PEMAHAMAN NADZIR TENTANG PERWAKAFAN DAN EFEKTIFITASNYA TERHADAP PENGELOLAAN WAKAF DI YAYASAN AL-MUFLIHUN JETIS KELURAHAN SIDOREJO LOR KECAMATAN SIDOREJO KOTA SALATIGA
SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam
Oleh : NUROHMAT NIM. 21208006
JURUSAN AHWAL AL-SYAKHSIYYAH FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA 2015 i
ii
iii
iv
MOTTO
Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya (QS. Al – Maidah : 2)
v
PERSEMBAHAN
Dengan Ketulusan Hati Dan Cinta Kasih Yang Suci Kupersembahkan Karyaku Ini Untuk Orang-Orang Yang Senantiasa Mewarnai Hari-Hariku Di Sepanjang Perjalanan Hidupku Ya Allah Terimakasih Engkau telah hadirkan orang-orang disekelilingku yang senantiasa memberikan cinta, kasih sayang, perhatian tulus, dukungan, nasehat yang tiada henti, kepadanyalah kupersembahkan karyaku ini. Teriring doa semoga kebaikannya Engkau balas dengan kebaikan yang berlimpah. Amiiiin. Ayahanda dan Ibunda Tercinta yang selalu memancarkan kasihnya, mendidikku, mengasihiku, membimbingku dengan setulus hati. Istriku tercinta yang selalu mendampingiku, memberi motivasi dan dorongan dalam segala hal Sahabat-sahabatku yang selama ini selalu mengingatkanku dan membantuku dalam segala hal. Terimakasih telah memberikan Semangat, Keceriaan, Kebahagiaan & Pengalaman kalian Kenangan Terindah dalam Hidupku
vi
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam pencipta langit dan bumi beserta isinya yang telah memberikan segala rahmat, taufik dan hidayahNya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Shalawat serta salam penulis sampaikan kepada pemimpin umat dan penutup para Rasul, Muhammad SAW yang telah membimbing dan mendidik manusia dari masa kegelapan menuju masa yang sangat terang benderang dengan syariatnya yang lurus. Skripsi yang berjudul “Pemahaman Nadzir Tentang Perwakafan Dan Efektifitasnya Terhadap Pengelolaan Wakaf di Yayasan Al-Muflihun Jetis Kelurahan Sidorejo lor Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga ini, diajukan untuk memperoleh gelar Sarjana dalam Hukum Islam pada Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Dalam skripsi ini, penulis akan memaparkan bagaimana pemahaman Nadzir Yayasan Al-Muflihun Jetis Kelurahan Sidorejo lor Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga terhadap hukum perwakafan, bagaimana pengelolaan harta wakaf yang ada di Yayasan Al-Muflihun Jetis Kelurahan Sidorejo lor Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga dan apakah pemahaman Nadzir tersebut turut mempengaruhi efektifitas pengelolaan harta wakaf di Yayasan AlMuflihun jetis Kelurahan Sidorejo lor Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Yang terhormat Rektor IAIN Salatiga Dr. Rahmat Hariyadi M.Pd. 2. Yang terhormat Dra. Siti Zumrotun M.Ag selaku Dosen Pembimbing yang telah berkenan meluangkan waktu dan pikiran untuk membimbing penulis dalam penulisan skripsi ini. 3. Yang terhormat Munajat Ph.D yang telah berkenan meluangkan waktu dan pikiran untuk memberi masukan dan nasehat kepada penulis.
vii
4. Yang terhormat HM. Indi Sugandi, Rochmad Wibowo S.Kom, Darmadi S.Pd selaku pengurus yayasan Al-Muflihun yang telah berkenan meluangkan waktu untuk memberikan informasi dalam penulisan skripsi ini. 5. Ayah dan Ibuku tercinta yang telah mengasuh, mendidik, membimbing serta memotivasi kepada penulis, baik moral maupun spiritual. 6. Istriku tercinta dan tersayang yang senantiasa mendampingiku, memberi motivasi dan semangat kepada penulis. 7. Pihak-pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini dan teman-teman seperjuangan yang tidak tersebut namanya satu persatu. Semoga segala amal yang telah diperbuat akan menjadi amal saleh, yang akan mendaptakan pahala yang setimpal dari Allah SWT, kelak dikemudian hari. Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat. Amin, Amin, Ya Rabbal ‘Alamin.
Salatiga, 07 September 2015 Penulis
NUROHMAT NIM : 212 08 006
viii
ABSTRAK
Nurohmat . 2015. Pemahaman Nadzir Tentang Perwakafan Dan Efektifitasnya Terhadap Pengelolaan Wakaf di Yayasan Al-Muflihun Jetis Kelurahan Sidorejo Lor Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga. Skripsi. Jurusan Ahwal Al-Syakhsiyyah. Fakultas Syari’ah. Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Kata kunci: Pemahaman, Nadzir dan Efektifitas Pengelolaan Wakaf Penelitian ini membahas tentang Pemahaman Nadzir Tentang Perwakafan Dan Efektifitasnya Terhadap Pengelolaan wakaf di Yayasan Al-Muflihun Jetis Kelurahan Sidorejo lor Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga. Rumusan masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah bagaimana pemahaman Nadzir di yayasan Al-Muflihun Jetis Kelurahan Sidorejo Lor Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga terhadap hukum perwakafan, bagaimana pengelolaan harta wakaf yang ada di Yayasan Al-Muflihun Jetis Kelurahan Sidorejo lor Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga dan apakah pemahaman Nadzir tersebut turut mempengaruhi efektifitas pengelolaan harta wakaf di Yayasan AlMuflihun Jetis Kelurahan Sidorejo lor Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga. Sesuai dengan pendekatan kualitatif, maka kehadiran peneliti di lapangan sangat penting sekali mengingat peneliti bertindak langsung sebagai pengumpul data dari hasil observasi dalam penelitian. Data yang berbentuk kata-kata diambil dari para informan/responden pada waktu mereka diwawancarai. Dengan kata lain data-data tersebut berupa keterangan dari para informan, sedangkan data tambahan berupa dokumen. Keseluruhan data tersebut selain wawancara diperoleh dari observasi dan dokumentasi. Analisa data dilakukan dengan cara menelaah data yang ada, lalu mengadakan reduksi data, penyajian data, dan tahap akhir menganalisa data sehingga dapat ditarik kesimpulan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemahaman para Nadzir di Yayasan Al-Muflihun paham tentang hukum perwakafan dan jika dilihat dari segi produktifitas dalam hal pengelolaan harta wakaf yang berada di Yayasan AlMuflihun maka penulis mendapatkan kesimpulan bahwa pemahaman nadzir tentang hukum wakaf mempengaruhi tingkat produktifitas pada Yayasan AlMuflihun sehingga dapat dikatakan sudah efektif dalam mengelola harta wakaf tersebut.
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .........................................................................................
i
HALAMAN NOTA PEMBIMBING.................................................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN ...........................................................................
iii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN.....................................................
iv
HALAMAN MOTTO ........................................................................................
v
HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................................
vi
KATA PENGANTAR .......................................................................................
vii
ABSTRAK .........................................................................................................
ixx
DAFTAR ISI .....................................................................................................
x
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ....................................................................
1
B. Rumusan Masalah .............................................................................
6
C. Tujuan Penelitian ..............................................................................
6
D. Manfaat Penelitian ............................................................................
6
E. Penegasan Istilah ..............................................................................
7
F. Telaah Pustaka ..................................................................................
8
G. Metode Penelitian .............................................................................
11
1. Jenis Penelitian .............................................................................
11
2. Kehadiran Peneliti ........................................................................
13
3. Tempat dan Waktu Penelitian ......................................................
13
4. Sumber Penelitian.........................................................................
13
5. Teknik Pengumpulan Data ...........................................................
14
6. Teknik Analisis Data ....................................................................
16
7. Sistematika Penulisan ...................................................................
18
x
BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Nadzir ..............................................................................
20
B. Pengertian Wakaf ………………………...…...................................
24
1. Pengertian Wakaf menurut Fiqih………………………………...
24
2. Pengertian Wakaf menurut Undang-undang ……………………
27
3. Pengertian Wakaf menurut Kompilasi Hukum Islam …………..
29
4. Dasar Hukum Wakaf ………………….………………………..
30
5. Macam-macam Wakaf ……………………………………….….
34
6. Rukun dan Syarat Wakaf ………………………………………..
36
7. Tujuan dan Fungsi Wakaf ………………………………………
46
C. Pengelolaan Wakaf …………………………………………...........
47
BAB III GAMBARAN UMUM YAYASAN Al-MUFLIHUN A. Lokasi Penelitian ……………………..………………….………....
49
1. Profil Yayasan Al-Muflihun...…………………….…...………...
49
a. Sejarah Berdirinya Yayasan Al-Muflihun...…….……………
49
b. Letak Geografis ……………….…………………………...…
50
2. Visi dan Misi Yayasan Al-Muflihun.……………………............
51
3. Tujuan Yayasan Al-Muflihun………….………….…….……….
52
4. Struktur Organisasi …………………………………………..….
52
5. Tugas dan Wewenang Pengurus Yayasan ....................................
53
6. Ruang Lingkup dan Program Kerja……..………….…………....
56
7. Faktor Penghambat dalam pengelolaan dan Pengembangan Wakaf di Yayasan Al-Muflihun..……………...…………….…..
57
B. Hasil Penelitian …………………………...……………………......
58
1. Identifikasi Nadzir dan Pemahaman Nadzir di Yayasan AlMuflihun……………………………............................................
58
2. Pengelolaan Harta Wakaf di Yayasan Al-Muflihun......................
62
3. Efektifitas Pengelolaan Harta Wakaf di Yayasan Al-Muflihun....
65
a. Masjid Al-Muflihun…………………………………………..
65
b. TPA dan PAUD Al-Muflihun………………………………...
68
xi
BAB IV ANALISIS DATA A. Analisis Penelitian...........................................................................
70
1. Pemahaman Nadzir di Yayasan Al-Muflihun terhadap Hukum Perwakafan................................................................................. 2. Pengelolaan
Harta
Wakaf
di
Yayasan
71
Al-Muflihun
Salatiga.......................................................................................
72
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan.............................................................................................
78
B. Saran.......................................................................................................
80
DAFTAR PUSTAKA DAFTAR RIWAYAT HIDUP LAMPIRAN-LAMPIRAN
xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk yang mayoritas agamanya muslim, ini memiliki potensi besar dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat dan pengembangan perekonomian nasional. Salah satu contoh instrumen yang dapat dimanfaatkan adalah wakaf. Berwakaf bagi masyarakat Muslim merupakan salah satu tuntunan ajaran Islam yang menyangkut kehidupan bermasyarakat dalam rangka ibadah ijtima’iyah (ibadah sosial) melalui harta benda yang dimilikinya, yaitu dengan melepas harta benda yang dimilikinya untuk kepentingan umum. Sejak terjadinya krisis multi dimensi dalam kehidupan masyarakat Indonesia, peranan wakaf menjadi semakin penting sebagai salah satu instrument untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kesadaran berwakaf menjadi perekat sosial bangsa Indonesia (Harahap, 2006:1). Karena itu institusi wakaf dapat dikategorikan sebagai amal jariyah yang pahalanya tidak pernah putus, wakaf sangat berperan penting dalam pengembangan kegiatan-kegiatan sosial, ekonomi dan kebudayaan masyarakat seperti telah banyak memfasilitasi para sarjana dan mahasiswa dengan berbagai sarana dan prasarana yang memadai untuk melakukan riset dan pendidikan, sehingga dapat mengurangi ketergantungan dana pada pemerintah.
1
Wakaf merupakan amalan yang terkandung dalam Islam yang menghendaki agar harta wakaf itu tidak boleh hanya dipendam tanpa hasil yang akan dinikmati oleh mauquf ‘alaih. Semakin banyak hasil harta wakaf yang dapat dinikmati orang, akan semakin besar pula pahala yang akan mengalir kepada pihak waqif. Berdasarkan hal tersebut, dari sisi hukum fiqih, pengembangan harta wakaf secara produktif merupakan kewajiban yang harus dilakukan oleh pengelola (nadzir)( Nasution, 2004:95). Selain itu wakaf juga merupakan salah satu bentuk kegiatan ibadah yang sangat dianjurkan untuk dilakukan oleh kaum muslimin, karena wakaf akan selalu mengalirkan pahala bagi wakif (orang yang mewakafkan) walaupun orang yang bersangkutan sudah meninggal dunia. Dengan dianjurkannya wakaf, maka tidak sedikit orang yang mempunyai kelebihan harta bendanya kemudian menginfestasikan sebagian hartanya tersebut di jalan Allah melalui wakaf dengan berbagai macam bentuk. Secara administratif wakaf dikelola oleh nadzir orang atau badan yang memegang amanat untuk memelihara dan mengurus harta wakaf sebaikbaiknya sesuai dengan wujud dan tujuannya. Contoh yang paling klasik dari wakaf adalah tanah yang mana tanah itu atau benda itu tidak boleh dijual atau dialih tangankan selain untuk kepentingan umat, yang diamanahkan oleh waqif kepada nadzir waqaf (Ali, 1988:91). Dengan demikian perwakafan dapat memberikan konstribusi dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan membantu pemerintah dalam meningkatkan
kesejahteraan
dan
2
taraf
hidup
masyarakat.
Namun
kenyataannya institusi wakaf belum maksimal dalam memberikan konstribusi terhadap pemberdayaan ekonomi masyarakat. Hal ini disebabkan dari tradisi masyarakat muslim dalam pengelolaan harta wakaf yang masih bersifat konsumtif, karena belum optimalnya fungsi harta wakaf dan dalam pengelolaannya juga belum mengarah kepada pengelolaan yang bersifat produktif, persepsi dalam memahami dan menafsiri wakaf sebagaimana yang diharapkan, wakaf masih terikat dan tersekat dengan paham lama yang hampir mendominasi pemikiran masyarakat muslim di Indonesia. Salah satu faktor yang menyebabkan pemahaman tersebut adalah adanya hadits yang menjadi rujukan dalam kegiatan wakaf yang diriwayatkan oleh Tarmizi dan Muslim. Dalam hadits tersebut, Nabi SAW bersabda:
“Apabila manusia meninggal dunia, maka terhentilah kesempatannya untuk mendapatkan nilai pahala dari amalannya, kecuali tiga hal, yaitu; sedekah yang mengalirkan pahala terus menerus (wakaf), ilmu yang diajarkan dan bermanfaat bagi orang lain dan anak yang shaleh yang mendoakan kedua orang tuanya”. (H. R Muslim)( Muslim bin al Hujjaj bin Muslim, Juz 3 halaman 73). Dari rujukan hadits tersebut bahwa wakaf merupakan sedekah yang pahalanya terus menerus mengalir kepada orang yang berwakaf. Hal ini berarti benda yang diwakafkan haruslah tahan lama agar pahalanya terus mengalir. Harta wakaf sebenarnya memiliki kemanfaatan yang banyak dan lebih dari sekedar sedekah biasa. Namun, kemanfaatan ini belum didapatkan
3
karena wakaf selama ini masih berada seputar di rumah ibadah, kuburan dan madrasah. Jika dilihat dari segi keagamaan, semangat ini tentunya baik, karena wakaf yang ada dimanfaatkan sebagai rumah ibadah dan dapat meningkatkan keimanan dari masyarakat. Namun, jika dilihat dari sisi ekonomis, potensi itu masih jauh dari yang diharapkan. Pengelolaan wakaf secara produktif tidak terlepas dari media yang digunakan dalam menunaikan wakaf. Demikian juga dengan Undang-undang No. 41 Tahun 2004 tentang wakaf, yang mengatur perwakafan baik dari aspek materi wakaf maupun pengelolaannya, dimana benda wakaf mencakup benda bergerak dan tidak bergerak, sementara pengelolaannya harus dilakukan sesuai dengan prinsip syariah secara produktif sesuai dengan tujuan, fungsi dan peruntukannya. Wakaf benda tidak bergerak seperti bangunan, tanah dan perkebunan. Sedangkan wakaf benda bergerak antara lain, buku/kitab, sajadah, kendaraan, dan sebagainya. Salah satu bentuk wakaf benda bergerak adalah wakaf uang. Dengan demikian, peluang dikelolanya wakaf secara produktif baik dari aspek
perundang-undangan
maupun
pemikiran
mutakhir
sangat
memungkinkan, hal ini mengandung pengertian bahwa wakaf tidak mutlak harus selama-lamanya artinya wakaf bisa bersifat sementara, wakif dimungkinkan memiliki hak atas harta wakafnya apabila tenggang waktu wakaf telah berakhir, harta yang tidak berfungsi lagi ada kemungkinan ditukar atau dijual untuk dibelikan harta yang lain sebagai penggantinya dan pengelolaannya harus dilakukan secara produktif yang berarti Nadzir harus
4
memiliki kemampuan manajerial dan profesionalitas dalam mengelola wakaf. Jelas bahwa fungsi dan tidak berfungsinya suatu wakaf tergantung dari peran Nadzir, dimana dia berkewajiban untuk menjaga, mengembangkan dan melestarikan manfaat dari harta yang diwakafkan bagi orang-orang yang berhak menerimanya(Depag RI, 1998: 42-43). Kota Salatiga adalah salah satu kota di wilayah Jawa Tengah yang terdapat ratusan harta wakaf dan umumnya harta wakaf tersebut berupa tanah. Sebagian besar tanah tersebut hanya diperuntukkan bagi tempat ibadah, sekolah serta sarana sosial masyarakat lainnya. Ikrar wakaf umumnya hanya bersifat lisan tanpa ada bukti tertulis sama sekali. Pelaksanaannyapun hanya berdasarkan saling percaya dan tahu sama tahu. Artinya pemberi wakaf mempercayakan sepenuhnya kepada Nadzir mengenai pengelolaannya, begitu juga
pemberitahuan
kepada
keluarganya
hanya
secara
lisan
saja
(http://depagkotasalatiga.wordpress.com, 23 Juni 2009, 7:13 am di akses pada hari Rabu 15 Agustus 2013 Jam 20:30 WIB). Hal itu menunjukkan bahwa pengelolaan wakaf produktif belum begitu memasyarakat di Kota Salatiga. Persoalan yang menarik untuk diteliti adalah pemahaman Nadzir di kota Salatiga terhadap wakaf masih terikat dan terpengaruh dengan pemikiran dan pemahaman klasik, disamping terikat dengan tradisi yang hidup dalam masyarakat. Sementara Undang-undang No. 41 Tahun 2004 tentang wakaf telah mengatur bahwa wakaf tidak hanya dapat digunakan untuk pembangunan fisik saja. Harta wakaf dapat dikembangkan sehingga kemanfaatannya justru akan lebih besar untuk kemaslahatan umat.
