Jurnal Penelitian, Pengembangan Ilmu Manajemen dan Akuntansi Nop 2015 STIE Putra Perdana Indonesia
Pu ST In tra d IE on P Pu es erd ia an In tra do P a ne e r si da a na
Koreksi Fiskal Positip Atas Biaya Penyisihan Kerugian Aset Produktif Dan Tidak Optimalnya Pemanfaatan Fasilitas Berupa Pengurangan Tarif Pajak Akibat Pemulihan Penyisihan Penghapusan Aset Produktif Pada Bank Perkreditan Rakyat ERDY R. DAMANIK, S.E., M.Ak ( Dosen Tetap STIE PPI )
Abtraksi
Agar Bank senantiasa berhati-hati menjalankan usahanya dalam menyalurkan kredit, maka diperkenankan untuk membentuk penyisihan penghapusan aktiva produktif, yang merupakan cadangan untuk piutang tak tertagih. Karena penyisihan ini menimbulkan biaya dalam bentuk piutang tak tertagih, maka Bank Indonesia selaku otoritas moneter mengatur nilai maksimal dari cadangan piutang tak tertagih ini. Bank dalam menentukan jumlah cadangan piutang tak tertagihnya harus benar dalam melakukan pencadangan, jika jumlah cadangan lebih kecil dari jumlah aktual piutang tak tertagih, maka kekurangan ini diperhitungkan dengan modal, dan jika terjadi selisih lebih atas nilai cadangan yang dibentuk diakui sebagai pendapatan.
ST IE
Direktorat Jendral Pajak juga menetapkan jumlah cadangan piutang tak tertagih yang bisa diperhitungkan dalam menentukan besarnya penghasilan kena pajak. Terhadap kelebihan cadangan penghapusan piutang tak tertagih dari jumlah yang ditentukan akan dilakukan koreksi fiskal positif. Kata kunci: koreksi fiskal.Piutang tak tertagih. Pajak Penghasilan
A.
Latar Belakang Masalah
Undang – Undang Republik Indonesia nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang – Undang Republik Indonesia nomor 28 tahun 2007 pada pasal 4 ayat 4 menyatakan
bahwa Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak yang wajib
menyelenggarakan pembukuan harus dilampiri dengan laporan keuangan berupa
Neraca dan Laporan Laba Rugi serta keterangan lain yang diperlukan untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak. Dengan demikian untuk kepentingan
perpajakan, Wajib Pajak yang menyelenggarakan pembukuan ataupun yang
InoVasi Volume 12: Nopember 15
Page 796
Jurnal Penelitian, Pengembangan Ilmu Manajemen dan Akuntansi Nop 2015 STIE Putra Perdana Indonesia
Pu ST In tra d IE on P Pu es erd ia an In tra do P a ne e r si da a na
diwajibkan menyelenggarakan pembukuan diberikan kebebasan untuk memilih metode Akuntansi terbaik yang akan digunakannya.
Pada Pasal 28 ayat 5 Undang – Undang Republik Indonesia nomor 6
tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah
diubah terakhir dengan Undang – Undang Republik Indonesia nomor 28 tahun 2007 dikatakan bahwa Pembukuan diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan
stelsel Akrual ataupun Stelsel Kas. Dengan adanya pasal ini Fiskus tidak
mempersoalkan prinsip akuntansi yang dipergunakan Wajib Pajak.Namun prinsip akuntansi yang dipilih untuk digunakan oleh Wajib Pajak untuk menyelenggarakan pembukuaan harus taat asas.
Bentuk usaha, metode akuntansi , periode akuntansi serta pemakai
Laporan Keuangan dapat mempengaruhi bentuk dan isi Laporan Keuangan tersebut dengan segala keterbatasannya. Misalnya Laporan Keuangan yang dipersiapkan untuk dipergunakan manajemen Wajib Pajak akan sangat berbeda dengan Laporan
ST IE
Keuangan yang dipersiapkan untuk keperluan bank dan instansi lainnya. Hal ini juga
terjadi pada Laporan Keuangan yang diperuntukkan untuk pengisian Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan ( SPT PPh ) yang tentunya akan berbeda dengan yang diperuntukkan untuk pemakaian pihak ketiga lainnya.
