (Pekanbaru:), 1999. Hadikusuma, Hilman, Antropologi Hukum Indonesia, (Bandung: PT Alumni), 1996. Husain, Abu Muslim Ibnu Al-Hajjaj Al-Husyairy Al-Naisabury, Shahih Muslim, (Indonesia: Maktabah Daklan, t.th), juz III.
Khallaf, Abdul Wahab, Ilmu Ushul Fiqh, (Kairo: Dar Al-Kautyuatiyah), 1959. Lubis, Suhrawardi K., Komis Simanjuntak, Hukum Waris Islam, (Jakarta: Sinar Grafika), 1999. Ma’luf, Luis, Al-Munjid, (Beirut: Darul Masyrik, Libanon), 2002. Moleong, Lexy J., Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : Remaja Rosda Karya), 2000.
91
92
Muhaimin, Abu Najiyah, Ilmu Waris Metode Praktis Menghitung Warisan dalam Syariat Islam, (Tegal: Ash-Shaf Media), 2007, cet.I. Muhammad, Hasanin Makhluf, al-Mawaritsu fi al-Syari’st al-Islamiyah, (Majelis al-A’la li Syuun al-Diniyah), 1971. Muhibbin, Moh. dan Abdul Wahid, Hukum Kewarisan Islam Sebagai Pembaharuan Hukum Positif di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika), 2009, cet.I. Rachman, Izhar, Lima Kebanggaan Anak Melayu Riau, (Jakarta: Persatuan Masyarakat Riau Jakarta), 2005, cet.I. Rahman, Fatchur, Ilmu Waris, (Bandung : PT Al-Ma’arif), 1975. Ramulyo, M. Idris, Perbandingan Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam dengan Kewarisan Menurut Hukum Perdata (BW), cet.I. Rato, Dominikus, Hukum Perkawinan dan Waris Adat Di Indonesia (Sistem Kekerabatan, Perkawinan dan Pewarisan Menurut Hukum Adat), (Yogyakarta: LaksBang PRESSindo), 2015. Rofiq, Ahmad, Fiqh Mawaris, (Jakarta: Raja Grafindo Persada), 2002. Rusyd, Ibnu, Bidayatul Mujtahid, (Jakarta: Pustaka Imami), 2002, Juz. III. Salman, Otje, Kesadaran Hukum Masyarakat Terhadap Hukum Waris, (Bandung: Alumni), 1993, cet.I. Soekanto, Soerjono, Hukum Adat Indonesi, (Jakarta), 1981. Suwardi, Rahman Hendra, dkk, Hukum Adat Melayu Riau, (Pekanbaru: Alaf Riau), 2011. Syarifuddin, Amir, Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta: Kencana), 2012, cet.IV. Syaukani, Imam, Nailul Authar, (Beirut : Dar Ibn Hazm), 2000. Thalib, Sajuti, Hukum Kewarisan Islam di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika), 2004, cet.VIII. Usman, Suparman dan Yusuf Somawanita, Fiqh Mawaris, (Jakarta: Gaya Media Pratama), 2002, cet.II. W. J. S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka), 1961.
93
Wulansari, Dewi, Hukum Adat Indonesia: Suatu Pengantar, (Bandung: Refika Aditama), 2010. Yin, Robert K., Studi Kasus Desaindan Metode, (Jakarta: Raja Grafindo Persada), 2004. Zahra, Muhammad Abu, Ushul Al-Fiqh (Kairo: Dar-Fikri). Zainuddin, Djedjen dan Mundzier Suparta, Pendidikan Agama Islam Fikih, (Semarang: PT. Karya Toha Putra), 2008, cet.I. Wawancara Pribadi dengan Datuk Sawir, Pemuka Adat Suku Domo Kecamatan Siak Hulu, Siak Hulu: 29 Mei 2016. Wawancara Pribadi dengan Muhammad Tamrin, Alim Ulama Suku Domo, Kecamatan Siak Hulu, Siak Hulu: 21 Mei 2016 . Wawancara Pribadi dengan Sumissri, Masyarakat, Siak Hulu: 17 Mei 2016.
WAWANCARA DENGAN DATUK SAWIR
Jadi ketentuan adat kita laksanakan dan ketentuan agama juga
kalau kita hanya memakai agama tanpa memakai adat, agama akan hancur.
Domo. 6. Pertanyaan
: Apakah sistem kekerabatan suku Domo dan mengapa
: Sistem kekerabatan yang dipakai oleh suku Domo adalah
: Kapankah masyarakat terikat dengan ketentuan adat?