5
Atas dasar uraian diatas penulis bermaksud mengadakan penelitian dengan
judul
“Pemahaman
Nadzir
Tentang
Perwakafan
dan
Efektifitasnya Terhadap Pengelolaan Wakaf di Yayasan Al-Muflihun Jetis Kelurahan Sidorejo lor Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah dan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka yang menjadi pokok kajian dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana pemahaman Nadzir di Yayasan Al-Muflihun Jetis Kelurahan Sidorejo lor Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga terhadap hukum perwakafan? 2. Bagaimana Pengelolaan harta wakaf yang ada di Yayasan Al-Muflihun Jetis Kelurahan Sidorejo lor Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga? 3. Apakah pemahaman Nadzir tersebut turut mempengaruhi efektifitas pengelolaan harta wakaf di Yayasan Al-Muflihun Jetis Kelurahan Sidorejo lor Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga? C. Tujuan Penelitian 1. Untuk Mengetahui pemahaman Nadzir di Yayasan Al-Muflihun Jetis Kelurahan Sidorejo lor Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga terhadap hukum perwakafan. 2. Untuk mengetahui Pengelolaan harta wakaf yang ada di Yayasan AlMuflihun Jetis Kelurahan Sidorejo lor Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga.
6
3. Untuk mengetahui pemahaman Nadzir tersebut pengaruhnya terhadap efektifitas pengelolaan harta wakaf di Yayasan Al-Muflihun Jetis Kelurahan Sidorejo lor Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga. D. Manfaat Penelitian 1. Akademis a. Bisa memberikan sumbangan tentang perwakafan untuk bahan studi lanjutan dan bahan kajian kearah pengembangan berikutnya b. Bisa memberikan informasi tentang pengelolaan wakaf 2. Praktis a. Bisa memberikan pengetahuan bagi nadzir dalam mengelola wakaf kemudian dapat dikembangankan dengan pengelolaan yang lebih baik. Sehingga dapat menanggulangi permasalahan-permasalahan. b. Bisa menambah wawasan bagi masyarakat luas tentang perwakafan. E. Penegasan Istilah Sebelum memulai dalam penyusunan skripsi ini, perlu penulis kemukakan bahwa judul skripsi ini adalah: Pemahaman Nadzir Tentang Perwakafan dan Efektifitasnya Terhadap Pengelolaan Wakaf di Yayasan AlMuflihun Jetis Kelurahan Sidorejo Lor Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga. Untuk menghindari kekeliruan penafsiran dan kesalahpahaman serta pengertian yang simpang siur, maka penulis kemukakan pengertian dan penegasan judul skripsi ini sebagai berikut: 1. Pemahaman
adalah
kemampuan
seseorang
dalam
mengartikan,
menafsirkan, menerjemahkan atau menyatakan sesuatu dengan caranya
7
sendiri tentang pengetahuan yang pernah diterimanya (Sadiman, 1999:206). 2. Nadzir adalah orang yang diserahi kekuasaan dan kewajiban untuk mengurus dan memelihara harta wakaf (Al-Ramli, 1996:610). 3. Wakaf adalah menahan suatu benda yang menurut hukum tetap milik si wakif dalam rangka mempergunakan manfaatnya untuk kebaikan. Berdasarkan definisi itu maka pemilikan harta wakaf tidak lepas dari si wakif bahkan ia dibenarkan menariknya kembali dan ia boleh menjualnya, karena yang lebih kuat menurut pendapat abu hanifah adalah bahwa wakaf hukumnya jaiz (boleh), tidak wajib sama halnya dengan pinjaman (Wahbah Al-Zuhaili ,1989: 153). 4. Efektifitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas, kualitas dan waktu) telah tercapai. Dimana makin besar presentase target yang dicapai, makin tinggi efektifitasnya. (Hidayat, 1986:35). http://dansite.wordpress.com, 28 Maret 2009 di akses pada hari Rabu 15 Agustus 2013 jam 21:00 WIB. 5. Pengelolaan adalah suatu proses memberikan pengawasan pada semua hal yang terlibat dalam pelaksanaan kebijaksanaan dan pencapaian tujuan tertentu. (Em Zul Fajr & Ratu Aprilia Senja, 2005:444) F. Telaah Pustaka Penelitian-penelitian yang berkenaan dengan wakaf cukup banyak. Penelitian Muhyar Fanani dengan judul Kelanggengan Wujud Fisik Versus Kelangganan Manfaat:Kunci sukses Manajemen Wakaf Produktif Pondok
8
Modern Darussalam Gontor, penelitian ini menjelaskan bahwa Gontor telah membuktikan dirinya sebagai lembaga pendidikan yang menggantungkan hidupnya pada pengelolaan aset-aset wakaf secara produktif. Kunci sukses dari perwakafan di Gontor adalah manajemen. Manajemen Wakaf di Gontor berpegang pada tiga hal, yaitu pembiayaan dalam bingkai proyek, kesejahteraan nadzir, dan transparansi serta akuntabilitas publik. Dengan tiga hal ini dalam jangka waktu 82 tahun aset wakaf Gontor tumbuh berlipat-lipat. (Fanani, 2010:1 -23). Peneliti yang lain yaitu Lukman Fauroni meneliti tentang Wakaf Untuk Produktivitas Ekonomi Umat. penelitian ini menitikberatkan pada modelmodel pengembangan wakaf. Peneliti berusaha memberikan pemahaman baru berkaitan dengan kekhawatiran hilangnya harta wakaf jika diinvestasikan sebagai wakaf produktif. Ada tiga alternatif untuk menginvestasikan harta wakaf agar dapat dikembangkan bagi kesejahteraan umat menurut peneliti yaitu melalui investasi bisnis yang minim resiko, melalui kerjasama kemitraan dengan lembaga yang berpengalaman, dan lembaga-lemba keuangan syariah.(Fauroni, 2010:25-38). Dalam penelitian Khusnur Rofiq yang meneliti Wakaf Kolektif di PPTI Al-falah Sidomukti Salatiga. Penelitian ini memfokuskan pada pengelolaan wakaf kolektif dalam hal benda bergerak berupa uang di PPTI Al-Falah Sidomukti Salatiga. Wakaf benda bergerak tersebut diwakafkan melalui lembaga keuangan syariah. Di PPTI Al-Falah Sidomukti Salatiga termasuk dalam wakaf bersyarat karena penggunaannya hanya dibolehkan untuk
9
membeli tanah. Dalam pengelolaan wakaf ini terjadi penyimpangan, seharusnya yang mengelola harta wakaf adalah yayasan, tapi pada prakteknya pengelolaan dilakukan oleh pengasuh yang sebenarnya tidak ada pelimpahan wewenang dari yayasan kepada pengasuh. Skripsi Siti Hanifah dengan judul Pelaksanaan Perwakafan Tanah Milik di Desa Sruwen Kec. Tengaran. Penelitian ini menjelaskan tentang banyaknya tanah wakaf yang belum bersertifikat di daerah tersebut, sejumlah 17 lokasi. Belum bersertifikat dikarenakan sikap ikhlas dalam pelaksanaan wakaf yang tidak diimbangi dengan pentingnya administrasi. Kelalaian nadzir belum memenuhi kewajiban tertib administrasi yang berkaitan dengan pengelolaan tanah wakaf untuk dilaporkan kepada kepala KUA Kec. Tengaran. Skripsi Misranto berjudul Strategi Pengelolaan Tanah Wakaf di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga Tahun 2013, Berdasarkan dengan adanya temuan fakta di lapangan, hasil penelitian menyimpulkan bahwa pengelolaan wakaf yang ada di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga masih bersifat sosial tradisional yang konsumtif, sehingga harapannya untuk Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga dapat menambah bidang ekonomi agar dapat lebih berperan dalam perwakafan. Selain itu penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu pengetahuan, meningkatkan kompetensi keilmuan khususnya dibidang perwakafan, serta dapat memberikan pengetahuan mengenai besarnya manfaat wakaf.
10
Dari telaah pustaka yang di peroleh penulis, maka permasalahan mengenai Pemahaman Nadzir Tentang Perwakafan dan Efektifitasnya Terhadap Pengelolaan Wakaf di Yayasan Al-Muflihun Jetis Kelurahan Sidorejo lor Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga sangat menarik untuk dikaji, dan memang belum secara khusus dibahas dalam referensi-referensi tersebut dan dari perbedaan dalam skripsi terdahulu terletak pada eksistensi petugas pencataan wakaf tentang pengelolaan wakaf tersebut. Apakah sudah memenuhi standar yang ditetapkan oleh peraturan-peraturan pencatatan benda wakaf. G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif, yaitu penelitian yang berusaha mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa, kejadian yang terjadi pada saat sekarang, (Nana, 1984:64) sehingga penelitian ini mempunyai ciri khas yang terletak pada tujuannya, yakni mendeskripsikan tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan seluruh kegiatan, Pemilihan pendekatan kualitatif deskriptif ini karena pada penelitian ini berusaha meneliti status kelompok manusia, suatu obyek, suatu system pemikiran, atau suatu peristiwa pada masa sekarang dengan tujuan membuat deskripsi, gambaran atau lukisan sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pemahaman Nadzir di kecamatan sidorejo kota salatiga terhadap hukum perwakafan serta
11
pemahaman
Nadzir
tersebut
turut
mempengaruhi
efektifitas
pengelolaan harta wakaf di Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga, maka penelitian ini penulisan menggunakan jenis data kualitatif, yang datanya diperoleh dari hasil wawancara, respon yang berkaitan dengan masalah yang
penulis kemukakan, yaitu pemahaman Nadzir tentang hukum
Perwakafan
dan
peran
nadzir
tersebut
efektifitasnya
terhadap
pengelolaan wakaf. Penelitian ini menggunakan metode deskriftif analisis, yakni berusaha menyajikan fakta-fakta yang objektif sesuai dengan kondisi dan situasi yang sebenarnya terjadi pada saat penelitian dilakukan. Pada penelitian ini penulisan menggunakan Pendekatan kualitatif adalah jenis penelitian yang menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak dicapai (diperoleh) dengan menggunakan prosedur-prosedur statistik atau dengan cara-cara lain dari kualifikasi (pengukuran)”(Djuanidi Ghani,1997:11). Dalam pendekatan kualitatif ini semua data diperoleh dalam bentuk kata-kata lisan maupun tulisan yang bersumber dari manusia. Berkaitan dengan hal tersebut, Lexy J. Moleong (2000:4-8) menyatakan Ciri-ciri pendekatan kualitatif sebagai berikut: a. Mempunyai latar alamiah b. Manusia sebagai alat c. Memakai metode kualitatif d. Analisa data secara induktif e. Lebih mementingkan proses daripada hasil
12
f. Penulisan bersifat deskriptif g. Teori dari dasar (grounded thory) h. Adanya khusus untuk keabsahan data i. Desain yang bersifat sementara j. Hasil penelitian dirundingkan dan disepakati bersama. Menurut Suryabrata (1998:19), ” Penelitian deskriptif adalah penelitian yang bermaksud untuk membuat pencandraan (uraian, paparan) mengenai
situasi
kejadian-kejadian”. Sedangkan tujuan penelitian
deskriptif menurut Umar (1999:29), ” Tujuan penelitian deskriptif adalah untuk menggambarkan sifat sesuatu yang tengah berlangsung pada saat researh dilakukan dan untuk memeriksa sebab-sebab dari sesuatu gejala tertentu” 2. Kehadiran Peneliti Penulis terjun langsung di kantor Yayasan Al-Muflihun Jetis Kelurahan Sidorejo lor Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga dan Kantor Urusan Agama yang penulis anggap dapat memberikan gambaran tentang catatan kegiatan perwakafan. Sesuai dengan pendekatan kualitatif, maka semua fakta berupa kata-kata maupun tulisan dari sumber data manusia yang telah diamati dan dokumen yang terkait disajikan dan digambarkan apa adanya untuk selanjutnya ditelaah guna menemukan makna. 3. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dimulai hari senin, 23 Desember 2014 – selesai. Lokasi penelitian berada di Yayasan Al-Muflihun Jetis Kelurahan Sidorejo lor
13
Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga dan Kantor Urusan Agama (KUA) Salatiga. 4. Sumber Penelitian Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber data primer dan sumber data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan langsung di lapangan oleh orang yang melakukan penelitian atau yang bersangkutan karena memerlukannya. Data primer ini disebut juga data asli atau data baru. Artinya, data yang diperoleh memang asli dari lapangan dan baru, bukan data yang sudah usang/lama atau yang telah diolah. Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan orang yang melakukan penelitian dari sumber-sumber yang telah ada (M.Iqbal, 2002:82). Sumber data primer, peneliti secara khusus peroleh dari kajian langsung ke objek penelitian berupa hasil data observasi, dokumentasi, dan interview dengan petugas KUA Sidorejo dan para Nadzir yang ada di Yayasan Al-Muflihun Jetis Kelurahan Sidorejo lor Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga. Sumber data sekunder, peneliti memperoleh data-data Nadzir dari petugas KUA dan catatan-catatan yang sudah terdokumentasi di Kecamatan
Sidorejo.
Sebagai
data
pendukung
lainnya
penulis
menggunakan buku-buku yang berhubungan dengan wakaf sebagai referensi.
14
5. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data oleh penulis dengan cara, Penelitian Lapangan/ Survey, sedangkan alat yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah : a. Observasi. Teknik observasi adalah pengamatan data dengan mencatat secara
sistematis
fenomena-fenomena
yang
diselidiki
(Hadi,
1983:136). Dengan kehadiran peneliti di Yayasan Al-Muflihun Jetis Kelurahan Sidorejo lor Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga dan KUA Sidorejo termasuk kegiatan Observasi, karena dapat mengetahui langsung kondisi dan berbagai aktifitas mengenai kegiatan perwakafan di Area tersebut. b. Wawancara (Interview) Interview adalah usaha mengumpulkan informasi dengan mengajukan sejumlah pertanyaan secara lisan, untuk dijawab secara lisan pula. Atau secara sederhana interview diartikan sebagai alat pengumpul data dengan mempergunakan tanya jawab antara pencari informasi dan responden (Hadari, 2002:111). Wawancara identik dengan pengumpulan data dengan bertanya langsung, lisan maupun tertulis kepada nara sumber. Ciri utamanya adalah kontak langsung dengan tatap muka antara penulis dengan sumber informasi. Berikut nama-nama Nadzir sebagai informan yaitu HM. Indi Sugandi. Kelahiran Ciamis, 20 Desember 1942.
15
c. Dokumentasi Teknik dokumentasi adalah pencarian data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan,
struktur organisasi,
transkrip,
buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda, dan lain sebagainya (Suharsini, 2006:206) Penulis dalam pengumpulan data melalui peninggalan tertulis, terutama berupa arsip-arsip dan termasuk catatan-catatan tentang perwakafan di Yayasan Al-Muflihun Jetis Kelurahan Sidorejo lor Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga dan di KUA Sidorejo yang berhubungan dengan masalah penyelidikan. 6. Teknik Analisis Data Analisis data dapat diartikan sebagai proses yang menghubunghubungkan, memisah-misahkan dan mengelompokkan data yang ada sehingga dapat ditarik kesimpulan yang benar.Analisis data yang digunakan adalah analisis
non-statistik, yaitu menggunakan analisis
deskriptif analitis, analisis yang diwujudkan bukan dalam bentuk angka melainkan dalam bentuk laporan dan uraian deskriptif. Adapun langkah-langkah dalam menganalisis data pada penelitian kualitatif deskriptif mengacu pada langkah-langkah yang dikemukakan oleh Mohammad Ali, yaitu: a.