Pemahaman Wajib Pajak tentang penghasilan dan biaya sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang – undangan perpajakan, merupakan hal yang
dapat
menyebabkan penghitungan penghasilan dan laba pada Laporan Keuangan untuk
keperluan pengisian SPT PPh menjadi berbeda dengan dengan penghitungan menurut Fiskus. Undang – Undang Republik Indonesia nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang – Undang Republik Indonesia nomor 36 tahun 2008 secara jelas telah mendefinisikan pendapatan atau penghasilan sebagaimana halnya dengan biaya dan Penghasilan Kena Pajak. InoVasi Volume 12: Nopember 15
Page 797
Jurnal Penelitian, Pengembangan Ilmu Manajemen dan Akuntansi Nop 2015 STIE Putra Perdana Indonesia
Pu ST In tra d IE on P Pu es erd ia an In tra do P a ne e r si da a na
Terkait biaya yang dapat dikurangkan untuk menentukan Penghasilan Kena Pajak,
pasal 9 ayat ( 1 ) huruf c mengatakan bahwa untuk menentukan
besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap tidak boleh dikurangkan pembentukan atau pemupukan dana cadangan kecuali
cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan
konsumen, dan perusahaan anjak piutang, cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang dibentuk oleh badan penyelenggara jaminan sosial, cadangan penjamin untuk lembaga penjamin simpanan, cadangan biaya reklamasi
untuk usaha pertambangan, cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan dan cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan
limbah industri untuk usaha pengolahan limbah industri , yang ketentuan dan syarat – syaratnya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Bank Perkreditan Rakyat merupakan Wajib Pajak yang menjalankan
usaha menghimpun dana dari masyarakat dan memberikan kredit kepada debiturnya,
ST IE
membentuk cadangan piutang tak tertagih yang disebut Penyisihan Penghapusan
Aktiva Produktif ( PPAP ) sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan otoritas moneter untuk
menutupi
resiko
kerugiannya
dari
menjalankan
usaha
pemberian
kredit.Pembentukan dana cadangan piutang tak tertagih ini mengacu kepada aturan
Bank Indonesia selaku otoritas moneter yaitu pasal 44 ayat ( 1 ) dan ( 2 ) peraturan Bank Indonesia nomor 7/2/PBI/2005 yang menyatakan bahwa,
bank wajib
membentuk PPA terhadap Aktiva Produktif dan Aktiva Non Produktif, PPA sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1 ) berupa cadangan umum dan cadangan khusus untuk Aktiva Produktif dan cadangan khusus untuk Aktiva Non Produktif.
Menteri Keuangan Republik Indonesia dengan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 81/PMK.03/2009 pada pasal 1 huruf a angka 1c dan 1d
memperjelas pembentukan dana cadangan piutang tak tertagih bagi Bank Perkreditan InoVasi Volume 12: Nopember 15
Page 798
Jurnal Penelitian, Pengembangan Ilmu Manajemen dan Akuntansi Nop 2015 STIE Putra Perdana Indonesia
Pu ST In tra d IE on P Pu es erd ia an In tra do P a ne e r si da a na
Rakyat. Peraturan ini menyatakan bahwa pemupukan dana cadangan yang boleh dikurangkan sebagai biaya yaitu cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan
badan usaha lain yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi,
perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang, yang meliputi cadangan piutang tak tertagih untuk Bank Perkreditan Rakyat yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional. B.
Fokus Permasalahan
Kolektibilitas aktiva produktif sangat mempengaruhi besar cadangan
yang harus dibentuk.Kolektibilitas yang baik akan membentuk cadangan piutang tak
tertagih yang tidak besar, kebalikannya adalah kolektibilitas yang buruk, semakin memburuk kolektibilitas semakin besar pula cadangan piutang tak tertagih yang harus
dibentuk. Kekurangan dalam membentuk cadangan piutang tak tertagih dibanding ketentuan minimal
perhitungan cadangan akan menyebabkan shortfall cadangan
piutang tak tertagih yang akan dibebankan ke modal. Dengan demikian Bank Perkreditan Rakyat
harus berusaha memenuhi kebutuhan cadangan piutang tak
ST IE
tertagih minimal yang harus tersedia.
Besarnya cadangan piutang tak tertagih yang dibentuk
dapat
menimbulkan permasalahan lain terkait dengan ketentuan perpajakan. Tujuan Bank
Indonesia dalam pembentukan cadangan piutang tak tertagih ini, agar perbankan berhati hati dalam menjalankan kegiatan usahanya, terutama dalam pemberian kredit.
Dari sisi perpajakan pembentukan cadangan piutang tak tertagih yang diijinkan harus dibatas, karena cadangan ini merupakan satu pos biaya yang dapat dipergunakan Bank Perkreditan Rakyat untuk mengatur jumlah laba yang dikehendaki.