: Masyarakat terikat didalam adat suku Domo semenjak –
: Sanksinya diberikan oleh ninik-mamak (pemuka adat)
longang, ka lawuik nan lope,ka bukit indak di agie makanan, kaluaegh
ninik mamak, jika secara adat dikatakan: diantegh nyo ka imbo nan
melanggar didalam adat atau dalam agama, jika sanksi diberikan oleh
adat. Terutama pelanggaran dalam pernikahan saudara sekandung itu
kepada keponakan yang terutama dalam pelanggaran pusako (sakral/besar)
Jawaban
dan yang akan mengeksekusi sanksi tersebut?
terhadap hukum adat? Jika ada sanksi, siapakah yang menjatuhkan sanksi
: Apa saja sanksi yang diberikan jika terjadi pelanggaran
pandai- anak dilahirkan hingga kita saat ini tetap terikat didalam adat suku
menurut ketentuan dari nenek moyang datuk yang cerdas mamak yang
Jawaban
5. Pertanyaan
tidak kepada ayah (patrilineal), harus kepada ibu.
suku ibu Melayu anak ikut suku Melayu. Jadi kalau sistem kekerabatannya
kepada ibu (matrilineal). jika suku ibu Domo anak ikut suku Domo, kalau
Jawaban
menganut sistem kekerabatan tersebut?
4. Pertanyaan
dilaksanakan hingga seterusnya.
PEMUKA ADAT SUKU DOMO DI DESA BULUH CINA, KECAMATAN
: Sejarah yang dibentuk didalam suku Domo adalah dari
: Bagaimanakah sejarah terbentuknya suku Domo?
SIAK HULU, KABUPATEN KAMPAR-RIAU 1. Pertanyaan Jawaban kecil hingga lanjut usia. Itu ketentuan didalam adat suku Domo, dari kecil hingga usia selanjutnya. Sejarah awal ketentuan adat suku Domo berasal dari datuk nan codiok mamak nan pandai (datuk yang cerdas dan mamak yang pandai-nenek moyang). Itulah sejarahnya yang dapat dilakukan hingga sampai kepada
: Agama yang dianut oleh masyarakat suku Domo hanyalah
: Apa saja agama masyarakat suku Domo?
kita sekarang dalam adat suku Domo. 2. Pertanyaan Jawaban
agama Islam. Itu yang dianut oleh masyarakat suku Domo, tidak ada
: Bagaimana pendidikan masyarakat terhadap ilmu agama
agama yang lainnya. 3. Pertanyaan
: Pendidikan masyarakat dalam ilmu agama, ilmu adat
Islam, umum dan adat? Jawaban
berlandasakan adat basondi ka syarak, syarak basondi kitabullah (adat bersendi kepada syarak, syarak bersendi kitabullah). Jadi adat dipakai agama juga dipakai oleh datuk yang cerdas mamak yang pandai hingga sampai kepada kita saat ini. Jadi harus dipakai adat dan agama, kalau kita hanya memakai ketentuan adat tanpa memakai agama, adat akan hancur,
bukit tidak diberi makan keluar tidak diberi minum. Dia tidak
kampuong dalam nagoghi (dia diantar ke hutan yang sepi, ke laut lepas, ke
indak diagie minum, inyo tidak dipakai didalam adat satiok adat di
tempat datuk memberikan amanah tadi, setelah datuk meninggal dunia,
yang datuk sandang saat ini diberikan kepada si A atau si B atau si C. Jadi
anak-keponakan. Setelah datuk meninggal dunia nanti tolonglah gelar
10. Pertanyaan
: Dimanakah tempat berlangsungnya musyawarah pemuka
bersuku Domo untuk mencari pengganti gelar datuk.
gelar ditinggalkan), bermusyawarahlah anak-keponakan datuk yang
sabolun osong di angket golegh ditinggekan (sebelum keranda diangkat,
: Bagaimana adat menempatkan hukum Islam dalam
diikutsertakan didalam hukum adat dalam kampung). 7. Pertanyaan ketentuan adat? : Penerapan hukum Islam didalam hukum adat seperti
adat dan masyarakat?
Jawaban agama, adat dan hukun negara adalah satu jalan, sama artinya dengan tali
Jawaban
itu
adalah
Jawaban
: Dalam hukum adat, tidak ado kusuik nan tidak salosai,
bagaimana adat menyelesaikannya?
