PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
MAKNA PERKAWINAN BAGI SUAMI PADA MASYARAKAT MANGGARAI
SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi
Disusunoleh: Yohanes Efremi Ngabur (109114101)
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI, JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2016
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
HALAMAN MOTTO
“Sesungguhnya pikiran manusia mampu mengendalikan semesta tergantung bagaimana manusia secara arif menyikapinya”
iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
HALAMAN PERSEMBAHAN
Dengan penuh syukur saya persembahkan karya ini kepada: Tuhan Yesus dan Bunda Maria Kedua orang tua tercinta Kakak-kakak dan adik-adik tersayang Sahabat dan teman-teman terkasih, dan Almamater Universitas Sanata Dharma
v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
MAKNA PERKAWINAN BAGI SUAMI PADA MASYARAKAT MANGGARAI Yohanes Efremi Ngabur ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan makna dan dinamika perkawinan pada suami masyarakat desa di Manggarai. Penelitian ini diadakan di desa Kole, kecamatan Satarmese Utara, Manggarai, Nusa Tenggara Timur dengan jumlah informan tiga orang serta kisaran usia antara 25-35 tahun dan semuanya berjenis kelamin laki-laki. Penelitian pendekatan kualitatif ini menggunakan metode fenomenologi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa laki-laki yang menjadi suami pada masyarakat Manggarai memaknai perkawinan sebagai simbol prestise atau perkawinan dimaknai sebagai penunjuk kelas sosial.Perkawinan bukan lagi sebagai lembaga sakral yang mampu menciptakan hubungan kekerabatan yang baikantara keluarga besar pria dan perempuan. Makna perkawinan seperti ini muncul akibat dari sikap arogan atau sikap sombong yang ada dalam diri masyarakat Manggarai itu sendiri. Informan dalam mengungkapkan makna perkawinan sebagai ajang penunjukkan kelas sosial tidak diungkapkan secara langsung. Peneliti menemukan makna tersebut dengan menelusuri dinamika perkawianan berdasarkan pengalaman akan perkawinan yang informan rasakan seperti beban, kesengsaraan, penderitaan, perjuangan, kesulitan, dan tantangan akibat dari paktik tradisi paca dalam tubuh budaya masyarakat Manggarai itu sendiri yang sudah bergeser dari pembentuk hubungan kekerabatan menuju ajang uji kelas sosial. Kata kunci: fenomenologi, makna, perkawinan, paca, symbol prestise
vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
THE MEANING OF MARRIAGE FOR A HUSBAND IN MANGGARAI SOCIETY Yohanes Efremi Ngabur ABSTRACT This research is aimed to reveal the meaning and the marriage dynamics to the villagers in Manggarai. It wasconducted in Kole village, NorthSatarmese, Manggarai, East Nusa Tenggarato three male respondents on ages range between25-35years old.The studyisa qualitative approachusingthe phenomenologicalmethod. The results show thatthe Manggarai communityinterpretsmarriageas a symbolof prestigeormarriageas a label ofsocial class. Marriage isno longer asacredinstitution to createa kinshipwithinthe man’s familyandthe woman’s family.This sense of marriage appears as a result fromarrogance that exists inManggarai communityitself. The respondents did not directly expressing the meaning of marriageas asocial class labeling. The researcher foundthis signification byexploringthe dynamics ofmarriagebased on the feel of respondents’ marriage experiences such as burden, misery, suffering, struggle, difficulty, and challengeas the resultsofpaca tradition in the part of Manggarai cultural itself which has shifted fromformingan allianceto the social class labeling. Key words: Phenomenological, meaning, marriage, paca, symbol, prestige
viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KATA PENGANTAR Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Makna Perkawinan Bagi Suami pada Masyarakat Desa Kabupaten Manggarai” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi pada Program Studi Psikologi, Fakultas Psikologi, Universitas Sanata Dharma. Penulis akui bahwa dalam seluruh proses penulisan skripsi ini terdapat banyak kendala, namun berkat dukungan, doa, dan semangat serta bantuan dari berbagai pihak baik langsung maupun tidak langsung, skripsi ini bisa terselesaikan. Oleh karena itu, secara khusus penulis ingin berterima kasih kepada: 1. Bapak Dr. Priyo Widiyanto, selaku Dosen Pembimbing Akademik. 2. Bapak Dr. Y.B. Cahya Widiyanto, M.si selaku dosen pembimbing skripsi yang sudah bersedia menjadi partner diskusi dan beliau memberikan banyak masukan yang sangat berharga bagi penulis. 3. Dosen dan staff sekretariat Fakultas Psikologi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. 4. Kedua orang tuasaya Belasius Ngabur dan Elisabeth Rembung serta
kakak-kakak saya Fransiska Dinarti Ngabur, Elfridus Brekmans Ngabur, dan adik saya Stefania Natalia Ngabur yang selalu mendukung dalam bentuk doa dan semangat yang telah mereka berikan.
x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ………………………………………………………….....i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN MOTTO
……………………………………………iii
…………………………………………………….iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
……………………………………………..v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ABSTRAK
……………………..……..ii
……………………………………vi
…………………………………………………………………...vii
ABSTRACT …………………………………………………………………..viii HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA KATA PENGANTAR
……………………ix
………………………………….……………...…..x
DAFTAR ISI …………………………………………………………………....xii BAB I ………………………………………………………..……………………1 PENDAHULUAN
……………………………………………………………..1
B. Latar Belakang ……………………………………..………………………2 C. Rumusan Masalah
……………………………………………………13
D. Tujuan Penelitian
……………………………………………………13
E. Manfaat Penelitian
……………………………………………………13
1. Manfaat teoritis……………………………………………………………13 2. Manfaat praktis ……………………………………………………………13 ……………………………………13
a. Untuk masyarakat Manggarai
b. Untuk pemerintah ……………………………………………………14 BAB II
……………………………………………………………………15
xii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KAJIAN PUSTAKA ……………………………………………………………15 A. Perkawinan
……………………………………………………………16
1. Pengertian
……………………………………………………………16
2. Keabsahan
……………………………………………………………17
3. Syarat dan Larangan ……………………………………………………18 4. Tujuan ……………………………………………………………………18 B. Masyarakat Manggarai ……………………………………………………19 1. Religi ……………………………………………………………………20 2. Sistem Organisasi Sosial atau Kemasyarakatan
……………………20
3. Sistem Perkawinan Adat Manggarai ……………………………………20 a. Cangkang ……………………………………………………………20 b. Tungku
……………………………………………………………21
c. Cako
……………………………………………………………21
4. Ilmu Pengetahuan
……………………………………………………22
5. Bahasa ……………………………………………………………………22 6. Kesenian
……………………………………………………………23
7. Sistem Mata Pencaharian atau Ekonomi 8. Teknologi C. Makna
……………………………24
……………………………………………………………25
……………………………………………………………………27
1. Makna dalam konteks Fenomenologi ……………………………………27 a. Definisi
……………………………………………………………27
b. Sejarah
……………………………………………………………29
c. Fenomenologi sebagai Metode
xiii
……………………………………30
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2. Tradisi ……………………………………………………………………30 3. Logos ……………………………………………………………………32 D. Budaya
……………………………………………………………………35
1. Definisi
……………………………………………………………35
2. Pengertian
……………………………………………………………36
3. Cara pandang terhadap kebudayaan ……………………………………37 a. Kebudayaan Sebagai Peradaban ……………………………………37 b. Kebudayaan sebagai sudut pandang umum
……………………39
c. Kebudayaan sebagai Mekanisme Stabilisasi
……………………40
4. Penetrasi kebudayaan ……………………………………………………40 E. Kerangka Berpikir BAB III
……………………………………………………40
……………………………………………………………………41
METODE PENELITIAN
……………………………………………………41
A. Paradigma dan Pendekatan Penelitian ……………………………………41 B. Fokus Penelitian ……………………………………………………………48 ……………………………………48
C. Prosedur dan Tahapan Penelitian 1. Prosedur Penelitian a. Infoman
……………………………………………………48
……………………………………………………………48
b. Populasi dan Sampel 2. Tahap Penelitian
……………………………………………49
……………………………………………………49 ……………………………………49
a. Tahap Persiapan Penelitian
xiv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
b. Tahap pelaksanaan penelitiaan D. Teknik Pengumpulan Data
……………………………………50
……………………………………………50
1. Wawancara Semi-terstruktur ……………………………………………51 E. Kredibilitas Penelitian ……………………………………………………53 F. Teknik Analisis Data BAB IV
................................................................................54
……………………………………………………………………56
HASIL DAN PEMBAHASAN
……………………………………………56
A. Pelaksanaan Penelitian ……………………………………………………56 1. Informan
……………………………………………………………56
2. Tempat dan Lokasi
……………………………………………………56
3. Waktu Penelitian
……………………………………………………57
B. Hasil Penelitian ……………………………………………………………57 C. Analisis
……………………………………………………………………60
D. Pembahasan
……………………………………………………………65
E. Keterbatasan Penelitian ……………………………………………………71 F. Kerangka Berpikir Hasil Penelitian BAB V
…………..………………………..72
……………………………………………………………………73
KESIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA
……………………………………………73
……………………………………………………75
LAMPIRAN
xv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB I PENDAHULUAN Perkembangan budaya sangatlah cepat. Relasi yang intens antara budaya dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi menjadikan budaya begitu cair dan lentur. Penelitian ini menggunakan pendekatan fenomenologi Martin Heidegger. Hal ini ditetapkan berdasarkan pada konsep fenomenologi Heidegger yang dengan berani secara radikal memahami hakekat dari realitas tanpa terjatuh pada asumsi-asumsi
yang dimiliki
ilmuwan atau peneliti
sebelumnya.
Fenomenologi Heidegger mencoba menelusuri makna yang tersembunyi dari fenomena yang ada—destruksi fenomenologis—dalam hal ini fenomena perkawinan pada masyarakat desa di Manggarai. Penelitian ini bertujuan mendeskripsi makna perkawinan bagi suami pada masyarakat Manggarai. Manggarai menjadi destinasi utama dalam penelitian ini berangkat dari keunikan jenis perkawinannya. Selain jenis perkawinan yang unik, Manggarai juga kental dengan tradisi paca. Penerapan tradisi pacadalam perkawinan orang Manggarai tidak terlepas dari isu budaya patriarki. Budaya patriarki mampu membawa beberapa pengaruh buruk seperti masalah sosial, ekonomi, dan budaya. Ini juga dialami orang Manggarai saat ini.
1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 2
A. Latar Belakang Peneliti sadar dalam kontestasi budaya global ini mobilitas masyarakat semakin tinggi, percepatan alur kebudayaan semakin tidak bisa dilihat dengan model angka-angka kuantitatif. Kondisi ini menjadikan model penelitian kualitatif semakin dijadikan arus utama dalam melihat kondisi sosial di masyarakat. Kemampuannya menghasilkan produk analisis yang mendalam sejalan dengan alur dan setting-nya, diakui sebagai paradigma yang patut diperhitungkan dalam rangka melihat, mengatahui dan menghadirkan refleksi bagi kajian budaya pada konteks zamannya. Beberapa metode penelitian berbasis paradigma kualitatif ini diantaranya adalah fenomenologi, analisis wacana, studi kasus, semiotik dan etnografi (Parker, 2005). Penelitian ini berada pada alur psikologi humanistik. Para psikolog yang berorientasi humanistik mempunyai satu tujuan yakni ingin memanusiakan psikologi. Mereka ingin membuat psikologi sebagai studi tentang “apa makna hidup sebagai seorang manusia”. Mereka berasal dari berbagai latar belakang dan keyakinan yang beragam misalnya Brentano yang berusaha membagi dua jenis psikologi; genetik dan deskriptif. Kebijaksanaan Brentano dimanfaatkan secara baik oleh Edmund Husserl. Usaha Husserl menjadikan fenomenologi sebagai pendekatan penelitian diteruskan oleh muridnya Martin Heidegger. Peneliti dalam menganalisis hasil wawancara menggunakan metode fenomenologi Martin Heidegger.Destruksi fenomenologis merupakan konsep dasar fenomenologi Heidegger yang menempatkan metode fenomenologi hermeneutik, yakni mencoba untuk mengungkapkan makna yang tersembunyi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 3
(Palmer, 2005). Konsepsi ini menunjukkan bahwa pengalaman atau tindakan selalu ada dalam realitas dunia. Artinya makna hadir dan dihadirkan oleh para pelaku tindakan bergantung bagaimana konteks tindakan dengan realitasnya. Kontekstualisasi tindakan dengan kehadiran makna menempatkan posisi fenomenologi sebagai pola penelusuran atau investigasi makna dan kelahiran makna. Kehadiran suatu realitas baru bukan serta merta ada dengan sendirinya, tetapi logika kita akan mempertanyakan realitas baru tersebut dengan pertanyaan kenapa itu menjadi, maka penelusuran terhadap hal-hal yang menjadikan suatu realitas baru itu yakni dengan cara melacak proses menjadi sebagai pengungkapan makna yang berhubungan dengan konteks makna itu dihadirkan. Ini merupakan konsekuensi dari gejala yang timbul kepermukaan dari realitas sosial (Puspoprodjo, 2005). Fenomenologi berusaha untuk memahami segala sesuatu apa adanya. Usaha ini diikuti dengan ketegasan fenomenologi yang tidak mau terjatuh pada asumsi-asumsi ilmuwan sebelumnya. Membagi wilayah data dan wilayah interpretasi peneliti menjadi kunci utama dalam fenomenologi. Fenomenologi menjadi satu alternatif dari keterikatan ilmu psikologi Indonesia saat ini pada penelitian kuantitatif (Watimenna, 2008). Pada penelitian ini, fenomenologi Martin Heidegger menjadi tonggak utama. Pokok-pokok pemikiran Heidegger ialah fenomenologi sebagai hermeneutik, hakikat pemahaman, dunia dan hubungan kita dengan objek di dunia, kebermaknaan pra-predikatif, pemahaman,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 4
dan interpretasi, dan kemustahilan ketiadaan pra-asumsi interpretasi (Watimenna, 2008). Pokok-pokok pemikirannya di atas mengantar Heidegger pada apa yang disebut kenampakkan. Kenampakan ini muncul dari usahanya menelusuri akan makna ada. Peneliti sadar bahwa konsekuensi logis dari fenomenologi Heidegger adalah makna tidak bisa ditemukan untuk mendekati ada. Agar mampu mendekati ada, maka hal penting yang dilakukan adalah dengan mempertanyakan ada itu sendiri. Mempertanyakan ada berarti berusaha untuk membuka diri akan penyingkapan ada. Dasein; didefinisikan sebagai yang ada-di-sana, menjadi media utama dalam penyingkapan ada (Heidegger, 1998). Penyingkapan adalah kata kunci bagi konsep kebenaran Heidegger. Kebenaran atau realitas akhirnya hanya merupakan penyingkapan dari Ada ini. Ada merupakan sesuatu yang tersembunyi, yang tidak bisa disingkapkan secara keseluruhan. Penyingkapan Ada ini disebut Aletheia atau kebenaran (Rahardjo, 2008). Di dalam ilmu-ilmu positivis, seperti psikologi positivistik, seorang pengamat dianggap memiliki status istimewa terhadap objek yang diamati. Cara pandang positivistik ini menganggap objek; yang sering juga adalah manusia itu sendiri, adalah subjek yang tidak memiliki dunia (worldless). Cara pandang semacam inilah yang tidak disepakati Heidegger (1998). Baginya manusia yang merupakan subjek pengamat adalah bagian dari dunia yang sama dari objek yang diamati, yakni dunia. Manusia adalah mahluk yang selalu ada di dunia (being in the world) bersama dengan benda-benda fisik maupun mahluk hidup lainnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 5
Konsekuensinya manusia adalah mahluk yang ada bersama (being among) dan terlibat (involve) dengan dunia yang sudah selalu ada. Pandangan-pandangan Heidegger di atas sangat menghargai proses dan kenyataan atau lebih luas dikenal sebagai konsep eksistensi manusia. Keberadaan dan proses adalah dua hal yang membentuk satu pola interaksi dan membentuk sebuah simbol yang dapat dianut. Pernyataan ini mengantar peneliti pada kesadaran akan hubungan fenomenologi Heidegger dengan konteks manusia sebagai subjek dari produk budaya. Dengan kata lain kebudayaan (sebagai produk) tidak terlepas dari keberadaan manusia (subjek peng-ada). Kebudayaan
merupakan
hasil
karya
manusia
dalam
usahanya
mempertahankan hidup, mengembangkan keturunan dan meningkatkan taraf kesejahteraan dengan segala keterbatasan kelengkapan jasmaninya serta sumbersumber alam yang ada disekitarnya. Kebudayaan boleh dikatakan sebagai perwujudan tanggapan manusia terhadap tantangan-tantangan yang dihadapi dalam proses penyesuaian diri mereka dengan lingkungan. Kebudayaan didefinisikan sebagai keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakannya untuk memahami dan menginterpretasi lingkungan dan pengalamannya, serta menjadi kerangka landasan bagi mewujudkan dan mendorong terwujudnya kelakuan. Dalam definisi ini, kebudayaan dilihat sebagai "mekanisme kontrol" bagi kelakuan dan tindakan-tindakan manusia (Geertz, 1973). Dengan demikian kebudayaan merupakan serangkaian aturan-aturan, petunjuk-petunjuk, resep-resep, rencana-rencana, dan strategi-strategi, yang terdiri
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 6
atas serangkaian model-model kognitif yang digunakan secara kolektif oleh manusia yang memilikinya sesuai dengan lingkungan yang dihadapinya (Spradley, 1972). Kebudayaan merupakan pengetahuan manusia yang diyakini kebenarannya oleh yang bersangkutan. Segala sesuatu yang diselimuti juga menyelimuti perasaan-perasaan serta emosi-emosi manusia. Budaya menjadi sumber bagi sistem penilaian sesuatu yang baik dan yang buruk, sesuatu yang berharga atau tidak, sesuatu yang bersih atau kotor, dan sebagainya (Geertz, 1973). Berpatokan
pada
konsep
kebudayaan
seperti
di
atas
peneliti
menyimpulkan bahwa keberadaan sekelompok manusia memiliki berbagai jenis interaksinya dengan dunia. Dunia yang dimaksudkan seperti dalam konsep Heidegger padabukunya “Being and Time”bahwa dunia bukanlah sekadar lingkungan tetapi lebih kepada manusia yang mampu terbuka atas diri serta mampu melihat akan keberadaanya pada diri objek lain. Berdasarkan pemahaman ini peneliti menyimpulkan bahwa masyarakat Manggarai; sebagai subjek yang diteliti adalah masyarakat budaya. Salah satu simbol yang dihasilkan dari pola interaksi masyarakat Manggarai adalah budaya perkawinan. Kajian atas pola kehidupan masyarakat sangatlah menarik. Peneliti lebih tertarik mengkaji budaya perkawinan berawal dari berbagai persoalan pelik pada tubuh perkawinan saat ini. Banyak media masa memberitakan persoalan-persoalan seputar perkawinan; mulai dari masalah kekerasan dalam perkawinan hingga pada kasus penelantaran dan perceraian. Pemberitaan-pemberitaan tak sedap ini sangat menggelitik dan menyisakan sangsi untuk ditelaah lebih lanjut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 7
Duvall dan Miller (1985) mendefinisikan perkawinan sebagai legitimasi atas relasi seksual untuk mendapatkan keturunan. Perkawinan dalam definisi ini merupakan lembaga resmi yang tidak dapat digugat oleh siapa pun karena sifatnya legal. Beberapa sumber lain seperti Regan (2003), Olson dan Defrain (2006), Seccombe dan Warner (2004) mengungkapkan bahwa perkawinan merupakan ikatan atau komitmen emosional dan legal antara seorang laki-laki dan perempuan yang terjalin dalam waktu yang panjang dan melibatkan berbagai aspek seperti ekonomi, sosial, tanggungjawab pasangan, kedekatan fisik, dan seksual. Beberapa teori ini sepakat bahwa idealnya perkawinan yaitu relasi kedekatan fisik antara seorang laki-laki dan seorang perempuan berlandaskan pada komitmen emosional yang representatif dalam perilaku terhadap pasangan seperti bertanggungjawab, memberikan rasa aman secara ekonomi dan sosial serta memenuhi kebutuhan seksual pada pasangannya. Negara Indonesia juga mengamini beberapa pandangan di atas dengan menetapkan perkawinan dalam perundangan seperti yang tertera dalam UU No. 1 tahun 1974 (Tunardi, 2012). Agama pada kapasitasnya juga mengungkapkan makna perkawinan. Beberapa agama populer (Islam, Katolik, Hindu, Ortodoks, dll) sepakat bahwa pernikahan adalah prosesi sakral yang melibatkan seorang laki-laki dan perempuan dan pada dasarnya perkawinan tidak terceraikan (collins dan Gerald, 1996). Semua agama modern juga sepakat akan sifat perkawinan yang monogami kecuali dalam agama islam yang membolehkan poligami dalam artian perkawinan antara seorang laki-laki dengan beberapa perempuan (Simbolon, 2008). Agama katolik sebagai agama yang mayoritas dianut oleh masyarakat Manggarai juga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 8
memberi pandangannya terhadap perkawinan. Perkawinan adalah persatuan seumur hidup, yang diikat oleh perjanjian, antara seorang pria dan seorang wanita (collins dan Gerald, 1996). Wahyuningsih (2012) dalam penelitiannya (pada masyarakat budaya Jawa) mengungkapkan bahwa perkawinan yang berkualitas tinggi adalah perkawinan yang terus berkembang karena mengejar tujuan pokok dan tujuan bersama. Kualitas perkawinan yang tinggi dapat dicapai dengan kebajikan/virtue.Faktor religiusitas dalam model psikologis kualitas perkawinan menjadi master of virtue yang mampu mengintegrasikan virtue yang lain (komitmen perkawinan dan pengorbanan) untuk mengejar kualitas perkawinan yang tinggi. Penelitian ini menunjukkan bahwa betapabesar faktor religiusitas mempengaruhi kualitas perkawinan. Beberapa pandangan di atas mengungkapkan makna perkawinan yang ideal. Makna perkawinan yang idealis ini menjadi paradigma dalam pembangunan keluarga tetapi perlu dipahami tentang faktor religiusitas dan keberadaan budaya sudah mampukah menghilangkan perilaku negatif dalam sebuah keluarga? Karena terbukti sampai sejauh ini perilaku menyimpang seperti kekerasan dalam rumah tangga masif terjadi. Gender pada kelompok masyarakat patriarki masih menjadi isu sentral; seperti pemarginalan terhadap perempuan dan pelegalan politik (kekuasaan) atas tubuh perempuan. Budaya
partriarkal
dalam
praktiknya
seakan-akan
membelenggu
keberadaan perempuan. Nilai-nilai yang dilekatkan norma dalam masyarakat sebagian besarnya menjadikan perempuan bukan sebagai subjek budaya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 9
Perempuan seakan dihadapkan pada dunia yang miskin akan pilihan-pilihan. Perempuan tidak memiliki akses sebanyak yang dimiliki oleh kelompok dominan. Perempuan mau tidak mau harus menempatkan diri sebagai objek norma dan aturan dalam masyarakat. Keterbelengguan perempuan tidak semata lahir dari kekuasan yang tidak bisa dihentikan pada diri dominan. Keberadaan perempuan pulalah yang melahirkan budaya patriarkal. Sikap lemah pada diri perempuan sudah mampu melucut begitu banyak simbol kekuatan pada dirinya sendiri. Kondisi ketertindasan ini melahirkan pelbagai gerakan pembebasan perempuan dan aliran feminisme hingga postfeminisme (Tong, 2008). Konsep budaya patriarkal seperti ini mengantar peneliti pada kesadaran akan perempuan Manggarai yang selalu dinomorduakan dalam budayanya. Isu budaya patriarkal erat kaitannya dengan ketimpangan gender. Ketimpangan gender juga ditemukan dalam kehidupan masyarakat Manggarai, terutama dalam sistem perkawinannya. Sistem perkawinan orang Manggarai, pembayaran paca menjadi syarat penting suatu perkawinan. Perkawinan dalam tradisi kehidupan sosial orang Manggarai umumnya menganut sistem genealogis patrilineal (mengikuti garis keturunan ayah) dan disempurnakan oleh ritual berupa paca (material) yang wajib dipenuhi oleh pihak mempelai laki-laki berdasarkan kesepakatan kedua keluarga mempelai. Anutan seperti ini yang menjadikan seorang calon suami atau suami lebih merasakan praktik tradisi perkawinan di Manggarai. Praktik budaya patriarki dalam perkawinan masyarakat Manggarai mempengaruhi cara pandang suami di Manggarai. Suami didefinisikan sebagai orang yang memiliki peran tertentu dalam keluarga; seperti menafkahi,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 10
melindungi, serta bijaksana dalam merencanakan keluarga (Chaniago, 2002). Definisi ini memberi batasan bahwa suami tidak lebih dari seorang rekan yang sederajat dengan istri. Masyarakat Manggarai masih mencampur baurkan antara masalah gender dengan peransosial suami. Perkawinan dalam lingkup budaya terutama dalam budaya orang Manggarai,
Bagul
(1997)
menjelaskan
dalam
beberapa
makna
seperti
mengungkapkan kebutuhan dasar manusia untuk berada bersama dengan yang lain dalam suatu ranah kehidupan yang sejahtera. Subur dan berkembang, membuka sosialitas manusia agar terhubung dengan orang lain dan kelompok lain. Menjadikan keluarga sebagai ruang transimisi nilai budaya dan moral. Menjadikan kebebasan manusia terlembaga dalam suatu tatanan moral dan etika seperti menghargai perempuan yang sudah bersuami (Bagul, 1997). Masyarakat Manggarai sebagai kelompok sosial berbudaya sangatlah unik terutama budaya perkawinannya. Masyarakat Manggarai dalam membangun keluarga sangatlah berbeda dari budaya pada masyarakat lain. Masyarakat manggarai mengenal tiga jenis perkawinan yaitu perkawinan dengan suku lain (cangkang), perkawinan dengan sesama suku (tungku), perkawinan dari satu garis keturunan (cako). Keunikan ini juga tidak jarang membawa pro-kontra dalam menanggapi budaya mereka sendiri. Terutama semenjak ilmu pengetahuan merangsek masuk dalam tubuh budaya orang Manggarai itu sendiri. Semisal perkawinan tungku dan cako bertolak belakang dengan ilmu biologi yang melarang adanya perkawinan sedarah demi menghindar terjadinya kelainankelainan biologis pada generasi berikutnya. Hal ini diamini oleh gereja katolik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 11
yang merupakan agama yang paling banyak dianut oleh masyarakat Manggarai. Satu-satunya perkawinan yang sehat adalah perkawinan cangkang dan sekarang masyarakat manggarai banyak mempraktikkan perkawinan jenis ini (Bagul, 1997). Jika menilik lebih jauh tentang perkawinan cangkang ternyata tidak kalah menariknya jika dibandingkan dengan perkawinan tungku dan cako. Pada jaman dahulu kala perkawinan cangkang dilakukan hanya oleh keluarga berada atau dari keturunan raja. Perkawinan cangkang merupakan ajang unjuk gengsi status sosial baik dari pihak laki-laki maupun pihak perempuan. Status sosial yang direbut disimbolkan melalui paca atau lebih familiar dikenal dengan istilah belis saat ini. Nenek moyang orang Manggarai lebih memilih perkawinan tungku atau cako karena tidak dibebankan dengan taruhan harga diri. Akan tetapi praktek yang dilakukan para leluhurnya saat ini sudah jarang dilakukan karena internalisasi nilai agama yang kuat serta ekspansi ilmu pengetahuan sudah mampu menyadarkan pikiran orang Manggarai saat ini. Dengan demikian berarti perkawinan cangkang saat ini sudah sering dipraktekan oleh orang manggarai. Praktik perkawinan seperti ini tidak berjalan mulus ada pro dan kontra tentang praktek paca (Bagul,1997). Pada konteks masyarakat Manggarai perbedaan pandangan tentang perkawinan antara ajaran gereja dan hukum adat menimbulkan perdebatanperdebatan terbuka. “Belis” menjadi tesis utama dalam berbagai perdebatan terbuka pada kalangan orang Manggarai. Belis merupakan mahar pernikahan dalam budaya masyarakat Nusa Tenggara Timur terkhusus masyarakat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 12
Manggarai; sebagai penghormatan pada perempuan (Nggoro, 2013). Bagul (1997) menjelaskan bahwa bentuk dari seserahan (belis) pada jaman dulu memakai kearifan lokal, seperti hewan dan tenunan kain daerah Manggarai, namun setelah masyarakat Manggarai mengenal nominal uang sebagai alat transaksi maka belis pun bergeser dari kearifan lokal ke sistem perekonomian modern yakni menggunakan uang. Penelitian yang berkaitan dengan makna perkawinan di Manggarai tidak banyak dan hampir tidak ada. Akan tetapi penelitian yang membahas unit-unit dalam tradisi perkawinan masyarakat Manggarai sedikit lebih baik. Semisal, Jilung (2013) mengamini pernyataan Bagul. Tulisannya mengungkapkan bahwa belis sudah mengalami pergeseran makna dari hewan dan tanah warisan menjadi transaksi jual-beli. Belis ada saat pernikahan adat berlangsung. Belis untuk perempuan Manggarai saat ini berkisar antara 50-500 juta rupiah bergantung pada pendidikan perempuan yang akan diperistri mempelai laki-laki (Jilung, 2013). Hasil penelitian serta keresahan beberapa orang di atas tidaklah semata sebagai bentuk keresahan yang muncul begitu saja. Ada beberapa interaksi yang mendorong mereka dalam berpendapat demikian. Salah satu yang menjadi argumentasi logis yaitu pada masyarakat Manggarai belis lebih dikenal dengan sebutan paca (Toda, 1999); pat kaba ca jarang = empat ekor kerbau dan satu ekor kuda. Sebelum sistem perekonomian modern masuk masyarakat Manggarai lebih mengenal pembayaran paca dalam bentuk hewan yang dapat dipelihara oleh keluarga perempuan sedangkan sekarang orang lebih memilih menggunakan uang sehingga simbol keterikatan keluarga yang mampu dijaga sudah hilang. Persoalan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 13
belis yang sudah muncul dipermukaan ini coba peneliti konfirmasi melalu wawancara singkat via telepon (25/07/2016) dengan seorang suami muda Manggarai berinisial A (25 tahun) yang saat ini sudah menikah. Hasil wawancara singkat ini mengungkapkan bahwa dia memilih nikah cepat dan menghamili istrinya sebelum nikah resmi karena adanya ketakutan akan permintaan belis yang tinggi. Penelitian sebelumnya dan keresahan masyarakat sangat berpusat pada keberadaan belis saja. Berpusatnya semua pihak dengan keberadaan belis di Manggarai, akhirnya tidak jarang yang berusaha mendiskreditkan budaya itu sendiri. Hal lain, bahwasannya membicarakan perkawinan bukan hanya sekedar membicarakan paca atau belis semata. Pada konteks masyarakat Manggarai memiliki beberapa poin penting dalam tradisi perkawinannya. Banyak persoalan yang muncul dalam bahtera rumah tangga tidak semata penyebabnya adalah penerapan belis, bisa juga ada faktor lain yang mempengaruhinya. Dengan demikian menurut peneliti bahwa mengungkapkan makna perkawinan jauh lebih mendesak ketimbang melihat unit-unit terkecil dari budaya perkawinan. Berpijak pada kesadaran ini, peneliti memfokuskan penelitian pada pembuatan kesimpulan dari apa yang dikatakan masyarakat Manggarai tentang budayanya dengan judul makna perkawinan bagi suami pada masyarakat Manggarai.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 14
F. Rumusan Masalah Rumusan masalah pada penelitian ini yaitu bagaimana makna perkawinan bagi suami pada masyarakat Manggarai? G. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan makna perkawinan bagi suami pada masyarakat Manggarai. H. Manfaat Penelitian 3. Manfaat teoritis Penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai sumbangan ilmu psikologi budaya. Selain itu, penelitian diharapkan mampu dijadikan acuan untuk penelitian selanjutnya. 4. Manfaat praktis c. Untuk masyarakat Manggarai Penelitian ini bermanfaat bagi masyarakat Manggarai dalam memahami perkawinan pada budayanya. d. Untuk pemerintah Penelitian ini bermanfaat bagi pemerintah yakni membantu pemerintah Manggarai dalam merugalasi tradisi perkawinan pada masyarakatnya yang sudah melenceng.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB II KAJIAN PUSTAKA Pada bab ini peneliti mengulas banyak hal tentang perkawinan masyarakat Manggarai, budaya, dan makna. Perkawinan dalam pemahaman umum—baik dari sudut agama, negara, pengamat, dan budaya masyarakat beberapa daerah— didefinisikansebagai bentuk penyatuan batin dua individu (laki-laki dan perempuan) untuk membentuk keluarga yang bersifat sakral. Masing-masing lembaga seperti agama, budaya, dan Negara memiliki andil dalam mengatur perkawinan—tak terkecuali dalam masyarakat Manggarai yang merupakan masyarakat adat. Masyarakat Manggarai memiliki berbagai aturan dan ajaran adat dalam tatanan kehidupannya. Masyarakat Manggarai dikategorikan sebagai masyarakat budaya karena cara hidup yang dianutnya diwariskan dari generasi ke generasi. Cara hidup ini dijalankan secara kolektif dalam sebuah wadah adat. Persis itulah juga yang menjadi definisi dari masyarakat budaya dalam ilmu pengetahuan. Hal penting lain dalam memahami budaya adalah metode yang digunakan untuk menelusuri dan mencari jejak dalam menginvestigasi perubahan-perubahan yang terjadi dalam tubuh budaya itu sendiri. Dari berbagai macam perubahan yang diinvestigasi, akan ditemukan hal mendasar; yakni makna. Pencarian makna sangatlah penting sebab peneliti berusaha mencari tahu dan mendefinisikan soal fenomenologi.