Pasal 4 ayat ( 1 ) Peraturan Menteri Keuangan nomor 081/PMK.03/2009
menentukan besarnya cadangan piutang tak tertagih untuk Bank Perkreditan Rakyat yang
melaksanakan
kegiatan
usaha
konvensional,
yaitu
0,5%
dari
piutang dengan kualitas lancar tidak termasuk Sertifikat Bank Indonesia, 10 % InoVasi Volume 12: Nopember 15
Page 799
Jurnal Penelitian, Pengembangan Ilmu Manajemen dan Akuntansi Nop 2015 STIE Putra Perdana Indonesia
Pu ST In tra d IE on P Pu es erd ia an In tra do P a ne e r si da a na
dari piutang dengan kualitas kurang lancar setelah dikurangi dengan nilai agunan, 50% dari piutang dengan kualitas diragukan setelah dikurani dengan nilai agunan dan
100% dari piutang dengan kualitas macet setelah dikurangi dengan nilai agunan.
Kelebihan cadangan piutang tak tertagih atas besaran yang sudah ditentukan tersebut tidak dapat diakui sebagai biaya,dan akan dikoreksi fiskal positif. Koreksi ini akan menambah jumlah pajak penghasilan yang harus dibayar. Untuk menghindarkan
adanya koreksi fiskal positif pada Laporan Keuangan maka harus dilakukan penyesuaian atas cadangan piutang tak tertagih yang sudah dibentuk. Pembentukan cadangan piutang tak tertagih ini dibukukan dengan jurnal : Biaya Penyisihan Kerugian Aset Produktif
Cadangan Penyisihan Penghapusan Aset Produktif.
Jika jumlah cadangan yang dibentuk ini melebihi ketentuan atau kebutuhan maka dilakukan koreksi dengan membukukan pendapatan atas kelebihan nilai cadangan itu,
pendapatan ini berupa pemulihan penyisihan penghapusan aset produktif. Melalui
Surat Edaran Bank Indonesia nomor 15/20/DKBU tentang Laporan Bulanan Bank
ST IE
Perkreditan Rakyat, diatur bahwa pemulihan penyisihan penghapusan aset produktif adalah pendapatan yang diperoleh atas penghapusan aset produktif atau koreksi
penyisihan penghapusan asset produktif yang merupakan selisih lebih dari nilai penyisihan penghapusan aset produktif yang telah dibentuk dan wajib dibentuk. Jurnal atas koreksi ini adalah :
Cadangan Penyisihan Penghapusan Aset Produktif
Pemulihan Penyisihan Penghapusan Aset Produktif
Dari sisi perpajakan, koreksi ini berdampak pada beberapa hal
yang
dapat merugikan Bank Perkreditan Rakyat itu sendiri, yaitu : 1.
Biaya Penyisihan Kerugian Aset Produktif lebih besar dari pada Cadangan
Penyisihan Penghapusan Aset Produktif pada satu periode akuntansi, dan melebihi jumlah cadangan yang diperkenankan.
InoVasi Volume 12: Nopember 15
Page 800
Jurnal Penelitian, Pengembangan Ilmu Manajemen dan Akuntansi Nop 2015 STIE Putra Perdana Indonesia
Bertambahnya jumlah pendapatan
yang menyebabkan jumlah Pajak
Pu ST In tra d IE on P Pu es erd ia an In tra do P a ne e r si da a na
2.
Penghasilan yang terhutang menjadi lebih besar.
C.
Tinjauan Pustaka
Struktur aset bank didominasi oleh komponen porto folio aktiva
produktif
(earningsassets
)
(Beattiedkk.1995).Aktiva
produktif
memberikan
pendapatan paling besar bagi bank,tetapi memiliki tingkat risiko berdasarkan kolektibilitasnya.Akibatnya, kondisi keuangan bank suatu periode sangat dipengaruhi oleh kemampuan
bank dalam mengelola
risiko kualitas porto folio (risk
management).
Uncollectabilityrisk melekat dengan keputusan alokasi aktiva produktif.