: Jika dalam musyawarah tidak ada kata mufakat,
: Musyawarah pemuka adat dan masyarakat berlangsung di
berpilin tiga, adat bersendi kepada syarak, syarak bersendi kepada
Balai Adat.
adat
11. Pertanyaan
kitabullah dengan mengikutsertakan hukum negara. Jadi adat, agama dan
hukum
: Apakah dasar pedoman ketentuan hukum adat suku
hukum negara itu sama dan sejalan. 8. Pertanyaan Domo? dalam
tidak ado kuwuo tidakkan jonie (tidak ada kusut yang tidak selesai tidak
pedoman
Jawaban
ada keruh yang tidak akan jernih), tetap ada cara penyelesaiannya. Selama
Dasar
berpedomanlah kepada ketentuan adat, berpedomanlah kepada ketentua
datuk menjabat sebagai ninik mamak belum pernah terjadi kusut tidak
:
agama, berpedomanlah kepada hukum negara. Jadi adat, agama dan
12. Pertanyaan
: Bagaimana sistem sosial dan ekonomi masyarakat suku
dijernihkan bagaimanapun caranya.
selesai keruh tidak akan jernih. Kusut tetaplah selesai keruh tetap
: Siapa saja yang menjadi pemuka adat suku Domo dan
hukum negara sama, disitulah kita berpedoman didalam ketentuan adat. 9. Pertanyaan
kapankah pergantian kepemimpinan dalam suku Domo serta bagaimana
Domo? Jawaban
sistem pergantian tersebut? Jawaban
mamak mengadakan musyawarah bersama anak-keponakan suku Domo.
: Sistem sosial dan ekonomi suku Domo adalah ninik
Batuah, setelah datuk meninggal dunia atau sebelum datuk meninggal ada
Sekiranya jika ada orang berkumpul, melaksanakan pernikahan anak-
: Jika sekiranya seperti datuk ini yang bergelar Datuk Lelo
amanah datuk, kelak jika sekiranya datuk sakit, ada amanah datuk kepada
keponakan atau anak-cucu, maka ninik mamaklah yang memimpin seluruh
ketentuan
Jawaban
masyarakat (suku Domo) itu tadi, setelah harta itu dibagi
: Pedoman kewarisan masyarakat suku Domo adalah
adat
disebut
istilah
masyarakat
kepada anak perempuan atau kepada anak laki-laki, disitulah ketentuan
dalam
mangampuong atau baungguok, guna mencari dana untuk membantu
harta ahli warisnya. Berapa yang didapat anak laki-laki, berapa pula yang
yang ada,
anak-keponakan melaksanakan acara berdoa/ pesta, terutama membantu
didapat anak perempuan. Itu yang datuk tahu dalam pembagian harta yang
Domo
dalam boghe bapompek-ompek, piti bauang-uang (beras seperempat-
didalam adat suku Domo disebut pusako. Adat dibawa agama juga dibawa
suku
perempat, uang berupiah-rupiah). Itulah yang dibentuk oleh ninik mamak
sehingga adat dan agama merupakan hal yang sejalan dan sejajar.
: Peranan apa yang Bapak berikan sebagai pemuka adat
kepada masyarakat dalam menjalankan hukum waris?
15. Pertanyaan
kepada anak-keponakan-cucu dan suku selama ini. Itu yang ada dalam
: Bagaimana ketentuan adat tentang kewarisan dalam suku
kampung halaman kita. 13. Pertanyaan
Jawaban
waris, harta waris ibu dan ayah, ayah meninggal dan ibu juga telah
pembelajaran dan penjelasan kepada ahli waris dalam pembagian harta
: Dalam ketentuan adat, ninik mamak memberikan
dengan membagi harta pusaka. Membagi harta pusaka setelah ayah dan
meninggal dunia. Anak pertama disebut sebagai wali waris. Ninik mamak
Jawaban
ibu meninggal dunia dan hanya kakak-beradik yang hidup baik perempuan
membawa pemuka masyarakat untuk membagi harta warisan yang akan
Domo?
maupun laki-laki. Uma sociek kobun sabidang (Rumah yang satu kebun
dibagikan oleh wali waris tersebut.
: Dalam ketentuan kewarisan adat suku Domo disebut
yang satu bidang) diberikan kepada anak perempuan yang paling kecil.
: Siapa saja yang menjadi ahli waris dalam kewarisan adat suku Domo?