15
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 16
Konsep fenomenologi yang dibahas dalam bab ini menyangkut logos (ilmu) dari fenomenologi. Fenomenologi, kemudian, didefinisikan sebagai studi yang berusaha menjelaskan arti dari pengalaman hidup beberapa orang tentang suatu fenomena. A. Perkawinan 5. Pengertian Menurut Ensiklopedia Indonesia, perkataan perkawinan adalah nikah; sedangkan menurut Purwadarminta (1979), kawin adalah perjodohan laki-laki dan perempuan menjadi suami istri; nikah, perkawinan adalah pernikahan. Di samping itu menurut Hornby (1957), marriage: the union of two persons as husband and wife (perkawinan adalah bersatunya dua orang sebagai suami isteri). Menurut undang-undang perkawinan, perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami-isteri dengan tujuan untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Perkawinan merupakan salah satu aktivitas individu. Aktivitas individu umumnya terkait pada tujuan tertentu yang ingin dicapai oleh individu yang bersangkutan, demikian pula dalam hal perkawinan. Karena perkawinan merupakan suatu aktivitas dari satu pasangan, maka sudah selayaknya mereka juga mempunyai tujuan tertentu. Tetapi karena perkawinan itu terdiri dari dua individu, maka adanya kemungkinan bahwa tujuan mereka itu tidak sama. Bila hal tersebut terjadi, maka tujuan itu harus dibulatkan agar terdapat suatu kesatuan dalam tujuan tersebut (Walgito, 2004).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 17
Gereja Katolik memiliki pandangan khusus tentang perkawinan. Perkawinan adalah persatuan seumur hidup yang diikat oleh perjanjian antara seorang pria dan seorang wanita. Melalui perkawinan mereka menjadi suami-istri, berbagi kehidupan secara utuh, saling mengembangkan diri secara penuh dan dalam cinta melahirkan dan mendidik anak-anak (Chen ed., 2012). Agama modern lain yang berkembang di Indonesia juga sepakat dengan definisi perkawinan yang dikatakan dalam ajaran gereja Katolik. Masyarakat Manggarai memiliki makna hakiki tentang perkawinan yang melekat pada beberapa ungkapan. Pertama, perkawinan mengungkapkan kebutuhan dasar manusia untuk berada bersama dengan Yang Lain dalam suatu ranah kehidupan yang sejahtera, subur dan berkembang, seperti ungkapan “saung bembang ngger eta, wake seler ngger wa”. Kedua, perkawinan bertujuan agar manusia dapat melanjutkan subsistensi dirinya lewat keturunan. Seperti suatu ungkapan seorang suami, “wua raci tuke, lebo kala ako” (istriku sudah hamil). Ketiga, perkawinan membuka sosialitas manusia agar terhubung dengan Orang Lain dan kelompok lain sehingga terjalinlah suatu kekeluargaan dan persaudaraan manusia seperti ungkapan “cimar neho rimang, cama rimang rana, kimpur kiwung cama lopo (persaudaraan itu ibarat lidi yang tak mudah dipatahkan, kuat seperti batang enau)” Keempat, perkawinan merupakan ruang pembentukan keluarga yang nantinya akan menjadi ruang transimisi nilai budaya dan moral, seperti tanggung jawab dan jiwa besar. Itu tersembul dalam ungkapan “Nai nggalis tuka Ngengga (kearifan dan jiwa besar)” Atau ungkapan “Mese bekek, langkas nawa” (pribadi yang bertanggung jawab dan bermoral). Keenam,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 18
perkawinan menjadikan kebebasan manusia terlembagan dalam suatu tatana moral dan etika, seperti menghargai perempuan yang sudah bersuami. Seperti ungkapan “lopan pado olo, morin musi mai (sudah ada yang punya).” Pada intinya
masyarakat
Manggarai
memiliki
pengertian
bahwa
perkawinan adalah hubungan antara seorang laki-laki dan perempuan yang terlembaga dalam ikatan suci. Perkawinan bertujuan meneruskan keturunan serta mentransformasi nilai-nilai luhur budaya serta nilai sosial. 6. Faktor sebagai Komponen Perkawinan a. Keabsahan Menurut undang-undang perkawinan, sahnya suatu perkawinan mengikuti syarat sahnya pernikahan menurut agama yang dianut oleh kedua mempelai yang hendak menikah. Undang-undang perkawinan di Indonesia memberikan keleluasaan untuk mengakses perkawinan dengan mengikuti ajaran agama yang berlaku bagi pasangan yang hendak menikah. Perkawinan dalam gereja Katolik akan sah jika dilangsungkan di hadapan uskup setempat, pastor paroki, imam atau diakon yang diberi delegasi secara sah. Kalau tidak ada imam atau diakon, awam dapat diberi delegasi jika diberikan oleh konferensi uskup-uskup. Dalam peneguhan perkawinan harus ada dua saksi yang lain. Kerapkali perkawinan Katolik gagal dilaksanakan secara sah karena adanya halangan-halangan nikah seperti umur yang belum mencapai standar gereja, impotensi, ikatan perkawinan yang masih ada, tahbisan, kaul kekal hidup religius yang dilakukan secara publik, hubungan darah dalam tingkat tertentu (Chen ed., 2012).
Agama;
dalam
hal
ini
agama
modernmemilikipandangan
yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 19
samawalaupun terdapat beberapa perbedaan; terutama soal ajaran gereja katolik yang lebih radikal dan kaku dalam penerapanya. b. Syarat dan Larangan Menurut undang-undang pasal 6-12 syarat perkawinan tidak memiliki ketentuan sendiri, negara selalu mengikuti agama yang berlaku di Indonesia untuk menetapkan syarat dan larangan suatu perkawinan. Perbedaan terletak pada bagaimana negara mengakomodasi kasus perceraian. Dalam gereja katolik, sebagaimana yang termuat dalam KHK (Kitab Hukum Kanonik), perkawinan memiliki syarat dan larangan yang tegas. Legalitas suatu perkawinan ditentukan oleh beragam hal; yaitu bebas dari halangan seperti umur belum cukup, impotensi, ikatan perkawinan yang masih ada, tahbisan, kaul kekal hidup religius yang dilakukan secara publik, hubungan darah dalam tingkat tertentu. c. Tujuan Tujuan perkawinan menurut gereja katolik dijabarkan dalam tiga poin, yaitu kesejahteraan suami-isteri, kelahiran anak, dan pendidikan anak. Tujuan utama ini bukan lagi pada prokreasi atau kelahiran anak. Hal ini berpengaruh pada kemungkinan usaha pembatasan kelahiran anak (KB). Sedangkan menurut budaya Manggarai perkawinan memiliki tujuan lain yaitu untuk membangun hubungan kekerabatan antara kedua keluarga besar (Chen ed., 2012). Pandangan Gereja Katolik dan adat Manggarai sengaja dimasukkan dalam tulisan ini mengingat mayoritas masyarakat adat menganuat agama Katolik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 20
B. Masyarakat Manggarai Masyarakat Manggarai terus berkembang dari waktu ke waktu. Data dari http://regionalinvestment.bkpm.go.id/melansirkan bahwa secara demografis— tercatatsampai pada tahun 2013—keberadaanpenduduk Manggarai berjenis kelamin perempuan lebih banyak dibandingkan penduduk berjenis kelamin lakilaki. Pertumbuhan ekonomi di Manggarai sangat lambat terlihat dari data pembangunan
infrastruktur
yang kurang
berkembang begitu
signifikan,
pendapatan asli daerah yang rendah, dan pendapatan perkapita juga terhitung rendah. Pendidikan diManggarai juga menempati posisi rendah berdasarkan data dari http://www.manggarai.go.id/. Pada laman tersebut tertulis betapa prosentase kelulusan dan putus sekolah sangat jauh berbeda pada satu dekade terakhir. Jumlah putus sekolah lebih banyak dibandingkan siswa lulus SMA hingga sarjana. Dalam buku yang berjudul “Kebudayaan Manggarai”, Bagul (1996) dengan gamblang menjelaskan persoalan kehidupan sosial dan budaya masyarakat Manggarai. Pada umumnya gambaran masyarakat Manggarai bisa dilihat dari corak maupun ragam budayanya yang tercermin dalam berbagai sistem atau subsistem yang berlaku. Beragam sub-sistem yang hidup dalam masyarakat Manggarai memperlihatkan bagaimana sesungguhnya corak kebudayaan di Manggarai. Sub-sistem yang masuk dalam kehidupan masyarakat Manggarai yaitu sub-sistem religi, sub-sistem organisasi, sub-sistem pengetahuan, bahasa, kesenian, sistem mata pencaharian atau ekonomi, dan sistem teknologi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 21
9. Religi Secara umum, sistem religi asli orang Manggarai adalah monoteis implisit. Dasar religinya yakni menyembah Tuhan Maha Pencipta dan Maha Kuasa (Mori Jari Dedek—Ema Pu’un Kuasa). Meskipun masih terdapat cara-cara dan tempat persembahan lain;misalnya compang (mesbah) yang ditempatkan di bawah pohon-pohon besar yang dipandang angker dan suci. Dewasa ini, masyarakat Manggarai telah mengenal kepercayaan modern. Hal ini terlihat dari kehidupan religiusnya yang diakomodasi sesuai agama yang dianutnya. Agama yang paling banyak dianut oleh masyarakat Manggarai saat ini adalah agama Katolik Roma. 10. Sistem Organisasi Sosial atau Kemasyarakatan Masyarakat Manggarai sejak dahulu sudah mengenal sistem pemerintahan. Fakta ini dapat ditelusuri dari kejelasan struktur kepemimpinan mulai dari raja hingga tua kilo—kepala keluarga. Tua kilo atau pun kepala-kepala unit yang lain pada masyarakat Manggarai didominasi oleh laki-laki yang berstatus suami. Dalam tatanan ini, deskripsi tugas warga juga dijalani secara apik dan jelas. 3. Sistem Perkawinan Adat Manggarai Menurut adat Manggarai, ada tiga sistem perkawinan yaitu: d. Cangkang Perkawinan di luar suku atau perkawinan antar suku. Dalam bahasa adatnya dikatakan laki pe’ang (anak laki-laki yang kawin di luar suku) atau wai pe’ang (anak wanita yang kawin di luar suku). Orang yang memilih laki pe’ang atau wai pe’ang membuka jalur hubungan baru dengan suku-suku lain. Dengan itu keluarga besar lebih lebar jangkauan hubungan woe nelu-nya; kekerabatan. Dari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 22
praktek orang tua generasi terdahulu, orang yang laki pe’ang bukan sembarang orang. Mereka yang memilih untuk laki pe’ang berasal dari kalangan keluarga yang mampu membayar paca dengan jumlah tertentu. Pacabukan sebatas pada persoalan uang atau hewan, tetapi terutama soal harga diri dan martabat dari keluarga kedua belah pihak; antara keluarga besar pihak pria dan wanita. e. Tungku Perkawinan untuk mempertahankan hubungan woe nelu, hubungan anak rona dengan anak wina yang sudah terbentuk akibat perkawinan cangkang. Laki-laki dan wanita yang kawin melalui jalur tungku disebut laki one; laki-laki yang menikah dalam sukunya sendiri dan wai leleng one; perempuan yang menikah dalam sukunya sendiri. Pemuda yang laki onemembuka kemungkinan akan adanya pernikahan sekampung. Demikian pula terhadap wanita yang wai leleng one. Berbicara tentang paca untuk orang yang laki one dan wai leleng one tergantung pada jenis jalur tungku. Menurut adat Manggarai ada beberapa jenis tungku: (1) Tungku cu atau tungku dungka (Kawin antara anak laki-laki dari ibu dengan anak perempuan dari saudara ibu—yang kerap dipanggil Paman atau Om). (2) Tungku neteng nara(perkawinan yang ada hubungan darah antara anak dari saudara sepupu perempuan dengan anak dari saudara sepupu laki-laki), (3) Tungku anak rona musi (perkawinan hubungan darah dengan keluarga kerabat pemberi istri mertua laki-laki). Pekawinan sedarah seperti ini masih ada penerapan pacaakan tetapi paca yang ditetapkan berupa terusan dari perkawinan orang tua mereka; sifatnya tidak terlalu menuntut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 23
f.
Cako Perkawinan dalam suku sendiri. Perkawinan antara anak laki-laki dari
keturunan adik dengan anak perempuan dari keturunan kakak; disebut sebagai perkawinan cako cama tau. Perkawinan cako biasanya orang tua mulai mencobanya pada lapisan ketiga atau lapisan keempat dalam daftar silsilah keluarga. Mengapa dikatakan mencoba? Karena menurut adat Manggarai, tidak semua perkawinan cako direstui sang pemilik semesta (mori agu ngaran). Orang Manggarai percaya bahwa Tuhan-lah yang menentukan apakah perkawinan itu direstui atau tidak. Ada bukti bahwa perkawinan cako tidak direstui, misalnya kedua insan yang menikah itu mati pada usia muda sebelum memperoleh anak. Perkawinan cako cama salang artinya perkawinan yang dilangsungkan dengan sesama anak wina; sesama keluarga penerima istri. Dalam konteks ini paca tidak dituntut, sesuaikan dengan kemampuan laki-laki. Berlaku ungkapan tama beka salang agu beka weki(prinsip yang mengedepankan nilai pembentukan generasi baru). Penjelasan-penjelasan di atas sebenarnya mau menegaskan bahwa tradisi masyarakat Manggarai berpusat pada laki-laki; terutama yang berstatus sebagai suami. Tradisi perkawinannya masyarakat Manggarai sangat berpusat pada lakilaki (si calon suami); tergambar dari pemberian paca oleh keluarga dan calon suami. Hal ini jelas terlihat dari penggambaran sosok tertinggi dalam sub-sistem religi; wujud tertinggi digambarkan sebagai seorang laki-laki (Ema mori kraeng). Selain itu sistem organisasi kepemerintahannya juga dihuni oleh seorang suami. Begitu juga pada sub-sistem tradisi yang lainnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 24
4. Ilmu Pengetahuan Sejak dulu, orang Manggarai memiliki pengetahuan tentang alam sekitarnya, baik fauna maupun flora serta seluruh ekosistemnya. Sistem dan pola hidup masyarakat Manggarai yang agraris mengharuskan mereka memiliki pengetahuan yang cukup tentang flora; tentang tanaman atau tumbuh-tumbuhan yang bermanfaat bagi kehidupannya. Begitu pula pengetahuan tentang fauna dimiliki secara turun temurun karena orang Manggarai pada dasarnya senang beternak dan berburu. 5.
Bahasa Mengutip hasil penelitian Pastor P.J. Verheijen, SVD (1991) yang dilakukan
sebelum 1950 menyebutkan bahwa di Manggarai terdapat enam bahasa, yaitu bahasa Komodo di pulau Komodo, bahasa Waerana di Manggarai Tenggara, bahasa Rembong di Rembong yang wilayahnya meluas ke Ngada Utara, bahasa Kempo di wilayah Kempo, bahasa Rajong di wilayah Rajong dan bahasa Manggarai Kuku yang termasuk atas lima kelompok dialeg, termasuk bahasa Manggarai Timur Jauh. Pengelompokkan bahasa tersebut sekaligus mengisyaratkan secara umum kelompok budaya di Manggarai yang erat kaitannya dengan corak kesatuan hubungan darah (genealogis), sebab kesatuan genealogis yang lebih besar di Manggarai adalah Wa’u (klen patrilineal) dan perkawinan pun ikut dan tinggal di kampung asal suami (patrilokal). Dalam kesatuan genealogis inilah bahasa terpelihara baik secara turun temurun.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 25
6.
Kesenian Di Manggarai juga tumbuh dan berkembang berbagai jenis kesenian khas
daerah seperti seni sastra, musik, tari, lukis, desain dan kriya (seni rupa). Dari berbagai jenis kesenian itu, ada dua jenis yang sudah mencapai tingkat sebuah peradaban dan sudah dikenal luas, yakni seni pertunjukkan caci dan kriya, dan songke. Caci merupakan puncak kebudayaan Manggarai yang unik dan sarat makna; seni gerak (lomes), nilai etika (sopan santun), nilai estetika, muatan nilai persatuan, ekspresi suka cita, nilai sportifitas, serta penanaman percaya diri. Beberapa macam kesenian di Manggarai: Seni Musik, Seni Tenun, Seni Sastra, dan Seni Tari. 7.
Sistem Mata Pencaharian Aktivitas perekonomian atau mata pencaharian sudah sangat lama dikenal
dalam masyarakat Manggarai. Bahkan sepanjang usia peradaban yang dimilikinya, seusia itu pula pengenalan masyarakat setempat terhadap kegiatan mencari nafkah, berdagang atau bermata pencaharian petani. Dalam bidang pertanian, sudah sangat lama dikenal pola perkebunan yang disebut oleh masyarakat setempat dengan lingko (kebun komunal atau sistem pembagian tanah pertanian yang disebut lodok). Di luar Manggarai, orang mengenal system pembagian tanah pertanian ini dengan sistem sarang laba-laba (spider-field). Sama seperti halnya sub-sistem sosial yang lain, sub-sistem ekonomi dan mata pencaharian orang Manggarai senantiasa melekat dengan nuansa-nuansa religi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 26
Hal yang paling mudah ditemukan di Manggarai adalah pesta kebun. Pesta kebun merupakan bentuk ucapan syukur secara kolektif kepada Mori Jari Dedek(Allah yang maha pencipta) dan arwah nenek moyang atas hasil padi dan jagung yang usai dipanen. Begitu pula upacara penanaman benih atau upacara silih yang dilakukan agar kebun atau ladang terhindarkan dari berbagai hama penyakit yang mengganggu tanaman dan menurunkan kuantitas hasil di kemudian hari. Masyarakat Manggarai pada umumnya adalah masyarakat agraris. Secara turun temurun dua jenis tanaman andalan masyarakat adalah padi dan jagung. Kemudian baru berkembang komoditas kopi mendapat tempat sebagai komoditas yang akrab dengan orang Manggarai. Sejak tahun 1938, pembukaan sawah dengan sistem irigasi sudah dikenal di Manggarai. Semula sistem irigasi persawahan ini kurang diminati masyarakat karena terasa asing. Setelah melihat hasil pekerjaan orang yang mengelola kebunnya dengan sistem irigasi lebih baik dan menjanjikan, maka sistem irigasi pun perlahan-lahan mulai ditiru. Sistem ini malahan menjadi primadona pada dekade selanjutnya. Di samping mengerjakan sawah, berladang, dan menanam kopi, orang Manggarai juga terkenal handal dalam beternak kerbau, sapi, kuda, babi, anjing, ayam, serta melaut (khususnya masyarakat pesisir pantai). 8.
Teknologi Masyarakat Manggarai di masa lalu telah mengenal bahkan mampu
menghasilkan peralatan atau perkakas yang dibutuhkan untuk kehidupannya. Secara tradisional, mereka sudah dapat membangun rumah. Dalam hal pembuatan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 27
rumah, misalnya di Manggarai dikenal lima tahapan, sekaligus menggambarkan konstruksi segi lima. Konstruksi segi lima ini berkaitan dengan latar belakang filosofis dan sosiologis. Angka ini memang dipandang sebagai angka keramat karena secara kausalistis dihubungkan dengan rempa lima (lima jari kaki), mosa lima (lima jari dalam ukuran pembagian kebun komunal), sanda lima (nyanyian saat upacara adat yang terdiri dari lima ayat), wase lima(ukuran yang digunakan dalam menghitung besaran hewan), lampek lima (besaran untuk mengukur kejantanan hewan yang digunakan saat upacara adat). Untuk pakaian, orang Manggarai sebelum mereka mengenal tenun ikat, bahan pakaiannya terbuat dari kulit kayu cale (sejenis sukun). Sementara untuk perhiasan sebelum mereka mengenal logam, perhiasan mereka umumnya terbuat dari tempurung kelapa, kayu atau akar bahar. Begitupun teknologi pembuatan minuman tradisional juga sudah dikenal lama di masyarakat Manggarai, yakni proses pembuatan atau mencampur air enau dengan kulit damer sehingga menghasilkan alkohol berkadar tinggi seperti arak atau tuak. Masyarakat Manggarai sejak dulu juga sudah mengenal cara pembuatan obatobatan yang berasal dari daun-daunan, misalnya londek jembu=pucuk daun jambu untuk mengobati sakit perut, kayu sita, untuk pengombatan disentri. Sebelum mengenal logam, untuk alat-alat pertanian, masyarakat Manggarai sudah mengenal perkakas dari bambu, kayu atau tanah liat untuk mengolah tanah pertanian. Sementara alat perburuan yang dikenal yakni bambu runcing, lidi enau, tali ijuk.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 28
C. Makna 1. Makna dalam Konteks Fenomenologi d. Definisi Kata fenomenologi berasal dari bahasa Yunani, phenomenon, yaitu sesuatu yang tampak, yang terlihat karena berkecukupan. Dalam bahasa Indonesia biasa dipakai istilah gejala. Secara istilah, fenomenologi adalah ilmu pengetahuan (logos) tentang apa yang tampak. Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa fenomenologi adalah suatu aliran yang membicarakan fenomena atau segala sesuatu yang tampak atau yang menampakkan diri (Bertens, 1981). Fenomenologi ini mengacu kepada analisis kehidupan sehari-hari dari sudut pandang orang yang terlibat di dalamnya. Tradisi ini memberi penekanan yang besar pada persepsi dan interpretasi orang mengenai pengalaman mereka sendiri. Fenomenologi melihat komunikasi sebagai sebuah proses membagi pengalaman personal melalui dialog atau percakapan. Fenomenologi melihat kisah seorang individu lebih penting dan bermakna daripada hipotesis ataupun rumusanrumusan dangkal yang diciptakan manusia (aksioma). Fenomenologi cenderung menentang segala sesuatu yang tidak dapat diamati. Fenomenologi juga cenderung menentang naturalisme (biasa juga disebut obyektifisme atau positifisme). Hal ini cukup beralasan; karena fenomenologi meyakini suatu bukti atau fakta dapat diperoleh tidak hanya dari dunia kultur dan natural, tetapi juga ideal, semisal angka, atau bahkan kesadaran hidup (Muhajir, 1989).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 29
Fenomenologi, mengkontaminasi
sejatinya,
mencoba
pengalaman
konkrit
menepis manusia.