Ketika dana yang telah dialokasikan tidak dapat ditagih,manajemen dianggap tidak melakukan manajemen risiko yang baik. Selain itu,ketika jumlah penyisihan
penghapusan aktiva produktif yang dibentuk tidak memadai,bank dianggap tidak
mampu memprediksi dan mengelola tingkat risiko kerugian yang timbul dari setiap
ST IE
alokasi dana bank ( Haryono S. 2008 ). Bank
Perkreditan
Rakyat
juga
memiliki
struktur
aset
yang
didominasi oleh portofolio Aktiva Produktif. Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia nomor 13/26/PBI/2011 tentang
Perubahan AtasPeraturan BankIndonesia
nomor 8/19/PBI/2006Tentang kualitas Aktiva Produktif dan Pembentukan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif Bank Perkreditan, yang dimaksud dengan Bank Perkreditan Rakyat,yang selanjutnya disebut BPR, adalah Bank
Perkreditan Rakyat sebagai mana dimaksud dalam Undang- Undang Nomor7 Tahun1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor10 Tahun1998, yang melaksanakan kegiatan usaha
secara konvensional. Sedangkan Aktiva Produktif adalah penyediaan dana BPR dalam
Rupiah
untuk
memperoleh
penghasilan,dalam
bentuk
Kredit,Sertifikat Bank Indonesia dan Penempatan Dana AntarBank. InoVasi Volume 12: Nopember 15
Page 801
Jurnal Penelitian, Pengembangan Ilmu Manajemen dan Akuntansi Nop 2015 STIE Putra Perdana Indonesia
Pu ST In tra d IE on P Pu es erd ia an In tra do P a ne e r si da a na
Penyisihan Penghapusan Aktiva yang untuk selanjutnya disebut PPA adalah cadangan yang harus dibentuk sebesar persentase tertentu berdasarkan kualitas Aktiva.
PPA ini dibentuk untuk Aktiva Produktif dan Aktiva non Produktif.
Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif yang disingkat ( PPAP ) secara defenitif
berarti provision for loan losses, merupakan cadangan yang dibentuk dengan cara membebani perhitungan laba rugi tahun berjalan untuk menampung kerugian yang
timbul akibat tidak dapat diterima kembalinya sebagian atau seluruh aktiva produktif. PPA untuk Aktiva non Produktif dimaksud untuk mendorong bank melakukan upaya penyelesaian bila terjadi wanprestasi dan antisipasi terhadap potensi kerugian.
Di dalam perpajakan tidak dikenal istilah PPAP maupun PPA. Cadangan
piutang tak tertagih ini disebut dengan Pemupukan Dana Cadangan ( Pasal 9 ayat ( 1 ) Undang – Undang nomor 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan ).
ST IE
D.
Pembahasan.
1. Biaya Penyisihan Kerugian Aset Produktif lebih besar dari pada Cadangan Penyisihan Penghapusan Aset Produktif pada satu periode akuntansi, dan melebihi jumlah cadangan yang diperkenankan. Biaya penyisihan kerugian aset produktif lebih besar dari pada cadangan
penyisihan penghapusan aset produktif pada satu periode akuntansi terjadi
karena pada saat melakukan koreksi, berdasarkan pengamatan penulis pada
beberapa Laporan Keuangan Bank Perkreditan Rakyat, jurnal penyesuaian atau jurnal perbaikannya adalah salah satu dari 2 jurnal di bawah ini yaitu : 1.1
Biaya Penyisihan Kerugian Aset Produktif
Pemulihan Penyisihan Penghapusan Aset Produktif.
Dampak yang ditimbulkan oleh jurnal ini adalah :
a. Biaya penyisihan kerugian aset produktif menjadi besar karena dicatat dua kali, yaitu saat pembentukan cadangan penyisihan
InoVasi Volume 12: Nopember 15
Page 802
Jurnal Penelitian, Pengembangan Ilmu Manajemen dan Akuntansi Nop 2015 STIE Putra Perdana Indonesia
Pu ST In tra d IE on P Pu es erd ia an In tra do P a ne e r si da a na
penghapusan aset produktif dan saat koreksi selisih lebih nilai cadangan tersebut. Jumlah biaya ini bisa melebihi jumlah yang diperkenankan.
b. Jumlah cadangan penyisihan penghapusan aset produktif tidak berkurang walaupun sudah dilakukan koreksi atas selisih lebih
nilai cadangan ini karena jurnal ini tidak mempengaruhi jumlah cadangan penyisihan penghapusan aset produktif.
1.2
Cadangan Penyisihan Penghapusan Aset Produktif
Pemulihan Penyisihan Penghapusan Aset ProduktifJurnal ini
memberikan dampak sebagai berikut :
a. Biaya penyisihan kerugian aset produktif tetap besar, karena tidak
tidak terpengaruh oleh koreksi yang dilakukan terhadap selisih lebih nilai cadangan piutang tak tertagih.
b. Cadangan piutang tak tertagih berkurang sebesar selisih lebih nilai
ST IE
cadangan yang dikoreksi.