Reduksi data
16
Reduksi data adalah proses memilih, menyederhanakan, memfokuskan, mengabstraksikan dan mengubah data kasar ke dalam catatan lapangan. b.
Display atau sajian data Sajian data merupakan suatu cara merangkai data dalam suatu organisasi-organisasi kesimpulan
dan/atau
yang
memudahkan
tindakan
yang
untuk
diusulkan
pembuatan (Mohammad,
1993:167). c.
Verifikasi dan/atau penyimpulan data Adapun verifikasi data adalah penjelasan tentang makna data dalam suatu konfigurasi yang secara khas menunjukan alur kausalnya sehingga dapat diajukan proposisi-proposisi yang terkait dengannya (Kafemad, 2000:103). Dalam menganalisi data ini, penulis menggunakan analisis data kualitatif. Menurut Muhadjir (1996:104) mengatakan, “Analisis data merupakan upaya untuk mencapai dan menata secara sistematis catatan hasil observasi, wawancara dan lainya. Untuk meningkatkan pemahaman penelitian tentang kasus yang diteliti dan menyajikanya sebagi temuan bagi orang lain. Sedangkan untuk meningkatkan pemahaman tersebut, analisis perlu dilanjutkan dengan berupaya mancari makna”. Dengan
demikian,
penulis
akan
menunjukkan
laporan
penelitian berisi kutipan-kutipan data untuk memberikan gambaran
17
penyajian laporan tersebut. Data yang penulis mungkin berasal dari naskah wawancara pendapat para Nadzir tentang wakaf, catatan lapangan berupa catatan kegiatan Wakaf di Yayasan Al-Muflihun Jetis Kelurahan Sidorejo lor Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga, dokumen pribadi dan sebagainya. H. Sistematika Penulisan Untuk memudahkan dalam penulisan, penulis menentukan sistematika penulisan dengan menguraikan setiap point nya dan akan dituangkan dalam Bab-bab sebagaimana diuraikan berikut ini : Bab I adalah Pendahuluan. Pada Bab Pendahuluan berisi Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Penegasan Istilah, Telaah Pustaka, Metode Penelitian dan Sistematika Penelitian. Setelah Bab I, dilanjutkan dengan Bab II yaitu Landasan Teori. Bab II berisi: yang pertama adalah Pengertian Nadzir, yang kedua Pengertian Wakaf yang meliputi Pengertian wakaf menurut Fiqih, Pengertian Wakaf menurut Undang-undang, Pengelolaan Wakaf menurut Kompilasi Hukum Islam, Dasar Hukum Wakaf, Macam-macam Wakaf, Rukun dan Syarat Wakaf dan Tujuan dan Fungsi Wakaf. Dan yang ketiga atau yang terkahir dari Bab II adalah membahas tentang Pengelolaan Wakaf. Bab berikutnya adalah Bab III membahas Gambaran Umum Yayasan Almuflihun. Penulis akan menggambarkan tentang objek penelitian yang terbagi beberapa point yaitu Profil Yayasan, Visi dan Misi, Tujuan Yayasan, Struktur Organisasi, Tugas dan Wewenang Pengurus Yayasan, Ruang
18
Lingkup dan Program Kerja Yayasan, Faktor Penghambat dalam Pengelolaan dan pengembangan wakaf di Yayasan. Dalam Bab III juga membahas Hasil Penelitian yang berisi Identifikasi dan Pemahaman Nadzir di Yayasan AlMuflihun Jetis Kelurahan Sidorejo lor Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga terhadap hukum perwakafan, pengelolaan harta wakaf di Yayasan AlMuflihun Jetis Kelurahan Sidorejo lor Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga dan efektifitas pengelolaan harta wakaf di Yayasan Al-Muflihun Jetis Kelurahan Sidorejo lor Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga. Pada Bab IV membahas Analisis Data, yang pertama adalah Analisis Pemahaman Nadzir di Yayasan Al-Muflihun Jetis Kelurahan Sidorejo lor Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga terhadap hukum perwakafan dan yang kedua adalah Analisis pemahaman Nadzir tersebut terhadap efektifitas pengelolaan harta wakaf di Yayasan Al-Muflihun Kelurahan Sidorejo Lor Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga. Dalam Bab terakhir atau Bab V adalah penutup yang berisi kesimpulan skripsi serta kritik dan saran.
19
BAB II LANDASAN TEORI
A. Pengertian Nadzir Kata nadzir secara etimologi berasal dari kata kerja nazira – yandzaru yang berarti “menjaga” dan “mengurus” (Hamami, 2003: 97). Di dalam kamus Arab Indonesia disebutkan bahwa kata nadzir berarti; “yang melihat”, “pemeriksa.”( Yunus, 1973:457). Dalam terminologi fiqh, yang dimaksud dengan nadzir adalah orang yang diserahi kekuasaan dan kewajiban untuk mengurus dan memelihara harta wakaf (Al-Ramli, 1996:610). Jadi pengertian nadzir menurut istilah adalah orang atau badan yang memegang amanat untuk memelihara dan mengurus harta wakaf dengan sebaik-baiknya sesuai dengan wujud dan tujuan harta wakaf (Ali, 1988:91). Dalam Pasal 1 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 disebutkan nadzir adalah kelompok orang atau badan hukum yang diserahi tugas pemeliharaan dan pengurusan benda wakaf. Menurut penjelasan Pasal I ayat (4) peraturan tersebut yang dimaksud kelompok orang dalam rumusan itu adalah kelompok orang-orang yang merupakan satu kesatuan atau merupakan suatu pengurus, sedangkan badan hukum adalah badan hukum diluar pengertian Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1963 tantang badan hukum yang memiliki hak atas tanah, tetapi badan hukum yang disahkan oleh Menteri Kehakiman
seperti
yayasan
keagamaan
20
dan
badan
sosial
lainnya
(Harsono,1993:20). Dibentuknya nadzir dimaksudkan untuk menjamin agar tanah hak milik yang diwakafkan tetap dapat berfungsi sesuai dengan tujuan wakaf. Pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik, menyebutkan tentang syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh nadzir perorangan dan nadzir badan hukum. Untuk nadzir perorangan, syarat-syaratnya adalah sebagai berikut : (1) warga Negara Indonesia; (2) beragama Islam; (3) sudah dewasa; (4) sehat jasmaniah dan rohaniah; (5) tidak berada di bawah pengampunan; (6) bertempat tinggal di kecamatan tempat tinggal tempat letaknya tanah yang diwakafkan. Sedangkan untuk nadzir badan hukum, syaratnya adalah : (1) badan hukum Indonesia, berkedudukan di Indonesia; (2) mempunyai perwakilan di kecamatan tempat letaknya tanah yang diwakafkan; (3) sudah disahkan oleh Menteri Kehakiman dan dimuat dalam Berita Negara; (4) jenis tujuan dan usahanya untuk kepentingan peribadatan atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam. Ketentuan lebih lanjut mengenai nadzir, adalah : 1. Nadzir wakaf, baik perorangan maupun badan hukum harus terdaftar pada Kantor Urusan Agama Kecamatan setempat untuk mendapatkan pengesahan dari Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan yang bertindak sebagai Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (Harsono, 1993:22 ). 2. Jika syarat-syarat nadzir perorangan seperti tersebut tidak terpenuhi, maka hakim menunjuk orang lain yang mempunyai hubungan kerabat dengan
21
wakif, dengan prinsip hak pengawasan ada pada wakif sendiri (Suhadi, 1985:28). 3. Jumlah nadzir untuk suatu daerah tertentu ditetapkan oleh Menteri Agama. Menurut Peraturan Menteri Agama Nomor 1 Tahun 1978, jumlah nadzir perorangan untuk satu kecamatan adalah sama dengan jumlah desa yang terdapat dalam kecamatan bersangkutan. Di dalam setiap desa hanya ada satu nadzir kelompok perorangan. Kelompok perorangan itu terdiri dari sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang, salah seorang diantaranya menjadi ketua (Ali, 1988:17). 4. Masa kerja nadzir perorangan tidaklah selama-lamanya. Seorang anggota nadzir berhenti dari jabatannya apabila : (Suhadi, 1985:28) (a) meninggal dunia; (b) mengundurkan diri; (c) dibatalkan kedudukannya sebagai nadzir oleh Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan setempat, karena : (1) tidak memenuhi syarat seperti diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 dan peraturan pelaksanaannya; (2) melakukan tindak pidana kejahatan yang berhubungan dengan jabatan nadzir; (3) tidak dapat lagi melakukan kewajibannya sebagai nadzir. 5. Dalam rangka mengekalkan manfaat benda wakaf agar sesuai dengan tujuannya, para nadzir mempunyai kewajiban dan hak. Adapun kewajiban nadzir adalah sebagai berikut : (Suhadi, 1985:l33).(a) mengurus dan mengawasi harta kekayaan wakaf dan hasilnya; (b) memberi laporan kepada Kepala Kantor Urusan Agama tentang : (1) hasil pencatatan perwakafan tanah milik oleh pejabat Badan Pertanahan Nasional; (2) perubahan status
22
tanah milik yang telah diwakafkan dan perubahan penggunaannya karena tidak sesuai lagi dengan tujuan wakaf seperti diikrarkan oleh wakif dan untuk kepentingan umum; (3) pelaksanaan kewajiban mengurus dan mengawasi harta kekayaan wakaf dan hasilnya tiap tahun sekali, pada akhir bulan Desember tahun yang sedang berjalan; (c) melaporkan anggota nadzir yang berhenti dari jabatannya; (d) mengusulkan kepada Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan anggota pengganti yang berhenti itu untuk disahkan keanggotannya. Sedangkan hak nadzir adalah sebagai berikut: (1) menerima penghasilan dari hasil tanah wakaf yang besarnya tidak boleh melebihi sepuluh persen (10%) dari hasil bersih tanah wakaf; (2) menggunakan fasilitas sepanjang diperlukan dari tanah wakaf atau hasilnya yang ditetapkan olah Kepala Seksi Urusan Agama Islam setempat. 6. Dalam hukum fiqih tradisional, nadzir tidak termasuk ke dalam rukun (unsur-unsur) wakaf; setiap orang memenuhi syarat dapat saja menjadi nadzir, apabila ia ditunjuk oleh wakif. Para ahli hukum Islam berpendapat bahwa nadzir tidak harus orang lain atau kelompok orang. Orang yang mewakafkan hartanya dapat menjadi nadzir harta yang diwakafkannya. Oleh sebab itu pengaturan seperti yang terdapat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik merupakan pengembangan hukum fikih Islam di Indonesia, demikian juga ketentuan adanya keharusan kehadiran dua orang saksi, dibuatnya ikrar wakaf secara tertulis dan dilakukannya dihadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) (Suhadi, 1985: 39).
23
B. Pengertian wakaf 1. Pengertian Wakaf menurut fiqih Wakaf, secara bahasa adalah al-habs (menahan). Kata al-waqf adalah bentuk masdar dari ungkapan waqfu al-syai’, yang berarti menahan sesuatu. Perkataan waqf menjadi wakaf dalam bahasa Indonesia berasal dari kata kerja bahasa Arab meletakkan,
memahami,
yang berarti ragu-ragu, berhenti, mencegah,
menahan,
mengatakan,
memperlihatkan, meletakkan, memperhatikan, mengabdi dan tetap berdiri (Munawwir,
1984:1683).
Pengertian
menghentikan
ini
(kalau)
dihubungkan dengan ilmu baca Al-Qur’an (ilmu tajwid) adalah tata cara menyebut huruf-hurufnya, dari mana dimulai dan di mana harus berhenti. Wakaf
dalam
pengertian
ilmu
tajwid
ini
mengandung
makna
menghentikan bacaan, baik seterusnya maupun untuk mengambil nafas sementara. Menurut aturannya seorang pembaca tidak boleh berhenti dipertengahan suku kata, harus ada pada akhir kata di penghujung ayat agar bacaannya sempurna. Pengertian wakaf dalam makna berdiam di tempat, dikaitkan dengan wuquf yakni berdiam di Arafah pada tanggal 9 Zulhijjah ketika menunaikan ibadah haji. Tanpa wukuf di Arafah tidak ada haji bagi seseorang (Ali, 1988:80). Dalam istilah syara’ secara umum, wakaf adalah sejenis pemberian yang pelaksanannya dilakukan dengan jalan menahan (pemilikan) asal, lalu menjadikan manfaatnya berlaku umum. Adapun yang dimaksud
24
tahbisul ashli adalah menahan barang yang diwakafkan itu agar tidak diwariskan, dijual, dihibahkan, digadaikan, disewakan dan sejenisnya. Lebih lanjut, mengenai pemanfaatan wakaf adalah menggunakannya sesuai dengan kehendak pemberi wakaf tanpa imbalan (Mughniyah, 1996:635). Para Ulama berbeda pendapat tentang arti wakaf secara istilah (hukum). Mereka mendefinisikan wakaf dengan definisi yang beragam, sesuai dengan perbedaan mazhab yang mereka anut, baik dari segi kelaziman dan ketidaklazimannya, syarat pendekatan di dalam masalah wakaf ataupun posisi pemilik harta wakaf setelah diwakafkan. Selain itu, juga perbedaan persepsi di dalam tata cara pelaksanaan wakaf, dan apa-apa yang berkaitan dengan wakaf, seperti persyaratan serah terima secara sempurna dan sebagainya. Ketika mendefinisikan wakaf, para ulama merujuk kepada para Imam mazhab, seperti Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’I dan imam-imam lainnya. Maka, yang terlintas di benak kita setelah membaca definisi-definisi yang mereka buat, seolah-olah definisi tersebut adalah kutipan dari mereka. Padahal, kenyataannya tidak demikian, karena definisi itu hanyalah karangan ahli-hali fiqh yang datang sesudah mereka. Ada beberapa pengertian wakaf menurut para ulama: a. Menurut Abu Hanifah Wakaf adalah menahan suatu benda yang menurut hukum tetap milik si wakif dalam rangka mempergunakan manfaatnya untuk
25
kebaikan. Berdasarkan definisi itu maka pemilikan harta wakaf tidak lepas dari si wakif bahkan ia dibenarkan menariknya kembali dan ia boleh menjualnya, karena yang lebih kuat menurut pendapat abu hanifah adalah bahwa wakaf hukumnya jaiz (boleh), tidak wajib sama halnya dengan pinjaman (Wahbah Al-Zuhaili ,1989: 153). b. Menurut Imam Syafi’i Wakaf adalah suatu ibadah yang disyaratkan. Wakaf itu berlaku sah, bilamana orang yang berwakaf telah menyatakan dengan perkataan, “ Saya telah wakafkan (waqaftu)”, sekalipun tanpa diputus oleh hakim (Khosyi’ah, 2010:19). c. Menurut Jumhur Wakaf adalah menahan suatu benda yang mungkin diambil manfaatnya (hasilnya) sedang bendanya tidak terganggu. Dengan wakaf itu hak pengguna si wakif dan orang lain menjadi terputus. Hasil benda tersebut digunakan untuk kebaikan dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah SWT. Atas dasar itu, benda tersebut lepas dari pemilikan si wakif dan menjadi hak Allah SWT. Kewenangan wakif atas harta itu hilang, bahkan ia wajib menyedekahkan sesuai dengan tujuan wakaf. d. Menurut Mazhab Maliki Wakaf adalah perbuatan si wakif yang menjadikan manfaat hartanya untuk digunakan oleh penerima wakaf, walaupun yang dimiliki itu berbentuk upah atau menjadikan hasilnya untuk dapat digunakan seperti mewakafkan uang. Wakaf dilakukan dengan
26
mengucapkan lafadz wakaf untuk masa tertentu sesuai dengan keinginan pemilik. Dengan kata lain, pemilik harta menahan benda itu dari penggunaan secara pemilikan tetapi membolehkan pemanfaatan hasilnya untuk tujuan kebaikan, yaitu pemberian manfaat benda secara wajar sedang benda itu tetap menjadi milik si wakif. Perwakafan ini berlaku untuk suatu masa tertentu, dan karenanya tidak boleh disyaratkan sebagai wakaf kekal (Khosyi’ah, 2010:19). 2. Pengertian Wakaf menurut Undang-undang Menurut perundang-undangan Indonesia. Pengertian wakaf menurut peraturan pemerintah nomor 28 tahun 1977 pasal 1 (1) adalah perbuatan hukum seseorang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari harta kekayaan untuk selama-lamanya untuk kepentingan peribadatan atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam (Peraturan Menteri Agama RI No.1 Tahun 1978 Tentang Pelaksanaan PP No.28 Tahun 1977). Pasal 215 instruksi presiden nomor 1 tahun 1991 menyatakan: “wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau sekelompok orang atau badan
hukum
yang
memisahkan
sebagian
dari
miliknya
dan
melembagakannya untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadat dan keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam “ (Peraturan Dirjen Bimas Islam DEPAG RI No. Kep/D/75/1978 dan Inpres RI No. 1 Tahun 1991Tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI)).