semua Inilah
asumsi alasan
yang
mengapa
fenomenologi disebut sebagai cara berfilsafat yang radikal. Fenomenologi menekankan upaya menggapai “hal itu sendiri” terlepas dari segala dugaandugaan awal (presuposisi). Langkah pertama fenomenologi dalam berfilsafat adalah menghindari semua konstruksi, asumsi yang dipasang sebelum dan sekaligus mengarahkan pengalaman. Tak peduli apakah konstruksi filsafat, sains, agama, dan kebudayaan, semuanya harus dihindari sebisa mungkin. Semua penjelasan tidak boleh dipaksakan sebelum pengalaman menjelaskannya sendiri dari dan dalam pengalaman itu sendiri (Adian, 2002). Fenomenologi menekankan perlunya filsafat melepaskan diri dari ikatan historis apapun, baik itu tradisi metafisika, epistimologi, atau pun sains. Program utama fenomenologi adalah mengembalikan filsafat ke penghayatan sehari-hari subjek pengetahuan; kembali ke kekayaan pengalaman konkrit manusia, lekat, dan penuh penghayatan. Perlu diketahui bahwa fenomenologi juga menolak klaim representasionalisme epistimologi modern. Dengan demikian, fenomenologi yang dipromosikan Husserl ini dapat disebut sebagai ilmu tanpa presuposisi. Hal ini jelas bertolak belakang dengan modus filsafat sejak Hegel menafikan kemungkinannya ilmu pengetahuan tanpa presuposisi, dimana presuposisi yang menghantui filsafat selama ini adalah naturalisme dan psikologisme (Adian, 2002).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 30
Dalam perkembangan, munculnya filsafat fenomenologi telah memberikan pengaruh yang sangat luas. Hampir semua disiplin keilmuan mendapatkan inspirasi dari fenomenologi. Psikologi, sosiologi, antropologi, arsitektur sampai penelitian tentang agama semuanya memperoleh nafas baru dengan munculnya fenomenologi. e. Sejarah Ahli matematika Jerman Edmund Husserl, dalam tulisannya yang berjudul Logical Investigations (1900) mengawali sejarah fenomenologi. Fenomenologi sebagai salah satu cabang filsafat, pertama kali dikembangkan di universitasuniversitas Jerman sebelum Perang Dunia I, khususnya oleh Edmund Husserl. Usaha ini kemudian dilanjutkan oleh Martin Heidegger dan yang lainnya, seperti Jean Paul Sartre, dan Merleau-Ponty. Selanjutnya Sartre, Heidegger, dan MerleauPonty
memasukkan
ide-ide
dasar
fenomenologi
dalam
pandangan
eksistensialisme. Adapun yang menjadi fokus dari eksistensialisme adalah eksplorasi kehidupan dunia makhluk sadar, atau jalan kehidupan subjek-subjek sadar. Fenomenologi, dari sejarah pemikirannya, tidak dikenal setidaknya sampai menjelang abad ke-20. Abad ke-18 menjadi awal digunakannya istilah fenomenologi sebagai nama teori tentang penampakkan, yang menjadi dasar pengetahuan empiris (penampakan yang diterima secara inderawi). Istilah fenomenologi itu sendiri diperkenalkan oleh Johann Heinrich Lambert, pengikut Christian Wolff. Sesudah itu, filosof Immanuel Kant mulai sesekali menggunakan istilah fenomenologi dalam tulisannya, seperti halnya Johann Gottlieb Fichte dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 31
G.W.F.Hegel. Pada tahun 1889, Franz Brentano menggunakan fenomenologi untuk psikologi deskriptif. Dari sinilah awalnya Edmund Hesserl mengambil istilah fenomenologi untuk pemikirannya mengenai “kesengajaan”(Intentionality); orientasi pikiran terhadap satu objek (sesuatu) baik yang nyata maupun tidak nyata. Objek nyata yaitu segala sesuatu yang sengaja diciptakan untuk tujuan tertentu. Objek tidak nyata adalah abstraksi yang dirumuskan dan diakui oleh banyak orang, semisal konsep kesabaran, tanggung jawab, atau konsep abstrak lainnya yang tidak nyata. f. Fenomenologi sebagai Metode 1. Tradisi “People actively interpret their experience and come to unnderstand the world by personal experience with it……the process of knowing through direct ecperience is the province of phenomenology.” (Littlejohn and Foss, 2009) ("Orang-orang aktif menafsirkan pengalaman mereka dan datang untuk memahami dunia dengan pengalaman pribadi dengan itu ...... proses mengetahui melalui pengalaman langsung adalah wilayah fenomenologi.") Jika dilanjutkan dengan fenomenologi sebagai sebuah metodologi penelitian, walaupun ada juga yang lebih senang menyebut sebagi tradisi penelitian, maka kita dapat menelusuri beberapa pengertian yang sederhana. Metode Fenomenologi, menurut Polkinghorne (Creswell, 1998) adalah, “a phenomenological study describes the meaning of the lived experiences for several individuals about a concept or the phenomenon. Phenomenologist explore the structure of cosciousness in human experiences“. (sebuah studi fenomenologis menjelaskan arti dari pengalaman hidup untuk beberapa orang tentang suatu konsep atau fenomena. Fenomenolog mengeksplorasi struktur kesadaran dalam pengalaman manusia). Sedangkan menurut Husserl (Creswell, 1998). Peneliti fenomenologis berusaha mencari tentang, “The essential, invariant structure (or essence) or the central underlying meaning of the experience and emphasize the intentionality of consciousness where
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 32
experience contain both the outward appearance and inward consciousness based on memory, image, and meaning”. (invarian struktur (atau esensi) atau arti yang mendasari pusat pengalaman dan menekankan intensionalitas kesadaran di mana pengalaman mengandung kedua penampilan luar dan kesadaran batin berdasarkan memori, gambar, dan makna). Alasuutari (1995) menyatakan bahwa, “…..phenomenology is to look at how the individual tries to interpret the world and to make sense of it”. ("..... fenomenologi adalah untuk melihat bagaimana individu mencoba untuk menafsirkan dunia dan masuk akal itu".) Selanjutnya Husserl (Cuff and Payne, 1981) menyatakan bahwa, “Phenomenology referred to his atempt to described the ultimate foundations of human experience by ‘seeing beyond ‘ the particulars of everyday experiences in order to describe the ‘essences’ which underpin them.” ("Fenomenologi berusaha menggambarkan dasar utama pengalaman manusia dengan 'melihat luar' fakta-fakta dari pengalaman sehari-hari dalam rangka untuk menggambarkan 'esensi' yang mendukung mereka."). Dari beberapa pandangan di atas dapat disimpulkan bahwa fenomenologi sebagai metode didefinisikan sebagai studi yang berusaha menjelaskan arti dari pengalaman hidup beberapa orang tentang suatu konsep atau fenomena. Tugas utama fenomenologi adalah untuk mengeksplorasi struktur kesadaran dalam pengalaman manusia seperti yang dikemukakan oleh Polkinghorne. 2.
Logos Memahami fenomenologi, terlebih dahulu harus mempertimbangkan dua
aspek penting yang biasa disebut dengan “logos”-nya fenomenologi, yakni ‘intentionality’ dan ‘bracketing’. Intensionalitas (intentionality) adalah maksud memahami sesuatu, di mana setiap pengalaman individu memiliki sisi obyektif dan subyektif. Jika akan memahami, maka kedua sisi itu harus dikemukakan. Sisi obyektif fenomena (noema) artinya sesuatu yang bisa dilihat, didengar, dirasakan, dipikirkan, atau sekalipun sesuatu yang masih akan dipikirkan (ide). Sedangkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 33
sisi subyektif (noesis) adalah tindakan yang dimaksud (intended act) seperti merasa, mendengar, memikirkan, dan menilai ide (Suseno, 2006). Aspek kedua ‘bracketing’ atau juga disebut reduksi fenomenologi, dimana seorang “pengamat” berupaya menyisihkan semua asumsi umum yang dibuat mengenai sesuatu fenomena. Seorang pengamat akan berusaha untuk menyisihkan dirinya dari prasangka, teori, filsafat, agama, bahkan ‘common sense’ sehingga dirinya mampu menerima gejala yang dihadapi sebagai mana adanya (Suseno, 2006). Studi fenomenologi dalam pelaksanaannya memiliki beberapa tantangan yang harus dihadapi peneliti. Creswell (1998) menjelaskan tantangan tersebut yaitu: “The researcher requires a solid grounding in the philosophical precepts of phenomenology. The participants in the study need to be carefully chosen to be individuals who have experienced the phenomenon. Bracketing personal experiences by the researcher may be difficult. The researcher needs to decide how and in what way his or her personal experiences will introduced into the study.” (“Peneliti membutuhkan landasan yang solid dalam ajaran filosofis fenomenologi. Para peserta dalam penelitian ini perlu hati-hati dipilih untuk menjadi individu yang telah mengalami fenomena tersebut. Mengurung pengalaman pribadi oleh peneliti mungkin sulit. Peneliti perlu menentukan bagaimana dan dalam hal apa-nya atau pengalaman pribadinya akan diperkenalkan ke ruang kerja”). Hakekatnya tantangan itu harus mampu dihadapi oleh seorang fenomenolog, penguasaan pada landasan filosofis dalam cara pikir fenomenologi, kemampuan memilih individu sebagai subyek yang mengalami yang akan dieksplorasi, kemampuan memelihara dan meningkatkan kemampuan logos fenomenologi, dan memilih serta memilah pengalaman bermakna yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 34
dikonstruksi oleh subyek penelitian. Tradisi Fenomenologi terbagi dalam tiga bagian utama, yakni: (i) Fenomenologi Klasik Edmund Husserl, tokoh pendiri fenomenologi modern, adalah salah satu pemikir fenomenologi klasik. Edmund Husserl dalam Spiegelberg (1994) menjelaskan orang harus berdisiplin dalam menerima pengalaman itu. Dengan kata lain, pengalaman secara individu adalah jalan yang tepat untuk menemukan realitas. Hanya melalui ‘perhatian sadar’ (conscious attention), kebenaran dapat diketahui. Guna melakukan hal itu, kita harus menyingkirkan bias yang ada pada diri kita. Kita harus meninggalkan berbagai kategori berpikir atau kebiasaan kita melihat sesuatu agar dapat merasakan pengalaman sebagaimana apa adanya. Melalui cara ini, berbagai objek di dunia dapat hadir dalam kesadaran kita. Pandangan Husserl demikian dinilai sangat objektif karena hal itu mempengaruhi proses merasakan pengalaman itu (Driyarkara, N. dan Sudiarja, A., 2006). (ii) Fenomenologi Persepsi Kebanyakan pendukung tradisi fenomenologi dewasa ini menolak pandangan Husserl tersebut. Mereka justru mendukung gagasan bahwa pengalaman adalah subjektif, tidak objektif, sebagaimana pandangan Husserl. Mereka percaya bahwa subjektifitas justru sebagai pengetahuan yang penting. Tokoh penting dalam tradisi ini adalah Mairice Marleau-Ponty, yang pandangannya dianggap mewakili gagasan mengenai fenomenologi persepsi. (phenomenology of perception) yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 35
dianggap sebagai penolakan terhadap pandangan objektif namun sempit dari Husserl.Menurut Ponty, manusia adalah mahluk yang memiliki kesatuan fisik dan mental yang menciptakan makna terhadap dunianya yaitu hubungan dialogis di mana suatu objek atau peristiwa mempengaruhi objek atau peristiwa lainnya (Watloly, 2001). (iii)Fenomenologi Hermeneutik Cabang ketiga dalam tradisi ini disebut dengan fenomenologi hermeneutic (hermeneutic phenomenology), yang mirip dengan fenomenologi persepsi, namun dikembangkan secara luas, dengan menerapkannya secara lebih konperehensif dalam komunikasi. Tokoh dalam tradisi ini adalah Martin Heidegger, yang dikenal dalam karyanya philosofhical hermeneutic. Hal penting bagi Heidegger adalah ‘pengalaman alami’ (natural experience) yang terjadi begitu saja ketika orang hidup di dunia. Bagi Heidegger, realitas terhadap sesuatu tidak dapat diketahui hanya melalui analisis yang hati-hati, tetapi melalui pengalaman alami yang terbentuk melalui penggunaan bahasa dalam kehidupan setiap hari. Yang dialami adalah sesuatu yang dialami melalui penggunaan alami bahasa dalam konteks: it is in word and language that things first come into being and are (dalam kata-kata dan bahasalah sesuatu itu terwujud pertama kali dan ada) (Watloly, 2001). D. Budaya 5. Definisi Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 36
terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbada budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari. Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia (Ihromi, 2006). Beberapa alasan mengapa orang mengalami kesulitan ketika berkomunikasi dengan orang dari budaya lain terlihat dalam definisi budaya: Budaya adalah suatu perangkat rumit nilai-nilai yang dipolarisasikan oleh suatu citra yang mengandung pandangan atas keistimewaannya sendiri.”Citra yang memaksa” itu mengambil bentuk-bentuk berbeda dalam berbagai budaya seperti “individualisme kasar” di Amerika, “keselarasan individu dengan alam” d Jepang dan “kepatuhan kolektif” di Cina. Citra budaya yang bersifat memaksa tersebut membekali anggotaanggotanya dengan pedoman mengenai perilaku yang layak dan menetapkan dunia makna dan nilai logis yang dapat dipinjam anggota-anggotanya yang paling bersahaja untuk memperoleh rasa bermartabat dan pertalian dengan hidup mereka. Dengan demikian, budayalah yang menyediakan suatu kerangka yang koheren untuk mengorganisasikan aktivitas seseorang dan memungkinkannya meramalkan perilaku orang lain (Ihromi, 2006).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 37
6.
Pengertian Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J.
Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism. Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic. Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial,norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat. Menurut Edward Burnett Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat. Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat. Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 38
religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat (Ihromi, 2006). Dalam konteks seperti ini kebudayaan tidak terbatas pada artefak tetapi lebih kepada segala sesuatu yang dmenyangkut pola pikir, cara pandang, dan perilaku kelompok tertentu. E. Kerangka Berpikir
Tujuan Religi
neumena
Sifat Syarat
organisasi
Makna perkawinan bagi suami
Perkawinan Tradisi Masyarakat Manggarai
Ilmu pengetahuan
Bahasa Kesenian Pencaharaian
Teknologi
fenomena
Dirasakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 39
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB III METODE PENELITIAN Beberapa pokok masuk dalam ulasan pada bab ini; diantaranya paradigma yang digunakan sebagai koridor dalam penelitian; termasuk di dalamnya ialah protokol wawancara, informan yang diwawancarai, populasi, serta teknik sampling. Hal lain yang dimuat dalam bab ini untuk mempertegas fokus penelitian. Tujuannya ingin mendeskripsikan dinamika makna perkawinan pada Masyarakat Manggarai. Selain itu, bab ini mengemukakan teknik analisis data seperti mengorganisasikan data, pengelompokkan kategori, tema, pola jawaban, uji asumsi, dan mencari alternatif penjelasan data. D. Paradigma dan Pendekatan Penelitian Paradigma
penelitian
kualitatif
ini
menggunakan
pendekatan
fenomenologi. Menurut Straus dan Corbin dalam Creswell (1998), yang dimaksud dengan penelitian kualitatif adalah jenis penelitian yang menghasilkan temuantemuan yang tidak bisa dicapai melalui perhitungan kuantitatif. Pendekatan kualitatif merupakan suatu proses penelitian dan pemahaman yang berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki fenomena sosial dan masalah manusia. Pada pendekatan ini, peneliti membuat suatu gambaran kompleks, meneliti kata-kata, laporan terinci dari pandangan informan, dan melakukan studi pada situasi yang alami (Creswell, 1998). Bogdan dan Bilken (1992) juga mengungkapkan pandangannya perihal pendekatan kualitatif. Kualitatif bagi mereka adalah salah satu
prosedur
penelitian
yang
39
menghasilkan
data
deskripsi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 40
berupa ucapan atau catatan tentang perilaku orang-orang yang diamati. Poerwandari (1998) juga mengungkapkan penelitian kualitatif adalah penelitian untuk menghasilkan dan mengolah data yang sifatnya deskriptif; seperti transkripsi wawancara, catatan lapangan, gambar, foto rekaman video dan lainlain. Pandangan beberapa tokoh terkemuka dapat dirangkum dengan pernyatan ini; penelitian kualitatif dinilai sebagai deskripsi tentang segala sesuatu pada informan yang tengah diteliti.
Dalam penelitian kualitatif perlu menekankan
pentingnya kedekatan dengan orang-orang dan situasi penelitian. Hal ini penting agar peneliti memperoleh pemahaman jelas tentang realitas dan kondisi kehidupan nyata(Patton dalam Poerwandari, 1998). Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan fenomenologi. Penelitian fenomenologi berusaha menjelaskan makna konsep atau pengalaman yang didasari oleh kesadaran yang terjadi pada individu. Penelitian ini dilakukan dalam situasi yang alami, sehingga tidak ada batasan dalam memaknai atau memahami fenomena yang dikaji. Sebelum lebih jauh mengulas pokok fenomenologi, peneliti berusaha menjelaskan terlebih dahulu dasar lahirnya fenomenologi yang menjadi landasan utama penelitian ini. Menurut Creswell (1998), pendekatan fenomenologi menunda semua penilaian tentang sikap yang alami sampai ditemukan dasar tertentu. Penundaan ini biasa disebut epoche (jangka waktu). Konsep epoche mengidentifikasikan pokok pembeda wilayah data (informan) dengan interpretasi peneliti. Konsep epoche memiliki posisi yang menentukan, sebab peneliti
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 41
menyusun dan mengelompokkan dugaan awal tentang fenomena guna memahami fakta yang disampaikan informan. Smith (2007) berusaha menemukan konsep fenomenologi ala Husserl. Husserl mendefinisikan fenomenologi sebagai upaya memahami kesadaran (intensionalitas) dari sudut pandang subyektif orang pertama. Fenomenologi secara literal adalah studi tentang fenomena, mengenai perihal yang tampak pada pengalaman
subyektif;
bagaimana
manusia
mengalami
segala
sesuatu
disekitarnya. Posisi “makna” dalam fenomenologi dinilai konsep yang sangat penting. Smith, pada penelitiannya tentang Husserl, mengungkapkan bahwa makna merupakan isi penting dari pengalaman sadar manusia. Pengalaman setiap individu bisa sama namun makna dari pengalaman tersebut bisa berbeda-beda. Makna, di sini, berperan sebagai pokok pembeda pengalaman dari satu individu dengan individu lain. Tindakan memaknai kesadaran manusia menyentuh suatu struktur teratur dari segala sesuatu yang ada disekitarnya. Walaupun demikian menurut Husserl, makna bukanlah obyek kajian ilmu-ilmu empiris. Makna adalah obyek kajian logika murni (pure logic) atau semantik. Maka dalam arti ini fenomenologi adalah suatu sintesis antara psikologi, filsafat, dan semantik; atau logika murni (Smith, 2007). Usaha Husserl menjadikan fenomenologi sebagai sintesis dari psikologi, filsafat, dan semantik berakar pada pembagian Brentano pada psikologi yaitu psikologi deskriptif dan psikologi genetis. Psikolgi deskriptif
berusaha
memahami dinamika kehidupan mental manusia. Sementara psikologi genetis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 42
ingin memahami dinamika mental manusia dengan kaca mata ilmu-ilmu genetika yang sifatnya biologistik. Dalam pandangan Husserl, fenomenologi menjadi suatu displin yang memiliki status otonom. Ia pun merumuskannya secara lugas, yakni sebagai ilmu tentang esensi kesadaran; kesadaran manusia tidak pernah berdiri sendiri. Kesadaran selalu merupakan kesadaran atas sesuatu. Inilah yang disebut dengan intensionalitas, suatu konsep yang sangat sentral di dalam fenomenologi Husserl. Dari argumentasi di atas, pokok yang ingin ditegaskan Husserl terletak pada apa yang ditampakkan individu sebagai makna dari yang dialaminya (Smith, 2007). Fenomenologi Husserl hendak menganalisis dunia kehidupan manusia sebagaimana ia mengalaminya secara subyektif maupun intersubyektif dengan manusia lainnya. Sebenarnya ia membedakan antara apa yang subyektif, intersubyektif, dan yang obyektif. Hal-hal yang termasuk dalam kategori subyektif adalah pengalaman pribadi kita sebagai manusia yang menjalani kehidupan. Obyektif adalah dunia di sekitar kita yang sifatnya permanen di dalam ruang dan waktu. Dan intersubyektitas adalah pandangan semua orang yang terlibat di dalam aktivitas sosial di dalam dunia kehidupan. Interaksi antara dunia subyektif, dunia obyektif, dan dunia intersubyektif inilah yang menjadi kajian fenomenologi. Fenomenologi membuka kesadaran baru di dalam metode penelitian filsafat dan ilmu-ilmu sosial. Kesadaran bahwa manusia selalu terarah pada dunia, dan keterarahan ini melibatkan suatu horison makna yang disebut sebagai dunia kehidupan. Di dalam konteks itulah pemahaman tentang manusia dan kesadaran dapat ditemukan (Smith, 2007).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 43
Menjelaskan
fenomenologi,
Heidegger
berangkat
dari
definisi
fenomenologi yang diprakarsainya sendiri. Fenomenologi menurut Heidegger adalah gabungan kata phainomenon dan logos. Phainomenon (bahasa Yunani) diambil dari kata kerja ”menampakkan dirinya“, manifestasi. Manifestasi di sini berarti dapat terlihat atau dapat tampak dalam dirinya sendiri, sehingga pengertian phenomenon secara lengkap adalah yang menampakkan diri pada dirinya sendiri (that which shows itself in itself). Sementara logos berarti apa yang sedang dibicarakan dalam wacana seseorang dari penampakkan tersebut. Dalam wacana, logos mengambil pengertian sebagai membiarkan sesuatu tampak. Ketika sebuah wacana dimunculkan, wacana itu sendiri menampakkan apa yang sedang dibicarakan. Dengan demikian, pengertian fenomenologi adalah membiarkan yang menampakkan dirinya tertampak dari dirinya dengan cara menampakkan dirinya dari dirinya sendiri (Riyanto, 2001). Penampakkan yang dimaksud Heidegger dibagi atas dua bagian yaitu kemiripan dan penampilan. Kemiripan yaitu satu fenomena tampak mirip dengan sesuatu. Sedangkan penampilan adalah sesuatu yang tampak dalam bentuk yang lain. Dengan demikian menurut Heidegger jenis penampakkan penampilan dipahami sebagai penampakan Ada; dimana Ada tidak menampakkan diri seluruhnya, karena dalam penampakannya Ada sekaligus menyembunyikan diri. Ada yang menyembunyikan diri hanya bisa didekati dengan membiarkan dia menampakkan dirinya pada dirinya sendiri. Pemahaman ini yang menjadi cikal bakal Heidegger menikung dari pemikiran Husserl. Dengan demikian disimpulkan bahwa membiarkan Ada menampakkan diri pada dirinya sendiri (Riyanto, 2001).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 44
“Ada” menampakkan diri mengandung pengertian bahwa kita tidak bisa memaksakan berbagai penafsiran melainkan membuka diri agar “Ada” terlihat. Salah satu cara untuk mengungkapkan keberadaan suatu “ada” melalui Dasein. Heidegger menerjemahkan Dasein sebagai yang ada di sana. Dasein dalam hal ini secara harafiah adalah manusia. Heidegger tidak menggunakan kata manusia karena dalam sejarah filsafat manusia mengacu pada definisinya sebagai benda. Relasi antara Dasein dengan Ada inilah yang disebut eksistensi. Dasein mengalami, namun Dasein tidak hanya berelasi dengan Ada tetapi berelasi juga dengan Dasein lain. Relasi Dasein seperti inilah yang akan mempertemukan Dasein dengan segala sesuatu yang siap dipakai; peralatan dan apa yang terberi begitu saja. Keberadaan Dasein di dunia bukanlah sesuatu yang dipilihnya melainkan sudah ditentukan baginya. Dasein terlempar begitu saja di dalam dunia, tanpa tahu darimana dan mau kemana. Keterlemparan inilah yang disebut Heidegger sebagai faktisitas. Dasein terlempar di dalam dunia. Dalam kondisi berada di dunia, Dasein dimungkinkan untuk bersentuhan dengan Ada. Persentuhan dengan Ada terjadi pada saat dia dihadapkan pada kecemasan (angst) dan kesadaran akan kemungkinan kematian. Angst tidak dapat didefinisikan dan tidak mempunyai objek yang dicemaskan. Angst bertolak pada pengalaman Dasein sebagai ada-di-dalam-dunia. Dengan kata lain, kecemasan Dasein, adalah tentang adanya-di-dalam dunia itu sendiri. Keadaan terlempar begitu saja tanpa mengetahui darimana dan mau kemana (Riyanto, 2001). Konsep keterlemparan Heidegger ini kerap menjelaskan tentang peristiwa kelahiran dan kematian. Manusia (Dasein) tidak pernah memilih untuk dilahirkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 45
dari siapa, di mana, dan kapan. Kelahiran manusia dilihat sebagai sesuatu yang terberi;
manusia
berada di
dunia dimaknai
sebagai
sebuah
peristiwa
“keterlemparan”. Kemudian, kematian adalah batas yang juga bersifat terberi untuk memberi makna pada kehidupan manusia. Dapat dibayangkan seandainya kehidupan manusia bersifat abadi (tanpa kematian), betapa gamangnya hidup tersebut. Kematian dianugerahkan agar manusia menemukan makna atas kehidupannya (Riyanto, 2001). Ditegaskan lagi membicarakan yang terberi begitu saja berarti dihadapkan pada persoalan eksitensi; Dasein yang terlempar tanpa tahu dari dan akan ke mana. Heidegger menjabarkan persoalan ini pada konsep waktu yang dia tawarkan; karena waktu menampakkan diri dalam kesadaran begitu saja. Tapi perlu disadari bahwa menangkap fenomena yang sangat subtle seperti waktu tidak semudah melukiskan objek yang jelas-jelas kelihatan secara fisikalnya. Maka, Heidegger memerlukan sarana-sarana baru, di mana waktu itu dihayati oleh manusia. Maksud Heidegger untuk menjelaskan hal tersebut dapat digambarkan dengan ungkapan waktu merupakan yang dihayati dalam berbagai kegiatan manusia(Riyanto, 2001). Menurut konsep Heidegger, hal paling utama adalah kegiatan itu sendiri, yaitu sibuk, atau kesibukan (manusia itu sibuk). Menurut Heidegger, kesibukan itu sebenarnya adalah fenomena waktu. Ketika kita sibuk, itu maknanya kita sedang terlibat dan berjibaku dengan waktu. Begitu juga ketika informan gelisah, atau cemas, atau merasa sepi, atau merasa bosan dan mengerti masa lalu, itu juga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 46
adalah fenomen waktu yaitu bagaimana waktu menampakkan diri dalam kesadaran manusia (Magee, 2001). Perbedaan mendasar antara pandangan Husserl dengan Heidegger yaitu terletak
pada
pemahaman
tentang
intentionalitas
(intentionality).