Dari sudut pandang Fiskus, besarnya jumlah biaya penyisihan kerugian
aset produktif pada satu tahun pajak ini akan membuka celah untuk koreksi fiskal positif terhadap biaya tersebut karena :
a. Pada satu tahun pajak biaya penyisihan kerugian asset produktif seharusnya sama dengan cadangan penyisihan penghapusan aset
produktif itu sendiri. Selisih antara biaya penyisihan kerugian aset produktif tersebut dengan cadangan penyisihan penghapusan asset produktif nya merupakan jumlah yang akan dikoreksi sehingga jumlah Pajak Penghasilan yang terhutang bertambah.
b. Biaya penyisihan kerugian aset produktif
yang dibentuk ini dapat
melebihi jumlah yang diperkenankan, sehingga atas kelebihannya akan
InoVasi Volume 12: Nopember 15
Page 803
Jurnal Penelitian, Pengembangan Ilmu Manajemen dan Akuntansi Nop 2015 STIE Putra Perdana Indonesia
Pu ST In tra d IE on P Pu es erd ia an In tra do P a ne e r si da a na
dilakukan koreksi yang akan menambah jumlah Pajak Penghasilan terhutang.
2. Bertambahnya jumlah pendapatan
Pemulihan penyisihan penghapusan aset produktif yang timbul dari
koreksi selisih lebih nilai cadangan penyisihan penghapusan aset produktif merupakan pendapatan yang bersifat semu, karena tidak diikuti adanya
tambahan kemampuan ekonomi bagi Bank Perkreditan Rakyat tersebut.
Walaupun bersifat semu, dalam menentukan jumlah pendapatan bruto pada satu tahun pajak, pendapatan ini harus diikutkan sebagai komponen pendapatan bruto.Keberadan pendapatan ini dapat mengakibatkan fasilitas pengurangan tarif pajak tidak dapat dioptimalkan.
Undang – Undang Republik Indonesia nomor 7 tahun 1983 tentang
Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang – Undang Republik Indonesia nomor 36 tahun 2008 pada pasal 31E ayat ( 1 )
ST IE
mengatakan bahwa Wajib Pajak badan dalam negeri dengan pendapatan
bruto sampai dengan Rp. 50.000.000.000 ( lima puluh milyar rupiah ) mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% ( lima puluh persen
) dari tarif sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 ayat (1 ) huruf b dan ayat (
2a ) yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp. 4.800.000.000 ( empat miliar delapan ratus juta rupiah ).
Dengan tidak optimalnya pemanfaatan fasilitas pengurangan tarif
pajak ini
mengakibatkan pajak penghasilan yang terhutang menjadi lebih
besar. Untuk lebih jelasnya hal ini dapat dilihat melalui contoh 1 dan contoh 2 di bawah
Contoh 1 :
InoVasi Volume 12: Nopember 15
Page 804
Jurnal Penelitian, Pengembangan Ilmu Manajemen dan Akuntansi Nop 2015 STIE Putra Perdana Indonesia
Pu ST In tra d IE on P Pu es erd ia an In tra do P a ne e r si da a na
BPR A mempunyai Pendapatan Operasional sebesar Rp. 4.500.000.000 dan Pendapatan Operasional Lainnya yang merupakan Pemulihan Penyisihan
Penghapusan Aset Produktif karena adanya koreksi selisih lebih nilai cadangan PPAP sebesar Rp. 500.000.000. Penghasilan Kena Pajak BPR A adalah sebesar Rp. 250.000.000. Tarif pajak 28%, maka Pajak Penghasilan terhutang BPR A adalah :
Pendapatan Bruto Rp. 5.000.000.000 : a.
Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang memperoleh fasilitas :
( Rp. 4.800.000.000/Rp. 5.000.000.000 ) X Rp. 250.000.000 = Rp.240.000.000
b.
Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak memperoleh fasilitas :
Rp. 250.000.000 – Rp. 240.000.000 = Rp. 10.000.000
ST IE
c.