27
Menurut Undang-Undang nomor 41 tahun 2004 tentang wakaf pasal 1 ayat 1: wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah (Undang-Undang Republik Indonesia nomor 41 tahun 2004 tentang wakaf). Saat ini di Indonesia sedang berkembang wakaf benda bergerak berupa uang, hal ini diatur dalam UU No. 41 tahun 2004 Tentang Wakaf, UU ini memberikan pengertian tentang harta benda wakaf. Harta benda wakaf adalah harta benda yang memiliki daya tahan lama dan/atau manfaat jangka panjang serta mempunyai nilai ekonomi menurut syariah yang diwakafkan oleh wakif. Adapun harta benda wakaf tersebut terdiri dari benda tidak bergerak dan benda bergerak. Salah satu benda bergerak yang dapat diwakafkan adalah uang, wakaf uang yang dapat diwakafkan adalah mata uang rupiah. Dalam usaha memberikan ruang gerak kegiatan perwakafan dalam era globalisasi, maka Bank Indonesia memberikan definisi wakaf tunai (uang) sebagai “penyerahan aset wakaf berupa uang tunai yang tidak dapat dipindahkan dan dibekukan untuk selain kepentingan umum yang tidak mengurangi ataupun menghilangkan jumlah pokoknya”( Siregar, 2001: 1). Wakaf adalah menahan sesuatu benda untuk diambil manfaatnya sesuai dengan ajaran Islam (Ali, 1998:80).
28
Dari beberapa definisi wakaf yang telah disebutkan, dapat penulis simpulkan bahwa yang dimaksud dengan wakaf adalah suatu perbuatan hukum yang dilakukan seseorang dengan cara menahan harta bendanya dengan mengambil manfaatnya
untuk kesejahteraan umum menurut
syariah, Perbuatan wakaf ini adalah sebagai manifestasi kepatuhan terhadap agama karena wakaf merupakan salah satu cara mendekatkan diri kepada Allah SWT. 3. Pengertian wakaf menurut Kompilasi Hukum Islam Wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau kelompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari benda miliknya dan melembaganya untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadat atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam (Departemen Agama RI, 1998:99). Adanya berbagai perumusan pengertian wakaf yang dikemukakan oleh para ulama dan pakar keIslaman, menunjukkan kepada kita betapa besarnya keragaman tentang pengertian wakaf. Meskipun berbeda dalam redaksional, akan tetapi esensi dari pengertian wakaf tetaplah sama yakni wakaf adalah suatu tindakan atau penahanan terhadap harta kekayaan seseorang atau badan hukum dengan kekalnya benda tersebut untuk diambil manfaatnya guna kepentingan ibadah atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam. Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa harta yang diwakafkan haruslah:
29
1) Benda yang kekal zatnya (tahan lama wujudnya), tidak lekas musnah setelah dimanfaatkan. 2) Lepas dari kekuasaan orang-orang yang berwakaf. 3) Tidak dapat dialihkan kepada pihak lain, baik dengan jalan jual beli, hibah maupun dengan warisan. 4) Untuk keperluan amal kebajikan sesuai dengan ajaran Islam (Muhammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam ; Zakat dan Wakaf, Jakarta : UI Press, 1998,hlm. 84). 4. Dasar Hukum Wakaf a. Dasar Hukum dari Al-Quran Wakaf ialah menghentikan (menahan) perpindahan milik suatu harta yang bermanfaat dan tahan lama, sehingga manfaat harta itu dapat digunakan untuk mencari keridhaan Allah SWT. Adapun dasar yuridis wakaf dapat dilihat dalam Al-Qur’an, diantaranya dalam Surat Al Baqarah, 2: 267:
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji”.(QS. Al Baqarah, 267).
30
Kata
berasal dari kata
yang berarti memberikan sesuatu
yang dimiliki kepada pihak lain. Di dalam kamus bahasa Indonesia kata ini diartikan: “Pemberian (sumbangan) harta dan sebagainya (selain zakat wajib) untuk kebaikan; sedekah, nafkah; menginfakkan; menyumbangkan (harta) untuk kepentingan umum (Baidan, 2001:125.). Surat Al-Baqarah, 2: 261:
“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir: seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui”.( Departemen Agama RI, 1994:34) (QS. Al Baqarah, 261)
Surat Ali Imron, 3: 92:
“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya”. (QS. Ali Imron, 92). Ayat-ayat Al-Qur’an tersebut, menurut pendapat para ahli, dapat dipergunakan sebagai dasar umum lembaga wakaf (Ali, 1988:81).
31
b. Dasar Hukum dari Hadits Adapun hadist yang secara umum menjelaskan wakaf yaitu:
“menceritakan kepadaku Yahya bin Ayyub, Qutaibah ( Ibnu Sa’id), dan Ibnu Hujrin mereka berkata, telah menceritakan kepada kami Isma’il ( Ibnu Ja’far ) dari al’Allak dari ayahnya, dari Abi Hurairah sesungguhnya rasulallah SAW bersabda :” Apabila manusia meninggal dunia, maka putuslah amalnya, kecuali dari tiga perkara : shadaqah Jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shaleh yang mendoakan orang tuanya”.(HR. Muslim)( Imam Abi al Husain). Adapun penafsiran shadaqah jariyah dalam hadits tersebut adalah:
“Hadits tersebut dikemukakan di dalam bab wakaf, karena para ulama menafsirkan shodaqah jariyah dengan wakaf”(Direktorat Pengembangan Zakat Dan Wakaf, 2006:18) Pada hadits di atas yang dimaksud dengan shadaqah jariyah menurut
penafsiran
para
ulama
adalah
waqaf
(as-San'any,
1980:167).Sebab bentuk shadaqah seperti wakaf ini pahalanya akan terus mengalir, tidak akan terputus sekalipun orangnya sudah meninggal. c. Dasar Hukum dari Perundang-undangan Sedangkan Dasar hukum wakaf menurut peraturan perundang undangan yang berlaku di Indonesia sebagai berikut:
32
1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok- Pokok Agraria. 2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah. 3) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1977 Tentang 4) Perwakafan Tanah Milik (LNRI Nomor 38, 1977, TLNRI Nomor 3107). 5) Peraturan Menteri Agama Nomor 1 Tahun 1978 Tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 Tentang Perwakafan Tanah Milik. 6) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf. 7) Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan Undang- Undang No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf. 8) Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor Dt.I.III/5/BA.03. 2/2772/2002 pada tanggal 11 Mei 2002 Tentang Wakaf Uang. Fatwa yang ditetapkan oleh MUI menyatakan bahwa wakaf uang hukumnya jawaz (boleh), nilai pokok wakaf uang harus dijamin kelestariannya, tidak boleh dijual, dihibahkan, dan atau diwariskan serta wakaf uang hanya boleh disalurkan dan digunakan untuk halhal yang dibolehkan secara syari’ah Kesimpulannya, Al-Quran dalam hal wakaf tidak menyebutkan secara khusus, Al-Quran hanya membicarakan soal umum yaitu soal
33
menafkahkan harta pada jalan Allah. Cara menafkahkan harta pada jalan Allah salah satunya dengan wakaf (Halim,2005:68). 5. Macam-Macam Wakaf Ada dua macam wakaf yaitu: a.
Wakaf Ahli (Wakaf keluarga) Wakaf ahli atau wakaf keluarga ialah wakaf yang diperuntukkan khusus kepada orang-orang tertentu, seseorang atau lebih, keluarga wakif atau bukan. Karena wakaf ini adalah wakaf yang diperuntukkan bagi orang-orang khusus atau orang-orang tertentu, maka wakaf ini disebut pula dengan wakaf khusus. Wakaf keluarga ini adalah sama dengan wakaf umum, untuk berbuat baik pada orang lain dalam rangka pelaksanaan amal kebijakan menurut ajaran Islam, namun kemudian terjadilah penyalahgunaan, di antaranya yaitu: Menjadikan wakaf keluarga itu sebagai alat untuk menghindari pembagian atau pemecahan harta kekayaan pada ahli waris yang berhak menerimanya, setelah wakif meninggal dunia dan wakaf keluarga itu dijadikan alat untuk mengelakkan tuntutan kreditur terhadap hutang-hutang yang dibuat oleh seseorang, sebelum ia mewakafkan tanahnya itu (Ali, 1988:90). Ditinjau
dari
segi
manfaatnya
dalam
meningkatkan
perekonomian umat, wakaf keluarga tidak mempunyai peranan yang berarti. Keberadaan wakaf semacam ini tidak disetujui oleh sebagian fuqaha dan ulama lainnya karena Wakaf ini dianggap sebagai bid'ah
34
dan tidak sesuai dengan syara’. Lebih lanjut wakaf pada dasarnya untuk kebijakan umum, bukan untuk individu apalagi untuk keluarga sendiri. Hal ini memang beralasan, karena wakaf yang disebut sebagai wakaf keluarga ini terasa sangat tidak relevan dan tidak beralasan tepat. Segala tindakan atau perbuatan seseorang menggunakan barang atau hartanya untuk dirinya sendiri, itu adalah sesuatu yang wajar, tetapi tidak perlu mengatasnamakan wakaf. b.
Wakaf Khairi (Wakaf umum) Wakaf Khairi (Wakaf umum) adalah wakaf yang diperuntukkan bagi kepentingan atau kemaslahatan umum. Wakaf jenis ini jelas sifatnya sebagai lembaga keagamaan dan lembaga sosial dalam bentuk masjid, madrasah, pesantren, asrama, rumah sakit, rumah yatim-piatu, tanah pekuburan dan lain sebagainya. Wakaf khairi atau wakaf umum inilah yang paling sesuai dengan ajaran Islam dan dianjurkan pada orang yang mempunyai harta untuk melakukannya guna memperoleh pahala yang terus mengalir bagi orang yang bersangkutan kendatipun ia telah meninggal dunia, selama wakaf itu masih dapat diambil manfaatnya (Ali, 1988:91). Wakaf khairi ini jelas merupakan wakaf yang benar-benar dapat dinikmati manfaatnya oleh masyarakat dan merupakan salah satu sarana penyelenggara kesejahteraan masyarakat baik dalam bidang keagamaan maupun dalam bidang ekonomi, sosial, budaya dan pendidikan.
35
6. Rukun dan Syarat Wakaf Rukun berasal dari bahasa Arab yang secara etimologi, rukun biasa diartikan dengan bagian yang terpenting dari sesuatu. Adapun, dalam terminology fikih,rukun adalah suatu yang dianggap menentukan suatu disiplin tertentu, dimana ia merupakan bagian integral dari disiplin itu sendiri. Dengan kata lain rukun adalah penyempurnaan sesuatu, dimana ia merupakan bagian dari sesuatu itu (al-Kabisi, 2004:87). Dalam wakaf ada beberapa rukun yang harus dipenuhi berikut syaratnya. Adapun rukun dan syarat wakaf tersebut adalah: a. Wakif
atau orang yang mewakafkan.
Wakif adalah pihak yang mewakafkan harta benda miliknya (Depag, 1966:3). Adapun syarat wakif sebagaimana di jelaskan dalam Pasal 8 Ayat 1 Undang-Undang 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf. 1) Wakif perseorangan sebagaimana di maksud dalam pasal (7) huruf (a) hanya dapat melakukan wakaf apabila memenuhi persyaratan: a) Dewasa. b) Berakal sehat. c) Tidak terhalang melakukan perbuatan hukum dan. d) Pemilik sah harta benda wakaf (Departemen Agama RI,1966:6). 2) Wakif organisasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 huruf b hanya dapat melakukan wakaf apabila memenuhi ketentuan organisasi untuk mewakafkan harta benda milik organisasi sesuai dengan anggaran dasar organisasi yang bersangkutan.
36
3) Wakif badan hukum sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 huruf c hanya dapat melakukan wakaf apabila memenuhi ketentuan badan hukum untuk mewakafkan harta benda milik badan hukum sesuai dengan anggaran dasar badan hukum yang bersangkutan. Pada hakekatnya amalan wakaf adalah tindakan tabarru’ (mendermakan harta benda), karena itu syarat seorang wakif adalah cakap melakukan tindakan tabarru’. Artinya ia harus sehat akal, dalam keadaan sadar, telah mencapai umur baligh dan tidak dalam keadaan terpaksa/ dipaksa. Dan wakif adalah benar-benar pemilik harta yang diwakafkan. Oleh karena itu wakaf orang yang gila, anak-anak, dan orang terpaksa/ dipaksa tidak sah (Rofiq,1998:493). Maksud dari kalimat “tidak dalam keadaan terpaksa/dipaksa” dapat diartikan juga dengan orang merdeka, karena keadaan terpaksa dan dipaksa identik dengan keadaan seorang budak, atau dalam bahasa undang-undangnya tidak terhalang melakukan perbuatan hukum. b. Mauquf
atau benda yang diwakafkan
Harta benda wakaf adalah harta benda yang memiliki daya tahan lama dan/atau manfaat jangka panjang serta mempunyai nilai ekonomi menurut syariah yang diwakafkan oleh wakif. Dalam Pasal 15 UndangUndang No 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, harta benda wakaf hanya dapat diwakafkan apabila dimiliki dan dikuasai wakif secara sah. Dalam Pasal 16 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004, harta benda wakaf terdiri dari:
37
1)
Benda tidak bergerak, meliputi: a) Hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan yang berlaku baik yang sudah maupun yang belum terdaftar; b) Bangunan atau bagian bangunan yang terdiri di atas sebagaimana dimaksud pada huruf 1; c) Tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah; d) Hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku; e) Benda tidak bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
2) Benda bergerak adalah harta yang tidak bisa habis karena dikonsumsi, meliputi: a) Uang, b) Logam mulia, c) Surat berharga, d) Kendaraan, e) Hak atas kekayaan intelektual, f)
Hak sewa, dan
g) Benda bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
38
Mauquf dipandang sah apabila merupakan harta bernilai, tahan lama dipergunakan, dan hak milik wakif murni. Benda yang diwakafkan dipandang sah apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: 1) Benda harus memiliki nilai guna Tidak sah hukumnya sesuatu yang bukan benda, misalnya hak-hak yang bersangkut paut dengan benda, seperti hak irigasi, hak lewat, hak pakai dan lain sebagainya. Tidak sah pula mewakafkan benda yang tidak berharga menurut syara', yaitu benda yang tidak boleh diambil manfaatnya, seperti benda memabukkan dan benda-benda haram lainnya. 2) Benda tetap atau benda bergerak Secara garis umum yang dijadikan sandaran golongan Syafi’iyyah dalam mewakafkan hartanya dilihat dari kekekalan fungsi atau manfaat dari harta tersebut, baik berupa barang tak bergerak, barang bergerak maupun barang kongsi (milik bersama). 3) Benda yang diwakafkan harus tertentu (diketahui) ketika terjadi akad wakaf. Penentuan benda tersebut bisa ditetapkan dengan jumlah seperti seratus juta rupiah, atau bisa juga menyebutkan dengan nishab terhadap benda tertentu, misalnya separuh tanah yang dimiliki dan lain sebagainya. Wakaf yang tidak menyebutkan secara jelas terhadap harta yang akan diwakafkan tidak sah
39
hukumnya seperti mewakafkan sebagian tanah yang dimiliki, sejumlah buku, dan sebagainya. Benda yang diwakafkan benar-benar telah menjadi milik tetap si wakif (orang yang mewakafkan) ketika terjadi akad wakaf. Dengan demikian, jika seseorang mewakafkan benda yang bukan atau belum menjadi miliknya, walaupun nantinya akan menjadi miliknya maka hukumnya tidak sah, seperti mewakafkan tanah yang masih dalam sengketa atau jaminan jual beli dan lain sebagainya. Jumhur fuqaha berpendapat harta wakaf tidak lagi menjadi milik wakif melainkan secara hukum menjadi milik Allah atau dalam
terminology sosiologis harta wakaf
menjadi
milik
masyarakat umum. Wakif tidak boleh menariknya kembali (Mas’adi, 2002:12.). Rumusan tentang benda-benda yang boleh diwakafkan sangat penting dan diperlukan, perumusan tersebut kemudian disosialisasikan kepada umat Islam. Dengan demikian wakaf dapat berkembang secara produktif dan hasilnya dapat dipergunakan untuk mewujudkan kesejahteraan umat. Dalam hal ini yang perlu diperhatikan adalah bahwa tanah yang diwakafkan adalah seharusnya tanah yang letaknya strategis (baik) atau subur. Sehingga akan dapat dimanfaatkan sebagai kepentingan umum dengan sebaik-baiknya.
40
c. Mauquf ‘alaih
atau tujuan wakaf.