Husserlmemahami intentionalitas secara epistemologi sedangkan Heidegger memahami intentionalitas secara ontologi. Bagi Husserl, intentionalitas itu menyangkut
persoalan
pengetahuan;
bagaimana
intensionalitas
itu
dipertanggungjawabkan dan dipertahankan sebagai ilmu pengetahuan. Manakala, intenisonalitas bagi Heidegger dipahami sebagai persoalan ontologis. Menyangkut persoalan ada-nya realitas tersebut. E. Fokus Penelitian Penelitian ini difokuskan pada deskripsi makna dan dinamika perkawinan bagi suami pada masyarakat Manggarai. F. Prosedur dan Tahapan Penelitian 3. Prosedur Penelitian c. Infoman Informan dalam penelitian ini adalah masyarakat Manggarai yang tinggal di desa. Informan penelitian diambil berdasarkan pada status perkawinan dan berjenis kelamin laki-laki. Peneliti mencari orang Manggarai yang tinggal di sana dan bersedia untuk memberi data pada peneliti.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 47
d. Populasi dan Sampel Populasi yang diteliti adalah masyarakat di Manggarai. Pengambilan sampel dari populasi tersebut dilakukan dengan dua teknik sampling. Pada awalnya menggunakan teknik purposive sampling yaitu sampel dipilih sesuai dengan kriteria desain penelitian (Polit dan Hungler, 1999, Streubert dan Carpenter, 1999). Strategi selanjutnya yang dipakai pada penelitian ini adalah teknik snowball sampling, teknik ini dipakai untuk mengurangi subjektifitas peneliti. Strategi ini diharapkan mampu mengumpulkan data lebih kaya dan mendalam karena informan akan didapat dengan cara dianjurkan oleh informan pertama yang mampu memberikan data pada peneliti. 4. Tahap Penelitian c. Tahap Persiapan Penelitian Pertama peneliti membuat pedoman wawancara yang disusun sesuai dengan fenomena yang diangkat dalam penelitian ini. Pedoman wawancara ini berisi pertanyaan-pertanyaan mendasar yang nantinya akan berkembang dalam wawancara. Pedoman wawancara yang telah disusun, ditunjukkan kepada yang lebih ahli dalam hal ini adalah pembimbing penelitian untuk mendapat feedback mengenai isi pedoman wawancara. Setelah mendapat masukan dan koreksi dari pembimbing, peneliti membuat perbaikan terhadap pedoman wawancara dan mempersiapkan diri untuk melakukan wawancara. Tahap persiapan selanjutnya adalah peneliti membuat pedoman observasi yang disusun berdasarkan hasil observasi terhadap perilaku
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 48
informan selama wawancara dan observasi terhadap lingkungan atau setting wawancara. Di sini termasuk pula pengaruh perilaku informan dan pencatatan langsung yang dilakukan pada saat peneliti melakukan observasi. Namun apabila tidak memungkinkan, maka peneliti sesegera mungkin mencatatnya setelah wawancara selesai. Peneliti mencari informan yang sesuai dengan karakteristik informan penelitian. Untuk itu sebelum wawancara dilaksanakan peneliti bertanya kepada informan tentang kesiapannya untuk diwawancarai. Setelah informan bersedia untuk diwawancarai, peneliti membuat kesepakatan dengan informan tersebut mengenai waktu dan tempat untuk melakukan wawancara. d. Tahap pelaksanaan penelitiaan Peneliti membuat kesepakatan dengan informan mengenai waktu dan tempat untuk melakukan wawancara berdasarkan pedoman yang dibuat. Setelah wawancara dilakukan, peneliti memindahkan hasil rekaman berdasarkan wawancara dalam bentuk verbatim. Selanjutnya peneliti melakukan analisis data dan interpretasi data sesuai dengan langkah-langkah yang dijabarkan pada bagian metode analisis data pada akhir bab ini. Setelah itu, peneliti membuat deskripsi dan kesimpulan. Peneliti akan memberikan saran-saran untuk penelitian selanjutnya. E. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan satu teknik pengumpulan data, yaitu:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 49
2. Wawancara Semi-terstruktur Menurut Prabowo (1996) wawancara adalah metode pengambilan data dengan cara menanyakan sesuatu kepada seorang informan, caranya adalah dengan bercakap-cakap secara tatap muka. Pada penelitian ini wawancara akan dilakukan dengan menggunakan pedoman wawancara. Menurut Patton (dalam Poerwandari 1998), proses wawancara dengan menggunakan pedoman umum wawancara ini, interviewer dilengkapi pedoman wawancara yang sangat umum, serta mencantumkan isu-isu yang harus diliput tanpa menentukan urutan pertanyaan, bahkan mungkin tidak terbentuk pertanyaan yang eksplisit. Pedoman
wawancara
digunakan
untuk
mengingatkan
interviewer
mengenai aspek-aspek apa yang harus dibahas, juga menjadi daftar pengecek (check list) apakah aspek-aspek relevan tersebut telah dibahas atau ditanyakan. Dengan pedoman demikian interviwer harus memikirkan bagaimana pertanyaan tersebut akan dijabarkan secara konkrit dalam kalimat tanya, sekaligus menyesuaikan pertanyaan dengan konteks aktual saat wawancara berlangsung (Poerwandari, 1998). Kerlinger (dalam Hasan, 2000) menyebutkan 3 hal yang menjadi kekuatan metode wawancara : a. Mampu mendeteksi kadar pengertian informan terhadap pertanyaan yang diajukan. Jika mereka tidak mengerti bisa diantisipasi oleh interviewer dengan memberikan penjelasan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 50
b. Fleksibel, pelaksanaanya dapat disesuaikan dengan masing-masing individu. c. Menjadi satu-satunya hal yang dapat dilakukan disaat teknik lain sudah tidak dapat dilakukan. Menurut Yin (2003) disamping kekuatan, metode wawancara juga memiliki kelemahan, yaitu: a. Rentan terhadap bias yang ditimbulkan oleh kontruksi pertanyaan yang penyusunanya kurang baik. b. Rentan terhadap bias yang ditimbulkan oleh respon yang kurang sesuai. c. Probling yang kurang baik menyebabkan hasil penelitian menjadi kurang akurat. d. Ada kemungkinan informan hanya memberikan jawaban yang ingin didengar oleh interviwer. Menurut Poerwandari (1998) penulis sangat berperan dalam seluruh proses penelitian, mulai dari memilih topik, mendeteksi topik tersebut, mengumpulkan data, hingga analisis, menginterprestasikan dan menyimpulkan hasil penelitian. Dalam mengumpulkan data-data penulis membutuhkan alat Bantu (pedoman penelitian). Dalam penelitian ini peneliti menggunakan satu alat bantu, yaitu protokol wawancara. Protokol digunakan agar wawancara yang dilakukan tidak menyimpang dari tujuan penelitian. Pedoman ini disusun tidak hanya berdasarkan tujuan penelitian, tetapi juga berdasarkan teori yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 51
Selama wawancara peneliti menggunakan alat perekam yang bermanfaat Sebagai alat bantu pada saat wawancara, agar peneliti dapat berkonsentrasi pada proses pengambilan data tampa harus berhenti untuk mencatat jawaban-jawaban dari informan. Dalam pengumpulan data, alat perekam baru dapat dipergunakan setelah mendapat ijin dari informan untuk mempergunakan alat tersebut pada saat wawancara berlangsung. G. Kredibilitas Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitataif. Dalam penelitian kualitatif melakukan uji kredibilitas sangatlah penting karena mengingat tujuan uji kredibilitas yaitu untuk mengetahui kebenaran penelitian (Moleong, 2005). Dalam menguji kredibilitas penelitian ini peneliti menggunakan teknik triangulasi data seperti yang diungkapkan Yin (2003) triangulasi data dilakukan dengan membandingkan beberapa data dalam hal ini data yang didapat dari hasil wawancara pada beberapa informan. Menurut Patton (dalam Sulistiany 1999) triangulasi data berarti mengguanakan berbagai sumber data seperti dokumen, arsip, hasil wawancara, hasil observasi atau juga dengan mewawancarai lebih dari satu informan yang dianggap memiliki sudut pandang yang berbeda. Pada penelitian ini dalam menguji kredibilitas penelitian peneliti menggunakan triangulasi data terutama dengan mewawancari lebih dari satu informan yang dianggap memiliki sudut pandang yang berbeda. Penelitian ini memiliki informan dengan usia yang berbeda sehingga mampu dijadikan patokan untuk dilakukan triangulasi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 52
H. Teknik Analisis Data Pada dasarnya dalam melakukan analisis data kualitatif tidak ada teknik yang pasti dan sangat baku. Namun, dalam melakukan analisis data penelitian hal yang paling penting adalah adanya patokan teori yang menjelaskan tentang teknik analisis dan teknik tersebut dapat dipertanggungjawabkan. Pada penelitian ini dalam menganalisis data berpatokan pada konsep Heidegger tentang penelusuran fenomena. Menelusuri makna sebuah fenomena berarti menelusuri dari apa yang tampak dengan tampilan yang berbeda. Penekanan Heidegger yaitu berusaha menelusuri tentang sesuatu yang esensial dari suatu yang tampak (Ryanto, 2001). Berangkat dari pandangan Heidegger di atas teknik analisis data menurut Creswell dianggap mampu menelurkan cita-cita Heidegger dalam menelusuri fenomena yang tampak. Teknik analisis data Creswell dinilai mumpuni dalam menggali tujuan penelitian ini; karena keunggulan teknik Creswell terletak pada konsep epoche—sebagaimana dijelaskan di depan. Teknik analisis data fenomenologi menurut Creswell yaitu sebagai berikut: 1. Peneliti memulai mengorganisasikan semua data atau gambaran menyeluruh tentang fenomena pengalaman yang telah dikumpulkan. 2. Membaca data secara keseluruhan dan membuat catatan pinggir mengenai data yang dianggap penting kemudian melakukan pengkodean data. 3. Menemukan dan mengelompokkan makna pernyataan yang dirasakan oleh informan dengan melakukan horizonaliting yaitu setiap pernyataan pada awalnya diperlakukan memiliki nilai yang sama. Selanjutnya, pernyataan yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 53
tidak relevan dengan topik dan pertanyaan maupun pernyataan yang bersifat repetitif atau tumpang tindih dihilangkan, sehingga yang tersisa hanya horizons (arti tekstural dan unsur pembentuk atau penyusun dari phenomenon yang tidak mengalami penyimpangan). 4. Pernyataan tersebut kemudian di kumpulkan ke dalam unit makna lalu ditulis gambaran tentang bagaimana pengalaman tersebut terjadi. 5. Selanjutnya peneliti mengembangkan uraian secara keseluruhan dari fenomena tersebut sehingga menemukan esensi dari fenomena tersebut. Kemudian mengembangkan textural description (mengenai fenomena yang terjadi pada responden) dan structural description (yang menjelaskan bagaimana fenomena itu terjadi). 6. Peneliti kemudian memberikan penjelasan secara naratif mengenai esensi dari fenomena yang diteliti dan mendapatkan makna pengalaman responden mengenai fenomena tersebut. 7. Membuat laporan pengalaman setiap informan. Setelah itu, gabungan dari gambaran tersebut ditulis.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini peneliti akan menjelaskan makna perkawinan bagi suami pada masyarakat Manggarai. Secara garis besar, hasil penelitian menunjukkan bahwa perkawinan bermakna konotasi negatif. Dikatakan konotasi negatif karena perkawinan dipandang sebagai simbol untuk menunjukkan kelas sosial seseorang (atau keluarga tertentu). Secara gamblang semua informan menyampaikan bahwa perkawinan dimaknai sebagai beban, penderitaan, perjuangan, tantangan, kesulitan, dan kesengsaraan. Akan tetapi pengungkapan makna perkawinan yang terbuka ini sebenarnya ingin menunjukkan makna hakiki dari perkawinan yaitu sebagai simbol strata sosial seseorang. G. Pelaksanaan Penelitian 4. Informan Informan pada penelitian ini berjumlah tiga orang dengan jenis kelamin lakilaki dan rentang usia dari 25-35 tahun. Status informan semua sama yaitu sudah menikah. 5. Tempat dan Lokasi Penelitian ini dilakukan di rumah para informan yang terletak di desa Kole, Kecamatan Satarmese Utara - Kabupaten Manggarai - Provinsi Nusa Tenggara Timur.
54
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 55
6. Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada tanggal 2-9 Februari 2015. Wawancara dilakukan pada sore hari mengingat informan hanya memiliki waktu senggang di sore hari. Rata-rata waktu wawancara selama satu jam. H. Hasil Penelitian 1. Informan F (31) Bpk F (31) memaknai perkawinan sebagai beban. Hal ini disebabkan oleh tuntutan yang begitu besar dalam perkawinan masyarakat Manggarai. Tuntutan yang dimaksud ialah nilai paca sebagai mahar pernikahan yang tidak menentu dalam penerapannya. Pergeseran dari pemanfaatan kearifan lokal (ternak sebagai mahar)
menuju
penggunaan
uang
memicu
perkawinan
di
Manggarai
memberatkan. Bpk F (31) mengungkapkan dalam beberapa pengalaman, perkawinan memang membutuhkan perjuangan. Membangun rumah tangga tidak begitu saja mudah. Orang yang memilih untuk menikah tentu harus memiliki modal—uang. Dalam adat Manggarai akhir-akhir ini, kebanyakan perjuangan yang terjadi bukan untuk membangun dan mempertahankan eksistensi keluarga barunya. Keluarga baru bekerja untuk mendapatkan uang demi membayar utang-utang pernikahan. Minimnya persiapan modal memaksa calon pengantin meminjam sejumlah uang ke berbagai ragam pihak; bisa keluarga, kenalan, bahkan bank. Faktor lain yang mempengaruhi perkawinan di Manggarai yang memberatkan adalah tujuan perkawinan yaitu untuk mempersatukan keluarga besar kedua belah pihak yang tentunya bukanlah hal yang gampang. Syarat perkawinan juga sangat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 56
mempengaruhi kehidupan perkawinan di Manggarai. Penerapan paca seperti di atas tidak sejalan dengan syarat perkawinan masyarakat Manggarai saat ini. Bpk F (31) juga mengungkapkan bahwa saat ini orang Manggarai lebih mementingkan upacara yang tidak terlalu mendesak seperti pesta. Pesta ini yang akan mengundang orang banyak akan menambah biaya belis. Makanya belis di Manggarai sangat besar. 2. Informan J (35) Menurut Bpk J (35), perkawinan di Manggarai merupakan beban yang berat. Bpk J (35) merasa terbebani karena syarat atau tuntutan dan prosesi dalam perkawinan masyarakat Manggarai terhitung panjang dan rumit. Tentunya prosesi yang panjang dan rumit ini menelan anggaran yang banyak dan tenaga yang besar. Tuntutan terberat dalam perkawinan Manggarai tercermin dari paca sebagai seserahan. Paca sudah menjadi momok yang menakutkan karena paca sudah mengalami pergeseran makna dari sebagai simbol ikatan keluarga menuju kalkulasi matematis (uang). Tuntutan inilah yang menyebabkan banyak orang meninggalkan keluarga barunya untuk merantau serta menelantarkan anak dan istri di kampung halamannya. Selain itu Bpk J (35) menambahkan, sifat perkawinan masyarakat Manggarai memiliki
andil
yang
besar
dalam
kehidupan
keluarga.
Terlepas
dari
keberadaannya yang sangat diimpikan, sifat perkawinan adat masyarakat Manggarai yang mengikat dan monogami membawa petaka bagi sebagian orang. Ikatan perkawinan adat yang monogami bisa menjadi beban, karena tidak membuka ruang bagi orang Manggarai untuk mengakhiri kehidupan rumah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 57
tangganya seandainya terindikasi gagal. Dengan kata lain, orang akan pasrah dengan situasi keluarga barunya. Situasi yang seperti ini membuat perkawinan bukan dilihat sebagai sesuatu yang sakral seperti yang dianut dalam Gereja Katolik. Sebab, situasi yang tidak kondusif dalam keluarga malahan menciptakan banyak masalah baru; seperti penelantaran dan kekerasan dalam rumah tangga. 3. Informan L (25) Bpk L (25) memaknai perkawinan dalam masyarakat Manggarai sebagai penderitaan.
Konteks
perkawinan
adat
masyarakat
Manggarai
sangat
mengedepankan terciptanya hubungan kekerabatan antara kedua belah pihak (hubungan baik antara keluarga besar besanan). Hal ini menjadi tujuan dari perkawinan masyarakat Manggarai selain untuk meneruskan keturunan. Bpk L (25) menambahkan, idealnya sebuah perkawinan harus dilandaskan pada kedewasaan pola pikir. Perkawinan di Manggarai tidaklah terlalu memperhatikan faktor ekonomi dan psikologis diri saat hendak menikah. Kebanyakan, masyarakat lebih menilai segi kematangan fisik semata. Masyarakat Manggarai tidak melihat bahwa kematangan secara ekonomi sebagai salah satu indikator keharmonisan keluarga. Ketidakharmonisan ini berekses pada tindakan lain seperti kekerasan dalam rumah tangga. Jika dirujuk lagi ke depan, permintaan paca yang terlampau besar menjadi faktor utama yang dapat dijadikan alasan degradasi ekonomi keluarga-keluarga baru. Paca yang begitu besar berangkat dari budaya pesta masyarakat Manggarai saat ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 58
I. Analisis Menganalisis hasil wawancara ini, peneliti bersandar pada penelusuran fenomena menurut Heidegger seperti yang dijelaskan pada bab-bab sebelumnya. Kekuatan analisis fenomena Heidegger terletak pada kemampuannya untuk menelusuri perihal yang paling esensial dari kenampakkan suatu fenomena. Kenampakkan yang dimaksud Heidegger ialah “penampakkan penampilan” seperti yang telah diulas panjang lebar pada bab tiga. Langkah-langkah yang dipakai peneliti juga diperkuat dengan teknik analisis data Creswell. Kekuatan teknik analisis Creswell terletak pada usaha peneliti untuk membedakan wilayah data dan interpretasi peneliti. Kesadaran peneliti akan usaha Creswell mengamini cita-cita fenomenologi Heidegger maka penggabungan kedua teknik analisis data ini mampu melahirkan sebuah analisis yang tajam tentang fenomena yang diteliti. Atas dasar seperti di atas maka peneliti menganalisis fenomena seperti berikut. Paca dalam tradisi masyarakat Manggarai jaman dahulu diterapkan pada perkawinan cangkang. Perkawinan cangkang lazim dipraktikkan oleh kaum bangsawan atau kaum dengan kondisi ekonomi sangat kuat (Bagul, 1996). Adanya penetrasi budaya (Ihromi, 2006) dari ilmu pengetahuan barat dan agama barat turut mempengaruhi pola pikir masyarakat terutama tentang perkawinan yang sehat secara genetis. Sehingga relatif pada saat ini praktik perkawinan cangkang sudah dilakukan secara luas bagi masyarakat Manggarai. Boleh dikatakan bahwa perkawinan cangkang berlaku bagi semua lapisan masyarakat adat Manggarai saat ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 59
Persoalan yang muncul kemudian adalah, perspeksi paca gaya lama seperti yang diungkapkan Bagul pada bukunya tetapi tidak sejalan dengan kondisi ekonomi saat ini yang rata-rata masyarakatnya masih berada di bawah garis kemiskinan. Penetapan nilai paca berbanding terbalik dengan kondisi ekonomi calon suami. Masyarakat pada umumnya hampir bersikap abai terhadap fenomena dan kondisi ekonomi para calon suami. Fenomena semacam ini juga diterima begitu saja oleh para calon suami. Para calon suami membentuk mindset bahwa memang seperti itulah yang harus mereka terima. Perkawinan, kemudian, dimaknai sebagai beban berat yang harus ditanggung di kemudian hari. Faktor lain yang turut memperkeruh pola pikir masyarakat Manggarai adalah gengsi (paca dilihat sebagai indikator status sosial). Pola pikir semacam ini menciderai makna agung paca itu sendiri, yang mana dianggap sebagai pengikat hubungan kekerabatan antara keluarga besar dari pihak-pihak yang hendak menikah. Bukan tanpa alasan peneliti mengungkapkan hal ini, terbukti dari penulusuran atas hasil analisis data yang menunjukkan bahwa perkawinan dimaknai sebagai beban. Bpk F (31) 51-53,”Namun kadang kala orang terbebani garagara dengan beban yang begitu tinggi dengan segala macam anggarannya.” Bpk J (35) 341-343, “Belis jangan terlalu membebankan atau bahkan membuat keluarga yang baru berantakan.” Bpk L (25), 216-228,”Yang namanya belis seperti yang saya lihat sekarang belis ini sudah berbeda dengan yang dulu. Ya mungkin pengaruh perkembangan jaman... yang namanya belis itu sebenarnya tidak boleh terlalu menuntut dan jatuhnya memberatkan.” Perkawinan dimaknai sebagai perjuangan karena syarat paca yang tinggi. Tuntutan paca yang tinggi tentu memaksa (keluarga) calon suami untuk berusaha semaksimal mungkin memenuhi tuntutan permintaan tersebut. Berkaitan dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 60
tuntutan seperti ini, orang Manggarai menggalang kerja sama dengan berbagai cara; entah dengan melakukan peminjaman uang dalam bentuk kumpul kope (patungan keluarga besar pria) atau dengan uang tabungan sendiri si pengantin pria, atau jalur ekstrim meminjam uang ke bank. Perjuangan yang dilakukan pun untuk memenuhi paca yang pada dasarnya bersifat sementara; yaitu memenuhi kebutuhan saat upacara perkawinan berlangsung. BpkF (31), 36-44: ”Berjuang dengan segala daya upayanya supaya e...perkawinan itu berjalan dengan baiklah, meriah, dan lain-lain sebagainya. Jadi orang dengan segala kemampuannya entah dengan melibatkan orang lain (menggerakkan tangan ke arah kanan luarnya) atau dengan perjuangannya sendiri (Sambil mengeluskan dadanya sendiri) intinya bahwa dia begitu getol untuk memperjuangkan.” Perkawinan juga dimaknai sebagai tantangan bagi suami pada masyarakat Manggarai. Ditegaskan lagi, perkawinan masyarakat Manggarai bukan sekedar dituntut untuk membangun relasi antara dua orang yang hendak menikah saja tetapi untuk membangun hubungan kekerabatan antara kedua keluarga besar. Tidak mengherankan jika ada begitu banyak biaya yang harus digunakan untuk melangsungkan ritual perkawinan mengingat banyaknya keluarga besar yang terlibat dalam ritual perkawinan. Inilah yang menjadi tantangan dalam perkawinan masyarakat Manggarai yaitu untuk menyatukan kedua keluarga besar ini. BpkF (31), 282-284, “Dan itu memang sebuah tantangan besar bagi seorang yang hendak untuk masuk ke ranah dan tahap perkawinan. Begitu.” Paca sudah menjadi momok yang menakutkan bagi suami pada masyarakat Manggarai. Pemaknaan perkawinan sebagai sebuah kesengsaraan ditengarai akibat dari mahar yang begitu tinggi. Paca yang tinggi menuntut pria
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 61
yang hendak menikah untuk berjuang mencari uang guna memenuhi paca yang begitu tinggi. Memenuhi hal ini, mereka yang menikah secara tidak langsung atas nama tradisi adat yang dianutnya membuka lembar utang dalam kehidupannya. Usai menikah, yakni saat tinggal dalam lembaga sakral (keluarga) yang baru, mereka bekerja banting tulang untuk membayar utang yang telah mereka adakan saat membiayai ritus perkawinan. Bpk J (35), 207-210, “Kembali lagi tadi perkawinan yang belisnya besar membuat mereka kerja banting tulang untuk membayar lagi utang-utang belis yang membuat mereka sengsara.” Suami-suami di Manggarai mengamini perkawinan dalam konteks budaya masyarakat Manggarai yakni mengedepankan hubungan kekerabatan keluarga besar kedua belah pihak yang hendak menikah itu tercipta. Membangun relasi kelurga besar bukanlah hal yang sepele mengingat begitu banyak hal yang diperhatikan dalam membangun relasi kekerabatan dalam skala besar. Upaya menyatukan tersebut melibatkan tenaga dan pikiran yang maksimal untuk menyatukan pemikiran-pemikiran dari dua kelompok yang berlatar belakang berbeda. Hal ini yang menjadikan orang Manggarai memaknai perkawinan sebagai kesulitan. Terlebih lagi jika hal ini tidak didukung oleh kualitas SDM (Sumber Daya Manusia) yang memadai. Bpk L (25), 46-51: “Iya kraeng jangan ketawa ini memang kenyataan saat ini. Yang namanya nikah itu kan sebenarnya bukan hanya menyatukan dua pribadi iya kan? Ha’am tapi bagaimana mereka bisa menyatukan kedua keluarga besar. Itu yang sulit untuk menikah.” Suami pada masyarakat Manggarai merasa bahwa paca sifatnya memaksa. Keluarga pihak perempuan dalam adat Manggarai biasanya semena-mena dalam menentukan besaran paca. Angka yang sangat fantastis sudah tidak asing lagi di
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 62
telinga orang Manggarai. Sifat ini juga bagi suami di Manggarai merupakan cikal bakal penderitaan di balik sakralnya perkawinan. Suami di Manggarai memaknai perkawinan sebagai penderitaan sehingga relatif suami di Manggarai merasa bahwa perkawinan itu tidak membahagiakan. Bpk L (25), 229-233, “Ya belis itu tidak boleh terlalu memaksa karena begini dengan belis yang sangat tinggi akan membuat hidup dari anak kita yang akan berkeluarga itu menderita.” Sejurus dengan Heidegger maka makna yang tampak pada analisis di atas menyembunyikan makna yang hakiki. Heidegger mengungkapkan bahwa hal paling hakiki dari sebuah fenomena biasanya memiliki tampilan lain (Ryanto, 2001). Peneliti sadar bahwa berdasarkan analisis di atas perasaan yang timbul pada masyarakat Manggarai saat ini merupakan tampilan lain dari sebuah makna yang sebenarnya. Makna perkawinan di atas sebenarnya menjurus pada makna konotasi dari perkawinan. Pemaknaan perkawinan suami pada masyarakat desa di Manggarai sangat apik dirangkai sedemikian rupa sehingga terkesan pihak lakilaki dirugikan. Paca menjadi tema utama bagi suami masyarakat Manggarai dalam memaknai perkawinan. Tema ini cukup jelas dalam mendeskripsikan makna perkawinan dalam cara pandang mereka. Perkawinan merupakan simbol untuk menjelaskan kelas sosial; dan untuk mengetahui hal ini lebih lanjut akan dijelaskan secara rinci pada subbab pembahasan. J. Pembahasan Perkawinan merupakan peristiwa sosial yang sangat penting pada masyarakat Manggarai. Gordon (1975) dalam penelitiannya mengungkapkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 63
bahwa perkawinan bagi masyarakat Manggarai tidak hanya sekedar sebagai peubah status sosial—sebagai proses yang menunjukkan seseorang sudah mampu melewati usia dewasa awal menuju usia dewasa lanjut—kedua mempelai saja tetapi lebih kepada penentuan peran dan kedudukan keluarga besar kedua mempelai. Perkawinan bagi masyarakat Manggarai selalu dikaitkan dengan hubungan woenelu—yang berarti hubungan kekeluargaan akibat dari perkawinan. Melalui perkawinan, keluarga mempelai laki-laki akan disebut sebagai keluarga anak wina (wife-receiver), sedangkan untuk pihak mempelai perempuan disebut anak rona (wife-giver) atau lebih lazim didengar dengan istilah terberipemberi dan status ini akan bertahan dan diteruskan secara turun temurun (Gordon, 1975). Menelisik situasi perkawinan sebagaimana dijelaskan di atas maka perkawinan bagi suami pada masyarakat Manggarai merupakan hal yang sifatnya sakral. Dengan demikian, perkawinan dapat diibaratkan dengan pedang bermata dua; perkawinan dapat dimaknai sebagai tantangan dan peluang.