Pajak Penghasilan yang terhutang
( 50% x 28 % ) x Rp. 240.000.000
= Rp. 33.600.000
28% x Rp. 10.000.000
= Rp. 2.800.000
Jumlah Pajak Penghasilan terhutang
= Rp. 36.400.000
Contoh 2 :
BPR B mempunyai Pendapatan Operasional sebesar Rp. 4.500.000.000 dan tidak ada koreksi atasselisih lebih nilai cadangan penyisihan penghapusan aset produktif. Penghasilan Kena Pajak BPR B adalah sebesar 250.000.000. Tarif pajak 28%, maka
Rp.
jumlah Pajak Penghasilan yang
terhutang BPR B adalah :
( 50% x 28% ) X Rp. 250.000.000 = Rp. 35.000.000
InoVasi Volume 12: Nopember 15
Page 805
Jurnal Penelitian, Pengembangan Ilmu Manajemen dan Akuntansi Nop 2015 STIE Putra Perdana Indonesia
Pu ST In tra d IE on P Pu es erd ia an In tra do P a ne e r si da a na
Dari ke dua contoh tersebut, terlihat bahwa BPR B yang tidak mempunyai Pendapatan Operasional Lainnya mempunyai jumlah Pajak Penghasilan yang terhutang yang lebih kecil dari pada jumlah Pajak Penghasilan terhutang BPR A yang mempunyai Pendapatan Operasional Lainnya Dengan demikian koreksi selisih lebih nilai cadangan penyisihan penghapusan aset
produktif ke pendapatan berupa pemulihan penyisihan penghapusan aset produktif menyebabkan jumlah Pajak Penghasilan terhutang menjadi lebih besar.
Lebih lanjut data tahun 2012 dan 2013 dari sebuah Bank Perkreditan
Rakyat di Bandar Lampung pada beberapa tabel dibawah memperlihatkan
kondisi yang dihadapi karena adanya pendapatan berupa pemulihan penyisihan
penghapusan
aset
produktif
ini.
Data
tersebut
juga
memperlihatkan koreksi fiskal positif yang dilakukan Fiskus terhadap biaya penyisihan kerugian aset produktif saat pemeriksaan Pajak Penghasilan.
ST IE
Tabel 1. Jumlah Biaya Penyisihan Kerugian AsetProduktif dan Cadangan Penyisihan Penghapusan Aset Produktif tahun 2012 dan 2013
( dalam rupiah )
No
Tahun
1 2
2012 2013
Biaya Penyisihan Kerugian Aset Produktif 2.811.620.365 3.989.936.955
Cadangan Penyisihan Penghapusan Aset Produktif 1.889.385.673 1.468.589.583
Sumber data : BPR, nama BPR ada di Penulis dan atas permintaan BPR untuk tidak di publikasikan.
Tabel 2. Jumlah Pendapatan Operasional dan PPh badan Tahun 2012 dan 2013
( dalam rupiah )
No 1
AKUN
Pendapatan Operasional
InoVasi Volume 12: Nopember 15
2012
34.821.359.732
2013
28.095.243.124
Page 806
Jurnal Penelitian, Pengembangan Ilmu Manajemen dan Akuntansi Nop 2015 STIE Putra Perdana Indonesia
Pendapatan Operasional Lainnya 1.957.377.506 1.912.617.044 Pemulihan Penyisihan Penghapusan Aset Produktif 1.095.942.972 3.424.137.499 Laba sebelum Pajak 14.854.310.532 10.293.471.503 Pajak Penghasilan Badan 3.479.018.037 2.413.892.684 Data olahan, sumber data BPR, nama BPR ada di Penulis dan atas permintaan BPR untuk tidak di publikasikan
Pu ST In tra d IE on P Pu es erd ia an In tra do P a ne e r si da a na
2 3 4 5
Dari kedua tabel di atas, dapat dilihat beberapa hal yaitu :
1. Biaya penyisihan kerugian aset produktif tahun 2013 lebih besar Rp. 2.521.347.372 dan tahun 2012 sebesar Rp. 922.234.692.
2. Cadangan penyisihan penghapusan aset produktif yang menurun dari tahun 2012 ke 2013 sebesar Rp. 420.796.090 tetapi biaya penyisihan
kerugian aset produktif mengalami kenaikan dari tahun 2012 ke 2013 sebesar Rp. 1.178.316.590.
3. Pemulihan penyisihan penghapusan aset produktif yang meningkat dari tahun 2012 ke 2013 sebesar Rp. 2.328.194.527.
ST IE
Dari sudut pandang perpajakan, ada dua hal yang menjadi perhatian, yaitu 1. Koreksi fiskal positif atas biaya penyisihan kerugian aset produktif. Biaya penyisihan kerugian aset produktif
di tahun 2013 lebih besar
Rp. 2.521.347.372 dibanding cadangan penyisihan penghapusan aset
produktif. Hal yang sama juga terjadi di tahun sebelumnya yaitu di tahun 2012. Biaya penyisihan kerugian aset produktif lebih besar
Rp.