16. Pertanyaan
barulah anak yang lain mendapatkannya. Anak yang paling tua sebagai
Jawaban
Jika ada harta yang lain, baik itu tanah, kebun karet atau kebun sawit,
wali waris, yang laki-laki, yang akan membagikan harta warisan ayah dan
satu orang anak atau dua orang anak atau lima orang anak (anak), anak
Anak itulah yang memegang dan membagikan harta warisannya. Harta
warisan kepada ahli waris adalah wali waris yaitu anak yang paling tua.
: Didalam ketentuan adat yang menjadi ahli waris adalah
ibunya kepada adik-adiknya. Itulah yang datuk ketahui tentang kewarisan
tertua disebut wali waris. Disitulah ketentuannya yang membagi harta : Apakah pedoman masyarakat dalam sistem kewarisan
dalam adat suku Domo. 14. Pertanyaan
adat suku Domo?
Jawaban
: Besar tidaknya menurut ketentuan adat atau agama, jika
ayah atau harta ibunya, setelah ayah dan ibunya meninggal dunia
hartanya maka dapat bagian yang kecil. Jadi tidak disamakan/ dipatokkan.
banyak hartanya maka banyak pula bagian yang dia dapat, jika sedikit
: Bila tidak mempunyai keturunan, diberikan kepada siapa
diberikan kepada wali warisnya. 17. Pertanyaan
samo tenggi indak ado angin nan kan lalu do (jika kayu di dalam hutan
Kalau disamakan juga dalam istilah kampung disebut kayu di dalam imbo
Jawaban
sama tinggi maka angin tidak akan bisa lewat). Jadi harta ini tidak dapat
warisan tersebut?
memiliki keturunan sementara harta warisannya banyak, atau ayah ibu
ditentukan. Jika kecil tetap dibagi sama kecil yang besar tetap dibagi sama
: Menurut ketentuan adat, seorang ibu atau ayah tidak
meninggal anakpun terlebih dahulu meminggal, maka dicarilah anak yang
besar. Itu menurut ketentuan adat.
: Bagaimanakah penerapan kewarisan hukum Islam dalam
satu ayah. Kalau tidak ada anak yang satu ayah, maka dicari saudara dari
20. Pertanyaan
ketentuan kewarisan adat suku Domo?
garis ayah, didalam adat disebut sanak bapak. Tetap ada. Tidak mungkin tidak ada. Jadi yang pertama sekali jika tidak ada sekandung, maka anak
ketentuan adat dengan agama sama.
ketentuan adat basondi ka syarak syarak basondi kitabullah, disitulah
berlandaskan pada adat basondi ka syarak syarak basondi kitabullah. Jadi
: Dalam suku Domo ketentuan adat dengan agama
Jawaban
: Kapankah dan dimana pembagian harta warisan diberikan
bawaan ayah, jika tidak ada maka jatuh kepada saudara ayah. 18. Pertanyaan
: Menurut hukum adat yang berasal dari datuk yang cerdas
kepada ahli waris? Jawaban
: Bagaimana masyakat memahami sistem kewarisan hukum
agama Islam dan adat?
21. Pertanyaan
kelima yang didalam istilah adat disebut tompu basaghang. Setelah acara
Jawaban
mamak yang pandai, pembagian harta pusaka dilakukan pada hari kamis
doa bersama pada hari kamis kelima, maka berkumpullah pemuka adat
anak-keponakan, setiap bulan atau setiap tahun diadakan musyawarah
22. Pertanyaan
: Adakah sanksi yang diberikan kepada masyarakat jika
anak-kepenakan, adik atau kakak.
mamak memberi petunjuk adat dan petunjuk agama kepada anak-cucu dan
: Ilmu agama dan adat agar dapat dipahami oleh masyarakat
dan pemuka agama untuk menentukan pembagian harta ahli warisnya.
ninik mamak dengan anak kepenakan di balai adat. Di situlah ninik : Mengapa ketentuan kewarisan suku Domo tidak
Selepas kamis yang kelima menurut ketentuan adat di desa-desa. 19. Pertanyaan
menetapkan besarnya bagian ahli waris sesuai bagian yang ditetapkan hukum Islam?
tidak menerapkan kewarisan adat suku Domo?
WAWANCARA DENGAN MUHAMMAD TAMRIN
ALIM ULAMA MASYARAKAT SUKU DOMO DI DESA BULUH CINA
: Cara kewarisan adat suku Domo itu yang ada di sini adalah
: Bagaimana sistem kewarisan adat suku Domo?