Makna
perkawinan seharusnya bisa diarahkan pada makna yang lebih positif. Akan tetapi, makna yang ditemukan dalam hasil penelitian ini berkonotasi negatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perkawinan menurut suami pada masyarakat Manggarai dimaknai sebagai gaya hidup bukan sebagai panggilan hidup untuk membentuk lembaga terhormat yang sering disebut keluarga. Perkawinan dengan kata lain sudah dianggap sebagai simbol yang menunjukkan kelas sosial seseorang dalam kelompok masyarakat dan ini yang menjadi bencana besar bagi kelompok masyarakat yang belum siap secara sosial,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 64
ekonomi, dan budaya. Simbol yang dimaksud peneliti di sini menjurus pada satu tahap perkawinan masyarakat Manggarai yaitu paca (seserahan). Jelas dalam pengakuan semua informan tentang hal ini semisal informan (F, 381-391): “Status sosial di Manggarai sangat berpengaruh dalam artian kita bisa melihat siapa si wanita apa title-nya (saat ini dia senyum) dan kita bisa menentukan atau orang sudah bisa mencapai target kalau statusnya si perempuan begini maka sekitar beginilah biayanya. Dan itu biasanya dua puluh juta dua puluh lima juta atau bahkan jauh lebih tinggi dari angka yang saya sebutkan. Apalagi kalau misalnya si wanita lebih tinggi lagi dia punya ini kan status sosialnya pasti lebih mahal lagi biayanya.” (J, 140-143), “pengaruh di Manggarai kental sekali dengan belis, terlebih dengan orang yang memiliki apa namanya e status sosial yang begitu tinggi.” (L, 311-318) juga mengungkapkan demikian: “artinya perkawinan di Manggarai sudah terlampau jauh dari yang sebenarnya. Karena dalam artian sebenarnya belis kalau diterjemahkan dalam bahasa manggarai yaitu pat kaba ca jarang yang berarti hanya dengan empat ekor kerbau dan satu ekor kuda saja sudah. Bukan uang yang berpuluh-puluh juta.” Selain informan dalam penelitian ini yang merasakan hal tersebut, pada penelitian sebelumnya di Manggarai: Patut(2013), Pahun (2012), dan Jilung(2013) mengungkapkan hal yang sama yakni belis sudah mengalami pergeseran makna dari kearifan lokal menuju kalkulasi matematis (dari hewan dan tanah warisan menjadi transaksi jual-beli). Belis untuk perempuan Manggarai saat ini berkisar antara 50-500 juta rupiah tergantung graduasi pendidikan perempuan yang akan diperistri mempelai laki-laki. Kalkulasi-kalkulasi seperti ini yang dimaksud dengan perhitungan matematis, lebih mengedepankan angka (uang) ketimbang hakikat dasar belis yaitu sebagai simbol pengikatan keluarga besar kedua mempelai.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 65
Tentu angka ini dinilai sangat fantastis mengingat pertumbuhan ekonomi masyarakat Manggarai berada di bawah garis kemiskinan. Hal ini tidak sejalan dengan kondisi riil ekonomi masyarakat manggarai itu sendiri. Data kepala keluarga miskin di Manggarai (dalam Marut, 2008) menunjukkan kepala keluarga miskin sebesar 67% dari total keseluruhan kepala keluarga yang ada di Manggarai. Pada kelompok masyarakat lain di NTT juga seakan melanggengkan budaya belis yang sudah menyetubuhi harkat dan martabatnya sendiri. Tatengkeng (2009) dalam karyanya mengungkapkan bahwa dalam masyarakat suku Dawan di NTT pada mulanya belis memiliki makna yang lebih positif akan tetapi belis yang sangat tinggi mampu membawa efek yang negatif. Efek negatif yang paling dirasakan oleh masyarakat Dawan terdapat pada dinamika psikologi perempuan Dawan. Perempuan Dawan yang sudah menikah merasa tidak bahagia dengan perkawinannya, depresi, dan mereka cenderung cepat marah. Dinamika psikologis seperti ini disebabkan oleh perbedaan antara ekspektasi mereka atas belis yang tinggi berbeda dengan kenyataan yang mereka alami. Penelitian Banfatin (2012) melaporkan bahwa dalam perkawinan adat masyarakat etnis Sikka di Kota Kupang menempatkan mas kawin (belis) sebagai hal yang penting karena memiliki makna sebagai simbol penghargaan dan pengakuan kepada harkat dan martabat seorang perempuan. Akan tetapi dalam kenyataan sekarang praktik pembayaran belis sudah tidak dilakukan sebagaimana mestinya sehingga menimbulkan pemahaman baru yang negatif dalam masyarakat yaitu menyalahkan adat istiadat. Faktor-faktor dominan yang mempengaruhi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 66
pergeseran makna belis dalam masyarakat suku Sikka adalah simbol prestise, nilai ekonomi dari benda-benda belis. Penelitan Lembaga Penelitan SMERU, dari bulan Oktober hingga Desember 2006, belis menjadi beban dan salah satu tantangan pembangunan di Nusa Tengara Timur (NTT). Tingginya nilai belis ditengarai menjadi salah satu faktor yang menggangu kesejahteraan masyarakat NTT karena keluarga mempelai laki-laki cenderung berusaha mempertahankan gengsi dan martabat sehingga tidak jarang belis yang diminta akan diserahkan sesuai ketentuan yang disepakati. Beberapa penelitian di atas mengungkapkan bahwa dinamika perkawinan masyarakat NTT sangatlah jamak. Terlepas dari hasil penelitian-penelitian di atas penelitian ini juga mendapatkan dinamika baru dalam perkawinan bagi suami pada masyarakat Manggarai. Perkawinan di Manggarai dijadikan ajang unjuk kelas sosial. Bpk F (31), 381-391; Bpk J (35) 140-143; dan Bpk L (25) 311-318, mengungkapkan bahwa title (tingkat pendidikan) perempuan akan menentukan besaran paca. Selain itu munculnya budaya pesta dalam kehidupan masyarakat Manggarai turut mendorong permintaan paca begitu tinggi. Bpk F (31) 64-72 mengungkapkan, “Itukan lebih mementingkan aspek kemeriahan. Tapi dibalik itu sebenarnya dalam hati terdalam orang mungkin akan merasa terbebani dengan bahwa kendati pun pesta telah usai pernikahan sudah dilaksanakan tapi orang terbebani dengan beban dari segi material lah dari segala tanggung jawab yang lain itu bisa jadi sebuah beban (menganggukkan kepalanya beberapa kali).” Bpk L (25) 329-332 juga mengungkapkan, “. Nah, sekarang yang bikin paca itu pemintaannya sangat besar karena adanya keinginan bikin-bikin pesta ikut gaya orang kaya e.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 67
Baudrillard menyebut fenomena paca dengan jumlah nominal yang sangat fantastis (bergerak dari 20 juta hingga 200 juta) untuk dihambur-hamburkan seperti ungkapan informan seperti di atas disebut sebagai budaya konsumtif. Manusia tidak memaknai objek berdasarkan kegunaan tetapi berdasarkan prestisius. Fenomena paca pada saat ini tidak sesuai dengan fungsi paca pada dasarnya sebagai pengikat hubungan kekerabatan. Kelahiran budaya konsumtif seperti ini akibat dari konstruksi budaya lokal yang tercemar dengan ideologi kapitalisme. Budaya kapitalisme dengan brutal menyetubuhi martabat budaya lokal yang terkenal mengedepankan kehidupan sosial (Ule, 2011). Makna perkawinan sebagai simbol kelas sosial menurut suami pada masyarakat Manggarai merujuk pada budaya paca. Paca dianggap sebagai simbol penunjuk kelas sosial dan sebenarnya hal ini sudah ada sejak nenek moyang orang Manggarai mengenal sistem perekonomian modern dan strata sosial. Hal ini bisa ditelusuri melalui jenis perkawinan yang dianut masyarakat Manggarai seperti yang sudah dijelaskan pada bab satu bahwa perkawinan masyarakat Manggarai terdiri atas perkawinan cangkang, tungku, dan cako di mana perkawinan cangkang dianggap perkawinan kaum berada (keturunan raja) karena perkawinan ini sifatnya menikah dengan suku lain yang tidak memiliki hubungan darah sehingga paca-nya besar dan saat itu kaum ber-ada-lah yang memiliki kemampuan untuk membayar paca dengan jumlah yang fantastis (Toda, 1999) sehingga praktis perkawinan cangkang adalah perkawinan orang kaya. Akselerasi informasi pengetahuan dan teknologi turut mengambil peran penting dalam mempengaruhi orang Manggarai untuk mempertimbangkan praktik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 68
perkawinan cako dan tungku. Berdasarkan pada ajaran Gereja katolik dan berdasarkan studi biologi perkawinan cako dan tungku diharamkan sehingga praktis perkawinan di Manggarai rata-rata perkawinan cangkang. Ketika perkawinan cangkang lazim dipraktikan dengan bertujuan untuk menghindari kelainan biologis dan tidak sejalan dengan perubahan makna dari jenis perkawinan ini justru menjadi “senjata makan tuan” bagi masyarakat Manggarai itu sendiri saat ini. Paca pada dasarnya diberikan oleh pihak laki-laki sebagai anak wina (wife receiver) kepada anak rona (wife-giver). Alasan laki-laki membayar paca karena setelah prosesi perkawinan dilakukan akan diadakan upacara podo (mengantar pengantin perempuan pada keluarga pengantin laki-laki) yang berarti keberadaan perempuan sudah sah menjadi bagian dari keluarga laki-laki. Hal ini wajar karena masyarakat adat Manggarai bercorak patriarkal (Nggoro, 2006). Keberadaan paca dalam budaya patriarkal sangat sensistif terutama menyangkut isu gender. Paca dalam budaya orang Manggarai seakan-akan menelanjangi martabat perempuan. Isu gender ini mempengaruhi tatanan kehidupan sosial terutama status sosial seseorang. Status sosial sebagai suami juga sering terjebak dalam isu gender yang berlaku dalam rumah. Praktik pelegalan atas pelucutan terhadap harga di perempuan belum disadari secara utuh bahwa terlahir dari kaum minoritas (perempuan) juga. Perlu disadari bahwa paca tidak bisa disalahkan sepenuhnya pada pihak anak wina (kelompok pengantin laki-laki) tetapi juga dari pihak yang anak rona (kelompok pengantin perempuan) karena dalam proses memberi-menerima untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 69
paca itu sendiri melalui tahap perembukan untuk menentukan angka yang ditetapkan. Sikap arogan dari kedua belah pihak akan menentukan paca yang disepakati bernilai fantastis dan tidak manusiawi lagi. Jika kedua belah pihak masing-masing menyadari
paca
dalam
konteks perkawinan
masyarakat
Manggarai bertujuan untuk membangung hubungan kekerabatan maka akan terjadi sikap saling menghormati dan adanya sikap rendah hati. K. Skema Makna Perkawinan bagi Suami pada Masyarakat Manggarai Penjelasan-penjelasan
sebelumnya
menegaskan
bahwa
perkawinan
masyarakat Manggarai begitu kompleks. Lugasnya, penelitian ini mengungkapkan bahwa suami pada masyarakat Manggarai memiliki idea (konsep dasar) tentang perkawinan. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Manggarai merupakan masyarakat berbudaya. Ratner (2000) mengungkapkan bahwa budaya sebatas pada artefak atau mitos-mitos tetapi juga menyangkut pola pikir, konsep, serta perilaku dari sekelompok orang. Suami pada masyarakat Manggarai mengamini bahwa perkawinan ideal berarti perkawinan yang memiliki tujuan, syarat, dan sifat tertentu. Seperti pada subbab hasil, analisis, dan pembahasan tertuang bahwa pada dasarnya menurut suami pada masyarakat Manggarai bahwa perkawinan itu memiliki tujuan yang mulia sekali. Perkawinan bertujuan untuk membangun hubungan kekerabatan serta meneruskan keturunan. Sifat perkawinan masyarakat Manggarai juga sangat baik. Sifatnya yang monogami menjadikan perkawinan itu diakui sebagai prosesi yang akan meligitimasi lembaga yang sakral (keluarga). Syarat perkawinan masyarakat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 70
Manggarai juga memiliki fungsi yang sangat baik. Syarat perkawinan masyarakat Manggarai yaitu dengan membayar paca. Paca ini pada dasarnya untuk mengikat hubungan kekerabatan antara keluarga besar dari orang-orang yang hendak menikah. Suami di Manggarai memiliki idealisme perkawinan seperti ini karena budaya perkawinan mereka mengandung nilai demikian. Suami pada masyarakat Manggarai sebagai kelompok berbudaya tidak luput dari proses interaksi dengan lingkungannya. Proses ini disebut pengalaman hidup manusia. Suami di Manggarai; yang sudah memiliki idealisme atas perkawinan, berinteraksi secara intens dengan tradisi perkawinannya. Mereka terlibat langsung di dalam fenomena-fenomena perkawinan sehingga mereka merasakan beberapa hal sebagai refleksi. Refleksi-refleksi ini membentuk satu idea baru tentang perkawinan. Perkawinan dimaknai sebagai beban, tantangan, penderitaan, perjuangan, kesulitan, dan kesengsaraan. Pemaknaan suami di Manggarai seperti ini berangkat dari interaksi antara gambaran serta harapan mereka tentang perkawinan yang tidak sesuai dengan realitasnya. Relasi yang tidak singkron antara tujuan, sifat, syarat, dan yang dirasakan masyarakat Manggarai mendorong pemaknaan yang berkonotasi negatif pada suami di Manggarai pada saat ini muncul.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 71
-
Tujuan
Masy. Manggarai
Sifat
Mempersatukan kedua keluarga besar. Meneruskanketur unan.
-
-
Monogami dan sakral.
-
Membayar paca. Kematangan fisik. Kematangan psikologis.
Syarat -
Perkawinan
-
Suami
Dirasakan
-
-
Beban Tantangan Perjuangan Penderitaan Kesulitan kesengsaraan
Pendidikan sebagai tolok ukur. Pengadaan pesta perkawinan. Persaingan kelas sosial.
L. Keterbatasan Penelitian Penelitian ini tidak terlepas dari beberapa keterbatasan. Keterbatasan yang terdapat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Peneliti adalah seorang peneliti pemula, sehingga baik dari segi pengalaman, teori maupaun praktik di lapangan masih belum maksimal dan sangat terbatas.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 72
2. Terbatasnya waktu penelitian akibat dari jarak lokasi penelititan dan tempat tinggal peneliti, sehingga memungkinkan data yang diperoleh dalam penelitian ini masih kurang sempurna dan kurang mendalam. 3. Instrumen penelitian disusun oleh peneliti sendiri, sehingga tidak menutup kemungkinan masih terdapat kesalahan dalam penyusunannya. 4. Penelitian yang serupa atau relevan di Manggarai sangat terbatas sehingga peneliti kesulitan dalam melakukan review penelititan sebelumnya sebagai pembanding.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Penelitian ini menemukan beberapa tesis penting. Tesis pertama yaitu perkawinan
dimaknai
sebagai
beban
yang memberatkan,
kesengsaraan,
perjuangan; konteks pelunasan utang, dan beberapa makna lain. Pemaknaan ini mengacu pada satu kesimpulan umum yaitu perkawinan itu tidak mengenakkan. Paca menjadi hal utama yang melatarbelakangi pemaknaan demikian. Paca merupakan seserahan dalam tradisi perkawinan Masyarakat Manggarai; dulunya yang menjadi seserahan adalah hewan, tanah, dan kain adat tetapi sekarang sudah menggunakan uang. Perkawinan di Manggarai tidak mengenakkan karena penggunaan uang pada tradisi paca yang sangat fantastis bergerak dari puluhan hingga ratusan juta rupiah. Berakar pada kesadaran Heidegger akan kenampakkan makna, peneliti tidak berhenti pada kenampakan nyata dari makna perkawinan yang diungkapkan informan. Peneliti berusaha menelusuri kembali data penelitian dengan beberapa panduan peneliti dan ilmuwan sebelumnya. Temuan megungkapkan penetapan paca tidak dilakukan sepihak melainkan melalui perundingan keluarga besar. Kesadaran ini pulalah yang mengantar peneliti menuju tesis kedua yaitu perkawinan dimaknai sebagai ajang unjuk gengsi; prestise. Dengan demikian ditemukan bahwa persoalan utama pada kenampakkan makna sebagai perkawinan yang tidak mengenakkan adalah persoalan gengsi atau harga diri (pride).
73
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 74
B. Saran Peneliti menyarankan kepada peneliti selanjutnya, bahwasannya penelitian ini belumlah sempurna dan bukanlah kebenaran absolut. Perlu ada pengembangan dan penelitian lebih dalam lagi dari penelitian selanjutnya untuk mendekati kata kebenaran. Selain itu peneliti juga memberi saran kepada masyarakat Manggarai agar mereka mampu memilah secara bijak dalam menanggapi pasang dan surutnya tradisi perkawinan mereka. Bagi pemerintah, peneliti menyarankan untuk membantu masyarakatnya dalam meluruskan kembali tradisi perkawinan mereka.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR PUSTAKA Adian, D.G. (2002). Berfilsafat Tanpa Sabuk Pengaman. Dalam Rabinow, P., Pengetahuan dan Metode: Karya-Karya Penting Michel Foucault, Yogyakarta : Jalasutra. Alasuutari, Pertti. (1995). Researching Culture: Qualitative Method and Cultural Studies. University of London: Sage pub. Ltd. Bagul, A. (1996). Kebudayaan Manggarai: Sebagai Salah Satu Khasanah Kebudayaan Nasional. Surabaya: Ubhara Press. Bertens, K. (1981). Filsafat Barat dalam Abad XX. Jakarta: PT. Gramedia. BKPM. (2015). Demografis Masyarakat (http://regionalinvestment.bkpm.go.id/).
Manggarai.
diunduh
dari
Chaniago, A. Y. S. (2002). Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Bandung: Pustaka Setia Chen, Martin (Ed.). (2012). Iman, Budaya, dan Pergumulan Sosial: Refleksi Yubileum 100 Tahun Gereja Katolik Manggarai. Jakarta: Obor. Creswell, J. W. (1998). Qualitative Inquiry And Research Design: Choosing Among Five Traditions. London: SAGE Publications. Departemen Hukum dan Ham (2004).Undang-Undang No 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT), Jakarta: Depdagri. Driyarkara, N., Sudiarja (ed.). (2006). Karya lengkap Driyarkara: Esai-Esai Filsafat Pemikir yang Terlibat Penuh dalam Perjuangan Bangsanya. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Geertz, Clifford. (1973). The Interpretation of Culture. New York: Basic. Gordon, J.H. (1975). The Manggarai: Economic and Social Transformation in an Eastern Indonesia Society. Cambridge: Massachusets. Hamersma, Harry. (1983). Tokoh-Tokoh Filsafat Barat Modern. Jakarta: Gramedia. Hornby, A.A.S., Gatenby, M.E. V., Wakefield, M. (1957). The Advanced Learner` s. Dictionary of Current English. London: University Press. Husserl, Edmund. (1990).On the Phenomenology of the Consciousness of Internal Time, Trans. J.B. Brough, (Collected Works IV). Dordrecht: Kluwer. Ihromi, T. O. (2006). Pokok-pokok Antropologi Budaya, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Jilung, P.P. Supardi.(2013). Harga Seorang Perempuan Manggarai dan Keadilan Gender. www.kompasiana.com. Diunduh dari
75
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 76
(http://sosbud.kompasiana.com/2013/05/15/harga-seorang-perempuanmanggarai-dan-keadilan-gender-560653.html). Kabalmay. (2002). Publication.
Designing
Qualitatitative
Research.
KBBI.(2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia. http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php.
London:
Sage
Diunduh
dari
Keesing, F. M. dan R. M. Keesing. (1971). New Perspectives in Cultural Anthropology: Culture and People Some Basic Concept. New York: Holt, Rinehart and Winston. Litbang SMERU. (2014). Tantangan Pembangunan di NTT, (Buletin SMERU). Diunduh dari (http://dokumen.tips/documents/buletin-smeru-tantanganpembangunan-di-ntt.html). Little, J., Stephen, W., dan Karen A. F., (2009).Theories of Human Communication (Edisi Sembilan). Jakarta: Salemba Humanika. Littlejohn dan Foss.(1962). Ideas: General Phenomenology(pemikiran Edmund Husserl).
Introduction
to
Pure
Marut, U.D. (2008). Studi Tentang Aspek Sosial Ekonomi dan BudayaSerta Kaitannya dengan Masalah Gizi Kurang di Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur (Skripsi sarjana tidak diterbitkan). Institut Pertanian Bogor, Bogor, Indonesia. Muhajir, Noeng. (1989). Metodologi Penelitian Kualitatif: Telaah Positivistik, Rasionalistik, dan Fenomenologik. Yogyakarta: Tiara Wacana. Nggoro, A. M. (2006). Budaya Manggarai: Selayang Pandang. Ende: Nusa Indah. O’Collins, Gerald. (1996). Kamus Theologi. Yogyakarta: Kanisius. Pahun,
chelus. (2012). “Belis” antara Neo-trafficking atau Human Awardsdiunduh dari (http://sosbud.kompasiana.com/2012/10/25/belis-dimanggarai-flores-barat-504084.html).
Palmer dan Richard E. (2005).Interpratation Theory in Schleirmacher, Dilthey, Heidegger, and Gadamer, (terjemahan). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Parker, Ian. (2005). Penelitian Radikal: Penelitian Kualitatif, (terjemahan). Yogyakarta:Penerbit ANDI. PEMKAB Manggarai (2014). Data Kependudukan Manggarai. Diunduh dari (http://www.manggarai.go.id/.). Poerwadarminta, W.J.S. (1994). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Poerwandari, E. Kristi. (1998). Metode Penelitian Sosial. Jakarta: Universitas Terbuka.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 77
Poespoprodjo, W dan Gilarso,Ek. T. (1999). Logika Ilmu Menalar: Dasar-Dasar Berpikir Tertib, Logis, Kritis, Analitis, Dialektis. Jakarta: Pustaka Grafika Kita. Riyanto, Bambang. (2001).The Ontological Majalah Filsafat DriyarkaraVol.2Thn. XXV.
Fondation
of
Dasein.
Simbolon, Pormadi. (2008). Makna Perkawinan Berbagai Agama, (artikel tidak diterbitkan). Diunduh dari (https://pormadi.wordpress.com/2008/05/10/makna-perkawinan-dalamberbagai-agama/). Smith, W. David. (2007). Husserl. London: Routledge Spiegelberg, H. (1994). The Phenomenological Movement: A historical Introduction. Dordrecht: Kluwer Academic Publishers. Spradley, J. P. (1997). Metode Etnografi. Yogyakarta: PT tiara Wacana. Suseno, F. M., Wibowo, I.,&Herry-Priyono, B.,(2006). Sesudah Filsafat: EsaiEsai untuk Franz Magnis-Suseno. Yogyakarta: Kanisius. Toda, D. M. (1999). Manggarai Mencari Pencerahan Historiografi. Ende: Nusa Indah. Tong, Rosemarie Putnam. 2008. Feminist Thought. Yogyakarta: Jalasutra. Tunardy, Wibowo. (2012). Hukum perkawinan. Jurnal Hukum. Diunduh dari (http://www.jurnalhukum.com/asas-asas-perjanjian/). Wahyuningsih, Hepi. (2012). Model Psikologis Kualitas Perkawinan Pasangan Suami Istri (Disertasi tidak diterbitkan). Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, Indonesia. Walgito, B. (2000). Bimbingan dan Konseling Perkawinan. Edisi kedua. Yogyakarta. Penerbit ANDI. Wattimena, R. A. A. (2008).Fenomenologi Ontologi di dalamPemikiran Martin Heidegger, (artikel). Diunduh dari (https://rumahfilsafat.com/2009/09/02/fenomenologi-ontologi-martinheidegger/). Watloly, Aholiab. (2001). Tanggung Jawab Pengetahuan Mempertimbangkan Epistimologi secara Kultural. Yogyakarta: Kanisius. (A, wawancara, 25 Juli, 2016)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 78
Lapiran 1:KISI-KISI PERTANYAAN PENELITIAN
No.
Konstruk yang
Petanyaan-pertanyaan
keterangan
digali 1.
Biografi
1.
2.
Siapa nama lengkap
Ditanyakan
anda?
seperlunya sekalian
Usia anda berapa saat
sebagai raport awal.
ini? 3.
Apkah anda sudah menikah atau belum?
2.
Pengalaman akan
1.
fenomena
Apa pengalaman anda
Dikembangkan di
dengan perkawinan di
lapangan sesuai
manggarai?
dengan kebutuhan penelitian.
3.
Perasaan akan
1.
pengalaman
Apa perasaan anda
Dikembangkan di
dengan pengalaman
lapangan sesuai
tersebut?
dengan kebutuhan penelitian.
4.
Makna fenomena
1.
2.
Apa makna perkawinan
Dikembangkan di
bagi anda?
lapangan sesuai
Mengapa anda
dengan kebutuhan
memaknai perkawinan
penelitian.
manggarai seperti itu?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 79
Lampiran 2: FORMULIR PERSETUJUAN (INFORMED CONSENT) Judul
:
MAKNA
PERKAWINAN
BAGI
SUAMI
PADA
MASYARAKAT MANGGARAI. Nama peneliti : YOHANES EFREMI NGABUR Nim
: 109114101 Peneliti adalah mahasiswa fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan makna dan dinamika perkawinan bagi suami pada masyarakat Manggarai. Penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk mendapat gelar sarjana pada fakultas psikologi Universitas Sanata Dharma. Peneliti mengharapkan partisipasi saudara dalam memberikan jawaban atas wawancara sesuai dengan pendapat saudara. Peneliti akan menjamin kerahasiaan identitas dan jawaban ssaudara, informasi yang saudara berikan hanya akan digunakan sebagai data penelitian. Kesediaansaudara dalam penelitian ini bersifat sukarela, saudara bebas menerima menjadi informan penelitian atau menolak tanpa ada sanksi apapun. Jika saudara bersedia menjadi informan, silahkan menandatangani surat persetujuan ini pada tempat yang telah disediakan dibawah ini sebagai bukti saudara bersedia menjadi informan pada penelitian ini.
Nama (inisial): Tanda tangan :
Terimakasih atas partisipasisaudara dalam penelitian ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 80
Lampiran 3: Responden
: Fabianus Sebatu
Usia
: 31 tahun
Tanggal: 5 Februari 2015
Tempat: Rumah Responden
Jenis Kelamin : Laki-laki Wawancara ke : 1 No. 1
Pertanyaan/Pernyataan T
Tema
Jadi begini pak, saya ke sini lagi dalam rangka
2
tugas kuliah dari kampus. Jadi saya memilih
3
untuk mengangkat tema tentang perkawinan.
4
Terutama perkawinan masyarakat Desa di
5
Manggarai. Nah, yang mau saya lihat itu
6
bagaimana
7
tentang perkawinan. Jadi saya bertanya ke siapa
8
saja yang bersedia mau berbagi dengan saya
9
tentang
10
Kebetulan bapak juga mau berbagi dengan saya.
11
Jadi mungkin kita bisa mulai saja.
12
J
Iya
pemaknaan
makna
boleh,
ini
masyarakat
perkawinan
bukan
bagi
pertanyaan
di
sini
mereka.
seperti
13
pertanyaan dari hakim kan? (sembari tertawa
14
lepas)
15
T
hahaha tidak tidak..
16
J
Oke silahkan...
17
T
Baik,
18
menurut
bapak
kira-kira
makna
perkawinan itu sendiri apa?
19
J
Bukan tentang pernikahan tetapi perkawinan e?
20
T
Iyo..
21
J
Ha’a..perkawinan bila dilihat dari sisi yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 81
22
berbeda
atau
pandangan
23
sebenarnya bisa diarahkan ke makna yang paling
24
baik (sembari condongkan badan ke depan dan
25
menatap
26
dikaitkan di depan perutnya). Makna yang Perjuangan dibutuhkan
27
paling baik ini maksudnya begini, jadi setiap untuk memasuki
28
orang orang itu kan ketika ingin memasuki ke kehidupan yang baru.
29
tahap kehidupan yang baru orang akan berjuang
30
tentunya (jari telunjuknya menunjuk ke arah
31
lantai dan saat itu kepalanya angguk-angguk).
32
(lalu kemudian dengan menyandarkan badannya
33
pada sandaran kursi dan kedua tangannya
34
diletakan
pada
sandaran
35
kemudian
dia
melanjutkan
36
Berjuang dengan segala daya upayanya supaya dikerahkan untuk
37
e...perkawinan itu berjalan dengan baiklah, memperjuangkan
38
meriah, dan lain-lain sebagainya. Jadi orang perkawinan.
39
dengan segala kemampuannya entah dengan Tujuan dari perkawinan
40
melibatkan orang lain (menggereakkan tangan adalah pencarian akan
41
ke
42
perjuangannya sendiri (Sambil mengeluskan tonggak utama dalam
43
dadanya sendiri) intinya bahwa dia begitu getol pencapaian
44
untuk memperjuangkan. Dan pada akhirnya kebahagiaan.
45
tentu bahwa yang dicapai ialah ingin mencari
46
kebahagiaan bersama kedua belah pihak. Nah Kebahagiaan itu sendiri
47
kebahagiaan ini tentulah melibatkan banyak merupakan beban
48
aspek.
49
Dukungan dari keluarga entah keluarga yang biaya yang banyak.
50
paling dekat, kenalan atau siapa pun yang dirasa Perkawinan merupakan
51
terkait dengan hal itu. Namun kadang kala orang beban.
52
terbebani gara-gara dengan beban yang begitu
saya
arah
dalam.
kanan
Salah
Kedua
luarnya)
satunya
yang
berbeda
tangannya
pinggir
kursi,
pembicaraaan) Semua upaya
atau
misalnya
dengan Dukungan menjadi
dukungan. karena membutuhkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 82
53
tinggi dengan segala macam anggarannya. Perkawinan dijadikan
54
Sehingga perkawinan itu hanya sesaat boleh beban karena biaya
55
dikatakan membahagiakan. Tapi bisa kemudian yang tinggi untuk
56
orang jatuh karena e...masuk pada pada sebuah menunjukkan status
57
perjuangan bahwa orang boleh menikah tetapi sosial.
58
menjadi
59
misalnya
60
kebiasaan yang ada bahwa orang bisa pinjam Tuntutan perkawinan
61
sana-sini untuk melangsungkan segala-galanya yang fantastis membuat
62
supaya dikesankan diberi kesan bahwa meriah yang bersangkutan
63
megah banyak orang datang tamu diundang terbebani.
64
pegawai-pegawai besar dan sebagainya. Itukan
65
lebih mementingkan aspek kemeriahan. Tapi
66
dibalik itu sebenarnya dalam hati terdalam orang Prosesi perkawinan
67
mungkin akan merasa terbebani dengan bahwa yang rumit dan
68
kendati pun pesta telah usai pernikahan sudah menuntut akan
69
dilaksanakan tapi orang terbebani dengan beban kemeriahan itu
70
dari segi material lah dari segala tanggung jawab memberatkan.
71
yang
72
(menganggukkan kepalanya beberapa kali).
73
Nah, solusinya mungkin begini, ini hanya
74
tawaran bahwa mungkin ada sebuah pilihan lain
75
bahwa perkawinan itu tidak memberatkan kedua
76
belah pihak atau keluarga-keluarga yang terkait
77
misalnya tidak mesti dengan pesta besar-besaran
78
cukuplah
79
keluarga dan kenalan semacam makan bersama
80
begitu kan sehingga sebagian dari dana yang
81
disediakan bisa untuk keluarga yang baru atau
82
melangsungkan kegiatan yang lain dari sebuah
83
keluarga karena bagaimana pun juga kan
sebuah
lain
beban
katakanlah
itu
bisa
misalnya
selanjutnya. dalam
jadi
dengan
Beban
kebiasaan
sebuah
–
beban
mengundang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 83
84
pernikahan itu tidak hanya dilihat hanya untuk
85
aksidental yang sifat perkawinan yang hanya
86
pada saat yang tertentu saja tetapi perjuangan
87
yang ke depannya itu yang lebih dan disitulah
88
tuntutan yang paling paling mendalam. Begitu
89
bos (menatap saya dan kemudian tersenyum).
90
Kemudian pembicaraan kami terpotong sebentar
91
karena ada yang menyuguhkan minuman kopi.
92
Saya mengucapkan terima kasih ke ibu paruh
93
baya itu lalu saya melanjutkan dengan bertanya.