Tujuan utama dari wakaf adalah diperuntukkan untuk kepentingan umum, dan untuk kebaikan mencari ridha Allah dan mendekatkan diri kepada-Nya. Oleh karena itu tujuan wakaf tidak bisa digunakan untuk kepentingan maksiat, atau membantu, mendukung, atau yang mungkin diperuntukkan untuk kepentingan maksiat. Jadi, menyerahkan wakaf kepada seseorang yang tidak jelas identitasnya adalah tidak sah (Rofiq, 1998:496). Dalam Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, dijelaskan bahwa wakaf bertujuan memanfaatkan harta benda wakaf sesuai dengan fungsinya, yakni mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis harta benda wakaf untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan umum. Di dalam Pasal 22 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004, disebutkan dalam rangka mencapai tujuan dan fungsi wakaf, harta benda hanya dapat diperuntukkan bagi; 1) Sarana dan kegiatan ibadah, 2) Sarana dan kegiatan pendidikan serta kesehatan, 3) Bantuan kepada fakir miskin, anak terlantar, yatim piatu, bea siswa, 4) Kemajuan dan peningkatan ekonomi umat, dan/atau 5) Kemajuan kesejahteraan umum lainnya yang tidak bertentangan dengan syariah dan peraturan perundang-undangan.
41
d. Sigat
atau ikrar/ pernyataan wakaf.
Ikrar wakaf adalah tindakan hukum yang bersifat deklaratif (sepihak), untuk itu tidak diperlukan adanya qobul (penerimaan) dari orang yang menikmati manfaat wakaf tersebut. Namun demikian, demi tertib hukum dan administrasi guna menghindari penyalahgunaan benda wakaf, pemerintah mengeluarkan peraturan perundang-undangan yang secara otentik mengatur perwakafan. Sighat (lafadz) atau pernyataan wakaf dapat dikemukakan dengan tulisan, lisan atau dengan suatu isyarat yang dapat dipahami maksudnya. Pernyataan dengan tulisan atau lisan dapat digunakan menyatakan wakaf oleh siapa saja, sedangkan cara isyarat hanya bagi orang yang tidak dapat menggunakan dengan cara tulisan atau lisan. Tentu pernyataan dengan isyarat tersebut harus sampai benar-benar di mengerti pihak penerima wakaf agar dapat menghindari persengketaan di kemudian hari (Sari,2006:62). Setiap pernyataan ikrar wakaf dilaksanakan oleh Wakif kepada Nadzir di hadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) dengan disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi. Adapun syarat menjadi saksi dalam ikrar wakif adalah: 1) Dewasa, 2) Beragama Islam, 3) Berakal sehat, dan 4) Tidak berhalangan melakukan perbuatan hukum.
42
e. Nadzir wakaf
atau pengelola wakaf.
Adapun persyaratan untuk menjadi seorang nadzir berdasarkan Undang-Undang No.41 Tahun 2004 pasal 10 haruslah memenuhi syarat sebagai berikut: 1) Nadzir perseorangan a. Warga negara Indonesia. b. Beragama Islam. c. Dewasa. d. Amanah. e. Mampu secara jasmani dan rohani f. Tidak terhalang melakukan perbuatan hukum 2) Nadzir organisasi a. Pengurus organisasi yang bersangkutan memenuhi persyaratan nadzir perseorangan. b. Organisasi yang bergerak di bidang sosial, pendidikan, kemasyarakatan dan/atau keagamaan Islam. 3) Nadzir badan hukum a. Pengurus
badan
hukum
yang
bersangkutan
memenuhi
persyaratan nadzir perseorangan b. Badan hukum Indonesia yang dibentuk sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan c. Badan hukum yang bersangkutan bergerak di bidang sosial, pendidikan, kemasyarakatan, dan/atau keagamaan Islam.
43
Adapun syarat-syarat nadzir menurut pasal 219 KHI adalah sebagai berikut: 1) Nadzir sebagaimana dimaksud dalam pasal 215 ayat (4) terdiri dari perorangan yang harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: a) Warga negara Indonesia. b) Beragama Islam. c) Sudah dewasa. d) Sehat jasmaniah dan rohaniah. e) Tidak berada pada pengampuan. f) Bertempat tinggal di kecamatan tempat letak benda yang diwakafkannya. 2) Jika berbentuk badan hukum maka nadzir harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a) Badan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. b) Mempunyai perwakilan di Kecamatan tempat letak benda yang diwakafkannya. Pada dasarnya siapapun dapat saja menjadi nadzir asalkan ia tidak terhalang melakukan tindakan hukum. Akan tetapi karena fungsi nadzir sangat penting dalam perwakafan maka diberlakukan syarat-syarat nadzir. Para Imam mazhab sepakat bahwa nadzir harus memenuhi syarat adil dan mampu. Para ulama berbeda pendapat mengenai ukuran adil. Jumhur ulama berpendapat bahwa yang dimaksud adil adalah
44
mengerjakan yang diperintahkan dan menjauhi yang dilarang syari’at (Al-Munawar,2004:161). f. Jangka waktu wakaf. Dalam buku-buku maupun Peraturan Perundangan Wakaf sebelum munculnya Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf tidak di cantumkan rukun wakaf mengenai adanya jangka waktu pelaksanaan wakaf, hal ini merupakan terobosan baru yang dilakukan pemerintah, mengingat manfaat wakaf pada dasarnya adalah untuk kesejahteraan umat. Dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 dinyatakan bahwa wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya
atau
untuk
jangka
waktu
tertentu
sesuai
dengan
kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah. Maka berdasarkan pasal di atas wakaf sementara diperbolehkan asalkan sesuai dengan kepentingannya. Sedangkan dalam Pasal 215 Kompilasi Hukum Islam bahwa wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau kelompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari benda miliknya dan melembagakan untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadah atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam maka berdasarkan pasal di atas wakaf sementara adalah tidak sah.
45
Jangka waktu wakaf sebagaimana tercantum dalam Pasal 6 Undang- Undang Wakaf No 41 Tahun 2004, yakni wakif diperbolehkan membatasi waktu wakafnya, artinya wakif hanya mewakafkan manfaat dari benda yang diwakafkannya, dan setelah jangka waktu tersebut habis
wakif
diperbolehkan
meminta
kembali
benda
yang
diwakafkannya. 7. Tujuan dan Fungsi Wakaf Dalam Pasal 1 dan Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 disebutkan bahwa tujuan perwakafan tanah milik adalah untuk kepentingan peribadatan atau kepentingan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam. Untuk kepentingan peribadatan berarti untuk hak-hak yang berhubungan langsung dengan Allah SWT secara vertikal, misalnya untuk masjid, mushalla atau sarana-sarana peribadatan berarti untuk kepentingan kemasyarakatan pada umumnya, misalnya untuk rumah sakit, lembaga pendidikan, perkantoran, lapangan olahraga dan sebagainya. Disebutkan pula fungsi Wakaf adalah mengekalkan manfaat benda wakif sesuai dengan tujuan wakaf (Depag RI, 1998:100). Agar benda wakaf itu tetap dapat bermanfaat bagi peribadatan atau keperluan umum lainnya, maka ia harus dikelola oleh suatu badan yang bertanggung jawab baik kepada wakif, masyarakat, maupun kepada Allah yang menjadi pemilik mutlak benda wakaf itu. Salah satu upaya agar pengelolaan wakaf sesuai dengan tujuan wakaf maka di dalam Peraturan
46
Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 diatur mengenai tata cara perwakafan dan pendaftaran wakaf tanah milik. C. Pengelolaan Wakaf Pengelolaan perwakafan setelah PP No. 28 Tahun 1977 telah dilakukan oleh Departemen Agama, yaitu : 1.
Mendata seluruh tanah wakaf hak milik
2.
Memberikan sertifikat tanah wakaf yang belum disertifikasi dan memberikan bantuan advokasi terhadap tanah wakaf yang bermasalah. Adapun proses sertifikasi tanah sesuai dengan PP No. 28 Tahun 1977 adalah sebagai berikut : a. Calon wakif (orang yang akan mewakafkan) bersama saksi dan nadzir yang telah ditunjuk datang ke KUA bertemu dengan Kepala KUA setempat selaku Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf. b. PPAIW memeriksa persyaratan wakaf dan selanjutnya mengesahkan nadzir (pengelola wakaf). c. Wakif mengucapkan ikrar wakaf di depan saksi-saksi, untuk selanjutnya PPAIW membuat akta ikrar wakaf dan salinannya d. PPAIW atas nama nadzir wakaf menuju ke kantor pertanahan Kabupaten/Kodia dengan membawa berkas permohonan pendaftaran tanah wakaf. e. Kantor pertanahan memproses sertifikat tanah wakaf
47
f. Kepala Kantor Pertanahan menyerahkan sertifikat tanah wakaf kepada nadzir dan selanjutnya ditujukan kepada PPAIW untuk dicatat dalam daftar akta ikrar wakaf. Seperti yang telah kita ketahui bahwa harta benda wakaf yang telah diwakafkan berubah kedudukannya menjadi hak milik Allah SWT. Adapun pemanfaatannya digunakan untuk kepentingan umum atau menurut tujuan yang diinginkan oleh wakif. Yang perlu dipahami adalah bahwa yang dapat dimiliki oleh penerima wakaf adalah terbatas pada manfaatnya saja. Sementara benda itu sendiri tidak lagi dapat dimiliki, karena itu di dalam hadits disebutkan bahwa harta wakaf tidak bisa dihibahkan, diperjualbelikan, atau diwariskan (Rofiq, 1998:502.). Kendatipun demikian, meski tidak dimiliki pengelolaan benda wakaf tersebut menjadi tanggung jawab nadzir yang ditunjuk, baik oleh wakif maupun melalui PPAIW menurut perundang-undangan. Jadi, harta benda wakaf dikelola oleh nadzir wakaf yang telah ditunjuk oleh wakif atau oleh PPAIW, dalam hal ini adalah pejabat KUA.
48
BAB III GAMBARAN UMUM YAYASAN AL-MUFLIHUN
A. Lokasi Penelitian 1. Profil Yayasan Al-Muflihun a. Sejarah Berdirinya Yayasan Al-Muflihun Sebelum berdiri yayasan Al-Muflihun pada tahun 1970 M. di lingkungan RW 10 Jetis Kelurahan Sidorejo Lor belum ada tempat ibadah, beberapa kegiatan keagamaan banyak dimotori oleh salah seorang ulama setempat yang bernama HM. Indi Sugandi untuk membuat mushala di tempat kontrakannya yang berada di lingkungan RW 10 Jetis Kelurahan Sidorejo Kota Salatiga, mulai dari situ mushala tersebut dijadikan sebagai tempat kegiatan masyarakat sekitar untuk shalat berjamaah shalat lima waktu, shalat tarawih, shalat eid, untuk TPA, dan pengajian setiap malam jumat. Kegiatan itu berlangsung kurang lebih 10 tahun. Kemudian sekitar tahun 1980 datanglah seorang ulama yang bernama H. Imam Qoelyoebi BM, setelah kedatangannya menambah kekokohan umat Islam di lingkungan sekitar, sehingga kegiatan keagamaan semakin berkembang dan merekrut ustadz-ustadz, setelah itu kegiatan pengajian yang semula hanya bertempat di mushala Bpk. Indi Sugandi kemudian dilakukan secara bergilir dari rumah ke rumah. Dari situlah muncul gagasan atau ide dari Bpk. Indi Sugandi untuk membuat wadah atau tempat sebagai pusat kegiatan masyarakat.
49
Karena situasi saat itu tempat/rumah yang di jadikan sebagai sarana sudah tidak mencukupi untuk menampung kurang lebih 300 jamaah. Maka pada tahun 1992 M didirikanlah sebuah wadah atau tempat untuk menampungnya yaitu yayasan dan dinamailah yayasan tersebut dengan nama “Al-Muflihun”. Kata tersebut di ambil dari nama sebuah masjid yang berada di asal tempat kelahiran Bpk. Indi Sugandi yang tak lain merupakan tokoh penting dalam proses berdiri dan berkembangnya Yayasan Al-Muflihun. (wawancara pribadi dengan HM. Indi Sugandi pada tanggal 27 September 2015 jam 07.00 WIB) b. Letak Geografis 1) Letak wilayah Berdasarkan Akta Notaris Muhammad Fauzan SH No. 5 tanggal 10 Juli 1992. yayasan Al-muflihun berada di wilayah Kecamatan Sidorejo dengan beralamat di Jalan Osamaliki 525 Jetis Barat RT 04 RW 10 Sidorejo Lor Kec. Sidorejo Kota Salatiga. 2) Topografi Dilihat dari topografinya, di tempat berdirinya Yayasan AlMuflihun Jetis Kelurahan Sidorejo lor Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga Kecamatan Sidorejo termasuk daerah bergelombang dan daerah miring. 3) Keadaan Iklim Secara umum Kecamatan Sidorejo berada pada ketinggian antara 450-675 dpi dan beriklim tropis, berhawa sejuk dengan
50
curah hujan cukup tinggi. Sedangkan suhu tertinggi 31,8˚ celcius dan suhu terendah ada pada suhu 23,89˚ celcius. 2. Visi dan Misi Yayasan Al-Muflihun a. Visi Yayasan Al-Muflihun “Menjadikan yayasan sebagai bagian dari komponen masyarakat yang turut serta dalam pembangunan nasional Indonesia dalam bidang pendidikan, sosial
dan keagamaan, dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan membentuk manusia yang beriman dan bertaqwa serta berahlak mulia dan mempunyai rasa tanggung jawab terhadap masyarakat menuju keridhoan Allah SWT dunia dan akherat” b. Misi Yayasan Al-Muflihun 1) Meningkatkan pendidikan dan pengajaran unggulan pada semua unit pendidikan di bawah Yayasan. 2) Membangun pusat dakwah, sosial dan pendidikan yang berbasis pada pemberdayaan masyarakat. 3) Meningkatkan kegiatan pengembangan Pendidikan Agama Islam dan kualitas sumber daya manusia dalam mencerdaskan kehidupan masyarakat dan bangsa. 4) Mengembangkan potensi siswa untuk menghafal, menghayati dan mengamalkan Al-Qur’an agar menjadi pribadi yang berahlakul karimah 5) Membangun citra/kepribadian yang mencintai/bangga menjadi bangsa Indonesia dan menjadikan Islam sebagai pedoman hidupnya. 6) Menyelenggarakan berbagai layanan sosial dalam membantu pemberdayaan umat Islam.
51
3. Tujuan Yayasan Al-Muflihun a. Meningkatkan SDM dan fasilitas pendidikan, pendidikan yang memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif yang diandalkan masyarakat. b. Mengembangkan dakwah amar makruf nahi munkar di masyarakat demi terciptanya manusia unggul, taqwa, berbudi luhur, berpengetahuan luas, cakap, terampil dan bertanggung jawab terhadap agama, bangsa dan negara. c. Meningkatkan kesadaran umat akan cinta/ bangga/ berkarakter/ berkepribadian menjadi bangsa Indonesia dengan pedoman landasan Islam. 4. Struktur Organisasi Yayasan Al-Muflihun Berdasarkan Akta Notaris No. 5 tanggal 10 Juli 1992 yang beralamat di Jl. Osamaliki No. 525 Salatiga 50714. Struktur pengurus Yayasan Al-Muflihun saat ini adalah: a. Ketua Umum yaitu HM. Indi Sugandi b. Sekretaris Umum yaitu Rochmad Wibowo S.Kom dan Taqiyudin Riyadh. SH. c. Bendahara Umum yaitu Darmadi S.Pd d. Ketua Seksi Bidang Pendidikan yaitu Drs. Suliostio T e. Ketua Seksi Bidang Dakwah yaitu Ir. Abdul Wahid f. Ketua Seksi Bidang Sosial yaitu H. Abdul Halim g. Ketua TPA yaitu dr. Hj. Supartinah Sp. THT. h. Ketua PAUD yaitu Anik S.Pd. i. Takmir Masjid Al-Muflihun yaitu Drs. Wahid Hasyim j. Ketua Pengajian Al-Muflihun yaitu Karyono S.Ag k. Ketua Pengajian Al-Muflihat yaitu Dra. Binti muflikah 52
5. Tugas dan Wewenang Pengurus Yayasan Al-Muflihun a. Ketua Umum 1) Memimpin dan mengendalikan kegiatan para anggota pengurus dalam melaksanakan tugasnya, sehingga mereka tetap berada pada kedudukan atau fungsinya masing-masing; 2) Mewakili yayasan ke luar dan ke dalam 3) Melaksanakan
program
dan
mengamankan
kebijaksanaan
pemerintah sesuai dengan peraturan yang berlaku; 4) Menandatangani surat-surat penting, termasuk surat atau nota pengeluaran uang/ dana/ harta kekayaan yayasan; 5) Mengatasi segala permasalahan atas pelaksanaan tugas yang dijalankan oleh para pengurus; 6) Mengevaluasi semua kegiatan yang dilaksanakan oleh para pengurus; dan 7) Melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan seluruh tugas yayasan kepada jamaah. b. Sekretaris 1) Mewakili ketua dan wakil ketua apabila yang bersangkutan tidak hadir atau tidak ada di tempat; 2) Memberikan pelayanan teknis dan administrative; 3) Membuat dan mendistribusikan undangan; 4) Membuat daftar hadir rapat/ pertemuan; 5) Mencatat dan menyusun notulen rapat/ pertemuan; dan
53
6) Mengerjakan seluruh pekerjaan sekretariat, yang mencakup: a) membuat surat menyurat dan pengarsipannya; b) memelihara daftar jamaah/ guru ngaji/ majelis taklim; c) membuat laporan yayasan (bulanan, triwulan, dan tahunan) termasuk
musyawarah-musyawarah
pengurus
dan
masjid
(musyawarah jamaah); 7) Melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya kepada ketua/ wakil ketua. c. Bendahara 1) Memegang dan memelihara harta kekayaan oragnisasi, baik berupa uang, barang-barang investaris, maupun tagihan; 2) Merencanakan dan mengusahakan masuknya dana masjid serta mengendalikan pelaksanaan Rencana Anggaran Belanja Masjid sesuai dengan ketentuan; 3) Menerima, menyimpan, dan membukukan keungan, barang, tagihan, dan surat-surat berharga; 4) Mengeluarkan uang sesuai dengan keperluan atau kebutuhan berdasarkan persetujuan ketua; 5) Menyimpan surat bukti penerimaan dan pengeluaran uang, 6) Membuat laporan keuangan rutin atau pembangunan (bulanan, triwulan, dan tahunan) atau laporan khusus; dan 7) Melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya kepada ketua.