KECAMATAN SIAK HULU KABUPATEN KAMPAR-RIAU
1. Pertanyaan Jawaban
kekerabatan dan kekeluargaan. Dimana ahli waris itu baumbuok dan berunding
: Yang dijadikan pedoman dalam suku Domo tentunya aturan adat
: Apakah pedoman masyarakat dalam sistem kewarisan adat suku
untuk mencari kata mufakat sehingga sama-sama merasa senang, merasa puas. 2. Pertanyaan Domo? Jawaban
itu sendiri yang telah dibuat secara turun-temurun dari nenek moyang kita dahulu
: Peranan apa yang Bapak berikan sebagai tokoh agama kepada
sampai saat ini. Sebagai mana kata pepata, nan la pase dek baikuik, nan la losuo dipakai. 3. Pertanyaan
: Peranan kami selaku tokoh agama ini tentunya adalah
masyarakat dalam menjalankan hukum waris? Jawaban
menyampaikan, menyampaikan cara-cara yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan
yang ada di dalam Islam. Tetapi cara mana yang dipakai oleh mereka itu, apakah
: Siapa saja yang menjadi ahli waris dalam kewarisan adat suku
adat atau agama, itu tergantung kepada mereka itu sebagai ahli waris. 4. Pertanyaan Domo?
Jawaban
sabua tana nan sabidang diberikan kepada anak perempuan. Tentu timbul
warisan ini, anak perempuan yang benar-benar diperhatikan. Maka uma nan
: Orang yang menjadi ahli waris dalam adat suku Domo ini
terutama tentulah anak yang meninggat itu. Kemudian orang tua, saudara ayah
diberikan kepada anak perempuan yang bungsu atau yang paling kecil. Itupun ada
pertanyaan, bagaimana jika anak perempuan ini lebih dari satu orang? Harta itu
: Bila tidak mempunyai keturunan, diberikan kepada siapa warisan
yang sedarah. Itulah orangnya. 5. Pertanyaan
ketentuannya. Maksud rumah itu adalah uma tuo atau uma pusako atau rumah
peninggalan orang tua. Tanah atau kebun yang sebidang ini adalah lahan untuk
tersebut? Jawaban
berkebun. Atau berladang padi yang paling besarnya, lebih kurang 1 hektar (ha)
: Jika yang meninggal itu tidak ada anaknya, tentu
diberikan ke orang tuanya. Itupun jika orang tua masih hidup. Jika tidak juga,
tanah biasanya. Lebih dari itu dibagikan kepada ahli waris yang lainnya, dimana
: Bagaimanakah penerapan kewarisan hukum Islam dalam
maka harta warisan diberikan kepada saudaranya dari pihak ayah yang sedarah
8. Pertanyaan
sibungsu tadipun mendapakan juga sama banyaknya. : Kapankah dan dimana pembagian harta warisan diberikan kepada
tadi. 6. Pertanyaan
Jawaban
ketentuan kewarisan adat suku Domo?
Jawaban
ini adalah apabila cara kekerabatan dan kekeluargaan tidak lagi mendapatkan kata
ahli waris?
meninggal. Tempatnya di rumah soko atau rumah tuo. Jika tidak juga, maka di
mufakat, atau sebagai mana kata pepata adat, kok kusik ndak bisa slosai, kok nan
: Bagaimana masyakat memahami sistem kewarisan hukum Islam
: Cara masyarakata memahami kewarisan hukum Islam di
anak-anak yang bersekolah di pesantren bagi orang tuanya yang mampu. Dan cara
ustad, alim ulama, yang diadakan di suwou ataupun di masjid. Ditambah lagi oleh
kampung ini melalui pengajian atau ceramah agama yang disampaikan oleh ustad-
Jawaban
dan adat?
9. Pertanyaan
ada dijumpai yang tidak mengikuti aturan adat
Kitabullah. Namun, sepanjang pengetahuan dan kejadian selama ini, di sini belum
: Diterapkannya hukum Islam ini dalam kewarisan adat suku Domo
rumah saudaranya yang dituakan. Jika tidak juga, maka dibalai adat. Itu
kowuo ndak bisa jonie, maka diselesaikan secara hukum Islam. Sesuai juga kata
: Biasanya harta warisan ini dibagi jika ayah dan ibunya telah
dikerjakan setelah terjadi pula atau sesudah bilang aghi namanya kalau di sini, itu
adat yang berlandaskan mengatakan, adat basondin syarak, syarak basondin
: Mengapa ketentuan kewarisan suku Domo tidak menetapkan
selepas hari kamis yang kelima atau istilahnya tungku basaghang. 7. Pertanyaan
: Sebab karena sudah menjadi ketentuan adat itu seperti itu.