94
T
mmm...itu ehm bagi bapak tentang makna
95
perkawinan. Saya tertarik dengan pernyataan tadi
96
bahwa e ehm...kebanyakan orang kita itu
97
aa..orang di sini lebih pada kemeriahan sesaat,
98
bahwa e mereka menilai bahwa pernikahan itu
99
adalah sesuatu yang meriah. Tetapi sebenarnya
100
itu meriah sesaat gitu. Kemudian berikutnya
101
seperti yang diceritakan tadi. Kira-kira e
102
mungkin bisa bapak memberikan beberapa
103
contoh begitu maksudnya contoh yang paling
104
konkrit karena bagi saya tadi seperti saya hanya
105
mendengarkan bahwa itu mungkin asumsi dari
106
bapak sendiri begitu.
107
J
Oke..a persisnya tidak di sini tetapi di tempat
108
lain yang berdasarkan cerita orang yang tinggal
109
di situ dan memang dan ikut terlibat di dalam itu.
110
(dia tertawa lepas dan mempersilahkan saya Tuntutan akan
111
untuk minum kopi yang sudah disuguhkan mengurangi
112
sembari dia mengambil gelas kopinya dan keharmonisan.
113
menyeruput sedikit demi sedikit sambil meniup
114
uapnya. Saya juga ikut tertawa dan minum.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 84
115
Kemudian
116
pernyataannya tadi.
117
J
dia
lanjut
membicarakan
Jadi begini eee (sambil dahinya dikerutkan dan
118
melihat ke atap rumah kemudian dia kembali
119
menatap saya). waktu pesta memang semuanya
120
meriah tetapi setelah terjadinya pesta itu
121
kemudian banyak omongan yang terkait dengan
123
minusnya
124
ditutup oleh keluarga mempelai wanita dan itu
125
kan ada sebuah paksaan. Sementara uang atau
126
stok duit yang dibawa oleh pihak lelaki jauh di
127
bawah dari yang dianggarkan atau dengan kata
128
lain bahwa minus begitulah kan. Sehingga mau
129
tidak mau untunglah bahwa kelaurga wanita
130
memiliki dana yang cukup. Tetapi kemudian
131
menjadi sebuah rasa malu si pihak lelaki karena Perkawinan dijadikan
132
ada omongan tidak enak dari belakang dari beban prestise.
133
keluarga pihak wanita kepada si pihak laki. Nah,
134
di sini kan bahwa orang terlalu menginginkan
135
yang mewah meriah tetapi tidak dipikirkan Tuntutan perkawinan
136
bagaimana orang berjuang untuk mendapatkan yang tinggi
137
uang sejumlah yang yang di pikirkan itu atau mewajibkan
138
tidak dipikirkan bahwa e uang sebanyak itu perjuangan yang lebih.
139
sangat susah dicari. Orang boleh dapat tetapi
140
dengan pinjam sana-sini tapi sesudah itu kan
141
orang harus berjuang untuk melunasinya dan lain
142
sebagainya sehingga perkawinan sebenarnya
143
tidak
144
aksidental atau kemegahan sesaat tetapi ;lebih
145
memikirkan seharusnya bagaimana keluarga
146
baru ini harus dibangun pernikahan ini harus
anggaran
lebih
sehingga
mementingkan
sebagiannya
yang
sifatnya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 85
147
membangun sebuah keluarga yang sungguh-
148
sungguh mapan ke depan. Begitu (sambil
149
mengambil gelas kopi yang ada di meja dan
150
memegangnya
151
Sehingga tidak boleh menjadi sebuah beban Perkawinan bukannya
152
harusnya melegakan melegakan ini tidak hanya melegahkan tetapi
153
pada peristiwa perkawinan itu semata tetapi juga membebankan.
154
ke depannya dari sebuah keluarga begitu
155
(kemudian dia meminum kopinya dua tegukan
156
dan menempatkan lagi di meja).
157
T
dan
dia
lanjut
bercerita).
Aa kemudian yang menjadi pertanyaaan lanjutan
158
dari saya e mungkin bapak kan tau to tapi saya
159
kan belum belum terlalu tau soal itu. Kira-kira
160
misalnya tadi kan ada tentang pernikahan. Saya
162
tangkap ada singgung tentang pendanaan gitu.
163
Kira-kira sistem pendanaan sistem pendanaan
164
untuk perkawinan manggarai itu seperti apa gitu,
165
mungkin bisa dijelaskan.
166
J
Kalau (sembari mengatur lagi posisi duduknya
167
dengan berdiri setengah jongkok dan duduk lagi
168
dengan
169
sandaran kursi) selama ini kan kita harus
170
dibedakan dengan. Ada memang yang dengan Segala bentuk
171
kesepakatan keluarga menjadi lebih penting di pendanaan perkawinan
172
situ sehingga selain melibatkan uang yang dibebankan pada
173
terkumpul
174
kebersamaan di situ kan lebih ditekankan di situ. lebih dibebankan
175
Itu sangat variatif sifatnya dalam artian begini adalah si pengantin
176
ada memang yang a keluarganya menyerahkan pria.
177
semuanya pada si pengantin laki-laki bahwa e
178
sepenuhnya urusan ini soal pendanaan itu
posisi
menyenderkan
kira-kira
berapa
badan
banyak
pada
juga keluarga pria tetapi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 86
179
tergantung pada pihak pengantin yang lain hanya
180
membantu yang sifatnya tak seberapalah dalam
181
artian bahwa kalau harapkan bantuan dari pihak
182
keluarga tidak begitu cukup mau tidak mau yang
183
menjadi
184
dikedepankan untuk menanggung semuanya itu.
185
(dia menatap ke arah pintu sambil berbicara)
186
Sehingga harus dibedakan dengan ritual adat
187
yang lain kan misalnya ada pengumpulan dana
188
dari keluarga-keluarga dekat kalau nikah bisa
189
diajak juga tapi utamanya itu lebih menekankan Perkawinan menjadi
190
si pihak lelaki atau keluarga atau pengantin laki- beban moril bagi
191
laki untuk mendanai semua itu. Begitu (sambil pengantin pria.
192
menatap saya). (sembari dia membungkukan
193
badan dan menatapp saya dengan dalam dia
194
berujar) Sehingga mau tidak mau memang
195
bahwa kalau seseorang ingin menikah dia harus
196
memiliki kesiapan yang matang baik dari segi e
197
keuangan bukan hanya dari banyak hal yang
198
harus
199
badannya ke arah kiri dan tangan kirinya jadi membutuhkan kesiapan
200
tumpuan) tadi dari segi psikologis bahwa sudah yang matang baik
201
siap atau tidak untuk menikah untuk hidup materi maupun
202
berkeluarga
203
sebagainya. Dari segi dananya juga tidak bisa
204
tidak bahwa semuanya harus disiapkan dengan
205
baik.
pihak
pengantin
dipertimbangkan.
untuk
(dia
yang
paling
menyandarkan Perkawinan
perkawinan
dan
lain psikologis.
206
T
Mmm berarti harus adanya kemapanan secara e
207
J
material secara e pokoknya dari semua aspeklah.
208
Karena itu bukan hanya peristiwa yang yang
209
begitu saja dibuat tapi harus dilihat bahwa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 87
210
peristiwa yang sangat penting dalam e dalam
211
tahap sebuah kehidupan. Jadi begitu. (kemudian
212
dia mengambilkan gelas kopi dan meminumnya
213
lagi setelah itu dia meletakkan kembali gelasnya
214
pada meja)
215
T
Mungkin
bapak
tahu
maksudnya
ehm Perkawinan tahap
216
berdasarkan cerita-cerita sebelumnya begitu e penting dalam
217
kira-kira dari dulu sistem apa yang misalnya kan kehidupan.
218
tadi untuk biaya pernikahan. Kalau yang
229
sekarang
220
perbedaannya begitu. Maksudnya dari cerita
221
yang dulu-dulu sama realitas yang terjadi saat
222
ini.
223
J
dengan
yang
dulu
apakah
ada
(dia menarik napas dalam dan mulai berbicara
224
dengan mengerutkan dahinya sebentar) Kalau
225
dulu misalnya urusan pernikahan itu kan
226
misalnya ini hanya ss (dia tetap mengernyitkan
227
dahinya
228
meneruskan pembicaraanya) tidak untuk berlaku
229
umum, tidak berlaku umum tapi kesan saya ada
230
perubahan
231
sekarang bahwa dulu misalnya e yang penting si
232
lelaki sudah siap dari segi kemauanya untuk
233
menikah atau untuk a mencari pasangan hidup.
234
Soal segala dana dan segala persiapannya itu
235
semua tanggung jawab orang tua. Aam (dia
236
menoleh ke kiri sementara badannya tetap
237
disandarkan ke arah kiri) sehingga ada yang
238
memang hanya ya semacam hanya fisiknya saja
239
dia hanya karena adanya bahwa saya dari segi
240
fisik sudah boleh dan sudah layak untuk itu.
sambil
mendongak
misalnya
sebentar
perbandingan
lalu
dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 88
241
Tetapi soal yang lain orang tua yang urusi
242
sehingga ada juga ada yang mengatakan bahwa
243
emang orang ini hanya siap fisiknya saja
244
sedangkan yang lain-lainya sama sekali tidak
245
dan memang pernah terjadi begitulah. (kemudian
246
dia menutup matanya lalu menatap saya) Nah
247
kalau sekarang orang tidak lagi terkurung dengan
248
hal itu kalau misalnya (dia mengambil gelas
249
kopinya dan memindahkannya) seseorang ingin
250
mencari pasangan hidupnya untuk menikah atau
251
kawin dengan calon atau pasangannya sendiri dia
252
harus matang dari segi persiapannya. Segala
253
macam hal harus dipertimbangkan segala macam
254
aspek yang terkait dengan itu itu pun harus di
255
dilihat juga. Karena kesiapan dirinya entah dari
256
persiapan fisik maupun dari segi kematangan
257
dari segi persiapan pendanaan itu juga harus Pernikahan merupakan
258
disiapkan dengan baik dan bisa dilihat atau tidak sesuatu yang
259
bisa dianggap sepele begitu saja. Begitu (sambil memberatkan.
260
menunjukkan jari telunjuknya ke saya).
261
T
e..mungkin bisa bapak jelaskan lebih tepatnya
262
menyimpulkan pernikahan di manggarai itu saat
263
ini seperti apa sebenarnya.
264
J
Pernikahan di Manggarai tujuannya
umumnya bahwa
265
inikan
untuk
266
(tangannya
267
goyangkan) ke dua keluarga yang bersangkutan.
268
(sambil membuka genggaman tangannya) nah,
269
persatuan
270
pengantinnya saja tetapi seluruh keluarga dari
271
kedua belah pihak dan untuk mencapai ke tahap
digenggam
ini
bukan
mempersatukan
sambil
hanya
digoyang-
dari
segi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 89
272
itu orang harus mempersiapkan diri dengan baik Pernikahan bertujuan
273
persiapan
274
kematangan e dari segi fisiknya kemudian juga keluarga besar dua
275
sanggup untuk e membiayai atau mendanai belah pihak.
276
seluruh peristiwa yang akan dihadapi sekurang-
277
kurangnya kalau pun dia tidak sepenuhnya tapi Pernikahan merupakan
278
paling tidak sebagian besar haruslah untuk itu. beban yang besar.
279
(dia mengatur posisi duduknya lagi dengan
280
posisi menyandarkan badannya pada sisi kiri
281
kursi sambil menyorongkan kakinya ke depan
282
dan melipatnya). Dan itu memang sebuah
283
tantangan besar bagi seorang yang hendak untuk
284
masuk ke ranah dan tahap perkawinan. Begitu.
285
Dan dalam kebiasaan manggarai atau adat kita
286
bahwa perkawinan sebelum sampai ke sana kan
287
tentu ada ritual adat yang yang harus di jalani.
288
Tentu melibatkan orang tua dan kedua belah
289
pihak untuk melancarkan proses itu. Begitu.
290
Pada intinya kalau pernikahan mau dilihat lebih Pernikahan merupakan
291
baik intinya bahwa orang tidak boleh dibebani. tantangan besar bagi
292
Tidak boleh memberatkan tidak boleh kemudian pria Manggarai.
293
menjadi sebuah persoalan yang merumitkan Sifat ritual perkawinan
294
pasangan itu atau si pengantin yang akan manggarai memaksa.
295
menikah itu. Begitu (kemudian dia mengambil
296
gelas kopinya dan lanjut meminum lagi. Orang tua berperan
297
Sementara itu ibu yang antarkan kopi tadi dalam perkawinan
298
datang lagi dan membawa jagung rebus dan masyarakat manggarai.
299
mempersilahkan
300
menawarkan
301
memutuskan untuk tidak menerima tawarannya. Perkawinan di
302
Bapak Fabi yang menjadi narasumber saya juga Manggarai
dari
segi
emosional
kami
saya
makan.
kopi
lagi
kemudian untuk menyatukan
Lalu tapi
dia Perkawinan merupakan saya beban.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 90
303
tersenyum dan meyakinkan saya tidak perlu memberatkan dan
304
malu-malu kalau mau menambah kopi tapi saya rumit.
305
tetap tidak mau karena memang saya tidak
306
terlalu suka dengan kopi). Kemudian saya
307
lanjutkan dengan pertanyaan ke bapak Fabi.
308
T
Ehm..saya mencoba mereview lagi dari cerita
309
bapak tadi. Berarti sebenarnya yang bapak lihat
310
dari pengalamannya bapak selama berada di Sini
311
pernikahan di Manggarai itu makin ke sini
312
berarti makin membebankan dan bahkan beban
313
ini menjadi tantangan besar bagi keluarga-
314
keluarga baru yang ada di Sini. Seperti itu.
315
J
Kecuali kalau misalnya e orang sudah sangat
316
mapan (sambil dia menggeserkan piringan
317
jagung rebus tadi mendekat ke saya).
318
T
319 320
Nah, maaf saya potong. Bicara soal mapan. Apakah orang di sini sudah dikatakan mapan?
J
321
Ah bahkan jauh di bawah mapan anak (saat itu dia
sambil
mengambil
322
T
oh..terus lanjutkan yang tadi.
323
J
(Sambil
mengunyah
jagung
jagungnya
dia
satu)
mulai
324
pembicaraaan) ham tapi kalo misalnya kan kita
325
bisa melihat dari situasi sehari-hari orang-orang
326
atau siapa saja lah yang akan melangsungkan
327
ritual perkawinan itu kan dia harus sadari bahwa
328
sejauh mana kemampuan saya. Misalnya kalau
329
pun orang sudah menyadari sudah siap segala-
330
galanya tidak jadi masalah. Tapi praktisnya kan Masyarakat manggarai
331
tidak pernah setelah selesai melakukan ritual belum mapan.
332
perkawinan semuanya juga ikut selesai pasti ada
333
cerita-cerita
yang
tidak
mengenakan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 91
334
Kebanyakan yang saya lihat atau pengalamannya
335
saya dengar dan saya alami lah bahwa kalau Ritus perkawinan
336
keluarga memang cukup mampu mendanai no menyisakan cerita
337
problem tapi kalau seandainya misalnya keluarga buruk.
338
yang pas-pasan saja atau menengah ke bawah
339
memang akan menjadi sebuah cerita yang amm
340
cenderung untuk menjelekan begitu. Misalnya
341
(sambil melihat ke atap rumah sebentar lalu
342
kembali menatap saya) ah persiapan tidak
343
matang lah duitnya tidak cukup lah segala
344
macam nah begitu kan menjadi sebuah beban.
345
Beban karena selain meninggalkan cerita buruk
346
juga bisa jadi menjadi kenangan pahit bagi
347
keluarga lelaki kalau memang sungguh-sunggu
348
tidak mencukupi dana yang disediakan untuk itu.
349
Artinya kan begini terlalu besar keinginan begitu
350
lah kan ya tapi real yang terjadi kan artinya
351
minus sebenarnya. Ini kan menimbulkan cerita
352
yang kurang enak. Menjadi sebuah beban iya
353
beban sebetulnya. (lalu diam sesaat dan saya Perkawinan sangat
354
menyimpulkan dan kembali bertanya).
355
T
Berarti
sebetulnya
perkawinan
manggarai
357
perekonomian yang modern dan cenderung
358
menganut pada arus atau aliran konsumerisme. J
menggunakan
di
356
359
sudah
bahwa
membebani.
sistem
Iya memang selalu ke situ kan arahnya kan.
360
Kalau orang mau berpesta secara meriah itu kan Perbedaan antara
361
harus dilihat dari segi pendanaan kan? Dan di keinginan dan kondisi
362
situ letak yang menjadi bebannya. Beda kalau real menjadi beban.
363
orangnya sudah mapan di situ memang tidak
364
akan menjadi sumber masalah karena tidak ada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 92
365
yang dipusingkan ya kan? Uang banyak segala
366
macam iya kan bisa atasi semua kebutuhan untuk
367
melangsungkan ritual pernikahan tersebut.
368
T
Kemudian saya mau bertanya lanjut pak.
369
Sayakan tidak terlalu tahu tentang situasi
370
perkawinan di Manggarai saat ini bahkan dari
371
dulu-dulu saya tidak tahu persis gitu. Nah, dari Ritual perkawinan yang
372
diskusi kita dari tadi sepertinya ada semacam membutuhkan dana
373
pemberian sejumlah dana dari pihak pria pada besar menjadi beban.
374
pihak
375
standarisasi untuk uang pernikahan itu atau
376
tidak. (saat saya mengajukan pertanyaan dan
373
memberikan sedikit kesimpulan atas jawabannya
378
bapak
379
jagungny di meja dan kembali meminum
380
kopinya.)
381
J
Oke.
perempuan.
nara
Status
Kira-kira
sumber
sosial
apakah
menyimpan
di
Manggarai
ada
tongkol
sangat
382
berpengaruh dalam artian kita bisa melihat siapa
383
si wanita apa title-nya (saat ini dia senyum) dan
384
kita bisa menentukan atau orang sudah bisa
385
mencapai target kalau statusnya si perempuan
386
begini maka sekitar beginilah biayanya. Dan itu
387
biasanya dua puluh juta dua puluh lima juta atau
388
bahkan jauh lebih tinggi dari angka yang saya
389
sebutkan. Apalagi kalau misalnya si wanita lebih
390
tinggi lagi dia punya ini kan status sosialnya
391
pasti lebih mahal lagi biayanya. Tapi kalo
392
misalnya orang yang sederhana saja atau orang- Pendanaan perkawinan
393
orang yang dikampung macam kita di sini di manggarai sangat
394
biasanya tidak sampai sebanyak itu biayanya.
395
T
dipengaruhi oleh status
Berarti yang menjadi tolok ukur untuk ongkos sosial wanita.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 93
396
perkawinan di Manggarai itu bukan berdasarkan
397
kelas sosial si orang tuanya tetapi lebih ke kelas
398
sosial si perempuan ynag bersangkutan tersebut.
399
J
Biaya perkawinan di
Sebenarnya bisa berpengaruh kedua-duanya tapi manggarai dimulai dari
400
yang lebih dominan atau lebih mencolok itu 20 juta ke atas
401
wanitanya. (dia menyandarkan badannya ke tergantung pada status
402
belakang) sehingga walaupun orang tuanya dia sosialnya.
403
itu tidak begitu jelas tapi dari segi anaknya bisa
404
dilihat bahwa oh kalau anak saya begini maka
405
nanti uang ininya oh harus setinggi langit.
406
Macam itu lah ya kan.
407
T
Berarti status sosial sangat menentukan juga
408
J
Bahkan ya menentukan kalo boleh dikata itu
409
penentuan tarif kalau boleh dikatakan kasar
410
hahaha tarif atau uang lah begitu kan (lalu dia
411
tertawa dan sambil melihat ke arah pintu depan
412
rumahnya). Bukan hanya bukan serta merta Status sosial orang tua
413
cuman untuk a saat nikah bukan untuk wanita tidak terlalu
414
kebutuhan lain juga bahkan patokan itu juga berpengaruh pada
415
sangat penting dan tidak bisa dihindari.
416
T
Mmm berarti uang yang diperbincangkan dari
417
tadi bukan hanya uang yang berguna untuk
418
mendanai pernikahan saja.
419
J
perkawinan manggarai.
Kalau
mau
diperluas(sembari
tangannya
420
direntangkan ke luar tubuhnya) bisa untuk aspek Kelas sosial wanita
421
yang lain juga yang masih ada keterkaitan menentukan tarif
422
dengan perkawinan itu sendiri karena itu kan ada (banyaknya uang) yang
423
tahapan-tahapannya. Dan tahapan yang dilalui digunakan dalam
424
pun itu juga harus dilihat siapa si perempuan ini segala urusan
425
apa profesinya dan segala macam. Sehingga itu perkawinan.
426
menentukan berapa nanti uang untuk dia atau
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 94
427
saat melangsungkan pernikahannya.Iyah status
428
sosial sangatlah berpengaruh. Dan sebenarnya
429
itu bukan hanya di tempat kita tetapi di tempat
430
lain juga saya pikir ada hal demikian hanya
431
memang di tempat kita jauh lebih kuat
432
keliahatannya. (tangannya dikaitkan satu sama Tahapan perkawinan di
433
lain di depan perutnya)
434
T
Manggarai ada begitu
Kemudian e dengan pernyataan tadi dari bapak banyak.
435
seperti di atas. Apakah bapak sepakat dengan
436
saya bahwa sebenarnya sistem pembayaran ini Profesi perempuan
437
sudah menggila dan saat seseorang ingin mempengaruhi tahapan
438
memperistrikan perempuan manggarai sudah perkawinan.
439
terjadi uang bisa dikatakan transaksi begitu yah Tahapan itu
440
seperti transaksi jual beli begitu kalau bahasa mempengaruhi berapa
441
kasarnya.
442
J
banyak dana yang
Ahm..sebenarnya kan begini kalau dikatakan digunakan.
443
transaksi tidak juga (dan memiringkan kepalanya Status sosial
444
ke arah kanan) karena kalau transaksi kan misal berpengaruh pada
445
kalau ada barang ada pembeli kalau sudah prosesi perkawinan.
446
sepakat harga berarti sudah selesai. Tapi ini kan
447
harus melibatkan aspek lain karena sebagai
448
manusia kan tidak bisa digunakan kata transaksi
449
yang dibeli beda kalau macam barang. Hanya
450
bahwa rumusan jual-beli sebenarnya bagi saya
451
sangatlah tidak pantas atau tidak pas karena itu
452
kan tidak etis. Ini kan sifatnya manusia dan itu
453
yang layak untuk manusia itu apa? Begitulah.
454
Yang
455
membebankan. Untuk kita misalnya kita kan
456
sebelum sampai ke sana itu kan ada tahapan- Pematoakan harga pada
457
tahapan yang kalau dilihat bahwa itu dibicarakan prosesi perkawinan
ada
mungkin
karena
efeknya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 95
458
dulu dibicarakan dulu berarti tentu masih merupakan transaksi
459
mempertimbangkan
460
Sedangkan soal beban dana yang begitu banyak
461
itu kan soal lain. Begitu. Kalau transaksi saya
462
kira tidak lah (kepalanya dianggukkan seperti Penyebutan jual beli
463
ingin meyakinkan saya). Begitu. Karna kalau diganti dengan kata
464
transaksi kan misalnya ini barang saya beli sudah yang lebih etis untuk
465
selesai.
466
T
aspek
kemanusiaan. jual beli.
manusia.
Berarti untuk orang manggarai sendiri hubungan
467
tidak akan berarkhir setelah prosesi pernikahan Biaya perkawinan yang
468
sudah selesai.
469
J
tinggi sangat
Lha iya beda kalau macam prinsip jual -beli tadi membebankan.
470
kan? Selesai saya sudah beli barang hubungan
471
kita juga sudah selesai. Kalau kita akan masih
472
sampe kapan pun hubungan kekerabartan itu
473
akan tetap berlanjut. Dan kemudian dari segi
474
urusan ritual adatnya kan masih sangat bertalian
475
dengan yang kedepan-depannya. Begitu. Tidak
476
ada ikatan kalau hanya transaksi. Sudah selesai
477
yang sudah kalau ini kan sampai kapan pun.
478
T
Mungkin masih ada lagi yang perlu disampaikan
479
tentang pengalamannya bapak yang perlu di
480
sharekan ke saya tentang perkawinan di sini. (dia
481
condongkan kepalanya ke depan dan menatap
482
saya lalu dia menarik napas dan berbicara)
483
J
Sebenarnya anjuran saya hanya satu saja bahwa
484
hanya mungkin ini kan butuh waktu banyak atau Perkawinan
485
butuh
486
perkawinan itu dilihat bahwa harus sungguh- kekerabatan keluarga
487
sungguh melegahkan meringankan tidak ada besar.
488
yang terbebani.
pemahaman
yang
besar
supaya mempererat hubungan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 96
489
T
Intinya perkawinan itu membebaskan.
490
J
Lha iya harus membebaskan dan ya keluarga
491
baru kan burtuh banyak persiapan macam-
492
macam untuk membangun ke depannya. Jadi
493
karena ini juga kan berkenan dengan mungkin
494
pengalaman pribadi ke depan yah tidak boleh
495
yang
496
membebankan pada orang lain bahwa butuh
497
uang yah..pasti karena bagaimana pun juga tidak
498
bisa terlepaskan dari urusan-urusan seperti itu
499
hanya
500
meringankan. Begitu. (sambil mengacungkan membebankan bukan
501
jari telunjuknya ke sandaran kursi)
502
T
Oke
namanya
harus
terima
itu
memberatkan
dipertimbangkan
kasih
503
membantu
504
perkawinan masyarakat di sini.
505
J
506 507
saya
banyak untuk
dan
supaya Perkawinan itu
melegahkan.
sudah
banyak
mencari
makna
Semoga apa yang saya bicarakan tadi bisa membantu penelitianmu yah.
T
(saya
tersenyum)
pasti
ini
Perkawinan bertujuan sangat
sangat untuk membebaskan.
508
membantu saya. Maaf saya tidak punya apa-apa Perkawinan menjadi
509
sebagai cindera mata.
510
J
Aehhh (dia tertawa lepas) tidak apa-apa intinya
511
kalian sekolah baik-baik saja biar pulang tidak
512
buat seperti kami yang ada di kampung sini terus
513
yah.
514
T
Amin..terima kasih banyak. (lalu dia memanggil
515
kakaknya untuk mengambil mengangkat gelas
516
kopi yang kami minum dan kami melanjutkan ke
517
pembicaraan yang lain.)
beban yang berat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 97
Responden
: Hilarius Juan
Tanggal: 6
: 35 tahun
Tempat : Rumah
Februari 2015 Usia Responden Jenis Kelamin : Laki-laki Wawancara ke : 2 No
T/J
PERTANYAAN/PERNYATAAN
1
T
Pertama saya mau tanya kira-kira menurut ite
2
TEMA
(saudara) makna perkawinan itu apa?
3
J
Makna perkwinan e?
4
T
Iyo makna perkawinan secara umum saja.
5
J
Secara umum e?
6
T
Iyo.
7
J
Secara umum perkawinan itu menurut hemat Sifat dari perkawinan
8
saya (sambil menundukkan kepala melihat ke adalah mengikat.
9
arah lantai) penyatuan dua insan yang
10
dikukuhkan dalam sakramen perkawinan
11
dalam agama katolik atau kristen yang
12
sifatnya mengikat. Dalam melegalkan itu ada
13
tiga tahap lagi (sambil menggarukkan lengan
14
kanannya) melalui upacara adat itu secara
15
upacar
16
mengangkat dan memindahkan kursi yang
17
didudukinya)
18
Manggarainya tadi itu ada beberapa tahap
19
yang dilalui. Yang pertama itu (sambil
20
menghitung
21
tangannya) tukar cincin ya tukar cincin
agama
katolik
upacara
tadi
untuk
menggunakan
(sambil
daerah
jari-jari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 98
22
(menggaruk hidungnya) setelah tukar cincin
23
itu ada istilah kempu.Ada istilah kempu (dia Tujuan dari perkawinan
24
melihat-lihat ke arah atap rumah) nah dalam masyarakat Manggarai
25
acara kempu ini disitu yang dipertemukan adalah untuk menyatukan
26
bukan hanya dua insan antara yang hendak keluarga besar.
27
menjadi pengantin pria atau laki-laki dengan
28
perempuan tetapi pertemuan antara kedua
29
keluarga besar pria dan wanita yang diwalili
30
oleh
31
bicara)(sambil menggarukan lengan kirinya).
32
Itu untuk tahap kempu. Sekarang dalam
33
tahap kempu itu juga ditentukan pula untuk
34
tanggal
35
nikahnya
36
menggunakan tangannya seperti membagi
37
sesuatu) itu yang dibicarakan saat kempu.
38
Dan di kempu itu menurut upacara adat Proses perkawinan
39
orang manggarai di situ membahas tentang manggarai panjang dan
40
belis lagi sampai berapa belisnya dibahas rumit.