922.234.692 dibanding cadangan penyisihan penghapusan aset produktif. Adalah tidak benar jika biaya penyisihan kerugian aset produktif lebih besar dari pada nilai cadangan penyisihan penghapusan aset produktif.
Pada saat Fiskus melakukan pemeriksaan pajak penghasilan untuk tahun pajak 2013 , atas selisih biaya penyisihan kerugian aset produktif tahun 2013 dilakukan koreksi fiskal positif.
InoVasi Volume 12: Nopember 15
Page 807
Jurnal Penelitian, Pengembangan Ilmu Manajemen dan Akuntansi Nop 2015 STIE Putra Perdana Indonesia
Pu ST In tra d IE on P Pu es erd ia an In tra do P a ne e r si da a na
2. Pajak Penghasilan Badan, Pemulihan penyisihan penghapusan aset produktif ini menyebabkan Pajak
Penghasilan terhutang menjadi lebih besar sebesar Rp. 90.861.497 pada tahun 2013 dan sebesar Rp. 29.709.527pada tahun 2012, Hal ini tidak akan terjadi jika koreksi selisih lebih
nilai cadangan penyisihan
penghapusan aset produktif tidak diakui sebagai pendapatan.
E.
Kesimpulan
1.
Prinsip taat asas mengharuskan Wajib Pajak menggunakan prinsip yang sama dalam metode pembukuan dengan konsisten. Salah satu penerapan prinsip ini adalah dalam hal pengakuan pendapatan dan biaya untuk mencegah pergeseran laba atau rugi.
2.
Peraturan Menteri
Keuangan nomor 81/PMK.03/2009 tentang
Pembentukan
Pemupukan
atau
Dana
Cadangan
yang
boleh
dikurangkan sebagai biaya, memberikan izin kepada Bank Perkreditan
ST IE
Rakyat untuk membentuk dana cadangan yang boleh dikurangkan
sebagai biaya. Peraturan ini juga mengatur besarnya cadangan piutang tak tertagih untuk Bank Perkreditan Rakyat yang menjalankan usaha secara konvensional. Hal lain yang juga diatur dalam Peraturan ini
adalah perlakuan terhadap kelebihan cadangan piutang tak tertagih yang tidak dipakai untuk menutupi
kerugian. Terhadap kelebihan
cadangan
sebagai
tersebut
diperhitungkan
Penghasilan.
Bank
Indonesia melalui Surat Edaran Bank Indonesia nomor 15/20/DKBU perihal Laporan Bulanan Bank Perkreditan Rakyat, juga memberikan penegasan untuk kelebihan cadangan ini dengan mengakui sebagai
Pendapatan yang merupakan Pemulihan Penyisihan Penghapusan Aset Produktif.
InoVasi Volume 12: Nopember 15
Page 808
Jurnal Penelitian, Pengembangan Ilmu Manajemen dan Akuntansi Nop 2015 STIE Putra Perdana Indonesia
Pembentukan cadangan piutang tak tertagih oleh Bank Perkreditan
Pu ST In tra d IE on P Pu es erd ia an In tra do P a ne e r si da a na
3.
Rakyat dibukukan dengan jurnal :
Biaya cadangan Penghapusan
Cadangan Penghapusan Kredit.
pada saat penghapusan piutang tak tertagih dibukukan dengan jurnal : Cadangan Penghapusan Kredit Piutang Kredit
Koreksi atas kelebihan cadangan ini mengacu kepada Peraturan
Menteri Keuangan nomor 81/PMK.03/2009 dan Surat Edaran Bank Indonesia nomor 15/20/DKBU, dibukukan dengan jurnal : Cadangan Penghapusan Kredit Pendapatan
4
Saat
kelebihan
pendapatan,
cadangan
penghapusan
kredit
diakui
sebagai
prinsip taat asas tidak dipatuhi, kelebihan tersebut
seharusnya dibukukan dengan jurnal :
ST IE
Cadangan Penghapusan Kredit Biaya Cadangan Penghapusan
Karena pada saat pembentukan cadangan penghapusan kredit, biaya cadangan penghapusannya sudah dibukukan, maka pada saat
melakukan koreksi atas kelebihan cadangan, seharusnya biaya cadangan penghapusan itu juga dikoreksi, jadi tidak hanya cadangan penghapusan kreditnya saja yang dikoreksi.
5.