besarnya bagian ahli waris sesuai bagian yang ditetapkan hukum Islam? Jawaban
Dimana adat ini ‘kan sudah ada sejak nenek moyang kita dahulu. Yang pengambilan suku ini diambil dari suku ibunya. Jika ibunya suku Domo, maka anaknyapun suku Domo. Dari sana sudah terlihat oleh kita, dikembangkan dan menjaga kebesaran suku itu ada pada anak perempuan. Maka dari itulah harta
WAWANCARA DENGAN SUMISSRI
: Kewarisan adat suku Domo di kampung kami (Pasir Putih) yaitu
: Bagaimana sistem kewarisan adat suku Domo?
SECARA KEWARISAN ADAT SUKU DOMO
AHLI WARIS YANG TELAH MENDAPATKAN HARTA WARISAN
1. Pertanyaan Jawaban
jatuh kepada anak perempuan yang paling kecil. Misalnya seperti ibuk sekarang
ini mempunyai tiga orang anak, anak yang pertama laki-laki, anak yang kedua dan
anak yang bungsu adalah perumpuan, maka harta warisan diberikan kepada anak
perempuan bungsu contohnya uma ciek tana sabidang atau ada sedikit-banyaknya
harta di dalam rumah itu jatuh kepada anak bungsu. Jika masih ada sisa yang
ditinggalkan (harta warisan) baik itu seidit atau banyak, maka harta warisan
tersebut dibagi rata atau dibagi tiga. Anak yang bungsu masih mendapatkan
sebagian harta warisan tersebut. itulah adat suku Domo di kampung ibuk. Banyak
: Bagaimana masyakat memahami sistem kewarisan secara hukum
bagian untuk anak perempuan, terutama anak paling bungsu. 2. Pertanyaan
: Kewarisan hukum Islam, seperti anak-anak kami sekarang ini,
Islam dan adat? Jawaban
didapat olehnya di bangku pendidikan agama seperti dari TPA, MDA. Untuk yang
tua-tua didapat dari pengajian-pengajian atau mengikuti majelis taklim atau
ceramah-ceramah agama yang diadakan di masjid atau mushallah. Kewarisan adat
itu dari nenek moyang kami, atau pemuka masyarakat yang diajarkan kepada
: Siapa saja yang menjadi ahli waris dalam kewarisan adat suku
anak-kemenakan, anak-cucu secara turun-temurun. 3. Pertanyaan Domo?
Jawaban
: Yang wajib menjadi ahli waris dalam suku Domo yaitu anak
: Jika seandainya tidak ada keturunan, misalnya seperti ibu
: Jika tidak mempunyai keturunan, kepada siapakah harta warisan
kandung, anak yang saamak saayah. Itu yang wajib mendapatkan ahli waris. 4. Pertanyaan itu diberikan? Jawaban mungkin punya harta sedikit tetapi tidak mempuyai keturunan, tidak punya anak, ahli waris tadi jatuh kepada pihak ayah. Ini disebabkan pihak ayah itulah yang
: Pembagian harta warisan dibagi setelah bilang aghi istilahnya di
: Kapankah dan dimana pembagian harta warisan diberikan kepada
wajib karena sedarah. Itulah sepengetahuan ibuk. 5. Pertanyaan ahli waris? Jawaban
kampung kami, kalau kami di sini bilang aghi itu setiap hari kamis. Jadi jumlah kamis itu adalah lima kali, sehingga jatuhlah kepada hari kamis yang terakhir yaitu kamis yang kelima. Pada saat itulah dibagikan harta warisan tersebut yang
: Ketentuan yang dipegang oleh nenek mamak yang ditetapkan
: Apakah pedoman masyarakat dalam sistem kewarisan adat suku
pembagiannya dilakukan di rumah ahli waris. 6. Pertanyaan Domo? Jawaban
: Mengapa ketentuan kewarisan suku Domo tidak menetapkan
secara turun-temurun sampai kapada anak-cucu. Tidak bisa diganggu gutat lagi. 7. Pertanyaan
: Karena telah ditetapkan oleh nenk mamak kami suku Domo dan
besarnya bagian ahli waris sesuai bagian yang ditetapkan hukum Islam? Jawaban
turun-temurun kepada anak-kemenakannya.