41
dalam acara kempu itu sendiri. Nah setelah
42
lewat itu semua setelah ada kata kesepakatan
43
maka ada pembicaraan lebih lanjut lagi
44
tentang
45
manggarai langsung wagal sehingga setelah
46
pernikahan selesai maka adanya upacara
47
wagal
48
kanannya) ditandai dengan sembelihnya
49
seekor babi. Setelah upacara itu semua
50
dilalui maka secara adat perkawinan itu
51
disahkan
52
tangannya dan disodorkan ke arah depan
masing-masing
satu
pernikahan. (sambil
jubir
Tanggal
memotong
(juru
berapa beberapa
pacahio pe (itu) dalam adat
(kembali
(Sambil
menggaruk
membuka
lengan
telapak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 99
53
badannya).
54
dikukuhkan di gereja dan juga norma
55
hukumnya (sambil menarik alis matanya ke
56
atas) dari segi hukumnya mereka sudah
57
dilegalkan dari segi adatnya gerejanya sudah
58
semua terus norma sosialnya juga (sambil
59
menatap
60
kepalanya dari atas ke bawah) lalu norma
61
sosialnya sudah mencakupi semua beberapa
62
poin dalam perkawinan. Perkawinan juga
63
bukan hanya untuk apa (Sambil menutup
64
matanya sambil menggerakan badannya) e
65
menikah saja menikah begitu saja atau tentu
66
ada tahap-tahap lagi pada saat menjelang
67
pernikahan itu ada tahap pengenalan antara
68
kedua belah apa? Kedua insan tadi ada tahap
69
penjajakkan.
70
kecocokkan maka bisa dilanjutkan ke jenjang
71
yang lebih (sambil membunyikan sendi
72
jarinya) tinggi lagi. Seperti itu (sambil
73
tersenyum dan melihat ke arah saya).
74
Prosesnya panjang dan rumit.
75
T
Secara
saya
gereja
sambil
Seandainya
pun
setelah
menggerakkan
sudah
ada
Berarti kalau saya simpulkan menurut kraeng
76
tahap penting dalam perkawinan masyarakat
77
manggarai
78
perkawinan menurut adat istiadat setempat,
79
gereja, dan tahap hukum negara. Nah,
80
pertanyaan lanjutan saya mungkin begini,
81
menurut kraeng tahap yang paling utama itu
82
yang mana?
83
J
itu
ada
tiga
yaitu
tahap
Sebenarnya begini (sambil senyum dan Tahap perkawinan yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 100
84
menatap saya) ketiganya saling berkaitan paling penting yaitu
85
tetapi yang paling penting itu adalah tahap tahap pernikahan gereja.
86
perkawinan menurut gereja. Karena kita
87
sebagai umat kristiani pastikan kita melalu
88
pengukuhan perkawinan oleh seorang imam
89
di
90
kepalanya).
91
T
gereja
Berarti
(sambil
menurut
kraeng
menganggukkan
sendiri
sifat
92
perkawinan di manggarai itu mengikat dan
93
sakral.
94
J
Iya betul (dia tampak tersenyum)
95
T
Begini kraeng tadikan kita berbicara tentang
96
prosedural dan idealnya sebuah perkawinan
97
di manggarai. Sekarang saya mau tahu kira-
98
kira
99
perkawinan. Ya tidak harus pengalaman
100
dalam rumah ini tetapi melihat realitas di
101
sekeliling kraeng di lingkungan ini itu
102
bagaimana?
103
J
apa
pengalaman
dite
mengenai
Iya (Sambil menjepitkan kedua tangannya Sekarang perkawinan
104
diantara kedua lututnya) kalau di lingkungan bukan dilihat sebagai
105
sekitar sini kalau kita belajar dari tetangga- sesuatu yang sifatnya
106
tetangga sekitar sini perkawinan bukan sakral.
107
hanya sekedar untuk, pada awalnya memang
108
pernikahan itu sesuatu yang membahagiakan
109
tetapi makin ke sini sudah tidak dianggap,
110
sesuatu yang tidak sakral lagi. Banyak
111
perilaku-perilaku yang menyimpang norma
112
sosial masyarakat seperti yang kita ketahui.
113
Tetapi semua itu terselubung berusaha tidak
114
diketahui orang lain (sambil menggarukkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 101
115
kepalanya) tetapi memang ada yang melihat
116
perkawinan itu bukan sesuatu yang sakral
117
lagi.
118
perkawinan itu.
119
T
120 121
Sehingga
banyak
yang lari
dari
Mm kira-kira pandangan mereka seperti itu penyembabnya apa kraeng?
J
Banyak hal yang mempengaruhi, masalah Perkawinan di Manggarai
123
ekonomi, masalah kesalahpahaman, dan rumit dan berat.
124
yang
125
Manggarai itu berat dan rumit.Sengaja Sifat perkawinan yang
126
dirumitkan dan bebannya itu hadir dari sifat monogami dan sakral itu
127
perkawinan yang monogami dan sakral tadi.
128
T
terutama
adalah
perkawinan
di
Oh..kemudian adakah kraeng menemukan
129
bahwa perkawinan di manggarai itu gagal
130
karena salah satu tahap yang tidak terpenuhi?
131
Ada (Sambil dia menganggukkan kepalanya
132
J
berat.
dan
sambil
menggarukkan
lengan
133
kanannya).Semacam di (sambil menutup
134
matanya) tetapi memang sumbernya bukan
135
langsung dari sumbernya begitu (sambil
136
menunjukkan tangannya) tapi e dari saya
137
punya teman (sambil menunjukkan jari
138
telunjuknya ke arah jendela) itu pun
139
pengaruh belis. Pengaruh di manggarai
140
kental sekali dengan belis, terlebih dengan Status sosial
141
orang yang memiliki apa namanya e status mempengaruhi besaran
142
sosial yang begitu tinggi. Amm mereka belis.
143
pasang target itu (sambil mengelus-elus
144
dadanya) belisnya sampai dua ratus lima
145
puluh
146
menggerak-gerakkan tangannya membentuk
juta
tetapi
kenyataanya
(sambil
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 102
147
potongan di atas pahanya) orang tua si laki-
148
laki tidak sanggup sebegitu. Tidak sanggup
149
sebegitu terus adanya istilah jubir tadi. Nah
150
setelah nego-nego dalam proses adat tetapi Perkawinan dengan
151
tidak
152
makanya
153
tangannya
154
sesuatu). berat sekali (lalu tertawa dengan
155
suara pelan) iyo betul-betul berat bagi yang
156
hendak menikah e. Ada lagi satu lagi itu
157
kasus pengaruh mungkin pengaruh ada unsur
158
apa (sambil mengernyitkan dahinya dan
159
matanya dipaksa tutup seperti berusaha
160
untuk berpikir) ck e.. (diam sejenak) apa
162
namanya sudah (sambil melihat ke arah
163
bawah) pernikahan yang dipaksakan oleh
164
orang tua. Itu ada di gereja Wangkung
165
(sambil menunjuk ke arah jendela). Pada saat
166
digereja waktu mengucapkan janji sampai
167
tiga kali dia mengatakan tidak sanggup.
168
Akhirnya pastor menanyakan secara pribadi
169
kenapa dia sampai seperti jawab seperti ini?
170
Dia akhirnya jujur bahwa pernikahan ini
171
sebenarnya tidak terjadi karena dia belum
172
siap tetapi karena adanya paksaan dari orang
173
tua, seperti itu. Akhirnya bubar (sambil dia
174
tertawa
175
lutut).
176
Melihat realita sekarang, belis itu sudah
177 178
T
mendapatkan diputuskan bergerak
dan
kata di
kesepakatan adanya belis tinggi situ
seperti
tangannya
(sambil sangat memberatkan. memotong
mengusap-usap
menjadi momok bagi orang manggarai. Bagaimana pendapatnya kraeng mengenai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 103
179
itu.
180
Jadi begini belis pada dasarnya adalah hanya
181
J
sebuah nama untuk mengikat keduabelah Belis dalam perkawinan
182
pihak tetapi makin ke sini sudah mengalami Manggarai sudah
183
disorientasi. (kemudian tangannya dilipatkan mengalami disorientasi
184
depan dadanya) Semua berpikir soal uang. dari bertujuan
185
Sehingga
akhirnya
186
karena
dipaksakan
187
semuanya.Ada pengalaman kemarin teman semua soal uang.
188
saya, putusan untuk belis istrinya sebesar
189
125 juta dan mereka terpaksa bayar semua. Beban rumah tangga
190
Tetapi
191
dijulurkan ke depan) kehidupannya sudah yang begitu tinggi.
192
tidak baik lagi, hanya sibuk dengan bayar
193
utang kiri-kanan. Dan kehidupannya terlihat
194
ada banyak beban.
195
Melihat situasi seperti itu kraeng, perasaanya
196
T
197 198
sekarang
belis
membebankan menghubungi kedua
untuk
(sambil
dibawa belah phak sekarang
tangannya terbesar adalah belis
bagaimana? Mmmhh (sambil mendongakkan kepalanya
J
ke atas) saya merasa kasihan dengan situasi
199
sekarang. Ada banyak kasus kekerasan Merasa kasihan dengan
200
dalam keluarga di lingkungan kita sekarang. situasi perkawinan di
201
Kita tidak bisa melakukan apa-apa.Tetapi Manggarai.
202
ada banyak hal yang mempengaruhi seperti
203
ditinggal suaminya.
204
Oh..terus kira-kira pengaruh apa sampe perkawinan adalah
205
T
206 207
Faktor lain masalah
mereka meninggalkan keluarga?
penelantaran.
Kembali lagi tadi perkawinan yang belisnya J
besar membuat mereka kerja banting tulang
208
untuk membayar lagi utang-utang belis yang Utang akibat belis
209
membuat
mereka
sengsara
(Sambil membuat keluarga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 104
210
tersenyum dan badannya dimiringkan ke sengsara sehingga
211
kanan).
212
merantau dan melepaskan anak istri demi dan melepaskan anak
213
menghidupi keluarga dan urus utang-utang juga istri.
214
yang
215
(kemudian
216
memukul-mukul pahanya.
217
Oh..iya saya pernah baca di bunga rampai itu
218
T
Sampe-sampe
sudah
majalah
ada
diciptakan dia
pergi banyak yang merantau
sebelumnya
tertawa
prempuan.
yang
lepas
Pernah
ae
sambil
mereka
229
membeberkan tentang tingginya kekerasan
220
dalam rumah tangga di NTT. Termasuk
221
penelantaran seperti yang kae jelaskan. Kira-
222
kira itu kenapa perempuan di manggarai
223
betah dengan situasi yang terjadi e?
224
Jadi begini, perkawinan manggarai itu
225
J
sifatnya monogami satu ya satu (sambil dia
226
behitung
menggunakan
jari
227
tangannya).kemudian yang kedua pengaruh Sifat perkawinan
228
adat kita. Adat kita yang sangat ketat seperti Manggarai itu
229
belis tadi itu yang menyebabkan perempuan monogami.
230
tidak mau kembali ke orang tuanya. Karena Adat yang sangat ketat
231
dia malu toh dia sudah dibelis kan? Nah yang membuat
232
logikanya seperti itu. (Sambil dia memainkan perempuan tidak mau
233
alis matanya).
234
m..berarti seperti itu kenyataanya kraeng e?
235
T
Iyah..itu bagusnya kita orang manggarai e.
236
J
Tidak mau kawin lebih dari satu kali
kembali ke orang tuanya.
237
sehingga banyak permpuan dari luar mau
238
nikah dengan orang manggarai. (kemudian
239
dia tertawa terbahak-bahak lagi)
240
Oh (saya ikut tertawa). Menarik kalau kita manggarai monogami.
Sifat perkawinan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 105
241
T
membahas tentang belis tadi kraeng. Kira-
242
kira dalam penentuan harga belis itu apa
243
yang menentukan?
244
Dalam menentukan belis seorang perempuan
245
J
dari dulu sangat ditentukan oleh kelas sosial.
246
Seperti pada jaman kerajaan dulu. Orang
247
biasa macam kita ini tidak mungkin mau
248
menikahi putri kraeng-kraeng (sebutan Belis dalam perkawinan
249
untuk orang dengan status sosial tinggi di Manggarai ditntukan oleh
250
daerah manggarai) (sambil menunjukkan kelas sosial.
251
tangannya
252
rumahnya).Sekarang
253
kerajaan tidak ada yang ada kelas sosial
254
berdasarkan tingkat pendidikan. Semakin
255
tinggi dia sekolah semakin tinggi belisnya.
256
Oh tadi diceritakan sekarang berdasarkan Penentu kelas sosial
257
T
tingkat
ke
pendidikan.
arah
jendela
mungkin
Berarti
sistem
mengalami sekarang adalah tingkat
258
perubahan dong dari status sosial seperti pendidikan.
259
yang dikisahkan kraeng tadi? Dulu kan
260
berdasarkan kelas sosial orang tua nah
261
sekarang berdasarkan kelas sosial seorang
262
perempuan yang akan dipinang?
263
Iya mengalami perbedaan. Sekarang mau
264
J
orang tuanya petani atau apa (sambil
265
mengkerutkan dahinya) itu tidak peduli yang
266
orang pedulikan itu seperti apa tingkat
267
pendidikan perempuan itu. Contohnya kita Pendidikan perempuan
268
ambil yang paling dekat saja siapa sudah sebagai penentu tinggi-
269
namanya (Sambil menunjukkan ke arah rendahnya belis, bukan
270
rumah depan rumahnya) e huber. Itu orang tuanya.
271
anaknyakan lulusan S2 di Malang kemarin
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 106
272
yang perempuan yang anak keduanya.
273
Padahal bapaknya huber itu hanya petani
274
tetapi karena anaknya pintar tadi itu sampe-
275
sampe belisnya 150 juta kemarin. Sangat
276
besar sekali. Tapi yah (sambil mencibirkan
277
bibirnya) kelihatannya yang laki-laki juga
278
orang kuat itu. Begitu.
279
Orang kuat maksudnya?
280
T
Orang kuat secara ekonomi maksud saya.
281
J
Karena kelihatan waktu datangnya pake oto
282
(mobil) begitu.
283
Oh orang kaya maksudnya.
284
T
Iyah begitulah (lalu dia tertawa lagi sambil
285
J
melihat ke arah saya).Perlu digaris bawah e
286
bahwa pengeluaran uang untuk pernikahan
287
manggarai bukan hanya saat pembayaran
288
belis saja. Masih banyak penggunaan uang di
289
luar itu.
290
Oh penggunaan uang itu seperti apa lagi untuk perkawinan di
291
T
292 293
kraeng?
Banyak pengeluaran
manggarai.
Penggunaan uang itu contoh misalkan kita J
pergi ke rumah perempuan untuk melamar
294
lalu kita terlambat sesuai dengan waktu yang
295
disepakati maka kita akan kena denda.
296
Karena kita harus membangunkan lagi ibu-
297
ibu yang sudah tidur untuk masak kopi dan Selain belis ada denda
298
makan untuk kita sebagai tamu.
299
Ah maksudnya? Padahalkan kita datang melakukan kesalahan
300
T
seandainya keluarga pria
mungkin tidak terlampau lama dari waktu misalnya keterlambatan
301
yang disepakati?
302
Namanya juga adat. Kita membayar denda
kehadiran.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 107
303
J
tidak diminta dari pihak perempuan tetapi
304
dari
305
menunjukkan sikap rendah hati dan niat baik
306
kita
307
menumpuk antara kaki kiri dan kaki kanan).
308
Oh begitu. Ada lagi yang membutuhkan diminta tetapi sebagai
309
T
kesadaran
(sambil
kita
sendiri
kakinya
dilipat
sebagai
saling
uang dalam prosesi perkawinan manggarai? bentuk penunjukkan niat
310
Selain denda dan belis tadi?
311
Oh masih banyak makanya kalo menikah itu
312
J
Denda dibayar tanpa
baik.
seperti membongkat tabungan. Itu yang
313
membuat perkwinan di manggarai itu sangat
314
berat dan banyak yang pada akhirnya
315
perkawinannya bermasalah. Karena seperti
316
yang kita ceritakan sebelumnya bahwa tidak Belis menjadikan
317
semua orang mampu membayar belis. Hanya perkawinan di Manggarai
318
karena cinta maka banyak yang berhutang itu memberatkan.
319
kiri-kanan (sambil membuka tangannya).
320
Oh begitu. Terus apa solusi dari kae tentang sumber masalah
321
keresahan seputar perkawinan di Manggarai perkawinan di
322
T
kae?
Manggarai.
323
Sederhana saja menurut saya. Bahwa kita
324
harus sadar akan intisari dari perkawinan
325
J
menurut
Belis juga menjadi
adat
kita.
Tetapi
jangan
326
kesampingkan juga soal ajaran agama dan
327
menurut negara. Seperti itu ta (Sambil dia
328
menganggukan kepalanya dan melihat ke
329
arah saya).
330
Inti sari perkwinan kita memangnya seperti Perkawinan di Manggarai
331
apa kae?
332 333
T
akan sah bila melewati
Inti dari perkawinan manggarai kan untuk tahap adat, gereja, dan mempersatukan keluarga besar dan tentunya negara (undang-undang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 108
334
J
mempersatukan
yang
hendak
menikah. perkawinan).
335
Sehingga untuk membangun hubungan yang
336
baik maka perlu ada yang namanya saling
337
menghormati (sambil tangannya disimpulkan
338
di
339
dimiringkan ke kanan).Belis jangan terlalu
340
membebankan
341
keluarga yang baru berantakan.
342
T
depan
disampaikan
344
manggarai. J
346 347
atau
dan
kepalanya
bahkan
membuat
Oh seperti itu? Mungkin ada lagi yang mau
343
345
perutnya
E
itu
saja
kae
seputar
perkawinan Tujuan perkawinan di Manggarai adalah
ta
tidak
banyak
(sambil mempersatukan kedua
tersenyum). Atau masih ada lagi pertanyaan? T
Sejauh ini belum ada lagi tetapi saya mau
348
dengar kalau misalnya masih ada yang belum
349
diceritakan tetapi penting untuk saya ketahui.
350
J
keluarga besar.
(Dia mengernyitkan lagi dahinya sambil Belis di Manggarai
351
melihat ke arah lantai rumah seperti berpikir membebankan.
352
dan mencari yang perlu diceritakan) ah
353
menurut saya itu saja seperti itu yang saya
354
ketahui melihat situasi disekitar lingkungan
355
kita ini e (tetap melihat ke arah lantai).
356
T
Oh begitu baik kalau begitu. Terima kasih
357
banyak sudah membantu saya dalam mencari
358
makna perkawinan masyarakat disekitar sini
359
kae.
360
J
Oke sama-sama e. Jangan pulang dulu kah
361
kita cerita-cerita dulu. Cerita seputar sepak
362
bola atau apa begitu karena saya tidak ada
363
teman untuk cerita soal bola di sini (lalu dia
364
tertawa terbahak).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 109
365
T
Oh begitu oke oke.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 110
Responden
: Valentinus Jurut
Tanggal: 7 Februari 2015
Usia
: 25 tahun
Tempat : Rumah RespondenJenis
Kelamin
: Laki-laki
Wawancara ke
NO
T/J
PERTANYAAN/PERNYATAAN
1
T
Apa
pengalamannya
kraeng
TEMA dengan
2
perkawinan di Manggarai, pengalaman
3
dalam artian pengalamannya kraeng dalam
4
merasakan
5
manggarai entah itu pengalaman langsung
6
J
situasi
perkawinan
di
maupun tidak langsung.
7
Oh oke. Hahaha ini pertanyaan e berat
8
sekali
9
bagian belakangnya), tapi saya coba
10
jawab walaupun tidak begitu benar e (saat
11
T
(sambil
menggarukan
kepala
ini dia sambil tertawa lepas)
12
Sante saja. Hehehe itu kan subjektif
13
jawabannya kraeng. Tidak ada salah dan
14
J
tidak sepenuhnya benar juga.
15
Io (iya), oh baiklah (lalu dia mengisap
16
rokoknya). Jadi pengalaman saya sejauh
17
ini e kesa (teman) saya punya pengalaman
18
yang sangat berkesan menyangkut cekeng
19
(musim) pernikahan di Manggarai. Cala
20
maksud dite perkawinan ngong nikah to
21
(maksudnya perkawinan berarti menikah
22
T
kan?) ?(sambil melihat ke arah saya)
23
J
Iyaps. menatap
saya
dan
:3
24
Sambil
sedikit
25
membukungkukan badannya kemudian dia
26
bertanya saya lebih melihat dari usia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 111
27
T
perkawinan toh?
28
J
iya bisa
29 30
kemudian...jodoh hio ta e? (kemudian T
menyangkut jodoh juga kan?
31
Ha’am. Kemudian tentang kehidupan
32
perkawinan di Manggarai. (kemudian dia
33
J
mengisap
rokoknya
dalam
lalu Kematangan fisik
34
menjelaskan)
sebagai tolok ukur
35
Oh...oke oke... sejauh yang saya lihat di usia perkawinan.
36
Manggarai perkawinan dilakukan tidak
37
mempertimbangkan
38
(terlihat
39
sekarang ni yang mereka lihat lebih pada
40
sisi fisik. Artinya fisik mendukung, fisik
41
sudah yah katakan yang sudah besar
42
begitu
43
berkeluarga.
44
kenyataan sekarang. Nah anak muda
dia
kematangan
melipat
berarti
mereka
Nah
itu
kakinya)
cocok yang
usia. Nah
untuk menjadi
45
T
sekarang ini kebanyakan kalo yang saya
46
J
perhatikan selama ini itu seakan-akan Perkawinan
47
mereka bersaing berlomba-lomba untuk bertujuan
48
mencari istri.
menyatukan
49
(saya tertawa)
keluarga
50
Iya kraeng jangan ketawa ini memang kedua pihak.
51
kenyataan saat ini. Yang namanya nikah Pernikahan adalah
52
itu
53
menyatukan dua pribadi iya kan? Ha’am
54
tapi bagaimana mereka bisa menyatukan
kan
sebenarnya
bukan
hanya kesulitan.
55
T
kedua keluarga besar. Itu yang sulit untuk
56
J
menikah. Tapi yang saya lihat sekarang
57
aehhh
sambil
memiringkan
bibirnya
untuk
besar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 112
58 59
seperti orang mencibir) hanya sebatas T
saya sudah punya istri. (lalu dia tertawa)
60
Saya ikut tertawa
61
Ya itu tadi kesa dari segi fisik mendukung
62
J
ya langsung bisa nikah. Nenggitu (begitu).
63
(kemudian dia berpangku kaki).
64
Baik. Dari pengalamannya kraeng seperti
65
tadi itu ge, bagaimana perasaannya kraeng
66
dengan situasi seperti demikian ge?
67
yah memang begini, kalo kita melihat
68
fenomena seperti itu tadi kita pasti
69
kasihan. Kasihan e? Iya karna begini,
70
nikah itu artinya umur belum mencukupi
71
belum dewasa tapi mereka apa namanya
72
sudah menikah itu kan akan berdampak
73
pada kehidupan keluarga. Nah sekarang
74
kehidupan
75
dengan orang betul-betul dewasa dalam
76
hal
77
kebanyakan mereka liat dari segi fisik.
78
T
keluarganya
berpikir
begitu.
mereka
Tapi
beda
itu
tadi
(sambil dia mematikan rokoknya dia
79
meneruskan) Nah perlu digarisbawahi
80
kematangan
fisik
beda
dengan
kematangan
dalam
hal
berpikir.
81
J
82 83
Bagaimana mereka memenuhi kebutuhan T
84
dalam kehidupan mereka nanti sangat berpengaruh.
85
J
Kemudian dari situasi seperti ini dengan
86
T
perasaan dite yang kasihan. Menurut ite
87 88
makna perkawinan sebenarnya itu apa? J
Artinya
berdasarkan
(sambil
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 113
89
mengernyitkan dahinya).
90
Maksudnya idealnya ite pe nikah itu
91
T
sebenarnya apa?
92
Maksudnya bagaimana
93
Ite deskripsikan saja menikah menurut ite
94
itu intinya seperti apa?
95
(dia tersenyum dan memajukan badannya
96
J
dari sandaran kursi) ini yang sulit sudah
97
pertanyaannya...
Pernikahan
98
(Saya tersenyum) tidak perlu seperti yang bertujuan
99
T
didefinisikan para ahli pe, sesuai dengan meneruskan
100
J
pengalaman harian dite dan ite bisa keturunan.
untuk
101
membuat kesimpulan menurut dite ga
102
kira-kira makna perkawinan sebenarnya Perkawinan
103
itu apa?
104
Heem kalo menurut saya menikah itu apa
105
namanya memang tujuannya kan untuk
106
meneruskan yang namanya keturunan.
107
Heem meneruskan keturunan.
108
Iya. Itu yang penting. Kemudian yang
109
kedua (sambil menunjukkan dua jari
110
tangannya) itu mendewasakan orang. Iya
111
artinya kan dengan menikah itukan orang
112
bisa berpikir
113
menata
114
kadang...karena itu tadi yang kita seakan-
115
akan berlomba-lomba itu jadi hal-hal Menikah
116
seperti itu kadang kita tidak pikirkan. menambahkan
117
Yang kita buat itu kita menikah itu kita beban bagi orang-
118
sudah tau menikah itu tujuannya untuk orang terdekat.
119
apa. Haam. Tapi lebih dari itu mereka
itu
mendewasakan.
bagaimana orang bisa Menikah saat ini
kehidupan
kedepannya.
Tapi, membebankan.
itu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 114
120 121
tidak T
pikirkan.
Heem.
Sebenarnya
menikah ini kalau sudah berhak untuk
123
menikah berarti mereka itu nanti tidak
124
boleh lagi tinggal bersama orang tua. Itu
125
J
yang sebenarnya. Tapi yang ada sekarang
126
ini disaat mereka sudah menikah mereka
127
masih tetap tinggal dengan orang tua.
128
T
Jadinya beban orang tua ini semakin
129
bertambah. Yah yang berarti yang sudah
130
menikah berarti sudah siap secara matang
131
J
untuk membentuk keluarga yang baru.
132
T
Tapi
yang
ada
malah
seperti
tadi
133
kejadiannya.
Menikah
134
Berarti saya bisa simpulkan sebenarnya memiliki
135
menurut kraeng itu kriteria untuk menikah kemapanan
136
itu sebenarnya harus memiliki kemapanan. ekonomi.
137
Iya itulah (kemudian dia mengambil lagi
138
J
sebatang rokok dari bungkusannya lalu
139
T
membangkarnya)
140
Kemapanan
141
kemapanan secara fisik, cara berpikir, Tujuan perkawinan
142
kemudian ekonomi juga.
yaitu
Iya ekonomi harus mendukung.
mendewasakan
143
J
ini
dalam
artian
harus
luas,
144
Kemudian berarti yang encik bilang tadi pola pikir.
145
selain apa namanya menikah itu kan hanya
146
sekedar pengubah status sudah beristri
147
atau bersuami. Tapi untuk selebihnya
148
terutama untuk pendewasaan tadi. (dia
149
menghisap rokoknya dalam lalu asapnya
150
dia buang ke atas)
151
Lebih ke pendewasaan berpikirlah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 115
152
Kalo kraeng melihat realita perkawinan
153
secara di manggarai ini. Dengan situasi-
154
situasi perkawinan di sini termasuk situasi
155
keluarganya.
156
(kamu).
157
Yah kalau kita orang Manggarai kan pasti
158
kenal yang namanya istilah istri rumah
159
atau wina tungku (istri pusaka) nah kalau Relasi kekerabatan
160
misalnya dilihat dari adat yang namanya sangat
162
tungku itu wajar tapi bila dilihat dari segi dalam perkawinan
163
agamanya itu sudah berbeda artinya masyarakat
164
perkawinan ini sudah tidak diperbolehkan manggarai.
165
(kemuadian dia tersenyum). Nah satu
166
pertanyaan yang sering muncul itu mana
167
yang harus kita pilih sekarang melanggar
168
hukum
169
agama.
170
mengisap rokoknya lagi). (sembari dia
171
membuang abu rokoknya di asbak dia
172
meneruskan pembicaraan) Karena begini
173
kalo misalnya kita tidak layani yang
174
namanya perkawinan tungku pasti akan
175
menyebabkan
176
terhadap
177
manggarai namanya hubungan weta-nara.
178
Itu akan berpengaruh, kemudian apakah Relasi kekerabatan
179
T
Apa
adat
atau
(diam
pendapat
melanggar
sejenak
hubungan
saudari
atau
dite
ge
penting
hukum
sambil
dia
dari
saudara
dalam
bahasa
kita bisa terima kalau misalnya hubungan sangat
penting
180
antara weta nara itu ditiadakan nah itu kan dalam perkawinan
181
akan berdampak kalau misalnya orang masyarakat
182
terlalu menuntut supaya tungku. Nah manggarai.