54
d. Seksi Pendidikan Dan Dakwah 1) Merencanakan, mengatur, dan melaksanakan kegiatan pendidikan dan dakwah yang meliputi: a) Peringatan hari besar Islam, kegiatan majelis taklim dan pengajian-pengajian; b) Jadwal imam dan khatib Jum’at; c) Jadwal muazin dan bilal Jum’at; d) Shalat Idul Fitri dan Idul Adha; 2) Mengkoordinir kegiatan shalat Jum’at: a) Mengumumkan petugas khatib, imam, muazin, dan bilal Jum’at; b) Mengumumkan kegiatan-kegiatan yang ada hubungannya dengan unit kerja intern dan ekstern, c) Mengendalikan kegiatan remaja masjid, ibu-ibu, dan anak-anak; d) Melaksanakan tugas khusus yang diberikan oleh ketua; dan e) Melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya kepada ketua. e. Ketua Seksi Bidang Sosial 1) Merencanakan, mengatur, dan melaksanakan kegiatan social dan kemasyarakatan yang meliputi: a) Santunan kepada yatim piatu, janda, jompo, dan orang terlantar, b) Khitanan massal c) Pernikahan d) Kematian
55
e) Qurban/ akikah; 2) Melakukan koordinasi dengan pengurus RT/RW dan pemuka agama/ tokoh masyarakat dalam pelaksanaan tugas; 3) Melaksanakan kegiatan khusus yang diberikan oleh ketua; 4) Melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya kepada ketua. 6. Ruang Lingkup dan Program Kerja Yayasan Al-Muflihun Berdasarkan Akta Notaris No. 5 tanggal 10 Juli 1992 yang beralamat di Jl. Osamaliki No. 525 Salatiga 50714 bahwa ruang lingkup dan program kerja Yayasan adalah di bidang pendidikan, sosial kemanusiaan dan keagamaan. a. Bidang Pendidikan 1) Madrasah Diniyah atau TPA 2) Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) b. Bidang Sosial Keagamaan Memperhatikan amanat undang-undang tersebut, maka selain kegiatan pelaksanan ibadah sholat, baik sholat lima waktu, sholat jum’at, shalat tarawih maupun sholat idhul fitri dan shalat idhul adha, ada banyak kegiatan yang berkaitan dengan takmir masjid merupakan kegiatan-kegiatan yang bersifat mingguan maupun bulanan.
56
rutin, baik yang bersifat harian,
7. Faktor yang Menghambat dalam Pengelolaan dan Pengembangan Wakaf di Yayasan Al-Muflihun. Selama mengelola dan mengembangkan Yayasan Al-Muflihun sejak berdirinya tahun 1992, tentu pengurus yayasan selaku Nadzir telah mengalami kendala-kendala dalam pengelolaan dan pengembangannya, diantaranya : a. Kurangnya perhatian dari pemerintah terhadap pengembangan lembaga wakaf. Kurangnya bantuan dari pemerintah cukup dirasakan oleh pengurus yayasan. Diantaranya dalam pengurusan sertifikasi tanah wakaf yayasan Al-Muflihun seluruh biaya yang dikeluarkan ditanggung sepenuhnya oleh pihak yayasan. Begitu pula pendidikan dan pelatihan dari pemerintah bagi Nadzir wakaf masih dirasa kurang oleh pengurus yayasan. b. Kurangnya
permodalan
(biaya)
dalam
setiap
kali
melakukan
pengembangan yayasan terutama dalam setiap pembangunan fisik yang dilakukan,sehingga seringkali dalam setiap pembangunan suatu gedung dilaksanakan dalam jangka waktu yang cukup lama hingga sampai beberapa tahun. c. Sampai saat ini belum adanya lembaga Badan Wakaf Indonesia untuk tingkat Propinsi Jawa Tengah, apalagi untuk tingkat Kota Salatiga, dimana BWI merupakan lembaga sebagaimana yang diamanatkan oleh Undang-undang wakaf yang memiliki tugas melakukan pembinaan terhadap Nadzir dalam mengelola dan mengembangkan harta benda
57
wakaf. (Wawancara khusus pada ketua yayasan HM. Indi Sugandi pada tanggal 27 September 2015 jam 07.00 WIB) B. Hasil Penelitian 1. Identifikasi Nadzir dan Pemahaman Nadzir di Yayasan AlMuflihun Jetis Kelurahan Sidorejo lor Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga terhadap hukum perwakafan a. Nadzir atau ketua umum Yayasan Al-Muflihun yang menjadi informan dalam penulisan ini adalah HM. Indi Sugandi, lahir di Ciamis pada tanggal 20 Desember 1942. 1) Pengertian Wakaf Berdasarkan wawancara pada tanggal 27 September jam 07.00 WIB, menurut HM. Indi Sugandi wakaf adalah pemberian untuk di manfaatkan untuk kepentingan umum. 2) Syarat dan Rukun Wakaf Menurut HM. Indi Sugandi wawancara pada tanggal 27 September 2015 jam 07.00 WIB Syarat dan rukun wakaf adalah: Pertama. Adanya wakif(orang yang mewakafkan), Kedua. Mauquf (benda yang diwakafkan), syarat benda tersebut harus tetap dan tahan lama, Ketiga. Mauquf ‘alaih atau tujuan wakaf, Keempat. Sigat atau ikrar/ pernyataan wakaf, Kelima. Nadzir wakaf atau pengelola wakaf.
58
3) Harta yang Diwakafkan Menurut HM. Indi Sugandi wawancara pada tanggal 27 September 2015 jam 07.00 WIB harta yang di wakafkan adalah semua benda bisa di wakafkan dengan syarat benda tersebut berwujud dan tetap. Jadi wakaf itu tidak harus berwujud tanah tapi bisa berwujud benda yang yang bergerak seperti kendaraan. 4) Hak dan Kewajiban Nadzir Menurut HM. Indi Sugandi wawancara pada tanggal 27 September jam 07.00 WIB, Kalau hak Nadzir biasanya di dasari rasa ikhlas jadi tidak pernah menuntut hak. Sedangkan kewajiban, yaitu memelihara, merawat semaksimal mungkin agar benda wakaf tersebut tidak rusak. Jangan sampai menghilangkan niat wakif semula. b. Nadzir yang kedua atau sekretaris umum Yayasan Al-Muflihun yang menjadi informan dalam penulisan ini adalah Rochmad Wibowo S.Kom, lahir di Salatiga pada tanggal 16 Maret 1972. Jabatan dalam struktural Yayasan Al-Muflihun adalah sebagai sekretaris umum. 1) Pengertian Wakaf Berdasarkan wawancara pada tanggal 27 September jam 08.00
WIB, menurut Rochmad Wibowo. S.Kom wakaf adalah
memisahkan sebagian dari harta benda hak milik untuk selamalamanya guna kepentingan ibadah atau keperluan umum lainnya sesuai dengan syariat Islam.
59
2) Syarat dan Rukun Wakaf Menurut Rochmad Wibowo. S.Kom wawancara pada tanggal 27 September 2015 jam 08.00 WIB Syarat dan rukun wakaf adalah: Pertama. Adanya wakif yaitu orang yang mewakafkan, Kedua. Mauquf yaitu benda yang diwakafkan. Ketiga. Mauquf ‘alaih yaitu wakaf harus mempunyai tujuan yang jelas, Keempat. Ikrar pernyataan wakaf, Kelima. Nadzir wakaf yaitu Orang yang diamanati untuk mengelola harta wakaf. 3) Harta yang Diwakafkan Menurut Rochmad Wibowo. S.Kom wawancara pada tanggal 27 September 2015 jam 08.00 WIB harta yang di wakafkan adalah secara garis besar objek wakaf yang dapat diwakafkan adalah benda bergerak dan benda tidak bergerak yang dimiliki. Contoh: tidak bergerak seperti tanah, rumah. Sementara objek wakaf benda bergerak dapat berupa kendaraan. 4) Hak dan Kewajiban Nadzir Menurut Rochmad Wibowo. S.Kom wawancara pada tanggal 27 September jam 08.00 WIB, Kalau hak Nadzir biasanya boleh mengambil sedikit dari penghasilan wakaf tersebut asal tidak lebih dari 10 %. Sedangkan kewajiban, yaitu memelihara, merawat semaksimal mungkin agar benda wakaf tersebut tidak rusak dan tetap bisa bermanfaat bagi semua umat.
60
c. Nadzir yang ketiga yang menjadi informan dalam penulisan ini adalah Darmadi S.Pd, lahir di Surakarta pada tanggal 23 April 1948. Di Yayasan Al-Muflihun menjabat sebagai bendahara umum. 1) Pengertian Wakaf Berdasarkan wawancara pada tanggal 27 September jam 09.00 WIB, menurut Darmadi S.Pd wakaf adalah Wakaf adalah memberikan harta kita untuk selama-lamanya dengan niat ibadah kepada Allah SWT agar kita dapat memperoleh pahala secara terus menerus atau bisa juga disebut Sedekah Jariyah. 2) Syarat dan Rukun Wakaf Menurut Darmadi S.Pd wawancara pada tanggal 27 September 2015 jam 09.00 WIB Syarat itu sesuatu yang harus terpenuhi sebelum terjadinya wakaf. Yang pertama harus adanya wakif. Wakif adalah orang yang mewakafkan Harta wakaf, selanjutnya harus adanya Mauquf. Mauquf adalah Harta/benda yang diwakafkan, yang ketiga Mauquf ‘alaih. Mauquf ‘alaih adalah tujuan dari wakaf itu, yang keempat Sigat. Sigat adalah ikrar/ pernyataan wakaf, dalam ikrar disini tidak membutuhkan Qobul (terima) dari nadzir, yang terakhir Nadzir wakaf yaitu orang yang diamanati untuk mengelola wakaf tersebut. 3) Harta yang Diwakafkan Menurut Darmadi S.Pd wawancara pada tanggal 27 September 2015 jam 09.00 WIB, secara garis besar benda wakaf
61
yang dapat diwakafkan adalah benda bergerak dan benda tidak bergerak yang dimiliki. Contoh: tidak bergerak seperti tanah, rumah. Sementara objek wakaf benda bergerak dapat berupa kendaraan. 4) Hak dan Kewajiban Nadzir Menurut Darmadi S.Pd wawancara pada tanggal 27 September jam 09.00 WIB, Kewajiban Nadzir adalah mengurus dan mengawasi harta kekayaan wakaf dan hasilnya, antara lain: a) Menyimpan dengan baik lembar kedua salinan Akta Ikrar Wakaf b) Memelihara dan memanfaatkan tanah wakaf serta berusaha meningkatkan hasilnya c) Menggunakan hasil wakaf sesuai dengan ikrar wakafnya.
2. Pengelolaan harta wakaf di Yayasan Al-Muflihun Jetis Kelurahan Sidorejo lor Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga Dalam konteks pengelolaan yang dilakukan oleh nadzir atau pengurus Yayasan Al-Muflihun, berbagai upaya yang telah dilakukan adalah : a. Pengadministrasian Tanah Wakaf Setelah mendata tanah-tanah wakaf secara nasional, maka hal yang perlu dilakukan dalam rangka pengamanan tanah-tanah tersebut adalah dengan segera memberikan sertifikat tanah wakaf yang ada di seluruh pelosok tanah air. Secara teknis, pemberian sertifikat tanah wakaf memang membutuhkan keteguhan para nadzir dan biaya yang tidak
sedikit.
Sehingga
diperlukan
62
peran
semua
pihak
yang
berkepentingan, khususnya peran Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan pemerintah daerah agar memudahkan pengurusannya. Sebagaimana diamanatkan dalam pasal 11 Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf bahwa salah satu tugas nadzir wakaf adalah melakukan pengadministrasian harta benda wakaf, maka pengurus Yayasan Al-Muflihun berupaya melakukan hal yang sama. Upaya awal yang dilakukan adalah mengurus administrasi wakaf pada Kantor Urusan Agama Kecamatan Sidorejo, yaitu untuk mengurus Akta Ikrar Wakaf, Ikrar Wakaf dan Surat Pengesahan Nazhir wakaf. Setelah pengurusan Akta Ikrar Wakaf tersebut selesai, selanjutnya demi kepastian hukum di masa mendatang, maka oleh pengurus yayasan dirasa perlu untuk lebih meningkatkan tidak hanya sampai pada Akta Ikrar Wakaf saja, namun perlu untuk segera diurus untuk menjadi sertifikat wakaf. Maka selanjutnya diuruslah sertifikat wakaf tanah wakaf yayasan tersebut pada Kantor Pertanahan Kota Salatiga, sehingga akhirnya telah terbit sertifikat wakaf tersebut. Merumuskan Visi dan Misi Yayasan serta Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi) para Pelaksana/Pegawai Yayasan. Salah satu hal yang dilaksanakan para Nadzir Yayasan AlMuflihun pada tahap awal pendiriannya adalah menyusun visi dan misi yayasan. Hal ini dirasa amat penting mengingat sebuah visi merupakan suatu tujuan, impian atau keinginan ideal yang hendak dicapai dari suatu organisasi. Sedangkan misi adalah tahapan-tahapan yang disusun
63
dan dilaksanakan sebagai sebuah proses untuk mencapai visi atau impian tersebut. Dan akhirnya para nadzirpun bersepakat untuk merumuskan dan menetapkan visi dan misi Yayasan Pendidikan Islam At-Taqwa sebagaimana yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya. Termasuk hal penting selanjutnya adalah menyusun Tupoksi para pelaksana/pegawai yayasan, sebagai kerangka acuan (job description) bagi mereka dalam bekerja. b. Mengangkat Para Pelaksana Yayasan yang Berkompeten di bidangnya Para guru yang diangkat/ditugaskan mengajar pada lembagalembaga pendidikan yang ada (Madrasah Diniyah dan PAUD) diupayakan direkrut mereka yang memiliki kompetensi yang cukup untuk mengajar. Pada MADIN/TPA dan PAUD saat ini jumlah pengajarnya ada 7 (lima) orang guru. Dari lima orang guru tersebut mengajar di TPA, sedangkan yang dua mengajar di PAUD semua berpendidikan Sarjana Strata Satu S1 Kependidikan. c. Mengembangkan Yayasan Al-Muflihun Dalam hal pengembangan Yayasan Al-Muflihun berbagai upaya yang dilakukan para nadzir/pengurus yayasan adalah : Pembangunan Sarana dan Prasarana yang Berkelanjutan Pembangunan sarana terutama sarana pendidikan merupakan salah satu indikator perkembangan Yayasan Al-Muflihun yang diupayakan nadzir. Hal ini dikarenakan pada awal didirikannya, hanya berdiri sebuah masjid saja, namun saat ini telah ada berbagai gedung sebagai sarana
64
pendidikan dan sosial keagamaan yang mendukung berjalannya yayasan.
Adapun berbagai pembangunan secara fisik atau berupa
sarana dan prasarana yang telah direalisasikan yaitu: Pembangunan masjid Jami’ Al-Muflihun dan Pembangunan gedung Madrasah Diniyah/TPA dan PAUD Al-Muflihun. d. Subsidi pendidikan Madrasah Diniyah Al-Muflihun (Pendidikan gratis Madrasah Diniyah) Pengurus Yayasan Pendidikan Islam At-Taqwa selaku nazhir wakaf menyadari bahwa tujuan dari pengelolaan wakaf adalah demi kemaslahatan umat, dan salah satunya adalah untuk pengembangan pendidikan.