Kelebihan cadangan penghapusan kredit
yang diakui sebagai
Pendapatan menyebabkan biaya cadangan penghapusan menjadi
lebih besar dibanding cadangan penghapusan kredit itu sendiri. Dari sudut pandang Fiskus selisih antara biaya cadangan penghapusan
kredit dengan cadangan penghapusan kredit dapat dilakukan koreksi
fiskal positif, sehingga tidak diakui sebagai biaya yang dapat
InoVasi Volume 12: Nopember 15
Page 809
Jurnal Penelitian, Pengembangan Ilmu Manajemen dan Akuntansi Nop 2015 STIE Putra Perdana Indonesia
Pu ST In tra d IE on P Pu es erd ia an In tra do P a ne e r si da a na
dikurangkan dalam menentukan Penghasilan Kena Pajak, dan pada akhirnya akan menambah jumlah Pajak Penghasilan terhutang Bank Perkreditan Rakyat tersebut.
6.
Pendapatan yang berasal dari koreksi kelebihan cadangan penghapusan
kredit juga menyebabkan jumlah Pajak Penghasilan suatu Bank
Perkreditan Rakyat dengan peredaran bruto sampai dengan 50 miliar
rupiah menjadi lebih besar, karena fasilitas berupa pengurangan tarif
ST IE
pajak tidak dapat dimanfaatkan secara optimal.
InoVasi Volume 12: Nopember 15
Page 810
Jurnal Penelitian, Pengembangan Ilmu Manajemen dan Akuntansi Nop 2015 STIE Putra Perdana Indonesia
Pu ST In tra d IE on P Pu es erd ia an In tra do P a ne e r si da a na
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kredit, BPR, dan UMKM Bank Indonesia, 2013, Pedoman Penyusunan Laporan Bulanan Bank Perkreditan Rakyat, Jakarta. Mohamad Zain, 2003, Manajemen Perpajakan, Salemba Empat, Jakarta.
Siegel, Joel G and Joe K Shim, 2000, Kamus Istilah Akuntansi, Elex Media Komputindo, Jakarta Republik Indonesia, 2012, Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 219/PMK.011/2012 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81/PMK.03/2009 tentang Pembentukan atau Pemupukan Dana Cadangan Yang Boleh Dikurangkan Sebagai Biaya.Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 1307.Kementrian Hukum dan Hak Manusia Republik Indonesia. Jakarta. ______________.2012, hlpconsultant [ Internet ]. [ diunduh 02 Agustus 2015 ].Tersedia pada : http://hlpconsultant.org
ST IE
Republik
Indonesia, 2011, Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/26/PBI/2011Tentang PerubahanAtasPeraturan BankIndonesia nomor 8/19/PBI/2006Tentang kualitas Aktiva Produktif dan Pembentukan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif Bank Perkreditan.Lembar Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 146 DPNP.Kementrian Hukum dan Hak Manusia Republik Indonesia. Jakarta.
Republik Indonesia, 2009, Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/2/PBI/2009 Tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan bank Indonesia Nomor 7/2/PBI/2005 Tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum.Lembar Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 28 DPNP.Kementrian Hukum dan Hak Manusia Republik Indonesia. Jakarta. Republik Indonesia, 2009, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81/PMK.03/2009 Tentang Pembentukan atau Pemupukan Dana cadangan Yang Boleh Dikurangkan Sebagai Biaya.Salinan Biro Umum. Jakarta. InoVasi Volume 12: Nopember 15
Page 811
Jurnal Penelitian, Pengembangan Ilmu Manajemen dan Akuntansi Nop 2015 STIE Putra Perdana Indonesia
Pu ST In tra d IE on P Pu es erd ia an In tra do P a ne e r si da a na
Republik Indonesia, 2008, Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang – Undang nomor 7 tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan. Lembar Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133.Kementrian Hukum dan Hak Manusia Republik Indonesia.Jakarta. Slamet Haryono, 2008. Pengaruh Motif Opportunistic, Signaling, dan Capital Regulation terhadap Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (StudipadaBank-BankUmumdiIndonesia)( disertasi ), Semarang ( ID ) : Universitas Diponegoro. Republik Indonesia, 2007, Undang – Undang Republik Indonesia nomor 28 tahun 2007 Tentang Perubahan Ketiga atas Undang – Undang Nomor 6 tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan.Lembar Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 85.Kementrian Hukum dan Hak Manusia Republik Indonesia.Jakarta. Republik Indonesia, 2005, Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/2/PBI/2005 Tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum.Lembar Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 12 DPNP.
ST IE
Beattie, Casson, Dale, McKenzie, Sutcliffe and BadDebt:Accountingfor LoanLossesin WilleydanSons.
InoVasi Volume 12: Nopember 15
Turner. 1995. Bank and InternationalBanking.John
Page 812