183
akibatnya dalam kehidupan keluarga itu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 116
184
seandainya
perkawinan
tungku
itu
185
J
dilakukan yang ada itu yah apa namanya
186
T
anak yang akan dilahirkan pasti ada yang
187
J
namanya kembar siam. Karena diantara
188
suami dan istri itu memiliki hubungan
189
darah. Akibat dari hubungan darah itu
190
muncul apa namanya bayi kembar siam itu
191
dampaknya. Kemudian hubungan kalo
192
misalnya
193
berarti antara weta dan nara itu pasti ada memperhatikan
194
keretakan artinya hubungan mereka tidak ekonomi.
195
harmonis lagi. (kemudian dia berpangku
196
kaki)
197
Berarti
198
antara tuntutan adat dengan tuntutan
199
gereja yah. Kemudian kemarin saat saya Belis menjadi satu
200
sampai di sini seperti jadi rahasia umum faktor
201
begitu e kekerasan dalam rumah tangga KDRT
202
dari tetangga kita di sebelah.
203
(dia tersenyum) Oh yang suami pukul istri
204
itu?
205
Iyah
206
(dia perkecil volume suaranya dan sedikit
207
membungkukan badannya lalu bercerita)
208
Jadi begini yang namanya masalah dalam
209
keluarga
210
penyebabnya salah satunya itu faktor
211
T
212 213 214
tungku
tidak
semacam
itu
adanya
ada
dilaksanakan Perkawinan harus
kontradiktif
Manggarai.
beberapa
faktor
ekonomi. Iyah, kalo misalnya faktor ekonomi yah sudah mengalami masalah
J
penyebab
tergantung
dari
kedua
belah
bagaimana
cara
mengatasinya.
pihak (Dia
di
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 117
215
sandarkan lagi badannya ke belakang) Ya
216
memang kekerasan terhadap perempuan
217
itu sering terjadi. Kenapa perempuan mau
218
betah-betahan seperti yang kita lihat
229
kemarin pasrah saja begitu itu karena apa? Perkawinan sangat
220
Mungkin salah satu alasan mengingat membebankan dari
221
dengan yang namanya belis. Ya, kemudian segi ekonomi.
222
mengingat dengan masa depan dari anak-
223
anak. Seandainya mereka sudah memiliki
224
anak bagaimana nasib
225
mereka nanti kalau misalnya suami istri
226
itu ditinggalkan artinya cerai. (diam
227
sejenak dan alis matanya diangkat dan
228
menatap saya kemudian dia membuang Perkawinan
229
abu rokoknya ke asbak) Iya, siapa yang manggarai sifatnya
230
mengasuh
231
namanya rasa kasih sayang dari kedua menuntut.
232
belah pihak yah kalau salah satu itu Perkawinan
233
ditinggalkan.
234
Menarik. Ketika kita berbicara soal belis. memberatkan.
235
Apa pandangannya kraeng tentang belis.
236
(menarik napas dalam lalu kemudian dia penderitaan.
237
berbicara) Yah, belis itu kan ini hanya
238
pengaruh
239
menjadi suatu kebudayaan. Yang namanya
240
belis seperti yang saya lihat sekarang belis
241
ini sudah berbeda dengan yang dulu. Ya Kehidupan
242
mungkin pengaruh perkembangan jaman perkawinan adalah
243
T
atau
anak
tradisi
bagaimana
dan
dari anaknya
bagaimana
apa memaksa
beban
saja
artinya
begitu
salah
di
dan
jadi yang
Perkawinan adalah
sudah
satu beban.
244
faktornya itu tapi yang sekarang itu belis
245
itu artinya terlalu tinggi ada yang terjadi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 118
246
sampe
247
kemampuan yah yang sebenarnya mereka
248
tidak memiliki modal sebanyak itu hanya
249
J
karena
apa
namanya
menjadi
suatu
pemaksaan
keharusan
ya
250
bagaimana pun harus tercapai begitu
251
artinya yang namanya belis itu sebenarnya
252
tidak boleh terlalu menuntut dan jatuhnya
253
memberatkan (tersenyum dan geleng-
254
gelengkan kepala). Jadi itu menurut saya.
255
Ya belis itu tidak boleh terlalu memaksa
256
karena begini dengan belis yang sangat
257
tinggi akan membuat hidup dari anak kita
258
yang akan berkeluarga itu menderita. Yah
259
saya
260
(menatap ke atas sejenak lalu kemudian
261
melanjutkan pembicaraan) belisnya itu
262
lima puluh juta nah yang kita buat itu cari
263
uang dengan dalam artian kredit lah atau
264
hutang. Nah saat mereka hidup dalam
265
keluarganya nanti mereka tidak sibuk lagi
266
bagaimana kehidupan ke depan tetapi
267
mereka hanya sibuk untuk bayar utang.
268
Yah itu yang terjadi.
269
Nah belis yang begitu tinggi sebenarnya
270
menurut pendapatnya kraeng itu siapa
271
yang salah?
272
pertanyaan dia mengisap rokoknya dalam
273
lalu dia mematikan rokoknya di asbak dan
274
kemudian kesepuluh jarinya dirapatkan
275
satu sama lain)
276
T
ambil
contoh
(saat
katakan
saya
begini
mengajukan
Nah kalau masalah belis yang tinggi kita
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 119
277 278
tidak J
bisa
salahkan
siapa
semua
tergantung pada kedua belah pihak yang
279
sudah melakukan kesepakatan. Karena
280
begini kadang orang tua kandung si
281
perempuan
282
ekonomi si calon pengantin laki-laki
283
hanya
284
keluarga besar keluarga besar ini nanti
285
yang akan menuntut. Karena begini, kita
286
(sambil menunjukkan dadanya dengan
287
kelima jarinya) yang namanya orang
288
manggarai ini yang namanya ada anak
289
secara
290
namanya anak kandung tetapi dalam
291
proses membesarkan anak ini seluruh
292
masyarakat
293
mengambil andil penting juga sekali pun
294
yang hari-harinya yang kasih makan dia
295
itu orang tua kandung yah. Tapi karena
296
yang namanya sudah memiliki hubungan
297
kekeluargaaan
298
sebagai anak kami juga jadi mereka juga
299
menuntut nih belisnya untuk mereka juga.
300
Itu makanya dalam adat perkawinan
301
manggarai kalau misalnya upacara belis
302
itu nanti uang yang ap namanya laki-laki
303
bawa itu pasti dibagi. Yang sering disebut
304
sebagai anak rona sa’i (saudara kandung
305
dari ibu si perempuan) lah yang sering
306 307
T
mengerti
karena
dengan
melihat
biologis
apa
memang
atau
itu
kondisi
namanya
ada
keluarga
makanya
yang
besar
disebut
memberikan patokan belis juga. Mungkin kraeng bisa simpulkan kira-kitra
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 120
308
J
309 310
perkawinan di manggarai itu seperti apa? (dia tertawa lepas dan memecahkan
T
kesunyian petang hari) ini yang cukup
311
berat.
312
perkawinan di manggarai itu aneh tapi
313
nyata. (sambil dia tersenyum) Kenapa
314
saya bilang aneh tapi nyata karena itu tadi
315
J
Jadi
begini
orang terlalu
menurut
menuntut
saya
sekalil
yang
316
namanya belis tetapi mereka tidak pernah
317
memikirkan juga tentang kondisi ekonomi
318
mereka sendiri tapi begitulah kenyataan
319
yang
320
tangannya kemudian menggenggam erat
321
sandaran
322
tempati). Kalau dipikir lebih jauh yah
323
saaat kita menuntut belis sangat tinggi itu
324
sama halnya kita membuat anak kita juga
325
menderita. Iya, kalau kita banding dengan
326
cerita orang di tempat lain e prisnsipnya
327
hanya satu asalkan anak kami itu dijaga
328
dan buat dia bahagia. Artinya perkawinan
329
di Manggarai sudah terlampau jauh dari
330
yang sebenarnya. Karena dalam artian
331
sebenarnya belis kalau diterjemahkan
332
dalam bahasa manggarai yaitu pat kaba
333
T
ada
(sambil
samping
membuka
kursi
telapak
yang
dia
ca jarang yang berarti hanya dengan
334
empat ekor kerbau dan satu ekor kuda saja Permintaan
335
sudah. Bukan uang yang berpuluh-puluh tinggi akibat dari
336
juta. (Sedikit matanya dikecilkan dia tradisi pesta.
337
melanjutkan
338
J
pembicaraan)
Sekarang
penggunaan uang sangat gila-gilaan dan
paca
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 121
339
T
akhirnya menyimpang dari yang namanya
340
budaya sebenarnya.
341
Oh
342
kearifan lokal di sini.
343
Lah iya kraeng (Dengan menganggukkan
344
J
berarti
sudah
menyimpang
dari
kepalanya)
345
Tapi begini saya mau tanya apakah
346
memang seperti dalam pernyataan kraeng
347 348
T
tadi dengan paca maka belis sudah selesai. Apakah itu masih relevan saat ini? (dia mengambil
lagi
rokok
dalam
bungkusannya) Sebenarnya sah-sah saja penggunaan uang itu asal jangan menyimpang terlampau jauh lah dari kearifan lokal seperti yang kraeng rokok
bilang yang
(sambil
mengelus-elus
dipegangnya).
Mungkin
binatang tidak realistis saat ini mengingat kerbau dan kuda saat ini sudah jarang kita temukan.
Tetapi
kan
dalam
perhitungannya yang membuat belis saat ini itu bermasalah. Masa kerbau dan kuda sampai ratusan juta? Tidak kan ya? Sudah yang
wajar-wajar
saja
lah
ya
soal
menguangkan hewan-hewan itu. (Sambil menunjukkan ke depan dengan rokoknya) Mungkin hanya sampai belasan juga saja kalau kita menguangkan secara wajar itu hewan-hewan paca-nya. Nah, sekarang yang bikin paca itu pemintaannya sangat besar karena adanya keinginan bikin-bikin
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 122
pesta ikut gaya orang kaya e. Oh berarti belis menjadi masalah lebih kepada kesalahan orang-orang manggarai itu sendiri menilai hewan paca dalam mata uang yang tidak realistis berarti serta munculnya budaya pesta yah. (dia lalu membakar rokoknya) Yah begitu lah. Oke terima kasih banyak sudah membantu saya dalam mencari makna perkawinan masyarakat manggarai. Maaf kalau saya salah
berbicara
sampai
menyinggung
perasaan kraeng atau apa pun itu. Sekali lagi saya minta maaf. (dia tertawa) santai saja e lagian ini bagus biar orang manggarai pikirannya bisa terbuka semua soal belis. Mudah-mudahan amin... hehehe
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 123
Lampiran 4: Meaning Unit dan interpretasi deskriptif Bapak F (31) No 1
Tema Perjuangan dibutuhkan untuk memasuki kehidupan yang
Meaning Unit Kebutuhan
2
baru.
3
Semua upaya dikerahkan untuk memperjuangkan
4
perkawinan.
5
Tujuan dari perkawinan adalah pencarian akan dukungan
Tujuan
6
Dukungan menjadi tonggak utama dalam pencapaian
Kebutuhan
7
kebahagiaan.
8
Kebahagiaan itu sendiri merupakan beban karena
9
membutuhkan biaya yang banyak.
10
Perkawinan merupakan beban.
Yang dirasakan
11
Perkawinan merupakan beban karena biaya yang tinggi
Yang dirasakan
12
untuk menunjukkan status sosial.
13
Tuntutan perkawinan yang fantastis membuat yang
14
bersangkutan terbebani.
15
Prosesi perkawinan yang rumit dan menuntut akan
16
kemeriahan itu memberatkan.
17
Tuntutan akan mengurangi keharmonisan.
18
Perkawinan dijadikan beban prestise.
19
Tuntutan perkawinan yang tinggi mewajibkan perjuangan
20
yang lebih.
21
Perkawinan bukannya melegakan tetapi membebankan.
Yang dirasakan
22
Segala bentuk pendanaan perkawinan dibebankan pada
Yang dirasakan
23
keluarga pria tetapi lebih dibebankan adalah si pengantin
24
pria.
25
Perkawinan menjadi beban moril bagi pengantin pria.
Yang dirasakan
26
Perkawinan membutuhkan kesiapan yang matang baik
Yang dirasakan
27
materi maupun psikologis.
28
Perkawinan tahap penting dalam kehidupan.
Yang dirasakan
Yang dirasakan
Yang dirasakan
Yang dirasakan
Yang dirasakan
Yang dirasakan
Syarat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 124
29
Pernikahan merupakan sesuatu yang memberatkan.
Kebutuhan
30
Pernikahan bertujuan untuk menyatukan keluarga besar
Yang dirasakan
31
dua belah pihak.
32
Pernikahan merupakan beban yang besar.
Tujuan
33
Pernikahan merupakan tantangan besar bagi pria
Yang dirasakan
34
Manggarai.
35
Sifat ritual perkawinan manggarai memaksa.
Yang dirasakan
36
Orang tua berperan dalam perkawinan masyarakat
Yang dirasakan
37
manggarai.
38
Perkawinan merupakan beban.
Keterlibatan
39
Perkawinan di Manggarai memberatkan dan rumit.
Yang dirasakan
40
Masyarakat manggarai belum mapan.
Yang dirasakan
41
Ritus perkawinan menyisakan cerita buruk.
Yang dirasakan
42
Perkawinan sangat membebani.
Yang dirasakan
43
Perbedaan antara keinginan dan kondisi real menjadi
Yang dirasakan
44
beban.
45
Ritual perkawinan yang membutuhkan dana besar menjadi
46
beban.
47
Pendanaan perkawinan di manggarai sangat dipengaruhi
48
oleh status sosial wanita.
49
Biaya perkawinan di manggarai dimulai dari 20 juta ke
50
atas tergantung pada status sosialnya.
51
Status sosial orang tua wanita tidak terlalu berpengaruh
52
pada perkawinan manggarai.
53
Kelas sosial wanita menentukan tarif (banyaknya uang)
54
yang digunakan dalam segala urusan perkawinan.
55
Tahapan perkawinan di Manggarai ada begitu banyak.
Yang dirasakan
56
Profesi perempuan mempengaruhi tahapan perkawinan.
Syarat
57
Tahapan itu mempengaruhi berapa banyak dana yang
Yang dirasakan
58
digunakan.
59
Status sosial berpengaruh pada prosesi perkawinan.
Yang dirasakan
Yang dirasakan
Yang dirasakan
Yang dirasakan
Yang dirasakan
Yang dirasakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 125
60
Pematokan harga pada prosesi perkawinan merupakan
Sifat
61
transaksi jual beli.
62
Penyebutan jual beli diganti dengan kata yang lebih etis
63
untuk manusia.
64
Biaya perkawinan yang tinggi sangat membebankan.
Yang dirasakan
65
Perkawinan mempererat hubungan kekerabatan keluarga
Tujuan
66
besar.
67
Perkawinan itu membebankan bukan melegakan.
Yang dirasakan
68 69
Perkawinan bertujuan untuk membebaskan.
Tujuan
Yang dirasakan
Perkawinan menjadi beban yang berat. Yang dirasakan Interpretasi: Perkawinan di Manggarai menjadi beban yang berat. Hal ini disebabkan oleh keberadaan tuntutan yang begitu besar dalam perkawinan masyarakat Manggarai. Tuntutan yang dimaksud adalah keberadaan belis sebagai mahar pernikahan yang tidak karuan dalam penerapannya. Pergeseran dari pemanfaatan kearifan lokal menuju penggunaan uang yang gila-gilaan memicu perkawinan di Manggarai memberatkan. Tentunya perkawinan membutuhkan perjuangan tetapi perjuangan yang terjadi sekarang bukan untuk mempertahankan eksistensi keberadaan keluarga barunya tetapi hanya untuk menutup utang-utang yang sudah diadakan saat pernikahan berlangsung. Selain itu faktor lain yang mempengaruhi perkawinan di Manggarai yang memberatkan adalah tujuan perkawinan yaitu untuk mempersatukan keluarga besar kedua belah pihak yang tentunya bukanlah hal yang gampang. Syarat perkawinan juga sangat mempengaruhi kehidupan perkawinan di Manggarai. Kadang syarat perkawinan di Manggarai sangat bertolak belakang. Syarat yang sering dipakai untuk menentukan orang menikah adalah fisik sedangkan syarat secara psikologis dan material tidak terlalu diindahkan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 126
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44
Bapak J (35) Tema Sifat dari perkawinan adalah mengikat. Tujuan dari perkawinan masyarakat Manggarai adalah untuk menyatukan keluarga besar. Proses perkawinan manggarai panjang dan rumit. Tahap perkawinan yang paling penting yaitu tahap pernikahan gereja. Sekarang perkawinan bukan dilihat sebagai sesuatu yang sifatnya sakral. Perkawinan di Manggarai rumit dan berat. Sifat perkawinan yang monogami dan sakral itu berat. Status sosial mempengaruhi besaran belis. Perkawinan dengan adanya belis tinggi sangat memberatkan. Belis dalam perkawinan Manggarai sudah mengalami disorientasi dari bertujuan menghubungi kedua belah pihak sekarang semua soal uang. Beban rumah tangga terbesar adalah belis yang begitu tinggi. Merasa kasihan dengan situasi perkawinan di Manggarai. Faktor lain masalah perkawinan adalah penelantaran. Utang akibat belis membuat keluarga sengsara sehingga banyak yang merantau dan melepaskan anak juga istri. Sifat perkawinan Manggarai itu monogami. Adat yang sangat ketat yang membuat perempuan tidak mau kembali ke orang tuanya. Sifat perkawinan manggarai monogami. Belis dalam perkawinan Manggarai ditntukan oleh kelas sosial. Penentu kelas sosial sekarang adalah tingkat pendidikan. Pendidikan perempuan sebagai penentu tinggirendahnyabelis, bukan orang tuanya. Banyak pengeluaran untuk perkawinan di manggarai. Selain belis ada denda seandainya keluarga pria melakukan kesalahan misalnya
Meaning Unit Sifat Tujuan Sifat Syarat Yang dirasakan Yang dirasakan Sifat Faktor Yang dirasakan Yang dirasakan
Yang dirasakan Perasaan yang timbul Akibat Yang dirasakan
Sifat Sifat Sifat Faktor Faktor Faktor Yang dirasakan syarat
Faktor Yang dirasakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 127
45 46 47 48 49 50 51 52 53
keterlambatan kehadiran. Denda dibayar tanpa diminta tetapi sebagai Faktor bentuk penunjukkan niat baik. Belis menjadikan perkawinan di Manggarai itu Syarat memberatkan. Belis juga menjadi sumber masalah perkawinan di Manggarai. Tujuan Perkawinan di Manggarai akan sah bila melewati tahap adat, gereja, dan negara Yang dirasakan (undang-undang perkawinan). Tujuan perkawinan di Manggarai adalah mempersatukan kedua keluarga besar. belis di Manggarai membebankan. Interpretasi: Perkawinan di Manggarai sudah menjadi beban yang berat. Hal ini dipengaruhi oleh syarat atau tuntutan dan prosesi dalam perkawinan masyarakat Manggarai. Prosesi dalam perkawinan masyarakat Manggarai sangat panjang dan rumit. Tentunya prosesi yang panjang dan rumit ini menelan anggaran dan tenaga. Tuntutan dalam perkawinan Manggarai tercermin dari Belis sebagai seserahan. Belis sudah menjadi momok yang menakutkan karena belis sudah mengalami pergeseran makna—dari sebagai simbol ikatan keluarga menuju semua menyoal uang—tuntutan inilah yang menyebabkan banyak orang yang meninggalkan keluarga barunya untuk merantau dan menelantarkan anak dan istri. Selain itu sifat perkawinan masyarakat Manggarai memiliki andil yang besar dalam kehidupan keluarga masyarakat Manggarai. Sifat perkawinan yang mengikat dan monogami menjadikan beban bagi masyarakat yang ada di Manggarai. Menjadi beban ketika sifat ini tidak membuka ruang bagi orang Manggarai untuk mengakhiri kehidupan rumah tangganya dengan kata lain orang akan pasrah dengan situasi keluarga barunya. Situasi yang seperti ini membuat perkawinan bukan dilihat sebagai sesuatu yang sakral seperti yang dianut dalam gereja katolik dengan demikian banyaklah masalah yang timbul.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 128
No. 1
Kematangan
fisik
Bapak L (25) Tema sebagai tolok ukur
Meaning unit usia Syarat
perkawinan. 2
Perkawinan bertujuan untuk menyatukan keluarga Tujuan besar kedua pihak.
3
Pernikahan adalah kesulitan.
Yang dirasakan
4
Pernikahan bertujuan untuk meneruskan keturunan.
Tujuan
5
Perkawinan itu mendewasakan.
Tujuan
6
Menikah saat ini membebankan.
Yang dirasakan
7
Menikah itu menambahkan beban bagi orang-orang Yang dirasakan terdekat.
8
Menikah harus memiliki kemapanan ekonomi.
Syarat
9
Tujuan perkawinan yaitu mendewasakan pola pikir.
Tujuan
10
Relasi
kekerabatan
sangat
penting
dalam Tujuan
penting
dalam Tujuan
perkawinan masyarakat manggarai. 11
Relasi
kekerabatan
sangat
perkawinan masyarakat manggarai. 12
Perkawinan harus memperhatikan ekonomi.
Syarat
13
Belis menjadi satu faktor penyebab KDRT di Yang dirasakan Manggarai.
14
Perkawinan
sangat
membebankan
dari
segi Yang dirasakan
ekonomi. 15
Perkawinan di manggarai sifatnya memaksa dan Sifat menuntut.
16
Perkawinan jadi beban yang memberatkan.
Yang dirasakan
17
Perkawinan adalah penderitaan.
Yang dirasakan
18
Kehidupan perkawinan adalah beban.
Yang dirasakan
Interpretasi: perkawinan dalam masyarakat Manggarai merupakan beban berat yang menimbulkan penderitaan. Masyarakat Manggarai dalam membangun sebuah keluarga dalam konteks perkawinan sangat mengedepankan yang namanya hubungan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 129
kekerabatan antara kedua belah pihak dan ini menjadi tujuan dari perkawinan masyarakat Manggarai selain untuk meneruskan keturunan. Idealnya sebuah perkawinan harus dilandaskan pada kedewasaan pola pikir. Perkawinan di Manggarai tidaklah terlalu memperhatikan faktor ekonomi dan psikologis diri saat hendak menikah lebih menilai dari segi kematangan fisik saja. Masyarakat Manggarai tidak melihat bahwa tidak adanya kematangan secara ekonomi mampu menciptakan keluarga yang tidak harmonis—contohnya kekerasan dalam rumah tangga—ini akibat dari masyarakat Manggarai kurang memperhatikan situasi ekonominya sendiri sehingga biaya perkawinan dalam seserahan—belis—tidak dipertimbangkan dengan baik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 130
Lampiran 5: Susunan meaning unit
Tujuan
Sifat
Syarat
Susunan meaning unit
Yang dirasakan
InformanF Tujuan dari perkawinan adalah pencarian akan dukungan. Pernikahan bertujuan untuk menyatukan keluarga besar dua belah pihak. Perkawinan mempererat hubungan kekerabatan keluarga besar. Perkawinan bertujuan untuk membebaskan. Rumit dan menuntut. Tahapan perkawinan di Manggarai ada begitu banyak. Dukungan menjadi tonggak utama dalam pencapaian kebahagiaan. Perkawinan membutuhkan kesiapan yang matang baik materi maupun psikologis. Orang tua berperan dalam perkawinan masyarakat manggarai. Semua upaya dikerahkan untuk memperjuangkan perkawinan. Kebahagiaan itu sendiri merupakan beban karena membutuhkan biaya yang banyak. Perkawinan merupakan beban. Perkawinan merupakan beban karena biaya yang tinggi untuk menunjukkan status sosial. Tuntutan perkawinan yang fantastis membuat yang bersangkutan terbebani. Prosesi perkawinan yang rumit dan menuntut akan kemeriahan itu memberatkan. Tuntutan akan mengurangi keharmonisan. Perkawinan dijadikan beban prestise. Tuntutan perkawinan yang tinggi mewajibkan perjuangan yang lebih. Perkawinan bukannya melegakan tetapi membebankan. Segala bentuk pendanaan perkawinan dibebankan pada keluarga pria tetapi lebih dibebankan adalah si pengantin pria. Perkawinan menjadi beban moril bagi pengantin pria. Pernikahan merupakan sesuatu yang memberatkan. Pernikahan merupakan beban yang besar. Pernikahan merupakan tantangan besar bagi pria Manggarai. Sifat ritual perkawinan manggarai memaksa. Perkawinan merupakan beban.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 131
Susunan meaning unit Yang dirasakan
Susunan meaning unit
Tujuan
Sifat
Syarat
Perkawinan di Manggarai memberatkan dan rumit. Masyarakat manggarai belum mapan. Ritus perkawinan menyisakan cerita buruk. Perkawinan sangat membebani. Perbedaan antara keinginan dan kondisi real menjadi beban. Ritual perkawinan yang membutuhkan dana besar menjadi beban. Pendanaan perkawinan di manggarai sangat dipengaruhi oleh status sosial wanita. Biaya perkawinan di manggarai dimulai dari 20 juta ke atas tergantung pada status sosialnya. Status sosial orang tua wanita tidak terlalu berpengaruh pada perkawinan manggarai. Kelas sosial wanita menentukan tarif (banyaknya uang) yang digunakan dalam segala urusan perkawinan. Profesi perempuan mempengaruhi tahapan perkawinan. Tahapan itu mempengaruhi berapa banyak dana yang digunakan. Pematokan harga pada prosesi perkawinan merupakan transaksi jual beli. Biaya perkawinan yang tinggi sangat membebankan. Perkawinan itu membebankan bukan melegakan. Perkawinan menjadi beban yang berat.
InformanJ Tujuan dari perkawinan masyarakat Manggarai adalah untuk menyatukan keluarga besar. Tujuan perkawinan di Manggarai adalah mempersatukan kedua keluarga besar. Sifat dari perkawinan adalah mengikat. Proses perkawinan Manggarai panjang dan rumit. Sifat perkawinan yang monogami dan sakral itu berat. Sifat perkawinan Manggarai itu monogami. Adat yang sangat ketat yang membuat perempuan tidak mau kembali ke orang tuanya. Sifat perkawinan Manggarai monogami. Tahap perkawinan yang paling penting yaitu tahap pernikahan gereja. Selain belis ada denda seandainya keluarga pria melakukan kesalahan misalnya keterlambatan kehadiran. Perkawinan di Manggarai akan sah bila melewati
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 132
Yang dirasakan
Tujuan
Susunan meaning unit
Sifat
tahap adat, gereja, dan negara (undang-undang perkawinan). Sekarang perkawinan bukan dilihat sebagai sesuatu yang sifatnya sakral. Perkawinan di Manggarai rumit dan berat. Status sosial mempengaruhi besaran belis. Perkawinan dengan adanya belis tinggi sangat memberatkan. Belis dalam perkawinan Manggarai sudah mengalami disorientasi dari bertujuan menghubungi kedua belah pihak sekarang semua soal uang. Beban rumah tangga terbesar adalah belis yang begitu tinggi. Merasa kasihan dengan situasi perkawinan di Manggarai. Faktor lain masalah perkawinan adalah penelantaran. Utang akibat belis membuat keluarga sengsara sehingga banyak yang merantau dan melepaskan anak juga istri. Belis dalam perkawinan Manggarai ditntukan oleh kelas sosial. Penentu kelas sosial sekarang adalah tingkat pendidikan. Pendidikan perempuan sebagai penentu tinggirendahnyabelis, bukan orang tuanya. Banyak pengeluaran untuk perkawinan di Manggarai. Denda dibayar tanpa diminta tetapi sebagai bentuk niat baik. Belis menjadikan perkawinan di Manggarai itu memberatkan. Belis juga menjadi sumber masalah perkawinan di Manggarai. belis di Manggarai membebankan. InformanL Perkawinan bertujuan untuk menyatukan keluarga besar kedua pihak. Pernikahan bertujuan untuk meneruskan keturunan. Perkawinan itu mendewasakan. Tujuan perkawinan yaitu mendewasakan pola pikir. Relasi kekerabatan sangat penting dalam perkawinan masyarakat Manggarai. Relasi kekerabatan sangat penting dalam perkawinan masyarakat Manggarai. Perkawinan di Manggarai sifatnya memaksa dan menuntut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 133
Syarat
Yang dirasakan
Kematangan fisik sebagai tolok ukur usia perkawinan. Menikah harus memiliki kemapanan ekonomi. Perkawinan harus memperhatikan ekonomi. Pernikahan adalah kesulitan. Menikah saat ini membebankan. Menikah itu menambahkan beban bagi orang-orang terdekat. Belis menjadi satu faktor penyebab KDRT di Manggarai. Perkawinan sangat membebankan dari segi ekonomi. Perkawinan jadi beban yang memberatkan. Perkawinan adalah penderitaan. Kehidupan perkawinan adalah beban.