Mengingat
hal
tersebut
maka
pengurus
yayasan
memutuskan untuk menggratiskan seluruh biaya pendidikan pada Madrasah Diniyah Al-Muflihun, yang notabene berada dibawah naungan yayasan Al-Muflihun. 3. Efektifitas Pengelolaan Harta Wakaf di Yayasan Al-Muflihun a. Masjid Al-Muflihun 1) Sejarah Masjid Al-muflihun Setelah berdirinya Yayasan Al-Muflihun dengan akta notaris M. Fauzan SH. Nomor 5, tanggal 10 Juli 1992, dan telah terdaftar di Pengadilan Negeri Salatiga dengan nomor 6/Y/VII/1992/PNSal., tanggal 27 Juli 1992. Yayasan Al-Muflihun mendapat kepercayaan mengelola sebidang tanah wakaf seluas 514 M2 dengan Sertifikat nomor: HM. No. 2875.
65
Kemudian
tanah
wakaf
tersebut
diatasnya
dibangun,
bangunan masjid dan balai serba guna. Secara keseluruhan bangunan berbentuk gedung tingkat dua, bercirikan paduan arsitektur Jawa dan Islam. Hal ini disesuaikan dengan tata letak dan fungsi bangunan. Dua bangunan yang menyatu yaitu Masjid dan balai serba guna, melambangkan “Syahadatain” (dua kalimat syahadat). Masjid yang terletak di lantai dua mengandung makna hubungan vertikal makhluk dengan Al Khaliq, sedangkan balai Pendidikan/Pertemuan serbaguna memanjang ke utara pada lantai dasar, menyiratkan horisontal sesama makhluk, sehingga keseluruhan bangunan mencerminkan keseimbangan antara: “Hablu min Allah dengan Hablu min An-nas”. 2) Fungsi dan Tujuan Bangunan Masjid Al-Muflihun Bertolak dari dasar filsafat bentuk bangunan masjid tersebut, maka fungsinya adalah a) Masjid yang terletak dilantai dua sebagai masjid jami’, perpustakaan, serta sarana pengembangan syi’ar Islam melalui pengajian khusus. b) Balai serbaguna yang terletak dilantai dasar sebagai tempat penyelenggaraan
Taman
Pendidikan
Al
Qur’an,
tempat
penyelenggaraan Pendidikan ketrampilan, dan pusat pengendali pelaksanaan
kegiatan
yayasan,
yang
masyarakat sekitar sebagai balai pertemuan.
66
dapat
dimanfaatkan
3) Sruktur Organisasi Ketakmiran Masjid Al-Muflihun Saat ini ketua takmir masjid Al-Muflihun adalah Bpk. Drs. Wahid hasyim M.pdi. dengan di bantu sekretaris yaitu yulianto dan Bendahara Masjid yaitu Bpk. Purwanto. 4) Sistem Administrasi Pengelolaan keuangan masjid bersifat terbuka, hal itu terbukti setiap seminggu sekali bendahara melaporkan kepada ketua secara tertulis. Meskipun sudah di tulis di papan pengumuman masjid tentang laporan uang masuk dan uang keluar serta sisa saldo akhir. Ketua takmir juga menyampaikan pada masyarakat umum pada saat sebelum shalat jum’at. 5) Kegiatan Ketakmiran Masjid Al-Muflihun Kegiatan Takmir Masjid Meliputi: a) Pengajian Tafsir Al-Qur’an yang rutin dilaksanakan pada setiap hari selasa malam rabu dengan di asuh oleh Bpk. Drs. Wahid Hasyim M.Pdi b) Pengajian
Bapak-bapak
jama’ah
Al-Muflihun
yang
rutin
dilaksanakan setiap jumat malam sabtu dengan di asuh oleh Bpk. Karyono S.Ag, Drs. Wahid Hasyim, HM. Indi Sugandi. c) Pengajian Ibu-ibu jama’ah Al-Muflihat yang rutin dilaksanakan setiap ahad sore dengan di asuh oleh Dra. Binti muflikah, dr. Supartinah Sp. THT. dan Hj. Animah Chomsun.
67
b. TPA/PAUD Al-Muflihun 1) Sejarah TPA/PAUD Al-Muflihun Setelah berdirinya Yayasan Al-Muflihun dengan akta notaris M. Fauzan SH. Nomor 5, tanggal 10 Juli 1992, dan telah terdaftar di Pengadilan Negeri Salatiga dengan nomor 6/Y/VII/1992/PNSal., tanggal 27 Juli 1992.
Dan setelah berdirinya Masjid Jami’ Al-
Muflihun, dalam hal pengembangan yayasan terutama dalam bidang pendidikan karena sarana dan prasarana sudah tidak mencukupi di dalam gedung serbaguna, yayasan kami telah mendapat kepercayaan untuk mengelola sebidang tanah wakaf seluas 217 m2 dengan sertifikat Tanah Wakaf No. 11 yang rencananya akan didirikan gedung TPA dan PAUD pada tanah wakaf tersebut. Pada tanggal 17 Juni 2012 dimulailah pembangunan gedung dengan peletakan batu pertama secara simbolis oleh wali kota salatiga yaitu Yuliyanto SE. M.M. 2) Struktur Organisasi TPA/PAUD Al-Muflihun Saat ini ketua TPA/PAUD Al-Muflihun adalah dr. Supartinah Sp. THT dengan di bantu sekretaris yaitu Sudarsoyo dan Bendahara TPA/PAUD yaitu Ibu Fatimah. 3) Sistem Administrasi TPA/PAUD Al-Muflihun Pengelolaan keuangan TPA/PAUD bersifat terbuka, hal itu terbukti setiap sebulan sekali bendahara melaporkan kepada ketua secara tertulis.
68
4) Kegiatan TPA/PAUD Al-Muflihun Program kerja PAUD adalah sebagai berikut : Program kerja jangka pendek : a) Melaksanakan penerimaan murid baru pada setiap tahun ajaran baru. b) Mengirimkan pengurus yayasan, Kepala Sekolah dan Guru-guru untuk mengikuti penataran yang diloaksanakan oleh Dinas Pendidikan. c) Mengadakan dan menyempurnakan alat-alat peraga dan bermain serta menyempurnakan tata ruang belajar yang sesuai dengan keadaan murid serta ketentuan yang berlaku. d) Meningkatkan
usaha
kesehatan
anak
dengan
hubungan
Puskesmas, dokter serta psikolog. e) Mengadakan perluasan kerjasama, baik dengan pemerintah maupun swasta, demi terwujudnya sekolah yang ideal. f) Melaksanakan studi banding pada sekolah lain demi meningkatkan kualitas sekolah. Program Jangka Panjang : a) Menyempurnakan fasilitas-fasilitas yang diperlukan, khususnya penggantian/perbaikan alat-alat sekolah dan untuk keperluan guru. b) Membangun/memperluas areal sekolah.
69
BAB IV ANALISIS DATA
A. Analisis Penelitian Dalam bab IV ini dikemukakan tentang analisis data dan pembahasan temuan penelitian. Seperti telah dikemukakan di bab III, data yang terkumpul dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan dua teknik pengumpulan data yaitu teknik observasi dan wawancara. Alat tes yang digunakan adalah tes pemahaman tentang hukum wakaf dan bagaimana cara pengelolaannya dengan teknik wawancara secara langsung terhadap para Nadzir. Teknik observasi dilakukan dengan cara melakukan pengamatan terhadap pelaksanaan perwakafan menggunakan model data yang terkumpul dari hasil observasi ini berupa data kualitatif yang diperoleh dari hasil wawancara dengan para Nadzir. Teknik ini digunakan untuk mengumpulkan data berupa pendapat, tanggapan, kesan, dan pelaksanaan terhadap pengelolaan harta wakaf tersebut. Teknik wawancara ini dilakukan dengan menggunakan
instrumen pedoman wawancara yang berisi beberapa
pertanyaan yang harus dijawab oleh para Nadzir. Berikut dipaparkan analisis data dan pembahasan hasil temuan dalam penelitian ini.
70
1. Pemahaman Nadzir di Yayasan Al-Muflihun Jetis Kelurahan Sidorejo Lor kecamatan Sidorejo Kota Salatiga terhadap hukum perwakafan. Berdasarkan hasil wawancara dengan Nadzir sekaligus Ketua umum Yayasan Al-muflihun yang penulis paparkan di bab III, yaitu Bpk. Indi Sugandi, Pria kelahiran Ciamis pada tanggal 20 Desember 1942. Maka penulis menyimpulkan bahwa Nadzir paham dengan hukum perwakafan karena Nadzir tersebut dari segi latar belakang merupakan lulusan podok pesantren, dari segi lingkungan hidup nadzir tersebut merupakan tokoh agama setempat, kemudian dari segi pengalaman, jika dilihat dari usia yang sudah berumur 73 tahun, dan menjadi nadzir sejak tahun 1992 maka nadzir tersebut sudah cukup pengalaman untuk bisa mengelola dan menjaga harta wakaf tersebut. Dari hasil wawancara dengan Nadzir yang kedua yaitu Bpk. Rochmad Wibowo, sekretaris umum Yayasan Al-Muflihun yang penulis paparkan di bab III, Pria kelahiran Salatiga pada tanggal 16 maret 1972. Maka penulis menyimpulkan bahwa Nadzir paham dengan hukum perwakafan karena Nadzir tersebut dari segi latar belakang pendidikan terakhir adalah Sarjana, dari segi lingkungan hidup nadzir tersebut merupakan tokoh agama setempat, kemudian dari segi pengalaman, nadzir tersebut dari muda sudah aktif dalam organisasi di Yayasan Al-Muflihun, maka nadzir tersebut sudah cukup pengalaman untuk bisa mengelola dan menjaga harta wakaf bersama-sama dengan Nadzir yang lain.
71
Nadzir Yang Ketiga yang penulis wawancarai adalah Bpk. Darmadi S.pd. Di Yayasan Al-Muflihun menjabat sebagai bendahara umum yayasan, sebgaimana telah penulis paparkan di bab III, yaitu Bpk. Darmadi S.Pd merupakan Pria kelahiran surakarta pada tanggal 23 April 1948. Maka penulis menyimpulkan bahwa Nadzir paham dengan hukum perwakafan karena Nadzir tersebut dari segi latar belakang pendidikan merupakan lulusan sarjana, dari segi lingkungan hidup nadzir tersebut merupakan tokoh agama setempat, kemudian dari segi pengalaman, jika dilihat dari usia yang sudah berumur 67 tahun, dan menjadi nadzir sejak tahun 1992 maka nadzir tersebut sudah cukup pengalaman untuk bisa mengelola dan menjaga harta wakaf menjadi lebih berdaya guna dan bermanfaat untuk kepentingan umat Islam. Dari
pemahaman
ketiga
nadzir
tersebut
menurut
penulis
pemahaman mereka terhadap hukum perwakafan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti faktor pendidikan nadzir baik itu formal maupun non formal, faktor lingkungan hidup dan faktor pengalaman menjadi nadzir/pengurus.
2. Pengelolaan
harta
wakaf
di
Yayasan
Al-Muflihun
Jetis
Kelurahan Sidorejo Lor kecamatan Sidorejo Kota Salatiga Dalam rangka pengelolaan harta wakaf di Yayasan Al-Muflihun, para nazhir/pengurus yayasan telah melakukan hal-hal sebagai berikut : a. Pengadministrasian tanah wakaf
72
b. Merumuskan visi dan misi yayasan, serta tugas pokok dan fungsi para pelaksana/pegawai yayasan c. Mengangkat pelaksana yayasan yang berkompeten di bidangnya d. Melakukan Pengawasan dan Evaluasi Kerja Para Pelaksana/Pegawai Yayasan Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf merupakan tugas dan kewajiban nadzir sebagai pihak yang secara yuridis diberikan kuasa pengelolaannya oleh wakif. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam pasal 42 Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004: “Nadzir wajib mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan, fungsi dan peruntukannya”. Demikian pula dalam pasal 11 disebutkan bahwa Nadzir sebagai pengelola wakaf mempunyai tugas: a. Melakukan pengadministrasian harta benda wakaf; b. Mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan, fungsi dan peruntukannya; c. Mengawasi dan melindungi harta benda wakaf; d. Melaporkan pelaksanaan tugas kepada Badan Wakaf Indonesia. Bila dilihat dari tugas
yang diamanatkan undang-undang
sebagaimana tersebut diatas, maka apa yang telah dilakukan para nadzir dalam rangka pengelolaan tanah wakaf Yayasan Al-Muflihun nampaknya telah sesuai dengan aturan. Point pertama yaitu pengadministrasian tanah wakaf yayasan jelas selaras dengan aturan undang-undang. Upaya pengadministrasian yang dimaksud adalah nadzir yayasan pada awalnya
73
mengurus Akta Ikrar Wakaf (AIW) tanah wakaf tersebut pada Kantor Urusan Agama Kecamatan setempat, disamping juga mengurus berbagai administrasi lain yang berkaitan, seperti Surat Pengesahan Nadzir, Ikrar Wakaf, Surat Keterangan Kepala Desa setempat dan lain sebagainya. Bahkan suatu upaya administratif yang cukup signifikan yang dilakukan selanjutnya adalah upaya pensertifikatan tanah wakaf tersebut, sehingga kekuatan hukum dari status tanah wakaf tersebut menjadi lebih kuat dan tidak dapat diganggu gugat lagi oleh siapapun pada masa mendatang. Hal ini menurut hemat penulis merupakan hal yang sangat bagus dan positif, mengingat masih banyaknya tanah-tanah wakaf yang belum berstatus sertifikat wakaf, dan nadzir Yayasan al-Muflihunpun telah mengeluarkan dana yang tidak sedikit dan waktu yang relatif lama dalam rangka pengurusan sertifikat tersebut. Upaya selanjutnya yang dilakukan adalah merumuskan visi dan misi yayasan serta tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) para pelaksana atau pegawai yayasan. hal ini amat penting dilakukan mengingat visi dan misi merupakan cita-cita, keinginan ideal dan langkahlangkah yang harus ditempuh dalam rangka mencapai cita-cita atau keinginan tersebut. Visi Yayasan Al-Muflihun yang telah dirumuskan adalah : “Menjadikan yayasan sebagai bagian dari komponen masyarakat yang turut serta dalam pembangunan nasional Indonesia dalam bidang pendidikan, sosial
dan keagamaan, dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan membentuk manusia yang beriman dan bertaqwa serta berahlak mulia dan
74
mempunyai rasa tanggung jawab terhadap masyarakat menuju keridhoan Allah SWT dunia dan akherat” Dari visi tersebut jelas nampak keinginan ideal untuk menjadikan yayasan sebagai bagian masyarakat dan bangsa Indonesia yang turut serta mencerdaskan bangsa dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hal itu senada dengan tujuan dan peruntukan wakaf sebagaimana yang disebutkan
dalam pasal 22 Undang-undang
Nomor 41 Tahun 2004, yaitu diantaranya untuk sarana dan kegiatan pendidikan, beasiswa, serta kemajuan dan peningkatan ekonomi umat. Mengangkat para pelaksana/pegawai yayasan yang berkompeten di bidangnya merupakan hal cukup penting, mengingat ruang lingkup yayasan yang cukup luas mencakup bidang pendidikan dan sosial keagamaan yang tentunya keseluruhannya itu tidak dapat secara langsung ditangani oleh para nadzir/pengurus. Dalam hal ini para nadzir bertindak sebagai manajer yang memberikan tugas kepada para pegawai serta mengawasi kinerja mereka. Dengan demikian pengawasan dan evaluasi terhadap kinerja para pegawai yayasan amat penting, mengingat keberhasilan para pegawai dalam mengelola yayasan dapat juga berarti keberhasilan para nadzir, juga sebaliknya. Dalam hal pemanfaatan hasil pengelolaan dan pengembangan wakaf di Yayasan Al-Muflihun dapat penulis kategorikan menjadi dua bagian yaitu :
75
1) Pemanfaatan secara internal Yang
dimaksud
dengan
pemanfaatan
internal
adalah
pemanfaatan yang ditujukan kedalam yayasan itu sendiri dan hasilnya dirasakan dalam internal yayasan. Yang termasuk pemanfaatan kategori internal adalah pemanfaatan untuk biaya operasional yayasan dan pemanfaatan untuk dijadikan sebagai modal pembangunan sarana dan prasarana dalam rangka pengembangan yayasan. 2) Pemanfaatan secara eksternal Yang dimaksud dengan pemanfaatan ini adalah manfaat yang dirasakan oleh komponen masyarakat diluar yayasan. yang termasuk dalam
kategori
ini
adalah
pemanfaatan
untuk
subsidi
pendidikan/beasiswa untuk seluruh Madrasah Diniyah/ TPA AlMuflihun, dimana mereka sama sekali tidak dikenakan biaya selama mengikuti pendidikan pada MADIN/TPA tersebut. Selain itu juga manfaat lain yang dapat dirasakan masyarakat sekitar adalah dengan tumbuh dan berkembangnya Yayasan Al-Muflihun dapat membuka lowongan pekerjaan untuk masyarakat di lingkungan yayasan. Lowongan pekerjaan yang dimaksud adalah untuk posisi guru, baik pada MADIN dan PAUD. Bahkan nilai ekonomis lain yang masyarakat rasakan adalah mereka dapat berjualan beraneka makanan dan minuman untuk anak-anak di sekitar yayasan, bahkan dengan bekerja sama dengan yasasan dapat membuka kantin sekolah yang berisi aneka makanan. Apa yang telah dilakukan oleh nazhir/pengurus yayasan
76
tersebut merupakan implementasi konkrit dari amanat Undang-undang Nomor 41 Tentang Wakaf, dimana pada pasal 22 disebutkan : Dalam rangka mencapai tujuan dan fungsi wakaf, harta benda wakaf hanya dapat diperuntukkan bagi: Sarana dan kegiatan ibadah; Sarana dan kegiatan pendidikan serta kesehatan; Bantuan kepada fakir miskin, anak terlantar, yatim piatu, beasiswa; Kemajuan dan peningkatan ekonomi umat; dan/atau Kemajuan kesejahteraan umum lainya yang tidak bertentangan dengan syariah dan peraturan perundang-undangan. Selanjutnya melihat adanya beberapa hambatan yang dihadapi oleh para pengurus Yayasan Al-Muflihun selama dalam pengelolaan dan pengembangan yayasan, hal itu rupanya tidak dijadikan alasan bagi pengurus untuk mengendurkan semangat dalam mengembangkan yayasan, bahkan sebaliknya berbagai hambatan tersebut dianggap sebagai tantangan bagi mereka untuk lebih berinovasi dan berkreasi yang dapat memacu semangat mereka. Hal ini terbukti dengan eksistensi Yayasan Al-Muflihun saat ini yang dapat dikatakan sebagai yayasan wakaf yang relatif besar dan produktif.
77
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang pemahaman nadzir tentang hukum wakaf dalam mengelola harta wakaf dan Efektifitasnya dalam pengelolaaan Harta Wakaf di Yayasan Al-Muflihun Jetis Kelurahan Sidorejo lor Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga dapat diambil kesimpulan dan dikemukakan saran-saran sebagai berikut: 1. Dalam hal pemahaman Nadzir di Yayasan Al-Muflihun Jetis Kelurahan Sidorejo lor Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga, penulis menyimpulkan bahwa Nadzir-nadzir di yayasan Al-Muflihun paham terhadap hukum perwakafan. Indikatornya adalah Nadzir ketika diwawancarai dapat menjawab semua pertanyaan yang diajukan oleh penulis sesuai dengan ketentuan syari’at Islam. 2. Upaya yang telah dilakukan para Nadzir dalam rangka pengelolaan Yayasan terdiri dari : a. pengadministrasian tanah wakaf, b. merumuskan visi dan misi yayasan serta menyusun tugas pokok dan fungsi (tupoksi) para pelaksana/pegawai yayasan, c. mengangkat para pelaksana/pegawai yang berkompeten dibidangnya, d. melakukan pengawasan dan evaluasi terhadap kinerja para pelaksana. Sedangkan dalam rangka pengembangan Yayasan Al-Muflihun, upaya yang telah dilakukan adalah :
78
a. pembangunan sarana dan prasarana yang berkelanjutan, b. meningkatkan profesionalitas dan keahlian para pengurus dan pelaksana, c. memperluas
usaha/kegiatan
yayasan.
Namun
demikian
dalam
prakteknya belumlah mencapai sepenuhnya seperti apa yang terdapat dalam wacana hukum Islam maupun hukum positif. Hal ini dikarenakan masih
adanya
hambatan-hambatan
atau
permasalahan
dalam
aplikasinya di lapangan, baik hambatan yang berasal dari masalah internal yayasan maupun eksternal. Namun demikian peranan Nadzir wakaf dalam hal ini para pengurus Yayasan Al-Muflihun cukup besar dalam pengelolaan dan pengembangan Yayasan Al-Muflihun. Hal ini terbukti dengan telah menjadi besar dan berkembangnya yayasan tersebut dibanding ketika awal berdirinya, dimana dari hanya ada sebuah masjid ketika berdirinya, sampai akhirnya memiliki berbagai asset seperti gedung TPA dan PAUD. Dalam hal pemanfaatan hasil pengelolaan
dan
pengembangan
yayasan,
pengurus/Nadzir
menyalurkannya kepada 3 (tiga) sektor. Pertama untuk menutupi biaya operasional yayasan, Kedua sebagai modal pengembangan yayasan. Dan ketiga untuk tujuan sosial, yaitu pendidikan gratis (beasiswa) bagi seluruh siswa/i Madrasah Diniyah Yayasan Al-Muflihun. 3. Berdasarkan hasil hasil pemahaman nadzir yang paham terhadap hukum perwakafan dan jika dilihat dari segi produktifitas dalam hal pengelolaan harta wakaf yang berada di Yayasan Al-Muflihun maka penulis
79
mendapatkan kesimpulan bahwa pemahaman nadzir tentang hukum wakaf mempengaruhi tingkat produktifitas pada Yayasan Al-Muflihun sehingga dapat dikatakan sudah efektif dalam mengelola harta wakaf tersebut. Hal ini dapat dilihat dari upaya pembangunan sarana dan prasarana yang telah dilakukan oleh nadzir Yayasan Al-Muflihun jelas menggambarkan perkembangan/kemajuan yayasan dari waktu ke waktu. Indikatornya adalah bahwa saat ini telah berdiri berbagai bangunan baru yang mendukung jalannya yayasan, baik untuk sarana pendidikan gedung TPA dan PAUD, serta sosial keagamaan (bangunan masjid jami’ dan gedung serbaguna sekretariat yayasan Al-Muflihun). B. Saran-saran Adapun saran-saran penulis untuk kemajuan dalam mengelola harta wakaf yang ada agar lebih efektif dan produktif, adalah sebagai berikut: 1. Kepada Pengurus Yayasan Al-Muflihun agar terus berupaya agar yayasan yang saat ini sudah berkembang besar saat ini dapat terus berkembang dimasa mendatang. Memang diperlukan semangat, kerja cerdas dan ikhlas, kreatifitas dan inovasi dalam upaya pengelolaan dan pengembangan yayasan,terutama dalam masa globalisasi saat ini yang sangat kompetitif dalam segala hal. 2. Kepada masyarakat terutama yang berada di lingkungan lembaga wakaf, seperti wakaf Yayasan Al-Muflihun agar lebih memberikan dukungan dan partisipasi aktif dalam pengembangan lembaga wakaf. Dengan turut serta
80
dalam kegiatan yang dikelola yayasan Al-Muflihun, semisal turut menyekolahkan anak pada lembaga pendidikan yang dikelola yayasan, dan/atau turut memberikan donasi dalam pengembangan yayasan, tentu sangat berarti dan bermanfaat. 3. Bagi Kementrian Agama a. Memberikan
penyuluhan,
pembinaan,
pelatihan
singkat
ataupun sosialisasi secara penuh kepada para Nadzir wakaf secara khusus ataupun secara umum masyarakat mengenai pentingnya pendaftaran tanah wakaf b. Sebaiknya lebih sering mengadakan pelatihan-pelatihan manajemen modern, khusunya manajemen perwakafan untuk para Nadzir agar para Nadzir lebih dapat produktif dan efektif dalam mengelola harta wakaf. 4. Kepada pemerintah, baik pusat maupun daerah, agar lebih memperhatikan dan memberikan bantuan lebih banyak kepada lembaga wakaf, semisal wakaf di Yayasan Al-Muflihun ini. Juga agar dipertimbangkan untuk segera mendirikan Badan Wakaf Indonesia minimal pada tingkat Kota, agar pembinaan kepada para Nadzir menjadi lebih terfokus dan terarah. Hal lain yang dapat disampaikan kepada pemerintah adalah agar lebih banyak upaya sosialisasi wakaf tunai kepada seluas-luasnya lapisan masyarakat, agar wakaf tunai tidak hanya menjadi wacana ilmiah saja, namun dapat terealisasi di masyarakat luas, yang pada akhirnya diharapkan dapat menjadi salah satu modal besar dalam pengembangan wakaf produktif di Indonesia.
81
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Mohammad Daud. 1988. Sistem Ekonomi Islam, Zakat Dan Wakaf . Jakarta : IU Press. As-San'any, Muhammad Ibnu Ismail. 1980. Subulus Salam, Juz III, Beirut : Dar alKitab al- Ilmiyah. Al-Kabisi, Muhammad Abid Abdullah . 2004. Hukum Wakaf, Kajian Kontemporer Pertama dan Terlengkap tentang Fungsi dan Pengelolaan Wakaf serta Penyelesaian atas Sengketa Wakaf, terjemah, Jakarta: Dompet Dhuafa Republika. Al-Munawar, Said Agil Husain .2004. Hukum Islam dan Pluralitas Sosial, Jakarta: Penamadani. Al-Ramli, Ibnu Syihab . 1996.Nihayah al-Muhtaj, Juz IV, Beirut: Daar al-Kitab alAlamiyah. Basyir, Ahmad Azhar. 1987.Hukum Islam tentang Wakaf, Ijarah Syirkah. Bandung. P'T. Alma'arif. Baidan, Nashruddin. 2001. Tafsir Maudhu’i, Solusi Qur’ani atas Masalah Kontemporer, Yogyakarta, Pustaka Pelajar. Departemen Agama RI. 1998. Kompilasi Hukum Islam; Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam. Depdikbud. 1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka. Direktorat
Jendral Perkembangan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji.
2003. Perkembangan Pengelolaan Wakaf di Indonesia. Jakarta : Proyek Peningkatan Zakat dan Wakaf. Direktorat Pengembangan Zakat Dan Wakaf Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam Dan Penyelenggaraan Haji. 2006. Panduan Pemberdayaan Tanah Wakaf Produktif Strategis di Indonesia.
82
Ghani, Djunaidi. 1997. Dasar-dasar Pendidikan Kualitatif: Prosedur, Tehnik dan Teori. Surabaya: PT. Bila Ilmu. Hadi Sutrisno. 1983. Metodologi Research Jilid 1. Yogyakarta: Fak. Psikologi UGM Hadari Nawawi. 2002. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press Halim, Abdul .2005. Hukum Perwakafan di Indonesia. Jakarta: Ciputat Press. Harsono, Boedi. 1993. Hukum Agraria Indonesia. Jakarta : Jambatan. Harahap, Sumuran dkk. 2006.
Pedoman Pengelolaan Wakaf Tunai. Jakarta:
Direktorat Pemberdayaan Wakaf “Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakaf Islam. Hamami, Taufiq. 2003. Perwakafan Tanah dalam Politik Hukum Agraria Nasional, Jakarta: Tatanusa. Imam Abi al Husain Muslim bin al Hujjaj bin Muslim, Al Jami’ al Shahih al Mushamma Shahih Muslim, Semarang: Toha Putra, Juz 3. Kafemad, Dadang, dan Maman Abd. Djaliel. 2000. Metodologi Penelitian Agama. Bandung: Pustaka Setia Khosyi’ah, Siah. 2010. Wakaf dan Hibah (Perspektif Ulama Fiqh dan perkembanganya di Indinesia). Bandung: CV. Pustaka Setia M.Iqbal Hasan. 2002. Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya. Jakarta: Jfilia Indonesia Mohammad Ali. 1993. Strategi Penelitian Pendidikan. Bandung : Angkasa Mughniyah, Muhammad Jawad. 1996. Fiqh Lima Mazhab, Penerjemah Masyukur A. B, dkk. Jakarta: Lentera. Mas’adi, Ghufron A. 2002. Fiqh Muamalah Kontekstual, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada. Munawwir, Ahmad Warson . 1984. al-Munawir Kamus Arab – Indonesia, Yogyakarta : Unit Pengadaan Buku-buku Ilmiah Keagamaan Pondok Pesantren "al-Munawir". Moleong, Lely J. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT.Remaja Rosdakarya.
83
Muhadjir, Noeng. 1996. Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rake Sarasin. Milles, Mattew B. dkk. 1992. Analisis data Kualitatif. Jakarta: PT. UI Press. Nana Sujana dan Ibrahim. 1984. Penelitian dan Penelitian Pendidikan. Bandung: Sinar baru Nawawi, Hadari. 1990. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Nasution, Mustofa Edwin dkk. 2004. Wakaf Tunai Inovasi FinanSial Islam. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Peraturan Menteri Agama RI No.1 Tahun 1978 Tentang Pelaksanaan PP No.28 Tahun 1977. Peraturan Dirjen Bimas Islam DEPAG RI No. Kep/D/75/1978 dan Inpres RI No. 1 Tahun 1991Tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI). Pentashih, Lajnah. Mushaf Al-Qur’an Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya. Sabiq, Sayyid. 1987. Fikih Sunnah jilid 14. Bandung: PT. Alma’arif. Suprayogo, Imam dan Tobroni. 2001. Metode Penelitian Sosial Agama. Bandung: PT.Remaja Rosdakarya. Suhadi, Imam. 1985. Hukum Wakaf di Indonesia.Yogyakarta : Dua Dimensi Suharsini Arikunto. 2006. Prosedur Penelitian atau Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta Surakhmad, Winarto. 1980. Pengantar Penelitian Ilmiah. Bandung : Tarsito. Suryabrata, Sumadi. 1998. Metodologi Penelitian. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Siregar, Mulya.2001.Peranan Perbankan Syariah Dalam Wakaf Tunai (Sebuah Kajian Konseptual). Jakarta: Biro Perbankan Syariah Bank Indonesia. Sari, Elsi Kartika. Pengantar Hukum Zakat dan Wakaf, Jakarta, PT. Grasindo. Rofiq, Ahmad . 1998. Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: PT Grafindo Persada. Undang-Undang Republik Indonesia nomor 41 tahun 2004 tentang wakaf Umar , Husain. 1999. Metodologi Penelitian Aplikasi dalam Pemasaran. Jakarta:PT. Gramedia Pustaka Utama.
84
Wahbah Al-Zuhaili, Al-Fiqh al-Islam Wa Adillatuhu, terj. Indonesia. Beirut: Dar alFikr,1989), cet. 3, juz 8. Yunus, Muhammad.1973. Kamus Arab Indonesia, Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir al Qur’an. Sadiman, Arif Sukadi. 1999.
Beberapa Aspek Pengembangan Sumber Belajar,
Jakarta: Mediyatama Sarana Perkasa. Em Zul Fajri, Ratu aprilia, Senja. 2008.
Kamus Lengkap Bahasa Indonesia.
Semarang: Difa publiser. Fanani, Muhyar. 2008. Kelanggengan Wujud Fisik Versus Kelanggengan Manfaat: Kunci Sukses Manajemen Wakaf Produktif Pondok Modern Darussalam Gontor. Salatiga. STAIN Fauroni, Lukman. 2008. Wakaf untuk Produktifitas Ekonomi Umat. Salatiga. STAIN Khotimah, khusnul. Http://depagkotasalatiga. Wordpress.com, 23 Juni 2009, 7:13 am di akses pada hari Rabu 15 Agustus 2012 jam 20:30 WIB. Pada artikel Ratusan Tanah Wakaf Belum Disertifikasi Http://Dansite.Wordpress.Com, 28 Maret 2009 di akses pada hari Rabu 15 Agustus 2013 jam 21:00 WIB. Pada artikel Definisi/Pengertian efektifitas.
85
DAFTAR RIWAYAT HIDUP DATA PRIBADI : 1. Nama Lengkap 2. Tempat,Tanggal Lahir 3. Alamat 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Jenis Kelamin Agama Status Tinggi/Berat Badan Telepon Email
: Nurohmat : Grobogan, 12 Juni 1988 : Deras, RT 002/006 Kec. Kedungjati, Kab. Grobogan : Laki-Laki : Islam : Sudah Menikah : 169cm/70kg : 085-727-652-652 :
[email protected]
RIWAYAT PENDIDIKAN: A. Pendidikan Formal: 1. (2000) Lulus SD Negeri 1 Deras - Kab. Grobogan 2. (2003) Lulus SLTP Negeri 1 Kedungjati - Kab. Grobogan 3. (2006) Lulus SMA Negeri 1 Bringin - Kab. Semarang B. Pendidikan Non-Formal: 1. (2010) Pelatihan Komputerisasi akuntansi Bersertifikat 2. (2011) Pelatihan Mengemudi Bersertifikat KEMAMPUAN: 1. Mengoperasikan komputer (Ws.Word, Ms. Excel, Power Point) 2. Merakit komputer & Teknisi Komputer 3. Instruktur Stir Mobil PENGALAMAN KERJA: 1. 2. 3. 4.
(2008) Kantor Notaris PPAT Ngatipah SH. Karanggede, Boyolali (2009) Koperasi Muslimat NU Salatiga (2010) Computer Servis HandComp (2012) LPK Aquarius Cabang Salatiga
Demikian surat daftar riwayat hidup ini saya buat dengan sebenar-benarnya sebagai bahan referensi dan pertimbangan Bapak/Ibu. Atas perhatiannya saya ucapkan terimakasih. Hormat Saya Nurohmat 86
87
88
89
90
91